<<

Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 213

SASTRA “BACAAN LIAR” HARAPAN MENUJU KEMERDEKAAN

Agus Sulton Lingkar Studi Warung Sastra Jombang Korespondensi: Dusun Payak Santren, Desa Rejoagung RT 03/RW 02 Kec. Ngoro, Kab. Jombang 61473 Pos-el: [email protected]

Abstrak Penelitian ini berupaya untuk merangkai sumber informasi terkait sastra yang dianggap sebagai « bacaan liar ». Pada waktu pemerintahan kolonial, media karya sastra sangat efektif sebagai wadah perjuangan bentuk agitator dan protes kepada pemerintah sekaligus suplemen untuk memahami diri dan nasibnya sehingga harapan untuk keluar dari kolonialisme pemerintahan Belanda lekas terwujud. Pandangan ideologi komunis digunakan pijakan mentransmisikan stabilitas nilai-nilai politik, sosial, dan ekonomi dengan cara vergadering dari gerakan-gerakan radikal revolusioner Bumiputera. Kata kunci: Bacaan liar, ideologi komunis, sastra perjuangan,revolusioner Bumiputera.

Abstract This study seeks to assemble relevant literature resources that are considered ‘wild readings’. At the time of colonial rule, the literary media was very effective as a vehicle for struggle and protest to the government in addition to serving as a supplement to understand themselves in hopes that Dutch colonialism would soon be over. The communist ideology was used as a framework to transmit stability of political, social, and economic values by way vergadering of radical revolutionary movements of Bumiputera. Keywords: Communist ideology, literary struggle, revolution of Bumiputera, wild reading

PENDAHULUAN adalah suatu kenyataan sosial. Sebab Karya sastra merupakan cermin itulah sastra bisa mengandung gagasan dari sebuah realitas kehidupan sosial yang mungkin dimanfaatkan untuk masyarakat.Sebuah karya sastra yang menumbuhkan sikap sosial tertentu atau baik memiliki sifat-sifat yang abadi bahkan mencetuskan peristiwa sosial dengan memuat kebenaran-kebenaran tertentu. Ini dapat dilihat dari karya- hakiki yang selalu ada selama manusia karya bacaan liar1 yang diciptakan oleh masih ada (Sumardjo, 1979). Hal ini, nasionalis radikal sebelum zaman suatu karya lahir tidak lepas dari kondisi kemerdekaan. Selanjutnya Sumarjo akan zamannya. Sastra sebagai wadah (1979: 15) mengungkapkan bahwa merekam kondisi sosial, atau kegelisahan masyarakat menjadi kemungkinan sebagai alat politik agar kegelisahan para pengarangnya. Begitu penikmat sastra (pembaca) terpengaruh pula harapan-harapan, penderitaan- terhadap pesan yang hendak penderitaan, aspirasi mereka menjadi disampaikan kepada penulis. bagian pula dari pribadi pengarang- Menurut Damono (2002: 1), pengarangnya. Inilah sebabnya sifat- sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015 sifat dan persoalan suatu zaman dapat menentang terbitan dan penyebarluasan dibaca dalam karya-karya sastranya. Di bacaan-bacaan kaum modal.3 dalamnya memuat fenomena-mefomena Memang pada awal-awal tahun di masyarakat, salah satunya adalah 1920-an atau setelah Sneevliet datang situasi politik saat karya itu diproduksi. ke Hindia Belanda banyak mengubah Sehingga bacaan tidak lain sebagai kondisi politik rakyat pribumi. Serikat- fasilitas komunikasi, propagandis, dan serikat buruh, perhimpunan, organisasi agitator termasuk membentuk tumbuh begitu pesat dengan ideologi sekumpulan organisatoris. komunis yang diusung. Menurut Yuliati Pada dasarnya, bacaan-bacaan (2000:1) tujuan dari organisasi- yang dihasilkan oleh para pemimpin organisasi tersebut, tidak lain adalah pergerakan pada awal abad ke 20 dapat mencari bentuk-bentuk persatuan untuk dikatagorikan sebagai bacaan politik. mewujudkan langkah-langkah demi Hampir semua bacaan yang diproduksi kemajuan kehidupan bangsa. oleh para pemimpin pergerakan baik Pertumbuhan organisasi serikat berbentuk novel, puisi, roman, surat buruh ini diikuti pula oleh surat kabar perlawanan persdelict dan cerita dari kelompok organisasi, dan sastra bersambung, isinya menampilkan sebagai alat untuk menyampaikan pesan kekritisan dan perlawanan terhadap tata- (propaganda) politik tertentu, mulai dari kuasa kolonial. Sejarah mencatat, syair, cerpen, roman, dan novel seperti sesungguhnya sastra Indonesia sejak Rasa Mardika karya Soemantri (novel mula sejarahnya merupakan sastra 1924), syair Sama Rasa dan Sama Rata protes (Razif, 2005: 30). karya Mas Marco (Sinar Djawa, 10 Bacaan menjadi fasilitas April 1918), syair Bajak Laut karya Mas komunikasi untuk mendidik kaum Marco (Sinar Hindia, 23 Desember kromo. 2 Propaganda ideologi komunis 1918), syair Kehilangan Kecintaan Kita sebagai jalan untuk melawan karya Soetjipto (Hidoep, 1 Maret 1925), ketimpangan kebudayaan. Komunisme Hikajat Kadiroen karya Semaoen (novel dikenalkan di beberapa sekolah, 1920), Hitam karya Mas kemudian murid yang berprestasi Marco (cerpen 1924), Gadis Desa karya akandirekomendasikan menjadi W.R Soepratman (roman 1920), dan pengurus PKI. Selain itu, PKI sebagainya. melakukan propaganda menggunakan Bacaan-bacaan dari kaum media masa dianggapnya sebagai hal pergerakan sangat membahayakan dan ampuh untuk menyadarkan kepada mengancam keberadaan pemerintah. rakyat Hindia Belanda. Dalam posisi Rinkes (direktur ) seperti ini, PKI merupakan cikal-bakal menyatakan harus dijauhkan bacaan nasionalisme melawan dominasi kuasa yang dapat merusakkan kekuasaan pemerintah Belanda.Kamudian dari situ pemerintah dan ketentraman negeri dan pada tahun 1924 PKI mendirikan diperluas bacaan-bacaan yang institusi berupa Kommisi Batjaan Dari diproduksi oleh Balai Pustaka. Hal-hal Hoofdbestuur PKI.Komisi ini inilah yang signifikan mendasari, menerbitkan dan menyebarluaskan kenapa karya pribumi berhaluan kiri tulisan-tulisan serta terjemahan- perlu untuk diteliti dan diangkat ke terjemahan “literatuur socialisme” permukaan lagi, setidaknya menemukan istilah ini dipahami oleh orang-orang gambaran awal aktivitas-aktivitas kaum pergerakan sebagai bacaan-bacaan guna pergerakan untuk merealisasikan kehidupan yang lepas dari kolonialisme. Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 215

Dengan kata lain menawarkan solusi pergerakan National Indesche Partij, kontradiksi untuk resolusi sejarah sastra dan Api menyuarakan kepentingan Indonesia yang selama ini tonggak PKI.4 awalnya dimulai dengan produk-produk Pada masa yang sama, di Balai Pustaka. Berdasarkan penilaian Semarang berdiri delapan rumah cetak, Toer (2003: 119-120) bahwa sastra di antaranya firma Benjamin ‘Co, firma tahun belasan telah mulai dengan tradisi Bisschop ‘Co, firma Masman ‘Stroink, memenangkan objektivitas, dapat N.V. Dagblad “De Locomotief”, de dibuktikan dari garapannya tentang N.V. Hap Sing Kongsie, dan de firma realitas sosial, tentang aspirasi nasional Misset ‘Co (Razif, 2005: 31). Ada juga, untuk merdeka. Sudah sejak ini nampak Druk-kerij VSTP 5 sebuah percetakan dan diucapkannya pergulatan bangsa dan penerbitan milik organisasi kereta Indonesia untuk menguasai dirinya api dan traam. Beberapa dari firma sendiri, buminya sendiri. Dan inilah tersebut menjadi corong untuk realitas yang objektif. menerbitkan karya-karya berhaluan kiri, dianggap sangat membahayakan Dalam awal abad ke-20 nuansa pemerintah Hindia Belanda waktu pergerakan di Hindia Belanda itu.Bacaan-bacaan dari kaum mengalami perkembangan yang sangat pergerakan menyuarakan perlawanan, pesat.Organisasi-organisasi dan serikat mendidik rakyat kromo,dan protes buruh membentuk suatu kesatuan untuk kepada pemerintah Belanda. melawan kolonialisme dan imperialisme Belanda.Gerakan komunis MUNCULNYA BACAAN LIAR diterjemahkan sebagai langkah untuk Istilah “bacaan liar” sendiri ingin merdeka, terlepas dari pertama kali diucapkan oleh Rinkes 6 kesengsaraan secara pada tahun 1914 untuk tulisan-tulisan menyeluruh.Orgaan adalah alat yang kaum pergerakan, baik berupa novel, ampuh untuk mempengaruhi masa, roman, puisi, artikel, maupun buku menciptakan kesadaran kepada kaum pemikiran. Pada waktu itu pemerintah kromo.Selain itu, bentuk-bentuk merasa khawatir terhadap bacaan berupa openbare vergadering, mewujudkan surat kabar dan karya sastra. Pemaparan volksraad, pemogokan, nyanyian dan Razif (2005: 37) menjelaskan kalau karya sastra. pemerintah kolonial mulai gencar Dalam era perkembangannya, mengatasi derasnya bacaan yang mulai Semarang merupakan salah satu tempat menyinggung kekuasaan kolonial, baik perkembangan kehidupan politik dan yang dihasilkan rakyat pribumi atau jurnalistik yang penting. Berbagai Tionghoa peranakan. Sebagaimana organisasi yang berkembang di kota ini diungkapkan: mendorong pertumbuhan dan The only publication that dominated perkembangan persuratkabaran. Sarekat all those, with Darma Kanda as the Islam Semarang mempunyai surat kabar exception, and something more than Sinar Djawa (1914-1918), dalam tahun a local newspaper with personal 1918 berganti nama Sinar Hindia (1918- slanging match (met personlijke scheld partijen) was Medan 1924); Perhimpunan Pegawai Negeri Prijaji....wich besides sharing the Sekolah Rendah, Tjahjo Pramono character with other showed itself menerbitkan Soeara Satelian (1919); as more energetic, gifted, cunning Vereeniging voor Spoor en Tramweg and more poisonous and which Personeel (VSTP) memiliki SI Tetap (1919-1925). Kemudian Persatoean Hindia (1919-1921) menjadi media bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015

declared Java as its territory of Bagi kaum pergerakan, bacaan action (terrein van actie). merupakan alat penyampai pesan dari In beginning it was published as a orang-orang atau organisasi-organisasi weekly an after being develop, pergerakan kepada kaum kromo. Oleh within 2 years it had been converted spektrum revolusioner dan radikal dari into a daily, constantly loved, and kaum pergerakan, bacaan diisi pesan according to some it has 2000 subscribes. In itself a European tentang jaman telah perubah dan newspapers in the indies that is not penindasan kekuasaan kolonialisme. a bad figure, which is even more so Pada dasarnya, tujuan dari penerbitan for a Malay newspaper..... didirikan adalah agar pesan-pesan In the weekly and later daily tersebut dapat mengajak rakyat kaum newspaper....The goverment and kromo melawan penjajah, menyebarkan goverment regulations were dan mengajarkan sosialisme, ridiculed and at same time those menghapus hubungan-hubungan sosial half-baked groups (de kringen van lama yang telah usang yang tetap half-ontwikkelen) were captivated dipertahankan oleh kekuasaan kolonial and influenced by (its) deception, by seperti aturan sembah jongkok ketika pushing (them) to improve their lot and the like. pertemu atasan dengan pejabat atau pembesar kolonial, melawan dominasi penerbitan barang cetakan yang Surat kabar harian maupun 8 mingguan isinya seringkali provokatif, diproduksi oleh Balai Pustaka. menyerang pemerintah kolonial, Pernyataan seperti itu pernah mengejek aturan-aturan pemerintah dan disinggung oleh Moeso dalam surat menyerang pejabat pemerintah, maka kabar Proletar, 23 Juli 1925 berjudul bacaan-bacaan tersebut dianggap telah “Boekoe-boekoe sendiri, pikiran-pikiran melanggar kekuasaan kolonial dan sendiri, moral sendiri” mengganggu ketertiban. Lebih jauh Kaoem kapital sekarang pernyataan Rinkes ini merupakan hasil menerbitken matjam-matjam perdebatan dengan Mas Marco boekoe jang tidak terhingga Kartodikromo pada tahun 1914 tentang banjaknja. Itoe semoea maksoednja hasil-hasil kerja Mindere Welvaart tidak lain jaitoe oentoek Commissie, yang dianggap Mas Marco menyesatken dan membingungken sebagai usaha mempertahankan mitos kaoem boeroeh, soepaja ini tidak politik etis.7 bisa melawan keras-kerasan sebagai Dari permulaan bisa mestinja. diidentifikasi, bahwa bacaan liar atau Apabila sekolahan-sekolahan rakjat karya sastra yang disebut liar salah dalem tempo-tempo terachir satunya bermaksud untuk mendidik mendapet rintangan begitoe banjak, itulah disebabken karena ditakutilah kaum kromo. Razif (2005: 30) kembali jang anak-anak itoe nanti terlepas mempertegas, demi menghela dari boeah-boeah pikiran jang rintangan-rintangan bagi pergerakan merugiken kepada kaoem boeroeh diperlukan bacaan-bacaan politik, agar itoe. kaum kromo mengetahui, memahami, Karena itoelah kaoem boeroeh dan dan menyadari politik kekuasaan kaoem tani jang tertindas di sini kolonial.Bacaan-bacaan yang dihasilkan tidak seharoesnja menbatja boekoe- oleh para pemimpin pergerakan di atas boekoe jang diterbitken oleh pihak dapat dikatagorikan sebagai “bacaan sana, karena boekoe-boekoe ini politik”. Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 217

tjuma oentoek menguatken tindasan syair Mas “Sama sadja, lain tidak! Rata dan Sama Rasa” yang dimuat Sinar Oentoek mempertjepat datengnja Djawa, 10 April 1918 dan dengan kemerdekaan kita, haroeslah waktu yang hampir bersamaan saat sekalian saoedara membatja boekoe- peralihan nama menjadi Sinar Hindia, boekoe sendiri, jang ditoelis oleh tulisan cerita bersambung Mas Marco orang-orang dari lasnja sendiri. Kartodikromo berjudul “Student 9 Tulisan Moeso di atas berusaha Hidjo” dimuat di surat kabar yang sama menyadarkan kepada pembaca, tahun 1918. Menurut Shiraishi (2005: khususnya kaum kromo terhadap bahaya 119) Mas Marco Kartodikromo kaum kapitalis.Dengan membaca karya- berkampanye menentang milisi karya yang berpihak kepada kaum Bumiputera dan indie weerbar, sambil buruh maka harapan untuk segera lepas menuntut persamaan antara Bumiputera dari kolonialisme segera terwujud, dan dan Eropa. Kurang dari seminggu ia menjadi negara merdeka. Selain dari terkena tahanan preventif lagi, lalu Moeso, Mas Marco Kartodikromo menjalani hukuman kurang selama satu dalam Sinar Djawa, 1 April 1918 tahun. Sementara itu, tahun 1926 “Djangan takoet” menyarankan kepada rakyat Hindia Belanda (pembaca) untuk produk “bacaan liar” mengalami membaca surat kabar yang memihak kemunduran setelah pemberontakan kaum orang, bukan memihak kepada PKI itu pecah tahun1926-1927. kaum uang. Cahyono (2003: 129) menyimpulkan Kita memberi ingat kepada bahwa tahun 1926 pelemahan besar- saudara-saudara, djanganlah soeka besaran yang terjadi pada gerakan membatja sembarang soerat kabar, buruh. 4.500 orang buruh dan aktivis pilihlah soerat kabar jang betoel- kiri dijebloskan ke penjara, empat betoel memihak kepada kaoem hukuman mati, 1.300 dibuang ke Boven orang, tetapi jangn tidak memihak Digoel. Berdasarkan data Petrus kaoem oeang. Sebab kalau tidak Blumberger, tidak menyebutkan 4.500 begitoe, soedah boleh ditentoeken, buruh dan aktivis kiri, namun akibat achirnja kita orang Hindia tentoe dari pemberontakan itu kira-kira 1.300 akan terdjeroemoes di dalam orang yang ditangkap dan dimasukkan lobang kesengsara’an jang amat ke dalam berbagai penjara di Nusantara hina sekali. yang luas itu akibat kegiatan komunis 10 Bacaan ini setidaknya mereka. Menurut Pringgodigdo (1950: memberikan kontribusi kecerdasan dan 32) dan Salim (1977: 37) pada Maret sikap keberanian rakyat pribumi untuk 1928, ada 823 orang yang dikirim ke membangkitkan politik gerakan masa. Digul. 15 orang perempuan dan 10 Puncak terbitan karya sastra orang Tionghoa, diantaranya 629 orang Djawa, 77 dari Sumatera dan 33 dari “bacaan liar” antara tahun 1918- 1926.Tahun 1918 menjadi pertanda Maluku; diantaranya 9 berumur kurang mulai mengalami perkembangan bacaan dari 20 tahun, 442 berumur 20-29 tahun, yang mengagitasi dan propaganda 81 berumur 40-49 tahun, diantaranya kepada rakyat, di samping itu pecahnya 383 pegawai rendah, 79 petani, 361 revolusi Bolsjevik di Rusia memberikan guru, supir dan pegawai kecil. Shiraishi dampak politik pergerakan di Hindia (2001: 10) mencatan pada Februari Belanda.Para kaum pergerakan 1928 orang di Digul ada sekitar 1.139, aktivitasnya semakin radikal dengan terdiri dari 666 internir dan 473 menyuarakan kritik pada pemerintah kolonial. Ini ditandai dengan tulisan bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015 keluarga. W.P. Hillen bulan April 1930 gerakan komunisme. Karya- penghuni Digul ada sekitar 2.000 orang, karya Mas Marco, yaitu: termasuk 1.308 interniran. - “Sair Rempah-rempah” Pembuangan para aktivis serikat terbit di Druk N.V. Sinar buruh dan kaum komunis pergerakan Djawa Semarang tahun 1918 buruh di Hindia belanda semakin - Syair “Indie Weerbaar” melemah.Pemberontakan PKI 1926 terbitSinar Hindia 2 dinilai Cahyono (2003: 129) September 1918 menunjukkan kuatnya keinginan kaum - Novel “” terbit Bumiputera untuk merdeka dari Negara di Semarang 26 Maret 1919 Kolonial Hindia Belanda.Semangat - Novel “Matahariah” terbit di kaum pergerakan komunisme itu Semarang 1918 melakukan macam-macam strategi - Syair “Sama Rata dan Sama sebagai rasa nasionalisme, salah satunya Rasa” Sinar Djawa, 10 April media karya sastra. 1918 dan Pabtjaran Warta, 13 Februari 1917 BACAAN LIAR DAN SASTRA - Syair “Bajak Laut” Sinar PROTES Hindia, 23 Desember 1918 Karya sastra yang dicap “bacaan - Novel “Mata Gelap: Tjerita liar” sehingga dianggap berbahaya yang jang Soenggoeh Kedjadian menyuarakan protes atau propaganda. di Tanah Djawa” terdiri dari Karya-karya model seperti ini jarang 3 jilid, setiap jilid harganya diberbincangkan dalam sejarah sastra f. 0,15,- diterbitkan Insulinde Indonesia, diantaranya; tahun1914. 1) Karya Mas Marco - Cerita pendek “Semarang Kartodikromo11 Hitam” dimuat Sinar Hindia Mas Marco Kartodikromo dan Api, 30 September – 6 adalah seorang jurnalis surat Oktober 1924 kabar , Doenia Bergerak, dan majalah 2) Semaoen Sarotomo, Pantjaran Warta. Semaoen lahir 1899 di Curah Lahir di Cepu, 1890 kamudian Malang, Sumobito, Jombang dan meninggal di Bovel Digoel meninggal di Bandung tahun 18 Maret 1932. Kegiatan 1971.Karir pertamanya dimulai Marco banyak dicurahkan dalam memasuki SI , dia organisasi pergerakan. Pada masuk juga di ISDV afdeeling tahun 1915 Mas Marco dipenjara Surabaya dan VSTP afdeeling tujuh bulan lantaran persdelict Surabaya.Pada tahun 1916 atas empat surat pembaca di Semaoen dipindahkan VSTP surat kabar Doenia Bergerak, Semarang sambil bekerja kemudian tidak berselang lama sebagai redaktur Si Tetap, Sinar tahun 1917 gara-gara syair Hindia.Tahun 1920 Semaoen “Sama Rata dan Samara Rasa” menjadi ketua PKI, tiga tahun dijebloskan ke penjara lagi kemudian dia diasingkan ke selama satu tahun. Pada tahun Belanda 18 Agustus 1923.12Pada Juni 1927 Mas Marco dibuang masa di Hindia Belanda banyak ke Bovel Digoel bersama 64 menulis artikel-artikel orang lainnya karena terlibat perlawanan kepada pemerintah, Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 219

wacana kritis, dan melancarkan 161 bis 13 pada tanggal 14 Mei pemogokan. Karya-karya 1923 atau sebelumnya Semaoen bentuk buku adalah melakukan pemogokan besar- “Penoentoen Kaoem Boeroeh” besaran di Semarang, seperti terbit di Semarang Mei 1920, Semaoen, Soemantri, Soendoro, “Persdelict Semaoen” terbitan SI Abdoelrachman, Soedibio, H. Semarang tahun 1919, Abdoeladjis, Wirjosoetikno, dan sedangkan tulisan yang berupa Ngadino. Pemogokan itu tidak karya sastra, yakni: hanya dari VSTP, tapi meluas - Novel Hikayat Kadiroan mempengruhi pada pekerja terbit kantor PKI Semarang bengkel, pasar rakyat, dan sopir tahun 1920 taksi. - “Hindia Merdika dan Tidak ada data yang Selamat” puisi ini ditulis menjelaskan secara lengkap Semaoen pada 24 Juli 1919 mengenai keberadaan Soemantri, sebab pada bulan 3) Soemantri juni 1927 Mas Marco Menurut Sumarjo (2004), Teeuw Kartodikromo diasingkan ke (1980), Damono (1999), dan pembuangan Bovel Digoel Wasono (2007) menyebut Rasa dengan 64 tahanan. Mardika adalah karya Mas Kemungkinan Soemantri Marco Kartodikromo. Takashi diasingkan ke Boven Digoel Shiraishi (2005) dalam buku bersama dengan Mas Marco “Zaman Bergerak” Kartodikromo. Dalam tulisan menyinggung novel Rasa Mas Marco lain kesempatan Merdika sebagai hasil karya dari mengatakan, bahwa selama di Soemantri. Anderson (1983) Boven Digoel Soemantri menyebut kalau Soemantri menjadi sekertaris dari anggota adalah teman pergerakan Mas comite van actie (komite aksi) Marco Kartodikromo di berdasarkan rapat majelis Semarang. Pendapat yang sama kampung. Selama comite van juga dikatakan oleh Razif (2005) actie berdiri, berulang kali bahwa Rasa Merdika ditulis oleh mengadakan kongres salah Mas Marco Kartodikromo satunya untuk membentuk dengan mempertimbangkan dua persatuan seluruh alasan; (1) Mas Marco pada onderafdeeling (kawedanan) tahun 1924 sedang sibuk Boven Digoel, yang kemudian menulis “Babad Tanah Djawa,” dinamakan Centrale Raad satu naskah yang memerlukan Digoel (Dewan Pusat Digoel) konsentrasi dan waktu yang pada 24-27 Januari 1928. Dalam banyak, (2) Soemantri adalah pemilihan ketua saat kongres sebagai pemimpin redaktur Si C.R.D berlangsung, Aliarcham Tetap, organ VSTP. mendapatkan suara terbanyak, Berdasarkan informasi yang yaitu 515 suara, disusul terdapat dalam surat kabar Sinar Boedisoetjitro dengan 462 suara, Hindia, 31 Mei 1923 ada dan Soemantri dengan 438 beberapa tokoh VSTP yang suara. Pada tanggal 2 Februari ditangkap lantaran terkena pasal 1928 C.R.D mengadakan bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015

vergadering yang pertama dan Desember 1931, suntingan memilih voorzitter, yaitu Koesalah Soebagyo Toer, 2002) Sardjono.Juga membentuk mengatakan orang-orang Execu, comite di luar C.R.D, pergerakan komunis yang masih dari 11 orang terpilih Soemantri tahan iman terhadap siksaan di sebagai voorzitter.14 Bovel Digoel adalah Dahlan, Berdasarkan pendapat Salim Najoan, dan Mas Marco (1977: 341) dan Shiraishi (2001: Kartodikromo. 35), bahwa pada Mei tahun Keadaan Soemantri tidak lagi 1928, kontrolir Monsjou sekawan dengan Marco, dia memutuskan untuk berubah pemikiran yang tunduk menghancurkan C.R.D, dan pada pada kolonial.Soemantri akir tahun iti pula kaum semakin rusak mental dan psikis. interniran (kaum pengasingan Catatan Marco pada 1 Desember Bovel Digoel) dipindahkan ke 1931 menyatakan Soemantri dari kamp Gunung Arang, di sebelah Semarang meninggal di hospital selatan Tanah Merah. Dalam Ambon lantaran sakit raja singa. kelompok itu termasuk Pergaulan di Bovel Digoel Aliarcham, Sardjono, sangat bebas, orang bisa tukar Mohammad Sanoesi, Soenario, pasangan atau suami menjual Soemantri, Dachlan, Najoan dan istrinya karena minimnya orang beberapa pengikutnya. perempuan.Penyakit raja singa Awalnya kaum pergerakan yang bisa jadi akibat dari seks bebas. diasingkan ke Boven Digoel Namun orang pengasingan yang masih mengerti mana kawan dan menderita sakit parah, dalam mana lawan, semangat artian rumah sakit di Bovel membentuk organisasi Digoel tidak mampu maka propaganda.Para anggota pasien itu dirujuk ke Ambon komunis masih bersatu.Seiring atau Makasar, seperti pada berjalannya waktu mereka- kasusnya Soenarjo, dia di bawa mereka dari anggota komunis ke Makasar karena menderita tidak tahan atas siksaan, zwarte-water-koorts (malaria ancaman, dan tekanan.Dulu di hitam) setelah bekerja di hutan. Jawa yang dulunya kawan Karya Soementri yang diketahui pergerakan, akhirnya tunduk untuk sementara hanya berupa pada kolonial Belanda.Posisi karya sastra, yaitu: kawan berubah menjadi - Novel Rasa Merdika lawan.Keimanan mereka tunduk, (Hikajat: Soedjanmo) terbentur karena sistem diterbitkan Druk-kerij VSTP pemerintah di Boven Digoel, Semarang tahun 1924. dengan maksud berubah haluan - Novel Rahasia Terboeka dari pergerakan menjadi pro diterbitkan Druk-kerij VSTP kolonial agar bisa segera pulang Semarang tahun 1925 ke Jawa. Sumber informasi tulisan Mas Marco Sebenarnya masih banyak para Kartodikromo di koranPewarta penulis dari “bacaan liar” namun secara Deli 24 November 1931 (Koran sosiologi pengarang, peneliti belum Pewarta Deli dari 10 Oktober – 9 menemukan beberapa biografi secara detail, seperti halnya Soetjipto menulis puisi “Kehilangan Kecintaan Kita: Rosa Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 221

Luxemburg dan Karl Liebnecht” dimuat pergerakan, bahwa harga Rasa Mardika di surat kabar Hidoep, 1 Maret 1925, (Hikajat Soedjanmo) adalah f.0,95, roman Gadis Desa karya W.R Manifest Kommunist f.0,65, Soepratman tahun 1920, Hadji Moekti Kommunisme I (apakah maoeja kaoem menulis roman Hikayat Siti Mariah kommunist?) f.0,30, Kommunisme II tahun 1910. (P.K.I dan kaoem boeroeh) f.0,35, Pada tahun-tahun sebelumnya, Pemogokan Besar di Shanghai f.0,30, orang pribumi yaitu R.M. Student Hidjo f.1,60, Sjair Tirtoadhisoerjo tergolong penulis yang Internationale f. 0,15. Untuk harga, banyak menghasilkan karya sastra, seperti Hikayat Kadiroan dijual dengan misalnya; Pertjintaan 101 Tjerita jang harga f. 0,25,-, majalah Pandji Poestaka soenggoe terjadi di Tanah Priangan dijual f. 0,20,-. terbit 1906, Tjerita Njai Ratna terbit Dijualnya buku-buku dengan tahun 1909, Membeli Bini Orang dan harga murah di atas agar rakyat kromo Busono terbit bersamaan tahun 1912.15 mampu membeli. Pada sisi yang lain, Sebagaimana dikatakan Toer (2003: kaum pergerakan mempunyai misi 118), karya-karya R.M. Tirtoadhisoerjo mempengaruhi masyarakat umum. kaya akan materi sosial dan kukuhnya ia Sehingga bahasa pengungkapan teks menguasainya. Untuk pertama sejarah terbilang relatif merakyat, atau bisa sastra Indonesia dibekali dengan suatu disebut bahasa pasar. Bahasa dalam bobot yang buat kegatraan sastra boleh buku tidak jauh beda dengan bahasa dinilai dan ditimbang sebagai objektif yang dipergunakan oleh rakyat miskin karena persoalannya adalah persoalan dalam percakapan sehari-hari dalam golongan yang menguasai masyarakat pergaulan. Tidak mengikuti konfensi pada waktu itu, golongan yang jadi bahasa baku seperti halnya karya-karya acuan kehidupan semua orang. yang diterbitkan Balai Pustaka. Produksi bacaan dari orang Produksi “litteratuur pergerakan setelah R.M. Tirtoadhisoerjo socialistisch” oleh para penulisnya menghimpun dalam kelompok ditujukan untuk pendidikan rakyat “literatuur sosialisme.”Hasil karya jajahan, agar berpikir bagaimana jalan yang diciptakan memang tidak sebanyak pergerakan tidak jauh ke arah yang dengan produksi Balai Pustaka. anarkis, dan sekaligus mengajak kaum Menurut Soekindar (1921), produksi terpelajar Bumiputera untuk turut bacaan “literatuur sosialisme” pada memikirkan pergerakan.Sudah sangat tahun 1917 ada disiarkan 8 kitab, tahun jelas pernyataan bacaan-bacaan yang 1918 ada 15 kitab, tahun 1919 ada 26 dikeluarkan oleh pemerintah mengacu kitab, tahun 1920 ada 32 kitab, dan pada bacaan Balai Pustaka.Ini tahun 1921 hingga tiga kwartal dalam merupakan propaganda anti bacaan tahun 1925 ada 70 kitab. 16 Macam- yang diproduksi oleh Balai Pustaka, macam kitab (buku) yang diproduksi yang berusaha mentransmisi nilai-nilai tersebut ada berupa syair, novel, bacaan politik dan sosial dengan harapan dapat pemikiran, dan sejarah. mempengaruhi pemikiran, emosi dan Harga buku yang diproduksi dan sekaligus tingkah laku rakyat edarkan tidak terlalu mahal.Dalam surat Bumiputera. Aliarcham dan para kabar Mawa, 3 Juli 1925 yang dikutip pemimpin pergerakan yang menulis di oleh Razif (2005), Mas Marco bawah naungan Kommisi Batjaan Kartodikromo memasang sebuah iklan Hoofdbeestuur PKI menyadari bahwa tentang harga-harga buku untuk kaum kelas borjuis senantiasa menciptakan kebudayaannya sendiri dan di Hindia melalui produk-produk Balai Pustaka bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015 berusaha menghegomoni rakyat desa yang sawahnya disewa oleh para Bumiputera.Untuk menentang bacaan pemodal. kelas borjuis, kaum intelektual proletar harus merekontruksi kebudayaan Saja adalah seorang jang meskin. proletariat. Aliarcham juga menyatakan Di desa kediaman saja, desa bahwa menciptakan kebudayaan yang Lapangmanis, saja ada mempoenjai baru bukanlah hal yang mudah, karena sawah 1½ bouw tinggalan dari saja akan selalu mendapat halangan dari poenja orang toea jang soedah meninggal doenia. Saja tanami padi kebudayaan borjuis yang telah berakar dapetlah menghatsilken kira-kira berabad-abad di kepala proletar 30 datjin jang kalau saja djoeal bisa sekalipun. Tetapi kultur baru ini harus 17 lakoe koerang lebih 120 roepijah dicapai. (Soemantri, 1924: 40). Dari sini terlihat bahwa produk dan penyebaran bacaan merupakan hal Gambaran tersebut memperhatikan pokok dari pergerakan, sebagai pengikat secara jelas kalau rakyat yang dan roda mesin sosial demokrasi. sebelumnya hidup melimpah; kebutuhan Disamping itu, kaum pergerakan sering keluarganya tercukupi dengan hasil menggunakan istilah “Hikajat”.Kata ini tanaman padi. Akhirnya berubah drastis memberi pemahaman kepada akibat kaum kapitalis merebut sawah- pendukungnya tentang sejarah sawah rakyat di desa. Hal ini kekuasaan masyarakat kolonial. Hikajat menjadikan rakyat pergi menjadi kuli ke merupakan message kepada para kota, seperti yang terjadi pada diri pembaca untuk memahami tahap-tahap Kromotjiloko. perkembangan sejarah hubungan- hubungan produksi dan kekuasaan “Ja....tetapi...... serenta di dekatnja kolonial Hindia Belanda.Sebagaimana saja poenja desa ada didiriken dikatakan Semaoen bahwa Hindia seboeah paberik goela jang baroe Belanda adalah negeri di mana ada dalem tempo setahoen jang “Hikajatnja drajat-drajat jang berkoeasa belakangan ini, sekarang saja dalam pemerintahan negri didalam terpaksa pergi dari saja poenja desa dengen meninggalken saja poenja pripenghidoepan bersama-sama”.Pada anak isteri, lantaran...... saja zaman purbakala tingkat pengetahuan poenja sawah disewa oleh paberik masyarakat terbatas pada kepala atau goela itoe, boeat ditanami teboe.” pemimpin yang mempunyai kekuasaan. (Soemantri, 1924: 40). Pemimpin ini begitu berkuasa di atas golongan-golongan masyarakat lainnya, Kelas kapitalis dalam novel Rasa sehingga apa yang dikehendaki harus Merdika ditandai dengan berdirinya 18 dituruti oleh yang di bawah. pabrik-pabrik gula yang berkembang Dalam prespektif ini, rakyat pada saat itu. Apa yang terjadi pada bawah tidak lain sebagai alat produksi awal abad ke 20 adalah sebuah dan mudah untuk diintimidasi. kesengsaraan monopoli yang terus Gambaran seperti ini sangat mudah kita terjadi pada rakyat-rakyat di desa. temukan dalam karya-karya sastra liar Memang pada saat di mana karya itu tahun 1920-an, halnya novel Rasa diciptakan, persoalan kemiskinan Merdika karya Soemantri terlihat saat menjadi sorotan utama kaum pergerakan dialong keduanya; Soedjanmo dan pribumi di Hindia Belanda. Kromotjiloko menyebutkan bahwa diri Seperti apa yang dilakukan Kromotjiloko adalah orang miskin dari Soedjanmo melihat kondisi desa naungan ayahnya. Rakyatnya sangat miskin, namun Soedjanmo belum Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 223 mampu menolong karena masih belum yang semakin lama semakin meluas ini, banyak mengerti penyebab dari mengakibatkan semakin berkurangnya kemiskinan itu. Dia merasa keberatan areal persawahan. Dengan mudah dapat apabila disuruh magang pegawai negeri dilihat bahwa produksi beras menjadi oleh Bey Soemo. terus-menerus berkurang dalam perbandingan penduduk yang Kami kira, meskipoen akoe mengakibatkan naiknya harga beras. bekerdja setengah mati dalem Kehidupan kaum buruh dan tani yang pekerdjaankoe, toh akoe aken menggerakkan produksi tebu dan pabrik ta’dapet membikin apa-apa bagi gula itu, kian lama kian buruk. Sebuah menolong kromo keloear komisi Belanda sendiri di tahun 1900 kesengsaraan jang soedah banjak telah melaporkan bahwa kehidupan kami selidiki di desa-desanja bapa ini (Soemantri, 1924: 9). rakyat Jawa dari hari ke hari semakin sengsara (Gie, 1999: 8). Memang menjadi suatu Kesengsaraan di Hindia Belanda penanganan khusus untuk mengamati mengundang reaksi kuat terhadap kaum kondisi sosial dan ekonomi rakyat pribumi berhaluan kiri untuk melawan Hindia Belanda, tertama lingkungan kolonialis dengan cara mendirikan Soedjanmo berada. Sebab hal yang media surat kabar, bacaan-bacaan sastra, nyata adalah lahan-lahan terhampar dan rapat organisasi. Dalam tulisan dengan luas tetapi tidak diimbangi Soetjipto di majalah Hidoep, 1 Maret dengan nasib rakyat sekitarnya. 1925; Persoalan tersebut membuat hati Kaum kapital tertawa-tawa, Sehari-hari membikin pesta, Soedjanmo bingung, tidak mampu Sebab musuhnya telah hilang, bekerja apa-apa karena memikirkan Rose Luxemburg dan Karl pergaulan hidup umum. Liebnecht melayang. Dalam tulisan Mas Marco Kartodikromo di Sinar Djawa, 26 Maret Kedua-duanya membela rakyat 1918 berpendapat betapa sengsaranya Rakyat mana yang ditindas haibat, bangsa kita orang desa yang tanahnya Oleh si tamak, si jajilaknat, sama disewa pabrik.....caranya Yang menghisap sampai melarat. pabrikgula hendak menyewa sawah orang-orang desa itu yang sudah Semakin nyata kalau karya kejadian lantaran dari politie desa: sastra adalah kegelisahan penulis. Lurah, Carik enz, enz, jadi pabrik tidak Pengarang memanfaatkan media novel, usah rewel-rewel masuk keluar di cerita pendek, dan puisi untuk rumah-rumah orang desa yang memaparkan kejadian-kejadian kepada sawahnya hendak disewa pabrik. rakyat Hindia Belanda. Dibangunnya Banyak orang-orang desa bilangan peristiwa yang diperankan para tokoh- pabrik Cepiring dan Gemuh afdeling tokohnya sekedar menghidupkan situasi Kendal, Semarang, bahwa mereka itu teks agar mudah dipahami oleh merasa terlalu menyesal sekali,karena pembaca saat itu. Ada kemungkinan sawahnya disewa oleh pabrik, sebab besar kalau karya sastraini dibuat uang sewaan tanahnya dari pabrik itu pengarang atas dasar memperkenalkan lebih sedikit dari pada hasil kalau itu ideologi marxisme kepada masyarakat tanahnya dikerjakan sendiri. luas agar rakyat semakin sadar kondisi Sikap kaum kapital ini yang dialami dan bersedia untuk menyengsarakan rakyat Hindia Belanda. melakukan protes. Para petani itu kini tidak lebih daripada budak-budak belian. Areal perkebunan bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015

ANTARA BACAAN LIAR DAN merdeka.Selain melukiskan situasi BALAI PUSTAKA pergerakan, serta eksploitasi kolonial, Pembicaraan karesteristik antara bacaan liar turut mendorong bacaan liar dan Balai Pustaka pembacanya untuk berpartisipasi dan diibaratkan seperti minyak dan bergerak bersama pergerakan untuk air.Keduanya sebagai media bacaan menentang kediktatoran kolonial.Dalam yang secara tekstual sangat bacaan juga digambarkan perbedaan- bertentangan; antara pro dengan perbedaan derajat kolonial yang pemerintah Belanda dan melawan dihasilkan oleh kediktatoran kolonial. pemerintah Hindia Belanda.Dimensi Kondisi rakyat jajahan ini jelas bertolak formasi ideologi bacaan liar berangkat belakang dengan pengetahuan Eropa dari kegelisahan kondisi dan situasi yang mengajarkan demokrasi dan sosial kaum pergerakan melalui menuntut ditinggalkannya perbedaan- beberapa penyesuaian tingkat perbedaan derajat yang telah berakar pemahaman kelompok dalam tata susunan kolonial.19 pendukungnya.Sedangkah garis Balai Pustaka sebagai lembaga kebijakan Balai Pustaka berkeinginan penerbitan tidak lepas dari sejarah mempertahankan status kekuasaan berdirinya di akhir abad ke-19.Pada saat imperialisme dan melindungi rakyat dari itu pemerintah Belanda banyak bacaan-bacaan yang dianggap membuka sekolah untuk Bumiputera mengancam pemerintah untuk bersikap dengan maksud; (a) mendidik pegawai- kritis. pegawai rendah yang dibutuhkan oleh Dalam sebuah artikel di surat pemerintah, dan (b) agar politik kabar Api, 25 Juli 1925 Moeso secara pengajaran tetap dikuasai oleh terus terang menentang produk Balai pemerintah.Akan tetapi, ternyata Pustaka, dia menyatakan bahwa sekolah-sekolah tersebut makin luas “sekarang kewadjiban sekalian saudara sehingga banyak bangsa kita yang jaitoe melawan pengaroeh Balai pandai membaca dan Poestaka. Sekarang kita haroes menulis.Pemerintah khawatir terhadap menerbitkan boekoe jang perloe, dan kegemaran membaca di kalangan boekoe-boekoe tjerita sendiri, soepaja rakyat. Untuk memenuhi hasrat Ra’jat tidak terlepas dari pergerakan membaca itu dengan keputusan no. 12 kita.” Selain itu, di tahun sebelumnya tanggal 14 September 1908 oleh Semaoen di majalah Keras Hati, pemerintah dibentuklah suatu komisi Februari 1920 pernah memprotes yang diberi nama Commissie voor de produk bacaan kaum kapitalis, dan Inlandsche School en Volkslectuur rakyat miskin dianjurkan untuk (komisi untuk bacaan rakyat di sekolah- membaca sesuai kelasnya, dikatakan sekolah Bumiputera) di bawah pimpinan “kaoem kapital sekarang menerbitkan G.A.J. Hazeu. Komisi ini makin lama matjam-matjam boekoe jang tidak makin luas dan makin bertambah terhingga banjaknja. Itoe semoea kegiatannya, sehingga pada tahun 1917 maksoednja tidak lain jaitoe oektoek diubah menjadi suatu badan penerbitan, menjesatkan dan membingoengkan dipimpin berturut-turut oleh D.A. kaoem boeroeh, soepaja ia tidak bias Rinkes, G.W.J. Drewes, dan K.A.H. melawan keras-kerasan sebagaimana Hidding.20 mestinja.” Hal ini bisa diketahui bahwa Bacaan liar pada satu pihak, berdirinya Balai Pustaka untuk merupakan cerminan pemberontakan menyediakan konsumsi bacaan kepada anti kolonialisme dan punya harapan keluar dari kolonialisme menuju Negara Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 225 rakyat sekolah pribumi yang isi Kartodikromo mengajak perang suara bacaannya sehaluan dengan pandangan antara bacaan yang pro pemerintah dan politik pemerintah Belanda. Menurut bacaan pendidikan untuk kepentingan Sarwadi (2004: 25-26), berdirinya Balai rakyat pribumi rendahan. Marco Pustaka memiliki beberapa tujuan, berharap agar rakyat dan kaum antara lain: pergerakan bersikap kritis terhadap a. Agar kehausan membaca di penerbitan surat kabar yang memihak kalangan rakyat bisa dicukupi kapitalis atau kepada buruh, dan dengan buku-buku yang diterbitkan masyarakat bisa terbuka pikirannya. sendiri sehingga tidak akan Perjuangan Mas Marco membahayakan ketertiban dan didukung oleh Moeso dalam tulisan di keamanan negeri. surat kabar Proletar, 23 Juli 1925. b. Dengan menerbitkan sendiri buku- buku bacaan itu, pemerintah Moeso menyarankan agar rakyat bermaksud secara tidak langsung membaca buku-buku, pikiran, dan moral memasukkan unsur-unsur dari kelasnya sendiri (proletar). Kelas penjajahan melalui bacaan. Hal ini kapitalis mempunyai kepentingan dan tampak pada banyaknya cerita maksud sendiri, sedangkan kelas buruh kepahlawanan yang disaring ke bertentangan dengan kelas kapital. dalam Bahasa Indonesia dan juga Rakyat yang tertindas hanya diam, tidak adanya karangan-karangan yang bisa berbuat apa-apa yang keras, karena baik cerita maupun gambaran dapat pikiran dan nasehat-nasehat yang memberikan kesan buruk terhadap diadakan dari pihak kapitalis. Kelas bangsa Indonesia, dan memberikan yang tertindas harus menerbitkan buku- kesan baik terhadap usaha-usaha pemerintah Belanda di Indonesia. buku yang perlu dalam pertandingan c. Seakan-akan sebagai balas jasa atau melawan kapital. Begitulah nanti agar sekedar untuk memberi hati kepada bisa terbebas dari kolonialisme dan rakyat dalam hubungannya dengan imperialisme, dan bisa memudahkan politik etis pemerintah pada masa datangnya komunisme. itu. Pendapat Moeso jelas-jelas Lewat penerbit inilah memberikan kesadaran kepada umum, masyarakat dibawa ke pemikiran- tapi pihak pemerintah merasa khawatir pemikiran yang sesuai dengan dan terancam kalau rakyat semakin pandangan pemerintah kolonial. radikal. Dengan membanjirnya bacaan- Sejumlah novel yang terbit sebelumnya bacaan, maka pemerintah menerapkan harus disensor, baik dari segi bahasa undang-undang pers tahun 1906 dan maupun isinya. Lewat redaktur, karya pasal 161 bis dari Strafwetbook pada 10 yang hendak diterbitkan diedit Mei 1923. Bunyi pasal 161 bis disiarkan sedemikian rupa sehingga bahasanya surat kabar Sinar Hindia, 14 Mei 1923: sesuai dengan bahasa yang distandarkan Balai Pustaka, yakni bahasa Melayu Barang siapa yang bertujuan untuk Tinggi, sedangkan isi karya tidak boleh merusak ketertiban umum dan menyinggung politik atau yang berbau mengacaukan kehidupan ekonomi takhayul.21 masyarakat, atau mengetahui bahwa tindakannya itu akan Tidak hanya lewat penerbitan merusak ketertiban umum dan akan bacaan karya sastra, media surat kabar mengacau kehidupan ekonomi adalah bagian terpenting ajang masyarakat, juga menyebabkan penyebaran perlawanan dan pendidikan banyak orang mengabaikan atau rakyat. Pada suatu ketika, Mas Marco menolak bekerja pada dinas di mana mereka telah terikat bekerja, dihukum dengan hukuman penjara bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015

paling lama lima tahun atau pemerintah perlukan dan penyewaan hukuman denda paling tinggi lahan-lahan garapan rakyat secara paksa sebanyak f. 1000,-. untuk ditanami tebu,akibat dari politik etis ini berdampak pada kemanusiaan Sehingga kaum pergerakan maupun keuntungan ekonomi banyak yang dipenjara lantaran aturan pemerintah. ini, seperti Semaoen, Mas Marco Hal demikian, membawa rakyat Kartodikromo, dan Soemantri. Kalau berbondong-bondong pergi ke kota dihubungkan dengan pasal 161 bis, surat untuk menjadi buruh. Para pemodal kabar dari pihak kapitalis atau yang mempunyai pabrik dan lahan pemerintah dan penerbit Balai Pustaka bisnis memperkerjakan buruh dengan jelas-jelas bermaksud menyebarkan upah yang minim karena banyaknya politik untuk menjinakkan rakyat Hindia tenaga manusia yang memerlukan Belanda dan mengontrol perkembangan pekerjaan, berdampak tingkat masyarakatnya. kesejahteraan buruh terabaikan. Jam Dengan kata lain, secara stilistik kerja yang tidak seimbang dengan uang karya-karya yang terbit di Balai Pustaka yang diterima dan tersedianya tempat- tidak memperlihatkan gaya individual tempat hiburan yang bersifat dari tiap pengarang dan dari segi isi mempengaruhi rakyat untuk bersikap tidak ada karya yang bertindak kritis boros disediakan oleh para pemodal. terhadap kedudukan dan kebijakan Bersumber dari sistem pemerintah kolonial. Di bawah kontrol pemerintah yang semakin terpuruk, yang ketat itulah lahir sejumlah karya rakyat yang sadar untuk perbaikan seperti Sitti Nurbaja, Salah Pilih, syarat-syarat ekonomi, sosial, dan Karena Mentua, dan sejumlah karya politik, para buruh menyatukan diri lainnya yang tidak mengusung ide-ide dalam wadah organisasi berupa serikat- politik. Kalaupun ada karya yang serikat buruh. Selain dalam bentuk aksi melukiskan peranan pemerintah, maka nyata (pemogokan), kalangan gerakan karya itu tidak memberikan cap negatif buruh tahun 1920-an juga menyebarkan kepada pemerintah. Kematian Samsul propaganda pandangan Marxis Bahri dalam Sitti Nurbaja, misalnya, menggunakan media dan strategi yang dicitrakan sebagai kematian yang agung bermacam-macam, ada yang karena mati untuk melawan menggunakan surat kabar, nyanyian, keangkaramurkaan Datuk Meringgih syair, novel, cerpen, dan vergadering. yang mata keranjang, licik, dan anarkis Novel Rasa Merdika adalah salah satu (pembangkang, provokator, pembuat contoh, di mana pada saat itu pemakaian onar). Samsul Bahri justru muncul bahasa yang rendah (bahasa pasar atau sebagai sosok yang berada dalam bahasa sehari-hari masyarakat), barisan pemerintah kolonial dalam 22 diharapkan rakyat yang tidak memerangi kejahatan. mendapatkan pendidikan kurang sempurna mampu untuk memahami teks SIMPULAN dalam novel. Politik etis yang diperlakukan Keberadaan karya sastra, pemerintah Belanda berakibat pada khususnya novel pada saat itu dianggap rakyat berakhir kesusahan dan berbahaya, mengancam keberadaan kemelaratan. Pemerintah bertambah pemerintah dan para pemodal. Karya- rakus melakukan monopoli perdagangan karya atau bacaan yang dianggap liar ini terhadap barang dagangan yang menyuarakan kegelisahan penulis, memberikan bentuk protes kepada pemerintah, mengajarkan rakyat untuk Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 227 menjadi pintar dan bersikap kritis Konsentrasi di Nieuw Guinea. terhadap peraturan yang berlaku : Bulan Bintang. sewenang-wenang. Para propagandis Sarwadi. (2004). Sejarah Sastra menawarkan ideologi komunis yang Indonesia Modern. Yogyakarta: dianutnya, menyodorkan konsep Gema Media. ekonomi berbasis kerakyatan yang Shiraishi, T. (2005). Zaman Bergerak: seharusnya di terapkan di tanah Hindia Radikalisme Rakyat di Jawa Belanda untuk menjadi negara yang 1912-1926 (terj. Hilmar Farid). mandiri terlepas dari kolonialisme. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. UCAPAN TERIMA KASIH .(2001). Hantu Digoel: Peneliti mengucapkan terima Politik Pengamanan Politik kasih kepada berbagai pihak yang telah Zaman Kolonial. Yogyakarta: membantu dalam proses penulisan LKIS. artikel ini. Soemantri. (1924). Rasa Mardika (Hikayat Soedjanmo). PUSTAKA RUJUKAN Semarang: Druk-kerij VSTP. Sumarjo, Y. (1979). Masyarakat dan Anderson, B. (1983). Imagined Sastra Indonesia. Yogyakarta: Communities: Reflections on C.V. Nur Cahaya. the Origin and Spread of . (2004). Nationalism. London: Verso. Kesusastraan Melayu Rendah Cahyono, E. (2003). Jaman Bergerak di Masa Awal. Yogyakarta: Hindia Belanda: Mosaik Galang Press. Bacaan Kaoem Pergerakan Wasono,S.(2007). Rasa Merdika: Tempo Doeloe. Jakarta: Sebagai Propaganda Dan Yayasan Pancur Siwah. Perlawanan, makalah untuk Damono, S.D.(2002). Sosiologi Sastra: Seminar Internasional Sebuah Pengantar Ringkas. Kesastraan yang Jakarta: Pusat Pembinaan dan diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan Bahasa. Bahasa, Departemen Gie, S.H. (1999). Di Bawah Lentera Pendidikan Nasional, pada Merah. Yogyakarta: Yayasan 19—20 November 2007 di Bentang Budaya. Hotel Acacia, Jakarta. Kartodikromo, M.M. (2002). Pergaulan Teeuw, A. (1980). Sastra Baru Orang Buangan di Boven Indonesia. Ende-Flores: Nusa Digoel. Jakarta: Kepustakaan Indah. Populer Gramedia. Toer, P.A.(2003). Realisme Sosialis dan . (1919). Student Hidjo. Sastra Indonesia. Jakarta: Semarang: N.V. Boekhandel en Lentera Dipantara. Drunkkerij Masman & Stoindk. Wasono, S. (2007). Sastra Propaganda. Pringgodigdo, A.K.(1950). Sedjarah Jakarta: Wedatama Widya Pergerakan Rakyat Indonesia. Sastra. Jakarta: Pustaka Rakyat. Yuliati, D.(2000). Semaoen: Pers Razif. (2005). Bacaan Liar Budaya dan Bumiputra dan Radikalisasi Politik pada Zaman Semarang. Pergerakan. Jakarta: Edi Semarang: Bendera. Cahyono Experience. Salim, I.F.M.C. (1977). Lima Belas Tahun di Digul: Kamp bahasa & sastra, Vol.15, No.2, Oktober 2015

SURAT KABAR Sinar Hindia, 14 Mei 1923 Sinar Djawa, 26 Maret 1918 Sinar Hindia, 21 Juni 1923 Sinar Djawa, 1 April 1918 Hidoep, 1 Maret 1925 Sinar Djawa, 10 April 1918 Api, 25 Juli 1925 Keras Hati, Februari 1920 Proletar, 23 Juli 1925 Sinar Hindia, 17 Desember 1921 Sinar Hindia, 31 Mei 1923

CATATAN:

1Razif, Bacaan Liar Budaya dan Politik Zaman Pergerakan (Edi Cahyono’s Experience, 2005), hlm.37-38. “Bacaan liar” merupakan label untuk tulisan-tulisan kaum pergerakan. Label ini pertamakali diberikan oleh Rinkes, direktur Balai Pustaka. Image “bacaan liar” yang diproduksi oleh kaum pergerakan ini diungkapkan Rinkes tahun 1914 dalam “De Imhemse Pers” karena kekhawatiran negara kolonial terhadap barang-mbarang cetakan seperti surat kabar, jurnal, novel, dan bentuk-bentuk bacaan lainnya. Rinkes menyatakan surat kabar harian maupun mingguan isinya sering kali provokatif-menyerang pemerintah kolonial, mengejek aturan-aturan pemerintah dan menyerang pejabat pemerintah maka bacaan-bacaan tersebut dianggap telah melanggar kekuasaan kolonial dan mengganggu ketertiban. Sebenarnya pernyataan Rinkes tersebut adalah hasil perdebatannya dengan Mas Marco pada tahun 1914 tentang hasil-hasil kerja Mindre Welvaart Commissie, yang dianggap Mas Marco sebagai usaha mempertahankan mitos politik etis 2Kaum kromo adalah sebutan untuk rakyat yang yang miskin dan tidak berpendidikan. Para pemimpin pergerakan dalam menghasilkan bacaan, baik berupa surat kabar, novel, roman, dan sebagainya menggunakan bahasa pasar atau bahasa Melayu rendah (bacaan populer). Ini dimaksudkan agar kaum kromo mempu memahami bangsanya yang sakit karena kemiskinan dan mengajak untuk melawan penjajahan. Dalam tulisan D.M.G Koch “Bating Slot: Figures uit het Oude Indie” (Razif, 2005: 26) menyatakan bahasa Melayu pasar adalah bahasa para pedagang dan kaum buruh yang tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah dengan pengajaran bahasa Melayu yang baik. 3Edi Cahyono “Gelanggang Politik Gerakan Buruh di Hindia Belanda” sebuah pengantar dari kumpulan tulisan media masa kaum pergerakan dari tahun 1914-1925, yaitu “Jaman Bergerak di Hindia Belanda: Mosaik Bacaan Kaoem Pergerakan Tempo Doeloe” penerbit Yayasan Pancur Siwah tahun 2003. 4Dewi Yuliati, Semaoean Pers Bumiputera dan Radikalisasi Sarekat Islam Semarang( Bendera, 2000), hal. 2-3 5Edi Cahyono, Gerakan Serikat Buruh Jaman Kolonial Hindia Belanda Hingga Orde Baru (Hasta Mitra, 2003), hal. 116-117. Vereniging Spoor-Traam Personen (VSTP) didirikan pada 14 November 1908 di Semarang sebuah organisari gerakan buruh kereta api dan traam. Awal berdiri berjumlah 63 buruh impor Eropa yang bekerja pada 3 jalur kereta Nederlansch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Semarang-Joana Maatschappij Stoomtram (SJS) dan Semarang- Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Pada tahun 1913 anggota VSTP menjadi 1.242 (673 Eropa 569 Bumiputera) dan pada tahun 1915 berjumlah 2.292 anggota. Surat kabar yang didirikan, yaitu Si Tetap, Mohammad Joesoep sebagai editor pertama. 6D.A. Rinkes datang ke Hindia Belanda tahun 1910, seorang penasihat urusan Bumiputera, pegawai bahasa, dan direktur Balai Pustaka. 7Razif, Bacaan Liar: Budaya dan Politik pada Zaman Pergerakan (Edi Cahyono,s Experience, 2005), hal. 38. 8 Ibid., hal. 1-2 9Novel Student Hidjo awalnya dimuat di surat kabar Sinar Hindia sebagai cerita bersambung, kemudian pada tahun 26 Maret 1919 diterbitkan N.V. Boekhandel en Drukkerij Masman & Stroink Semarang. Novel ini ditulis Mas Marco di penjara akibat persdelict, di Civiel en Militair Gevangenhuis di Weltevreden, selama satu tahun. Agus Sulton, Sastra “Bacaan Liar” Harapan Menuju Kemerdekaan 229

10I.F.M. Chalid Salim, Lima Belas Tahun di Digul: Kamp Konsentrasi di Nieuw Guinea (Bulan Bintang, 1977), hal.31. 11Karya Mas Marco lainnya adalah Babad Tanah Djawa, sebagai cerita bersambung di jurnal Hidoep tahun 1924-1925. 12Someoen kembali ke Indonesia lagi pada tahun 1953, dan tidak menganut pemikiran kiri. Ini bisa dibuktikan melalui pengamatan Edi Cahyono, bahwa Semaoen telah bergabung dengan Partai Murba dan menulis buku “Tenaga Manusia: Postulat Teori Ekonomi Terpimpin” terbit di Jakarta P.T. Penerbit Universitas 13Pada bulan berikutnya ada pemberitaan surat kabar Sinar Hindia, 21 Juni 1923 bahwa Samsi (redaktur harian Sinar Hindia) menulis “seharoesnjalah pemerintah dengan selekasnja memeriksa korban 161 bis itoe, soepaja nama dan keadilan pemerintah tidak tertjemar, lantaran menahan orang terlaloe lama jang beloem tentoe salahnja, karena salah faham” 14 Mas Marco Kartodikromo, Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel (Kepustakaan Populer Gramedia, 2002), penyunting Koesalah Soebagyo Toer, hal. 67. 15 Lihat Razif, Bacaan Liar: Budaya dan Politik pada Zaman Pergerakan (Edi Cahyono,s Experience, 2005), hal. 27 dan Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, Jakarta: Hasta Mitra, 1985. 16Pernyataan ini disampaikan Soekindar, “Socialistische litteratuur di Hindia,” Sinar Hindia, 17 Desember 1921. 17Razif, Bacaan Liar: Budaya dan Politik pada Zaman Pergerakan (Edi Cahyono,s Experience, 2005), hal. 102-103. 18Ibid., hal. 104-105. 1 9Lihat Razif, Bacaan Liar: Budaya dan Politik pada Zaman Pergerakan (Edi Cahyono,s Experience, 2005), hal. 107 20 Sarwadi, Sejarah Sastra Indonesia Modern (Gema Media, 2004), hal. 24. 21Sunu Wasono, Rasa Merdika: Sebagai Propaganda Dan Perlawanan, makalah untuk Seminar Internasional Kesastraan yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, pada 19—20 November 2007 di Hotel Acacia, Jakarta, hal. 4. 22Ibid., hal. 4