Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918 MAKNA SIMBOLIS DALAM NOVEL LAYAR TERKEMBANG

Hanafi1) dan Akhmad Baihaqi2) Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten1) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa2) [email protected]), [email protected])

Abstrak Tujuan penelitian ini yaitu untuk menyelidiki (1) makna simbolis tokoh protagonis dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana; (2) makna simbolis judul novel Layar Terkembang; dan (3) perbedaan makna simbolis Layar Terkembang dulu dengan makna simbolis Layar Terkembang sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa tokoh Maria merupakan makna simbolis dari kebudayaan tradisional yang telah mati, dan masa silam sudah tidak ada lagi, sedangkan tokoh Tuti merupakan makna simbolis dari kebudaya- an Indonesia modern, ilmu pengetahuan dan teknologi canggih Barat, industrialisasi yang penuh dinamika, dan emansipasi yang tinggi. Kemudian, judul novel Layar Terkembang merupakan makna simbolis dari adanya usaha untuk mengembangkan intelektualisme, industrialisasi, individualitas, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sistem informasi dan komunikasi yang mutakhir. Terakhir, penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan di mana Layar Terkembang dahulu didasari semangat cita-cita mencapai Indonesia merdeka, tetapi sekarang didasari semangat upaya untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala bidang.

Kata kunci: Makna Simbolis, Novel, Semiotika.

PENDAHULUAN pada 1936. Novel ini ditulis oleh Sebagai sebuah tanda, setiap karya sastra tentu Sutan Takdir Alisyahbana. Novel Layar dapat dikaji melalui semiotika. Hal ini me- Terkembang merupakan karya sastra yang pe- ngacu pada asumsi bahwa setiap karya sastra nuh dengan makna simbolis karena menam- yang ditulis akan memiliki sifat keruangan. pilkan berbagai segi kemasyarakatan dalam Dimensi ruang dan waktu dalam sebuah karya kehidupan manusia. Jika permasalahan disam- sastra mengandung penanda dan petanda yang paikan secara lugas, sebuah karya sastra tentu menyiratkan makna semiotik yang harus menjadi kurang menarik dan tidak memikat dipahami setiap pembacanya. Sebagaimana pembaca. Santosa dalam Rokhmansyah (2014) meman- Penggunaan simbol, majas, dan bentuk dang bahwa sebuah karya sastra memiliki kiasan lain merupakan suatu keniscayaan tataran semiotik untuk dipahami dan dihayati. dalam sebuah karya sastra. Oleh karena itu, Sebagai sebuah karya sastra, Novel Layar untuk menafsirkan pesan dalam sebuah karya Terkembang mempunyai ruang penceritaan sastra umumnya membutuhkan pembacaan yang luas dalam mengisahkan para pelaku. dan pembahasan lebih lanjut. Sebagai upaya Novel Layar Terkembang termasuk karya sas- pemastian lebih lanjut biasanya diuji melalui trawan Pujangga Baru yang diterbitkan oleh proses analogi pada tataran hierarkis, yaitu

Volume 6 Nomor 1 April 2021 37 Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918 dalam tataran alinea. Hal ini dapat dilakukan terdiri atas bermacam-macam struktur (Pra- misalnya pada alinea afirmatif, yaitu sebuah dopo dalam Rokhmansyah, 2014). Pemberi- alinea yang menyatakan sesuatu secara positif. an makna dilakukan dengan cara dan hasilnya Pengambilan contoh alinea afirmatif me- berupa tanda (Chamamah dan Soeratno rupakan sebuah penemuan baru mengenai dalam Sangidu, 2004: 173). Sebagai tanda, penanda dan petanda dalam sebuah tataran karya sastra merupakan dunia dalam kata wacana. Arahan pada alinea afirmatif ini mem- yang dapat dipandang sebagai sarana komuni- beri peluang yang besar untuk mengadakan kasi antara pembaca dan pengarangnya. interpretasi pada karya sastra itu secara kreatif Karya sastra bukan merupakan sarana dan dinamis. Seorang interpretator tidak perlu komunikasi biasa. Oleh karena itu, karya terikat oleh sejumlah tataran bahasa yang lain, sastra dapat dipandang sebagai gejala semio- tetapi fokus pad penguasaan bermacam- tik (Teeuw dalam Lantowa, Marahayu, & macam kode dan tanda dalam memahami Khairussibyan, 2017). Semiotik merupakan sebuah bangunan karya sastra. Oleh karena itu, suatu disiplin yang meneliti semua bentuk ko- penyelidikan terhadap sebuah karya sastra munikasi selama komunikasi itu dilaksanakan terkadang menarik sekaligus juga menantang. dengan menggunakan tanda yang didasarkan Telah banyak penelitian terdahulu yang pada sistem-sistem tanda atau kode-kode mengkaji novel ini, seperti dari Hafidlah (Segers dalam Sangidu, 2004). Oleh karena (2020); Lizawati (2016); Ritonga (2016); dan semiotik dipandang sebagai ilmu tentang Suhendi (2014). Penelitian-penelitian tersebut tanda atau sebagai ilmu yang mempelajari umumnya mengangkat topik seputar tokoh sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi- dan penokohan dalam novel Layar Terkem- konvensi yang memungkinkan tanda-tanda bang. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk tersebut mempunyai arti, maka dalam pe- melengkapi dan memberikan gambaran yang ngertian ini ada dua prinsip yang perlu diper- lebih utuh, fokus penelitian ini tidak hanya hatikan. Kedua prinsip itu adalah penanda terkait pada tokoh dan penokohan dalam atau yang menandai, dan petanda atau yang novel, tetapi juga pada makna simbolis dibalik ditandai (Chamamah, Soeratno, dan Pradopo judul dan perkembangan novelnya. Terakhir, dalam Sangidu, 2004:). Berdasarkan pengerti- masalah yang diangkat dalam penelitian ini an ini, novel Layar Terkembang dengan sendiri- yaitu (1) Apa makna simbolis tokoh protago- nya dapat dipandang sebagai gejala semiotik nis dalam novel Layar Terkembang? Apa atau sebagai tanda. makna simbolis judul novel Layar Terkembang? Sebagai tanda, maka karya sastra dapat Bagaimana perbedaan makna simbolis Layar mengacu kepada sesuatu di luar karya sastra Terkembang dulu dengan makna simbolis itu sendiri ataupun di dalam dirinya (Riffaterre Layar Terkembang sekarang? dalam Sangidu, 2004). Sebagai dunia dalam kata, karya sastra memerlukan bahan yang KAJIAN PUSTAKA disebut bahasa (Wellek dan Warren, 1989). Analisis sebuah karya sastra bertujuan untuk Bahasa sastra merupakan penanda yang me- memahami karya sastra tersebut dan selanjut- nandai sesuatu. Sesuatu tersebut dinamai se- nya untuk mengungkapkan maknanya. Meng- bagai petanda. Makna karya sastra sebagai analisis sebuah karya sastra adalah upaya me- tanda adalah makna semiotiknya, yaitu makna nangkap dan memberi makna kepada teks yang bertautan dengan dunia nyata (Chama- sastra. Karya sastra sendiri merupakan struktur mah dan Soeratno dalam Sangidu, 2004). yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa Sebagai dasar pemahaman karya sastra seba- karya sastra merupakan sistem struktur yang gai gejala semiotik, maka karya sastra di-

38 Volume 6 Nomor 1 April 2021 Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918 anggap sebagai fenomena dialektika antara ANALISIS DAN HASIL teks dan pembaca. Novel Layar Terkembang Setiap pembaca tidak dapat terlepas dari Novel Layar Terkembang termasuk karya sas- ketegangan dalam usaha menangkap makna trawan Pujangga Baru, yang diterbitkan oleh sebuah karya sastra (Riffaterre dan Abdullah Balai Pustaka pada 1936. Novel ini ditulis oleh dalam Sangidu, 2004). Dengan demikian, Sutan Takdir Alisyahbana (STA). Novel ini makna karya sastra tidak hanya ditentukan mulai memperkenalkan masalah wanita Indo- oleh pembaca terhadap karya sastra yang di- nesia yang mulai merangkak pada pemikiran- hadapinya, tetapi juga ditentukan dan diarah- pemikiran modern, bangkit untuk memper- kan oleh karya sastra itu sendiri (Chamamah juangkan hak-haknya sebagai wanita, berwa- dan Soeratno dalam Sangidu, 2004). Oleh ka- wasan luas, serta bercita-cita mandiri. Masalah rena itu, sebagai dasar pemahaman terhadap lain yang dipersoalkan dalam novel ini, yaitu novel Layar Terkembang yang merupakan masalah kedudukan budaya Barat dan Timur, gejala semiotik, karya ini dianggap sebagai fe- termasuk juga masalah agama. Tentu saja, nomena sastra dan sebagai satu dialektika novel ini juga menampilkan masalah cinta antara teks dengan pembacanya dan teks kasih antarinsan manusia, yaitu kisah cinta dengan konteksnya. segitiga antara Yusuf, Tuti, serta Maria. Cerita dalam novel ini berlangsung di Jakarta. Bebe- METODE PENELITIAN rapa tokoh yang terlibat dalam novel ini yaitu Metode yang digunakan dalam penelitian ini Tuti, Maria, Yusuf, Hambali, dan Sumpomo. yaitu kualitatif. Data dalam penelitian ini yaitu Tuti ditokohkan sebagai seorang perempuan unit kata, kalimat, maupun paragraf yang me- yang sudah mulai memiliki wawasan dan miliki makna simbolis. Adapun sumber data pemikiran modern, yang mencoba mencari penelitian adalah novel Layar Terkembang karya haknya di antara kaum lelaki. Dia terpelajar, Sutan Takdir Alisyahbana yang diterbitkan memiliki cita-cita tinggi, pendiam, dan penuh oleh Balai Pustaka pada 1936. pertimbangan. Maria adalah adik Tuti, yang Adapun prosedur atau langkah-langkah mempunyai karakter periang. Yusuf adalah yang digunakan dalam penelitian mencakup seorang pemuda terpelajar yang modern, ma- beberapa tahapan. Langkah pertama yaitu hasiswa kedokteran, baik hati, periang, dan membaca novel Layar Terkembang dan karya bercita-cita tinggi. Hambali adalah seorang ilmiah yang mengkaji novel Layar Terkembang, pemuda modern yang selalu mengejar pang- makna simbolis, dan analisis semiotik. Lang- kat dan kedudukan. Terakhir, Sumpomo kah kedua yaitu mengidentifikasi bagian-bagi- adalah seorang pemuda terpelajar yang juga an dalam novel Layar Terkembang yang me- baik hati serta budi bahasanya halus. ngandung makna simbolis dan karya ilmiah Novel ini mengisahkan bahwa Tuti dan yang mendiskusikan novel Layar Terkembang. Maria adalah dua gadis kakak beradik yang Langkah berikutnya yaitu mencatat hasil keduanya mempunyai karakter yang berbeda. intrepretasi dari novel Layar Terkembang dan Pada suatu sore, kedua kakak beradik ini main mendiskusikannya dengan karya ilmiah yang ke museum ikan. Tiba-tiba mereka bertemu mengkaji novel Layar Terkembang. Kemudian, dengan seorang pemuda tampan yang ber- membuat simpulan dari hasil interpretasi nama Yusuf. Tuti, kakak Maria begitu simpati terhadap novel Layar Terkembang maupun pada Yusuf, sebab menurutnya sangat cocok karya ilmiah yang mengkaji novel Layar Ter- dengannya, sama-sama pelajar, berwawasan kembang. Langkah terakhir yaitu menyusun hasil luas, serta bercita-cita tinggi, serta baik hati kajian dari novel Layar Terkembang. dan bertutur bahasa halus. Tetapi, Yusuf

Volume 6 Nomor 1 April 2021 39 Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918 ternyata lebih simpati kepada Maria daripada drama Sandyakala ning Majapahit. Selan-jutnya, Tuti. Hal ini dikarenakan Maria adalah seorang novel Layar Terkembang ini mendapat somasi periang, sedangkan Tuti lebih pendiam. Walau- dari novel . pun sebenarnya, Yusuf juga menaruh hati Novel Layar Terkembang merupakan kepada Tuti. Namun karena sifat Tuti yang karya sastra yang penuh dengan makna sim- pendiam, Yusuf lebih memilih Maria yang bolis karena menampilkan berbagai segi kehi- periang dan apa adanya. dupan manusia. Jika permasalahan itu disam- Beberapa waktu kemudian, hubungan paikan secara lugas, tentu cerita kurang mena- antara Yusuf dan Maria semakin erat. Sayang- rik dan tidak memikat pembaca. nya, hubungan mereka tidak sampai ke pela- Secara analitis pelaku-pelaku dalam novel minan. Maria didiagnosis TBC dan akhirnya Layar Terkembang dapat diperikan sebagai meninggal dunia. Setelah Maria meninggal berikut. Maria, Yusuf, Saleh, dan Ratna ber- dunia, Tuti dan Yusuf menjalin hubungan. fungsi sebagai jalinan ilustrasi terhadap tokoh Jalinan kasih antara Tuti dan Yusuf ini meru- Tuti. Tokoh Maria dalam gayutannya yang pakan permintaan Maria pada saat dia meng- kontras terhadap tokoh Tuti, dapat menegas- hembuskan napas terakhirnya. kan citra watak Tuti yang kreatif, dinamis, dan Novel yang masyhur ini ditulis oleh Sutan modern ala Barat. Tokoh-tokoh lain seperti, Takdir Alisyahbana, dilahirkan di Natal, Saleh, Ratna, dan Yusuf difungsikan sebagai Sumatera Utara pada 11 Februari 1908, dan pembanding bahwa pribadi-pribadi yang tiga meninggal di Jakarta pada 17 Juli 1986. ini reseptif di hati Tuti. Selain itu, ketiga tokoh Pujangga ini seorang ilmuwan dan filsuf itu juga menunjukkan distribusi perwatakan bergelar Sarjana Hukum, Doktor Honoris Causa, Tuti. Jadi, pengarang berusaha membulat-cer- dan juga profesor. Ia sangat terkenal dengan matkan pemerian watak Tuti, tanpa harus ber- novel Layar Terkembang (1936). Novel- cerita panjang lebar melulu mengenai watak novelnya yang lain antara lain Dian nan Tak Tuti. Kunjung Padam (1932), Anak Perawan Di Sarang Upaya untuk menangkap makna yang Penyamun (1940), dan kumpulan sajak Tebaran tersirat dalam novel Layar Terkembang akan Mega (1935) yang menandai kepenyairannya. menemukan jalinannya yang tepat bila dihu- Sutan Takdir Alisyahbana tidak hanya bungkan dengan puisi Sutan Takdir Alisyah- hebat pada zamannya. Pascakemerdekaan, dia bana yang berjudul Menuju ke Laut. Pembaca pun ikut memasang bintang-bintang di pelatar- dihadapkan pada pemikiran Sutan Takdir an langit kesusastraan Indonesia dengan dua Alisyahbana mengenai konsep tentang kebu- novelnya, masing-masing lebih 500 halaman dayaan baru Indonesia. Sutan Takdir Alisyah- Grota Azura (tiga jilid, 1970-1971) dan Kalah bana mengibaratkan lautan sebagai tempat dan Menang (1978), serta kumpulan sanjak Lagu berjuang, tempat mengadu nasib, dan tempat Pemacu Ombak (1978). Sebagai ilmuwan, Sutan meningkatkan status diri. Hanya dengan ber- Takdir Alisyahbana juga menulis beberapa buku usaha keras dan berjuang dengan gigih, tidak antara lain Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia putus asa dalam melawan berbagai tantangan, (1936), Puisi Lama (Bunga Rampai, 1941), dan kemajuan, modernisasi, dan pembangunan Puisi Baru (Bunga Rampai, 1946). era tinggal landas dapat dicapai oleh bangsa yang sedang berkembang. Makna Simbolis Novel Layar Terkembang Hal ini akan tampak jelas dari ungkapan Novel Layar Terkembang merupakan estafet yang simbolik dalam puisinya Menuju Ke Laut, ideologis dari novel Siti Nurbaya dan perla- yaitu “tasik yang tenang/tiada beriak/dite- wanan terhadap novel Azab dan Sengsara dan duhi gunung yang rimbun dari angin dan

40 Volume 6 Nomor 1 April 2021 Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918 topan” dapat diartikan sebagai kebudayaan Pemikiran ini ditolak oleh tradisional bangsa Indonesia, yang pada saat Sutan Takdir Alisyahbana melalui novelnya karya itu ditulis bersifat statis dan terbelakang. Layar Terkembang. Kebudayaan tradisional Untuk mencapai kebudayaan baru Indone- telah mati, dan masa silam sudah tidak ada sia, perlu adanya pembangunan di segala lagi (hal ini dilambangkan secara semiotis pada bidang, baik dari segi sosial material maupun kematian tokoh Maria). Kini yang ada hanya mental. Oleh karena itu, tradisi dan keterbe- kebudayaan Indonesia modern, ilmu penge- lakangan itu harus ditinggalkan dan diganti tahuan dan teknologi canggih, industrialisasi dengan sesuatu hal yang baru, dinamis, yang penuh dinamika, dan emansipasi yang progresif, dan modern. tinggi (hal ini dilambangkan secara semiotis Judul novel Layar Terkembang sudah me- pada diri tokoh Tuti yang supel, ramah, krea- ngisyaratkan adanya usaha untuk mengem- tif, dinamis, dan bercita-cita tinggi, serta pe- bangkan intelektualisme, industrialisasi, indi- juang emansipasi). vidualitas, ilmu pengetahuan dan teknologi, Konsep emansipasi dalam novel Layar dan sistem komunikasi dan informasi yang Terkembang juga dikontraskan dengan emansi- ultramutakhir. Cita-cita Takdir hampir men- pasi yang terdapat dalam novel Belenggu karya capai kenyataan karena kini kebudayaan Indo- Armijn Pane. Dalam novel Belenggu, terdapat nesia telah mencapai kebudayaan pasca-In- adanya penentangan ide emansipasi novel donesia dan sudah tidak lagi bersifat regional Layar Terkembang yang dianggap oleh Armijn atau kedaerahan. Pane berlebih-lebihan. Emansipasi yang ber- Relevansi Layar Terkembang dahulu lebih-lebihan menyebabkan ketidakharmonis- dengan sekarang terdapat perbedaan. Pada an rumah tangga, misalnya, terjadi perselisihan zaman karya itu ditulis –seputar tahun 1930- paham yang tak dapat diselesaikan, menjadi- an– semangat yang mendasari adalah cita-cita kan rumah tangga tak bahagia, dan pihak menuju Indonesia merdeka yang bebas dari wanita tak mengenal aturan karena menuntut belenggu penjajahan. Tetapi, zaman sekarang hak yang sama. Hal ini tergambar jelas dalam ini semangat yang melandasi adalah upaya novel Belenggu. Padahal sejatinya novel Layar mengisi kemerdekaan dengan pembangunan Terkembang merupakan penerusan dari ide di segala bidang. emansipasi dalam novel Siti Nurbaya karya Hal ini sedikit banyak mencerminkan pola Marah Rusli, emansipasi itu menghendaki pemikiran Sutan Takdir Alisyahbana tentang wanita bebas menentukan nasibnya. kebudayaan baru Indonesia. Melalui novel ini, Terakhir, hasil penelitian ini tentu ber- Sutan Takdir Alisyahbana mengkritik pola pe- upaya untuk melengkapi beberapa hasil riset mikiran Sanusi Pane. Pane berupaya memper- sebelumnya seperti dari Darmadi (2018) dan tahankan nilai-nilai budaya tradisi lama sebagai Mawadah (2017) yang menggunakan pisau unsur kebudayaan baru Indonesia. Melalui analisis semiotika pada puisi, dan dari Solihat karya-karyanya, seperti, Kerta-jaya, Sandyakala (2017) yang fokus analisisnya pada patung. Ning Majapahit, dan Airlangga, serta puisinya Berbeda dengan hasil di atas, fokus pada studi tentang Candi Prambanan, Pane berusaha ikut ini sendiri yaitu pada novel. Tentu diharapkan menghidupkan kembali tradisi klasik yang bahwa studi ini dapat memperkaya khazanah dianggap bernilai luhur. Hal ini mengingat penelitian kesusastraan tanah air, khususnya kejayaan kebudayaan Indonesia pada masa terkait dengan bagaimana semiotika diguna- kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram. kan pada penyelidikan karya-karya sastra.

Volume 6 Nomor 1 April 2021 41 Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918

PENUTUP Lantowa, J., Marahayu, N. M., & Khairussib- Berdasarkan pembahasan di atas, dapat dita- yan, M. (2017). Semiotika: Teori, Metode, dan rik beberapa simpulan sebagai berikut. Per- Penerapannya dalam Penelitian Sastra. Sleman: tama, tokoh Maria merupakan makna sim- Deepublish Publisher. bolis dari kebudayaan Indonesia tradisional Mawadah, A. H. (2017). Analisis Semiotika dalam yang telah mati, dan masa silam sudah tidak Puisi Terjemahan “Akhir Belasungkawa” karya ada lagi. Sedangkan tokoh Tuti merupakan Roland Reutenauer. Jurnal Membaca Bahasa dan makna simbolis dari kebudayaan Indonesia Sastra Indonesia, 2(2), 105-110. modern, ilmu pengetahuan dan teknologi Pradopo, Djoko Rachmat. (1995). Beberapa canggih ala Barat, industrialisasi yang penuh Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapan- dinamika, dan emansipasi yang tinggi. Kedua, nya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. judul novel Layar Terkembang merupakan Ritonga, D. S. (2016). Eksistensi Perempuan makna simbolis dari adanya usaha untuk me- dalam Novel Mudhakkirât l abîbah Karya ngembangkan intelektualisme, industrialisasi, El Saadawi dan Layar Terkembang Karya individualitas, ilmu pengetahuan dan tekno- Alisjahbana. Buletin Al-Turas, 22(2), 325- logi, serta sistem yang mutakhir. Ketiga, Layar 338. Terkembang dahulu didasari semangat cita-cita Rokhmansyah, A. (2014). Studi dan Pengkajian mencapai Indonesia merdeka, bebas dari Sastra: Perkenalan Awal terhadap Ilmu belenggu penjajahan, tetapi zaman sekarang Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu. didasari semangat upaya mengisi kemerdeka- Sangidu. (2004). Penelitian Sastra: Pendekatan, an dengan pembangunan di segala bidang. Teori, Metode, Teknik, dan Kiat. Yogya- Terakhir, mengingat pisau analisis yang digu- karta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat nakan dalam penelitian ini yaitu semiotika, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah maka penulis merekomendasikan penelitian- Mada. penelitian berikutnya agar dapat mengguna- Santosa, Puji. (1993). Ancangan Semiotik dan kan pisau analisis yang berbeda sehingga dapat Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa. diperoleh pemahaman yang lebih mendalam Solihat, I. (2017). Makna Dan Fungsi Patung- dan menyeluruh terhadap novel Layar Terkem- Patung Di Bundaran Citra Raya Kabupaten bang ini. Tangerang Provinsi Banten (Kajian Semiotika Charles Sanders Peirce). Jurnal Membaca DAFTAR PUSTAKA Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(2), 165-174. Alisyahbana, Sutan Takdir. (1986). Layar Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. (1996). Terkembang. Jakarta: Balai Pustaka. Serba-serbi Semiotik. Jakarta: PT. Grame- Darmadi, D. M. (2018). Semiotika dalam Puisi dia Pustaka Utama. Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Suhendi, D. (2014). Citra Perempuan Rasional- Damono. Jurnal Membaca Bahasa dan Sastra Emosional dalam Novel Layar Terkembang: Indonesia, 3(1), 1-8. Analisis Kritik Sastra Feminis. Hafidlah, L. N. (2020). Konflik Batin Perempuan Teeuw, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Tangguh pada Novel Layar Terkembang, Pustaka Jaya. Saman, dan Bekisar Merah. Sasindo, 8(1). Wellek, Rene dan Austin Warren. (1989). Teori Lizawati, L. (2016). Pendidikan Karakter Tokoh Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Wanita dalam Novel Layar Terkembang Pustaka Utama. Karya Sultan Takdir Alisjahbana. Jurnal Zoest, Aart van. (1990). Fiksi dan Nonfiksi Pendidikan Bahasa, 5(1), 116-127. dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa.

42 Volume 6 Nomor 1 April 2021