E-ISSN : 2685-2780 P-ISSN : 2685-4260

ORNAMENTASI TUO LUBUAK BAUAK YANG DIPENGARUHI SIMBOL

Volume 3, Nomor 1 KEBUDAYAAN LAIN Januari 2021 (11-17) Aditya Armin1, Awerman2, Akmal3

Pengkajian Seni Kriya, Program Pascasarjana Institut Seni Padang Panjang, 27115 Indonesia. Email: [email protected]

ABSTRAK

Surau tuo nagari Lubuak Bauak Kecamatan Batipuah memiliki struktur bangunan yang menyerupai Rumah Gadang karena memiliki atap Bergonjong. Surau tuo nagari Lubuak Bauak banyak terdapat ukiran, Dari sekian banyak motif ukiran yang terpasang pada arsitektur bangunan surau, ada dua yang unik, karena berada diluar aspek dan tatanan ukiran tradisional , yaitu ukiran mangkuto dan ukiran limpapeh yang mengandung bentuk tanda seperti salib lorraine, penamaan dan bentuk ukiran mangkuto tidak termasuk ke dalam bentuk ukiran tradisional Minangkabau, sedangkan ukiran limpapeh merupakan motif asli ukiran tradisional Minangkabau yang dipengaruhi bentuknya oleh tanda lain yang menyerupai bentuk salib lorraine kristen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap symbol dan makna yang terkandung pada ukiran mangkuto dan limpapeh. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian dilakukan dengan cara pengamatan kelapangan, wawancara, dan pengumpulan dokumentasi. Untuk analisis dan pengumpulan data, dilakukan dengan cara mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan triangulasi data.

Kata Kunci: Surau, Ukiran, Simbol. ABSTRACT

Surau tuo nagari Lubuak Bauak Batipuah Subdistrict has a structure that resembles Rumah Gadang because it has a girdle roof. Surau Tuo Lubuak Bauak has many carvings. Of the many carving motif instaled in the building architecture of surau, there are two unique, bacause it has cultural elements outsides the , namely carved limpapeh which cintains building shaped like crosses and mangkuto which are not included in the tradisional Minangkabau carving forms. The purpose of this research is to reveal the symbols and meanings contained in the carving of mangkuto and limpapeh. The research method used is a qualitative research with a descriptive approach. The study was conducted by observing space, interviewing and cillecting documentation. For analysis and data collection, it is done reducing data, presenting data and drawing conclusions. To test the validity of the data is done by data triangulation.

Keyword: surau, carving, symbol.

PENDAHULUAN bertemu, berkumpul, berapat, beramah tamah, tempat tidur bagi bujangan, duda dan orang tua, Dalam tatanan peninggalan benda-benda tuo tempat menginap bagi pedagang dan musafir, sejarah minangkabau terdapat surau. Surau dapat tempat berkasidah, selawat dulang, gambus, belajar dikategorikan sejenis Artifak kebudayaan asli dan . Umumnya surau menggunakan Minangkabau, Surau memiliki peran yang sangat hiasan berupa ukiran, namun tidak semua surau, besar dalam kehidupan masyarakat. Fungsi surau karena tergantung kepada pandangan masyarakat yang sebenarnya adalah tempat shalat sehari-hari, yang mendirikan surau serta sistem nilai dan tempat mengaji, asrama bagi siswa-siswa yang kepercayaannya. Secara umum surau yang sering belajar, tempat merayakan hari-hari besar Islam, ditemui pada saat sekarang banyak yang menarik tempat upacara-upacara keagamaan, tempat perhatian orang dengan gaya arsitekturnya yang

1 Aditya Adalah Mahasiswa Program Pascasarjana ISI Padang Panjang. 2 Awerman Adalah Dosen Program Pascasarjana ISI Padang Panjang. 3 Akmal Adalah Dosen Program Pascasarjana ISI Padang Panjang.

11 Aditya Armin , dkk / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.1, Januari 2021, 11-17 unik. Bangunan di Minangkabau umumnya surau tuo nagari Lubuak Bauak merupakan simbol memiliki unsur budaya, seperti pada bangunan bahwasanya daerah Lubuak Bauak merupakan surau dipengaruhi dengan bentuk gonjong rumah salah satu daerah yang pernah dikuasai oleh gadang. bangsa Belanda. Ukiran mahkota tidak tergolong Surau tuo yang berada di kenagarian lubuak kepada ukiran tradisional Minangkabau karena bauak disebut juga dengan surau tuo nagari Lubuak dalam struktur ukiran Minangkabau tidak ada Bauak, adalah salah satu surau tertua di stilasi ukiran dari benda-benda raja. Minangkabau yang masih berdiri hingga saat ini dan Pada bagian dalam surau terdapat dua unit berada dalam perlindungan pemerintah UU No 5 Th ukiran limpapeh, ukiran ini merupakan ukiran 1992 tentang benda cagar budaya yaitu di bawah yang masih asli sejak di bangunya surau tuo nagari pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Lubuak Bauak. (Dt nan tuo:2018) mengatakan Purbakala Batu Sangkar. Surau Lubuk Bauak ukiran limpapeh merupakan motif yang didirikan di atas tanah wakaf Datuk Bandaro sebenarnya ditempatkan pada rumah gadang Panjang, seorang yang berasal dari suku Jambak. khususnya pada tonggak tuo dan panel pintu Dibangun oleh masyarakat Nagari Batipuh Baruah masuk yang melambangkan kekuatan peran di bawah koordinasi para ninik mamak pada tahun seorang perempuan dalam satu kaum yang tinggal 1896 dan dapat diselesaikan tahun 1901. Bangunan di Rumah Gadang tersebut. Stilasi ukiran limpapeh yang bercorak Koto Piliang yang tercermin pada berdasar dari flora yang diadopsi pola-polanya susunan atap, dan sarat dengan perlambang dan di kembangkan seperti sebuah motif yang di falsafah hidup ini memiliki peran besar dalam lindungi oleh gagang, salur, dan batang. melahirkan santri dan ulama yang selanjutnya menjadi tokoh pengembang agama Islam di Sumatera Barat. Bentuk arsitektur surau Lubuak Bauak yang tergolong ke dalam jenis surau Gadang, memiliki ketertarikan tersendiri karena struktur bentuk surau terbilang unik dengan penempatan ukiran pada gonjong sehingga tidak lepas dari bentuk rumah gadang. Ukiran yang terpasang pada surau tuo nagari Lubuak Bauak merupakan motif ukiran tradisional Minangkabau yang di stilir dari bentuk flora, fauna, dan benda-benda. Pada bagian pereng (bawah gonjong) terdapat unsur Gambar 2. Bentuk Ukiran limpapeh Yang kebudayaan lain yang terlihat jelas dengan kontur Terpasang Pada Dinding Bagian Dalam di Lantai warna yang mencolok, motif tersebut yaitu ukiran Dua. Mahkota. Sumber: Dokumentasi Aditya Armin 2018.

Ukiran limpapeh yang terdapat pada surau tuo nagari Lubuak Bauak ini di pengaruhi oleh unsur lain, karena pada pola tengahnya terdapat sebuah motif yang menyerupai sebuah salib. Bentuk salib yang terdapat pada ukiran limpapeh menyerupai salib Lhithuania, yang di bentuk cekung dengan menggunakan teknik congkel. Penempatan ukiran limpapeh ini pada mulanya di tempatkan pada bagian qubah surau Lubuak Bauak. sekitar tahun 1994 surau ini di renofasi dan ukiran Gambar 1. Bentuk Ukiran mangkuto yang limpapeh di pindahkan penempatanya ke lantai dua terpasang pada singok. Sumber: Dokumentasi bagian dalam surau yang sekarang merupakan Aditya Armin 2018. tempat mengaji bagi anak-anak sekitar Lubuak Pada bagian Pereang ditempatkan Bauak. sebanyak dua puluh empat buah ukiran mahkota yang masih di pelihara kebaradaanya hingga saat 1. Studi Literatur ini oleh lembaga yang berperan besar dalam Buku prof. Azyumardi Azra, Ph.D., M.Phil. pemeliharaan surau begitu juga dengan M.A.,CBE yang berjudul SURAU. Buku ini bercerita masyarakat sekitar. Menurut pendapat (Dt. Nan tentang perkembangan surau dari awal berdirinya tuo:2018) yang merupakan salah seorang dan mengalami transformasi budaya dan sejarah budayawan dari daerah Batipuah mengatakan nilai fungsi yang melambangkan basandi bahwa ukiran mahkuto yang terpasang pada syarak, syarak basndi kitabullah. Sejarah surau yang

12 Aditya Armin , dkk / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.1, Januari 2021, 11-17 di ceritakan bahwa banyak mengalami transisi pada berdampak pada culture budaya yang mengandung masa perkembanaganya. Tatanan adat dan aqidah unsur dan symbol yang bukan termasuk pada yang terkandung dalam surau saat ini sudah hampir kebudayaan islam dan Minangkabau. Pendekatan punah. Faktor tersebut terjadi karena lain sebagai pendukung juga digunakan pendekatan perkembangan modernisasi yang begitu cepat budaya dan religi. sehingga menghimpit nilai etnik suatu tradisi suku bangsa. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumber yang ke dua tesis Bujang Joan (2006) institut teknologi bandung jurusan seni rupa 1.1. Fungsi Surau Tuo Nagari Lubuak Bauak dan desain. Pada sumber ini terkandung informasi Fungsi surau ini sekarang hanya sebagai tentang fungsi dan sejarah surau di minangkabau. tempat belajar mengaji bagi anak-anak, dan tempat Perkembangan surau yang di pengaruhi oleh musayawarah bagi pemuka masyarakat guna barbagai faktor seperti akulturasi kebudayaan, membicarakan segala permasalahan yang ada perjanjian yang di sepakati, keinginan, kebutuhan ditengah masyarakat. Sementara untuk sholat daerah setempat, dan faktor pendidikan. Di sini di berjamaah, disamping surau ini terdapat satu buah ceritakan juga tentang sejarah surau di mesjid berukuran sedang yang diberi nama mesjid minangkabau sekaligus juga bentuk dengan fungsi Ula Lubuk Bauk. Sebelum mesjid ini dibangun surau yang sebenarnya dalam tatanan adat basandi sekitar tahun 1980 maka surau inilah yang syarak, syarak basandi kitabullah. digunakan sebagai tempat sholat, makanya Sumber yang ke tiga skripsi Putra Murdani sebagian orang menyebut“Surau Gadang Batipuh” (2004) Universitas Negeri Padang. Penelitian yang karena surau gadang bagi orang Minangkabau dilakukan penulis mengungkap makna dan fungsi artinya mesjid. Semenjak awal dibangunnya, surau ukiran yang terdapat pada mimbar dan maqsurah ini tidak mengalami perubahan, bahkan renovasi masjid Bingkudu Kabupaten Agam. Pada studi ini yang dilakukan selalu mengembalikan bentuk ke juga dikaji motif ukiran Jepara yang terdapat pada bentuk semula dan di upayakan menggunakan mimbar masjid, namun pembuatan mimbar ini jauh material yang sama. Hal ini dapat dilakukan karena setelah masjid berkembang dan merupakan karya tingginya kesadaran masyarakat terhadap ukir yang dibuat dengan teknik yang lebih modern. pelestarian bangunan bersejarah. Hal ini juga di Sumber yang ke empat disertasi Ibenzani latar belakangi oleh terdapatnya simbol-simbol Usman (1985). Studi ini memiliki informasi tentang tradisi adat bersendi syarak, syarak bersendi motif ukiran Minangkabau, yang terdapat pada Kitabullah di surau ini, yang diungkapkan melalui Rumah Gadang. Dikaji juga aturan-aturan bentuk gonjong dan kubah sekaligus keindahan penempatan motifnya, hingga setiap nama ukiran arsitektur bangunan yang menyerupai rumah yang memiliki makna masing-masing yang sesuai gadang yang jarang terdapat pada bangunan dengan penamaanya dari bentuk alam yang di sejenis. Namun yang perlu kita catat dalam hal ini stilasi. adalah “bentuk surau Tuo Nagari Lubuak Bauak Sumber yang ke lima buku A.M. Yosef Dt. adalah wujud dari sintesis budaya asli Garang. Buku ini memberikan pandangan tentang Minangkabau dengan budaya Cina, Islam dan struktur dan ketentuan ragam hias Minangkabau Belanda”. Struktur surau terdiri dari beberapa sekaligus bentuk stilir dan pengelompokanya. tingkat, yang pada dasarnya menggunakan struktur Selain itu buku ini juga menjelaskan bahwa tiap-tiap atap tumpang tiga sebagai peninggalan budaya penempatan ragam hias sudah diatur menurut Hindu-Budha dan pada bagian atas diletakan makna dan filosofi ukiran tersebut. bentuk kubah sebagai ciri dari pada arsitektur Islam. Bentuk kubah yang dibuat persegi delapan METODE PENELITIAN tersebut adalah pengaruh teknik, dimana cukup sulit untuk membentuk bulat dengan menggunakan Metode penelitian ini menggunakan konstruksi kayu, maka cara mudah mencapainya metode penelitian kualitatif sebagai prosedur adalah dengan menjadikan bentuk bulat tersebut penelitian yang menghasilkan data deskriptif menjadi persegi. Sebagian masyarakat berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang- menterjemahkan pembagian lantai surau tersebut orang atau prilaku yang dapat diamati. Penelitian ini dengan pemisahan kemampuan dalam penguasaan secara menyeluruh menggunakan pendekatan Alqur'an. Pendapat ini kurang beralasan mengingat historis serta metoda analisis diakronik dan tidak ada pemisahan dalam pengajaran Alqur'an di sinkronik, untuk melihat kebudayaan masyarakat Minangkabau. Yang terjadi malah sebaliknya Minangkabau melalui benda buatan (artifak) surau, dimana antara murid yang tingkat penguasaan lebih sebagai bangunan yang tak terpisahkan dari tinggi membaur dengan yang rendah dan mereka keberadaan mesjid dan rumah gadang dalam bertindak sebagai guru bantu (asisten guru) dalam penjelmaan tradisi Adat Bersendi Syarak, Syarak mengajarkan murid yang berkemampuan lebih Bersendi Kitabullah. Hingga perkembanganya rendah.

13 Aditya Armin , dkk / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.1, Januari 2021, 11-17

Hal yang paling menonjol adalah delapan yang diakhiri dengan mahkota gonjong pembagian gender, dimana terjadi pemisahan yang mengecil kebagian atas. (Bujang Joan:2018). antara murid yang laki-laki dengan yang Bentuk kubah pada bagian atas, adalah perempuan. Dapat diperkirakan bahwa struktur lantai empat yang berbentuk segi delapan, dimana bertingkat di surau gadang batipuh adalah pada masing-masing sisi segi delapan tersebut pemisahan ruang tidur antara yang laki-laki dengan terdapat jendela kaca yang dibingkai dengan kayu, anak perempuan, dimana perempuan ditempatkan sedangkan bagian bawah dinding segi delapan dilantai atas, sedangkan laki-laki dilantai dasar. tersebut terdapat ukiran kayu yang melingkar Bahkan didaerah lain di Batipuh, tepatnya di nagari mengikuti bentuk persegi dan diselingi dengan Subang Anak pernah terdapat surau gadang yang ornamen berbentuk bulat tergantung yang disebut diperuntukan khusus buat murid perempuan (Armi dengan istilah labu-labu. Sementara pada bagian Sidi An Sati, 2018). gonjong yang empat buah tersebut terdapat panel dinding berukir yang disebut dengan singok. 1.2. Bentuk Surau Tuo Nagari Lubuak Bauak Ditambah dengan satu buah gonjong lagi sebagai Surau ini terdiri dari tiga lantai, yang mana atap dari pada mihrab. Pada bagian singok inilah lantai pertama adalah berbentuk ruangan lepas terpahat ornamen ukiran kayu dengan motif yang pada sebelah barat terdapat satu ruangan yang Minangkabau yang mendapat pengaruh dari Cina, menjorok kedepan sebagai mihrab. Lantai surau Belanda dan budaya Islam. Secara umum ornamen ditinggikan dari tanah setinggi 1 meter, sehingga ukiran tersebut terdiri dari bentuk tumbuh- terdapat kolong dibawahnya. Dalam ruangan tumbuhan yang distilasi dengan unsur gagang sebelah kiri surau terdapat 9 buah anak tangga kayu (sulur) , daun dan bunga. Pada masing-masing yang menghubungkan lantai dasar ini dengan lantai singok ini juga terdapat motif mahkota yang dua. Lantai dua ini lebih kecil dari lantai dasar, biasanya terdapat pada mata uang Belanda dimana terdapat satu buah kamar berukuran 3x4 (Gulden). Motif tersebut sedikit mengalami stilasi meter didalamnya. Luas lantai dua ini hanya 8x9 pada bagian puncak mahkota, yaitu dari bentuk meter. Ditengah ruangan inilah terdapat 10 buah salip dirobah menjadi bentuk daun. Secara anak tangga kayu menuju lantai diatasnya. Lantai ini keseluruhan bentuk singok ini persis dengan sejajar dengan singok pada bagian luar, dan lantai struktur singok yang ada pada rumah gadang pada ini hanya berfungsi sebagai peletakan tiang umumnya. penyangga kubah diatasnya dan tidak bisa Ada beberapa kesamaan yang terdapat difungsikan sebagai ruangan beraktifitas, karena antara arsitektur rumah gadang dengan surau Tuo banyak sekali tiang praktis yang terdapat di Nagari Lubuak Bauak ini, diantaranya adalah pada dalamnya. Dilantai ini pula terdapat sebuah tangga struktur tiang, dinding dan gonjong, serta ornamen melingkar menuju ruangan kubah yang dianggap yang digunakan. Ornamen ukiran kayu tradisional sebagai ruangan ke tiga. Kubah yang dikelilingi oleh Minangkabau ini ditempatkan pada bagian singok, jendela kaca inilah yang dulunya dipakai sebagai layaknya sebagaimana yang terdapat pada singok tempat mengumandangkan Adzan apabila rumah gadang. Bentuk ornamen yang digunakan masuknya waktu sholat, sekarang dengan adanya tersebut memilki ciri berupa stilasi dari bentuk alat pengeras suara maka kubah ini dijadikan tumbuhan yang terdiri dari sulur (gagang), daun dan tempat meletakan alat tersebut. Surau Gadang bunga, walaupun ada sebagain motif tersebut Batipuh ini tidak memiliki tiang besar (soko guru) menggunakan nama binatang. Stilasi bentuk dibagian tengahnya (tiang tuo) seperti layaknya binatang yang di wujudkan dalam bentuk tumbuhan bangunan sejenis seperti surau dan mesjid. ini merupakan wujud bersintesisnya budaya Islam Melainkan terdiri dari beberapa tiang yang kecil- dengan budaya asli Minagkabau, karena dalam kecil, bahkan dilantai dua dan tiga tiang tersebut ajaran Islam tidak dibenarkan memahatkan bentuk didirikan diatas rasuk lantai, dengan kata lain tidak binatang dan manusia. Sehingga setiap motif yang terdapat tiang yang lansung menopang struktur menggunakan bentuk binatang dirobah dalam dari bawah lansung ke bagian paling atas. bentuk tumbuhan dengan tetap menggunakan Atap surau merupakan kombinasi dari nama binatang tersebut, seperti motif “kuciang lalok pada beberapa bentuk. Bentuk dasar atap adalah (kucing tidur), labah mangirok (lebah mengirap), atap tumpang bertingkat tiga sebagai ciri dari alang babega (elang berbega), itiak pulang patang warisan kebudayaan hindu budha, yang mana pada (itik pulang petang) dan lain sebagainya. tingkat ke tiga dibuat bentuk gonjong sebanyak Ukiran tardisional merupakan ragam hias empat buah searah dengan mata angin. Bentuk yang berkembang ditengah-tengah masyarakat gonjong yang empat buah ini sebagai simbol dari secara turun-temurun, dan tetap digemari dan pada masyarakat Batipuah Baruah yang terdiri dari dilestarikan sebagai sesuatu yang dapat memberi Empat Jurai. Sebagian masyarakat juga manfaat (keindahan) bagi kehidupan, dari masa ke memaknainya dengan sandi nagari (sendi negeri). masa. Ornamen tradisional berasal dari seni klasik kemudian diatasnya terdapat bentuk kubah persegi atau seni primitif, namun setelah mendapat

14 Aditya Armin , dkk / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.1, Januari 2021, 11-17 pengolahan-pengolahan tertentu, dilestarikan dikembangkan menjadi pembentukan motif kemamfaatannya demi memenuhi kebutuhan, menurut kreasinya sendiri. Bentuk alam dan gerak khususnya dalam hal kebutuhan estetis. Bastomi ditafsirkan dengan peri kehidupan manusia itu dalam putra (2014:22). Ragam hias ukiran sendiri, distilir menjadi susunan garis-garis tradisional dibuat dengan pengolahan stilisasi dari lengkung, bentuk geometris, dan bersifat dekoratif. betuk tumbuh-tumbuhan, hewan dan pola-pola (Bujang Joan:2018). geometris. Oleh sebab itu corak seni ornamen Menurut (Erizaldi:2018). Pola dasar tradisional merupakan pembauran dari seni klasik pembentukan ragam hias minangkabau terdapat dan primitif. Hasil atau wujud dari pembauran dua macam garis ragam hias sebagai berikut tersebut tergantung dari sumber mana yang lebih 1. Titik tolak dari alam, yang garis-garisnya kuat yang akan memberi kesan atau corak yang masih dapat mengingatkan kita pada asal lebih dominan. Ornamen klasik merupakan bentuk tumbuh-tumbuhan binatang (bentuk ornamen yang berkembang dengan tataran yang relatif). lebih tinggi serta komposisi estetik yang sudah 2. Titik tolak lepas dari alam, yang garis-garisnya mencapai perkembangan yang tinggi sehingga akan tidak mengikat kita lagi pada bentuk asal dari tidak mungkin untuk dikembangkan lagi, bahkan alam itu (bentuk mutlak). jika mengurangi dari bentuk yang sudah ada akan Ragam hias Minangkabau umumnya menjadikanya tidak bernilai. Sementara ornamen berasal dari perilaku alam, perilaku alam primitif adalah ragam hias yang berkembang dari mengiaskan tindakan yang harus dikerjakan atau awal peradaban manusia dengan ciri bentuk yang dihentikan oleh manusia. Nama ragam hias berasal kaku, cendrung geometris, dan sederhana. dari tumbuh-tumbuhan, binatang, geometri, dan Ukiran yang ditemui penulis saat proses kata adat sebagai berikut: lapangan, masih dalam kondisi asli yang terpasang (pertama sejak ada). Proses pembuatan ukiran 4.3.1. Nama-Nama Tumbuhan. tersebut dikerjakan oleh pengukir lokal daerah (1) Tirai bungo intan (2) Tirai bungo satu (3) Batipuh dan hanya beberapa orang yang di Tirai bungo lado duo (4) Lapiah duo babungo (5) datangkan dari daerah Agam untuk mendampingi Bungo anau (6) Tirai Bungo kunik (7) Lapiah ampek masyarakat Batipuh untuk meng ukir di lokasi jo bungo kunik satu (8) Lapiah ampek jo bungo surau tuo Lubuak Bauak. Ukiran yang terdapat pada kunik duo (9) Tirai bungo lado satu (10) Detail motif surau tuo nagari Lubuak Bauak ini dibuat oleh silampit (11) Bungo pitulo (12) Bungo panca pengrajinya pada tahun 1884 M seiring dengan matoari (13) Tirai daun bodi ati-ati (14) Tirai daun pembangunan surau yang dikerjakan secara gotong kacang (15) Daun bodi (16) Dasar motif buah anau royong oleh masyarakat Batipuh. Tidak semua (17) Dasar motif talanang akar (18) Daun puluik- bidang permukaan surau yang terdapat ukiran puluik (19) Daun bodi jo kipeh cino (20) Ati-ati (21) seperti halnya rumah gadang, melainkan hanya Bungo duo tangkai jo buah pinang-pinang (22) Aka sebagian besar terdapat pada singok, pereng, dan cino sagagang (23) Aka tangah duo gagang (24) Aka papan sahalai. Ukiran yang terdapat pada surau tuo duo gagang (25) Aka barayun (26) Pucuak Rabuang nagari lubuak bauak sekarang, terjadi tiga kali satu (27) Pisang sasikek (28) Siriah gadang (29) perenovasian pada pengulangan catnya saja. Pucuak rabuang duo (30) Siriah naiak satu (31) Sedangkan pada bagian motif tidak pernah di Kaluak basiku (32) Kaluak paku satu (33) Kaluak ganggu bentuk fisiknya oleh siapapun. paku duo (34) Siriah naiak duo (35) Kaluak radai Ukiran yang ada pada surau tuo nagari (36) Tirai anjilu (37) Ati-ati basandiang (38) Kaluak Lubuak Bauak sebelum diuraikan, maka perlu baralun (39) Kaluak babungo satu (40) Kaluak diketahui terlebih dahulu bentuk singok dan babungo duo (41) Kaluak paku kacang balimbiang gonjong surau tuo nagari lubuak bauak yang (42) Tirai babungo duo (43) Tirai ampek angkek dominan terdapat ukiran. Gonjong dan singok surau (44) Tirai babungo tigo (45) Lumuik anyuik (46) tuo nagari Lubuak Bauak ini ada 4 searah mata Salimpek satu jo pucuak rabuang dan (47) Salimpat angin, diantara empat singok yang terdapat ukiran, duo. ditemukan perbedaan antara singok bagian depan dengan belakang memiliki motif dan penempatan 4.3.2. Nama-Nama Binatang. yang berbeda, dan bagian kiri dengan kanan Berikut ini dijabarkan nama-nama motif memiliki motif dan penempatan yang sama. ragam hias stilasi nama-nama binatang. (1) Detail kuciang mayusui anak (2) Detail kuciang tidua (3) 1.3. Motif Ragam Hias Minangkabau. Bada mudiak (4) Itiak pulang patang (5) Ula Gerang Bentuk dasar ornament Minangkabau (6) Tupai managun (7) Ruso balari dalm ransang (8) berasal dari bentuk alam (flora dan fauna) dan Ayam mancotok dalam lasuang (9) Kudo manyipak geometris. Pemilihan motif bertitik tolak dari sifat dalam kandang (10) Gajah badorong (11) Labah dan tingkah laku alam itu. Seniman ukir mangirap (12) Harimau dalam parangkok (13) Minangkabau mengambil inspirasi dari alam yang

15 Aditya Armin , dkk / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.1, Januari 2021, 11-17

Kijang balari untuak basambunyi (14) Siku kalalawa sebuah symbol salib pada motif induk kesatuan bagayuik. ukiran limpapeh. Menurut (Dt. Nan Tuo) keberdaan ukiran limpapeh yang terdapat pada surau tuo 4.3.3. Nama Geometris. nagari Lubuak Bauak diterima baik oleh kalangan Berikut ini dijabarkan motif ragam hias dengan masyarakat, mereka menilai bahwa symbol salib stilasi geometris. (1) Biku-biku (2) Saik kalamai (3) yang diadopsi pada ukiran limpapeh tidak begitu Lapiah duo (4) Lapiah ampek (5) Papan tarawang meresahkan karena setiap orang yang singgah dan (6) Lapiah tigo (7) lapiah duo beribadah di surau menilai sebuah ukiran tidak begitu jadi masalah dan mengganggu kekusyukan 4.3.4. Nama Kata-Kata Adat. shalat karena msyarakat menilai ukiranyang Berikut ini dijabarkan motif ragam hias dengan terpasang hanya sebuah hiasan untuk stilasi kata-kata adat. (1) Limpapeh (2) Ambun dewi memperindah surau. (3) Kipeh cino (4) Rajo tigo selo (5) Tangguak lamah (6) Tari sewah taraniah (7) Carano kanso (8) Jalo 1.4.2. Ukiran Mahkuto yang Bukan Merupakan taserak (9) Jarek takambang (10) Aie bapesong (11) Ukiran Tradisional Minangkabau Jambua cawek urang Pitalah (12) Sikambang manih. Ukiran tradisional Minangkabau yang terdapat pada struktur bangunan surau tuo nagari 1.4. Motif Ukiran Yang di Pengaruhi Bentuk Lubuak Bauak merupakan, komponen ukiran yang Lain dan Tidak Merupakan Motif Ragam masih asli sejak surau dibangun oleh masyarakat Hias Minangkabau. sekitar Lubuak Bauak pada tahun 1884. Namun Sekian banyak ukiran yang terpasang pada terlihat jelas sebuah motif ukiran dengan warna papan panel, papan sehelai, qubah, gonjong, dan yang mencolok pada bagian singok dan pereang. singok surau tuo nagari Lubuak Bauak didominasi Ukiran tersebut disebut masyarakat sekitar Lubuak oleh ukiran yang merupakan motif ukiran etnik Bauak dengan ukiran mahkuto (mahkota). Ukiran daerah Minangkabau. Diluar itu yang menjadi mahkuto bukan merupakan ukiran tradisional fenomena penulis, terdapat dua bentuk ukiran yang Minangkabau karena ukiran mahkuto merupakan di pengaruhi bentuk lain di luar symbol kebudayaan stilasi dari benda-benda raja dengan diadopsinya minang dan bentuk yang sama sekali tidak terdapat symbol salib pada bagian atas. pada daftar stilasi ukiran Minangkabau. Ukiran mahkuto ini tersebar di setiap sisi surau termasuk juga pada mihrab, yang 1.4.1. Ukiran Limpapeh yang di pengaruhi ditempatkan pada gonjong surau tuo nagari Lubuak bentuk salib. Bauak. selama proses perjalanan surau dihitung Ukiran limpapeh ini dahulunya di dari tahun berdirinya hingga saat sekarang material tempatkan pada bagian qubah surau Lubuak Bauak, ukiran masih bersifat asli tanpa renovasi hanya saja kemudian setelah direnofasi pada tahun 1994 terjadi pengulangan bagian catnya saja. Menurut material qubah di ganti dengan kaca tebus pandang. wawancara (Bujang Joan:2018) ukiran mahkuto Fenomena ukiran limpapeh ini sebenarnya terletak yang ada pada surau tuo nagari Lubuak Bauak pada induk motifnya yaitu pada komponen bunga merupakan sebuah fenomena sejarah yang etnisitas yang di ukirkan motif seperti bentuk salib daerah Lubuak Bauak, yang mana dahulunya surau wawancara (Armi Sidi An Sati: 2018). dibangun pada era penjajahan Belanda. Di daerah ini terlahir salah seorang tokoh yang berperan besar di Minangkabau yaitu Tuan Gadang Batipuah. Beliau merupakan seorang yang gagah berani dan Bentuk panglima perang di kerajaan Pagaruyung. Menurut pola salib kesimpulan narasumber ukiran mahkuto tersebut Lorraine merupakan sebuah symbol dari Tuan Gadang Batipuah yang pernah menjadi orang berpengaruh pada dan sangat dibutuhkan dalam sebuah kerajaan bagian Pagaruyung, dan merupakan sebuah kebanggaan tengah sekaligus pemimpin bagi orang Lubuak Bauak dan Batipuah. Gambar 3. Bentuk Ukiran Limpapeh yang PENUTUP Dipengaruhi Motif Lain. Sumber: Dokumentasi

Aditya Armin 2018. Surau tuo nagari Lubuak Bauak merupakan Fenomena salib yang terdapat pada ukiran salah satu srana yang dipakai sebagai tempat ibadah limpapeh ini merupakan pengaruh budaya dan dan pendidikan bagi masyarakat Batipuah kepercayaan yang pernah dianut oleh masyarakat khususnya masyarakat Lubuak Bauak. struktur sekitar Batipuah dahulunya, sehingga di adopsinya bangunan surau sangat unik karena bagian atasnya

16 Aditya Armin , dkk / IKONIK : Jurnal Seni dan Desain, Vol. 3, No.1, Januari 2021, 11-17 dibuat seperti gonjong Rumah Gadang dan DAFTAR PUSTAKA diatasnya terdapat Qubah yang menjadikan nilai estetis surau semakin menarik. Pada bagian Azra, Azyumardi,2001. Surau atau Pesantren ? gonjong ini lah dominan terdapat ukiran tradisional Revitalisasi, Institusionalisasi, Sosialisasi Minangkabau yang masih dipertahankan keaslianya Budaya dan Agama dalam Masyarakat sejak berdirinya surau pada tahun 1884 sampai Minang, (dalam Tantangan Sumatera dengan sekarang. Dari sekian banyak ukiran yang barat), Citra Pendidikan, Jakarta terdapat pada bangunan surau ada dua motif ukiran Bujang Joan. 2007. Pergeseran Fungsi Dan Bentuk yang menjadi sorotan penulis yaitu ukiran mahkuto Surau Diminangkabau Kaitanya Dengan Tradisi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi dan limpapeh. Kitabullah. (Tesis). Bandung. Institut Teknologi Ukiran mahkuto merupakan motif ukiran Bandung. yang sengaja dikombinasikan penempatanya Ibenzani Usman. 1985. Seni Ukir Tradisional Pada dengan ukiran asli tradisional Minangkabau dan Minangkabau Teknik, Pola Dan diwarnai dengan warna cat yang mencolok Fungsinya. (Disertasi). Bandung : Program dibandingkan dengan motif ukiran lainya. Motif Doktor ITB Bandung. ukiran ini bukan merupakan motif ragam hias Murdani Putra. 2004. Studi Tentang Ukiran Tradisional Pada Mimbar dan Mihrab Minangkabau karena dalam aturan pembuatan Masjid Bingkudu V Suku Canduang. motif ragam hias Minangkabau tidak ada stilasi (Skripsi). Padang : Sarjana UNP Padang. motif benda-benda raja. Yosef, A.M., Kabri, H., & Kahar, A. 1983. Pengetahuan Ukiran limpapeh merupakan motif ukiran Ragam Hias. Padang : Departemen yang berasal dari motif ragam hias asli Pendidikan dan Kebudayaan. Minangkabau dan distilasi dari bentuk flora. Namun Informan: pada bagian induk motif yaitu pada bagian bunga terdapat symbol yang menyerupai salib Lhituania Bujang Joan, adalah salah seorang budayawan asal yang dipahatkan cekung sehingga terlihat dengan Batusangkar yang juga sudah melakukan studi jelas. Penempatan ukiran ini dahulunya terletak tentang surau di Minangkabau, wawancara 15 pada qubah surau, setelah direnovasi maka ukiran desember 2018. ini di pindahkan ke lantai dua karena dinilai tidak efektif jika qubah surau dipasang ukiran, setelah itu Armi Sidi An Sati, merupakan salah seorang Budayawan asal Batipuah dan juga menjabat barulah diganti dengan material kaca. sebagai juru pelihara surau tuo nagari Lubuak Motif ukiran mahkuto dan limpapeh itu lah Bauak, wawancara 23 mei 2018. yang menjadi fenomena penulis, karena dinilai memiliki unsur lain di luar kebudayaan Dt. Nan Tuo, merupakan salah seorang Budayawan Minangkabau dan kepercayaan yang dianut oleh yang paham dengan historis surau tuo nagari masyarakat Batipuah khususnya Lubuak Bauak. Lubuak Bauak, wawancara 23 mei 2018. keberadaan ke dua ukiran tersebut dinilai mampu mampu menceritakan historis daerah Batipuah khususnya Lubuak Bauak bagaimana peradaban masyarakatnya pada zaman itu dan apa yang menjadi dasar pemikiran masyarakat Lubuak Bauak menerima ukiran tersebut di tempatkan pada surau tuo nagari Lubuak Bauak.

17