MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK ------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XI/2013

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR, AHLI/SAKSI PEMOHON DAN PEMERINTAH (V)

J A K A R T A

RABU, 15 JANUARI 2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XI/2013

PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air [Pasal 6 ayat (2), ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (1), ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 11 ayat (3), Pasal 29 ayat (3), Pasal 40 ayat (4), dan Pasal 49) terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2. Al Jami’yatul Washliyah 3. Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha, dan Karyawan (SOJUPEK), dkk.

ACARA

Mendengarkan Keterangan DPR, Ahli/Saksi Pemohon dan Pemerintah (V)

Rabu, 15 Januari 2014, Pukul 11.34 – 12.34 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Hamdan Zoelva (Ketua) 2) Arief Hidayat (Anggota) 3) Muhammad Alim (Anggota) 4) Patrialis Akbar (Anggota) 5) Anwar Usman (Anggota) 6) Maria Farida Indrati (Anggota) 7) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota)

Mardian Wibowo Panitera Pengganti

i Pihak yang Hadir:

A. Pemohon:

1. Din Syamsuddin

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Syaiful Bakhri 2. Danang 3. Nur Ansari 4. Ibnu Sina Chandranegara

C. Ahli dari Pemohon:

1. Aidul Fitriciada Azhary

D. Pemerintah:

1. Mudjiaji 2. Mualimin Abdi 3. Agus Hariadi 4. Budijono 5. Tuti Rianingrum 6. Eric adityansyah 7. Siti Martini

ii SIDANG DIBUKA PUKUL 11.34 WIB

1. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 85/PUU- XI/2013 saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

KETUK PALU 3X

Pemohon, hadir ya?

2. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Hadir.

3. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Dengan Prinsipal, ya?

4. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Ya.

5. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Dari yang mewakili Presiden? Hadir?

6. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Hadir, Yang Mulia.

7. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Hadir. DPR menyampaikan surat tidak bisa hadir karena bertepatan dengan kegiatan rapat, ya. Baik, Bapak-Bapak dan hadirin sekalian, agenda sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon yang semula dijadwalkan ada 3, Dr. Hamid Chalid, apa hadir Hamid Chalid?

8. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Belum bisa hadir.

1 9. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Belum bisa hadir. Dr. Irman Putra Sidin?

10. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Sama juga.

11. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Sama. Jadi yang hadir hanya Dr. Aidul Fitriciada?

12. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Betul.

13. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Baik, saya persilakan maju ke depan untuk diambil sumpah dulu.

14. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI

Disilakan, Ahli, mengikuti kata saya untuk bersumpah menurut Agama Islam, ya, dimulai. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”

15. AHLI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.

16. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI

Terima kasih.

17. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, silakan kembali ke tempat. Ya, saya persilakan kepada Ahli untuk menyampaikan keterangannya, bisa mempergunakan podium.

2 18. AHLI DARI PEMOHON: AIDUL FITRICIADA AZHARY

Terima kasih, Majelis Hakim. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia, Majelis Hakim Konstitusi, izinkan saya untuk membacakan secara lengkap keterangan Ahli saya dalam Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 mengenai Pengujian Undang-Undang Sumber Daya Air terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Saya ingin memulai dengan pemahaman bersama bahwa salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar yang menjadi dasar bagi pengujian suatu undang-undang bukan saja mengacu pada norma-norma atau aturan-aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar. Akan tetapi, juga mengacu pada nilai-nilai ideal dan prinsip- prinsip yang terkandung dalam ajaran konstitusionalisme, yakni nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang menghendaki adanya pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Yang pada intinya adalah pembatasan kekuasaan pemerintahan di suatu pihak dan perlindungan hak-hak warga negara di pihak lain. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sejak awal sudah mengadopsi nilai-nilai konstitusionalisme tersebut. Akan tetapi, nilai-nilai konstitusional tersebut bukan nilai-nilai konstitusionalisme liberal, melainkan nilai-nilai konstitusionalisme yang berorientasi pada keadilan sosial. Adapun ajaran konstitusionalisme liberal lebih mengutamakan kepada perlindungan hak-hak dan kebebasan secara individu yang berimplikasi pada pembatasan semaksimal mungkin kekuasaan pemerintahan. Ajaran konstitusionalisme ini merupakan refleksi dari liberalisme ekonomi yang menghendaki berlakunya sistem ekonomi pasar bebas yang berjalan secara paralel dengan sistem politik yang juga liberal. Para penyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sejak awal sudah menolak ajaran konstitusionalisme liberal karena terbukti sejak diberlakukannya oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda berdasarkan Regeringsreglement Tahun 1840 telah menyebabkan penghisapan kekayaan dan penindasan terhadap Bangsa Indonesia. Prinsip dalam Konstitusi Hindia Belanda tersebut, pemerintah harus dikembangkan sebagai alat pelindung modal swasta atau partikelir, termasuk juga modal swasta asing. Kemudian berdasarkan Regeringsreglement Tahun 1848, sistem ekonomi liberal itu dijalankan secara paralel dengan sistem demokrasi parlementer yang memungkinkan kekuatan-kekuatan modal swasta memengaruhi proses pembentukan undang-undang yang sejalan dengan kepentingan mereka.

3 Para penyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menolak ajaran konstitusionalisme liberal itu dengan membentuk norma hukum yang bertujuan untuk mengubah sistem politik dan ekonomi kolonial yang berwatak liberal menjadi sistem politik dan ekonomi nasional yang berdasarkan pada keadilan sosial. Dalam ungkapan Bung Karno, sistem itu disebut sebagai “politiek- economische democratie” yaitu suatu sistem demokrasi yang secara simultan dapat mewujudkan politiek rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid. Oleh karena itu, para pendiri negara kita secara bersamaan menolak sistem politik dan ekonomi yang berwatak liberal. Bahkan secara tersirat, para pendiri Negara Republik Indonesia menganut paradigma bahwa sistem ekonomi sangat menentukan sistem politik. Sehingga struktur politik yang terbentuk harus mampu mengakomodasi tujuan-tujuan keadilan sosial ekonomi. Paradigma tersebut dirumuskan dalam norma pada ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang secara umum menghendaki adanya perencanaan ekonomi secara kolektif berdasarkan prinsip kekeluargaan atau solidaritas sosial, pada ayat (1). Serta adanya penguasaan negara terhadap cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, pada ayat (2). Dan penguasaan negara terhadap sumber daya alam, pada ayat (3). Di atas struktur ekonomi tersebut, dibentuklah struktur politik yang mampu mewujudkan tujuan kesejahteraan. Di antaranya, pada saat para pendiri negara membentuk Undang-Undang Dasar Tahun 1945, terwujud di dalam kewenangan MPR sebagai perwujudan kolektivitas bangsa untuk menyusun perencanaan ekonomi nasional dalam bentuk GBHN. Majelis Hakim Yang Mulia. Betapa pentingnya norma yang terkandung pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut terlihat dari kesepakatan para pemimpin bangsa untuk mempertahankan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut pada saat melakukan perubahan kepada Undang-Undang Sementara Tahun 1950. Secara lengkap isi kesepakatan tersebut mengatakan, “Undang- Undang Dasar Sementara Tahun 1950 diperoleh dengan mengubah konstitusi Republik Indonesia Serikat yang terkandung di dalamnya esensialia Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ditambah dengan bagian- bagian lain dari konstitusi Republik Indonesia Serikat.” Esensilia Undang- Undang Dasar Tahun 1945 itu meliputi tiga pasal, yaitu Pasal 27, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Oleh karena itu, pada saat penyusunan Undang-Undang Sementara Tahun 1950, ketiga pasal ini sama sekali tidak berubah. Dengan demikian, betapa fundamentalnya Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut sebagai dasar pembentukan sistem ekonomi nasional Indonesia, sehingga dipandang sebagai esensialia Undang-

4 Undang Dasar Tahun 1945 yang tidak boleh diubah, sekalipun dilakukan perubahan atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Atas dasar itu, pengujian terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, harus pula didasarkan pada pemaknaan atas Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai salah satu esensialia Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahkan dalam kaitan dengan pengujian atas Undang-Undang Sumber Daya Air tersebut, pemaknaan atas ketentuan di dalamnya, sangat terkait dengan Pasal 27 yang juga merupakan bagian dari esensialia Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Majelis Hakim Yang Mulia. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58, 59, 60, 63 PUU Tahun 2004 dan 08 PUU Tahun 2005, setidaknya menyebutkan dua prinsip pokok. Pertama, tanggung jawab penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum, pada prinsipnya adalah tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Kemudian kedua, pemerintah haruslah mengutamakan pemenuhan hak asasi atas air dibandingkan dengan kepentingan lain karena hak asasi atas air adalah hak yang utama. Berkenaan dengan dua prinsip tersebut, secara tersirat, Undang- Undang Tahun 1945 telah mengatur tentang hak atas air berdasarkan perkembangan pemahaman tentang implementasi secara substantif dari Artikel 11 dan Artikel 12 di International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR) Tahun 1966. Pada paragraf tiga dari komentar umum Nomor 15 Tahun 2002 atas ketentuan Artikel 11, menyebutkan bahwa pengakuan secara spesifik atas hak setiap orang, atas standar kehidupan yang layak, termasuk pangan, sandang, dan perumahan, harus ditafsirkan termasuk di dalamnya hak atas air sebagai suatu hak atas standar kehidupan yang layak, terutama sebagai salah satu kondisi yang paling mendasar untuk bertahan hidup. Hak atas air juga terkait dengan ketentuan Artikel 12 yang mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tinggi yang dicapai terhadap kesehatan. Atas dasar hukum tersebut, maka hak atas air, pada dasarnya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh air dengan cukup, (suara tidak terdengar jelas), aman, dapat diterima, dan dapat diakses secara fisik, dan terjangkau untuk penggunaan pribadi dan rumah tangga. Adapun secara normatif hak atas air mengandung makna di satu pihak sebagai the right to maintain access to existing water supplies necessary for the right to water and the right to be free from interference, such as the right to be free from arbitrary disconnections or contamination of water supplies. Sementara di pihak lain, merupakan the right to a system of water supply and management that provides equality of opportunity for people to enjoy the right to water. Artinya, dengan demikian, di satu pihak setiap orang harus dapat mengakses air dengan mudah. Sedangkan di pihak lain, harus tersedia pengelolaan air

5 yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati hak atas air. Pada prinsipnya, air serta fasilitas, serta pelayanan atas air harus dapat diakses setiap orang tanpa diskriminasi. Apabila mengacu pada Undang-Undang Dasar ... maaf, apabila mengacu pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Artikel 11 dan Artikel 12 Covenant Ecosoc tersebut, merupakan norma yang sesungguhnya telah diatur pada Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menentukan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Seiring dengan perkembangan penafsiran atas Artikel 11 dan 12 ICESCR tersebut, maka ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang juga merupakan bagian dari esensialia Undang- Undang Dasar Tahun 1945, harus mencakup di dalam hak atas air, yang mengandung arti setiap orang harus dapat memperoleh air beserta fasilitas dan pelayanan atas sumber saya air tanpa mengalami diskriminasi. Tujuannya tiada lain untuk mencapai penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Jaminan hak atas air itu diperkuat secara kelembagaan dengan hak menguasai negara yang diatur pada Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Tahun 1945. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu dengan jelas memberikan hak penguasaan oleh negara atas sumber daya air yang dipergunakan untuk sebesar-besar kemampuan … kemakmuran rakyat. Namun, dalam kaitan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat tersebut harus dimaknai juga dalam pengertian untuk mencapai penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya, sumber daya air tidak dapat dimaknai semata-mata sebagai komoditas ekonomi, tetapi lebih mendasar lagi sebagai salah satu hak asasi manusia yang paling menentukan kondisi mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itulah, hak menguasai atas sumber daya air diperlukan untuk memastikan jaminan pemenuhan dan perlindungan atas … hak atas air demi mencegah martaga … demi menjaga martabat kemanusiaan, hak hidup, dan kualitas kesehatan. Dalam hal ini, hak menguasai negara atas sumber daya air ini harus dipahami juga dalam konteks Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Maknanya, hak menguasai atas … negara atas sumber daya air merupakan bentung … bentuk tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak atas air. Secara konsepsional, tanggung jawab negara adalah memenuhi hak atas air ini terkait dengan kedudukan hak atas air sebagai bagian

6 dari hak ekosok (hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan) yang berakar pada konsep kebebasan positif (positif freedom) yang menghendaki adanya spektrum yang luas dan efektif bagi negara untuk melakukan intervensi dalam memenuhi hak-hak ekosok. Hak itu berbeda dengan karakter hak-hak sipil dan politik yang berakar pada konsep kebebasan negatif, yang justru tidak menghendaki adanya campur tangan negara dalam pemenuhan hak-haknya. Karakter hak-hak ekonomi, sosial, dan kebudayaan merefleksikan … yang merefleksikan struktur kelas, mengimplikasikan adanya campur tangan negara untuk mereduksi pengaruh struktur kelas dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga, dapat memastikan setiap orang dapat memenuhi hak-hak tersebut. Dalam kaitan dengan hak atas air, tanggung jawab negara itu harus dimaknai sebagai penguasaan secara luas dan efektif atas pengelolaan sumber daya air untuk memastikan setiap orang dapat memenuhi kebutuhan atas air secara cukup, aman, dan terjangkau untuk penggunaan pribadi dan rumah tangganya. Majelis Hakim Yang Mulia. Atas dasar pemikiran di atas, ketentuan Pasal 40 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Sumber Daya Air yang menyatakan pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab pemerintah, dan pemerintah daerah, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh BUMN dan/atau BUMD sudah sejalan dengan ketentuan Pasal 27 dan Pasal 33ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Tujuannya jelas, guna mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dan menjamin penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Akan tetapi, ketentuan ayat berikutnya, yakni Pasal 4 ayat … maaf, Pasal 40 ayat (4) Undang-Undang Sumber Daya Air yang mengatur keterlibatan koperasi, badan usaha milik swasta, atau kelompok masyarakat mengandung norma yang tidak sepenuhnya sejalan dengan ketentuan Pasal 27 dan Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar Tahun 1945. Norma yang melibatkan korporasi atau lembaga selain BUMN dan/atau BUMD, mengindikasikan paradigma mengenai … mengenai sumber daya air semata-mata sebagai komoditas ekonomi yang dapat dialihkan pengelolaannya kepada pihak swasta yang lebih berorientasi pada keuntungan ekonomi. Padahal, air minum merupakan kebutuhan paling mandasar, bagian dari hak atas air yang harus dijamin oleh negara. Penyediaan atas air minum bukan semata- mata berkenaan dengan tujuan kemakmuran dalam pengertian ekonomi, tetapi berkenaan dengan kondisi mendasar yang menentukan martabat kemanusiaan, hak hidup, dan kualitas kesehatan. Oleh karena itu, penyediaan air minum harus menjadi tanggung jawab negara, terutama pemerintah dan pemerintah daerah sebagai bagian dari pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia di samping untuk memenuhi, untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.

7 Bentuk-bentuk privatisasi terhadap hak atas air ini, bagaimana pun akan membuka peluang ke arah terjadinya diskriminasi dalam membentuk perbedaan kemampuan dalam mengakses kebutuhan atas air. Privatisasi akan mendorong sebagian orang dapat memperoleh air minum yang berkualitas, sementara sebagian besar lainnya kesulitan untuk mengakses dan menjangkaunya secara layak. Padahal, sebagai bagian dari hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya, pemerintah harus melakukan campur tangan secara efektif untuk memastikan penyediaan air minum dapat diakses dan dijangkau oleh rakyat tanpa mengalami perlakukan diskriminasi atas dasar apa pun. Sementara itu, pada sisi lain, secara historis, maksud asli para pendiri negara dalam pembentukan norma Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bertujuan untuk mengubah dan menghapuskan sistem ekonomi liberal yang diwariskan oleh sistem Kolonial Hindia Belanda dan membentuk sistem ekonomi nasional yang berkeadilan rakyat … berkeadilan sosial. Salah satu watak liberalisme Kolonial Hindia- Belanda itu adalah peran dominan swasta atas … atau partikelir dalam pengelolaan sumber daya Alam. Sementara negara hanya menjadi alat pelindung modal swasta saja. Dengan memberikan peran pada pihak swasta dalam pengelolaan sumber daya air, khususnya penyediaan air minum, seperti memutar jam sejarah, mengembalikan sistem ekonomi nasional kepada sistem kolonial yang berwatak liberal. Apalagi dalam kaitan dengan hak atas air, maka privatisasi tidak lebih akan melahirkan suatu sistem yang disebut oleh Soepomo pada saat penyusunan Undang- Undang Dasar 1945 di depan BPUPKI sebagai uitbuitings systeem, yaitu suatu sistem yang memeras hak-hak asasi rakyat semata-mata demi merebut kekuasaan dan kekayaan bendawi. Demikian, Majelis Hakim Yang Mulia, saya tutup dengan wassalamualaikum wr. wb.

19. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Baik, terima kasih kepada Ahli. Pemohon, apakah ada pertanyaan untuk Ahli?

20. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Terima kasih, Ketua Yang Mulia. Bahwa pengajuan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004 ini adalah sebuah aplikasi konstitusional bersyarat yang sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi sebelumnya. Isu- isu yang dikemukakan oleh Pemohon, pertama, soal liberalisasi. Kedua, komersialisasi. Dan ketiga, konflik horizontal, serta penghilangan tanggung jawab negara. Konstitusi yang menjadi ukurannya adalah Pasal 33, Pasal 28D, C, H, dan E. Perlu penegasan dari Ahli, apakah memang setelah

8 mempelajari kondisi ini, telah terjadi pertentangan antara pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 7, sebagaimana isu tadi dengan batu uji yang telah Pemohon sampaikan? Yang kedua, tadi dalam presentasi, Ahli menyampaikan Pasal 27, yang itu juga bertentangan dengan Undang-Undang Sumber Daya Air ini. Mohon penegasan, terima kasih.

21. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Silakan.

22. AHLI DARI PEMOHON: AIDUL FITRICIADA AZHARY

Mohon izin, Yang Mulia. Pertama, perkembangan hak atas air sesungguhnya merupakan perkembangan yang baru ya. Praktis sebenarnya pada tahun 2002 seingat saya atau sebelumnya, tetapi di dalam Universal Declaration of Human Rights, kemudian dalam International Covenant on Ecosoc, sama sekali tidak disebut hak atas air. Oleh karena itu, di dalam General Comments dari Human Rights Committee, kemudian menafsirkan Pasal 11 dan 12 dari Covenant on Ecosoc tersebut, yang lalu muncullah hak atas air. Jadi ini perkembangan yang relatif baru. Nah, salah satu hal yang kemudian harus dipahami dalam hak-hak ekosok itu adalah bahwa pelaksanaan hak-hak ekosok itu justru menghendaki tanggung jawab pemerintah yang sangat besar. Berbeda dengan hak-hak sipil dan politik, jadi berkebalikan. Nah karena itu, saya melihat dalam kaitan dengan Undang- Undang SDA ini sebenarnya ada perkembangan baru terhadap hak asasi manusia yang sudah … sebenarnya sudah diakomodasi oleh Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 berkenaan dengan hak warga negara untuk memperoleh penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Nah, oleh karena itu, di sisi lain, Pasal 33 yang menyatakan bahwa ada hak menguasai negara atas sumber daya air, harus dikaitkan dengan perkembangan atas pemahaman hak asasi manusia, khususnya hak atas air, sehingga antara Pasal 27 dan Pasal 33 ini, dalam pemahaman saya, sangat terkait sebagai cara untuk memastikan ketersediaan air, kemudahan-kemudahan akses … apa … warga negara atas air, yang dalam … kalau kita lihat di dalam General Comments Nomor … tahun 2002, itu disebutkan terutama dalam kaitan dengan personal and domestic uses, penggunaan kepentingan pribadi dan rumah tangga. Jadi, betul-betul untuk dua hal ini, harus diberikan kewenangan atau kekuasaan yang sangat besar kepada negara untuk memastikan bahwa bukan saja pemenuhan kebutuhan ekonomi, tapi kebutuhan atas martabat hidup manusia.

9 Jadi ini kaitannya lebih … di dalam General Comments disebut sebagai the one fundamental conditions for survival, gitu. Jadi kondisi yang paling mendasar dari manusia untuk bertahan hidup karena tanpa air, saya kira, manusia tidak bisa hidup sama sekali, gitu. Terima kasih.

23. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Dari Pemerintah ada yang mau ditanyakan?

24. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah juga akan mengajukan beberapa pertanyaan.

25. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, silakan.

26. PEMERINTAH:

Bismillahirrahmaanirrahiim. Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan kami menyampaikan satu pertanyaan dulu, Bapak. Ketika kita menyusun Undang-Undang Umber Daya Air, kemudian kita akan melengkapinya dengan peraturan pemerintah untuk mendetailkannya. Kita yang sedang kami susun sekarang adalah mengenai peraturan pemerintah mengenai hak guna air, Pak. Dimana di situ diatur bahwa Pemerintah akan bertanggung jawab dan harus memenuhi kebutuhan hidup air minimum. Apakah hal ini tidak cukup ketika peraturan pemerintah ini akan keluar mengenai hal itu? Terima kasih, Yang Mulia.

27. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, silakan.

28. AHLI DARI PEMOHON: AIDUL FITRICIADA AZHARY

Mohon izin, Yang Mulia. Saya belum tahu isinya seperti apa, tetapi kalau misalnya hanya disebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan atas air secara minimum, ya, kalau saja sampai titik itu, saya kira tidak ada pertentangan. Tetapi karena saya tidak tahu rancangannya, kalau kemudian melibatkan pihak-pihak swasta atau badan-badan di luar BUMN dan BUMD, maka saya melihat khusus untuk pemenuhan terhadap hak guna, terutama hak air baku itu, bukan saja bertentangan dengan Pasal 33, tetapi juga dengan hak asasi manusia yang disebutkan hak atas air itu.

10 Jadi, intinya, saya perlu kejelasan dulu tentang isi dari rancangan peraturan pemerintah tersebut. Terima kasih.

29. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Yang Mulia, Yang Mulia, Pemerintah juga masih (...)

30. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Masih ada?

31. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Masih, masih ada.

32. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Oke. Sekalian saja dari … sekalian saja.

33. PEMERINTAH:

Terima kasih, Yang Mulia. Pertanyaan kami, di situ disebutkan tadi Bapak bahwa Pemerintah diminta untuk memerhatikan atau menyediakan pelayanan air minum, tetapi dalam pelaksanaannya, apakah tidak dimungkinkan Pemerintah bekerja sama dengan pihak lain, seperti koperasi, masyarakat, atau swasta? Terima kasih.

34. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Masih ada, dari Pemerintah?

35. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Cukup, Yang Mulia.

36. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Cukup. Ya.

37. AHLI DARI PEMOHON: AIDUL FITRICIADA AZHARY

Ya, terima kasih. Kita kembali kepada pemahaman bahwa pemenuhan atas hak atas air ya, dalam pengertian personal and domestic uses itu, prinsipnya adalah tanpa diskriminasi.

11 Nah, apakah kemudian ada jaminan dari Pemerintah kalau kemudian … kalau penyediaan air itu oleh pihak di luar BUMN dan BUMD, tidak akan timbul diskriminasi? Saya kira, ini juga bagian dari conditional constitutional. Bukan saja Pemerintah … bukan saja Pemerintah dianggap belum mampu gitu, tetapi juga harus dipastikan tidak timbul diskriminasi. Saya dari secara normatif ya, saya kira komersialisasi terhadap air dengan melibatkan peran-peran di luar negara itu, maka tentu saja akan menimbulkan diskriminasi karena ada orang yang mampu untuk memperoleh air di sisi lain, dan pada pihak lain ada yang tidak mampu. Di Solo misalnya, tempat saya tinggal, umbul … salah satu umbul atau sumber mata air yang digunakan untuk salah satu korporasi global, itu tidak banyak memberikan atau justru mengurangi ketersediaan air buat masyarakat setempat. Bahkan untuk PAD-nya pun, justru tidak terlalu banyak memberikan keuntungan apa pun. Sementara di sisi lain, keuntungan bagi korporasi itu luar biasa. Ini juga saya kira akan menimbulkan diskriminasi dalam pengertian yang bahkan lebih luas, yaitu diskriminasi dalam bentuk ketidakadilan sosial. Jadi, saya kira ini yang perlu juga dipahami. Karena itu, maka khusus untuk penyediaan air baku Pasal 40 itu, saya secara … bukan secara prinsip, saya kira secara normatif memang harus dikuasai sepenuhnya oleh negara. Terima kasih.

38. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya. Silakan, Pak Patrialis.

39. HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR

Terima kasih, Ketua. Saudara Ahli, hal yang diangkat juga oleh Para Pemohon di dalam pengujian undang-undang ini adalah persoalan adanya swastanisasi yang terselubung, bahkan juga melibatkan banyak sekali pihak-pihak asing di dalam mengelola sumber daya air yang kita miliki dan mereka itu selalu mengarahkan kepada profit oriented. Tapi tidak hanya itu, yang dikhawatirkan juga oleh Para Pemohon adalah bahwa ternyata dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 ini, justru juga tidak adanya suatu jaminan terhadap keselamatan, bahkan penggunaan air kepada masyarakat. Bahkan juga dikhawatirkan oleh Para Pemohon, negara saatnya ini tidak akan lagi memberikan suatu perlindungan kepada kelompok-kelompok yang tidak mampu atau rentan. Karena faktanya adalah bahwa ternyata di sumber- sumber daya air yang dikelola, juga oleh pihak-pihak asing itu, juga tidak memberikan suatu akses kesejahteraan kepada masyarakat. Bahkan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh pihak swasta itu, justru

12 memberikan satu gambaran bahwa nilainya itu mungkin jauh lebih besar … apa namanya … berdagang air ketimbang melakukan pertambangan berlian. Kenapa? Karena semua orang membutuhkan air itu. Nah, pada sisi ini kita ingin pendalaman para Ahli, gimana kira-kira gambaran yang diberikan oleh Para Pemohon ini? Terima kasih.

40. HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM

Saya lagi, mau melanjutkan pertanyaan. Barangkali ini saya mau minta Ahli melihatnya dari sisi filosofis. Begini Saudara Ahli, dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dikatakan, “Lagu kebangsaan kita itu adalah .” Kan gitu. Dalam lagu Indonesia Raya yang mulai diperdengarkan, pada 28 Oktober 1948, W.R. Supratman mengatakan, “Untuk itu disebutkan dengan tanah air.” Artinya, tanah dan air itu bersatu, bukan dia laut yang ada itu bukan memisah, tetapi dia menghubungkan pulau- pulau, itu kan dia memakai istilah Tanah Air. Kalau dalam Bahasa Jerman kalau enggak salah Deutsch Vaterland, Tanahnya Bapak. Ini tidak, di Indonesia kita sebutkan Tanah Air. Lalu, Republik ini dikatakan sebagai Ibu Pertiwi, Ibu Pertiwi itu artinya ibu yang menyayangi anak-anaknya, warganya bukan menelantarkan, bukan apa, tapi bagaimana dia memberi kehidupan kepada … itu … itu menurut filosofinya. Lalu ada tanah air tadi, tanah dan air. Kemudian, dalam Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1962, kalau enggak salah ini, biasa dikenal sebagai Deklarasi Djuanda, itu Indonesia tidak mengenal ada perairan yang ada di perairan di pedalaman itu menjadi laut lepas, sekalipun antara … misalnya Kalimantan dengan begitu luas, yang dalam sistem yang lama menurut Doktrin Cornelius van Bynkershoek, itu (suara tidak terdengar jelas) ditentukan oleh banyak … apa … meriam yang waktu itu hanya … 3 km, tapi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1962 kalau enggak salah itu Deklarasi Djuanda, tidak mengenal adanya perairan laut bebas yang ada di dalam di perairan pedalaman, yang biasa dikenal sebagai Prinsip atau dalam bahasa Bugisnya Archipelago Principle. Nah, itu di situ tanah dan air dianggap sebagai hal yang menyambung. Oke. Kemudian, Pasal 33 yang Anda katakan tadi, “Bumi, dan Air, dan kekayaan alam.” Jadi, memang selalu dia … dia dihubungkan. Nah, bagaimana Anda sebagai seorang Ahli melihat itu dari segi filosofis mengenai pemaknaan arti Tanah Air, yang diperkenalkan itu? Terima kasih, Pak Ketua.

13 41. HAKIM ANGGOTA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saudara Ahli, pada awal penjelasan atau presentasi Saudara, itu Saudara mencoba untuk mendekati secara filosofis. Karena begini, apa yang disampaikan oleh Pemohon, itu merekonstruksikan bahwa Undang-Undang Sumber Daya Air atau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, itu sifatnya liberalistik. Air itu dijadikan komoditi. Tapi penjelasan dari Presiden, dalam hal ini penjelasan dari Pemerintah, itu menjelaskan bahwa tidak begitu sebetulnya, apalagi nanti akan diperkuat oleh PP yang tidak begitu, gitu. Jadi kalau kita baca Undang-Undang Sumber Daya Air, dengan pasal-pasal konstitusi, memang tidak nyata, tadi berkali-kali dikatakan bahwa ini bersifat terselubung, begitu, tetapi dilihat secara sosiologis kenyataan empirik di lapangan, terjadi liberalisasi, membahayakan kepentingan rakyat, begitu. Nah, supaya yang terselubung ini bisa terbuka, ini Mahkamah meminta pendapat Saudara atau saya secara pribadi, itu meminta pendapat Saudara. Kalau begitu, kita baca, saya juga teringat dari … kalau tidak salah dengar atau tidak salah ingat, apa yang disampaikan oleh Prof. Din Syamsuddin pada waktu persidangan yang kemarin, itu mengatakan, “Kalau kita hanya membaca pasal konstitusi dan pasal undang-undang itu dalam tekstual, memang tidak kelihatan,” begitu kan? Tapi kalau kita yang terselubung itu kita bedah, ya, kita melalui pembacaan pesan dari teorinya Ronald Dworkin, Moral Reading, kita kan mencari makna yang terdalam, apa yang terkandung baik di dalam konstitusi dengan undang-undang itu? Apakah Saudara Ahli bisa menunjukkan kepada kita melalui pembacaan makna yang terdalam dalam pasal-pasal tadi dengan secara langsung dikaitkan dengan pasal Undang-Undang Sumber Daya Air yang konklusi dari Pemohon adalah bersifat liberalistik, bersifat mengomoditaskan air, padahal air itu adalah warisan umat manusia bersama yang memang diberikan oleh Allah SWT untuk kehidupan manusia? Nah, inilah yang mungkin nanti akan memperluas wawasan Hakim, sehingga kita bersama-sama bisa melakukan eksplorasi pendalaman mencari makna yang terdalam. Karena itu tadi, Pemerintah mengatakan dari konteksnya atau dari teksnya, enggak nampak, enggak ada ini, apalagi nanti di dalam PP-nya, akan kita buat begini, begini. Nah, kalau Ahli bisa menunjukkan itu, kita akan sangat berterima kasih, sehingga di dalam nanti kita memutus dan memberikan pertimbangan, itu akan nampak sekali, ya posisi dari Pemohon dan posisi dari Pemerintah itu bagaimana. Saya kira itu yang saya minta penjelasan. Terima kasih.

14 42. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Silakan, Pak Fadlil.

43. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI

Pertanyaan kepada Ahli, agak teknis ini sifatnya. Saya memulai dari kesepakatan yang sudah ada, saya kira antara Pemerintah, Pemohon, dan Ahli sama. Bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Pada aras ini kita sama, tapi saya merasa mulai tidak sama itu ketika menormakan atau dengan kata lain mengimplementasikan apa yang dimaksud dikuasai itu, kemudian negara, dalam hal ini pembentuk undang-undang, menjabarkannya dengan memberikan hak. Seperti juga tanah misalnya, ada hak milik, ada hak guna bangunan, ada hak pakai. Ini tadi disebut- sebut juga oleh Ahli, air juga akan diatur ada hak guna air misalnya. Nah, pertanyaan saya, kepada Ahli itu, apakah Ahli sudah punya pertimbangan yang lebih … apa namanya ... lebih firm tentang elaborasi dari kekuasaan yang dipunyai oleh negara ini, mana lebih tepat, memberikan hak terhadap air, atau memberikan izin konsesi, atau lisensi, atau apapunlah yang merupakan cabang-cabang dari izin itu, itu kan ada dua? Negara kan bisa menjadikan air itu dari segi ini dan juga dari segi pemberian hak. Tampaknya yang agak banyak keberatan itu, kesan saya itu, baik dari Pemohon maupun Ahli ini, oleh karena dengan diberikan hak itu punya implikasi menjadikan berkurangnya akses orang terhadap air, yang sebenarnya itu merupakan basic need yang karenanya menjadi hak fundamental bagi seluruh manusia, dalam arti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk hak ekonominya itu. Mana yang lebih pas, apakah bentuk perizinan atau bentuk pemberian hak, atau bekerja sama seperti pada sumber daya yang lain, misalnya mineral, gas, dan … apa ... minyak bumi misalnya. Mana yang lebih pas? Karena pemberian hak selalu disoal, dalam sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Terima kasih, Ahli.

44. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, masih ada?

45. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Terima kasih, Pak Ketua. Ya, tadi Ahli mengatakan bahwa hak Ekosok itu baru muncul pada akhir-akhir ini, tapi kalau kita melihat pada Pasal 33, maka kita sudah mengatakan bahwa Bangsa Indonesia itu mengatakan bumi ... Undang-Undang Dasar 1945, bumi, air, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya itu merupakan suatu yang harus

15 kita jaga dan harus kita … apa ... lindungi untuk kemakmuran sebesar- besar rakyat Indonesia. Nah, dengan hubungannya dengan undang-undang ini, memang tadi dipertanyakan antara apakah undang-undang ini sudah betul-betul sesuai dengan Pasal 33, tapi Ahli mengatakan ini terlalu liberal ya, tapi dikatakan tadi bahwa apakah pengaturan selanjutnya, itu akan lebih fokus atau tidak? Di sini saya akan menghubungkan pertanyaan ini dengan Pemerintah. Kalau Pemerintah mengatakan kita lihat peraturan pemerintahnya, maka saya akan melihat peraturan pemerintah yang mana yang akan mengatur ini semuanya, yang bisa menjelaskan atau merupakan harapan dari Pemohon bahwa PP yang akan ada itu, itu bisa menghilangkan keraguan para Pemohon. Karena dalam undang-undang ini, saya melihat paling sedikit ada 30 peraturan pemerintah yang diharapkan muncul dari undang-undang ini, apakah itu dalam 30 PP ataukah dalam 1 PP? Karena kalau ini tersebar di bebrapa PP, dengan melihat dengan banyaknya PP yang diharapkan dengan undang-undang ini, maka memang keraguan para Pemohon ini akan menjadi suatu yang muncul lalu. Jadi saya melihat bahwa apakah betul ini merupakan suatu hak yang baru muncul akhir-akhir ini dan apakah juga keraguan para Pemohon dengan adanya PP-PP yang diharapkan ada ini, bisa diselesaikan? Terima kasih, Pak Ketua.

46. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, jadi mungkin begini ya, sebaiknya lebih detail bisa dibuat keterangan Ahli tambahan secara tertulis karena ada … apa yang Saudara sampaikan, prinsip-prinsip umum semua sepakat, Pemerintah juga pasti sepakat, enggak ada sengketa mengenai prinsip-prinsip umum tadi yang disampaikan antara masalah air ini ada tanggung jawab dan kewajiban negara, ada hak rakyat. Persoalannya, dalam posisi seperti itu, sejauh mana Pemerintah bisa membuat kebijakan untuk memberikan juga hak guna usaha atau hak pengelolaan kepada swasta, ini dalam posisi seperti itu, dan secara spesifik di pasal-pasal mana itu menjadi persoalan konstitusional? Saya kira itu yang harus Saudara jelaskan lebih lanjut. Bisa nanti secara tertulis tambahan, keterangan tambahan, bisa juga secara highlight saja dalam jawaban secara lisan. Silakan!

47. AHLI DARI PEMOHON: AIDUL FITRICIADA AZHARY

Terima kasih, Yang Mulia. Insya Allah saya akan menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis. Tetapi berkenaan dengan hal-hal

16 tadi yang disampaikan oleh Majelis Yang Mulia, ada beberapa hal yang bisa saya berikan penjelasan. Pertama, soal komersialisasi yang merugikan keselamatan rakyat. Saya ingin mengingatkan kembali bahwa munculnya Pasal 33, itu menunjukkan perbedaan secara mendasar antara konstitusi Indonesia dengan konstitusi-konstitusi liberal. Saya kira semua sudah paham bahwa salah satu contoh konstitusi liberal itu adalah konstitusi Amerika. Tidak ada satupun yang mengatur tentang kewenangan mengenai ekonomi, pada salah satu pasal, disebutkan mengenai power of congress hanya disebutkan to regulate the commerce between the states … among states and with foreign nation and between states and Indian tribes, kalau tidak salah. Saya pernah mempelajari konstitusi Australia, salah satu yang menarik adalah dalam 100 tahun perkembangan konstitusi Australia berkenaan dengan hak menguasai negara (states control open economy), itu salah satunya adalah penolakan terhadap model konstitusi Amerika. Jadi, kalimat to regulate di dalam konstitusi itu ditolak dalam perkembangan 100 tahun menjadi to participate, menjadi terlibat. Oleh karena itu, pada tahun 1930 … pada tahun 1950-an sampai 1970-an muncul perusahaan-perusahaan yang justru dimiliki oleh negara yang terlibat di dalam ekonomi. Kita tahu di dalam konstitusi Amerika, misalnya, kekuasaan kongres untuk to (suara tidak terdengar jelas) money, mencetak uang itu berdasarkan Undang-Undang Federal Reserves Tahun 1913 yang disahkan pada tanggal 23 Desember 1913. Hak untuk mencetak uang pun diserahkan kepada swasta, begitu, jadi bank sentral Amerika itu kan bukan negara, tapi swasta. Jadi, pehamanan seperti ini kemudian melembaga di dalam konstitusi. Nah, itu yang kita tidak mau para pendiri negara itu, maka misalnya sebagai contoh lain, di dalam hak kewenangan moneter, termasuk mencetak uang, pada tahun 1952, Indonesia justru menasionalisasi The Javasche Bank, jadi tidak menyerahkan kepada swasta. Nah, dalam kaitan dengan hak atas air ini, saya kira prinsip pokok secara umum dalam konstitusi kita sama bahwa kita tidak menghendaki agar cabang-cabang produksi yang penting, serta sumber daya alam, itu dikuasai oleh swasta demi kepentingan komersialisasi, komersial mereka saja. Nah, khusus hak atas air, ini menjadi penting sekaligus mungkin Yang Mulia Ibu Maria, yang saya maksudkan adalah hak atas air ini memang relatif baru. Karena itu, sekarang ada upaya agar pasal-pasal di dalam Universal Declaration of Human Rights itu ditambah dari 30 pasal menjadi Pasal 31. Nah, Pasal 31 itu khusus tentang air saja, gitu. Jadi, betapa kesadaran tentang hak atas air ini semakin penting. Karena ke depan kelangkaan atas … kelangkaan air ini menjadi tantangan terbesar,

17 bukan saja untuk kepentingan ekonomis sebenarnya, tapi juga untuk kepentingan masa depan manusia, martabat manusia. Nah, di situ maka Undang-Undang tentang Sumber Daya Alam yang memberikan kewenangan … apa … kepada … atau memberikan keterlibatan kepada pihak-pihak swasta, dikhawatirkan akan melahirkan yang paling prinsip dalam pemenuhan hak asasi itu adalah diskriminasi. Dan diskriminasi itu kalau masuk ke dalam ranah pasar bebas, maka akan terjadi orang yang bisa memenuhi hak air … atas air dengan mudah dan ada yang tidak karena ada disparitas dalam … apa … penguasaan sumber daya ekonomi. Nah, jadi, saya kira kekhawatiran dari Pemohon tentang komersialisasi yang akan merugikan keselamatan rakyat itu harus dipahami juga dalam konteks perkembangan terakhir bahwa masalah air ini menjadi masalah yang fundamental sekarang ini, mungkin agak berbeda ketika para pendiri negara kita menuangkan di dalam Pasal 33, tapi sekarang menjadi tantangan terbesar karena menyangkut masa depan umat manusia. Kemudian kedua, soal filsafat Ibu Pertiwi atau filsafat Tanah Air. Saya bukan Ahli Kebudayaan, tetapi pertama memang, kalau kita melihat kebudayaan kita pada umumnya, kedekatan dengan air itu luar biasa, begitu. Jadi, pemujaan terhadap air, termasuk juga soal ibu. Orang Sunda itu Tuhannya Sunan Ambu dan itu perempuan. Jadi, Tuhan orang Sunda itu perempuan. Dan saya kira ini kemudian kalau Bapak-Bapak datang ke Candi Cetho atau Candi di mana … di Solo itu, jelas bukan peninggalan orang Hindu, tetapi di sana pemujaan terhadap kesuburan itu luar biasa, yang kemudian disimbolkan dengan lingga dan yoni. Jadi, betapa masalah ibu itu menjadi sangat penting dan dihormati. Nah, termasuk air, dimana-mana tirta itu menjadi sangat dihargai, dihormati. Nah, dalam … saya melihat itu dalam kaitan dengan kebudayaan kita, yang kalau ada beberapa kajian yang melihat bahwa kebudayaan Austronesia itu memang salah satu … apa … cirinya adalah penggunaan air karena memang airnya luar biasa. Selain gerabah, kemudian perahu cadik, dan kemudian sagu seingat saya, serta beras. Nah, maksud saya begini bahwa pemahaman tentang Ibu Pertiwi dan Tanah Air itu berkaitan dengan kesadaran kultural Bangsa Indonesia tentang bagaimana melihat ibu, melihat fatherland atau tanah … tanah tempat kita tinggal itu sebagai ibu yang subur, yang terkait dengan kesuburan, dan kemudian air itu sebagai sumber kehidupan. Nah, kaitan dengan Archipelagic State di dalam UNCLOS 1982, kemudian di dalam Wawasan Nusantara, saya kira itu juga menunjukkan bahwa kesadaran itu melembaga di dalam pemahaman bahwa kita tidak dipisahkan oleh laut, tapi disatukan oleh laut. Itu yang terpenting. Laut bukanlah pemisah, tapi laut adalah pemersatu karena itu ada keterkaitan antara tanah dan air. Ini yang kemudian dilembagakan oleh Ir. H.

18 Djuanda, dilembagakan di dalam Deklarasi Djuanda dan Wawasan Nusantara. Saya kira, saya ingin melihat dari sisi itu tentang filsafat Ibu Pertiwi yang pada intinya adalah refleksi dari kebudayaan Bangsa Indonesia yang memuja kesuburan ibu dan memuja air sebagai mata air kehidupan. Kemudian, tentang batu uji liberalisasi. Tadi saya sudah mengatakan bahwa pengujian konstitusional, itu tidak semata-mata mengacu pada norma atau aturan, tapi prinsip konstitusionalisme. Dan saya ingat ada pendapat yang mengatakan, konstitusi modern itu punya 3 makna. Pertama, sebagai aturan tertinggi ya, (suara tidak terdengar jelas), kemudian kedua sebagai the existing system of government, sebagai sistem pemerintahan yang memang berlaku. Tapi yang ketiga, sebagai the realization of constitutionalism. Banyak negara yang punya konstitusi, tapi tidak menganut konstitusionalisme. Negara-negara komunis, negara-negara otoriter, konstitusinya luar biasa panjang, tetapi tidak menganut konstitusionalisme. Nah, ada juga negara yang secara tertulis tidak memiliki konstitusi, seperti Inggris, tapi dia menganut konstitusionalisme. Nah, kita menghendaki agar kita memiliki konstitusi modern tertulis, tapi juga menganut konstitusionalisme, dan itulah yang terjadi di dalam Undang-Undang Dasar kita. Prinsipnya adalah pembatasan kekuasaan pemerintah dan penguatan perlindungan hak asasi manusia. Nah, dalam kaitan ini misalnya saya ambil contoh tentang hak izin atau konsesi. Izin dan konsesi itu kan pada dasarnya memberikan peng … kekuasaan yang besar kepada pemerintah. Padahal, prinsip konstitusionalisme justru harus memberikan penguatan pada perlindungan hak asasi manusia. Nah, dalam konteks hak atas air, maka prinsip yang pertama harus diletakkan adalah bagaimana negara bisa melindungi kepentingan hak asasi atas air, kepentingan masyarakat untuk memperoleh air demi kepentingan … demi apa … keperluan penggunaan pribadi dan domestik atau keluarga. Itu yang paling penting, ya. Bahkan disebutkan sebelumnya, personalius … and sanitas … and sanitation. Jadi, dua hal itu. Tujuannya adalah bagaimana pemerintah bisa menjamin hak atas air itu demi menjaga martabat kemanusiaan. Kemudian kedua, demi hak untuk mempertahankan kehidupan, hak hidup. Dan ketiga, kesehatan. Ini sesuai dengan Artikel 11 dan Artikel 12 dari International Covenant on Ecosoc. Nah, dengan demikian, maka kalau kita melihat bagaimana cara untuk me … me apa … me … mencari norma-norma liberal yang terselubung itu, batu ujinya adalah konstitusionalisme. Nah, hanya saja barangkali harus dilihat juga konstitu … konstitusionalisme apa yang kita anut? Konstitusionalisme yang kita anut bukan konstitusional liberal yang memberikan kewenangan besar pada individu ya, tetapi konstitusionalisme sosial yang lebih menekankan pada

19 keseimbangan antara keadilan politik (politiek rechtvaardigheid) dan keadilan sosial. Maka, posisinya menjadi lebih moderat karena itu tidak semua faktor sektor-sektor produksi dikuasi oleh negara ya, ada sektor produksi yang tidak dikuasai negara. Tetapi, saya kira spesifik khusus untuk air karena ini merupakan sesuatu yang sangat fundamental, maka prinsip utamanya tidak diletakkan pada bagaimana pemerintah memiliki izin atau bekerja sama, tapi dilihat dulu apakah hak atas air oleh rakyat itu akan terpenuhi atau tidak? Dan sesuai dengan Universal Declaration of Human Rights atau prinsip-prinsip hak asasi manusia, yang paling pokok, bagaimana mencegah diskriminasi terhadap hak atas air. Dikhawatirkan kalau misalnya ada izin, ada penguatan kekuasaan kepada pemerintah dalam bentuk izin atau konsesi kepada pihak-pihak swasta, maka akan menimbulkan diskriminasi. Dan itu saya kira sudah mudah … mudah sekali untuk di … apa … diprediksi, ya. Karena bagaimana pun, sekali lagi, khusus hak ekosok berbeda dengan hak sipol itu sangat terkait dengan struktur kelas.

48. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, dipersingkat!

49. AHLI DARI PEMOHON: AIDUL FITRICIADA AZHARY

Kemudian, terakhir, saya kira sudah cukup dari … dari maaf, dari Yang Mulia … Yang Mulia Ibu Maria. Kalau soal implementasi, ya jadi kembali lagi saya menghendaki agar pengujiannya dilihat dari hak … dari prinsip-prinsip konstitusionalisme dan konstitusionalisme Indonesia bukan konstitusionalisme liberal. Prinsipnya adalah bagaimana pembatasan kekuasaan pada saat yang sama dilakukan untuk memberikan perlindungan hak kepada warga negara, khususnya hak atas air. Terima kasih, Yang Mulia.

50. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Baik, oke Saudara bisa nanti di … diuraikan. Justru di situlah persoalannya. Di mana di undang-undang ini yang … yang Saudara temukan yang bertentangan dengan itu. Di situ justru diskusi pentingnya. Jadi, Saudara bisa buat dalam bentuk tertulis, ya! Baik, dari Pemohon masih ada ahli atau cukup?

51. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAIFUL BAKHRI

Hari ini cukup, tapi ada tiga lagi yang tersisa dalam persidangan berikutnya, Yang Mulia.

20 52. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ini pastikan saja, biar pihak Pemerintah saya kasih. Apa tiga itu semua? Kalau tiga, saya tambah nanti dengan Pemerintah kebanyakan, ya. Apa ini terakhir, ya? Saya kasih kesempatan terakhir ya tiga itu, setelah itu, bagiannya Pemerintah untuk menyampaikan ahli, ya. Kesempatan terakhir untuk Pemohon. Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Januari 2014, pukul 11.00 WIB, untuk mendengarkan ini keterangan DPR masih ada masih bisa kasih kesempatan, kemudian keterangan ahli dari Pemohon tiga orang, ya. Setelah itu, kita akan mendengarkan keterangan ahli dari Pemerintah, ya. Pemerintah akan mengajukan ahli?

53. PEMERINTAH: AGUS HARIADI

Ya.

54. KETUA: HAMDAN ZOELVA

Ya, supaya disiapkan, setelah itu, baru jatahnya Pemerintah mengajukan ahli. Dengan demikian, sidang hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup.

KETUK PALU 3X

SIDANG DITUTUP PUKUL 12.34 WIB

Jakarta, 15 Januari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah,

t.t.d.

Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

21