Dinamika Interaksi Agen Dan Struktur Dalam Mencegah Konsentrasi Kepemilikan Media Televisi

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Dinamika Interaksi Agen Dan Struktur Dalam Mencegah Konsentrasi Kepemilikan Media Televisi 64 Komuniti, Vol. VIII, No. 1, Maret 2016 DINAMIKA INTERAKSI AGEN DAN STRUKTUR DALAM MENCEGAH KONSENTRASI KEPEMILIKAN MEDIA TELEVISI Nursatyo Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Nasional, Jakarta Email : [email protected] ABSTRACT The acquisition PT IDKM by PT EMTEK that have an impact of the unification INDOSIAR and SCTV in the same holding company between period 2011 – 2012, bring a nation-wide discussion about concentration of media television ownership in Indonesia. Broadcast act no.32/2002 with Indonesia Broadcasting Commision as an independent regulatory body considered weak in the face of concentration. This paper provide a comprehensive description about the dynamics interaction between agent and structure of Indonesian broadcasting system particularly in order to organize commercial television media ownership. Keywords: media ownership concentration, Indonesian broadcasting structure Pendahuluan akan dipahami; bahwa semakin diberikan kebebasan seluas-luasnya bagi lembaga Proses demokratisasi di Indonesia penyiaran televisi untuk mengatur dirinya yang terjadi pasca reformasi membawa sendiri melalui mekanisme pasar, maka, pengaruh pada ranah penyiaran. Dunia akan dapat menciptakan program siaran penyiaran yang mengatur media radio yang bagus sesuai dengan keinginan pasar dan televisi dihadapkan pada paradigma (masyarakat). baru yang muncul dalam Undang-Undang no.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Yang Sebaliknya, paradigma “ruang publik” dimaksud dengan paradigma baru tersebut menganggap, bisnis penyiaran berbeda adalah paradigma “ruang publik” yang dengan bisnis pada umumnya. Armando menempatkan publik sebagai pemilik mengemukakan tiga argumentasi mengapa dan pengendali utama ranah penyiaran. dunia penyiaran harus diatur ketat (high Hal ini berlawanan dengan paradigma regulated) untuk kepentingan publik “pasar”, yang memandang bisnis penyiaran (Armando, 2011). Pertama, media penyiaran harus didudukkan sama dengan dunia televisi diyakini memiliki kekuasaan yang bisnis pada umumnya, dengan semakin besar untuk mempengaruhi audiens. minimnya campur tangan pemerintah akan Apalagi media penyiaran televisi memiliki menciptakan efisiensi ekonomi. sifat pervasiveness yang mampu masuk ke ranah domestik tanpa diundang. Paradigma pasar berasumsi, masyarakat akan terlayani dengan cara yang optimal Kedua, media penyiaran televisi juga bila segenap pertimbangan bisnis berperan sebagai ruang diskusi publik diserahkan kepada dinamika penawaran (public sphere) yang menuntut media dan permintaan (hukum pasar). Melalui sebagai wadah menampung informasi kompetisi yang fair diantara para pelaku dan opini masyarakat yang beragam tanpa pasar, maka, akan membuat produsen khawatir dan takut terhadap kekuasaan, memberikan produk yang terbaik bagi baik kekuasaan politik maupun ekonomi. konsumen dengan harga murah (Armando, Ketiga, dan yang terpenting, frekuensi yang 2011). Jika dikaitkan dengan bisnis penyiaran digunakan oleh media penyiaran televisi khususnya televisi, maka, paradigma pasar sifatnya terbatas dan merupakan milik Dinamika Interaksi Agen dan Struktur dalam Mencegah Konsentrasi Kepemilikan 65 publik seperti halnya kekayaan alam air, kekuatan negara dan pasar dalam industri tanah dan udara. penyiaran. Ketiga argumentasi itulah yang Sebagai lembaga pengawal kemudian digunakan dalam paradigma kepentingan masyarakat, maka, KPI memiliki ruang publik untuk mengatur dunia tugas menegakkan prinsip diversity of penyiaran. Kekuasaan media yang besar, content (keberagaman isi) dan diversity of keharusan media untuk menjadi ruang ownership (keberagaman kepemilikan), diskusi publik dan terbatasnya frekuensi, dengan tetap berusaha memperbaiki diri menyebabkan penataan media penyiaran untuk kepentingan bersama. membutuhkan intervensi pihak non-media. Kedua prinsip tersebut menjadi landasan Ketergantungan media yang sangat besar bagi setiap kebijakan yang dirumuskan dari iklan dapat menjadikan media lebih oleh KPI. Pelayanan informasi yang sehat berpihak dan melayani pengiklan yang berdasarkan prinsip keberagaman isi di belakangnya adalah para pemodal adalah tersedianya informasi yang beragam besar. Dalam hal ini, bisa saja, media tidak bagi publik, baik berdasarkan jenis program responsif terhadap kebutuhan publik. maupun isi program. Sementara, prinsip UU Penyiaran menegaskan bahwa keberagaman kepemilikan adalah jaminan seluruh praktik penyiaran di Indonesia harus bahwa kepemilikan media massa yang ada didasarkan demi kepentingan publik. Pasal di Indonesia tidak terpusat dan dimonopoli 6 ayat 2 UU 32/2002 menyatakan “Dalam oleh segelintir orang atau lembaga saja. sistem penyiaran nasional sebagaimana Prinsip Diversity of Ownership juga dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai menjamin iklim persaingan yang sehat spektrum frekuensi radio yang digunakan antara pengelola media massa dalam untuk penyelenggaraan penyiaran guna dunia penyiaran di Indonesia. Pasal 18 ayat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”. 1 UU 32/2002 menyebutkan “Pemusatan Pemanfaatan untuk kepentingan publik, kepemilikan dan penguasaan Lembaga artinya; publik berhak menerima isi siaran Penyiaran Swasta oleh satu orang atau yang sehat dan lembaga penyiaran harus satu badan hukum, baik di satu wilayah menjalankan fungsi pelayanan informasi siaran maupun di beberapa wilayah siaran, publik yang sehat. dibatasi.” Munculnya paradigma Ruang Namun, akhir Februari 2011, dunia Publik dalam UU Penyiaran itulah yang penyiaran diramaikan dengan rencana kemudian melahirkan sebuah lembaga penggabungan usaha antara PT Indosiar negara independen untuk mengatur Karya Media Tbk (IDKM) yang merupakan dunia penyiaran (Independent Regulatory perusahaan pemilik lembaga penyiaran Body), yang kemudian diberi nama Komisi INDOSIAR dengan PT Elang Mahkota Penyiaran Indonesia (KPI). Teknologi Tbk (EMTEK) perusahaan induk Dalam penyiaran, KPI yang lahir dari PT Surya Citra Media Tbk (SCM) dengan membawa paradigma ruang yang menaungi lembaga penyiaran publik, diharapkan mampu menjadi SCTV. Rencana penggabungan usaha representasi publik dalam menghadapi tersebut diungkapkan oleh Handoko, kekuatan pemodal (kekuasaan ekonomi) Direktur Utama IDKM dalam keterbukaan dan pemerintah (kekuasaan politik). Dalam informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), UU Penyiaran disebutkan, KPI merupakan di Jakarta, Senin (21/2/2011) (www. lembaga negara yang bersifat independen okezone.com, Indosiar dan SCTV Merger! sebagai wujud peran serta masyarakat di 21 Februari 2011, 15:01 wib, diunduh bidang penyiaran. KPI berasal dari unsur melalui http://economy.okezone.com/ masyarakat madani yang berupaya untuk read/2011/02/21/278/427049/indosiar- menciptakan keseimbangan di antara sctv-merger). 66 Komuniti, Vol. VIII, No. 1, Maret 2016 Aksi korporasi yang dilakukan EMTEK 1 (satu) badan hukum memiliki 2 (dua) adalah dengan membeli seluruh saham izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) PT Prima Visualindo (PV) pemilik saham jasa penyiaran televisi yang berlokasi di 1 mayoritas di PT Indosiar Karya Media Tbk (satu) provinsi. Sudah barang tentu, hal ini (IDKM) yang merupakan pemilik saham menyalahi Pasal 32 ayat (1) huruf (a) PP-LPS tunggal di PT Indosiar Visual Mandiri (IVM) yang berbunyi yang menaungi stasiun televisi Indosiar. “Pemusatan kepemilikan dan Sementara, EMTEK merupakan perusahaan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta induk dari PT Surya Citra Media Tbk (SCM) pada penyiaran televisi oleh 1 (satu) yang menaungi lembaga penyiaran SCTV. orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di Artinya aksi korporasi EMTEK tersebut satu wilayah siaran maupun di beberapa berakibat pada bergabungnya SCTV wilayah siaran, di seluruh Indonesia dengan Indosiar dalam sebuah perusahaan dibatasi sebagai berikut: 1 (satu) badan induk yang sama. hukum paling banyak memiliki 2 (dua) Sejak itu, perdebatan penggabungan izin penyelenggaraan penyiaran jasa SCTV dan INDOSIAR mengemuka penyiaran televisi, yang beralokasi di 2 di berbagai media massa. Banyak (dua) provinsi yang berbeda.” kalangan yang menilai usaha merger Selain itu, KPI melandaskan argumentasi tersebut berimplikasi pada konsentrasi/ yuridis pada Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran pemusatan kepemilikan media. Seketika, yang berbunyi : hal ini mendapat kecaman dari kalangan pengamat penyiaran -- termasuk KPI -- “Izin penyelenggaraan penyiaran yang menganggap usaha merger tersebut dilarang dipindahtangankan kepada menyalahi UU Penyiaran. pihak lain” dengan penjelasan “yang dimaksud dengan izin penyelenggaraan Setelah melakukan beberapa kali penyiaran dipindahtangankan pertemuan dengan EMTEK dan IDKM serta kepada pihak lain, misalnya izin pihak pemerintah; Kementerian Komunikasi penyelenggaraan penyiaran yang dan Informatika (Kemenkominfo) dan diberikan kepada badan hukum Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga tertentu, dijual, atau dialihkan kepada Keuangan (Bapepam LK), maka, pada 7 Juni badan hukum lain atau perseroan lain.” 2011, KPI Pusat mengeluarkan pandangan hukum (legal opinion) atas kasus tersebut. IPP yang diberikan kepada PT IVM, yang semula 99,9% sahamnya dikuasai PT IDKM, KPI menyatakan; rencana aksi korporasi sebagai anak perusahaan PT PV, karena PT EMTEK sebagai pemilik 86% saham PT keseluruhan PT PV diambil alih PT EMTEK, SCM yang memegang 99,9% saham PT dianggap telah dipindahtangankan ke PT SCTV, dan mengambil alih keseluruhan EMTEK sebagai badan hukum yang telah saham milik PT PV di PT IDKM, pemegang memiliki IPP. 99,9% saham PT IVM, berpotensi melanggar Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Akhirnya, kasus akuisisi ini berkembang 32/2002 tentang Penyiaran, serta Pasal 32 menjadi isu tentang
Recommended publications
  • Bab I Pendahuluan
    BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu isu penyiaran yang paling sensitif sejak dikeluarkannya UU No 32 Tahun adalah masalah Sistem Stasiun Jaringan (SSJ). Di saat wacana Sistem Stasiun Jaringan LPS televisi eksisting (RCTI, SCTV, MNCTV, Indosiar, Global TV, ANTV, Trans7, Trans TV, TV One dan Metro TV), beserta polemiknya terus bergulir di ranah penyiaran Indonesia, di sisi lain, praktik Sistem Stasiun Jaringan yang berasal dari televisi-televisi non eksisting (televisi lokal), seperti SUN TV Network, Kompas TV, JTV dan Bali TV juga menjadi perhatian berbagai kalangan karena dinilai terdapat sejumlah persoalan di dalam penyelenggaraannya. Sebagai perbandingan, pada model SSJ LPS TV eksisting, sepuluh stasiun televisi swasta yang mengudara secara nasional diwajibkan mendirikan badan hukum baru, melepas stasiun relai, melepas saham secara bertahap, serta pancaran siaran tidak boleh dilakukan hanya dengan perantara stasiun relai. Di mana praktiknya, status kepemilikan LPS televisi eksisting diturunkan menjadi kepemilikan lokal untuk menciptakan diversity of ownership dan diversity of content seperti yang diamanatkan Undang-Undang, namun pada penyelenggaraan SSJ televisi non eksisting, justru sebaliknya, terjadi akuisisi dan pembelian saham televisi-televisi lokal. Grup-grup besar seperti SUN TV Network yang merupakan anak perusahaan MNC, Kompas TV dari kelompok Kompas Gramedia begitu agresif bermitra dan bersinergi dengan stasiun-stasiun televisi lokal untuk membentuk jaringan, serta memperluas daya siar ke berbagai penjuru Tanah Air. Uki Hastama, anggota dari Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVLSI), pengamat media dan konsultan televisi lokal, kepada peneliti, menyampaikan fakta tentang kondisi dunia penyiaran yang sekarang ini tengah diwarnai 1 perburuan dan persaingan untuk membeli stasiun-stasiun televisi lokal. Uki menyebut SUN TV, serta kelompok Kompas Gramedia yang akan membuat televisi jaringan KompasTV, sangat gencar meminang televisi-televisi yang memiliki Izin Penyelenggara Penyiaran (izin frekuensi) di berbagai daerah.
    [Show full text]
  • Who Owns the Broadcasting Television Network Business in Indonesia?
    Network Intelligence Studies Volume VI, Issue 11 (1/2018) Rendra WIDYATAMA Károly Ihrig Doctoral School of Management and Business University of Debrecen, Hungary Communication Department University of Ahmad Dahlan, Indonesia Case WHO OWNS THE BROADCASTING Study TELEVISION NETWORK BUSINESS IN INDONESIA? Keywords Regulation, Parent TV Station, Private TV station, Business orientation, TV broadcasting network JEL Classification D22; L21; L51; L82 Abstract Broadcasting TV occupies a significant position in the community. Therefore, all the countries in the world give attention to TV broadcasting business. In Indonesia, the government requires TV stations to broadcast locally, except through networking. In this state, there are 763 private TV companies broadcasting free to air. Of these, some companies have many TV stations and build various broadcasting networks. In this article, the author reveals the substantial TV stations that control the market, based on literature studies. From the data analysis, there are 14 substantial free to network broadcast private TV broadcasters but owns by eight companies; these include the MNC Group, EMTEK, Viva Media Asia, CTCorp, Media Indonesia, Rajawali Corpora, and Indigo Multimedia. All TV stations are from Jakarta, which broadcasts in 22 to 32 Indonesian provinces. 11 Network Intelligence Studies Volume VI, Issue 11 (1/2018) METHODOLOGY INTRODUCTION The author uses the Broadcasting Act 32 of 2002 on In modern society, TV occupies a significant broadcasting and the Government Decree 50 of 2005 position. All shareholders have an interest in this on the implementation of free to air private TV as a medium. Governments have an interest in TV parameter of substantial TV network. According to because it has political effects (Sakr, 2012), while the regulation, the government requires local TV business people have an interest because they can stations to broadcast locally, except through the benefit from the TV business (Baumann and broadcasting network.
    [Show full text]
  • PDF Hosted at the Radboud Repository of the Radboud University Nijmegen
    PDF hosted at the Radboud Repository of the Radboud University Nijmegen The following full text is a publisher's version. For additional information about this publication click this link. http://hdl.handle.net/2066/112924 Please be advised that this information was generated on 2018-07-08 and may be subject to change. Kinderen en Media in Indonesië: Industrie, Boodschap en Publiek Proefschrift ter verkrijging van de graad van doctor aan de Radboud Universiteit Nijmegen op gezag van de rector magnificus prof. mr. S.C.J.J. Kortmann, volgens besluit van het college van decanen in het openbaar te verdedigen op woensdag 9 oktober 2013 om 16.30 uur precies door Hendriyani geboren op 5 September 1976 te Jakarta, Indonesië Promotoren : Prof. dr. L. S. J. d’Haenens Prof. dr. J.W. J. Beentjes (Universiteit van Amsterdam) Copromotor : Dr. E. Hollander Manuscriptcommissie : Prof. dr. C. J. Hamelink (Vrije Universiteit Amsterdam) Prof. dr. J. L. H. Bardoel Prof. dr. J. M. A. M. Janssens Kinderen en Media in Indonesië: Industrie, Boodschap en Publiek/Hendriyani Sociale Wetenschappen, Radboud Universiteit Nijmegen, Proefschrift ISBN 978-94-6191-826-0 © Hendriyani Alle rechten voorbehouden. Niets uit deze uitgave mag worden verveelvuldigd, opgeslagen in een geautomatiseerd gegevensbestand, of openbaar gemaakt, in enige vorm of op enige wijze, hetzij elektronisch of mechanisch, door fotokopieȅn, opnamen, of op enige andere manier zonder voorafgaande schriftelijke toestemming van de auteur. Children and Media in Indonesia: Industries, Messages, and Audiences Doctoral Thesis to obtain the degree of doctor from Radboud University Nijmegen on the authority of the Rector Magnificus prof. dr.
    [Show full text]
  • Bab 2 Industri Dan Regulasi Penyiaran Di Indonesia
    BAB 2 INDUSTRI DAN REGULASI PENYIARAN DI INDONESIA 2.1. Lembaga Penyiaran di Indonesia Dalam kehidupan sehari-hari, istilah lembaga penyiaran seringkali dianggap sama artinya dengan istilah stasiun penyiaran. Menurut Peraturan Menkominfo No 43 Tahun 2009, yang ditetapkan 19 Oktober 2009, lembaga penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas, maupun Lembaga Penyiaran Berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku. Jika ditafsirkan, lembaga penyiaran adalah salah satu elemen dalam dunia atau sistem penyiaran. Dengan demikian walau lembaga penyiaran bisa dilihat sebagai segala kegiatan yang berhubungan dengan pemancarluasan siaran saja, namun secara implisit ia merupakan keseluruhan yang utuh dari lembaga-lembaga penyiaran (sebagai lembaga yang memiliki para pendiri, tujuan pendiriannya/visi dan misi, pengelola, perlengkapan fisik), dengan kegiatan operasional dalam menjalankan tujuan-tujuan penyiaran, serta tatanan nilai, dan peraturan dengan perangkat-perangkat regulatornya. Sedangkan stasiun penyiaran adalah tempat di mana program acara diproduksi/diolah untuk dipancarluaskan melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, laut atau antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. Sedangkan penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan
    [Show full text]
  • Capitalism Vs Business Ethics in Indonesia's Television
    SEA - Practical Application of Science Volume VI, Issue 16 (1 / 2017) Rendra WIDYATAMA Károly Ihrig Doctoral School of Management and Business University of Debrecen, Hungary Communication Department University of Ahmad Dahlan, Indonesia Case CAPITALISM VS BUSINESS ETHICS IN Study INDONESIA’S TELEVISION BROADCASTING Keywords Television Business, Capitalism, Business ethics, Broadcasting License, Broadcasting Guidelines JEL Classification D22; L50; L82; M20; P12 Abstract Generally, in every country, there is supervision of the television broadcasting system. In Indonesia, all television broadcasting is supervised by the Komisi Penyiaran Indonesia/KPI (Indonesian Broadcasting Commission). This commission oversees broadcast television, to ensure all TV broadcasts in Indonesia comply with government regulations. Often the KPI imposes sanctions, but frequent violations still occur. This article describes the results of research on the contradiction between business interests and ethics in the television industry in Indonesia. This study uses the method of evaluation research, where researchers analyze data, here in the form of sanctions documents released by broadcasting commissions. The results reveal that all national private television stations often violate regulations. They prioritize their business interests rather than follow broadcasting guidelines, especially since KPI does not have the full authority to grant and revoke a broadcasting license. The granting and revocation of permits remains under the authority of the government, where political lobbying plays a more significant role. 27 SEA - Practical Application of Science Volume VI, Issue 16 (1 / 2017) INTRODUCTION liberal economic tradition such as America does not provide the business arrangements for Each country has its own system to manage the television to broadcast using market mechanisms television broadcasting business.
    [Show full text]
  • Menggali Kebijakan Penyiaran Digital Di Indonesia Nur Malik Maulana Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro, Jalan Erlangga Barat VII No
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by UPN (Universitas Pembangunan Nasional) Veteran Yogyakarta: Portal Journals Menggali Kebijakan Penyiaran Digital di Indonesia Nur Malik Maulana Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Diponegoro, Jalan Erlangga Barat VII No. 33 Semarang 50241, Indonesia Email: [email protected]* *corresponding author Abstract Digitizing broadcasting is a necessity that brings a new era of broadcasting in Indonesia. Digital technology is the right solution in overcoming the frequency limitations in analog broadcasting, but until now Indonesia has not yet realized digital broadcasting because there is no legal umbrella governing it and Law No.32/2002 on Broadcasting does not yet contain these rules. This research aims to provide policy ideas and regulations on digital broadcasting that should be made by the government. This research method is a documentation or library study by looking at data derived from several regulations on digital broadcasting in Indonesia and several related articles. The results showed a process of mutual influence between the agent and the structure behind the making of broadcasting digitalization regulation which is illustrated by the attraction of very strong interests between the interests of the public, capital owners, and the government. The choice of the multiplexing model used for digital broadcasting has been a heated debate. Single multiplexing is the most appropriate model to use. The control of frequency by the government creates the public sphere (public sphere) which contains a balance between private and public interests. So that the ideals of broadcasting with a diversity of ownership and diversity of content can be realized.
    [Show full text]
  • Surya Citra Media Tbk (SCMA) Digital Segment As a Growth Driver
    Surya Citra Media Tbk (SCMA) Digital Segment as a Growth Driver SCMA managed to record a net profit of IDR 911 Bn in 9M20 (-8.1% yoy, +12.2% qoq), supported by recovery in ads spending and lower programming costs. While Free to Air TV remained the largest contributor in revenues, Online Digital segment had experienced an impressive growth with huge income potential in the future. Company Report | November 25, 2020 9M20 Profit Only Slightly Down. Until September 2020, SCMA was able to book revenue of IDR 3.5 Trillion (-13.5% yoy, +15.8% qoq). Recovery in advertisement spending has played a key factor for SCMA to achieve a relatively quick turnaround in its financial BUY performance. Moreover, the company also managed to reduce program and broadcasting Target Price (IDR) 1,800 costs by 22.4% yoy (IDR 1,560 Bn in 9M20 vs IDR 2,012 Bn in 9M19), which greatly Consensus Price (IDR) 1,695 helped its bottom line. Overall, SCMA’s net profit was down by only 8.1% yoy to IDR 911 TP to Consensus Price +6.2% Bn in 9M20, from IDR 991 Bn during the same period last year. We see that this result is a great achievement considering the many challenges that the economy has seen since the start vs. Last Price +17.6% of the Covid-19 pandemic. Shares data Still Depends on Free-to-Air TV. Advertising revenues from Free-to-Air broadcasting still Last Price (IDR) 1,530 contributed a significant portion of SCMA total income, with a 89.2% share (slightly down Price date as of 24 November 2020 52 wk range (Hi/Lo) 1,625 / 600 from 90.5% last year).
    [Show full text]
  • Digitalisasi Penyiaran Indonesia Dalam Bingkai Kepentingan Publik
    DIGITALISASI PENYIARAN INDONESIA DALAM BINGKAI KEPENTINGAN PUBLIK Ade Nuriadin Pusat Studi Sosial dan Asia Tenggara, Universitas Gadjah Mada Email: [email protected] Abstract Indonesia through the Ministry of Communication and Information Regulation No. 22 of 2011has set the migration of analogue broadcasting to digital broadcasting by 2018. This process to get a variety of responses from the public related to the readiness of the government in implementing the law. The process is not considered to involve the public so that the public representation of the regulation deemed to be lacking. In fact, the digitization of broadcasting can not be separated from society because it uses frequencies belong to the public. Laila Green found in drafting the regulations must comply with the public service obligation in this case the interests of the public. Meanwhile, Harbermas forward the concept of Public Service Broadcasting as an interesting concept fatherly used in viewing the digital broadcasting system in Indonesia. Keywords: Digitalization of Broadcasting Indonesia, Public Interest, Public Service Obligation dan Public Service Broadcasting 1. PENDAHULUAN Dalam melihat pekembangan digitalisasi di Indonesia maka Community Service Obligations (Kewajiban Pelayanan Publik) yang kemudian disingkat CSO, menjadi faktor penting. Dengan berbasis kepada CSO perkembangan digital akan sejalan dengan kepentingan publik. Green (2002), dalam bukunya Communication, Techology, and Society mengemukakan bahwa dalam melihat kepentingan publik maka salah satu aspek yang perlu diperhatiakan ialah CSO. CSO sendiri berkaitan dengan regulasi yang mengatur mengenai information and communication technology (ICT). Namun, regulasi dipandang sebagai aturan yang disusun berdasarkan kepentingan dari organisasi, institusi, maupun individu yang mungkin berbeda dari pandangan masyarakat umum atau berbeda dari kepentingan publik secara umum.
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 203 International Conference on Life, Innovation, Change, and Knowledge (ICLICK 2018) Indonesia Media Broadcasting Regulations In An Accelerated Innovation, Creativity & Development (Case Study In North Sumatra) Evie Ariadne Shinta Dewi1 Suwandi Sumartias2 Faculty Communication Faculty Communication Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia Bandung, Indonesia [email protected] [email protected] Abstract—There is a significant need to develop a Media The new concept is more clearly, it can be seen in the Broadcasting Regulation, especially in the context of local broadcasting practices of radio and televisions. If during the shareholders for TV networks and local TV in Indonesia. The law New Order regime, the broadcasting system in Indonesia tightly is expected to regulate all about TV's programs and the controlled by the Ministry of Information as well as pro- Operational Lisence. The study which did at North Sumatra, and government professional organizations, then with the birth of data's collected by focuss group discussion among the Local TV's Law 32/2002 on Broadcasting, the system meet his own owners and Board of Communication & Information Technology freedom. Although freedom is not the same as press Ministery in Medan, showed that there were many problems arise independences, but at least the two pillars of modern democracy regarding the regulations of TV's operations. The Alocation of has been metamorphosed into a new form, more force can be advertising portion between Local and National Television is one able to move free to face the pressure of power. of the crucial problem.
    [Show full text]
  • Fullyintegratedmedia
    Laporan Tahunan Annual Report 2019 Fully Integrated Media MEDIA YANG TERINTEGRASI SEPENUHNYA FULLY INTEGRATED MEDIA PT Global Mediacom Tbk (BMTR atau Perseroan) telah Throughout its years of operation, PT Global Mediacom Tbk berulang kali membuktikan diri sebagai market leader dalam (BMTR or the Company) has repeatedly proven itself as the industri FTA dan TV-berlangganan selama bertahun-tahun market leader in the FTA and Pay-TV industries. Despite its beroperasi. Selain mempertahankan kepemimpinannya, leadership, the Company persistently innovates and executes Perseroan terus berinovasi dan menerapkan berbagai macam strategies to further cement its industry dominance while strategi untuk lebih memperkuat dominasi dalam industrinya gradually realizing untapped potentials. dan secara bertahap mewujudkan berbagai potensi yang belum dimanfaatkan. Perseroan memandang 2019 sebagai tahun yang luar biasa. The year 2019 has been an exceptional year for the Company. Dua entitas anak utamanya – PT Media Nusantara Citra Tbk Its two main subsidiaries - PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dan PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV) – berhasil (MNCN) and PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV) - have meraih kinerja yang luar biasa, baik secara operasional maupun managed to deliver strong results, both operationally and finansial, yang dicapai melalui kombinasi yang baik antara kerja financially, achieved through a great combination of teamwork, tim, disiplin, dan pemikiran kreatif. discipline and creative thinking. Pada 2019, BMTR mencatat beberapa pencapaian penting. In 2019, BMTR set significant milestones. Among these, Antara lain, IPTV telah menjadi perusahaan terbuka dan IPTV has become a public-listed company and the newly K-Vision yang baru diakuisisi, perusahaan DTH prabayar, acquired K-Vision, a prepaid DTH company, has performed memiliki kinerja yang sangat baik saat ini.
    [Show full text]
  • Commitment for Continued Performance
    LAPORAN TAHUNAN 2017 Annual Report 2017 Commitment for Continued Performance PT ELANG MAHKOTA TEKNOLOGI TBK DISCLAIMER SANGGAHAN DAN BATASAN TANGGUNG JAWAB This Annual Report contains financial conditions, operation results, Laporan Tahunan ini memuat pernyataan kondisi keuangan, projections, plans, strategies, policies, as well as objectives of the hasil operasi, kebijakan, proyeksi, strategi, serta tujuan Perseroan Company, which are classified as forward-looking statements in yang digolongkan sebagai pernyataan ke depan dalam the implementation of the applicable laws, excluding historical pelaksanaan perundang-undangan yang berlaku, kecuali hal-hal matters. Such forward-looking statements are subject to known yang bersifat historis. Pernyataan-pernyataan tersebut memiliki and unknown risks (prospective), uncertainties, and other factors prospek risiko, ketidakpastian, serta dapat mengakibatkan hasil that can cause actual results to differ materially from expected aktual yang secara material berbeda dari hasil yang diekspektasi. results. Prospective statements in this Annual Report are prepared based Pernyataan-pernyataan prospektif dalam Laporan Tahunan ini on numerous assumptions concerning current conditions and dibuat berdasarkan berbagai asumsi mengenai kondisi terkini future events of the Company and the business environment dan kondisi mendatang serta lingkungan bisnis dimana Perseroan where the Company conducts business. The Company shall menjalankan kegiatan usaha. Perseroan tidak menjamin bahwa have no obligation to guarantee
    [Show full text]
  • Complexity and Adaptive System of Television Broadcasting: the Refl Ection of Autopoetic Mechanism of Indonesian Television Broadcasting System
    Hermin Indah Wahyuni, Complexity and AdaptiveJurnal System Ilmu Sosialof Television dan IlmuBroadcasting: Politik The Refl ection of Autopoetic MechanismVolume of Indonesian 20, Issue Television 3, March Broadcasting 2017 (189-203) System ISSN 1410-4946 (Print), 2502-7883 (Online) Complexity and Adaptive System of Television Broadcasting: The Refl ection of Autopoetic Mechanism of Indonesian Television Broadcasting System Hermin Indah Wahyunix Abstract This article aims to describe a model of a robust adaptive system which suits the context of situation in Indonesian as an archipelago, as well as developing and democratic values-based country. It mainly focuses on how the autopoetic mechanism in Indonesian television broadcasting system is. Autopoetic mechanism is self-reference orientation. The process in which the system orient to reduce their problem by building the internal structure to cope with it. The research process was done in 2014 until 2016. Methods applied in this research is qualitative research. Several methods that were employed are observation, in-depth interview, and focus group discussion. It would be measured and analysed with three aspects: communication, temporal and di erentiation aspect. The fi ndings suggest that building a robust system means establishing a “strong and adaptive” broadcasting system in Indonesia that strengthens each sub-system in the Indonesian broadcasting system in order to capture what the public demands. In this level it takes a comprehensive view of the decision-makers to design a broadcasting system that continues to answer the demanding environment through its communication function, growing temporal through continuous evolution and develop functions through a process of di erentiation. If these three functions can work continuously, Indonesian broadcasting system will be stronger and more adaptive with their complex external environment.
    [Show full text]