<<

NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN

MORES; Jurnal Pendidikan Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan website: https://http://mores.stkippasundan.ac.id/index.php MORES; Jurnal Pendidikan Hukum, Politik, dan Kewarganegaraan, 1 (1). 2020. 27-40

NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN

Oleh Feni Awati Darmana1 Naskah diterima : 11 Mei 2020, Naskah direvisi : 22 Juni 2020, Naskah disetujui : 25 Juli 2020

ABSTRAK Budaya merupakan ciri atau bagian dari kegiatan tradisional yang dimiliki oleh warga negara yang mencakup berbagai kehidupan dalam keseharian mereka, seperti agama, kebiasaan, tradisi, adat istiadat, mata pencaharian, kesenian, dan lain-lain. Tapi bagaimanapun juga unsur-unsur kebudayaan tersebut mendapat tantangan yang cukup berat, yaitu masuknya era globalisasi. Dengan masuknya era globalisasi tersebut jelas akan berdampak pada kebudayaan tradisional tersebut yang mendapat pengaruh-pengaruh. Selain itu, unsur-unsur kebudayaan tersebut menjadi nilai-nilai bahkan norma- norma yang dianut oleh masyarakat Indonesia, salah satunya adat Sunda. Budaya Sunda memiliki nilai- nilai atau norma-norma yang telah lama dianut secara turun temurun. Pandangan nilai budaya Sunda adalah merujuk pada kepentingan utama, yaitu budaya, integrasi, dan ideologi orang Sunda sendiri dan sebagai pembinaan kebudayaan nasional. Salah satu budaya Sunda yang masih berkembang dan terpelihara adalah tembang Sunda Cianjuran. Tembang Sunda Cianjuran merupakan ciri khas budaya daerah Cianjur mempunyai ciri khas, yaitu memiliki 2 (dua) kelompok besar yang terdiri dari lagu- lagu tembang (mamaos) dan lagu-lagu panambih (ekstra). Tembang Sunda Cianjuran memiliki unsur nilai-nilai moral yang menjadi amanat tentang bagaimana cara bersikap dan bertutur kata yang baik terhadap orang tua, guru, teman sebaya, maupun orang lain.

Kata Kunci : Budaya sunda: Nilai moral; Tembang Sunda Cianjuran: Tradisi

ABSTRACT Culture is a feature or part of traditional activities owned by Indonesian citizens which includes a variety of lives in their daily lives, such as religion, customs, traditions, customs, livelihoods, arts, and others. But after all the elements of culture are facing a pretty heavy challenge, namely the entry of the era of globalization. With the entry of the era of globalization it will clearly have an impact on traditional culture which gets influences. In addition, these cultural elements become values and even norms adhered to by the people of Indonesia. One of them is Sundanese custom. Sundanese culture has values or norms that have long been held for generations. The view of Sundanese cultural values is referring to the main interests, namely culture, integration, and ideology of the Sundanese themselves and as a fostering of national culture. One Sundanese culture that is still developing and maintained is Sundanese Cianjuran song. Cianjuran Sundanese song is a characteristic of Cianjur regional culture has a characteristic, which has 2 (two) large groups consisting of song songs (mamaos) and panambih songs (extra). Tembang Sunda Cianjuran has elements of moral values that are mandated on how to behave and speak well to parents, teachers, peers, and others.

Keywords: Moral values; Sundanese culture; Sundanese song Cianjuran: Tradition

1Feni Awati Darmana adalah dosen Prodi, PPKn STKIP Pasundan. Penulis dapat dihubungi di email: [email protected]. 27 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020

PENDAHULUAN Dari pandangan tersebut dapat diasumsikan bahwa budaya memasuki Perkembangan ilmu pengetahuan jaman global ini adalah bisa dikatakan dan teknologi di zaman globalisasi ini sesuatu yang positif ataupun negatif menyebabkan berbagai aspek kehidupan tergantung pemangku suatu daerah menjadi terdampak. Pada era globalisasi menyaikapinya. Pada zaman ilmu ini budaya menjadi tergerus yang pada pengetahuan dan teknologi yang serba akhirnya harus menyesuaikan dengan canggih ini yang jelas menyebabkan pola perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya mengalami kegoncangan yang luar teknologi yang sangat begitu pesat, sehingga biasa atau pola budaya asing yang masuk dunia secara global dapat diakses dengan sudah tidak bisa lagi terbendung, sehingga mudah. Dari dampak ilmu pengetahuan peradaban-peradaban baru atau gabungan dan teknologi, budaya akan dihadapkan peradaban sangat memungkinkan terjadi dengan peradaban-peradaban baru yang yang pada akhirnya kebudayaan banyak dapat menjadi ancaman keberadaannya dipengaruhi unsur-unsur budaya lain. pada suatu wilayah atau negaranya. Sebagaimana yang dikemukakan Sebagaimana yang dikemukakan oleh oleh Bulkin (Supardan, 2017) bahwa ada Ruyadi (1995, hlm. 557) berpendapat semacam dugaan umum bahwa untuk bahwa globalisasi yang ditandai dengan menganalisis stagnasi kajian nilai-nilai kecanggihan dibidang teknologi Indonesia dewasa ini disebabkan adanya komunikasi, informasi, dan transportasi kesenjangan yang bersifat struktural membawa negara-negara di dunia masuk dalam masyarakat sendiri. Kesenjangan ke dalam sistem jaringan global. Maka itu mencuat tidak saja dengan hadir dari itu, dunia telah mengubah menuju dan diintrodusirnya nilai-nilai budaya peradaban dunia baru, sehingga memaksa Barat dalam pola pikir dan tingkah laku, masyarakat untuk menyesuaikan diri tetapi juga sekaligus diperuncing oleh dengan era globalisasi. ketidaksiapan dan ketidakmatangan Selain itu, adanya faktor kebudayaan budaya domestik, untuk merangkul dan dari luar yang masuk ke Indonesia dan memberi inspirasi terhadap apa yang penyebaran agama-agama besar di seluruh disebut kemajuan dalam kemodernan. pelosok wilayah Indonesia sehingga Indonesia merupakan negara yang terjadinya proses akulturasi dan asimilasi memiliki kepadatan penduduk tertinggi yang menjadi bagian dari keberagaman di dunia ke empat setelah Cina, India, budaya Indonesia. Hal tersebut dapat dan Amerika Serikat. Tetapi Indonesia dilihat dari keseharian kehidupan mereka, memiliki kekayaan yang luar biasa, seperti agama, kebiasaan, tradisi, adat yaitu keberagaman budaya dan suku istiadat, mata pencaharian, kesenian, bangsa. Selain itu, keberagaman tersebut dan lain-lain (Widiastuti, 2005). Jadi, berdampingan dengan latar kehidupan intinya adalah dipertegas oleh Munandar yang berbeda dengan semboyan Bhineka (2010:61) bahwa penciptaan kebudayaan Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan tradisional Indonesia banyak dipengaruhi Republik Indonesia. Sebagaimana oleh unsur-unsur barat yang dinamis. termaktub dalam UUD 1945 Pasal 32 menyebutkan bahwa :

28 NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN

Negara memajukan kebudayaan Dari pendapat tersebut dapat nasional Indonesia di tengah peradaban disimpulkan bahwa budaya merupakan dunia dengan menjamin kebebasan suatu organ terpenting dalam suatu masyarakat dalam memelihara dan negara. Oleh karena itu, pemerintah mengembangkan nilai-nilai budayanya atau negara sudah sepatutnya untuk serta Negara menghormati dan mempertahankannya dan memeliharanya memelihara bahasa daerah sebagai demi keberlangsungan suatu negara atau kekayaan budaya nasional. wilayah tersebut. Melihat dari perspektif Di Indonesia, budaya Sunda tersebut, awal terbentuknya budaya terjadi merupakan budaya yang hidup dan tumbuh dengan adanya interaksi antara sesama serta berkembang dikalangan wilayah yang mempunyai tujuan dan motivasi Jawa Barat. Menurut Fitriani (2015:2) yang sama akan dinamika kehidupan yang berpendapat bahwa budaya Sunda tumbuh berbeda-beda. Pada akhirnya, budaya dan hidup melalui interaksi yang terjadi tersebut menjadi nilai-nilai moral yang terus menerus pada masyarakat Sunda dianut oleh masyarakat tersebut dari dan dalam perkembangannya, budaya generasi kegenerasi. Sunda terdiri atas sistem kepercayaan, Salah satu budaya Sunda yang masih mata pencaharian, kesenian, kekerabatan, berkembang dan terpelihara adalah bahasan ilmu pengetahuan dan teknologi tembang Sunda Cianjuran. Tembang serta adat istiadat. Sistem-sistem tersebut Sunda Cianjuran merupakan ciri khas melahirkan sebuah nilai-nilai yang dianut budaya daerah Cianjur. Dalam kesenian oleh masyarakat Sunda secara turun khas Cianjur, yaitu tembang Sunda temurun. Cianjuran memiliki 2 (dua) kelompok Maka dari itu, Taylor (dalam Prasetya, besar yang terdiri dari lagu-lagu tembang 1991:29) mempertegas bahwa kebudayaan (mamaos) dan lagu-lagu panambih adalah keseluruhan yang kompleks yang di (ekstra). Dari ciri khas tembang tersebut, dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, terdapat unsur nilai-nilai moral yang kepercayaan, kesenian, moral, hukum, menjadi amanat tentang bagaimana cara adat istiadat, dan kemampuan yang lain bersikap dan bertutur kata yang baik serta kebiasaan yang didapat oleh manusia terhadap orang tua, guru, teman sebaya, sebagai anggota masyarakat. maupun orang lain. Selain itu, bagaimana cara menyikapi kehidupan dengan Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh berbagai macam problematika di dalam Karwati (2014:54) berpendapat bahwa kehidupan tersebut dalam aspek agama, kebudayaan adalah sistem kepribadian pendidikan, ekonomi, sosial, profesi, mencakup motivasi-motivasi dan tujuan gender, sejarah, dan perkembangan jaman. serta interaksi antara para pelaku dan Hal tersebut membuktikan bahwa dalam norma situasional dan yang mengatur sebuah budaya terdapat nilai-nilai yang proses interaksi. Hal tersebut dikenal terkandung di dalamnya, sehingga diakui dengan sistem budaya atau cultural system. oleh masyarakat setempat sebagai sebuah Inti dari kepribadian sosial, sehingga budaya masyarakat yang menjadi ciri khas dapat dirumuskan bahwa manusia yang suatu masyarakat. berpendidikan adalah sekaligus manusia yang berbudaya.

29 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020

Namun, berdasarkan studi tetapi juga suatu tindakan di mana aktivitas pendahuluan yang dilakukan oleh kehidupan tidak lokal dalam suatu negara peneliti bahwa dalam kesenian tembang tetapi mendunia. Hal ini dapat dilihat pada Sunda Cianjuran terdapat banyak nilai istilah ekonomi global ketika transaksi moral yang terkandungnya memiliki ekonomi dilakukan lintas negara secara kelemahan-kelemahan, yaitu banyak masal, maka kebudayaan pun tak lepas dari yang mengandung nilai-nilai moral yang pengaruh globalisasi. Selain itu, Susanto bersifat tidak universal dan hanya bersifat (2013) mengemukakan hal yang sama lokal. Selain itu, dalam unsur keagamaan, bahwa globalisasi merupakan pengalaman seni tembang Sunda Cianjuran hanya baru, globalisasi sebagai gejala perubahan membahas satu unsur agama, yaitu dimasyarakat yang hampir melanda agama Islam sebagai agama mayoritas di seluruh bangsa sering dianggap ancaman daerah Cianjur. Jadi, seni tembang Sunda dan tantangan terhadap integritas suatu Cianjuran hanya memuat satu agama di negara. Maka, dapat disimpulkan bahwa dalamnya dan hanya dimengerti oleh para bila suatu negara mempunyai budaya pemeluk dan penganut agama Islam saja. tertentu maka tidak mungkin lepas dari Permasalahan muncul lainnya adalah pada pengaruh globalisasi tersebut. Terlepas era globalisasi ini budaya tersebut tidak apakah budaya tersebut bisa bertahan atau bisa menyesuaikan dan berkurangnya daya tidak tergantung sekelompok masyarakat tarik sebuah budaya, sehingga tergeser dalam memepersepsikan keberadaan oleh budaya kontemporer. budaya tersebut. Selain itu, pada era globalisasi budaya Untuk menyelesaikan masalah asli Cianjur tersebut secara tidak langsung tersebut adalah dengan adanya partisipasi nilai-nilai moral di dalamnya mulai luntur dan penanaman nilai-nilai moral budaya dan secara perlahan hilang dengan budaya secara mendalam dan turun temurun. asing yang masuk yang bisa menyesuaikan Adat istiadat tersebut merupakan warisan dengan era globalisasi tersebut. Intinya, nenek moyang yang harus diwariskan nilai-nilai pada budaya tersebut mulai pada generasi muda agar tetap terjaga memudar dan dampaknya adalah proses dan dilestarikan. Dalam menjaga dan internalisasi nilai-nilai moral pada melestarikannya, haruslah menanamkan budaya seni tembang Sunda Cianjuran nilai-nilai moral di dalamnya. Penanaman menjadi terhambat. Terhambatnya nilai- nilai tersebut haruslah dipupuk sejak dini nilai moral pada budaya Tembang Sunda dengan sikap dan keterampilan warga Cianjuran adalah masyarakat Cianjur masyarakatnya melalui seseorang, yaitu sendiri terutama generasi muda lebih yang mempunyai kedudukan sosial tinggi bangga dengan budaya asingnya daripada dalam masyarakatnya, seperti kepala adat budaya sendiri. Hal tersebut dapat terlihat atau kasepuhan yang diakui. Hal tersebut bahwa masyarakat tersebut terutama merupakan salah satu usaha untuk generasi muda lebih cenderung menyukai melestarikan nilai-nilai moral dari budaya musik modern daripada musik tradisional. tersebut. Hal tersebut sebagaimana yang Selain itu, peran masyarakat juga sangat dikemukakan oleh Sartini (2004: hlm.116) diperlukan untuk melestarikan nilai- bahwa globalisasi adalah suatu keadaan, nilai moral kebudayaan yang merupakan

30 NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN kekayaan dan ke khasan yang dimiliki oleh sehari-hari dan berasal serta tempat negara kita. Apabila partisipasi masyarakat tinggal di daerah Jawa Barat yang sering rendah dalam pelestarian budanya sendiri, disebut tanah Pasundan atau tatar Sunda. maka dapat dipastikan nilai-nilai moral Dalam hubungannya dengan kehalusan budaya mengakibatkan lunturnya nilai- bahasa, sering dikemukakan bahwa bahasa nilai tersebut dan terkontaminasi seiring Sunda yang murni dan yang halus ada di dengan perkembangan jaman. daerah Priangan, seperti di daerah Ciamis, Nilai-nilai moral yang terkandung Tasikmalaya, Garut, Bandung, Sumedang, pada budaya seni tembang Cianjuran Sukabumi, dan Cianjur. Sedangkan, agar dipertahankan dan dilestarikan bahasa Sunda yang dianggap kurang keberadaannya karena merupakan ciri halus adalah bahasa Sunda daerah pantai khas budaya Indonesia terutama wilayah utara, yaitu daerah Karawang, Banten, Cianjur. Peran generasi muda mempunyai Cirebon, dan Bogor. Sebagaimana yang andil yang besar atau peran yang penting dikemukakan oleh Ekadjati (1995:hlm.9) dalam melestarikan dan mengembangkan bahwa kebudayaan Sunda dalam tata budaya seni tembang Cianjuran. Apabila kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia dibiarkan akan menjadi malapetaka bagi digolongkan ke dalam kebudayaan daerah generasi pada masa yang akan datang, dan yang menemani kebudayaan suku maka nilai-nilai moral pada budaya bangsa untuk membedakan dengan tersebut dipastikan hilang. kebudayaan sosial. Berdasarkan pada latar belakang Kebudayaan Sunda yang ideal masalah sebagaimana yang sudah dikupas kemudian sering dikaitkan sebagai di atas, penulis mengajukan rumusan kebudayaan raja-raja Sunda. Kebudayaan masalah adalah sebagai berikut: Sunda juga merupakan salah satu 1. Bagaimana ruang lingkup hakikat kebudayaan yang menjadi sumber nilai-nilai budaya Sunda? kekayaan bagi bangsa Indonesia yang ada 2. Bagaimana ruang lingkup seni tembang alam perkembangannya perlu dilestarikan. Cianjuran? Suku Sunda memiliki ruang lingkup, yakni kebangkitan budaya Sunda pada masyarakat Sunda dilanjukan dengan PEMBAHASAN berdirinya kerajaan Sunda. Dalam naskah kuno Carita Parahiyangan, nama Sunda Hakikat Nilai-Nilai Budaya Sunda dipakai sebagai nama daerah dan nama Kebudayaan Sunda merupakan adat. Sunda sebagai nama daerah tersebut kebudayaan yang termasuk kebudayaan letaknya sebelah barat sungai Citarum. daerah yang berdampingan dengan suku Keterangan ini terdapat pada patilasan bangsa lainnya untuk membedakan tertulis sungai Citarum. Pemerintah dengan kebudayaan sosial. Suku Sunda kerajaan Sunda dilanjutkan dengan adalah orang Sunda yang secara turun pemerintahan Padjajaran. Menurut temurun menggunakan bahasa ibu bahasa Ekadjati (1980: hlm. 86) pada tahun 1482- Sunda serta dialognya dalam kehidupan 1521 masehi adalah masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja Padjajaran dengan

31 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020 ibu kota Pakuan. Pada masanya Sunda berubah sesuai dengan keadaan, kiranya mengalami kejayaan yang dibuktikan terdapat yang tetap yang tidak berubah. dengan penduduknya yang mencapai Demikian pandangan hidup orang Sunda 50.000 jiwa. Artinya, kerajaan padjajaran mengandung hal-hal stabil dan sekaligus mengalami kejayaan yang luar biasa pada yang dinamis. Masih menurut Rusyana masa peradabannya. Tetapi menurut dkk (1987:3) yang mengungkapkan bahwa Lubis (2000: hlm.145) bahwa setelah pandangan hidup orang Sunda tetap harus Mataram masuk ke wilayah Priangan diketahui agar mereka tetap hidup pada pengaruhnya menyebabkan timbulnya akarnya melainkan juga dapat diketahui perubahan konsep kekuasaan Jawa masuk dalam pembinaan kebudayaan nasional ke dalam pemilikan Sunda. Bahkan setelah yang tentulah harus mengindahkan nilai- kekuasaan Mataram berakhir, pengaruh nilai yang baik yang sudah tumbuh dalam ini masih tampak nyata. Intinya adalah tradisi masyarakat di Indonesia, untuk bahwa kekuasaan Sunda pengaruh dari kemudian dikembangkan dalam suasana Jawa dalam hal ini Mataram pengaruh- Bhineka Tunggal Ika yang menjadi pengaruhnya masih kuat. bagian dari akar-akar yang mengokohkan Dalam sumber historiografi tradisional kebudayaan nasional. yang disebut pilung atau wahyu sebagai Dari pemaparannya tersebut dapat asal kekuasaan dalam pandangan hidup diartikan bahwa masyarakat budaya biasanya menganut sebagian dari nilai- Sunda memiliki sifat khas yang memiliki nilai yang dianut oleh suatu masyarakat visi yang jelas dan kebersamaan dengan dan telah dipilih secara selektif oleh budaya-budaya lainnya. Oleh karena itu. individu-individu dan golongan-golongan masyarakat Sunda menujukan hidup dan masyarakat. Sebagaimana yang kemandiriannya dalam komunitasnya dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1999: dan menunjukan integritasnya dengan hlm.76) berpendapat bahwa pandangan budaya lainnya. Selain itu, masyarakat hidup orang Sunda harus mempelajari Sunda sendiri memiliki ideologi yang beberapa hal atau kepentigan, seperti kuat dengan kepentingan budayanya serta kepentingan budaya, integritas, ideologi memiliki pandangan hidupnya sendiri orang Sunda sendiri. yang dinamis. Pemerintah mempunyai Sedangkan menurut Rusyana dkk andil dalam melestarikan kebudayaannya (1987:2) bahwa sebagai kelompok salah satunya terhadap budaya Sunda agar masyarakat budaya yang telah tua dan tetap diketahui sebagai salah satu simbol mampu bertahan hingga kini, kiranya negara yang sangat berharga dan tetap masyarakat Sunda memiliki pandangan harus diketahui keberadaannya secara hidupnya sendiri yang dengan ini turun temurun atau dari generasi ke masyarakat Sunda dapat hidup dalam generasi. kemandiriannya dalam masyarakat dan Di sisi lain, budaya masyarakat Sunda budaya lainnya. Tentulah pandangan mempunyai peran yang sangat penting hidupnya itu bukannya tidak mengalami dalam hal perilaku-perilaku adat yang perubahan akan tetapi disamping yang bersimbol kebaikan yang memberikan

32 NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN nuansa kesemarakan bangsa Indonesia khas tersendiri diantara budaya-budaya dalam suasana Bhineka Tunggal yang lain. Ika. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pajriah & Sutisna (2013) mnejelaskan Rusyana (1987: hlm.4) bahwa pandangan bahwa masyarakat sunda memiliki hidup orang Sunda dapat digali diberbagai bahasa sunda yang dipakai secara luas sumber, yaitu diantaranya folklore lisan dalam masyarakat Jawa Barat, baik itu orang, informal pangkal Sunda, Karya di kota-kota besar maupun di pedesaan- Sastra Sunda, tradisi lisan, dan tradisi pedesaan. Bahasa sunda juga memiliki tertulis orang Sunda, serta masyarakat tingkatan bahasa, di antaranya: Pertama, pendukungnya. bahasa sunda lemes (Halus), sering Menurut Fitriani dkk (2015), Budaya dipergunakan untuk berhubungan dengan Sunda merupakan budaya yang hidup, orang yang usianya lebih tua, orang yang tumbuh dan berkembang di kalangan dituakan, atau orang yang dihormati dan orang Sunda yang pada umumnya disegani. Kedua, bahasa Sunda Sedang, berdomisili di Jawa Barat. Budaya ini dipergunakan antara orang yang setaraf, tumbuh dan hidup melalui interaksi yang baik dalam usia maupun status sosialnya. terjadi terus-menerus pada masyarakat Ketiga, bahasa sunda kasar, dipergunakan sunda. Dalam perkembangannya budaya oleh orang yang usianya lebih tua kepada sunda terdiri atas sistem kepercayaan, yang usianya lebih muda. Seperti seorang mata pencaharian, kesenian, kekerabatan, kaka kepada adiknya. bahasan ilmu pengetahuan dan teknologi Ekadjati (2009) mengemukakan serta adat istiadat. Sistem-sistem tersebut bahwa Budaya Sunda ialah budaya yang melahirkan sebuah nilai-nilai yang dianut hidup dan tumbuh serta berkembang di oleh masyarakat sunda secara turun kalangan orang sunda pada umumnya temurun. yang berdomisili di Jawa Barat. Budaya Selain itu, Ciri khas lainnya dari ini kemudian tumbuh dan hidup melalui masyarakat yang terlahir dari Suku Sunda. interaksi yang terjadi terus-menerus Di dalam dirinya melekat nilai serta tradisi pada masyarakat Sunda. dijelaskan pula budaya Sunda seperti nilai kesopanan, bahwa kebudayaan Sunda dalam tata rendah hati terhadap sesama, hormat kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia kepada yang lebih tua, dan menyayangi digolongkan ke dalam kebudayaan daerah. kepada yang lebih kecil, kebersamaan, Selain itu, menurut Rosyidi (2004) bahwa gotong royong serta memiliki kepribadian kebudayaan sunda terlahir dari manifestasi yang Religius kecenderungan ini tampak gagasan dan fikiran serta kegiatan yang sebagaimana dalam pameo silih asih, dilakukan oleh orang-orang terdahulu silih asah dan silih asuh; yang artinya baik itu berupa sesuatu yang abstrak saling mengasihi, saling memperbaiki diri ataupun yang berbentuk bendawi yang (melalui pendidikan dan ilmu), serta saling dilakukan oleh sekelompok manusia yang melindungi. Ini adalah sebagian kecil dari menamakan dirinya sebagai orang Sunda. nilai-nilai yang menjadikan budaya Sunda Dari pendapat tersebut dapat sebagai suatu budaya yang memiliki ciri disimpulkan bahwa budaya Sunda

33 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020 berkembang penggunaannya berkat telah lama menetap di tanah Sunda dan interaksi yang intens antar sesama warga menerapkan budaya Sunda, serta ketiga Sunda, sehingga dijadikannya sebagai keluarga itu adalah etnis campuran tetapi nilai dan norma dalam berbagai aspek memiliki komitmen dan kecintaan yang kehidupan bahkan budaya tersebut tinggi terhadap budaya Sunda. Namun, diwariskan oleh para leluhurnya kepada di masyarakat luas keluarga Sunda adalah generasi berikutnya secara turun temurun. keluarga yang memang benar-benar Budaya Sunda memiliki keunikan dengan berasal dari tanah Sunda. bahasa-bahasa lainnya, yaitu adanya Selain itu, menurut Ridho dkk (2010) tingkatan-tingkatan bahasa dalam berpendapat bahwa budaya Sunda komunikasi. Artinya bahasa Sunda tidak memiliki nilai-nilai yang dijungjung tinggi dipergunakan secara sembarangan, tetapi oleh masyarakat Sunda yang tercermin ada etika-etika bahasa yang disesuaikan dalam pameo silih asih ( saling mengasihi), dengan penggunaannya atau tingkatan silih asah (saling memperbaiki diri), silih usianya. asuh (saling melindungi). Selain itu hal Di sisi lain, menurut Koentjaraningrat yang membedakan budaya Sunda dengan (2004) mengemukakan bahwa orang budaya lainnya ialah nilai-nilai yang yang menempati wilayah Jawa Barat melekat pada budaya Sunda atau orang biasanya diidentikan dengan orang Sunda yang memiliki jatidiri kesundaan ialah nilai atau keluarga Sunda. Keluarga Sunda kesopanan, rendah hati terhadap sesama, merupakan unsur yang dianggap penting hormat kepada yang lebih tua, menyayangi oleh masyarakat Sunda. Karena keluarga yang lebih muda, kebersamaan, gotong adalah suatu terkecil dari masyarakat royong, dan sebagainya. sunda. Dalam masyarakat Sunda, bentuk Ekadjati (2009) mempertegas bahwa keluarga yang terpenting adalah keluarga Istilah sunda menunjukan pengertian batih atau disebut juga dengan somah. wilayah di bagian barat pulau Jawa dengan Istilah somah ini berasal dari kata sa-imah segala aktifitas kehidupan manusia di yang terdiri dari suami, istri dan anak- dalamnya, muncul untuk pertama kalinya anak yang di dapat dari hasil perkawinan pada abad ke-9 Masehi. Istilah tersebut maupun adopsi, serta keluarga lainnya tercatat dalam prasasti yang ditemukan yang tinggal dirumah keluarga batih. di kebun kopi, bogor beraksara jawa kuna Selain itu, Keluarga Sunda memang dan berbahasa melayu kuno, dengan kata tidak dijelaskan secara rinci dalam buku- lain, pada waktu telah ada yang diberi buku budaya Sunda, namun di dalam nama Sunda dan dipimpin oleh penguasa masyarakat luas telah terdapat beberapa yang dijuluki prahajian Sunda. anggapan mengenai bagaimana sebuah Dari pendapat tersebut dapat keluarga dapat dikatakan sebagai Keluarga diasumsikan bahwa budaya Sunda Sunda, dikarenakan berbagai alasan, memiliki unsur keikatan yang luar biasa Pertama anggota keluarga itu benar-benar terhadap hubungan secara horizontal. Satu lahir dan besar di tanah Sunda. Kedua sama lain saling memberi apresiasi dan keluarga tersebut adalah etnis lain yang mempunyai sikap atau perilaku kesopanan

34 NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN dan tingkat partisipasi terhadap sesamanya yang dinamakan lagu ekstra atau disebut yang luar biasa dan berbagai segala aktivitas dengan wanda panambih. kehidupan di dalamnya. Sebagaimana Perkembangan dalam hal tempat yang dikemukakan oleh Soerjono (2009: pertunjukan terjadi ketika tembang hlm. 154) unsur kebudayaan itu adalah Sunda Cianjuran yang asalnya merupakan mencakup: musik kamar yang kemudian berkembang 1. Peralatan dan perlengkapan hidup menjadi sajian tontonan. Artinya, semula manusia (pakaian, perumahan, alat- tembang Sunda Cianjuran hanya disajikan alat rumah tangga, senjata, alat-alat di ruangan pendopo kabupaten dan di produksi, transpor, dan sebagainya). dalam rumah. Selain itu, tembang Sunda 2. Mata pencaharian hidup dan sistem- Cianjuran disajikan juga untuk pementasan sistem ekonomi (peternakan, di atas panggung. Pertunjukan di pendopo pertanian, sistem produksi, dan kabupaten pada dasarnya bertujuan untuk sebagainya). menghibur para menak (ningrat atau priyayi) atau menjamu tamu bupati. 3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem Sedangkan, untuk pertunjukan di hukum, sistem perkawinan). dalam rumah, selain untuk menghibur diri sendiri bersama keluarga dan rekan-rekan 4. Bahasa (lisan maupun tulisan). seniman, digunakan juga untuk mengiringi 5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni upacara adat siraman atau ngeuyeuk gerak, dan sebagainya). seureuh. Selain itu, pertunjukan di atas 6. Sistem pengetahuan. panggung pada umumnya bertujuan untuk 7. Religi (sistem kepercayaan). menghibur para undangan dalam acara pernikahan, sunatan, maupun peresmian gedung baru, dan kegiatan lainnya. Ruang Lingkup Seni Tembang Keteraturan bunyi yang dihasilkan oleh Cianjuran jenis musik tersebut masing-masing Seni tembang Cianjuran merupakan memiliki sifat dan kesan yang berbeda. salah satu budaya Jawa Barat yang menjadi Di dalam seni lagu-lagu tembang khas daerah Cianjur. Tembang Sunda Sunda Cianjuran (mamaos) banyak Cianjuran pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) terdapat unsur-unsur nilai yang menjadi kelompok besar, yaitu lagu-lagu tembang amanat tentang bagaimana pola perilaku (mamaos) dan lagu panambih atau ekstra. antar individu atau antar kelompok, seperti Pada awal abad ke -20, lagu-lagu tembang bagaimana cara bersikap dan bertutur kata Sunda Cianjuran (mamaos) hanya berupa terhadap orang tua, guru, teman sebaya, hanya berupa lagu-lagu saja yang terbagi ke ataupun orang lain. Selain itu, dijelaskan dalam wanda papantunan, jejemplangan, juga bagaiman cara menyikapi kehidupan dedegungan, dan rarancagan. Namun dengan berbagai macam problrmatika dalam perkembangannya, muncul di dalam kehidupan, seperti agama, wanda kakawen dan lagu-lagu yang pendidikan, ekonomi, sosial, profesi, bermetrum tetap (terikat oleh ketukan) gender, sejarah, dan perkembangan

35 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020 jaman. Maka dapat disimpulkan bahwa menurut karakter setiap pupuh. Dangding seni lagu-lagu tembang Sunda Cianjuran meliputi banyaknya larik (padalisan) (mamaos) dapat menjadi amanat dalam dalam satu bait (pada) (dinamakan guru menyikapi dan menjalani ke dalam gatra), jumlah suku kata dalam setiap berbagai aspek kehidupan tersebut secara padalisan (guru wilangan), dan bunyi arif dan bijaksana yang dilakukan oleh vocal dalam setiap akhir padalisan (guru warga masyarakat. Bahkan nilai-nilai lagu). ”Pupuh yang terkenal sebanyak moral tersebut dijadikan norma-norma 17 macam, 4 macam Pupuh Ageung kehidupan yang berkembang dan di jalani meliputi, Kinanti, Asmarandana, Sinom, dengan penuh rasa tanggung jawab dan dan Dangdanggula, selebihnya termasuk diwariskan secara turun temurun kepada Pupuh Alit. generasi selanjutnya. Masih menurut Salmun (dalam Di sisi lain menurut Salmun (dalam Kalsum,2007) jenis pupuh yang banyak Kalsum, 2007) Tembang Cianjuran digunakan dalam rumpaka Tembang adalah seni musik masyarakat Sunda, Cianjuran, yakni Pupuh Ageung. yaitu masyarakat yang berdomisili di Karakter Kinanti: prihatin, harapan, Pulau Jawa bagian Barat, dengan wilayah penantian; Sinom, gembira dan senang; pemerintahan Provinsi Jawa Barat dan Asmarandana kasmaran, saling Banten. Nama Cianjuran berasal dari kata mencintai; Dangdanggula kebahagiaan Cianjur, yaitu sebuah kota kabupaten yang dan keagungan”. berada di Provinsi Jawa Barat. Kesenian ini Tembang Cianjuran dibedakan dalam karena menyerap pula langgam dari daerah empat surupan (musikalitas), yaitu , lainnya, ada yang menamakan Tembang Sorog, Mandalungan, dan Salendro. Sunda (dalam pembahasan menggunakan Dalam surupan Pelog terdapat wanda istilah Tembang Cianjuran). Seni suara (lagam) Papantunan, Rarancagan, Sunda secara garis besar dibedakan dalam Dedegungan, dan Jejemplangan. Konon dua jenis yakni kawih dan tembang. Papantunan baik syair maupun lagu Tembang Cianjuran didukung oleh berasal dari lantunan kesenian pantun. perangkat, seni sastra, musik pengiring, Kesenian Pantun merupakan hasil kreasi dan vokal. seni masyarakat Sunda asli yang secara Rumpaka/guguritan yakni syair historis sudah ada sejak tahun 1518, kata lagu yang digunakan dalam Tembang pantun disebut dalam naskah Sanghiyang Cianjuran. Sejumlah besar rumpaka Siksa Kanda ng Karesiyan. Istilah pantun Tembang Cianjuran dalam bentuk pupuh. dalam kesenian Sunda berbeda dengan Pupuh merupakan kreasi sastratradisional kesusastraan Melayu. Kesenian Pantun yang berasal dari khasanah kesusastraan yakni seni pertunjukan tradisional yang Jawa, masuk ke dalam kesusastraan sakral religius mengisahkan kerajaan- Sunda pada abad ke-17 M. Pupuh sebuah kerajaan di Pasundan (wilayah Sunda). genre sastra khas, ikatan bahasanya Kisah dibawakan oleh seorangjuru pantun digubah menurut pola metrum yang semalam suntuk, diselingi lantunan lagu, disebut dangdingserta kandungan isinya dengan petikan kecapi perahu.

36 NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN

Menurut Sukanda (1984:24), ketika Cianjuran menjadi 18 kawat. berbicara Tembang Sunda Cianjuran tidak Jadi, dapat disimpulkan bahwa akan lepas dengan yang namanya Dalem tembang Sunda Cianjuran muncul Pancaniti atau R.A.A. Kusumahningrat berawal dari Dalem Pancaniti atau R.A.A. yang menjabat sebagai bupati tahun Kusumahningrat yang pada waktu itu 1834-1864 suasana di priangan sedang menjabat sebagai bupati tahun 1834- menghadap persoalan yang tidak lepas dari 1864 dalam kehidupannya mengalami sosial politik, sosial ekonomi, dan sosial kegundahan-kegundahan atau persoalan- budaya. Ketika itu sedang diperlakukannya persoalan yang sangat pelik, baik dari tanam paksa atau Preanger Stelsel yang aspek sosial, politik, maupun budaya. kebijakannya memaksa masyarakat Permasalahan yang sangat ekstrim adalah di priangan untuk mananam berbagai pihak Belanda menerapkan sistem kerja tumbuhan yang diperlukan oleh Belanda. paksa kepada masyarakat Cianjur, sehingga Di Cianjur sendiri dipaksa untuk Bupati tersebut menentang kebijakan menanam tanaman kopi dan juga dari tersebut dan tidak bisa berbuat apa-apa segi ekonomi yang membatasi gaji bupati atas kebijakan pihak Belanda tersebut. oleh kolonial Belanda membuat R.A.A. Pada akhirnya, karena bupati tersebut Kusumahningrat tidak setuju dengan seorang budayawan maka kekecewaannya adanya kebijakan Belanda. Karena Dalem tersebut dituangkan ke dalam karya seni Pancaniti tidak bisa melawan Kolonial tembang Sunda Cianjuran tersebut. Belanda, disini Pancaniti sebagai seorang Menurut Wiradiredja (1996), intelektual, budayawan yang mencoba singkatnya penggali Tembang Sunda merefleksikan keadaan yang ketika Cianjuran adalah Dalem Cianjur atau Bupati itu dijajah menjadi pemicu timbulnya Cianjur yang ke-9 R.A.A.Kusumahningrat, sebuah kreativitas yang melatarbelakangi ia menjabat Bupati Cianjur tahun penciptaan Tembang Sunda Cianjuran. 1834-1863. Selama menjadi bupati, ia Selanjutnya, tembang Sunda tidak pernah tinggal di pendopo atau Cianjuran adalah seni suara Sunda yang pedaleman, tetapi di salah satu bangunan menggunakan seperangkat instrumen di dalam komplek pendopo yang disebut musik pengiring yang terdiri atas kecapi Pancaniti. Selain itu, menurut Sukanda indung, kecapi rincik, , dan rebab. (1996), terdapat beberapa sebutan Yang melatarbelakangi munculnya terhadap kesenian ini. Selain Tembang TembangSunda Cianjuran akarnya dari Sunda Cianjuran sebagai nama yang paling seni pantun Pajajaran pada abad ke-14. lengkap, di Jawa Barat sendiri banyak yang Berawal dari Kerajaan Pajajaran yang menyebut hanya Tembang Sunda saja atau mempunyai tradisi pantun Pajajaran. Pada cukup dengan menyebutnya Cianjuran waktu kecapinya atau kawat yang disebut saja. Sedangkan di lingkungan masyarakat dawainya hanya ada 5, terus berkembang Cianjurnya sendiri dikenal dengan sebutan Islam masuk ke Pajajaran atau ke Tatar mamaos. Dari ke semua istilah tersebut di Sunda,pada abad 15 kawatnya berkembang atas mungkin hanya penyebutan Tembang menjadi 10. Pada abad ke 19 baru yang Sunda yang kurang disepakati kalangan disebut kawatnya Tembang Sunda ilmuwan, terutama ilmuwan karawitan

37 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020

Sunda. Hal itu disebabkan karena di Cianjuran tidak bisa melepaskan diri dari dalam Tembang Sunda ada terdapat proses perkembangan yang tentu saja beberapa jenis yang telah disepakati, yaitu mendapat pengaruh dari budaya luar. Cianjuran, Ciawian, dan Cigawiran yang Kesenian tersebut hingga saat ini masih kesemuanya merupakan lagam (khas hidup dan berkembang. Tembang Sunda budaya etnik daerah bersangkuan). Bagi Cianjuran selain mendapat perhatian kalangan ilmuwan karawitan Sunda dari dari para budayawan dan para ilmuwan, pada dinamakan Tembang Sunda saja juga mendapat perhatian dari masyarakat untuk Tembang Sunda Cianjuran lebih pendukungnya. Sebagai bukti dari baik hanya disebut Cianjuran. pernyataan di atas, dapat dilihat melalui Apabila dilihat dari kata dan asal kontinuitas kesenian itu sendiri yang usulnya, istilah “Tembang Sunda hingga kini masih eksis di masyarakatnya Cianjuran” merujuk pada genre (jenis dan sering disajaikan baik melalui media kesenian), identitas kultural, dan nama elektronik (TVRI, RRI, dan CD) maupun kota sebagai kelahiran jenis kesenian pertunjukan langsung terutama dalam tersebut. Sedangkan, istilah “Tembang” konteks upacara perkawinan. merujuk pada nama genre seni vokal Dari pendapat tersebut dapat (sekar) yang kecenderungannya tidak disimpulkan bahwa jenis kesenian tembang terikat oleh ketukan (sekar irama mardika). Sunda Cianjuran jenis musiknya atau Istilah “Sunda” merujuk kepada identitas genrenya mengarah kepada keagamaan. kepemilikan jenis kesenian tersebut, yakni Selain itu, aransemennya bergaya klasik masyarakat Sunda. Sementara itu, istilah dikarenakan sebagai produk musik masa “Cianjuran” merujuk kepada kekhasan lampau. Dikarenakan masyarakat Cianjur dan gaya daerah asal kelahirannya, yang notabene mayoritas Muslim, maka yaitu Cianjur. Dengan demikian, istilah genre musiknya pun bernuansa Islam “Tembang Sunda Cianjuran” selain dan identitasnya pun berlebel masyarakat merupakan nama dari jenis kesenian Sunda. Selain itu, tidak hanya sekedar sekar gending (vokal instrumental), juga budaya saja, tetapi seni tembang Sunda sekaligus menunjukan identitas budaya, Cianjuran lebih menguatkan kepada nuansa tempat asal usul dan tempat kelahirannya asal-usul atau tanah kelahirannya. Namun, (Lutini, 2004: hlm. 5). pada kenyataannya di jaman globalisasi ini Sementara, Wiradiredja (2000) seni tembang Sunda Cianjuran mengalami berpendapat bahwa tembang Sunda perubahan disebabkan karena adanya Cianjuran merupakan salah satu jenis pengaruh dari budaya-budaya lain. Tetapi kesenian yang termasuk ke dalam seni keberadaannya, tetap alami bahkan sampai Sunda “klasik”. Sifat keklasikan Tembang saat ini seni tembang Sunda Cianjuran Sunda Cianjuran sangat tampak dari masih diakui keberadaannya sebagai bukti bentuknya sebagai produk musik tradisi tersaji dalam media elektronik, seperti Sunda pada masa lampau, yang sangat media televisi, radio, bahkan CD atau khas apabila dibandingkan seni suara DVD serta dalam acara-acara peresmian Sunda lainnya. Kendatipun demikian, salah satu contohnya adalah sunatan atau sebagai produk budaya, Tembang Sunda perkawinan.

38 NILAI-NILAI MORAL DALAM KESENIAN TEMBANG SUNDA CIANJURAN

SIMPULAN sebanyak 17 macam, 4 macam Pupuh Ageung meliputi, Kinanti, Asmarandana, Tembang Sunda Cianjuran pada Sinom, dan Dangdanggula, selebihnya dasarnya terdiri dari 2 (dua) kelompok termasuk Pupuh Alit. Jenis pupuh yang besar, yaitu lagu-lagu tembang (mamaos) banyak digunakan dalam rumpaka dan lagu panambih atau ekstra. Pada awal Tembang Cianjuran, yakni Pupuh abad ke -20, lagu-lagu tembang Sunda Ageung. Karakter Kinanti: prihatin, Cianjuran (mamaos) hanya berupa hanya harapan, penantian; Sinom, gembira dan berupa lagu-lagu saja yang terbagi ke senang; Asmarandana kasmaran, saling dalam wanda papantunan, jejemplangan, mencintai; Dangdanggula kebahagiaan dedegungan, dan rarancagan. Namun dan keagungan”. Tembang Cianjuran dalam perkembangannya, muncul dibedakan dalam 4 surupan (musikalitas), wanda kakawen dan lagu-lagu yang yaitu Pelog, Sorog, Mandalungan, dan bermetrum tetap (terikat oleh ketukan) Salendro. Dalam surupan Pelog terdapat yang dinamakan lagu ekstra atau disebut wanda (lagam) Papantunan, Rarancagan, dengan wanda panambih. Dedegungan, dan Jejemplangan. Konon Kesenian ini karena menyerap pula Papantunan baik syair maupun lagu langgam dari daerah lainnya, ada yang berasal dari lantunan kesenianPantun. menamakan Tembang Sunda (dalam Kesenian Pantun merupakan hasil kreasi pembahasan menggunakan istilah seni masyarakat Sunda asli yang secara Tembang Cianjuran). Seni suara Sunda historis sudah ada sejak tahun 1518, kata secara garis besar dibedakan dalam dua pantun disebut dalam naskah Sanghiyang jenis yakni kawih dan tembang. Tembang Siksa Kanda ng Karesiyan. Cianjuran didukung oleh perangkat, Di dalam seni lagu-lagu tembang Sunda seni sastra, musik pengiring, dan vokal. Cianjuran (mamaos) banyak terdapat Rumpaka/guguritan yakni syair lagu yang unsur-unsur nilai yang menjadi amanat digunakan dalam Tembang Cianjuran. tentang bagaimana pola perilaku antar Sejumlah besar rumpaka Tembang individu atau antar kelompok, seperti Cianjuran dalam bentuk pupuh. Pupuh bagaimana cara bersikap dan bertutur kata merupakan kreasi sastra tradisional yang terhadap orang tua, guru, teman sebaya, berasal dari khasanah kesusastraan Jawa, ataupun orang lain. Selain itu, dijelaskan masuk ke dalam kesusastraan Sunda pada juga bagaiman cara menyikapi kehidupan abad ke-17 M. Pupuh sebuah genre sastra dengan berbagai macam problrmatika khas, ikatan bahasanya digubah menurut di dalam kehidupan, seperti agama, pola metrum yang disebut dangdingserta pendidikan, ekonomi, sosial, profesi, kandungan isinya menurut karakter setiap gender, sejarah, dan perkembangan jaman. pupuh. Dangding meliputi banyaknya larik (padalisan) dalam satu bait (pada) DAFTAR PUSTAKA (dinamakan guru gatra), jumlah suku kata dalam setiap padalisan (guru wilangan), Ekadjati, E.E. (1980). Kebudayaan Sunda dan bunyi vocal dalam setiap akhir Suatu Pendekatan Sunda. Bandung: padalisan (guru lagu). ”Pupuh yang terkenal Girimuti Pustaka.

39 MORES Volume 1 N0.1, Agustus 2020

Ekadjati, E.E. (1995). Kebudayaan Sunda: Tahap II. Bandung: Depdikbud Dirjen Suatu Pendekatan Sunda Jilid 1. Kebudayaan, Bagian Proyek Penelitian Jakarta: Pustaka Karya. dan Pengkajian Budaya Sunda. Ekadjati. (2009). Kebudayaan Sunda Ridho. (2010). Ilmu Sosial & Budaya Suatu Pendekatan Sejarah jiid 1. Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Media Group. Fitriani, Annisa, Suryadi, Karim dan Ruyadi. (1995). Penuntun Belajar Syaifullah. (2015). Peran keluarga Sosiologi. Bandung: Ganeca Exact. dalam mengembangkan nilai budaya Sartini. (2004). Menggali Kearifan Lokal sunda. Jurnal Sosietas, 5: 2, Bandung) Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Kalsum. (2007). Nasihat dan Doa dalam Jurnal Filsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Rumpaka Tembang Cianjuran: Nomor 2. Pemahaman Intertekstualitas. Soerjono, S. (2009). Sosiologi Suatu Bandung: Fakultas Sastra Unpad. Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Karwati, E. (2014). Bahan Ajar Pendidikan Sri Pajriah & Dede Sutisna. (2013). Lingkungan Sosial Budaya dan Eksistensi Masyarakat Etnik Sunda di Teknologi (PLSBT). Bandung: Desa Cimrutu Kecamatan Patimuan Khazanah Intelektual (anggota IKAPI). Kabupaten Cilacap, Jurnal Artefak. Koentjaraningrat. (1999). Manusia 145-146 Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Sukanda, E. (1984). Tembang Sunda Djambatan. Cianjuran Sekitar Pembentukan Koentjaraningrat. (2004). Manusia dan dan Perkembangannya. Bandung: Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Akademi Seni Tari Indonesia Bandung Djambatan, 2004. Sukanda, E. (1996). Kacapi Sunda. Lubis, N. (2000). Tradisi dan Transformasi Jakarta: Dirjen Depdikbud. Sejarah Sunda. Bandung: Humaniora Supardan, D. (2017). Tantangan Hutama Press. Nasionalisme Indonesia dalam Era Lutini, H.K. (2004). Vokal dalam Globalisasi. Bandung: UPI. Tembang Sunda Cianjuran. Bandung: Undang-Undang Dasar Republik Skripsi Sekolah Tinggi Seni Indonesia. Indonesia Tahun 1945 Pasal 32 tentang Munandar, S. (2010). Ilmu Budaya Dasar Kebudayaan. Suatu Pengantar. Bandung: PT. Refika Widyastuti. (2005). Epidemiologi Suatu Aditama. Pengantar. Jakarta: EGC. Prasetya, J. T. (1991). Ilmu Budaya Dasar. Wiradiredja, M. Y. (2000). Peranan Jakarta: Rineka Cipta. Tembang Sunda Cianjuran Dalam Rosyidi, Ajip. (2004). Masa Depan Gending Karesmen Lutung Kasarung Budaya Daerah: kasus Bahasa Sunda (Pengkajian Seni Pertunjukan). dan Sejarah Sunda. Jakarta: PT Dunia Yogyakarta: Tesis UGM. Pustaka Jaya. Wiradiredja. M. Yusuf. (1996). Peranan Rusyana, dkk. (1987). Pandangan Hidup R. A. A. Wiratanakusumah V Dalam Orang Sunda Seperti Tercermin Dalam Penyebaran Tembang Sunda Lisan Hidup Orang Sunda Penelitian Cianjuran. Bandung: Sekolah Tinggi Seni Indonesia 40