DONTOSAI ( PEMBAKARAN SAMPAH SUCI TAHUN BARU ) DI KUIL

HACHIMANGUU SENDAI JEPANG

NIHON SENDAI HACHIMANGUU DE NO DONTOSAI ( SHIN’NEN NO

SEINARU GOMI O MOYASU )

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang Oleh:

SAMSIJAR

140708057

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan kenikmatan yang telah diberikan sampai saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi tugas akhir perkuliahan. Skripsi ini merupakan langkah awal bagi penulis untuk menyelesaikan studi strata 1 ( S1) dan melanjutkan cita-cita di masa depan yang telah dirangkai demi masa depan yang cemerlang.

Skripsi ini berjudul DONTOSAI (PEMBAKARAN SAMPAH SUCI

TAHUN BARU) DI KUIL HACHIMANGUU SENDAI JEPANG ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana pada jurusan Sastra Jepang Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi dan skripsi ini, antara lain kepada :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, MS., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D., selaku Ketua Program

Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mhd. Pujiono, M. Hum., Ph.D, selaku Dosen Pembimbing yang

telah banyak membantu dan membimbing penulis dengan

kesabarannya dalam memberikan arahan, dukungan, tenaga serta

waktu untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuan yang bermanfaat selama perkuliahan di jurusan Sastra

Jepang sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai Bapak Subandi dan Ibu

Nyak Indra yang telah bekerja keras hingga dapat memberikan

pendidikan kepada penulis ke perguruan tinggi, yang selalu tidak

pernah bosan memberikan dukungan baik materi maupun motivasi,

nasehat dan pengorbanan.Terima kasih untuk semua kasih sayang,

pengorbanan dan semua dukungan yang telah diberikan kepada penulis

yang tidak pernah dapat penulis balas sampai kapan pun. Kemudian

terima kasih juga kepada kakakanda dan adik penulis Sundiar Tika,

Shaida, Sandry Maulijar, Sulyami Fajri, Ahmad Fairus Al-fikri terima

kasih atas dukungan, motivasi, pengorbanan serta kasih sayang yang

tidak akan pernah terlupakan penulis.

6. Teman-teman tersayang yang sama-sama berjuang Ropi, Refi, Aoi,

Ven, Deli, Hanifathul, Silvi, Tami, Bebyun, Oca, Inul dan Asyifa yang

telah membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian

pembuatan skripsi.Orang-orang tersayang penulis Babe, kak Ital, adek

Dewi, adek Afrida, adek Keke, adek Dini, adek Desi, Wati, kak Santi,

dan semua sepupu penulis yang telah memberi dukungan serta seluruh

teman-teman Sastra Jepang stambuk 2014 yang tidak bisa penulis

sebutkan perorang yang telah membantu, memberi dukungan serta

membersamai selama perkuliahan.

Penulis manyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kata

Sempurna. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikannya.

Untuk itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini demi perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penulis, pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Sastra

Jepang.

Medan, September 2018

Penulis,

SAMSIJAR

NIM 140708057

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTRA ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah...... 1

1.2 Rumusan Masalah...... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan...... 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori...... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 11

1.6 Metode Penelitian...... 12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP DONTOSAI

DI JEPANG

2.1 Sejarah dan Letak Dontosai di Kuil Hachimanggu

Sendai Jepang

2.1.1 Sejarah...... 13

2.1.2 Letak...... 19

2.2 Tahun Baru di Jepang...... 20

2.3 Jenis dan makna Hiasan Tahun Baru di Jepang...... 24

2.4 Ritual dan Festival Tahun Baru di Jepang...... 32

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.5 Prosesi Acara Dontosai di Kuil Hachimanguu...... 39

2.6 Hadaka Mairi dalam Dontosai...... 41

BAB III DONTOSAI DI KUIL HACHIMANGGU SENDAI JEPANG

3.1 Performasi Dontosai di Kuil Hachimanguu Sendai...... 45

3.2 Kearifan Lokal yang Terdapat pada Pelaksanaan Dontosai...48

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan...... 51

4.2 Saran...... 51

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem,gagasan,tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai segala upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan jasmani maupun rohani (Koentjaraningrat).

Masyarakat Jepang kuno sudah mempunyai kebiasaan penyembahan alam dan roh leluhur. Penyembahan-penyembahan seperti ini disebut shizenshukyou / agama alam, shomin shinkou / kepercayaan rakyat dan minkan shinkou / kepercayaan penduduk. Kemudian kepercayaan yang tidak melembaga namun hidup ditengah-tengah masyarakat yang dimasuki oleh agama-agama melembaga dari luar seperti bukyou (budha), doukyou / jukyou (konfusius) dan kemudian juga agama dalam perkembangan berikutnya agama-agama alam atau kepercayaan rakyat atau agama rakyat ini yang kemudian melembaga yang disebut .

Kemudian agama-agama yang masuk dari luar mengikuti agama rakyat (minkan shinkou) yang disebut honchisuijakuro yaitu agama yang masuk ke Jepang menyesuaikan diri dengan kepercayaan Jepang yang sudah ada lebih dulu.

Menurut Miyake dalam Situmorang (2013:27) hal ini juga mempengaruhi kehidupan beragama agama orang Jepang, yang masih tetap melakukan Gyoji

(acara-acara tradisional) dan juga masih melakukan Hatsumode dan Obon, tetapi maknanya sudah berubah bagi mereka banyak mereka beranggapan hanya sebagai

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tempat rekreasi atau fungsi kuil, jinja dan gereja adalah sebagai tempat rekreasi,

Miyake dalam Situmorang (2013:27). Dalam agama rakyat, manusia terdiri dari raga dan roh. Sifat tersebut diawali pada kedatangan roh dari dunia lain seperti dari laut atau dari gunung. Kemudian roh tersebut hidup di bawah asuhan dewa keluarga atau orang tua. Kemudian bersamaan semakin menuanya badan, roh tersebut melemah dan kemudian keluar dari badan dan itulah kematian, Miyake dalam Situmorang (2013:29). Kemudian Miyake mengatakan, ada tiga model beragama di dunia ini dalam hubungan tuhan, manusia dan alam. Model pertama agama yang meninggikan tuhan, yaitu tuhan sebagai penguasa alam dan manusia.

Model kedua agama yang meninggikan kehidupan manusia, yaitu alam dan tuhan adalah untuk kesejahteraan manusia. Model ketiga adalah agama yang meninggikan alam, yaitu tuhan dan manusia adalah untuk melestarikan alam.

Alam adalah yang tertinggi tanpa alam maka manusia dan tuhan juga tidak ada.

Sementara agama di Jepang adalah untuk meninggikan dan melestarikan alam, alam adalah peninggalan leluhur dan pemberi kehidupan bagi anak cucu dan merupakan tempat tinggal roh-roh. Menurut Yanagawa dalam Situmorang

(2013:32) Mengatakan ciri beragama masyarakat Jepang sekarang adalah shinkou no nai shukyou (agama yang tidak mempunyai kepercayaan), Yanagawa menjelaskan bahwa walaupun orang pergi ke gereja namun belum tentu percaya kepada tuhan disana atau walaupun mereka pergi ke kuil budha belum tentu mereka percaya kepada budha walaupun tetap melakukan ritus-ritus tersebut.

Selain itu juga masih melaksanakan berbagai matsuri yang dikaitkan dengan ritus- ritus tersebut. Kuil adalah bangunan tempat memuja (menyembah) dewa

(https://kbbi.web.id/kuil, diakses pada 22 Juli 2018). Pada zaman kuno, walaupun tidak didirikan bangunan, tempat-tempat pemujaan Shinto tetap disebut jinja (kuil

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Shinto). Pada masa itu, kekuatan alam yang ditakuti seperti gunung (gunung berapi), air terjun, batu karang dan hutan merupakan objek pemujaan. Kuil Shinto berbentuk bangunan seperti dikenal sekarang, diperkirakan berasal dari bangunan pemujaan yang dibuat permanen setelah didiami para yang pindah dari goshintai (objek pemujaan). Kuil Shinto tidak memiliki aula untuk beribadat dan bukan tempat untuk mendengarkan ceramah atau menyebarluaskan agama.

Pada zaman sekarang, kuil Shinto dipakai untuk upacara pernikahan tradisional

Jepang, ( https://id.wikipedia.org/wiki/Kuil_Shinto, diakses pada 22 Juli 2018 ).

Diantara banyaknya kuil di Jepang salah satunya adalah kuil Hachimanguu yang terletak di Sendai dengan lambang burung Merpati, hewan bersayap ini erat hubungannya dengan , dewa perang dalam kepercayaan Shinto yang menjaga orang Jepang. Merpati bertugas sebagai pengantar pesan dan pasti dapat ditemukan di lebih dari 25.000 kuil mandiri yang didedikasikan untuk Hachiman

(https://japanesestation.com/inilah-3-hewan-keramat-yang-ada-di-kuil-kuil-di jepang/, diakses pada 22 Juli 2018 ).

Matsuri ( 祭り ) berasal dari kata matsuru ( 祀る), menyembah, memuja yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait merupakan istilah agama Shinto yang berarti persembahan ritual untuk Kami. Dalam pengertian sekuler, matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang. Ada banyak festival yang terdapat di Jepang, sepanjang tahun dan pada setiap musim salah satunya adalah Dontosai. Dontosai adalah istilah sebuah matsuri (festival) yang populer di prefektur Miyagi. Di daerah lain matsuri yang sama disebut dengan sagicho, dontoyaki, saizuyaki dan lain-lain. Dontosai adalah festival pembakaran segala pernak-pernik hiasan atau sampah tahun baru yang dilangsungkan di halaman jinja (kuil Shinto). Para pengunjung sengaja

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mendekatkan diri kearah api (dewa api) yang menjulang tinggi seraya memanjatkan do’a agar diberi kesehatan dan keselamatan keluarga selama satu tahun. Festival ini sangat populer di seluruh prefektur Miyagi, dan yang paling besar dan terkenal adalah matsutaki matsuri (nama asli dari dontosai ) di kuil

Osaki Hachiman (Osaka Hachimanggu) kota Sendai (http://ali- mansyar.blogspot>dontosai matsuri, diakses 13 April 2018 ).

Di sebagian besar daerah di prefektur Miyagi, Dontosai umumnya diselenggarakan sore hari tanggal 14 Januari, satu hari sebelum koshogatsu

( tahun baru kecil ), tetapi di kuil Morioka Hachimanguu prefektur Iwate, diselenggarakan pada tanggal 15 Januari, di kuil Nishine prefektur Fukushima diselenggarakan selama beberapa hari dan digabung dengan usokae matsuri.

Kemudian di kota Ishinomaki prefektur Miyagi diselenggarakan tanggal 7 Januari.

Khusus di Ishinomaki, penyelenggaraan dontosai menandai dimulainya aktivitas baru yang sudah berlangsung sejak tahun 1970.

Dalam perayaan Dontosai pada waktu bersamaan juga terdapat kelompok peziarah yang melakukan ritual penyucian dengan setengah telanjang yang disebut Matsutaki Matsuri atau lebih dikenal dengan Hadaka Mairi.

Dalam Dontosai matsuri terdapat nilai-nilai kearifan lokal / local wisdom seperti sikap gotong royong , patuh pada peraturan, displin, tanggung jawab, kekeluargaan, kesehatan fisik dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis akan berusaha mendeskripsikan kearifan lokal yang terdapat pada pelaksanaan Dontosai matsuri di kuil Hachimanguu Sendai Jepang melalui judul skripsi “DONTOSAI

( PEMBAKARAN SAMPAH SUCI TAHUN BARU ) DI KUIL

HACHIMANGUU SENDAI JEPANG”

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasanpada latar belakang diatas,maka rumusan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana performasi Dontosai matsuri di kuil Hachimanggu Sendai

Jepang?

2. Bagaimana kearifan lokal yang terdapat pada pelaksanaan Dontosai

matsuri di kuil Hachimanggu Sendai Jepang?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penelitian ini, perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam

pembahasan, agar permasalahan tidak terlalu luas. Sehingga penulis dapat

terfokus dan terarah dalam pembahasan masalah yang ingin diteliti dapat

mempermudah dalam pembahasan topik yang akan dianalisa.

Dalam penelitian ini, pembahasan akan difokuskan pada Dontosai Matsuri,

serta kearifan yang terdapat dalam ritual Dontosai Matsuri. Untuk mendukung

pembahasan, Bab II akan dikemukakan juga tentang pengertian dan sejarah

Dontosai Matsuri, makna hiasan tahun baru, ritual-ritual dalam dontosai matsuri,

dan jumlah peserta yang ikut dalam Hadaka Mairi pada saat Dontosai.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.Tinjauan Pustaka

Ross dalam Sinaga ( 2017:8 ) mengemukakan agama bagi orang Jepang

adalah sebuah cara untuk menjalani hidup, bukan sebuah kepercayaan atau teori

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seperti yang terdapat pada agama-agama yang lain yang ada di dunia. Sejak dahulu kala, masyarakat Jepang telah menemukan kekuatan sakral dan spiritual yang berpusat pada aspek alam dan memujanya sebagai kami ( 神 ) atau dewa. Ini dipercaya menjadi asal muasal Shinto, National Tourism Organization dalam Sinaga ( 2017:9 ). Shinto memiliki karakteristik yang paling benar dari kepercayaan kuno, termasuk menyembah alam dan tabu terhadap kagare atau ketidaksucian. Shinto tidak memiliki pengajaran atau doktrin. Menurut Kuroda dalam Sinaga ( 2017:9 ) Shinto muncul dari kepercayaan rakyat dalam bentuk yang bermacam-macam yang dianggap sebagai kepercayaan asli Jepang yang merupakan kelanjutan dari garis yang tidak terputus dari zaman pra sejarah sampai saat ini. Salah satu penegasan atau praktek dari Shinto adalah matsuri.

Istilah matsuri yang ditulis dalam karakter kanji ( 祭り) biasa disebut juga girei

( 儀礼 ) atau gyouji ( 行事 ) yaitu ritus atau upacara dan mempunyai arti berdoa, merayakan, mendewakan, mengabdikan, penyembahan dan pemujaan. Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang pada umumnya diselenggarakan di jinja atau kuil. Kemudian Naoko dalam Kokubo ( 36-48,Maret,2015 ) diangkat sebagai penelitian tentang memahami secara menyeluruh tentang Dontosai di kota Sendai sejak zaman modern dan membicarakan tentang perubahannya sampai zaman sekarang. Andou mengangkat artikel yang berkaitan dengan Dontosai di dalam

Koran lokal ( Kahoku Shinpo) yang menjadikan prefektur miyagi sebagai pasar utamanya, dan berpusat pada perubahan isi dari periode Meiji sampai periode

Heisei. Berdasarkan identifikasi Andou, pada artikel Koran yang sama sampai dengan tahun 30- Zaman Showa, bersamaan dengan Dontosai, serangkaian kumpulan acara tahun baru kecil selain Dontosai juga diangkat sebagai adat- istiadat tahun baru kecil. Tetapi dalam artikel sejak tahun 30-an zaman Showa,

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dontosai mulai mencolok dan diangkat secara skala besar, perlakuan terhadap kumpulan acara tahun baru kecil yang lainnya pun secara relatif mengalami kemunduran. Mengenai fenomena ini Andou menganalisis bahwa ini merupakan hal yang disebabkan oleh kemajuan Dontosai menjadi daya tarik turis dan revitalisasi daerah menjadi sumber daya. Selanjutnya Andou menyadari bahwa artikel Dontosai yang dikelola oleh asosiasi lingkungan newtown mengatakan bahwa sejak tahun 50-an zaman Showa kuil tidak digunakan untuk tempat acara, tetapi menggunakan taman dan tanah kosong sebagai tempat acara, dan juga berpendapat bahwa Dontosai yang diadakan sebagai ritual pengantar tahun baru memperkuat karakter sebagai tempat pertukaran ( interaksi ) dan persahabatan

( silaturahmi ) masyarakat.

Berlawanan dengan Andou yang berusaha menggambarkan proses perubahan

Dontosai setelah zaman modern melalui data kualitatif berupa artikel Koran,

Takahashi Kayo mencoba memahami situasi umum Dontosai dalam beberapa tahun terakhir dengan memperhatikan data kuantitatif berupa jumlah penyelenggaraan dan partisipan dari Dontosai. Takahashi berfokus kepada jumlah penyelenggaraan dan jumlah partisipannya di setiap tahun dari tahun 2008

( Heisei 20 ) sampai tahun 2010 ( Heisei 22 ) dari data mengenai keamanan

Dontosai Pemadam Kebakaran kota Sendai. Tempat acara Dontosai yang kumpulan orangnya sampai puluhan ribu orang di kota Sendai pun jumlahnya sedikit, tempat acara yang secara perbandingan skalanya kecil yang partisipan kurang dari 1000 orang, menempati 70 persen dari total keseluruhan, Takahashi menuding dalam Dontosai beberapa tahun terakhir ada kemungkinan munculnya bipolarisasi ( dua kutub ) antara tempat acara yang mengumpulkan partisipan dalam jumlah banyak dan tempat acara yang partisipannya sedikit. Selanjutnya

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Takahashi mencoba menganalisis tempat acara Dontosai yang partisipannya kurang dari 100 orang. Menurut Takahashi tempat acara Dontosai yang partisipannya kurang dari 100 orang juga setiap tahun ada sekitar 30%, Sebagian besar berada di daerah yang berhubungan dengan Furumiya Shiromachi ( nama kota ) bagian barat distrik Aoba, di daerah yang bersangkutan banyak kasus di mana Dontosai diadakan bukan pada bulan 1 tanggal 14, tetapi di hari berikutnya di tanggal 15. Dan dari hasil tersebut Takahashi menunjukkan bahwa ada kemungkinan bipolarisasai ( dua kutub ) bukan hanya pada jumlah partisipan

Dontosai, tetapi juga pada sisi efisiensi bagi orang-orang yang menuju ke tempat acara. Dengan kata lain Takahashi berargumen bahwa, Pada Dontosai kota Sendai zaman sekarang ini telah terjadi spesialisasi fungsi yaitu, Dontosai yang fungsinya sebagai daya tarik turis telah meluas dan Dontosai yang hampir menjadi spesialisasi yang fungsinya untuk membuang hiasan ( sampah ) tahun baru dan sebagainya di dekat lingkungan hidup. Berdasarkan pada penelitian Takahashi yang meletakkan fokus pada data numerik ( angka ) di dalam dokumen administratif, dapat dikatakan bahwa transformasi Dontosai yang diungkapkan sebagai sebuah kalimat di media masa, karakteristik Dontosai dari sudut pandang yang berbeda diperjelas ke tingkatan yang tetap. Khususnya berdasarkan operasi analisis dilihat dari unit kantor yang mengontrol jumlah penyelenggaraan dan partisipan, karakteristik lokal pada Dontosai di kota Sendai dapat dibilang telah bisa menggenggam (memahami) secara kuantitatif dan secara objektif tingkatan yang tetap.

Akan tetapi, perbedaan yang sampai bisa dikatakan bipolarisme (dua kutub) Dontosai skala besar dan Dontosai skala kecil yang dikemukakan oleh

Takahashi, sulit untuk dipastikan dari analisis jumlah penyelenggaraan Dontosai

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang menjadikan jumlah partisipan sebagai peringkatnya. Misalnya jika kita lihat ulang data Dontosai tahun 2008 (Heisei 20) oleh Takahashi, peringkat Dontosai yang partisipannya di bawah 100 orang pada keseluruhan peringkat menempati persentasi 22.5%, dan peringkat yang partisipannya lebih dari 1000 orang sebanyak 28.5%. Dan juga 3 peringkat yang jumlah partisipannya 100-199, 200-

299, 300-399 persentasinya masing-masing menjadi 11.9%, 11.9%, 7.9%.

Kemudian jika kita lihat kembali persentasi yang ditempati masing-masing peringkat partisipannya dengan jumlah partisipannya dibawah 399, 400-999, dan diatas 1000 orang, yang di bawah 399 orang adalah 54.3%, 400-999 orang adalah

17.2% dan di atas 1000 orang adalah 28.5%. Dipastikan bahwa persentasi yang diduduki oleh peringkat dengan jumlah partisipannya di bawah 399 dan di atas

1000 orang lebih besar dari pada peringkat di antaranya ( antara ke-2 peringkat tersebut). Tetapi mengenai persentase dari 400-999 dan yang lebih dari 1000 sulit untuk dikatakan bipolar( dua kutub).

2.Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat dalam Sinaga ( 2017:10 ) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori budaya dari Linton

(http://www.spengetahuan.com, diakses 28 Mei 2018) budaya merupakan keseluruhan dari sikap & pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan & dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu, juga menurut Kluckhohn dan Kelly (http://www.spengetahuan.com, diakses 28

Mei 2018) budaya merupakan segala konsep hidup yang tercipta secara historis,

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA baik yang implisit maupun yang eksplisit, irasional, rasional yang ada di suatu waktu, sebagai acuan yang potensial untuk tingkah laku manusia. Menurut

Gunawan Sutiardjo (http://id.m.wikiepedia.org>wiki>ideologi ,diakses pada 26

Juni 2018) Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan yang melahirkan aturan- aturan dalam kehidupan.

Menurut Irawan (2002:11) performasi (kinerja) adalah hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati & dapat diukur. Kemudian Bernardn dan (dalam

Ruky,2002:15) performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during the period. Prestasi / kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu.

Menurut Barth dalam Sinaga (2017:11) ritual merupakan kegiatan kolektif, artinya ritual tersebut merupakan beberapa simulasi kegiatan dari beberapa pelaku.

Ritual bukanlah monolog, artinya dalam ritual dibutuhkan dialog yang menjadikan ritual kental dengan interaksi. Dontosai matsuri dilakukan dengan beberapa prosesi, dimana terdapat beberapa ritual yang terkandung di dalam prosesi tersebut. Masing-masing dalam ritual tersebut dilaksanakan oleh peserta

Dontosai matsuri.

Menurut Sibarani (2012: 112-113) Pengertian kearifan lokal merupakan suatu bentuk pengetahuan asli dalam masyarakat yang berasal dari nilai luhur budaya masyarakat setempat untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat atau dikatakan bahwa kearifan lokal adalah bentuk budaya warisan yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Pada pelaksanaan ritual Dontosai matsuri dalam masyarakat Jepang mengandung beberapa unsur kearifan lokal juga.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mendeskripsikan performasi Dontosai di kuil Hachimanguu di Sendai

Jepang.

b. Untuk mendeskripsikan kearifan lokal yang terdapat pada pelaksanaan

Dontosai Matsuri di kuil Hachimanguu Sendai Jepang

2. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan pengetahuan seputar Dontosai yang dilaksanakan oleh

masyarakat Jepang beserta hal-hal yang berkaitan saat pelaksanaan

Dontosai tersebut.

2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan pemahaman bagi peneliti / penulis, pembaca dan

masyarakat seputar Dontosai yang dilaksanakan oleh masyarakat Jepang di

kuil Hachimanggu di Sendai Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam

melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang

keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk

itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.

Menurut Koentjaraningrat dalam Sinaga ( 2017:12 ) penelitian yang bersifat

deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu

individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada.

Selain itu untuk pengumpulan data penulisan menggunakan metode penelitian kepustakaan ( Library research ) yaitu serangkaian kegiatan yang berkenan dengan pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian Zed dalam Sinaga ( 2017:12). Hal ini dimaksudkan guna memperoleh informasi penelitian sejenis dan memperdalam kajian teoritis suatu penelitian.

Dalam hal ini penulis memanfaatkan perpustakaan Universitas Sumatera Utara, perpustakaan Japan Foundation. Selain itu, penulis juga memperoleh data dengan memanfaatkan media internet untuk mencari data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti melalui jurnal dan surat kabar online.

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP DONTOSAI DI JEPANG

2.1 Sejarah dan Letak Dontosai di Kuil Hachimanguu Sendai Jepang

2.1.1.1 Sejarah

Kuil Shinto atau shrine berfungsi sebagai tempat pemujaan para dewa atau

Kami. Sedangkan kuil Buddha atau temple berfungsi sebagai tempat ibadah bagi para pemeluk agama Buddha.

Kuil Shinto (Jinja) adalah bangunan tempat penyembahan dewa-dewa dalam kepercayaan Shinto. Shinto adalah agama yang melekat dengan Jepang yang merumuskan penyembahan dewa-dewa dari alam, mitologi, cerita rakyat dan fakta sejarah serta arwah para leluhur. Di banyak kuil Shinto, ada objek yang disebut “goshintai” atau “tubuh Shinto” yang diabadikan. Ini bisa berupa sesuatu yang dihuni oleh roh dewa tetapi dapat pula berupa sesuatu yang berupa dewa sendiri. Sebagai peraturan umum, “shaden” yang berada di kuil tempat diabadikannya goshintai tidak dibuka untuk umum. Namun, tergantung pada kuilnya, goshintai dapat berupa pohon, batu, gunung atau tanah sendiri sehingga terdapat kuil di mana Anda bisa melihat goshintai.

Bangunan tempat dewa disembah yang disebut “shaden” seringkali berada di dalam hutan yang dikelilingi pepohonan tetapi ini berasal dari penyembahan alam. Bagian dalam kuil yang dikelilingi oleh pepohonan itu diselimuti kesunyian dan terpisah dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Konon katanya saat ini terdapat 85.000 kuil di Jepang. Ada banyak jenis kuil, mulai dari yang besar yang dikelola oleh pemerintah pusat sampai yang kecil yang berdiri tenang di pegunungan, yang dibersihkan oleh penduduk setempat.

Kuil yang dianggap paling tinggi tingkatannya di kawasan tertentu disebut

“ichinomiya”.

Kuil-kuil seperti Kuil Besar Ise Jingu di Kota Ise, Prefektur Mie, Kuil

Izumo Taisha di Kota Izumo, Prefektur Shimane, serta Kuil Fushimi Inari-Taisha dan Yasaka di Kyoto, yang semuanya memiliki sejarah dan kedudukan, dapat dikategorikan sebagai kuil skala besar. Kuil Meiji di Tokyo merupakan kuil yang relatif baru yang dibangun pada zaman Meiji tetapi sudah banyak pengunjungnya sekarang dan telah menjadi oasis di perkotaan. Kuil Hachimanguu 八幡宮 dikhususkan untuk dewa Shinto ( kami 神 ) Hachiman 八幡, tetapi beberapa juga memuja kaisar Jepang abad ke-3 dan ke-4, Kaisar Ōjin 応神 ( Ojin ), yang diidentifikasi dengan Hachiman sekitar abad ke-9. Kultus Hachiman dapat ditelusuri kembali ke akhir abad ke-6 di kuil Usa Hachimanguu 宇佐八幡宮 di

Prefektur Ōita, di mana dewa memainkan fungsi orakel dan menunjukkan atribut dari animisme Shinto dan perdukunan Korea. Baru kemudian, pada abad ke-9, bahwa dewa menjadi terkait dengan Kaisar Ōjin, dan kemudian masih Hachiman menjadi disembah sebagai dewa memanah dan perang, akhirnya menjadi dewa perlindungan dari klan Minamoto dan prajurit terkenalnya, Minamoto Yoritomo.

源頼朝 (1147-1199), pendiri Keshogunan Kamakura.

Kuil Osaki Hachimanguu dibangun pada tahun 1607 oleh mantan pemimpin Sendai, Masamune Date. Aula utamanya (shaden) terdaftar sebagai warisan nasional dengan catatan sebagai gedung tertua di Jepang yang

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menggunakan gaya konstruksi Gongen yang merepresentasikan budaya kuno pada masa sekarang. Banyak spot yang menorehkan sejarah di tempat ini seperti nagatoko (teras panjang khas Jepang) yang terdaftar dalam warisan budaya penting, dan gerbang batu (the stone tori) yang merupakan warisan prefektural di

Miyagi. Jaraknya yang mudah ditempuh dari stasiun Sendai merupakan salah satu alasan kepopuleran kuil ini di antara para turis. Dari banyak aktivitas yang sering diadakan oleh kuil ini, acara perayaan tahun baru “Matsutaki Matsuri” yang diadakan pada tanggal 14 Januari merupakan festival terkenal yang dimeriahkan oleh parade ribuan manusia tanpa busana dan didatangi oleh pengunjung yang mencapai angka 100,000. (https://ikidane-nippon.com/id/interest/osaki- hachimanggu,diakses pada 18 Juli 2018 )

Hachiman juga bisa dibaca Yawata. Secara harfiah berarti "delapan spanduk" atau "delapan banderoles," yang konon jatuh dari surga dalam legenda yang melibatkan kelahiran Kaisar Ōjin. Kuil penting awal Hachimanguu mendewakan Kaisar Ōjin, ibu Emjin, Ratu Jingū 神功, dan istri Himjin Himegami

比売神 ( alias Nakatsuhime 仲津姫, pasangan Ōjin digambarkan sebagai dewa ).

Dari akhir abad ke-8, Hachiman juga dianggap Bodhisattva, dan dengan demikian berfungsi sebagai pelindung dalam tradisi Shinto dan Buddha. Karya seni yang masih ada dari dewa Shinto ini sering menunjukkan dia mengenakan pakaian dari seorang bhikkhu - dengan demikian melambangkan penerimaannya terhadap ajaran Buddha dan mendudukkannya dalam matriks Kami-Buddha sinkretik yang mendefinisikan sebagian besar sejarah religius Jepang. Hari ini ada sekitar 30.000 kuil Hachimanguu di seluruh negeri, dengan kuil utama di Usa Hachimanguu di

Ōita - di mana Ōjin (Ojin), Jingū (Jingu), dan Himegami pertama kali diabadikan.

The Tsurugaoka Hachimanguu Shrine 鶴岡八幡宮 di Kamakura adalah kuil

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hachiman yang bergengsi lainnya. Yang terakhir dipindahkan ke lokasinya saat ini pada tahun 1183 oleh Minamoto Yoritomo, Shōgun Jepang pertama (Shogun)

将軍, yang telah merebut kekuasaan dari kaisar dan bangsawan, mendirikan keshogunan (pemerintahan militer) di Kamakura pada tahun 1185, dan mengadopsi Hachiman sebagai perlindungan dewa kelas ksatria baru.

Berdasarkan catatan periode, hewan dan utusan simbolis Ōjin adalah burung merpati. Ikonografi ini dipelihara oleh kuil Tsurugaoka Hachimanguu di

Kamakura, di mana papan nama di atas bangunan kuil utamanya mencakup dua burung merpati (yang membentuk karakter Hachi 八 Arsitektur kuil

Hachimanguu) (Hachiman Zukuri 八幡造) adalah juga berbeda. Hachiman juga dianggap sebagai dewa pelindung penulisan dan kebudayaan, karena Ōjin ( kaisar kelima belas Jepang menurut Kōjiki ), mengundang para sarjana Korea dan Cina untuk mendidik putra dan istananya dengan cara-cara Dunia

(http://www.onmarkproductions.com/html/tsurugaoka-hachiman.shtml). Gaya arsitektur kuil yang dicirikan oleh struktur yang dari sisi-sisi memberi kesan dua bangunan terpisah dengan punggung paralel ditempatkan satu di belakang yang lain, masing-masing dengan atap pelana sendiri kirizuma yane ( 切妻屋根 ).

Selokan hujan, Toi ( 樋 ), bergabung dengan atap dari dua atap. Ruang yang menghasilkan antara dua bangunan tertutup untuk membentuk ruang dalam 1-bay ai-no-ma ( 相の間 ). Lebar ruang antara ini bervariasi dari kuil ke kuil seperti halnya ketinggian lantai. Umumnya, bangunan belakang adalah 3 X 2 teluk dan bagian depan satu teluk 3 X 1. Pintu masuk ditempatkan di teluk pusat setiap bangunan dan kanopi langkah kouhai ( 向拝), diperpanjang di atas tangga bangunan depan. Bangunan belakang adalah tempat perlindungan utama dan

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA biasanya disebut ( 本殿 ) meskipun itu juga bisa disebut naiden ( 内殿 ), naijin ( 内陣 ) atau shouden( 正殿 ). Bangunan depan disebut ( 拝殿 ), gejin( 外陣 ) atau geden ( 外殿. ) Ruang kembar narabidou ( 双堂 ), mungkin terkait dengan arsitektur Buddha yang memiliki shoudou ( 正堂 ) dan aula ibadah raidou( 礼堂 ), di belakang dan depan gedung masing-masing. Namun, aula kuil jenis ini tidak terbuka untuk digunakan bahkan untuk imam biasa karena keduanya hanya diduduki oleh kami ( 神 ). Di Usa Hachimanguu ( 宇佐八幡宮 ),

Prefektur Ooita dan Iwashimizu Hachimanguu ( 石清水八幡宮 ) Kyoto, area depan memiliki kursi dan area belakang memiliki podium bertingkat, michou ( 御

帳 ) atau choudai ( 帖台 ). Furnitur ini dari Heian vintage. Daise digunakan di kamar tidur dan kursi digunakan di ruangan yang digunakan selama siang hari.

Hal ini diduga oleh beberapa ahli bahwa karena ungkapan seperti dedono ( 出殿 ) atau aula keberangkatan merujuk pada area depan di aula tipe twin hall, kami dapat dengan mudah berubah dari belakang ke aula depan dan kembali sesuka hati.

Penggunaan pintu papan berkisi-kisi shitomido( 蔀戸 ) di bagian depan, daun pintu ganda tsumado( 妻戸 ) pada sisi atap pelana di setiap ujung ai-no-ma, dan kurung berbentuk perahu sederhana funahijiki ( 舟肘木 ), di bangunan kuil gaya hachiman, sangat menyarankan hubungan dekat dengan periode Heian aristokrat gaya tempat tinggal shinden-zukuri ( 寝殿造 ). Sumber lain yang mungkin untuk hachiman-zukuri mungkin telah ditarik dari pegunungan ganda paralel yang dikenal telah ada dalam arsitektur istana awal. Bangunan yang masih ada paling awal dalam gaya ini berasal dari periode Edo, dan hanya lima yang bertahan hidup.

Contoh: Usa Hachimanguu Honden dan Haiden; Iwashimizu Hachimanguu

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Honden dan Haiden; Ima Hachimanguu ( 今八幡宮) Honden dan Haiden,

Prefektur Yamaguchi.( http://www.aisf.or.jp/~jaanus/deta/h/hachimanzukuri.htm).

Dontosai berasal dari kata donto / どんと債 yang memiliki arti ‘kuat, penuh semangat, dengan semua kekuatan seseorang’ dan sai / 差異 yang memiliki arti ‘perbedaan’. Jadi secara keseluruhan dapat diartikan sebagai semangat / kekuatan yang berbeda. Dontosai adalah festival yang telah ada sejak periode zaman Edo. Festival yang paling terkenal diadakan di Kuil Osaki

Hachimanguu, pertama diadakan sekitar 300 tahun yang lalu. Dontosai selalu diadakan tiap tanggal 14 Januari, di mana saat itu cuaca di Jepang sedang dingin- dinginnya. Secara historis dontosai dilaksanakan sejak zaman Edo akhir tahun

1849. Sementara penampilan wanita dalam acara setengah telanjang ini juga dikonfirmasi pada tahun 1850. Keunikan Dontosai terkenal dengan sebutan naked festival alias festival telanjang. Para wanita juga ada yang ikut dalam festival ini. Namun resmi dimulai pada tahun 1907, Meski kuil masih secara resmi menyebutnya 'matsutaki matsuri'. Namun, mereka mengenakan atasan kimono dan celana pendek berwarna putih. Satu lagi, mereka semua berjalan sambil mengigit kertas jimat dan membunyikan lonceng.

(https://aguchans.wordpress.com/2014/09/page/43/, diakses 27 Juli 2018). Setelah tiba di Kuil Osaki Hachimanguu, para peserta Dontosai bakal mengumpulkan kertas jimat dan segala pernak-pernik tahun baru seperti boneka daruma dan aneka karangan bunga. Setelah itu, semuanya dibakar tanpa sisa. Ketika kumpulan benda-benda tersebut dibakar, peserta Dontosai bakal berdo’a untuk meminta keberuntungan dan kesejahteraan sepanjang tahun kepada dewa. Mereka pun memberanikan diri untuk lebih dekat ke apinya, sebab api yang dibakar tersebut adalah penjelmaan Dewa Api Kagutsuchi dan diyakini baik untuk kesehatan.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.2 Letak

Kawasan Sendai terletak di bagian tengah Prefektur Miyagi, dan merujuk pada Kota Sendai, kota terbesar di distrik Tohoku. Kota Sendai disebut "ibukota hutan / pohon", deretan pohon zelkova yang indah berbaris di jalan atau jalan raya Jouzenji, ini karena pemerintah Sendai menyuruh warganya menanam pohon.

Kota ini dibangun oleh Date Masume pada tahun 1600 setelah perang dunia ll,

Tokugawa Ieyasu membei izin Masume untuk membangun istana baru didaerah

Aobayama setelah perang Sakigahara. Awalnya Sendai ditulis dengan kanji ( 千

代 ) yang memiliki arti ribuan generasi kemudian Masume mengganti menjadi kanji ( 仙臺 ) dan terakhir berubah menjadi ( 仙台) yang memiliki arti tempat tinggal seorang pertapa, kanji tersebut berasal dari puisi Cina yang mengungkapkan keindahan sebuah istana yang dibuat oleh kaisar Wen dari Cina,

Masume memilih kanji ini dengan alasan istana akan sejahterah karena di gunung

Aobayama didiami oleh sang pertapa (http://budiyatinugroho.blogspot.com/2008/

08/sejarah-kota-sendai, diakses pada 26 Juli 2018). Pelaksaanaan dontosai dilaksanakan di halaman kuil atau tanah lapang tergantung daerah masing-masing tiap pelaksanaannya, jika di Sendai akan dilaksanakan dihalaman kuil

Hachimanguu.

2.2 Tahun Baru di Jepang

Menurut Linton budaya merupakan keseluruhan dari sikap & pola perilaku serta pengetahuan yang merupakan suatu kebiasaan yang diwariskan & dimiliki oleh suatu anggota masyarakat tertentu, juga menurut Kluckhohn budaya merupakan segala konsep hidup yang tercipta secara historis, baik yang implisit

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maupun yang eksplisit, irasional, rasional, yang ada di suatu waktu, sebagai acuan yang potensial untuk tingkah laku manusia.

2.2.1 Oshogatsu

Oshogatsu merupakan Festival tahun baru yang dirayakan pada tanggal 1 hingga 3 Januari. Oshogatsu merupakan salah satu festival terbesar di Jepang karena dirayakan secara meriah oleh semua kalangan masyarakat. Oshogatsu bagi orang Jepang bukan sekedar proses pergantian tahun semata, tetapi juga berarti datangnya era dan semangat baru (Brandon, 1995:15). Begitu pentingnya hari tersebut sehingga orang Jepang merasa perlu menyambutnya dengan perayaan khusus. Oshogatsu sering disebut juga dengan Shogatsu. Bagi orang Jepang,

Oshogatsu dijadikan sebagai sarana untuk berkumpul dengan keluarga. Dalam buku yang berjudul Nihon Bilingual Jiten disebutkan,

「正月」は正月三箇日の期間だけではなく、一年の期間の月意味す

る。上に記術されている行事は「大正月」ののであり。

“Shōgatsu refers to the first month of the year as well as to the period of the New

Year’s holidays. The events described above concern what is commonly refered to as Ōshōgatsu (Big New Year)”, (Kodansha, 2003:254) Di kalangan masyarakat

Jepang Oshogatsu lebih dikenal sebagai periode liburan tiga hari di awal tahun, yaitu tanggal 1, 2, dan 3 Januari. Tanaka dalam Situmorang (2012 : 70) pada tanggal 1 Januari disebut gantan, para anggota keluarga biasanya memakan hidangan yang disebut joni. Joni adalah sejenis makanan yang direbus dan merupakan makanan untuk orang hidup dan roh leluhur. Pada periode liburan tahun baru ini orang Jepang mempunyai kesempatan untuk berkumpul dengan anggota keluarganya, saling mengunjungi tetangga atau bunke (keluarga cabang) ,

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengunjungi honke (keluarga asal) atau anak-anak yang tinggal di kota mengunjungi orang tua, mereka berkumpul dan saling memberi salam tahun baru.

Meskipun yang dijadikan hari libur resmi hanya tanggal 1 Januari, tetapi kantor pemerintah, perusahaan swasta dan toko-toko umumnya tutup pada tanggal

1 hingga 3 Januari. Orang Jepang biasanya melakukan berbagai macam kegiatan untuk mengisi liburan tahun baru, mulai dari kegiatan bersenang-senang hingga kegiatan yang bersifat religius. Ada beberapa kegiatan bersifat religius yang dilakukan secara turun-temurun oleh bangsa Jepang untuk memeriahkan perayaan Oshogatsu seperti yang dijelaskan berikut ini.

1. Joya no kane

Joya no kane merupakan ritual membunyikan lonceng pada saat menjelang tahun baru. Di Jepang, Omisoka ( malam tahun baru ) tidak hanya diisi dengan kegiatan suka ria dan pesta kembang api semata, tetapi orang Jepang juga mempunyai tradisi joya no kane. Menjelang pukul 12 malam sebagai tanda pergantian tahun, lonceng yang terdapat di berbagai kuil Buddha di Jepang dibunyikan sebanyak 108 kali. Hal ini dilakukan karena bunyi yang dihasilkan dari lonceng yang dipukul dipercaya dapat menghalau nafsu jahat. Dalam Buddha diajarkan bahwa ada 108 nafsu jahat yang dapat menyebabkan penderitaan bagi manusia. Oleh karena itu, lonceng harus dibunyikan sebanyak 108 kali.

2. Hatsumōde

Hari pertama di tahun baru ditandai dengan Hatsumōde, yaitu kunjungan pertama di awal tahun ke kuil Shinto dan Buddha untuk memanjatkan do’a. Di depan kuil-kuil, selepas pergantian tahun, bisa dijumpai kerumunan orang yang menunggu pintu kuil dibuka. Biasanya pada hatsumode selain ke jinja ada juga orang yang pergi ke otera ( gereja ). Dimana semuanya do’a bertujuan untuk

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mendapatkan kesejahteraan, kesehatan, keselamatan dan kesuksessan di sepanjang tahun.

3. Mochitsuki

Mochitsuki atau ritual menumbuk mochi merupakan salah satu tradisi dalam menyambut tahun baru di Jepang. Untuk membuat mochi, ketan yang sudah ditanak dimasukkan ke dalam lesung, kemudian ditumbuk dengan menggunakan alu. Tiga atau empat orang laki-laki bertugas menumbuk, sedangkan seorang wanita bertugas membolak-balik beras ketan dengan tangan yang dibasahi dengan air. Beras ketan ditumbuk hingga lengket dan membentuk gumpalan berwarna putih. Suara yang dihasilkan dari ritual menumbuk mochi oleh orang Jepang dipercaya dapat mendatangkan dewa yang kemudian akan memberikan keberuntungan. Mochi biasanya dimakan sebagai pengganti nasi pada saat tahun baru. Selain dimakan, mochi juga dijadikan hiasan tahun baru.

2.2.2 Koshogatsu

Koshogatsu atau tahun baru kecil disebut juga dengan tahun baru bulan purnama karena dirayakan di sekitar waktu terjadinya bulan purnama, tepatnya tanggal 7 hingga 15 Januari. Umumnya dirayakan oleh para petani di daerah pedesaan di Jepang, dengan tujuan untuk menyambut datangnya Toshitokujin

(dewa pertanian) yang dipercaya akan memberikan keberuntungan di sepanjang tahun. Pada saat Koshogatsu petani di Jepang sibuk melakukan berbagai ritual dan juga berdo’a supaya mendapatkan panen berlimpah di tahun yang baru. Reiko

Mochinaga Brandon dalam bukunya yang berjudul Symbol and Spirit the

Japanese New Year mengungkapkan:

“Koshogatsu customs differ throughout the country, but most fall into two basic categories. First are the various productivity rites designed to entice energy

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA from the earth and assure a bountiful year. Second are the divination rituals, aimed at discerning the pleasure of the kami and predicting the outcome of the harverst”,(1995:88).

Meskipun tradisi perayaan koshogatsu di tiap daerah berbeda-beda, tetapi pada intinya digolongkan menjadi dua jenis. Pertama yaitu melakukan upacara yang bertujuan untuk memanggil dewa supaya datang ke dunia dan memberi berkah berupa panen yang berlimpah. Kedua yaitu melakukan ritual keagamaan sebagai persembahan kepada dewa. Perayaan Koshogatsu biasanya diisi dengan ritual yang dijadikan sebagai sarana berkomunikasi dengan dewa. Berikut ini merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jepang pada saat perayaan

Koshogatsu.

1. Torioi

“Torioi merupakan parade yang dilakukan oleh para pemuda dan anak-anak kecil, berkunjung dari satu rumah ke rumah lainnya sambil bernyanyi-nyanyi dan memukul-mukul tongkat untuk membuat suara-suara gaduh” (Brandon, 1995:100).

Oleh orang Jepang, hal ini dijadikan simbol untuk mengusir burung-burung yang akan memakan hasil panen petani. Para pemuda akan meminta kue mochi kepada pemilik rumah yang telah didatangi kemudian kue-kue mochi tersebut akan dipanggang pada saat festival api atau dondoyaki.

2. Dondoyaki / dontosai

Setelah ritual terioi diadakan dondoyaki. Dondoyaki atau festival api merupakan ritual yang paling terkenal dalam Koshogatsu. Dondoyaki dirayakan pada tanggal

14 malam hingga tanggal 15 pagi di bulan Januari. Ritual dilakukan dengan cara membakar hiasan-hiasan tahun baru. Orang-orang bersorak sorai mengelilingi api sambil memanggang kue mochi di atas api dan memakannya bersama-sama. Hal

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ini menjadi tanda berakhirnya Oshogatsu dan Koshogatsu. Dondoyaki dilaksanakan dengan tujuan untuk mengusir kekuatan jahat, sebagai sarana pembersihan, dan mengubah energi negatif ke dalam energi positif. Orang Jepang juga percaya bahwa jika memakan mochi yang telah dipanggang akan mendapat berkah berupa kesehatan di sepanjang tahun (Brandon,1995:99).

2.3 Jenis dan Makna Hiasan Tahun Baru di Jepang

Menurut Kluckhohn budaya merupakan segala konsep hidup yang tercipta secara historis, baik yang implisit maupun yang eksplisit, irasional, rasional, yang ada di suatu waktu, sebagai acuan yang potensial untuk tingkah laku manusia.

Perayaan tahun baru di Jepang berbeda dengan perayaan tahun baru di negara lain.

Hal ini dilihat dari cara perayaan dan hiasan yang dipasang pada saat tahun baru.

Hiasan tahun baru bagi orang Jepang dianggap benda yang penting. Dalam bahasa

Jepang hiasan disebut dengan kazari. Akan tetapi orang Jepang sering menyebut hiasan tahun baru dengan sebutan okazari. Penambahan awalan o~ pada sebuah kata dalam bahasa Jepang untuk membentuk kata sopan dan penambahan o~ di depan kazari sebagai sebutan kehormatan dan untuk menggambarkan bahwa hiasan tahun baru juga dijadikan sebagai persembahan dan tanda penghormatan kepada para dewa yang akan datang membawa berkah pada saat Shogatsu. Hiasan tahun baru dipercaya dapat memberikan pengaruh dalam kehidupan orang Jepang di tahun yang akan datang. Hal ini dikarenakan, pemasangan hiasan tahun baru ditujukan untuk para dewa supaya bersedia datang ke dunia dengan membawa berkah yang berlimpah. Apabila hiasan tidak dipasang, maka dewa tidak akan datang dan tidak akan memberikan berkahnya di tahun baru. Jadi bagi orang

Jepang, memasang hiasan pada saat tahun baru dianggap sebagai kewajiban dan

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tradisi yang harus dilakukan. Hiasan tahun baru di Tokonoma tanggal 1 Januari disebut 元日/ ganjitsu/ hari pertama sedangkan pagi 1 Januari disebut 元旦

/gantan / pagi pertama, perayaan tahun baru berlangsung selama 3 hari yang disebut 三が日/ sanganichi / 3 hari. Di Kansai, Hatsuka shogatsu dikenal dengan

骨正月/ honeshogatsu / tahun baru tulang, karena pada hari tersebut, ikan masakan tahun baru sudah habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya

(https://id.m.wikiepedia.org/wiki/Tahun_baru_Jepang, diakses pada 26 Juli 2018).

Di Jepang terdapat berbagai jenis hiasan tahun baru. Jenis hiasan yang dipasang pada saat Oshogatsu berbeda dengan hiasan Koshogatsu. Hal ini dikarenakan masing-masing hiasan memiliki makna yang berbeda. Secara umum okazari dikategorikan sebagai engimono atau benda keberuntungan, karena di dalamnya dipercaya mengandung kekuatan besar yang dapat mendatangkan nasib baik bagi setiap orang yang memasang hiasan pada saat Shogatsu (Brandon,1995:48).

1. Hiasan saat Oshogatsu

Hiasan Oshogatsu mulai dipasang seminggu sebelum tahun baru sampai perayaan Koshogatsu. Menurut orang Jepang, hiasan Oshogatsu harus dipasang pada hari yang baik. Hiasan tahun baru tidak boleh dipasang pada tanggal 29

Desember. Orang Jepang menganggap angka 29 sebagai angka yang tabu, karena jika dilafalkan dalam bahasa Jepang angka 29 berbunyi nijūku ( 二十九 ) sementara, nijūku juga memiliki arti yang berbeda yaitu kesengsaraan yang berlipat dua jika ditulis dengan kanji 二重苦. Biasanya awal pemasangan hiasan pada tanggal 27, 28, dan 30. Sementara pada tanggal 31 Desember tidak diperbolehkan memulai pemasangan hiasan. Hal ini dikarenakan ada kepercayaan bahwa akan marah jika hiasan dipasang pada saat satu hari sebelum

Tahun Baru. Hiasan-hiasan Oshogatsu tersebut dipasang hingga tanggal 7 Januari

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Nurchayati,Endah 2010:18-24). Hiasan-hiasan yang dipasang pada saat

Oshogatsu adalah:

1.

Shimenawa merupakan hiasan tahun baru yang pertama kali diciptakan di

Jepang sekitar abad 12 yang dibuat dari dua buah untaian jerami yang dililitkan.

Hal ini memiliki makna suatu pemisahan hal baik dari hal yang buruk.

Shimenawa yang dipasang dalam perayaan Oshogatsu dijadikan sebagai simbol pengusir kekuatan jahat atau jimat untuk penolak bala. Tujuannya supaya setiap orang mendapatkan keselamatan dan perayaan Oshogatsu dapat berjalan dengan lancar. Penggunaan shimenawa berawal dari kisah (dewa matahari).

Menurut kepercayaan orang Jepang, dahulu Amaterasu bermusuhan dengan

Susanō (dewa badai lautan). Mereka mengadakan pertarungan, dalam pertarungan

Susanō melempar kuda ( binatang suci bagi Amaterasu ) dan mengenai pembantu

Amaterasu hingga meninggal. Amaterasu marah dan melarikan diri ke dalam goa

Amano Iwato. Semenjak itu kegelapan menutupi dunia. Amaterasu dikeluarkan oleh Futodama ( nenek moyang bangsawan kuno Jepang ) dari dalam goa supaya dunia kembali terang. Setelah Amaterasu berhasil dikeluarkan, di pintu masuk goa dipasang shimenawa sebagai penghalang supaya Amaterasu tidak dapat kembali masuk. Dari kepercayaan tersebut shimenawa dianggap memiliki kekuatan gaib sehingga sering digunakan dalam ritual keagamaan. Pada saat Oshogatsu, shimenawa dipasang di berbagai tempat misalnya di gerbang kuil, di pintu masuk rumah, di jalan, dan di tempat-tempat lain. Di kuil-kuil, shimenawa biasanya juga dihiasi dengan lipatan-lipatan kertas putih yang dijadikan sebagai lambang keberuntungan dan lambang terima kasih kepada dewa atas berkah yang telah diberikan. Sementara itu, shimenawa yang dipasang di pintu-pintu rumah diberi

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hiasan berupa daun pakis, lobster, dan lipatan kertas berbentuk kipas. Semua benda tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Bentuk dari daun pakis melambangkan sebuah hubungan atau pernikahan yang harmonis. Lobster memiliki bentuk tubuh yang melengkung, dijadikan lambang tubuh orang tua atau umur yang panjang dan warna badan yang berwarna merah dipercaya dapat mengusir kekuatan jahat atau iblis. Kertas berbentuk kipas menandakan keberuntungan yang terus-menerus dan keturunan atau anak yang banyak.

2.

Kadomatsu berasal dari kata kado berarti pintu masuk dan matsu berarti pohon pinus. Merupakan hiasan tahun baru berupa rangkaian cabang pinus, batang bambu, dan cabang pohon prem yang digunakan untuk menghiasi gerbang rumah atau gerbang kantor. Orang Jepang percaya bahwa arwah leluhur pada saat tahun baru akan kembali ke rumah yang dulu mereka tinggali dalam bentuk

Toshigami (dewa tahun baru) dan mereka akan bersemayam dalam kadomatsu selama perayaan Oshogatsu. Oleh orang Jepang, kadomatsu dipasang pada saat

Oshogatsu untuk dijadikan sebagai simbol tempat tinggal Toshigami. Bahan yang digunakan untuk membuat kadomatsu berasal dari alam yang masih baru dan segar yang memiliki makna penting dalam kehidupan orang Jepang. Setiap bahan yang digunakan untuk membuat kadomatsu memiliki makna yang berbeda. Pohon pinus yang selalu hijau dianggap sebagai lambang hidup yang panjang. Pohon bambu yang tumbuh meruncing ke atas melambangkan suatu kekuatan dan kesabaran. Pohon prem yang bisa tetap tumbuh pada cuaca yang dingin melambangkan panjang umur dan kemakmuran.

3. Kagami mochi

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kagami mochi adalah hiasan Oshogatsu yang terdiri dari tumpukan dua buah mochi berbentuk bulat pipih (melambangkan tahun lama dan tahun baru) yang diletakkan pada sebuah nampan kayu. Di atas tumpukan mochi biasanya diberi hiasan jeruk. Kagami mochi dianggap sebagai benda yang sakral dan dijadikan sebagai lambang hidangan untuk para dewa supaya dewa bersedia datang pada saat Oshogatsu. Hal ini dikarenakan bentuk kagami mochi yang bulat dan pepat menyerupai bentuk kaca tradisional Jepang yang dijadikan sebagai simbol dewa tertinggi ajaran Shinto. Pada awalnya mochi digunakan dalam ritual

Hagatame atau ritual untuk memperkuat gigi yang dilakukan dengan cara memakan mochi. Karena tekstur mochi kenyal dan lembek, maka untuk memakannya diperlukan gigi yang kuat. Bagi orang Jepang, gigi yang kuat merupakan bagian dari kesehatan, karena itu mochi sering digunakan dalam ritual keagamaan untuk meminta berkah berupa kesehatan.

4. Kirigami

Kirigami merupakan hiasan tahun baru yang terbuat dari kertas. Kertas mulai dikenal di Jepang antara abad ke-5 dan abad ke-7. Pada saat pertama kali dibuat, kertas dipercaya memiliki kekuatan gaib. Dikarenakan pada saat orang

Jepang belum mengenal kertas, bahan utama pembuatan kertas yaitu serat jerami dan serat pohon murbai digunakan sebagai benda persembahan kepada dewa pada saat acara ritual keagamaan. Kemudian ketika sudah menjadi kertas pun masih dianggap memiliki kekuatan gaib. Pada abad ke-10 dalam upacara keagamaan ajaran Shinto, potongan-potongan kertas digunakan dalam ritual pembersihan.

Potongan-potongan kertas tersebut dicampur dengan beras dan daun sakaki kemudian ditaburkan di sekitar rumah. Hal itu dipercaya dapat membersihkan rumah dari segala kekuatan jahat. Seiring dengan perkembangan zaman, daya

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kreativitas orang Jepang mengalami perkembangan. Sejak akhir abad ke-17, orang

Jepang membuat bentuk yang bermacam-macam dari guntingan dan lipatan kertas untuk dijadikan sebagai hiasan tahun baru. Dalam perayaan Oshogatsu , kirigami dijadikan sebagai tempat tinggal para dewa. Kirigami terdiri dari berbagai bentuk dan tiap-tiap bentuk ditempati oleh dewa yang berbeda. Sebagai contoh, bentuk yaitu guntingan atau lipatan berbentuk zig-zag yang diselipkan pada celah tongkat bambu. Bentuk ini dipercaya sebagai tempat tinggal Toshigami. Selain itu ada kirigami yang berbentuk ikan dan kura-kura yang dijadikan sebagai tempat tinggal dewa keberuntungan yaitu dan Daikoku. Ebisu dan Daikoku adalah dewa laut yang dipercaya akan memberikan berkah kepada para nelayan berupa hasil laut yang berlimpah pada saat Oshogatsu.

5. Miki no kuchi

Miki no kuchi merupakan salah satu jenis hiasan tahun baru yang terbuat dari bahan kertas, bambu, dan tatal kayu. Dirangkai menjadi sebuah bentuk hiasan kemudian diletakkan ke dalam botol yang berisi sake ( minuman tradisional

Jepang yang mengandung alkohol dibuat dari bahan beras ). Beras dipercaya sebagai lambang kesuburan yang sangat disukai oleh para dewa dan sake dianggap sebagai minuman suci yang digunakan untuk persembahan para dewa.

Oleh karena itu, miki no kuchi dalam perayaan Oshogatsu dijadikan sebagai lambang minuman yang digunakan untuk menyambut kedatangan para dewa.

Biasanya diletakkan di tempat ibadah, ruang tamu, dan tempat-tempat lain yang diyakini akan didatangi oleh dewa pada saat Oshogatsu.

2. Hiasan pada saat Koshogatsu

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sama halnya dengan Oshogatsu pada saat perayaan Koshogatsu orang

Jepang juga memanjatkan doa dan melakukan ritual pemasangan hiasan. Hiasan dijadikan sebagai persembahan kepada para dewa yang dipercaya akan datang membawa berkah berupa panen yang berlimpah. Hiasan Koshogatsu umumnya disebut dengan monotsukuri yang berarti benda buatan. Hiasan Koshogatsu dibuat menyerupai rangkaian bunga atau buah karena berhubungan dengan pertanian.

Hiasan yang dipasang pada saat Koshogatsu adalah:

1. Mochibana

Salah satu hiasan Koshogatsu yang terkenal adalah mochibana yaitu hiasan yang dibuat dari kue mochi berbentuk bulat kecil digantungkan pada ranting pohon. Orang Jepang menganggap mochi sebagai benda yang dapat mendatangkan keberuntungan. Oleh karena itu mochi dijadikan sebagai bahan pembuat mochibana. Bentuk mochibana menyerupai pohon yang sedang berbuah dijadikan sebagai lambang harapan para petani supaya dewa memberikan berkah berupa panen yang berlimpah. Selain itu, mochibana juga dijadikan sebagai lambang tempat tinggal Toshitokujin selama perayaan Koshogatsu. Pada saat

Koshogatsu, mochibana diletakkan di ruang tamu, tempat ibadah, dan tempat- tempat lain yang diyakini akan didatangi oleh dewa.

2. Hiasan dari kayu

Hiasan Koshogatsu yang lainnya adalah hiasan dari kayu berbentuk bunga.

Hiasan dibuat dengan cara membuat serutan kayu yang tipis menjadi bentuk ikal atau keriting kemudian dirangkai dan diletakkan melingkar pada sebuah batang kayu sehingga menyerupai bentuk bunga. Hiasan ini dijadikan sebagai simbol pengusir kekuatan jahat, karena kayu yang dijadikan sebagai hiasan diambil dari

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA daerah pegunungan. Orang Jepang percaya bahwa di dalam kayu-kayu tersebut terdapat kekuatan dewa gunung yang akan melindungi manusia dari hal buruk.

Sebelum menebang kayu, orang Jepang mengadakan ritual untuk meminta izin kepada dewa. Jika hal tersebut tidak dilakukan, maka dipercaya akan mendapatkan kesialan. Hiasan ini diletakkan di tempat ibadah, depan pintu, ruang tamu, dan toilet. Dahulu tiap orang membuat sendiri hiasan Oshogatsu dan

Koshogatsu. Akan tetapi seiring dengan berkembangnya zaman, orang Jepang disibukkan dengan berbagai pekerjaannya sehingga tidak sempat untuk membuat hiasan saat menjelang Oshogatsu. Sebagian besar orang membeli hiasan di toko- toko. Meskipun demikian tetap ada aturan yang harus dipatuhi pada saat membeli hiasan. Aturan tersebut yaitu dilarang menawar harga pada saat membeli hiasan karena hiasan tersebut digunakan untuk persembahan kepada dewa. Jika melakukan penawaran, maka dianggap tidak sopan dan tidak menghargai dewa

( Nurhayati,Endah 2010: 24-26 ).

2.4 Ritual dan Festival Tahun Baru di Jepang

Menurut Barth dalam Sinaga (2017:11) ritual merupakan kegiatan kolektif, artinya ritual tersebut merupakan beberapa simulasi kegiatan dari beberapa pelaku.

Ritual bukanlah monolog, artinya dalam ritual dibutuhkan dialog yang menjadikan ritual kental dengan interaksi.

Pesta rakyat Jepang terdiri dari festival, hari raya, dan upacara khusus

( Kodansha, 1993 : 361-366 ). Pesta rakyat Jepang dapat digolongkan menjadi dua kategori besar yaitu: matsuri ( pesta rakyat ) dan nenchu gyoji ( hari raya tahunan ). Matsuri pada dasarnya adalah festival suci. Sebagian diantaranya berasal dari upacara penanaman padi dan upacara kesejahteraan spritual penduduk

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA setempat, yang diambil dari ritus-ritus Shinto kuno yang bertujuan mendamaikan hati para dewa dan roh-roh orang mati dan menjamin kesuburan pertanian mereka.

Beberapa ritus-ritus Shinto telah diintegrasikan dengan ritus-ritus dan upacara dari

Cina seperti Budhisme dan Konfusianisme.

Menurut W.J.S Purwadarminta Festival biasanya berarti "pesta besar" atau sebuah acara meriah yang diadakan dalam rangka memperingati sesuatu.

Atau juga bisa diartikan dengan hari atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa penting atau bersejarah, atau pesta rakyat. Berikut ritual serta festival tahun baru yang dilakukan di Jepang :

1.Osoji (15-31 Desember )

Ritual penyambutan tahun baru di Jepang dimulai dengan kegiatan osoji yaitu membersihkan seluruh bagian rumah. Biasanya dilakukan dua minggu sebelum tahun baru sampai hari terakhir menjelang tahun baru. Osoji menjadi simbol awal yang baru dan segar serta harapan agar tahun depan lebih baik dari tahun sebelumnya.

2.Toshikoshi Soba (31 Desember)

Toshikoshi soba adalah mie yang dimakan menjelang tahun baru.

Toshikoshi artinya ‘melewatkan tahun’ dan memakan toshikoshi soba dipercaya dapat membawa umur panjang karena bentuk mi yang kecil dan panjang. Tapi pastikan menghabiskan toshikoshi soba sebelum tahun baru tiba, karena jika tidak konon akan mendapat kesialan.

3.Osechi Ryori (1-3 Januari)

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Osechi ryori adalah makanan tradisional Jepang yang dapat ditemukan hanya pada saat tahun baru. Tradisi menyiapkan osechi ryori pada saat sebelum tahun baru sudah ada sejak zaman Heian

( 794 ). Osechi ryori disajikan dalam sebuah wadah kotak bertingkat yang disebut jubako dan umumnya terdiri dari dua atau tiga tingkat.

Isinya terdiri dari makanan aneka bentuk dan warna masing-masing punya makna sesuai nama, bentuk, atau warnanya. Beberapa makanan dalam osechi ryori antara lain:・Kamaboko yaitu makanan olahan ikan berwarna pink dan putih sebagai simbol dari matahari terbit, ・ Tai yaitu ikan bream laut yang menjadi simbol keberuntungan,・ Udang yaitu simbol umur panjang karena bentuknya yang bungkuk menyerupai orang tua,・Kuromame yaitu kacang kedelai hitam sebagai simbol kerja keras dan kesehatan,・Tazukuri yaitu ikan kecil kering sebagai simbol panen yang berlimpah, ・ Konbu yaitu rumput laut.

Bunyi lafal konbu yang sama seperti kata yorokobu yang artinya kesenangan dan kebahagiaan menjadi alasan makanan ini ada dalam osechi ryori,・Kurikinton yaitu campuran kentang tumbuk dan kastanye. Warnanya yang kuning dianggap sebagai simbol harapan akan keberuntungan ekonomi di tahun depan,・Renkon yaitu akar lotus dengan banyak lubang yang menjadi simbol melihat masa depan dengan jelas.

4.Joya no Kane ( 31 Desember )

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Di malam tahun baru, kuil-kuil budha di Jepang mengadakan upacara pensucian yang disebut joya no kane dimana lonceng kuil dibunyikan sebanyak 107 kali menjelang tahun baru dan 1 kali setelah tahun baru.

5.Hatsumode (1-7 Januari)

Hatsumode adalah kunjungan pertama ke kuil di Tahun Baru. Saat ini, orang Jepang akan berbondong-bondong datang ke kuil untuk berdoa. Hatsumode bisa dilakukan antara tanggal 1 sampai tanggal 7

Januari. Seperti kuil:

1.Kuil Meiji Jingu, Tokyo

Kuil ini menjadi kuil yang paling populer untuk hatsumode di

Tokyo. Lebih dari 3 juta pengunjung datang pada 3 hari pertama Tahun

Baru sehingga tentu saja suasana akan sangat ramai.

3. Kuil Naritasan Shinshoji, Chiba

Terletak di Chiba, Kuil Naritasan Shinshoji menjadi kuil terpopuler kedua untuk hatsumode setelah Meiji Jingu. Pengunjung yang datang saat hatsumodedisebut-sebut mencapai 3 juta orang.

3.Kuil Fushimi Inari Taisha, Kyoto

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kuil ini menjadi salah satu kuil paling populer untuk hatsumode yang ada di Kyoto. Di hari Tahun Baru sampai tanggal 3 Januari Anda bisa mengunjungi kuil ini sepanjang hari.

4.Kuil Naritasan Shinshoji

Menjadi kuil terpopuler kedua untuk hatsumode setelah

Naritasan yang terletak di Chiba. Ritual hatsumode di hari pertama

Tahun Baru bisa dilanjutkan dengan melihat matahari terbit pertama di

Tahun Baru atau yang disebut hatsuhinode. Orang-orang Jepang pergi ke pantai, gunung, atau gedung-gedung tinggi untuk melihat hatsuhinode yang dianggap sebagai cara untuk menyambut dewa toshigamisama sekaligus menyambut tahun yang baru.

Selain mengikuti tradisi-tradisi di atas, Tahun Baru di Jepang diisi dengan kegiatan-kegiatan berikut yang tidak kalah menariknya:

1.Menikmati Lampu-Lampu Iluminasi

Kota-kota besar seperti Tokyo akan mulai dihiasi lampu-lampu iluminasi sejak memasuki musim dingin hingga bulan Januari atau

Februari, antara lain: a. Caretta Shiodome Illumination ( 16 November 2017 – 14 Februari

2018, kecuali tanggal 1 dan 2 Januari 2018, pukul 17.00 – 23.00) b. Marunouchi/Ginza (9 November 2017 – 18 Februari 2018)

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Ebisu Garden Place (3 November 2017 – 8 Januari 2018)

2.Berbelanja dan Berburu Fukubukuro

Tahun Baru adalah saat menguntungkan untuk berbelanja di

Jepang karena banyak toko yang menggelar acara sale. Selain itu, yang tidak boleh ketinggalan dari acara belanja di Tahun Baru adalah fukubukuro atau “kantung keberuntungan” yang dijual di mulai hari pertama buka toko yaitu sekitar tanggal 2 atau 3 Januari (ada juga toko yang buka di tanggal 1 Januari).

6. Bersulang dengan sake obat

Bersulang dengan sake obat untuk menyambut tahun baru merupakan salah satu tradisi di wilayah barat Jepang. Tradisi ini dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dengan menggunakan perangkat sajian tradisional, yaitu 3 piring dangkal yang ditumpuk satu diatas yang lain. Sake obat sendiri adalah sake yang mengandung ramuan dari berbagai tanaman, sehingga jika meminumnya, dipercaya bahwa segala nasib buruk yang masih tersisa di tahun sebelumnya akan terbilas bersih dan kamu juga akan memperoleh umur panjang serta kesehatan.

7.Membeli agar mendapatkan nasib yang baik

Omamori merupakan salah istilah yang digunakan untuk menyebut segala jenis jimat. Masyarakat Jepang biasanya membeli jimat di perayaan tahun baru untuk berbagai tujuan seperti; mengusir roh jahat, mendapat jodoh, memperbaiki keadaan keuangan, memastikan keselamatan kelahiran, dan lain sebagainya.

Selain itu ada sebuah larang untuk tidak penah membakar jimat yang sudah

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dibeli.Kalau memang harus membuangnya, cukup menaruhnya di sebuah kuil untuk dibakar dalam salah satu upacara resmi.

8.Memberi amplop untuk anak-anak

Sama seperti saat Lebaran, ternyata perayaan tahun baru di Jepang pun identik dengan membagikan amplop berisi uang kepada anak-anak. Jumlah yang diberikan akan semakin banyak seiring dengan bertambahnya usia si penerimanya.

9.Menonton barongsai tradisional Jepang

Dalam bahasa Jepang, barongsai disebut dengan "Shishimai" dan baru pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat Jepang pada masa dinasti Tang.

Kemudian barongsai mengalami serapan berbagai bagian kebudayaan Jepang, hingga akhirya setiap wilayah di Jepang memiliki barongsai khas-nya masing- masing.

10.Menunggu mimpi pertama di tahun yang baru

Tradisi terakhir yang ada di Jepang saat merayakan tahun baru adalah menanti mimpi pertama yang kamu dapatkan di tahun yang baru. Masyarakat

Jepang yakin bahwa mimpi yang didapatkan pertama di tahun yang baru menggambarkan keberuntungan sepanjang tahun. Masyarakat Jepang percaya kalau mimpi melihat gunung Fuji, burung elang atau terong, maka akan memiliki keberuntungan yang besar sepanjang tahun.

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.5 Prosesi acara Dontosai di kuil Hchimanguu

Berikut adalah kegiatan penyelenggaraan upacara keagamaan saat

dontosai :

1. Pendeta Shinto mendatangi areal pembakaran diiringi musik (seruling dan

terompet) yang dimainkan oleh pendeta Shinto yang berusia lebih muda.

2 Pendeta yang bertugas memimpin upacara keagamaan dontosai membawa api

(dewa api) dari dalam kuil dan langsung meletakkannya di altar yang terlebih

dahulu sudah disiapkan. Sebagai gambaran, sekitar 30 menit sebelum upacara

keagamaan berlangsung, altar persembahan terhadap kami sama telah disiapkan.

Ada tiga altar yang disiapkan. Altar pertama terletak di tengah, di atas altar

diletakkan cawan berisi beras dan air sebagai menu keseharian kami sama. Altar

berikutnya diletakkan di sisi kiri dan kanan altar utama. Di sebelah kiri altar

utama terdapat obor yang nantinya digunakan untuk menyulut api pembakaran. Di

sebelah kanan altar utama terdapat onusa ( alat untuk penyucian ) dan tamaguchi

( sesembahan untuk kami sama ) yang diperuntukan saat upacara berlangsung.

3. pembawa acara ( salah seorang pendeta muda ) membuka upacara.

4. Pembacaan Harai Kotoba ( do’a penyucian ). Harai kotoba adalah puji-pujian

yang ditujukan kepada kami sama yang bertugas melakukan penyucian.

Pembacaan Harai Kotoba dilakukan oleh pemimpin upacara.Seluruh peserta

diminta untuk menundukkan kepala untuk menunjukkan hormat. Harai kotoba

diyakini mampu membersihkan diri dari dosa dan kekotoran yang tanpa sadar

dilakukan sehari-hari.

5. setelah membaca Harai Kotoba, pemimpin upacara mengambil Onusa ( alat

untuk penyucian ) untuk melakukan penyucian secara langsung dengan cara

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengibaskan 2 kali ke arah kiri dan dua kali ke arah kanan. Penyucian dimulai

dari altar utama. Kemudian pemimpin upacara bergerak kearah tumpukan pernak-

pernik hiasan tahun baru, lalu melakukan penyucian. Selanjutnya penyucian para

pendeta, dan terakhir para peserta. Pada saat pemimpin upacara mengibaskan

onusa, pendeta atau peserta yang disucikan harus menundukkan kepala. Ritual

penyucian merupakan salah satu tahapan penting dalam upcara keagamaan Shinto.

Sebelum mengundang kami sama ke areal upacara, lokasi dan para peserta yang

hadir harus disucikan terlebih dahulu.

6. Pembacaan do’a ( ). Pendeta yang bertugas membacakan norito maju ke

depan menghadap altar. Norito adalah do’a khusus dari peserta yang ditujukan

kepada kami sama. Misalnya agar terhindar dari penyakit dan keluarga diberi

keselamatan selama satu tahun ke depan. Selama pembacaan norito, seluruh

peserta diminta menundukkan kepala.

7. Pemberian tamaguchi ( sesajen ) kepada kami sama. Pemimpin upacara

mengambil tamaguchi, lalu menyerahkannya kepada pendeta yang bertugas

membacakan do’a. Petugas tersebut maju untuk mempersembahkan tamaguchi ke

hadapan kami sama ( altar ). Pemberian sesajen tersebut diiringi musik ( semacam

seruling ). Persembahan tamaguchi juga dilakukan oleh pendeta kepala ( guji ).

Pemimpin upacara kembali maju untuk mengambil tamaguchi, lalu

menyerahkannya ke pendeta kepala. Pendeta kepala maju ke arah altar untuk

mempersembahkannya ke hadapan kami sama.

8. Penyulutan api. Dua orang petugas wanita ( ) mengambil obor yang terletak

di altar dan menyerahkannya kepada pendeta kepala dan wakilnya ( negi).

Sementara pemimpin upacara mengambil api (dewa api) dari altar dan

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mempersilahkan pendeta kepala dan wakilnya untuk menyalakan api obor.

Kegiatan ini juga diringi bunyi seruling.

9. Penyulutan api. Pendeta kepala dan dua orang wakilnya mendatangi tumpukan

pernak-pernik hiasan tahun baru untuk memulai proses pembakaran. Agar api

mudah menyala, sebelumnya tumpukan pernak-pernik tersebut telah disiram

bahan bakar minyak oleh petugas.

10 Seiring dengan menyalanya api pembakaran, berakhirlah upacara keagamaan.

Seluruh pendeta menginggalkan areal upacara dan kembali menuju kantor kuil

diiringi musik ( seruling dan terompet ).

2.6 Hadaka Mairi dalam Dontosai

Hadaka mairi adalah sebuah ritual khusus saat dontosai. Peserta hadaka

mairi sebelum upacara dontosai di kuil Osaku Hachimanguu yang terjadi sejak

zaman Edo akhir tahun 1849. Sementara penampilan wanita dalam acara setengah

telanjang ini juga dikonfirmasi pada tahun 1850. Even yang lebih dikenal dengan

"Dontosai Festival" ini resmi dimulai pada tahun 1907, Meski kuil tersebut masih

secara resmi menyebutnya 'matsutaki matsuri'

( http://www.oosakihachiman.or.jp/pop/index.html, diakses pada 18 Juli 2018)

Sebagian pengunjung dontosai melakukan ritual Hadaka mairi (Hadaka;

telanjang,mairi; ziarah atau kunjungan). Makna Ketelanjangan dalam Hadaka

Mairi berasal dari kata hadaka dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai

telanjang atau ketelanjangan. Dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia, kata hadaka

memiliki definisi: “ketelanjangan; tubuh telanjang; tubuh yang terbuka” (Kenji

Matsuura, 1994:235). Akan tetapi, Takahashi dalam Yato Tamotsu ( 1968 ),

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengungkapkan bahwa di dalam matsuri Jepang, ketelanjangan mempunyai konotasi Jurnal Lingua Cultura Mei 2009: 58-67 yang lebih luas. Hadaka dapat diartikan sebagai ketelanjangan secara total atau hanya menutupi salah satu bagian tubuh, atau sebagian tubuh yang tidak berbusana ( Yato Tamotsu, 1968:149 ). Hal ini mungkin akan membingungkan, khususnya untuk orang asing. Ketika mendengar kata “hadaka matsuri”, yang ada di dalam benak mereka adalah orang- orang yang berpartisipasi dalam matsuri tersebut pasti ‘telanjang bulat’, mengikuti definisi kata hadaka yang ada di dalam kamus. Akan tetapi, ternyata pelaku ritual tidak benar-benar telanjang bulat, mereka masih memakai fundoshi ( cawat ), kain berwarna putih yang digunakan khusus menutupi alat kelamin pria. Kroeber dan

Kluckholn dalam buku Marcel Danesi dan Paul Perron, 1999:132 mengemukakan hubungan ’ketelanjangan’ dengan kebudayaan, bahwa ketelanjangan hanya bisa diinterpretasikan secara budaya. Kita semua terlahir ‘telanjang’, tetapi tak lama kemudian kita mempelajari bahwa ketelanjangan mempunyai konotasi yang negatif. Selain itu, yang dikatakan ’dapat dipertunjukkan’ dari bagian tubuh akan berbeda sama sekali pada setiap budaya, karena cara menutupi alat kelamin sebagai batasan dalam lintas budaya juga berbeda. Hal ini yang menyebabkan perbedaan persepsi antara orang Jepang dan orang asing dalam makna telanjang itu sendiri. Sadaiji Eyou dan Proses Penyucian Diri Tatsuo Hagiwara, dalam Yato

Tamotsu ( 1968 ), mengemukakan bahwa “telanjang atau ketelanjangan” memiliki hubungan dengan matsuri yang ada di Jepang. Hal ini disebabkan karena setiap manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan telanjang dan juga suci. Suci di sini mempunyai makna bebas dari segala dosa, atau belum pernah melakukan kesalahan dan dosa. Oleh karena itu, ketelanjangan dalam upacara-upacara keagamaan dapat dikatakan sebagai upaya untuk mencapai kesucian yang sama,

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA seperti bayi yang terlahir kembali, bersih dan suci, tidak berdosa dan benar-benar alami ( Yato Tamotsu, 1968:143 ). Melakukan setiap kegiatan ritual harus melakukan suatu penyucian diri. Hal tersebut memiliki hubungan yang erat kaitannya dengan ke-Tuhanan, atau hal-hal yang bersifat ke-Tuhanan, yaitu kelayakan seseorang untuk dapat bertemu dengan Tuhan. Dalam setiap agama, ketika akan bertemu atau berdo’a kepada Tuhan, penganutnya harus melakukan penyucian diri. Hal ini disebabkan di dalam masyarakat, terutama penganut kepercayaan ataupun agama, Tuhan mempunyai suatu persepsi akan kesucian yang lebih tinggi daripada manusia. Menurut Ishikawa ( 1986 ), dikarenakan kamigami mengutamakan kesucian dibandingkan hal lainnya, maka masyarakat

Jepang harus menyucikan pikiran dan badan sebelum dapat menerima kedatangan kamigami pada ritual.

Disebut Hadaka karena pengunjung yang dimaksud tidak mengenakan pakaian lengkap. Pria mengenakan fundoshi, semacam cawat menutupi bagian perut hingga ke paha.Wanita ada yang hanya menutupi bagian dada, perut hingga paha, tetapi ada juga yang berpakaian lengkap seperti biasa. Mengenakan ikat kepala berwarna putih, mengenakan penutup kaki ( pengganti kaus kaki ) warna putih.

Hadaka mairi sangat popular dilakukan saat dontosai, meskipun tidak semua jinja menyelenggarakannya. Di kuil Osaki Hachimanguu, peserta Hadaka mairi terdiri dari siswa SMU, mahasiswa maupun pegawai perusahaan. Setiap tahun pesertanya semakin bertambah. Pengamatan penulis, iring-iringan peserta terlihat sangat panjang. Penulis memperkirakan berjumlah 500 orang yang terdiri dari berbagai sekolah, universitas dan perusahaan atau instansi pemerintah. Ritual ini diawali dengan mandi air dingin ( es )

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

DONTOSAI DI KUIL HACHIMANGGU SENDAI JEPANG

3.1 Performasi Dontosai di Kuil Hachimanggu Sendai

Dontosai di kota Sendai pada umumnya dimulai sejak sore hari tanggal 14 bulan Januari dimana pada waktu ini cuaca begitu sangat dingin. Sebelum memulai festival, terlebih dahulu dilakukan konstruksi tempat pembakarannya di tempat acara. Dontosai diakui sebagai ritual mengantar dewa, di mana barang bawaan dikumpulkan dan kemudian mengelilingi tempat pembakaran dengan tali atau bambo kecil.

Ketika sudah masuk ke waktu yang ditentukan, dilakukan ritual pembersihan oleh Pendeta Shinto atau yang lainnya sebagai ritual pembakaran pertama atau ritual pengusir setan. Di tempat diadakan Dontosai, dipungut barang bawaan jimat dan lainnya berupa hiasan tahun baru, jimat keberuntungan dan lainnya sebelum memulai pembakaran, tetapi merupakan hal yang umum memulai festival pada saat ritual pembersihan dan pembakaran barang bawaan.

Pembakaran pernak pernik hiasan tahun baru umumnya berlangsung sore hari sekitar jam 16:30, diawali dengan upacara keagamaan oleh pendeta Shinto diikuti seluruh warga yang hadir. Upacara keagamaan yang dimaksud sebenarnya tidak berbeda dengan upacara keagamaan dalam kegiatan lain. Perbedaannya hanya pada tempat. Seperti yang sudah disinggung di awal, dontosai dilangsungkan di halaman kuil (keidai), sehingga upacara keagamaan juga dilangsungkan di halaman, tepat di depan timbunan pernak-pernik hiasan tahun baru. Setelah memulai pembakaran pun, membawa hiasan tahun baru dan lainnya tetap berlanjut. Di kebanyakan tempat acara, antara jam 20 sampai 22 dijadikan waktu

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berakhirnya festival, ketika sudah masuk waktu berakhirnya kemudian api dipadamkan, dengan waktu ini menandakan Dontosai telah berakhir. Ada juga kasus di mana Dontosai telah selesai pun di tanggal 14, ada tempat acara yang melakukan pembakaran kembali barang bawaan di kemudian hari di pagi-pagi hari tanggal 15.

Batas yang jelas mengenai jenis kelamin, umur, tempat tinggal dan sebagainya pada orang yang membawa hiasan tahun baru dan sebagainya ke tempat acara biasanya tidak ditetapkan, setiap orang membawanya ke tempat acara yang suka rela. Ada berbagai macam contoh misalnya membawa hiasan tahun baru dan sebagainya ke tempat acara yang paling dekat dengan rumah, atau juga membawa hiasan tahun baru ke Matsutaki-Matsuri di Osaki Hachimanguu.

Orang yang tidak membawa barang bawaan pun juga tidak dibatasi untuk masuk ke tempat acara Dontosai.

Pada umumnya pada Dontosai tidak muncul nyanyian, tarian, mobil parade, dan . Dapat ditemui sebagian tempat acara yang mempunyai tujuan seperti hal tersebut atau misemono ( pameran ), akan tetapi bukan berarti semacam barang pameran tersebut merupakan komponen yang wajib ada pada

Dontosai. Meskipun dijadikan sebagai ritual bukan berarti kuil selalu dijadikan sebagai tempat acara, ada juga terlihat kasus di mana satu sudut taman atau tanah kosong dijadikan tempat acara. Poin berupa mengumpulkan sejenis hiasan tahun baru dan membakarnya merupakan hal yang sama di setiap tempat acara, tetapi mengenai jenis hiasan tahun baru yang dibawa, cara membawa, orang yang membawanya dan juga sejenis penampilan pada saat festival, masing-masing khususnya tidak ditetapkan sebuah batasan. Ini adalah wujud umum pada

Dontosai zaman sekarang. Dari hal ini Dontosai juga dapat dipikir sebagai festival

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang sangat kaya akan plastisitas ( menyesuaikan dengan lingkungan ) yang tinggi dan perubahan.

Dalam undang-undang pencegahan kebakaran kota Sendai ( Peraturan no.

4 tanggal 27 maret Showa tahun 48 ) pasal 57 tentang “Laporan kegiatan menyalakan asap yang bisa disalah artikan sebagai kebakaran” harus menyerahkan “laporan menyalakan api” kepada kepala pemadam kebakaran yang berwenang. Saat ini di kota Sendai kantor cabang pemadam kebakaran ada 6 kantor, di hari Dontosai di masing-masing unit kantor cabang dilakukan penjagaan tempat acara di area berwenang mereka.

Di hari acara, mengenai jumlah partisipan, jam memulai pembakaran, jumlah penjaga dan sebagainya yang dilaporkan oleh masing-masing tempat acara akan dibuat menjadi laporan pemberitahuan seperti “Laporan hasil penyelenggaraan Dontosai” “Hasil Penyelenggaraan Penjagaan Khusus Dontosai” dan lainnya.

Esensi dari dontosai adalah mendekatkan diri kepada api yang menyala. Di sinilah mitos beredar yang mengatakan, dengan mendekatkan diri

( menghangatkan tubuh ) ke api, segala penyakit akan sembuh. Suhu yang mencapai minus menambah antusias pengunjung untuk berlomba-lomba lebih dekat ke arah api meskipun sangat panas. Sebagian pengunjung sengaja membakar kue mochi lalu di makan. Ini juga bagian dari mitos, mereka meyakini dengan memakan kue mochi yang dibakar saat dontosai, akan membawa banyak berkah.

Hadaka mairi sangat popular dilakukan saat dontosai, meskipun tidak semua jinja menyelenggarakannya. Di kuil Osaki Hachimanguu, peserta Hadaka mairi terdiri dari siswa SMU, mahasiswa maupun pegawai perusahaan. Setiap

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tahun pesertanya semakin bertambah. Pengamatan penulis, iring-iringan peserta terlihat sangat panjang. Penulis memperkirakan berjumlah 500 orang yang terdiri dari berbagai sekolah, universitas dan perusahaan atau instansi pemerintah. Ritual ini diawali dengan mandi air dingin ( es ). Untuk menahan dingin mereka mengigit kertas berwarna putih yang disebut fukumigami. Sebelum api menyala, mereka mengitari tumpukan pernak-pernik hiasan tahun baru sebanyak tiga kali, kemudian menuju titik awal yaitu kuil. sebelum memulai ritual mengelilingi api, mereka mendapatkan pemberkatan terlebih dahulu dari pendeta Shinto di dalam kuil. setiap kelompok mendapatkan pemberkatan melalui satu orang perwakilannya. Selanjutnya, setelah api menyala, mereka berbondong-bondong mengitari api ( dewa api ) sambil membawa lonceng di tangan kanan dan lampion di tangan kiri yang terdapat tulisan 桜 (sakura), 井 (baik) dan 愛 (cinta ).

3.2 Kearifan Lokal yang terdapat pada pelaksanaan Dontosai

Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal sebagai acuan tingkah laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban. Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dikatakan bahwa

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya. Kemudian Miyake mengatakan, ada tiga model beragama di dunia ini dalam hubungan tuhan, manusia dan alam. Model pertama agama yang meninggikan tuhan, yaitu tuhan sebagai penguasa alam dan manusia.

Model kedua agama yang meninggikan kehidupan manusia, yaitu alam dan tuhan adalah untuk kesejahteraan manusia. Model ketiga adalah agama yang meninggikan alam, yaitu tuhan dan manusia adalah untuk melestarikan alam.

Alam adalah yang tertinggi tanpa alam maka manusia dan tuhan juga tidak ada.

Nilai kearifan lokal yang terdapat dalam dontosai berdasarkan teori tersebut adalah 1. Penyucian diri kepada tuhan yaitu dengan adanya pemberkatan oleh pendata sebelum memasuki kuil, pembacaan Harai Kotoba & Norito serta pemberian Tamaguchi, ketelanjangan peserta peziarah / matsutaki matsuri.

2.Gotong royong yaitu dengan adanya kerja sama antara kuil dan pemerintahan dengan perizinan menyalakan api saat Dontosai, saling mengumpulkan pernak- pernik tahun baru pada tempat yang telah ditentukan, membakar bersama pernak- penik yang telah dikumpulkan, menikmati api dengan membakar mochi dengan keluarga, teman atau sesama peserta dontosai dengan harapan mendapat berkat. 3.

Persamaan kasta/derajat adalah seperti persamaan pakaian saat matsutaki matsuri, tidak ada batasan umur dan latar belakang peserta Dontosai matsuri, keakraban dengan sesama peserta dontosai meskipun tidak saling mengenal saat bahu saling bersentuhan/berangkulan ketika mengintari api dontosai.. 4. Pendidikan yaitu menjaga lingkungan dengan tidak menyia-nyiakan sampah sisa tahun baru, saling

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menghargai antar sesama, kedisplinan dengan adanya penjadwalan lokasi pembakaran dari pemerintahan, keyakinan dijauhkan dari segala keburukan dengan membunyikan lonceng sebanyak 108 kali, 5. Kesehatan yaitu para peserta yang mampu menantang dinginya cuaca dibawah 3 derajat celcius lalu mendekatkan diri pada api saat dontosai, banyaknya gerakan yang dilakukan saat dontosai seperti berjalan kaki sejauh yag telah ditentukan bagi para peziarah juga mengintari api pembakaran.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Setiap kegiatan yang dilaksanakan pada saat prosesi kegiatan dontosai

memiliki arti yang mengarah pada penyucian diri dan penyerahan serta

permohonan keberkatan pada dewa selama setahun penuh yang akan

dijalani.

2. Kearifan lokal dari dontosai matsuri & hadaka mairi adalah hubungan

antara tuhan dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan

manusia yang berupa penyucian diri, gotong royong, persamaan derajat,

pendidikan dan kesehatan.

4.2 Saran

Melalui penulisan skripsi ini penulis berharap adanya penelitian kebudayaan dontosai di masa mendatang yang berkelanjutan agar memberikan pembaruan pengetahuan bagi masyarakat yang membutuhkan. Sebaiknya juga pelaksanaan dontosai tetap konsisten berdasarkan tradisinya agar terjaga hubungan agama,alam dan manusia.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Brandon, Reiko M. 1995. Symbol and Spirit the Japanese New Year. Honolulu:

University of Hawaii Press

Dananjaya,James.1997.Foklor JepangdilihatdarikacamataIndonesia.Jakarta:Pusta

ka Utama Grafiti.

DH.Basu Swasta & Irawan.2002.manajemen pemasaran modern,edisi ke-

4.Jakarta: Liberty

Ishikawa,Kaoru.1986.guide to quality control.Amazon: Amazon’s book store

Koentjaraningrat.1984.manusia dan kebudayaan di Indonesia.Jakarta:Djambatan.

______2000.pengantar ilmu antropologi.Jakarta: Radar Jaya Offset.

______2002.pengantar ilmu antropologi.Jakarta:Rhineka Cipta

______2003.pengantar antropologi-jilid 1,cetakan kedua.Jakarta:Rineka

Cipta

Marcel Danesi dan Paul Perron.1999.language art &disliplines.Indiana:University

press

Matsura,Kenji.1994.kamus bahasa Jepang-Indonesia.Kyoto: Kyoto

Sangyo.University Press.Taruhi,Furuta

Nurchayati, Endah.2010.makna yang terkandung dalam hiasan tahin baru di

Jepang.Semarang :Universitas Diponegoro

Ruky,Ahmad.2002.sistem manajemen kinerja.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

Rostiyati dkk.1994.fungsi upacara tradisional bagi masyarakat masa kini.

Daerah Istimewa Yogyakarta:Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Sibarani,Robert.2012.anthropological linguistics ; wisdom – local,Kearifan

lokal : hakikat, peran, dan metode tradisi lisan.Jakarta:Asosiasi Penelitian

dan Pengembangan Perkebunan

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Situmorang,Hamzon dan Rospita Uli.2013.Minzoku Gaku (Ethnologi)Jepang.

Medan : USU Press.

Tantawi,Isma.2016.Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia.Medan: Yayasan Al-

Hayat.

Sinaga,Nelly A.2017.Aoi Matsuri dalam masyarakat Jepang.Medan: Universitas

Sumatera Utara.

W.J.S Purwadarminta: Kamus Umum Bahasa Indonesia.Edisi Ketiga : Balai

Pustaka

Yato,Tomatsu.1968.naked festival: a photo-essay.Tokyo: John Weatherhill

Ali-Mansyar.blogspot>dontosai matsuri ( Diakses 13 April 2018) http://lib.ui.ac.id.com (Diakses 26 Mei 2018) http://library.binus.ac.id. (Diakses 26 Mei 2018) http://www.spengetahuan.com ( Diakses 28 Mei 2018) http://id.m.wikiepedia.org>wiki>ideologi ( Diakses 26 Juni 2018 ) https://thedailyjapan.com/mengenali-perbedaan-antara-kuil-shinto-dan-kuil-

buddha ( Diakses 6 Juli 2018 ) https://www.japanhoppers.com/id/all_about_japan/temples_shrines/319/( Diakses

6 Juli 2018 ) http://www.onmarkproductions.com/html/tsurugaoka-hachiman.shtml ( diakses

pada tanggal 10 Juli 2018 ) http://www.aisf.or.jp/~jaanus/deta/h/hachimanzukuri.htm ( Diakses pada 10 Juli

2018 ) https://tourist-note.com/id/20171212235015 ( Diakses pada 16 Juli 2018 ) https://www.teen.co.id/read/8221/ini-14-tradisi-perayaan-tahun-baru-di-jepang-

penasaran ( Diakses pada 16 Juli 2018 )

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA https://ikidane-nippon.com/id/interest/osaki-hachimangu ( Diakses pada 18 Juli

2018 ) http://www.oosaki-hachiman.or.jp/pop/index.html( Diaksespada 18 Juli 2018) https://kbbi.web.id/kuil(diaksespada 22 Juli 2018) http://budiyati-nugroho.blogspot.com/2008/08/sejarah-kota-sendai,(diakses pada

26 Juli 2018) https://id.m.wikiepedia.org/wiki/Tahun_baru_Jepang,( diakses pada 26 Juli 2018 ) https://aguchans.wordpress.com/2014/09/page/43/, (diakses 27 Juli 2018)

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

ようし .要旨

DONTOSAI (PEMBAKARAN SAMPAH SUCI TAHUN BARU) DI KUIL

HACHIMANGGU SENDAI JEPANG

にほん せんだい はちまんぐう さい .日本・仙台の八幡宮でのどんと祭 「新年のせいなる芥を燃」

ぶんか じんみん ゆう せだい せだい つ かいはつ い かた 文化は人民が有する世代から世代に受け継がれてきて開発できる生き方

ぶんか ふくざつ ようそ けいせい しゅうきょうせいど ちしきせいど である。文化は複雑な要素に形成され、それらは宗教制度、知識制度、

しゃかいせいど けいざいせいど げんごおよ びじゅつ ぶんか けいたい しそう こうどう 社会制度、経済制度、言語及び美術である。文化の形態は思想、行動また

どうさおよ せいさく ぶんか ぶんかてきせいか ぶんか ふた せいぶん は動作及び制作または文化の文化的成果である。文化も .二つの成分

わ ぶっしつてきぶんか ひぶっしつてきぶんか にほん たすう まも に分かれ、物質的文化と非物質的文化である。日本は多数でまだ守られて

ぶんか たすう ゆう くに ひと にほん しんねん いわ いる文化が多数を有する国である。その一つは日本の新年お祝いである。

しんねん ひとびと きたい あら せいかつ あら ねつい たっせい ゆめ はじ 新年は人々に期待され、新たな生活や新たな熱意や達成したい夢を始める

せかいじゅう しんねん いわ じっし おな きっかけである。世界中の新年のお祝いの実施はほぼ同じであり、パーテ

しんぞく あつ しょくじ にほん しんねん ィがあり、親族と集まって食事することである。しかし、日本では新年が

ふた 1がつ 3にち いわ しょうがつ しんねんおよ 1がつ7 か 15 二つあり、1月1 日~3日に祝われる「お正 月」という新年及び1月7日~15

にち いわ こしょうがつ しんねん こしょうがつ おも にほん のうそんちいき 日に祝われる「小正月」という新年である。小正月は主に日本の農村地域

す のうみん いわ もくてき ねんじゅう うん しん に住んでいる農民に祝われ、目的は年中に運をもたらすと信じられてい

としとくじん むか こしょうがつ さい にほん のうみん たすう ぎしき る歳徳神を迎えることである。小正月の際、日本の農民は多数の儀式や

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA しんねん おお しゅうりょう て い いの いそが ふた 新年に大きい 収 量 を手に入れるために祈ることに 忙 しくなる。その二

しんねん そういてん おもしろ こしょうがつ さい まつ つの新年には相違点があり、面白いのは小正月に「どんと祭」という祭り

にんき さい こしょうがつ せんだい はちまんぐう じっし がある。人気がある「どんと祭」は小正月に仙台の八幡宮で実施されるど

さい おおさきはちまんぐう 1607ねん せんだい もとしはいしゃ まさむねだて けんちく んと祭である。大崎八幡宮は1607年に仙台の元支配者、正宗建に建築され

さい はちまんぐう ゆうめい えどじだい 300ねんまえ た。しかし、どんと祭は八幡宮のものが有名であり、江戸時代、300年前

じっし はじ から実施し始められた。

ぶんか ぶんせき ひっしゃ し ぶんか りろん さんこう その文化を分析するために、筆者はLinton氏の文化の理論を参考

ぶんか たいど こうどうおよ いちぞく ゆう けしょう しゅうかん する。文化は態度、行動及びある一族が有する化粧される習慣である

ちしき ぜんたい し し 知識の全体である。また、Kluckholn氏とKelly氏によると

ぶんか れきしてき あんもく めいはく たんじょう じき ごうりてき 文化 は 歴史的 に暗黙にも、明白にも誕生して、ある時期の 合理的 か

ふごうりてき じんせい がいねん にんげん こうどう せんざいてき さんしょう 不合理的な人生の概念のすべてであり、人間の行動の潜在的な参照とし

りろん ぐたいてき かんさつ はか てである。パフォーマンス理論は具体的であり、観察して図ることができ

とくせい けっか し るという特性がある結果である。SinagaにおけるBarth .氏

ぎしきりろん 2017 11 ぎしき しゅうごうてき かつどう こういしゃ の儀式理論(2017:11)には儀式は集合的な活動、いくつかの行為者に

おこな こうい ぎしき 行 われるいくつかのシムレイションの行為である。儀式はモノローグで

ぎしき じもと ちえ つよ そうかん たいわ ひつよう はなく、儀式に地元の知恵と強い相関をきたす対話が必要となる。Sib

し じもと ちえ しゃかい しゃかい arani氏(2012:112-113)によると地元の知恵とは社会にある社会

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA そせん かち もと しゃかい せいかつせいど しはい の祖先の価値に基づいて社会の生活制度を支配するためのオリジナルな

ちしき しゃかい せいかつ なか ぶんかいさんけいせい 知識であり、または社会の生活の中にある文化遺産形成ということである。

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA