BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca Era Reformasi Di

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca Era Reformasi Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasca era reformasi di Indonesia, media dan arus informasi seakan menjadi barang yang bebas pakai dan mudah diakses oleh siapapun. Proses dalam membentuk opini, wacana, bahkan mengkontruksi suatu peristiwa dalam lingkup sosial, politik, dan ekonomi publik menjadi mudah dilakukan oleh media, karena kebebasannya dalam menyampaikan pemberitaan dengan jaminan konstitusi di Indonesia. Saat ini media, baik itu dari internet, televisi, maupun surat kabar, seolah menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat dalam mengakses informasi terkini mengenai peristiwa-peristiwa yang baru terjadi, baik itu dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Bahkan, tidak jarang media menjadi aktor yang menghubungkan kepentingan dan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat. Besarnya peran yang diemban media untuk menyampaikan informasi dan memberikan pemberitaan secara netral dan obyektif memang mutlak harus dilakukan dalam pemberitaan media, agar tidak membentuk perspektif yang salah dalam suatu peristiwa. Mengambil dari pandangan “Hutchins Commission”1 yang mewajibkan jurnalisme dalam pelaporan berita 1 The Hutchins Commission on Freedom of The Press merupakan sekelompok filsuf, ilmuwan, akademisi, tokoh budaya, agama, dan pendidikan. Pada tahun 1947 menghasilkan dokumen yang menggariskan kewajiban jurnalisme, memperingatkan adanya bahaya menerbitkan berita secara faktual benar, namun secara substansial salah. Kelompok ini juga menyerukan agar pers dibebani kewajiban-kewajiban sosial, seperti fair, responsible, accurate agar ada kejelasan fungsi, tugas, 1 yang benar dan akurat. Pertama, media harus memaparkan berita-berita yang akurat, lengkap dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. Kedua, media harus berfungsi sebagai forum pertukaran pikiran masyarakat berkenaan isu-isu yang sedang berkembang. Ketiga, media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konsituen dalam masyarakat. Keempat, media harus menyajikan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Kelima, media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi yang tersembunyi pada suatu saat.2 Namun selanjutnya muncul sebuah pertanyaan, apakah media merupakan entitas yang bebas nilai dan tidak mempunyai kepentingan dalam mengarahkan opini masyarakat? Pertama, nampaknya semua pihak akan sepakat bahwa media bukanlah aktor yang berdiri sendiri dalam menjalankan bisnis media. Dalam perkembangannya, media tentu membutuhkan suntikan modal dari luar yang tidak sedikit untuk menghidupi dirinya. Maka dari itu, media tentu membutuhkan sikap cooperative dan kompromi dengan pemilik modal atau penguasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga keberlanjutan dalam bisnis media. Kompromi-kompromi inilah yang kemudian menimbulkan dilema dimana di satu sisi media dituntut untuk netral dan obyektif dalam menyampaikan berita dan informasi, namun disisi lain media juga harus membantu pihak lain yang membantunya ketika pihak tersebut sedang mengalami peristiwa tertentu. Dalam kasus tertentu, media tentu berkewajiban untuk mengamankan dan tanggung jawab mereka.(Hikmat Kusumaningrat dkk, “Jurnalistik : Teori & Praktik”. Bandung, ROSDA 2005) 2 Hikmat Kusumaningrat dkk, “Jurnalistik : Teori & Praktik”. Bandung, ROSDA 2005. Hal. 21 2 kepentingan pemilik modal dan penguasa yang membantunya, dengan menyampaikan gambaran peristiwa tertentu kepada publik, meskipun realitas peristiwa sebenarnya berbeda dengan yang digambarkan oleh media tersebut. Secara singkat bisa digambarkan bahwa dalam proses munculnya sebuah teks pemberitaan, ada pihak-pihak tertentu yang bisa mempengaruhi perspektif media dalam mewacanakan dan memberitakan suatu peristiwa. Gambaran ini menjelaskan bahwa media bukan entitas yang bebas nilai dan akan menggambarkan suatu peristiwa secara netral pula, karena pada dasarnya media hanyalah sebuah saluran yang terikat dengan kepentingan pihak tertentu dan tidak kebal dengan kepentingan aktor-aktor eksternal diluarnya. Kedua, pemberian pemaknaan tertentu dalam suatu peristiwa semata- mata bukan hanya dilakukan ketika media berkompromi dengan pihak eksternal untuk membantu jalannya bisnis media. Tanpa kerja sama dengan pihak luar pun media bisa mengkontruksi suatu peristiwa sesuai dengan perspektif media itu sendiri. Mengapa? Alasan pertama, harus dipahami adanya realitas bahwa media itu merupakan aktivitas bisnis3. Dan lama tidaknya eksistensi suatu bisnis media tergantung kepada publik dengan parameter laku tidaknya gagasan media itu dijual. Singkat kata, pemberitaan sebuah media kadang kala juga dipengaruhi dan harus mempertimbangkan perspektif mayoritas masyarakat agar produk pemberitaan media bisa laku dijual dan menjaga eksistensi media itu sendiri. Alasan kedua, karena pada dasarnya setiap orang yang terlibat dan berkecimpung dalam bidang jurnalistik pasti mempunyai kemampuan dan 3 William L. Rivers, dkk, 2004, “Media Massa dan Masyarakat Modern”. Hal. 39 3 keinginan untuk mengarahkan perspektif publik sesuai dengan perspektif atau cara pandang yang ia anggap “benar”. Sehingga dalam setiap pemberitaan, wartawan biasanya akan menggunakan pilihan kata dan bahasa tertentu untuk mengarahkan opini publik terhadap suatu peristiwa yang sedang dan telah terjadi. Salah satu peristiwa pelik yang sampai saat ini masih menjadi sorotan media dan belum ditemukan jalan keluarnya adalah masalah proses pembahasan RUU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Membicarakan permasalahan RUUK tidak terlepas dari kepentingan pemerintah pusat, DPR, masyarakat Yogyakarta, serta pihak kraton, terutama Sri Sultan Hamengku Buwono X. Di satu sisi pemerintah pusat menginginkan adanya penerapan nilai-nilai demokrasi di Yogyakarta dimana salah satu caranya ialah mengharuskan Yogyakarta untuk menggelar pemilihan secara langsung dalam memilih gubernur dan wakilnya. Namun disisi lain, DPR berpandangan bahwa penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Sri Paduka Pakualam IX sebagai gubernur dan wakil gubernur Yogyakarta merupakan pilihan yang terbaik mengingat latar belakang sejarah Yogyakarta dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dilakukan di masa lampau. Di samping itu, permasalahan RUUK DIY ini juga sempat memancing konflik antara Sri Sultan Hamengku Buwono X dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat menganggap bahwa pemerintah pusat tidak adil terhadap Yogyakarta karena berlarut-larutnya pembahasan RUUK DIY namun tetap tidak ada hasil4. Bahkan, menurut berbagai 4 Dikutip dari harian Kompas, Minggu , 21 September 2008 4 kalangan, masalah pelik RUUK DIY yang tak kunjung selesai inilah yang kemudian membulatkan tekad Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk maju di Pilpres 2009 lalu. Selain itu, berlarut-larutnya pembahasan RUUK DIY yang tanpa hasil ini juga sempat membuat warga Yogyakarta yang tergabung dalam beragam organisasi berang karena menganggap pemerintah pusat tidak peduli terhadap aspirasi dan sejarah panjang Yogyakarta terhadap lahirnya Republik Indonesia. Hingga saat ini, perdebatan mengenai RUU Keistimewaan DIY masih terus berlangsung pasca kesepakatan pemerintah pusat dengan DPR periode 2004-2009 untuk menghentikan pembahasan RUU Keistimewaan DIY. Dalam konteks RUUK DIY, menjadi menarik untuk menulusuri Kompas, sebagai surat kabar tebesar nasional, dalam memberitakan perdebatan mengenai RUUK DIY dengan berbagai aspek yang melingkupinya. Ditinjau dari aspek tersebut, menjadi sangat menarik untuk mengetahui kebijakan internal Kompas dan proses pembentukan opini yang dilakukan oleh harian Kompas dalam memberitakan fenomena tersebut. Mengapa? Karena dengan mengetahui kebijakan internal dan proses pembentukan opini suatu media maka menjadi mudah untuk melihat bagaimana kepentingan suatu media dalam memberitakan suatu peristiwa serta melihat bagaimana pengaruh kekuatan external yang menungganginya berpengaruh terhadap perspektif pemberitaan yang dilakukan media. Mengapa Kompas? Menarik untuk mengamati perspektif media besar seperti Kompas, bukan hanya karena modal usaha mereka yang cukup besar, namun juga melihat bagaimana perspektif pemberitaannya dalam kasus RUUK 5 DIY. Selama ini Kompas identik dengan perusahaan media swasta yang profit oriented. Untuk menjaga kepentingan bisnisnya, Kompas akan berusaha memposisikan dirinya sebagai pihak yang seakan-akan netral dan mengikuti perspektif mayoritas masyarakat agar informasi dan gagasan yang mereka jual “laku” di kalangan publik. Terkait dengan RUUK DIY, pemberitaan yang disampaikan Kompas memang seakan-akan netral. Kompas di satu sisi menjelaskan perspektif pemerintah pusat dalam masalah RUUK DIY, namun juga menggambarkan bagaimana perspektif masarakat Yogyakarta, Sultan, dan DPR dalam kasus RUUK DIY. Nampaknya Kompas tidak mau terjebak untuk mendukung salah satu perspektif untuk menjaga eksistensinya sebagai “pabrik gagasan”. Namun demikian, dalam beberapa artikel dan pemberitaan yang dimuatnya ada beberapa perspektif yang tersirat yang mengarahkan pembaca untuk lebih bersimpati kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X dan masyarakat Yogyakarta secara umum. Ini menarik untuk diamati lebih jauh, apakah ada pengaruh kepentingan dalam pemberitaan Kompas untuk mengarahkan pemberitaan pada perspektif tertentu dan bagaimana respons Kompas dalam memahami kasus RUUK DIY. Jauh sebelum penelitian ini dirancang, riset mengenai pemberitaan media sebelumnya memang pernah dilakukan. Antara lain riset dari Syahrul Mubarak (2006). Riset dari Syahrul Mubarak ini merupakan kajian mengenai politik media massa, dimana penelitian lebih difokuskan dengan membandingkan perbedaan pemberitaan
Recommended publications
  • BAB II GAMBARAN UMUM A. SURAT KABAR TRIBUN JOGJA 1. Sejarah
    BAB II GAMBARAN UMUM A. SURAT KABAR TRIBUN JOGJA 1. Sejarah Tribun Jogja PT. Media Tribun Jogja merupakan salah satu anak perusahaan dari Group of Regional News Papper Kompas Gramedia (KG). Perusahaan Kompas Gramedia (KG) didirikan oleh Petrus Kanisius Ojong dan Jacob Oetama pada tanggal 20 Juni 1965. Tribun Jogja merupakan salah satu anggota dari Tribun Network. Tribun Network sendiri memiliki surat kabar yang tersebar luas di 18 propinsi di Indonesia, yaitu di Sumatra terdapat Serambi Indonesia (Aceh), Sriwijaya Pos (Palembang), Bangka Pos (Bangka Belitung), Tribun Batam (Batam), Tribun Pekan Baru (Riau), Tribun Jambi (Jambi), dan Tribun Lampung (Lampung). Di Pulau Jawa terdapat Tribun Jabar (Bandung), Harian Surya (Surabaya) dan Tribun Jogja (Yogykarta). Di Kalimantan terdapat Bnajarmasin Post (Kalimantan Selatan). Tribun Kaltim (Kalimantan Timur) dan Tribun Pontianak (Kalimantan Barat). Di Sulawesi yaitu Tribun Menado (Sulawesi Utara), dan yang terakhir adalah Nusa Tenggara Timur yaitu Pos Kupang (Kupang). PT. Media Tribun Jogja adalah koran ke 16 dari Group of Regional News Papper Kompas Gramedia. Koran ini hadir menyapa warga 39 Yogyakarta dan sekitarnya pertama kali pada tanggal 11 april 2011, dengan tampilan 20 halaman, yang terbagi dari dua sesi yang masing-masing sesi terdapat dua web. Sebelum terbit dalam tampilan media cetak, pada tahun 2010 telah hadir versi online yakni Tribun Jogja Online. Bagi Tribun Jogja masyarakat ditempatkan sebagai orang spesial di panggung kehormatan. Hal ini dikarenakan nama Tribun yang diartikan panggung kehormatan dan menjadi tempat untuk memberitahu, memperlihatkan dan menunjukan hal- hal speSial yang dilakukan oleh insan tersebut. Oleh karena itu nama Tribun Jogja dipakai karena koran ini ingin menempatkan pembaca sebagai orang yang terhormat dan menyajikan berita dengan lengkap.
    [Show full text]
  • BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Deskripsi SKH
    BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Deskripsi SKH Kompas Informasi media tempat penelitian ini dilaksanakan berguna untuk mengetahui latar belakang pemikiran pekerja media serta alur kerja yang terjadi di media tersebut. Data mengenai surat kabar harian Kompas peneliti dapatkan dalam company profile yang diperoleh pada pusat data Kompas, Lantai 4 Gedung Kompas Gramedia Jalan Palmerah Jakarta Selatan. Beberapa data juga didapat dari sumber buku St. Sularto. A.1. Sejarah Berdirinya SKH Kompas Harian Kompas diterbitkan pada tahun 1960 atas prakarsa dua orang yakni Petrus Kanisius Ojong (atau yang biasa disingkat PK Ojong) dan Jakob Oetama. Kedua orang ini memiliki kesamaan yakni pernah menjadi guru dan memiliki minat di bidang sejarah. PK Ojong adalam pemmpin redaksi Star Weekly dan Jakob Oetama pada saat itu adalah pemimpin redaksi majalah Penabur. Keduanya bertemu dan membahas mengenai kesulitan masyarakat Indonesia dalam membaca format media majalah terutama yang berasal dari luar negri. Keduanya memprakarsai berdirinya majalah Intisari yang menjadi tonggak awal berdirinya kerajaan Gramedia Majalah dan juga koran Kompas. 39 Kompas dalam sejarah pendiriannya juga melibatkan Presiden Soekarno. Pada saat itu Presiden meminta Jakob dan PK Ojong mendirikan sebuah surat kabar untuk menampung aspirasi masyarakat. Awal mula nama yang akan digunakan adalah “Bentara Budaya”, namun Presiden Soekarno lebih memilih “Kompas” karena berfilosofi sebagai penunjuk arah bagi masyarakat. Maka didirikanlah harian umum Kompas yang kala itu dicap sebagai medianya partai Katolik. Saat ini Kompas berada dalam satu struktur manajemen Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Inti dari bisnis perusahaan ini adalah media. Pertama adalah majalah kemudian merambah ke koran dan saat ini juga merambah pada media siaran dan internet.
    [Show full text]
  • 43 Bab Iii Gambaran Umum Harian Kompas Dan Data
    BAB III GAMBARAN UMUM HARIAN KOMPAS DAN DATA PEMBERITAAN 3.1. Gambaran Umum Harian Kompas 3.1.1. Sejarah Harian Kompas Harian Kompas lahir tanggal 28 Juni 1965, tiga bulan sebelum peristiwa politik G 30 S PKI meletus. Lahirnya Kompas tersebut diprakarsai oleh tokoh-tokoh Katholik dengan motto ‘Amanat Hati Nurani Rakyat.’ Hati nurani adalah wujud semangat hidup tidak pantang menyerah terhadap segala macam tekanan hidup, keesokan harinya barulah Kompas mulai dipasarkan (Kasman, 2010: 154- 155). Surat kabar Kompas dalam sejarah pers Indonesia menduduki tempat yang unik, karena Kompas hidup dalam tiga periode yang berlainan, yaitu masa Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi. Nama Kompas sering diplesetkan dengan banyak istilah seperti, ‘Komando Pastur,’ ‘Komando Pas Seda,’ ‘Komando Pasukan,’ dan ‘Komt Pas Morgen.’ Hal ini tentu ada dasarnya yakni ketika Kompas lahir, tiap-tiap surat kabar mempunyai afiliasi politik mengharuskan Kompas memiliki afiliasi politik juga. Harian Kompas pun berafiliasi dengan Partai Katholik, yang diketuai oleh Frans Seda. Para Jenderal, seperti A.H. Nasution dan Ahmad Yani mendukung 43 44 gagasan tersebut, mereka mengangkat Petrus Kanisius Ojong yang memilih Jacob Oetomo sebagai rekanya (Kasman, 2010: 146-147). Kehadiran surat kabar Kompas tidak lepas kaitanya dengan kelompok militer dan aktivis Katholik saat itu. Awal tahun 1965, Letjen Ahmad Yani selaku Menteri/Panglima TNI-AD menelepon rekanya yang sekabinet, Drs. Frans Seda. Yani melemparkan ide menerbitkan koran untuk membangkitkan semangat republik bagi rakyat juga tentara untuk melawan pers komunis. Frans Seda menanggapi ide tersebut dan membicarakannya dengan Ignatus Josef Kasimo sesama rekan di Partai Katholik dan dengan rekannya yang memimpin majalah Intisari, Petrus Kanisius Ojong dan Jakob Oetomo.
    [Show full text]
  • Islamic Hypnotherapy to Reduce Parent's Anxiety Towards the Future of Children with Autistic Spectrum Disorders
    Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 5, No. 1, January – June 2020, pp. 1 - 26, DOI: https://doi.org/10.22515/al-balagh.v5i1.1953 ISSN: 2527-5704 (P) ISSN: 2527-5682 (E) http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/al-balagh ISLAMIC HYPNOTHERAPY TO REDUCE PARENT'S ANXIETY TOWARDS THE FUTURE OF CHILDREN WITH AUTISTIC SPECTRUM DISORDERS Tri Winarsih Zahro Varisna Rohmadani Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Abstract Keywords: Parents of children with autism spectrum disorder (ASD) have anxiety about anxiety about their children’s future. This anxiety affects the the child's future; Islamic psychological well-being of parents. Therefore, parents need hypnotherapy; advice to reduce their stress level. Hypnotherapy methods have parents with autistic children been proven that those are able to reduce anxiety in various cases. For this reason, this study aims to determine the effectiveness of Islamic hypnotherapy in overcoming the fear of parents with ASD children. This study employs a pre-experimental method consisting of one group which takes treatment with the Islamic hypnotherapy method. The measurement of anxiety about the child’s future was conducted by giving a scale of stress to child’s future, before and after providing an intervention.The results were tested by using SPSS with Wilcoxon Signed Rank Test Z = -2.251 and Asymp. Sig. (2-tailed) = 0.024 (p<0.05), which mean that Islamic hypnotherapy can reduce the anxiety faced by parents who have autism children. Islamic hypnotherapy is capable of reducing stress because it teaches positive suggestions and and releases samples’ emotions. Correspondence: e-mail: [email protected] Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol.
    [Show full text]
  • 37 BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Kasus
    37 BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Kasus Pembunuhan Empat Tahanan di Lapas Cebongan Kota Yogyakarta pada hari Sabtu, 23 Maret 2013 di Lapas Cebongan Sleman, Yogyakarta terjadi penembakan terhadap empat orang tahanan titipan Polda DIY. Berdasarkan kronologi di tempat kejadian perkara dapat diketahui bahwa Lapas Cebongan diserbu sekitar 17 orang yang berpenutup muka lengkap dengan senjata api laras panjang, meminta kepada petugas (sipir) Lapas Cebongan untuk ditunjukkan ruangan sel empat tersangka titipan dari Polda DIY. Pembunuhan di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Sleman, Yogyakarta (Lapas Cebongan) yang menewaskan empat (4) tahanan tersebut dilakukan oleh sekelompok pria bersenjata tak dikenal. Dikarenakan permintaan tersebut ditolak, maka gerombolan tersebut melakukan penganiyaan terhadap para sipir serta merusak CCTV, diduga guna menghilangkan barang bukti. Akhirnya dengan dipandu oleh sipir maka gerombolan tersebut ditunjukkan tempat empat tahanan titipan Polda DIY tersebut berada. Setelah mengetahui keberadaan keempat tahanan yang menjadi sasarannya, gerombolan tersebut langsung menembaki keempat tahanan tersebut dari jarak yang sangat dekat (Kedaulatan Rakyat, “4 Tahanan Tewas” edisi 24 Maret 2013). Nama Lapas Cebongan yang sering disebut-sebut oleh masyarakat, sebenarnya adalah Lembaga Permasyarakat (Lapas) Kelas II B Sleman, 37 38 Yogyakarta. Masyarakat menyebut Lapas Cebongan karena letak Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Sleman berdekatan dengan wilayah Cebongan yaitu beralamatkan di Bedingin, Sumberadi, Kecamatan Mlati, Sleman, Yogyakarta. Hal tersebut dijelaskan oleh Kepala Oditurat Militer II-11 Yogyakarta, Letkol Budiharto, saat meluruskan nama Lembaga Pemasyarakat Klas IIB Sleman tidak ada nama Lapas Cebongan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Akhirnya banyak pemberitaan di media massa menggunakan nama “Lapas Cebongan” untuk menjelaskan nama Lapas Kelas II B Sleman, Yogyakarta (Prabowo, 2013).
    [Show full text]
  • Thesis Is Presented for the Degree of Doctor of Philosophy
    The Internet, Social Media, and Political Outsiders in Post Suharto Indonesia A Case Study of Basuki Tjahaja Purnama Ezmieralda Melissa (21411454) B.Comm.(Bus) (Bond University, Australia) M.A. (The University of Melbourne, Australia) This thesis is presented for the degree of Doctor of Philosophy of The University of Western Australia School of Social Sciences Media and Communication 2019 THESIS DECLARATION I, Ezmieralda Melissa, certify that: This thesis has been substantially accomplished during enrolment in the degree. This thesis does not contain material which has been accepted for the award of any other degree or diploma in my name, in any university or other tertiary institution. No part of this work will, in the future, be used in a submission in my name, for any other degree or diploma in any university or other tertiary institution without the prior approval of The University of Western Australia and where applicable, any partner institution responsible for the joint-award of this degree. This thesis does not contain any material previously published or written by another person, except where due reference has been made in the text. The work(s) are not in any way a violation or infringement of any copyright, trademark, patent, or other rights whatsoever of any person. The research involving human data reported in this thesis was assessed and approved by The University of Western Australia Human Research Ethics Committee. Approval #: RA/4/1/7931. Third party editorial assistance was provided in preparation of the thesis by Mrs. Gail Harper. ii The work described in this thesis was funded by The Directorate General of Resources of Science, Technology, and Higher Education of the Republic of Indonesia.
    [Show full text]
  • Media and Religious Conflict: Commodification Analysis in Kompas.Com
    MEDIA AND RELIGIOUS CONFLICT: COMMODIFICATION ANALYSIS IN KOMPAS.COM Conceived as a condition of completing the Strata I Program Communication Studies Faculty of Communication and Information By: ISA NAUVAL ABIYOGO L100154013 COMMUNICATION SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF COMMUNICATION AND INFORMATION MUHAMMADIYAH UNIVERSITY SURAKARTA 2020 AGREEMENT PAGE 2 3 4 MEDIA AND RELIGIOUS CONFLICT: COMMODIFICATION ANALYSIS IN KOMPAS.COM (Commodification of Aceh Conflict in 2015 on Kompas.com) Abstrak Konflik menjadi komoditas bagi media. Pada 2015 tepatnya pada 13 Oktober, terjadi pembakaran gereja di Aceh Singkil yang dilakukan oleh Pemuda Peduli Islam (PPI). Akibat pembakaran ini umat Kristen dan Muslim di Aceh Singkil berseteruan. Insiden ini mengakibatkan satu korban jiwa dan beberapa orang terluka. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis menggunakan teori framing Entman. Model ini digunakan untuk menentukan bagaimana media massa membangun realitas dengan empat elemen: mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebabnya, membuat penilaian moral, dan rekomendasi solusi. Data analisis diambil dari situs Kompas.com dengan 17 berita dari 13-20 Oktober 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komodifikasi isi yang dilakukan oleh Kompas.com saat terjadi konflik di Aceh Singkil. Hasil penelitian menunjukkan ada 2 komodifikasi yang dilakukan Kompas. Pertama adalah komodifikasi konten, dengan membuat judul yang menimbulkan rasa ingin tahu pembaca. Kedua, Kompas.com melakukan komodifikasi audiens dengan cara menyasar pembaca generasi milenial. Kata Kunci: Aceh Singkil, Komodifikasi, Framing, Kompas.com Abstract The conflict became a commodity for the media. In 2015 precisely on October 13, there was a church burning in Aceh Singkil carried out by Youth Islamic Care (PPI). As a result of this burning Christians and Muslims in Aceh Singkil became feuding.
    [Show full text]
  • SBY Dalam Bingkai Media Kompas.Com Dan Detik.Com
    BAB IV PROFIL PERUSAHAAN KOMPAS.COM DAN DETIK.COM 4.1 Gambaran Umum Kompas.com 4.1.1 Sejarah Kompas.com secara umum Harian Kompas lahir tanggal 28 Juni 1965, tiga bulan sebelum peristiwa politik G 30 S PKI meletus. Lahirnya Kompas tersebut diprakarsai oleh tokoh-tokoh Katholik dengan motto „Amanat Hati Nurani Rakyat.‟ Hati nurani adalah wujud semangat hidup tidak pantang menyerah terhadap segala macam tekanan hidup, keesokan harinya barulah Kompas mulai dipasarkan (Kasman, 2010: 154- 155). Surat kabar Kompas dalam sejarah pers Indonesia menduduki tempat yang unik, karena Kompas hidup dalam tiga periode yang berlainan, yaitu masa Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi. Nama Kompas sering diplesetkan dengan banyak istilah seperti, „Komando Pastur,‟ „Komando Pas Seda,‟ „Komando Pasukan,‟ dan „Komt Pas Morgen.‟ Hal ini tentu ada dasarnya yakni ketika Kompas lahir, tiap-tiap surat kabar mempunyai afiliasi politik mengharuskan Kompas memiliki afiliasi politik juga. Harian Kompas pun berafiliasi dengan Partai Katholik, yang diketuai oleh Frans Seda. Para Jenderal, seperti A.H. Nasution dan Ahmad Yani mendukung gagasan tersebut, mereka mengangkat Petrus Kanisius Ojong yang memilih Jacob Oetomo sebagai rekannya (Kasman, 2010: 146-147). Kehadiran surat kabar Kompas tidak lepas kaitanya dengan kelompok militer dan aktivis Katholik saat itu. Awal tahun 1965, Letjen Ahmad Yani selaku Menteri/Panglima TNI-AD menelepon rekanya yang sekabinet, Drs. Frans Seda. Yani melemparkan ide menerbitkan koran untuk membangkitkan semangat republik bagi rakyat juga tentara untuk melawan pers komunis. Frans Seda menanggapi ide tersebut dan membicarakannya dengan Ignatus Josef Kasimo sesama rekan di Partai Katholik dan dengan rekannya yang 24 memimpin majalah Intisari, Petrus Kanisius Ojong dan Jakob Oetomo.
    [Show full text]
  • Hak Cipta Dan Penggunaan Kembali: Lisensi Ini Mengizinkan Setiap
    Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms. Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP BAB II Formatted: Font: 14 pt GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Perussahaan Formatted: Indent: Hanging: 0,75 cm, Tab stops: Not at 6,07 cm Kompas Gramedia adalah perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang media Formatted: Bullets and Numbering massa. Perusahaan ini berawal dari Majalah Intisari yang diterbitkan pada 17 Formatted: Indent: Left: 0 cm, First line: 0 cm Agustus 1963. Intisari merupakan alternatif bacaan berbahasa Indonesia. Pendirinya adalah PK Ojong dan Jakob Oetama, bersama J.Adisoebrata dan Irawati SH. Pada tahun 1965, terbitlah harian KOMPAS untuk pertama kali. Harian KOMPAS merupakan surat kabar nasional yang berkantor pusat di Jakarta Selatan. Harian kompas memiliki beberapa rubik seperti Berita Utama, Bisnis & Keuangan, Opini, Politik & Hukum, Nusantara, dn Olahraga. Berita dalam Harian Kompas meliput peristiwa dan pengetahuan yang bersifat nasional. Melihat perkembangan usaha yang sangat baik dan dengan semangat Formatted: Indent: First line: 1,25 cm membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembukaan lapangan kerja baru, PK Ojong melakukan diversifikasi usaha. Ia mendirikan Toko Buku Gramedia untuk memperkuat penyebaran produk dan menjual buku-buku yang berasal dari luar negeri.
    [Show full text]
  • Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id Commit to User
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II GAMBARAN UMUM SURAT KABAR A. Profil Surat Kabar Media Indonesia 1. Sejarah Berdirinya Surat Kabar Media Indonesia Media Indonesia merupakan media cetak yang menyampaikan informasiinformasi baik dalam mau pun luar negeri kepada masyarakat Indonesia, di awal perkembangannya Media Indonesia merupakan surat kabar umum yang baru bisa terbit 4 halaman dengan tiras yang terbatas. Pada tanggal 19 Januari 1970, Teuku Yousli Syah selaku penggagas berdirinya Media Indonesia memulai perjalanan Surat kabar ini di tengah masyarakat Indonesia. Bermodalkan tekad dan semangat untuk menginformasikan masyarakat saat itu, Media Indonesia terbit perdana (SIT) No. 0856/SK Dir-PK/SIT/1969, tanggal 6 Desember 1969, yang dikeluarkan Departemen Penerangan (www.mediaindonesia.com). Di awal perkembangannya, Media Indonesia justru tidak hadir dalam bentuk pemberitaan politik maupun bisnis seperti saat ini. Melainkan lebih banyak memberi informasi yang bentuknya hiburan seperti kehidupan artis, cerita sehari-hari, dan sebagainya. Sehingga saat itu Media Indonesia dikenal dengan sebutan koran kuning, yaitu koran yang penuh dengan cerita gosip. Barulah di tahun 1988 dengan kesadaran untuk terus berkarya di bidang jurnalis,Teuku Yousli Syah bergandengan tangan dengan Surya Paloh oleh karena perubahan dan perkembangan regulasi di bidang pers dan penerbitan yang terjadi. commit to user 43 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 Tentunya hal ini tidak membuat kinerja serta eksistensi Media Indonesia di tengah kepercayaan masyarakat jadi menurun, melainkan Media Indonesia berhasil menciptakan target pembacanya sendiri. Media Indonesia kini berkembang dari segi kualitas sumber daya manusia, banyak tenaga kerja professional muda yang turut bergabung. sehingga target pembaca turut berkembang menjadi target pasar.
    [Show full text]
  • Political Journalism in Media Convergence Era
    Available online at http://www.journalijdr.com ISSN: 2230-9926 International Journal of Development Research Vol. 07, Issue, 08, pp.14808-14812, August, 2017 ORIGINAL RESEARCH ARTICLEORIGINAL RESEARCH ARTICLE OPEN ACCESS POLITICAL JOURNALISM IN MEDIA CONVERGENCE ERA 1Dudi Iskandar, 2Antar Venus, 2Herlina Agustin, and 2Aceng Abdullah 1Ph.D Candidate of Communication Science of Padjadjaran University, Bandung, West Java, Indonesia, and Lecturer of Faculty of Communication Science of Budi Luhur University, South Jakarta, Indonesia 2Lecturer of Communication Science of Padjadjaran University, Bandung, West Java, Indonesia ARTICLE INFO ABSTRACT Article History: Indonesia presidential election campaign, June 5-July 5 2014 was the most crucial period of the Received 19th May, 2017 practice of journalism and media organizations in Indonesia. Reports of three media groups Received in revised form (Kompas Group, Media Group, and MNC Group) during the 2014 presidential election campaign 18th June, 2017 is the focus of this study. This paper is the second stage of research results (discourse practice) of Accepted 05th July, 2017 three planned phases as critical discourse analysis of Norman Fairclough (text, discourse practice, th Published online 30 August, 2017 dan socio cultural levels). In the 2014 presidential campaign, Media Groups and MNC Group are very much in the interest of their owners. While the Kompas Group at the editorial level is not Keywords: visible even though they have historical connection with the ideology of a particular party. The Media convergence, coverage of Kompas Group on PDIP is not as massive as Media Group reporting on Nasdem News, Power, party or MNC Group about Hary Tanusoedibjo. Kompas Group is more viscous economic and Presidential election business interests than ideology and politics.
    [Show full text]
  • 1. Profil Harian Kompas Ide Awal Penerbitan Harian Ini Datang Dari
    BAB II PROFIL OBYEK PENELITIAN A. Profil Surat Kabar Harian: 1. Profil Harian Kompas Ide awal penerbitan harian ini datang dari Jenderal Ahmad Yani, yang mengutarakan keinginan kepada Frans Seda untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Mulanya, harian ini diterbitkan dengan nama Bentara Rakyat. Salah satu alasannya, kata Frans Seda, nama Bentara sesuai dengan selera orang Flores. Lalu, atas usul Presiden Soekarno, namanya diubah menjadi Kompas, pemberi arah dan jalan mengarungi lautan dan hutan rimba (Hidayatullah, 2016 : 120). Surat kabar harian Kompas ini pertama kali terbit pada tanggal 28 juni 1965, didirikan oleh mendiang PK Ojong (Petrus Kanisius Ojong Peng Koen) dengan rekannya Jakob Oetama yang saat ini telah menjadi surat kabar ternama dengan lingkup Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Pada terbitan pertamanya, Kompas hanya terbit dengan empat halaman dan enam buah iklan, mulanya kantor redaksi Kompas masih menumpang di rumah Jakob Oetama, kemudian berpindah menumpang di kantor redaksi majalah Intisari (Hidayatullah 2016 : 120). Sepeninggal Ojong tahun 1980, Jakoeb Oetama menggantikan kedudukannya, Ojong dan Jakoeb bermitra serasi di Kompas selama 15 tahun, pasangan ini membimbing Kompas melewati 39 berbagai tindakan pemerintah yang keras. menjadikannya harian terbesar dan dihormati sementara memertahankan otonomi politik dari pemerintah. Ojong dan Jakob mempunyai latar belakang Katolik yang kuat. Oleh karenanya, Kompas mendapatkan slentingan yang menyatakan singkatan dari Komando Pastor atau Komando Pak Seda. Hal ini disebabkan ketika harian ini terbentuk pada tahun 1965, situasi mengharuskan tiap-tiap surat kabar untuk berafiliasi dengan politik. Maka dari itu, Kompas berafiliasi dengan Partai Katolik yang dipimpin oleh Frans Seda. Kompas menjadi media yang mengusung visi kemanusiaan transdental dan misi idealis amanat hati nurani rakyat yang kemudian ditumpahkan dalam mekanisme penulisan berita yang lekat dengan perasaan intuisi dan emosi manusia.
    [Show full text]