Menguak Tabir Dharmasraya
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Menguak Tabir Dharmasraya Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Direktorat Peninggalan Purbakala BALAI PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA BATUSANGKAR Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau Menguak Tabir Dharmasraya Penanggung jawab |Drs. Marsis Sutopo, M.Si.| Penulis |Drs. Budi Istiawan & Drs. Bambang Budi Utomo| Desain Sampul & Lay Out |Sri Sugiharta, S.S.| Penerbit |Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar [Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan KepulauanRiau ] |Cetakan |I| Tahun |2006| Copyright © 2006 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar Batusangkar ii |kata pengantar | alai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang Bmempunyai wilayah kerja di Provinsi Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau. Secara struktural, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar berada di bawah Direktorat Peninggalan Purbakala, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Sebagai instansi pemerintah yang membidangi kebudayaan, khusus- nya yang berkenaan dengan pelestarian peninggalan purbakala, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Batusangkar mempunyai program untuk mempublikasikan hal-hal yang berkaitan dengan peninggalan purbakala, baik yang berhubungan dengan aspek sejarah dan budayanya maupun hal-hal lain yang melingkupinya. Buku ini, yang merupakan kumpulan dari dua tulisan, mencoba mengungkap lebih lanjut tentang hal-hal yang berkaitan dengan Dharmasraya, sebuah kata yang tercantum pada sebuah prasasti yang terdapat pada lapik Arca Amoghapasa. Prasasti ini, yang kemudian disebut sebagai Prasasti Dharmasraya, merupakan prasasti yang berasal dari Masa Melayu Kuno. Saat ini Dharmasraya telah dipakai sebagai nama sebuah kabupaten, tempat prasasti tersebut ditemukan, sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat Mudah-mudahan buku ini bermanfaat bagi segenap kalangan. Batusangkar, 12 Desember 2006 Kepala BP3 Batusangkar, Drs. Marsis Sutopo, M.Si. iii |daftar isi | Kata Pengantar _______________________________________ iii Bagian Pertama Jejak Sejarah dan Kepurbakalaan Dharmasraya >> 2 1. Lingkungan Alam Dharmasraya >> 2 2. Kerajaan Sriwijaya dan Melayu >> 9 3. Kerajaan Melayu di Dharmasraya >> 11 4. Antara Dharmasraya, Melayu, dan Swarnnabhumi >> 15 5. Lokasi Dharmasraya >> 19 6. Situs Pulau Sawah dan Potensi Kepurbakalaannya >> 27 7. Penutup >> 29 Daftar Pustaka >> 32 Bagian Kedua Ranah Minang dan Kerajaan Melayu >> 34 1. Babakan Sejarah >> 35 2. Perdagangan Emas >> 45 3. Keagamaan >> 49 Daftar Pustaka >> 54 iv Bagian I JEJAK SEJARAH DAN KEPURBAKALAAN DHARMASRAYA Budi Istiawan JEJAK SEJARAH DAN KEPURBAKALAAN DHARMASRAYA 1. Lingkungan Alam Dharmasraya Kawasan kepurbakalaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang- hari meliputi beberapa situs dan wilayah administratif pemerintahan. Berdasarkan pada tinggalan arkelogis, kawasan purbakala DAS Batanghari meliputi beberapa situs di daerah hulu (Kabupaten Dharmasraya 1), yaitu Rumah Gadang Pulau Punjung, Situs Bukik Braholo, Rambahan dan situs bekas Istana Kerajaan Siguntur di Sungai Siran Jorong Lubuk Bulang, Kenagarian IV Koto Pulau Punjung, Kecamatan IV Koto Pulau Punjung; Situs Candi Pulau Sawah, Rumah Gadang Siguntur, Masjid Tua Siguntur, Makam Raja- Raja Siguntur di Jorong Siguntur Bawah dan Candi Bukik Awang Maombiak di Jorong Koto Baru, Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung; Situs Candi Padangroco dan parit keliling, situs Arca Bhairawa di Jorong Sei Langsek, Kenagarian Siguntur Kecamatan Sitiung, dan Situs Candi Padanglaweh di Jorong Padanglaweh, Kecamatan Sitiung. Secara geomorfologis, daerah-daerah di sepanjang Batanghari termasuk pada daerah perbukitan bagian barat Sumatera yang dikenal dengan Barisan Mountain . Berdasarkan lithostratigrafi regional , daerah di sepanjang DAS Batanghari tersusun atas batuan- batuan dari Anggota Bawah Formasi Kuantan, Anggota Batu- gamping Formasi Kuantan, Anggota Filit dan serpih Formasi Kuantan, Granit, Anggota Bawah Formasi Telisa, Anggota Atas Formasi Telisa, Undak Sungai dan Aluvium Sungai. Batuan Anggota Bawah Formasi Kuantan terdiri dari kwarsit dan batupasir dengan sisipan Filit, batusabak terkersikkan, serpih, batuan gunungapi, tufa klorit, konglomerat, dan rijang. Batuan- batuan ini mengalami gangguan struktur geologi, yaitu patahan dan lipatan. Tebal keseluruhan dari Formasi Kuantan adalah 5000 m dan berumur Perem dan Karbon. 1 Kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sawahlunto-Sijunjung, Provinsi Sumatera Barat. [2] Jejak Sejarah dddandan Kepurbakalaan Dharmasraya Aluvium sungai berupa lempung, pasir, kerikil dan bongkah batuan beku serta kwarsit. Satuan batuan ini terendapkan di sepanjang sungai Batanghari dan anak-anak sungainya berumur Holosen. A. GEOMORFOLOGI LOKAL Bentang alam DAS Batanghari secara umum dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yang dominan, yaitu: 1). lithologi, 2). struktur, 3). stadia daerah, dan 4). tingkat erosi. Berdasarkan keempat hal ter- sebut, maka penentuan satuan morfologi wilayah dilakukan dengan pendekatan sistem Desaunettes yang didasari pada besarnya kemiringan lereng dan beda tinggi relief suatu tempat. Dari sistem tersebut dapat diketahui bahwa daerah sepanjang Batanghari terbagi atas 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu : 1. Satuan morfologi dataran , mempunyai kemiringan lereng antara 0–2%. Daerah-daerah yang mempunyai morfologi dataran antara lain Desa Taratak, Koto Tuo, Siguntur, Kawasan Pulau Sawah, Sungai Dareh, Siluluk, Rambahan, Pulau Punjung, Sitiung, dan sebagian Sungai Langsat. Bentang lahan yang demikian banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan, pertanian, serta perkampungan. Pada morfologi dataran ini terletak situs Candi Padangroco, sekitar 5 (lima) km arah hilir Batanghari dari Kawasan Pulau Sawah. Satuan batuan yang menyusun morfologi dataran adalah aluvium sungai yang berupa lempung, pasir, kerikil, bongkah batuan beku serta kwarsit; undak sungai berupa kerikil, pasir lempung kebiruan di dalam masa dasar pasir abu-abu hijau; batuan intrusi berupa granit bersusun leuco-granit hingga monzoit kwarsa; anggota filit dan Serpih Formasi Kuantan dengan batuan serpih dan filit. 2. Satuan Morfologi Bergelombang Lemah , mempunyai kemiringan lereng antara 2–8 %. Satuan morfologi ini merupakan vegetasi hutan dataran rendah yang tidak lebat, dengan sebagian besar telah dimanfaatkan sebagai ladang perkebunan karet. Sebagian kecil Kawasan Pulau Sawah termasuk dalam satuan morfologis ini. Satuan batuan yang menyusun morfologi bergelombang lemah adalah Aluvium sungai yang berupa lempung, pasir, kerikil, bongkah batuan beku serta kwarsit; Undak sungai berupa MENGUAK TABIR DHARMASRAYA [3] bongkah kerikil, pasir lempung kebiruan di dalam masa dasar pasir abu-abu hijau; Anggota bawah Formasi Telisa dengan batuan napal lempungan berlensa rijang hitam, batu pasir lignit, breksi andesit, dan batu pasir glaukonit; Batuan intrusi berupa granit bersusun leucogranit hingga monzonit kwarsa; Anggota Bawah Formasi Kuantan dengan batuan kwarsit, batupasir bersisipan filit, batusabak terkersikkan, serpih, batuan gunung- api, tufa klorit, konglomerat, dan rijang. 3. Satuan Morfologi Bergelombang Kuat , mempunyai kemiringan lereng antara 8–16 % dan berupa hutan dengan vegetasi yang rapat antara lain berupa pohon jenis meranti, berbukit-bukit de- ngan ketinggian paling rendah 200 m yang merupakan bagian dari Bukit Barisan (Barisan Mountain). B. POLA ALIRAN SUNGAI Sungai Batanghari meru- pakan sungai terbesar di daerah ini dengan arah aliran timur– Sungai Batanghari yang barat. Anak-anak Sungai Batanghari adalah membelah Kabupaten Sungai Lolo dengan arah aliran tenggara– Dharmasraya baratlaut, Sungai Batangnila dengan arah aliran timur–barat, Sungai Penago dengan arah aliran utara–selatan, Sungai Kuko dengan arah aliran baratlaut–tenggara, Sungai Batangpangeang dengan arah aliran timur–barat, dan anak-anak sungai kecil lainnya yang belum diketahui namanya. Bentuk dan keadaan pola aliran sungai tersebut masuk dalam golongan sungai Dendritik dan Rectangular . C. STADIA GEOMORFOLOGI Stadia geomorfologi daerah ini ditentukan dengan melihat stadia sungai, bentuk perbukitan, serta keadaan lerengnya. Kawasan Pulau Sawah termasuk pada stadia Dewasa. Berdasarkan pada keadaan geomorfologis beserta aspek-aspek pendukungnya, maka keletakan situs-situs purbakala di DAS Batang- hari berada pada satuan morfologi dataran, dengan pemilihan tempat pada wilayah yang relatif lebih tinggi dari dataran sekitarnya [4] Jejak Sejarah dddandan Kepurbakalaan Dharmasraya agar terhindar dari limpahan atau genangan air sungai yang memasuki wilayah dataran banjir ( flood plain ). Kawasan Pulau Sawah terlihat berada di wilayah yang di kelilingi oleh sungai, baik sungai induk maupun anak sungai. Untuk Candi I dan III serta beberapa munggu di sekitarnya berada pada daerah dataran di sisi tenggara sampai Sungai Batanghari dengan kemiringan lereng relatif kecil, sementara pada sisi timur laut merupakan daerah lereng terjal yang langsung berhadapan dengan anak sungai Penago. Candi Pulau Sawah II berada di sisi barat (arah belakang masuk ke kawasan Pulau Sawah atau 300 m dari Candi I) dengan kondisi daerah yang makin meninggi ke belakang dan pada daerah tertinggi terletak Candi Pulau Sawah II. Lokasi Candi Pulau Sawah II berada sekitar 100 m dari jurang/lembah dan anak sungai Batanghari di sisi baratnya. Lebih lanjut kawasan Pulau Sawah berada pada kondisi wilayah yang telah banyak mengalami gangguan