Download (1MB)

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Download (1MB) KURIKULUM 1984 SEKOLAH MENENGAH UMUM TINGKAT ATAS (SMA) GARIS - GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) Mata Pelajaran : Sastra Indonesia Kelas n (dua) Semester 3 dan 4 Program Pengetahuan Budaya DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 1984 KATA PENGANTAR Sebagai pelaksanaan dari Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/U/1983 tentang perbaikan Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sekaligus keputus an ini memeiiuhi tuntutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang GBHN dimana dinyatakan bahwa sistei^ Pendidikan perlu d^esuaikan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang maka garis-garis besar program pengajaran (GBPP) mata pelajaran untuk semua jenis d^ tingkat sekolab telah disusun. GBPP mata. pelajaran setiap sekolah disusun oleh para ahli dan tim pengembang GBPP melalui lima tahapan yaitu penentu- an arah/tujuin dan ruang lingkup; penentuan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional; pemilihan materi/pokok bahasan yang penting bag: suatu mata pelajaran untuk tiap jenis sekolah; pendistribusian materi/pokok bahasan pada tiap kelas dan cawu/ semester sel<ahgus dan pokok bahasan pada setiap cawu/semester itu diuraikan dan dilengkapi metode, penUaian serta sumber bahan, kemidian draft GBPP tersebut diujicobakan kepada guru-guru di lapangan untuk melihat keterbacaan dan keterlaksanaqn- nya. Berdasi ■kan masukan dari guru di lapangan draft GBPP tersebut dimantapkan. GBPP untuk semua jenis dan jepjang sekolah pada pendidikan dasar dan menengah digunakan secara bertahap mulai tahun ^jaran 1984/1985. Dalam melaksanakan GBPP ini di sekolah periu diatur petuiyuk pelaksanaaimya dari Diijen Dikdasmen, agar para pelaksana dapat menja^kan dengan sebaik-baiknya. De.miki[jnlah GBPP mata pelajaran untuk semua jenis sekolah diterbitkan untuk disebarluaskan ke seluruh sekolah, agar kurikulum 1 84 ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jakarta, 2 Mei 1985 ftOlKA/V Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. KNCUItJiM Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar NIP. 130159838 GARIS - GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SEKOLAH : SMA Kelas ; II — Pengetahuan Budaya MATAPELAJARAN : SASTRA INDONESIA II.20.0 Bud BAHAN PENGAJARAN PROGRAM TUJUAN TUJUAN INSTRUKSI- SARANA/ KURIKULER ONAL UMUM (TIU) JAM METODE PENILAIAN KETERANGAN POKOK BAHASAN URAIAN KLS SEM SUMBER PEL (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Siswa memiliki Siswa dapat mengenal, 1.1 saStraprosa Prosa Baru : II 54 Ceramah Sumber: Teslisan ♦ Ceramah pengetahuan ten- memahami bentuk dan Bentuk prosa baru; Tanya jawab Buku Paket Testertulis yangdimak tang sastra Indo isi, kemudian meng- Lahimya roman baru Diskusi Buku Peleng- sud adalah nesia dan mempu- apresiasikan (novel) Azab dan Sengsara (Me- Tugas kap yang di peidelasan nyai keterampilan sastra Indonesia. rari Siregar). s^an Dep- singkat se- mengapresiasikan- dikbud atau bagai ba- nya. buku lain han infor- yang cocok. masi. Sarana *♦: * Sarana Perpustakaan dupat dipi- Sekolah lih/ diusa- Laboratoiium hakan sesu- Bahasa ^ dengan Over He«i bahan pela- Projector jaran dan (OHP) kondisi se- SUde kolah/ling- Tape Recorder kungan. Pentas Lembar pera- gaan. n.20.0 Bud (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 2. Siswa dapat mengenal, 2.1 SEJARAH SASTRA Lahimya Dalai Pustaka: Ceramah / Teslisan dan memahami perio Latar Belakang; Tanya jawab/ Tes tertulis disasi dan perkembang- Usaha Dalai Pustaka dalam Diskusi I an sastra Indonesia; mem^ttkan kasusastraan^ Tugaa pada umumnya; Jasa-jasa Dalai Pustaka ter- iiadap kesusastraan. 3. Siswa dapat mengenal, 3.1 SASTRA PROSA Segi intrinsik roman (novel): Ceramah Teslisan memahami bentuk dan Latar(setting) Tanya jawab iTes tertulis isi,kemudian mengapre- Perwatakan penokohan Dislmsi siasi novel sastra Indo (character) Tugas nesia. Alur (plot) Tema dan amanat Sudut pandang/titik tipjau (point of view) 4. Siswa dapat mengenal, 4.1 SASTRA PROSA Latar desa dan latar kota da Diskusi kelom Teslisan memahami bentuk dan lam roman (novel) pok Tes tertulis isi, kemudian meng- contoh: Tugas apresiasi sastra Indone Layar terkembang (S.T.A) Ceramah sia. Atheis (Achdiat K. Mihar- dja) Harimau, Haiimau (Much- tar Lubis) 5. Siswa memiliki penge- 5.1 SEJARAH SASTRA Penamaan kesusastraan ber Ceramah Teslisan tahuan dan dapat me dasarkan bahasa dan periodi Tanya jawab Tes tertulis mahami periodisasi sasi sastra menurut Nugroho Dislmsi dan perkembangan sas Notosusanto. Tugas tra Indonesia. Periodisasi sastra menurut Ajip Rosidi n.20.0Bud (1) vr 13) (4) <S) (6) t7) (8) i9) (10) 6. Siswa dapat mengenal, 6.1 SASTRA PROSA Perwatakan tokoh utama, da- Diskusi kelom Teslisan memahami bentuk dan lam buku : pok Tes tertulis isi, kemudian meng- Salah Asuhan Ceramah Hasii laporan apresiasi novel sastra (Hanaf! dan Rupiah) Tugas Indonesia. Layar Terkembang (Maria dan Tuti) Atheis (Hasan dan Rush) 7. Siswa memiliki penge- 7.1 SEJARAH SASTRA Arti lahimya msualah 'Tigang- Ceramah Teslisan tahuan, memahami ga Bam bagi peikembangan Tanya jawab Tes tertulis periodisasijdan perkem-. sastra Indonesia modem me- Diskuri bangan sastra Indone nuju masyarakat Indonesia Ba Tugas sia. rn. 8. Siswa dapat mengenal, 8.1 SASTRA PROSA Berbagai macam alursertaisi Diskusi kelom Teslisan memahami benti^ dan cerita dalam novel: pok Tes tertulis Di bawah Lindungan Kabah isi, kemudian meng- Ceramah Hasil laporan apresiasi novel sastra- (HAMKA); Tugas Indonesia; Sepja di Jakarta(Mochtar Lubis). II.20.0 Bud (1) (2) (3) w (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 9..Siswa dapat memiliki 9.1.SEJARAH SASTRA Kesusastraan Indonesia di za- Ceramah Teslisan pengetahuan tentang man Jepang, membahas : lahir- Tanya jawab Tes tertulis periodisasi dan perkem nya simbolisme Diskusi Hasil laporan bangan sastra Indone Contohrr" Tugas sia. Tirjaulah Dunia Sana(Ma ria Amin) Dengar Keluhan Pohon Mangga (Maria Amin) dan Iain-lain. 10. Siswa dapat mengenal, 10.1 SASTRA PROSA Membahas isi novel Cinta Ta- Ceramah Teslisan memahami bentuk nah Air(Nur. St. I^andar)sq- Tanya jawab Tes tertulis dan isi, kemudian bagai alat propaganda Jepang. Diskusi Hasil laporan mengapresiasi novel Tugas sastra Indonesia. 11. Siswa dapat mengenal, 11.1 SASTRA PROSA Tema dan amanat serta isi ceri- Diskusi kelom Teslisan memahami bentuk ta dalam novel: pok Tes tertulis. dan isi, kemudian Belenggu(Armyn Paue) Ceramah Hasil laporan mengapresiasi novel Jalan tak Ada Ujung(Moch- Tugas sastra Indonesia. tar Lubis) Burung - Burung Manyar (Y.B. Mangunwyaya) 12. Siswa dapat memiliki 12.1 SEJARAH SASTRA Membahas : Ceramah Teslisian pengetahuan tentang Lahimya "Surat Kepercaya- Tanya jawab Tes tertulis periodisasi dan per- an Gelanggang" Diskusi Hasil laporan kembangan sastra In Hiunanisme Universal Tugas donesia. Tokoh-tokoh An^atan *45 n.20.0Bud (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) iiir 13. Siswa dapat mengenal, 13.1 SASTRA PROSA Membahas sudut pandang Diskusi kelom- Tes lisan memanami behtuk (point of view) salah satu di pok Testertulis dan isi, kemudian antaia novel: Tugas mengapiesiasi prosa Sebuah Loiong di Kotaku Ceimah sastra - Indonesia (NH.Dini) Royan Revolusi (Ramadhan KJl.) Pulang(Toha Muchtar) 14. Siswa dapat mengenal 14.1 SASTRA PROSA 'erita beibingkai Ceiamah Tes lisan memahami bentuk M'^mb lakan isi *Hikayat Tanya jawab Tes teitulis dan isi, kemudian Kalilr. daii Dimnah" Diskusi mengapiesiasi sastra Tugas Indonesia 15. Siswa dapat mengenal, 15.1 SASTRA PROSA Donge li, binatang (Fabel) Ceiamah Tes lisan memahami bentuk Dongeng kejadian (legenda) Tanya jawab b Testertulis dan isi, kemudian Dongeng kepeicayaan (mi Tugas mengapiesiasi sastia te) Indonesia Dongeng lucu 16. Siswa dapat mengenal, 16.1 SASTRAPROSA Mahabhaiata C^amah Tes lisan memahami bentuk (bentuk dan isinya) Tanya jawab Tes teitulis dan isi, kemudian Tugas Hasillapoian mengapiesiasi sastia Diskusi Indonesia 17. Siswa dapat mengenal 17.1 SASTRAPROSA Ramayana Ceiamah Tes lisan' memahami bentuk (bentuk dan isinya) Tanya jawab Tes teitulis dan isi, kemudian Tugas Hasil laporan mengapiesiasi sastia Diskusi Inlndonesia 11.20.0 Bud (10) (11)^ (1) (2) (3) (4) (6) (8) (9) II 54 18. Siswa dapat menge- 18.1 SASTRA PROSA Apresiasi 3 Diskusi kelom- Teslisan tahui dan mengapresi- Romeo dan Yulia pok Tes tertulis asl prosa teqemahan (Shakespe^Ee) Ceramah <Tes laporan Komedi Manusia Tugas (William Saroyan) 19. Siswa dapat mengenal 19.1 SASTRA PUISI Munculnya bentuk puisi ba Ceramah Teslisan .Tes tertulis dan memahami ben- rn. Tanya jawab tuk puisi sastra Indo - Ciri-ciii pembeda dengan Diskusi nesia puisi lama 20. Siswa dapat mengenal 20.1 SASTRA PUISI Fungsi pantun dalam masya- Ceramah Teslisan dan memahami ben- rakat lama Tanya jawab Tes tertulis tuk puisi sastra Indo Ben^ dan syarat^arat Disku» nesia. pantun 21. Siswa dapat mengenal 21.1 SASTRA PUISI Pembagian pantun menurut Ceramah Tes lisan dan memahami ben- bentuk: Tanya jawab Tes tertulis puisi sastra Indo Pantun berkait Tugas nesia. Pantun kilat Talibun 22. Siswa dapat mengenal 22.1. SASTRA PUISI Pembagian pantun menurut Ceramah Tes lisan dan memahami isi, isi: Tanya jaWb Tes tertulis serta mengapresiasi Pantun Anak-anak Tugas puisi satra'-Indonesia. Pantun Orang Dewasa Pantun Orang Tua Gurindam, dan Gurindam Dua Belas(Raja AUHaji) 11.20.0 Bud m ^(2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) m (10) 23. Si^a dapat mengenal 23.1 SASTRA PUISI Bentuk dan syarat syair Ceramah ^Teslisan dan memahami ben- Kekurwgan dan keleb^an Tanya jawab Testertulis tuk pum sastra Indo syair Diskusi nesia. 24. Siswa dapat mengenal 24.1 SASTRA PUISI Membicarakan sebuah ceii,ta Teslisan
Recommended publications
  • Literary Works and Character Education
    International Journal of Language and Literature June 2016, Vol. 4, No. 1, pp. 176-180 ISSN: 2334-234X (Print), 2334-2358 (Online) Copyright © The Author(s). 2015. All Rights Reserved. Published by American Research Institute for Policy Development DOI: 10.15640/ijll.v4n1a20 URL: https://doi.org/10.15640/ijll.v4n1a20 Literary Works and Character Education Dr. Ch. Evy Tri Widyahening, S.S., M.Hum1 & Dr. Nugraheni Eko Wardhani, M.Hum2 Abstract The purpose of this research is (1) to explain and to describe the about position of character education in literary appreciation; (2) to explain and to describe about literary works which contains the education element of character. The method which is used in this research is qualitative descriptive method with the technique is content analysis. Data source is documents about literary works. The technique of data collecting is analysis of document. The technique of data validity uses data triangulation. The technique of data analysis uses interactive data analysis technique by Miles and Hubermann. The result of this research indicates that character education need to be given to the students since in the beginning of their education experiences through the activity of character literary appreciation. It is happened because of literary works represents human life that has also relates to character in life. It is hoped that through the activity of literary appreciation since the students are in elementary level, it will obviate the future generation from hedonism, egoist, individualism, and ethnocentrism. The implementation of character values will become strong foundation in building a nation. Keywords: Literary works, character education, literary appreciation A.
    [Show full text]
  • Sejarah Sastra Indonesia
    0 | Sejarah Sastra Indonesia 1 | Sejarah Sastra Indonesia KATA PENGANTAR Sastra Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang pesat dan dinamis. Hal itu tidak hanya mendapat perhatian dari pemerhati sastra, sastrawan maupun pengajar sastra melainkan juga masyarakat umum yang juga merupakan penikmat sastra. Membicarakan perkembangan sastra suatu bangsa tentunya harus membicarakan sejarah sastra itu. Kehadiran kesusastraan Indonesia tidak dapat lepas dari sejarah yang melahirkan dan membesarkannya. Beberapa ahli sastra memberikan argumen yang dijadikan landasan pijakan kapan kelahiran sastra Indonesia. Beberapa pendapat tersebut menyiratkan bahwa perjalanan sastra Indonesia belumlah panjang.Usia kesusastraan Indonesia tidaklah sepanjang kesusastraan Inggris, Amerika, Arab, Jepang, Cina atau kesusastraan negara lainnya. Namun demikian, dengan usia yang belum terlalu panjang tersebut bukan berarti sastra Indonesia sepi dari karya-karya yang monumental. Kehidupan sastra Indonesia sejak kelahiran sampai sekarang sangatlah marak. Banyak sastrawan yang lahir pada setiap masa dan membawa bentuk-bentuk yang berbeda dengan masa sebelumnya. Berbagai peristiwa kesusastraan datang silih berganti mewarnai perjalanan sastra Indonesia. Hasil sastra yang dilahirkan terus bertambah setiap saat. Fakta itulah yang harus diketahui oleh siapapun yang berminat terhadap kesusastraan Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya sebuah buku sejarah sastra Indonesia yang bersifat komprehensif. Buku tersebut tidak hanya mengenai sastrawan dan karyanya tetapi juga mencakup berbagai peristiwa yang berkaitan dengan sastra Indonesia dari sejak kelahiran sampai sekarang. Banyak penulis yang telah melahirkan buku sejarah sastra Indonesia, seperti Sejarah Sastra Indonesia (Bakri Siregar, 1964), Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (Ajip Rosidi, 1968), Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern (Pamusuk Eneste, 1988), Lintasan Sejarah Sastra Indonesia 1 (Jacob Sumardjo, 1992) dan Pengantar Sejarah Sastra Indonesia (Yudiono K.S., 2007).
    [Show full text]
  • Hersri Translated and Introduced by Keith Foulcher
    A r t a n d E ntertainment in t h e N e w O r d e r ' s Ja il s Hersri Translated and Introduced by Keith Foulcher Introduction "Art and Entertainment in the New Order's Jails" is one of three long essays on the ex­ perience of political imprisonment in Indonesia's New Order, written between 1991 and 1993 and published by the author from his home in the Netherlands, in the middle of 1993.1 It forms part of a large corpus of writing, including the 276 page manuscript by Pramoedya Ananta Toer, Nyanyian Tunggal Seorang Bisu [The Lone Song of a Mute], which documents the deprivation and suffering of those imprisoned in the wake of the New Order's rise to power in 1965/66. For periods of up to fourteen years, tens of thousands of Indonesians found themselves imprisoned without trial in brutal and inhuman conditions for no other reason than their past membership of organizations having connections to the pre-1965 left, and the political and ideological commitments which association with these organizations was seen to imply. Hersri Setiawan, the writer of this essay, was at the time of his imprisonment a former member of Lekra, the "People's Cultural Institute" that had connections with the PKI, the Indonesian Communist Party. Between 1958 and 1960, he had held a leadership position in the Central Java office of the organization, before taking up a position as Indonesia's repre­ sentative at the Asia-Africa Writers' Bureau in Colombo, Sri Lanka, which he held between 1961 and August 1965.
    [Show full text]
  • Identitas Dan Nasionalitas Dalam Sastra Indonesia VOLUME 15 No
    HUMANIORA Identitas dan Nasionalitas dalam Sastra Indonesia VOLUME 15 No. 1 Februari 2003 Halaman 15 - 22 IDENTITAS DAN NASIONALITAS DALAM SASTRA INDONESIA* Aprinus Salam** Pengantar Untuk sekedar memberi gambaran akan pentingnya masalah ini, paling tidak telah ada dentitas dan nasionalitas merupakan beberapa kajian yang telah menguraikan faktor penting bagi kehidupan ber- masalah nasionalitas. Keith Foulcher (1991) bangsa dan bernegara. Faktor yang pernah menganalisis masalah nasionalisme menyebabkannya penting karena identitas dalam sastra Pujangga Baru (1933-1941). dan nasionalitas secara teoretis merupakan Foulcher memfokuskan kajiannya pada unsur utama dalam menyangga keberlang- usaha perjuangan mencari bentuk nasionalis- sungan kehidupan berbangsa. Pernyataan itu me yang ideal pada masa-masa tersebut berangkat dari satu pengandaian teoretis yang direpresentasikan dalam karya-karya bahwa "kecintaan" dan perasaan "memiliki" Pujangga Baru. Ahmad Sahal (1994) membi- seseorang kepada masyarakat dan bangsa- carakan nasionalisme sebagai satu sikap per- nya, bergantung pada bagaimana seseorang lawanan terhadap narasi nasionalisme yang mendefinisikan dan mengidentifikasi dirinya, lebih mapan (kolonial). Kajian Sahal difokus- suatu konsep identitas yang sepenuhnya kan terhadap karya Toer, yaitu Rumah Kaca. imajiner, terhadap lingkungan sosialnya. Hilmar Farid (1994) juga pernah menulis "Rumusan" seseorang dalam mendefinisikan masalah nasionalisme dalam sastra Indone- dan mengidentifikasi diri tersebut, memberi sia. Akan tetapi, fokus kajian
    [Show full text]
  • Part I. a Short History of Indonesian Cultural Policy
    47 Part I. A Short History of Indonesian Cultural Policy 48 Chapter 1 The Genesis of Modern Cultural Policy in Indonesia: Culture and Government in the Late Colonial and Japanese Occupation Periods, 1900-1945 Benedict Anderson, in his introduction to Southeast Asian Tribal Groups and Ethnic Minorities, writes: It is easy to forget that minorities came into existence in tandem with majorities ... They were born of the political and cultural revolution brought about by the maturing of the colonial state and by the rise against it of popular nationalism. The former fundamentally changed the structures and aims of governance, the latter its legitimacy. (1987a, p. 1) This chapter explores how Indonesian cultural policy was born within the complex relationship between Indonesian populations and the policies of foreign administrations. Anderson’s observation highlights that when the Indonesian nationalists declared independence, they declared popular dominion over a territory that was already profoundly shaped by modern methods of government. Indeed, the resistance of anticolonial nationalists, as noted by David Scott, was articulated into a ‘political game’ that was itself linked to the ‘political rationality’ of the colonial state (1995, p. 198) and also, in the case of much of Southeast Asia, then impacted by Japanese occupation. Dutch colonial cultural policy, which bloomed at the beginning of the twentieth century, and Japanese occupying cultural policy should not be understood as fundamentally different to post-independence cultural policy, but as its precursors. 1. Culture and Government in Indonesia from 1900 to 1945 Scott writes that ‘in order to understand the project of colonial power at any given historical moment one has to understand the character of the political rationality that constituted it’ (1995, p.
    [Show full text]
  • Downloaded From
    M. Bodden Utopia and the shadow of nationalism; The plays of Sanusi Pane 1928-1940 In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 153 (1997), no: 3, Leiden, 332-355 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/27/2021 12:36:07AM via free access MICHAEL H. BODDEN Utopia and the Shadow of Nationalism The Plays of Sanusi Pane 1928-1940 i Benedict Anderson's seminal work, lmagined Communities, among other things, uses several early works of modern Southeast Asian literature to demonstrate the emergence of a new kind of narrative perspective which could be associated with the general growth of nationalism in the nine- teenth and twentieth centuries (Anderson 1983:32-7). Subsequently, much work has been done on the links between literature and the construction of a 'national identity'. Fredric Jameson has gone so far in his thinking about the relationship between nationalism and literature as to claim that all 'third world' texts 'necessarily project a political dimension in the form of a national allegory' (Jameson 1986:69). Aijaz Ahmad, responding to Jameson's assertion and the article in which it appeared, countered that Jameson had turned all Asian and African critics and writers into mystifïed 'civilizational others'. He had done this, Ahmad claimed, by reducing all the issues dealt with by these writers and critics to the singular problem of a nationalist struggle against colonial oppressors and their post-colonial successors. Ahmad argued that it is necessary to avoid such reductionism, no matter how well- intentioned, by overlooking neither 'class formation and class struggle' as motivating forces in history, nor 'the multiplicities of intersecting conflicts based upon class, gender, nation, race, region and so on ...' (Ahmad 1987: 8-9).
    [Show full text]
  • A Study of Women Characters in Indonesian Novels Ied Veda Sitepu
    Women’s Struggle for Existence: A Study Of Women Characters In Indonesian Novels Ied Veda Sitepu Introduction Women and their surroundings are abundant sources of imagination and inspiration. In many literary writings, women are portrayed to play different roles at different times, ini backgrounds/cultures, and with different problems. They are created partly or completely by different authors, men and women. No matter who creates them, the authors try to present the pictures or qualities of women of their imagination. The purpose of the creation can be a more portrayal of women (in reality), an expectation of what women should be or many others. In Indonesian literary writings, women, too, are portrayed in different roles compared to those of other writings. They are portrayed as housewives, teachers, artists, etc., with certain qualities attached to them. They are close to our life because they reflect the reality, where women are part or members of the society. This chapter discusses how Indonesian authors, men and women alike, portray women in their writings. Is it true that women are portrayed to be submissive and abedient as it is required in the patriarchal sosiety? How do they struggle to exist in the midst of male domination? Two novels, Gadis Pantai (A Girl from the Seashore) by Pramoedya Ananta Toer and Tarian Bumi (the Dance of the Earth) by Oka Rusmini have been used for purposes of discussion and illustration. One novel is written by a man and the other by a woman. In addition, several novels will also be mentioned to provide a broader picture of women in their struggle for existence.
    [Show full text]
  • Analisis Pemikiran Sutan Takdir Alisyahbana Abdul Kohar Abstract
    www.ejournal.iai-tribakti.ac.id/index.php/tribakti E-ISSN 2502-3047 P-ISSN 1411-9919 Permanent link for this document : https://doi.org/10.33367/tribakti.v31i1.959 Islamic Theology And Rasionalism: Analisis Pemikiran Sutan Takdir Alisyahbana Abdul Kohar Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga [email protected] Abstract This paper explores the thoughts of Sutan Takdir Alisyahbana (STA). STA is referred to as a cultural practitioner, because it discusses more the cultures that enter Indonesia, such as Indian, Hindu, Buddhist, Islamic and native Indonesian culture, even it also discusses western culture. He also wrote a lot such as poetry, novels, philosophy books and he was among the first to make Indonesian terms, so he was called a writer. This research is a type of library research (library research) by presenting qualitative-interpretative data. The purpose of this study is to reveal the fact that the religion of Islam in Indonesia is a religion that does not dichotomize between the reality supported by invoices and spiritual reality because Islam today is deeply engrossed in the history of the development of Islam in the time of the Prophet Muhammad, also today Islam is shackled with religious myths, so as to be able to resolve Islam in Indonesia, it cannot develop and is anti-Western rationality. STA thinking is rooted in the humanist understanding that developed in Europe from the Renaissance to the rise of new-positivism. Its humanism is built on human liberation from the shackles of mythology and religion. Keywords: Teologi Islam, Rasionalis, S. Takdir Alisyahbana Abstrak Tulisan ini mengupas tentang pemikiran Sutan Takdir Alisyahbana (STA).
    [Show full text]
  • 162 B. Pemahaman Karya Sastra Alat Pengumpul Data Untuk Sub-Variabel
    162 b. Pemahaman karya sastra Alat pengumpul data untuk sub-variabel ini terdiri atas 15 soal dalam bentuk esey mengenai tiga buah ncvel yang bertudul Layar Terkembang 5 soal. Atheis 5 soal, dan Keberangkatan, yang masing masing soal tersebut diidahului oleh kutipan dari ketiga novel tersebut. Skor ideal pemahaman ketiga novel tersebut adalah 99. c. Pemaknaan karya sastra Alat pengumpul data untuk sub-variabel ini terdiri atas 10 soal dalam bentuk esey, tentang pemberian makna utuh dan makna bagian, serta membuat parifrase dari dua buah puisi yang dikutip dari Priangan Sijelita karya Ramadhan K.H. dan Sepisaupi karya Sutarji. Skor ideal bagian ini adalah 100. 2. Kemampuan Apresiasi Karya Sastra Alat pengumpul data variabel ini terdiri atas 25 soal bentuk objektif yang disertai kutipan-kutipan pendek dari beberapa wacana sastra, dan 25 soal bentuk esey yang bentuk pertanyaannya sama dengan sub-variabel pemahaman dan pemaknaan pada ketiga novel tersebut di atas serta pemaknaan terhadap dua buah puisi di atas. Skor ideal ini adalah 100. 163 3. Variabel Minat Baca Sastra dan Pengalaman Belajar Sastra Variabel minat baca sastra {MBS) dan pengalaman belajar sastra (PBM) diasumsikan berpengaruh terhadap tingkat kemampuan apresiasi sastra. Penjaringan MBS dan PBM ini hanya dilakukan sebelum MMPRS dilaksanakan. Penskoran kedua variabel ini penulis uraikan satu per satu, yaitu sebagai berikut: a. Variabel Minat Baca Sastra (MBS) Variabel MBS ini terdiri atas 40 pernyataan, satu pernyataan tidak signifikan, yang dua lagi menghasilkan t hitung 0. Oleh karena itu yang terpakai dalam penelitian ini hanya 37 pernyataan saj a. Penskoran variabel MBS terentang dari 3 sampai dengan 1 untuk tiap pernyataan yang positif/ dan 1 sampai 3 untuk pernyataan yang negatif.
    [Show full text]
  • A:\2. Partisi Andez\0. Jurnal-Jurnal\1. Jurnal
    Jurnal Membaca e-ISSN 2580-4766 http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jurnalmembaca p-ISSN 2443-3918 MAKNA SIMBOLIS DALAM NOVEL LAYAR TERKEMBANG Hanafi1) dan Akhmad Baihaqi2) Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten1) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa2) [email protected]), [email protected]) Abstrak Tujuan penelitian ini yaitu untuk menyelidiki (1) makna simbolis tokoh protagonis dalam novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana; (2) makna simbolis judul novel Layar Terkembang; dan (3) perbedaan makna simbolis Layar Terkembang dulu dengan makna simbolis Layar Terkembang sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa tokoh Maria merupakan makna simbolis dari kebudayaan Indonesia tradisional yang telah mati, dan masa silam sudah tidak ada lagi, sedangkan tokoh Tuti merupakan makna simbolis dari kebudaya- an Indonesia modern, ilmu pengetahuan dan teknologi canggih Barat, industrialisasi yang penuh dinamika, dan emansipasi yang tinggi. Kemudian, judul novel Layar Terkembang merupakan makna simbolis dari adanya usaha untuk mengembangkan intelektualisme, industrialisasi, individualitas, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sistem informasi dan komunikasi yang mutakhir. Terakhir, penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan di mana Layar Terkembang dahulu didasari semangat cita-cita mencapai Indonesia merdeka, tetapi sekarang didasari semangat upaya untuk mengisi kemerdekaan dengan pembangunan di segala bidang. Kata kunci: Makna Simbolis, Novel, Semiotika. PENDAHULUAN Balai Pustaka pada 1936. Novel ini ditulis oleh Sebagai sebuah tanda, setiap karya sastra tentu Sutan Takdir Alisyahbana. Novel Layar dapat dikaji melalui semiotika. Hal ini me- Terkembang merupakan karya sastra yang pe- ngacu pada asumsi bahwa setiap karya sastra nuh dengan makna simbolis karena menam- yang ditulis akan memiliki sifat keruangan.
    [Show full text]
  • Download Article
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research (ASSEHR), volume 148 Sixth International Conference on Languages and Arts (ICLA 2017) Emblems of Gender Case Study to Indonesian Novel Asmawati STKIP-YDB Lubuk Alung [email protected] Abstract—This study aims to describe gender emblems that reflected in Indonesian novel in the time before and after The Indonesian Independence day. There are four gender emblems that reflect in Indonesian novel through socio-literature study and using literature-feminism approach. First, gender banner of novel in 1920s that consist of the desire to reorganize man and woman relationship to create romantic relationship and determine the choice. Second, emblems of gender that contain protest of gender injustice in public appear in 1930s’ novels. Third, emblems of gender in 1970s-1990s’ novels which contains of gender injustice in local culture (in this case is Java) that placed women as the second social stratum. Fourth, emblems of gender in novel of reformation era voiced global equality for women. The cause of these emblems is the women’s education. Having education makes women able togo beyond the tradition, life pressures and self-equality with men in all aspects. These four genders are the basis of women characters in Indonesian novels to do some changes in behavior and place themselves in society and not being tied up in domestic scope anymore. The change of behavior is related with four stigma as the effect of (1) victims of politic, (2) tradition and culture in society,(3) sexual problems, (4) domestic problems. Domestic problem here is not the problem related with family life but as the source that will produce other problems that lead women in wrong position, marginal, hurt, inferior and weak Keywords—Reflection, Gender Emblems, Indonesian Novel I.
    [Show full text]
  • Semangat Feminis Dalam Novel Saman Karya Ayu Utami Dan
    SEMANGAT FEMINIS DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI DAN NOVEL NAYLA KARYA DJNAR MAESA AYU: KAJIAN INTERTEKSTUAL SKRIPSI Oleh : Nama : Annisa Rahayuni Nim : 2111409006 Program Studi : Sastra Indonesia Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SARI Rahayuni, Annisa. 2013. Semangat Feminis dalam Novel Saman Karya Ayu Utami dan Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu: Kajian Intertekstual, Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Sumartini, S.S., M.A, Pembimbing II: Uum Qomariyah, S. Pd., M. Hum. Kata Kunci: bentuk semangat feminis, faktor semangat feminis, hubungan intertekstual Ayu Utami dan Djenar Maesa Ayu adalah para perempuan sastra wangi yang menjadi sorotan publik karena karyanya dianggap mendobrak tabu seksualitas. Melalui maha karyanya yang diberi judul Saman dan Nayla, Ayu dan Djenar mengangkat tema sosial yang dibedah dalam bingkai feminisme untuk melawan dominasi patriarki dan kekerasan terhadap perempuan. Novel Saman dan Nayla membahas tentang diskriminasi perempuan secara terperinci. Dalam novelnya, Ayu dan Djenar merepresentasikan relasi gender yang mengarah pada perempuan yang superior, perempuan yang mencoba untuk melawan kekuatan budaya patriarki. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana bentuk semangat feminis dalam novel Saman karya Ayu Utami dan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu (2) faktor apa yang melatarbelakangi semangat feminis dalam novel Saman karya Ayu Utami dan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu (3) bagaimana hubungan intertekstual antara novel Saman karya Ayu Utami dan novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu. Berkaitan dengan masalah tersebut, bentuk dan faktor yang melatarbelakangi semangat feminis yang terdapat dalam novel Saman karya Ayu Utami dibandingkan dengan bentuk dan faktor yang melatarbelakangi semangat feminis pada novel Nayla karya Djenar Maesa Ayu.
    [Show full text]