17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL 2–30 AGUSTUS 2016 3 2 5 30 AGUSTUS2016 – 2 maha karya para maestro dunia itu sebagai bagian dari manuskrip yang semoga dapat makin memperkokoh Sebuah bukti, peradaban. maju. postur negeri kita sebagai bangsa yang semua pihak yang telah berpartisipasi dan memberikan Kepada ucapan saya menyampaikan ini, dukungan pada pelaksanaan pameran Semoga pameran ini terlaksana terima kasih dan saya berikan apresiasi. pembinaan karakter bangsa dengan lancar dan dapat menjadi wahana guna mendukung suksesnya rekreatif dan inspiratif, yang edukatif, kita. mental dan restorasi sosial bangsa gerakan nasional revolusi Merdeka! Wr.Wb. Wassalamualaikum 2016 Agustus , Menteri Sekretaris Negara Pratikno merebut kemerdekaan, yang kita harapkan dapat memotivasi semangat memotivasi yang kita harapkan dapat merebut kemerdekaan, mempertahankan masyarakat dalam melanjutkan perjuangan lukisan karya maestro Demikian pula, dan mengisi kemerdekaan. menyemangati kita harapkan dapat mancanegara yang ikut dipamerkan, global di era komunitas masyarakat dalam terus berkreasi dan berinvoasi sekarang ini. yang makin kompetitif juga kita harapkan dapat menjadi pameran lukisan ini, Penyelenggaraan dalam merawat dan memelihara bangsa kita, bukti atas kesanggupan

maestro dari berbagai pelosok Kepulauan Nusantara dan mancanegara, Nusantara dan mancanegara, maestro dari berbagai pelosok Kepulauan relung-relung namun juga mengajak mereka untuk menyelami Lukisan di era pra kemerdekaan peradaban yang beragam. kehidupan perjuangan mengajak kita untuk dapat memaknai pahit-getirnya menjadikan karya seni itu, sebagai sumber inspirasi yang mencerahkan, sumber inspirasi yang mencerahkan, sebagai menjadikan karya seni itu, tantangan pembangunan. khususnya dalam menyikapi beragam kita mengajak Kepresidenan, Melalui pameran lukisan koleksi lukisan karya masyarakat untuk tidak saja mengagumi keindahan pemahaman yang lebih luas. Karya seni, harus dapat kita maknai, tidak maknai, harus dapat kita Karya seni, pemahaman yang lebih luas. dari namun juga sebagai bagian saja sebatas hasil kreativitas individu, diharapkan yang lebih luas itu, Pemahaman ornamen pembangunan. dalam mengapresiasi karya menjadikan kita makin termotivasi seni namun di dalamnya, yang terkandung tidak sebatas nilai-nilai keindahan Republik Indonesia,” menyajikan beragam lukisan serta sejumlah benda menyajikan beragam lukisan serta sejumlah Indonesia,” Republik Indonesia kepada Republik Istana Kepresidenan koleksi seni lainnya, masyarakat luas. yang luhur, sejarah kebudayaan Sebagai bangsa yang dikaruniai warisan untuk dapat memaknai karya kita berkewajiban seni pada lingkup Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, saya saya Maha Kuasa, Yang hadirat Tuhan Dengan mengucap syukur ke Istana-Istana Kepresidenan Lukisan Koleksi menyambut baik Pameran yang dilaksanakan sebagai bagian dari Pameran Indonesia. Republik dan bertemakan, RI ke-71 Kemerdekaan peringatan HUT Proklamasi Seni Rupa Istana Kepresidenan Koleksi Juang Kemerdekaan: “Goresan REPUBLIK INDONESIA Wb., Assalamualaikum Wr. SAMBUTAN MENTERI SEKRETARIS NEGARA NEGARA SEKRETARIS MENTERI SAMBUTAN —01 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

BERKARYA UNTUK PERUBAHAN, BUKAN HANYA MENUNTUT PERUBAHAN! 7 6 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA

17|71: GORESAN JUANG Di sisi lain, Istana Kepresidenan Republik Indonesia adalah rumah bagi karya-karya seni berkualitas tinggi. Di dalamnya (di Istana Jakarta, Bogor, KEMERDEKAAN Cipanas, Pelabuhan Ratu, , dan Tampak Siring) telah didaulat, —02 menyimpan ribuan benda seni yang menjadi saksi sekaligus bagian dari sejarah bangsa Indonesia maupun perkembangan politik dunia. Koleksi- koleksi ini tentu saja amat penting untuk diketahui publik. Untuk itulah Tepat pada tanggal 17 Agustus tahun ini, kemerdekaan Indonesia perlu sosialisasi berupa pameran. berusia 71 tahun. Angka 1 dan 7 memberi kenangan berharga bagi bangsa ini. Angka 17 telah terpatri abadi dan sakral bagi bangsa USAHA PERDANA Indonesia, sebagai penanggalan yang identik dengan kemerdekaan. Jika Pameran lukisan dan benda-benda koleksi Istana Presiden Republik angka itu kita balik menjadi 71, sumbu utamanya adalah peringatan Indonesia ini adalah usaha perdana sejak 71 tahun lalu. Sejak Presiden atas kemerdekaan. Selama 71 tahun Indonesia telah mampu memilih 7 mengoleksi sejumlah lukisan dan benda seni lain di masa presiden dengan tetap mengedepankan 1 tujuan: negara ke-satu-an. penjajahan Belanda hingga kini, istana presiden menjadi ruang istimewa: museum benda-benda koleksi. Artinya, dalam pameran ini, Narasi utama pameran ini adalah mempertautkan wacana seni dan karya-karya tersebut beralih dari benda koleksi lembaga yang hanya kemerdekaan. Keduanya disatukan oleh isu nasionalisme yang terus- ditonton segelintir orang, menjadi benda tontonan publik. Pameran menerus berkembang dari waktu ke waktu, dalam ranah teori/akademik ini selain penting dari berbagai sisi, juga dapat dipakai sebagai tanda maupun praktik. Seni sebagai wadah dan bentuk ekspresi individu keterbukaan istana kepresidenan bagi seluruh rakyat Indonesia, tepat adalah salah satu wujud dari kebebasan, kemerdekaan. Sedangkan di masa Presiden Joko Widodo tengah memimpin bangsa ini. kemerdekaan (baca: kebebasan) amat dibutuhkan, selain dalam seni dan bagi seniman, tetapi juga harus dimiliki oleh semua insan di Mengapa baru sekarang dipamerkan? Ide mengenai upaya sosialisasi seluruh dunia. tidak diawali hanya pada dua tahun terakhir. Sejak era Presiden Megawati Sukarno Putri upaya ini telah digagas, namun berbagai Nasionalisme -- mengacu sebagai sebuah wacana, mitos, ilusi -- adalah kendala menyebabkan ketidakmungkinan terjadi. Utamanya kendala upaya untuk mengerti bahwa menjadi bangsa adalah menjadi “satu”, sumber daya dana, sumber daya manusia, dan persoalan atau kesiapan meskipun perbedaan-perbedaan tetap sebagai sebuah keniscayaan. birokrasi internal istana. Pada masa Presiden Susilo Bambang Nasionalisme yang bersumbu pada isu kemerdekaan, perjuangan Yudhoyono, sosialisasi koleksi hanya terjadi beberapa kali dalam bentuk untuk tetap bersatu, berkumpul dan berserikat, rupanya telah mampu peminjaman koleksi oleh lembaga lain, tidak menyeluruh, dan tidak menghasilkan sejumlah harapan dan kemajuan, utamanya bagi bangsa merepresentasikan istana presiden. Indonesia. Para perupa Indonesia, sebagai salah satu entitas bangsa, telah mencatat dan berhasil menggalang ilusi/citra tentang persatuan Hingga pada awal 2015 muncul inisiatif dari Presiden Joko Widodo melalui karya seninya. untuk melakukan sosialisasi koleksi secara terbuka dan dalam konteks 9

8 “istana” sebagai inisiator. Maka pihak Kementerian Sekretariat Negara 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

(yang menjadi payung istana kepresidenan) bekerja sama dengan Harijadi S., Kartono Yudhokusumo, Henk Ngantung, dan Gambiranom Kementerian Pendidikan & Kebudayaan dibantu oleh sejumlah pihak menjadi penanda klasifikasi pertama. terkait berupaya mewujudkan pameran ini. Hasilnya, dengan kondisi ruang dan waktu yang tersedia serta kesiapan sumber daya, panitia Karya-karya mereka terbagi dalam beberapa sub-tema, antara lain hanya mampu menyajikan kurang dari 10% jumlah koleksi berupa sebagai berikut: lukisan. Sehingga ada usulan agar pameran koleksi ini diselenggarakan 1. potret tokoh-tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia dan direncanakan secara regular, setiap tahun. 2. kondisi sosial masyarakat masa revolusi 3. jejak perjuangan dari masa penjajahan Belanda hingga 1950-an Tujuan dan semangat pameran ini didasari oleh kehendak untuk menuturkan kebanggaan atas hak milik bangsa, berupa karya seni (lukis) Seleksi terhadap karya ini setara dengan maksud dan tujuan sosialisasi yang dihasilkan oleh manusia-manusia pilihan, pelukis-pelukis maestro tentang wacana nasionalisme yang kerap tergerus oleh berbagai persoalan dan perupa-perupa ternama Indonesia. Untuk itu kami bersepakat sehari-hari dewasa ini. Karya-karya para maestro ini menghadirkan mengusung tema yang secara umum merupakan gambaran kisah-kisah banyak citra tentang perjuangan hidup, pergolakan terhadap situasi yang tentang narasi kemerdekaan. mencekam, hingga gambaran tentang nilai-nilai kepahlawanan yang hadir pada pribadi-pribadi yang kuat dan menarik. Pribadi-pribadi ini menjadi KLASIFIKASI KARYA inspirasi di kemudian hari. Pribadi-pribadi sebagai sosok pejuang terekam Secara umum, makna “Goresan Juang Kemerdekaan” adalah imaji, kuat dalam karya Trubus Sudarsono, Kartini (1947), Sudjono Abdullah, citraan, gambaran, visualisasi yang mengisahkan dan menuturkan Potret (1947-8), maupun karya Gambiranom, Potret Jenderal kisah-kisah heroik, bersejarah, dan mengandung semangat untuk Sudirman adalah contoh kasusnya. Di samping sebagai citra kepahlawanan, merdeka, bebas menuju sebuah tujuan, yakni negara berdaulat, adil lukisan-lukisan potret ini juga memiliki sejarah proses kreatif yang dan makmur. menarik. Baca narasi di halaman berikutnya.

Implementasi tema ini berupa penggambaran perjalanan sejarah Di samping itu, pameran ini bertujuan untuk menelisik kembali Republik Indonesia, yang menyajikan antara lain berupa lukisan sejarah seni (rupa) yang seringkali dikaitkan dengan karya-karya sejumlah 28 karya, dari 20 pelukis, plus 1 presiden yang melukis. mereka. Sejumlah masterpieces karya para maestro, dianggap sebagai Jumlah ini terbagi dalam 3 kategori narasi. buah karya penting untuk menandai sekaligus saksi tentang upaya bangsa Indonesia menuju kemerdekaannya. Raden Saleh yang melukis Klasifikasi pertama, “koleksi yang dikerjakan oleh para maestro seni Penangkapan Pangeran Diponegoro (1750), karya Affandi, Laskar Rakjat Indonesia yang terkait dalam konteks perjuangan bangsa”. Karya-karya Mengatur Siasat (1946), S. Sudjojono, Kawan-Kawan Revolusi (1947), ini secara khusus disajikan sebagai bentuk upaya mendekati persoalan Di Depan Kelambu Terbuka (1939) atau karya Sekko/ Perintis Gerilya isu nasionalisme di masa awal bangsa ini lahir: menentang penjajahan. (1947), maupun karya Harijadi S., Biografi II Malioboro (1949) misalnya, Karya-karya Raden Saleh, Affandi, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, merupakan karya-karya ikonik yang terkait dan dibuat langsung tidak 11

10 Basoeki Abdullah, Dullah, Trubus Sudarsono, Sudjono Abdullah, jauh dari kejadian. Karya-karya di atas menengahi sub-tema kondisi 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

sosial masyarakat masa revolusi dan jejak perjuangan dari masa berskala nasional seperti Mahjuddin adalah representasi tentang ikon- penjajahan Belanda hingga 1950-an. ikon pengisi kemerdekaan tersebut.

Klasifikasi kedua, adalah sebuah reproduksi lukisan karya Henk Ngantung, Secara khusus, dalam pameran ini juga disajikan lukisan karya berjudul Memanah. Karya ini adalah saksi berharga saat proklamasi Ir. Sukarno, bertajuk Rini yang dikerjakan pada 1958 di Istana kemerdekaan Indonesia diikrarkan oleh Sukarno dan Hatta. Lukisan ini Tampaksiring, . Karya ini merupakan satu dari sejumlah puluhan telah dibeli oleh Sukarno di studio Henk Ngantung pada tahun 1943. karya founding father Indonesia. Karya ini dalam kondisi yang baik dan Dengan rasa bangga, Sukarno meletakkannya di dinding depan teras selalu menghiasi dinding kantornya di Istana Bogor. Karya ini secara rumah jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta tersebut. Seiring dengan khusus dipersembahkan sebagai penghormatan pada proklamator, berjalannya waktu, maka kondisi lukisan yang menggunakan medium karena sejatinya sebagai presiden yang senang melukis, Sukarno tidak tripleks ini telah uzur, dimakan waktu. Sehingga diperlukan upaya pernah memamerkannya. Saya rasa, pameran “17/71: Goresan Juang pelestarian. Untuk itulah karya ini lalu direproduksi yang dikerjakan oleh Kemerdekaan” ini merupakan pameran yang penting, bukan saja untuk pelukis kenamaan, Haris Purnomo. Ditampilkannya lukisan ini sebagai penonton, tetapi juga bagi Presiden Sukarno. Untuk itulah selain ia harus “saksi senyap” tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. dihormati sebagai kolektor, patron, impresario yang hebat, sejatinya ia juga seorang seniman (pelukis). Dan, baru kali ini ia berpameran. Klasifikasi ketiga, lebih merupakan visualisasi tentang hasil-hasil kemerdekaan. Keragaman dan pluralitas estetika dikemukakan secara FOTO & PUSTAKA PENDUKUNG kuat. Meskipun hanya menampilkan kurang dari sembilan karya, Di samping lukisan, sekitar 100an foto juga turut dipamerkan. Foto-foto representasi tentang keragaman dan pluralitas budaya ini dirasa cukup sejarah menjadi sajian yang turut mendukung narasi/tema “inspirasi untuk menjadi rekaman yang menggugah sekaligus tetap mengutarakan dan aksi”. “Inspirasi” adalah kata atau istilah yang merepresentasikan persoalan pelestarian. Karya-karya ini tidak saja mengutamakan peristiwa-peristiwa masa lalu, selama 71 tahun kemerdekaan. Adapun pluralitas dan pelestarian budaya dan alam di era kemerdekaan, tetapi “Aksi” merupakan representasi tindakan yang harus dilakukan untuk juga pentingnya pelestarian kemerdekaan itu sendiri. mengisi kemerdekaan. Intinya “17 (penanggalan yang penuh inspirasi) dan 71 (skala waktu yang memberi kita aksi dan kerja nyata)” adalah Artikulasi kemerdekaan ini bisa dikemukakan dalam banyak interpretasi, medium atau cermin yang selalu mengusung kesadaran bahwa sejarah misalnya kemerdekaan berekspresi dan mengemukakan estetika, menjadi bagian penting dalam berbangsa dan bernegara. Jasmerah kemerdekaan mendapatkan karya-karya yang berkualitas (terutama atau “Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah,” begitu kata Presiden bagi istana, hingga bisa mengoleksi karya-karya pelukis level dunia), Sukarno dalam pidatonya. dan kemerdekaan beropini. Sejumlah perupa yang karyanya dikoleksi oleh Presiden Sukarno hingga presiden setelahnya juga diketengahkan. Tak lupa, buku-buku koleksi benda-benda seni yang diterbitkan semasa Karya-karya berkelas dunia seperti Diego Rivera, Raden Saleh, Miguel Presiden Sukarno (edisi Dullah hingga Lee Man Fong, 1956-1965), Covarrubias, Walter Spies, Rudolf Bonnet, Lee Man Fong, Hendra booklet Istana Kepresidenan Republik Indonesia dari tahun ke tahun, 13

12 Gunawan, Ida Bagus Made Nadera, Srihadi Soedarsono, hingga perupa dan sebuah buku bertajuk Rumah Bangsa (2004), ditampilkan sebagai 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

pendukung pameran. Arsip-arsip ini adalah bagian yang tak terpisahkan sebagai upaya pencatatan dan telah menemani benda-benda koleksi dan peristiwa yang ada di istana. SETIAP ORANG BIJAK BESTARI Pameran ini tentu bukan satu-satunya jalan untuk menyosialisasikan benda-benda koleksi. Penerbitan buku, lahirnya undang-undang PUNYA RUANGNYA pelestarian dan sosialisasinya adalah jalan lain yang perlu ditempuh oleh internal istana kepresidenan. Setidaknya, pameran semacam ini diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan nasionalisme tetap terjaga di benak masyarakat Indonesia, utamanya SENDIRI UNTUK bagi generasi muda. Secara umum, pameran ini menjadi bagian penting dalam upaya BERJUANG DAN pelestarian artefak warisan dunia, terutama bagi dunia seni rupa. Nama- nama perupa yang dipamerkan kali ini saja, cukup memberi rangsangan bagi stakeholder seni di seluruh dunia. Masyarakat internasional juga tentu berharap dan menginginkan benda-benda koleksi Istana BERKARYA Kepresidenan Republik Indonesia abadi, tanpa dikotori dengan kisah tragis: rusak, hilang dicuri, maupun lenyap tak berbekas. Kita, mesti arif dan memiliki pengetahuan yang dalam untuk mengelolanya. Untuk itulah, diperlukan sikap yang bijak bestari. Inilah inti tujuan pameran yang tengah Anda tonton.

Mikke Susanto & Rizki A. Zaelani Kurator 15 14 17 FIRST ATTEMPT ATTEMPT FIRST not only during the last two years. Since the reign of President Megawati the reign of President Megawati Since years. not only during the last two obstacles that but there were already discussed, it was Putri, Sukarno the and human resource due to the fund, Mainly it was made it impossible. During the reign of President internal bureaucracy. readiness of the ’ of collections the socialization of the palaces’ Susilo Bambang Yudhoyono, done few to other times through lending few the collection of was artworks palaces. institutions that did not represent the presidential of an initiative Widodo from President Joko In the beginning of 2015 came Secretary the Ministry of State So, openly. to public socializing the collections and Culture and with the with the Ministry of Education in collaboration a As help of a number of related parties has tried to realize this exhibition. less present can the committee time and resources, with limited space, result, it Accordingly, They are all paintings. only. than 10% of the whole collection is suggested out regularly as an annual agenda. that this exhibition is carried to and spirit of this exhibition is based on a motivation The objective the pride of national properties in the form of artworks communicate development of world politics. Certainly it is very important for the public for the public important it is very Certainly politics. of world development in the form of exhibition socialization Therefore, to know these collections. is needed. Since President years ago. This 71 first attempt since exhibition is the during the artworks a number of paintings and other collected Sukarno Dutch been special for art, have palaces era until today the colonial It means this exhibition can objects. museums of their collected becoming be seen by few which formerly could people artworks, the collected make This exhibition is important to appreciate. for the public available only, to entire people of Indonesia, it marks the openness of the palaces because is leading this nation. Widodo with the term of Presidentcoinciding Joko Why now is the exhibition? The idea of making this exhibition has emerged August this year, the Independence of Indonesia the Independence year, August this th 71: | The presidential palaces of the Republic of Indonesia, which are situated in which are situated in of Indonesia, The of the Republic presidential palaces are homes and Bali, Yogyakarta Ratu, Pelabuhan Cipanas, Bogor, Jakarta, that These store thousands of artworks palaces to high quality artworks. the witnesses and parts of the history of Indonesia and of the become have to understand that to make a nation is to become “one”, despite the “one”, a nation is to become to understand that to make TheIndonesian nationalism that has its axis on differences. unavoidable and strugglethe issues of independence been able for unity seems to have successfully Indonesian artists have to bring about hopes and progress. the image of unity. conveying artworks produced and practice. Art as a medium and form of individual’s expression is one as Art and practice. and artists need Art of manifestations of freedom and independence. world. freedom) and so do the entire people of the (or independence is an attempt – myth and illusion to a discourse, in reference – Nationalism under the enduring principle of emphasizing the national goal to remain the national goal to under the enduring principle of emphasizing a unitary state. art and The between main theme of this exhibition is the correlation Both is united by the issue of nationalism that keeps independence. from time to time within the fields of both theory/academy developing has reached 71 years old. The figures of 1 and 7 make a valuable of 1 and 7 make The figures old. has reached 71 years The number 17 is eternally and sacredly this nation. for remembrance of independence. day in respect secured within Indonesian people as the of the it suggests the commemoration turn the number into 71, If we 7 presidents Indonesia has been able to elect For 71 years independence. THE INDEPENDENCE STRUGGLE STRUGGLE THE INDEPENDENCE Right on the 17 17 OF THE BRUSHSTROKES 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

(paintings) created by chosen people, painting maestros and distinguished Portrait of Diponegoro (1947-8) by Sudjono Abdullah, and Portrait of Indonesian artists. For that reason, we agree to select paintings in general General Sudirman by Gambiranom are examples of the depictions of these bringing a theme about stories of struggle for independence. heroes. In addition, these portrait paintings have interesting history of creative process. Please read the narrations on the next pages. CLASSIFICATION OF THE WORKS In general, the title “the Brushstrokes of the Struggle for Independence” In addition, this exhibition can be a means of tracing back the history of means the image, depiction and visualization that recount the historical visual art in Indonesia. A number of masterpieces created by the maestros stories of heroic struggle for independence and for achieving a goal of being a are considered important works that have witnessed and marked the sovereign, just and wealthy nation. Indonesian struggle for independence. Raden Saleh’s Penangkapan Pangeran Diponegoro (The Arrest of Prince Diponegoro; 1850), The implementation of this theme appears to be depictions of the course Affandi’s Laskar Rakyat Mengatur Siasat (Militia Arranging Strategy; of Indonesian history by presenting 28 paintings from 20 painters and 1 1946), S.Sudjojono’s Kawan-Kawan Revolusi (Revolution Friends; 1947), president. They are grouped into 3 classifications of narration. Di Depan Kelambu Terbuka (In front of Open Mosquito Net; 1939), Sekko’s Perintis Gerilya (Pioneer of Guerrilla; 1947) and Harijadi S.’ First classification: “paintings made by Indonesian art maestro related to Biografi II Malioboro (1949) are iconic paintings, which were made not the context of national struggle.” These paintings are especially presented long after the real events. These works address the sub-theme of social as pictures that closely relate to the issue of nationalism in the early years condition during the revolution era and traces of struggle from the Dutch of this nation: confrontation against colonialist. The works of Raden Saleh, colonial era to the 1950’s. Affandi, S. Sudjojono, Hendra Gunawan, Basoeki Abdullah, Dullah, Trubus Soedarsono, Sudjono Abdullah, Harijadi S., Kartono Yudhokusumo, Henk Second Classification: pictures about the results of independence. Diversity Ngantung, and Gambiranom belong to this first category. and pluralism of aesthetics are presented accurately in this classification. Although there are 9 paintings only representing the cultural diversity Their works are divided into the following three sub-themes and pluralism, they are enough to bring inspirations and express the 1. Portrait of important figures in the Indonesian struggle for independence importance of preservation. These works emphasize not only the pluralism 2. Social condition during the revolution era and preservation of culture and nature after the independence but also the 3. Traces of struggle from the Dutch colonial era to the 1950s importance of maintaining the independence itself.

The selection of these paintings is relevant to the exhibition’s intention and Independence can be articulated in many interpretations, for example, objective of promoting the discourse of nationalism, which is often scrapped freedom of expression and aesthetics, freedom of getting quality artworks (in by various daily contemporary problems. The works of the maestros present this case, the presidential palaces of Indonesia collect world class artworks), images of life struggle, pergolakan in the distressing situation, values of and freedom of speech. Many world class paintings having been collected heroism seen in strong and interesting personalities. These personalities since President Sukarno to presidents after him are also presented. The 19

18 have become inspirations later on. Kartini (1947) by Trubus Sudarsono, works of Diego Rivera, Raden Saleh, Miguel Covarrubias, Walter Spies, 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Rudolf Bonnet, Lee Man Fong, Hendra Gunawan, Ida Bagus Made Nadera, used to make an acronym and he often used in his speeches, which is Srihadi Soedarsono and other national painters like Mahjuddin are also the Jasmerah. It stands for “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”, which icons of independence. This classification is titled “Archipelago”. literally means “Don’t Ever Leave the History”.

The third classification is a special presentation, namely reproductions No to forget, to support this exhibition a number of books collected by the of Henk Ngantung’s painting titled Memanah and President Sukarno’s palaces are also in the display, among others are the books of art collection painting. Henk’s painting is a valuable witness to the proclamation of published during the administration of President Sukarno (the editions from Indonesian independence announced by Sukarno and Hatta. This painting Dullah to Lee Man Fong, 1956-1965), the annual booklet of the Indonesian’s was purchased by Sukarno at the painter’s studio in 1943. With pride, presidential , and a book titled Rumah Bangsa (2004). These books Sukarno put it on the front terrace’s wall of his house at Pegangsaan Timur are very important as documents that record the palaces’ collection of 56 Jakarta. Over time, the condition of the painting using the medium of artworks and events happening in the palaces. triplex already was aged and weathered. Therefore, it needed preservation. For this reason it was then reproduced by a famous painter named Haris WISE AND KNOWLEDGEABLE Purnomo. This painting has become the “silent witness” of the proclamation This exhibition is not the only way to socialize the palaces’ collections. of Indonesian independence. Publishing books and issuing law on preservation of the collection are other ways that the palace can take. At least, an exhibition like this is expected to This exhibition also presents Ir. Sukarno’s painting titled Rini. He painted it be able to grow and keep the love and pride of nationalism in Indonesian in 1958 at Tampak Siring Palace in Bali. It is one of tens of the works created people, especially the youths. by Indonesian founding father. The painting that is always on the wall of is still in good condition. As a president who loved painting, In general this exhibition becomes an important part in the effort of Sukarno never exhibited his paintings. So, Rini is presented in this exhibition preserving the artifacts of world heritage, especially of the visual art. The as an admiration to him. The late President Sukarno must be appreciated names of the artists in this exhibition are enough to attract art enthusiasts as a great collector and patron of art. He was in fact also a painter. This of the world. International communities certainly expect that the artifacts exhibition is his first exhibition. So, it is important for the public to know. collected by the presidential palaces of Indonesia will always be well preserved, not to be defiled with tragic stories, not to be damaged or stolen. SUPPORTING PHOTOGRAPHS & BOOKS We must be wise and knowledgeable in managing them. So this is the main In addition to the paintings, there are also about 100 photographs. These objective of the exhibition you are enjoying. historical pictures support the narration/theme “Inspiration and Action”. “Inspiration” is the word to represent the events of the past, the period of Mikke Susanto & Rizki A. Zaelani the 71 years of independence. And the word “action” represents every action Curators that has to be taken to fill the independence. Essentially “17 as inspirational calendar and 71 as the time scale for action and real work” reflect awareness 21

20 that history is an important part of a nation and state. President Sukarno 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA

INSPIRASI & AKSI FOTO 71 TAHUN menggubungkan dua tepi, yaitu: obyek yang kita lihat (dalam jarak yang berhingga) dan titik fokus (gambaran obyek) yang bisa kita kenali sebagai —03 KEMERDEKAAN INDONESIA bayangan hasil melihat. Materi foto yang dipamerkan di sini dipresentasikan melalui dua cara, yaitu: imaji fotografik yang terlihat tetap dan imaji fotografi yang “Barangkali itu pula salah satu ciri revolusi yakni di mana orang bergerak (berubah dan berganti-ganti dalam sekuens waktu tertentu). perseorangan itu diseret-hanyutkan dengan segala kekuatan yang Kedua jenis presentasi foto-foto ini sama-sama memanfatkan proyeksi ada padanya” sinar di memancar balik lapisan permukaannya yang kita lihat melalui —Rosihan Anwar teknik kotak cahaya serta layar monitor televisi. Penggunaan prinsip pencahayaan dari balik lapisan permukaan foto ini mengandung maksud Sebuah foto tidak hanya merekam, mencatat secara visual, atau untuk menjadikan setiap imaji foto nampak menjadi lebih aktif dan memberikan bukti-bukti hasil penglihatan, tapi terutama justru bersifat memancar berbeda dan berbalikan dengan momen ketika foto- berfungsi menggugah ingatan, menjadikannya tetap hidup dan foto itu dibuat melalui prinsip menyimpan berkas-berkas cahaya pada bermakna. Kenangan yang dihidupkan fotografi bukan saja untuk bidang rekam data fotografik untuk menghasilkan gambaran visual menjadikan sebuah momen ingatan tertentu seakan “kekal”; melainkan secara tertentu. secara fundamental menyadarkan kita, bahwa setiap orang memiliki batas kenangan mengenai apapun yang mampu diingatnya. Bidang refleksi, ibarat pada bidang retinal mata, terletak di bagian tengah dalam bentuk dua layar televisi yang menampilkan susunan Peringatan kemerdekaan Indonesia melalui presentasi fotografi ini foto-foto yang akan terlihat berubah secara bergantian dengan sekuens bertujuan, terutama bagi generasi muda, untuk terus menghidupkan waktu tertentu. Berubah-ubahnya imaji foto-foto yang muncul pada kenangan tentang makna sejati kemerdekaan. Berbeda tentang peristiwa dua layar ini mengundang tatapan mata yang mencermatinya berada yang dialami dan diingat seseorang, maka soal mengekalkan ingatan dalam rentang waktu pengalaman visual yang bersifat dinamis. Di kedua yang lahir dari makna-makna mengenai kenyataan-kenyataan hidup samping layar-layar monitor tersebut ditempatkan konfigurasi foto-foto tertentu akan membutuhkan proses yang lain, yaitu: refleksi. Jejeran yang terlihat tetap serta dipisahkan menjadi dua kumpulan. Kelompok foto-foto yang dipamerkan ini tak hanya diharapkan bisa melengkapi pertama berisi foto-foto yang menggambarkan ingatan tentang kemajuan pengetahuan dan wawasan berbangsa bagi setiap orang; lebih jauh lagi, pembangunan Indonesia yang hasilnya nampak secara fisik; sedangkan hendak ditawarkan sebagai cara untuk terus menghidupkan makna- kelompok yang lainnya menunjukkan gambaran ingatan tentang makna kemerdekaan hidup yang sebenar-benarnya. Pengenalan, perjalanan pembangunan indonesia yang bersifat mental, nampak pada pemikiran, dan penghayatan hidup kita berbangsa hingga saat kini hanya jejak-jejak berbagai aktivitas yang mesti ditafsirkan secara aktif. bisa kita peroleh melalui proses refleksi. Ibaratnya gambaran teoritik tentang lapisan bidang retina pandangan mata manusia, maka bidang Tema “Inspirasi dan Aksi” mengikat presentasi seluruh foto-foto ini, 23

22 yang menjelaskan proses refleksi tersebut adalah bidang pantulan yang menghubungkan dimensi-dimensi ruang, waktu, tokoh dan para pelaku, 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016 Kemerdekaan 1945 Proklamasi Objek Berhingga 71 TAHUN KEMERDEKAAN INDONESIA SKEMA KONSEPTUAL PRESENTASI FOTOGRAFI maupun karakter berbagai peristiwa yang menandai perjalanan kita berbangsa. Makna hidup saat kini pun adalah juga hasil refleksi kesadaran sejarah dan pengalaman hidup kita di masa lalu. Revolusi mental adalah inspirasi yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa di masa

Pembangunan Fisik lampau yang kini sejatinya mampu dinyatakan sebagai aksi nyata yang menghasilkan perubahan. Kemerdekaan Indonesia kurun tahun 1945–1950 Dimensi merupakan pengalaman masa transisi kebangsaan yang penting serta mampu menciptakan inspirasi aksi demi terwujudnya kemajuan kini dan nanti. Dua layar secara bergantian menampilkan foto-foto yang seakan

Penghayatan yang Dinamik berhadapan satu sama lainnya, ibarat sebuah cermin refleksi. Kumpulan foto-foto hitam putih yang menjelaskan aksi perjuangan bersama yang Bidang Reflektif & terjadi di masa lalu berdampingan dengan cerminan berbagai peristiwa yang terjadi di masa kini. Kontras perbedaan yang dinamik terjadi pada kedua bidang layar fotografik ini diharapkapkan mampu menggugah secara kuat berbagai kenangan atas makna perayaan kemerdekaan hidup dan berbangsa, sekaligus memupuk hasil refleksi pemahaman tentang tugas revolusi mental yang kita jalani kini. Pembangunan Mental

Sebuah inspirasi tentu akan mampu menciptakan rangkaian aksi Dimensi sebagaimana juga suatu aksi yang bermanfaat dan menyentuh kepentingan bangsa akan mampu memunculkan berbagai inspirasi perubahan. Dokumen foto-foto ini disusun sebagai lintasan kenangan

dan ingatan tentang kemauan dan kemampuan kita untuk menjadi sebuah bangsa yang merdeka. Bagaimanapun, seluruh pemandangan melalui foto-foto ini adalah juga suatu perayaan, tentang kegembiraan Masa Kini Kemerdekaan Bangsa kerja dan usaha secara fisikal maupun mental yang selalu ingin

Titik Fokus diterbitkan sebagai harapan.

Rizki A. Zaelani 25 24 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

INSPIRATION AND ACTION THE PHOTOGRAPHS OF layer of photo is meant to make every image appear to be more active and different and in contrary to the moment when the photo was taken with the ST THE 71 ANNIVERSARY OF principle of light on photographic data recording medium for producing INDONESIAN INDEPENDENCE certain image. The field of reflection, as in the retinal field of an eye, is located in the middle “Perhaps, that is also one of the characteristics of a revolution, which is in the form of two televisions displaying an array of photos that appear to where everyone is dragged and swept away by the power existing in it.” change alternately in specific sequence of time. The changing images that —Rosihan Anwar appear on the two screens bring the observant eye of the viewer into a span of time with a dynamic visual experience. On both sides of the screens is placed A photograph works not only to record, visually note or bring evidences of a configuration of photographs that appear still separated into two groups. the result of observing something but also to especially recall memories and One group contains pictures depicting recollections as to the progress of the make them stay alive and meaningful. A memory of a certain moment that development of Indonesia in terms of physical results and the other group a photograph recalls seems to be eternal and fundamentally awakes us to shows pictures depicting the mental side of the development as shown by the see that everyone has limitation of memories about anything that he/she traces of various activities that must be actively interpreted. can call to mind. Everyone can simply remember any past experience, yet the perpetuation of recollections from the implications of certain realities of life needs another process, which is reflection. The photographs being exhibited CONCEPTUAL SCHEME ON PHOTOGRAPHY PRESENTATION are expected not only to complement everyone’s knowledge and insight of 71 YEARS OF INDONESIAN INDEPENDENCE being parts of a nation, but also to serve as a means of keeping the real significance of freedom alive. The introduction, reasoning, and appreciation of living in a nation until now can only be achieved through a process of Dimension of Dimension of Mental Physical Development Development reflection. Supposing a theoretical overview about the layer of retina in human sight, the field that describes the process of reflection is the field of Boundary Object Focal Point reflection that connects two edges, namely the object we see (within a finite distance) and the focal point (image of the object) that we can recognize as the shadow of the result of seeing.

The photographs being exhibited here are presented in two ways: still life Proclamation of Today’s National photography and moving photography (images changing and alternating in Independence Independence certain sequence of time). Both types of presentation use the projections of light shining behind the surface that we see through technique of light box 27

26 and television screen. The use of principle of lighting from behind the surface 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

The theme “Inspiration & Action” ties the presentation of the entire photos, ATAS connecting the dimensions of space, time, figures and actors as well as Presiden Jokowi meninjau pembangunan MRT. the characters of various events marking our journey as a nation. The President Jokowi visits the significance of present-day life is created by the reflection of our awareness MRT construction. of history and experiences of past life. Mental revolution is an inspiration BAWAH rooted on the history of national struggle in the past, which now can be Blusukan di wilayah expressed as a real action that has resulted in a change. The struggle Jakarta Timur. President Jokowi conducts for independence from 1945-1950 was the important phase of national hands-on operation in East transition since it was marked by inspirational actions for the current Jakarta area. achievements and the hereafter. The two screens alternately show pictures that seem to face each other as a mirror reflection. A collection of black and white pictures that describe the actions of struggle in the past appear side by side that of pictures as to various events happening in the present day. The dynamic contrast existing between both fronts of these photographic displays is expected to be able to strongly awaken different memories of the celebration of the freedom of life and nation, as well as foster the results of reflection on understanding the tasks of mental revolution we do today.

An inspiration brings about certain actions. Likewise, an action that is advantageous for the interest of a nation can produce various inspirations for change. These documentary photographs are arranged as memories and recollections of our willpower and capacity to be a fee nation. As a whole, the display of these pictures constitutes a celebration of the contentment of both physical and mental works and efforts, which are always intended to be expectations.

Rizki A. Zaelani 29 28 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

ATAS Meninjau Prajurit TNI AD latihan di Baturaja, Sumsel. President Jokowi visiting the battle training army in Baturaja, South . BAWAH Menyapa para siswa peserta Aubade pada HUT RI ke 70. President Jokowi greets the students of aubade participant at the Indonesian 70th Independence Day. KARYA & NARASI 31 30 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

AFFANDI Laskar Rakyat Mengatur Siasat I 130 x 155 cm, 1946, —04 cat minyak di kanvas oil on canvas

Sekitar tahun 1946 Affandi bersama pelukis-pelukis Around 1946 Affandi often gathered with fellow painters seperti Hendra Gunawan, Barli, Sudjana Kerton, such as Hendra Gunawan, Barli, Sudjana Kerton, and Abedy kerap berkumpul. Mereka pergi ke medan Abedy. They went to battlefields to paint directly at the pertempuran untuk melukis langsung di lapangan. site. Besides drawing, Affandi also made posters that Selain menggambar, Affandi juga membuat were spread to the area around Karawang and Bekasi. poster-poster dan disebar hingga wilayah sekitar Amid the turmoil of war and work, there seemed to be an Karawang dan Bekasi. Di tengah-tengah gejolak astonishing work for President Sukarno. perang dan bekerja, rupanya ada hasil karya yang “Affandi, this is not a regular poster, but it is a very nice mencengangkan bagi Presiden Sukarno. painting,” said President Sukarno to Affandi. “Ah, this is just a poster!” Affandi answered. “Then, this poster is for me,” “Affandi, ini bukan poster biasa, tetapi lukisan yang said Sukarno. sangat bagus,” kata Presiden Sukarno pada Affandi. “Ah, ini kan poster!” Affandi menyanggah. “Kalau The poster was then saved by Sukarno. Apparently begitu poster ini untuk saya saja,” ucap Sukarno. until now the painting is preserved although it once experienced a decline in its condition. The poster is more Poster yang dimaksud Affandi itu lalu disimpan suitable called painting because, in addition to its large oleh Sukarno. Rupanya sampai kini lukisan tersebut size, it is on a fabric (spliced fabric). Affandi considered it a awet, meskipun pernah mengalami penurunan poster simply because his purpose was to inflame people kondisi. Poster tersebut lebih cocok dinamakan by putting a text “Tetap Merdeka” (literally, “Stay Free”). The lukisan, selain karena ukurannya besar, juga rest is a painting, precisely illustrating the fighters facing dibuat di atas kain (sambungan). Jika Affandi a map on the table. mengatakan itu sebuah poster, alasannya hanya karena tujuannya memang untuk menggelorakan Sukarno saat berpidato di hadapan warga negara orang dan adanya teks “Tetap Merdeka”. Selebihnya Indonesia keturunan Belanda di Istana Presiden Yogyakarta, dengan latar belakang lukisan Affandi. sudah merupakan lukisan, tepatnya bergambar para Sumber Buku Lukisan Revolusi Indonesia. pejuang sedang menghadapi peta di atas meja. Sukarno delivering his speech before Indonesian citizens of Dutch descent in Yogyakarta , with the background of 33 Affandi’s painting. Source: Book Lukisan Revolusi Indonesia. 32 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

AFFANDI Potret H.O.S. Tjokroaminoto 80 x 60 cm, 1946, cat minyak di kanvas oil on canvas

Ketertarikan Presiden Sukarno pada Affandi telah ketokohan Tjokroaminoto. Rasanya Affandi sangat terjadi sejak masa sebelum proklamasi, di Jakarta. baik dalam menginterpretasi tokoh yang satu ini. Saat itu Affandi sudah memiliki eksistensi yang kuat. Hal ini berimbas dengan agenda lain. Suatu President Sukarno’s interest in Affandi had happened since saat Sukarno meminta Affandi untuk membuat the period before the proclamation, in Jakarta. At that time lukisan potret tokoh pergerakan kemerdekaan Affandi already had a strong existence. One time Sukarno bangsa Indonesia, H.O.S. Tjokroaminoto. Menurut asked Affandi to create a portrait painting of a prominent Kartika Affandi, lukisan ini dikerjakan oleh figure of Indonesian independence movement, H.O.S. Affandi ketika tinggal di Kampung Gendingan, Tjokroaminoto. According to Kartika Affandi, the painting Ngabean, Yogyakarta. Masa itu Affandi bersama was done when he lived in Kampung Gendingan, Ngabean, keluarga mengontrak rumah milik Keluarga Yogyakarta. Affandi at that time with his family rented a house belonging to Tjitrosumarto family. Tjitrosumarto.

The painting then was put in the main house of Yogyakarta Lukisan ini lalu didisplai di gedung utama Istana Presidential Palace, and it is still there now. It is never Kepresidenan Yogyakarta sampai sekarang, sama moved. Affandi was not the only one taking order to paint sekali tak pernah berpindah. Bukan Affandi saja portraits of national heroes. The other painters who at that yang menerima pesanan lukisan potret pahlawan. time had been already living in Yogyakarta (1946-1948) Ia bersama para pelukis yang saat itu juga sudah ada di were among others S. Sudjojono, Soerono, Dullah, Trubus, etc. Yogyakarta, antara lain S. Sudjojono, Surono, Dullah, Trubus, dan lain-lain, antara tahun 1946-1948. Tjokroaminoto was a important figure in the national struggle because of his anti-colonialism character and Tjokroaminoto dalam lukisan ini digambarkan his role as the teacher of Sukarno. This painting depicts sebagai tokoh perjuangan bangsa yang memiliki the hero gesture, implying a strong confidence. On the sifat anti penjajahan sekaligus sebagai guru bagi background are ordinary people for whom Tjokroaminoto Wajah Affandi muda, saat mengajar Sukarno. Lukisan ini menggambarkan gestur sang always stood up. Affandi’s wild strokes reinforce and patung, 1946, di Yogyakarta sewaktu tokoh, menyiratkan kepercayaan diri yang kuat. sharpen Tjokroaminoto’s persona. Apparently Affandi was lukisan Tjokroaminoto dikerjakan. Lukisan ini berlatar belakang rakyat jelata yang very good in interpreting this figure. Young Affandi teaching sculpture in kerap dibela oleh Tjokroaminoto. Goresan liar

Yogyakarta in 1946, concurrently when 35

34 Affandi semakin menguatkan dan menajamkan painting the portrait of Tjokroaminoto. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

BASOEKI ABDULLAH Pangeran Diponegoro Memimpin Perang 120 x 150 cm, 1949, cat minyak di kanvas oil on canvas

Sejumlah lukisan potret pahlawan adalah bukti, antara Presiden Sukarno dan pelukis Basoeki bahwa Basoeki Abdullah sejak masa awal kariernya Abdullah amat dekat, nyaris seperti saudara. sebagai pelukis begitu peduli dengan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sejak A number of portrait paintings of heroes are evidences 1940-an atau masa Jepang ia telah melukis sejumlah that Basoeki Abdullah since his early career as a painter potret di antaranya para tokoh yang tergabung dalam had been so concerned with the figures of Indonesian “Empat Serangkai” yang memimpin Poesat Tenaga independence movement. Since the 1940s or the Japanese Rakjat (Poetra). Pada masa setelahnya ia melukis era he had painted a number of portraits of the members sejumlah potret pahlawan secara indah agar bisa of the so-called “Empat Serangkai”, who led Poesat Tenaga dengan mudah direkam oleh generasi sesudahnya. Rakjat (Center of People’s Power). In the time thereafter he painted a number of portraits of heroes wonderfully so that it is easily recorded by succeeding generations. Lukisan ini dikerjakan pada saat Basoeki Abdullah ada di Belanda. Pada saat itu bertepatan pula This painting was done when Basoeki Abdullah was in the diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Netherlands. At the same time Round Table Conference Haag. Pada saat konferensi ini terjadi, lahir sejumlah (RTC) was held in The Hague. While the conference was karya gambar maupun lukisan. Selain Pangeran taking place, a number of drawings and paintings were Diponegoro Memimpin Perang, ia menggambar Potret created. In addition to Pangeran Diponegoro Memimpin Hatta, Potret Ibu Rahmi Hatta, Potret Mr. Mohamad Perang, he drew the Portraits of Hatta, Mrs. Rahmi Hatta, Roem dan Potret Sultan Hamid II. Mr. Mohamad Roem and Sultan Hamid II.

Basoeki Abdullah termasuk orang yang kerap Abdullah Basoeki was considered a person who was frequently berhubungan secara spiritual/mistik, termasuk dalam associated with spirituality/mysticism in working on his mengerjakan lukisan ini. Menurut Basoeki, wajah paintings. He once said that the face of Diponegoro in the Basoeki Abdullah bersama istri Diponegoro dalam lukisan ini dibuat berdasarkan painting was created based on the instruction from the “South pertamanya Maria Maya, Belanda, petunjuk dari “penguasan Laut Selatan”, Nyai Roro Sea Ruler”, the Queen Roro Kidul. At that time he was preparing 1949, semasa lukisan Diponegoro Kidul. Ketika itu, ia tengah mempersiapkan pameran his solo exhibition at Victoria Hotel in Amsterdam. This Memimpin Perang, dikerjakan. tunggalnya di Hotel Victoria, Amsterdam. Lukisan ini painting was given Basoeki Abdullah to President Sukarno in Basoeki Abdullah with his first wife, Maria diberikan Basoeki Abdullah kepada Presiden Sukarno 1950-1955. The relationship between President Sukarno and Maya, Belanda, 1949, while Diponegoro 37

36 antara 1950–1955. Patut diketahui, bahwa hubungan Basoeki Abdullah was very close, almost like brothers. Memimpin Perang being worked. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

DULLAH Persiapan Gerilya 178 x 197 cm, 1949, cat minyak di kanvas oil on canvas

Presiden Sukarno menyetujui gagasan Dullah untuk warnanya sangat mengena terutama pada karakter membuat lukisan bertema perjuangan. Untuk itu atas sosok para pejuang. Dullah mengambil model Dullah diminta berhubungan dengan Kementerian untuk lukisan ini dari sejumlah teman gerilyawan Penerangan saat itu, diwakili oleh R.M. Haryoto yang yang berasal dari Gunungkidul, Yogyakarta. Untuk menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian pengerjaan lukisan ini Dullah mendapat upah Rp. Penerangan. Melaluinya, Dullah mendapat pesanan 1.750. Sebuah nilai yang tinggi kala itu. lukisan ini. Semula lukisan ini ukurannya lebih panjang 1 meter, sayangnya diputuskan dalam rapat President Sukarno agreed with Dullah’s idea to create harus dipotong. Potongan lukisan itu kemudian struggle-themed paintings. Therefore, Dullah requested ditimpa dengan lukisan baru, Pemandangan di him to be connected to the Ministry of Information, Kaliurang (1949) dan kini menjadi koleksi istana. which at that time was represented by R. M. Haryato, the Lukisan ini disajikan oleh Kementerian Penerangan Secretary General of the Ministry of Information. Through dalam pameran bertajuk “Pameran Realisme Yogya” him, the painter received order to make this painting. The yang dibuka oleh Menteri Penerangan Arnold size of this painting was the original length of 1 meter; Mononutu pada 1949. unfortunately it was decided in the meeting to be cut. The cut of the painting was then covered with new painting titled Pemandangan di Kaliurang (1949) and now it is Karya Persiapan Gerilya ini didedikasikan sebagai still in the collection of the palace. This painting was once sebentuk dokumentasi perjuangan yang sama sekali presented by the Ministry of Information in an exhibition tidak menggambarkan pertempuran di medan laga titled “Yogya Realism Exhibition” which was opened by the atau adu senjata dengan penjajah, akan tetapi Minister of Information, Arnold Mononutu, in 1949. lebih mengemukakan sebuah persiapan menjelang In addition to the high value of its idea and history, pertempuran. Lukisan ini adalah catatan paling visually this work has a level of craftsmanship that is Profil pelukis Dullah, The work Persiapan Gerilya was dedicated as a form kontekstual atas situasi detail kehidupan dan mental relatively complex and difficult. The details of the figures 1946-1947, semasa of documentation of the struggle. It does not describe lukisan Persiapan para pejuang. are very strong and the colors are very striking, especially a battle, exchange of fire between Indonesian fighters Gerilya. dikerjakan. in the character of the fighters. Dullah took as the models and the colonialists, but it rather displays the fighters’ Foto: Charles Breijer. Selain nilai gagasan dan sejarahnya yang tinggi, of this painting a number of fighters from Gunungkidul, preparation for battle. This painting is the most Dullah, 1946-1947. Yogyakarta. For the execution of this painting, Dullah secara visual karya ini memiliki tingkat pengerjaan contextual note as to the detailed situation of life and while Persiapan Gerilya yang tergolong kompleks dan sulit. Detail earned Rp 1,750. It was a very high rate at the time.

mentality of the fighters. being worked on. 39

38 penggarapan figur-figurnya amat kuat dan warna- Photo: Charles Breijer 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

HARIJADI SUMADIDJAJA Awan Berarak Jalan Bersimpang 181 x 140 cm, 1955, cat minyak di kanvas oil on canvas

Lukisan ini secara visual terlihat hiperbolik, that is depicted. This work seems to have orientation to dengan langit yang didramatisir sedemikian give an impression of the revolutionary years that were rupa, suasana yang suram bernuansa malam full of problems of life. serta memberi kesan mendalam terhadap kesemerawutan suasana yang digambarkan. Harijadi wanted to describe people’s indecisiveness Karya ini terlihat memiliki orientasi yang ingin in facing life. In the middle of the problem (the dense menggambarkan kesan masa-masa revolusi yang clouds covering the sky), people are is also confused with kental dengan persoalan-persoalan hidup. crossroad. They are confused and aimless; walking to and fro as if they were out of control and none was leading them. Where do they have to go? This is the story about Harijadi melukiskan kebimbangan rakyat dalam the revolutionary period of struggle for independence that menghadapi hidup. Di tengah persoalan (awan this work conveys. yang berarak) menyelimuti langit dengan mendung yang rapat, dibingungkan pula dengan jalan yang Likely, this painting was collected by President Sukarno bersimpang. Para penduduk kebingungan tak tentu during his visit to the studio of Seniman Indonesia Muda arah, ada yang berjalan ke sana kemari seolah-olah (SIM/Indonesian Young Artists), which was situated at tanpa kendali dan pemimpin. Ke mana mereka harus Bangiredjo Taman No. 20 Yogyakarta, on 1st February 1955. pergi? Inilah kisah sekitar masa revolusi perjuangan This work is included in the book of President Sukarno’s kemerdekaan yang terlintas dalam karya ini. collection.

Kemungkinan lukisan ini dikoleksi oleh Presiden Sukarno pada saat kunjungan Sukarno ke sanggar Seniman Indonesia Muda (SIM) yang saat itu bertempat di Bangiredjo Taman No. 20 Yogyakarta, pada 1 Februari 1955. Karya ini lalu menjadi salah satu bagian dalam buku koleksi Presiden Sukarno.

This painting is visually hyperbolic, with the sky being dramatized in such a way, a gloomy atmosphere of night, 41

40 giving the impression of depth to the hectic atmosphere 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

HARIJADI SUMADIDJAJA

Biografi II di Malioboro 180 x 200 cm, 1949, cat minyak di kanvas oil on canvas

Bagi siapapun Malioboro adalah “surga kisah” dengan berbagai ragam pakaiannya, segala suku di Yogyakarta. Lukisan karya Harijadi ini Indonesia terwakili di sana, sehingga Yogyakarta mengetengahkan kisah romantik yang merangkul menjadi cermin nasional dalam segala hal. identitas ke-Jawa-an yang kental dan ide mengenai perjuangan hidup manusia Indonesia yang For anyone Malioboro is a “heaven of stories” in serasa terus berputar, dari perjuangan hingga Yogyakarta. This Harijadi’s painting explores the romantic kemerdekaan, dari keheningan sampai keriuhan. story that embraces the strong Javanese identity and the idea about Indonesian people’s life struggle from the time

Kehidupan masyarakat yang miskin berpadu dengan before and after independence, from the silence to hubbub. si kaya, antara hidup dan mati menjadi simfoni yang The picture of the lives of poor communities and the rich terlukis indah. Jalan ternama ini, awalnya dilewati in between of life and death is a beautifully-illustrated oleh masyarakat yang hendak ke Kraton atau symphony. This famous street formerly was simply a road kompleks kawasan Indis pertama di Yogyakarta, through which people went to Kraton (the Sultanate seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil Palace), the first complex of Indies in Yogyakarta such as (kawasan di sebelah ), Loji Kebon Loji Besar (Vredeburg Fort), Loji Kecil (the area next to (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung) and Loji Setan Kini Malioboro yang terimbas zaman semakin (now the building of Local House of Representatives). menumpuk ribuan kisah. Malioboro dan para Now Malioboro has accumulated thousands of stories. presiden di Gedung Agung ini adalah bagian dari Malioboro and the presidents at the Gedung Agung are kisah hidup kota Gudeg ini. parts of the life story of this city.

Lukisan yang bergaya surealistik ini cukup This surrealistic painting got enough attention from President mendapat perhatian Presiden Sukarno. Yogyakarta, Sukarno. Yogyakarta, when the painting was made, was a “small pada saat lukisan ini dikerjakan, merupakan Indonesia”. Although it only lasted for 4 years as the capital Sukarno bersama para “Indonesia kecil”. Meskipun hanya berdurasi 4 of the republic, it had many stories worth noting. Malioboro ibu dilatari lukisan tahunan sebagai ibu kota republik, banyak kisah Street at day and night was crowded by people, especially Biografi II di Malioboro. yang telah terjadi dan signifikan untuk dicatat. the members of the army in a wide range of clothes. All the Sukarno with the ladies Seluruh kota, terutama jalan Malioboro siang ethnicities of Indonesia were represented there. Therefore,

with Biografi II di 43

42 malam ramai manusia, terutama anggota laskar Yogyakarta was the national mirror in every respect. Malioboro painting. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

HENK NGANTUNG Memanah 153 x 153 cm, 1943, cat minyak di triplek, reproduksi orisinal oleh Haris Purnomo, atas inisiatif Istana Kepresidenan Republik Indonesia Oil on plywood, reproduction of the original was made by Haris Purnomo, under initiative of Presidential Palace

Lukisan Memanah Henk Ngantung secara mendayagunakan lukisan ini sebagai materi visual kebetulan dipakai sebagai latar belakang kaya makna. pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Menariknya secara formal mengonsep Henk Ngantung’s painting Memanah coincidently was lukisan ini sebagai latar belakang acara konferensi used as the background of the proclamation of the pers perdana bagi bangsa yang baru merdeka. independence of Indonesia. Interestingly this painting Sukarno sendiri yang menemukan lukisan ini. was formally used as the background of the first press Pertama kali melihat lukisan ini pada 1944, conference for the newly independent nation. Sukarno tepatnya pada pameran yang diadakan Keimin himself found this painting. He saw it for the first time at the exhibition held Keimin Bunka Sidhoso, Jakarta in 1944. Bunka Sidhoso, Jakarta.

“This is a good painting. It is a symbol of the Indonesia “Lukisan bagus. Ini sebuah simbol bangsa Indonesia that keep moving forward. Paulatim longius itur! “Said yang terus, terus, dan terus bergerak maju. Paulatim Sukarno. After the exhibition was over, Sukarno secretly longius itur!” kata Sukarno. Begitu pameran usai, came to Henk’s studio. “I want to buy the painting,” said Sukarno diam-diam bertandang ke studio Henk. Sukarno. “For Sukarno I can give the painting as a present, “Aku ingin membeli lukisan itu,” kata Sukarno. but I also need money,” said Henk. Henk said also that the “Untuk Sukarno saya dapat hadiahkan lukisan painting was not finished yet. The arm part was not yet itu, tapi saya juga perlu uang,” ujar Henk. Henk perfect. Henk said that there should be a model to finish. mengatakan pula bahwa lukisan itu belum selesai. At that time he did not have any model. Ada bagian lengan yang belum sempurna. Henk “I will be the model,” Sukarno shouted. mengatakan bahwa untuk menyelesaikan harus ada

model. Saat ini ia sedang tidak ada model. Henk was stunned and unable to refuse. So, immediately he painted to finish it. Approximately within half an hour “Aku, Sukarno akan jadi model,” seru Sukarno. the process of repairing the arm was over. Soon after the Lukisan Memanah sebagai latar Henk terperangah dan tak bisa menolak. Saat itu painting was put in the car and Sukarno brought it to his belakang konferensi pers perdana pula dilukisnya. Dalam waktu sekitar setengah jam house at Pegangsaan Timur 56, Jakarta. He made use of it pasca Proklamasi Kemerdekaan RI proses memperbaiki lengan pun usai. Lantas lukisan as a very meaningful visual material. The painting Memanah as the background itu masuk mobil, bergegas dibawa Sukarno menuju

of first press conference after the 45

44 rumahnya, di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Sukarno proclamation of the Republic of Indonesia. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

KARTONO YUDHOKUSUMO

Pertempuran di Pengok 180 x 130 cm, 1949, cat minyak di kanvas oil on canvas

Yogyakarta adalah kota yang telah berkembang Yogyakarta is a city that has grown since 1756. sejak 1756. Dalam perjalanannya, Yogyakarta telah Throughout the time it has faced challenges and menghadapi tantangan zaman sekaligus harus tetap must keep preserving its identity that is rooted in menghidupkan jati diri yang berakar dari tradisi klasik the classical tradition of . Of the events can be Jawa. Dari berbagai kejadian ini, dapat disarikan extracted its cultural wisdom and development to kearifan budaya dan perkembangan untuk dijadikan serve as the footholds in determining the step ahead. pijakan dalam menentukan langkah ke depan. Sejarah Historically Yogyakarta was very important during the Yogya pada era menuju Indonesia merdeka adalah struggle for the independence of Indonesia. In time of war it became the city of revolution. salah satu di antaranya. Situasi perang mewujudkan Yogyakarta juga sebagai kota revolusi. Kartono Yudhokusumo was a member of Young Indonesian Artists (SIM). He was skilled in utilizing Kartono Yudhokusumo adalah salah satu anggota modern decorative style (ornamentation) in his paintings Seniman Indonesia Muda (SIM) yang piawai dalam themed Indonesian independence revolution. So, it is not memanfaatkan gaya dekoratif (ornamentasi) wrong if Kartono is dubbed as the “Father of Indonesian modern dalam lukisannya yang bertema revolusi Modern Decorative Art”. His painting title Pertempuran kemerdekaan Indonesia. Tak salah bila Kartono di Pengok is a description about the actuality of war dijuluki sebagai “Bapak Seni Lukis Dekoratif that he documented in Kampung Pengok in Yogyakarta. Modern Indonesia”. Lukisan Pertempuran di Pengok This painting was purchased by Sukarno along with merupakan deskripsi tentang realitas perang yang Kartono’s painting titled Rekreasi di Dieng, which are dicatatnya di Kampung Pengok Yogyakarta. Lukisan now displayed on the palace’s walls. ini dibeli oleh Sukarno bersama dengan lukisan Kartono lainnya yang berjudul Rekreasi di Dieng yang kini didisplai di dinding istana. 47 46 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

RADEN SALEH Penangkapan Pangeran Diponegoro 112 x179 cm, 1857, cat minyak di kanvas oil on canvas

Ia merupakan pelukis kenamaan dunia yang berasal dari Jawa. Ia lahir di Semarang 1811 dan meninggal di Bogor 1880. Hidupnya dihabiskan di Eropa dan Jawa. Ia dianggap pelopor seni rupa modern Indonesia. Dengan kepiawannya, ia melukis berbagai tema, di antaranya adalah lukisan sejarah Pangeran Diponegoro atau peristiwa perang Jawa, yang terjadi pada tahun 1825-1830.

Lukisan ini terinspirasi oleh lukisan pelukis Belanda bernama Nicholaas Pienemaan bertajuk Penyerahan Diri Dipo Negoro kepada Letnan Jenderal H.M. de Kock, 28 Maret 1930, yang Mengakhiri Perang Jawa. Berbeda dengan Pienemaan, lukisan ini lebih bernada nasionalisme ala Jawa sekaligus memberi gambaran tentang dramatisasi hidup sang pangeran di depan tentara penjajah. Hal ini terlihat pada judul dan sikap figur Diponegoro yang ada pada lukisan Raden Saleh.

Lukisan ini dikerjakan Raden Saleh di Belanda dan diserahkan pada Ratu Belanda. Lukisan ini mengecam sikap penjajahan di Jawa dan menuntut agar Belanda mengembalikan martabat orang Jawa. Karena itu, Raden Saleh juga menggambar dirinya dalam lukisan, sebagai seorang saksi penangkapan yang penuh kecurangan tersebut. 49 48 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Lukisan ini oleh Pemerintah Belanda diberikan S. SUDJOJONO kepada Pemerintah Indonesia pada 1978, bersamaan dengan peristiwa kembalinya sejumlah artefak Di Depan Kelambu Terbuka 89 x 66 cm, 1939, warisan budaya lainnya. Sejak itu hingga kini, karya cat minyak di kanvas Raden Saleh ini menjadi bagian penting di Istana oil on canvas Kepresidenan Republik Indonesia.

Lukisan ini memberi warna yang mewakili zaman, He was a world-famous painter from Java. He was berada di antara masa menjelang perubahan politik, born in Semarang in 1811 and died in Bogor in 1880. dari penjajahan Belanda ke penjajahan Jepang; He spent his life in Europe and Java. He is considered sebuah masa yang tak menentu. Sejarawan Claire the pioneer of modern art in Indonesia. With stunning Holt mengungkapkan bahwa lukisan ini dalam talent, he painted a variety of themes, including the konteks tema maupun ekspresi benar-benar tak history of Prince Diponegoro or Java war, which occurred ada yang mendahuluinya dalam kancah seni lukis in 1825-1830. Indonesia. Ini merupakan gambaran kehidupan

This painting was inspired by the painting titled The perempuan kelas bawah di Indonesia yang dicatat Submission of Prince Diponegoro to General De dengan kuat dan intim. Kock by a Dutch painter, Nicholaas Pienemaan. The actual event of the submission was on 28 March 1830. It Perempuan yang duduk di atas ranjang dengan finally ended the Java War. Unlike the Pienemaan’s, Raden kelambu yang terbuka dikisahkan adalah seorang Saleh’s painting suggests Javanese-style nationalism as bernama Adhesi. Sudjojono mengatakan bahwa well as describes the dramatization of the Prince’s life dia adalah pelacur di wilayah Pasar Senen, Jakarta before the colonialists. It can be seen from the title and yang dicoba untuk dientaskannya. Sudjojono gesture of the prince. sempat hidup berdua selama beberapa waktu, meskipun akhirnya Adhesi kembali lagi ke dunia Raden Saleh made this painting in the Netherlands yang dijalani sebelumnya. and he gave it to the Queen of the Netherlands. This painting condemned the occupation of Java and Antara 1940–1947 karya ini dibeli oleh Presiden demanded the Dutch to restore the dignity of Javanese Sukarno. Suasana Yogya pada 1948 ketika people. Therefore, Raden Saleh also drew himself in the Nicholaas Pienemaan, Penyerahan mulai munculnya agresi militer di Yogya—yang painting as a witness of the arrest that was actually a Diri Dipo Negoro kepada Letnan menyebabkan banyak lukisan Sudjojono raib atau fraud. The Dutch government granted the painting to the Jenderal H.M. de Kock, 28 Maret 1930, hancur—mendukung tesis bahwa Di Depan Kelambu Indonesian government in 1978, along with the return yang Mengakhiri Perang Jawa. Terbuka sudah ada di tangan Sukarno pada tahun- of a number of other artifacts of cultural heritage. Since Nicholaas Pienemaan, The Submission tahun tersebut. then the painting has been an important part in the of Dipo Negoro to General De Kock, 28

Presidential Palace of the Republic of Indonesia. March 1930, which ended Java War. 51 50 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

This painting gave the colors that represented the time, a period between political change from the Dutch colonial rule to Japanese occupation. It was an uncertain era. Historian Claire Holt said that in the context of theme and expression there were no other painting preceding it in the arena of Indonesian painting. It is a picture of the lives of lower-class women in Indonesia that has been recorded in a strong and intimate way.

The woman sitting on a bed with an open mosquito net was called Adhesi. Sudjojono said that she was a prostitute in Pasar Senen, Jakarta, whom he tried to free from prostitution. Sudjojono had lived with her for some times before eventually she went back again to the world she had lived previously.

Between the years of 1940-1947 this work was bought by President Sukarno. The ambiance of Yogyakarta in 1948 when the Dutch began its military aggression in Yogya, in which a lot of Sudjojono’s paintings were lost or destroyed, supported the thesis that the painting Di Depan Kelambu Terbuka was already in the hands of Sukarno during those years.

Pada 1947 lukisan tersohor karya Sudjojono yang S. SUDJOJONO bertajuk Kawan-Kawan Revolusi lahir. Lukisan ini Kawan-kawan Revolusi dikerjakan atas tantangan yang diberikan oleh 95 x 149 cm, 1947, kritikus seni, Trisno Sumardjo, sebagai pembuktian cat minyak di kanvas kemampuan teknis melukis realisnya yang dianggap oil on canvas lambat. Lukisan ini diselesaikan dalam satu waktu atau kurang dari satu hari. Sudjojono melukisnya ketika ia sedang berada di sanggar Seniman

Indonesia Muda (SIM) wilayah Solo. 53 52 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Menurut istri pertama Sudjojono, Mia Bustam, According Sudjojono’s first wife, Mia Bustam, the painting lukisan ini dilatari oleh sikap heroiknya seorang was backed by the heroic attitude of a warrior named pejuang bernama Bung Dullah (bukan pelukis Bung Dullah (not the painter Dullah). Bung Dullah was Dullah). Bung Dullah dikisahkan berhasil told to have successfully destroyed four Dutch tanks with a mengebom empat tank serdadu Belanda dengan bomb strapped around his waist. The face of Bung Dullah sejumlah bom yang diikatkan di pinggangnya. Bung then was inserted in this painting among other 19 faces. Dullah lalu diselipkan dalam lukisan ini di antara Tedja Bayu, his first child was also put in the painting. The 19 wajah yang lain. Dalam lukisan ini di antaranya rest belonged to Mayor Sugiri, Basuki Resobowo, Soerono, Trisno Sumardjo, Ramli, Suromo, Bung Dullah, Nindyo, ada wajah anak pertamanya yakni Tedja Bayu, lalu Kasno, Oesman Effendi, Soedibio, Yudhokusumo, and Mayor Sugiri, Basuki Resobowo, Soerono, Trisno Kartono Yudhokusumo. Sumardjo, Ramli, Suromo, Bung Dullah, Nindyo, Kasno, Oesman Effendi, Soedibio, Yudhokusumo, This painting was then bought by Sukarno and installed dan Kartono Yudhokusumo. at the State Palace in Jakarta. The purchase of this work was made at the SIM’s painting exhibition, which was Lukisan ini lalu dibeli oleh Sukarno dan dipasang di organized by the Bureau of Struggle in Yogyakarta on 25 Jakarta. Pembelian karya ini dilakukan May 1947. At a time when the palace was visited by state pada saat pameran lukisan SIM yang diselenggarakan guests, to be exact, the Locomotive football team from oleh Biro Perjuangan di Yogyakarta pada 25 Mei 1947. the Soviet Union, Sukarno explained the struggle Bung capung NICA, di wilayah Tjikampek. Ruangan Pada suatu saat ketika ada tamu negara, tepatnya Dullah to Bubukin, the team leader. After hearing the story, ini lalu digunakan sebagai markas para pejuang tim kesebelasan sepakbola Lokomotif dari Uni Sovyet S. SUDJOJONO Bubukin invited all his colleagues to stand in front of the kemerdekaan tepatnya sebagai Markas A.P.I yang datang, Sukarno menerangkan perjuangan Bung Markas Laskar di Bekas Gudang Beras Tjikampek, painting and had a moment of silence for Bung Dullah, the dipakai pada akhir 1945. Markas ini setidaknya 175 x 250 cm, 1964, Dullah pada Bubukin, pimpinan rombongan. Seusai humble hero. cat minyak di kanvas pernah dikunjungi oleh tokoh-tokoh pergerakan mendengar kisah tersebut, Bubukin mengajak oil on canvas kemerdekaan seperti Wikana, A.M. Hanafi, dan semua rekannya untuk berdiri di depan lukisan dan Chaerul Saleh. Kala itu, Sudjojono juga tinggal di mengheningkan cipta untuk Bung Dullah, pahlawan Sukarno di depan Tidak banyak hal yang diketahui mengenai sejarah tempat ini. yang sederhana itu. Kawan-Kawan Revolusi. akuisisi karya ini di istana. Jika ditelusuri dari tahun Foto: Henry Cartier pembuatan (dan selesainya lukisan ini), 1964, maka Lukisan ini merupakan “anak” yang lahir dari In 1947 Sudjojono’s famous painting titled Kawan-Kawan Bresson jelas bahwa lukisan ini tidak termasuk dalam buku sebuah gambar yang dibuat tahun 1945. Gambar Revolusi (Revolution Comrades) was produced. The Sukarno in front of Kawan- koleksi Presiden Sukarno. Karya ini kemungkinan dan lukisan ini secara visual berbeda, persamaannya painting was done on the challenge posed by the art critic, Kawan Revolusi. Photo: dibeli oleh Sukarno pada tahun yang sama ketika hanya pada langit-langit gudang. Gambar yang Trisno Sumardjo, to prove against the critic’s claim that his Henry Cartier Bresson lukisan ini diselesaikan. dibuat pada 1945 ini pernah dimuat di majalah technical ability to paint realist was sluggish. The painting Pepolit. Gambar ini lalu diberikan Sudjojono pada was finished less than one day. He painted it when he was in the studio of Indonesian Young Artists (SIM) in Solo. Lukisan ini menggambarkan suasana di sebuah A.M. Hanafi (yang kala itu ditunjuk sebagai Duta bekas gudang penggilingan padi yang seminggu Besar Cuba). Lukisan ini dikerjakan oleh Sudjojono 55

54 sebelumnya hancur karena dibom oleh kapal terbang menggunakan teknik realistik. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Not much is known about the history of the acquisition of this work at the palace. If traced from the year of the making (and the completion of this painting), 1964, it is clear that this painting is not included in the book of President Sukarno’s collection. This work probably was purchased by Sukarno in the same year as it was completed.

This painting depicts the atmosphere in a former rice mill warehouse in the region of Cikampek, which was destroyed a week earlier by bombs from NICA aircrafts. In the end of 1945 it was then used as the headquarters of the freedom fighters, to be exact, the A.P.I. The headquarters at least had been visited by leading figures of independence movement such as Wikana, A.M. Hanafi and Chairul Saleh. At that time Sudjojono also stayed at this place.

This painting is a “child” born from a drawing created in 1945. The drawing and the painting are visually different, the similarities are on the warehouse ceiling only. The drawing was published in Pepolit magazine. Sudjojono then gave it to A.M. Hanafi (who was then appointed as the Ambassador of Cuba). This painting was done by Sudjojono with realistic techniques.

Seperti yang dikisahkan oleh Mia Bustam, S. SUDJOJONO istri Sudjojono dalam bukunya berjudul Mengungsi Sudjojono & Aku (2006), lukisan ini bersumber Karya ini tidak diberi 104 x 144 cm, 1950 dari kejadian sesungguhnya, yakni pada cat minyak di kanvas judul, dilukis pada 1945 saat Agresi Militer II Belanda di Yogyakarta. oil on canvas There is no title for this Melihat kedatangan rombongan tentara painting, it was painted Belanda dan peristiwa pemboman lapangan in 1945. terbang Maguwo dan sekitarnya yang dilakukan Belanda, menyebabkan penduduk 57

56 mengungsi, menjauhi jalan Solo-Yogyakarta. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Sejumlah anggota keluarga dan kerabat Sudjojono As told by Mia Bustam, Sudjojono’s wife, in her book juga menyiapkan diri pindah. Pak Nrimo titled Sudjojono & I (2006), this painting was inspired menyiapkan pikulan. Mia menggendong anaknya, by a real event, namely the Dutch Military Aggression II Watu Gunung, yang masih kecil. Sudjojono in Yogyakarta. Seeing the arrival of the Dutch soldiers menggandeng anak pertamanya, Tedja Bayu. Nasti, and the bombing of Maguwo airfield and surroundings, putri mereka bersama sang nenek. Semua membawa people fled to evacuate themselves, staying off Solo- barang bawaan masing-masing, digendong, dipikul, Yogyakarta Street. dan dipanggul. Mereka menuju ke utara ke Desa A number of Sudjojono’s family members and relatives Tulung. Gambaran peristiwa keluarga inilah yang also prepared to move. Mr. Nrimo prepared a yoke. Mia menginspirasi kelahiran lukisan ini. held her child, Watu Gunung, who was still very small. Sudjojono took her first child, Tedja Bayu. Their daughter, Kemungkinan besar lukisan ini dibeli Sukarno Nasti was with her grandmother. Everybody carried their ketika ibu kota sudah kembali ke Jakarta. Sukarno stuffs. They headed north to Tulung Village. The picture bersama para pelukis, antara lain Sudjojono, of such experience inspired the birth of this painting. Affandi, Henk Ngantung, Sudarso, Trubus, Dullah kerap bertemu di Jakarta setelah 1950. Presiden Most likely this painting was purchased by Sukarno Sukarno kerap berbincang dan saling membantu when the capital was returned to Jakarta. Sukarno often Sekko, sebuah kata peninggalan Jepang di Indonesia kehidupan seniman dengan cara membeli karya- S. SUDJOJONO met painters such as Sudjojono, Affandi, Henk Ngantung, yang berarti “pengintai”. Karya ini dikerjakan di karya mereka. Sudarso, Trubus, and Dullah in Jakarta after 1950. Sekko (Perintis Gerilya) tengah situasi dan tantangan mempertahankan President Sukarno often talked with them and helped 173,5 x 194 cm, 1949 kemerdekaan bangsa Indonesia. Lukisan bergaya cat minyak di kanvas them by buying their works. realistik ini menggambarkan situasi Desa Kragan oil on canvas dekat , saat terjadi Agresi Militer II Yogyakarta. Peristiwa ini juga disebut sebagai Aksi Polisionil Belanda.

Sudjojono dalam peristiwa Agresi Militer II ini menjadi saksi penting dan melukiskan dengan sangat baik. Para gerilyawan di Desa Kragan berkesempatan memasang ranjau tarik, trekbom, untuk meledakkan jembatan kereta api di atas Sungai Opak, antara wilayah Bogem dan 59

58 Prambanan. Menjelang subuh jembatan hancur. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Sementara jejalanan di mana-mana penuh barikade After this occurrence, Sudjojono went back to his house dan berbagai bentuk hambatan yang sengaja to scavenge what he had left. Some of his paintings dipasang rakyat. Pohon-pohon besar ditebang, were destroyed, even leaving no trace. Sekko painting jalan-jalan diputus dengan lubang-lubang besar has become an important marker of the Dutch Military dan dalam. Bahkan batu-batu nisan dari kuburan Aggression, which was devastating. This work was desa diambil diletakkan di jalan-jalan agar truk-truk collected by President Sukarno following the painting Belanda tidak bisa masuk kota Yogyakarta. Kawan-kawan Revolusi (1947), precisely at a time when the capital was moved to Jakarta.

Pasca-peristiwa ini, Sudjojono kembali mengais rumah yang ditinggalkan mengungsi. Sejumlah lukisannya ternyata tak bersisa. Lukisan Sekko, menjadi penanda penting peristiwa Agresi Militer Belanda yang tak kenal ampun. Karya ini dikoleksi oleh Presiden Sukarno setelah lukisan Kawan- Sudjojono saat melukis Kawan Revolusi (1947), tepatnya di saat ibu kota Sekko di Yogyakarta telah pindah ke Jakarta. Sudjojono painting Sekko in Yogyakarta Sekko is a Japanese word that means “spy”. This work was made in the midst of the situation and challenges for Indonesia to keep the independence. This realistic style painting depicts the situation of Kragan village near Prambanan during the Military Aggression II in Yogyakarta. This event is also known as the Dutch police action. Pada 1946–1947, Presiden Sukarno mengundang SUDJONO para seniman datang ke Gedung Agung Yogyakarta. Sudjojono witnessed this Military Aggression II and ABDULLAH Secara khusus, mereka ditugaskan membuat lukisan described it very well. The guerrillas in the village of para pahlawan. Buktinya adalah sejumlah lukisan Kragan had opportunity to place bombs and land mines Diponegoro pahlawan dan beberapa foto mengenai penggunaan 102 x 82,5 cm, 1947, to blow up the railway bridge over Opak River between lukisan para pahlawan tersebut. Lukisan-lukisan cat minyak di kanvas Bogem and Prambanan. By dawn the bridge was pahlawan itu menjadi bagian dalam acara-acara oil on canvas destroyed. Meanwhile the streets were full of barricades formal di dalam istana selama Sukarno tinggal di and various forms of barriers that people had put. The Gedung Agung. Salah satunya adalah Potret Pangeran large trees were cut down. Roads were cut off with Diponegoro karya Sudjono Abdullah, kakak pelukis large and deep holes. Even gravestones from villages’s Basoeki Abdullah. cemeteries were put on the streets in order that the Dutch trucks could not enter the city of Yogyakarta. Meskipun lukisan ini difungsikan sebagai hiasan 61

60 dinding istana yang bersifat memori bangsa, rata- 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

rata lukisan potret dibuat dengan gaya realistik expressive style, although some others show strong details, dan dikerjakan sesuai gaya pribadi si pelukis. Oleh as seen especially in the Portrait of Prince Diponegoro, sebab itu, beberapa di antara potret pahlawan yang which is used as the background of state events. dibuat oleh mereka terkesan ekspresif, sekalipun karya lainnya dikerjakan dengan detail yang kuat, In this painting, Diponegoro is depicted wearing clerical terutama terpancar pada potret Potret Pangeran dress worn during the Java War, which consists of a turban, Diponegoro yang dipakai sebagai latar belakang koko shirt without a collar and a robe. A sheet hangs over acara kenegaraan. his right shoulder and his kris, Kanjeng Kyai Ageng Bondoyudo, is tucked on the floral waistband made of silk. His cheeks are slightly concave, accentuating high Dalam lukisan ini, Diponegoro dilukiskan cheekbones. This look was a result of malaria he had mengenakan pakaian ulama yang dikenakan suffered since wandering in the forests of Bagelen in selama Perang Jawa yang terdiri dari sorban, baju Central Java. koko tanpa kerah, dan jubah. Sehelai selempang tersampir di bahu kanan dan keris pusakanya, Kanjeng Kyai Ageng Bondoyudo terselip pada pinggang yang terbuat dari bahan sutera berbunga- bunga. Pipinya agak cekung menonjolkan tulang pipinya yang tinggi, merupakan akibat serangan malaria yang diderita sejak berkelana di hutan- hutan Bagelen, Jawa Tengah. Lukisan-lukisan Trubus ketika masih berusia TRUBUS belasan tahun sudah mendapat banyak sambutan In 1946-1947 President Sukarno invited artists to dari para pelukis seniornya. Terbukti pada tahun come to Yogyakarta Presidential Palace. In particular SUDARSONO 1946-1947 ia menjadi salah satu pelukis yang they were assigned to make paintings of Indonesian Lukisan Diponegoro menjadi bagian dalam kegiatan sehari-hari di Istana Potret R.A. Kartini diminta Sukarno untuk melukis potret pahlawan. heroes. Evidently, there are paintings of the heroes and 102 x 83 cm, 1946/7, Presiden Yogyakarta, 1946–1949. Lukisan potret Kartini yang kini ada di Istana photographs of activities related to the paintings. The The painting Diponegoro was part of daily cat minyak di kanvas paintings always became parts of formal events held Presiden Yogyakarta menjadi bukti otentik. Lukisan activities in the Yogyakarta Presidential Palace, oil on canvas in the palace during Sukarno’s stay. One of them was Kartini merupakan satu dari beberapa lukisan 1946–1949. the painting Portrait of Prince Diponegoro by Sudjono potret pahlawan yang ada dan dikerjakan pada saat Abdullah, big brother of painter Basoeki Abdullah. Sukarno tinggal di ibu kota RI saat itu, Yogyakarta.

Although the painting is used as a wall decoration in Dalam beberapa foto seremoni kenegaraan, the palace, serving as a reminder of the national pride, lukisan ini kerap muncul. Kartini dalam lukisan portrait paintings on the average are made in realistic ini menariknya bukan berlatar belakang dari mana style and done according to the personal style of each Kartini berasal, yakni Rembang. Latar belakang 63

62 artist. Therefore, some of hero portrait paintings have lukisan ini justru menggambarkan kehidupan di 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Alun-alun Utara Yogyakarta, tempat di mana In some photos of state ceremonies, the painting often Trubus belajar dan mengasah keterampilannya appears. Interestingly, in the painting, the background of berkesenian. Kartini is not the city of Rembang, where she came from, but the North Square of Yogyakarta, where Trubus learned Patut untuk diketahui, bahwa Trubus merupakan and honed his skills in art. salah satu pelukis yang sangat dekat dengan Presiden Sukarno. Hal ini bisa dibuktikan dengan It is worth noting that Trubus is one of painters who were hubungan keduanya di saat turut membantu very close to President Sukarno. Their relationship at the time helped Sukarno plan the Welcome Monument at dalam perencanaan pembangunan Monumen the roundure of Hotel Indonesia, Jakarta. Then Trubus Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, was also asked to make a series of sculptures that Jakarta. Kemudian Trubus juga diminta untuk adorn the Bogor Palace, among the most famous is the membuat sejumlah patung yang menghiasi Istana sculpture entitled Si Denok (1957). Bogor, di antaranya yang paling terkenal adalah patung berjudul Si Denok (1957).

Trubus’ paintings, which were made when he was still a teenager, got positive reception from senior painters. Evidently in 1946-1947 he became one of painters whom Sukarno asked to paint portraits of heroes. The painting of Kartini is now in the Yogyakarta GAMBIRANOM SUHARDI Presidential Palace becomes authentic evidence. It Potret Jenderal Sudirman is one of several hero portrait paintings that were 164 x 122 cm, 1956, made when Sukarno lived in the capital of Indonesia, cat minyak di tripleks Yogyakarta. Trubus Sudarsono, 1961 oil on plywood

Perkenalan antara Presiden Sukarno dan pelukis saat pembuatan elemen estetik di Hotel Indonesia Gambiranom kemungkinan besar terjadi pada pada 1961. masa menjelang kemerdekaan. Perupa kelahiran Delanggu-Klaten ini sebelum belajar di ASRI Lukisan Potret Jenderal Sudirman merupakan hasil Yogyakarta menjadi anggota Tentara Pelajar Brigade rekaan yang dilakukan Gambiranom, dengan ke-16 Yogyakarta. Inilah alasan mengapa ia sangat menambahkan suasana perang sebagai latar berhasrat dalam menggambar sang jenderal. belakang. Gunung dan bukit, tempat persembunyian 65

64 Hubungan Gambiranom dan Sukarno berlanjut pada Sudirman dilukiskan secara indah. Nun jauh 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

di belakang, api dan asap yang menyiratkan peperangan terus-menerus berlangsung. Lukisan yang dibuat dengan gaya realistik ini mencerminkan kecintaan sang pelukis terhadap tokoh yang dihormatinya.

The meeting of President Sukarno and painter Gambiranom likely occurred by the time of the Independence Day. The artist who was born in Delanggu-Klaten before studying at ASRI Yogyakarta was a member of the 16th Brigade of Yogyakarta Student Army. This was the reason why he was so eager to draw the general. Gambiranom’s relationship with Sukarno continued during the making of aesthetic element for Hotel Indonesia in 1961.

The painting Portrait of General Sudirman is the result of Gambiranom’s innovation by adding the atmosphere of war as the background. The mountains and hills as his hiding places are beautifully illustrated. Far in the background, fire and smoke imply the on-going war. The painting created with realistic style reflects the artist’s love of the figure he respected.

SURONO Ketoprak pertunjukkan teater tradisional Jawa, Ketoprak. 122 x 82,5 cm, 1950 Meskipun dilukiskan pada malam hari, Surono cat minyak di kanvas tidak meninggalkan kesan “pemandangan alam”, oil on canvas yakni dengan melukis beberapa pohon di belakang Surono adalah pelukis yang mampu menerjemahkan panggung. Tidak pula ia lupa, humor dalam lukisan Sukarno bersama Gambiranom (kanan) di makna ke-indonesiaan dalam lukisan. Lukisan ini pun muncul, tepatnya pada sisi kiri bawah, agar Yogyakarta, 1961. Foto: Dokumentasi Mikke Susanto. Ketoprak berhasil menggambarkan suasana kita selalu waspada atas kejahatan (pencopetan). Sukarno with Gambiranom (right) at Yogyakarta, kegembiraan yang memadukan berbagai elemen Lukisan ini dibuat dengan komposisi yang terus 67

66 1961. Photo: Mikke Susanto’s Archive. khas Indonesia. Penduduk tengah menonton mengalir. Garis batas antara objek tembok pagar dan 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

bangunan (panggung), tampak seperti badan ular, Therefore, this painting is worth presenting as part of menyiratkan bahwa Surono adalah pelukis yang the celebration of freedom and independence (see the sangat memperhatikan dinamika ruang. Warna- red and white cloth displayed on the roof of the stage). warna khas yang beraroma coklat-kemerahan dengan Indonesia in the eye of Surono is a country that is rich “sinar” kuning dari panggung memperlihatkan in meaningful and diverse events. A painting about the kepiawaiannya menarik perhatian penonton agar anniversary of independence is not always associated with tertuju pada sisi tengah lukisan. the description of the war. Doesn’t Ketoprak also present drama and war between humans? IR. SUKARNO Tak salah bila lukisan ini perlu diketengahkan sebagai bagian dari perayaan kebebasan, yang Rini 50x70cm, 1958, diawali dari kemerdekaan (lihat kain merah putih cat minyak di kanvas yang dipampang di atap panggung). Indonesia oil on canvas di mata Surono adalah Indonesia yang kaya akan makna dan keragaman peristiwa. Lukisan peringatan kemerdekaan, tidak selalu terkait dengan deskripsi tentang perang. Bukankah ketoprak, juga Dullah, sebagai saksi atas lukisan ini, menuliskan Dullah, as the witness of the making of this painting, wrote mengetengahkan drama dan perang antar manusia? dalam buku koleksi lukisan Sukarno, kisah tentang about Rini in the book of Sukarno’s painting collection. Rini, sebagai berikut. Surono was a painter who was able to translate the meaning “Some time ago Bung Karno went to Bali for taking a rest. of being Indonesia in painting. His painting titled Ketoprak “Selang beberapa waktu jang lalu Bung Karno pergi Dullah, the painter of presidential palace, was brought effectively describes the atmosphere of an excitement that beristirahat di Bali. Dullah, pelukis Istana Presiden, with him. As usual Dullah in Bali tried to paint. However, combines various typical elements of Indonesia. People diadjaknya. Seperti biasa Dullah di Bali mentjoba he just made a sketch that was not yet significant, he went are watching Javanese traditional theater called ketoprak. membuat lukisan. Tetapi baru sadja dibuat garis- back to Jakarta, leaving the work unfinished. In November Although the painting setting is at night, it still has the 1958, Bung Karno went again to Bali and took a rest there garis tjenkorongan (sketch) yang belum berarti impression of “natural landscape” with some trees shown for ten days. Dullah did not join him. Surprisingly during telah ditinggalkannja kembali ke Jakarta dan tidak behind the stage. In addition, the humor aspect also appears the ten days Bung Karno painted to finish Dullah’s sketch. dikerdjakannya lagi. Pada bulan Nopember masuk in the painting, which is, on the lower left side. It is used to It turned to be a painting as shown on this page. Of Desember tahun 1958 Bung Karno kembali lagi ke warn people to be aware of a crime (pickpocketing). course, there were modifications and supplements to the Bali beristirahat selama sepuluh hari. Dullah tidak original sketch.” ikut. Tahu-tahu selama sepuluh hari di Bali Bung This painting is made with flowing composition. The karno melukis menjelesaikan sketchnya Dullah boundary line between the fence and building (the stage) looks like a snake body, implying that Surono was a hingga selesai menjadi sebuah lukisan seperti jang painter who was very attentive to the space dynamics. The tertjantum dalam halaman ini. Tentu sadja banjak typical colors of reddish-brown with yellow “light” of the dibuat perobahan-perobahan dan tambahan- stage show his talent in attracting the viewers’ attention tambahan dari sketch semula.” 69

68 to focus on the center of the painting. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Di tahun 1960, Lee Man Fong diminta untuk menjadi Pada tahun 1961, Man Fong ditunjuk oleh Sukarno LEE MAN FONG pelukis istana oleh Presiden Sukarno, menggantikan untuk mengerjakan elemen estetik di Hotel pelukis Dullah. Setelah dipertimbangkan secara Indonesia, Jakarta. Dalam proyek ini bukan saja Margasatwa dan Puspita Nusantara 49 x 162 cm, 1961, matang, akhirnya ia menyetujui dengan syarat Man Fong yang ditunjuk, beberapa pelukis lain juga tempera di kertas didampingi oleh asisten. Maka Man Fong akhirnya diminta mengerjakannya. Perupa yang diminta tempera on paper meminta Lim Wasim sebagai pendamping yang pula di antaranya adalah Henk Ngantung, Hendra bertugas setiap hari. Karenanya, Lee Man Fong Gunawan, Gambiranom, Harijadi, Sudjojono, Trubus, sendiri tidak setiap hari ke istana, baik untuk melukis Surono, Soetopo, G. Sidharta, Jan Mingkit, Sudarso,

maupun mengurus karya-karya koleksi. dan Edhi Sunarso. 71 70 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Dalam proyek ini Man Fong mengerjakan mural “said Agus Darmawan T., who since 2009 has become an berjudul Margasatwa dan Puspita Indonesia. Sehingga Expert of Artwork Collection of the Presidential Palace. karya yang tersaji ini merupakan “desain” mural. Karya ini kemudian menjadi koleksi Istana dan pernah In Agus’ note, there are three copies of the work: dimuat dalam Buku Koleksi versi Lee Man Fong no 35 the original master, master corrected master and jilid IV dan kini didisplai di Istana Cipanas. Karya ini the final work, which is now displayed in Foyer Bali merupakan lukisan yang bisa dianggap sebagai lukisan Room. The original master is now in the hands of art yang khas dan khusus. Meskipun Man Fong adalah collector Tossin Himawan and the corrected master is saved in the Presidential Palace. This work is an pelukis serba bisa, hanya sekali ini saja ia melukis archetypal and special painting. Although Man Fong is kehidupan laut secara detil dan sedemikian variatif. a versatile painter, only this time he painted marine life Inilah keunikan lukisan tersebut. meticulously and elaborately.

In 1960 Lee Man Fong was asked by President Sukarno to the palace painter in replacement of Dullah. Having considered it carefully, he finally agreed on condition that RUDOLF BONNET he was allowed to have an assistant. So, he asked Lim Penari-penari Bali sedang Berhias Wasim as his assistant, who worked daily. Therefore, Lee 105 x 150 cm, 1954, Man Fong did not go to the palace every day either to pastel di kertas paint or to take care of its painting collection. pastel on paper

In 1961 Man Fong was appointed by Sukarno to work on aesthetic elements of Hotel Indonesia, Jakarta. In this project Man Fong was not the only one appointed, there Bonnet tinggal di Bali sejak 1928. Sukarno sendiri Bonnet had lived in Bali since 1928. Sukarno himself were also some other painters. Man Fong did a mural mulai menyukai lukisan Bonnet sejak pameran started to like Bonnet’s paintings since his exhibition in Sukarno dan Lee Man Fong, 1955 titled Margasatwa and Puspita Indonesia. This work lukisannya di Jakarta tahun 1951, di mana ketika Jakarta in 1951, in which Sukarno ordered his paintings Sukarno and Lee Man Fong, 1955 then was included in the palace’s collection and once was itu pula Sukarno memesan lukisan-lukisan Bonnet Bonnet for the State Palace. Bonnet got more and more published in a Collection Book of Lee Man Fong version untuk Istana Negara. Bonnet semakin mengenal familiar with Sukarno because the first president of No. 35 vol. IV and now is displayed in . presiden pertama RI tersebut karena dia sering Indonesia often came to his studio and had conversation datang ke studio Bonnet dan berbincang dengannya. with him. According to author Ruud Spruit, Sukarno In the making of Margasastwa and Puspita Nusantara Menurut penulis Ruud Spruit, karya Bonnet yang collected 14 Bonnet’s works, one of which was Penari- penari Bali Sedang Berhias. In fact, the relationship of he was assisted by Lim Wasim, Siauw Swie Tjing and Lee dikoleksi Sukarno telah mencapai 14 karya, salah Indonesia and the Netherlands were not good at that time. Rern (son of Lee Man Fong.) Sukarno’s involvement was satunya adalah Penari-penari Bali sedang Berhias. Bonnet finally left Bali for Italy after refusing to paint a strong in the process. Once a week he came to see directly Padahal pada saat itu hubungan Indonesia–Belanda the working process. “As the key designer, Lee Man Fong portrait of Sukarno in 1957. juga sedang tidak dalam kondisi yang baik. Bonnet painted first on a paper as the master. It was then shown akhirnya meninggalkan Bali menuju ke Italia setelah to Sukarno who then could give any necessary correction, 73 72 menolak untuk melukis potret Sukarno pada 1957. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

menarik. Sejumlah puluhan karya dipajang secara DIEGO RIVERA acak dan rapat toh akhirnya dapat dinikmati dalam sanggar yang berdinding bambu. Dalam kesempatan Gadis Melayu dengan Bunga ini, Sukarno juga mengoleksi karya lukisan Hendra 120x175 cm, 1955, cat minyak di kanvas Gunawan yang berjudul Kerokan (1955). oil on canvas

Yogyakarta in 1955, one morning President Sukarno wanted Lukisan ini konon hasil rayuan maut Sukarno. Menurut to visit a number of art studios. After landing at the Maguwo cerita Guntur Sukarno, awalnya lukisan ini oleh airport of Yogyakarta, he went straight to Umbulhardjo area, Presiden Lopez (Meksiko) tidak akan diberikan kepada to be exact, to the studio of Pelukis Rakyat in Kampung siapapun, karena lukisan tersebut adalah lukisan yang Sentulredjo. In the visit he was accompanied by painter sangat langka dan bersejarah bagi bangsa dan rakyat Affandi, Sudarso and the chairman Hendra Gunawan. Meksiko, sehingga ada undang-undang khusus yang melindungi lukisan tadi. Dalam konstitusi tadi antara Sukarno was served with an exhibition of paintings. lain dicantumkan bahwa dalam keadaan apapun Although their showroom looked simple, their artistic lukisan tersebut tidak dibenarkan keluar wilayah negara passion as marked by the works being displayed were enough to give him the impression of their charm. Tens Meksiko. Jadi rupanya sebelum lukisan tadi menjadi HENDRA GUNAWAN of works that were randomly and densely displayed hadiah kenang-kenangan dari Presiden Meksiko, di eventually could be enjoyed in this bamboo-walled studio. belakang layar telah terjadi suatu proses “rayu-merayu” Kerokan On this occasion, Sukarno also took Hendra Gunawan’s tingkat tinggi antara Sukarno dan Lopez. 200 x 144 cm, 1955, cat minyak di kanvas painting titled Kerokan (1955) for his collection. Entah bagaimana caranya, Sukarno berhasil oil on canvas merayu dan mendesaknya. Akhirnya mereka “tekuk

Yogyakarta, 1955. Pagi itu Presiden Sukarno lutut”, alias meluluskan permintaan Sukarno berkeinginan mengunjungi sejumlah sanggar seni. untuk memboyong lukisan tersebut ke Indonesia. Setelah mendarat di Lapangan udara Maguwo Karena lukisan tadi sudah terlanjur dilindungi oleh Yogyakarta ia langsung menuju Umbulhardjo. konstitusi, maka terpaksalah Presiden Meksiko Tepatnya berkunjung ke sanggar Pelukis Rakyat di mengeluarkan lukisan tadi dari Meksiko. Kampung Sentulredjo. Dalam kunjungan ini Sukarno didampingi oleh pelukis Affandi, Sudarso, dan sang Pembantu Sukarno bagian lukisan, A.R. Gapoer Sukarno ketika mengunjungi sanggar ketua Pelukis Rakyat: Hendra Gunawan. mengatakan bahwa lukisan berjudul Women with Pelukis Rakyat 1 Februari 1955, tampak Flowers karya Diego Rivera—seniman nomor Hendra Gunawan dan karya Kerokan-nya wahid kelas dunia yang dimiliki Meksiko—adalah Sukarno mendapat sajian berupa pameran lukisan. (titik merah) yang dikoleksi Sukarno. pemberian presiden Meksiko. “Itu mahal sekali, Meskipun ruang pamer Pelukis Rakyat tampak Sukarno is visiting Pelukis Rakyat’s studio on 1 karena disertai dengan dekrit Presiden Meksiko untuk

sederhana, namun gairah seni dengan tanda hasil February 1955; Hendra Gunawan and his work 75

74 karya yang didisplai cukup memberi kesan yang Kerokan (red dot) collected by Sukarno mengeluarkannya dari negara itu,” kata Gapoer. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

It was told that the painting came to Indonesia because of Sukarno’s persuasion. According to Guntur Sukarno, MIGUEL at first President Lopez of Mexico would never give the painting to anyone because it was a rare and historical COVARRUBIAS painting for the nation and the people of Mexico. There Empat Gadis Bali dengan Sajen was a special law that protected the painting. In this 90 x 70 cm, 1933-1936, law it was stipulated that under any circumstances it cat minyak di kanvas was not justified to bring the painting out of Mexico. So, oil on canvas apparently before the painting was given to Sukarno as a keepsake present, behind the scene a process of Selama tiga tahun lamanya di pertengahan high-level “persuasion” had occurred between Sukarno dasawarsa 30-an, antropolog ini tinggal di Bali. and Lopez. Miguel Covarrubias namanya. Pelukis asal Meksiko ini selain seorang pelukis dan karikaturis, dia juga Somehow, Sukarno succeeded in persuading President menulis buku penting, berjudul Island of Bali (1937). Lopez. Eventually the Mexican granted Sukarno request Setelah terbit, buku ini memberikan kontribusi to bring the painting to Indonesia despite it was already wisata yang sangat besar terhadap Bali. Miguel protected by a special law. akhirnya kembali untuk tinggal di Mexico City di mana ia terus melukis, menggambar dan menulis. Sukarno’s assistant who managed the painting collection, Ia menggunakan perspektif mata burung dalam A.R. Gapoer, said that the painting titled Women with melihat kehidupan sosial dan budaya masyarakat Flowers by Diego Rivera - a world class artist ever owned Bali. Selama berkarya—menulis dan melukis— by Mexico -- was a gift from the president of Mexico. “It Covarrubias telah menghasilkan setidaknya ratusan is very expensive because the Mexican president had to gambar tentang Bali dan puluhan lukisan, di issue a decree to take the painting out of the country,” antaranya adalah lukisan Empat Gadis Bali ini. said Gapoer.

Bersama Walter Spies, dan sejumlah pelukis lainnya, Covarrubias dianggap sebagai “promotor wisata” utama Pulau Bali, melalui karya-karyanya. Kemungkinan besar lukisan ini dibeli oleh Sukarno di era 1950an melalui orang lain. Sayangnya dalam buku koleksi Presiden Sukarno, namanya tertulis “Couangrukias”, jadi kesempatan ini dapat dipakai sebagai ralat atas namanya. 77 76 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

For three years in the mid of the 1930s, Miguel Covarrubias, an anthropologist and painter, had lived WALTER SPIES in Bali. He came from Mexico. Besides paintings, he Kehidupan di di Abad ke-9 also made caricatures. He wrote an important book 65 x 80 cm, 1930, titled Island of Bali (1937). After its publication, this pastel di kertas book contributed greatly to tourism in Bali. He finally pastel on paper returned to live in Mexico City where he continued to Bersama Rudolf Bonnet, Walter Spies adalah perupa paint, illustrate and write. He used bird eye perspective in yang telah berjasa dalam pembentukan sejarah observing the social and cultural life of Balinese people. During his career he had produced at least hundreds of seni rupa modern Bali. Ia berperan mendirikan images of Bali and several dozens of paintings, including organisasi Pita Maha. Meskipun ia memiliki dasar- the painting Empat Gadis Bali. dasar pengetahuan seni dan kemampuan artistik ala modern/Barat, Spies mampu memvisualisasikan Through their works Migual Covarrubias together with gambaran masyarakat Nusantara dalam kondisi Walter Spies and a number of other painters were yang khas, namun berkarakter ketimuran. Ia considered as the main “travel promoters” for the island menerapkan unsur cahaya dalam lukisannya secara of Bali. Perhaps, Sukarno bought this painting in the berlebih, sehingga mampu menghidupkan karakter, 1950s through someone else. Unfortunately, in the book figur-figur, dan komposisi yang dibangunnya. of President Sukarno’s collection, his name is written “Couangrukias”. Therefore, this opportunity could be used Lukisan Kehidupan di Borobudur di Abad ke-9 to correct his name. ini diselesaikan pada Oktober 1930. Lukisan ini menjadi bagian saat Spies mendapat tugas sebagai pelukis yang membantu melengkapi citra atau gambar tentang kehidupan budaya di Jawa. Tepatnya bertugas sebagai mitra arkeolog ternama, W.F. Stutterheim. Kemungkinan besar lukisan ini di koleksi Sukarno pada petengahan dasawarsa 50-an.

Buku Island of Bali karya Covarrubias yang menggunakan lukisan koleksi Istana Presiden Republik Indonesia. Island of Bali, book by Covarrubias,

used painting collection of Republic 79

78 of Indonesia Presidential Palace. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Together with Rudolf Bonnet, Walter Spies was a painter that had made contribution to the shaping of the history of modern visual art in Bali. He founded an organization named Pita Maha. Holding the principles of artistic knowledge and capacity of modern/western art, he was still able to visualize the images of people of Indonesian archipelago in their typical condition and oriental character. He applied element of light in his paintings excessively in order to animate his characters, figures and compositions he built.

The painting Kehidupan di Borobudur di Abad ke-9 was completed in October 1930. It was included in the works he made by assignment as a painter to help picturing the cultural life of Java. To be exact, he was hired to serve as a partner of a renowned archaeologist, W.F. Stutterheim. Most likely this painting was collected by Sukarno in middle of the 1950s. IDA BAGUS MADE NADERA lagi ketika proses Nadera mengerjakan karya ini, Fadjar Menjingsing 188 x 300 cm, 1949, antropolog R. Goris sempat mengusulkan pada cat akrilik di kanvas penulis buku, P.L. Drongkers untuk memotretnya acrylic on canvas dan memasukkannya dalam buku yang dibaca oleh Sukarno. Ida Bagus Made Nadera adalah seorang Lukisan ini dikerjakan oleh Nadera semula untuk pelukis Bali yang banyak mengalami masa–masa dipakai sebagai perhiasan balairung pada kediaman sulit selama perang. Lukisan ini sarat interpretasi.

Potret Walter Spies saat tinggal resmi pembesar pangreh praja di Bali. Rupanya Fadjar Menjingsing bisa berarti waktu di saat , Bali. Foto: Tropen Museum Nadera berpikir lain. Lukisan ini lantas dihaturkan Sukarno lahir, maupun saat matahari akan segera

Walter Spies in Ubud, Bali. pada Presiden Sukarno. Lukisan ini kini menjadi terbit, seperti kemerdekaan Indonesia, yang akan 81

80 Photo: Tropen Museum penghuni Istana Presiden Yogyakarta. Menarik memulai hidup baru. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Nadera made this painting formerly for decorating the hall of the of a high rank officer in Bali. He apparently thought otherwise. It was then submitted to President Sukarno. Since then it has become the occupant of the Presidential Palace of Yogyakarta. More interestingly, anthropologist R. Goris suggested an author, P.L. Drongkers to take a picture of Nadera’s process of making this painting and to write it in a book for Sukarno to read. Ida Bagus Made Nadera was a Balinese painter who went through difficult time during the war. The painting can be interpreted differently. Fadjar Menjingsing could mean the time when Sukarno was born or when the sun is going to rise, implying the independence of Indonesia as point to start a new life.

Nama Srihadi Soedarsono dalam perkembangan seni Ida Bagus Made Nadera tengah melukis Fadjar SRIHADI rupa Indonesia dinilai penting. Srihadi Soedarsono Menjingsing, 1949 pernah menjadi bagian dari perjuangan fisik di Ida Bagus Made Nadera SOEDARSONO era 1947. Pada masa itu ia pernah bertemu dan while painting the Fadjar mendapat tanda tangan Presiden Sukarno yang Tara Menjingsing, 1949 140 x 140 cm, 1977, dibubuhkan pada karya gambarnya. Tepatnya pada cat minyak di kanvas saat berlangsungnya perjanjian Roem-Royen di oil on canvas Kaliurang Yogyakarta. Pelukis kelahiran Solo 1931 ini memilih belajar di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi dan di Ohio State University, Amerika, serta berhasil menjadi pelukis yang memiliki eksistensi luar biasa saat ini.

Lukisan Srihadi Soedarsono dikoleksi oleh Istana 83

82 Presiden di saat pemerintahan Presiden . 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Akuisisi lukisan ini dimediasi dan dipilih oleh Kusnadi yang kala itu menjabat sebagai staf Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, setelah 1978. Judul lukisan ini menggunakan nama putri pertama Srihadi Soedarsono bernama Tara. Tara belajar menari Bali sejak 1975-an pada Anak Agung Gde Mandera di Puri Kaleran, Peliatan, Bali. Pada 1977, Tara diwisuda dan pentas tari memerankan tokoh laki-laki, Jayaprana. Lukisan ini secara visual terinspirasi gaya Colorfield Painting yang berkembang di Eropa/Amerika. Lukisan ini pun pernah disajikan dalam pameran tunggal Srihadi Soedarsono di Taman Ismail Marzuki, 1978.

karya Mahjuddin tidak tertera dalam buku koleksi Srihadi Sudarsono in the development of art in Indonesia MAHJUDDIN Presiden Sukarno. is considered important. He was once part of a physical Pantai Karang Bolong struggle in 1947. At that time he met President Sukarno 135 x 291 cm, 1950, Akan tetapi kekuatan karyanya sangat penting and got his signature inscribed on one of his drawings. cat minyak di kanvas untuk dikaji. Lukisan-lukisan pemandangan pantai It happened when the Roem-van Roijen Agreement was as the staff of the Directorate General of Education and oil on canvas maupun samudera membuka tafsir yang terkait being held in Kaliurang, Yogyakarta. The painter who Culture of the Republic of Indonesia after 1978. This dengan masyarakat yang memiliki pikiran terbuka. was born in Solo in 1931 chose to study at the Fine Arts painting was named after the painter’s first daughter, Tara. Juga tafsir mengenai kawasan yang kaya akan Department in Bandung Institute of Technology and in She had learned Balinese dance since 1975 with Anak Mahjuddin adalah salah satu pelukis pemandangan sumber daya alam, berupa hewan dan tumbuhan Ohio State University, USA. He has managed to become a Agung Gde Mandera in Puri Kaleran, Peliatan, Bali. In 1977 laut yang sangat piawai. Goresan-goresannya amat laut. Juga mengenai laut sebagai kawasan terluas painter with a remarkable recognition today. she was graduated and performed a dance playing a male halus, mengikuti alur deburan buih dan air laut negeri adalah kekuatan utama. Kisah kepahlawanan Srihadi Sudarsono’s paintings were collected by the character, Jayaprana. This painting visually is inspired by yang dibuatnya. Kecintaan Mahjuddin terhadap Presidential Palace in the era of President Suharto’s Colorfield Painting style that at that time flourished in para pelaut Nusantara juga tak luput dalam administration. The acquisition and selection of this Europe/America. This painting had been presented in his laut sungguh luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan kisah-kisah di dalamnya. Dengan bentangan laut painting was mediated by Kusnadi who was then served solo exhibition at Taman Ismail Marzuki in 1978. hasratnya yang besar untuk melukis laut hingga yang tak terjangkau oleh mata manusia, ia ingin pada tataran visual tak sembarang pelukis bisa memberi tanda keindahan laut juga tak kalah melakukannya, baik pemandangan pantai maupun dengan keindahan gunung maupun kota. Lukisan- ombak di tengah samudera. Sejumlah karya-karya lukisan Mahjuddin menyadarkan kita semua tentang Mahjuddin yang bertema laut telah lama menjadi pentingnya laut (dunia maritim) bagi Indonesia. Ia 85

84 koleksi di istana, meskipun nama dan karya- pantas diangkat sebagai pelukis penting di Indonesia. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA

Mahjuddin was one of painters who had remarkable skill in painting marine scenery. His strokes were very delicate as seen in the images of the pounding of the foam and water he painted. His love of the sea was so incredible that he really showed his great desire to paint marine scenery up to the visual level that not just any painter could do it. He painted both beachside view and ocean waves. A number of Mahjuddin sea-themed paintings have long been collected in the presidential palace although his name and works are not listed in the book of President Sukarno’s collection.

It is very important to study the strength of his works. His paintings of beaches and oceans open interpretation and BIODATA PERUPA raise public awareness about the richness of marine resources with a variety of animals and plants, and the extent of marine region could be a major strength of this country. The stories of heroic sailors from the archipelago also are also addressed in his paintings. With the stretch of sea that is unattainable by human eye, he wanted to say that the seas are also as beautiful as the mountains and cities. Mahjuddin’s paintings bring us all about the importance of the sea (maritime) for Indonesia. He deserves to be appointed as an important painter in Indonesia. 87 86 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

AFFANDI dianggap bergaya Realisme. tube on canvas and his eccentric pamerannya mendapat perhatian DIEGO RIVERA DIEGO RIVERA Lahir di Cirebon, Jawa Barat 1907, Walaupun berdasarkan pada performance. His thought was tinggi. Tidak saja setiap pameran Guanajuato, Guanajuato State, Born in Guanajuato, Guanajuato meninggal di Yogyakarta, 1993 karya-karya tertentu ada pula always associated with the issue seringkali ludes terjual, namun 8 Desember 1886, meninggal di State, on 8 December 1886, died in Affandi adalah salah satu pelukis yang menyebutnya bergaya of social reality around him so that sekali waktu dalam pameran Mexico City, 25 November 1957 Mexico City on 25th November 1957 —05besar ternama yang dimiliki Ekspresionisme, karena sering his paintings are often considered tunggalnya orang harus antri Ia memiliki saudara kembar He had a twin brother named José Indonesia. Ia belajar melukis menggambarkan persoalan, having Realism Style. Although based dan bayar untuk menonton bernama José Carlos Rivera Carlos Rivera Barrientos, but at the secara otodidak, atau secara tidak kesulitan, kegundahan, kerumitan on certain other works, they have pamerannya. Ia adalah salah Barrientos, namun pada usia 1,5 age of 1.5 year-old his brother died. langsung ia belajar dari beberapa dan kesenjangan masalah di style of Expressionism because they satu pelukis yang sangat dekat tahun saudaranya meninggal. Di In 1892 the family moved to Mexico pelukis, di antaranya S. Sudjojono masyarakat secara kuat. often strongly describe problems, dengan Presiden Sukarno. tahun 1892 keluarganya pindah City. He studied painting at the dan S. Toetoer. Tahun 1938 difficulties, anxiety, complexity and ke Mexico City. Dia belajar National School of Fine Arts, Mexico mendirikan ”Kelompok Lima” di AFFANDI inequality in society. BASOEKI ABDULLAH melukis di National School of City. In 1907, Rivera received a grant Bandung. Pindah ke Yogyakarta ia Born in Cirebon, in 1907, Born in Solo in 1915 and died in Fine Arts, Mexico City. Pada to study in Europe and stayed there masuk organisasi SIM (Seniman died in Yogyakarta in 1993 Jakarta in 1993 tahun 1907 Rivera menerima until 1921. He first worked in the Indonesia Muda) 1946. Setahun Affandi was one of the greatest BASOEKI ABDULLAH Basoeki Abdullah was one of the hibah untuk belajar di Eropa dan studio of Eduardo Chicharro in Madrid berikutnya Affandi mendirikan painters Indonesia ever had. He Lahir di Solo, Jawa Tengah 1915, important painters in Indonesia. tinggal di sana sampai 1921. Dia and in 1909 settled in Paris. In 1930 Pelukis Rakyat bersama Hendra learned painting by himself and dan meninggal di Jakarta 1993 He studied at the Koninklijke pertama kali bekerja di studio Rivera went to the United States. In Gunawan. Kembali ke Jakarta indirectly from several painters such Basoeki Abdullah merupakan Academie van Beldende Kunsten Eduardo Chicharro di Madrid San Francisco he made a mural on pada 1948 ia bekerja sama as S. Sudjojono and S. Toetoer. In salah satu pelukis yang (Royal Academy of Visual Arts) in dan pada tahun 1909 menetap the Stock Exchange Luncheon Club dalam mengorganisasi sebuah 1938 he founded Kelompok Lima in penting di Indonesia. Ia The Hague, the Netherlands from di Paris. Pada tahun 1930 Rivera and the California School of Fine Arts. asosiasi yaitu GPI (Gabungan Bandung. After moving to Yogyakarta, belajar di Koninklijke Academie 1935 to 1937. He also took in a wide pergi ke Amerika Serikat. Di San Two years later he did an exhibition Pelukis Indonesia). Tahun 1949 he joined Seniman Indonesia Muda van Beldende Kunsten (Royal range of knowledge in France and Francisco dia membuat mural at the Museum of Modern Art (MoMA) Affandi mendapat beasiswa (Young Indonesian Artists) in 1946. Academy of Visual Arts) di Italy. He used to live in Bangkok, untuk Bursa Efek Luncheon in New York City. In 1951 a major dari pemerintah India. Di A year after he founded Pelukis Den Haag, Belanda tahun ThaiIand as a palace painter for Club dan California School of retrospective exhibition of Rivera’s 50 tahun 1954 mewakili Indonesia Rakyat with Hendra Gunawan. He 1935–1937. Ia juga belajar dan King Bhumibol Adulyadef in 1960- Fine Arts. Dua tahun kemudian years career was held at the Palace pada Bienial Internasional di came back to Jakarta in 1948 and menyerap berbagai pengetahuan 1978. Basoeki Abdullah’s ability ia telah pameran di Museum of Fine Arts. He was the husband of a Venesia. Lukisan-lukisannya worked for a painters’ association di Perancis dan Italia. Pernah that was above average made of Modern Art (MoMA) New renowned female painter, Frida Kahlo. khas, hampir setiap orang di named Gabungan Pelukis Indonesia tinggal di Bangkok, ThaiIand him well known. His proficiency in York City. Tahun 1951 sebuah Indonesia mengenalnya. Coretan (Association of Indonesian Painters). sebagai pelukis istana untuk Raja embellishing objects or subjects pameran retrospektif besar warna dari tube ke kanvas dan In 1949 he received scholarship Bhumibol Adulyadef, 1960–1978. made his exhibitions receive high selama 50 tahun karir Rivera DULLAH performanya yang menarik ketika from Indian Government. In 1954 Kemampuan Basoeki Abdullah di attention. His works were often sold digelar di Palace of Fine Arts. Ia Lahir di Solo September 1919, dan melukis, membuatnya ia selalu he represented Indonesia in an atas rata-rata membuat dirinya out and even once people had to adalah suami dari perempuan meninggal di Yogyakarta 1 Januari dikenang. Pemikirannya terkait international biennial in Venetia. dikenal oleh publik. Kelihaiannya queue and pay to watch his solo pelukis ternama, Frida Kahlo. 1996 dengan persoalan realitas sosial Most Indonesian people know his dalam memperindah objek exhibition. He was one of painters Masa muda Dullah diisi dengan yang ada di sekitarnya. Sehingga typical paintings. He was known atau subjek membuat Basoeki who were very close to President belajar secara non-formal 89

88 lukisan-lukisannya sering for his color strokes directly from menjadi pelukis yang pameran- Sukarno. pada R. Cokrodijoyo dan R. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Gunadi. Selain melukis, Dullah Gunadi. Before Japanese occupation, pada tahun 1950-1955. Pada Armed Force) and then became first tersebut, pelukis otodidak ini died in Yogyakarta on 3 June 1997 juga menulis sajak sebelum in addition to painting, he also wrote tahun 1955 Ia ikut serta dalam generation student of Indonesia Art memulai karier kepelukisannya Harijadi Sumadidjaja formerly pendudukan Jepang. Salah satu poems. One of the greatest services pameran Afro-Asia di Bandung Academy (ASRI) in 1950-1955. In sebagai pembuat poster film was a soldier who joined Tentara jasa terbesarnya bagi Indonesia for Indonesia was when he became dan kemudian pameran ”Koleksi 1955 he joined Asia-Africa Exhibition bioskop. Di tahun 1946 ia pun Pelajar (Student Armed Force) and adalah ketika aktivitasnya sebagai a painter for the presidential palace. Indonesia” di negara-negara Asia in Bandung and then exhibition of ke Yogyakarta dan bergabung was assigned in Java and Sumatera. pelukis istana. Tugas inilah yang He was instrumental in bringing dan Eropa pada tahun 1955-1956. “Indonesian Collection” in Asian dengan Seniman Masyarakat dan He was a self-taught painter. He mengantarkan istana menjadi the palace to “museum of art” until Gambiranom juga mengerjakan and European countries in 1955- SIM (Seniman Indonesia Muda). started his career as a painter from “museum” terbesar sampai saat today. His peak role as the palace mural dan diorama di gedung 1956. He made murals and diorama Pada tahun 1958 ia mendirikan making movie posters for cinema. In ini. Peran pentingnya sebagai painter was when he wrote the book pemerintah, hotel, monumen for government buildings, hotels, sanggar “Selabinangun”, tim 1946 he went to Yogyakarta to join pelukis istana, memuncak dengan about the collection of President dan museum. Karya-karya monument and museums. His works kerja pembuatan patung maupun Seniman Masyarakat dan Seniman selesainya tugas yang sangat Sukarno in 1956 (Edition 1 & II) and Gambiranom bergaya realis. were realist in style. Besides painting relief pesanan. Pada tahun 1965 Muda Indonesia. In 1958 he founded penting sebagai penyusun buku in 1961 (Edition III & IV), which was Selain sering menggambar tema the subjects of still life and portrait, ia mendapat kesempatan untuk Selabinangun studio, which took koleksi Presiden Sukarno pada published by the Government of the alam benda, dan potret, salah he also often painted themes around mengunjungi Mexico City guna order of making sculptures and relief. 1956 (edisi I & II) dan 1961 (edisi People’s Republic of China. He was satunya bertema pewayangan. stories narrated in traditional mempelajari teknik membuat In 1965 he got an opportunity to go III & IV) yang diterbitkan oleh an accomplished realist painter like Menariknya semua tokohnya shadow puppetry show. Interestingly mural dan museum. Ia juga to Mexico City to learn technique Pemerintah Republik Rakyat Cina. Basoeki Abdullah and Sudjojono. digambarkan dengan figur yang all the characters of the stories were menerima kerja penggarapan of making mural and museum. He Jasanya yang lain adalah pada His sensing ability and painting realistik. Sehingga tampak seperti painted realistically to appear as relief di Bandara Udara also took order of making relief kemampuan olah rasa dan teknik techniques were extraordinary. pertunjukkan orang. usually performed as wayang wong Kemayoran, Jakarta, serta di at Kemayoran Airport, Jakarta and melukisnya yang luar biasa. Dullah His works carrying themes of Goresan kuasnya sangat halus, ballet. His brush strokes were so Bandara Adisutjipto, Yogyakarta. Adisucipto Airport, Yogyakarta. The adalah pelukis realis ulung, selain nationalism, human figure, nature sehingga bila membuat kulit delicate that he could describe skin Karya-karya lukis Harijadi S. themes of his paintings are based Basoeki Abdullah dan Sudjojono. and scenery objects have supported atau wajah tampak sempurna, or face perfectly. It proved that he adalah karya yang berbasis on nationalism and daily life. His Karya-karya Dullah baik yang the ideas of Indonesia painting. seperti tokoh dewa atau manusia was very skillful in mixing colors for nasionalisme dan kehidupan realistic paintings are able to record bertema nasionalisme, figur He was the maestro of realism in ideal. Hal ini membuktikan shaping volume of body to appear sehari-hari. Lukisan-lukisan meticulously the ironies of human manusia, alam benda, maupun Indonesia. Gambiranom sangat piawai solid and well-built. Harijadi yang bercorak realistik life. They are comprehensive and lanskap turut mendukung gagasan mencampur warna membentuk ini mampu mencatat ironi-ironi sensational. In describing human seni lukis Indonesia yang kaya volume tubuh agar tampak berisi hidup manusia secara cermat, anatomy, he was equivalent with akan teknik. Ia adalah maestro GAMBIRANOM SUHARDI dan padat. HARIJADI SUMADIDJAJA penuh dengan detil dan memberi other renowned painters. aliran realisme di Indonesia. Lahir di Delanggu, Klaten 13 Mei Lahir di Ketawangredjo Kutoarjo sensasi tersendiri. Kemampuan 1928, meninggal di Yogyakarta, 15 GAMBIRANOM SUHARDI Jawa Tengah, 25 Juli 1919 dan mengerjakan anatomi sepadan DULLAH Maret 1984 Born in Delanggu, Klaten, 13th meninggal, Yogyakarta 3 Juni 1997 dengan para pelukis ternama HENDRA GUNAWAN Born in Solo in September 1919, Semasa perjuangan kemerdekaan, May 1928, died in Yogyakarta, 15th Harijadi Sumadidjaja semula lainnya. Lahir di Bandung 1918, meninggal and died in Yogyakarta on 1st Gambiranom menjadi anggota March 1984 adalah tentara yang ikut di Denpasar 1983 January 1996 Tentara Pelajar dan kemudian During the struggle for bergabung sebagai Tentara HARIJADI SUMADIDJAJA Ia adalah murid pelukis Wahdi Dullah filled his adolescence with menjadi salah satu mahasiswa independence, Gambiranom became Pelajar yang bertugas di Jawa Born in Ketawangredjo, Kutoarjo, Sumanta dan Affandi. Hendra 91

90 learning to Cokrodijoyo R. and R. angkatan pertama di ASRI, member of Tentara Pelajar (Student dan Sumatera. Selain pekerjaan Central Java in 25 Juli 1919 and banyak terlibat dalam kegiatan 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

organisasi, mulai dari Poesaka HENK NGANTUNG Hotel Indonesia, di mana air which in the middle had a fountain Caste. Then, he joined the Pita Maha mendapat pengaruh dari Sunda di Bandung 1940, pendiri Lahir di Bogor pada 1 Maret mancurnya bernama Henk named after him, Henk Ngatung group, in which he got influences Rosseau namun dikemas Sanggar Pelukis Rakyat di 1921, dan meninggal di Jakarta 12 Ngantung Fountain. Fountain. from Walter Spies and Rudolf Bonnet. dengan citra ke-indonesiaan, Yogyakarta 1947 dan LEKRA, Desember 1991 In 1988 he received Wija Kusuma dengan mengangkat tema-tema sebuah lembaga milik Partai Sejak kecil telah diboyong dan HENK NGANTUNG award from the local government of perjuangan dan kehidupan Komunis Indonesia tahun 1957. tumbuh di Tomohon, dekat Born in Bogor on 1 March 1921, IDA BAGUS MADE NADERA Gianyar and Dharma Kusuma award alam di Indonesia. Dalam masa Ia juga sempat mengajar di Manado, Utara. Pada and died in Jakarta on 12 December Lahir di Tegallinggah, Gianyar from the provincial government penjajahan Jepang, pada 1943 Akademi Seni Rupa Indonesia usia 13 tahun ia belajar pada E. 1991 1910, meninggal 1998 of Bali. His works are magical, Kartono memenangkan hadiah (ASRI) Yogyakarta tahun 50-an. Katoppo. Tidak mengherankan Since childhood he had moved to Ida Bagus Made Nadera belajar expressive and surrealistic. utama dalam pameran lukisan Di tahun 1978 pindah ke Bali bila pada usia 14 telah Tomohon, a town close to Manado, melukis ketika di sekolah dasar yang diselenggarakan pusat hingga akhir hayatnya. Kini menggelar pameran tunggal di North Sulawesi. He grew there. pemerintah kolonial Belanda, kebudayaan Poesat Tenaga lukisan-lukisannya menjadi Manado. Pada 1937 Henk pindah At the age of 13 he learned from tetapi sesungguhnya bakat KARTONO YUDHOKUSUMO Rakjat (POETERA). Sesudah incaran para kolektor seluruh ke Bandung dan belajar melukis E. Katoppo. It was not surprising melukisnya diperoleh dari Lahir di Lubuk Pakam, Sumatera kemerdekaan, Kartono pindah ke dunia. pada pelukis Austria, Prof. that at 14 he had made his solo keluarganya yang berkasta 18 Desember 1924, meninggal di Yogyakarta dan pada 1946 aktif Rudolf Wenghart dan Prof. Wolf exhibition in Manado. In 1937 he Brahmana. Kemudian ia menjadi Bandung 11 Juli 1957 di kelompok Seniman Indonesia HENDRA GUNAWAN Schoemaker. Pada 1940 Henk moved to Bandung and there he anggota kelompok Pita Maha, Kartono semasa kecil pindah Muda (SIM). Tahun 1951 pindah Born in Bandung in 1918, died in pindah ke Batavia dan bergabung learned painting from Austrian di mana melalui kelompok ini ke Jakarta dan pertama kali ke Bandung dan mendirikan Denpasar in 1983 dalam Bataviasche Bond van painters, Prof. Rudolf Wenghart ia mendapatkan pengaruh dari dibimbing melukis oleh ayahnya. Studio Seni Sanggar Seniman. He was student of Wahdi Sumanta Kunstkringen (Batavia Association and Prof. Wolf Schoemaker. In 1940 Walter Spies dan Rudolf Bonnet. Pada masa selanjutnya ia juga and Affandi. He participated in of Art Circle) dan pada masa he moved to Batavia (present-day Pada 1988 Nadera memperoleh belajar dari perupa-perupa KARTONO YUDHOKUSUMO many organizations such as Poesaka pendudukan Jepang aktif di Jakarta) and joined Bataviasche penghargaan Wija Kusuma dari terkenal, baik dari Jepang Born in Lubuk Pakam, Sumatera Sunda in Bandung (1940), Sanggar Keimin Bunka Shidōsho. Pada Bond van Kunstkringen (Batavia Pemerintah Daerah Gianyar dan maupun Belanda: Chiyoji Yazaki 18th December 1924, died in Pelukis Rakyat in Yogyakarta (as one dasawarsa 50-60-an peran Henk Association of Art Circle) and during penghargaan Dharma Kusuma tahun 1934, Charles Sayers Bandung 11th July 1957 of the founder, 1947), and Lembaga Ngantung sebagai pelukis juga the Japanese Occupation he was dari Pemerintah Propinsi Bali. tahun 1935, Willem Bosschaert Kartono moved to Jakarta as a child. Kebudayaan Rakyat (LEKRA), an terkait dengan Lekra (Lembaga active in Keimin Bunka Shidosho. Karya-karya Nadera magistik, tahun 1936, Ernest Dezentjé He learned painting for the first time organization associated with Kebudayaan Rakyat). Ia secara In the 1950s his role as a painter ekspresif dan surealistik. tahun 1937, Bernhard Rutgers with his father. Then he learned from the Indonesian Communist Party giat mendukung berbagai was linked to Lekra (People’s tahun 1938 dan T. Akatsuka famous artists, both from Japan and (1957). He once became lecturer at pergerakan budaya dan politik, Cultural Institution). He was active IDA BAGUS MADE NADERA tahun 1942. Melalui perupa- the Netherlands: Chiyoji Yazaki in Indonesian Art Academy (ASRI) in sehingga pada tahun 1962-64 in supporting cultural and political Born in Tegallinggah, Gianyar in perupa ini, ia mengenal karya 1934, Charles Sayers in 1935, Willem Yogyakarta in the 1950s. In 1978 he ia diangkat sebagai birokrat: movements. As a result, he was 1910, died in 1998 perupa terkenal Perancis, Bosschaert in 1936, Earnest Dezentjé moved to Bali and lived there until wakil Gubernur dan pejabat appointed by President Sukarno Ida Bagus Made Nadera learned Henri Rousseau (pelukis dan in 1937, Benhard Rutgers in 1938 his death. Now his paintings are Gubernur Jakarta, oleh Presiden as a bureaucrat in 1962-64. He painting when he attended a Dutch tokoh aliran Naivisme) yang and T. Akatsuka in 1942. Through wanted by art collectors from across Sukarno. Ia turut menggagas participated in erecting the Selamat elementary school. In fact, his talent kemudian sangat memengaruhi these artists he knew the works the world. pendirian patung Selamat Datang Datang sculpture and constructing of painting came from his family, karya-karyanya. Tampak of famous French painter, Henri 93

92 serta membangun bundaran the roundure of Hotel Indonesia, which belonged to the Brahmin sekali nilai-nilai dekoratifnya Rousseau (a prominent figure in 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Naivism), who influenced his works. di sana, mengamati alam dan stayed there for six years, observing MAHJUDDIN pada antropologi melampaui RADEN SALEH His decorative style obviously was mendalami teknik melukis dari the nature and studying techniques Born in Bukittinggi kegemarannya akan seni, Lahir di Terboyo, Semarang, Jawa influenced by Rosseau but he mixed seniman setempat. Tahun 1952 of painting from local artists. 1952 He learned painting in INS terbukti bahwa Covarrubias Tengah 1811, dan meninggal di with Indonesian nature by taking up Man Fong kembali ke Indonesia Man Fong returned to Indonesia and Kayutanam, West Sumatera in the menulis etnografi secara Bogor 1880 themes of struggle for independence dan mendirikan ”Yin Hua”, founded “Yin Hua”, an organization of 1940s. He was senior to sculpture menyeluruh tentang Pulau Bali. Ia adalah keturunan keluarga and wildlife in Indonesia. During sebuah perkumpulan seniman Chinese artists in Indonesia. Later he Arbi Samah and with Hasan Basri Karya-karya seninya kini banyak bupati terkenal dan salah satu Japanese Occupation, in 1943 Tionghoa di Indonesia. Lalu became a painter for the Presidential Datuk Tumbijo were contemporaries. diburu oleh penggemar seni di nenek moyangnya berasal Kartono won the main prize in a ia menjadi pelukis di Istana Palace in Jakarta and in 1961 became He made many landscape paintings seluruh dunia. dari Arab. Saleh merupakan painting exhibition organized by Presiden Jakarta dan tahun the chief curator of the palace’s such as lakes, seas and landscapes pelukis Jawa pertama yang Cultural Center Poesat Tenaga Rakjat 1961 menjadi kepala kurator art collection. He published the of West Sumatera. Some of his MIGUEL COVARRUBIAS OR bersentuhan dengan nilai-nilai (POETERA). After the independence koleksi seni yang ada di sana. book Painting and Statue from the paintings are about women, water JOSÉ MIGUEL COVARRUBIAS Barat. Kepeloporannya dilatari of Indonesia, Kartono moved to Ia menerbitkan buku Painting Collection of President Soekarno of lilies and daily life of Minangkabau. Born in Mexico City on 22nd November karena pembelajaran seninya Yogyakarta and in 1946 he was and Statue from the Collection of the Republik of Indonesia (1964). The 1904, died on 4 February 1957 didapat dari para gurunya yang active in Seniman Indonesia Muda President Soekarno of the Republik history of his life and documentation He was born into Bohemian berpendidikan Eropa. Ia belajar (SIM) collective. In 1951 he moved to of Indonesia(1964). Riwayat of his works were published in these MIGUEL COVARRUBIAS / community in Mexico City. At the dari para pelukis Belanda di Bandung and founded Studio Seni hidup dan dokumentasi karyanya two books: The oil Painting of Lee JOSÉ MIGUEL age of 14 he had dropped out Indonesia seperti Theodorus Sanggar Seniman. diterbitkan dalam buku The oil Man Fong (1984) dan Lee Man Fong: COVARRUBIAS of secondary school. He learned Bik dan A.AJ. Payen. Ia tinggal Painting of Lee Man Fong (1984) Oil Paintings (2005). Mexico City, Meksiko, 22 November drawing by himself instead by selama bertahun-tahun di Eropa dan Lee Man Fong: Oil Paintings 1904, meninggal 4 Februari 1957. helping his father, who was an (Perancis, Jerman dan Belanda), LEE MAN FONG (2005). Ia lahir di bawah naungan kaum engineer, make maps. In 1924 yaitu antara 1829-1851 dan Lahir di Ghuangzhou, China 14 MAHJUDDIN bohemian di Mexico City, lahir he moved to New York City. He 1875-1879. Tidak mengherankan November 1913, meninggal di LEE MAN FONG Lahir di Bukittinggi dari seorang insinyur. Di usia was known as an analyst of jika karya-karyanya bernafaskan Jakarta 3 April 1988 Born in Ghuangzhou, China on 14th Ia belajar melukis di INS 14 sudah keluar dari sekolah pre-Columbus Meso-America art, atau bergaya Romantisisme. Di Lee Man Fong pindah ke November 1913, died in Jakarta on Kayutanam, Sumatera Barat pada menengah, belajar menggambar especially of the Olmec Culture, a samping itu, aliran Romantisisme Singapura pada 1916 dan ke 3rd April 1988 1940-an. Ia adalah kakak kelas secara otodidak dengan cara theorist of North Mexico culture, dirasa cocok olehnya, karena Jakarta pada 1932 untuk bekerja Lee Man Fong moved to Singapore pematung Arbi Samah dan rekan membantu ayahnya membuat especially concerning the culture dapat menggambarkan sebagai editor seni pada majalah in 1916 and to Jakarta in 1932 to seangkatan Hasan Basri Datuk peta. Di tahun 1924 ia pindah of Mississipian Natives of America. percampuran ciri khas budaya berbahasa Cina. Ia mulai belajar work as an art editor at a Chinese- Tumbijo. Mahjuddin banyak ke New York City. Covarrubias His interest in anthropology yang ada dalam pikiran Raden melukis pada 1941 dan sering language magazine. He began to melukis pemandangan alam, dikenal sebagai analis seni went beyond his talent in art, Saleh: Barat & Timur. Karya- ikut serta dalam pameran di study painting in 1941 and often seperti danau dan laut, serta pra-Columbus dari Meso- clearly that he wrote ethnography karya Raden Saleh yang dikoleksi Bataviasche Kunstkring. Tahun participated in exhibitions in pemandangan daerah Sumatera Amerika, khususnya budaya comprehensively about the island oleh Istana Presiden sejumlah 1946 menerima beasiswa Malino Bataviasche Kunstkring. In 1946 Barat. Beberapa lukisannya juga Olmec, dan teori difusi budaya of Bali. His works of art now are enam karya di antaranya dari pemerintah Belanda untuk he received the Malino scholarship menggambarkan figur perempuan, Meksiko utara, khususnya hunted by art collectors from adalah Penangkapan Pangeran belajar melukis di Belanda. Ia from the Dutch government to study bunga teratai, dan kehidupan budaya asli Indian Amerika across the world. Diponegoro; Antara Hidup dan 95

94 tinggal selama enam tahun painting in the Netherlands. He sehari-hari di Minangkabau. ke Mississippian. Minatnya Mati; dan Berburu. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

RADEN SALEH BONNET, R. ATAU JOHAN Puri Lukisan (Painting Castle gambar reklame di bioskop Rex S. SUDJOJONO S. SUDJOJONO Born in Terboyo, Semarang 1811 RUDOLF BONNET Museum) in 1953. He was evicted Teater Yogyakarta. Ketika pindah Lahir di Kisaran, Sumatera Utara, Born in Kisaran, North Sumatera, and died in Bogor in 1880 Lahir di Amsterdam, Belanda 1895, from Indonesia in 1958 and died in ke Salatiga ia bertemu dengan 14 Desember 1913, dan meninggal 14 December 1913, and died in Raden Saleh was a descendant meninggal di Laren Belanda 1978 Laaren, the Netherlands in 1978. The Tio Liong Hwe, kolektor dari di Jakarta 25 Maret 1986 Jakarta 25 March 1986 of a famous regent family. One Selain belajar di National Academy awards he had received were among daerah Semarang yang memberi Sindudarsono Sudjojono adalah Sindudarsono Sudjojono was a of his ancestors came from Arab. of Fine Arts Belanda, Bonnet juga others Dharma Kusuma (Bali, 1997), dorongan dan membantunya pelukis yang menjadi tokoh painter who became a major figure Saleh was the first Javanese dididik di Italia. Pelukis ini turut Satya Lencana Kebudayaan (the sehingga menjadi pelukis utama dalam perkembangan seni in the development of modern painter making contact with mendirikan Museum Puri Lukisan Government of Indonesia, 1980). His pemandangan yang terkemuka lukis di Indonesia modern. Dalam art in Indonesia. In the course Western values. His excellence pada 1953. Terusir dari Indonesia works are collected by Rijksmuseum seperti ayahnya. Pada 1970-an perjalanan kariernya, ia banyak of his career, he produced many was achieved from his learning pada 1958 dan meninggal di Kroller-Muller (Amsterdam), Singer pindah ke Desa Pisang di Pating melahirkan pikiran-pikiran yang ideas that inspired the spirit of with Europe-educated teachers. He Laaren, Belanda tahun 1978. Museum (Laaren). His exhibitions Rowo, Kertosono Jawa Timur. menggugah semangat identitas Indonesian identity in painting learned art from Dutch painters Penghargaan yang diterima were held among others at East-West keindonesiaan dalam seni lukis during Japanese occupation and after in Indonesia such as Theodorus antara lain Dharma Kusuma (Bali, Center (Honolulu, Hawaii, 1998), SOEDJONO ABDULLAH pada masa Jepang dan pasca- the independence of Indonesia. His Bik and A. AJ. Payen. He lived for 1997), Satya Lencana Kebudayaan Singapore Art Museum (1994), Center Born in Surakarta on 31st August kemerdekaan RI. Salah satu most notable idea is that art is a years in Europe (France, Germany (Indonesia, 1980). Karya-karyanya for Strategic and International Study 1911 and died in Kertosono 2nd pemikiran yang sangat kuat dan visible soul. Because of his capacity and the Netherlands) between dikoleksi oleh Rijksmuseum (Jakarta, Indonesia, 1996), Indonesia- May 1993 menjadi tanda darinya adalah he has been dubbed the “Father 1829-1851 and 1875-1879. Not Kroller-Muller (Amsterdam, Jepang Friendship Festival (Tokyo, Soedjono Abdullah was the son bahwa seni adalah jiwo ketok of Modern Indonesian Painting”. surprisingly, his works embraced Belanda), Museum Singer (Laren, 1997). of Abdullah Soerjo Soebroto, a (jiwa yang nampak). Karena He became the driving force for the style of Romanticism. In Belanda). Pameran East-West renowned landscape painter. kemampuannya tersebut ia Persatuan Ahli Gambar Indonesia/ addition, Romanticism was deemed Center (Honolulu, Hawaii, Soedjono Abdullah was the big kemudian dijuluki sebagai ”Bapak Association of Indonesian Painting suitable for him because with it he 1998), Singapore Art Museum SOEDJONO ABDULLAH brother to painter Basoeki Abdullah. Seni Lukis Modern Indonesia”. Experts (PERSAGI) which was could describe his idea of mixing (1994), Pusat Studi Strategis dan Lahir di Surakarta 31 Agustus In his childhood, Soedjono often Ia menjadi motor penggerak established in October 23rd, 1938 in different cultural distinctiveness Internasional (Jakarta, Indonesia, 1911, meninggal di Kertosono, helped his father clean his pallets. kelompok Persatuan Ahli Gambar Jakarta and for Young Indonesian of the Western and Eastern worlds. 1996), Indonesia-Jepang Festival Jawa Timur 2 Mei 1993 From here he began to get interested Indonesia (PERSAGI) yang Artists organization (SIM) in 1946. There are 6 paintings of Raden Persahabatan (Tokyo, 1997). Soedjono Abdullah adalah in painting and learning art. After didirikan pada 23 Oktober 1938 di In addition, he was often invited by Saleh that are collected by the anak Abdullah Soerjo Soebroto, graduation from HIS he worked as Jakarta dan organisasi Seniman President Sukarno for discussing art. Presidential Palace, among others BONNET, R. OR JOHAN RUDOLF seorang pelukis pemandangan advertising illustrator for Rex Theater Indonesia Muda (SIM) tahun His works mostly depict the national are Penangkapan Pangeran BONNET ternama. Ia adalah kakak cinema in Yogyakarta. When he 1946. Selain itu ia kerap diundang struggle and any subject matters Diponegoro (The Arrest of Prince Born in Amsterdam, the pelukis Basoeki Abdullah. moved to Salatiga he met Tio Liong Presiden Sukarno sebagai teman related to issues in the community. Diponegoro), Antara Hidup dan Netherlands in 1895, died in Pada masa kecilnya, Soedjono Hwe, an art collector from Semarang, diskusi dalam seni. Karya- Mati (Between Life and Death), and Laaren in 1978 sering membantu ayahnya who then encouraged and supported karyanya sebagian besar banyak Berburu (Hunting). He learned art at the National membersihkan palet. Dari sini him to a landscape painter like melukiskan perjuangan nasional SRIHADI SOEDARSONO Academy of Fine Arts in the ia mulai tertarik untuk melukis his father. In the 1970s, he moved dan hal-hal yang terkait dengan Lahir di Solo, 04 Desember 1931 Netherlands and also in Italy. He dan belajar seni. Sesudah lulus to Pisang Village in Pating Rowo, persoalan di masyarakat. Tahun 1953 ia mulai belajar 97

96 was one of the founder of Museum dari HIS dia bekerja sebagai juru Kertosono, East Java. di Universitas Indonesia, 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

Fakultas Teknik jurusan Seni In 1953 he began his study in Fine Belajar melukis pada pelukis 1983 tinggal di Bali, dan akhirnya berkemampuan dan berjasa tinggi Indonesia yang gemar melukis. Rupa di Bandung (sekarang Art Department at the Faculty of Belanda, Henry van Velthuysen. Ia kembali ke Yogyakarta. bagi seni rupa. Ia belajar melukis sejak ITB) dan tahun 1958 ia berhasil Technique, Indonesian University of bergabung dengan Persatuan Ahli kecil secara otodidak. Saat mendapatkan gelar Doktorandus Bandung (now Bandung Institute of Gambar Indonesia (PERSAGI) TRUBUS SUDARSONO mahasiswa di Technische dari universitasnya. Tahun 1960 Technology) and in 1958 he obtained pada 1937, dan pada 1946 menjadi TRUBUS SUDARSONO Born in Wates, Yogyakarta in 1926, Hoolgdeschool Bandung, ia ia belajar di Universitas Negeri bachelor degree. In 1960 he learned anggota Seniman Indonesia Muda Lahir di Wates Yogyakarta 1926, and his death is unknown, likely in belajar melukis secara informal Ohio, Amerika Serikat dan in State University of Ohio, USA and (SIM). Selama masa kemerdekaan dan meninggal tidak diketahui 1966 pada dosennya, Prof. Wolf berhasil memperoleh gelar Master he obtained title of Master of Arts turut membuat poster sejak 1966 In 1943 Trubus was invited by Schoemaker. Selain secara of Arts pada 1962. Sepulangnya in 1962. Upon his return from US perjuangan. Ia menjadi desainer Pada 1943, Trubus diajak oleh Sudarso to join Keimin Bunka informal, kedekatannya dengan dari Amerika ia terpilih menjadi he was appointed as member of Oeang Republik Indonesia (ORI) Sudarso bergabung dengan Sidosho in Jakarta. In 1946 he para pelukis, menyebabkan ia angoota tim desainer untuk designer team for working on the yang pertama tahun 1945. Tahun Keimin Bunka Sidosho di Jakarta. joined Seniman Indonesia Muda/ mampu meresapi setiap proses elementer estetik gedung MPR- aesthetic elements of the building of 1985 mendapat penghargaan Pada 1946 Trubus bergabung Young Indonesian Artists (SIM) in kreatif yang dilakukan oleh para RI dan anggota tim desainer the People’s Consultative Assembly. dari Kementerian Keuangan dengan Seniman Indonesia Yogyakarta. He was knowledgeable pelukis. Ia juga banyak mendapat untuk pembuatan patung This team made sculptures and RI. Sejumlah pameran telah Muda (SIM) di Yogyakarta. Ia and skillful in depicting the anatomy kesadaran artistik dari pelukis dan penataan ruang Paviliun planned the layout of the Indonesian diikutinya. Tahun 1970 hingga terampil dan mengenal benar of human figure. Besides painting, istana yang ditunjuknya, Dullah. Indonesia di Expo ’70, Osaka, Pavilion in the Expo’70 in Osaka, 1983 tinggal di Bali, dan akhirnya sifat dan anatomi figur manusia. Trubus also made sculptures, Ia telah menghasilkan sejumlah Jepang. Tahun 1971, Srihadi Japan. In 1971 he received Art Award kembali ke Yogyakarta. Selain melukis, Trubus juga especially when he joined Sanggat karikatur, lukisan dan banyak memperoleh Anugerah Seni dari from the Fine Art Department of mematung, tepatnya ketika Pelukis Rakyat in 1950. Trubus sekali tulisan. Sejak mahasiswa Departemen Seni Rupa di Institut Bandung Institute of Technology. SURONO bergabung dengan Sanggar with his sculptures of both stone atau saat diasingkan di Ende Teknologi Bandung hingga 1972. When he made a solo exhibition in Born in Cilacap 22 Agustus 1914 and Pelukis Rakyat pada 1950. and metal could make valuable telah menghasilkan lukisan. Salah Ketika ia menyelenggarakan three cities of Australia (Canberra, died in Yogyakarta, 3 Oktober 2000. Kehadiran Trubus dengan contribution to the dynamics of satu lukisan yang dikoleksi istana pameran tunggal di Canberra, Sydney and Melbourne), he received Belajar melukis pada pelukis karya-karya patungnya yang visual art in the period of 1950-60. presiden adalah yang berjudul Sydney, Melbourne, Australia ia Cultural Award from the Australian Belanda, Henry van Velthuysen. mampu memberi sumbangsih He died without any trace because he Rini, dibuat pada 1957. dianugerahi ”Cultural Award” oleh Government. In 1977 he took a trip Ia bergabung dengan Persatuan berharga baik berbahan batu was accused of being a communist. Pemerintah Australia. Tahun 1977 across the Netherlands as a gift from Ahli Gambar Indonesia (PERSAGI) dan logam, serta kemampuanya Perhaps, he let him become a victim. IR. SUKARNO ia melakukan perjalanan keliling the Dutch Government. His solo and pada 1937, dan pada 1946 menjadi turut menggesek dinamika seni However, his works will always be a Born in Surabaya in 1901, and died Netherland sebagai hadiah dari collective exhibitions were held in anggota Seniman Indonesia Muda rupa pada era 1950-60an adalah reminiscence of the existence of a in Jakarta on 21st June 1970 Pemerintah Belanda. Beberapa United States, Australia, Asia, Europe (SIM). Selama masa kemerdekaan jasa terbesarnya. Trubus yang talented painter who has contributed The first president of the Republic of pameran tunggal dan pameran and Indonesia. turut membuat poster perjuangan. meninggal tanpa jejak karena so much to visual art in Indonesia. Indonesia was fond of painting. He bersamanya diselenggarakan di Ia menjadi desainer Oeang Republik dianggap sebagai anggota studied painting since childhood by Amerika Serikat, Australia, Asia, Indonesia (ORI) yang pertama komunis, mungkin sengaja himself. When he was still studying Eropa dan Indonesia. SURONO tahun 1945. Tahun 1985 mendapat membiarkan dirinya menjadi IR. SUKARNO at the Technische Hoolgdeschool Lahir di Cilacap, 22 Agustus penghargaan dari Kementerian korban, namun karya-karyanya Lahir Surabaya 1901, dan Bandung, he learned painting SRIHADI SOEDARSONO 1914, meninggal di Yogyakarta, 3 Keuangan RI. Sejumlah pameran tetap menjadi kenangan yag meninggal di Jakarta 21 Juni 1970 informally from his professor, Prof. 99 th

98 Born in Solo on 4 December 1931 Oktober 2000. telah diikutinya. Tahun 1970 hingga kuat akan hadirnya seorang Presiden pertama Republik Wolf Schoemaker. In addition, his 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

close relationship with the painter an, ia bersama pelukis pendatang made him able to grasp the painter’s dari Belanda, Rudolf Bonnet, every creative process. He also mendirikan kelompok Pita Maha. gained so much knowledge of art Tetapi karena pecah Perang Dunia from Dullah, the palace painter he II tahun 1942 organisasi ini bubar. appointed. He produced a number Nama Pita Maha kerap dianggap of caricatures, paintings and a lot sebagai istilah yang mewakili era of writings. When he was a student seni lukis pra-Perang Modern Bali or when he was exiled to Ende, he (1928-1942). made paintings. One of the paintings in the collection of the presidential WALTER SPIES palace is titled Rini, which he made Born in Moscow in 1895, died on in 1957. Van Imhoff ship in Makassar Strait, Indonesia in 1942 He was a German painter who lived WALTER SPIES in Russia until 1922. Afterward he Lahir di Moskow 1895, meninggal moved to Europe and for the first di kapal ”Van Imhoff” di Selat time visited Bali through Yogyakarta Makassar, Indonesia 1942 in 1927. According to Claire Holt, in Ia merupakan pelukis Jerman 1930 the painter who was also a yang tinggal di Rusia hingga 1922. musician stayed in Ubud, Bali. In the Setelah tahun tersebut ia pindah ke mid of the 1930s, with Rudolf Bonnet, Eropa dan pertama mengunjungi a Dutch painter, founded Pita Maha Bali melalui Yogyakarta pada group. Because of the World War II

1927. Menurut catatan Claire Holt in 1942 the group was dismissed. (1) Lukisan-Lukisan Koleksi Ir. Dr. Sukarno, Presiden Republik Indonesia, kompilasi Dullah, 4 jilid, Peking: Pustaka tahun 1930, pelukis yang juga The name of Pita Maha is often Rakjat Peking, Tiongkok, 1956 & 1958. (2) Ukiran-Ukiran Rakjat Indonesia, Koleksi Presiden Sukarno, kompilasi merupakan musisi berpendidikan considered as a term that represents Dullah, Peking: Pustaka Rakjat Peking, Tiongkok, 1961. (3) Lukisan2 & Patung2 Kolleksi Presiden Sukarno dari Rusia ini menetap di Ubud, Bali. the era of pre-war modern paintings Republik Indonesia, kompilasi Lee Man Fong, 5 jilid, Tokyo: PT. Topan, Jepang, 1964. (4) Lukisan-Lukisan Koleksi Pada pertengahan dasawarsa 30- of Bali (1928-1942). Ir. DR. Sukarno, Presiden Republik Indonesia, jilid V, kompilasi Lee Man Fong, Peking: Pustaka Rakjat Peking, Tiongkok, 1965. (5) Puri Bhakti Renatama, Museum Istana Kepresidenan Indonesia, Jakarta: Istana Kepresidenan Jakarta, 1978 (6) Istana Presiden Indonesia, Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1979. (7) Rumah Bangsa: Istana-istana Presiden Republik Indonesia dan Koleksi Benda Seni, Jakarta: Kementerian Sekretariat Negera RI, 2004. (8) Istana Istana Kepresidenan di Indonesia: Peninggalan Sejarah & Budaya, penulis Asti Kleinsteuber, Jakarta: Genta Kreasi

Nusantara, 2010. (9) Presiden Republik Indonesia 1945-2014, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 101

100 RI, 2014, dan sebagian koleksi keramik istana. 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016 INFORMASI AGENDA PROGRAM PENDUKUNG TIM KERJA

01 KONFERENSI PERS 4. Mikke Susanto (Kurator, 3. Citra Smara Dewi (Dekan FSR 17/71: Goresan Juang konsultan seni, dosen ISI IKJ) Kemerdekaan Yogyakarta) 4. Aryo Wisanggeni (wartawan) 5. Tubagus Andre Sukmana Pameran Koleksi Seni Rupa MODERATOR (Kepala Galeri Nasional Istana Kepresidenan RI Dr. Kukuh Pamudji (Widyaiswara Pusdiklat Setneg) Indonesia) TEMPAT PENGANTAR ACARA Sekretariat Negara PESERTA Seminar diikuti sekitar 100 orang Agus HK Soetomo WAKTU PENGARAH SEKRETARIS Sekretariat Negara, Bidang yang diundang secara selektif 25 Juli 2016 1. Menteri Sekretaris Negara Komunikasi Politik dan sebagai representasi unsur-unsur Darmastuti Nugroho, Plt. NARASUMBER seniman, budayawan, pendidik, 2. Menteri Pendidikan dan Kepala Biro Pengelolaan Istana, Kelembagaan. 1. Menteri Sekretaris Negara kritikus seni, pengampu lembaga Kebudayaan Sekretariat Presiden 3. Mikke Susanto (Kurator) 2. Menteri Pendidikan dan seni, galeri, pers, dan mahasiswa. 04 3. Kepala Badan Ekonomi Kreatif ANGGOTA 4. Rizki A. Zaelani (Kurator) Kebudayaan LOMBA LUKIS UNTUK SISWA 4. Direktur Utama Bank Mandiri 1. Ucu, Kepala Biro Administrasi, 5. Adek Wahyuni Saptantinah 3. Ketua Badan Ekonomi Kreatif SD Sekretariat Presiden 6. Soekardi Rinakit 4. Direktur Utama PT Bank Mandiri Lomba dibagi atas 2 kategori. 03 PENANGGUNG JAWAB 7. Agus Dermawan T. Tbk. • Kategori I (kelas 1–3 SD) 2. Bey Machmudin, Kepala Biro TUR GALERI Darmansjah Djumala, Kepala 8. Agus HK. Soetomo • Kategori II (kelas 4–6 SD) Pers, Media dan Informasi, TEMPAT Sekretariat Presiden Total hadiah Rp.30.000.000 Sekretariat Presiden 9. Rohadi, HDII Galeri Nasional Indonesia 02 WAKIL PENANGGUNG JAWAB TEMPAT 3. Bambang Prio Djatmiko, SEMINAR SEHARI WAKTU Galeri Nasional Indonesia 1. Setya Utama, Sekretaris Kepala Biro Umum, Sekretariat KOORDINATOR PELAKSANA “Karya Seni Rupa dan Sejarah Setiap hari Minggu WAKTU Kementerian Sekretariat Presiden 1. Kukuh Pamudji, Widyaiswara Indonesia” • 7 Agustus Minggu, 28 Agustus 2016, pukul • 14 Agustus Negara 4. M. Ari Setiawan, Kepala Biro Sekretariat Negara TEMPAT 10.00–15.00 WIB Galeri Nasional Indonesia • 21 Agustus 2. Hilmar Farid, Direktur Jenderal Protokol, Sekretariat Presiden 2. Widati, Mandiri Art JURI Kementerian Pendidikan dan 5. Sari Harjanti, Kepala Biro Tata WAKTU • 28 Agustus 1. Tubagus Andre Sukmana Senin, 22 Agustus 2016, Setiap hari direncanakan (Kepala Galeri Nasional Kebudayaan Usaha, Sekretariat Negara KOORDINATOR pukul 10.00–15.00 WIB diadakan dua kali, yaitu: Indonesia) 6. Tubagus Sukmana, Kepala KESEKRETARIATAN PEMBICARA 1. Pukul 10.00–12.00 WIB 2. Citra Smara Dewi (Dekan FSR PANITIA PENYELENGGARA Galeri Nasional Indonesia. Ervina Chandra, Sekretariat 1. Dr. Hilmar Farid (Dirjen IKJ) 2. Pukul 15.00–17.00 WIB KETUA 7. Rohan Hafas, Mandiri Art Presiden Kebudayaan Kemdikbud, 3. Joko Madsono (Kepala Museum Keynote Speaker) Taufik Sukasah, Deputi Bidang ANGGOTA KURATOR Basoeki Abdullah) 2. Guruh Sukarno Putra Administrasi dan Pengelolaan NARASUMBER 1. Ruslan Efendi, Sekretariat PENGANTAR ACARA (Budayawan, MPR) 1. Mikke Susanto Istana, Sekretariat Presiden Presiden Agus HK Soetomo 1. Endah Wahyu Sulistyanti, 2. Rizki A. Zaelani 3. Eko Sulistyo (Sejarawan, WAKIL KETUA Deputi Bidang Antar Lembaga 2. Nur Afni, Sekretariat Presiden Deputi Komunikasi Politik Djarot Sri Sulistyo, Deputi dan Wilayah, Badan Ekomoni 3. Dian Nuvita, Sekretariat Presiden dan Diseminasi Informasi, PENDAMPING Bidang Protokol, Pers dan Media, Kreatif. 4. Desiree Irawati, Mandiri Art pada Kantor Kepala Staf 1. Agus Dermawan T. (kritikus Kepresidenan RI) seni) Sekretariat Presiden 2. Nicolaus T.B. Harjanto, Staf 5. Rizki Ayu Ramadhana, Galeri 103

102 2. Peter Carey (sejarawan) Khusus Kementerian Nasional Indonesia 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA 2–30 AGUSTUS 2016

KOORDINATOR SIE KEUANGAN KOORDINATOR PUBLIKASI KOORDINATOR DOKUMENTASI KOORDINATOR TRANSPORTASI KOORDINATOR Deni Mulyana, Sekretariat Rachmi Dewi Wulansari, Badan Haryanto, Sekretariat Presiden Nurjoko, Sekretariat Presiden PERLENGKAPAN/TEKNISI Presiden Ekonomi Kreatif ANGGOTA ANGGOTA Rohman, Galeri Nasional 1. Lely Nova Harenna, Sekretariat ANGGOTA 1. Rony Wahyu Basuki, Mandiri Art 1. Firdaus, Sekretariat Presiden ANGGOTA Presiden 1. Emir Hakim, Badan Ekonomi 2. Laily Rachmelia Evrini, 2. Tri Jayadi, Sekretariat 1. Trisno Wilopo Sudono, Galeri 2. Nadia Rizki Sabila, Sekretariat Kreatif Sekretariat Presiden Presidenan Nasional Indonesia Presiden 2. Guntur Santoso dan Tim Red & 3. Andang Iskandar, Galeri 2. Suryana, Galeri Nasional 3. Ramdani, Sekretariat Presiden White Publishing Nasional Indonesia KOORDINATOR KEAMANAN Indonesia 4. Ida Nuraini, Mandiri Art 3. Ahmad Reza, Mandiri Art 4. Yakoub, Galeri Nasional Letkol Inf. Ahmad Fauzi, 5. Mayatias Asmoro, Mandiri Art 4. Eko Nopiansyah, Mandiri Art Indonesia Paspampres KOORDINATOR KEBERSIHAN 6. Bayu Genia Krishbie, Galeri 5. Desy Novita Sari, Galeri 5. Asep Hermawan, Galeri ANGGOTA Amsani, Galeri Nasional Indonesia Nasional Indonesia Nasional Indonesia Nasional Indonesia 1. Darsono, Sekretariat Presiden ANGGOTA 6. Anggun Fii Jannati, Galeri 2. Firdaus, Galeri Nasional Rahmat Taufik, Galeri Nasional KOORDINATOR ACARA DAN Nasional Indonesia KOORDINATOR UNDANGAN Indonesia Indonesia EDUKASI Sri Endah Wartuti, Sekretariat 3. Edi Haryanto, Galeri Nasional Yayat Hidayat, Sekretariat KOORDINATOR MATERI Presiden Indonesia Presiden PAMERAN ANGGOTA 4. Rahmat Sugiarto, Bank Mandiri ANGGOTA Zamrud Setya Negara, Galeri 1. Afrina Rosmani, Galeri Nasional 1. Ikhsan, Staf Sekretaris Pribadi Nasional Indonesia Indonesia Presiden ANGGOTA 2. Harris Mauludin, Sekretariat 2. Erlin Murwati, Mandiri Art 1. Ratih Anggraeni, Sekretariat Presiden 3. Diwangkoro A. Ratam, Mandiri Presiden Art 2. Agus Suyanto, Sekretariat KOORDINATOR KONSUMSI 4. Tunggul Setiawan, Galeri Presiden Eko Rudianto, Sekretariat Presiden Nasional Indonesia 3. Dwi Mahardiyanto, Sekretariat ANGGOTA 5. Aola Romadhona, Galeri Presiden 1. Sri Astuti, Sekretariat Presiden

Nasional Indonesia 4. Teguh Margono, Galeri Nasional 2. Margaretha Kurniawaty, Galeri 105

104 Indonesia Nasional Indonesia 17|71: GORESAN JUANG KEMERDEKAAN GALERI NASIONAL INDONESIA

© 2016 Istana Kepresidenan Republik Indonesia Kementerian Sekretariat Negara, Sekretariat Presiden

KURATOR/PENULIS Mikke Susanto Rizki A. Zaelani

PENERJEMAH Thomas Widianto Mirna Adzania Christin Kam

TIM KATALOG Rizadini Manoppo Lucia Syarief

DESAIN Rully Jatmiko

PRODUKSI Guntur Santoso Agung Hendra

Dicetak di Indonesia

DIDUKUNG OLEH 106