Estetika Karawitan Tradisi Sunda

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Estetika Karawitan Tradisi Sunda 256 Estetika Karawitan Tradisi Sunda Heri Herdini Jurusan Karawitan, Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung Jalan Buahbatu No. 212 Bandung 40265 ABSTRACT The problem of “aesthetics” related not only to the “text” or the art form itself, but also to the mindset and worldview of the communities on “the world” and “the nature of human life.” Behind the mu­ sical form itself, there lies the mindset of Sundanese people which formed the basis for the “text” of karawitan. The understanding on “karawitan context” is, therefore, important. It means that “text” and “context” constitute “two sides of the same coin” which are interrelated to each other. This is the subject matter to be discussed in this paper. This paper is a philosophical study in order to find “the aesthetic of traditional karawitan” which has not been revealed so far. To reveal this problem the writer uses the theory of “Antagonistic Dualism” by Jakob Sumardjo. Based on the analysis to the “text” and “context” of Sundanese traditional karawitan, it is concluded that “the aesthetic of Sundanese traditional karawitan” comes from the concept of “masagi” that in substance may pro­ duce “pola tiga” (pattern of three) as a reflection of the culture of tritangtu, those are: tekad, ucap, and lampah. Keywords: Aesthetic of Karawitan, Sundanese Tradition. PENDAHULUAN Cina, dan demikian pula dengan ‘estetika’ karawitan Sunda. Masing-masing musik Secara sederhana, istilah ‘estetika’ di berbagai suku bangsa memiliki esteti- dapat diartikan filsafat keindahan. Istilah kanya tersendiri. ini sering diucapkan, baik dalam konteks ‘Estetika’ karawitan Sunda hingga saat diskusi, seminar, pembelajaran kompo- ini masih tampak samar-samar. Jakob Su- sisi musik, maupun obrolan santai di mardjo telah berusaha menggali ‘estetika’ warung kopi. Tidak jarang kata ‘esteti- orang Sunda yang dijabarkan melalui buku ka’ juga dipakai sebagai ‘senjata ampuh’ yang berjudul Simbol­simbol Artefak Budaya untuk menjelaskan “mutu seni” walau- Sunda (2003), ‘estetika’ Paradoks (2006), dan pun sesungguhnya persoalan ‘estetika’ Khazanah Pantun Sunda (2006). Berdasar- itu sendiri belum dipahami secara sung- kan hasil kajian dan analisisnya, Sumardjo guh-sungguh”. Memang tidak mudah menjelaskan bahwa kebudayaan orang untuk menjelaskan persoalan ‘estetika’ Sunda didasari oleh cara berpikir pola karena hal tersebut sangat terkait dengan tiga (tritangtu) sebagai cerminan dari du- kebudayaan dan pola pikir masyarakat- nia atas (langit), tengah (dunia kehidupan nya. Oleh sebab itu, tidak heran apabila manusia), dan bawah (bumi, tanah) yang ‘estetika’ musik India berbeda dengan ‘es- ditafsirkan pula sebagai Resi (tekad), Ratu tetika’ musik Barat, musik Jepang, musik (ucap), dan Rama (lampah). Pola berpikir Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 3, Juli - September 2012: 225 - 350 257 masyarakat Sunda ini, di antaranya dapat dan “Dunia Bawah yang bersifat laki-la- dibuktikan melalui pengaturan rumah, ki” dapat menghasilkan “Dunia Tengah” pengaturan negara, bentuk senjata kujang, yang diisi oleh semua umat manusia, baik dan mitologi pantun Sunda yang semua- laki-laki maupun perempuan (Sumardjo, nya ini berpola tiga. 2003:6). Untuk memperjelas uraian di Merujuk pada hasil analisis Jakob Su- atas, lihat kutipan berikut ini. mardjo, tulisan ini bermaksud untuk men- jabarkan lebih lanjut tentang ‘estetika’ Bagaimana kehidupan dapat terus dipe- lihara? Mereka berusaha mengawinkan karawitan tradisi Sunda dalam kaitannya pasangan kembar oposisi yang saling ber- dengan konsep masagi yang berlaku da- tentangan, tetapi saling melengkapi. Dari lam kebudayaan masyarakat Sunda. Per- perkawinan, kehidupan yang baru bisa muncul. Tanaman padi dapat terus hidup masalahan inilah yang hendak dibahas kalau ada ’perkawinan’ antara langit dan dalam tulisan ini. bumi. Langit mencurahkan hujannya kepada tanah yang kering. Dengan demikian, langit itu ”basah” dan bumi ”kering”. Basah itu asas perempuan dan kering asas lelaki. Per- Landasan Teori kawinan antarkeduanya akan menciptakan entitas ketiga, yakni kehidupan di muka bumi. Langit di atas, bumi di bawah, dan Untuk mengkaji ‘estetika’ karawitan kehidupan muncul di tengah-tengah langit tradisi digunakan teori dualisme anta- dan bumi. Ketiga dunia ini merupakan satu gonistik hasil temuan Jakob Sumardjo. kesatuan yang membuat kehidupan ini tetap ada (Sumardjo, 2006:72). Teori “dualisme antagonistik” berangkat dari pemikiran religi budaya mitis-spiritu- Menurut Sumardjo, menyatunya la- al Sunda dan suku-suku lainnya di Indo- ngit (dunia atas) dan bumi (dunia bawah) nesia. Berdasarkan pemikiran budaya mi- dapat melahirkan dunia tengah. Dunia tis-spiritual bahwa semua “keberadaan” tengah ini adalah jagat alam raya yang di- ini selalu terdiri atas dua unsur yang sa- huni oleh umat manusia. Perkawinan dari ling bertentangan. Keberadaan itu sendiri dua hal yang bersifat paradoks ini dapat terkait dengan “keberadaan rohani” dan melahirkan “dunia yang ketiga” sehingga “keberadaan kebendaan” atau material. melahirkan konsep tentang “pola tiga”. Keduanya memiliki karakteristik yang Cara berpikir masyarakat Sunda yang berbeda dan bertentangan (Sumardjo, berpola tiga ini, di antaranya dapat dibuk- 2003:5). Masyarakat Sunda (primordial) tikan melalui pengaturan rumah, penga- membagi “keberadaan” ini ke dalam dua turan negara, bentuk senjata kujang, dan kategori yaitu “Dunia Atas” dan “Dunia mitologi pantun Sunda. Bawah.” Keduanya harus merupakan satu Menurut Jakob Sumardjo, “pola tiga” kesatuan agar kehidupan ini terus berpro- merupakan cara berpikir masyarakat ses. Perkawinan antara “Dunia Atas” dan ladang. Obsesi masyarakat ladang yaitu “Dunia Bawah” dapat melahirkan “Dunia ’menghidupkan’. Dasar kepercayaan kos- Tengah.” Dunia Atas dan Dunia Bawah mologi manusia peladang ini menjadi adalah antagonistik. Dunia Atas bersi- landasan cara berpikirnya untuk semua fat perempuan (basah), sedangkan Du- hal. Masyarakat primordial ladang me- nia Bawah bersifat laki-laki (kering). Me- mercayai bahwa semua eksistensi itu si- nyatunya “Dunia Atas yang perempuan” Herdini: Estetika Karawitan Tradisi Sunda 258 fatnya dualistik. Akan tetapi, semua hal suling kumbang2. Alat-alat musik ini digu- dualistik tersebut merupakan pasangan nakan oleh rakyat pribumi untuk mengisi biner, yakni dua pasangan yang saling waktu senggang setelah selesai bekerja3, bertentangan. Lebih lanjut Sumardjo me- baik di sawah maupun di perkebunan. nyatakan sebagai berikut: Hiburan kalangenan secara individu pada saat itu sudah biasa dilakukan, dan para Pola tiga bertolak dari kepercayaan dua- pelakunya pun adalah rakyat biasa yang lisme antagonistik segala hal. Misalnya, la- ngit di atas, bumi di bawah; langit basah, tidak dikategorikan sebagai seniman pro- bumi kering; langit perempuan, bumi la- fesional4 . Maka tidak heran apabila pada ki-laki; langit terang, bumi gelap. Keduanya zaman itu muncul kebiasaan masyarakat terpisah dan berjarak. Pemisahan itu tidak baik karena akan mendatangkan kematian. untuk memainkan suling (seruling) keti- Pemisahan segala hal yang dualistik anta- ka mereka sedang menggembala kerbau, gonistik harus diakhiri, yakni dengan me- atau melantunkan beluk sambil ngawulu­ ngawinkan keduanya. Hidup itu dimung- kinkan karena adanya harmoni. Syarat ku (menggarap tanah persawahan) sebe- hidup adalah adanya harmoni dari dua en- lum tanah tersebut ditanami benih padi. titas yang saling bertentangan tetapi saling Kesenian (karawitan) dalam konteks ini melengkapi (Sumardjo, 2006:73). tidak terpisah dari kebiasaan hidup ma- Konsep “pola tiga” yang menjadi dasar syarakatnya. Pada waktu itu, tidak terjadi berpikirnya masyarakat ladang ini akan pemisahan antara ‘pelaku seni’ dan ‘pe- dipakai sebagai landasan teori untuk nonton’, bahkan tanpa kehadiran penon- mengkaji permasalahan ‘estetika’ sehing- ton pun tak menjadi masalah. ga diharapkan dapat menghasilkan ‘este- Di samping sebagai hiburan kalangenan, tika’ karawitan tradisi Sunda yang selama karawitan Sunda juga biasa digunakan ini belum terungkap. dalam konteks upacara, baik upacara ri- tual maupun upacara adat tradisi. Ke- percayaan masyarakat Sunda terhadap 5 Konteks Karawitan Tradisi hal-hal mitis dan magis cukup kuat se- hingga kegiatan upacara dan adat tradisi Kehidupan karawitan Sunda zaman tumbuh subur sebagai bagian dari ke- dulu pada umumnya terkait dengan hidupan dan tradisi mereka. Keterlibatan kegiatan upacara1 ataupun hiburan masyarakat untuk sama-sama larut dalam kalangenan (individu atau kelompok). Ke- hidup berkesenian seolah-olah menjadi bijakan politik kolonial yang cenderung ‘keharusan’ karena pada saat itu tidak ada menguras tenaga rakyat (melalui tanam batas yang tegas antara ‘penyaji’ dan ‘pe- paksa) telah mengakibatkan rakyat cukup nonton’ apalagi bila kesenian itu disajikan menderita. Penderitaan rakyat ini salah dalam konteks upacara ritual dan hibur- satunya diekspresikan melalui kegiatan an kalangenan. Sistem penyajiannya pun kesenian, hanya sekedar untuk meng- berlangsung apa adanya tanpa didukung hibur diri. Jenis kesenian yang mereka oleh gedung atau panggung pertunjukan, tampilkan pada umumnya adalah kese- peralatan sound system, dekorasi artistik, nian yang tidak membutuhkan instrumen dan busana pertunjukan. Dalam konteks cukup banyak, seperti beluk, calung, kacapi­ ini, penyajian karawitan Sunda senantiasa an, taleot (dari tanah liat), karinding, dan hadir menyertai kegiatan itu, di antaranya Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 22, No. 3, Juli - September 2012: 225 - 350 259 tutunggulan, angklung, pantun, tarawang­ Di samping untuk
Recommended publications
  • Bab 1 Mengenal Kendang
    Bab 1 Mengenal Kendang 1. STANDAR KOMPETENSI Setelah mempelajari bab ini, pembaca memiliki pengetahuan tentang kendang Sunda meliputi bentuk kendang, nama-nama bagian kendang, panakol kendang, pelarasan kendang, dan notasi kendang. 2. INDIKATOR 1. Mampu menjelaskan gambaran umum ttg kendang 2. Mengetahui bentuk-bentuk kendang 3. Mampu menyebutkan nama-nama bagian kendang 4. Mengetahui peranan panakol kendang 5. Mengetahui tentang pelarasan kendang 6. Mengetahui dan mampu membaca notasi kendang TOPIK PEMBAHASAN 1. Kendang 2. Bentuk Kendang 3. Nama-Nama Bagian Kendang 4. Panakol Kendang 5. Pelarasan Kendang 6. Notasi Kendang Metode Pembelajaran Tepak Kendang Jaipongan | 1 UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta 3. URAIAN MATERI 3.1 Kendang Kendang adalah waditra1 membranophones yang terbuat dari kulit sebagai wangkisnya (muka bidang) dan kayu berongga sebagai badannya. Kendang dalam karawitan Sunda temasuk salah satu waditra yang terdapat dalam gamelan pélog saléndro maupun gamelan degung. Tutup kedua wangkis kendang yang berasal dari kulit kerbau atau sapi, memberikan ciri khas warna bunyi kendang yang membedakan dengan waditra lainnya. Meskipun warna bunyinya tidak memiliki nada seperti dalam gamelan, namun bunyi kendang dapat dilaras tinggi rendahnya dengan menggunakan gamelan sebagai dasar pelarasan sehingga hasilnya memberikan ciri larasan kendang dalam berbagai jenis kesenian. Kendang memiliki peranan yang sangat penting dari bebe rapa waditra yang terdapat dalam gamelan saléndro untuk terlaksananya sajian karawitan. Kendang lebih mendominasi
    [Show full text]
  • Music in a Marriage Ceremony Sunda Tradition "Nyawer" 1)
    Jurnal International Seminar on Languages, Literature, Art and Education (ISLLAE) e-ISSN: 2685 - 2365 e-Jurnal:http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/isllae Volume 1 Issue 2, July 2019 DOI: doi.org/10.21009/ISLLAE.01247 Received: 5 June 2018 Revised: 10 June 2018 Accepted: 14 August 2018 Published: 31 July 2019 Music in A Marriage Ceremony Sunda Tradition "Nyawer" 1) Dr. Caecilia Hardiarini, M.Pd1,a) Universitas Negeri Jakarta1) [email protected]) Abstract This study aims to determine the existence of Sundanese art, especially in traditional Sundanese marriage in terms of music and supporting tools. The method used is descriptive qualitative, located in Gunungsindur Regency Bogor by observation observe directly Nyawer process, interview and document analysis as complement of data. The results show that music in the Nyawer marriage ceremony contains the meaning that is spoken in the form of songs to be more impregnated very deeply. The poems that are written give meaning to the greatness of God who has brought together the couple and should the couple be able to interpret the life more wisely, able to be responsible to his partner Nyawer ceremony performed by Nyawer (male and female or both), with the accompaniment of Degung Gamelan instrument, or flute and vocals. Supporting tools in the form of materials that symbolize the source of sustenance and longevity for the bridal couple is placed on the bokor symbol of preservation of tradition. Key Words: Sunda Tradition, Music Ceremony, Nyawer Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan seni Sunda, khususnya dalam pernikahan tradisional Sunda dalam hal musik dan alat pendukung.
    [Show full text]
  • Downloaded from Brill.Com09/26/2021 01:14:48PM Via Free Access Wim Van Zanten - 9789004261778 Downloaded from Brill.Com09/26/2021 01:14:48PM Via Free Access
    PART FIVE THE ETHNIC MODERN Wim van Zanten - 9789004261778 Downloaded from Brill.com09/26/2021 01:14:48PM via free access Wim van Zanten - 9789004261778 Downloaded from Brill.com09/26/2021 01:14:48PM via free access <UN> <UN> CHAPTER ELEVEN MUSICAL ASPECTS OF POPULAR MUSIC AND POP SUNDA IN WEST JAVA Wim van Zanten Introduction: Sundanese Music and the Technology of Enchantment Research on popular music, particularly in the field of cultural studies, has tended to focus on political and sociological aspects, to the exclusion of musical structures and actual sounds. Whereas in most societies musi- cal genres are in the first place classified by social criteria, it is undeniable that also the technicalities of the music play a role: audiences hear the differences between, for instance, jaipongan and degung kawih perfor- mances. This is because these musics are produced in different ways, using different instruments, tone material, musical structure, etc. Alfred Gell made an important contribution to the anthropological study of art by pointing out that the production of art is a technological process. He mentions that there are ‘beautiful’ things, like beautiful women, beautiful horses and a beautiful sunset. However, art objects are made ‘beautiful’ by human beings and this requires technology. He criti- cizes sociologists like Pierre Bourdieu, who do not really look at an art object as a concrete product of human ingenuity, but only elaborately look at the represented symbolic meanings (Gell 1999:162). In contrast, Gell proposes that anthropologists should look at art as a ‘component of technology.’ We call something an object of art if it is the outcome of a technological process, the kind of processes in which artists are skilled.
    [Show full text]
  • Subjective Preference of Reverberation Time in Various Listening Level for Gamelan Degung Sunda Using Psychoacoustic Test
    International Journal of Applied Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 13, Number 10 (2018) pp. 8568-8571 © Research India Publications. http://www.ripublication.com Subjective Preference of Reverberation Time in Various Listening Level for Gamelan Degung Sunda Using Psychoacoustic Test M. S. Prawirasasra1*, Novariani1, Suprayogi1 1Department of Engineering Physics, Telkom University, Bandung, Indonesia. Abstract: Only two monoaural-temporal parameters are discussed in this research: Listening level and Subsequence Reverberation time. Acoustic performance of concert hall depends on four Both temporal factors are obtained from autocorrelation parameters. Each parameter has specific optimum value based function (ACF). Previous researches have shown that electric on musical instrument characteristics. However, optimum value guitar and type of guitar strokes is strongly related with of monoaural parameters for Gamelan Degung Sunda have not psychoacoustic [10-11]. The object of this research is to find the examined yet hence there is no reference of acoustic value to optimum value of T with vary of LL. The test involved build a concert hall. Subjective preference of subsequent sub numbers of respondents from various background and reverberation time in various listening level is determined by knowledge about research object since the initial hypothesis using psychoacoustic test. There are numbers of respondents was it has relation with the ability to distinguish the samples. from various background & knowledge about Gamelan Degung were involved. They were asked to ranked different sound samples. Evaluation of statistical analysis using ANOVA shows ACOUSTIC PARAMETERS that background & knowledge of respondents has strong relation to respondents’ ability to distinguish sound samples. The optimum of acoustic design objectives can be described as The optimum value of subsequent reverberation time is 1 s for arriving signal at ears which represent in spatial and temporal all listening level value.
    [Show full text]
  • Budaya Sunda Pada Novel Perempuan Bernama Arjuna Karya Remy Sylado: Suatu Kajian Antropologi Sastra
    KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Vol. 5, No. 1, Oktober, 2019, Hlm: 157-167 Sastra, dan Pengajarannya ISSN : 2442-7632 print | 2442-9287 online 157 BUDAYA SUNDA PADA NOVEL PEREMPUAN BERNAMA ARJUNA KARYA REMY SYLADO: SUATU KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA Chintya Bayu Lestari, Zuriyati, Nuruddin Pendidikan Bahasa Indonesia, Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta, Jalan Raya Rawamangun Muka Jakarta Timur, Indonesia *Corresponding author: [email protected] INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK Sejarah Artikel Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan budaya Sunda pada novel Diterima: 21/5/2019 Perempuan Bernama Arjuna karya Remy Sylado. Jenis penelitian ini ialah Direvisi: 25/11/2019 penelitian kualitatif dengan menggunakan metode analisis isi. Sumber data Diterima: 26/11/2019 penelitian ini yakni novel Perempuan Bernama Arjuna karya Remy Sylado. Tersedia Daring: 28/11/2019 Adapun data penelitian ini berupa kutipan kata, kalimat, wacana, atau paragraf yang menunjukan unsur budaya Sunda. Model analisis data Kata Kunci menggunakan analisis data Philip Mayring. Hasil penelitian menunjukan Novel bahwa bentuk budaya Sunda pada novel Perempuan Bernama Arjuna karya Antropologi Sastra Remy Sylado dikemas melalui unsur-unsur kebudayaan. Unsur budaya Budaya Sunda tersebut mencakup (1) sistem pengetahuan sejarah dan kesenian Sunda. (2) Seni tembang. (3) Seni musik. (4) Organisasi sosial berkenaan dengan perkawinan adat Sunda. (5) Bahasa yang diungkapkan mengenai bahasa tulisan. ABSTRACT Keywords This article describes the Sundanese culture in literary works in terms of the Novel anthropological approach to literature. The purpose of this research is to Literary Anthropology reveal about Sundanese culture in the novel Perempuan Bernama Arjuna by Sundanese Culture Remy Sylado. This type of research is qualitative research using content analysis methods.
    [Show full text]
  • BAB II TINJAUAN MUSEUM DAN MUSIK NASIONAL 2.1 Museum 2.1.1 Definisi Museum Definisi Museum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
    BAB II TINJAUAN MUSEUM DAN MUSIK NASIONAL 2.1 Museum 2.1.1 Definisi Museum Definisi museum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud museum yaitu gedung yang digunakan untuk pameran tetap benda-benda yang patu mendapat perhatian umum, seperti peninggalan bersejarah, seni dan ilmu; tempat penyimpanan barang kuno1. Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of Museums, adalah institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengkomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan. Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan. Museum merupakan suatu badan yang mempunyai tugas dan kegiatan untuk memamerkan dan menerbitkan hasil-hasil penelitian dan pengetahuan tentang benda-benda yang penting bagi Kebudayaan dan llmu Pengetahuan. Definisi lain museum adalah Kata Museum berarti “Candi para Dewi Muse“, Orang Yunani Kuno membangun sebuah candi kecil bagi Sembilan Dewi Muse (Dewi Pengkajian) di atas sebuah bukit kecil di luar kota Athena. Setiap Dewi mempunyai pengikut yang sering memberinya hadiah. Ditahun 280 SM Raja Ptolemy di Mesir membuka museum di Istananya di kota Iskandariah, dimana para Sarjana terbesar pada zaman itu bertemu dan bekerja. “Muse“ sendiri berarti rumah pemujaan bagi sembilan bersaudara (mousi), anak-anak Dewa Zeus yang melambangkan seni murni dan ilmu pengetahuan. Jadi kata Museum selalu dikaitkan dengan pengkajian.2 Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
    [Show full text]
  • Percussion Ensemble
    Indonesian Video Tape (9) Music from Bali 9-1 “Selar jupun” - Gamelan from Bali – percussion ensemble; shows bonang, kenong, then gender barung, gong, kendang (horizontal drum); shows whole gamelan orchestra 9-2 ”Pendet” – devotional dance accompanied by gamelan; stylized dancing; more prominent use of wind instruments in this example 9-3 – “Baris” – warrior’s dance drill; notice how music follows dance movements (increase in activity, change in dynamics, accents dancer’s movements); use of ostinato; notice change of tempo; listen to drummer signal transitions to new musical sections; 9-4 “Lelong keraton” – court dance; stylized dance with expressive eye movements (female); listen for suling (flute) and sudden change of tempo 9-5 “Kebyar Trompong” – seated dance with gong set; notice hand gestures, facial expressions; performer also plays instrument; listen to easily identifiable phrase lengths; 9-6 “Calonarang” – dance drama; introduction by gamelan; then entrance of dancers (maidservants); entrance of Matah Gedé (Calonarang); story told through words/singing/dancing (similar to western opera); story revolves around an epidemic in the land and the battle between good and evil. Indonesian Video Tape (10) Bali 10-1 Kecak- kecak is a style of men’s chorus that involves theatrics. It is a relatively new art form, having been developed in the 1930’s. They use their voices to imitate the gamelan ensemble. Originally developed for exorcising demons, now more a tourist entertainment. The story line is from the Ramayana (a mythical text). Java 10-2 Wayang – shadow puppet play. Often used to celebrate weddings; accompanied by full gamelan; wayang is a nine-hour performance; puppets on the puppeteer’s right represent “good” and those on the left represent “evil”.
    [Show full text]
  • Global Gamelan in a Worldwide Pandemic Edited by Jody Diamond and Linda Hibbs
    COVID COLLECTED REPORTS We Will Survive: Global Gamelan in a Worldwide Pandemic edited by Jody Diamond and Linda Hibbs In March of the year 2020, the spread of the novel coronavirus on for bonding on a regular basis, we launched a series of our planet changed our lives. For those who practice gamelan and YouTube programs to explore theoretical and historical related arts, the restrictions that followed interrupted the very perspectives about Balinese gamelan, something we essence of our music-making: to gather with friends and teachers, rarely have time to dive into during hands-on rehearsals. to react and respond to each other, and to honor both distant [See the report by Pierre Paré-Blais on page 14.] Then roots and local flowers in our ever-evolving global community. came casual Zoom calls between musicians and attempts This issue of BALUNGAN is dedicated to the stories of gamelan at coordinating a virtual kecak, but these only reinforced during COVID, the challenges we faced, and the future that we the fact that for the most part, our heads were elsewhere. now must envision and create together. We express our deep Other immediate consequences of the pandemic were gratitude to all who contributed, and a sincere hope for everyone’s the cancellation of all concerts and activities for the current health, safety, and strength of spirit. artistic season, including I Made Terip’s visit to Montreal —Jody Diamond and Linda Hibbs as guest teacher and composer. This cancellation prompted [Table of groups, countries, and authors on p. 90.] us to rethink our upcoming objectives, wondering whether we’ll be able to regroup at all to prepare for any potential performance.
    [Show full text]
  • Musik Kacapi Suling Sebagai Musik Terapi
    JPKS (Jurnal Pendidikan dan Kajian Seni) Vol.5, No.1, April 2020 c-ISSN : 2503-4626 e-ISSN : 2528-2387 MUSIK KACAPI SULING SEBAGAI MUSIK TERAPI Asep Wasta1, Neni Sholihat2 Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya [email protected], [email protected] Abstract : Kacapi Suling Art is Sunda traditional art risen from Cianjur, West Java. Waditra Sunda equipments are able to be found in almost Tatar Sunda region, it consists of Kacapi and Suling performed instrumentally or with vocal. Slow rhytmic melodius produced by strumming strings composition could give result of soft music while compiled with melody notes of melismatistic Suling or vocal. According to these musical construction, the article and research purposed to identify and describe potential of Kecapi Suling music implication as music teraphy ability for stimulating brain and neuro system for another health effect of human. Analyzhing method used interdicipline approach of musicology adjusment and music phsycology. The analyses obtained Kecapi Suling musical elements is potential as therapy music by its relaxation effect. Keyword : Kacapi Suling, Music Therapy, Color Music, Melismatic, Psychiatric Effects Abstrak : Seni Kacapi Suling adalah sebuah seni tradisional Sunda yang berasal dari daerah Cianjur, Jawa Barat. Perangkat waditra Sunda yang terdapat haMpir di setiap daerah di Tatar Sunda, terdiri dari Kacapi dan Suling yang disajikan secara instruMental Maupun bersama vocal. Alunan ritMik kecapi yang bertempo lambat, dihasilkan oleh petikan dawai yang Menyatu Menjadi Musik yang lembut ketika bersatu dengan Melodi dari suling atau vocal yang bersifat MelisMatis. Dari kontruksi Musikal tersebut, artikel dan penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi dan Menjelaskan tentang iMplikasi potensi Musik kecapi suling sebagai musik terapi yang dapat menstimulan kerja otak dan syaraf untuk efek kesehatan lainnya pada Manusia.
    [Show full text]
  • Ragam Langgam Aksara Jawa Dari Manuskrip Hingga Buku Cetak Konsepsi Raja Melayu Dalam Hikayat Petualangan Ajaib Hikayat Kemala B
    Aditya Bayu Perdana Ragam Langgam Aksara Jawa dari Manuskrip hingga Buku Cetak Rizqi Handayani Konsepsi Raja Melayu dalam Hikayat Petualangan Ajaib Hikayat Kemala Bahrain Novarina Pandhawa Gubah sebagai Representasi Interaksi Metafisik Manusia Jawa dan Perbandingannya dengan Cheritera Pandawa Lima | Ilham Nurwansah Penelusuran Jejak Musik Instrumental dalam Naskah Sunda Kuna | Muhammad Masrofiqi Maulana Penafsiran Sufistik-Kejawen atas Surah Al-Fatihah: Studi Analisis atas Manuskrip Kiai Mustojo | Anggita Anjani Bhīma Svarga: Cerita Tiada Akhir. Vol. 10, No. 1, 2020 ISSN: 2252-5343 e-ISSN: 2355-7605 Jurnal Manassa Volume 10, Nomor 1, 2020 PIMPINAN REDAKSI Oman Fathurahman DEWAN PENYUNTING INTERNASIONAL Achadiati Ikram, Al Azhar, Annabel Teh Gallop, Dick van der Meij, Ding Choo Ming, Edwin Wieringa, Henri Chambert-Loir, Jan van der Putten, Mujizah, Lili Manus, Munawar Holil, Nabilah Lubis, Roger Tol, Siti Chamamah Soeratno, Sudibyo, Titik Pudjiastuti, Tjiptaningrum Fuad Hasan, Yumi Sugahara, Willem van der Molen REDAKTUR PELAKSANA Muhammad Nida’ Fadlan Aditia Gunawan PENYUNTING Ali Akbar, Asep Saefullah, Agus Iswanto, Dewaki Kramadibrata, M. Adib Misbachul Islam, Priscila Fitriasih Limbong, Yulianetta ASISTEN PENYUNTING Abdullah Maulani DESAIN SAMPUL Muhammad Nida’ Fadlan ALAMAT REDAKSI Sekretariat Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA) Gedung VIII, Lantai 1, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424 Website. http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta Email. [email protected] MANUSKRIPTA (P-ISSN: 2252-5343; E-ISSN: 2355-7605) adalah jurnal ilmiah yang dikelola oleh Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa), asosiasi profesi pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memperhatikan pengkajian dan pelestarian naskah Nusantara. Jurnal ini dimaksudkan sebagai media pembahasan ilmiah dan penyebarluasan hasil penelitian di bidang filologi, kodikologi, dan paleografi.
    [Show full text]
  • Siaran Radio Citra 99.4 Fm Sebagai Media Pelestarian Tembang Sunda Bagi Siswa Sekolah Dasar
    p-ISSN 2355-5343 Article Received: 18/11/2014; Accepted: 10/02/2015 http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbar Mimbar Sekolah Dasar, Vol 2(1) 2015, 99-117 DOI: 10.17509/mimbar-sd.v2i1.1336 SIARAN RADIO CITRA 99.4 FM SEBAGAI MEDIA PELESTARIAN TEMBANG SUNDA BAGI SISWA SEKOLAH DASAR Maylan Sofian Program Studi PGSD STKIP Sebelas April Sumedang Jl. Anggrek Situ No. 19 Sumedang Email: [email protected] ABSTRACT ABSTRAK This research inspect about preservation of Penelitian ini mengkaji mengenai pelestarian traditional art through tembang sunda cianjuran seni tradisi melalui model seni tembang sunda on Citra radio 99, 4 FM Sumedang. The problems cianjuran di Radio Citra 99,4 FM Sumedang. inspected in this research as follow, First, how Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini does the preservation of tembang sunda sebagai berikut. Pertama, Bagaimana cianjuran present on Citra Radio 99, 4 FM pelestarian tembang sunda cianjuran yang broadcast program ? Second, how does the dikemas dalam program siaran Radio Citra 99.4 contribution of electronic media Citra radio FM? Kedua Bagaimana kontribusi program broadcast programme for tembang sunda siaran media elektronik Radio Citra bagi seni cianjuran and the artist in Sumedang? In order to tembang sunda cianjuran dan senimannya di get the answer of the problems, the qualitative Kabupaten Sumedang? Untuk mendapatkan research done, that is content analysis. Content jawaban atas permasalahan – permasalahan analysis is one of research method to produce itu, dilakukan penelitian kualitatif, yaitu analisis objective and systematic description. The result konten. Analisis konten adalah suatu metode of this research show that Citra Radio 99, 4 FM penelitian untuk menghasilkan deskripsi objektif Sumedang broadcast program can be a system dan sistematik.
    [Show full text]
  • Xperimental Designs Karena Kerangka Kerja Desain Ini Belum Sepenuhnya Eksperimen Total (Yang Sungguh-Sungguh)
    BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Penelitian yang berjudul IMPLIKASI PENGGUNAAN MEDA AUDIO DIGITAL TERHADAP PEMBELAJARAN GAMELAN DEGUNG I DI DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI MUSIK FPSD UPI didesain melalui metode pre-experimental designs karena kerangka kerja desain ini belum sepenuhnya eksperimen total (yang sungguh-sungguh). Dalam penelitian ini masih terdapat variabel-variabel luar yang mempengaruhi akan terbentuknya variabel dependen (control). Pengeksperimentasian ini hasilnya merupakan variabel dependen yang sama-sama bukan dipengaruhi oleh variabel independen, sebab metode pre-experimental designs perlakuannya tidak ada kontrol dan sampel tidak dipilih secara random. Bentuk pre-experimental designs ini menggunakan one shot case study, paradigmanya dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: X = treatmen yang diberikan (variabel independen) X O O = Observasi (variabel dependen) Data-data yang diperoleh dari kegiatan pre-experimental designs ini dideskripsikan dalam bentuk paparan hasil uji coba yang dilakukan oleh mahasiswa mengenai implikasi penggunaan audio digital terhadap pembelajaran gamelan degung I di Departemen Pendidikan Seni Musik Fakultas Seni dan Desain Universitas Pendidikan Indonesia berdasarkan desain konsep yang dirancang peneliti. Setelah peneliti mendapatkan data tersebut kemudian peneliti mengukur seberapa besar pengaruh media audio digital dalam pembelajaran Gamelan Degung I di Departemen Pendidikan Seni Musik FPSD UPI dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Strategi pembelajaran gamelan
    [Show full text]