Dorong Pengembangan Mobil Listrik, Pemerintah Ubah Skema Ppnbm
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Dorong Pengembangan Mobil Listrik, Pemerintah Ubah Skema PPnBM Dorong Pengembangan Mobil Listrik, Pemerintah Ubah Skema PPnBM JAKARTA, PAMARTANUSANTARA.CO.ID | Pemerintah siap memacu ekspor industri otomotif dengan harmonisasi skema Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Dalam aturan baru ini, PPnBM tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, namun pada emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor. Semakin rendah emisi, semakin rendah tarif PPnBM kendaraan. Skema itu tengah dikonsultasikan oleh pemerintah pada parlemen. “Insentif baru yang dikeluarkan pemerintah ini disederhanakan menjadi berbasis emisi. Skema harmonisasi ini diharapkan bisa mengubah kendaraan produksi dalam negeri menjadi rendah emisi, meningkatkan investasi dan memperluas pasar ekspor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (11/3). Menurut Airlangga, dalam aturan baru, pemerintah mengusulkan supaya prinsip pengenaan PPnBM melihat semakin rendah emisinya maka semakin rendah tarif pajaknya. Berbeda dengan aturan sekarang yang mempertimbangkan besaran kapasitas mesin mobil. Harmonisasi skema PPnBM ini sekaligus memberikan insentif produksi motor dan mobil listrik di Tanah Air, sehingga PPnBM menjadi nol persen. Bila dalam aturan sebelumnya insentif hanya diberikan untuk kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2), dalam aturan baru ini insentif diberikan kepada Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) atau kendaraan bermotor kategori beremisi karbon rendah. Selain itu, kendaraan Hybrid Electric Vehicle (HEV) yang mengadopsi motor listrik dan baterai untuk peningkatan efisiensi, Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) yang dayanya dapat diisi ulang di luar maupun di luar kendaraan, dan Flexy Engine. Airlangga mengatakan, perubahan skema PPnBM ini diproyeksikan berlaku pada tahun 2021. Hal tersebut mempertimbangkan pada kesiapan para pelaku usaha. Dengan tenggat waktu dua tahun, pelaku usaha akan mampu melakukan penyesuaian dengan teknologi atau bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif PPnBM yang lebih rendah lalu pelaku usaha baru bisa mendapatkan kepastian berusaha. “Kami sudah berdiskusi dengan para pelaku usaha. Mereka sudah minta waktu dua tahun untuk menyesuaikan. Pabrikan Jepang yang sudah eksisting di industri otomotif sudah siap, juga pabrikan dari Eropa,” tuturnya. Airlangga menuturkan, pertumbuhan industri otomotif di Tanah Air sangat meyakinkan dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor industri nonmigas sebesar 9,98 persen. Data ekspor kendaraan bermotor roda dua menunjukkan tren kenaikan sebesar 53 persen dan 44 persen pada 2016-2018. “Kalau kita lihat dari unitnya roda empat ini produksinya 1,3 juta nilainya USD13,7 miliar dan ekspornya ke mancanegara 346 ribu atau USD4,7 miliar. Di ASEAN 297 ribu unit atau USD2,3 miliar,” ucapnya. Peluang Ekspor Di samping itu, Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) yang sudah resmi diteken, diproyeksikan mampu membuka lebih lebar peluang menggenjot ekspor mobil listrik ke Australia. Kerjasama ini juga akan memberi peluang Indonesia untuk ekspor mobil listrik dan hybrid ke Negeri Kanguru tersebut dengan tarif preferensi 0 persen. Dengan penandatanganan itu, 6.747 pos tarif barang asal Indonesia akan dibebaskan bea masuknya ke Australia. Dalam sepuluh tahun terakhir, industri otomotif di Australia menutup pabriknya karena pasar negara kanguru tersebut dianggap tidak menguntungkan bagi para produsen mobil. Untuk memenuhi kebutuhan kendaraan roda empat, selama ini Australia mengandalkan impor dari beberapa negara seperti Thailand, Jepang, China, dan India. “Dengan demikian, potensi pasar otomotif di Australia sebesar 1,1 juta sudah terbuka bagi produsen Indonesia,” ungkapnya. Berdasarkan tipe, permintaan mobil di Australia, jika digabung mobil penumpang dengan tipe Sport Utility Vehicle (SUV), setiap tahun bisa mencapai 70 persen dari total pasar di negeri tersebut. Mobil penumpang kerap kali diisi jenis mobil sedan ataupun crossover, sedangkan SUV serta mobil komersial yang paling banyak diburu tak lain adalah kabin ganda. Daftar merek mobil paling laris di Australia antara lain Mazda 3, Toyota Corolla, Camry, Holden Toyota RAV 4, dan Hyundai i30. Selain itu, mobil-mobil kabin ganda seperti Toyota Hilux, Ford Ranger, serta Isuzu D Max mencatatkan penjualan moncer. Rata-rata, penjualan Toyota di Australia mencapai 200.000 unit per tahun. Dengan hitungan tersebut, merek asal Jepang itu menguasai rata-rata 17,5 persen pasar otomotif. Sejak lima tahun belakangan, volume pasar mobil di sana tidak bergeser jauh. Permintaan pasar tertinggi terjadi pada 2016, sebanyak 1,17 juta unit. Karakter pasar itu pun hampir serupa dengan Indonesia. Mobil penumpang mendominasi permintaan pasar Australia. Airlangga menambahkan, saat ini pesaing industri otomotif Indonesia di ASEAN hanya Thailand. Dengan dibukanya CEPA dengan Australia, ditargetkan ekspor otomotif Indonesia bisa melewati Thailand. Saat ini, produksi Thailand lebih tinggi dari Indonesia yakni sebesar 2,1 juta unit dengan ekspor 1,1 juta unit, sedangkan Indonesia produksinya 1,3 juta unit dan ekspor 346 ribu unit. “Persentase ekspor Thailand 53 persen, Indonesia ekspornya 26 persen dan sebagai catatan Thailand sudah memiliki Free Trade agreement dengan Australia, New Zealand, India Jepang, Peru, Chile. Sedangkan Indonesia yang sudah berjalan baru dengan Jepang, Pakistan, Chile, Eropa,” imbuhnya. Berdasarkan kategori, ekspor Thailand kebanyakan adalah jenus pick up dan mobil dengan berat satu ton kemudian mobil penumpang SUV dan sedan. “Yang membedakan dengan Indonesia, ekspor terbesar kita adalah MPV seperti Kijang dan kelompoknya yang tujuh penumpang, SUV dan hatchback,” jelas Airlangga. (G. Pangaribuan) Kemenperin Akselerasi Lulusan Akademi Apple Rebut Pasar Digital Kemenperin Akselerasi Lulusan Akademi Apple Rebut Pasar Digital BANTEN, PAMARTANUSANTARA.CO.ID | Kementerian Perindustrian terus mengakselerasi penumbuhan pusat inovasi untuk menopang daya saing industri nasional. Langkah strategis ini sesuai penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0 dalam kesiapan memasui era digital. “Selain meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan, upaya tersebut juga memacu sumber daya manusia (SDM) di Indonesia agar lebih kompeten. Ini merupakan amanat dari Bapak Presiden Joko Widodo,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara The First Apple Developer Academy Graduation Fair di BSD City, Tengerang, Banten, Selasa (12/3). Menperin memberikan apresiasi kepada perusahaan teknologi Apple yang telah merealisasikan komitmen untuk mendirikan Apple Developer Academy di Indonesia. Lokasi yang dibangun di BSD City, yang juga merupakan pertama di Asia dan ketiga di dunia setelah Brasil dan Italia. “Yang dilakukan Apple Indonesia ini berperan penting pula guna menciptakan produk yang bernilai tambah tinggi,” ujarnya. Bahkan, sejalan dengan kebijakan pemerintah mendorong pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), baik itu perangkat keras maupun perangkat lunak. Pendirian akademi ini bagian dari proposal Apple untuk memenuhi ketentuan regulasi mengenai TKDN. Dalam proposalnya, PT Apple Indonesia memilih skema penghitungan TKDN berbasis pada pengembangan inovasi dengan nilai total investasi sebesar USD44 juta dengan jangka waktu tiga tahun, terhitung sejak tahun 2017. Kesungguhan PT Apple Indonesia dalam membangun pusat inovasi di Indonesia telah ditunjukkan dengan akan segera diresmikannya dan beroperasinya Apple Developer Academy yang kedua di Surabaya, dan yang ketiga di Nongsa Digital Park, Batam pada tahun 2019. Menperin optimistis, hadirnya pusat inovasi yang dibangun oleh Apple akan mampu menghasilkan pengembang yang dapat memberikan manfaat di tengah perkembangan era revolusi industri 4.0 di Indonesia. “Para lulusannya ini mempunyai kompetensi yang world class,” tegasnya. Di samping itu, Apple Developer Academy bertujuan menantang dan menginspirasi siswa melalui pendekatan berbagai bidang dalam pengajaran dan pembelajaran. Selain itu, menjadi wadah yang disediakan oleh Apple untuk memberikan siswa mengenai kemampuan dalam membuat ide mereka menjadi aplikasi dan dipasarkan melalui App Store. “Berdasarkan laporannya, sebanyak 70 perusahaan dari berbagai macam sektor sudah datang ke akademi sini. Mereka menghendaki talent-talent di sini segera dipekerjakan, sehingga demand-nya semakin tinggi. Lulusan ini juga didorong menjadi entrepreneur,” papar Airlangga. Pada batch perdana ini, Apple Developer Academy meluluskan sebanyak 166 siswa yang telah melakukan pelatihan satu tahun dengan fasilitas berteknologi canggih. Mereka telah menghasilkan 33 aplikasi yang sudah ada di App Store. Misalnya, aplikasi tentang donor darah, aplikasi mencari masjid terdekat, aplikasi artificial intelligence untuk cari pekerjaan, dan aplikasi tentang traveling. Sedangkan, batch kedua akan dimulai pada 29 Maret 2019 dengan jumlah siswa sebanyak 200. “Semoga ini menjadi inspirasi bagi perusahaan lainnya dalam membangun ekosistem inovasi,” imbuhnya. Menperin juga menginginkan, agar akademi ini melibatkan para penyandang disabilitas. Sebab, di tengah keterbatasan, mereka diyakini bisa berpotensi dalam upaya pengembangan teknologi digital. Apalagi, Indonesia memiliki peluang besar dalam penerapan ekonomi digital. “Hingga tahun 2030, kita butuh 17 juta orang yang bekerja di bidang ekonomi digital, yang mana 4 persen akan bekerja di sektor manufaktur dan sisanya di jasa industri terkaitnya. Ini pun momentum kita dalam menikmati masa bonus demografi sampai 2030,” terangnya. Potensi lainnya,