BAHASA DALAM RITUAL PENGOBATAN TRADISIONAL KEBUDAYAAN SUKU TALANG MAMAK KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU KAJIAN : ANTROPOLINGUISTIK
SKRIPSI
RATU ENDAH FITRAH
NIM : 150701070
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau yang dikenal masih sangat melekaty dengan kebudayaan khusus Suku Talang Mamak. Hal itu ditunjukkan dengan masih adanya mantra-mantra yang digunakan dalam kehidupan untuyk tujuan tertentu yang menunjukan bahwa kehidupan meraka masih perpegang pada Tuhan dan alam atas kepercayaan terhadap makhluk gaib. Sesuai dengan judul penelitian ini, masalah yang dikaji dalam penelitian ini meliputi (1) nilai budaya yang terdapat pada mantra pengobatan gtradisonal dalam kebudayaan Suku Talang Mamak (2) makna yang terdapat dalam bahasa mantra pengobatan tradisional pada kebudayaan Suku Talang Mamak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yang dimaksudkan untuk memperoleh data dengan mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi partisipan, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dimulai dengan mengumpulkan data, melakukan traskripsi diikuti dengan terjemahan bebas, melakukan analisis berdasarkan konteks dan klasifikasi, melakukan analisis serta menginterpretasikan mengenai pandangan hidup penutur mantra untuk memperoleh bahasa mantra dalam Suku Talang Mamak. Data tersebut peneliti peroleh dari beberapa informan yaitu penutur mantra yang masih aktif di Kecamatan Rengat yang merupakan masyarakat dan sangat menerrti tentang kebudayaan Suku Talng Mamak. Pada tahap akhir, peneliti membuat simpulan dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.Berikut adalah hasil penelitian yang dapat dijelaskan secara singkat. Pertama dalam mantra pengobatan ini terdapat juga mantra sebelum melakuakan ritual pengobatan atau Bulean yaitu memntra beberapa benda yang dilakukan dalam ritual pengobatyan tradisional kebudayaan Suku Talang Mamak. Mantra pengobatan yang terdapat dalam ritual Bulean ini ada yang memiliki lebih dari satu makna yang terkandung dalam satu mantra. Masyarakat Suku Talang Mamak percaya bahawa sakit yang diderita disebabkan oleh kekosongan jiwa oleh amalm gaib. Dari analisi tersebut dapat terungkap bahasa mantra dalam ritual pengobatan kebudayan Suku Talang Mamak. Kata Kunci : Makna, Nilai Budaya, Mantra, Suku Talang Mamak.
iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PRAKATA
Puji syukur kehadirat penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan anugrah atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis mampu untuk menyelesaikan skripsiini. Skripsi ini merupakan hasil akhir dari kegiatan akademik selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adapun judul skripsi ini adalah “Bahasa Dalam Ritual Pengobatan Tradisional Kebudayaan Suku Talang
Mamak Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau”.
Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pembelajaran bahasa dalam hal penggambaran kekayaan bahasa dan budaya di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau, serta memberikan pemahaman tentang kajian antropolinguistik secara khusus. Peneliti menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahaan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan agar bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Dalam penyelesaian skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moral maupun material. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untukmenyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Kedua orang tua saya ayahanda Maratua Parlindungan Simamora dan
ibunda saya Fitriyati yang sudah memberikan semangat berupa material,
moral doa dan selalu memberikan perhatian serta kasih sayang yang tak
terhingga. Tanpa kalian, anakmu tidak akan sampai pada tahap ini,
kalian lah penyebab utama sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan
ini.
2. Saudara-saudara saya terkasih, Bob Muhammad Celvin (Adik pertama)
dan Muhammad Trian Fadilah (Adik kedua) yang telah membantu
dalam peroses pembuatan skripsi, serta memberikan kasih sayang, doa
dan sekaligus menjadi motivasi bagai saya.
3. Dr. Budi Agustono, M.S, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, serta
Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, dan Wakil Dekan III.
4. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P, sebagai ketua Program Studi Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
5. Drs. Amar Kudadiri, M. Hum, sebagai sekertaris Program Studi Satra
Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
6. Dra. Rosliana Lubis M.Si, sebagai dosen pembimbing saya yang telah
menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dengan
tanggu jawab yang utuh membagikan ilmu yang dimiliki serta
memberikan movitasi san masihat kepada penulis. Tanpa bantuan dari
ibu, penulis tidak mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
baik.
7. Dr. Dwi Widayati, M. Hum, dan Drs. Parlaungan Ritonga, M. Hum
v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebagai doseng penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan
kritikan yang membantu penulis menyempurnakan skripsi.
8. Seluruh staf pengajar Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
pengalaman, baik dalam bidang linguistik, sastra, serta bidang yang laian.
Tidak lupa saya ucapkan terimakasih kepada bapak Selamet Dan bapak
Joko yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Program
Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
9. Untuk semua keluarga saya yang selalu membantu perkuliahan saya baik
moral, material dan doa saya ucapkan terimakasih kepada bou aning, bou
godang, wak pendi, mang boru wak wedok opung, kakek dan buci saya
juga adik adik sepupu yang saya sayangi, penulis sangat berterima kasih
atas bantuan kalian semua.
10. Adi Syahpurta yang menjadi bunga sekaligus tangkai dan durinya dalam
masa- masa perkuliahan saya. Penulis berterimakasih atas semua bantuan
yang telah di berikan.
11. Sahabatku Nazri Afifah Ritonga, Feni jayanti Nasution yang dari awal
perkuliah dan hingga sekarang tetap konsisten dan bertahan berteman
dengan saya dan juga Amalia Fadilah. Terimakasih atas dukungan, doa,
motivasi, canda, tawa, dan kesedihan selama kita bersama.
12. Sahabat XB yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu karna banyak
sekali. Terimakasih atas bantuan doa dan motivasi kalian semua.
vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13. Sahabat kos kak Vida, kak Elly, kak Meisi, kak Yovita, kak Tasya dan
ibu kos saya. Terimakasih atas dukungan, doa, dan motivasi kalian
semua.
14. Seluruh teman-teman Program Studi Satra Indonesia Angkatan 2015
yang telah mengisi hari-hari penulis baik sukamaupun duka.
15. Senior-senior Satra Indonesia yang telah membantu dalam penyelesaian
penulisan skripsi.
16. Pemerintahan kecamatan Rengat dan Dinas Pendidikan Indragiri Hulu
serta bidang Kebudayaan Indragiri Hulu.
Medan,25April 2019
Ratu Endah Fitra
vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI ABSTRAK ...... i PRAKATA ...... ii
DAFTAR ISI ...... vi
ABSTRAK ...... i PRAKATA ...... iv DAFTAR ISTILAH ...... viii BAB I ...... 1 PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 6 1.3 Tujuan Penelitian ...... 6 1.4 Manfaat Penelitian ...... 6 1.4.1 Manfaat Teoretis ...... 7 1.4.2 Manfaat Praktis ...... 7 BAB II ...... 8 KONSEP, LANDASAN TEORI, DANTINJAUAN PUSTAKA...... 8 2.1 Konsep ...... 8 2.1.1 Ritual 8 2.1.2 Kebudayaan ...... 9 2.1.3 Suku Talang Mamak ...... 11 2.1.4 Mantra 12 2.1.5 Pengobatan Tradisional ...... 13 2.2 Landasan Teori ...... 14 2.2.1 Antropolinguistik ...... 14 2.2.2 Nilai Budaya ...... 18 2.2.3 Makna 20 2.3 Tinjaun Pustaka ...... 21 BAB III ...... 25 METODE PENELITIAN ...... 25
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.1 Lokasi Penelitian ...... 25 3.2 Desain Penelitian ...... 27 3.3 Data dan Sumber Data ...... 28 3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...... 29 3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ...... 30 BABIV ...... 32 PEMBAHASAN ...... 32 4.1 Pandangan Masyarakat Melayu Suku Talang Mamak Terhadap Alam, Agama dan Tradisi ...... 32 4.2 Ramuan dan Sajen Ritual Pengobatan ...... 34 4.2.1 Ramuan Ritual Pengobatan ...... 35 4.2.2 Sesajen Ritual Pengobatan ...... 44 4.3 Cara Pengobatan...... 49 4.4 Tangkal ...... 51 4.5 Upacara Ritual Pengobatan Suku Talang Mamak ...... 52 4.5.1 Bulean ...... 53 4.5.2 Urutan Persiapan Pelaksanaan Bulean ...... 54 4.5.3 Pelaksanaan Bulean...... 57 4.5.4 Proses Ritual Bulean ...... 65 4.6 Analisis Mantra Pengobatan ...... 71 4.6.1 Mantra Pengobatan yang Disebabkan Oleh Makhluk Halus ...... 72 4.6.2 Mantra Pengobatan untuk Penyakit yang Disebabkan oleh Binatang ...... 75 4.6.3 Mantra Pengobatan untuk yang Muncul dari Tubuh Sendiri...... 81 4.6.4 Mantra untuk Meramu dalam peroses pengobatan ...... 87 4.7 Penutupa Ritual Bulean ...... 89 BAB V ...... 91 SIMPULAN DAN SARAN ...... 91 5.1 Simpulan ...... 91 5.2 Saran ...... 92 DAFTAR PUSTAKA ...... 94 LAMPIRAN ...... 97
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISTILAH
Ancak
Talam yang dibuat dari anyaman tempat sesajen.
Ayam Ciap-ciap
Ayam hitam yang sudah dimasak.
Ayam Pasambahan
Ayam hitam yang masih hidup.
Bala
Celaka.
Balai
Tempat berkumpul dan bermufakat.
Balai Panjang
Tempat berkumpul dan bermufakat di lantai.
Balai Terbang
Tempat berkumpul dan bermufakat di panggung.
Batin
Pemimpin masyarakat Suku Talang Mamak.
Bertitih
Berjejer.
Biang Mencabik
Tanda yang hanya diketahui oleh bintara.
Bintara
Asisten.
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berlonjak-lonjak
Berhentak-hentak.
Bulean
Pengobatan.
Bunian
Sejenis siluman.
Demam nak beruas
Sakit yang mau kompres.
Dibensit
Dipukul-pukul dan disembur.
Ditating
Diantar.
Diyah
Duku perempuan.
Gading-gading
Penari.
Gulang-gulang
Sejenis perhiasan (gelang).
Gulang Kangsa
Perhiasan sakral.
Gulung-gulung
Duduk santai.
Gung
Gong.
Gunting memutus
Tanda yang hanya diketahui oleh bintara.
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Guru
Leluhur.
Kelulusan
Pakaian malaikat.
Ketabung
Gendang.
Ketangga Kumantan
Ketempat kediaman Kumantan.
Ketaya
Ajar.
Ketunjuk
Ditunjuk.
Kumantan
Dukun.
Lilin Lobah
Lilin yang terbuat dari tempat madu lebah.
Limau
Jeruk.
Mahligai
Tempat kumantan.
Manginang
Nama lagu yang dinyanyikan pada saat pelaksanaan ritual bulean.
Mambang
Makhluk halus.
Mayang Pinang
Pucuk pinang.
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Membangkah
Memberi tanda empat titi berwarna putih baik di daun ataupun di kulit.
Menyarongkan
Menyerahkan.
Meralin
Pengobatan untuk perempuan.
Merinjis
Menggigit-gigit.
Monti
Mentri
Pemangku
Orang yang dipercayai untuk menjaga adat dan pusaka.
Penabung
Pemail alat musik.
Pening Nak Kepopok
Penderita sakit yang mau diusap-usap dengan lembut dan rasa saying.
Pekasih
Penarik.
Retak Mata
Tanda yang hanya diketahui oleh bintara
Sakit Nak Berubat
Sakit mau diobat.
Sialang
Pohon tempat lebah.
Sumbang
Melanggar.
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tawar
Penawar
Tebalang
Penjaga keamanan dan ketentraman suku.
Tekalang
Tempat sirih
Tongkat Sidemang
Perhiasan atau benda pusaka yang digunakan pada saat melaksanakan ritual.
Tuah Barampat
Anak, bapak, ponakan, dan mamak.
Waaaaaalounuunnn
Berhenti.
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari banyak suku. Indonesia beragam suku dan kebudayaan. Kebudayaan di masing-masing daerah memiliki ciri khas ataupun karakter yang berbeda-beda. Perbedaan karakter tersebut dapat melambangkan kebudayaan yang terdapat di suatu daerah Indonesia memiliki kekayaan yang tak ternilai harganya. Kekayaan itu dapat dilihat pada kebudayaan dari setiap wilayah di nusantara. Kebudayaan terbentuk dikarenakan adanya suatu kebiasaan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi yang demikian juga dapat dicirikan dari keragaman jenis pengobatan tradisional oleh masing-masing etnis sebagai suatu warisan yang berupa keterampilan untuk keperluan kehidupan sehari-hari.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Dalam sebuah kebudayaan, salah satu unsur yang penting adalah bahasa. Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat menyesuaikan diri dengan adat-istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat, dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Keragaman pengobatan tradisional yang terdapat dalam setiap etnis merupakan bagian dari ilmu pengetahuaan lokal yang dimiliki oleh etnis tersebut.
Ilmu pengetahuan tersebut terekam dalam bahasa dan tradisi pengobatan
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tradisional. Menurut Soedjito kosakata atau perbendaharaan kata diartikan sebagai
(1) semua kata yang terdapat dalam suatu bahasa, (2) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara atau penulis, (3) kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan, (4) daftar kata yang disusun seperti kamus serta penjelasan secara singkat dan praktis(dalam Simaremare,2015).
Linguistik antropologi merupakan ilmu interdisipliner yang menganalisis bahasa dalam kaitannya dengan penuturnya, dalam hal ini dengan budaya penutur bahasa yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa bahasa berkaitan dengan budaya penuturnya tetapi tidak dapat dikatakan bahwa masyarakat yang berbahasa sama selalu memiliki budaya yang sama, demikian pula sebaliknya. Hanya aspek- aspek tertentu dari bahasa yang berkaitan dengan budayanya. Aspek-aspek tersebut antara lain tatabahasa, leksikon, cara berbicara atau berkomunikasi, dan lainnya.
Foley’s mendefinisikan antropologi sebagai subdisiplin linguistik yang berkaitan dengan tempat bahasa dalam konteks budaya maupun sosial yang memiliki peran menyokong dan menempa praktik-praktik kultural dan struktur sosial (dalam Simaremare,2015).
Antropolinguistik memandang bahasa sebagai prisma atau inti dari konsep antropologi budaya untuk mencari makna dibalik penggunaan, ketimpangan penggunaan, maupun tanpa menggunakan bahasa dalam bentuk register dan gaya yang berbeda. Dengan kata lain, antropolinguistik memuat interpretasi bahasa untuk menemukan pemahaman kultural.
Kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur pokok, yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan
2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
teknologi, (5) sistem pencaharian, (6) sistem religi, dan (7) kesenian (Basaria,
2017:22). Sistem pengobatan dapat dimasukkan ke dalam unsur sistem pengetahuan suatu bangsa.
Pengetahuaan tentang pengobatan tradisional yang berasal dari alam sudah sejak lama diperkenalkan oleh nenek moyang kita. Secara turun-temurun pengetahuan ini diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya dan setiap daerah atau suku mempunyai kekhasan tradisi sendiri-sendiri.
Dalam praktik di kehidupan bermasyarakat kebudayaan disebut juga dengan adat-istiadat. Adat setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri. Begitu pula dengan adat masyarakat Melayu Riau. Di provinsi Riau terdapat etnis-etnis yang masih menganut paham tradisional dikenal dengan suku pedalaman seperti
SukuTalangMamakyang terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu. Indragiri Hulu merupakan salah satu Kabupaten di Riau. Ibu kota dari Kabupaten Indragiri Hulu ini adalah Kota Rengat, yang sering dijuluki sebagai kota bersejarah. Hingga kini, kebudayaan Melayu masih melekat pada masyarakat Indragiri Hulu. Melayu sangat kaya akan genre, nila-nilai, dan kearifannya. Muara dari keseluruhan kesenian itu adalah mengekspresikan filsafat hidup masyarakat Melayu.
Masyarakat Talang Mamak percaya bahwa suatu penyakit yang diderita oleh seseorang disebabkan oleh kekosongan jiwa sesaat, sehingga tubuhnya dimasuki oleh makhluk gaib atau kekuatan tertentu yang menyebabkan masyarakat itu mendapatkan penyakit. Penyakit itu dapat disembuhkan oleh pawang, dengan cara memanggil jiwa manusia tersebut agar kembali ketubuhnya.
Proses pengobatan tersebut selain menggunakan ramuan obat juga mempergunakan mantra dan gerakan sebagai media yang dipergunakan untuk
3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengusir roh jahat dari jiwa manusia tersebut yang disajikan dalam bentuk ritual pengobatan Bulean di Suku Talang Mamak. Bulean merupakan ritual pengobatan tradisional di SukuTalang Mamak yang dipimpin oleh seorang pawing dengan dibantu oleh pebayu dan bujang bulean. Dalam upacara tersebut terdapat gendang yang peranan penting untuk mengiringi tarian magis dan pembacaan mantra yang dibaca oleh pawang dalam keadaan tidak sadar. Ritual tersebut terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: melihat penyakit, mencariobat, membuat obat, menggunakan obat, dan menutup obat.
Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang’ Poluah Allah poluah Muhammad ‘keringat Allah keringat Muhammad’ Poluah baginda Rasulullah ‘keringat baginda Rasullah’ Aku manjampuik Adam yang punyo biso ’aku menjemput Adam yangbisa’
Malin kariumun yang punya tawar ‘Malin Karimun yang punya tawar’ Tawar masuk bisa keluar ‘tawar masuk bisa keluar’ Berkat lailllahaillah ‘hanya karena Allah’
Di dalam data mantra diatas terdapat nilai budaya yaitu nilai religi yang terlihat pada kata “Bismillahirrohmanirrohim”, dan juga pada kata
“Berkatlailllahaillah”terlihat pada kata ini bahwa keyakinan bisa sembuh karena suatu kepercayaan. Adapun makna dari mantra ini merupakan permohonan untuk kesembuhan dengan bantuan Tuhan dalam proses pengobatan.
4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluar dari itu tentu sudah ada beberapa pengaruh dari luar yang mempengaruhi kebudayaan seperti pengaruh globalisasi. Globalisasi adalah salah satu istilah yang populer dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat nusantara saat ini. Istilah tersebut berarti adanya pengaruh dari luar
Indonesia yang bersifat global terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat nusantara. Pengaruh yang dihasilkan oleh globalisasi meliputi segala aspek kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah kebudayaan masyarakat.
Hubungan antara bahasa dan budaya merupakan topik klasik. Bahasa merupakan wadah kebudayaan; disisi lain, kebudayaan mencakup sejumlah unsur yang salah satunya adalah bahasa yang kemudian dapat dikaji dari sudut pandang antropolinguistik. Studi bahasa dalam bidang antropolinguistik dikaitkan dengan peran bahasa dalam seluk-beluk kehidupan manusia, karena kebudayaan merupakan aspek yang paling dominan atau paling inti dalam kehidupan manusia.
Studi bahasa ini disebut juga memahami bahasa dalam konteks budaya. Studi budaya dalam bidang antropolinguistik berarti memahami seluk-beluk budaya dari kajian bahasaatau memahami kebudayaan melalui bahasa dari sudut pandang linguistik.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai antropolinguistik dalam kebudayaan Suku Talang Mamak. Oleh sebab itu peneliti mengangkat judul “Bahasa dalam Ritual Pengobatan Tradisional
Kebudayaan Suku Talang Mamak di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri
Hulu Provinsi Riau”.
5
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah nilai-nilai budayabahasa mantra yang terdapat dalam
ritual pengobatan tradisional kebudayaan Suku Talang Mamak di
Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu?
2. Bagaimanakah makna yang terdapat pada bahasa mantra yang ada
dalamritual pengobatan tradisional kebudayaan Suku Talang Mamak di
Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini ialah :
1. Agar mengetahui dan dapat menjelaskan nilai-nilai budayaserta
pemahaman bahasa yang terdapat dalam ritual pengobatan tradisional
kebudayaan Suku Talang Mamak di Kecamatan Rengat
KabupatenIndragiri Hulu.
2. Agar dapatmengetahui serta mendeskripsikan makna yang terdapat
pada bahasa mantra yang ada dalam ritual pengobatan tradisional
kebudayaan Suku Talang Mamak di Kecamatan Rengat Kabupaten
Indragiri Hulu?
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini terbagi menjadi dua manfaat yaitu teoretis dan manfaat
praktis.
6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
yaitu:
1. Memperkaya khazanah kajian bahasa yang terdapat dalam ritual
pengobatan tradisional Suku Talang Mamak Riau Indragiri Hulu baik
makna, bentuk dan kearifan lokalnya.
2. Sebagai sumber bagi para linguis dan para peneliti terhadap penelitian-
penelitian bahasa kajian antropolinguistik guna pemanfaatan bahasa dan
pengembangan budaya daerah sebagai salah satu sumber kajian baik
untuk keilmuan maupun pelestariannya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
1. Memberikan pengentahuan baru tentang bahasa dalam ritual
pengobatan Suku Talang Mamak dalam Antropolingistik.
2. Sebagai sumber acuan bagi peneliti selanjutnya tentang
antropolinguistik.
7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DANTINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep- konsep yang berkaitan dengan topik penelitian ini, yaitu ritual, kebudayaan dan
Suku Talang Mamak.
2.1.1 Ritual
Sesuai dengan etimologisnya, upacara ritual dapat dibagi atas dua kata yakni upacaradan ritual.Upacaraadalah suatu kegiatan yang dilaksanakan sekelompok orang serta memiliki tahapan yang sudah diatur sesuai dengan tujuan acara. Sedangkan yang dimaksud denganRitualadalah suatu hal yang berhubungan terhadap keyakinan dan kepercayaan spiritual dengan tujuan tertentu.
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama.Yang ditandai dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orang yang menjalankan upacara. Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian upacara adalah sebagai berikut :
8
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait kepada aturan-aturan
tertentu menurut adat atau agama.
b. Perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan
dengan peristiwa penting.
Sedangkan pengertian ritual menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah hal ihwal tatacara dalam upacara keagamaan (Team Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, 2002: 1386).
Menurut Purba dan Pasaribu, dalam buku yang berjudul “Musik Populer” mengatakan bahwa: Upacara ritual dapat diartikan sebagai peranan yang dilakukan oleh komunitas pendukung suatu agama, adat-istiadat, kepercayaan, atau prinsip, dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan ajaran atau nilai-nilai budaya dan spiritual yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang mereka
(2004: 134).
Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau ceremony adalah: sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (2009: 190).
2.1.2 Kebudayaan
Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda. (Dalam jurnal manusia dan kebudayaan
Rowland B.F.Pasribu 2013:9).
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupanmasyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan
manusia, yang meliputi:
a. kebudayaan materil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-
benda ciptaan manusia, misalnya kendaraan, alat rumah tangga,
dan lain-lain.
b. Kebudayaan non-materil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang
tidak dapatdilihat dan diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu
pengetahuan, dan sebagainya.
2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan
hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa
masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk
kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia
10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan
kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakanmanusia
dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.3 Suku Talang Mamak
Suku Talang Mamak merupakan masyarakat terasing yang hidup secara tradisional di hilir Sungai Indragiri, Provinsi Riau, Indonesia. Suku Talang
Mamak tergolong Suku Melayu Tua (Proto Melayu) yang merupakan suku asli daerah Indragiri. Di Propinsi Riau terdapat pula etnis-etnis yang masih menganut paham tradisional dikenal dengan suku pedalaman seperti Suku Talang Mamak,
Suku Sakai, Suku Bonai, Petalangan dan lainnya. Sebetulnya setiap sukupedalamanini telah menganggap kelompok mereka sebagai Suku Melayu dan menganut agama Islam,tetapi karena dalam kehidupan sosial mereka masih kuat melekat sistem kepercayaan yang telah diterima secara turun-temurun, maka dalam kehidupan sehari-hari pengaruh kepercayaan animismedan dinamisme terlihat cukup kuat lebih-lebih lagi pada masyarakat Talang Mamak yang sangat memercayai akan roh-roh jahat, dan tempat-tempat sakti yang masih tetap mewarnai kehidupan masyarakatnya (Tabranidalam jurnal Transformasi Upacara
Bulean Suku Talang Mamak, 2013:3).
Masyarakat Talang Mamak percaya bahwa suatu penyakit yang diderita oleh seseorang disebabkan oleh kekosongan jiwa sesaat, sehingga tubuhnya dimasuki oleh mahkluk gaib atau kekuatan tertentu yang menyebabkan manusia tersebut mendapat penyakit. Penyakit tersebut dapat disembuhkan oleh pawang, dengan cara memanggil jiwa manusia tersebut agar kembali kedalam tubuhnya.
Proses pengobatan tersebut selain mempergunakan ramuan obat yang terdiri dari
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
aneka daun-daunan dan berbagai urat kayu, pawangjuga mempergunakan gerak sebagai salah satu media yang dipergunakan untuk mengusir roh jahat dari jiwa manusia tersebut yang disajikan dalam bentuk ritual yang dinamakan Bulean.
Pimred Nasrudin Haris Bulean merupakan upacara pengobatan tradisional yang dipimpin oleh seorang Pawang dengan dibantu oleh pebayu dan bujang
Belian. Dalam upacara tersebut gendang (ketobang) mempunyai perananpenting untuk mengiringi tarian magis dan pembacaan mantra yangdinyanyikan oleh pawang dalam keadaan tidak sadar. Upacara tersebutterdiri dari beberapa tahap, yaitu: melihat penyakit, mencari obat, membuat obat, menggunakan obat dan menutup obat (memoti)(dalam jurnal Transformasi Upacara Bulean Suku Talang
Mamak 2013:2).
2.1.4 Mantra
Mantra merupakan satu di antara jenis sastra lisan yang berkaitan dengan tradisi suatu masyarakat. Mantra tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang positif, tetapi ada juga yang digunakan untuk hal-hal yang negatif. Mantra yang digunakan untuk hal-hal positif, yaitu mantra meminta kesembuhan atau mantra pengobatan, mengusir penjahat, bercocok tanam, dan meminta jodoh. Mantra yang digunakan untuk hal-hal negatif, yaitu mantra pengasih dan mantra pembungkam. Mantra dapat dikatakan sebagai susunan kata-kata yang berirama teratur dan diucapkan penutur secara berulang-ulang untuk menimbulkan kekuatan gaib. Mantra memiliki banyak fungsi dalam masyarakat.
Mantra sebagai tradisi yang hidup pada masyarakat diwariskan secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Proses perwarisan mantra tidak dilakukan melalui kegiatan catat-mencatat seperti pendidikan formal.
12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sebagai sesuatu yang berkaitan dengan sistem kepercayaan pewarisan mantra dilakukan dengan cara-cara tertentu. Menurut Hermansyah (dalam Natsir, 2017) ada beberapa cara yang digunakan sebagai proses pewarisan.
1. Ilmu diwariskan oleh orang yang memiliki ilmu dengan memberikan
langsung ilmu tersebut kepada seseorang yang memiliki kelayakan yang
berupa kedewasaan dan kemampuaan berfikir.
2. Ilmu diwariskan jika dituntut atau diminta dengan maksud diamalkan.
Biasanya proses pewarisan dengan cara ini menggunakan karat yaitu
mahar tertentu untuk dapat mewariskan ilmu yang terbentuk uang atau
logam. Penggunaan uang sebagai karat merupakan simbol pengeras
(penguat) agar ilmu tersebut berguna.
3. Ilmu diwariskan karena dikomersialkan artinya siapa saja dapat
memperoleh ilmu asalkan dapat membayar mahar yang dipersyaratkan.
4. Ilmu diwariskan tanpa direncanakan yaitu pada saat ada acara perayaaan
ataupun upacara. Pewarisan ilmu pada pertemuan ini biasanya dilakukan
oleh sesama orang dewasa dan berupa pertukaran ilmu.
Mantra adalah salah satu wujud kebudayaan yang umum dijumpai di nusantara ini. Mantra selalu menggunakan bahasa verbal dan juga pilihan kata yang khas, yang maknanya baru dapat diketahui melalui pembacaan kultural dan saintifik secara mendalam, berdasarkan kebudayaan di mana mantra itu hidup atau digunakan.
2.1.5 Pengobatan Tradisional
Menurut WHO (dalam Natsir, 2016) pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktik-praktik yang berdasarkan pada teori-
13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang memunyai adat yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosis, perbaikan, atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Pengobatan tradisional adalah pengobatan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun menurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, campuran dari bahan tersebut secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Selain itu, pengobatan tradisional juga salah satu cabang pengobatan alternatif yang bisa didefinisikan sebagai cara pengobatan yang dipilih oleh seseorang apabila cara pengobatan konvesional tidak memberikan hasil yang memuaskan (Asmino, dalam Natsir:2016).
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Antropolinguistik
Antropologi berasal dari bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos yang berarti manusia atau orang dan logos yang berarti ilmu.Antropologi muncul berawal dari kertertarikan orang-orang Eropa melihat ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berada dari apa yang dikenal di Eropa (Prawirodalam skripsi
Nurfadhilah,2014)
Antropologi menurut Koentjaraningrat Prawiro (dalam skripsi
Nurfadhilah, 2014) adalah ilmu yang mempelajari ilmu umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat; serta
14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebudayaan yang dihasilkan, sedangkan menurut Hunter HartonoPrawiro (dalam skripsi Nurfadhilah, 2014) antropologi merupakan ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang manusia. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari manusia dan keanekaragaman fisik serta kebudayaan yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda, sedangkan linguistik berarti ilmu bahasa VerhaarPrawiro (dalam skripsi Nurfadhilah, 2014).
Kata linguistik sendiri berasal dari bahasa latin yaitu lingualyang berarti “bahasa”.
Objek kajian linguistik adalah bahasa. Perkembangan penelitian linguistik dan mikrolinguistik menjadi penelitian lingusitik interdisipliner, yang berkaitan dengan ilmu-ilmu lain atau makrolinguistik. Salah satunya adalah cabang linguistik yang berhubungan dengan kebudayaan manusia, yang dikenal sebagai antropologi linguistik atau antropolinguistik,
Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masayarkat seperti peranan bahasa di dalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam terminologi budaya, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai dengan konteks budayanya,
15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan bagaimana bahasa masyarakat dahulu sesuai dengan perkembangan budayanya (Sibarani, 2004: 50).
Jika membahas istilah antropolinguistik, paling sedikit ada tiga relasi penting yang perlu diperhatikan. Pertama, hubungan antara satu bahasa dengan satu budaya yang bersangkutan. Yang berarti bahwa ketika mempelajari suatu budaya, kita juga harus mempelajari bahasanya, dan ketika kita mempelajari bahasanya kita juga harus mempelajari budayanya. Kedua, hubungan bahasa dengan budaya secara umum yang berarti bahwa setiap ada satu bahasa dalam suatu masyarakat, maka ada satu budaya dalam masyarakat itu. Bahasa mengindikasikan budaya, perbedaan bahasa berarti perbedaan budaya atau sebaliknya. Ketiga, hubungan antara linguistik sebagai ilmu bahasa dengan antropologi sebagai ilmu budaya (Sibarani 2004:51).
Adanya keterhubungan antara budaya dan bahasa merupakan topik yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pakar berusaha menguak perilaku budaya suatu masyarakat melalui kajian terminologi tertentu yang terdapat dalam bahasa yang digunakan masyarakat tersebut. Bagaimana hubungan bahasa antara bahasa dan kebudayaan sudah demikian eratnya Sibarani menjelaskan keeratan hubungan antara bahasa dengan kebudayaan para linguis dan antropologi(Basaria, 33:2017).
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian atau subsistem dari sistem kebudayaan, bahkan dari bagian inti kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih
16
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penting lagi, kebudayaan manusia tidak akan mungkin terjadi tanpa bahasa karena bahasa merupakam faktor yang menentukan bentuknya budaya.
Bahasa sebagai alat komunikasi yang terdiri atas sistem lambang, yang dikomposisikan pada kerangka hubungan kelompok sosial, dapat berimbas pula pada struktur interaksi kebudayaan secara menyeluruh. Dengan demikian, bahasa merupakan cara yang diucapkan secara lisan, verbal secara arbitrer. Lambang, simbol, dan tanda-tanda yang digunakan dalam bahasa mengandung makna yang berkaitan dengan situasi hidup dan pengalaman nyata manusia.
1. Bahasa sebagai Alat atau Sarana Kebudayaan
Bahasa digunakan sebagai ekspresi nilai-nilai budaya. Nilai-nilai budaya
yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan
terbagi atas tiga bagiankebudayaan yang saling berkaitan, kebudayaan
ekpresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik.
2. Bahasa sebagai Bagian Kebudayaan
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi merupakan wujud kebudayaan
yang termasuk sistem sosial yang mendasari tindakan berpola manusia.
Interaksi dan aktivisi manusia dalam komunikasi atau tindakan berbahasa
menuruti pola-pola tertentu yang merupakan aturan atau tindak berbahasa
menuruti pola-pola tertentu yang merupakan aturan atau sistem bahasa
tersebut.
3. Bahasa merupakan Hasil Kebudayaan
Hubungan bahasa dengan kebudayaan dikaitkan lebih erat lagi. Dikatakan
bahwa bahasa (Levi-Strauss dalam Basaria, 2017:37) merupakan hasil
17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebudayaan. Artinya, bahasa yang dipergunakan atau diucapkan oleh suatu
kelompok masyarakat adalah suatu refleksi atau cermin keseluruhan
kebudayaan masyarakat tersebut. Pada pelaksanaan upacara ritual dalam
suatu kebudayaan tertentu, misalnya, selalu ada interaksi manusia yang
membutuhkan komunikasi dan ada juga ungkapan ritual, yang masing-
masing menggunakan bahasa. Peristiwa budaya semacam itu akan
menghasilkan bahasa.
2.2.2 Nilai Budaya
Dalam antropolinguistik, bahasa digunakan sebagai sarana ekspresi nilai- nilai budaya. Sibarani (2014:178) membagi nilai-nilai budaya kearifan lokal menjadi dua bagian yaitu kedamaian dan kesejahteraan. Nilai kedamaian yaitu kesopanan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan, dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, rasa syukur, sedangkan nilai kesejahteraan yaitu kerja keras, displin, pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, dan peduli lingkungan. Sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup.
Kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat
(Sibarani, 2014). Kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, kayakinan, pemahaman,,atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun
18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktikan, diajarkan, dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia, alam, maupun gaib.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa kearifan lokal tidak sama pada waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidup yang berbeda-beda, sehingga pengalaman dalam memenuhi kebutuhan hidup memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial.
Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community’s wisdom or local genius derivingfrom the lofty value of cultural tradition in order to manage the community’s social order or social life. Kearifan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. The local wisdom is the value of local culture having been applied to wisely manage the community’s social order and social life
(Sibarani, 2014: 114-115). Dengan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalam mantra maupun pepatah petitih yang terdapat pada Suku Kebudayaan
Talang Mamak menjadi suatu kepercayaan. Sehingga suku Talang Mamak percaya bahwa segala penyakit bisa sembuh berkat bacaan mantra oleh dukun dan karena kuasa Tuhan Maha Esa.
Nilai-nilai budaya pada penelitian ini menggunakan teori Sibarani .
Menurut Sibarani, nilai budaya tersebut adalah (1) kesejahteraan, (2) kerja keras,
(3) disiplin, (4) pendidikan, (5) kesehatan, (6) gotong-royong, (7) pengelololaan
19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
gender, (8) pelestarian dan kreativitas budaya, (9) peduli lingkungan, (10) kedamaian, (11) kesopansantunan, (12) kejujuran, (13) kesetiakawanan sosial,
(14) kerukunan dan penyelesaian konflik, (15) komitmen, (16) pikiran positif dan rasa syukur (17) religi. Sistem nilai budaya terdiri atas konsepsi-konsepsi yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup (Sibarani 2014: 135-136).
2.2.3 Makna
Harimurti (dalam Pateda, 2001: 232) mengatakan bahwa orang dituntut untuk memahami makna setiap kata yang membentuk peribahasa, pantun dan ungkapan, orang dituntut untuk menerka makna kiasan yang terdapat didalamnya.
Makna bukan kumpulan setiap kata, tetapi makna simpulan pribahasa, pantun, dan ungkapan tersebut. Selanjutnya, orang dituntut untuk tanggap mengasosiasikannya dengan makna tersirat, dan orang pun dituntut untuk dapat membandingkan dengan kenyataan sebenarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering tidak berkata terus terang dalam menyampaikan maksudnya, bahkan menggunakan isyarat tertentu. Untuk itu, orang sering menggunakan ungkapan. Pateda (2001:230) menggolongkan makna ungkapan itu menjadi empat,yaitu : (1) mengharapkan sesuatu, (2) mengejek, (3) membandingkan, dan (4) menasehati. Keempat makna pribahasa dan ungkapan di atas tidak diucapkan secara terus terang, melainkan dengan menggunakan makna tersirat di dalamnya.
20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Tinjaun Pustaka
Pernelitian yang dilakukan Ferani.dkk (2018) dalam jurnal yang berjudul:
Mantra Ritual Bulean Mayarakat Talang Mamak dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ikon, indeks, dan simbol yang terdapat pada mantra ritual bulean dimasyarakat Talang Mamak.
Jumadi.Dkk. (2017) jurnal yang berjudul: Antropolinguistik dalam Mantra
Dayak Maanyan di Kalimantan Selatan fokus dalam penelitian ini adalah berbagai mantra dan unsur simbol budaya dari khazanah satuan lingual dalam mantra yang digunakan oleh masyarakat Maanyan. Dalam mantra yang digunakan ditemukan sejumlah kosakata yang mempersentasikan kepercayaan dan aspek sosial.
Oktavia (2013) dalam jurnal ilmiah yang berjudul Transformasi Upacara
Bulean Suku Talang Mamak Menjadi Rentak Bulean pada Mayarakat Indragiri
Hulu Provinsi Riau. Tari rentak bulian merupakan personfikasi dari upacara
Bulean yang terdapat di suku Talang Mamak Provinsi Riau, yang dilatarbelakangi oleh sisitem kehidupan masyarakat yang mempunyai kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib.
Agus (2015) dalam tesis yang berjudul: Bahasa dan Pengobatan
Tradisional dalam Masyarakat Batak Toba yang berisi tentang hasil penelitian menunjukan bahwa bahasa pengobatan tradisional dalam bahasa Batak Toba adalah kategori nomina yaitu frasa benda dan kata benda. Bahasa pada peroses pengolahan dan pengobatan berdasarkan bentuk yaitu bentuk dasar atau kata dasar kategori verba kata berhimbuhan berkategori verba. Performasi pengobatan tradisional dalam masyarakat Batak Toba tercermin dalam aktivitas atau proses pengobatan sambil mendoakan pengobatan tersebut. Partisipasi adanya pihak
21
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang membantu mengolah dan mengobati pihak yang sakit.
Indeksikalitastercermin dalam doa pengobatan, doa tersebut mengandung pronomina demostrasi on (ini) dan pronomina diri hu (ku atau aku). Pronomina on
(ini) dalam doa tersebut mengacu pada bahan obat-obatan untuk mengobati penyakit, sedangkan pronomina diri hu (ku atau aku) sebagai petanda yang mengacu pada penyakit yang dialami sipenderita sebagai tanda adanya keterhubungan antara bahan obat-obatan dengan penyakit. Keterhubungan tercermin dalam langkah, ukuran atau takaran, proses pengolahan pengobatan serta norma atau aturan yang harus diikuiti oleh masyarakat dalam penggunaan obat tradisional tersebut. Kerberlanjutan, secara umum pengobatan tradisional masih digunakan khususnya orang tua tetapi mengalami penurunan bagi kaum anak muda. Kearifan lokal pengobatan tradisional pada masyarakat Batak Toba di
Kecamatan Muara ialah kearifan kesehatan, kearifan ucapan syukur, kearifan gotong royong, kearifan peduli lingkungan, dan kearifan peningkatan kesejahteraan.
Natsir (2016) dalam disertasi yang berjudul: Tradisi Bermatra Pengobatan
Masyarakat Melayu Langkat yang berisi penelitian ini adalah membahas gejala tradisi lisan bermantra pengobatan yang dihidupkan masyarakat Melayu di
Kecamatan Langkat. Dalam penelitian ini menjelaskan bagaimana mantra itu digunakan oleh masyarakat Melayu Langkat. Pada masyarakat ini tradisi bermantra pengobatan yang merupakan bacaan atau doa-doa, ramuan dari tumbuh-tumbuhan, menekan titik-titik syaraf pada bagian tubuh, serta kekuatan supranatural, tradisi bermantra pengobatan tergolong pengobatan tradisional.
Hasil penelitian ini menunjukkan, untuk menjalankan prakteknya karena
22
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
masyarakat masih mempercayai pengobatannya dan untuk menerapkan berbagai strategi budaya untuk mempertahankan pasiennya. Mantra pada masyarakat
Melayu Tanjung Pura memiliki fungsi pengobatan, sosial-budaya, dan ekonomi.
Fungsi sosial mantra adalah menjaga kesinambungan struktur sosial; fungsi ekonomi sebagai metode pengobatan yang relatif ekonomis dan dapat menjaga kesederhanaan hidup dan persamaan diantara masyarakat Melayu di Kecamatan
Tanjung Pura. Tradisi bermantra pengobatan perlu terus dilestarikan karena merupakan salah satu kearifan lokal.
Nurulfadhilah, (2014) dalam Skripsi Penelitian yang berjudul “Cermin
Kearifan Lokal Masyarakat Desa Mandalasari dalam Mantra Pengobatan (Kajian
Antropolinguistik)” ini merupakan kajian mengenai bahasa dan budaya dengan teori antropolinguistik. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mandalasari,
Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung karena masyarakat Desa Mandalasari yang dikenal masih melekat dengan budaya. Hal itu ditunjukkan dengan masih adanya mantra-mantra yang digunakan dalam kehidupan untuk tujuan tertentu yang menunjukkan pula bahwa kehidupan mereka masih berpegang pada Tuhan dan kepercayaan terhadap makhluk gaib.Budaya tersebut dikhawatirkan akan punah seiring dengan berkembangnya teknologi.
Sesuai dengan judul penelitian ini, masalah yang dikaji dalam penelitian ini meliputi (1) struktur teks mantra pengobatan di Desa Mandalasari, Kecamatan
Cikancung, Kabupaten Bandung; (2) deskripsi leksikon mantra pengobatan di
Desa Mandalasari, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung; (3) klasifikasi mantra pengobatan di Desa Mandalasari, Kecamatan Cikancung, Kabupaten
Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif
23
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kualitatif yang dimaksudkan untuk memperoleh data dengan mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi partisipan, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dimulai dengan mengumpulkan data, melakukan transkripsi diikuti dengan terjemahan bebas, melakukan analisis berdasarkan konteks dan klasifikasi, melakukan analisis serta menginterpretasikan mengenai pandangan hidup penutur mantra untuk memperoleh cermin kearifan lokal masyarakat Desa Mandalasari, Kecamatan Cikancung, Kabupaten Bandung. Data tersebut di peroleh dari salah satu informan yaitu penutur mantra yang masih aktif di Desa Mandalasari.
Berikut adalah hasil penelitian yang dapat dijelaskan secara singkat.
Pertama, struktur teks mantra pengobatan di Desa Mandalasari secara garis besar mencakup bunyi dan aspek leksikal berupa pengulangan, sinonim, antonim, dan kolokasi. Kedua, referensi leksikon dalam mantra pengobatan di Desa
Mandalasari terdiri atas (1) permohonan, (2) manusia, (3) bagian tubuh, (4) alam,
(5) benda, (6) aktivitas, (7) keadaan, (8) waktu, (9) ketuhanan, dan (10) harapan.
Ketiga, dari segi klasifikasi, mantra pengobatan di Desa Mandalasari terbagi dalam beberapa kategori, yaitu kategori kegiatan, kategori waktu, dan kategori pelaku. Keempat, cermin kearifan lokal masyarakat Desa Mandalasari dalam mantra pengobatan tercermin dalam beberapa kalimat dalam mantra yang dianalisis. Dari analisis tersebut terungkap cermin kearifan lokal masyarakat di
Desa Mandalasari.
24
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pada hakikatnya metode kualitatif merupakan penelitian berdasarkan fenomena yang ada dalam kehidupan masyarakat. Bogdan dan Taylor (dalam Sutarma, 2011:33) menyatakan bahwa metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan yang diamati.
Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini karena peneliti langsung terjun ke lapangan dengan penelitian pada beberapa orang yang paham dengan ritual pengobatan Suku Talang Mamak dan pahamakanmantra dalam ritual pengobatan
Suku Talang Mamak.
3.1 Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul, penelitian ini akan dilakukan di Riau Indragiri Hulu
Kecamatan Rengat. Pemilihan lokasi tersebut karena di daerah tersebut adalah sebuah lokasi yang masyarakatnya masih memelihara dengan baik bahasa daerahnya maupun kebudayaan dan kearifan lokalnya. Di Kecamatan Rengat
Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau terdapat suku Talang Mamak yang masih kental akan kebudayaan dan melakukan ritual pengobatan dengan pembacaan mantra yang terdapat pada upacara atau ritual pengobatan pada Suku Talang
Mamak tersebut.
25
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Desain Penelitian
Pada bagian ini digambarkan desain penelitian dalam bentuk bagan berikut:
Desain Penelitian
Bahasa dalam Ritual Pengobatan Tradisional Kebudayaan Suku Talang Mamak Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dengan teknik observasi partisipan dan teknik wawancara
Data dan Sumber Data
1. Data: Data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah mantra dalam ritual pengobatan Suku Talang Mamak. 2. Sumber data dalam penelitian ini difokuskan pada mantra pengobatan dalam Suku Talang Mamak.
Penganalisisan Data .
1. Nilai-nilai budaya dalam ritual pengobatan Suku Talang Mamak di Riau Indragiri Hulu Kecamatan Rengat.
2. Makna dalam mantra pengobatan Suku Talang Mamak
Simpulan
Kajian antropolinguistik bahasa dalam ritual pengobatan tradisional kebudayaan Suku Talang Mamak Riau Indragiri Hulu Kecamatan Rengat.
Bagan 3.2 Desai Penelitian
27
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa ragam kosa kata obat atau pengobatan dalam ritual pengobatan tradisional kebudaayaan Suku Talang
Mamak. Hal dilakukan dengan memerhatikan penggunaan data yang murni dan alamiah sehingga diperoleh hasil penelitian yang menjelaskan realita yang sebenarnya. Mallison dan Blake (dalam skripsi Nurfadhilah, 2017) menyatakan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan data dalam penelitian linguistik, yakni sebagai berikut.
1. Data primer berupa data lisan, yakni: data lisan wawancara dari tiga
informan, satu sebagai informan kunci dan dua sebagai informan
tambahan. Oleh karena itu, untuk memeroleh data primer yang sahih,
penelitiaan ini memanfaatkan sumber data lisan sejumlah informan yang
memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Bersedia menjadi informan;
b.Penutur bahasa daerah yang sedang di teliti (berusia antara 20-70 tahun);
c. Penutur berada di lokasi yang terpilih untuk penelitian ini;
d. Memahami penggunaan bahasa dan mempunyai alat ujar yang baik.
e. Memahami tentang bahasa dalam ritual pengobatan tradisional
kebudayaan Suku Talang Mamak.
f. Memiliki karakter yang baik dan jujur dalam pembicaraan data, baik
dalam kesediaan waktu maupun ragam ujaran.
28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Data intuisi penelitian untuk melengkapi kekurangan data yang tersedia.
Biodata informan yang diwawamcarai untuk mendapatkan data adalah sebagai berikut:
1. Nama : Saharan
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Pekerjaan :Staf Bidang Kebudayan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan.
Alamat : Pematang Reba Bukit Tiga Puluh Rengat
2. Nama : Masnun
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 55 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Desa Pasir Rambai Kecamatan Rengat.
3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memeroleh data yang benar dan terjamin kesahihannya. Dalam hal ini, metode yang dikenal
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk pengumpulan data adalah metode cakap dan metode simak. Metode cakap digunakan untuk mendapatkan data lisan. Dengan metode ini peneliti terlibat langsung dalam percakapan narasumber.
Cresweed telah mengemukakan tiga teknik utama dalam pengumpulan data studi etnografi komunikasi, yaitu observasi partisipan, wawancara, dan telah atau analisis dokumen (dalam Nurfadilah, 2017). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipan dan teknik wawancara.
Dalam teknik observasi partisipan ini peneliti ikut terjun langsung atau bergabung dengan penutur dengan kegiatan yang dilakukan. Observasi partisipan ini dilakukan agar peneliti dapat memahami segala hal yang terdapat dalam kegiatan tersebut dan mendapatkan informasi langsung bagaimana bentuk tuturan yang digunakan dalam kegiatan yang dilakukan di tempat penelitian.
Selain mengunakan teknik observasi, teknik wawancara pun dilakukan untuk, mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Wawancara secara mendalam dilakukan agar informaasi yang didapatkan jelas. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terbuka. Artinya, pertanyaan yang diajukan tidak berstruktur sehingga memungkinkan informan untuk memberikan jawaban yang lebih jelas.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
Pada tahap ini, penelitian menggunakan metode padan. Metode padan ialah metode analisis bahasa yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan.Metode padan yang digunakan pada tahap pengkajian data seperti yang telah disebutkan di atas memiliki beberapa teknik.Teknik yang digunakan dalam metode padan adalah teknik
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dasar.Teknik dasar yang digunakan adalahteknik dasar pilah unsur penentu.Alatnya adalah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya.Dalam teknik PUP alat yang digunakan adalah daya pilah sebagai pembeda referen (Sudaryanto, 2015:25).
Dalam teknik pengolahan data digunakan beberapa tahapan. Setelah semua data dikumpulkan, kemudian data akan dianalisis untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah.
Data-data yang didapat dari hasil pengumpulan data berupa mantra pengobatan tersebut dianalisis melalui beberapa tahapan. Adapun tahapan- tahapannya sebagai berikut:
1. Melakukan transkripsi, yaitu menyalin tuturan mantra pengobatan
tersebut dari bentuk lisan ke dalam bentuk tulisan;
2. Melakukan transliterasi atau terjemahaan mantra pengobatan
tersebut dari daerah ke bahasa Indonesia;
3. Melakukan analisis dan deskripsi mengenai nilai-nilai budaya yang
ada dalam mantra ritual pengobatan tersebut.
3.6 Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode yang bersifat informal dan metode yang bersifat formal.
Metode jenis pertama dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) dan metode kedua dilakukan dengan simbol-simbol dan angka-angka (Sudaryanto,
2015:240).
31
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pandangan Masyarakat Melayu Suku Talang Mamak Terhadap Alam, Agama dan Tradisi
Dalam kehidupan masyarakat melayu sangat dekat dengan alam. sampai sekarang, masyarakat melayu yang masih tradisional bergantung hidup pada alam.
Mata pencarian mereka umumnya masih berkaitan dengan alam secara langsung, seperti bertani, berdagang, berkebun, berburu, nelayan di laut atau sungai atau sebagai pencari madu.
Masyarakat Suku Talang Mamak juga berhanggapan bahwa alam ini dihuni oleh dua jenis makhluk, yakni makhluk kasar dan makhluk halus. Ada pun makhluk halus dipercayai jumlahnya jauh lebih besar dari pada makhluk kasar.
Makhluk halus ini kemudian bertempat tinggal di dalam tubuh makhluk kasar, tumbuhan, dan hewan
Di dalam tubuh terdapat mambang, yaitu makhluk halus yang menghuni atau menjiwai tumbuhan. Sebatang tumbuhan asal telah memiliki tiga lembar daun, dia telah memiliki mambang. hewan di anggap juga memiliki sikodi, yaitu makhluk halus yang mengembalakannya atau sebagai pemiliknya. Hewan yang memakan darah atau daging di anggap mempunyai sifat setan. Yang tidak memakan daging tidak akan memiliki sifat seperti makhlus halus (Hamidy. 1986:35-36).
Selain menghuni tubuh hewan dan tumbuhan, makhluk halus juga menghuni suatu lokasi atau suatu benda mati. Lokasi dan benda ini kemudian dikenal
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan keramat atau sakti. Dari pandangan seperti ini terlihat bahwa seorang melayu masih mempunyai pandangan yang mistis.
Orang melayu juga kekusaan dan kekuatan Tuhan sesuai dengan agama yang mereka percayai, yakni agama islam. Islam sering dirasai sebagai suatu kebulatan dalam kebudayaan dari pada sebagai sistem nilai yang, pedomani hidup dan mati
(Hamidy. 1986:32). Kekuatan alam terjadi berkat kekusaan Tuhan ini hadir melalui kekuatan alam atau sebaliknya. Kekuatan alam terjadi berkat kekuasaan
Tuhan. Sehingga kepercayaan terhadap alam dan agama menjadi satu dan memunculkan suatu upacara.
Pada beberapa upacara selalu ada unsur-unsur magis dan agamanya, misalnya, pada upacara membuka lahan selalu ada dukun yang memulai acara dengan membacakan mantra-mantra yang membujuk agar makhluk halus yang mendiami tempat itu tidak marah dan mengizinkan penggunaan lahan tersebut.
Selanjutnya upacara ditutup oleh ulama dengan membaca doa-doa.
Islam memang telah masuk ke setiap sendi kehidupan orang melayu, terutama dalam mengatur hubungan manusia dengan tuhan. Namun, tata hubungan antara manusia dengan alam belum seluruhnya murni menerapkan ajaran islam.
Masyarakat melayu meyakini bahwa alam tidak dapat dipahami begitu saja.
Masih banyak faktor lain yang penuh rahasia dan ketidak pastian. Mereka berupaya mengendalikan alam dengan mengetahui sumber kekuatan alam yang kemudian meyakinkan dapat dipegang oleh kekuatan gaib. Pengendalian terhadap kekuatan gaib inilah yang melahirkan ilmu gaib.
33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Namun demikian, orang Suku Talang Mamak percaya bahwa kekuatan gaib itu lebih rendah kualitasnya dari pada kekuatan Tuhan. Segala kekuatan makhluk halus itu dalam bentuk keajaiban alam dapat terjadi atas izin tuhan. Jadi, ketergantungan kepada alam dengan misterinya telah dipecahkan dengan mengamalkan ilmu gaib, dan ketergantungan kepada Tuhan diselesaikan dengan jalan beriman kepada-Nya (Hamdy. 1986:56).
4.2 Ramuan dan Sajen Ritual Pengobatan
Masyarakat Suku Talang Mamak sangat percaya akan keberadaan makhluk halus. Mereka percaya bahwa sebagian besar penyakit yang menimpa manusia disebabkan oleh makhluk halus. Meskipun begitu, Suku Talang Mamak juga sangat menyakini bahwa penyakit datang dari Tuhan sedangkan makhluk halus menurut masyarakat Suku Talang Mamak berperan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
Oleh karena itu, pengobatan akan berhasil bila makhluk halus itu dapat disuruh pergi meninggalkan tubuh yang sakit. Pada proses pengobatan ini peranan seorang dukun sangat besar, karena dukun yang dapat berkomunikasi dengan makhluk halus tersebut untuk dapat membujuknya agar meninggalkan tubuh yang sakit ataupun memberitahu ramuan obat.
Menurut pandangan masyarakat Suku Talang Mamak suatu penyakit akan sembuh karena dua perkara. Pertama, bertemu obat dengan penyakit dan kedua, ada keizinan Tuhan menyembuhkan penyakit tersebut. Oleh karena itu, obat bukanlah satu-satunya penyebab suatu penyakit bisa disembuhkan, yang
34
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyembuhkan hanyalah Tuhan. Pengobatan adalah usaha dan sebagai bukti meminta dan taat kepada tuhan.
4.2.1 Ramuan Ritual Pengobatan
Pengobatan adalah perpaduan antara mantra dan ramuan. Mantra pengobatan atau yang sering disebut dengan tawar adalah bacaan yang dapat menyebabkan penyakit menjadi tawar, tidak berbahaya, atau tidak agresif lagi.
Tawar dapat dibagi atas dua bagian, pertama adalah yang berkaitan dengan penyakit, yaitu asal-usul penyakit tersebut. Dengan dikemukakan asal-usul yang menjadi penyebab penyakit akan menghilangkan kekuatannya. Maksudnya, jika asal-usul suatu makhluk dikemukakan dia akan bersimpati, atau makhluk itu akan merasa “ditelanjangi” sehingga martabatnya akan turun. Kedua adalah doa atau permohonan kepada Tuhan agar terkabulkan (Hamidy. 1986:76).
Bahasa yang digunakan dalam tawar merupakan bahasa yang tidak dapat dipahami dengan mudah seluruhnya. Bahasa mantra memang bukan untuk memberikan penjelasan, melainkan merupakan suatu cara bertindak dalam bentuk pernyataan kemauan manusia. Bahasa yang khas pada mantra ini diharapkan menimbulkan kekuatan gaib atau dapat membuat penyebab penyakit menjadi lemah kekuatannya, sehingga dapat dikendalikan. Nada bahasa mantra sering berupa rayuan dan perintah.
Adapun ramuan dalam pengobatan yang mengiringi mantra merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. Ramuan adalah unsur lahir sedangkan mantra adalah unsur batinnya. Kombinasi ini dapat melambangkan alam dalam bentuk kecil, tetapi kekuatannya diharapkan dapat seimbang dengan kekuatan alam itu sendiri.
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ramuan dapat diartikan sebagai kumpulan, yakni kumpulan dari berbagai bahan-bahan untuk pembuatan obat. Ramuan baru dapat dikatakan obat apabila telah dimantrai. Ramuan obat pada prinsipnya dapat terdiri dari apa saja. Namun kebanyakan ramuan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Ramuan yang bukan dari tumbuhan misalnya adalah tahi besi atau serpihan besi, batu, kapur sirih, hewan
(misalnya unggas atau ikan), madu, dan air.
Berikut ini adalah beberapa bahan beserta fungsinya yang dipakai dalam ramuan ritual pengobatan Suku Talang Mamak :
1. Bunga Rampai
Bunga rampai adalah kumpulan dari berbagai macam bunga ditambah
dengan irisan daun pandan wangi. Ramuan ini berfungsi untuk memberi
aroma harum sehingga kekuatan gaib yang diharapkan dapat datang.
2. Kemenyan
Bagian yang digunakan dari tumbuhan ini adalah getahnya. Getah
kemenyan bila di taruh ke bara api akan menimbulkan asap yang wangi.
36
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fungsinya hampir sama dengan bungan rampai, yakni mendatangkan
kekuatan gaib. Selain itu, kemenyan juga berfungsi untuk mengasapi
ramuan-ramuan yang lainnya.
3. Sitawar
Sitawar adalah nama sejenis tanaman yang dianggap telah memiliki
kekuatan magis yang disimbolkan dari namanya. Sitawar diharapkan dapat
membuat sesuatu menjadi tawar ( biasa atau normal).
4. Sidingin
Sidingin ini selain sering digunakan sebagai tanaman obata juga dijadikan
tanaman hiasan, karena bentuk tanaman dan daunya yang cukup indah.
Sidingin digunakan pada ramuan dan diharapkan membuat penyakit
sembuh ataupun menghilangkan bahayanya. Sesuai namanya, hal yang
diharapkan dari tanaman ini adalah menjadikan dingin yang menyaran pada
makna damai, baik, reda, lunak, atau tidak berbahaya lagi. Rasa panas yang
37
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengiringi sesuatu penyakit akan mendinginkan bila diberi ramuan
sidingin.
5. Jerangau
Jerangau merupakan tumbuhan yang tumbuh di tanah berair. Bagian yang
digunakan adalah akarnya. Fungsi tumbuhan ini adalah mengusir makhluk
halus atau jembalang yang menyebabkan penyakit. Menurut kepercayaan,
jembalang tidak suka bau tanaman ini. Penggunaan jerangau ini biasanya
dikunyah dan disemburkan ke ubun-ubun si sakit atau kebagian tubuh yang
sakit. Jerangau juga dapat digunakan sebagai tangkal.
6. Merica atau Lada
Merica putih atau hitam keduanya digunakan dalam ramuan pengobatan.
Merica digunakan untuk memberikan rasa panas pada tubuh yang
menderita sakit sehingga jembalang yang ada akan pergi karena tidak
tahan. Merica juga digunakan untuk mendekteksi adanya makhluk halus
dalam tubuh yang menderita sakit.
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Kunyit Bonglai
Empon-empon atau akar-akar ini berfungsi untuk memulihkan infeksi dan
menghilangkan rasa sakit. Selain itu, bunglai ini digunakan untuk melihat
suatu penyakit.
8. Daun Sirih
Manfaat yang diambil dari daun sirih ini adalah untuk menghilangkan rasa
nyeri karna infeksi dan sebagai antibiotik juga antiseptik.
9. Gambir
39
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bagian ini yang selalu digunakan dari tumbuhan ini adalah daun dan
getahnya. Fungsinya dalam ramuan pengobatan diantaranya untuk
mengurangi pembengkakan.
10. Bawang Merah
Fungsi bawang merah adalah untuk mencabut panas. Biasanya bawang
dicampur dengan minyak kelapa dan dibalurkan ke tubuh atau bagian yang
sakit.
11. Bawang Putih
Bawang putih sangat sering digunakan sebagai obat, baik itu obat yang
dimantrai ataupun tidak. Masyarakat Talang Mamak juga menyakini
bawang putih dapat mematikan racun di dalam tubuh dan dapat menghusir
makhluk halus karena tidak menyukai bau bawang putih.
40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Kencur
Empon-empon atau akar-akar ini biasanya digunakan sebagai param atau
untuk meredakan pembengkakan. Kencur dihaluskan dan dibalurkan ke
bagian tubuh yang sakit. Kencur dapat pula dikunyah dan di semburkan
untuk menghusir jemblang.
13. Jeruk Purut
Jenis jeruk yang paling sering digunakan untuk ritual pengobatan Suku
Talang Mamak adalah jeruk purut. Buah yang digunakan juga berbagai
ukuran, mulai yang masih putik hingga yang sudah matang ataupun tua,
seringkali untuk membuat ramuan. Jeruk yang dipakai tiga atau tujuh jenis
sekaligus. Daun jeruk purut juga digunakan pada ramuan obat.
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14. Buah Kundur
Buah ini berbentuk seperti buah labu, tetapi isinya berwarna putih dan
kulitnya hijau berselaput putih. Buah ini digunakan untuk mencabut panas
tubuh terutama panas yang terdapat dibagian perut. Isi buah dihaluskan
kemudian diminum atau ditempelkan kebagian yang panas seperti
mengompres.
15. Arang Tempurung
Arang tempurung ini diperoleh dengan membakar tempurang, tetapi
sebelum sampai menjadi abu bara tempurung disiram. Tempurung ini
kemudian direndam. Dari langkah tersebut diharapkan rasa panas yang
diderita akan menjadi sakit.
42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16. Beras
Beras yang digunakan dalam ritual pengobatan ini bermacam-macam
sesuai dengan jenis penyakit dan petunjuk kumantan. Beras yang
digunakan bisa berwarna putih, merah, kuning dan juga menggunakan
beras ketan baik berwarna putih ataupun hitam dan kuning. Beras yang
digunakan bisa yang mentah, yang sudah disangrai, ataupun dimasak sesuai
dengan petunjuk kumantan.
Seorang kumantan dalam melaksanakan pekerjaanya selalu menggunakan peralatan-peralatan tertentu. Peralatan ini di perlukan sebagai alat bantu dalam ritual yang dilakukan atau sebagai perantara penghubung kumantan dengan kekuatan gaib. Peralatan yang paling sering digunakan oleh kumantan pedupan, yaitu suatu wadah yang berisi arang yang membara. Pada pedupaan ini nantinya akan dibubuhi butiran-butiran kemenyan. Peralatan ini yang sering digunakan oleh kumantan, kumantan juga mengunakan bejana atau baskom berisi air.
Fungsinya sebagai media kumantan untuk melihat penyakit atau suatu kejadian.
Pada bejana ini juga akan dimasukan ramuan-ramuan lain. Seperti bunga rampai ataupun potongan-potongan jeruk.
43
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.2 Sesajen Ritual Pengobatan
Sajen menurut KBBI adalah makanan (bunga bungaan) yang disajikan atau di jamukan kepada makhluk halus. Sedangkan menurut istilah, Sajen adalah mempersembahkan Sajian dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara
Simbolik dengan tujuan berkomunikasi dengan kekuatan kekuatan gaib, dengan cara mempersembahkan makanan dan benda benda lain yang melambangkan maksud dari pada berkomunikasi tersebut.
Sedangkan secara luas kata sesajian atau yang biasa disingkat dengan sajen ini adalah istilah atau ungkapan untuk segala sesuatu yang disajikan dan dipersembahkan untuk sesuatu yang tidak tampak namun ditakuti atau di agungkan, seperti roh-roh halus, para penunggu atau penguasa tempat yang dianggap keramat atau angker, atau para roh yang sudah mati. Sesajian ini bisa berupa makanan, minuman, bunga, atau benda-benda lainnya. Bahkan termasuk diantaranya adalah sesuatu yang bernyawa. Masyarakat Suku Talang mamak menganggap bahwa sesajen berarti sajian ataupun hidangan, yang memiliki nilai sakral, yang bertujuan untuk mendapatkah berkah, dari makhluk gaib demi kebaikan untuk seluruh masyarakat Suku Talang Mamak. Berikut beberapa sesajen yang terdapat pada ritual pengobatan Suku Talang Mamak.
1. Nasi Pulut Kuning
44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Air Tebu
3. Ayam Panggang
4. Ayam Hitam
5. Air Pengasih : Minuman Dari Air Aren
45
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Rokok
7. Daun Salam Hutan
8. Daun Kemenyan
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9. Daun Gaharu Adalah Lambang Minyak Wangi
10 Beras Adalah Lambang Perbekalan
11. Lilin Kuning
47
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12. Beras Kunyit
13. Air Sungai
14. Daun Penyambung Nyawa
48
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15. Mayang Pinang
16. Pucuk Enau
4.3 Cara Pengobatan
Proses pengobatan melalui kumantan yang diiringin dengan mantra-mantra terdapat banyak cara. Namun, secara umum cara pengobatan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu cara langsung dan cara tidak langsung. pengobatan cara langsung adalah apabila langsung berhadapan dengan penderita sakit. Obat yang diramu dan telah dimantrai langsung diberikan ke bagian tubuh yang sakit atau dimakan. Pengobatan cara tidak langsung adalah dukun tidak berhadapan langsung dengan yang mederita sakit. Dukun hanya memantrai ramuan, kemudian ramuan diserahkan dan proses pengobatan diwakilkan oleh keluarga yang menderita sakit.
49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Seseorang yang datang untuk berobat terlebih dahulu harus meminta
kesediaan kumantan. Tahap ini dapat disamakan sebagai ijab kabul. Jika
kumantan bersedia, dia akan bertanya apa yang terasa sakit, seperti apa rasanya,
sejak kapan sakitnya, dan berapa kali sakit itu muncul dalam sehari. Apabila
keterangan yang diberikan telah jelas, kumantan akan menyebutkan ramuan
ramuan yang harus disediakan. Ramuan itu kemudian dimantrai, lalu digunakan
sesuai petunjuk kumantan. Umumnya dalam pengobatan terdapat pantangan
yang harus dipatuhi. Pantangan ini ada yang hanya sampai sembuh dan ada pula
untuk seumur hidup.
Proses pengobatan umumnya dilakukan beberapa tahap bergantung pada jenis penyakit yang diderita. Pada pertemuan pertama, penderita sakit akan ditanya tentang penyakitnya lalu kumantan memberikan daftar ramuan yang harus dilengkapi dan memberitahu persyaratan bila ada. Pertemuan berikutnya adalah proses pengobatan. Bila penyakit tidak terlalu parah dan ramuan mudah didapatkan penyakit langsung diobati pada pertemuan pertama. Tahap pengobatan dapat dilakukan berkali-kali bila penyakitnya belum sembuh juga. Tahap terakhir adalah “mematikan obat”. Tahap ini dilakukan bila penyakit dapat disembuhkan dan proses pengobatan telah selesai. Tujuannya adalah agar penyakit yang telah sembuh tidak kambuh kembali.
Ramuan yang diberikan dukun dipakai oleh penderita sakit dengan berbagai cara, sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh kumantan. Ada ramuan yang cara penggunaannya harus dimandikan, dibalurkan ke tubuh, dimakan atau diminum langsung, dimasak terlebih dahulu lalu dimakan atau diminum, disemburkan ke tubuh penderita sakit, dikuburkan atau didiangkan. Sisa sisa
50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ramuan, bila ada, terkadang diperlakukan sedemikian rupa. Yang dilakukan terhadap ramuan itu adalah dibuang ke air mengalir seperti sungai dan laut dan yang harus dikuburkan bahkan ada yang harus dibakar.
Jika suatu penyakit telah diobati melalui mantra dan ramuan tetapi belum memperlihatkan hasil yang diharapkan, kumantan akan melanjutkan pengobatan dengan bertanya lebih jauh lagi pada penderita sakit. pertanyaan itu biasanya adalah sebelum sakit pernah pergi ke mana, bertemu apa di sana, apa kepentingan ke sana, apa saja yang terjadi di sana, dan adakah makan dan minum di sana.
Pertanyaan-pertanyaan ini diperlukan untuk mengetahui asal usul penyebab penyakit yang akan diobati.
4.4 Tangkal
Tangkal adalah alat untuk mengantisipasi atau menangkis perbuatan jahat dari makhluk lain, baik makhluk halus maupun manusia dan hewan. Tangkal dapat berupa mantra yang ditulis ramuan yang dimantrai, atau gabungan keduanya.
Jadi mantra dapat juga menjadi tangkal bila dituliskan.
Tangkal ini biasanya dikenakan pada tubuh seseorang dan sebaiknya tangkal ini langsung menyentuh kulit tubuh. Pemakaiannya dapat dengan cara dikalungkan di leher atau diikat di pinggang. Tangkal juga dapat diletakkan di atas pintu utama rumah atau tempat lain yang ditentukan atau diperlukan.
Ada beberapa syarat yang harus ditaati bila menggunakan tangkal, syarat paling umum adalah tidak boleh dilangkahi dan tidak boleh dibawa ke tempat kotor, seperti WC. Jika syarat ini dilanggar maka keampuhan tangkal akan hilang.
Tangkal ini dapat digunakan kembali dengan cara dimantrai. Bahkan, Tangkal
51
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang sudah melanggar pantangan ada juga yang tidak boleh digunakan lagi, harus dibuang dan diganti dengan tangkal yang baru.
4.5 Upacara Ritual Pengobatan Suku Talang Mamak
Upacara ritual ini dinamakan bulean oleh masyarakat Suku Talang
Mamak. Bulean adalah salah satu acara pengobatan tradisional yang cukup sakral. pengobatan ini sangat dikenal oleh Talang Mamak. Pengobatan dipimpin oleh seorang dukun yang disebut Kumantan.
Menurut keyakinan Suku Talang Mamak, hidup manusia selalu diancam bahaya jasmani maupun rohani. Ancaman dan gangguan itu datang dari musuh manusia yang nampak dan yang gaib. Gangguan yang datang dari musuh, bisa saja itu berasal dari manusia sendiri, alam, binatang dan roh-roh halus. Gangguan juga ada berbentuk penyakit tubuh dan mental.
Orang sakit bagi Talang Mamak adalah orang yang sudah menyimpang dari keadaan normal sehari-hari (berubah tabiat). Adanya pengobatan, bukan berarti mengembalikan manusia sakit kembali seperti semula.
Untuk menjaga keamanan manusia dibutuhkan berbagai pengobatan dan orang-orang yang dapat melaksanakan pengobatan. Ada berbagai pengobatan yang bersifat massal pada Suku Talang Mamak yang disebut Bulean. Yang bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan pengobatan itu adalah kumantan.
Setiap pengobatan besar di Talang Mamak harus didahului dengan musyawarah, kesepakatan, bergotong royong membiayai, “Bulat air dipembuluh bulat kata di mufakat”. Pengobatan dengan cara Bulean diadakan untuk :
52
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Mengobati sakit menular yang melanda desa (ketumbuhan, panas dingin
(demam, kolera).
2. Binatang buas yang mengamuk/ mengganas.
3. Mematikan tanah, mendirikan kampung- kampung, menawar tanah.
4. Betimbang salah (melanggar adat).
5. Membuang sumbang (membuang sial dari desa karena ada yang berbuat salah
atau sumbang).
6. Mengangkat Kumantan yang baru atau pimpinan yang baru.
7. Membuang pantang (membersihkan tempat kumantan, karena terpantang,
karena salah satu dari keluarga yang ada dirumah meninggal dunia). Acara
membuang pantang secepatnya 40 hari setelah orang meninggal di kubur.
8. Menyembuhkan berbagai penyakit.
4.5.1 Bulean
Bulean terdiri dari 2 macam yaitu :
1. BuleanBiasa
Bulean biasa dipimpin hanya satu kumantan saja. Bulean biasa bisa
dilakukan kapan saja dengan menemui kumantan dan kumantan bersedia
untuk melakukan pengobatan. Bulean biasa lebih individual dan tidak
memerlukan ritual yang melibatkan orang banyak dan peralatan yang
lengkap, melainkan hanya membutuhkan bahan ataupun ramuan untuk
dimantrai lalu diberikan kepada penderita sakit secara langsung maupun
tidak langsung.
2. BuleanBesar
53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bulean besar akan dilakukan dengan dua orang kumantan, bulean besar
akan ikuti oleh semua masyarakat Suku Talang Mamak dan akan
dilakukan dengan ritual yang lengkap dalam peralatan, ataupun bahan-
bahan yang diperlukan dalam ritual pengobatan tersebut. Bulean besar
juga akan didampingi oleh para penari, pedabu, dan bintara yang akan
membantu kumantan dan batin dalam melaksanakan ritual pengobatan.
Pelaksanaan Bulean dengan memanfaatkan dua dukun, boleh berpasangan
(dukun laki- laki dengan dukun laki- laki atau dukun laki-laki dengan
dukun perempuan yang biasa disebut diyah). Pada acara seperti ini
biasanya antara dua kumantan seperti sudah ada pembagian tugas. Salah
satu bertugas melayani atau mengobati penyakit fisik (penyakit badan),
sedangkan yang satunya lagi melayani orang sakit akibat pengaruh luar
(gangguan roh halus, keteguran, gila meracau, menyangkut gangguan
mental dan lain sebagainya).
4.5.2 Urutan Persiapan Pelaksanaan Bulean
1. Merancang
Apabila pada sebuah desa terjadi sesuatu kejadian yang pantas segera
diselesaikan, umpamanya ada penyakit menular yang mengancam masyarakat.
maka perangkat adat bersama masyarakat melaksanakan musyawarah di balai
desa (balai sisiran). Musyawarah tersebut menetapakan akan diadakan Bulean
karena menularnya penyakit ketumbuhan atau cacar. Menentukan hari tanggal
pelaksanaan tegak bulean dan syah direstui batin. Batin menginformasikan
kepada kumantan hari dan tanggal pelaksanaan agar dia dapat menyiapkan
perangkatnya dan menentukan desa dan rumah tempat pelaksanaan Bulean.
54
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Meramu
Meramu akan dilakuakan dalam waktu satu sampai dua hari sebelum acara
Bulean. Masyarakat Suku Talang Mamak dipimpin oleh Tuah Berampat
untuk mencari dan mempersiapkan segala sesuatu bahan keperluan acara
Bulean. Penduduk masing-masing diingatkan akan kewajiban membawa
beras, kelapa, dan ayam untuk bekal orang banyak. Rumah tempat Berbulean
betul-betul diteliti ketahanannya.
Sementara perangkat Kumantan mempersiapkan alat-alat Meralin, mempersiapkan ketabung, gong, dan ketunjung. Kemudian, memeriksa lengkap tidaknya pakaian Kumantan, menyediakan dan menggantung pucuk enau, membuat lancang, ancak, gulang-gulang, guci dan perasapannya, ayam persembahan, bertih lilin lebah, ketaya, bubur, pewarna makanan, air pekasih, sirih.
3. Menjemput Kumantan
Sehari sebelum acara Bulean, Kumantan puasa satu hari penuh, puasanya ditutup dengan mandi air limau, balimau. Batin, Pemangku, Monti, Tuah
Barampat mendatangi rumah Kumantan. Rombongan akan membawa tebalang yang diserahkan kepada Kumantan. Setelah rombongan sampai dirumah Kumantan, mereka duduk berhadapan. Batin menyarongkan tebalang kepada Kumantan diawali dengan kata-kata :“mo lah dimakan sirih” “silahkan makan sirih”. Kumantan menerima dan memakan sirih.
Setelah ritual penyerah sirih tersebut Kumantan kembali bertanya kepada batin “Ape hal maksud dalam sirih ni datang ke awak” “Apa maksud sirih ini diserahkan ke saya”. Dijawab oleh batin:
55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ini sirih penjomput ‘ini sirih menjemput’ Gambir penjomput ‘gambir menjemput’ Kapour penjomput ‘kapur menjemput’ Pinang penjomput ‘pinang menjemput’ Tembakau penjomput ‘tembakaumenjemput’ Manggung nak masak ‘mapan mau masak’ menjomput harus tebawa ‘menjemput harus ikut’ membunuh harus mati ‘membunuh harus mati’ sila dibuka, tepak ditating ‘silakan dibuka persembahan di kasih’ kite bejalan ke rumah tompat bulean ‘kita berjalan ke rumah tempat bulean’ dari situ dapat keputusan bulean ‘dari situ dapat keputusan bulean’
Petatah petitih diatas diucapkan saat akan menjemput kumantanagar bersedia melaksanakan ritual pengobatan atau Bulean. Pepatah diatasmemiliki nilai budaya yaitu kesopansantunan terlihat pada kalimat “sila dibuka, tepak ditating”, karena kumantan di jemput serta di beri persembahan sebelum akan memulai ritual terlihat bahawa adanya nilai budaya kesopan santunnan. Makna dalam pepatah petitih diatas adalah mengharapkan sesuatu terlihat pada kalimat “kite bejalan ke rumah tompat bulean dari situ dapat keputusan bulean”dari kalimat ini terlihat mengharapkan sesuatu apakah kumantan akan bersedia untuk mengadakan ritual pengobatan atau Bulean.
Selesai tanya jawab rombongan akan turun dan berangkat menuju tempat ritual yang akan Bulean diadakan. Masyarakat Suku Talang Mamak mengibaratkan tugas Kumantan seperti sebuah pohon yang memiliki ranting, daun, batang dan
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akar. Ranting dan daun adalah kepala Kumantan tempat berteduh, Batang pohon adalah tubuh Kumantan tempat berlindung, Akar Pohon adalah kaki Kumantan tempat tegak atau berdiri.
4.5.3 Pelaksanaan Bulean.
Pelaksanaan Bulean juga punya tahap sesuai dengan yang diadatkan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan
Tugas memeriksa perlengkapan Bulean dilaksanakan oleh perangkat adat
yang dipimpin oleh Batin dan dibantu oleh Bintara laki-laki dan perempuan.
Batin memeriksa dan menanyakan pada Bintara bahwa perlengkapan tersebut
sudah cukup atau ada lagi yang harus dipenuhi atau ditambah. Kalau sudah
cukup dan lengkap, maka perangkat adat sepenuhnya merestui dan akan
menyerahkannya kepada Kumantan.
2. Penyerahan
Batin menyerahkan peralatan dan bahan yang di perlukan untuk
melaksanakan ritual adat Bulean tersebut. Maka dari itu batin dan para
perangkat adat menyerahkan atau menyorong persirihan kepada
Kumantanritual ini sama dengan ritual pada penjemputan.
Batin membuka bicara kepada kumantan setelah selesai menyirih.
Lah talatak dalam tekalang ‘sudah terletak dalam sajikan” Sirih kesuson ‘sirih disusun’ Kapur taulak kalam ‘kapur yang di sajikan’
57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pinang betamis ‘pinang dipecahkan’ Tembakau bejile ‘tembakau digulung’ Demam nak beruras ‘sakit mau dijaga’ Pinang nak bepopok ‘pinang mau bertepuk’ Sakit nak berubat ‘sakit mau berobat’ Bulean mika mulakan ‘bulean kite mulaikan’
Nilai budaya dari petatah petitih diatas adalah kesehatan terlihat pada kaliamat “sakit mau berobat”. Yang artinya ingin kesembuhan ataupun kesehatan. Makna dari mantra ini menasihati terlihat pada kalimat “sakit mau dijaga” untu menasehati agar selalu menjaga kesehatan.
Dalam hal ini gulang-gulang dan perlengkapan lainnya akan diserahkan.
Pelaksanaan Bulean yang dilaksanakan di balai panjang yang terdapat perlengkapan yang akan digunakan dalam ritual pengobatan Bulean. Adapun perlengkapan yang digunakan dalam ritual pengobatan Suku Talang Mamak yaitusatu gung, dan tujuh ketabung. Gelang diserahkan, balai diserahkan ancak dan seluruh peralatan Bulean akan diserahkan.
3. Tegak Kumantan
Pada tahap ini sepenuhnya acara Bulean langsung dipimpin atau
dikendalikan oleh Kumantan. Kumantan dibantu oleh perangkatnya, yang
masing-masing memiliki tugas seperti Bintara laki-laki dan perempuan akan
mengetahui retak matah, gunting mamutus, biang mencabik, ketangga
kumandar. Demam nak beruras, pening nak kepopok, sakit nak
berubatdatang kerumah Kumantan. Gading-gading adalah para perempuan
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang berhentak, selama acara Bulean. Penabuh adalah orang yang menabuh
musik selama acara Bulean dilaksanakan.
Acara tegak Kumantan dimulai dengan cara :
1. Mengasap
Kumantan duduk bersila menghadap berbagai peralatan lengkap dengan sesajen. Bintara laki-laki dan perempuan mengasapi Kumantan mulai dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun. Mengasapi seluruh pakaian Bulean dari
Kumantan, mengasapi ayam ciap-ciap dan ayam pesambahan. Pokoknya peralatan dan alat-alat semua diasapi dengan asap kemenyan yang dibakar dalam pengasapan.
2. Membangkah
Bahan untuk membangkah dibuat dari kapur sirih dengan melukiskan
empat titik di kulit ( : : ).Pertama kumantan yang dibangkahbintara laki-laki
dan perempuan pada kulit muka, leher, bahu, dada kemudian turun ke lengan
dan kaki. Setelah ini selesai baru Kumantan yang membangkah bintara laki-
laki. Selanjutnya bintara laki-laki membangkah bintara perempuan, gading-
gading dan pemain musik. Semua peralatan yang dipakai dalam acara Bulean
harus dibangkah, galang-galang, ancak, alat musik, guci, pucuk mayang
pinang, ketaya, tekalang, ayam ciap-ciap, ayam pesembahan, lilin lobah.
Membangkah ini punya arti agar segala alat, pelaku dan sesajen dalam
Bulean ini dilihat atau dikenal oleh para malaikat. Kalau manusia yang
dibangkah ini disebut kesetiaan, artinya para perangkat yang membantu
Kumantan dalam ritual Bulean sepenuhnya percaya pada Kumantan agar
59
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak terganggu oleh pengaruh roh-roh jahat dalam ritual Bulean Suku
Talang Mamak, sedangkan barang atau alat yang dibangkah disebut
tandapengenalbagi roh-roh halus dan malaikat.
4. Pakaian Kumantan
Baju dan celana Kumantan dibuka, diganti dengan pakaian
pengobatan. Pakaian pengobatan itu dipakai hanya pada saat acara Bulean
saja. Pakaian tersebut sebelumnya telah diasapi, pakaian dilengkapi dengan
Gelang Kangsa dan Tongkat si Demang.
1. Memasang Kelulusan
Kelulusan terbuat dari daun kelapa muda, daun enau muda atau daun
salak yang masih muda. Bentuk kelulusan itu ( + ) ditempelkan di kepala,
bahu, dada, lengan Kumantan. Kelulusan ini disebut Suku Talang Mamak
sebagai pakaian malaikat.
2. Menawar
Kumantan mengasap kembali ibu jari kakinya, kemudian tangan dan
jari-jarinya, mengasap muka dan seluruh tubuhnya. Meminyaki rambut
dan badannya, dilanjutkan dengan bersisir dan kacanya berupa cermin
bulat. Gelangdan Tongkat si Demang digosokkan ke tubuh Kumantan.
Seluruh alat dan bahan yang dipakai dalam Bulean ditawar lebih dahulu
oleh Kumantan, dan ditabur dengan Bertitih.
3. Menghadap atau Membangunkan
Pengertian menghadap membangunkan adalah mengupayakan agar
seluruh yang diminta keikutsertaannya dalam ritual pengobatan atau
60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bulean siap untuk bekerja, siap untuk digunakan. Acara menghadap ini
cukup unik dan agak memakan waktu. Seluruh roh-roh halus, malaikat-
malaikat, dan barang-barang dikirimkan untuk ikut melaksanakan agar
ritual Bulean berjalan dengan lancar dan sukses. Menghadap diawali
dengan mengambil ayam jantan seekor yang sebelumnya telah disiapkan.
Ayam jantan ini disebut Ayam Pesambah. Ayam dihadapkan kepada
Kumantan dan diberi beras. Apabila ayam tersebut mematuk beras itu
berarti Guru telah menerima, kemudian ritual Bulean akan dimulai.
Kumantan akan mulai memanggil dan mengajak segala yang dibutuhkan
untuk melaksanakan ritual Bulean. Berikut adalah mantra pembuka pada
ritual Bulean pengobatan tradisional kebudayaan Suku Talang Mamak:
1. Mantra Menyembah Guru
Guru, menyembah guru ‘guru menyembah guru’ Bertujuh guru di padang ‘bertujuh guru di tempat’ Tujuh guru di sentana ‘tujuh guru di dunia’ Di sentana guru yang sidi ‘di dunia guru yang keramat’
Nilai budaya dari mantra ini adalah pikiran positif danrasa syukur terlihat pada kalimat “guru menyembah guru” guru dalam mantra ini melambangan Alam bagi Suku Talang Mamak dengan bentuk rasa syukur Suku Talang Mamak menyembah alam. Sedangkan makna dalam mantra ini adalah menasihati terlihat pada kalimat “di dunia guru yang keramat” yang berarti alam ini sangat lah keramat dan harus di jaga serta di sembah menurut kepercayaan Suku Talang
Mamak.
61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Mantra Menghadap Ketabung dan Balai
Bunge balai bertahtakan bunge koreng ‘bunga balai bertahtakan bunga kering’ Indah bertelinggam, taraan indah ‘indah berimpit semedi indah’ Taraan indah mula ku main ‘semedi indah mulai aku main’
Mantra di atas memiliki nilai budaya yaitu gotong-royong, terlihat pada kalimat “indah bertelinggam, taraan indah” yang artinya berimpit, bersatu terlihat sangat baik dalam mencapai sesuatu menurut Suku Talang Mamak.
Makna dalam mantra ini adalah membandingkan terlihat pada kalimat “bunge balai bertahtakan bunge koreng” artinya adalah baik yang muda atau yang tua tetaplah harus saling menghormati.
3. Memuji Pakaian
Kuneng serana serana kuneng ‘kuning seragam seramagam kuning’ Pakaian ku menyembah guru ‘pakaian aku menyembah guru’ Semue belindung kepadeku ‘semua berlindung kepadaku’
Mantra di atas memiliki nilai budaya pelestarian dan kreativitas budaya terlihat pada kalimat “kuneng serana serana kuneng”artinya dalam ritual ini menggunakan pakaian berwarna kuning sebgai simbol melayu menurut Suku
Talang Mamak. Makna dari mantra ini adalah menasihati terlihat pada kalimat
“semue belindung kapadeku”dalam hal ini artinya semua peserta yang mengikuti ritual pengobatan atau Bulean akan lindungi oleh Kumantan atau duku beserta dengan alam menurut Suku Talang Mamak.
62
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Memanggil Allah
Di atas Allah dibawah menggaji malaikat ‘di atas Allah di bawah membela bersama malaikat’ Malaikat empat di kiriku ‘malaikat empat di kiri aku’ Malaikat empat di kananku ‘malaikat empat di kanan aku Malaikat menanti di belakang ku ‘malaikat ingin di belakang aku’ Malaikat puteh didopan ku ‘malaikat putih di depan aku’ Semue puteh jin bumi langit ‘sema putih jin bumi langit’
Mantramemiliki nilai budaya yaitu gotong-royong terlihat pada kalimat
“Di atas Allah dibawah menggaji malaikat” yang artinya bersama sama mebantu untuk keselamatan di Suku Talang Mamak. Makna dari mantra ini mengharapkan sesuatu terlihat pada kalimat “Malaikat menanti di belakang ku” yang artinya Suku Talang Mamak akan mendapat bantun dari para malaikat menurut kepercayaan Suku Talang Mamak.
5. Menghadap Gong
Gong, menghadap gong ‘gong di depan gong’ Mendengong bunyi gong ‘mendengung bunyi gong’ Tande orang togak bulean ‘simbol orang tegak bulean’
Nilai budaya dari mantra ini adalah pelestarian dan kreativitas budaya terlihat pada kalimat “medengong bunyi gong”yang artinya gong dimainkan pada saat melaksanakan ritual pengobatan atau Bulean yang bertujuan untuk memanggil roh-roh gaib ataupun makhluk halus menurut kepercayaan suku
Talang Mamak. Makna dari mantra ini mengharapkan sesuatu terlihat pada
63
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kalimat “tande orang togak bulean”yang artinya ritual agar segara dimulai dan semua masyarakat Suku Talang Mamak mengharapkan kesembuhan, kesehatan, kesejahteraan dan kedamaian dalam pelaksan ritual ini.
6. Menghadap Gendang
Diguguk bunyi gondang ‘di mainkan bunyi gendang’ Tande kite bermain ‘simbol kita bermain’ Sepanjang bermantra ‘sepanjang bermantra’
Nilai budaya yang terdapat pada mantra ini adalah pelestarian dan kreativitas budaya terlihat pada kalimat “Diguguk bunyi gondang” yang artinya pada saat ritual dilaksanakan maka gendang akan selalu dimainkan. Menurut masyarakat Suku Talang Mamak untuk memanggil ataupun mengusir makhluk halus. Makna dari mantra ini adalah mengharapkan sesuatu terlihat pada kalimat
“Sepanjang bermantra” karena apabila bermantra berarti masyarakat Suku Talang
Mamak memohon untuk mendapatkan sesuatu dalam berbagai hal.
7. Menghadap Mayang
Mayang, menghadap mayang ‘mayang menghadap mayang Mayang mengambek sengaji penyakit ‘mayang mengambil semua penyakit’ Dalam tuboh manusia ‘dalam tubuh manusia’
Mantra ini memiliki nilai budaya yaitu kesehatan terlihat padakalimat
“Mayang mengambek sengaji penyakit” yang artinya mayang ini adalah suatu tumbuhan yang akan dapat mengangkat penyakit dari tubuh manusia menurut kepercayaan masyarakat Suku Talang Mamak. Makna dari mantra ini adalah
64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengharapkan sesuatu terlihat pada kalimat “Dalam tuboh manusia” artinya berharap agar tubuh manusia terbebas dari berbagai penyakit.
Demikianlah ada beberapa jenis mantra yang dibacakan olehKumantan agar semua ikut berpartisipasi dan siap untuk digunakan dalam acara Bulean. Semua orang bunian, orang halus, keramat, barang-barang dan binatang yang dihadapinya diharap semua menolongnya untuk mengobat masyarakat, untuk mengadakan keamanan jasmani dan rohani. Dalam acara menghadap yang cukup panjang, bunyi dari ketabung gong dan sebagainya terus menerus dibunyikan.
4.5.4 Proses Ritual Bulean
Proses ritual Bulean yang dilakukan oleh masyarakat Suku Talang Mamak merupakan hal sakral dan wajib dilakukan pada saat pelaksanaan ritual Bulean.
Padasaat melaksanakan ritual pengobatan tradisional kebudyaan Suku Talang
Mamak, Kumantanakan mengalami kemasukan atau kerasukan. Tujuannya agar
Kumantan dapat berbicara langsung dengan makhluk- makhluk gaib, roh-roh, jin, mambang, malaikat-malaikat. Pada saat kerasukan tersebut Kumantan meminta obat bagi orang-orang yang datang berobat pada saat itu. Disamping mengobati, kumantan juga membuang bala, membuat penawar, membuat jimat, membuang pantang, membuang sumbang, membangun sialang dan lain sebagainya.
Sementara Kumantan mengobati, yang bertugas sebagaiketabungakan terus menerus membunyikan ketabung, gong dan gendang. Para wanita terus berentak.
Gading-gading perentak itu membuat barisan berjejer ke belakang, sambil memegang pinggang teman yang didepan, barisan itu tidak boleh putus. Mereka melonjak- lonjak sambil mengayunkan kaki kiri dan kanan secara bergantian.
65
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Banyak bahasa Kumantan, pada saat kerasukan tidak dimengerti oleh orang banyak. Untuk itu diperlukan peranan bintara laki-laki dan perempuan untuk menerjemahkannya. Ramuan obat yang telah ditentukan Kumantan boleh juga dicari oleh keluarga yang sakit. Apabila nama ramuan itu tidak dikenal oleh warga maka tanggung jawab untuk mencarikannya adalah bintara laki-laki dan perempuan.
Pada saat Kumantan kerasukan, roh-roh halus, jin, mambang, malaikat- malaikat berganti-ganti memasuki Kumantan. Setiap yang datang itu mempunyai tingkah sendiri-sendiri, hal ini dapat terlihat dari perilaku kumantan yang selalu berubah-ubah.
Pengobatan kemudian akan diawali dengan dengan meracik limau dan pengobatan pun banyak macamnya. Ada yang hanya memberi ramuan yang dimantra, diberi jimat, pendingin badan, penunduk, pemanis pelaris. Cara
Kumantan dengan merinjis, menjilat, diurut, digigit dan diisap. Ada pula dengan suara bentakan, yang kuat, meniup, mempergunakan air liur, atau dibensit dengan pinang yang sudah dikunyah halus-halus. Pengobatan yang dilakukan sangat sakral sekali.
Pengobatan yang dilakukan menggunakan simbol diantaranya, membuang sial, membuang pantang, betimbang salah, menawar kampung, mengusir binatang buas. Adapula obat itu yang berupa denda. Umpamanya sekarang melanggar adat hingga membawa penyakit kepada rakyat. Maka Kumantan menyuruh perangkat adat menghukum yang bersangkutan untuk didenda sesuai dengan pertimbangan perangkat adat.
66
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada saat melakukan ritual Bulean ada beberapa simbol yang terdapat pada ritual tersebut sepert, keris dibangkah, dan di atas pintu rumah orang itu dibangkah dengan kapur, simbolnya adalah orang yang punya rumah telah diobati sesuai dengan kesalahannya yang dilakukan. Tanda kapur yang dibangkahkan itu tidak boleh dihapus oleh siapapun, biarkan saja terhapus sendiri.
Bulean dilaksanakan pada malam hari, tetapi kelanjutan pengobatan boleh dilaksakan kapan saja, karena termasuk perawatan sampai sembuh. Disamping ketabung, gong, dan gendang dibunyikan selama proses bulean, namun kadang- kadang ada juga dengan nyanyian vokal langsung suara manusia dalam bentuk senandung lagu itu disebut menginang .
Pada saat ritual Bulean akan ada waktu istirahat, kegiatan istirahat dilakukan karena memenurut Kumantan hal ini atas permintaan roh yang datang dan meminta Kumantan untuk beristirahat. Maka roh yang datang beristirahat di pucuk pohon, diancak dan di gulang-gulang. Pada saat beristirahat, diberi kesempatan pada Kumantan dan perangkatnya untuk makan minum dan merokok serta makan sirih.
Setiap mau istirahat ataupunmemulai kembali ritual Buleanwajib mengucapkan katawaaaaaaalounuunnn....dengan suara yang keras dan nada yang panjang artinya adalah berhenti. Kata waaaaaaalounuunnn....menurut kepercayaan masyarakat Suku Talang Mamak parah malaikat ataupun jin baik akan memberikan pentujuk untuk mendapatkan obat dan mendapat kesembuhan lahir batin. Hal ini terlihat jelas pada pepatah masyarakat Suku Talang
67
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mamak,berikut merupakan pepatah Suku Talang Mamak pada saat ritual bulean setelah selesai istirahat.
1. Sebagai sirih pulang ke gagang ‘seperti sirih pulang ke tangkai’ Sebagai pinang pulang ke lampuk ‘seperti pinang pulang ke asal’ Pulang pulih semula kala ‘pulang sembuh seperti dulu’
Pepatah di atas mengandung nilai budaya yaitu kesehatan terlihat pada bait ke tiga “pulang pulih semula kala” sedangkan makna pada mantra ini membandingkan terlihat pada bait pertama dan ke dua yaitu “sebagai sirih pulang ke gagang” dan “seperti pinang pulang ke lampuk”yang membandingkan anatarah sirih dan pinang. Mantra ini memiliki arti yaitu agar tubuh yang memiliki sakit dapat sembuh dari penyakit.
Kesimpulan dari keyakinan mereka yang menderita sakit pulih kembali sehat seperti semula. Ada berbagai mantra yang akan paling sering digunakan oleh
Kumantan dipergunakan dalam ritual pengobatannya, kerena mantra yang ini dianggap dapat menyembuhkan segala penyakit atau dapat dikatan bahwa mantra ini adalah mantra yang pertama akan dibacakan oleh kumantan pada saat mengobati yang menderita sakit. Di bawah ini merupakan mantra yang biasanya digunakan untuk kebaikan suku ataupun kebaikan bersama, baik dari segi kesejahteraan kampung, alam, bahkan binatang yang terdapat di kediaman masyarakat Suku Talang Mamak. Berikut merupakan mantra massal yang dilakukan oleh Kumantan pada saat ritual Bulean.
2. Tapung, tapung jati ‘tepung, tepung Datang amas bakati- kati ‘datang emas berkata-kata’
68
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tapungko tapung tawar ‘tepung ini tepung tawar’ Datang kidu jangan penawar ‘datang wabah penyakit jangan penawar’ Tapungku, tapung duduk ‘tepung ini, tepung duduk’ Duduk tagilung- gilung di batu ‘duduk santai di batu’ Bahu tapak timpang nage luke ‘bahu menopang naga luka’ Baksina talang jukat ‘untuk keselamatan Talang akar’
Dalam mantra ini mengandung nilai budaya yaitu kerja keras, terlihat pada kalimat “bahu tapak timpang nage luke” yang artinya seluruh masyarakat melawan penyakit tersebut dengan kerja keras agar terhindar dari wabah penyakit tersebut. Makna dari mantra ini adalah mengharapkan sesuatu terlihat dari kalimat “baksina talang jukat” yang artinya memohon keselamat untuk Suku
Talang Mamak.
3. Dapat padi mandi urai ‘dapat padi mandi semua’ Jadi patik dang setia ‘jadi pemimpin yang setia’ Jadi batin penunggu dusun ‘jadi batin menetap di desa’ Makan sirih sudare berjunjung ‘makan sirih saudara bersama’
Nilai budaya pada mantra ini adalah dalam mantra ini adalah komitmen terlihat dari kalimat “jadi batin penunggu desa”yang artinya bila ada amanah sebagai pemimpin di Suku Talang Mamak tetap harus tinggal di desa tidak boleh pergi. Makna dari mantra ini adalah menasihati terlihat pada kalimat “jadi patik dang setia”yang artinya apabila sudah jadi pemimpin harus setia dan rela berkorban demi keselamat masyarakat Suku Talang Mamak.
4. Makan pinang sudara berjumlai ‘makan pinang saudara bersama’
69
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kepale dibalah ‘kepala di belah Keladi jangan seolah-olah ‘masalah jangan dibiar-biarkan’ Nang olah nangkan ‘jadi biarkan’ Lagi jangan kudar berakit ‘jadila biar menghilang’ Ketimun berotali undur penyakit ‘jeruk purut menghambat penyakit’
Dalam mantra ini memiliki nilai budaya yaitu kerukunan dan penyelesaian konflik terlihat pada kalimat “Kepale dibalah keladi jangan seolah- olah” maksudnya apabila ada masalah hendaknya jangan dibiarkan harus langsung di selesaikan bersama saudara menurut Suku Talang Mamak. Makna dari mantra ini adalah terlihat pada kalimat “Nang olah nangkan lagi jangan kudar berakit” maksudnya masalah biarlah hilang dan diselesaikan dengan penyelesaian yang baik.
5. Bumi ibu langit bapak ‘bumi ibu langit bapak’ Aer sudare kayu dake ‘air saudara kayu duka’ Ambun angin sudare nyawe ‘di atas angin saudara nyawa’ Rasi tanah balek ka tanah ‘asal tanah balik ke tanah’ Rasi aer balek ka aer ‘asal air balik ke air’
Dalam mantra ini mengadung nilai budaya yaitu kesejahteraan terlihat pada kalimat “Ambun angin sudare nyawe” dimana semua bersatu melawan hal yang tidak baik yang terdapat pada masyarakat Suku Talang Mamak untuk kesejahteraan bersama. Sedangkan makna dari mantra ini adalah menasihati terlihat pada kalimat “rasi tanah balek ka tanah”semua seharusnya berada di tempat dari mana dia berasal.
70
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Gandarusa-gandarusa sedingin ‘daun-daun sedingin’ Tebus salah tumbuh di lambah ‘meneus salah tumbuh di tepi sungai’ Kalau bedose di puji ‘kalau berdosa di puji’ Kalau bersaleh disombah ‘kalau bersalah disembah’ Nyawepun balek kapade Allah ‘nyawapun kembali kepada Allah”
Dalam mantra ini mengandung nilai budaya yaitu kejujuran terlihat pada kalimat “Kalau bedose di puji” yang artinya apabila bersalah langsung memohon ampun dengan memuji menurun masyarakat Suku Talang Mamak. Makna dalam mantra ini adalah menasihati terlihat pada kalimat “nyawepun balek kepade
Allah” yang artinya kita harus selalu ingat bahwa semua yang bernya akan meninggal dan kembali ke pencipta.
Dalam ritual Bulean ini kumantan terkadang juga bernyanyi, tujuan menyanyi itu adalah membujuk roh-roh halus, malaikat- malaikat. Masyarkat Suku Talang
Mamak mempercayai bahwa pelaksanaan Bulean sangat sakral dan sangat dikenal oleh Suku Talang Mamak. Pengobatan ini adalah salah satu aset ataupun kekayaan budaya yang masyarakat Suku Talang Mamak miliki. Pengobatan dalam
Suku Talang Mamak ini sekarang sifatnya terbuka untuk siapa saja yang akan berobat termasuk masyarakat luar dari Suku Talang Mamak tersebut.
4.6 Analisis Mantra Pengobatan
Mantra pengobatan pada masyarakat Suku Talang Mamak akan dianalisis berdasarkan makna dan nilai-nilai budaya yang terdapat pada setiap mantra pengobatan atau Bulean pada Suku Talang Mamak.
71
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.6.1 Mantra Pengobatan yang Disebabkan Oleh Makhluk Halus
1. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Ayam itam si aghau-aghau ‘ayam hitam marah-marah’ Sebelah dimakan binatang ‘setengahdimakan hewan’ Setan datang untuk menghacau ‘setandatang mau bikin kacau’ Pogila kau jangan di sike ‘pergilah kamu jangan di sini’ Berkat laillahailallah ‘hanya karna Allah’
Pada mantra di atas terdapat nilai budaya yaitiu nilai religi yang diawali
dengan kata “Bismillahirrohmanirrohim” dan juga pada kata “lalillahailallah”
terlihat pada kata ini bahwa keyakinan yang dapat menyembuhkan hanya karena
bantuan dari Tuhan. Jadi mantra diatas memilik makna mengharapkan
sesuatubait kelima agar setan yang datang untuk merusak ataupun mengacau
tersebut pergi dari tubuh penderita sakit denganmemohonkan bantuanya.
2. bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang’ Satu ibu sembilan anak ‘satu ibu sembilan anak’ Harimau melintang jalan ‘harimau berbaring di jalan’ Tujuh bukti menadah embun ‘tujuh bukti ditampung’ Embun ditadah buat pelupa ‘embunditampung untuk melupakan’ hati si polong pananggal pelesit. ‘hati si polong pencabut cepat’ Jin sindai, dan kuntilanak ‘jin sindai, dan kuntilanak’ Aku tau asal mula engkau ‘aku tau dari mana asal kamu’ Menjadi dari pada jin kargas ‘berasal dati jin kagas’
72
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jangan engkau tinggal di batang manusia ‘jangan kamu tinggal di tubuhmanusia’ (nama penderita sakit) Kalau tak mau engkau disorang ‘kalau tidak mau kamu diserang’ cahaye Allah Nur Muhammad ‘cahaya Allah cahaya Muhammad’ Sebanyak titik dan baris ‘sebanyak titik dan baris’ Berkat kalimah la ila ha illalah ‘hanya karena kalimat Allah’ Pada mantra ini diawali dengan lafal “bismillahirrohmanirrohim”, yang menujukan pada mantra ini mengadung nilai budaya yaitu religi pada bait pertama, sedangkan pada bait keempat dan kelima yaitu “tujuh bukit menadah embun” dan “embun ditadah buat pelupa hati si polong penanggal” pada bait ini yang memiliki maksud untuk dapat menolong orang yang kerasukan. Agara para hantu yang berserang di tubuh manusia yang sakit diminta untuk pergi dari sana dan kembali lagi keasalnya. Dilihat pada bait keempat dan kelima memiliki nilai budaya yaitu gotong-royong, karena dukun minta dan saling menolong ataupun berkerja sama agar hantu yang berada pada tubuh manusia mau pergi dan kembali ke asalnya. Pada bait terakhir berkat “laillahailallah” menunjukan makna untuk mengharapkan sesuatu hanyalah kepada Tuhan.
3. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Ade kanun dari selatan ‘ada kaidah dari selatan’ Si kanun rupe e puteh ‘kaidah ternyata kanunya putih’ Pemakan engkau jin dan setan ‘makanan kau jin dan setan’ Seratus empat puloh empat ‘seratus empat puluh empat’ Kurang setan lebihnya kanun ‘kurang setan lebihnya kanun’ Berkat lailahaillallah ‘hanya karena Allah’
73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada mantra ini diawali dengan lafal “bismilahirrohmanirrohim” pada bait pertama dan bait terakhir “laillahaillallah” yang berarti makna ini memiliki nilai budaya yaitu religi, sedangkan pada bait kedua, ketiga, dan kempat yaitu”ade kanun dari selatan”, “si kanun rupe e puteh” dan “pemakan jin dan setan”.
Mantra ini kaidah memiliki warna putih yang berarti suci, mantra ini menjelaskan bahwa kaidah tersebut akan menghabiskan segala jin dan setan yang merasuk kedalam jiwa yang penderita sakit. Hal ini diharapkan akan mengurangi atau menghilangkan jin dan setan tersebut. Semua ini bisa terjadi berkat keyakinan ataupun kepercayaan kepada tuhan. Berdasarkan penjelas diatas dapat di simpulkan bahwa mantra ini mengadung makna mengharapkan sesuatu.
4. Bismillahirrahmanirrahim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Hai sibolaban hai sibalobin ‘hai sibaloban hai sibalobin’ Wawa bujang penawar ‘wawa bujang penawar’ Cirugu nan punye ‘cirugu yang punya’ Tawar panci ruge ‘tawar panci raga’ Nan penawar begorak nyawe ‘yang menawar bergerak nyama’ Ditawar bagorik nyawe di badan ‘ditawar bergerak nyawa di badan’ Bukan aku nan punye tawar ‘bukan aku yang punya tawar’ Berkat kalimah la ila haillahllah ‘hanya karena kalimat Allah’
Pada mantra di atas diawali dengan kata “bismillahirrohmanirrohim” dan diakhiri dengan kata “lailahailallah” yang beratri mantra ini mengadung nilai budaya yaitu religi. Pada bait kedua dan ketiga yaitu “hai sibaloban hai
74
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sibalobin” dan“wawa bujang penawar” maksudnya penyebab penyakit dipanggil dan diberitahu ada yang bisa menawar penyakit itu penyebab penyakit itu.
Penyebab penyakit ini diyakini ada tawar yang membuat dia harus meninggalkan tubuh yang penderita sakit. Pada mantra ini mengadung makna mengharapkan sesuatu dan permohonan karena pada mantra ini memohon pertolong kepada
Tuhan. Pada bait kedelapan yaitu “bukan aku nan punye tawar” maksud dari pernyataan ini adalah yang dapat mengobati mengakui keterbatasan dirinya.
Dukun berserah diri ke pada Tuhan untuk dapat mengobati kerasukan tersebut.
Kerasukan atau kemasukan setan yang dialami seseorang adalah perbuatan orang jahat. Allah dianggap menguasai orang jahat itu akan bisa membantu menyembuhkan.
4.6.2 Mantra Pengobatan untuk Penyakit yang Disebabkan oleh Binatang
1. Bismillahirrahmannirohim “dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” Bismillah aku menawar racun “dengan menyebut nama Allah aku menawar racun” Aku tau asal racun ”aku tau asal racun” Anak lidah asam racun “anak lidah asam racun” Seri manik yang menawar “seri manik yang menawar” Jin semlut yang punye tawar “jin selimut yang punya tawar” Berkat lailahaillah “hanya karena Allah”
Pada mantra ini dibait pertama dan terakhir yaitu “Bismilahirrohmanirrohim”
dan “lailahaillallah” yang berarti menunjukan bahawa mantra ini memiliki nilai
budaya yaitu religi dan makna mengharapkan sesuatu. Kalimat bismilah ini
75
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diucapkan diharapkan mantra yang diucapkan dapat menyebuhkan yang sakit atas bantuan Tuhan. Sedangkan pada bait keempat dan kelima yaitu “aku tahu asal racun” dan “anak lidah asam racun” bait ini bermaksud untuk menyatakan bahwa duku yang mengobati tahu dari mana asal racun sehingga dukan dapat mengobatinya. Sedangkan pada bait keenam dan ketujuh yaitu “seri manik yang menawar” dan “jin selimut yang punye tawar” maksudnya, dengan menggunakan penawar milik jin yang bernama selmut racun dapat dihilangkan, sehingga yang penderita sakit dapat sembuh. Jadi dari penjelasan mantra ini dapat dilihat bahwa mantra ini juga memiliki nilai budaya yaitu kesehatan.
2. Bismillahirrahmannirohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Guluang-guluang golang-golang ‘gulung-gulung golang-golang’ Lari dokat hati abes mati ‘lari dekat hati habis mati’ Lari dokat jantong mati tegantung ‘lari dekat jantung mati tergantung’ Lari kemarih taporu ‘lari nadi tenggelam’ Lari ke porot abes luros ‘lari ke perut habis lurus’ Lari ke rusuk abes busok ‘lari ke rusuk habis busuk’ Lari ke limpe mati tetimpe ‘lari ke limpa mati tertimpa’ Urat e tujoh temaju ‘uratnya tujuh tertuju’ Ambe mawar golang-golang raye ‘aku menawar gelang-gelang raya’ La terobang si kelelawer ‘sudah terbang si kelelawar’ Terobang e timpe menimpe ‘terbangnya timpa menimpa’ La masok segale tawar ‘sudah masuk sekalian tawar’ La keluo segale bise ‘sudah keluar sekalian bisa’ Hu hu huu mampus ‘hu hu huu mampus’ lailahaillallah ‘hanya karena Allah’
76
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada mantra penawar ini digunakan kepada orang yang digigit oleh hewan
berbisa dan bisanya telah masuk kedalam tubuh , jadi, penyakit yang diderita
orang tersebut sudah lebih parah. Pada mantra di atas di awali dan diakhiri
dengan kalimat “Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” pada bait ini
menunjukan bahwa mantra ini mengandung nilai budaya religi dan makna
mengharpkan sesuatu. Karna meminta pertolongan kepada Tuhan. Pada bait
kesepuluh “aku menawar golang-golang raye”. Pernyataan ini bermaksud untuk
permintaan agar racun yang telah masuk kebagian usus pada tubuh seseorang
akan keluar, walaupun bisa itu lari ke bagian jantung, hati, ataupun nadi akan
terus dikejar dan dimatikan sehingga penderita sakit dapat sembuh kembali.
Pada bait kesepuluh ini terlihat juga makna mengharapkan sesuatu. Sedangkan
pada baitkeempatbelas yaitu ”hu hu huuu mampos” pada bait ini mengandung
makna yaitu mengejek. Jadi mantra ini mengadung beberapa makna dan nilai
budaya yaitu, makna mengharapkan sesuatu dan mengejek, sedangkan nilai
budaya ada nilai religi juga ada nilai budaya kesehatan.
3. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Hak kate Allah ‘hak kata Allah” Kum kate muhammad ‘kabul kata Muhammad’ Pulang bise ke asal bise ‘pulang bia kembali ke asal’ Tawar masokbise keluo ‘tawar masuk bisa keluar” Berkat lailahaillah ‘hanya karena Allah’
Pada mantra di atas diawali dan diakhir dengan kalimat sebagai berikut
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah’ pada kalimat tersebut terdapat
77
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
nilai budaya yaitu nilai religi dan makna mengharapkan sesuatu. Sedangkan pada bait kedua dan ketiga kalimat sebagai berikut “hak kate Allah” dan “kum kte muhammad’ pada kalimat ini bermaksud bahwa segala sesuatunya yang ada di muka bumi ini diatur oleh Allah dan dapat diyakini oleh Muhammad sebagai rasul. Pada bait keempat dan kelima dengan kaliamat sebagai berikut “pulang bise ke asal bise” dan “tawar masuk bise keluo” dalam kalimat ini semuanya penyakit akhan hilang dan kembali ke asalnya karena bisa sudah diberi penawar oleh dukun. Terlihat juga pada bait ini mengadung makna mengharapkan sesuatu.
4. bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yangMaha Pengasih Lagi Maha Penyayang’ Asal wadi menikam wadi ‘asal wadi membunuh wadi’ Aku tau asal kau jadi ‘aku tahu asal kamu ada’ Darah puteh asal kau ‘darah putih asal kamu’ Satu asal dengan aku ‘satu asal dengan aku’ Pogilah ke tompat asal ‘pergihlah ke tempat asal’ Menurunkan bise menikam tawar ‘menurunkan bisa mematikan tawar’ Tawar Allah tawar Muhammad ‘tawar Allah tawar Muhammad’ Tawar baginda Rasulullah ‘tawar baginda Rasulullah’
Pada manta ini terlihat pada bait pertama, kedelapan, dan kesembilan dengan
kalimat sebagai berikut “Bismilahirrohmanirrohim”, “tawar Allah tawar
Muhammad” dan “tawar baginda Rasulullah”. Pada bait-bait ini terdapat nilai
budaya religi sedangkan makna pada pada mantra yang terdapat pada bait
tersebuh mengharapkan sesuatu yang hanya di mohonkan ke Tuhan dan Rasul.
Pada mantra bait ketiga, keempat. Kelima dan kenaman yaitu sebagai berikut,
“aku tau asal kau jadi”,“darah puteh asal kau”,“satu asal dengan aku”, dan
78
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“pogilah ke tompat asal”. Pada bait-bait ini terlihat bahwa adanya kandungan
nilai budaya kerukunan dan penyelesaian konflik dan makna menasehati. Kata
”puteh” dalam mantra ini menyatakan bahwa ini tidak membahyakan, karena
bisa dapat ditawar sedikit lebih mudah. Pada mantra ini juga ada menasehati
bahwa jin wadi disuruh untuk pergi ke asalnya agar wadi tidak dimatikan. Kata
“wadi” dalam mantra ini adalah nama setan yang diberi oleh Masyarakat Suku
Talang Mamak.
5. bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Kures name e kau ‘Kures namanya kamu’ Mengapong la kau semacam kapas ‘mengapungkamu seperti kapas’ Rengalah kau semacam rambot ‘renggang lahkamu seperti rambut’ Begoraklah kau dengan napas ‘bergerak kamu dengan napas’ lailahillalah ‘hanya karena Allah’
Pada mantra di atas diawali dan diakhir dengan kalimat sebagai berikut
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” dalam kalimat ini terlihat nilai budaya yaitu religi sedangkan maknanya adalah mengharapkan sesuatu, karena dalam mantra tersebut meminta kesembuhan hanyalah kepada Tuhan. Pada bait ketiga dan keempat yaitu kalimat “mengaponglah kau semacam kapas“ dan
“renganlah kau semacam rambot”Pernyataan sesuatu tergambar bahwa akan ada yang terapung seperti kapas. Maksud dari kalimat ini, kapas dan rambut merupakan benda yang ringan dan bisa terbang dibawah angin, dengan demikian penyakit yang terdapat pada tubuh penderita sakit dapat terbang lalu hilang secepat kilat bagaikan kapas yang terbang. Artinya bahwa penyakit ini akan pergi
79
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
jauh bersma dengan angin yang berhembus kareana kapas sangat ringan. Kapas itu sangat ringan, sehingga mudah saja mengapung di atas permukaan air. Pada bait kelima yaitu “bergoraklah kau dengan napas” permohonan agar bisa yang terdapat dalam tubuh yang penderita sakit agar penyakit segerah pergi seperti hembusan napas. Maksudnya penyakit tersebut akan cepat keluar melalui hembusan napas yang turun naik. Dengan kata lain, penyakit itu akan keluar melalui hembusan napas yang keluar dari mulut. Jadi terlihat pada bait mantra ini mengandung makna menharapkan sesuatu.
6. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Yahagun si name e habiballah ‘Yaghaun adalah namanya kekasih Allah’ Si tanggiriang name e bise ‘si tanggiring namanya bisa’ Rehan Allah name e tawar ‘Rehan Allah namanya tawar’ Tawar masok bise keluo ‘tawar masuk bisa keluar’ Baerkat lailahaillallah ‘hanya karena Allah
Pada mantra ini di awali dengan pembacan bismilah pada bait pertama yaitu
kalimat “Bismilahirrohmanirrohim” dan pada bait terakhir yaitu bait keenam
yaitu kalimat “Lailahaillallah”. Pada bait pertama dan terakhir terlihat bahwa
pada mantra ini menunjukan adanya kandungan nilai budaya yaitu nilai religi
dan makna mengharapkan sesuatu. Pada bait kedua kalimatnya sebagai berikut
“Yahagun si name e habiballah” kalimat ini bermaksud agar mantra mampuh
untuk mengobati gigitan hewan berbisa maka dimulai dengan memuji asma
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Karena masyarakat Suku
80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Talang Mamak percaya bahwa kasih sayang Allah kepada hambaNya maka bisa gigitian hewar tersebut dapat keluar dari tubuh orang yang penderita sakit.
Dengan memanggil “Yahagun”yang dianggap merupakan kekasih Allah ataupun orang yang sangat disayang oleh Allah untuk dapat mengeluarkan bisa yang di beri nama “Tanggiriang”. Sedangkan pada bait keempat dan kelima kalimat sebagi berikut “Rehan Allah name tawar” dan “tawar masok bise keluo” maksud dari bait-bait mantra ini dukun berharap dengan memberikan jampi-jampi sebagai obat sehingga bisa yang masuk ke dalam tubuh yang penderita sakit dapat di sembuhkan, terlihat pada bait mantra ini terdapat makna mengharapkan sesuatu.
4.6.3 Mantra Pengobatan untuk yang Muncul dari Tubuh Sendiri
1. Mantra Penawar Bisul
1. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Bilang-bilang topi ayo ‘bilang-bilang tepi air’ Aku lantengan ke tana baku ‘aku lempar dengan tanah baku’ Solang tulang la cayou ‘sedangkan tulang dapat cair’ Kok kunon dageng nan seboku ‘apalgi daging yang satu potong’ Lailahaillallah ‘hanya karena Allah’
Pada mantra diatas terlihat pada bait pertama dan terakhir yaitu kalimat
“Bismillahirrohmanirrohim” dan “Laillahaillallah” terlihat pada bait mantra ini mengadung nilai budaya yaitu nilaireligi dan makna mengharapkan sesuatu.
Sedangkan pada bait keempat dan kelima kalimat sebagai berikut “Solang tulang
81
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
la cayou”dan “Kok kunon dageng nan seboku” maksud dari bait mantra ini terlihat bagian ini untuk menyatakan adanya aksi. Aksi tersebut dimaksudkan bahwa tulang saja bisa akan bisa hancur apalagi hanya bisul yang terdiri dari daging. Maka bisul yang akan diobati akan pecah dan dapat sembuh . jadi terlihat pada bait mantra ini adanya makna membandingkan.
2. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Denah mendenah jembalang tanah ‘berayun-ayun jembalang tanah Bele kau di belelah bodoh kamu jangan di pelihara’ Anak cucu kau di rumah ‘anak cucu kamu di rumah’ Jaoh kau jaoh lah ‘jauh kamu jauh lah’ Somboh dek kau somboh lah ‘sembuh oleh kamu sambuh lah’ Anak cucuku di rumah ‘anak cucu aku di rumah’ Aku sombur kau di tanah ‘aku sembur kamu di tanah’ Sombur somboh sombur kau somboh ‘sembur sembuh sembur kamu sembuh’ Anak cucuku di rumah ‘anak cucu aku di rumah’ Sombuh-sombuh ‘sembuh-sembuh’ Lailahaillallah ‘hanya karena Allah’
Pada mantra diatas diawali dan diakhiri dengan kalimat sebagai berikut
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillalah” terlihat pada bait kalimat ini bahwa mantra mengandung nilai religi dan makna mengharapkan sesuatu.
Sedangkan pada bait kesembilan yaitu kalimat “Sombur somboh sombur kau somboh” maksud dari kalimat pada bait mantra ini adalah diharapkan setelah pembacaan mantra selesai, lalu bisul disembur dan penderita sakit akan dapat
82
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sembuh kembali. Jadi juga dapat terlihat pada bait kesembila ini bahwa mantra mengadung makna mengharapkan sesuatu.
2. Mantra untuk Mehan Sakit Gigi
1. Bismillahirrohmaniroohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Pangkal gigi ujong lidah ‘pangkal gigi ujung lidah’ Dulu lidah pade kan gigi ‘lebih dahulu lidah dari pada gigi Tahan e same-same ‘tahanya sama-sama’ Berkat la ilaha ilallah ‘hanya karena Allah’ Muhammadarrasulullah ‘Muhammad Rasul Allah
Pada mantra ini terlihat pada bait pertama dan terakhir yaitu kalimat
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah”. Terlihat pada bait ini mantra mengadung nilai budaya yaitu religi dan makna mengharapkan sesutu.
2. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi maha Penyayang’ Oji name induk e hadijah name anak e ‘Oji nama ibunya, Hadijah nama anaknya’ Hadijah diam di balek rumah ‘Hadijah beradah di belakang rumah’ Mustahel aje gigi akan tanggal dulu ‘tidak mungkin gigi akan lepas dulu’ Malaenakan same tanggal dengan nyawe ‘melainkan sama lepasnya dengan nyawa Tuuah! Huu, Laillahaillallah ‘tuuah! Huu, Lailahaillallah’
83
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada mantra ini di awali dan di akhiri dengan kalimat yaitu
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah”. Dapat terlihat pada bait mantra ini mengandung nilai budaya yaitu nilai religi dan makna mengharpkan sesuatu. Makna mengharpakan sesuatu juga dapat dilihat dalam pernyataan akan sesuatu yang tergambar bahwa gigi memiliki orang tua dan anak yang bermasud untuk gigi diharapkan sesalu dijaga seperti ibu menjaga anaknya. Mantra ini dibacakan pada saat seseorang akan disembuhkan dari sakit gigi yang diderita oleh yang menderita sakit.
3. Bismillahirrohmanirrahim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang’ Hinggap mari eumpun buluh ‘berdiri disini serumpun bambu’ Salah gigi tak mengape ‘salah gigi tidak mengapa’ Keluar bise dari tubuh ‘keluar bisa dari tubuh’ Berkat Lailahaillallah ‘hanya karena Allah’ Muhammadarrasulullah ‘Muhammad Rasul Allah’
Pada mantra ini diawali dan diakhiri dengan kalimat yaitu
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” terlihat pada bait mantra ini mendandung nilai budaya yaitu nilai religi dan makna dari mantra ini mengharapkan sesuatu. Di harapkan dengan pembacaan bismilah semua usaha yang akan dilakukan akan dapat berhasil dan rasa sakit akan hilamg. Pada bait ketiga yaitu kalimat “salah gigi tak mengape” dari kalimat ini tersirat bahwa gigi tidak bersalah jadi tidak semestinya gigi ini sakit. Pada bait ini terlihat bahwa adanya nilai budaya yaitu pikiran positif. Jadi pada mantra ini
84
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengadung beberapa nilai budaya itu nila religi dan pikiran positif, sedangkan mankan pada mantra ini adalah mengharapkan sesuatu.
3. Mantra untuk Menyembuhkan Sakit Perut
1. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Menghinju mengheinju megheceu ‘Menghinju Mengheiju megheceu’ Meghiceu suroh lari ‘meghiceu suruh lari’ Meghiceu nakal ‘meghiceu nakal’ Meghinju meghinju suru lari ‘meghinju meghinju suruh lari’ Pogilah ke tompat kau suke ‘pergilah ketempat kamu suka’ Jangan kau kat sini ‘jangan kamu dekat sini’ lailahailallah ‘hanya karena Allah’
pada mantra ini diawali dan diakhiri dengan kalimat yaitu
“Bismillahirrohmanirrohim” dan “ Lailahaillallah” terlihat pada bait pertama dan akhir mantra ini mengadung nilai budaya yaitu religi sedangkan maknanya yaitu untuk mngharapkan sesuatu, permohonan sembuh yang di mintak kepada
Tuhan. Kemudian pada bait kedua, ketiga, keempat, dan kelima kalimanya yaitu
“Menghinju mengheinju megheceu”,“Meghiceu suroh lari”, “Meghiceu nakal“, dan “Meghinju meghinju suru lari”. Pada bait-bait mantra ini dengan diucapkan kalimat ini oleh dukun penyakit diharapkan lari atau pergi dari tubuh seseorang penderita sakit sehingga dapat sembuh kembali. Jadi dengan maksud dari bait mantra tersebut terlihat kembali adanya makna mengharapkan sesuatu yaitu untuk kesembuhan.
85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Mantra untuk Menyembuhkan Sakit Kulit
1. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Mandi hu mandi ha ‘mandi hu mandi ha’ Mandi insan seorte nyawe ‘mandi insan serta nyawa’ Mandi nyawe seorte Muhammad ‘mandi nyawa serta Muhammad’ Mandi Muhammad seorte Allah ‘mandi Muhammad serta Allah’ Mati kudi mati la kuman ‘manti kudis mati kuman’ Mati ditimpe ‘mati ditimpa’ kalimat lailahaillallah ‘kalimat hanya karena Allah’
Pada mantra ini di awali dan diakhiri dengan kalimat yaitu
“Bismillahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” terlihat pada kalimat ini mantra mengandung nilai budayaa yaitu religi dan makana mengharapkan sesuatu. Fungsi dari mantra ini biasanya digunakan untuk mengobati penyakit kulit seperti koreng, alergi, dan sebagainya dengan cara mandi dengan bersih dengan ramuan obat yang telah diberikan oleh dukun kepada yang menderita sakit tersebut. Pernyataan akan sesuatu tergambar pada bait ketiga yaitu kalimat“mandi insan seorte nyawe” maksud dari kalimat ini adalah agar seseorang yang melaksanakan mandi bersih agar harus disertai niat yang tulus, agar penyakit yang melekat pada tubuh atau abadanya dapat sembuh. Pernyataan
“mandi sorte nyawe” juga berarti bahwa mandi ini tidak hanya membersihkan fisik, melainkan juga membersihkan rohani. Dengan pernyataan dan maksud bait dari mantra ini dapat disimbulkan bahwa mantra ini memiliki nilai budaya yaitu religi, karena semua usaha selalu melibatkan Tuhan atas kepercayaan Suku
86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Talang Mamak. Sedangkan makna dari mantra ini terlihat mengharapkan
sesuatu, yaitu mengharapkan kesembuhan untuk sehat dengan bantuan dukun
dan yang mengabulkan tetaplah Tuhan bagi masyarakat Suku Talang Mamak.
2. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang’ Mendaki gunung merapi ‘mendaki gunung merapi’ Mendapat sireh seikat ‘dapat sirih satu ikat’ Bukan si anu lotop dek api ‘bukan si dia melepuh karena api’ Lotop dek ujan lobek ‘terbakar karena hujan lebat’ Berkat guru aku, ‘karena guru saya’ Lailahaillallah ‘hanya karena Allah’
Pada mantra ini diawali dan di akhiri dengan kalimat yaitun
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” dari bait kalimat ini terlihat
mantra mengadung nilai budaya yaitu nilai religi, dan makna dari mantra ini
adalah mengharapkan sesuatu. Permohonan untuk sembuh dari penyakit yang
di mintak hanya kepada Tuhan oleh masyarakat Suku Talang Mamak.
4.6.4 Mantra untuk Meramu dalam peroses pengobatan
1. Mantra untuk Meramu Obat
1. Bismilahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Sehat datang dari Allah ‘sehat datang dari Allah’ Setan datang dari jin ‘setan datang dari jin’
87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jauhlah penyakit ‘jauh lah penyakit’ Kemabli lah kat asal ‘kembali ke dekat asal’ Sombuh yang sakit ‘sembuh yang sakit’ Aku kasih penawar ‘aku kasih penawar’ Aku menawar ngan Muhammad ‘aku tawar dengan Muhammad’ Aku menawar dengan kaliamah ‘aku menawar dengan kalimat’ Laillahailallah ‘hanya karena Allah’ Pada manta ini di awali dan di akhiri dengan kalimat yaitu
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” terlihat pada bait mantra ini mengadung nilai budaya yaitu nilai religi, dan makna mantra ini mengharapkan sesuatu yaitu permohonan kepada Tuhan untuk kesembuhan.
Pada bait kedua dan ketiga kalimatnya sebagai berikut “Sehat datang dari
Allah” “Setan datang dari jin” maksud dari kalimat ini menerangkan bahwa kesehatan itu Tuhan yang menetukan, sementra sakit datangnya dari jin dan setan. Dengan diucapkan mantra ini oleh dukun untuk mengharapkan penyakit akan menjauh dari penderita sakit dengan cara memberikan penawar kepadanya.
Jadi mantra ini mengandung nilai budaya yaitu religi, karena masayarakat Suku
Talang Mamak selau melibatkan tuhan pada mantranya. Sedangkan makna dari mantra ini adalah mengharapkan sesuatu yaitu untuk kesembuhan dari penyakit yang di derita.
2. Bismillahirrohmanirrohim ‘dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’ Hompas batang si tawar ‘pergi batang si tawar’ Hompas batang kalimace ‘pergi batang kalimaca’ Aku membuat topung tawar ‘aku membuat tepung tawar’
88
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Untuk menawar sakalian bise ‘untuk menawar semua bisa’ Barokat kalimah ‘hanya karena kalimat’ lailahilallah ‘hanya karena Allah’
Pada mantra ini di awali dan di akhiri dengan kalimat yaitu
“Bismilahirrohmanirrohim” dan “Lailahaillallah” dengan bait mantra ini
terlihat mengadung nila budaya yaitu nilai religi dan makna dari mantra ini
mengharapakan sesuatu. Dimana mantra Suku Talang Mamak ini selalu
menyakini Tuhan untuk dapat menyembuh sakit yang di derita denganbantuan
dukun. Mantra ini biasanya dibacakan saat dukun akan meramukan obat.
4.7 Penutupa Ritual Bulean
Warga desa dengan perangkat adat mengadakan acara makan bersama,
Kumantan kembali diasap agar dia sadar dari kesurupan. Akhirnya Kumantan menyorong persirihan kepada Batin, memberitahukan bahwa Karayat (acara) disudahi. Batin pun menyampaikan kepada seluruh masyarakat, bahwa acara
Bulean sudah selesai. Masing-masing warga pulang ke rumah.
Hal yang perlu diingatkan pada acara penutupan Bulean, bahwa tanggung jawab mengasap dan menyimpan alat musik (Ketabung, gong, gendang dan ketunjung) adalah tugas yang punya rumah dimana diadakan Bulean. Dan tak seorangpun yang dapat memindahkan. Alat tersebut biasanya berpindah pada saat diadakan Bulean berikutnya.
89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Alat musik yang dominan saat Bulean adalah Ketabung. Bulean tidak pernah diadakan kalau ketabung tidak ada. Gendang Ketabung dinilai barang sakti oleh Talang Mamak.
90
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisi yang telah dilakukan terhadap penelitian ini terdapat beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Masyarakat Suku Talang Mamak menganggap bang buat kehidupan akan
Harmonis bila terdapat keserasian dalam hubungan antara manusia, alam,
tradisi, dan Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, keserasian hubungan ini
tercermin dalam perilaku mereka.
2. Dukun masih dianggap tokoh yang dapat menjembatani hubungan
manusia dengan alam, bahkan juga Tuhan. Cara dukun menjembatani
hubungan ini adalah dengan tradisi, seperti pembacaan mantra.
3. Mantra pengobatan merupakan jenis mantra yang terdapat pada seluruh
kelompok masyarakat Suku Talang Mamak.
4. Dalam melakukan pengobatan, sebuah mantra selalu dilengkapi dengan
ramuan ramuan. Ramuan ini beragam jenisnya, baik yang berasal dari
hewan, tumbuhan, dan benda lainnya.
5. Pengobatan yang dilakukan dukun melalui dua cara, dia ini cara langsung
dengan tidak langsung. Ramuan digunakan sih sakit dengan berbagai cara
sesuai petunjuk dukun, seperti disembur, di oles, dibalurkan, dimakan,
diminum, Di asap, atau dikubur, atau di diangkat. Proses pengobatan juga
dilakukan secara bertahap. Jika penyakit telah sembuh maka pengobatan
harus diri tanda kutip “dimatikan” sebagai tanda proses pengobatan selesai.
91
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Selain ramuan, dalam proses pengobatan terdapat juga penggunaan
pangkal. Tangkal berguna untuk mengantisipasi atau menangkis perbuatan
jaahat dari makhluk lain.
7. Berdasarkan mantra pengobatan yang ditemukan dalam masyarakat Suku
Talang Mamak ini dapat dikelompokkan menjadi lima jenis mantra
pengobatan. Kelima jenis itu adalah (1) mantra pengobatan untuk penyakit
Yang disebabkan oleh makhluk halus; (2) mantra pengobatan untuk
penyakit yang disebabkan oleh binatang; (3) mantra pengobatan untuk
penyakit yang datang dari dalam tubuh;!(4) mantra pengobatan untuk
penyakit yang disebabkan oleh orang atau bend lain; dan (5) Mantra untuk
ritual lain dalan peroses pengobatan.
8. Berdasarkan analisis nilai budaya dan makna yang terdapat dalam ritual
pengobatan Suku Talang Mamak. Setelah dianalisis ternyata ada dalam
satu mantra terdapat beberapa nilai budaya dan beberapa juga makna.
Tetapi tidak semua mantra memiliki lebih dari satu nilai budaya dan satu
makna hanya sebagianya saja.
9. Suku Talang MamaK selalu percaya bahwa apapun yang terjadi
kepadanya adalah pengaruh dari alam gaib ataupun makhluk halus.
5.2 Saran 1. Peneliti sangat berharap adanya penelitian lanjut mengenai mantra
pengobatan dalam ritual kebudayaan Suku Talang Mamak untuk
meemperkaya Khazanah linguistik dan juga antropolinguistik.
92
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Peneliti berharap adanya penelitian lanjutan pagi pemerhati bahasa dalam
mengkaji bahasa daerah khususnya yang berkaitan dengan mantra ritual
pengobatan masayarakat Suku Talang Mamak.
3. Khusu untuk mantra pengobatan, masih banyak data yang belum
terangkum pada penelitian ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pendokumentasian dan penelitian lebih lanjut.
93
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Ajijah, M. Iskandar. 1995. Menggali budaya orang tua tempo doeloe
memanfaatkan tumbuhan obat di pedesaan di Jawa Bara. Prosiding
Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani II. Puslitbang Biologi-LIPI,
Fakultas Biologi UGM dan Ikatan Pustakawan indonesia, Yogyakarta I:
61-70
Amanriza, Ediruslan, Tenas, dan Sudarno. 1989. Koba Sastra Lisan Orang Riau.
Pekanbaru: Pemerintahan Daerah Tingkat 1 Provinsi Riau.
Astri, Elmustian, Hadi. 2018 “Mantra Ritual Bulean” (Online). Jom.fkip.unri.com.
Diakses Pada Tanggal 20 Desember 2019.
Basaria, Ida. 2017. Bahasa Dalam Ranah Budaya dan Sosial Penuturnya. Medan:
USU Press.
Djamaris, Edward. 1990. Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik (Sastra
Indinesia Lama). Jakarta: Balai Pustaka.
Hamidy, U.U dkk. 1986. Suku Talang Mamak, Riau. Pekanbaru: Bagian Proyek
Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Melayu Dapertemen Pendidikan
dan Kebudayaan R.I.
Hendrik. 2008. Nilai Religi dalam Teks Mantra Upacara Baselang Masyarakat
Talang Mamak. (skripsi). Pekanbaru: Universitas Riau.
Jumadi, Zulkifli, Rusma Noortyani. 2015. “Antropolinguistik Dalam Mantra
Dayak Maanyan Di Kalimantan Selata” (Online). www.neliti.com.Diakses
Pada Tanggal 15 Januari 2019.
94
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KamusBesar Bahasa Indonesia (2002). Departemen Pendidikan Nasional Edisi
ke-3. Balai pustaka, Jakarta. Gramedia.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta: Rineka Cipta.
Natsir. 2016. “Tradisi Bermantra Pengobatan Masyarakat Melayu Langkat”
(Disertasi). Medan: Sekolah Pascasarjana USU.
Nurfadhilas, Rosi. 2014. “Cerminan Kearifan Lokal Masyarakat Desa
Mandalasari Dalam Mantra Pengobatan” (Skripsi). Bandung: Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Seni UPI.
Oktavia, Irni. 2013. “Transformasi Upacara Bulean Suku Talang Mamak Menjadi
Tari Rentak Bulean Pada Mayarakat Inderagiri Hulu Provinsi Riau”.
Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni.
Pasaribu, Fernando. 2013. “Manusia dan Kebudayaan”. (Online) Wordpress.com.
Diakses Pada Tanggal 20 Desember.
Pateda,Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Eka Cipta.
Purba, Paribu.2004. “Musik Populer”. (Online) wodpress.com. Diakses Pada
Tanggal 20 Desember 2018.
Setiawan, Agus. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pres.
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik: Antropologi Lingustik atau
LinguistikAntropologi Medan: Penerbit Poda.
95
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal (Hakikat, Peran, dan Metode Tradisi
Lisa).Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.
Simanjuntak, M dkk. 2012. Budaya Pengobatan Masyarakat Talang Mamak Di
Kabupaten Indragiri Hulu. Rengat: Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan
Pariwisata.
Simaremare, Agus. 2015. “Bahasa dan Pengobatan Tradisional Dalam
Masyarakat Batak Toba” (Tesis). Medan Sekolah Pascasarjana USU.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata
Dharma University Press.
Sudjimah, panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Sutarma, I.G.Putu. 2011. “Ungkapan Larangan pada Masyarakat Petani Tabanan:
Kajian Linguistik Kebudayaan”. [Tesis]: Pascasarjana Universitas
Udayana.
Tantawi, Isma. 2014. Bahasa Indonesia Citapustaka Media.Akademik. Bandung.
96
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN
97
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bapak ketua Kantor Kecamatan Rengat
Bapak ketua Kantor KecamatanBapak staf Rengat Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Ibuk staf Kantor Kecamatan Rengat
98
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Foto pengambilan data wawancara bersama informan
99
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gong dan gendang
Pengobatan
Masyarakat Suku Talang Mamak
Anyaman kerajinan Suku Talang Mamak
100
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pementasan kebudayaan tentang Suku Talang Mamak
Masyarakat Indragiri Hulu melestarikan kebudayaan dan adat-istiadat yang dimiliki masyarakat melayu dengan pementasan, bertujuan untuk memperkenalkan kekayaan budaya baik di nusantara maupun manca negara.
Berikut beberapa foto pemetasan kebudayaan Suku Talang Mamak.
101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
102
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
103
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA