<<

FESTIVAL SETSUBUN DI KUIL KUSHIDA DI FUKUOKA

FUKUOKA NO KUSHIDA JINJYA DE NO SETSUBUN NO MATSURI

SKRIPSI

Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

ANGGRIA THYLLA DEEVANY SIREGAR

130708002

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penyususan skripsi berjudul “Festival setsubun di kuil kushida di fukuoka” dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulisan skripsi ini juga ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama pembuatan skripsi ini, dari awal hingga akhir. Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatra Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, MS, PH.D, selaku ketua Program Studi

Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing I, yang

telah memberian bimbingan dan saran kepada penulis.

3. Seluruh staff pengajar Program Studi Sastra Jepang, yang telah

membagikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya kepada penulis dan

para mahasiswa/mahasiswi program studi sastra Jepang. Semoga ilmu

yang telah didapat menjadi bekal yang berguna untuk penulis dalam

menghadapi masa depan khususnya dalam memasuki dunia kerja.

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4. Penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga yang telah

memberikan dukungan dalam bentuk apa pun sehingga penulis bisa

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Senior dan junior Sastra Jepang beserta teman-teman stambuk 2013 yang

telah banyak membantu dalam penulisan skrispsi ini.

6. Untuk teman – teman terbaikku likha wulandari, sitha rouli simanjuntak,

fitriani, rini dwi astuti, riri anggraini, novia syahfitri siregar, jaka larizal,

wahyuni dan lain-lain yang telah membantu penulis dalam membuat

skripsi.

7. Serta kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga

bantuan yang telah diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT

dengan pahala yang besar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun.

Akhir kata semoga skripsi ini nantiknya akan berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca khususnya mahasiswa/i fakultas ilmu budaya universitas sumatera utara.

Medan, Mei 2018 Penulis,

ANGGRIA THYLLA DEEVANY SIREGAR

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI ...... iii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1

1.2 Rumusan Masalah ...... 4

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan ...... 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ...... 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 8

1.6 Metode Penelitian ...... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LATAR BELAKANG

FUNGSI FESTIVAL SETSUBUN DALAM MASYARAKAT

JEPANG ...... 11

2.1 Festival Setsubun ...... 11

2.1.1 Festival (Matsuri)...…………………………………………………..11

2.1.2 Macam-macam Festival di Jepang Berdasarkan

Musim……………………………………………………………………...12

2.1.3 Festival Setsubun………………………………………………………20

2.2 Pengertian kuil kushida ...... 21

2.2.1 Tempat Pelaksanaan Festival Setsubun ...... 22

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.2 Waktu Pelaksanaan Festival Setsubun ...... 23

2.2.3 Pendiri dan Pendeta Festival Setsubun ...... 23

BAB III PERFORMANSI FESTIVAL SETSUBUN DAN

KEARIFAN LOKAL YANG TERKANDUNG DALAM

FESTIVAL SETSUBUN ...... 28

3.1 Performansi di acara festival setsubun……………………………..28

3.1.1 Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Festival Setsubun ... 29

3.1.2 Konteks ( Jalan Upacara Setsubun ) ...... 30

3.1.3 Koteks ( Benda – Benda Apa Aja Yang Digunakan

di Acara Festival Setsubun)…………………………………...31

3.1.4 Audiens/Pelibat ...... 32

3.1.5 Teks ...... 33

3.2 Kearifal Lokal Yang Terkandung Dalam Festival

Setsubun ...... 35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...... 39

4.1 Kesimpulan ...... 39

4.2 Saran ...... 40

DAFTAR PUSTAKA ...... 41

LAMPIRAN ...... 43

ABSTRAK ...... 45

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kata Setsubun (節分) berarti "pembagian musim." Tanggal 3 dan 4

Februari adalah awal musim semi pada kalender tua. Jadi hari sebelum awal musim semi disebut "Setsubun." Pada hari Setsubun, orang menabur Mame, berupa kacang kedelai panggang, dan memakannya. Orang menggunakan biji- bijian karena kata "Mame" mirip dengan "Mametsu" yang berarti "mengusir kejahatan/atau setan."

Dahulu, dalam satu tahun terdapat 4 kali perayaan festival setsubun, yaitu pada musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Saat ini, setsubun hanya digunakan untuk menunjukkan hari sebelum memasuki musim semi (Hari terakhir sebelum memasuki musim semi). Saat ini, perayaan setsubun jatuh pada tanggal 3 atau 4 Februari setiap tahun.

Di antara 4 kali perayaan setsubun tersebut, saat ini yang tersisa hanya perayaan setsubun pada penyambutan datangnya musim semi saja. Barang kali alasannya adalah perubahaan musim dingin ke musim semi merupakan hal yang paling menyita perhatian semua orang dibandingkan perubahan musim semi ke musim panas, dari musim panas ke musim gugur dan seterusnya. Selain itu, satu hari sebelum memasuki musim semi adalah titik awal dari sistem kalender yang

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menyebutkan adanya 24 posisi matahari dalam satu tahun. Setiap posisi matahari diberi nama yang melambangkan fenomena alam dan musim.

Selain melempar kacang-kacangan, di daerah fukuoka merayakan setsubun dengan makan sushi yang disebut “Ehoumaki” (sejenis sushi futomaki yang tidak dipotong-potong). Sushi dimakan tanpa berhenti sambil menghadap sesuai dengan arah mata angin tempat bersemayamnya dewa keberuntungan untuk tahun yang bersangkutan. Sushi dipegang dengan kedua belah tangan dan orang yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis dimakan.

Kushida adalah kepercayaan yang mengacu pada animisme serta dipercayai merupakan agama asli bangsa Jepang. Kata kushida berasal dari tulisan cina shen tao yang berarti jalan ketuhanan (the way of ). Di dalam hemp culture in (2017), disebutkan bahwa arti dari jalan ketuhanan ini merupakan sebuah ekspresi ritual dari sebuah rasa hormat kepada “ kami ” (wujud tuhan dalam bentuk roh) dalam kehidupan sehari – hari. Kesucian dan kesuburan menjadi hal yang penting di dalam ajaran kushida. Banyak ajaran kushida yang tidak tertulis, walaupun kushida memiliki buku catatan tentang cerita asal – usul Jepang

(kojiki), dan kronologis jepang (nihongi atau nihon shoki), yang merupakan kedua buku sakral kushida. Kedua buku tersebut ditulis sekitar tahun 712 – 720, dan merupakan buku kompilasi tentang tradisi lisan, mitologi, serta upacara kushida kuno. Tetapi,” kojiki ” dan “ nihon shoki ” lebih terlihat sebagai buku sejarah, topografi, dan kesusastraan jepang kuno. Terdapat juga engishik (kumpulan dari

50 buku) diselesaikan pada tahun 927, kumpulan koleksi berbagai buku ini

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA membahas mengenai upacara formal kuil, organisasi kepemimpinan keagamaan, doa serta liturgi formal. Setelah restorasi dan selama perang dunia II, kushida dianggap sebagai kepercayaan daerah setempat dengan kaisar sebagai kepalanya dan sangat lekat sekali dengan nasionalisme. Masa kejayaan kushida diakhiri oleh konstitusi setelah perang, tetapi sebagai kepercayaan komunitas, kushida masih memegang peranan penting diberbagai aspek kepercayaan komunitas, kushida masih memegang peranan penting diberbagai aspek upacara dan simbol kehidupan bangsa jepang.

Kuil kushida memiliki banyak sekali upacara dan perayaan (matsuri).

Dalam menjalankan upacara atau perayaan tersebut, terdapat ritual – ritual tertentu dalam pelaksanaannya. Dalam kepercayaan kushida, ritual memiliki tujuan untuk mengusir roh – roh jahat melalui penyucian dan doa. dikarakteristikan dengan perayaan dan festival dengan tujuan untuk hidup dalam pertalian dengan alam, memuja kami dan melalukan ritual penyucian. Perayaan – perayaan tersebut dihubungkan dengan kalender tahunan.

Beberapa kuil mengadakan upacara tahunan, seperti upacara Mame – maki

(menabur kacang) yang diselenggarakan pada acara festival setsubun yang merupakan upacara untuk menyabut musim semi dan mengusir pengaruh roh jahat.

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk membahas festival setsubun dalam pembahasan skripsi ini, sehingga penulis memilih judul skripsinya adalah “Festival Setsubun Di Kuil Kushida Di

Fukuoka”

1.2. Rumusan Masalah

Kehidupan masyarakat di jepang tidak lepas dari festival. Banyak festival di jepang sehingga tidak asing lagi bagi orang luar untuk mengenal festival di jepang. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut, untuk sebagaian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri, dengan demikan kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaan juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan

Masing – masing budaya tersebut memiliki makna tersendiri dan didasari oleh suatu kepercayaan. Budaya – budaya tersebut sangat identik dan dipengaruhi oleh kepercayaan suatu agama, khususnya shinto dan buddha yang merupakan dua kepercayaan agama yang memiliki sejarah yang cukup lama dan amat berpengaruh di jepang . Di jepang, terdapat lebih dari 200.000 organisasi keagamaan, dan mayoritas berorientasi pada agama shinto dan buddha. Kedua agama ini memiliki penganut yang paling mendominasi di jepang sejak lebih dari

10 abad yang lalu.

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kearifan lokal memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan tradisional pada suatu tempat, dalam kearifan lokal tersebut banyak mengandung suatu pandangan maupun aturan agar masyarakat lebih memiliki pijakan dalam menenukan suatu tindakkan seperti prilaku masyarakat sehari-hari. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun-temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan peribahasa, folklore), dan manuskrip (Suyono

Suyatno, 2013). Kearifan lokal yang diajarkan secara turun-temurun tersebut merupakan kebudayaan yang patut dijaga, masing-masing wilayah memiliki kebudayaan sebagai ciri khasnya dan terdapat kearifan lokal yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah pada uraian ini, penulis memberikan cakupan masalah pada:

1. Bagaimana performansi setsubun dalam masyarakat Jepang?

2. Apa saja kearifan lokal yang terkandung pada festival setsubun?

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam pembahasannya, penulis menganggap perlu membatasi ruang lingkup permasalahan agar masalah penelitian tidak terlalu luas sehingga masalah yang akan dikemukakan dapat lebih terarah dan sasaran penelitian ini dapat tercapai sesuai dengan rencana. Maka penulis akan membatasi permasalahan pada performansi pelaksanaan Festival setsubun di kuil kusida di fukuoka, dan kearifan lokal yang terkandung pada festival setsubun tersebut.

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Performansi merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan sebagai perwujudtan dari ungkapan pikiran dan perasaan dan menjadi bagian penting dalam kegiatan tradisi. Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Jepang ialah negara yang sangat menghargai dan mempertahankan segala bentuk tradisi peninggalan nenek moyangnya. Banyak sekali festival atau perayaan yang kerap digelar di Jepang. Setsubun yang sering disebut sebagai masa menjelang musim semi, merupakan salah satu festival yang masih dipertahankan hingga sekarang.

Di Jepang beraneka ragam jenis kacang, ada kacang merah, kedelai, dan kacang yang lainnya. Orang jepang menggunakan biji-bijian karena kata "Mame" mirip dengan "Mametsu" yang berarti "mengusir kejahatan, setan dan roh jahat”.

Bangsa jepang juga memiliki kebudayaan yanhg unik dan beranekaragam jenisnya kebudayaan tersebut mencakup : festival, upacara, kesenian, makna, upacara dan sebagainya. Menurut koentjaraningrat (1990 : 180) Menekankan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Di dalam konsep kebudayaan tersebut mencakup tujuh unsur universal, yakni ; sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian. Salah satu bagian dari sebuah kebudayaan adalah religi. Salah satu aspek religi adalah ritual. Ritual

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah segala sesuatu yang dihubungkan dengan upacara keagamaan. Oleh karena itu, ritual erat kaitanya dengan sebuah upacara menurut agama dan kepercayaan tertentu.

Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan oleh masyarakat tersebut.

1.4.2 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti.

( Nawawi, 2001 : 40 )

Tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan yang secara turun temurun disampaikan secara lisan. Sibarani (2012 : 184) mengkaji tadisi lisan sebagai objek kajian dengan melihat bentuk dengan mengkaji teks, ko-teks, dan konteks, kemudian mengkaji isi dengan melihat nilai kearifan local dan norma dengan fokus kajian fungsi dari makna.

Performansi merupakan pencerminan kehidupan manusia dan selalu disesuaikan dengan ruang dan waktu. Kehidupan manusia diwarnai dengan dinamika dan setiap perubahan yang tegah terjadi di tengah masyarakat tergambar dari performansi yang dilakukan anggota masyarakat.

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut (Muleka 2014 : 3) performansi terdiri dari 4 komponen yaitu : komposisi, transmisi, audiens dan konteks. Komposisi tradisi lisan merupakan performansi dari tradisi tersebut, dengan kata lain dikatakan bahwa performansi merupakan wujud nyata dari sebuah tradisi lisan. Fase komposisi ini kemudian mengarah pada transmisi yang merupakan realisasi dari sebuah tradisi lisan yang dilakukan oleh para seniman tradisi lisan, ketiga adalah audiens yang menjadikan inspirasi bagi para pelaku seni untuk menjadi kreatif dan inovatif. Komponen keempat adalah konteks, sesuatu yang berkaitan dengan situasi.

Dalam buku yang berjudul The Future of Ritual (Schechner 1993 : 78) mengatakan bahwa performansi budaya dapat dilihat dan dipahami serta dimaknai melalui performansi yang juga memberikan indikasi tentang perilaku individu atau kelompok. Performansi merupakan esensi sebuah budaya yang memiliki fungsi : hiburan, estetika, penetapan atau perubahan identitas, penyatuan komunitas, peningkatan taraf kehidupan, pendidikan dan kesakrala

Pengertian kearifan lokal menurut Apriyanto (2008) adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1) Untuk mendeskripsikan kearifan lokal yang terkandung pada

festival setsubun

2) Untuk mendeskripsikan performansi festival setsubun.

1.5.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian adalah :

1) Menambah wawasan mengenai festival setsubun dalam kehidupan

masyarakat Jepang.

2) Menambah pengetahuan mengenai festival dalam masyarakat Jepang.

3) Menambah pengetahuan tentang kacang kedelai yang di gunakan di acara

setsubun.

1.6 Metode Penelitian

Sebelum melakukan penelitian seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti.

( Nawawi, 2001 : 40 ).

Melihat judul yang diangkat penulis, maka teori yang digunakan adalah teori performansi. Penelitian ini mendeskripsikan tradisi lisan pada Festival setsubun di kuil kushida di fukuoka.

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang menggambarkan suatu gejala sosial tertentu

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Bungin, 2001). Dalam hal ini penulis mencoba menggambarkan performansi festival setsubun di kuil kusida di fukuoka pada masyarakat jepang.

Menurut koentjaraningrat (1976:30) bahwa penelitian yang bersifat deskriptif adalah memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu. Selain itu penulis juga menggunakan analisis komparatif, dengan membandingkan kedua cara pelaksanaan festival setsubun di kuil kusida di fukuoka.

Metode deskriptif juga termasuk sebagai metode dalam penelitian kualitatif.

Menurut Moleong (1994: 6), metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Selain metode kepustakaan penulis juga menggunakan metode dokumen.

Metode dokumen berisi sejunlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumen. Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, laporan dan foto. Sifat utama data ini tidak terbatas ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.

Di samping itu, penulis juga memperoleh data-data dari internet yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG FESTIVAL SETSUBUN DI

KUIL KUSHIDA DI FUKUOKA

2.1. FESTIVAL SETSUBUN

2.1.1 Festival (Matsuri)

Matsuri (祭) adalah istilah agama Shinto yang berarti persembahan ritual untuk Kami/tuhan. Dalam pengertian sekuler, matsuri berarti festival atau perayaan di Jepang. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut kunchi.

Berbagai matsuri diselenggarakan sepanjang tahun di berbagai tempat di

Jepang. Sebagian besar penyelenggara matsuri adalah kuil Shinto atau kuil

Buddha. Walaupun demikian, ada pula berbagai "matsuri" (festival) yang bersifat sekuler dan tidak berkaitan dengan institusi keagamaan.

Matsuri berasal dari kata matsuru (祀る, menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.

Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk di

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA doakan dan jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi).

Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat ini, Ise Jingū merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.

Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa makna religius.

2.1.2 Macam-Macam Festival di Jepang Berdasarkan Musim

Jepang terkenal sebagai negara yang memiliki beragam festival atau acara tahunan yang menakjubkan. Bagi wisatawan asing, itu semua mungkin merupakan hal yang baru dan hal yang ingin diketahui, tidak seperti warga

Jepang yang sejak kecil sudah akrab dengan macam-macam festival tersebut.

Berikut ini adalah macam-macam festival yang ada di jepang berdasarkan musim.

A. Musim Semi

1. Hanami (Menikmati Bunga Sakura)

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bunga sakura adalah bunga kebangsaan negara Jepang. Mulai mekarnya bunga sakura ini untuk tiap daerah tidak sama. Daerah Tokyo dan sekitarnya mulai bisa melihat bunga sakura kira-kira pada akhir bulan Maret atau awal bulan

April. Kalau berbicara tentang musim semi, tidak bisa lepas dari tradisi menikmati bunga sakura yang tengah bermekaran dengan duduk di bawah pohon sakura sambil ngobrol, makan, minum bersama keluarga atau teman. Tradisi ini di sebut hanami.

Lokasi untuk menikmati hanami di fukuoka adalah kastil fukuoka, umi no rakamichi (Taman di pinggir pantai), seaside park, nishi park dan .

2.Tango no Sekku (Perayaan Anak Laki-Laki dan Anak

Perempuan)

Festival Boneka Hina (Hina matsuri) yang jatuh pada tanggal 3 Maret merupakan perayaan tahunan untuk anak perempuan, sedangkan tanggal 5 Mei adalah perayaan tahunan untuk mendoakan kebahagiaan anak laki-laki. Kalau cucu pertama yang lahir adalah anak laki-laki, maka kakek nenek atau orang tuanya memberi hadiah berupa Koinobori dan mengibarkannya di area sekitar rumah untuk menyambut perayaan Tango no Sekku. Selain itu, mereka juga memajang setelan baju besi dan tutup kepala atau kabuto di rumahnya. Lokasi untuk perayaan Tango no sekku adalah di kuil dan di rumah.

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA B. Musim Panas

1.Tanabata

Festival Tanabata yang ada di Jepang didasarkan pada Tanabata yang dibawa dari Cina pada zaman Nara, kemudian disatukan dengan festival yang sudah ada di Jepang hingga jadilah Tanabata ala Jepang seperti yang bisa dilihat sekarang.

Di Jepang ada kepercayaan bahwa sepasang kekasih di langit malam hari, yaitu putri Orihime (putri rajut) dan Hikoboshi, dipisahkan oleh dewa dan hanya diberi kesempatan bertemu satu tahun satu kali pada hari ketujuh dan bulan ketujuh. Mereka biasa bertemu dengan menyeberangi sebuah sungai yang luas dan panjang yang dikenal dengan nama Ama no Gawa (Milkyway atau

Bimasakti).

`Pada waktu festival Tanabata ini adat radisi menulis sebuah permohonan pada Tanzatsu atau secarik kertas dan menggantungkannya pada batang pohon bambu yang diberi nama Sasa. Konon, pekerjaan putri Orihime adalah menjahit.

Dalam rangka memuliakan sang putri, muncul tradisi mendoakan sang putri, agar para pemohon pandai menjahit dan merajut baju. Memasuki zaman Edo, mulai ada permohonan untuk bisa pandai dalam bidang shodo (kaligrafi) dan kesenian.

Saat ini tidak hanya untuk shodo dan menjahit saja, permohonan atau harapan dalam bentuk apapun bisa dituliskan pada secarik kertas dan digantungkan pada batang pohon bambu. Lokasi untuk merayakan tanabata adalah di istana kaisar.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Festival Hanabi (Festival Kembang Api)

Musim panas di Jepang berarti pesta kembang api. Teknik menembakkan kembang api ke udara ini adalah salah satu kelebihan Jepang yang dibanggakan pada dunia. Menonton pesta kembang di tepi sungai Sumida atau Sumidagawalah tempatnya.

Lokasi untuk menikmati festival hanabi adalah tepian sungai Sumida Tokyo

Jepang.

3. Festival Musim Panas (Natsu Matsuri)

Festival musim panas. Dengan memakai Yukata bagi perempuan dan

Jinbe bagi laki-laki, orang-orang pergi menikmati pekan raya dan Bon odori. Asal mula festival musim panas ini bermula dari para petani daerah yang melepas lelah setelah bekerja di sawah, sedangkan pihak kota mengadakan festival ini untuk menghalau penyakit. Lokasi untuk menikmati festival musim panas adalah taman.

4. Obon

Jepang yang kental dengan ajaran agama Buddha melahirkan festival yang berkaitan dengan agama tersebut, yaitu festival Obon. Festival ini diadakan pada tanggal 15 Agustus dengan tujuan menjemput datangnya arwah para leluhur untuk tinggal bersama selama beberapa hari. Keluarga pun berkumpul dan menyiapkan segala sesuatu seperti makanan atau sesajen.

Pelaksanaan festival Obon ini tiap tahun mengalami perbedaan, tetapi biasanya dimulai dari tanggal 13 Agustus sampai tanggal 15 Agustus, selama 3 hari itu merupakan hari libur nasional. Sama halnya dengan tahun baru, pada jam-

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jam sibuk ada kemacetan lalu lintas, kereta (Shinkansen), dan pesawat karena banyak yang mudik ke kampung halaman. Dikarenakan banyak juga toko yang tutup pada hari itu, silakan mengkonfimasi sebelumnya. Lokasi untuk menikmati obon adalah di setiap kuil di Jepang.

C. Musim Gugur

1. Tsukimi (Memandang Bulan)

Pada tanggal 15 Agustus diadakan perayaan menikmati bulan purnama sebagai rasa syukur atas panen di musim gugur. Pada perayaan itu biasanya warga

Jepang memajang Susuki (alang-alang) dan Dango (kue bola). Lokasi untuk menikmati tsukimi adalah di rumah.

2.Kouyou (Daun-Daun Kuning Kemerahan)

Musim semi identik dengan bunga sakura, sedangkan musim gugur identik dengan Kouyou. Warna daun pohon Maple atau Momiji akan berubah menjadi kuning kemerahan terlebih dahulu sebelum berguguran. Di daerah pinggiran kota

Tokyo, tepatnya di Kamakura, pemandangan Momiji ini sangat terkenal. Selain itu, bisa menikmati keindahan momiji di kuil Meiji Jingu yang berada di Tokyo.

Lokasi untuk menikmati kouyou adalah di taman.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3. Shichi-go-san

Perayaan ini ditujukan untuk mendoakan pertumbuhan anak-anak, yaitu anak perempuan yang berusia 3 tahun dan 7 tahun serta anak laki-laki yang berusia 5 tahun. Pada hari itu, mereka dipakaikan baju terbagusnya kemudian diajak pergi mengunjungi kuil dan didoakan untuk kesehatan dan pertumbuhannya.

Anak-anak yang sedang merayakan shici-go-san menerima sebuah chitoseame atau permen dengan harapan agar bias berumur panjang. Kantong tempat chitoseame atau permen tersebut bergambar Tsuru-Kame (burung bangau- penyu) dan Shou-chiku-bai (pinus, bamboo, prem) yang dipercaya sebagai jimat yang bias mendatangkan keberuntungan atau kemujuran. Lokasi untuk merayakan shichi-go-san adalah di rumah dan kuil-kuil.

D. Musim Dingin

1. Toshikoshi Oshogatsu (Tahun Baru)

Tanggal 31 Desember adalah hari Oomisoka (malam tahun baru). Saya pikir masing-masing negara punya tradisi yang bervariasi dalam menyambut datangnya tahun baru. Kalau menyebut Oomisoka, yang terlintas di kepala adalah

"Kohaku Uta Gassen" (acara musik malam tahun baru yang diproduksi oleh NHK

Jepang) dan Toshikoshi Soba.

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Yang dimaksud Toshikoshi Soba adalah memakan soba dengan harapan bisa berumur panjang seperti halnya wujud mie yang panjang. Selama tiga hari mulai tanggal 1 Januari sampai tanggal 3 Januari merupakan hari libur. Masakan keunggulan tahun baru adalah Ozoni dan Osechi.

Pada hari pertama di tahun baru, orang Jepang mendatangi kuil (kuil

Shinto), bersyukur atas satu tahun yang telah berlalu, dan berdoa supaya dapat melewati satu tahun kedepan dengan tenang dan damai. Itu lah namanya

"Hatsumoude".

Ozoni, masakan berkuah yang berisi mochi. Alat dan bumbu yang dipakai berbeda-beda tergantung keluarga dan daerah sehingga menjadi masakan yang mencerminkan tradisi dan keistimewaan daerah.

Osechi, yaitu telur ikan, makanan manis, ganggang atau sejenis rumput laut gulung, sayur-sayuran, dan lain-lain sebagai pertanda baik, itu semua masakan yang bisa tahan lama, dimasukkan kedalam Juubako (kotak kayu bersusun), dimakan bersama seluruh anggota keluarga selama perayaan tahun baru. Lauk pauknya terpisah-pisah dan memiliki makna masing-masing. Lokasi untuk menikmati Toshikoshi Oshogatsu adalah di kuil shinto dan rumah.

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Seijin no Hi (Hari Kedewasaan)

Meskipun perayaan tahun baru sudah selesai, namun perayaan di bulan

Januari belum habis. Masih ada hari kedewasaan. Perempuan mengenakan kimono Furisode sedangkan laki laki mengenakan Hakamaatau setelan jas, kemudian pergi mengikuti upacara orang dewasa. Orang muda yang mencapai usia 20 tahun berkumpul di aula atau gedung pertemuan daerahnya masing- masing untuk upacara kedewasaan.

Masing masing negara mungkin juga mempunyai hari perayaan kedewasaan. Di Jepang, perayaan kedewasaan aslinya jatuh pada tanggal 15

Januari. Akan tetapi, saat ini supaya bisa libur berturut-turut, maka diadakan pada minggu ke-dua di bulan Januari. Harinya berubah tergantung tahun itu.

Furisode, kimono berlengan panjang yang hanya dikenakan oleh orang perempuan yang belum menikah, setelah menikah lengan panjang kimono itu dipendekkan. , pakaian yang menutup setengah badan kebawah seperti celana panjang yang longgar. Lokasi untuk merayakan Seijin No Hi adalah di taman dan kuil.

3. Setsubun

Sebelum hari pertama musim semi, ada sebuah tradisi untuk membuang kejahatan dengan cara menaburkan kacang kedelai sambil meneriakkan "oni wa soto, fuku wa uchi" (kejahatan ke luar, kebahagiaan ke dalam). Biasanya orang- orang juga makan kacang kedelai dalam jumlah yang sama dengan usianya. Selain

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA itu, ada juga tradisi makan sushi Ehouo-maki. Sushi Ehou-maki biasanya dimakan sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayamnya dewa. Tiap tahun arahnya berbeda. Saat makan tidak boleh berbicara, jika berbicara konon keberuntungannya akan menjauh. Lokasi untuk merayakan setsubun adalah di kuil kushida.

4. Hinamatsuri

Hinamatsuri artinya festival boneka Hina, yaitu festival yang ditujukan kepada anak perempuan dan mendoakan anak perempuan agar bisa tumbuh dengan baik dan hidup bahagia. Festival ini disebut juga festival tahunan bunga

Momo. Pada perayaan ini, orang-orang memajang boneka Hina dan merayakannya dengan makan masakan seperti sup kerang besar atau Chirashi- zushi. Lokasi untuk menikmati festival hinamatsuri adalah di rumah.

2.1.3 Festival Setsubun

Pada awal tahun, setiap tanggal tiga atau empat februari diadakan festival setsubun di seluruh pelosok jepang, jatuh pada akhir periode yang di tetapkan oleh kalender matahari, yaitu masa Daikan (Hari terdingin dalam musim dingin).

Setsubun adalah tradisi mengusir oni, sejenis jin dalam dongeng jepang. Setsubun juga dapat diartikan saat pergantian musim yakni pada hari pertama datangnya musim semi. Pada hari sebelum musim semi yaitu pada tanggal tiga februari.

Setsubun sendiri secara harafiah memiliki arti pembagian musim.

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setsubun sendiri secara harafiah memiliki arti pembagian istilah

“setsubun” digunakan untuk mmenyebut hari sebelum datangnya musim semi, sedangkan hari-hari setsubun yang lain telah terlupakan. Sangat erat kaitannya dengan awal musim semi. Tahun baru cina biasanya dirayakan sekitar periode ini.

Para petani sering kali merayakan permulaan dengan mengadakan acara-acara special, pemujaan dan persembahan kepada tuhan/kami, serta upacara untuk kebahagian dan kemakmuran tetapi pada zaman modern berbagai tradisi asli kuno setsubun jepang sudah mulai lenyap dan punah dari aslinya, Akan tetapi acara itu digantikan dengan sebuah tradisi melempar kacang dan memakan sushi rol

(ehoumaki).

.

2.2. KUIL KUSHIDA

Shinto dan buddha. Kedua agama ini memiliki penganut yang paling mendominasi di jepang sejak lebih dari 10 abad yang lalu. Shinto ( 神道 ) adalah kepercayaan yang mengacu pada animisme serta dipercayai merupakan agama asli bangsa jepang . kata shinto berasal dari tulisan cina shen tao yang berarti jalan ketuhanan (The Way Of Kami) Di dalam hemp culture in japan (2007), disebutkan bahwa arti dari jalan ketuhanan ini merupakan sebuah ekspresi ritual dari sebuah rasa hormat kepada kami (Wujud tuhan dalam bentuk roh) dalam kehidupan sehari-hari. Kesucian dan kesuburan menjadi hal yang terpenting di dalam ajaran shinto.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Shinto memiliki banyak sekali upacara dan perayaan (matsuri). Dalam menjalankan upacara atau perayaan tersebut, terdapat ritual-ritual tertentu dalam pelaksanaannya. Dalam kepercayaan shinto, ritual memiliki tuuan untuk mengusir roh-roh jahat melalui penyucian dan doa. Shinto dikarekteristikan dengan perayaan dan festival dengan tujuan untuk hidup dalam pertalian dengan alam, memuja kami dan melakukan ritual penyucian. Perayaan-perayaan tersebut dihubungkan dengan kalender tahunan.

Kuil Shinto (神社) adalah struktur permanen dari kayu yang dibangun untuk pemujaan berdasarkan kepercayaan Shinto. Tidak semua kuil Shinto adalah bangunan permanen, sejumlah kuil memiliki jadwal pembangunan kembali.

Bangunan di Ise Jingū misalnya, dibangun kembali setiap 20 tahun sekali.

Pada zaman kuno, walaupun tidak didirikan bangunan, tempat-tempat pemujaan Shinto tetap disebut jinja (kuil Shinto). Pada masa itu, kekuatan alam yang ditakuti seperti gunung ( gunung berapi ), air terjun , batu karang , dan hutan merupakan objek pemujaan. Kuil Shinto berbentuk bangunan seperti dikenal sekarang, diperkirakan berasal dari bangunan pemujaan yang dibuat permanen setelah didiami para Kami yang pindah dari goshintai (objek pemujaan). Kuil

Shinto tidak memiliki aula untuk beribadat, dan bukan tempat untuk mendengarkan ceramah atau menyebarluaskan agama.

Kuil Kushida berada di pusat kota Fukuoka ini memiliki sejarah yang panjang, merupakan kuil pertama dari tiga kuil di kushida yang di bangun di fukuoka. Kuil ini pernah hancur oleh api dan dibangun kembali. Penduduk

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA setempat mengunjungi kuil ini berharap ada “Okushida sama” untuk kehidupan yang panjang dan sukses dalam bisnis. Di kuil ini diselenggarakan perayaan musim semi yang terkenal di Jepang, yaitu festival setsubun di kuil kushida di fukuoka. Hal ini tentunya menjadikan Kuil Kushida sebagai kuil yang sangat melekat di kehidupan masyarakat Fukuoka.

Masyarakat sekitar memanggil Kuil Kushida dengan sebutan akrab,

“Okushida-san”. Akses menuju Kuil Kushida sangat mudah, sehingga tempat ini populer tidak hanya bagi penduduk lokal saja melainkan juga bagi wisatawan asing dan warga yang lainnya.

Kuil kushida suatu tempat wisata yang digemari masyarakat Jepang dan sekitarnya.

Shinto adalah kata majemuk dari pada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti

“jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam Taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau

“Shen” identik dengan kata “Yin” dalam Taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya. Agama Shinto timbul pada zaman Prasejarah, namun siapa pembangunnya tidak dapat dikenal secara pasti. Penyebarannya ialah di

Asia namun penyebaran yang terbanyak ialah di Jepang. Sekitar abad 6 Masehi agama Budha masuk ke Jepang dari Tiongkok dengan melalui Korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembang dengan pesat. Bahkan seiring berjalannya

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA waktu agama Budha mampu mendesak agama Shinto. Akan tetapi karena agama

Shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja dan berbakti kepada raja, maka raja pun berusaha untuk melindungi agama Shinto tersebut. Sehingga pada tahun

1396 agama Shinto ditetapkan sebagai agama Negara. Pada perkembangan selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhirnya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya agama Shinto justru hamper kehilangan sebagian besar sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patung dewa yang semula tidak dikenal dalam agama

Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat - tempat suci agama Shinto lambat laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna- warni yang mencolok.

2.2.1 Tempat Pelaksanaan Festival Setsubun

Fukuoka adalah kota terpadat di Kyushu. Kota ini ditetapkan sebagai “kota besar” pada tanggal 1 april 1972 dan merupakan pusat ekonomi dan kebudayaan

Kyushu sejak tahun 1930-. Di kota ini mempunyai luas sebesar 340,03 km2 dan penduduk sejumlah 1.380.790 jiwa (2004). Kepadatan penduduknya adalah 4061 jiwa/km2.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kuil Kushida terletak di tengah-tengah distrik Hakata di Fukuoka. Daya tarik di sini bukan hanya Hakata Gion Yamagasa saja. Dari Kuil Kushida seperti topeng dari Hakata yang merupakan topeng terbesar di Jepang.

Hakata merupakan sebuah distrik di Prefektur Fukuoka yang sangat populer sebagai tujuan wisata. Di Hakata, Anda bisa merasakan kuliner lezatnya seperti Ramen Tonkotsu dan juga menikmati kegiatan berbelanja. Selain itu,

Hakata juga dikenal sebagai “tempat yang dipenuhi oleh kuil bersejarah” yang belum banyak diketahui oleh khalayak.

Pada kuil budha juga terdapat perayaan setsubun. Para pendeta serta orang-orang yang diundang akan melemparkan kedelai, amplop kecil berisikan uang, permen dan berbagai macam hadiah lainnya. Pada kuil besar, selebriti dan pesumo juga akan diundang, dan event yang seperti ini disiarkan pada tv nasional

(Jepang). Festival ini didatangi sekitar 100.000 orang atau lebih.

Dari sekian banyak kuil yang ada di Hakata. Kuil Kushida yang merupakan kuil dewa pelindung dari Hakata. Kuil ini menjadi pusat wisata maupun tempat ibadah yang populer di daerah fukouka dan sekitarnya.

2.2.2 Waktu Pelaksaan Festival Setsubun

Acara festival setsubun diadakan pada tanggal dua sampai tiga Februari yang merupakan bagian dari festival musim semi. Ketika setsubun tiba, orang- orang Jepang biasanya mengadakan suatu ritual untuk mengusir roh-roh jahat,

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berharap kesialan menjauhi mereka dan keberuntungan datang untuk satu tahun kedepan.

2.2.3 Pendiri dan Pendeta Festival Setsubun

Kuil Shinto (神社jinja) adalah struktur permanen dari kayu yang dibangun untuk pemujaan berdasarkan kepercayaan Shinto. Tidak semua kuil Shinto adalah bangunan permanen, sejumlah kuil memiliki jadwal pembangunan kembali.

Bangunan di Ise Jingū misalnya, dibangun kembali setiap 20 tahun.

Pada zaman kuno, walaupun tidak didirikan bangunan, tempat-tempat pemujaan Shinto tetap disebut jinja (kuil Shinto). Pada masa itu, kekuatan alam yang ditakuti seperti gunung (gunung berapi), air terjun, batu karang, dan hutan merupakan objek pemujaan. Kuil Shinto berbentuk bangunan seperti dikenal sekarang, diperkirakan berasal dari bangunan pemujaan yang dibuat permanen setelah didiami para Kami yang pindah dari goshintai(objek pemujaan). Kuil

Shinto tidak memiliki aula untuk beribadat, dan bukan tempat untuk mendengarkan ceramah atau menyebarluaskan agama. Pada zaman sekarang, kuil

Shinto dipakai untuk upacara pernikahan tradisional Jepang.

Menurut Almanak Agama (Shūkyō Nenkan) tahun 1992 yang diterbitkan

Biro Kebudayaan Jepang, anggota Asosiasi Kuil Shinto terdiri dari 79.173 kuil berbentuk yayasan keagamaan. Asosiasi ini juga dijadikan tempat bernaung 38 organisasi keagamaan, 9 badan keagamaan, 20.336 instruktur keagamaan, dan

82.631.196 penganut Shinto.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kuil Shinto bermula dari () yang dibangun sementara untuk keperluan pemujaan di iwakura (tempat pemujaan alam) atau tempat tinggal para

Kami yang dijadikan tempat terlarang dimasuki manusia, pada umumnya shintaisan (gunung tempat tinggal para Kami). Bangunan bersifat permanen mulanya tidak ada. Asal usulnya mungkin seperti utaki di Okinawa.

Sejak zaman kuno hingga sekarang, kuil Shinto sering tidak memiliki (bagian dalam yang berdekatan dengan altar). Ada pula kuil yang hanya membangun di depan iwakura atau gunung/pulau yang terlarang dimasuki manusia (misalnya: Kuil Ōmiwa, Kuil Isonokami, ). Sebagian dari kuil Shinto sama sekali tidak memiliki bangunan, misalnya Kuil Hirō di

Kumano Nachi Taisha. Setelah dibuatkan bangunan permanen, para Kami sehari- harinya dipercaya selalu ada di dalam kuil Shinto. Bangunan permanen dalam kuil

Shinto juga diperkirakan sebagai hasil pengaruh agama Buddha yang selalu memiliki bangunan untuk menyimpan patung Buddha.

Berdasarkan alasan yang tidak diketahui, penganut Shinto kuno mendirikan bangunan di tempat yang berdekatan dengan goshintai yang sudah dipuja sebelumnya secara turun temurun. Bangunan Kuil Koshikiiwa misalnya, dibangun berdekatan dengan iwakura. Ketika dirasakan perlu untuk mendirikan bangunan kuil, misalnya ketika mendirikan desa, penduduk memilih tempat yang dianggap suci sebagai tempat pemujaan ujigami atau bunrei.

Berdasarkan alasan pendirian bangunan, kuil Shinto dibagi menjadi tiga jenis: bangunan kuil yang didirikan berdasarkan alasan sejarah (seperti di tempat

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang berkaitan dengan kelahiran sebuah klan, atau di tempat yang berkaitan dengan tokoh yang disucikan, misalnya Tenmangū di Dazaifu), bangunan kuil yang didirikan di tempat yang telah disucikan, dan bangunan kuil yang didirikan di tempat yang mudah dicapai orang. Kuil Nikkō Futarasan misalnya, berada di puncak gunung hingga perlu dibangun kuil cabang di lokasi yang mudah didatangi. Bangunan kuil dapat dibangun di mana saja, mulai dari di tengah laut, di puncak gunung, hingga di atap gedung bertingkat atau di dalam rumah dalam bentuk .

Kompleks kuil Shinto mudah dikenali dengan adanya hutan pelindung yang disebut chinjū no mori (鎮守の森) di sekelilingnya (kecuali kuil yang berlokasi di tengah-tengah kota). Pohon besar yang disebut goshintai-ki sering ditandai dengan . Kompleks kuil (keidai) dianggap sebagai kawasan suci sehingga di pintu masuk kuil dibangun sebagai garis perbatasan antara kompleks kuil yang sakral dan dunia profan. Jalan masuk menuju kompleks kuil disebut sandō.

Di bagian dalam kompleks kuil yang berdekatan dengan pintu masuk, dibangun chōzuya (tempat air mengalir). Orang yang berkunjung ke kuil menggunakan air untuk menyucikan kedua belah tangan dan mulut. Kantor pengelola kuil serta loket penjualan dan berada di tempat yang mudah dilihat pengunjung. Di kompleks kuil berukuran besar sering juga dibangun kolam (shinchi) dan jembatan (shinkyō).

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bangunan kuil terdiri dari honden (bagian dalam yang berdekatan dengan altar) dan haiden (bagian luar). Orang yang berkunjung berdoa di luar, di depan haiden. Objek pemujaan disebut goshintai, berada di bagian paling dalam yang disebut honden. Daerah sekeliling honden umumnya dikelilingi oleh pagar

() yang dibuat dari kayu atau batu.

Ruangan yang berada di antara honden dan haiden disebut (ruang persembahan). Di dalam heiden dibacakan norito (doa), dan diletakkan heihaku (

幣帛), persembahan untuk Kami) yang berupa kain, pakaian, senjata, miki (sake), dan makanan persembahan (shinsen).

Di dalam kompleks kuil (keidai) masih terdapat kuil-kuil sekunder yang disebut sessha. Di kuil-kuil sekunder tersebut dipuja para Kami yang berkaitan dengan Kami objek pemujaan utama. Kuil sekunder juga didirikan untuk para

Kami setempat yang sudah sejak lama mendiami tanah lokasi sebelum kuil utama dibangun. Bila ada para Kami yang lain, maka dibangun kuil sekunder lainnya yang disebut massha. Istilah lain untuk menyebut sessha dan massha adalah setsumatsusha.

Setelah dimulainya shinbutsu shūgō pada zaman Nara, kuil Buddha yang disebut jingū-ji didirikan di dalam kompleks kuil Shinto. Biksu dipekerjakan untuk mengadakan kuyō untuk para Kami.Nama lain untuk jingū-ji adalah bettō-ji

(別当寺) atau miyadera (宮寺) (gūji). Sejak zaman Nara, kuil Buddha juga di dalam kompleks kuil Shinto. Praktik penyatuan agama Buddha dan Shinto di

Jepang berakhir setelah pemerintah zaman Meiji mengeluarkan perintah

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pemisahan agama Buddha dan Shinto (shinbutsu hanzen-rei). Setelah kuil Buddha dan kuil Shinto tidak lagi berada di satu kompleks, gojūnotō dan butsudō (aula tempat meletakkan patung Buddha) di dalam kompleks kuil Shinto ikut dibongkar. Biksu dibedakan dari pendeta Shinto (kanzukasa atau shinkan).

Aktifitas keagamaan atau spiritual, seperti berdoa dan pengorbaan, atau ritus. Kuil terdiri dari kawasan suci yang ditentukan oleh pendeta. Kuil juga dikaitkan dengan rumah tempat tinggal dewa.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

PERFORMANSI FESTIVAL SETSUBUN DAN KEARIFAN LOKAL YANG TERKANDUNG DALAM FESTIVAL SETSUBUN

3.1 Performansi di acara festival setsubun

Performansi merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang di lakukan sebagai perwujudan dari ungkapan pikiran dan perasaan dan menjadi bagian penting dalam kegiatan tradisi. Aktualisasi sebuah tradisi terlibat melalui komponen yaitu: komposisi, transmisi, audiens, dan konteks. Sedangkan kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menurus dalam kesadaran masyarakat. Berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat. Kearifan lokal di festival setsubun berawal dari kepercayaan bahwa hal – hal buruk lebih mudah muncul di penguhujung musim. Oleh karena itu, ketika memasuki akhir musim orang – orang jepang melempar kacang untuk mengusir roh jahat dan memanggil keberuntungan demi satu tahun yang aman dan sejahtera. Tradisi melempar kacang – kacangan merupakan lambang keinginan bebas dari penyakit dan sehat selalu sepanjang tahun.

Negara Jepang adalah negara maju yang masih tetap menjaga dan berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokal mereka. Jepang tetap mampu mempertahankan dan melestarikan kearifan lokalnya meski ditengah gegap gempita mereka sebagai sebuah negara maju dengan kekuatan industri yang luar biasa. Karena masyarakat Jepang dikenal sebagai negara yang sangat mencintai

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kebudayaanya. Salah satu kebudayaan atau kebiasaan yang masih terus dilaksanakan masyarakat Jepang yaitu festival setsubun. Banyak festival di jepang tetapi festival setsubunlah festival di awal musim untuk mengusir roh jahat/setan agar di bulan kedepannya terbebas dari roh jahat/setan.

Asal usul peringatan hari setsubun bahwa pada zaman dahulu, perayaan setsubun dilaksanakan dalam lingkungan di istana kaisar di mana acara ini berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana. Boneka-boneka tersebut dibentuk seperti anak-anak dan sapi, tetapi dibalik acara itu ada juga hal yang menarik diantaranya makan sushi dan melempar cabe.

Tetapi pada zaman modern berbagai tradisi asli kuno setsubun jepang sudah mulai lenyap dan punah dari aslinya, Akan tetapi acara itu digantikan dengan sebuah tradisi melempar kacang dan menegakkan kepala ikan sarden yang diikuti oleh setiap pria dan wanita. Dimana ikan itu ditusuk dengan ranting pohon hiiragi di pintu masuk rumahnya. Tetapi ada kabar juga tentang acara setsubun,

Dimana intinya festival ini untuk mengusir setan agar manusia tidak di ganggu dan setiap hari setsubun akan di penuhi oleh wisatawan lokal dan luar negeri japan.

3.1.1 Tempat dan waktu pelaksanaan festival setsubun

Tempat pelaksaanan setsubun sendiri di kuil kushida di fukuoka.

Pelaksanaanya pada tanggal 3 - 4 februari. Perayaan setsubun sendiri di

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA laksanakan 2 hari di hari itu banyak masyarakat jepang yang ikut merayakan festival tersebut.

Festival ini di laksanakan juga di sekolah-sekolah di jepang untuk melatih anak-anak agar anak-anak terlatih dan terhindar dari setan. Festival ini sangat di tunggu-tunggu oleh masyarakat jepang di bulan februari. Banyak kuil yang merayakan festival setsubun dan masyarakat jepang sendiri udah memilih mana kuil yang akan didatangi untuk perayaan festival setsubun tersebut.

3.1.2 Konteks (Jalannya upacara setsubun)

Konteks merupakan suatu yang berkaitan dengan situasi dimana suatu keadaan terjadi. Lingkungan situasi yang melangsungkan acara perayaan yaitu di kota fukuoka, dimana sepanjang jalan di toko-toko dan kuil ikut di hias. Selain itu dirumah yang diadakan oleh para keluarga. Dalam perayaan setsubun keluarga dan masyarakat. Dengan adanya acara ini dapat dilihat interaksi sosial yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat yang gunanya adalah kebersamaan masyarakat Jepang dalam melaksanakan festival setsubun itu sendiri.

Tahapan khusus untuk Festival Setsubun di depan aula utama, dan Tujuh

Dewa dan tari otafuku berputar sambil melempar kacang dan meneriakkan "Fuku wa uchi, Oni-wa-Soto" (Keberuntungan masuklah!, Roh jahat Di luar!). Kacang di lempar atau Bungkusan kacang keberuntungan dilemparkan ke tengah-tengah khalayak ramai untuk ditangkap atau dipungut. Ada mungkin melihat permen, kue beras, dan bahkan buah kering. Para pengunjung menyambutnya dengan berbagai cara. Semua orang membawa kantong untuk menampung kacang yang

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dilemparkan sebelum jatuh ke tanah. Mereka meyakini, bila memakan kacang tersebut akan terhindar dari penyakit selama satu tahun. Setelah pelemparan kacang, kebiasaan memakan kacang Anggota boleh mengambil kacang sesuai dengan usia mereka pada tahun tersebut dengan harapan memakan kacang dapat membawa keberuntungan selama satu tahun. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan tentang yakudoshi (厄年), yaitu kepercayaan mengenai usia yang dianggap kurang beruntung, yakni usia dua puluh lima, empat puluh dua, dan enam puluh bagi laki-laki, sedangkan wanita pada usia sembilan belas dan tiga puluh tiga tahun. Diantara usia tersebut, usia yang dianggap paling tidak beruntung bagi wanita adalah tiga puluh tiga tahun sedangkan laki-laki empat puluh dua tahun. tradisi makan sushi yang disebut ehōmaki (sejenis futomaki yang belum dipotong-potong).Sushi dimakan tanpa berhenti sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayam dewa keberuntungan untuk tahun tersebut.Sushi dipegang dengan kedua belah tangan dan orang yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis dimakan.

3.1.3 Koteks (Benda – benda apa saja yang digunakan di acara festival setsubun)

Pelaksanaan festival setsubun menggunakan beberapa benda-benda atau perlengkapan festival. Benda ini merupakan bagian penting dalam festival setsubun dimana setiap benda-benda atau perlengkapan tersebut selain sebagai alat-alat festival, perlengkapan tersebut juga mempunyai makna didalam festival.

Adapun perlengkapan yang digunakan pada upacara festival setsubun adalah :

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ‐ Kacang

kacang di sini boleh mengunakan kacang selain kacang kedelai

biasanya masyarakat jepang mengunakan kacang tanah, kue

beras, dan bahkan buah kering.

Topeng Oni/setan

Topeng ini di gunakan oleh orang yang berperan menjadi

oni/setan di acara festival setsubun.

‐ Ehōumaki (sejenis sushi futomaki yang belum dipotong-potong)

Setelah acara tersebut selesai para undangan akan memakan

Sushi tanpa berhenti sambil menghadap ke arah mata

angin tempat bersemayam dewa keberuntungan untuk tahun

tersebut. Sushi dipegang dengan kedua belah tangan dan orang

yang sedang makan dilarang berbicara sampai sushi habis

dimakan.

3.1.4 Audiens ( Pelibat dalam acara festival setsubun)

Audiens adalah tamu atau orang yang diundang ke suatu acara resmi atau pagelaran festival yang di adakan suatu masyarakat. Audiens dalam perayaan festival setsubun terdiri dari, para pelaku yang terlibat permohonan doa, pendeta di kuil sebagai pemimpin doa. Kemudian diikuti masyarakat sekitar yang ikut merayakan perayaan festival setsubun.

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada acara festival setsubun para pelibat berasal dari berbagai kelmpok masyarakat, mulai dari pegawai, pengusaha, petani, artis,pesumo dan pelajar, baik orang jepang maupun orang asing boleh terlihat dalam acara tersebut.

3.1.5 Teks

Teks merupakan harapan maupun doa. Para bitsu, Tujuh Dewa dan para penari otafuku berputar dan akan mengucapkan matra sambil melemparkan kacang kedelai yang sudah disangrai matang ke arah penonton dan setelah itu sambil mengucapkan matra “Oni wa soto, fuku wa uchi” (鬼は外! 福は内!) yang artinya “setan keluarlah! Keberutungan masuklah!”. Festival Setsubun di depan aula utama kuil kushida. Beberapa orang melempar lebih dari kacang. Anda mungkin melihat permen, kue beras, dan bahkan buah kering.

Ritual pelemparan kacang juga diadakan di rumah-rumah orang jepang. Para anggota keluarga melaksanakan ritual mame-maki dengan tujuan untuk mengusir roh jahat dan ketidak beruntungan, serta harapan agar diberkahi kesehatan dan kelancaran bagi usaha mereka. Mame diletakkan dalam sebuah mangkuk kayu yang kemudian akan dilemparkan ke seluruh ruangan sambil meneriakkan “oni wa soto! “ dan melempar kacang di seluruh bagian rumah.

Biasanya kacang dilempar dua kali pada arah yang dianggap sebagai bagian yang beruntung pada tahun tersebut, dan dua kali pada arah yang berlawan. Pada masa sekarang ini, orang tidak terlalu memperhatikan ke arah mana mereka melempar kacang. Satu-satunya arah yang dianggap sebagai arah yang paling tidak

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA beruntung bagi orang jepang adalah timur laut yang biasa disebut dengan kimon

(gerbang roh jahat).

Setelah pelemparan kacang, terdapat kebiasaan memakan kacang.

Anggota keluarga boleh mengambil kacang sesuai dengan usia mereka pada tahun tersebut dengan harapan memakan kacang dapat membwa keberuntungan selama satu tahun tersebut. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan tentang yakudoshi, yaitu kepercayan mengenai usia yang dianggap kurang beruntung, yakni usia dua puluh lim, empat puluh dua, dan enam puluh dua, dan enam puluh bagi laki-laki, sedangkan wanita pada usia sembilan belas dan tiga puluh tiga tahun. Diantara usia tersebut, usia yang dianggap paling tidak beruntung bagi wanita adalah tiga puluh tiga tahun, sedangkan laki-laki empat puluh dua tahun. Pada usia ini disebut juga daiyaku (usia yang paling tidak beruntung). Biasanya terdapat kebiasaan bagi orang-orang yang dianggap berada pada usia yang dianggap kurang beruntung, yaitu, mengambil kacang sebanyak mungkin sejumlah usia mereka, kemudian membungkusnya bersamaan dengan beberapa koin dalam selembar kertas putih, setelah itu melemparkanya ke jalan raya. Tindakan ini dipercaya dapat menjauhkan mereka dari segala kesulitan selama tahun tersebut. Menurut bush

(1989 : 55), sejarah mengatakan bahwa, zaman dahulu kala hidup moster jahat

(oni) di dalam gua dekat danau misoro, di propinsi kumano. Monster jahat ini hanya keluar pada malam hari, dan moster tersebut melakukan banyak kejahatan terhadap masyarakat setempat, serta menangkap para gadis muda. Karena hal tersebut, kaisar memerintahkan beberapa kesatria dan para pendeta datang untuk mengusir oni tersebut dengan paksa. Untuk mengusir monster tersebut, mereka

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melempar kacang-kacang ke dalam gua tempat monster itu tinggal, dan menutup pintu masuk gua tersebut dengan daun hiiragi dan kepala ikan sarden. Pada masa sekarang ini, hal ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat jepang pada hari festival setsubun.

3.2 Kearifan lokal yang terkandung dalam festival setsubun

Kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat. Berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat.

Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana (Sibarani,

2014:115). Defenisi ini menekan n ilai budaya luhur yang digunakan untuk kebijakan atau kearifan menata kehidupan sosial.

Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung pada upacara festival setsubun yaitu, antara lain :

1. Hubungan manusia dengan Tuhan (Dewa)

Hubungan antara Kami dengan manusia menurut konsep Shinto juga cukup unik karena polanya cenderung tidak bersifat vertikal, namun lebih banyak bersifat horizontal.

Kami hidup dan berada di bawah gunung, hutan, laut, atau di tengah perkampungan penduduk yang ditandai dengan berdirinya kuil penjaga desa. Jadi konsep Tuhan di atas atau langit dan manusia di bumi sepertinya kurang tepat untuk kepercayaan Shinto. atau Dashi sebagai perwujudan dari kereta bagi Kami, yang digotong beramai-ramai selama festival di kuil mungkin salah

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA satu contoh menarik. ”Kereta Tuhan” ini tidaklah diarak dengan hormat dan khidmat namun diguncang guncangkan, dibentur - benturkan. Dinaiki beramai – ramai bahkan tidak jarang diduduki pada bagian atapnya oleh beberarapa orang.

Festival setsubun ini juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah yang sudah meninggal dan mendoakan agar sehat sepanjang tahun dan terbebas dari roh – roh jahat.

2. Hubungan manusia dengan manusia

Komunikasi merupakan hubungan antara manusia, baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian dari kehidupan dari manusia. Untuk menjalin hubungan sosial diperlukan saling pengertian sesama anggota masyarakat, dalam hal ini komunikasi memainkan peranan penting. Salah satunya dapat dilihat dalam pelaksanaan festival setsubun.

Masyarakat jepang menghargai harmoni, yaitu keserasian, keserasian, dan keseimbangan dalam kelompok (Suryohadiprojo, 1987:47). Hal ini dapat dilihat dari masyarakat jepang yang masih memegang teguh unsur kebersamaan dan keakraban sebagai bagian dari kearifan local mereka.

Masyarakat jepang memegang sebuah norma dan system yang dapat membangun hubungan kebersamaan dan keakraban antar sesama. Norma atau sistem yang dimaksud adalah dengan menciptakan kesetiakawanan antara rakyat

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bersama dengan penguasa, sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa kebersamaan dari seluruh lapisan masyarakat.

Para peserta berasal dari berbagai kelompok masyarakat, mulai dari artis,pesumo,petani,pelajar,anak-anak dan lain-lain baik orang jepang maupun orang asing. Para peserta menunggu kacang yang di lempar dari arah kuil ke mereka dan mereka menangkap dan memakan kacang kedelai tersebut sesuai dengan umur di tambah satu untuk menghindari kesialan di bulan berikutnya.

Dalam acara festival setsubun ini mereka menjain keakraban karena saling memperebutkan kacang kedelai yang di lempar.

3. Hubungan manusia dengan alam

Alam dan manusia memiliki kesamaan yakni merupakan makhluk ciptaan

tuhan. Sebagai sesama makhluk, sudah seharusnya manusia dapat menjaga

hubungan harmonis dengan alam dengan cara merawat dan menjaga

lingkungan dan tidak merusaknya. Masyarakat jepang percaya bahwa setiap

benda memiliki jiwa. Berdasar pada kepercayaan itulah masyarakat jepang

menjadi semangkin menghormati alam dan lingkungan yang ada di sekitar

mereka. Tiga keyakinan yang dianut oleh kebanyakan masyarakat jepang,

yakni shinto,buddha, dan konfusianisme. Meskipun ketiga kepercayaan

tersebut memiliki kesamaan dan hampir tidak dapat dibedakan.

Penganut shinto memiliki 1.000 dewa. Setiap hal itu ada dewanya, seperti

dewa padi, dewa ilmu, dan lain-lain. Penganut budha percaya bahwa setiap

makhluk punya jiwa. Jadi tidak ada perbedaan antara manusia dengan hewan

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA atau tumbuhan, penganut konfusianisme percaya tentang prinsip langit dan manusia. Ketiganya memiliki kesamaan yakni saling menghargai benda-benda dan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Prinsip etika yang dianut oleh masyarakat jepang adalah kewajiban

dan kerukunan. Kerukunan antara manusia dan alam, dan meyadari

ekosistem itu merupakan kewajiban manusia. Dalam festival setsubun ini

kewajiban yang harus diterima dan dijalankan adalah melempar kacang

dan memakannya sesuai dengan umur lebihkan satu. Sebab diketahui

bahwa festivalyang di lakukan pada musim semi ini bertujuan untuk

mengusir roh jahat masuk di awal tahun/musim di jepang.

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

1. Setsubun (節分) berarti "pembagian musim". Perayaan festival setsubun

jatuh pada Tanggal 3 dan 4 Februari awal musim semi pada kalender tua. Kata

“Mame” mirip dengan “Mametsu” yang berarti “mengusir kejahatan/setan.

2 Pada perayaan ini orang-orang juga mengusir ketidak beruntungan dengan

melempar kacang sebanyak jumlah usianya (di tambah satu). Ritual ini disebut

Mame-Maki (artinya melempar kacang kedelai). Mame-Maki dilakukan

dengan cara menebarkan kacang kedelai yang sudah di panggang ke luar pintu

rumah keanggota keluarga yang mengenakan topeng Oni. Sambil mengatakan

“Oni wa soto, fuku wa uchi”dan menutup pintu dengan keras.

3 Setelah selesai melakukan Mame-maki, orang jepang memakan ehoumaki

(sejenis futomaki yang belum di potong-potong). Sushi dimakan tanpa

berhenti sambil menghadap ke arah mata angin tempat bersemayam dewa

keberuntungan untuk tahun tersebut.

4 Performansi merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang di lakukan sebagai

perwujudan dari ungkapan pikiran dan perasaan dan menjadi bagian penting

dalam kegiatan tradisi. Aktualisasi sebuah tradisi terlibat melalui komponen

yaitu: komposisi, transmisi, audiens, dan konteks.

5 Kearifan lokal di festival setsubun berawal dari kepercayaan bahwa hal – hal

buruk lebih mudah muncul di penguhujung musim. Oleh karena itu, ketika

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memasuki akhir musim orang – orang jepang melempar kacang untuk

mengusir roh jahat dan memanggil keberuntungan demi satu tahun yang aman

dan sejahtera. Tradisi melempar kacang – kacangan merupakan lambang

keinginan bebas dari penyakit dan sehat selalu sepanjang tahun.

4.2 SARAN

1. Hendaknya festival setsubun tetap dilaksanakan dan dilestarikan agar

nilai-nilai performansi tetap terjaga.

2. Hendaknya festival setsubun ini tetap dilaksanakan dan dilestarikan agar

nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung didalan festival setsubun tetap

terjaga.

3. Hendaknya nilai-nilai positif dalam festival setsubun ini dapat menjadi

pedoman hidup khususnya bagi generasi muda masyrakat jepang.

4. Ada perayaan selain setsubun untuk mengusir roh jahat tetapi masyarakat

jepang hanya merayakan festival setsubun saja.

5. Kacang yang di lempar seharusnya di buang bukan di ambil kembali

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Ernst, Cassirer. 1987. Manusia dan Kebudayaan . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press

Kushino weedy . 2017. Japan 2. Jakarta Pt. Gramedia pustaka utama

Koentjaraningrat. 1990. Pengertian kebudayaan dan masyarakat http://www.gqaqa.com/info_detail/?38_2005587039-2 https://m.facebook.com/kunjungi jepang/posts/959740274044968 https://id.wikipedia.org/wiki/Setsubun https://savvytokyo.com/fun-family-activities-for-the-bean-throwing-holiday-of- setsubun/ http://tdworkgroup.blogspot.co.id/2015/01/setsubun-festival-musim-semi- jepang.html https://matcha-jp.com/id/734 http://ali-mansyar.blogspot.co.id/2012/02/setsubunmamemaki.html http://www.Jepang.net/2010/02/setsubun.html?m=1 http://meita-seputarjepang.blogspot.co.id/2008/05/macam-macam-perayaan-dan- festival-di.html

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA http://www.kuakap.com/2016/10/asal-mula-festival-hari-setsubun- jepang.html?m=1 http://jpninfo.com/39231

Link : http://www.spengetahuan.com/2017/10/pengertian-kearifan-lokal-menurut- para-ahli-ciri-ciri-ruang-lingkup-contoh.html https://Indonesia.fun-japan.jp/Articles/2016/12/09/ID_20161215-15-Setsubun-

Festival-Narita) http://jepang.panduanwisata.id/2013/12/04/kushida-shrine-fukuoka-kuil-dewa- pelindung-bagi-masyarakat-fukuoka/

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN

Topeng oni (setan) dan kacang kedelai

japan-osa.net/

Masyarakat jepang sedang melempar kacang di festival setsubun

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA qjphotos.wordpress.com/

Masyarakat jepang menangkap kacang yang di lempar

sydneyairport.com.au/

community.travel.yahoo.co.jp/

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK

FESTIVAL SETSUBUN DI KUIL KUSHIDA DI FUKUOKA

Negara Jepang adalah negara maju yang masih tetap menjaga dan berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokal mereka. Jepang tetap mampu mempertahankan dan melestarikan kearifan lokalnya meski di tengah gegap gempita mereka sebagai sebuah negara maju dengan kekuatan industri yang luar biasa. Karena masyarakat Jepang dikenal sebagai negara yang sangat mencintai kebudayaanya. Salah satu kebudayaan atau kebiasaan yang masih terus dilaksanakan masyarakat Jepang yaitu festival setsubun. Banyak festival di Jepang tetapi festival setsubunlah festival di awal musim untuk mengusir roh jahat/setan agar di bulan kedepannya terbebas dari roh jahat/setan. Asal usul peringatan hari setsubun bahwa pada zaman dahulu, perayaan setsubun dilaksanakan dalam lingkungan di istana kaisar di mana acara ini berbagai macam boneka dari tanah liat yang sudah diberi warna dipajang di berbagai pintu gerbang dalam lingkungan istana.

Setsubun (節分) berarti "pembagian musim". Tanggal 3 dan 4 Februari adalah awal musim semi pada kalender tua. Jadi hari sebelum awal musim semi disebut "Setsubun". Pada hari Setsubun, orang menabur Mame, berupa kacang

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kedelai panggang, dan memakannya. Orang menggunakan biji-bijian karena kata

"Mame" mirip dengan "Mametsu" yang berarti "mengusir kejahatan/atau setan".

Di antara 4 kali perayaan setsubun tersebut, saat ini yang tersisa hanya perayaan setsubun pada penyambutan datangnya musim semi saja. Alasannya adalah perubahaan musim dingin ke musim semi merupakan hal yang paling menyita perhatian semua orang dibandingkan perubahan musim semi ke musim panas, dari musim panas ke musim gugur dan seterusnya.

Matsuri berasal dari kata matsuru ( 祀る, menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama

Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.

Shinto dan buddha. Kedua agama ini memiliki penganut yang paling mendominasi di jepang sejak lebih dari 10 abad yang lalu. Shinto ( 神道 ) adalah kepercayaan yang mengacu pada animisme serta dipercayai merupakan agama asli bangsa jepang. Kata Shinto berasal dari tulisan cina shen tao yang berarti jalan ketuhanan (The Way Of Kami). Di dalam Hemp Culture In Japan (2007), disebutkan bahwa arti dari jalan ketuhanan ini merupakan sebuah ekspresi ritual dari sebuah rasa hormat kepada Kami (Wujud Tuhan dalam bentuk roh) dalam kehidupan sehari-hari. Kesucian dan kesuburan menjadi hal yang terpenting di dalam ajaran shinto.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kuil Shinto (神社) adalah struktur permanen dari kayu yang dibangun untuk pemujaan berdasarkan kepercayaan Shinto. Tidak semua kuil Shinto adalah bangunan permanen, sejumlah kuil memiliki jadwal pembangunan kembali.

Bangunan di Ise Jingū misalnya, dibangun kembali setiap 20 tahun sekali.

Performansi merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan sebagai perwujudan dari ungkapan pikiran dan perasaan dan menjadi bagian penting dalam kegiatan tradisi. Aktualisasi sebuah tradisi terlibat melalui komponen yaitu: tempat dan waktu (Di kuil Kushida di Fukuoka pada tanggal 3 dan 4 Februari), konteks/jalannya upacara setsubun ( koteks, audiens, dan teks).

Sedangkan kearifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menurus dalam kesadaran masyarakat. Berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat.

Kearifan lokal di festival setsubun untuk mengusir roh jahat dan menciptakan ketetraman masyarakat Jepang dan seterusnya.

Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana (Sibarani,

2014:115). Defenisi ini menekan nilai budaya luhur yang digunakan untuk kebijakan atau kearifan menata kehidupan sosial.

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 要旨

ふくおかけん く し だ じ ん じ ゃ せつぶんさい 福岡県の櫛田神社における節分祭

に ほ ん じ も と ちえ かち いじ まも せんしんこく 日本は地元の知恵の価値を維持し、守っている先進国としてであ

と ほ う さんぎょうちから も せんしんこく に ほ ん じ も と ちえ る。途方もない産業力を持つ先進国としても、日本は地元の知恵を維持

まも にほん しゃかい ぶ ん か だ い じ し、守ることができる。それは日本の社会がその文化を大事にするからで

しゅうかん ぶ ん か ひと せつぶんさい ある。よく行っている習慣や文化としての一つは、節分祭ということで

ひ に ほ ん おお まつ せつぶんさい つぎつぎ つき あくれい ある。日日本では多くの祭りがあるが、節分祭は、次々の月に悪霊から

かいほう き せ つ はじ おこな まつ せつぶんさい き げ ん 解放されるように、季節の初めに 行 われる祭りである。節分祭の起源

むかし きゅうでん きんじょ おこな まつ ね ん ど ちゃくしょく さまざま は、 昔 、宮殿の近所で 行 われ、祭りには粘土から 着色されている様々

にんぎょう きゅうでんない もん ひょうじ な人形を、宮殿内の門に表示されていた。

せつぶん こ と ば き せ つ くぶ いみ 2がつ3 4にち 「節分」という言葉は、季節の区部という意味にする。2月3、4日

きゅうれき はる はじ はる ぜんじつ せつぶん よ は旧暦によると春の始まりで、春の前日に「節分」と呼ばれていた。

せつぶん ひ ひとびと まめ せいかく ばいせん だ い ず ま た あく 節分の日には、人々は豆(正確に焙煎された大豆)を蒔き、食べる。悪を

お はら いみ ま め つ ま め つ こ と ば に まめ 追い払うという意味にする「マメツ(摩滅)」の言葉と似り、「マメ」の

こ と ば つか 言葉を使う。

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA まつ せつぶんさい りゆう ふゆ 4回の祭りの中で, 春だけの節分祭が残っていた。その理由は、冬か

はる へんか なつ あき なつ つぎ なつ へんか くら ら春への変化は、夏から秋にかけて、夏から次の夏にかけての変化に比べ

ひとびと もっと きょうみ て、人々もが 最 も興味を持っていることである。

ことば ことば ゆらい かみさま 「まつり」という言葉は、「祀る」という言葉から由来し、神様に

まつ いみ しんとう よっ まつ しんせいか 祭るという意味がある。神道では、四つのお祭りの要素があり、神聖化

ほうし いの よ のりと にほん しんわ し (はらい)、奉仕、祈りの読み(祝詞)である。 日本の神話で知られて

もっと ふる まつ あまのいわて まえ おこな ぎしき いる 最 も古い祭りは、天野岩手の前で 行 われた儀式である。

しんとう ぶっきょう ふた しゅうきょう せいきまえ にほん しんこうしゃ 神道と仏教。この二つの 宗教は10世紀前から日本で信仰者が

おお しんとう に っ ぽ ん こ っ か もと しゅうきょう しん 多い。神道はアニミズムを指し、日本国家の元の 宗教と信じられてい

しんとう ことば かみ みち いみ ちゅうごく る。神道という言葉は、神の道(The Way Of Kami)を意味する中国の

せいく ゆらい かみ みち 聖句から由来した。Hemp Culture In Japan(2007年)では、この神の道の

いみ にちじょうせいかつ かみさま せいしんてき けいたい かみ そんけい 意味は、日常生活における神様(精神的な形態の神)を尊敬する

ぎしきひょうげん い しんと もっと じゅうよう じゅんど 儀式表現であると言われている。信徒の 最 も重要なことは、純度と

はんしょくりょく 繁殖力である。

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA じんじゃ しんとう しんこう れいはい た こうきゅうてき もくぞうけんちくぶつ 神社は神道の信仰の礼拝のために建てられた恒久的な木造建築物

じんじゃ こうきゅうてき たてもの じゃ さいけん である。すべての神社は恒久的な建物ではなく、いくつかの神社は再建

すけじゅ る たと い せ じ ん ぐ う 20ねん い ち ど さ い け ん スケジュールがある。 例えば、伊勢神宮には、20年に一度再建される。

しこう かんじょう ひょうしゅつ ひょうげん でんとう かつどう パフォーマンスとは、思考や感情の 表出を表現し、伝統の活動

じゅうよう やくわり は かつどう こうどう でんとう じつげん つぎ において重要な役割を果たす活動や行動である。伝統の実現は、次のよ

ばしょ じかん 2がつ3にち 4にち ふくおか く し だ じ ん じ ゃ うである。場所と時間(2月3日と4日の福岡の櫛田神社にて)、セレモニ

まめ まめ な す えほうまき よ た ーの文脈(豆まきという豆を投げ捨てる、恵方巻と呼ぶすしを食べたりす

せつぶんさい つか もの おに かんきゃく がくせい のうか る)、節分祭の使う物(鬼マスクとナ豆)、観客(学生、農家、

げいじゅつか りきし こようしゃ 芸術家、力士、雇用者、ビジネスマン、外人などの様々な社会グルー

プ)、そして祈りと希望のテキストである。

じ も と ちえ しゃかい がいねんてき あ い で あ しゃかい い し き 地元の知恵は、社会にある概念的なアイデアであり、社会の意識の

なか せいちょう けいぞくてき はってん ひと せいかつ き せ い やくわり は 中でも成長し、継続的に発展していく。人の生活を規制する役割を果た

せつぶんさい じ も と ちえ き せ つ お わる で す。節分祭の地元の知恵は、季節の終わりに悪いことが出やすくなるとい

かんが はじ に ほ ん じ ん あくりょう う 考 えから始まった。それで、季節の終わりに入ると、日本人は悪霊を

お だ まめ な あんぜん ゆた とし こううん よ だ 追い出すために、豆を投げつけ、安全で豊かな年のために幸運を呼び出

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA まめ な でんとう ねんかん つう けんこう びょうき よっきゅう す。豆を投げつける伝統は、年間を通じて健康のよく、病気のない欲求

しょうちょう の 象徴である。

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA