Modus Bermukim Masyarakat Riparian Sungai Musi Palembang
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World” Historical Continuity for Sustainable Future MODUS BERMUKIM MASYARAKAT RIPARIAN SUNGAI MUSI PALEMBANG Bambang Wicaksono1), Susilo Kusdiwanggo2) Staf Pengajar Jurusan Arsitektur/Perencanaan Wilayah Kota Universitas IGM Palembang, Mahasiswa Program Studi S3 (Doktor) Ilmu Teknik BKU Arsitektur Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya1) Co-promotor, Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya2) E-mail : [email protected]) E-mail : [email protected]) ABSTRACT There are three modes of settlement that have for centuries lived by the community in addressing Palembang Musi River. First, the settlement in the form of water raft houses on the Musi River, then the second settlement in the tidal area with houses stage, and three settlements on the mainland. Forms of settlement on the banks of the Musi River in the form of stilt houses on poles anchored on the banks of the Musi River with a pyramid roof which was then called Rumah Limas and Limas House Warehouse. But there are also houses built on the River Musi form rafts called Rakit. In the historical records, the first settlement in Palembang growth came from settlements on the banks of the Musi River. The pattern of settlement developments occurring elongated follows the flow of the Musi River, which is on the right and left sides of the river. The influence of the river for the people of Palembang expressed in the naming of their villages were always oriented to the river. The area north of the River Musi called Ilir, and the area south of the Musi River called Seberang Ulu. Shifts in development Palembang since the Dutch colonial period until now that is more oriented to land an impact on cultural transformation settled community, raft house is getting a bit and decreased function, stilt houses transformed into a terraced house, and the home ground became dominant in the culture of settled communities by the River Musi. The river has long been abandoned by the settlement back to the river, narrowing the river-tributaries, rivers and swamps hoarding land, and the construction of new roads. Before missing, there need exploration efforts to uncover cultural mode of living community riverside riparian remaining. This study uses qualitative descriptive-comparative literature review and field observations. The study concluded mode riparian living culture located in the Southern part of Seberang Ulu Kota Palembang Musi River experienced a cultural transformation settled the land. Keywords: Dwelling, community, house, mode, riparian, Musi River 1. PENDAHULUAN Sungai Musi sejak awal pertumbuhan Kota Palembang mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan permukiman di Kota Palembang. Begitu besar arti Sungai Musi bagi masyarakat pada waktu itu sehingga untuk melangsungkan kehidupan sehari-hari mereka memilih tinggal di tepian sungai dan membentuk kelompok permukiman berdasarkan adat istiadat, suku dan sosial budaya. Mata pencaharian masyarakat tepian Sungai Musi sebagian besar adalah sebagai nelayan, pedagang, dan buruh harian. Sampai saat ini penduduk yang bertahan tinggal di tepian sungai adalah penduduk yang telah turun-temurun tinggal dan hidupnya bergantung dari sungai. Mereka memilih tinggal di rumah rakit karena kebutuhan transportasi, dekat dengan mata pencaharian dan sebagian karena biaya hidup di atas rumah rakit lebih murah dibandingkan tinggal di darat yang biaya hidupnya sangat mahal. Permukiman di tepian Sungai Musi merupakan permukiman tua yang sudah ada sejak jaman Sriwijaya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan raffles: “.....penduduk Palembang....kemanapun pergi selalu dengan Perahu. Bahkan mereka membuat rumah- Philosophical Advances in Integrating Culture, Architecture, and Nature II. 11 SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World” Historical Continuity for Sustainable Future rumah di atas tiang pancang Sungai. Jalan darat tidak ada karena kalaupun dibuat, jalan akan tenggelam oleh air pasang....” (Prosiding Musi Riverside Tourism, halaman 35). Menurut catatan Alfred Wallace Russel, seorang ahli Biologi Inggris dalam buku “The Malay Archipelago”, menyatakan kesannya tentang Kota Palembang yaitu: “Penduduknya adalah melayu tulen, yang tak akan pernah membangun sebuah rumah di atas tanah kering selagi mereka masih dapat membuat rumah di atas air dan tak akan pergi ke mana-mana dengan berjalan kaki selagi masih dapat dicapai dengan perahu”. Daerah 3-4 Ulu Palembang merupakan daerah yang terdahulu ditinggali oleh suku Palembang. Suku ini dianggap sebagai pendiri daerah tersebut yang mempunyai adat istiadat maupun arsitektur tradisional sendiri. Arsitektur tradisional suku Palembang kemudian mengalami perubahan setelah terjadinya penyebaran penduduk dan masuknya kaum pendatang serta adanya kemajuan teknologi. Maka sedikit demi sedikit arsitektur tradisional suku Palembang mulai terdesak dan terjadilah perubahan dan pengaruh pada bagian-bagian tertentu sehingga terjadi penggabungan antara tradisional dengan arsitektur yang dibawa oleh kaum pendatang (Hanafiah, 1990). Bentuk permukiman di tepian Sungai Musi berupa rumah-rumah panggung di atas tiang yang ditancapkan di tepian Sungai Musi dengan atap limasan yang kemudian disebut Rumah Limas dan Rumah Limas Gudang. Tetapi ada juga rumah-rumah yang didirikan di atas Sungai Musi berupa rakit-rakit yang disebut Rumah Rakit. Dalam catatan sejarah tersebut, pertumbuhan permukiman pertama di Palembang berawal dari permukiman yang berada di tepian Sungai Musi. Pola perkembangan permukiman yang terjadi memanjang mengikuti aliran Sungai Musi, yaitu di sisi kanan dan kiri sungai. Pengaruh sungai bagi masyarakat Palembang dinyatakan dalam pemberian nama kampung-kampung mereka yang selalu berorientasi ke sungai. Daerah sebelah utara Sungai Musi disebut Seberang Ilir, dan daerah sebelah selatan Sungai Musi disebut Seberang Ulu. Kebudayaan bermukim (dwelling culture) masyarakat tepi Sungai Musi (riparian) merupakan ranah penelitian yang belum banyak dirambah. Tepian Sungai Musi merupakan kategori lokus berdasarkan posisi geografi. Sungai Musi memiliki peran besar terhadap kehidupan masyarakat Palembang. Pada masyarakat awal, Sungai Musi pada gilirannya akan mempengaruhi kebudayaan, peradaban, system kepercayaan, religi, aktivitas, cara pandang, maupun cara berpikir. Pengaruh ini akan berdampak pada peradaban yang dihasilkan, seperti hunian maupun bangunan lainnya, seni, kreativitas, busana, kerajinan, maupun cerita rakyat. Hasil-hasil peradaban tersebut akan merefleksikan dan merekam jejak-jejak pola pikir masyarakatnya. Pada era masyarakat kiwari, jejak-jejak tersebut akan sulit terbaca dan samar. Namun jejak tersebut akan tetap melekat (archetypes). Bahkan secara laten tetap akan muncul. Semakin jauh dari kedudukan aslinya dengan generasi yang terus bertumbuh, jejak- jejak tersebut akan jauh terbenam dan bisa jadi akan lenyap. Akankan jejak tersebut punah? Untuk dapat melihat masa sekarang harus mengetahui landasan sebelumnya. Berdasarkan latar belakang penelitian dapat dirumuskan pernyataan masalah permukiman masyarakat riparian Sungai Musi Palembang (dwellings culture architecture) yaitu: 1. Masyarakat yang berbudaya riparian ternyata berbudaya bermukim berpola darat. Peran dan kedudukan Sungai Musi dalam tradisi bermukim masyarakat Riparian Sungai Musi Palembang yang semula berpengaruh kini semakin hilang, memudar dan tinggal sisa-sisa peradaban. 2. Palembang didominasi wilayah sungai, rawa, dan anak sungainya. Konsep spasial permukiman masyarakat riparian Sungai Musi Palembang mengalami perubahan dari permukiman riparian menjadi permukiman darat. Berdasarkan latar belakang penelitian dapat dirumuskan pernyataan masalah permukiman masyarakat riparian Sungai Musi Palembang (dwellings culture architecture) yaitu: 1. Mengapa orang atau masyarakat yang berbudaya riparian ternyata berbudaya bermukim berpola darat? Peran dan kedudukan Sungai Musi dalam tradisi bermukim masyarakat Riparian Sungai Musi Palembang bagian ulu, ilir, dan muara yang semula berpengaruh kini semakin hilang, memudar dan tinggal sisa-sisa peradaban. Philosophical Advances in Integrating Culture, Architecture, and Nature II. 12 SEMINAR NASIONAL SCAN#7:2016 “The Lost World” Historical Continuity for Sustainable Future 2. Mengapa Palembang yang didominasi wilayah sungai, rawa, dan anak sungainya, dengan konsep spasial permukiman masyarakat riparian Sungai Musi Palembang mengalami perubahan dari permukiman riparian menjadi permukiman darat? Maksud penelitian ini adalah senyampang belum lenyap, diperlukan ada usaha-usaha pendokumentasian (inventarisasi) dan pengungkapan makna melalui budaya bermukim warga tepi sungai (yang masih asli dan yang tersisa). Tujuan penelitian ini adalah mendokumentasikan artefak fisik (unit amatan harus lebih spesifik memerlukan reconnaissance) yang masih hidup dan dihidupi (daily life), bisa bangunan, jejak permukiman, seni dan kreativitas, busana, folklore dan sebagainya). Mengungkap makna di balik karya peradaban berdasarkan system kepercayaan masyarakat Palembang yang masih melekat. Dalam upaya meraih tujuan, penelitian ini memiliki tiga sasaran secara bertahap dan segmental melalui tiga kelompok studi kasus di salah satu atau beberapa lokus gugus penduduk pada bagian hulu, hilir, dan muara. Setiap segmen lokus akan dikaji per tahunnya secara bertahap. 2. KAJIAN PUSTAKA Budaya Bermukim Sebagai sebuah kebudayaan bermukim tentu memiliki beragam aspek kajian, seperti sosiologi, sejarah, filsafat, antropologi, psikologi, maupun etnologi. Berdasarkan pada konteks