IBING SAKA TELAAH KREATIVITAS NAMIN DALAM BAJIDORAN

Oleh: Atang Suryaman Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISBI Bandung Jln. Buahbatu No. 212 Bandung 40265 e-mail: [email protected]

ABSTRAK Ibing Saka adalah salah satu repertoar yang dalam studi sejarah seni rakyat dapat ditemukan sejak awal perkembangan seni Tayub. Pada repertoar Ibing Saka, refleks dan improvisasi dibutuhkan pengendang dalam "dialog", "melayani" seorang penari-bajidor. Sehubungan dengan hal itu, istilah "gaya namin‛ diakui sebagai salah satu pengendang paling kuat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah me- nemukan nilai kreativitas Namin dalam Bajidoran- yang dipengaruhi oleh kesenian Tayub dalam Ibing Saka. Penelitian kualitatif ini menggunakan teori kreativitas dengan metode deskriptif analisis. Adapun hasilnya adalah ternyata dalam Ibing Saka memiliki nilai-nilai kebaruan, kreativitas dan kemajuan. Hal ini ada hubungannya antara kepribadian Namin dengan Tayub sebagai cikal bakal "gaya namin" di Jaipongan-Bajidoran.

Kata Kunci: Ibing Saka, Namin, Pencugan, Jaipongan-Bajidoran.

ABSTRACT Saka Ibing Namin's Creativity In Bajidoran, June 2019. Ibing Saka is one of the repertoires that in the study of the history of folk art can be found since the early development of Tayub's art. In Ibing Saka's repertoire, reflexes and improvisation are needed to hold in "dialogue", "serve" a dancer-bajidor. In this connection, the term "style of namin" is recognized as one of the most powerful drivers. Therefore, the aim of this research is to find the value of Namin's creativity in Bajidoran-Jaipongan which is influenced by Tayub's art in Ibing Saka. This qualitative research uses the theory of creativity with descriptive analysis methods. The result is that in fact Ibing Saka has the values of novelty, creativity and progress. This has something to do between Namin's personality and Tayub as the forerunner to the "style of namin" in Jaipongan-Bajidoran.

Keywords: Ibing Saka, Namin, Pencugan, Jaipongan-Bajidoran.

PENDAHULUAN Hubungan antara penari dan pemusik gendang dan bajidor merupakan dua hubung- dalam konteks seni pertunjukan tradisi me- an sentral dan sekaligus menjadi identitas dari miliki keunikan tersendiri, khususnya dalam seni tradisi tersebut. Jaipongan-Bajidoran, lebih spesifik lagi pada Dalam pertunjukan tari yang diiringi mu- hubungan pengendang dan bajidor. Dalam sik/karawitan yang sudah baku dalam bentuk Jaipongan-Bajidoran, hubungan antara pen- lagu, biasanya hubungan penari dan peng-

Naskah diterima pada 8 Januari, revisi akhir 7 April 2019 | 22 iring khususnya pengendang relatif bersifat yang menuntut kreativitas tinggi dari setiap formal sesuai dengan repertoar. Artinya, pe- pengendang2. Dalam konteks Jaipongan–baji- nari akan mengikuti gerakan sesuai dengan doran, salah satu seniman yang diakui me- lagu yang ditentukan. Begitupun dengan pe- miliki daya kreativitas tinggi dan dikenal luas main yang akan memainkan iringan- oleh masyarakat, adalah Namin. Pengakuan nya sesuai dengan pola yang sudah baku. tersebut tidak hanya disampaikan oleh mas- Berbeda dengan pola baku tersebut, dalam yarakat bajidor, melainkan juga dari tokoh seni pertunjukan Jaipongan-Bajidoran, terdapat penari/bajidor, yakni Gugum Gumbira. Ia se- repertoar khusus, baik penari (bajidor) mau- cara khusus mengakui kelihaian Namin dalam pun pengiring (pengendang) keduanya ke luar memainkan kendang secara improvisasi yang dari kebakuan pola lagu yang sudah ada. menjurus pada konsep ibing saka. Khusus bagi pengendang, bagian ini menuntut Hubungan ibing saka dan kreativitas kreativitas yang tinggi, sebab ia harus mampu Namin sebagai sosok personal yang memiliki ‚meladeni‛ atau ‚melayani‛ gerak sang baji- kompetensi dalam bidang Jaipongan-Bajidoran dor yang bersifat refleks. Dalam Jaipongan- juga diakui secara akademik. Seperti menurut Bajidoran, repertoar ini dapat ditemukan pada Suparli (Wawancara, di Bandung; 2016) yang bagian “pencugan.”1 Sementara itu pada reper- mengatakan bahwa ‚Namin memiliki kapasi- toar tari tayub, bagian ini identik dengan tas untuk merekomposisi tepak kendang yang konsep ‚ibing saka‛ yang keberadaannya jauh sesuai dengan keberadaan entitas Jaipongan lebih lama dibanding Jaipongan-Bajidoran. pada lokusnya. Ketika setiap penari berim- Jaipongan-Bajidoran bersama tayub memiliki provisasi, Namin tampil dinamis mengim- relasi yang cukup kuat, sebab pada perkem- bangi gerak tari Jaipongan yang saka‛. Hal itu bangannya, Bajidoran menjadi bentuk kesenian berbeda dengan konsep garap kendang Jai- tradisional yang populer seperti yang dikemu- pongan gaya Suwanda3 yang membentuk pola- kakan oleh Buky W (2008: 123) mengatakan pola tepak kendang yang diproyeksikan se- bahwa ‚kesenian ini penuh dengan nuansa bagai media apresiasi, sehingga gerak dan erotik perpaduan dari berbagai macam ke- pola tepak kendangnya mengandung unsur senian rakyat seperti dombret, banjet ketu kebakuan.4 ktilu, tayub dan seterusnya‛. Dengan demi- kian, bahwa konsep ibing saka hadir pada METODE kesenian Jaipongan-Bajidoran, sebab jika meru- Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, juk pada pernyataan tersebut menunjukkan kajian ini difokuskan untuk mengetahui bahwa ‚cikal-bakal‛ Jaipongan-Bajidoran tidak hubungan antara ‚ibing saka‛ dan kreativitas bisa dilepaskan dari tayub, atau paling tidak Namin sebagai seorang pengendang. Telaah tayub mempengaruhi Jaipongan-Bajidoran. ibing saka dan Namin ini memunculkan kon- Bagian ibing saka, menuntut kemampuan sekuensi padadi sejarah ibing saka yang di- ‚reflex‛ yang tinggi dari seorang pengendang. Oleh sebab itu, bagian ini merupakan bagian 2 Dalam tesis Oktriyadi (2017) kemampuan ini disebut sebagai kompetensi, di mana untuk 1 Oleh Mulyana (2004: 58) pencugan didefinisikan mencapai kompetensinya, diperlukan tahapan dan sebagai gerakan yang kuat dan terpatah-patah atau kemampuan khusus yang harus dilalui. menunjuk pada serangkaian jurus-jurus atau 3 Suwanda lebih dikenal dalam pertunjukan disebut juga ibing pola, biasanya dilakukan setelah jaipongan karya Gugum Gumbira gerakan bukaan. 4 (wawancara, Lili Suparli; 17 Maret 2017)

Makalangan Vol. 6, No. 1, Edisi Juni 2019| 23 tengarai memiliki hubungan langsung dengan masyarakat (bajidor) yang terlibat dalam per- tayub. Di samping itu, konsep kreativitas tunjukan tayub dan Jaipongan-Bajidoran. Namin secara personal memiliki perjalanan Secara etimologis, ‚Ibing saka‛ berarti panjang juga penting untuk dikaji berdasarkan tarian saka. Saka adalah dari akronim dari pendekatan teori kreativitas Rhodes. sakainget (bahasa Sunda) yang berarti seingat- Penelitian ini menggunakan teori krea- nya. Yang dimaksud adalah praktik bermain tivitas yang dikemukakan Rhodes (dalam musik sesuai dengan apa yang ada di kepala Munandar 2009: 20) tentang ‚Four P’s of pemain tanpa aturan baku. Dalam terminologi Creativity: Person, Process, Press, and Product”. musik disebut dengan istilah ‚improvisasi‛. Sedangkan menurut Torrance (dalam Munan- Ibing merupakan bahasa lokal yang artinya dar 2009: 20) bahwa ‚Four P’s atau konsep tari. Kata tersebut diperkirakan berasal dari empat P dalam konteks kreativitas mem- bahasa Jawa Tengahan. Gerakan tarinya ber- punyai hubungan saling keterkaitan dalam sifat improvisasi. Seperti yang dikemukakan keseluruhan proses kreativitas. Berikut ini oleh Sujana (2002: 33) bahwa: adalah penjelasan mengenai person (pribadi), Di Sunda, terdapat suatu genre yang disebut press (pendorong), process (proses) dan product Ibing Tayub, yakni ibing pergaulan yang me- nyajikan tarian secara improvisasi. Tari ter- (produk)‛. sebut berkembang mejadi Ibing Keurseus yang Penelitian dilakukan dengan metode kua- memiliki patokan atau pola baku. litatif. Seperti yang dikemukakan oleh Nasu- tion (1996: 5) bahwa: Adapun yang dikemukakan oleh Bandem Pendekatan ini berkaitan dengan studi di la- (1980-1981: 20) bahwa ‚di daerah Bali, istilah pangan dengan melakukan pengamatan ke- ibing/pengibing digunakan untuk menyebut- pada individu (Namin pemain kendang) dan kan tari/penari pria dalam tari pergaulan berinteraksi dengan mereka, serta memahami Joged‛. Dan Sementara di wilayah budaya ‘bahasa’ tafsiran tentang ‘dunia’ (kesenimanan) yang ditekuni. Bahasa tafsiran tidak dilihat dari Melayu Sujana (2002: 33) mengatakan, bahwa dunia kesenimanan atau pengalaman dan per- ‚istilah ngibing/mengibing diartikan sebagai juangan, melainkan pengetahuan (knowledge) tari atau menari yang dilakukan dalam tari dan cara (skill) Namin bermain musik, yakni cara menafsirkan repertoar Gending atau me- pergaulan Joget dan penari wanitanya pun respon permainan instrumen lain, sehingga in- disebut Joget‛. teraksi antara pemain kendang dengan penari atau bajidor, Methallophone (Gamelan), dan vokal (sinden) terjalin menjadi satu kesatuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Ibing Saka: Dari Tayub Hingga Bajidor Ibing Saka merupakan identitas kultural yang diekspresikan melalui bentuk seni per- tunjukan, khususnya melalui musikalitas kara- witan Sunda yang dalam hal ini spesifik pada; Gambar 1. Bajidor seni tayub hingga Jaipongan-Bajidoran. Ibing (Dokumentasi: Atang Suryaman, 2017) saka merupakan sebuah repertoar dalam seni pertunjukan yang memberikan kebebasan bagi

Makalangan Vol. 6, No. 1, Edisi Juni 2019| 24

2. Tayub dan Cikal-bakal Ibing Saka dah dan kemudian disebarluaskan. Karena itu Sebagaimana pemaparan sebelumnya, muncullah tari Keurseus. ibing saka relatif identik dengan seni tayub, hal Dalam beberapa sumber lain disebutkan tersebut juga dapat ditemukan dalam catatan bahwa, secara umum tari Tayub, didefinisikan formal terkait ‚ibing saka‛ dalam bentuk sebagai pengaruh dari kesenian Jawa Tengah tulisan ilmiah yang ditulis oleh Sopandi (1983) yang mengandung unsur keindahan dan ke- dalam deskripsi kesenian tayub. Secara umum, serasian gerak. Tari tersebut mirip dengan tari tayub dikenal juga dengan nama ‚tayuban‛, Gambyong dari Jawa Tengah yang ini biasa ‚nayub‛, ‚nayuban‛, dan oleh Rosidi (2005) dipergelarkan pada acara pernikahan, khi- ‚dikategorikan sebagai tari pergaulan yang tanan serta acara peringatan hari kemerdekaan populer di kalangan menak Sunda‛. Hal se- Republik Indonesia, hari jadi kabupaten, nada disampaikan Kurnia (2003) yang me- perayaan kemenangan dalam pemilihan ke- nyebutkan bahwa ‚tayub merupakan tari per- pala desa, acara bersih desa, dan lain-lain. gaulan di kalangan menak atau ‛. Anggota yang ikut dalam kesenian tersebut Dalam tari tayub, gerakan tidak mem- terdiri atas sinden, nayaga serta . punyai pola khusus dan dilakukan menurut Pelaksanaannya pada tengah malam, antara kehendak sesuai dengan perbendaharaan pukul 21.00 s/d 03.00 pagi. gerak yang dimiliki masing-masing penari. Beberapa tokoh agama Islam menganggap Karena sifatnya yang bebas itu, maka tayuban tari Tayub melanggar etika agama, dikarena- yang sebenarnya merupakan pertemuan sila- kan tarian ini sering dibarengi dengan minum- turahmi antar penari, berubah menjadi ge- minuman keras. Atas dasar itulah, maka tari langgang perebutan ronggeng. Mereka ter- dalam Tayuban kemudian ditertibkan. Rong- kadang menari sambil mabuk minuman keras. geng tidak lagi menari dan minuman keras Sekelompok penggemar tayub tidak me- ditiadakan. nyenangi keadaan demikian. Mereka kemu- Dalam beberapa hal, tayub juga sering dian berusaha menertibkan perilaku maupun diidentikkan dengan seni ketuk tilu. Salah satu tariannya. Demikian pula, minuman keras di- yang membedakan keduanya terletak pada larang. Ronggeng pun disuruh duduk saja dan perangkat musik yang digunakan. Di dalam tidak perlu menari. Gerakan tarinya mulai tayub, instrumen yang digunakan berupa diberi susunan tertentu sehingga terwujudlah gamelan lengkap, kemudian gelanggang yang sebuah tarian yang disebut ibing patokan/ibing. digunakan berada di suatu ruangan beratap. Salah satu pentolannya adalah kerabat Ka- Dalam catatan Sopandi (1983: 93) disebutkan, bupaten Sumedang, R. Gandakusuma yang di bahwa: kalangan tari Sunda dikenal sebagai Aom Tayuban diadakan untuk meramaikan acara Doyot, yang waktu itu menjabat sebagai camat khitanan, perkawinan, dan pesta-pesta lainnya. Leuwiliang, Bogor. Enoh Atmadibrata (dalam Pada peristiwa tersebut berdatangan tamu Ganjar Kurnia & Arthur S. Nalan 2003: 54-57) yang diundang, dan mereka duduk meng- hadap gelanggang yang disediakan untuk me- mengemukakan bahwa: nari tayub yang di belakangnya telah tersedia Salah satu penganut gaya Aom Doyot adalah seperangkat gamelan lengkap dengan sinden- R. Sambas Wirakusumah, yang masih kerabat nya. bupati Sumedang. Oleh Raden Sambas Wira- kusumah, baik gerakan maupun susunan ibing Selain itu menurut Sopandi (1983: 94) patokan ditingkatkan lagi, sehingga lebih mu- bahwa:

Makalangan Vol. 6, No. 1, Edisi Juni 2019| 25

Sinden dalam tayub berperan tidak hanya sebagai penyanyi tetapi juga menari melayani para tamu laki-laki yang menari. Tugas lain dari ronggeng adalah memungut sumbangan dari para penari yang disebut uang pamasak jika mereka selesai menari.

Sebelum tayuban dimulai, biasanya di- perdengarkan tatalu, yaitu sajian musik ber- nama Kebo Jiro dan dikhususkan untuk me- ngiringi kedatangan para tamu. Setelah tatalu, Gambar 2. Namin (Dokumentasi: Atang Suryaman, 2017) lalu dimainkan gending Jipang Karaton, kemudian gending Papalayon untuk meng- Hal ini menunjukkan bahwa Namin adalah iringi penyelenggara acara mempersilahkan suatu idiom karawitan, khususnya dalam tamu terhormat untuk memulai tayuban. tepak kendang. Oleh sebab itu ia diakui se- Tarian untuk mempersilahkan seorang tamu bagai sosok yang kreatif karena telah berhasil menari disebut Ngabaksaan. Penari yang nga- menciptakan sesuatu hal yang baru. Asep baksaan biasanya membawa baki yang diisi Saepudin (2010: 23) mengungkap ‚garap tepak sampur (soder) dan keris. Gerakan-gerakan kendang Namin berarti membahas seluk beluk yang dilakukannya adalah Baksarai dan Ma- dan tahapan-tahapan kegiatan yang dilalui mandapan. oleh Namin dalam menciptakan tepak kendang Sesampainnya dihadapan tamu terhormat, Jaipongan Bajidoran”. Untuk mengupas masa- kemudian penari duduk deku atau berdiri lah tersebut, teori Supanggah (2009: 298) yang merendah dan menyodorkan keris serta soder menyatakan bahwa: kepada tamu. Tamu yang menerima soder dan Pakem atau konvensi merupakan hasil proses keris tersebut kemudian tampil menari di seleksi dan kristalisasi dari kesenian klasik- tengah gelanggang. Menancapkan keris pada tradisional yang menumbuhkan kesepakatan sehingga menjadi aturan, norma dan hukum ikat pinggangnya dan soder diselipkan pada yang tak tertulis, yang dipatuhi bersama oleh keris. Kedua ujung soder terurai ke bawah. masyarakat karawitan. Dalam praktiknya, se- Sebelum menari, penari biasanya meminta ring terjadi ‚penyimpangan‛ dan ‚pelang- lagu kepada nayaga. Ia menari disertai tamu garan‛ terhadap pakem. Apabila itu dilakukan oleh tokoh atau Empu (master, maestro) biasa- lainnya dan yang menyertainya itu disebut nya akan diakui dan diikuti oleh pengrawit dengan mairan. Setelah menari selesai, keris yang lain. dan soder dikembalikan dan ia dengan suka rela menaruh uang di dalam bokor yang Garap adalah sebuah sistem kreativitas ditempatkan di muka gamelan. Uang yang dalam kesenian tradisi. Oleh sebab itu, dengan diberikan kepada ronggeng atau nayaga itu adanya proses garap yang dilakukan Namin, disebut uang pamasak. karawitan mampu mempertahankan hidup- nya, bahkan berkembang secara kuantitas dan 3. Kreativitas Namin kualitas. Lebih dari itu, karawitan telah Masyarakat Jaipongan-Bajidoran menempat- mampu menembus batasan daerah gaya, kan Namin sebagai tokoh penting dalam per- administrasi, politik, etnik dan budaya. Oleh kembangan Bajidoran, bahkan permainan ken- sebab itu pula, maka tidak heran jika gaya dangnya dikenal dengan istilah ‘gaya Namin’. Namin kemudian diikuti oleh seniman yang

Makalangan Vol. 6, No. 1, Edisi Juni 2019| 26 lain. Ia menjadi empu dalam bidang garap Gugum Gumbira memberikan penilaian tepak kendang Bajidoran-Jaipongan. bahwa, Namin memiliki kekhasan yang tidak dimiliki pengendang lainnya. Kekhasan itu a. Ibing Saka telah memperkaya khasanah garap kendang Perjalanan kreativitas Namin yang ber- dalam karawitan Sunda. Dalam penilaiannya, ujung pada terciptanya Grup Namin, bukan- Gugum Gumbira sepakat dengan penilaian lah perjalanan yang singkat. Perjalanan ter- yang disampaikan Suparli (Wawancara, di sebut bukan perjalanan instan seorang se- Bandung; 2016) di atas, kemudian melanjutkan niman dalam merespon suatu situasi. Jaja bahwa tepak kendang Namin identik dengan Suparman, salah satu pejabat Dinas Kebu- ‚kamonesan‛ atau ‚raehan‛ terutama dalam re- dayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang pertoar tertentu. Gugum lantas melanjutkan menyebutkan, bahwa Namin Grup merupa- bahwa tepak kendang Namin memberikan kan icon Kabupaten Karawang yang harus kenyamanan pada penari, dan tidak hanya dipertahankan eksistensinya agar kesenian pada penari saja melainkan pada juru kawih kliningan-Bajidoran tidak musnah ditelan za- dan pendengar. Hal tersebut disebabkan ka- man. Kenyataan tersebut diyakini sebagai rena dalam pandangannya, Namin berani bentuk nyata, bahwa kesenian masyarakat tampil beda, memiliki warna sendiri, dan setempat tetap hidup di tengah-tengah pen- terutama Namin selalu siap dengan peru- dukungnya dan terus berkembang seiring bahan, ujar Gugum Gumbira. dengan kehidupan masyarakat yang ada di daerahnya. Saking pentingnya Grup Namin, KESIMPULAN pejabat yang mewakili pemerintah berani me- Keberadaan konsep improvisasi yang me- nyebutkan bahwa Namin Grup adalah wakil nuntut kretivitas tinggi pengendang pada Jai- dari seni itu sendiri. Tentu saja, penilain di pongan memiliki hubungan yang erat dengan atas bukan tanpa alasan, sebab eksistensi konsep ibing saka pada repertoar seni tayub. sebuah grup tidak mungkin bisa terjadi dan Dengan demikian, sebagai seni rakyat, Jai- dapat dipertahankan apabila tidak dibarengi pongan Bajidoran dan tayub memiliki hubu- dengan kualitas karyanya. ngan yang saling berkaitan. Ibing saka sebagai Suparli (Wawancara, di Bandung; 2016) sebuah bagian repertoar dari pertunjukan tari berpendapat, bahwa: rakyat yang identik dengan tradisi ternyata Namin memiliki kapasitas untuk merekom- menuntut progresivitas dari pelakunya, hal ini posisi tepak kendang yang sesuai dengan menjawab stigma selama ini yang seolah seni keberadaan entitas Jaipongan pada lokusnya. tradisi tidak membutuhkan progresivitas, ke- Hal itu berbeda dengan konsep garap kendang Jaipongan gaya Suwanda yang membentuk baruan, dan kreatvitas. Namin, sebagai seni- pola-pola tepak kendang yang diproyeksikan man tradisi pada Jaipongan Bajidoran telah sebagai media apresiasi, sehingga gerak dan berhasil menunjukkan bahwa unsur improve- pola tepak kendangnya mengandung unsur kebakuan. Perbedaan garap Suwanda dan Na- sasi dalam seni tradisi memiliki keunikannya min dilakukan bukan untuk menilai mana tersendiri, di saat yang sama kreativitas Na- yang lebih baik dan mana yang kurang baik, min yang telah diakui oleh masyarakat dan tetapi secara komprehensif dan secara estetis, tokoh-tokoh di bidangnya menunjukkan bah- perjalanan musikalitas kedua tokoh tersebut telah memperkaya dan melahirkan bentuk mu- wa tradisi juga menuntut kreativitas agar tetap sikalitas yang baru. hidup. Kreativitas Namin dalam ‚ibing saka‛

Makalangan Vol. 6, No. 1, Edisi Juni 2019| 27 dengan sendirinya menunjukkan kompetensi Rahayu, Supanggah. 2009. ‚Bothekan Karawi- seorang pengendang yang mampu tampil tan II: Garap‛. Program Pascasarjana. ISI tidak hanya sebagai ‚tukang‛ melainkan telah Surakarta. menjadi ‚seniman‛. Saepudin, Asep. 2010. ‚Kreativitas Suanda da-

lam Tepak Kendang Jaipongan di Jawa DAFTAR PUSTAKA Barat‛. Tesis Sekolah Pascasarjana Uni- Herdiani, Een. 2012. ‚Ronggeng, Ketuk Tilu, versitas Gadjah Mada. Yogyakarta. dan Jaipongan; Studi Tentang Tari Rakyat di Priangan (Abad ke-19 sampai Awal Soepandi, Atik dan Maman Suaman. 1980. Abad ke-21). ‛Disertasi. Bandung: Univer- ‚Peranan dan Pola Dasar Peranan Ken- sitas Padjadjaran. dang Dalam Karawitan Sunda‛. Laporan penelitian yang dibiayai oleh Proyek Kurniati, Nia. 1995. ‚Asal Usul dan Perkem- Pengembangan Institut Kesenian. Ban- bangan Jaipongan Dewasa ini di Jawa dung. Barat‛. Tesis Sekolah Pascasarjana Univer-

sitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Univer-

sitas Gadjah Mada.

Mulyana, Edi. 2009. ‚Kreativitas Gugum Gum- bira dalam Penciptaan Jaipongan‛. Tesis untuk mencapai derajat S-2 pada Program Pengkajian Seni, Minat Studi Musik Nu- santara. Surakarta: Institut Seni Indonesia Surakarta.

Makalangan Vol. 6, No. 1, Edisi Juni 2019| 28