HUMANIORA Asril- Peran Gandang Tasa

VOLUME 27 No. 1 Februari 2015 Halaman 67-80

PERAN GANDANG TASA DALAM MEMBANGUN SEMANGAT DAN SUASANA PADA PERTUNJUKAN TABUIK DI

Asril*

ABSTRACT Performing Tabuik in society Pariaman, , is a tradition of cultural influence of Shi’ite that has inherited the local community since about two centuries ago. Tabuik performances are “heroic” and colossal. Pariaman society presented this performance by presenting two Tabuik support group. In certain parts of the performance, these two groups are presented opposite each other. One of the most important elements in each Tabuik performance is gandang tasa, the percussion ensemble. Gandang Tasa role in a variety of contexts and series of performances Tabuik.Gandang tasa most important role is to build the spirit of supporting performances that can trigger mood Tabuik be “hot”, especially on hard-dimensional performances, so that it will make a massive fight among the supporters of Tabuik. The method used in this study is a qualitative method that emphasizes the role of the drum in the quality of every part of the Tabuik performance which refers to a variety of atmosphere that was built in the Tabuik perfomance. Gandang Tasa be decisive in establishing the spirit, atmosphere, and the dynamics in each performance of Tabuik.

Keywords: tabuik performance, gandang tasa, spirit, the atmospheres of performance

ABSTRAK Pertunjukan Tabuik dalam masyarakat Pariaman, Sumatra Barat, merupakan tradisi pengaruh budaya Islam Syi’ah yang telah diwarisi masyarakat setempat sejak kurang lebih dua abad yang lalu. Pertunjukan Tabuik bersifat “heroik” dan kolosal. Masyarakat Pariaman mempresentasikan pertunjukan ini dengan menghadirkan dua kelompok pendukung Tabuik. Pada bagian-bagian pertunjukan tertentu, kedua kelompok ini disajikan saling berlawanan. Salah satu unsur terpenting dalam setiap pertunjukan Tabuik adalah gandang tasa, yaitu ansambel musik perkusi. Gandang tasa berperan dalam berbagai suasana dan rangkaian pertunjukan Tabuik. Peran gandang tasa yang terpenting adalah membangun semangat para pendukung pertunjukan Tabuik yang dapat memicu suasana menjadi “panas”, khususnya pada upacara yang berdimensi keras, hingga berwujud ke perkelahian massal antarpendukung Tabuik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang menekankan kualitas peran gendang di setiap bagian pertunjukan Tabuik yang mengacu pada berbagai suasana yang dibangun dalam pertunjukan Tabuik. Gandang tasa menjadi penentu dalam membangun semangat, suasana, dan dinamika dalam setiap pertunjukan Tabuik.

Kata kunci: pertunjukan Tabuik, gandang tasa, semangat, suasana dalam pertunjukan

* Institut Seni Padangpanjang, Sumatera Barat

67 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080

PENGANTAR yang meninggal dalam peperangan di Karbala Irak, pada tahun 61 Hijriyah (680 Masehi) Musik tradisional dalam budaya (Brockelmann, 1956; Ansary, 2012). Masyarakat terintegrasi dengan berbagai konteks Pariaman mempresentasikan peristiwa Husain kehidupan yang bersifat sosial, seperti hiburan, dengan membentuk dua kelompok pendukung seremonial, dan ritual. Bentuk pengintegrasian Tabuik, yaitu kelompok pendukung tabuik pasa itu dapat saja bersifat longgar dan bersifat ketat. dan kelompok pendukung tabuik subarang. Bersifat longgar artinya kehadiran musik tidaklah Kedua kelompok pendukung tabuik itu masing- menjadi suatu keharusan dan memberi pengaruh masing mengusung artefak tabuik sebagai simbol yang sangat penting bagi upacara atau aktivitas kebesaran dan penghormatan terhadap Husain; yang diikutinya. Di sini musik hanya berperan dan pada bagian-bagian tertentu dari rangkaian untuk memeriahkan upacara dan berfungsi pertunjukan Tabuik dipresentasikan suasana saling untuk hiburan saja. Sementara itu, bentuk berlawanan, dan pada bagian lain melakukan pengintegrasian musik yang bersifat ketat berarti aktivitas pertunjukan secara bersamaan, baik kehadiran musik menjadi bagian penting dan dilakukan di tempat terpisah maupun di suatu berperan menjadi daya hidup bagi upacara atau lokasi yang sama. pertunjukan. Dapat dikatakan juga bahwa upacara sangat bergantung pada kehadiran musik. Kasus Pelibatan gandang tasa dalam pertunjukan seperti ini tidak banyak ditemukan dalam budaya Tabuik berlangsung selama pertunjukan itu Minangkabau, khususnya setelah masyarakat dilakukan, yakni antara 10 hingga 14 hari pada Minangkabau menyatakan sikap berkeyakinan awal bulan Muharam. Musik berperan dalam keagamaan dengan berpedoman kepada berbagai suasana yang ada dalam pertunjukan bersendikan syarak, syarak bersendikan Kitabullah Tabuik, seperti gembira, sedih, khidmat, dan (Adat bersendikan agama Islam dan berpedoman khususnya pada suasana berdimensi keras. Di kepada Alquran). Keyakinan-keyakinan yang sini, peran musik tampak mendominasi sekali bersifat mistik pada masa lalu termasuk berbagai untuk membangkitkan semangat dan amarah ritual yang dianggap dapat merusak aqidah para pendukung pertunjukan dalam membangun keislaman diperbarui maknanya hingga menjadi suasana perlawanan antar kedua pendukung aktivitas budaya saja. Sisa-sisa keyakinan Tabuik. Akan tetapi, suasana menjadi kontras masa lalu yang mengalami modifikasi dan ketika gandang tasa juga diperankan untuk dipertahankan hingga sekarang adalah pertunjukan mendukung suasana-suasana yang bersifat sedih Tabuik di Pariaman yang di dalamnya terintegrasi dan haru. Seakan-akan ada pemaksaan dalam secara ketat gandang tasa-musik perkusi yang suasana ini. Dalam budaya musik Minangkabau, menjadi pendukung pertunjukan. sejatinya juga terdapat berbagai genre musik Pertunjukan Tabuik tidak sepenuhnya tradisi yang digunakan untuk mendukung suasana- adalah budaya Minangkabau, tetapi karena telah suasana yang bersifat sedih dan haru, seperti hidup dalam kurun waktu yang cukup panjang musik vokal, gesek, dan tiup, tetapi tidak pernah dalam masyarakat Pariaman, dan telah terjadi dimainkan untuk mendukung suasana tersebut. pembauran dengan unsur-unsur budaya lokal Fenomena ini menjadi alasan penulis untuk (Minangkabau) dan keyakinan masyarakat mengamati bagaimana kaitan dan peran gandang Pariaman yang menganut Islam Sunni, Tabuik tasa dalam membangun berbagai suasana dalam dianggap bagian dari budaya Minangkabau pertunjukan Tabuik. khas Pariaman. Pada awalnya pertunjukan ini Hingga sekarang dalam setiap pertunjukan merupakan ritual keagamaan Islam Syi’ah. Tabuik musik yang digunakan adalah gandang Bagi para penganut Syi’ah, ritual ini dirayakan tasa karena perannya dalam membangun untuk memperingati kematian Husain bin Ali berbagai suasana seakan belum tergantikan oleh

68 Asril- Peran Gandang Tasa ansambel musik lain. Mengapa begitu penting Tabuik cenderung menampilkan pertunjukan peran gandang tasa dalam pertunjukan Tabuik? heroik saja. Tabuik yang semula dianggap sakral, Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan kemudian berubah menjurus ke arah atraksi yang penelitian ini adalah untuk mengungkap peran bersifat hiburan dan rekreatif. Perubahan juga gandang tasa dalam membangun semangat dan dikaji pada pelaksanaan Hoyak Tabuik di berbagai berbagai suasana dalam pertunjukan Tabuik. kota di luar Pariaman yang sama sekali telah Penelitian ini adalah penelitian lapangan menanggalkan nilai sakral dan tradisi ritus-ritus dengan menggunakan metode kualitatif. Peneliti pertunjukan. lebih menekankan pengamatan pada proses Khanizar (2004, 2005) memfokuskan kajian dan peristiwa pertunjukan untuk mendukung Tabuik pada aspek estetika postmodernisme. pembahasan peran gandang tasa dalam setiap Menurut Khanizar, bentuk konstruksi teks suasana dalam pertunjukan Tabuik. Keterlibatan pertunjukan Tabuik merupakan bentuk peneliti di lapangan menjadi instrumen penting ketidakmampuan modernisme dalam penelitian ini. Wawancara dengan para pelaku, menanggulangi ketidakpuasan masyarakat tokoh/tuo tabuik, dan beberapa tokoh masyarakat, yang termarjinalkan. Konsep dekonstruksi kemudian pendokumentasian peristiwa postmodernisme yang dibangun dari teks-teks pertunjukan menjadi bagian yang penting dalam pertunjukan Tabuik membuka pemahaman tidak penelitian ini. terbatas pada bentuk, nilai, dan makna saja, tetapi Kajian-kajian terdahulu tentang Tabuik telah juga membuka interpretasi yang lebih luas. dilakukan oleh beberapa peneliti. Kajian Tabuik Ekasari (2011) menelaah kemungkinan dari perspektif antropologis dilakukan oleh Tabuik bisa dijadikan sebagai atraksi pariwisata Siregar (1996). Siregar melihat ada tiga unsur dalam skala internasional. Ekasari melihat terpenting dalam pertunjukan Tabuik, yaitu unsur bahwa Tabuik telah terinstitusi secara kuat dalam cerita mitologis, praktik ritual, dan komunitasnya. masyarakat Pariaman. Tiga aspek penting yang Tabuik dijadikan cerminan untuk memahami ia catat, yaitu (1) aspek sosial, Tabuik menjadi bagaimana masyarakat Pariaman memahami ruang untuk memperkuat hubungan antara makna ritual Tabuik dan mendayagunakannya individu dalam masyarakat; (2) aspek kultural, sebagai sarana komunikasi simbolik sosio-religius Tabuik sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak dalam konteks kehidupan masa kini. Yulimarni diperkenalkan; dan (3) aspek ekonomi, perayaan (2011) melakukan kajian yang memfokuskan Tabuik mampu meningkatkan perekonomian pembahasan pada aspek tekstual tabuik dari rakyat. Tiga aspek ini sebagai modal yang perspektif ikonografis dan ikonologis. Yulimarni ditawarkan oleh Ekasari untuk dijadikan sebagai melihat bahwa simbol-simbol yang terdapat atraksi pariwisata ke level internasional, meskipun pada artefak tabuik merepresentasikan budaya beberapa sisi penunjang pariwisata di Kota Minangkabau yang berasaskan adat basandi Pariaman masih jauh dari standar yang diharapkan. syarak-syarak basandi kitabullah. Kajian yang menjurus pada aspek musik Kajian Tabuik dari aspek perubahan (gandang tasa) dalam konteks pertunjukan Tabuik dilakukan oleh Rahmanelli (2007) dan dilakukan oleh Asril (2002, 2005). Menurut Asril Asril (2008). Perubahan yang terjadi pada faktor penting yang menyebabkan gandang tasa pertunjukan Tabuik disebabkan oleh aktivitas menjadi musik pertunjukan Tabuik adalah aspek sosial masyarakat pendukung pertunjukan instrumen gendang (perkusif); aspek musikal sebagai tempat perkembangan keruangan dan (ritme, tempo, dinamik); latar belakang sejarah waktunya yang cenderung progresif dan akibat Tabuik; situasi total upacara. Meskipun tulisan dari kebijakan pemerintah sehingga Tabuik ini juga sudah membahas hubungan antara ritus- menyesuaikan dengan irama perkembangan itu. ritus dalam pertunjukan Tabuik dengan gandang

69 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080 tasa, tetapi belum mengupas suasana-suasana yang drum) dan sebuah tasa, jenis gendang bermuka terdapat dalam pertunjukan Tabuik dan bagaimana satu (single-headed drum). Lagu-lagu yang peran gandang tasa membangun semangat dimainkan hanya dibangun dari permainan pola dan suasana-suasana tersebut. Ruang yang ritme-pola ritme gendang dengan tasa. Tidak dianggap masih memiliki celah dalam menulis ada instrumen yang berfungsi sebagai pembawa peran gandang tasa dalam pertunjukan Tabuik melodi, tidak ada gendang yang ditala/distem adalah ambivalensi suasana yang dihadirkan dengan nada-nada tertentu yang difungsikan oleh gandang tasa-antara sedih dan gembira sebagai melodi, seperti instrumen taganing (jenis disebabkan oleh faktor karakter instrumen perkusi gendang) pada ansambel gondang sabangunan yang lebih cenderung menjadi bersemangat dan di masyarakat etnik Batak Toba di Sumatra gembira. Utara (Purba, 1991; Pasaribu, 1992). Kekuatan musikalnya hanya tertumpu pada permainan- ANSAMBEL GANDANG TASA permainan pola ritme. Karakter musiknya bersifat energik, bersuara keras, dan penyajiannya Masyarakat Pariaman memiliki konsep cenderung atraktif sehingga musik ini sangat sendiri tentang musik. Merriam (1968) mendominasi dan menguasai pada prosesi dan menjelaskan perlunya memahami pengertian lapangan terbuka. musik atau konsep musik bagi suatu masyarakat. Lagu-lagu yang secara khusus disajikan pada Pengertian musik bagi masyarakat Pariaman pertunjukan Tabuik adalah Oyak Tabuik, Sosoh, tampaknya sama dengan pengertian musik Maatam, dan Katidiang Sompong. Lagu Oyak yang berlaku secara universal, yaitu bahwa Tabuik dimainkan pada pertunjukan maoyak musik diproduksi melalui vokal dan instrumen. tabuik dan menebang batang pisang. Fungsi Suara-suara vokal dan instrumen itu kemudian lagu Oyak Tabuik adalah untuk membangkitkan diorganisasikan melalui unsur-unsur musik, seperti semangat masing-masing kelompok tabuik melodi, ritme, tempo, harmoni, dan dinamik. (tabuik pasa dan tabuik subarang). Karakter dari Masyarakat Pariaman tidak memiliki konsep lagu ini keras, cepat, energik, dan bersemangat. khusus tentang musik. Kecenderungan yang umum dari setiap penyajian Dewasa ini berbagai jenis musik tradisi dan lagu ini adalah pada bagian akhir lagu yang modern berkembang dalam masyarakat Pariaman. dimainkan lagu Sosoh dengan tempo cepat. Pada ragam musik tradisi, ditemui ada jenis musik Adapun lagu Sosoh adalah sebuah repertoar yang hanya memiliki unsur ritme, tempo, dan pendek yang sejatinya tidak pernah dimainkan dinamik saja, dan tidak memiliki unsur melodi. secara sendiri. Ia selalu dimainkan bergabung Musik itu adalah gandang tasa. Masyarakat dengan lagu lain, seperti dengan lagu Oyak Tabuik Pariaman tetap menganggap bahwa gandang tasa dan Katidiang Sompong. Bahkan, dapat dikatakan adalah musik. Alasan mereka cukup kuat karena lagu Sosoh hanya bagian dari lagu Oyak Tabuik unsur ritme yang terdapat dalam gandang tasa dan Katidiang Sompong, karena lagu Sosoh tidak sudah merupakan unsur pokok dalam musik. Stein memiliki pangka matam (semacam pengantar (1979) juga menyebutkan bahwa ritme merupakan lagu) sebagai bagian dari struktur lagu. Walaupun elemen yang paling dasar dari musik; tanpa ritme demikian, lagu Sosoh sangat sering dimainkan musik itu tidak ada. dalam pertunjukan Tabuik. Lagu Sosoh dimainkan Bila dilihat dari bentuk orkestrasi atau dalam tempo sedang dan cepat, dan yang paling garapan musik, instrumentasi yang digunakan khas dari lagu ini adalah bertempo cepat. Kata pada gandang tasa tergolong musik minimalis sosoh berasal dari kosa kata Minangkabau yang dan sederhana. Gandang tasa hanyalah sebuah artinya menyerang saling berhadapan secara ansambel musik perkusi ritmik yang terdiri atas frontal. Dalam peperangan atau perkelahian 6-10 buah gendang bermuka dua (double-headed misalnya, sosoh berarti perang terbuka yang saling

70 Asril- Peran Gandang Tasa berhadap-hadapan. Peran yang paling utama lagu bahkan dapat membuat orang kehilangan Sosoh adalah untuk membangkitkan semangat kesadaran diri (Rouget, 1985). saling memanaskan suasana antara pendukung Aspek musikal meliputi ritme, tempo, tabuik pasa dan tabuik subarang. dan dinamik. Suara gendang harus dimainkan Lagu Maatam adalah lagu yang disajikan dengan ritme. Suara-suara gendang dan tasa pada saat ritus mengarak jari-jari dalam daraga. diorganisasikan ke dalam berbagai motif dan (Daraga adalah tempat yang dimitoskan sebagai polaritme sehingga akan mampu memengaruhi kuburan atau makam Husain. Daraga berasal dari dan mengarahkan konsentrasi para pemusik dargah (Persia) atau durgha (Hindustan) yang dan pendukung upacara. Motif dan pola ritme berarti pintu atau peti mati (Ronkel 1914; Asril yang dimainkan melalui gendang dan tasa akan 2002).) Ciri-ciri dari lagu ini bertempo lambat menjadi lebih efektif dengan memasukkan dengan pola ritme sederhana dan dimainkan tempo dan dinamik. Tempo amat diperlukan dengan suara lunak atau lembut. Sementara untuk memperlambat dan mempercepat lagu. itu, lagu Katidiang Sompong adalah lagu yang Dalam kasus upacara Tabuik, tempo diperlukan banyak disajikan dalam prosesi untuk membangun khususnya untuk mempercepat lagu. Contohnya, suasana pertunjukan agar terasa lebih khidmat. lagu Sosoh yang dimainkan dengan tempo Lagu ini sangat sering dijadikan sebagai bagian sedang biasanya tidak membuat situasi upacara awal lagu untuk memunculkan lagu Sosoh. menjadi ‘panas’. Akan tetapi, bila tempo lagu Sosoh itu dipercepat, situasi upacara akan berubah Gandang Tasa sebagai Musik Pertunjukan menjadi “panas” atau gembira. Begitu juga, Tabuik dengan lagu Oyak Tabuik saat disajikan pada Dalam beberapa penelitian terdahulu (Asril upacara maoyak tabuik, perubahan tempo yang 2002; Muchtar 2005) mencatat aspek-aspek cepat akan membuat “irama” upacara manjadi penting keterlibatan gandang tasa sebagai musik “panas”. Perubahan tempo yang menjadi cepat pendukung pertunjukan Tabuik antara lain adalah dalam pertunjukan gandang tasa dipicu oleh tasa. aspek instrumen gendang (perkusif) dan aspek Perubahan ini cenderung diikuti pula dengan suara musikal (ritme, tempo, dinamik). Kehadiran yang keras. Secara tidak langsung, unsur dinamik gandang tasa sangat diperlukan khususnya pada telah dilibatkan dalam memainkan gendang dan pertunjukan yang berdimensi keras. Gendang dan tasa. tasa dijadikan sebagai stimulus untuk merangsang Jadi, aspek instrumen (perkusif) dengan emosi dan semangat pendukung pertunjukan suara keras dan kekuatan musikal dengan karakter menjadi “beringas”. Ritme-ritme gendang dan tasa energik yang dimiliki oleh gandang tasa sangat yang dimainkan dalam tempo cepat dan dinamik sulit digantikan oleh ansambel musik tradisi keras akan menghasilkan suara yang “meledak- Minangkabau lainnya. Syafruddin Auang, yaitu ledak” dan akan memicu emosi dan semangat tuo tabuik subarang (pawang dan pemimpin para pendukung pertunjukan. Rodney Needham tabuik subarang), mengatakan bahwa gandang menjelaskan bahwa gendang memproduksi tasa harus ada, bahkan “wajib” hukumnya dalam efek suara yang paling besar sehingga banyak setiap pertunjukan Tabuik, tanpa peran gandang digunakan dalam berbagai upacara (Rouget, tasa pertunjukan Tabuik tidak bisa dijalankan 1985). Gendang dalam berbagai bentuk dan (wawancara, 21 November 2012 di Pariaman). ukuran, suara atau bunyinya memiliki efek Oleh sebab itu, hingga saat ini, para tuo tabuik dan psikologis dan mampu memengaruhi pendengaran pelaku pertunjukan tidak melihat ada alternatif dan syaraf manusia. Kemudian Andrew Neher ansambel musik tradisi Minangkabau lainnya menyebutkan bahwa gendang dimainkan dengan selain gandang tasa yang digunakan sebagai suara pelan pun dapat mengendalikan getaran, musik dalam pertunjukan Tabuik.

71 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080

PERAN GANDANG TASA DALAM kekhusukan dan kekhidmatan. Satu sisi, ritual PERTUNJUKAN TABUIK ini telah ‘bertabrakan’ dengan ritual ibadah Islam: salat magrib. Akan tetapi, sejak 2000- Pertunjukan Tabuik secara visual diwujudkan an hingga sekarang koreksi dan penyesuaian dengan dua artefak tabuik setinggi 10 sampai ritual mengambil tanah dilakukan oleh tuo tabuik 12 meter. Tabuik pertama disebut dengan tabuik (pawang dan pemilik tabuik), yakni pelaksanaan pasa (Pasar Pariaman) dan tabuik kedua disebut mengambil tanah dilakukan sebelum atau sesudah dengan tabuik subarang (V Koto Air Pampan). salat magrib. Jika dilakukan sesudah salat magrib, Pertunjukan Tabuik terdiri dari beberapa tahap pada menjelang azan aktivitas ritual dihentikan, ritus upacara/pertunjukan, yaitu mengambil dan gandang tasa juga tidak dimainkan lagi. tanah, menebang batang pisang, maatam atau Suasana haru dan sedih diwujudkan mahatam, maradai, mengarak jari-jari, mengarak melalui ritus maatam dan ritus mambuang sorban, tabuik naiak pangkek, ma-oyak tabuik, tabuik (tabuik dibuang ke laut). Maatam adalah dan mambuang tabuik. Ritus-ritus itu dapat prosesi mengarak jari-jari dalam daraga. Jari- dikelompokkan atas beberapa suasana, yaitu jari yang diarak merupakan penggambaran khidmat, sedih, haru, dan berdimensi keras. jari-jari Husain yang terpisah dari tubuhnya Suasana khidmat lebih mengarah pada ritus yang akibat dari peperangan di Karbala. Lagu yang memerlukan kekhusukan dalam melakukannya. dimainkan adalah lagu Maatam dengan suara Suasana sedih dan haru menggambarkan lunak dan tempo lambat. Maatam artinya nyanyian tragedi dan kedukaan. Adapun suasana yang kesedihan. Para peserta prosesi umumnya terdiri berdimensi keras adalah sajian-sajian upacara dari ibu-ibu, mereka mengelilingi makam Husain yang menyuguhkan tekanan-tekanan dalam bentuk yang terdapat dalam daraga sambil mengucapkan konfrontatif, seperti perkelahian antarpendukung kata-kata: Hosen ... Hosen ... Hosen. Pelafalan Tabuik. Selain itu, ada suasana untuk mengundang kata-kata Hosen sebagai bentuk kedukaan dan rasa rasa simpati dan untuk kemeriahan saja. sedih terhadap nasib Husain. Suasana khidmat dapat dirasakan pada ritus Akan tetapi, pengamatan yang dilakukan mengambil tanah. Pertunjukan ini dilakukan secara cermat, baik secara langsung maupun di sungai di dua tempat yang berbeda oleh melihat kembali rekaman lapangan yang dibuat, kelompok pendukung tabuik pasa dan tabuik tampaknya sangat sulit bagi para peserta prosesi subarang dalam waktu yang bersamaan. Ritual ini maatam itu mengungkapkan ekspresi kesedihan. menggambarkan pengambilan mayat Husain yang Bahkan, mereka cenderung melakukannya sebagai masih tertinggal di Karbala. Lagu yang dimainkan ritual tanpa muatan sakral atau kedalaman rasa adalah Katidiang Sompong dan Sosoh. Gandang dan penghayatan. Lagu Maatam yang dimainkan tasa dimainkan sejak dari daraga di masing- dengan gandang tasa yang difungsikan untuk masing tempat, sampai ke lokasi pengambilan membangun suasana duka dan sedih seperti tanah. Gandang tasa dimainkan sambil berjalan tidak mengantarkan mereka ke suasana yang sepanjang 1-1,5 km. Pertunjukan gandang tasa dimaksudkan dalam ritus itu. Suara dari sejumlah yang sangat penting adalah pada saat mengambil gendang yang rendah (low) yang dimainkan dalam tanah di sungai. Pada saat inilah peran gandang tempo lambat dan pola ritme yang sederhana, pada tasa sangat dirasakan untuk membangun suasana awalnya mampu mengantarkan peserta prosesi ke kekhidmatan dan kekhusukan. suasana sedih. Akan tetapi, situasi terasa menjadi Hingga menjelang akhir 1990-an, ritual berlawanan ketika suara tasa yang nyaring mengambil tanah dilakukan bertepatan dengan (bersuara tinggi) dimainkan bersama gendang kumandang azan magrib di dan masjid di dengan pola ritme yang berbeda karena suara sekitar ritual berlangsung. Bersamaan dengan itu, tasa itu lebih cenderung menjauhkan suasana gandang tasa juga dimainkan untuk membangun dari kesedihan. Para peserta prosesi berada pada

72 Asril- Peran Gandang Tasa

“ruang” suasana ambivalensi antara sedih dan masyarakat Pariaman dalam ritus maatam. bukan sedih (gembira dan senang). Mereka Sebagaimana diiformasikan pada bagian agak sulit memahami bagaimana menjiwai dan awal tulisan ini, hingga saat ini tidak ada jenis meresapi ritme-ritme dari instrumen musik perkusi atau ansambel musik Minangkabau lainnya yang (gendang dan tasa) dijadikan sebagai pendukung digunakan untuk mendukung suasana sedih dan suasana sedih dan duka. duka atau haru. Berbagai repertoar dendang Ambivalensi seperti dikatakan oleh Bhabha dan rabab dengan teks sedih dan duka sebagai ruang antara atau ruang ketiga (Ashcroft serta ditunjang dengan karakter melodi yang dkk., 1998) merupakan situasi yang menempatkan bersifat sedih (melankolis) tidak pernah menjadi subjek tidak berada pada ruang pertama dan juga alternatif ataupun eksperimentasi digunakan dalam tidak pada ruang kedua. Ambivalensi juga menjadi ritus maatam. terasa lebih kuat lagi karena para pelaku prosesi Suasana haru terdapat pada ritus mambuang dan para pemusik adalah masyarakat Pariaman tabuik. Ritual ini merupakan penggambaran penganut Islam Sunni. Mereka hanya berupaya jenazah Husain dibawa ke pemakaman. Artefak menginterpretasikan suasana sedih. Jadi, mereka tabuik diusung bersama-sama ke pinggir pantai sebenarnya tidak pernah benar-benar merasakan Samudra Indonesia pada sore hari, kemudian kesedihan seperti yang dirasakan oleh para pelaku ditenggelamkan dalam laut. Gandang tasa ritual mengenang kematian Husain yang dilakukan hanya dimainkan pada bagian awal saja, sebagai oleh para penganut Syi’ah di Iran dan beberapa pengantar dimulainya ritus mambuang tabuik. kawasan Asia Selatan dan Timur Tengah. Lagu yang dimainkan adalah Katidiang Sompong Di penghujung ritus maatam (masih atau Matam Panjang dan Sosoh. Selanjutnya dalam daraga), tempo musik dipercepat suara prosesi ke pantai hingga tabuik ditenggelamkan gendang dan tasa diperkeras sehingga suasana tidak ada musik dimainkan. Suasana haru seolah- langsung berubah dari yang dipersepsikan sedih olah dibangun oleh keheningan pelaku prosesi dan menjadi gembira, bahkan para peserta prosesi ribuan pengunjung yang seakan-akan berperan mengekspresikan kegembiraan mereka dengan sebagai pelayat mengantar jenazah kepemakaman. berjoged-joged dan tertawa. Di luar konteks ritus Peran gandang tasa yang sangat menonjol atau pertunjukan maatam pun, lagu Maatam adalah pada pertunjukan yang berdimensi jika dimainkan dengan tempo yang lebih cepat keras, yaitu pada ritus menebang batang pisang, (sedang), ia akan membangun suasana senang atau mengarak jari-jari, mengarak sorban, dan gembira. Pemicu utamanya tampak dari karakter maoyak tabuik. Ritus menebang batang pisang suara tasa yang nyaring. merupakan prosesi ritual menebang batang pisang Kasus ambivalensi suara musik (gandang yang dilakukan di dua tempat yang berbeda. tasa) dan antara pemahaman penganut Islam Selama perjalanan dari pusat aktivitas tabuik Syi’ah dan Sunni dengan menggunakan instrumen masing-masing hingga ke lokasi penebangan gendang dan tasa (dhol dan tasa) dalam ritus batang pisang, gandang tasa dimainkan untuk maatam juga ditemui dalam masyarakat Tamil menghidupkan suasana. Pertunjukan gandang tasa dan beberapa etnis di India Selatan dan Pakistan yang sangat penting adalah pada saat penebangan sebagaimana ditulis oleh Wolf (2000) dalam batang pisang. Gandang tasa berperan sebagai artikelnya, “Embodiment and Ambivalence: stimulus untuk membangkitkan semangat yang Emotion in South Asian Muharram Drumming”. mengarah pada “patriotik” karena pada bagian Wolf menyimpulkan bahwa suara tasa dengan upacara ini merupakan penggambaran ketajaman frekuensi suara yang tinggi tidak dapat pedang Husain menebas atau membunuh musuh membangun suasana sedih, bahkan cenderung pada saat perang. Lagu yang dimainkan adalah menjadi gembira seperti juga yang terjadi dalam lagu Oyak Tabuik dan Sosoh (Asril, 2002). Sajian

73 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080 ritme-ritme yang dimainkan melalui gendang dan Sementara itu, ritus maoyak tabuik tasa mampu membuat suasana menjadi tegang merupakan puncak dari seluruh rangkaian dengan emosional yang meletup-letup. Situasi pertunjukan Tabuik. Maoyak tabuik adalah atraksi ini digambarkan secara visual dengan munculnya dengan artefak tabuik, seperti mengangkat, seseorang yang berperan sebagai kesatria menggoyang-goyangkan, menghentakkan, menggunakan pedang kemudian menebang batang memutar, dan membawa berlari, bahkan saling pisang yang ada di lokasi upacara. membenturkan antara kedua tabuik. Atraksi ini Bagian akhir atau puncak dari ritus ini dilakukan oleh kedua pendukung tabuik dengan adalah perkelahian antara pendukung tabuik pasa cara saling mendesak atau menekan secara dan tabuik subarang ketika mereka bertemu di bergantian. Selama aktivitas ini berlangsung, perempatan Tugu Tabuik. Mereka diskenariokan gandang tasa dengan lagu Oyak Tabuik dan Sosoh harus melewati perempatan Tugu Tabuik untuk dimainkan dengan tempo cepat dan dinamik keras berpapasan atau berselisih. Perempatan Tugu untuk membangun semangat para pendukung Tabuik disebut juga dengan “Padang Karbala” tabuik. Ketegangan suasana terakumulasi oleh Pariaman. Ketika kedua rombongan prosesi semangat yang dibangun oleh gandang tasa, tak tabuik sudah berada di areal Tugu Tabuik, jarang juga mengarah pada perkelahian antara masing-masing mereka meningkatkan intensitas kedua pendukung tabuik. Akan tetapi, sepanjang permainan gandang tasa untuk membangkitkan pelaksanaan pertunjukan Tabuik pada ritus semangat dan emosi para pendukung upacara. maoyak tabuik belum pernah terjadi perkelahian. Lagu Sosoh dalam tempo cepat dan dinamik Puncak letupan kemarahan adalah mengadu keras dimainkan berulang-ulang agar akumulasi tabuik, tetapi sangat jarang dilakukan. semangat dan emosional lebih cepat memuncak. Maoyak tabuik merupakan bagian Lagu Sosoh merupakan lagu yang khusus pertunjukan yang paling banyak mengundang dimainkan pada suasana ini. Puncak dari ekspresi perhatian para pengunjung. Pada tahun 1980-an, emosional kemarahan ini adalah perkelahian selain atraksi dengan tabuik, sindiran-sindiran antar pendukung tabuik pasa dengan pendukung dalam bentuk sarkasme dan beberapa simbol tabuik subarang. Pada situasi ini, antara emosi yang dekat dengan kehidupan masyarakat juga musikal dengan emosi (perasaan marah) sudah disampaikan untuk mengejek dan membangkitkan membaur menjadi satu. Emosi musikal dibangun amarah pihak lawan masing-masing. Ini lewat tempo cepat dan dinamik keras. Emosi merupakan bentuk sajian yang bersifat provokatif. dalam musikologi dimaknai sebagai cepat lambat Bagian itu menjadi daya tarik yang menggelikan (elemen tempo) atau keras lembutnya (elemen bagi para pengunjung. Akan tetapi, sejak dua dinamika) sebuah komposisi (Djohan, 2009). Efek dekade terakhir ini, sudah tidak disajikan lagi. dari emosi musikal gandang tasa membias kepada Bahkan, sekarang pun, terjadi pereduksian atraksi perilaku dan sikap para pendukung upacara. maoyak tabuik, dibandingkan dengan dekade Pada bagian ini gandang tasa sangat sebelumnya. menentukan jalan dan dinamika pertunjukan. Ritus yang dianggap berdimensi keras lainnya Peran gandang tasa terasa amat diperlukan. adalah mengarak jari-jari dan mengarak sorban. Intensitas emosi para pendukung upacara atau Kedua ritus ini merupakan prosesi mengarak pertunjukan hanya dapat dibangun melalui bagian dari tubuh dan sorban atau turban Husain gandang tasa. Jika gandang tasa tidak dimainkan yang bercerai berai pada saat peperangan di oleh kedua pendukung Tabuik, mereka tidak Karbala. Dua benda ini dijadikan sebagai akan melakukan perkelahian atau suasana yang pengundang simpati dan kemarahan pendukung menjurus pada ketegangan. tabuik. Khusus pada ritus mengarak jari-jari,

74 Asril- Peran Gandang Tasa bentuk kemarahan pendukung tabuik bermuara dan masyarakat secara luas. Menurut Zubir pada perkelahian antara kedua pendukung tabuik. (2010), dalam dinamika kehidupan masyarakat Ini merupakan perkelahian massal yang kedua. Minangkabau, terdapat dua nilai yang kuat Proses dan bentuk perkelahiannya sama dengan memengaruhi tingkah laku dan pemikiran yang terjadi pada ritus menebang batang pisang, masyarakatnya yaitu adat dan Islam. Kedua nilai tetapi luapan kemarahannya bisa berbeda-beda. itu pada periode tertentu berjalan berdampingan Jika pada ritus menebang batang pisang terdapat saling mengisi antara nilai-nilai adat dan nilai korban luka-luka di salah satu pihak, mereka akan agama Islam. Namun, sebaliknya pada periode “membalaskan dendamnya” pada ritus mengarak lain, kedua nilai itu sering merupakan sumber jari-jari. Artinya, suasana bisa bertambah panas. konflik yang keras dan berkepanjangan yang Suasana panas dan perkelahian ini diperkuat dan menimbulkan berbagai gejolak intelektual dipicu oleh gandang tasa dengan lagu Sosoh. dan fisik. Konflik mempunyai kedudukan Peran gandang tasa pada saat ini adalah untuk penting dalam menumbuhkan dinamika membangkitkan semangat para pendukung kebudayaan. Konflik tidak hanya membawa upacara untuk berkelahi. ke arah perpecahan, sebaliknya inilah yang Sementara itu, pada ritus mengarak sorban, menjadi sumber dinamika dalam masyarakat di peran gandang tasa lebih banyak ditujukan untuk Minangkabau. menggairahkan suasana prosesi saja. Sangat jarang Kaitannya dengan pertunjukan Tabuik, sekali terjadi perkelahian pada ritus ini, kecuali tampak bahwa perkelahian sebagai wujud jika pada perkelahian sebelumnya (mengarak jari- dari konflik, tidak selamanya juga dipandang jari) terjadi korban luka atau lebih parah di satu sebagai tindakan yang bersifat negatif. Dengan pihak, pihak yang korban akan melakukan “balas memberikan “ruang” untuk berkelahi antarsesama dendam” pada ritus mengarak sorban. Dalam pendukung tabuik pasa dan tabuik subarang, ungkapan lokal Pariaman hal itu disebut Sabuang ini dapat dipandang sebagai pelepasan letupan salapeh hari patang, Sibungsu indak baradiak energi emosional selama upacara karena selesai lai ‘Ini merupakan pertandingan/perkelahian pertunjukan Tabuik, tidak ada balas dendam terakhir, tidak ada lagi perkelahian setelah ini’. antara kelompok atau pribadi di luar konteks Untuk mengantisipasi agar situasi tidak menjadi pertunjukan. Kalau ingin membalaskan dendam, makin “panas” atau bisa menjadi brutal, berbagai tunggu pada pertunjukan Tabuik tahun berikutnya. pertimbangan dan perundingan dilakukan antara para tuo tabuik, ninik mamak, dan tokoh Peran tokoh masyarakat, tokoh adat, alim masyarakat kedua pihak agar perkelahian tidak ulama, dan pemuda dari kedua komunitas tabuik dilakukan, seperti yang terjadi pada pertunjukan ketika perkelahian berlangsung dilakukan atas Tabuik tahun 2012. Walaupun demikian, masing- izin dan kontrol mereka. Hal ini dapat dipandang masing pendukung tabuik akan tetap memainkan bahwa berkelahi dalam konteks pertunjukan gandang tasa untuk membangkitkan semangat Tabuik mendapat legitimasi dari adat dan agama. dan emosi marah mereka. Mereka memainkan Berkelahi sebagai wujud konflik menjadi penting gandang tasa di lokasi masing-masing di bawah dalam menumbuhkan dinamika dalam masyarakat pengawasan ninik mamak, tuo tabuik, dan tokoh Pariaman. Perkelahian masih dipertahankan masyarakat hingga para tokoh masyarakat itu hingga sekarang sebagai dinamika pertunjukan menghentikan ritus itu. Tabuik dan menjadi tontonan bagi masyarakat. Kebiasaan atau tradisi yang terbangun dalam Perkelahian yang terjadi sebenarnya bukan masyarakat Minangkabau secara umum yang perkelahian yang lepas kontrol dan benar-benar juga berlaku di Pariaman adalah membangun kacau, tetapi masih dapat dikelompokkan sebagai dialektika dalam berbagai aspek sosial, terutama perkelahian yang “direkayasa” meskipun terdapat yang menyangkut dengan kepentingan kelompok luka atau korban di masing-masing pihak.

75 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080

Suasana simpati dibangun melalui ritus secara ketat. Posisi ini belum tergantikan oleh maradai. Ritus ini bertujuan mengundang rasa ansambel musik tradisi Minangkabau lainnya. simpati masyarakat untuk menyumbangkan dana Gandang tasa berperan dalam membangun atau apa saja untuk membantu pembuatan tabuik. semangat dan mendukung berbagai suasana Pada masa pertunjukan Tabuik masih dilaksanakan dalam pertunjukan Tabuik, terutama pada ritus sepenuhnya oleh anak masyarakat Pasar atau upacara berdimensi keras. Suara dan ritme- Pariaman dan V Koto Air Pampan, biaya ritme yang dilahirkan oleh gendang dan tasa, dan pembuatan dan pelaksanaan upacara dilakukan karakter musiknya yang bersifat energik menjadi secara gotong royong. Peran gandang tasa pada kekuatan musik ini dalam memicu emosi dan ritus ini hanyalah untuk memeriahkan suasana semangat para pendukung pertunjukan. Akan saja. Begitu juga pada ritus tabuik naiak pangkek, tetapi, tidak semua suasana dalam pertunjukan gandang tasa dimainkan agar suasana pada Tabuik dapat didukung dengan baik oleh gandang upacara ini terasa lebih meriah. Lagu-lagu yang tasa. Seperti pada suasana sedih, misalnya, tampak dimainkan ditujukan hanya untuk menyemangati bahwa ada unsur pemaksaan peran gandang tasa. suasana upacara. Rasa sedih tidak bisa dibangun oleh gandang tasa, Tabel 1 justru kehadirannya menimbulkan ambivalensi Peran Lagu pada Ritus-ritus Pertunjukan Tabuik bagi para pendukung pertunjukan, yakni berada pada “ruang antara” sedih dan gembira. Rasa sedih Ansambel Lagu Ritus Suasana Keterangan Katidiang Mengambil khidmat Membangun tidak terwujud dalam diri para peserta prosesi dan Sompong, tanah suasana pemusik. Sosoh khidmat Mahatam Sedih Suasana sedih tidak tercapai Mahatam DAFTAR RUJUKAN (maatam), Mambuang Sedih dan Musik hanya Katidiang tabuik/ haru dimainkan di Ansary, Tamim. (2012) Dari Puncak Bagdad: Sejarah Sompong tabuik bagian awal dibuang ke saja Dunia Versi Islam. Jakarta: Zaman. laut Menebang Berdimensi Membangun Ashcroft, Bill., Gareth Griffiths, dan Helen Tiffin. Batang keras semangat dan Pisang emosi;terjadi (1998). Post-Colonial Studies: The Key Concepts. perkelahian antara kedua London dan New York: Routledge. pendukung Gandang tabuik Asril. (2002). “Pertunjukan Gandang Tambua dalam Tasa Oyak Maoyak Berdimensi Membangun Upacara Ritual Tabuik di Pariaman Sumatera Tabuik, tabuik keras semangat, Barat”. Tesis S2 Universitas Gadjah Mada, Katidiang saling tekan, Sompong, dan dorong Yogyakarta. dan Sosoh Mengarak Berdimensi Membangun jari-jari keras semangat, _____. (2008). “Upacara Tabuik dalam Sosial terjadi perkelahian, Budaya Masyarakat Pariaman: Keberlangsungan bisa juga tidak dan Perubahannya”. Laporan penelitian, Mengarak Berdimensi Tidak terjadi sorban keras/ perkelahian Padangpanjang: STSI Padangpanjang. khidmat Katidiang Tabuik Naiak Kemeriahan Membangun Brockelmann, Carl.(1956). History of The Islamic Sompong, Pangkek suasana Peoples. Terj. Joel Carmichael dan Moshe Oyak Maradai Simpati - Tabuik Perlmann, London: Routledge and Keagan Paul Ltd. SIMPULAN Djohan. (2009). Psikologi Musik, Cetakan III, Warisan dan tradisi yang dijalankan oleh Yogyakarta: Best Publisher. masyarakat Pariaman secara turun temurun telah Ekasari, Rini. (2011).”The Culture of West Sumatera membuktikan bahwa gandang tasa menjadi musik and Tourism: Can “Tabuik” Festival in Pariaman pendukung pertunjukan Tabuik dan terintegrasi Became an International Tourist Attraction?” Tesis

76 Asril- Peran Gandang Tasa

S2 University of Angers. Konteks Perubahan Budaya di Kota Pariaman”. Khanizar. (2004). “Dekonstruksi Estetika Tesis S2 Universitas Negeri, Padang. Postmodernisme: Membaca Wacana Idealitas Rouget, Gilbert. (1985). Music and Trance: A Theory Estetis Upacara Tabuik di Pariaman Sumatra of the Relations between Music and Possession. Barat”. Jurnal Bheri Jurnal Ilmiah Musik Chicago dan London: The University of Chicago Nusantara Vol. 3 No.1, hlm. 65-78. Press. ______. (2005).Upacara Tabuik di Pariaman, Sumatra Siregar, Miko. (1996). “Tabuik Piaman Kajian Barat: Analisis Melalui Teori Dekonstruksi dan Antropologis terhadap Mitos dan Ritual (Studi Wacana Estetika Postmodernisme. Tesis S2 Kasus di Pariaman Tengah, Kabupaten Padang Universitas Udayana, Denpasar. Pariaman, Sumatra Barat)”. Tesis S2 Universitas Merriam, Alan P. (1968). The Anthropology of Music. Indonesia, Jakarta. Chicago: Northwestern University Press. Stein, Leon. (1979). Structure and Style the Study Muchtar, Asril. (2005). “Gandang Tambua: Musik and Analysis of Musical Forms. Princeton, New Pembangkit Semangat ‘Heroik’ dan ‘Patriotik’. Jersey: Summary-Bichard Music. dalam Upacara Tabuik di Pariaman, Sumatra Barat”. Jurnal Panggung STSI Bandung, No. Yulimarni. (2011). “Tabut Subarang Tahun 2010 XXXVII, hlm. 67-74. Dalam Tradisi Muharram Masyarakat Pariaman di Sumatra Barat”. Tesis S2 Institut Seni Indonesia, Pasaribu, Ben M. (1992). “Taganing Batak Toba: Yogyakarta. Suatu Analisis Struktural dan Stratifikasi Sosial” dalam Nugraha, Sugeng (ed.). Seni Pertunjukan Zubir, Zaiyardam. (2010). Budaya Konflik dan Indonesia. Surakarta: Masyarakat seni Pertunjukan Jaringan Kekerasan: Pendekatan Berdasarkan Indonesia. kearifan Lokal Minangkabau. Yogyakarta: Purba, Mauly. (1991). “Mangindo Gondang di dalam INSISTPress. Penyajian Musik Gondang Sabangunan pada Wolf, Richard K. (2000). “Embodiment and Masyarakat Batak Toba”. Jurnal Masyarakat Ambivalence: Emotion in South Asian Muharram Musikologi Indonesia, Tahun II No. 2, hlm. 134- Drumming”. Yearbook for Traditional Music 163. 32:81-116. http://nrs.harvard.edu/urn-3 (diakses 4 Rahmanelli. (2007). “Upacara Ritual Tabuik dalam February,2014).

77 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080

Lampiran

Lagu Oyak Tabuik dan Sosoh Transkrip: Asril Keterangan: GD = gendang (drum) Bagian I: Lagu Oyak Tabuik

78 Asril- Peran Gandang Tasa

Bagian II: Lagu Sosoh

79 Humaniora, Vol. 27, No. 1 Februari 2015: 067-080

80