1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Soto Bandung M Tarya Soto Bandung merupakan salah satu kuliner khas Kota Bandung. Berbeda dari soto-soto biasa, soto Bandung hadir dengan kuah soto bening di tambah irisan lobak dan potongan daging sapi yang nikmat. Nikmat nya soto Bandung bisa di temukan pada Soto Bandung M Tarya. Gambar 1.1 Soto Bandung M Tarya Sumber: data yang telah diolah Didirikan oleh Muhammad Tarya (M Tarya) di tahun 1950-an. Nama dari pendiri Soto Bandung inilah yang tetap dipertahankan dan di pakai hingga sekarang. Soto Bandung M Tarya hanya membuka usaha nya di Kota Bandung, dan hanya ada dua warung soto. Kedua warung soto tersebut, di kelola dan dimiliki oleh orang yang berbeda. Bila Soto Bandung M Tarya yang berada di jalan Sawah Kurung kini dimiliki oleh Ibu Nenden dan keluarga. Sedangkan Soto Bandung M Tarya yang berlokasi di jalan Pajagalan kini dimiliki oleh Ibu Hj. Siti Komariah. Kedua warung soto dengan nama yang sama ini berjalan masing- masing dan tidak ada campur tangan di antara pengelola. 1 1.1.2 Soto Bandung M Tarya Sawah Kurung Soto Bandung M Tarya Sawah Kurung adalah warung soto yang sama dengan warung Soto Bandung yang berada di jalan Moh. Ramdhan 85. Pengelola nya sama, hanya berpindah lokasi saja. Soto Bandung M Tarya Sawah Kurung, kini di kelola oleh generasi ke-tiga (cucu dari M Tarya). Dipimpin oleh seorang wanita bernama Nenden. Berusaha melanjutkan usaha warung soto yang sudah menjadi turun- temurun adalah visi perusahaan kecil ini. Namun Ibu Nenden selalu menerapkan nilai tersebut dalam dirinya dan karyawannya. Agar perusahaan kecil keluarganya ini tetap bertahan. Tidak hanya mempertahankan yang sudah ada, Ibu Nenden berniat memperluas usahanya ini. Salah satu cara nya adalah dengan menambah menu makanan sehingga lebih bervariasi. Tidak hanya menjual Soto Bandung, di warung soto ini juga menjual ayam bakar/goreng, nasi tutug oncom, gepuk, babat, patu, usus, dan limpa. Memiliki suami yang berposisi sebagai owner juga, dengan tiga pekerja dan satu anak yang membantu usaha, Ibu Nenden dan suami memegang kendali penuh atas warung soto nya. Gambar 1.2 dibawah ini adalah struktur organisasi beserta pembagian tugasnya: Gambar 1.2 Struktur Organisasi Soto Bandung M Tarya Sawah Kurung Ibu Nenden Suami Saudara Saudara Saudara Anak Back Office (dapur) Front office (melayani konsumen) Sumber: data yang telah diolah Pada umumnya sebuah perusahaan memiliki logo. Namun Soto Bandung M Tarya tidak mempunyai logo perusahaan yang dapat dijadikan identitas perusahaan. Soto Bandung M Tarya hanya mengandalkan nama “M Tarya” sebagai identitas perusahaan nya. Walaupun begitu Soto Bandung M Tarya sudah di kenal banyak orang sebagai makanan legenda. Terkenal karena rasa nya yang menyegarkan dan lezat, wisatawan bisa menikmati satu porsi soto Bandung disini 2 dengan harga Rp26.000,-. Tidak heran small family business Soto Bandung M Tarya di jalan Sawah Kurung sanggup meraup omset hingga 540 juta di tahun 2014. 1.1.3 Soto Bandung M Tarya Pajagalan Satu lagi warung Soto Bandung yang akan di analisis pada penelitian kali ini adalah Soto Bandung M Tarya yang berlokasi di jalan Pajagalan nomer 12A. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, warung Soto Bandung ini masih merupakan satu keluarga dengan Soto Bandung M Tarya Sawah Kurung. Namun kedua warung soto ini tidak memiliki keterikatan kepemilikan, manajemen, dan karyawan yang berbeda sejak generasi kedua yang memimpin. Soto Bandung M Tarya Pajagalan memiliki logo berupa gambar piring, garpu dan sendok. Logo tersebut berarti menandakan tempat ini adalah rumah makan Soto Bandung. Mereka punya visi dan misi yang tidak tertulis yaitu: Visi M Tarya Pajagalan adalah menjadi pelopor Soto Bandung. Dengan misi memperkenalkan soto Bandung kepada konsumen dan melayani konsumen sebaik mungkin. Dipimpin oleh Hj. Siti Qomariah (70) sebagai generasi kedua. Karyawan di dalam Soto bandung M Tarya Pajagalan ada empat orang. Semuanya adalah keluarga dekat dari Ibu Siti. Cucu dari Ibu Siti yang bernama Ani mengutarakan bahwa “Ada pembagian job dalam pengelolan bisnis keluarga ini. Ibu belanja, ayah dan saya membantu melayani pelanggan, satu kerabat lagi urusan cuci piring dan mempersiapkan alat makan dan service juga. Tapi kami fleksibel”. Adapun karyawan tambahan ketika ada pesanan catering dalam jumlah banyak. Gambar 1.3 Struktur Organisasi Soto Bandung M Tarya Pajagalan Ibu Siti Q. Keponakan Istri Cucu Saudara Belanja + Melayani Konsumen Melayani + Cuci piring Sumber: data yang telah diolah 3 Selain soto, warung ini menyediakan makanan khas sunda seperti ayam bakar/goreng, lalap dan masih banyak lagi. Wisatawan bisa langsung berkunjung ke jalan Pajagalan 12A, setelah berpindah dari jalan Cibadak 93 di tahun 2013. 1.2 Latar Belakang Penelitian Ada sebuah mitos mengenai perusahaan keluarga yang dituliskan oleh Gomulia (2013) yaitu “Generasi pertama membangun bisnis, generasi kedua menikmati, generasi ketiga menghancurkannya”. Sebuah mitos populer yang boleh dipercaya atau tidak. Namun sering kali mitos tersebut terbukti kebenarannya. Terlihat fakta bahwa hanya sedikit perusahaan keluarga yang bertahan hingga beberapa generasi. “Tingkat keberhasilan peralihan dari generasi pertama ke generasi kedua dalam perusahaan keluarga hanya 30%. Artinya, 70% usaha keluarga gagal melakukan suksesi ke generasi kedua. Bahkan keberhasilan peralihan ke generasi ketiga hanya 7%.” (sumber: Swa.co.id di akses pada tanggal 8 Mei 2015). Masalah dari peralihan generasi (suksesi) keluarga memang krusial. Namun tidak hanya suksesi yang perlu diperhatikan. Eksistensi perusahaan keluarga juga ditentukan stakeholders (anggota keluarga, karyawan, dan pemegang saham) di dalam perusahaan. Apabila konflik terjadi diantara stakeholders internal perusahaan tidak terselesaikan. Bisa jadi akan berdampak buruk bagi pengelolaan sumber daya manusia sebagai aset penting perusahaan. “Kegagalan perusahaan keluarga justru disebabkan oleh faktor-faktor internal, salah satunya adalah konflik anggota keluarga. Akar konflik didasari oleh kegagalan menyelaraskan nilai (pribadi dan bisnis) demi kemajuan perusahaan”. (sumber: bisnis.com di akses pada tanggal 7 Mei 2015). Agar perusahaan keluarga dapat berkelanjutan dan terus berkembang dari tahun ke tahun (longevity). Stakeholders di dalamnya harus lah di petakan menurut dimensi-dimensi perkembangan bisnis keluarga. Dalam hal ini model tiga lingkaran dari Taguiri dan Davis (1982) yang kemudian dikembangkan oleh Gersick et al (1997) yaitu model tiga poros bisnis keluarga, bisa di gunakan. Jadi sumber daya manusia yang menggerakkan bisnis dari dimensi keluarga, 4 kepemilikan, dan bisnis itu sendiri bisa dikelola dengan cara yang tepat. “Perubahan justru menitik beratkan kepada tekanan bagi perusahaan keluarga agar bisa dikelola secara fair sehingga kompetitif.” (sumber: jakartaconsulting.com di akases pada tanggal 7 Mei 2015). Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga belum cukup sampai pemetaan stakeholders saja. Perusahaan keluarga sebaiknya perlu merumuskan strategi yang dapat membantu perusahaan bertahan di masa depan dan terus berkembang. Maka dari itu perusahaan keluarga khususnya yang berskala kecil, perlu memahami isu-isu yang akan di capai oleh perusahaan keluarga berskala besar. Menurut (PwC) tahun 2014 isu utama yang berkembang di lingkungan internal bisnis keluarga ada tiga. “Pertama adalah kebutuhan akan SDM (baik dari segi kualitas dan kuantitas). Kedua adalah keperluan inovasi. Ketiga adalah perlunya menjadi bisnis yang lebih profesional.” Isu-isu tersebut membuat perusahaan-perusahaan keluarga di Indonesia dapat merumuskan prioritas tujuan perusahaan yang akan dicapai. Gambar 1.4 Tujuan Bisnis Lima Tahun ke Depan Sumber: Survey PwC, 2014 Penelitian PwC dilakukan kepada 30 sampel perusahaan keluarga berskala besar di Indonesia. Dari total 2378 sampel di lebih dari 40 negara. Gambar 1.4 dapat menjelaskan bahwa perusahaan keluarga di Indonesia mempunyai prioritas 5 utama dalam menetapkan tujuan perusahaan. Prioritas utama perusahaan keluarga di lima tahun ke depan adalah untuk memastikan masa depan jangka panjang perusahaan dan ke profesionalitas-an usaha. Namun patut disesalkan ternyata aspek keluarga dan kemasayarakatan di anggap kurang penting di masa yang akan datang. Seperti yang sudah dijelaskan, sustainability (keberlanjutan) agar mencapai longevity (berusia panjang) sebuah bisnis keluarga menjadi prioritas utama yang seharusnya dicapai oleh semua perusahaan keluarga di segala skala bisnis. Menurut Sreih dan Djoundourian (2006) dalam Dhewanto et al (2012:28) “Longevity adalah penentu utama yang digunakan untuk mengindikasikan kesuksesan”. Lank (2001) dalam Dhewanto et al (2012:28) juga menilai “Kesuksesan itu terhubung langsung dengan keberlangsungan bisnis dan keefektifan dari pergantian rencana yang merupakan penentu dari keberlanjutan bisnis keluarga”. Keberlanjutan sebuah usaha keluarga tentunya ditempuh dengan cara yang berbeda di setiap perusahaan. Bahkan tidak ada perusahaan keluarga yang dapat bertahan dengan mudah dalam waktu yang lama. Sebagai contohnya perusahaan keluarga di Indonesia seperti Sosro, Dua Kelinci, dan Bakrie & Brothers mempunyai pengalaman yang sulit dalam mempertahankan bisnis mereka. Seperti hal nya perusahaan keluarga berskala besar. Sebuah perusahaan kecil milik keluarga tentunya memiliki cerita tersendiri sehingga dapat bertahan hingga sekarang. Peneliti melakukan wawancara umum secara acak kepada pemilik usaha keluarga di Kota Bandung. Dibatasi dengan kategori yaitu: usaha keluarga