Hantu’ Dalam Bahasa Indonesia: Kajian Linguistik Antropologis

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Hantu’ Dalam Bahasa Indonesia: Kajian Linguistik Antropologis LEKSIKON ‘HANTU’ DALAM BAHASA INDONESIA: KAJIAN LINGUISTIK ANTROPOLOGIS Chyndy Febrindasari UIN Walisongo Semarang Surel: [email protected] Abstrack: Lexicon Of ‘Hantu’ In Bahasa Indonesia : A Study of Anthropological Linguistics. The aim of the study is to examine the various lexicon 'hantu' in Indonesian, as well as to determine the image of the 'hantu' in Indonesian society cognition. The image of „hantu‟ in Indonesian society is the image of the public mind about „hantu‟ of Indonesian. The image of „hantu‟ is different viewed between a religious perspective to the cultural perspective. Moreover, the image of „hantu‟ in Indonesian society can be seen through expressions that exist in the community and is used in reference to something else. All these expressions are used because it has a meaning similar or identical to the nature of „hantu‟. In addition, it is also known that there four function of „hantu‟ as a myth in society are namely: the function of the mystical, cosmological functions, pedagogical function, and social function. Keywords: Lexicon; Ghost; Indonesian. Abstrak: Leksikon ‘Hantu’ Dalam Bahasa Indonesia: Kajian Linguistik Antropologis. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui macam-macam leksikon hantu dalam bahasa Indonesia, serta untuk mengetahui citra hantu dalam kognisi masyarakat Indonesia. Citra hantu dalam masyarakat Indonesia adalah gambaran yang ada dalam pikiran masyarakat Indonesia mengenai hantu. Citra hantu dilihat dari perspektif agama berbeda dengan perspektif budaya. Selain itu, citra hantu dalam masyarakat Indonesia dapat dilihat melalui ungkapan-ungkapan yang ada di dalam masyarakat dan digunakan dalam merujuk kepada hal lain. Semua ungkapan tersebut digunakan karena memiliki makna yang mirip atau sama dengan sifat hantu. Di samping itu, juga diketahui bahwa fungsi hantu sebagai mitos dalam masyarakat ada 4, yaitu: fungsi mistis, fungsi kosmologis, fungsi pedagogis, dan fungsi sosial. Kata Kunci : Leksikon; Hantu; Citra; Bahasa Indonesia PENDAHULUAN demikian, di dalam bahasa Arab, yang Setiap bahasa di dunia ini memiliki notabene merupakan daerah asal unta, ciri khas, salah satunya yaitu kekayaan ditemukan banyak leksikon yang kosakata yang tidak dimiliki oleh merujuk pada binatang ini. bahasa lain. Sebagai contoh, di dalam Bahkan, Humaini (2007) pernah bahasa Indonesia hanya ada dua menginventarisasi macam-macam leksikon untuk menyebut unta, yaitu leksikon tentang unta dalam Bahasa gamal dan unta itu sendiri. Di dalam Arab ini berdasarkan kriteria berikut: 1) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Berdasarkan jenis kelamin; (2) tingkatan kata gamal merujuk pada unta (nomina), usia; (3) fungsi, yang terbagi dalam yaitu binatang berkuku belah, berleher beberapa aspek seperti produksi susu, panjang, dan punggungnya berpunuk jenis barang yang diangkut dalam (ada yang berpunuk satu, ada yang fungsinya sebagai hewan angkut, dan berpunuk dua) dipakai sebagai binatang yang ditinggalkan atau tertelantarkan pengangkut, hidup di Tanah Arab, oleh pemiliknya dalam fungsinya Afrika Utara, Asia Tengah, dsb. Namun sebagai hewan ternak; (4) ciri-ciri fisik, 10 p-ISSN: 2355 - 1739 e-ISSN: 2407 - 6295 Jurnal Handayani (JH). Vol 9 (1) Juni 2018, hlm. 10-21 seperti tenaga, bentuk tubuh, dan warna serta menginterpretasikan pemikirannya kulitnya; serta (5) kebiasaan atau dengan sesamanya. Menurut Oka perilakunya. (1994:1), manusia sebagai makhluk Sebagai contoh lain, bahasa Inggris sosial selalu membutuhkan bahasa misalnya, hanya memiliki satu leksikon sebagai salah satu alat primer dalam „rice‘, sementara dalam bahasa pembentukan masyarakat. Indonesia ada banyak leksikon yang Melalui bahasa, manusia dapat mengacu pada „rice‘, di antaranya: mengidentifikasi segala sesuatu yang „nasi‟, yang berarti „beras yg sudah ada di lingkungannya. Ia dapat dimasak (dengan cara ditanak atau menandai segala yang ada di sekitarnya dikukus)‟; „padi, tumbuhan yg menggunakan leksikon atau kata-kata. menghasilkan beras, termasuk jenis Kridhalaksana (2011: 142) Oryza (ada banyak macam dan mengartikan leksikon sebagai komponen namanya); „beras‟, padi yg telah bahasa yang memuat semua informasi terkelupas kulitnya (yang menjadi nasi tentang makna dan pemakaian kata setelah ditanak); dan „gabah‟, yang dalam bahasa. Bahasa Indonesia berarti „butir padi yang sudah lepas dari memiliki kekayaan di bidang leksikon, tangkainya dan masih berkulit‟ (KBBI, baik yang referennya berwujud nyata 2009). maupun yang abstrak dan kasat mata. Perbedaan kekayaan kosakata atau Salah satu leksikon yang referennya leksikon tersebut merupakan contoh berwujud abstrak yakni leksikon hantu. adanya hubungan erat antara bahasa dan Tulisan ini secara khusus akan kebudayaan yang melatarinya. Leksikon membahas leksikon hantu yang ada tentang unta yang beragam dalam dalam bahasa Indonesia dan berbagai bahasa Arab, misalnya, merupakan perbedaan pandangan mengenai cerminan dari budaya Arab yang leksikon hantu secara budaya. menjadikan unta sebagai simbol Menurut Kridhalaksana (2011: kekayaan dan. Oleh karena itu, mereka 142), leksikon diartikan sebagai sangat memperhatikan kondisi unta-unta komponen bahasa yang memuat semua mereka bahkan sejak sebelum informasi tentang makna dan pemakaian kelahirannya. kata dalam bahasa. Tidak semua kata Cerminan lain dari budaya Arab atau leksem memiliki acuan konkret di yang berhubungan dengan variasi dunia nyata. Misalnya leksem <agama>, leksikon mengenai unta yakni budaya <cinta>, <kebudayaan>, dan <hantu>. bangga diri dan foya-foya yang Leksem-leksem tersebut tidak dapat tergambar dalam kegemaran mereka ditampilkan referennya secara konkret. untuk berperang dan berjudi. Unta Begitupula leksem <hantu> memiliki merupakan kendaraan perang yang referen yang abstrak sebab wujudnya sangat penting dan juga hewan pacuan tidak kasat mata. yang dijadikan ajang perjudian. Budaya Sementara itu, penafsiran akan lain berkaitan dengan pemanfaatan unta hantu berbeda antara bahasa yang satu adalah sebagai alat angkut, transportasi, dengan bahasa yang lain. Di Indonesia, ternak, dan sebagainya (Humaini, 2007). misalnya, dikenal leksikon <pocong>, Bahasa adalah komponen terpenting <kuntilanak>, dan <tuyul>, sementara di dalam komunikasi manusia. Dengan Amerika terdapat leksikon <vampire>, bahasa, manusia bisa saling mentransfer <dracula>, dll. Hal ini berkaitan dengan 11 p-ISSN: 2355 - 1739 e-ISSN: 2407 - 6295 Chyndy Febrindasari, Leksikon “Hantu” Dalam ... perbedaan kebudayaan serta cara adalah mitos atau myth. Ini sama halnya pandang penuturnya dalam menafsirkan dengan leksikon hantu yang merupakan fenomena hantu di sekelilingnya mitos yang diperacayai masyarakat Hipotesis Sapir-Whorf atau teori Indonesia. relativitas bahasa menyatakan bahwa Di Amerika, ilmu yang mengkaji bahasa membentuk cara pandang masalah ini dinamakan antropologi penuturnya terhadap dunia. (Whorf, linguistik atau disebut juga linguistik 1956: 137). Pandangan Sapir Whorf antropologis yang dipelopori oleh Franz tersebut juga dikutip dalam Duranti Boas, sedangkan di Eropa digunakan sebagai berikut: istilah etnolinguistik (Duranti, 1997). This intuition was later modified by Pada dasarnya, antropologi linguistik, Sapir and by Whorf who argued that linguistik antropologis dan if a language encodes a particular etnolinguistik memiliki kesamaan. experience of the world, its use Menurut Foley (1997), etnolinguistik might predispose its speakers to see atau linguistik antropologis adalah the world according to the disiplin ilmu yang bersifat interpretatif , experience encoded in it. (Duranti, yang secara lebih jauh mengkaji bahasa 1997: 56). untuk menemukan pemahaman budaya. Oleh karena itu, penggunaan Apabila dikaitkan dengan kajian antropologi linguistik ini sangat makhluk halus, dalam hal ini khususnya cocok untuk mengkaji leksikon hantu hantu, dapat dikatakan bahwa penutur yang ditinjau dari sisi kebahasaannya, bahasa Indonesia dalam memikirkan serta menginterpretasikan pemikiran mengenai hantu dapat dilihat dari masyarakat mengenai leksikon hantu bahasanya. Dalam penelitian ini, bagian tersebut guna memperoleh pemahaman bahasa yang menjadi acuan dalam budaya yang ada dalam masyarakat. memikirkan hantu adalah kosakata atau leksikonnya, bukan semata berfokus METODE pada tata bahasanya. Penelitian ini adalah penelitian Mengingat kaitan antara leksikon bahasa yang berkaitan dengan budaya. hantu dengan kebudayaan yang Menurut Mathiot (dalam Suhandano, melatarbelakangi cara pandang 2004) berkaitan dengan metodologi penuturnya, maka analisis tentang dalam penelitian bahasa dan budaya, ada leksikon lebih tepat menggunakan teori dua kemungkinan arah metodologi yang bahasa yang berkaitan dengan dapat ditempuh oleh peneliti, yaitu kebudayaan. Hal ini berguna dalam peneliti berangkat dari bahasa ke upaya untuk mengungkap budaya budaya, atau sebaliknya, peneliti penuturnya. berangkat dari budaya ke bahasa. Dalam Mengadopsi pendapat Levi- penelitian ini akan digunakan arah Strauss dalam Ahimsa-Putra (2006: 99), penelitian yang pertama, yaitu berawal ada banyak kesamaan antara ilmu dari fenomena kebahasaan, dengan cara bahasa (linguistik) dengan ilmu budaya memeriksa kandungan linguistik yang (antropologi) dalam hal ciri dan sifat ada dalam kelas-kelas budaya. obyek yang dikaji. Salah satu gejala Tahap-tahap penelitian ini dibagi budaya yang sangat banyak menjadi tiga, yaitu tahap pengumpulan persamaannya dengan gejala bahasa data, tahap analisis data, dan tahap 12 p-ISSN: 2355 - 1739 e-ISSN: 2407 - 6295 Jurnal Handayani (JH). Vol 9 (1) Juni 2018, hlm. 10-21 pemaparan
Recommended publications
  • Studi Naskah Lontara Bugis Luwu Dan Hukum Islam)
    NILAI-NILAI KESETARAAN GENDER DALAM NASKAH LAGALIGO (STUDI NASKAH LONTARA BUGIS LUWU DAN HUKUM ISLAM) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Oleh: Irda Handayani Hamka NIM: 10400111023 FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2015 KATA PENGANTAR بسم هللا الرحمن الرحيم Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kenikmatan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Kesetaraan Gender dalam Naskah La Galigo (Studi Naskah Lontara Bugis Luwu dan Hukum Islam). Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. beserta seluruh keluarganya, sahabat dan para pengikutnya. Penyusun juga menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin bisa terselesaikan apabila tanpa bantuan dan support dari berbagai pihak. Berkat pengorbanan, perhatian, serta motivasi merekalah, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selesainya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penyusun haturkan kepada: 1. Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si , selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Serta para Pembantu Rektor beserta seliruh staf dan karyawannya. 2. Prof. Dr. Darussalam Syamsyuddin,
    [Show full text]
  • Game Review PAMALI: INDONESIAN FOLKLORE HORROR Storytale Studios, Point-And-Click Horror, ID 2018
    Kathrin Trattner Game Review PAMALI: INDONESIAN FOLKLORE HORROR StoryTale Studios, Point-and-Click Horror, ID 2018 In indie and mainstream popular culture alike, Asian horror has been gaining world- wide recognition for quite some time. The most widely known digital cultural goods are produced in Japan and South Korea. However, as a Google search demon- strates, the global popularity of Indonesian horror narratives has also seen a sharp increase despite their being less broadly disseminated. For example, the number of Indonesian horror titles on Netflix is striking. Interestingly, the majority of those sto- ries draw on and incorporate the country’s rich folk traditions. Thus, tradition in its plural meaning is absolutely key here: with its diverse ethnic groups, languages, and religious traditions, Indonesia is anything but culturally homogenous. This cultural plurality is often depicted in Indonesian horror tales just as they are deeply embed- ded in Indonesian everyday life and its practices. In fact, the remarkable proximity of horror and the seemingly mundane is the basic premise of Pamali, an Indonesian folklore horror game. The first-person point-and-click horror game was (and is still being) developed by StoryTale Studios, a small indie studio based in Bandung, Indo- nesia.1 As Mira Wardhaningsih, co-creator of Pamali, explains in an interview, one of the intentions in creating the game was to introduce international audiences to a distinctively Indonesian approach to horror. As she elaborates: We believe that every culture has a different perception towards horror. […] In Indonesia, it’s not a big, catastrophic, one-time phenomenon that is terrifying; it is something else, something closer.
    [Show full text]
  • The Islamic Traditions of Cirebon
    the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims A. G. Muhaimin Department of Anthropology Division of Society and Environment Research School of Pacific and Asian Studies July 1995 Published by ANU E Press The Australian National University Canberra ACT 0200, Australia Email: [email protected] Web: http://epress.anu.edu.au National Library of Australia Cataloguing-in-Publication entry Muhaimin, Abdul Ghoffir. The Islamic traditions of Cirebon : ibadat and adat among Javanese muslims. Bibliography. ISBN 1 920942 30 0 (pbk.) ISBN 1 920942 31 9 (online) 1. Islam - Indonesia - Cirebon - Rituals. 2. Muslims - Indonesia - Cirebon. 3. Rites and ceremonies - Indonesia - Cirebon. I. Title. 297.5095982 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying or otherwise, without the prior permission of the publisher. Cover design by Teresa Prowse Printed by University Printing Services, ANU This edition © 2006 ANU E Press the islamic traditions of cirebon Ibadat and adat among javanese muslims Islam in Southeast Asia Series Theses at The Australian National University are assessed by external examiners and students are expected to take into account the advice of their examiners before they submit to the University Library the final versions of their theses. For this series, this final version of the thesis has been used as the basis for publication, taking into account other changes that the author may have decided to undertake. In some cases, a few minor editorial revisions have made to the work. The acknowledgements in each of these publications provide information on the supervisors of the thesis and those who contributed to its development.
    [Show full text]
  • Memahami Indonesia Melalui Sastra Buku 7: Indonesia Daiam Centa Rakyat Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia
    e REPUBL ESA Sen Bahan D p ama Kebahasaan Pendu ng Pem _ laJaran Bahasa Indonesia bagl Penutur Asmg BIPA) Memahami Indonesia Melalui Sastra Buku 7: Indonesia daiam Centa Rakyat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Seri Bahan Diplomasi Kebahasaan Pendukung Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) SAHABATKU INDONESIA Memahami Indonesia Melalui Sastra Buku 7: Indonesia dalam Cerita Rakyat Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2018 Seri Bahan Diplomasi Kebahasaan Pendukung Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Sahabatku Indonesia Memahami Indonesia Melalui Sastra Buku 7; Indonesia dalam Cerita Rakyat Pengarah Penyuntmg Dadang Sunendar Eri Setyowati Emma L.M. Nababan Penanggung Jav/ab Emi Emilia Redaksi Andi Maytendri Matutu Penyelia Larasati Deny Setiawan Apip R. Sudradjat Penyusun Naskah Desain dan Ilustrasi Sampul Maman S. Mahayana Evelyn Ghozalli Dewi Mindasari Penelaah Suminto A. Sayuti Ilustrasi Isi Dendy Sugono Noviyanti Wijaya Hak Cipta © 2018 Dilindungi Undang-Undang Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Katalog dalam Terbitan PB 899.218 4 Mahayana, Maman 8. MAH Sahabatku Indonesia: Memahami Indonesia melalui Sastra. Buku 7: s Indonesia dalam Cerita Rakyat/ Maman S. Mahayana; Eri Setyowati,Emma L.M. Nababan (penyunting). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,2018.7 jil.; 21 cm. ISBN 978-602-437-572-0 (jil.7) KESUSASTRAAN INDONESIA - KEMAMPUAN SASTRA KESUSASTRAAN INDONESIA
    [Show full text]
  • Bab Iv Gambaran Umum Objek Penelitian
    BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 4.1 Profil Film Arwah Goyang Karawang 4.1.1 Poster Gambar 4.1 1 Poster Film Arwah Goyang Karawang Sumber : https://www.wowkeren.com/berita/tampil/00007705.html 4.1.2 Profil Film Arwah Goyang Karawang Film Arwah Goyang Karawang merupakan garapan dari sutradara Helfi Kardit. Film ini seperti film horror pada umumnya, dengan mengcasting pemain seksi yakni Dewi Perssik dan juga Alm. Julia Perez. Film ini menjadi konsumsi publik setelah munculnya adegan perkelahian di antara pemainnya yakni Depe dan Jupe. Adegan tersebut di masukkan ke dalam film untuk 32 menarik penonton. Awal mula judul film dalam Wikipedia adalah Arwah Goyang Karawang, namun mendapatkan kritik dai masyarakat Karawang sendiri, kemudian film ini diganti menjadi Arwah Goyang Jupe-Depe. Akibat kejadian perkelahian tersebut, film ini dikecam langsung oleh masyarakat Karawang. Namun, di akhir perilisan film ini, poster tetap ada nama Karawang namun ada unsur nama Jupe Depe. Film Arwah Goyang Karawang ini mendapatkan apresiasi dari penonton Indonesia, terbukti dengan jumlah penonton yang mencapai 698.960 dengan mencetak rekor jumlah penonton paling banyak di tahun 2011 dan bertahan pada puncak bioskop hingga awal April. Akumulasi jumlah penonton ini diperbaharui setiap pekannya. Berikut data jumlah penonton yang dikutip dari filmindonesia.or.id, di mana sumber data dihimpun dari PPFI, Blitzmegaplex, produser film, dan sumber-sumber lainnya: 1. Arwah Goyang Karawang 698.960 2. Pocong Ngesot 353.506 3. Kalung Jelangkung 286.878 4. Love Story 283.337 5. Pelukan Janda Hantu Gerondong 251.100 6. Virgin 3: Satu Malam Mengubah Segalanya 225.582 7. Jenglot Pantai Selatan 155.477 Keberhasilan film ini tak lain karena bumbu dari pemain tersebut yakni adanya adegan perkelahian yang di munculkan dalam film tersebut.
    [Show full text]
  • Bab 2 Tinjauan Teori Dan Data Perancangan
    BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN DATA PERANCANGAN 2.1. Wisata Hiburan Wisata Hiburan adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang bukan perihal pekerjaan. Kegiatan yang umum dilakukan untuk melakukan wisata hiburan adalah berpariwisata , melakukan permainan, dan atau bias juga menikmati hobi. Kegiatan wisata hiburan umumnya dilakukan pada akhir pekan atau hari libur. Banyak ahli mengatakan bahwa aktivitas wisata hiburan adalah kegiatan untuk melepas penat atau mengisi waktu senggang. 2.1.1 Wisata Menurut UU RI 10 th (2009) wisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan manusia perorangan atau kelompok untuk mengunjungi tempat tertentu dengan tujuan rekreasi memepelajari keunikan daerah wisata atau sementara waktu. Menurut Gamal (2004) wisata merupakan suatu proses berpergian yang hanya bersifat sementara yang di lakukan oleh seseorang untuk menuju tempat di luar tempat tinggal nya ,tujuan kepergian nya tersebut tersebut ,bias karena kepentingan ekonomi, pekerjaan atau liburan dan lainnya 2.1.2 Hiburan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hiburan merupakan suatu aktivitas atau perbuatan yang dapat menghibur hati untuk bertujuan melupakan kesedihan dan sebagainya Hiburan merupakan kebutuhan manusia yang tidak lagi di katakan Sebagai kebutuhan sekunder lagi. Setiap orang pasti akan membutuhakan hiburan dei sela-sela kesibukan yang menumpuk di keseharian nya. 2.1.3 Mini Galeri Menurut Pusat Bahasa Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003), galeri merupakan suatu wadah untuk memarekan suatu karya seperti karya hasil
    [Show full text]
  • The Cultural Traffic of Classic Indonesian Exploitation Cinema
    The Cultural Traffic of Classic Indonesian Exploitation Cinema Ekky Imanjaya Thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy University of East Anglia School of Art, Media and American Studies December 2016 © This copy of the thesis has been supplied on condition that anyone who consults it is understood to recognise that its copyright rests with the author and that use of any information derived there from must be in accordance with current UK Copyright Law. In addition, any quotation or extract must include full attribution. 1 Abstract Classic Indonesian exploitation films (originally produced, distributed, and exhibited in the New Order’s Indonesia from 1979 to 1995) are commonly negligible in both national and transnational cinema contexts, in the discourses of film criticism, journalism, and studies. Nonetheless, in the 2000s, there has been a global interest in re-circulating and consuming this kind of films. The films are internationally considered as “cult movies” and celebrated by global fans. This thesis will focus on the cultural traffic of the films, from late 1970s to early 2010s, from Indonesia to other countries. By analyzing the global flows of the films I will argue that despite the marginal status of the films, classic Indonesian exploitation films become the center of a taste battle among a variety of interest groups and agencies. The process will include challenging the official history of Indonesian cinema by investigating the framework of cultural traffic as well as politics of taste, and highlighting the significance of exploitation and B-films, paving the way into some findings that recommend accommodating the movies in serious discourses on cinema, nationally and globally.
    [Show full text]
  • Bali: So Many Faces--Short Stories and Other Literary Excerpts in Indonesian. INSTITUTION Western Sydney Univ., Macarthur (Australia)
    DOCUMENT RESUME ED 411 529 CS 215 987 AUTHOR Cork, Vern, Comp. TITLE Bali: So Many Faces--Short Stories and Other Literary Excerpts in Indonesian. INSTITUTION Western Sydney Univ., Macarthur (Australia). Language Acquisition Research Centre.; Australian National Languages and Literacy Inst., Deakin. ISBN ISBN-1-87560-40-7 PUB DATE 1996-00-00 NOTE 200p. PUB TYPE Collected Works General (020) Creative Works (030) LANGUAGE English, Indonesian EDRS PRICE MF01/PC08 Plus Postage. DESCRIPTORS Anthologies; *Audience Awareness; Cultural Background; *Cultural Context; Foreign Countries; *Indonesian; Literary Devices; Non Western Civilization; *Short Stories; *Social Change; Tourism IDENTIFIERS *Bali; *Balinese Literature; Indonesia ABSTRACT This collection of 25 short stories (in Indonesian) by Balinese writers aims to give Bali's writers a wider public. Some of the stories in the collection are distinctly and uniquely Balinese, while others are more universal in their approach and are self-contained. But according to the collection's foreword, in all of the stories, experiences of Bali are presented from the inside, from the other side of the hotels, tour buses, and restaurants of "tourist" Bali. The writers presented come from a range of backgrounds, reflecting the diversity cf Balinese society--different castes, differences between urban and rural baa4xiouncl.s, .and varieties of ethnicity are all important to the multiplicity of voices found in the collection. In addition, the collection draws from backgrounds of journalism, theater, cartoons, poetry, and academia, and from writers who may have been born in other parts of Indonesia but who have lived for decades in Bali and reflect Bali's inseparability from the Indonesian nation.
    [Show full text]
  • CRONYISM and the NEP Chedet.Co.Cc August 06, 2008 by Dr
    CRONYISM AND THE NEP Chedet.co.cc August 06, 2008 by Dr. Mahathir Mohamad 1. When the New Economic Policy began to show some results in the early eighties, the Western Press and local opponents of the Government began to talk about cronyism. Whoever succeeded in a developing country like Malaysia, did so because they were the chosen favourites of the Government, particularly the head of the Government. 2. I came in for virulent attacks because some Malays actually did well in business. They were all labelled my cronies whether they were indeed my cronies or not. Anyone who succeeded was immediately defined as my crony. 3. Many close friends, relatives and members of my family who failed in business would not be called cronies. 4. It is not the actual relation or association with the leader that qualifies one to be the crony of the Prime Minister. It is the success of the individual. Failures, no matter how close they may be to the Prime Minister would not be called cronies. 5. This left me in a quandary. As head of the Government I had to ensure the success of the NEP objective of reducing the disparities between the bumiputeras and the non-bumis. This reduction must be achieved at all levels, not excluding the rich and the very rich. It wouldn't do to have parity among the low income and middle income only, while big businesses are all in the hands of the non-Bumiputera millionaires. 6. While most Bumiputeras who were given shares and opportunities to do business abused these opportunities, a few tried seriously and some of them succeeded.
    [Show full text]
  • Reappropiation and Contestation of Post-Colonial Space in Rizal
    Proceeding of the 6th International Conference on Arts and Humanities, Vol. 6, 2019, pp. 1-7 Copyright © 2019 TIIKM ISSN 2357 – 2744 online DOI: https://doi.org/10.17501/23572744.2019.6101 Reappropriation and Contestation of Post-Colonial Space in Rizal Mantovani’s Kuntilanak Anton Sutandio Maranatha Christian University, Indonesia Abstract: This paper examines a contemporary Indonesian horror film titled Kuntilanak (2006) in the light of how the film attempts to reappropriate and contest the post-colonial space as an arena of decolonization. The post-colonial space here refers to historical buildings of the Dutch colonial legacy that can be found all over Indonesia, especially Java island. Those unfixed and fluid spaces have been re-appropriated, reconstructed, reproduced, negotiated, neglected, and destroyed during the post-colonial period as ongoing attempts to (re)define national identity. The analysis will focus on a single building that serves as the film set which possesses the characteristic of colonial architecture that represents the former Dutch colonial power. Horror genre is chosen as it is considered the most appropriate genre to talk about the past in the present and how they are related to each other, as allegorized by the old building and the monster in the film. The analysis focuses on several aspects of film studies that include mise-en-scene, the narrative, and the film stars which are later related to the politics of space and post-colonial theory. The findings show that there are intertwined modern and local values that the film offers which lead to hybrid identity. Keywords: post-colonial space, reappropriation, contestation, decolonization Introduction "The past is never dead.
    [Show full text]
  • Malaysian Child Rearing Practices and Its Relationship to Realth
    Malaysian Child Rearing Practices and Its Relationship to Realth by Wazir-Jahan Karim A Research Project Funded by the International Developmsnt Research Centre 1981 RC FÉB2].1983 IDRC ; rrz^i 3 - p-- 79_ o cc 58- Acknowledgaments I vould like to express my appreciation and gratitude to thé International Development Research Centre for agreeing to fund this research project in 1978. Z also wish to thank UNICEF for providing me with financial assistance for the section of the research on traditional médical practitioners and village medicines conducted I' in Yen, Kedah. The assistance and co-operation of the Ministry of Realth has been a major factor in ensuring the emooth implémentation of the research in Seberang Prai and I would specifically like to thank Dr. Chee Chin Seang, the Deputy Director of Health in Penang, Sister Kvan, Dr. Raj Karim from the Maternai and Child Health Division in the Ministry and other médical and nursing personnel in Seberang Prai for providing me with continuous assistance during the period of my fieldwork. I would also litre to thank the management of Malakoff Estate at Thsek Glugor, in particular the Manager, Mr. Jones and Mr. Shankar for allowing me to conduct my research on the estate and also for assistance provided when the census survey was conducted. My sincereat thanks also to the KEMAS teacher at Junjong, Rokiah Ahmad and the teachers at the Malakoff Estate pre- school, for help rendered to my research assistants, Muniamah Kandasamy, Tengku Zainah and Susan Oorijitham, during the intensive field work period. Ficnaliy, I can quite confidentiy say that this research would not have been possible without the commitment and enthusiasm of my research assistants and the keen interest of e nutritionist from Minnesota University, Misa Mary-Pat Selvaggio, to conduct a The study has taken approximately two and e half years to be completed between its period of inception in mid 1978 to ite period of completion in November 1981.
    [Show full text]
  • Bahasa Dalam Ritual Pengobatan Tradisional Kebudayaan Suku Talang Mamak Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau Kajian : Antropolinguistik
    BAHASA DALAM RITUAL PENGOBATAN TRADISIONAL KEBUDAYAAN SUKU TALANG MAMAK KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU KAJIAN : ANTROPOLINGUISTIK SKRIPSI RATU ENDAH FITRAH NIM : 150701070 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau yang dikenal masih sangat melekaty dengan kebudayaan khusus Suku Talang Mamak. Hal itu ditunjukkan dengan masih adanya mantra-mantra yang digunakan dalam kehidupan untuyk tujuan tertentu yang menunjukan bahwa kehidupan meraka masih perpegang pada Tuhan dan alam atas kepercayaan terhadap makhluk gaib. Sesuai dengan judul penelitian ini, masalah yang dikaji dalam penelitian ini meliputi (1) nilai budaya yang terdapat pada mantra pengobatan gtradisonal dalam kebudayaan Suku Talang Mamak (2) makna yang terdapat dalam bahasa mantra pengobatan tradisional pada kebudayaan Suku Talang Mamak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yang dimaksudkan untuk memperoleh data dengan mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi partisipan, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dimulai dengan mengumpulkan data, melakukan traskripsi diikuti dengan terjemahan bebas, melakukan analisis berdasarkan
    [Show full text]