Kisah Abimana Aryasatya Dan Muzakki Ramdhan Berperan Di Film "Gundala"

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kisah Abimana Aryasatya Dan Muzakki Ramdhan Berperan Di Film UNTUK DISIARKAN SEGERA Kisah Abimana Aryasatya dan Muzakki Ramdhan Berperan di Film "Gundala" (Jakarta, 18 Maret) -- Pada pengumuman First Look di bulan Oktober 2018, telah terungkap bahwa Abimana Aryasatya dipilih sebagai pemeran Gundala. Aktor watak tersebut kemudian diperlihatkan sosoknya dalam video First Look. Penampilannya langsung mendapat persetujuan dari warganet. Selain Abimana, ada aktor lain yang juga memerankan karakternya yaitu Muzakki Ramdhan. Muzakki menjadi Sancaka (nama asli Gundala) kecil. Sebagai aktor dengan pengalaman segudang, ternyata bagi Abimana masih menyimpan perasaan yang tidak biasa, “Perasannya senang dan takut. Kayak lihat lahiran anak.” Abimana mengaku aktingnya sangat terbantu oleh pengarahan Joko Anwar sebagai sutradara dan penulis skenario, “Kerja dengan Joko sangat mudah, karena dia tahu apa yang mau dia sampaikan. Semua sudah dipikirkan dan dikonsep olehnya.” Begitu pun yang dialami oleh Muzakki Ramdhan, aktor cilik pendatang baru yang aktingnya sudah dapat terlihat di video First Look. “Om Joko selalu bilang ke aku untuk selalu kasih yang terbaik,” ujarnya. Ia lalu menambahkan. “Biasanya kalau sudah selesai syuting disuruh nemenin Om Joko dulu, sampai ngantuk baru aku pulang.” Abimana dan Muzakki berbagi layar sebagai Sancaka. Sancaka atau Gundala adalah tokoh komik rekaan Harya Suraminata yang muncul pertama kali dalam komik Gundala Putra Petir pada tahun 1969. Total 23 komik sudah diterbitkan oleh pengarangnya selama hidup. Kini hak cipta Gundala dipegang oleh Bumilangit. Rumah bagi 1000+ karakter komik Indonesia. Film Gundala dijadwalkan tayang tahun 2019. Film ini diproduksi oleh Screenplay Films, Bumilangit Studios, serta Legacy Pictures. Nantikan tokoh jagoan asli Indonesia ini di layar lebar. .
Recommended publications
  • Komunikasi ISKI, Vol
    Jurnal Komunikasi ISKI, Vol. 03 (01), 2018. 1•11 J U R N A L E-ISSN: 2503-0795 KOMUNIKAS I P-ISSN: 2548-8740 I K A T A N S A R J A N A K O M U N I K A S I I N D O N E S I A The Capitalization of Backpacking Tourism Culture in Indonesian Films http://dx.doi.org/10.25008/jkiski.v3i1.143 Agustinus Rusdianto Berto Universitas Indonesia Jl. Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430, Indonesia [email protected] Abstract A film, as a media, acts significantly in popularizing the culture of backpacking tourism, which is closely related to the capitalist values. This research attempts to reveal the capitalist values in Indonesian backpacking films. The data are obtained by applying qualitative content-analysis to 2 (two) Indonesian films, namely Haji Backpacker and Laura & Marsha. The analysis leads to several interesting findings. First, Indonesian backpacking films, either explicitly or implicitly, more-likely prefer foreign tourist destinations. Second, the backpacker ideologies are presented more obviously in the implicit backpacking movie, Laura & Marsha rather than in the more explicit one, Haji Backpacker. Third, films contribute in shifting the ideological meaning of backpacking, which now emphasizes on principle of progress or recency (standardization), individualism (pseudo-individualization and social-cement), and efficiency (fetishism). Further researchers should analyze the effects of the shifting of the meaning based the perspective of the audience and content producers. Keywords: Backpacking, Capitalism, Qualitative Content Analysis, Film Abstrak Sebagai sebuah media, film memiliki peranan penting dalam mempopulerkan budaya wisata backpacking yang erat kaitannya dengan nilai-nilai kapitalisme.
    [Show full text]
  • ANALISIS SEMIOTIK PESAN DAKWAH DALAM FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah Dan
    ANALISIS SEMIOTIK PESAN DAKWAH DALAM FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Nurul Latifah NIM. 1112051000118 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M ANALISIS SEMIOTIK PESAN DAKWAH DALAM FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Nurul Latifah NIM. 1112051000118 Di Bawah Bimbingan: Prof. DR. H. M. Yunan Yusuf, MA NIP. 19490119 198003 1 001 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tangerang Selatan, 1 September 2016 Nurul Latifah ABSTRAK Nurul Latifah NIM: 11120510001118 Analisis Semiotik Pesan Dakwah dalam Film “Bulan Terbelah di Langit Amerika” Film adalah media dakwah yang penting, sebab ia merupakan media audio- visual yang dapat dinikmati dimana dan kapan saja. Film Bulan Terbelah di Langit Amerika yang diproduksi oleh Maxima Picture mengisahkan perilaku seorang muslim Pasca tragedi World Trade Center (WTC) 11 September 2001 dalam kehidupan bersosial sehari-hari ditengah kehidupan masyarakat Amerika yang notabene sebagian besar mereka ialah masyarakat non Muslim.
    [Show full text]
  • KONSTRUKSI ISLAM SEBAGAI AGAMA PERDAMAIAN DALAM FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA SKRIPSI Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Il
    KONSTRUKSI ISLAM SEBAGAI AGAMA PERDAMAIAN DALAM FILM BULAN TERBELAH DI LANGIT AMERIKA SKRIPSI Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi Disusun Oleh : ILHAM BAHARSYAH NPM : 13.21.0014 KEKHUSUSAN : PUBLIC RELATIONS SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA 2017 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji bagaimana wacana Islam sebagai agama perdamaian dalam film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Untuk mengetahui bagaimana wacana dalam film tersebut, peneliti menggunakan metode riset perspektif Teun A. van Dijk. Ada tiga dimensi untuk menganalisis yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks. Di balik terciptanya pesan Islam agama perdamaian terdapat sutradara dan penulis naskah yang beragama Islam. Hanum Salsabiela sebagai penulis novel Bulan Terbelah di Langit Amerika memiliki pengalaman pahit mengenai bagaimana ia sebagai umat Islam mengalami diskriminasi di Eropa. Rizal Mantovani sebagai sutradara yang mengetahui bagaimana pemberitaan mengenai Islam di mancanegara memutuskan untuk memproduksi film tersebut di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan untuk menggambarkan Islam sebagai agama perdamaian dalam film tersebut sutradara menggunakan gambaran penduduk Amerika beragama Islam yang toleran dan memilih bersikap damai di tengah maraknya isu terorisme. Kata Kunci : Konstruksi, Islam, Analisis Wacana, Teun A. van Dijk. DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ii PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI iii PERNYATAAN ORISINALITAS iv MOTTO v ABSTRAK vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI x DAFTAR GAMBAR xii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 4 1.3 Tujuan Penelitian 5 1.4 Manfaat Penelitian 5 1.4.1 Manfaat Teoritis 5 1.4.2 Manfaat Praktis 5 1.5 Kajian Pustaka 5 1.5.1 Film Sebagai Media Komunikasi 5 1.5.2 Konstruksi Sosial 6 1.5.3 Konstruksi Identitas 9 1.5.4 Konstruksi Media Terhadap Islam 11 1.5.5 Analisis Wacana 13 1.5.6 Wacana Perspektif Teun A.
    [Show full text]
  • 73 BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Kisah Di Balik Layar 1. Profil Rumah Produksi Maxima Pictures Gambar 4.1 : Logo Maxima
    BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Kisah Di Balik Layar 1. Profil Rumah Produksi Maxima Pictures Gambar 4.1 : Logo Maxima Pictures Maxima Pictures adalah sebuah rumah produksi film yang didirikan pada 9 Desember 2004 oleh Ody Mulya Hidayat dan Yoen K. Maxima International atau lebih dikenal Maxima Pictures, baik secara sendiri maupun dengan rumah produksi lain, telah menghasilkan lebih dari 20 film sejak film perdananya, Cinta Pertama bekerjasama dengan Rapi Films. Film ini menjadi tonggak awal perjalanan Maxima Pictures. Maxima pernah terjun ke pertelevisian melalui produksi FTV yang sempat tayang di SCTV tahun 2007. Hingga Saat ini, Maxima International bagian dari Falcon Pictures mempunyai anak rumah produksi seperti Movie Eight (8), MMA Production (Luntang-Lantung), dan Unlimited Productions.1 1 https://id.wikipedia.org/wiki/Maxima_Pictures 73 74 Gambar 4.2 : Pemain Film Bulan Terbelah Di LAngit Amerika dengan beberapa Crew Maxima Pictures Sukses dengan debutnya lewat 99 Cahaya di Langit Eropa yang keluar dalam tiga film, 99 Cahaya di Langit Eropa (2013), 99 Cahaya di Langit Eropa Part 2 (2014) dan 99 Cahaya di Langit Eropa Final Edition (2014), kini kelanjutan dari kisah yang diangkat dari novel karya Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra tersebut telah siap diproduksi. Gambar 4.3 : Novel Bulan Terbelah Di Langit Amerika 75 Maxima Pictures yang kini berganti nama menjadi Maxima International, tentunya, sebagai production house yang mendapat hak untuk memfilmkan novel berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika ini sekarang tengah bersiap-siap untuk melangsungkan proses produksi filmnya di New York, Amerika Serikat. Hal tersebut diketahui dari acara Syukuran & Buka Puasa Bersama Film Bulan Terbelah di Langit Amerika yang dilangsungkan di Istanbul Turkey Restaurant, Ampera, Jakarta Selatan, Sabtu (20/6) malam.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada Awal
    BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada awal perkembangannya, film tidak lebih dari pertunjukan hiburan dalam bentuk gambar bergerak (motion action) dan berlangsung tanpa pelengkap suara. Bentuk hiburan ini dimulai oleh seorang Edward Muybridge ketika berusaha mengambil foto kuda yang sedang berlari melalui sebuah rangkaian kameranya. Kreatifitas ini kemudian terus berlanjut hingga dalam bentuknya seperti yang dapat kita tonton hari ini. Sebagai media komunikasi massa, film dapat memainkan peran dirinya sebagai saluran menarik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan yang lazimnya disebut dakwah. (Saeful, 2012:112). Salah satu film yang di dalamnya menyampaikan pesan dakwah adalah film “3;Alif Lam Mim”. Film ini merupakan gabungan 3 genre (action, drama, dan religi), dengan Umbara bersaudara yaitu Anggy Umbara, Bounty Umbara dan Fajar Umbara sebagai penulis naskah skenarionya. Silat dalam film Alif Lam Mim selain digambarkan sebagai budaya bangsa juga menunjukkan suatu identitas religius, santri dan silat (pesantren dan silat) dua perpaduan yang menjadi bagian panjang sejarah bangsa Indonesia. Film Alif Lam Mim bercerita tentang pesahabatan Alif (Cornelio Sunny), Herlam (Abimana Aryasatya) dan Mimbo (Agus Kuncoro) yang tumbuh besar dan menempa latihan silat bersama di lingkungan pesantren Al-Ikhlas pimpinan Kyai Mukhlis. Ketiganya memiliki cita-cita yang berbeda, Alif ingin menjadi aparat penegak hukum mengabdi pada Negara menangkap semua penjahat dan pembunuh, hal ini dilatar belangkangi oleh kejadian pembunuhan terhadap kedua orang tuanya, Herlam ingin menjadi Jurnalis agar dengan tulisan-tulisannya dia bisa menyampaikan kebenaran sedangkan Mimbo ingin tetap mengabdi di pesantren menyebarkan kebaikan melalui agama. 1 2 Film Alif Lam Min sendiri bersetting Jakarta pada tahun 2036, tercatat sebagai film laga futuristik pertama di Indonesia.
    [Show full text]
  • Alif Lam Mim) by Anggy Umbara
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 307 1st Social and Humaniora Research Symposium (SoRes 2018) The Construction of Terrorism Issue in Indonesian Movie Entitled 3 (Alif Lam Mim) by Anggy Umbara Muh. Bahruddin, Ibnu Hamad Ilmu Komunikasi University of Indonesia Depok, Indonesia [email protected], [email protected] Abstract—This study aims to explore Peircean semiotic text Islamic boarding schools in East and Central Java. On analysis with mise en scene concept. Researcher use a counter December 16-17, 2005 the program was held in the Al hegemony approach to see the ideology of filmmaker. For This Hamidiyah Bangkalan boarding school and on December 27- combination is used to identify terrorism issue constructed by an 28 2005 was held in Sidogiri Pasuruan [2]. Indonesian movie entitled 3 (Alif Lam Mim) by film director Anggy Umbara. The film puts the issue of religion against Sahrasad and Chaidar [3] see terrorism as a result of rash secularism in the midst of high-tech times to construct a major and violent actions from the United States (West) to Iraq and issue of terrorism in Indonesia. 3 (Alif Lam Mim) wants to convey Afghanistan. This event increasingly multiplies Islam as an a message to the public that the issue of terrorism was not alternative ideology for the military of the United States created by a religious group (Islam) which was considered (West), which is currently touted as Muslim-populated radical as told by widespread discourses in society. This study countries. Terrorism as an ideology is interpreted as a value applies Peircean semiotic analysis using icons, indices, and order and is used as a tool to carry out joint actions.
    [Show full text]
  • Filmart Ad Cover Day 2.Indd
    TUESDAY, MARCH 20 2018 DAY 2 AT FILMART www.ScreenDaily.com Stand 1A-B19 Editorial +852 2582 8958 Advertising +1 213 447 5120 TUESDAY, MARCH 20 2018 TODAY DAY 2 AT FILMART Girls Always Happy, review, p8 REVIEW www.ScreenDaily.com Stand 1A-B19 Editorial +852 2582 8958 Advertising +1 213 447 5120 Girls Always Happy Chinese debut lays bare a complex mother-daughter relationship Jack Neo » Page 8 iQiyi launches dramatic FEATURE heads mm2’s Korea hot projects The latest work from the directors gala slate of Inside Men, The Throne and push as TV series travel The Whistleblower BY SILVIA WONG » Page 12 Celebrating its 10th anniversary, BY LIZ SHACKLETON Hsieh Hsin-ying (Love At Seventeen) Burning Ice, as well as Youku’s Day Singapore’s mm2 Entertainment Chinese streaming giant iQiyi is star in Meet Me @ 1006, which fol- And Night. iQiyi has also sold SCREENINGS presents an extended slate of 24 launching four new series at lows a lawyer who fi nds a strange shows to US platform Dramafever, What’s on at Filmart regional fi lms at Filmart, including Filmart today, tapping into the woman in his apartment at the Korea’s CJ E&M, Malaysia’s Astro, » Page 30 a trio of new titles co-produced trend for Chinese-language TV same time every night, while Jasper Singapore’s StarHub and Hong with Turner Asia Pacifi c. drama to fi nd an audience overseas. Liu (When I See You Again) stars in Kong’s TVB. Taking the spotlight is Killer Not The four 24x45-minute series — Plant Goddess about a music execu- “In the past, costume dramas Stupid, Jack Neo’s fi rst fi lm set out- Meet Me @ 1006, Befriend, Plant tive stranded in a rural village.
    [Show full text]
  • 5 Film Indonesia Masuk Ke Pasar Internasional, Nomor 1 Sulit Tayang Di Dalam Negeri
    5 Film Indonesia Masuk Ke Pasar Internasional, Nomor 1 Sulit Tayang di Dalam Negeri Realitarakyat.com – Beberapa film Indonesia tak hanya berhasil di dalam negeri, tapi juga menemukan kesuksesan di mancanegara, baik melalui ajang penghargaan internasional maupun pemutaran terbatas di festival film bergengsi. Dari aksi, horor, hingga drama, film-film nasional berikut ini sukses membawa nama Indonesia naik di kancah perfilman internasional. 1. Rumah Dara (2010) Rumah Dara, disebut Macabre di kancah internasional, adalah film horor slasher garapan The Mo Brothers, yaitu Kimo Stamboel dan Timo Tjahjanto. Rumah Dara merupakan salah satu film horor pertama yang tak mengangkat tema setan dan hantu, melainkan manusia pembunuh yang haus darah. Film ini dibintangi Shareefa Daanish, Julie Estelle, Ario Bayu, dan Daniel Mananta. Rumah Dara mengisahkan kelompok pertemanan yang memberi tumpangan kepada seorang perempuan linglung dan mengantarkannya ke sebuah rumah di pinggiran kota. Tak disangka, pemilik rumah itu adalah keluarga kanibal yang gemar membunuh serta menyantap daging manusia. Anak- anak dalam kelompok pertemanan itu pun harus mencari jalan keluar agar tak berakhir di dalam lambung keluarga sadis tersebut. Film ini pertama kali tayang di Bucheon International Fantastic Film Festival Korea Selatan tahun 2009, dan disusul rilis perdana di bioskop Singapura. Meski digemari penonton internasional, Rumah Dara kesulitan tayang di Indonesia pada 2010. Meski tak sukses di rumah sendiri, film ini berhasil dibeli oleh Overlook Entertainment asal Paris yang menjadi distributor Rumah Dara di Amerika dan Eropa. 2. The Raid (2011) The Raid yang memiliki judul asli Serbuan Maut, adalah film aksi dan thriller garapan sutradara Gareth Evans. Meski berasal dari luar negeri, film ini melibatkan lebih dari 90% kru serta aktor dari Indonesia.
    [Show full text]
  • L'étrange Festival 2013 – Programme Complet (Pdf)
    Vente en ligne de billets sur www.forumdesimages.fr Forum des images : Forum des Halles / 2, rue du Cinéma / Paris 1er • Tél 01 44 76 63 00 • blog.forumdesimages.fr www.etrangefestival.com Partenaires de L’Étrange Festival 2013 L’ÉTRANGE FESTIVAL DIX-NEUVIÈME ÉDITION Réussir la fusion parfaite entre deux êtres peut prendre beaucoup de temps. Il en va de même pour votre manifestation chérie, tellement cette solide alliance aura mis 19 ans à se consolider et qu’enfin nous puissions partager le plus beau et savoureux des festins pelliculaires. 19 ans pour que se croisent, dans la plus logique symbiose artistique, des talents aussi précieux que Martine Beswick et Caroline Munro, sémillantes représentantes de l’âge d’or d’un cinéma, littéralement, fantastique ; Jello Biafra, le plus revendicatif et engagé des artistes underground ; Albert Dupontel, l’électron, définitivement libre, du cinéma français ; ou Stephen Sayadian, le seul et unique auteur d’un cinéma érotique, véritablement créatif. Presque deux décennies pour découvrir ensemble les nouveaux princes ENSEMBLE,de la cinématographie mondiale, que s’arrachent ENFIN par la suite les! manifestations les plus officielles, ou certains chef-d’œuvres oubliés depuis bien trop longtemps, et en partie restaurés grâce au talent de Serge Bromberg et Éric Lange pour leur féerique Retour de flamme. L’an prochain le Festival fêtera ses vingt ans. Considérons cette édition 2013 comme « l’apéritif » prestigieux de ce que nous vous réservons pour cette prochaine année explosive en tout point. Si, par ces temps perturbés, il n’est pas simple de vous combler, L’Étrange Festival est définitivement fier de vous accueillir à sa table.
    [Show full text]
  • Pesan Dakwah Dalam Film (Studi Analisis Semiotik Pada Film “99 Cahaya Di Langit Eropa” Karya Guntur Soeharjanto)
    PESAN DAKWAH DALAM FILM (STUDI ANALISIS SEMIOTIK PADA FILM “99 CAHAYA DI LANGIT EROPA” KARYA GUNTUR SOEHARJANTO) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Pada Fakultas Ushuluddin Dakwah Dan Adab Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten Oleh : YANA AHMAD RIFAI NIM : 113300213 FAKULTAS USHULUDDIN, DAKWAH DAN ADAB INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN 2015 M/ 1436 H PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) dan diajukan pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ushuluddin, Dakwah dan Adab Institut Agama Islam Negeri “Sultan Maulana Hasanuddin” Banten ini sepeneuhnya asli merupakan hasil karya tulis saya pribadi. Adapun tulisan maupun pendapat orang lain yang terdapat dalam skripsi ini telah saya sebutkan kutipannya secara jelas sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku di bidang penulisan karya ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa sebagian atau seluruh isi skripsi ini merupakan hasil perbuatan plagiarisme atau mencontek karya tulis orang lain, saya bersedia untuk menerima sanksi berupa pencabutan gelar keserjanaan yang saya terima atau sanksi akademik lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Serang, April 2015 Materai 6000 YANA AHMAD RIFAI NIM: 113300213 ABSTRAK Nama : Yana Ahmad Rifai, NIM : 113300213, Judul Skripsi : Pesan Dakwah dalam Film (Studi Analisis Semiotik pada Film 99 Cahaya di Langit Eropa Karya Guntur Soeharjanto). Dakwah Islam mutlak dilakukan agar Islam menjadi rahmat penyejuk kehidupan manusia. Dakwah ditunjukkan kepada siapa saja, untuk meningkatkan kapasitas keberagamaan masyarakat. Karena dakwah Islam tidak membeda-bedakan manusia dari segi manapun, dari warna kulit, suku, ras dan lain sebagainya.
    [Show full text]
  • BAB IV GAMBARAN UMUM A. Sekilas Profil Rumah Produksi Maxima
    BAB IV GAMBARAN UMUM A. Sekilas Profil Rumah Produksi Maxima Pictures Dari Film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Gambar 4.1 Logo Rumah Produksi Maxima Pictures89 Maxima Picture adalah sebuah rumah produksi film yang didirikan pada 9 Desember 2004 oleh Ody Mulya Hidayat dan Yoen K. Maxima Internasional atau lebih dikenal Maxima Pictures, baik secara sendiri maupun dengan produksi lain, telah menghasilkan lebih dari 20 film sejak film perdananya, “Cinta Pertama” yang bekerjasama dengan Rapi Film menjadi tonggak awal perjalanan Maxima Pictures. Dan hingga mempunyai anak rumah produksi seperti Movie Eight (8), MMA Production Luntang-lantung, dan Unlimited Productions.90 Sukses dengan debutnya lewat film 99 Cahaya Di Langit Eropa yang keluar dalam tiga film, yaitu 99 Cahaya Di Langit Eropa 2013, 99 Cahaya Di Langit Eropa part 2, dan 99 Cahaya Di Langit Eropa final Edition kini kelanjutan kisah di sukseskan lagi pada film Bulan Terbelah Di Langit Amerika (2015). film yang diambil ceritanya dari sebuah novel best seller karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra yang berjudul Bulan Terbelah di Langit Amerika. Film ini bersyuting di lokasi kota New York dan San Fransisco, Amerika Serikat. Nama-nama pemeran film ini ada Acha Septriasa, Abimana Aryasatya, Nino Fernandez, Rianti Cartwright, Hannah Al Rashid dll. Film ini diangkat dari Novel karya Hanum Rais dan Rangga. Rumah produksi Maxima Pictures merilis film Bulan Terbelah Di Langit 89 Sumber Internet, dalam http//Logo. Maxima.pictures. (diakses pada 15 Maret 2018). 90 Maxima Pictures dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Maxima_Pictures (diakses pada 15 Maret 2018). 45 46 Amerika pada akhir tahun 2015, dan Film ini sudah tayang di bioskop tanggal 17 Desember 2015.
    [Show full text]
  • Stereotip Islam Teroris Dalam Film “3: Alif Lam Mim”
    BAB III GAMBARAN FILM 3: ALIF, LAM, MIM A. Profil Film 3: Alif, Lam, Mim Film 3: Alif, Lam, Mim merupakan film yang diproduksi oleh FAM Pictures dan Multivision Plus.Film yang disutradarai oleh Anggy Umbara dan diproduseri oleh Ari Untung ini rilis pada tanggal 1 Oktober 2015. Film 3 mengambil latar Jakarta pada tahun 2036, begitu banyak terjadi perubahan.Negara sudah damai dan sejahtera sejak berakhirnya perang saudara yang terjadi pasca revolusi pada tahun 2026 lalu.Indonesia menjadi negara liberal, hak asasi manusia didewakan. Peluru tajam yang biasa digunakan polisi sudah tidak digunakan lagi dan ilegal.Aparat cukup menggunankan peluru karet untuk menangkap kriminal dan teroris yang masih tersisa. Oleh karenanya, kemampuan bela diri menjadi prioritas utama baik bagi aparat maupun para kriminal. Film ini menjadi peringatan bagi umat beragama terutamaIslam. Film ini menggambarkan betapa sedikit orang yang memegang teguh agamanya di masa yang akan datang. Agama menjadi minoritas. Umat beragama memiliki sedikit sekali perhatian dari pemerintah, didiskrimanasi, bahkan diadu domba, difitnah sebagai teroris.Hal ini karena pengaruh barat begitu besar 73 74 bagi Indonesia.Budaya Indonesia yang kaya dan etika orang Indonesia yang ketimur-timuran menjadi hal yang langka, digantikan oleh budaya barat. Meskipun film 3: Alif, Lam, Mim ini hanya bertahan tujuh hari tayang di bioskop, namun film ini telah menjadi nominasi dan mendapatkan penghargaan. Seperti menjadi nominasi sebanyak 7 kategori dalam Piala Maya 2015, menjadi nominasi di 4 kategori dalam Indonesian Movie Awards (IMA) 2016, dan Tahta Ginting mendapatkan penghargaan sebagai pemeran pria pendukung terbaik. Bahkan film 3: Alif, Lam, Mim ini juga masuk nominasi Atlanta Asian Film Festival di Amerika.
    [Show full text]