HIMPUNAN

Undang2, Peraturan2, Penetapan2, Pemerintah Republik,

3 ' i $ • i T /

PENERBITAN BARU A

TERHIMPUN o ien KOESNODIPRODJO

DITERBITKAN OLEH PENERBITAN',,S. K. SENO’ DJALAN Wa RINGIN 59 DJAKARTA (TLP. GB. 1016)

(HAK P4EíiJGARÁNG TETAP'ADA PADA PENERBIT)

FAK. HUK. " -1 —*------1TTI------"------■--- FAK. HUKUM

' Tanggal

No. III

\^cita ^ f)e i'icja n ta t j

| . c . Penerbitan himpunan Undang-Undang, Peraturan-peraturan Peme- intah, Penetapan-penetapan dan Maklumat-maklumat Pemerintah Repu i * Indonesia setjara sistematis dengan membagi-bagi segala sesuatu alam golongan-golongan dan bagian-bagian jang tertentu, adalah suatu ekerdjaan jang sangat bermanfaat buat seluruh Negara dan Masjarakat adonesia, terutama buat mereka jang akan mempeladjari sedjarah hu um Negará Indonesia dan jang akan mengetahui perkembangan Negara ita dari hari lahimja, ialah pada hari Proklamasi-Kemerdekaan Indo e$ia, tanggal 17 Agustus 1945 hingga waktu sekarang. Dengan pekerdjaannja tersebut, Saudara Koesnodiprodjo berdjasa 3sar terhadap masjarakat, terutama oleh karena himpunan itu bukan Ldja memudahkan mereka jang berkepentingan untuk mengikuti dja jjjija perkembangan hidup kenegaraan kita, melainkan Saudara Koesno £,rodjo menghindarkan djuga kemungkinan akan hilangnja bahan-ba^an .¿jarah untuk mengetahui perundang-undangan nasional pada w a u . i .„„. a revolusi kontra lampau, pada waktu pantjaroba ditengan-ten&ai ¡jepang, kontra Sekutu dan kontra Belanda. no--Undang Pun bagi dunia ilmu pengetahuan lahirnja himpunan merasa

m sebagainja adalah suatu keuntungan benar-benar an diperkaja Ingat berterima kasih, bahwa perpustakaan Indonesia Lngan himpunan tersebut. memenuhi kebu- I Semoga buku ini mentjapai maksudnja dan p tahuarl kita ten­ dían kita untuk memperluas dan memperdalam pe cokedar Pe- ^ a,n — - “ " “‘„r“ ,,»», lerintahan itu terbentuk dalam Undang-Un an*,. d¡keluarkan gedjak enetapan-penetapan dan Maklumat-maklumat, j iri lahirnja Indonesia Merdeka.

p ro f p r . . ), 1 Djuli 1951. V

I^ a ta — /P e ii clah uliMCI W, i

Buku „Himpunan Undang-Undang, Peraturan-Peraturan, Penetapan- Penetapan Pemerintah Republik Indonesia” jang saja susun segera setelah Pemerintah Republik Indonesia kembali di Ibu Kota Jogjakarta, ternjata sangat dibutuhkan sekali, baik oleh Badan-Badan Pemerintah maupun oleh Badan-Badan Partikelir, terbukti dari lekas habisnja oplaag „tjetakan kedua” . Dengan perasaan sjukur, saja sekarang menerbitkan lagi guna Memenuhi permintaan-permintaan jang senantiasa kami terima dari para jang membutuhkannja.

Perlu kiranja diterangkan disini, bahwa dalam menjelenggarakan penerbitan baru ini, dasar-systeem jang telah dipakai dalam tjetakan jang sudah-sudah masih dipertahankan (periksalah untuk singkatnja „Daftar isi buku” dalam buku ini jang tidak perlu mendapat pendjelasan lebih landjut), sedang kekurangan-kekurangan jang terdapat dalam tje­ takan jang sudah-sudah mendapat perbaikan dan selandjutnja ditambah dengan lain-lain aturan jang masih perlu dimuat pula. Perlunja tambahan ini memang terasa sekali pada mempergunakan „Buku Himpunan” itu dalam praktek.

Himpunan jang diselenggarakan dalam buku ini dengan sengadja memuat segala tjatatan peristiwa penting jang dapat menggambarkan pertumbuhan dan tjorak hukum tata-negara kita pada saat-saat jang bersedjarah sedjak petjahnja dan berkobarnja Revolusi 17 Agustus 1945. Selain Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah, buku him­ punan ini memuat pula Penetapan-Penetapan, Maklumat-Maklumat, Peng- umuman-Pengumuman-resmi dan djuga Amanat-amanat, pidato-pidato dan keterangan-keterangan dari pembesar-pembesar dan instansi-instansi Pemerintahan jang dianggap dapat mempengaruhi pertumbuhan hukum ketatanegaraan Tanah-Air kita.

Dalam bergolaknja revolusi tidak semua hasil-hasil pantjaroba itu dengan segera ditetapkan dalam peraturan-peraturan; dengan demikian tidak terlalu terkekanglah pertumbuhan dan perkembangan hukum- hukum tatanegara kita oleh peraturan-peraturan jang tertentu itu. Sebaliknja untuk mendjamin agar supaja kemenangan-kemenangan revo­ lusi itu terpelihara, harus diadakan peraturan-peraturan tegas jang me­ netapkan kemenangan-kemenangan tersebut.

Mengingat akan hal-hal tersebut diatas maka buku himpunan ini merupakan documentasi praktis dan „sedjarah” pertumbuhan dan per­ kembangan hukum ketatanegaraan kita pada detik-detik bersedjarah sedjak petjahnja Revolusi kita dalam tahun 1945. VI

Berkat bantuan para Pembesar-Pembe'sar dan kawan-kawan, maka penerbitan sekarang ini dapat diusahakan sedemikian rupa sehingga men­ dekati pada kelengkapannja. Maka sajapun minta banjak terima •’lasih kepada Pembesar-Pembesar dan kawan-kawan termaksud.

Sungguhpun dengan susah pajah saja menjusun buku ini, ten tu la h masih banjak djuga ’aibnja. Akan tetapi saja mengharap mudah-mudahan lambat laun berkuranglah ’aib itu. Lagi pula saja mengharap buku ini dapat berfaedah untuk pembangunan Negara kita sekarang ini.

Djakarta, 1 Djuli 1951. Penghimpun.

TJATATAN UNTUK HIMPUNAN UNDANG-UNDANG DAN LAIN SEBAGAINJA TAHUN 1949. Buku ini merupakan landjutannja Himpunan Undang-Undang, Per­ aturan-Peraturan, Penetapan-Penetapan Pemerintah Republik Indonesia dari tahun-tahun jang lampau.

Untuk mendjaga djangan sampai buku ini mendjadi tebal sekali, sehingga dapat menjukurkan para pemakai dalam mempergunakannja, maka buku ini disertai buku-tambahan (supplement) jang memuat Per­ aturan-Peraturan jang dikeluarkan oleh Kementerian-Kementerian dan lain sebagainja.

Djakarta, 1 Oktober 1951. Peng hj,7yi/pm/y^ VII

Daftar Isi. Buku. /■ b Halaman 1. Kata Pengantar Prof. Dr. Soepom o...... m 2. Kata pendahuluan Penghimpun...... V

• . GOLONGAN: A. (PEMERINTAH AGUNG)

f Bagian: I (Undang-Undang). 1- Undang-Undang 1949 No. 1 tentang penggantian padjak-bumi dengan padjak-pendapatan, dengan disertai pendjelasannja . . 1 2. Undang-Undang 1949 No. 2 tentang kedudukan dan kekuasaan Wakil Perdana Menteri jang berkedudukan di Sumatra, dengan disertai pendjelasannja...... 3 3. Undang-Undang 1949 No. 3 tentang tarip padjak-potong untuk tahun 1949, dengan disertai pendjelasannja...... 6 4. Undang-Undang 1949 No. 4 tentang mengadakan perubahan dalam Undang-Undang Bea-Meterai tahun 1921...... 8 5. Undang-Undang 1949 No. "5 tentang tarip padjak-pendapatan dan tambahan pokok padjak dan tarip padjak-upah untuk tahun 1949, dengan disertai pendjelasannja...... ^ V 6. Undang-Undang 1949 No. 6 tentang pemberian kesempatan ke­ pada partai-partai politik jang tjukup tersebar diseluruh Indo­ nesia dan jang belum mempunjai wakil dalam Badan Pekerdja untuk menempatkan seorang wakilnja, dengan disertai pendje­ lasannja ...... 7. Undang-Undang 1949 No. 7 tentang penundjukan Pemangku- Sementara Djabatan Presiden Republik In d o n e sia ...... 15 V 8. Undang-Undang 1949 No. 8 tentang mengadakan perubahan dalam Undang-Undang 1948 No. 9 dari hal kedudukan hukum anggauta Komite Nasional P u s a t ...... 16 9. Undang-Undang 1949 No. 9 tentang mengadakan sidang Komite Nasional Pusat Pleno untuk mengambil keputusan terhadap persetudjuan Konperensi Medja Bunder ...... 17 10. Undang-Undang 1949 No. 10 tentang pengesahan Induk persetu­ djuan Konperensi Medja Bunder ...... 19 11. Undang-Undang 1949 No. 11 tentang pengesahan Konstitusi Republik Indonesia Serikat . • ...... 20 12. Undang-Undang 1949 No. 12 tentang mengadakan perubahan ' dalam Undang-Undang 1948 No. 27 dari hal susunan Dewan Perwakilan Rakjat serta pemilihan anggauta-anggautanja . . 21 Bagian: II (Peraturan Pemerintah). 1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1949 No. 1 tentang Daerah Istimewa Jogjakarta didjadikan Daerah Militer V di D ja w a ...... 27 2. Peraturan Pemerintah 1949 No. 2 tentang pemberian uang ke­ hormatan kepada anggauta-anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional P u sat...... 32 VIII

c- Halaman 3. Peraturan Pemerintah 1949 No. 3 tentang hak kekuasaan mengangkat dan memberhentikan pegawai N eg eri...... 34 4. Peraturan Pemerintah 1949 No. 4 tentang pemberian uang ke­ hormatan dan uang duduk kepada anggauta Dewan Pertim­ bangan A gung...... 3 c> 5. Peraturan Pemerintah 1949 No. 5 tentang mengadakan peruba­ han dan tambahan dalam P. G. P. 1948 ...... '3 8 6. Peraturan Pemerintah 1949 No. 6 tentang mengadakan peperik- saan terhadap pegawai Republik Indonesia jang menjeberang . 45 7. Peraturan Pemerintah 1949 No. 7 tentang pengeluaran meterai- tempel dan meterai-upah jang berbentuk b a r u ...... 47 8. Peraturan Pemerintah 1949 No. 8 tentang mengadakan „Bintang Gerilja” . . \ ...... - 49 * 9. Peraturan Pemerintah 1949 No. 9 tentang kewadjiban berbakti bagi peladjar, dengan disertai pendjelasannja ...... 51 10. Peraturan Pemerintah 1949 No. 10 tentang pemberian uang- tunggu kepada pegawai N egeri...... 55 11. Peraturan Pemerintah 1949 No. 11 tentang sumpah djabatan Notaris...... • • 59 12. Peraturan Pemerintah 1949 No. 12 tentang mengadakan peru­ bahan dalam tarip U a n g -T era 61 13. Peraturan Pemerintah 1949 No. 13 tentang penetapan kedudu­ kan Kantor Pemilihan Pusat ...... 65 14. Peraturan Pemerintah 1949 No. 14 tentang tugas kewadjiban, susunan Kementerian Perburuhan dan Sosial 66 15. Peraturan Pemerintah 1949 No. 15 tentang tugas kewadjiban dan susunan Kementerian Perhubungan...... • • . 70 16. Peraturan Pemerintah 1949 No. 16 tentang Pakaian Dinas Pamong-Pradja...... * • 7 4 17. Peraturan Pemerintah 1949 No. 17 tentang mengadakan peruba­ han dalam P. G. P. jang mengenai hal pemberian tundjangar.

18. Peraturan Pemerintah 1949'No. 1 8 ' tenitang 1,ak kekuaSaan' ?8 mengangkat dan memberhentikan anggauta Angkatan Perang yg 19. Peraturan Pemerintah 1949 No. 19 tentang pembentukan Badan Penasehat Wakil Perdana Menteri di Sumatra, dengan disertai pendjelasannja...... ; • • • • • • . . . o 1 20 Peraturan Pemerintah 1949 No. 20 tentang pemindahan Sekolah Tinggi Hukum dari Sura,karta ke Jogjakarta 21. Peraturan Pemerintah 1940 No. 21 tentang gadji'Militer II Pmturan Pemerintah 1949 No. 22 tentang pentjabutan per­ aturan Pemerintah 1949 No. 6 dari hal mengadakan pemeriksaan terhadap pegawai Negeri jang menjeberang ..... 90 n 23 Peraturan Pemerintah 1949 No. 23 tentang penggabungan se- ' gala Perguruan Tinggi mendjadi Umversiteit...... 91 94 Peraturan Pemerintah 1949 No. 24 tentang disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan P e r a n g ...... 94 25. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1949 No. 25 tentang pengesahan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang dari hal memperbesar uang-denda pelanggaran B ea-T ju k a i...... IX

° 0 Halaman 26. Peraturan Pemerintah 3^)49 No. 26 tentang pengesahan Per-# aturan Wakil Perdana M enteri:...... 104 a. No. 1/Ek/WPM tahun 1949 dari hal pendjualan barang- ' barang import; b. No. 2/Ek/WPM tahun 1949 dari hal Agen Pembeli hasil- hutan dan hasil-bumi dari Exporteur; • c. No. 3/Ek/WPM tahun 1949 dari hal pendjualan barang- e barang dengan kupon di Sumatra-Utara ; d. No. 4/Ek/WPM tahun 1949 dari hal mengadakan perubahan dan tambahan dalam peraturan-peraturan termaksud dalam a. b dan c diatas ini. * 27. Peraturan Pemerintah 1949 No. 27 tentang tugas kewadjiban dan susunan Kementerian P enerangan...... 113 * 28. Peraturan Pemerintah 1949 No. 28 tentang mengadakan peruba­ han dalam Peraturan Pemerintah 1949 No. 14 dari hal tugas kewadjiban dan susunan Kementerian Perburuhan dan Sosial . 116 29. Peraturan Pemerintah 1949 No. 29 tentang pemberian pengha­ silan anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat . . . 118 30. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1949 No. 30 tentang pengesahan Peraturan Wakil Perdana Mënteri:. . . . 120 a. No. 2/Ku/Wkpm tahun 1949 tentang penjerahan hasil dari iuran pendapatan ketjil kepada Daerah- daerah Otonoom, sebagai subsidi Peme­ rintah Pusat; b. No. 3/Ku/Wkpm tahun 1949 tentang penetapan iuran tahun 1950 dan tambahan pokok iuran; c. No. 4/Ku/Wkpm tahun 1949 tentang memperkalikan djum- lah padjak-pendapatan dengan 250. 31. Peraturan Pemerintah 1949 No. 31 tentang pengesahan Per­ aturan Wakil Perdana Menteri No. 5/Ek/Wkpm tahun 1949 dari hal mendjadi Agen kopra ...... 126 * 32. Peraturan Pemerintah 1949 No. 32 tentang penghargaan Peme­ rintah terhadap peladjar jang telah berbakti untúk Negara, dengan disertai pendjelasannja...... 129 * 33. Peraturan Pemerintah 1949 No. 33 tentang tugas kewadjiban dan susunan Kementerian A g a m a ...... 134 34. Peraturan Pemerintah 1949 No. 34 tentang pemberian pensiun kepada pegawai Negeri, dengan disertai pendjelasannja . . . 139 " 35. Peraturan Pemerintah 1949 No. 35 tentang pensiun-djanda dan anak-piatu, dengan disertai pendjelasannja...... 150 36. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1949 No. 36 tentang pentjabutan Peraturan Darurat tanggal 7 Mei 1949 No. 46/MBKD/49 dengan disertai pula Peraturan Darurat ter­ maksud ...... • ...... 158 B a g i a n : III (Peraturan Presiden). 1. Peraturan Presiden 1949 No. 1 tentang hak kekuasaan untuk menaikkan gadji pegawai N eg eri...... 169 2. Peraturan Presiden 1949 No. 2 tentang gadji Presiden, Menteri dan lain-lain pemangku-djabatan tinggi dengan ongkos repre- sentasinja...... 170 X

° Halaman Bagian: IV (Penetapan Preseden).

1. Penetapan Presiden 1949 No. 1 t e n t a n g :...... 171 a. pengangkatan S. P. Hamengku Buwono IX mendjadi Men­ teri Pertahanan; b. penjerahan pimpinan Kepolisian Negara kepada Menteri Pertahanan; c. penjerahan pimpinan Kantor Urusan Pegawai kepada Men­ teri Perburuhan dan Sosial. 2. Penetapan Presiden 1949 No. 2 tentang pembubaran Kemente- rian Pembangunan dan Pemuda ...... 172 3. Penetapan Presiden 1949 No. 3 tentang pentjabutan kekuasaan penuh jang .diberikan kepada Menteri Negara, Koordinator Ke­ amanan, sebelum Pemerintah kembali ke Jogjakarta . . . . 173 4. Penetapan. Presiden 1949 No. 4 tentang pengangkatan S. P. Paku Alam V ffl mendjadi Gubernur Militer Daerah Istimewa Jogjakarta...... 174 5. Penetapan Presiden 1949 No. 5 tentang pembubaran Panitya Pemikir siasat Ekonomi ...... 175 6. Penetapan Presiden 1949 No. 6 tentang perubahan susunan Presidentieel Kabinet jang dipimpin oleh J. M. Wakil Presiden H a tta ...... 176 ^ 7. Penetapan Presiden 1949 No. 7 tentang: 178 a. Mr. Sujono Hadinoto, anggauta Badan Pekerdja diganti oleh Mr. Djody Gondokusumo; b. S. Mangunsarkoro f Anggauta Badan Pekerdja diganti oleh masing-masing: Sabilal Rasjad c. Mr. Samsudin | ¿an Nj. Soenarjo Mangoenpoespito. 8. Penetapan Presiden 1949 No. 8 tentang mengadakan tambahan dalam Penetapan Presiden 1949 No. 2 dari hal penjelesaian pembubaran Kementerian Pembangunan dan Pemuda . . . . ijg 9. Penetapan Presiden 1949 No. 9 tentang pengangkatan Mr. Moh. Daljono mendjadi anggauta Badan Pekerdja, sebagai wakil S T I -I...... • 180 10. Penetapan Presiden 1949 No. 10 tentang pengangkatan Ko- barsih mendjadi anggauta Badan Pekerdja, sebagai wakil buruh 181 11. Penetapan Presiden 1949 No. 11 tentang: . . # ^ a. pengesahan penambahan anggauta Dewan Pembantu dan Penambat Wakil Perdana Menteri; n b. pengesahan instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat W a-' kil Perdana Menteri dengan disertai instruksi termaksud dan lagi ketetapan Komisariat Pemerintah Pusat di Bukit­ tinggi tanggal 17 Nopember 1948 No. 73/Kom/U mengenai penghapusan nama pangkat „Wakil Kementerian” dan Pe­ netapan Peraturan tentang kedudukan dan tugas Kewadji- ban Koordinator di Sumatra. 12. Penetapan Presiden 1949 No. 12 tentang penjelesaian pegawai dan hak milik Badan Pembaharuan susunan Komite Nasional P u s a t...... 185 FAK. HUK. XI

o Halaman 13. Penetapan Presiden l/j)49 No. 13 tentang pemberhentian Mr. o Kasman Singodimedjo sebagai Anggauta Badan Pekerdja dan pengangkatan Burhanttddin Harahap sebagai penggantinja . . 186 14. Penetapan Presiden 1949 No. 14 tentang pembebasan penun­ tutan mereka jang telah melakukan kedjahatan, akibat dari persengketaan politik Indonesia B e la n d a ...... 187 15.’ Penetapan Presiden 1949 No. 15 tentang pembebasan Mr. Nas- run dari kewadjibannja sebagai anggauta Komite Nasional Pusat dan pengangkatan K. H. Tji *Wan sebagai penggantinja 189 16. Penetapan Presiden 1949 No. 16 tentang penundjukan Partai Sarekat Islam Indonesia dan Partai Katholiek Republik Indo­ nesia jang boleh menempatkan wakilnja dalam Badan Pekerdja 190 17. Penetapan Presiden 1949 No. 17 tentang penggantian beberapa anggauta Komite Nasional Pusat jang meninggal dunia dan pembebasan Mr. Samsudin dan K. H. Masjkur dari kewadjiban- nja mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat dan , pengang­ katan Nj. Mahmudah Masjhud dan H. Amien Djasuta mendjadi p e n g g a n tin ja ...... 191 18. Penetapan Presiden 1949 No. 18 tentang pengangkatan Sumar- tojo mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai peng­ ganti almarhum Soepeno dan pengangkatan Rochan sebagai anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti Mr. ...... 192 19. Penetapan Presiden 1949 No. 19 tentang pengangkatan Mr. A. A. Soehardi sebagai wakil katholiek mendjadi anggauta Ba­ dan Pekerdja dan pemberhentian beberapa anggauta Komite Nasional Pusat serta penundjukan penggantinja...... 193 20. Penetapan Presiden 1949 No. 20 tentang pemberhentian (pe­ ngangkatan) beberapa anggauta Komite Nasional Pusat . .194 21. Penetapan Presiden 1949 No. 21 tentang pembebasan Mr. S. M. Amin dari kewadjiban mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat dan pengangkatan Ali Hasjmy mendjadi penggantinja . 195 22. Penetapan Presiden 1949 No. 22 tentang pengangkatan bebe­ rapa anggauta Komite Nasional Pusat dan pengangkatan W. Wondoamiseno mendjadi anggauta Badan Pekerdja . . . 196 23. Penetapan Presiden 1949 No. 23 tentang pengangkatan bebe­ rapa anggauta Komite Nasional P u sa t...... 197 24. Penetapan Presiden 1949 No. 24 tentang pengangkatan Soe- parna mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai peng­ ganti almarhum Dibjosardjono...... 198 25. Penetapan Presiden 1940 No. 25 tentang pengangkatan bebe­ rapa anggauta Komite Nasional Pusat sebagai wakil Partai M u rba...... j gg 26. Penetapan Presiden 1949 No. 26 tentang pemberhentian dan pe­ ngangkatan beberapa anggauta Komite Nasional Pusat . . 200 27. Penetapan Presiden 1949 No. 27 tentang pengangkatan H. Soe- santo mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pen^- ganti Pangeran Mr. Ir. Notokusumo (Wakil Tani) . . . 201 28. Penetapan Presiden 1949 No. 28 tentang pengangkatan H. Ali- hamzah mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebaeai pengganti almarhum Chatib S u la im a n ...... 2 0 2 XII

,'i Halaman 29. Penetapan Presiden 1949 No. 29 tentang pengangkatan Djadi dan Suprapto mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat se- o bagai pengganti almarhum Oei Gee Hoat tlan Budisutjitro (Wa­ kil Partai S o sia lis)...... 203 30. Penetapan Presiden 1949 No. 30 tentang pemberhentian Dr. Soerono sebagai Menteri Kesehatan ad interim dan pengang­ katan Dr. Leimena mendjadi Menteri K e se h a ta n ...... 204 31. Penetapan Presiden 1949 No. 31 tentang'pemberhentian Gusti Djohan sebagai anggauta (Badan Pekerdja) Komite Nasional Pusat ...... 205 32. Penetapan Presiden 1949 No. 32 tentang pengangkatan Ngadi- man Hardjosubroto mendjadi anggauta Badan Pekerdja sebagai pengganti almarhum R u s t a m ...... 206 33. Penetapan Presiden 1949 No. 33 tentang pengangkatan Hasmo- suwignjo mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almarhum H. Mohamad A m i n ...... 207 34. Penetapan Presiden (Panglima Tertinggi Angkatan Perang Re­ publik Indonesia) tentang pemberian kekuasaan sepenuhnja ke­ pada S. P. Hamengku Buwono IX untuk menerima pengemba­ lian kekuasaan dari Pemerintah Pendudukan Belanda . . . 208

B a g ian: V (Surat Keputusan Presiden). 1. Surat Keputusan Presiden 1949 No. l/A/49 tentang pembentu­ kan Delegasi Republik Indonesia sebagai utusan ke Konperensi Medja B undar...... 209 2. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 3/A/49 tentang penambahan anggauta Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar...... 211 3. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 5/A/49 tentang penambahan anggauta Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar...... * * : • • 212 4. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 6/A|49 tentang pembentu­ kan Panitya Penjelenggara Perajaan Hari Ulang Ta un R. I.

5. saurltkKmutusan Presiden ’ 1949 No. 7/A/49 tentang pembentu- kan Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia ...... 214 6. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 10/A/49 tentang penundju- kan S. P. Hamengku Buwono IX, Menteri Pertahanan, Sebagai Acting Perdana Menteri i ...... ^ 7. Surat Keputusan Presiden 1949 ll/A/49 tentang penundiukan Ki Hadjar Dewantoro, sebagai Wakil Ketua Dewan Pertim­ bangan A gung...... " S. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 15/A/49 tentang penamba­ han djumlah Penasehat-umum pada Delegasi Indonesia . . . 217 9. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 16/A/49 tentang penamba­ han anggauta Delegasi Indonesia...... -218 10. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 19/A/49 tentang penamba­ han djumlah Achli pada Delegasi Komisi Medja Bundar . .219 11. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 20/A/49 tentang penamba­ han djumlah Penasehat-umum pada Delegasi Indonesia . ,. 220 12. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 24/A/49 tentang penamba­ han djumlah Achli pada Delegasi Komisi Medja Bundar . .221 XIII

' Halaman 9 13. Surat Keputusan Pres/den 1949 No. 32/A/49 tentang penetapan o d jabatan Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia di­ beri pangkat Komodoi* M u d a ...... 222 14. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 38/A;49 tentang penundju- kan utusan Pemerintah R. I. ke Konperensi Medja Bundar . . 223 15. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 42/A/49 tentang pengang- ' katan Mr. Daljono mendjadi anggauta Panitya Agraria . . 224 16. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 43/A/49 tentang penamba­ han Penasehat pada Delegasi Komisi Medja Bundar .... 225 17. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 45 A f49 tentang penundju- kan S. P. Hamengku Buwono IX mendjadi Acting Menteri Luar N egeri...... 226 18. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 55/A/49 tentang pembentu­ kan Jajasan Pantja-Sila ...... 227 19. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 60/A/49 tentang pengang­ katan Sekretaris II pada Panitya A graria...... 228 20. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 61/A/49 tentang penamba­ han d jumlah Penasehat-umum pada Delegasi Indonesia . . .229 21. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 66/A/49 tentang pembentu­ kan Panitya Asahan Selatan dan Labuan Ratu ...... 230 22. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 67/A/49 tentang pembentu­ kan Panitya Sumatra Selatan ...... 231 23. Surat Keputusan Presiden 1949 No. 116/A./49 tentang penundju- kan Wakil Ketua II dari Komite Nasional P u s a t ...... 232

Bagian: VI (Maklumat Pemerintah). Maklumat Presiden Republik Indonesia dan Komite Nasional tanggal 14 Desember 1949 tentang pernjataan Republik Indo­ nesia akan menjumbangkan segala alat perlengkapan jang di­ perlukan untuk menegakkan dan menjempurnakan Republik Indonesia Serikat...... 233

Bagian : VII (Pengumuman/Keterangan/Surat-surat resmi lainnja). 1. Persetudjuan ROEM — RO Y E N ...... 234 2. Instruksi Wakil Perdana Menteri jang berkedudukan di Kuta- r a d j a ...... 236

GOLONGAN: A ISTIMEWA-I. Bagian: I (Peraturan-Darurat dan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pe­ merintah) . 1. Pengumuman tentang pembentukan Komisariat Pemerintah- Darurat Republik Indonesia di D ja w a ...... 238 2. Peraturan Darurat 1949 No. 3 tentang Hakim dan Djaksa luar biasa serta tjara mendjalankan hukuman pendjara .... 239 3. Peraturan Darurat 1949 No. 4 tentang perubahan peraturan- darurat perihal pengadilan Militer dan Sipil ...... 241 XIV

Halaman 4. Peraturan Wakil Perdana Menteri, pengganti Peraturan Peme­ rintah 1949 No. 7/Des/WKPM tentang anggaran pendapatan . dan belandja d a e r a h ...... ’ ...... 242 5. Peraturan Wakil Perdana Menteri, pengganti Peraturan Peme­ rintah 1949 No. 8/Des/WKPM tentang pembentukan Propinsi A t je h ...... 272 6# Peraturan Wakil Perdana Menteri, pengganti Peraturan Peme- - • rintah 1949 No. 9|Des[WKPM tentang pembentukan Propinsi Tapanuli/Sumatra-Timur...... 289 7. Peraturan Wakil Perdana Menteri, pengganti Peraturan Peme­ rintah 1949 No. 6/Ek/WKPM tentang pengawasan atas pembe­ lian dan pembagian c o p r a ...... • ...... 307 Bagian: II (Keputusan Pemerintah Darurat). 1. Keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia 1949 No. 21/Pem/PDRI tentang kedudukan dan tugas Gubernur Mi­ liter dalam daerah-daerah Militer Istimewa, Dewan Pertahanan Daerah dan Komandan Sub-Territorial dalam daerah Kare- s id e n a n ...... 309 2. Keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia 1949 No. 22/Pem/PDRI tentang tugas dari Komisaris Pemerintah . 311 3. Keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia 1949 No. 23[Pem|PDRI tentang pengangkatan Komisaris-komisaris Pemerintah untuk daerah: Sumatra-Utara, Sumatra-Tengah dan Sumatra-Selatan ...... 313 4. Keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia 1949 No. 24/Pem/PDRI tentang hak Gubernur Militer untuk me­ ngangkat, memberhentikan atau memberhentikan buat semen­ tara (schorsen) dan memindah pegawai . . * ...... 314 5. Keputusan Wakil Perdana Menteri R. I. di Sumatra 1949 No. 1/U/WPM tentang mulai berlakunja segala peraturan Wakil Perdana Menteri, ialah setelah dium um kan oleh Sekretaris Wa­ kil Perdana M enteri...... • j, * ,■ 1 • • 16 6. Ketetapan Wakil Perdana Menten R. I. di Sumatra 1949 No. 2fUm[WKPM tentang anggauta-anggauta Dewan Executief Propinsi Sumatra-Tengah . . • • . • • • ; • • • • • • 317 7. Ketetapan Wakil Perdana Menten R. I. di Sumatra 1949 No. 15fPem/WKPM tentang pengangkatan Kepala Daerah de­ ngan pangkat Gubernur dari Propinsi-propinsi: Atjeh, Tapanuli^ Sumatra-Timur, Sumatra-Tengah dan Sumatra-Selatan . . 3 1 g GOLONGAN: A ISTIMEWA II. PERATURAN DAN PUTUSAN-PUTUSAN MENTFRT NEGARA, KOORDINATOR KEAMANAN. B a % i a n : / (Peraturan-Peraturan). 1. Peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. R. I./1 tentang pentjatatan penduduk Daerah Istimewa J og ja k a rta ...... 2. Peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 R. I./2 tentang tidak didjalankannja untuk sementara waktu segala peraturan jang dibuat sebelum-tanggal pengembalian Pemerintah Republik Indonesia...... 323 XV

«j Halaman 3. Peraturan Menteri /.'Tegara Koordinator Keamanan 1949 o No. R. L/3 tentang pembatasan berkumpul dan bersidang untuk sementara waktu . . * ...... • ...... 324 4. Peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. R. I./4 tentang pembentukan Kantor Perumahan Jogja- k a r t a ...... 326 Bagian: II (Putusan-putusan). 1. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/l tentang pembentukan Panitya^ penerimaan penjerahan kembali Djawatan-djawatan Pemerintah...... 329 2. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/2 tentang penjerahan pimpinan Kantor Urusan Pegawai Negeri kepada Menteri Perburuhan dan Sosial...... 330 3. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/3 tentang penundjukan Dr. Surono, Sekretaris Djenderal Kemen- terian Kesehatan untuk menerima penjerahan kembali segala urusan Kesehatan dari fihak Pemerintah Pendudukan Belanda 331 4. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/4 tentang penetapan tugas kewadjiban darurat dari Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan...... 332 5. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/S tentang pembentukan Panitya Penjambutan Kedatangan Peme­ rintah Republik Indonesia...... 334 6- Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/10 tentang penundjukan Ki Hadjar Dewantoro sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung untuk sementara waktu, selama Ketua M. Soetardjo Kartohadikoesoemo beristirahat . . . .335 7. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/12 tentang pembentukan Kantor Urusan Barang-barang Republik Indonesia...... 336 8. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/13 tentang penundjukan beberapa Koordinator Kementerian-kemen- t e r i a n ...... 338 9. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/15 tentang dasar-dasar Pemerintahan Daerah untuk Daerah Isti­ mewa Jogjakarta...... 340 10. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/17 tentang pengangkatan Kononel Djatikusumo mendjadi Penasehat Militer Menteri Negara Koordinator K ea m a n a n ...... 345 11. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/18 tentang penundjukan Kolonel Djatikusumo sebagai ,,Supreme Liaison Officer of the Minister of State, Coordinator of Security” ...... f 345 12. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/20 tentang pemberian kuasa kepada Menteri Perburuhan dan Sosial untuk mengatur dan mengurus hal pemberian tundjangan ke­ pada para pegawai Republik Indonesia, selama keadaan ke­ uangan Negara belum mengidzinkan...... 13. Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. P/21 tentang penetapan hari-bulan diadakan pentjatatan penduduk di-Daerah Istimewa Jogjakarta ...... 343 XVI

• Halaman Bagian: III (Maklumat). 'c 1. Maklumat Menteri Negara Koordinator Koamanan 1949 No. S/l tentang pembentukan Komisi Anggaran B elandja...... 349 2. Maklumat Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. S/2 tentang sikap sementara dari Pemerintah terhadap pegawai Republik Indonesia jang tetap se ty a ...... 350 3. Maklumat Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. S/3 tentang larangan penerimaan pegawai b a r u ...... 351 4. Maklumat Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. S/4 tentang pembagian pekerdjaan antara badan-badan Pemerintah Republik Indonesia dan badan Pemerintah Daerah setelah ke­ kuasaan di-Daerah Istimewa Jogjakarta diserahkan kembali ke­ pada Pemerintah Republik Indonesia...... 352

Bagian: IV (Pengumuman/Keterangan-keterangan dan surat-surat resmi lainnja). 1. Order Republic 16 May 1949 No. ID/a tentang mentjegah ada . 355 2. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan tentang keterangan Pemerintah, bahwa setelah Tentara Belanda mengun­ durkan diri, setiap orang akan didjamin keamanan dirinja dan harta bendanja...... 355 3. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. Ill tentang penggrebegan Kepatihan oleh Tentara Belanda. 355 4. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/3 tentang pengusiran pegawai Republik Indonesia dari Magelang oleh Belanda...... 356 5. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/4 tentang diletakkannja granat-tangan dihalaman Njonjah Soekarno oleh fihak jang ingin memperlihatkan kepada dunia bahwa pada masa kembalinja Pemerintah Republik Indonesia ke Jogjakarta akan timbul kekatjauan . - • ...... 357 6. Order Republic' 23 June 1949 No. 1D./13, supaja Komandan T N I berusaha sedemikian rupa sehingga djangan terdjadi bentrokan antara T. N. I. dan Tentara Belanda dan memberhenti­ kan actie sebotage, pengrusakan gedung-gedung dan selandjut- n ja ...... 7. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/6 tentang diadakan djam malam didalam kota Jogjakarta. 358 8. Pengumuman Menteri* Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/7 tentang pendaftaran kesatuan-kesatuan bersendjata jang berada di J og ja k a rta ...... 359 9. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/8 tentang petundjuk-petundjuk jang harus didjalankan oleh penduduk Jogjakarta pada masa i t u ...... 3^q 10. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/9 tentang pemberian idzin djam m alam ...... 11. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan I 949 No. 1/10 tentang bangsa Asing diharuskan memakai ban-lengan untuk mentjegah kesalah-fahaman......

y XVII

Halaman 12. Pengumuman Menteri/ Negara Koordinator Keamanan 1949 o (Proklamasi) tentang kekuasaan Pemerintahan di Daerah Isti­ mewa Jogjakarta padaatanggal 30 Djuni 1949 kembali ditangan Pemerintah Republik Indonesia...... 363 13. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/11 tentang masih tetap berlakunja uang-Republik Indonesia . # dan disamping itu uang N I C A ...... 364 14. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/12 tentang pembukaan kembali sekolah-sekolah Rakjat dikota Jogjakarta...... 364 15. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/13 tentang pembukaan kembali Sekolah Menengah Pertama. 365 16. Pengumuman Menteri Negara' Koordinator 1949 No. 1/14 tentang akan datangnja P. J. M. (Wakil) Presiden dan lain-lain Pembesar di Ibu Kota Jogjakarta . . . , ...... 365 17. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/14A tentang penjerahan alat-alat telpun jang ada pada penduduk...... 366 18. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/15 tentang mengadakan perubahan djam-malam seperti jang termaksud dalam Pengumuman Menteri Negara Koordina- .tor Keamanan 1949 No. 1 / 8 ...... 367 19. Pengumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/16 tentang pentjabutan pengumuman 1949 No. 1/10 dari hal orang bangsa asing diharuskan memakai ban-lengan .... 367 20. • Pen gumuman Menteri Negara Koordinator Keamanan 1949 No. 1/17 tentang penetapan hari dan djam mentjatat djumlah penduduk untuk masing-masing w ilajah...... 368 21. Surat edaran Menteri Negara Koordinator Keamanan tanggal 25 Djuni 1949 No. 1. D/14 sikap alat-alat kekuasaan Pemerintah dalam melakukan tindakan-tindakan untuk mendjaga keamanan dalam Negeri ...... 369 22. Speech by the Minister of State, Coordinator of Security on June 1949 at 20,00 h o u r ...... 370 XIX

I • R a 1 a t.

H alam an 5 baris ke 5 dari bawah, perkataan „Keadaan” diganti dengan „Kekuasaan”. Hàlatman 17 ajat 3, perkataan-perkataan „bahwa Sidang tersebut dapat diundurkan lagi” , l'iendaknja dibatja „bahwa Sidang tersebut tidak da­ pat diundurkan lagi” . Halaman 24 ajat 16, perkataan-perkataan. „Seorang jang masuk dalam daftar” 'hendaknja dibatja „Seseorang jang masuk dalam daftar” . H alam an 63 baris ke 9 dari atas perkataan „saja” hendaknja dibatja „s a d ja ” . H alam an 73 pasal 14 huruf a, perkataan-perkataan „uang perantaraan pos”, diganti dengan „uang dengan perantaraan pos”. H alam an 76 a ja t 4 baris ke 1 dan*ke 10 perkataan-perkataan „pitjis” hendaknja dibatja „pitji”. H alam an 106 pasal 6 baris ke 3, perkataan „R. 500.000” hendaknja di­ b a tja „R. 5.000.000”. H alam an 114 pasal 4 a ja t 3 h u ru f b perkataan „semua” diganti dengan »s. p. m. u.” . H alam an 116 anka I perkataan „ajat” diganti dengan „harus”. H alam an 119 pasal 4 aja t (1) huruf a baris ke 2 dari atas perkataan „taip” hendaknja dibatja „tiap”. H alam an 120 perkataan-perkataan „Ku/Wkpm” dari pada baris-baris ke 11, 13, 15, 24, 26 dan 28 dari atas, diganti dengan huruf besar • Ku/WKPM”. H alam an 126 baris ke 9 dari atas perkataan „Ek/Wkpm” diganti dengan huruf besar „EkfWKPM”. H alam an 127 pasal 1 huruf a baris ke 3 perkataan „Ek/Wpm” diganti dengan „Ek/WKPM”. H alam an 128 pasal 4 baris ke 4 perkataan „Ek/WPM” diganti dengan Ek/WKPM” . GOLONGAN A

BAGIAN I

(UNDANG-UNDANG) U n d a n g 2 1949 No. 1

, PADJAK BUMI. PENDAPATAN. Peraturan tentang penggantian pa- * djak bumi dengan padjak penda­ patan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hingga sekarang pendapatan jang diperoleh d&ri hasil sawah dan tanah lainnja jang dikenakan padjak-bumi, diketjualikan dari pengenaan padjak pendapatan; b. bahwa berhubung dengan tingginja harga hasil-bumi pada umumnja dan padi pada chususnja pengetjualian tersebut tidak patut dilangsungkan lagi; c. bahwa ditindjau dari sudut systeem peraturan padjak, tidak seharusnja diadakan perbedaan antara pendapa- tan-pendapatan jang diperoleh dari tanah dan dari sumber-sumber lain; Mengingat: pasal 20 ajat 1, pasal 23 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tang­ gal 16 Oktober 1945 No. X; Dengan persetiidjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGGANTIAN PADJAK BUMI DENGAN PADJAK PENDAPATAN. Pasal 1. I. Huruf a dalam pasal 11 Undang-Undang Padjak Pendapatan 1932 sebagaimana Undang-Undang itu harus dibatja setelah beberapa kali diubah dan ditambah, terachir dengan Undang-Undang No. 26 tahun 1948, dihapuskan. II. Undang-Undang Padjak-bumi Djawa dan Madura 1939 (Staatsblad 1939 No. 240) Rijksblad Kasunanan 1941 No. 17 dan Rijksblad Mang- kunegaran 1917 No. 12, ditjabut. Pasal 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1948 dengan ketentuan: a. bahwa penetapan padjak pendapatan tahun 1948/1949 jang bersang­ kutan dengan penghapusan pasal 11 huruf a ini, menjimpang dari pasal 14 Undang-Undang padjak pendapatan 1932, didasarkan pada , pendapatan selama tahun-padjak tersebut; b. bahwa kelebihan pembajaran ketetapan padjak-bumi tahun-padjak 1948/1949 jang telah terbajar lunas, dianggap telah diperhitungkan dengan ketetapan padjak-pendapatan tahun-padjak tersebut. Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 28 September 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 28 September 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Keuangan, A. G. PRINGGODIGDO. LOEKMAJST HAKIM.

1 PENDJELASAN UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1949. TENTANG PENGGANTIAN PADJAK BUMI DENGAR PADJAK PENDAPATAN. iftoo^enur^ i? aSa^ ^ k.uriL*- a ^ari Undang-Undang Padjak Pendapatan ocan^ i/ 8ra*)a ^elah diubah, terachir dengan Undang-Undang No. 26 tahun 1948, pendapatan-pendapatan jang diperoleh dari tanah dibedakan dari pendapatan-pendapatan dari sumber-sumber lain. Ditindjau an sudut systeem peraturan padjak tidak seharusnja diadakan perbedaan antara pendapatan-pendapatan ini. Djuga berhubung dengan tingginja harga hasil bumi pada umumnja 1 P a ^ususnja» peraturan padjak bumi jang sekarang berlaku, tidak memungkinkan menjesuaikan harga padi dulu jang dipergunakan untuk menetapkan padjak bumi dengan harga padi sekarang, maka penge- jua lan pendapatan-pendapatan ini dari pengenaan padjak pendapatan tidak patut dilangsungkan lagi. dengan menghapuskan pasal 11 a dari Undang-Undang Padjak ^ia^as Pemerintah dapat mengenakan padjak atas pen- dapatan-pendapatan jang diperoleh dari tanah-tanah, JI-)enSan demikian maka Undang-Undang Padiak Bumi Diawa dan n R1'V h?9-!(ftaatsblad 1939 No- 240), Rijksblad Kasunanan 1941 No. 17 dan Rijksblad Mangkunegaran 1917 No. 12 jang dipandang tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang perlu ditjabut pula. PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. I. tidak perlu pendjelasan. II. tidak perlu pendjelasan. Pasal 2. a. tidak perlu pendjelasan. b. kelebihan-kelebihan ini sedemikian ketjilnja sehine-p-a dana t tersebut ^kan ^

2 Undang2 1949 No. 2

PEMERINTAHAN. SUMATRA. .Peraturan tentang kedudukan dan kekuasaan Wakil Perdana Menteri di Sumatra.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penjelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kep’entingan daerah di Sumatra mungkin memerlukan peraturan-peraturan jang istimewa dan/atau jang harus tjepat diadakan; b. bahwa perhubungan Sumatra dengan Pusat Pemerin­ tahan sukar, sehingga penjelenggaraan Pemerintahan tersebut mungkin tidak dapat menunggu peraturan dari Pemerintah Pusat; c. bahwa oleh karena itu mungkin perlu ditempatkan seorang Wakil Perdana Menteri di daerah Sumatra; Mengingat: pasal 5 ajat 1, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945 No. X; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

Memutuskan :

Menetapkan peraturan sebagai berikut: „UNDANG-UNDANG TENTANG KEDUDUKAN DAN KEKUASAAN WAKIL PERDANA MENTERI JANG BERKEDUDUKAN DI SUMATRA”. Pasal 1. Didaerah Sumatra dapat ditempatkan seorang Wakil Perdana Menteri.

Pasal 2. Kepada Wakil Perdana Menteri tersebut dalam pasal 1 diberi kekuasa­ an, dalam keadaan jang memaksa, untuk daerah Sumatra atau sebagian dari daerah Sumatra, atas nama Presiden menetapkan Peraturan: a. jang masalahnja seharusnja diatur dengan Undang-Undang; Peratu­ ran ini dinamakan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang; b. jang masalahnja seharusnja diatur dengan Peraturan Pemerintah; Peraturan ini dinamakan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah. Pasal 3. 1. Didalam mendjalankan kekuasaan menetapkan Peraturan seperti jang dimaksudkan dalam pasal 2 sub a, Wakil Perdana Menteri diwadjibkan mendengar lebih dahulu pertimbangan sebuah Badan Penasehat jang anggauta-anggautanja diangkat oleh Presiden. 2. Susunan Badan Penasehat tersebut dalam ajat 1 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3 2 Pasal 4. Peraturan-Peraturan Wakil Perdana Menteri termaksud dalam pasal 2 harus selekas-lekasnja diberitahukan kepada Presiden. o Pasal 5. C Presiden berhak membatalkan atau mengubah suatu Peraturan Wakil Perdana Menteri termaksud dalam pasal 2, seberapa dapat setelah men­ dengar pertimbangan Wakil Perdana Menteri.

• Pasal 6. o D jika suatu Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang- Undang mendapat persetudjuan Presiden, maka selekas-lekasnja, Peratu­ ran tersebut dimadjukan oleh Presiden kepada Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat. Terhadap Peraturan ini berlaku aturan-aturan dalam pasal 22 ajat 2 dan 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Pasal 7. 1. Kepada Wakil Perdana Menteri oleh Presiden dapat diberikan hak, - atas nama Kabinet atau atas nama salah seorang Menteri, mengambil segala keputusan pelaksanaan pemerintahan (executief) jang dipan­ dang perlu untuk mewudjudkan stabilisasi dan penjehatan diberbagai lapangan pemerintahan di Sumatra. 2. Dalam keadaan jang memaksa kepada Wakil Perdana Menteri oleh Presiden dapat diberikan hak mengambil, atas nama dan sambil menunggu pengesahan Presiden, sesuatu keputusan, jang termasuk kekuasaan pemerintahan Presiden.

Pasal 8. UndangrUndang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 September 1949.' PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO. Diumumkan Menteri Kehakiman, pada tanggal 30 September 1949. SUSANTO TIRTOPRODJO. Sekretaris Negara, Acting Perdana Menteri, A. G. PRINGGODIGDO. HAMENGKU BUWONO IX.

4 2 PENDJELASAN UNDANG-UNDANG No. 2 TAHUN 1949. TENTANG KEDUDUKAN DAN KEKUASAAN WAKIL PERDANA MENTERI JANG BERKEDUDUKAN DI SUMATRA. Penjelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kepentingan daerah di Sumatra mungkin memperlukan peraturan-peraturan jang istimewa, ttienjimpang dari peraturan jang.ada, atau memperlukan lekas diadakan peraturan, padahal ma^alahnja harus diatur dengan Undang-Undang atau Peraturan • Pemerintah. Perhubungan Sumatra dengan Pusat Pemerintahan masih sukar adanja, sehingga menunggu Peraturan dengan Undang-Undang a au dengan Peraturan Pemerintah mungkin akan sangat menghambat a u merugikan penjelenggaraan Pemerintahan tersebut. Dalam keadaan demikian maka perlulah Wakil Pemerintah jang ter­ tinggi iang berkedudukan di Sumatra, buat sementara selama perhubungan masih belum baik, dikuasakan, djika keadaan memaksa, 'Pera u“ ran jang masalahnja seharusnja diatur dengan Undang-Undan& Peraturan Pemerintah. Peraturan tersebut, sebagai Peraturan Darurat, berlaku selama belum ada pentjabutan atau perubahan oleh instansi-instansi jang Keadaan jang diberikan ini, tidak mengurangi hak dari Pembentuk Undang-Undang dan Pembentuk Peraturan Pemerintah. Maka dari itu Presiden sebagai Pembentuk Pe^ tur®" atau sebagai bagian dari Pembentuk Undang-Undang haius segera d tahukan tentang adanja suatu Peraturan Darurat termaksud.

5 Undang2 1949 No. 3 — ------— ) PADJAK POTONG. Peraturan ten­ tang menambah padjak potong.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tarip padjak potong sebagaimana tersebut dalam ordonnansi padjak potong 1936 Staatsblad 1936 No. 671 setelah diubah terachir dengan Undang-Undang No. 11 tahun 1947 tidak sesuai lagi dengan harga pasar daging; b. bahwa perlu diadakan peraturan jang setiap waktu memungkinkan perubahan padjak potong sesuai dengan ' perubahan harga daging; Mengingat: pasal 20 ajat 1, pasal 23 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tang­ gal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG TARIP PADJAK POTONG 1949. Pasal 1. (1) Selama tahun 1949 Menteri Keuangan berhak untuk daerah dan masa jang ditundjuk olehnja menetapkan padjak potong lembu, kerbau, kuda dan babi, untuk perusahaan, sedjumlah harga pasar dari se- rendah-rendahnja tiga kilogram daging lembu dan setinggi-tingginja lima kilogram. (2) Untuk pemotongan lembu, kerbau, kuda dan babi bukan untuk perusa­ haan padjaknja ditetapkan oleh Menteri Keuangan sedjumlah menurut perimbangan angka-angka jang dimuat dalam pasal 4, ordonnansi padjak potong 1936 dan dibulatkan keatas sampai ratusan. Pasal 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 September 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 30 Oktober 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Keuangan, A. G. PRINGGODIGDO. LOEKMAN HAKIM.

6 3 pendjelasan UNDANG-UNDANG No. 3 TAHUN 1949. 3 TENTANG TAKIP PAD«JAK POTONG TAHUN 1949. Maksud baru Undang-Undang ini ialah supaja padjak potong ber­ hubung dengan naik-turunnja harga daging dengan djalan jang mudah dapat disesuaikan dengan keadaan. Padjak potong lembu untuk perusa­ haan jang sekarang djumlahnja R. 22,50, dibandingkan dengan harga daging lembu 1 kilogram a R. 230,— tidak ada artinja lagi. Mengingat kemungkinan/ bahwa keadaan politik dan ekonomi pada achir tahun 1949, dapat berubah banjak, maka kekuasaan jang diberikan kepada Menteri Keuangan dibatasi sampai tahun 1949. Dengan demikian maka keadaan padjak potong pada achir tahun 1949 perlu ditindjau kembali. Pembatasan keatas sampai harga 5 kilogram daging lembu didasarkan atas keadaan waktu perubahan tarip padjak potong jang terachir ditetap­ kan dengan Undang-Undang No. 11/1947 (bulan Mei 1947). Pada waktu itu padjak potong lembu untuk perusahaan ditetapkan sedjumlah R. 22,50 sedang harga pasar daging lembu pada waktu itu besarnja R. 4,50. Besar­ nja djumlah padjak potong djadi sesuai dengan harganja 5 kilogram daging lembu. Pembatasan kebawah sampai sarendah-rendahnja harga 3 kilogram daging lembu diadakan supaja Mienteri Keuangan dapat sekedar keleluasan dalam menetapkan besarnja padjak berhubung dengan pembulatan djum­ lah padjak dan kemungkinan adanja daerah jang keadaannja. berlainan dari daerah Jogjakarta, jang berhubung dengan sukarnja perhubungan sekarang belum dapat diketahui. Ajat 2 dari pasal 1 perlu diadakan oleh karena padjak potong untuk perusahaan, padjak potong untuk keperluan sendiri dan padjak potong paksa tidak sama djumlahnja. Tjontoh sebagai pendjelasan atas ajat ini: Menurut pasal 4 ordonnansi padjak potong 1936, padjak potong lembu untuk perusahaan besarnja R. 22,50. Sedang untuk keperluan sendiri besarnja R. 15,— . Djikalau padjak potong lembu untuk perusahaan oleh Menteri Ke­ uangan sekarang ditetapkan R. 1000,— ( = 4 — 5 kilogram daging), maka padjak potong lembu untuk keperluan sendiri harus ditetapkan: R> — kali R * 1000,— 2/3 X R. 1000,— = R. 666,67 R. 22,50 dibulatkan keatas sampai R. 700,— .

7 Undang2 1949

BEA METERAI. PENAMBAHAN. Peratuian tentang penambahan bea meterai. *

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa djumlah-djumlah harga bea meterai dalam Aturan Bea Meterai 1921 tidak sesuai lagi dengan ke­ adaan pada dewasa ini; b. bahwa djumlah-djumlah harga tersebut diatas perlu dinaikkan ;

Mengingat: pasal 20 ajat 1 pasal 23 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tang­ gal 16 Oktober 1945 No. X ; \ Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATURAN BEA METERAI 1921.

Pasal 1. Semua angka-angka dan perkataan-perkataan jang menundjukkan djumlah uang dalam Aturan Bea Meterai 1921, sebelum .diubah dengan Undang-Undang No. 16 tahun 1948, dilipatkan limapuluh kali.

Pasal 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 September 1949

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pada tanggal 30 September 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Menteri Keuangan, A. G. PRINGGODIGDO. LOEKMAN HAKIM.

8 4 PENDJELASAN UNDANG-UNDANG No. 4 TAHUN 1949. TENTANG PERUBAHAN ;^TURAN BEA METERAI 1921. Terasa sekali, bahwa pemungutan bea meterai tidak sesuai lagi dengan harga-harga barang. Sebagai tjontoh diambilnja bea meterai untuk surat penerimaan uang (kwitansi) lebih dari R. 10,— (sepuluh rupiah). Mengi­ ngat, bahwa harga makanan dan kuwe-kuwe jang sederhana hampir se- muanja sudah lebih-dari R. 10,— maka hampir semua kwitansi harus dikenakan bea meterai jang djumlahnja pada waktu ini R. 0,50. Djumlah ini merupakan djumlah jang terrendah dari bea meterai dan ditetap­ kan dengan Undang-Undang No. 16/1948. Sebelumnja bea meterai untuk' kwitansi besarnja R. 0,15. Tetapi walaupun telah dinaikkan djumlah R. 0,50 tadi sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan harga-harga. Untuk agak mendekati harga-harga barang, maka angka-angka jang menundjuk- kan djumlah uang, bea, denda, batas-batas jang menetapkan dikenakan atau tidaknja bea, dilipatkan lima puluh kali. Untuk mempertahankan perimbangan antara besarnja bea dan batas-batas jang menetapkan di- kenakannja bea maka jang diambal sebagai dasar ialah angka-angka sebelum perubahan dengan Undang-Undang No. 16/1948. Mengingat dasar penghidupan sekarang, maka dilipatkannja bea meterai lima puluh kali ini • tidak akan terasa berat oleh penduduk. Dengan perubahan ini bea jang besarnja seimbang dengan djumlah pokok dari mana bea harus dipungut, seperti bea meterai dagang dan bea meterai modal, tidak berubah besarnja. Dalam hal ini jang dinaikkan • hanja djumlah bea jang terrendah jang harus dibajar.

9 Undang2 1949 No. 5

PADJAK PENDAPATAN. PADJAK UPAH. . OPCENTEN. Peraturan tentang penetapan tarip padjak peiidapatan dan padjak upah.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk tahun anggaran 1949 tarip padjak pendapatan dan beberapa tarip padjak upah, perlu disamakan dengan tarip untuk tahun anggaran 1942 dan dari ketetapan padjak kekajaan, padjak perseroan serta padjak untung perang, perlu dipungut tambahan pokok padjak untuk Negeri, sebagai telah terdjadi sedjak dari tahun anggaran 1942; Mengingat: pasal 20 ajat 1, pasal 23 ajat 2 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN TARIP PADJAK PENDAPATAN DAN TAMBAHAN POKOK PADJAK DAN TARIP PADJAK UPAH UNTUK TAHUN 1949. Pasal 1. (1) Buat menentukan besarnja padjak pendapatan untuk tahun 1949 maka tarip B dan tarip C tersebut dalam pasal 27 ajat 1 huruf b serta tarip tersebut dalam pasal 30 ajat 2 dan 3 dari Undang-Undang Padjak Pendapatan 1932 diganti dengan tarip jang ditetapkan pada pasal 1 ajat 1 huruf-huruf B dan C dari Undang-Undang tanggal 18 Pebruari 1942 (Stbl. No. 53). (2) Jang ditentukan dalam pasal 1 ajat 2 Undang-Undang tanggal is Pebruari 1942 (Stbl. No. 53) berlaku terhadap ketetapan padjak pendapatan untuk tahun 1949. (3) Buat ketetapan padjak pendapatan untuk tahun 1949, maka perkataan „drie vierden” dalam pasal 73 ajat 1, pasal 73a ajat 1 dan pasal 7^ ajat 1 dan Undang-Undang Padjak Pendapatan 1932 dibatja , viif L tachtig ten honderd” . ” 11 (4) Buat tahun padjak 1948/1949 maka ketetapan jang dimaksudk dalam pasal 75 Undang-Undang Padjak Pendapatan 1932, menjimna dari pada aturan jang telah ditetapkan, tidak dilakukan untuk wad-u padjak jang dalam tahun itu, pendapatannja jang harus kena padial buat 90% atau lebih terdiri atas upah jang harus kena padjak upah Pasal 2. Dari ketetapan padjak kekajaan untuk tahun 1949 dipungut lim puluh persen tambahan pokok padjak untuk Negeri. a Pasal 3. Dari ketetapan padjak perseroan untuk sesuatu masa jang berachir pada suatu tanggal antara tanggal 30 Djuni 1948 dan tanggal 1 Djuli 1949 dipungut empat ratus persen tambahan pokok padjak untuk Negeri.

10 5 Pasal 4. Dari ketetapan padjak untung perang jang berkenaan dengan tahun- kalender 1949 atau sebahagian dari itu, atau untuk sesuatu masa jang berachir pada suatu tanggal antara tanggal 30 Djuni 1948 dan tanggal 1 'Djuli 1949 dipungut dejapan puluh persen tambahan pokok padjak untuk Negeri. Pasal 5. Jang ditentukan dalam pasal 3 Undang-Undang tanggal 18 Pebruari 1942 (Stbl. No. 53) berlaku buat upah tersebut di pasal 9 ajat la Undang-Undang Padjak Upah, jaitu buat upah jang djumlahnja ditetapkan didalam masa mulai dari tanggal 1 April 1949 sampai achir tanggal 31 Desember 1949. Pasal 6. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 September 1949. Diumumkan PRESIDEN' REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 30 September 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Keuangan, A. G. PRINGGODIGDO. LOEKMAN HAKIM.

PENDJELASAN UNDANG-UNDANG No. 5 TAHUN 1949. TENTANG PENETAPAN TARIP PADJAK PENDAPATAN DAN TAMBAHAN POKOK PADJAK DAN TARIP PADJAK UPAH UNTUK TAHUN 1949. Tentang alasan, mengapa tarip padjak pendapatan dan beberapa tarip padjak upah disamakan dengan jang termuat dalam Undang-Undang tanggal 18 Pebruari 1942 (Stbl. No. 53) ialah oleh karena keadaan ke­ uangan Negara belum memperkenankan tarip tersebut dibikin lebih rendah daripada apa jang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut diatas. Demikianlah pula keadaannja dengan tambahan-tambahan pokok padjak untuk Negeri seperti termuat dalam pasal 2, 3 dan 4, jang masih pula disamakan dengan tahun-tahun jang lalu.

11 Undang2 1949 No. 6

KOMITE NASIONAL INDONESIA. Penambab'an djumlah anggauta Ifo- mite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa beberapa partai politik belum mempunjai per­ wakilan dalam Komite Nasional Pusat dan/atau Badan Pekerdjanja, sedangkan suara part'ai-partai politik itu perlu dikemukakan dalam badan-badan perwakilan itu, terutama dalam Badan Pekerdja, jang melakukan pe- kerdjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari; b. bahwa sebelum terbentuk Dewan Perwakilan Rakjat menurut Undang-Undang Pemilihan Umum, harus di­ adakan sesuatu djalan jang bersifat darurat dengan tidak mengindahkan perimbangan kekuatan jang se- benarnja, untuk memberi kesempatan kepada partai- partai itu menempatkan wakilnja dalam Komite Nasio­ nal Pusat dan Badan Pekerdjanja; Mengingat: pasal 5 ajat 1, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945 No. X; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENAMBAHAN DJUMLAH ANGGAUTA KOMITE NASIONAL PUSAT. Pasal 1. (1) Kepada partai-partai politik, jang tjukup tersebar di seluruh Indone­ sia dan belum mempunjai wakil dalam Badan Pekerdja Komite Nasio­ nal Pusat, diberi kesempatan menempatkan seorang wakilnja. (2) Tiap-tiap partai politik, jang mempunjai wakil didalam Badan Peker­ dja Komite Nasional Pusat, diberi kesempatan melengkapkan perwa- kilannja didalam Komite Nasional Pusat sampai duabelas orang. Pasal 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 28 Nopember 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pad. 1» SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

12 6 PENDJELASAN

) UNDANG-UNDANG No. 6 TAHUN 1949. TENTANG PENAMBAHAN DJUMLAH ANGGAUTA KOMITE NASIONAL PUSAT. PENDJELASAN UMUM. Pemerintah menerima surat dari P. T. Ketua Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat tertanggal 15 Nopember 1949 No. 800. Dengan surat tersebut disampaikan kepada Pemerintah: a. lapuran Panitya Penjelidik Susunan (Badan Pekerdja) Komite Na­ sional Pusat; b. tjatatan singkat rapat tertutup Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat tanggal 31 Oktober 1949 mengenai lapuran Panitya tersebut. Dari lapuran dan tjatatan itu ternjata, bahwa Panitya dan Badan Pekerdja sependapat, jaitu bahwa baik susunan Badan Pekerdja maupun susunan Komite Nasional Pusat perlu diubah, akan tetapi ternjata djuga, bahwa tiada usul jang dimadjukan dalam Badan Pekerdja mendapatkan persetudjuan dengan suara terbanjak. Maka initiatief jang semula diambil oleh Badan Pekerdja untuk me- madjukan ran t jangan Undang-Undang tentang pengubahan susunan (Ba­ dan Pekerdja) Komite Nasional Pusat, diserahkan kepada Pemerintah. Pemerintah memusatkan perhatiannja pada susunan Badan Pekerdja, pertama karena badan inilah jang dalam sedjarah terbukti praktis men­ jalankan semua pekerdjaan Komite Nasional Pusat, kedua karena keadaan anggauta-anggauta Komite Nasional Pusat, berhubung dengan keadaan-keadaan, sekarang belum dapat diketahui, sehingga belum dapat diketahui djuga bagaimana susunan Komite Nasional Pusat jang sesung- guhnja pada waktu sekarang. Akan tetapi karena Badan Pekerdja adalah suatu badan oleh dan dari Komite Nasional Pusat, maka untuk mengubah susunan Badan Pekerdja perlu diubah djuga susunan Komite Nasional Pusat. f Pemerintah berpendapat, bahwa didalam Badan Pekerdja seharusnja semua aliran-aliran politik didalam masjarakat dapat mendengarkan suaranja. Jang Pemerintah maksud dengan aliran politik ialah suatu faham politik jang mendjelma dalam suatu partai, jang didirikan dengan tudjuan mewudjudkan faham politik itu dalam ketatanegaraan, dan tjukup ter­ sebar diseluruh Indonesia. Adapun aliran-aliran lain dari pada politik atau kepentingan-kepen­ tingan, jang terlihat dengan adanja organisasi-organisasi, memang baik atau perlu diketahui dan diperhatikan pendiriannja, akan tetapi hal ini belum berarti bahwa aliran-aliran atau kepentingan-kepentingan itu se­ harusnja mempunjai wakil djuga didalam Badan Pekerdja, jang turut memetjahkan segala soal ketatanegaraan. Penghargaan atau djasa ter­ hadap siapa-atau apapun tidak boleh dihubungkan dengan ke-anggautaan Badan Pekerdja. Melihat perkembangan kepartaian didalam masjarakat maka ternjata bahwa belum semua aliran mempunjai perwakilan didalam Badan Pekerdja.

13 6 Maka Pemerintah berpendapat bahwa susunan Badan Pekerdja perlu diubah. Dalam pada itu tidak perlulah kiranja diterangkan, bahwa tjara pengubahan bagaimanapun tidak akan 100% jyiemuaskan. Tidak perlu pula diterangkan bahwa pengubahan itu tidak akan di­ lakukan dengan’ pemilihan umum, sebab, kalau pemilihan umum dapat dilakukan, maka pemilihan itu akan sekaligus dilakukan untuk membentuk Dewan Perwakilan Rakjat jang sesungguhnja. Pemilihan jang tidak ber­ sifat umum, dengan tjara tergesa-gesa, akan lebih menimbulkan ketidak­ adilan terhadap fihak jang tidak dapat mempergunakan kesempatan pe­ milihan setjara itu, dengan sebaik-baiknja. Berhubung dengan apa jang dikemukakan diatas, maka Pemerintah berpendapat, bahwa pengubahan susunan Badan Pekerdja untuk men- tjapai tudjuannja sebaik-baiknja dilaksanakan dengan memberi kesem­ patan kepada aliran-aliran politik, jang tjukup tersebar diseluruh Indo­ nesia, tetapi belum mempunjai wakil didalam Badan Pekerdja, untuk me­ nempatkan wakilnja didalam badan itu. Pasal 1. Djumlah 12 wakil jang boleh ditempatkan didalam Komite Nasional Pusat, ialah bersandar atas penetapan, bahwa tiap-tiap 12 anggauta Komite Nasional Pusat dapat menempatkan seorang anggauta dalam Badan Pekerdja. Perlulah kiranja diperingatkan, bahwa aturan-aturan tentang meng- adjukan tjalon-tjalon dan pengangkatan anggauta-anggauta, tertjantum dalam pasal 2 dan pasal 6 Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946, masih berlaku. Undang2 1949 No. 7 } ~ > PRESIDEN. PERWAKILAN. Penun- 5 djukan Pemangku-sementara djaba- ’’ tan Presiden Republik Indonesia.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan untuk mengatur dalam hal Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti atau tidak ciapat melakukan kewadjibannja dalam masa djaba- • tannja; Mengingat: 1. pasal 7 dan 8 Undang-Undang Dasar; 2. pasal 5 ajat 1, pasal 20 ajat 1, pasal 21 ajat 1 dan pasal IV Aturan' Peralihan Undang-Undang Dasar serta Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetiidjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG PENUNDJUKAN PEMANGKU-SEMENTARA DJABATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Satu-satunja pasal. 1- Djika Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewadjibannja dalam masa djabatannja, maka Ketua Dewan Perwakilan Rakjat mendjalankan kewadjiban itu sampai ada ketentuan tentang penggantian pemangku djabatan Presiden. 2. Djika Ketua Dewan Perwakilan Rakjat tidak dapat pula mendjalan- • kan kewadjiban itu, maka ia digantikan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakjat. Pasal Penutup. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 5 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 5 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESAJNTTO TIRTOPRODJO.

15 U n d a n g 2 1949 No. 8

KOMITE NASIONAL PUSAT. Perafturan tentang perubahan Undang-Undang 1948 No. 9 dari hal kedudukan hukum anggauta K. N. I. P.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pasal 1 Undang-Undang N o.'9 tahun 1948 tidak dapat meliputi anggauta-anggauta Komite Nasional Pusat jang memangku djabatan seperti disebut dalam ajat 1 pasal 1 jang bukan djabatan Republik Indonesia, maka pasal itu perlu ditambah dengan ajat la ; Mengingat: 1. Undang-Undang No. 9 tahun 1948; 2. pasal 5 ajat 1, pasal 20 ajat 1, pasal 21 ajat 1 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar serta Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan : Menetapkan peraturan seperti berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG No. 9 TAHUN 1948. Satu-satunja pasal. Didalam pasal 1 Undang-Undang No. 9 tahun 1948 ditambahkan ajat la jang berbunji sebagai berikut: ,,Anggauta Komite Nasional Pusat jang memangku djabatan Kepala Negara atau Daerah, Menteri, anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Negara atau Daerah dan pegawai Tinggi (hoofdambtenaar) bukan dari Republik Indonesia, dianggap tidak mendjadi anggauta lagi dari Komite Nasional Pusat. Pasal penutup. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 5 Desember 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 5 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

16 Undang2 1949 No- 9

KONPERENSI MED J A BUNDAR, s SIDANG KOMITE NASIONAL PU- ’ SAT. Sidang Komite Nasional Pusat mengenai persetudjuan Konperensi Medja Bundar.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, M enim bang: .. bahwa Komite Nasional Pusat perlu segera bersidang untuk mengambil keputusan tentang persetudjuan Kon­ perensi Medja Bundar; l. bahwa Sidang pleno Komite Nasional Pusat jang ke-VI harus berlangsung pada tanggal jang telah ditentukan dan dapat diambil keputusan jang sah pada tanggal jang telah ditentukan; >. bahwa Sidang tersebut dapat diundurkan lagi; bahwa alamat-alamat, keadaan anggauta-anggauta Ko­ mite Nasional Pusat tidak dapat diketahui selengkap- nja, sebagai akibat agressi Belanda jang kedua; i. bahwa oleh karenanja sukar menjampaikan berita undangan; i. bahwa alat-alat perhubungan dari tempat mereka sam­ pai ke Jogjakarta sukar, sehingga mereka tidak dapat dipastikan kedatangannja pada waktu jang telah di­ tetapkan ; bahwa perlu diadakan peraturan supaja Sidang Komite Nasional Pusat tersebut dalam punt 1 dapat berlang­ sung dan dapat mengambil keputusan-keputusan jang sah walaupun quorum biasa menurut pasal 37 Undang- Undang Dasar pada tanggal jang dimaksudkan dalam punt 1 tidak tertjapai; M en gin gat: Pasal 37 Undang-Undang Dasar; . Pasal 5 ajat 1, pasal 20 ajat 1, pasal 21 ajat 1 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar serta Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat;

Memutuskan: Menetapkan peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG MENGADAKAN PERATURAN ISTIMEWA SIDANG KE-VT t KOMITE NASIONAL PUSAT. Satu-satunja pasal. Rapat-rapat Sidang Komite Nasional Pusat pleno ke-VI jang diadakan untuk mengambil keputusan-keputusan tentang Persetudjuan Konperensi Medja Bundar, jang akibatnja dalam hakekatnja mengubah Undang- Undang Dasar Republik Indonesia, sah, djika dihadliri oleh lebih dari separoh dari djumlah anggauta seluruhnja ditambah 1 (satu), dan segala keputusan-keputusan dalam rapat-rapat itu diambil dengan suara ter- banjak mutlak.

17 Pasal penutup.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 5 Desember 1949.

* Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 5 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

18 Undang2 1949 No. 10

KONPERENSI MED J A BUNDAR. KOMITE NASIONAL PUSAT. Hal penerimaan baik hasil-hasil Konpe- rensi Medja Bundar.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa °untuk menerima baik hasil-hasil Konperensi Medja Bundar mengenai penerimaan kedaulatan jang sesungguh- sungguhnja, sempurna dan tiada bersjarat oleh Republik Indonesia Serikat dari keradjaan Nederland diperlukan Undang-Undang; Mengingat: pasal 11, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Komite Nasional Pusat; Memutuskan: Menetapkan peraturan seperti berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN INDUK PERSETU­ DJUAN BERSAMA-SAMA RANTJANGAN PERSETUDJUAN DAN SEGifcLA PERTUKARAN SURAT-MENJURAT MENGENAI . PENJERAHAN KEDAULATAN OLEH KERADJAAN NEDERLAND KEPADA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT. Pasal 1. Mengesahkan: Induk Persetudjuan bersama-sama rantjangan persetudjuan dan segala pertukaran surat- nienjurat mengenai penjerahan kedaulatan oleh Keradjaan Nederland kepada Republik Indonesia Serikat, sebagaimana direntjanakan bersama- sama oleh: 1- Delegasi Republik Indonesia, 2. Delegasi Pertemuan untuk Permusjawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), 3. Delegasi Keradjaan Nederland pada Konperensi Medja Bundar jang dilangsungkan dikota Den Haag dinegeri Belanda, mulai tanggal 23 Agustus tahun 1949 dan berachir serta ditanda-tangani oleh ketiga Delegasi pada tanggal 2 Nopember tahun 1949. Pasal 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 14 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA? pada tanggal 14 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Perdana Menteri Republik Indonesia, A. G. PRINGGODIGDO. o .

19 Undang2 1949 No. 11

KONSTITUSI REPUBLIK INDO- , NESIA 'SERIKAT. Pengesahan Kon­ stitusi Republik Indonesia Serikat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pada tanggal 29 Oktober 1949 dalam persidangan di kota Scheyeningen, jang dilangsungkan oleh Delegasi Republik Indonesia dan Delegasi Pertemuan untuk Per- musjawaratan Federal (Bijeenkomst voor Federaal Over- leg) ; Kedua Delegasi itu telah membubuhkan tanda-tangan parap pada Piagam Persetudjuan, menjetudjui naskah Konstitusi Republik Indonesia Serikat jang dilampirkan pada Piagam itu; Menimbang: bahwa Delegasi Republik Indonesia telah menjetudjui pikiran-pikiran ketata-negaraan jang disusun dalam ran- tjangan Konstitusi itu; Menimbang: bahwa untuk menerima baik Rantjangan Konstitusi Repu­ blik Indonesia Serikat oleh Republik Indonesia diperlukan Undang-Undang; Mengingat: pasal 11, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Unclang Dasar Republik Indonesia dan Maklumat Wakil Presiden tans'e-al 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Komite Nasional Pusat;

Memutuskan:

Menetapkan peraturan seperti berikut: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN KONSTITUST REPUBLIK INDONESIA SERIKAT. 4 Pasal 1. Mengesahkan dan menerima baik Konstitusi Republik Indorm • Serikat, jang padanja termaktub mukadimmah, 197 Pasal bersama sa Lampiran pokok-pokok penjelenggaraan Pemerintahan menurut nae!!iBa Konstitusi itu. ' 1 5 1 Pasal 2. Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 14 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pada tanggal 14 Desember i949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Perdana Menteri Republik Indonesia A. G. PRINGGODIGDO. MOHAMMAD HATTA.

20 Undang2 1949 No. 12

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT. PEMILIHAN ANGGAUTA. Peratu­ ran tentang mengadakan perubahan dalam Undang-Undang No. 27 tahun 1948 mengenai susunan Dewan Per­ wakilan Rakjat dan pemilihan ang­ gauta-anggautanja. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan beberapa perubahan dalam Undang- Undang No. 27 tahun 1948 tentang susunan Dewan Perwa­ kilan Rakjat dan pemilihan anggauta-anggautanja terutama berhubung dengan keadaan pada waktu sekarang untuk mempertjepat penjelenggarakannja; Mengingat: pasal 5 ajat 1, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tertanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Dengan persetudjuan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat; Memutuskan: Menetapkan Peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG UNTUK MENGUBAH UNDANG-UNDANG No. 27 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAN PEMILIHAN ANGGAUTA- ANGGAUTANJA. Pasal 1. Pasal 3 harus dibatja: . (1) Untuk pemilihan anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakjat maka jang mendjadi pemilih umum ialah tiap-tiap warga negara Indonesia, jang bertempat kedudukan dan kediaman didalam daerah Negara Indonesia, jang telah berumur 18 tahun. (2) Pemilih umum memilih pemilih jang akan memilih anggauta Dewan Perwakilan Rakjat. Pemilih umum jang sedang dalam keadaan di- petjat dari hak memilih, atau jang terganggu ingatannja atau jang sedang kehilangan kemerdekaannja menurut hukum tidak boleh me­ lakukan haknja. (3) Jang dapat mendjadi pemilih dan jang dapat melakukan haknja sebagai pemilih ialah pemilih umum, jang tidak sedang dalam keadaan- keadaan tersebut dalam ajat 2 kalimat kedua, jang bisa membatja huruf latin, Arab atau huruf daerah. Pasal 2. Dalam pasal 4 ajat 2, perkataan-perkataan „menurut perwakilan berimbang” diganti dengan: „menurut susunan perwakilan berimbang” . Pasal 3. (1) Pasal 7 ajat 1 ditambah dengan kalimat ke-dua jang berbunji: Dalam menjelenggarakan Undang-Undang ini, dengan Peraturan Pemerintah, daerah jang tidak termasuk daerah suatu propinsi, dapat dimasukkan dalam daerah salah suatu propinsi atau ditetapkan se­ bagai daerah pemilihan tersendiri.

21 12 (2) Pasal 7 ajat 2 ditambah dengan kalimat ke-dua jang berbunji: Djika dalam suatu daerah pemilihan- terdapat suatu daerah jang tidak terbagi dalam ketjamatan-ketjamatan, maka Peraturan Pemerintah akan mengatur pembagian daerah itu dalam daerah-daerah pemuneu- tan suara. J ■' Pasal 4. (1) Pasal 8 ajat 1 ditambah dengan kalimat ke-dua dan ke-tiga iane- berbunji: t> j s Djika ketua Kantor Pemilihan tersebut dalam pasal 11 menganggap daerah sesuatu kelurahan sangat luas, maka ia dapat membagi daerah kelurahan itu dalam daerah-daerah, jang dalam menjelenggarakan Undang-Undang ini, diperlakukan sebagai kelurahan dengan menun- djuk seorang, jang melakukan kewadjiban Lurah dalam masing- masing daerah itu. Djika dalam suatu daerah pemilihan terdapat' suatu daerah, jang tidak terbagi dalam kelurahan-kelurahan, maka Peraturan Pemerintah akan membagi daerah itu dalam daerah-daerah, jang dalam menie- lenggarakan pemilihan ini, dianggap sebagai kelurahan. (2) Dalam pasal 8 ajat 3, perkataan-perkataan „selama waktu” diganti dengan: „selama atau pada waktu” . Pasal 5. (1) Dalam pasal 19 ajat 1, kalimat ke-satu, perkataan-perkataan „denean tjara” diganti dengan „dalam rapat” . (2) Dalam pasal 19 ajat 3, dimuka perkataan „masing-masing”ditambah perkataan-perkataan: „Dalam rapat itu” . Pasal 6. (1) Dalam BAGIAN II § 5 perkataan „pemilih-pemilih” diganti densrar. „pemilih” . s ** n ‘ (2) Dalam pasal 31 ajat 8, perkataan „Pemilih” diganti dengan: „Pemberian suara” . (3) Pasal 31 ajat 9 ditambah dengan kalimat ke-tiga jang berbunii- Djika djumlah djago jang hadlir pada waktu pemilihan sama deWa atau kurang dari pada djumlah pemilih jang boleh dipilih dala» pemilihan itu, maka tidak perlu lagi diadakan pemilihan dan sein djago itu dianggap telah dipilih mendjadi pemilih. Ua Pasal 7. (1) Pasal 38 mendjadi pasal 41 dan harus dibatja: -(1) Sekurang-kurangnja sepuluh orang pemilih jang masuk dai daftar pemilih dari suatu daerah pemilihan dapat mengemuk k * seorang djago buat anggauta Dewan Perwakilan Ralnat ur»t 2 daerah pemilihan itu. (2) Untuk mengemukakan djago-djago sebagai gerombolan dai a satu daftar, maka diperlukan sekurang-kurangnja lima or pemilih buat masing-masing djago ditambah dengan lima or8^ pemilih lagi. an£ (3) Pemilih jang telah turut mengemukakan seorang djago t’H u boleh lagi turut mengemukakan djago lain. ’ lclak (4) Jang dapat dikemukakan sebagai djago ialah orang iane menuhi sjarat-sjarat tersebut dalam pasal 1 ajat 2. me~ Pasal 39 mendjadi pasal 38. Pasal 40 mendjadi pasal 39. Pasal 41 mendjadi 40.

22 12 (2) Dalam pasal 44: a. ajat 1 huruf b, perkataan-perkataan „38 ajat 1 dan 2” diganti • dengan: „41 ajat 1, 2 dan 3” ;- -b. ajat 3, perkataan-perkataan „38 ajat 1” diganti dengan: „41 ajat 1” ; c. ajat 4, perkataan-perkataan „38 ajat 2” diganti dengan: „41 .ajat 3” ; d. ajat 5 kalimat ke-satu, perkataan-perkataan „25 orang” diganti dengan: „10 orahg” ; e. ajat 5 kalimat ke-tiga, perkataan-perkataan „38 ajat 1” diganti dengan: „41 ajat 2”.

Pasal 8. (1) Pasal 51 ajat 1 ditambah dengan kalimat ke-dua dan ke-tiga jang berbunji : Selama pemilihan dilakukan maka sedikit-sedikitnja 3 orang anggauta atau wakil anggauta Kantor Pemungutan Suara harus hadlir. Kalau Kantor Pemungutan Suara memandang perlu maka pemilihan dapat dilangsungkan serentak pada beberapa tempat dalam daerah pemungutan suara. (2) Dalam pasal 51 ajat 3, perkataan: „Pemilihan” diganti dengan: „Pemberian suara”. Pasal 9. Pasal 52 ajat 3 kalimat ke-satu harus dibatja: Dari pemilihan anggauta Dewan Perwakilan Rakjat segera dibuat surat tjatatan jang ditanda tangani oleh semua anggauta Kantor Pemu­ ngutan Suara jang hadlir pada pemilihan itu.

Pasal 10. (1) Pasal 57 ajat 1 ditambah dengan perkataan-perkataan: jang harus dihadliri oleh sekurang-kurangnja 5 orang anggauta Kantor tersebut. (2) Pasal 57 ajat 2 kalimat ke-satu ditambah dengan perkataan-perkataan: jang hadlir pada sidang itu. (3) Pasal 57 ajat 2 kalimat ke-tiga ditambah dengan perkataan-perkataan: tersebut diatas. Pasal 11. Pasal 64 ditambah dengan: III. Untuk pemilihan anggauta-anggauta Dewan Perwakilan Rakjat buat pertama kali maka: 1. Pasal 9 ajat 1 kalimat ke-dua tidak dilakukan; 2. Pasal 12 ajat 1 tidak dilakukan; Perkataan „Tjabang” dalam pasal 12 ajat 2 dihapuskan, dan pasal 12 ajat 3 harus dibatja: Susunan Kantor Pemungutan Suara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, dengan ketentuan, bahwa kantor tersebut harus mempunjai ketua; 3. Pasal 14 dan pasal 15 ajat 1 tidak dilakukan; •o

23 4. Pasal 15 ajat 2 kalimat ke-satu harus dibatja: Pada waktu jang tertentu ketua Kantor Pemungutan Suara, membuat daftar djumlah penduduk warga negara Indonesia dalam daerah pemungutan suaranja, diperintji untuk kelurahan- kelurahan dengan ditetapkan djunpLlah pemilih untuk masing- masing kelurahan itu; 5. Dalam pasal 15 ajat 3, perkataan: „daftar-daftar” diganti dengan: „daftar”, dan perkataan: „tjabang” dihapuskan; 6. Pasal 16 tidak dilakukan; 7. Dalam pasal 18 ajat 1, perkataan-perkataan: „kantor kelurahan atau dalam” , dan bagian kalimat „dan dalam waktu jang tertentu...... ” dihapuskan; 8. Pasal 18 ajat 2, 3, 4 dan 5 tidak dilakukan; 9. Dalam pasal 20 ajat 1, perkataan-perkataan „jang masuk dalam daftar” dihapuskan; 10. Pasal 21 a.jat 1 kalimat ke-dua harus dibatja: Pormulir itu harus diisi dihadapan Lurah oleh orang-orang jang mengemukakan djago dan oleh djago jang dikemukakan sendiri atau dengan bantuan Lurah tersebut, dan harus dibubuhi tanda tangan atau tjap djari oleh semua orang jang mengemukakan djago itu dan oleh djago jang dikemukakan; 11. Dalam pasal 21 ajat 3, perkataan-perkataan „masuk daftar” diganti dengan: „adalah” ; 12. Dalam pasal 22 ajat 2, perkataan-perkataan „jang masuk dalam daftar pemilih umum” diganti dengan: „dari” ; 13. Dalam pasal 26 ajat 4, perkataan „sementara” dihapuskan; Pasal 26 ajat 5 diganti dengan: (5) Masing-masing warga negara Indonesia dapat minta melihat daftar-daftar djago pemilih itu akan tetapi tidak boleh membawa- nja keluar dari kantor, dan dalam waktu jang tertentu dapat mengemukakan keberatan-keberatan kepada kantor Pemungutan Suara. Daftar-daftar itu diperbaiki menurut keputusan atas keberatan-keberatan itu. (6) Daftar-daftar djago pemilih itu oleh ketua kantor Pemungutan Suara disimpan dalam kantornja, dan kepada Lurah-lurah jang bersangkutan oleh ketua tersebut disampaikan daftar djago pe­ milih dalam kelurahannja masing-masing. (7) Dalam waktu jang tertentu para Lurah mengumumkan daftar djago pemilih itu dalam kelurahannja. 14. Pasal 27, pasal 28 dan pasal 29 tidak dilakukan; 15. Dalam pasal 30, perkataan-perkataan „daftar djago pemilih tetap” diganti dengan: „daftar djago pemilih” ; 16. Dalam pasal 31 ajat 6, perkataan-perkataan „Seorang jang masuk dalam daftar” diganti dengan: „Seorang” ; 17. Pasal 31 ajat 7 ditambah dengan perkataan-perkataan: „dan hanja boleh turut memilih sesudah mendaftarkan namanja lebih dahulu pada Lurah, selambat-lambatnja 1 hari sebelum diadakan Pemilihan” ; 18. Dalam pasal 34 ajat 3, perkataan „Tiga buah” diganti dengan „Sebuah” , dan perkataan „Tjabang” dihapuskan; 19. Pasal 35 tidak dilakukan; 20. Pasal 36 ajat 2 harus dibatja: Daftar-daftar jang dianggap betul atau jang telah dibetulkan oleh ketua Kantor Pemilihan disimpan dalam kantornja. Pasal 36 ajat 3 tidak dilakukan; 21. Pasal 37 ajat 2tidak dilakukan;

24 2. Pasal 38 (baru) ajat 2 kalimat ke-dua harus dibatja: Jang^ dimaksud dengan daerah pemilihan seseorang ialah daerah pe- oo J^ng ia mendjadi penduduknja. £5. Pasal 39 (baru) tidak dilakukan; 4.^ Dalam pasal 42 ajat l r perkataan „Tjabang” dihapuskan; 25. Pasal 43 tidak dilakukkn; ^6. Pasal 44 ajat 1 huruf a dan ajat 6 kalimat ke-satu tidak dilakukan; 9« ^ asa^ ^ aJa^ 2 dan 3 tidak dilakukan; o. Dalam pasal 46 ajat 1, perkataan-perkataan „atau jang disjahkan oleh Pengadilan Negeri tersebut dalam pasal 45 ajat 3, lalu meng­ umumkan daftar itu dalam daerah pemilihannja” dihapuskan; Pasal 46 ajat 2 tidak .dilakukan; Pasal 46 ajat 3 ditambah dengan perkataan-perkataan: dan dalam waktu jang tertentu dapat mengemukakan keberatan- keberatan atas daftar itu. Daftar tersebut diperbaiki oleh ketua Kantor Pemilihan menurut keputusan atas keberatan-keberatan itu. Pasal 46 ajat 4 harus dibatja: Setelah waktu untuk mengemukakan keberatan-keberatan ter­ sebut diatas lampau, maka ketua Pemilihan membuat daftar djago tetap dan mengumumkannja dalam daerahnja. ^9. Pasal 47, pasal 48 dan pasal 49 tidak dilakukan; ^0- Pasal 57 ajat 3 mendjadi ajat 6, dan ajat 3, 4 dan ajat 5, berbunji: (3) Ketua Kantor Pemilihan segera memberitahukan kepada masing- masing djago jang ditetapkan terpilih mendjadi anggauta Dewan Perwakilan Rakjat tentang penetapan itu. (4) Dalam waktu jang tertentu orang-orang tersebut harus mem­ beritahukan kepada ketua Kantor Pemilihan apakah mereka menerima penetapan itu. (5) D jika seseorang dalam waktu jang tertentu itu tidak menjatakan menerima penetapannja, maka ia dianggap tidak menerimanja: Dalam pasal 58 ajat 3, perkataan-perkataan „Tjabang Kantor Pemi­ lihan dan” dihapuskan; ^2. Pasal 59 harus dibatja: D jika djago-djago jang oleh Kantor Pemilihan ditetapkan terpilih mendjadi anggauta Dewan Perwakilan Rakjat diganti oleh Kan­ tor Pemilihan Pusat, maka Ketua Kantor Pemilihan tersebut segera memberitahukan hal itu kepada djago-djago jang bersang­ kutan. Pasal 12. Undang-tJndang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 24 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 24 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

25 GOLONGAN A

BAGIAN II

(PERATURAN PEMERINTAH) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 1949 No. 1

DAERAH MILITER. JOGJAKARTA. v Peraturan tentang Pemerintahan Militer di Daerah Istimewa Jogjakarta, ter­ masuk enclave Kasunanan dan Mangku- ■ negaran.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu Daerah Istimewa Jogjakarta dengan enclave- enclave Kasunanan dan Mangkunegaran dipisahkan dari Daerah Militer III di Djawa dan didjadikan Daerah Militei V di Djawa; Menimbang: bahwa perlu diadakan Peraturan tentang Pemerintahan di I daerah Militer jang baru tersebut diatas; Mengingat: Pasal 22 ajat 1 Undang-Undang Dasar, Penetapan Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia tahun 1948 tentang Pembentukan Daerah-daerah Militer,

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang seba­ gai berikut: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 1 TAHUN 1949 TENTANG DAERAH MILITEK DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA.

Pasal I. Segala aturan dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan sebagainja, jang mengenai Pemerintahan-daerah di Daerah Istimewa Jogjakarta dan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah mi, tidak berlaku buat daerah Istimewa Jogjakarta.

Pasal II. Segala Badan Negara, baik sipil maupun militer jang mengurus sosl- soal pemerintahan-daerah di Daerah I s t i m e w a Jogjakarta jang berten­ tangan dengan Peraturan Pemerintah ini dihentikan pekerdjaannja untuk daerah Istimewa Jogjakarta.

Pasal III. * Putusan Menteri Negara, Koordinator Keamanan tertanggal 29 Djuni 1949 No. P/15 ditjabut kembali.

Pasal IV. Daerah Istimewa Jogjakarta dengan enclave Kasunanan (Kawedanan dan Kapanewon Kotagede) serta enclave Mangkunegaran (Kapa- newon Ngawen) dipisahkan dari Daerah Militer III di Djawa (Jogjakarta, Kedu dan Banjumas) dan did jadikan Daerah Militer V di Djawa.

27 1 Pasal V. Buat Daerah Istimewa Jogjakarta/Daerah Militer V di Djawa diada­ kan peraturan tentang Pemerintahan Gubernur Militer sebagai berikut: „Peraturan tentang Pemerintahan Gubernur Militer di Daerah Istimewa Jogjakarta/Daerah Militer V di Djawav. Pasal 1. (1) Kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan-daerah dj Daerah Istimewa Jogjakarta dan Haminte Kota Jogjakarta serta0 enclave Kasunanan (Kawedanan Imogiri dan Kapanewon Kotagede) dan enclave Mangku- negaran (Kapanewon Ngawen), baik sipil maupun militer, berada di tangan Gubernur Militer Daerah Istimewa Jogjakarta/Daerah Militer V di Djawa. (2) Dalam segala soal pemerintahan militer dan soal ketentaraan Guber­ nur Militer bertanggung-djawab pada Panglima Tentera dan Territo­ rium Djawa. Pasal 2. Dalam mendjalankan pemerintahan seperti termaksud dalam pasal 1 Gubernur Militer dibantu oleh: a. Staf Ketentaraan dan b. Staf Pemerintahan. Pasal 3. (1) Staf Ketentaraan terdiri atas: a. Komandan Wehrkreise III sebagai Chef Staf Ketentaraan, dan b. Staf Wehrkreise IH. (2) Staf Ketenteraan mengatur susunan Markas/Kantor Staf Ketentaraan dengan mengingat Maklumat-Maklumat Menteri Negara Koordinator Keamanan tahun 1949 No. S/2 dan S/3. (3) Komandan Wehrkreise III atau Komandan-komandan Sub ^Wehrkreise dibawah pimpinannja membantu Staf Pemerintahan dalam usahanja mendjamin keamanan di Daerah Istimewa Jogjakarta atau di suatu bagian dari Daerah Istimewa Jogjakarta dengan mengerahkan kesa­ tuan-kesatuan atau bagian-bagian kesatuan bersendjata dibawah komandonja atas perintah Gubernur Militer.

Pasal 4. (1) Staf Pemerintahan terdiri atas: a. Komandan Sub Territorium Militer Jogjakarta sebagai Kepala Staf Pemerintahan; b. Kepala Bagian Pradja (Bupati Paniradyapati Djawatan Pradja) sebagai Wakil Kepala Staf Pemerintahan; c. Kepala Sekretariat Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta se­ bagai Sekretaris Staf Pemerintahan; d. Kepala Bagian K e u a n g a n ...... sebagai Anggauta; e. „ „ Penerangan...... „ M ! f - m „ S osial...... „ „ | g- „ „ Pekerdjaan Umum . . . „ . h- „ „ Kemakmuran...... ! i. Komandan Detachement I Polisi Militer Djawa, „ j. Kepala Kepolisian Daerah Jstimewa Jogjakarta „ „ j

28 1 (2) Staf ^Pemerintahan berkewadjiban merundingkan serta memutuskan soal-soal jang mengenai kebidjaksanaan pemerintahan (bestuurs- beleid) di seluruh daerah Istimewa Jogjakarta. (3)0 Apabila dalam perundingan termaksud pada ajat (2) Pasal ini ter- djadi perselisihan, maka Gubernur Militer memberi keputusan. (4) Staf Pemerintahan berhak memberi petundjuk-petundjuk kepada: a. Pemerintah Militer Kota di Haminte Kota Jogjakarta dan b. Pemerintah-pemerintah Militer Kabupaten di Kabupaten-kabu­ paten Sleman, Bantul, Gunung-Kidul, Kulon-Progo dan Adikarto. (5) a. Komandan Militer (Ibu-) Kota Jogjakarta serta para Komandan Distrik Militer di tiap-tiap Kabupaten tetap bertanggung-djawab pada Komandan Sub Territorium Militer Jogjakarta dalam soal tugas militer. b. Komandan Mobiele Bataljon Polisi Militer, para Komandan Seksi Polisi Militer di Haminte Kota Jogjakarta serta para Komandan Sub-Detachement Polisi Militer di tiap-tiap Kabupaten, technis- organisatoris tetap dibawah komando Komandan Detachement I Polisi Militer Djawa, jang taktis ada dibawah Komandan Sub Territorium Militer Jogjakarta. c. Komandan Mobiele Brigade Polisi Negara Daerah Istimewa Jogjakarta, Kepala Polisi Kota di Haminte Kota Jogjakarta serta para Komandan Detachement Polisi Negara di seluruh Daerah Istimewa Jogjakarta tetap dibawah Komando Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Jogjakarta. # d. [Walikota Jogjakarta dan para Bupati Pamong Pradja di seluruh Daerah Istimewa Jogjakarta tetap bertanggung-djawab pada Kepala Bagian Pradja (Bupati Paniradyapati Djawatan Pradja) dalam soal-soal pemerintahan sipil. (6) Staf Pemerintahan mengatur susunan Sekretariat dan Bagian-bagian tersebut pada ajat (1) pasal ini dengan mengingat Maklumat-Maklu­ mat Menteri Negara Koordinator Keamanan tahun 1949 No. o/2 dan S/3. (7) Gubernur Militer menetapkan instruksi untuk Sekretaris Staf Peme­ rintahan dan para Kepala Bagian termaksud pada ajat (1) Pasal ini.

Pasal 5. (1) Gubernur Militer berhak mengangkat seorang Sekretaris Gubernur Militer, jang membantu Gubernur Militer dalam mendjalankan peker- djaan-pekerdjaan administratief. (2) Sekretaris termaksud pada ajat (1) Pasal ini mengepalai Sekretariat Gubernur Militer, jang disusun dengan mengingat Maklumat-Maklu­ mat Menteri Negara Koordinator Keamanan tahun 1949 No. S/2 dan S/3.

Pasal 6. i Gubernur Militer dapat mengangkat seorang Penasehat Militer pada Gubernur Militer Daerah Istimewa Jogjakarta, jang berhak memberi nasehat-nasehat dan memadjukan usul-usul tentang soal-soal ketentaraan kepada Gubernur Militer.

Pasal 7. Dewan Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta berhak memberi nasehat-nasehat dan memadjukan usul-usul kepada Gubernur Militer.

29 1 - Pasal 8. (1) Gubernur Militer menetapkan susunan Pemerintah-pemerintah Militer di Haminte Kota Jogjakarta, di Kabupaten-kabupaten, di Kapanewon- kapanewon Pamong Pradja, di Kemantren-kemantren Pamong Pradja • dan di Kalurahan-kalurahan. (2) Dalam menetapkan susunan Pemerintah-pemerintah Militer ter­ maksud pada ajat (1) Pasal ini Gubernur Militer mempergunakan sebanjak mungkin Badan-badan Negara Republik Indonesia, baik sipil maupun militer, jang sudah ada, serta seberapa boleh mengadakan persesuaian (concordantie) dengan susunan Staf Pemerintahan, ter­ maksud pada Pasal 2 sub b dan Pasal 4, satu sama lain dengan mengingat Maklumat-Maklumat Menteri Negara Koordinator Kea­ manan tahun 1949 No. S/2 dan S/3. (3) Instruksi-instruksi untuk Pemerintah-pemerintah Militer termaksud pada ajat (1) Pasal ini ditetapkan oleh Gubernur Militer.

Pasal 9. Gubernur Militer berhak menetapkan batas-batas lingkungan-ling­ kungan pemerintahan (Bestuursressorten) dari Haminte Kota Jogjakarta, Kabupaten-kabupaten, Kapanewon-kapanewon Pamong Pradja, Keman­ tren-kemantren Pamong Pradja, Kalurahan-kalurahan dan Dukuh-dukuh di seluruh Daerah Istimewa Jogjakarta.

Pasal 10. Dewan Pemerintah Kota Jogjakarta, Dewan-dewan Pemerintah Kabupaten dan Dewan-dewan Kalurahan masing-masing berhak memberi nasehat-nasehat dan memadjukan usul-usul kepada Walikota Jogjakarta, Bupati-bupati dan Lurah-lurah jang bersangkutan.

Pasal 11. Soal-soal pemerintahan daerah di Daerah Istimewa Jogjakarta, baik jang bersifat sipil maupun militer, jang tidak/belum diatur dalam Undang- Undang dan/atau Peraturan-Peraturan Negara Republik Indonesia dan/ atau Penetapan ini, dapat ditetapkan oleh Gubernur Militer.

Pasal VI. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SOEKARNO.

Diumumkan Menteri Pertahanan, pada tanggal 30 Djuli 1949. HAMENGKU BUWONO IX. Sekretaris Negara, Menteri Dalam Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. SOEKIMAN.

30 LAMPIRAN PADA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 1, TAHUN 1949 TENTANG o DAERAH MILITER DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA.

MENTERI- PERTAHANAN

PANGLIMA BESAR

PANGLIMA TENTARA & TERRITORIUM D JAW A

[ p ENASEHAT MILITER GUBERNUR MILITER |-|d EWAN PEMERINTAH DAERAH

1 ,---- * 1 1 STAF KETENTARAAN STAF PEMERINTAHAN:

Kmd. Wehrkreise III = : Chef Staf Ketentaraan Staf Wehrkreise III. Kmd. S. T. M. J. = Kepala Staf Kepala Bag. Pradja — Wk. Kepala Staf Sekr. Pem. D. I. = Sekr. Staf Mob. Bat. Kepala2 Bagian = Anggauta-: - Staf . Pol. Mil. Kmd. Det. 1. Pol. Mil. = Idem Kepala Kepol. D. 1. — Idem SUB SUB SUB WEHR­ WEHR­ WEHR­ KREI­ KREI­ KREI­ SE SE SE

PEMERINTAH MILITER p e m e r in t a h m i l it e r KABUPATEN KOTA JOGJAKARTA DEWAN K. D M. = Kepala K. M. K. - Kepala PEME­ Walikota = Wk. Kepala DEWAN PEME­ Bupati - Wk. Kepala RINTAH Kep. Pol. Kota - Anggauta RINTAH K A ­ Kom Det. KOTA BUPATEN Wk. Kom. Det. Pol. Neg. = Anggauta I Pol. Mil. = Idem —y Kom Sub. Det. Pol. Mil. = Idem

►YV PEMERINTAH MILITER Komando Mantri Kom. Kom. KAPANEWON Perta­ Pamong Seksi Seksi Pradja K. O. D. M. = Kepala hanan Pol. Pol. Panewu P. P. = Anggauta Mil. Neg.

I Det. Pol. P. P. Kader Lurah D. P. R. Desa Desa Kalurahan

Kepala Dukuh

31 Peraturan Pemerintah 1949 No. 2

BADAN PEKERDJA. UANG KE­ HORMATAN. Peraturan tentang pemberia'n Uang kehormatan kepada anggauta Badan Pekerdja.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa, sebelum ada peraturan tetap mengenai uang kehor­ matan dan uang duduk bagi anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat, perlu diadakan peraturan sementara mengenai hal-hal tersebut diatas; Mengingat: a. Surat edaran bersama dari Menteri Negara Koordina­ tor Keamanan, Menteri Perburuhan dan Sosial merang­ kap Menteri jang diserahi pimpinan Kantor Urusan Pegawai Negeri, Menteri Keuangan a. i. tertanggal 8 Djuli 1949 No. 30/K; b. Keputusan Sidang Dewan Menteri tanggal 18 Djuli 1949; c. Pasal 4 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan:

• Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN SEMENTARA TENTANG PENGHARGAAN KEDUDUKAN ANGGAUTA-ANGGAUTA BADAN PEKERDJA KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT.

Pasal 1. (1) Uang kehormatan anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Indo­ nesia Pusat ditetapkan empat ratus rupiah sebulan. (2) Untuk tiap-tiap kali menghadliri rapat jang resmi, anggauta Badan Pekerdja tersebut menerima uang duduk sebesar dua puluh rupiah

Pasal 2. Djumlah uang duduk jang diberikan kepada anggauta Badan Pekerdja tidak boleh melebihi tiga ratus rupiah untuk tiap-tiap bulan.

Pasal 3. Uang kehormatan dan uang duduk hanja diberikan kepada anggauta- anggauta Badan Pekerdja jang bertempat tinggal di daerah (kota) Jogjakarta. Pasal 4. Uang hadiah, uang kehormatan dan lain-lain jang telah diterima oleh Badan Pekerdja mulai bulan Djuni 1949 untuk anggauta-anggauta Badan Pekerdja jang tidak bertempat tinggal di Jogjakarta, harus dikembalikan kepada kas Negeri.

32 2 Pasal 5. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Keuangan ad interim, MOHAMMAD HATTA. Diumumkan pada tanggal 30 Djuli 1949. Menteri Perburuhan dan Sosial jang diserahi pimpinan Kantor Urusan Pe­ Sekretaris Negara, gawai Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

33 Peraturan Pemerintah 1949 No. 3

PEGAWAI. HAK PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN. Peraturan tentang hak mengangkat dan mem­ berhentikan pegawai Negeri.

PRESIDEN'REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu mengadakan peraturan tentang penjerahan hak mengangkat dan memberhentikan pegawai Negeri; Membatja: usul jang telah direntjanakan oleh Panitya Gadji dan ke­ dudukan pegawai Negeri; Mendengar: Dewan Menteri; Mengingat: Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1948, Penetapan Presiden No. 1 tahun 1949, Undang-Undang No. 19 tahun 1948 dan Pasal 4 Undang-Undang Dasar Republik Indo­ nesia ; Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG PENJERAHAN HAK MENGANGKAT DAN MEMBERHENTIKAN PEGAWAI NEGERI. Pasal 1. Pada azasnja, pegawai Negeri diangkat, diberhentikan untuk semen­ tara waktu, diberhentikan dari pekerdjaan dan diberhentikan dan djabatan Negeri oleh Presiden; hak ini dapat diserahkan kepada Pembesar-pem- besar bawahannja. Pasal 2. Dengan mengindahkan ketentuan dalam pasal 4 pegawai Negeri, baik jang tetap', maupun jang tidak-tetap, diangkat, diberhentikan untuk sementara waktu, diberhentikan dari pekerdjaan dan diberhentikan dari daJabao£hn Menteri, termasuk Perdana Menteri, bagi mereka jang dipeker- djakan dalam lingkungan kekuasaannja, b. oleh Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat, bagi mereka jang di­ pekerdjakan pada kantomja; # . c. oleh Ketua Dewan Pertimbangan Agung, bagi mereka jang dipeker­ djakan pada kantomja; . . d. oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Negara, bagi mereka jang dipekerdjakan pada Badan tersebut; e. oleh Sekretaris Negara, bagi mereka jang dipekerdjakan pada kantomja. Pasal 3. (1) Pembesar-nembesar iang ditentukan pada pasal 2 dapat menjerahkan halmja kepada Pembesar bawahnja, mengenai P ^ w a i Negeri jang di^adii menurut P G P. 1948 Golongan IV kebawah. (2) Penjerahan hak termaksud pada ajat (1) tidak berlaku terhadap pemberhentian dari djabatan Negeri dalam sebutan „tidak dengan hormat” .

34 3 Pasal 4. Dalam arti pegawai Negeri sebagai dimaksudkan dalam pasal 2 di- ketjualikan: ° a- mereka jang memangku djabatan Negeri jang digadji menurut P. G. P. °1948 Golongan VI ruang d keatas; b. mereka jang terhadap°nja berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian termaksud dalam Undang-Undang No. 19 tahun 1948. Pasal 5. Pengangkatan, ^pemberhentian untuk sementara waktu, pemberhen­ tian dari pekerdjaan dan pemberhentian dari djabatan Negeri jang- di­ tetapkan sebelum Peraturan ini berlaku dan tidak sesuai dengan Per­ aturan ini, dianggap telah ditetapkan oleh Pembesar-pembesar jang berhak menurut Peraturan ini. Pasal 6. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 9 Agustus 1948. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO. Pada tanggal 9 Agustus 1949. Menteri Sekretaris Negara, jang diserahi urusan pegawai Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

35, Peraturan Pemerintah 1949 No. 4

UANG KEHORMATAN. UANG DU­ DUK. DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG-: Peraturan tentang uang kehormatan/uang duduk bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggauta-Anggauta Dewan Pertimbangan Agung.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebelum ada peraturan tetap mengenai uang kehor­ matan bagi Ketua, Wakil Ketua dan Anggauta Dewan Pertimbangan Agung dan uang duduk bagi Anggauta- Anggautanja, perlu diadakan peraturan sementara tentang hal-hal tersebut itu; Mengingat: bahwa keadaan Negara dewasa ini belum mengidzinkan memberi peraturan untuk Anggauta Dewan Pertimbangan Agung jang bertempat-tinggal diluar daerah Jogjakarta; Mengingat pula: pasal 4 Undang-Undang Dasar, Penetapan Presiden tahun 1949 dan Peraturan Presiden No. 1 tahun 1947;

Memutuskan :

I. Mentjabut segala peraturan mengenai uang kehormatan Ketua Dewan Pertimbangan Agung. II. Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN SEMENTARA TENTANG PENGHARGAAN KE­ DUDUKAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG.

Pasal 1. Ketua/Wakil Ketua/Anggauta Dewan Pertimbangan Agung menerima uang kehormatan sebagai ditentukan dalam pasal-pasal jang berikut.

Pasal 2. .

(1) Uang kehormatan bagi Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan masing-masing tudjuh ratus rupiah dan lima ratus rupiah sebulan. (2) Djika Ketua dan Wakil Ketua itu pegawai Negeri, atau menerima pensiun dari keuangan Negara, maka d jumlah uang kehormatan itu dikurangi dengan gadji pokok atau pensiun jang diterima. (3) Ketua menerima uang representasi sebanjak seratus rupiah sebulan. (4) Kepada Ketua dan Wakil Ketua diberikan tundjangan kemahalan dan tundjangan keluarga menurut peraturan jang berlaku bagi pegawai Negeri dengan pengertian bahwa untuk menetapkan djumlah tun- djangan-tundjangan tersebut, uang kehormatan dianggap sebagai pokok gadji. , (5) Ketua dan Wakil Ketua tidak mendapat uang duduk jang dimaksud dalam pasal 4.

36 ^ . ------* W* —.0--- o O ------pegawai Negeri/Menteri Negara) ditetapkan dua ratus rupiah sebulan. (2)} Uang kehormatan tidak diberikan kepada Anggauta Dewan Pertim­ bangan Agung jang merangkap Menteri/Pegawai Negeri, (3) Tundjangan kemahalan dan tund jangan keluarga seperti tersebut dalam pasal 2 (sub 4) tidak diberikan kepada Anggauta.

Pasal 4. Untuk menghadliri rapat jang resmi, Anggauta Dewan Pertimbangan Agung menerima uang duduk sebesar dua puluh rupiah untuk tiap hari sidang. D jumlah uang duduk itu tidak boleh melebihi seratus rupiah sebulan. Pasal 5. Uang kehormatan hanja diberikan kepada Ketua, Wakil Ketua dan Anggauta Dewan Pertimbangan Agung jang bertempat tinggal didaerah (Kota) Jogjakarta. Pasal 6. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djuli 1949.

' Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 20 Agustus 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Keuangan, Diumumkan LUKMAN HAKIM. Pada tanggal 20 Agustus 1949. Menteri Sekretaris Negara, jang diserahi Urusan Pegawai Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

37 Peraturan Pemerintah 1949 No. 5

GADJI P. G. P. 1948. Perubahan dan tambahajti dalam Peraturan Gadji Pegawai Negeri tahun 1948, termuat dalam Peraturan Pemerintah tahun 1948 No. 21. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa, untuk memperbaiki imbangan kedudukan dan/atau menambah beberapa djabatan, perlu mengadakan beberapa perubahan dan tambahan dalam Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1948 tentang „Peraturan Gadji Pegawai Negeri 1948” ; Mendengar: keputusan Sidang Dewan Menteri tanggal 16 Desember 1948; Mengingat: akan pasal 4 Undang-Undang Dasar, Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1948 dan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1949; Memutuskan: Menetapkan Peraturan sebagai berikut: „PERATURAN MENGUBAH PERATURAN PEMERINTAH No. 21 TAHUN 1948” . Pasal 1. Peraturan Gadji Pegawai Negeri 1948 diubah dan/atau ditambah sebagai berikut: Pasal 9 a3at (1) diubah seluruhnja mendjadi sbb.: , (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 25 ajat (3), apabila gadji-pokok pegawai jang beristeri (bersuami) atau mempunjai anak- kandung atau anak-tiri jang mendjadi tanggungannja penuh, kurang dari R. 65.— sebulan, maka kepadanja diberikan „tambahan-gadji” sekian banjaknja, sehingga diumlah gadji-pokok dan tambahannja mendjadi R. 65.— sebulaS. • . ✓ Pasal 25 ajat (3) mendjadi ajat (4). £*asal 25 ditambah dengan ajat (3) bar(u sbb.: laj Dalam hal-termaksud pada ajat-ajat (1) dan (2), ,;tambahan-gadji” menurut , pasal 9 dikurangi dengan djumlah „gadji-tambahan-per- alihan” . GOLONGAN II. Aturan ehusus No. 31 seluruhnja dihapuskan. Ditambah aturaij chusus baru No. 41 sbb.:

[ Tamat S. R. VI dan berpengalaman dalam hal djurnalistik. Sesudah No. 3 (Diuru-Tik-pembantu) ditambah dengan No. 3a baru sbb.:

3a Portir ...... j. b |- 60.— | 125.— | Dalam No. 75 perkataan „Djuru-pengairan” diubah mendjadi „Pen- aJaga-pmtu-air-kepala” dan angka ” 31” dibelakangnja dihapuskan, b ®£dah No- 94 (Pemimpin-gudang) ditambah dengan No. 95 dan 96

38 XI. KEMENTERIAN PENERANGAN. 95 D jliru w a r ta ...... b 6 0 .- ' 125 - 41 96 Djuruwarta-kepala...... c 65.- ! 145.- GOLONGAN Ila. Dalam aturan chusus No. 10, perkataan „Pengamat” diubah mendjadi »Penjelidik-malaria (hygiene)-kepala”. Ditambah aturan chusus baru No. 22 sampai 24 sbb.:

22 Gadji menurut ruang b ditambah dengan R. 5.— sebulan. 23 Diangkat dari djuru-ukur jang memenuhi sjarat-sjarat. 24 Mengepalai satu ressort. Djika tjakap dan memenuhi sjarat-sjarat, menurut lowongan, dapat diangkat mendjadi Djuru-pengairan (golongan Illb). Dalam No. 19, perkataan „Penjelidik-kepala malaria (hygiene) diuban mendjadi „Penjelidik-malaria (hygiene) kelas 1” . Sesudah No. 53 (Mantri-ukur-kepala) ditambah sbb.:

Djawatan Pengairan. 53a i Mantri-pengairan...... | b 6 5 .- 140.— 23 53b I Mantri-pengairan-kepala...... i c 70.— 160.— 24 No. 62 (Agen-polisi) seluruhnja dihapuskan dan diganti dengan No. 62 dan 62a baru sbb.:

62 140.— 20 Agen-polisi kelas 2...... j b 65.— 22 62a Agen-polisi-kelas 1 . . . . . j c 7 0 .- 1 4 5.- g o l o n g a n m . Dalam aturan chusus No. 52 perkataan „Djuru-pengairan (golongan E /c)” diubah mendjadi „Mantri-pengairan-kepala (golongan EA/®' ■ Ditambah dengan aturan-aturan chusus baru No. 72 sampai 74 sbb. :

^2 Diangkat dari penjelidik-malaria (hygiene) kelas 1 (golongan IIA/c) jang tjakap dan memenuhi sjarat-sjarat. . 73 Dapat diangkat dari pegawai golongan II/c atau golongan III jang tjakap dan berpengalaman. # 74 Tamat S. M. P. ditambah dengan pengalaman dalam hal djumalistik sedikitnja 3 tahun. Sesudah No. 32 (Mantri-tjatjar-kepala) ditambah:

32a | penjelidik-malaria (hygiene)-kepala' | b | 80.— | 175.— | 72 / *

k. Urusan Pengawasan Milik Bangsa Asing. 58a Pengamat ...... ! b ‘80.— 175.- 73 58b Pengamat-kepala . \ ...... | c 90.— 210.— Dalam No. 87 (Djuru-pengairan kelas 1) perkataan „kel~~ - - , haPuskan. Sesudah No. 114 (Komandan-polisi) ditambah densan No 115 sampai 118 baru sbb.: 6

39 5 XV. KEMENTERIAN PENERANGAN. 115 Pengarang-pembantu...... b 8 0 .- 175. — 74 116 Komentator-pembantu...... b 80.— 175. — 74 '3 117 Pengarang-pembantu kelas 1 . . . n 9 0 .- 210. — 118 Komentator-pembantu kelas 1 . . . c 9 0 .- 210 —

GOLONGAN IIIA. Dalam No. 14 perkataan „Pengamat-kepala” diubah mendjadi „Pengawas-kesehatan” . Ditambah dengan aturan chusus baru No. 28 sbb.:

28 I Memberi penerangan setjara mendalang. Sjarat-sjarat: tamat I S. M. P. ditambah dengan pendidikan vak chusus sedikitnja 1 tahun. Dalam No. 18, perkataan „Pengamat-malaria kelas 1 (hygiene)” di­ ubah mendjadi „Pengamat-malaria (hygiene)-kepala” . Sesudah No. 35 (Pembantu-inspektur-polisi kelas 1) ditambah dengan No. 36 dan 37 baru sbb.:

X. KEMENTERIAN PENERANGAN. 36 j Djuru-penerangan . . . b • 8 5 .- 190.— 28 37 ; Djuru-penerangan-kepala c 9 5 ,- 225.—

GOLONGAN IV. Dalam aturan chusus No. 10 perkataan „atau Wedana” dihapuskan. Dalam aturan chusus No. 51 perkataan „tamat S. M. A .” diubah mendjadi „tamat S. T. M. atau S. M. A .” Dalam aturan chusus No. 52 perkataan „Penera-ulang-kepala” di­ ubah mendjadi „Pengulang-tera-kepala” . Ditambah dengan aturan-aturan chusus baru No. 96 sampai 99 sbb.: 96 Dapat diangkat dari pengamat-kepala (golongan III'c) atau pegawai golongan IV jang tjakap dan berpengalaman. 97 Tamat S. M. A. dan mempunjai pengalaman dalam hal „publiciteit” sekurang-kurangnja 2 tahun. 98 Djikalau tjakap dan memenuhi sjarat-sjarat, menurut lowongan, dapat diangkat mendjadi „Pengarang-kepala” atau „Komentator- kepala” (golongan V/b). • ' 99 Setelah bekerdja sebagai Asisten-Wedana sedikitnja 3 tahun dan tjakap untuk d jabatan Wedana, menurut lowongan dapat diangkat ■ mendjadi Asisten-Wedana kelas 1. (golongan V/b). Angka 10 dalam ruang nomer aturan chusus dibelakang No. 17 Asisten-Wedana diubah mendjadi angka 99. No. 68 Pengamat-kepala malaria (hygiene) dihapuskan. No. 97 dan 98, perkataan-perkataan „Penera-ulang” dan „Penera- ulang' kelas 1” diubah mendjadi masing-masing „Pengulang-tera” dan „Pengulang-tera kelas 1 ”. Sesudah No. 116 (Pemeriksa-kepala) ditambah:

n. Urusan Pengawasan Milik Bangsa Asing. 116a b 112.50 280.— 26 116b c 130.— 350.—

40 Sesudah No. 160 (Propagandis kelas 1) dan No. 161 (Propagandis- ^epala) ditambah sbb.:

I60a Pengarang ...... b 112.50 280.— 97 160b Komentator . . . 0 . . . . . ! b 112.50 280.— 97 16 J a Pengarang kelas 1 . . . . . ' c 130.— 350.— 98 161 b Komentator kelas 1 . . . . .! c 130.— 350. — 98

GOLONGAN v . Aturan chusus No. 14 dihapuskan. Dalam aturan chusus No. 46 perkataan „Penera-ulang kelas 1” diubah Mendjadi „Pengulang-tera kelas 1” . Dalam No. 60 perkataan „di Propinsi” dihapuskan. Aturan chusus No. 61 seluruhnja dihapuskan dan diganti dengan No. 61 baru sbb.:

^ 1 Kepala Kantor Karesidenan jang besar atau berat atau diperbantu­ kan kepada Inspektur, Kepala Kantor Propinsi. Djika tjakap dan memenuhi sjarat-sjarat, menurut lowongan, dapat diangkat men­ djadi Inspektur (golongan Vl/b). Ditambah dengan aturan-aturan chusus baru No. 73 sampai 75 sbb..

^ 3 Untuk Kota-kota jang ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri 74 Tamat S. M. A. dan berpengalaman dalam hal „publiciteit • se- kurang-kurangnja 5 tahun. 75» Djika tjakap dan memenuhi sjarat-sjarat, menurut lowongan, dapat diangkat mendjadi Kepala Kantor Penerangan Propinsi (golongan VIb). Nomer-nomer 20 (Wedana), 21 (Sekretaris-kabupaten kelas - 1), 22 -(Walikota) 23 (Patih) dan 24 (Sekretaris-karesidenan) seluruhnja dihapuskan dan diganti dengan nomer-nomer 20 sampai 24a baru sbb..

20 Pegawai-pamong-prodjo...... a 1 3S. — 7 SQ..— 1.2 21 Asisten-Wedana kelas 1 ...... b 157.50 400. -— 22 Sekretaris-kabupaten kelas 1 . . . b 157.50 400 — 23 W ed a n a ...... c 180.— 4 8 0 .- 14 24 Sekretaris karesiden an...... c 180.— 4 8 0 .- 24a W a lik o t a ...... c 180.- 4 8 0 .- 73 Dibelakang No. 42 (Kontrolir) angka „R. 187.50” diubah mendjadi »R. 157.50”. Dalam nomer 123 perkataan „Penera-ulang-kepala” diubah men­ djadi „Pengulang-terg,-kepala”. No. 128 (Adjun-ahli-praktek) dan No. 132 (Adjun-ahli-praktek) se- luruhnja dihapuskan. Dibelakang No. 129 (Ahli-praktek) dan No. 133 (Ahli-praktek), dalam ruang „Nomer aturan chusus” dibubuhi angka masing-masing ,,2” dan „49” .

Sesudah No. 136 (Kontrolir-kepala) ditambah:

41 n. Urusan Pengawasan Milik Bangsa Asing. 136a K o n tr o lir...... * b 157.50 400.— | 45 136b Kontrolir-kepala...... c 180— 4 8 0 .-

Dalam No. 137 perkataan „Ahli-pemeriksa” diubah mendjadi „Adjun- inspektur”. . ' . Dalam No. 139 perkataan „Ahli-pemeriksa-kepala” diubah mendjadi „Adjun-inspektur kelas 1” . Sesudah No. 168 (Penghulu) dan No. 169 (Penilik-pendidikan-agama- karesidenan) ditambah dengan No. 168a dan 169a baru sbb.:

168a Guru Sekolah Guru-agama Sekolah ! ! Hakim-Islam ...... b 157.50 4 0 0 .- ! 23 169a Guru kelas 1 Sekolah' Guru Agama/ Sekolah H akim -Islam ...... c 180.— 480 - |

Nomer 172 (Kepala Kantor Penerangan Karesidenan) seluruhnja

172 Pengarang-kepala...... b 157.50 400— ’ 74 172a Komentator-kepala...... b 157.50 4 0 0 .- 74 172b Kepala Kantor Penerangan-karesi- 1 denan .... c 180.— 480.— ! 75

GOLONGAN VI. Ditambah dengan aturan-aturan chusus baru No. 63 sampai 67 sbb.:

63 Djika tjakap dan memenuhi sjarat-sjarat, menurut lowongan dapat diangkat mendjadi Bupati (golongan VI c/d). 64 Untuk Kota-kota jang ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. 65 Untuk Kabupaten-kabupaten jang ditentukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. 66 Kepala Daerah (Propinsi) Otonom. 67 Tamat sekolah Tinggi dan mempunjai pengetahuan agama jang luas, terutama tentang hukum-hukum agama.,

No. 21 sampai 24 seluruhnja dihapuskan dan diganti sbb.:

21 Patih. b 220— 540— 63 22 Walikota b 220— 540— 64 23 Bupati c 255— 605— 24 Walikota c 255— 605— 64 2 4 a Bupati . d 450— 650— 65 24b Walikota Djakarta e 495— 6 7 5 .- 24c Residen . e 495— 6 7 5 .- 24d Gubernur f 550— 700.— 24e Gubernur g 625 - 725,— 66

42 5 No. 256 dihapuskan dan diganti dengan No. 256 baru sbb.: ^ 256 j Kepala Balai Penjelidikan . . . . , c | 255.— | 605.—

^ ^Sesudah No. 261 (ahli-tambang-(geologi)-kepala) ditambah dengan

26la| Inspektur-tambang (geologi) . . . j c i 255.— | 605.— 1

Diatasnja No. 271 (Adjun-inspektur Perburuhan) ditambah sbb.: a. D,jawatan Perburuhan.

Dalam No. 271 perkataan „Adjun-inspektur” diubah mendjadi „Kan- didat-Inspektur’ ’. „. „ Sesudahnja perkataan-perkataan „XI. KEMENTERIAN AGAMA , No. 342 (Inspektur Pendidikan Agama) dan 343 (Kepala Kantor Agama Propinsi) masing-masing ditambah sbb.:

34la Guru Sekolah Guru Agama/Sekolah 1,67 Hakim Islam ...... a 185.— 3 9 5 .- 342a Guru kelas 1 Sekolah Guru Agama/ Sekolah Hakim Islam . . . . . b 220.— 540.— 344a Kepala Sekolah Guru Agama/Sekolah Hakim Islam ...... c 2 5 5 .- 605.—

Nomer-nomer 349, 350 dan 351 seluruhnja dihapuskan dan diganti sbb. 1 3^9 j Adjun-inspektur . . ’ ...... \ a 185. — 395.- 350 j In sp e k tu r...... j b 220.-— 540.' 43 351 inspektur-kepala...... c 255. — 605.* 53 352 Kepala-muda Djawatan...... 450.— 650.. 352a Kepala Djawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan . . . 495.— 675.— i 54 II. Feiidjelasan P. G. P. 1948. Pasal 9 (dalam Pendjelasan) seluruhnja dihapuskan dan diganti baru sbb.:

Untuk meringankan beban pegawai jang berkeluarga, dengan tida»* mengurangi haknja akan tundjangan-keluarga menurut pasal 17. • Djikalau suami-isteri mendjadi pegawai Negeri, maka tambahan gadji menurut pasal 9 hanja dapat diberikan kepada pegawai Negeri jang mem- Punjai gadji-pokok terbanjak, akan tetapi kurang dari R. 65.— sebulan, ^jikalau gadji-pokok kedua pegawai itu sama djumlahnja, maka tambahan gadji tersebut hanja dapat diberikan kepada suami.

Dalam pasal 25, ajat (3) mendjadi ajat (4) baru, ditambah dengan ajat (3) baru sbb.:

(3) Djikalau „tambahan-gadji” menurut pasal 9 kurang dari d jum­ lah „gadji-tambahan-peralihan” menurut pasal 25, maka dengan sendirinja >.tanibahan-gadji” tersebut tidak diberikan.

43 Pasal 2. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1948.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 9 September 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan pada tanggal 9 September 1949. Menteri jang diserahi urusan pegawai Negeri, Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN. '

41 Peraturan Pemerintah 1949 No. 6

PEGEWAI. PEMERINTAH PENDU­ DUKAN. Peraturan tentang pemerik­ saan pegawai jang telah memberikan tenaganja kepada Pemerintah Pendu­ dukan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa’ untuk melaksanakan Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia No. S/2 tahun 1949 tentang kedudukan pegawai Negeri perlu diadakan peraturan jang lebih kuat dari pada Peraturan Menteri jang diserahi urusan Pegawai Negeri No. 4/S/1949; Mengingat: Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia No. S'2 tahun 1949, Peraturan Menteri jang diserahi urusan P i a ­ wai Negeri No. 4 S/1949, putusan Dewan Menteri tanggal 20 Agustus 1949, Proklamasi bersama untuk malaksanakan Penghentian-Permusuhan tanggal 1 Agustus 1949 dan pasal 5 ajat 2 Undang-Undang Dasar; dengan persetiidjuan Menteri jang diserahi urusan Pegawai Negeri,

Memutuskan :

Dengan mentjabut Peraturan Menteri jang diserahi urusan Pegawai Negeri No. 4/S/1949 menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGLAKSANAAN MAKLUMAT MENTERI NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. S/2 TAHUN 1949. Pasal 1. (1) Pegawai Negeri Republik Indonesia jang sebelum tanggal 1 Agustus 1949 bekerdja atau mendaftarkan untuk mendapat pekerdjaan pada, atau menerima sokongan dari Pemerintah pendudukan, dan menjata- kan kesediaannja dengan surat untuk bekerdja kembali pada Peme­ rintah Republik Indonesia, dapat diangkat sebagai pegawai Negeri Republik Indonesia:. a. apabila Kementerian/Djawatan/Kantor masih membutuhkan akan tenaga mereka itu, disamping; b. adanja surat pemeriksaan baik dari Panitya Penglaksanaan Maklumat Menteri Negara No. S/2 tahun l\)49, sebagai dimak­ sudkan pada pasal 2 atau 3 dalam Peraturan ini. (2) D jikalau Kementerian/Djawatan/Kantor, dimana orang termaksud pada ajat 1 pasal ini sebelum tanggal 19 Desember 1948 bekerdja, tidak membutuhkan akan tenaganja, maka untuk mendapat surat pemeriksaan baik guna melamar pada instansi lain, dapatlah orang itu mohon kepada bekas Kementerian/Djawatan/Kantomja supaja diperiksa oleh Panitya termaksud pada pasal 2 atau 3 dalam Peraturan ini. Permohonan itu harus dikabulkan. . (3) Pernjataan kesediaan untuk bekerdja kembali sebagai dimaksudkan pada ajat 1 tersebut diatas diauggap djuga sebagai permohonan sub- sidiair untuk diperiksa menurut ajat 2 pasal ini.

45 6 Pasal 2. (1) Untuk memeriksa segala sesuatu mengenai orang sebagai dimaksud­ kan pada pasal 1 ajat 1 diadakan Panitya, jang diketuai oleh Ketua atau Hakim Pengadilan Tinggi berhubung dengan djabatannja (ambtshalve), dengan dua anggauta, jaitu seorang pegawai Negeri anggauta Serikat Sekerdja kantor jang ditundjuk oleh Pengurus Serikat Sekerdja itu, dan seorang pegawai Negeri ditundjuk oleh jang berkepentingan. (2) Dalam hal Kementerian/Djawatan/Kantor tidak mempunjai Serikat Sekerdja, maka oleh Menteri ditundjuk seorang jpegawai Negeri lain jang dapat dipandang mewakili kalangan pegawai Negeri dalam kan­ tor jang bersangkutan. Pasal 3. Mengenai orang termaksud pada pasal 1 ajat 1 jang berkedudukan dalam Golongan VI P. G. P. 1948, pemeriksaan dilakukan oleh Panitya lain jang diketuai oleh Ketua atau Hakim dari Mahkamah Agung berhu­ bung dengan djabatannja (ambtshalve), dengan dua anggauta jaitu se­ orang pegawai Negeri Wakil Kementerian/Djawatan/Kantor jang ber­ sangkutan, sedapat mungkin berkedudukan paling rendah sama dengan jang diperiksa dan seorang pegawai Negeri lain ditundjuk oleh jang ber­ kepentingan. ' Pasal 4. Atjara pemeriksaan ditentukan oleh Ketua Panitya dengan mengingat akan kepentingan pemeriksaan untuk diselesaikan selekas mungkin. Pasal 5. Hasil pemeriksaan oleh Panitya, jang bersifat usul jang berharga bagi Pemerintah, berupa: Pertama: Betul tidaknja orang jang diperiksa itu bekerdja, mendaftar­ kan untuk mendapat pekerdjaan pada, atau menerima soko­ ngan dari Pemerintah pendudukan; Kedua: Berdasarkan pendapat-pertama itu, apakah Pemerintah Repu­ blik Indonesia sebaiknja mengangkat kembali orang tahadi sebagai pegawai Negeri. Pasal 6. Pemeriksaan mengenai orang sebagai dimaksudkan pada pasal 1 ajat 1, jang dilakukan atas dasar Peraturan Menteri jang diserahi urusan Pegawai Negeri No. 4/S/1949 sebelum hari mulai berlakunja peraturan ini, dianggap telah didjalankan oleh jang berhak menurut peraturan ini. Pasal 7. Peraturan ini untuk sementara hanja berlaku untuk Daerah Istimewa Jogjakarta. Pasal 8. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 9 September 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 9 September 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

46 Peraturan Pemerintah 1949 No. 7

METERAI. TEMPEL DAN UPAH. Peraturan tentang pengeluaran me­ terai tempel dan meterai upah dengan bentuk baru.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa, berhubung dengan keadaan jang ditimbulkan oleh pendudukan Belanda perlu mengeluarkan meterai tempel dan meterai upah jang berbentuk baru; Mengingat: a. akan pasal 5 ajat 2 Undang-Undang Dasar jo. pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan pasal 3 ajat 3 Aturan Bea Meterai 1921 dan pasal 14 Ordon- nansi Padjak Upah; b. pasal I Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1947 dan pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1948,

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN UNTUK MENGELUARKAN METERAI TEMPEL DAN METERAI UPAH JANG BERBENTUK BARU.

Pasal 1. (1) Meterai tempel ini berbentuk segi empat, pandjangnja ± 31 mm. dan lebarnja ± 22 mm. (2) Warnanja tjoklat muda untuk meterai dari harga R. 0,10 sampai dengan R. 0,50 dan hidjau untuk meterai dari harga lebih tinggi. (3) Diudjung atas tertulis perkataan „Republik Indonesia” , dibawah itu gambar sebuah stupa mengandung tjahaja praba; dibawahnja ber­ turut-turut terdapat perkataan „Meterai Tempel” dengan huruf putih, sebuah ruangan bergaris jang memuat harganja dengan angka, se­ dangkan di bagian terbawah harga itu dinjatakan sekali lagi dengan huruf; diantara harga dengan angka dan harga dengan huruf terdapat ruangan berdasar arsiran saling mendjuling dari garis bergerak de­ ngan huruf „R. I.”, jang disediakan untuk menulis tanggal dan tahun pemakaiannja. (4) Harga-harga meterai ditulis dengan tinta hitam.

Pasal 2. (1) Meterai upah ini berbentuk segi empat, pandjangnja db 29 mm., dan lebarnja ± 46 mm. (2) Warnanja tjoklat muda untuk meterai dari harga R. 0,05 sampai dengan R. 75,— , hidjau untuk meterai dari harga lebih tinggi. (3) Meterai itu dibagi dua oleh sebuah garis berwarna putih.

47 7 (4) Diatas dari bagian kanan terdapat perkataan „Meterai Upah” dan gambar dua orang menggalang djalan dipegunungan, dibawahnja tertulis perkataan „Pengawasan” dengan huruf putih dan dibawah itu berada segi empat berdasar garis bergerak dengan huruf „R. I.” jang memuat harganja dengan angka, sedangkan harga itu dinjata- kan sekali lagi dengan huruf dibagian terbawah atas dasar perhiasan tepi berudjud daun. Diantara harga dengan angka dan harga dengan huruf terdapat ruangan jang kanan kirinja dibubuhi perhiasan tepi berudjut daun; ruangan itu disediakan untuk menulis tanggal dan tahun pemakaian- • nja, sedang dibagian bawah dari ruangan itu tertera perkataan „Republik Indonesia”. Bagian kiri berbentuk seperti bagian kanan, hanja dibagian atas perkataan-perkataan „Meterai Upah” dan „Pengawasan” diganti masing-masing dengan perkataan „Republik Indonesia” dan „Meterai Upah”, sedangkan.gambar dua orang jang menggalang djalan di pegunungan diganti dengan gambar seorang petani sedang mentjangkul di ladang. Lagi pula dibagian bawah dari ruangan jang disediakan untuk menulis tanggal dan tahun pemakaiannja tidak tertera perkataan „Republik Indonesia” melainkan lima garis membudjur. (5) Untuk semua Meterai harganja ditjetak dengan tinta hitam.

Pasal 3. Meterai tempel sebagai jang ditetapkan didalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1947 dan pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1948, tetap berlaku.

Pasal 4. Peraturan ini berlaku terhitung mulai pada tanggal 1 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 22 September 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 22 September 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Keu\ngan, A. G. PRINGGODIGDO. LOEKMAN HAKIM.

48 Peraturan Pemerintah 1949 No. 8

BINTANG GERILJA. Peraturan ten­ tang mengadakan Bintang Gerilja sebagai tanda djasa.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan tentang pemberian tanda penghargaan atas djasa-djasa tiap warga Negara, jang berdjuang dan berbakti kepada Nusa dan Bangsa selama agressi Belanda ke I dan ke II; Mendengar: pertimbangan dari sidang Dewan Menteri tanggal 19 Sep­ tember tahun 1949; Mengingat: pasal 15 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG „BINTANG GERILJA”.

Pasal 1. Tanda penghargaan djasa, selandjutnja didalam peraturan ini disebut »Bintang Gerilja” , diberikan kepada setiap warga Negara, jang berdjuang dan berbakti kepada Tanah Air dan Bangsa selama agressi Belanda ke I dan ke II dengan menundjukkan keberanian, kebidjaksanaan dan kesetiaan, jang luar biasa, dengan tidak mengingat golongan, pangkat, djabatan dan kedudukan. Pasal 2. „Bintang Gerilja” berupa bintang dari badja jang wudjud dan besar- ^ja sesuai dengan gambar jang termuat didalam surat lampiran Peraturan mi. Pasal 3. Tjara memakai „Bintang Gerilja” ialah memasangnja ditengah-tengah dada sebelah kiri. Pasal 4. Pemakaian „Bintang Gerilja” hanja diperkenankan pada waktu men­ jalankan kewadjiban dinas atau pada waktu menghadliri pertemuan- Pertemuan resmi. Pasal 5. Jang berhak mengeluarkan dan menerimakan „Bintang Gerilja” Lalah Presiden. Pasal 6. Presiden dapat menjerahkan haknja untuk menerimakan „Bintang ^eriija” kepada Panglima Besar, jang selandjutnja dapat menjerahkan

DivisVGubernur MirtT' D '/ R T< T ’ ^ ^ ^ S6terusn:ja kePada PanSlima

49 8 Pasal 7. Tiap pemberian „Bintang Gerilja” disertai dengan surat pemberian „Bintang Gerilja” menurut tjontoh termuat dalam surat lampiran II Peraturan ini. I; Pasal 8. - " Hak untuk memakai „Bintang Gerilja” ditjabut untuk mereka: a. jang melanggar apa jang ditetapkan dalam pasal 4 dari penetapan ini; b. jang mendapat hukuman pendjara lamanja tiga tahun atau lebih.

Pasal 9. Peraturan ini dinamakan: „Peraturan tentang Bintang Gerilja” dan mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 22 September 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, .pada tanggal 22 September 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Acting Perdana Menteri, A. G. PRINGGODIGDO. HAMENGKU BUWONO IX.

50. l a m p i r a n i t e r m a k s u d d a l a m PASAL 2 PERATURAN PEMERINTAH 1949 No. 8. LAMPIRAN II TERMAKSUD DALAM PASAL 7 PERATURAN PEMERINTAH 1949 No Peraturan Pemerintah 1949 No. 9

ANGKATAN PERANG. PELADJAR. Kwadjiban berbakti bagi peladjar.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ^ » ¡m b a n o : perlu memperbaharui peraturan-peraturan tentang pengera­ han tenaga peladjar jang dikeluarkan oleh Kepala Staf Angkatan Perang; Menoinoat: Pasal 12 Undang-Undang Dasar; Undang-Undang keadaan bahaja tahun 1946; Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1948; Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 1948; Peraturan Dewan Pertahanan Negara No. 13 tahun 1946; Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Perang No. 1/U. G. S. A. P./49 tertanggal 1 Pebruari 1949; Memutuskan: Menetapkan Peraturan sebagai berikut: ,, PER ATURAN PEMERINTAH TENTANG KEWADJIBAN BERBAKTI BAGI PELADJAR”. Pasal 1. Jang dimaksudkan dalam Peraturan ini dengan „Peladjar” ialah tiap m » Ne§‘ara Indonesia jang pada tahun 1947, 1948 atau. 1949 adalah rid pada S. M. A. keatas atau pada sekolah lain jang sederadjat dengan > baik jang diselenggarakan oleh Pemerintah, maupun oleh partikelir an masih berhasrat meneruskan peladjarannja. Pasal 2. (.1) Tiap peladjar diwadjibkan berbakti guna kepentingan Negara menurut Peraturan jang ditetapkan oleh Menteri Pertahanan atau instansi Jang ditundjuk olehnja. . . Untuk itu maka tiap peladjar, baik jang tergabung dalam suatu organisasi peladjar maupun jang tidak, harus mendaftarkan diri untuk Djawa kepada Markas Besar Komando Djawa bagian „Mobili­ sasi Peladjar” atau tjabang-tjabangnja dan untuk daerah luar Djawa r o . £ePada instansi-instansi jang ditundjuk oleh Menteri Pertahanan, i kepala-kepala Sekolah jang bersangkutan harus berusaha supaja Pendaftaran itu berdjalan lantjar. - Pasal 3. ■Dibebaskan dari kewadjiban termaktub dalam pasal 2, ialah: a * Peladjar jang menurut surat keterangan dokter kesehatannja ter­ ganggu; peladjar jang tjatjat sedemikian rupa, hingga tidak dapat aktip mem­ bantu perd juangan ; c. Peladjar jang bekerdja pada Pemerintah; Peladjar — puteri; e* Peladjar Sekolah Guru; f- Peladjar Sekolah Chusus (vak) lain, ketjuali djika ada ketetapan lam dari Menteri Pertahanan atau instansi jang ditundjuk olehnja; g'- Peladjar lain jang diketjualikan oleh Menteri Pertahanan atau in­ stansi jang ditundjuk olehnja.

51 9 Pasal 4. (1) Para peladjar jang mendjalankan kewadjiban berbakti, diperbantukan pada Pemerintah Militer atau Pemerintahan Sipil; (2) Organisatoris dan administratip mereka jang ada di Djawa diurus oleh Markas Besar Komando Djawa bagian „Mobilisasi Peladjar” dan mereka diluar Djawa oleh instansi-instansi jang ditundjuk oleh Menteri Pertahanan, sedang taktis mereka ada dibawah djawatan masing-masing, dimana mereka diperbantukan. (3) Hukum Disiplin Tentara dan Hukum Pidana Tentara berlaku bagi mereka. Pasal 5. Untuk memelihara kemadjuan para peladjar jang sedang mendjalan- kan kewadjiban berbakti, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dengan bekerdja sama dengan 'Kementerian Pertahanan menjelenggarakan peladjaran-peladjaran, college-college, cursus-cursus, causerie-causerie, pembatjaan-pembatjaan dan sebagainja. Pasal 6. Tentang hal djasa-djasa para peladjar karena menunaikan kewadji- bannja berbakti akan diadakan peraturan-peraturan chusus. Pasal 7. Tiap peladjar jang tidak mendaftarkan diri seperti jang termaktub dalam pasal 2 ajat 2 atau jang setelah menerima panggilan tidak datang untuk mend jalankan kewadjibannja berbakti buat sementara atau buat selama-lamanja tidak boleh diterima mendiadi murid atau Dendenear pada sesuatu sekolah negeri atau partikelir dan djika peladjar itu telah ter- landjur diterima sebagai murid atau pendengar, maka ia dikeluarkan dari sekolahnja buat sementara atau buat selama-lamanja. Pasal 8. Segala beaja untuk pelaksanaan Peraturan ini dibebankan kepada anggaran belandja Kementerian Pertahanan, terketjuali beaja untuk pelaksanaan pasal 5 jang dibebankan pada anggaran belandja Kementerian, Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. Pasal 9. • Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan menetapkan per­ aturan lebih landjut guna mendjalankan pasal 5 dan 7.

Pasal 10. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 28 September 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 28 September 1949. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Sekretaris Negara, Kebudajaan, A. G.t PRINGGODIGDO. SARMIDI MANGUNSARKORO.

52 9 P K N D J E L A S A N PERATURAN PEMERINTAH No. 9 TAHUN 1949. TENTANG KEWADJIBAN BERBAKTI BAGI PELADJAR.

^ E n d j e l a s a n UMUM. \

tena ^ 8rUlan^"Ulang telah dinjatakan oleh Pemerintah tentang keperluan ^a muda, untuk memperbesar kapasiteit dan kwaliteit kerdja, atau kf^ii men&&anti tenaga-tenaga jang ternjata tidak dapat mengatasi Ci>ukaran-kesukaran sekarang ini. dan ^ a^a dengan pengerahan semua tenaga peladjar, diharapkan akan P enf fnemba,\va tenaga jang masih belum terpakai kepada Bagian-bagian kif- Jan& rnemerlukannja, sehingga semua tenaga dalam negara La dapat bekerdja se-effectief-effectiefnja. n, -dengan demikian disalurkan pula kesanggupan para peladjar untuk 1Sarfibil bagian jang aktip dalam perdjuangan. akt. ^3-lam praktek terbukti, bahwa para peladjar dengan sukarela turut «up dalam perdjuangan. Ada jang membantu Pamong-Pradja, Kepolisian uar* sebagainja. m Akan tetapi tidak dapat diungkiri, bahwa banjak pula jang tidak mau laa ingsingkan len&an badjunja, menjumbangkan tenaga dalam pembe- kemerdekaan, hanja tinggal diam, seolah-olah tidak ada bahaja jang tid ^an^ am ne&ara kita. Pada hal teman-temannja mempertaruhkan, ^ .a . hanja harta-benda dan waktu jang sangat berharga baginja, akan ecaPi djiwanjapun diichlaskan pula. uprK ka untuk mendjaga timbulnja rasa tidak adil, serta untuk mem- di£ i arui Peraturan_Peraturan tentang pengerahan tenaga peladjar jang ij^uarkan oleh Kepala Staf Angkatan Perang, dipandang perlu adanja >>“Graturan-Pem-erintali tentang kewadjiban berbakti bagi Peladjar” . p ENDJELASAN PASAL DEMI PASAL.

Pasal jr. Sebagai ukuran diambil mereka jang paling sedikit tammat Sekolah Menengah Pertama atau sekolah lain jang sederadjat dengan itu, baik sekolah Pemerintah maupun partikelir. Sebab d jikalau pengadjaran dan pendidikannja (intelectuele ontwik- keling) kurang dari itu dan terlalu muda usianja, mungkin tidak . ^ dapat memenuhi kewadjiban seperti jang termaktub dalam Peraturan ini. Mereka harus dapat memberi dorongan, (spirit) kepada Dja- watan-djawatan, dimana, mereka diperbantukan. Ada kalanja pula mereka harus dapat mengganti tenaga-tenaga jang telah ada pada Djawatan-djawatan itu, jang terbukti tidak dapat mengatasi kesukaran-kesukaran jang timbul karena keadaan perdjuangan. Pcisal 2. Tjukup terang. Pasal 3. a. dan b. Tjukup terang.

c. Peladjar jang sudah bekerdja pada Pemerintah pada umum- nja tidak akan diambil untuk dikerdjakan pada djawatan iainnja supaja tidak menjalahi maksud Peraturan ini, ialah menambah efficiency Djawatan-djawatan tersebut.

53 9 d. Mengingat keadaan masjarakat Indonesia, bahwa para bapak dan ibu belum banjak jang mau melepaskan anaknja perempuan ikut dalam perdjuangan dimedan atau ditempat jang djauh, maka untuk mendjaga agar tidak timbul ke- gontjangan dan kegelisahan, Peraturan ini tidak dikena­ kan pada peladjar-puteri. ^ Akan tetapi kalau mereka dengan sukarela mau menjum- bangkan tenaganja dan dari fihak orang tuanja tidak ada keberatan, sikap itu tentu diterima dan dihargai. Meskipun tidak ikut dalam perdjuangan dimedan atau di­ tempat jang djauh,- mereka tetap da^at menjumbangkan f tenaga dengan mengusahakan dapur umum, penghiburan dan lain sebagainja. e. Karena kekurangan tenaga guru amat besar, maka murid- murid Sekolah Guru tidak dikenakan peraturan ini. f. Demikian pula umumnja jang mengenai Sekolah Chusus (vak); Akan tetapi Kementerian Pertahanan berhak memperguna­ kan tenaga murid-murid Sekolah Chusus guna kepentingan perdjuangan. g. Tjukup djelas. Pasal 7/. (1) Para peladjar akan ditempatkan pada Djawatan-djawatan jang sesuai dengan pendidikan dan hasratnja dan kepada- nja dapat diberi pangkat tjadangan. (2) Tjukup djelas. (3) Tjukup djelas Pasal 5. Meskipun tenaganja dibutuhkan oleh perdjuangan, Pemerintah tetap tidak melupakan, bahwa pendidikannja selalu mendjadi tanggungan Pemerintah dengan usaha membuka'memelihara sekolah-sekolah „Front” , mengirimkan guru-guru ke „front” , mengadakan causerie-causerie, mengirimkan madjallah-madjal- lah dan sebagainja. Pasal 6. Maksud pasal ini adalah untuk menjatakan pendirian Pemerin­ tah, bahwa djasa-djasa jang diperoleh peladjar karena meme­ nuhi kewadjibannja berbakti akan mendapat penghargaan se- penuhnja, misalnja: bagi peladjar jang istimewa djasanja dapat disediakan sokongan beladjar (studiebeurs) kelak; waktu mendjalankan kewadjiban­ nja berbakti selandjutnja akan dihitung sebagai masa kerdja pada Pemerintah. Pasal 7, 8, 9 dan 10. Tidak diperlukan pendjelasan.

54 Peraturan Pemerintah 1949 No. 10

UANG-TUNGGU. PEGAWAI. Per­ aturan tentang' pemberian uang- tungu kepada pegawai Negeri jang diperhentikan sementara.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, diem bat ja : usul mengenai peraturan uang-tunggu dari Panitya Gadji dan Kedudukan Pegawai Negeri; Menimbang: perlu segera mengadakan peraturan untuk mengatur peng­ hasilan pegawai Negeri jang tidak atas kemauan sendiri untuk sementara waktu diperhentikan dengan hormat dari pekerd jaann ja ; Mendengar: keputusan Sidang Dewan Menteri tanggal 16 Desember 1948, tanggal 3 dan 19 September 1949; Mengingat: pasal 4 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1949;

Memutuskan:

Dengan membatalkan segala Peraturan jang bertentangan dengan _A eraturan ini. Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN JANG MENGATUR PENGHASILAN PEGAWAI NEGERI JANG TIDAK ATAS KEMAUAN SENDIRI UNTUK SEMENTARA WAKTU DIPERHENTI­ KAN DENGAN HORMAT DARI PEKERDJAANNJA.

Pasal 1. d ) Pegawai Negeri jang dimaksudkan dalam Peraturan ini ialah pegawai Negeri tetap. (2) Jang dimaksudkan dengan pegawai Negeri tetap dalam Peraturan ini ialah mereka jang tersebut dalam pasal 15. (3) Jang dimaksudkan dengan gadji ialah gadji-pokok dan gadji-tamba- han-peralihan jang diberikan menurut peraturan gadji jang berlaku.

Pasal 2. Uang-tunggu diberikan kepada pegawai Negeri, jang tidak atas ke­ bauan sendiri diperhentikan dengan hormat dari pekerdjaannja: a* , karena perubahan susunan kantor atau perubahan banjaknja pegawai jang ditetapkan, sehingga tenaganja untuk sementara waktu tidak diperlukan; • b- karena tidak tjakap, akan tetapi masih memenuhi sjarat-sjarat untuk sesuatu djabatan Negeri jang lain ; c- karena sakit. 10 Pasal 3. (1) Kepada pegawai Negeri sebagai dimaksudkan dalam pasal 2, diberikan uang-tunggu paling lama satu tahun. Masa ini dalam hal-hal tersebut dibawah dapat diperpandjang, tiap-tiap kali paling lama dengan satu tahun, akan tetapi djumlah masa pemberian uang-tunggu semuanja itu dengan memperhatikan ajat-ajat berikut tida boleh lebih dari lima tahun: a. apabila pegawai Negeri tersebut dalam pasal 2 huruf c menurut • surat keterangan Madjelis Pemeriksa Kesehatan, karena masih sakit, belum dapat bekerdja kembali;. b. apabila pegawai Negeri tersebut dalam pasal 2 huruf a atau b, belum dapat ditempatkan kembali pada sesuatu djabatan, se­ kalipun ia telah berusaha sungguh-sungguh untuk mendapat pekerdjaan. (2) Djumlah segala masa menerima uang-tunggu bagi mereka tersebut dalam pasal 2 huruf b, tidak boleh lebih dari lima tahun. Pasal 4. Uang-tunggu diberikan mulai bulan, berikutnja bulan pegawai Negeri diperhentikan dari pekerdjaan. Pasal 5. (1) Ketjuali ketentuan-ketentuan dalam ajat (2) dan (3) pasal ini, maka banjaknja uang-tunggu adalah 50% dari gadji terachir. (2) Bagi pegawai Negeri jang dimaksudkan pada pasal 2 huruf a jang njata benar-benar ketjakapannja, maka banjaknja uang-tunggu untuk tahun pertama dapat ditambah mendjadi 80%, tahun kedua 70%, tahun ketiga 60% dan seterusnja 50% dari gadji terachir. (3) Apabila banjaknja uang-tunggu jang dimaksudkan dalam ajat-ajat diatas kurang dari pada: a. 45 rupiah sebulan, maka kepada jang berkepentingan diberikan tambahan uang-tunggu sekian banjaknja, sehingga djumlah uang- tunggu dan tambahannja mendjadi 45 rupiah sebulan; b. 65 rupiah sebulan bagi jang beristeri (bersuami) atau mempunjai anak kandung atau anak tiri jang mendjadi tanggungannja penuh, maka kepada jang berkepentingan diberikan tambahan uang-tunggu sekian banjaknja, sehingga djumlah uang-tunggu dan tambahannja mendjadi 65 rupiah sebulan. (4) Apabila pegawai Negeri jang menerima uang-tunggu, d jika ia bekerdja terus, mendapat kenaikan gadji menurut peraturan jang berlaku, maka uang-tunggunja dapat diubah dan ditetapkan kembali atas dasar gadji baru. Ketentuan ini diketjualikan bagi pegawai Negeri jang diperhentikan karena tidak tjakap. (5) Apabila pegawai Negeri jang menerima uang-tunggu karena sakit telah sembuh menurut Madjelis Pemeriksa Kesehatan, akan tetapi tidak atau belum dapat dipekerdjakan kembali, karena tidak/belum ada lowongan, maka djika ia njata benar-benar tjakap, djumlah uang- tunggu mulai bulan berikutnja ia menghadap untuk dipekerdjakan kembali, dapat diubah sesuai dengan ajat (2) pasal ini dengan keten­ tuan, bahwa djumlah masa pemberian uang-tunggu semua itu tidak boleh lebih dari lima tahun. Pasal 6. Petjahan rupiah dari djumlah uang-tunggu dibulatkan mendjadi satu rupiah.

56 10 Pasal 7. kf>i ^ °§aWil* Negeri jang menerima uang-tunggu, mendapat tundjangan uarga dan tiindjangan kemahalan menurut peraturan jang berlaku.

Pasal 8. Pegawai Negeri jang menerima uang-tunggu diwadjibkan: senantiasa bersiap sedia untuk dipekerdjakan kembali dan berusaha sungguh-sungguh untuk mendapat’ pekerdjaan pada sesuatu Kantor Negeri ; minta idzin lebih- dahulu kepada Kepala Kantor jang bersangkutan, apabila ia mau pindah ke lain tempat.

Pasal 9. (1) Pegawai Negeri termaksud dalam pasal 2 huruf a dan b selama ia menerima uang-tunggu, dibolehkan bekerdja untuk sementara waktu pada perusahaan partikelir, akan tetapi hal ini tidak akan mengura- ngi kewadjiban jang ditentukan dalam pasal 8. > Apabila pegawai Negeri tersebut dipekerdjakan untuk sementara waktu pada sesuatu kantor Negeri dengan mendapat penghasilan di- samping uang-tunggu, maka penghasilan pada kantor itu harus di- tetajDkan sekian banjaknja sehingga djumlah penghasilan dan uang- tunggu tidak melebihi djumlah gadji jang akan diterimanja, apabila .ia bekerdja terus dalam djabatannja semula.

Pasal 10. (D Ketjuali ketentuan dalam ajat (2) pasal ini, maka apabila pegawai Negeri jang dimaksudkan dalam pasal 2 pindah kelain tempat tidak dengan idzin Kepala Kantor jang bersangkutan atau menolak peker­ djaan jang diberikan kepadanja jang menurut pendapat kepala Kantor jang bersangkutan, dengan mengingat kedudukan dan ketjakapan pegawai Negeri itu, putut diserahkan kepadanja, maka pemberian uang-tunggu itu ditjabut mulai bulan berikutnja ia pindah kelain tempat atau diperintahkan untuk bekerdja. Ketentuan tersebut dalam ajat (1) pasal ini tidak didjalankan: a. apabila pegawai Negeri jang bersangkutan dapat mengemukakan alasan-alasan jang patut diterima oleh Kepala Kantor; b. karena kesehatan pegawai Negeri tidak mengidzinkan mendjalan- kan pekerdjaan itu, jang harus dinjatakan dengan surat kete­ rangan Madjelis Pemeriksa Kesehatan. Dalam hal termaksud dalam ajat (2) huruf b, uang-tunggu diubah mendjadi uang-tunggu menurut pasal 3 huruf a, mulai bulan berikut­ nja bulan ia menerima surat keterangan dari Madjelis Pemeriksa Kesehatan jang menjatakan bahwa ia belum dapat dipekerdjakan kembali. Pasal 11. (

Pasal 12. Uang-tunggu diberikan dan ditjabut oleh Pembesar iang berhak mengangkat, serendah-rendahnja oleh Kepala Djawatan.

57 10 Pasal 13.

ataucluau tidak memhpriVan diambil oleh jang berwadjib untuk mentjabut dapat memadinkan h- uan&-tui?£§_u’ PeSawai Negeri jang oerkepentingan lebih atas 6 e annJa dengan tertulis kepada .Pembesar jang / Pasal 14.

Madf?isj p J ™ ^ Iantn df l Pe^ wai gegeri jang harus diperiksa oleh ^rdjalan^i^in^ jarJSberlScu. Negeri m en u ri peraturan

Pasal 15.

ia la l/m e r e k iS ^ ^ 13^ 1-156^ 1 Gegeri tetap menurut peraturan ini nia tane-o-a I il. f ? u 1 mu!a! berlakunja peraturan ini atau sesudah- terputuiputus, sekurang-lmrangn'ja^^ahun?1 tidak

Pasal 16.

jan»- tela^dinprhmrKt11^ cJ,a^a.m PasaJ.15 ini tidak berlaku terhadap pegawai peraturan in? w T ,,. ^ .darl P ffd ja a n n ja sebelum hari mulai berlakunja Kepala Kantnr Tri d” 1 hal' hai TIuar blasa M g harus ditentukan oleh Keuangan Pegawai Negeri dengan persetudjuan Menteri

Pasal 17.

disebut™^? jf ? g b6r£IakU ^ jUk S6lur“ h daerah Republik Indonesia ditetaDkan j an^"i dan mulai berlaku pada hari jang akan tutetapkan lebih landjut dalam Peraturan Pemerintah

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 September 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 30 September 1949. Menteri jang diserahi urusan bekretaris Negara, pegawai Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

58 Peraturan Pemerintah 1949 No. 11

SUMPAH D JABATAN. NOTARIS. Peraturan tentang sumpah djabatan Notaris.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu mengadakan peraturan sumpah djabatan untuk - Notaris; v Memutuskan':

Menetapkan peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG SUMPAH DJABATAN NOTARIS. Pasal 1. (1) Tiap-tiap Notaris harus bersumpah. (2) Bunji sumpah itu ialah sebagai berikut: Demi Allah! Saja bersumpah; Bahwa saja, untuk mendapat djabatan saja ini, baik dengan langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau kedok apapun djuga, i a memberi atau menjanggupi akan memberi sesuatu, kepada siapapan

Bahwa saja akan setia dan ta’at kepada Negara Republik Indonesia, Bahwa saja akan menghormati para pembesar Kehakiman dan pem­ besar Negara lainnja; . ,. Bahwa saja akan mendjalankan djabatan saja dengan kedjuajuran, saksama dan tidak menjebelah; Bahwa saja akan mendjalankan peraturan-peraturan jang mengenai djabatan notaris dengan seteliti-telitinja; . , , Bahwa sa ja akan merahasiakan dengan serapat-rapatnja isi akte-aKte menurut peraturan-peraturan itu; Bahwa saja dalam mendjalankan djabatan saja, saja akan senantiasa mendjundjung tinggi hukum dan ingat akan kepentingan masyarakat dan Negara. Pasal 2. (1) Bagi orang jang dengan surat menjatakan keberatan untuk bersumpah karena anggapannja tentang agama, sumpah itu dapat diganti dengan kesanggupan. (2) Bunji kesanggupan itu sesuai dengan bunji sumpah tersebut aaiam pasal 1 ajat (2), dengan perubahan, kalimat „Demi Allah! Saja bersumpah” mendjadi „Saja menerangkan dan sanggup dengan sungguh-sungguh”. Pasal 3. Sumpah diangkat oleh notaris dihadapan Ketua Pengadilan Tinggi jang daerah hukumnja melingkungi tempat kedudukan notaris itu, atau dihadapan pembesar lain jang ditundjuk chusus untuk itu oleh Menteri Kehakiman. Pasal 4. (1) Sumpah diangkat menurut tjara jang ditentukan oleh adat atau agama jang bersumpah dan dengan mengutjapkan atau membatjakan^ bunji sumpah tersebut dalam pasal 1 ajat (2 ). 11 (2) Pengangkatan sumpah disaksikan oleh paling sedikit dua orang. (3) Pada pengutjapan sumpah semua orang jang hadlir pada upatjara harus berdiri. (4) Pembesar jang menjumpah berusaha sedapat mungkin supaja peng­ angkatan sumpah itu dilakukan dalam sua,sana chidmat.

Pasal 5. (1) Pembesar jang menjumpah membuat proses-perbal tentang' penjum- pahan itu. Surat keberatan dimaksudkan pada pasal 2 ajat (i) harus disimpan oleh pembesar jang menjumpah bersama-sama dengan proses-perbal itu. (2) Proses-perbal ditanda tangani oleh jang menjumpah, oleh jang ber­ sumpah dan oleh semua saksi-saksi. (3) Turunan proses-perbal diberikan kepada jang bersumpah dan kepada Menteri Kehakiman.

Pasal 6. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 1 Oktober 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA pada tanggal 1 Oktober 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO. Peraturan Pemerintah 1949 . No. 12

. TERA. UANG TERA. Peraturan * tentang penetapan tarip uang tera.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Muiiiiibano ; a> bahwa djumlah-djumlah harga dalam tarip uang tera jang termaktub dalam pasal 3 dari IJkverordening 192S «(Stbl. No. 256) tidak sesuai dengan keadaan pada dewasa ini; b. bahwa djumlah-djumlah harga tersebut diatas perlu diubah; Mcngingal: a. akan pasal 1 dari Peraturan Pemerintah Negara Re­ publik Indonesia tanggal 10 Oktober 1945 No. 2; b. akan pasal 5 sub 2 dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia;

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: 'PERATURAN PERUBAHAN TARIP UANG TERA.

Pasal 1. Tarip uang tera jang termaktub dalam pasal 3 dari „IJkverordening (Stbl. No. 256)” diubah seluruhnja seperti tertera dalam lampiran L eraturan ini. Pasal 2. Perubahan tarip uang tera ini mulai berlaku pada tanggal 1 Septem­ ber 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 18 Oktober 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 19 Oktober 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Menteri Kemakmuran, A. G. PRINGGODIGDO. I. J. KASIMO. 12 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 12 TAHUN 1949. T TENTANG PERUBAHAN TARIP UANG TERA. (1) Untuk tera dan tera-ulang, setelah diubah menurut Peraturan Peme­ rintah No. 12 tahun 1949, berlaku jang berikut: TARIP' UANG TERA (terhitung dalam rupiah URI)

t e r a TERA- ULANG Dibatal­ Disah­ Disali- ! Men- kan kan kan 1 djnstir I. UKURAN P AND JANG: 25, 20, 10 dan 5 meter . . . 80 250 150 2 dan l l/> meter . . . . « • 60 200 150 — 1 dan Yj meter ..... 30 60 40 II. TAKARAN: 2, 1 dan l/o hektoliter . . . 80 250 150 — 25, 20, 10, 5 dan 2 liter . . . 40 150 80 — 1 lite r ...... 20 50 30 — bahagian dari liter . . • • 20 30 20 III. PEMARAS'...... 10 10 IV. ANAK TIMBANGAN BIASA: 50, 25, 20 kilogram .... 80 250 150 60 10, 5, 2 dan 1 kilogram . . . 40 90 60 30 bahagian dari 1 kilogram . . 20 40 30 30 V. ANAK TIMBANGAN HALUS: dua kali tarip jang berlaku untuk anak timbangan biasa 1000 miligram (bentuk supih) dan bahagian-bahagiannja . 30 80 50 50 VI. TIMBANGAN BIASA, dengan pengetjualian terhadap apa jang disebut dalam ajat a dan b dengan gaja timbang kurang dari 1 kg...... 60 200 120 40 1 kg. — kurang dari 20 kg. . 60 300 200 40 20 kg. — kurang dari 100 kg. 120 500 400 80 100 kg. — kurang dari 250 kg. 150 750' 450 80 250 kg. — kurang dari 1000 kg. 200 900 600 150 1000 kg. hingga 3000 kg. • • 250 1100 • 700 250 lebih dari 3000 kg. untuk tiap- tiap 1000 kg. atau bahagian dari 1000 kg...... 80 350 • 250 80

62 12 a. timbangan madjemuk jang disusun untuk dipakai melulu de- ,ngan bobot-ingsut: tari p jang dimaksud diatas ditambah dengan 50% untuk tiap- tiap alat. b. timbangan tjepat (timbangan kuadrant madjemuk dan seba- ' gainja) : - , tarip jang dimaksud diatas ditambah dengan 100% untuk tiap- tiap alat. a. dan b.: asalkan saja tambahan tarip jang dimaksud itu tidak ada berdjumlah lebih dari R. 750.— tiap-tiap alat. Timbangan milik desa-desa jang boleh dipergunakan oleh penduduk- nja dengan tjuma-tjuma: 50% dari tarip jang berlaku untuk tim­ bangan biasa. . . Timbangan dengan dua pembagian-scala, jang masing-masing sea a harus diperiksa tersendiri: dua kali tarip. VII. TIMBANGAN HALUS: dua kali tarip dari timbangan biasa. Dalam mendjustir tidak boleh dipungut beaja lebih dari R. <0 0 . untuk tiap-tiap timbangan. VIII. POMPA BENSIN: Tera dan tera-ulang disahkan R. 1200.— untuk tiap-tiap ala . Tera dan tera-ulang dibatalkan R. 800.— untuk tiap-tiap ala . Bila peperiksaan dilakukan atas sedikitnja 5 alat jang diatur se- tjara kolektip: Tera dan tera-ulang disahkan R. 800.— untuk tiap-tiap alat. Tera dan tera-ulang dibatalkan R. 400.— untuk tiap-tiap alat. > WAGON TANKI: . . . Tera dan tera-ulang disahkan R. 800.— tiap-tiap M3 isi, &en& maximum R. 4000.— tiap-tiap wagon. Tera dan tera-ulang dibatalkan R. 800.— tiap-tiap wagon. X. METER TEKENAN RODA (WIELDRUKMETERS): Tera dan tera-ulang dibatalkan R. 400.— tiap-tiap alat. ' Tera dan tera-ulang disahkan R. 1600.— tiap-tiap alat. XI. PEMERIKSAAN CHUSUS: Untuk tiap-tiap djam pemeriksaan R. 800.— . XII. PENGGANTIAN ONGKOS LUAR BIASA UNTUK PEMERIK­ SAAN D1TEMP ATN J A (LOCO-ONDERZOEK) : A. Timbangan biasa. a. dengan gaja timbang dari 2000 kg. atau kurang dari itu dan tidak dapat dipindahkan; tarip biasa + R. 100.— tiap-tiap alat + biaja penga,ng- kutan dari alat-alat tera -{- biaja perdjalanan dan pengina­ pan dari pegawai dan pembantu-pembantunja; b. dengan gaja timbang dari 2000 kg. atau kurang dari itu dan dapat dipindahkan, begitu djuga iang gaja timbang- nja besaran dari 2000 kg.; tarip biasa + R. 1500.— tiap-tiap alat + biaja pengang­ kutan alat-alat tera + biaja perdjalanan dan penginapan dari pegawai dan pembantu-pembantunja. B. Timbangan halus. dua kali tarip timbangan biasa -J- R. 100.— tiap-tiap alat -j- biaja. pengangkutan alat-alat tera -f biaja perdjalanan dan penginapan dari pegawai dengan pembantu-pembantunja.

63 12 (2) Biaja jang dimaksud dalam ajat (1) harus sudah dipenuhi, sebelum barang-barang atau alat-alat jang diperiksa dikembalikan kepada sipengundjuk. (3) Penggantian biaja perdjalanan dan penginapan berdasarkan atas Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1947 (tentang peraturan per- djalanan dinas). Bila ongkos jang dimaksud tadi terdjadi karena pe­ meriksaan atas barang-barang jang dimiliki oleh dua pengundjuk atau lebih, maka Kepala Djawatan atau pegawai jang ditundjuk olehnja, menetapkan berapa masing-masing pengundjuk harus mem- bajarnja. Dalam hal perdjalanan dilakukan dalam lingkungan 9 kilometer dari kedudukan Kantor Tera sipengundjuk harus menjediakan alat pe­ ngangkutan untuk mengangkut, alat-alat dan pegawai serta pembantu- pembantunja. (4) Dalam beberapa hal jang terketjuali biaja tera dan tera-ulang seperti dimaksud dalam ajat (1) dapat d juga dibajar dengan uang merah, menurut dasar perbandingan (equivalent) jang tersedia di Kantor Tera atau ditempat sidang-tera-ulang.

64 Peraturan Pemerintah 1949 No. 13

KANTOR PEMILIHAN PUSAT. Per- ° aturan tentang hal kedudukan Kan­ tor Pemilihan Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kantor Pemilihan Pusat perlu 'dimasukkan dalam lingkungan tanggung djawab salah seorang Menteri; b. bahwa Menteri Kehakiman jang bertanggung djawab atas pekeydjaan Kantor Pemilihan Pusat dalam men- djalankan tugas kewadjibannja, perlu dapat mengawasi pegawai-pegawai dan alat Kantor Pemilihan Pusat; Mengingat: pasal 4 ajat 1 Undang-Undang Dasar; l Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEDUDUKAN KANTOR PEMILIHAN PUSAT. s Pasal 1. Kantor Pemilihan Pusat termasuk dalam linsrkungan Kementerian Kehakiman. , • Pasal 2. Peraturan Pemerintah ini berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 25 Oktober 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada, tanggal 25 Oktober 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

65 Peraturan Pemerintah 1949 No. 14

KEMENTERIAN PERBURUHAN DAN SOSIAL. SUSUNAN. LAPANG-KER- DJA. Peraturan tentang susunan dan lapang pekerdjaan Kementerian Perbu­ ruhan dan Sosial.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu menetapkan peraturan tentang lapang-kerdja, susu­ nan, pimpinan dan tugas-kewadjiban Kementerian Per­ buruhan dan Sosial; Mengingat: a. putusan sidang Dewan Menteri tanggal 10 Mei 1948 dan 2 Djuli 1948; b. putusan sidang Sekretaris-sekretaris Djenderal Kemen- terian-kementerian 14 Mei 1948; Mengingat pula: a. Penetapan Pemerintah No. 1 tahun 1948; b. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948;

Memutuskan: Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut: PERATURAN TENTANG LAPANG-KERDJA, SUSUNAN, PIMPINAN DAN TUGAS-KEWADJIBAN KE­ MENTERIAN PERBURUHAN DAN SOSIAL. BAB I. Lapang-kerdja Kementerian. Pasal 1. Lapang-kerdja Kementerian Perburuhan dan Sosial adalah: A. Dalam lapangan Perburuhan: 1. Menjelenggarakan politik Perburuhan; 2. Menjelenggarakan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Perburuhan; 3. Mengatur perlindungan Perburuhan, antara lain: a. menjelenggarakan pengawasan perburuhan; b. menjelenggarakan pengawasan keselamatan kerdja; c. menjelesaikan perselisihan-perselisihan antara madjikan dan buruh; d. menjelenggarakan/membantu berdirinja/tumbuhnja fonds- fonds djaminan Sosial untuk buruh; 4. Menjelenggarakan pemberantasan pengangguran, antara lain: a. menjelenggarakan, mengatur dan mengusahakan lapang- lapang pekerdjaan baru; b. mengatur penempatan tenaga kerdja; 5. Mengatur gerakan-gerakan buruh dan mempertinggi deradjat dan ketjerdasan buruh; 6. Menjelenggarakan penjelidikan dan mengadakan statistik dan dokumentasi dalam lapang perburuhan;

66 14 B. Dalam Tayangan Sosial: 7. Menjelenggarakan politik sosial; 8. Menjelenggarakan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan sosial; ■ . 9. Memadjukan dan membimbing perkembangan perasaan kesosia- lan dalam masjarakat dan hal-hal jang bersifat sosial, antara lain: a. menjelenggarakan pendidikan tentang kesosialan; b. menjelenggarakan penerangan tentang kesosialan; 10. Menjelenggarakan „Ketenteraman masjarakat” (Sosial security) antara lain: . a. mempertinggi deradjat (standaard) penghidupan rakjat; b. mentjegah kemiskinan; 11. Menjelenggarakan pekerdjaan kemasjarakatan, antara lain: a. pentjegahan penjakit masjarakat; , b. perawatan fakir miskin, jatim piatu, orang-orang/anak-anak terlantar, orang-orang/anak-anak tjatjat dan orang-orang/ anak-anak bekas hukuman; , c. pemberian pertolongan kepada korban bentjana alam, kor­ ban pertempuran; , d. pemberian bantuan kepada badan-badan dan lembaga- em- baga amal; e. pemberian idzin untuk mengadakan undian amal; 12. Menjelenggarakan penjelidikan dan mengadakan statistik dan dokumentasi dalam lapang kesosialan.

BAB n . Susunan Kementerian. Pasal 2. Kementerijan Perburuhan dan Sosial terdiri dari: A. Kantor Pusat Kementerian, terbagi atas: a. Bagian Umum (Sekretariat); b. Bagian Undang-Undang; c. Bagian Urusan Pegawai; d. Bagian Perbendaharaan. B. D jawatan Perburuhan, terdiri dari: a. Kantor Pusat D jawatan Perburuhan; b. Kantor Penempatan Tenaga; c. Kantor Pengawasan PerburHihan; d. Kantor Pengawasan Keselamatan Kerdja. C. D jawatan Sosial, terdiri dari: a. Bagian Pembimbing dan Penjuluh Sosial; b. Bagian Perbaikan Masjarakat; c. Bagian Assistensi Sosial; d. Bagian Umum. BAB UI. Pimpinan Kementerian. Pasal 3. Pimpinan Kementerian Perburuhan dan Sosial diselenggarakan menu­ rut penetapan dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948. 14 BAB IV. Tugas Kewadjiban Kementerian. Pasal 4. Kantor Pusat Kementerian Perburuhan dan Sosial mempunjai tugas kewadjiban : 1. Bagian Umum (Sekretariat): mengurus soal-soal jang bersifat umum, mengurus penerimaan, penjimpanan dan pengiriman surat-surat, mengurus rumah-tangga Kementerian, mengurus hal-hal jang chusus dan tidak termasuk tugas kewadjiban bagian-bagian lain. 2. Bagian Undang-TJndang: merentjanakan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan tentang Perburuhan dan Sosial dan lainnja jang mendjadi tugas kewadjiban Kementerian dan menjelesaikan segala urusan mengenai Undang- Undang dan Peraturan-Peraturan tersebut.. 3. Bagian Urusan Pegawai: mengurus pengangkatan, pemberhentian, kenaikan pangkat dan gadji, pemindahan, detaseering, perlop, uang-tunggu, uang-kurnia, gratifi­ kasi, formasi-pegawai dan sebagainja. 4. Bagian Perbendaharaan: a. merentjanakan anggaran belandja Kementerian dan menjelesai­ kan segala urusan mengenai penjusunan anggaran belandja itu; b. mengurus tjara mempergunakan anggaran belandja jang telah ditetapkan serta menjelesaikan pertanggungan djawabnja.

Pasal 5. Kantor Pusat D jawatan Perburuhan mempunjai tugas kewadjiban: a. mengurus perlindungan perburuhan, perdjandjian dan perselisihan perburuhan, statistik perburuhan; b. mengurus tanggungan, tundjangan, sokongan kepada buruh jang tidak mampu bekerdja karena sakit, tua atau alasan lainnja berdasar­ kan sesuatu peraturan perburuhan; c. membantu gerakan buruh dalam mentjapai kesempurnaan serta ber­ usaha mempertinggi deradjat ketjerdasan buruh.

Pasal 6. Kantor Penempatan Tenaga mempunjai tugas-kewadjiban: â. menjelenggarakan pentjatatan, memberikan sokongan kepada Serta mengichtiarkan lapang pekerdjaan.baru untuk kaum penganggur; b, memberi pertimbangan dalam memilih lapang pekerdjaan, menghu­ bungkan pentjari pekerdjaan dengan pentjari tenaga; c. menjelenggarakan pembagian dan pengerahan tenaga dimanä dan pada waktu diperlukan serta, mendjalankan Peraturan-Peraturan ten­ tang kewadjiban bekerdja dan sebagainja. Pasal 7. Kantor Pengawasan Perburuhan mempunjai tugas-kewadjiban: mengawasi berlakunja Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Perburuhan pada chususnja dan menjelidiki keadaan dalam perusa­ haan pada umumnja.

• 68 14 Pasal 8.

djibajv?l^ r ^>‘dnyawasan Keselamatan Kerdja mempunjai tugas-kewa-

mengawasi berlakunja Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan untuk endjaga keselamatan buruh dalam mendjalankan pekerdjaannja.

Pasal 9. D jawatan Sosial mempunjai tugas-kewadjiban: a* mengurus pendidikan dan penerangan sosial, dokumentasi dan statis­ tik sosial; b- mengurus perbaikan penghidupan rakjat, jang tidak termasuk tugas- kewadjiban Kementerian/Djawatan lain; c- mengurus djaminan sosial, jang tidak termasuk dalam tugas-kewa­ djiban Kementerian (Djawatan) lain; d- pemberantasan dan pentjegahan kemaksjiatan; e- mengurus fakir miskin, jatim-piatu, orang tjatjat dan terlantar, kor­ ban bentjana alam, perdjuangan dan lain-lain golongan dalam masja- rakat jang karena keadaan, menderita kesengsaraan; f - memberi sokongan kepada badan-badan dan lembaga-lembaga amal partikelir atau kepunjaan daerah autonom; S* memberi idzin untuk mengadakan undian amal jang tidak termasuk tugas-kewadjiban instansi lain.

BAB V. Berlakunja Peraturan. Pasal 10. Pferaturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 31 Oktober 1949.

Diumumkan PRESIDEN' REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 31 Oktober 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Menteri Perburuhan dan Sosial, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN. Peraturan Pemerintah 1949 No. 15

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Peraturan, tentang lapang-kerdja, susunan, pimpinan dan tugas kewa- djiban Kementerian Perhubungan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu menetapkan peraturan tentang lapang-kerdja, susunan dan pimpinan Kementerian Perhubungan; Mengingat: a. putusan sidang Dewan Menteri tanggal 10 Mei 1948 dan tanggal 18 Djuli 1948; b. putusan sidang Sekretaris Djenderal tanggal 14 Mei 1948; Mengingat pula: Peraturan Pemerintah' No. 15 tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948;

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan Pemerintah seperti dibawah ini: PERATURAN TENTANG LAPANG KERDJA, SUSUNAN DAN PIMPINAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN.

BAB I. Lapang kerdja. Pasal 1. Lapang kerdja Kementerian Perhubungan ialah: a. Soal-soal umum mengenai perhubungan; b. Membikin dan mendjalankan perhubungan kereta api Negara; c. Pengawasan atas perhubungan kereta api; / d. Pengawasan atas lalu-lintas di djalan raja; e. Menjelenggarakan perhubungan bermotor atas djalan raja, f. Pengawasan dan penjelenggaraan penerbangan umum (sipil); g- Menjelenggarakan urusan Pos, Telegrap, Telepon dan Radio; h. Mendjalankan urusan Bank Tabungan Pos, i. Mengatur dan mengawasi hal-hal jang mengenai kehotelan dan tourisme. ' BAB II. Susunan. Pasal 2. Kementerian Perhubungan terdiri atas: I. Kantor Pusat Kementerian, jang terbagi atas. a. Bagian Umum; b. „ Pegawai; c. „ Perbendaharaan; d. ,, Lalu-lintas; ^ , _ _ e Pos Telegrap, Telepon, Radio dan Tabungan Pos, dan f. ” Pengawasan Hotel Negara dan Tourisme.

70 15 II. Djawatan Kereta Api. III. ,, Angkutan Motor. IV. ,, . Angkutan Udara. V. ,, Pos, Telegrap dan Telepon (termasuk Radio). VI. Bank Tabungan Pos. VII. Badan Hotel Negara dan Tourisme.

BAB m . Pimpinan. Pasal 3. Pimpinan Kementerian Perhubungan, diatur menurut penetapan da- lam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948.

BAB IV. Tugas kewadjiban bagian-bagian. Pasal 4. Bagian Umum jang disebutkan dalam pasal 2 ajat la berkewadjiban. a. Mengerdjakan surat-menjurat; b. Mengatur Arsip dan Expedisi; . . . c. Mengurus buku-buku, madjallah-madjallah dan sebagamja j g merupakan perpustakaan Kementerian; d. Mengerdjakan pekerdjaan tik. 2- Mengadakan dan mengawasi perlengkapan guna keperluan Kemen­ terian, sebagai mobil, sepeda, alat-alat kantor, alat-alat tulis-menu is dan lain-lain. 3- Mengerdjakan surat-menjurat jang bersifat rahasia. 4- Menjiapkan laporan-laporan. 5* a. Merentjanakan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Peme­ rintah jang termasuk lingkungan kekuasaan Kementerian, ■ b. Mengikuti Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemerintah lainnja; . . c. Memeriksa rentjana dari Maklumat, Pengumuman dan sebagamja jang akan dikeluarkan oleh Kementerian; . d. Mempersiapkan perdjandjian-perdjandjian dan konsesi-kon­ sesi. 6* Mengurus lain-lain hal jang chusus dan tidak termasuk dalam tugas kewadjiban bagian-bagian lain.

Pasal 5. Bagian Pegawai jang disebutkan dalam pasal 2 ajat Ib berkewadjiban Mengatur urusan pegawai seluruh Kementerian: a- Pengangkatan dan pemberhentian; b. Pemindahan; c- Kenaikan pangkat dan gadji; d. Pemberian istirahat dan tundjangan; e* Formasi, dan f* Memperhatikan soal-soal dan mendjalankan Peraturan-Peraturan mengenai kedudukan pegawai.

71 15 Pasal 6. Bagian Perbendaharaan jang disebutkan dalam pasal 2 aj&t Ic ber- kewadjiban mengurus: 1. a. Penerimaan, pembagian dan pengeluaran surat-surat tentang keuangan; b: Pembukuan, dan c. Penjusunan anggaran dan mengawasi pemakaian kredit anggaran. 2. a. Daftar gadji dan pembukuannja; b. Pembikinan mandaat; c. Memegang ,kas dan perhitungan bulanan, dan d. Segala penerimaan dan pembajaran. Pasal 7. Bagian Lalu Lintas jang disebutkan dalam pasal 2 ajat Id berkewa- djiban: a. Mempeladjari, memetjahkan dan merentjanakan soal-soal technis dan ekonomis jang mengenai lalu-lintas umum; b. Mengumpulkan bahan-bahan guna dasar penetapan politik tarip pengangkutan; c. Mempersiapkan peraturan-peraturan lalu-lintas, dan d. Mengawasi, bahwa peraturan-peraturan termaksud sub c didjalankan dengan sebaik-baiknja. Pasal 8. Bagian'Pos, Telegrap, Telepon, Radio M n Tabungan Pos jang dise­ butkan dalam pasal 2 ajat Ie berkewadjiban: a. Mempeladjari, memetjahkan dan merentjanakan soal-soal technis dan ekonomis jang m engenai perhubungan pos, telegrap, telepon dan radio; b. Mengumpulkan bahan-bahan guna dasar penetapan politik tarip pos, telegrap, telepon dan radio; c. Mempersiapkan peraturan-peraturan * jang mengenai perhubungan dengan pos, telegrap, telepon dan radio; d. Mengawasi, bahwa peraturan-peraturan termaksud sub c didjalankan • dengan sebaik-baiknja; e. Mengawasi hal-hal jang mengenai tabungan dengan perantaraan

f. Mempeladjari memetjahkan dan merentjanakan soal-soal jang ber­ hubungan dengan penempatan uang tabungan dengan perantaraan pos. Pasal 9.

Bagian Pengawasan Hotel Negara dan Tourisme jang disebutkan dalam pasal 2 ajat If berkewadjiban: a. Mengatur dan mengawasi hal-hal jang mengenai kehotelan dan tourisme; , . , t x b. Mempeladjari dan merentjanakan soal kehotelan dan tourisme.

. BAB V. Pasal 10. Tugas kewadjiban Djawatan Kereta Api. D jawatan Kereta Api bertugas: a. Menjelenggarakan angkutan umum dengan Kereta Api Negara; b. Membuat djalan Kereta Api baru, menurut kepentingan Negara.

72 15 Pasal 11. Tugas kevvadjiban Djawatan Angkutan Motor. D jawatan Angkutan Motor bertugas: Menjelenggarakan angkutan umum dengan kendaraan bermotor diatas djalan raja. Pasal 12. Tugas kewadjiban Djawatan Angkutan Udara. Djaioatan Angkutan TJdara bertugas: Menjelenggarakan Angkutan umum dengan kapal terbang. % Pasal 13. Tugas kewadjiban Djawatan Pos, Telegrap dan Telepon. Djawatan Pos, Telegrap dan Telepon bertugas: a* Menjelenggarakan perhubungan pos, telegrap, telepon dan radio un­ tuk Umum; . . b. Mendirikan kantor-kantor pos, telegrap, telepon dan stasiun-stasiun radio menurut kebutuhan Negara. Pasal 14. Tugas kewadjiban Bank Tabungan Pos. Bank Tabungan Pos bertugas: a- Mengatur dan menjelenggarakan segala tabungan uang perantaraan pos, untuk kepentingan masjarakat; ., b- Menempatkan uang jang ditabung pada Bank tersebut dengan sebaik- baiknja. Pasal 15. Tugas kewadjiban Badan Hotel Negara dan Tourisme. Badan Hotel Negara dan Tourisme bertugas: a- Mengatur hotel-hotel kepunjaan Pemerintah beserta perusahaan- perusahaann ja ; Mendirikan hotel-hotel baru jang dianggap penting untuk keperluan Negara dan Umum; c- Mengatur dan memadjukan tourisme. BAB VI. Pasal 16. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 4 Nopember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 4 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Perhubungan, A. G. PRINGGODIGDO. H. LAOH.

73 Peraturan Pemerintah 1949 No. 16

PAMONG PRADJA. PAKAIAN DINAS. Peraturan tentang pakaian dinas dan tanda-tanda pangkat untuk pegawai Pamong Pradja.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: bahwa Pamong Pradja dalam daerah kekuasaannja, masing- masing mewakili Pemerintah Pusat dan dalam menunaikan tugas kewadjibannja mempunjai hubungan jang erat dengan rakjat serta masjarakat, lagi pula merupakan koordinator dari Djawatan-djawatan Sipil, hingga Pamong Pradja ber­ sifat sebagai pusat pemerintahan dalam daerah; Menimbang: bahwa untuk kepentingan umum perlu diadakan peraturan tentang pakaian dinas dengan tanda-tanda pangkat untuk pegawai Pamong Pradja agar selain mudah diketahui oleh umum, pula untuk memelihara dan menambah rasa disiplin, persatuan dan tanggung djawab dikalangan Pamong Pradja;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMAKAIAN PAKAIAN DINAS DAN TANDA PANGKAT BAGI PEGAWAI PAMONG PRADJA NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Pasal 1. Jang berhak memakai pakaian dinas dan tanda pangkat. Jang berhak memakai pakaian dinas menurut Peraturan ini adalah pegawai Pamong Pradja jang berpangkat: 1. Gubernur; 7 2. Residen; 3. Bupati; 4. Patih; 5. Wedana; 6. Tjamat; 7. Mantri Polisi; baik jang -bekerdja memerintah sesuatu daerah (dinas actief) maupun jang diperbantukan kepada sesuatu Djawatan Negeri lainnja, dan para Kepala desa serta Pamong desa. Pasal 2. Pemakaian pakaian dinas putih dan klialti. a. Pemakaian pakaian dinas Pamong Pradja terdiri dari: 1.' Pakaian dinas putih, sebagai pakaian Kebesaran; 2. Pakaian dinas khaki, sebagai pakaian bekerdja sehari-hari. b- Pemakaian pakaian dinas khaki adalah diharuskan dalam mendjalaru- kan tugas kewadjiban sehari-hari.

74 16 Pasal 3. Keterangan tentang bentuk pakaian dinas. A. Pakaian clinas putih — gambar N o. 1. 1. a. Djas buka putih dipakai dengan manchet putih, kemedja putih, rompi putih atau tidak (menurut mana jang disukai) dan dasi hitalm; b. Dimuka ditutup dengan tiga kantjing, ditengah-tengah kan­ tjing terlukis huruf R. I. ; — gambar No. 2. c. Saku-saku tempelan empat buah, dua setinggi dada dan dua setinggi pinggang; Saku dada berbentuk segi pandjang, berlipat dua ditengah; Saku pinggang berbentuk segi pandjang dengan model accor­ déon; Masing-masing saku memakai tutup berbentuk accolade dan ditutup dengan kantjing dinas ketjil; — gambar No. 3. 2. a. Diatas kedua pundak dibubuhi tanda pangkat-pangkat, di­ buat diatas dasar laken putih terdiri atas lambang Pamong Pradja dan baris-baris tanda pangkat; — gambar No. 4. Tanda pangkat ditempelkan sedemikian rupa, hingga bagian lambang membudjur kedalam dan baris-barisnja keluar; b. Lambang Pamong Pradja dan baris tanda pangkat untuk Gubernur sampai dengan Patih dibuat dari sulaman benang emas atau logam jang berwarna emas, sedang untuk Wedana sampai dengan Mantri Polisi dibuat dari sulaman benang perak atau logam jang berwarna perak; c. Baris-baris tanda pangkat disusun sebagai berikut: 1. Gubernur dengan 3 baris, ditambah dengan baris jang mengelilingi seluruh tanda pangkat, ianer berwarna emas dan lebarnja */2 cm.; 2. Residen dengan 3 baris berwarna emas: 3. Bupati .. „ 2 „ 4* Patlh » 1 „ 5. Wedana „ 3 „ „ perak 6. Tjamat „ 2 „ 7. Mantri Polisi ,, 1 ,, 3. Tjelana pandjang putih dibuat dari kain jang sama dengan djasanja; 4. Pakaian dinas putih dipakai dengan kaos tangan putih atau tidak (menurut mana jang disukai), sepatu dan kaos kaki hitam, dan pitji hitam dari beludru jang tingginja tidak boleh kurang dari pada 10 cm. Pasal 4. Kepala Desa (Negeri dan sebagainja) dan Pamong Desa memakai ^ b le e m kemudi diatas dasar jang sewarna dengan warna selempang jang mestinja harus dipakai, ditempelkan pada lengan kiri. Pakaian dinas khaki — gambar N o. 5. 1. a. Djas khaki dril berwarna abu-abu, lengan pandjang ditutup .dengan manchet atau lengan pendek (menurut mana jang disukai) ; Kraag jang terbuka, dimuka ditutup dengan 4 atau 5 kan­ tjing besar dinas (tergantung kepada tingginja jang me­ makai), memakai sabuk setinggi pinggang dibuat dari kain jang sama dengan kain djas, dikantjing dengan gesp;

75 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH 1949 No. 16.

LURAH - PULELM IAMTAKO W UAA: 16 b. Empat buah saku tempelan, dua setinggi dada dan dua se­ tinggi pinggang; Saku dada berbentuk segi pandjang dan ditengah-tengah • terdapat dua liparan; Saku pinggang berbentuk modal accordéon; Masing-masing saku memakai tutup jang berbentuk accolade dan ditutup dengan kantjing dinas ketjil; c. Diatas kedua pundak dibubuhi tanda pangkat iang ber­ antuk sama seperti diterangkan dalam pasal 3 sub A warnaa"beigen C’ dibUat diatas dasar kain 3anS ber'

2. Tjelana pandjang dibuat dari kain jang sama dengan djasnja; 3. Sepatu hitam atau tjoklat menurut mana jang disukai; 4. Pitjis jang tingginja tidak boleh kurane d a ri m *tvü topi prop (helmhoed) putih atau berwarna n?, ^ dinas - menurut mana jang diSukaT|ambar No 6 ^ “ P Topi prop dipakai dengan dihias lnmvJL ü ’ ^ dari sulaman benang emas atai S ? amonS Pradja dibuat Gubernur sampai dengan Patih dan ,? • e™ arna emas untuk atau logam berwarna perak ’untak w »!? benang perak

Fatoian am„ boleh dipakai M ,k d,ns,n ^ ^

^ , Dltetapkan di Jogjakarta Diumumkan ***** 10 N« e-r 1949' pada tanggal 10 Nopember 1949. DEN- REPUBLIK INDONESIA, Sekretaris Negara SOEKARNO. A. G. PRINGGODIGDO Menteri dalam N egeri WONGSONEGORO

76 16 KETERANGAN TENTANG LAMBANG JANG DIPAKAI OLEH PAMONG PRADJA.

Arti dan isi lambang Pamong Pradja. Lambang Pamong Pradja terdiri atas sebatang pohon padi dan se- rangkai buah kapas jang melengkungi sebuah kemudi jang berdjari-djari lima. i I- Arti. a. Kemudi berdjari-djari 5 berarti memimpin dengan berpegangan teguh kepada (diatas dasar) pantjasila jang mengandung 5 dasar Negara Republik Indonesia; b. Sebatang pohon padi dan serangkai buah kapas merupakan lam­ bang keamanan, kesedjahteraan dan kemakmuran umum. n. isi. Lambang tersebut diatas mengandung isi suatu tjermin jang meng­ gambarkan, kedudukan, tugas kewadjiban serta tjita-tjita dan pa­ mong Pradja. Memimpin diatas dasar-dasar jang sesuai dengan dasar-dasar jang dipergunakan oleh Negara, menudju kepada tjita-tjita keamanan, kesedjahteraan serta kemakmuran umum.

77 Peraturan Pemerintah 1949 No- 17

PEGAWAI. P. G. P. 1948. Peraturan tentang mengadakan perubahan dan tambahan dalam P. G. P. 1948.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam mendjalankan peraturan termuat dalam pasal 17 P. G. P. 1948, mengenai pemberian .tundjangan keluarga bagi anak angkat, ibu/bapak angkat terdapat kesulitan administratip dan oleh karena itu dipandang perlu dalam pasal tersebut diadakan perubahan; Mendengar: pertimbangan jang' diberikan oleh Sidang Dewan Menteri pada tanggal 19 Oktober, 1949 mengenai soal tersebut; Mengingat: Penetapan Presiden No. 1 tahun 1949, dan pasal 4 Undang- Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan:

Mengadakan perubahan dalam P. G. P. 191$, sebagaimana bunjinja sekarang setelah diadakan perubahan menurut Peraturan Pemerintah N o. 5 tahun 191f9, sebagai berikut.

Pasal 1. Pasal 17, ajat 1, huruf a, b dan c, diubah sehingga berbunji sebagai berikut:' 1) Kepada pegawai diberikan „tundjangan keluarga” , apabila ia merri- punjai keluarga tersebut dibawah ini, jang mendjadi tanggungannja sepenuhnja dan tidak mempunjai penghasilan sendiri; a. anak, jang berumur kurang dari 18 tahun; b. anak, jang berumur 18 tahun sampai 25 tahun, jang masih ber­ sekolah ; c. ibu bapak, jang berumur 55 tahun keatas (ibu bapak tiri dan mertua); d. orang jang karena tjatjat, tidak mempunjai tenaga untuk men- tjari nafkahnja sendiri, jang seturunan langsung keatas atau kebawah. Pasal 2. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 11 Nopember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan ' SOEKARNO, pada tanggal 11 Nopember 1949. Menteri Sekretaris Negara, jang diserahi Urusan Pegawai Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

78 Peraturan Pemerintah 1949 No. 18

ANGGAUTA ANGKATAN PERANG. HAK DAN PENJERAHAN HAK ME­ NGANGKAT DAN MEMPERHENTI- KAN. Peraturan tentang hak dan penje- rahan hak mengangkat dan memper- hentikan anggauta Angkatan Perang.

PRjSSIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu memperbaharui peraturan tentang hak dan hak pe- njerahan hak mengangkat dan memperhentikan anggauta Angkatan Perang Republik Indonesia; Mendengar: Dewan Menteri; Mengingat: a. Penetapan Menteri Pertahanan tahun 1948 tentang hak mengangkat dan memperhentikan anggauta Ang­ katan Perang; b. Pasal 10 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,

Memutuskan : Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG HAK DAN PENJERAHAN HAK MENGANGKAT DAN MEMPERHENTIKAN ANGGAUTA ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA. Pasal 1. Pada azasnja, anggauta Angkatan Perang diangkat, dinaikkan pang­ kat, diturunkan pangkat, diperhentikan untuk sementara waktu, diper­ hatikan dari pekerdjaan dan diperhentikan dari djabatan/keanggautaan dalam Kementerian Pertahanan/Angkatan Perang oleh Presiden; hak ini dapat diserahkan kepada Pembesar jang bersangkutan. Pasal 2. Dengan mengindahkan ketentuan dalam pasal 4, maka anggauta ^gkatan Perang diangkat, dinaikkan pangkat, diturunkan pangkat, di- P^hentikan untuk sementara waktu, diperhentikan dari pekerdjaan, dan diperhentikan dari djabatan/keanggautaan dalam Kementerian Pertaha- nan/Angkatan Perang oleh Menteri Pertahanan. Pasal 3. (1) Menteri Pertahanan dapat menjerahkan haknja kepada instansi- instansi dalam Kementerian Pertahanan/Angkatan Perang, mengenai anggauta Angkatan Perang berpangkat Pradjurit sampai dengan Bentara. {2) Penjerahan hak termaksud pada ajat (1) tidak berlaku terhadap pemberhentian dari djabatan-keanggautaan Angkatan Perang dengan sebutan ,,tidak dengan hormat”. Pasal 4. Dalam arti anggauta Angkatan Perang sebagai dimaksudkan dalam pasal 2 diketjualikan perwira jang berpangkat Letnan-Kolonel keatas.

79 18 Pasal 5.

dari » 2 * 5 ’ kenaikan pangkat penurunan pangkat, pemberhentian pemberhentian dan djabatan/keanggautaan dalam haH Pertahanan/Angkatan Perang jang dilakukan hingga pada dalam ^umumkan lf ™ s dlsesuaikan dengan Peraturan ini u m ^ k tn ’ g mulai tanggal Peraturan ini di-

Pasal 6. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 11 Nopember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 11 Nopember 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Menteri Pertahanan, A. G. PRINGGODIGDO. HAMENGKU BUWONO IX. / *

80 Peraturan Pemerintah 1949 No. 19

-PEMERINTAHAN SUMATRA. BADAN PENASEHAT. Peraturan tentang susu­ nan Badan Penasehat Wakil Perdana Menteri di Sumatra.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk mendjalankan kekuasaan jang dalam pasal 2 sub a "Undang-Undang No. 2 tahun 1949 diberikan kepada Wakil Perdana Menteri jang berkedudukan di Sumatra, perlu diadakan peraturan tentang susunan Badan Penase­ hat, jang disebut dalam pasal 3 ajat 1 Undang-Undang itu, Mengingat: pasal 3 ajat 2 Undang-Undang No. 2 tahun 1949 tersebut diatas; Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SUSUNAN BADAN PENASEHAT WAKIL PERDANA MENTERI JANG BERKEDUDUKAN DI SUMATRA. Pasal 1. Badan Penasehat tersebut dalam pasal 3 ajat 1 Undang-Undang No. 2 t^hun 1949 terdiri dari sedikit-sedikitnja 3 dan sebanjak-banjaknja 7 orang a^Sgauta. Presiden mengangkat seorang Ketua dan Wakil Ketua diantara ang- gauta itu. Pasal 2. Wakil Perdana Menteri atas kemauan sendiri atau .atas undangan Badan Penasehat dapat mengundjungi rapat badan tersebut. Pasal 3. Aturan tata tertib Badan Penasehat ditetapkan oleh Badan itu sendiri dengan pengesahan Wakil Perdana Menteri. Pasal 4. Badan Penasehat bertempat kedudukan ditempat kedudukan Wakil Perdana Menteri di Sumatra. Pasal 5. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Nopember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 16 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

81 19 PENDJELASAN PERATURAN PEMERINTAH No. 19 TAHUN 1949.

t e n t a n g SUSUNAN BADAN PENASEHAT WAKIL PERDANA MENTERI JANG BERKEDUDUKAN DI SUMATRA.

Menurut pasal 3 ajat 1 Undang-Undang No. 2 tahun 1949 Wakil Perdana Menteri diwadjibkan mendengar lebih dahulu pertimbangan se­ buah Badan Penasehat, djika hendak menetapkan peraturan jang masalah- nja seharusnja diatur dengan Undang-Undang. Maksudnja ialah supaja sebelum mendjalankan kekuasaan legislatief jang begitu tinggi, Wakil Perdana Menteri lebih dahulu mendengar per­ timbangan dari orang-orang jang dianggap mengetahui benar tentang keadaan masjarakat. Maka jang diangkat mendjadi anggauta Badan Penasehat itu ialah orang-orang jang dapat dianggap mewakili rakjat. Maksud mendengar pertimbangan sebuah badan bukan sadja men­ dengar keputusan dari badan itu, melainkan djuga dan terutama men­ dengar pertimbangan anggauta-anggautanja. Oleh karena itu maka Wakil Perdana Menteri harus dapat kesempatan menghadliri dan mengambil bagian dalam pembitjaraan badan itu.

82 Peraturan Pemerintah 1949 No. 20

SEKOLAH TINGGI HUKUM. Per­ aturan tentang mengadakan perubahan dalam Peraturan Pemerintah No. 73 tahun 1948, mengenai Sekolah Tinggi Hukum.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sekarang berhubung dengan keadaan belum mungkin membuka Sekolah Tinggi Hukum di , sedang perlu sekali selekas mungkin membuka Sekolah Tinggi tersebut; Mengingat: pasal 4 ajat 1 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan :

Pasal I. Perkataan Surakarta termuat dalam pasal 1 ajat 1 dari Peraturan' r emenntah tanggal 8 Desember 1948 No. 73 dibatja: i J o g j akar t a. Pasal n. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Nopember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Pendidikan, Pengadjaran, Diumumkan dan Kebudajaan, Pada tanggal 16 Nopember 1949. S. MANGOENSARKORO. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

83 Peraturan Pemerintah 1949 No- 21

GADJI. MILITER. Peraturan Gadji , Militer 1949.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa peraturan-peraturan gadji untuk anggauta Angkatan Perang (Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara) jang berlaku sekarang tidak lagi selaras dengan kebutuhan dewasa ini, sehingga itu perlu diganti dengan- Peraturan Gadji baru; Membatja: usul peraturan gadji jang telah direntjanakan oleh Panitya Gadji Militer dari tanggal 4 Agustus 1949 No. 6/M. P./49; Mendengar: Keputusan sidang Dewan Menteri tanggal 19 Oktober 1949; Mengingat: akan pasal 4 Undang-Undang Dasar; Memutuskan: Pertama: Membatalkan segala peraturan tentang penetapan gadji ang­ gauta Angkatan Perang. Kedua: Menetapkan Peraturan Pemerintah seperti berikut: „PERATURAN GADJI MILITER 1949” . Pasal 1. Arti Anggauta Angkatan Perang. Jang diartikan anggauta Angkatan Perang dalam Peraturan ini ialah anggauta Angkatan Darat, anggauta Angkatan Laut, anggauta Angkatan Udara bukan Pegawai Sipil. Pasal 2. D jumlah Gadji. Untuk pangkat-pangkat termasuk dalam lampiran A dari Peraturan ini diberikan gadji pokok bulanan jang diatur menurut susunan gadji pada lampiran tersebut, serta penghasilan-penghasilan resmi lainnja. Pasal 3. Formasi. D jumlah pangkat-pangkat tersebut, dalam lampiran A tiap tahun ditetapkan dalam anggaran untuk tiap-tiap Djawatan atau Kesatuan, ke- tjuali djika ada penetapan lain dari Menteri Pertahanan dengan persetu- djuan Menteri Keuangan. Djumlah tempat jang diduduki dalam pangkat- pangkat itu tidak boleh lebih dari pada djumlah jang dibutuhkan sungguh- sungguh oleh Negara, dengan tjatatan, bahwa untuk menempati pangkat jang terbuka, djika perlu dapat diangkat anggauta jang berpangkat lebih rendah sedjumlah itu. Pasal 4. Penghapusan dan Penambahan Pangkat. Usul untuk menghapuskan atau mengadakan pangkat-pangkat baru sebagai jang dimaksudkan dalam daftar lampiran A dari Peraturan ini, serta djumlah pangkat baru jang diusulkan, ditentukan oleh Menteri Per­ tahanan dengan persetudjuan Menteri Keuangan.

84 21 Pasal 5. Sjarat Pengangkatan dan Kenaikan Pangkat. (1) Sjarat-sjarat umum untuk pengangkatan pertama ditentukan pada daftar gadji lampiran A dengan tidak mengurangi sjarat-sjarat lain jang ditentukan chusus untuk beberapa pangkat. (2) Jang dimaksudkan dengan idjazah sekolah tersebut dalam Peraturan ini ialah idjazah sekolah Negeri atau idjazah sekolah jang sederadjat menurut putusan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. (3) Kenaikan pangkat selandjutnja ditentukan oleh kelakuan baik, ke- tjakapan dan kera&jinan, serta sjarat-sjarat lain jang diperlukan untuk pangkat jang akan didapatnja. (4) Sjarat-sjarat pengangkatan dan kenaikan pangkat dapat ditambah dengan sjarat-sjarat ketjakapan praktek dan theori, djika perlu dengan mengadakan udjian-djabatan.

Pasal 6. Gadji Permulaan. Kepada mereka jang diangkat dalam sesuatu pangkat menurut Per­ aturan ini diberikan gadji permulaan, jang ditentukan untuk pangkat itu, ketjuali hal-hal dalam pasal 7, 8, 9 dan 10. Pasal 7. Penetapan Gadji pada' waktu Kenaikan Pangkat dalam Satu Golongan. (1) D jikalau anggauta Angkatan Perang dinaikkan pangkatnja, maka kepadanja dalam pangkat baru diberikan gadji dalam rnang gadji baru, menurut daftar lampiran A jang segaris dengan gadji lama. (2) Masa-kerdja jang kelebihan untuk menetapkan gadji-pokok baru di­ hitung serta untuk kenaikan gadji berikutnja. (3) Apabila dalam ruang gadji baru tidak terdapat ruang gadji jang segaris dengan gadji lama, maka kepadanja diberikan gadji jang pa­ ling rendah, jang ditentukan untuk pangkat baru itu.

Pasal 8. Penetapan Gadji pada waktu Kenaikan Pangkat dari Sesuatu Golongan ke Golongan Lain. (1) D jikalau anggauta Angkatan Perang dinaikkan pangkatnja ke pang­ kat dalam ruang gadji jang lebih tinggi, maka kepadanja dalam pang­ kat baru diberikan gadji dalam ruang gadji baru menurut daftar lampiran A dari Peraturan ini, jang segaris dengan gadji lama serta masa-kerdja jang berhubungan dengan gadji itu. (2) Masa-kerdja jang kelebihan untuk menetapkan gadji-pokok baru, dihitung serta untuk kenaikan gadji berikutnja. (3) Apabila dalam ruang golongan gadji baru tidak terdapat angka gadji jang segaris dengan gadji lama, maka kepadanja diberikan gadji jang paling rendah, jang ditentukan untuk pangkat baru itu. Pasal 9. Penetapan Gadji pada waktu Turun Pangkat. Pada waktu penurunan pangkat kepada jang bersangkutan diberikan gadji jang akan diperolehnja dalam pangkat jang lebih rendah itu, apabila ia terus memangku pangkat tersebut.

85 21 Pasal 10. Penetapan Gadji jang Menjimpang dari Peraturan. r (1) Dalam salah satu hal dibawah ini penetapan gadji boleh menjimpang dari, apa jang ditetapkan dalam pasal 6 diatas: a. djikalau ada alasan-alasan jang tjukup untuk mengangka.t se­ seorang jang mempunjai pengalaman, jang penghargaannja di­ atur dalam Peraturan chusus; b. pada waktu pengangkatan seorang pensiunan, djika pensiunnja tidak dihajarkan lagi; c. pada waktu pengangkatan seorang pensiunan, jang menerima pensiunnja terus, dalam hal mana djumlah gadji dan pensiun tidak boleh melebihi gadji jang akan diperolehnja, apabila pen­ siunnja tidak dibajar terus; d. dalam hal luar biasa, djika ada alasan-alasan jang kuat. (2) Penetapan gadji menurut ajat (1) diatas hanja dapat dilakukan dengan persetudjuan Kepala Kantor Urusan Gadji Militer.

Pasal 11. M a s a - K e r d j a. Sebagai masa-kerdja untuk menetapkan gadji, menurut Peraturan ini dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 13, dihitung penuh masa jang tersebut dibawah ini: a. masa selama recrutering; b. masa anggauta Angkatan Perang mendapat gadji; c. selama anggauta Angkatan Perang mendapat idzin istirahat dengan mendapat gadji menurut peraturan jang berlaku; d. masa anggauta Angkatan Perang menerima uang-tunggu karena sakit atau penghematan; e. selama anggauta Angkatan Perang diberi tugas oleh Pemerintah mendjalankan kewadjiban diluar daerah Indonesia.

Pasal 12. Kenaikan Gadji. (1) Kenaikan p-adii iang tertentu diberikan, djika masa-kerdja jang di- tentukan untuk kenaikan itu telah dipenuhi dan jang berkepentingan menundjukkan ketjakapannja serta memenuhi kewadjiban djabatan- nja sebaik-baiknja. (2) Putusan pemberian kenaikan gadji menurut ajat (1) pasal ini ditetap­ kan setjepat-tjepatnja sebulan sebelum kenaikan gadji itu berlaku. (3) Diika Siarat-cinrat termaksud dalam ajat (1) pasal mi tidak atau belum dinenuhi m aka kenaikan gadji itu ditunda paling lama satu tahun hal maná haru" diatur dengan surat penetapan jang memuat

(4) r r , " PeT / aa— daan tersebut sjarat-sjarat itu masih ' djuga belum'dipenubl, S a ^naikan gadji itu ditunda lagi tiap-tiap kali paling lama satu tahun. . • ( 5) Diika sehabis waktu penundaan tersebut sjarat-sjarat itu telah d j jiKa senams waktu peí diberikan dan masa penundaan ikut penuhi, maka kenaikan gadji dioeriKan a , * . .. hprikut- dihitung penuh paling lama satu tahun untuk kenaikan gadj! berikut nja.

86 21 Pasal 13. ■* Hadiah dan Kenaikan Gadji Luar Biasa. (1) - Apabila anggauta Angkatan Perang menundjukkan ketjakapannja luar biasa atau bekerdja radjin sekali, sehingga ia patut didjadikan teladan, kepadanja dapat diberikan salah satu penghargaan dibawah ini: a. hadiah uang sekali-gus paling banjak sebanjak gadji-pokok se­ bulan ; b. kenaikan gadji „istimewa” , dengan mengadjukan saat kenaikan gadji jang akan datang, tetapi dengan tidak mengubah saat-saat kenaikan gadji seterusnja; c. kenaikan gadji-„teristimewa”, dengan mengadjukan saat kenai­ kan gadji jang akan datang dan saat-saat kenaikan gadyi sete­ rusnja. (2) Pemberian hadiah dan kenaikan gadji luar biasa dilakukan oleh Pembesar jang berhak mengangkat, sesudah mendapat persetudjuan Kepala Kantor Urusan Gadji Militer.

Pasal 14. Tundjangan Perwakilan. Kepada anggauta Angkatan Perang -jang dengan resmi diwadjibkan Mewakili atau merangkap sesuatu djabatan tertentu jang lebih tmggi dari djabatannja sendiri dapat diberikan tundjangan-perwakilan . menuru Peraturan chusus. Pasal 15. Tundjangan Udjian Djabatan. Kepada anggauta Angkatan Perang jang lulus udjian djabatan resmi jang mendjadi sjarat untuk pengangkatan pada djabatan jang lebih tinggi serta praktis sudah tjakap untuk djabatan tersebut, akan tetapi karena hal-hal jang bukan kesalahannja sendiri belum dapat diangkat dalam djabatan itu dapat diberikan „tundjangan udjian djabatan menurut Peraturan chusus. Pasal 16. Tundjangan Akte/Brevet. Kepada anggauta Angkatan Perang - jang mempunjai akte resmi dalam sesuatu vak jang dipergunakan untuk kepentingan pekerdjaannja dapat diberikan tundjangan „akte/brevet” menurut Peraturan chusus.

Pasal 17. Tundjangan Keluarga. (1) Kepada anggauta Angkatan Perang diberikan tundjangan keluarga, apabila ia mempunjai keluarga tersebut dibawah ini, jang mendjadi tanggungan sepenuhnja dan tidak mempunjai penghasilan sendiri: a. anak, jang berumur kurang dari 18 tahun; b. anak, jang berumur 18 tahun sampai 25 tahun, jang masih ber­ sekolah ; c. ibu, bapak, jang berumur 55 tahun keatas, ibu bapak tiri dan m ertua; d. orang jang karena tjatjat tidak mempunjai tenaga untuk mentjari nafkahnja sendiri, jang seturunan langsung keatas atau kebawah.

87 21 (2) Djumlah tundjangan keluarga ialah sepuluh rupiah untuk tiap-tiap angauta keluarga, paling banjak delapan puluh rupiah sebulan. (3) Untuk tiap-tiap anak termaksud pada ajat (1) diatas, jang bersekolah tundjangan keluarga jang ditentukan dalam ajat (2) diatas, ditam­ bah dengan 50%.

Pasal 18. Tundjangan Kemahalan. h» Kuep? da “ ggauta Angkatan Perang diberikan tundjangan kemahalan Ppt™ - m ke“ ahalan umum, menurut Peraturan jang berlaku untuk

Pasal 19. Tundjangan Djabatan jang Berbahaja. Kepada anggauta Angkatan Perang jang memangku djabatan jang mudah menimbulkan bahaja bagi badan atau djiwanja dapat diberikan „tundjangan djabatan jang berbahaja” menurut Peraturan chusus.

Pasal 20.' Tundjangan Lain-lain. Dalam hal luar biasa atau djika ada alasan jang sjah, maka selain tundjangan-tundjangan jang ditentukan dalam pasal 13 sampai beserta 19 kemungkinan untuk memberikan tundjangan-tundjangan lain dapat diatur dalam Peraturan chusus.

Pasal 21. Penetapan Peraturan Chusus. Peraturan chusus termaksud dalam pasal 13, 14, 15, 16, 17, 18 dan 19 ditetapkan oleh Menteri Pertahanan dengan persetudjuan Menteri Ke­ uangan.

Pasal 22. Gadji Anggauta Angkatan Perang dalam Ikatan Dinas untuk Waktu Terbatas. Djika dianggap perlu dapat diadakan Peraturan chusus tentang pe­ ngangkatan dan penetapan gadji anggauta Angkatan Perang dalam ikatan dinas Angkatan Perang untuk waktu terbatas.

PERATURAN PERALIHAN. Pasal 23. Gadji Tambahan Peralihan. (1) Kepada anggauta Angkatan Perang jang pada tanggal 30 April 1948 mempunjai „gadji pokok dan gadji tambahan peralihan” jang lebih tinggi dari pada gadji pokok menurut Peraturan ini, mulai tanggal 1 Mei 1948 diberikan „gadji tambahan peralihan” sebesar perbedaan antara gadji-gadji tersebut. „Gadji tambahan peralihan” ini tidak diberikan, djika ternjata bahwa penetapan gadji pokok lama menjim- pang dari Peraturan jang berlaku sebelum 1 Mei 1948.

88 21 (2) D jika anggauta Angkatan Perang menurut Peraturan lama antara tanggal 1 Mei 1948 dan 30 April 1949 berhak mendapat kenaikan gadji jang tertentu, sehingga djumlah gadji pokoknja akan lebih banjak dari pada „gadji pokok dan gadji tambahan peralihan” menurut ajat (1) diatas, maka: a. apabila ia tidak mempunjai „gadji tambahan peralihan” menurut ajat (1) diatas, kepadanja diberikan „gadji tambahan peralihan” sebesar perbedaan antara gadji jang akan diperolehnja menurut Peraturan lama dan „gadji pokok menurut Peraturan baru” ; b. apabila ia mempunjai „gadji tambahan peralihan” menurut ajat (1), maka „gadji tambahan peralihan” ini ditambah dengan djumlah kenaikan gadji menurut Peraturan lama. (3) „Gadji tambahan peralihan” tersebut tiap-tiap kali dikurangi dengan djumlah tambahan gadji sepenuhnja pada saat kenaikan gadji dan/ atau kenaikan pangkat menurut Peraturan baru.

Pasal 24. H a l Lain-lain. Peralihan dari Peraturan gadji lama ke Peraturan gadji baru diseleng­ garakan menurut aturan jang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah terseiKiiri. PENUTUP. Peraturan ini dinamakan „PERATURAN GADJI MILITER — 1949” • atau disingkat „P. G. M. — 1949” dan berlaku mulai tanggal 1 Mei 1948.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 29 Nopember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO.

Menteri Pertahanan, HAMENGKU BUWONO IX.

Menteri Diumumkan jang diserahi Urusan Pegawai Negeri, pada tanggal 29 Nopember 1949. KOESNAN. Sekretaris Negara, Menteri Keuangan, A. G. PRINGGODIGDO. LOEKMAN HAKIM.

89 lampiran a

GOLONGAN I GOLONGAN ,11 f 3 Tahun Prdjt. 11 Prdjt. I Kprl. Tahun Srs. Mj. Pemb. Tahun Ltn. j (AD) Ltn. masa (AD) (AD) masa Srs. (AD) (AD) masa (Ai Kelasi II (AD) kerdja Kelasi I Kprl. Srs. (AL) Srs. Mj. Ltn. f A L) kerdja Adj. L. kerdja (AL) (AL) Srs. (AU) (AL) (AL) (A< Prdjt. II Prdjt. I Kprl. Srs. Mj. Ops. M.U. Ops^ (AU) (AU) (AU) (AU) III (AU) II (4 O 0 45.- 65.- 1 47.- 68.- 2 4 9 - 71.— 8 0 .- ‘ 3 5L - 74— 84.50 4 53— 77 — 89.- 5 55— 8 0.- 93.50 0 95.— 112.50 130.—. 6 57.- 83.— 98 — 1 101.50 120— 140.— 7 » 102.50 2 108.— 127.50 150.— 8 61 — 8 9.- 107.- 3 114.50 135.- 160.— i 9 4 121.— n 142.50 170.— i 10 6 5 - 95.— 115 50 5 127.50 150.— 180.— 0 157> i 11 1725 yy 6 134.- 157.50 190.— 1 12 69— 101.— 124.— 7 n n n 2 187S 13 ff 8 147— 172.50 210.— 3 202-J

14 9 H 217 5 73.- 107.50 132.50 n n 4 15 n 10 160— 187.50 230 — 5 232 i 16 11 247." 77,- 114.- 141.— » 91 6 17 n 12 173. — 202.50 250.— 7 *> 18 13 „ 277.? 81,- 120.50 149,50 n n • 8 19 n 14 186— 218— 270.— 9 * i 20 15 85— 127.— 158.— Tf M 10 30W -

21 n 16 199.— 233.50 290.— 11 * 22 90— 133.50 166.50 17 n „ n 12 337- 23 n 18 212.— 249.— 310,— • 13 « 24 95— 140.— 175,— 19 n » T> 14 3 6 1 ' 25 20 225,— 264.50 330— 15 9 26 21 ff * 16 400- 27 22 280.— 350,- 17 28 23 18 SJARAT PENGAP? — ------g o l o n g a n i . GOLONGAN II. Serendah-rendahnja idjazah S. R. 3 tahun atau Serendah-rendahnja pendidikan sekolah jang dianggap sederadjat gian Pertama atau dengan itu, sederadjat dengan i atau mempunjai ketjakapan dan pengalaman peker- mempunjai ketjaka^ ajaan jang diperlukan untuk pangkat/d jabatan kerdjaan jang diperl1' itu. batan itu. 21

- 0 N G a N III • GOLONGAN IV GOLONGAN V Djendr. Letn Dj. Ltn. I Tahun Let. Kol. Kol. Djenderal Kapt. Major Maj. (AD) (AD)' (AD) (AD) (AD) (AD) Laksa­ (AD) masa (AD) Kol. L. Laksa­ Ltn L. Kapt. L. Let. Laksa­ mana II mana 1 Major L. (AL) mana III (AL) (AL) (AL) kerdja Kol. L. Komo- (AL) (AL) (AL) (AL) »Laksa­ Laksa­ Ops. M U. Ops. U. III Ops. U. II dore Komo- mana Ops. U. I Md. U. mana Ud. I (AU) (AU) (AU) dore Md Ud. (AU) (AU) (AU) U (AU) (AU)

'

-

180.-

196.50 213— 220.— 1 • 229.50 240.— 246— 260.— 0 290.— 262.50 280.— 1 312.50 279.— 300.— 2 335.— H 320.— 3 357 50 312.— 340.— 4 380.— 5 402.50 345— 380.- 6 425.- 450,— 475.—

7 > 378.— 420.— 8 470.— 500.— 525.- 550.— w 9 n 411 — 460.- 10 515.— 550.— 575.— 600.— 625 - 11 » 444— 500.— 12 560.— 600.- 625,- 650.— 6 75 .- 700.— 13 n 480— 540.— • 14 605.— 650.— 675.- 700.— 72 5 .- 750.—

CATAN p e r t a m a GOLONGAN III. 2ah sekolah S. M. ba- Idjazah Akademi Militer Darat, Laut, Udara »idikan sekolah jang atau pendidikan sekolah jang sederadjat de­ ngan itu, U atau flan pengalaman pe- mempunjai ketjakapan dan pengalaman pe- untuk pangkat/dja- kerdjaan jang diperlukan untuk pangkat/dja- batan itu. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Peraturan Pemerintah 1949 No. 22

PEGAWAI. PEMERINTAH PEN­ DUDUKAN. Penarikan kembali Per-' aturan Pemerintah No. 6 tahun 1949 tentang pemeriksaan pegawai jang telah memberikan tenaganja kepada Pemerintah pendudukan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: keputusan sidang Kabinet pada tanggal 5 Desember 1949 tentang perlunja ditimbulkan kembali persatuan antara para pegawai jang tetap setia pada Republik Indonesia disatu pihak, dan para pegawai jang telah memberikan tenaganja kepada djabatan-djabatan jang bukan djabatan Republik di lain pihak; Menimbang: oleh karena keputusan itu, perlu mentjabut kembali Per- aturan Pemerintah No. 6 tahun 1949 tentang Penglaksanaan Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia No. S/2 tahun 1949; I>engan persetudjuan Menteri jang diserahi urusan pegawai Negeri;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: Pasal 1. Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 1949 tentang Penglaksanaan Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia No. S/2 tahun 1949 ditja- , but kembali. Pasal 2. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 13 Desember 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 13 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, . Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPROD J O.

90 Peraturan Pemerintah 1949, No- 23

PENGADJARAN. PERGURUAN TINGGI. Peraturan tentang peng­ gabungan Perguruan Tinggi men- djadi Universiteit. '

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu memusatkan Perguruan Tinggi Negeri mendjadi suatu Universiteit sambil menunggu Undang-Undang ten­ tang Perguruan Tinggi; Mengingat: pasal 4 ajat 1 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sementara sebagai berikut: PERATURAN SEMENTARA TENTANG PENGGABUNGAN PERGURUAN TINGGI MENDJADI UNIVERSITEIT. ATURAN UMUM. Pasal 1. Dengan menunggu Undang-Undang tentang Perguruan Tinggi, semua Perguruan Tinggi Negeri di Jogjakarta, untuk sementara dengan tidak Mengubah keadaan dan susunannja masing-masing, digabungkan mendjadi suatu Universiteit dengan nama Universiteit Negeri „Gadjah Mada” , ber­ kedudukan di Jogjakarta. Pasal 2. Universiteit Negeri „Gadjah Mada” terdiri atas: Faculteit Kedokteran, jang didalamnja termasuk bagian Pharmaci, Bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan Ilmu Hajat. Faculteit Hukum, jang didalamnja termasuk Akademi Keahlian Hu­ kum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sociologi. Faculteit Technik, jang didalamnja termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti. 4- Faculteit Sastera dan Filsafat, jang didalamnja termasuk Akademi Pendidikan Guru bagian Umum dan bagian Sastera. Faculteit Pertanian, jang didalamnja termasuk Akademi Pertanian dan Kehutanan. 6* Faculteit Kedokteran Hewan. Lain Faculteit, bagian Faculteit dan Akademi lagi menurut ketetapan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. Pasal 3. Universiteit dipimpin oleh Pengurus Senat.

91 23 BAB I. Hal Senat. Pasal 4. 1. Para Ketua Faculteit, para Guru Besar dan Guru Besar luar biasa bersama-sama merupakan Senat. Para docent lainnja atas undangan Senat dapat' mengundjungi rapat Senat dengan mempunjai suara per­ timbangan. 2. Pada waktu tahun pengadjaran baru atau sewaktu-waktu ada lowo­ ngan, dengan suara jang terbanjak Senat memilih Ketua, dan Sekre­ taris Senat dari para Guru Besar. 3. Ketua dan Sekretaris Senat dan para Ketua Faculteit merupakan Pengurus Senat. 4. Ketua dan Sekretaris Senat menerima tundjangan menurut ketetapan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

Pasal 5. 1. Pekerdjaan Senat sehari-hari didjalankan oleh Ketua Senat, dibantu Sekretaris Senat. 2. Senat berhak minta segala keterangan dan pertimbangan dari Facul­ teit masing-masing dan para docent. 3. Senat mengadakan peraturan rumah tangga tentang pekerdjaannja.

Pasal 6. Senat wadjib memenuhi segala permintaan keterangan dan pertim­ bangan dari Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dan berhak memadjukan usul-usul kepadanja.

BAB n. Hal Faculteit. Pasal 7. 1. Faculteit menjelenggarakan hal-hal jang mengenai Ilmu pengetahuan dan jang intern mengenai pengadjaran di lingkungan Faculteit masing- masing. 2. Pengurus Senat merupakan badan koordinasi antara semua Faculteit.

BAB m. Hal Dewan C u r'a t o r. Pasal 8. Pengawasan atas Universiteit dilakukan oleh Dewan Curator, jang anggautanja diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Pendidikan, Penga­ djaran dan Kebudajaan. BAB IV. Hal penjelenggaraan. Pasal 9. Ketjuali hal-hal jang telah ditentukan dalam Peraturan im Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dapat mengadakan Peraturan tentang segala sesuatu jang diperlukan guna melaksanakan penjelenggara- an Universiteit Negeri „Gadjah Mada” .

92 23 a t u r a n p e n u t u p . p Pasal 10. eraturan ini mulai berIaku pad& ^

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Desember 1$49. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, S. MANGUNSARKORO. Menteri Kehakiman, SOESANTO TIRTOPRODJO. Diumumkan Mentri Kesehatan, tanggal 16 Desember 1949. J. LEIMENA. Sekretaris N'egara Menteri Kemakmuran, A- G. pringgodigdo . I. J. KASIMO.

93 Peratu ran Pemerintah 1949 N©. 24

TENTARA. DISIPLIN. Peraturan ten­ tang Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan Peraturan' Disiplin Tentara untuk seluruh Angkatan Perang Republik Indonesia; Mengingat: Undang-Undang No. 40 tahun 1947 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Disiplin Tentara dan Pasal II Aturan Per­ alihan dari Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG DISIPLIN TENTARA UNTUK SELURUH ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA. BAB I. Peraturan Umum. Pasal 1. Disiplin Tentara adalah suatu sjarat mutlak untuk: a. menetapi semua Peraturan-Peraturan tentara dan semua perintah- perintah kedinasan dari tiap-tiap atasan, pun jang mengenai hal jang ketjil-ketjil, dengan tertib, tepat dan sempurna; b. menegakkan penghidupan dalam tentara jang baru dan teratur, pun • dalam hal jang ketjil-ketjil, jang kelihatan remeh tetapi penting. Pasal 2. Untuk menepati apa jang tersebut dalam pasal 1 itu, maka tiap-tiap anggauta tentara, tinggi maupun rendah harus dan wadjib: tunduk kepada tiap-tiap Peraturan tentara dan pada tiap-tiap perintah kedinasan, atau Perintah jang bersangkutan dengan kedinasan, serta mengerdjakan segala sesuatu dengan tertib dan sempurna dengan kesungguhan dan keichlasan hati, dengan riang dan gembira, berdasarkan penuh keta’atan dan rasa tanggung djawab terhadap pemimpin dan kewadjiban. Pasal 3. a- Agama ialah sendi jang teguh bagi penghidupan manusia. Dari sebab itu anggauta tentara harus berkelakuan baik dan sutji dari sekalian noda. Harus mengerti akan kewadjiban serta setia dan gagah berani dalam mendjalankannja. Walau bagaimana djuga hebatnja kesukaran jang menimpah dirinja, tak dapat tidak tentu lenjaplah segala kesu­ karan itu dengan berpendirian mendjundjung tinggi akan agama, b. Berusahalah selamanja memikirkan tiap-tiap perbuatan jang sutji, mengeluarkan perkataan jang sutji dan melakukan pekerdjaan jang sutji. Djanganlah sekali-kali suka mentjela Agama lain, karena semua Agama adalah sutji tudjuannja.

94 24 Pasal 4. Tiap-tiap anggauta tentara, tinggi maupun rendah, harus dan wadjib menegakkan kehormatan tentara dan selalu menjingkiri tiap-tiap per­ buatan, utjapan dan fikiran jang dapat menodai nama ketentaraan.

B A B n . H al Atasan. Pasal 5. (1) Tiap-tiap atasan wadjib memimpin bawahannja dengan adil dan bi- djaksana sebagai bapak terhadap anak, sebagai guru terhadap murid. (2) Ia wadjib memikirkan nasib bawahannja dan tetap berusaha memper­ tinggi deradjat'bawahannja itu. (3) Sebagai pemimpin ia harus memberi tjontoh dan tauladan baik, jang mengenai sikap militer atau jang mengenai utjapan-utjapan didalam maupun di luar tentara. (4) Sebagai pemimpin ia tetap netral, dalam arti kata bahwa ia tidak terpengaruh oleh bawahan-bawahannja, bahwa ia akan mendjalankan kekuasaan jang dipertjajakan kepadanja dengan saksama, adil, objek­

tif dan tidak menggunakan kekuasaan itu d e n g a n sewenang-wenang, bahwa ia tetap memperhatikan tjita-tjita jang baik dari pada bawa­ hannja itu dengan mempertimbangkan itu sedalam-dalamnja, ba wa ia tetap memberi garis petundjuk (richtlijn) kepada bawahannja ser a membuat pembagian pekerdjaan (taak-verdeling) jang praktis aan efektif; bahwa ia tetap mengamat-amati (kontrole) tiap-tiap peKer- djaan bawahannja. BAB III. H al Bawahan. Pasal 6. (1) Tiap-tiap bawahan wadjib ta’at kepada atasannja dan mendjundjung tinggi semua perintah dan nasehat dari padanja, berdasarkan kem- sjafan bahwa setiap perintah dan nasehat itu adalah untuk kepen­ tingan Negara dan Tentara. (2) la wadjib menghormati lahir batin, atasannja didalam maupun diluar, berdasarkan keinsjafan bahwa penghormatan itu berarti menegakkan kehormatan Tentara serta pula tertudju pada kehormatan diri. (3) Diwaktu berhadapan dengan atasan didalam maupun diluar, maka ia harus memegang teguh sikap tentara jang sempurna serta utjapan- utjapan jang sopan santun. Ia harus bersikap merdeka apabila ada idzin dari atasan itu. BAB IV. Hal Tingkatan Kedudukan. Pasal 7. Tingkatan kedudukan ditetapkan menurut tingkatan pangkat dalam Tentara; baik pangkat tituler maupun pangkat jang sesungguhnja. (1) D jika pangkat sama, jang tertua dalam pangkat, djika itu d juga sama dalam umur, lamanja djabatan dalam pangkat itu, tetapi jang me­ ngenai kedinasan sadja. (2) Dengan tidak memandang pangkat atau kedudukan, kalau diberi ke­ kuasaan oleh jang berwadjib, maka jang menerima kuasa itu harus •bera.ni memerintah jang lain-lainnja.

95 24 Pasal 8. Lamanja djabatan terhitung sedjak dari hari penetapan sebagai ang- gauta tentara. Lamanja pangkat terhitung sedjak hari kenaikan pangkat.

Pasal 9. Pangkat tituler selalu dipandang lebih muda dari pada pangkat militer jang sama dengan itu. BAB V. Hal Mendjalankan Kewadjiban. Pasal 10. Dalam mendjalankan kewadjiban maka tiap-tiap anggauta tentara wadjib memperhatikan: a. maksud dan pentingnja kewadjiban jang akan atau sedang dikerdja- kan oleh itu; b. tanggung djawab sepenuhnja; c. tjatatan ingatan seteliti-telitinja.

Pasal 11. Tiap-tiap atasan diwaktu memberi perintah wadjib memperhatikan sjarat-sjarat sebagai berikut: a. setiap perintah, dengan lisan atau tulisan, berdasarkan kedinasan atau kepentingan ketentaraan; b. perintah singkat, tetapi lengkap dan djelas; c. memperhatikan segala keadaan dan keadaan bawahannja jang mene­ rima perintah itu; d. menanggung djawab atas dinas, maksud dan hasil perintah itu.

Pasal 12. Tiap-tiap bawahan jang menerima perintah harus: a. paham benar-benar akan maksud perintah itu, djika belum djelas, de­ ngan terus terang menanjakan lagi; b- menanggung djawab kepada atasan jang memberi perintah itu; c* djika perintah diterima dengan lisan, maka ia akan mengulangi isi perintah itu dihadapan sipemberi perintah tadi; d- kembalinja dari melakukan kewadjibannja, maka ia harus memberi laporan kepada'jang memberi perintah itu;

Pasal 13. Tiap-tiap anggauta wadjib merahasiakan segala sesuatu jang ber­ sangkutan dengan ketentaraan, berdasarkan keinsjafan bahwa tiap-tiap kebotjoran rahasia itu akan merugikan sangat Negara pada umumnja, Tentara chususnja. Pasal 14. (1 ) Tiap-tiap anggauta tentara jang akan dikirim keluar tempat kedudu­ kan pasukan atau djawatannja untuk kepentingan dinas, wadjib ter­ lebih dahulu menghadap pemimpin-umum-nja untuk memberitahukan resmi akan berangkatnja sambil menanti petundjuk atau nasehat jang perlu diterima lagi.

96 24 (2) Sekembalinja dari perdjalanan dinas itu maka ia segera menghadap „pemimpin-umum-nja” untuk melaporkan resmi segala hasil per- djalanannja dan segala sesuatu jang penting jang telah dialaminja.

Pasal 15. Tiap-tiap bawahan wadjib melaporkan dengan segera segala sesuatu Jang bersangkutan dengan kedinasan, dengan lisan atau dengan tulisan, *ePada atasannja, dan tiap-tiap atasan jang menerima laporan-laporan Wadjib meneruskan dengan segera- pelaporan-pelaporan itu, sehingga sampai pada putjuk pimpinan dan/atau sampai pada pemimpin-pemimpin Jamnja jang berkepentingan; kesemua itu berdasarkan keinsjafan bahwa terhambatnja djalan dari tiap-tiap pelaporan itu akan merugikan sangat organisasi tentara pada umumnja, siasat perdjuangan chususnja.

Pasal 16. Tiap-tiap anggauta tentara harus mengerdjakan tiap-tiap kewadjiban dengan efisien, jaitu dengan tenaga, waktu usaha dan perongkosan jang seketjil-ketjilnja, tetapi dengan hasil jang sebesar-besarnja. Ia. tidak akan merugikan pasukan atau djawatannja baik moral, nnaterieel ataupun financieel. Semua itu berdasarkan keinsjafan, bahwa ia sebagai pembela kedaulatan Negara harus mendjadi teladan bagi umum.

Pasal 17.' Tiap-tiap anggauta tentara harus mendjadi tjontoh bagi umum dalam hal menundjukkan kehormatanrija kepada Sang Merah Putih, Panaji- Pandji Tentara, Presiden, Wakil Presiden dan anggauta-anggauta rmtah Republik, berdasarkan keinsjafan bahwa kehormatan itu tertuaju kepada kehormatan bangsa, Negara dan dengan sendirinja kepada kehor­ matan Tentara seluruhnja.

Pasal 18. Anggauta Tentara dilarang: x a* memaki, menjia-njiakan nama TUHAN, mengeluarkan perkataan kasar dan kedji dalam pekerdjaan atau diluar; k* hidup boros, mempunjai hutang disana sini dan menghamburkan uang dengan berdjudi; c- berbuat sewenang-wenang, memiliki barang sesuatu jang bukan hak- nja, jang berakibat mengganggu keamanan dan keselamatan; mendatangi rumah pelatjuran dan harus tahu bahwa perbuatan jang sedemikian itu dilarang benar-benar bagi anggauta tentara; e- mendjual barang pakaian dan alat sendjata jang telah diserahkan kepadanja; ' mendjual barang-barang jang masuk inventaris Tentara.

Pasal 19. (1) Walaupun anggauta tentara, terikat pada disiplin tentara, akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa anggauta-anggauta selalu harus menunggu perintah dari atas, dan kalau perintah tidak ada, maka mereka itu duduk menganggur.

97 24 (2 ) Tiap-tiap anggauta tentara tinggi atau rendah, wadjib d jika tidak ada perintah istimewa dari atas, berinisiatip sendiri mengerdjakan atau mendjalankan segala sesuatu jang mengenai kewadjibannja dengan tetap memegang teguh garis petundjuk (rich'tlijn) jang telah diberikan oleh pemimpinnja dengan tidak menjimpang sedikitpun, dengan penuh tanggung djawab atas inisiatip itu. Semua ini berdasar­ kan keinsjafan bahwa tentara itu bukan alat jang mati, tetapi orga­ nisasi jang hidup guna pembangunan Negara dan kemadjuan bangsa.

Pasal 20. Tiap-tiap pemimpin wadjib mengandjur-andjurkan dan memadjukan „auto-activiteit” diantara bawahannja dengan tetap memberi tjontoh dan petundjuk, berdasarkan keinsjafan, bahwa usaha pembangunan Negara djuga harus dibantu oleh anggauta tentara, jang tidak selamanja mendjadi pradjurit, melainkan kelak akan kembali ke masjarakat.

Pasal 21. (1) Pergaulan sehari-hari, diluar djam bekerdja, hendaknja dilakukan dalam suasana persaudaraan. (2) Para pemimpin harus dapat bertjampur gaul dan beramah tamah dengan anak buahnja, seraja tetap tidak melupakan kedudukannja sebagai pemimpin. (3) Para bawahan didalam pergaulan dengan pemimpinnja itu harus mengenal batas-batasn ja dan mendjaga baik-baik d jangan sampai ke­ hormatan pemimpinnja tersinggung.

Pasal 22. Tiap-tiap djawatan, kantor, markas dan lain-lain tempat pekerdjaan tentara, tiap-tiap tempat istimewa jang disediakan untuk tentara, seperti tempat penginapan (hotel), tempat beladjar, ruangan tamu, perpustakaan dan sebagainja harus membuat peraturan-peraturan urusan dalam masing- masing, agar ketertiban dari segala-galanja jang bersangkutan dengan tempat-tempat atau ruangan itu, terdjamin adanja.

Pasal 23. i Tiap-tiap kesatuan mulai dari Pusat sampai Pos jang terketjil harus memegang teguh Peraturan Urusan Dalam jang sjah dengan tambahan seperlunja, agar sesuai dengan keadaan masing-masing tempat.

BAB VI. Hal Mengadjukan Keberatan. Pasal 24. (1) Anggauta tentara jang berkeberatan atas perintah jang diterima, berhak dalam tempo delapan hari sesudah perintah itu diterima, hari tanggal waktu perintah itu diberikan tidak terhitung, mengadjukan keberatannja dengan lisan atau ditulis, menurut saluran-saluran jang sudah ditentukan (hierarchiek) kepada hakim disiplin jang langsung memerintahkah atasan jang memberi perintah itu. ( 2 ) Kewadjiban untuk mendjalankan perintah itu tetap berlaku, meskipun jang diperintahkan berhak mengadjukan keberatan. 24 Pasal 25. (1) Buat kepentingan disiplin perlu sekali diadakan peraturan chusus untuk memadjukan surat-surat permohonan tentang apa sadja J^ng mengenai dinas atau kebutuhannja sebagai Anggauta Angkatan Pe­ rang. (2) Anggauta tentara berhak mengemukakan kebutuhan dan memadju­ kan permohonan-permohonan dengan lisan atau tulisan kepa a atasannja menurut Peraturan-Peraturan chusus jang sudah kan dalam Kesatuan-kesatuan, dan dari Bagian-bagian Ang a an Perang.

BAB VII. Hal Pelanggaran Disiplin Tentara dan Hukuman-hukuman. Pasal 26. Jang dimaksudkan dengan „Pelanggaran Disiplin Tentara Peraturan ini ialah: tiap-tiap perbuatan atau tindakan dengan_se g j atau tidak dengan sengadja jang menjimpang dari pada maksu e disiplin Tentara, jang merugikan pada organisasi dan kehorma an umumnja, serta pada siasat perdjuangan tentara chususnja.

Pasal 27. Hukuman disiplin, terketjuali pelanggaran-pelanggaran pada medan Pertempuran, ialah sebagai berikut: I- Untuk para Perwira: 1. tegoran; 2. penahanan ringan paling lama 14 hari; 3. penahanan berat paling lama 14 hari;

Untuk para Bentara: A. Hukuman Pokok: 1. tegoran; 2 . penahanan ringan paling lama 21 hari; 3. penahanan sedang paling lama 14 hari; hukuman ini tidak didjatuhkan kepada Bentara jang ber­ pangkat Pembantu-Letnan; 4. penahanan berat paling lama 14 hari; hukuman ini tidak didjatuhkan kepada Bentara jang diba- wah umur 18 tahun; 5. penurunan pangkat.

B. Hukuman Tambahan: 1 . pemotongan gadji; hukuman ini tidak didjatuhkan kepada Bentara jang berpangkat Pembantu-Letnan; 2 . pengurangan makanan; hukuman ini hanja didjatuhkan kepada Bentara jang berpangkat lebih rendah dari pada Sersan.

99 24 m. Untuk para Pradjurit: A. Hukuman Pokok: 1. tegoran ; 2. penahanan ringan paling lama 21 hari; 3. penahanan sedang paling lama 14 hari; 4. penahanan berat paling lama 14 hari; hukuman ini tidak didjatuhkan kepada Pradjurit dibawah umur 18 tahun; 5. penurunan pangkat; 6. ditempatkan dalam Disiplin Tentara kias dua. B. Hukuman Tambahan: 1. pemotongan gadji; 2. pengurangan makanan.

Pasal 28. Hukuman Disiplin pada medan pertempuran ialah: I- Untuk para Perwira: 1. tegoran; ' 2. . penahanan paling lama 14 hari. II. Untuk para Bentara jang berpangkat Pembantu-Letnan: 1. tegoran; 2. penahanan paling lama 14 hari. 3. penurunan pangkat. III. Untuk para Bentara lainnja: 1. tegoran; 2. penahanan ringan paling lama 14 hari; 3. penahanan berat paling lama' 14 hari; 4. penurunan pangkat. IV. Untuk para Pradjurit: ‘ A. Hukuman Pokok: " 1. tegoran; 2. penahanan ringan paling lama 14 hari; 3. penahanan berat paling lama 14 hari; B. .Hukuman Tambahan: 1. mengerdjakan pekerdjaan pionir; 2 . membersihkan ruangan-ruangan (dinas-corvee), dan lain- lain, menurut perintah-perintah komandan djaga. Pasal 29. Djika anggauta tentara berulang-ulang berkelakuan djahat atau salah,' sehingga njata bahwa ia tidak merasa atau tidak memperdulikan segala hukuman Disiplin Tentara jang didjatuhkan padanja, atau kalau kelakuannja amat buruk, sehingga ia tidak patut lagi mendjadi anggauta tentara, maka anggauta tentara jang demikian itu boleh dikeluarkan dari TENTARA REPUBLIK INDONESIA. 24 BAB Vffl. H al Lain-lain. Pasal 30. Kepada tiap-tiap anggauta tentara diberi sebuah buku Peraturan ini Pada ketika diberitahukan padania, bahwa ia adalah seorang anggauta tentara. Pasal 31. (1) Dalam memberi peladjaran theori kepada anggauta tentara tentang Disiplin Tentara dan tentang segala peraturan dinas — terlebih-lebih tentang peraturan pekerdjaan dan kelakuan didalam kasatrian pada kesatuan dan bagian-bagian Angkatan Perang — harus djuga diberi­ tahukan kepadanja: pasal-pasal jang penting baginja dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara, Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Tentara, dan Undang-Undang jang mengatur Peradilan dalam lingkungan Pengadi­ lan Tentara, serta segala ketentuan, jang berguna baginja dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia. (2) Pada peladjaran theori tentang Disiplin Tentara, maka isinja per­ aturan ini, dimana perlu, haruslah diterangkan kepadanja, dan djika perlu, djuga isinja Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Pasal 32. (1) Jang dimaksudkan dengan istilah „Anggauta Tentara” dalam Peratu­ ran ini jalah: „Anggauta dari seluruh Angkatan Perang”. (2) Peraturan ini disebut: „Peraturan tentang Disiplin Tentara” .

Pasal 33. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 16 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Pertahanan, A. G. PRINGGODIGDO. HAMENGKU BUWONO IX.

101 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 1949 No. 25 c BEA TJUKAI. TJUKAI. SUMATRA. PELANGGARAN. Peraturan tentang mengadakan tambahan hukuman denda terhadap segala pelanggaran mengenai Bea dan Tjukai. (Peraturan Wakil Perdana Menteri tanggal 14 Oktober 1949 No. l/U/WPM/49).

f* PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu mengesahkan Peraturan Wakil Perdana Men­ teri Pengganti Undang-Undang tanggal 14 Oktober 1949 No.' l/U/Wpm/49; Mengingat: pasal 22 ajat 1 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI UNDANG-UNDANG. Satu-satunja Pasal. Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang No. l/U/Wpm/49 seperti terlampir pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini disahkan. Pasal penutup. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Desember 1949. Diumumkan ' PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 16 Desember 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, Perdana Menteri, A - G. PRINGGODIGDO. MOHAMMAD HATTA.

102 25 LAMPIRAN , PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 25 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. I/U WPM/49.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa karena hukuman-hukuman denda terhadap segala pelanggaran-pelanggaran jang mengenai urusan bea dan tjukai di Sumatra Utara, menurut nilai uang urips seka­ rang, sangat rendah, hingga hukuman-hukuman denda itu tidak seimbang dengan beratnja pelanggaran, maka diang­ gap perlu memperbesar hukuman denda tersebut; Mengingat: pasal 2 dan 3 dari Undang-Undang No. 2 tahun 1949 dan pasal 22 ajat 1 Undang-Undang Dasar; Metelah mendengar: Badan Executief Dewan Perwakilan Rakjat Sumatra Utara;

Memutuskan :

I- Untuk Daerah Sumatra Utara segala hukuman-hukuman denda ter­ hadap segala pelanggaran-pelanggaran jang mengenai urusan bea dan tjukai sebagai termaktub dalam: 1. Rechten Ordonnantie Stbl. 1882 No. 240, diubah dan ditambah menurut Stbl. 1931 No. 471, perobahan dan tambahan mana ai- . umumkan sekali lagi pada Stbl. 1932 No. 213; 2. Tabaksaccijns Ordonnantie Stbl. 1932 No. 517 (Tabaksaccijns- verordening 1932) diubah dan ditambah jang terachir pada Stbl. 1940 No. 60 — 402 dan 577; 3. Gedistilleerd accijns Ordonnantie 27 Pebruari 1898 No. 90 diubah dan ditambah jang terachir pada Ordonnantie Stbl. 1934 No. 665; buat sementara diperbesar mendjadi 250 (dua ratus lima puluh) kali drumlah denda, menurut jang telah ditetapkan dalam masing-masing Ordonnantie. II- Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Nopember 1949.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 14 Oktober 1949. Diumumkan WAKIL PERDANA MENTERI Pada tanggal 31 Oktober 1949. REPUBLIK INDONESIA, „ , A . Mr. SAFRUDDIN PRAWIRANEGARA. Sekretaris Wakil Perdana Menteri, Mr. IMAM SOEDJAHRI.

103 Peraturan Pemerintah 1949 No- 26

BARANG IMPORT. SUMATRA. Peraturan tentang pengesjahan Peraturan-Peraturan Wakil Per­ dana Menteri Pengganti Peratu­ ran Pemerintah, jang ditetapkan di Sumatra.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu mengesahkan: — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 22 Oktober 1949 No. l/Ek/Wpm/49; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 22 Oktober 1949 No. 2/Ek/Wpm/49; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 24 Oktober 1949 No. 3/Ek/Wpm/49; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 29 Oktober 1949 No. 4/Ek/Wpm/49; Mengingat: Pasal 5 ajat 2 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGESAHAN PER­ ATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PERATURAN PEMERINTAH. Satu-satunja pasal. — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 22 Oktober 1949 No. l/Ek/Wpm/49; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 22 Oktober 1949 No. 2/Ek/Wpm/49; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 24 Oktober 1949 No. 3/Ek/Wpm/49; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 29 Oktober 1949 No. 4/Ek/Wpm/49; seperti terlampir pada Peraturan Pemerintah ini disahkan. Pasal Penutup. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 17 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 17 Desember 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

104 26 LAMPIRAN ° PERATURAN PEMERINTAH No. 26 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PER­ ATURAN PEMERINTAH No. l/Ek/WPM TAHUN 1949.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk mendjamin berdjalannja pendjualan barang dengan kupon dan pembagian jang rata pada pedagang- pedagang etjeran dari pada barang-barang jang berada dibawah pengawasan Pemerintah, perlu diadakan Peraturan jang tertentu; Mendengar: Badan Executief Dewan Perwakilan Rakjat Sumatra Utara; Mengingat: pasal 2 dari Undang-Undang No. 2 tahun 1949;

M e m utuskan:

- Menetapkan Peraturan sebagai berikut: „PERATURAN PENDJUALAN BARANG-BARANG IMPORT JANG ADA DIBAWAH PENGAWASAN PEMERIN­ TAH DI SUMATRA UTARA” . Pasal 1. Semua importeur tiap kali mereka menerima barang dari luar Negeri, diwadjibkan mendaftarkan barangnja jang termasuk dalam bagian 70 pCt. Jang dimaksudkan dalam pasal 2b dari ketetapan Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra Utara tanggal 13 Oktober 1949 No. 269/KPPSU, Pada sebuah Komisi jang tersebut dalam pasal 2. Pasal 2. le. Barang-barang jang telah didaftarkan itu tidak boleh didjual ketjuali , dengan idzin Komisi Pemberian Idzin Membeli Barang-barang. 2e. Ketua dan anggauta-anggauta Komisi Pemberian Idzin Membeli Barang-barang diangkat dan diberhentikan oleh Komisaris Pemerin­ tah Pusat untuk Sumatra Utara. Diantara anggauta-anggauta harus diangkat wakil-wakil dari para pedagang besar dan etjeran. 3e. Peraturan-Peraturan selandjutnja jang mengenai Komisi Pemberian Idzin Membeli Barang-barang ditetapkan oleh Komisaris- Pemerintah Pusat untuk Sumatra Utara. Pasal 3. Komisi Pemberian Idzin Membeli Barang-barang menentukan matjam dan banjaknja barang dari tiap importeur jang harus didjual dengan kupon dan/atau kepada pedagang etjeran jang telah memenuhi kewadjibannja sebagai tersebut dalam pasal 4. ,; Pasal 4. le. Untuk dapat membeli barang dari importeur, tiap-tiap pedagang ’ etjeran jang ingin mendjual barang-barang, jang dimaksudkan dalam pasal 1, diharuskan terlebih dahulu membajar uano* tanggungan se­ besar: fc> && &

105 26 a. R. 50.000 bagi pedagang etjeran jang berdjualan dengan bangku; b. R. 150.000 bagi „ » » berkedai/bertoko. .

2e Sesudah memenuhi pembajaran tersebut dalam ajat ^ etjeran dapat meminta surat ldzm membeli barang k p Pemberian Idzin Membeli Barang-barang. Pasal 5. Surat idzin membeli barang tersebut dalam pasal 4 ajat 2 d‘^ a n dengan sjarat-sjarat dan dasar-dasar jang ditentukan oleh Komisi itu.

Pasal 6. Barang siapa melanggar Peraturan jang ditetapkan dalam pasal 1 dan 2 danat dihiiknm dengan hukuman kurungan selama-lamanja ¿5 bulan atau denda sebanjak-toSataja R. 500 O O a - sedang barang-barang jang bersangkutan dapat disita dan/atau P Pasal 7. -j j , _ ofipran iang telah memenuhi kewadjibannja jang le. Pada pedagang gtidak diperkenankan memindahkan hak- lmaksudkan nPda2:ang, mendjual barang-barangnja ataupun me- nja kepada lai P mendjuaikannja dengan harga jang lebih tinggi njuruh orang ditetapkan oleh Komisi Pemberian Idzin Membeli dan pada harga jang Barang-barang. ¿e.

“ i ' - M ' b “ Pasal 8.

Peraturan ini mulai berlaku. v, tanggal 23 Oktober 1949. a. bagi daerah Atjeh paaa h loir.n-ia di Sumatra Utara akan ditetapkan oleh Komisa- ris•” Pemerintaht-> ” . * £ Pusat untukun Sumatra Utara,

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 22 Oktober 1949.

Diumumkan A. n. PRESIDEN REPUBLIK pada tanggal 24 Oktober 1949. INDONESIA, Wakil Perdana Menteri, Mr. R. S J AFRUDDIN Sekretaris Wakil Perdana Menteri, PRAWIflANEGARA. Mr. IMAM SUDJAHRI.

106 26 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 26 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PER­ ATURAN PEMERINTAH No. 2/Ek WPM TAHUN 1949.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, nimbang: a. bahwa untuk mendjamin terlaksananja usaha memper­ baikiDaiKi ekonomi di Sumatra Utara perlu diadakandiaaaKi penga­ wasan atas pembeliannpmtioUiin horoncr.haranp- barang-barang ftX export; D O rt I b. bahwa hal itu dapat ditjapai dengan pengawasan oleh Pemerintah atas usaha agen-pembeli barang-barang Me • export; ngmgat: pasal 2 Undang-Undang No. 2 tahun 1949; t Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: „PERATURAN UNTUK MENDJADI AGEN-PEMBELI (OPKOOPAGENT) HASIL HUTAN DAN HASIL BUMI DARI EXPORTEUR” . 1 *’ Pasal 1. hani^r-kei*an hasil hutan dan hasil bumi jang diperlukan untuk export teur ‘ dlldzinkan Pada agen-pembeli (opkoopagent) dari exporteur-expor- PasaiJaPg teIah mempunjai lisensi dari D jawatan Perdagangan berdasarkan No s/o dari KetetaPan Gubernur Sumatra tanggal 10 Djanuari 1948 16 Mei l£K9^No ^ 302^/R I ^ Ketetapan Gubernur Sumatra Utara tanggal

Pasal 2. le. Agen-pembeli tersebut dalam pasal 1, terlebih dahulu harus mendapat surat idzin dari Bupati, didalam daerah siapa agen itu mend jalankan usahanja. 2e. Surat idzin jang dimaksudkan dalam ajat le hanja diberikan setelah tur Jang bersangkutan diterima keterangan-keterangan ter-

a. dan Bank Negara, bahwa agen-pembeli telah membaiar uang tanggungan sebesar R. 150.000.— ; b. dan exporteur jang bersangkutan, bahwa sipemohon, benar-benar mendjadi agennja dan c. Perda§anSan’ bahwa exporteur itu benar-benar mempunjai lisensi. Pasal 3. dengfn°h“ l a a fenePS iit tidak J’01?* membeli hasil hutan/hasil bumi Pemerintah nggl dan harga Jang telah ditetapkan oleh

107 26 Pasal 4. Barang siapa melanggar apa jang ditetapkan dalam pasal '1 dan pasal 6, dapat dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 bulan dan/ atau denda setinggi-tingginja R. 5.000.000.— sedang barang-barangnja jang bersangkutan dapat disita dan/atau dirampas. Pasal 5. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Nopember 1949.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 22 Oktober 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Wakil Perdana Menteri, Mr. R. . Diumumkan pada tanggal 24 Oktober 1949. Sekretaris Wakil Perdana Menteri, Mr. IMAM .SOEDJAHRI.

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 26 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PERATURAN PEMERINTAH No. 2/Ek/WPM.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: — bahwa perlu diadakan pendjualan bahan-bahan keper­ luan rakjat dengan kupon diseluruh Sumatra Utara; — bahwa untuk mendjaga lantjarnja pekerdjaan tersebut perlu diadakan Peraturan jang tertentu; Mendengar: Badan Executief Dewan Perwakilan Rakjat Sumatra Utara; Mengingat: Pasal 2 dari Undang-Undang No. 2 tahun 1949;

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PENDJUALAN BARANG-BARANG DENGAN KUPON DI SUMATRA UTARA. Pasal 1. Dengan perantaraan Pamong Pradja pada tiap-tiap kelamin diberikan kupon untuk membeli barang-barang jang djenis dan banjaknja serta harganja ditentukan oleh Komisi Pemberian Idzin Membeli Barang-barang jang tersebut dalam pasal 2 dari Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 22 Oktober 1949 No. 1/Ek/WPM.

108 26 Pasal 2. Peraturan-Peraturan selandjutnja jang mengenai pembagian kupon dan tjara mempergunakannja ditetapkan oleh Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra Utara. Pasal 3. Tiap-tiap pedagang jang oleh Komisi Pembarian Idzin Membeli Barang-barang ditundjuk untuk mendjual barang-barangnja dengan kupon diwadjibkan: a. memasang pemberi tahuan dimuka tempat pendjualannja; b. memisahkan 3 barang-barang jang harus didjual dengan kupon dari lain-lain barang dagangannja; c. mendjual barang-barang jang harus didjual dengan kupon dengan harga jang telah ditentukan; d. menjimpan kupon-kupon jang diterimanja sebagai bukti pen­ djualannja. 2* Setiap waktu pedagang tersebut dalam ajat 1 diwadjibkan memberi- • kan keterangan-keterangan jang diperlukan beserta bukti-bukti jang dimiiitanja kepada Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra Utara atau pegawai jang ditundjuknja. Pasal 4. Barang siapa meniru atau memalsu kupon dan atau mempergunakan kupon tiruan atau palsu dapat dihukum menurut -kitab Undang- Undang Hukum Pidana. 2* Barang siapa mempergunakan kupon jang bukan m endjadi haknja dapat dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 1 bulan atau denda setinggi-tingginja R. 100.000.— . Pasal 5. Pelanggaran atas pasal 3 ajat 1 huruf a dan b dapat dihukum denda setinggi-tingginja R. 500.000.— . 2- Pelanggaran atas pasal 3 ajat 1 • huruf c dapat dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 bulan atau denda sebanjak- banjaknja R. 5.000.000.— sedang barang-barangnja jang bersang­ kutan dapat disita dan/atau dirampas. Pasal 6. Pedagang jang tidak memenuhi permintaan tersebut dalam pasal 3 ajat 2 dapat dihukum seperti jang ditetapkan dalam pasal 5 ajat 2. Pasal 7. Peraturan ini mulai berlaku bagi daerah Atjeh dan Langkat pada tanggal 26 Oktober 1949 sedang bagi lain-lain daerah di Sumatra Utara akan diumumkan lebih landjut.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 24 Oktober 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK Diumumkan INDONESIA, Pada tanggal 26 Oktober 1949. Wakil Perdana Menteri, Sekretaris Wakil Perdana Menteri, Mr. R. SJAFRUDDIN Mr. IMAM SUDJAHRI. PRAWIRANEGARA.

109 26 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 26 TAHUN 194.9. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PER­ ATURAN PEMERINTAH No. 4/Ek/WPM TAHUN 1949.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Membatja: Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah : a. No. 1/Ek/WPM tahun 1949 tentang Peraturan Pendjua- lan Barang-barang Import jang ada dibawah Pengawa­ san Pemerintah di Sumatra Utara; b. No. 2/Ek/WPM tahun 1949 tentang Peraturan untuk mendjadi agen-pembeli hasil hutan/hasil bumi dari exporteur-exporteur ; . c. No. 2/Ek/WPM tahun 1949 tentang Peraturan Pendjua- lan Barang-barang dengan kupon di Sumatra Utara; Menimbang : bahwa Peraturan-peraturan tersebut perlu disempurnakan; Mengingat: Pasal 2 Undang-Undang No. 2 tahun 1949 ;

Memutuskan

Meymmbahimengubah Peraturan-peraturan tersebut sebagai berikut: I- Jang mengenai: PERATURAN PENDJUALAN BARANG-BA­ RANG IMPORT JANG ADA DIBAWAH PENG­ AWASAN PEMERINTAH DI SUMATRA UTARA No. 1/Ek/WPM TAHUN 1949: a. Pasal 6: 1. dibelakang perkataan „dan 2” ditambah „ajat le ” . 2. bagian kalimat jang berbunji „dapat disita dan/atau diram­ pas” diubah mendjadi „dapat dirampas” ; b. Pasal 8: angka 8 diganti 9. c. Antara pasal 7 dan pasal 9 ditambah pasal 8 baru jang berbunji: „Perbuatan jang dimaksud dalam pasal 6 di­ pandang sebagai suatu pelanggaran” . IL Jang mengenai- PERATURAN UNTUK MENDJADI AGEN-PEM­ BELI HASIL HUTAN/HASIL BUMI DARI EX­ PORTEUR No. 2/Ek/WPM TAHUN 1949: a. Pasal 1 diubah mendjadi: Barang siapa melanggar apa jang ditetapkan dalam pasal 1 dan pasal 3, dapat dihu­ kum dengan hukuman kurungan selama-la- manja 3 bulan atau denda setinggi-tingginja R. 5.000.000.— , sedang barang-barangnja jang bersangkutan dapat dirampas.

FAK. H U K. 26 b. Pasal 5: angka 5 diganti 6. c. Antara pasal 4 dan pasal 6 ditambah pasal 5 baru jang berbunji: „Perbuatan jang dimaksud dalam pasal 4 dipandang sebagai suatu pelanggaran” . Jang mengenai: PERATURAN PENDJUALAN BARANG-BA­ RANG DENGAN KUPON DI SUMATRA UTARA No. 2/Ek/WPM TAHUN 1949. a. No. 2/Ek/WPM dibatja No. 3/Ek/WPM. b. Pasal 1: Dimuka perkataan „Dengan per­ antaraan ditulis „ (1 )” . Diantara pasal 1 dan pasal 2 ditambah ajat- ajat: (2) Kupon tersebut dalam ajat (1). dikeluarkan oleh Komisaris Pemerintah Pusat Untuk Su­ matra Utara dan diberi tanda tangan atau tjap tanda tangan Bupati/Wali Kota dari daerah dimana kupon itu berlaku. (3) Kupon tersebut dianggap se­ bagai surat untuk membukti­ kan barang sesuatu, jang di­ maksudkan dalam pasal 263 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. c. Pasal Jf: Antara perkataan „menurut” dan „Kitab” ditambah: „Pasal 263 dari”. d. Pasal 5 ajat 2: Bagian kalimat jang berbu­ nji „dapat disita dan/atau dirampas” diubah mendjadi „dapat dirampas” . e. Pasal 7: angka 7 diganti 8. Antara pasal 6 dan 8 ditambah pasal 7 baru jang berbunji: „Per­ buatan-perbuatan jang dimaksud dalam pasal 4 ajat 2, pasal 5 ajat 1 dan 2, dan pasal 6 dipandang se­ bagai pelanggaran” .

JV. Jang mengenai: Peraturan Wakil Perdana Menteri tanggal 15 Ok­ tober 1949 No. 5. a. Pasal 6: diubah mendjadi: Barang siapa tidak memenuhi kewadjiban-kewa- djiban tersebut diatas, dapat dihu­ kum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 bulan atau denda setinggi-tingginja R. 1.000.000.— sedang barang-barangnja jang ber­ sangkutan dapat dirampas.

111 26 b. Pasal 7: angka 7 diganti 8. c. Antara pasal 6 dan pasal 8 ditambahkan pa­ sal 7 baru sebagai berikut: „Perbuatan-perbuatan jang dimaksud dalam pasal 6 dipandang sebagai pelanggaran” .

Ketetapan ini mulai berlaku pada hari pengumumannja.

Ditetapkan di Kotaradja pada tangal 29 Oktober 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK Diumumkan INDONESIA, -pada tanggal 31 Oktober 1949. Wakil Perdana Menteri, Sekretaris Wakil Perdana Menteri, Mr. R. SJAFRUDDIN Mr. IMAM SOEDJAHRI. PRAWIRANEGARA.

112 Peraturan Pemerintah 1949 No. 27

REMENTERIAN PENERANGAN. Susunan dan lapang pekerdjaan Ke- menterian Penerangan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu menetapkan peraturan tentang lapang-kerdja, susu­ nan, pimpinan dan tugas kewadjiban masing-masing bagian/ djawatan Kementerian Penerangan; Mengingat: a. putusan sidang Dewan Menteri tanggal 10 Mei 1948 dan tanggal 2 Djuli 1948; b. putusan sidang Sekretaris-sekretaris Djenderal Kemen­ terian tanggal 14 Mei 1948; Mengingat pula: a. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948; b. pengalaman-pengalaman Kementerian sedjak berdirinja dan pertumbuhannja hingga dewasa ini;

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut: PERATURAN TENTANG LAPANG-KERDJA, SUSUNAN, PIMPINAN DAN TUGAS-KEWADJIBAN MASING-MASING BAGIAN/ DJAWATAN KEMENTERIAN PENERANGAN. Lapang — Kerdja. Pasal 1. Lapang-kerdja Kementerian Penerangan terdiri atas: a- Memberi penerangan kepada segenap lapisan rakjat tentang politik jang didjalankan oleh Pemerintah (Kabinet), serta memberi penera­ ngan tentang Peraturan-Peraturan jang dikeluarkan dan tindakan- tindakan jang dilakukan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Memberi penerangan dan memperdalam pengertian tentang ideologie Negara (Pantja-Sila). . , . . c- Memperdalam kesadaran politik dan ketjerdasan membanding (cnti- sche-zin). d* Memelihara dan menjuburkan roch perdjuangan rakjat untuk melak­ sanakan tjita-tjita Negara. e* Memperkenalkan keluar Negeri Negara Republik Indonesia serta, tjita-tjita persatuan bangsa seluruh Indonesia. S u s u 11 a n. Pasal 2. Kementerian Penerangan terdiri atas: I. Kantor Pusat Kementerian Penerangan terbagi atas: 1. Bagian Umum. 2. Bagian Urusan Pegawai. 3. Bagian Perbendaharaan.

113 27 4. Bagian Publiciteit. 5. Bagian Urusan Daerah, o- Djawatan Radio. «• Kantor Badan Pemeriksa Film. n. Kementerian Penerangan bertjabang- kebawah sebagai berikut: a. Djawatan-djawatan Penerangan Propinsi. Djawatan-djawatan Penerangan Kota, c. Djawatan-djawatan Penerangan Kabupaten Djawatan-djawatan Penerangan Ketjamatan

Pimpinan. Pasal 3.

p * n* “ p‘ "

Tugas Kewadjiban Masing-masing Bagian,Djawatan. Pasal 4. Bagian Umum:

^ S ite n -^ n O T W ta i.’ penjimpanan dan Pengiriman surat-surat/ b. Mengatur dan menilik urusan administratie Kantor Pusat. c. enjelenggarakan Perpustakaan, dokumentasi dan exposisi. d. Hal-hal jang chusus dan tidak termasuk tugas-kewadjiban ba- gian-bagian lain. J 2- Bagian Urusan Pegawai: foaj"soal Jan£ bersangkutan dengan urusan pegawai seiuruh Kementerian. Bagian Perbendaharaan: a- Mengerdjakan perbendaharaan Kementerian seluruhnja. ' Mengeluarkan semua atas gadji dan permintaan uang untuk be- landja kantor dan lain-lain. c- Memeriksa dan menanggung keberesannja pertanggungan- djawab. Bagian Publiciteit: a- Menjusun komentaar, uraian-uraian politik, sosial, ekonomi untuk , dalam dan luar Negeri. • Mengurus dan 'menjelenggarakan penerbitan untuk kebutuhan dalam dan luar Negeri. Menjelenggarakan pers-intervieuws, dan memperhatikan dunia pers dan persurat kabaran pada umumnja. Memberi bahan-bahan penerangan ke Djawatan-djawatan Pene­ rangan Daerah, dan badan-badan atau instansi-instansi jang bersangkutan dengan penerangan. e* Menerima tamu-tamu dan wartawan-wartawan Luar Negeri dan menjelenggarakan pertemuan-pertemuan untuk mereka. 5' Bagian Urusan Daerah: a- Memperhatikan dan mengurus segala soal-soal jang bersangkut- paut dengan usaha-usaha penerangan kedalam Negeri serta or- ganisasinja diseluruh daerah Republik Indonesia.

114 2 7 b. Mengatur dan memelihara persesuaian isi dan langkah antara penerangan kedalam dan keluar Negeri. c. Memperhatikan dan mengisi pertundjukan-pertundjukan rakjat.

6- D jawatan Radio: a. Mengurus dan menjelenggarakan organisasi dan isi penerangan dengan radio, baik jang ditudjukan keluar, maupun kedalam Negeri. b. Menjusun pedoman dan program siaran, baik di Pusat, maupun di tjabang-tjabang seluruh daerah Republik Indonesia. c. Dengan memperhatikan soal-soal kebudajaan dalam siaraimja radio, turut membimbing masjarakat kearah kesempurnaan i up djasmani dan rochani. 7- Kantor Badan Pemeriksa Film: Menjelenggarakan penilikan (censuur) atas film-film untuk pertun- djukan umum ' Pasal 5. Pembagian tugas-kewadjiban lebih landjut untuk seksi dari bagian/d jawatan, tersebut dalam pasal 4, dan untuk 3 g tjabang Kementerian Penerangan dari Djawatan ^enei’aiJfan. • -pL^p. sampai ke Djawatan Penerangan Ketjamatan, diatur oleh Menteri rangan. Berlakunja Peraturan. Pasal 6. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 16 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Penerangan, A. G. PRINGGODIGDO. SAMSUDIN.

115 Peraturan Pemerintah 1949

kementerian . p e r b u r u h a n P SOSIAL. Susunan dan tugas Kewadjiban Kementerian Perburu­ an dan Sosial.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: periu mengadakan beberapa tambahan dalam Peraturan

susunan, pimpinan dan T u g a ^ l e w " ^ ^K em ef Perburuhan dan Sosial; § kewadjiban Kementerian

Mengingat: pasal 2 sub B dan sub C, pasal 4, 5 q 7 ¿ ail 9 sub C Per- TTnd'n11 ^ m,erint^ No- 14 tahun’ 1949, dan Pasal 5 ajat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut:

PERTlm ^Q4qET™ T^pPf ^ RAN PEMERINTAH N o. 14 AHUN 1949 lENTANG LAPANG-KERDTA ^TT^TTNAN PIMP™ WAD«BAN ' KE^EN ' TERIAN PERBURUHAN DAN SOSIAL I- Pasal 2 sub B ajat dibatja: a Daerah ^>USa^ ^jawatan Perburuhan dan Kantor Perburuhan

b. Kantor Penempatan Tenaga Pusat dan Kantor Penempatan lenaga Daerah/tjabang. ^ c. Kantor Pengawasan Perburuhan Pusat dan Kantor Pengawa­ san Perburuhan Daerah/tjabang. * d. Kantor Pengawasan Keselamatan Kerdja Pusat dan Kantor Pengawasan Keselamatan Kerdja Daerah, II- Pasal 2 sub C ditambah: Didaerah-daerah diadakan: Kantor Sosial Daerah III Pasal 4 angka 4: „Bagian Perbendaharaan” harus dibatja: „Bagian Keuangan dan Perbendaharaan IV. Pasal 5 harus dibatja: Kantor Pusat Djawatan Perburuhan terdiri dari: 1- Bagian Perburuhan Umum} jang berkewadjiban mengurus per­ lindungan perburuhan, perdjandjian dan perselisihan perbu­ ruhan, Statistiek perburuhan. 2- bagian Djaminan Sosial, jang berkewadjiban mengurus tang­ gungan, tundjangan, sokongan kepada buruh jang tidak mam­ pu bekerdja karena sakit, tua atau alasan lainnja berdasarkan sesuatu Peraturan perburuhan. 3- Bagian Gerakan Buruh dan Pendidikan, jang berkewadjiban niembantu gerakan-gerakan buruh dalam mentjapai kesempur­ naan serta berusaha mempertinggi deradjat ketjerdasan buruh.

116 28 4. Bagian Tata Usaha, jang berkewadjiban mengurus soal-soal jang bersifat umum jang tidak termasuk lain bagian, penen- J ma? n surat-surat masuk untuk dibagikan kepada bagian-Dagian jang bersangkutan, menjimpan dan pengiriman surat-surat. V. Pasal 6 harus dibatja: Kantor Penem.'patan Tenaga bertugas kewadjiban sebagai berikut. 1. menjelenggarakan pentjatatan pengangguran, memberi soko­ ngan kepada penganggur, mengichtiarkan lapang pe er J baru, mempertinggi deradjat tenaga dengan memberi pen i i kan vak kepada buruh dan penganggur; 2. memberi pertimbangan dalam memilih lapang an’ menghubungkan pentjari pekerdjaan dan pentjari ten & , 3. menjelenggarakan pengerahan dan pembagian tenaga dimana dan pada waktu diperlukan, mendjalankan Peraturan- ran tentang kewadjiban bekerdja dan sebagainja, 4. mengikuti perkembangan industri, mempeladjari kemungkinan kemungkinan dilapang perburuhan berhubung dengan p kembangan industri tersebut.

VI. Pasal 7 harus dibatja: Kantor Pengawasan Perburuhan bertugas kewadjiban. mengawasi berlakunja Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Perburuhan, ketjuali jang diserahkan kepada lain djawatan, dan sebagainja.

VII. Pasal 9 sub e harus dibatja: * mengurus fakir miskin, jatim piatu, orang-orang/anak-anak. terlan­ tar, tjatjat dan bekas hukuman, korban bentjana alam, pera] dan lain-lain golongan dalam masjarakat jang karena Keaaa menderita, kesengsaraan.

VIII. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 31 Oktober 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 16 Desember 1949.

Diumumkan ♦ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 16 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Perburuhan dan Sosial, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

117 Peraturan Pemerintah 1949 No. 29

BADAN PEKERDJA KOMITE NASIO- NAL PUSAT. ANGGAUTA. PENGHA­ SILAN. Peraturan tentang- penghasilan anggauta Badan Pekerdja Komite Na­ sional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, perlu mengadakan Peraturan tentang pemberian penghasi­ lan kepada anggauta Badan Pekerdia Komite Nasional Pusat; Membatja: surat putusan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat dalam rapatnja pada tanggal 29 Agustus 1949; Mengingat: a. Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 1949; b. keputusan Sidang Dewan Menteri tansreral 12 Agustus 1949; && c. pasal 4 Undang-Undnag Dasar dan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1949;

Memutuskan:

Dengan mentjabut kembali Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 19^9, menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PENGHASILAN ANGGAUTA BADAN PEKERDJA KOMITE NASIONAL PUSAT. Pasal 1. m' ang§’au^a Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat, selandjut- • ti v,1Si t- an£>gauta dalam Peraturan ini, diberi penghasilan R. 700,— ap bulannja, ditambah dengan tundjangan kemahalan menurut peraturan jang berlaku untuk pegawai Negeri. Pasal 2. ken *qen£kasilan sebagai dimaksudkan dalam pasal 1 hanja diberikan Pada anggauta jang memenuhi seluruh tugas kewadjibannja. Pasal 3. d ) Jang dimaksudkan dengan tugas kewadjiban menurut pasal 2 ialah: a- menghadliri rapat-pleno (terbuka maupun tertutup); menghadliri rapat panitya-tetap; c’ menghadliri rapat seksi. (2) Dalam arti memenuhi seluruh tugas kewadjiban menurut Peraturan lm termasuk djuga: a’ anggauta jang tidak dapat menghadliri rapat resmi tersebut dalam ajat 1 pasal ini, karena sakit jang harus dibuktikan dengan surat keterangan tabib ; b. anggauta jang atas perintah tertulis dari Ketua Badan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat mendjalankan tugas tertentu, sehingga ia berhalangan menghadliri rapat resmi termaksud di- atas, jang telah ditentukan.

118 29 Pasal 4. (1) Terhadap anggauta jang tidak memenuhi tugas kewadjiban tersebut dalam pasal 3, didjalankan aturan sebagai berikut: a. anggauta jang 1 sampai 5 kali tidak menghadliri rapat resmi, , maka penghasilannja dikurangi dengan R. 40, un u aip kalinja; b. anggauta jang 6 sampai 10 kali tidak menghadliri rapat maka penghasilannja dikurangi lagi dengan R. 50, un u p kalinja; c. anggauta jang 11 kali atau lebih tidak menghadliri rapat resmi, maka penghasilannja dikurangi lagi dengan R. 60, un kalinja. (2) Anggauta jang tidak hadlir terus-menerus dalam satu sidang, menerima pembajaran sama sekali; djika kebetulan d a a berikutnja tidak ada sidang, maka anggauta itu djuga tidaK m pembajaran sama sekali. Pasal 5.

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Perdana Menteri, Diumumkan MOHAMMAD HATTA. pada tanggal 19 Desember 1949. Menteri jang diserahi urusan Sekretaris- Negara, Pegawai Negeri, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

119 Peraturan Pemerintah Pengganti Undann2ang 19<9 No. 30 ( PENGESAHAN PERATURAN. Per- ^uran tentang pengesahan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang No. 2/Ku/WKPM/49

WKPMM 9 / W K P M / 4 9 dan N °' 4/KU/

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa perlu mengesahkan: Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang Undang tanggal 28 Nopember 1949 No 2/Ku/Wkpm Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang Undang tanggal 28 Nopember 1949 N? 3/Ku/Wkpm Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang Undang tanggal 28 Nopember 1949 No. 4/Ku/Wkpm Mengingat: pasal 22 ajat 1 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI UNDANG-UNDANG- Satu-satunja pasal. — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang tanggal 28 Nopember 1949 No. 2/Ku/Wkpm.; — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang tanggal 28 Nopember 1949 No. 3/Ku/Wkpm.; ' — Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Undang-Undang tanggal 28 Nopember 1949 No. 4/Ku/Wkpm.; Sfdisahkrlainpir Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Pasal penutup.

naHoPr aturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku Pada han diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 20 Desember 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 20 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

120 30 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 30 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 2 Ku WKPM TAHUN 1949.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perdjalanan usaha dan hasil pengutipan dari Iyuran Pendapatan Ketjil, jaitu salah satu dari sumber-sum er Pemerintah Pusat, hingga dewasa ini masih berada i ing- katan jang belum sempurna dan memuaskan; bantuan Pemerintah Pusat kepada daerah-daerah Kota dan Kabupaten jang berotonomi untuk membelandjai ong o rumah tangga daerah-daerah itu, sebagian besar dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber pendapatan e rintah Pusat; untuk memperoleh hasil pengutipan jang telah dari Iyuran Pendapatan Ketjil, perlu diambil sua u tapan; Mengingat: Pasal 2 dan 3 dari Undang-Undang No. 2 tahun 1949 dan pasal* 22 ajat (1) dari Undang-Undang Dasar, Setelah- mendengar: Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra Utara, Badan Executiep Dewan Perwakilan Rakjat fc»u trs. T_Ttcii*ci dcLTi Badan Executiep Dewan Perwakilan Rakjat Kabu­ paten-kabupaten. Memutuskan: Menetapkan Peraturan sebagai berikut: I. Terhitung mulai tahun Iyuran 1950, tiap-tiap tahun semua hasil dari Iyuran Pendapatan Ketjil diserahkan kepada Propmsi bumatra Utara untuk diteruskan kepada Kota-kota dan Kabupaten-kabupaten jang berotonomi didalam Propinsi Sumatra Utara, sebagai sebaha­ gian dari subsidie dari Pemerintah Pusat. H- Jang dimaksud dengan hasil Iyuran Pendapatan Ketjil ialah penda­ patan dan penerimaan Kas Negara didalam lingkungan masing- masing daerah Kota dan Kabupaten, jang telah dipertanggung djawabkan oleh masing-masing pengutip-pengutip Iyuran kepada Kas Negara dan Kas-kas pembantunja. III. Undang-Undang ini mulai berlaku untuk Propinsi Sumatra Utara pada hari diumumkan dan didjalankan untuk tahun Iyuran 1950.

Ditetapkan di Kotaradja,- pada tanggal 28 Nopember 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK Diumumkan INDONESIA, pada tanggal 30 Nopember 1949. Wakil Perdana Menteri, Sekretaris Wakil Perdana Menteri, Mr. R. SJAFRUDDIN R. MARJONO DANOEBROTO. PRAWIRANEGARA.

121 30

PENDJELASAN m e m u a S j an? diPeroieh dari Iyuran Pendapatan Ketjil belum emuasKan. Hal mi disebabkan oleh: a. kurang sempurnanja tjara menetapkan serta mengutipnja; b. kurang difahaminja oleh rakjat tentang arti dan tudjuan Iyuran itu.

Pasal I.

diserahkannja hasil iyuran pendapatan ketiil kepada Kabu- P n diharap ditjapainja dua buah maksud. Pertama: Kota/kabupaten jang bersangkutan menginsjafi bahasa banjak sedikitnja uang jang mereka dapat pergunakan untuk mem- belandjai rumah tangganja tergantung dari masuknja uang' iyuran ini, sehingga mau tak mau mereka akan menjempurna- kan tjara menetapkan dan mengutipnja. Kedua: Rakjat dalam daerah itu akan menjaksikan, bahasa uang jang dipungut itu, bukan, untuk orang lain, tetapi untuk kepentingan daerah mereka sendiri.

Pasal II.

Meskipun hasil dari iyuran ini, diperuntukkan masing-masing kota/ kabupaten otonoom jang bersangkutan, uang itu terlebih dahulu dimasuk­ kan dalam Kas Negara seperti jang lazim, jaitu supaja tetap dapat di­ adakan pengawasan oleh Pemerintah Pusat. Tiap-tiap bulan oleh Pemerintah uang jang telah masuk Kas tadi dihajarkan kembali kepada daerah jang bersangkutan.

lam piran PERATURAN PEMERINTAH No. 30 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 3/Ku/WKPM TAHUN 1949.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk menjesuaikan iyuran pendapatan dengan nilai Urips di Sumatra Utara dianggap perlu untuk tahun ang- - garan 1950 bagi daerah Propinsi Sumatra Utara, diadakan perubahan tarip Iyuran Pendapatan; Mengingat: pasal 2 dan 3 dari Undang-Undang No. 2 tahun 1949 dan pasal 20 ajat 1, pasal 23 dan pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 16 Oktober 1945 No. X ; Setelah mendengar Badan Executiep Dewan Perwakilan Rakjat Sumatra Utara;

122 30 Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: „UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN IYURAN (PENDAPATAN) TAHUN 1950 DAN TAMBAHAN POKOK IYURAN” . Pasal 1.

Untuk tahun iyuran 1950, tarip-tarip jang d i m a k s u d pada pasal 27 ®J8-t 1 huruf b dari TJndang-Undang Iyuran Pendapatan 1932, bt . No. m diubah sebagai berikut: a* tarip A kelas 1 dan 2 dihapuskan; b- semua djumlah jang terdapat pada tarip A kelas 3 hingga kelas 5, tarip B, tarip C dan tarip dalam pasal 30 ajat 3 harusdibatja (Urips) dan dikalikan dengan masing-masing 250.

Pasal 2. Dari djumlah penetapan iyuran Kekajaan untuk tahun Iyuran 1950 dipungut lima puluh persen tambahan pokok iyuran untuk. Negara.

Pasal 3. Dari djumlah penetapan Iyuran Peseroan untuk sesuatu masa 3an§ berachir pada suatu tanggal antara tanggal 30 Djuni 1949 dan tangga Djuli 1950 dipungut empat ratus persen tambahan pokok Iyuran un Negara. Pasal 4. Dari djumlah penetapan Iyuran Untung Perang jang berkenaan dengan tahun kalender 1949 atau sebahagian dari itu, atau untuk sesuatu masa jang berachir pada suatu tanggal antara tanggal 30 Djuni ly^y dan tanggal 1 Djuli 1950 dipungut delapan puluh persen tambahan pokok Iyuran untuk Negara. Pasal 5. Ketetapan ini mulai berlaku pada hari pengumumannja.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 28 Nopember 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK Diumumkan INDONESIA, Pada tanggal 30 Nopember 1949. Wakil Perdana Menteri, Sekretaris Wakil Perdana Menteri, Mr. SJAFRUDDIN R. MARJONO DANOEBROTO. PRAWIRANEGARA.

123 30

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 30 TAHUN lMfc DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTFm t>™ rrANTl UNDANG-UNDANG No. 4/Ku Wr p m TAHUN 194^

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, enimbang: bahwa untuk menjesuaikan ivn^o j . tt • Sumatra Utara dianggap perliT w ? dengannilfiiU nps di mengadakan penget|,llian dari n T daerah Sumatra Utara dalam Undang-Undang No 26 tftf m TTnHnncr TTn^nncr t™,™« « j tahun 1948 dan merobah No 111) ; Pendapatan tahun 1932 (Stbl. 1932 Mengmgat: pasal 2 dan 3 ^ J ^ a n g -U n d a n g No. 2 tahun 1949 dan S l, . . Pasal aJat d ) Undang-Undang Dasar e telah mendengar Badan Executiep Dewan Perwakilan' Rakjat Sumatra

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut:

1 ^ ditetapkan dalam Undang-Undang Padiak ppnHnnntfl’n iq ^9 ^ mengubah Undang-Undang ^adjak.Pendapatan 1932 (Stbl. 1932 No. l l l ) sebagai berikut: II jang diS?butkan dengan „ f” harus dibatja ratnf ” (FZ\P )- + S6SU,dal? itu dikalikan dengan 250 (dua ratus lima puluh), jaitu seperti jang terdapat pada pasal: a- 11 huruf k; F 1 b. 22a; c* 27 ajat 3; d* 29 ajat 3; e* 38 ajat 2 huruf a; f- 50 ajat 5 dan 6 ; S- 67 ajat 3; b- 80 ajat 2 ; 2. dalam pasal 53: a. ajat 1 sesudah koma kalimat Seterusnja dibatja sbb.: „maupun menurut satu djumlah jang ditaksir oleh Ke­ pala Kantor Iyuran Negara” ; b. ajat Ia dihapuskan. III. Ketetapan ini mulai berlaku untuk Propinsi Sumatra Utara pada ^ari diumumkan dan didjalankan untuk tahun Iyuran 1950.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 28 Nopember 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK Diumumkan INDONESIA, Pada tanggal 30 Nopember 1949. , r Wakil Perdana Menteri, Sekretaris ¡Wakil Perdana Menteri, Mr. SJAFRUDDIN R. MARJONO DANOEBROTO. PRAWIRANEGARA.

124 30 PENDJELASAN Kenaikan harga barang-barang pada umumnja dan bahan-bahan ke­ perluan hidup sehari-hari jang mengakibatkan membubungnja ongkos penghidupan dan dengan tjepat pula djatuhnja harga Urips didalam masa setengah tahun kedua 1949 sehingga tarip iyuran pendapatan jang dite­ tapkan dengan Stbl. 1942 No. 53 dan jang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 25 tahun 1948 tidak sesuai lagi dengan principe dan Pengenaan iyuran tersebut, jaitu diukur menurut kekuatan seseorang untuk membajar, maka dirasa perlu mengubah tarip tersebut, tahun :yuran 1950, jang berlaku chusus bagi daerah Propinsi Sumatra Utara. Perobahan tarip ini jang sedianja harus dilaksanakan setjara sen- teral oleh Pemerintah Pusat di Djokja, tidak dapat didjalankan, karena perbedaan jang sangat besar jang terdapat diantara daerah Djokjakar a dan Propinsi Sumatra Utara tentang keadaan ekonomi. Untuk mengikuti harga pasaran selama tahun 1949 dan mempergu- nakannja sebagai alat pengukur untuk menetapkan tarip iyuran tanun 1950, dipandang tidak ada pada tempatnja, karena k e n a i k a n harga er- sebut adalah disebabkan keadaan jang kurang sehat jang terdapat di a- langan saudagar Import/Export jang dapat dikatakan mempunjai penga- fuh jang besar didalam mengatur harga pasaran tersebut. Oleh se a ^u, dimana dari fihak Pemerintah telah berusaha dengan sekuat-Kua nja untuk mengembalikan peil harga pasaran kepada keadaan jang le i se­ hat dari keadaan sebelum itu dan berhubung dengan ketetapan eme- rintah dalam pengeluaran URIBA, dengan nilai RB. 1 — =? ^ • ’ niaka sudah semestinjalah penetapan ini dipakai sebagai pedoman. Berpegang pada pendirian ini maka dari pihak Iyuran Negara me­ ngusulkan supaja tarip Iyuran Pendapatan 1932 menurut keadaanja jang telah diubah, paling achir dengan Staatsblad 1942 No. 53, dipegang egu sebagai dasar perhitungan dengan memperhatikan penetapan koers URIBA oleh Pemerintah sebagai usaha untuk membendung kemelut ekonomi. . , Kalau telah diketahui, bahwa RB. 1.— serupa harganja dengan R. 250.— dan RB. 1.— sama dengan f 1.— (rupiah belanda), beiarti, bahwa f 1.— = R. 250.—. Dimana didalam tarip Iyuran Pendapatan ter­ sebut semua djumlah dinilai dengan f, maka nilaian ini hendaklah di- djadikan R. (Urips) dengan mengalikannja dengan 250.— . Perbandingan ini, telah hampir mfentjapai atau mendekati keadaan Jang sebenarnja, karena „vrijgesteld minimum inkomen-” didalam tahun 1942 buat daerah Atjeh adalah sebanjak / 75.— setahun di Uripskan dengan perbandingan tersebut serupa dengan R. 18.750. . Oleh karena »»vrijgesteld minimum inkomen” ini masih dipandang rendah, diusulkan supaja dinaikkan mendjadi R. 30.000.— . . . Dengan djalan begini dapat tertjapai suatu djumlah untuk minimum aanslag R. 462.50.^— setahun. Itulah sebabnja maka diusulkan supaja tarip A kelas 1 dan 2 di­ hapuskan. Tentang pengenaan opcenten atas pokok Iyuran Kekajaan, Iyuran Perseroan dan Iyuran Untung Perang, tidak dimadjukan perubahan, ka­ rena kenaikan opcenten ini dengan sendirinja telah termasuk didalam perubahan jang diusulkan.

125 Peraturan Pemerintah 1949 No- 31

KOPRA. AGEN PEMBELI. SUMA­ TRA. Peraturan tentang mendjadi agen pembeli kopra di Sumatra (28-11-1949 No. 5/Ek/Wkpm.)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu mengesahkan Peraturan Wakil Perdana Men­ teri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 28 Nopember 1949 No. 5/Ek/Wkpm; Mengingat. pasal 5 ajat 2 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGESAHAN PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENG­ GANTI PERATURAN PEMERINTAH.

Satu-satunja pasal. Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 28 Nopember 1949 No. 5/Ek/Wkpm seperti terlampir pada Per­ aturan Pemerintah ini disahkan.

Pasal penutup. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 20 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan Pada tanggal 20 Desember 1949.

Sekretaris Negara, A- G. PRINGGODIGDO.

126 31 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH No. 31 TAHUN 1949. DARI HAL PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PER­ ATURAN PEMERINTAH No. 5/Ek/WKPM TAHUN 1949.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih mendjamin terlaksananja usaha mem­ perbaiki ekonomi di Sumatra Utara, perlu diadakan penga­ wasan atas pembelian-pembelian kopra; Mengingat: pasal 2 Undang-Undang No. 2 tahun 1949; Mendengar: Badan Executiep Dewan Perwakilan Rakjat Sumatra Utara ; Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: „PERATURAN UNTUK MEND J ADI AGEN PEMBELI KOPRA” . Pasal 1. Pembelian kopra hanja diidzinkan kepada: a* agen-pembeli dari exporteur-exporteur jang disebutkan dalam pasal 1 Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 2/Ek/Wpm tertanggal 22 Oktober 1949; b* agen-pembeli kopra atau pengurus dari perusahaan-perusahaan da­ lam Negeri jang membikin kopra ataupun jang mempergunakan kopra sebagai bahannja. Pasal 2. Semua pembelian kopra jang terdjadi diluar tempat perusahaan di- aQggap dilakukan oleh agen-pembeli tersebut dalam pasal 1.

Pasal 3. a* Agen-pembeli tersebut dalam pasal 1 terlebih dahulu harus menda­ pat idzin dari Bupati, didalam daerah siapa agen itu mendjalankan usahanja. b. Surat idzin jang dimaksudkan dalam ajat a hanja diberikan setelah oleh Bupati jang bersangkutan diterima keterangan-keterangan ter­ tulis : 1. dari Bank Negara, bahwa agen-pembeli itu telah membajar uang tanggungan sebesar R. 150.000.— . 2. dari pengurus perusahaan, atau exporteur, bahwa sipemohon benar-benar mendjadi agennja; 3. dari Djawatan Perindustrian, bahwa perusahaan itu telah didaf­ tarkan menurut ketetapan Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra tanggal 20 September 1948 No. 57/KM/U atau dari D ja­ watan Perdagangan, bahwa exporteur itu benar-benar mem- punjai lisensi.

127 31 Pasal 4. Jang ditetapkan dalam pasal 3, tidak berlaku bagi agen-pefribeli dari exporteur-exporteur, jang telah memenuhi kewadjibannja menurut pasal 2 Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah No. 2/Ek/WPM. Pasal 5. Seorang agen-pembeli atau pengurus perusahaan-perusahaan ter­ sebut dalam pasal 1 sub a dan b, tidak boleh membeli kopra dengan harga jang lebih tinggi dari harga jang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 6. Barang siapa melanggar apa jang ditetapkan dalam pasal 1 dan 5 dapat dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 bulan atau denda setinggi-tingginja R. 5.000.000.—; sedang barang-barangnja jang bersangkutan dapat dirampas. Pasal 7. Perbuatan jang termuat dalam pasal 6 dipandang sebagai pelang­ garan. Pasal 8. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 28 Nopember 1949. Wakil Perdana Menteri, Diumumkan Mr. R. S J AFRUDDIN pada tanggal 1 Desember 1949. PRAWIRANEGARA. Sekretaris Wakil Perdana Menteri, R. m a r j o n o d a n o e b r o t o .

128 Peraturan Pemerintah 1949 No. 32

PELADJAR. PENGHARGAAN BER­ BAKTI. Peraturan tentang penghar­ gaan Pemerintah terhadap peladjar jang telah berbakti.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu, mengadakan Peraturan tentang penghargaan Peme­ rintah terhadap para peladjar, karena telah menunaikan kewadjiban berbakti selama revolusi nasional guna mene­ gakkan Negara; Mengingat: Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1949;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: „PERATURAN TENTANG PENGHARGAAN PEMERINTAH TERHADAP PELADJAR JANG TELAH BERBAKTI UNTUK NEGARA” . Pasal 1. Pemerintah memberikan penghargaan kepada para peladjar perdjua- ngan, jang telah menunaikan kewadjiban berbakti guna menega an Negara sedjak tanggal 17 Agustus 1945. 2- Menteri Pertahanan menetapkan siapa jang telah memenuhi kewa­ djiban itu dan menetapkan pula saat permulaan dan saat berachirnja masa berbakti buat tiap peladjar jang bersangkutan. Pasal 2. Penghargaan dibagi atas: 1. Penghargaan umum. 2. Penghargaan chusus. 3. Penghargaan istimewa. Pasal 3. Penghargaan um um berupa: 1 sur^t^Bdid^b^kti 2 . ketentuan, bahwa waktu selama mendjalankan kewadjiban berbakti dianggap sebagai masa kerdja, jang diperhitung­ kan untuk menetapkan gadji, pangkat dan pensiun. Pasal 4. Penghargaan chusus berupa: 1. kelas-kelas peralihan. 2 . waktu udjian tersendiri. 3. pembebasan uang sekolah dan alat-alat. 4. uang saku. 5. perawatan tjuma-tjuma terhadap jang menderita penjakit djasmani dan rochani karena berdjuang. Pasal 5. Penghargaan istimewa berupa: * surat-tanda-bakti-istimewa disertai beurs dan/atau lainnja.

129 32 Pasal 6. 1. Penghargaan umum diberikan kepada setiap i u mendjalankan kewadjiban berbakti. . peladj J S ah

3 P ^ Ping Penghargaan UmUm dapat diberikan penghargaan chusus. ' d a n di!? ^ SU^ daIam Pasal i No- !■ 2’ 3 ataW berkepentingan menurat pendapat M ^ n t e r fp lj^ lrlukap e n g ld i if g dan Kebudajaan atau Pembesar"jang ditund^fothnTa ' ¿ u T f a n ^ 'S S ^ i .ke,tentuan ?alai? aJat 2, maka penghargaan chu- £ n s e ^ n n ^ 3^ da’am f Sal 4 i 10; 3 atau/dan-No. 4 dapat diberi­ kan selama peladjar jang bersangkutan bersekolah ’ ta ? 2 2 K l^ d™aktUd dala? ,Pasal ^ No. 5 diberikan sampai W K » w T p i memerlukannja menurut pendapat Men- teri Kesehatan atau Pembesar jang ditundjuk olehnja. o. Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam aiat 1 2 S 4 dan 5 maka S M f r m l u S : diberikan k6Pada Pelad* ’r ^ da‘ am Pada a. keberanian, b. kedjudjuran, c. keichlasan, d. kesetiaan dan e. kebidjaksanaan. 7. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan bersama-sama dengan Menteri Pertahanan menentukan siapa jang dapat diberi oeurs, berapa djumlah beurs itu serta guna peladiaran apa dan be­ rapa lamanja. J Pasal 7. Penp-ha^ menentukan siapa jang memenuhi sjarat-sjarat guna menerima S n l i11 istimewa ialah Presiden Republik Indonesia sesudah mem- pertimbangkan pendapat Menteri Pertahanan. Pasal 8. hanan^ berhak memberikan surat tanda bakti ialah Menteri Perta- berhak memberikan surat tanda bakti'istimewa ialah Presiden Publik Indonesia. * Pasal 9. j h a i ? re^ en Republik Indonesia/Menteri Pertahanan dapat menjerahkan kpr»a^a uutuk menerimakan surat tanda bakti istimewa/surat tanda bakti cpaaa Pembesar jang ditundjuk olehnja. Pasal 10. anp'o-a6^ ^ biaja untuk penglaksanaan Peraturan ini dibebankan kepada Penp-arT’11 e^a^dja Kementenan Pertahanan, ketjuali biaja jang mengenai Pen5i/ii!aran j an^ dibebankan kepada anggaran belandja Kementerian didikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. Pasal 11. 1. enghargaan jang dimaksud dalam pasal 2, ket juali pemberian masa- •^erdja dapat ditjabut sebagian atau seluruhnja untuk mereka jang dengan keputusan hakim jang tak dapat diubah lagi karena sesuatu Kedjahatan didjatuhi hukuman pendjara paling sedikit satu tahun lamanja.

J 30 32 2- Djika ada alasan jang sah, maka penghargaan chusus jang dimaksud dalam pasal 4 No. 1, 2, 3 dapat dihentikan oleh Menteri Pendidikan, • Pengadjaran dan Kebudajaan, penghargaan chusus jang dimaksud dalam pasal 4 No. 4 dapat dihentikan oleh Menteri Pertahanan atas usul Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dan peng­ hargaan chusus jang dimaksud dalam pasal 4 No. 5 dapat dihentikan oleh Menteri Kesehatan.'

Pasal 12. Guna penglaksanaan Peraturan ini Menteri Pertahanan dan Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dibantu oleh sebuah Pa- nitya jang anggautanja diangkat dan diberhentikan oleh Menteri- Menteri tersebut diatas. 2- Panitya itu berhak memadjukan usul-usul, pendapat-pendapat dsb. kepada Kementerian-kementerian tersebut dalam ajat 1 dan d^pa pula diserahi merentjanakan Peraturan-peraturan dan menyelengga­ rakan pekerdjaan-pekerdjaan guna penglaksanaan Peraturan mi me­ nurut petundjuk-petundjuk Menteri-Menteri jang dimaksud dia as.

Pasal 13. Peraturan ini dinamakan „ Peraturan Penghargaan peladjar bei bakti dan mulai berlaku pada hari diumumkan.

Pasal 14. Sesudah Negara Republik Indonesia Serikat berdiri, hak dan kewa­ jib a n jang dalam Peraturan ini diserahkan kepada Menteri dan llemen- terian Pertahanan pindah kepada instansi jang akan ditundjuk oleh rre- §iden Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 24 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri Pertahanan, HAMENGKU BUWONO IX. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, S. MANGUNSARKORO.

Diumumkan Menteri Keuangan, Pada tanggal 24 Desember 1949. LOEKMAN HAKIM. Sekretaris Negara, Menteri Perburuhan dan Sosial, A. G. PRINGGODIGDO. KOESNAN.

131 32

pendjelasan PERATURAN PEMERINTAH No. 32 TAHUN 1949. TENTANG

PE ™ K‘ NTAH t e r h a d a p PELADJAR JANG TELAH BEKBAKTI. PENDJELASAN UMUM.

rintah dalam pa^^rdinariP-a^« i ena^a kader guna membantu Peme­ ran dalam Peraturan pim plnt Wukup mengadakan peratu- b erb a k tH a S ^ ^ ^ ™ ^ 9^ahu* 1949 tentang kewadjiban 1948 ata{! l f 49 PCla?jar JanS dalam tahun 1947„ dalam Peraturan tnHi mnb? sekolah-sekolah jang dimaksud patriot jang telah berbakti 1Jeml)eri. penghargaan kepada para, sional jang sekaransr ma^ih tor ^ P£f ? perdJuangan selama revolusi na~ : lebih f f Z n T S bGilaku’ harus diadakan Peraturan jang* djuangan ’nasional sedjak ta n g g J i? A g ffs **"«"» dalam Pada Per’ j guna gSon^n ^in^^erlitr an^f imengenai Pen*uda peladjar, karena .-' karen^ tiba sa’ateia S6lekf S mun^kin diadakan Peraturan,

a s r X 3 £ S ? £ £ - ' ku nt;„ £ tersendiri, karena urusan mengenai golongan itu masuk ling- f e a l ^ r X nan1S . dan pada Keme„ter?an-keSmenterian jang J : .

PENDJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1.

ia n /m !!L di,? akSUd,w ngT P.eladjar dalam pasal 1, ajat 1 ialah mereka ' Pun rwrf ^ i x?urld (maha-siswa.}, baik pada Sekolah Pemerintah, mau- : Pun pada sekolah partiku ir pada tahun 1945, 1946, 1947, 1948 atau 1949.” 2 ene Pan Jan£ dimaksud dalam ajat 2 bergandengan dengan pasal 3 'l

Pasal 2. Lihatlah pendjelasan pasal 3, 4, 5 dan 6 . Pasal 3.

d ia r^ w r ^ en^ alai*kan berbakti harus ditetapkan buat tiap-tiap pela- ■’ m a s * uriu e^ ir\ Maf a;?Jfrbaktl mungkin terputus-putus, sebab antara mendjalank t* a lebih mungkin ada masa seorang peladjar tidak /

Pasal 4. ,

k e lo /aii? dimaksud dengan kelas-kelas peralihan dalam No. 1 ialah kelas- lad> lst|niewa, sebagai bagian dari sekolah biasa, dikelas mana para pe-\V biasa*" Pkan un^uk lekas dapat mengikuti peladjaran dalam kelas, A. n dimaksud dengan udjian tersendiri dalam No. 2 ialah ud jian ^ K kelas atau udjian penghabisan jang dilangsungkan pada waktu jang r* • sama dengan waktu udjian biasa, sesuai dengan masa persiapan-* jang diperlukan guna para peladjar perdjuangan. - ^

132 32 Pasal 5. \ Kepada para peladjar jang tidak memerlukan beurs maka penghar­ gaan istimewa dapat diganti dengan lain-lain jang bermanfaat bagmja, umpamanja buku-buku dsb.

Pasal 6. Ajat 3 . Tundjangan jang dimaksud dalam No. 3 dan 4 dari pasal 4 aapat di­ berikan kepada semua peladjar, djilca dan selama peladjar-pela jar i u menurut pendapat Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebuaajaan memerlukan tundjangan tersebut. . f * Tundjangan jang dimaksud dalam pasal 4 No. 4 diberikan men keperluan. Mitsalnja uang saku buat murid S. M. P. dan mahasiswa tidak sama. . Peladjar-peladjar jang orang tuanja mampu, tidak diberi om jangan tersebut dalam pasal 4 No. 3 dan 4. Djika orang tuanja tidak mampu tundjangan-tundjangan akan dapat diberikan selama Pe*adjar"P® J jang bersangkutan bersekolah, ketjuali dalam hal-hal jang dima pasal 11.

Ajat 6. Untuk mendapat penghargaan istimewa, maka sjarat-sjarat dalam Pasal 6 ajat 6 harus dipenuhi semua. ’ v» t dalam Peladjar jang telah mendapat penghargaan chusus terseou pasal 4 No. 3 dan 4 dapat diberi beurs untuk membajar uan0 p dokan, buku-buku dsb.

Pasal 7, 8 dan 9. Tjukup djelas.

Pasal 10. Pembagian biaja antara Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan dan Kementerian Pertahanan adalah sesuai dengan pasal Peraturan Pemerintah No. 9/1949.

Pasal 11, 12, 13. Tjukup djelas.

Pasal* 14. Sebenarnja Peraturan sebagai termuat dalam rantjangan ini lebih tepat ditetapkan oleh R. I. S., sebab penghargaan jang dimaksud menge­ nai semua pemuda peladjar jang berdjuang diseluruh daerah Indonesia. Republik Indonesia hendaknja djuga dalam hal ini mendjadi pelopor. Pasal 14 memungkinkan melandjutkan pemberian sokongan kepada Pemuda peladjar jang bersangkutan, sesudah R. I. S. berdiri.

133 Peraturan Pemerintah 1949 No. 33

DEPARTEMEN AGAMA. Peraturan tentang susunan dan lapang peker­ djaan Kementerian Agama.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA bang. j?a^wa untuk melaksanakan putusan rapat Dewan Menteri npnfifvi ? 7 ^ tan£Sal 2 Djuli 1948, perlu me- kpwndiii? aP*m£ Pekerdjaan, susunan, pimpinan dan tugas . f . kewadjiban Kementerian Agama dalam sebuah Peraturan; engrngat: akan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948.

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut:

PESim!iwA ™roraAAM n h^PANG PEKERDJAAN, SU­ SUNAN, PIMPINAN DAN TUGAS KEWADJIBAK KEMENTERIAN AGAMA Pasal 1. Lapang pekerdjaan Kementerian Agama terdiri atas • a. S k n jSaanakan EZaS ”Ketuhanan JanS Maha Esa” dengan sebaik- mendjaga bahwa tiap-tiap penduduk mempunjai kemerdekaan untuk emeluk agamanja masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepertjajaannja. membimbing, menjokong, memelihara dan mengembangkan aliran- • allran Agama jang sehat; d. nienjelenggarakan, memimpin dan mengawasi pendidikan Agama di Sekolah-sekolah Negeri; e. Mendjaiankan, memimpin, menjokong serta mengamat-amati pendi- 1 an dan pengadjaran di madrasah-madrasah dan perguruan-per­ guruan Agama lain-lain; f. Menjelenggarakan segala sesuatu jang bersangkut-paut dengan pe- janan rochani kepada anggauta-anggauta Tentara, asmara-asmara pei?u- rUma^ Penc^ara n ^ernPat"tempat lain jang dipandang g. pengatur, mengerdjakandan mengamat-amati segala hal jang ber- IslaSUtan dengan PentJatatan pernikahan, rudjuk dan talak orang h. ■Memberikan bantuan materieel untuk perbaikan dan pemeliharaan empat-tempat untuk beribadat (Mesdjid-Mesdjid, Geredja-Geredja aan lain-lain) ; Menjelenggarakan, mengurus dan mengawasi segala sesuatu jang £ersangkut-paut dengan Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi; 3• Menjelidiki, menentukan, mendaftarkan dan mengawasi pemeliha- raan wakaf-wakaf; Mempertinggi ketjerdasan umum dalam hidup bermasjarakat dan hidup beragama.

134 33 Pasal 2.

O Susunan. Kementerian Agama terdiri atas: . I- Kantor Pusat Kementerian jang dibagi-bagi atas bahagian-bahagian seperti berikut: 1. Bagian A: Sekretariaat; , 2. „ B: Kepenghuluan, Kemesdjidan, Wakap dan Pen&adi- lan Agama; 3. „ C: Pendidikan Agama; 4. „ D: Penerangan, Penjiaran dan Perpustakaan; 5. Bagian E: I. Masehi, bagian Kristen: 6. ,, E: II. Bagian Roomsch Katholiek; 7. „ F: Urusan Pegawai; 8. . G: ,, Perbendaharaan. U- Kantor-kantor ialah: A. Kantor Agama Propinsi di tiap-tiap Propinsi; B. ,, ,, Daerah ,, „ Karesidenan, C. f ,, Kepenghuluan „ „ Kabupaten, D. „ Kenaiban Distrik di tiap-tiap Distrik; E. * ,, „ Ketjamatan di tiap-tiap Ketjama a » , F. „ Pengadilan Agama di tiap-tiap Kabupaten Kantor Pengadilan Negeri; G. „ Mahkamah Islam Tinggi; . -o „««incsi • H. ,, Inspeksi Pendidikan Agama di tiap-tiap lrpy,_<5:fipnan. I. ,, Pemeriksa Pendidikan Agama di tiap-tiap T^a^Upa^-en J. ,, Penilik „ „ n » P ’

Pasal 3. Pimpinan. 1- Pimpinan Kementerian Agama diatur menurut penetapan dalam pa­ sal 2 Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1948.

Pasal 4. Tugas Kewadjiban. I. KANTOR PUSAT KEMENTERIAN: \ 1. Bagian A : Sekretariaat. Mengerdjakan surat-menjurat, Expeditie, Archief, documen- tatie, membuat Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan, mengurus rumah tangga kantor pusat dan hal-hal lainnja jang tidak termasuk tugas kewadjiban bagian lain. 2. Bagian B : Kepenghuluan, Kemesdjidan, Wakap dan Pengadi­ lan Agama. Menjelenggarakan segala urusan jang bersangkut-paut dengan Kepenghuluan, Kemesdjidan, Wakap, Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi. 3. Bagian C: Pendidikan Agama. a. Menjelenggarakan pengadjaran Agama di sekolah-sekolah Negeri, di Asrama-asrama, di rumah-rumah pendjara, rumah-rumah miskin, rumah-rumah anak-anak piatu dan lain-lain tempat jang dipandang perlu untuk diberi pela- djaran Agama.

135 perguruan-perguruan^rTOn^er^T’ Agama.a ? . 1" “ dan Pengawasan pada** C. per^njananpr^fntUan Akepada mahasiswa dan peladjar d. Mem'ediakfln fJJruan A^ama dalam dan luar Negeri. kitab nplarf-i’ e^garang dan menterdjemahkan kitab- Kitab peladjaran terutama jang mengenai Agama. Bagian D: Penerangan, Penjiaran dan Perpustakaan. a.

b. w k K n hWupebera|amaUmUm da'am hidUP bermas5a' feWUAgamakiran UmUm kearah Perb^kan jang dikehen- c. S S S Z K n dengan Kementerian Penerangan dalam 'ians- nipmnimii' dikalangan kaum Agama rsncLn ’f /i + arn PJkiran lain, agar supaja pene- ^ i? 1 dapat mudah dimengerti d. Mengurus Perpustakaan. 5. Bagian E : I (Kristen).

d6ngan Agama" 6. Bagian E : II (Roomsch Katholiek)

M S r RSoomgach K a th X r g berSa^utan dengan Agama 7. Bagian F : Urusan Pegawai. a* Mengurus surat-surat tentang hal-hal umum jang menge­ nai urusan pegawai. j & & b. Menjelenggarakan pengangkatan, pemberhentian, kenai- an pangkat dan gadji, pemindahan, pemberian perlop, uang tunggu dan uang kurnia, formasi, riwajat-riwajat bekerdja dll. jang bersangkut-paut dengan kepentingan pegawai-pegawai dalam lingkungan Kementerian Agama. 8. Bagian G: Urusan Perbendaharaan. Mengerdjakan urusan perbendaharaan Kementerian, diantara- nja: Menjusun rentjana anggaran, memintakan kredit-anggaran dan mengawasi pemakaiannja, memeriksa pertanggung diawab dan pemegang pemegang uang kas dan mengurus lain-lain jang berhubungan dengan perbendaharaan Kementerian Agama. Kantor Agama Propinsi. a* Membantu Pemerintahan Propinsi dalam'lapangan Agama serta mendjaga agar supaja tidak ada salah faham dalam la­ pangan Agama. Bersama-sama dengan kantor-kantor Agama Daerah didaerah- masing-masing memusatkan perhatian terhadap masiarakat Agama. c- Memimpin kantor-kantor Agama Daerah dalam Propinsi ma­ sing-masing. d* Menilik serta mengamat-amati djalannja pekerdjaan kantor- kantor Agama daerah serta menilik apakah instructie-instruc- tie dari Kementerian Agama didjalankan dengan semestinja. e- Mendjalankan semua instructie dari Kementerian Agama. ' 33 DZ Kantor Agama Daerah. a. Sebp.gai kewadjiban kantor Agama Propinsi tersebut dalam Pasal 4 No. II sub a dan b, jang mengenai daerah masing- masing. . b. Memimpin kantor-kantor Kepenghuluan dalam daerannja masing-masing. . c. Menilik serta mengamat-amati djalannja pekerdjaan kan or- kantor Kepenghuluan serta menilik apakah instructie-instruc- tie dari Kementerian Agama dan Kantor Agama Propinsi 1- djalankan dengan semestinja. . A d. Mendjalankan instructie-instructie dari Kementerian Agama dan kantor Agama Propinsi. . , , e. Mendjalankan kewadjiban-kewadjiban sebagai tersebut a am pasal 1 sub c. d, e, f; pasal 4 sub 4, 5 dan 6, jang ditugas an pada bagian D, E I, E n jang mengenai daerahnja masmg- masing. IV. Kantor Kepenghuluan. a. Sebagai kewadjiban kantor Agama Daerah termuat dalam Pb,se1 4 No TTT sub ci • b. Memimpin kantor-kantor kenaiban distrik dalam daerahnja masing-masing. , , c. Menilik serta mengamat-amati djalannja pekerdjaan . kantor Kenaiban serta menilik a p a k a h instructie-ins dari Kementerian, Kantor Agama Propinsi dan Kantor & Daerah, didjalankan dengan semestinja. . ¿o.«,™- d. Mendjalankan instructie-instructie dari Kementerian g > Kantor Agama Propinsi dan Kantor Agama Daerah. e. Menjelenggarakan segala urusan jang berkenaan dengan mesdjidan. ' , f. Mendaftar dan mengamat-amati pemeliharaan waKap-w p jang ada didaerahnja masing-masing. _ g. Memelihara dan mengembangkan pendidikan Agama di uae- rahnja masing-masing.

V. Kantor Kenaiban Distrik. a. Sebagai kewadjiban kantor Kepenghuluan termuat dalam a, e, f dari Pasal 4 No. IV jang mengenai daerahnja masing- masing. b. Memimpin kantor-kantor Kenaiban Ketjamatan di daerahnja masing-masing. c. Menilik serta mengamat-amati djalannja pekerdjaan kantor- kantor Kenaiban Ketjamatan serta menilik apakah instructie dari Kementerian Agama, Kantor Agama Propinsi, Kantor Agama Daerah serta kantor Kepenghuluan didjalankan dengan semestinja. d. Mendjalankan segala instructie dari Kementerian Agama, Kantor Agama Propinsi, Kantor Agama Daerah dan Kantor Kepenghuluan. e. Menjelenggarakan dan mengerdjakan administratie pernika­ han, talak dan rudjuk. VI. Kantor Kenaiban Ketjamatan. Tugas kewadjibannja sebagai kewadjiban Kantor Kenaiban distrik termuat dalam a, d dan e.

137 33 vn. or Pengadilan Agama dan Mahkamah Islam Tinggi. te rm u a t^ a la ^ ^ n ^ ^ T T 1^ Agama dan Mahkamah Isiam Tinggi tentang Pengadilan Agama dan nan isiam Tinggi di Djawa dan Madura Stbl. 1882 No. 152. vin. Kantor Inspeksi Pendidikan Agama Propinsi. a. dan1 menielen^p-nrkS1 ’ mem1beri pimpinan dan pengawasan Neg-eri Asrama an Pen£adJaran Agama di sekolah-sekolah kin rumah Urtiah PendJara, rumah-rumah mis- b. Kin, rumah-rumah anak-anak piatu dll. daT^Denpfl^Si^fn’ mei\g.erdJakan inspeksi, memberi pimpinan euruan Irm in i Pengadjaran di madrasah-madrasah dan per­ guruan-perguruan Agama lainnja. a dan b jang mengenai daerahnia masin p- masin p- c. dS£,nrik\n IaP°ra"-laP°ran hal sesuatu"^ang berhubungan dengan ajat a dan b pada Kementerian Agami. K . Kantor Pemeriksa Pendidikan Agama Karesidenan. dikanS A iam f'*p^i^a -Sfka^a* ^ewadjiban Kantor Inspeksi Pendi- rahnia nS1 termuat dalam a dan b jang mengenai dae- kenada K a n i r J ^ T n « tersebut dalam C disampaikan kepada Kantor Inspeksi Pendidikan Agama Propinsi. X. Kantor Penilik Pendidikan Agama Kabupaten. ^ Wadi ibannja ,,Seba» ai Kantor Pemeriksa Pendidikan Agama Karesidenan^ sedang laporan-laporan disampaikan kepada .-Kantor Pemeriksa Karesidenan.

Pasal 5. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal Desember 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, tanggal Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Menteri Agama, r* A. G. PRINGGODIGDO. h . M^SJKUR.

138 Peraturan Pemerintah 1949 No. 34

PEGAWAI. PENSIUN. Peraturan tentang pemberian pensiun kepada pegawai Negeri.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: usul Kepala Kantor Urusan Pegawai Negeri mengenai pen­ siun pegawai Negeri; Menimbang: bahwa, untuk mendjamin penghidupan pegawai Negeri, jang diperhentikan dengan hormat dari djabatan g setelah menjumbangkan tenaganja untuk kepentingan gara, perlu diadakan peraturan tentang- pemberian pensiu , Mendengar: putusan Sidang Dewan Menteri tanggal 24 Desember 1949, Mengingat: pasal 4 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia,

Memutuskan:

Dengan membatalkan segala Peraturan jang bertentangan dengan Peraturan ini, menetapkan Peraturan untuk memberi pensiun kepa p gawai Negeri sebagai berikut:

BAB I. PERATURAN UMUM. Pasal 1. Arti pegawai Negeri. Jang dimaksud dengan pegawai Negeri dalam Peraturan ini ialah pereka, jang diangkat sebagai pegawai Negeri tetap oleh Pembesar bipi Jang berwadjib dan menerima gadji dari anggaran Negara untuk beianaja Pegawai. Pasal 2. * M a s a - k e r d j a. (1) Masa-kerdja jang dapat dihitung untuk menentukan pensiun ialah waktu mulai tanggal 17 Agustus 1945: a. sebagai pegawai Negeri dengan menerima gadji atau uang- tunggu jang memberatkan anggaran belandja Negara; b. sebagai pegawai Negeri tidak tetap, jang sudah disjahkan se­ bagai masa-kerdja menurut ajat (3) pasal ini; c. sebagai pegawai Negeri tetap diperbantukan pada Pemerintahan Daerah Otonoom dengan menerima gadji dari Daerah Otonoom tersebut. (2) Dalam perhitungan masa-kerdja untuk pensiun, petjahan bulan di­ bulatkan mendjadi sebulan penuh. (3) Untuk mengesjahkan masa-kerdja sebagai pegawai Negeri tidak- tetap termaksud dalam ajat (1) huruf b diatas, maka jang berke- • pentingan dalam waktu satu tahun sesudah ia diangkat mendjadi pegawai Negeri tetap harus mengadjukan surat-permohonan kepada Menteri Keuangan.

139 34 Pasal 3. Dasar-Pensiun.

t e r t i b Sdeb“ n 1 S ^ S a SiUn dalam Perat— ini ialah ^ Pasal 4. Gadji.

Peraturan sadii iamr berlaku nada a*¡7 ’ Jan£ diterima menurut

Pasal 5.

U) •*>" «■““ K*i*'1

*' »g’.»*■““ d iw fgaif tidakf . dtaPft bekerdja lagi dalam djabatan apapun dan 5=1 -na JaV, ^ an, dan/atau rochani, disebabkan oleh dan dalam ia mendjalankan kewadjiban djabatannja; E S S W *fkurang-kurangnja 5 tahun dan di- S fS f? ^ + lf i bek,erdJat !agi dalam djabatan apapun djuga, karena tjatjat badan dan/atau rochani, tidak disebabkan oleh dan dalam ia mendjalankan kewadjiban djabatannja; a- mempunjai masa-kerdja sekurang-kurangnja 15 tahun dan telah entjapai umur dalam djabatan Negeri sedemikian, sehingga jumlah masa-kerdja dan umur tidak kurang dari 75 tahun dan (2) n dlperhentlkan- dengan hormat dari djabatan Negeri. bula“ penuhitUngan UmUr’ pet;,ahan buIai? dibulatkan mendjadi se- Pasal 6. D jumlah pensiun. Djumlah pensiun adalah sebagai berikut: a. dalam hal termaksud pada pasal 5 ajat (1 ) huruf a, 40% dari dasar-pensiun, dengan ketentuan, bahwa untuk tiap-tiap tahun ttiasa-kerdja lebih dari 25 tahun, djumlah tersebut ditambah engan 2 % dari dasar-pensiun, akan tetapi djumlah semua pa- hng banjak 50% dari dasar-pensiun sebulan; b. dalam hal termaksud pada pasal 5 ajat (1 ) huruf b, 50% dari dasar-pensiun sebulan ; c. dalam hal termaksud pada pasal 5 ajat (1 ) huruf c, dan d, untuk tiap-tiap tahun masa-kerdja 1,6 % dari „dasar-pensiun” apabila masa-kerdja itu tidak lebih dari 25 tahun dan untuk tiap-tiap tahun masa-kerdja lebih dari 25 tahun djumlah tersebut ditam­ bah dengan 2 % dari „dasar-pensiun” , dengan ketentuan, bahwa djumlah pensiun sekurang-kurangnja 25% dan paling banjak 50% dari dasar-pensiun sebulan.

140 34 (2) Djumlah pensiun menurut ajat (1) diatas paling sedikit R. bulan dan bagi mereka jang beristeri (bersuami) atau me p ] anak kandung atau anak-tiri jang mendjadi tanggungannj p > djumlah pensiun itu paling sedikitnja R. 65, sebulan. (3) Djumlah pensiun dibajar dengan perhitungan rupiah bulat, petjahan rupiah dibulatkan mendjadi satu rupiah penuh.

Pasal 7.

Keterangan lia l umur dalam surat-pengangkatan. Pada surat-pengangkatan pertama sebagai pegawai N ^eri harus disebutkan tanggal kelahiran berdasarkan bukti-bu i J g ,, atau, djikalau tanggal kelahiran itu tidak dapat diterangkan, umur menurut taksiran. Pasal 8. • Permintaan pensiun. Untuk mendapat pensiun jang berkepentingan harus surat permintaan kepada Menteri Keuangan dengan ketera alasan pemberhentian, disertai: a- daftar riwajat pekerdjaan, jang disjahkan oleh jang berwadjib, b. surat penghentian pembajaran gadji; c- surat-keterangan dari jang berkepentingan, b a h w a s e m u a surat ®ura^ milik Negara, baik jang asli maupun turunan atau a(j a surat-surat itu berhubung dengan kewadjiban djaba a padan ja, telah diserahkan kembali kepada jang berwa j. , d- ' surat-keterangan dari kantornja, jang menerangkan < §a «j* dan penghasilan-penghasilan lainnja selama delapan achir. Pasal -9. Jang berhak memberi pensiun. Pensiun diberikan oleh Menteri Keuangan dengan menjebutkan alasan- alasan pemberiannja. Pasal 10. Pensiun sementara. Apabila, berhubung dengan sesuatu hal, belum diperoleh semua ke­ terangan untuk menetapkan djumlah pensiun, kepada jang berkepentingan dapat diberikan pensiun-sementara berdasarkan keterangan-keterangan jang sudah ada dan dianggap sjah.

Pasal 11. Mulai dan berachirnja pensiun. (1) Pensiun dibajarkan mulai bulan berikutnja bulan pemberhentian dari djabatan Negeri. (2) Pensiun berachiran pada bulan berikutnja bulan jang berkepentingan meninggal dunia. (3) Dalam hal tersebut pada pasal 13, maka pensiun berachir pada bulan hal itu terdjadi.

141 34 Pasal 12. Pentjabutan pemberian pensiun. Negeri tetap dian.£kat kembali mendjadi pegawai ( 2) niitoi pemberian pensiun ditjabut < ¿ 1 djaba\aanSN ^ H kS“ \ pada ajat (1) kemudian-diperhenUkan lagi diatur kembali ofL= ’ maka pensiunnja diberikan lagi dan kalau perlu bila perhitungan tai lebih ^ ^ ^ ^

Pasal 13. Pentjabutan liak pensiun.

a. ¿ m L r nSiUn ht nja dapat ditjabut daIaiil salah satu hal dibawah ini: gauta^nt^rf berkepentingan tidak seidzin Presiden mendjadi ang- b S t» i T 1 g ataU mendJadi pegawai Negeri asing; ' ngadiaUtN »T lf ^ b,.ahwa janS berkepentingan dengan se­ atas rlnoo» ngadjukan keterangan-keterangan jang tidak benar, atas dasar mana pensiunnja diberikan. J s

Pasal 14. Tanggungan pindjaman.

boleh Udr^> r«i1n itPan Pf S6tahU Kepala Daerah jang bersangkutan, salah satu IL n t t ” - uni:u tanggungan guna mendapat pindjaman dari an satu Bank kepunjaan Negara atau kepunjaan Pemerintah Daerah.

Pasal 15. Pemindahan hak pensiun. (2 ) Hak pensiun tidak boleh dipindahkan. mScs?i^ai? menerima pensiun tidak boleh menggadaikan atau dengan djuga 1 U ^ara menguasakan haknja kepada siapa pun

rlai^^ PSrdjiindji&n jang bertentangan dengan jang dimaksudkan am ajat-ajat (1 ) dan (2) diatas dianggap tidak m em p u n jai ke­ kuatan hukum. Pasal 16. Perhitungan kembali pensiun. terniti)ai)il,a Perhitungan pensiun jang telah ditetapkan dikemudian hari a • . J kclim molro rkQMof q r^on fDy,ooV»iTi- U^ m i ^ i . 7______•______

Pasal 17. Iuran - pensiun. ^ lba^aWa^ terhadapnja Peraturan ini berlaku, diwadjibkan mem- jar iuran-pensiun, tiap-tiap bulan sebanja.k 2 % dari gadji, uang- ^ nggu atau bagian gadji jang diterimanja. pabila karena rupa-rupa sebab pemungutan iuran-pensiun itu tidak . aPat didjalankan, maka djumla,h iuran-pensiun jang belum dipungut itu dibajar berangsur-angsur tiap-tiap bulan 2 % dari gadji, uang- tunggu atau bagian gadji jang diterima.

142 3 4 (2) Untuk waktu sebagai pegawai Negeri tidak-tetap, jan& disjahkan sebagai masa-kerdja menurut ketentuan dalam pasal 2 aja l ), maka pegawai jang bersangkutan diharuskan membajar mran-pen- siun tiap-tiap bulan 2 % dari gadji jang diterima selama wak u er- - sebut dengan mengingat ajat (1). . 9r/ , • Pembajaran ini dilakukan berangsur-angsur tiap-tiap bulan z /c gadji mulai bulan, sesudah permintaan termaksud dalam pasa - aj (3) diputus dan disetudjui oleh jang berwadjib. (3) D jika iuran-pensiun termaksud dalam ajat (2) pada waktu Pe£a^ a* diperhentikan dari djabatan Negeri dengan hak pensiun be P dibajar penuh, maka sisa iuran-pensiun tersebut harus dipung angsur-angsur tiap-tiap bulan 2 % dari pensiun tahadi. (4) Pegawai tidak dibebaskan dari pembajaran iuran-pensiun Peraturan ini, sedang iuran-pensiun jang telah dipungu bajarkan kembali. BAB II. PERATURAN ISTIMEWA. ' Pasal 18. Masa-kerdja sebelum 17 Agustus 1945. (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ajat (2) dianggap sebagai masa-kerdja menurut pasal 2 : , p prnprjn- a. waktu sebagai pegawai tetap maupun tidak tetap pada ^ tahan Hindia Belanda sipil maupun militer dihitung P , apabila selama itu diterima gadji, wachtgeld, nonactivi , , diging atau onderstand bij wijze van wachtgeld, jang m kan anggaran Negara, dan dihitung separoh, selama i diluar Negeri atau didalam Negeri sebagai ganti 1®^1.ra : a Negeri (geconverteerd verlof) didapat verlofsbezoldigmg, b. waktu sebagai pegawai Negeri dan/atau pekerdja Nege i o Pemerintahan Djepang dengan mendapat gadji penuh a au penuh dihitung penuh; , c. waktu sebagai pegawai pada Perusahaan partikelir, 3ane> . " * dian mendjadi Djawatan Pemerintah R epublik Indonesia, l- hitung penuh. (2) Djikalau masa-kerdja termaksud dalam ajat (1 ) diatas menurut Per­ aturan lama belum atau tidak dihitung sebagai masa-kerdja menghitung pensiun, maka masa-kerdja itu harus disjahkan Jeip1*1 dahulu sebagai masa-kerdja untuk perhitungan pensiun menurut ke­ tentuan dalam pasal 2 ajat (3 ) dengan ketentuan, bahwa terhadap mereka jang sebelum tanggal 17 Agustus 1945 bekerdja pada peru­ sahaan-perusahaan partikelir jang sekarang mendjadi Djawatan Pe­ merintah, pengesahan masa-kerdja menurut pasal 2 ajat (3) tersebut hanja’ terbatas sampai masa-kerdja; selama mereka tidak membajar iuran untuk Fonds pensiun partikelir. Dalam hal ini iuran-pensiun dihitung atas dasar gadji jang diterima pada waktu jang berkepen­ tingan diangkat mendjadi pegawai Negeri tetap menurut Peraturan ini. Pasal 19. Hak pensiun istimewa. (1) Mereka jang pada tanggal 1 Djanuari 1946 sudah mendjadi pegawai Negeri menurut Peraturan ini, berhak mendapat pensiun setelah mempunjai masa-kerdja sebenarnja sekurang-kurangnja lima tahun dan mentjapai umur 50 tahun dalam djabatan Negeri.

143 34

untuk1 tiTp-tiarf tahuniF^d ■ ajat (1) diatas- djumlah pensiun, apabila 1.6 % dari dasar-pensiun masa-kerdja lebih dari 25 tahnn^ i 25 tahun’ dan tiap-tiap tahun

Pasal 20. Masa-kerdja istimewa k.pu£Ss, ."X 5 S ~ ,- f ? :■ i'“5,? 1* ,"/'S ”? 1“” rmtah digandakan dua kalf untuk Pe r h C | a n “ ensiuS ' b a b m . Pasal 21. PERATURAN PERALIHAN

W) & t a “ ga ? T ia la h f1 Negeri tetaP' — i ° ° * te™ ^ s u d a' tanf gai. 17 Agustus 1945 sampai Peraturan 9 Maret 1942 terhTdapnj^berl^ku^* Negeri dan pada tan^ al 1. Peraturan pensiun pegawai Sipil* 2. Peraturan pensiun pegawai Daerkh Otonoom; 3. ♦Peraturan pensiun Militer* ? 4. salah satu Peraturan pensiun perusahaan partikelir, perusa­ haan mana pada hari mulai berlakunja Peraturan ini, telah mendjadi Djawatan atau Kantor Pemerintah- b. mereka, tidak termasuk pada huruf a, jang se’djak tanggai 1 Djanuan 1946 terus menerus bekerdja sebagli pegawai Ne|eri ' (2 ) MPr.fm?ai l« H a/ b0rlakunJ'a Peraturan ini ’ d i?£ £ Janvf t,erLmak®ud dalam aM (1 ) berhak menerima pensiun, 17 a ? l o i S dengan hormat dari djabatannja antara tanggal 17 Agustus 1945 dan tanggal mulai berlakunja Peraturan ini, tp a- tai^an*161*1611 * s^ara ^ar tersebut dalam pasal 5, dengan kete- a. bahwa, djika kepadanja telah diberikan uang-kurnia menurut Osamu Seirei No. 1 atau tundjangan kelepasan menurut Peratu­ ran gadji pekerdja-negeri penduduk di Djawa, maka uang ini harus diperhitungkan dengan djumlah pensiun, akan tetapi jang- berkepentingan paling sedikit saban bulan harus menerima 7 5 % - dan pensiun jang akan ditetapkan; bahwa, apabila kepadanja telah diberikan tundiangan-pensiun , menurut Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1947 juncto No. 30 tahun 1948, (tundjangan-pensiun itu mulai berlakunja* Peraturan ini diubah mendjadi pensiun menurut Peraturan ini, sehingga, djika kepadanja telah diberikan uanjg-kurnia menurut Osamu Seirei No. 1 atau tundjangan kelepasan menurut Peraturan gadji pekerdja Negeri penduduk di Djawa dan uang tersebut belum atau belum semua diperhitungkan menurut Peraturan Peme­ rintah No. 14 tahun 1947, maka djumlah itu harus diperhitung­ kan dengan djumlah pensiun, akan tetapi jang berkepentingan paling sedikit saban bulan harus menerima 7 5 % dari pensiun, jang akan ditetapkan. ) P engran P .p . 1950 No. 21 (L. N. R. I. 1950 No. 5) saat ini ditentukan: 31 Desem­ ber 1949.

144 34 BAB IV. PENUTUP. Pasal 22. nUi, A£uran-aturan chusus untuk mendjalankan Peraturan ini ditetapkan 0leh Menteri Keuangan.

Pasal 23. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1945.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 25 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan ' SOEKARNO. pada tanggal 26 Desember 1949 - * . • Acting Perdana Menteri, Sekretaris Negara, SOESANTO TIRTOPRODJO. A. G. PRINGGODIGDO.

PENDJELAS A N PERATURAN PEMERINTAH No. 34 TAHUN 1949. TENTANG PENSIUN PEGAWAI NEGERI.

^a s a l d e m i p a s a l . Pasal 1. Pegawai Negeri tetap jang dimaksudkan dalam pasal ini ialah dalam jaman jang lampau dimaksudkan dengan pegawai jang „benoemd in , sten dienst van den Lande” . Sjarat-sjarat untuk pegawai Negeri tetap antaranja kesehatan badan menurut peperiksaan Madjelis Pemeriksa adan dan sebagainja akan diatur dalam Peraturan tersendiri. Peraturan ini hanja berlaku bagi pegawai Negeri tetap dan jang entukan dalam Peraturan Peralihan (pasal 21). Pasal 2. adui ^ am azasnja, masa-kerdja jang sjah untuk perhitungan pensiun icu i • 1^ asa"I5erdja sebagai pegawai Negeri mulai tanggal 17 Agustus , jaitu sedjak Republik Indonesia diproklamirkan, k- . enurut ketentuan dalam ajat (1 ) huruf b, maka masa-kerdja se- tidak tetap, setelah jang berkepentingan diangkat Pensiin a s a fk ^ ^ 6^,0^ - ^ ? dihitunS dJu^a sebaSai masa-kerdja untuk un, asalkan sudah disjahkan menurut ketentuan dalam aiat (3 ) d i a n p w ^ ketentuan dalam ajat (3), pegawai Negeri tidak tetap jang S mendjadi pegawai Negeri tetap harus mengadjukan surat-per- Keuangan untik mengesahfan V a sa -k eT d ^ se- »jat (2 ) tap untuk pensiun. Periksalah selandjutnja pasal 17

H5 34 rp., Pasal 3. Tidak memerlukan pendielasan dasar-pensiun dimaksudkan ra di? ,D.en§an gadji untuk menentukan 1945 (periksalah pasal 4). ai/sesudalmja tang&al 17 Agustus

Pasal 4. Tidak memerlukan pendjelasan.

Pasal 5. Sjarat mutlak ialah, bahwa untuk- berkepentingan harus telah d ib erh ^ tn f»^ peroleh hak Pell.sl“ n’ Jang Negeri. Mereka jang sudah memnuni? ngan hormat darl dJabatan tentukan, belum mempunjai hak S iu“ aSaikerdJa dan u?\“ r ^ans di' dengan hormat dari djabatan Negeri selama belum diberhentikan

tidak berhak meneitoa^nshm^n^sifip1^ ^ ^ 01™3* dari djabatan Negeri kerdja dan umur. Kipun memenuhi sjarat-sjarat masa-

dalam djabata^1Negerii artfja^sjaratkiS i?aIam pasal 1 harus ditJaPai berkepentingan meletakkan djabatannja ^ dlPenuhi Pada saat Jan§r

batan karena t ja t jit )badU^d a k /a tfu “ ocha^Jd”g h ^ 8“ w f d ^ d f « d T m e“ ^ “ t keWadjibannja' ^amanja masaJcerdja1 dan umu”

rochM^^dak^isebabkan^oleh'^an'dalam mer®T ,bafj.arl dan/atau bannja, menurut ajat (1 ) huruf c hania bprhat m?ndjalankan kewadji- ^asa-kerdja sedikitnja 5 tahun. Umur tirta t Pen?lun, kalau mempunjai Menurut ketentuan dalam ajat (1 ) huruf ,mendJadl sjarat. Pensiun kalau memenuhi sjarat-sjarat spk-nra ’ m, mereka pun berhak tahun dan umur 60 tahun, masa-kerdia ifi ^g"kurangnja niasa-kerdja ^asa-kerdja 17 tahun dan umur 58 tahrn V 5% ^ ^ u r 55 tahun dan sebagainja. Un’ masa-kerdja 20 tahun dan

Pasal 0

M l.fC ]ito V lrd ^ S S r ■*.„», p„l,„e „d,M . 2 5 7 . dan

sebul^n“ ^ 1 ajai (2) djI ^ iah penl iu" tjdak boleh kurang dari R. 45,— anak v L ,-„ g beristeri (bersuami) atau mempunjai lah Pensiun^fdak boleh k“ rang dari^. J65^ a"fbula|am;)a penuh’ d‘’Um' Pasal 7. «e n ^ r uesnt"eannsi^ aln pa.Sal M P6rlU ^ Pentjatatan pada Kantor jang

Pasal 8. ranp-n«11^ dimaksudkan dalam ajat (1) huruf c adalah suatu surat-kete- ianl^ k Jan£ menjatakan, bahwa semua surat-surat milik Negara, setelah bah ^ rkf peiltmgan meletakkan djabatan Negeri, telah diserahkan kem- irmnio pa a Jang berwadjib. Surat-surat jang dimaksudkan ialah umpa- dnln^ surat-surat jang berhubungan dengan kewadjiban djabatannja j ah ada pada pegawai jang berkepentingan, seperti oorlogsbeschei- pSThtoSUrat' surat berharga Jai?g dipegangnja dulu selaku comptabel- i ang bertanggung djawab langsung kepada Badan Pemeriksa Keuangan Negara dan lam-lainnja. 146 34 i* Adapun surat keterangan termaksud pada ajat (i) huruf d diperlu- a&ar supaja gadji-gadji/penghasilan-penghasilan pegawai dapat di- P riksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Negara, karena biasanja daftar- ^tar gadji jang belum umur 8 bulan belum diterima dikantor tersebut.

Pasal 9. Tak memerlukan pendjelasan.

Pasal 10. Pensiun-sementara jang dimaksudkan dalam pasal ini hanja dapat enkan, djikalau hak akan pensiun sudah njata benar menurut sebagaian e erangan-keterangan jang sjah, sambil menunggu keterangan-ketera- sjah1 n mun&kin masih belum lengkap atau belum dapat dianggap Maksud pasal ini, supaja jang berkepentingan lekas tertolong.

v Pasal 11. Tak memerlukan pendjelasan.

Pasal 12. Menurut ajat (1 ) pemberian pensiun ditjabut, djikalau jang berhak- ja diangkat kembali sebagai pegawai Negeri tetap. Selama ia bekerdja sebagai pegawai Negeri tidak tetap, maka ditjabut atau tidak jabutnja pemberian pensiun adalah tergantung dari penetapan gadjmja, a am hal mana harus diperhatikan pasal 8 ajat (1) huruf b dan c dan eraturan Gadji Pegawai 1948. -Menurut ajat (2 ) pensiun lama diberikan lagi dan kalau perlu diatur oabali atas dasar masa-kerdja pensiun lama ditambah dengan masa- Ke**dja jang terachir. Pasal 13. Tak memerlukan pendjelasan. Untuk menghindarkan salah paham, diterangkan, bahwa selama jang enerima pensiun mendjalani hukuman pendiara, pemberian atau hak Pensiun tidak ditjabut. Pasal 14. Tak memerlukan pendjelasan.

Pasal 15. Ketentuan ini mendjaga supaia iansr berkepentingan tidak masuk perangkap lintah darat. Pasal 16. Tak memerlukan pendjelasan.

Pasal 17. dm ^ mengenai pembajaran tunggakan iuran-pensiun jang belum d a ?nut4 dengan tjara pemungutan berangsur-angsur, tiap-tiap bulan 2 % 9 J 1 . P ' ' atau dari uang-tunggu, disampingnja penarikan iuran-pensiun * /» jang berdjalan biasa.

147 34

tidak teta^danif r^;=ioMfar suPaJa. masa-kerdja sebagai pegawai Negeri Sun maka » e fa w a ? £ “ “ l Sf agai ,masa-k«d ja untuk perhitungan pen- pensiun 2% dari mJ-- ^berkepentingan diwadjibkan membajar iuran- NegeTtidak ¿ 7 , 5 P31' ^ 1 JanS.dite™ a selaiia ia mendjadi pegawai S a n ^ a m ^ t * “ >***“ “ dllak“ kan berangsur-angsur seperti ke-

Pasal 18. tane^^iY ajaV ^ ’ maka masa-kerdja sebelumnja hitungan npnfiim d "2 ? diang^aP djuga sebagai masa-kerdja untuk per- iS t rlf t ™e“ enuhi salah sat“ sjarat jang ditentukan. mana iansr L r W r lt i j1*?™ masa-kerdja sebagai pegawai, selama baik k inci Ha T i f dak atau belum membajar iuran-pensiun, dalam diaman ^dlsciie Pensl°enfondsen, maupun kepada Fonds partikelir Jane hirl^n» r g T " * ’ harUS dlsJahka° dulu menurut pasal 2 ajat (3). eadl S f H g i arU? “ embaiar iuran-pensiun sebanjak 2 % dari masa-kerdjamasa jang? harus dla^ didjalankan. kat, m,endjadi pegawai Negeri tetap dikalikan

Pasal 19. m er£ alam a^asr^ a’ ajat, f1]. memherikan kemungkinan pensiun kepada ^ e m®ndjad! pegwai Republik Indonesia sudah landjut usianja, sehingga mereka pada hakekatnja hampir tidak akan dapat A e- ” tahm “ a a narnja dalam waktu Republik dianggap tjukup Ajat (2 ) tak memerlukan pendjelasan.

Pasal 20. npcoDaiam Perm.uJaan ^volusi (17 Agustus 1945) sampai pada suatu saat, R ^ a*"Pe£awai Negeri pada umumnja' memperdjuangkan kemerdekaan i dengan sepenuh-penuh tenaga dan tidak menghiraukan kesu- im*i ' esu^aran jang dihadapi dan/atau jang dialaminja. Dalam waktu pegawai Negeri umumnja mentjurahkan tenaganja lebih dari pada dua kaT se^^n^ a waktu mi untuk perhitungan pensiun patut digandakan F^SSandaan ma^a"^erdja ini hanja mengenai masa-kerdja mulai/ • tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat jang akan ditentukan oleh niov. ^^ tah lebih landjut. Masa-kerdja sesudah saat jang akan ditentukan olen Pemerintah termaksud tidak akan digandakan lagi.

Pasal 21. at -A-jat (1) huruf a mengenai mereka jang diangkat mendjadi pegawai gen tetap menurut Peraturan jang akan segera diadakan, karena Per- r? memPunj ai hubungan jang erat sekali dengan Peraturan ini t>a!ri zfn£an Peraturan-Peraturan lain, seperti Peraturan Uang-tunggu, p - G. P. 1948 dan lain-lain. Ajat (1) huruf a No. 1 sampai 3 mengenai mereka jang“ dulu mem- punjai d jaminan pensiun menurut Peraturan-Peraturan Pemerintah Hindia elanda seperti dimaksudkan d juga dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1947. Mereka, dianggap sebagai pegawai Negeri dalam arti Peraturan mi. b Adapun jang dimaksudkan dalam ajat (1) huruf a No. 4 ialah bekas pegawai perusahaan partikelir, jang pada hari mulai berlakunja Peraturan ini sudah mendjadi Djawatan/Kantor Pemerintah dan pegawai tersebut

H 8 34 dulu, sebagai anggauta Fonds pensiun partikelir, mempunjai djaminan pensiun, seperti bekas pegawai-pegawai N. I. S. Zustermaatschappijen, ANIEM dan lain-lain. Ajat (1 ) huruf b menentukan, bahwa mereka jang tidak termaksud ketentuan dalam huruf a belum atau tidak mendjadi pegawai Negeri tetap akan tetapi sedjak tanggal 1 Djanuari 1946 sampai pada hari mulai ber­ jakun ja Peraturan ini terus menerus bekerdja sebagai pegawai Negeri Republik. Sebagai tindakan peralihan, untuk memudahkan tata-usaha dan untuk menghindarkan kesulitan berhubung dengan pemeriksaan badan besar-besaran, guna memenuhi sjarat pengangkatan sebagai pegawai Negeri tetap, maka mereka tersebut dengan berlakunja Peraturan ini di­ anggap mendjadi pegawai Negeri menurut pasal 1. Maksud semula ialah jang dapat dianggap sebagai pegawai Negeri tetap dalam hal ini mereka jang mulai tanggal 17 Agustus 1945 sampai pada hari mulai berlakunja Peraturan ini terus menerus mentjurahkan tenaganja sebagai pegawai Negeri. Akan tetapi karena pada permulaan Proklamasi kemerdekaan belum (banjak) terdjadi pengangkatan-pengangkatan dan pengangkatan Pegawai-pegawai baru terdjadi sedjak Pemerintahan Republik agak di- stabilisir, jaitu antara achir-achir tahun 1945 dan permulaan tahun 1946, maka kemudian ditetapkan sebagai sjarat-sj^rat 1 Djanuari 1946 sampai Pada hari mulai berlakunja Peraturan ini, dengan maksud untuk meng­ hargai pegawai-pegawai jang sedjak petjahnja revolusi tetap setia sebagai Pegawai Negeri, memperdjuangkan Republik. Ajat (2) membuka kemungkinan untuk memberikan pensiun menurut Peraturan ini kepada pegawai Negeri jang memenuhi sjarat-sjarat dalam pasal 5, jang diberhentikan dengan hormat dari djabatan Negeri sesudah 17 Agustus 1945 tetapi sebelum berlakunja Peraturan ini. Sebagai pegawai Negeri dalam hal ini dianggap djuga mereka jang memenuhi salah satu sjarat dalam ajat (1 ) diatas. Ketentuan dalam huruf-huruf a dan b tak memerlukan pendjelasan. > Pasal 22 dan 23. Tak memerlukan pendjelasan. Peraturan Pemerintah 1949 No. 35

PEGAWAI. PENSIUN D J AND A. Peraturan tentang pemberian pen­ siun kepada d janda (anak-anaknja) pegawai Negeri jang meninggal dunia.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA D * Membatja. usul Kepala Kantor Urusan Pegawai Negeri mengenai pen­ siun djanda dan anak-anak pegawai Nesreri iang meninggal dunia; Menimbang: perlu segera mengadakan Peraturan pensiun untuk djanda pegawai Negeri dan tundjangan bagi anak-anaknja; Mendengar: putusan Sidang Dewan Menteri tanggal 24 Desember 1949; Mengingat: akan pasal 4^Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan :

Dengan membatalkan segala Peraturan jang bertentangan dengan eraturan ini, menetapkan Peraturan untuk memberi pensiun kepada ajanda pegawai Negeri jang meninggal dunia dan memberi tundjangan Kepada anak-anaknja sebagai berikut:

Pasal 1 . Pegawai Negeri (selandjutnja disebut: pegawai) dalam Peraturan ini ialah pegawai Negeri menurut Peraturan pensiun pegawai Negeri jang berlaku. (2) Isteri jang dimaksudkan dalam Peraturan ini ialah isteri pegawai Jang dikawin dengan sjah. (3) Anak jang dimaksudkan disini ialah anak pegawai dari perkawinan jang sjah dan anak jang disjahkan menurut Undang-Undang Negara.

Pasal 2 . Jang dimaksudkan dengan gadji dalam Peraturan ini ialah gadji menurut Peraturan Gadji Pegawai Negeri, termasuk djuga gadji per­ alihan jang berlaku pada dan sesudah tanggal 17 Agustus 1945.

Pasal 3 .

(1) Pegawai laki-laki menurut peraturan-peraturan jang ditentukan da­ lam Peraturan ini dapat menundjuk seorang isteri atau lebih sebagai Jang berhak menerima pensiun dan seorang anak atau lebih sebagai jang berhak menerima tundjangan. (2) Pegawai perempuan mempunjai hak tersebut dalam ajat 1 diatas untuk anak-anaknja. (3) Tjara menundjuk itu didjalankan dengan memberi tahu kepada Kan­ tor tersebut dalam pasal 16 dengan disertai keterangan-keterangan ■ lengkap menurut petundjuk-petundjuk Kantor terfeebut.

150 35 Pasal 4. (1) Pegawai diwadjibkan membajar uang iuran jang disebut „iuran- biasa” jang dipotong dari gadjinja tiap-tiap bulan bagi: a. pegawai laki-laki 6 1/£% ; b. „ perempuan l1/^%. (2) Ke t juali „iuran-biasa” pegawai diwadjibkan membajar iuran p a dengan dipotong dari gadjinja: a. tiap-tiap menerima kenaikan gadji: 1 bulan kenaikan & j . Iuran ini disebut „iuran luar biasa” ; . forcpi.1lt b. untuk tiap-tiap seorang isteri jang d i t u n d j u k sebaga . dalam Pasal 3, ajat 1: 1 bulan gadji jang diterima p g waktu menundjuk. Iuran ini disebut „iuran isteri” ; - . c. untuk tiap-tiap seorang anak jang ditundjuk sebag , dalam pasal 3 : 1 0 % dari gadji jang diterima waktu me 3 Iuran ini disebut „iuran anak”. . (3) Pada waktu membajar „iuran luar biasa” pegawai tidak diwa ji an membajar „iuran biasa”. _ . (4) „Iuran isteri” dibajar dengan menitjil jang sama k ^ ^ ^ jaa am 36 bulan. Bila harus dibajarnja „iuran isteri” untuk orang isteri, maka besarnja penitjilan tidak lebih dari un isteri dan dibajarnja tiap-tiap bulan sehingga lunas. (5) „Iuran anak” dibajar satu kali, dan untuk semua anak djuk dibajarnja „iuran anak” tidak lebih dari 50% da & dapat dibajar menitjil dalam 10 bulan, jang sama besa j . (6 ) Bila „iuran isteri” dan „iuran anak” harus dibajar pada wa 'u jang bersamaan, maka penitjilan iuran-iuran itu sebulannja lebih dari 5% dari gadji. Pasal 5. (1) Isteri jang dapat ditundjuk sebagai jang berhak pensiun ialah isteri jang dikawin sebelum dan sesudahnja Peraturan mi diajaian (2) Anak jang dapat ditundjuk sebagai jang berhak ^ ngan ialah anak jang dilahirkan sebelum dan sesudahnja Jj*e ini didjalankan dan belum mentjapai umur. 21 tahun penun.

Pasal 6. Apabila seorang pegawai bertjerai dengan seorang isterinja jang te­ lah ditundjuk sebagai jang berhak menerima pensiun dan lalu kawin lagi, maka isteri baru tidak dapat ditundjuk sebagai ganti isteri jang ditjerai. Untuk ini pegawai diwadjibkan membajar lagi „iuran isteri .

Pasal 7. Pegawai jang berhenti dengan menerima uang-tunggu dipandang masih sebagai pegawai menurut pasal 2 diatas dan berkewadjiban me­ nurut Peraturan ini. Pasal 8 . (1) Pegawai jang berhenti dengan mendapat pensiun, apabila masih mempunjai isteri jang berhak pensiun dan/atau anak jang berhak menerima tundjangan diwadjibkan membajar terus „iuran biasa”, bagi pegawai laki-laki 6V2% dan bagi pegawai perempuan 1 V2 % dari pensiunnja tiap-tiap bulan. 151 35 (2 ) Kewadjiban tersebut dalam aiat 1 a- * sesudah bulan waktu piaw ai i t« 7 •?1f tas dibebaskan mulai bulan

(3) c z z t z dr /aU anak berhenti d en ga ^ m en eri^ p eM iL ^ B ^ ^ pegawai Iaki:ifki J'ang 1 bulan pensiun. Pensiun. Besarnja „iuran isteri” adalah (4) Pegawai pada waktu berhenti dengan • • u lunasi „iuran isteri” dan iuran 7 menerima pensiun harus me- dengan menitjil tiap-tiap buland?nnf ^Jang harus maslh dibajar P DuIan dipotong dari pensiunnja, sebesar 5 % . Pasal 9.

<1} b u T n ta k ? “ embajar ”iUran biasa” ^bebaskan mulai bulan'sesudah a. pegawai tidak mendjadi pegawai Negeri lagi; b. la^feteVT1 ian? berhSc^ne0 t-ahu" dan waktu itu tidak mempunjai n J L ! X J S ^ £ £ ea* m dan/ata“ anak jang berhak m 'e - c- sesudah mentjapai umur 60 tahn», ^ jang berhak menerima pensiun ,H mempunjai lagi isteri nerima tundjangan. pensiun dan/atau anak jang berhak me- (2) Bagi pegawai jang telah mentiacai m-m,- v , , bajar „iuran biasa” tidak dapat diperbaharaUagh * "

Pasal 10. ¿•■u Penarikan „iuran isteri” dan ..iuran j -i ibebaskan dari kewadjiban membajar iuran , dihentikan apabila pegawai Pegawai itu mulai lagi diwadjibkan'“ J1“ dan akan dimulai lagi J tt£in membajar „iuran biasa . Pasal li. d ) Apabila pegawai laki-laki tidak mend-ia^n ~ • tvt ■ i • u tersebut dilam ajat la ‘ pasal 9 n^ P eS^wai Negeri lagi, sebagai m.embajar „iuran biasa”, „iuran I s t S , - ^ dapat meneruskan diaa n | ^ ^ ^ lagi telah ditundjuk sebagai i t S r j W w L T n ^ ^ N* f £ Jang berhak menerima t iS d ja n g a n ^ h ^ S t -tP 2 U" ru' kepada Kantor tersebut dalam pasal i 6 US d>beritahukan

<2> s? r “■s ‘-m,r rr& s s ? £ ssjg ‘,ss b e l u m - ? fJar 1U^'t S f l h m S?ipun heS^u dipandang d juga se- (3 ) R r P° memberitahukan kehendaknja tersebut. esarnja „iuran biasa bagi bekas pegawai itu, ialah: bila, laki-laki 6 J/2 % dari d jumlah jang dipakai dasar menghitung pensiun djanda dan tundjangan anak waktu ia dibebaskan mem- bajar „iuran biasa ; b. bila perempuan 1 % % dari d jumlah jang dipakai menghitung biasa an^an ana wak u la dibebaskan dari membajar „iuran c. »»iuran isteri” dan „iuran anak” jang belum lunas harus dibajar ‘ terus menurut penitjiian bulanan jang sudah-sudah.

152 35 (4) Bila dikehendaki oleh bekas pegawai itu, maka djumlah untuk dasar menghitung besarnja pensiun djanda dan/atau tundjangan anak dapa dibikin lebih rendah. (5) Sedjak bekas pegawai itu membajar „iuran biasa” lagi maka untuk tiap-tiap anak jang lahir dan ditundjuk sebagai berhak menerima tundjangan membajar 10 % dari djumlah jang dipakai dasar un u membajar „iuran biasa” dan „iuran anak” itu harus ditjitj j sama besarnja dalam 10 bulan. (6) Pasal 6 dari Peraturan ini berlaku d juga bagi bekas pegawai laki-laki dan besarnja „iuran isteri” adalah sebesar 1 0 % djumlah jang ip 'dasar membajar „iuran biasa” . (7) Untuk membajar penitjilan-penitjilan iuran-iuran itu ketentuan- ketentuan dalam ajat 4, 5 dan 6 dari pasal 4 berlaku djuga bagi pegawai tersebut. ? (8) Bekas pegawai. tersebut mulai membajar „iuran biasa pada u^an sesudah bulan waktu ia dibebaskan dari kewadjiban membajar „i b ia sa ” . (9) Pembajaran „iuran biasa” bagi bekas pegawai tersebut berachir.^ ^ a. pada bulan waktu ia diwadjibkan membajar „iuran biasa atoi, b. pada waktu: 1 . ia mati; 2. ia terhenti mempunjai isteri jang berhak pensiun, emi lan djuga anak-anak jang berhak menerima tundjangan, 3. ia terlambat 1 tahun membajar „iuran biasa”, atau u[ an membajar penitjilan „iuran isteri” dan/atau y1}11’3' « y.lllnri jang diharuskan menurut ajat 6 pasal ini dan/atau ,„ membajar penitjilan „iuran isteri” dan/atau „iuran jang masih harus dibajar pada waktu kewadjiban m j „iuran biasa” dibebaskan, c. bila ia minta berhenti membajar „iuran biasa’ . (10) Bekas pegawai jang berachir membajar „iuran biasa sebagai ter­ sebut dalam ajat 9b 2 , 3 dan 9c, diatas, harus melunasi „iuran biasa dan penitjilan „iuran isteri” dan/atau „iuran anak” jang masih harus dibajar berangsur-angsur.

Pasal 12. (1) Tiap-tiap penundjukan seorang isteri jang berhak pensiun terhenti berlakun ja : a. karena pertjeraian dengan isteri jang ditundjuk mulai hari per- tjeraian itu; b. karena penundjukan pegawai atau bekas pegawai laki-laki jang bersangkutan kepada seorang isteri lain jang berhak pensiun mulai pada hari penundjukan itu; c. apabila pegawai tidak diwadjibkan atau bekas pegawai itu tidak membajar „iuran biasa” lagi. Dalam hal ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam pasal 11. (2) Apabila pegawai atau bekafe pegawai jang bersangkutan meninggal dunia dan penundjukan tidak berlaku bagi salah seorang isteri, maka jang dipandang sebagai jang berhak pensiun ialah perempuan jang pada waktu pegawai atau bekas pegawai itu meninggal dunia adalah isteri jang dikawin atau kalau isterinja lebih dari seorang, maka jang berhak menerima pensiun ialah isteri jang pada waktu itu jang ter­ lama dikawinnja dan tidak terputus-putus. 153 35 Pasal 13. (1) atau^bekas°Dp^fwrfaWai*^maS^i?^^ad^ kan membajar „iuran biasa” maka seora iL IW rin ^ f ™e“ ba3ar ..iuran biasa” meninggal dunia, meSa Z S ? " ‘ eb„ * i,M« teIah ditimdjuk sebagai berhak “ ek a s • Pen“ dJuka“ «u pada waktu pegawai atau tersebut dalam a ^ o S? inUILla masil1 berIaku atau seorang isteri diuea anak am i, j • pasaI ’ berhak menerima‘pensiun. Demikian d £ i X W ha v pegawai atau bekas pegawai itu, jang telah n ga T itjua1%kabTa:enma tUndjanga“> be?hak “ ima tn^ a. dn n il'T tV 111 Pa5a waktu Pegawai atau bekas pegawai meninggal dunia telah mentjapai umur 21 tahun penuh* b. seM an^ aiu1^1 penghasilan sendiri dari negeri sebesar 75 rupiah c. telah berkawin.

(2) a' ?deaTah%an ^ elifi^ n S^0--a" g dianda terseb“ t dalam ajat 1 diatas adalah 20% dan gadji jang terachir jang diterima oleh pegawai ¡L J ’ memnSSaI ,nla atau gadji jang terachir jang diterima oleh l t tU me’e.takkan djabatannja atafl dari djumlah J ng dipakai dasar menghitung besamja pensiun djanda itu; b. d a ^ n P®"®T a Se°ra,nf • i.djanda sebulannja tidak boleh lebih dan 150 rupiah dan sedikitnja 25 rupiah- c. bila jang berhak menerima pensiun lebih dari seorang, maka djumlah pensiun semua tidak boleh lebih dari dua kali djumlah tersebut pada huruf b ajat 2 ini sebulannja dan dibagikan sama besarnja kepada tiap-tiap djanda itu (3) a. Besarnja tundjangan anak jang ibunja hidup dan menerima pen­ siun ialah sebulannja: bagi 1 anak 25% dari pensiun djanda ibunja >>■“ >? ‘ OAjyo . „ 3 „ 50% „ » 4 „ 55% „ „ 5 „ atau lebih 60% M ” ” ” b. Besarnja tundjangan anak jang ibunja tidak berhak menerima pensiun atau ibunja mati, ialah sebulannja : bagi 1 anak 40% dari pensiun djanda jang mestinja diterimakan; j y 2 „ 80% ,, ,, „ 3 „ 100% „ „ ” 4 ” 115% ” ”» ”, ” 'I diter"^ k a^ U 120% dari pensiun djanda jang mestinja (4) a. Anak-anak dari seorang bapa, tetapi dari beberapa orang ibu, untuk menghitung besarnja tundjangan digolong-golong menu­ rut ibunja masing-masing, dan dipakai pokok perhitungan ialah pensiun djanda menurut iuran jang dibajar oleh pegawai atau bekas pegawai jang bersangkutan. b. Besarnja tundjangan semua tidak boleh lebih dari satu kali pensiun djanda, bila ibunja atau salah seorang ibunja masih hidup dan menerima pensiun; atau dua kali pensiun djanda, bila tidak seorangpun ibunja jang berhak pensiun atau semuanja meninggal dunia; e. Djika menurut perhitungan tersebut dalam huruf a, ajat ini, akan melebihi ketentuan djumlah tersebut dalam huruf b ajat mi maka menguranginja pembagian harus seimbang dengan ban­ dingan permulaan, menurut ajat 3 a dan b.

154 35 (5) Peraturan memberi tundjangan anak pegawai atau bekas pegawai perempuan menurut ajat 3b dan didasarkan pada pensiun djanda dari seorang pegawai laki-laki jang dapat dipandang sama keaaaan- nja dengan pegawai perempuan itu.

Pasal 14. (1) Pensiun djanda dan tundjangan anak jang diberikan menurut Per­ aturan ini tidak dapat ditjabut kembali. (2) Surat-surat penetapan pensiun atau tundjangan dengan penget^uan Kepala Daerah jang bersangkutan boleh dipergunakan tanggu g mendapatkan pindjaman uang.

Pasal 15. (1) Untuk menerima pensiun djanda atau tundjangan anak boleh atau atas nama jang berkepentingan harus diadjukan Per^ m5Jani._T,1* perantaraan Kantor tersebut dalam pasal 16 kepada Men uangan dengan disertai keterangan seperlunja. (2) Pensiun djanda atau tundjangan anak diterimakan pada bulan se sudah bulan waktu pegawai atau bekas pegawai jang bers t, , meninggal dunia, dan bagi anak jang lahir sesudahnja bekas pegawai itu meninggal dunia, pada bulan waktu a (3) Apabila pensiun djanda atau tundjangan anak jang kemudian temjata djumlahnja lebih karena salah perni un^» djumlah kelebihan jang telah dibajar itu tidak ditariK (4) Pemberian pensiun djanda atau tundjangan anak berachir^Pada bu lan waktu jang berhak meninggal dunia atau kehilangan j nerima. (5) Djumlah pensiun djanda dan tundjangan anak dibajar dengan per­ hitungan rupiah bulat, djumlah kurang dari satu rupiah dihitung bulat satu rupiah. Pasal 16. Guna kepentingan djalannja peraturan-peraturan dalam Peraturan ini didirikan sebuah Kantor tata-usaha, jang berkewadjiban mengumpul­ kan dan memeriksa angka-angka dan tjatatan-tjatatan jang aiper u an, menurut petundjuk-petundjuk dari Pemerintah.

Pasal 17. Peraturan ini mulai berlaku pada hari 1 Djanuari 1950.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 25 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 26 Desember 1949. Acting Perdana Menteri, Sekretaris Negara, SOESANTO TIRTOPRODJO. A. G. PRINGGODIGDO.

155 35 PENDJELASAN PERATURAN PEMERINTAH No. 35 TAHUN "1949 TENTANG PENSIUN — DJANDA (ANAK-PSATU). Peraturan ini berhubungan rapat dengan Peraturan tentang pem­ berian pensiun kepada pegawai Negeri sendiri, karena hal ini mengenai kepentingan kepala keluarga dan keluarganja sendiri. Didalam Peraturan ini terdapat beberapa perbedaan dengan Per­ aturan jang lampau, a. 1. jang penting ialah: 1. Dulu pegawai jang bergadji dibawah 50 rupiah sebulan tidak dima­ sukkan, tetapi dengan Peraturan ini dimasukkan, sebagai halnja dengan Peraturan pensiun pegawai Negeri. Mereka itu membajar iuran baik untuk fonds pensiun maupun untuk fonds djanda dan anak-anak. 2. Dulu jang dapat ditundjuk sebagai berhak pensiun hanja seorang isteri, tetapi menurut Peraturan ini semua isteri jang dikawin dapat ditundjuk. Untuk mengurangi * beban keuangan Negara terhadap Peraturan ini, maka djumlah pensiun jang dikeluarkan untuk beberapa orang djanda dari seorang pegawai jang meninggal dunia tidak boleh lebih dari dua kali pensiun djanda, jang akan dibagi rata sama be- samja. Lain dari pada itu djumlah pegawai jang beristeri lebih dari se­ orang kiran ja tidak banjak. Menurut perhitungan d jiwa pada tahun 1930, di Djawa baniaknja orang laki-laki jang beristeri 2 orang ada =fc 1.9%, 3 orang: 0.09% dan 4 orang: ± 0.012%; di Sumatra: ber­ isteri 2 orang: dt 4%, 3 orang: ± 0.3% dan 4 orang: =fc 0.06%; di Indonesia Timur beristeri 2 orang: ± 3.5%, 3 orang: dt 0.3% dan 4 orang: db 0.07%; di Borneo: beristeri 2 orang: ± 1 .6 %, 3 orang: 0 .1 % dan 4 orang: ± 0.016%. Melihat angka-angka itu kiranja pengaruh keuangan bagi Peraturan ini tidak begitu besar. 3. Djanda jang kawin lagi menurut Peraturan dulu selama berkawin itu tidak bisa menerima pensiun, tetapi kalau bertjerai bisa mene­ rima pensiun lagi. Menurut Peraturan ini bagi djanda jang kawin lagi pensiunnja masih diteruskan, karena ‘ketjuali pensiun itu sudah men- djadi haknja, djuga aturan jang lampau itu bisa membawa akibat jang tidak baik. Kalau seorang djanda jang masih muda karena per­ aturan jang sedemikian itu bisa tertahan maksudnja untuk kawin lagi, adalah bertentangan dengan hukum alam atau hukum agama. Ketjuali tersebut diatas ada beberapa ketentuan pada tempo jang lampau jang tidak dilandjutkan dalam Peraturan ini, karena apabila pe- kerdjaan tata usaha kantor jang akan didirikan menurut pasal 16 dari Peraturan ini berdjalan baik, tidak akan terdjadi, umpama ketentuan ten­ tang kelalaian tidak mendaftarkan, memberi keterangan jang tidak benar, terlambat pembajaran atau penerimaan pensiun dan sebagainja. Adapun tentang rupa-rupa iuran, maka iuran biasa itulah jang se- sungguhnja mendjadi pokok, jang mengikat dan menentukan pegawai berhak atau tidak diatas pemberian pensiun kepada djandanja atau tun­ djangan kepada anaknja. Maka karenanja bila iuran biasa karena rupa- rupa hal tidak terus dibajar berarti hilangnja arti penundjukan seseorang isteri sebagai berhak pensiun atau seseorang anak sebagai jang berhak menerima tundjangan. Dan karena itu pula maka kepada pegawai jang

156 35 tidak lagi mendjadi pegawai Negeri diberi kesempatan dapat menerus­ kan memhajar iuran biasa, supaja hak jang telah terdapat bagi isteri dan/atau anaknja itu tidak akan mendjadi sia-sia belaka. Tentang iuran lain-lain, jaitu iuran luar biasa, iuran isteri dan iuran anak, kesemuanja itu berarti memperkuat fonds atau mengurangi beban keuangan negeri, belum dapat berarti membikin fonds itu bisa berdiri sendiri dengan tidak pakai bantuan uang Pemerintah. Waktu dulu dengan rupa-rupa iuran itu negeri masih perlu membantu kapital ± 1 /2 ju a rupiah pada permulaan berdirinja fonds.

Tentang pasal-pasal. Pasal 1, 2 dan 3. Tidak perlu didjelaskan lagi. Pasal Jf. Dalam pasal ini diaturnja supaja pembajaran iuran rupa-rupa itu bisa terdjadi dengan ringan. Pasal 5. Pembatasan umur hingga 2 1 -tahun itu sudah tjukup tinggi. Pasal 6 dan 7 . Tidak perlu didjelaskan lagi. Pdsal 8. Menurut pasal ini pegawai jang berhenti dengan pen- siun diberi kesempatan untuk meneruskan pe J " ran iuran biasa supaja isteri dan anaknja teru punjai hak pensiun dan tundjangan. Pasal 9. Kewadjiban membajar iuran biasa dibebaskan bagi pegawai jang sudah landjut umurnja dan ti a• ~ punjai anggauta keluarga lagi jang berhak m pensiun atau tundjangan. Ini sudah sepatu nja,, - tapi pegawai itu tidak dapat membaharui kewa j an membajar iuran biasa lagi. Ini semata-mata men- djaga agar supaja tanggungan fonds tidak ber am- bah berat. Pasal 10. Menurut Peraturan ini bila seorang PeSawai tidak lagi mendjadi'pegawai Negeri — Pasal 9 aJat la lalu mendjadi pegawai lagi, maka ia wadjib mem­ bajar iuran biasa lagi, dan karenanja djuga memba­ jar iuran lain-lain. Pasal 11. Memberi kesempatan kepada bekas pegawai untuk meneruskan membajar iuran biasa, supaja hak pen­ siun atau tundjangan bagi isteri dan anaknja tidak terputus. ' . Bila pegawai ingin meringankan pembajaran iuran biasa dan iuran lain-lain jang akan dibajarnja, maka pokok penghasilan untuk dasar menghitung besarnja pensiun atau tundjangan dapat dibikin lebih rendah. Pasal 12. Tidak perlu didjelaskan lagi. Pasal 13. Besar pensiun djanda, maximum dan minimum di­ usulkan separoh dari pensiun pegawai sendiri. Pasal llf dan 15. Tidak perlu didjelaskan lagi. Pasal 16. Diusulkan supaja ada kant6 r pusat dan tjabang- tjabangnja didaerah-daerah untuk mengatur tata- usaha bagi keperluan ini. Baiknja kantor ini men­ djadi bagian dari fonds.

157 f o g j H g l j W i n f a l i Pengoanti Unr U , , 2 1949 No. 36 7 — ~ ~—

PENGADILAN TENTARA. Peratu­ ran tentang penghapusan Peraturan Darurat No. 46/MBKD/49 dan meng­ hidupkan kembali pengadilan tentara jang ada sebelumnia tanggal 7 Mei 1949.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

S lS ?T ^ ^ ra Upe^pantS>!:Jepat mun^kin mengganti pengadi- Militer W a n Pengadilan Ten- Peratura^i ia ™ i kekuasaannja diatur oleh Peraturan- ^ ^ beraturan jang berlaku sebelum tanggal 7 Mei 1949;

• W : d“ “ >

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai 'berikut :

Pasal 1 . Peraturan Darurat No. 46/MBKD/49 *) tanggal 7 Mei 1949 ditjabut. Pasal 2 .

aturan-^rat^u^^S^^hp^lii-811811^ ! 1 ^an kekuasaannja diatur oleh Per- kembali. 3 g berlaku sebetam tanggal 7 Mei 1949 dihidupkan

Pasal 3.

« “ "S a tssra sa ii* " "»**» *»« < * * * » *•-

Pasal 4. pada hari jang ditentukan oleh Presiden

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 25 Desember 1949. Diumumkan ' PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 26 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, Acting Perdana Menteri, A - G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

) eraturan ini untuk lengkapnja disertakan. (Periksalah halaman-halaman berikut- nja).

158 PERATURAN—DARURAT tahun 1949 No. 46/MBKD/49. PANGLIMA BESAR ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: perlu mengadakan peraturan darurat tentang Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer, tentang Pengadilan Sipil Pemerintahan Militer, tentang Mahkamah Tentara Luar Biasa dan tentang tjara mendjalankan hukuman pendjara, Mengingat: Order P. J. M. Wakil Presiden tanggal 19 Desember 1948;

Memutuskan:

Mentjabut Peraturan Darurat tentang Hakim dan Djaksa Luar Biasa serta tjara mendjalankan hukuman pendjara dari Pemerintah Pusat Kepublik Indonesia tanggal 30-1-1949 No. 3/1949. *) 2. Menetapkan Peraturan seperti berikut: PERATURAN DARURAT TENTANG PENGADILAN TENTARA PEMERINTAHAN MILITER, TENTANG PENGADILAN SIPIL PEMERINTAHAN MILITER, TENTANG MAHKAMAH TENTARA LUAR BIASA DAN TENTANG TJARA MENDJALANKAN HUKUMAN PENDJARA.

B A B I. TENTANG PENGADILAN TENTARA PEMERINTAHAN MILITER, Pasal 1. Pengadilan Tentara diseluruh Djawa dan Madura dihapuskan dan di­ ganti Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer.

BAGIAN I. Tentang susunan dan kekuasaan Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer. Pasal 2. Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer diseluruh Djawa dan Ma­ dura didjalankan oleh: Mahkamah Tentara Onderdistrik Militer (M. T. O. D. M.) untuk Dae­ rah Onderdistrik Militer. 2- Mahkamah Tentara Distrik Militer (M. T. D. M.) untuk Daerah Dis­ trik Militer. 3. Mahkamah Tentara Daerah Gubernur Militer (M. T. G. M.) untuk daerah Gubernur Militer. Pasal 3. (1) Tempat kedudukan (zetel) M. T. O. D. M. adalah sama dengan kedu­ dukan Komandan Onderdistrik Militer. (2) Daerah Hukum M. T. O. D. M. meliputi Onderdistrik Militer.

*) Periksalah halaman 239.

159 Pasal 4.

Komandan O. D. M sebagi Ketami ^ D. M.) terdiri dari jang ditundjuk olehKDM S *n dua orang Perwlra P^tama gauta AngkatanPeran ^ gai anS§auta serta se° rang “ g- panitera. ^eranto jang ditundjuk oleh K. O. D. M. sebagai

jang’ dilakiika vPf*1* ®,egala Perkara kedjahatan dan pelanggaran *«>“ “ A*«*“ darf golo^an atau Pelanggaran dilakukan oleh seorang perwira j . i » M T O bersama-sama dengan seorang kedjahatan t e r b u t ' ^ berhak untuk mengadili Perkara <4> dfehatan0^ bif tara atau °rang pradjurit melakukan sesuatu ke- karanja harus^adiffoleh M.tT d^ “ “ “ S SipU’ P61"

Pasal■«rclScU 5 O .

n ’ »" d S í ,,;““ «»* “”p*< i“4”- (2) Daerah Hukum M. T. D. M. meliputi Distrik Militer. Pasal 6. (1) dÜ„T’ D-M- terd¡rÍ darLKomandan Distrik Militer sebagai Ketua dan 3™ 0rf S perwira pertama jang ditundjuk oleh K. S T. M. sebagai olih t? Se? a S T^aA/rS I l an§Fauta Angkatan Perang jang ditundjuk °Jeh Komandan D. M. sebagai panitera. <2) W ? - , 1?- ,menf ^ iI,i se|ala £erkara kedjahatan dan pelanggaran Jang dilakukan didalam daerah hukumnja oleh anggauta Angkatan (? > dan golongan perwira pertama pangkat Kapten. Ji a sesuatu kedjahatan atau pelanggaran dilakukan oleh seorang P rwira pertama dibawah pangkat Kapten, bersama-sama dengan r^0r?.?.g Pe,rwira atasan, maka M. T. D. M. tidak berhak untuk me- (4 ") tv* 1 Perkara kedjahatan atau pelanggaran tersebut. jika seorang perwira pertama dibawah pangkat kapten melakukan esuatu kedjahatan atau pelanggaran, bersama-sama dengan bintara au pradjurit, atau bersama-sama dengan seorang sipil, maka per- karanja harus diadili oleh M. T. D. M. Pasal 7. kedudukan M. T. G. M. adalah sama dengan tempat kedu- aukannja Gubernur Militer. Daerah Hukum M. T. G. M. meliputi daerah Gubernur Militer. Pasal 8. ) M. T. G. M. terdiri dari Gubernur Militer atau wakilnja sebagai Ke­ tua dan dua orang perwira menengah jang ditundjuk oleh P. T. T. D. eoagai anggauta, serta salah satu perwira jang ditundjuk oleh G. M. sebagai panitera. ) M. T. G. M. mengadili segala perkara kedjahatan dan pelanggaran i f ng dilakukan dida7am daerah hukumnja oleh anggauta Angkatan perang dari golongan perwira jang berpangkat Kapten sampai de- n£an Letnan Kolonel. J 60 (3) Djika sesuatu kedjahatan atau pelanggaran dilakukan oleh seorang perwira tersebut diajat (2 ), bersama-sama dengan seorang perwira diatas pangkat Letnan Kolonel, maka M. T. G. M. tidak berhak untuk mengadili perkara kedjahatan atau pelanggaran tersebut. Perkara . . jang demikian itu harus diadili oleh Mahkamah Tentara jang di­ maksud didalam Pasal 13. Pasal 9. Jang dimaksudkan dengan anggauta Angkatan Perang tersebut di pasal 4 s/d 6 , ialah anggauta Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Ang­ katan Udara jang sjah, begitu pula anggauta pasukan-pasukan jang telah di-militeriseer dan pegawai-pegawai tetap jang bekerdja pada Angkatan Perang.

BAGIAN H. Tentang hukum dan atjara jang harus dipakai. Pasal 10. (1) Hukum Pidana jang harus dipakai oleh Pengadilan-pengadilan Ten­ tara Pemerintahan Militer tersebut diatas, ialah jang termuat dalam: a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentara (K. U. H. P. T.) seperti telah dirobah. b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (K. U. H. P.) jang telah dirobah oleh Undang-Undang No. 1/1946. c. Undang-Undang tentang Hukum Pidana (Undang-Undang No. 1/1946). d. Undang-Undang dan Peraturan lain jang mengandung Hukum Pidana.' (2) Atjara jang harus dipakai oleh Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer, ialah atjara summier dengan memakai pedoman pasal 337 H. I. R.

BAGIAN III. Tentang Kedjaksaan Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer. Pasal 11. (1) Kedjaksaan pada Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer didja­ lankan : a. pada M. T. O. D. M. oleh seorang perwira pertama jang ditun- djuk oleh Kepala Sub-Det. P. P. M. b. pada M. T. D. M. oleh seorang perwira pertama jang ditundjtlk oleh Kepala Detachemen P. P. M. c. pada M. T. G. M. oleh Kepala bagian Keamanan dari Staf Gu­ bernur Militer atau oleh wakilnja. (2) Djaksa-djaksa pada Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer ter­ sebut diajat pertama, didalam melakukan kewadjiban harus me­ ngambil sebagai pedoman: semua aturan jang berlaku untuk „Amb- tenaren van het Openbaar Ministerie bij de Landraden” seperti \jang^ tertjantum dalam „Het Herziene Inlandsch Reglement” (pasal 46/d.s.).

161 BAGIAN IV. Tentang putusan Pengadilan Tentara Pemerintahan Militer. Pasal 12. pun dari M T C^M1 n^innnnf a^A/r1ril0ntara Pemerintahan Militer baik- diulang. maupun dari M’ T* D- M. dan M. T. O. D. M. tak dapat

Pasal 13.

didjalankan^tlambat1'arnhntna^ ^ 1r ^ n^ara Pemerintahan Militer dapat djatuhkan selamba<>Iambata:)a 7 (tudjuh) hari setelah putusan itu di-

Pasal 14. Tentara Peinerfutalian

b a g i a n v . Tentang Mahkamah Tentara Istimewa. Pasal 15. S f u a t u S ^ ^ i ? , , ^ ! berpangkat Kolonel keatas, melakukan oleh sphnnh twt iib- ^ an^ aran> maka perkaranja akan diadili S » ' “»•»* & .« » 'i» --» »..i. Mahkamah Tentara Istimewa ini akan diusra uatan dan pelanggaran jang dilakukan oleh berpangkat Kolonel keatas, bersama-sama de Angkatan Perang dibawah pangkat Kolonel. B A B II. TENTANG PENGADILAN SIPIL PEMERINTAHAN MILITER. Pasal 16. ganti S^! 1 Djawa dan Madura dihapuskan dan di- s L1 oleh Pengadilan sipil Pemerintahan Militer. Pasal 17. Pengadilan sipil Pemerintahan Militer dibagi atas- S ’ Pengadilan Kabupaten; ' Pengadilan Kepolisian.

A. Pengadilan Kabupaten. Pasal 18. (2) T e ^ U,an,Kabupai n ada «ap-tiap Kabupaten, ttat L, kedudukan Pengadilan Kabupaten adalah sama dengan tem- (3) n kedudukannja Bupati. , ° aerah Hukum Pengadilan Kabupaten meliputi daerah Kabupaten. BAGIAN I. Tentang susunan dan kekuasaan Pengadilan Kabupaten. Pasal 19. Kabupaten terdiri atas Bupati sebagai Ketua dan sedikit- serll lt dua oranS terkemuka jang diangkat C. M. sebagai anggauta ena seorang pegawai jang ditundjuk oleh Bupati sebagai panitera.

162 (2) Djika dipandang perlu, berhubung dengan luasnja daerah Hukum Pengadilan Kabupaten atau banjaknja pekerdjaan dan Ketuanja, maka oleh C. M. da£at dipekerdjakan satu atau lebih dan Ketua uar- biasa pada tiap-tiap Pengadilan Kabupaten. (3) Djika pada suatu Pengadilan Kabupaten dipekerdjakan satu atau lebih dari satu Ketua luar-biasa, maka pekerdjaan jang menge penjelenggaraan Pengadilan, harus diatur sedemikian rupa o - tua Pengadilan Kabupaten, sehingga Ketua-ketua luar-biasa i “ pat mengadakan sidang dibeberapa tempat jang dipandang p didalam daerah hukumnja. Pasal 20. Tiap-tiap sidang dari Pengadilan Kabupaten hanja sjah, djika pada sidang itu hadlir: Ketua, dua orang anggauta dan panitera. BAGIAN H. Tentang hukum dan atjara jang dipakai. Pasal 21. Pengadilan Kabupaten mengadili perkara pidana dan perdata jang dulu termasuk dalam kekuasaannja Pengadilan Negeri. Pasal 22. Semua peraturan jang berlaku untuk dan dipakai oleh Pengadilan Negeri dahulu, berlaku untuk dan harus dipakai oleh Pengadi a paten, akan tetapi didalam mengadili perkara pidana, naru p atjara summier seperti termaksud dalam pasal 337 Herziene Reglement. * BAGIAN IH. Tentang Kedjaksaan pada Pengadilan Kabupaten. Pasal 23. (1) Kedjaksaan pada Pengadilan Kabupaten didjalankan oleh seorang perwira pertama dari Detasemen P. P. M. jang ditundjuK oien i^e- pala Detasemen P. P. M. (2) Didalam melakukan kewadjibannja, D jaksa pada Pengadilan Kabu­ paten harus memakai aturan-aturan jang berlaku untuk „ambtena- ren van het openbaar Ministerie bij de landraden” seperti jang ter- tjantum dalam „Herziene Inlandsch Reglement” , akan tetapi didalam memakainja harus disesuaikan dengan keadaan sekarang. BAGIAN IV. Tentang putusan Pengadilan Kabupaten. Pasal 24. Semua putusan dari Pengadilan Kabupaten ta’ dapat diulang. Pasal 25. (1) Jang harus mendjalankan putusan dari Pengadilan Kabupaten, ialah Djaksa jang bersangkutan. (2) Tjaranja mendjalankan putusan seperti tersebut dalam pasal 325 ajat 1, 325a, 329, 330 dan 331 H. I. R. dan pasal 11 dari K. U. H. P. (3) Djika berhubung dengan keadaan, hukuman-mati ta’ dapat didjalan­ kan menurut tjara jang dimaksud dalam pasal 11 K. U. H. P. maka hukuman itu dapat didjalankan dengan tembakan.

J 63 B ’ fe “ gadilai1 Kepolisian.

( 1 ) p 2 6 ' pauewon^.11 Kepollslan ada ditiap-tiap Ketjamatan (Kaonderan, Ka- (2 ) Tempat kedudukan Pengadilan r • pat kedudukan Tjamat (Assisten a£alah T “ t6m' (3) Daerah hukum Pengadilan • ' Panewu)- (Kaonderan, Kapanewon) ® n meliputi daerah Ketjamatan

BAGIAN I. Tentang susunan dan kekuasaan i>^ asaan Pengadilan Kepolisian. Pasal 27.

newu) sebagar ifekfm^din g^oran? dari TJamat (Assisten Wedana, Pa- sebagai fiscaal-griffier. pegawai jang ditundjuk oleh Bupati,

Pasal 28.

diadili ofeh L a n ^ ^ e ch t11 mengadili semua perkara pidana jang dahulu

BAGIAN II. Tentang hukum dan atjara jang dipakai.

dahu^mber&1mt^ t ^ adan^h^rii? T*? dan diPakai oleh Landgerecht dengan tiaiftan oleh Pengadilan Kepolisian, kan dengan keadaan sekarang d a n * b ^ w ^ d T “ diS01?Uai~ harus dinakai aHnm oanwa didalam mengadili perkara, gerechtsreglement summier ter“ aksud dalam pasal 4a s/d 4e Land-

BAGIAN lu. Tentang mendjalankan putusan Pengadilan Kepolisian. Pasal 29.

orangaaf¿aT , P^ USaf Pe^adilan Kepolisian, ialah Se- P-P.M gg a M- Ja g dltundJuk oleh Kepala Sub Detasemen

B A B III. TENTANG MAHKAMAH LUAR BIASA Pasal 30. S t a h ^ SMUrftU dT?erahhdi^ W^ dan Madura belum terbentuk'Peme- • ketiilnia f1 Daerah; maka Komandan dan pasukan dari seketjil- wien?aHQbSa Tvi°u?^a^nie t^11? a -.^ ala m daerah tersebut, dapat sem u*t f n MaIJkamah Tfntarf Luar-biasa jang akan mengadili Pera n o- a Pldana J3"??, J^akwanja baikpun anggauta Angkatan ? ral g slP1,.akan tetapi djika terdakwanja seorang dan n a /i ^ n Perang Ja^g Pangkatnja lebih tinggi dari Koman- berha^r +ai} Jan£ bersangkutan, maka Mahkamah tersebut tidak k untuk mengadili perkaranja. Provnn

164 (3) Kekuasaan tersebut dalam ajat (1 ) dapat dilakukan djuga o ' suatu Komandan pasukan dari seketjil-ketjilnja satu compagme, j g berada dalam suatu daerah jang oleh karena gerakan musu , ditinggalkan oleh Pemerintahan Militer Daerah. (4) Hal jang ditetapkan didalam ajat (2) tersebut diatas berlaku pula didalam hal termasuk dalam ajat (3). (5) Didalam mendjalankan kewadjiban Mahkamah Tentara Luar- lasa tersebut dalam ajat (1 ), harus mengambil sebagai pedoman aturan jang tertjantum dalam peraturan ini.

B A B IV. t e n t a n g t j a r a mendjalankan h u k u m a n p e n d j a r a . Pasal 31. (1) Apabila hukuman pendjara berhubung dengan keadaan -Jemari didjalankan dengan setjara biasa, maka tjara mendjalankan pendjara itu dapat diganti dengan membajar denda sedjimitai» R 1000,— (seribu rupiah) buat tiap-tiap bulan atau kuran0 aan bulan pendjara. _ , (2) Apabila pembajaran denda jang dimaksudkan dalam pasal a mungkin, maka tjara mendjalankan hukuman pendjara a p g dengan: kerdja paksa selama setengah (separo) dan lam j man pendjara jang harus didjalankan. . (3) Orang jang mendjalankan hukuman kerdja paksa boleh tmgga i desanja sendiri atau desa dimana terdjadi kedjahatan aj^u p ran jang dilakukannja, akan tetapi ia saban hari harus aa g J rahkan tenaganja kepada Kepala desa tempat berdiamnja i , » djenis pekerdjaan jang harus didjalankan, ditetapkan o j jang daerahnja meliputi desa tersebut. N

Pasal peralihan. Pasal 32. Apabila sebelumnja peraturan ini berlaku, akan tetapi sesudah tanggal 19 Desember 1948, terdjadi pemutusan perkara Pidana dan tjara mendja­ lankan hukuman pendjara menjimpang dari aturan jang tertjantum dalam aturan ini, maka tindakan tersebut dianggap sjah dan sesuai dengan per­ aturan ini. Pasal Penutup. Pasal 33. Peraturan ini mulai berlaku sedjak dikeluarkannja. Dikeluarkan di tempat pada tanggal 7 Mei 1949. Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia Atas Nama Beliau Panglima Tentara dan Territorium Djawa Kol. A. H. NASUTION.

165 t PendJe|asan atas Peraturan Pengadilan Pemerintahan Militer.

Rakjat m engS^^kpii? dalam suatu pemerintahan, ialah Pengadilan, hukim d ^ k S i h / n ^ han N^gara Pada adanja penglaksanaan Untuk masa denan danat a™ PA adanJa antara lain: Pengadilan, amanan bertambah ovFr.fi pastlkan>'bahwa lebih-lebih lagi soal ke­ nakan terus-menerus merusak kea^bUng denSan siasat musuh jang Jangan rakiat i keamanan dan ketertiban umum dika- tjau-pengatiau ia n o- h ? .kegiatan Pendjahat-pend jahat dan penga- dala™ «&■ °J ika * * maka seluruh^pefdiuangan kla anan dan ketertiban umum mi» Republik dari dalam. gagal’ karena berarti runtuhnja

Pe^rinSh^n^thter) ^daapenlafriSam-Ping P°lisi jan§' kUa£. (1>°lisi sekarang- sederhana ria n P^ gadi lan Jang sesuai dengan keadaan dan atjaranja. Praktis dalam susunannja, kekuasaannja

d T b e b ^ m n a ^ tp m ia ^ ^ U^an Darurat 1949” dari Pemerintah Pusat, dan terniata dincr* ha h J?-tn1LUk PenSadilan-pengadilan Luar-biasa pasukan bertindak sebapl H a k h T ^ t6mpat Komandan-komandan ngaifTama maka harus didasarkan atas perdjua- |atu peraturan jan| * “ ditetaPka“ tidak" berarti *?eb,erapa kaJi diumumkan, maka Pemerintahan Militer menginp-at ¿ r W ^ S®g laPangan sipil dihentikan. Lain dari itu ketentafnnW A1 Jan& se]alu ada antara masjarakat sipil dan iapanp-an p ^ o i^ rf keadaan perang totaliter ini, maka dalam Pene-a^iiian ^ ga an PurLPerb?daan antara dua djenis Pengadilan, Salah ? l ra. an i ? n,ga? llan Sipil, tetap harus diadakan. Tentara -iU Pokok Janj£ tidak boleh ditinggalkan dalam Pengadilan Tentara ifipIin’ iaIah bahwa seorang anggauta Panp-kaf i vrh bol®h diadih oleh seorang anggauta lainnja jang ber- ■n.. g _t ieblh rendah. Pokok mi Sebaliknin firlalr Vinloli rlinakai dalam Mato j T . v t. , aejnokratis seperti masjarakat kita, dilan Sipi?m pe uran mi diadakan Pengadilan Tentara dan Penga- d S ??]a?,aknja Pengadilan-pengadilan Tentara dan Sipil dari zaman Pen^Ji,?ak mufSibn berdjalan lagi dan karenanja har„ s dihentikan, a Tentara didjalankan oleh 3 djenis Pengadilan, ja ’ni: ’ S ? ? , ™ ” Onderdistrik Militer (M. T. O. D. M.) untuk lan^ i i Militer jang mengadili perkara pidana jang didja- <3an btotara ,angga a ^ an Perang dan golongan pradjurit b- Mahkamah Tentara Distrik Militer (M. T. D. M.) untuk Distrik lliter jang mengadili perkara pidana jang didjalankan oleh I^p^aU^a ng Perang dari golongan Perwira dibawah c- Mahkamah Tentara Daerah Gubernur Militer (M. T. G. M.) untuk daerah Gubernur Militer jang mengadili perkara pidana jang i jalankan oleh anggauta Angkatan Perang dari golongan per- Jang berPanSkat Kapten sampai dengan Letnan Kolonel. kediaw+°ran? Perv^ra 3anS berpangkat Kolonel keatas mendjalankan Te ^ atanataupelanggaran, makaperkaranja diadili oleh Mahkamah Perang Istimewa’ jang didirikan oleh Putjuk Pimpinan Angkatan Dalam mengatur Pengadilan Sipil, maka peraturan J P S dari systeçm termuat dalam „Peraturan Darurat • di „Peraturan Darurat 1949” , Tjamat mendjadi Hakim iuar-bmsa di- samping Pengadilan Negeri. Dalam praktek mereka haru rjanat kan pekerdjaan Pengadilan Negeri, karena Pengadilan i u P berdjalan sama sekali. -or1cr Njata, bahwa systeem dalam „Peraturan Darurat itu jI ^alam perlu diadakan supaja selekas mungkin Pengadilan di > praktek sukar did jalankan. »w d ia a n ia n o- Pertama-tama, Para Tjamat telah penuh ç ^ a n P da° sangat berat, seperti mengatur djamman len-ara,

Lain^dari itu, para Tjamat tidak berpengalaman tentang ®°a*d^ a^kan lan, hingga kebanjakan antara mereka tidak mampu 3 eratan pekerdjaan jang seberat itu. Dari beberapa surat kebera daerah terhadap „Peraturan Darurat 1949” tadi telah njata, Hakim- antara lain, menjalahi peraturan itu, Wedono jang men j luar-biasa. . . , Land- Berhubung dengan itu, maka dalam peraturan ini k • oleh raad diserahkan kepada Pengadilan Kabupaten jans kirania Bupati. Bupati jang lebih berpengalaman dari Tjamat dapat mranja mendjalankan kewadjibannja ini. , Hanat di- Keberatan, bahwa daerah Kabupaten terlampauB’ ti dapat mengerti. Maka dari itu menurut peraturan ini paa seiuruj1 dipekerdjakan Hakim-luar-biasa, jang dapat kel:danat di- Kabupaten. Dalam ini seorang jurist atau para Wedana dapat cu angkat sebagai Hakim-luar-biasa. j^ id a n k a n oleh Disamping itu, pekerdjaan „Landgerecht” dapat d j Tjamat sebagai hakim dalam „Pengadilan Kepolisian . Maka dengan singkat pengadilan Sipil dibagi atas. A. Pengadilan Kabupaten dan B. Pengadilan Kepolisian. Demikian dalam garis-garis besar susunan Pengadilan Tentara an Sipil dalam keadaan jang „biasa”. . • , •. Ada kemungkinan timbulnja keadaan jang luar-biasa, ja m . a. djika dalam suatu daerah belum terbentuk Pemerintahan Mi­ liter; b. djika suatu daerah, dimana telah terbentuk Pemerintahan Mi­ liter, harus ditinggalkan oleh Pemerintahan itu, karena gerakan musuh. Dalam keadaan luàr biasa itu, Komandan pasukan jang seketjil- ketjilnja atau compagnie jang ada didaerah itu, dapat mengadakan Mahkamah Tentara luar-biasa jang boleh mengadili, baikpun per­ kara-perkara anggauta Tentara, maupun perkara-perkara pidana orang sipil. Hukum jang berlaku dan atjara' jang dipakai, ialah pada pokoknja hukum dan atjara dari zaman damai. Sudah selajaknja hukum dan atjara harus disesuaikan dengan keadaan sekarang. Karena djuga atjara jang dipakai ialah atjara summier, jang dalam mendjalan- kannja masih perlu djuga diselesaikan dengan keadaan sekarang. Meskipun dapat diakui, bahwa pada umumnja ulangan perlu dalam systeem Pengadilan, akan tetapi mengingat, bahwa keputusa^i penga­ dilan, harus didjalankan setjepat-tjepatnja, istimewa dalam zaman sekarang supaja rakjat umum mendapat perasaan ketentuan hukum, mengingat pula bahwa para ahli hukum jang ada didaerah kita, jang tidak diduduki oleh musuh terlampau sedikit, maka di Peraturan Sang!tetaPkan bahwa Putusan-putusan Pengadilan tidak, dapat di-

5 . pensadaan' 4 gai Djaksa oleh fihakaatasan.PerWlra P ' P' M’ Jang ditundjuk seba‘ pada tiap-tfaj? sMa^^rln ? ?.a1rus turut serta sebagai ,adviseur kan sebagai penaselm^I^nc^iia ^ ^ Peraturan ini ta’ dimasuk- praktek karena didalam njumpah saksi-saksi belaka n S ? i dldalam sidang itu hanja me- Kabupaten atau Pengadilan K e p o l i s k n ^ ^ ?’ei f ara’ Pen§ adilan njumpah atau saksi-stksi jang b e r a e a m a r t!"tuhl!an ,se° ra?S Pe­ r. niimangambil j oln seorang j-dari i p , e g iw a l -^ekaumanPelSfman jang® bersangkutan..m aka di Pf a me' aturan-aturan fcn ™ ! * ! ! hukuman diambil sebagai pokok, bahwa

' r ? dengan•iiraetacasaa?^^ denda dan djika hukuman i S n t-S f i a r a , , f , " f T ’ t “ «¿¡aasiK sas »'"■ 'J*"--” ■*»>•

168 GOLONGAN A

BAGIAN III

(PERATURAN PRESIDEN) ° Peraturan Presiden 1949 No. 1

PEGAWAI. KENAIKAN GADJI. Peraturan tentang hak kekuasaan untuk memberi kenaikan gadji tertentu.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: usul Kepala Kantor Urusan Pegawai Negeri dimaksud dalam suratnja tertanggal 8 Oktober 1949 No. 1314/A untuk di­ adakan Peraturan jang mengatur penjerahan hak kekuasa­ an mengenai pemberian kenaikan gadji kepada pegawai Negeri; Menimbang: perlu mengadakan Peraturan termaksud diatas: Membatja pula: Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 1949; Mengingat: akan pasal 17 ajat 1 Undang-Undang Dasar;

Memutuskan : Dengan membatalkan segala aturan jang bertentangan dengan aturan- aturan tersebut dibawah ini menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG PENJERAHAN HAK KEKUASAAN UNTUK MEMBERIKAN KENAIKAN GADJI TERTENTU KEPADA PEGAWAI NEGERI REPUBLIK INDONESIA.

Pasal 1 . Pemberian kenaikan gadji kepada: a. pegawai Negeri jang memangku djabatan jang digadji menurut P. G. P. 1948 golongan VT/d keatas, dilakukan oleh Menteri jang ber­ sangkutan, dengan ketentuan bahwa dalam hal-hal pemberian ke­ naikan gadji itu tidak dapat dilakukan menurut aturan im, hak ke­ kuasaan tentang pemberian kenaikan gadji tetap dilakukan oleh Presiden; b- pegawai Negeri lainnja dilakukan oleh Pembesar jang bersangkutan jang telah diberi hak kekuasaan untuk mengangkat mereka, masing- masing mengenai pegawai jang termasuk dalam lingkungan kekuasa- annja. Pasal 2. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan. 2. Pemberian kenaikan gadji tertentu jang telah dilakukan sebelum hari bulan mulai berlakunja Peraturan ini dianggap sebagai dilakukan menurut Peraturan ini.

Diumumkan Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 25 Oktober 1949. pada tanggal 24 Oktober 1949. Sekretaris Negara, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, A. G. PRINGGODIGDO. SOEKARNO.

169 Peraturan Presiden 1949 No. 2.

GADJI. PRESIDEN. MENTERL Peraturan tentang gadji Presiden, Menteri dan lain sebagainja. Menimh . PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, § De?awa^^iU^U-n? den£an berlakunja P. G. P. 1948 untuk p r S o ^ abatan_djabatan jang tidak termasuk dalam Mengingat- f *> t § PGrIU diatur k“ i; g gat. a. Peraturan Presiden No. 5 tahun 1946; b. Peraturan Presiden No. 1 tahun 1947; c. Pasal 4 Undang-Undang Dasar dan Penetapan Presiden No. 1 tahun 1949;

j-j ^ e m utuskan * aturan Presiden N ^ it a h u ^ lS ^ ^ 11 Pf 6siden No- 5 tahun 1946 dan Per- °* 1 tahun 1947> menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN GADJI D JAB ATAN-D AB ATAN DILUAR P. G. P. 1948. Untuk A' Pasal 1. pokok dan Jakatan‘ dJabatan tersebut dalam pasal ini diberikan gadji ^ aan ongkos rpnrocpnfasi bulanan sebagai berikut:

D J A B ATAN Gadji pokok Representasi Presiden . Wakil Presiden ' 1500.— Dipikul oleh Negara 1500.— W a Ä Me“ teri . ; ] | 1000.— Menteri ana Menteri . . . 900.— 300.- ^ eatki' Menteri ; ; ; • ; ; ; 900.— 300.- 750.— 200 .- sional PusatPekerdja Komite 750.— 150.- Direktur £>1I feIrtur Bank Negara 750.— , Direktur R ^ nk NeSara • • 700.— ur Bank Negara . . . 650.—

Kepada Pasal 2. ka* tundiani)em1angku‘pemangku dJabatan tersebut dalam pasal 1 diberi- UJatnk Pegawai1 N^Ua^ a kemaba*an menurut Peraturan jang berlaku1 Peratn • Pasal 3. uran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 1949. Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Menteri jang diserahi urusan , ^umumkan pegawai Negeri, pa a anggai 20 Desember 1949. KOESNAN. ^ eta ris Negara, Menteri Keuangan, A - G. PRINGGODIGDO. LOEKMAN HAKIM. 170 g o lo n g a n a

B A G IA N IV

(PENETAPAN PRESIDEN) Penetapan Presiden 1949 No. 1

DEPARTEMEN PERTAHANAN. MENTERI. Hal pengangkatan J. M. Menteri Hameng u Buwono IX, Koordinator Keamanan Dalam Negeri, mendjadi Menteri Pertahanan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu buat Kementerian Pertahanan^diangkat^se orang Menteri untuk menggantikan Menteri rertana- nan a. i.; bahwa perlu pimpinan D jawatan Kepolisian pimpinan Kantor Urusan Pegawai Negeri, dipindahkan dari Wakil Presiden/Perdana Men e P Menteri jang lain;

Mendengar: Dewan Menteri pada rapatnja tanggal 13 Djuli 1949,

Memutuskan :

1. Mengangkat J. M. Menteri Hamengku Buwono IX, Koordinator Ke amanan Dalam Negeri, mendjadi Menteri Pertahanan. 2. Menjerahkan pimpinan Djawatan Kepolisian Negara kepada J. M. Menteri Pertahanan. 3. Menjerahkan pimpinan Kantor Urusan Pegawai kepada J. M. teri Perburuhan dan Sosial.

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 15 Juli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 15 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 15 Djuli 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO. DEPARTEMEN PEMBANGUNAN DAN PEMUDA. Peraturan tentang pembubaran Kementerian Pemba­ ngunan dan Pemuda.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pada saat ini, Kementerian Pembangunan dan Pe­ muda tidak lagi perlu diadakan; ' Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal 18 Djuli 1949;

Memutuskan :

A. Membubarkan Kementerian Pembangunan dan Pemuda. B. Penjelesaian urusan: 1- Djawatan Pembangun Perusahaan, diserahkan kepada Kemen­ terian Perburuhan dan Sosial. 2. Transmigrasi, diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri. 3. Pemuda, diserahkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengadja- ran dan Kebudajaan.

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 19 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 19 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan. Pada tanggal 20 Djuli 1949.

Sekretaris Negara, A - G. PRINGGODIGDO. Penetapan Presiden 1949 No- 3

PEMERINTAHAN. “ a n " JanVaiserah^n ke-. 5 5 2 ^ 3 3 3 ^ ^

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setelah Pemerintah Darurat si_ sia menjerahkan kembali kekuasaan penuh dalaml si dang Dewan Menteri di Jogjakarta p w b J a a eP U 13 Djuli 1949, Pemerintah Republik Indonesia jang sah dapat bekerdja kembali seperti sedi » b. bahwa penerimaan kembali kekuasaan di Daerah Istimewa Jogjakarta dari tangan Belanda sudah selesai;

Memutuskan :

Mentjabut kembali kekuasaan penuh (pleinpouvoir) j al£ r^aIpeduka kan kepada Menteri Negara Koordinator Keamanan, TV/rpr,umbHi2: Hamengku Buwono IX, dengan Penetapan tertanggal Menun g, 1 Mei 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan pada tanggal 30 Djuli 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

173 Penetapan Presiden 1949

DAERAH MILITER. GUBERNUR. Hai pengangkatan Seri Paduka Paku Alam VIII mendjadi Gubernur Mili­ ter Daerah Istimewa Jogjakarta.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ' Menimbang:

* D ^ w " ' MiUter V Mengingat :

rah-daerahRepuWik^dOM^a^tehm^lQlS^te^t11^ militer; tentang pembentukan A"Sh ^ k a ^ T dae- ^ PeVSganti Undang-Undang No/ 1 jakarta- Daerah Militer Daerah Istimewa Jog-

Memutuskan:

daerah M ili^ ^ v^ ^ ^ aw a^ 6171111' Mlllter Daerah Istimewa Jogjakarta/

KOLONEL SERI PADUKA PAKU ALAM VIII. enetapan ini mulai berlaku pada tanggal 30 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO. Pada tanggal 30 Djuli 1949.

Sekretaris'Negara, G* pRlNGGODIGDO.

174 Penetapan Presiden 1949 No. 5

PANITYA PEMIKIR SIASAT EKONOMI. P ^ B U B a Ia N Hal pembubaran pamtya pemikir siasat ekonomi.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berhubung dengan keadaan s e ^ ^ /T S a t ’ Bko- dak perlu lagi pekerdjaan „Panitya P®.,.,, ¿¡teruskan, nomi” ringkasnja disebut ,,Panltyf dibubarkan; sehingga Panitya Pemikir tersebut perlu a ^9 4 9 . Meudengar: Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal 14 j Mengingat: Penetapan Presiden No. 3 tahun 1947;

Memutuskan :

Pertama,: Membubarkan „Panitya Pemikir Siasat E k o n o m i jang tuk dengan Penetapan Presiden No. 3 tahun » Kedua: Memberhentikan dengan hormat Wakil - ^ ^ ^ n i ^ m a s i n g - gauta Pamtya Pemikir tersebut dari djab d -asanj a ter- masing dengan utjapan terima kasih atas aj hadap Negara. Ketiga: Membubarkan Sekretariat Panitya Pemikir.

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 3 Agustus 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan pada tanggal 3 Agustus 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

175 Penetapan Preseden 1949 No- 6

KABINET. PERUBAHAN SUSUNAN. Peraturan tentang perubahan dalam susunan Kabinet Presidentieel.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan perubahan dalam susunan Kabinet jang sekarang; Mengingat: Maklumat Presiden No. 3 tahun 1948, Penetapan Presiden No. 1 dan No. 2 tahun 1949 serta surat Keputusan Presiden No. l/A/49;

Memutuskan :

Pertama: Memberhentikan dengan hormat dari djabatannja sebagai: Menteri Dalam Negeri Dr. Sukiman Wirjosandjojo. Menteri Keuangan . . — Mr. A. A. Maramis. Menteri Kemakmuran . — Mr. Sjafrudin Prawiranegara. Menteri Perhubungan . — Ir. Djuanda. Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Ke- budajaan...... — Mr. Ali Sastroamidjojo. Menteri Kesehatan . . — Dr. J. Leimena. Menteri Penerangan — Mohd. Natsir.

Kedua: Mengubah susunan Presidentieel Kabinet jang sekarang, se­ hingga mendjadi Presidentieel Kabinet jang berikut: P.P J. .T M. A/T 'WTolrilWakil Presiden‘Prvi

176 6 Menteri-menteri Negara ta’ ada portefeuille: Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Ir. Djuanda, Dr. J. Leimena, . . norte- dengan tjatatan bahwa Menteri-menteri Negara ta aa p ^ feuille itu adalah anggauta Delegasi Republik Konperensi Medja Bundar. K e tig a : Menetapkan Kutaradja sebagai tempat kedudukan Wakil Per dana Menteri Mr. Sjafrudin Prawiranegara.

Penetapan ini mtilai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di J°gjaka* a, 0 pada tanggal 4 Agustus Diumumkan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 4 Agustus 1949. SOEKARNO- Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGD O. i

i 77 c PEKERDJA. KOMITE NA* olONAL PUSAT. Hal penggantian anggauta Badan Pekerdja.

PRESIDEN r e p u b l ik INDONESIA, Menimbang; berhenti 1^g^fta^B^^an3p iJnt? k memenuhi Permohonan Mr. Suiono Had nofn cf Pek8rdja Kcmite Nasional Pusat tanggal 8 Agustus iq 4Qe£eru tertera dalam suratnja ter- nja sebag^ggauta ? £ bubu»S dengan pengangkatan- Konperensi Medjl B u n d a ? ^ 81 Rspublik IndoneBia k e

dan Mr. Sjmsiirlin J • 1Nasicnal Pusat S. Mangunsarkoro d d kan* Peneadinr^!flngTinasing mendjadi Menteri Pen- rangan ’ p-rlu dianut f ' Kebudajaan serta Menteri Pene- Nasional Pusat jafg t e r u ^ h “ ^ - Badan Pe* srdja K°mite sing-masing; sebagai pengganti mereka ma- Mcmbatja: surat-surat dari:

— Dcwan^Par “ T ° r 8 A S"stus 1949: PolfD P.' tanggal 8 Agustus 1949 No. 17/

1 ¿^ N o ^ l S Djendral Masjumi tanggal 10 Agustus

~~ NotU144 Komite Nasional Pusat No. 143 No. 144 tertanggal 12 Agustus 1949; Mengingat: Maklumat Waknnpr p ^ llhan Undang-Undang Dasar dan scrtn Pprn S p / !. “ tanggal ^ Oktober 1945 No. X serta Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946; p Memutuskan:

CTtama: ^ “ te N a S pu™tat sebaSa* Anggauta Badan Pe- Mr. SUJONO HADINOTO PeLSj^Komite Nasfonaf^uia^ mendjadi ^Sgauta Badan Mr. DJODY GONDOKUSUMO. Kedua: Mengangkat masing-masing sebagai pemnranti- 8. MANGUNSARKORO dan penggantl* Mr. SAMSUDIN

menS A C ^ f f A S / ^ a nPekerdja KCmite Nasi° nal PUSat: p N j . SUNARJO MANGUNPUSPITO etapan ini mulai berlaku pada tanggal 13 Agustus 1949. pada ta n g^ M !!mkan Q4Q ditetapkan di Jogjakarta ° Agustus 1949* Pada tanggal 13 Agustus 1949. A- G. PRlNGromrno PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ^ GGODIGDO. SOEKARNO. 73 Penetapan Presiden 1949 No. 8

DEPARTEMEN PEMBANGUNAN DAN PEMUDA. Penjerahan Kantor Pusat Kementerian Pembangunan dan Pemuda kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementeria,n Pen- dikan, Pengadjaran dan Kebudajaan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ^koimbang: bahwa Penetapan Presiden No. 2, tahun 1949, tentang pem­ bubaran Kementerian Pembangunan dan Pemuda, perlu ditambah; Membatja: usul Jang Mulia Menteri Perburuhan

Memutuskan :

Dpn-;^enam^)a^1 ka£^an Penetapan Presiden No. 2, tahun 1949, tentang yenjelesaian urusan, dengan: >>4. Kantor Pusat Kementerian Pembangunan dan Pemuda, diserah­ kan kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pen­ didikan, Pengadjaran dan Kebudajaan”. Penetapan ini «mulai berlaku pada tanggal 19 Djuli 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 6 September 1949. PRfcSIDEN REPUBLIK INDONESIA. Diumumkan SOEKARNO. Pada tanggal 6 September 1949. , « Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

179 Penetapan Presiden 1949 No- 9.

BADAN PEKERDJA. KOMITE NA­ SIONAL PUSAT. Hal pengangkatan Mr. Moh. Dalijono, (Wakil Sarekat Tani Islam Indonesia) mendjadi ang- gauta Badan Pekerdja Komite N a­ sional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa, oleh karena anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional indonesia Pusat, Abu Umar, Wakil dari S. T. 1.1. telah meninggal, perlu diangkat seorang dari S. T. 1.1. se­ bagai penggantinja; Menumbang: bahwa Mr. Moh. Dalijono memenuhi sjarat-sjarat untuk diangkat mendjadi Anggauta Badan Pekerdja Komite Na­ sional Indonesia Pusat;

Membatja: Surat-suratiL-sura-u uctidari: j. . Sekretaris Djenderal Masjumi tanggal 13 Agustus 1949 No. 23; — Pengurus Besar S. T. 1.1. tanggal 31 Agustus 1949; — Ketua Badan Pekerdja K. N. I. P. tanggal 5 September 1949 No.' 340; Mengingat: Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 serta Resolusi Badan Pekerdja tanggal 29 Agustus 1949;

Memutuskan :

Mengangkat: Mr. MOH. DALJONO

Mendjadi Anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat sebagai wakil S- T. I. i m pengganti almarhum Abu Umar. Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 10 September 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 10 September 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 10 September 1949. Sekretaris Negara, A - G. PRINGGODIGDO.

180 Penetapan Presiden 1949 No. 10

BADAN PEKERDJA. KOMITE NA­ SIONAL PUSAT. Hal pengangkatan Kobarsih mendjadi anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa, berhubung dengan pengangkatan anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat, Kusnan Wakil golongan buruh mendjadi Menteri Perburuhan dan Sosial, perlu diangkat seorang dari golongan buruh sebagai peng- gantinja; Membatja: Surat-surat dari: — Wakil Ketua Himpunan Serekat-serekat Buruh Indo­ nesia No. 4/Perw.; ~ Ketua Badan Pekerdja K. N. I. P. tanggal 10 Septem­ ber 1949 No. 371; Mengingat: Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Per­ aturan Presiden No. 6 tahun 1946 serta Resolusi Badan Pekerdja tanggal 29 Agustus 1949;

Memutuskan : Mengangkat: KOBARSJIH mendjadi Anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat 86 agai wakil golongan buruh, pengganti Kusnan. Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 15 September 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 15 September 1949.

Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 15 September 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO,

181 Penatapan Presiden 1949 No. 11.

PEMERINTAHAN. SUMATRA. Pe­ ngesahan penambahan anggauta De­ wan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri di Sumatra dan pe­ ngesahan pula instruksi jang dite­ tapkan oleh Wakil Perdana Menteri tersebut.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: surat Wakil Perdana Menteri tertanggal Kutaradja, 14 September 1949 No. 36/Wpm.; Menimbang: bahwa psrlu mengasahkan penambahan Anggauta Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri dengan para kcordmator; Menimbang: bahwa p^rlu mengesahkan Instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri; Mengingat: pasal 1 dan pasal 6 Instruksi Wakil Perdana Menteri jang ditetapkan pada tanggal 20 Agustus 1949;

Memutuskan:

Pertama: Mengasahkan penambahan Anggauta D 2wan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri dengan para Koordinator cli Sumatra jang ditetapkan oleh Wakil Perdana Menteri di Kutaradja pada tanggal 1 September 1949. Ke d%ua: Mengesahkan Instruksi *) Dewan Pembantu dan Penasehat Wakil Perdana Menteri jang ditetapkan oleh Wakil Perdana Menteri di Kutaradja pada tanggal 1 September 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 11 Oktober 1949.

n , diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a tanggal 12 Oktober 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, G- PRINGGODIGDO.

) ntul^ lengkapnja Instruksi ini dilampirkan pada Penetapan Presiden ini.

182 11 INSTRUKSI DEWAN PEMBANTU DAN PENASEHAT - WAKIL PERDANA MENTERI. Menimbang: bahwa untuk penglaksanaan kewadjiban Wakil Perdana Menteri perlu ditambah d jumlah anggauta Dewan terseou dan ditetapkan Instruksi Dewan Pembantu dan Penasen , Mengingat: pasal 1 dan 6 dari Instruksi Wakil Perdana Menteri sebagai ditetapkan oleh Presiden pada tanggal 20 Agustus

Memutuskan :

A- Menambah anggauta Dewan Pembantu dan Penasehat Menteri dengan para Koordinator di Sumatra disamping J komisaris Pemerintah untuk Sumatra Utara, Sumatra len^- Sumatra Selatan dan Panglima Tentara dan Territorial • B. Menetapkan Instruksi Dewan Pembantu dan Penasehat w dana Menteri sebagai berikut: Pasal I. Anggauta D 2wan Pembantu dan Penasehat bsrkewadjiban Wakil Perdana Menteri mendjalankan kewadjibannja dan ine j nasehat-nasehat dan usul-usul kepada Wakil Perdana Menteri u taikan dan kemadjuan pengelaksanaan kewadjiban tersebut. Pasal II. a* Kewadjiban Komisaris Pemerintah ialah sebagai berikut: (1) Mendjalankan tugas kewadjiban' termaksud dalam P^sa dan III dari keputusan Pemerintah Darurat Republik b„y,wa tanggal 17 Mei 1949 No. 22/Pem/PDRI, dengan keteniuan Dau perkataan-psrkataan „Pemerintah Darurat Republik , dalam sub 3 dan 4 pasal III tersebut harus dibatja: ,,Pe Pusat” . (2) Dalam hubungannja dengan Pemerintah Pusat, Komisaris harus melalui perantaraan Wakil Perdana Menteri. (3) Mengenai pengawasan atas dan bimbingan kepada Daerah- aera Otonoom supaja berpedoman pada Undang-Undang N o. 194 S dan mendjalankan petundjuk-pstundjuk dan Pem Pusat. . . „ (4) Mengadakan hubungan kerdja sama jang sebaik;batoja eM n lain-lain Komisaris dan antara semua instansi Peme jang berada di daerahnja. (5) Dalam mengatur pekerdjaan-pekerdjaan jang termasuk urusan djawatan-d^awatan sentral mengadakan pembitjaraan leoin dengan Kepala Djawatan-djawatan jang bersangkutan dan - dapat mungkin supaja mendengar pendapat Badan EjliseKui. p Propinsi jang bersangkutan. b- Panglima Tentara dan Territorial Sumatra berkewadjiban sebagai berikut: Dengan tidak mengurangi tugas kewadjiban jang diberikan kepada- nja cleh pimpinan Tentara jang lebih tinggi, Panglima Tentara dan Territorial Sumatra: 1. Memberi pimpinan dan petundjuk kepada Gubernur-gubernur Militer dan Komandan-komandan sub territorial untuk men- tjapai koordinasi dan kerdja-sama jang se-erat-eratnja antara

183 i A

tahana^ d^n ^em adSka^kl miHter guna memperkokoh per- negeri. keamanan dan ketertiban didalam

effectMteitaianp;S«l1vfliSaSv, dalam ketentaraan untuk mentjapai uangan Negara® Sebesar-besa™Ja dan meringankan beban ke-

darigalaSatn k^kuasa^mUiti" *fmbatasan tjampur tangan

4 . oleh Ä t d^ s L r ^ ? rU8an Jans ngan perantaraann^i kep?da Wakil Perdana Menteri atau de- pentine- untnir kepada Pemerintah Pusat jang dipandang C t se|alät?akpamng a r rk0k0h Pertahana" dan P ^ e r W h a n da®

C' lKeWMtndln, Pr ^ ° 0rdi^ tor Wah sebagai berikut: tetaD an^ifm i^H 3? ^ wadj.iban sebagai ditetapkan dalam ke- 17 Nopember 1948 No7W ,Pusat di Sumatra tanggal kataan nerkataan dengan ketentuan bahwa per- D S Ä i f 0m,1Sanat Pusat Sumatra” dalam pasal- '..Pemerinteh Pusat“ . “ kewad-llban Koordinator harus dibatja:

2' S i i m P l ^ n r ^ T d6ngar? Pemerintah Pusat Koordinator ha- dengan tempat kedudukannja"1'^ " 3 Pemerintah ^ terdekat

Pasal TTT

seluruh^Si^^ t r n ^ f ent? jang daerahnja masih melingkungi satu Koordinator' a i g belum termasuk lingkungan kekijasaan salah bubungan dpno-an ria m®ndJalankan tugas kewadjibannja harus ber- saris Pemerintah • D f dl^awah Pengawasan dan tuntunan Komi- ^emenntah jang terdekat dengan tempat kedudukannja. Pasal IV. PanggitnnÄ ba5tU/ an P?naf e^at bersidang menurut kebutuhan atas rintah atau ^ Perdana Menteri, atau permintaan Komisaris Peme- kin sekali dalam tiga bulan.^ Territorial Sumatra, sedapat mung-

Pasal V. Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 1949.

Ditetapkan di Kotaradja pada tanggal 1 September 1949. Wakil Perdana Menteri Republik Indonesia, Mr. S J AFROEDIN PRAWIRANEGARA.

184 .Penetapan Presiden 1949 No. 12

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Penetapan Presiden No. 26 tahun ¿ ^ i t i NaSonal^usat; ran Badan Pembaharuan Susunan Komite Nasioi ^

Menimbang: a. bahwa berhubung dengan pembubaran bada^ k e _ diatas segala sesuatu jang mengena p & kajaannja perlu diurus; • a' b. bahwa pekerdjaan sematjam pekerdjaan bad landjutkan oleh Kantor Pemilihan » >. ^ , „a-o-iil 19 Oktober 1949 Memperhatikan: surat Menteri Kehakiman tertangg^ No. 455/A.;

Memutuskan:

po Gol "1 Komite Nasional Pusat Semua pegawai Badan Pembaharuan Susunan Kom diangkat mendjadi pegawai Kantor Pemilihan Pusat.

Pasal 2. aneiinan Komite Nasio- Semua kekajaan dari Badan Pembaharuan busui nal Pusat mendjadi kekajaan Kantor Pemilihan Pusa •

Pasal 3. 'Penetapan ini berlaku mulai tanggal 9 Oktober tahun 19

Ditetapkan di JoS3akarta pada tanggal 25 Oktober 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO. pada tanggal 25 Oktober 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO. Penetapan Presiden 194Q No. 13*

BADAN PEKERDJA. KOMITE NA­ SIONAL PUSAT. Hal penggantian o rj ^ asman Singodimsdjo, anggauta Badan Pekerdja oleh Burhanuddin Harahap.

PRESIDEN REPUBLIK INjDONESIA, k^b(lratan untuk memenuhi permohonan berhenti Anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat, Mr. Kasman Singodimedjo, seperti ternjata dalam surat Nong16?Sea/P.aR/4^rJUini tertanggal 28 oktober 19i9> bahwa berhubung dengan permohonan berhenti Mr. Kas- H^an p L£g° , ? ! : ers^ u^ pzrlu diangkat Anggauta Ba- ekerdja Komite Nasional Pusat jang baru sebagai pengganti Mr. Kasman Singcdimedjo; MCllilllJjjjj rr • ? ahwa Komite Nasional Indonesia Pusat Bur- anuddin Harahap memenuhi sjarat-sjarat untuk diangkat Puscft* 1 ngga a Badan Pekerdja Komite Nasional

Membatja: surat-surat dari:

~ NonSr6sl3Q /pSB./49aSJUmi tanggal 28 oktober 1949> Komite Nasional Pusat tanggal 31 Oktober 1949, No. 720; Meng||igat: Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan Per­ aturan Presiden No. 6 tahun 1946;

Memutuskan: Pertama * , . Imw?* ^ben t ikan dengan hormat sebagai Anggauta Badan Pe- Kerdja Kcmite Nasicnal Pusat: Mr. KASMAN SINGODIMEDJO. Kedua ^ ^ anf ka.t sebagai ganti Mr. Kasman Singodimedjo tersebut jadi Anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat: BURHANUDDIN HARAHAP. p cnet aPan ini mu-ai fcer!aku pada tanggal 1 Nopember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 2 Nopember 1949.

pada tanggfiiT v mkan „„„ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA P ggal 3 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. U. PRINGGODIGDDO. i 86 Penetapan Presiden 1949 No. 14

AMNESTIE. PENDJAHA' Pembebasan penuntuta akibat dari

Belanda.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan Prok^a^ as^T?e5!f^ a n ^ Belanda Proclamation) Republik Indonesia dan Keradjaan Belanaa, berdasarkan atas pernjataan (statemen aj pem- Royen) tanggal 7 Mei 1949, jang ^ „ “ ^Presiden; berian' amnestie, perlu diadakan Penetap d ’aan Mengingat: Proklamasi bersama Republik Indonesia dan dansr- Belanda pada tanggal 1 Agustus 1949, dan p Undang Dasar;

Memutuskan :

Menetapkan sebagai berikut: Pasal 1. j (1) Semua orang jang telah melakukan sesuatu J ^ i ^ a n politiek Undang-Undang Pidana, jang njata akibat dan per ditahan antara Republik Indonesia dan Keradjaan Belanda i. melakukan atau dituntut didepan pengadilan berdasarkan tudu kedjahatan itu. ^ dimaksud (2) Penuntutan jang sedang didjalankan terhadap orang j an& kan pada ajat 1 pasal ini harus segera dihentikan. Pasal 2. j Tvipndialani hukuman Semua orang jang ditahan atau jang sedang men j dimaksudkan kemerdekaan, berdasarkan tuduhan melakukan kedjana Pada pasal 1 ajat 1, harus segera dimerdekakan. Pasal 3.

Gubernur Militer untuk daerahnja m e n d jalankan ketentuan d pasal 2. Pasal 4.

Gubernur Militer untuk daerahnja m e n g a w a s i dengan saksama supaja ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 diindahkan oleh u baik militer maupun sipil. Pasal 5. Dalam rrendjalankan tugas dimaksudkan pada pasal 3 dan Pasaj ^ Gubernur Militer dapat minta bantuan dari Mahkamah Tentara Gutaer Militer sebagai penasehat. Pasal 6. Dalam mendjalankan tugas dimaksudkan pada pasal 3 dan 4 Gubernur Militer bertanggung d jawab langsung kepada Menteri Pertahanan.

187 14 Pasal 7.

diak-Sa1n14 ilali 't ngIak^ n^an PenetaPan ini Mahkamah Agung dan Ke- J n Agung harus diminta nasehatnja oleh Menteri Pertahanan.

Pasal terachir. Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 17 Nopember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan Menteri Pertahanan, pada tanggal 17 Nopember 1949. HAMENGKU BUWONO IX. Sekretaris Negara, Menteri Kehakiman, A. G. PRINGGODIGDO. SOESANTO TIRTOPRODJO.

188 Penetapan Presiden 1949 No» BADAN PEKERDJA. KOMITE NA- “ “ fVf PTIRAT Hal penggantian SIONAL rUbAi- j. Peker- Mr. Nasrun, anggap Badan Peker dja oleh K. H. Tji’Wan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, » i -4. rpino-cn 30 September Membatja: surat* K. H. Tii’Wan tertanggal Bukit im gg 1949; Membaca Retua Badan pekerdja Komite Nasional Pusat tanggal 16 Nopember 1949 No. 802; j • Gubernur Suma- Menimbang: bahwa karena pengangkatannja men . . cnorst-siarat untuk Menimbang: bahwa K. H. Tii’Wan memenuhi sj cional Pusat, dingkat mendjadi Anggauta Komite Nasion pengganti Mr. M. Nasrun; Mengingat: Peraturan Presiden No. 6, tahun 1946,

Memutuskan

Pertama: Membebaskan

Mr. M. NASRUN r Nasional Pusat, dari kewadjiban sebagai Anggauta Komite

Kedua: Mengangkat

K. H. TJFWAN . mendjadi Anggauta Komite Nasional Pusat, pengg M. Nasrun.

Ditetapkan di J°g jakarta- ^ pada tanggal 24 Nopember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 24 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

189 Penetapan Presiden , 1949 - No. 16

, KOMITE NASIONAL PUSAT. Hal penambahan anggauta Komite Nasio­ nal Pusat dengan anggauta partai . politik P. S. 1.1. (Partai Sarekat Is­ lam Indonesia) dan P. K. R* I* (Partai Kristen Republik Indonesia).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: pasal 1 Undang-Undang No. 6 tahun 1949 tentang Penam­ bahan d jumlah Anggauta Komite Nasional Pusat' dan pasal 2 ajat 2 serta pasal 6 Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 tentang menjempurnakan susunan Komite Na­ sional Pusat; Menimbang: bahwa perlu ditetapkan partai-partai politik jang meme­ nuhi sjarat-sjarat termaktub dalam pasal 1 ajat 1 Undang- Undang No. 6 tahun 1949 tersebut diatas; Menimbang pula: bahwa perlu diberi penegasan tentang tjara memperguna­ kan kesempatan-kesempatan tersebut dalam pasal 1 Undang-Undang No. 6 tahun 1949; Memperhati­ kan: surat Ketua Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat ter­ tanggal 15 Nopember 1949 No. 800 beserta lampiran- lampirannja, dan usul Menteri Kehakiman didalam suratnja tertanggal 28 Nopember 1949 No. L 15;B; Memutuskan: Menetapkan: I. Partai-partai politik, jang memenuhi sjarat-sjarat termaktub dalam pasal 1 ajat 1 Undang-Undang No. 6 tahun 1949 tentang penambahan djumlah Anggauta Komite Nasional Pusat, ialah: 1. Partai Sarekat Islam Indonesia, 2. Partai Katholiek Republik Indonesia. n. Tjara mempergunakan kesempatan-kesempatan jang diberikan ke- Pada partai-partai politik tersebut dalam pasal 1 Undang-Undang No. 6 tahun 1949 ialah seperti berikut: (1) Untuk menempatkan seorang wakilnja dalam Badan Pekerdja, maka partai-partai politik mengadjukan sedikit-sedikitnja dua tjalon. . (2) Untuk melengkapkan perwakilannja didalam K om ite Nasional Pusat maka partai-partai politik mengadjukan tjalon-tjalon sebanjak sedikit-sedikitnja dua kali kekurangan perwakilannja , ON didalam Komite Nasional Pusat. Daftar tjalon-tjalon harus selambat-lambatnja diterima olen Sekretariat Negara tudjuh hari sesudah Penetapan ini mulai , berlaku. „ (4) Pengangkatan anggauta-anggauta baru dilakukan dengan Pene- tapan Presiden. m• Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Diumumkan Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 2 Desember 1949. pada tanggal 1 Desember 1949. Sekretaris Negara PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, A . G. PRINGGODIGDO. SOEKARNO. fegg*aPan Presiden 1949 No. 17

KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian beberapa anggauta Komite Nasional Pusat.

toemb t ' P R E S ™ REPUBLIK INDONESIA, ^a# Pekretariat Umum Partai Politik Islam Masjumi J!“ 16 Ncp:mbar 1949 No. 215'S2c./6/PB/49 dan tang- 1VT« • ^ Nopember 1949 No. 262/S3C./PB/49; "lenimbanir: hnh«m , ' sin i tP u mengangkat beberapa anggauta Komite Na- Pusat untuk menggantikan anggauta-anggauta jang MenimbaFg meninSgal dunia; pula. bahwa perlu membebaskan beberapa anggauta Komite Na- nal Pusat dari keanggautaannja berhubung dengan pe- «gangka annja mendjadi Menteri dan mengangkat bebe- j»T . A apa angSauta sebagai penggantinja ; gwga : Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946;

Memutuskan : Pertama: Mengangkat: Nj. Wachidah Sukidjo, Nj. O. Pudjotomo, Kamil, Mr. Roosbandi, K. Taufiqurachman, Saifudin Zuchrie, Mohammad Saleh, SSSS*?**''* Komite Nasional Pusat sebagai pengganti Nn. Sumarti, Oesman Pudjotomo, H. Mochtar, A. Fathony, • Hamid Dimjati, Nj. Cadidjah, Ked • Umar. U(Z* dar* kewadjiban mendjadi anggauta Komite ANasicnal Pusat: Mr. Samsudin, K. H. Masjkur, K c m i^ S o n a l1 ' penssantinJa “ endjadi anggauta Nj. Mahmudah Masjhud, p % H. Amien Djasuta. ene apan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Pada tangga“ ' aember 1949. pada

. a . ^kpuiNGGODIGOO. PRESIDEN 5 ^ “ '

191 Penetapan Presiden 1949 No.

KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian anggauta Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: surat Dewan Partai Sosialis Indonesia tanggal 1 Desember 1949 No. B-H/39; Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang anggauta Komite Na­ sional Pusat untuk menggantikan anggauta jang mening­ gal dunia; Menimbang pula: bahwa perlu memberhentikan Mr. Oesman Sastroamidjojo sebagai anggauta Komite Nasional Pusat dan mengangkat seorang anggauta sebagai penggantinja; - • Mengingat: Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946;

Memutuskan :

Pertama: Mengangkat: SOEMARTOJO • mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almarhum: SOEPENO.

Kedua: Memberhentikan sebagai anggauta Komite Nasional Pusat: Mr. OESMAN SASTROAMIDJOJO dan mengangkat sebagai penggantinja mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat; ROCHAN. Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 2 Desember 1949. f D^mumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 2 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A- G. PRINGGODIGDO.

192 Penetapan Presiden 1949 No. 19

BADAN PEKERDJA. KOMITE NA­ SIONAL PUSAT. Penggantian ang­ gauta Badan Pekerdja dan anggauta Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: surat Dewan Pimpinan Partai Katholik Republik Indonesia tanggal 30 Nopember 1949 No. 214/IV/P. B. dan tangga 30 Nopember 1949 No. 215/IV/P.B.; Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang anggauta Badan Peker­ dja Komite Nasional Pusat sebagai wakil Partai Katholik Republik Indonesia; Menimbang pula: bahwa perlu membebaskan I. J. Kasimo dari kewadjiban mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat karena pe­ ngangkatannja mendjadi Menteri dan memperhentikan ur. R. V. Sudiito sebadai ane^auta Komite Nasional Pusa , Menimbang seterusnja: jaepuDiiK jjiaonesia uaj -r-usat sehingga mendjadi dua belas; Mengingat: Undang-Undang No. 6 tahun 1949 jo. Penetapan Presiden No. 16 tahun 1949 dan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946. Memutuskan Pertama: Mengangkat: Mr. R. A. A. Soehardi . , mendjadi anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Fusat. Kedua. Membebaskan dari kewadjiban mendjadi anggauta Komite Na­ sional Pusat: I. J. Kasimo. Memperhentikan sebagai anggauta Komite Nasional Pusat. Dr. R. V. Sudjito. Ketiga. Mengangkat mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat: Ir. I. Supardi, J. M. Siregar, Dr. Suradi, Djaman Hazibuan, Ir. Suwarto, R. M. J. Santjojo Sasraningrat, J. Dargo, A. Pandiangan, F. Harjadi, Nj. A. M. Kindangan. Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan. Diumumkan Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 2 Desember 1949. pada tanggal 2 Desember 1949. Sekretaris Negara, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, A. G. PRINGGODIGDO. SOEKARNO.

193 Penetapan Preseden 1949 No. 20

KOMITE NASIONAL PUSAT. Pem­ berhentian dan pengangkatan ang­ gauta Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: surat Pengurus Besar Partai Kristen Indonesia tanggal 1 Desember 1949 No. C ni/11/49; Menimbang: bahwa perlu memberhentikan M. T. Ritonga sebagai ang- gauta Komite Nasional Pusat, karena mengundurkan diri, Menimbang pula: bahwa perlu melengkapkan djumlah perwakilan Partai Kristen Indonesia dalam Komite Nasional Pusat sehingga mendjadi dua belas; Mengingat: Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 dan Undang-Undang No. 6 tahun 1949 pasal 1 ajat 2;

Memutuskan:

Pertama: Memberhentikan: M. T. Ritonga, ' ' sebagai anggauta Komite Nasional Pusat. Kedua: . Mengangkat mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat: Ir. Putuhena, M. Abednego, R. Soemarto, Ds. F. K. N. Harahap, R. Ismail Reksoatmodjo.

Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 2 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, nada + Diumumkan SOEKARNO, paaa tanggal 2 Desember 1949.

Sekretaris Negara, A - G. PRINGGODIGDO.

194 . £|n|^£anPresiden 1949 No. 21 o — ------— ______—

KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian anggauta Komite Nasional • Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : N ^ai625/5^ Komisaris Pemerintah Pusat Sumatra Utara ^embatja pula: S L ko Wat Ketua Badan executief Dewan Perwakilan Sumatra Utara No. 10743/5/dpsoc. A/49; Menimbang: ano-e?nter^ membebaskan Mr. S. M. Amin dari kewadjiban no-anp-w °.mite Nasional Pusat berhubung dengan pe- nieneanp-lf11/1^ mencUadi Gubernur Sumatra Utara dan s ngKat seorang anggauta sebagai penggantin ja ;

Memutuskan: Pertama: Membebaskan:

Mr. S. M. Amin, dari kewadjiban mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat. Kedua : Mengangkat:

Ali Hasjmy, ' s !6S fJ^ i i n nggaUta Komite Nasional Pusat pengganti Mr.

enetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta _ * pada tanggal 2 Desember 1949. Diumumkan Pada tanggal 2 Desember 1949 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. bekretaris Negara A. G. PRINGGODIGDO.

195 Penetapan Presiden 1949 M o a 22.

KOMITE NASIONAL PUSAT. Pem­ berhentian dan pengangkatan ang- gauta Komite Nasional Pusat dan anggauta Badan Pekerdja.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : surat Ladjnah Tanfidzijah Partai Sarekat Isian Indonesia tanggal 2 Desember 1949 No. 85/LT/49; Menimbang: a. bahwa perlu mengangkat duabelas anggauta Komite Nasional Pusat untuk perwakilan Partai Sarekat Islam Indonesia; b. bahwa perlu pula mengangkat seorang anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat untuk perwakilan Partai Sarekat Islam Indonesia; Mengingat: Undang-Undang No. 6 tahun 1949 pasal 1 ajat 1 dan ajat 2, jo. Penetapan Presiden No. 16 tahun 1949;

Memutuskan: \ Mengangkat: Pertama: W. Wondoamiseno, Kamrusid, Damanhuri Djamil, A. S. Mattjie, W. A. Rachman, Anwar Tjokroaminoto, Sjahbudin Latif, Abikusno Tjokrosujoso, Harsono Tjokroaminoto, Arudji Kartawinata, J. Drijowongso, Sudibyo, mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat. Kedua: W. Wondoamiseno, mendjadi anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat. Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 3 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 3 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

196 KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian anggauta Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : surat Fraksi Partai Nasional Indonesia dalam Komite Na­ sional Pusat tanggal 3 Desember 1949 No. 1/KNP., Menimbang: a. bahwa perlu mengangkat beberapa anggauta Komite Nasional Pusat untuk menggantikan mereka jang me­ ninggal dunia; b. bahwa perlu pula memberhentikan beberapa anggauta Komite Nasional Pusat berhubung dengan pengang- katannja mendjadi Menteri atau Gubernur, Residen dan Sekretaris Djenderal; Mengingat Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946 dan Undang-Undang No. 9 tahun 1948; Memutuskan Pertama: Mengangkat: Dr. Sumbadji, Isnaini, Nj. B. Jusupadi, Gatot Mangkupradja, . . mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almarhum: M. Gazzali, Isbandi, Moerdjodo, A. Wahab Tarroe. Kedua Memberhentikan sebagai anggauta Komite Nasional Pusat. Mr. Ali Sastroamidjojo, S. Mangunsarkoro, Mr. A. A. Maramis, Ir. Ukar Bratakusumah, Sudiro, Mr. Wilopo, dan mengangkat sebagai penggantinja mendjadi anggauta Ko­ mite Nasional Pusat: Dr. Tjokro, Sadji Sastro, Nj. Sutarman, Suhud, Ruspandji, Nj. Sudarman Hadikusumo. Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Diumumkan Ditetapkan di Jogjakarta Pada tanggal 5 Desember 1949. pada tanggal 5 Desember 1949. Sekretaris -Negara, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, A. G. PRINGGODIGDO. SOEKARNO. Penetapan Presiden 1949 No. 24

KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian anggauta Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : surat Putjuk Pimpinan Sarbupri tanggal 3 Desember 1949 No. 10/1949; ' Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang anggauta Komite Nasio­ nal Pusat dari Golongan Buruh untuk menggantikan ang­ gauta jang meninggal; Mengingat : Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946;

Memutuskan :

Mengangkat: Suparna Sastradiredja, mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat untuk menggantikan al­ marhum : Dibyosardjono. Penetapan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 6 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 6 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

198 1949 No. 25

KOMITE NASIONAL PUSAT. Pe­ ngangkatan. Wakil Partai Murba • mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat.

flW k PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, e,nbatja : surat 1040 at partai „Partai Murba” tanggal 6 Desember ‘** t a b a „ R: bah 37/KL/DH/49; sionafp1501'1? menSan&kat beberapa anggauta Komite Na­ da la m r^Sa . ^ tu k melengkapkan perwakilan Partai Murba ^ eDffin ormte Nasional Pusat mendjadi dua belas; S ndang-Undang No. 6 tahun 1949 pasal 1 ajat 2;

Memutuskan : Mengangkat:

Sutan Dawanis, Sultani, Bahrun Djamil, Gondowardojo, Taskandar, mena • Sastrosuparto, djadi anggauta Komite Nasional Pusat. * Penet P n ini mulai berlaku pada tanggal 6 Desember f1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 7 Desember 1949. f Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, tanggal 7 Desmeber 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A - G. pringgodigdo .

199. Penetapan Presiden 1949 Nq._26

KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng- .gantian anggauta Komite Nasiona Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : — surat Kantor Urusan Sulawesi tanggal 29 Nopember 1949 No. 66; _ rw«™- — surat Kepala Bagian Urusan Maluku tanggai i uese ber 1949; _ ioaq — surat Urusan Sunda Ketjil tanggal 5 D esem be No. 29/Upn/4/49; Membatja pula: surat Menteri Dalam Negeri tanggal 7 D esem ber No. A 6/2/10; Menimbang: a. bahwa perlu mengangkat seorang a n g g ota KjDmi Nasional Pusat untuk menggantikan anggauta j g meninggal dunia; b. bahwa perlu pula memberhentikan beberapa angg _ Komite Nasional Pusat dan mengangkat beo p anggauta sebagai penggantinja; Mengingat: Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946, Memutuskan Pertama: Mengangkat: mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almarhum: A. F. Lasut. Kedua Memberhentikan sebagai anggauta Komite Nasional Pusa . Dr. Patti Radjawane, Dr. Siwabesy, dan mengangkat sebagai penggantinja mendjadi angg Komite Nasional Pusat: A. Tahija, Dr. Joh. Picauly. Ketiga Memberhentikan sebagai anggauta Komite Nasional Pusat. Ir. Ida Bagus Oka, Made Tojasastra, dan mengangkat sebagai penggantinja mendjadi angg Komite Nasional Pusat: I. Gusti Gde Raka, Budja Wrria Tegehkari. . p enetapan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Desember 1949. Ditetapkan di Jogjakarta v pada tanggal 7 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 7 Desember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

200 Peraetapan Presiden 1949 No. 27

KOMITE NASIONAL PUSAT. Pe­ ngangkatan anggauta Komite sional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang a n g g a u t a Komite N a sional Pusat dari Golongan Tani untuk menggantikan ang gauta jang meninggal dunia;

Membatja: kawat Gubernur Militer II No. 4/rdg/Gm 2/49 tanggal 7 D sember 1949; Mengingat: Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946;

Memutuskan :

Mengangkat: H. Susanto, mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai penggan hmn: Pangeran Mr. Ir. Notokusumo. Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Desember

Ditetapkan di Jdgjakarta pada tanggal 8 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 8 Desember 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

201 Penetapan Presiden 1949_____

KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian anggauta Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : surat J. M. Wakil Perdana Menteri tanggal 4 Desember 1949; Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang anggauta Komite Nasio­ nal Pusat buat daerah Sumatra untuk menggantikan ang­ gauta jang meninggal dunia; Mengingat : Peraturan Presiden No. 6 tahun 1946;

Memutuskan:

Mengangkat: H. Alihamzah, ’ mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almar­ hum: Chatib Sulaiman. Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Desember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 11 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, nada Diumumkan SOEKARNO. anggal 11 Desember 1949. Sekretaris Negara, • G- PRINGGODIGDO. KOMITE NASIONAL PUSAT. Pe­ ngangkatan anggauta Komite a- sional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : surat Dewan Partai „Partai Sosialis’’ tanggal 5 Desember 1949; • Menimbang: bahwa perlu mengangkat dua orang anggauta Komite Na­ sional Pusat untuk menggantikan anggauta jang meninggal dunia; Mengingat: Peraturanran PresidenP No. 6 tahun 1946;

Memutuskah :

Mengangkat: Djadi, Suprapto,buprapto, mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almarhum. Oei Gee Hoat, Budisutjitro,

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Desember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 12 Desember 194 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO, pada tanggal 12 Desember 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO. Penetapan Presiden 1949 N©0 30

DEPARTEMEN KESEHATAN. MENTERI. Pemberhentian Dr. Soerono sebagai Menteri Kesehatan ad interim dan pengangkatan Dr. J. Leimena sebagai Menteri Kesehatan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berhubung dengan kedatangan'Dr. J. Leimena kem­ bali di Indonesia perlu mengangkat Dr. J. Leimena tersebut mendjadi Menteri Kesehatan; Mengingat: Penetapan Presiden No. 6 tahun 1949;

Memutuskan:

Pertama: Memberhentikan: Dr. Soerono, sebagai Menteri Kesehatan ad interim.

Kedua: Mengangkat: Dr. J. Leimena, mendjadi Menteri Kesehatan.

Penetapan ini berlaku terhitung mulai tanggal 1 Desember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 15 Desember 1949. _ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada fa Dlumumkan SOEKARNO. Paaa tanggal 15 Desember 1949.

Sekretaris Negara, A- G. PRINGGODIGDO.

i j

204 Penetapan Presiden 1949 No. 31 > 1 _ ' KOMITE NASIONAL PUSAT.Pem- berhentian anggauta (Badan Peker­ dja) Komite Nasional Pusat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja surat anggauta (Badan Pekerdja) Komite Nasional Pusat Goesti.Djohan tanggal 14 Desember 1949; Menimbang bahwa tidak ada keberatan untuk memenuhi Goesti Djohan untuk dihentikan sebagai anggau Pekerdja) Komite Nasional Pusat; Mengingat : Peraturan Presiden No. 6 tahuri 1946.

Memutuskan :

Memperhentikan: Goesti Djohan; sebagai Anggauta (Badan Pekerdja) Komite Nasional Pusat terhitung mulai tanggal 1 Djanuari 1950.

Ditetapkan di JoSjakartSL , Q pada tanggal 16 Desember PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diumumkan SOEKARNO. pada tanggal 16 Desember 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

•205 Penetapan Presiden 194Q Mo. 32

BADAN PEKERDJA. KOMITE NA­ SIONAL PUSAT. Penggantian ang- gauta Badan Pekerdja K. N. I. P. ^ akil Partai Kominis Indonesia).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. S T ia^ ar? ^ anF auta Badan Pekerdja Komite Na­ sional Pusat Dr Roestam, wakil P. K. I. telah mening- penggantinja^11 seorang anggauta P. K. I. sebagai b. ^^,wa Ngadiman Hardjosoebroto memenuhi sjarat- ' i l l / diangkat mendjadi anggauta Badan Pe­ kerdja Komite Nasional Pusat; Membatja: surat-surat dari: Polit-Biro C. C. P. K. I. tanggal 14 Desember 1949 No. 5/

lQ6tnocJ™i?a n komite Nasional Pusat tanggal 19 Desember 1949 No. 1059; Mengingat: Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar dan ^ranf ,6 onN° ‘ 6 tahun 1949 serta Resolusi Badan Pekerdja tanggal 29 Agustus 1949;

Memutuskan :

Mengangkat:

Sdr. Ngadiman Hardjosoebroto,C ------; sebagai^il^i ?i1?? aJI^a ^ adan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat, ® Wakil P. K. I., pengganti almarhum: Dr. Roestam. Penetapan ini mulai-berlaku pada tanggal 20 Desember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 20 Desember 1949. Diumumkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 20 Desember 1949. SOEKARNO.

Sekretaris Negara, A - G. PRINGGODIGDO.

206. Penetapan Presiden 1949 No. 33 “ - - - " KOMITE NASIONAL PUSAT. Peng­ gantian anggauta Komite -Nasional Pusat. (Wakil Sarekat Tam Islam Indonesia).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja : surat Pengurus Besar S. T. 1.1. Surakarta tanggal 19 Desember 1949; Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang anggauta Komite Nasio­ nal Pusat untuk menggantikan anggauta jang telah mening­ gal dunia; Mengingat: Peraturan Presiden No. 9 tahun 1946.

Memutuskan:

Mengangkat: Hasmosoewignjo, mendjadi anggauta Komite Nasional Pusat sebagai pengganti almar­ hum: H. Mohammad Amin. Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 22 Desember 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 23 Desember 1949. . PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, n a Diumumkan SOEKARNO. Pada tanggal 24 Desember 1949. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

207 Penetapan Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia.

PENGEMBALIAN JOGJAKARTA. Pe­ netapan pemberian kuasa sepenuhnja kepada J. M. Menteri Negara Hameng- ku Buwono IX untuk mengatur pengem­ balian kekuasaan atas Daerah Istimewa Jogjakarta dari tangan Belanda.

Kami, Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indo­ nesia, memberi tugas kewadjiban kepada J. M. Hamengku Buwono IX, Menteri Negara dan Koordinator Keamanan, disamping pekerdjaannja sekarang, untuk menerima kembali kekuasaan . sepenuhnja, baik sipil maupun militer, atas Daerah Istimewa Jogjakarta dari tangan Belanda dan mengatur pengembalian Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakarta. Untuk menjelenggarakan pekerdjaan itu beliau kami beri kuasa se­ penuhnja (pleinpouvoir) untuk mempergunakan segala alat pemerintahan, jaitu mitsainja Tentara, Polisi Negara, Pamong Pradja dan lain-lain pe­ gawai jang sudah berada dan jang akan datang di Daerah Istimewa Jogjakarta.

Menumbing, 1 Mei 1949. Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia, SOEKARNO.

208 GOLONGAN A

B A G IA N y

(SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN*)

*) Jang dimuat hanja jang penting-penting sadja. SUKAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. l/A/49.

DELEGASI. KONPERENSI MEDJA BUNDAR. Pembentukan Delegasi Republik Indonesia sebagai utusan ke Konperensi Medja Bundar.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ieniinbang: bahwa perlu dibentuk Delegasi Republik Indonesia untuk diutus ke Konperensi Medja Bundar jang akan datang; lenimbang: bahwa perlu diangkat beberapa achli dan penasehat lain dan Delegasi tersebut diatas; Menimbang: bahwa perlu pula dibentuk Sekretariat pada Delegasi Re­ publik Indonesia tersebut; ndengar. Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal 23 Djuli 1949;

Memutuskan:

Sesuai dengan pendapat Dewan Menteri: ertama. Mengangkat sebagai Ketua dan Anggauta Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar: 1. P. J. M. Wakil Presiden Drs. Mohd. Hatta . Ketua. ^ 2. Mr. Mohd. Roem Anggauta. 3. Prof. Dr. Soepomo . 4. Ir. Djuanda . . 5. Dr. Leimena . . 6. Mr. Ali Sastroamidjoio 7. Dr. Soekiman .... 8. Mr. Soejono Hadinoto 9. Mr. A. K. Pringgodigdo dengan ketentuan bahwa kepada Anggauta diberikan kedu­ dukan Menteri Negara Republik Indonesia. * ' Rediia: Mengangkat sebagai Achli' dan Penasehat lain dari Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar: 1. 2. S. P. Soesoehoenan Pakoe Boewono XII 3. S. P. Mangkoenegor6 VIII 4. Dr. Sim Ki Ay 5. Sewaka 6. Mr. Koesoemah Atmadja 7. Mr. Moh. Yamin 8. Hamid Algadri 9. Mr. Notosoesanto 10. Soerasno 11. Mr. Asmaun 12. Margono Djojohadikoesoemo 13. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo 14. Sabarudin 15. Mr. Soetikno Slamet

209 16. Mohd. Sediono- 17. Prof. Mr. Soenarjo Kolopaking- 18. Ir. Soewarto •> 19. Ahmad Kosasih 20. Dr. Darmasetiawan 21. Mr. Nazir Pamontjak 22. Mr. Oey Jong Tjoe dan empat anggauta militer jang akan ditentukan lebih lan- djut, dengan ketentuan bahwa bagi mereka berlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai Negeri golongan ke I dalam „Per­ aturan Perdjalanan Dinas” (Berita Negara 1947 No. 28). Membentuk suatu Sekretariat Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar jang terdiri dari: 1. Nj. Mr. Maria Ulfah Santoso 2. Mr. Soemardi Mangoenkoesoemo 3. W. Latumeten 4. Didi Djajadiningrat 5. Nurhadi 6. Nn. S. Boedihardjo 7. W. Hutabarat 8. Roeslan Batangtaris dengan ketentuan bahwa bagi mereka berlaku „Peraturan Perdjalanan Dinas” tersebut diatas, menurut kedudukan me­ reka masing-masing sebagai pegawai Negeri. Surat keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta 'pada tanggal 24 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Wakil Presiden/Perdana Menteri Dikeluarkan Republik Indonesia, Pada tanggal 25 Djuli 1949. MOHAMMAD HATTA. Sekretaris Negara, A- G. PRINGGODIGDO.

210 SURAT KEPUTUSAN PRESDEN No. 3/A/49.

DELEGASI. KONPERENSI MEDJA BUNDAR. Hal penambahan anggauta Delegasi Republik Indonesia ke Kon- perensi Medja Bundar.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ai1^' n p ? a/ eiJU menambah susunan Delegasi Republik Indo- o-o,Konperensi Medja Bundar dengan seorang ang- ^ o a> seorang Penasehat dan tiga orang Achli; engingat. Surat Keputusan Presiden No. l/A/49;

Memutuskanf : Pertama: ^ ^ ^ an£kat sebagai ang&auta Delegasi Republik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar: Kolonel Simatupang dengan ketentuan, bahwa kepada anggauta diberikan kedu­ dukan Menteri Negara Republik Indolesia. Kedua Mengangkät sebagai Penasehat dan Achli dari Delegasi Repu­ blik Indonesia ke Konperensi Medja Bundar: Sebagai Penasehat: Abikoesno Tjokrosoejoso Sebagai Achli ; i. Kolonel goebjakto 2. Komodore Surjadarma y 3. Letnan Kolonel D. Jahja ketentuan bahwa bagi mereka berlaku apa jang di- , n untuk pegawai Negeri golongan I dalam ,,Peraturan Perdjalanan Dinas” (Berita Negara 1947 No. 28). Penetapan mi mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 28 Djuli 1949. Dikeluarkan Pa<3a tanggal 29 Djuli 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

211 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 5/A/49.

DELEGASI. KONPERENSI MED J A BUNDAR. Hal penambahan anggauta Delegasi Republik Indonesia ke Kon- . perensi Medja Bundar.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu menambah susunan Delegasi R epublik Indo­ nesia ke Konperensi Medja Bundar dengan seorang Achli; Mengingat: Surat Keputusan Presiden No. l/A/49 dan 3/A/49;

Memutuskan:

Mengangkat sebagai Achli dari Delegasi Republik Indonesia ke Kon­ perensi Medja- Bundar: Mr. Tan Po Goan, dengan ketentuan bahwa baginja berlaku apa jang ditetapkan , untuk pe­ gawai Negeri golongan I dalam „Peraturan Perdjalanan Dinas” . (Berita Negara 1947 No. 28). Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta ' pada, tanggal 30 Djuli 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 30 Djuli 1940. SOEKARNO. Sekretaris Negara,

A - g . pringgodigdo :

212 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 6/A/49.

PANITYA PERiNGATAN HARI KE> MERDEKAAN. PembentukanJ Pa ^ Penielenggara Perajaan Hari ula?*> Tahun Republik Indonesia jang e-

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: akan dilangsungkan perajaan peringatan hari ulang J^^un Republik Indonesia jang ke-IV pada tanggal 17 Agustus 1949; Menimbang: bahwa untuk melangsungkan perajaan tersek ^ ¥ bentuk sebuah Panitya untuk menjiapkan segala sesuatu jang mengenai perwudjudan perajaan tersebu ,

Memutuskan :

I. Membentuk sebuah Panitya Penjelenggara Per^ f an^^ erirlusun Hari Ulang Tahun Republik Indonesia jang ke-I v j & sebagai berikut: Ketua Mr. Tadjuddin Noor Wakil Ketua Ki Hadjar Dewantara Sekretaris I Roeslan Abdoelgani Sekretaris II R. M. Harjoto Bendahara R. M. Soebagjo Anggauta Letnan Kolonel Soehoed. Djenderal Mohamad Soerjopranoto K. R. T. Honggowongso K. R. T. Mr. Poerwokoesoemo Nj. Oetami Soerjadarma Nj. A. Hilal Ir. Harahap Darmanto Soepardo Major Pranoto Major Soedirgo II- Memberi tugas kepada Panitya mempersiapkan segala sesuatu jang melantjarkan perwudjudan perajaan tersebut. III- Memerintahkan segenap Instansi-instansi jang bersangkutan mem berikan bantuannja kepada Panitya tersebut. IV. Memerintahkan Kementerian Keuangan menjediakan crediet untuk membeajai pekerdjaan Panitya tersebut. V. Surat keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1949 sampai ditjabut kembali.

Dikeluarkan • Jogjakarta, 2 Agustus 1949 Pada tanggal 2 Agustus 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Sekretaris Negara, SOEKARNO. A. G. PRINGGOPIGDO.

213 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 7/A/49.

DELEGASI INDONESIA. Pembentuk 1 Delegasi Indonesia jang ada di Indones^ '

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 -i Menimbang: bahwa berhubung dengan keadaan sekarang perlu diacja^ kan perubahan dan penambahan dalam susunan Deleg Indonesia jang ada di Indonesia; " ^ Mengingat: Penetapan Presiden No. 2, 6 dan 7 dari tahun 1948 serta keputusan Presiden No. 2/A/49; ■ . Memutuskan: i Pertam a: Menetapkan dan mengangkat sebagai Ketua dan anggau^a Delegasi Indonesia j&ng ada di Indonesia: 1. Mr.' Soesanto Tirtoprodjo Ketua 2. Ir. H. Laoh ...... A ^Sgauta 3. Mr. Wongsonegoro . . 4. Mr. Ali Boedihardjo 5. Mohd. Natsir . ‘ . . . 6. Mr. J. Latuharhary . . 7. Mr. Tirtawinata . . . 8. Mr. St. Mohd. Rasjid . 9. Mr. Tenku Mohd. Hasan dengan ketentuan bahwa kepada Ketua dan anggauta diberi­ kan kedudukan Menteri Negara Republik Indonesia. Kedua: Mengangkat sebagai penasehat umum pada Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia: 1. Dr. Abuhanifah...... Penasehat umum 2. Mr. S a rton o...... ,, 3. Mr. S a m s u d in ...... ,, 4. Kolonel Djatikoesoemo...... ,, 5. Sutan Iskandar...... ,, 6. Harsono Tjokroam inoto...... ,, dengan ketentuan, bahwa bagi mereka jang bukan Menteri herlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai Negeri golongan I dalam „Peraturan Perdjalanan Dinas” (Berita Negara 1947 No. 28). Ketiga: Menetapkan sebagai Sekretaris Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia: Mr. S o e d jo n o ...... Sekretaris. Mr. A. S o e rjo d in in g ra t...... ■ . . „ Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta Dikeluarkan pada tanggal 4 Agustus 1949. pada tanggal 4 Agustus 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Sekretaris Negara, SOEKARNO. A. G. PRINGGODIGDO.

214 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 10/A/49.

PERDANA MENTERI. PERWAKILAN. Penundjukan S. P. Hamengku Buwono IX, Menteri Pertahanan, sebagai Acting Per­ dana Menteri.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ¡penimbang: bahwa* berhubung dengan kepergian P. J. M. Wakil Presi­ den/Perdana Menteri ke Luar Negeri, perlu ditundjuk se­ orang Menteri untuk mendjalankan pekerdjaan Perdana Menteri; Mengingat: Penetapan Presiden No. 6 tahun 1949 dan Surat Keputusan Presiden No. l/A/49;

Memutuskan:

Mengangkat: Sri Paduka Hamengku Buwono IX Menteri Pertahanan mendjadi Acting Perdana Menteri dengan tugas kewa- djiban melakukan pekerdjaan Perdana Menteri selama P. J. M. Wakil Presiden/Perdana Menteri ada di Luar Negeri. Surat keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 6 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 4 Agustus 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 6 Agustus 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

215 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. ll/A/49.

KETUA DEWAN PERTIMBA^O a AGUNG. Penundjukan Ki Hadjar ^ wantoro sebagai Wakil-Ketua e' Pertimbangan Agung. 9,11

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu dari para anggauta D-swan Pertimbangan Agung diangkat seorang Wakil Ketua untuk mendjaiail kan pekerdjaan Ketua, djika Ketua sendiri berhalangail." Menimbang: bahwa Ki Hadjar Dew^antoro memenuhi sjarat-sjaratn-?a untuk ditundjuk mendjadi Wakil Ketua; Mengingat: Surat Keputusan Menteri Negara Republik Indonesia ter­ tanggal 4 Djuni 1949 No. P/10;

M e m u t u s k a n :

Terhitung mulai tanggal 1 Djuli 1949 mengangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung:

Ki Hadjar Dewantoro.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 6 Agustus 1949.

pada 1949. PRESIDEN INDONE^ . oUiiiK.AK,N U. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

216 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 15/A/49.

DELEGASI INDONESIA. Penambahan djumlah Penasehat umum pada Delegasi Indonesia.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ftlenimbang: perlu menambah djumlah penasehat umum dari Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia; pengingat: Keputusan Presiden tanggal 4 Agustus 1949 No. 7/A/4-9;

Memutuskan:

Mengangkat sebagai Penasehat umum dari Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia: a. Mr. S. Kartanegara; b. Mr. Wirjono Prodjodikoro; c. R. Soemarto (Wakil Kepala Kepolisian Negara) ; d. Dr. A. Halim; dengan ketentuan bahwa bagi mereka jang bukan Menteri berlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai negeri golongan I dalam „Peraturan Per- djalanan Dinas” . (Berita Negara 1947 No. 28). Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 10 Agustus 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 10 Agustus 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 10 Agustus 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRLNGGODIGDO.

217 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 16/A/49.

• DELEGASI INDONESIA. Penambahan anggauta Delegasi Indonesia.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu menambah susunan Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia; Mengingat: Surat Keputusan Presiden No. 7/A/49;

Memutuskan:

Mengangkat sebagai Anggauta pada Delegasi Indonesia jang ada di Indonesia: Dr. Abu Hanifah

dengan ketentuan bahwa kepadanja • diberi kedudukan Menteri Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 13 Agustus 1949. Dikeluarkan, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 13 Agustus 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

218 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 19/A/49.

d e l e g a s i, k o n p e r e n s i m e d j a BUNDAR. Penambahan djuml achli pada Delegasi K. M. .

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu menambah susunan Delegasi R^P^^k inhli* nesia "ke Konperensi Medja Bundar dengan seorang acrni, Mengingat: Surat Keputusan Presiden No. l/A/49 dan 3/A/49,

M e m u't u s k a n :

Mengangkat sebagai achli dari Delegasi Indonesia ke Konpere Medja Bundar: •Mr. Wilopo dengan ketentuan, bahwa baginja berlaku apa jang ditetapkan u n t^ ^ e^ gawai Negeri golongan I dalam ,»Peraturan Perdjalanan Negara 1947 No. 28).

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 1949.

Ditetapkan di JoSJakart^ pada tanggal 29 Agustus 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 29 Agustus 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

219 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. ,2<)/A/49.

DELEGASI. INDONESIA. Penambah- djumlah Penasehat umum pada Deien gasi Indonesia.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu menambah djumlah Penasehat umum dari Delegas- Indonesia jang ada di Indonesia; f ‘ Mengingat: Keputusan Presiden tanggal 4 Agustus 1949 No. 7/A/49 dan No. 15/A/49;

M e m u t u's k a n :

Mengangkat sebagai Penasehat Umum dari Delegasi Indonesia jano- ada di Indonesia: • 15 Abednego

dengan ketentuan bahwa baginja berlaku apa jang ditetapkan untuk pe_ gawai Negeri golongan I dalam „Peraturan Perdjalanan Dinas”. (Berita Negara 1947 No. 28).

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 29 Agustus 1949. Dikeluarkan Pada tanggal 29 Agustus 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Sekretaris Negara, A- G. PRINGGODIGDO.

220 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 24/A/49.

DELEGASI. KONPERENSI MEDJA BUNDAR. Penambahan djumlah aehli pada Delegasi K. M. B.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, penimbang: bahwa perlu menambah susunan Delegasi Republik Indo­ nesia, ke Konperensi Medja Bundar dengan beberapa orang achli; Mengingat: Surat Keputusan Presiden No. l/A/49;

Memutuskan:

Mengangkat sebagai achli dari Delegasi Republik Indonesia ke Kon­ perensi‘Medja Bundar:' 1. Tenku Daud Sjah 2. Abdul Hakim 3. Dr. Moh. Isa 4. Mr. Sutan Moh. Rasjid dengan ketentuan bahwa bagi mereka berlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai Negeri golongan I dalam „Peraturan Perdjalanan Dinas” (Berita Negara 1947 No. 28).

Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 1949.

i

Ditetapkan di Jogjakarta • . pada tanggal 31 Agustus 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 31 Agustus 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

'221 SUKAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 32 A/49.

ANGKATAN UDARA. KOMODOR MUDA. Penetapan djabatan Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indo­ nesia diberi pangkat Komodor Muda.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang, perlu mengadakan penjesuaian pangkat dari djabatan- ajabatan dalam lingkungan Angkatan Perang Republik Indonesia; .

Memutuskan :

tama. Menetapkan pangkat Komodor Muda buat djabatan Kepala btaf Angkatan Udara Republik Indonesia; Kedua: Menetapkan pangkat Komodor Muda untuk

R. S. Surjadarma,

Kepala Staf Angkatan Udara Republik Indonesia. Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggai 2 1 September 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 21 September 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menteri Pertahanan, SOEKARNO. HAMENGKU BUWONO IX.

222 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 38/A/49.

DELEGASI. KONPERENSI MEDJA BUNDAR. Penundjukan utusan Pe­ merintah Republik Indonesia ke Kon- perensi Medja Bundar.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar: ' Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal 29 September 1949; Menimbang: bahwa, oleh karena .Koriperensi Medja Bundar sudah ber- djalan lebih dari satu bulan dan bahan-bahan mengenai Konperensi ini jang terdiri dari keterangan-keterangan dengan tulisan sadja dianggap kurang mentjukupi, perlu mengirimkan utusan Pemerintah Pusat ke Konperensi ter­ sebut di Den Haag untuk mendapat laporan penindjauan jang lengkap; Menimbang: bahwa perlu mengirimkan seorang adhli untuk mempela- djari soal-soal perburuhan dan sosial di Negeri Belanda dan Negeri-negeri lain; Mengingat: Surat keputusan Presiden No. l/A/49 dan No. 19/A/49;

Memutuskan : Pertama: Mengangkat sebagai utusan Pemerintah Pusat ke Konperensi Medja Bundar di Negeri Belanda: Mr. Samsudin dan Mr. Wilopo dengan ketentuan bahwa bagi mereka berlaku segala aturan jang ditetapkan untuk para pengikut Konperensi Medja Bundar menurut kedudukannja masing-masing; Kedua: Mengirim ke Negeri Belanda dan Negeri-negeri lain jang di­ pandang perlu oleh jang berkepentingan: Mr. Wilopo dengan tugas, disamping tugasnja jang lain seperti tersebut diatas dan sebagai penasehat achli dalam Konperensi Medja Bundar, untuk mempeladjari soal-soal perburuhan dan sosial di Negeri Belanda dan Negeri-negeri lain jang menurut pen- dapatnja perlu dipeladjari. Surat keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 4 Oktober 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 3 Oktober 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 3 Oktober 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, , A. G.. PRINGGODIGDO.

223 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 42/A/49.

PANITYA AGRARIA. ANGGAUTA. Pengangkatan Mr. Daljono mendjadi anggauta Panitya Agraria.

* KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja: surat dari Panitya Agraria tanggal 29 September 1949 No. 176/4/P: A .; • Membatja: Keputusan Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat No. 8/49; Menimbang: bahwa perlu mengangkat seorang Anggauta Badan Peker­ dja mendjadi anggauta Panitya Agraria untuk menggan­ tikan Anggauta Abu Umar almarhum; Mengingat: Penetapan Presiden No. 16 tahun 1948;

Memutuskan:

Mengangkat sebagai anggauta Panitya Agraria Mr. Mohamad Daljono Anggauta Badan Pekerdja Komite Nasional Indonesia Pusat, untuk menggantikan Anggauta Abu Umar almarhum;

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 19 Oktober 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; SOEKARNO.

224 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 43/A/49.

DELEGASI. KONPERENSI MED J A BUNDAR. Penambahan penasehat pada Delegasi K. M. B.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar: usul J. M. Acting Perdana Menteri; Menimbang: bahwa perlu menambah susunan Delegasi Republik Indo­ nesia ke Konperensi Me'dja Bundar, dengan seorang Pena­ sehat; Menimbang: bahwa perlu mengirimkan seorang achli untuk mempela- djari hukum militer dan pengadilan militer di Eropa, ter­ utama di Negeri Belanda dan Inggris dan di India; Mengingat: Surat-surat Keputusan Kami No. l/A/49 dan tambahan- tambahannja;

Memutuskan :

Pertama: Mengangkat sebagai penasehat dari Delegasi Republik Indo­ nesia ke Konperensi Medja Bundar Mr. Kasman Singodimedjo dengan ketentuan bahw;a baginja berlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai Negeri Golongan I dalam „Peraturan Perdjalan Dinas” (Berita Negera 1947 No. 28). Kedua: Mengirim keluar Negeri Mr. Kasman Singodimedjo dengan tugas untuk mempeladjari hukum militer dan penga­ dilan militer di Eropa, terutama di Negeri Belanda dan Ing­ gris dan di India, dengan ketentuan supaja dalam waktu selambat-lambatnja tiga bulan sesudah surat keputusan ini dikeluarkan, memberi laporan tentang hasil pekerdjaannja kepada Kami.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 21 Oktober 1949.

Pada t a n g ^ ^ T Oktober 1949 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ’ SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

225 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 45 A 49.

MENTERI LUAR NEGERI. PERWAKILAN. Penundjukan S. P. Hamengku Buwono IX men- djadi Acting Menteri Luar Negeri.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar: laporan J. M. Acting Perdana Menteri; Menimbang: bahwa berhubung J. M. Menteri Luar Negeri H. A. Salim oleh karena sakit tidak dapat melakukan kewadjibannja, perlu ditundjuk seorang Menteri untuk mendjalankan pe- kerdjaan Menteri Luar Negeri; Mengingat: Penetapan Presiden No. 6 tahun 1949 dan Surat Keputusan Presiden No. l/)/A/49;

Memutuskan :

Mengangkat . SERI PADUKA HAMENGKU BUWONO IX mendjadi Acting Menteri Luar Negeri disamping pekerdjaannja se­ karang selama J. M. Menteri Luar Negeri berhalangan melakukan peker- djaannja. Surat keputusaii ini mulai berlaku pada tanggal 21 Oktober 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 26 Oktober 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 26 Oktober 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

226 SUKAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 55/A/49.

JAJASAN PANTJA SILA- Pembentukan Jajasan Pantja Sila.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnja pada tanggal 4 Nopemb 1949; Menimbang: a. bahwa perlu membentuk sebuah badan djiban mempergunakan uang sumbangan * fc rima oleh Pemerintah Republik dari Luar untuk ke pentingan pembangunan umumnja; • b. bahwa perlu mengangkat seorang formateur u memimpin badan tersebut;

Memutuskan :

P e r ta m a : Mendirikan sebuah badan jang berbentuk ^a^asaI\^ed^erima beri tugas mempergunakan uang sumba* fa* JnS|mbangkan oleh Pemerintah Republik dari luar guna m , mem- ilmu pengetahuan jang berguna untuk pembangun pertinggi kebudajaan.

K e d u a : Memberi nama „PANTJA SILA” kepada Jajasan tersebut.

K e tig a : Mengangkat Mr. Soemanang sebagai formateur ^ar^ ^ ¿ antu tersebut dengan diberi hak mengangkat pembantu-pemoanm jang ia pandang perlu. Surat putusan ini mulai berlaku pada hari dikeluarkan.

Ditetapkan di JoSjakarta pada tanggal 11 Nopember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dikeluarkan SOEKARNO, pada tanggal 11 Nopember 1949.

Sekretaris Negara,

A. G. PRINGGODIGDO. SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 60/A/49. ~ c

PANITYA AGRARIA. SEKRETARIS #• Pengangkatan Sekretaris II pada Panitya Agraria.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Membatja. Surat Panitya Agraria tanggal 8 Nopember 194 9 Prpnf Jri tentanS usul untuk mengangkat R. Singgih ^raptodihardjo mendjadi Sekretaris II dari Panitya tersebut sebagai pengganti M. Soegiri; Menimbang, bahwa tidak ada keberatan untuk menjetudjui usul ter- / seDut j Mengingat: Penetapan-penatapan Presiden No. 16 dan 18 tahun 194S;

Memutuskan : Mengangkat

R. Singgih Praptodihardjo

sebagai Sekretaris II Panitya Agraria untuk menggantikan M. Soegiri.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 14 Nopember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO.

228 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 61/A/49.

DELEGASI INDONESIA. Penambahan djumlah Penasehat umum pada Delegasi Indonesia.

^ KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/ ^ b a n g . bahwa jperlu menambah susunan Delegasi Indonesia jang ada di .indonesia dengan seorang Penasehat; ngingat. surat-surat Keputusan Kami tertanggal 4 Agustus 1949 '/A/49 dan 17 Oktober 1949 No. 9/P/49;

_ Memutuskan :

ada ^ In d on eS a Sebag'ai Penasehat umum pada Delegasi Indonesia jang

M. Sewaka

Pegawai ketentuan bahwa baginja berlaku apa jang ditetapkan untuk Negara 194?6No 28)1San dalam Peraturan Perdjalanan Dinas. (Berita

Penetapan mi mulai berlaku pada tanggal 22 September 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta ' pada tanggal 15 Nopember 1949.. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 15 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

229 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 66 A 49.

PANITYA ASAHAN SELA-f a*. Pembentukan Panitya Asah Selatan dan Labuhan Ratu. an’

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu membentuk suatu Panitya jang diberi untuk mempeladjari keadaan di Asahan-Selatan dan. f aS buhan Ratu; a" Menimbang: bahwa pekerdjaan Panitya tersebut perlu diselesaikan belum penjerahan kedaulatan kepada Republik Indone*?" Serikat; • Sla Mendengar: Dewan Menteri dalam sidangnja pada tanggal 18 ber 1949; P m' Memutuskan:

Pertama: Membentuk suatu „Panitya Asahan-Selatan dan Labuhan Ratu” jang diberi tugas mempeladjari keadaan di Asahan- Selatan dan Labuhan Ratu. Kedua: Mengangkat sebagai Ketua merangkap anggauta dan ang- gauta Panitya tersebut: Ki Hadjar Dewantara ...... Ketua merangkap anggauta Mr. I. Gusti Ktut P u d j a ...... Anggauta Pangeran Bintoro...... „ Dr. Soenarjo . . . . ' ...... „ Soegondo ...... „ Dr. S a h ir...... „ dengan ketentuan bahwa: a. bagi mereka berlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai Negeri golongan I dalam „Peraturan Perdjalanan Dinas” (Berita Negara 1947 No. 28). b. untuk tiap hari bersidang mereka masing-masing men­ dapat uang-sidang sepuluh rupiah. Ketiga: Menetapkan bahwa Panitya tersebut harus selesai dengan la- porannja selambat-lambatnja pada tanggal 15 Desember 1949.

Surat Keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 21 Nopember 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 21 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

230 SURAT KEPUTUSAN PRESIDEN No. G7/A/49.

PANITYA SUMATRA SELATAN. Pem­ bentukan Panitya Sumatra Selatan.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu membentuk suatu Panitya untuk dikirim ke Sumatra Selatan guna mempeladjari kemungkinan diada- ' kan perubahan batas-batas daerah di Sumatra Selatan untuk memudahkan d jalan pemerintahan; Menimbang: bahwa pekerdjaan Panitya tersebut perlu diselesaikan se­ belum penjerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; IVIembatja: surat tilgram dari Wali Negara Sumatra Selatan No. 8440/23/1; Mendengar: Dewan Menteri dalam sidangnja pada tanggal 18 Nopem- ber 1949;

Memutuskan: pertama: Membentuk „Panitya Sumatra Selatan” dengan tugas mem­ peladjari kemungkinan diadakan perubahan batas-batas dae­ rah di Sumatra Selatan untuk memudahkan djalan pemerin­ tahan. Kedua: Mengangkat mendjadi Ketua merangkap anggauta dan ang- gauta pada Panitya tersebut: Dr. Moh. I s a ...... Ketua merangkap anggauta Dr. S la m e t ...... Anggauta Kol. S im b o lo n ...... >> Pembantu Komisaris Besar Mursodo . . „ Winarno D a r m o a tm o d jo ...... >» dengan ketentuan bahwa: a. bagi mereka berlaku apa jang ditetapkan untuk pegawai Negeri Golongan I dalam „Peraturan Perdjalanan Dinas” (Berita Negara 1947 No. 28). b. untuk tiap hari bersidang mereka masing-masing men­ dapat uang sidang sepuluh rupiah. Ketiga: Menetapkan bahwa Panitya tersebut harus selesai dengan la- porannja selambat-lambatnja pada tanggal 15 Desember 1949. Surat Keputusan ini mulai berlaku pada hari ditetapkan.

! Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 21 Nopember 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pada tanggal 21 Nopember 1949. SOEKARNO. Sekretaris Negara, A. G. PRINGGODIGDO.

231 SURÄT KEPUTUSAN PRESIDEN No. 116/A/49.

KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT. WAKIL KETUA II. Penun- djukan Wakil Ketua II dari Komite Nasional Pusat.

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,. Menimbang: bahwa perlu diangkat seorang Wakil Ketua Komite Nasional Pusat, berhubung dengan kemungkinan, bahwa Ketua Komite Nasional Pusat tidak dapat melakukan ke- wadjibannja; Mengingat: a. Keputusan Komite Nasional Pusat No. 6/49 KNP tang­ gal 15 Desember 1949 tentang pemilihan Wakil Ketua Komite Nasional Pusat; b. Undang-Undang No. 7 tahun 1949, tentang penundju- kan Pemangku-Sementara djabatan Presiden Republik Indonesia;

Memutuskan : Mengangkat P. T. Prawoto Mangkusasmito

Pu^ffUta m^rangkap Wakil Ketua n Badan Pekerdja Komite Nasional » ^endjadi Wakil Ketua Komite Nasional Pusat.

Jogjakarta, 27 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Dikeluarkan tanggal 27 Desember 1949. Sekretaris Negara, A- PRINGGODIGDO.

232 C o l o n g a n a

b a g i a n VI

(M a k l u m a t p e m e r i n t a h )

V DAN

gN o l o n g a n a

' i BAGIAN VII

' (PENGUMUMAN, k e t e r a n g a n , s u r a t - s u r a t RESMI LAINNJA) l ' • m a k l u m a t PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN KOMITE NASIONAL PUSAT.

REPUBLIK mDONESIASERIKAT. Pernjataan Republik uerleng- menjumbangkan s?ga mene_

gakkan^dan menjempurnakan Republik Indonesia Serikat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA bersama-sama KOMITE NASIONAL PUSAT. Dengan memaklumi, bahwa selambat-lambatnja P^-da tangga Desember 1949 kedaulatan jang sesungguh-sungguhnja, Keradia- tiada bersjarat akan diserahkan pada sidang di Amsterdam Kera- an Nederland kepada Republik Indonesia Serikat, jang dia djaan itu sebagai Negara merdeka-berdaulat. . ^elah Dengan memaklumi pula, bahwa Delegasi Republik todonesia n n menjetudjui Ran t jangan Konstitusi Republik Indonesia piagam membubuhi tanda-tangan parap dalam rapat di Scheveningen P , j n(j0_ Persetudjuan bertanggal 29 Oktober 1949 antara Delegasi Kep iBi-;een_ nesia dan Delegasi Pertemuan untuk Permusjawaratan re komst voor Federaal Overleg) tentang rantjangan Konstitu • an_ Maka semendjak saat Keradjaan Nederland mellje.rah^ai l nGta ^ dapat nja jang sesungguh-sungguhnja, sempurna, tidak bersJar|* meniata- ditjabut lagi atas Indonesia kepada Republik Indonesia beriK , kan: Pertama: Mengakui hanjalah negara Republik Indonesia merdeka-berdaulat sepenuh-penuhnja atas selurun donesia. Kedua: Menjumbangkan kepada Republik Indonesia di- alat-perlengkapan Pemerintahan Republik Indonesia j . perlukan untuk menegakkan dan menjempurnakan P Indonesia Serikat jang merdeka-berdaulat. Ketiga: Maklumat ini mulai berlaku’ pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 14 Desember 1949. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEKARNO. Diumumkan Perdana Menteri Republik Indonesia, pada tanggal 14 Desember 1949. MOHAMMAD HATTA. Sekretaris Negara, Ketua Komite Nasional Pusat, A. G. PRINGGODIGDO. ASSAAT.

233 ROEM-ROYEN STATEMENT.

PERSETUDJUAN NEGARA. p0j^_ setudjuan antara Delegasi Republik dan Delegasi Belanda dalam perte­ muan resmi dibawah pengawasan UNCI di Djakarta pada tanggal 7 Mei 1949.

I. Statement Delegasi Republik.0 (Diutjapkan oleh Mr. Moh. Roem).

SoekarnogdanKWatiiIr^ fg^iSi Saja diberi kuasa oleh Presiden sanggupan mmirJ ,.S1' ern Mohammad Hatta untuk menjatakan ke- Keamanan f-prinn

keteruia^dan^eTmanan^dan------u a u r v . c a i H d I I d . I I , U d - I l 6111^ ^ ^ 11 Perdamaian dan men<«aga 3. I f makQn^0rta+ Pada Konperensi Medja Bundar di Den Haag dengan dan i ™ tl!k mempertjepat penjerahan kedaulatan jang sungguh gkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersarat. u s a h a Soekarn? dai* Wakil-Presiden Mohammad Hatta akan ber­ klik Indrmc* supaja politik demikian diterima oleh Pemerintah Repu- aonesia selekas-lekasnja setelah dipulihkan di Jogjakarta.

II. Statement Delegasi Belanda. (Diutjapkan oleh Dr. Van Royen). 1. k^!a^aS^ Belanda diberi kuasa menjatakan, bahwa berhubung dengan dini v ^ uPan Jang baru sadja diutjapkan oleh Mr. Roem, ia menjetu- s-a^ ^ b a lin ja Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakarta. Dele- berL nda seIandJ'utnJa menjetudjui pembentukan satu panitya- ^ama atau lebih dibawah auspices UNCI dengan maksud: Mengadakan penjelidikan dan persiapan jang perlu sebelum Kembalinja Pemerintah Republik Indonesia ke Jogjakarta; • mempeladjari dan memberi nasehat tentang tindakan-tindakan J ng akan diambil untuk melaksanakan penghentian perang geril- ja dan kerdja-sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan 2 p endJaga ketertiban dan keamanan. harn6riutah Belanda setudju bahwa Pemerintah Republik Indonesia dalam bas dan lfluasa melakukan djabatannja jang sepatutnja ini ^atu daerah jang meliputi Karesidenan Jogjakarta dan bahwa timrJ * ^ satu langkah jang dilakukan sesuai dengan maksud pe- Lunajuk-petundjuk Dewan Keamanan tanggal 23 Maret 1949. 3. emerintah Belanda menguatkan sekali lagi kesanggupannja untuk rvrrf ^ar?*n Penghentian segera dari pada semua gerakan-gerakan ii er dan membebaskan dengan segera dan tidak bersjarat semua tahanan politik jang ditangkapnja sedjak 17 Desember 1948 dalam Republik Indonesia.

234 4. Dengan tidak mengurangi hak bagian-bagian bangsa _Ind^ e^ia ^ menentukan nasibnja sendiri sebagai jang diakui dala dirikan Linggardjati dan Renville, Pemerintah Belanda tidak aka5ilri n1pb atau mengakui Negara-negara atau Daerah-daerah jang d , ' Republik sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak ak kan Negara atau Daerah dengan merugikan Daerah Repub i 5. Pemerintah Belanda menjetudjui adanja Republik *ndones.ia satu staat jang nanti akan duduk dalam Negara Indone. T , - * Apabila suatu Badan Perwakilan Sementara untuk selur R ^ dibentuk dan ,karena itu perlu ditetapkan djumlah perwa ^ blik dalam Badan tersebut, djumlah itu ialah separo dari pa J anggauta-anggauta semua diluar anggauta-anggauta ep

6 . Sesuai dengan maksud dalam petundjuk D e w a n K eam x f e o - 23 Maret 1949 jang mengenai Konperensi Medja Bundar npwan supaja perundingan-perundingan jang dimaksud oleh re^ ip.kac,nia Keamanan tanggal 28 Djanuari 1949 dapat diadakan sele “ ^nhnia • maka Pemerintah Belanda akan berusaha sesunggu - . j^e_ supaja konperensi itu segera diadakan sesudahnja Pei publik kembali ke Jogjakarta. Pada konperensi itu perundingan-perundingan akan diad.akan tjara bagaimana mempertjepat penjerahan kedaulatan j s & dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan ti sesuai dengan azas-azas Renville. " 7. Berhubung dengan keperluan kerdja-sama dalam hal perdamaian dan mendjaga ketertiban dan keamanan . j pnan • Belanda setudju, bahwa dalam segala daerah Jogjakarta dimana pegawai sipil, polisi dan pegawai Pe™e tidak nesia (-Pemerintah Belanda di Indonesia) lainnja sekarang. tidak bekerdja, maka pegawai sipil, polisi dan pegawai k

Dengan sendirinja pembesar-pembesar B e l a n d a m em ban ut Republik dalam hal keperluan-keperluan jang dikehendaK j deno-an pertimbangan jang pantas untuk perhubungan dan konsu i,evelidia segala orang di Indonesia, terhitung djuga me^eka +echnik dalam djabatan sipil dan militer Republik, dan detaii-d TJNCI. akan diselenggarakan oleh kedua belah pihak dibawah auspi

235 •nstruksi Wakil Perdana Menteri jang Berkedudukan di Kutaradja.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang. bahwa berhubung dengan: a. rintalSn • perhubungan Sumatra dengan Pusat Peme- b. Derlifnpn^if08’*1 p®nj'elei?&&araan Pemerintahan jang tinpan saian jang- tjepat dan sesuai dengan kepen- Menimbaner- h „ v j ? da?rah dl Sumatra; no-an^kat^f^pr?^11 dapat terpelihara dengan pe- saan^iano- w ran^ Wak.lJ Perdana Menteri dengan kekua- Mengingat : pasal 4 aiat e” *u dan jang berkedudukan di Kutaradja; dan L n P tf1 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Penetapan Presiden No. 6 tahun 1949;

Memutuskan: Menetapkan Instruksi sebagai berikut:

..in s t r u k s i w a k il p e r d a n a m e n t e r i j a n g BERKEDUDUKAN DI KUTARADJA” Pasal 1. atau atas nami^alni^ci1^01,1 ^^5a ^m? mnja diberi hak atas nama kabinet sanaan Pemerintahan ,oran^. f en?en mengambil segala keputusan pelak- djudkan stabilisasi dan f ja^C pandan£nja Perlu untuk mewu- Sumatra, terutama • PenJehatan diberbagai lapangan Pemerintahan di ekonomian dan kepamongprTd/aan iahusu!njaPertahanan’ keuangan’ pel" Pasal 2. mengambil a/f-a^fnan memaksa Wakil Perdana Menteri diberi hak keputusan * iano- fama ai? sambil menunggu pengesahan* Presiden, sesuatu * Jang termasuk kekuasaan Pemerintahan Presiden. Pasal 3.

d ib erit^ k ^ r^ tP ^ fr„mei urutj asal -1 dan 2 selekas^ekasnja harus kutan, Kabinet d» i a^1*T^erc?°ina Menteri kepada Menteri jang bersang- dan/atau Presiden untuk diketahui atau disahkan. Pasal 4.

membatalkan l-U ^ enteri jang bersangkutan hanja dapat merobah atau pasal 1 dan pr .^Putusan-keputusan Wakil Perdana Menteri menurut keputusan Waki! ,anJa dapat menolak pengesahan terhadap keputusan- nendengar pertimbangannya611101,1 m8nUrUt pasal 2 setelah seberapa dapat Pasal 5. kan unfnlf jang diambil atau peraturan-peraturan jang diada- oranP M e n t . r ^ ^ baik ° leh Presiden Kabinet maupun oleh sllah se- Perdana MenterUeb[hPdulu rUS dlmmtakan Pertimbangan Wakil

236 Pasal 6. a. Dalam mendjalankan tugasnja Wakil Perdana Menteri dibantu oleh sebuah Dewan Pembantu dan Penasehat; b- Dengan mengingat ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia tanggal 27 Desember 1948 No. pdri/48 dan keputusan Pemerintah Darurat Republik Indonesia tanggal 17 Mei 1949 No. 22 dan 23 ang- gauta-anggauta Dewan ini terdiri dari K om isaris Pemerintah untuk Sumatra Utara, Sumatra Tengah dan Selatan dan Panglima Tentara dan Territoriaal Sumatra; c- Apabila dipandang perlu Wakil Perdana Menteri dapat menambah anggauta Dewan ini dengan pengesahan Presiden.

Pasal 7. Dalam keadaan jang memaksa Wakil Perdana Menteri dapat memin­ dahkan tempat kedudukannja.

Pasal 8. Instruksi ini mulai berlaku setelah Wakil Perdana Menteri tiba di Sumatra.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 20 A g u stu s 1949. Dikeluarkan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Pada tanggal 21 Agustus 1949 SOEKARNO. Sekretaris Negara, Acting Perdana Menteri, A. G. PRINGGODIGDO. HAMENGKU BUWONO IX.

237 Pengumuman Pemerintah

PEMERINTAHAN DARURAT. KOMI­ SARIAT. Pembentukan Komisariat Pe­ merintah Darurat.

RINTA w n T I f f 1 16 Mei 1949, maka dibentuklah Komisariat PEME- dari: ARURAT REPUBLIK INDONESIA di Djawa, jang terdiri

1. Menteri Kehakiman . — Mr. Soesanto Tirtoprodjo. 2. Menteri Pembagian Maka­ nan R a k j a t ...... — I. Kasimo. Menteri A gam a...... — K. H. Masjkur dan R. P. Soe- roso, untuk urusan Dalam Negeri.

238 Golongan A-Istimewa I

BAGIAN I

(PERATURAN-DARURAT / PERATURAN' - - WAKIL — PERDANA MENTERI PENGGAN PERATURAN PEMERINTAH) Peraturan Darurat 1949 No. 3

PENGADILAN DARURAT. Peraturan tentang hakim dan djaksa luar biasa serta tjara mendjalankan hukum a pendjara.

PEMERINTAH PUSAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: perlu .mengadakan peraturan darurat tentang Hakim per­ kara pidana Luar Biasa dan Djaksa Luar Biasa, pun tang tjara mendjalankan hukuman pendjara; Mengingat: putusan sidang Kabinet tanggal 16 Desember 1948; t t Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN DARURAT TENTANG HAKIM DAN DJAKSA LUAR BIASA SERTA TJARA MENDJALANKAN HUKUMAN PENDJARA.

BABI. . HAKIM DAN DJAKSA LUAR BLASA. Pasal 1. Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Kepolisian ping Hakim biasa, tiap-tiap Tjamat karena djabatannja mendjaai Luar Biasa dalam perkara pidana untuk daerah Ketjamatannja m masing. Pasal 2. Pada tiap-tiap Pengadilan Negeri dan Pengadilan Kepolisian ping Djaksa Biasa, tiap-tiap Inspektur Polisi dan Pembantu lnsp Polisi karena djabatannja mendjadi Djaksa Lu&r Biasa untuk Ketjamatan dimana terletak tempat kedudukannja.

B A B II. TJARA MENDJALANKAN HUKUMAN PENDJARA. Pasal 3. Apabila hukuman pendjara berhubung dengan keadaan tidak didjalankan dengan setjara biasa, maka tjara mendjalankan huku pendjara itu, dapat diganti dengan membaj^r denda sedjumi R. 1000,— (seribu rupiah) buat tiap-tiap sebulan atau sekurangnj dari sebulan pendjara. Pasal 4. Apabila pembajaran denda jang dimaksudkan dalam pasal 3 pun tidak mungkin, maka tjara mendjalankan hukuman pendjara dapat di­ ganti dengan mendjalankan hukuman Kerdja-Paksa selama V2 (sepaio) dari lamanja hukuman pendjara jang harus didjalankan. 239 Pasal 5. lorv, ^ ranS j an£ mendjalankan hukuman Kerdia-Paksa boleh tinggal da- lam desanja sendiri atau dalam desa dimana terdiadi kedjahatan atau pelanggaran jang dilakukannja, akan tetapi ia saban hari harus datang menjerahkan tenaganja kepada Kepala Desa tempat berdiamnja itu, se- ,dieniS Pekerdjaan jang harus dilakukan ditetapkan oleh Tjamat jang didaerahnja melingkungi desa tersebut.

PASAL PERALIHAN. Pasal 6.

iq J^Pabi,la sebelumnja peraturan ini. berlaku tetapi sesudah tanggal Desember 1948 telah terdjadi pemutusan perkara pidana dan tjara mendjalankan hukuman pendjara menjimpang dari peraturan Hukui# pidana jang berlakq, maka tindakan tersebut dianggap sjah dan sesuai dengan Peraturan ini. PASAL PENUTUP. Pasal 7. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 30 Djanuari 1949.

Ditetapkan pada tanggal 30 Djanuari 1949. PEMERINTAH PUSAT REPUBLIK INDONESIA, Menteri Kehakiman, SOESANTO TIRTOPRODJO.

240 Peraturan Darurat 1949 No. 4

PENGADILAN DARURAT. Perubahan peraturan darurat tentang Pengadilan militer dan sipil.

. P^ MERINTAH PUSAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA, bang, bahwa berhubung dengan akan kembalinja Pemerintah iran . j Jara Ungkap didaerah Jogjakarta, dapat diharap- •’ 5 i a b^dan-badan Kehakiman dari Republik Indo- lingkungan Pengadilan Umum akan dapat ■, Ja seperti sediakala, maka dari itu perlulah Peneta- t*1 Pang'lima Besar Angkatan Perang Republik Indo- p_np-o j ^ Mei 1949 tentang Pengadilan Tentara dan Penfadllnn Sipi1 s,ePandJang Jang* mengenai lingkungan engadilan umum harus ditjabut; imbang, bahwa untuk daerah-daerah diluar daerah Jogjakarta masih n-iairc *adakan peraturan darurat tentang Hakim dan man ^ndjara • &Sa ^Un ten^anS tjara mendjalankan huku-

Mengingat: putusan sidang Kabinet tanggal 16 Desember 1948.

Menetapkan:

Rennh^Ur1 t ^ d ^r* Penetapan Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia tanggal 7 Mei 1949 jang memuat: daru£at tentang Pengadilan Tentara Pemerintah M , mngf Peilgadilan Sipil Pemerintah Militer, tentang hukuman pendjara” B‘aSa dan tentanS tjara mendjalankan

M b^'bai?j^?inH em*v'^i,S^ a*a Peraturan tentang susunan dan kewa- jang berlaku^ebelumVenetepan “T sebut diatas didjalankan P P R A - P' Republik Indonesia ter-

D fe lS idLi>]arnR i eml5aIit ”P®raturan Darurat tentang Hakim dan dari Pemerintah ? a T n *1 mendjalankan hukuman pendjara” No 3/1Q4Q Republik Indonesia tanggal 30 Djanuari 1949 INo- 3/1949 dengan perubahan seperti berikut: Tiamat 1 perkataan „Tjamat” diganti oleh „Bupati” , ,ie “ atmltLnTa”adfhfpu!kanUndjUk ^ Bupati” dan perkataa“ 4. dan^tM a^dannt^^11^3'? da,n Pengadilan Negeri dalam perkara pi­ dana tidak dapat dimmta ulangan pemeriksaan. 5. enetapkan: Penetapan ini mulai berlaku pada tanggal 12 Djuli 1949.

Ditetapkan pada tanggal 12 Djuli 1949. PEMERINTAH PUSAT REPUBLIK INDONESIA, Menteri Kehakiman, SOESANTO TIRTOPRODJO.

241 PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PER ATURAN, PEMERINTAH 1949 No. 7/P e s /W K P M .

ANGGARAN‘BELANDJA. Peraturan tentang anggaran penda * tan dan Belandja Daerah. P

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk mendjalankan anggaran -pendapatan dan be­ landja daerah dan tjara menjusunnja sebagai dimaksudkan dalam pasal 40 Undang-Undang No. 22 tahun 1948, perlu diadakan peraturan-peraturannja; Mengingat: pasal 2 dan 4 Undang-Undang No. 2 tahun 1949;

Memutuskan:

PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANDJA DAERAH. BAB: I. Umum. Pasal 1. 1.- Anggaran pendapatan dan belandja daerah dibagi dalam dua bab, ja’n i: Bab 1: Dinas biasa. Bab 2: Dinas luar biasa. 2. Selandjutnja anggaran pendapatan dan belandja dibagi untuk ang­ garan pendapatan dalam golongan-golongan dan bagian-bagian, dan untuk anggaran belandja dalam golongan-golongan dan pasal-pasal. 3. Dalam anggaran belandja dinas biasa diadakan pasal „belandja jang tidak tersangka”. 4. Dalam anggaran pendapatan ejan belandja ditentukan: a. pasal-pasal mana jang dapat ditambah dengan memindahkan uang dari pasal „belarmja jang tidak tersangka”. b. pasal-pasal mana selain dari pasal „belandja jang tidak ter­ sangka” dapat dikurangi dan pasal-pasal mana dapat ditambah dengan pemindahan uang itu. 5. Semua pemindahan uang tersebut dalam ajat 4 ditetapkan oleh De­ wan Perwakilan Rakjat Daerah dalam surat penetapan jang memuat alasan-alasannja; turunan surat penetapan itu dikirim bagi propinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan bagi lain-lain daerah kepada De­ wan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas. Pasal 2. Anggaran pendapatan dan belandja daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sekurang-kurangnja tiga bulan sebelum per­ mulaan tahun anggaran jang bersangkutan dan sesudah ditetapkan harus dikirim dengan segera kepada Presiden bagi Propinsi dan kepada Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi lain-lain daerah.

242 Pasal 3. Sesudah mendapat pengesahan Kepala Daerah mengumumkan ang­ garan pendapatan dan belandja atau perobahannja menurut tjara jang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah; dengan pengumuman itu anggaran mendjadi berlaku. Pasal 4. 1. Pendapatan dan belandja tidak boleh ditjampurkan. 2. Ketjuali jang ditentukan dalam pasal 17 ajat (1) dan pasal 23 ajat (1), maka segala pendapatan harus dimasukkan dalam dan se­ mua belandja harus diberatkan pada anggaran pendapatan dan belandja. Pasal 5. 1. Tahun dinas mulai pada tanggal 1 Djanuari dan berachir pada tang­ gal 31 Desember. 2. Dinas terbuka: a. sampai dengan achir bulan Pebruari dari tahun berikutnja untuk menjelesaikan pekerdjaan-pekerdjaan, angkutan-angkutan dan borongan-borongan atau sebagian dari itu jang menurut perdjan- djian harus diselesaikan dalam tahun anggaran, akan tetapi menurut keterangan dari Dewan Pemerintah Daerah karena keadaan luar biasa jang harus di d jelaskan dalam keterangan itu tidak dapat diselesaikan sebelum achir tahun dinas; b. sampai dengan achir bulan Djuni dari tahun berikutnja untuk menjelesaikan segala sesuatu jang berkenaan dengan penjelesaian dan pembajaran belandja dan dengan pendapatan. H a l belandja. Pasal 6. 1. Dewan Pemerintah Daerah berhak untuk mendjalankan segala se­ suatu jang berakibat mengeluarkan belandja didalam batas-batas jang ditentukan dalam anggaran pendapatan dan belandja. 2. Untuk mendjalankan sesuatu jang memberatkan pasal „Belandja jang tidak tersangka” atau jang menjebabkan pengeluaran belandja jang melebihi suatu d jumlah jang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah maka Dewan Pemerintah Daerah harus meminta putusan lebih dulu dari Dewan Perwakilan Rakjat Daerah. 3. Djika perlu Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat memberi kuasa kepada Dewan Pemerintah Daerah untuk mendjalankan sesuatu ter­ maksud dalam ajat (2) tidak dengan putusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah sebelumnja. 4. Pemberian kuasa sebagai dimaksudkan dalam ajat 3 harus disjahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi Propinsi dari oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi daerah-daerah lain. Pasal 7. 1. Apabila untuk suatu tindakan jang dipandang perlu oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah diakibatkan atau akan diakibatkan pero- bahan dalam anggaran pendapatan dan belandja jang tidak diidzm- kan, dalam ,anggaran itu sendiri, maka Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, dengan putusan jang menjebutkan alasan-alasannja, dapat memerintahkan untuk mendjalankan tindakan tersebut dengan tidak menunggu pengesahan jang diperlukan bagi putusan itu, djika mem- pertangguhkan tindakan tadi akan merugikan kepentingan Daerah.

243 * w Dewan Perwakilan Rakjat D&erah tersebut dalam ajat 1, «rS!1Sr?10gera dimintakan pengesahan oleh Presiden bagi Propinsi dan . daerahlah^ merintah Daerah setingkat lebih atas bagi daerah-

’ 3’ Pei^olakaP pengesahan termaksud dalam ajat 2 seketika menahan oerlakunja putusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah tersebut diatas.

Pasal 8. 1. Dalain keadaan jang sangat memaksa sehingga suatu kepentingan daerah terantjam dengan kerugian djika untuk bertindak menunggu putusan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah lebih dulu, maka Dewan Pemerintah Daerah dengan putusan jang menjatakan alasan-alasan- pasal*61 buat dari kekuasaannja jang ditentukan dalam

2. Putusan Dewan Pemerintah Daerah termaksud dalam ajat 1 diadju- kan dalam rapat Dewan Perwakilan Rakjat Daerah pertama jang akan datang untuk disjahkan; djika oleh karenanja diperlukan pero- pahan anggaran-anggaran pendapatan dan belandja, maka perobahan itu ditetapkan dalam rapat tersebut. 3. Djika Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menolak pengesahannja termaksud dalam ajat 2 , maka haruslah segala akibat-akibat dan putusan Dewan Pemerintah Daerah jang masih dapat dihapuskan, ketjuali djika Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menentukan bahwa akibat-akibat itu dapat dilangsungkan. 4* Apabila karena putusan Dewan Pemerintah Daerah termaksud dalam ajat 1 Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menetapkan perobahan anggaran pendapatan dan belandja jang tidak dikuasakan dalam anggaran itu sendiri, maka pasal 7 ajat 1 dan 2 berlaku dalam hal ini.

Pasal 9. Segala penagihan jang memberatkan anggaran pendapatan dan be- landja diperiksa, diselesaikan dan diperintahkan untuk dibajar oleh De­ wan Pemerintah Daerah. Pasal 10. ^m bajaran jang memberatkan anggaran pendapatan dan belandja didjalankan dengan surat perintah membajar uang (s. p. m. u.) jang ditanda tangani oleh atau atas nama Ketua Dewan Pemerintah Daerah. 2- - S. p. m. u. itu dan s. p. m. u.-baru sebagai termaksud dalam pasal 20 ajat 2 tidak boleh memuat penghapusan tulisan dan harus menjebut- kan: nama orang jang berhak menerima uang, djumlah* uang jang harus dibajar ditulis dengan angka dan huruf, tahun anggaran dan pasal anggaran. 3. Untuk mendjalankan pembajaran-pembajaran dapat diberikan uang muka jang akan diperhitungkan dalam peraturan ini selandjutnja akan disebut „uang pitaruh” , segala sesuatu menurut peraturan dan tjara jang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah. Surat- surat tanda pembajaran jang telah terdjadi sedapat-dapatnja me- njebutkan apa jang ditentukan dalam ajat 2 untuk s. p. m. u. Pasal 11. 1. Tiap-tiap penjelesaian pembajaran harus berdasarkan tanda bukti tentang haknja jang menagih. 244 2. Surat.-surat jang harus diadjukan oleh jang m e n a g i h untuk mcngu - . kan penagihannja harus menjatakan bahwa telah dipenuni sj sjarat atas apa penagihan-penagihan itu didasarkan. 3. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menetapkan peraturan seper unja tentang bentuk surat-surat termaksud dalam ajat 2. 4. Dalam tjontoh (model) jang ditetapkan untuk surat P ^ j^ n g a n pembajaran hutang jang diadjukan oleh jang menagih harus peringatan tentang liwatnja waktu pembajaran. Pasal 12. Barang-barang milik daerah berupa apapun djuga tidak b°leh«n**2fari kan kepada seorang penagih untuk memenuhi semua atau seoag tagihannja. Pasal 13. Barang-barang jang tidak bergerak (onroerende goederen) dapat dibeli untuk keperluan daerah dengan putusan Dewan re Rakjat Daerah. Pasal 14. Dalam batas anggaran pendapatan dan belandja dapat uang nersekot untuk keperluan dan sedjumlah jang ditentukan wan Perwakilan Rakjat Daerah. Pasal 15. Dalam dinas tahun anggaran termasuk: a. hak-hak penagihan jang diperoleh dalam tahun anggaran, e tjuali jang ditentukan dalam pasal 5 ajat 2; b. uang persekot jang dikeluarkan dalam tahun anggaran i u. Pasal 16. Jang diberatkan kepada pasal „Belandja jang tidak tersangka ialah: k a. belandja-belandja dalam tahun anggaran jang tidak termas dalam pasal-pasal dari anggaran pendapatan dan belan j • ^ b. penagihan mengenai tahun anggaran jang telah d^utup belum diselesaikan dan belum liwat waktunja untuk diiu Pasal 17. 1- Belandja untuk mengembalikan padjak dan untuk membajar ^einbc uang jang diterima dengan tiada hak atau jang dibebaskan p rannja, dikurangkan dari pendapatan jang sedjenis dari tan belandja itu dikeluarkan. 2. Djika jang dikembalikan itu lebih dari djumlah jang dapat di kan dari pendapatan, maka kelebihannja diberatkan kepada p „Belandja jang tidak tersangka” . Pasal 18. 1- Pekerdjaan pemasukan barang-barang dan pengangkutan untuk ke perluan daerah diborongkan dengan lelang umutn, ketjuali aji Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berpendapat bahwa untuk kepen­ tingan daerah segala sesuatu itu lebih baik didjalankan setjara lain. 2. Ketjuali djika Dewan Perwakilan Rakjat Daerah menentukan sendiri rentjana-rentjana dan perdjandjian-perdjandjian borongan, maka Dewan Pemerintah Daerah berhak menetapkannja. 245 3. Dewan Pemerintah Daerah mendjalankan lelang umum untuk pem­ borongan pekerdjaan dan berhak memberikan pekerdjaan itu kepaaa pemborong dengan penawaran paling rendah dan jang memenu i sjarat-sjarat. 4. Perdjandjian-perdjandjian mengenai pekerdjaan, pemasukan barf'n? dan pengangkutan tidak diperkenankan memuat kesanggupan a daerah untuk memberikan bunga kepada pemborong djika pembajara penagihannja terlambat. * Pasal 19. Pegawai Negeri dan Pegawai Daerah dilarang mendjadi pembororio atau penanggung (borg) pekerdjaan, pemasukan barang atau kutan untuk keperluan sesuatu daerah atau mempunjai kepentingan langsung maupun tidak langsung dalam urusan itu. Pasal 20. 1. Surat perintah untuk membajar uang jang tidak dimintakan P^baja^ rannja dalam waktu jang ditentukan sebelum tutup tahun ang& tidak berlaku lagi. 2. Untuk s. p. m. u. jang tidak berlaku lagi itu jang berkepentingan dapat minta surat perintah untuk membajar uang (s. p. m. u.; jang diberikan oleh Ketua Dewan Pemerintah Daerah.

Pasal 22. Jang termasuk dalam suatu tahun anggaran ialah: a. semua uang dan pendapatan jang diterima selama tahun anggaran terbuka; -..v b- uang jang diterima dalam tahun anggaran, baik berupa pa maupun pendapatan lain dan penenmaan-penerimaan jang tidak sangka. Pasal 23. 1- Uang ians diterima kembali dari belandja jang telah dilunaskan- ketjuali pembajaran kembali dari uang persekot jang harus dipand ^ sebagai pendapatan lain, termasuk dalam pasal 22L ^ “ s^ utan masukkan untuk mengurangi belandja pada Pa^ ¿ a n g bersa:ngK djika uang itu diterima kembali sebelum tahun anggaran jang aio kan dengan belandja itu ditutup. 2 , o + rlnlam aiat 1 diterima kembali sesudah penutup itu dia™ sebagai pendapatan ja s tidak tersangka. . ^ s. “w isss » 8& 5SSS,ffiE 5i.« »k.»»*. *>>** *“ »* kembali.

246 Pasal 24. Benda tetap kepunjaan daerah hanja dapat dipindahkan kelam tangan atau didjadikan tanggungan, disewakan atau dengan tjar p pun djuga dipindjamkan untuk dipakai, dengan keputusan dari L) Perwakilan Rakjat Daerah. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat menjerahkan kekuasaan Untuk menjewakan atau dengan tjara apapun djuga memindjamka dipakai kepada Dewan Pemerintah Daerah, mengenai bara:n&- § tidak tetap penjerahan itu dapat mengenai kekuasaan untuk men j Pasal 25. 1- Barang-barang kepunjaan daerah jang dipergunakan untuk kepen tingan umum tidak dapat didjual atau didjadikan tanggu g ngan tjara apapun djuga. 2. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dapat menentukan, bahwa barang barang tersebut dalam ajat 1 tidak lagi digunakan untu P tingan umum. Pasal 26. Barang-barang kepunjaan daerah hanja dapat didjual dan dengan lelang umum, ketjuali djika Dewan Pemerintah Daerah ,• kan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah dalam keadaan y: memutuskan untuk mendjual atau menjewakan dengan tjara di tangan. Pasal 27. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah memutuskan tentang: a. menerima atau menolak warisan atau pemberian untuk keper luan daerah; b. mengadakan persetudjuan untuk menjelesaikan perkara-perkara mengenai daerah; c. menghapuskan semua atau sebagian dari penagihan-penagihan daerah. Pasal 28. ' 1* Uang jang ditjuri atau hilang, lagipula barang-barang jang ditjuri hilang atau hantjur, dihapuskan dari daftar-daftar dan peg _ jang berwadjib, djika Dewan Perwakilan R a k j a t Daerah men & kan bahwa pentjurian, kehilangan atau hantjurnja itu tida salahnja, kurang teliti dan bidjaksananja pegawai tersebut. 2. Lain dari pada itu Dewan Perwakilan Rakjat Daerah baik dengan peraturan-peraturan umum maupun dengan Pe*|a at)US- peraturan chusus, penagihan-penagihan mana jang dapat di p kan dari daftar-daftar termaksud dalam ajat 1.

BAB: II. Tentang susunan anggaran pendapatan dan belandja. Pasal 29. Dalam pasal-pasal selandjutnja dan tjontoh-tjontoh jang dilampir­ kan pada peraturan Pemerintah ini jang dimaksudkan dengan „anggaran pendapatan dan belandja” ialah anggaran pendapatan dan belandja umum dan anggaran pendapatan dan belandja perusahaan.

247 Anggaran pendapatan dan belandja umum. Pasal 30.

model A. I pendapatan dan belandja umum disusun menurut tjontoh

rupakan bagian dari antara tersebut dalam ajat 1 bukan me; Perlu dimuat untuk mendarJ* pendaPatan dan belandja, akan tetapi tara pendapatan dan dan perbandingan. a£- Deiandja dalam tahun-tahun jang telah lampau.

Pasal 31. 1. Belandja dari ba°ian "Rn v* t tc dan belandja umum dibagi dalaîîfi*6 *3;89' dari anggaran pendapatan berikut: golongan jang berkepala sebagai

Golongan 1 : telah ?ampau.kUrangaD dari tahun-tahun dinas jang Penjelenggaraan umum. 3 Pekerdjaan umum. 4 Keamanan umum. 5 Kesehatan umum. 6 7 K6"h ew T n a enngadjaran dan Kebudajaan. 8 Pertanian dan Perikanan 9 Pasar-pasar. 10 Perburuhan dan Sosial. 11 12 Perdaf angan, perindustrian dan kooperasi, 13 perekonomian lainnja. tang^ n^a kiaja pindjaman dan hutang-pihu- 14 Perusahaan. 15 Penerangan. 16 nenshjn edifnailntatan Piawai, tjutji, uang tunggu, 17: so,kon-?an bagi pegawai. kan r iif 1 Ja lamnja jang tidak dapat dimasuk­ kan dalam golongan-golongan lain. 18: Belandja jang tidak tersangka.

dan Sandjad^ iu m id f t S \ t e ° T t n i iaSa dari anggaran Pendapatan berikut: golongan jang berkepala sebagai

Golongan 1: Baki kelebihan dari tahun-tahun dinas telah lampau. jang 2: Pendapatan dari Negeri dan dari daerah-daerah Oto- noom lain. 3: Pendapatan padjak dan retribusi. 4: Pendapatan dari persewaan, pacht, memindjamkan dengan hak memakai atau lain-lain pendapatan dari barang-barang kepunjaan daerah sendiri atau dari barang-barang jang diserahkan kepada daerah untuk diurus. 5: Pendapatan-pendapatan dari perusahaan. 6: Pendapatan-pendapatan lain jang tidak dapat dima­ sukkan dalam golongan-golongan lain. Pasal 32. tan^dan3, Bab Dinas luar biasa dari anggaran pendapa- kepat sepertf bL“ ^ "taS 7 ^longan-golongan jang bar­

ongan 1. Baki kekurangan dari tahun dinas jang telah lampau, o.* emberian modal kepada perusahaan-perusahaan. * emberian modal untuk djawatan-djawatan bukan perusahaan.Perusahaan 4: Pembajaran ^ pindjaman dan hutang-pihutang. 5: Belandja jang berhubungan dengan membentuk fonds- ionds tjadangan dan pengambilan uang itu. 6 : ke?^ a^aran Perse^0^ ^an perhitungan dengan fihak ^ ' -^e^andja luar biasa lainnja jang tidak dapat dimasuk­ kan dalam golongan lain. 2. mprnn fn ^ ^an 7 tersebut dalam ajat 1 hanja diperbolehkan S a n T n i n belandJa sadja jang ditutup dengan uang pindjaman atau dengan uang sedjenis dengSi itu. d a n n S f bagian Bab H, Dinas luar biasa dari anggaran pen- seperti berikut^ limum dibagi atas 7 golongan jang berkepala

olongan 1. Baki kelebihan dari tahun dinas jang telah lampau. ” ’ Pendapatan karena pembaiaran kembali modal-modal perusahaan. 3. Sokongan dari dinas biasà untuk membajar kembali 4- p Utan&_Pihutang dan lain sebagainja. ” i'. ^ en^aPatan dari pindjaman dan lain sebagainja. ” * Pendapatan untuk membentuk fonds-fonds dan uang tjadangan serta pengembaliannja. ” ‘ -penerimaan kembali uang persekot dan perhitungan dengan fihak ke-tiga. ” ’ Pendapatan luar biasa lainnia iang tidak dapat di­ masukkan dalam golongan lain.

Pasal 33. dimuat lain Tnin rf n PendaPatan dan belandja umum tidak diperbolehkan 32 hanin Viiio /¡^° ° j ^ n"£0^ n£an Jang tidak tersebut dalam pasal 31 dan ngan itu P u maka diperkenankan membagi-bagi g olo-. *Sdn itu mendjadi beberapa paragrap. .

Pasal 34. 1. turut dilbari ^egitupun bagian-bagian pendapatan berturut- t a m b a h k a T d S nomor ataU ^ ian jang f dengan ditambaT 2. S t e t a S 1tidaanD« ^ gfa!!'bagian ? ari belandja dan pendapatan jang urut dan nend^Placfn & 5 'Sfna a^a se(*aPat mungkin diberi nomor perlu untuk m o •• "Pendjelasan isi jang sama. Bilamana dipandang kebiasaan d a ^ ^ Jlf1Fang tjara bekerdJa iang sudah mendjadi ■ ¡ ¡ » S ? — ■'*» « • *

249 Pasal 35.

dapatannja jang^ertentT^a Pa^al atau sesuatu bagian ada pen- anggaran pendana t* n ^ ’ u i Pfnd_apatan itu harus dimasukkan dalam dalam bueDerapa e b e r a mbagian-bagian W i ^ ^ belan.dja tersendiri-sendiri. dan dimuat ™tu ba^ian a^au Pasal 36.

sisa-Ss^Tari^^m -tahun^j^^telah^am pau^^ UmUm dimUat Seba§ai a' dinas biasa: ' tahun sebe^m m ^ tniiiira"^-irakan dari Perhitungan tahun dinas dan jang bersangkutan h-i-t* ?nas. ang&a**an pendapatan dan belandja Perfunakai^ ^ ^ lm/ dalah sisa untung dan belum di- jang berikutnia ^?aran.PendaPatan dan belandja tahun dinas oleh andaran ^ S1St itu adalah sisa rugi, belum ditutup b Untnir i p dapatan dan belandja tahun dinas jang berikutnja. untuk dinas luar biasa: bias!a*dan^K?edaan antara djumlah taksiran pendapatan dinas luar belandia tahun*1 as ar biasa dari anggaran pendapatan dan dengan taksiran ^ aS^ ang baru lampau, ditambah atau dikurangi dua tahun nan o- fit, (?mas ar biasa dari perhitungan tahun dinas kan dalam Hin ? lampau, ketjuali d jika sisa itu telah dimasuk- tehun dinas jang ba™hampai?" anggaran Pendapatan dan belandja

Pasal 37. patan p a S a k ^ n ^ 6^ 3^ ^ ^ ba^ an'bagian pendapatan karena penda- jang ditetapkan 1 P padjak Negeri disebut banjaknja opsen

Pasal 38. jang menglno1!? ara? penaapatan dan belandja umum tentang hal-hal s engenai tiap-tiap perusahaan setidak-tidaknja harus dimuat: A - dalam Bab I. 1. jang mengenai belandja, pasal-pasal jang memperhitungkan: semua, sisa dari Bab I anggaran pendapatan dan belandja p rusahaan (belandja dan penghasilan) d jika sisa itu me­ rupakan rugi. ^o^onga,!! kepada Bab II (Dinas luar biasa) sampai djum- telah direntjanakan sebagai tjadangan untuk per­ usahaan dari djumlah sisa untunp- kaiv lnen£ena* pendapatan, bagian-bagian jang memperhitung-

pembajaran oleh perusahaan karena bunga modal perusa- aan menurut persentage dan batas-batas jang ditetapkan oieh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah. k* Pembajaran oleh perusahaan karena mempunjai bagian dalam perongkosan pengurusan umum sampai pada djum- iah atau dihitung menurut petundjuk-petundjuk jang di­ tetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah, semua sisa Bab I dari anggaran pendapatan dan belandja perusahaan (belandja dan penghasilan) d jika sisa itu ada­ lah sisa untung.

250 d. ? ab- 11 (Dinas luar biasa) berhubung dengan activum at u Jan£ dapat dipandang sebagai bedrijfs- sediakan „ 1 karena mempergunakan tjadangan jang di- nienutunmPn],i,m k, • Perusahaan, usanaan, bilamana itu terdjadi untuk menutup kerugian exploitatie. dalam Bab II:

j g mengenai belandja, pasal-pasal jang memperhitungkan: b a Pemker*an modal kepada perusahaan. ^ePada Bab I (Dinas biasa) sebagai termaksud c. uant am Bab J’ diatas sub 2 huruf d' eourant*1^ d^ er^an kepada perusahaan menurut rekening 2 . - kaiT: men^'ena* Pendapatan, bagian-bagian untuk memperhitung- a. far^°T^arLBab * (Dinas biasa) sebagai termaksud da­ lam Bab I sub 1, huruf b; b. uan*=>. Jang dikembalikan oleh perusahaan untuk Hpncrciii §'sPr Pmdjaman modal, djumlah mana adalah sama ia n f £ afsc^riJving-afschrijving dari activa dan djumlah . c Jang bebas karena pengeluaran aetiva. courant3^ d*ter*ma dari perusahaan menurut rekening

usahaa Ja.ng sama dengan sebagian dari kerugian per- sano-kutan hnip.h /r*1** menurut peraturan-peraturan jang ber- pindahkan rinin d*tambahkan kepada harganja tanah dapat di- kenada Bah r m^Bab H Seba- ai Pengeluarai untuk sokongan guna sebagiannja kfrig‘ a“ bahan m0dal U“tUk Perusahaan itu

Pasal 39. 1. rangSnUdefff?nntirttS7» = i ? ^ ak.sud, dalam model A 1 harus dite- antara dium iaW ei • pen? aPatan dan bilamana terdapat perbedaan d.usuTkali d ' i f d j ^ t a k s t n / f " 1'^ 5511, dan hagian-bagian jang dalam T ^ taksiran dalam pasal-pasal dan bagian-bagian mufenfa f S ^ ^ ^ dan belandja dari t**™ dinas Jang di" mengusulkan hai ? a Perbedaan itu djuga sebab-sebabnja puskannia rm« , a ^a atau pendapatan baru dan begitu djuga diha- 2. puskannja pasal-pasal dan bagian-bagian jang lama te r a n ? tS^??ri^nd^e^aS-ani ^ J 111 dju? a harus disilah-silahkan dengan sifat dan a§’laimi a ?n belandja dan pendapatan, begitu djuga pendapatan dan sifat maksud belandja pendjelasan disebutipulT™akSUd daIam ajat 1 dan 2 dalam rUang a. tta n ^ a tPi en? apatan padjak dan sebagainja. dimana nerfu Peraturan padjak jang bersangkutan dan padiak itu !q^a Pef aturan-peraturan perobahan peraturan b ü X n f p W f r d i ^ l V a r t f b ^ ¿T °r Pengesaha^ a ■da» b. terhadap pengeluaran m enJnl " S P^& ^um annja. penggantian JL, aran mengenai upah tahunan, tundjangan, gal penetamn Uang rePresentatie dan sebagainja, tang- menetankaif hai h ia>Ur^1"P8r annja’ putusan-putusan jang menetapkan hal-hal itu dan tanggal dan nomor pengesahannja

251 Anggaran pendapatan dan belandja perusahaan. Pasal 40. a 1. Apabila oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah bagi Djawatan- djawatan, pendirian-pendirian dan administrasi-administrasi jang ditundjuk olehnja, ditetapkan baginja anggaran pendapatan dan be­ landja sendiri-sendiri jang disebut anggaran pendapatan dan belan­ dja perusahaan, maka anggaran tersebut harus disusun menurut tjontoh model A n. 2. Ruang 3, 4, 6, 7 dan 8 termuat dalam model tersebut dalam ajat 1 bukan merupakan bagian dari anggaran pendapatan dan belandja perusahaan, akan tetapi perlu dimuat untuk mendapat pemandangan dan perbandingan dengan anggaran pendapatan dan belandja dari tahun jang telah lampau. Pasal 41. Anggaran pendapatan dan belandja perusahaan dibagi atas dua bab, ialah : Bab I: Belandja dan penghasilan. Bab II: Belandja modal dan pendapatan modal.

Pasal 42. i Pasal-pasal dan bagian-bagian, dari belandja dan penghasilan per­ usahaan jang ditetapkan tiap-tiap tahun-begitu djuga dari belandja mo­ dal dan pendapatan modal perusahaan jang ditetapkan tiap-tiap tahun senantiasa sedapat mungkin diberi nomor urut dan pendjelasan-pendje- lasan jang sama. Bilamana dipandang perlu untuk menjimpang dari tjara bekerdja jang sudah mendjadi kebiasaan dalam hal memberi nomor urut dan pendjelasannja, maka hal itu harus diberi keterangan.

Tentang pengiriman anggaran pendapatan dan belandja. Pasal 43. 1. Anggaran pendapatan dan belandja dengan mengingat waktu pengi­ riman termaksud dalam pasal 2, dikirim rangkap dua kepada iang berwadjib mengesa hkannja dengan dibubuhi sehelai dari daftar- daftar termaksud dibawah ini: a. daftar hutang-pihutang tidak termasuk pindjaman annuiteit, menurut model A III; b- daftar pindjaman annuiteit, menurut tjontoh model A IV ; c. daffar pindjaman jang memakai tanggungan, menurut model A V ; d- daftar dari barang-barang milik tidak bergerak (onroerende goederen) harta benda kepunjaan daerah (eigendommen) mau­ pun barang-barang atau benda jang diserahkan kepada daerah untuk dikuasainja, ketjuali barang-barang jang dipergunakan untuk kepentingan umum seperti djalan-djalan, taman-taman dan lain-lain, menurut tjontoh model A VI; e’ daftar jang menerangkan besarnja fonds-fonds dan tjadangan- tjadangan, menurut tjontoh model A VU; f. daf»Lar pemberian modal kepada perusahaan-perusahaan dan pembaiaran kembali (angsuran) modal itu, menurut model A V m ;

252 ^ be*andja jang disandarkan atas dinas luar biasa nurut ipodel A ^ ^ * perusahaan beserta afschrijvingnja, me-

taHp^nprliioi1^ *u?ut sertanja dalam mengusahakan (exploi- nurut tjontoh1 m o d e l- ^ selen^ arakan oleh fihak ke-tiga, me-

serVaTdjug^ftdenganar tersebut dalam ajat 1 pengiriman harus di-

bnrif l ^ ^ 8na^ J30ru.sa^aan: ichtisar tahunan dari tahun jang snnnn no vv sebagai termaksud dalam Peraturan tentang su- ^ uian pernitungan anggaran pendapatan dan belandja daerah; tentang hal surat menjurat dan lain-lain jang inno- ¿iia«?- 1en^an Penetapan anggaran pendapatan dan belandja c. adjUkan kePada Dewan Perwakilan Rakjat Daerah; nan1 raPat-rapat tentang pembitjaraan dan peneta- anggaran pendapatan dan belandja.

Tentang hal tjara mengubah anggaran pendapatan an belandja umum dan tjara mengirimkannja. Pasal 44. 1. d1a”Udi> n i^ U^ n untuk mengubah anggaran pendapatan dan belan- 2. J isusun menurut tjontoh model A XI. jansr Sfi?n i> U rr 5 i^U disertai dengan pendjelasan-pendjelasan oleh ¿ ¿ w a r f p i ^ hari sesudah hari penetapan putusan itu diib untnt rr vST ? T?akja*: Daerah dikirim kepada jang berwa- setine-kni- + n Presiden atau Dewan Pemerintah Daerah S ih atas, sesuai dengan ketentuan tersebut dalam pasal 2. Pasal 45. kesemnatan + RakJat Daerah berkehendak membuka Pasal kp lain J i fP f mengadakan pemindahan uang dari satu Dewan Pprwoii-f r> i " 0n overschrijving) maka didalam putusan dapatan dan h^fa Daerah Jan& menetapkan anggaran pen- Pasal dari ancr^o harus ditundjuk dan disebut satu-satun ja . kurane-i afan ? r ? ra*u Patan dan belandja umum, jang boleh di- 2. p f. aU dltambah dengan pemindahan uang. la k u ^ n Uf o ^ P5Sa^"pasa^ ermaksud dalam ajat 1 itu tidak boleh di- uane- »resen^i9^ Pasa*'Pasal 3ang mengenai gadji, tundjangan, nia «snlrnntTon subsidie, bunga pindjaman dan hutang pihutang lain- belandia ifno- ePada dinas luar biasa, pasal-pasal merentjanakan lebih dari oJI niei?dJadl heban tanggungan daerah selama waktu 3 dapat ^taksU^djuiSah^sngetorannja^^mof^^3^ ^ 4 han’au^nghtidak^arkenfnkan.11 tersangka” dengan tjara peminda-

pasal-paS^da'ri ^Rn^r'b111 “ enSadakan pemindahan uang terhadap begitupun diu<£ i kePada Pasal-pasal Bab II atau sebaliknja g Pendapatan dan belandja“ umum “ paSaI’pasal Bab n dari anggaran

nurut tjcntohamodplUA ~®!}gadaka“ pemindahan uang disusun me- rimkan kepada instanti ^ dari sur*t P^usan itu diki- ketahiS. P anS‘ terSebut dalam P ^ 1 ajat 5 untuk di-

253 Tentang tjara mengubah anggaran pendapatan dan bel anti ja perusahaan dan tjara mengirimkannja.- Pasal 46. 1. Apabila Dewan Perwakilan Rakjat Daerah berkehendak kesempatan untuk dapat mengadakan pemindahan uang dari J*3, ke lain pasal, maka didalam tiap-tiap anggaran pendapatan dan u landja perusahaan harus ditundjuk dan disebut satu-satunja ^ eJ jang bukan merupakan crediet jang mengikat, terhadap pasaUv>asa1 mana boleh dilakukan pemindahan uang. ^ sal 2. Penundjukan pasal-pasal termaksud dalam ajat 1 tidak boleh diiau kan terhadap jang mengenai gadji, tundjangan, pasal-pasal merentjanakan belandja jang mendjadi beban tanggungan perUsa_ haan selama waktu lebih dari satu tahun anggaran, pasal-pasal " tidak dapat ditaksir djumlah pengeluarannja (p. m.) dan diuo-f pasalpasal jang djika diubah, bersama-sama djuga harus diu^^ pasal-pasal dari anggaran pendapatan dan belandja umum, pun

Peraturan Penutup. Pasal 48. Peraturan ini boleh disebut „Peraturan tentang anggaran pendapa­ tan dan belandja daerah” . Pasal 49. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan di Kutaradja, 17 Desember 1949. Atas nama Presiden Republik Indonesia Wakil Perdana Menteri, S J AFROEDDIN PRAWIRANEGARA. Diumumkan pada tanggal 23 Desember 1949. Sekretaris, MARJONO DANOEBROTO.

254 No. Tjontoh A I.

19.

Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ...... (tingkatan dan nama daerah) ...... Memperhatikan pasal 39 (2) dari Undang-Undang No. 22 tahun 1948;

MENETAPKAN

Anggaran Umum dari ...... Untuk tahun dinas 19...... ditetapkan sebagai berikut: A. Belandja.

Belandja Taksiran djumlah Perbedaan buat sebenarnja tahun 19...... menurut Pa­ Uraian dari tahun dinas Pendjelasan *) sal jang Tahun Tahun belandja ditutup lampau ini Lebih Kurang terachir (19...... ) (19...... ) (19.....) 3 4 5 6 7

BAB I. Dinas Biasa Golongan 1. Baki keku­ rangan dari tahun2 dinas jang lampau dan sebagai- nja. BAB II. Dinas Luar Biasa. Golongan 1. Baki keku­ rangan dari tahun2 dinas jang lampau dan sebagai- nja.

B. Pemindahan uang dari satu pasal kelain pasal dibolehkan dan an ke pasal-pasal ...... Pasal-pasal ini dapat ditambah djumlahnja dengan pemindahan uang dari belandja jang tidak tersangka (pasal ...... ) •

!) Pendjelasan boleh diberikan dengan daftar terpisah.

255 C. Pendapatan.

Pendapatan Taksiran Perbedaan * jang djumlah buat th. 19 ...... Uraian sebenarnja Ba­ menurut Pendjelasan ‘) dari tahun dinas Tahun Tahun gian jang pendapatan ditutup lampau ini Lebih Kurang terachir (1 9----) (19...... ) (19...... ) 4 5 6 7

BAB I. Dinas Biasa Golongan 1. Baki / kele­ bihan dari tahun dinas jang lampau asb. BAB II. Dinas Luar Biasa Golongan 1. Baki kele­ bihan dari tahun dinas jang lampau dsb.

D* Kecapitulatie. d in a s b i a s a . b e l a n d j a . Golongan 1. Baki kekurangan dari tahun-tahun dinas ja n g l a m p a u ...... R ...... » 2. dan s e la n d ju tn ja ...... D jum lah R.

p e n d a p a t a n . Golongan 1. Baki kelebihan dari tahun-tahun dinas jang R. lam pau ..•••• ...... ” 2. dan s e la n d ju tn ja ...... D jum lah R . DINAS LUAR BIASA: BELANDJA. Golongan 1. Baki kekurangan dari tahun-tahun dinas R ...... jang baru lam pau ...... » 2. dan s e la n d ju tn ja ...... D jum lah R .

i) Pendjelasan boleh diberikan dengan daftar terpisah.

256 p e n d a p a t a n . Golongan 1. Baki kelebihan dari tahun-tahun dinas jang baru la m p a u ...... ‘ ,, 2. dan selandjutnja...... D jumlah R-

Dinas biasa Dinas luar biasa. Djumlah belandja . . R...... R...... ,, pendapatan . „ ...... » ...... —

_ , . Kekurangan B a k i------— Kelebihan

Ditetapkan oleh rapat terbuka .. 19... pada tanggal ...... Atas nama Dewan Perwakilan Eakjat

Daerah ...... Ketua :

257 A IL ...... 19 ...... , , ...... 9 ...... , ...... sebagai berikut; ...... MENETAPKAN: i i TJONTOH ...... Anggaran-anggaran perusahaan untuk tahun dinas 19 dinas tahun untuk Anggaran-anggaran perusahaan Mengingat pasal 39 pasal Mengingat (2) No. tahun 22 Undang-Undang dari 1948; Dewan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ...... (tingkatan dan nama daerah) ...... —

258 8 8 8 ’ • Pendjelasan Pendjelasan ’) Pendjelasan Pendjelasan >) Pendjelasan Pendjelasan *) 1 ...... 7 7 7 Kurang Kurang Kurang 6 Lebih Lebih Lebih Perbedaan buat Perbedaan th. 19 Perbedaan buat t h. h. Perbedaan buat 19 t Perbedaa/i Perbedaa/i buat th. 19

o 5 5 ‘ 5 6 ...... 19 19 19 Tahun Tahun ini Tahun Tahun ini Tahun Tahun ini ...... 4 4 4 5 6 Taksiran djumlah Taksiran Taksiran djumlah Taksiran Taksiran djumlah pau pau 19 Tahun Tahun lam­ Tahun Tahun lam­ pau 19 pau pau 19 Tahun Tahun lam­

I. I. ANGGARAN UNTUK PERUSAHAAN ) ) ) ...... diberi kuasa untuk mengeluarkan uang, dari lebih jang telah buat ditetapkan 3 3 ' paling paling achir (19- paling paling achir (19 paling paling achir (19 tahun tahun dinas jang ditutup tahun tahun dinas jang ditutup Belandja Belandja sebenarnja menurut Belandja Belandja sebenarnja menurut rut rut tahun dinas jang ditutup Penghasilan sebenarnja Penghasilan menu­ sebenarnja ...... ____ 2 2 3 2 n. tidak tidak mengikat, jaitu pasal-pasal pasal-pasal pasal-pasal ini asal tidak melebihi djumlah semua dari taksiran djumlah-djumlah bagi pasal-pasal itu. Kepada Kepada B A B I. C. C. PENGHASILAN. B.- Pemindahan uang dari satu pasal kelain pasal dibolehkan dari dan kepasal jang dapat dipandang sebagai Uraian Uraian dari belandja Uraian Uraian dari belandja B A B A. BELANDJA MODAL. ______'A . BELANDJA. Uraian Uraian dari penghasilan 1 1 1' an Pasal Bagi­ t) Tahun dari tahun dinas anggaran. , Pasal ,

259

III. 9 • Sampai djumlah

8 Pindjaman Pindjaman ini dibuat Untuk Untuk . TJONTOHA

7 uang Nama Nama jang memindjam 6 2) 2) dan 3) ...... membajar membajar (vervalda- bunga Tanggal2 keharusan gen) angsuran ...... niembajar (vervaldag) (vervaldag) niembajar ......

a b c . c. b. b. Tanggal keharusan a. a. pembajaran Rentjana

(tingkatan dan nama daerah) ...... 5 ...... 0 ....; Sisa Sisa pin­ r djaman djaman pada .... 19 Des, 31

4 ’) ...... Djumlah anggaran ) ) ^ ’ . R dibajar dibajar da­ jang jang wadjib lam 19 lam th. '

...... 3 l) ...... djaman pada tgl. pada Sisa Sisa pin­ R ...... 1 Djan. 19 Djan. 1

Djumlah 2 ...... pindjam peran djam djam pengo­ atau a. a. R Ketjuali pindjaman annuiteit. b. b. Kurs waktu pin- c. Dasar bunga a. a. Djumlah jang di­

pula pula ketentuan-ketentuan jang dalam hal itu harus diperhatikan. jang jang dilampirkan. Dari hendaklah tiap-tiap pindjaman. disebut saat membajar diperbolehkan lebih dari biasa atau dilunaskan sama sekali, demikian ■ ¿) 1 2) 2) jika dapat dikehendaki D menundjuk pada daftar jang telah dimadjukan dalam suatu tahun jang lalu atau pada daftar terpisah *) *) Tahun dari tahun dinas Anggaran. (Termasuk (Termasuk Anggaran 19 dinas tahun DAFTAR pindjaman dari ...... ' pengesahan D. P. R. D. D. R. P. tahun 1. 1. a. R d. d. Tanggal keputusan b. b. Dipindjam pada c. c. Tanggal keputusan a. a. Djumlah nominaal

260 (Termasuk anggaran tahun dinas 19...... ) TJONTOJI A IV.

DAFTAR pindjaman annuiteit dari ...... (tingkatan dan nama daerah) a. Djumlah nominaal a. Uang jang dipin­ Pindjaman dibuat b. Dipindjam pada djam Sisa' hutang Djumlah Sisa hutang a. Lamanja tempo hutang tahun b. Kurs waktu di- pada angsuran pada Nama dari c. Tanggal ketetapan ' pindjam atau pe­ b. Hari pembajaran 1 Djan.19 ... tahun 19 31 Des. 19 .... créditeur Sampai D. P. R. D. ngoperan (vervaldag) an­ Untuk d. Tanggal penge­ c. Dasar bunga ’) 9 ’) ‘ nuiteit sedjumlah sahan ketetapan d. Besar angsuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9

a R R...... R ...... R...... a...... 2) b. R ...... b. R...... b . - - ...... - ...... c. r ;...... c. R..:...... c...... d. R ...... d. R ...... 2. a. R ...... b. R ...... c. R ...... d. R ......

-

Djumlah

1) Tahun dari tahun dinas anggaran. 2) Pada tiap pindjaman didjelaskan, saat pindjaman itu dapat dilunaskan sama sekali atau dibajai dengan angsuian jang lebih besar djumlahnja, begitu pula peraturan-peraturan jang harus diperhatikan. ______6 Tjatatan i * 5 Tjara pembajaran ...... ') Djumlah - 4 ...... ' ...... gal gal 1 Djanuari tahun 19 ...... Djumlah pindjaman pada tang­

3 Djumlah Djumlah uang pindjaman semula pindjaman

...... 2 Tanggal ketetapan D. P. D. R. dan pe­ ngesahan ketetapan ngesahan daerah ) 1 (Termasuk pada anggaran biaja tahun dinas 19...... ). H N T T O J O A \ . DAFTAR pindjaman jang uang jaminan memakai dari...... d (tingkatan dan nama !) anggaran. dinas tahun dari Tahun Uraian pindjaman

262 12 Tjatatan 2) ... 11 taksir 19 31 31 Des. Tanggal TtJONTOH A VI. 2) 10 .... ving Harga di­ Di Di th. 19 ditaksir afschrij­ ...... 9 2) besaran baharuan atau pem ­ Besar tak­ siran pem ­ di t h . 19

.... 8 Pada 31 31 Des. ditaksir J) J) harga th. th. 19 tahun 19 19 .... i) afschrij­ T aksiran ving dalam i) ...... tahun pem be­ 19 19 T aksiran pem b ah a­ saran atau ruan dalam

!) .) .... pada Harga Djan 1 19

Djumlah sclirijving atau atau tjara Besar Besar per­ tiap tiap -tahun afschrijving centage centage af- baharui...... baik jang mengenai harta kepunjaanbenda daerah (eigendom- atau diperbaharui. sesudah diperbesar Harga waktu pembe­ besarkan atau diper­ harga pada waktu di­ Harga pembelian atau lian atau waktu mulai serahkan untuk diurus (djuga sesudah diper- mengurus (begitu djuga

men), maupun jang diserahkan kepada daerah untuk diurus (beheer), ketjuali jang dipergunakan untuk dari dari barang milik jang tidak bergerak dari ...... (tingkatan dan nama daerah) kepentingan kepentingan umum seperti djalanan, taman-taman dan sebagainja. untuk untuk diurus 2) 2) Tahun dari tahun dinas anggaran. 1) 1) Tahun sebelum tahun dinas anggaran. (Termasuk pada Anggaran Biaja tahun 19 Tahun pembelian DAFTAR Uraian Uraian atau penjerahan

263 11 A VII. Tjatatan

10 atau fonds nj impan nj Tjara me- tjadangan TJONTOH

2) 9 .... atau Pada fonds 19 ditaksir 31 31 Des, tjadangan 2) 8 ...... Pemakaian 19 7 di di tahun bahan Penam­ fonds fonds atau tjadangan

2) 6 ..... 19 besarnja tjadangan ' ' ditaksir fonds fonds atau Pada Pada 1 Djan. ),

...... ') bilan Pengam­ ...... 4 4 5 dinas dinas 19 anggaran. bahan fonds fonds atau tjadangan Penam­ menurut anggaran anggaran tahun menurut ...... (tingkatan dan nama daerah)

J) .... atau pada Besar fonds reserve 19

dimulai Djumlah bentukan Tahun Tahun pem­

(Termasuk pada tahun dinas anggaran 19 *) *) tahun dinas sebelumnja Tahun 2) 2) tahun dari dinas anggaran. Tahun DAFTAR dari besarnja fonds-fonds dan tjadangan-tjadangan. 1 tjadangan ngadakan fonds fonds atau Maksud me­

264 (Termasuk pada anggaran tahun dinas 19...... ) TJONTOH A. VHI.

DAFTAR dari modal jang diberikan kepada perusahaan-perusahaan dan pembajarannja kembali1)...... (tingkatan dan nama daerah) ......

Taksiran modal Taksiran modal Djumlah Telah diba- Modal Taksiran Taksiran Taksiran modal jang modal jang akan di- kapitaal jang dibajar Taksiran jar kembali pada modal kembali, se­ Nama diberikan bajar kembali, modal tgl. sampai tanggal' jang akan sebesar djum­ pada tgl, jang besar djumlah Tjatatan perusahaan sampai 31 Des. 1 Djan. 1 Djan. diberikan lah afschrijving 31 Des. diberikan afschrijving 1 Djan. 19....2) 19.... 2) 19....3) menurut biaja anggaran 19....3) 19....2) tahun dinas 19...... 2) dalam tahun 19....3) 1 2 3 4 5a 5b 6 7a 7b 8 9

-

Djumlah

1) Dalam daftar ini tidak perlu diberikan keterangan tentang pemberian modal untuk activa jang telah di-afschrijving seluruhnja. 2) Tahun sebelumnja tahun dinas anggaran. 3) Tahun dari tahun dinas anggaran. 11 ta n ta Tjata­ 2) 10 ...... T aksiran anggaran harus d i­ bali pada 19 jang masih bajar k e m ­ luar biasa Ig. 31 Des.

2) pada i i ..... Taksiran anggaran TJONTOH A IX. luar biasa pembajaran ke m bal bal m ke 9a 9a . 9b belandja Taksiran dalam dalam tahun 19 luar biasa kira-kira ]) masih harus pada tanggal Taksiran jang pada anggaran 31 31 Des. 19 ... dibajar kembali

i) Taksiran ..... anggaran luar luar biasa pembajaran kembali pada kembali 7 a a 7 b 7 'ta h u n 19 menurut anggaran jaran pemba­ Taksiran belandja

i) 6 ). .... pada dibajar 1 1 Djan. kembali 19 Jang Jang ma sih sih harus ......

(tingkatan* dan dan nama (tingkatan* daerah)

5 sampai anggaran Jang Jang telah luar biasa bali bali kepada I I Djan. 19 — >) dibajar dibajar kem­

Djan. sampai 1 belandja Djumlah 19 19 ... ') Djumlah afschrijving anggaran biasa ving percentage kembali belandja kepada anggaran masuk pada masuk pada perusahaan) penghapusannja. dan Tjara pembajaran setahun atau tjara luar biasa afschrij- itu dimulai itu selesai kerdjaan T ahun b. pekerdjaan a. w aktu pe- (Termasuk pada anggaran tahun dinas 19 DAFTAR dari pengeluaran jang dibebankan pada Bahagian 3 dan 7 dari Anggaran Luar Biasa (jang tidak ter­ x) x) tahun dinas anggaran. sebelum Tahun 2) 2) tahun Tahun dinas dari anggaran. 1 lasan djaan peker- tentang Pendje-

266 (Termasuk pada perkiraan anggaran tahun dinas 19...... ). TJONTOHAX.

DAFTAR tentang turut sertanja dalam Perusahaan-Perusahaan jang diselenggarakan oleh fihak ketiga...... (tingkatan dan nama daerah) ......

D jum lah T aksiran T aksiran T aksiran Taksiran T aksiran Djumlah se­ Djumlah d jum lah Taksiran djum­ jang sudah djum lah djum lah d ju m lah dju m la h mua jang telah jang telah di fourneer ja n g dite­ jg. difour- ja n g ak an lah jan g di- Tahun u ntuk di- untuk' di- dimasukkan diterima karena tu ­ rim a kem ­ neer ka­ d iterim a fourneer ka­ Nama permu­ Tjara-turut turut serta' rena turut fourneer rena turut serta kembali rut serta fourneer bali k em b ali Tjatatan perusahaan laan ta- serta dalam perusa-J dalam pe­ serta dalam dalam perusa­ liaan pada pada tgl. rusahaan perusahaan haan pada rut serta tgl. 1 Djan. 1 Djan. pada 1 Djan. menurut anggaran pada dalam tahun tgl. 31 Des. 19...... i) 19 . .. >) tgl. 31 Des. ... ») 1 9 ...... 2) 19.... i) tahun 19.... 19...... i) 19- 1 2 3 4 5 6 7a 7b 8 9a 9b 10 11 1

-

J Djumlah

1) Tahun sebelum tahun dinas anggaran.

2) Tahun dari tahun dinas anggaran. 19...... dirobah sebagai berikut: ...... daerah) (tingkatan nama dan .....' M E A'PN E T M AK N : ...... T J O N X O H H O X N O J T A XI Anggaran dan Anggaran ...... tahun untuk dinag 19 Dewan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Mengingat Mengingat pasal 39 (2) dari No. Undang-Undang 22 tahun 1948; ------~ No.:

268 A. ANGGARAN UMUM. PENDAPATAN. b e l a n d j a . Bab I. DINAS BIASA. Djumlah dari Diumlah dari Pasal jang Bagian jang Urai­ Pasal baru Bagian ba­ dihapuskan Pendje- Pasal a ta u pe ­ dihapuskan Pendje- Bagi­ Urai­ ru atau pe­ atau pe­ atau pe­ lasan ') an n a m b a h a n lasan an an nambahan ngurangan pasal jang ngurangan bagian jang bagian jang ada pasal jang ada ada ada

Djumlah Djumlah Ketinggalan Ketinggalan Djumlah Djumlah penambahan penambahan pengurangan pengurangan PENDAPATAN. BELANDJA. Bab II. DINAS LUAR BIASA. Sebagai diatas. B. ANGGARAN PERUSAHAAN. I. Anggaran untuk Perusahaan ...... A T BELANDJA. PENGHASILAN. ______Bab I. BELANDJA DAN PENGHASILAN.______

Djumlah dari PjumlaH dari Bagian jang P a s a lja n g Bagian ba­ dihapuskan Pendje- Urai­ Pasal baru dihapuskan Pendje- Bagi­ Urai­ Pasal a ta u pe ­ ru atau pe­ atau pe­ lasan *) atau pe­ nambahan ngurangan an n a m b a h a n ngurangan lasan •) an an pasal jang bagian jang bagian jang pasal jang ada ada ada ada

Djumlah Djumlah Ketinggalan Ketinggalan Djumlah Djumlah penambahan penambahan pengurangan pengurangan PENGHASILAN MODAL. BELANDJA MODAL. Bab II. BELANDJA PENGHASILAN. MODAL Sebagai diatas. II. Anggaran untuk perusahaan ...... Ditetapkan pada rapat terbuka jang diadakan pada tanggal ...... 19... • Atas nama Dewan Perwakilan Rakjat Daerah. Ketua':

(. .) x) Pendjelasan boleh diberikan pada daftar terpisah.

269 19. T NO J T HO A XII. (tingkatan daerah)dan nama . ,... untuk tahun dinas 19..:... diadakan pemindahan uang MENETAPKAN: ...... Dewan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Mengingat Mengingat pasal 39 (2) dari Undang-Undang No. 22 tahun 1948; dari dari satu pasal kelain pasal (af- en overschrijving) kekuasaan untuk pemindahan mana ada pada anggaran Pada Pada anggaran dari sendiri. No.:

270 A. ANGGAKAN UMUM*. Pemindahan dari ; S Pemindahan k e r Pasal Uraian pasal jang dikurangi Djumlah j Pasal Uraian pasal jang ditambah D j u m lah Alasan !) 1 2 3 1 ll 4 5 6 7

Djumlah Djumlah

A. ANGGARAN PERUSAHAAN. I. Anggaran untuk perusahaan ...

Pemindahan dari Pemindahan k e -

Pasal Uraian dari post jang dihapuskan Djumlah Pasal Uraian dari post jang dihapuskan Djumlah Alasan ’) 1 2 3 4 5b 6 7

■ i Djumlah Djumlah f

II. Anggaran untuk Perusahaan ...... Sebagai diatas. Ditetapkan pada sidang terbuka pada tanggal ...... •...... 19.... Atas nama Dewan Perwakilan Rakjat Daerah: ------Ketua: !) Keterangan boleh diberikan pada daftar terpisah. (...... ) PEMERINTAHAN, p r o p i n s i a t j e h . Atjeh ran ^en^anto pembentukan Propinsi

MenimbangT[La.PEb ih tfiA ME^ TERI 'REPUBLIK INDONESIA, Pemerintahan rf lenj8mPurnakan dan melantjarkan UTARA d i i a^a6rah dalam Propinsi SUMATRA- TRA-TTTARAn an£ Perlu memetjah Propinsi SUMA- Atieh ia n o- m rmei ¿ad* dua bagian ja ’ni Propinsi, ditambah dp & JP daerah Karesidenan Atjeh dahulu Langkat diihnf an- sebag*an dari Daerah Kabupaten Sumatra TimU U ¿ang terletak diluar Daerah Negara T im u rW Propinsi Tapanuli - Sumatra-' sesudah dib-i PH 1 daerah Propinsi Sumatra-Utara Timur dan n ran v.1 den£an Daerah Negara Sumatra- " rah Propinsi Atfeh ^ dimasukkan dalam Dael tuaiTda^m TT^>aerab ProPinsi menurut keten- harus diatur riai UTnTdan^ u ^ a n g No. 22 tahun 1948 narus diatur dalam Undang-Undang- u f d I t mNoUrpUt; khGtentUan dalam Pa*al 3 da* Undang- kuasaan a, n *949 didalam mendjalankan ke- tPrl Ppncr^ f aTPT Peraturan Wakil Perdana Men- teri d iw l^ h ta g“Undan&» Wakil Perdana M.en' banP-an o^hi jf11 mendengar lebih dahulu pertim- a n p-CTp n+o n * /r* adan Penasehat jang anggauta- d h E f r ? diangkat oleh Presiden; samnai H n ^ h enasehat termaksud dalam huruf c Wakil Pprdan lir11*1* terbentuk, sehingga kekuasaan Ppnp-p-anti tt ^ eilteri — untuk membuat Peraturan p h* w ? £ Undang-Undang belum dapat didjalankan; ’ tiarkfln S ? V en;*emPurnaan dan usaha melan-. n i a n +nrl a an’ begitu Pula keinginan umum no u u ^ terbentuknja suatu sistim Pemerintahan 1Q4« berdasar: atas Undang-Undang No. 22 tahun f-prrf 5ni se£era terbentuknja kedua propinsi termaksud dalam huruf a, untuk simentara dengan ' aturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peratu- Mengineaf. ran Pe0mf mtah> b' Undn o? t3t d ^ 4 AYndanS-Undang No. '2 tahun 1949 b. Undang-Undang No. 22 tahun 1948; l M Memutuskan : men^fhiU1kan karesidenan Atjeh dari Propinsi Sumatra-Utara dan sebut an Perwakllan Rakjat Daerah Karesidenan ter- - PenfatnUSli?>n Sumatra-Utara dan membubarkan Dewan III. m Z u , Rakjat Daerah Propinsi Sumatra-Utara. Inrimii a keputusan-keputusan Pemerintah Darurat R epublik No. 22^Pei^PDRI 16"6"1949 No* 21/p em/PDRI dan tanggal 17-5-1949 i1 Peraturan Wakil. Perdana Menteri Pengganti Peratu- berikutm6rmtah tentang Pembentukan Propinsi ATJEH, sebagai

272 PFR ATrr^ PERDANA MENTERI PENGGANTT * m PEMerINTAH TENTANG PEM- - B E N tUKAN PROPINSI ATJEH.

b a b i. P E R A T U R A N u m u m . Pasal 1. Daerah Karesidenan Af^h ? rop*nsi.Sumatra-Utara dahulu jang meliputi Kabupaten Langkat dai'i .^ulu ditambah dengan sebagian dari Daerah Timur ditetapkan mendjadi jd .^er/ etal5 diluar Daerah Negara Sumatra

1 p Pasal 2. 2* Dalam w a k t ^ 6*^1 Prop*ns* -^jeh berkedudukan di Kutaradja. Kepala ^^.asa kedudukan itu untuk sementara waktu oleh daerah Propinsi dapat dipindahkan kelain tempat. Pasal 3.

orang a n ism S ^ ^ f ^ akJat. E^erah Propinsi Atjeh terdiri dari 27 negara turunan* Tio^^hoa^*1^ 1"3, mereka itu adalah seorang warga

darf^tiga1 oran?3*--,•? ?g ar-a turu.nar? Tionghoa diangkat oleh Presiden sesudah mendenp-^ iJan§’ diadJukan °leh Kepala Daerah Propinsi duduk Propinsi Atjel?0lc,ngan warga negara turunan Tionghoa psn-

Eaerahf ^terSrindari ^orang Prop^Ilsi AtJeh seIain anggauta Kepala

1. U 4. Pasal 4. riiendjalankan^eti^ .or^ an ®.e^aia sesuatu berhubung dengan usaha P ro p in siDewan gp l keWa.djuDan Dewan Perwakilan Rakiat Daerah Propinsi’ K ' f r ™ ,Daerah Pr°Pinsi dan Kepala Daerah dan, menurut nen dan menJusun sekretarie Propinsi djawatan Propinsi n asnja tuS^s kewadjiban, Djawatan- 2. d jalankan s u a ti rngai?iSaS/ ^arii ProPinsi> Jang berdiri sendiri men- djika perlu dapat bert“ b a ^ 5 ^ .P^ ^ ^ jang bulat ^ 3. bahagian.6 Baha tai ‘ dja,wa!;an Propinsi terdiri dari bahagian- dapat terd 'ri nuf-i n t er^.lr* ^ari seksi-seksi, dan djika perlu seksi 4. ~ £ . a‘ri pula atas tjabang-tjabang seksi. a baoianPr° PlnS1 sekurang"kurangnja terbagi atas 4 bagian, ja ’ni: rumah t a n S mens urus b. bSrii! “n ““ henlian,MTenaik^fa^!^ijaf S m^ urus pengangkatan, pember- tjuti, uane--tuno-p-„ ¡\0 f' ?a J1’ P.eipindahan, detacheering, dan hal-hal lain ian» i ? ^urnia» gTratificatie, formatie psgawai dari pegawai Propinsf ersangkutan dengan kedudukan hukum

273 c. bagian perbendaharaan, jang mengerdjakan urusan perbendaha­ raan Propinsi, diantaranja: menjusun rentjana anggaran, me' njusun perhitungan anggaran, menjusun perubahan anggaran» memintakan kredit anggaran, memeriksa tagihan-tagihan ke­ pada Propinsi, mengurus tuntutan penggantian kerugian Pro- pinsi, pengawasan atas perbendaharaan Kabupaten/Kota, dan hal-hal lain jang bersangkutan dengan urusan keuangan Daera Propinsi. d. bagian hukum, jang mengerdjakan segala sesuatu berhubung dengan hak Propinsi dalam lapangan legislatief, mendjalanka pengawasan atas pekerdjaan legislatief dari Kabupaten/Kota dan mengerdjakan hal-hal lainnja jang bersangkut paut dengan pe­ ngetahuan hukum pada umumnja. . . 5. Pembagian Sekretarie Propinsi dan Djawatan-djawatan Propinsi da­ lam bagian-bagian ini tidak menentukan persamaan kedudukan da pada pegawai jang memimpinnja. BAB n. URUSAN RUMAH TANGGA DAN KEWADJIBAN- KEWADJIBAN PROPINSI. Pasal 5. Urusan rumah tangga dan kewadjiban-kewadjiban lain sebagai ter^ maksud dalam pasal 23 dan 24 Undang-Undang No. 22 tahun 1948 da Propinsi Atjeh, selain jang telah disebut dalam beberapa Undang-Undang dan Peraturan-peraturan umum lainnja, akan disebut dalam pasal-pasa jang berikut. Pasal 6. Hal batas-batas kota dan lain-lain tempat. 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi berhak menetapkan dan merubah batas-batas Kota-kota jang mengurus rumah tangganj sendiri. 2. Batas-batas tempat-tempat lainnja ditetapkan oleh Dewan Pem rintah Daerah Propinsi. , . 3. Penetapan dan perubahan batas termaksud dalam ajat 1 dan 2, ua ditentukan sebelum Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kabupate / Kota jang bersangkutan didengar tentang hal itu. 4. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kabupaten/Kota dalam waktu d bulan dapat meminta keputusan lebih tinggi tentang penetapa batas-batas oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi da^ Dewan Pemerintah Daerah Propinsi termaksud dalam ajat 1 dan kepada Presiden. Pasal 7. Tentang mengatur penguburan majat. 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi berhak mengatur dalam peraturan Daefah Propinsi hal jang telah diatur dalam ordonnan tentang penguburan majat tanggal 15 Desember 1864 sebagaima ordonnansi ini kini berbunji sesudah beberapa kali dirubah dan tambah. ■, i •„+ i 2. D jika Propinsi mempergunakan haknja tertjantum dalam ajat . maka ordonnansi tersebut berhenti berkekuatan pada waktu pera ran Daerah Propinsi jang bersangkutan mulai berlaku. Pasal 8. Unisan Pekerdjaan Umum. 1 r>„ • . ^ Djalan-djalan. irropinsi tnenerurn o ,• i a- Djalan Kutaradi ’^ aI.an tersebut dibawah ini: batas Propinsi a + • Lil0’Seumawe — Langsa — sampai b* Djalan Kutaradi« dengan Negara Sumatra Timur; pai batas Proninci a ,¥®ulaboli — Tapatuan — Runding — sam- e- Djalan Bireaen - t H u d6ngan TapanuIi: Geumpang (transvereaah^ (dahUlU Lammeulo) ~ TanSse ~ d- Djalan Bireuen — t ,, sampai batas P r • . ei?&en — Blangkedjeren — Kutatjane e- Djalan Meulab h°PmS1 AtJeh dengan Negara Sumatra Timur; f- Djalan Kutaradia" (t^ansversaaIweg> ! S. Djalan Kuala Tua — Djeuram^'

D en g a f faLtah ~ Ulee'Lheue ~ P™kean Bada, tanah-tanah dan‘hai™ tersuebut dalam ajat 1 dimaksudkan djuga lan misalnja tanp-o-, i n^n" ? n^unan Jan£ bersangkutan dengan dja- pohon-pohon aion^n '( anda_tanda (kilometerpaal-kilometerpaal), lokan-selokan nina *S(?“aduwbonien), djembatan-djembatan, se- Pemerintah P u s a k a . 6t°n dan lain-lain sebagamja. haraan djalan-diaian £ menSadakan sjarat-sjarat tentang pemeli- ting (doorgaande w e in ? j£en£hljbungkan Daerah-daerah jang pen- lanan itu dan ban««.™., ■ clJembatan-djembatan jang terletak didja- itu. “ an bangunan-bangunan lain jang bersangkutan dengan 4. umum” Sjang diiru^eS dAhkail kekuasaan mengurus djalan-djalan Propinsi, setelah mendinoa^n ah Otonoom dibawahnja kepada 5. Keputusan ProninT ? T® ^ 0tonoom Jan§ bersangkutan, berlaku sebelum ^a* termaksud dalam ajat 4 tidak 6 . Daerah-daerah i a n r ^ f P8ngesahan dari Presiden, djalan termaksud dalam a?f!iai1Jdari kewadjiban mengurus djalan- kepada Propinsi bantuan £ dapat diharuskan memberi bantuan dari sepertigania tlaP"tiaP tahunnja tidak boleh lebih keluarkan untuk d ia S f Hi«{aja Pemeliharaan, jang benar-benar di- 3 tahun jang terkemn^oJi f 11 Ja”g bersangkutan didalam waktu putusan Propinsi tentnno-^ . e.wadjiban mana harus dimuat dalam tentang hal jang termaksud dalam ajat 4. § 2. Perairan umum.

!• Kepada Propinsi d’ (°Penbar® Wateren>- inata air, danau-danau^k^no11i kekuasaan mengurus sungai-sungai, Pemerintah Pusat ianp-’ ar?o ^ ^anaaI dan saluran-saluran air milik 2- Propinsi berhak men Daerahnja. kekuasaan mengurus dibawah pengawasannja sebagian dari Otonoom dibawahnja aksud dalam ajat 1 kepada Daerah-daerah ** -*entang tjara iupncn atas perlaksanaan kekua^al,^^^11^ da-lam ajat 1 dan pengawasan «lenntah. uasaan itu dapat diatur dalam peraturan Pe-

275 4. Selama dalam Peraturan Pemerintah termaksud dalam ajat 3 tidak ada ketentuan lain, maka: a. peraturan-peraturan Daerah Propinsi tentang tjara mengurus dan pemakaian air dari sungai-sungai dan saluran-saluran tidak berlaku sebelum ada pengesahan dari Presiden dan; b. aturan-aturan jang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kabupaten/Kota tentang pembagian air tidak berlaku se­ belum mendapat pengesahan Dewan Pemerintah Daerah Pro­ pinsi. 5. Peraturan-peraturan jang ada pada waktu mulai berlakunja >FeT' aturan Wakil Perdana Menteri Pengganli Peraturan Pemerintah tentang pembentukan Propinsi Atjeh” tentang tjara mengurus dan pengawasan atas sungai-sungai, mata-air, danau-danau, kanaai- kanaal dan saluran-saluran air jang diserahkan kepada Propinsi se­ bagai termaksud dalam ajat 1, demikian djuga tentang pem akaia^ dan pembagian air dari pekerdjaan-pekerdjaan pen gairan (water- o bevloeiingswerken) — terus berlaku sampai diubah atau digan dengan peraturan Daerah Propinsi. 6. Terhadap sungai-sungai jang kekuasaan mengurusnja diserahkan kepada Propinsi sebagai termaksud dalam ajat 1, Propinsi berha mengatur dengan peraturan Daerah Propinsi hal-hal jang telah diatu dalam ordonnansi (Staatsblad 1870 No. 119 jang telah diubah da^ ditambah paling achir dengan Staatsblad 1941 No. 383) tentang penj" bikinan „bevloeiingen” , „kaaimuren” dan pekerdjaan-pekerdjaan la ditepi sungai jang dapat dilalui perahu atau rakit. 7. Apabila propinsi mempergunakan haknja tersebut dalam ajat 6, ordonnansi termaksud dalam ajat 6 itu untuk Propinsi Atjeh ber­ henti berkekuatan. 8. Selama peraturan Daerah Propinsi termaksud dalam ajat 6 belui*1 berlaku, maka ordonnansi tersebut buat propinsi Atjeh terus b e r la k u dengan ketentuan, bahwa ordonnansi itu buat Daerah Propinsi m dirubah sebagai berikut: a. perkataan-perkataan „den eerstaanwezenden Ingenieur der Bur gerlijke Openbare Werken in zijn Gswest” diganti dengan " pala Djawatan Pekerdjaan Umum Propinsi” ; b. ajat 2 dari pasal 3 dari ordonnansi tersebut dihapuskan; c. perkataan-perkataan „Hoofd van Gewestelijk Bestuur” diganti dengan „Dewan Pemerintah Daerah Propinsi” ; d. perkataan-perkataan „den Direkteur dsr Burgerlijke Openbare Werken” diganti dengan „Kepala Djawatan Pekerdjaan Umum Propinsi” ; e- perkataan-perkataan „den Gouverneur-Generaal” diganti dengan „Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi” . § 3. Pelabuhan-pelabuhan kctjil. 1. Kepada Propinsi diserahkan kekuasaan mengurus perlengkapan pelabuhan-pelabuhan Negara (Landshaveninrichtingen) di Singkel, Tapatuan, M eulaboh, Sinabang, Pulo Raja, Tjalang, Ulee-Llieue, Brcueh, Sigli, Bajcun, Seruwai, Idi, L h o Seumawe, K uala Langsa» Pangkalan Brandan dan Kampai, serta Daerah-daerah jang masuK dalam lingkungan pelabuhan-pelabuhan itu. . 2. E engan Peraturan Pemerintah dapat diadakan aturan lebih landju tentang tjara m engurus termaksud dalam ajat 1 dan pengawasan jang didjalankan oleh Pemerintah Pusat.

276 § 4. Mengadakan sumur bor. (Artesische putten). !- Propinsi berhak mengatur dengan peraturan Daera515aVitn ftsblad - diatur dalam crdonransi tanggal 10 Agustus 1912 (Staatswaa No. 430) s: bagai ordonnansi ini berbunji sekarang sesudah diruoan, tentang membuat sumur bor oleh fihak lain dan iNeg • 2 Djika Propinsi mempergunakan haknja termak^ b ^ o S n s ^ ja n g maka mulai pada hari berlakunja peraturan uaew i3uat Propinsi bersangkutan ordonnansi tersebut dalam ajat 1 taa Atjeh berhenti berkekuatan. ‘ mulai 3. Selama peraturan Daerah Propinsi tersebut dalam ajat ^ J ^ J ^ ^ a k u berlaku, ordonnansi termaksud dalam ajat 1 ma^ , Propinsi ini buat Propinsi Atjeh, dengan ketentuan, bahwa Dua -.berA.kan ke_ kekuasaan-kekuasaan iang dalam ordonnansi tersepu 0ieh De- pada „Directeur van Gouvernementsbedrijven” didja a • iang wan Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pekerd.ljan-Pe nama termaksud dalam pàsal 3 dari ordonnansi itu didjaian Dewan Pemerintah Daerah Propinsi. ^ _ untuk 4. Cleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tidak ? n 2r0nd- membuat sumur bor sebelum mendengar pemimpin Dja peilwezen” tentang hal itu.

§ 5. Bentuk danf susunan Djawatan Pekerdjaan Umum Propinsi. 1. Propinsi membentuk dan menjusun suatu ^ jawat^? v,^^epeker- Umum Propinsi menurut petundjuk-petundjuk dari Me djaan Umum. 2. Pemerintah Propinsi berusaha supaja segala keterangan kerdjaan umum Propinsi jang diminta oleh Menten p ropinsi. Umum diberikan oleh Kepala Djawatan Pekerdjaan Um ^ Diika dikehendaki oleh Pemerintah Pusat kepada Propinsi bebankan mengerdjakan pekerdjaan-pekerdjaan Negara, tjara jang akan ditentukan oleh Pemerintah Pusat. 4. Djika didalam suatu Daerah perlu tenaga-tenaga untuk Peke^ j.eiah pekerdjaan jang penting, maka Menteri Pekerdjaan u mu hersang- berunding dengan Dawan Pemerintah Daerah Propinsi .lal^ , erdiaan kutan dapat menarik buat sementara pegawai Djawatan rju^an Umum dari suatu Propinsi guna membantu Daerah .^ang , ^ ^ tenaga itu. Biaia iang berhubungan dengan penarikan iiaknia tanggung oleh Pemerintah Pusat, dengan tidak ni2ngura » er. untuk meminta kembali biaja-biaja ini dari Daerah jang gunakan tenaga pegawai tersebut.

§ 6. Kcrdja sama dalam hal penjelidikan. 1. Propinsi memberikan bantuan jang diminta oleh Menteri Umum guna pemeriksaan hal-hal technis jang perlu menuru p timbangan Menteri tersebut. 2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan untuk melak sanakan bantuan termaksud dalam ajat 1, diika dipandang p- menurut pertimbangan Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintan Pusat.

277 § 7. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat.

n ^ t hA+ ^ h -dan i angunan' ban^unan Negara didalam Daerah Pro- L n « 5 ’ JanS dlPakai oleh Propinsi Sumatra-Utara jang dihapus- lnn ^ menjelenggarakan kewadjiban Pemerintah Pusat dalam peke/. dJaan umum, jang diserahkan kepada Propinsi Su- matra-Utara, diserahkan untuk diurus kepada Propinsi Atjeh. ™oian5"biiriang mventaris jang dipakai untuk keperluan urusan ter- aksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Atjeh.

Pasal 9. Urusan penerangan. § !• Publiciteit dan penerangan rakjat. !• Propinsi menjelenggarakan publiciteit dan penerangan rakjat me- ^ nurut petundjuk-petundjuk jang diberikan oleh Menteri Penerangan. - Kewadjiban tersebut dalam ajat 1 dapat dilaksanakan dengan: a- pers dan radio; b. penerbitan; c- dokumentasi dan; , d. penerangan rakjat.

§ 2. Bentuk dan susunan Djawatan Penerangan Propinsi. nmc*P^°pinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Penerangan Pro- i ; s! a.engan memperhatikan petundjuk-petundiuk iang-diberikan oleh Menteri Penerangan. § 3. Rapat-rapat dengan Menteri Penerangan. 1- Pemerintah Propinsi mengusahakan supaja Kepala Djawatan Pene­ rangan Propinsi memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri Pene­ rangan untuk mengadakan pembitjaraan bersama tentang urusan- urusan penerangan. 2. Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu mendjadi tanggungan Pemerintah Pusat. § 4. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah, dan bangunan-bangunan Negara didalam Daerah Pro- Pmsi Atjeh jang dipakai oleh Propinsi Sumatra Utara jang dihapuskan kan guna menjelenggarakan kewadjiban Pemerintah Pusat dalam lapangan urusan penerangan jang diserahkan kepada Propinsi Suma- tra Utara, diserahkan kepada Propinsi Atjeh. Barang-barang inventaris jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Atjeh.

Pasal 10. Urusan kehewanan. § 1. Usaha memadjulcan penternakan. 1. Propinsi berusaha memadjukan penternakan ternak besar, ternak ketjil dan ternak bangsa burung (pluimvee) didalam daerahnja. 2. Propinsi membantu Pemerintah Pusat dalam melantjarkan usaha- usaha, jang bersifat umum untuk memadjukan penternakan ternak besar, ternak ketjil dan ternak bangsa burung.

278 Biaja ujituk keperluan usaha-usaha termaksud dalam ajat 2 mendjacn beban Pemecintah Pusat. Dengan persetudjuan Menteri Kemakmuran Prppmsi dapat be^^aha untuk mengadakan atau menjediakan hewan bibit (fokveej & bagi-bagikan dalam Daerahnja. Propinsi berhubungan sebanjak-banjaknja dengan Kabupaten dalam mendjalankan kewadjibannja termaksud dalam ajat ±, D alam hal terseb u t dalam ajat 5 Propinsi mengatur harus diberikan oleh pegawai ahli dari Propinsi kepada pegawai pegawai Kabupaten. . . Buat pimpinan ini Propinsi tidak mendapat penggantian biaja. Propinsi tiap-tiap tahun menjelenggarakan pendaftaran sapi, ^ er a , kuda, babi, kambing, dan biri-biri. Aturan-aturan tentan& p itu ditetapkan dalam peraturan Daerah Propinsi.

§ 2. Veterinaire hygiene. Propinsi mengatur pengawasan ahli oleh pegawai Propinsi atas usah Kabupaten dalam urusan veterinaire hygiene. ^ Propinsi mengatur bantuan ahli oleh pegawai Propinsi kepa a_ bupaten jang belum mempunjai pegawai ahli dalam menj kewadjiban Kabupaten untuk .mengusahakan veterinaire yg Propinsi mengatur djuga penggantian biaja jang harlis, ^ Kabupaten kepada Propinsi untuk bantuan termaksud daia j § 3. Pendidikan pegawai ahli. Propinsi boleh mengadakan pendidikan pegawai ahli dibawah pangkat Penjuluh Kehewanan.

§ 4. Usaha mentjegah penjakit menular dan pemberantasan penjakit menular dan penjakit lainnja. Usaha mentjegah penjakit hewan jang menular, pendj^gaan lam ja penjakit-penjakit itu sewaktu menjelenggarakan p s s kutan hewan melalui laut kedalam Daerah Republik Indon . bahan-bahan jang berasal dari hewan, begitu pula seSala t jL ak rumput untuk makanan hewan, usaha mentjegah penja bangsa burung jang menular dan penjakit andjing gila Pa a printah kutjing dan kera adalah semata-mata termasuk usaha Pusat. * t h Selama usaha-usaha itu tidak didjalankan sendiri oleh Pemenn a Pusat, maka Propinsi berusaha: _ a. memberantas penjakit hewan jang menular, penjakit bangsa burung jang menular, penjakit andjing gila pada j kutjing dan kera; b. memberantas penjakit ternak dan ternak bangsa burung lain n ja. Peraturan Daerah Propinsi jang mengatur usaha-usaha termaksu dalam ajat 2 tidak berlaku sebelum disjahkan oleh P residen. Propinsi memperhatikan petundjuk-petundjuk technis dari M en teri Kemakmuran. Djika dipandang perlu oleh Menteri Kemakmuran, Propinsi harus memesan obat-obat, alat-alat penolong diagnotis, sera dan vaccins dengan perantaraan Menteri tersebut. § 5. Bentuk dan susunan Djawatan Kehewanan Propinsi. 1. Propinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Kehewanatl ^ pinsi menurut petundjuk dari Menteri Kemakmuran. 2. Diikalau dalam suatu Daerah penjakit hewan jang menular , djangkit dengan hebat, maka Menteri Kemakmuran setelah beruh- ding dengan Dawan Pemer.’ntah Daerah Propinsi dapat menari^ b * t sementara pegawai-pegawai Djawatan Kehewanan Propinsi guna membantu Daerah jang terantjam. 3. Biaia berhubung dengan penarikan tersebut ditanggung oleh Peine_ rintah Pusat dengan tidak mengurangi haknja untuk meminta kem_ bal i hiaja ini dari Daerah jang mempergunakan pertolongan pegawaj tersebut.

§ 6. Rapat-rapat dengan Menteri Kemakmuran. 1, Pemerintah Propinsi mengusahakan supaja Kepala Djawatan Rehe- wan.an Propinsi memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri Kemak­ muran untuk mengadakan psmbitjaraan bersama tontang Urusan- urusan Pemerintah Pusat dan technis dalam lapangan kehewanan. 2. B V a untuk memenuhi panggilan-panggilan itu mendjadi tanggungan Pemerintah Pusat.

§ 7. Bantuan dalam hal penjelidikan. 1. Prcpinsi memberi bantusn jang diminta oleh Menteri Kemakmuran guna penjcldikan ten'ang keadaan hewan dan sebab-sebab jang mempengaruhi keadaan itu. 2. B aja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan untuk melak­ sanakan bantuan termaksud dalam aiat 1, djika dipandang periu oleh Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintah Pusat.

§ 8. Tanah-tanali, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah dan bangunan Negara didalam Daerah Propinsi Atjeh, janp- d’nak^i oleh Propinsi. Sumatra-Utara jang dihapuskan guna menjelenggarakan kewadiiban Pemerintah Pusat dalam lapangan kehewanan jang diserahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara terse­ but, diserahkan kepada Propinsi Atjeh untuk diurus. 2. Barang-barang inventar:s jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Atjeh.

Pasal 11. . Urusan Pertanian. § 1. Penjuluh pertanian. 1. Propinsi menjelenggarakan urusan penjuluh pertanian jang tidak diurus cleh Pemerintah Pusat. 2. Dalam i3tilah pertanian termaksud dalam a^at 1 dari pasal ini ter­ masuk pula perkebunan rakjat (tuinbouw) dan perikanan. 3. Dn!n^ r^endialankan kewadjiban tersebut didalam ajat 1 Propinsi memperha'ikan petundjuk-pstundjuk jang diberikan oleh Menteri Kemakmuran.

280 § 2. Pertjobaan-pertjobaan dan penjelidikan. Dengan persetudjuan Menteri Kemakmuran Propinsi dapat: a. mengadakan pertjobaan-pertjobaan (proeftuinen) untuk meme- tjahkan soal-soal techniek pertanian dan p3rkebunan rakjat; b. pertjobaan-pertjobaan dan penjelidikan perusahaan (bedrijfs- ontled.ngen) guna kepentingan perikanan.

§ 3. Bentuk dan susunan Djawatan Pertanian Propinsi. Propinsi membentuk dan menjusun Djawatan Pertanian dan Per­ ikanan Propinsi menurut petundjuk-pstundjuk Menteri Kemakmuran. ♦ § 4. Penjelidikan perusahaan dan pertjobaan.

Propinsi mendjalankan pertjobaan-pertjobaan, penjelidikan-penjelidi- -kan perusahaan (b3drijfs:ntlcdingen) jang berhubung dengan pertanian, perikai'’an dan nerkebunan jang dipandang perlu oleh dan menurut pe- tundjuk-pe'.undjuk Menteri Kemakmuran.

§ 5. Bantuan-bantuan dalam hal penjelidikan. - (bedrijfsontledingen). 1. Prop:nsi memberi bantuan jang dipandang perlu oleh Menteri Ke­ makmuran pada penjel dikan-penjelidikan jang didjalankan oleh Ke- menterian Kemakmuran. 2. Biaja-biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan berhu­ bung dengan ketentuan dalam § 4 dan ajat 1 mendjadi beban j. eme- rintah Pusat. § 6. Pendidikan.

Propinsi boleh mengadakan pendidikan dengan m engadakan kursus- kursus pcrLanian, sekoiah-sskclah perusahaan-pertanian (landbouw e- arijfsschool) dan sekolah-sekolah partanian rendah lainnja jang djat, der.gan memperhatikan pedoman-pedoman jang diberikan oleh e - teri Kemakmuran.

§ 7. Pemberantasan penjakit dan gangguan tanaman.

Sewaktu dinjatakan adanja penjakit dan gangguan tanam-tanaman jang berdiangkit dengan hebat, Propinsi memberi laporan dan m dingkan dengan M enteri Kemakmuran tentang tindakan-tindakan j 5 peri u diambil guna memberantas penjakit dan gangguan-gangguan sebut. § 8. Rapat-rapat dengan Menteri Kemakmuran.

1. Pemerintah Propinsi mengusahakan supaja Kepala Djawatan nian dan Perikanan Propinsi memenuhi panggilan-panggilan < Menteri Kemakmuran untuk mengadakan pembitjaraan kersara tentang hal-hal .":ang termasuk dalam lapangan pertanian, perke nan dan perikanan. 2. Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu mendjadi beban I e- merintah Pusat.

281 § 9. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1’ 2 wiah-da?1 Negara didalam Propinsi Atjeh, ? Propinsi Sumatra-Utara jang dihapuskan guna - ng? ara n kewadjiban Pemerintah Pusat dalam lapangan TTf*™ +n v Penkanan Jang diserahkan kepada Propinsi Sumatra- tersebut, diserahkan kepada Propinsi Atjeh untuk diurus. 2" S t S n§"^ai ang inventaris Jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Atjeh.

Pasal 12. Urusan pendidikan, pengadjaran dan kebudajaan. § 1. Ketentuan-ketentuan pendahuluan. 1- Jang dimaksudkan dengan sekolah-sekolah, pendidikan-pendidikan aan kursus-kursus dalam peraturan ini adalah semata-mata sekolah- sekolah umum. 2- Dalam urusan pengadjaran jang diserahkan kepada Propinsi ini tidak termasuk hal mengatur susunan pengadjaran.

§ 2. Sekolah-sekolah dan sebagainja. Propinsi berusaha: a- menjelenggarakan berdiri dan terpeliharanja sekolah-sekolah menengah umum bagian pertama; b- menjelenggarakan berdiri, dan terpeliharanja sekolah-sekolah menengah vak bagian pertama, termasuk diuga sekolah-sekolah guru B; J 6 c. menjelenggarakan penjuluh pendidikan;. d. memadjukan kesenian daerah; e- menjelenggarakan kursus-kursus pengetahuan umum.

§ 3. Alat-alat peladjaran. t K Vi dipandang perlu oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan ivebudajaan Propinsi harus memesan alat-alat beladjar jang diperlukan terseb ^.eko^ab-seko^ab tersebut dalam § 2 dengan perantaraan Menteri

§ 4. Pengawasan. 1. phis?aWaSan ataS sek°^ah_sekolah rakjat mendjadi kewadjiban Pro-

2. Laporan tentang hasil pekerdjaan pengawasan jang didjalankan oleh pegawai Propinsi atas sekolah-sekolah rakjat tersebut dikirimkan djuga kepada Pemerintah Daerah-daerah jang menjelenggarakan sekolah-sekolah itu. 3. Pengawasan atas sekolah-sekolah menengah vak bagian pertama dan sekolah-sekolah menengah umum bagian pertama, demikian djuga atas sekolah-sekolah guru bagian B mendjadi kewadjiban Pemerintah Pusat. 4. Laporan tentang hasil pekerdjaan pengawasan jang didjalankan oleh pegawai Negeri atas sekolah-sekolah tersebut dalam ajat 3 di­ kirimkan djuga kepada Pemerintah Daerah Propinsi.

282 § 5* Tentang Djawatan Pendidikan, Pengadjaran « • dan Kebudajaan Propinsi. Propinsi membentuk dan menjusun Djawatan P ran dan Kebudajaan Propinsi menurut petundjuk-petu J Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. Dewan Penilik-penilik sekolah (schoolopzieners) jang ditund^ rusan Pemerintah Propinsi membantu Kabupaten dalam mengurus urusan pendidikan pengadjaran dan kebudajaan. t Dengan persetudjuan Dewan Pemerintah Daera!\ p^neadiaran ten dapat mengadakan Kepala Djawatan Pendid:ikan, akan te- dan kebudajaan sendiri dengan Penilik"Penilikn;I.aT?nbur)aten itu be- tapi mengenai hal pengawasan pegawai-pegawai ^ ^ diaran dan kerdja dibawah pimpinan Djawatan Pendidikan, re g Kebudajaan Propinsi . . , , r _ . 1 n FiPWfiTi pGiTiGrint3>n Tentang persetudjuan termaksud dalam ajat 6, Q1-flrat-siarat Propinsi djika memandang perlu dapat mengadaka J jang harus dipenuhi oleh Kabupaten.

§ 6. Tentang bantuan kepada Pemerintah Pusat dalan menjelenggarakan pertjobaan-pertjobaan dalam lapangan pengadjaran. ■ Propinsi berkewadjiban memberikan bantuan jang dipandang p ^ oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaa . . ^aan di- merintah Pusat dalam menjelenggarakan pertjobaan-p dalam lapangan pengadjaran. dalam Biaja-biaja chusus untuk pekerdjaan-pekerdjaantermaksu^^a^ ajat 1 dengan persetudjuan Presiden dapat diganti oie ,

§ 7. Tentang tanah-tanah dan bangunan- bangunan serta alat-alat. Tanah-tanah dan bangunan-bangunan Negara didalam . ^ ^ ^ ¿ apus- pinsi Atjeh jang dipakai oleh Propinsi Sumatra-Utara ja g ¿ aiam kan guna menjelenggarakan kewadjiban Pemerintah djserahkan lapangan pendidikan, pengadjaran dan kebudajaan JanS_ , diurus kepada Propinsi Sumatra-Utara tersebut, diserahkan kepada Propinsi Atjeh. _ Barang-barang inventaris jang dipakai untuk keperluan ^ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propm

Pasal 13. Urusan kesehatan. § 1. Pemeliharaan orang sakit. Propinsi berusaha terselenggaranja pendirian dan terp^ihaj^ j^ ; rumah-sakit beserta polikliniknja jang tidak termasuk daia kewadjiban Kabupaten/Kota didalam Daerahnja. Propinsi dapat membantu Kabupaten/Kota didalam usaha daerah ini untuk mendirikan dan mempelihara rumah-ruma _ dan polikliniknja sesetempat untuk umum terutama untuk or 0 orang jang tidak mampu. 3. Keputusan-keputusan Kabupaten Kota untuk mendirikan dan ^ perluas rumah-rumah sakit jang biajanja melebihi 50r,000 rupia lum boleh didjalankan, djika belum disjahkan oleh Dewan rintah Propinsi. # . g 4. Djika dipandang perlu oleh Menteri Kesehatan, maka Propinsi membeli obat-obat, sera dan vaccins jang diperlukan untuk ru ^ rumah sakitnja dengan perantaraan Menteri tersebut dari pers Pemerintah Pusat. 5. Untuk perawatan klinis kepada orang-orang hukuman pen ja^» Pemerintah Pusat membajar kerugian menurut tarip umum ‘ rumah 'sakit atau poliklinik jang bersangkutan.1 § 2. Tentang pengeringan tanah, pengusahaan air minum, pembuangan kotoran dan perumahan rakjat.

1. Keputusan Kabupaten/Kota untuk mengadakan, m em perbaiki dan memperluas usaha mengeringkan tanah, air minum dan pemcm s kotoran jang memerlukan biaja lebih dari 10.000 rupiah tvda.K in_ didjalankan sebelum projek-projeknja disjahkan oleh Dewan rem ^ tah Daerah Propinsi dan djika memperlukan biaja lebih dari ou. rupiah Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tersebut harus beru » lebih dahulu dengan Menteri Kesehatan. . 2. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dapat menentukan, bahwa Pe ® djaan termaksud dalam ajat 1 harus didjalankan oleh Djawatan pinsi dengan biaja Kabupaten/Kota. ^ vsud 3. Propinsi dapat mem bantu Kabupaten/Kota dalam u sah an ja term dalam ajat 1. . r- 4. Propinsi dapat membantu Kabupaten/Kota dalam usahanja memp baiki perumahan rakjat. ^ • 5. Dalam hal-hal jang chusus menurut keputusan Presiden, Prop dapat djuga berusaha memperbaiki perumahan rakjat. § 3. Tentang pentjatjaran dengan bibit tjatjar. Propinsi menjelenggarakan pentjatjaran dengan bibit tjatjar (koe pokinenting) menurut petundjuk-petundjuk Menteri Kesehatan. § 4. Pendidikan pegawai. Propinsi dapat mengadakan pendidikan bidan djururawat dan djuru tjatjar menurut petundjuk-petundjuk Menteri Kesehatan. § 5. Tentang lain usaha kesehatan. 1- Pentjegahan mendjalarnja penjakit menular begitu pula san peniakit sampar dengan melalui laut dan udara semata-m mendjadi kewadjiban Pemerintah Pusat.

2 ‘ I TOP^ i ^ S SatentaiJe { ' f ^aan ke^hatati rah^ ’ehftan r a 'k iit f8

kesehatan rakjat dan menmdjukan dan

Pemerintah Pu«at

8- ““ sebelum disjahkan oleh Presi en. ^

254 § 0. Bentuk dan susunan Djawatan Kesehatan Propinsi. Propinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Kesehatan Pro­ pinsi menurut petundjuk-petundjuk dari Menteri Kesehatan. 2. Djikalau dalam suatu Daerah terdiadi bentjana atau malapetaka atau b er d jangkit penjakit menular atau penjakit rakjat dsngan he- , maka Menteri Kesehatan, setelah berunding dengan Dewan Pe­ merintah Daerah Propinsi jang bersangkutan, dapat menarik buat sementara pegawai-pegawai Kesehatan dari suatu Propinsi guna o pem bantu Daerah jang terantjam. iaja untuk penarikan tersebut ditanggung oleh Pemerintah Pusat, dengan tidak mengurangi haknja untuk meminta bantuan kembali biaja-biaja ini dari Daerah jang mempergunakan pertolongan pe­ gawai-pegawai tersebut. § 7. Tentang rapat-rapat dengan Menteri Kesehatan. 1- Propinsi mengusahakan supaja Kepala Kesehatan Propinsi meme­ nuhi panggilan-panggilan dari Menteri Kesehatan untuk mengada­ kan pembitjaraan bersama tentang hal-hal jang termaksud dalam lapangan kesehatan rakjat. Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu mendjadi beban Pe­ merintah Pusat.

§ 8 . Bantuan-bantuan dalam penjelidikan dan petundjuk-petundjuk medisch-technisch. Pemerintah Propinsi memberi bantuan jang diminta oleh Menteri Kesehatan daîam mengadakan penjelidikan tentang keadaan kese- hatan-kesehatan rakjac, begitu pula tentang sebab-sebab dan ke- adaan-keadaan jang mempengaruhinja. ^iaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan berhubung dengan kewadjiban tersebut dalam ajat 1, menurut keputusan Pre­ siden, dapat di.anggung oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Propinsi harus memperhatikan petundjuk-petundjuk medisch-technisch dari Menteri Kesehatan. § 9. Bangunan-bangunan, tanah, alat-alat dan barang-barang inventaris. Bangunan-bangunan dan tanah-tanah Pemerintah Pusat didalam Daeiah Propinsi Atjeh, jang dipakai oleh Propinsi Sumatra-Utara jang dihapuskan itu untuk menjelenggarakan kewadjiban Peme­ rintah Pusat dalam lapangan kesehatan rakjat jang diserahkan ke­ pada Propinsi ' Sumatra-U tara tersebut, diserahkan untuk diurus kepada Propinsi Atjeh. Barang-barang inventaris dan alat-alat jang disediakan untuk pe­ meliharaan rakjat tersebut dalam ajat 1, diserahkan kepada Propinsi Atjeli untuk mendjadi miliknja. Pasal 14. Urusan perburuhan dan sosial. A. Perburuhan. a § 1. Penempatan tenaga.

Tarbei^sb301"11^^121 ^erse*enggaranJa kantor-kantor perantaraan kerdja

285 /

2. Propinsi dapat memberi sokongan kepada kaum pengangguran jang perlu diberi tundjangan. 3. Peraturan-peraturan Daerah Propinsi jang mengatur hal termaksud dalam ajat 1 dan 2 tidak berlaku sebelum disjahkan oleh Presiden. § 2. Pendidikan. Propinsi berusaha memberi pendidikan kepada pepganggur dan orang- orang lain jang mempunjai minat untuk dididik dalam hal keachlian, antara lain dengan djalan mengusahakan „werk- dan leerkampen” dan „werkcentrales” ditempat-tempat jang dipandang perlu. Dalam penjeleng- garaan usaha,termaksud dalam ajat ini, Propinsi memperhatikan petun- djuk-petundjuk jang diberikan oleh Menteri Perburuhan dan Sosial. § 3. Bantuan dalam hal penjelidikan. 1. Propinsi memberi bantuan jang diminta oleh Menteri Perburuhan dan Sosial guna penjelidikan tentang soal-soal perburuhan. 2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan untuk melak­ sanakan bantuan termaksud dalam ajat 1 dari § ini, djika dipandang perlu oleh Presiden dapat ditanggung oleh Pemerintah Pusat.

B. Sosial. § 1. Pendidikan dan penerangan sosial untuk rakjat. 1- Propinsi berusaha membantu Pemerintah Pusat dalam mendjalankan kewadjibannja memberi pendidikan dan penerangan sosial untuk rakjat, dengan memperhatikan petundjuk-petundjuk tentang hal ini dari Menteri Perburuhan dan Sosial. § 2. Assistensi sosial. 1- Propinsi mengatur dan melaksanakan perawatan pengemis, pengem­ bara, pemalas, anak piatu, anak terlantar, orang-orang jang mendja­ lankan kema’siatan, anak-anak atau, orang-orang bekas hukuman, diluar atau didalam perumahan, agar supaja mereka dapat kembali kedalam masjarakat sebagai warga jang berguna. 2- Propinsi dapat memberi bantuan kepada badan-badan partikulir jang bekerdja dalam lapangan tersebut dalam ajat 1. § 3. Pemberantasan atau pentjegahan kema’siatan. 1- Propinsi berusaha memperketjil, memberantas atau mentjegah- kema’siatan. 2- Peraturan Daerah jang mengatur hal termaksud dalam ajat 1 tidak - berlaku sebelum disahkan oleh Presiden. § 4. Bentjana alam dan pengungsian. Propinsi mengatur dan mendjalankan pemberian pertolongan pada korban bentjana alam dan pengungsi. § 5. Bantuan. Propinsi memberi bantuan jang diminta oleh Menteri Perburuhan dan Sosial dalam menjelenggarakan usaha Pemerintah Pusat dalam lapangan sosial lainnja. 2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan .untuk melak­ sanakan bantuan termaksud dalam ajat 1 djika dipandang perlu oleh Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintah Pusat.

286 C. Bentuk-bentuk susunan D jawatan Perburuhan . dan Sosial Propinsi. f'S o s M rp ^ S;i S ‘embentuk dan menjusun suatu Djawatan Perburuhan dan dan Sosial menurut Petundjuk-petundjuk dari Menteri Perburuhan hi D. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. ■ 1 . Tanah-tanah, dan bangunan-bangunan Negara didalam Daerah Pro- pinsi Atjeh, jang dipakai oleh Propinsi Sumatra-Utara jang dihapus­ kan guna menjelenggarakan kewadjiban Pemerintah Pusat jang di­ serahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara tersebut, diserahkan untuk diurus kepada Propinsi Atjeh. Barang-barang inventaris, jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ m aksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Atjeh. Pasal 15. ura-, .^{rusan Jai}g masuk urusan rumah tangga Propinsi Atjeh dan ke- wad jiban-ke wad jiban Pemerintah Pusat jang diserahkan kepada Propmsi tersebut menurut keadaan, tiap-tiap waktu dapat ditambah dengan Undang-Undang penjerahan. Pasal 16. Kewadjiban dan kekuasaan Pemerintah Pusat jang belum diseralikan kepada Propinsi. 1» Kekuasaan-kekuasaan dan kewadjiban-kewadjiban Pemerintah Pu­ sat didaerah Propinsi Atjeh jang belum diserahkan kepada Propinsi tersebut dan didjalankan oleh Komisaris Pemerintah Pusat untuk oumatra-Utara dan Residen Kepala Karesidenan Atjeh jang diha­ puskan, mulai pada tanggal mulai berlakunja peraturan Wakil Per- dana Menteri pengganti Peraturan Pemerintah ini buat Propinsi Atjeh didjalankan oleh Kepala Daerah Propinsi Atjeh, sampai ada ketentuan lain dengan Undang-Undang. 2. Residen Kepala Karesidenan Atjeh jang dihapuskan itu diperbantu- an kepada Kepala Daerah Propinsi Atjeh untuk membantu Kepala aerah Propinsi tersebut dalam mendjalankan kekuasaan dan kewa- ajiban termaksud dalam ajat 1. * ¡3. Pegawai-pegawai kantor-kantor Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra-Utara dan Residen Atjeh jang dihapuskan mendjadi pe­ gawai kantor Kepala Daerah Propinsi Atjeh urusan Pamong Pradja, sampai ada ketentuan lain. Pasal 17. Milik dan pindjaman Propinsi Sumatra Utara jang dihapuskan. 1. Sebagian dari milik dan pindjaman Propinsi Sumatra Utara jang ainapuskan. Daerah dan Dewan Perwakilan Rakjat Daerahnja jang mengenai Daerah Propinsi Atjeh pindah kepada Propinsi Atjeh ka­ rena hukum. 2. Terhadap milik dan pindjaman termaksud dalam ajat 1, jang tidak dapat ditentukan dengan pasti berapa bagian dari hal-hal itu mengenai bagian dari Propinsi Sumatra-Utara jang dibentuk mendjadi Propinsi Atjeh, ditentukan oleh Presiden kepada Daerah mana hal-hal itu harus dipindahkan.

287 Pasai 18. Peraturan-peraturan Daerah Propinsi Sumatra-Utara°jang dibentuk menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1948 begitu pula peraturan- peraturan Daerah Karesidenan Atjeh jang masih berlaku, berlaku terus sebagai peraturan Daerah Propinsi Atjeh. Peraturan-peraturan Daerah itu tidak berlaku lagi sesudah lima tahun terhitung dari tanggal mulai ber- lakunja Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Peme­ rintah ini atau sesudah diganti dengan peraturan Daerah Propinsi Atjeh, Pasal 19. 1. Selama Undang-Undang pemilihan anggauta-anggauta Dewan Per­ wakilan Rakjat Daerah Propinsi belum ada atau sebelum pemilihan menurut Undang-Undang pemilihan anggauta-anggauta Dewan Per­ wakilan Rakjat Daerah belum dapat didjalankan, maka pemilihan anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Atjeh didjalan­ kan menurut tjara termaksud dalam peraturan memilih anggauta- anggauta Dewan Perwakilan Atjeh jang ditetapkan oleh Residen Atjeh pada tanggal 24 Djanuari 1948, dengan ketentuan bahwa: a. djumlah anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Atjeh jang harus dipilih berdjumlah 26 orang; b. Anggauta warga negara turunan Tionghoa' diangkat oleh Pre­ siden dari tiga orang tjalon jang diadjukan oleh Kepala Daerah Propinsi sesudah mendengar golongan warga negara turunan Tionghoa penduduk Propinsi Atjeh; c. jang dapat mendjadi anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Atjeh ialah warga negara Indcnesia jang memenuhi sjarat-sjarat tersebut dalam pasal 14 Undang-Undang No. ^ tahun 1948; d. anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Atjeh tidak boleh merangkap pekerdjaan-pekerdjaan tersebut dalam pasal Undang-Undang N o. 22 tahun 1948. 2. Pemilihan anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah termaksud dalam ajat 1 harus diselesaikan didalam bulan Djanuari 1950. 3. Selama Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Atjeh belum ter­ bentuk, jang mendjalankan hak dan kewadjiban pemerintah propins ' Atjeh ialah suatu Badan jang terdiri dari Kepala Daerah propm»1 Atjeh sebagai Ketua merangkap anggauta dan anggauta-anggauta Badan Executief Propinsi Sumatra Utara jang dihapuskan sebagai anggauta. Pasal 20. Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan • Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Djanuari 1950.

Ditetapkan di Kutaradja pada tanggal 17 Desember 1949. Diumumkan Atas nama Presiden Republik Indonesia pada tanggal...... 19...... Wakil Perdana Menteri, Sekretaris, Mr. SJAFROEDDIN MARJONO DANOEBROTO. PRAWIRANEGARA.

288 PFivrrr VvaKIL PERDANA MENTERI ------GGANTI PERATURAN PEMERINTAH 1949 No. 9/Pes/WKPM.

PEMERINTAHAN. PROPINSI. Peraturan tentang pembentukan Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjempurnakan dan melantjarkan pemerintahan Daerah dalam Propinsi SUMATRA- UTARA dipandang perlu memetjah Propinsi SUMA­ TRA-UTARA mendjadi dua bagian ja’ni Propinsi Atjeh jang meliputi Daerah Karesidenan Atjeh dahulu ditambah dengan sebagian dari Daerah Kabupaten Langkat dahulu jang terletak diluar Daerah Negara Sumatra Timur, dan Propinsi Tapanuli-Sumatra Timur jang meliputi Daerah Propinsi Sumatra-Utara sesudah dikurangi dengan Daerah Negara Sumatra Timur dan Daerah jang akan dimasukkan dalam Daerah Propinsi Atjeh; b. bahwa pembentukan Daerah Propinsi menurut keten­ tuan dalam pasal 3 Undang-Undang No. 22 tahun 1948 harus diatur dalam Undang-Undang; c. bahwa menurut ketentuan dalam pasal 3 dari Undang- Undang No. 2 tahun 1949 didalam mendjalankan ke- • kuasaan menetapkan Peraturan Wakil Perdana Men­ teri Pengganti Undang-Undang, Wakil Perdana Men­ teri diwadjibkan mendengar lebih dahulu pertimba­ ngan sebuah Badan Penasehat jang anggauta-ang- gautanja diangkat oleh Presiden; d. bahwa Badan Penasehat termaksud dalam huruf c sampai kini belum terbentuk, sehingga kekuasaan Wakil Perdana Menteri untuk membuat peraturan pengganti Undang-Undang belum dapat did jalankan; e. bahwa kepentingan penjempurnaan dan usaha melan­ tjarkan pemerintahan, begitu pula keinginan umum # akan segera terbentuknja suatu sistim pemerintahan Daerah berdasar atas Undang-Undang No. 22 tahun 1948 menghendaki segera terbentuknja kedua Pr0“ pinsi termaksud dalam huruf a, untuk sementara dengan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah; . Mengingat: a. pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang No. 2 tahun 1949; b. Undang-Undang No. 22 tahun 1948; c. peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Perat^" ran Pemerintah tanggal 17-12-1949 No. 8/D es/W K P M tentang pembentukan Propinsi Atjeh, dalam peratu­ ran mana antara lain dihapuskan: 1. Propinsi Sumatra-Utara dan dibubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Sumatra- Utara; 2. keputusan-keputusan Pemerintah Darurat Repu­ blik Indonesia tanggal 17-5-1949 No. 22/PDRL

289 Memutuskan I. Menghapuskan Karesidenan Tapanuli dari Propinsi oSumatra-ty. dan membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesid ara tersebut. e*an II. Menetapkan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti PeratUr Pemerintah tentang pembentukan Propinsi Tapanuli Sumatra-'j1^ an sebagai berikut: Ur’

PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI ATURAN PEMERINTAH TANTANG PEMBENTUKAN PROPINSI TAPANULI-SUMATRA TIMUR. . B A B I. Peraturan umum. Pasal 1. Sebahagian dari Daerah Propinsi Sumatra-Utara dahulu sebagai ter_ maksud dalam pasal 2 Undang-Undang No. 10 tahun 1948 sesudah di- kurangi dengan Daerah Negara Sumatra Timur dan Propinsi Atjeh ter^ maksud dalam Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember 1949 No. 8/Des/WKPM, ditetapkan mendjadi Propinsi Tapanuli SUMATRA-TIMUR. Pasal 2. . ’ 1. Pemerintah Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur berkedudukan di Sibolga. . 2. Dalam waktu luar biasa kedudukan itu untuk sementara waktu oleh Kepala Daerah Propinsi dapat dipindahkan kelain tempat. Pasal 3. 1. Dewan Perwakilan Rakjat'Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur terdiri dari 29 orang anggauta. Seorang dari pada mereka itu ada­ lah Warga Negara turunan Tionghoa. 2. Anggauta warga negara turunan Tionghoa diangkat oleh Presiden dari tiga orang tjalon jang diadjukan oleh Kepala Daerah Propinsi sesudah mendengar golongan warga negara turunan Tionghoa pen­ duduk Propinsi tersebut. 3. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur selain anggauta Kepala Daerah, terdiri dari 5 orang. Pasal 4. 1. Untuk menjelenggarakan segala sesuatu berhubung dengan usaha mendjalankan tugas kewadjiban Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi, Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dan Kepala Daerah Propinsi, Propinsi membentuk dan menjusun Sekretarie Propinsi dan, menurut penting dan luasnja tugas kewadjiban, Djawatan-djawatan Propinsi. 2. Djawatan adalah organisasi dari Propinsi, jang berdiri sendiri men­ djalankan suatu complex (rangkaian) pekerdjaan jang bulat dan djika perlu dapat bertjabang kebawah. 3. Sekretarie dan Djawatan-djawatan Propinsi terdiri dari bahagian- bahagian. Bahagian terdiri dari seksi-seksi, dan djika perlu seksi . dapat terdiri pula atas tjabang-tjabang seksi.

290 4. Sekretarie Propinsi sekurang-kurangnja terbagi atas 4 bagian, jVni: » a. bagiant umum, jang mengerdjakan surat-menjurat, mengurus rumah* tangga Sekretarie Propinsi dan hal-hal lain jang tidak termasuk dalam tugas kewadjiban bagian lain; b. bagian urusan pegawai, jang mengurus pengangkatan, pember­ hentian, kenaikan pangkat, gadjih, pemindahan, detacheering, tjuti, uang tunggu, uang kurnia, gratificatie, formatie pegawai dan bagian lain jang bersangkutan dengan kedudukan hukum dari pegawai Propinsi; - c. bagian perbendaharaan, jang mengerdjakan urusan perbenda­ haraan Propinsi, dian>taranja: menjusun rentjana anggaran, me- njusun perhitungan anggaran, menjusun perubahan anggaran, memintakan kredit anggaran, memeriksa tagihan-tagihan ke­ pada Propinsi, mengurus tuntutan penggantian kerugian Pro­ pinsi, pengawasan atas perbendaharaan Kabupaten/kota, dan hal-hal lain jang bersangkutan dengan urusan keuangan Daerah Propinsi; d. bagian hukum, jang mengerdjakan segala sesuatu berhubung dengan hak Propinsi dalam lapangan legislatief, mendjalankan pengawasan atas pekerdjaan legislatief dari Kabupaten/Kota dan mengerdjakan hal-hal lainnja jang bersangkut paut dengan pe­ ngetahuan hukum pada umumnja. 5. Pembagian Sekretarie Propinsi dan Djawatan-djawatan Propinsi da­ lam bagian-bagian ini tidak menentukan persamaan kedudukan ari pada pegawai jang memimpinnja. BAB n.

Urusan rmnah tangga dan k e w a d jib a n -kewadjiban Propinsi.

Pasal 5. Urusan rumah tangga dan kewadjiban-kewadjiban lain se S maksud dalam pasal 23 dan 24 Undang-Undang No. 22 tahun uebe_ Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur selain jang telah disebut r , rapa Undang-Undang dan Peraturan-peraturan umum lainnja, sebut dalam pasal-pasal jang berikut. Pasal 6. Hal batas-batas kota dan lain-lain tempat. 1. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi berhak men® ^ ika^ an-ja merubah batas-batas Kota-kota jang. mengurus ruma sendiri. '2. Batas-batas tempat-tempat lainnja ditetapkan oleh Dewan P rintah Daerah Propinsi. 3. Penetapan dan perubahan batas termaksud dalam ajat 1 ditentukan sebelum Dewan Perwakilan Rakjat Daerah P Kota jang bersangkutan didengar tentang hal itu. 4. Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kabupaten/Kota dalam waktun nan bulan ' dapat meminta keputusan lebih tinggi tentang P P batas-batas oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Prop o Dewan Pemerintah Daerah Propinsi termaksud dalam aja kepada Presiden.

291 Pasal 7. Tentang mengatur penguburan majat. • ^ w ? e^ aklll nT?akJ'atDaerah ProPinsi berhak mengatur dalam p raturan Daerah Propmsi hal jang telah diatur dalam ordonnansi tentang penguburan majat tanggal 15 Desember 1864 sebagaimana tambalfnS1 kinl heThviri^ sesudah beberapa kali dirubah dan di- 2. Djika Propinsi mempergunakan haknja tertjantum dalam ajat 1, maka ordonnansi tersebut berhenti berkekuatan pada waktu peraturan Uaerah Propinsi jang bersangkutan mulai berlagu. Pasal 8. Urusan Pekerdjaan Umum. § 1 . Djalan-djalan. 1. Propinsi mengurus djalan-djalan tersebut dibawah ini: a. Sibolga — Tarutung — Balige — batas Negara Sumatra Timur; b. Sibolga — Padangsidempuan — Kota Nopan — batas Sumatra Barat; c. Batas Atjeh (Lae Ikan) — Sidikalang — Sumbul — batas Negara Sumatra Timur; d. Sidikalang — Tiga Lingga — batas Atjeh; e. Sibororig-borong — DoIok Sanggul — Sidikalang — batas Atjeh; L Tarutung — Sipirok — Padangsidempuan; g. Pergarutan (paal 11) — Gunungtua — Kotapinangbaru — Wing- foot — Rantau Prapat — batas Negara Sumatra Timur; b. Aok Godang — Sosopan — Sibuhuan — Udjungbatu — batas Riau; i- Gunungtua — Sibuhuan; j- Djembatanmerah — Natal; k. Sibolga — Barus; L Batas Negara Sumatra Timur — Lao Balang — batas Atjeh. Dengan istilah djalan tersebut dalam ajat 1 dimaksudkan djuga tanah-tanah dan bangunan-bangunan jang bersangkutan dengan dja­ lan, misalnja tanggul, tanda-tanda kilometerpaal-kilometerpaal, po­ hon-pohon ajoman (schaduwbomen), djembatan-djembatan, selokan- selokan, pipa-pipa beton dan lain-lain sebagainja. Pemerintah Pusat dapat mengadakan sjarat-sjarat tentang pemeliha­ raan djalan-djalan jang menghubungkan Daerah-daerah jang penting laoorgaande wegen) djembatan-djembatan jang terletak did jalanan itu dan bangunan-bangunan lain jang bersangkutan dengan itu. Propinsi dapat memindahkan kekuasaan mengurus djalan-djalan umum, jang diurus oleh Daerah-daerah Otonoom dibawahnja kepada Propinsi, setelah mendengar Daerah-daerah Otonoom jang bersang­ kutan. 5. Keputusan Propinsi tentang hal jang termaksud dalam ajat 4 tidak berlaku sebelum mendapat pengesahan dari Presiden. 6. Daerah-daerah jang dibebaskan dari kewadjiban mengurus djalan- djalan termaksud dalam ajat 4 dapat diharuskan memberi bantuan kepada Propinsi, bantuan mana tiap-tiap tahunnja tidak boleh lebih dari 1/5-nja djumlah beaja pemeliharaan, jang benar-benar dikeluar­ kan untuk djalan-djalan jang bersangkutan didalam waktu 3 tahun jang terkemudian, kewadjiban mana harus dimuat dalam keputusan propinsi tentang hal jang termaksud dalam ajat 4.

292 § 2. Perairan umum. (openbare wateren). 1. Kepada. Propinsi diserahkan kekuasaan mengurus sungai-sungai, -ata-a-ir, danau-danau, kanaal-kanaal dan saluran-saluran air milik emenntah Pusat jang ada didâlam Daerahnja. 2.- Propnis! berhak menjerahkan dibawah pengaw asannja sebagian dari kekuasaan mengurus termaksud dalam ajat 1 kepada Daerah-daerah Utonoom dibawahnja. Tentang tjara mengurus hal tersebut dalam ajat 1 dan pengawasan atas perlaksanaan kekuasaan itu dapat diatur dalam Peraturan Pe­ merintah. 4. Selama dalam peraturan Pemerintah termaksud dalam ajat 3 tidak ada ketentuan lain, maka: a. peraturan-peraturan Daerah Propinsi tentang tjara mengurus dan pemakaian air dari sungai-sungai dan saluran-saluran i a berlaku sebelum ada pengesahan dari Presiden; b. aturan-aturan jang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Kabupaten/Kota tentang pembagian air tidak berlaku sebelum mendapat pengesahan Dewan Pemerintah Daera ro pinsi. Peraturan-peraturan jang ada pada waktu mulai berlakunja „Peratu­ ran Wakil Perdana Menteri pengganti Peraturan Pemerintah tentang pembentukan Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur” tentang tjara me­ ngurus dan pengawasan atas sungai-sungai, mata air, danau-danau, kanaal-kanaal dan saluran-saluran air jang diserahkan kepada Pro- Pinsi sebagai termaksud dalam ajat 1, demikian djuga tentang pema­ kaian dan pembagian air dari pekerdjaan-pekerdjaan pengairan (wa- ter- of bevloeiingswerken) terus berlaku sampai diubah atau diganti dengan peraturan Daerah Propinsi. 6. Terhadap sungai-sungai jang kekuasaan mengurusnja diserahkan kepada Propinsi sebagai termaksud dalam ajat 1, Propinsi berna mengatur dengan peraturan Daerah Propinsi hal-hal jang telah

293 § 3. Pelabuhan-pelabuhan ketjil. 1. Ketjuali pelabuhan Sibolga beserta Daerah pelabuhannja, ^ Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur diserahkan kekuasaan menJ^ a semua perlengkapan pelabuhan Negara jang ada didalam £>aeru^ Propinsi tersebut beserta Daerah-daerah pelabuhannja. rail O 2. Dengan Peraturan Pemerintah dapat diadakan aturan lebih l^ j'. . tentang tjara mengurus termaksud dalam ajat 1 dan penga^as^ jang didjalankan oleh Pemerintah Pusat. an § 4. Mengadakan sumur bor.c (Artetische putten). 1. Propinsi berhak mengatur dengan peraturan Daerah hal jang telah diatur dalam ordonnansi tanggal 10 Agustus 1912 (Staatsblad No. 430) sebagai ordonnansi ini berbunji sekarang sesudah dirm ^ tentang membuat sumur bor oleh fihak lain dari Negara. 2. Djika Propinsi mempergunakan haknja termaksud dalam ajat 1 maka mulai pada hari berlakunja peraturan Daerah Propinsi janJ bersangkutan ordonnansi tersebut dalam ajat 1 tadi buat Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur berhenti berkekuatan. 3. Selama peraturan Daerah Propinsi tersebut dalam ajat 1 belum mu­ lai berlaku, ordonnansi termaksud dalam ajat 1 masih tetap berlaku buat Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur dengan ketentuan, bahwa buat Propinsi ini kekuasaan-kekuasaan jang dalam ordonnansi ter­ sebut diberikan kepada „Directeur van Gouvernementsbedrijven” di­ djalankan oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, dari Pekerdjaan- pekerdjaan jang termaksud dalam pasal 3 dari ordonnansi -itu ¿li_ d jalankan atas nama Dewan Pemerintah Daerah Propinsi. 4. Oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tidak diberikan idzin untuk membuat sumur bor sebelum mendengar Pemimpin Djawatan „Grondpeilwezen” tentang hal itu.

§ 5. Bentuk dan susunan Djawatan Pekerdjaan Umum Propinsi. 1. Propinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Pekerdjaan Umum Propinsi menurut petundjuk-petundjuk dari Menteri Peker­ djaan Umum. 2. Pemerintah Propinsi berusaha supaja segala keterangan tentang pekerdjaan umum Propinsi jang diminta oleh Menteri Pekerdjaan Umum diberikan oleh Kepala Djawatan Pekerdjaan Umum Propinsi. 3. Djika dikehendaki oleh Pemerintah Pusat, kepada Propinsi dapat dibebankan mengerdjakan pekerdjaan-pekerdjaan Negara, menurut tjara jang akan ditentukan oleh Pemerintah Pusat. 4. Djika didalam suatu Daerah perlu tenaga-tenaga untuk pekerdjaan- pekerdjaan jang penting, maka Menteri Pekerdjaan Umum setelah berunding dengan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi jang bersang­ kutan dapat menarik buat sementara pegawai djawatan pekerdjaan umum dari suatu Propinsi guna membantu Daerah jang memerlu­ kan tenaga itu. Biaja jang berhubungan dengan penarikan tersebut ditanggung oleh Pemerintah Pusat-dengan tidak mengurangi hak­ nja untuk meminta kembali biaja-biaja ini dari Daerah jang mem­ pergunakan tenaga pegawai-pegawai tersebut.

294 <. § 6. Kerdja sama dalam hal penjelidikan. 1. Propinsi memberikan bantuan jang diminta oleh Menteri Pekerdjaan Umum guna pemeriksaan hal-hal technis jang perlu menurut per­ timbangan Menteri tersebut. 2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan untuk me­ laksanakan bantuan termaksud dalam ajat 1, djika dipandang perlu menurut pertimbangan Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintah Pusat.

§ 7. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah dan bangunan-bangunan Negara didalam Daerah Pro­ pinsi Tapanuli Sumatra-Timur, jang dipakai oleh Propinsi Sumatra- Utara jang dihapuskan guna menjelenggarakan kewadjiban Peme­ rintah Pusat dalam lapangan pekerdjaan umum, jang diserahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara, diserahkan untuk diurus kepada Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. 2. Barang-barang inventaris jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. Pasal 9. Urusan penerangan. § 1. Publiciteit dan penerangan raltjat. 1. Propinsi menjelenggarakan publiciteit dan penerangan rakjat me­ nurut petundjuk-petundjuk jang diberikan oleh Menteri Penerangan. 2. Kewadjiban tersebut dalam ajat 1 dapat dilaksanakan dengan: a. pers dan radio; b. penerbitan; c. dokumentasi dan d. penerangan rakjat. § 2. Bentuk dan susunan Djawatan Penerangan Propinsi. Propinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Penerangan Propinsi dengan memperhatikan petundjuk-petundjuk jang diberikan o e Menteri Penerangan. § 3. Rapat-rapat dengan Menteri Penerangan. 1. Pemerintah Propinsi mengusahakan supaja Kepala Djawatan Pene rangan Propinsi memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri ±"en - rangan untuk mengadakan pembitjaraan bersama tentang uru urusan penerangan. „ 2. Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu mendjadi tangg g Pemerintah Pusat. § 4. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah dan bangunan-bangunan Negara didalam Daerah Pro­ pinsi Tapanuli Sumatra-Timur jang dipakai oleh Propinsi Sumatra- Utara jang dihapuskan guna menjelenggarakan kewadjiban Peme­ rintah Pusat dalam lapangan urusan penerangan jang diserahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara, diserahkan untuk diurus kepada Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. 2. Barang-barang inventaris jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur.

295 Pasal 10. Urusan kehewanan. § 1. Usaha memadjukan peternakan.

ketj?indanbternak\ant?aa(hUkan p,ete™akan ternak besar, ternak Propinsi membantu Pemerintah6rp(pluinlvee) didalam Daerahnja.

beban UPemerintah^^^^t da'am ajat 2 mendjadi 4. untuk men^adakim^afau^m” ?®!llaitmuran Propinsi dapat berusaha 5. dibagi-bagikan dalam Daerahnj^Ia n •” bibit (fokvee) gUna mendjalankan^ewad^ba6^ ^ ^ '^ anjakllJa dengan Kabupaten dalam 6. D alam h a lt e ^ dalam ajat 1 pasal ini. harus diberikan oleh pegawai 5hl? r°Plz?s!LmenSatur pimpinan jang Pegawai Kabupaten. 1 ProPinsi kepada pegawai- 7. 8. • Propiiwi^faD-tin? mendapat penggantian biaja. kuda babi kamhina- ri ^.e?Jf/e.nffgarakan pendaftaran sapi, kerbau, itu ^tetaDkan r _biri- Aturan-aturan tentang pendaftaran “ aitetapkan dalam peraturan Daerah Propinsi. § 2. Veterinaire liygiene. 1.

2. f 5 p r » S E 3 K & ,s i ^ *“ “ 1‘ Patenmfan^ehflni!ir bantuan. a.hli ril<* Pegawai'Propinsi kepada Kabu- ^ Pegawai ahIi dalam mendjalankan ke- 3- PnminS rnsnw ? 13 untuk mengusahakan veterinaire hygiene. K abunfLnTS ^ DJUg- p.enS fa?tia« Waja jang harus dibajar oleh “ abupaten kepada Propinsi untuk bantuan termaksud dalam ajat 2. § 3. Pendidikan pegawai ahli.

p S L bKehewan!ndakan Pendidikan PeSawai a™ dibawah pangkat

§ 4. Usaha mentjegah penjakit menular dan pemberantasan penjakit menular dan penjakit lainnja.

larn^a S S f P? T f,d^ heWan ,janS ™uular, pendjagaan mendja- t w h em r » i k f t itu sewaktu menjelenggarakan pengangku- bahan S , m?lalui laut kedalam Daerah Republik Indonesia Itau rumnni t +1 Jang berasal dari hewan, begitu pula segala matjam bam?„ uUntuk makanan ,hewan, usaha mentjegah penjakit ternak S b « 8 jang menular dan penjakit andjing gila pada andjing, Pusat kera adalah semata-mata termasuk usaha Pemerintah

P?,'oIi a usa-ba-vsaha itu tidak didjalankan sendiri oleh Pemerintah Jrusat, maka Propinsi berusaha: a- memberantas penjakit hewan jang menular, penjakit ternak . bangsa burung jang menular, penjakit andjing gila pada andjing, kutjmg dan kera; d. memberantas penjakit ternak dan ternak bangsa burung lainnja.. «3- leraturan Daerah Propinsi jang mengatur usaha-usaha term aksud aaiam ajat 2 tidak berlaku sebelum disjahkan oleh Presiden

296 4. Propinsi memperhatikan petundjuk-petundjuk techms dari Menten T T p |Y | n I t t v i 11T’iJ y i 5. Djika dipandang perlu oleh Menteri Kemakmuran P r o ^ h a r u s memesan obat-obat, alat-alat penolong diagnotis, serd dengan perantaraan Menteri tersebut. § 5. Bentuk dan susunan Djawatan Kehewanan Propins" 1. Propinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Kehewanan Pro pinsi menurut petundjuk dari Menteri Kemakmuran. w#aT11]lar ^ er_ 2. Djikalau dalam suatu Daerah penjakit hewan jan& berun_ d jangkit dengan hebat, maka Menteri Kemakmuran J3 arik buat dmg dengan Dewan Pemerintah Daerah Propmsi daP p rrminsi ¿runa sementara pegawai-pegawai Djawatan Kehewanan r p membantu Daerah jang terantjam. . Qjej1 peme- 3. Biaja berhubung dengan penarikan tersebut d it a n g g ^ inta kem- rintah Pusat dengan tidak mengurangi haknja untu neeawai bali biaja ini darf Daerah jang mempergunakan pertolongan pegawa tersebut. § 6. Rapat-rapat dengan Menteri Kemakmuran. ]£ehe 1. Pemerintah Propinsi mengusahakan supaja Kepala ^^^fK em ak- wanan Propinsi m e m e n u h i panggilan-panggilan dar1 & urusan- muran untuk mengadakan pembitjaraan bersama t k£hewanan. urusan Pemerintah Pusat dan technis dalam lapang'd ^ tang- 2. Beaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu m gungan Pemerintah Pusat. § 7. Bantuan dalam hal penjelidikan. 1. Propinsi memberi bantuan jang diminta oleh Menteri jang guna penjelidikan tentang keadaan hewan dan seoa mempengaruhi keadaan itu. , . nntuk melak- 2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan - , perlu sanakan bantuan termaksud dalam ajat 1, djika dip oleh Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintah Pus § 8. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah dan bangunan Negara didalam Daerah ProPVj^a -;ang nuli Sumatra-Timur, jang dipakai oleh Propinsi S ^ atra." . ah Pusat dihapuskan guna menjelenggarakan kewadjiban p ^ nep ropjnsi Su- dalam lapangan kehewanan jang diserahkan kepaaa guma- matra-Utara tersebut, diserahkan kepada Propmsi I P tra-Timur untuk diurus. urusan ter- 2. Barang-barang inventaris jang dipakai untuk k^P^riu Tapanuli maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Frop Sumatra-Timur. Pasal 11. Urusan pertanian. 8 1. Peniuhih pertanian. • • •

297 § 2. Per t jobaan-pert jobaan dan penjelidikan.

Dengan persetudjuan Menteri Kemakmuran Propinsi dapat: a. mengadakan pert jobaan-pert jobaan (proeftuinen) untuk meme- tjahkan soal-soal techniek pertanian dan perkebunan rakjat; b. pert jobaan-pert jobaan dan penjelidikan perusahaan (bedrijfsont- ledingen) guna kepentingan perikanan.

§ 3. Bentuk dan susunan Djawatan Pertanian Propinsi.

Propinsi membentuk dan menjusun Djawatan Pertanian dan Per- . ikanan Propinsi menurut petundjuk-petundjuk Menteri Kemakmuran.

§ 4. Penjelidikan dan pertjobaan perusahaan.

Propinsi mendjalankan pertjobaan-pertjobaan, penjelidikan-penjelidi-. kan perusahaan (bedrijfsontiedingen) jang berhubung dengan pertanian, perikanan dan perkebunan jang dipandang perlu oleh dan menurut pe­ tundjuk-petundjuk Menteri Kemakmuran.

§ 5. Bantuan-bantuan dalam hal penjelidikan. (bedrijfsontiedingen).

1- Propinsi memberi bantuan jang dipandang perlu oleh Menteri Ke­ makmuran pada penjelidikan-penjelidikan jang didjalankan oleh Ke- menterian Kemakmuran. 2- Biaja-biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan berhu­ bung dengan ketentuan dalam § 4 dan ajat 1 mendjadi beban Peme­ rintah Pusat.

§ 6. Pendidikan.

Propinsi boleh mengadakan pendidikan dengan m engadakan' kursus- kursus pertanian, sekolah-sekolah perusahaan-pertanian (landbouwbe- drijfsschool) dan sekolah-sekolah pertanian rendah lainnja jang sedera- djat, dengan memperhatikan pedoman-pedoman jang diberikan oleh Men­ teri Kemakmuran.

§ 7. Pemberantasan penjakit dan gangguan tanaman.

Sewaktu dinjatakan adanja penjakit dan gangguan tanam-tanaman Jang berdjangkit dengan hebat, Propinsi memberi laporan dan merun­ dingkan dengan Menteri Kemakmuran tentang tindakan-tindakan jang perlu diambil gruna memberantas penjakit dan gangguan-gangguan ter­ sebut.

§ 8. Rapat-rapat dengan Menteri Kemakmuran.

Pemerintah Propinsi mengusahakan supaja Kepala Djawatan Perta­ nian dan Perikanan Propinsi memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri Kemakmuran untuk mengadakan pembitjaraan bersama ten­ tang hal-hal jang termasuk dalam lapangan pertanian, perkebunan dan perikanan. 2. Biaja untuk memenuhi panggilan-panggilan itu mendjadi beban Pe­ merintah Pusat.

298 § 9. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah dan bangunan-bangunan Negara di.dala^ „ ^ ra°£1a-Utara panuli Sumatra-Timur, jang dipakai oleh S'Memerintah jang dihapuskan guna menjelenggarakan k^ ^ serahkan ke- Pusat dalam lapangan pertanian dan perikanan jang aib . . pada Propinsi Sumatra-Utara tersebut, diserahkan kepada p Tapanuli Sumatra-Timur untuk diurus. . 2. Barang-barang inventaris jang dipakai untuk kfP ^ lua^_^rl^aDanuli maksud dalam ajat 1 diberikan m endjadi milik Propm Sumatra-Timur. •

Pasal 12. Urusan pendidikan, pengadjaran dan kebudajaan. § 1. Ketentuan-ketentuan pendahuluan. 1. Jang dimaksudkan dengan sekolah-sekolah, Pendidika^+Pe dan kursus-kursus dalam peraturan ini adalah semata-m sekolah umum. . . . . 2. Dalam urusan pengadjaran jang diserahkan kepada Prop tidak termasuk hal mengatur susunan pengadjaran.

§ 2. Sekolah-sekolah dan sebagainja. ' Propinsi berusaha: . ^-sekolah a. menjelenggarakan berdiri dan terpeliharanja s e o a menengah umum bagian pertama; h -sek ola h b. menjelenggarakan berdiri dan terpeliharanja ^ k° lah_sekolah menengah vak bagian pertama, termasuk dju&a guru B ; c. menjelenggarakan penjuluh pendidikan; d. memadjukan kesenian daerah; e. menjelenggarakan kursus-kursus pengetahuan umum.

§ 3. Alat-alat peladjaran.

Djika dipandang perlu oleh Menteri Pendidikan, P®n^adJ ^ g ^ ukan Kebudajaan Propinsi harus memesan alat-alat beladjar 3ang „ Menteri untuk sekolah-sekolah tersebut dalam § 2 dengan peran a tersebut. § 4. Pengawasan.

1. Pengawasan atas sekolah-sekolah rakjat mendjadi k ew a d jib a pinsi. _ oleh 2. Laporan tentang hasil pekerdjaan pengawasan jang d^dJ'a*j^ -a-’L1itan pegawai Propinsi atas sekolah-sekolah rakjat tersebut akan djuga kepada pemerintah Daerah-daerah jang menjelengg sekolah-sekolah itu. , 3. Pengawasan atas sekolah-sekolah menengah vak bagian pertama sekolah-sekolah menengah umum bagian P^ama, demikianJ- J s atas sekolah-sekolah guru bagian B mendjadi kewadjiban r e Pusat. , , 4. Laporan tentang hasil pekerdjaan pengawasan jang did?a]aJk/f.^.°.® _ pegawai Negeri atas sekolah-sekolah tersebut dalam ajat o i kan djuga kepada pemerintah Daerah Propinsi.

299 § 5. Tentang D jawatan Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan Propinsi.

1. Propinsi membentuk dan menjusun D jawatan Pendidikan, Pengadja­ ran dan Kebudajaan Propinsi menurut petundjuk-petundjuk Menteri * Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. 2 Penilik-penilik sekolah (schoolopzieners) jang ditundjuk oleh Dewan Pemerintah Propinsi membantu Kabupaten dalam mengurus urusan pendidikan, pengadjaran dan kebudajaan. 3. Dengan persetudjuan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupa­ ten dapat mengadakan Kepala Djawatan Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan sendiri dengan penilik-peniliknja sekolah, akan te­ tapi mengenai hal pengawasan pegawai-pegawai Kabupaten itu be- kerdja dibawah pimpinan Djawatan Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan Propinsi. 4. Tentang persetudjuan termaksud dalam ajat 3, Dewan Pemerintah Propinsi d jika memandang perlu dapat mengadakan sjarat-sjarat jang harus dipenuhi oleh Kabupaten.

§ 6. Tentang bantuan kepada Pemerintah Pusat dalam menjelenggarakan pertjobaan-pertjobaan dalam lapangan pengadjaran. 1 Propinsi berkewadjiban memberikan bantuan jang dipandang perlu oleh Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan kepada Pe­ merintah Pusat dalam menjelenggarakan pertjobaan-pertjobaan di- dalam lapangan pengadjaran. 2. Biaja-biaja ctiusus untuk pekerdjaan-pekerdjaian termaksud dalam ajat 1 dengan persetudjuan Presiden dapat diganti oleh Pemerintah.

§ 7. Tentang tanah-tanah dan bangunan- bangunan serta alat-alat. 1. Tanah-tanah dan bangunan-bangunan Negara didalam Daerah Pro­ pinsi Tapanuli Sumatra-Timur jang dipakai oleh Propinsi Sumatra- Utara jang dihapuskan guna menjelenggarakan kewadjiban Peme­ rintah Pusat dalam lapangan pendidikan, pengadjaran dan kebudajaan jang diserahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara tersebut, diserah­ kan untuk diurus kepada Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. 2. Barang-barang inventaris jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. Pasal 13. Urusan kesehatan. § 1. Pemeliharaan orang sakit. 1. Propinsi berusaha terselenggaranja pendirian dan terpeliharanja rumah sakit beserta polikliniknja jang tidak termasuk dalam tugas kewadjiban Kabupaten/Kota didalam Daerahnja. 2 Propinsi dapat membantu Kabupaten/Kota didalam usaha Daerah" daerah ini untuk mendirikan dan mempelihara rumah-rumah sakit dan polikliniknja sesetempat untuk umum terutama untuk orang- orang jang tidak mampu.

300 Keputusan-keputusan Kabupaten/Kota untuk mendirikan dan mem- periuas rumah-rumah sakit jang biajanja melebihi 50.000 rupiah belum bolefi didjalankan, djika belum disjahkan oleh Dewan Peme­ rintah Propinsi. 4. Djika dipandang perlu oleh Menteri Kesehatan, maka Propinsi harus membeli obat-obat, sera dan vaccins jang diperlukan untuk rumah- rumah sakitnja dengan perantaraan Menteri tersebut dari persediaan Pemerintah Pusat. 5, Untuk perawatan klinis kepada orang-orang hukuman pendjara, Pe­ merintah Pusat membajar kerugian menurut tarip umum dari rumah sakit atau poliklinik jang bersangkutan.

§ 2. Tentang pengeringan tanah, pengusahaan air minum, pembuangan kotoran dan perumahan rakjat. 1. Keputusan Kabupaten/Kota untuk mengadakan, memperbaiki dan memperluas usaha mengeringkan tanah, air minum dan pembuangan kotoran jang memerlukan biaja lebih dari 10.000 rupiah tidak boleh didjalankan sebelum projek-projeknja disjahkan oleh Dewan Peme- ' rintah Daerah Propinsi dan djika memerlukan biaja lebih dari 50.000 rupiah Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tersebut harus berunding lebih dahulu dengan Menteri Kesehatan. 2. .Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dapat menentukan, bahwa pe- kerdjaan termaksud dalam ajat 1 harus didjalankan oleh Djawatan Propinsi dengan biaja Kabupaten/Kota. 3. Propinsi dapat membantu Kabupaten/Kota dalam usahanja termak­ sud dalam ajat 1. 4. Propinsi dapat membantu Kabupaten/Kota dalam usahanja memper­ baiki perumahan rakjat. 5. Dalam hal-hal jang chusus menurut keputusan Presiden, Propinsi dapat djuga berusaha memperbaiki perumahan rakjat. § 3. Tentang pentjatjaran dengan bibit tjatjar.

Propinsi menjelenggarakan pentjatjaran dengan bibit tjatjar (koe- pokinenting) menurut petundjuk-petundjuk Menteri Kesehatan.

§ 4. Pendidikan pegawai.

Propinsi dapat mengadakan pendidikan bidan, djururawat dan djuru- tjatjar menurut petundjuk-petundjuk Menteri Kesehatan.

§ 5. Tentang lain usaha kesehatan. 1. Pentjegahan mendjalarnja penjakit menular begitu pula pemberan­ tasan penjakit sampar dengan melalui laut dan udara semata-ma a mendjadi kewadjiban Pemerintah Pusat. 2. Propinsi, mengusahakan: a. penjelidikan tentang keadaan kesehatan rakjat, termasuk djuga. penjelenggaraan statistik-statistik tentang kesehatan r a k ja t, b. penundjukan usaha-usaha untuk mempelihara dan memperbaiki kesehatan rakjat dan memadjukan dilakukannja usaha-usaha itu, c. pemberantasan langsung dan pentjegahan penjakit menular dan penjakit-penjakit rakjat jang tidak tersebut dalam ajat 1 selama Pemerintah Pusat tidak mengusahakannja sendiri.

301 penjakit-penj^ldt^menu^ar^a^np11^ 1f efntje§'ahan dan pemberantasan . sebelum disjahka“ ^Presiden7 lk,t'Peniakit rakJat tidak ber!aku

§ 6. Bentuk dan susunan Djawatan Kesehatan Propinsi.

pinsi menurut^petundfuk n»tn-l’i®u.n suatu Djawatan Kesehatan Pro- 2. Diik.i 7 7 petundJuk-Petund3«k dari Menteri Kesehatan. atau berdjaiSkit^npniabff61^ *'elrdJad' bentjana atau malapetaka hebat, maka flenteri KesehSan ^1»- p°n* kit rakjat dengan Pemerintah Daerah Prooinsi't ™ , f telah berunding dengan Dewan sementara pegawai-pegawai kSLw®1angkutan' daPat menarik buat membantu 4 S jfn | T r L t^ m ^ ^ SUatU Pr° P' nSi ^ d in ia n ntidakP^ n rikan te- T b,Ut ditan&gung oleh Pemerintah Pusat, biaja-biaia ini haknja untuk meminta. bantuan kembali wa/-pegawa™ersebut ^ ^ “ P^gunikan pertolongan pega-

§ 7. Tenteng rapat-rapat dengan Menteri Kesehatan.

' paneila^ruifiiS13?^hakan supaja Kepala Kesehatan Propinsi memenuhi bitiaraan L « * atn ^

merintaht pkusat8menUhi PanSgilan‘panSgilan «u mendjadi beban Pe-

§ 8. Bantuan-bantuan dalam penjelidikan dan petundjuk-petundjuk medisch-technisch. 1. f e h ^ i “ ^ Pr°Pinsi “ e,mberi bantuan jang diminta oleh Menteri Ke- u ™ ™ dala“ mengadakan penjelidikan tentang keadaan kesehatan- kpnri a . rakJat> begitu pula tentang sebab-sebab dan keadaan- «•eaaaan jang mempengaruhmja. 2. deriS> U1?tuk: usaha-usaha chusus jang harus diadakan berhubung sidll a QW^ l han tersebutdala*i ajat 1, menurut keputusan Pre- &iaen, dapat ditanggung oleh Pemerintah Pusat. ^ “ a\ Proi >iliSi • ,memPerhatikan petundjuk-petundjuk medisch-technisch dan Menteri Kesehatan. 4

§ 9. Bangunan-bangunan, tanah, alat-alat dan barang-barang inventaris. \ Bangunan-bangunan dan tanah-tanah Pemerintah Pusat didalam ^aerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur, jang dipakai oleh Propinsi umatra-Utara jang dihapuskan itu untuk menjelenggarakan kewa­ jib a n Pemerintah Pusat dalam lapangan kesehatan rakiat iang di- eiahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara tersebut, diserahkan untuk aiurus kepada Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. •2. Barang-barang inventaris dan alat-alat jang disediakan untuk peme- inaraan kesehatan rakjat tersebut dalam ajat 1, diserahkan kepada Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur untuk mendjadi miliknja.

i 302 Pasal 14. ® Urusan perburuhan dan sosial. A. Perburuhan. § 1. Penempatan tenaga. 1. Propinsi berusaha terselenggaranja kantor-kantor perantaraan kerdja (arbeidsbeurs). 2. Propinsi dapat memberi sokongan kepada kaum pengangguran, jang perlu diberi tundjangan. , 3. Peraturan-peraturan Daerah Propinsi jang mengatur hal dalam ajat 1 dan 2 tidak berlaku sebelum disjahkan oleh § 2.1 Pendidikan. Propinsi berusaha memberi pendidikan kepada Pe1nsanJ§ Ui.e^ ^ orang-orang lain jang mempunjai minat untuk dididik dalam lian, antara lain dengan djalan mengusahakan „werk- dan.Je rienie- dan „werkcentrales” ditempat-tempat jang dipandang perlu, va. u lenggaraan usaha termaksud dalam ajat ini, Propinsi memper tundjuk-petundjuk jang diberikan oleh Menteri Perburuhan dan § 3. Bantuan dalam lial penjelidikan. 1. Propinsi m em beri bantuan jang diminta oleh Menteri Perburuhan dan Sosial guna penjelidikan tentang soal-soal perburuhan.

2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus d i a d a k a n untuk me a sanakan bantuan termaksud dalam ajat 1 dari § ini, djika P perlu oleh Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintah Jrus B. Sosial. § 1. Pendidikan dan > penerangan sosial untuk rakjat. Propinsi berusaha» membantu Pemerintah Pusat dalam mendj;alai!^ka£ kewadjibannja memberi pendidikan dan penerangan sosial untu ^ enter- dengan memperhatikan petundjuk-petundjuk tentang hal ini dari Perburuhan dan Sosial. § 2. Assistensi sosial. 1. Propinsi mengatur dan melaksanakan perawatan pengemis, p en ^ e^ bara, pemalas, anak piatu, anak terlantar, orang-orang Jan& , iman lankan kema’siatan, ^nak-anak atau orang-orang bekas i<.embali diluar atau didalam perumahan, agar supaja mereka dapa .kedalam masjarakat sebagai warga jang berguna. 2. Propinsi dapat memberi bantuan kepada badan-badan partiku ir ja bekerdja dalam lapangan tersebut dalam ajat 1. § 3. Pemberantasan atau pentjegahan kema’siatan. 1. Propinsi berusaha memperketjil, memberantas atau mentjegah ke m a’siatan. 2. Peraturan Daerah jang mengatur hal termaksud dalam ajat 1 ti a berlaku sebelum disahkan oleh Presiden. § 4. Bentjana alam dan pengungsian. Propinsi mengatur dan mendjalankan pemberian pertolongan pada korban bentjana alam dan pengungsi.

303 | 5. Bantuaii.

1. Propinsi memberi bantuan jang diminta oleh Menteri Perburuhan dan Sosial dalam menjelenggarakan usaha- Pemerintah Pusat dalam la­ pangan sosial lainnja.. . 2. Biaja untuk usaha-usaha chusus jang harus diadakan untuk melak­ sanakan bantuan termaksud dalam ajat 1 djika dipandang perlu oleh Presiden, dapat ditanggung oleh Pemerintah Pusat.

C. Bentuk-bentuk susunan 13jawatan Perburuhan dan Sosial Propinsi.

Propinsi membentuk dan menjusun suatu Djawatan Perburuhan dan Sosial Propinsi, menurut petundjuk-petundjuk dari Menteri Perburuhan dan Sosial. D. Tanah-tanah, bangunan-bangunan dan alat-alat. 1. Tanah-tanah, dan bangunan-bangunan Negara didalam Daerah Pro­ pinsi Tapanuli Sumatra-Timur, jang dipakai oleh Propinsi Sumatra- Utara jang dihapuskan guna menjelenggarakan kewadjiban Peme­ rintah Pusat jang diserahkan kepada Propinsi Sumatra-Utara ter­ sebut, diserahkan untuk diurus kepada Propinsi Tapanuli Sumatra- Timur. 2. Barang-barang inventaris, jang dipakai untuk keperluan urusan ter­ maksud dalam ajat 1 diberikan mendjadi milik Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. Pasal 15. Urusan jang masuk urusan rumah tangga Propinsi Tapanuli Suma­ tra-Timur dan kewadjiban-kewadjiban Pemerintah Pusat jang diserahkan kepada Propinsi tersebut, menurut keadaan, tiap-tiap waktu dapat di­ tambah dengan Undang-Undang penjerahan.

Pasal 16. Kewadjiban dan kekuasaan Pemerintah Pusat jang belum diserahkan kepada Propinsi. 1. Kekuasaan-kekuasaan dan kewadjiban-kewadjiban Pemerintah Pusat didaerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur jang belum diserahkan kepada Propinsi tersebut dan didjalankan oleh Komisaris Pemerintah Pusat untuk Sumatra-Utara dan Residen kepada Karesidenan'Tapa­ nuli jang dihapuskan, mulai pada tanggal mulai berlakunja peratu­ ran Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah ini buat Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur didjalankan oleh Kepala Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur, sampai ada ketentuan lain dengan Undang-Undang. 2. Residen Kepala Karesidenan Tapanuli jang dihapuskan itu diperban­ tukan kepada Kepala Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur untuk membantu Kepala Daerah Propinsi tersebut dalam mendja- lankan kekuasaan dan kewadjiban termaksud dalam ajat 1. 3. Pegawai-pegawai kantor Residen Tapanuli jang dihapuskan mendjadi pegawai kantor Kepala Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur urusan Pamong Pradja, sampai ada ketentuan lain.

304 Pagal 17. ' Milik dan jrindjaman Propinsi Sumatra-Utara jang dihapuskan. Sebahagian dari milik dan pindjaman Propinsi-Sumatra-Utara jang dihapuskan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakjat Daerahnja jang mengenai Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur pindah kepada Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur karena hukum. 2. Terhadap milik dan pindjaman termaksud dalam ajat 1, jang tidak dapat ditentukan dengan pasti berapa bagian dari hal-hal itu me­ ngenai bagian dari Propinsi Sumatra-Utara jang dibentuk mendjadi Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur, maka ditentukan oleh Presiden kepada Daerah mana hal-hal itu harus dipindahkan.

Pasal 18. Peraturan-peraturan Daerah Propinsi Sumatra-Utara jang dibentuk menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1948 begitu pula peraturan- peraturan Daerah Karesidenan Tapanuli jang masih berlaku, berlaku te­ rus sebagai peraturan Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. Per- aturan-peraturan Daerah itu tidak berlaku lagi sesudah lima tahun ter­ hitung dari tanggal mulai berlakunja Peraturan Wakil Perdana Menteri pengganti Peraturan Pemerintah ini atau sesudah diganti dengan per­ aturan Daerah Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur. Pasal 19. 1. Selama Undang-Undang pemilihan anggauta-anggauta Dewan Per­ wakilan Rakjat Daerah- Propinsi belum ada atau sebelum pemilihan menurut Undang-Undang itu dapat didjalankan, maka jang mendjadi anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Propinsi Tapanuli Su­ matra-Timur ialah: a. 25 orang anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesi­ denan Tapanuli jang dihapuskan, jang mendjadinja anggauta Dewan ini karena dipilih oleh anggauta Dewan Negeri, dan me­ menuhi sjarat-sjarat dibawah ini: 1. mentjukupi sjarat-sjarat termaksud dalam pasal 4 Undang- Undang No. 22 tahun 1948; 2. tidak merangkap pekerdjaan-pekerdjaan tersebut dalam pasal 5 Undang-Undang No. 22 tahun 1948, dan 3. tidak „meiijeberang”. b. 3 orang anggauta jang mewakili penduduk Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur diluar Daerah Karesidenan Tapanuli jang aina- puskan; c. seorang anggauta Warga Negara turunan Tionghoa. 2. Djika djumlah anggauta termaksud dalam huruf a jang m em enuhi sjarat-sjarat lebih dari 25 orang, maka mereka itu semua diperbolen- kan terus duduk sebagai anggauta Dewan Perwakilan Rakjat Daeran Propinsi Tapanuli Sumatra-Timur, dan oleh karenanja, djumlah gauta Dewan Perwakilan Rakjat Daerah ini untuk sementara waktu boleh menjimpang dari djumlah jang ditentukan dalam pasal 3 dari Peraturan Wakil Perdana Menteri-Pengganti Peraturan Pemermtan ini, dengan ketentuan, bahwa lowongan-lowongan anggauta golongan huruf a jang terdjadi sesudahnja, tidak boleh diisi sampai djumlah anggauta golongan tersebut mendjadi 25 orang.

305 sjarat-sj^^ku raf^dari kS-Ud daIam huruf a jang memenuh1 begitu pula 3 oran^f nJSi + ° ran&’ maka kekurangan anggauta itu, d jalan pemilihan uta termasuk golongan hurüf b, diisi den gan termak^d dàïam S fi™* ^ jan§ akan ditentukan oleh tauiS» sua aalam ajat 6 atau diangkat oleh badan tersebut. 4. huruf c diànïSt ïîfÜf*if îuruf an Tionghoa termaksud dalam ajat 1 dengar t f badan- ter“ aksud dalam ajat 6, sesudah men- Pinsl T a !an u l f s u ^ a t o Æ ra p ,'naaa Tiongh0a P6nduduk Pr° ' 5. Ra?jat*1?asrah Pfanggauta-anggauta Dewan Perwakilan ajat 3 dan Î r°P^ î ^ u ü Sumatra-Timur termaksud dalam sud dalam niat rfius, usa^ an selekas-lekasnja oleh badan termak- bulan Djanuari 1950^ apat mungkin diselesaikan sebelum achir

tra^nm i^S S f P +n^fkiiai1 RakJat Daerah Propinsi Tapanuli Suma- pemerintah p terbentuk, jang mendjalankan hak dan kewadjiban Kepala .^sebut ialah suatu badan jang terdiri dari aneeautfl.nna Propinsi sebagai ketua merangkap anggauta dan Karesid ~a ggauta jang tidak „menjeberang” dari badan executief dalam n n TaPanpli jang dihapuskan dan kini masih berada di" lam Daerah Propinsi tersebut. Pasal 20.

ini Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah berlaku pada tanggal 1 Djanuari 1950.

Ditetapkan di Kutaradja pada tanggal 17 Desember 1949. A. n. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Wakil Perdana Menteri, d. t. o. , Mr- R- SJAFRUDIN PRAWIRANEGARA. Diumumkan a a tanggal 23 Desember 1949. Sekretaris; d. t. o. R* M aRJONO DANOEBROTO.

'306 PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI , PENGGANTI, PERATURAN PFMF.RINTAH 1949 No. 6/H.K/WMJ-i«. >

COPRAFONDS. Peraturan tentang pengawasan dan pembagum copra.

WAKIL. PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa untuk mendjamin terlaksananja usaha ekonomi di Sumatra-Utara,'perlu diadakan sua-tu peraturan untuk mengawasi pembelian dan pembagian P > Mengingat: pasal 2 Undang-Undang No. 2 tahun 1949; Mendengar: Badan Executiep Dewan Perwakilan Rakjat Sumatra U tara; Memutuskan: Menetapkan peraturan tentang pengawasan atas pembelian dan p bagian copra dan disebut „Peraturan Coprafonds”. Pasal 1. a) Coprafonds diadakan untuk mend jamin terlaksananja r^ ^ a s rintah didalam memperbaiki ekonom i di'Daerah Sumatra- ^ mem_ pembelian dan pengeluaran copra dengan d jalan membeli bagi-bagikan. , „ • diada- b) Buat sementara Coprafonds jang dimaksud pada ajat a n j kan untuk Daerah Atjeh. «^diumlah c) Untuk Coprafonds oleh Pemerintah disediakan moaai R» 200.000.000,— (dua ratus djuta rupiah). , an d) Djumlah ini dapat dikurangi atau ditambah m enurut kep Pasal 2. a) C oprafonds diurus oleh sebuah direksi, terdiri atas nja tiga anggauta, jang diangkat dan diberhentikan olen Pemerintah Pusat Sumatra-Utara. . v» «n Ketua, b) Dalam direksi harus duduk seorang Pamong Pradja sebag aha- Kepala Djawatan Pertanian dan seorang wakil dari pada pe g ^ pengusaha copra sebagai anggauta. Anggauta-anggauta angkat menurut kebidjaksanaan Komisaris Pemerintah Pasal 3. Coprafonds mempunjai tugas: diuk- a) membeli copra dengan perantaraan A. T. C. m enurut pe un . petundjuk dan harga jang ditentukan oleh direksi. Copra mungkin dibeli langsung dari pengusaha-pengusaha copra, n(jiuk b) membagi-bagi copra jang tersebut pada a diatas menurut pe . , . „Panitya pemberian idzin membeli barang-barang Pemeri kepada: 1. pemegang-pemegang lisensi. VpDer- 2. badan-badan Pemerintah jang memerlukan copra untuK f luan perusahaannja, jang berada didalam Daerah Atjen. *) Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tahun 1949 jang nomeraja sedjenis dengan ini sudah dimuat dalam Bagian Peraturan e merintah. Pasal 4. a) Untuk memperoleh copra pada Coprafonds, pemegang-pemegang sensi jang dimaksud pada pasal 3 sub b, hendaklah menjetor uangnj^ kepada Bank Negara di Kutaradja a!tau tjabang-tjabangnja seharga copra jang akan diperolehnja itu dan menjerahkan tanda penjerahan' nja kepada Djawatan Perdagangan untuk keperluan surat idzin Pe' ngeluarannja. b) Untuk copra jang diperoleh itu, jatig dimaksud buat dikeluarkan, oleb Coprafonds diberikan keterangan kepada jang bersangkutan didalanj mana dinjatakan keadaan mutu copra jang dimaksud itu, digudang mana boleh diperolehnja dan masa pengeluarannja. c) Copra jang dimaksud pada ajat b diatas, jang tidak dapat dikeluar' kkn menurut masa jang ditentukan, dapat diperpandjang masanj oleh Coprafonds sesudah memperhatikan sebab-sebabnja itu. d) Copra jang tidak dikeluarkan didalam waktu jang ditentukan na® nurut c, tidak ditanggung'akibat-akibatnja oleh Coprafonds; cop jang serupa ini apabila dalam keadaan rusak (afgekeurd), tidak bo* dipemiagakan lagi dan harus dimusnahkan oleh Coprafonds untu mendjaga atas mutu dari copra untuk dikeluarkan. Pasal 5. a) Copra jang dibeli dan dibagikan oleh Coprafonds, ditetapkan harga nja oleh direksi dengan persetudjuan Komisaris Pemerintah Pusa o) Mutu copra ditetapkan didalam suatu peraturan direksi. c) Copra jang boleh dikeluarkan hanjalah copra jang berasal dari Cop*\ fonds serta memenuhi sjarat-sjaratnja sebagaimana dinjatakan pa pasal 4 (b). Pasal 6. a) Pembuat-pembuat copra, pedagang-pedagang ketjil copra dan.agen agen jang dimaksud dalam Peraturan Wakil Perdana Menteri ^en% ganti Peraturan Pemerintah bertanggal 22 Oktober 1949 No.A Ek/WPM tahun 1949 bertali dengan bertanggal 28 Nopember . No. 5/Ek/WKPM tahun* 1949, tidak dibenarkan mendjual copranj^ jang dimaksud untuk dikeluarkan selain kepada Coprafonds. b) Mereka jang melanggar apa jang ditetapkan didalam pasal ini ajax akan dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanja 3 (tiga' bulan dan/atau denda setinggi-tingginja R. 5.000.000,— (lim a djut ru p ia h ). c) Perbuatan jang dimaksud pada b dipandang sebagai pelanggaran. Pasal 7. Apabila peraturan ini perlu ditambah atau dirobah, boleh penamba­ han atau perobahan itu dilakukan oleh Komisaris Pemerintah Pusat untuK Sumatra-Utara. ' Pasal 8. Peraturan ini berlaku pada hari diumumkan. Kutaradja, pada tanggal 20 Desember 1949. Wakil Perdana Menteri, Mr. R. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA. Diumumkan pada tanggal 21 Desember 1949. Sekretaris WKPM., MARJONO DANOEBROTO. Golongan A -Istim e w a

BAGIAN II

(KEPUTUSAN PEMERINTAH DARURAT) Halaman 309 s/d 319

DAN

Golongan A -Istim e w a

BAGIAN I

(PERATURAN-PERATURAN MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN) Halaman 320 s/d 326 PEivie r i n t a h d a r u r a t ======::^ J ^ 0 N E S I A No. 21/Pem/PDRI.

GUBERNUR m i l i t e r , k e d u d u k a n DAN TUGAS. Peraturan sementara ten­ tang kedudukan dan tugas kewadjiban Gubernur Militer dan lain sebagainja.

Menimbang MERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, bahw a: a) focrli b lah din ^ fi denSan pengalaman-pengalaman jang te- liter, unt k (^en§'an adan ja instituut Gubernur Mi- tahanan „ !meinPerkokoh dan menjempurnakan per- sipii dan -k, rnemusatkan segala alat-alat kekuasaan mewa Hn]1' r dalam tiap-tiap Daerah Militer Isti- b) oleh k am SatU ^an^an» Ja'ni Gubernur Militer; N Pertah^m^ keperluan itu kedudukan dan tugas Dewan territoriain^i-?aera^ dan Komandan-komandan sub- tee-a«?* “daerah-daerah Karesidenan perlu diper- ^engingat: Undang-Undane- t p Pemerintah Da keadaan bahaja serta keputusan 1949 No. 1/4Q r Republik Indonesia tanggal 7 Djanuari Sumatra tan^ai^T1?^ dari Panglima Tentara Territorial ggai 24 Djanuari 1949;

Memutuskan •

P E K A T T m T /eratUran S6bagai berikut: t u g a s g u b e r n u r N^ RA KEDUDUKAN DAN m i l i t e r i s t i m e w a d Tp n DALAM DAERAH-DAERAH TERRITORIAT n a r’ 1,' D ’ DAN KOMANDAN SUB- DALAM DAERAH KARESIDENAN. ^ j Pasal 1.

militer dilakukan ole^^uberau^Mihter6^ segala kekuasaan sipil dan

Gubernur Militer mempunjai tugas kewadjiban: mendjalankan Pemerintahan aii-zi gara dan Instruksi-insf-mkf; a3 P1* menurut Peraturan-peraturan Ne- b. djawab dalam hal ini kenari Pemerintah Pusat dan bertanggung mengadakan tindakaL«ndaka.^ ^ r“ tah Pusat: . . . sub-territorial jang be^anP-knSP8^ tlkan Pertimbangan Komandan dan petundjuk Panglima Tfnta™ r * * umumnJa atas pimpinan mi bertanggung djawab kenadif p®rni?naI Sumatra dan dalam hal matra. P a Panglima Tentara Territorial Su- Pasal 3.

oleh CDewan Pertahana^ n aresidenan-karesidenan did jalankan djaw ab kepada Gubernur S S S ff j £ ?

309 2. Urusan Militer di Karesidenan-karesidenan didjalankan oleh Ko­ mandan sub-territorial atas nama dan bertanggung djawab ke- pada Gubernur Militer jang bersangkutan Pasal 4. Dewan Pertahan Daerah dalam daerahnja berhak atas nama Gnhpr- nur Militer jang bersangkutan mengambil tindakan-tindakan dan m e r a ­ dukan Peraturan-peraturan jang tidak berlawanan dengan Peraturan- peraturan jang berlaku atau jang akan dikeluarkan oleh badan-h^an Pemerintahan jang lebih tinggi. c Pasal 5. Sekalian Peraturan-peraturan Gubernur Militer selama ini terus ber­ laku sampai diadakan perubahan-perubahan atau Peraturan-peraturan baru. Pasal 6. Ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia tanggal 7 n-ia- nuari 1949 bagian ke IV sub 1 dan 2 ditjabut kembali \ Pasal 7. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan pada tanggal 16 Mei 1949. PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, KETUA, Mr. R. SJAFRUDIN PRAWIRANEGARA. Diumumkan pada tanggal 19 Mei 1949. Sekretaris P. D. R. I., MARJONO DANOEBROTO.

310 KEPUTUSAN PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA No. 22/Pem/PDRI.

KOMISARIS PEMERINTAH. TUGAS. Peraturan tentang tugas dari Komisaris Pemerintah.

PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a) bahwa berhubung dengan pemusatan kekuasaan sipil dan militer buat sementara waktu kepada Gubernur Militer di Daerah-daerah Militer Istimewa perlu mem­ beri tugas baru kepada Gubernur-gubernur Propinsi di Sumatra; b) pembagian Daerah-daerah Militer Istimewa tidak se­ suai dengan perbatasan-perbatasan Daerah Propinsi hingga untuk mendjamin kesatuan Daerah-daerah Otonomi perlu adanja pengawasan; c) pengawasan jang dimaksud dapat diserahkan kepada Gubernur-gubernur Propinsi jang bersangkutan dengan merobah kedudukannja sebagai Komisaris Pemerintah, Mengingat: a) Ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia tanggal 16 Mei 1949 No. 21/Pem/PDRI; b) Undang-Undang tentang keadaan bahaja dan Peratu­ ran Pemerintah tahun 1948 No. 22;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: PERATURAN TENTANG TUGAS DARI KOMISARIS PEMERINTAH. Pertama: Pasal 1. Dengan berlakunja pemusatan kekuasaan sipil dan militere pada Gubernur Militer di Daerah-daerah Militer isu » djabatan Gubernur-gubernur Propinsi di Sumatra buat s tara waktu dihapuskan. Pasal 2. Pengawasan-pengawasan atas Daerah-daerah Otonomi 22 termaksud dalam Peraturan Pemerintah tahun 1948 jn dilakukan oleh Komisaris Pemerintah. Kedua: Pasal 3. Tugas Komisaris Pemerintah ditetapkan sebagai berikut. 1. mengawasi dan memberi tuntutan agar supaja alat-alat Pemerintahan, Militer maupun sipil, rtiendjalankan kewa- djibannja menurut Peraturan-peraturan Negara dan In­ struksi-instruksi dari Pemerintah Pusat.

311 2. memadjukan usul-usul kepada Pemerintah Pusat dan anajuran-andjuran kepada Gubernur Miiiter jang daDat lapangan° Pertahanan dan Pemerintahan dalam segala

dalam urusan-urusan jang masuk kekuasaan Pemerintah irusat, maka Komisaris Pemerintah berhak dalam keadaan jang mendesak mengambil keputusan, menunggu penge­ sahan dan Pemerintah Darurat Republik Indonesia. dengan tidak mengurangi hak Gubernur Militer untuk angsung berhubungan dengan Pemerintah Darurat Repu- 1 _ Indonesia, maka untuk memudahkan pekerdjaan se- PemeilntS1 nUr berhubungan dengan Komisaris

Komisaris Pemerintah mengundjungi Daerah-daerahnia palmg sedikit satu kali dalam enam bulan. Ketiga:

Pasal 4. Menetapkan Daerah-daerah di Sumatra jang berada dibawah pengawasan Komisaris Pemerintah sebagai berikut: I. Daerah Sumatra-Utara, jang meliputi Karesidenan Atieh, Tapanuli dan Sumatra-Timur. 'II. Daerah Sumatra-Tengah, jang meliputi Karesidenan Su­ matra-Barat, Riau dan Djambi. III. Daerah Sumatra-Selatan, jang meliputi Karesidenan Pa­ lembang, Bengkulu, Lampong, Bangka dan Biliton. Pasal 5. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan pada tanggal ,17 Mei 1949. A. n. PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, KETUA, Mr. R. SJAFRUDIN PRAWIRANEGARA. Diumumkan Pada tanggal 18 Mei 1949. Sekretaris P. D. R. Iv R. MARJONO DANUBROTO

312 KEPUTUSAN PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA No. 23/Pem/PDRI.

KOMISARIS PEMERINTAH. PENGANG­ KATAN. Ketetapan tentang pengangkatan beberapa orang mendjadi Komisaris peme­ rintah.

PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berhubung dengan „Peraturan sementara tentang . kedudukan dan tugas Gubernur Militer dalam Daerah- daerah Militer Istimewa, Dewan Pertahanan Daerah dan Komandan Sub-Territorial dalam Daerah-daerah Karesi- denan” tanggal 16 Mei 1949 No. 21/Pem/PDRI dan „Per­ aturan tentang tugas dari Komisaris Pemerintah di Su­ matra” tanggal 16 Mei 1949 No. 22/Pem/PDRI, perlu di­ tetapkan di Sumatra Komisaris-komisaris di Sumatra. Mengingat: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan:

Mengangkat mendjadi Komisaris Pemerintah untuk Daerah: a. Sumatra-Utara ; b. Sumatra-Tengah ; c. Sumatra-Selatan; masing-masing: a. Mr. M. Amin, dahulunja Gubernur Propinsi Sumatra-Utara; k* Mr. M. Nasrun, (dahulunja Gubernur Propinsi Sumatra-Tengah, c. Dr. M. Isa, dahulunja Gubernur Propinsi Sumatra-Selatan.

Salinan dan selandjutnja.

A. n. PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA,

KETUA, Mr. R. SJAFRUDIN PRAWIRANEGARA.

313 k e t e t a p a n p e m e r in t a h d a r u r a t REPUBLIK INDONESIA No. 24/Pem/PDRl.

PEGAWAI. HAK PENGANGKATAN DAN MEMBERHENTIKAN. Peraturan tentang hak pengangkatan dan mem berhentikan pegawai.

PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berhubung dengan pemusatan kekuasaan sipil dan militer kepada Gubernur Militer di Daerah-daerah Militer Istimewa di Sumatra perlu diadakan perubahan tentang hak pengangkatan, pemberhentian buat sementara waktu (schorsen) dan pemindahan pegawai-pegawai Negara; Mengingat: Ketetapan Pemerintah Darurat Republik Indonesia tanggal 16 Mei 1949 No. 21/Pem,/PDRI dan 22/Pem/PDRI; Mengingat lagi: Undang-Undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut:

A. Urusan Sipil. Pasal 1. Gubernur Militer dalam Daerahnja masing-masing berhak mengang­ kat memberhentikan atau memberhentikan buat sementara waktu (schorsen) dan memindahkan: a- pegawai-pegawai Pamong-Pradja sampai pangkat Wedono; b- pegawai-pegawai Kantor Pemerintahan sipil Daerah (Lokale ambtenaren) sampai dengan pangkat pegawai menengah A.

Pasal 2. tahnSei^ a .P^wai-pegawai PaLmong-Pradja maupun Kantor Pemerin- dihpri S1^ j an£ tidak tersebut pada pasal 1 diangkat, diberhentikan atau M e.ntikan buat sementara waktu (schorsen) dan dipindahkan oleh Menten Dalam Negeri. B. Urusan Militer. Pasal 3. j . Gubernur Militer dalam Daerahnja masing-masing berhak mengang; d * h meinberhentikan atau memberhentikan buat sementara waktu dari jabatannja (schorsen) dan memindahkan kelain tempat semua anggauta- anggauta ketentaraan sampai dengan pangkat Letnan-Muda. Pasal 4. Semua anggauta Ketentaraan dengan pangkat Letnan II keatas di­ angkat, diberhentikan atau diberhentikan buat sementara waktu (schor­ sen) dari d jabatannja dan dipindahkan kelain tempat oleh atau atas nama • Menteri Pertahanan.

314 C. D jawatan jang tidak masuk kekuasaan Propinsi. (centrale diensten). ■ • n iaTi£ tidak ■ masuk Semua pegawai-pegawai dari djawatan-djawatan j* & atau di_ kekuasaan Propinsi (Centrale Diensten) diangkat, moeri & dan di_ berhentikan buat sementara waktu (schorsen) dari aja . tau Kepala pindahkan kelain tempat oleh atau atas nama Menteri D jawatan jang bersangkutan. ’ ak mengang- Dalam keadaan jang mendesak Gubernur , sementara waktu kat, memberhentikan atau memberhentikan buat . mt)at. (schorsen) dari djabatannja dan memindahkan kelam ^ v • ^ daerah Semua pegawai-pegawai tersebut dalam pasal Saja menunggu pe- kekuasaannja meliputi Kabupaten atau lebih ketjil aeng hersangkutan. ngesahan dari Menteri dan'atau Kepala Djawatan 3ang Pasal 6 Dalam keadaan mendesak dan perhubungan tidak P bersangkutan gera dilakukan dengan Menteri/Komisaris Pemerintah 3 s -j^^er ber- atau Panglima Tentara Territorial Sumatra maka Gu memindahkan/ hak buat sementara menjimpang dari pasal 2, 3, 4 dan ¿jiakukan oleh menschors orang-orang jang pemindahan/penschoresannj ^ panglima Menteri/Komisaris Pemerintah jang bersangkutan a a Tentara Territorial Sumatra. Pasal 7. Peraturan ini mulai berlaku pada hari diumumkan.

Ditetapkan pada tanggal 17 Mei A. n. PEMERINTAH DARURAT REPUBLIK INDONESIA, KETUA, ' Mr. R. SJAFRUDIN PRAWIRANEGARA. Diumumkan pada tanggal 18 Mei 1949. Sekretaris P. D. R. I., R. MARJONO DANUBROTO.

315 KEPUTUSAN WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA DI SUMATRA No. 1/Um/WPM.

PERATURAN. PENGUMUMAN. Peratu­ ran tentang tjara pengumuman segala Peraturan-peraturan dari Wakil Perdana Menteri di Sumatra.

WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA,

nimbang. bahwa perlu diatur tjara pengumuman dari segala Peratu ran-peraturan Wakil Perdana Menteri; Mengingat: pasal 7 Undang-Undang No. 2 tahun 1948 dan pasal 1 In­ struksi Wakil Perdana1 Menteri tanggal 20 Agustus 1949:

Memutuskan:

Menetapkan peraturan sebagai berikut: Pasal 1. TT , Segala Peraturan Wakil Perdana Menteri termaksud dalam pasal 2 undang-Undang No. 2 tahun 1949 dan pasal 1 Instruksi Wakil Perdana Menteri tanggal 20 Agustus 1949 diumumkan oleh Sekretaris Wakil Per- t^Sebutinteri’ pengumuman mana harus ditanda tangani oleh Sekretaris

Pasal 2. « Pengumuman dilakukan dengan memuat peraturan termaksud dalam pasal 1 dalam Berita Pemerintah, atau menempelkan diatas papan pengu­ muman dimuka kantor Komisaris Pemerintah Pusat atau dengan peran­ taraan salah satu surat kabar jang diterbitkan ditempat kedudukan Wakil “ erdana Menteri. Pasal 3. Dengan tidak mengurangkan sahnja pengumuman jang dilakukan menurut pasal 2 diatas, pengumuman itu sedapat-dapatnja disiarkan djuga engan perantaraan surat-surat kabar, radio atau penjiar lainnja. Pasal 4. , Peraturan-peraturan Wakil Perdana Menteri mulai berlaku pada hari iumumkannja ketjuali djika dalam peraturan itu'disebut saat lain. Pasal 5. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 23 Agustus 1949.

Kutaradja, 27 Oktober 1949. Diumumkan Wakil Perdana Menteri, pada ■ tanggal 27 Oktober 1949. Mr R> SJAFRUDIN Sekretaris Wakil Perdana Menteri, PRAWIRANEGARA. Mr. IMAM SOEDJAHRI.

316 KETETAPAN WAKIL PERDANA MENTERI R E P U B L IK INDONESIA ______D I SUMATRA No. 2/Um/WPM-

DEWAN p^ T A H A NAN DAaERAH. SUMATRA-TENGAH. P pertahanan tang pembubaran Dewa Daerah Sum atra-Tengah.

W AKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA,

, _ Ficipriitl Setelah memperhatikan keadaan Pemerintahan ua. ^erhadjat Tengah jang masih bersifat Daerah Militer, s e d a n g k a n r j akan lekas terlaksananja Undang-Undang 1948 No. 22, ^ Menganggap perlu berhubung dengan itu serta untukdimana merintahan dewasa ini serta sebagai pelopor dari phase j;J' otonoom ; akan ditetapkan didaerah ini Propinsi Sum atra-Tengah ja g

Menetapkan : a. Mendjelang diadakan pemilihan jang baru, maka an^|f'^t^ianagang- dari Dewan Perwakilan Propinsi Sumatra-Tengah, j ,b g arat dan gauta-anggautanja dipilih dari anggauta Propinsi bum . Tengah; Riau tetap sebagai anggauta Dewan Perwakilan ou ^ b. Anggauta-anggauta Dewan Executief Propinsi ^ ^ ia^raf-TpI1pada sisi lama tetap bekerdja sebagai anggauta Dewan Execu Gubernur Militer Sumatra-Tengah; e. Dewan Pertahanan Daerah dalam Daerah Gubernur Militer Su Tengah dibubarkan; d. Peraturan pelaksanaan selandjutnja diserahkan kepada Pemerintah Pusat.

Tembusan dikirim kepada sl.

Ditetapkan di Balai Talan^ pada tanggal 6 Nopember 1

Wakil Perdana Menteri, Mr. R. SJAFRUDIN PRAWIRANEGARA.

317 KETETAPAN WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK INDONESIA _ DI SUMATRA No. 15/Pem/WKPM. ,,

GUBERNUR. KOMISARIS PEMERINTAH- Ketetapan tentang pemberhentian Komisaris Pemerintah dan pengangkatan Gubernur Militer. 0 WAKIL PERDANA MENTERI REPUBLIK "INDONESIA,

imbang, a. bahwa menurut ketentuan dalam peraturan Wakil Per­ dana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah tanggal 17 Desember 1949 No. 8/Des/WKPM dan 9/Des/WKPM; 1. Propinsi Sumatra-Utara dipetjah mendjadi 2 Pro- pmsi ja’ni Propinsi Atjeh dan Propinsi Tapanuli/ • Sumatra-Timur; 2. Djabatan Komisaris Pemerintah Pusat dan Gu­ bernur Militer di seluruh Daerah Sumatra diha­ puskan ; b. bahwa oleh karena itu perlu mengangkat Kepala Daerah dengan pangkat Gubernur untuk Propinsi Atjeh, Tapanuli Sumatra-Timur, Sumatra-Tengah dan Sumatra-Selatan; Mengingat: Instruksi Wakil Perdana Menteri tanggal 20 Agustus 1949 dan Undang-Undang No. 2 tahun 1949;

Memutuskan :

Pertama: a. Memberhentikan dengan hormat dari djabatannja: 1. Mr. S. M. Amin. 2. Mr. Moh. Nasrun. 3. Dr. Isa. 1 sampai dengan 3 Komisaris Pemerintah Pusat untuk: 1. Sumatra-Utara. 2. Sumatra-Tengah. 3. Sumatra-Selatan. b. Memberhentikan dengan hormat dari djabatannja: 1. Tgk. N. Daoed Beureueh. 2. Dr. F. Lumbantobing. 3. Mr. St. M. Rasjid. 4. Dr. A. K. Gani. 1 sampai dengan 4 Gubernur Militer Daerah Militer Isti­ mewa : 1. Atjeh, Langkat dan Tanah Karo. 2. Tapanuli. 3. Sumatra-Tengah. 4. Sumatra-Selatan^ m an pangkat Guber- Kedua: Mengangkat mendjadi Kepala Daerah deng nur untuk Daerah Propinsi: “ 1. lXtjeh. - 2. Tapanuli/Sumatra-Timur. 3. Sumatra-Tengah. 4. Sumatra-Selatan. masing-masing: 1. Tgk. M. Daoed Beureueh. 2. Dr. F. Lumbantobing. 3. Mr. Moh. Nasrun. 4' Dr' Iiia- , Dianuari 1950. Ketiga: Ketetapan ini mulai berlaku pada tangga Salinan dsl.

Kutaradja, 1 7 Desember UK* A . n. PRESIDEN REPUBLIK IN

Wakil PerdanaR“ " NEGARA. Mr. R. SJAFRUDIN PRA.W

319 Peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. R. I./1.

PENTJATATAN PENDUDUK. Per­ aturan tentang pentjatatan penduduk Daerah Istimewa Jogjakarta.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, bang, perlu diadakan Peraturan tentang pentjatatan penduduk didaerah Istimewa Jogjakarta; Mengingat : kekuasaan penuh (pleinpouvoir) jang diberikan kepada Menteri Negara Koordinator Keamanan dengan surat pe­ netapan Presiden tertanggal, Menumbing 1 Mei 1949.

Memutuskan :

• Menetapkan „Peraturan tentang pentjatatan penduduk di daerah Is­ timewa Jogjakarta” seperti berikut: .

Pasal 1. Untuk mengerdjakan administrasi pentjatatan penduduk maka: a' ^ ant°r Jatna D jiwa dari Pemerintah Daerah Istimewa Jogja­ karta ditundjuk mendjadi Kantor Pusat Pentjatatan Penduduk buat seluruh Daerah Istimewa Jogjakarta (K. P. P. P.) dengan dipimpin oleh Pemimpin Staf Pemerintahan Menteri Negara Koordinator Keamanan. Kantor Kapanewon ditundjuk mendjadi Kantor Pentjatatan Penduduk (K. P. P.) buat lingkungan Kapanewon, dipimpin oleh Panewu Pamong Pradja. c* Kantor Kemantren ditundjuk mendjadi Kantor Pentjatatan Penduduk (K. P. P.) buat lingkungan Kemantren dipimpin oleh Mantri Pamong Pradja. ^ ^>eJ'un^jnk pekerdjaan buat Kantor-Kantor tersebut dalam ajat (1) atsal ini dibuat oleh Pemimpin Staf Pemerintahan Menteri Negara Koordinator Keamanan. Pasal 2. (1) Pada tanggal jang ditetapkan oleh Menteri Negara Koordinator Ke­ amanan diseluruh Daerah Istimewa Jogjakarta diadakan perhitungan Gten pentjatatan penduduk dibawah pimpinan Pemimpin-Pemimpin Kantor-Kantor Pentjatatan Penduduk. / (2) Tiap-tiap penduduk diwadjibkan memberi keterangan jang sebenar- nja kepada Pemimpin K. P. P. atau orang jang ditundjuk olehnja untuk mendjalankan perhitungan dan pentjatatan penduduk itu. (3) Petundjuk tentang djalannja perhitungan dan pentjatatan penduduk dibuat oleh Pemimpin Staf Pemerintahan Menteri Negara Koordi­ nator Keamanan. Pasal 3. (1) Perhitungan dan pentjatatan penduduk termaksud dalam f atsal 2 ajat (1) dilakukan sekeluarga demi sekeluarga.

320 »• I./l.

'<2) Sendjudi p e S u k ng telah «“hitung dan ditjatat anggautanja jang keluarga / a u f m e i h f ^ 11 Istimewa J a k a r t a diberi suatu kartu pala dan ane^autn a nomor urut, nama-nama dan umur ke- tinggal, kew fr4a„ nDggauta keluarga, pekerdjaan, alamat tempat ini disimpan d? K p ^ f ai:a (Kebangsaan). Duplicaat kartu keluarga (3 ) r r . , ’ Jang bersangkutan. surat idzin terrnnL8'1^? keluarga tersebut pada ajat (2) fatsal ini dan besarnia H i t t ^ f kSUd dalam fatsal 5 ajat (1) dipungut beaja jang rintahan Mente?io N-Negara e-ar^r Koordinator *'U£ t PenetaPan Keamanan. PemimPm Staf P°me'

H) Pasal 4. S a d ik a n daIam susunan keluarga jang terdjadi s3sudah fatsal 2 aiat Cl i ? an n pentjatatan penduduk termaksud dalam temoat h agai akibat kelahiran, kematian atau kepmdahan selambat lfm hl t rUl dilaP°rkan kepada K. P. P. jang bersangkutan (21 r .- ambatnja 3 hari sesudah perubahan itu terdjadi. temkDatUmSaUAtUH.ke!“ arS:a dari Daerah Istimewa Jogjakarta berpindah dikirim kin Vo kartu keluarganja jang disimpan di K. P- P- d itan g baertemPpaadtat^ alP- dida^ W k u n g a n m,na keluarga ioi

Pasal 5 <1} diadakan perhitungan dan pentjatatan pon- di snatii + ctalam fatsal 2 ajat (1) datang bertempat tinggal idzinTeWh ? Daerah Isti^ewa Jogjakarta harus mendapat Koordin i n r t 1 Pemimpin Staf Pemerintahan Menteri Negara amanan atau Pegawai jang ditundjuk olehnja. dHmidi?ikkniiSUd P^afai ajat ^ fatsal ini diberikan djikalau dapat SUrat lulusan dari Pamong Pradja atau Polisi di tem­ pat jang aiditinggalkan tinggalkan itu. d a Da t*1 m pn n hfif ^ ^ P ^ ta h a n atau Pegawai jang ditundjuk olehnja Daerah Permmtaan seseorang untuk bertempat tmggal di i f Jogja.karta djikalau dichawatirkan bahwa ia dapat ketenteraman dan ketertiban umum; alasan panolakan diberitahukan kepada orang jang berkepentingan. Pemimpin Staf Pemerintahan atau Pegawai jang ditundjuk olehnja memberitahukan kepada K. P. P. jang bersangkutan tentang orang jang akan bertempat tinggal didaerah lingkungan K. P. P- tersebut. (5) Keluarga jang telah mendapat idzin bertempat tinggal termaksud a^ ^ ^ fatsal ini didalam satu minggu setelah surat idzin innrtn S D^ ISaJ lai'?i,s menu.karkan surat idzin itu dengan kartu ke- gal baru didalam lingkungan mana mereka bertempat ting- Djika jang diberi idzin bertempat tinggal itu adalah orang-orang jang tidak merupakan keluarga, maka surat idzin itu harus diserah- an juga, kepada K. P. P. dan namanja ditambahkan dalam kartu Keluarga dan keluarga jang akan menanggung kediamannja.

Pasal 6. (D barang siapa dengan sengadja tidak memenuhi kewadjiban termak­ sud dalam pasal 2 ajat (2) dapat dihukum tutupan (hechtenis) se- iama-lamanja 30 hari atau denda sebanjak-banjaknja R. 5.000,— .

32 R. I./1*3 (2) Barang siapa dengan sengadja tidak memenuhi kewadjiba^i termak'^J sud dalam pasal 4 ajat (1) dapat dihukum tutupanc (hechtenis) se; j j lama-lamanja 15 hari atau denda sebanjak-banjaknja R- 2.500, (3) Barang siapa dengan sengadja setelah diadakan perhitungan dan ^ pentjatatan penduduk termaksud dalam pasal 2 ajat (1) bertempa .. tinggal didalam Daerah Istimewa Jogjakarta sedang namanja tida tertjatat oleh K. P. P. dalam suatu kartu keluarga seperti terseb* pada pasal 3’ ajat (2) atau tidak mempunjai surat idzin bertemp tinggal sebagai termaksud dalam pasal 5 ajat (1) dapat dihuku#-* tutupan (hechtenis) selama-lamanja 3 bulan atau denda sebanja banjaknja R. 15.000,— atau dikeluarkan dari Daerah Istime Jogjakarta.

Pasal 7. Selainnja petundjuk-petundjuk termaksud pada pasal 1 ajat (2) da^ pasal 2 ajat (3) serta penetapan tersebut pada pasal 3 ajat (3), Pei™[ pin Staf Pemerintahan berhak mengadakan peraturan-peraturan chus jang diperlukan untuk melaksanakan Peraturan ini.

Pasal 8. Peraturan ini mulai berlaku semendjak diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 Djuni 19-9- Menteri Negara Diumumkan di Jogjakarta Koordinator Keamanan, pada tanggal 30 Djuni 1949. HAMENGKU BUWONO xx. Acting Sekretaris Djenderal, Mr. A. W. SOERJODININGRAT.

322 Peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. R. I./2.

BARANG. Peraturan . - ^nimbunPa " a n g ' serta pembata-. san harga barang.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAM ANAN, Menimbang: bahwa perlu diadakan penegasan i^hatasan-harga masukan, peredaran, penimbunan serta p barang; _ , x . diViprikan kepada Mengingat: kekuasaan penuh (pleinpouvoir) jang v, P. J. M. Pfe- Menteri Negara Koordinator Keamanan o e 1 pan ter- siden Republik Indonesia dengan surat peneiap tanggal Menumbing, 1 Mei 1949;

Memutuskan:

Menetapkan Peraturan Menteri Negara Republik p^masu- nator Keamanan No.: R. I./2 Tahun 1949 tentang Pengei » sebagai kan, Peredaran, Penimbunan serta Pembatasan-harga & berikut: Pasal 1. Segala Peraturan Badan-Badan Pemerintah nengemba- Sipil dan Militer, jang dikeluarkan sebelum hari dan -;ang me- lian kekuasaan ditangan Pemerintah Republik Indonesia ^ eYQfa Repu- ngenai pengeluaran dan pemasukan barang-barang dan/ e jndo- blik Indonesia, peredaran barang-barang didalam daeran karang- nesia serta penimbunan barang-barang dan pembatasan & barang, untuk sementara waktu tidak didjalankan.

Pasal 2. • ■ Peraturan ini mulai berlaku pada hari dan tanggal kekuas merintahan di Daerah Istimewa Jogjakarta kembali a rintah Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jcigjakarta.^ pada tanggal 30 Djum 1949- Menteri Negara Diumumkan di Jogjakarta Koordinator Keamanan, pada tanggal 30 Djuni 1949. HAMENGKU BUWONO IX. A cting Sekretaris Djenderal, Mr. A. W. SOERJODININGRAT.

323 Peraturan Menteri Negara Koordinator K e a m a n a n No. R. I./3.

BERKUMPUL DAN BERSIDANG. Peraturan tentang pembatasan ^ merdekaan berkumpul dan bersidan&-

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa untuk keselamatan Negara dan mendjaga keten­ teraman umum, untuk sementara waktu perlu diadakan pembatasan kemerdekaan berkumpul dan bersidang; Mengingat: I. Penetapan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Pe­ rang R. L tertanggal Menumbing, 1 Mei 1949; II. Undang-Undang Keadaan Bahaja (Undang-Undang No. 6 tanggal 6 Djuni 1946);

Memutuskan: l Menetapkan Peraturan sebagai berikut: Pasal 1. Dilarang mengadakan rapat terbuka, demonstrasi dan keramaian jang bersifat umum. Pasal 2. (1) Untuk mengadakan rapat tertutup, pertemuan lain jang tidak bersifat umum dan arak-arakan, sebelumnja harus diperoleh idzin dari Kepa*a Staf Keamanan untuk Kota Jogjakarta atau dari Pemimpin P em erin ­ tahan Militer Kabupaten untuk daerah Kabupaten atau dari Badan jang ditundjuk oleh Instansi-instansi tersebut. (2) Selambat-lambatnja 3 hari sebelum rapat atau pertemuan itu diada' kan, surat permohonan dengan pemberitahuan tentang atjara dai1 siapa jang bertanggung djawab atas rapat, pertemuan atau aT S arakan itu, harus sudah diterima oleh Kepala Staf Keamanan untulc Kota Jogjakarta atau oleh Pemimpin Pemerintahan Militer Kabupa~e** untuk daerah Kabupaten atau oleh Badan jang ditundjuk o*0*1 Instansi-instansi tersebut. (3) Didalam surat pemberian idzin, Kepala Staf Keamanan, Pemimpi11 Pemerintahan Militer Kabupaten, atau Badan jang ditundjuk olehnja diberi kuasa untuk menentukan sjarat-sjarat tentang m engadakan rapat, pertemuan atau arak-arakan itu. Pasal 3. (D Penetapan-penetapan dalam Peraturan ini tidak berlaku terhadap rapat, pertemuan-pertemuan dan arak-arakan jang diselenggarakan oleh Badan-badan Pemerintah; demikian d juga rapat Rukun K am pu n g dan Rukun Tetangga atau Rukun Desa dan Rukun Somah jang di­ adakan untuk kepentingan Pemerintah. (2 ) Mehjimpang pula dari penetapan-penetapan tersebut diatas pertemuan dan keperluan-keperluan lain jang berhubung dengan hal kem atian dapat diadakan, sesudah hal-hal itu diberitahukan kepada Mantri Pamong Pradja atau Lurah Desa.

324 R. I./3 . Pasal 4. (1) Barang siapa melanggar aturan tersebut dalam pasal 1 : (ajat 1 ) dihukum pendjara selama-lamanja satu tahu sebanjak-banjaknja sepuluh ribu rupiah. , . (2) Perbuatan tersebut dalam ajat (1) dari pasal mi dianggap sebaeai kedjahatan. Pasal 5. Peraturan ini mulai berlaku sedjak hari pengumumannja. o Ditetapkan di Jogjakarta, Diumumkan di Jogjakarta . Pada tan^ al 4 DjuU 1949' pada tanggal 4 Djuli 1949. Menteri Negara

Acting Sekretaris Djenderal, rttWONO IX Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWO

PENDJELASAN. Pendjelasan Umum. , 1. Peraturan ini sekali-kali tidak bermaksud mengurangi hak-hak dasar dan pada warga nega »¡nkan suatu jang telah diakui dalam Undang-Undang Dasar, me'a nkaii sua^ tindakan darurat untuk menjelamatkan Negara kita janD berada dalam keadaan luar biasa. oiatnia maka 2. Untuk membangun kembali Negara kita dengan a^ ;a^ ft^ djamin sjarat mutlak adalah keamanan, dan keamanan J keamanan dapat apabila segala sesuatu jang mungkin mengga Negara. D jika dilarang sama sekali atau dikontrole oleh ala - ePp-era ditjabut, keadaan mengidzinkan, maka Pera'turan ini :ak J^suai dengan baik seluruhnja, maupun sebagian demi sebag , tanggung djawab jang dipikulkan kepada Pemerintah.

Pendjelasan sepasal demi sepasal. Pasal 2. tama Sesuai dengan maksud kesatuan komando, maka pada Pka?e gtaf semua kekuasaan perlu dipusatkan pada dan dipegang se tiukup, Keamanan. Djika Staf Keamanan sudah mempunjai iain maka kekuasaannja dapat diserahkarmja kepada ms c-jarat-siarat

(Polisi/Penewu Pamong Pradja/Mantn Pamong P r a < i ja t _ n < r waktu, jang dapat diberikan kepada penjelenggara rapat ialah viprtanffffung banjaknja orang jang dapat hadlir, tempat rapat, siapa Jan£ . djawab terhadap kedjadian-kedjadian dalam rapat dan sebag; J* ber. Pasal ini memberi kesempatan kepada chalajak untuk s gembira, tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa sebelum keadaa naTli normaal kembali, perlu diadakan sjarat-sjarat untuk mendjaga . ^ar ialah tidak boleh diadakan pertundjukan umum ^wajang, Ketopid. sebagainja), sjarat-sjarat mana dapat disebutkan dalam sur • D juga dilarang keras untuk bermain kartu (berdjudi) pada p pertemuan jang dapat diselenggarakan menurut pasal ini. Lain-lain pasal: Sudah djelas.

325 Peraturan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. R. I./k.

GEDUNG-GEDUNG. Peraturan tentang mempergunakan gedung-gedung. MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, . Menimbang: bahwa perlu diadakan Peraturan tentang menggunakan gedung-gedung dan lain-lain sebagainja. Mengingat: I. Penetapan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia tertanggal Menumbmg» 1 Mei 1949. n. Fatsal 17 ajat (1) dari Undang-Undang Keadaan Ba- haja (Undang-Undang No. 6 tanggal 6 — VI — 194oJ-

Memutuskan :

Menetapkan Peraturan sebagai berikut: Pasal 1. Jang dimaksudkan dengan gedung dan rumah dalam Peraturan im ialah gedung dan rumah jang dibuat dari batu atau dari bilik dan mem- punjai lantai jang luasnja sekurang-kurangnja 50 m2, dan terletak di- dalam kota Jogjakarta. Pasal 2. (1) Oleh Kementerian Pekerdjaan Umum, dengan peraturan-peraturan jang ditetapkannja, didirikan Kantor Perumahan Jogjakarta, selan- djutnja dibawah ini disebut K. P. J., jang diberi kuasa untuk m enga­ tur urusan mempergunakan gedung-gedung dan rumah-rumah atau sebagian dari padanja: a. untuk kepentingan Negara, b. untuk tempat tinggal, perumahan partikulir atau (maksud lam- (2) K. P. J. mendjalankan kewadjibannja dibawah pengawasan K em en­ terian Pekerdjaan Umum dan bertanggung djawab kepadanja. (3) Dalam mendjalankan kewadjibannja K. P. J. tak perlu m endengar orang atau badan jang mempunjai atau menguasai gedung atau rumah jang diuruskan oleh K. P. J. itu. (4) K. P. J. berwadjib memberitahukan pemakaian suatu gedung atau rumah atau sebagian dari padanja kepada mereka jang mempunjai atau menguasai gedung atau rumah itu. (5) D jika dalam hal tersebut dalam ajat (1) sub a dari pasal ini gedung atau rumah itu telah ditempati, maka K. P. J. harus memberi ge“ dung, rumah atau ruangan lain kepada jang menempati itu. Segala kiaja pemindahan ketempat baru itu dipikul oleh Kementerian atau Badan Pemerintah jang bersangkutan. Pasal 3. Menteri Pekerdjaan Umum membentuk atau menundjuk suatu Ba­ dan jang akan menetapkan peraturan-peraturan tentang banjaknja sewa gedung dan rumah-rumah pada umumnja dan memberi putusan, dpiKa ada perselisihan tentang banjaknja sewa gedung atau rumah antara jang menjewa dan jang mempersewakan.

326 H. I . / 4.

(1) H/r ■> » Pasal 4. Mempergunakan atau m • gian dari padanja unt ^ enJewakan gedung atau rumah atau seba- tanggal 1 Djanuari i ¿m ^emP.at tinggal atau maksud lain sesudah idzin kepada orang at JlanJ*a dibolehkan djika K. P. J. memberi gunakan gedung- au badan jang bersangkutan untuk memper- Hal urusa°n uan» itu. tapi dilakukan langsun nje^ a tidak diurus oleh K. P. J., akan te- atau menguasai S antara jang menjewa dan jang mempunjai *eaung atau rumah itu.

, Tidak dibolehkan Pa$aI 5' sebagian dari padanja den ^ nakan suatu gedung atau rumah atau a- apa jang diberitahukan^ jaDg berlainan dari Pada:. diberikan oleh K p t aU a^a Jang disebut dalam surat idzin jang maksud dibuatnja geduno- atau besarnia, mpn,,«, *. ® au rumah itu berhubung dengan bentuk j > menurut pendapat K. P. J.

(D i? p t j Pasal 6. ^ -tv. P. J. dapat memerinfa Mr kan gedung atau rumah oran£ atau badan jang memperguna- tetapkan dalam pasal 4 -fgan tidak mengindahkan apa jang di- gedung atau rumah at aja , atau pasal 5 untuk meninggalkan lambat-lambatnia 30 v.aU* se°agian dari padanja dalam waktu se­ surat. ari sesudah perintah itu diberikan dengan (2) Djika perintah jans- dimain, ^ j , waktu jang ditentukan u'f dalam ajat (1) dari pasal ini sesudah akan menjelenffe-arak-ar, dJuga didjalankan, maka K. P. J. jang perlu dengan bantuan PnK?2’? 5011^ 11 gedung atau rumah itu, djika pikul oleh orane- atau Segala biaja untuk pengosongan ini di- g atau badan jang dimaksud diatas.

Mereka * Pasal 7. gian dari padanja^1w adi^t^kan Suatu &edung atau rumah atau seba- ditetapkan oleh K. P. j 1Jrit £ menerima orang-orang atau badan jang rumah itu atau sebagian dari mempergunakan bersama gedung. atau i JCli

Mereka * PaSaI 8' rumah atau sebagi^d?!!?!* j ataU f lemPergunakan suatu gedung atau

- •ss’i*.— - * - i saan berhubung^denp-fn ^ ^ r™ ah ltu untuk mengadakan pemenk- b- memberi K:P- J-

atau orang-orane- ian« ¿.r' P®rtan-laan jang diadjuki maksud tersebut diatas Juk dengan surat oleh

Mereka * Pasal 9. djibkan* selam b^-S^atnif^ri^11 J?enguasai gedung atau rumah diwa- J^engirimkan kepada K P t a j se.su^ah Peraturan ini diumumkan, uipunjai atau dikuasainW ««J1 i * n £edung"gedung atau rumah jang atau rumah itu, seperti letaknit keterangan-keterangan tentang gedung teh siapa dan lain-lainnja. besarnja, dipergunakan untuk apa dan

327 R. I./4. Pasal 10. .(1) Barang siapa: han, ®esHdah p eraturan ini diumumkan melanggar penetapan f Pasal 4 aJat d ) atau pasal 5 sub a, dengan tidak mengurang- *an apa jang ditetapkan dalam pasal 6; b. melanggar penetapan tersebut dalam pasal 7 atau pasal 8, di­ hukum kurungan selama-lamanja satu tahun atau denda se- banjak-banjaknja sepuluh ribu rupiah. (2) Perbuatan-perbuatan termuat dalam pasal ini dianggap sebagai pe­ langgaran. (3) Terhadap badan hukum jang dituntut dan dihukum jalah pengurus- nja»

Pasal 11. Peraturan ini berlaku sedjak hari diumumkan.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 4 Djuli 1949. Menteri Negara Diumumkan pada tanggal 4 D juli 1949. Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX. Acting Sekretaris Djenderal, A. W. SOERJODININGRAT.

328 Oolongan A-Istimlwa II

BAG IAN II

(PUTUSAN MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN) Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P./1.

D JAWATAN. PANJ ^ ^ 'penjerahan tukan Panitya penenmaan penj kembali Djawatan-dj

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, ^ Menimbang: bahwa pada fihak Republik Indonesia perlu diadakan su panitya, jang bertugas kewadjiban: ^-:aWatan dari 1. menerima penjerahan kembali d jawatan- 3 . Pemerintah Pendudukan Belanda di Jogj termak- 2. menjerahkan selandjutnja Republik sud diatas kepada Kementerian-kementenan Kep Indonesia jang bersangkutan; ..tpe f (urusan Mengingat: 1. Pembitjaraan antara Ketua Sub-Comin Jogja- pengembalian Pemerintah Republik ^ 1 ^.Committee I karta) dari fihak Belanda serta Ketua b meei pada dari fihak Republik Indonesia setjara 1 Jogja- tanggal 24 Mei 1949 di Kepatihan Danoeredjan karta, kami dalam 2. Kekuasaan penuh, jang diberikan kepa tertanggal surat P. J. M. Presiden Republik Indones , Menumbing 1 Mei 1949; Memutuskan: Menetapkan pembentukan PANITYA PENERIMAAN ^EiJJj0gja- HAN-KEMBALI DJAWATAN-DJAWATAN, berkeduduKai

karta; ' ^ i Panitya ter- Mengangkat sebagai Ketua merangkap anggauta dari sebut Paduka Tuan Ir. Soerjomihardjo; Tuan/ 3. Mengangkat sebagai anggauta dari Panitya tersebut Pa Tuan: a. Mr. Wilopo; b. Dr. Soerono; c. Ir. Goenoeng Iskandar; d. Soegardo; e. Mr. Soebagio; f. Mr. Kertonegor,o; to­ Mr. Moeljatno dan' ll. Rooslan Abdoelgani. Turunan surat putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di J°Siaka5^ 0 pada tanggal 27 Mei 1 Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX.

329 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P./2.

KANTOR URUSAN PEGAWAI. PM- PINAN. Penjerahan pimpinan semen­ tara dari Kantor Urusan Pegawai ke­ pada Menteri Perburuhan dan Sosial.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: 1. bahwa P. J. M. Perdana Menteri, sebagai Pemimpin TTnnf/\v»Kantor UrusanTTwiOOn Pegawai Negeri, • untukJ_1 - sementara_ ^ waktu belum dapat niendjalankan pekerdjaannja se­ bagai Pemimpin Kantor tersebut; 2. bahwa P. T. , Kepala Kantor tersebut, tidak berada di kota Jogjakarta; 3. bahwa Kantor tersebut perlu berdjalan terus untuk kepentingan pegawai-pegawai Pemerintah Pusat dan Daerah; Mengingat: Kekuasaan penuh, jang diberikan kepada kami dalam, Pe­ netapan P. J. M. Presiden Republik Indonesia, tertanggal Menumbing, 1 Mei 1949;

Memutuskan:

.Sebelum ada keputusan Dewan Menteri Republik Indonesia jang lebih landjut, menjerahkan pimpinan Kantor Urusan Pegawai Negeri, disam- ping pekerdjaannja sekarang kepada: J. M. MENTERI PERBURUHAN DAN SOSIAL.

Turunan surat putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 30 Mei 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX.

330 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P./3.

KESEHATAN. PENJERAHAN. Pe- nundjukan Sekretaris Djenderal Ke- menterian Kesehatan untuk menerima kembali penjerahan urusan kesehatan.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa dari fihak Republik Indonesia perlu ditundjuk suatu instansi jang menerima penjerahan kembali segala urusan kesehatan dari pemerintah pendudukan Belanda di Jogja­ karta ; Mengingat: 1. Pernjataan „Van Royen — Roem” tertanggal 7 Mei 1949; 2. Kekuasaan .penuh jang diberikan kepada kami dalam surat P. J. M. Presiden Republik Indonesia tertanggal Menumbing, 1 Mei 1949.

Memutuskan:

Menundjuk P. T. Soerono, Sekretaris Djenderal Kementerian Kese­ hatan Republik Indonesia, untuk menerima penjerahan kembali segala urusan kesehatan dari fihak pemerintah pendudukan Belanda di Daera Istimewa (karesidenan) Jogjakarta.

Turunan surat putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 24 Mei 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BIXWONO IX.

331 Putusan Menteri Negara Koordinator K eam anan No. P./4.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN. TU­ GAS DARURAT. Penetapan tugas darurat dari Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan. •

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, enlnibang. bahwa sebelum ada ketentuan dari Dewan Menteri Republik Indonesia jang lebih landjut perlu ditentukan untuk semen­ tara waktu usaha penjelenggaraan tugas kewadjiban dari Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan; Menglngat: Kekuasaan penuh jang diberikan kepada kami dengan Pene­ tapan Presiden tertanggal Menumbing, 1 Mei 1949;

Memutuskan:

Pene^d^etapkan tugas kewadJiban darurat dari Kementerian Pendidikan, P u t ^ ^ ^ n dan KebudaJaau sebagai tertera didalam lampiran surat

Turunan surat putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 31 Mei 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX.

332 P./4. i i c4 X}rt ^ g ^ a o o §■2 . . _ I o X 3 -* d 3 w O « 0 3 X OJ o m c § a '•B O o bo TJ a3 o Of* : S ^3 s •O •3c oc 5 I cd cd ° a> a>s 73 g s fe. A< aj . <3 cj ctf aj<* •£§ ^ m ,!£2 >—t O ' ‘ CQ rj ,* bo ;3 o a> •a :_ ’<—)•° Co3 o ««■3 S -3 02 ■3 T3 aj £ < q s W *-■ «3 ft MM ft bJD • a rO ^ tj&i 3 • • d O PQ &■ S.S3, bo:5P>l C ~ cd XJ 03 » £ 3 4t*-> ^3 § S & -- kH§ -Q

«2 r-l C^l 0? ■<*<

■S b0"O OJaj 3 3 'So£>(-, Ph £-3 Ph O . 3 N es s s s I s « Sfe 01 :H3»-0 aJ S i i 2 3 bo 4> « S a> = P<

•J. «« d o3 b cd

aj S 2 Q< £ PQ hJ •O U , oi J3 3 W H cC •S ^ 'S

< Steno. 0< W bo S s's PQ «! W (correspondentie); P5 3 w in s g e 5 £ a. 2 < < oj ^5 « i3 f t ^ (U H Hg ^3 fcd cd ' M^ s< "ti3 ' •*■* It I g cijbo * ft aj vW wH bo ,.J3 W Ps S -sCO S'S ^3 5 S I? M TO 73 1/2 0 egSP ^m % .... X X3 § x S* g 01s! aJ ci o ^• ft

PANITYA PENJAMBUTAN. Pem- bentukan Panitya penjambutan ^ datangan Pemerintah Republik ln nesia.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa perlu diadakan sebuah Panitya Penjambutan K® datangan Pemerintah Republik Indonesia di Jogjakar > Mengingat: Kekuasaan penuh, jang diberikan kepada ka^ oteliSeMei surat Penetapan Presiden tertanggal Menumbm&, 1949;

Memutuskan :

1. Menetapkan pembentukan Panitya Penjambutan Kedatangan P rintah Republik Indonesia (disingkat: Panitya Penjambutan Jide g kedudukan di Jogjakarta dan bertugas kewadjiban mempersiap dan mendjalankan segala sesuatu jang perlu untuk menjamou datangan Pemerintah 'Republik Indonesia di Jogjakarta.

2. Mengangkat untuk duduk dalam Panitya Penjambutan tersebut: a. Mr. Tadiudin Noor sebagai Ketua Panitya Penjambutan te but; - ___ *■* • b. Ki Hadjar Dewantara Wakil Ketua merangkap anggauta, c. B. P. H. Purubojo anggauta; d. Rooslan Abdoelgani e. Honggowongso f. Purwokusumo g- Nj. Utami Surjadarma h. Nj. Hilal i. B. P. Kirpalani j- Sayd Syah Mohamad k. Darmojuwono 1. E. Putiray m. Soegito n. Oei Sing Bie

Turunan surat putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 1 Djuni 1949. Sesuai dengan aslinja. Menteri Negara Koordinator Keamanan, Acting Sekretaris Djenderal, Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO T&“

334 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan .

No. P . / 10.

, ' DEWANKETUA. PERTI^Fenundjukan ? 4 n GW^k^GKet"a Dewan Pertimbangan Agung.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa djabatan Ketua Dewan Pertimbangan ^ gUg^etardj0 blik Indonesia berhubung dengan istiran Kartohadikoesoemo perlu diwakili; j M Mengingat: Kekuasaan penuh jang diberikan kepada kami o_ ^ Mei Presiden Republik Indonesia tertanggal Menumo s, 1949; * lebih Dengan menunggu ketentuan P. J. M. Presiden Republik Indones landjut;

Memutuskan:

Terhitung mulai, tanggal 6 Djuni 1949 mengangkat sebagai Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia untak dan' selama M. Soetardjo Kartohadikoesoemo benstira KI HADJAR DEWANTORO. berada Anggauta jang tertua dari Dewan Pertimbangan Agung Ja g di kota Jogjakarta.

Turunan Surat Putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 14 Djuni Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, K°or

335 Putusan Menteri Negara Koordinator Keam anan No. P./12

K. U. B. R. I Peraturan tentang pem­ bentukan Kantor Urusan Barang- barang Republik Indonesia. MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, nimbang. bahwa berhubung dengan pengembalian Pemerintah Repu­ blik Indonesia perlu dibentuk suatu Kantor Pusat untuk mengurus barang-barang jang diperlukan oleh Pemerintah tersebut; Mengingat: l. Surat Kementerian Keuangan tanggal 23 Mei 1949 No. l/KABRI/49 tentang pembentukan ,,Kantor Admi­ nistrasi Barang-barang Republik Indonesia” (K. A. B- R. I.) di Djakarta. 2. Kekuasaan penuh jang diberikan kepada kami dalam Penetapan P. J. M. Presiden Republik Indonesia' ter­ tanggal Menumbing, 1 Mei 1949. Memutuskan: A. Membentuk suatu ,JZantor Urusan Barang-barang Republik Indo­ nesia (K. Ü. B. R. 1.) di Jogjakarta dibawah pengawasan Kemente­ rian Kemakmuran dan dengan tugas kewadjiban sebagai berikut: K. U. B. R. I. menerima semua barang jang wadjib diterima oleh Pemerintah Republik Indonesia menurut persetudjuan-persetu- djuan jang ditjapai dengan Pemerintah Belanda, serta mengurus pembagian barang-barang tersebut kepada Badan-badan Peme­ rintahan Republik Indonesia. 2. K. U. B. R. I. mengumpulkan keterangan-keterangan jang dibu­ tuhkan oleh K. A. B. R. I. di Djakarta, berhubung dengan pene­ rimaan barang-barang dari Pemerintah Belanda tersebut pada ajat 1. K- U. B. R. I. mengurus segala pengumpulan barang-barang jan» diperlukan oleh Pemerintah Republik Indonesia Pusat dan Dae" rah, dan diperoleh dengan tjara lain dari pada jang tersebut R dalam ajat 1. 0 Mengangkat sebagai pemimpin K. U. B. R. I. Paduka Tuan: /r. GUNUNG ISKANDAR. ,.?®kretaris Djendral Kementerian Kemakmuran dengan hak dan ke- waajiban sebagai berikut: Pemimpin K. U. B. R. I. berhak mengatur susunan Kantor serta me- ngangkat pembantu-pembantunja sendiri. Pemimpin K. U. B. R. I. berkewadjiban bertanggung djawab tentang pekerdjaannja terhadap Menteri Kemakmuran. ’Turunan surat putusan ini dan selandjutnja. Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 7 Djuni 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenaerai, Koordinator Keamanan, Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX.

336 1 .112. Kantor Urusan Barang-barang Pemerinta ^

(Onder Kementerian Kemakmuran).

A. JANG BERHUBUNGAN DENGAN LUAR. (Sebagai Instansi dan Pemerintah Pusat). • ~

Ir. Gunung Iskandar KETUA ...... WAKIL KETUA ...... Ir. Anondo PENGHUBUNG DENGAN LUAR Tahar Ibrahim Drs. Hermen Kartowisastro PENASEHAT ......

BAGIAN:

1. Bahan Makanan: Kusno Adirono, 2. Textiel: E. J. Lapijan, . 3. Min jali: Achmad Ali, nmia) : Sura- 4. Bahan Mentah (Grondstoff. Keradjinan, dan sebag dibrata, 5. Alat-Alat Kantor Pemerintah: Hardiman. • riciri Pemerintah B. Jang Mendjalankan di Daerah (Sebagai Instansi Daerah Istimewa Jogjakarta).

1. K. R. T. Ir. Prawironegoro, beserta staf. 2. K. R. T. Honggowongso, beserta staf. . . Pusat 3. Dimana diperlukan, dibantu oleh pegawai-pegawai Djawatan-Djawatan dari Kementerian jang bersang u

337 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P. /13.

KOORDINATOR KEMENTERIAN KEMENTERIAN. Penetapan PimP nan sementara dari Kementerian- menterian Republik Indonesia un membantu Menteri Koordinator.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN,

Menimbang: bahwa perlu ditetapkan pimpinan s e m e n t a r a dari Kernet terian-kementerian Republik Indcnesia untuk memba Menteri Negara R3publik Indonesia Koordinator Kea nan setelah kekuasaan di Daerah Istimewa J o g ja k a «ia* serahkan kembali kepada Pemerintah Republik Inaone > Mengingat: a) Kekuasaan penuh jang diberikan kepada Menteri N® gara Republik Indonesia Koordinator Keamanan aa . surat Penetapan Presiden tertanggal Menumbing, 1 19 49: di- b) Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia Koor nator Keamanan No. S/4 tahun 1949;

Memutuskan :

1* Mengangkat sebagai Koordinator Kementerian-kementerian golonga*1 „polit.s”: . . n St J. M. Dr. SUKIMAN— Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet U

untuk’ memimpin buat samentara waktu disamping pekerdjaannja sekarang: a.. Kementerian Dalam Negeri, b. „ Luar Negeri, c. ” Kehakiman, d. ” Penerangan. 2* Mengangkat sebagai Koordinator Kementerian-kementerian golongan „sosial”: _ J* M. KOESNAN— Menteri Perburuhan dan Sosial dalam Kaov Drs. Hatta, . . . , . or,n ia untuk memimpin buat sementara waktu disamping pekerdjaaniAj sekarang: a. Kementerian Perburuhan dan Sosial, . b. Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, c. ” Agama, d. ” Kesehatan. 2» Mengangkat sebagai Koordinator Kementerian-kementerian golongan ,,technis”: . n j . jT l a OH__Menteri Pekerdjaan Umum dalam Kabinet u rs. Moh. Hatta, J . , . or,m*o untuk memimpin buat sementara waktu disamping pekerdjaannja sekarang: a. Kementerian Pekerdjaan Umum, b. f> Perhubungan.

338 P./13. 4. Mengangkat sebagai KoonH„ * i,ekonomis” r ator Kementerian-kementerian golongan J. M. Ir. DJUANDa __ m Moh. Hatta, enteri Perhubungan dalam kabinet Drs. untuk memimpin buat sekarang: mentara waktu disamping pekerdjaannja a.Kementerian Keuangan, c. ” p emakmuran, M ” ' 6m aglan Makanan Rakjat. Menteri Negara Koordinator k „ mentara waktu disampino- Ti^ ar^anan memimpin langsung buat se- a. Kementerian Pertahanan ^ Sekarang: c. Djawatan K e p ^ l S ^ f ^ ^ a n Pemuda, 6. Putusan ini berlaku samn * Presiden/Panglima TertinJSi c?kuasaan penuh jang diserahkan oleh kepada Menteri Negara ® an Perang Republik Indonesia Koordinator Keamanan ditjabut kembali. Turunan surat putusan ini dan seterusnja .

Ditetapkan di Jogjakarta Sesuai dengan aslinja: Pada tangsal 15 Djuni 1949' A ctin g Sekretaris Djenderal Menteri Negara Mr. A . W. SOERJODININPRA-P Koordinator Keamanan, AT, HAMENGKU BUWONO IX.

339 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P./15.

DAERAH ISTIMEWA JOGJAKAR'I'A. PEMERINTAHAN. Peraturan tentang dasar-dasar Pemerintahan Daerah untuK Daerah Istimewa Jogjakarta.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa perlu ditetapkan dasar-dasar Pemerintahan daerah sementara untuk Badan-Badan Pemerintah Daerah Sip11 dan Militer di Daerah Istimewa Jogjakarta, untuk m e m ­ bantu Menteri Negara Republik Indonesia Koordinator Keamanan, setelah kekuasaan di Daerah Istimewa Jogja' _ karta kembali ditangan Pemerintah Republik Indonesia; Mengingat: 1. Kekuasaan penuh (pleinpouvoir) jang diberikan kepada Menteri Negara Republik Indonesia Koordinator Kea­ manan dengan surat Penetapan Presiden/Pangling * Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia ter­ tanggal Menumbing, 1 Mei 194Ö; 2. Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia K o o r d i ­ nator Keamanan No. S/4 tahun 1949; Memutuskan : Bahwa segala Peraturan Negara Republik Indonesia, baik sipil mau­ pun militer, jang mengenai Pemerintahan-daerah di Daerah Istimewa Jogjakarta dan bertentangan dengan putusan ini, untuk s e m e n t a r a waktu tidak didjalankan; Bahwa segala Badan Negara Republik Indonesia, baik sipil maupu£ militer, jang mengurus soal-soal Pemerintahan-daerah di D a e r a h - Istimewa Jogjakarta dan azas serta tudjuannja bertentangan dengan Putusan ini, untuk sementara waktu dihentikan pekerdjaannja; ■EX Menetapkan: DASAR-DASAR PEMERINTAHAN DAERAH UNTUK DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA sebagai berikut: B A B I. TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA. Pasal 1. Kekuasaan tertinggi dalam Pemerintahan-daerah di Daerah Istimewa ~an Haminte Jogjakarta, baik sipil maupun militer, berada ditangan Menteri Negara Republik Indonesia Koordinator Keamanan. Pasal 2. Dalam mendjalankan Pemerintahan seperti termaksud dalam pasal 1, Menteri Negara Republik Indonesia Koordinator Keamanan dibantu oleh: a* Staf Pemerintahan dan b- Staf Keamanan.

340 r'P . /15. Pasal 3. t (1) Staf Pemerintahan terdiri atas: a. S. P. Paku Alam VIII sebagai Pemimpin; Jo^iakarta, b. Kepala Sekretariat Pemerintah Daerah Istunew & sebagai Anggauta merangkap Sekretaris; . Arlo.p.oUta Kepala Bagian Pradja . . . . sebagai Anggauta c. * _ T7’______„ - . . f? d. „ >> Keuangan . e. „ Penerangan . . f. „ t, Sosial...... g. ,, „ Pekerdjaan Umum h. ,, » Kemakmuran. . Wali Kota Jogjakarta TTrvnim -ianff sebelum (2) Para Bupati Paniradyapati atau Sekretaris umum ¿dininistratief tanggal 19 Desember 1948 memegang pimpinaii ^ ¿angkat bagian-bagian tersebut pada ajat (1) sub e, se0rang Bupati mendjadi Kepala Bagiannja masing-masing; dJ1Ka Menteri Negara Paniradyapati tidak ada atau berhalangan, ma" a ni?kat seorang Republik Indonesia Koordinator Keamanan me & & lain untuk djabatan Kepala Bagian jang lowong it • ^ bagian (3) Staf Pemerintahan mengatur susunan Sekretariat danB agia^t Men_ tersebut pada ajat (1) dengan mengingat ,Ma^ f manan tahun 1949 teri Negara Republik Indonesia Koordinator Keam No. S/2 dan S/3. (4) Sekretariat mengurus hal-hal jang mengenai: gi u dan a. Perhubungan antara Badan-badan Pemerin a M iliter; b. Urusan Pegawai; c. Pemeriksaan keuangan; d. Perlengkapan; e. Pertjetakan; f. Tata Usaha (administratie) dan . , g. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemennta (5) Bagian Pradja mengurus hal-hal jang mengenai: istimewa a. Konsolidasi Pemerintahan daerah sipil ai Kabupaten, Jogjakarta, di Haminte Jogjakarta, di KaJ™P antren Pamong di. Kapanewon-Kapanewon, di Kf af p " i kuhan.paduknhan. •Pradja, di Kalurahan-Kalurahan dan di Padukunan b. Pentjatatan Penduduk;TWasemen-Detase- c. Pendjagaan keamanan jang dilakukan oleh men Polisi Pamong Pradja, dan . , ,, d. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemerin (6) Bagian Keuangan mengurus hal-hal jang mengenai. a. Comptabiliteit; b. Pindjaman-pindjaman Negara dan Daerah, dan c. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemerintahan. (7) Bagian Penerangan mengurus hal-hal jang mengenai: , a. Wartawan-wartawan dan Kantor-kantor Berita; b. Penjiaran dengan radio, surat-surat kabar, gambar iio sebagain ja ; c. Dokumentasi, dan d. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemerintahan.

341 (8) Bagian Sosial mengurus hal-hal jang mengenai: a. Pengadjaran; b. Kesehatan; c. Pengungsian; d. Pertolongan keluarga Tentara, e. Pertolongan Korban Perang, dan f. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemerintahan. (9) Bagian Pekerdjaan Umum mengurus hal-hal jang mengenai: a. Saluran air pipa (waterleiding), • b. Djalan-djalan dan djembatan-djembatan, •c. Gedung-gedung Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta, d. Assainering, e. Irrigatie, dan f. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemerintahan. (10) .Bagian Kemakmuran mengurus hal-hal jang mengenai: a. Persed'aan kebutuhan Rakjat, b. Pembagian bahan-bahan, c. Pertanian dan Perikanan, d. Kehewanan, e. Perusahaan Daerah Istimewa Jogjakarta, dan. f. Lain-lain, jang ditentukan oleh Staf Pemerintahan. (11) Gabungan Dewan-dewan Pemerintah Daerah Istimewa dan Haminte Jogjakarta berhak membsri nasehat-nasehat dan memadjukan usul- usul kepada Staf Pemerintahan. (12) Wali Kota Jogjakarta dan para Bupati Pamong Pradja berada di' bawah pimpinan Staf Pemerintahan.

Pasal 4. (1) Staf Keamanan terdiri atas: a. Komandan Ten'ara Daerah Istimewa Jogjakarta sebagai Kepala, b. Komandan Militer Kota Jogjakarta sebagai anggauta, e. Komandan Corps Polisi Militer Daerah Istimewa Jogjakarta se­ bagai anggauta, d. Kepala Kep:lis:an Negara di Daerah Istimewa Jogjakarta se­ bagai anggauta, dan e. Seorang Pegawai Pamong Pradja jang ditundjuk oleh Staf Pe­ merintahan sebagai anggauta merangkap Sekretaris. (2) Staf Keamanan mengatur susunan Markas/Kantor Staf Keamanan dengan mengingat maklumat-maklumat Menteri Negara Republik Indonesia Koordinator Keamanan tahun 1949 No. S/2 dan S/3. (3) Komandan Militer Kota, Komandan-komandan Tentara Territorial Kabupaten (Komandan-komandan Distrik Militer) dan Komandan- komandan Tentara Mobil diseluruh Daerah Istimewa Jogjakarta te­ tap berada dibawah pimpinan Komandan Tentara Daerah Istimewa Jogjakarta. (4) Komandan-komandan Detasemen Polisi Negara diseluruh Daerah Istimewa Jogjakarta serta Komandan-komandan Sectie Polisi Negara di Kota Jogjakarta tetap berada dibawah pimpinan Kepala Kepoli­ sian Negara di Daerah Istimewa Jogjakarta. (5) Staf Keamanan berhak membsri instruksi-instruksi kepada Peme­ rintah Militer di tiap-tiap Kabupaten diseluruh Daerah Istimewa Jogjakarta.

342 P./15. BAB n. TENTANG PEMERINTAHAN HAMINTE KOTA JOGJAKARTA. Pasal 5. (1) Wali Kota Jogjakarta memimpin segala pekerdjaan, jang dilakukan cleh Staf Pemerintahan di daerah Haminte Jogjakarta. (2) Wali Kota Jogjakarta dan Mantri-mantri Pamong Pradja didaerah Haminte Jogjakarta mengatur susunan Kantor-kantor Balaikota dan Kemantren-kemantren Pamong Pradja dengan mengingat Maklumat Menteri Negara Republik Indonesia Koordinator Keamanan tahun 1949 No. S/2 dan S,3. ' ' (3) Dalam mendjalankan kewadjibannja Wali Kota Jogjakarta dibantu oleh: a. Pegawai-pegawai Kantor Haminte Jogjakarta jang ditundjuk clchnja. b. Mantri-mantri Pamong Pradja dengan para pegawai Kemantren- kemantren Pamcng Pradja, jang ditundjuk oleh Mantri-mantri Pam ong Pradja tersebut.

B A B n i. TENTANG PEMERINTAHAN KABUPATEN. Pasal 6. (1) Pemerintah Militer ditiap-tiap Kabupaten, termaksud dalam pasal 4 ajat (5), terdiri atas: a. Komandan Tentara Territorial Kabupaten (Komandan Distrik Militer) termaksud pada pasal 4 ajat (3) sebagai Pemimpin Pemerintah Militer Kabupaten. b. Komandan Detachement Polisi Negara sebagai Anggauta, dan c. Eupati Pamong Pradja sebagai Anggauta. (2) Pemerintah Militer Kabupaten tersebut pada ajat (1) berhak mem­ beri instruksi-instruksi kepada Pemerintah Militer di Kapanswon- kapanewon dalam lingkungan Kabupaten jang bersangkutan. (3) Komandan-komandan Onder Distrik Militer/Komandan-komandan Tentara Territorial di Kapanewon-kapanewon tetap berada dibawah Komandan Distrik Militer/Komandan Tentara Territorial Kabupaten jang bersangkutan. Pasal 7. (1) Bupati Pam cng Pradja memimpin segala pekerdjaan sipil jang dila kukan dalam dasrah Kabupaten, dengan mempsrhatikan instr instruksi dari Staf Pemsrintahan dan pstundjuk-patundjuk dan merintah Militer Kabupaten jang bersangkutan. (2) Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Pemerintah Kabupaten ber­ hak memberi nasehat-nasehat dan memadjukan usul-usul kepa Bupati. (3) Bupati mengatur susunan Kantor Kabupaten dengan mengingat .Maklumat-maklumat Menteri Negara Republik Indonesia Koordi­ nator Keamanan tahun 1949 No. S/2 dan S/3. (4) Dalam mendjalankan Pemerintahan sipil seperti termaksud pada ajat (1) Bupati dibantu oleh Bupati-Anom, Wedana dan para Panewu diseluruh Kabupaten.

343 P./15- B A B IV. TENTANG PEMERINTAHAN KAPANEWON. Pasal 8. ajat ( 2 ^ terdiri ^ ta s^ ditiap-tiap KaPanewon, termaksud dalam pasal 6 para Kepala Dukuh diseluruh desa. Pasal 11. Kepala Dukuh memimpin segala pekerdjaan Pemerintahan sipil jang uakukan dalam padukuhan, dengan memperhatikan instruksi-instruksl ^ i Lurah Desa jang diperatas. B A B VI. ATURAN PENUTUP. Pasal' 12. Putusan ini mulai berlaku pada hari dan tanggal kekuasaan di Daerah Istimewa Jogjakarta kembali ditangan Pemerintah Republik Indonesia. Turunan putusan ini dan selandjutnja. Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 29 Djuni 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX-

344 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P ./1 7 .

PENASEHAT J^ i ™ RsebagSape- katan PembJsard^ Menteri Negara nasehat militer cia Koordinator Keamanan.

m e n t e r i n e g a r a koordinator k e a m a n a n . 4. ' "K’pamanan dalam M enimbang: bahwa Menteri Negara Koordinator , _ memerlu- mendjalankan tugas-kewadjibannja kete */r;iiter* kan nasehat-nasehat dari seorang Pembesar diberikan kepada Mengingat: kekuasaan penuh (pleinpouvoir) jang p j ^ Presi- Menteri Negara Koordinator Keamanan o • • dengan den/Panglima Tertinggi Angkatan P e r a n g Indonesia a surat penetapan tertanggal Menumbing,

Memutuskan:

Terhitung mulai tanggal 30 Djuni 1949 mengangkat. KOLONEL DJATIKUSUMO sebagai PENASEHAT MILITER MENTERI N E G i^ A KOORDWATOR KEAMANAN, berkedudukan di Jogjakarta, jang berna p Koordjnator nasehat-nasehat kepada Staf Keamanan Menteri JNeg Keamanan.

TEM BUSAN surat putusan ini dan selandjutnja.

Ditetapkan di Jogjaka-rta pada tanggal 27 Djuni 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Koordinator Keamanan, A cting Sekretaris Djenderal, HAMENGKU BUWONO IX. Mr. A. W. SOERJODININGRAT.

345 Translation Degree of the Minister of State Coordinator of Security Nr. P./18.

Jogjakarta, June 27, 19*9'

THE MINISTER OF STATE COORDINATOR OF SECURITY:

TAKING NOTE of the ’’Special instructions to Militairy operating within the Residency of Jogjakarta bafore alld^ tS toR , withdrawal of Forces” , issue by Brg. Gen. C. E. ^ 03, Chairman of the UNCI-Militairy Executive Board in Jacarta on Ju 1949;

CONSIDERING; That it is necessary to appoint a High Republics- Official, in compliance with art. 6 (six) of said Instructions;

REFERRING: The pleinpouvcir of H. Exc. The Minister of S t a t e , Coor- dinator of Security, granted by The President/Supreme Comman _ Chief of the Indonesian Republican Forces by His Decree dated, M king, May 1st, 1949;

HAS RESOLVED: . - ' To Appoint:

COL: DJATIKUSUMO. of beginning from June 30, 1949, as a Supreme Senior Liaison Officer ^ the Minister of State, Coordinator cf Saeunty, with the *as establishing communications between the Minister of S.ate, Ooorau ^ of Security and the UNCI-Militairy Executive Board in Jacarta, ^ Team Coordinator UNCI-Militairy Observers m Jogjakarta an M ilitairy Observers concerned.

Copies have been sent etc.

Mr. t W ^oSw oiSS&AT. HANENGKU BUWONO »

346 Putusan Menteri M e9a*“a Koordinator Keaman«.. N°- P./20.

PEGAWAI. TUNDJANGAN. Pembe­ rian Kuasa Kepada Menteri Perbu­ ruhan dan Sosial untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu jang berhubungan dengan pemberian tun- djangan kepada pegawai sebelum ke- - uangan Negara mengidzinkan- M ENTERI NEGA P a Menimbang: a. bahwa KO°RDINAT0R KEAMANAN. idz;n]fan8*ama ^eadaan keuangan Negara belum meng- Perntu».« r” embajar gadji kepada pegawai menurut d W ^ f ' Peraturan Negara, perlu diberikan tun- b. b S nnke7padamereka;& diihan 8 ditundjuk suatu instansi jang berkewa- ierwh JnenJatur dan mengurus pemberian tundjangan . tersebut sub a. diatas; engjngat. a. surat putusan kami tertanggal 30 Mei 1949 No. P/2; Ane-lro?!! ¿ pan P' J- M- Presiden, Panglima Tertinggi » ran£ Republik Indonesia tertanggal Me- uuiiiDing, i Mei 1949;

Memutuskan:

SIA]^u?tuTmenffaturPdan m M’ MENTERI PERBURUHAN DAN SO- dengan pemberian tundianUT?511™,5 ssgala sesuatu iang berhubungan selama keadaan k e u a n -a n Ne J ^ l ^ para P2gawai Republik Indonesia kepada mereka menurut p„rat, belum mengidzinkan membajar gadp dturan-Peraturan Negara. Turunan surat putusan ini

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 3 Djuli 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara A cting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr. A. W. SOERJODININGART. HAMENGKU BUWONO IX.

347 Putusan Menteri Negara Koordinator Keamanan No. P./21.

PENTJATATAN PENDUDUK. Penetapan tentang diadakannja pentjatatan penduduk di Daerah Istimewa Jogjakarta.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa sudah tiba waktunja untuk mengadakan perhitungan dan pentjatatan penduduk di Daerah Istimewa Jogjakarta; Mengingat: Peraturan kami tanggal 30 Djuni 1949 No. R. I./l tahun 1949 pasal 2 ajat (1);

Memutuskan :

A. Menetapkan diadakannja perhitungan dan pentjatatan penduduk di- seluruh Daerah Istimewa Jogjakarta antara tanggal 19 Djuli 1949 aan 6 Agustus 1949; B- Memerintahkan kepada Pemimpin-pemimpin Kantor-kantor Pentjata­ tan Penduduk diseluruh Daerah Istimewa Jogjakarta untuk menje- lenggarakan perhitungan dan pentjatatan penduduk tersebut ber­ dasarkan atas peraturan kami tanggal 30 Djuni 1949 No. R. I-A tahun 1949 dan menurut petundjuk Kepala Staf Pemerintahan Menteri Negara Koordinator Keamanan.

Turunan surat putusan ini dan seterusnja.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 10 Djuli 1949. Sesuai dengan aslinja: Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, M*. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX-

348 Golongan A - Istimiwa II

BAGIAN III

(MAKLUMAT MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN) Maklumat Menteri Negara Koordinator Keamanan No. S. / 1 •

PANITYA ANGGARAN BELANDJA. Peraturan tentang pembentukan Pa- ' nitya Anggaran Belandja.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, M engingat: Kekuasaan penuh, jang diberikan kepada kami dalam surat P. J. M. Presiden Republik Indonesia, tertanggal Menum- bing, 1 Mei 1949; Menimbang: Perlu adanja „Komisi Anggaran Belandja” (Begrootings- commissie) untuk merentjanakan se-efficient-efficientnja Anggaran Belandja Republik Indonesia dalam bulan Djuni 1949;

Memutuskan:

Menetapkan pembentukan sebuah ,,Komisi Anggaran Belandja jang terdiri dari: 1. T. Sewaka . Ketua . . (Kementerian' Dalam Negeri). 2. T. Tjahjono Sekretaris I ( — „ — Keuangan). 3. Mr. Marsoro — — n (Kantor Urusan Pegawai). 4. Ir. Putuhena Anggauta. (Kementerian Pekerdjaan Umum) 5. T. Yusupadi ( — „ — Perburuhan/Sosial). 6. Mr. Sumardi ( — „ — Pertahanan). 7. Mr. Subagjo ( — ,, — Kemakmuran). dengan tugas: 1. Merentjanakan begrooting bulan Djuni 1949, dengan mengingat urgentie dan kepentingan Kementerian (Djawatan) masing-masing dalam functienja dalam waktu peralihan dan disesuaikan dengan ke­ adaan keuangan Negara. 2. Begrooting tersebut diatas mengenai: ■: a. Pegawai sipil dan tentara; b. Barang-barang; c. Lain-lain. 3. Begrooting termaksud diatas meliputi keperluan: a. Pemerintah Pusat buat Daerah Karesidenan Jogjakarta; b. Kota autonoom Jogjakarta; c. Karesidenan Jogjakarta, di luar kota tersebut, dan dalam mana termasuk enclave-enclave Kasunanan dan Mangkunegaran, d. Keperluan jang urgent buat Daerah Republik Indonesia diluar Karesidenan Jogjakarta. 4. Begrooting harus selesai selambat-lambatnja tanggal 2 Djuni 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta Diumumkan pada tanggal 27 Mei 1949. pada tanggal 27 Mei 1949. Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr. A-. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX.

349 Maklumat Menteri Negara Koordinator K e a m a n a n No. S./2.

KEDUDUKAN PEGAWAI. Pernjataan sikap sementara dari Pemerintah ter­ hadap Pegawai R. I. jang tetap setya.

u cm aiajamm pengmaupann ja menurut Peraturan-peraturan jang berlaku buat mereka. 2‘ -pegawai jang telah menjeberang didjamin penghidupannja iwacntgeld) sampai kedudukannja ditetapkan, 'mengingat akan ke- putusan-keputusan Working Group I dari Sub-Commissie „Pengem- 10 . ^pisrintah Republik Indonesia ke Jogjakarta” pada tanggal 12 Mei 1949 seperti terlampir ini. 3. Keputusan „Working Group I” termaksud diatas telah disetudjui oleh ueiegasi Republik Indonesia pada rapatnja tanggal 21 dan 23 Mei 1949.

Ditetapkan di Jogjakarta pada tanggal 27 Mei 1949. Diumumkan pada tanggal 27 Mei 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, Acting Sekretaris Djenderal, HAMENGKU BUWONO IX. Mr. A. W. SOERJODININGRAT. MakSumat Menteri Negara Koordinator Keamanan No. S./3.

PEGAWAI. Ketentuan mendjalankan politiek kepegawaian.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: perlu untuk sementara waktu menentukan kebidjaksanaan baru dalam mendjalankan politiek mengenai pegawai Ne­ geri ; Mengingat: kekuasaan penuh jang diberikan kepada kami dalam Pene­ tapan P. J. M, Presiden Republik Indonesia, tertanggal Menumbing, 1 Mei 1949;

Memutuskan:

Menetapkan sebagai berikut: . Pasal I. Kementerian-kementerian, Djawatan-djawatan dan Badan-badan Pe­ merintah Daerah hendaknja disusun se-efficient-efficientnja.

Pasal EE. Sebelum ada ketentuan dari Dewan Menteri Republik Indonesia jang landjut, Kementerian-kementerian, Djawatan-djawatan d a n Badan-badan Pemerintah Daerah tidak diperbolehkan menerima pegawai baru.

Pasal III. Untuk mengisi djabatan-djabatan jang kosong, Kementerian-kemen­ terian, Djawatan-djawatan dan Badan-badan Pemerintah D a e r a h dimm saling bantu-membantu dan djika perlu dengan melalui Kementenan e buruhan dan Sosial bagian Penempatan Tenaga (Arbeidsbeurs).

Pasal IV. Pegawai-pegawai Pemerintah Pusat dan Daerah jang sekarang diluar karesidenan Jogjakarta, untuk sementara waktu tidak diper ° kan masuk daerah Jogjakarta, ket juali d jikalau pegaw ai-pegaw ai ters betul-betul dibutuhkan oleh Kementerian-kementerian dan Djawa djawatannja masing-masing, dan mendapat panggilan dengan perantaraa Delegasi Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jogjakarta Diumumkan pada tanggal 30 Mei 1949. pada tanggal 30 Mei 1949. ' Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, , Mr. A. W. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BU WON O IX.

351 Maklumat Menteri Negara Koordinator K e a m a n a n No S ./4.

PEMERINTAHAN; PENGEMBALIAN KEWADJIBAN ALAT-ALAT PEM£_ RINTAHAN. Peraturan tentang pe gian pekerdjaan antara Bj1 ¡i prah, Pemerintah R. I. dari Pusat dan ^ setelah kekuasaan di Daerah Jogjakarta diserahkan kemoaukembali PemerintahPfimprintnh Republik"Rprmhlik Indonesia.

MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN, Menimbang: bahwa perlu ditegaskan pembagian pekerdjaan badan-badan Pemerintah Republik Indonesia karta Daerah, setelah kekuasaan di Daerah Istimewa JogJ g;a - diserahkan kembali kepada Pemerintah Republik Indo Mengingat: kekuasaan penuh (pleinpouvoir) jang diserahkan Menteri Negara dan Koordinator Keamanan den^a p prang Penetapan Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Republik Indonesia di Jogjakarta tertanggal Menu 1 "~ei Mei 1949, untuk: _ „ a. menerimamenerima kembali kembali kekuasaan kekuasaan sepenuhnja,sepenuhnja, baiJc j ari : maupun militer, atas Daerah Istimewa Jogjakar tangan Belanda; b. mengatur pengembalian Pemerintah Republik Indonesi di Jogjakarta; ' c. mempergunakan segala alat Pemerintahan, jaitu salnja Tentara, Polisi Negara, Pamong Pra*dJa . < ’ lain-lain pegawai jang sudah berada dan jang . datang di Daerah Istimewa Jogjakarta, guna p • lenggaraan pekerdjaan-pekerdjaan tersebut diata ,

Memutuskan : Menetapkan sebagai berikut: Pasal 1. Kementerian-kementerian dan Djawatan-Djawatan Pemerintah Republik Indonesia j&ng ada di Jogjakarta bertugas, masing-masing dalam batas kewadjibannja, membantu Menteri Negara dan Koorain Keamanan dalam: , 1. Menerima kembali kekuasaan atas Daerah Istimewa Jogjakarta tangan Belanda berdasarkan atas persetudjuan-pers^udjuan J sudth dan jang akan diadakan antara Delegasi Republik In d o n esia dan Delegasi Keradjaan Belanda; lrir,'iran 2. Merentjanakan tjara bagaimana kekuasaan itu seba-iknja d i d j a t e ^ M S f ? d ^ lw T k a r t a Tarafmend^lankan kekuasaannja

3. Merentjanakan ’dan Republik Indonesia diluar Daerah Istimewa Jogj tugasnja. alat Pemerintah Republik Indonesia masih mendjalankan tuga

352 S./4. Pasal 2.

Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta, termasuk djuga Pemerintah Haminte Kota Jogjakarta, bertugas, disamping mendjalankan kewadjiban- nja jang biasa, membantu Menteri Negara Koordinator Keamanan dalam: 1. Mendjalankan di Daerah Istimewa Jogjakarta rentjana-rentjana jang dibuat oleK Kementerian-Kementerian dan Djawatan-Djawatan Pemer rintah P usat Republik Indonesia seperti termaksud dalam pasal 1 sub 2 diatas; 2. Melaporkan keadaan-keadaan dan kedjadian-kedjadian jang penting di Daerah Istimewa Jogjakarta kepada Menteri Negara dan Koor­ dinator Keamanan atau Kementerian-Kementerian dan Djawatan- Djawatan Pemerintah Pusat Republik Indonesia.

Pasal 3.

1. Guna melantjarkan djalannja Pemerintahan, maka harus diadakan hubungan jang erat antara Badan-Badan Pemerintah Pusat dan Pe­ merintah Daerah Istimewa Jogjakarta, antara lain dengan tjara-tjara sebagai tersebut dibawah ini: a. Dalam hal-hal jang mengenai Pemerintah Pusat dan Daerah Isti- • mewa Jogjakarta harus diadakan perundingan antara Kemente- rian atau Djawatan Pemerintah Pusat jang bersangkutan dengan Pemerintah Daerah, dalam mana antara lain harus ditetapkan instansi manakah jang diwadjibkan mendjalankan (uitvoering) sesuatu hal. b. Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta dimana perlu diwadjib­ kan menempatkan seorang atau dua orang pegawai di Kemente­ rian-Kementerian atau Djawatan-Djawatan Pemerintah Pusat, sedang sebaliknja Kementerian-Kementerian dan Djawatan- Djawatan Pemerintah Pusat dimana perlu diwadjibkan menem­ patkan seorang atau dua orang pegawai pada Djawatan-Djawatan Pemerintah Daerah Istimewa Jogjakarta. 2. Djikalau tentang sesuatu hal tidak terdapat persesuaian pendapat antara badan-badan Pemerintah Pusat ataupun antara suatu Kemen- terian atau Djawatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daeran Istimewa Jogjakarta, maka Menteri Negara Koordinator Keamanan memberi putusan.

Pasal 4.

Menjimpang dari jang tersebut dalam pasal 2 sub 1 diatas, urusan perihal jang tersebut dibawah ini tidak diserahkan kepada Pem rintah Daerah Istimewa Jogjakarta untuk didjalankan: a. Urusan Luar Negeri; b ,, Pertahanan; c. ,, Kehakiman, Mahkamah'Agung dan Kedjaksaan Agung, * d. ,, Perumahan dan Gedung-Gedung Negeri; e. • „ Perhubungan dengan Daerah Republik Indonesia diluai Daerah Istimewa Jogjakarta; f. Penerangan keluar Negeri dan kedaerah Republik Indo­ nesia diluar Daerah Istimewa Jogjakarta; g. m Keuangan jang tidak mengenai Daerah Istimewa Jogja­ karta ; h. Hal-hal lain jang dapat ditentukan dikemudian hari.

353- s./*- PasalJ^asai 5.

dan usul-usul darif se^ut diatas, maka diharap adanja'nasehat-riasehat

bangan ^gung ^an^ad^d^T K-' N‘ Im P* dan Dewan P ertim - Kementerian-Kementerian °^ akarta terhadap pekerdjaan Pusat; ^menterian dan DJawatan-Djawatan Pem erintah

djaan P e m in t a ? Daerah1^ ^ K°ta Jo^ ’akarta terhadap p ek er- an uaerah Istimewa termasuk Kota Jogjakarta.

Pasal 6.

Presiden, Panglima TerUn

Ditetapkan di Jogjakarta Diumumkan pada tanggal 14 Djuni 1949. Pada tanggal 15 Djuni 1949. Menteri Negara Acting Sekretaris Djenderal, Koordinator Keamanan, Mr- A. M. SOERJODININGRAT. HAMENGKU BUWONO IX.

354 Golongan A-Istimewa

b a g i a n IV

(PENGUMUMAN MENTERI NEGARA KOORDINATOR KEAMANAN) Order Republic 16 May 1949. Nr. 1 D/a. The Minister of State Coordinator of Security of the Republic of Indonesia orders to the Local Commander of the T. N. I. of the Residency ° f Jogjakarta to take steps for evoiding armed clashes with Netherlands troops with the exception of the occasion of bring attacked unprovokedly. Issued at Monday, May 16 th. 1949. The Minister of State of the Republic of Indonesia, Coordinator of Security, HAMENGKU BU.WONO IX.

PENGUMUMAN Sesudah Tentara Belanda mengundurkan diri, setiap orang, djuga jang telah bekerdja pada Pemerintah Federaal Ssmentara, dengan tidak membedakan bangsa atau Agama, akan didjamin keamanan diri dan harta bendanja seterusnja. Terutama akan didjaga agar supaja tiada perbuatan-perbuatan pem­ balasan terhadap siapapun djuga. Setelah Pemerintah Republik kembali, m asih tetap diadakan kesempatan untuk meninggalkan Jogjakarta de­ ngan tidak diganggu. Jogjakarta, 24 Mei 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX. PENGUMUMAN No. I/l. KEPATIHAN. PENGGREBEGAN. Pengumuman tentang penggrebegan Kepatihan oleh Tentara Belanda. * Pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 1949 kira-kira djam 12.30, segerom­ bolan militer Belanda dengan tiba-tiba dan tidak memberitahukan kepada kami terlebih dahulu telah mendatangi complex gedung Kepatihan Danu- redjan Jogjakarta untuk mengadakan pemeriksaan dibeberapa ruangan jan g dipakai oleh Instansi-instansi Pemerintah Republik Indonesia m enjiapkan pengembalian Pemerintah tersebut sebagai termaksud dala pernjataan bersama „Rum — Royen” pada tanggal 7 Mei 1949. ^ Dari ruangan jang dipsrgunakan oleh instansi „Pertahanan seia dari pada dokumen-dokumen dan daftar orang-orang pegawai, lah orang-orang jang berada di ruangan tersebut, diangkat ke I* v • * dengan dua truck; begitu pula beberapa formulier pendaftaran dari ru ngan „Polisi”. k Kedjadian, jang berkemungkinan besar menimbulkan akibat dui dalam suasana baik jang mulai timbul antara Indonesia-Belanda ini» tei dilaporkan kepada Ketua Delegasi Indonesia di Djakarta untuk di*jerlT’ kan kepada Unci, dengan permohonan supaja tindakan militer Be; a?^n tersebut diprotes keras kepada jang berwadjib serta supaja d i m i n t a k a n djaminan eeterusnja bahwa hal-hal sematjam itu tidak akan terulang lagi. Jogjakarta, 28 Mei 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, Dalam Negeri, ■ HAMENGKU BUWONO IX. 355 PENGUMUMAN No. 1/3.

PEGAWAI. Pengusiran pegawai Re­ publik Indonesia dari Magelang. Kurang lebih 100 orang pegawai Indonesia dan orang-orang parti­ kelir bersama dengan keluarganja telah diusir oleh Belanda dari Mage­ lang ke Jogjakarta. Pengangkutan mereka itu dimulai tanggal 10 Djuni 1949 dan sebagian dari rombongan orang-orang jang diusir itu pada tanggal 11 Djuni celah tiba .di Jogjakarta. Diantara mereka terdapat Ir. Saksono, bekas Menteri Muda Pertanian dan persediaan dalam kabinet Sjahrir, Mr. Tjokrosoemarto, Mr. Soedibjo. Alasan pengusiran jang dikemukakan oleh pihak Belanda dengan lisan ialah, bahwa orang-orang itu dipandang berbahaja untuk keamanan dan ketertiban umum. Selain itu ada djuga pegawai-pegawai Republik jang diberitahukan oleh pihak Belanda, bahwa mereka katanja dipanggil oleh Pemerintah Republik ke Jogjakarta. Kemudian ternjata dari mereka jang sampai hari ini datang di Jog­ jakarta, seorangpun tidak ada jang dipanggil, baik oleh Pemerintah, maupun oleh Delegasi Republik Indonesia. Lebih landjut orang-orang jang diusir Belanda itu menerangkan, bahwa mereka hanja diberi tempo dua hari untuk meninggalkan Mage­ lang dengan truck-truck jang telah disediakan oleh Belanda. Karena pengusiran itu dilakukan dengan tiba-tiba dan tidak memberitahukan lebih dahulu kepada Delegasi Republik Indonesia atau kepada Pembesar- pembesar Republik di Jogjakarta, maka orang-orang jang diusir itu ter­ lantar datangnja di Jogjakarta serta mendapat kesukaran tentang peru­ mahan dan lain sebagainja. Soal ini telah diberitahukan kepada Delegasi Republik Indonesia di Djakarta dengan permintaan supaja memadjukan protes keras dari pihak Republik Indonesia terhadap pengusiran tersebut dengan perantaraan U. N. C. 1., sedang kepada Pemerintah Pendudukan Belanda ber­ tanggung djawab telah dimintakan djaminan, supaja orang-orang jang berkepentingan itu mendapat perlakuan jang selajaknja.

Jogjakarta, 13 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

356 PENGUMUMAN No. 1/4.'

GRANAT TANGAN. HALAMAN NJONJAH SOEKARNO. Granat tangan terdapat di halaman tempat kediaman Njonjah Soekarno. Pada tanggal 10 Djuni 1949, pada pagi hari di halaman rumahnja Njonjah Soekarno terdapat suatu granat tangan, terletak diantara rumput-rumput dan tanaman-tanaman. Oleh fihak jang ingin memperlihatkan kepada dunia, bahwa pada masa kembalinja Pemerintah Republik Indonesia ke Jogjakarta akan timbul kekatjauan, serta pula tidak ada ketertiban, kedjadian diatas ta- liadi telah di besar-besarkan istimewa dalam radio Batavia (siaran berita tanggal 12 Djuni 1949), sehingga dunia mendapat gambaran jang keliru. Malahan disebutkan oleh siaran radio itu, bahwa katanja, ada ka­ langan Republik jang mengatakan, bahwa pekerdjaan itu dilakukan oleh orang-orang dari fihak P. D. R. dan bukan orang-orang dari P. K. I. Tentang utjapan tersebut fihak resmi Republik tidak tahu-menahu, bahkan sampai sekarang tidak ada ketentuan bahwa granat tangan itu diletakkan oleh fihak bangsa Indonesia. Perlu ditegaskan lagi, bahwa tanggung-djawab keamanan setiap pen­ duduk di Jogjakarta, sebelum penjerahan kekuasaan kepada Pemerintah Republik di Jogjakarta, adalah sepenuhnja pada fihak Militer Belanda. Rakjat seluruhnja diminta djangan sampai kena propokasi, sehingga terdapat kedjadian-kedjadian jang merenggangkan kita sama kita, dan hendaklah hati-hati terhadap niat fihak jang tidak suka akan lantjarnja pengembalian Pemerintah Republik Indonesia dan kemudian adanja ke­ tertiban dalam daerah Republik. Jogjakarta, 13 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

Order Republic 23 June 1949. Nr. 1D/13. With reference to his order, issued on Monday, May 16 th. 1949, the Minister of State of the Republic of Indonesia, Coordinator of Security, orders to the Local Commander of the T. N. I. in the Residency Jogja­ karta to take steps for evoiding armed clashes with Netherlands forces and for immediately discontinuing activities of sabotage, destruction building roadblocks, mining and other subversive activities. Only in the event of danger to personal safety is it allowed to take the necessary steps by use of arms. This order shall have effect immediately after issuance until the withdrawal of the Netherlands forces from the whole Recidency of Jogja­ karta will be finished. Issed at Jogjakarta, On Thursday, June 23 rd. 1949. The Minister of State of the Republic of Indonesia, Coordinator of Security, HAMENBKU BUWONO IX.

357 PENGUMUMAN No. 1/6.

D J AM MALAM. Peraturan tentang penetapan djam malam. I. Mulai djam 6.30 (setengah tudjuh) malam sampai djam 05.00 pagi siapapun jang tidak tersebut dalam sub ke II dilarang ber di djalan-djalan dan tempat umum didalam kota Jogjakarta. II. Diperbolehkan berada ditempat-tempat umum atau djalan-djalan pada waktu tersebut dalam sub I: . , 2 a. Anggauta Pendjaga Keamanan (Tentara dan Polisi) jang sea mendjalankan tugasnja; . . ,&rj h. Pegawai Pemerintah sipil atau militer jang mendapat ldzm Pegawai jang ditundjuk olehnja. III. Djikalau di suatu tempat pada waktu tersebut sub I terdjadi tjauhan karena perampokan, pembunuhan, pentjulikan, kebaJ^ _ rumah atau kedjahatan lainnja sematjam itu, maka penduduk kitar tempat kedjadian itu diberi kelonggaran untuk keluar ^ rumah dan memberi pertolongan atau menjelamatkan diri hmg»^ ada anggauta Pendjaga Keamanan termasuk sub Ila datang, ^e ■ rapa dapat penduduk jang memberi pertolongan itu supaja mem a alat penerangan seperti obor, lampu atau alat penerangan lainnj ditempat kedjadian itu. IV* D jika ada seorang penduduk mempunjai keperluan penting jang dadak pada waktu tersebut sub I, maka, ia diperbolehkan pergi pada pos pendjagaan dengan membawa alat penerangan jang;tera. »» kemudian ia boleh pergi ketempat jang ditudju dan kembali dengan diantarkan oleh anggauta Pendjaga Keamanan. V- Djikalau ada pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan. termaksud diatas, maka Pendjaga Keamanan tersebut sub Ila berhak meng bil tindakan jang keras dengan mengingat keadaan jang dihadap •

Jogjakarta, 29 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

i

358 PENGUMUMAN No. 1/7.

KESATUAN BERSgNDJATA. PEN­ DAFTARAN. Pengumuman tentang pendaftaran badan-badan ’perdjuangan *. dan Kesatuan-Kesatuan jang bers'en-^. djata. /* ^ I. Organisasi-organisasi perdjuangan dan Kesatuan-kesatuan bersen- djata jang setelah pengembalian kekuasaan ke tangan Pemerintah Republik Indonesia berada di Daerah Istimewa Jogjakarta dan tidak tergabung dalam salah satu bagian dari T. N. I. atau Pulisi Negara harus mendaftarkan dengan perantaraan pemimpinnja selambat- lambatnja 5 (lima) hari untuk diluar kota Jogjakarta dan 3 (tiga) hari untuk didalam kota Jogjakarta. Sesudah tanggal pengumuman ini kekuatan anggautanja dan persendjataannja serta tempat kedudu- kannja kepada: a. Komandan Militer Kota, djika tempat kedudukannja ada dida­ lam kota Jogjakarta; b. Komandan Distrik Militer di masing-masing Kabupaten, djika tempat kedudukannja ada diluar kota Jogjakarta. H. Organisasi-organisasi perdjuangan dan Kesatuan-kesatuan jang ber- sendjata jang setelah terdjadi pengembalian kekuasaan Pemerinta­ han di Daerah Istimewa Jogjakarta kepada Pemerintah Republik Indonesia, berada didalam kota Jogjakarta, dengan tidak mendapat tugas dari Menteri Negara Koordinator Keamanan atau dari Kepala Staf Keamanan, harus segera meninggalkan Kota dan melaporkan diri kepada Keamanan Distrik Militer dari tempat jang akan diami- nja. TTT Dengan tidak mengurangi tuntutan-tuntutan tentang pelanggaran- pelanggaran termaksud dalam Undang-Undang tentang sendjata api, maka terhadap mereka jang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan termaksud dalam pasal I dan II diambil tindakan keras. IV. Peraturan diatas tidak bermaksud melutjuti sendjata rakjat akan tetapi semata-mata untuk mengetahui siapa lawan dan siapa kawan Republik Indonesia.

Jogjakarta, 29 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan,

h a m e n g k u BUWONO IX.

359 PENGUMUMAN No. 1/8.

1. D jam malam didalam kota Jogjakarta mulai djam 6.30 sore sampai djam 5 pagi. 2. Rakjat djangan bertindak sendiri karena hendak membalas dendam kepada siapapun djuga. 3. Untuk menempati suatu gedung atau rumah harus mendapat idzm dari Kementerian Pekerdjaan Umum. 4. Kantor-kantor, paberik-paberik, perusahaan-perusahaan, toko-toko, warung-warung dan sebagainja supaja buka seperti biasa.

5. Untuk mengadakan rapat-rapat dan lain-lain p e r t e m u a n harus mem beri tahu lebih dahulu kepada Staf Keamanan di Kepatihan.

Jogjakarta, 30 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

36 0 PENGUMUMAN No. 1/9.

IDZIN D JALAN MALAM. Peraturan tentang pemberian idzin djalan malam. Jang di idzinkan berdjalan selama djam malam berlaku ialah: I. Anggauta-anggauta Tentara Nasional Indonesia jang memakai tanda lengan berupa bulatan berdasar merah dengan tulisan putih „Brigade Div. IH”, sedang ditengahnja tergambar topi badja dan diatasnja huruf „ X ” , dan dikanan kirinja bintang berudjung lima. II. Anggauta-anggauta Organisasi Sektor, jang memakai ban-lengan berdasar putih dengan tulisan hitam „Polisi Keamanan Kota” . III. Anggauta-anggauta Polisi Negara jang memakai ban-lengan ber­ dasar merah putih, diatas mana terlihat tjap bulat Kepolisian dan nomor Stamboek. IV. Pegawai-pegawai Djawatan Sipil, jang memakai ban-lengan berda­ sar merah-putih, dan diatasnja terlihat huruf „S” (dari Staf) ber­ warna hitam; disebelahnja ban itu terlihat tjap bulat Kepolisian dan nomor Stamboek. Tanda-tanda tersebut diatas dipakai atas lengannja kiri. v V. Penindjau-penindjau Militer K. P. B. B. I. (U. N. C. I. Militairy Observers), jang beruniform. VI. Orang-orang jang menumpang mobil, jang diberi idzin berdjalan malam berupa tempelan kertas berdasar merah-putih, diatas mana tertulis huruf „S” hitam dan dibubuhi tjap Delegasi Republik Indo­ nesia.

Jogjakarta, 29 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

361 PENGUMUMAN No. 1/10.

BANGSA ASING. TANDA KEBANG­ SAAN. Penetapan tentang bangsa asing diharuskan memakai ban lengan untuk

mentjegah nesaian kesalah fahaman.rariauia.ii. Untuk mentjegah segala kesalahan faham, maka ditentukan, bahwa: demran 'tinfi?, A®inS memakai ban lengan berdasar merah neefranit “ graTno r uf putih -)anS menjebutkan bangsanjal wakil NWara a ^ AC Ingsris dan sebagainja, ket juali Wakil- U N C I H » n v n rf 3anS berada di Jogjakarta, anggauta-anggauta u. in. i. dan Military Obssrvers U. N. C. I. h^arf a ^ e?ara Republik Indonesia bukan Indonesia aseli me- Renublik?n|nSa" berdasar merah dengan tulisan „Warga Negara Kepubhk Indcn:sia dengan huruf putih ±san-ban lengan tersebut dipakai pada lengan kiri.

Jogjakarta, 30 Djuni 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan,

HAMENGKU BUWONO IX.

362 PROKLAMASI.

PENGEMBALIAN JOGJAKARTA. PE­ MERINTAHAN. Pengumuman tentang kekuasaan Pemerintahan Republik untuk sementara waktu di pegang dan didja- lankan oleh Menteri Negara Koordinator Keamanan. Pada hari Kemis tanggal 30 Djuni 1949 kekuasaan Pemerintahan di seluruh Daerah Istimewa Jogjakarta kembali di tangan Pemerintah Re­ publik Indonesia, jang berkedudukan lagi di ibu kota Jogjakarta. Atas penetapan P. J. M. Presiden, Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia maka buat sementara waktu kekuasaan Pe­ merintahan Republik, baik s;pil maupun militer, di Daerah Istimewa Jogjakarta dipegang dan d'djalankan oleh Menteri Negara Koordinator Keamanan dengan dibantu oleh segala Badan. Pemerintahan dan Alat Ke­ kuasaan serta Pegawai Negeri jang. ada dan jang akan datang di Daerah Istimewa Jogjakarta. Segala Badan, dan Peraturan Negara Republik Indonesia jang ada sebelum hari dan tanggal psngembalian kekuasaan di tangan Pemerintah Republik Indonesia, langsung berlaku selama tidak diadakan ketentuan lain. Setelah keadaan mengidzinkan maka segera P. J. M. Presiden, P. J. M. Wakil Pres:den serta anggauta-anggauta Pemerintah Republik Indonesia lainnja akan kembali ke Jogjakarta.

Jogjakarta, 30 Djuni 1949. An. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

363 PENGUMUMAN No. I/ll.

UANG. Peraturan tentang ^ aj^ ¿ an lakunja Uang R e p u b l i k Indo disamping itu Uang Nica. 1. Uang Republik Indonesia (URI) tetap alat pembajaran sah- 2. Untuk sementara waktu untuk Daerah Istimewa J °»ja^artan(iUdU' djenis uang jaitu URI dan uang jang telah beredar karena pe terllS kan, akan tetap beredar; berarti uang tersebut terachir tool dipergunakan. 3. Antara kedua djenis uang itu tidak akan ditetapkan perbandin0 harga (koers) jang tetap. 4. Kantor-kantor Pemerintah jang menerima/mengeluarkan uang nja Kas Negeri, Kantor Padjak, .Kantor Pos, Stasion D. K. dan lain-lain) dapat memberikan keterangan tentang aturan-a kantomja masing-masing.

Jogjakarta, 1 D j uli 1S49. Menteri Negara Koordinator Keamana HAMENGKU BU W O N O IX.

PENGUMUMAN • • No. 1/12.

SEKOLAH RAKJAT. Hal pembukaan kembali Sekolah Rakjat Negeri. 1- Sekolah Rakjat Negeri dibuka kembali di Kota Jogjakarta pada tanggal 5 Djuli 1949 djam 8 pagi. 2. Sekolah Rakjat Negeri diluar Kota Jogjakarta dibuka kembali selekas mungkin sebelum tanggal 12 Djuli 1949. 3. Liburan Puasa mulai tanggal 12 D]uli 1949 sampai dengan 1 Agustus 1949.

Jogjakarta, 3 Djuli 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

m PENGUMUMAN No. 1/13.

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA. Hal pembukaan Sekolah Menengah Pertama. Sekolah Menengah Pertama kias I dan kias II serta Sekolah 3anS se" dradiat dengan itu dalam Daerah Istimewa Jogjakarta dibuka em- bali pada hari Selasa tanggal 23 Djuli 1949 tiap-tiap hari kerdja dan djam 7.30 sampai djam 11.

Jogjakarta, 3 Djuli 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

PENGUMUMAN No. 1/14. ANGGAUTA PEMERiNTAK- Pengumuman tentang kedatangan P. J. M. (Walk ) den dan lain-lain di ibu Kota Jogja 1. P. J. M. Presiden, P. J. M. Wakil Presiden, Ketua K. N. X . . P - a“|" gauta-anggauta Pemerintah Republik Indonesia lam J ^ da datangannja di Jogjakarta dengan kapal terbang tanggal 6 DjuTi 1949. . Republik- Ketjuali oleh anggauta-anggauta Pemerintah dan D S beliau- Indonesia jang kini sudah ada di Jogjakarta, maka k karta para beliau itu akan disaksikan d juga oleh tamu-tamu d 3 wartawan dari daerah dan luar Daerah Istimewa otoj 2. Upatjara penjambutan telah siap direntjanakan °^e^^ ^ n|iMakukan ¿i butan jang diketuai oleh Mr. Tadjudin Noor dan akan dilakukan a lapangan Terbang Maguwo dan di Istana Presiden.

Jogjakarta, 4 Djuli 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

365 PENGUMUMAN No. I/14A.

ALAT-ALAT TILPON. Perintah tentang penjerahan alat-alat tilpon jang ada pa penduduk kepada Pemerintah.

Kepada penduduk di seluruh Daerah Istimewa'Jogjakarta, jang me^ punjai pesawat-pesawat tilpon jang tidak dipasang, demikian djuga kaW tembaga, isolator dan lain-lain bahan/perkakas D jawatan Tilpon Pemeri tah Republik Indonesia, diminta supaja selekas mungkin m e n j e r a h k a bahan-bahan/perkakas itu kepada: 1. Kepala Kantor Tilpon di D jalan Setjodiningratan No. 1 untuk pendu duk didalam kota Jogjakarta, dan kepada: 2. Pehewu Pamong Pradja jang berdekatan untuk penduduk diluar Jogjakarta, jang akan meneruskannja kepada Kepala Kantor Tilp Jogjakarta. Pada setiap penjerahan, si-penerima akan memberikan sehelai tanda penerimaan, jang ditjap dan ditanda tangani oleh pegawai jang ber­ sangkutan.

Jogjakarta, 11 Djuli 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan» HAMENGKU BUWONO IX.

366 PENGUMUMAN No. 1/15.

DJAM MALAM. Peraturan tentang me- Djam mala ngadakan perubahan djam malam. nator Keamanan pengumuman Menteri Negara Koordi- oiulai djam 6.30 sore 5 Djuni 1949 No. 1/8 sub I tiap-tiap malam di- 12 Djuli 1949 dimulai i^en£an diubah dan mulai hari Selasa tanggal UjciTn 8 (delapan) malam.

Jogjakarta, 11 Djuli 1949. . Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

PENGUMUMAN No. 1/16.

BANGSA ASING. Pentjabutan Pengu­ muman No. 1/10 tentang tanda kebang- saan jang harus dipakai oleh Bangsa Asing. man Menteri N e ? !r f iJ ua^ a sudah tidak terasa lagi, maka Pengumu- No. 1/10, dalam mana S'mu^nrín^ tertanggal 30 Djuni 1949 publik Indonesia bnir orí¡-nS bangsa As mg dan warga Negara Re­ jan g menjebutkar» v.otf1- d.onesia-aseli diwadjibkan memakai ban-lengan gsanja/negaranja, dengan ini ditjabut kembali.

- Jogjakarta, 11 Djuli 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan, HAMENGKU BUWONO IX.

367 PENGUMUMAN No. 1/17.

PENTJATATAN PENDUDUK. Per' aturan tentang perhitungan dan pen tjatatan djiwa. I. Diseluruh Daerah Istimewa Jogjakarta akan diadakan perhitungarl dan pentjatatan penduduk, jaitu di daerah: a. Haminte Kota Jogjakarta pada tanggal 20 Djuli 1949, antara djam 1 siang sampai djam 5 sore, b. Kabupaten Sleman dan Gunungkidul pada tanggal 25 1949, c. Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Adikarto pada tangga^ 5 Agustus 1949. n. Jang mendjalankan perhitungan dan pentjatatan penduduk itu iala^ Kantor Pentjatatan Penduduk (K. P. P.) jang dipimpin oleh PaneWU atau Mantri Pamong Pradja buat daerahnja masing-masing dengaJ dibantu oleh pegawai-pegawai Negeri, Pamong Kalurahan, Tenag Peladjar dan penduduk partikelir jang sanggup membantu serta Rukun Kampung. HI. Jang dihitung dan ditjatat: semua penduduk dari segala bangs^- Pada waktu jang telah ditentukan itu dalam tiap-tiap rumah harus ' berada paling sedikit seorang jang dapat memberi keterangarL" keterangan jang djelas kepada para penghitung. Atas pemberian keterangan jang disengadja salah ada antjamannja hukuman. ^ Setelah administrasi perhitungan dan pentjatatan penduduk selesa1; tiap-tiap keluarga diwadjibkan mengambil Kartu Keluarga dl Kantor Pentjatatan Penduduk (Kapanewon atau Kemantren) > . ” ngan membajar biaja administrasi R. 20.— (dua puluh rupiatl ORI).

luari?ai?^ g siapa kemudian namanja tidak termasuk sesuatu kartu ke- ga, tidak dianggap penduduk Daerah Istimewa Jogjakarta.

Jogjakarta, 10 Djuli 1949. Menteri Negara Koordinator Keamanan’ HAMENGKU BUWONO IX.

368 M e n t e r i n e g a r a r e p u b l i k i n d o n e s i a koordinator k e a m a n a n No. 1. D./14. Surat-edaran. Hal: Sikap Alat-alat Kekuasaan Jogjakarta, 25 Djuni 1949. Negara Republik Indonesia Kepada dalam melakukan tindakan- Keamanan tindakan untuk mendjaga * p emerintahan di keamanan dalam Negeri. 2' Stat G j A K A R T A. Merdeka! * 1. Sekalipun seperti Paduka Tuan ketahui P e ^ f^ b u M h ’^ p e'1- perseprangan, maupun gerombolan orang, se]Pe™ P k pentju- ngamajaan, pentjulikan, pembalasan d e n d a m , peia d£ ntjam rian, pembakaran rumah , dan lam-lam Tj^ang-Undang Hu- dengan pelbagai hukuman keras dalam &teb setjara tjepat, kum Pidana, serta tjara-tjara Pemeriksaan dalcwa J summier dan sebagainja sudah teratur s®le^ a^ tia?a pidana, da- Peraturan-Peraturan Negara mengenai Hukum Atj kekua_ lam usaha mendjamin keamanan, terutama fano-an Pemerintah saan di. Daerah Istimewa Jogjakarta kemba n dan Insja’allah, dapat menempuh udjian seoeici. u ^ .j o Nuga dan kepadanja baik oleh Dunia ^ernataonal ma^un^ Bangsa Indonesia, dengan hatsil*jang gilang g Amin!!! Menteri Negara K ,«nu««n, HAMENGKU BUWONO IX. SPEECH BY THE MINISTER OF STATE, COORDINATOR SECURITY, H. H. HAMENGKU BUWONO LX, on June 30, 1949, 20.00 hours.

COMRADES JN OUR COMMON STRUGGLE FOR FREED°M’ M e r d e k a ! It is from Jogjakarta, capital of the Republic of Indonesia, the Radio of the Republic of.Indonesia that I can again comnlJLeet on! you after six and a half months in which we could scarecely ^ another in the usual way. The first and foremost news is that tr , 30, 1949 the whole of the Residency of Jogjakarta has been re ncv fhe the Government of the Republic. For the time being, His Exe President has entrusted me with the task of conducting the afta*f nlati s state in this period of transition. I wish to add here my congr to all of you for this important event. The return of Jogjak possible due to the common determination to face the difficulties >erj day life during these past months of those who carried arms anu. who did not. These hardships you were prepared to undergo became yo* were strengthened by the pureness of. our ideal to achieve Ju a.no improvement of our standard of living. God, therefore, has not failed to guard us. I know that during this period of our struggle many a ha! lost a fahter, a brave son, or has one disabled for life. Nor it is to me that many a large family often had only one meal a day, , ^ha. manv a coat and many a shirt has been ’’concumed only m o oei* tt remain true to our ideal. It has come to my knowlegde too tioa Jftoni you not only a few have been offered a high position with a h»g“ a i;w which would mean security of living. However, because you salary, would mean security of living. However, because you foua Uao worthwhile to be true to our ideal rather than to live m W ^ y ol chose to live a simple life and suffer. Many a welleducated \vgl sentae in m a r k e t s , many a high official opened a small restaurant , ^n nn ¿ i spite of these hardships they have been patient, they had and they w a i t e d for the return of Jogjakarta to us. What you have been waiting for has come true.

C o m r a d e s , what does the return of Jogjakarta to the It implies that our struggle shall be continued. Mountains of w ft ^ 1W before us and it goes without saying that of every »t ; expfcted to give hls contribution in or that our work will be P carried out. -a karts * Work is P^n£ return of the Republic to ie ^ « important p l»se in the $trUggle of entire Indonesian people- a The Republic having back at present only a part ° f * * d^ t 0r5 u iJ ™ntinue its struggle tobether with the people of Pasunaan, ^ r ; Indonesia, Kalimantan, Sumatra and other territories m order to aclli a, our common aims. ^ t, liVine" that we have to continue our struggle together with P J fhp other inslands, it means thet we have to strengthen ^ people o Jarjy among ourselves who are living m R e p u b ^ j unity, P , protection of the Red-White Flag. \ye a ck n o w W ^ that*in the past much strength was wasted and scattered, since a pSii

370 ¡of our people overlooked the interest which in fact should be held beyond the,interest of ary group or party The deeper the ravine among ourselves, the more the party which expects our down fall will rejoice it. Therefore, we can draw our lessons bv looking back at our shortco­ mings in the past, and simultaneously w¿ m u st look fa r m the future, while reorganizing our future stru«»lc At the present time we should put our unity in the foreground to avoid the same dramatic story being: repeated. Our state quaranteed democratic rights where every citizen has the right to say his own opinion to onnose things he does not a&ree with. All this however, should be canalised along legel ways, without 3eopardizmg the security of the state for the sake of this own interest Therefore, since Jogjakarta has been returned to the Republic, the method of woi Icing cmd thingJcijig must be chcingcd. Furthermore for the interest of State security all armed nits must "be centralized under the command of the T. N. I. In this way we intend to prevent 'w^aste of energy as a conscc^uence of mutual misunderstandings, md to reduce possibilities for provocations which are menacing at any ,ime. Furthermore you must bear in mind, that the command of armed inits in a wellorganized state is vested in the body authorised by th e jouvernment. In this respect is seems not yet perfect if such a centralized power s not supported by all layers of the society. Therefore all the people can mprove the application of all security measures, by establishing campong- juards as they usually did before. N ow we have to be much more careful than ever before. I think, it is íecessary to emphasize again, that I will not shrink back to take appro­ bate measures against all disturbers of law and order. It has become^ clear now, that a heavy responsibility is still imposed >n us, Republicans citizend. Buth this heavy task, if done in close coopera- ion, will seemed light to us. sacrifices which is seemingly 110L Lo be Uorxic, will lae reliGV^<3L i£ ve taesvr in mind that next to us, the whole people are a lso suffering them. \ Wether the burdens will be lifted soon o r late depend only of oizr m will and resoluteness. Let us therefore, accelerate the efforts for that /omrrion perfection and happiness of ours.

X w h ish y o u g o o d luck in your struggle!

Once free, forever free!

371 SPEECH BY THE MINISTER OF STATE, COORDINATOR OF SECURITY, H. H. HAMENGKU BUWONO IX, on June 30, 1949, 20.00 hours.

COMRADES IN OUR COMMON STRUGGLE FOR FREEDOM, Merdeka ! It is from Jogjakarta, capital of the Republic of Indonesia, and through the Radio of the Republic of . Indonesia that I can again communicating you after six and a half months in which we could scarecely meet one another in the usual way. The first and foremost news is that from June 30, 1949 the whole of the Residency of Jogjakarta has been returned to the Government of the Republic. For the time being, His Exellency the President has entrusted me with the task of conducting the affairs of the state in this period of transition. I wish to add here my congratulations to all of you for this important event. The return of Jogjakarta was possible due to the common determination to face the difficulties of every day life during these past months of those who carried arms and those who did not. These hardships you were prepared to undergo because you were strengthened by the pureness of. our ideal to achieve justice ana improvement of our standard of living. God, therefore, has not failed to guard us. I know that during this period of our struggle many a family has lost a fahter, a brave son, or has one disabled for life. Nor it is unknown to me that many a large family often had only one meal a day, and-that many a coat and many a shirt has been ’’concumed” only in order to remain true to our ideal. It has come to my knowlegde too that among you not only a few have been offered a high position with a high salary, which would mean security of living. However, because you salary, which would mean security of living. However, because you foud it m or worthwhile to be true to our ideal rather than to live in luxury, you chose to live a simple life and suffer. Many a welleducated man Was selling in markets, many a high official opened a small restaurant, and so on. In spite of these hardships they have been patient, they had faith and they waited for the return of Jogjakarta to us. What you have been waiting for has come true. Comrades, what does the return of Jogjakarta to the Republic imply It implies that our struggle shall be continued. Mountains of work ar i lying before us and it goes without saying that of every citizen it i. expected to give his contribution in or that our work will he perfacth carried out.

Work is piling up; for the return of the Republic to Jogjakarta is an important phase in the struggle of the entire Indonesian people. The Republic having back at present only a part of its territory, should continue its struggle tobether with the people of P a s u n d a n , E ast Indonesia, Kalimantan, Sumatra and other territories in order to achieve °ur common aims. ■ Realizing that we have to continue our struggle together with the people of the other inslands, it means thet we have to strengthen our unity. Particularly among ourselves who are living in the Republican territory, under the protection of the Red-White Flag. We acknowledge, that in the past much strength was wasted and scattered, since a part

370 of our people overlooked the interest which in fact should be held beyond « 1» lnterest of ar?y group or party. The deeper the ravine am ong ourselves, the more the party which expects our doWn fall will rejoice it. Therefore, we can draw our lessons by looking back at our shortco­ mings m the past, and simultaneously we must look far m the future hile reorganizing our future struCTo'le At the present time we should put repeated ^ f°reground. to avoid the same dramatic story being

state guaranteed democratic rights where every citizen has the right to say his own opinion to oppose things he does not agree with. All this however, should be canalised along legel ways, without jeopardizing the security of the state f o r the s a k e o f thfsovvn interest Thsreforc, Since Jogjakarta has been returned to the Republic, the method of working and tliinglcing must be changed. Furthermore for the interest of State security all armed nits must be centralized under the command of the T N I In this way we intend to prevent waste of energy as a consequence of'mutual misunderstandings, ttoe re 6 P°ssibilities for provocations which are menacing at any

Furthermore you must bear in mind, that the command of armed units m a wellorganized state is vested in the body authorised by the Cjouvernment. In this respect is seems not yet perfect if such a centralized power is not supported by all layers of the society. Therefore all the people can improve the application of all security measures, by establishing campong- guards as they usually did before. Now we have to be much more careful than ever before. I think, it is necessary to emphasize again, that I will not shrink back to take appro- piate measures against all disturbers of law and order. It has becom e clear now, that a heavy responsibility is still imposed on us, Republicans citizend. Buth this heavy task, if done in close coopera­ tion, will seemed light to us. A lso sacrifices which is seemingly not to be borne, will be relieved if we bear in mind that next to us, the whole people are also suffering them. Wether the burdens will be. lifted soon or late, depend only of our own will and resoluteness. Let us therefore, accelerate the efforts for that ommon perfection and happiness of ours.

I whish you good luck in your struggle!

Once free, forever free!

371 Perpustakaan UI