Mematahkan Pewarisan Ingatan Wacana Anti-Komunis Dan Politik Rekonsiliasi Pasca-Soeharto

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Mematahkan Pewarisan Ingatan Wacana Anti-Komunis Dan Politik Rekonsiliasi Pasca-Soeharto Mematahkan Pewarisan Ingatan Wacana Anti-Komunis dan Politik Rekonsiliasi Pasca-Soeharto Oleh Budiawan Kata Pengantar: Hersri Setiawan ELSAM – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jakarta Juni 2004 Daftar Isi Pengantar Penerbit Pengantar Penulis Ucapan Terima Kasih Kata Pengantar: Hersri Setiawan Bab I Narasi Masa Lalu Komunis yang Tak Pernah Pudar • Pengantar • Jatuhnya Soeharto dan Munculnya Isu Rekonsilasi Nasional • Wacana Anti-Komunis dan Isu Rekonsiliasi: Sebuah Tinjauan Pustaka • Menginterogasi Narasi tentang Masa Lalu • Membaca sebuah Representasi-Diri • Sistematika Buku dan Sumber-Sumber Acuannya Bab II Wacana Anti-Komunis dan Praktik Sosialnya • Pengantar • Perubahan dalam Wacana Resmi Anti-Komunisme Setelah Soeharto Jatuh • Gagasan Gus Dur Tentang Rekonsiliasi Nasional dan Penjabarannya • Protes Menentang Toleransi terhadap “Komunis” dan “Komunisme” • “Komunis” dan “Komunisme” dalam Berbagai Cerita Rakyat • Catatan Penutup Bab III Memeriksa Narasi tentang Masa Lalu Komunis • Pengantar • Islamisasi Komunisme dan Pertentangan antara PKI dan Organisasi Islam, 1920-an – 1948 • Menuju Pemersetanan Komunisme: Dari Peristiwa Madiun hingga Pembantaian Massal 1965-66 • Catatan Penutup Bab IV Dua Otobiografi Muslim Komunis • Pengantar • Dua Muslim Komunis dan Otobiografi Mereka o Otobiografi Hasan Raid: Sebuah Laporan Pertanggungjawaban Seorang Muslim Komunis o Otobiografi Achmadi Moestahal: Tutur Pribadi Seorang Muslim Pluralis • Ketiadaan dalam Ke-ada-an • Membuka Ruang Untuk Narasi-Diri si “Yang Lain” • Catatan Penutup Bab V Merumuskan Kembali Masa Lalu dan Rekonsiliasi • Pengantar • Abdurrahman Wahid dan Dinamika Intern NU • Syarikat: Aktivis Muda NU dan Gagasan Rekonsiliasi Mereka • Rekonsiliasi di Tingkat Akar-Rumput: Kasus Blitar, Jawa Timur • Catatan Penutup Bab VI Refleksi Teoretis • Tinjauan dan Persoalan • Menghadapi Masa Lalu dalam Masyarakat Transisi: Tiga Kasus • Rekonstruksi Identitas dan Kemungkinan untuk Rekonsiliasi • Catatan Penutup Bibliografi Indeks Tentang Penulis Mematahkan Pewarisan Ingatan: Wacana Anti-Komunis dan Politik Rekonsiliasi Pasca- Soeharto oleh Budiawan (Diterjemahkan dari disertasi doktoral di National University of Singapore dengan judul yang dipertahankan pada Juni 2003 dengan judul: “Breaking the Immortalized Past: Anti- Communist Discourse and Reconciliatory Politics in Post-Suharto Indonesia”) Penerjemah (Bab I – IV: Tim Penerjemah Elsam; Bab V-VI: Hersri Setiawan; Catatan Kaki: Eddie Riyadi Terre) Editor I/Penyelaras Terjemahan Hersri Setiawan Editor II/Penyelaras Akhir Eddie Riyadi Terre Desain Sampul: Layout: Cetakan Pertama, Juni 2004 Hak terjemahan dalam bahasa Indonesia ada pada ELSAM Semua penerbitan ELSAM didedikasikan kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia, selain sebagai bagian dari usaha pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Penerbit ELSAM – Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jln. Siaga II No. 31, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510 Tlp.: (021) 797 2662; 7919 2519; 7919 2564; Facs.: (021) 7919 2519 E-mail: [email protected], [email protected]; Web-site: www.elsam.or.id Daftar Singkatan dan Akronim BAKIN = Badan Koordinasi Intelijen Nasional Bakorstanas = Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Banser = Barisan Serbaguna BKR = Badan Keamanan Rakyat BTI = Barisan Tani Indonesia CIA = Central Ingelligence Agency CIDES = Centre for Information and Development Studies CSI = Centraal Sarekat Islam DDII = Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia DI/TII = Darul Islam/Tentara Islam Indonesia ET = Eks-Tapol FDR = Front Demokrasi Rakyat FPN = Front Persatuan Nasional FSAS = Forum Studi Agama dan Sosial FUII = Front Umat Islam Indonesia G30S/PKI = Gerakan Tiga Puluh September/Partai Komunis Indonesia Gerwani = Gerakan Wanita Indonesia Gestapu/PKI = Gerakan Tiga Puluh September Gestok = Gerakan Satu Oktober IAIN Suka = Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta ICMI = Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia IJB = Inlandsche Journalisten Bond KISDI = Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam KNIL = Koninklijk Nederlands Indisch Leger Komas = Komunis, Nasionalis, dan Marhaenisme KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Lakpesdam = Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Lekra = Lembaga Kebudayaan Rakyat Litsus = Penelitian Khusus LKTS = Lembaga Kajian untuk Transformasi Sosial LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat LVRI = Legiun Veteran Republik Indonesia Mahmilub = Mahkamah Militer Luar Biasa Manikebu = Manifes Kebudayaan Masyumi = Majelis Syuro Muslimin Indonesia MK = Mahkamah Konstitusi MPRS = Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nasakom = Nasionalisme, Agama, dan Komunisme NGO = Non-Government Organization NU = Nahdlatul Ulama Ornop = Organisasi Non-Pemerintah PBB = Partai Bulan Bintang PDI-P = Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan Pesindo = Pemuda Sosialis Indonesia PKB = Partai Kebangkitan Bangsa PKI = Partai Komunis Indonesia PMP = Pendidikan Moral Pancasila PNI = Partai Nasionalis Indonesia PPKI = Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPP = Partai Persatuan Pembangunan PRRI = Perjuangan Revolusioner Rakyat Indonesia PSI = Partai Sosialis Indonesia SEASP, NUS = Southeast Asian Studies Programme, National University of Singapore SI = Sarekat Islam SOBSI = Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia Syarikat = Masyarakat Santri untuk Advokasi Masyarakat TKR = Tentara Keamanan Rakyat Tripika = Tiga Pimpinan Kecamatan TVRI = Televisi Republik Indonesia UUPA = Undang-Undang Pokok Agraria UUPBH = Undang-Undang Pokok Bagi Hasil YLBHI = Yayasan Lembaga Bantuan Hukum YPKP 65-66 = Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-66 Pengantar Penerbit Apakah sebaiknya masa lalu dilupakan atau diingat? Friedrich Nietzsche mengatakan bahwa keduanya penting. Kita perlu mengingat masa lalu agar bisa bertahan hidup dan bahkan bisa merancang masa depan dengan lebih baik. Ini adalah sikap historis (geschichtlicht). Kita juga perlu memiliki kemampuan melupakan masa lalu agar luka-luka batin tersembuhkan. Terkadang memori itu mendukakan ketimbang mensukakan. Ini adalah sikap a-historis (ungeschichtlicht). Dalam konteks masyarakat pasca-otoritarian abad 20 yang lewat, sikap pertama barangkali terwakili oleh Afrika Selatan. Sementara, sikap kedua sedikitinya terwakili oleh Mozambik. Namun, yang jauh lebih penting, demikian kata Nietzsche, adalah bersikap suprahistoris (übergeschichtlicht). Dalam sikap sejarah yang demikian, begitu keyakinan Nietzsche, ada makna-makna yang melampaui perubahan sejarah. Pencecapan terhadap makna-makna yang melampaui sejarah itulah yang melahirkan mental Dionysian, mental yang berani mengatakan Ja-Sagen, berkata-ya, terhadap kehidupan. Mengatakan “ya” terhadap kehidupan berarti berani menggugat “diri”. Menggugat diri adalah awal sebuah rekonsiliasi. Tetapi, mengapa rekonsiliasi? Pertanyaan ini kiranya, sebagaimana keyakinan penulis buku ini, tidaklah memadai jika ditafsirkan sebagai pertanyaan politik dan legal semata. Mendekati pertanyaan tersebut dengan perspektif politik dan hukum semata akan berujung pada bahaya reduksi dan simplifikasi persoalan yang dengan sendirinya tidak bisa lari jauh dari wacana dominan. Padahal wacana yang demikian itulah yang justru hendak “dibongkar”. Pembongkaran terhadap wacana dominan tidak berarti menciptakan “wacana tandingan”. Mengapa? Karena penciptaan wacana tandingan berarti mengupayakan sebuah representasi masa lalu sebagaimana dicecapi (conceivable) dan diklaim, bukan sebagaimana adanya. Nah, justru persis itu jugalah yang dilakukan oleh wacana dominan yang ditandingi itu. Dalam situasi seperti ini, tidak mungkin tercipta apa yang namanya rekonsiliasi itu. Kalau begitu, apa yang menjadi syarat-syarat kemungkinan (conditions of possibilities) dari rekonsiliasi itu? Upaya yang ditawarkan oleh penulis buku ini adalah pembongkaran wacana yang telah berkanjang selama ini – dalam hal ini adalah, sesuai dengan fokus penelitian penulis buku ini pada tragedi terbesar sepanjang sejarah Indonesia pasca-kolonial, yaitu peristiwa pembantaian massal 1965-66 plus “api dalam sekam”-nya pada tahun-tahun sebelumnya serta “bunga api berpercikan” pada tahun-tahun sesudahnya – yaitu wacana anti-komunisme. Kiranya jelas dengan sendirinya mengapa penulis memilih masalah ini sebagai lokus pentahtaan upaya rekonsiliasi (nasional)-nya. Pembongkaran itu dilakukan dengan “menelusuri kembali proses pembuatan narasi masa lalu itu”. Untuk itu penulis buku ini “berpaling pada bahasa”. Namun dengan berpaling pada bahasa yang dimaksudkan di sini, penulis tidak bermaksud memeriksa muatan narasi masa lalu itu melainkan justru memeriksa struktur bahasanya di mana muatan narasi itu dihadirkan. Jadi, dengan pendekatan seperti itu, dalam sepanjang uraiannya – kembali ke soal syarat-syarat kemungkinan di atas tadi – penulis buku ini tampaknya lebih yakin pada upaya sosial kultural, jadi lebih menekankan inisiatif orisinal akar rumput, ketimbang pada upaya politik semata yang berarti adanya dominasi negara dalam menciptakan rekonsiliasi. Hal ini semakin artikulatif dalam uraian bab terakhir buku ini, setelah kita para pembaca diajak bertualang dengan bab-bab sebelumnya. Dalam hal inilah sumbangan buku ini tampak jelas dan khas, baik dalam tataran praksis kebermasyarakatan dan keberbangsaan maupun pada tataran teoretik-akademik. Pada tataran praksis ia memberi alternatif bukan lagi pada kesibukan mengurai konflik dengan mencari dasar-dasarnya atau rangkaian sebab-akibatnya, melainkan pada bagaimana masyarakat menafsirkan, membayangkan, menciptakan, mengontrol, mengatur, dan memperlakukan pengetahuan
Recommended publications
  • Panduan Peserta PKKMB FIP UM
    PANDUAN PESERTA PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS BAGI MAHASISWA BARU FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG TAHUN 2019 Dibuat oleh : Team Chief Of Operation (COO) PKKMB “LASKAR API MUDA” FIP BEM FIP UM 2019 PKKMB FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2019 A. LATAR BELAKANG Dalam rangka menyiapkan mahasiswa baru melewati proses transisi menjadi mahasiswa yang dewasa dan mandiri, serta mempercepat proses adaptasi mahasiswa dengan lingkungan yang baru dan memberikan bekal untuk keberhasilannya menempuh pendidikan di perguruan tinggi maka dilakukan Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Masa ini dapat dijadikan titik tolak inisiasi pembinaan idealisme, menanamkan dan memperkuat rasa cinta tanah air, dan kepedulian terhadap lingkungan, juga dalam rangka menciptakan generasi yang berkarakter religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, memiliki kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, dan berintegritas serta memiliki kedisiplinan dalam kehidupan di kampus dan masyarakat. Dengan kata lain melalui PKKMB kita ingin memberikan bekal awal agar mahasiswa kelak akan menjadi alumni perguruan tinggi yang memiliki kedalaman ilmu, keluhuran ahlak, cinta tanah air dan berdaya saing global. PKKMB harus direncanakan secara matang agar dapat dijadikan momentum bagi mahasiswa baru untuk mendapat informasi yang tepat mengenai sistem pendidikan di perguruan tinggi baik bidang akademik maupun non-akademik. PKKMB juga diharapkan dapat menjadi penyadaran akan adanya hal-hal yang dapat menghambat studi mahasiswa baru termasuk bisa menghambat pencapaian tujuan nasional misalnya masalah radikalisme, terorisme, penyalahgunaan narkoba, plagiarisme, korupsi dan lainnya. Selain itu PKKMB juga diharapkan merupakan ajang penyadaran akan pentingnya pemahaman tentang globalisasi dan revolusi industri 4.0 yang menuntut mahasiswa untuk menjadi orang-orang yang menghayati dan memiliki literasi data, literasi teknologi dan literasi kemanusiaan serta kesiapan untuk penguasaan kompetensi yang diperlukan di abad 21.
    [Show full text]
  • Perlawanan Ulama Minangkabau Terhadap Kebijakan Kolonial Di Bidang Pendidikan Awal Abad Xx
    PERLAWANAN ULAMA MINANGKABAU TERHADAP KEBIJAKAN KOLONIAL DI BIDANG PENDIDIKAN AWAL ABAD XX Erman (Dosen Fakultas Adab IAIN Imam Bonjol. Email: [email protected]) Abstract The resistance of Minangkabau’s scholars against colonial policy of education in the early of 20th century started from a scientific study has revealed that the pre-conditions that led to the birth of the movement is the penetration of the colonial government against the people in this area and plan the implementation of policies in the field of education, namely Ordinance 1928 and teachers’ Ordinance in 1932. This historical experience was seen by scholars Minangkabau might impede the freedom and the rights to broadcast the Islamic religion. Various reactions appeared and Islamic ideology seems to be the main driving to oppose colonial rule related teachers’ ordinancy and illegal schools. The spirit of nationalism that was born at the beginning of the 20th century were also encouraged scholars to take the fight against the colonial policy. In line with this goal, the scholars utilizing the network that has been built on Islamic educational institutions in the past to build a resource (strength) and then to form a committee as institutional resistance. Resistance itself they did in the form of protests by the general meeting of Minangkabau’s scholars and then proceed with the delivery of vote of no confidence to the colonial government. The resistance impacted the emerging alliance of young and old scholars, the birth of a radical political party in Minangkabau and the pressure of the colonial government Key Words: Resistance, Minangkabau’s Ulema, Colonial, Education PENDAHULUAN oleh Audrey Kahin sebagai refleksi munculnya pergerakan nasionalisme dan anti-kolonial Pada permulaan abad ke-20, Minangkabau pertama di Minangkabau.
    [Show full text]
  • Download (883Kb)
    72 BAB IV JALAN BERFIKIR H. M. MISBACH DALAM MENERIMA KOMUNISME Bagaimana H. M. Misbach dapat menerima Komunisme sedang ia sendiri adalah seorang yang memegang kuat Islam? Ini merupakan pertanyaan yang penting dalam mengkaji pemikiran H. M. Misbach tentang relevansi Komunisme dan Islam. Secara umum, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kita perlu mengetahui bagaimana pergumulan nilai-nilai Islam dalam diri H. M. Misbach ketika berinteraksi dengan ajaran Komunisme dalam ruang lingkup sosial-politik yang dihadapi. Pergumulan itu akan melahirkan makna-makna tersendiri dalam diri H. M. Misbach sehingga mendorongnya mengatakan bahwa Komunisme itu relevan dengan Islam. Untuk melihat pergumulan tersebut, teori interaksionisme simbolik akan dapat membantu melihat jalan berfikir H. M. Misbach dalam menerima Komunisme. Dalam teori interaksionisme simbolik disebutkan bahwa individu akan merespon lingkungan baik obyek fisik (benda) maupun obyek sosial (perilaku manusia) berdasarkan media-media yang ada. Dengan demikian akan terbentuk makna atas respon tersebut, dan tentu makna yang diinterpretasikan oleh individu itu dapat 100 berubah sejalan perubahan situasi yang terjadi selama interaksi terjadi. Jika ini digunakan untuk melihat H. M. Misbach, maka sebenarnya H. M. Misbach mencoba merespon keadaan umat Islam dan masyarakat tertindas di Hindia Belanda secara umum, dan secara khusus di sekitar wilayah Kasunanan Kartasura saat itu. H. M. 100 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi(Bandung: Rosda Karya, 2004), 199. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 73 Misbach juga merespon obyek-obyek sosial lain seperti keberadaan SI Tjokroaminoto dan teman-temannya di SI, keberadaan Muhammadiyah, keberadaan golongan- golongan radikal sebelum adanya ISDV/PKI seperti Mas Marco Kartodikromo dengan Indlandsche Journalisten Bond (IJB), dr.
    [Show full text]
  • The Discourse of Muslim Intellectuals
    THE DISCOURSE OF MUSLIM INTELLECTUALS AND `ULAMA’> IN INDONESIA A Historical Overview Khoirun Niam IAIN Sunan Ampel, Surabaya - Indonesia Abstract: Muslim intellectuals and `ulama’> are two notions necessary for attempts to get deep understanding of particularly Indonesian Muslim scholars. This paper analyses the discourse of Muslim intellectuals and `ulama’> in Indonesia before the independence period. The focus is on the practices and vectors which paved the way for the Muslim intellectuals and `ulama’> to come to the forefront in socio-political and cultural arena of Indonesia. The paper argues that the emergence of Indonesian intellectuals was not only influenced by Muslim organisations but also by Study Clubs. It further argues that irrespective of the diverse identification of Muslims intellectuals, those with secular educational background dominated the public spehere of Indonesia in the pre-independence period than those trained in pesantren or traditional Islamic education. This codition was a result of the nexus of the colonial contribution through so-called ethical policy, the rise of socio-political and cultural association, and the emergence of study club, which gave rise to Muslim intellectuals with secular educational background. Keywords: Muslim intellectuals, `ulama’> , Study Club, Ethical Policy. Introduction Research on ‘ulamā’ and Muslim intellectuals dates back to colonial times and is still of interest to scholars taking different approaches and extents. At the end of the nineteenth century, Christian Snouck Journal of Indonesian Islam; ISSN1978-6301 Published by the Institute for the Study of Religion and Society (LSAS) and the Postgraduate Program (PPs), the State Institute for Islamic Studies (IAIN) Sunan Ampel Surabaya - Indonesia Khoirun Niam Hurgronje1 did research on Indonesian pilgrims in Mecca, whom he referred to as jawah ‘ulamā’.
    [Show full text]
  • Sumatra Thawalib Padang Panjang Dan Masuknya Paham Komunis Pada Tahun 1923
    ISSN 1411-1764 e-ISSN 2722-3515 Vol. 3 No. 1 Tahun 2021 Sumatra Thawalib Padang Panjang dan Masuknya Paham Komunis Pada Tahun 1923 Syaiful Hanafi1(*), Etmi Hardi2 1,2Pendidikan Sejarah, FIS Universitas Negeri Padang *[email protected] Abstrak Sumatra Thawalib Padang Panjang and the entry of communist ideology in 1923. The purpose of this study was to describe how Sumatra Thawalib Padang Panjang as a modern Islamic school got into communist ideology. This research is a qualitative descriptive study using historical research methods. The initial steps of this research are heuristics, source criticism, analysis, interpretation and historiography. The results of this research are Sumatra Thawalib, which is a modern Islamic school and also a center for reform of Islamic education. It has created alumni and students who are not only studying religion but also other sciences such as social and natural sciences. In 1922, Sumatran student Thawalib Padang Panjang began to show interest in political movements. And in early 1923 Haji Datuk Batuah who was a young teacher there brought a new understanding to Sumatra Thawalib, namely communism. Although it took less than a year to spread the communist ideology, its impact was already felt inside and outside Sumatra Thawalib itself. Keywords: Sumatra Thawalib Padang Panjang, communist Abstrak Sumatra Thawalib Padang Panjang Dan Masuknya Paham Komunis Pada Tahun 1923. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaiamana Sumatra Thawalib Padang Panjang sebagai sekolah modern Islam dapat kemasukan paham komunis. Penelitian ini termasuk deskriftif kualitatif dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Langkah awal penelitian ini yaitu heuristic, kritik sumber, analisis, interpretasi dan historiografi.
    [Show full text]
  • Rekonsiliasi Dan Keadilan Bagi Korban Tragedi 1965
    KEADILAN BAGI YANG BERBEDA PAHAM: REKONSILIASI DAN KEADILAN BAGI KORBAN TRAGEDI 1965 Manunggal Kusuma Wardaya* Abstract Abstrak Human rights enforcement is one impro- Penegakan HAM merupakan salah satu perly-accomplished agenda in this post-1998 agenda demokratisasi yang belum sepenuh- democratisation. Severe human rights viola- nya tercapai. Pelanggaran-pelanggaran tions such as 1965 Tragedy remain obscure, HAM berat seperti Tragedi 1965 masih nonlitigation resolution (e.g. recognition and belum jelas sehingga penyelesaian nonliti- compensation) is considered the best solu- gasi (pengakuan dan kompensasi), dianggap tion. Recognition also is a form of respect to sebagai solusi yang terbaik. Pengakuan human rights and a stepping stone to resolve tersebut merupakan bentuk tanggungjawab other tragedies. untuk menghormati HAM dan menjadi batu loncatan untuk mengungkap tragedi HAM lainnya. Kata Kunci: hak asasi manusia, tragedi 1965, keadilan, pelanggaran HAM berat. A. Pendahuluan mengaturnya. Kesemua pembaruan yang Lebih dari satu dasawarsa reformasi hingga kini masih berjalan secara evolutif telah dijalani oleh bangsa Indonesia didesain secara sadar menuju tercapainya setidaknya hingga tulisan ini dibuat. Selama kehidupan bernegara dan berbangsa yang kurun waktu tersebut, berbagai perubahan demokratis-berkeadilan sosial. Pengalaman dilakukan mulai dari perombakan secara berkonstitusi tanpa internalisasi paham mendasar hukum dasar tertulis (written konstitusionalisme yang membawa berbagai constitution) Undang-undang Dasar Negara opresi dan pengingkaran hak dasar manusia Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya: membangkitkan kesadaran pada bangsa UUD 1945) hingga penataan kembali baik ini akan satu hal utama pentingnya suatu infra- maupun suprastruktur politik melalui sistem yang meniscayakan akuntabilitas perubahan berbagai piranti hukum yang dan limitasi kekuasaan negara serta jaminan * Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (e-mail: [email protected]).
    [Show full text]
  • Jadwal Kegiatan Operasional Bank Banking Operational Schedule
    Jadwal Kegiatan Operasional Bank Banking Operational Schedule Jadwal Kegiatan operasional PT Bank HSBC Indonesia sehubungan dengan Pilkada Serentak tahun 2018: PT Bank HSBC Indonesia operational schedule during District Election 2018 holiday: Hari & tanggal Keterangan Day & date Remarks Transaksi kliring berjalan seperti biasa Clearing will operate in regular basis Kantor cabang kami beroperasi secara terbatas di cabang-cabang berikut ini: Our branch offices are will be in limited operation on the following branches: - WTC Sudirman - Yogyakarta Mangkubumi - Kopi - Kudus Ahmad Yani - Melawai - Solo Suryopranoto - Kelapa Gading KGD - Bandung Asia Afrika - Bogor Pengadilan - Makassar Sudirohusodo Rabu, 27 Juni 2018 - Medan Graha Merah Putih - Manado Pierre Tendean Wednesday, 27 June 2018 - Medan Diponegoro - Pontianak Juanda - Medan Center Point - Samarinda Imam Bonjol - Pekanbaru Sudirman - Cirebon Yos Sudarso - Batam Raden Patah - Lampung Teluk Betung - Surabaya Raya Darmo - Palembang Basra - Surabaya Manyar - Pangkal Pinang Sudirman - Malang Pasar Besar - Banjarmasin Ahmad Yani - Semarang Wisma HSBC - Balikpapan Sudirman - Denpasar - Jambi - Purwokerto Seluruh kantor cabang kami kembali beroperasi seperti biasa Our branch offices will operate normally Kamis, 28 Juni 2018 Transaksi perbankan berjalan seperti biasa Thursday, 28 June 2018 Transaction will operate normally Layanan perbankan kami tersedia melalui HSBC Phone Banking, HSBC Internet Banking, HSBC Mobile Banking, dan ATM HSBC – termasuk di jaringan ATM Bersama, ATM Prima dan ATM Plus. Our banking services is available through HSBC Phone Banking, HSBC Internet Banking, HSBC Mobile Banking and HSBC ATM Services – including access to ATM Bersama, ATM Prima and ATM Plus network. Untuk keterangan lebih lanjut, nasabah perorangan dapat menghubungi Call Center kami di (+6221) 5291 4722 atau 64722 melalui telepon genggam.
    [Show full text]
  • The Role of Islam in the Construction of the Foreign Economic Relations of the Republic of Indonesia
    Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science ISLAM AND THE FOREIGN ECONOMIC RELATIONS OF INDONESIA 1 THE ROLE OF ISLAM IN THE CONSTRUCTION OF THE FOREIGN ECONOMIC RELATIONS OF THE REPUBLIC OF INDONESIA By MARK S. WILLIAMS, B.A.H, M.A. A Thesis Submitted to the School of Graduate Studies in Partial Fulfilment of the Requirements for the Degree Doctor of Philosophy McMaster University © Copyright by Mark S. Williams, November 2012 Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science DOCTORATE OF PHILOSOPHY (2012) McMaster University (Political Science) Hamilton, Ontario TITLE: The Role of Islam in the Construction of the Foreign Economic Relations of the Republic of Indonesia AUTHOR: Mark S. Williams, B.A., M.A. SUPERVISOR: Professor Richard Stubbs NUMBER OF PAGES: viii, 280 ii Ph.D. Thesis — M.S. Williams McMaster University — Political Science Abstract American IPE has traditionally marginalized the role that social forces, and particularly religion, have played in the construction of the international political economy. This dissertation is an examination into the foreign economic relations of the Republic of Indonesia from the perspective of the British school of International Political Economy (IPE). British IPE is used to critically assess what role, if any, the religion of Islam has had in the construction of Indonesia’s foreign economic relations. This research demonstrates that Islamic social forces have influenced the political debates that construct Indonesia’s foreign economic relationships. Mainstream Islamic organizations pushed the state to engage with international institutions of trade and finance throughout the pre‐independence period when Indonesian national identity was being forged, as well as during the parliamentary democracy that followed independence, and into Sukarno’s “Guided Democracy.” The trend from the Suharto era to the early twenty‐first has been the appropriation of Islamic discourse by the state to legitimize its economic policies of engagement with the international political economy.
    [Show full text]
  • THE DISPUTES BETWEEN TJIPTO MANGOENKOESOEMO and SOETATMO SOERIOKOESOEMO: SATRIA VS. PANDITA Takashi Shiraishi in 1918 Major Deba
    THE DISPUTES BETWEEN TJIPTO MANGOENKOESOEMO AND SOETATMO SOERIOKOESOEMO: SATRIA VS. PANDITA Takashi Shiraishi In 1918 major debates took place between Tjipto Mangoenkoesoemo, a leading proponent of Indies nationalism, and Soetatmo Soeriokoesoemo, a leader of the Com­ mittee for Javanese Nationalism (Comite voor het Javaansche Nationalisme), first over the question of Indies versus Javanese nationalism, and then over the prob­ lem of Javanese cultural development. The language of the debates was Dutch, not Javanese or Malay (Indonesian), and 1918, when they occurred, was the year the Volksraad (People's Council) was founded. It was apparently with the Coun­ cil's opening in mind that Tjipto and Soetatmo engaged in these debates and the audience to which both of them were appealing was the group in the Budi Utomo which was most enthusiastic about the opening of the Volksraad.1 In an atmo­ sphere where this event was viewed as marking the dawn of a new epoch, a ques­ tion keenly felt among followers of Budi Utomo was the political and cultural rele­ vance of Javanese tradition to "progress." Tjipto and Soetatmo addressed this question in their disputes and vied for ideological hegemony among those Dutch- educated lower-priyayi who made up the group in Budi Utomo that supported the Volksraad. The first debate was in fact published in March 1918, just after Tjip- to's nomination as a member of the Volksraad and two months before its formal opening. The second debate took place at the Congress for Javanese Cultural Development, which was held in Solo in July 1918, in conjunction with the annual meetings of the Budi Utomo, PHGB (Perserikatan Guru Hindia Belanda), and Oud- 'OSVIA'-nen-bond,2 and just after the end of the Volksraad's first session.
    [Show full text]
  • POTRET UMAT AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA Religiusitas, Rekognisi Dan Pelayanan Keagamaan
    POTRET UMAT AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA Religiusitas, Rekognisi dan Pelayanan Keagamaan Editor Raudatul Ulum Litbangdiklat Press Tahun 2019 POTRET UMAT AGAMA KHONGHUCU DI INDONESIA Religiusitas, Rekognisi dan Pelayanan Keagamaan Hak cipta dilindungi Undang-undang All Rights Reserved Editor: Raudatul Ulum Penulis: AHMAD ROSIDI; ANIK FARIDA; ASNAWATI; EDI JUNAEDI;M. TAUFIK HIDAYATULLAH; R. ADANG NOFANDI; RAUDATUL ULUM;RESLAWATI; WAKHID SUGIYARTO; ZAENAL ABIDIN EKO PUTRO Desain Cover dan Layout: Fajar Anbya Diterbitkan oleh: LITBANGDIKLAT PRESS JL. M.H. Thamrin No. 6 Lantai 17 Jakarta Pusat Telepon: 021-3920688 Fax: 021-3920688 Website: balitbangdiklat.kemenag.go.id Anggota IKAPI No. 545/Anggota Luar Biasa/DKI/2017 Cetakan: Pertama Oktober 2019 ISBN: 978-602-51270-7-6 ii PRAKATA EDITOR Salam kebajikan, kami bersyukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas selesainya proses perbaikan naskah buku Potret Umat Konghucu di Indonesia. Topik yang cukup unik, meskipun juga bukanlah kajian baru di lingkungan studi keagamaan di Indonesia. Satu hal yang melekat pada Konghucu, selalu identik dengan etnis Tionghoa, baik dalam perspektif budaya maupun praktek keagamaan. Lalu, sejak kapan keberadaan agama Konghucu di Indonesia, bisa saja diasumsikan hadir bersama dengan kedatangan etnis Tionghoa sejak ratusan tahun yang lalu. Kenapa agama hadir di sepanjang kehidupan manusia, untuk apa juga dipelajari. Tuhan dikenal dalam berbagai bentuk dan nama seiring perkembangan sejarah. Bermacam ragam manusia mengenali Tuhan dan menjadi penganut agama, dengan caranya sendiri, serta acapkali berbuat baik atas namanya. Pada perkembangannya agama hadir turun melalui wahyu dan perenungan manusia sendiri sehingga menjadi tata nilai, untuk mengasah budi dan sisi baik manusia. Agama bagi pemeluk agama Konghucu adalah serangkaian pembelajaran, tidak hanya ketuhanan, etika dan moralitas, spiritualitas dan jalan hidup untuk mencari kesejatian.
    [Show full text]
  • Research Study
    *. APPROVED FOR RELEASE DATE:.( mY 2007 I, Research Study liWOlVEXZ4-1965 neCoup That Batkfired December 1968- i i ! This publication is prepared for tbe w of US. Cavernmeat officials. The formaf coverage urd contents of tbe puti+tim are designed to meet the specific requirements of those u~n.US. Covernment offids may obtain additional copies of this document directly or through liaison hl from the Cend InteIIigencx Agency. Non-US. Government usem myobtain this dong with rimikr CIA publications on a subscription bask by addressing inquiries to: Document Expediting (DOCEX) bject Exchange and Gift Division Library of Con- Washington, D.C ZOSaO Non-US. Gowrrrmmt users not interested in the DOCEX Project subscription service may purchase xeproductio~~of rpecific publications on nn individual hasis from: Photoduplication Servia Libmy of Congress W~hington,D.C. 20540 f ? INDONESIA - 1965 The Coup That Backfired December 1968 BURY& LAOS TMAILANO CAYBODIA SOUTU VICINAY PHILIPPIIEL b. .- .r4.n MALAYSIA INDONESIA . .. .. 4. , 1. AUSTRALIA JAVA Foreword What is commonly referred to as the Indonesian coup is more properly called "The 30 September Movement," the name the conspirators themselves gave their movement. In this paper, the term "Indonesian coup" is used inter- changeably with "The 30 September Movement ," mainly for the sake of variety. It is technically correct to refer to the events in lndonesia as a "coup" in the literal sense of the word, meaning "a sudden, forceful stroke in politics." To the extent that the word has been accepted in common usage to mean "the sudden and forcible overthrow - of the government ," however, it may be misleading.
    [Show full text]
  • Print This Article
    Populis : Jurnal Sosial dan Humaniora Volume 5, Nomor 9, Tahun 2020 pISSN : 2460-4208 eISSN : 2549-7685 PEMIKIRAN HAJI OEMAR SAID TJOKROAMINOTO TENTANG NASIONALISME ISLAM Yusuf Wibisono1 1Program Studi Ilmu Politik, Universitas Nasional email : [email protected] Korespondensi : [email protected] Abstract The discourse on secular nationalism versus religious nationalism has colored the history of the Unitary State of the Republic of Indonesia. It is in this difference that ideas of nationalism emerge in the context of Indonesia, one of them is the thinking of H.O.S. Tjokroaminoto about Islamic Nationalism in Indonesian culture. In 1922, H.O.S. Tjokroaminoto revolves around Nationalism based on Islamic teachings, where in Islamic teachings there are three universal values, namely the value of independence, equality and brotherhood. Keywords: political thought and nationalism islamic Abstrak Diskursus tentang nasionalisme-sekuler versus nasionalisme-agama telah mewarnai sejarah perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal perbedaan itulah muncul pemikiran-pemikiran tentang nasionalisme dalam konteks ke-Indonesia, salah satunya adalah pemikiran H.O.S. Tjokroaminoto tentang Nasionalisme-Islam dalam budaya masyarakat Indonesia. Pada tahun 1922, H.O.S. Tjokroaminoto menggulirkan tentang Nasionalisme yang berlandaskan ajaran agama Islam, di mana dalam ajaran Islam ada tiga nilai universal, yaitu nilai kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan. Kata kunci: pemikiran politik dan nasionalisme islam PENDAHULUAN Dalam kontruksi sejarah Indonesia, perdebatan antara kelompok nasionalis sekuler dengan nasionalis-agama tidak pernah selesai. Keduanya terus bertarung memperebutkan hegemoni dalam kekuasaan. Para sejarawan Indonesia cenderung menelusuri pertarungan tersebut sejak perdebatan piagam Jakarta, tetapi ada juga yang mengambil klaim lebih jauh lagi hingga pertarungan dalam tubuh Sarekat Islam di tahun 1910-an.
    [Show full text]