Dukungan Sistem Kepercayaan Dalam Kejahatan1

A. Josias Simon Runturambi

(Universitas Indonesia)

Abstract

Crime with a spiritual nuance is a real phenomenon in Indonesia Society. The supernatu- ral associations which is characteristic of this crime has made it a type of crime with a high dark number. The disclosure of locally situated, mystic cases is often limited to the criminal act alone, and there is rarely any intensive investigation into the social cultural processes that underlie the act. This article presents a discussion on the belief systems that play a part in the social cultural processes that result in criminal acts. The author also explains the difficulties in preventing this type of crime, as it relates to social cultural problems and the ineffectiveness of law enforcement.

Seorang ibu menjadi korban penipuan dengan cara dihipnotis di kompleks Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang, Sabtu (26/01). Uang sebanyak Rp300.000,00 yang sedianya digunakan untuk membayar biaya perawatan di RSU raib begitu saja. Kejadian bermula ketika dirinya hendak membayar biaya perawatan ke kasir RSU, tiba-tiba seorang laki-laki tak dikenal dengan ramah menyapanya sembari menepuk pundaknya, menawarkan jasa untuk melakukan pembayaran tersebut. Secara spontan, Khodijah (nama ibu tersebut) menyerahkan uangnya. Namun setelah ia mengemasi barang-barang bawaannya, petugas RSU menegur bahwa ia belum membayar biaya perawatan. Ny. Khodijah pun tersadar lalu menangis di RSU, disaksikan sejumlah satpam. Ia terpaksa membuat perjanjian akan melunasi biaya perawatan anaknya dengan cara mengangsur (Kompas 2002)2 .

Seorang mahasiswa bernama X mencerita- orang tetangga dekat mengatakan bahwa tanah kan bahwa pada suatu malam di rumahnya itu seperti tanah kuburan, X kemudian kecolongan tape mobil, padahal kondisi mobil menanyakan hal tersebut kepada ‘orang pintar’. dan garasi terkunci dengan baik. Pagi harinya, ‘Orang pintar’ tersebut mengatakan bahwa ta- X mengecek halaman sekitar rumah, ternyata nah itu berasal dari pekuburan di sekitar tempat banyak tanah yang sepertinya bukan tanah tinggalnya yang memang dapat dipergunakan halaman rumahnya. Pertama-tama X tak peduli sebagai media menyirep (sirep) orang yang ada dengan tanah tersebut, tetapi setelah beberapa di rumah, agar cepat tidur, ngantuk dan tidak mendengarkan apa-apa. Saat itulah pencuri 1 Tulisan ini merupakan revisi dari makalah yang dipresentasikan dalam panel: ‘Kejahatan dan Penyim- pangan dalam Perspektif Multikulturalisme’, pada Simposium Internasional Jurnal ANTROPOLOGI pasar, , 16–19 Juli 2002. INDONESIA ke-3:‘Membangun Kembali Indonesia 2 Kasus serupa ini banyak ditemui penulis di lapangan, yang “Bhinneka Tunggal Ika”: Menuju Masyarakat terutama di sekitar pertokoan (Mal) dan angkutan kota Multikultural’, Kampus Universitas Udayana, Den- (bus).

142 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 melaksanakan aksinya dengan mudah3. belakangi terjadinya tindakan penipuan atau Tiga kasus di atas merupakan gambaran pencurian tersebut. Padahal sudah menjadi kecil dari luasnya tindak kejahatan yang rahasia umum bahwa kemungkinan besar dilatarbelakangi kemampuan/kekuatan ‘ter- pelaku kejahatan tipe ini membekali diri dengan sembunyi’ yang disebut kejahatan spiritual ‘kemampuan lain’ di luar dirinya seperti ilmu (kejahatan metafisis). Kejahatan bernuansa hipnotis atau gendam/sirep/nyebret6 dalam spiritisme ini menjadi fenomena sosial riil di melakukan aksi ke-jahatannya. Selain masalah masyarakat (Indonesia). Sifatnya yang definisi, persoalan hukum lainnya adalah bila ‘beraroma’ supernatural menimbulkan kerugian korban telah sadar dirinya terkena sirep materiil dan moril bagi korban maupun (hipnotis), tidak serta merta ia dapat memberi masyarakat umum. Modus operandinya kejelasan mengenai pelaku maupun peristiwa beragam, tetapi telaah terhadap tindakan kejahatan yang baru dialaminya, hanya akibat tersebut terbatas, hanya terpaku pada tindak dari peristiwa kejahatan itu saja yang dapat pidana saja, seperti penipuan, perampokan atau dirasakan oleh korban atau masyarakat umum. pencurian, tanpa ada kejelasan proses Keterbatasan penyingkapan dan pe- pidananya secara utuh. ngungkapan kasus kejahatan spiritual yang Tidaklah mengherankan kalau tipe bernuansa lokal dan ‘mistis’ ini menjadi fokus kejahatan ini mempunyai dark number yang pembahasan yang perlu dikaji secara mendalam. tinggi. Korban atau masyarakat umum lebih Kajian etnografi kejahatan7 merupakan salah memilih mendiamkan saja kejadian yang satu bidang ilmu yang menggali dan dialaminya daripada melaporkan ke pihak yang mendeskripsikan berbagai kejadian unik berwajib. Rumitnya prosedur dan mekanisme tersebut8 melalui pemahaman terhadap sistem hukum yang ada, sulitnya alat bukti maupun kepercayaan lokal pelaku kejahatan. saksi dalam menjelaskan peristiwa tersebut4 , membuat korban tidak mau melapor karena takut Dukungan sistem kepercayaan dalam atas kejadian yang baru saja dialaminya (fear kejahatan of crime). Fenomena kejahatan dapat dengan mudah Beberapa pakar hukum (kriminologi) ditemui di berbagai tempat. Tipologi kejahatan berpendapat bahwa acuan definisi untuk beragam dari yang konvensional sampai white kejahatan spiritual/metafisis dalam hukum collar crime (kejahatan berdasi), dari yang lokal positif masih kabur, terlalu mengacu pada (primitif) sampai transnasional (canggih), secara hukum formal5 , yang hanya memenuhi unsur- unsur penipuan atau pencurian semata. Definisi 6 Istilah yang dikenal secara lokal. tersebut tidak secara mendalam menelusuri 7 Etnografi kejahatan di Indonesia adalah kajian tentang situasi dan kondisi (proses) yang melatar- kejahatan berdasarkan latar belakang adat dan budaya suku bangsa masing-masing. Tekanannya melihat pada 3 X adalah salah satu mahasiswa penulis dalam mata aspek-aspek budaya yang melatarbelakangi suatu kejahatan. Pendekatan budaya dalam kejahatan kuliah Etnografi Kejahatan di Indonesia di FISIP UI, menelusuri berbagai pelanggaran norma atau perilaku sedangkan penulis sendiri adalah salah satu pengajar menyimpang menurut unsur-unsur kebudayaan yang dalam mata kuliah ini. universal (cultural universals), salah satunya adalah 4 Seringkali proses pelaporan di tingkat penyidikan sistem kepercayaan (ilmu gaib). berlangsung lama dan rumit, sehingga bagi si pelapor 8 ‘dapat kehilangan kambing padahal hanya lapor Untuk menghindari etnosentrisme dalam melihat kehilangan ayam’. berbagai kejadian unik ini, maka perlu dipahami konsepsi kenisbian kebudayaan (cultural relativism), 5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 143 keseluruhan dapat diidentifikasi menurut langsung atau tidak dengan tindak kejahatan pelaku, pola kejahatan, korban dan reaksi atau penyimpangan. Sebagai contoh seder- sosialnya. Lepas dari berbagai konsepsi dan hana, dalam komunitas tertentu dikenal adanya definisi kejahatan yang ada, proses sosial tuyul yang dipersepsikan sebagai mahluk halus terjadinya kejahatan menjadi penting ditelusuri yang bentuknya kecil, gundul, dan dapat dalam mengamati tipe-tipe kejahatan berlatar dipelihara sebagai alat mencuri uang. Atau belakang sistem kepercayaan (ilmu gaib). kebiasaan warga masyarakat tertentu (paran- Proses terjadinya kejahatan terikat erat dengan ormal), yang secara rutin pada malam Selasa kondisi sosial budaya masyarakat. atau Jumat (kliwon) menyediakan sesaji bagi Pada umumnya sebagian masyarakat (In- mahluk yang tak nampak agar tidak donesia) terikat kuat dengan tradisi lokalnya, mengganggu keten-traman mereka, dan banyak orang percaya terhadap benda-benda seterusnya. yang mempunyai kekuatan tertentu seperti Berkembang/tidaknya dukungan sistem barang pusaka, lambang-lambang, senjata kepercayaan lokal pada kejahatan bergantung tradisional atau jimat (Koentjaraningrat kepada para pendukung (penganut) dalam 1990:245). Berbagai tradisi tersebut me- melestarikannya9 . Para pendukung (pewaris) ngandung (mewarisi) sistem kepercayaan lokal, sistem kepercayaan lokal secara umum sangat yang dapat dipergunakan untuk hal-hal yang beragam menurut daerah atau komunitasnya. produktif (misalnya dalam berbagai kegiatan Mereka umumnya dikenal dengan pendeta ritus peralihan), maupun dipergunakan untuk kebatinan (syaman10 ), pada suku Batak disebut mendukung tindak kejahatan. Di dalam sistem sibaso, pada suku Dayak disebut baliang, di kepercayaan (lokal) diyakini ada dewa-dewa Madura disebut kejiman, di Bali yang baik dan jahat, mahluk-mahluk halus, roh- pedanda, di Jawa prewangan. Para pendukung roh leluhur, roh-roh lain, baik maupun jahat, sistem kepercayaan lokal ini sering dilibatkan kekuatan sakti yang berguna (positif) maupun dalam melaksanakan kegiatan ritual kehidupan merusak (destruktif). Tiap daerah/komunitas sehari-hari (produktif), tetapi seringkali juga mewarisi sistem kepercayaan lokal masing- dimanfaatkan dalam mendukung aksi kejahatan. masing. Dalam realitanya sulit sekali menentukan Mengingat luasnya cakupan pembahasan secara langsung bentuk dukungan sistem sistem kepercayaan lokal, maka tulisan ini akan kepercayaan lokal dalam aksi kejahatan. dibatasi pada sistem kepercayaan yang Seringkali kita hanya mendengar sistem melatarbelakangi terjadinya kejahatan saja, kepercayaan lokal beserta pendukungnya artinya mengambil fokus pada tradisi (folklore) mendapat reaksi keras dari warga masyarakat /kebiasaan/kepercayaan yang berhubungan sekitarnya. Contohnya adalah kasus-kasus bahwa kebudayaan tidak ada yang baik (tinggi) dan tidak ada yang buruk (rendah). Harus ada penghargaan kriminalisasi dan dekriminalisasi). yang sama terhadap semua adat-istiadat yang terdapat 9 Sama seperti para pendukung (penganut) sistem dalam masyarakat, sejalan dengan emic view, cara kepercayaan lokal melestarikan perilaku, tindakan, pandang yang melihat kebudayaan yang diteliti ritual, upacara, kebiasaan, dalam melaksanakan hal sebagaimana pendukung kebudayaan tersebut hal produktif dalam kehidupan sehari-hari (proses ritus melihatnya sendiri, tidak semata-mata berdasarkan etic peralihan). view (sudut pandang peneliti). Konsep penting lainnya adalah relativisme kejahatan. Apa yang dianggap jahat 10 yaitu seorang perantara yang bekerja dengan cara oleh suatu masyarakat belum tentu dirasa demikian mengosongkan jiwa badannya terlebih dahulu agar roh oleh bangsa lain, tergantung waktu dan tempat (proses yang diminta bantuan dapat masuk ke dalamnya.

144 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 penentangan/pembunuhan terhadap mereka didukung sistem kepercayaan (ilmu gaib) tidak yang memiliki begu ganjang di Tapanuli, membedakan status pelaku, dapat dilakukan pembunuhan dukun teluh (Banten), dukun oleh seorang terpelajar atau non-terpelajar, kaya santet/tenung (Jawa Timur), pengucilan maupun tidak, pejabat atau rakyat biasa, dan terhadap pengguna leak (Bali) atau penguasa ataupun pengusaha. Artinya, (/Maluku). meskipun masyarakat saat ini mengaku diri Secara implisit dan terbatas, dukungan sebagai masyarakat rasional, modern dan sistem kepercayaan lokal terhadap kejahatan transparan, tetapi di sisi lain penggunaan dapat ditelusuri melalui teknik-teknik, motivasi, sistem kepercayaan lokal (ilmu gaib) yang pewarisan (modus operandi) yang berbeda- mengandalkan kekuatan-kekuatan irrasional beda menurut budaya, tempat, waktu, dan menjadi salah satu cara menyelesaikan peristiwanya. Tetapi secara eksplisit dukungan persoalan yang dihadapi, agar bisa sukses dan sistem kepercayaan dalam kejahatan nampak eksist, atau dalam kasus tertentu, sekedar untuk dalam beberapa contoh berikut ini11 : ada ilmu menghilangkan, menyiksa atau membunuh melembekkan kepala dari jarak jauh di Mandar, musuhnya. Sulawesi Selatan, yang seringkali dipergunakan Sifat dan ciri-ciri masyarakat seperti ini untuk membalas rasa iri, dengki, dan dendam mendorong tampilan penggunaan kekuatan- terhadap seseorang. Sirep rogo (ilmu hitam kekuatan irasional-magis disembunyikan kejawen) di Bantul Yogyakarta dipergunakan sedemikian rupa agar tidak diketahui orang lain, untuk mencuri di kompleks perumahan, di mana karena selain tidak ingin mendapat stempel saat beraksi pelaku tidak akan terlihat oleh pendukung ‘klenik’, juga agar hasil yang orang lain sedangkan korban akan tertidur diperoleh bisa maksimal. Penolakan yang begitu pulas. Ilmu gendam (nyeblek) di Jawa, untuk kuat dalam masyarakat akan fenomena ini, mempengaruhi pikiran orang lain dengan membuat para pengguna ilmu gaib (dalam menggunakan mantera-mantera tertentu kejahatan), terutama si pelaku kejahatan, tidak sehingga tanpa sadar korban menyerahkan sembarang mempertontonkannya, cenderung harta benda yang dimilikinya. Ilmu kebal diam-diam dan terkesan menghindar dari (terhadap senjata api maupun senjata tajam) keramaian. Kondisi-kondisi seperti ini cukup dalam perampasan dan pencurian motor/mobil, menyulitkan pengungkapan bentuk-bentuk saat ini marak di kawasan Jakarta dan sekitarnya. dukungan sistem kepercayaan pada kejahatan, Penggunaan tuyul (babi ngepet/nyupang) kalaupun mungkin diungkap hanya dalam untuk mencuri harta (uang) dari korbannya, dan keadaan ‘khusus’ saja. banyak contoh-contoh lain, ‘tersimpan’ dalam Sistem kepercayaan lokal (ilmu gaib) yang kehidupan sehari-hari sebagai realitas sosial dipergunakan dalam kejahatan seringkali yang seringkali dipertentangkan atau dikategorikan dalam konsep-konsep magic, diharamkan oleh agama. occult, witchtcraft, sorcerer12 . Istilah magic Sebagai fakta sosial, baik implisit maupun dalam kejahatan dikenal dengan black magic13 eksplisit, beberapa contoh di atas menunjukkan yang lebih bersifat privat, destruktif dan bahwa peristiwa pada kategori kejahatan yang 12 Masih banyak konsepsi lain yang terkait, tapi dalam pembahasan ini difokuskan pada empat konsepsi saja 11 Diuraikan beberapa mahasiswa peserta mata kuliah Etnografi Kejahatan di Indonesia di Jurusan 13 Bahasan lebih rinci tentang magic bisa dilihat dalam Kriminologi FISIP UI lampiran.

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 145 merugikan orang lain. Magic dalam pengertian suatu peristiwa tertentu, dengan menggunakan lain dikenal dengan sebutan okultisme (hal-hal bantuan numerologi, astrologi, dan palmistry yang gaib). Ada kategori okultis yang semata- (rajah tangan). Pengetahuan pada tahap ini mata melakukan penipuan (seperti dukun cabul/ lebih ekstra ilmiah tapi belum anti-ilmiah. Ketiga, dukun seksual), ada yang merupakan kekuatan mereka yang berada dalam tingkatan sistem alamiah (turun temurun), dan ada yang memang kepercayaan yang kompleks seperti ilmu sihir, merupakan kekuatan supernatural (adikodrati). ilmu setan, ritual magis, dan tradisi mistik lain. Konsep lain yang terkait dengan kejahatan Seringkali apa yang mereka lakukan kontradiksi adalah witchtcraft (Nitibaskara 2001:16) dengan pemahaman ilmiah. mengacu pada orang (dukun) yang mempunyai Pola atau proses kejahatan yang didukung sifat-sifat jahat (turun temurun), yang sistem kepercayaan lokal (ilmu gaib) mengalami melakukan pekerjaannya pada malam hari perubahan menurut dinamika gerak dalam dengan menggunakan kawan (binatang) seperti masyarakat. Tindak kejahatan seperti penipu- kucing, atau elang. Sebutan lainnya adalah sor- an, pencurian, perampokan, dan beberapa cerer merujuk pada orang (dukun) yang bekerja kejahatan lain saat ini telah menggunakan siang hari dengan menggunakan obat-obatan peralatan dan sarana maju (teknologi canggih dan racun, yang umumnya dilakukan secara dan perkembangan ilmu pengetahuan), tidak tidak melanggar hukum tetapi tujuannya sekedar kemampuan pribadi dan sederhana. melanggar hukum. Namun, landasan filosofi dalam melakukan Berkaitan dengan bermacam konsepsi tindak kejahatan tetap masih didominasi oleh sistem kepercayaan lokal dalam kejahatan serta sistem kepercayaan (ilmu gaib) dalam membantu reaksi sosial terhadapnya, Marcello Truzzi menyukseskan pelaksanaan kejahatan. Hal ini (Lehmann dan Myers 1985:346) mengiden- dikonfirmasi oleh beberapa pelaku kejahatan tifikasi adanya tiga macam penggolongan yang yang tertangkap aparat penegak hukum dapat dipergunakan dalam melihat keterlibatan (kepolisian), yang menjelaskan bahwa seseorang (pelaku) dalam praktik ilmu-ilmu meskipun peralatan dalam melakukan kejahatan gaib14 ini: Pertama, mereka yang memiliki semakin canggih tetapi tetap saja diperlukan keterlibatan minimal dalam praktik ilmu gaib, dukungan sistem kepercayaan (ilmu gaib) dalam tetapi begitu tertarik secara individual dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan aksi menjelaskan beberapa kejadian aneh seperti kejahatan seperti menghitung hari baik, piring bisa terbang, tanah terbelah, monster memohon keselamatan atau kekuatan, lautan dan bermacam fenomena para- melaksanakan ‘ritual’ tertentu, membawa benda psikologikal lainnya. Keterlibatan pada sakti/jimat, dan seterusnya. golongan pertama ini ditandai dengan ketiadaan penggunaan mistik/kekuatan super- Sisi pencegahan dan pengurangan natural, pemahamannya masih ilmiah, Salah satu aspek utama dalam bahasan ini menjunjung tinggi dukungan keilmuan dalam yaitu bagaimana mencegah atau mengurangi menjelaskan fenomena sistem kepercayaan. fenomena kejahatan ini yang muncul bagai Kedua, mereka yang mencari pengertian gunung es dengan puncaknya terlihat sebagai hubungan sebab-akibat yang misterius atas kejahatan konvensional biasa, tetapi sebenar- nya merupakan bagian dari pola atau proses 14 Baik dipergunakan untuk hal-hal yang produktif budaya, kebiasaan atau tradisi yang berlang- maupun destruktif.

146 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 sung ‘secara tersembunyi’ dalam masyarakat. sirep (gendam) dapat menjadi alternatif 1, 2, Bentuk kejahatan yang didukung oleh sistem atau 3, tergantung pada situasi yang dihadapi. kepercayaan (ilmu gaib) pada dasarnya Selain itu, sistem nilai/norma dan sanksi mengikuti pola atau ‘aturan main’ yang sama merupakan penuntun bagi pelaku kejahatan dalam pelaksanaannya. Pelaku kejahatan dalam agar menggunakan kekuatan tersebut secara melakukan aksinya dipengaruhi 2 aspek utama: ‘hati-hati’, mengingat keragaman budaya 1) sistem nilai, norma dan sanksi yang berlaku; memungkinkan tiap orang dapat menganti- 2) situasi dan kondisi situasional (lihat diagram sipasi kekuatan tersebut secara lokal (baik 1). Kedua aspek ini menentukan preferensi, menurut tradisi maupun agama yang dianut). apakah tindak kejahatan ini dipergunakan Pemahaman terhadap sistem nilai/norma/ sebagai cara pertama, ke dua, atau ke tiga dalam sanksi menjadi penting mengingat keragaman mencapai tujuan dari kejahatan yang dilakukan. nilai budaya dalam masyarakat kita tidak semata Kembali pada beberapa kasus yang diuraikan memberi petunjuk tentang cara melakukan di awal makalah ini, dapat dikatakan bahwa tindak kejahatan (bernuansa spiritisme), tetapi penggunaan kekuatan seperti hipnotis atau juga sekaligus memberi petunjuk cara menangkalnya.

Diagram 1 Sistem nilai, norma, sanksi

Pelaku (kejahatan) Cara 1, cara 2, cara 3 Tujuan (sasaran)

Situasi dan kondisi sesaat

Sisi pencegahan dan pengurangan terhadap penegak hukum. Dalam pasal 546 dimuat kejahatan model ini tidak saja diupayakan larangan bagi seseorang untuk menjual, melalui budaya lokal, tetapi secara normatif (de menawarkan, menyerahkan, membagikan atau jure) telah dimuat dalam hukum positif yang menyediakan untuk dijual atau untuk dibagikan, dikenal dengan kitab undang-undang hukum jimat, penangkal atau benda lain, dengan pidana (KUHP), terutama pada pasal 545, 546, berdalih bahwa benda itu ada kesaktiannya. dan pasal 547. Dalam pasal 545 tertulis adanya Tetapi pada praktiknya, benda-benda tersebut larangan bagi seseorang untuk bermata mulai dari cincin, batu, keris, banyak pencaharian sebagai ahli nujum, meramalkan diperjualbelikan dan tampak resmi, malah dan atau menerangkan mimpi. Tapi mengundang banyak penggemar dan kenyataannya, praktik dan jualan tukang ramal pengagum. Pasal 545 dan 546 ini menunjukkan bertebaran dimana-mana, baik secara tertutup ketidakefektifan penegakan hukum dalam maupun terbuka. Semuanya dibiarkan begitu menangani fenomena kejahatan berlatar saja baik oleh masyarakat umum maupun belakang sistem kepercayaan (ilmu gaib). Hal

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 147 itu juga tampak dalam pasal 547 yang melarang sampaikan dalam pasal-pasal tersebut jika seseorang mempengaruhi persidangan dilanggar justru tidak meresahkan, apalagi pengadilan dengan memakai jimat atau menimbulkan gejolak sosial yang besar, malah penangkal sewaktu ia harus memberi kete- menjadi ‘kesenangan’ (hiburan) bagi pihak- rangan dengan bersumpah. Namun kenyata- pihak tertentu. annya sukar sekali diterapkan karena sulit Keragaman budaya dan ketidakefektifan untuk mengetahui tersangka itu sedang hukum pidana (KUHP) dalam menangani berkomat-kamit tentang kasusnya atau sedang fenomena kejahatan supernatural ini menunjuk- membaca mantera dalam suatu sidang kan adanya konflik budaya dalam masyarakat pengadilan. untuk mengekspresikan upaya bertahan hidup Pasal-pasal KUHP ini menunjukkan (survive) yang berbeda-beda. Konflik budaya kelemahan penegakan hukum terhadap feno- tersebut mendapat dukungan dari ketidak- mena kejahatan bernuansa spiritisme. Dalam pastian hukum yang seakan ‘melegalkan’ kenyataan sehari-hari, pasal-pasal tersebut berkembangnya sarana dan prasarana yang tetap dilanggar dan bahkan tidak dianggap. mendukung tumbuhnya tipe kejahatan ini. Yang mengherankan lagi, materi yang di-

Referensi

Eliade, M. 1974 Shamanism: Archaic Techniques of Ecstasy. Princeton: Princeton University Press. Herskovits, M. J. 1972 Cultural Relativism: Perspective in Cultural Pluralism. New York: Random House. Koentjaraningrat 1990 Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Kompas 2002 ‘Lagi, Seorang Wanita jadi Korban Hipnotis’. 26 Januari. Lehman, A. C. dan J. E. Myers 1985 Magic, Witchcraft and Religion: An Anthropological Study of the Supernatural. California: Mayfield Publising Company. Malinowski, B. 1948 Magic, Science, and Religion, and Other Essays. New York: Doubleday Anchor Books. Nitibaskara, T. R. R. 2001 Teori, Konsep dan Kasus Sihir Tenung di Indonesia. Jakarta: Peradaban. Pritchard, E. 1984 Teori-Teori Agama Primitif. Jogjakarta: PLP2M.

148 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 Susilo, R. 1973 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Bogor: Politea. Weber, M. 1964 The Sociology of Religion. Boston: Beacon Press. Wolfgang, M.W; L. Savitz; dan N. Johnston. 1970 The Sociology of Crime and Delinquency. New York: John Wiley & Sons, Inc.

ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003 149 Lampiran

Tipologi Magic menurut Kepentingan, Hasil, dan Tekniknya

Black Magic (Ilmu Gaib Grey Magic (Ilmu Gaib Menurut Tujuannya White Magic (Ilmu Gaib Putih Hitam) Abu-abu) Menurut Public Magic (ilmu gaib Private Magic (ilmu gaib Ilmu gaib abu-abu- Kepentingannya publik) : ilmu gaib untuk umum individual) : ilmu gaib jahat, mempunyai tujuan yang baik seperti upacara mengundang guna-guna, teluh, santet. (seperti pada white magic) hujan, menolak bencana, tetapi caranya tak baik menolak hama, menolak taufan (black magic) di laut. Menurut Hasilnya Productive Magic (ilmu gaib Destructive Magic (ilmu gaib Ilmu gaib meramal yang menghasilkan produk/hasil yang merusak) :Ilmu untuk berdasarkan perhitungan yang baik) bersangkut paut menyerang, merugikan, bintang (astrologi), dengan aktivitas bercocok menyakit, membunuh orang lain berserakannya tulang-tulang tanam petani, produksi dikenal dengan sihir/tenung yang ditaburkan, perikanan-nelayan, produksi (sorcery) berdasarkan atas jatuhnya ternak-peternak. Dilakukan usus (ayam) yang setiap musim tanam dan musim dijatuhkan. panen.Disebut juga ilmu gaib penolak - penolak bencana/hama tumbuhan/hewan, segala macam penyakit (pengaruh dukun lain).Dukun penyembuh (healer). Menurut Tekniknya Imitative Magic (ilmu gaib de- Contagious Magic (ilmu gaib ngan cara meniru/peniruan) : dengan cara penularan / *Negatif : -menusukkan paku mengadakan kontak) : pada kepala/tubuh boneka *Negatif : -pukulan kontak (menggambar pada pasir/tanah *Positif : -bersalaman dengan liat), dengan maksud memberi ibu yg banyak anak biar ikut rasa sakit pada bagian tubuh banyak anak juga. dari seseorang yang ingin disakiti. Atau jika ingin membunuh membakar/mengubur boneka itu dengan mantera. Bisa juga dengan memiliki kuku dan rambut dari calon korban. *Positif :-menyembuhkan penyakit/meningkatkan penghasilan dalam mata pencaharian : seperti nelayan (Sulawesi) - mengadakan upacara dengan membuat patung ikan dengan meletakkannya pada arah tempat ikan-ikan itu muncul disertai doa dan mantera agar ikan-ikan segera datang.

150 ANTROPOLOGI INDONESIA 72, 2003