Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 213
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 213 SASTRA “BACAAN LIAR” HARAPAN MENUJU KEMERDEKAAN Agus Sulton Lingkar Studi Warung Sastra Jombang Korespondensi: Dusun Payak Santren, Desa Rejoagung RT 03/RW 02 Kec. Ngoro, Kab. Jombang 61473 Pos-el: [email protected] Abstrak Penelitian ini berupaya untuk merangkai sumber informasi terkait sastra yang dianggap sebagai « bacaan liar ». Pada waktu pemerintahan kolonial, media karya sastra sangat efektif sebagai wadah perjuangan bentuk agitator dan protes kepada pemerintah sekaligus suplemen untuk memahami diri dan nasibnya sehingga harapan untuk keluar dari kolonialisme pemerintahan Belanda lekas terwujud. Pandangan ideologi komunis digunakan pijakan mentransmisikan stabilitas nilai-nilai politik, sosial, dan ekonomi dengan cara vergadering dari gerakan-gerakan radikal revolusioner Bumiputera. Kata kunci: Bacaan liar, ideologi komunis, sastra perjuangan,revolusioner Bumiputera. Abstract This study seeks to assemble relevant literature resources that are considered ‘wild readings’. At the time of colonial rule, the literary media was very effective as a vehicle for struggle and protest to the government in addition to serving as a supplement to understand themselves in hopes that Dutch colonialism would soon be over. The communist ideology was used as a framework to transmit stability of political, social, and economic values by way vergadering of radical revolutionary movements of Bumiputera. Keywords: Communist ideology, literary struggle, revolution of Bumiputera, wild reading PENDAHULUAN adalah suatu kenyataan sosial. Sebab Karya sastra merupakan cermin itulah sastra bisa mengandung gagasan dari sebuah realitas kehidupan sosial yang mungkin dimanfaatkan untuk masyarakat.Sebuah karya sastra yang menumbuhkan sikap sosial tertentu atau baik memiliki sifat-sifat yang abadi bahkan mencetuskan peristiwa sosial dengan memuat kebenaran-kebenaran tertentu. Ini dapat dilihat dari karya- hakiki yang selalu ada selama manusia karya bacaan liar1 yang diciptakan oleh masih ada (Sumardjo, 1979). Hal ini, nasionalis radikal sebelum zaman suatu karya lahir tidak lepas dari kondisi kemerdekaan. Selanjutnya Sumarjo akan zamannya. Sastra sebagai wadah (1979: 15) mengungkapkan bahwa merekam kondisi sosial, atau kegelisahan masyarakat menjadi kemungkinan sebagai alat politik agar kegelisahan para pengarangnya. Begitu penikmat sastra (pembaca) terpengaruh pula harapan-harapan, penderitaan- terhadap pesan yang hendak penderitaan, aspirasi mereka menjadi disampaikan kepada penulis. bagian pula dari pribadi pengarang- Menurut Damono (2002: 1), pengarangnya. Inilah sebabnya sifat- sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015 sifat dan persoalan suatu zaman dapat menentang terbitan dan penyebarluasan dibaca dalam karya-karya sastranya. Di bacaan-bacaan kaum modal.3 dalamnya memuat fenomena-mefomena Memang pada awal-awal tahun di masyarakat, salah satunya adalah 1920-an atau setelah Sneevliet datang situasi politik saat karya itu diproduksi. ke Hindia Belanda banyak mengubah Sehingga bacaan tidak lain sebagai kondisi politik rakyat pribumi. Serikat- fasilitas komunikasi, propagandis, dan serikat buruh, perhimpunan, organisasi agitator termasuk membentuk tumbuh begitu pesat dengan ideologi sekumpulan organisatoris. komunis yang diusung. Menurut Yuliati Pada dasarnya, bacaan-bacaan (2000:1) tujuan dari organisasi- yang dihasilkan oleh para pemimpin organisasi tersebut, tidak lain adalah pergerakan pada awal abad ke 20 dapat mencari bentuk-bentuk persatuan untuk dikatagorikan sebagai bacaan politik. mewujudkan langkah-langkah demi Hampir semua bacaan yang diproduksi kemajuan kehidupan bangsa. oleh para pemimpin pergerakan baik Pertumbuhan organisasi serikat berbentuk novel, puisi, roman, surat buruh ini diikuti pula oleh surat kabar perlawanan persdelict dan cerita dari kelompok organisasi, dan sastra bersambung, isinya menampilkan sebagai alat untuk menyampaikan pesan kekritisan dan perlawanan terhadap tata- (propaganda) politik tertentu, mulai dari kuasa kolonial. Sejarah mencatat, syair, cerpen, roman, dan novel seperti sesungguhnya sastra Indonesia sejak Rasa Mardika karya Soemantri (novel mula sejarahnya merupakan sastra 1924), syair Sama Rasa dan Sama Rata protes (Razif, 2005: 30). karya Mas Marco (Sinar Djawa, 10 Bacaan menjadi fasilitas April 1918), syair Bajak Laut karya Mas komunikasi untuk mendidik kaum Marco (Sinar Hindia, 23 Desember kromo. 2 Propaganda ideologi komunis 1918), syair Kehilangan Kecintaan Kita sebagai jalan untuk melawan karya Soetjipto (Hidoep, 1 Maret 1925), ketimpangan kebudayaan. Komunisme Hikajat Kadiroen karya Semaoen (novel dikenalkan di beberapa sekolah, 1920), Semarang Hitam karya Mas kemudian murid yang berprestasi Marco (cerpen 1924), Gadis Desa karya akandirekomendasikan menjadi W.R Soepratman (roman 1920), dan pengurus PKI. Selain itu, PKI sebagainya. melakukan propaganda menggunakan Bacaan-bacaan dari kaum media masa dianggapnya sebagai hal pergerakan sangat membahayakan dan ampuh untuk menyadarkan kepada mengancam keberadaan pemerintah. rakyat Hindia Belanda. Dalam posisi Rinkes (direktur Balai Pustaka) seperti ini, PKI merupakan cikal-bakal menyatakan harus dijauhkan bacaan nasionalisme melawan dominasi kuasa yang dapat merusakkan kekuasaan pemerintah Belanda.Kamudian dari situ pemerintah dan ketentraman negeri dan pada tahun 1924 PKI mendirikan diperluas bacaan-bacaan yang institusi berupa Kommisi Batjaan Dari diproduksi oleh Balai Pustaka. Hal-hal Hoofdbestuur PKI.Komisi ini inilah yang signifikan mendasari, menerbitkan dan menyebarluaskan kenapa karya pribumi berhaluan kiri tulisan-tulisan serta terjemahan- perlu untuk diteliti dan diangkat ke terjemahan “literatuur socialisme” permukaan lagi, setidaknya menemukan istilah ini dipahami oleh orang-orang gambaran awal aktivitas-aktivitas kaum pergerakan sebagai bacaan-bacaan guna pergerakan untuk merealisasikan kehidupan yang lepas dari kolonialisme. Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 215 Dengan kata lain menawarkan solusi pergerakan National Indesche Partij, kontradiksi untuk resolusi sejarah sastra dan Api menyuarakan kepentingan Indonesia yang selama ini tonggak PKI.4 awalnya dimulai dengan produk-produk Pada masa yang sama, di Balai Pustaka. Berdasarkan penilaian Semarang berdiri delapan rumah cetak, Toer (2003: 119-120) bahwa sastra di antaranya firma Benjamin ‘Co, firma tahun belasan telah mulai dengan tradisi Bisschop ‘Co, firma Masman ‘Stroink, memenangkan objektivitas, dapat N.V. Dagblad “De Locomotief”, de dibuktikan dari garapannya tentang N.V. Hap Sing Kongsie, dan de firma realitas sosial, tentang aspirasi nasional Misset ‘Co (Razif, 2005: 31). Ada juga, untuk merdeka. Sudah sejak ini nampak Druk-kerij VSTP 5 sebuah percetakan dan diucapkannya pergulatan bangsa dan penerbitan milik organisasi kereta Indonesia untuk menguasai dirinya api dan traam. Beberapa dari firma sendiri, buminya sendiri. Dan inilah tersebut menjadi corong untuk realitas yang objektif. menerbitkan karya-karya berhaluan kiri, dianggap sangat membahayakan Dalam awal abad ke-20 nuansa pemerintah Hindia Belanda waktu pergerakan di Hindia Belanda itu.Bacaan-bacaan dari kaum mengalami perkembangan yang sangat pergerakan menyuarakan perlawanan, pesat.Organisasi-organisasi dan serikat mendidik rakyat kromo,dan protes buruh membentuk suatu kesatuan untuk kepada pemerintah Belanda. melawan kolonialisme dan imperialisme Belanda.Gerakan komunis MUNCULNYA BACAAN LIAR diterjemahkan sebagai langkah untuk Istilah “bacaan liar” sendiri ingin merdeka, terlepas dari pertama kali diucapkan oleh Rinkes 6 kesengsaraan secara pada tahun 1914 untuk tulisan-tulisan menyeluruh.Orgaan adalah alat yang kaum pergerakan, baik berupa novel, ampuh untuk mempengaruhi masa, roman, puisi, artikel, maupun buku menciptakan kesadaran kepada kaum pemikiran. Pada waktu itu pemerintah kromo.Selain itu, bentuk-bentuk merasa khawatir terhadap bacaan berupa openbare vergadering, mewujudkan surat kabar dan karya sastra. Pemaparan volksraad, pemogokan, nyanyian dan Razif (2005: 37) menjelaskan kalau karya sastra. pemerintah kolonial mulai gencar Dalam era perkembangannya, mengatasi derasnya bacaan yang mulai Semarang merupakan salah satu tempat menyinggung kekuasaan kolonial, baik perkembangan kehidupan politik dan yang dihasilkan rakyat pribumi atau jurnalistik yang penting. Berbagai Tionghoa peranakan. Sebagaimana organisasi yang berkembang di kota ini diungkapkan: mendorong pertumbuhan dan The only publication that dominated perkembangan persuratkabaran. Sarekat all those, with Darma Kanda as the Islam Semarang mempunyai surat kabar exception, and something more than Sinar Djawa (1914-1918), dalam tahun a local newspaper with personal 1918 berganti nama Sinar Hindia (1918- slanging match (met personlijke scheld partijen) was Medan 1924); Perhimpunan Pegawai Negeri Prijaji....wich besides sharing the Sekolah Rendah, Tjahjo Pramono character with other showed itself menerbitkan Soeara Satelian (1919); as more energetic, gifted, cunning Vereeniging voor Spoor en Tramweg and more poisonous and which Personeel (VSTP) memiliki SI Tetap (1919-1925). Kemudian Persatoean Hindia (1919-1921) menjadi media bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015 declared Java as its territory of Bagi kaum pergerakan, bacaan action (terrein van actie). merupakan alat penyampai pesan dari In beginning it was published as a orang-orang atau organisasi-organisasi weekly an after being develop,