IMPLEMENTASI REGULASI PENYIARAN DALAM PROGRAM

DRAMA REALITY SHOW “REALIGI” DI TRANS TV

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Silvia Maulina NIM 107051102558

KONSENTRASI JURNALISTIK JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1432 H / 2011 M LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

IMPLEMENTASI REGULASI PENYIARAN DALAM PROGRAM DRAMA REALITY SHOW REALIGI DI TRANS TV

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Silvia Maulina NIM 107051102558

Di Bawah Bimbingan

Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si NIP 19760812 200501 1 005

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juni 2011

Silvia Maulina

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program Drama Reality Show REALIGI di Trans TV”. Telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidatullah Jakarta, pada tanggal 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata 1 (S.1) Pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Konsentrasi Jurnalistik.

Jakarta, 17 Juni 2011

Sidang Munaqosah

Ketua Sekretaris

Rubiyanah, MA Ade Rina Farida, M.Si

NIP.19730822 199803 2 001 NIP.197700513 200701 2 018

Penguji I Penguji II

Drs. Jumroni, M. Si Dra. Musfirah Nurlaili, MA

NIP. 19630515 199203 1 006 NIP. 19710412 200003 2 001

Pembimbing,

Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si

NIP 19760812 200501 1 005 ABSTRAK SILVIA MAULINA Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program Drama Reality Show REALIGI di Trans TV Reality show merupakan program yang marak hadir di televisi belakangan ini yang umumnya mengangkat kisah percintaan, eksploitasi kemiskinan, hipnotis dan lain sebagainya. Realigi mencoba menghadirkan tayangan reality show yang berbeda dengan konsep reality show pada umumnya, dengan basic pertobatan dan hadirnya pegawai Trans TV yang merangkap sebagai Host dan menggunakan seragam disetiap tayangannya. Realigi tayang Senin dan Rabu pukul. 20.00 WIB dengan genre drama reality show. Dalam setiap tayangannya, tentunya Realigi memiliki standar tertentu untuk mengimplementasikan regulasi penyiaran. Untuk mengetahui hal tersebut maka diajukan beberapa pertanyaan yaitu: Bagaimana implementasi Undang- undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 dalam program Realigi di Trans TV ? serta Bagaimana implementasi P3SPS dalam program Realigi di Trans TV ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka dilakukan penelitian dengan metodologi kualitatif. Adapun subjek penelitian adalah implementasi Undang- undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dalam program Realigi Trans TV. Sedangkan yang menjadi objeknya adalah Realigi Trans TV. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang kemudian di analisis dengan mereduksi data melalui proses analisis untuk memilih, memusatkan perhatian, meyederhanakan, mengabstraksikan serta mentransformasikan data yang muncul dari catatan-catatan di lapangan. Dalam penelitian ini digunakan Teori Ekonomi-Politik Komunikasi dari Vincent Mosco, yang berpendapat bahwa ekonomi politik komunikasi sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Konsep yang digunakan sebagai pisau analisis penelitian ini adalah komodifikasi. Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. Implementasi regulasi penyiaran dalam tayangan Realigi dinilai belum sepenuhnya menerapkan kaidah penyiaran. Terbukti ada beberapa pasal dalam Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 yang belum diterapkan dalam tayangan Realigi. Begitu juga halnya dengan P3SPS, Realigi tidak memperhatikan ketentuan yang ada didalamnya. Terbukti pula beberapa pasal telah dilanggar dalam tayangan tersebut. Dengan mengangkat dua episode, yakni episode Boneka Cantik dan Ibu Juga Manusia, terlihat jelas bahwa ada beberapa yang tidak menerapkan kaidah penyiaran, salah satunya adalah tayangan tersebut tidak sesuai dengan pasal 36 ayat 1, karena tayangan tersebut belum memberikan informasi yang bermanfaat bagi penonton. Bahkan sering kali dikhawatirkan dapat membawa dampak buruk bagi penontonnya. Beberapa kaidah penyiaran yang ada dalam P3SPS kerap kali dilanggar. Seperti pelanggaran pada pasal 12 mengenai konflik dalam keluarga.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas izinNya lah saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan waktu yang diinginkan.

Shalawat serta salam seantiasa terlimpahcurahkan kepada junjungan Nabi Besar

Muhammad SAW, keluarga, para sahabat, dan para pengikut setianya yang menjadi panutan bagi saya.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak merepotkan berbagai pihak untuk itu penulis tak lupa menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, Bapak Dr. H. Arief

Subhan, M.A, Pembantu Dekan I Bidang Akademik, Bapak Drs. Wahidin

Saputra, M.A, Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum, Bapak

Drs. Mahmud Jalal, M.A, serta Pembantu Dekan III Bidang

Kemahasiswaan, Bapak Drs Study Rizal, L.K, MA.

2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Ibu Rubiyanah, M.A beserta Sekretaris

Konsentrasi Jurnalistik, Ibu Ade Rina Farida, M.Si yang selalu berkenan

membantu saya dalam keperluan akademisi.

3. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Gun Gun Heryanto, S.Ag, M.Si yang

telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran disela-sela kesibukannya

untuk membimbing saya. Banyak ilmu yang saya dapat dari beliau.

4. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi atas bantuannya selama ini dalam keperluan akademisi

maupun surat-menyurat. 5. Kedua orangtua tersayang, Ibunda Susi Mutia dan Ayahanda Lili Ramli.

Yang selalu sabar, mendo‟akan saya dan memberikan saya support baik

lahir maupun batin, baik moril maupun materiil yang telah dikeluarkan

selama saya sekolah dan kuliah. Semua jasa kalian tak akan pernah bisa

tergantikan dengan apapun. Kasih sayang yang kalian berikan selalu

memberikan motivasi untukku.

6. Ketiga adikku Rayi, Achi dan Icha yang selalu menghibur disela-sela

kejenuhanku dalam menyelesaikan skripsi. Semoga kelak kalian menjadi

orang yang berhasil. Amiin.

7. Tim Realigi, Mas Ferry dan Ibu Gina Herlianawati, yang telah

meluangkan waktunya untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam skripsi

ini. Dan HRD Trans TV yang ternyata adalah teman lama, Anton. Terima

kasih telah membantu untuk bertemu dengan tim Realigi.

8. Keluarga besar Hasanudin, Tante Uup, Gadis, dan Nury. Yang selalu

mendo‟akan, memberikan bantuan serta semangat untukku. Especially,

Faisyal Ilham yang selalu setia menemani dan menghibur penulis dalam

penyelesaian skripsi ini, juga Jalu dan Karamel yang telah bersedia

mengantarku kemana-mana.

9. Teman-teman VOC, KOMKA, Forum Lenteng, dan teman-teman

Komunitas Djuanda Ray, Renald, Eni, Zen, Iril, Amoy, Jayu, Imam,

Umam, Tohir, Adit, Nisa, Rommy, Aby yang telah berbagi ilmu kreatifnya

kepadaku. Juga Galeri Tangsel dan Pemrednya yang memberi kenangan,

menginspirasi dan selalu menjadi motivator. 10. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2007, mereka yang menemani,

membantu, memotivasi dan menginspirasikan saya, Nana, Nunu, Nia,

Lola, Sintya, Ririn yang telah berbaik hati meminjamkan laptopnya

untukku, Ika, Cahya, Dita, Zabrina, Mawa, Zahra, Yanti, Rezza, Ipunk,

Dodo, Era, Ajat, Helmi, Alan, Anay, Beben, Fajar, Wahyu, Miral, Ibenk,

Kiki, Iman, Murni, Nadia, Zenal, Nujum. Terima kasih atas semangat

moril dan kebersamaan serta canda tawa selama 4 tahun ini.

11. Teman-teman KKS SMART, menjalani hari-hari bersama selama satu

bulan dan memberikan kenangan yang begitu manis. Juga keluarga Pak

Lurah dan Ibu Lurah Perigi yang baik hati.

12. Sahabat rumah, Resty dan warnetnya, yang berbaik hati membolehkan

saya internetan gratis. Makasih ya Ti…

13. Semua pihak dan teman-teman yang telah mendukung, mendoakan, dan

membantu saya dan tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan berlipat ganda.

Amiin. Dan semoga skripsi ini memberikan warna baru dalam ilmu jurnalistik dan komunikasi.

Jakarta, Juni 2011

Penulis

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ...... i

LEMBAR PERNYATAAN ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...... iii

ABSTRAK ...... iv

KATA PENGANTAR ...... v

DAFTAR ISI ...... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5

D. Metodologi Penelitian ...... 5

E. Tinjauan Pustaka ...... 9

F. Sistematika Penulisan ...... 10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Regulasi Media ...... 11

1. Definisi Implementasi………………………………………. 11

2. Definisi Regulasi ...... 11

3. Urgensi Regulasi ...... 11

4. Tipologi Regulasi ...... 12

5. Model Regulasi Penyiaran ...... 14

B. Konseptualisasi Penyiaran ...... 16

1. Definisi Penyiaran ...... 16

2. Dasar dan Tujuan Penyiaran ...... 17 3. Lembaga Penyiaran ...... 18

C. Konseptualisasi Reality Show ...... 20

1. Definisi Reality Show ...... 20

2. Jenis-jenis Reality Show ...... 20

D. Konseptualisasi Siaran Televisi ...... 22

1. Definisi Siaran Televisi ...... 22

2. Ciri Siaran Televisi ...... 22

3. Penggolongan Siaran Televisi ...... 23

4. Ragam Siaran Televisi ...... 23

E. Undang-undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 ...... 24

F. Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program Siaran (P3SPS) ...... 28

G. Teori Ekonomi Politik Komunikasi ...... 30

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Profil Trans TV...... 38

B. Penghargaan yang Pernah Diraih oleh Trans TV ...... 40

C. Coverage Area ...... 42

D. Program-program Reality Show Trans TV ...... 42

E. Profil Realigi Trans TV ...... 43

F. Redaksi Realigi Trans TV ...... 46

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Program Realigi sebagai Reality Show ...... 48

B. Implementasi Undang-undang Penyiaran No.32

Tahun 2002 dalam Program Realigi ...... 57 C. Implementasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar

Program Siaran (P3SPS) dalam Program Realigi ...... 66

1. Implementasi Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)

dalam Program Realigi ...... 67

2. Implementasi Standar Program Siaran (SPS) dalam

Program Realigi ...... 69

D. Bentuk-bentuk Pelanggaran Undang-undang

Penyiaran No.32 Tahun 2002 dalam Program Realigi ...... 78

E. Komodifikasi dalam Program Realigi ...... 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 92

B. Saran ...... 93

DAFTAR PUSTAKA ...... 94

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri penyiaran di Indonesia menunjukkan perkembangan yang

sangat pesat belakangan ini. Regulasi bidang penyiaran yang membawa

berbagai perubahan memberikan tantangan baru bagi pengelola media

penyiaran. Berbagai media penyiaran saat ini dimungkinkan untuk dibuka.

Industri penyiaran saat ini telah mencapai tingkat persaingan yang tajam

sehingga dibutuhkan strategi yang baik untuk memenangkan persaingan.

Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri

media massa khususnya televisi. Seiring dengan itu, kebutuhan masyarakat

terhadap informasi juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000

muncul hampir serentak lima televisi swasta baru (Metro, Trans, TV7,

Lativi, dan Global) serta beberapa televisi daerah yang saat ini jumlahnya

mencapai puluhan stasiun televisi lokal. Tidak ketinggalan pula

munculnya televisi berlangganan yang menyajikan berbagai program

dalam dan luar negeri.

Ketatnya persaingan dalam dunia penyiaran menuntut para rumah

produksi untuk menghasilkan suatu program yang banyak disukai

masyarakat. Tuntutan pasar menjadi tantangan bagi para pencipta program

televisi. Tidak cukup tantangan itu dihadapi dengan bekal apa adanya.

Diperlukan banyak konsep dan gagasan untuk mengembangkan daya kritis

dan kreatif untuk menghadapi tantangan itu. Program yang semakin

menarik merupakan salah satu kiat dari pengelola media untuk menarik perhatian masyarakat, disamping sebagai media informasi juga sebagai alat bisnis hiburan yang sengaja mencari keuntungan. Tak heran jika kini kita melihat banyak program baru yang tayang dilayar televisi. Jika dulu hanya ada program berita dan sinetron yang tayang setiap harinya, kini banyak program yang dihadirkan mulai dari program berita, sinetron, infotainment, kuis, acara musik, siraman rohani, bioskop keluarga, ajang pencarian bakat, hingga reality show yang banyak disukai oleh anak muda dan para ibu rumah tangga. Seperti Termehek-mehek (Trans TV), Jika Aku

Menjadi (Trans TV), Uya Memang Kuya (SCTV), Jalinan Kasih (RCTI),

Kontes Dangdut TPI (TPI), Take Me Out () dan Realigi (Trans

TV). Setidaknya acara tersebut memiliki rating yang cukup tinggi, jam tayang yang strategis merupakan penyebab naiknya rating sebuah acara

TV, materi yang disajikan tidak hanya dapat menghibur para penonton, tetapi juga mengeksploitasi emosi. Reality show yang tayang biasanya memiliki tema-tema menarik seperti percintaan, penghianatan, perselingkuhan, dan bahkan hal-hal mistik seperti perdukunan serta hal-hal yang berbau religi pun semakin membuat masyarakat seolah-olah tersihir untuk senantiasa menyaksikannya. Salah satu reality show yang berlatarbelakang keagamaan adalah Realigi yang tayang di Trans TV.

Realigi adalah drama reality yang sarat dengan siraman rohani.

Mengangkat kisah anak manusia yang berupaya / berusaha untuk mengajak orang terdekat (Orang tua, anak,sahabat, dll ) untuk kembali ke jalan yang benar. Program ini tidak menggunakan host. Disamping keberadaan Tim Trans TV, akan ada seorang konselor dan motivator (Ustadz,Psikolog, dll) bagi pelapor untuk mencari solusi yang terbaik.

Pelapor adalah orang terdekat dengan target. Di akhir cerita usaha menyadarkan target tidak selalu harus berhasil. Kamera akan selalu mengikuti pelapor dalam usahanya menyadarkan target (No- Hidden

Camera). Program acara Realigi merupakan suatu bentuk acara dakwah islamiyah atau yang disebut sebagai salah satu program keagamaan yang ditayangkan melalui stasiun Trans TV. Acara ini ditayangkan setiap hari

Senin dan Rabu, pukul 20.15 WIB. Dalam siarannya, program acara ini senantiasa menampilkan kesan yang berbeda serta keberhasilannya membuat seseorang kembali ke jalan yang benar. Menunjukan bahwa program acara Realigi terselenggara berkat adanya persiapan perencanaan yang matang.

Fenomena membanjirnya reality show di layar kaca menjadi menarik karena keakuratan reality show berada diantara fakta dan rekayasa, selain itu tema-temanya yang dinilai tidak mendidik mampu menimbulkan berbagai pengaruh buruk terhadap penonton. Masyarakat menengah ke bawah yang sudah tentu awam terhadap dunia pertelevisian tak banyak yang tahu bahwa acara realitas hanyalah kebohongan belaka.

Mereka terlalu fanatik dan menganggap bahwa kisah-kisah haru dan dramatik yang kebanyakan ditonjolkan oleh acara-acara realitas memang benar-benar terjadi dengan tanpa adanya skenario. Tayangan program reality show memiliki sisi buruk manakala privasi narasumber sudah tidak lagi diperhatikan dan hal ini tentu sangat melanggar norma ketimuran yang notabene telah dianut oleh bangsa Indonesia sejak lama. Media penyiaran harus berpedoman pada regulasi penyiaran yang telah ditetapkan dalam

UU Penyiaran No.32 Tahun 2002. Namun pada faktanya, ada beberapa

pengelola media yang mengabaikan regulasi tersebut dan hanya

menganggap sebagai formalitas belaka. Contohnya banyak suatu program

yang menayangkan adegan kekerasan, pemerkosaan, seks, mistik dan tak

terkecuali tayangan reality show. Dalam penayangannya, terdapat konflik

dalam keluarga yang terlalu diblow up oleh media, juga adegan kekerasan,

misalnya pemukulan, pengrusakan.

Melihat banyaknya tayangan pada program reality show yang

umumnya mengangkat konflik dalam keluarga, apakah dalam setiap

programnya reality show tersebut menerapkan kaidah-kaidah penyiaran?

Berdasarkan alasan tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat judul

“Implementasi Regulasi Penyiaran Dalam Program Drama Reality Show

Realigi di Trans TV.”

B. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan penelitian ini maka masalah hanya akan

peneliti batasi pada implementasi Undang-undang Penyiaran No. 32

Tahun 2002 khususnya mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program Siaran (P3SPS) pada program Realigi episode Boneka

Cantik dan episode Ibu Juga Manusia.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Undang-undang Penyiaran No.32 Tahun

2002 dalam program drama reality show Realigi di Trans TV ? 2. Bagaimana implementasi P3SPS dalam program drama reality show

Realigi di Trans TV ?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

bagaimana implementasi UU Penyiaran No.32 tahun 2002 dan P3SPS

dalam program Realigi.

E. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Manfaat penelitian ini adalah memberikan kontribusi mengenai

regulasi penyiaran. Apakah sudah diimplementasikan secara tepat oleh

program drama reality show Realigi di Trans TV.

2. Praktis

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaimana

implementasi regulasi penyiaran dalam sebuah program drama reality

show.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

kualitatif. Dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif.

Metode penelitian kualitatif ini menitikberatkan pada data-data

penelitian yang akan dihasilkan melalui pengamatan, wawancara dan

studi dokumentasi. Peneliti berusaha menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan dianggap akurat serta menuangkannya kedalam

konteks penulisan skripsi dengan cara menjabarkan, menerangkan,

memberikan gambaran dan mengklasifikasi serta menginterpretasikan

data yang terkumpul secara apa adanya terlebih dahulu, kemudian

menarik kesimpulan atas permasalahan yang berkaitan dengan hal

tersebut. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme,

menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti responden

untuk merekonstruksi realitas yang diteliti, melalui metode-metode

kualitatif seperti participants observartion. Tujuan penelitian dengan

menggunakan paradigma konstruktivisme yakni merekonstruksi

realitas sosial secara dialektis antara peneliti dan yang diteliti.

Paradigma ini berpendapat bahwa realitas merupakan konstruksi

sosial. Kebenaran realitas adalah relatif, berlaku sesuai konteks

spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.1 Memahami suatu

realitas atau temuan suatu penelitian merupakan suatu produk interaksi

peneliti dengan yang diteliti. Tujuan-tujuan penelitian dari paradigma

ini diarahkan untuk menghasilkan berbagai pemahaman yang bersifat

rekonstruksi, yang didalamnya kriteria kaum positivis tradisional

tentang validitas internal dan eksternal digantikan dengan terma-terma

sifat layak dipercaya (trustworthiness) dan otentisitas (authenticity).

2. Subjek dan Objek Penelitian

1 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 36

Subjek dalam penelitian ini adalah implementasi Undang-undang

Penyiaran No.32 Tahun 2002 dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan

Standar Program Siaran (P3SPS). Sedangkan yang menjadi objek

penelitian adalah program drama reality show Realigi di Trans TV.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi, adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematika

fenomena-fenomena yang diselidiki. Peneliti menonton tayangan

program drama reality show Realigi di Trans TV guna mencari

data mengenai acara tersebut.

b. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data)

kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau

direkam.2 Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan

narasumber guna memperoleh keterangan yang sebenarnya.

Dalam penelitian ini peneliti mengadakan wawancara dengan

Senior Kreatif, Host serta penonton program Realigi.

c. Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai variabel berupa

catatan, buku, majalah, internet dan lain sebagainya dengan cara

pengumpulan data-data mengenai hal-hal yang akan diteliti.

Peneliti menggunakan satu unit kamera untuk pelengkap dalam

pendokumentasian.

4. Teknik Analisis Data

2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), h. 45

Peneliti menggunakan reduksi data dalam skripsi ini. Reduksi data

merupakan proses analisis untuk memilih, memusatkan perhatian,

meyederhanakan, mengabstraksikan serta mentransformasikan data

yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Mereduksi data berarti

membuat rangkuman, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-

hal penting, mencari tema dan pola, serta membuang yang dianggap

tidak perlu. Dengan demikian, data yang direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih spesifik dan mempermudah peneliti melakukan

pengumpulan data selanjutnya serta mencari data tambahan jika

diperlukan. Tesch (1990) memberikan delapan langkah untuk

dipertimbangkan3 :

1. Pahami catatan secara keseluruhan. Baca semua catatan dengan

teliti. Mungkin tulis sejumlah ide yang muncul.

2. Pilih satu dokumen (satu wawancara) – yang paling menarik, yang

singkat, yang ada ditumpukan paling atas. Pelajari dokumen

tersebut, tanyakan kepada diri sendiri, dokumen ini tentang apa?

Jangan pikirkan “substansi” informasi, tetapi makna pokoknya.

Tulis pikiran-pikiran Anda di pinggir halaman.

3. Setelah selesai melakukan proses ini untuk beberapa informan, buat

daftar seluruh topik. Kelompokkan topik-topik yang sejenis.

Masukkan topik-topik ini ke dalam kolom-kolom topik penting,

topik unik dan sisanya.

3 John W. Creswell, Research Design, h. 148 4. Sekarang ambil daftar itu dan kembali ke data Anda. Singkatlah

topik-topik tersebut dalam menjadi kode dan tulis kode tersebut di

sebelah bagian-bagian naskah yang sesuai. Cobalah skema

pengaturan awal ini untuk melihat apakah muncul kategori dan

kode baru.

5. Cari kata paling deskriptif untuk topik Anda dan ubah topik

tersebut ke dalam kategori-kategori. Kurangi daftar kategori

dengan mengelompokkan topik-topik yang saling berhubungan.

Mungkin tarik garis antara kategori-kategori untuk memperlihatkan

hubungan.

6. Buat keputusan terakhir tentang singkatan setiap kategori dan

urutkan kode-kode tersebut menurut abjad.

7. Kumpulkan materi data setiap kategori dalam satu tempat dan

lakukan analisa awal.

8. Jika perlu, kodekan kembali data yang sudah ada.

Delapan langkah ini memandu peneliti dalam proses sistematis

analisa data tekstual.

G. Tinjauan Pustaka

Beberapa judul skripsi yang membuat peneliti terinspirasi untuk

mengangkat judul Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program

Drama Realigi di Trans TV, antara lain :

1. “Implementasi Jurnalistik Investigasi dalam Program Reportase

Investigasi di Trans TV” karya Ratnawati, Fakultas Ilmu Dakwah dan

Komunikasi, jurusan Konsentrasi Jurnalistik lulus tahun 2008, skripsi ini membahas tentang bagaimana redaksi Reportase Investigasi dalam

mengimplementasikan jurnalisme investigasi.

2. “Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program Berita Kriminal

SERGAP di RCTI” karya Siti Aisah, Fakultas Ilmu Dakwah dan

Komunikasi, jurusan Konsentrasi Jurnalistik lulus tahun 2010, skripsi

ini membahas tentang implementasi pasal 48 ayat 4 poin D dalam

program berita kriminal SERGAP di RCTI.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang

diuraikan dalam penelitian ini, maka peneliti membagi sistematika

penyusunan ke dalam lima bab.

Bab I, pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian,

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

Bab II, kajian teori yang terdiri dari regulasi media, konseptualisasi

penyiaran, konseptualisasi reality show, konseptualisasi siaran televisi,

Undanng-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002, Pedoman Perilaki

Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), serta teori ekonomi

politik komunikasi.

Bab III, gambaran umum, meliputi profil Trans TV, penghargaan yang

pernah diraih oleh Trans TV, coverage area, program-program reality

show Trans TV, profil Realigi Trans TV, dan redaksi Realigi Trans TV.

Bab IV, temuan dan analisa data, diantaranya program Realigi sebagai

reality show, implementasi Undang-undang Penyiaran No.32 Tahun 2002, dan P3SPS dalam program Realigi, bentuk-bentuk pelanggaran Undang- undang Penyiaran No.32 Tahun 2002, dan P3SPS dalam program Realigi, serta komodifikasi program Realigi.

Bab V, penutup, berisi kesimpulan dan saran.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Regulasi Media

1. Definisi Implementasi

Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,

kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,

keterampilan, maupun nilai, dan sikap. Implementasi dapat berarti

“put something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan

efek/dampak).4

Esensinya implementasi adalah suatu proses, suatu aktivitas yang

digunakan untuk mentransfer ide/gagasan, program atau harapan-

harapan yang dituangkan dalam bentuk kurikulum desain (tertulis)

agar dilaksanakan sesuai dengan desain tersebut.

2. Definisi Regulasi

Dalam sebuah karya, Ogus (1994) Selznick (1985) membahas

definisi tentang regulasi, yakni menunjukkan peraturan yang

berkelanjutan, terfokus dan terkontrol yang dilakukan oleh sebuah

lembaga publik melalui kegiatan yang sedang dilakukan oleh sebuah

komunitas (Selznick 1985: 363).5

Regulasi adalah semua proses yang mempunyai fungsi mengubah

proses lain, pengalaman aksi, yang ditimbulkan oleh suatu situasi

4 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya), h. 31 5 Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, (Edinburgh University Press) h. 202 stimulus. Dengan demikian ada dualisme regulasi, yakni sebagai

kegiatan yang mengatur dan sebagai kegiatan yang diatur.6

3. Urgensi Regulasi

Regulasi penyiaran di Indonesia diatur dalam UU Penyiaran No.32

Tahun 2002. Dengan adanya UU tersebut, penyelenggaraan penyiaran

mendapat kepastian hukum dan menjadi lebih tertib. Di antara hal yang

sangat penting dengan adanya UU Penyiaran ialah dengan diakuinya

lembaga penyiaran swasta. Sebelumnya yang diakui keberadaannya

hanyalah lembaga penyiaran pemerintah, yaitu TVRI dan RRI.

Ada tiga hal mengapa regulasi penyiaran dipandang urgent.

Pertama, dalam iklim demokrasi kekinian, salah satu urgensi yang

mendasari penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia

tentang kebebasan berbicara (freedom of speech), yang menjamin

kebebasan seseorang untuk memperoleh dan meyebarkan pendapatnya

tanpa adanya intervensi, bahkan dari pemerintah. Nilai demokrasi

karenanya menghendaki kriteria yang jelas dan fair tentang pengaturan

alokasi akses media. Kedua, demokrasi menghendaki adanya “sesuatu”

yang menjamin keberagaman politik dan kebudayaan, dengan

menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas.

Hal lain adalah adanya hak privasi seseorang untuk tidak menerima

informasi tertentu. Dalam hal tertentu, kebebasan untuk

menyampaikan informasi memang dibatasi oleh hak privasi seseorang.

6 Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:Kencana, 2007) h. 67

Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan.

Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media.

Sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak

berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya

tentang pasar bebas dan AFTA.7

4. Tipologi Regulasi

Dalam buku Mike Feintuck, Black mendefinisikan beberapa arti

dari regulasi. Pertama, regulasi adalah pemberitahuan aturan

pemerintah disertai dengan mekanisme pemantauan dan penegakan,

melalui lembaga spesialis publik. Kedua, setiap bentuk intervensi

negara dalam hal perekonomian, dapat diatur. Ketiga, regulasi adalah

mekanisme kontrol sosial atau pengaruh semua aspek perilaku dari

segi apapun, secara sengaja atau tidak. (Black 2002: 18).8

Menurut Mike Feintuck (1998), berisi tiga komponen yang

meliputi regulasi penyiaran, yaitu: 9

1. Regulasi Struktur (Structural Regulation)

Yakni berisi kepemilikan media oleh pasar. Maksudnya

adalah bahwa frekuensi radio atau televisi yang diberikan

pemerintah kepada penyelenggaraan media, ada hak

kepemilikan masyarakat. Jadi, pasar disini maksudnya adalah

masyarakat. Kepemilikan masyarakat itu adalah hak

masyarakat untuk mengetahui informasi dan merupakan

7 Ibid, h. 43 8 Ibid, h. 202 9 Ibid, h. 51 kewajiban media untuk memberikan informasi kepada

masyarakat. Informasi itu bisa berupa pendidikan, ekonomi,

sosial, politik, kriminal, dan lain-lain. Pemerintah dalam hal ini

tidak memberikan frekuensi secara gratis kepada media, justru

media mempunyai kewajiban untuk memberikan pencerahan

kepada masyarakat.

2. Regulasi Tingkah Laku (Behavioral Regulation)

Dimaksudkan untuk mengatur tata laksana pengunaan

property dalam kaitannya dengan kompetitor. Regulasi tingkah

laku tergantung kepada kreatifitas dan ide-ide dari setiap media

itu sendiri dan tidak ada hubungannya dengan media lain.

Sifat regulasi tingkah laku tidak mengikat seperti regulasi

struktur karena tidak ada peraturan yang tertulis kepada sebuah

media untuk menggunakan properti seperti apa dalam

menayangkan sebuah tayangan.

3. Regulasi Isi (Content Regulation)

Berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk

disiarkan. Sebelum sebuah tayangan disiarkan, dilakukan

sensor terlebih dahulu agar tidak melanggar UU Penyiaran.

5. Model Regulasi Penyiaran

Dalam hubungannya dengan model kepemerintahan, model

regulasi penyiaran dibagi menjadi lima, yakni:

a. Model Otoriter Ciri khas dalam model ini adalah kuatnya lembaga sensor

terutama yang menyangkut keberbedaan. Hal ini sebagai

konsekuensi keberbedaan yang dipandang sebagai suatu yang

tidak berguna dan cenderung tidak bertanggung jawab karena

kadang kala bersifat subversif. Sebaliknya, konsensus dan

standarisasi dilihat sebagai tujuan dari komunikasi massa.

Dunia penyiaran selama Orde Baru praktis berada pada kondisi

seperti ini. Tujuan dalam model ini lebih sebagai upaya

menjadikan penyiaran sebagai alat negara. Radio dan televisi

sedemikian rupa diarahkan untuk mendukung kebijakan

pemerintah dan melestarikan kekuasaan. b. Model Komunis

Dalam model komunis, penyiaran memiliki semacam

tritunggal fungsi, yaitu propaganda, agitasi, dan organisasi.

Aspek lain yang membedakan model ini dari model otoriter

adalah dilarangnya kepemilikan swasta, karena media dalam

model ini dilihat sebagai milik kelas pekerja, dan media

merupakan sarana sosialisasi, edukasi, informasi, motivasi, dan

mobilisasi. c. Model Barat-Paternalistik

Sistem penyiaran ini banyak diterapkan oleh negara-negara

Eropa Barat semisal Inggris. Disebut “Paternalistik”, karena

sifatnya yang top-down, dimana kebijakan media bukan apa

yang audien inginkan tapi lebih sebagai keyakinan penguasa bahwa kebijakan dibuat memang dibutuhkan dan diinginkan

oleh rakyat. Dalam model ini, penyiaran juga memiliki „tugas‟

untuk melekatkan fungsi-fungsi sosial individu atas lingkungan

sosialnya.

d. Model Barat-Liberal

Secara umum sama dengan model Barat-Paternalistik,

hanya berbeda dalam fungsi media komersialnya. Disamping

sebagai penyedia informasi dan hiburan, media juga memiliki

fungsi “mengembangkan hubungan yang penting dengan

aspek-aspek lain yang mendukung independensi ekonomi dan

keuangan”.

e. Demokratis-Participan Model

Model ini dikembangkan oleh mereka yang mempercayai

sebagai powerfull medium, dan dalam banyak hal terinspirasi

oleh mazhab kritis. Termasuk dalam model ini adalah berbagai

media penyiaran alternatif. Sifat komunikasi dalam model ini

adalah dua arah (two-way-communication).

B. Konseptualisasi Penyiaran

1. Definisi Penyiaran

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana

pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut, atau di antariksa

dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan

bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.10

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa penyiaran

adalah proses pemancarluasan siaran dengan menggunakan gelombang

elektromagnetik melalui jalur darat, laut,udara secara serentak dengan

media penyiaran. Penyiaran pada hakikatnya adalah salah satu

keterampilan dasar manusia ketika berada pada posisi tidak mampu

untuk menciptakan dan menggunakan pesan secara efektif untuk

berkomunikasi. Penyiaran dalam konteks ini adalah alat untuk

mendongkrak kapasitas dan efektivitas komunikasi massa.

2. Dasar dan Tujuan Penyiaran

Dalam UU No.32 Tahun 2002 pasal 2 tentang dasar penyiaran

dikatakan bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,

keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung

jawab.11

Tentang tujuan penyiaran pasal 3 UU ini menyatakan bahwa

penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh

integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman

dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan

10 Ibid, h. 76 11 Sudirman Tebba, Hukum Media Massa Nasional, (Ciputat: Pustaka Irvan, 2007), h. 12

kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.12

Selanjutnya fungsi penyiaran dalam pasal 4 dikatakan bahwa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Selain itu, penyiaran juga berfungsi ekonomi dan kebudayaan.

Kemudian pasal 5 menyatakan bahwa penyiaran diarahkan untuk:

a. menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara republik;

b. menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta

jati diri bangsa;

c. meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

d. menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;

e. meningkatkan kesadaran ketaatan hukuman disiplin bangsa;

f. menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif

masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta

melestarikan lingkungan hidup;

g. mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan

yang sehat di bidang penyiaran;

12 Sudirman Tebba, Hukum Media Massa Nasional, h. 13

h. mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat,

mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa

dalam era globalisasi.

i. memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung

jawab;

j. memajukan kebudayaan nasional.13

3. Lembaga Penyiaran

Dalam UU No.32 Tahun 2002, lembaga penyiaran adalah

penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga

penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga

penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan

tanggung jawabmya berpedoman pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Hal ini diatur dalam pasal 13, pertama, jasa penyiaran

terdiri atas jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi. Kedua, jasa

penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diselenggarakan oleh:

a. Lembaga Penyiaran Publik,

Adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum

yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak

komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk

kepentingan masyarakat.

b. Lembaga Penyiaran Swasta,

13 Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:Kencana, 2007) h. 78 Adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial

berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya

hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan televisi.

c. Lembaga Penyiaran Komunitas

Merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan

hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat

independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah,

luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani

kepentingan komunitasnya.

d. Lembaga Penyiaran Berlangganan

Merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum

Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa

penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh

izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.

C. Konseptualisasi Reality Show

1. Definisi Reality Show

Reality show adalah genre acara televisi yang menggambarkan

adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario,

dengan pemain yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pemeran.

Acara dokumenter dan acara seperti berita dan olahraga tidak termasuk

reality show. Reality show umumnya menampilkan kenyataan yang

dimodifikasi, seperti menaruh partisipan di lokasi-lokasi eksotis atau

situasi-situasi yang tidak lazim, memancing reaksi tertentu dari partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknik-teknik pascaproduksi

lainnya.14

Reality show biasanya menggunakan tema seperti persaingan,

problema hidup, kehidupan sehari-hari seorang selebritis, pencarian

bakat, pencarian pasangan hidup, rekayasa jebakan, mengajak

seseorang untuk menjadi lebih baik dan diangkatnya status seseorang

dengan diberikan uang banyak, atau yang perbaikan kondisi barang

kepemilikan seperti perbaikan rumah atau perbaikan mobil.

2. Jenis-jenis Reality Show

Terdapat beberapa penggologan dari reality show:15

1. Documentary-Style, dalam tayangannya reality show jenis ini

memberikan kesan nyata dengan mengikuti keseharian

seseorang. Ada beberapa tema seperti: lingkungan hidup,

selebritis, dan kegiatan seorang tokoh.

2. Competition/Game Shows, para peserta berkompetisi untuk

memenangkan hadiah yang dijanjikan sebelum mereka

mengikuti kompetisi. Para peserta akan tinggal dalam satu atap,

lalu peserta akan dihapus sampai hanya satu orang yang

kemudian dinyatakan sebagai pemenang. Peserta akan

dikeluarkan satu per satu secara berkala, dengan cara

pemungutan suara dilakukan oleh pemirsa, peserta acara

14 Morissan, Manajemen Media Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 98

15 www.wikipedia.org tersebut, panel hakim, atau beberapa kombinasi dari ketiganya.

Contohnya: Penghuni Terakhir dan Big Brother.

3. Make Over, merekomendasikan seseorang untuk diubah

penampilannya, membawa orang tersebut bertemu dengan para

pakar yang bisa mengubah penampilannya menjadi lebih

menarik. Misalnya MTv Make Over.

4. Renovation, merubah rumah, ruang kerja seseorang atau

kendaraan miliknya menjadi lebih bagus. Misalnya

memperbaiki sebuah mobil yang sudah tidak layak pakai

menjadi sebuah mobil seperti baru. Contohnya: Pimp My Ride.

5. Dating Shows, menampilkan tayangan dimana seseorang

dipertemukan dengan pasangannya disebuah tempat. Misalnya:

Blind Date.

6. Talk Show, mendiskusikan topik yang dipilih dengan tamu dan

dipandu oleh seorang Host. Misalnya: Kick Andy.

7. Hidden Cameras, program yang tujuannya adalah untuk

menakut-nakuti kontestan bukan hanya membingungkan atau

menghibur mereka. Misalnya: Paranoid, Jail.

8. Supernatural and Paranormal, menempatkan peserta ke dalam

suatu tempat yang menakutkan tanpa didampingi oleh

siapapun, hanya diawasi dengan beberapa kamera disudut-

sudut tempat tersebut. Misalnya: Dunia Lain.

D. Konseptualisasi Siaran Televisi

1. Definisi Siaran

Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara,

gambar, atau suara dan gambar yang berbentuk grafis, karakter, baik

yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui

perangkat penerima siaran.16

2. Ciri Siaran Televisi

Kebijaksanaan umum siaran televisi akan dilatarbelakangi oleh

keadaan Negara masing-masing. Secara universal penyelenggara siaran

televisi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:17

1. Mampu memberi informasi (informatif)

2. Mampu mendidik penonton (edukatif)

3. Mampu mempengaruhi penonton (persuasif)

4. Mampu menghibur penonton (entertaining)

5. Mampu menakuti penonton

Yang dimaksudkan dengan acara yang mampu memberi informasi

adalah yang dapat memberi petunjuk, pemecahan masalah atau

menambah wawasan. Paling tidak dapat memberi penjelasan secara

mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum. Dengan demikian,

secara tidak langsung dapat mendidik penonton untuk berbuat yang

benar, tidak terkecoh oleh kata-kata atau adegan yang

memutarbalikkan fakta.

16 Ibid, h. 209 17 RM Soenarto, Programa Televisi: Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran (Jakarta:FFTV-IKJ PRESS, 2007) h. 1 3. Penggolongan Siaran Televisi

Dilihat dari penggolongan penyelenggaraan siaran televisi,

penyelenggaraan siaran itu terdiri dari lima kategori, yakni:18

1. Televisi yang berazaskan siaran umum (general television)

2. Televisi yang berazaskan siaran pendidikan (instructional TV)

3. Televisi bukan siaran (close circuit)

4. Televisi kabel/televisi berlangganan

5. Televisi pemberitaan

4. Ragam Siaran Televisi

Ada beberapa ragam siaran televisi yang didasarkan jangkauan

penrimaan siaran, yakni: siaran lokal, siaran regional, siaran jaringan

atau network, dan siaran berlangganan.19

a. Siaran Lokal

Sebagaimana namanya, siaran lokal disiapkan untuk

konsumsi lokal. Dalam siarannya, bahasa yang dipakai bisa

bahasa daerah setempat untuk acara-acara tertentu (misalnya:

wayang, ketoprak, ludruk, dan sejenisnya), namun bahasa

pengantarnya tetap bahasa Indonesia.

b. Siaran Regional

Siaran regional diartikan sebagai siaran yang mencakup

dari ebberapa daerah, dari berbagai stasiun televisi daerah,

yang diikat oleh persamaan kultur, atau kulturnya berdekatan.

18 Ibid, h. 3 19 Ibid, h. 21 Biasanya siaran regional dilakukan bersama dengan beberapa

stasiun penyiaran lokal.

c. Siaran Berlangganan

Yang dimaksudkan dengan televisi berlangganan,

sebagaimana namanya, adalah siaran yang melayani

penontonnya dan untuk jasa layanan itu, penonton harus

membayar bisa per bulan, per dua bulan, per enam bulan, atau

bahkan hitungan tahun. Berbeda dibandingkan dengan siaran

umumnya televisi yang tak memungut bayaran sama sekali.

E. Undang-undang Penyiaran No.32 Tahun 2002

Kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan

memperoleh informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat dan

merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara yang demokratis. Dengan demikian,

kemerdekaan atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh

negara.20

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah

melahirkan masyarakat informasi yang makin besar tuntutannya

akan hak untuk mengetahui dan hak untuk mendapatkan informasi.

Informasi telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat dan telah

menjadi komoditas penting dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

20 www.KPI.go.id Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi tersebut telah

membawa implikasi terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di

Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk

pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam

mengembangkan alam demokrasi di negara kita. Penyiaran telah

menjadi salah satu sarana berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga

penyiaran, dunia bisnis, dan pemerintah. Perkembangan tersebut telah

menyebabkan landasan hukum pengaturan penyiaran yang ada selama

ini menjadi tidak memadai.

Undang-undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 ini terdiri dari 12 bab, yang semua pasalnya mengatur tentang kehidupan dunia penyiaran. Mulai dari fungsi penyiaran sampai sanksi administratif bila terjadi pelanggaran dalam sebuah siaran. Dalam pasal 36 ayat 1 dijelaskan bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Hal ini menunjukkan bahwa penyiaran menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis.

Undang-undang ini juga mengatur tayangan mana yang boleh atau tidak untuk disiarkan, hal ini termaktub dalam Bab V tentang pedoman perilaku penyiaran. Sanksi administratif juga dijelaskan dalam Bab

VIII, bagi mereka yang melanggar sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 55 ayat 1. Ketentuan tentang isi siaran, bahasa siaran yang digunakan dalam setiap siaran dalam atau luar negeri, relai dan siaran bersama, kegiatan jurnalistik, hak siar, ralat siaran, arsip siaran, siaran iklan, hingga sensor isi siaran dibahas dalam Bab IV pada undang- undang ini.

Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran bahwa penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu atau orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu atau orang lain, memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional, serta pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya asing.21

Menjelaskan bahwa semua tayangan televisi harus mengandung salah satu unsur yang telah disebutkan di atas. Hal yang penting peranannya dalam perkembangan media massa di Indonesia adalah etika penyiaran. Peraturan yang dikategorikan sebagai etika penyiaran disini adalah Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

(P3SPS) yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

21 www.KPI.go.id berdasarkan Keputusan KPI Nomor 009/SK/KPI/8/2004. Dalam

Undang-undang Penyiaran No.32 Tahun 2002 pada Bab 5 tentang

Pedoman Perilaku Penyiaran dalam pasal 48 disebutkan bahwa:

Pertama, pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI.

Kedua, Pedoman perilaku penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada :

a. nilai-nilai agama, moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.

Ketiga, KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran kepada Lembaga Penyiaran dan masyarakat umum.

Keempat, pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

a. rasa hormat terhadap pandangan keagamaan.

b. rasa hormat terhadap hal pribadi.

c. kesopanan dan kesusilaan.

d. pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme.

e. perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan.

f. penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak.

g. penyiaran program dalam bahasa asing.

h. ketepatan dan kenetralan program berita.

i. siaran langsung, dan j. siaran iklan.

Kelima, KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran. 22

F. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)

Pada tanggal 1 September 2004 KPI mengeluarkan keputusan

tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran

(SPS). Keputusan KPI bernomor 009/SK/KPI/8/2004 itu memuat

sembilan bab dan 82 pasal. KPI sebagai lembaga negara independen

berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Penyiaran kedua

diwajibkan untuk menetapkan pedoman perilaku penyiaran, serta

mengawasi dan memberikan sanksi atas pelanggaran peraturan

tersebut.23

P3 merupakan produk KPI yang mengandung ketentuan-ketentuan

mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dalam proses pembuatan

program siaran, sedangkan SPS memuat ketentuan-ketentuan secara

lebih spesifik megenai apa yang boleh dan tidak boleh tersaji dalam

siaran. Pemberlakuan P3 dan SPS didasarkan pada amanat Undang-

Undang Penyiaran 2002 yang mewajibkan KPI selaku lembaga negara

independen untuk menetapkan pedoman perilaku penyiaran, serta

mengawasi dan memberikan sanksi atas pelanggaran pedoman

tersebut.24

P3SPS itu ditetapkan untuk mengatur perilaku lembaga penyiaran

dan mengatur lembaga lain yang terlibat dalam dunia penyiaran

22 www.KPI.go.id diakses 20 Maret 2011 pukul 20.00 WIB 23 Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:Kencana, 2007) h. 172 24 Ibid, h. 174 Indonesia. Ini sebagai konsekuensi lembaga penyiaran menjalankan aktivitasnya menggunakan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam terbatas sehingga pemanfaatannya harus senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat sebesar-besarnya.

P3SPS tersebut baru mengatur media televisi dan radio, tidak termasuk televisi atau radio kabel dan satelit. KPI mengatakan bahwa pengaturan mengenai hal tersebut akan ditetapkan dalam Surat

Keputusan (SK) tersendiri.

Dalam pelanggaran P3SPS, UU Penyiaran pun mengancam memberikan sanksi terberat pada media yang melanggar dengan pencabutan izin siaran. Namun demikian, KPI akan memberi sanksi berjenjang. Jenjang sanksi pertama adalah klarifikasi keluhan masyarakat kepada media yang bersangkutan atas siarannya yang dianggap melanggar P3SPS. Bila pada tahap pertama masyarakat atau

KPI menemukan adanya kemungkinan pelanggaran, dicabut izinnya setelah melalui proses peradilan. Sebelum KPI mengeluarkan P3SPS, beberapa bulan sebelumnya Asosiasi Televisi Swasta Indonesia

(ATVSI) telah menerbitkan kode etik sendiri yang berjudul Pedoman

Perilaku Televisi (PPT). Namun oleh KPI pedoman tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum, karena dibuat oleh lembaga diluar

KPI. Sementara menurut UU Penyiaran, yang berwenang membuat standar program siaran adalah KPI.25

25 Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta:Kencana, 2007) h. 17 G. Teori Ekonomi Politik Komunikasi

Pada perkembangannya ekonomi politik mengaitkan aspek

ekonomi (seperti kepemilikan dan pengendalian media), keterkaitan

kepemimpinan dan faktor-faktor lain yang menyatukan industri media

dengan industri lainnya, serta hubungannya dengan elit-elit politik,

ekonomi, sosial.

Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan Vincent Mosco,

dapat diartikan sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya

yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi,

distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi.26

Mosco merumuskan empat karakteristik penting mengenai

ekonomi-politik. Pertama, ekonomi-politik merupakan bagian dari

studi mengenai perubahan sosial dan transfomasi sejarah. Dalam hal

ini terdapat varian yang berbeda, ada yang critical dan ada juga yang

liberal.

Kedua, ekonomi-politik mempunyai minat dalam menguji

keseluruhan sosial atau totalitas dari hubungan sosial yang meliputi

bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya dalam suatu masyarakat,

serta menghindari dari kecendrungan mengabstraksi realitas-realitas

sosial ke dalam bidang teori ekonomi maupun teori politik.

Ketiga, berhubungan dengan filsafat moral, artinya hal ini mengacu

kepada nilai-nilai sosial (wants about wants) dan konsepsi mengenai

praktek sosial. Prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan dan public good

26 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 25 merupakan reference utama dari pertanyaan moral mendasar ekonomi- politik. Perhatian ini tidak hanya ditujukan pada “what is” (apa itu), tetapi “what ought be” (apa yang seharusnya). Misalnya saja studi ekonomi politik kritis yang concern terhadap peranan media dalam membangun konsesus dalam masyarakat kapitalis yang ternyata penuh distorsi. Dalam masyarakat yang tidak sepenuhnya egaliter, kelompok- kelompok marginal tidak mempunyai banyak pilihan selain menerima dan bahkan mendukung system yang memelihara sibordinasi mereka terhadap kelompok dominan.

Keempat, karakteristiknya praxis, yakni suatu ide mengacu kepada aktivitas manusia dan secara khusus mengacu pada aktivitas kreatif dan bebas dimana orang dapat menghasilkan dan mengubah dunia dan diri mereka.27

Ada tiga entry konsep dalam penerapan ekonomi politik media menurut Vincant Mosco, antara lain:28

1. Commodification (komodifikasi)

Yakni mengubah makna dari sistim fakta atau data yang

merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya

sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. Bentuk komodifikasi

dalam komunikasi ada tiga macam, yaitu:

a. Intrinsic commodification (komodifikasi intinsik atau

komodifikasi isi), yakni proses pengubahan pesan dari

sekumpulan data ke dalam sistem makna dalam wujud

27 Ibid, h. 27-37 28 Ibid, h. 141-245 produk yang dapat dipasarkan seperti paket produk

yang dipasarkan oleh media. b. Extrinsic commodification (komodifikasi ektrinsik atau

komodifikasi khalayak), yakni proses modifikasi peran

media massa oleh perusahaan media dan pengiklan dari

fungsi awal sebagai konsumen media kepada konsumen

produk yang bukan media di mana perusahaan media

memproduksi khalayak dan kemudian menyerahkannya

pada pengiklan. Singkatnya yang terjadi adalah

kerjasama yang saling menguntungkan antara

perusahaan media dan pengiklan. Program-pogram

media digunakan sebagai sarana untuk menarik

khalayak yang kemudian dijual kepada pengiklan yang

membayar perusahaan media. c. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik),

yakni proses mengatasi kendali dan ruang. Dalam

prakteknya dapat dibagi dua, yaitu: Pertama,

komodifikasi intrinsic adalah khalayak sebagai media

yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi

yang dipertukarkan bukan pesan atau khalayak

melainkan rating. Kedua, komodifikasi ekstensif adalah

proses komodifikasi yang menjangkau seluruh

kelembagaan pendidikan informal pemerintah, media, dan budaya yang menjadi motif atau pendorong

sehingga tidak semua orang dapat mengakses.

2. Spatialization (spasialisasi)

Yakni proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu

dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk

perluasan usaha seperti proses integrasi: integrasi horizontal,

integrasi vertikal, dan internasionalisasi. Integrasi horizontal

adalah ketika suatu perusahaan dibawah naungan sebuah media

yang mengambil keuntungan terbesar di perusahaan lain, maka

tidak langsung dihubungkan dari bisnis aslinya atau ketika

mengambil sejumlah besar saham di dalam sebuah perusahaan

di luar daripada media.29 Pada prakteknya integrasi horizontal

adalah cross-ownership (kepemilikan silang) beberapa jenis

media massa seperti televisi, surat kabar, stasiun radio,

majalah, dan tabloid oleh suatu grup perusahaan media massa.

Integrasi vertikal adalah konsentrrasi perusahaan dalam

suatu jalur usaha atau garis bisnis yang memperluas kendali

sebuah perusahaan atas produksi. Di Indonesia, praktek

integrasi vertical dilakukan oleh Subentra Grup milik

pengusaha Sudwikatmono yang menguasai impor film dan

sekaligus distribusinya melalui jaringan Bioskop 21 yang

tersebar hampir di seluruh kota besar di Indonesia.

29 Ibid, h. 176 Internasionalisasi atau globalisasi dipandang dari perspektif

ekonomi adalah kekayaan ruang bagi global yang dilakukan

oleh perusahaan transional dan negara, yang mengubah ruang

melaui arus sumber daya dan komoditas, termasuk komunikasi

dan informasi.

3. Strukturation (strukturasi)

Yakni proses penggabungan agensi manusia (human

agency) dengan proses perubahan sosial ke dalam analisis

struktur-struktur. Dengan memberikan posisi-posisi jabatan

struktur yang ada dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat

memainkan peranan penting dalam setiap bidang yang telah

diembannya.

Strukturasi ini menyeimbangkan kecendrungan dalam

analisis ekonomi politik media untuk menggambarkan struktur

seperti lembaga bisnis dan pemerintahan dengan menunjukkan

dan menggambarkan ide-ide agensi, hubungan sosial, proses,

dan praktek sosial. Agensi manusia merupakan konsepsi sosial

fundamental yang mengacu kepada peran para individu sebagai

aktor sosial yang perilakunya dibangun oleh matriks hubungan

sosial dan positioning termasuk kelas, ras, dan gender.30 Proses

strukturasi ini mengkonstruksi hegemoni, sesuatu yang apa

adanya, masuk akal, dialamiahkan cara berfikir tentang dunia

termasuk segala sesuatu dari kosmologi melalui etika. Pada

30 Ibid, h. 215 praktek sosial yang digambarkan dan dikontekskan dalam

kehidupan struktur.

Sekalipun sumbangan terbesar dari teori Ekonomi Politik Media terhadap kajian komunikasi adalah analisis institusi media dan konteks medianya, konsep yang disodorkan oleh Mosco juga relevan untuk mengkaji keseluruhan kegiatan media dan merumuskan suatu model yang holistik dari keseluruhan siklus produksi sampai penerimaannya

(termasuk konteksnya). Kemudian juga bagaimana kekuasaan mempengaruhi proses komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi pemanfaatan teknologi informasi untuk akses informasi publik di era orde baru maupun di era reformasi sekarang ini.

Vincent Mosco merumuskan tiga karakter tambahan studi ekonomi-politik, yaitu realis, inklusif, dan kritis.31 Pengaruh realisme membuat ekonomi-politik kritis sangat menghindari ketergantungan eksklusif terhadap teori abstrak atau deskripsi empiris. Ekonomi- politik dalam hal ini memberikan bobot yang sama terhadap pertimbangan teoritis dan empiris. Watak deskripsi berasal dari kesadaran bahwa kehidupan sosial tidak dapat dirangkum ke dalam suatu teori. Tidak ada pendekatan yang paling mendekati ideal dalam studi ekonomi-politik komunikasi. Watak kritis ekonomi-politik mewujud kepada kepekaan terhadap berbagai bentuk ketimpangan dan ketidakadilan. Ekonomi-politik memberi perhatian besar terhadap

31 Ibid, h. 13 faktor-faktor ideologis dan politis yang pengaruhnya bersifat laten terhadap suatu masyarakat.32

Golding dan Murdock berpendapat bahwa berbagai sektor media tidak dapat dipelajari sendiri-sendiri karena media memiliki keterkaitan dengan faktor kendali korporasi kegiatan media hanya dipahami apabila merujuk kepada konteks ekonomi yang luas. Analisa juga diperluas sampai pada tataran bagaimana praktek ideologi media dalam menyebarluaskan ide-ide tentang struktur ekonomi dan politik.

Dengan begitu studi ekonomi politik dari industri media tidak bisa difokuskan hanya pada produksi, distribusi, dan komoditas, tetapi harus mempertimbangkan bentuk unik dari komoditasi ini dan praktek- praktek ideologi media. Dengan demikian, apabila dikaitkan dalam konteks perubahan-perubahan peran dan fungsi media massa dan lingkungan sekitarnya, menjadi menarik dapat menggunakan pendekatan ekonomi politik media. Tujuan yang diharapkan adalah untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dengan mulai bergesernya peran-peran dalam media massa yang mencoba menerapkan konsep baru. Dalam penelitian ini teori ekonomi politik komunikasi khususnya komodifikasi yang digunakan untuk menelaah regulasi penyiaran dalam tayangan Realigi di Trans TV.

32 Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, 2004. h. 9 BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Trans TV

PT. Televisi Transformasi Indonesia (TRANS TV) merupakan

perusahaan yang dimiliki oleh TRANS CORPORATION, yang juga

merupakan pemilik dari TRANS 7. Memperoleh ijin siaran pada bulan

Oktober 1998 setelah dinyatakan lulus dari ujian kelayakan yang

dilakukan tim antar departemen pemerintah, maka sejak tanggal 15

Desember 2001, TRANS TV memulai siaran secara resmi.33

Trans TV memperoleh ijin siaran didirikan pada tanggal 1 Agustus

1998 Trans TV mulai resmi disiarkan pada 10 November 2001 meski baru

terhitung siaran percobaan, Trans TV sudah membangun Stasiun Relai

TV-nya di Jakarta dan Bandung. Siaran percobaan dimulai dari seorang

presenter yang menyapa pemirsa pukul 19.00 WIB malam. Trans TV

kemudian pertama mengudara mulai diluncurkan diresmikan Presiden Gus

Dur sejak tanggal 15 Desember 2001 sejak sekitar pukul 19.00 WIB

Malam, TRANS TV memulai siaran secara resmi.

Logo Trans TV berbentuk berlian, yang menandakan keindahan

dan keabadian. Kilauannya mereflesikan kehidupan dan adat istiadat dari

berbagai pelosok daerah di Indonesia sebagai simbol pantulan kehidupan

serta budaya masyarakat Indonesia. Huruf dari jenis serif, yang

mencerminkan karakter abadi, klasik, namun akrab dan mudah dikenali.

33 www.transtv.co.id diakses 03 Mei 2011, pukul 19.10 WIB

Gambar 2.1 Logo Trans TV

Visi Trans TV adalah menjadi televisi terbaik di Indonesia maupun

ASEAN, memberikan hasil usaha yang positif bagi stakeholders, menyampaikan program-program berkualitas, berperilaku berdasarkan nilai-nilai moral budaya kerja yang dapat diterima oleh stakeholders serta mitra kerja, dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan serta kecerdasan masyarakat. sedangkan misi Trans TV adalah wadah gagasan dan aspirasi masyarakat untuk mencerdaskan serta mensejahterakan bangsa, memperkuat persatuan dan menumbuhkan nilai- nilai demokrasi.

Ishadi S.K selaku Direktur Utama Trans TV dalam situs resmi

Trans TV, www.TransTV.co.id menulis artikel pada tanggal 28 September

2007 yang berjudul “Semangat Trans TV”, isinya adalah sebagai berikut:34

“Trans TV adalah sebuah semangat. Semangat untuk melakukan transformasi secara institusi dan secara ideologi. Ideologi Trans TV adalah menigkatkan kecerdasan bangsa untuk menjadi sejahtera.”

Trans TV atau Televisi Transformasi Indonesia adalah sebuah stasiun televisi swasta Indonesia mulai secara terrestrial area di Jakarta, yang dimiliki oleh konglomerat Chairul Tanjung. Dengan motto "Milik

34 ibid Kita Bersama", konsep tayang stasiun ini tidak banyak berbeda dengan

stasiun swasta lainnya. Trans TV adalah anak perusahaan PT Trans

Corpora. Kantor Pusat stasiun ini berada di Studio TransTV, Jalan Kapten

Pierre Tendean, Jakarta Selatan. Direktur Utama Trans TV saat ini adalah

Wishnutama.

B. Penghargaan yang Pernah Diraih oleh Trans TV

No. Tahun Penghargaan yang Diraih

Penghargaan

1. 2010 ANUGERAH PEDULI PENDIDIKAN

Oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

TRANSCORP: Perusahaan yang Peduli Pendidikan

PANASONIC GOBEL AWARDS 2010 1. Program Feature Terfavorit: Griya Unik 2. Program Kuis & Game Show Terfavorit: Gong Show 3. Pelawak Terfavorit: Olga Syahputra (Saatnya Kita Sahur)

2. 2009 PANASONIC AWARD 2009

1.Program Reality Show Terfavorit: Termehek-Mehek

2.Program Komedi/Lawak Terfavorit: Extravaganza 3. 2008 CITRA PARIWARA 2008

1. Best of 2008: TV Station for Inhouse Advertisement of The Year 2008 2. Gold Award: Promo Badminton “Juice is Deuce” 3. Silver Award: Promo Bioskop “Loket Sepi” 4. Silver Award: Promo Badminton “Single or Double?”

C. Coverage Area

Sejak awal, pembangunan TRANS TV dirancang untuk bisa beroperasi

menggunakan teknologi digital penuh, mulai dari tahap pra produksi hingga tahap

paska produksi dan siaran on air. Tetapi karena sistem penyiaran di Indonesia

masih menggunakan sistem analog, maka output yang bersifat digital akan diubah

menjadi analog. Walaupun demikian, pemirsa TRANS TV akan menikmati

tayangan audio visual yang lebih jernih dan tajam. Kelak jika sistem penyiaran di

Indonesia sudah beralih ke sistem digital, TRANS TV hanya perlu memodifikasi

pemancar-pemancarnya saja.

Selain output yang lebih baik, teknologi digital juga menjadikan proses

kerja dapat berjalan lebih efisien dan efektif. Peran kaset (video tape) nyaris

hilang, karena semua materi produksi mengalir dari satu server ke server

komputer lainnya melalui jaringan kabel optik yang terpasang di seluruh gedung.

Seluruh studio juga terintegrasi satu sama lain sehingga memungkinkan siaran

yang simultan.

D. Program-program Reality Show Trans TV

Trans TV sebagai salah satu stasiun televisi swasta, dari hari ke hari

menemani masyarakat dengan rangkaian reality show yang inovatif dan

menghibur.

Trans TV bisa maju berkat program buatan sendiri yang menarik dan

inovatif. Dengan motto “Milik Kita Bersama” Trans TV terus melakukan inovasi

dalam program-program acaranya. Dibawah naungan TransCorp milik seorang

konglomerat Chairul Tanjung, ia membeli saham TV7 sebesar 49 persen yang sebelumnya dimiliki oleh Kelompok Kompas Gramedia.35 Lalu program apa saja

yang dianggap berhasil mengangkat nama Trans TV? Berikut ini beberapa

program acara reality show yang mempunyai andil besar dalam membesarkan

Trans TV:

1. Termehek-mehek

e-mail: [email protected]

2. Makna Kehidupan

e-mail: [email protected]

3. Jika Aku Menjadi

e-mail: [email protected]

4. Hidup Kedua

e-mail: [email protected]

E. Profil Realigi Trans TV

Maraknya tayangan reality show di televisi membuat insan

pertelevisian tertantang untuk membuat sebuah tayangan yang dapat merebut

perhatian penonton. Seperti yang diungkapkan oleh Produser Realigi terhadap

latar belakang tayangnya program Realigi:36

“Trend yang sedang terjadi adalah banyaknya tayangan drama reality dan diminati masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya minat penonton pada program berformat reality. Namun hampir semua merupakan drama reality yang ceritanya mengangkat percintaan atau konflik percintaan. Karenanya Trans TV mencoba untuk memberikan yang lain, yaitu drama reality yang basicnya adalah pertobatan.”

35 ibid 36 Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati di Gedung Trans TV lt. 3 , 26 Mei 2011 Realigi adalah drama reality yang sarat dengan siraman rohani.

Mengangkat kisah anak manusia yang berupaya atau berusaha untuk mengajak orang terdekat (Orang tua, anak,sahabat, dll ) untuk kembali ke jalan yang benar.

Program ini mulai tayang bulan Februari 2009, salah satu konsep dari program ini adalah adanya pegawai Trans TV yang merangkap sebagai host dalam setiap episodenya. Disamping keberadaan Tim Trans TV, akan ada seorang konselor dan motivator (Ustadz,Psikolog, dll) bagi pelapor untuk mencari solusi yang terbaik. Pelapor adalah orang terdekat dengan target. Di akhir cerita usaha menyadarkan target tidak selalu harus berhasil. Kamera akan selalu mengikuti

Pelapor dalam usahanya menyadarkan target (No- Hidden Camera). Program acara Realigi merupakan suatu bentuk acara dakwah islamiyah atau yang disebut sebagai salah satu program keagamaan yang ditayangkan melalui stasiun Trans

TV. Acara ini ditayangkan setiap hari Senin dan Rabu, pukul 20.15 WIB. Dalam siarannya, program acara ini senantiasa menampilkan kesan yang berbeda serta keberhasilannya membuat seseorang kembali ke jalan yang benar. Menunjukan bahwa program acara Realigi terselenggara berkat adanya persiapan perencanaan yang matang. Tayangan pertama Realigi adalah episode Adikku Terkena Narkoba, yang saat itu mendapat respon yang baik dari penonton dengan patokan host yang mengenakan seragam Trans TV.

Gambar 2.2 Logo Program Realigi Format acara dalam tayangan Realigi yaitu seorang Host dengan mengambil lokasi yang sesuai dengan topik yang diangkat. Satu episode mengangkat satu tema atau lebih, dengan mengutamakan gambar dan cerita yang paling kuat.

1. Waktu tayang:

Senin dan Rabu pukul. 20.00 WIB sedangkan ada tayangan

di hari Kamis dan Jumat yaitu Realigi dewasa (khusus) tema mistis

yang tayang pukul. 23.00 WIB.

2. Durasi:

Durasi sejak pertama tayang lamanya 60 menit includ

commercial break. Untuk durasi utuh Realigi sekitar 40-43 menit.

3. Segmentasi penonton

primary : abc+, male and female, 15+

secondary : Family, All People

Salah satu episode Realigi yang paling menarik perhatian pemirsa

adalah episode Tuyul, saat itu perolehan sharenya mencapai angka diatas

33%.37 Ada episode Boneka Cantik, dimana target sangat menyukai

boneka peninggalan almarhumah ibunya. Dalam tayangan tersebut hak

privasi target terlihat sangat diekspos dan ada adegan dimana target

menggantung boneka-bonekanya disebuah pohon. Hal tersebut

memungkinkan timbulnya rasa takut dalam diri penonton, sedangkan pada

bab XIII P3SPS disebutkan bahwa tayangan yang menimbulkan rasa takut

harus ditayangkan diatas pukul 23.00 WIB.

37 ibid Menurut produser Realigi visi dan misi dari program Realigi

adalah:38

”Memberikan tontonan yang menarik namun bisa tetap menghibur dan mendidik, memberikan wacana pada pemirsa agar tidak salah langkah dalam menghadapi kehidupan mereka. Bahwa segala sebab akan mengakibatkan akibat, tetap memberikan tuntunan pada pemirsa khususnya, bahwa agama (Islam) mampu berperan dalam penyelesaian semua permasalahan hidup manusia.”

Tujuan penayangan Realigi adalah memberikan alternatif tontonan

selain sinetron, melalui bentuk format tayangan yang se-real mungkin.

Mengangkat tentang proses pertobatan sesorang (kejadian yang banyak

terjadi di masyarakat dan ada di masyarakat) dan mengedepankan

penyelesaiannya dengan kekuatan agama (Islam). Karena pada dasarnya

Realigi adalah program agama (memang dibuat untuk mengisi slot

program agama).

F. Redaksi Realigi Trans TV

Kru Realigi terdiri dari tim inti yaitu Produser, Kreatif dan

Production Assisten (PA) dan tim pendukung adalah dari bagian teknis:

camera person, audio, general support dan wardrobe, office boy serta

security dan editor.

Struktur tim:

Produser 1 : Sunka Da Ferry

Produser 2 : Hans Haryanto

Senior Creative : Gina Herlianawati

Creative : Cici Permata

Santika Permata

38 ibid Wisnu Ady Pratama

Production Asissten : Dody Firmansyah

Iif Viatmansyah

Tica Sriwahyuni

M. Arief

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Program Realigi sebagai Reality Show

Banyaknya tayangan reality show yang dapat menarik

perhatian penonton, membuat para pembuat program televisi

berlomba-lomba menghadirkan tayangan baru yang dapat menaikkan

rating programnya. Sejatinya reality show hanyalah program drama

yang dibuat seperti nyata tanpa rekayasa. Dapat ditarik benang merah

bahwa reality show bukanlah acara nyata dan tidak benar-benar terjadi

seperti yang dapat disaksikan kebanyakan penonton. Reality show

sebenarnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti

menaruh partisipasi di lokasi-lokasi tertentu (eksotis), atau situasi-

situasi yang tidak lazim, memancing reaksi-reaksi tertentu dari

partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknik-teknik pascaproduksi

lainnya. Ironisnya, masyarakat umum terutama masyarakat menengah

ke bawah yang sudah tentu awam terhadap dunia pertelevisian tak

banyak yang tahu bahwa acara realitas hanyalah kebohongan belaka.

Mereka terlalu fanatik dan menganggap bahwa kisah-kisah haru dan

dramatik yang kebanyakan ditonjolkan oleh acara-acara realitas

memang benar-benar terjadi dengan tanpa adanya skenario. Tayangan

reality show ini pada awalnya mirip dengan dokumentasi news. Hanya

saja pada perkembangannya reality show ini bukan berita yang

menjadi pokok tayangannya, melainkan keterkaitan emosi penonton

dengan aktornya. Perkembangan acara televisi, khususnya reality show

tampaknya mampu menggeser fenomena tayangan mistis dan

tayangan-tayangan berbau religi. Semua acara yang melibatkan orang

biasa (bukan artis), kini dicap sebagai acara reality show. Siapa pun

pemerannya asal punya cerita atau kisah yang menyentuh emosi

penonton, maka ia layak tonton. Reality show diramu dengan

penambahan-penambahan (rekayasa) tertentu agar alur ceritanya

menjadi lebih sendu.

Belakangan ini banyak bermunculan reality show bertemakan

drama, dengan menambahkan kata „drama‟ di depan kata reality show.

Seperti yang diungkapkan Senior Kreatif Realigi yang dalam hal ini

mewakili Produser sebagai berikut:39

“Drama adalah cerita tentang konflik manusia, tujuannya untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat, yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Bisa diambil dari kejadian sebenarnya, fiksi atau rekaan atau hanya mengambil inti cerita dan melakukan pengembangan ide. Sedangkan reality disini adalah formatnya, bagaimana pengemasannya menjadi sebuah pertunjukan. Kenapa disebut reality, karena setting yang digunakan seadanya, tanpa harus membangun set atau properti lain yang berlebihan, tidak melakukan setting pencahayaan (setting lampu seperti sinetron) dan berusaha memanfaatkan apa yang ada, baik lokasi, pencahayaan bahkan gambar buram atau goyang atau gelap sekalipun akan dipergunakan untuk kebutuhan tayang. Intinya drama reality show adalah tayangan drama yang digarap dengan gaya reality.”

Kebanyakan reality show yang ada menceritakan kisah

percintaan, perselingkuhan, eksploitasi kemiskinan, hipnotis, dan lain

39 Wawancara pribadi dengan Gina Herlianawati di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011 sebagainya. Namun berbeda dengan tayangan yang ditawarkan Realigi sebagai drama reality show.

Hal ini pula yang diungkapkan oleh Host Realigi mengenai keberbedaan Realigi dengan program reality show lainnya:40

“Program Realigi merupakan sajian drama reality berisikan tentang siraman rohani, yang mengangkat kisah manusia yang sedang terjerumus dalam hal-hal yang tidak benar. Realigi membantu orang yang melaporkan orang terdekatnya yang telah terjerumus untuk di sadarkan kembali dan berupaya untuk mengajak orang tersebut kembali ke jalan yang benar, dengan cara di bantu oleh seorang ustadz, psikologi dan lain-lain. Pesan yang disampaikan pada setiap penontonnya berupa kasus yang diimbangi solusi berlandaskan ilmu agama.” Dapat disimpulkan bahwa Realigi hadir dengan menggunakan tuntunan islami dalam setiap menyelesaikan masalah yang ditangani oleh tim Realigi. Realigi bernafaskan islam dengan mencoba memasukkan unsur-unsur keagamaan sebagai bagian penting dalam drama ini. Baik melalui pengadegan (scene sholat atau berdoa) ataupun melalui ucapan (doa atau tausiah). Disetiap kasus yang diangkat pastinya ada nilai positif yang dapat diambil. Dalam hal ini, Host juga mengungkapkan:

“Disetiap kasus yang ditemui pasti ada nilai positif yang dapat dipetik, kami selalu menyimpulkan bahwa Allah SWT tak mungkin memberi cobaan diluar kemampuan umat Nya selama umat Nya mau berusaha, berdoa dan berserah.” Untuk Realigi, misinya adalah bagaimana mengembalikan orang yang sudah mulai menyimpang atau keluar dari norma keagamaan agar kembali ke jalan yang benar, jalan yang diridhoi

40 Wawancara Pribadi dengan Santika Permata, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 06 Juni 2011 Allah, agar orang bertobat dan mengakui kesalahannya.41 Dalam hal ini Realigi berhasil menyatukan persepsi dengan penontonnya:42

“Kesan pertama, Realigi drama realita yang mampu memberikan gambaran tentang realita kehidupan, yang memang ada disekitar kehidupan manusia, terutama kaitannya dengan agama.” Namun penyiaran program reality show memiliki sisi buruk manakala privasi narasumber sudah tidak lagi diperhatikan dan hal ini tentu sangat melanggar norma ketimuran yang notabene telah dianut oleh bangsa Indonesia sejak lama.

Selain itu, dalam peraturan tersebut sebenarnya sudah jelas bahwa program siaran tidak boleh membuka aib atau kejelekan keluarga. Belakangan ini terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan dalam reality show, misalnya pelanggaran terhadap hak privasi, pelanggaran perlindungan kepentingan psikologi publik. Hal itu dikarenakan acara realitas yang tak jarang menjurus pada hal-hal mistik yang menyebabkan ketakutan tersendiri pada penonton, memupuk rasa sadisme ketika reality show mempertontonkan adegan- adegan kekerasan, hal itu secara tidak langsung akan memupuk jiwa sadis karena terbiasa dan senang melihat pemeran merasakan ketakutan.

Reality show banyak melakukan intervensi pada masalah pribadi seseorang, yang seharusnya tidak diekspos keluar sedetail mungkin, bahkan menonjolkan masalah yang cenderung melanggar

41 ibid 42 Wawancara Pribadi dengan Penonton Realigi, 28 Mei 2011 norma budaya apalagi norma agama seperti pergaulan bebas atau ayah yang meninggalkan keluarganya. Nilai-nilai yang seharusnya tabu untuk dilakukan menjadi masalah seolah-olah sudah biasa terjadi akibat reality show yang sering menceritakan adegan-adegan seperti itu, misalnya orang yang hamil di luar nikah. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak akan terealisasi tanpa adanya ketertarikan mayoritas masyarakat Indonesia terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah yang menjadi penonton sejati acara realitas, adapun beberapa alasan yang mendasari mengapa masyarakat kita begitu mengikuti acara realitas, antara lain: masyarakat Indonesia cenderung memiliki karakteristik tontonan yang sensasional dan mengeksploitasi emosi, terutama kalangan menengah kebawah yang pendidikannya relatif rendah, minimnya kreativitas oleh pelaku seni terutama insan pertelevisian di Indonesia yang cenderung membuat tayangan sejenis yang mereka anggap akan mempunyai rating tinggi. Beberapa pembuat program reality show di stasiun televisi yang sudah menyadari akan kuatnya pengaruh acara realitas terhadap perkembangan pola pikir dan psikologi penontonnya. Kemudian menawarkan dan menerapkan suatu kebijakan dengan menyertakan kata "drama" pada judul beberapa reality show. Misalnya di Trans TV program tersebut seperti Termehek-mehek, Orang Ketiga dan Realigi.

Meskipun demikian, penambahan kata "drama" dianggap belum bisa menekan dampak dari penayangan acara realitas pada program TV

Indonesia, sehingga dianggap perlu untuk menawarkan dan menerapkan gagasan baru yang lebih efektif dan efisien dalam menekan dampak tersebut akibat kebiasan definisi dari istilah reality show antara fakta atau rekayasa.

Penyertaan kata "drama" saja dianggap masih belum bisa mengatasi masalah yang sebenarnya, karena dilihat dari istilahnya sendiri drama mempunyai definisi cerita sandiwara yang mengharukan, lakon yang sedih, peristiwa yang mengerikan atau menyedihkan. Memang dapat dilihat melalui pengertian tersebut bahwa drama merujuk pada kata "sandiwara" yang artinya bukan merupakan cerita yang diambil dari kehidupan yang sebenarnya namun tetap saja masyarakat masih menganggap reality show atau acara sejenisnya adalah nyata meskipun sudah ditambahi istilah drama. Inti dari permasalahan dalam menanggulangi dampaknya adalah meninjau kembali gagasan sebelumnya agar kondisi kekinian mengenai dampak dari menjamurnya acara realitas pada program TV Indonesia saat ini akibat biasnya definisi reality show antara fakta atau rekayasa. Penulis tetap berkeyakinan bahwa dengan cukup sosialisasi dan penyeleksian secara ketat oleh lembaga yang berwenang maka pembohongan publik seperti ini akan mudah ditanggulangi, tentunya hal itu dapat dilakukan disamping penemuan hasil peninjauan kembali terhadap gagasan yang sebelumnya dan diterapkan oleh pihak program acara realitas yang berupa penyertaan kata drama pada judul beberapa acara realitas seperti Termehek-mehek, Orang Ketiga, dan Realigi. Meskipun dalam tayangannya reality show tidak ada privasi yang terganggu dan dirugikan karena dalam setiap tayangannya menggunakan peran pengganti,43 yang dikhawatirkan adalah jika masyarakat mempercayai apa yang ditayangkan oleh program-program reality show tersebut, maka secara spontan maupun bertahap akan tumbuh paradigma di masyarakat bahwa hal-hal yang diungkap dalam tayangan-tayangan tersebut ialah cerminan kehidupan nyata masyarakat bangsa ini yang pada perkembangannya cepat atau lambat melahirkan wacana yang permisif atas fenomena-fenomena yang

(konon) merupakan kisah nyata diungkap dalam tayangan-tayangan tersebut.

Hadirnya UU Penyiaran No.32 tahun 2002 merupakan patokan untuk membuat sebuah tayangan yang akan diproduksi. Hendaknya aturan tersebut ada untuk dipatuhi bukan hanya menjadi hiasan untuk dunia penyiaran saja. KPI diberi kewenangan yang sangat besar untuk mengatur, mengawasi, membekukan sementara, sampai mencabut izin siaran, yang diharapkan dapat menjadi patokan baru bagi dunia penyiaran Indonesia. Hal ini diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS). P3 dan SPS mengatur mana saja tayangan yang boleh dan tidak untuk disiarkan. Hal ini berkaitan dengan regulasi isi yang diungkapkan oleh Mike Feintuck. Kemudian objek yang akan diteliti adalah tayangan Realigi episode Boneka

Cantik dan epidose Ibu Juga Manusia.

43 Wawancara Pribadi dengan Penonton Realigi, 28 Mei 2011 Episode Boneka Cantik, pada episode ini menceritakan seorang remaja berusia 17 tahun bernama Kia yang sudah empat bulan ditinggal orangtuanya karena meninggal. Ia tinggal bersama tantenya yang bernama Yesi. Sejak ditinggal oleh orangtuanya perilaku Kia kerap kali aneh. Ia mempunyai boneka yang diberi nama Isaura. Kia sangat sayang dengan bonekanya bahkan ia menganggap kalau arwah ibunya ada di dalam boneka kesayangannya itu. Dalam episode ini pula terdapat adegan dimana Kia menggantung bonekanya disebuah pohon. Melihat perlakuan aneh keponakannya itu, Yesi emosi lalu boneka tersebut dibanting, diinjak, kemudian dikubur.hingga pada akhirnya Kia sadar bahwa itu hanyalah boneka biasa dan kemudian tante Kia, Yesi, membelikan boneka yang baru.

Episode Ibu Juga Manusia, tayangan ini menceritakan konflik dalam sebuah keluarga. Pak Hendi, adalah kepala rumah tangga yang kecewa dengan anaknya yang bernama Lala. Lala yang merupakan pelapor dan meminta tim Realigi untuk membantu menyelesaikan masalah keluarganya. Lala sudah menikah dan mempunyai seorang anak dan diberi nama Nabila, namun karena dalam pernikahan tersebut

Lala dijodohkan oleh ayahnya, Pak Hendi, Lala merasa kecewa dan kemudian berselingkuh dengan temannya sewaktu SMA dulu hingga selanjutnya ia mempunyai anak dari selingkuhannya tersebut. Melihat kejadian tersebut Pak Hendi marah hingga kemudian Lala tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan Nabila anak kandung dari pernikahannya. Ibu Warni, adalah ibunya Lala, ia juga membantu Lala dalam menyelesaikan masalah ini. Hari demi hari bersama tim Realigi,

Lala terus menyelidiki Pak Hendi dengan bantuan dari Ibu Warni.

Hingga suatu hari Pak Hendi marah karena Lala ketahuan mengikuti

Pak Hendi berkunjung ke suatu rumah, beliau mengusir Lala. Namun,

Lala tetap bersikeras untuk menunggu di depan rumah, hingga Pak

Hendi kesal lalu menyiramnya dengan seember air dan bercerita mengungkapkan kejadian yang sebenarnya, bahwa ia marah karena

Lala telah menelantarkan Nabila anak kandungnya sendiri. Kemudian

Pak Hendi berjanji bahwa ia akan mempertemukan Lala dengan Nabila jika Lala sudah memperbaiki dirinya. Sampai pada akhirnya Lala berniat untuk bertobat dan berjanji tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Melihat cerita dari dua episode diatas, terlihat bahwa Realigi mengalami pergeseran konsep, dari awalnya mengajak seseorang untuk bertobat tetapi belakangan ini Realigi malah mengangkat konflik dalam keluarga. Hal ini pula yang dirasakan oleh penonton Realigi:44

“Realigi episode pertama dan beberapa minggu pertama, masih layak ditonton dan memberikan motivasi, juga memberikan inspirasi rohani yang baik. Tapi, makin kesini, semakin tidak sesuai dengan tag line awal. Realigi lebih mengangkat unsur mistik yang bahkan terlalu berlebihan. Walaupun ada sedikit pesan agamanya. Tapi cerita yang diangkat lebih banyak tidak masuk akalnya. Mungkin ada hal-hal seperti itu disebagian kecil kehidupan orang, tapi harus disesuaikan juga dengan kehidupan kita yang modernnya terlebih sebagian besar penonton Trans TV adalah masyarakat perkotaan yang berfikir modern.” Setelah dikonfirmasi kepada tim Realigi, mengenai alasan adanya pergeseran konsep dari pertobatan hingga sekarang lebih

44 Ibid mengekspos konflik dalam keluarga. Menurut Senior Kreatif Realigi,

menyatakan bahwa setiap tayangan harus memiliki pembaharuan agar

lebih menarik dan diminati penonton, jika hanya tayangan yang itu-itu

saja yang ditayangkan dapat diperkirakan kalau Realigi akan

ditinggalkan penontonnya.

Walaupun disetiap awal tayangan dari setiap episode tersebut

terdapat penyataan: “Tayangan ini telah mendapat persetujuan dari

semua pihak yang terlibat”, namun tetap saja dalam setiap episodenya

pasti terdapat adegan atau cerita yang melanggar kaidah-kaidah

penyiaran.

B. Implementasi Undang-undang Penyiaran Dalam Program Realigi

Salah satu tujuan Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang

penyiaran adalah ingin mengubah sistem penyiaran televisi selama ini

yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mengingat

bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan,

serentak dan bebas, memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan

pendapat, sikap, dan perilaku khalayak, maka penyelenggara penyiaran

wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila,

budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.45

Tidak jarang beberapa tayangan di televisi melanggar kaidah

penyiaran, padahal mereka telah memahami peraturan tersebut. Seolah

45 Masduki, Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 232 UU Penyiaran hadir hanya untuk menyemarakkan dunia penyiaran.

Bagaimana mereka mengimplementasikan UU Penyiaran yang telah disahkan pada tanggal 28 Desember 2002. Sanksi administratif berlaku bagi mereka yang keluar dari koridor yang telah ditentukan oleh pemerintah terhadap lembaga penyiaran. Diantaranya dapat berupa teguran tertulis, penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu, pembatasan waktu dan durasi siaran, denda administratif, pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu, tidak diberi perpanjangan izin, penyelenggaraan penyiaran, sampai pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.

Realigi sebagai program drama reality show yang dalam misinya mengajak seseorang untuk melakukan hal yang lebih baik, tetap saja dipandang melanggar kaidah penyiaran yang ada. Mulai dari masalah keluarga yang dijadikan topik utama dalam setiap episodenya, adanya adegan kekerasan, kata-kata kasar dan makian, hingga yang berhubungan dengan unsur magis atau klenik. Melihat kasus tersebut, nampaknya tim Realigi belum 100% mengimplementasikan UU

Penyiaran dalam programnya.

Dalam program Realigi episode Boneka Cantik seperti yang telah diceritakan di atas, selain telah mengganggu hak privasi seseorang, terdapat adegan dimana Kia menganggap arwah ibunya ada di dalam boneka kesayangannya. Hal ini tentu saja menyimpang dari ketentuan yang telah ada, mengingat bahwa setiap siaran yang ditayangkan melalui televisi memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan sikap dan perilaku khalayak. Terlebih episode ini ditayangkan pada pukul 20.00 WIB. Dapat dibayangkan jika seorang anak dibawah umur menonton tayangan ini. Hal yang sangat mungkin bila mereka meniru perbuatan tersebut, menganggap boneka yang dimilikinya ada arwah yang tinggal didalamnya. Karena kebanyakan penggemar boneka adalah anak-anak.

Televisi adalah media yang sangat efektif memberikan pengaruh yang sangat luar biasa. Tayangan pada televisi kerap kali dipahami sebagai apa yang sebenarnya terjadi. Media penyiaran memang sebuah ruang publik yang memberikan kesempatan luas terhadap semua jenis manusia dan semua kultur. Akan tetapi segala sesuatu yang berlebihan yang ditampilkan oleh televisi dapat berakibat buruk kepada pemirsa.

Terutama anak-anak yang menjadi cikal bakal generasi mendatang.

Untuk membentuk generasi yang baik, maka tampilkan tayangan televisi yang memiliki norma yang sehat dan mendidik. Tindak tegas semua stasiun televisi yang menghadirkan tayangan yang tidak berguna dan tidak sesuai dengan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia. KPI harus bertindak tegas terhadap tayangan yang dinilai menyesatkan.

Sudah banyak anak-anak di negeri ini yang terpengaruh akan adanya tayangan yang menyesatkan pada televisi. Jangan biarkan generasi bangsa ini menjadi rusak akibat para pengusaha hiburan yang selalu menayangkan tayangan yang hanya mengejar rating. Anak-anak memang menjadi korban yang paling rentan dari sebuah penayangan acara yang salah kaprah. Hal ini dikarenakan produk acara televisi dalam negeri masih memberikan prioritas tontonan kepada orang

dewasa seperti drama, sinetron atau infotainment.46 Padahal dari segi

jumlah, penonton anak-anak jauh lebih besar dari orang dewasa.

Ironisnya, program acara anak-anak sebagian besar masih dibeli dari

distributor acara televisi luar negeri.47 Jika ingin negeri ini menjadi

negeri yang sehat, maka tampilkan tayangan televisi yang memiliki

norma yang sehat dan mendidik. Tentu semua pihak setuju jika televisi

kita kelak menampilkan nilai-nilai edukatif dan perjuangan, yang

dikemas dengan entertain yang berkualitas.

Pasal 36 ayat 3 juga menyebutkan bila isi siaran wajib

memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus,

yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu

yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan atau

menyebutkan klasifikasi khlayak sesuai dengan isi siaran. Pengaruh

televisi sangatlah besar dalam pembentukan karakter atau perilaku

seseorang. Untuk itu, media penyiaran harus selalu dikontrol, dalam hal

ini KPI yang mengawasi seluruh kegiatan media penyiaran.

Menurut McQuail, media penyiaran dikontrol ketat pada dua

wilayah dan alasan. Pertama, wilayah isi dikontrol karena ada alasan

politik dan kultural (political and moral/cultural reasons). Kedua,

wilayah infrastruktur terutama frekuensi dikontrol karena alasan

ekonomi dan teknologi (technical and economic reasons). Aturan yang

46 Darwanto Sastro Subroto, Produksi Acara Televisi (Yogyakarta: Duta Wacana University Presss, 1994), h.24 47 Morissan, Manajemen Media Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 171 kedua menunjukkan bahwa isi siaran perlu diatur karena sangat mudah mempengaruhi sikap dan perilaku audience, khususnya yang belum memiliki kerangka referensi yang kuat seperti usia muda atau remaja.48

Dalam UU Penyiaran pasal 5 point i disebutkan bahwa penyiaran diarahkan untuk memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggung jawab. Nampaknya episode Boneka Cantik belum memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab. Karena dalam tayangan tersebut secara tidak langsung memberikan informasi yang menyesatkan bagi orang yang salah mempersepsikannya. Pasal 36 ayat 1 juga menyebutkan bila isi siaran harus bermanfaat untuk pembentukan intelektualitas dan watak. Jika masyarakat terus diberi tontonan yang tidak memberikan informasi yang bermanfaat, dapat diprediksikan lembaga penyiaran akan gagal dalam pembentukan intelektualitas dan watak masyarakat Indonesia.

Regulasi tingkah laku, dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan property dalam kaitannya dengan kompetitor, yang nampak pada episode ini adalah boneka kesayangan Kia. Senior Kreatif Realigi juga berpendapat mengenai regulasi tingkah laku dalam tayangannya, sebagai berikut:49

“Ada banyak cara agar bisa mempertahankan performance program. Harus selalu selangkah lebih dulu dibandingkan dengan keinginan penonton. Sehingga bukan kita yang mengikuti pasar, bahkan pasar yang akan mengikuti trend yang kita buat. Ada riset

48 Dennis McQuail, Mass Communication Theory: An Introduction, Third Edition, (London: Sage Publication, 1994), h. 25

49 Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011 program by minute. Yaitu melihat perkembangan share dan rating menit permenit. Dari hal itu akan terlihat mana yang disukai oleh penonton dan mana yang penonton kurang suka. Sehingga untk selanjutnya kita akan memperpendek durasi yang tidak disukai penonton ataupun menghlangkan item tersebut pada tayangan selanjutnya. Ada pula yang namanya FGD (Forum Group Discussion), merupakan riset dengan mengajak penonton yang mewakili semua kelas dan latar belakang yang berbeda, diajak berdiskusi mengenai program tertentu. Kita mengajukan pertanyaan seputar Realigi mengenai hal yang disukai dan tidak disukai, masukan dan kritikan dan sebagainya. Ini juga merupakan salah satu cara agar bisa mendapat ide baru. Menambah literatur untuk pengembangan ide. Bisa dari diskusi tim, bacaan maupun menampung berbagai masalah nyata per orangan atau mendengar sebanyak mungkin cerita masyarakat yang terjadi di masyarakat.” Dapat disimpulkan bahwa, Realigi tidak hanya mengikuti trend yang sedang diminati masyarakat, namun juga perkembangan rating.

Realigi juga mengajak penontonnya berdiskusi untuk mengetahui programnya disukai atau tidak.

Episode Ibu Juga Manusia, dalam tayangannya tim Realigi mencoba menyelesaikan konflik yang dialami dalam sebuah keluarga.

Telah disebutkan diatas, konflik yang terjadi antara Pak Hendi dan Lala dikarenakan Pak Hendi memisahkan Lala dari anaknya yang bernama

Nabila. Pak Hendi berbuat seperti itu karena kecewa atas sikap Lala yang menelantarkan anak kandungnya sendiri.

Terdapat adegan dimana Lala menceritakan masalah yang sedang terjadi dalam keluarganya kepada tim Realigi. Hal ini menunjukkan konflik keluarga yang diangkat ke dalam ranah media, yang secara tidak langsung telah melibatkan orang lain ke dalam masalah keluarganya. Jika merunut pada pasal 36 ayat 1 tayangan ini dinilai tidak memberikan informasi yang penting. Hadirnya tim Realigi sebagai mediator, malah dirasa mengganggu. Hendaknya mengingat pasal 36 ayat 4 bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tersebut. Terdapat tayangan dimana Pak Hendi marah kepada tim Realigi dan meminta mereka untuk tidak ikut campur dalam urusan keluarganya. Hal ini menunjukkan kalau tim Realigi telah memihak kepada Lala. Padahal telah jelas disebutkan bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya.

Hal ini pula yang terjadi pada pertelevisian di Indonesia saat ini.

Tayangan yang mengumbar aib keluarga sering kali terlihat dilayar kaca. Merupakan salah satu fenomena yang diintegrasikan oleh media ke dalam sistem kapitalisme. Media hanya berorientasi pada keuntungan semata, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari tayangan tersebut. Bahkan citra yang lebih menonjol pada pertelevisian kita adalah pengeksploitasian, dan bukannya pengeksplorasian. Semua yang ditayangkan oleh stasiun televisi saat ini adalah realitas semu.

Tema-tema kekerasan, seks dan mistik mudah sekali dieksplorasi sebagai tayangan yang mengumbar selera rendah. Tugas dan tanggung jawab para pengelola program televisi adalah menyajikan acara yang baik, bertanggung jawab, dan disukai masyarakat. Hal terakhir inilah yang menjadikan para pembuat program perlu berpikir dan meneliti secara seksama program yang bagaimana yang perlu dibuat namun tetap disukai oleh penonton.

Melihat kedua episode tersebut dapat disimpulkan bahwa tim

Realigi meskipun sangat matang dalam perencanaannya, masih saja ada adegan yang dirasa tidak menerapkan kaidah penyiaran. Bukti

pelanggaran tersebut ada dalam pasal 36 ayat 1, ayat 3 dan ayat 4. Hal

ini hendaknya berpatokan pada pasal 4 ayat 1, disebutkan penyiaran

sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media

informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial.

Adanya sanksi administratif berlaku bagi mereka yang tidak

menerapkan UU Penyiaran dalam programnya. Tayangan Realigi pun

pernah mendapat teguran dari KPI karena jam tayangnya yang dianggap

kurang tepat. Antisipasinya adalah memundurkan jam tayang ataupun

tetap pada jam tayang itu, namun kategori yang diambil adalah yang

remaja.50

Karena berdasarkan besarnya pengaruh pembentukan karakter

manusia maka pengaturan televisi tidak terbatas pada materi siaran dan

jadwal penyiaran. Akan tetapi, menyesuaikan dengan umur dan

interaksi sosial dalam mayoritas khalayak, misalnya diatas pukul 06.00

WIB hingga sebelum pukul 18.00 WIB, siaran televisi harus

mengutamakan siaran bisnis, kreativitas, siaran yang memacu prestasi,

dan setelah pukul 18.00 WIB untuk relaksasi dan hubungan sosial.

Namun demikian, reality show tetap saja ditunggu oleh penonton

setianya. Seperti yang dikatakan oleh penonton setia reality show dalam

sedikit perbincangan yang dilakukan oleh penulis, yakni dengan

seorang ibu rumah tangga yang hampir setiap hari menghabiskan waktu

senggangnya dengan menonton televisi. Apalagi kalau bukan menonton

50 Wawancara pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011 program reality show yang merupakan acara favoritnya selain tayangan

infotainment. Bahkan, bisa dibilang ibu dua orang anak tersebut hafal

semua program reality show, yang ditayangkan di seluruh stasiun

televisi nasional. Alasan beliau menyukai reality show diungkapkannya

sebagai berikut:

"Seru aja lihat masalah yang dialami orang lain, tetapi kadang bertanya-tanya juga kenapa ya orang itu mau membawa masalah pribadinya ke tayangan televisi? Itu kan aib yang harusnya diselesaikan antarkeluarga?"

Awalnya beliau mengira kalau semua tayangan program reality

show yang ditontonnya adalah berdasarkan fakta sebenar-benarnya.

Namun, lama kelamaan dia menyadari bahwa tayangan tersebut sering

kali direkayasa, sehingga jalan ceritanya tidak benar-benar asli. Akan

tetapi, Sutia mengakui adanya bumbu keributan atau perkelahian pada

tayangan tersebut merupakan daya tarik dari program reality show.

B. Implementasi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Siaran (P3 dan SPS) dalam Program Realigi

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran

ditetapkan untuk mengatur perilaku lembaga penyiaran Indonesia. P3

dan SPS harus dipatuhi oleh setiap stasiun penyiaran. Pelanggaran

terhadap ketentuan ini akan dikenakan sanksi mulai dari sanksi yang

ringan hingga berat. Stasiun penyiaran wajib mensosialisasikan isi

P3SPS kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengolahan, pembuatan, pembelian, penayangan, dan pendanaan program siaran

lembaga penyiaran yang bersangkutan.

P3 merupakan produk KPI yang mengandung ketentuan-

ketentuan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dalam proses

pembuatan program siaran, sedangkan SPS memuat ketentuan-

ketentuan secara lebih spesifik mengenai apa yang boleh dan tidak

boleh tersaji dalam siaran. Untuk itu, P3 dan SPS adalah suatu

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan menjaadi acuan bagi stasiun

penyiaran dan KPI untuk menyelenggarakan dan mengawasi sistem

penyiaran nasional di Indonesia.

Pemberlakuan P3 dan SPS didasarkan pada amanat Undang-

undang Penyiaran yang mewajibkan KPI selaku lembaga negara

independen untuk menetapkan pedoman perilaku penyiaran, serta

mengawasi dan memberikan sanksi atas pelanggaran pedoman

tersebut. Pemerintah menghendaki agar KPI mempunyai fungsi

memberikan saran pertimbangan yang menyangkut isi siaran,

memfasilitasi penyusunan rancangan pedoman perilaku

penyelenggaraan penyiaran (kode etik), membantu mengawasi isi

siaran, melaporkan pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku

penyelenggaraan penyiaran kepada yang berwenang.51

P3 dan SPS berfungsi untuk menyaring isi siaran mana yang

boleh dan tidak untuk disiarkan, hal inilah yang kemudian disebut

dengan regulasi isi. Tugas P3 dan SPS dibahas dalam Bab V Undang-

51 Muhammad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 150 undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Berikut akan dibahas

pelanggaran pada P3 dan SPS dalam episode Boneka Cantik dan Ibu

Juga Manusia.

1. Implementasi Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dalam Program

Realigi

Selain tidak menerapkan penghormatan terhadap hak

privasi dan pribadi yang telah disebutkan dalam Bab VI pasal 10,

episode Boneka Cantik juga belum menerapkan pasal 16 dalam

tayangannya, yang menjelaskan bahwa lembaga penyiaran wajib

membatasi muatan mistik dan supranatural. Karena dalam tayangan

tersebut terdapat adegan dimana Kia menganggap arwah ibunya

tinggal di dalam boneka kesayangannya.

Pasal 43 juga menyebutkan lembaga penyiaran wajib

menghormati hak privasi seseorang dalam memproduksi dan atau

menyiarkan suatu program siaran, baik siaran langsung maupun siaran

tidak langsung. Jika dalam setiap episodenya Realigi selalu membantu

menyelesaikan masalah dalam sebuah keluarga, tentu saja

pelanggaran terhadap pasal 43 mengenai privasi selalu ada dalam

setiap episodenya. Mengingat dalam pasal 4 telah disebutkan jika P3

disusun dengan tujuan untuk menghormati dan menjunjung tinggi

hak-hak asasi manusia.

Demikian pula yang terjadi dalam episode Ibu Juga

Manusia, tayangannya belum menerapkan pasal 43 mengenai privasi.

Bahkan dalam tayangan tersebut terdapat adegan konflik yang dapat dikatakan sebagai tindak kekerasan. Adegan ketika Pak Hendi menyiram Lala dengan air, disertai ekspresi emosi yang berlebihan.

Hal ini telah dijelaskan dalam pasal 14, lembaga penyiaran wajib melakukan pembatasan adegan kekerasan, sesuai dengan penggolongan program siaran. Sedangkan tayangan ini tidak diberi penggolongan program siaran, terlebih jam tayangnya yang dianggap kurang tepat. Mengingat efek dari tayangan televisi begitu besar terhadap penontonnya, adegan ini pula dirasa tidak memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan yang disebutkan pada pasal 8 ayat 1, lembaga penyiaran harus berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, gender dan atau latar belakang ekonomi. Besar kemungkinan adegan konflik tersebut menimbulkan efek negatif pada penonton yang salah mempersepsikannya.

Konflik memanglah salah satu faktor penting dari keberhasilan program, yakni adanya benturan kepentingan atau benturan karakter di antara tokoh-tokoh yang terlibat. Seperti yang diungkapkan oleh Host Realigi:52

“Kami melakukan penentuan kasus apa yang akan diangkat, melihat dari banyak hal, salah satunya konflik apa yang terjadi dalam kasus itu sebagai penunjang cerita, menentukan lokasi yang akan dijadikan penggambaran kasus dan memilih para pemain yang akan memerankan tokoh yang dimaksud.” Dapat disimpulkan jika tanpa adanya konflik, kemungkinan kecil program itu akan mampu menahan perhatian penonton. Faktor

52 Wawancara Pribadi dengan Santika Permata, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 06 Juni 2011 konflik menjadi sangat penting dalam program, seperti drama, namun

adanya konflik dalam suatu program juga tidak boleh berlebihan.

2. Implementasi Standar Program Siaran (SPS) dalam Program

Realigi

Episode Boneka Cantik dan Ibu Juga Manusia juga tidak

menerapkan ketentuan SPS dalam pasal 11 tentang penghormatan

terhadap hak privasi dan pribadi, berbunyi bahwa program siaran

langsung atau rekaman wajib menghormati privasi sebagai hak atas

kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari subyek dan obyek berita.

Tidak hanya itu, episode Boneka Cantik juga tidak sesuai

dengan ketentuan pasal 32 tentang pembatasan dan pelarangan

program siaran mistik dan supranatural, yang berisi program siaran

fiksi, seperti: drama, film, sinetron, komedi, atau kartun, yang

menyajikan kekuatan atau makhluk supranatural dalam bentuk fantasi

dapat disiarkan sesuai dengan klasifikasi program siaran. Episode ini

tidak mengklasifikasikan program siarannya, padahal dalam

tayangannya terdapat pernyataan bahwa Kia menganggap arwah

ibunya ada dalam boneka kesayangannya. Jika tayangan ini ditonton

oleh anak dibawah umur, besar kemungkinan terjadi peniruan

terhadap apa yang telah ditontonnya, juga dapat menimbulkan

persepsi yang salah, mengingat mayoritas penggemar boneka adalah

anak-anak. Kia juga menggantungkan boneka-bonekanya disebuah

pohon, padahal disebutkan jika tayangan yang menimbulkan rasa

takut terhadap penontonnya harus disiarkan diatas pukul 22.00 WIB. Dijelaskan pula dalam pasal 13 ayat 1, bahwa program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan perempuan. Hendaknya Realigi melakukan koreksi terhadap jam tayang dan klasifikasi programnya.

Bahkan, terdapat tindak kekerasan dalam episode Ibu Juga

Manusia. Ketika sang ayah, Pak Hendi, menyiram seember air ke arah

Lala. Adegan tersebut tidak sesuai dengan pasal 9 mengenai penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan, yang berisi bahwa program siaran wajib berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman masyarakat. Scene yang menunjukan adegan dengan disiram seember air tersebut dinilai tidak sopan dalam etika kehidupan sehari-hari. Adegan tersebut juga termasuk kedalam tindak kekerasan karena secara tidak langsung terjadi adegan penyiksaan. Padahal menampilkan adegan secara nyata, terkesan sadis dan membuat penonton merasa ngeri, harus dibatasi. Hal tersebut dibahas dalam pasal 26 ayat 3 point b. Disamping itu, adegan ini juga disiarkan dibawah pukul 22.00 WIB. Padahal, jelas disebutkan dalam pasal 25 bahwa program siaran atau promo program siaran yang mengandung muatan kekerasan, baik berupa percakapan dan atau adegan kekerasan secara eksplisit hanya dapat disiarkan pada pukul

22.00–03.00 waktu setempat. Pelanggaran tersebut jelas dilakukan oleh Realigi. Adegan tersebut juga dikhawatirkan dapat menimbulkan peniruan terhadap penonton. Untuk itu, pengaturan media penyiaran perlu diatur karena efeknya yang begitu besar terhadap khalayak.

Efek media penyiaran meliputi dua hal. Pertama, efek dikotomi, yaitu efek kehadiran media itu sendiri dan efek pesan yang ditimbulkannya kepada masyarakat dalam bentuk kognitif, afektif, dan behavioural.

Kedua, efek trikotomi, yaitu efek sasaran yang terdiri dari individual, interpersonal, dan sistem dalam bentuk kognitif, efektif, dan behavioural. Efek kognitif mempengaruhi pengetahuan, pemahaman, dan persepsi masyarakat menyangkut pengetahuan, keterampilan dan kepercayaan. Efek afektif mempengaruhi perasaan, seperti perasaan senang dan benci yang menyangkut emosi, sikap, dan nilai. Efek behavioural mempengaruhi perilaku, seperti pola tindakan dan kebiasaan.53

Inti masalah pada episode Ibu Juga Manusia adalah Lala meminta tim Realigi untuk membantunya agar ia bisa bertemu dengan anak kandungnya bernama Nabila yang telah dipisahkan oleh ayah

Lala. Diceritakan bahwa Lala menikah muda melalui perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya dengan anak dari kerabatnya. Kemudian Lala selingkuh dengan teman SMAnya sampai pada akhirnya Lala hamil.

Melihat kasus yang sedemikian rumitnya hendaknya penyelesaian masalah dalam keluarga ada ketentuannya, seperti yang terkandung dalam pasal 12, bahwa informasi dan atau berita mengenai masalah

53 Masduki, Regulasi Penyiaran: Dari Otoriter ke Liberal (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 13 kehidupan pribadi dan hal-hal negatif dalam keluarga, seperti: konflik antar-anggota keluarga, perselingkuhan, dan perceraian disiarkan dengan mengikuti syarat-syarat sebagai berikut:

a. tidak dilakukan dengan niat merusak reputasi obyek yang diberitakan;

b. tidak dilakukan dengan cara yang justru memperburuk keadaan,

atau memperuncing konflik yang ada;

c. tidak dilakukan dengan cara yang mendorong berbagai pihak

yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci

aib dan atau kerahasiaan masing-masing pihak yang berkonflik;

d. tidak menimbulkan dampak buruk akibat pemberitaan terhadap

keluarga, terutama bagi anak-anak dan remaja;

e. tidak dilakukan tanpa dasar fakta dan data yang akurat;

f. jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang

lain, wajib untuk dinyatakan secara eksplisit;

g. pembawa acara dan narator tidak menjadikan konflik dalam

keluarga yang diberitakan sebagai bahan tertawaan dan atau

bahan cercaan

h. pembawa acara dan narrator tidak mengambil kesimpulan secara

tidak proporsional, menghakimi, dan atau mengambil sikap

berpihak kepada salah satu pihak yang berkonflik; dan atau

i. pembawa acara dan narator tidak boleh menggiring opini

masyarakat ke arah yang menjatuhkan martabat obyek yang

diberitakan. Sangat jelas bahwa kehadiran tim Realigi dalam menyelesaikan masalah, malah menjadi boomerang bagi mereka.

Dalam point b di atas, disebutkan siaran tidak boleh dilakukan dengan cara yang justru memperburuk keadaan atau memperuncing konflik yang ada. Dengan ikut sertanya tim Realigi yang membantu Lala, jelas bahwa mereka telah berpihak. Padahal media tidak boleh cover both side.

Disebutkan pula dalam point c, kalau dalam tayangan yang mengandung konflik dalam keluarga tidak dilakukan dengan cara mendorong berbagai pihak untuk menceritakan secara terperinci masalah atau aib yang sedang terjadi dari masing-masing pihak yang sedang berkonflik. Dalam episode ini, secara jelas Pak Hendi menceritakan masalah yang sedang terjadi di keluarganya. Bahkan, dalam tayangan ini tim Realigi meminta Ibu Warni sebagai ibunya

Lala, menceritakan masalah apa yang memicu terjadinya konflik antara Lala dan ayahnya. Jelas, bahwa tim Realigi bukan hanya mendorong pihak-pihak yang sedang berkonflik untuk menceritakan masalahnya, tapi tim malah bertanya secara jelas dalam tayangan ini.

Point d juga mempertegas, jika tayangan yang mengandung konflik dalam keluarga tidak menimbulkan dampak buruk bagi penonton. Adegan menyiram Lala dengan air dan jalan cerita saat

Ibu Warni meenceritakan kalau Lala kecewa dengan sikap ayahnya yang menjodohkannya dengan anak dari kerabatnya, lalu Lala berselingkuh dengan teman semasa SMAnya hingga dia hamil dalam episode ini pun dinilai akan menimbulkan dampak buruk bagi penonton, mengingat episode ini tidak menggunakan klasifikasi program siaran dan jam tayang yang kurang tepat.

Perhatikan pula point f dalam pasal 12 ini, dinyatalan jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang lain, wajib untuk dinyatakan secara eksplisit. Namun, pada kenyataannya tayangan Realigi tidak memberikan pernyataan kalau tayangannya telah di reka-ulang dan menggunakan peran pengganti. Hal ini dapat saja disalahpersepsikan oleh penonton yang kurang bahkan tidak mengerti arti dari drama reality show.

Tidak heran jika kemudian penggemar program ini kebanyakan adalah ibu rumah tangga, yang umumnya senang dengan program drama atau sinetron.

Point h juga menyebutkan bahwa pembawa acara tidak boleh mengambil kesimpulan dan sikap berpihak kepada salah satu pihak yang berkonflik. Terlihat jelas jika tim Realigi telah berpihak kepada Lala, karena Lala yang telah melaporkan kasus keluarganya kepada tim Realigi. Aib keluarga yang telah diceritakan secara terperinci oleh Lala, Pak Hendi, dan Ibu Warni, dikhawatirkan terjadi peniruan di masyarakat. Dalam hal ini perilaku yang muncul adalah proses imitasi dan peniruan, dimana proses ini adalah hasil dari kecenderungan manusia untuk melakukan imitasi atas nilai dan bentuk-bentuk yang dipercaya atau dirasakan mempunyai kecocokan. Namun, peniruan yang mengarah pada keseragaman ini dibentuk secara terperinci dan sistematis oleh sebuah otoritas politik ekonomi, yang di implementasikan oleh kekuatan komunikasi massa dengan institusi medianya serta kepentingan ekonomis dan ideologis orang-orang yang berada didalamnya.

Televisi memang salah satu media yang paling mudah untuk ditiru apa yang terjadi didalamnya. Untuk mengantisipasinya

Senior Kreatif Realigi berpendapat sebagai berikut:54

“Dalam drama reality show Realigi ada beberapa item yang selalu menjadi pakem. 1. Adanya kasus. Orang yang tadinya „baik‟ kemudian berubah karena suatu hal atau ada kejadian yang memicunya. Perubahan itu digambarkan dalam kejadian konflik per konflik yang digambarkan melalui adegan. 2. Ada proses „mengingatkan‟ orang yang menyimpang itu bahwa perbuatannya salah dan proses mengingatnya dilakukan berulang-ulang (niat baik digambarkan tidak kenal menyerah) baik oleh keluarga, orang lain (sesama muslim) maupun ustad (pemuka agama) dan diajak untuk memahami „pemicu‟ itu sebagai suatu ujian. 3. Turning point yang akan membuat si pelaku „kena batunya‟ akibat perbuatannya yang salah tersebut. Bisa menimpa dirinya maupun orang terdekatnya sehingga akhirnya menimbulkan kesadaran bagi si pembuat dosa itu. 4. Pertobatan. Si pelaku menyadari kesalahannya dan meminta maaf sekaligus melakukan pertobatan. Apakah tobat beneran atau tobat sambel .. itu hanya pemanis cerita. Dengan adanya point-point itu, diharapkan bagi yang akan „meniru‟ akan berpikir akan sebab akibatnya.”

Walaupun pada kenyataan tayangan tersebut termasuk kedalam genre drama, namun seperti yang telah diungkapkan oleh

Senior Kreatif Realigi sebagai berikut:

54 Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011 “Para pelakunya bukan mereka yang mengalami hal tersebut. Walaupun cerita dasarnya merupakan pengalaman hidup nyata seseorang, pada pengembangannya akan menggunakan nama lain dan merubah semua nama. Dan pelakunya bukan mereka yang mengalaminya langsung.”55

Jelas, kalau cerita Realigi adalah nyata tetapi diceritakan kembali dengan peran pengganti. Banyaknya program reality show di setiap stasiun televisi mengikuti permintaan masyarakat yang kian gandrung menyaksikan reality show, hingga pada akhirnya stasiun televisi berlomba-lomba menyajikan program tersebut dengan format yang berbeda-beda. Hal tersebut dilakukan agar program mereka menempati posisi pertama pada rating dan share yang selalu dilakukan oleh setiap stasiun televisi, dengan tujuan mengetahui program seperti apa yang sedang diminati masyarakat.

Hal demikian yang kemudian disebut dengan regulasi struktur.

Yakni berisi kepemilikan media oleh pasar. Pasar yang dimaksud adalah masyarakat.56

Seperti yang diungkapkan Senior Kreatif Realigi mengenai

Regulasi Struktur:57

“Acara televisi (program yang tayang di TV) pada dasarnya merupakan suatu „barang dagangan‟. Barang itu harus mampu menarik perhatian masyarakat sehingga penonton menyaksikan program itu dan berimbas pada share dan rating serta selanjutnya akan mempengaruhi penjualan slot iklan dan berarti mempengaruhi pemasukan station.

55 Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011 56Mike Feintuck, Media Regulation, Public Interest and Law, (Edinburgh University Press) h. 51 57 Wawancara Pribadi dengan Gina Herlianawati, di Lt. 3 Gedung Trans TV, 26 Mei 2011

Sebagus apapun acaranya tapi apabila hanya bisa dinikmati oleh golongan penonton tertentu maka belum bisa dibilang „sukses‟, karena kepemirsaan penonton mencakup beragam kelas dari kelas A sampai E. Drama reality Realigi pun akan memperhatikan isi tayangan agar dapat tetap menarik perhatian penonton tanpa mengurangi esensi dasar dibuatnya program ini. Mulai dari tema apa yang lebih disukai, konflik yang seperti bagaimana yang lebih menarik perhatian penonton, kejadian apa yang bisa membuat penonton penasaran dan sebagainya. Minat penonton pun akan berubah trend-nya pada setiap waktu tertentu, sehingga sebelum penonton menuntut untuk adanya hal baru, program tersebut harus sudah punya plan perubahan dan penambahan item apa yang akan dimasukkan pada minggu-minggu berikutnya sehingga penonton akan selalu melihat program ini tidak monoton dan selalu berkembang.”

Dapat disimpulkan bahwa, masyarakat menjadi target

utama dalam setiap program dan memiliki posisi penting dalam

menentukan program mana yang berhasil menarik perhatian

penonton dan program yang bagus tapi kurang diminati, maka

program tersebut belum terbilang sukses. Hal ini pula yang

terkadang menjadi masalah dalam proses produksi Realigi,

menentukan kasus, mencari talent, menentukan lokasi yang mirip

dengan kejadian hingga proses shooting berlangsung.

D. Bentuk-bentuk Pelanggaran Undang-undang Penyiaran No. 32

Tahun 2002 dan P3SPS dalam Program Realigi

Telah dijelaskan secara terperinci dalam pembahasan

sebelumnya mengenai palanggaran yang dilakukan dalam program

Realigi dan telah dipaparkan dalam pembahasan sebelumnya. Dapat

dilihat dalam tabel sebagai berikut: 1. Pelanggaran terhadap Undang-undang Penyiaran No. 32

Tahun 2002

No. Episode Indikator Bentuk Isi Pelanggaran 1. Boneka Kia - Pasal 36 ayat - Isi siaran wajib Cantik menganggap 1 mengandung informasi, arwah ibunya pendidikan, hiburan, ada dalam dan manfaat untuk boneka pembentukan kesayangannya intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai- nilai agama dan budaya Indonesia. - Pasal 36 ayat - Isi siaran wajib 3 memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran wajib mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran. - Pasal 5 point - memberikan informasi i yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab.

2. Ibu Juga Lala - Pasal 36 ayat - sda. Manusia menjelaskan 1 konflik dalam - Pasal 36 ayat - Isi siaran wajib dijaga keluarganya 4 netralitasnya dan tidak kepada tim boleh mengutamakan Realigi kepentingan golongan tertentu. Tabel IV.1 Pelanggaran terhadap Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun

2002

2. Pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)

No. Episode Indikator Bentuk Isi Pelanggaran 1. Boneka - Kia merasa - Pasal 10 - Lembaga penyiaran Cantik terganggu wajib memperhatikan dengan dan melindungi keberadaan kepentingan anak-anak, tim Realigi remaja dan atau karena ia perempuan. merasa - Pasal 43 - Lembaga penyiaran masalah wajib menghormati hak pribadinya privasi seseorang telah diusik dalam memproduksi dan atau menyiarkan suatu program siaran, baik langsung, maupun siaran tidak langsung. - Kia - Pasal 16 - Lembaga penyiaran menganggap wajib membatasi arwah ibunya muatan program mistik ada dalam dan supranatural. boneka kesayangann ya

2. Ibu Juga - Mengumbar - Pasal 43 - Lembaga penyiaran Manusia konflik dalam wajib menghormati hak keluarga privasi seseorang dalam memproduksi dan atau menyiarkan suatu program siaran, baik langsung, maupun siaran tidak langsung. - Pak Hendi - Pasal 14 - Lembaga penyiaran menyiram air wajib membatasi ke arah Lala adegan kekerasan, sesuai dengan penggolongn program siaran. - Pasal 8 ayat - Lembaga penyiaran 1 harus berhati-hati agar tidak merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap keberagaman khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, gender dan atau latar belakang ekonomi. Tabel IV.2 Pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku Penyiaran (P3)

3. Pelanggaran terhadap Standar Program Siaran (SPS) dalam

Program Realigi

No. Episode Indikator Bentuk Isi Pelanggaran 1. Boneka - Kia merasa - Pasal 11 - Program siaran Cantik terganggu langsung atau rekaman dengan wajib menghormati keberadaan privasi sebagai hak atas tim Realigi kehidupan piribadi dan karena ia ruang pribadi dari merasa subyek dan obyek masalah berita. pribadinya telah diusik

- Kia - Pasal 32 - Program siaran fiksi menganggap seperti: drama, film, arwah ibunya sinetron, komedi, atau ada dalam kartun, yang boneka menyajikan kekuatan kesayangannya atau makhluk supranatural dalam bentuk fantasi dapat disiarkan dengan klasifikasi program siaran.

- Pasal 13 ayat - Program siaran wajib 1 memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak, remaja, dan perempuan.

2. Ibu Juga - Pak Hendi - Pasal 9 ayat - Program siaran wajib Manusia menyiram air 2 berhati-hati agar tidak ke arah Lala merugikan dan menimbulkan efek negatif terhadap norma kesopanan dan kesusilaan yang dianut oleh keberagaman masyarakat. - Lala - Pasal 26 ayat - Program siaran menceritakan 3 point b dilarang menampilkan konflik dalam adegan penyiksaan secara close up dengan keluarga atau tanpa alat, secara nyata, terkesan sadis dan membuat pemirsa merasa ngeri. - Pasal 25 ayat - Program siaran atau 1 promo program siaran yang mengandung muatan kekerasan, baik berupa percakapan dan atau adegan kekerasan secara eksplisit hanya dapat disiarkan pada pukul 22.00-03.00 waktu setempat. - Pasal 12 - (b) tidak dilakukan point b, c, d, dengan cara justru f dan h memperburuk keadaan, atau memperuncing konflik yang ada. (c ) tidak dilakukan dengan cara mendorong berbagai pihak yang terlibat dalam konflik mengungkapkan secara terperinci aib dan atau kerahasiaan masing- masing pihak yang berkonflik. (d) tidak menimbulkan dampak buruk akibat pemberitaan terhadap keluarga, terutama bagi anak-anak dan remaja. (f) jika bersifat rekayasa, reka-ulang atau diperankan oleh orang lain, wajib untuk dinyatakan secara eksplisit. (h) pembawa acara dan narator tidak mengambil kesimpulan secara tidak proporsional, menghakimi, dan atau mengambil sikap berpihak kepada salah satu pihak yang berkonflik. Tabel IV.3 Pelanggaran terhadap Standar Program Siaran (SPS) dalam

Program Realigi

Dapat dilihat pada tabel-tabel di atas bentuk-bentuk

pelanggaran yang terdapat dalam dua episode Realigi, episode

Boneka Cantik dan episode Ibu Juga Manusia.

E. Komodifikasi dalam Program Realigi

Komodifikasi adalah mengubah makna dari sistim fakta

atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari

kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. Bentuk

komodifikasi ada tiga macam, yaitu:58

1. Intrinsic commodification (komodifikasi intrinsik atau

komodifikasi isi)

Yaitu proses pengubahan pesan dari sekumpulan data ke

dalam sistem makna dalam wujud produk yang dapat

dipasarkan seperti paket produk yang dipasarkan oleh media.

Dalam hal ini Realigi mengubah skenario ke dalam episode,

yaitu episode Boneka Cantik dan episode Ibu Juga Manusia.

Untuk kemudian disiarkan melalui stasiun Trans TV.

2. Extrinsic commodification (komodifikasi ekstrinsik atau

komodifikasi khalayak)

Yakni proses modifikasi peran media massa oleh

perusahaan media dan pengiklan dari fungsi awal sebagai

konsumen media kepada konsumen produk yang bukan media

58 Vincent Mosco, The Political Economy of Communication, (London: SAGE Publication, 1996), h. 27-37 di mana perusahaan media memproduksi khalayak dan

kemudian menyerahkannya pada pengiklan.

Melihat kenyataan bahwa setiap pesan yang

direpresentasikan oleh media massa mengarahkan dan

membentuk perilaku khalayak dan menjadikan khalayak

sebagai pasar dari produk yang mereka ciptakan, untuk

memenuhi kebutuhan dan kepentingan aspek ekonomis dari

pemilik media massa ataupun kekuatan lain yang secara politis

menarik keuntungan dari hal tersebut.

Kali ini Trans TV mengikuti trend yang sedang ada dengan

memproduksi program drama reality show dengan alasan

Realigi mencoba memberikan tontonan yang berbeda dari

reality show yang sudah ada, dimana pada masanya kehadiran

Realigi sangat ditunggu oleh penonton setianya. Trend bisa

menjadi petunjuk terhadap selera penonton secara umum

sehingga sedikit banyak memantau meningkatkan rating.

Hingga kemudian banyak iklan yang masuk, karena melihat

perkembangan program Realigi. Singkatnya yang terjadi adalah

kerjasama yang saling menguntungkan antara perusahaan

media dan pengiklan. Program-program media digunakan

sebagai sarana untuk menarik khalayak yang kemudian dijual

kepada pengiklan yang membayar perusahaan media.

3. Cybernetic commodification (komodifikasi cibernetik) Yaitu proses mengatasi kendali dan ruang. Dalam prakteknya dapat dibagi dua, yaitu: Pertama, komodifikasi intrinsik adalah khalayak sebagai media yang berpusat pada pelayanan jasa rating khalayak. Jadi yang dipertukarkan bukan pesan atau khalayak melainkan rating. Peringkat program atau rating menjadi hal yang sangat penting bagi pengelola stasiun penyiaran komersial. Perusahaan atau lembaga rating, menyediakan jasa kepada stasiun penyiaran dengan mengeluarkan laporan rutin mengenai program apa saja yang menjadi keunggulan dan program apa saja yang sudah ditinggalkan penontonnya. Rating merupakan hal yang penting karena pemasang iklan selalu mencari stasiun penyiaran atau program siaran yang paling banyak ditonton. Rating menjadi perhatian pula bagi pemasang iklan yang ingin mempromosikan produknya.

Dalam hal ini Realigi mengangkat kasus dari pengalaman yang dialami oleh seseorang kemudian diangkat menjadi sebuah drama yang diperankan oleh talent, lalu disiarkan untuk meraih penonton sebanyak-banyaknya yang kemudian akan mendatangkan iklan sebagai sponsor dalam stasiun televisinya.

Misalnya saja pada tayangan pertama Realigi adalah episode

Adikku Terkena Narkoba, respon penonton saat itu sangatlah baik, bahkan melekat dalam ingatan penonton karena adanya pegawai Trans TV yang merangkap sebagai Host dengan mengenakan seragam Trans TV disetiap tayangannya. Lalu salah satu tayangan yang menarik perhatian penonton adalah episode Tuyul, yang perolehan sharenya diatas 33%. Begitu pula jika pada episode Boneka Cantik dan Ibu Juga Manusia perolehan ratingnya tinggi, maka banyak iklan yang akan masuk untuk mensponsori program tersebut.

Share dari stasiun Trans TV, diperoleh dengan cara membagi jumlah penonton yang menyaksikan acara televisi

Trans TV dengan keseluruhan rumah tangga yang betul-betul menyaksikan televisi. Hasil pembagian ini merupakan jumlah penonton yang betul-betul menyaksikan acara televisi Trans

TV, dan hasil pembagian ini disebut dengan audience share.

Karena penonton adalah pasar dan program yang disajikan adalah produk yang ditawarkan. Hal ini pula yang disebut dengan regulasi struktur.

Bila perolehan rating dan share mencapai target yang diinginkan, maka dengan otomatis banyak iklan yang masuk untuk program Realigi. Dengan begitu, perolehan share sangatlah vital untuk kelangsungan program Realigi.

Kedua, komodifikasi ekstensif adalah proses komodifikasi yang menjangkau seluruh kelembagaan pendidikan informal pemerintah, media, dan budaya yang menjadi motif atau pendorong sehingga tidak semua orang dapat mengakses. Realigi dalam setiap produksinya berusaha menjangkau seluruh

kelembagaan sosial sehingga akses hanya dimiliki media.

Terlihat jelas bahwa program televisi yang ditayangkan tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar, tetapi juga mencari pemasukan bagi stasiun televisi tersebut, hal ini tentu saja menyangkut aspek ekonomi yang menjadi jantung kehidupan dalam stasiun televisi tersebut.59

Bila selama ini media dilihat hanya dipengaruhi oleh aspek ideologis dan politis, maka ekonomi politik media massa melihat media dalam keterpengaruhannya dengan ekonomi, walaupun pada beberapa titik masih diperdebatkan. Salah satu kunci memahami adanya unsur kapitalis adalah dengan melihat secara politis dan ideologis dominasi kapitalisme secara ekonomis atas dunia penyiaran. Nampak jelas bahwa UU Penyiaran sejatinya merupakan wilayah kompromi kekuatan ekonomi dan politik pada satu sisi dan publik pada sisi lain. Kepentingan kekuatan kapitalis sebagai representasi dari kekuatan ekonomi, pemerintah sebagai pemegang otoritas politik dan publik sebagai stakeholder penyiaran saling bertemu untuk kemudian masing-masing pihak memperjuangkan kepentingan masing-masing. Dengan kata lain, ada keterpengaruhan dalam proses tersebut, yang kemudian

59 Dedy N. Hidayat, Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 46

meniscayakan terjadinya kompromi sehingga pasca pengesahan

UU Penyiaran para pihak yang terkait tidak dapat merasa puas.

Proses perkembangan ekonomi politik ditentukan oleh empat variable dasar: ekonomi, politik, struktur sosial, dan kebudayaan. Namun dalam perkembangannya variabel-variabel tersebut berkembang sendiri-sendiri dan kini tersisa dua variable pokok: ekonomi dan politik. Begitu juga ekonomi politik tak dapat melepaskan dirinya dari konteks sejarah dimana itu selalu tergantung juga pada kondisi struktur sosial dan kebudayaan.60

Berdasarkan logika ruang publik yang banyak digagas oleh

Habermas, seperti yang dikutip oleh Masduki, bahwa faktor struktural yang penting bagi kelahiran pengelolaan penyiaran media demokratis adalah keharusannya menjadi kekuatan dominan dalam sistem penyiaran yang ada. Pengelolaan penyiaran demokratis harus dapat menyeimbangkan penguasaan besar- besaran kalangan bisnis dan pemasangan iklan dalam wilayah komunikasi publik. Persoalan yang mendasar adalah bagaimana membuat suatu struktur sistem media yang kondusif bagi keragaman opini (diversity of opinion), kebebasan berbicara

(freedom speech) dan kebebasan untuk melakukan jurnalisme penyiaran terhadap apa saja. Pada saat yang sama, perlu juga dibuat suatu kebijakan yang akan melindungi kondisi tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa setiap stasiun televisi hendaknya

60 Yanuar Akbar, Ekonomi Politik Internasional, (Bandung: Angkasa, 1995), h. 1 memperhatikan kaidah penyiaran dalam memproduksi sebuah program, tidak hanya mementingkan banyaknya rating dan keuntungan yang akan didapat.

Satu prinsip yang harus diperhatikan di sini adalah dalam sistem sistem industry kapitalis, media massa harus diberi fokus perhatian yang memadai sebagaimana institusi-institusi produksi dan distribusi yang lain. Kondisi-kondisi yang ditemukan pada level kepemilikan media, praktek-praktek pemberitaan, dinamika industri radio, televisi, perfilman, dan periklanan, mempunyai hubungan yang saling menentukan dengan kondisi-kondisi ekonomi spesifik yang berkembang di suatu negara, serta pada gilirannya juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi ekonomi politik global.61

BAB V

61 Dedy N. Hidayat, Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 441 PENUTUP

A. Kesimpulan

Pertama, bahwa tayangan Realigi kerap kali tidak sesuai dengan ketentuan

pasal 36 ayat 1 yang menyebutkan bahwa isi siaran wajib mengandung

informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan

intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan

dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Jelas

terlihat jika dsalam dua episode Realigi yang telah dibahas, mengandung unsur

yang dinilai tidak mengandung informasi yang bermanfaat. Terlebih dalam

episode Ibu Juga Manusia yang tidak mengamallkan nilai-nilai agama, dimana

dalam tayangannya terdapat adegan perselingkuhan yang dilakukan oleh Lala

hingga dia hamil. Begitu pula dalam episode Boneka Cantik, yang

menceritakan sebuah boneka yang mengandung arwah didalamnya. Hal

tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan peniruan terhadap penontonnya.

Karena televisi merupakan media yang sangat besar pengaruhnya terhadap

penonton.

Kedua, Realigi juga belum mengimplementasikan P3SPS dengan baik

dalam setiap tayangannya. Terbukti ada beberapa pasal yang telah dilanggar

dalam episode Boneka Cantik dan Ibu Juga Manusia. Seperti pelanggaran pada

pasal 12 mengenai konflik dalam keluarga, yang telah dipaparkan dalam

pembahasan sebelumnya.

B. Saran Hendaknya para rumah produksi menjadikan UU Penyiaran sebagai pakem didalam setiap pembuatan program yang mereka membuat. Bersifat mendidik, sarat akan informasi yang bermanfaat, memperhatikan penngolongan program siaran dan tidak hanya mementingkan faktor keuntungan saja.

KPI harus jeli dalam melihat setiap tayangan yang hadir di televisi. Jika lengah sedikit saja, kemungkinan besar dunia penyiaran mengeksplorasi sebuah program sebebas-bebasnya. Yang kemudian dikhawatirkan membawa dampak buruk bagi penonton.

Peran aktif masyarakat juga diperlukan dalam mengawasi setiap tayangan yang ada di televisi. jika menyaksikan tontonan yang dinilai membawa dampak buruk bagi penonton, akan lebih baik kalau segera melaporkan tayangan tersebut kepada lembaga pengawas penyiaran, dalam hal ini adalah KPI. Orang tua juga diharapkan mendampingi anak-anaknya dalam menyaksikan sebuah tayangan televisi.

Diharapkan adanya jiwa kritis dan kejelian dalam melihat setiap tayangan program televisi untuk peneliti berikutnya. Dengan tujuan, mencegah generasi bangsa dari dampak buruk penayangan program yang kurang berbobot.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Yanuar, Ekonomi Politik Internasional, (Bandung: Angkasa, 1995). Bungin, Burhan, Konstruksi Sosial Media Massa, (Jakarta: Kencana, 2008). Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988). Feintuck, Mike, Media Regulation, Public Interest and Law (Edinburgh University Press, 1998). FOKUSMEDIA, Undang-undang Penyiaran dan Pers (Bandung: Fokus Media, 2005). Hidayat, Dedy N., Jurnalis, Kepentingan Modal dan Perubahan Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000)

John, W. Cresswell, Research Design. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998). McQuail, Dennis, Mass Communication Theory: An Introduction (London: Sage Publications, 1991). Masduki, Regulasi Penyiaran dari Otoriter ke Liberal (Yogyakarta: LKiS, 2007). Morissan, Manajemen Media Penyiaran, (Jakarta: Kencana, 2008). Mosco, Vincent, The Political Economy of Communication (London: Sage, 1996). Muda, Deddy Iskandar, Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008). Mufid, Muhammad, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran (Jakarta: Kencana, 2007). Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya). Subroto, Darwanto Sastro, Produksi Acara Televisi (Yogyakarta: Duta Wacana University Presss, 1994). Soenarto, RM, Programa Televisi: Dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran (Jakarta:FFTV-IKJ PRESS, 2007). Sudibyo, Agus, Ekonomi Politik Penyiaran (Yogyakarta: LKiS, 2004). Tebba, Sudirman, Jurnalistik Baru (Ciputat: Kalam Indonesia, 2005). ------, Hukum Media Massa Nasional (Ciputat: Pustaka Irvan, 2007). Undang-undang Penyiaran 2002, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006). Vivian, John, Media of Mass Communication (USA: Winona State University, 2002).

Internet: www.wikipedia.org www.transtv.co.id www.KPI.go.id http://gunheryanto.blogspot.com/2007/11/tayangan-iklan-komersial

Lain-lain:

Wawancara Pribadi dengan Senior Kreatif Realigi Wawancara Pribadi dengan Host Realigi Wawancara Pribadi dengan Penonton Realigi

Lampiran-Lampiran

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Santika Permata

Jabatan : Host

Waktu : 06 Juni 2011

______

1. Bagaimana pengalaman Anda selama memandu program Realigi?

Menyadarkan mereka yang terjerumus bukan lah sesuatu yang mudah

dilakukan, walaupun ini merupakan drama reality tapi banyak kejadian

yang diangkat berdasarkan kisah nyata dari masyarakat. Ternyata banyak

kejadian yang belum pernah kita bayangkan akan ada yang

mengalaminya, termasuk kisah-kisah yang “mistis” ternyata dialami

“beneran” oleh banyak masyarakat. Yang pasti kami menjadi lebih

terbuka pikiran bahwa kenyataan hidup manusia sangat beragam dan

sifat manusia pun beragam, lebih dari yang pernah kita temui sehari-hari.

2. Bagaimana kronologi sampai Anda bergabung dalam program Realigi?

Saat itu saya masih sebagai staff dari Divisi Corporate Services Trans TV,

karena satu dan lain hal, saya dialih tugaskan menjadi staff Divisi

Produksi Trans TV program Realigi. Sebagai creative sekaligus host

Realigi.

3. Menurut Anda, apakah program Realigi memiliki keberbedaan dengan

program reality show lain? Tentunya, karena program Realigi merupakan sajian drama reality

berisikan tentang siraman rohani, yang mengangkat kisah manusia yang

sedang terjerumus dalam hal-hal yang tidak benar. Realigi membantu

orang yang melaporkan orang terdekatnya yang telah terjerumus untuk di

sadarkan kembali dan berupaya untuk mengajak orang tersebut kembali

ke jalan yang benar, dengan cara di bantu oleh seorang ustadz,pisikologi

dan lain-lain. Pesan yang disampaikan pada setiap penontonnya berupa

kasus yang diimbangi solusi berlandaskan ilmu agama.

4. Apa nilai positif dari program Realigi yang Anda temukan?

Disetiap kasus yang ditemui pasti ada nilai positif yang dapat dipetik,

kami selalu menyimpulkan bahwa Allah SWT tak mungkin memberi

cobaan diluar kemampuan umat Nya selama umat Nya mau berusaha,

berdoa dan berserah.

5. Bagaimana program Realigi dipersiapkan sebelum produksi?

Kami melakukan penentuan kasus apa yang akan diangkat, melihat dari

banyak hal, salah satunya konflik apa yang terjadi dalam kasus itu

sebagai penunjang cerita, menentukan lokasi yang akan dijadikan

penggambaran kasus dan memilih para pemain yang akan memerankan

tokoh yang dimaksud

6. Bagaimanakah kreatifitas Host dalam program Realigi? Kreatifitas disini lebih banyak dalam hal mengaplikasikan cerita dalam

bentuk tindakan, memberikan empati kepada pelapor yang sedang

kesusahan, mampu ber-emosi sewajarnya serta mampu bereaksi terhadap

aksi yang diterimanya

7. Bagaimana batasan-batasan privasi dalam program Realigi?

Tim Realigi menghormati setiap nama dan peristiwa yang diangkat. Kita

selalu memberikan nama lain (nama samaran) maupun lokasi kejadian

sedemikian rupa agar tidak menyinggung banyak pihak. Demikian juga

untuk pemeran, sedekat mungkin dicari kemiripan dengan tokoh asli untuk

mendukung cerita yang diangkat

8. Apakah program Realigi menurut Anda sudah sesuai dengan kaidah-

kaidah penyiaran?

Ya, Sudah. Itu sebabnya program Realigi dapat ditayangkan.

Mengetahui,

Erwin AY Raja

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Gina Herlianawati

Jabatan : Senior Kreatif

Waktu : 26 Mei 2011

______

1. Menurut Anda, drama reality itu apa?

Drama adalah cerita tentang konflik manusia, tujuannya untuk memberikan

pendidikan kepada masyarakat, yang umumnya bertema kehidupan manusia

sehari-hari. Bisa diambil dari kejadian sebenarnya, fiksi atau rekaan atau

hanya mengambil inti cerita dan melakukan pengembangan ide. Sedangkan

reality disini adalah formatnya, bagaimana pengemasannya menjadi sebuah

pertunjukan. Kenapa disebut reality, karena setting yang digunakan

seadanya, tanpa harus membangun set atau properti lain yang berlebihan,

tidak melakukan setting pencahayaan (seting lampu seperti sinetron) dan

berusaha memenfaatkan apa yang ada, baik lokasi, pencahayaan bahkan

gambar buram atau goyang atau gelap sekalipun akan dipergunakan untuk

kebutuhan tayang. Intinya ini adalah tayangan drama yang digarap dengan

gaya reality

2. Sejak kapan Program Drama Reality Show Realigi disiarkan ?

Tayang pertama kali bulan Februari 2009.

3. Apa latar belakang program Realigi ?

Trend yang sedang terjadi adalah banyaknya tayangan drama reality dan

diminati masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya minat penonton pada program berformat reality. Namun hampir semua merupakan drama

reality yang ceritanya mengangkat percintaan atau konflik percintaan.

Karenanya Trans TV mencoba untuk memberikan yang lain, yaitu drama

reality yang basicnya adalah pertobatan. Kemudian memberikan alternatif

tontonan selain sinetron, melalui bentuk format tayangan yang se-real

mungkin. Mengangkat tentang proses pertobatan sesorang (kejadian yang

banyak terjadi di masyarakat dan ada di masyarakat) dan mengedepankan

penyelesaiannya dengan kekuatan agama (Islam). Karena pada dasarnya

Realigi adalah program agama (memang dibuat untuk mengisi slot program

agama).

4. Apa visi dan misi dari program Realigi ?

. Memberikan tontonan yang menarik namun bisa tetap menghibur dan

mendidik.

. Memberikan wacana pada pemirsa agar tidak salah langkah dalam

menghadapi kehidupan mereka. Bahwa segala sebab akan

mengakibatkan akibat.

. Tetap memberikan tuntunan pada pemirsa khususnya, bahwa agama

(Islam) mampu berperan dalam penyelesaian semua permasalahan hidup

manusia.

5. Apakah Realigi merupakan pelopor hadirnya program drama Reality Show bernafaskan Islami ?

Kalau menggunakan tuntunan Islam dalam menyelesaikan konflik yang ada

dalam setiap permasalahan, iya ... Realigi bernafaskan islam dengan mencoba memasukkan unsur-unsur keagamaan sebagai bagian penting dalam

drama ini. Baik melalui pengadegan (scene sholat atau berdoa) ataupun

melalui ucapan (doa atau tausiah).

6. Apakah pelopor program drama realiti agama?

Kurang tau pasti karena pernah ada di stasiun televisi lain drama reality

agama tapi dengan konsep dan format yang berbeda.

7. Apa perbedaan Realigi dengan program drama Reality Show lain ?

Setiap drama reality punya target masing-masing tentang apa yang mau

dijadikan “misinya”. Contohnya: Katakan Cinta, tentang bagaimana

mengungkapkan cinta pada orang lain, lalu Termehek-mehek, mencari orang

yang lama gak ketemu, dll.

Untuk Realigi, misinya adalah bagaimana mengembalikan orang yang sdh

mulai menyimpang atau keluar dari norma keagamaan agar kembali ke jalan

yang benar, jalan yang diridhoi Allah. Agar orang bertobat dan mengakui

kesalahannya.

Program drama sejenis akan menggunakan “taktik” yang sama dengan

Realigi, misalnya episode Realigi mistis tentang orang yang menggunakan

dukun atau menjadi penganut ilmu hitam. Termehek-mehek juga

menggunakan item perdukunan untuk salah satu scene-nya. Tapi perbedaan

yang paling jelas adalah Realigi akan sangat jelas mengatakan dan

menggambarkan itu adalah perbuatan salah dan berdosa. Ada proses

„peneguran‟ pada pelakunya, ada proses meminta orang yang melakukannya

untuk sadar dan bertobat. Sedangkan termehek-mehek tidak akan bisa melakukan itu karena tujuan dari drama reality-nya adalah untuk mencari

seseorang. Ketika ditemukan orang yang dimaksud, tidak akan ada

pengadegan perbuatannya dosa atau tidak, salah atau tidak dan tidak ada

pertobatan. Karena targetnya adalah menemukan orang. Orangnya sudah

ketemu maka persoalan selesai. Itu yang membedakan drama reality realigi

dengan drama reality percintaan biasa.

8. Apakah tayangan Realigi Cover Both Side ?

Tidak ada pihak yang dirugikan karena ini adalah drama berformat reality.

9. Secara umum, apakah tayangan Realigi berpedoman pada UU Penyiaran

terutama Bab VII (Standar Program Siaran) penghormatan terhadap hak

privasi dan pribadi ?

Sebenernya udah jelas kan jawabannya kalau tidak ada pihak yang dirugikan

karena ini adalah drama berformat reality. Para pelakunya pun bukan

mereka yang mengalami hal tersebut. Walaupun cerita dasarnya merupakan

pengalaman hidup nyata seseorang, pada pengembangannya akan

menggunakan nama lain dan merubah semua nama. Dan pelakunya bukan

mereka yang mengalaminya langsung.

10. Berkaitan dengan mengumbar aib pribadi / keluarga yang ditampilkan,

apakah ada cara untuk menghindari adanya suatu peniruan di masyarakat ?

Televisi memang salah satu media yang paling mudah untuk ditiru apa

yang terjadi di dalamnya. Tapi dalam drama reality Realigi ada beberapa

item yang selalu menjadi pakem. Pertama, adanya kasus. Orang yang tadinya

„baik‟ kemudian berubah karena suatu hal atrau ada kejadian yang memicunya. Perubahan itu digambarkan dalam kejadian konflik per konflik

yang digambarkan melalui adegan.

Kedua, ada proses „mengingatkan‟ orang yang menyimpang itu bahwa

perbuatannya salah dan proses mengingatnya dilakukan berulang-ulang (niat

baik digambarkan tidak kenal menyerah) baik oleh keluarga, orang lain

(sesama muslim) maupun ustad (pemuka agama) dan diajak untuk memahami

„pemicu‟ itu sebagai suatu ujian.

Ketiga, turning point yang akan membuat si pelaku „kena batunya‟ akibat

perbuatannya yang salah tersebut. Bisa menimpa dirinya maupun orang

terdekatnya sehingga akhirnya menimbulkan kesadaran bagi si pembuat dosa

itu.

Dan yang terakhir adalah pertobatan. Si pelaku menyadari kesalahannya

dan meminta maaf sekaligus melakukan pertobatan. Apakah tobat beneran

atau tobat sambel .. itu hanya pemanis cerita.

Dengan adanya point-point itu, diharapkan bagi yang akan „meniru‟ akan

berpikir akan sebab akibatnya.

11. Apakah KPI pernah menegur isi tayangan Realigi ?

Sebelum sebuah tayangan on air, ada beberapa step yang dilakukan. Ada

proses editing yang akan memotong atau pun memberikan efek sedemikian

rupa sehingga gambar tidak akan tampil vulgar atau terlarang (etika on air

TV). Setelah itu akan ada preview oleh lembaga LSF yang akan memberikan

kategori tontonan apakah masuk kategori remaja atau dewasa dan akan

memberikan catatan pada beberapa adegan yang mereka pikir tidak layak

tayang. Setelah lolos LSF, program masih akan dipreview oleh QC (Quality Control)

untuk memenuhi syarat on air atau tidak secara kualitas stasiun (lebih ke

masalah teknis). Baru setelah itu suatu program akan tayang. Tayangan

Realigi pernah mendapat teguran dari KPI karena jam tayangnya yang

dianggap kurang tepat. Antisipasinya adalah memundurkan jam tayang

ataupun tetap pada jam tayang itu namun kategori yang diambil adalah yang

remaja.

12. Bagaimana masalah pribadi seseorang / hak privasi, jika dilihat dari sifat / sisi media ?

Sudah jelas bahwa tidak ada pihak yang dirugikan, karena bukan mereka

tokoh sebenarnya.

13. Bagaimana mengantisipasi dampak negatif dari tayangan Realigi ?

Mengantisipasi dampak negatifnya, sebenarnya ada didalam pengadegan

tayangan. Kalau kita berbuat A akan menyebabkan B. Bahkan dalam

pandangan agama dijelaskan itu termasuk perbuatan C. Jadi jelas segala

tingkah laku akan mendapatkan hukumannya. Tidak hanya sangsi sosial tapi

juga hukuman dari Tuhan. Karenanya tayangan Realigi pada kasus-kasus

tertentu akan menghadirkan ustad (orang yang kompeten untuk

menyampaikan tausyiah). Ustad ini memiliki kekuatan untuk “menyalahkan”

suatu perbuatan dan mengingatkan akan “hukumannya”. Sehingga orang

yang melihat tayangan ini secara full harusnya bisa membaca apa yang akan

terjadi bila kita mengikuti perilaku si “target”. Antisipasinya adalah adanya

counter dari sisi keagamaan. 14. Bagaimana implementasi regulasi struktur dalam program Realigi ?

Acara televisi (program yang tayang di TV) pada dasarnya merupakan suatu

„barang dagangan‟. Barang itu harus mampu menarik perhatian masyarakat

sehingga penonton menyaksikan program itu dan berimbas pada share dan

rating serta selanjutnya akan mempengaruhi penjualan slot iklan dan berarti

mempengaruhi pemasukan station. Sebagus apapun acaranya tapi apabila

hanya bisa dinikmati oleh golongan penonton tertentu maka belum bisa

dibilang „sukses‟, karena kepemirsaan penonton mencakup beragam kelas

dari kelas A sampai E. Drama reality Realigi pun akan memperhatikan isi

tayangan agar dapat tetap menarik perhatian penonton tanpa mengurangi

esensi dasar dibuatnya program ini. Mulai dari tema apa yang lebih disukai,

konflik yang seperti bagaimana yang lebih menarik perhatian penonton,

kejadian apa yang bisa membuat penonton penasaran dan sebagainya. Minat

penonton pun akan berubah trend-nya pada setiap waktu tertentu, sehingga

sebelum penonton menuntut untuk adanya hal baru, program tersebut harus

sudah punya plan perubahan dan penambahan item apa yang akan

dimasukkan pada minggu-minggu berikutnya sehingga penonton akan selalu

melihat program ini tidak monoton dan selalu berkembang.

15. Bagaimana regulasi tingkah laku yang diterapkan dalam program Realigi ?

Ada banyak cara agar bisa mempertahankan performance program. Seperti

yang disebutkan tadi, harus selalu selangkah lebih dulu dibandingkan dengan

keinginan penonton. Sehingga bukan kita yang mengikuti pasar, bahkan pasar

yang akan mengikuti trend yang kita buat. Ada riset program by minute.

Yaitu melihat perkembangan share rating menit permenit. Dari hal itu akan terlihat mana yang disukai oleh penonton dan mana yang penonton kurang

suka. Sehingga untk selanjutnya kita akan memperpendek durasi yang tidak

disukai penonton ataupun menghlangkan item tersebut pada tayangan

selanjutnya.

Ada pula yang namanya FGD (Forum Discussion Group), merupakan riset

dengan mengajak penonton yang mewakili semua kelas dan latar belakang

yang berbeda, diajak berdiskusi mengenai program tertentu. Kita mengajukan

pertanyaan seputar Realigi mengenai hal yang disukai dan tidak disukai,

masukan dan kritikan dan sebagainya. Ini juga merupakan salah satu cara

agar bisa mendapat ide baru. Menambah literatur untuk pengembangan ide.

Bisa dari diskusi tim, bacaan maupun menampung berbagai masalah nyata

per orangan atau mendengar sebanyak mungkin cerita masyarakat yang

terjadi di masyarakat.

16. Siapa saja yang terlibat dalam program ini?

Program Realigi terdiri dari tim inti dan tim pendukung

Tim inti terdiri dari : Produser, Kreatif dan Production Assisten (PA)

Produser bertugas sebagai penanggung jawab terhadap keseluruhan syuting dan hasil

PA bertanggung jawab lebih kepada masalah teknik

Kreatif bertanggung jawab terhadap isi materi termasuk penentuan tema, lokasi, pelaku, wardrobe pemain dan jalannya cerita

Produser membawahi kreatif dan PA

Tim pendukung adalah dari bagian teknis : kamera person, audio, generall support dan wardrobe, office boy serta security serta editor.

Kedudukan mereka sebagai tim support dan berada di luar tim inti.

17. Segmentasi penonton Realigi?

Ada target yang ingin dicapai oleh program ini dan telah kita tentukan ketika pertama kali kita buat program ini. Target audiencenya :

Primary : abc+, male and female, 15+

Secondary : Family, All People

18. Bagaimana format acara Realigi?

Untuk waktu tayang mengalami beberapa kali perubahan sejak pertama kali tayang. Pertama kali tayang di jam 20.00 WIB hari Senin. Beberapa bulan kemudian (Juni) tambah hari menjadi Senin dan Rabu jam 20.00. Kemudian jamnya berubah lagi. Untuk Senin jam 20.00, sedangkan Rabu jam 20.30. Kemudian berubah lagi menjadi pukul 21.30. Kemudian berubah lagi Senin dan Rabu ke pukul. 20.00. Kemudian ditambah menjadi Senin, Rabu dan Jumat pukul. 20.00. Kemudian berubah lagi Senin dan Rabu pukul. 20.00, sedangkan ada tayangan di hari Kamis dan Jumat yaitu Realigi dewasa (khusus) tema mistis yang tayang pukul. 23.00. Kemudian durasi sejak pertama tayang lamanya 60 menit includ commercial break. Untuk durasi utuh Realigi sekitar 40-43 menit

19. Tayangan perdana Realigi judulnya apa? dan Bagaimana respon penonton?

Tayangan pertama Realigi judulnya adikku terkena narkoba. Respon penonton baik, mengingat program drama reality yang agak berbeda dengan misi pertobatannya serta yang paling menarik adalah melibatkan pegawai Trans TV sebagai host sekaligus dengan menggunakan seragam transtvnya sehingga gampang melekat di ingatan penonton.

20. Struktur organisasi program Realigi?

Tim inti realigi terdiri dari 2 tim tapi dengan struktur yang sama.

Production Assistant, Produser, dan Creative. Tim juga mengalami perubahan man power sehingga dari tahun pertama sampai sekarang selalu mengalami pergantian.

21. Tayangan Realigi yang paling menarik perhatian pemirsa? Judulnya apa?

Kalau kita memakai perolehan share untuk mengetahui apakah program kita mampu menarik perhatian atau tidak.

Judulnya: Tuyul perolehan sharenya diatas 33%

Mengetahui,

Gina Herlianawati

HASIL WAWANCARA

Narasumber : Nurhasanah

Jabatan : Karyawan Swasta

Klasifikasi : Penonton Realigi

Waktu Wawancara : 28 Mei 2011

______

1. Apakah Anda pernah menonton Realigi?

Pernah.

2. Kapan pertama kali Anda menonton tayangan Realigi?

Lupa, tapi saya nonton pertama kali waktu Realigi masih mengangkat

tentang agama atau orang-orang yang bertobat.

3. Apa kesan Anda setelah menonton tayangan Realigi?

Kesan pertama, Realigi drama realita yang mampu memberikan

gambaran tentang realita kehidupan, yang memang ada disekitar

kehidupan manusia, terutama kaitannya dengan agama. 4. Apa perbedaan Realigi dengan drama reality show lain?

Realigi lebih menonjolkan unsur agama dibanding percintaan atau

ekonomi, seperti drama realita lain.

5. Menurut Anda, apakah Realigi melanggar hak privasi seseorang?

Tidak ada privasi yang terganggu jika cerita yang diangkat adalah fiktif.

Selain itu, nama dan lokasi juga kan disamarkan.

6. Bagaimana masalah keluarga yang terlalu di blow up oleh media?

Kembali ke jawaban tadi, itu kan hanya drama, bukan sungguhan, jadi

ya.. tidak masalah. Media bebas mengisahkan apa saja sebebas-bebasnya

berimajinasi, walaupun tetap berada pada standar kehidupan yang

sebenarnya.

7. Apa dampak negatif dari tayangan Realigi?

Dari kebebasan berimajinasi dan berekspresi melalui drama tersebut,

dampak negatifnya justru akan memberikan contoh yang kurang baik

pada kehidupan yang sebenarnya.

8. Apakah evaluasi Anda terhadap program Realigi?

Realigi episode pertama dan beberapa minggu pertama, masih layak

ditonton dan memberikan motivasi, juga memberikan inspirasi rohani

yang baik. Tapi, makin kesini, semakin tidak sesuai dengan tag line awal.

Realigi lebih mengangkat unsure mistik yang bahkan terlalu berlebihan.

Walaupun ada sedikit pesan agamanya. Tapi cerita yang diangkat lebih

banyak tidak masuk akalnya. Mungkin ada hal-hal seperti itu disebagian

kecil kehidupan orang, tapi harus disesuaikan juga dengan kehidupan kita yang modernnya terlebih sebagian besar penonton Trans TV adalah masyarakat perkotaan yang berfikir modern.

Mengetahui,

Nurhasanah