Dukungan Sistem Kepercayaan Dalam Kejahatan1
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Dukungan Sistem Kepercayaan Dalam Kejahatan1 A. Josias Simon Runturambi (Universitas Indonesia) Abstract Crime with a spiritual nuance is a real phenomenon in Indonesia Society. The supernatu- ral associations which is characteristic of this crime has made it a type of crime with a high dark number. The disclosure of locally situated, mystic cases is often limited to the criminal act alone, and there is rarely any intensive investigation into the social cultural processes that underlie the act. This article presents a discussion on the belief systems that play a part in the social cultural processes that result in criminal acts. The author also explains the difficulties in preventing this type of crime, as it relates to social cultural problems and the ineffectiveness of law enforcement. Seorang ibu menjadi korban penipuan dengan cara dihipnotis di kompleks Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang, Sabtu (26/01). Uang sebanyak Rp300.000,00 yang sedianya digunakan untuk membayar biaya perawatan di RSU raib begitu saja. Kejadian bermula ketika dirinya hendak membayar biaya perawatan ke kasir RSU, tiba-tiba seorang laki-laki tak dikenal dengan ramah menyapanya sembari menepuk pundaknya, menawarkan jasa untuk melakukan pembayaran tersebut. Secara spontan, Khodijah (nama ibu tersebut) menyerahkan uangnya. Namun setelah ia mengemasi barang-barang bawaannya, petugas RSU menegur bahwa ia belum membayar biaya perawatan. Ny. Khodijah pun tersadar lalu menangis di RSU, disaksikan sejumlah satpam. Ia terpaksa membuat perjanjian akan melunasi biaya perawatan anaknya dengan cara mengangsur (Kompas 2002)2 . Seorang mahasiswa bernama X mencerita- orang tetangga dekat mengatakan bahwa tanah kan bahwa pada suatu malam di rumahnya itu seperti tanah kuburan, X kemudian kecolongan tape mobil, padahal kondisi mobil menanyakan hal tersebut kepada ‘orang pintar’. dan garasi terkunci dengan baik. Pagi harinya, ‘Orang pintar’ tersebut mengatakan bahwa ta- X mengecek halaman sekitar rumah, ternyata nah itu berasal dari pekuburan di sekitar tempat banyak tanah yang sepertinya bukan tanah tinggalnya yang memang dapat dipergunakan halaman rumahnya. Pertama-tama X tak peduli sebagai media menyirep (sirep) orang yang ada dengan tanah tersebut, tetapi setelah beberapa di rumah, agar cepat tidur, ngantuk dan tidak mendengarkan apa-apa. Saat itulah pencuri 1 Tulisan ini merupakan revisi dari makalah yang dipresentasikan dalam panel: ‘Kejahatan dan Penyim- pangan dalam Perspektif Multikulturalisme’, pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI pasar, Bali, 16–19 Juli 2002. INDONESIA ke-3:‘Membangun Kembali Indonesia 2 Kasus serupa ini banyak ditemui penulis di lapangan, yang “Bhinneka Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat terutama di sekitar pertokoan (Mal) dan angkutan kota Multikultural’, Kampus Universitas Udayana, Den- (bus). 142 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 melaksanakan aksinya dengan mudah3. belakangi terjadinya tindakan penipuan atau Tiga kasus di atas merupakan gambaran pencurian tersebut. Padahal sudah menjadi kecil dari luasnya tindak kejahatan yang rahasia umum bahwa kemungkinan besar dilatarbelakangi kemampuan/kekuatan ‘ter- pelaku kejahatan tipe ini membekali diri dengan sembunyi’ yang disebut kejahatan spiritual ‘kemampuan lain’ di luar dirinya seperti ilmu (kejahatan metafisis). Kejahatan bernuansa hipnotis atau gendam/sirep/nyebret6 dalam spiritisme ini menjadi fenomena sosial riil di melakukan aksi ke-jahatannya. Selain masalah masyarakat (Indonesia). Sifatnya yang definisi, persoalan hukum lainnya adalah bila ‘beraroma’ supernatural menimbulkan kerugian korban telah sadar dirinya terkena sirep materiil dan moril bagi korban maupun (hipnotis), tidak serta merta ia dapat memberi masyarakat umum. Modus operandinya kejelasan mengenai pelaku maupun peristiwa beragam, tetapi telaah terhadap tindakan kejahatan yang baru dialaminya, hanya akibat tersebut terbatas, hanya terpaku pada tindak dari peristiwa kejahatan itu saja yang dapat pidana saja, seperti penipuan, perampokan atau dirasakan oleh korban atau masyarakat umum. pencurian, tanpa ada kejelasan proses Keterbatasan penyingkapan dan pe- pidananya secara utuh. ngungkapan kasus kejahatan spiritual yang Tidaklah mengherankan kalau tipe bernuansa lokal dan ‘mistis’ ini menjadi fokus kejahatan ini mempunyai dark number yang pembahasan yang perlu dikaji secara mendalam. tinggi. Korban atau masyarakat umum lebih Kajian etnografi kejahatan7 merupakan salah memilih mendiamkan saja kejadian yang satu bidang ilmu yang menggali dan dialaminya daripada melaporkan ke pihak yang mendeskripsikan berbagai kejadian unik berwajib. Rumitnya prosedur dan mekanisme tersebut8 melalui pemahaman terhadap sistem hukum yang ada, sulitnya alat bukti maupun kepercayaan lokal pelaku kejahatan. saksi dalam menjelaskan peristiwa tersebut4 , membuat korban tidak mau melapor karena takut Dukungan sistem kepercayaan dalam atas kejadian yang baru saja dialaminya (fear kejahatan of crime). Fenomena kejahatan dapat dengan mudah Beberapa pakar hukum (kriminologi) ditemui di berbagai tempat. Tipologi kejahatan berpendapat bahwa acuan definisi untuk beragam dari yang konvensional sampai white kejahatan spiritual/metafisis dalam hukum collar crime (kejahatan berdasi), dari yang lokal positif masih kabur, terlalu mengacu pada (primitif) sampai transnasional (canggih), secara hukum formal5 , yang hanya memenuhi unsur- unsur penipuan atau pencurian semata. Definisi 6 Istilah yang dikenal secara lokal. tersebut tidak secara mendalam menelusuri 7 Etnografi kejahatan di Indonesia adalah kajian tentang situasi dan kondisi (proses) yang melatar- kejahatan berdasarkan latar belakang adat dan budaya suku bangsa masing-masing. Tekanannya melihat pada 3 X adalah salah satu mahasiswa penulis dalam mata aspek-aspek budaya yang melatarbelakangi suatu kejahatan. Pendekatan budaya dalam kejahatan kuliah Etnografi Kejahatan di Indonesia di FISIP UI, menelusuri berbagai pelanggaran norma atau perilaku sedangkan penulis sendiri adalah salah satu pengajar menyimpang menurut unsur-unsur kebudayaan yang dalam mata kuliah ini. universal (cultural universals), salah satunya adalah 4 Seringkali proses pelaporan di tingkat penyidikan sistem kepercayaan (ilmu gaib). berlangsung lama dan rumit, sehingga bagi si pelapor 8 ‘dapat kehilangan kambing padahal hanya lapor Untuk menghindari etnosentrisme dalam melihat kehilangan ayam’. berbagai kejadian unik ini, maka perlu dipahami konsepsi kenisbian kebudayaan (cultural relativism), 5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 143 keseluruhan dapat diidentifikasi menurut langsung atau tidak dengan tindak kejahatan pelaku, pola kejahatan, korban dan reaksi atau penyimpangan. Sebagai contoh seder- sosialnya. Lepas dari berbagai konsepsi dan hana, dalam komunitas tertentu dikenal adanya definisi kejahatan yang ada, proses sosial tuyul yang dipersepsikan sebagai mahluk halus terjadinya kejahatan menjadi penting ditelusuri yang bentuknya kecil, gundul, dan dapat dalam mengamati tipe-tipe kejahatan berlatar dipelihara sebagai alat mencuri uang. Atau belakang sistem kepercayaan (ilmu gaib). kebiasaan warga masyarakat tertentu (paran- Proses terjadinya kejahatan terikat erat dengan ormal), yang secara rutin pada malam Selasa kondisi sosial budaya masyarakat. atau Jumat (kliwon) menyediakan sesaji bagi Pada umumnya sebagian masyarakat (In- mahluk yang tak nampak agar tidak donesia) terikat kuat dengan tradisi lokalnya, mengganggu keten-traman mereka, dan banyak orang percaya terhadap benda-benda seterusnya. yang mempunyai kekuatan tertentu seperti Berkembang/tidaknya dukungan sistem barang pusaka, lambang-lambang, senjata kepercayaan lokal pada kejahatan bergantung tradisional atau jimat (Koentjaraningrat kepada para pendukung (penganut) dalam 1990:245). Berbagai tradisi tersebut me- melestarikannya9 . Para pendukung (pewaris) ngandung (mewarisi) sistem kepercayaan lokal, sistem kepercayaan lokal secara umum sangat yang dapat dipergunakan untuk hal-hal yang beragam menurut daerah atau komunitasnya. produktif (misalnya dalam berbagai kegiatan Mereka umumnya dikenal dengan pendeta ritus peralihan), maupun dipergunakan untuk kebatinan (syaman10 ), pada suku Batak disebut mendukung tindak kejahatan. Di dalam sistem sibaso, pada suku Dayak disebut baliang, di kepercayaan (lokal) diyakini ada dewa-dewa Madura disebut dukun kejiman, di Bali yang baik dan jahat, mahluk-mahluk halus, roh- pedanda, di Jawa prewangan. Para pendukung roh leluhur, roh-roh lain, baik maupun jahat, sistem kepercayaan lokal ini sering dilibatkan kekuatan sakti yang berguna (positif) maupun dalam melaksanakan kegiatan ritual kehidupan merusak (destruktif). Tiap daerah/komunitas sehari-hari (produktif), tetapi seringkali juga mewarisi sistem kepercayaan lokal masing- dimanfaatkan dalam mendukung aksi kejahatan. masing. Dalam realitanya sulit sekali menentukan Mengingat luasnya cakupan pembahasan secara langsung bentuk dukungan sistem sistem kepercayaan lokal, maka tulisan ini akan kepercayaan lokal dalam aksi kejahatan. dibatasi pada sistem kepercayaan yang Seringkali kita hanya mendengar sistem melatarbelakangi terjadinya kejahatan saja, kepercayaan lokal beserta pendukungnya artinya mengambil fokus pada tradisi (folklore) mendapat reaksi keras dari warga masyarakat /kebiasaan/kepercayaan yang berhubungan sekitarnya. Contohnya adalah kasus-kasus bahwa kebudayaan tidak ada yang baik (tinggi) dan tidak ada yang buruk (rendah). Harus ada penghargaan kriminalisasi dan dekriminalisasi). yang sama terhadap semua adat-istiadat yang terdapat