1 Subtema: 5 MEMBERDAYAKAN “KEMBALI” BAHASA DAERAH
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Subtema: 5 MEMBERDAYAKAN “KEMBALI” BAHASA DAERAH SEBAGAI SUMBER UTAMA PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA Basori [email protected] 085787572731 Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah Abstrak Pengembangan kosakata bahasa Indonesia perlu terus dilakukan sebagai bagian dari peningkatan daya ungkap bahasa Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tuntutan perkembangan ilmu, teknologi, serta kebudayaan yang demikian pesat. Kenyataannya pengembangan (penambahan) kosakata dalam berbagai bidang itu lebih didominasi oleh sumber bahasa asing (Inggris), terutama dalam dua dasawarsa terakhir ini. Akibatnya bahasa Indonesia lebih terasa menginggris. Kondisi ini akan meletakkan bahasa Indonesia pada posisi yang jauh dari kebudayaan Indonesia (Nusantara). Bahasa Indonesia akan kehilangan akarnya. Hal ini harus segera diatasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah “kembali ke khitah” memberdayakan bahasa daerah sebagai sumber utama pengembangan bahasa Indonesia. Keragaman bahasa daerah (726 bahasa) merupakan kekayaan yang perlu digali sebagai sumber pengayaan kosakata bahasa Indonesia. Bahasa daerah tidak hanya digunakan sebagai bahasa budaya. Bahasa daerah juga dapat dan mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Kata Kunci: bahasa daerah, bahasa Indonesia, pengembangan 1. Pengantar Judul di atas terdiri atas dua bagian, bagian pertama berkaitan pemberdayaan bahasa daerah, bagian kedua berkaitan dengan pengembangan bahasa Indonesia. Kedua bagian ini memiliki pokok yang berbeda. Perbedaan itu terletak pada kemampuan bahasa Indonesia dalam menempatkan dirinya sebagai bahasa pergaulan antarbangsa. Hal ini berkaitan langsung dengan 1 kemampuan bahasa Indonesia dalam membahasakan dunia serta fungsinya sebagai bahasa utama dalam belantara ratusan bahasa daerah. Situasi kebahasaan di Indonesia menunjukkan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa daerah memiliki peran berdampingan dalam situasi diglosik secara alamiah. Pada akhir-akhir ini, kehadiran situasi diglosik semakin nyata. Bahasa daerah pada umumnya dipilih untuk menyatakan hal-hal yang bersifat keseharian dan kedaerahan sedangkan bahasa Indonesia dipilih untuk menyatakan hal-hal yang bersifat kedinasan. Bahasa daerah yang dimiliki Indonesia yang beratus-ratus jumlahnya itu merupakan bagian dan unsur dari kekayaan dan kebudayaan Indonesia. Karena bahasa daerah adalah bagian dari unsur kekayaan bahasa Indonesia, perannya untuk mengembangkan bahasa Indonesia harus ditingkatkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan bahasa daerah sebagai sumber utama dalam pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia. Sebagai bagian dari pemberdayaan bahasa daerah, setiap komponen bangsa harus berpikir bahwa bahasa daerah adalah unsur utama dalam pengembangan bahasa Indonesia. Tak dapat disangkal lagi bahwa penyerapan bahasa asing merupakan hal yang lumrah dalam perkembangan sebuah bahasa. Terlebih dewasa ini, tatkala teknologi merewak dengan cepat dan sistem komunikasi yang baru yang semakin mendekatkan kebudayaan dan bahasa. Pungut-memungut istilah dan kosakata di antara berbagai bahasa menjadi gejala yang umum di seluruh dunia. Termasuk di dalamnya bahasa-bahasa yang ‘dianggap’ maju dan modern. Tak ada seorang yang mempertanyakan bagaimana bahasa Inggris misalnya menyerap kata asing. Bagaimana bahasa itu menggunakan kata atau istilah yang mereka serap. Orang Inggris menerima begitu saja kata batik dari bahasa Indonesia. Mereka tidak mencari padanan kata itu dalam bahasa mereka. Namun, selanjutnya kata itu diperlakukan sebagai kata Inggris yang harus tunduk pada segala aturan tata bahasa Inggris. Dari kata batik itu kemudian muncul to batik, batiked, batiking, to make batik, batik work, dan sebagainya. Mereka tidak memungut kata membatik atau pembatikan tetapi menerjemahkannya menjadi to make batik dan batik industry. Orang (penggawa bahasa) Inggris paham benar bahwa pengguna bahasa Inggris takkan paham benar seandainya mereka memungut membatik atau pembatikan. Bandingkan hal itu dengan apa yang menjadi kebiasaan orang Indonesia dalam menyerap kata asing. Hampir setiap bentukan kata yang disera dilahap sepenuhnya dengan dalih pengambilan utuh, tanpa memperhatikan kaidah pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Lalu, muncullah standar, standardisasi, analis, analisis, analitis, kapital, kapitalis, kapitalisasi, kapitalisme, kapitalistik, kapitalistis. 2 Sudah waktunya bagi masyarakat Indonesia untuk ‘kembali ke sumber’. Memanfaatkan kekayaan kata dan istilah yang dimiliki bahasa-bahasa daerah sebagai bagian dari pengembangan bahasa Indonesia. Hal itu dapat dilakukan dengan –salah satu caranya adalah– menerbitkan kamus yang memuat seluruh kekayaan kata dalam bahasa-bahasa Nusantara. Kamus seperti ini akan sangat bermanfaat sebagai upaya memperkaya dan mendokumenkan kosakata ‘Indonesia’. Jika kata ‘canggih’ dan ‘dampak’ dapat muncul dari peristirahatan dan memiliki peran dalam pengembangan ilmu, saya meyakini bahwa masih banyak ‘kata karun’ yang dapat digali dan dimanfaatkan. Ada yang mengatakan bahwa pemanfaatan kosakata serta unsur-unsur linguistik lainnya dalam bahasa daerah sebagai bagian dari bahasa Indonesia mudah dilakukan secara linguistik, tetapi tidak secara sosial. Kata dapat diambil apabila konsep yang dilambangkan oleh kata itu memang baru bagi bahasa Indonesia dan kata atau istilah yang melambangkannya belum ditemukan dalam bahasa Indonesia. Selain itu untuk menjadikan kata bahasa daerah dalam bahasa Indonesia, pertimbangan kanlinguistik juga harus ikut menentukan masuk atau tidaknya kata itu. Itu sebabnya penanganan bahasa tidak dapat dilepaskan begitu saja hak-hak masyarakat, termasuk di dalamnya hak atas pemertahanan etnis, budaya, dan bahasanya. Untuk itu, bahasa Indonesia harus mengadopsi konsep-konsep pengetahuan modern yang umumnya berasal dari bahasa asing. Untuk menjadi tali pengikat persatuan yang baik, bahasa Indonesia hendaknya mewakili kepentingan semua anggota masyarakat Indonesia yang multietnik dan multilingual. Pertanyaan saya, apa tidak salah? Penggunaan kata (bahasa) asing sebagai tali pengikat persatuan yang baik. Bukankah ini sebagai bentuk pengingkaran yang nyata dari sejarah pembentukan dan perkembangan bahasa Indonesia? Kecenderungan untuk menggunakan kata asing dalam bahasa Indonesia akan semakin menjauhkan bahasa Indonesia dari akar budaya Nusantara. Bahasa Indonesia akan menjadi sederet kata asing yang dirangkai dengan kata depan dan kata hubung bahasa Indonesia. Itukah yang disebut sebagai pembersatu? 2. Pengembangan Bahasa Indonesia Kata adalah sesuatu yang ajaib. Dengan kata, orang dapat mengungkapkan isi hatinya, orang dapat memerintah orang, memuja, memuji, memaki, dan sebagainya. Orang juga dapat memeroleh gambaran tentang seseorang elalui kata yang dipakai. Tutur kata seseorang menunjukkan latar belakangnya. Kata adalah sarana berpikir, keterampilan berpikir seseorang sangat bergantung pada keterampilan berolahkatanya. Semakin tajam dan semakin perinci cara berolahpikirnya makin tinggi kebutuhan kata yang dimilikinya. 3 Maka kemilikan kosakata menjadi prasyarat penting bagi siapa saja yang memiliki niat berolahpikir. Ada prasangka bahwa bahasa Indonesia kurang bahkan tidak sesuai untuk digunakan sebagai bahasa pengetahuan, untuk mengungkapkan hal-hal yang renik sebagaimana yang dituntut oleh perkembangan ilmu dan teknologi masa kini. Kemudian istilah dan kosakata asing membanjiri bahasa Indonesia. Akibatnya, muncullah tulisan yang penuh dengan kata dan ungkapan asing. Untuk menjawab tantangan itulah bahasa Indonesia perlu dikembangkan. Pengembangan ditujukan pada upaya peningkatan mutu daya ungkap bahasa Indonesia. Peningkatan mutu daya ungkap itu meliputi perluasan kosakata bahasa Indonesia dan pemantapan kaidah-kaidahnya sejalan dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi serta kebudayaan yang amat pesat. Perkembangan kosakata dapat diketahui dari pertambahan kata yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia. Kamus W.J.S. Poerwadarminta yang terbit tahun 1953 memuat sekitar 23.000 lema bahasa Indonesia. Pada tahun 1976 kamus itu diolah kembali oleh Pusat Bahasa dan ditambahkan 1.000 lema baru. Gambaran itu memperlihatkan dalam kurun waktu 29 tahun seolah-olah hanya terjadi penambahan 1.000 kata saja. Sementara dalam waktu 12 tahun berikutnya, tepatnya tahun 1988, telah terjadi penambahan 49.000 kata baru yang termuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Pertama. Kini kamus itu telah mernuat 78.000 lema (kata umum) dan dalam pengembangan istilah telah diperoleh 265.000 istilah dalam berbagai bidang ilmu. Kondisi itu menunjukkan bahwa perkembangan kosakata bahasa Indonesia amatlah cepat, terutama dalam waktu 25 tahun menjelang pergantian abad ke-20. Meskipun demikian, kekurangan kosakata bahasa Indonesia masih saja terasakan jika digunakan untuk mengungkapkan ilmu dan teknologi, termasuk teknologi komunikasi melalui media massa. Pengembangan kosakata dalam berbagai bidang itu lebih didominasi oleh sumber bahasa asing, terutama dalam dua dasawarsa terakhir ini. Sumber pengembangan kosakata itu perlu diimbangi dengan pemanfaatan bahasa daerah. Keragaman bahasa daerah (726 bahasa) merupakan kekayaan yang perlu digali sebagai sumber pengayaan kosakata bahasa Indonesia. Pemerkayaan kosakata diperlukan untuk memungkinkan pelambangan konsep dan gagasan kehidupan modern. Cakrawala sosial budaya yang meluas yang melampaui batas-batas kehidupan yang tertutup menimbulkan keperluan adanya kata, istilah, dan ungkapan dalam bahasa. Sebagai bahasa yang hidup, bahasa Indonesia dapat –bahkan wajib– menerima berbagai unsur yang datang dan masuk dari bahasa-bahasa