PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh: Rechardus Deaz Prabowo NIM: 094314002

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Ilmu Sejarah

Oleh: Rechardus Deaz Prabowo NIM: 094314002

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH JURUSAN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 i

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

SKRIPSI SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

Disusun Oleh: Nama : Rechardus Deaz Prabowo NIM : 094314002

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I Tanggal

Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, M.Hum 29 November 2013

ii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

SKRIPSI SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Nama : Rechardus Deaz Prabowo NIM : 094314002

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada Tanggal 18 September 2013 Dan menyatakan memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap Tanda Tangan Ketua : Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, M. Hum. ……………………….. Sekretaris : Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum ……………………….. Anggota : 1. Dr. H. Purwanta, M. A. ……………………….. 2. Drs. Ign. Sandiwan Suharso ……………………….. 3. Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, M. Hum. ………………………..

Yogyakarta, 29 November 2013 Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Dekan

(Dr. F. X. Siswadi, M.A.)

iii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

PERSEMBAHAN

 Pertama-tama, skripsi ini saya persembahkan kepada keluarga saya, Paulus

Suwondo, Kristina Triani, Mbah Suyatmi, dan Yohanes Davin Dwiatmoko,

yang dengan penuh pengertian serta dukungan doa dan tenaga telah

menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsinya.

 Kepada para Dosen Ilmu Sejarah Sanata Dharma yang dengan senang hati

memberikan perhatian kepada penulis selama proses perkuliahan dan

penulisan Skripsi.

 Selanjutnya kepada teman-teman seperjuangan natas dan keluarga besar Ilmu

Sejarah yang dengan suka cita menjadi tempat berkumpul dan berdiskusi

mengenai masalah-masalah yang dihadapi penulis.

iv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

MOTTO

The beginning of all things are small

-Marcus Tullius Cicero-

v

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi dalam karya skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 30 Agustus 2013

Rechardus Deaz Prabowo

vi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

vii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

KATA PENGANTAR

Selama menginjakkan kaki ke Universitas Sanata Dharma dan menjalani studi di Program Studi Ilmu Sejarah, sering muncul pertanyaan dalam benak saya,

“Bagaimana toh rasanya menulis skripsi.” Setelah menjalani hari demi hari, bulan demi bulan, da semester demi semester, akhirnya tiba juga bagi saya saat yang menentukan dalam hidup seorang mahasiswa tingkat akhir, dimulainya proses penulisan skripsi.

Dengan semangat bak pejuang ’45, yang memegang bendera merah putih di tangan kiri dan senapan di tangan kanan, saya memasuki ruangan guru pembimbing akademik sambil dengan mantap berkata, “Pak, saya mau mengambil mata kuliah skripsi.” Maka dimulailah saat-saat mendebarkan dan mencengangkan selama saya menjadi mahasisa S-1 Ilmu Sejarah Sanata Dharma, membuat skripsi haruslah disertai kemauan yang kuat, akal yang sehat, serta waktu yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Dengan berbagai cobaan dan rintangan, sudah banyak sekali tulisan yang dikoreksi, buku-buku yang terbaca, perpustakaan yang didatangi, diskusi yang dilakukan, serta kembali lagi untuk menulis dan menulis mengingat waktu yang kunjung habis. Ada satu titik dimana akhirnya saya mulai jenuh dengan skripsi.

Sebagai seorang mahasiswa tingkat akhir, yang harus melalui dunia kuliah dan

viii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

bersiap menuju dunia kerja, mulai jarang sekali ke kampus karena sedikitnya mata kuliah dan teman-teman yang juga sibuk karena skripsi, Tiba-tiba muncul rasa keterasingan dan semangat menulis skripsi pun mengedur dan pikiran mulai teralih ke kegiatan lain.

Tanpa bermaksud menjadikan kata pengantar menjadi ajang curhat, akhirnya skripsi ini selesai dengan akhir ang cukup membahagiakan. Semangat yang tadinya mengendur mulai menguat sampai karya ilmiah seorang mahasiswa ini menjadi layak untuk dibaca dan dikaji lebih lanjut bagi para peneliti atau mahasiswa di masa mendatang.

Tentu saja dalam enulisan skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh dukungan moral dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itulah dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua saya yang selalu menunggu di rumah, Paulus Suwondo dan

Kristina Triani, terima kasih atas bimbingan, perhatian, serta kesabaran dalam

menunggu selesainya studi penulis di Ilmu Sejarah.

2. Kepada para dosen Ilmu Sejarah USD,yang telah membimbing penulis selama

4 tahun di perkuliahan, Drs. Silverio R. L. A. Sampurno, Drs. H. Purwanta,

M. A, Drs. Ign. Sandiwan Suharso, Drs. Hb. Hery Santosa, M. Hum, Drs.

Manu Joyoatmojo, Dra. Lucia Juningsih, M. Hum, DR. F.X. Baskara T.

Wardaya, M. Hum. Terimakasih atas ilmu yang telah diberikan.

ix

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

3. Kepada teman-teman Ilmu Sejarah ankatan 2009, Belo, Amor, Maksi, Avent,

Ayunda, Silvi, Sari, Yuli, terima kasih atas kebersamaannya selama menjalani

kuliah di Ilmu Sejarah.

4. Kepanda teman-teman natas dari segala angkatan, mulai dari Al, Fafa, Sita,

Bayu, Tara, Endi, Erda, Pita, Veta, Putri, Bertha, Ayu, Towo, Bayu

Pamungkas, Garit, Ayu, Vania, Wendi, Lia, Nana, Nino, Hana, Sari, Ansel,

Tasya, Gita, Bayu, dan kawan-kawan lainnya, sungguh sangat berterimakasih

saya telah diterima di rumah natas, rumah jurnalistik yang penuh dengan

canda, tawa, diskusi, emosi, serta suka duka yang kita lewati bersama.

5. Kepada teman-teman SMA Sedes Sapientiae Bedono yang kuliah di

Yogyakarta, terlebih Pandur, Reza, dan Mario yang kembali membuat saya

fokus dan melepas keraguan saya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi

ini.

6. Terimakasih kepada perpustakaan-perpustakaan yang ada di Yogyakarta yang

telah menyediakan sumber pustaka, mulai dari Perpustakaan Universitas

Sanata Dharma (khususnya Mbak Sandra dan Pak Sudrajad), Perpustakaan

FIB UGM, Perpustakaan Pusat Studi Kawasan dan Pedesaan UGM dan

Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Karta Pustaka, Perpustakaan Pusat

Yogyakarta, dan Balai kearsipan Yogyakarta atas segala sumber-sumber yang

membantu penyelesaian skripsi ini.

x

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

7. Kepada teman-teman PKM-P Mendut Sojiwan (Diah, Lia, Milli, Irawan)

dan Pak Hery sebagai pembimbing yang sudah memberi kenangan dan

kesempatan untuk merasakan pengalaman sebagai peneliti dan petualang.

8. Dan yang terakhir, saya sangat berterima kasih kepada mereka yang telah

membatu saya di tengah-tengah kesulitan maupun dalam lautan kegembiraan.

Saya sungguh berterima kasih,. Walaupun nama-nama mereka tidak dapat

saya tambahkan mengungat terbatasnya jumlah halaman, maupun karena

memori saya yang terbatas sehingga saya tidak bisa mengingat nama kalian.

Tetapi satu kata yang bisa saya ucapkan. Terima kasih atas kenangan berkesan

yang telah kalian berikan.

Sebelum mengucapkan terima kasih, penulis ingin berpesan bahwa karya ini merupakan batu pijakan bagi karya-karya selanjutnya. Tentu saja bukan tidak mungkin bila tema yang penulis angkat akan terus muncul. Hal ini dikarenakan tidak ada sesuatu yang baru di dunia ini, yang berbeda adalah dari perspektif mana kita melihat karya tersebut. Karena itu jangan ragu untuk penulis-penulis berikutnya.

Masih ada banyak sekali tema-tema yang bisa kalian tulis. Masih banyak sumber- sumber yang menunggu untuk dibuka dan dianalisa.

Yogyakarta, 30 Agustus 2013

Rechardus Deaz Prabowo

xi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………………...ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………….iii HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………………….….iv HALAMAN MOTTO ………………………………………………………………..v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………....vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………….vii KATA PENGANTAR …………………………………………………………...…viii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………..xii DAFTAR TABEL DAN GRAFIK…………………………………………………xiiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………..xv ABSTRAK ……………………………………………………………………….....xvi ABSTRACT …………………………………………………………………...…..xvii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….1 A. Latar Belakang ………………………………………………………………..1 B. Perumusan Masalah …………………………………………………………..7 C. Pembatasan Masalah ………………………………………………………….8 D. Tujuan Penulisan ……………………………………………………………..9 E. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………9 F. Tinjauan Pustaka …………………………………………………………….10 G. Landasan Teori ……………………………………………………………...13 H. Metode Penelitian …………………………………………………………...15 I. Sistematika Penulisan ……………………………………………………….17

BAB II KONDISI WILAYAH YOGYAKARTA YANG MELATARBELAKANGI PEMBANGUNAN STASIUN KERETA API TUGU YOGYAKARTA ...19 A. Kondisi Kesultanan Yogyakarta Dan Persewaan Tanah Pada MasaHamengkubuwana VII …………….…………………………………..19 xii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

B. Munculnya Kebutuhan Akan Sarana Transportasi Kereta Api Di Yogyakarta …………………………………………………………………..29

BAB III PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN STASIUN TUGU DI YOGYAKARTA ………………………………………………………..36 A. Lahirnya Perusahaan Kereta Api SS dan Dimulainya Usaha Pemerintah Di Bidang Kereta Api …………………..………………………………………36 B. Munculnya Stasiun Kereta Api Di Yogyakarta ……………………………..47 C. Berdirinya Stasiun Tugu Di Yogyakarta ……………………………………49 D. Perbandingan Stasiun Tugu Dan Lempuyangan Dalam Data Statistik……...63

BAB IV PENGARUH YANG MUNCUL DARI PEMBANGUNAN DAN AKTIVITAS STASIUN TUGU BAGI KOTA YOGYAKARTA ………………………………………………………….70 A. Perubahan Sosial Yang Terjadi Bagi Masyarakat Pribumi DI Yogyakarta Pasca Pembangunan Stasiun Kereta Api Tugu…………. ………………….70

BAB V PENUTUP…………………………………………………………………..84 A. Kesimpulan ………………………………………………………………….84 B. Saran ………………………………………………………………………...89

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….91

LAMPIRAN ...... 95

xiii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR TABEL DAN GRAFIK

3.1 Perbandingan Keuntungan Dan Kerugian Dari Pembangunan Perusahaan Kereta Api Milik Pemerintah Belanda ………...……………………………………………………..…………40 3.2 Jumlah Keuntungan Dan Kerugian Perusahaan SS Di Jalur Yogyakarta- Cilacap…………………………………………………………………..……….60 3.3 Total Pengeluaran Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1980...... 65 3.4 Total Pendapatan Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890...... 65 3.5 Rincian Pendapatan Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890...... 67 4.1 Perbandingan Jumlah Penumpang Yang Diangkut Kereta SS Dan NISM Di Yogyakarta Tahun 1890……………….………………………………………...77 4.2 Lalu Lintas Penumpang Di Jalur Kereta Api Dari Semarang Menuju Vorstenlanden (Yogyakarta & Semarang) …………..…………………………..79 6.1 Daftar Perusahaan Perkebunan Swasta Di Yogyakarta Tahun 1890…….…….100 6.2 Daftar Perusahaan Perkebunan Swasta Yang Membuat Kontrak Persewaan Tanah Di Yogyakarta Tahun 1920-1925……………………...………………..……...101

xiv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

3.1 Peta jalur kereta api Yogyakarta yang melewati sebelah barat Yogyakarta……..59 6.1 PetaYogyakarta ………………………………………………………….….…..96 6.2 Jalur Kereta Api Uap Di Kota Yogyakarta…………………………..…………..97 6.3 Stasiun Tugu Pada Saat Selesai Dibangun……………………………..………..98 6.4 Stasiun Tugu Saat Masih Dipakai Untuk Mengangkut Hasil Bumi Ke Pelabuhan Cilacap…………………………………………………………………………...98 6.5 Stasiun Tugu Setelah Direnovasi Untuk Mengakomodasi Kereta Penumpang…………………………………………………..………………...... 99 6.6 Peta Jalur Kereta Api Uap SS Yogyakarta-Cilacap...…………..………………103

xv

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ABSTRAK SEJARAH DAN PERKEMBANGAN STASIUN KERETA API TUGU DI YOGYAKARTA 1887-1930

Skripsi ini mengambil tema penelitian seputar sejarah dari Stasiun Tugu Yogyakarta, sebuah stasiun kereta api yang sudah beroperasi sejak masa Hindia Belanda hingga di masa modern seperti sekarang ini. Tujuan dari skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana latar belakang pembangunan stasiun tersebut di Yogyakarta, perkembangan apa saja yang muncul setelah stasiun tersebut selesai dan beroperasi, serta sejauh mana pengaruh yang ditimbulkan dari terbentuknya Stasiun Tugu bagi masyarakat Yogyakarta. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan observasi lapangan. Selain itu, dalam melaksanakan analisis data dilakukan kritik sumber setelah ditemukannya berbagai macam sumber yang sesuai dengan kebutuhan penilitian sehingga dapat dibandingkan dan memunculkan sebuah kesimpulan yang menjadi jawaban dari penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana dalam kemunculannya, Stasiun Tugu Yogyakarta merupakan wujud turut campurnya dua kekuasaan yang memiliki pengaruh besar bagi Yogyakarta, yaitu perusahaan kereta api dan tram Negara Belanda SS (De Staatspoor en Tramwegen) yang menjadi perpanjangan tangan dari Pemerintah Hindia Belanda, serta Kesultanan Yogyakarta. Hal ini merupakan sesuatu yang unik di Hindia Belanda, mengingat bagaimana dalam menerapkan kebijakannya, Belanda selalu berhasil menekan pemerintahan lokal di Hindia Belanda. Selain itu, Stasiun Tugu yang dikelola oleh SS merupakan sebuah usaha pemerintah untuk ikut serta dalam bisnis transportasi. Hal ini sangat tidak umum mengingat bagaimana di Hindia Belanda urusan transportasi kereta api sudah dikuasai oleh NISM (Nederlandsch Indisch Spoorweg Maatschppij) yang merupakan perusahaan swasta. Sesuai dengan konsep liberalisme yang mulai berkembang di Eropa dan terus menjalar ke seluruh dunia. Setelah dilakukannya penelitian dapat dilihat bagaimana sejarah transportasi lebih dari sekedar pembangunan alat transportasi dan fasilitas pendukungnya. Ada banyak sekali tangan-tangan tidak terlihat yang memiliki kepentingan dalam pembangunan fasilitas tersebut dengan berbagai motif. Seperti motif politik dan ekonomi dalam Stasiun Tugu. Tidak hanya berperan sebagai sarana pengangkutan hasil bumi yang laku di pasar dunia, Stasiun Tugu menjadi wujud kekuatan dan pengaruh Keraton Yogyakarta.

Kata Kunci: Stasiun Kereta, Tugu, Yogyakarta

xvi

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

ABSTRACT

THE HISTORY AND DEVELOPMENT OF TUGU RAILWAY STATION IN YOGYAKARTA 1887-1930

This Thesis have a theme about the history of Tugu Railway Station, a railway station that have been operated from the time of Dutch Indies until the modern time. The purpose of this thesis is to know the background of the construction from this railway station in Yogyakarta, the development that rise after the railway station have been finished and operated, and how far the effect that come from the construction of Tugu Railway Station for the citizen of Yogyakarta. The methods that used are literature studies and field observations. Moreover, in carrying out data analysis performed after the discovery of source criticism various sources to suit the needs research that can be compared and conclusions of a one raises an answer from this research The result from this study show how in the appearance, Tugu Railway Station is the embodiment of two great power that have a big influence for Yogyakarta, that is the state railway and tram company, SS (De Staatspoor en Tramwegen) that become the extension from the Dutch Government and The Sultanate of Yogyakarta. This is something unique in Dutch Indies, from how to apply the policies, Dutch always give the pressure to the local government in Dutch Indies. Beside that, Tugu Railway Station that operate under the management of SS was the work of the state to join in the transportation business. This is the anomaly, if we remember in the Dutch Indies, the railway connection have been controlled by the NISM (Nederlandsch Indisch Spoorweg Maatschppij), the private company. in accordance with the concept of liberalism that began to develop in Europe and continues to spread throughout the world. After the research have been done, we can see how far the history of transportation more than just the construction of supporting facilities. There were so many invisible hands that have the control in the development of that facilities with so many motive behind them. Like the politic and economic motive in Tugu Railway Station. Not only serves as a means of transporting agricultural products sold in the world market, Tugu Station to form the power and influence of Yogyakarta Palace.

Key Words: Railway Station, Tugu, Yogyakarta

xvii

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah:

Sejak zaman dahulu transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Dari zaman manusia purba sampai di masa modern seperti sekarang ini manusia terus berupaya memecahkan permasalahan dalam transportasi yang semakin kompleks dalam perjalanan waktu. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk yang dinamis yang selalu bergerak mengatasi rintangan alam. Selain berhubungan dengan bidang sosial, transportasi juga memiliki hubungan erat dengan bidang ekonomi serta politik. Oleh karena itulah persoalan transportasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia dari masa ke masa. Hal inilah yang menjadikan manusia mampu membuat perahu untuk menyebrangi sungai serta menjinakkan hewan liar seperti kuda, kerbau, dan lainnya untuk ditunggangi. Penemuan manusia di bidang transportasi semakin berkembang semenjak ditemukannya roda oleh bangsa

Sumeria guna menopang beban gerobak yang ditarik oleh hewan dan ditemukannya mesin uap oleh James Watt.1

Penemuan kedua benda diatas merevolusi sarana transportasi dalam kehidupan manusia. Ditemukannya Roda membuat manusia mampu membawa barang lebih banyak karena dibantu oleh gerobak yang ditarik oleh hewan.

1 Dick, Howard, et al. Cities, Transport and Communications, The Integration of South East Asia since 1850, (New York:2003). Hal. 48

1

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

2

Berbeda dengan sebelum ditemukannya roda dimana setiap orang hanya bisa membawa barang secara terbatas dengan tangannya. Sedangkan ditemukannya mesin uap oleh James Watt di Inggris tahun 1776 membawa perubahan besar dalam dunia industri, dimana dengan ditemukannya mesin yang mampu bergerak dengan menggunakan tenaga uap mulai menggantikan tenaga manusia dan hewan dalam kegiatan industri.

Lahirnya kereta api uap secara langsung berhubungan dan mempengaruhi bidang sosial, ekonomi dan politik. Salah satu contoh nyata adalah persaingan antara perusahaan transportasi milik negara dengan perusahaan swasta serta hubungannya dengan kolonialisme. Kedua contoh tersebut bisa dilihat pada kemunculan kereta api uap di Hindia Belanda pada masa kolonial.

Kemunculan kereta api uap di wilayah Asia dimulai oleh Inggris yang membangun jalur kereta api uap di India pada tahun 1853. Belanda adalah negara kedua yang membangun jalur kereta api uap di Hindia Belanda. Wilayah-wilayah lainnya yang menyusul adalah Jepang (1872), Cina (1875), Myanmar (1877),

Turki (1888). Sementara wilayah lainnya di Asia Tenggara seperti Malaysia,

Singapura, Thailand, Filipina baru menyusul sesudahnya.2

Selesainya Perang Jawa tahun 1830, menjadi awal dimulainya usaha mengembalikan kas negara yang kosong karena perang. Akhirnya, muncul sebuah

2 Setijowarno, Djoko, “Moda Kereta Api Pantas Dilirik Kembali” dalam Jurnal Wacana, Menuju Transportasi Yang Manusiawi. (Yogyakarta:2005), hal. 93

2

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

3

gagasan pelaksanaan kebijakan pertanian yang disebut dengan cultuurstelsel3 atas usul Gubernur Jendral Johanes Van den Bosch. Selain cultuurstelsel, di wilayah

Vorstenlanden seperti Yogyakarta dan Surakarta dikenal usaha sewa menyewa tanah lungguh kepada pihak swasta. Sistem ini diatur berdasarkan kesepakatan antara pihak koloni dan pihak yang menyewakan lahan guna dipakai untuk daerah perkebunan.4 Hasil dari usaha-usaha di atas dengan cepat menutupi kas Belanda yang habis, bahkan Belanda mengalami surplus. Maraknya pertumbuhan daerah perkebunan serta kendala di bidang transportasi mengakibatkan munculnya keinginan untuk membangun jalur kereta api.5

Dimulai dari usul seorang kolonel yang bernama Jhr. Van Der Wijk pada tahun 1840, pembangunan jalur kereta api uap mulai terealisasi tanggal 7 Juni

1864. Rutenya dimulai dari Semarang menuju Tanggung, Grobogan. Dengan diawali pencangkulan tanah oleh Gubernur Jendral Baron Sloet van den Beele

3 Sulistyo, Bambang, Pemogokan Buruh Sebuah Kajian Sejarah, Yogyakarta:1995) Hal. 9. Masa pemberlakuan sistem tanam terkoordinasi antara pusat sampai daerah pelosok. Dimana rakyat tidak lagi menyerahkan uang melainkan hasil bumi yang laku di pasaran dunia dan bisa diekspor Belanda. Karena hal tersebut nantinya sistem ini akan dikenal sebagai sistem Dwang Stelsel (tanam paksa).

4 J. H, Houben, Vincent, Keraton dan Kompeni, (Yogyakarta:2002) Hal.512-524. Sebelum dimulainya pembangunan kereta api di Pulau Jawa, Hindia Belanda mengalami masa Cuultuurstelsel. Hanya Yogyakarta dan Surakarta wilayah yang tidak mengalaminya. Sebaliknya, pemerintah maupun pengusaha Belanda dapat menyewa lahan milik pegawai Kraton sesuai dengan syarat dan ketentuan yang disepakati kedua belah pihak.

5 Mrazek, Rudolf, Engginers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (:2006) Hal. 9

3

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

4

sebagai penanda dimulainya pembangunan jalur kereta api uap dan konstruksi jalurnya yang dipegang oleh Nederlandsch-Indisch Spoorweg Maatscappij

(NISM) 6 , perusahaan swasta yang bergerak dalam usaha kereta api uap.

Pembangunan jalur tersebut terus melebar dari Semarang menuju daerah-daerah perkebunan inti yang menjadi penyokong kelangsungan Hindia Belanda.

Rute Semarang-Tanggung dibuka tanggal 10 Februari 1870. Bersamaan dengan tanggal tersebut, jalur kereta api uap telah menembus Surakarta walaupun proyek ini sempat mengalami masalah keuangan. Akhirnya tanggal 10 Juni 1872, jalur yang menuju Yogyakarta berhasil diselesaikan. Kehadiran transportasi kereta api uap ini menjadi bukti bagaimana Belanda membutuhkan modal yang sangat besar untuk menyangga jalannya kolonialisme di Hindia Belanda. 7

Kemunculan awalnya yang diusulkan oleh seorang pegawai militer menandakan peran politik dari jalur kereta api uap tersebut guna memadamkan sisa-sisa laskar Pangeran Diponegoro yang masih tersebar di wilayah sekitar

Semarang, Kedu, Bagelen, hingga Banyumas 8 , selain dari peran ekonominya

6 Selanjutnya disingkat NISM dalam karya ini. NISM pula yang membangun jalur Batavia-Buitenzorg sepanjang 54 Km. Pembangunan jalur kereta api uap di Jawa akhirnya diserahkan oleh perusahaan swasta karena pihak pemerintah Belanda masih belum memiliki dana yang cukup. Selain itu, ada kemungkinan Belanda merasa perlu melakukan uji coba yang dilakukan oleh perusahaan swasta ini untuk mengetahui seberapa efektif dan menguntungkan kehadiran moda transportasi yang tergolong baru ini, sebelum Belanda ikut terjun dalam usaha pembangunan jalur dan stasiun kereta api uap di Hindia Belanda.

7 Caldwell, Malcolm, & Utrecht, Ernst, Sejarah Alternatif , (Yogyakarta:2011) Hal. 76

8 Subarkah, Imam, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita, (Bandung:1992) Hal. 5 4

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

5

setelah munculnya industri perkebunan dan pertanian yang dikelola oleh orang- orang Belanda. 9

Yang unik dalam pembangunan jalur dan stasiun kereta api uap di Hindia

Belanda adalah pembangunannya yang menghubungkan daerah hulu sebagai daerah inti pemasok hasil perkebunan komoditas ekspor hingga bermuara ke pelabuhan-pelabuhan terdekat sebelum akhirnya barang muatan tadi dikapalkan dan dijual ke pasar internasional.10

Kemunculan jalur kereta api uap beserta stasiun-stasiunnya di Yogyakarta tumbuh bersamaan dengan semakin meningkatnya usaha sewa menyewa tanah lungguh pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VII. Tanah-tanah tersebut disewakan untuk menanam komodititas ekspor yang laku di pasaran dunia, seperti tembakau, kopi, nila, serta primadona ekspor wilayah ini, tebu. 11

Banyaknya perkebunan swasta dari hasil persewaan tanah menimbulkan masalah dalam pengangkutannya menuju pelabuhan Semarang. Pada masa ini,

9 Supangkat, Eddy, Ambarawa Kota Lokomotif Tua, (Salatiga:2008) Hal. 2. Sama seperti di Semarang, dimana di sana terdapat banyak sekali perkebunan- perkebunan swasta kepunyaan pihak asing yang jumlahnya mencapai 80 buah lebih.

10 Dick, Howard & Rimmer, Peter J., Cities, Transport and Communications (NewYork:2003) Hal. 64. Disini dijelaskan bagaimana dalam struktur rel kereta api di Asia Tenggara, pasti menghubungkan antara daerah pedalaman (hinterland) menuju kota-kota pelabuhan sebagai upaya negara-negara penjajah untuk memasarkan hasil bumi dari negara jajahannya ke pasar dunia.

11 Zuhdi, Susanto, Cilacap 1830-1942, Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta:2002) Hal. 44. Tercatat pabrik-pabrik gula di Yogyakarta berada di bagian barat Yogyakarta, sebut saja daerah Rewulu, Klaci, Sedayu dan Sewugalur.

5

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

6

untuk mengangkut hasil bumi dipergunakan alat transportasi tradisional seperti gerobak, cikar, maupun andong yang masih ditarik sapi, kerbau, atau kuda. Ada berbagai resiko yang dihadapi, baik dalam segi waktu, keamanan, kualitas dan kuantitas barang yang dikirim. Karena pertimbangan tersebut, ditambah dengan persaingan Belanda dengan negara kolonial lainnya di Asia Tenggara membuat

Belanda merasa perlu untuk membangun jalur kereta api uap di Yogyakarta.

Sebagai kelanjutan dari pembangunan stasiun dan jalur kereta api uap dari

Semarang, dibangunlah stasiun Lempuyangan oleh NISM tanggal 2 Maret 1872.

Jalur Semarang-Yogyakarta terhubung tanggal 10 Juni 1872.

Melihat keuntungan yang didapat oleh NISM, Pemerintah Kolonial

Belanda mulai tertarik untuk menjajaki usaha transportasi kereta api uap.

Pemerintah pusat merasa perlu memaksimalkan keuntungan yang didapat dengan membangun jalur-jalur kereta api yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan kota-kota lainnya. Hasil dari keputusan tersebut adalah selesainya pembangunan

Stasiun Tugu Yogyakarta tanggal 12 Mei 1887 dibawah kendali perusahaan kereta dan trem negeri Belanda, De Staatspoor en Tramwegen (SS).12

Dipilihnya Yogyakarta pada tahun 1887 sebagai unsur spasial dan temporal karena Yogyakarta pada masa itu memiliki usaha sewa menyewa tanah lungguh yang terus meningkat hingga pada masa pemerintahan Sultan

Hamengkubuwana VII. Dengan banyak persewaan tanah oleh investor Belanda menyebabkan munculnya kebutuhan akan pengadaan alat transportasi yang cepat,

12 Ballegoijen de Jong, Michiel van, Spoorwegstations Op , (Amsterdam:1997). Hal 146. Selanjutnya akan disebut SS dalam karya ini.

6

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

7

aman, dan efektif untuk mengantarnya ke pelabuhan terdekat sebelum menuju pasar dunia. Peluang ini menjadi rebutan antara SS dan NISM dalam mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.

Sedangan dipilihnya Stasiun Tugu sebagai objek dari karya ini karena keunikan yang dimilikinya dimana stasiun milik pemerintah tersebut muncul di tengah-tengah masa liberalisme yang memberikan peran lebih pada golongan swasta dalam bidang ekonomi sedangkan peran pemerintah hanya terbatas pada bidang pemerintahan dan pembuat kebijakan. Apalagi stasiun tersebut muncul di tengah kota Yogyakarta yang dekat sekali dengan Stasiun Lempuyangan yang dimiliki oleh NISM.

Selain itu, terdapat lebih dari satu kepentingan dalam pembangunan

Stasiun Tugu. Tidak hanya dari pemerintah Belanda yang memutuskan membangun Stasiun Tugu untuk ikut serta dalam persaingan dengan Stasiun

Lempuyangan yang dimanajemeni oleh NISM. Keraton Yogyakarta ikut serta dengan peran yang bahkan cukup vital. Hal ini dikarenakan dari keinginan

Keraton Yogyakarta dalam mengundang investor asing untuk menanam modal di tanah-tanah lungguh yang disewakan.13

B. Perumusan Masalah

Munculnya jalur kereta api di Jawa merupakan tanda mulai stabilnya kekuasaan kolonial sehingga membuat pemerintah Belanda dapat memasukkan

13 Widiyasuti, 1999, “Aspek Legal Formal Tanah Lungguh Di Kasultanan Yogyakarta 1831-1918”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished Hal. 127

7

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

8

investasinya (baik perusahaan negeri maupun swasta) ke Nusantara, baik ke daerah yang secara administratif berada dalam kontrol Hindia Belanda maupun dalam kerajaan-kerajaan yang masih memiliki kedaulatan dan dapat diajak bekerja sama dengan Belanda.

Revolusi dalam bidang transportasi baik secara langsung maupun tidak langsung merubah hampir segala aspek dalam kehidupan manusia. Terlebih setelah ditemukannya mesin uap yang membuat jarak dan waktu dapat diatasi dengan bantuan mesin serta mengangkut segala macam hasil bumi dan menghemat biaya operasional sehingga keuntungan yang didapat berlipat ganda.

Dengan demikian beberapa permasalahan yang hendak diajukan dalam penelitian kali ini adalah;

1. Bagaimana latar belakang pembangunan Stasiun Kereta Api Tugu di

Yogyakarta?

2. Bagaimana perkembangan stasiun kereta api Tugu di Yogyakarta hingga

tahun 1930?

3. Sejauh mana pengaruh yang muncul dari terbentuknya Stasiun Tugu bagi

masyarakat di Yogyakarta?

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah, pembatasan dibuat agar pembahasan permasalahan tidak meluas. Batasan-batasan yang digunakan adalah:

1. Faktor-faktor yang melandasi berdiri dan berkembangnya Stasiun Tugu

di Yogyakarta pada tahun 1887-1930.

8

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

9

2. Pengaruh yang ditimbulkan atas berdiri dan berkembangnya Stasiun

Tugu bagi lingkungan masyarakat di sekitarnya.

D. Tujuan Penelitian

a. Akademis

Penulisan karya ini diharapkan dapat menjelaskan sejarah

berdirinya Stasiun Tugu serta pengaruhnya bagi masyarakat Yogyakarta.

b. Praktis

Penulisan karya ini diharapkan mampu memberi gambaran tentang

kemuculan perusahaan kereta api milik pemerintah, persaingan yang

dihadapi dengan perusahaan kereta swasta, serta pengaruhnya

perkembangan Stasiun Tugu bagi masyarakat Yogyakarta yang dibahas

dalam karya ini.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah:

a. Akademis

Penulisan karya ini diharapkan dapat memberikan wacana baru

dalam melihat kemunculan sebuah sarana dan prasarana transportasi yang

cukup modern di masanya serta dinamika apa saja yang terjadi dalam

perkembangannya.

9

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

10

b. Praktis

Penulisan karya ini diharapkan dapat menjadi batu pijakan bagi

para peneliti selanjutnya yang berminat melakukan penelitian seputar

kereta api uap di Indonesia.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian yang membahas tentang sejarah perkereta-apian di

Indonesia tentunya tidak bisa lepas dari buku-buku yang sudah membahas perkembangan perkereta-apian sejak mesin uap hingga mesin diesel dan listrik yang dipakai sekarang. Karenanya penelitian ini tidak bisa serta merta lepas dari hasil penelitian tentang sejarah transportasi di Indonesia pada masa Hindia

Belanda.

Hanya saja, cukup disayangkan bila melihat masih sedikitnya buku-buku yang membahas secara serius mengenai sejarah perkereta-apian yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri, karena kebanyakan masih berupa tulisan mengenai wacana pengembangan kereta api dan pembahasan dalam segi tehnik dan arsitektural. Buku-buku yang membahas tentang sejarah perkereta-apian di

Indonesia pun kebanyakan ditulis oleh penulis asing.

Buku sejarah perkereta-apian karya Jan de Bruin yang berjudul “Het

Indische Spoor in Oorlogstijd” merupakan buku yang membahas kondisi perkeretaapian Hindia Belanda sejak masa awal pembangunan hingga masa

Perang Dunia II dan Perang Kemerdekaan Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai sebab awal kemunculan transportasi kereta api beserta perusahaan-

10

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

11

perusahaan yang pernah beroperasi di Hindia Belanda. Namun, karena cakupan waktunya berfokus pada masa perang di Hindia Belanda, perkembangan pada masa sebelum perang hanya menjadi latar belakang yang singkat.

Yang membedakan karya Jan de Bruin dengan penelitian ini adalah pemilihan sudut pandang yang berbeda, yaitu mengambil sejarah lokal dari sebuah stasiun kereta api di Yogyakarta, yaitu Stasiun Kereta Api Tugu. Topik pembahasannya dimulai dari latar belakang berdirinya stasiun hingga pengaruh yang muncul sejak stasiun tersebut beroperasi bagi masyarakat Yogyakarta.

Waktu yang ditentukan untuk penelitian pun dibatasi sejak tahun 1887 hingga

1930, yaitu sejak stasiun itu berdiri hingga pengaruh yang ditimbulkan bagi masyarakat Yogyakarta sampai tahun 1930.

Selain buku karya Jan de Bruin, juga terdapat jurnal ilmiah yang membahas tentang sejarah perkembangan kereta api di jalur Stasiun Willem I

Ambarawa-Semarang-Vorstenlanden dengan judul “KERETA API

AMBARAWA – YOGYAKARTA SUATU KAJIAN SEJARAH SOSIAL

EKONOMI PADA ABAD 19” karya Sri Retna Astuti dalam Laporan Penelitian

JARAHNITRA nomer 002/P/1994.

Topik pembahasan dari karya Sri Retna Astuti adalah perkembangan sosial ekonomi yang terjadi di jalur kereta yang menuju utara (Semarang). Karenanya, topik yang ditulis dalam karya tersebut adalah perusahaan kereta api NISM, perusahaan kereta api swasta yang melayani jalur Semarang Vorstenlanden.

Walaupun sedikit sekali jalur kereta api SS yang dibahas, karya ini memberi

11

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

12

penjelasan yang ringkas mengenai pengaruh akibat munculnya alat transportasi kereta api di tempat-tempat yang dilaluinya.

Yang membedakan penelitian ini dengan karya Sri Retna Astuti adalah objek penelitian yang diteliti. Objek penelitian tersebut adalah stasiun kereta api yang didirikan oleh badan usaha milik Belanda (SS), Stasiun Tugu yang memiliki akses menuju Pelabuhan Cilacap. Karena didirikan oleh badan usaha milik negara

Belanda, sudah pasti perusahaan tersebut adalah perusahaan milik negara.

Selain melihat dari buku maupun jurnal ilmiah yang memiliki kesamaan tema, dalam penulisan karya ilmiah ini juga dilihat skripsi-skripsi dengan tema yang sama. Dari pencarian ditemukan 2 buah skripsi yang membahas tentang kereta api uap dan stasiun tugu.

Skripsi pertama karangan Annasia Resta Darmayanti dari Universitas

Sanata Dharma dengan judul “Sejarah Perkereta-apian di Indonesia 1945-1995”.

Skripsi ini menjadi pengantar ringkas untuk melihat bagaimana perkembangan kereta api di Indonesia pada masa-masa kemerdekaan dan perang kemerdekaan, sehingga bisa menjadi pembanding dengan karya Jan de Bruin. Walaupun karya ini berupaya membahas perjalanan , pokok bahasannya hanya menyentuh perkembangan kereta api di Pulau Jawa saja dan sedikit sekali informasi penting mengenai perkembangan kereta api di Indonesia setelah perang kemerdekaan selesai.

Penelitian ini tentu saja berbeda dengan skripsi karya Annasia Resta

Darmayanti, ruang lingkup pembahasannya lebih kecil, yaitu stasiun kereta api tugu di Yogyakarta. Sehingga sejarah yang dibahas di skripsi ini adalah sejarah

12

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

13

lokal tentang latar belakang pendirian dan pengaruh dari stasiun tersebut di

Yogyakarta.

Skripsi kedua karya Tiyas Adi Putra dari Universitas Gajah Mada yang berjudul “Latar Belakang Pemilihan Lokasi Stasiun Tugu dan Stasiun

Lempuyangan Yogyakarta”. Skripsi ini juga membahas tema yang hampir sama dengan karya ilmiah ini dan menjadi pengantar yang bagus dalam membahas seluk-beluk stasiun kereta api Tugu dan Lempuyangan. Hanya saja fokus permasalahan lebih mentitikberatkan pada segi-segi arsitektural dan letak geografis dari kedua stasiun tersebut daripada tentang peristiwa yang menjadi dasar dari pembangunan Stasiun Tugu.

Perbedaan antara penelitian ini dengan skripsi karangan Tiyas Adi Putra terletak dari pembahasannya. Bila skripsi Tiyas Adi Putra terfokus pada permasalahan segi arsitektural, dan letak geografis pada Stasiun Tugu dan

Lempuyangan, skripsi ini membahas kondisi yang melatarbelakangi berdirinya stasiun kereta api Tugu dan pengaruh yang muncul sejak stasiun tersebut beroperasi hingga tahun 1930.

G. Landasan Teori

Buku yang berjudul “Transportation and Politics” karangan Roy L. Wolfe, seorang ahli geografi dari Kanada ini menjelaskan kaitan antara sarana transportasi dengan politik secara gamblang 14 , bahkan hubungannya antara

14 Wolfe, Roy I., Transportation and Politics, (New Jersey: 1963). Hal. 70 Transportasi di daerah koloni muncul sebagai bentuk jawaban pihak kolonial dalam menghadapi tantangan di daerah tersebut, seperti kebutuhan akan 13

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

14

transportasi kereta api uap pada masa kolonialisme yang banyak bermunculan di negara-negara Asia Tenggara, serta peran negara kolonial dalam perkembangan sarana transportasi tersebut.15

Hal ini diperkuat dalam buku karangan Howard Dick dan Peter J. Rimmer yang berjudul “Cities, Transport and Communications, The Integration of South

East Asia since 1850” yang melihat hubungan antara tumbuhnya sarana transportasi pada masa kolonialisme di Asia Tenggara yang menghubungkan .

Buku ini menjelaskan bagaimana dalam pembangunan sarana transportasi kereta api uap yang awalnya bertujuan menghubungkan antara daerah hulu sebagai penghasil sumber daya alam dengan daerah hilir atau pelabuhan yang menjadi pintu masuk bagi perdagangan dunia juga mengakibatkan tumbuhnya kegiatan ekonomi lain yang menggunakan sarana transportasi tersebut sebagai sarana penunjangnya.16

keamanan untuk menangkal ancaman dari dalam maupun dari luar, serta sebagai sarana ekonomi yang membantu memperlancar arus transportasi barang dan kegiatan operasional dalam rangka ekspoitasi di daerah koloni tersebut.

15 Wolfe, Roy I., Ibid., Hal 77. Kemunculan sarana kereta api uap di daerah kolonial menjawab tantangan alam dan tantangan zaman yang menuntut kecepatan dan terbukanya akses daerah terpencil dalam rangka penetrasi ekonomi.

16 Dick, Howard et.al., Cities, Transport and Communications, The Integration of South East Asia since 1850, (New York:2003). Hal. 64 dan 125- 129, Alat transportasi yang dimaksud adalah kereta api uap, dimana tumbuhnya kegiatan ekonomi lain seperti munculnya pabrik pengolahan sumber daya alam, munculnya persaingan antara perusahaan transportasi milik negara dan swasta, digunakannya sarana transportasi tersebut oleh masyarakat pribumi, hingga munculnya persaingan antara sarana transportasi tradisional dengan sarana transportasi bentukan penjajah tersebut merupakan dampak yang muncul dari kehadiran kereta api tersebut.

14

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

15

Untuk mengetahui perubahan sosial yang terjadi pada masarakat

Yogyakarta dari kehadiran Steasiun Tugu Yogyakarta dipakailah buku karya Piotr

Sztompka yang berjudul “Sosiologi Perubahan Sosial”. Buku ini memiliki penjelasan yang cukup mendalam tentang perubahan sosial masyarakat.

Perubahan sosial yang dimaksud adalah perubahan yang berkaitan dengan struktur masyarakat yang menyentuh inti realitas sosial.17 Munculnya perubahan sosial bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kehadiran sebuah teknologi baru yang diikuti dengan perubahan struktur masyarakat yang mendasar, seperti munculnya sarana pendidikan yang memberi akses pendidikan kepada masyarakat, tergantikannya tenaga manusia dan hewan oleh tenaga mesin dan berubahnya pola hidup masyarakat dari petani yang tinggal di desa menjadi buruh yang tinggal di pinggir kota yang menjadi pemicu bagi perubahan sosial dalam sebuah masyarakat (seperti perubahan pekerjaan, teknologi, serta pandangan hidup dan nilai) dan sejauh mana kemampuan dari masyarakat di daerah tersebut untuk beradaptasi menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungannya. 18

H. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini cakupan tempat yang akan

diteliti adalah Stasiun Kereta Api Tugu, Kota Yogyakarta. Selain stasiun,

penelitian juga akan dilakukan di Perusahaan Kereta Api Yogyakarta dan

17 Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta:2011). Hal. 17.

18 Ibid., Hal. 153

15

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

16

di perpustakaan Univ. Sanata Dharma serta perpustakaan lain di D. I.

Yogyakarta. Tidak lupa juga gedung arsip D. I. Yogyakarta maupun di

Jakarta untuk mendapatkan data yang sekiranya sesuai dengan tema

penulisan karya ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melaksanakan penelitian ini digunakan dua teknik utama,

yaitu studi pustaka dan observasi lapangan. Studi pustaka dilakukan di

perpustakaan maupun gedung arsip guna mendapatkan data tertulis. Selain

melakukan studi pustaka dilakukan juga observasi lapangan untuk

mencocokan data tertulis yang didapat dari buku maupun arsip di lapangan.

3. Analisis Data

Data-data yang sudah berhasil dikumpulkan baik dari hasil studi

pustaka maupun observasi akan dianalisa sesuai dengan konteks zaman di

masa itu. Nantinya data tersebut akan dilakukan penyocokan data dengan

saling melakukan cek pada data lainnya yang berkaitan dengan tema

penelitian ini sehingga muncul pembacaan kritis dengan lebih dari satu

sumber. Bila penyocokan data sudah dilakukan akan ditemukan gambaran

komprehensif dalam melihat perkembangan Stasiun Kereta Api Tugu serta

dampak dan pengaruhnya bagi masyarakat Kota Yogyakarta, baik sebelum

maupun sesudah pembangunan stasiun tersebut dalam bidang sosial

maupun ekonomi.

Analisa yang digunakan didasari oleh teori-teori yang dipinjam

dari ilmu-ilmu bantu dalam penyusunan karya sejarah ini, seperti teori

16

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

17

perubahan sosial dari sosiologi yang menjelaskan perubahan dalam

masyarakat yang disebabkan dari dampak kemajuan teknologi transportasi

yang tentunya baik secara langsung maupun tidak langsung membawa

pengaruh dalam perubahan masyarakat, pengaruh antara munculnya

transportasi dengan kepentingan politik, serta digunakan pendekatan ilmu

transportasi untuk mengetahui bagaimana awal mula kemunculan sarana

dan prasarana pendukung dalam kegiatan eksploitasi sumber daya daerah

koloni oleh para penjajah.

I. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan, penulisan karya ilmiah ini dibagi dalam 5 bab dan 1 lampiran, diantaranya sebagai berikut:

BAB I, merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang penulisan karya ilmiah ini dan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, karangka teori, pendekatan, metode penelitian, dan penggunaan sumber serta sistematika penulisan.

BAB II, membahas mengenai latar belakang pemilihan lokasi stasiun Tugu di Yogyakarta dan kondisi sosial ekonomi yang menyebabkan perlu dibukanya

Stasiun Tugu di Yogyakarta.

BAB III, membahas mengenai sejarah pembangunan stasiun Tugu di Kota

Yogyakarta serta perkembangan stasiun tersebut hingga tahun 1930.

17

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

18

BAB IV, membahas tentang dampak-dampak yang timbul dari selesainya pembangunan dan aktivitas dari stasiun Tugu di Yogyakarta bagi masyarakat Kota

Yogyakarta.

BAB V, yang merupakan bab terakhir berisi kesimpulan yang dapat dipetik dari uraian dan analisis di atas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini.

18

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

19

BAB II KONDISI WILAYAH YOGYAKARTA PADA MASA HAMENGKUBUWANA VII YANG MELATARBELAKANGI PEMBANGUNAN STASIUN KERETA API TUGU YOGYAKARTA

A. Kondisi Kesultanan Yogyakarta Dan Persawaan Tanah Pada Masa

Hamengkubuwana VII

Sejarah terbentuk dan berkembangnya kota-kota di Nusantara dibagi menjadi dua bagian, yaitu kota tradisional dan kota kolonial. Kota-kota tradisional di Nusantara, terutama di Jawa, berkembang dengan memperhatikan konsep kosmologis serta kearifan lokal yang didapat dari bentuk hubungan timbal balik antara lingkungan dengan manusia serta tidak melupakan unsur-unsur religi yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa kita lihat dengan munculnya elemen-elemen seperti adanya keraton, alun-alun, masjid, pasar, dan tembok maupun benteng yang melindunginya. 1 Tanggal dari kelahiran sebuah kota tradisional biasanya terpapar dalam bentuk historiografi tradisional, seperti dalam prasasti, serat, babad, maupun rontal. Walaupun tidak jarang tanggal keberadaan kota tersebut tidak jelas karena berbagai mitos yang melekat.

Perkembangan kota-kota Kolonial di Nusantara bermula searah dengan interaksi penduduk Pribumi dengan pendatang Eropa. Kota-kota ini terbentuk untuk memfasilitasi pendatang Eropa yang datang ke wilayah koloninya yang berada di Asia maupun Eropa. Kondisi ini sering menyebabkan munculnya ketidakseimbangan antara penduduk Pribumi dan Barat yang tinggal dan

1 Basundoro, Purnawan, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta:2012) Hal. 45

19

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

20

menyebabkan berbagai macam bentuk perlawanan untuk mengusir pendatang

Eropa yang menjajah. Berdirinya kota-kota kolonial menandakan sudah semakin kondusifnya kondisi daerah koloni. ada beberapa ciri dari kota-kota kolonial, seperti adanya pemukiman masyarakat kolonial. adanya garnisun (pemukiman tentara) untuk tujuan keamanan, gudang untuk menyimpan barang hasil bumi yang diperdagangkan di dunia internasional, serta terdapat tempat dimana para penguasa kolonial dapat mengadakan perjanjian dagang dengan penguasa pribumi.2

Wilayah Yogyakarta merupakan sebuah wilayah yang terbentuk dengan mengikuti prinsip perkembangan kota-kota tradisional di Nusantara. Dalam sejarahnya, wilayah Yogyakarta terbentuk dari Perjanjian Giyanti yang membagi

Kesultanan Mataram Islam menjadi dua bagian, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan

Kesunanan Surakarta. Perjanjian yang diprakarsai oleh Gubernur Jendral Hartingh ini ditandatangani oleh Pangeran Mangkubumi dan Pakubuwono III pada tanggal

13 Februari 1755.3

2 Ibid., hal. 84

3 Sri Mulyati, 1996, Perkembangan Kota Yogyakarta Tahun 1756-1824 (Tinjauan Tata Kota), Skripsi, Universitas Indonesia, unpublished, Hal. 29. Perjanjian Gianti lahir sebagai buah perseteruan Antara R. M. Said yang tidak puas dengan semakin gencarnya pengaruh VOC dalam keraton hingga Pakubuwana II mengikat perjanjian dengan VOC dalam hal monopoli perdagangan dan pegangkutan di Mataram (Lih. Darmosugito, Kota Jogjakarta 200 tahun, (Yogyakarta:1956) Hal. 8 tentang “Perjanjian Ponorogo” yang dimaksud) dengan Pangeran Mangkubumi yang sebelumnya dijanjikan daerah Martapura bila berhasil memadamkan pemberontakan R. M. Said namun janjinya tidak pernah ditepati sehingga timbul kekecewaan dan berbalik bersekutu dengan R. M. Said. Perjanjian ini sendiri dibuat setelah Pakubuwono II meninggal dunia dan kekuasaan Kesultanan Mataram Islam diserahkan kepada penerusnya, Pakubuwono III.

20

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

21

Wilayah Surakarta yang dipimpin oleh Pakubuwono III terdiri dari daerah

Pajang, Sukowati, Jogorogo, Ponorogo, sebagan Pacitan, Kediri, Blitar dengan

Srengat (termasuk Lodoyo), Pace (Nganjuk-Berbek), Wirosobo (Mojoagung),

Blora, Banyumas, Banyumas (termasuk Pamerden atau Banyumas Timur dan

Dayeuhluhur), Keduwang di sebelah tenggara Surakarta, serta sebagian Kedu yang dibagi dua.4

Sedangkan wilayah Kesultanan Yogyakarta hasil Perjanjian Giyanti yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Hamengku Buwono I diantaranya adalah Madiun, Magetan, Caruban, sebagian Pacitan, Kertosono,

Kalangbret dan Ngrowo (Tulungagung), Japan (Mojokerto), Jipang (Bojonegoro),

Teras Karas (Ngawen), Selo (daerah Grobogan), Warung (di Blora), Bagelen,

Rema (Karanganyar), serta sebagian wilayah Kedu.5

Berdirinya Kesultanan Yogyakarta tidak hanya menjadikan

Hamengkubuwana I menjadi raja di wilayah tersebut, tetapi juga mengakomodasi

Belanda yang ingin menyewa tanah lungguh di Yogyakarta.6 Dengan munculnya persewaan tanah ini, secara perlahan namun pasti warna-warna kota kolonial

4 Juwono, Harto, 2011, “Persewaan Tanah Di Kesunanan Surakarta Dan Kesultanan Yogyakarta 1818-1912: Penerapan Prinsip Konkordari Di Wilayah Projo Kejawen”, Disertasi Universitas Indonesia. unpublished, hal. 125

5 Ibid.

6 Tanah lungguh adalah tanah yang diberikan kepada kerabat Sultan atau pegawai Keraton sebagai kompensasi atas jabatan yang mereka miliki. Biasanya dalam tanah lungguh tersebut sudah termasuk dengan rakyat yang berada di dalamnya. Setiap pejabat maupun kerabat yang memiliki tanah lungguh tidak diperbolehkan untuk menjual tanah tersebut karena secara legal formal tanah itu merupakan milik Sultan, dan mereka tetap harus membayar pajak dari hasil bumi yang dikelola kepada Keraton yang diserahkan setiap perayaan Gerebek.

21

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

22

mulai nampak dengan jelas, seperti munculnya wilayah perkantoran dan tangsi militer orang Belanda, kehadiran gereja katolik Kota Baru maupun protestan di sebelah utara rumah Residen Yogyakarta, serta adanya daerah perumahan untuk orang-orang Belanda di daerah Bintaran dan Kota Baru.

Persewaan Tanah di Kesultanan Yogyakarta semakin meningkat jumlah dan luasnya pada masa pemerintahan Hamengkubuwana VII. Hal ini disebabkan keadaan Hindia Belanda pada masa sebelumnya mengalami masa-masa sulit, seperti terjadinya Perang Jawa pada tahun 1825-1830, hingga selesainya Perang

Jawa dan dimulainya masa Tanam Paksa (Cultuurstelsel) tahun 1830 7 hingga dikeluarkannya UU Agraria tahun 1870.

7 Haryono, Anton, 2009, “Industri Pribumi Yogyakarta Masa Kolonial, 1830-an – 1930-an”, Disertasi, Universitas Gajah Mada, unpublished, Hal. 337- 340 Meskipun wilayah Yogyakarta yang termasuk dalam Vorstenlanden tidak mengalami kebijakan tanam paksa (cultuurstelsel), wilayah ini mengalami persewaan tanah yang diatur dalam perjanjian sewa tanah antara penyewa tanah dengan Kesultanan Yogyakarta dan Gubernur Jendral Hindia Belanda. Tercatat setidaknya pada tahun 1839 di Yogyakara terdapat 20 perkebunan swasta dengan luas 5.210 bau, sepuluh tahun kemudian meningkat 12.836 bau. Tahun 1851 ada 43 perkebunan dengan luas 13.023 bau, tahun 1861 meningkat 51 perkebunan dengan luas 56.000 bau, lalu tahun 1864 ada 53 perkebunan. Pada tahun 1865 ada 57 perkebunan dan tahun 1869 bertambah satu lagi. Bertambahnya persewaan tanah di Yogyakarta yang memasok barang kebutuhan di pasar Eropa seperti gula, kopi, dan indigo disebabkan oleh tingkat kesuburan tanahnya yang lebih tinggi dari daerah lain serta tersedianya tenaga kerja yang berlimpah. Selain itu, wilayah Vorstenlanden merupakan wilayah dimana eksploitasi oleh perusahaan swasta diperbolehkan dengan aturan yang ketat. Hal ini sungguh berbeda dengan wilayah Jawa lainnya yang mengalami masa Tanam Paksa dan berada di bawah eksploitasi pemerintah Belanda. Hal ini disebabkan karena persewaan tanah lungguh yang dimiliki oleh para pegawai Keraton dan kerabat Sultan kepada perusahaan perkebunan swasta. Kepemilikan tanah lungguh biasanya disertai dengan rakyat yang berada di dalamnya, sehingga selain mendapatkan tanah, perusahaan yang menyewa tanah tersebut juga mendapat tenaga kerja untuk mengolah lahannya. (Bdk. Vincent J. H. Houben, Economic Policy In The Principalities Of In The Nineteenth Century, dalam Maddison, Angus et.al. Economic Growth In Indonesia 1820-1940 (Leiden:1989) Hal. 197). 22

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

23

Ada beberapa peristiwa yang menjadikan masa pemerintahan

Hamengkubuwana VII (1877-1921) menjadi masa yang penting dalam penyewaan tanah di Yogyakarta, yaitu penandatanganan perjanjian dengan pemerintah Hindia

Belanda yang diwakili oleh residen Belanda B. Van Baak untuk melakukan reorganisasi kebijakan agraris, perbaikan lembaga peradilan dan keamanan, serta pemeliharaan sarana transportasi.8

Ketiga buah perjanjian diatas menjadi pemicu terjadinya peningkatan aktifitas persewaan tanah di Yogyakarta pada masa pemerintahan

Hamengkubuwana VII. Pertama, reorganisasi kebijakan agraris menciptakan sistem pengaturan dan pemilikan tanah yang baru dengan dasar persewaan tanah yang kembali. Kebijakan reorganisasi agraria yang dilakukan di Yogyakarta tahun

1912-1918 dilakukan untuk memperbaharui sistem tanah lungguhnya yang dinilai ketinggalan zaman oleh pejabat residen Belanda.9 Kebijakan reorganisasi agraria

8 Poerwokusumo, Soedarisman, Kasultanan Yogyakarta, (Yogyakarta:1985) Hal. 38.

9 Sesana, Riya, 2011, Intrik Politik Dan Pergantian Tahta Di Kesultanan Yogyakarta 1877-1921, Tesis, Universitas Indonesia. unpublished, hal. 30. kebijakan dihilangkannya sistem lungguh di Yogyakarta diusulkan Belanda untuk mengakomodasi kebutuhan penyewa tanah akan tanah pertanian yang dapat disewa. Bila sebelumnya untuk menyewa tanah diharuskan meminta izin kepada Keraton Yogyakarta dan Gubernur Hindia Belanda, dengan diterapkannya peraturan ini hanya diperlukan izin dari Gubernur saja. Meskipun begitu, tidak semua tanah lungguh benar-benar menghilang di Yogyakarta. Hal ini dikarenakan keputusan sultan untuk tetap mempertahankan tanah lungguh di kalangan kerabat keraton karena banyak anggota keluarganya yang memiliki tanah dengan status milik pribadi.(Ibid., Hal. 59) Kebijakan reorganisasi agraria tahun 1912 sendiri merupakan pengembangan daru UU Agraria 1870 (bdk. Kartodirjo, Sartono, et. al. Sejarah Perkebunan Di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi (Yogyakarta: 1991) Hal. 80 dan Sievers, Allen M,. The Mystical World Of Indonesia:Culture And Economic Development In Conflict (Baltimore:1974) Hal. 122-125)

23

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

24

ini memberi kebebasan bagi perusahaan swasta untuk menanamkan modal termasuk di daerah Vorstenlanden sehingga menyebabkan berkembangnya perusahaan perkebunan swasta (onderneming).

Kedua, kebijakan untuk memperbaiki lembaga peradilan10 dan institusi keamanan. Perlunya perbaikan institusi keamanan guna menjaga perkebunan swasta dari tindakan kriminalitas seperti perampokan atau pembakar ladang perkebunan.11 Untuk mengatasinya, dibentuklah Bupati Gunung atau Bupati Polisi yang bertugas menjaga keamanan di wilayah yang diampunya. 12 Munculnya

10 Widiyastuti, 1999, Aspek Legal Formal Tanah Lungguh Di Kasultanan Yogyakarta 1831-1918, Tesis, Universitas Gajah Mada. unpublished, hal. 151- 161. Sebelum reorganisasi lembaga peradilan dilaksanakan, Kesultanan Yogyakarta memiliki empat lembaga peradilan, yaitu Pengadilan Pradata yang menangani perkara pidana (begal, kecu, penjarahan, pembunuhan, perang desa, dll) dan perdata (jual beli, pergadaian, pinjaman, dll) yang tidak berhubungan dengan tanah, Pengadilan Surambi yang mengurusi masalah pidana dan perdata, dengan berasaskan kitab fiqih dalam agama Islam, Pengadilan Balemangu yang mengurusi segala macam persoalan mengenai tanah dengan bersumber pada kitab Angger-Angger, terlebih bagian Angger Sadasa yang mengurusi masalah pertanahan, dan Pengadilan Darah Dalem yang mengurusi permasalahan intern Keraton dan persoalan Putra Sentana Dalem.

11 W. Pranoto, Suhartono, Jawa Bandit-Bandit Pedesaan Studi Historis 1850-1942, (Yogyakarta:2010) Hal. 157-160 Aktifitas kecu (pencurian di malam hari) di Yogyakarta masuk pada tahap yang mencemaskan pada tahun 1850 seiring dengan munculnya perkebunanswasta di Yogyakarta. Karena tekanan hidup yang sulit (mulai dari sawah yang menjadi daerah perkebunan, adanya musim panceklik dan gagal panen) banyak orang yang menjadi kecu dan menjadikan daerah perkebunan swasta sebagai sasaran operasinya. Biasanya yang dirampok adalah hewan ternak maupun uang milik pengusaha perkebunan. Aktifitas pembakaran daerah perkebunan sendiri dilakukan oleh para petani yang merasa dirugikan oleh merebaknya daerah perkebunan swasta yang menggusur lahan pertanian rakyat, sehingga pembakaran ladang perkebunan dan bangunan pendukungnya dilakukan guna memuaskan rasa kesal mereka. Aktifitas pembakaran lahan semakin meluas sejak tahun 1860.

12 Sesana, Riya, op.cit., Hal. 4-5

24

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

25

Bupati Gunung menjadi tanda dari keinginan serius Residen Yogyakarta dan

Kesultanan Yogyakarta untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah

Yogyakarta, terlebih di daerah perkebunan swasta.

Ketiga, perbaikan sarana transportasi seperti jalan raya dan jembatan. guna mengangkut hasil bumi yang diproduksi dari perkebunan swasta sebelum dikirim menuju pasar Eropa lewat pelabuhan terdekat. Dengan diperbaikinya jaringan jalan raya dan jembatan yang sebelumnya sempat rusak maupun terlantar akibat Perang Jawa, menjadikan daerah perkebunan swasta tidak mengalami kesulitan dalam mendistribusikan hasil produksinya menuju daerah pelabuhan.

Ketika masa Hamengkubuwana VI, pada tahun 1869 terdapat 58 perkebunan swasta di Yogyakarta, maka pada masa Hamengkubuwana VII jumlah persewaan tanah terjadi peningkatan sejalan dengan munculnya peraturan yang mengatur persewaan tanah. Terdapat 61 perusahaan perkebunan swasta yang beroperasi mulai dari tahun 1890 hingga tahun 1921.13

Untuk lebih jelas, di bawah ini terdapat daftar perusahaan perkebunan swasta yang melakukan aktifitas perkebunan pada tahun 189 dan daftar perkebunan swasta yang membuat kontrak persewaan tanah di yogyakarta tahun

1920-1925. Perusahaan perkebunan tersebut bergerak di bidang usaha perkebunan kopi, gula, dan indigo, karena ketiga komoditas tersebut merupakan komoditas yang laku di pasaran Eropa.

13 Pada tahun 1890, terdapat 42 perusahaan perkebunan swasta yang bergerak di bidang perkebunan gula, tembakau, dan indigo (nila). Lalu, pada tahun 1921, terdapat 19 perusahaan yang mengajukan izin perkebunan swasta. Lihat Lampiran Hal. 98-99. 25

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

26

Semakin maraknya perjanjian sewa tanah antara perusahaan perkebunan swasta dengan kerabat maupun pegawai Keraton tentu saja menimbulkan beberapa masalah tersendiri bagi Keraton Yogyakarta, terlebih setelah selesainya

Perang Jawa, Keraton Yogyakarta harus menanggung biaya perang yang dikeluarkan oleh Belanda. Seperti diserahkannya daerah Mancanegara (Bagelen,

Banyumas, Kediri) kepada Belanda. 14 Hal ini tentu saja memberatkan proses pembagian tanah lungguh bagi pegawai dan kerabat Keraton. Untuk mengatasi hal tersebut, Keraton Yogyakarta memberlakukan penggajian dengan menggunakan uang, selain menggunakan tanah.15

Proses pembagian tanah lungguh mulai lebih selektif untuk menentukan siapa saja yang benar-benar membutuhkan. Daerah yang masih bisa dikelola sebagai tanah lungguh adalah daerah Mataram (Bantul, Sleman, Kalasan) dan sebagian Kulonprogo.16 Wilayah tersebut dibagi dengan ketentuan 120 jung untuk putra mahkota, dan 96 jung untuk patih. 17 Setelah munculnya pemberian gaji berupa uang, mulai banyak pejabat-pejabat keraton yang mendapatkan gaji berupa

14 Widiyastuti, op.cit., Hal. 106

15 Ibid., Hal. 138 Penggunaan uang untuk memberi gaji bagi pejabat Keraton dimulai tahun 1812, setelah Keraton Yogyakarta kehilangan wilayah Kedu. Sejak saat itu, pada tahun 1850-an, sistem pemberian gaji bagi pejabat keraton tidak hanya bertumpu pada tanah lungguh saja.Penerapan pemberian gaji berupa uang. Penggunaan uang yang semakin meluas di masa ini membuat pemanfaatan uang oleh para pejabat kesultanan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sosial dan politiknya. (Ibid., Hal. 139)

16 Ibid., Hal. 119

17 Ibid., Hal. 120 1 jung = 28.386 m2

26

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

27

uang dan tidak lagi mendapat tanah sebagai pendapatannya. Hal ini menandai masuknya ekonomi moneter di Yogyakarta.

Munculnya ekonomi moneter tidak serta merta membuat pejabat keraton menggantungkan hidupnya hanya dari uang gaji. Tanah-tanah lungguh yang dimiliki banyak disewakan kepada perusahaan perkebunan swasta. Hal ini dilakukan karena lebih menguntungkan bagi kas Keraton dan sebagai tambahan penghasilan bagi pemilik tanah lungguh, selain gaji berupa uang yang diterima dari keraton

Keuntungan yang didapat bagi keraton adalah biaya sewa yang ditanggung para penyewa Eropa kepada para Patuh18 lebih banyak dibanding jumlah pajak yang ditarik oleh para Bekel19 kepada Patuh, belum lagi jumlah persenan yang didapat dari penyewa Eropa bila para Patuh bisa menyewakan wilayah strategis kepada mereka. Selain itu, kewajiban para penyewa Eropa masih tetap melekat

18 Orang yang mendapatkan tanah lungguh dan dipercaya oleh Sultan untuk mengelolanya. Umumnya tinggal di wilayah Keraton (Kuthagara) atau Negaragung yang jauh dari tanah lungguhnya agar dapat dengan mudah diawasi oleh Sultan. Dalam Suhartono, Apanage dan Bekel, Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920. (Yogyakarta:1991) Hal. 2, patuh berarti pekerjaan yang sudah ditetapkan. Bila dilihat kembali dalam pengertian patuh pada paragraph ini, patuh merupakan orang yang telah ditetapkan status dan pekerjaannya oleh raja.

19 Petugas yang diserahi kewenangan oleh Patuh untuk memungut sebagian hasil tanah yang menjadi hak penguasa dari rakyat yang berada di tanah lungguh patuh tersebut. Karena kemampuannya, Patuh mempercayakan Bekel untuk menghimpun dan mengorganisir tenaga kerja guna menghasilkan produk agraris dengan kualitas dan kuantitas yang baik. (lih. Suhartono, op.cit., Hal. 3)

27

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

28

dalam sistem persewaan.20 Sultan melihat keuntungan yang didapatkan oleh para patuh dari hasil menyewakan tanah cukup signifikan. Karena pertimbangan tersebut akhirnya pesewaan tanah dibolehkan oleh Sultan.21

Hal ini tentu saja berbeda pada sisi si penyewa tanah. Bagi pemilik perkebunan swasta, munculnya persewaan tanah di wilayah Kesultanan

Yogyakarta menjadikan berkembangnya wilayah onderneming yang membuat pemilik perkebunan swasta selalu mencari cara untuk memperluas tanah perkebunan mereka. Hal ini yang menyebabkan tanah lungguh milik pejabat dan kerabat Keraton Yogyakarta makin banyak disewa.

Persewaan tanah lungguh dinilai lebih menguntungkan karena berbagai sebab, diantaranya:

1. Perkebunan Swasta bisa mengandalkan tenaga kerja rakyat yang ada di

wilayah yang disewanya.22

20 BPAD DIY, Praktek Persewaan Tanah Lungguh Di Kesultanan Yogyakarta Pada Masa Sultan Hamengkubuwana VII Tahun 1877-1921. (Yogyakarta: 2009) Hal. 7-8

21 Untuk mengetahui persebaran perkebunan kopi, indigo, dan tebu serta pabrik gula yang berdiri diatas tanah-tanah lungguh di Yogyakarta dapat dilihat pada peta di lampiran atau pada link http://kaarten.abc.ub.rug.nl/root/afz/indo/krt- 1890-indo-djok-1/ diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 22 Dalam sistem tanah lungguh, raja tidak hanya menyerahkan tanah saja kepada pejabat atau kerabat keraton, melainkan disertai dengan rakyat yang tinggal di dalamnya. Rakyat tersebut diharuskan untuk memberikan pajak kepada para patuh maupun bekel, baik dengan hasil bumi maupun dengan kerja bakti. Hal ini bisa dibuktikan dari satuan ukuran pada tanah di masa ini, yaitu dengan menggunakan bahu atau karya atau cacah, yang menerangkan jumlah tanah yang dapat dikerjakan seseorang dalam waktu sehari. Dengan cara ini, perusahaan perkebunan tidak harus mencari tenaga kerja dari tempat karena para penduduk dapat diperintahkan untuk bekerja di daerah perkebunan dengan komando para patuh maupun bekel. (Lih. Suhartono, Agroindustri dan Petani: Multi Pajak di 28

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

29

2. Perkebunan Swasta bisa bekerja sama dengan para patuh untuk

mendapatkan tanah yang baik kualitasnya dengan sistem persenan.23

Karena sebab diataslah, perusahaan perkebunan swasta banyak menyewa tanah sebagai lokasi perkebunan mereka di daerah Vorstenlanden, khususnya di

Kesultanan Yogyakarta.

B. Munculnya Kebutuhan Akan Sarana Transportasi Kereta Api Di

Yogyakarta

Meningkatnya persewaan tanah yang dipakai untuk perkebunan swasta membuat semakin mendorong meningkatnya arus transportasi untuk mengangkut barang hasil perkebunan dari perkebunan tersebut menuju daerah pelabuhan.

Sebagai perbandingan, sebelum Perang Jawa, Residen Yogyakarta, Mayor Hubert

Gerard Nahuys van Burgst (1818-1823) membuat kesepakatan kepada Keraton

Surakarta dan Yogyakarta agar bertanggung jawab atas keselamatan barang- barang hasil perkebunan yang diangkut hingga sampai batas wilayah kedua kerajaan tadi.24

Nahuys menyadari pentingnya sarana transportasi untuk mengirim barang hasil perkebunan di Yogyakarta dan Surakarta menuju pelabuhan-pelabuhan

Vorstenlanden 1850-1900, dalam Harahap, Arselan. Prisma, Industri Perkebunan: Kemakmuran Untuk Siapa? (Jakarta:1991) Hal. 16-17).

23 BPAD DIY, op.cit., Hal. 7

24 Harto Juwono, op.cit., Hal. 145

29

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

30

ekspor yang berada di utara Jawa harus melalui jalan yang panjang. Kondisi ini merupakan perjalanan yang beresiko, terutama pada keamanan barang tersebut.

Selesainya Perang Jawa menyebabkan permasalahan di bidang transportasi.

Akses jalan dari dan menuju Yogyakarta mengalami kerusakan. Jalan raya dan jalan militer yang dibuat guna memadamkan Perang Jawa banyak mengalami kerusakan. terlebih setelah perang selesai kondisi jalan tersebut menjadi tidak terurus. 25

Perbaikan jalan mulai dilakukan pada jalur yang menuju Semarang serta yang mengarah ke timur menuju Surakarta dengan melewati Klaten. Perbaikan jalan juga dilakukan di daerah selatan Yogyakarta, tepatnya di daerah pegunungan selatan menuju Pacitan untuk memperlancar akses perdangangan sarang burung di

Rongkop, Gunung Kidul. Selain itu, dibangun juga jalan yang menuju Bagelen melewati Brosot dan Semangi menuju Purworejo pada tahun 1832.26

Membaiknya kondisi ekonomi Belanda makin mendorong pembangunan di Hindia Belanda, antara lain pembangunan fasilitas transportasi darat yang terus dilakukan oleh Belanda. Hingga akhir abad 19 di Hindia Belanda sudah terbangun jaringan jalan sepanjang 20.000 Km, 250 jembatan batu dengan panjang lebih dari

10 meter, 1500 jembatan kecil, serta sekitar 10.000 jembatan besi.27 Pembangunan fasilitas transportasi bertujuan untuk mendukung kemampuan bersaing Belanda di

25 Surjomihardjo, Abdurahman, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah Sosial 1880-1930, (Jakarta:2008). Hal. 25

26 Ibid.

27 Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari Emporium Sampai Imperium, (Jakarta:1991). Hal. 362

30

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

31

tengah-tengah persaingan perdagangan hasil bumi di wilayah Asia, khususnya

Asia Tenggara. Karena bagi Belanda, dengan lancarnya arus transportasi dari daerah hulu28 yang merupakan daerah penghasil komoditas hasil bumi, semakin cepat komoditas tersebut dapat dikapalkan dan semakin cepat pula tersedia di pasaran dunia.

Pembangunan fasilitas tersebut memang bertujuan mempercepat laju transportasi komoditas ekspor. Hanya saja, ada empat faktor yang masih memperlambat arus transportasi komoditas ekspor tersebut, yaitu faktor cuaca, faktor keamanan, faktor alat transportasi yang dipakai, dan faktor harga.

Faktor pertama adalah alat transportasi yang dipakai. Pada masa itu, untuk mengangkut hasil bumi dipakai gerobak yang masih ditarik sapi atau kerbau.

Ketersediaan sapi dan kerbau yang terbatas serta masih diharuskannya pengusaha perkebunan untuk mengusahakan alat transportasinya sendiri membuat pihak pengusaha harus membuat perjanjian kerja dengan para petani yang memiliki gerobak untuk disewa baik selama proses pengangkutan dari ladang menuju pabrik maupun dari pabrik menuju daerah pelabuhan.29

Faktor kedua adalah faktor cuaca. Cuaca menyebabkan pengiriman komoditas menjadi tidak tepat waktu yang menyebabkan kapal-kapal di pelabuhan

28 Wolfe, Roy L., Transportation and Politics (Kanada: 1963) Hal. 52. Wilayah ini juga disebut core area, wilayah inti yang menjadi penentu dari jalannya kegiatan perekonomian suatu wilayah, misalnya daerah pertanian atau pertambangan. Karenanya lalu lintas barang dan manusia serta arus komunikasi di wilayah ini lebih ramai dari daerah lainnya.

29 Widi Wardojo, Waskito, 2012, “Jalur Kereta Api Semarang-Surakarta dan Pengaruh Sosial Ekonomi di Karesidenan Surakarta”, Tesis, Universitas Gadjah Mada, unpublished, Hal. 65

31

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

32

hilir harus menunggu lama karena barang muatan yang tak kunjung datang.

Terlambatnya pengiriman komoditas ekspor tersebut dikarenakan kondisi jalan yang berupa tanah sehingga bila hujan turun dapat berubah menjadi genangan lumpur. Tentu saja ini menyulitkan gerobak yang ditarik oleh sapi atau kerbau untuk melewatinya.

Faktor ketiga adalah faktor keamanan yang sangat rawan karena pengiriman lewat darat dalam jumlah besar menarik perhatian banyak orang dan tak jarang menarik perhatian banyak orang. Tidak hanya barang bawaannya saja yang memiliki resiko dicuri, resiko sapi atau kerbau yang menarik gerobak untuk dicuri atau mati dalam perjalanan juga sangat tinggi.

Faktor keempat adalah faktor harga. Walaupun dengan banyaknya permintaan akan gerobak mengakibatkan keberadaan gerobak menjadi sangat banyak, bahkan pemilik gerobak boleh dikatakan menjadi pekerjaan semi professional, harga yang ditawarkan selalu naik karena persaingan antara perusahaan satu dan yang lainnya yang berani menyewa dengan harga tinggi.

Sebagai gambaran, harga biaya angkut gerobak dengan muatan satu pikul kopi dari Kedu (Magelang) menuju Semarang saja pada tahun 1840 seharga f 3.30.

Harga itu naik dari harga tahun 1833 yang sekitar f 1, 36.30

Sebagai gambaran tentang penggunaan gerobak sebagai sarana pengangkutan di Yogyakarta pada masa ini, daya jelajal gerobak tidak hanya terbatas di lingkungan Yogyakarta saja (Wates, Gondomanan, Ngabean,

30 Zuhdi, Susanto, Cilacap 1830-1942, Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta: 2002) Hal. 42

32

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

33

Lempuyangan, Utara Tugu, Utara Pasar Beringharjo, Kaliurang), tetapi sampai wilayah Magelang, Temaggung, Wonosobo, Solo, Sragen, dan Purworejo. 31

Biasanya gerobak tersebut dikontrak oleh pabrik gula guna mengangkut barang pada masa penanaman dan pemeliharaan tebu (untuk mengangkut bibit tebu, pupuk dan obat tanaman dari pabrik ke lahan penanaman), hingga pada masa panen tebu (untuk mengangkut hasil panen ke pabrik).32

Untuk menjaga efektifitas pengiriman barang komoditas ekspor tersebut,

Belanda mulai memikirkan skenario-skenario yang cocok untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Berawal dari artikel majalah Kopiist, tahun 1842 dengan judul “Jalur-Jalur Kereta Uap dan Gerbong-Gerbongnya”, impian masyarakat dan pemerintah akan kehadiran sebuah alat transportasi yang aman, cepat, dan tepat waktu semakin nyata. 33 Setelah perdebatan yang berlangsung cukup lama tentang pengelolaan jaringan kereta api uap di Hindia Belanda, akhirnya pemerintah Belanda berhasil membuat aturan seputar penyelenggaraan jaringan kereta api uap yang dipegang oleh perusahaan swasta NISM.

Kereta api pertama di Hindia Belanda dapat beroperasi melintasi jalur

Semarang-Tanggung (Grobogan, Jawa Tengah) pada tanggal 10 Februari 1870

31 Wikanto, Edi, 1986, “Gerobak Sebagai Sarana Transportasi Di Yogyakarta Antara Tahun 1942-1972: Kaitannya Dengan Kondisi Sosial Ekonomi”, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, unpublished, Hal. 14-15

32 Ibid.,. Hal. 19

33 Mrazek, Rudolf, Engginers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, (Jakarta:2006) Hal. 9

33

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

34

dan menghubungkan Surakarta. Pada tanggal 10 Juni 1872, jalur yang tersambung menuju Yogyakarta berhasil diselesaikan.

Keunikan jalur kereta api di Jawa, yang langsung terhubung dengan kota- kota pelabuhan serta penggunaannya yang pada awalnya untuk mengangkut hasil perkebunan membuat usaha kereta api memiliki kedekatan dengan industri pelayaran dan pelabuhan. Seperti jalur kereta NISM yang memiliki hubungan baik dengan pelabuhan di Semarang.

Meskipun pada masa ini era Liberalisme sedang berlangsung, ternyata

Pemerintah Belanda juga memiliki kepentingan untuk membangun jaringan kereta api milik perusahaan pemerintah Belanda. Melihat peluang dari dibukanya jalur kereta api oleh NISM, segera dibentuk badan usaha milik pemerintah Belanda yang bergerak di bidang transportasi, De Staatsspoor en Tramwegen (SS) di

Hindia Belanda berdiri tahun 1878.34

Pada gilirannya, SS dapat berperan menjadi pesaing yang baik bagi NISM maupun perusahaan swasta lainnya yang mulai bermunculan dan menanam rel di pulau Jawa. Jumlah jalur yang dimiliki SS sepanjang 187.283 Km35. Untuk jalur kereta milik swasta (NISM), dan perusahaan swasta lainnya) di Jawa Tengah

34 Dasrin Zen dan PT. Kereta Api (Persero), Tanah Kereta Api :Suatu Tinjauan Historis, Hukum Agraria/Pertanahan dan Hukum Pembendaharaan Negara, (Bandung: 2000) Hal. 1

35 Zuhdi, Susanto, CILACAP (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta:2002) Hal. 43

34

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

35

berjumlah 1665 Km.36 Status Yogyakarta dan Surakarta yang merupakan wilayah hulu dan maraknya kegiatan sewa menyewa tanah menjadikan daerah tersebut sebagai target utama dalam jalur transportasi kereta api. Jalur kereta api SS yang ada di Yogyakarta berawal dari Stasiun Tugu yang berdiri tanggal 12 Mei 188737 dan terhubung dengan pelabuhan Cilacap di sebelah barat Yogyakarta.

Munculnya SS membawa pengaruh bagi persewaan tanah di Yogyakarta, yaitu tumbuhnya perkebunan swasta di sebelah barat Yogyakarta yang makin tumbuh seiring dengan terbentuknya jalur kereta api milik SS yang menuju

Pelabuhan Cilacap. Diantaranya Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden

(Sewoegaloer), NV. Cultuur Maatschappij Padokan en Barongan (Padokan),

Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden (Rewoeloe), N.V. Maatschappij tot

Exploitatie der Suiker Fabriek Tjebongan, dan Indigo Onderneming Soember

Nilo.38

36 Putra, Tiyas Adi, 2012, “Latar Belakang Pemilihan Lokasi Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta”, Skripsi, Universitas Gajah Mada, unpublished. Hal. 28.

37 Ballegoijen de Jong, Michiel van, Spoorwegstations Op Java, (Amsterdam:1997) Hal 146

38Data diolah dari http://kaarten.abc.ub.rug.nl/root/afz/indo/krt-1890-indo- djok-1/ diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 dan BPAD DIY, Ibid., Hal. 5-6

35

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

36

BAB III

PEMBANGUNAN DAN PERKEMBANGAN STASIUN TUGU DI

YOGYAKARTA 1887-1930

A. Lahirnya Perusahaan Kereta Api SS Dan Dimulainya Usaha Pemerintah

Di Bidang Kereta Api

Wacana akan pembangunan jaringan kereta api milik pemerintah Belanda di Hindia Belanda muncul sebagai jawaban Pemerintah Belanda dalam menanggapi permasalahan yang terjadi di negeri induknya, saat mulai bermunculannya perusahaan kereta api swasta di negeri Belanda membuat harapan terwujudnya sebuah angkutan publik yang mampu meningkatkan kemakmuran rakyatnya menjadi tidak terwujud karena perusahaan swasta tersebut lebih berorientasi dalam mencari keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga persaingan antar perusahaan tidak dapat terhindarkan. Karenanya pemerintah membangun perusahaan kereta api milik negara De Maatschappij tot Exploitatie van Staatsspoorwegen tanggal 26 September 1863 dalam rangka menengahi persaingan tersebut sehingga tidak saling merugikan berbagai pihak.1

1 REITSMA, S. A., Van Particuliere Naar Staatsexploitatie Der Nederlandsche Spoorwegen, (______:1940) Hal. 10, munculnya wacana untuk membuat perusahaan kereta api milik pemerintah muncul pertama kali saat pemerintah Belanda ingin membangun jaringan kereta api yang melalui jalur Amsterdam-Arnhem guna kepentingan negara, setelah melihat bagaimana Belgia mampu membangun jaringan kereta api milik pemerintah guna kemakmuran negerinya. Namun, kabinet Thorbecke dari golongan liberal menilai pembangunan perusahaan milik negara tersebut hanya menghalang-halangi semangat kebebasan yang pada saat itu sedang berkembang pesat di negeri Belanda. Menanggapi hal 36

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

37

Munculnya keinginan Belanda untuk membangun jaringan kereta api milik pemerintah dimulai dari beberapa contoh di negara Eropa, dimana perusahaan kereta milik pemerintah mampu berjalan bersama bahkan memakmurkan negara induknya, seperti yang terjadi di Belgia (1834), beberapa negara bagian Jermanik

(1838), Pemerintah Austria (1841) dan Kekaisaran Prusia (1871).2

Pembangunan jaringan kereta api di negeri Belanda dilakukan dengan menggunakan “gemengde systeem” atau “Sistem Campuran”. Sistem ini memungkinkan jaringan kereta api baik milik pemerintah maupun swasta untuk sama-sama berjalan tanpa saling mengganggu dan menghindari persaingan yang tidak sehat. Penggunaan sistem ini awalnya digunakan di Perancis, dimana perusahaan kereta api milik pemerintah di sana terus beroperasi bersama dengan perusahaan swasta. Sistem ini terus digunakan Belanda hingga diaplikasikan di daerah jajahannya, Hindia Belanda, meskipun pertentangan di kabinet Belanda tentang perlu tidaknya campur tangan pemerintah Belanda masih terus

tersebut, pemerintah Belanda yang saat itu didukung oleh raja Willem II menyatakan bagaimana keberadaan perusahaan kereta api milik negara penting guna mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat antara perusahaan kereta api swasta, seperti persaingan antara perusahaan Hollandsche Ijzeren Spoorweg Maatschappij dan Nederlandsche Rhijnspoorweg Maatschappij. (Hal. 13) Karenanya penting dibentuk perusahaan kereta milik pemerintah Belanda guna mengontrol persaingan tersebut. Tanggal 26 September 1863, dengan perbandingan suara 51 mendukung dan 12 menolak dalam sidang di Tweede Kamer der Staten-Generaal (Gedung Dewan Perwakilan Negara), diputuskan untuk mengesahkan berdirinya perusahaan kereta api milik negara (De Maatschappij tot Exploitatie van Staatsspoorwegen) (Hal. 12). 2 Ibid., Hal.5

37

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

38

berlangsung hingga jaringan kereta api milik pemerintah Belanda, De Staatsspoor en Tramwegen (SS)3 di Hindia Belanda berdiri pertama kali tahun 1878.4

Munculnya perusahaan SS di Hindia Belanda sebagai jawaban dari ketidakmampuan NISM untuk menarik investor untuk membangun jaringan kereta api di Hindai Belanda. Pada masa awal perkembangan jaringan kereta api di Hindia Belanda, NISM didirikan guna mengundang banyak investor yang bergerak di bidang kereta api untuk menanamkan investasinya di Pulau Jawa dengan banyaknya persewaan tanah dan kebutuhan yang besar akan sarana transportasi yang cepat untuk menuju daerah pelabuhan.

Namun, karena NISM merupakan perusahaan kereta yang baru berdiri membuat tidak ada investor kereta api yang berani menanamkan modalnya di

Hindia Belanda. Hal inilah yang menyebabkan NISM tidak dapat mengakomodasi tugas pemerintah guna membangun jaringan kereta api yang menghubungkan seluruh bagian Jawa dalam rangka menegakan kepentingan ekonomi (yang menghubungkan daerah perkebunan dengan pelabuhan) serta pertahanan dan keamanan.5

3 De Staatsspoor en Tramwegen (SS) merupakan perwakilan dari De Maatschappij tot Exploitatie van Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api milik pemerintah Belanda yang dibentuk guna membangun jaringan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda.

4 Dasrin Zen dan PT. Kereta Api (Persero), Tanah Kereta Api :Suatu Tinjauan Historis, Hukum Agraria/Pertanahan dan Hukum Pembendaharaan Negara, (Bandung: 2000)Hal. 1

5 NISM tercatat hanya berhasil membangun 2 jalur di Pulau Jawa, yaitu jalur Batavia-Buitenzorg (Lih. Dasrin Zen, Ibid.) dan Semarang-Vorstenlanden (Ibid., Hal. 5) pada tahun 1872. Dalam rancangan kerja komite NISM, tercatat J.P. Bordes, orang yang memantau pembangunan jalur NISM sudah membuat 38

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

39

Meskipun pembangunan sarana kereta api sudah dilaksanakan, hasil yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan harapan pemerintah Belanda. Pada masa ini pemerintah Belanda tidak dapat melakukan campur tangan di bidang ekonomi secara langsung karena era liberalisme dimana swasta yang menguasai wilayah ekonomi mulai berkembang dengan pesat. Pembangunan jalur kereta api di Hindia

Belanda pada tahap awal pembangunannya dilakukan oleh pihak swasta.

Pembangunan kereta api swasta oleh NISM berpusat pada profit, maka pembangunan tersebut lebih ditujukan pada daerah-daerah yang memiliki potensi atau kegiatan ekonomi, seperti perkebunan, perhutanan, maupun pertambangan.

Hal inilah yang membuat pemerintah Belanda kecewa, karena pihak swasta tidak mau membangun jalur di daerah yang tidak memiliki keuntungan sama sekali.

Untuk mengatasi hal tersebut, Pieter Philip van Bosse, menteri kolonial

Belanda pada tahun 1871, membuat rencana akan pembentukan perusahaan milik pemerintah Belanda yang bergerak di bidang jasa kereta api. Meskipun Van Bosse dikenal sebagai orang yang mendukung usaha kereta api swasta, setelah melihat

NISM tidak mampu melaksanakan tugas untuk menghubungkan seluruh pulau

Jawa dengan jalur kereta api. Rencananya mendapat banyak tentangan dari

rancangan jalur NISM di Pulau Jawa pada tanggal 30 Mei 1873 yang meliputi 4 jalur: sepanjang Pantai Utara Jawa menuju Semarang, jalur Surabaya-Malang, jalur Bandung-Cirebon, dan sambungan dari Bandung menuju wilayah timur jawa dengan melewati Vorstenlanden dan langsung menuju Sidoarjo. Pembangunan jalur ini sudah memperhatikan unsur ekonomi dengan melewati daerah-daerah perkebunan swasta serta pertahanan dan keamanan yang mewaspadai datangnya musuh dari arah Pantai Utara. (Lih. Bruin, Jan de, Het Indische Spoor in Oorlogstijd, (Leiden:2003) Hal. 17).

39

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

40

berbagai pihak, khususnya golongan swasta di Belanda yang tidak menyukai campur tangan negara dalam kegiatan ekonomi di Hindia Belanda.6

Rencana pembangunan memiliki beberapa faktor yang mendukung dan memberatkan terwujudnya rencana tersebut. Diantaranya seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Perbandingan Keuntungan Dan Kerugian Dari Pembangunan Perusahaan Kereta Api Milik Pemerintah Belanda

Keuntungan Kerugian

 Dari sudut pandang militer, negara  Hak konsesi tanah untuk harus mempunyai akses menuju pembangunan jalur kereta dilakukan jalur kereta api sepanjang waktu di tanah yang tidak memiliki menguntungkan ekonomis  Mudahnya mencari tenaga kerja  Ancaman muculnya konflik dari  Adanya objek pembangunan yang berbagai macam golongan dilakukan oleh negara. masyarakat.

 Semakin besarnya beban kerja yang dilakukan oleh pemerintah.

 Besarnya modal milik perusahaan swasta

Sumber: Ruurd Auke Jellema, Nederlandsch-Indische Spoorwegpolitiek, (L. Gerretsen:1929) Hal. 52

Dari tabel di atas, pada bagian keuntungan bisa terlihat bagaimana tujuan utama pembangunan perusahaan kereta api harus segera dilaksanakan, yaitu agar pemerintah Belanda di Hindia Belanda memiliki akses sepanjang waktu untuk

6 Jellema, Ruurd Auke, Nederlandsch-Indische Spoorwegpolitiek, (L. Gerretsen:1929) Hal. 52 Tujuannya untuk membuat SS muncul setelah melihat kelesuan investasi kereta api di Hindia Belanda setelah terbentuknya NISM (Lih. Bruin, Jan de, Ibid.)

40

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

41

kegiatan-kegiatan yang bersifat administrasi negara hingga upaya menjaga keamanan dan ketertiban7.

Tersedianya tenaga kerja dalam jumlah yang besar serta mudahnya mengorganisir tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan dalam waktu yang singkat dapat dilakukan karena pemerintah pusat Hindia Belanda dapat memberi instruksi kepada unit-unit pemerintahan setiap karesidenan untuk mengakomodasi disediakannya tenaga kerja.

Pengorganisasian tenaga kerja untuk membangun fasilitas di daerah koloni juga menjadi tugas bagi pemerintah Belanda dalam mengakomodasi kepentingan mereka di Hindia Belanda. Karenanya, pembangunan fasilitas seperti sarana transportasi, komunikasi, maupun fasilitas lainnya menjadi tanda dari supremasi dan dominasi Belanda di tanah jajahannya. Hal ini sering dianggap salah oleh pihak swasta yang menganggapnya sebagai ikut campur tangan dan persaingan terselubung pemerintah dalam kegiatan ekonomi.

Buntut pertentangan kaum swasta dengan pemerintah Belanda akhirnya sampai memperlihatkan beberapa hambatan yang nantinya akan dihadapi pemerintah Belanda bila masih ingin melanjutkan rencana mereka. Seperti Hak konsesi tanah untuk pembangunan jalur kereta dilakukan di tanah yang tidak memiliki menguntungkan ekonomis. Hal ini sangat saying dilakukan karena hak

7 Kebutuhan akan transportasi kereta api milik pemerintah sangat diperlukan dan dapat diakses sepanjang waktu, sehingga bila pemerintah Belanda memerlukannya untuk menjalankan tugas pemerintahan tifak perlu mengalami kesulitan dalam hal perizinan. Bahkan, dalam scenario terburuk, bila terjadi invasi dari luar, aparatur pemerintah dapat segera mengungsi ketempat yang lebih aman sehingga fungsi pemerintahan dapat tetap berjalan.

41

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

42

konsesi memperbolehkan si pemegang hak untuk mengeksploitasi hasil bumi di tanah tersebut baik di permukaan hingga di dalam tanah. Bila ternyata tanah yang dikonsesi hanya dipakai untuk membangun jalur kereta api tentu hal ini sangat merugikan, apalagi bila ternyata tanah tersebut tidak memiliki barang tambang atau bukan daerah subur untuk perkebunan.

Pembangunan jalur kereta api di tanah tersebut juga ditakutkan memancing timbulnya konflik dari berbagai macam golongan masyarakat, karena persoalan tanah di Hindia Belanda merupakan masalah yang cukup sensitif, mengingat sebagian besar masyarakat pribumi menggantungkan hidupnya dari kegiatan pertanian. Bila ternyata pembangunan jalur kereta api tersebut jadi dilakukan, akan sangat ditakutkan bila terjadi konflik besar yang serupa dengan

Perang Jawa yang pernah terjadi di masa sebelumnya.

Kesulitan lainnya yang harus dilalui oleh pemerintah Belanda adalah semakin besarnya beban kerja yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini tentu saja sangat menyulitkan pemerintah Belanda, karena kondisi keuangan Belanda sendiri belum pulih sepenuhnya setelah menjalani Perang Jawa. Ditakutkan hal ini justru malah menjadi bumerang. Apalagi biaya operasional kereta api swasta lebih murah dibandingkan bila pemerintah Belanda membangun jaringan kereta api sendiri. Selain itu modal yang dimiliki perusahaan swasta sangat besar sehingga memungkinkan mereka membangun jaringan kereta api di Hindia Belanda secara masif.

Berdasarkan tabel keuntungan dan kerugian dari pembangunan kereta api milik pemerintah Belanda diatas bisa dilihat bagaimana ketatnya persaingan

42

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

43

antara pihak swasta dan pemerintah dalam pembangunan fasilitas di Hindia

Belanda. Pihak swasta melihat pembangunan jalur kereta api tersebut sebagai tanda campur tangan pemerintah di lapangan ekonomi, sedangkan pemerintah

Belanda sendiri melihatnya sebagai upaya pertahanan dan memudahkan komunikasi bagi aparatur pemerintah, serta untuk menerapkan sistempengelolaan campuran guna mengundang investor kereta api dan menjaga kompetisi kereta api di Hindia Belanda tetap berjalan sehat..

Meskipun kemungkinan untuk munculnya perusahaan kereta api milik pemerintah sangat kecil, terlebih dari sedikitnya keuntungan yang bisa di dapat dan banyaknya hambatan yang muncul, pembangunan perusahaan kereta api milik pemerintah dapat dilaksanakan. Hal ini disebabkan dari ketidak sanggupan NISM untuk membangun jaringan kereta api di seluruh seluruh Pulau Jawa. Hal ini dikarenakan modal yang mereka miliki tidak cukup bila harus dipakai untuk membangun jaringan kereta api yang lengkap dengan stasiun dan fasilitas pendukung lainnya di seluruh pulau Jawa, apalagi yang melewati daerah yang tidak memiliki keuntungan secara ekonomi.8

8 Pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan kereta api NISM lebih ditekankan pada daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomis seperti daerah perkebunan, sehingga pemilik daerah perkebunan tersebut dapat mengirimkan hasil produksi mereka ke daerah pelabuhan dengan menggunakan jasa kereta api. Inilah satu-satunya sumber pemasukan bagi perusahaan kereta api NISM. Karenanya mereka tidak mampu bila harus membangun jaringan kereta api di seluruh Pulau Jawa. Selain itu, pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda dirancang agar memasukkan peran perusahaan swasta yang bergerak di bidang kereta api sebanyak-banyaknya sehingga diharapkan dengan munculnya NISM sebagai pelopor perusahaan swasta kereta api di Hindia Belanda mampu mengundang sebanyak-banyaknya investor yang mau menanamkan modalnya. 43

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

44

Harapan Van Bosse untuk pembangunan perusahaan kereta api milik pemerintah Belanda di Hindia Belanda diteruskan oleh menteri urusan daerah jajahan selanjutnya, Fransen Van De Putte, yang juga tidak pernah lelah mengingatkan parlemen Belanda akan pentingnya sarana kereta api yang dimiliki oleh pemerintah serta keuntung-keuntungan yang bisa didapatkan dari perusahaan tersebut. Atas dasar pertimbangan itulah usulan Van Bosse yang dibuat pada tahun 1871 (Koninklijk Besluit 22 Februari 1871) baru mendapatkan persetujuan oleh pemerintah Belanda, dengan ditandatangani oleh raja Willem III pada bulan

Agustus 1872.9

Belanda baru saja membentuk sebuah badan usaha baru, yaitu SS (De

Staatsspoor en Tramwegen) yang bergerak di bidang kereta api. Fransen Van De

Putte,10 sebagai Menteri Urusan Daerah Jajahan yang baru membentuk”Financiële

Commissie voor de Spoorwegen”, komite khusus yang ditugaskan untuk

Hanya saja, karena usaha swasta bergerak atas dasar spekulasi dan melihat masih terlalu dininya umur NISM justru membuat usaha kereta api di Hindia Belanda membuat para investor berpikir masih terlalu dini untuk menyimpulkan apakah usaha mereka nantinya akan membawa keuntungan atau justru membawa kerugian. Akibatnya NISM menjadi satu-satunya perusahaan kereta api yang berdiri di Jawa. Tentu saja hal ini merugikan karena tidak ada persaingan usaha menjadikan NISM terbebani oleh tuntutan pemerintah untuk membangun jaringan kereta api yang kompleks di seluruh pulau Jawa.

9 Ibid., Hal. 54

10 Bruin, Jan de, Ibid. Fransen Van De Putte adalah orang yang secara tegas mennyebutkan “Lebih baik kereta api yang dikelola oleh negara daripada tidak ada kereta api” saat melakukan pengorganisasian anggaran kerja HIndia Belanda tahun 1874

44

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

45

membantu pengawasan manajemen dan keuangan pada awal berdirinya.11 Komite tersebut terdiri dari direktur Rotterdamsche Bank, Persatuan Dagang Roterdam

(de Rotterdamsche Handelsvereeniging), Firma Usaha Lippman Rosenthal & Co.,

Werthelm & Gompertz, serta Bank Perdagangan dan Industri Darmstadt (de Bank für Handel und Industrie te Darmstadt). Untuk konsultan hukum, ditunjuklah Mr.

Kappeijne van de Coppello serta Thomas Joannes Stieltjes sebagai sekretarisnya.12 Sedangkan untuk orang yang bertugas sebagai Inspektur Jendral yang memimpin SS adalah David Marschalk.13

Pembentukan perusahaan kereta api milik Belanda ini dipandang sebagai jalan keluar untuk mengatasi kemandekan perkembangan jaringan kereta api di

Hindia Belanda. Seperti yang sudah dijelaskan di paragraf atas, tentang kesulitan

NISM untuk membangun jaringan kereta api di Pulau Jawa, pemerintah Belanda merasa perlu membantu NISM dengan ikut bersaing di bidang usaha transportasi kereta api. Dengan ikut sertanya perusahaan bentukan pemerintah Belanda, serta banyaknya penghasilan yang bisa didapat dari hasil usaha tersebut nantinya akan

11Ibid. Dalam perjalanan waktu, David Maarschalk, orang yang ditugaskan untuk memimpin SS pada masa awal pendiriannya, menegaskan kalau suatu saat perusahaan SS harus berani mengurus segala permasalahannya sendiri. 12 Ibid., Hal. 55

13 Widoyoko, “Mengenal David Maarschalk 1829-1886” dalam Sudarsih, Arnad, Majalah KA. (Depok:2012), hal. 27-29. Dijelaskan bagaimana David Maarschalk merupakan seorang yang berpengalaman dalam pembangunan jalur kereta api sewaktu masih bergabung dengan NISM. Karena pengalamannya dalam mengkoordinasi pembangunan jalur Semarang-Vorstenlanden, serta Batavia- Buitenzorg. Pemerintah Belanda menunjuknya untuk memimpin SS.

45

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

46

mengundang banyaknya investor untuk menanamkan modalnya di usaha perkeretaapian di Hindia Belanda.14

Sebagai proyek perdana, SS membangun jalur kereta apinya di Jawa

Timur, tepatnya di rute Surabaya-Pasuruan-Malang pada tahun 1875 berdasarkan

14 Dengan ikutnya perusahaan Kereta Api milik pemerintah Belanda di Hindia Belanda, persaingan akan muncul dengan sendirinya. Persaingan di bidang ekonomi ini akhirnya membawa NISM dan SS dalam persaingan ekonomi. Nantinya persaingan ini membawa keuntngan bagi kedua belah pihak. Bagi NISM, dengan munculnya persaingan ini membantu mereka untuk memenuhi target pemerintah dalam membangun jaringan kereta api di Pulau Jawa. Selain itu, dengan munculnya jaringan kereta api milik pemerintah, perusahaan kereta api milik swasta bisa menggunakan jalur rel untuk menyambung pengiriman barang ke daerah tujuan, meskipun dalam beberapa kasus seperti NISM yang menggunakan lebar jalur yang berbeda, barang yang akan dikirim harus dipindah ke kereta milik pemerintah. Sedangkan bagi pemerintah, dibentuknya perusahaan kereta api serta jalur dan fasilitas pendukungnya mempunyai fungsi penting dalam pertahanan serta fungsingnya dalam menjalankan fungsi pemerintahan serta menjaga persaingan antar perusahaan kereta api tetap sehat dengan “Sistem Campuran”. Selain itu, dengan ikut sertanya pemerintah dalam persaingan ini akan merubah pola pikir investor dengan melihat potensi keuntungan yang akan di dapat dari ikut sertanya perusahaan pemerintah, sehingga para investor merasa harus ikut serta dalam mendapatkan keuntungan yang bisa diambil dari usaha kereta api ini. Untuk membantu para investor, pemerintah memberikan bantuan mulai dari membantu mempersiapkan hak konsesi, pembangunan sarana infrastruktur, hingga tahap operasi (Ibid.). Tercatat perusahaan-perusahaan yang berdiri setelah berdirinya SS antara lain: SJS (De Samarang-Joana Stoomtram Maatschappij) tanggal 1 Desember 1882, SCS (De Semarang-Cheribon Stoomtram- Maatschappij) tahun 1895, OJS (De Oost Java Stoomtram Maatschappij) tanggal 10 Desember 1889, SDS (De Serajoedal Stoomtram- Maatschappij) tahun 1896, MS (De Malang Stoomtram-Maatschappij) tahun 1895, KSM (De Kediri Stoomtrammaatschappij) tanggal 7 Januari 1897, PsSm (De Pasoeroean Stoomtram-Maatschappij) tahun 1896, PbSM (De Probolinggo Stoomtram-Maatschappij) tahun 1897, BDSM (De Babat Djombang Stoomtram Maatschappij) tahun 1896, MSM (De Modjokerto Stoomtram-Maatschappij) bulan November 1897, dan MT (De Madoera Stoomtram-Maatschappij) tanggal 8 Desember 1898 (bdk. Bruin, Jan de, op.cit., Hal. 20-30)

46

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

47

Staatsblad tahun 1875 no. 141.15 Pembangunan jalur ini merupakan usulan dari menteri urusan daerah jajahan yang baru, W. Baron Goltstein yang bermaksud menambah jalur kereta SS.

B. Munculnya Stasiun Kereta Api Di Yogyakarta

Munculnya stasiun kereta api di daerah Vorstenlanden, khususnya di

Yogyakarta erat kaitannya dengan keberadaan hak konsesi atas tanah. Hak

Konsesi merupakan hak dimana si pemegang hak (yang biasanya adalah badan usaha) memiliki kuasa untuk melakukan eksploitasi atas tanah tersebut bagi kepentingan umum. 16 Dalam perjalanannya hak konsesi di daerah Yogyakarta diberikan pada badan usaha yang bergerak dalam bidang transportasi (trem dan kereta api), pertambangan, dan kehutanan. Hal ini dikarenakan tiga badan usaha tersebut memiliki peluang untuk berkembang dengan cepat dan didukung oleh sumber daya yang mencukupi.

Dalam pelaksanaannya hak konsesi hanya dikeluarkan oleh Raja Belanda secara langsung bagi badan usaha yang ingin memanfaatkan lahan di Hindia

Belanda. Hal ini dikarenakan penggunaan hak konsesi menyangkut kehidupan orang banyak, baik masyarakat biasa maupun badan usaha yang berada di wilayah

15 Dasrin Zen, Ibid. Hal ini didasarkan pada Staatsblad No. 61 tanggal 6 April 1875 yang menyatakan bila perusahaan kereta api swasta tidak mampu meneruskan pengerjaan jalur kereta api, maka perusahaan kereta api milik pemerintah Belanda diperbolehkan untuk mengambil alih pekerjaan tersebut. (S. A. REITSMA, op.cit., Hal. 7) 16 Juwono, Harto, 2011, “Persewaan Tanah Di Kesunanan Surakarta Dan Kesultanan Yogyakarta 1818-1912: Penerapan Prinsip Konkordari Di Wilayah Projo Kejawen”, Disertasi Universitas Indonesia. unpublished, hal. 243

47

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

48

tersebut. Untuk mengeluarkannya diperlukan rapat persetujuan agar keluar kesepakatan bersama dan diketahui oleh raja Belanda sehingga keputusan tersebut tidak menjadi sengketa banyak pihak di kemudian hari.

Hak Konsesi diberikan kepada perusahaan tram dan kereta api uap untuk mendukung pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan wilayah pantai utara Jawa (Semarang) dengan daerah Vorstenlanden. Akan sangat tidak mungkin bila NISM yang harus melakukan sewa menyewa tanah demi pembangunan rel dan fasilitas pendukungnya (seperti stasiun, menara air, menara jaga, rumah dinas pegawai, dipo perbaikan kereta, gudang, dan sebagainya).17

Setelah hak konsesi diberikan pembangunan jalur kereta api di Yogyakarta mulai dilanjutkan. Pada tanggal 2 Maret 1872, dibukalah jalur kereta api swasta

NISM yang menghubungkan Yogyakarta dan Semarang dengan Stasiunnya di

Lempuyangan. Ternyata keberadaan jalur kereta api ini tidak bisa mencukupi desakan kebutuhan para pengusaha yang ingin mengirimkan hasil produksinya ke daerah pelabuhan.

Kemampuan perusahaan swasta yang bergerak di bidang kereta api dan tram masih sangat terbatas, terutama dari segi keuangan sehingga tidak ada

17Hal ini dikarenakan tanah yang diperlukan untuk membangun fasilitas tersebut sangat luas, terlebih untuk pembangunan rel kereta api yang membentang dari utara ke selatan Yogyakarta. Selain itu, jalur-jalur yang dilalui oleh rel yang akan dibangun melalui tanah milik Kesultanan Yogyakarta dan tanah yang disewa oleh pengusaha perkebunan swasta. Karenanya NISM meminta hak konsesi kepada Belanda untuk memperlancar pembangunan jalur kereta api. Hak konsesi akhirnya dikeluarkan oleh Belanda pada tahun 1863.

48

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

49

rencana untuk menambah jalur kereta api.18 Padahal, masih banyak sekali badan usaha yang membutuhkan jasa kereta api untuk menghubungkan wilayah pedalaman yang penuh dengan daerah perkebunan serta pabrik-pabrik pengolah bahan baku menuju daerah pelabuhan untuk dikirim ke pasar luar negeri. Selain itu, bagi pemerintah, fungsi jalur kereta api yang menghubungkan seluruh bagian di Pulau Jawa juga memiliki arti penting dalam hal pertahanan dan keamanan, serta dalam menjalankan fungsi pemerintahan dengan efisien.

Atas dasar itulah, pemerintah Belanda membentuk SS, perusahaan kereta api milik Belanda guna menghubungkan seluruh bagian pulau Jawa dengan jaringan kereta api sebagai fungsi pertahanan dan keamanan, serta fungsi pemerintahan19. Yogyakarta yang merupakan bagian dari wilayah Vorstenlanden tidak terkecuali juga menjadi bagian dari rancangan jalur rel kereta api yang akan dilaluinya. Jalur kereta api yang menghubungkan Yogyakarta merupakan terusan dari jalur Bandung-Tjilatjap.

C. Berdirinya Stasiun Tugu Di Yogyakarta

SS ikut serta dalam pembangunan stasiun kereta api di daerah Yogyakarta.

Seperti di bab-bab sebelumnya yang menerangkan bagaimana stasiun kereta api di

Asia Tenggara menghubungkan wilayah hulu dengan wilayah hilir, pada tahun

18 Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari Emporium Sampai Imperium, (Jakarta:1991) Hal. 364

19 REITSMA, S. A., op.cit., (______:1940) Hal. 10. Pada tanggal 18 Agustus 1860, pemerintah Belanda mengeluarkan Staatsblad nomer 45 yang menjadi landasan hukum berdirinya perusahaan kereta api negara milik Belanda, De Staatsspor en Tramwegen (SS). Perusahaan SS sendiri akhirnya benar-benar

49

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

50

1887 berdiri Stasiun Tugu di Yogyakarta yang menghubungkannya dengan

Pelabuhan Cilacap. 20 Pembangunan stasiun ini menjadikannya sebagai stasiun pertama dan satu-satunya yang menghubungkan akses Yogyakarta dengan wilayah pelabuhan di selatan Jawa.

Pada masa pembangunannya, Stasiun Tugu memiliki berbagai macam persoalan yang harus dihadapi, seperti permasalahan tentang bagaimana memecahkan permasalahan dari rencana penghentian proyek pembangunan jalur kereta api milik Pemerintah Belanda di Jawa sebagai langkah penghematan biaya guna membiayai Perang , kesulitan mencari letak, dimana stasiun tugu akan dibangun, penentuan daerah mana saja yang akan dilalui jalur rel, pembagian jalur dengan NISM, serta mencari tenaga kerja untuk pembangunan stasiun kereta api.

Pada awal masa pembangunannya, jalur kereta api milik pemerintah

Belanda yang menghuungkan Yogyakarta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya menghubungkan seluruh bagian pulau Jawa dengan jaringan kereta api yang bisa diakses oleh pemerintah sepanjang waktu demi berjalannya tugas pertahanan, keamanan, dan pemerintahan dengan lancer. Jalur yang menghubungkan daerah Cilacap dengan Yogyakarta merupakan terusan dari jalur Bandung-Cilacap yang pernah diusulkan oleh Pieter Philip van Bosse tahun

1871.

Pembangunan jalur yang diteruskan menuju Yogyakarta terancam berhenti sekitar tahun 1884. Hal ini dikarenakan terbatasnya anggaran Pemerintah Belanda

20 Zuhdi, Susanto, CILACAP (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta:2002) Hal. 43

50

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

51

untuk membiayai pembangunan jalur kereta api SS yang sebagian besar dialihkan untuk membiayai Perang Aceh, dimana biaya perang Aceh pada tahun 1883 saja sudah mencapai 200 juta Gulden.21 Hal ini masih diperparah dengan jatuhnya harga kopi di pasaran internasional. Kopi yang merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Hindia Belanda akhirnya tidak bisa diharapkan banyak untuk mendongkrak pemasukan Belanda guna membangun fasilitas pendukung di

Hindia Belanda.22

Karena kesulitan dalam hal keuangan, Pemerintah Belanda memiliki rencana untuk menghentikan pembangunan jalur kereta api SS di Pulau Jawa, seperti di jalur Cicalengka-Cilacap, Cilacap-Yogyakarta, dan Yogyakarta-

Magelang. Penghentian pembangunan ini tidak berlaku untuk jalur yang menuju pelabuhan Oedjoeng di Surabaya.

21 Ibid., Hal. 74

22 Memburuknya harga jual kopi dan juga tanaman lainnya disebabkan oleh letusan gunung Krakatau yang terjadi tahun 1883. Ledakan ini mengakibatkan 18Km3 debu vulkanik menutupi langit selama dua tahun. Akibat dari ledakan ini, tanaman kopi yang ditanam di dataran tinggi tidak dapat tumbuh dengan baik karena suhu yang terlalu dingin serta tidak cukupnya sinar matahari untuk peroses perkembangannyamengakibatkan tanaman kopi tidak dapat tumbuh dengan baik, serta terjadi penurunan kualitas yang mengakibatkan menurunnya harga kopi (Lih. Crib, Robert, dkk., Historical Dictionary of Indonesia, (Maryland:2002). Hal.224). Menurunnya harga kopi juga berdampak pada pelabuhan Cilacap yang dikhususkan untuk mengangkut kopi dari daerah Priangan, Kedu, Pasuruan, Banyumas, Bagelen. (Lih. Zuhdi, Susanto, CILACAP 1830-1942, (Jakarta:2002). Hal. 20). Bila kopi yang dikirim tidak sesuai kuantitas dan kualitasnya dengan biaya pengiriman, pelabuhan Cilacap akan mengalami kerugian, dan pembangunan jaringan kereta api untuk tujuan mengangkut kopi dari daerah akan ditangguhkan untuk sementara.

51

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

52

Hal tersebut tentu saja tidak bisa diterima oleh berberapa kalangan, terutama untuk jalur Cilacap-Yogyakarta, dimana perjanjian konsesi sudah berada dalam tahap yang serius. 23 Untuk menengahi permasalahan tersebut, Menteri urusan daerah jajahan Franciscus Gerard van Bloemen Waanders menegaskan pentingnya penggabungan sistem kereta api milik pemerintah dengan swasta, dimana Pemerintah berperan untuk melaksanakan pembangunan jalur kereta api, dan setelah jalur tersebut selesai nantinya akan dijual kepada perusahaan swasta untuk dikelola.24

Keputusan Van Bloemen Waanders akhirnya diwujudnyatakan dengan dibuatnya proposal oleh Marschalk dan Grooll yang berisikan permintaan untuk meneruskan jalur-jalur yang belum selesai dan nantinya akan dijual kepada pihak swasta setelah semuanya selesai dibangun, serta akan dilakukan pembelian ulang jika memungkinkan. Selain itu, untuk jalur eksploitasi yang menuju ke arah

Yogyakarta (kecuali Yogyakarta-Magelang), bila ternyata keuntungan yang diperoleh kurang dari 4 persen per tahun, pemerintah akan menetapkan aturan

23 ______, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1890, (Batavia:1892) Hal. 12 Perjanjian konsesi untuk jalur kereta api Yogyakarta-Cilacap ditandatangani pada perjanjian pada tanggal 20 Juli 1884 dalam Staatblad (Lembar Pemerintahan) 111.

24 Ibid., Hal. 75. Selain itu, Van Bloemen Waanders juga keberatan bila hasil kerja keras yang dilakukan oleh J. A. Kool dan N. A. Henket pada tahun 1869 untuk mengetahui lebar rel yang cocok dengan kondisi Pulau Jawa serta memudahkan dalam pengoperasian dan perawatannya terbuang percuma. Karena itu, untuk mencari jalan tengah dari permasalahan ini, Van Bloemen Waanders menggabungkan pola manajemen dan operasional milik perusahaan pemerintah dan swasta.

52

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

53

khusus untuk menanggulanginya.25 Proposal yang diajukan oleh Marschalk dan

Groll akhirnya disetujui oleh pemerintah sehingga jalur kereta api SS dapat diselesaikan. Dengan selesainya pembangunan jalur tersebut, perusahaan SS dapat mengembalikan modal pembangunan lewat biaya pengangkutan kereta api.

Selain dari kesulitan keuangan yang dihadapi, pada masa pembangunan jalur Cilacap-Yogyakarta, SS sibuk mencari lokasi untuk dijadikan pembangunan stasiun. Kesulitan ini sangat dirasakan karena stasiun yang akan dibangun bisa menjangkau wilayah kota Yogyakarta dan wilayah perkebunan di di sebelah barat

Yogyakarta. Untuk menyelesaikan hal tersebut, pemerintah Belanda merasa perlu berdiskusi dengan Sultan Yogyakarta saat itu, Hamengku Buwana VII. Dari hasil diskusi tersebut Sultan memberikan lahan untuk stasiun berikut jalur-jalurnya secara gratis.26

Diberikannya tanah tersebut secara gratis cukup beralasan. Pada masa

Hamengkubuwana VII, di Yogyakarta terdapat banyak sekali lahan-lahan yang disewakan untuk perkebunan swasta maupun pabrik pengolahan hasil bumi seperti nila dan gula. Kehadiran persewaan tanah ini tentu saja menambah pemasukan bagi kas keraton. Dengan munculnya stasiun kereta api, banyak perusahaan perkebunan dan pabrik-pabrik yang terbantu yang nantinya akan mengundang penanam modal untuk datang ke Yogyakarta.

25Ibid.

26 Ballegoijen de Jong, Michiel van, Spoorwegstations Op Java, (Amsterdam:1997) Hal. 146

53

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

54

Selain itu, letak pembangunan Stasiun Tugu yang berada di pusat kota dan di sebelah utara Keraton mengindikasikan penempatannya yang memiliki alasan berdasarkan letak kosmologis masyarakat Yogyakarta. Seperti yang sudah kita ketahui, pada masa kerajaan Islam terjadi perubahan dalam konsep kosmologis, dimana kerajaan Hindu-Buddha pada masa lampau menganut konsep desentralisasi mulai menganut konsep sentralisasi, dimana Keraton menjadi pusat dari pemerintahan. Tetapi, pada Kraton Yogyakarta, beberapa konsep kosmologis

Hindu-Buddha masih dipakai dan disesuaikan dalam perkembangannya.

Pemberian tanah secara gratis oleh Sultan Hamengku Buwana VII di daerah tersebut bukan tanpa alasan. Letaknya yang berada di sebelah utara merupakan perwujudan dari empat arah mata angin yang dijaga oleh Sang Catur

Lokapala, empat dewa dalam mitologi Hindu. Arah utara dijaga oleh Dewa

Kuwera yang merupakan lambang dari Dewa Wisnu. Dewa ini dipercaya sebagai sebagai penjaga wilayah kemakmuran. Selain itu, letaknya yang berada di dekat

Keraton masih termasuk dalam wilayah Nagara yang merupakan wilayah ibukota dan tempat kedudukan pemerintah luar. Dengan diletakannya Stasiun Tugu di wilayah ini membuat Keraton menganggap pentingnya peran serta fasilitas tersebut bagi kemakmuran Keraton sendiri, selain juga memudahkan dalam hal pengawasannya.

Dalam penentuan daerah yang akan dibangun jalur-jalur kereta api, ada kalanya jalur tersebut memotong daerah konsesi pertanian atau pertambangan di

Yogyakarta. Seperti yang terjadi pada saat pembangunan stasiun Tugu di

54

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

55

Yogyakarta, saat H.W. Dalfsen memiliki rencana untuk menambang batu yang dalam bahasa Melayu disebut Batu Hitam27 di daerah Kulonprogo.28

Pada saat pembangunan jalur SS tersebut, jalur yang akan dipakai menembus dari Cilacap lewat Sentolo sebelum akhirnya ke Yogyakarta. Mengingat kedua badan usaha tersebut sama-sama memiliki hak konsesi, secara otomatis pemerintah Belanda dan Keraton merasa perlu untuk mencari solusi yang bisa menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik-baik.

Dari penetapan jalur ini bisa dilihat arah konsentrasi Stasiun Tugu yang menghubungkan wilayah Yogyakarta dengan Pelabuhan Cilacap. Jalur ini memiliki panjang 187.283 Km dan dibuat dalam waktu delapan tahun, dari tahun 1879-1887.

Tujuan dari pembangunannya untuk mengakomodasi pabrik-pabrik gula di wilayah barat Yogyakarta agar produk-produk mereka lebih cepat menuju daerah pelabuhan dibandingkan dengan menuju wilayah pelabuhan Semarang. 29

Akhirnya, di bulan Juli 1894, Dalfsen sepakat dengan SS untuk tetap meneruskan pembangunan yang melewati daerah pertambangannya. Hanya saja, SS wajib membangun rel lori khusus yang tersambung dengan stasiun wates; serta kemudahan dalam pengangkutan hasil tambang tersebut menuju Pelabuhan Cilacap dengan harga khusus.30

27 Ada kemungkinan batu hitam yang dimaksud mengandung bijih besi.

28 Juwono, Harto, op.cit., Hal. 275. Konsesi pertambangan ini juga dinamai sebagai Mijnconcessie Kliripan (Konsesi Pertambangan Kliripan).

29 Zuhdi, Susanto, op.cit., Hal. 43-45

30 Juwono, Harto, op.cit., Hal.278-279

55

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

56

Walaupun sudah ditetapkan daerah mana saja yang akan ditetapkan sebagai tempat dibangunnya jalur tersebut, SS masih harus berkompromi dengan

NISM. Alasannya dikarenakan NISM sudah lebih dulu membuat jalur kereta api di Yogyakarta. Bila muncul sebuah badan usaha yang bergerak di bidang yang sama pastinya akan muncul persaingan dagang. Apalagi kehadiran Stasiun Tugu yang cukup dekat jaraknya dengan Stasiun Lempuyangan.

Persaingan dagang antara SS dan NISM ini dimulai dari perbedaan lebar rel yang dipakai oleh kedua perusahaan tersebut. NISM menggunakan rel dengan lebar 1.435 mm. rel ini termasuk rel besar (breedspoor). Rel yang besar ini dimaksudkan agar pengangkutan hasil bumi menjadi monopoli NISM tanpa campur tangan perusahaan kereta api lainnya di masa mendatang. 31 Rel yang digunakan SS merupakan rel normal (normaalspoor) dengan lebar yang hanya

1.067 mm. pembangunan rel ini dimaksudkan untuk memperkecil biaya

31 Tri Utomo, Suryo Hapsoro, Jalan Rel, (Yogyakarta:2009) Hal. 20 Penggunaan rel besar dinilai memakan biaya perawatan yang cukup besar bagi pemerintah Hindia Belanda. Bahkan, sebelum NISM membangunnya sudah ditegur oleh pemerintah untuk mengganti rel tersebut dengan rel normal (normaalspoor) yang hanya sebesar 1.067 mm. Akhirnya setelah perdebatan sengit pihak pemerintah Belanda pada masa itu setuju dengan pembangunan rel besar dengan syarat NISM lah yang menanggung biaya perawatannya. Alasan lain kenapa NISM tetap menggunakan lebar rel 1.435 mm dikarenakan sebelum jalur Semarang-Tanggung diresmikan pada tahun 1867, NISM sudah membeli lokomotif pada tahun 1863 dari pabrik Borsch di Jerman. Lebar rel ini sampai sekarang masih dipakai di negara Amerika, Jepang, beberapa negara Eropa, Turki, dan Iran.

56

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

57

perawatan. Perbedaan lebar rel ini membuat kedua stasiun tidak dapat saling berhubungan.32

Pada saat mencari tenaga kerja untuk membangun stasiun Tugu, Belanda mengalami kesulitan untuk mendatangkan tenaga kerja yang bisa terus bekerja agar target pembangunan bisa selesai dengan cepat. Kesulitan ini dialami karena penggunaan tenaga kerja dari Jawa yang bukan benar-benar spesialis dalam bidang itu. 33 Untuk mengatasi masalah tersebut para mandor lebih memilih tenaga dari etnis Tionghoa yang walaupun bayarannya mahal tetapi dapat dipekerjakan secara terus menerus. Dalam hal pemberian upah, diberlakukan upah borongan,

32 Tri Utomo, Suryo Hapsoro, op.cit. Hal. 20 Perbedaan penggunaan lebar rel ini awalnya dikarenakan NISM yang mengadopsi secara langsung teknologi kereta api dari negara-negara Eropa yang memakai lebar rel sepanjang 1.435 mm. Lebar rel tersebut kebanyakan dipakai di negara Eropa Barat dan Tengah. Melihat lebar rel yang dinilai terlalu boros untuk perawatannya, anggota kementerian urusan daerah jajahan, De Waal menugaskan J. A. Kool (Ketua Insinyur SS di Belanda) dan N. A. Henket (Profesor Universitas Delft) pada tanggal 24 Maret 1869 untuk mengetahui lebar rel yang cocok dengan kondisi Pulau Jawa bagi pembangunan jaringan kereta api SS di Hindia Belanda. Dari hasil penelitian mereka diputuskan lebar rel 1.067 mm lebih cocok untuk dipakai karena lebar rel ini dapat menanggung beban secara maksimal sertabiaya yang dikeluarkan untuk pengerjaan dan pemeliharaannya lebih murah dibandingkan lebar rel 1.435 mm. (Bdk. Jan De Bruin, op.cit., Hal. 16).

33 Hal ini dikarenakan kebanyakan dari para tenaga kerja tersebut sebenarnya masih merupakan petani yang memiliki ladang garapan. Mereka menjadi tukang bangunan untuk mencari pendapatan setelah musim tanam dan musim panen selesai, dimana lahan tidak membutuhkan perawatan secara intensif. Bila musim hujan dimulai mereka akan kembali untuk mengurus ladang garapan tersebut. Hal ini sering disalah artikan oleh mandor Belanda yang menganggap mereka malas dan tidak suka bekerja keras. (Lih. J. H. Houben, Vincent, Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta, 1830-1870, (Yogyakarta:2002) Hal. 673)

57

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

58

bukan upah harian. Hal ini untuk mewaspadai para pekerja yang sengaja berlama- lama dalam pekerjaannya agar upah yang mereka dapat lebih banyak.

Stasiun Tugu dimulai bersamaan dengan dibangunnya jalur kereta api antara Yogyakarta-Cilacap pada tahun 1879 dengan panjang jalur 187,283 Km dengan biaya sebesar 14.709.074,75 Gulden.34 Pembangunan Stasiun Tugu selesai pada tahun 1887, bersamaan dengan selesainya jalur rel yang menuju Pelabuhan

Cilacap tanggal 20 Juli 1887.35 Dengan selesainya pembangunan ini, Stasiun Tugu bisa bersaing dalam bidang pengangkutan barang seperti yang dilakukan oleh

Stasiun Lempuyangan dibawah manajemen NISM. 36 Bangunan Stasiun Tugu bergaya Art-Deco yang ditandai dengan penggunaan sudut yang kokoh.

Stasiunnya sendiri terdiri dari sebuah bangunan stasiun besar dengan atap dari besi bengkok dan dua sisi atap berbentuk sadel di kedua sisinya.37

Pembangunan Stasiun Tugu, selain sebagai bagian dari usaha pemerintah menghubungkan seluruh pulau Jawa dengan jalur kereta api untuk kepentingan pertahanan dan keamanan serta menjalankan fungsi pemerintahan, juga digunakan untuk memudahkan transportasi gula dari pabrik-pabrik di daerah Yogyakarta,

34 Zuhdi, Susanto, op.cit., Hal. 43. Untuk seterusnya, jarak dari jalur Yogyakarta-Cilacap bisa dibulatkan menjadi 187,5 Km.

35 Putra, Tiyas Adi, 2012, “Latar Belakang Pemilihan Lokasi Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta”, Skripsi, Universitas Gajah Mada, unpublished. Hal. 28-29

36 Zuhdi, Susanto, op.cit., Hal. 66. Selesainya jalur ini merupakan wujud dari persaingan dagang dengan NISM yang memiliki jalur menuju Pelabuhan Semarang.

37 Ballegoijen de Jong, Michiel van, op.cit., Hal. 145.

58

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

59

terutama pabrik gula di wilayah Barat Yogyakarta, seperti di Rewulu, Klaci,

Sedayu, dan Sewugalur (Kulon Progo), seperti tampak pada potongan peta di halaman berikutnya:

Gambar 3.1, Peta Jalur Kereta Api Yogyakarta Yang Melewati Sebelah Barat Yogyakarta.38

Sumber: http://media-kitlv.nl/all- media/indeling/detail?q_searchfield=ppn:85073701X diakses tanggal 28 Oktober 2013

Meskipun SS sempat rugi pada masa awal pendirian Stasiun Tugu, karena pabrik-pabrik gula di sebelah barat Yogyakarta masih mengikat kontrak dengan

Pelabuhan Semarang, pada tahun 1888 mulai nampak keuntungan yang didapat karena biaya pengangkutan dengan jalur kereta api menuju Pelabuhan Cilacap lebih murah dibandingkan dengan menuju Pelabuhan Semarang. Sebagai contoh,

Pabrik Gula Sewugalur di Kulonprogo harus menghabiskan biaya f 70.200 dengan rincian f 8.040 untuk pengangkutan dari Wates ke Yogyakarta, f 44.160 untuk pengangkutan dari Yogyakarta ke Semarang, serta 18.000 untuk biaya pengapalan.

Bandingkan dengan pengangkutan ke Pelabuhan Cilacap yang hanya

38 Perhatikan objek merah berbentuk rumah dengan kepulan asap yang menandakan pabrik gula. Stasiun Tugu sendiri terletak di pusat Kota Yogyakarta, perhatikan garis hitam yang menandakan rel kereta api.

59

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

60

menghabiskan biaya f 53.100 dengan rincian f 41.100 untuk biaya angkut dari

Wates ke Pelabuhan Cilacap dan f 12.000 untuk biaya pengapalan.39 Selisih yang ada sebesar f 17.100 cukup membuktikan bagaimana jarak antara perusahaan gula di sebelah barat Yogyakarta lebih menguntungkan untuk mengirim barang produksinya lewat Pelabuhan Cilacap dengan menggunakan jasa kereta api SS.

Untuk melihat kerugian dan keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan kereta api SS di Jalur Yogyakarta-Cilacap, bisa dilihat pada tabel di halaman berikutnya:

Tabel 3.2 Jumlah Keuntungan Dan Kerugian Perusahaan SS Di Jalur Yogyakarta- Cilacap. Tahun Kerugian Keuntungan 1887 F 13.060 - 1888 - F 35.185 1889 - F 26.935 1890 - F 156.762 1891 - F 215.217 1892 - F 152.320 1893 - F 284.876 1894 - F 243.095 Jumlah F 1.123.412 Sumber: Susanto Zuhdi, CILACAP (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, (Jakarta:2002) Hal. 46

Ternyata muncul kebutuhan untuk menghubungkan Stasiun Tugu dan

Stasiun Lempuyangan. Pada Tahun 1887 Stasiun Tugu melayani kereta SS dan

NIS walaupun bangunan stasiun tersebut dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda.

Akhirnya, agar dapat terhubung pada tanggal 14 Juni 1895 dibuat kesepakatan antara SS dengan NISM agar dibangun rel ketiga yang dapat melewati jalur timur

39 Zuhdi, Susanto, op.cit. Hal. 44

60

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

61

dan barat Stasiun Tugu dengan beberapa peryaratan, diantaranya biaya pemasangan rel yang ditanggung pemerintah Hindia Belanda, batang rel tersebut menjadi milik NISM, dan angkutan lokal Yogyakarta-Solo sampai Srandakan,

Bantul dimonopoli oleh NISM.40

Besoknya, tanggal 15 Juni 1895, jalur tersebut dapat dipakai untuk pengangkutan barang baik bagi kereta api yang transit maupun kereta api ekspres milik negara. Stasiun Tugu akhirnya mempunyai dua macam jalur, yaitu jalur utara yang dilalui oleh trem NISM dengan jurusan Magelang dan Ambarawa dan kereta SS dengan jurusan Bandung-Batavia-Surabaya. Sedangkan pada jalur selatan dipergunakan oleh kereta NISM dengan jurusan Solo, Kota Gede dan

Brosot.41 Sejak tahun 1929 terdapat dua jalur yang saling berdekatan, dimana jalur besar yang menyimpang menuju Solo dan jalur kecil yang menuju Surabaya.

Perkembangan Stasiun Tugu terus terjadi di tahun-tahun berikutnya, Salah satunya adalah penambahan jalur pada tahun 1894, dimana dibuka jalur antara

Batavia-Buitenzorg-Yogyakarta-Surabaya. Dibukanya jalur barat (westerlijnen) dan jalur timur (oosterlijnen) pada tahun 1894 itu, maka jarak antara Batavia-

Surabaya via Yogyakarta yang sepanjang 800 km dapat ditempuh hanya dalam waktu 13,5 jam saja.42

40 Widi Wardojo, Waskito, 2012, “Jalur Kereta Api Semarang-Surakarta & Perubahan Sosial Ekonomi Di Karesidenan Surakarta”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished Hal. 88

41 Ibid.

42 Riyanto, Bedjo, Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915), (Yogyakarta:2000) Hal 34

61

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

62

Pada tahun 1906 dibuka lagi jalur Batavia-Krawang-Bandung-Yogyakarta-

Surakarta-Surabaya. Tahun 1912, dibuka jalur melalui Cirebon dengan jurusan

Batavia-Cirebon-Semarang-Surabaya yang disambung ke Yogyakarta pada tahun

1917 dengan jalur Batavia-Cirebon-Kroya-Yogyakarta-Surabaya. Dengan pembangunan jalur-jalur tersebut, terbukalah akses di Pulau Jawa yang menghubungkan pintu masuk di utara (Semarang, barat (Batavia), Timur

(Surabaya) dan Selatan (Cilacap).

Perkembangan Stasiun Tugu tidak hanya dalam penambahan jalur-jalurnya saja, tetapi juga dalam muatan yang diangkutnya. Bila semula tujuan dibentuknya

Stasiun Tugu adalah untuk mengangkut hasil bumi dari perkebunan maupun pabrik-pabrik di Yogyakarta, dengan terbukanya akses menuju berbagai wilayah di Jawa serta lokasi dari stasiun yang strategis membuat SS mulai berpikir untuk mengangkut penumpang. Pertimbangan ini dikarenakan pemerintah Hindia

Belanda membutuhkan sarana kereta api untuk mengangkut penumpang dari

Batavia menuju Surabaya, karenanya dibutuhkan stasiun yang bisa mengangkut penumpang di Vorstenlanden. Pada tahun 1905, Stasiun Tugu mulai melayani kereta penumpang.43

Untuk mengakomodasi penumpang kereta api, Stasiun Tugu mengadakan renovasi pada struktur bangunannya. Pada tahun 1906, Stasiun Tugu mulai mendapatkan sambungan listrik. Hal ini penting untuk mengakomodasi penerangan bagi penumpang di malam hari. Pada tahun 1927 stasiun tersebut

43 Sulistyani, Harmilyanti, 2010, “Tata Ruang Dalam Bangunan Stasiun KA di Jalur Semarang-Vorstenlanden Periode 1864-1930”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished Hal. 78

62

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

63

direnovasi dan diperbesar untuk memfasilitasi kereta barang dan penumpang agar tidak mengganggu kegiatan operasionalnya serta menambah keamanan dan kenyamanan dalam pelayanan jasa kereta api.

D. Perbandingan Stasiun Tugu dan Lempuyangan dalam data stasitik

Dalam melihat perkembangan Stasiun Tugu di Yogyakarta, tentu tidak lengkap tanpa membandingkannya dengan Stasiun Lempuyangan. Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dimana keberadaan Stasiun Tugu merupakan bukti dari usaha pemerintah Belanda untuk menghubungkan seluruh pulau jawa dengan jalur kereta api guna menjalankan fungsi keamanan, pertahanan, dan pemerintahan, Stasiun Lempuyangan yang berdiri lebih dulu dibandingkan Stasiun Tugu menjalankan fungsi ekononominya sebagai stasiun yang mengangkut barang-barang dari pabrik gula maupun perkebunan swasta menuju Pelabuhan Semarang.

Dalam perjalanan waktu, mulai nampaklah persaingan antara perusahaan kereta api swasta dan pemerintah Belanda. Hal ini menjadi salah satu keberhasilan pemerintah dalam rangka mengundang sebanyak-banyaknya investor untuk menanam modal dalam usaha transportasi kereta api uap di Hindia Belanda.

Selama perjalanan stasiun kereta api di Yogyakarta, persaingan antara Stasiun

Tugu dan Lempuyangan bisa dibilang sangat menonjol. Hal ini dikarenakan rencana perusahaan SS untuk membangun jalur kereta api di Pulau Jawa yang terputus di tengah karena dikuasai oleh perusahaan NISM, serta berbedanya lebar

63

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

64

rel yang dipakai. Karenanya SS hanya dapat membangun jalur di sebelah barat dan timur Jawa serta jawa tengah bagian selatan.

Bagian sub bab ini membahas data statistik antara jalur SS Yogyakarta-

Cilacap dan NISM dengan jalur Semarang-Vorstenlanden, serta perbandingannya dengan jalur yang dimiliki SS dan NISM secara keseluruhan di Pulau Jawa pada tahun 1890-an. Tahun ini merupakan tahun yang istimewa bagi usaha kereta api di

Hindia Belanda, khususnya di Pulau Jawa karena pada tahun inilah mulai muncul berbagai macam perusahaan kereta api swasta di Pulau Jawa dan Sumatera.

Bila dilihat dari panjang jalurnya, Stasiun Tugu memiliki panjang jalur

187,5 Km, sedangkan Stasiun Lempuyangan yang menghubungkan Semarang-

Vorstenlanden memiliki panjang jalur 205 Km.44 Dari panjang rel yang dimiliki bisa disimpulkan jalur yang dimiliki Stasiun Tugu lebih dekat menuju daerah pelabuhan dibandingkan Stasiun Lempuyangan. Karena lebih sedikit panjang jalur yang dimiliki, Jalur Yogyakarta-Cilacap hanya membutuhkan total biaya f

482.759 untuk perawatan jalur di tahun 1890, bandingkan dengan jalur Semarang-

Vorstenlanden yang membutuhkan total biaya f 915.038 untuk perawatan jalurnya di tahun 1890.45

Pada tahun 1890 pengeluaran yang dikeluarkan oleh pada jalur

Yogyakarta-Cilacap lebih sedikit dibandingkan dengan jalur Semarang-

Vorstenlanden, Perbandingan pengeluaran kedua jalur tersebut bisa dilihat pada tabel di halaman berikutnyai:

44 ______, op.cit., Hal. 4

45 ______, op.cit., Hal. 5

64

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

65

Tabel 3.3 Total Pengeluaran Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890 Perusahaan Yang Total Pengeluaran Pengeluaran Pengeluaran Pengeluara Beroperasi Pengeluaran Administrasi Untuk Jalan Traksi n Belanja Dan Pekerja Staatsspoorweg op Java Jalur Timur f 1.823.978 f 219.388 f 444.220 f 765.247 f 395.123 Jalur Barat f 799.734 f 89.828 f 184.227 f 366.684 f. 158.995 Jogja-Cilacap f 482.759 f 71.718 f 114.013 f 176.193 f 120.835 (f 3.106.471) (f 380.934) (f 742.460) (f 1.299.124) (f 674.953) NISM SMG-Vorstenl f 915.038 f 201.558 f 238.830 f 296.945 f 177.705 Bat.-Buitenzorg f 343.395 f 72.739 f 64.156 f 131.346 f 75.154 (f 1.258.433) (f 274.297) (f 302.986) (f 428.291) (f 252.859) Sumber: ______, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1890, (Batavia:1892) Hal. 6

Sedangkan untuk pendapatan dari kegiatan operasional kedua jalur tersebut dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.4 Total Pendapatan Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890 Perusahaan Yang Pendapatan Dari Kegiatan Operasional Komentar Beroperasi Total Per kilometer Per hari per Per kereta per tahun kilometer per kilometer Staatsspoorweg op Java Jalur Timur f 3.667.184 f 7.561 f 20,71 f 2,15 Jalur Barat f 1.136.909 f 4.700 f 12.87 f 1,60 Jogja-Cilacap f 653.809 f 3.496 f 9,58 f 1,405 (f 5.457.902) (f 15.757 ) (f 43.16) (f 5.155) NISM SMG-Vorstenl f 2.390.221 f 11.660 f 31.94 f 4,46 Bat.-Buitenzorg f 775.622 f 13.850 f 37.95 f 2,91 (f 3.165.843) (f 25.510) (f 69.89) (f 7.37) Sumber: ______, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1890, (Batavia:1892) Hal. 7

Dari kedua tabel diatas, nampak jelas perbandingan antara jalur yang dimiliki oleh

SS dengan NISM di Jawa. Seperti yang sudah diketahui pada paragraf

65

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

66

sebelumnya, dimana jumlah panjang rel yang dimiliki oleh persahaan SS di jalur

Yogyakarta-Surakarta lebih sedikit dibandingkan yang dimiliki perusahaan NISM di jalur Semarang-Vorstenlanden, jelas terlihat jumlah pemasukan dan pengeluaran yang dimiliki oleh perusahaan NISM lebih besar dibandingkan dengan SS.

Namun, bila dilihat dari jumlah keseluruhan jalur kereta api yang dimiliki oleh SS di Pulau Jawa dengan seluruh jalur milik NISM, jumlah pemasukan dan pengeluaran milik SS jauh lebih besar daripada milik NISM. Hal ini disebabkan karena jumlah keseluruhan jalur kereta api milik SS di seluruh Jawa mencapai 915

Km, bandingkan dengan jalur milik NISM di Pulau Jawa yang hanya mempunyai

2 jalur, yaitu Semarang-Vorstenlanden dan Batavia-Buitenzorg 46 dengan total panjang jalur hanya mencapai 261 Km. Hal ini seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya akibat terpotongnya Jawa Tengah bagian utara yang sudah dikuasai oleh jalur kereta NISM menyebabkan SS hanya bisa membangun jaringan kereta api di sebelah barat dan timur Pulau Jawa dan sebelah selatan Jawa

Tengah.

Sebagai rincian keuntungan yang didapatkan oleh jalur kereta api SS maupun NISM di Pulau Jawa dapat dilihat pada table di halaman berikutnya:

46 Nantinya Jalur Batavia-Buitenzorg yang dibangun NISM tahun 1870 akan dibeli oleh SS berdasarkan Staatsblad tahun 1913 no. 469. (Lih. Dasrin Zen Ibid., Hal. 2)

66

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

67

Tabel 3.5 Rincian Pendapatan Perusahaan Kereta Api SS Dan NISM Di Pulau Jawa Tahun 1890 Perusahaan Yang Rincian Pendapatan Dari Kegiatan Operasional Beroperasi Dari Dari Usaha Dari Total Pengangkutan Pengangkutan Berbagai Penghasilan Penumpang (47) Macam Muatan (48) Staatspoorwegen op Jawa Jalur timur f 1.360.068 f 2.145.745 f 161.371 f 3.667.184 Jalur barat f 435.465 f 653.488 f 47.956 f 1.136.909 Jogja-Cilacap f 242.365 f 386.741 f 24.703 f 653.809 (f 2.037.898) (f 3.185.974) (f 234.030) (f 5.457.902)

NISM Semarang-Vorst f 501.110 f 1.760.139 f 128.972 f 2.390.221 Batavia-Buitenzorg f 312.385 f 427.292 f 35.945 f 775.622 (f 813.495) (f 2.187.431) (f 164.917) (f 3.165.843) Sumber: ______, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1890, (Batavia:1892) Hal. 8

Dari tabel rincian pendapatan diatas dapat terlihat barang apa saja yang

diangkut dengan menggunakan jasa kereta api. Selain mengangkut barang-barang

seperti hasil bumi dari daerah perkebunan swasta serta hasil produksi dari pabrik

pengolahan bahan baku, yang dimasukkan dalam kategori kargo, kereta api pada

masa tersebut juga mengangkut kuda untk transportasi darat, hewan ternak,

telegraf, paket, serta penumpang kereta api dan barang bawaannya di bagasi.

Berdasarkan rincian ini bisa disimpulkan bagaimana daerah Yogyakarta

yang dilalui oleh rangkaian kereta api SS merupakan daerah yang ramai oleh

kegiatan pemerintahan maupun perdagangan dan aktifitas sosial lainnya. Hal ini

terlihat dari perbandingan antara jalur Yogyakarta-Cilacap dengan jalur yang

dimiliki oleh SS lainnya. Bila total penghasilan jalur SS di sebelah barat dan timur

47 Diantara barang bawaan termasuk bagasi, paket, maupun kargo.

48 Berbagai macam barang termasuk gerbong, kuda, ternak, telegraf, dll.

67

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

68

digabung jumlahnya mencapai f 4.804.093, tetapi jmlah itu masih harus dibagi dengan masing-masing jalur atau stasiun kota yang dilauinya. Bila dibandingkan dengan jalur Cilacap-Yogyakarta sendiri saja yang sudah mencapai f 653.809, bisa disimpulkan bagaimana ramainya arus lalu lintas pengiriman barang, jasa, maupun manusia ke wilayah tersebut. Bandingkan dengan jalur Semarang-

Vorstenlanden yang meskipun berjumlah lebih banyak dari jalur Yogyakarta

Cilacap, yaitu sebesar f 2.390.221, jumlah tersebut merupakan gabungan dari tiga rangkaian stasiun di Yogyakarta (Stasiun Lempuyangan) dan Surakarta (Stasiun

Solo Balapan) serta Semarang (Stasiun Semarang Tawang).

Banyaknya keuntungan yang didapatkan oleh SS di sebelah barat dan timur Jawa bisa diartikan sebagai upaya untuk menarik perhatian para investor untuk ikut berinvestasi dalam usaha transportasi kereta api. Nantinya usaha tersebut membuahkan hasil dengan banyaknya investor yang mendirikan perusahaan kereta api swasta beserta fasilitas pendukungnya seperti rel dan stasiun kereta api di Pulau Jawa. Sedangkan untuk jalur Yogyakarta-Cilacap, walaupun jelas sekali pendapatan yang diterima oleh SS lebih rendah daripada jalur Semarang Vorstenlanden yang dikelola oleh NISM, SS tetap memberdayakan jalur ini selain sebagai jalur penghubung selatan Pulau Jawa dengan rute Bandung-Cilacap-Yogyakarta juga sebagai langkah antisipasi untuk menuju “pintu belakang” bila sewaktu-waktu terjadi infasi serangan musuh dari luar.49

49 Pada masa awal kedatangan bala tentara Jepang di Perang Dunia II, peran Pelabuhan Cilacap sebagai pintu belakang untuk keluar digunakan saat mengungsikan jajaran pemerintahan Hindia Belanda menuju wilayah sekutu 68

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

69

terdekat, yaitu Australia. Hal ini dilakukan setelah gerak maju bala tentara Jepang tidak dapat dibendung baik di front lautan (oleh pasukan gabungan ABDACOM) maupun di daratan (oleh pasukan KNIL dan pasukan Belanda yang diperbantukan di Hindia Belanda). (Lih. Zuhdi, Susanto, op.cit., Hal. 178-179)

69

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

70

BAB IV

PENGARUH YANG MUNCUL DARI PEMBANGUNAN DAN AKTIVITAS

STASIUN TUGU BAGI KOTA YOGYAKARTA

A. Perubahan Sosial Yang Terjadi Bagi Masyarakat Pribumi di Yogyakarta

Pasca Pembangunan Stasiun Kereta Api Tugu

Kemunculan stasiun kereta api milik pemerintah Belanda baik secara langsung maupun tidak langsung memicu terjadinya perubahan sosial dan budaya bagi masyarakat kota Yogyakarta. Perubahan sosial ini mencakup pada dua bagian, yaitu perubahan di bidang lapangan pekerjaan dan di bidang teknologi. Sedangkan perubahan dalam bidang budaya terjadi pada perubahan di bidang nilai-nilai dan pandangan hidup.

Kehadiran Stasiun Tugu pada tahun 1887 memberi sebuah gambaran baru bagi masyarakat kota Yogyakarta. Hal ini menjadi tanda dari semakin berkembangnya industrialisasi di Hindia Belanda yang muncul bersamaan dengan masa liberalisme. Pada masa inilah mesin mulai mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat Yogyakarta. Kehidupan agraris secara perlahan mulai digantikan dengan kehidupan industri.

Munculnya kegiatan industri seperti pabrik maupun usaha kereta api memungkinkan terjadinya perubahan sosial bagi para petani yang awalnya hidup dari hasil pertanian secara perlahan menjadi buruh yang hidup dengan gaji yang

70

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

71

diperoleh dari kerja di industri.1 Golongan buruh ini menjadi kelas sosial baru yang mewarnai dinamika masyarakat perkotaan. Kelas buruh yang hidup dengan menggantungkan hasil gaji tidak memiliki banyak pilihan dalam kesehariannya.

Kondisi yang dihadapi oleh buruh Pribumi cukup miris, selain tidak memiliki alat produksi dan harus bersandar pada gaji, mereka harus menghadapi diskriminasi dengan buruh Eropa yang menempati pekerjaan yang sama.2

Buruh Eropa yang didatangkan dari Belanda memiliki kelebihan berupa keterampilan dasar yang berguna untuk bekerja di lapangan industri, seperti pengoperasian mesin, manajemen pabrik, tata buku, dan sebagainya. Sebagai contoh, pada tahun 1900 di perusahaan kereta api Hindia Belanda buruh Eropa mengisi posisi sebagai pengemudi lokomotif, kepala stasiun, dan bagian

1 John Ingleson, “Worker Consciousness and Labour Unions in Colonial Java” dalam Pacific Affairs, (British Colombia:1981), Hal. 486. Munculnya kaum buruh di daerah perkotaan disebabkan oleh dua hal. Pertama, para petani yang memiliki lahan garapan mulai terusir dari lahannya karena disewakan untuk perkebunan swasta milik kolonial atau pemodal asing sehingga mereka tidak memiliki untuk ditanami. Hal ini yang menyebabkan arus urbanisasi para petani dari desa ke kota menjadi meningkat untuk mencari kerja sebagai tenaga buruh di sector industri. Kedua, membaiknya kondisi ekspor hasil bumi dari Hindia Belanda menyebabkan munculnya munculnya perusahaan-perusahaan baik milik pemerintah maupun swasta yang bergerak di bidang sarana transportasi, pengolahan bahan baku, percetakan dan lain sebagainya yang membutuhkan banyak buruh. (bdk: Bambang Sulistyo, Pemogokan Buruh Sebuah Kajian Sejarah, (Yogyakarta:1995 Hal. 19)

2 Diskriminasi yang mereka terima adalah adanya perbedaan gaji antara orang Eropa dan Pribumi yang melakukan pekerjaan yang sama. Alasan yang biasanya disampaikan oleh para pemilik tempat usaha adalah para buruh dari Eropa merupakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dibandingkan buruh Pribumi yang hanya memiliki tenaga saja tanpa keterampilan yang memadai.

71

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

72

administratif3. Berbeda dengan buruh Pribumi yang hanya dapat mengerahkan tenaga saja sebagai kuli angkut karena tidak memiliki pengetahuan mengenai bidang industri.

Kondisi mulai berubah pada tahun 1914, dimana Perang Dunia I berkecamuk di Eropa. Munculnya tuntutan untuk wajib militer membuat para pemuda Belanda tidak dapat dipekerjakan sebagai buruh di Hindia Belanda.

Untuk mengisi posisi yang kosong di Hindia Belanda, sektor industri menetapkan kebijakan baru dimana buruh Pribumi diperbolehkan menduduki posisi-posisi yang sebelumnya diduduki oleh buruh Eropa. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan kegiatan operasional tetap berjalan tanpa terganggu kekurangan tenaga kerja. Selain itu, perlu diperhatikan juga banyaknya sekolah yang dibuka pada masa Politik Etis memungkinkan anak-anak pribumi untuk mengenyam pendidikan sehingga memiliki kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung, serta sekolah-sekolah profesi seperti kedokteran, pertanian, mesin dan lain sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan lulusan sekolah tersebut dianggap mampu untuk menjadi tenaga kerja yang terampil dan terlatih untuk menggantikan buruh Eropa yang harus didatangkan dari Belanda.4

Meningkatnya posisi buruh Pribumi dari yang awalnya hanya menjadi kuli kasar lalu menjadi tenaga ahli menyebabkan kedudukan mereka sedikit membaik

3 Ibid., Hal. 491

4 Pada masa ini buruh Eropa yang sebelumnya bekerja di bagian produksi naik jabatannya menjadi bagian manajer. Hanya perusahaan SS yang masih mempekerjakan orang Eropa untuk mengoperasikan lokomotif di tahun 1918, itupun dalam jumlah yang sedikit

72

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

73

dibandingkan sebelumnya, paling tidak dalam segi pekerjaan. Munculnya tenaga- tenaga ahli ini tidak hanya menyebabkan perubahan sosial dimana terjadinya kenaikan stratifikasi sosial saja, tetapi juga memunculkan kesadaran akan diskriminasi yang tengah berlangsung di kalangan pekerja kereta api.

Diskriminasi yang diterima oleh buruh Pribumi tidak hanya makian kasar dalam bahasa jawa atau melayu oleh atasan Belanda mereka, tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan hidup seperti uang pension, waktu libur, dan tempat tinggal.5

Diskriminasi ini memunculkan apa yang dikenal sebagai kesadaran kelompok, dimana para buruh Pribumi mulai merasa ada yang salah dengan sistem di tempat kerja mereka. Kesadaran kelompok inilah yang membuat para buruh Pribumi mendirikan organisasi profesi yang bertujuan untuk memperjuangkan hak hidup mereka serta memberi posisi tawar antara kaum pekerja dengan pemilik modal. Organisasi yang terbentuk adalah VSTP

(Vereniging voor Spoor en Tram Personeel/ Persatuan Pegawai Kereta Api dan

5 Ibid., Hal. 496-497. Terdapat perbedaan dalam memberikan uang pensiun serta waktu libur. Pekerja belanda berhak mendapat pension yang ditujukan kepada keluarganya bila pekerja tersebut meninggal akibat kecelakaan kerja, sedangkan pekerja Pribumi tidak mendapatkan pension bila meninggal akibat kecelakaan kerja. Dalam memberikan waktu libur, pekerja Belanda memiliki hak libur sebulan selama satu tahun, dan tetap menerima gaji, sedangkan pekerja Pribumi hanya mempunyai waktu 2 minggu dan tidak mendapatkan gaji. Selain itu, Gaji pekerja Prbumi yang kecil juga membuat mereka tidak bisa memiliki rumah yang sehat seperti rekan kerja Eropa mereka. Selain itu, para pekerja Pribumi juga harus bekerja lebih dari 8 jam sehari dibandingkan dengan rekan Eropa mereka yang mengerjakan pekerjaan yang sama. Bahkan gaji mereka pun berbeda, dimana untuk jenis pekerjaan yang sama pekerja Eropa mempunyai gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja Pribumi.

73

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

74

Tram), organisasi pekerja yang dibentuk oleh buruh kereta api dari perusahaan

Swasta di Pulau Jawa.6 Organisasi ini menerima orang Belanda maupun orang

Pribumi sebagai anggota. Dari organisasi inilah kesadaran akan perbedaan kelas serta ketimpangan sosial makin terasah.7

Selain perubahan di bidang pekerjaan, terjadi perubahan di bidang teknologi. Perubahan di bidang teknologi ini menyebabkan terjadinya perubahan sosial di masyarakat. Salah satu dampak yang terlihat jelas dari munculnya perusahaan kereta api SS adalah hadirnya teknologi yang mampu mengangkut

6 John Ingleson, “Bound Hand and Foot": Railway Workers and the 1923 Strike in Java” dalam Jurnal Indonesia, (Ithaca:1982), Hal. 53. Organisasi VSTP berdiri untuk menyaingi organisasi serupa yang didirikan oleh perusahaan kereta api SS, Staatsspoorbond yang mayoritas berisikan orang Belanda. VSTP merasa Staatsspoorbond tidak lebih dari perpanjangan tangan perusahaan dalam menekan para pekerja pribumi agar tidak melancarkan protes. Berbeda dengan anggota VSTP dari perusahaan swasta yang tidak mengalami pemutusan hubungan kerja, para pegawai SS yang mendaftar menjadi anggota VSTP diberhentikan dari perusahaannya. Staatspoor Bond sebagai serikat pekerja kereta api SS memiliki fungsi kontrol bagi para pekerja, serta mewaspadai bibit-bibit perlawanan dari dalam. Karena itulah para pegawai SS melakukan aksi protes secara diam-diam bersama dengan VSTP. (Ibid., Hal. 64)

7 Keberadaan organisasi profesi di masyarakat industri sangat mungkin karena muncul kebutuhan untuk memperbaiki kesejahteraan serta memperjuangkan hak mereka sebagai karyawan. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat industri, status seseorang didapatkan dari keterampilan dan kecakapannya dalam bekerja (achievement status), bukan karena turunan. Munculnya kesadaran akan pendidian sebagai salah satu cara memperbaiki kondisi hidup, dan orientasinya pada pekerjaan dimana kalau tidak bekerja mereka tidak mendapatkan makan. Berbeda dengan masyarakat petani yang masih bergantung pada kondisi alam sehingga pemenuhan kebutuhan hidup masih bisa terpenuhi sedikit dari alam, serta status yang melekat dari keturunan (ascribed status). Selain itu, keberadaan organisasi profesi merupakan sebuah bukti gerakan sosial yang berjuang demi terwujudnya perubahan sosial kea rah yang lebih baik.

74

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

75

manusia dan barang dalam jumlah yang banyak serta dengan waktu yang lebih cepat daripada kendaraan yang ditarik oleh hewan ternak seperti gerobak yang ditarik oleh kerbau atau kereta kuda.

Hal yang mempengaruhi kecepatan dan kekuatan mengangkut beban adalah mesin lokomotif yang dipakai serta jalur kereta yang bebas hambatan.

Mesin lokomotif yang dipakai oleh kereta api uap bergerak dengan memanfaatkan prinsip tekanan yang dihasilkan dari uap air yang dipanaskan oleh batu bara sehingga mampu menggerakkan tuas penggerak roda. Karena memanfaatkan batu bara serta air, mesin lokomotif tersebut tidak perlu berhenti terlalu sering untuk beristirahat. Perhentian kereta memanfaatkan stasiun-stasiun penghubung diantara dua stasiun besar untuk pengecekan bahan bakar dan mengangkut penumpang serta barang. Penggunaan rel sebagai jalur kereta memungkinkan kereta api uap untuk melaju tanpa terhalang hambatan alam seperti hutan, sungai, atau jurang yang memisahkan. Hal ini tentu saja menjadi pengalaman baru bagi masyarakat

Yogyakarta dalam memanfaatkan sarana kereta api untuk keperluan berpergian.

Bila sebelumnya penggunaan kereta api uap lebih ditonjolkan pada pengiriman hasil bumi menuju kota-kota pelabuhan, dengan semakin lancarnya jalur pengiriman dan keinginan untuk mempercepat waktu tempuh untuk mencapai lokasi membuat pemerintah Hindia Belanda merasa perlu membuat kereta penumpang.

Karena sebagian besar stasiun kereta api di Jawa digunakan untuk mengangkut muatan barang, akhirnya dipilihlah beberapa stasiun yang memiliki kemampuan untuk mengangkut penumpang sekaligus barang. Stasiun Tugu

75

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

76

merupakan salah satu stasiun yang dipilih sebagai stasiun yang mengangkut kereta penumpang.

Pemilihan stasiun ini memiliki berbagai pertimbangan, salah satunya dari segi lokasi. Stasiun Tugu dibangun di tengah kota Yogyakarta, dimana letaknya berada di antara Sungai Winongo dan Sungai Code. Keberadaannya di tengah kota Yogyakarta dan di antara kedua sungai tersebut mengakibatkan dua hal.

Pertama, letaknya yang strategis karena berada di jalur keluar masuknya kota

Yogyakarta. Kedua, karena terletak di antara dua sungai besar, Stasiun Tugu tidak bisa membangun stasiun yang luas.

Luas stasiun yang dimaksud disini bukanlah luas bangunan stasiun, melainkan luas dari seluruh bagian stasiun, seperti stasiun tempat pemberhentian kereta, jalur rel serta perputarannya, dipo tempat penyimpanan lokomotif, serta gudang yang dipakai untuk penyimpanan barang.

Hal tersebut tidak dimiliki oleh Stasiun Tugu, karena daerah yang dipilihkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII tidak seluas daerah

Lempuyangan. Selain itu, tujuan pembangunan Stasiun Tugu pada awalnya untuk mengangkut barang hasil bumi menuju Pelabuhan Cilacap dan mengakomodasi para penyewa tanah di sebelah barat Yogyakarta. Setelah terhubungnya Stasiun

Tugu dengan jalur utara, pemerintah melihat kemungkinan untuk menjadikannya sebagai stasiun penumpang, selain sebagai stasiun pengangkut barang.

Dibukanya stasiun penumpang ternyata membawa wajah baru dalam erkembangan moda transportasi di Yogyakarta. Bila sebelumnya jalanan menjadi raja dalam ajang memperlihatkan stasus sosial, seperti kepemilikan andong

76

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

77

maupun kuda, secara berangsur-angsur erjalanan antar daerah berganti dengan

menggunakan kereta api uap dengan menerapkan pembagian kelas untuk gerbong

penumpangnya.

Untuk memanfaatkan kereta api SS, penduduk Yogyakarta bisa

menggunakan jasa kereta tersebut di Stasiun Tugu Yogyakarta. Stasiun ini

memiliki jalur utama yang menuju kota Cilacap. Sebelum menuju Cilacap kereta

akan menuju Stasiun Maos, dari situlah perjalanan dapat dilanjutkan menuju

Bandung hingga Batavia. Selama tahun 1890 Stasiun Tugu dan Stasiun

Lempuyangan di Yogyakarta sudah sama-sama mengangkut kereta penumpang .

Untuk perbandingan banyaknya penumpang yang diangkut dari gerbong kelas I

sampai IV dapat di lihat di halaman berikutnya:

Tabel 4.1. Perbandingan Jumlah Penumpang Yang Diangkut Kereta SS Dan NISM Di Yogyakarta Tahun 1890 Perusahaan Kereta Api Kelas Penumpang Jumlah Penumpang Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV

SS 1.045 14.650 822.076 - 837.751 (Yogyakarta-Cilacap)

NISM 5.175 36.748 192.467 783.4928 1.017.882 (Semarang Vorstenlanden) Sumber: ______, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1890, (Batavia:1892) Hal. 24-25

8 Kelas IV merupakan kelas kereta yang muncul dari pengurangan tariff kelas III. Dalam jumlah kelas IV yang diangkut NISm termasuk jumlah 18.709 personil militer dan 6467 tananan. Bila dikurangi jumlah personel militer dan tahanan, maka jumlah penumpang kelas IV yang sebenarnya hanya berjumlah 758.316 penumpang.

77

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

78

Pada tabel diatas nampak perbedaan antara Stasiun Tugu yang dibangun oleh perusahaan SS dengan Stasiun Lempuyangan yang dibangun oleh perusahaan

NISM. Hal ini dikarenakan Stasiun Tugu hanya mengakses jalur Yogyakarta-

Cilacap, berbeda dengan NISM yang mengakses jalur Semarang-Vorstenlanden

(Yogyakarta-Surakarta). Karena inilah jumlah penumpang yang mengakses kereta

NISM lebih banyak.

Pada perkembangan selanjutnya perjalanan kereta api di Pulau Jawa mengalami peningkatan, seperti pada data yang diulas oleh Sartono Kartodirdjo di halaman berikutnya:

78

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

79

Grafik 4.2 Lalu lintas Penumpang Di Jalur Kereta Api Dan Tram Di Pulau Jawa, Dimulai Dari Tahun 1878-1924

Sumber : Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari Emporium Sampai Imperium, (Jakarta:1991) Hal. 366

Bila diperhatikan grafik diatas dengan data yang dipaparkan pada halaman sebelumnya, bisa dikatakan terjadi peningkatan yang signifikan dalam jumlah

79

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

80

penumpang dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan perkembangan jalur kereta api dari tahun ke tahun serta bertambahnya perusahaan kereta api swasta yang menanam modalnya di bidang industri dan jasa kereta api di Pulau Jawa. Tampak terlihat jelas naiknya jumlah penumpang (terutama penumpang kelas III dan kelas

IV yang dipakai oleh masyarakat Pribumi) menandakan peran vitalnya jasa kereta api dalam kegiatan transportasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain itu, kegiatan pengangkutan penumpang yang terjadi sejak awal berdirinya Stasiun

Tugu tahun 1887 hingga tahun 1890 hanya dibatasi pada orang-orang penting seperti pegawai pemerintaan, perkebunan, dan militer Belanda, maupun tenaga kerja Pribumi yang harus didatangkan dari daerah lain untuk urusan perkebunan tebu maupun pembangunan fasilitas.Belanda.9

Perjalanan dengan menggunakan kereta api menjadi populer pada awal tahun 1900-an, dimana sudah dilakukan pembangunan maupun renovasi pada beberapa stasiun agar bisa dipakai bagi kereta barang maupun penumpang serta pembagian kelas di gerbong penumpang. Hal ini dikarenakan perlunya pembangunan renovasi stasiun kereta demi kenyamanan penumpang 10 , serta

9 Bambang Sulistyo, Pemogokan Buruh Sebuah Kajian Sejarah, (Yogyakarta:1995 Hal. 20. Di buku ini dijelaskan bagaimana para pekerja pabrik gula dapat menggunakan sarana transportasi kereta api untuk menuju ke perkebunan tebu. Biasanya perkebunan tebu pada zaman ini muncul berdekatan dengan pabrik gula. Hal ini dikarenakan pabrik gula tersebut menyewa lahan pertanian penduduk sekitar untuk ditanami tanaman tebu. Pabrik gula yang dilalui oleh jalur Stasiun Tugu adalah pabrik gula di daerah Rewulu, Klaci, Sedayu, dan Sewugalur (Kulon Progo)

10 Harmilyanti Sulistyani, 2010, “Karakteristik Tata Ruang Dalam Bangunan Stasiun KA di Jalur Semarang-Vorstenlandeng Periode 1864-1930”, Tesis, Universitas Gajah Mada. unpublished, Hal. 78. Pembangunan stasiun 80

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

81

pembagian kelas dengan harga yang berbeda dilakukan agar penumpang Belanda dan Pribumi11 tidak ikut bercampur baur.12

Atas dasar itulah setelah pada tahun 1905 Stasiun Tugu mulai melayani kereta penumpang, renovasi mulai dilakukan seperti tahun 1906 mendapatkan sambungan listrik untuk melayani kereta penumpang di saat subuh maupun malam hari dan tahun 1927 dimana dilakukan perluasan stasiun untuk

penghubung untuk perjalanan jarak pendek dan menengah serta renovasi pada stasiun-stasiun besar dilakukan untuk mengakomodasi mobilitas penumpang yang menempuh perjalanan jarak dekat, menengah, maupun jauh. Selain itu, renovasi stasiun dilakukan pada stasiun-stasiun besar yang awalnya digunakan untuk mengangkut barang komoditas ekspor agar bisa digunakan untuk kegiatan naik maupun turunnya penumpang tanpa mengganggu kegiatan bongkar muat barang. Stasiun Tugu juga mengalaminya, namun karena adanya perjanjian konsesi antara NIS dengan pemerintah Belanda dan kedua Keraton, SS hanya memiliki beberapa stasiun di jalur Semarang-Vorstenlanden.

11 Vincent J. H. Houben, Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta, 1830-1870, (Yogyakarta:2002) Hal. 676. Munculnya jasa kereta api penumpang membuat munculnya keinginan bagi masyarakat Pribumi untuk bepergian ke tempat-tempat lain. Pada akhirnya, semakin banyak masyarakat Pribumi yang menggunakan alat transportasi murah ini untuk melakukan aktivitas berpergian baik untuk jarak jauh maupun jarak menengah. Hal ini menyebabkan moda transportasi darat seperti gerobak semakin lama semakin ditinggalkan.

12 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari Emporium Sampai Imperium, (Jakarta:1991). Hal. 367.Pembagian kelas dalam ruang gerbong kereta api uap dilakukan karena berbagai pertimbangan, seperti untuk menjaga wibawa bangsa Belanda yang merasa lebih tinggi dibandingkan penduduk Pribumi, sampai pertimbangan akan kebiasaan penduduk Pribumi membawa berbagai macam barang yang nantinya akan dijual di pasar atau daerah lain. Terdapat empat kelas dalam kereta api uap, dimana kelas satu dan dua diperuntukan bagi orang Belanda, sedangkan kelas tiga dan empat untuk penduduk Pribumi. Harga masing-masing kelaspun dibedakan, kelas satu 5 ½ sen per km, kelas dua 3 sen per km, kelas tiga 1 sen per km. Untuk kelas terakhir (Kelas IV) merupakan kelas khusus yang harganya dibawah kelas III. Biasanya kelas ini dihilangkan karena secara pelayanan sama dengan kelas III untuk pribumi. Dalam beberapa kasus, kelas III dan IV juga dipakai untuk mengangkut personil militer dan tahanan. (bdk: ______, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch-Indie Over Het Jaar 1890, (Batavia:1892) Hal. 24-25). 81

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

82

mengakomodasi penambahan jumlah penumpang baik yang datang maupun yang pergi keluar kota Yogyakarta tanpa mengganggu kegiatan bongkar muat barang.

Salah satu dampak kemajuan teknologi bagi masyarakat Yogyakarta adalah terbukanya akses masyarakat untuk melakukan mobilitas geografis dar satu tempat menuju tempat lainnya, karena kehadiran kereta api menawarkan sarana transportasi murah yang dengan jangkauan jarak tempuh yang lebih jauh dibandingkan dengan sarana transportasi darat lainnya (gerobak, pedati, maupun kereta kuda)

Hadirnya stasiun kereta api memberi warna baru dalam ritme kehidupan masyarakat Yogyakarta. Hal ini terlihat dari keteraturan jadwal kerja para pegawai untuk mengoperasikan lokomotif, pengatur rumah sinyal dan rel untuk menghindari kecelakaan dan mengatur keluar masuknya kereta dari dan menuju stasiun, penjaga loket, kondektur di atas gerbong, sampai para pegawai yang melakukan bongkar muat di gudang penyimpanan.

Selain itu, munculnya jalur kereta api mempelopori organisasi kerja yang modern dengan jam kerja yang teratur dan pembagian kerja yang jelas.13 Mereka yang bekerja di stasiun kereta api terdiri dari orang-orang Belanda dan masyarakat

Pribumi. Pada tahun 1929 saja SS mempekerjakan 45.000 orang, dimana para pegawai yang mengoperasikan lokomotif, dan pegawai stasiun merupakan kelompok elit diantara tenaga kerja pribumi yang sama-sama bekerja di sana. Di kota Yogyakarta sendiri saja pada tahun 1930-an terdapat 121 orang Belanda yang

13 Howard Dick, et al. Cities, Transport and Communications, The Integration of South East Asia since 1850, (New York:2003).Hal. 64. 82

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

83

menjadi pegawai kereta api, dimana 100 orang diantaranya lahir di Hindia

Belanda.14

Pembangunan Stasiun Tugu mencapai puncaknya di tahun 1930. Hal ini diikuti juga dengan pembangunan fasilitas kolonial lainnya yang berhenti pada tahun tersebut. Berhentinya pembangunan ini dikarenakan masuknya dunia pada zaman Malaise akibat terjadinya Perang Dunia I tahun 1914-1918 serta diperparah dengan jatuhnya pasar saham amerika di tahun 1929. Akibat yang ditimbulkan dari zaman malaise adalah merosotnya pendapatan tiap-tiap negara kerena sedikitnya hasil yang diperoleh dari perdagangan internasional. Akibatnya kemampuan produksi merosot dan dunia mulai masuk ke sebuah depresi besar.

Belanda juga merasakan hal yang sama. Karena produk utama dari

Belanda berupa barang hasil bumi dari tanah jajahannya tidak laku di pasaran dunia, pembangunan unit-unit produksi, serta sarana dan prasarananya seperti transportasi, komunikasi, serta jaringan infrastruktur lainnya secara bertahap mulai dihentikan guna penghematan besar-besaran.

14 Departement Van Landbouw, Nijverheid En Handel, Volkstelling 1930 Deel VI Europeanen In Nederlandsch-Indie, (Batavia:1933). Hal. 360-361 Sedikitnya jumlah pekerja Belanda di sektor kereta api dibandingkan yang bekerja di sektor perdagangan, apalagi di lingkungan pemerintahan disebabkan karena semakin banyaknya tenaga pribumi terlatih yang mampu mengoprasikan dan memperbaiki lokomotif, serta melakukan pekerjaan administatif seperti juru tulis. Orang-orang Belanda hanya memegang jabatan penting saja seperti kepala stasiun maupun teknisi utama dalam perbaikan dan pemeliharaan kereta api uap. 83

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah mengenai stasiun kereta api uap merupakan bagian dalam sejarah umat manusia. Dimulai dari masa pembangunan sampai dengan perkembangannya dari tahun ke tahun, kehadiran stasiun kereta api uap merupakan sebuah entitas baru dalam kegiatan transportasi manusia.

Munculnya stasiun itu sendiri bersamaan dengan kemunculan alat transportasi kereta api uap di dunia. Ini merupakan jawaban manusia dalam menghadapi tantangan alam berupa jarak dan hambatan geografis lainnya seperti gunung, sungai, dan hutan. Dari sini lahirlah sebuah abad baru, yaitu abad industri dimana mesin mulai mendapat tempat dalam kagiatan produksi maupun kehidupan sehari-hari manusia.

Selain menjadi tanda dari dimulainya zaman industri, kehadiran stasiun kereta api uap juga menjadi tanda dari menguatnya kekuatan Eropa di daerah jajahannya yang berada di wilayah Asia dan Afrika. Hal ini disebabkan oleh munculnya kebutuhan untuk meningkatkan hasil produksi dan mempercepat proses pengiriman dari daerah hulu menuju daerah hilir.

Untuk tujuan tersebut, jaringan rel kereta api uap di Asia Tenggara dibangun dengan menghubungkan daerah pedalaman sebagai daerah sentral produksi hasil bumi menuju daerah pelabuhan yang merupakan pintu masuk dari perdagangan internasional. Karenanya setiap stasiun kereta api uap pasti memiliki sambungan langsung menuju pelabuhan. 84

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

85

Persaingan dalam usaha transportasi sendiri tidak hanya terjadi pada tataran antar negara saja, tetapi juga terjadi antara perusahaan swasta dengan perusahaan negara yang masih dibawah satu negara saja. Salah satu contohnya bisa dilihat di Hindia Belanda, dimana terjadi persaingan antara perusahaan swasta Nederlandsch-Indisch Spoorweg Maatscappij (NISM) dengan perusahaan pemerintah Belanda De Staatspoor en Tramwegen (SS).

Ada tiga motif dibalik hadirnya perusahaan kereta api milik pemerintah.

Pertama, pemerintah kolonial memprioritaskan pembangunan jaringan kereta api untuk menjaga fungsi administratif pemerintahan. Hal ini dilakukan dengan cara menghubungkan kota-kota yang ada di Hindia Belanda lewat jaringan kereta api.

Kedua, perusahaan kereta api SS didirikan untuk mengundang perusahaan kereta api swasta agar mau berinvestasi dalam usaha kereta api di Hindia Belanda.

Ketiga, Hadirnya perusahaan kereta api milik pemerintah Belanda dimaksudkan untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda.

Dengan hadirnya stasiun kereta api di Hindia Belanda, pengiriman barang hasil bumi yang laku di pasaran dunia akan lebih cepat sampai ke pelabuhan.

Pelabuhan pun diuntungkan dengan adanya kereta api ini, karena tidak ada lagi barang yang menumpuk di gudang maupun kapal yang bersandar cukup lama untuk menunggu datangnya barang tersebut. Kualitas dan kuantitas barang yang dibawa tetap terjaga dan keamanan dalam proses pengiriman lebih terjamin daripada saat menggunakan gerobak atau pedati.

85

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

86

Salah satu stasiun kereta api uap yang memiliki jaringan rel menuju daerah pelabuhan adalah Stasiun Tugu Yogyakarta. Stasiun ini merupakan stasiun yang dimiliki oleh perusahaan kereta api milik pemerintah Belanda, SS. Stasiun ini lahir dari upaya Belanda untuk menghubungkan seluruh wilayah pulau Jawa dengan jalur kereta api setelah sebelumnya NISM tidak dapat memmenuhi tuntutan pemerintah dalam menghubungkan setiap daerah di Pulau Jawa dengan jalur kereta api.

Di Eropa terjadi perubahan dalam konsep ekonomi, dimana yang sebelumnya merujuk pada zaman Merkantilisme (negara menguasai sektor ekonomi) mulai berganti dengan zaman Liberalisme (perusahaan swasta menguasai sektor ekonomi). Hal ini menyebabkan pemerintah lebi berperan sebagai pembuat kebijakan untuk memastikan kegiatan perekonomian berjalan dengan lancar.

Walaupun peran ekonomi sudah diserahkan kepada perusahaan swasta, negara tetap tidak tinggal diam untuk mengundang datangnya investor swasta sebanyak-banyaknya dalam menanam modal di Hindia Belanda. Salah satu contohnya adalah dengan berdirinya perusahaan kereta api milik pemerintah, SS yang digunakan untuk membuktikan betapa untungnya usaha kereta api dalam kegiatan perekonomian di Hindia Belanda.

Kehadiran Stasiun Tugu juga merupakan bagian dalam mengundang masuknya investor swasta yang ingin menanamkan modalnya di usaha kereta api uap di Hindia Belanda, setelah sebelumnya usaha ini dipandang tidak memiliki prospek bisnis. Stasiun Tugu lahir dengan tujuan menghubungkan wilayah selatan

86

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

87

dengan daerah Bendung yang di masa itu merupakan salah satu daerah administratif terbesar setelah Batavia.

Selain itu, hadirnya Stasiun Tugu yang merupakan bagian dari jalur

Yogyakarta-Cilacap uga menjadi usaha pemerintah Kolonial untuk membantu

Pelabuhan Cilacap untuk ikut berkembang dan bersaing dengan pelabuhan- pelabuhan lainnya di Jawa, terutama Pelabuhan Semarang dan Pelabuhan Cirebon.

Hal ini dikarenakan wilayah Yogyakarta yang termasuk dalam Vorstenlanden mempunyai aktivitas persewaan tanah untuk perusahaan perkebunan swasta dan pabrik gula. Hadirnya sarana kereta api menjadikan pengiriman barang dari pabrik gula dan perusahaan perkebunan swasta menjadi lebih cepat dan menghemat biaya yang dikeluarkan untuk pengiriman barang menuju pelabuhan.

Keunikan Stasiun Tugu dibandingkan stasiun lainnya adalah dalam proses pengajuan hak konsesi tanah. Hal ini dikarenakan perusahaan SS tidak mengalami masalah tersebut karena justru Sri Sultan Hamengku Buwana VII, penguasa

Kesultanan Yogyakarta saat itu yang memberikan lahan tempat dibangunnya stasiun dan jaringan rel yang menuju arah Pelabuhan Cilacap. Hal ini bisa dianggap sebagai upaya dari Kesultanan Yogyakarta untuk menguasai sedekat mungkin ranah-ranah ekonomi agar dapat dilaksanakan fungsi kontrol terhadapnya.

Dalam pembangunan dan perkembangan Stasiun Tugu terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat, walau untuk faktor penghambat tidak terlalu signifikan. Faktor pendukung dari berdirinya Stasiun Tugu adalah adanya persewaan tanah di Kesultanan Yogyakarta yang mengundang masuknya investor

87

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

88

asing di bidang perkebunan serta adanya dukungan dari pihak kesultanan dimana dengan memberikan lahan guna pembangunan stasiun dan jalurnya.

Sedangkan untuk faktor penghambat adalah harus didatangkannya pekerja bangunan dari daerah lain, sampai-sampai menggunakan pekerja Tionghoa karena pekerja dari Yogyakarta merupakan para petani yang hanya melakukan pekerjaan bangunan untuk mengisi pendapatan di musim kemarau atau panceklik.

Dipilihnya pekerja Tionghoa dikarenakan biaya yang dibutuhkan untuk upah mereka lebih murah dibandingkan dengan tenaga lokal. Selain itu, karena keinginan mereka untuk hidup yang lebih baik dari daerah asal mereka di Cina sana membuat semangat mereka untuk bekerja lebih keras tetap ada. Hal ini dikarenakan etnis Tionghoa tidak diperbolehkan memiliki tanah garapan oleh pemerintah Belanda.

Munculnya Stasiun Tugu membawa pengaruh munculnya perubahan sosial dalam mmasyarakat kota Yogyakarta. Perubahan itu tampak dengan munculnya kelas buruh yang awalnya merupakan para petani yang terusir dari lahannya akibat telah disewakan kepada perusahaan perkebunan swasta guna ditanami tebu. Selain itu, kehadiran Stasiun Tugu juga memperkenalkan konsep kerja modern yang berpatokan pada waktu dan kompetensi dari para pekerjanya.

Hal ini menjadi semakin mearik pasca terjadinya Perang Dunia I dimana para buruh pribumi mulai mengalami kenaikan posisi untuk mengisi kekosongan buruh Eropa yang banyak digunakan untuk wajib militer di negeri Belanda.

Naiknya kedudukan mereka untuk mengisi jabatan ang mementingkan kompetensi mengakibatkan munculnya kesadaran akan nasib kelas buruh pribumi yang

88

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

89

terinjak. Hal ini mengakibatkan para Buruh bersatu dan berorganisasi membentuk sebuah gerakan sosial dengan cita-cita terwujudnya kemakmuran bagi kelas buruh di Pulau Jawa.

B. Saran

Setelah dilakukannya penelitian tentang sejarah Stasiun Tugu Yogyakarta, bisa dilihat bagaimana sejarah transportasi lebih dari sekedar pembangunan alat transportasi dan fasilitas pendukungnya. Ada banyak sekali tangan-tangan tidak terlihat yang memiliki kepentingan dalam pembangunan fasilitas tersebut.

Motif dalam pembangunan tadi bisa dimulai dari sisi ekonomi, sosial, dan politik. Dalam kasus pembangunan Stasiun Tugu, motif yang terlihat jelas adalah motif politik dan ekonomi. Tidak hanya berperan sebagai sarana pengangkutan hasil bumi yang laku di pasar dunia yang merupakan tujuan dari Belanda sendiri untuk memakmurkan Negara induknya, Stasiun Tugu juga menjadi wujud kekuatan dan pengaruh Keraton Yogyakarta dimana wilayah Yogyakarta sendiri termasuk wilayah yang cukup istimewa bahkan dimasa itu.

Sayangnya, dari sekian banyak tulisan mengenai sejarah transportasi hanya sedikit sekali yang bisa melihat kedalaman dari permasalahan tersebut. Selain itu, bila dilihat lebih lanjut, sejarah transportasi jarang sekali ditulis oleh peneliti

Indonesia. Padahal, masalah transportasi di Indonesia menjadi pusat perhatian

Belanda selama negeri ini masih menjadi jajahan mereka. Jarangnya tulisan ilmiah mengenai masalah transportasi membuat para pelaku keijakan kesulitan dalam

89

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI

90

menangani permasalahan transportasi. Apalagi selama ini permasalahan tersebut hanya diselesaikan dengan proses tambal sulam.

Kalaupun ada tulisan mengenai transportasi, tulisan tersebut tidak lebih dari pemberitaan mengenai masalah transportasi di berita harian, tulisan dari para ahli di koran yang hanya sekedar wacana dalam menyelesaikan masalah transportasi di Indonesia, atau potongan-potongan kecil yang masih terselip di jurnal-jurnal maupun karya ilmiah lainnya dan menunggu untuk diungkap.

Karenanya ada beberapa saran yang bisa ditambahkan:

1. Memperbanyak tulisan-tulisan ilmiah dengan tema transportasi dan diulas

secara detail dan mendalam.

2. Melakukan penelitian seputar transportasi sehingga bisa diketahui bagaimana

para pendahulu kita mengatur kondisi transportasi pada zaman dahulu

sehingga menjadi bahan evaluasi dan inspirasi di masa kini.

itulah sangat penting tulisan ilmiah mengenai sejarah transportasi banyak diungkap untuk melihat lebih jelas skema transportasi di Indonesia sehingga permasalahan yang terjadi sekarang dapat segera diselesaikan.

90

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 91

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

______, 1892, Statistiek Van Het Vervoer Op De Spoorwegen En Tramwegen In Nederlandsch- Indie Over Het Jaar 1890, Batavia:G. Kolff & Co.

Ballegoijen de Jong, Michiel van, 1997, Spoorwegstations Op Java, Amsterdam:

Basundoro, Purnawan, 2012, Pengantar Sejarah Kota, Yogyakarta:Penerbit Ombak

BPAD DIY, 2009, Praktek Persewaan Tanah Lungguh Di Kesultanan Yogyakarta Pada Masa Sultan Hamengkubuwana VII Tahun 1877-1921. Yogyakarta:BPAD DIY

Bruin,Jan de, 2003, Het Indische Spoor in Oorlogstijd, Leiden:Uitgeverij Uquilair B.V.

Crib, Robert, et. al., 2002, Historical Dictionary of Indonesia, Maryland:Scarecrow Press

Darmosugito, 1956, Kota Jogjakarta 200 tahun, Yogyakarta:Panitya Peringatan Kota Yogyakarta 200 Tahun

Dasrin Zen dan PT. Kereta Api (Persero), 2000, Tanah Kereta Api :Suatu Tinjauan Historis, Hukum Agraria/Pertanahan dan Hukum Pembendaharaan Negara, Bandung:PT. Kereta Api

Departement Van Landbouw, 1993, Nijverheid En Handel, Volkstelling 1930 Deel VI Europeanen In Nederlandsch-Indie, Batavia: Departement Van Landbouw

Dick, Howard, et al., 2003, Cities, Transport and Communications, The Integration of South East Asia since 1850, New York:Palgrave Macmillan

Jellema, Ruurd Auke, 1929, Nederlandsch-Indische Spoorwegpolitiek, L. Gerretsen:Gravenhage

Kartodirjo, Sartono, et. al., 1991 Sejarah Perkebunan Di Indonesia Kajian Sosial Ekonomi Yogyakarta:Aditya Media

Kartodirdjo, Sartono, 1991, Pengantar Sejarah Indonesia Baru, 1500-1900: Dari Emporium Sampai Imperium, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Maddison, Angus et.al., 1989, Economic Growth In Indonesia 1820-1940 Leiden:Foris Publication

Mrazek, Rudolf, 2006, Enginers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di Sebuah Koloni, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia 91

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 92

Poerwokusumo, Soedarisman, 1985, Kasultanan Yogyakarta: Suatu Tinjauan Tentang Kontrak Politik (1887-1940), Yogyakarta:Gadjah Mada University Press

REITSMA, S. A., 1940, Van Particuliere Naar Staatsexploitatie Der Nederlandsche Spoorwegen, ______:______

Riyanto, Bedjo, 2000, Iklan Surat Kabar dan Perubahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial (1870-1915), Yogyakarta:Penerbit Tarawang

Sievers, Allen M., 1974, The Mystical World Of Indonesia:Culture And Economic Development In Conflict, Baltimore:The Johns Hopleins

Subarkah, Imam , 1992, Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita, Bandung:Yayasan Pustaka

Suhartono, 1991, Apanage dan Bekel, Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920. Yogyakarta:Tiara Wacana

Sulistyo, Bambang, 1995, Pemogokan Buruh Sebuah Kajian Sejarah, Yogyakarta:Tiara Wacana

Supangkat, Eddy, 2008, Ambarawa Kota Lokomotif Tua, Salatiga:Griya Media

Surjomihardjo, Abdurahman, 2008, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah Sosial 1880-1930, Jakarta:Komunitas Bambu

Sztompka, Piotr, 2011, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta:Prenada Media Group

Tri Utomo, Suryo Hapsoro, 2009, Jalan Rel, Yogyakarta:Penerbit Beta Offset

J. H Houben, Vincent, 2002, Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta, 1830-1870, Yogyakarta:Bentang Budaya

W. Pranoto, Suhartono, 2010, Jawa Bandit-Bandit Pedesaan Studi Historis 1850-1942, Yogyakarta:Graha Ilmu

Wolfe, Roy I., 1963, Transportation and Politics, New Jersey:D. Van Nostrand

Zuhdi, Susanto, 2002, Cilacap 1830-1942, Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, Jakarta:KPG

Skripsi, Tesis, Disertasi

Haryono, Anton, 2009, “Industri Pribumi Yogyakarta Masa Kolonial, 1830-an – 1930-an”, Disertasi, Universitas Gajah Mada, unpublished 92

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 93

Juwono, Harto, 2011, “Persewaan Tanah Di Kesunanan Surakarta Dan Kesultanan Yogyakarta 1818-1912: Penerapan Prinsip Konkordari Di Wilayah Projo Kejawen”, Disertasi Universitas Indonesia. unpublished

Mulyati, Sri, 1996, ”Perkembangan Kota Yogyakarta Tahun 1756-1824 (Tinjauan Tata Kota)”, Skripsi, Universitas Indonesia, unpublished

Putra, Tiyas Adi, 2012, “Latar Belakang Pemilihan Lokasi Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta”, Skripsi, Universitas Gajah Mada, unpublished

Sulistyani, Harmilyanti, 2010, “Tata Ruang Dalam Bangunan Stasiun KA di Jalur Semarang- Vorstenlanden Periode 1864-1930”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished

Sesana, Riya, 2011, “Intrik Politik Dan Pergantian Tahta Di Kesultanan Yogyakarta 1877-1921”, Tesis, Universitas Indonesia. unpublished

Sulistyani, Harmilyanti, 2010, “Karakteristik Tata Ruang Dalam Bangunan Stasiun KA di Jalur Semarang-Vorstenlandeng Periode 1864-1930”, Tesis, Universitas Gajah Mada. unpublished

Wikanto, Edi, 1986, “Gerobak Sebagai Sarana Transportasi Di Yogyakarta Antara Tahun 1942- 1972: Kaitannya Dengan Kondisi Sosial Ekonomi”, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, unpublished

Widiyanto, 1999, “Aspek Legal Formal Tanah Lungguh Di Kasultanan Yogyakarta 1831-1918”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished

Widi Wardojo,Waskito, 2012, “Jalur Kereta Api Semarang-Surakarta & Perubahan Sosial Ekonomi Di Karesidenan Surakarta”, Tesis, Universitas Gajah Mada, unpublished

Majalah dan Jurnal

Harahap, Arselan. 1991, Prisma, Industri Perkebunan: Kemakmuran Untuk Siapa? Jakarta:LP3S

Sudarsih, Arnad, 2012, Majalah KA, Depok:Ilalang Sakti

Audrey Kahin, et. al., 1981, Indonesia, Ithaca:Cornell University Press

______, 1981, Pacific Affairs, Canada:British Colombia University Drs. H. Tashandi, dkk, 1994, Laporan Penelitian JARAHNITRA, Jakarta: Depdikbud

Roem Topatimasang dkk, 2005, Jurnal Wacana, Menuju Transportasi Yang Manusiawi. Yogyakarta: Insist Press 93

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 94

Web http://kaarten.abc.ub.rug.nl/root/afz/indo/krt-1890-indo-djok-1/ http://maps.kit.nl/cgi-bin/iipview?krtid=8117&name=05075- 325.JPG&marklat=7.8&marklon=110.3632&sid=jkmnwx3573052&seq=6&serie=1&lang=1&ss id=&resstrt=0&svid=212850&dispx=1024&dispy=664#focus http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/24?q_searchfield=toegoe http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/32?q_searchfield=toegoe http://media-kitlv.nl/all-media/indeling/detail/form/advanced/start/31?q_searchfield=toegoe http://www.lib.utexas.edu/maps/ams/indonesia/txu-oclc-21752461-sb49-14-back.jpg http://www.lib.utexas.edu/maps/ams/indonesia/txu-oclc-21752461-sb49-14.jpg

94

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 95

LAMPIRAN

95

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 96

Gambar 6.1. Peta Yogyakarta 96 Sumber: http://www.lib.utexas.edu/maps/ams/indonesia/txu-oclc-21752461- sb49-14.jpg diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 97

\

Gambar 1.2. Jalur Kereta 97Api Uap Di Kota Yogyakarta Sumber: http://www.lib.utexas.edu/maps/ams/indonesia/txu-oclc- 21752461-sb49-14-back.jpg diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 98

Gambar 1.3 Stasiun Tugu pada saat selesai dibangun Sumber: http://media-kitlv.nl/all- media/indeling/detail/form/advanced/start/24?q_searchfield=toegoe diakses pada tanggal 28 Oktober 2013

Gambar 1.3 Stasiun Tugu saat masih dipakai untuk mengangkut hasil bumi ke Pelabuhan Cilacap Sumber: http://med98ia -kitlv.nl/all- media/indeling/detail/form/advanced/start/32?q_searchfield=toegoe diakses pada tanggal 28

Oktober 2013 PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 99

Gambar 1.3 Stasiun Tugu setelah direnovasi untuk mengakomodasi kereta panumpang Sumber: http://media-kitlv.nl/all- media/indeling/detail/form/advanced/start/31?q_searchfield=toegoe diakses pada tanggal 28 Oktober 2013

99

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 100

Daftar Perusahaan Perkebunan Swasta Di Yogyakarta Tahun 1890

I.O (Indigo Onderneming / S.F (Suikerfabriek / Pabrik T.O (Tabak Onderneming Perkebunan Nila) Gula) / Perkebunan Tembakau) I.O. Wringin S.F. Ngemplak T.O Tempel I.O. Sedojo S.F. Pisangan I.O. Kenaroewan S.F. Beran I.O. Pakem S.F. Randoe Goenting I.O. Bandjar Ardjo S.F Tegalweroe I.O. Boeloes S.F. Tjebongan I.O. Dadapan S.F. Klatji I.O. Mendito S.F. Rewoeloe I.O. Kenajan S.F. Sedajoe I.O. Salakan Lor S.F. Tandjong Tirto I.O. Kadiredjo S.F. Kenalan I.O. Magoewo S.F. Barongan I.O. Gedjajan S.F. Bantoel I.O. Blemboeran S.F. Padokan I.O. Kebon Agoeng S.F. Gesiekan I.O. Sono Sewoe S.F. Soember Nilo I.O. Sotogedoek S.F. Sewoegaloer I. O. Moedja-moedjoe S.F. Lipoero I.O. Diero I. O. Salakan Petorono I.O. Ngotho I.O. Mengkang Redjo I.O. Siloek Lanteng Sumber: http://kaarten.abc.ub.rug.nl/root/afz/indo/krt-1890-indo-djok-1/ diakses pada tanggal 28 Oktober 2013

100

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 101

Daftar Perusahaan Perkebunan Swasta Yang Membuat Kontrak Persewaan Tanah di Yogyakarta Tahun 1920-1925

No. Afdeeling Nama Perkebunan Dan Maskapai Tahun Kontrak Dimulai 1 Kalasan NV. Cultuur Maatschappij Randoe 1 April 1920 Goenting en Tjandie Sewoe 2 NV. Cultuur Maatschappij Kadiradjo 1 April 1920 3 NV. Cultuur Maatschappij tot 1 April 1920 4 Exploitatie der Suikerfabriek Tanjoeng 1 April 1920 Tirto 5 NV. Klattensche Cultuur Maatschappij 1 April 1920 (Sorogedoeg) 6 NV. Klattensche Cultuur Maatschappij 1 April 1920 (Wonoedjojo) 7 Cultuur Maatschappij Bandar Ardjo 1 April 1920 8 Cultuur Maatschappij Merapi (Bedojo) 1 April 1920 9 Cultuur Maatschappij Gedjajan 1 April 1920 10 Cultuur Maatschappij Gesiekan en 1 April 1920 Magoewo 11 Cultuur Maatschappij der 1 April 1920 Vorstenlanden 12 Cultuur Maatschappij Moedja- 1 April 1920 Moedjoe 13 Cultuur Maatschappij Moedja- 1 April 1920 Moedjoe (Wioro) 14 Cultuur Maatschappij Kedaton Pleret 1 April 1920 15 Cultuur Maatschappij Wringin 1 April 1920 16 Cultuur Maatschappij Medarie 1 April 1920 (Tempel) 17 Cultuur Maatschappij Medarie 1 April 1921 Sleman (Mlessen) 18 Cultuur Maatschappij Medarie 1 April 1921 19 Cultuur Maatschappij Beran 1 April 1921 20 Cultuur Maatschappij Boeloes 1 April 1922 21 N.V. Koloniale Bank (Sendang Pitoe) 1 April 1922 22 N.V. Maatschappij tot Exploitatie der 1 April 1922 Suiker Fabriek Tjebongan 23 N.V. Cultuur Maatschappij Padokan en 1 April 1922 Barongan (Sonosewoe) 24 Cultuur Maatschappij der 1 April 1922 Vorstenlanden (Demak Ijo) 25 Cultuur Maatschappij der 1 April 1922

101

PLAGIATPLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI 102

Vorstenlanden (Rewoeloe) 26 Cultuur Maatschappij der 1 April 1923 Vorstenlanden (Sedajoe) 27 NV. Cultuur Maatschappij Padokan en 1 April 1923 Barongan (Padokan) 28 NV. Cultuur Maatschappij Padokan en 1 April 1923 Barongan (Barongan) 29 NV. Cultuur Maatschappij Bantoel 1 April 1923 Bantul NV. Cultuur Maatschappij Gesiekan en 30 Magoewo (Gesiekan) 1 April 1923 31 NV. Cultuur Maatschappij Gondang 1 April 1923 Lipoero 32 NV. Poendoeng 1 April 1924 NV. Poendoeng (Siloek Lanteng) 33 Adikarto Cultuur Maatschappij der 1 April 1925 Vorstenlanden (Sewoegaloer) Sumber: BPAD DIY, Praktek Persewaan Tanah Lungguh Di Kesultanan Yogyakarta Pada Masa Sultan Hamengku Buwana VII Tahun 1877-1921 (BPAD DIY:2009) Hal. 5-6

102

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103

Gambar 6.6 Peta Jalur Kereta Api Uap SS Yogyakarta-Cilacap Sumber: http://kaarten.abc.ub.rug.nl/root/afz/indo/krt-1890-indo-djok-1/ diakses pada tanggal 28 Oktober 2013