PASANG SURUT PERAN POLITIK MASYUMI DALAM PEMERINTAHAN (1945-1960)

Insan Fahmi Siregar Jurusan Sejarah FIS - UNNES

Abstract

Masyumi Party (Partai Majelis Syuro Muslimin ) was a major Islamic political party in Indonesia. It was originally established by the occupying Japanese in 1943 in an attempt to control Islam in Indonesia. In 1952, seceded from Masyumi and create the new party, based on traditional society. The party came second in the 1955 election with 20.9% of the popular vote. During the period of liberal democracy era, Masyumi members had seats in parliament and the party supplied prime ministers such as Muhammad Natsir and Burhanuddin Harahap. The group‘s leaders campaigned for an Islamic state in the 1950‘s not out of a real conviction, but mainly from fear of being outfianked by the larger and more aggressive Masyumi. Under the dictatorships, the group withdrew from partisan politics, but with the restoration of democracy it formed a new party, National Awakening, open to all religions and committed to a secular state. In 1958, some Masyumi members joined the PRRI rebellion against . Two years later in 1960, Sukarno banned Masyumi and Socialist Party, and sent Masyumi leaders to jail.

Key words: , opposes, democracy, government

PENDAHULUAN politik di Indonesia. Bahkan peran politik Masyumi sangat besar pengaruhnya terhadap Partai Masyumi merupakan salah satu perpolitikan Indonesia. Hal itu tidak terlalu partai politik yang lahir dari rahim proklamasi mengherankan karena Masyumi merupakan kemerdekaan Indonesia. Partai Masyumi salah satu partai besar di Indonesia. Selain didirikan pada tanggal 7 Nopember 1945 itu, Masyumi juga memiliki kader-kader melalui Muktamar Umat Islam di Gedung yang cukup cerdas dan ahli dalam bidangnya, Muallimin . Masyumi merupakan serta mempunyai pengaruh besar dalam satu-satunya partai yang berazaskan Islam masyarakat. Kondisi seperti itulah yang yang lahir pada awal kemerdekaan. Partai mengatarkan Masyumi selalu terlibat dalam Masyumi didukung oleh organisasi-organisasi kehidupan bernegara dan berbangsa. Dengan keagamaan yang sudah ada sebelumnya kata lain, setiap akan membicarakan politik seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga Persis dan lain-lain. Banyaknya dukungan demokrasi terpimpin tidak akan sempurna dari berbagai organisasi tersebut yang tanpa melihat peran politik Masyumi. mengantarkan Masyumi berkembang dengan Partai Masyumi telah memainkan cepat. perannya dalam setiap persoalan kebangsaan Kehadiran Masyumi sebagai partai dan kenegaraan. Ketika Indonesia masih politik telah ikut mewarnai kehidupan

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 19 dibawah bayang-bayang kembalinya penjajah sebagai menteri atas nama pribadi, dan untuk menguasai kembali Indonesia, Masyumi bukan mewakili Partai Masyumi. Sekalipun turut serta membendung dan melalukan demikian, terbentuknya Departemen Agama perlawanan, baik melalui jalur perang pada tanggal 3 Januari 1946 tidak lepas dari sebagaimana yang diperjuangkan barisan peran politik yang dijalankan Masyumi, dan Hizbullah sebagai underbouw Masyumi yang menjadi menterinya adalah M. Rasyidi maupun melalui jalur diplomasi melalui (Noer, 153-154). tokoh-tokohnya seperti Moh. Roem. Begitu Masyumi bersikap kritis terhadap Kabinet juga halnya ketika masyarakat menuntut untuk Syahrir, dan tidak jarang bertentangan mengembalikan bentuk negara Indonesia dengan pemerintah, seperti dalam menyikapi ke dalam negara kesatuan, Masyumi juga permasalahan imperialis. Partai Masyumi berperan aktif untuk memperjuangkannya, tidak setuju dengan sikap pemerintah sebagaimana yang diperankan M. Natsir yang lebih mengedepankan perundingan melalui mosinya untuk mengganti Negara dalam menghadapi Belanda. Sikap itulah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik yang membuat Masyumi bersikap oposisi. Indonesia pada tahun1950. Bahkan Masyumi menuntut Syahrir untuk Disamping itu, Masyumi juga berperan mengembalikan mandatnya kepada presiden, aktif dalam parlemen dan konstituante, dan tuntutan itupun dipenuhinya. Namun, terutama pada masa demokrasi parlementer. Presiden Sukarno menujuk kembali Syahrir Namun, dalam tulisan ini pembahasan peran untuk membentuk kabinet baru. politik Masyumi hanya difokuskan pada Kabinet yang dibentuk dalam Kabinet peranannya dalam pemerintahan, mulai dari Syahrir II terdapat kader-kader Masyumi, masa awal kemerdekaan sampai pada masa seperti Arudji Kartawinata sebagai menteri demokrasi parlementer. muda pertahanan, M. Natsir sebagai menteri penerangan, Mr. Syafrudin Prawiranegara MASYUMI SEBAGAI PARTAI KRITIS sebagai menteri muda keuangan, dan M. TERHADAP PEMERINTAH PADA Rasyidi sebagai menteri agama. Begitu juga MASA REVOLUSI halnya dengan Kabinet Syahrir III, kader- Seminggu setelah Masyumi didirikan kader Masyumi masih tetap menduduki atau tepatnya pada tanggal 14 Nopember 1945 beberapa jabatan menteri seperti Mr. Moh. Kabinet Syahrir dilantik. Kabinet Syahrir Roem sebagai menteri dalam negeri, merupakan kabinet pertama di Indonesia Harsono Tjokroaminoto sebagai menteri dalam sistem pemerintahan parlementer. muda pertahanan, M. Natsir sebagai menteri Ketika Syahrir membentuk kabinetnya yang penerangan, Mr. Syafrudin Prawiranegara pertama, Partai Masyumi tidak diikutkan sebagai menteri keuangan, Yusuf Wibisono duduk dalam pemerintahan. Meskipun dalam sebagai menteri muda kemakmuran, K.H. kabinet Syahrir terdapat nama M. Rasyidi Faturahman sebagai menteri agama, dan sebagai menteri negara, tetapi keberadaaanya K.H. Wahid Hasyim sebagai menteri negara. Meskipun ada kader Masyumi yang duduk

20 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 dalam kabinet, Partai Masyumi tetap bersikap Kabinet Amir Syarifuddin. Akibatnya Kabinet kritis terhadap pemerintah. Bahkan sikap Amir Syarifuddin pun jatuh. Masyumi semakin keras, terutama setelah Setelah kabinet Amir jatuh, Sukarno adanya Persetujuan Linggarjati. menunjuk M. Hatta sebagai perdana menteri. Persetujuan Linggarjati ditandatangani Pada masa kabinet Hatta, beberapa kader pada tanggal 25 Maret 1947 oleh Sutan Syahrir Masyumi duduk kembali dalam pemerintahan. dari pihak Indonesia, dan Schermerhorn dari Diantaranya adalah Sukiman sebagai menteri pihak Belanda. Persetujuan Linggarjati dalam negeri, Mr. Syarifuddin Prawiranegara tidak hanya ditentang oleh orang Belanda sebagai menteri penerangan, dan K.H. di Belanda, tetapi juga oleh sebagian Masykur sebagai menteri agama. masyarakat Indonesia (Lapian, 1992: 4). Ketika kabinet Hatta menjalankan Partai Masyumi sendiri menolak Persetujuan pemerintahannya, meletus pemberontakan Linggarjati karena merugikan kedaulatan PKI di Madiun pada 18 September 1948. Republik Indonesia, dimana Belanda hanya Pemberontakan itu dapat ditumpas dengan mengakui kekuasaan de facto RI atas Jawa, mengirim pasukan Siliwangi dan dibantu oleh Madura dan Sumatera. Padahal sikap politik umat Islam. Belum lama menghadapi musuh Masyumi jelas, yakni menuntut Belanda dari dalam, tiba-tiba Belanda melakukan harus mengakui kedaulatan Indonesia seratus agresi militer kedua pada 19 Desember persen. Meskipun menolak Linggarjati, 1948. Agresi itu mengakibatkan ditawannya Masyumi tidak akan berdiam diri, dan akan beberapa pemimpin Indonesia, seperti membantu pemerintah jika timbul akibat dari Presiden Sukarno dan Wakil Presiden M. persetujuan itu (Nasution, 1978: 38). Hatta. Ketika pemimpin nasional ditawan Sikap kritis Masyumi terhadap pemerintah Belanda, Syafrudin Prawiranegara membentuk terus berlanjut hingga masa Kabinet Amir Pemerintah Darurat Republik Indonesia Syarifuddin I. Pada masa kabinet Amir (PDRI) di Bukit Tingggi pada 22 Desember Syarifuddin, tidak ada satu pun kader Masyumi 1948. Pembentukan PDRI menunjukkan yang duduk dalam kabinet. Kader Masyumi kepada dunia internasional bahwa pemerintah baru duduk kembali dalam kabinet Amir Indonesia tetap ada. Adapun yang menjadi Syarifuddin II. Namun pada tanggal 22 Januari ketua adalah Syafrudin Prawiranegara 1948 Partai Masyumi menarik kadernya yang (Soerjomiharjdjo, 1990: 44). Syafrudin adalah duduk dalam kabinet. Sikap itu diambil orang pertama dari Masyumi yang menduduki sebagai reaksi terhadap Perjanjian Renville posisi puncak pemerintahan. yang ditandatangani Perdana Menteri Amir Ketika Syafrudin menjalankan roda Syarifuddin. Masyumi menolak perjanjian pemerintahan PDRI, Mr. M. Roem tersebut karena lebih menguntungkan mengadakan perundingan dengan pihak Belanda. Sikap Masyumi tidak hanya menarik Belanda yang diwakili oleh Van Royen. kadernya dari kabinet, tetapi juga melakukan Perundingan itu menghasilkan Van Royen- demonstrasi dengan tuntutan pembubaran Roem Statements (Pernyataan Van Royen-

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 21 Roem) pada tanggal 7 Mei 1949. Statement simpati dari berbagai kalangan, termasuk itu berisi pengembalian pemerintah Republik dari Presiden Sukarno. Presiden Sukarno Indonesia di Yogyakarta. Selain itu akan kemudian menunjuk Natsir untuk membentuk diadakan Konferansi Meja Bundar (KMB) kabinet. Natsir berhasil membentuk kabinet, yang membahas proses penyerahan kedaulatan tanpa mengikutsertakan PNI dan PKI. yang benar-benar dan tanpa syarat kepada Kabinet Natsir terdiri dari Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (Roem, 1977:43- M. Natsir dan dibantu Wakil PM Sultan 50). Hamengkubuwono IX serta beberapa Berdasarkan pernyataan itu maka menteri dari Masyumi seperti M. Roem diadakanlah KMB di Denhaag. Konferensi itu sebagai menteri luar negeri, Mr. Syafrudin menghasilkan keputusan untuk memberikan Prawiranegara sebagai menteri keuangan, dan kedaulatan kepada RIS. Akhirnya Belanda K.H. Wahid Hasyim sebagai menteri agama. mengakui kedaulatan Indonesia pada tanggal Kabinet Natsir dilantik pada 6 September 1960 27 Desember 1949 (Roem, 1972:116-117). (Feith, 1973: 150). Kabinet Natsir merupakan Seiring dengan pengakuan itu, berakhirlah kabinet pertama setelah Indonesia kembali periode revolusi dalam sejarah Indonesia. menjadi NKRI. Jadi peranan Masyumi dalam Setelah adanya pengakuan tersebut, dan pemerintahan sangat besar pada masa awal kembalinya Indonesia sebagai NKRI pada Demokrasi parlementer. tanggal 17 Agustus 1950. Sejak saat itu Kabinet Natsir tidak bertahan lama, Indonesia memasuki masa Demokrasi karena adanya tekanan dari kalangan oposisi. parlementer. Menurut Yusuf Wibisono ada dua alasan mengapa Natsir mengembalikan mandatnya. MASYUMI SEBAGAI PARTAI Pertama, mosi Hadikusumo. Kedua, PEMERINTAH PADA MASA kegagalan konferensi Irian Barat (Noer, DEMOKRASI PARLEMENTER 1987: 213). Kegagalan konferensi Irian Barat Meskipun Belanda sudah mengakui berakibat kurang baiknya hubungan antara kedaulatan Indonesia, namun bagi sebagian Perdana Menteri M. Natsir dengan Presiden masyarakat belum puas karena Negara Sukarno. Indonesia masih bersifat serikat. Melihat Ketidakharmonisan M. Natsir dengan kenyataan itu, M. Natsir sebagai ketua Fraksi Presiden Sukarno terjadi karena adanya Masyumi di parlemen mengajukan mosi perbedaan pendapat dalam menyikapi tentang pendirian Negara Kesatuan RI. Mosi Irian Barat. M. Natsir menghendaki Natsir diterima parlemen secara aklamasi. penyelesaian masalah tersebut melalui jalur Dengan demikian, Negara Indonesia menjadi diplomasi, sementara Sukarno mendesak NKRI yang diproklamasikan kembali secara agar mengambil tindakan terhadap Belanda, resmi pada tanggal 17 Agustus 1950 (Puar, bahkan dengan mengatakan akan memulai 1978: 95-101). tindakan itu melalui pidato-pidatonya. Natsir Keberhasilan Mosi Natsir itu menambah menanggapi pernyataan Sukarno tersebut

22 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 dengan mengatakan bahwa kabinetlah yang PKI. Kedua, menerima bantuan militer dari merancang dan melaksanakan kebijaksanaan Amerika melalui Mutual Security Act (MSA). pemerintah. Selain itu, Natsir juga Sebagian kalangan melihat kebijakan tersebut mengingatkan presiden bahwa beliau adalah keluar dari politik luar negeri yang bebas hanya kepala negara dalam sistem parlementer. aktif. Kebijaksanaan yang terakhir inilah yang Pernyataan itu merupakan pukulan telak menjadi salah satu sebab jatuhnya kabinet terhadap Sukarno. Pukulan itu semakin Sukiman. Akhirnya Sukiman menyerahkan terasa ketika dalam sidang kabinet diadakan mandatnya kepada presiden pada 23 Februari pemungutan suara, mayoritas anggota 1952 (Noer, 1987: 219-220). Kabinet Sukiman kabinet mendukung pendapatnya Natsir digantikan oleh kabinet . (Faith, 1973: 163). Peristiwa itu merupakan Kabinet Wilopo diumumkan pada 30 catatan tersendiri bagi Sukarno, sehingga Maret 1952. Pada kabinet Wilopo masih tidak salah kalau dikatakan bahwa peristiwa juga terdapat kader-kader Masyumi seperti itu menumbuhkan benih-benih kebencian Prawoto Mangkusasmito sebagai wakil Sukarno terhadap Natsir. Dampak dari perdana menteri, Mr. M. Roem sebagai perseteruan itu yang kemudian menyebabkan menteri luar negeri, Moh. Sarjan sebagai Natsir mengembalikan mandatnya kepada menteri pertanian, dan K.H. Faqih Usman presiden pada 2 Maret 1950. sebagai menteri agama (Feith, 1973: 228- Setelah Natsir mengembalikan mandatnya, 229). kedudukan perdana menteri kemudian dijabat Pada masa Kabinet Wilopo terjadi oleh Sukiman dari Masyumi. Jadi, Sukiman Peristiwa 17 Oktober 1952. Munculnya merupakan orang kedua dari Masyumi yang peristiwa itu berawal dari konfiik inernal duduk di puncak pemerintahan pada masa TNI AD. Konfiik itu berembes ke parlemen. demokarasi parlementer. Kabinet Sukiman Parlemen membahas masalah itu yang merupakan kabinet koalisi, terutama antara kemudian melahirkan mosi Manai Sophian. Masyumi dengan PNI. Kader Masyumi yang Manai Sophian mengusulkan supaya diadakan duduk dalam kabinet adalah Mr. Achmad reorganisasi dan mutasi di lingkungan Subarjo sebagai menteri luar negeri, Mr. Angkatan Perang dan kementerian pertahanan. Yusuf Wibisono sebagai menteri keuangan, Mosi itu diterima parlemen. Tentara menilai Dr. Syamsudin sebagai menteri sosial, dan parlemen terlampau jauh mencampuri intern K.H. Wahid Hasyim sebagai menteri agama. tentara. Tentara menolak mosi itu dengan Kabinet Sukiman dilantik pada tanggal 27 melakukan tekanan kepada presiden untuk April 1951 (Feith, 1973: 180). membubarkan parlemen. Tuntutan itu ditolak Program kabinet Sukiman tidak jauh presiden. Menurut A.H. Nasution peristiwa berbeda dengan Kabinet Natsir. Meskipun 17 Oktober 1952 merupakan setengah coup, demikian, ada dua hal yang perlu diperhatikan karena hanya ditujukan kepada parlemen, pada masa Kabinet Sukiman. Pertama, dan tidak kepada pemerintah atau presiden melakukan razia dan pengisolasian terhadap (Nasution, 1984: 147-175; Sophian, 1991:

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 23 326-327). merupakan kabinet koalisi antara Masyumi Peristiwa itu semakin menambah dengan PSII, NU, PSI, dan Parkindo. Kader kesemrawutan politik Indonesia, karena Masyumi yang duduk dalam kabinet adalah sebagian politisi merasa tidak puas terhadap Burhanuddin Harahap sebagai perdana pemerintah dalam menyelesaikan persoalan menteri dan sekaligus menteri pertahanan, itu secara tuntas. Terlepas dari masalah Moh. Sarjan sebagai menteri pertanian, tersebut, menurut Wilopo bahwa kabinetnya dan sebagai menteri negara. jatuh karena adanya perbedaan sikap antara Meskipun kabinet ini tidak bertahan lama, Masyumi dan PNI mengenai pembukaan tetapi pemerintah berhasil melaksanakan hubungan diplomatik dengan Uni Soviet, dan pemilu pertama di Indonesia. peristiwa Tanjung Morawa. Akhirnya Wilopo Pemilu dilaksanakan dari tanggal 29 menyerahkan kembali mandatnya pada 2 Juni September sampai dengan 15 Desember 1953 (Wilopo, 1978: 32-34). 1955. Pemilu dilaksanakan untuk memilih Setelah kabinet Wilopo berakhir, ada wakil rakyat yang duduk dalam DPR dan keinginan sebagian politisi untuk membentuk Konstituante. Pemilu 1955 melahirkan empat kabinet presidensial. Namun sebagian lain partai besar yakni PNI, Masyumi, NU dan menolak karena bertentangan dengan UUDS PKI. Partai Masyumi menjadi partai kedua 1950. Meskipun ada pro kontra terhadap terbesar setelah PNI dengan posisi PNI sistem pemerintahan yang berlaku saat itu, dan Masyumi masing-masing memperoleh Presiden Sukarno tetap melanjutkan tradisi 57 kursi DPR, dan dalam kontituante PNI dengan menunjuk M. Roem (Masyumi) dan memperoleh 119 kursi, dan Masyumi 112 S. Mangunsarkoro sebagai formatur kabinet. kursi (Busyairi, 1985: 211-213). Kedudukan Namun formatur ini gagal membentuk Masyumi seperti itu yang mengantarkan kebinet. Begitu juga halnya dengan Mukarto Masyumi menjadi partai yang sangat berperan Notowidigdo (PNI) dan Burhanudin Harahap penting dalam setiap pembicaraan yang (Masyumi). Kabinet baru berhasil dibentuk muncul di DPR dan Konstituante. setelah Wongsonegoro (PIR) ditunjuk sebagai Setelah Pemilu usai dan berhasil formatur. Wongsonegoro berhasil membentuk memilih wakil rakyat yang duduk dalam kabinet Ali Sastroamijoyo (PNI). Dalam DPR dan Konstituante, maka Burhanuddin kabinet Ali I, Masyumi tidak ikut dalam menyerahkan kembali mandatnya pada 3 Maret pemerintahan, sehingga Masyumi bertindak 1956. Pada 8 Maret 1956, Presiden Sukarno sebagai partai oposisi. Selama masa demokrasi menujuk Ali Sastroamijoyo untuk membentuk parlementer, pada masa kabinet Ali I inilah kabinet. Setelah melakukan hearing dengan Masyumi tidak ikut dalam pemerintahan. partai-partai lain, kemudian Ali berhasil Kabinet Ali tidak bertahan lama, yang membentuk kabinet koalisi, terutama antara kemudian digantikan oleh Kabinet Burhanudin PNI, Masyumi dan NU. Pimpinan kabinetnya Harahap. Kabinet Burhanuddin Harahap adalah Ali Sastroamijoyo (PNI) sebagai dilantik pada 12 Agustus 1955. Kabinet ini perdana menteri, M. Roem (Masyumi)

24 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 sebagai wakil perdana menteri I, dan K.H. menarik menterinya dari kabinet karena Idaham Khalid (NU) sebagai waperdam II. Masyumi tidak mau bertanggungjawab atas Adapun wakil Masyumi dalam kabinet Ali II politik penyelesaian peristiwa-peristiwa di adalah Mr. Yusuf Wibisono sebagai menteri Sumatera. Hal ini disampaikan Sukiman di keuangan, Prof. Dr. Mulyatmo sebagai menteri Parlemen pada 21 Januari 1957 (Sastroamidjojo, kehakiman, Suchyar Tejakusuma sebagai 1974: 366-367). Setelah Masyumi keluar dari menteri perhubungan, dan Ir. Pangeran kabinet, maka berakhirlah peranan Masyumi Moch. Noer sebagai menteri pekerjaan umum dalam pemerintahan. Sejak saat itu, Masyumi dan tenaga. Susunan kabinet itu dilaporkan tidak pernah lagi terlibat langsung dalam kepada Presiden Sukarno. pemerintahan sampai pada masa demokrasi Ketika Sukarno melihat susunan terpimpin. kabinet itu, beliau kecewa karena tidak mengikutsertakan PKI dalam kabinet. Bahkan MASYUMI SEBAGAI PARTAI OPOSISI Sukarno marah dengan menyatakan ini PADA MASA TRANSISI MENUJU DEMOKRASI TERPIMPIN tidak adil. Meskipun demikian, setelah seminggu susunan kabinet itu ada di tangan Setelah Masyumi keluar dari kabinet Sukarno, akhirnya dengan berat hati Sukarno Ali II, Masyumi mulai memposisikan diri menyetujui susunan kabinet tersebut. Kabinet sebagai partai oposisi terhadap pemerintah. Ali II pun dilantik pada 24 Maret 1956 Sebagai partai oposisi tentunya Masyumi (Sastroamidjojo, 1974: 342-346). mengawasi jalannya pemerintahan. Masyumi Kabinet Ali II menghadapi persoalan yang mengkritik kebijakan pemerintah dalam cukup rumit, terutama dengan adanya konfiik menyikapi peristiwa-peristiwa militer di internal dalam tentara. Konfiik itu semakin Sumatera. Adanya tekanan dari berbagai keras dengan munculnya dewan-dewan pihak kepada pemerintah, membawa dampak daerah yang pada gilirannya menimbulkan bagi kabinet, sehingga posisi pemerintah pun pergolakan-pergolakan di daerah. PM Ali semakin lemah. Hal itu terbukti dalam jangka tidak cukup berhasil mengatasi keadaan. dua bulan setelah keluarnya Masyumi dari Ketidakberhasilan itu tidak lepas dari peran kabinet, kabinet Ali II berakhir. Jatuhnya Sukarno yang mulai mencampuri urusan kabinet Ali II menandakan berakhirnya sistem pemerintah. Atau paling tidak Presiden parlementer, dan memasuki masa transisi Sukarno justru semakin memperkeruh yakni dari masa demokrasi parlementer ke keadaan, sehingga suhu politik semakin demokrasi terpimpin. memanas. Sikap oposisi Masyumi semakin menguat Melihat kondisi seperti itu, dalam setelah Sukarno menunjuk dirinya sendiri Muktamar Masyumi pada 27 Desember sebagai formatur kabinet pada 4 April 1956 mengambil keputusan untuk menarik 1957. Formatur kabinet bertugas untuk para menterinya dari kabinet. Keputusan itu membentuk Zaken Kabinet Darurat Extra kemudian diumumkan pimpinan Masyumi Parlementer dan Dewan Nasional. Zaken pada tanggal 9 Januari 1957. Alasan Masyumi

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 25 kabinet merupakan kabinet yang formasinya berbagai instansi pelaksanaannya telah tidak menitikberatkan pada kekuatan politik dan sedang simpang siur …”. Penilaian pada parlemen, tetapi berdasarkan keahlian serupa juga disampaikan Ketua Fraksi dan kecakapan menteri. Sukarno berhasil Masyumi Burhanuddin Harahap dalam membentuk Kabinet Karya yang dipimpin menilai pembentukan Dewan Nasional. Lebih oleh Perdana Menteri Juanda. Dalam kabinet lanjut beliau mengatakan “adanya Dewan karya terdapat dua menteri yang berasal dari Nasional adalah bertentangan dengan UUD Masyumi yakni Ir. Pangeran M. Noer dan yang berlaku. Sebab adanya suatu lembaga Mulyadi Joyomartono. Meskipun terdapat negara telah diatur sedemikan rupa dalam anggota Masyumi dalam kabinet, Partai UUD”. Oleh karena itu, Fraksi Masyumi Masyumi menolak kabinet dengan meminta menolak konsepsi presiden, baik materi dan para kadernya untuk mengundurkan diri dari pelaksanaannya maupun alasan-alasannya kabinet karya. Namun, kedua kader itu tetap (Busyairi, 1985: 133-134). Sikap fraksi ini bertahan dalam kabinet, akibatnya mereka menunjukkan bahwa Masyumi tidak mau dikeluarkan dari keanggotaan Masyumi. berkompromi dengan kebijaksanaan Sukarno Masyumi menentang pembentukan kebinet dalam pembentukan kabinet karya. Masyumi karya disebabkan pembentukan zaken kabinet tidak hanya menolak konsepsi presiden, tetapi adalah suatu pelanggaran, karena melanggar juga menolak demokrasi terpimpin. UUDS yang masih berlaku, dan tata tertib Partai Masyumi terus mencurigai ketatanegaraan dan norma-norma demokrasi. pelaksanaan demokrasi terpimpin, mengingat Bahkan Masyumi menilai Sukarno sudah sikap Sukarno yang membentuk kabinet menganggap sepi kedaulatan rakyat dan karya yang jelas-jelas bertentangan dengan sengaja mengaburkan pengertian demokrasi UUD yang masih berlaku. Memasuki masa yang sudah dikenal selama ini ( Busyairi, demokrasi terpimpin, Partai Masyumi tetap 1985: 242-245). bersikap oposisi terhadap pemerintah. Ketika Partai Masyumi tetap konsisten pemerintah mengajukan RAPBN di DPR, terhadap pendiriannya, yakni menolak Fraksi Masyumi menolaknya, sehingga DPR konsepsi presiden yang menjadi landasan juga menolaknya. Penolakan DPR terhadap pembentukan kabinet karya. Ketika kabinet RAPBN tersebut yang menyebabkan DPR karya menyampaikan program kerjanya ke dibubarkan Presiden Sukarno pada tahun DPR misalnya, Fraksi Masyumi melalui 1960. juru bicaranya Mr. Burhanuddin Harahap Setelah DPR dibubarkan, maka praktis menilai prosedur pembentukan kabinet peran politik Masyumi secara legal formal tidak proporsional dan masih simpang sudah habis dalam rangka melakukan siur. Selanjutnya beliau mengatakan “ oposisi terhadap pemerintah. Sekali pun Bagaimanapun baiknya program dan niat demikian, Masyumi tetap melakukan pemerintah, ia tidaklah dapat dilaksanakan, aksi oposisi terhadap pemerintah melalui apabila norma-norma yang dipakai oleh ekstra parlementer dengan membentuk

26 Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 Liga Demokrasi. Namun lembaga ini juga wakil perdana menteri. Disamping itu, masih dibubarkan pemerintah, sehingga hampir terdapat beberapa menteri yang duduk dalam tidak ada ruang lagi bagi Masyumi melakukan pemerintahan. gerakan oposisi terhadap pemerintah. Peranan Masyumi dalam pemerintahan Gerakan oposisi berakhir sudah setelah berkurang sama sekali ketika memasuki masa Partai Masyumi sendiri dipaksa dibubarkan transisi. Akibatnya Masyumi pada periode ini Sukarno pada 17 Agustus 1960. Itulah satu menempatkan dirinya sebagai partai oposisi. konsekuensi logis yang sangat pahit yang Sikap oposisi itu terus berlanjut pada pada harus ditelan oleh Partai Masyumi, karena masa demokrasi terpimpin. Konsekuensi terlalu istiqomah terhadap pendiriannya yang dari sikap oposisi itu yang mengantarkan tidak mau berkompromi dengan sikap politik Partai Masyumi dibubarkan Presiden Sukarno pemerintahan Sukarno pada masa demokrasi pada bulan Agustus 1960. Seiring dengan itu, terpimpin. secara legal formal peran politik Masyumi berakhir. PENUTUP DAFTAR RUJUKAN Peranan Masyumi dalam pemerintahan mengalami pasang surut. Adakalanya Busyairi, Badruzzaman. 1985. Catatan Masyumi berada dalam pemerintahan, dan Perjuangan H.M. Yunan Nasution. bahkan menjadi kepala pemerintahan. Secara : Pustaka Panjimas. umum Partai Masyumi pada masa revolusi Feith, Herbert. 1973. The Decline of menempatkan partainya sebagai partai kritis Constitutional Democracy in terhadap pemerintah, sekalipun para kadernya Indonesia. Ithaca and London: Cornell University Press. duduk dalam pemerintahan. Dengan kata lain, sekalipun kader Masyumi ada yang Lapian, A.B. dan P.J. Drooglever (peny). 1992. Menelusuri Jalur Linggarjati. menjadi menteri, tetapi Partai Masyumi tetap Jakarta: Gra›ti. melakukan pengawasan terhadap pemerintah, dan bahkan sangat kritis terhadap pemerintah Nasution, A.H. 1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Jilid 5. sehingga tidak heran kalau kabinet jatuh Bandung: Angkasa. karena begitu besarnya peran politik yang ______1984. Memenuhi Panggilan Tugas. dimainkan Masyumi pada masa revolusi. Jilid 3. Jakarta; Gunung Agung. Pada masa demokrasi parlementer, Partai Masyumi menempatkan dirinya sebagai partai pemerintah. Bahkan berhasil menempatkan para kadernya pada puncuk pimpinan pemerintah seperti M. Natsir, Sukiman dan Burhanuddin Harahap sebagai perdana menteri. Sementara itu, Prawoto Mungunkasmito dan M. Roem sebagai

Forum Ilmu Sosial, Vol. 35 No. 1 Juni 2008 27