Teknologi Dan Geopolitik Pangan
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
TEKNOLOGI DAN GEOPOLITIK PANGAN UNIVERSITAS GADJAH MADA Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu dan Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Diucapkan di depan Rapat Terbuka Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 23 Mei 2017 di Yogyakarta Oleh: Prof. Dr. Ir. Djagal Wiseso Marseno, M.Agr. Bismillaahir-rahmaanir-rahiim Yang terhormat Pimpinan dan anggota Majelis Wali Amanat, Pimpinan dan anggota Senat Akademik, Pimpinan dan anggota Dewan Guru Besar, Rektor, Wakil Rektor, Rekan sejawat, alumni, mahasiswa, para tamu undangan, dan hadirin yang saya cintai. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua, PENDAHULUAN Pertama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul di ruang Balai Senat Universitas Gadjah Mada dalam rangka mengikuti Rapat Terbuka Dewan Guru Besar Universitas Gadjah Mada. Ucapan terima kasih yang sebesar besarnya saya sampaikan kepada Ketua Dewan Guru Besar, Ketua Senat Akademik, dan Rektor yang telah memberikan kehormatan pada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai guru besar di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian atas kesediaannya untuk hadir pada upacara penyampaian pidato pengukuhan saya sebagai guru besar. Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dengan judul: TEKNOLOGI DAN GEOPOLITIK PANGAN 2 Judul tersebut saya pilih dengan dasar pemikiran bahwa bidang keilmuan saya adalah teknologi pangan. Akan tetapi, seorang ahli teknologi pangan juga harus mampu memahami kondisi geografis negaranya agar terjadi kesesuaian antara ilmu dan teknologi yang hendak dikembangkannya dengan kondisi geografis negaranya, serta harus memahami bahwa pangan juga merupakan komoditas yang dapat bernilai ekonomis, politis, sosial-budaya, bahkan komoditas pertahanan dan keamanan. Nilai strategis pangan telah diingatkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno pada saat peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultet Pertanian (Sekolah Tinggi Pertanian) di Bogor tanggal 27 April 1952 bahwa persediaan makanan rakyat adalah soal hidup matinya bangsa. Substansi dari kalimat ini dilanjutkan oleh ungkapan Henry Alfred Kissinger (mantan Sekretaris Negara Amerika Serikat tahun 1973–1977) yang mengatakan bahwa “Control oil and you control nations; control food and you control the people”. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa ada kaitan yang erat antara teknologi pangan dengan geopolitik pangan. Pembangunan bidang pangan, termasuk teknologi pangan di dalamnya, juga harus berdasarkan pada pengetahuan kondisi geografis dan politis negara sendiri maupun negara lain. Oleh karena itu, setelah mendalami bidang ilmu ketahanan nasional di Lembaga Ketahanan Nasional RI, saya berpendapat bahwa seorang ahli teknologi pangan seyogianya juga harus mengetahui tentang geopolitik pangan. Hadirin yang saya muliakan, TEKNOLOGI PANGAN Pengertian Teknologi Pangan Pengertian teknologi (technology), menurut Oxford Dictionaries, sudah dikenal sejak awal abad 17 dari bahasa Yunani, yaitu tekhnologia yang berarti perlakuan sistematik (systematic treatment). Kata tekhnologia terdiri atas tekhnē yang berarti seni (art) 3 atau kerajinan (craft) dan logia (logy, ilmu). Secara umum teknologi diartikan sebagai the application of scientific knowledge for practical purposes, especially in industry (Anonim, 2014a). Dengan demikian, seorang ahli teknologi pangan harus mampu menguasai ilmu pangan (food science) sebagai dasar scientific knowledge terlebih dahulu agar dapat melakukan perlakuan sistematis untuk tujuan praktis tertentu. Ilmu pangan (food science) didefinisikan sebagai an interdisciplinary subject involving primarily bacteriology, chemistry, biology, and engineering (Fenema, 1996). Di pihak lain, teknologi pangan didefinisikan oleh The Institute of Food Technologists (IFT) sebagai “the application of food science to the selection, preservation, processing, packaging, distribution and use of safe, nutritious and wholesome food.” (Anonim, 2016). Kelemahan utama bahan hasil pertanian adalah mudah rusak (perishable), bersifat musiman, bulky, nilai ekonomi rendah dalam bentuk primer, sulit didistribusikan ke daerah yang jauh dari tempat panen. Untuk menutupi kelemahan tersebut, diperlukan teknologi pangan dengan tujuan untuk: 1) memberikan nilai tambah; 2) memperpanjang umur simpan; 3) memperluas jangkauan pemasaran; 4) meningkatkan cadangan pangan; dan 5) meningkatkan ketahanan pangan nasional. Hadirin yang saya muliakan, Teknologi Pangan dan Nilai Tambah Bahan hasil pertanian dapat ditingkatkan nilai tambahnya melalui sentuhan teknologi pangan. Di negara negara maju, dari satu jenis komoditas hasil pertanian, dapat dihasilkan beberapa jenis produk turunannya sehingga kalau digambarkan nampak seperti pohon yang disebut dengan pohon industri. Produk turunan dari hasil pertanian di negara maju jauh lebih banyak dibandingkan dengan Indonesia. Padahal setiap perubahan dari satu produk turunan ke produk turunan berikutnya akan menghasilkan nilai tambah dan sekaligus dapat menyediakan lapangan pekerjaan. 4 Teknologi pangan yang diterapkan dalam skala kecil/skala rumah tangga mampu meningkatkan pendapatan keluarga sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebagai contoh, teknologi pangan untuk mengubah kedelai menjadi tahu di Desa Sumbermulyo, Kabupaten Gunung Kidul dapat menghasilkan pendapatan sekitar Rp4,6 juta/bulan (Anonim, 2005), sementara di Desa Gelanglor, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Ponorogo, mencapai sekitar Rp1,5–5 juta/bulan (Wardhini, 2014). Keterlibatan teknologi pangan pada tataran teknologi yang lebih tinggi, mampu meningkatkan nilai tambah bahan hasil pertanian. Sebagai contoh dari satu kilogram rumput laut Eucheuma cottoni dengan kadar air 35% yang dijual seharga Rp4.000,00 sampai Rp5.000,00 dapat dihasilkan senyawa aktif biopolimer karaginan sebanyak 15–20 gram (15–20%) (Marseno, dkk., 2010a) atau setara dengan Rp135.000,00 sampai Rp180.000,00. Demikian pula nilai tambah dari satu kilogram kulit markisa, yang relatif tidak memiliki nilai ekonomi karena sebagai limbah, akan dihasilkan biopolimer pektin sebanyak sekitar 14 gram (Laga, dkk., 2000) atau setara dengan nilai Rp. 126.000,00. Teknologi isolasi dan modifikasi selulosa dari berbagai bahan hasil pertanian mampu mengubahnya menjadi bahan bernilai ekonomi tinggi dan dibutuhkan dalam industri pangan seperti karboksi metil selulosa (CMC), hidroksi propil metil selulosa (HPMC), hidroksi propil selulosa (HPC), dan metil selulosa (MC) (Adinugraha, dkk., 2005; Marseno, dkk., 2010b; Hutomo, dkk., 2012). Teknologi pangan juga dapat digunakan untuk mengisolasi biopolimer bernilai ekonomi tinggi seperti glukomanan dari umbi porang (Yanuriati, 2017). Untuk dunia kesehatan, teknologi pangan juga dapat digunakan untuk memodifikasi pati menjadi pati yang resisten terhadap hidrolisis enzim pencernaan (resistant starch) sehingga memiliki potensi sebagai bahan pangan bagi penderita penyakit diabetes militus (Anugrahati 2015; Anugrahati, 2017a; Anugrahati, 2017b). 5 Hadirin yang saya muliakan, Teknologi Pangan dan Umur Simpan Penerapan teknologi pangan pada tingkat paling sederhana yang merupakan indigenous knowledge telah dipergunakan sejak lama. Sebagai contoh adalah pembuatan nasi aking, gaplek, selai pisang, dendeng, ikan asin, kerupuk, dan sebagainya. Dengan pengolahan minimal tersebut, bahan pangan dapat menjadi lebih awet sehingga umur simpan dapat lebih lama. Teknologi pangan sederhana biasanya hanya melibatkan proses dan peralatan sederhana pula. Pada tingkat teknologi yang lebih kompleks dan memerlukan peralatan canggih, Nicolas Apert (1749–1841), ahli masak berkebangsaan Prancis, pada tahun 1795 telah mulai meneliti pengawetan bahan pangan dalam wadah gelas yang kedap udara kemudian dipanaskan dan baru berhasil pada tahun 1810. Hal ini dipicu oleh tawaran dari militer Prancis yang akan memberikan hadiah sebesar 12.000 franc bagi siapa saja yang dapat menemukan metode baru untuk mengawetkan bahan pangan (Anonim, 2014d). Dengan menerapkan prinsip-prinsip teknologi pangan, bahan pangan menjadi jauh lebih awet dengan umur simpan bertahun-tahun sehingga dapat dipergunakan sebagai stok penyangga ketika krisis pangan terjadi. Dengan dukungan teknologi pangan, negara-negara maju sudah memiliki cadangan pangan tertentu untuk kurun waktu yang jauh lebih lama dibandingkan negara berkembang. Hadirin yang saya muliakan, Teknologi Pangan dan Jangkauan Pemasaran Keterlibatan teknologi pangan, termasuk teknologi pascapanen, dapat menghasilkan pangan dan hasil pertanian dengan umur simpan (shelf life) yang lebih panjang sehingga jangkauan pemasaran menjadi lebih luas. Dengan menggunakan teknologi pangan modified atmosphere storage (MAS) atau control atmosphere storage (CAS) maka pisang cavendish yang diproduksi di Costa Rica (Amerika 6 Tengah) dapat didistribusikan sampai lintas benua seperti Jepang dan negara lainnya.1 Demikian pula daging dari Australia yang dibekukan bisa dipasarkan di Indonesia dengan kualitas yang masih sangat baik.2 Melihat kondisi geografis Indonesia yang terletak di daerah tropis dan merupakan negara kepulauan, maka distribusi bahan makanan antarpulau memerlukan dukungan teknologi pangan, terutama teknologi pendinginan. Teknologi Pangan dan Cadangan Pangan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang