Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PUTUSAN Nomor 92/PUU-X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diajukan oleh: [1.2] Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Dalam hal ini diwakili oleh: 1. Nama : H. Irman Gusman, S.E., M.B.A. Jabatan : Ketua DPD Alamat : Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 6, Jakarta, 10270 2. Nama : Dr. La Ode Ida Jabatan : Wakil Ketua DPD Alamat : Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 6, Jakarta, 10270 3. Nama : Gusti Kanjeng Ratu Hemas Jabatan : Wakil Ketua DPD Alamat : Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 6, Jakarta, 10270 Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 14 Mei 2012 memberi kuasa kepada: 1) Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M.; 2) Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M.; 3) Muspani, S.H.; 4) Alexander Lay, S.H., LL.M.; 5) Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.; dan 6) Najmu Laila, S.H., para advokat/kuasa hukum yang memilih domisili hukum di kantor Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jalan 2 Jenderal Gatot Subroto Nomor 6, Jakarta, 10270, baik bertindak sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas nama pemberi kuasa; Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------------------------- Pemohon; [1.3] Membaca permohonan Pemohon; Mendengar keterangan Pemohon; Mendengar dan membaca keterangan Pemerintah; Mendengar dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat; Mendengar dan membaca keterangan Majelis Permusyawaratan Rakyat; Mendengar dan membaca keterangan Saksi/Ahli Pemohon; Membaca keterangan ad informandum Pemohon; Memeriksa bukti-bukti Pemohon; Membaca kesimpulan Pemohon; 2. DUDUK PERKARA [2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan bertanggal 14 September 2012 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 14 September 2012 berdasarkan Akta Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 320/PAN.MK/2012 dan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dengan Nomor 92/PUU-X/2012 pada tanggal 17 September 2012 yang telah diperbaiki dan diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 8 Oktober 2012, yang pada pokoknya sebagai berikut: A. PERSYARATAN FORMIL PENGAJUAN PERMOHONAN A.1. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Perubahan UUD 1945 telah menciptakan sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk mengawal konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi, selanjutnya disebut “MK”, sebagaimana tertuang dalam Pasal 7B, Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 24C UUD 1945, yang diatur lebih lanjut 3 dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5266), selanjutnya disebut “UU MK” (bukti P-5). 2. Bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki oleh MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar...” 3. Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) huruf a UU MK menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ....” Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076), selanjutnya disebut “UU KK” menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” 4. Bahwa mengacu kepada ketentuan tersebut di atas, MK berwenang untuk melakukan pengujian konstitusionalitas suatu Undang-Undang terhadap UUD 1945. 5. Dalam hal ini, Pemohon memohon agar MK melakukan pengujian terhadap: a. UU MD3, yaitu Pasal 71 huruf a, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, Pasal 102 ayat (1) huruf d dan huruf e, Pasal 107 ayat (1) huruf c, Pasal 143 ayat (5), Pasal 144, Pasal 146 ayat (1), dan 147 ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (7), Pasal 150 ayat (3), ayat (4) huruf a, dan ayat (5), Pasal 151 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 154 ayat (5); dan 4 b. UU P3, yaitu Pasal 18 huruf g, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2), 46 ayat (1), Pasal 48 ayat (2) dan (4), Pasal 65 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 68 ayat (2) huruf c dan huruf d, Pasal 68 ayat (3), ayat (4) huruf a, dan ayat (5), Pasal 69 ayat (1) huruf a dan huruf b, dan ayat (3), Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) . A.2. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON 6. Dimilikinya kedudukan hukum/legal standing merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap Pemohon untuk mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945 kepada MK sebagaimana diatur di dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK. Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang, yaitu: a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara.” Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK: “Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945.” 7. Mengacu pada ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK tersebut, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk menguji apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara pengujian Undang- Undang, yaitu (i) terpenuhinya kualifikasi untuk bertindak sebagai Pemohon, dan (ii) adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional dari Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya suatu Undang-Undang. 8. Oleh karena itu, Pemohon akan menguraikan kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dalam mengajukan permohonan dalam perkara a quo, sebagai berikut: 5 9. Pertama, kualifikasi sebagai Pemohon. Bahwa kualifikasi Pemohon adalah sebagai Lembaga Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh (1) H. Irman Gusman S.E., MBA, (2) Dr. La Ode Ida, Wakil Ketua DPD, dan (3) Gusti Kanjeng Ratu Hemas, selaku Pimpinan DPD yang bertindak untuk dan atas nama DPD berdasarkan Pasal 236 ayat (1) huruf f UU MD3 dan sesuai dengan Keputusan Sidang Paripurna DPD tanggal 5 April 2012 (vide bukti P-3). Pasal 236 ayat (1) huruf f UU MD3: (1) Pimpinan DPD bertugas: (1) Pimpinan DPD bertugas: a. .. b. .. c. .. f. Mewakili DPD di pengadilan; 10.Kedua, kerugian konstitusional Pemohon. Mengenai parameter kerugian konstitusional, MK telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu Undang- Undang harus memenuhi 5 (lima) syarat di dalam Putusan Nomor 006/PUU- III/2005 dan Nomor 011/PUU-V/2007, yaitu sebagai berikut: a. adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945; b. bahwa hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon tersebut dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang- Undang yang diuji; c. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian; e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi. 11.Dalam hal ini, Pemohon memiliki kewenangan konstitusional di bidang legislasi untuk “Dapat Mengajukan Rancangan Undang-Undang” yang 6 diberikan Pasal 22D ayat (1) UUD 1945 dan kewenangan konstitusional untuk “Ikut Membahas Rancangan Undang-Undang” yang diberikan oleh Pasal 22D ayat (2) juncto Pasal 20 ayat (2) UUD 1945. 12.Bahwa Pemohon sebagai lembaga negara, secara konstitusional telah dirugikan pemenuhan kewenangan konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi dan menaati hukum yang dipositifkan di dalam Undang-Undang a quo, oleh karena: a. Pasal 102 ayat (1) huruf (d) dan (e) UU MD3, Pasal 48 ayat (2) dan ayat (4) UU P3 telah mereduksi kewenangan legislasi Pemohon menjadi setara dengan kewenangan legislasi anggota, komisi, dan gabungan komisi DPR; b. Pasal 143 ayat (5) dan Pasal 144 UU MD3 secara sistematis mengurangi kewenangan Pemohon sejak awal proses pengajuan Rancangan Undang-Undang; c. Pasal 147 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) UU MD3 telah mendistorsi Rancangan Undang-Undang Pemohon menjadi Rancangan Undang- Undang Usul DPR; d. Pasal 18 huruf g, Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2) UU P3 telah meniadakan kewenangan Pemohon untuk dapat mengajukan Rancangan Undang- Undang baik di dalam maupun di luar Program Legislasi Nasional; e. Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal