Q&A PROGRAM KINEFORUM MARET 2011 SEJARAH ADALAH SEKARANG 5 Page 1

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Q&A PROGRAM KINEFORUM MARET 2011 SEJARAH ADALAH SEKARANG 5 Page 1 Q&A PROGRAM KINEFORUM MARET 2011 SEJARAH ADALAH SEKARANG 5 SENIN SELASA RABU KAMIS JUMAT SABTU MINGGU 1 2 3 4 5 6 WARNA WARNI BUKAN SEKEDAR BOW: USMAR ISMAIL FESTIVAL 80-AN FILM ANAK INDONESIA FILM ANAK INDONESIA PEREMPUAN PROFESI BOW: USMAR ISMAIL GAMBAR TANGAN, LAYAR GAMBAR TANGAN, LAYAR TEREKAM, TERDENGAR, TEREKAM, TERDENGAR, PERAN PEMERAN LEBAR LEBAR TERLIHAT TERLIHAT FESTIVAL 80-AN WARNA WARNI PERAN PEMERAN GAMBAR TANGAN, LAYAR PEREMPUAN LEBAR kineforum 14.15: Perempuan Kedua 14.15: Raja Jin Penjaga 14.15: Red Cobex 14.15: Ira Maya Putri 14.15: Langitku, Rumahku 14.15: Djenderal Kantjil Pintu Kereta Api Cinderella 17.00: Darah dan Doa 17.00: Badut-badut Kota 17.00: Enam Djam di 17.00: Metamorfoblus 17.00: The Songstress and 17.00: Petualangan Sherina Djogdja the Seagull 19.30: Nakalnya Anak-anak 19.30: Sorga yang Hilang 19.30: Beranak Dalam 19.30: Kejarlah Daku, Kau 19.30: Tuan Tanah 19.30: Fiksi Kubur Kutangkap Kedawung 16:00 Diskusi Dari Gambar Acara Pendukung Tangan ke Layar Lebar GC III Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia 7 8 9 10 11 12 13 FESTIVAL 80-AN SUPERHERO BUKAN SEKEDAR TEREKAM, TERDENGAR, SUPERHERO FILM ANAK INDONESIA FILM ANAK INDONESIA PROFESI TERLIHAT WARNA WARNI WARNA WARNI GAMBAR TANGAN, LAYAR BOW: USMAR ISMAIL BUKAN SEKEDAR BOW: USMAR ISMAIL SUPERHERO PEREMPUAN PEREMPUAN LEBAR PROFESI BUKAN SEKEDAR BOW: USMAR ISMAIL WARNA WARNI PERAN PEMERAN PERAN PEMERAN FESTIVAL 80-AN BOW: USMAR ISMAIL PROFESI PEREMPUAN kineforum 14.15: Si Badung 14.15: Rama Superman 14.15: Janji Joni 14.15: The Songstress and 14.15: Madame X 14.15: Anak Seribu Pulau 14.15: Garuda di Dadaku Indonesia the Seagull 17.00: Biola Tak 17.00: Red Cobex 17.00: Sorga yang Hilang 17.00: Tamu Agung 17.00: Raja Jin Penjaga 17.00: Ira Maya Putri 17.00: Madame X Berdawai Pintu Kereta Api Cinderella 19.30: Taksi 19.30: Pedjuang 19.30: Betina 19.30: Intan Berduri 19.30: Inem Nyonya Besar 19.30: Tiga Dara 19.30: Asrama Dara GC III Pameran Sejarah Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Bioskop dan Kebijakan dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di Film di Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia 14 15 16 17 18 19 20 GAMBAR TANGAN, PERAN PEMERAN SUPERHERO SUPERHERO TEREKAM, TERDENGAR, FESTIVAL 80-AN FILM ANAK INDONESIA LAYAR LEBAR TERLIHAT WARNA WARNI BUKAN SEKEDAR PERAN PEMERAN PERAN PEMERAN WARNA WARNI FILM ANAK INDONESIA TEREKAM, TERDENGAR, PEREMPUAN PROFESI PEREMPUAN TERLIHAT PERAN PEMERAN TEREKAM, TERDENGAR, BOW: USMAR ISMAIL BOW: USMAR ISMAIL BOW: USMAR ISMAIL PERAN PEMERAN TERLIHAT kineforum 14.15: Tuan Tanah 14.15: Rumah Dara 14.15: Rama Superman 14.15: Gundala Putra Petir 14.15: Perempuan Kedua 14.15: Neraca Kasih 14.15: Djenderal Kantjil Kedawung Indonesia 17.00: Perempuan Kedua 17.00: Janji Joni 17.00: Fiksi 17.00: Inem Nyonya Besar 17.00: The Songstress and 17.00: Langitku, Rumahku 17.00: Anak Seribu Pulau the Seagull 19.30: Intan Berduri 19.30: Metamorfoblus 19.30: Tiga Dara 19.30: Pedjuang 19.30: Tamu Agung 19.30: Ibunda 19.30: Seringai: Generasi Menolak Tua GC III Pameran Sejarah Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Bioskop dan Kebijakan dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di Film di Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia 21 22 23 24 25 26 27 BOW: USMAR ISMAIL TEREKAM, TERDENGAR, FESTIVAL 80-AN BOW: USMAR ISMAIL SUPERHERO FILM ANAK INDONESIA FESTIVAL 80-AN TERLIHAT BUKAN SEKEDAR PERAN PEMERAN GAMBAR TANGAN, LAYAR BUKAN SEKEDAR BOW: USMAR ISMAIL FESTIVAL 80-AN FILM ANAK INDONESIA PROFESI LEBAR PROFESI WARNA WARNI SUPERHERO PERAN PEMERAN TEREKAM, TERDENGAR, WARNA WARNI BUKAN SEKEDAR PERAN PEMERAN PEREMPUAN TERLIHAT PEREMPUAN PROFESI kineforum 14.15: Asrama Dara 14.15: Seringai: Generasi 14.15: Si Badung 14.15: Enam Djam di 14.15: Darna Ajaib 14.15: Garuda di Dadaku 14.15: Nakalnya Anak-anak Menolak Tua Djogdja 17.00: Marsinah 17.00: Intan Berduri 17.00: Beranak Dalam 17.00: Marsinah 17.00: Lewat Djam Malam 17.00: Ira Maya Putri 17.00: Langitku, Rumahku Kubur Cinderella 19.30: Biola Tak 19.30: Gundala Putra Petir 19.30: Rumah Dara 19.30: Hiphopdiningrat 19.30: Mereka Bilang, Saya 19.30: Marsinah 19.30: Fiksi Berdawai Monyet! BUKAN SEKEDAR BUKAN SEKEDAR FILM ANAK INDONESIA FILM ANAK INDONESIA PROFESI PROFESI SUPERHERO BOW: USMAR ISMAIL PERAN PEMERAN SUPERHERO PERAN PEMERAN 14.15: Janji Joni 14.15: Taksi 14.15: Djenderal Kantjil 14.15: Garuda di Dadaku Teater 1 XXI TIM 17.00: Badut-badut Kota 17.00: Tiga Dara 17.00: Anak Seribu Pulau 17.00: Petualangan Sherina 19.30: Darna Ajaib 19.30: Ibunda 19.30: Kejarlah Daku, Kau 19.30: Rama Superman Kutangkap Indonesia Acara Pendukung 10.00: Klinik Kritik Film GC III Pameran Sejarah Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Bioskop dan Kebijakan dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film dan Kebijakan Film di Film di Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia 18.30: Belajar Bersama - Kerja Kamera 28 29 30 31 FESTIVAL 80-AN WARNA WARNI TEREKAM, TERDENGAR, SUPERHERO PEREMPUAN TERLIHAT WARNA WARNI GAMBAR TANGAN, LAYAR GAMBAR TANGAN, LAYAR WARNA WARNI PEREMPUAN LEBAR LEBAR PEREMPUAN TEREKAM, PERAN PEMERAN BUKAN SEKEDAR PERAN PEMERAN TERDENGAR, TERLIHAT PROFESI kineforum 14.15: Si Badung 14.15: Mereka Bilang, Saya 14.15: Hiphopdiningrat 14.15: Darna Ajaib Monyet! 17.00: Betina 17.00: Tuan Tanah 17.00: Beranak Dalam 17.00: Red Cobex Kedawung Kubur 19.30: Seringai: Generasi 19.30: Kejarlah Daku, Kau 19.30: Badut-badut Kota 19.30: Inem Nyonya Besar Menolak Tua Kutangkap FESTIVAL 80-AN BUKAN SEKEDAR PERAN PEMERAN PERAN PEMERAN PROFESI PERAN PEMERAN SUPERHERO TEREKAM, TERDENGAR, SUPERHERO TERLIHAT GAMBAR TANGAN, BOW: USMAR ISMAIL TEREKAM, TERDENGAR, LAYAR LEBAR TERLIHAT 14.15: Neraca Kasih 14.15: Raja Jin Penjaga 14.15: Ibunda 14.15: Naga Bonar Teater 1 XXI TIM Pintu Kereta 17.00: Rumah Dara 17.00: Gundala Putra Petir 17.00: Semalam Di Rumah 17.00: Madame X Bonita: A Concert Film (PEMUTARAN PERDANA) 19.30: Sorga yang Hilang 19.30: Taksi 19.30: Darah dan Doa 19.30: Metamorfoblus Acara Pendukung 19.30: Konser Musik GC III Pameran Sejarah Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Pameran Sejarah Bioskop Bioskop dan Kebijakan dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di dan Kebijakan Film di Film di Indonesia Indonesia Indonesia Indonesia Page 1.
Recommended publications
  • Kajian Naratif Atas Tema Nasionalisme Dalam Film-Film Usmar Ismail Era 1950-An
    KAJIAN NARATIF ATAS TEMA NASIONALISME DALAM FILM-FILM USMAR ISMAIL ERA 1950-AN TESIS PENGKAJIAN SENI untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat magister dalam bidang Seni, Minat Utama Videografi Sazkia Noor Anggraini 1320789412 PROGRAM PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2017 UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA PERNYATAAN Saya menyatakan bahwa tesis yang saya tulis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi manapun. Tesis ini merupakan hasil pengkajian/penelitian yang didukung berbagai referensi dan sepengetahuan saya belum pernah ditulis dan dipublikasikan kecuali yang secara tertulis diacu dan disebutkan dalam kepustakaan. Saya bertanggungjawab atas keaslian tesis ini dan saya bersedia menerima sanksi apabila di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini. Yogyakarta, 10 Agustus 2017 Yang membuat pernyataan, Sazkia Noor Anggraini NIM. 1320789412 iii UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA KAJIAN NARATIF ATAS TEMA NASIONALISME DALAM FILM-FILM USMAR ISMAIL ERA 1950-AN Pertanggungjawaban Tertulis Program Penciptaan dan Pengkajian Seni Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2017 Oleh Sazkia Noor Anggraini ABSTRAK Penelitian ini berangkat dari klaim bahwa film-film sebelum Darah dan Doa (1950) tidak didasari oleh sebuah kesadaran nasional dan oleh karenanya tidak bisa disebut sebagai film Indonesia. Klaim ini perlu dipertanyakan karena punya tendensi akan pengertian sempit etno nasionalis yang keluar dari elite budaya Indonesia. Penelitian ini mencoba membangun argumen secara kritis dengan memeriksa kembali proyeksi tema nasionalisme dalam naratif film-film Usmar Ismail pada era 1950-an. Gagasan nasionalisme kebangsaan oleh Benedict Anderson digunakan sebagai konsep kerja utama dalam membedah naratif pada film Darah dan Doa, Lewat Djam Malam (1954), dan Tamu Agung (1955).
    [Show full text]
  • Film Sebagai Gejala Komunikasi Massa
    BUKU AJAR FILM SEBAGAI GEJALA KOMUNIKASI MASSA Dr REDI PANUJU, M.Si PRAKATA Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat Rahmat dan Hidayahnya akhirnya Buku Ajar ini dapat diterbitkan secara nasional oleh penerbit ber-ISBN. Bermula dari hibah penelitian yang peneliti terima dari Kementerian Ristekdikti melalui format Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi (PDUPT) tahun 2018-2019 dengan judul PERJALANAN SINEMA INDONESIA, dihasilkan banyak data yang menunjukkan bahwa film bukan hanya sebagai karya seni yang keberadaannya sebagai tontonan dan hiburan, namun ternyata film sarat dengan gejala persoalan persoalan struktural. Dalam film, selain aspek sinematografi yang bersifat teknis, yang amat menarik adalah dari aspek pesan yang disampaikan. Film adalah gejala komunikasi massa. Posisinya sebagai media komunikasi massa yang memiliki tujuan penting, yakni menyampaikan sesuatu. Itulah yang disebut pesan (message). Pesan disampaikan melalui rangkaian scine yang membentuk cerita (story), bisa juga melalui dialog dialog antar tokoh dalam film, latar belakang dari cerita (setting) dan bahkan melalui karakter tokoh tokoh yang ada. Melalui pesan itulah penonton mendapat pesan tentang segala sesuatu. Menurut beberapa teori komunikasi massa, justru pada tataran pesan itu efek terhadap penonton bekerja. Karena itu, dalam sejarah sinema Indonesia sering Negara masuk (mengatur) sampai ke pesan film. Misalnya, pada periode Penjajahan Jepang, film dipakai sebagai alat propaganda. Pada masa itu, film dibuat dengan tujuan untuk mempengaruhi penduduk Indonesia mendukung imperialisme Nipon dengan semboyan Persaudaraan Asia. Demikian juga pada masa pasca Proklamasi yang dikenal sebagai sebagai masa Orde Lama (1945-1966), regim Orde Baru menganggap bahwa revolusi Indonesia tidak pernah selesai, karena itu semua hal termasuk kesenian harus diposisikan sebagai alat revolusi.
    [Show full text]
  • Revisiting Transnational Media Flow in Nusantara: Cross-Border Content Broadcasting in Indonesia and Malaysia
    Southeast Asian Studies, Vol. 49, No. 2, September 2011 Revisiting Transnational Media Flow in Nusantara: Cross-border Content Broadcasting in Indonesia and Malaysia Nuurrianti Jalli* and Yearry Panji Setianto** Previous studies on transnational media have emphasized transnational media organizations and tended to ignore the role of cross-border content, especially in a non-Western context. This study aims to fill theoretical gaps within this scholarship by providing an analysis of the Southeast Asian media sphere, focusing on Indonesia and Malaysia in a historical context—transnational media flow before 2010. The two neighboring nations of Indonesia and Malaysia have many things in common, from culture to language and religion. This study not only explores similarities in the reception and appropriation of transnational content in both countries but also investigates why, to some extent, each had a different attitude toward content pro- duced by the other. It also looks at how governments in these two nations control the flow of transnational media content. Focusing on broadcast media, the study finds that cross-border media flow between Indonesia and Malaysia was made pos- sible primarily in two ways: (1) illicit or unintended media exchange, and (2) legal and intended media exchange. Illicit media exchange was enabled through the use of satellite dishes and antennae near state borders, as well as piracy. Legal and intended media exchange was enabled through state collaboration and the purchase of media rights; both governments also utilized several bodies of laws to assist in controlling transnational media content. Based on our analysis, there is a path of transnational media exchange between these two countries.
    [Show full text]
  • Kebangkitan Industri Perfilman Nasional Di Tengah Kekosongan Festival Film Indonesia (1993—2005)
    Kebangkitan Industri Perfilman Nasional di Tengah Kekosongan Festival Film Indonesia (1993—2005) Marcia Audita, Muhammad Wasith Albar Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Nama : Marcia Audita Program Studi : Ilmu Sejarah Judul : Kebangkitan Industri Perfilman Nasional Di Tengah Kekosongan Festival Film Indonesia (1993—2005) Skripsi ini membahas mengenai kebangkitan industri perfilman nasional di tengah kekosongan Festival Film Indonesia (1993—2005). Festival Film Indonesia (FFI) merupakan sebuah kompetisi antar insan perfilman sebagai wujud apresiasi bangsa kepada para pekerja film dalam rangka membangkitkan sinema Indonesia. Pelaksanaan FFI sempat mengalami masa kekosongan selama lebih dari satu dasawarsa di tahun 1993—2003. Berakhirnya masa tugas Panitia Tetap FFI serta tingkat penurunan kuantitas dan kualitas film Indonesia telah memengaruhi arus peredaran film dalam hal produksi, distribusi dan eksibisi hingga menjelang era awal masa reformasi. Masa kekosongan tersebut rupanya diisi oleh aktivitas para sineas muda yang mulai berusaha untuk kembali membangitkan produksi perfilman nasional. Keberhasilan para sineas muda dalam mengembalikan penonton Indonesia mendorong FFI untuk hadir kembali di tahun 2004 dengan puncak jumlah produksi film serta prestasi internasional diraih di tahun 2005. Pada akhirnya skripsi ini membuktikan bahwa masa kekosongan berkepanjangan FFI rupanya tidak menyurutkan dan memengaruhi para sineas untuk
    [Show full text]
  • World Cinema Foundation, Sinematek Indonesia
    65th FESTIVAL DE CANNES (16 - 27 MAY 2012) OFFICIAL SELECTION – CANNES CLASSICS Lewat Djam Malam (After the Curfew) (1954) Kalpana (1948) Contact Info: 110 W. 57th Street, 5th Floor New York, NY 10019, USA www.worldcinemafoundation.org - [email protected] LEWAT DJAM MALAM (After the Curfew) Written by Usmar ISMAIL, Asrul SANI Director of Photography Max TERA Set Deisgner Abdul CHALID Original Music G.R.W. SINSU Sound B. SALTZMANN Editing SUMARDJONO Production PERSARI, PERFINI Starring A.N. ALCAFF(Iskandar), Netty HERAWATY (Norma), R.D. ISMAIL (Gunawan) Running Time 101’ Year of Production 1954 Country of Production INDONESIA Language INDONESIAN From NATIONAL MUSEUM OF SINGAPORE, WORLD CINEMA FOUNDATION, SINEMATEK INDONESIA Restored in 2012 by the National Museum of Singapore and the World Cinema Foundation, with support from the Konfiden Foundation and Kineforum of the Jakarta Arts Council. The restoration work was conducted by Cineteca di Bologna/L'Immagine Ritrovata Laboratory from original film elements preserved at the Sinematek Indonesia. Special thanks to the Usmar Ismail family. ABOUT THE FILM Lewat Djam Malam (After the Curfew) is a passionate work looking directly at a crucial moment of conflict in Indonesian history: the aftermath of the four-year Republican revolution which brought an end to Dutch rule. This is a visually and dramatically potent film about anger and disillusionment, about the dream of a new society cheapened and misshapen by government repression on the one hand and bourgeois complacency on the other. The film’s director, Usmar Ismail, is generally considered to be the father of Indonesian cinema, and his entire body of work was directly engaged with ongoing evolution of Indonesian society.
    [Show full text]
  • MUATAN FAKTA SEJARAH DALAM FILM SULTAN AGUNG KARYA HANUNG BRAMANTYO TAHUN 2018 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Adab Dan Ilmu Bu
    MUATAN FAKTA SEJARAH DALAM FILM SULTAN AGUNG KARYA HANUNG BRAMANTYO TAHUN 2018 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Oleh: Anna Eryana NIM: 15120104 JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2020 PERNYATAAN KEASALIAN ii NOTA DINAS Kepada Yth., Dekan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Assalamu’alaikum wr. wb. Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap naskah skripsi berjudul: MUATAN FAKTA SEJARAH DALAM FILM SULTAN AGUNG KARYA HANUNG BRAMANTYO TAHUN 2018 yang ditulis oleh: Nama : Anna Eryana NIM : 15120104 Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Wassalamu’alaikum wr. wb. Yogyakarta, 26 Maret 2020. Dosen Pembimbing Riswinarno, S.S, M.M. NIP. 19700129 199903 1 002 iii PENGESAHAN TUGAS AKHIR iv MOTTO “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Pramoedya Ananta Toer v PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan untuk: Orang tua tercinta Ibu, papah, dan seluruh keluarga yang senantiasa memberikan doa, motivasi kepada penulis selama ini, Semua guru mulai dari TK, SD, SMP, MAN dan Dosen yang telah memberikan ilmu, membimbing dengan penuh kesabaran serta keikhlasan. Almamater Progam Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta yang saya banggakan. vi ABSTRAK MUATAN FAKTA SEJARAH DALAM FILM SULTAN AGUNG KARYA HANUNG BRAMANTYO TAHUN 2018 Penelitian ini dilatar belakangi oleh permasalahan muatan fakta sejarah didalam film yang bertemakan drama kolosal sejarah karya Hanung Bramantyo.
    [Show full text]
  • Bab Iv Analisis
    View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by UMN Knowledge Center BAB IV ANALISIS 4.1. Restorasi Film Indonesia Restorasi film yang terkenal di Indonesia adalah film Usmar Ismail yang berjudul Tiga Dara. Namun sebelum Tiga Dara, film Lewat Djam Malam sudah lebih dahulu direstorasi. Film ini adalah hasil kerja sama dengan National Museum of Singapore (NMS). NMS mendanai seluruh biaya restorasi. Pengerjaannya dilakukan oleh L’Immagine Ritrovata di Bologna, Italia, sebagai laboratorium yang merestorasi. Serta Sinematek sebagai penyedia materi. Restorasi tersebut menghasilkan film sesuloid dan DCP (Digital Cinema Package) dengan kualiatas 2K (Sekarjati, 2012). Kemudian film Darah dan Doa direstorasi digital pada tahun 2013. Film yang disutradarai oleh Usmar Ismail ini di daulat sebagai film pertama yang diprosuksi oleh orang Indonesia. Selanjutnya ada Tiga Dara yang menjadi film musikal pertama Indonesia. Tiga Dara di restorasi bersamaan dengan dibuatnya film remake Ini Kisah Tiga Dara. Proses pengerjaan fisik Tiga Dara dilakukan di Italia, dan restorasi digitalnya di Indonesia. Ada banyak film Indonesia lainnya yang sudah direstorasi, namun minim pemberitaan. Beberapa film yang telah direstorasi adalah Pagar Kawat Berduri, Bintang Ketjil, Matt Dower, Ateng Sok Aksi, Ratu Ilmu Hitam, WARKOP–Sama 30 Juga Bohong, Pengabdi Setan, Seri Catatan Si Boy. Film Pengabdi Setan juga di remake dengan judul yang sama. 4.2. PT. Render Digital Indonesia Awalnya PT. Render Digital Indonesia (yang selanjutnya akan disingkat RDI) merupakan perusahaan post production sekitar 10 tahun yang lalu. RDI sudah berdiri sekitar empat atau lima tahun lalu. Berdasarkan kanal YouTube-nya, RDI sudah berhasil merestorasi beberapa film, baik itu film berwarna maupun hitam putih.
    [Show full text]
  • Editor Promo Film Di Pt. Kharisma Starvision Plus Kerja Praktik Mohkamad Adi Sucipto 15510160007
    EDITOR PROMO FILM DI PT. KHARISMA STARVISION PLUS KERJA PRAKTIK Program Studi DIV Komputer Multimedia Oleh: MOHKAMAD ADI SUCIPTO 15510160007 FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA 2018 EDITOR PROMO FILM DI PT. KHARISMA STARVISION PLUS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Tugas Akhir Disusun Oleh: Nama : MOHKAMAD ADI SUCIPTO NIM : 15.51016.0007 Program : DIV (Diploma Empat) Jurusan : Komputer Multimedia FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA 2018 ii LEMBAR MOTTO “Berjanjilah untuk tidak berhenti mengejar mimpimu” iii LEMBAR PERSEMBAHAN Laporan Kerja Praktik ini saya persembahkan untuk: 1. Almarhum Kakek dan Almarhumah Nenek tercinta. 2. Kedua Orang Tua, Bapak Mujadi dan Ibu Ngatmini. 3. Adik dan kakak tercinta, yakni Septianingrum William Kusuma Wulandari dan adik Muhammad Guruh Triyono. 4. Almamater tercinta, Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya. 5. Kepala Program Studi, Ir. Hardman Budiarjo, M.Med.Kom., MOS. 6. Dosen Pembimbing, Karsam, MA., Ph.D. 7. Ir. Chand Parwez Servia selaku Dirut PT. Starvision Plus. 8. Keluarga Besar PT. Kharisma Starvision Plus Jakarta. 9. Seluruh Dosen DIV Komputer Multimedia Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya. 10. Keluarga besar DIV Komputer Multimedia Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya. 11. Teman-teman Komunitas Film Surabaya. iv LEMBAR PENGESAHAN EDITOR PROMO FILM DI PT. KHARISMA STARVISION PLUS Laporan Kerja Praktik oleh Mohkamad Adi Sucipto NIM: 15.51016.0007 Telah diperiksa, diuji dan disetujui Surabaya, 8 Januari 2019 Disetujui : Pembimbing Penyelia Karsam, MA., Ph.D. Adit Hadi Suryadi NIDN. 0705076802 Koordinator Post Production Mengetahui, Ketua Program Studi DIV Komputer Multimedia Ir. Hardman Budiarjo, M.Med.Kom., MOS NIDN.
    [Show full text]
  • Bab 2 Sekilas Perkembangan Perfilman Di Indonesia 2.1
    BAB 2 SEKILAS PERKEMBANGAN PERFILMAN DI INDONESIA 2.1 Awal Perkenalan Awalnya masyarakat Hindia Belanda pada tahun 1900 mengenal film yang sekarang kita kenal dengan sebutan gambar idoep. Istilah gambar idoep mulai dikenal saat surat kabar Bintang Betawi memuat iklan tentang pertunjukan itu. Iklan dari De Nederlandsche Bioscope Maatschappij di surat kabar Bintang Betawi menyatakan: “...bahoewa lagi sedikit hari ija nanti kasi lihat tontonan amat bagoes jaitoe gambar-gambar idoep dari banyak hal..”22 Selanjutnya pada tanggal 4 Desember surat kabar itu kembali mengeluarkan iklan yang berbunyi: “...besok hari rabo 5 Desember PERTOENJOEKAN BESAR JANG PERTAMA di dalam satoe roemah di Tanah Abang Kebondjae (MANEGE) moelain poekoel TOEDJOE malem..”23 22 Bintang Betawi. Jum’at, 30 November 1900. Universitas Indonesia Kebijakan pemeerintah..., Wisnu Agung Prayogo, FIB UI, 2009 Film yang dipertontonkan saat itu merupakan film dokumenter yang menceritakan tentang perkembangan terakhir pembangunan di Belanda dan Afrika Selatan. Film ini juga menampilkan profil keluarga kerajaan Belanda. Tahun 1910 sendiri tercatat sebagai tahun kegiatan pembuatan film yang lebih bersifat pendokumentasian tentang Hindia Belanda agar ada pengenalan yang lebih “akrab“ antara negeri induk (Belanda) dengan daerah jajahan.24 Industri pembuatan film di wilayah Hindia Belanda sendiri baru dimulai sejak tahun 1926 ketika sebuah film berjudul Loetoeng Kasaroeng dibuat oleh L.Hoeveldorp dari NV Java Film Company pimpinan G. Krugers dan F. Carli.25 Java Film Company kemudian
    [Show full text]
  • The Intersectionality of Arts and Film in Perfini Films and Resobowo's
    Basuki Resobowo as a Jack of All Trades: The Intersectionality of Arts and Film in Perfini Films and Resobowo’s Legacy in Indonesian Cinema Umi Lestari Southeast of Now: Directions in Contemporary and Modern Art in Asia, Volume 4, Number 2, October 2020, pp. 313-345 (Article) Published by NUS Press Pte Ltd DOI: https://doi.org/10.1353/sen.2020.0014 For additional information about this article https://muse.jhu.edu/article/770704 [ Access provided at 25 Sep 2021 00:27 GMT with no institutional affiliation ] This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. Basuki Resobowo as a Jack of All Trades: The Intersectionality of Arts and Film in Perfini Films and Resobowo’s Legacy in Indonesian Cinema UMI LESTARI Abstract Basuki Resobowo (1916–99) is known primarily as a painter, activist and head of Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra, Institute for People’s Culture). He was affil- iated with left-wing politics during Sukarno’s Old Order (1945–65) and first entered the film industry in the 1940s when he played the role of Basuki in Jo An Djan’s film Kedok Ketawa (1940). During the Japanese Occupation (1942–45), Resobowo was part of Keimin Bunka Shidoso (Culture Centre). Literature on Resobowo’s artistic practice has mostly referred to his background in painting. However, in the 1950s, he joined Perusahaan Film Negara Indonesia (Perfini) as an art director and scriptwriter, making seven films, includingDarah dan Doa (Blood and Prayer) in 1950, which is regarded as the firstfilm nasional (national film). This article, while devoting some space to Resobowo’s overall career, chiefly endeavours to revisit the early Perfini films and examine the influence of Reso- bowo’s ideas about art and theatre on cinematographic mise-en-scene.
    [Show full text]
  • Apr–Jun 2013 Cinémathèque Quarterly
    Cinémathèque Apr–Jun Quarterly 2013 “It sometimes seems ridiculous to me to be searching like this, in each manifestation of the present, for signs of the past.” – Davy Chou Contents 4 Editor’s Note 6 World Cinema Series 8 Mad Dog Morgan by Philippe Mora 12 La Maman et la Putain / The Mother and the Whore by Jean Eustache 16 Mandala by Im Kwon-taek Lost Films of Southeast Asia: Part One – Mysterious Objects 22 Extracts from a Travelogue; or, Nine Tales of a Rediscovered Cinema by Davy Chou 36 The Immigrant: Singapore's First Feature by Jan Uhde and Yvonne Ng Uhde 48 Interview Doris Young 60 Two Orphan Films by Usmar Ismail by Ekky Imanjaya 68 Johnny Directs a Movie (but it's never seen) by Hassan Abd. Muthalib 80 Write to Us 81 Credits 82 About Us 83 Ticketing Information 84 Getting to the Museum Mandala (1981) by Im Kwon-taek Image courtesy of the Korean Film Archive Editor's Note Lost Films of Southeast Asia: Part One – Mysterious Objects Welcome to the first of two issues of the National Museum’s Cinémathèque Quarterly dedicated to the theme of the “Lost Films of Southeast Asia.” In compiling these issues, I’m treading down a path already forged by Filipino author Nick Deocampo with his work, Lost Films of Asia, nearly a decade ago, a collection of writing which, as Nick stated in his introduction, sought to bring to light films lost due to “apathy, neglect, ignorance, lack of technology, insufficient funds, wrong priorities, and even war and politics.” The films described in that highly recommended volume are very seriously lost.
    [Show full text]
  • XLI Mostra Internazionale Del Cinema Libero Fondazione Cineteca Di Bologna
    XLI Mostra Internazionale del Cinema Libero Fondazione Cineteca di Bologna “Il cinema è l’istituzione più democratica e più internazionale... Apre spazio alla fantasia creativa degli spettatori [...] costretti e autorizzati a dare loro stessi un’anima a quei corpi in movimento; detto altrimenti: a scriversi il proprio testo per il film” “Cinema is the most democratic and most international of institutions... Provides space for the viewer’s creative imagination [...] compelled and enabled to give a soul to those moving bodies – or, to put it more simply, to write their own text for the pictures” Viktor Klemperer, 1912 “Procediamo con disordine. Il disordine dà qualche speranza, l’ordine nessuna” “Let’s start with disorder. Disorder gives you some hope, order none” Marcello Marchesi, 1963 Promosso da / Promoted by: FONDAZIONE CINETECA DI BOLOGNA Coordinator: Sara Mastrodomenico Fondazione Cineteca di Bologna Presidente / President: Carlo Mazzacurati Coordinamento Cinema Lumière 1 / Cinema Ente Mostra Internazionale del Cinema Libero Direttore / Director: Gian Luca Farinelli Lumière 1 coordinator: Andrea Peraro Consiglio di amministrazione / Board of Coordinamento Cinema Lumière 2 / Cinema Con il sostegno di / With the support of: Directors: Carlo Mazzacurati (Presidente), Lumière 2 coordinator: Nicola Di Battista Comune di Bologna Alina Marazzi, Valerio De Paolis Coordinamento Piazza Maggiore / Piazza Ministero per i Beni e le Attività Culturali - Maggiore coordinator: Silvia Fessia con Direzione Generale per il Cinema Ente Mostra Internazionale
    [Show full text]