<<

DISKURSUS BATJAAN LIAR: KAJIAN TERHADAP DUA SASTRAWAN LIAR DALAM PERIODE 1900-1933 Yoseph Yapi Taum Dosen Program Studi Satra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma Alamat korespondensi: Jl. Affandi Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta Email: [email protected]

ABSTRACT

Batjaan Liar or devil literature (my translation, YYT) is a term using by Dutch colonial officers to stigmatize works on journalism and literature produced by people of nationalist movement. Those works judged as devil literature because of the power to threatening Dutch colonial status quo. However, in Indonesian canon literary history, those who perceived as devil writers, such as Tirto Adhi Suryo and Mas Marco Kartodikromo, never mentioned. This research aims at exploring the discourse of devil literature to get better understanding on devil writer’s position and to promote appreciation into their works in the light of new Indonesian literary history. This research also aims at discussing reasons why devil literature discourse could not be changed in changing regime. The main objective of this reseacrh is to compose a new discourse on rethinking and rewriting of Indonesian new literary history. Key words:batjaan liar, diskursus, kaum pergerakan, komunis, sejarah sastra.

1. PENDAHULUAN orang-orangnja djangan ada jang memeres satoe sama lain” (Taum, 2011: 191). Dalam sejarah sastra Indonesia formal, kurun Kaum penguasa kolonial menyebut tulisan waktu tahun 1900 – 1933 dikenal sebagai periode atau mereka sebagai ‘bacaan liar’. Mereka biasanya angkatan . Angkatan Balai Pustaka merupakan orang-orang pergerakan. Orang-orang merupakan sekelompok sastrawan, penyair dan pergerakan ini jelas-jelas menjadikan media sastra penulis prosa yang menerbitkan karyanya melalui Balai sebagai sarana perjuangan politiknya, yaitu untuk Pustaka. Balai Pustaka adalah sebuah lembaga resmi mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia (Razif, yang dibangun pemerintah kolonial Belanda tahun 2010). Kekuasaan kolonial memberi pandangan dan 1908 yang bernama ‘Comissie voor de Volkslectuur’ makna untuk “bacaan liar” sebagai bacaan yang atau Komisi Bacaan Rakyat. Lembaga ini dibangun mengagitasi rakyat untuk melakukan “pemberontakan,” sebagai konsekuensi politik etis yang mendirikan sehingga penulisnya pun diberi cap dan mendapat sekolah bagi kaum Bumi Putera. stigma sebagai “pengarang liar.” Di luar angkatan resmi yang didirikan dan Setelah bangsa ini merdeka, diskursus tentang dibina oleh pemerintahan kolonial itu, sesungguhnya batjaan dan pengarang liar tetap bertahan terhadap terdapat sekelompok sastrawan yang sangat aktif perubahan. Para penulis sejarah sastra Indonesia pula menulis karya-karya sastra. Mereka tidak modern seperti H. B. Jassin (1953), Nugroho mempublikasikan karya-karyanya melalui penerbit Notosusanto (1963), Ajib Rosidi (1973), Rachmat Balai Pustaka. Tahun 1924, organisasi PKI mendirikan Djoko Pradopo (1995), Jacob Sumardjo (1992), dan Comissie Batjaan Hoofdbestuur yang menerbitkan dan Yudiono KS (2007) tidak menyinggung kehadiran menyebarluaskan “literatuur socialisme”—sebuah “Pengarang dan Batjaan Liar” pada periode 1900-1933. istilah yang pertama kali digunakan oleh Semaoen. Studi ini bermaksud mengidentifikasi, Dalam artikelnya,”Klub Kominis!”, Semaoen menginventarisasi, dan melakukan kajian terhadap menjelaskan bahwa “socialisme jalah ilmoe mengatoer pengarang dan batjaan liar. Studi ini akan terfokus pada pergaoelan idoep, soepaja dalem pergaoelan idoep itoe dokumentasi hasil-hasil karya sastra, prosa maupun

130 Yoseph Yapi Taum, Diskursus Batjaan Liar: Kajian terhadap Dua Sastrawan Liar dalam .... puisi seniman Batjaan Liar, identifikasi sastrawan “dibaca” oleh Foucault antara lain wacana ‘kegilaan’, Batjaan Liar beserta biodatanya, analisis karya-karya ‘penjara dan hukuman’, dan homoseksualitas. Tujuan sastranya, dan kajian mengenai kedudukan Batjaan Liar dia membaca wacana-wacana tersebut adalah dalam Sejarah Sastra Indonesia. Mengingat menemukan episteme sebuah zaman. keterbatasan tempat, tulisan ini hanya akan membahas Diskursus adalah sekelompok pernyataan yang dua pengarang, yaitu Tirto Adhi Suryo dan Mas Marco merumuskan kondisi sebuah persoalan. Kejadian- Kartodikromo. kejadian historis ataupun arsip (archive) tentang Ada dua alasan perlu dipersoalkannya Batjaan pernyataan-pernyataan historis juga merupakan Liar dalam konteks sejarah sastra Indonesia. Pertama, diskursus. Yang dimaksudkan dengan ‘archive’ adalah kemajuan dalam ilmu sastra dengan diterimanya teori- sebuah sistem yang mengatur penampilan pernyataan- teori cultural studies, menekankan perlunya kalangan pernyataan sebagai kejadian-kejadian historis ilmuwan humaniora menghargai semua hasil (Foucault, 1972: 86). kesusastraan, termasuk sastra tinggi maupun sastra Tampil atau tersembunyikannya sebuah rendah. Dalam proses kanonisasi sejarah sastra ‘archive’ sangat tergantung pada formasi diskursif Indonesia, terlihat dengan jelas bahwa beberapa yang berlaku pada periode tertentu. Formasi diskursif, kelompok sastrawan yang dipandang sebagai ‘seniman menurut Foucault, adalah praktik penciptaan kiri’ dan ‘seniman di luar main stream’ tidak pernyataan (statement, énoncé), dalam wilayah dimasukkan sebagai kelompok sastrawan Indonesia. diskursus dan relasi-relasi yang mungkin terdapat Akibatnya kita gagal menangkap kekayaan dan antara pernyataan-pernyataan tersebut (Foucault, keragaman sastra Indonesia. Kedua, pembagian (1972: 215-238). Jadi, formasi diskursif adalah sejarah sastra selama ini belum memberikan kelompok-kelompok pernyataan yang mungkin penjelasan-penjelasan yang memuaskan tentang memiliki urutan, korelasi, posisi, atau fungsi sejarah sastra kaum kiri, termasuk ‘batjaan liar’ dan sebagaimana ditentukan oleh perpecahan (disunity). ‘sastra Lekra’ dan tempatnya dalam sejarah estetika. Sebuah formasi diskursif, dengan demikian, merupakan suatu sistem keterserakan (dispersion). Deskripsi mengenai formasi-formasi diskursif 2. TEORI DAN METODE itulah yang disebut arkeologi (archeology). Tujuan deskripsi arkeologis terhadap formasi-formasi Perkembangan pemikiran-pemikiran modern, diskursif bukanlah untuk menafsirkan maknanya khususnya bidang cultural studies (Barker, 2000) melainkan menemukan aturan-aturan yang menjelaskan mempersoalkan dan mempertanyakan kecenderungan spesifikasinya (Foucault, 1972: 97-98). Deskripsi ‘idealisasi’ kesusastraaan seperti yang terjadi di dalam arkeologis juga tidak mencoba mendeskripsikan penulisan sejarah sastra kanon. Sejarah kini tidak lagi proses seorang individu merumuskan sebuah gagasan dipandang sebagai sebuah kontinuitas yang padu. ataupun motivasi dan tujuannya mendiskursuskan Sejarah justru sebuah diskontinuitas, yang penuh sebuah subjek. Tujuan deskripsi arkeologis adalah dengan keterputusan, interupsi, dan ketidakkompakan. merumuskan aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang Karena itulah, karya-karya sastra di luar mainstream mungkin spesifik untuk formasi-formasi diskursif itu. perlu dikaji ulang. Tulisan ini akan memanfaatkan Foucault meragukan adanya kesatuan-kesatuan perspektif cultural studies, khususnya yang dan kontinuitas dari berbagai formasi diskursif diperkenalkan Foucault. tertentu, seperti politik, ekonomi, biologi, atau Michel Foucault sebenarnya bukan seorang psikopatologi. Foucault membantah hipotesis bahwa pakar yang bergelut khusus di bidang kritik sastra formasi-formasi diskursif tersebut berbeda-beda dalam tetapi karya-karyanya banyak menyoroti peran dan sebuah pengelompokan retrospektif yang merujuk fungsi karya sastra dalam kerangka historisitas. pada satu objek yang jelas. Hal ini dibuktikannya Foucault terkenal sebagai seorang pemikir yang melalui penjelasan tentang kegilaan (madness). Tak mengajukan metode pembacaan diskursif yang ada objek yang pasti dan konstan yang benar-benar dibedakannya menjadi metode arkeologis dan metode menunjukkan hakikat, muatan tersembunyi, rahasia genealogis. Metode pembacaan ini digunakan untuk dan kebenaran dalam kegilaan. Tak ada satu diskursus membaca diskursus yang berkaitan erat dengan regim yang valid tentang kegilaan (Foucault, 1972: 32). Yang kekuasaan. Diskursus (discourse) yang pernah terjadi adalah dispersi (keragaman, keterpecahan)

131 Jurnal Penelitian. Volume 17, No. 2, Mei 2014, hlm. 130-139 objek-objek. Oleh karena itu, menjadi penting sebagai Perintis Pers Indonesia (melalui Keppres RI persoalan interpretasi tentang relasi di antara no 85/TK/2006). Pada tahun 2007 kembali ditegaskan diskursus-diskursus itu untuk menemukan sebuah Tirto sebagai pahlawan nasional. sistem formasi konseptual. Menurut Foucault (1972: 33), untuk dapat menggambarkan hubungan antara berbagai pernyataan 3.1.1 Riwayat Hidup diskursif, perlu dicermati bahwa pernyataan diskursif Sama seperti Pramoedya Ananta Toer (1925- itu memiliki sifat diskontinuitas, yakni patahan (break), 2006), (1880-1918) pun berasal dari ambang (threshold), atau keterbatasan (limit). Kita Blora, Jawa Tengah. Nama Tirto Adhi Soerjo (sering tidak mungkin mengkaji pernyataan diskursif dengan disingkat TAT) dikenal dalam dunia sastra Indonesia semestinya jika kita telah memiliki asumsi tentang melalui karya-karya fenomenal Pramoedya Anata kontinuitas masing-masing diskursus. Formasi-formasi Toer, yaitu tetratologi Pulau Buru (Bumi Manusia, diskursif, menurut Foucault, adalah kelompok- Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca). kelompok pernyataan yang memiliki aturan, korelasi, Kisah hidup Tirto Adhi Soerjo pertama-tama ditulis posisi, atau fungsi sebagai penentu keragaman. Sebuah Pram dalam biografi berjudul Sang Pemula. Selain itu, formasi diskursif merupakan sebuah sistem tokoh TAS juga menginspirasi Pram menjadikan dia keragaman (system of disperse). sebagai tokoh utama dalam tetraloginya. Tokoh Minke Diskursus-diskursus dan sifatnya yang penuh –nama panggilan Tirto Adhi Soerjo—tak lain adalah dengan diskontinuitas dan dispersif itu disatukan oleh Tirto Adhi Soerjo. Siapakah TAS itu sehingga sebuah praktik diskursif yang memunculkan figur sastrawan sekaliber Pramoedya Ananta Toer begitu episteme yang mengatur totalitas hubungan terpesona dan menuliskannya dalam tetralogi Pulau (interconnection) dalam sebuah periode. Episteme bisa Burunya? Bayangan tentang TAS membuat Pramoedya ditemukan di antara berbagai ilmu pengetahuan ketika Ananta Toer ‘melupakan’ penderitaan di Pulau Buru. orang menganalisis formasi-formasi diskursif untuk Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo lahir menemukan regularitas diskursus (Foucault, 1972: di Blora, 1880. Ia dikenal sebagai tokoh kebangkitan 191-192). Regularitas itu ditentukan terutama oleh pers nasional Indonesia. Ia juga perintis persuratkabaran pemangku kekuasaan yang merupakan regim dan kewartawanan nasional. Karya-karya jurnalistiknya kebenaran: apa yang boleh dan tidak boleh diungkapkan sangat spektakuler untuk ukuran masa kolonialisme. dalam batas-batas diskursus tertentu. Ia mendirikan tiga surat kabar, yaitu Soenda Berita (1903-1905), (1907) dan Potri Hindia (1908). Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai Mengingat keterbatasan ruang, pembahasan dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan dibatasi pada dua orang sastrawan liar yakni Tirto Adhi wartawannya adalah orang-orang pribumi Indonesia Soerjo dan Mas Marco Kartodikromo. asli. Selain surat kabar tersebut, TAS juga bergiat dalam surat kabar: Pembrita Betawi, Soenda Berita, dan 3.1 Tirto Adhi Soerjo Soeloeh Keadilan. Tirto Adhi Soerjo (1880-1918) bernama lengkap Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo. Barangkali 3.1.2 Pelopor Pers Indonesia tidak banyak orang mengenal tokoh ini sebagai salah Surat kabar Medan Prijaji didirikannya pada satu pahlawan pergerakan bangsa dan pejuang pers bulan Januari 1907. Medan Prijaji adalah surat kabar Indonesia. Ia pernah digelari Bapak Pers Nasional. Ia pertama milik pribumi yang dikelola pribumi dan mulai dikenal sebagai seorang jurnalis yang sangat berani menjadikan pers sebagai alat politik dan kesadaran dalam cengkeraman inteligen Belanda (Akbar, 2008). berbangsa. Medan Prijaji mengusung motto “suara Perlakukan kaum penguasa kolonial yang sewenang- bagi mereka semua yang terprentah” atau untuk semua wenang dilawannya dengan tulisan-tulisan jurnalistik yang terjajah. Arti kata Medan Prijaji adalah arena yang tajam dengan basis data dan fakta yang para , yaitu kaum kelas menengah yang saat diperolehnya dari kajian mendalam. Pada tahun 1973 itu terdiri dari para bangsawan, pegawai pemerintahan, pemerintah Orde Baru menganugerahinya gelar dan kaum intelektual. Tirto yakin kaum menengah di

132 Yoseph Yapi Taum, Diskursus Batjaan Liar: Kajian terhadap Dua Sastrawan Liar dalam ....

Hindia Belanda inilah yang bisa mengubah keadaan Cerita yang Sungguh Sudah Terjadi di Priangan dan membawa perubahan yang lebih baik. (Cerita Bersambung); (4) Cerita Nyai Ratna: Betapa Karena kritik-kritiknya yang sangat tajam, Seorang Istri Setia telah Menjadi Jahat, Satu Cerita terutama terhadap kaum penjajah Belanda, Ki Hajar yang Sungguh Sudah Terjadi di Jawa Barat (Cerita Dewantara menyebutnya “jurnalis modern berpena Bersambung); (5) Perebutan Seorang Gadis: Riwayat tajam.” Sementara itu murid Tirto, Mas Marco pada Masa Sekarang (Cerita Bersambung), dan (6) Kartodikromo menyebut tulisan Tirto kerap “membuat Busono (Cerita Bersambung). panik pejabat kolonial.” Ciri utama karya-karya sastra TAS adalah sastra Selain bergiat dalam dunia jurnalistik, TAS jurnalistik. Perhatikan tiga buah judul karya sastranya, adalah seorang tokoh pergerakan, dengan mendirikan yaitu: (1) Beli Bini Orang: Sebuah Cerita yang Sungguh organisasi Sarikat Dagang Islam (SDI). Tirto adalah Sudah Terjadi di Priangan (Cerita Bersambung); orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai (2) Cerita Nyai Ratna: Betapa Seorang Istri Setia telah alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia Menjadi Jahat, Satu Cerita yang Sungguh Sudah Terjadi juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap di Jawa Barat (Cerita Bersambung); (3) Perebutan pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu. Seorang Gadis: Riwayat pada Masa Sekarang (Cerita Akibatnya dua kali Tirto ditangkap dan dibuang. Bersambung). Judul-judul itu diberi sub-judul atau anak Pertama, Tirto dibuang ke Telukbetung, Lampung judul sebagai “Cerita yang Sungguh Sudah Terjadi di (1910). Kedua, dia dibuang ke Pulau Bacan di Halmahera Priangan (2) Satu Cerita yang Sungguh Sudah Terjadi (Provinsi Maluku Utara) setelah seluruh kekayaannya di Jawa Barat (Cerita Bersambung); (3) Perebutan disita pemerintah kolonial. Setelah selesai masa Seorang Gadis: Riwayat pada Masa Sekarang. Sub- pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan judul yang diberikannya ingin menegaskan bahwa meninggal dunia pada tanggal 17 Agustus 1918. karya sastra itu bikankah sebuah karya imaginatif Dalam obituarinya terhadap kematian Tirto, melainkan sebuah kisah yang memiliki basis fakta Mas Maco Kartodikromo memuji ketajaman pena dan data. Tirto sebagai berikut. Pada zaman itu, cerita tentang seks dipandang sebagai bumbu cerita roman. Demikian pula dalam “Raden MA Tirto Hadi Soerjo, joega seorang karya-karya TAS. Karya-karta TAS banyak bertemakan bangsawan asali dan joega bangsawan kehidupan para nyai, yang semasa hidupnya kafikiran. Boemipoetra jang pertama kali merupakan sebuah golongan masyarakat yang mendjabat journalist Boemipoetra di ini memiliki kelas tersendiri dan diterima keberadaannya tanah Djawa, tadjam sekali beliau poenja oleh umum. Tema tentang kehidupan para nyai penna. Banjak pembesar-pembesar jang sekaligus mencakup cerita-cerita tentang kehidupan kena kritiknya djadi moentah darah dan inter-rasial di Hindia Belanda. sebagian besar soeka memperbaiki Roman Tirto berjudul Cerita Nyai Ratna kelakoeannja, jang koerang sopan,” tulis pertama-tama dimuat secara bersambung dalam Marco sebagai obituari kematian Tirto. Majalah Medan Prijaji tahun 1909. Roman itu (Tulisan ini dimuat dalam Djawi Hiswara mengisahkan tokoh Ratna, seorang istri setia, yang terbitan 13 Desember 1918). disia-siakan suaminya untuk menikahi wanita lain yang lebih kaya. Ratna kemudian menjadi gundik seorang pelaut. 3.1.3 Sastra dan Perjuangan Egalitarian Saat itu dia juga memadu kasih dengan seorang siswa Dalam buku Karya-karya Lengkap Tirto Adhi sekolah dokter Stovia bernama Sambodo. Ratna Soerjo, terhitung minimal 179 karya jurnalistik yang kemudian ikut tuannya ke , lalu pindah dari dimuat dalam berbagai surat kabar. Dalam bidang pelukan satu pria ke pria lain. Hingga akhirnya dia sastra, TAS menerbitkan enam buah karya, terdiri memikat seorang pria kaya bernama Van Braak yang dari empat buah cerita bersambung, sebuah cerita menikahinya. Walau sudah menjadi nyonya, Ratna wayang purwa, dan sebuah cerpen. Karya-karya belum puas. Dia memadu kasih dengan Karel dan sastra TAS adalah: (1) Penipu-Tertipu (Cerita akhirnya membunuh Van Braak untuk mendapatkan Pendek); (2) Lelakonnya Prabu Anom Jaka Lembuan kekayaannya. Kisah ini tentu saja mengungkap sisi lain (Cerita Wayang Purwa); (3) Beli Bini Orang: Sebuah kehidupan para nyai yang menjadikan seks sebagai

133 Jurnal Penelitian. Volume 17, No. 2, Mei 2014, hlm. 130-139 sarana memperoleh kekayaan dan kekuasaan. nama tokoh ini secara sengaja dihilangkan dari ingatan Kebiasaan para mahasiswa Stovia berselingkuh dengan publik, terutama karena tokoh ini termasuk dalam para nyai memang menjadi salah satu topic sorotan kelompok aliran Marxis, sebuah ‘ideologi’ yang Tirto. Para calon dokter muda ini seringkali menjadi dimusuhi Orde Baru. piaraan para nyai yang akan menghadiahi mereka Marco Kartodikromo merupakan salah satu dengan uang, makanan, dan juga seks. tokoh penting dalam kelompok Pengarang Liar di Dalam roman Membeli Bini Orang (1909), tahun 1920-an. Kedudukannya yang sentral disebabkan Tirto mengangkat sebuah kisah nyata yang terjadi di karena pengaruhnya sebagai sastrawan dan wartawan Jawa Barat. Konon ada seorang rentenir keturunan yang sering kali berbeda pendapat dengan arus utama Indo Belanda, Acte, yang jatuh cinta dan ingin merebut pandangan kaum kolonial. Dari segi politik, Mas Marco istri Haji Idris yang bernama Enceh. Acte menggunakan berani menentang penguasa kolonial dan orang-orang segala cara untuk merebut Enceh. Apalagi Enceh pun pergerakan yang dianggap berkolusi dengan rejim tak menolak ajakan Acte untuk mengkhianati kolonial dengan mengkritisi kondisi sosial politik yang suaminya. Akhirnya Haji Idris terlilit hutang f 500 dan ada. Akibatnya, tak kurang empat kali ia keluar masuk diperdaya. Sebagai pengganti hutang, Acte meminta penjara karena tulisan-tulisanya yang menyinggung Haji Idris menyerahkan istrinya. Enceh pun jatuh ke kepentingan penguasa kolonial. pelukan Acte. Akan tetapi ternyata Enceh adlah perempuan tak setia yang tak betah hanya dengan 3.2.1 Riwayat Hidup seorang pria saja. Setelah menjadi istri Acte, dia Dikenal sebagai pribadi militan, Mas Marco berselingkuh dengan beberapa pria lain. Hal itu Kartodikromo, lahir di Cepu, sekitar tahun 1890. diketahui Acte, yang tak bisa berbuat apa-apa selain Sebuah daerah tandus di Jawa Tengah, tepatnya di menanggung rasa malu. dekat pantai utara Pulau Jawa yang sarat bukit-bukit Kritik keras Tirto terhadap kelicikan kaum kapur dan dikelilingi hutan jati. Bumi gersang ini kolonial Belanda diungkapkannya secara parodi pula ternyata cukup menyimpan magma. Sebarisan nama dalam kisah kelicikan para nyai yang dapat menipu yang mengharumkan dunia pergerakan lahir di sini, dan mengeruk keuntungan dari mereka. Kelicikan Tirto Adhi Soeryo, pelopor pers nasional, juga Pramudya dibalas dengan kelicikan. Ananta Toer. Dr. Tjipto Mangunkusumo pun pertama Tirto Adhi Soerjo tidak hanya mengeritik kali merintis sekolah khusus untuk bangsa pribumi, Belanda. Jika ada borjuis-borjuis kecil yang merugikan di daerah ini. Serta, dari sini pula tak bisa kita lupakan rakyat, maka Tirto tak segan-segan pula memberikan nama harum seorang perempuan pemberani, Kartini. kritik tajam, sesuai dengan motto yang dipilihnya Tak seperti kebanyakan tokoh yang dialiri untuk Medan Prijaji, dia sendiri adalah “suara bagi darah priyayi, Marco sebuah perkecualian. Bapaknya mereka yang terprentah atau yang terjajah.” Tirto, hanya seorang priyayi rendahan, yang sehari-harinya seperti juga kaum sosialis lainnya yang dicap juga mencari nafkah lewat bertani. Jika kaum pengarang liar, adalah perjuang egalitarianisme. pergerakan lain sempat menikmati pendidikan di Manusia adalah makhluk yang sama, yang tak boleh sekolah-sekolah kelas satu, atau rata-rata menamatkan mendapat perlakukan khusus, hanya karena STOVIA, tokoh kita ini hanya sempat mengenyam perbedaan pangkat dan kedudukannya. sekolah bumiputra angka dua di Bojonegoro. ‘Kekalahan’ yang merupakan buah dari kelas 3.2 Mas Marco Kartodikromo sosialnya tersebutlah yang membuat Marco, seperti Penelitian tentang Mas Marco Kartodikromo disebut Siraishi dalam Zaman Bergerak, “tergila-gila (1890-1926) telah banyak dilakukan (lihat misalnya pada simbol–simbol modernitas dan tampil di depan Wiyatmi, 2013). Maraknya penelitian mengenai Marco umum dalam gaya Eropa seperti sinyo, sementara pada era reformasi ini memperlihatkan bahwa peran Cokro dan Soewardi lebih sering memakai pakaian tokoh ini sangat penting dalam khasanah sastra, dunia Jawa”. Kekalahan dan kekerasan hidup sebagai pribumi pers, dan pergerakan di Indonesia. Penelitian dan miskin ini pula yang justru mengasah kepekaan batin penerbitan kembali karya-karya Marco, dalam dan pikirannya. Jika kawan-kawannya mendapat pandangan saya merupakan salah satu upaya untuk pengetahuan dan kesadaran berdemokrasi dan buku- mengenalkan sosok Marco ke generasi yang tidak buku, Marko menjumpainya dari kehidupan sehari- mengenalnya. Selama rezim kekuasaan Orde Baru, hari. Ia jengah menyaksikan kemunduran bangsanya.

134 Yoseph Yapi Taum, Diskursus Batjaan Liar: Kajian terhadap Dua Sastrawan Liar dalam ....

Ia gusar dengan penghisapan yang saban hari melata ksatrianya, yang berani menyuarakan apa yang dirasa di depan matanya. Itulah yang membedakan dan benar dan bertindak sesuai dengan kata-katanya. membuatnya menonjol dibanding kawan-kawannya. Marco mengatakan bahwa makna “hidup” hanya bisa Marco, bagian dari kaum muda yang diciptakan dalam dipahami jika orang mengorbankan dirinya bagi “kita”. sistem penghisapan kolonial, dan ia bersikeras Ia tampil sebagai “cermin” dan selalu berjuang serta mendobraknya. Baginya hierarki gelar, pangkat, dan berkorban bagi pergerakan rakyat. medali kehormatan, bukanlah lahir turun temurun, Marco, anak muda ciptaan kolonial itu, tintanya bukanlah hadir akibat aliran darah, melainkan tak pernah mengering. Karyanya, hidupnya, terus saja diperoleh melalui sebuah kerja keras dan keberanian mengalir. Tak ada data tentang bagaimana kehidupan bersikap tegas. pribadinya. Ia tak terlalu suka menulis biografi, atau menukilkan kisah hidupnya dalam cerita-cerita 3.2.2 Sastra dan Persoalan Bangsanya fiksinya.Namun,dari perjalanan hidupnya, dari gaya ia Jamaknya aktivis pergerakan adalah berjiwa menulis, agaknya faktor ‘kekalahan’ sebagai pribumi seni yang tinggi, nyaris tak ada yang menyangkal. Jika rendahan seperti disebut di atas, cukup berperan kuat, Marx seorang sastrawan sejati, demikian juga Marco. ia sangat dendam dengan kepriyayian. Ia dendam Selain tulisan-tulisannya yang bergaris politik dan dengan feodalisme. agitatif, ia sangat mencintai sastra. Ia senang menulis Tahun 1917, terbit syairnya yang berjudul syair dan cerita roman. Bahkan bersama-sama dengan Sama Rata Sama Rasa, yang menggambarkan tekat H. Mukhti dan Tirto Adhi Soeryo, Marco dianggap Marco untuk kembali ke dunia pergerakan, yang sebagai pelopor sastra modern Indonesia. Dari sempat lama di tinggalkannya. Pergerakan yang lahir buah tangan merekalah disemai sastra modern di dengan ekspansi Serikat Islam yang luar biasa, negeri kita. sekarang memasuki tahap baru. Masa kolonial telah Semua karya yang ditulisnya, baik karya-karya berakhir dan berganti dengan masa munculnya kaum jurnalistik maupun kesusastraan adalah potret dari bumiputra. Setelah keluar dari penjara, Marco seluruh realitas bangsanya. Marco dapat disejajarkan bergabung dengan SI Semarang dan duduk sebagai dengan Tirto yang meneguhkan dirinya sebagai komisaris. Ia tak kembali ke sampai akhir wartawan-pengarang yang menjadikan tulisan sebagai 1924. Di masa selanjutnya, pergerakan ternyata senjata perang terhadap segala bentuk kesewenangan. tumbuh kembali di Surakarta, kali ini bukan di bawah Lewat tulisan serta sketsa-sketsa fiksinya, ia mampu panji-panji SI tetapi di bawah Insulinde yang dipimpin melukiskan dengan serba rinci tentang struktur sosial oleh H Misbach dan Tjipto. dan kebudayaan kolonial pada masa itu, seperti yang Pada masa awal pembentukan SI Surakarta, ditulisnya dalam , buah karya terkenalnya Marco memegang peranan yang cukup penting.Ia yang membedah proses nasionalisme yang baru bukanlah orang Surakarta, namun di kota inilah ia tumbuh di Hindia Belanda. memulai karier pergerakannya. Di kota inilah yang Syair-syairnya yang terkenal adalah Sama Rata turut menyalakan obor penerang, yang semula Sama Rasa dan Badjak Laoet, keduanya menyuarakan dipegang oleh Tirto dan H. Misbach. Pada tahun 1924, kebenciannya pada kolonial, pada imperialis, yang ia setelah H. Misbach, seorang orator dan organisator gambarkan “menghisap mereka sampai pingsan”. ulung, tokoh yang memproklamirkan Islam Komunis, Melalui sastra Marco mengasah pena melawan dibuang ke Manokwari, dan akhirnya meninggal kolonialisme. Melalui sastra pula ia belajar tentang karena serangan penyakit malaria, Marco lah yang kesanggupan dan ketidaksanggupan manusia memegang kendali organisasi. Dia memimpin SR dan berhadapan dengan sejarahnya, sejarah kolonialisme PKI di Surakarta pada tahun 1925, sekaligus tanpa yang sukar untuk diruntuhkan. daya menjadi saksi atas kehancurannya. Runtuhnya Marco juga sangat menyukai pewayangan. Salah organisasi PKI yang diawali dengan pemberontakan satu tokoh idolanya adalah Bima, ksatria sejati, yang yang gagal di tahun 1926. gagah berani membela kebenaran. Bahkan, Takashi Gelombang radikalisme yang melanda rakyat- menyebut bahwa kunci untuk memahami Marco lah yang membuat pergerakan murni menjadi milik adalah pergerakan dan pengorbanan: setelah ia keluar rakyat sekaligus menguji para pemimpinnya. Ketika masuk penjara tanpa sedikit pun merasa jera ataupun kekuatan kiri ditumpas habis-habisan pada tahun 1926, menyesal. Semua itu adalah buah dari sikap sebuah generasi baru intelektual yang kesadaran

135 Jurnal Penelitian. Volume 17, No. 2, Mei 2014, hlm. 130-139 nasionalisnya sudah terbentuk mulai awal 20-an Waktu ini, orang seperti saya masih muncul dan menjadi kekuatan baru. Marco, satria dipandang rendah oleh orang-orang yang sejati, yang tak pernah berlari ketika datang kesulitan menjadi pegawai Gouvernement. Kadang- — ia selalu menyambutnya dengan kepala tegak— kadang saudara kita sendiri, yang juga adalah salah satu peletak dasarnya! turut menjadi pegawai Gouvernement, dia Ada tujuh buah novel penting buah karya Mas tidak mau kumpul dengan kita. Sebab dia Marco Kartodikromo, yaitu: (1) Mata Gelap (1914); pikir derajatnya lebih tinggi daripada kita (2) Student Hidjo (1918); (2) Matahariah (1919); (3) yang hanya menjadi saudagar atau petani. Rasa Mardika (1918); (4) Sair Rempah-rempah Maksud saya mengirimkan Hidjo ke (1918); (5) Sair Sama Rasa Sama Rata (1917); (6) Belanda, tidak lain supaya orang-orang Babad Tanah Djawa (1924-1925). yang merendahkan kita bisa mengerti bahwa manusia itu sama saja sama 3.2.3 Berjuang untuk Kesetaraan (Kartodikromo, 2010: 3). Student Hidjo (1918) adalah salah satu karya Marco yang paling populer. Novel ini tak bias Bagi sang ayah, Raden Potronojo, keinginan diterbitkan Balai Pustaka sehingga dianggap sebagai untuk dipandang sederajat dan tidak dilecehkan oleh batjaan liar. Novel ini memang memberikan perlawanan gouvernement, menguatkan niatnya untuk terhadap wacana kolonialisme yang berkembang menyekolahkan anak semata wayangnya, Hidjo ke pada waktu itu. Sejak awal kedatangannya, Belanda negeri Belanda untuk menjadi ingenieur. Sebagai salah menanamkan wacana tentang superioritasnya, juga satu lulusan HBS, Hidjo memang memiliki kemampuan melalui pendidikan. Dengan atau tanpa kita sadar yang akademis yang cukup memadai, bahkan melebihi bangsa Barat telah berhasil menanamkan pemahaman anak bupati (regent) pada umumnya. Kecerdasan Hidjo bahwa sebagai bangsa Timur, bangsa Dunia Ketiga, yang di atas rata-rata itu kemudian disukai oleh banyak kita lemah, inferior, lebih menggunakan perasaan dan orang, di antaranya keluarga Regent Djarak yang tidak rasional, dan suka percaya pada takhyul. kedua anaknya RM. Wardojo dan Woengoe yang Keyakinan yang ‘hitam-putih’ seperti ini mengajarkan merupakan orang-orang terdekat Hidjo. kita untuk mengakui superioritas Barat. Pendidikan (educatie), sebagai salah satu dari Perlawanan terhadap mitos tentang superioritas dua program politik etis lainnya, “irigatie dan Barat ditunjukkan dalam roman Student Hidjo melalui emigratie”, adalah salah satu sarana menaikkan derajat strategi mimikri. Mimikri adalah sebuah strategi kaum pribumi. Pendidkkan telah melahirkan golongan mencapai kesetaraan dengan penjajah cara ‘meniru’ baru di masyarakat, golongan terpelajar atau golongan budaya sang kolonial. Novel ini menggambarkan perantara yang berpikiran ala Eropa. Walaupun sudah kehidupan priyayi Jawa dengan kemudahan- memiliki kedudukan yang ‘tinggi’, tetap tak ada kemudahan yang mereka peroleh, salah satunya perubahan di mata kebanyakan orang Belanda. Bagi melalui pendidikan. Melalui jalur pendidikan pulalah, mereka pribumi tetaplah bodoh. mereka dapat mencapai kedudukan tinggi dalam pemerintahan kolonial. Tadi Anna berkata bahwa Tuan orang Cerita dimulai dengan keinginan orang tua Hidjo Jawa dan bodoh... Ya, saya bodoh, jawab menyekolahkannya ke Belanda untuk mengangkat Hidjo sambil seperempat tertawa seperti derajat keluarga. Untuk memenuhi keinginan sang biasanya. Ya, memang, meski Tuan ayah, Hidjo pergi ke Belanda meninggalkan keluarga kandidat insinyur, tetapi Tuan orang dan tunangannya bernama Biro. Dengan keyakinan bodoh, kata Anna untuk mengguncangkan kuat bahwa ia tak akan terpengaruh dengan budaya hati Hidjo, Orang Jawa bodoh, cis! Barat karena sangat memegang teguh budaya Timur (Kartodikromo, 2010: 31). dan telah pula memiliki tunangan di tanah air, Hidjo berjuang untuk tetap teguh memegang identitasnya Upaya Hidjo untuk belajar ke negeri Belanda sebagai bangsa Hindia, sekalipun mencoba meniru adalah bagian dari obsesi Marco yang terperangkap Barat melalui pendidikan untuk mencapai derajat yang dalam problem pertama masyarakat terjajah yaitu lebih tinggi. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini. peningkatan martabat diri agar setara dengan bangsa

136 Yoseph Yapi Taum, Diskursus Batjaan Liar: Kajian terhadap Dua Sastrawan Liar dalam .... penjajah. Hidjo digambarkan sebagai pribumi yang sebaliknya sangat dicintai gadis Belanda bernama hijrah ke Belanda dan berusaha menyetaran diri Betje. Akan tetapi, Hidjo tetap tidak merasa nyaman. dengan pergaulan dan kebudayaan orang-orang Ia pada akhirnya pulang ke Hindia dan menikah Belanda di sekelilingnya. Hal itu adalah salah satu jalan dengan putri Regent Jarak bernama Woengoe. Kiblat yang ditempuh Hidjo agar dapat dianggap sebagai pendidikan telah membantunya mendapatkan bagian dari sebuah masyarakat dan kebudayaan yang pekerjaan di Hindia untuk menjadi seorang Jaksa di bermatabat. Hidjo merasa perlu untuk mengikuti atau Djarak dan telah mengubah kelas sosialnya. Kelas meniru arus wacana kolonial Barat yang mengglobal. sosial Hidjo kini menjadi sama dengan Woengo, tetapi Peniruan yang dalam konsep Bhabha dikenal dengan di sisi lain persamaan yang diraih Hidjo melalui Mimikri (Piliang, 2006). Hidjo adalah mimic man atau pendidikan pun tetap menunjukkan perbedaan. Hidjo colonial subjec yang beresistensi dan bernegosiasi tetap bangsa pribumi yang memilih Woengoe seorang dengan budaya Barat yang menjadi simbol peradaban gadis dari bangsa pribumi sebagai istrinya, bukan Betje dunia. yang bangsa kolonial. Sekalipun demikian, benturan budaya yang Novel Student Hidjo tetap tajam dalam melihat terus menerus dialaminya membuatnya menjadi permasalahan antara bangsa Belanda sebagai Penjajah goyah dan tergoda dengan perempuan Belanda dan Hindia (Indonesia) sebagai terjajah. Hidjo bahkan bertubuh seksi. Sejak saat itu, dia mengalami disorientasi sampai pada sebuah kesimpulan “kesetaraan” penjajah budaya dan kemudian meninggalkan budaya Timur dan terjajah, saat tiba di tanah Belanda. yang selama ini dipegangnya dengan teguh. Persentuhannya dengan dunia pendidikan Barat Kalau di Negeri Belanda, dan ternyata dan interaksi langsung dengan orang Belanda, orang-orangnya cuma begini saja membuat Hidjo belajar bersikap seperti layaknya keadaannya, apa seharusnya, orang orang Eropa. Cara berjalan, cara makan, berpakaian, Hindia musti diperintah oleh orang berbicara dengan bahasa Belanda dan bergaya hidup Belanda (Kartodikromo, 2010:46). seperti Eropa lainnya, membuat Hidjo merasa lebih beradab di tengah teman-teman Belandanya. Novel-novel Mas Marco merupakan novel-novel perjuangan kebangsaan yang menggambarkan Kalau mengikuti adat Eropa, jika ada seorang interaksi kekuasaan yang pincang antara penjajah- lelaki berjalan bersama-sama dua orang terjajah, antara bangsawan – rakyat jelata. Novel- perempuan, yang lelaki meski berjalan di novelnya pun memiliki tesis yang tegas, yaitu tengah dan kanan-kirinya diapit perempuan memperjuangkan kesetaraan kedudukan manusia. (Kartodikromo, 2010: 4).

Lantaran tamu itu membicarakan masalah 4. KESIMPULAN makan, nyonya rumah terpaksa bertanya kepada Hidjo untuk humor. “Apa Tuan suka makan cara Belanda?” Dari perspektif Foucault, sejarah sastra Indonesia “Suka!” (Kartodikromo, 2010: 48-49). telah mengalami dispersi. Terdapat diskontinuitas dalam penulisan sejarah sastra kanon akibat formasi Sekarang Hidjo berada di kalangan dua gadis diskursif pemerintahan Orde Baru yang mengharamkan bangsa Eropa, sudah barang tentu Hidjo semua pemikiran, ideologi, dan hasil cipta karsa dan harus memakai adat Eropa yang telah rasa kaum kiri Indonesia (Taum, 2011; Taum, 2012). beberapa tahun ia jalankan di sekolah HBS Sampai saat ini, diskursus tentang ‘Pengarang di Tanah Jawa (Kartodikromo, 2010: 52). Liar” dan “Batjaan Liar” belum dihilangkan. Istilah yang diberikan oleh kaum kolonialis Belanda itu berkaitan Mimikri yang dilakukan Hidjo sebagai sosok dengan kepentingan politik pemerintahan Belanda pribumi yang bersekolah di belanda menunjukkan untuk mempertahankan wilayah jajahannya dari bahwa upaya tersebut berhasil dengan baik. Hidjo ancaman kaum pergerakan. Sebutan kaum penjajah telah meniru berbagai tatacara Barat, termasuk itu tetap bertahan terhadap perubahan. Ada dua factor pergaulan dan seks bebas seperti dilakukan dalam yang menyebabkan diskursus itu tetap bertahan. kehidupan orang Belanda. Hidjo jatuh cinta dan Pertama, kaum kolonial melegitimasi model estetika

137 Jurnal Penelitian. Volume 17, No. 2, Mei 2014, hlm. 130-139 humanisme universal dengan mengharampakn sastra sastra memuat segala persoalan kehidupan, termasuk terlibat dalam persoalan-persoalan politik, suku, dan agama, politik, ras, dan golongan. Jika karya sastra itu agama. Kedua, regim pemerintahan Orde Baru tidak bertujuan menyebar kebencian dan permusuhan mengambil alih mindset kaum kolonial tersebut, tetapi antar suku, agama, ras, dan golongan, karya tersebut dengan sasaran yang berbeda, yaitu karena ‘sastrawan patut mendapat tempat dalam sejarah sastra. liar’ yang merupakan kaum pergerakan itu didominasi Nama-nama sastrawan yang tergolong dalam oleh para pengikut Partai Komunis, sebuah partai yang “Sastra Pengarang Liar” masih cukup banyak. terlarang di masa pemerintahan Orde Baru, bahkan Diperlukan kajian lanjutan yang lebih meluas sampai saat ini. (ekstensif) dan lebih mendalam (intensif) untuk Saya berpendapat bahwa kini sudah tiba saatnya mendapatkan sebuah struktur atau pola umum karya sejarah sastra Indonesia bersikap proporsional. sastra mereka, baik struktur fisik maupun struktur Sastrawan liar pada periode 1900 – 1933 merupakan batinnya, termasuk tema-tema pokok yang mereka kaum pergerakan yang berusaha melawan penjajah perjuangkan. Kajian di atas masih berupa sebuah melalui karya sastranya. Keberadaan mereka perlu deskripsi permulaan yang hanya menyinggung secara diakui, bahkan dihargai (Yuliantri, 2008). Bagaimana pun, sekilas sosok pengarang dan karya-karya mereka.

DAFTAR PUSTAKA Alfathri Aldin (Editor). Yogyakarta dan : Jalasutra. Barker, Chris, 2000. Cultural Studies, Theory and Shiraishi, Takashi. 1997. Zaman Bergerak: Practice. London: Sage Publication. Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Cribb, Robert The Indonesian Killings: Pembantaian : Pustaka Utama Grafiti. di Jawa dan Bali 1965-1966. Yogyakarta: Taum, Yoseph Yapi. 2011. “Kritik Sastra Marxis dan MataBangsa, Bekerjasama dengan Syarikat Jebakan Kapitalisme di Indonesia” dalam Indonesia. Bahasa, Sastra, dan Budaya Indonesia Foucault, Michel, 1972. The Archeology of dalam Jebakan Kapitalisme. Yogyakarta: Knowledge. New York: Pantheon Books. Penerbit Universitas Sanata Dharma. ––––––––––. 2011. Pengetahuan dan Metode: Karya- Taum, Yoseph Yapi. 2011. Puisi-puisi Lekra: 1950- karya Penting Foucault. Diterjemahkan dari 1965: Studi tentang Karya Sastra, Aesthetic, Method, and Epistemology: Sastrawan, dan Kedudukannya dalam Esential Works of Foucault 1954-1984 karya Sejarah Sastra Indonesia. Yogyakarta: Paul Robinow. Yogyakarta: Jalasutra. Laporan Penelitian. Foulcher, Keith. 1986. Social Commitment in Taum, Yoseph Yapi. 2012. Prosa Lekra: 1950-1965: Literature and the Arts: The Indonesian Studi tentang Karya Sastra, Sastrawan, dan “Institute of Peoples Culture” 1950-1965. Kedudukannya dalam Sejarah Sastra Victoria: Monash University Press. Indonesia. Yogyakarta: Laporan Penelitian. ––––––––––. 2004. “Menciptakan Sejarah: Taum, Yoseph Yapi. 2013. “D. N. Aidit, Sastra, dan Kesusastraan Indonesia Kontemporer Geliat Zamannya” dalam Jurnal Ilmiah dan Peristiwa-peristiwa 1965” dalam Kebudayaan Sintesis. Yogyakarta: Jurusan Kartodikromo, Mas Marco. 2010. Student Sastra Indonesia USD. Hidjo. Jakarta: Penerbit Narasi. Sumardjo, Jacob. 1992. Lintasan Sastra Indonesia Hindley, Donald. 1962. “Review 41 The Communist Modern Jilid I. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Uprisings of 1926-27 in Indonesia: Key Ricklefs, M.C., 1993. A History of Modern Indonesia Documents” dalam The Journal of Asian Since c.1300, Second Edition. London: Studies (pre-1986); May 1962; 21, 3. MacMillan. Piliang, Yasraf Amir. 2006. “Antara Minimalisme dan Razif, 2010. “Bacaan Liar: Budaya dan Politik pada Pluralisme: Manusia Indonesia dalam Serangan Zaman Pergerakan”. Diunduh dari ttp:// Postmodernisme” dalam Menggeledah www.fortunecity.com/millennium/oldemill/ Hasrat: Sebuah Pendekatan Multi Perspektif. 498/selectedworks/B-Liar3.html, tanggal 17 Agustus 2010.

138 Yoseph Yapi Taum, Diskursus Batjaan Liar: Kajian terhadap Dua Sastrawan Liar dalam ....

Rosidi, Ajib. 1973. Masalah Angkatan dan Yuliantri, Rhoma Dwi Aria dan Muhidin M. Dahlan. 2008. Periodisasi Sejarah Sastra Indonesia. Gugur Merah: Sehimpunan Puisi Lekra Harian Jakarta: Pustaka Jaya. Rakjat 1950-1965. Yogyakarta: Merakesumba. Teeuw, A., 1978. Sastra Baru Indonesia. Ende: Zulkifli, Arif. 2010. Aidit: Dua Wajah Dipa Percetakan Arnoldus. Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Kompas ––––––––––. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra: Gramedia (KPG) (Seri Buku Tempo Orang Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Kiri Indonesia). Jaya – Giri Mukti Pasaka.

139