Kode Etik Jurnalistik
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas DEWANPERS, 2013 | I II | Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas Penyunting: Bekti Nugroho, Samsuri Desain/layout: Agape Siregar Cetakan Pertama: Maret 2013; Hak Cipta pada © DEWAN PERS Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas Penyunting: Bekti Nugroho, Samsuri -Cet. I. –Jakarta: DEWAN PERS; 2013 XXXIII + 345 hlm, 14,5 X 21 cm ISBN ........... Sekretariat Dewan Pers Gedung Dewan Pers Lantai 7 – 8 Jl. Kebon Sirih No. 32-34 Jakarta Pusat Telp. (021) 3504874-75, 77 Faks. (021) 3452030 www.dewanpers.or.id / www.presscouncil.or.id [email protected] [email protected] Twitter: @dewanpers | III IV | Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas DAFDAFDAFTTTAR ISIISIAR Pembuka Pers Berkualitas Masyarakat Cerdas ..................................... VII Bekti Nugroho, Samsuri Tantangan Pers Indonesia di Masa Depan ............................. XV Bagir Manan Pers Membangun Wawasan Kebangsaan .............................. XXIX Ichlasul Amal I. Menegakkan Swaregulasi di Bidang Pers Bantu Dewan Pers Tegakkan Swaregulasi Pers ................ 1 Masyarakat (Belum) Tahu Hak untuk Mengontrol Pers ............................................................... 17 Kerja Keras Mendorong Pers Profesional .......................... 23 Survei Membuktikan, Pers Belum Kebablasan ................... 49 Melaksanakan Hak Jawab untuk Menjaga Kemerdekaan Pers ........................................................... 57 Gunakan Hak, Adukan Media yang Merugikan .................. 67 II. Mengontrol Pers untuk Profesionalisme Pers Harus Sangat Hati-Hati Beritakan Privasi ................. 79 Pers Memihak Siapa dalam Pemilu? .................................. 97 “Wartawan” Pemeras Laporkan ke Polisi ........................ 111 Masyarakat Semakin Memahami Pers ............................... 121 “Wartawan Bodrek” Jelas Bukan Wartawan ..................... 127 Hati-hati dengan Wartawan Berprofesi Ganda ................. 139 Pers Profesional Musuhnya Koruptor ................................ 151 Daftar Isi | V III. Mendorong Program TTam elevisi Berkualitas Tayangan Televisi Kita Perlu Terus Dikritik ......................... 163 Program Berita Berkualitas Paling Disukai ........................ 177 IVIVIV. Mencermati Perereraturaturaturan terkait Persersers Kontroversi tentang Pornografi Tak Ada Habisnya ............................................................. 191 Kebebasan Berekspresi Maju Mundur ............................... 211 Susahnya Mengatur Distribusi Media Dewasa .................. 229 UU ITE Maunya Apa? ........................................................ 245 Jangan Kriminalisasi Wartawan Karena Berita ................. 267 Lampiran Kode Etik Jurnalistik .......................................................... 291 Pedoman Hak Jawab ........................................................ 299 Pedaman Pemberitaan Media Siber .................................. 303 Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap wartawan ......................................................... 309 Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers ....................... 317 Indeks ..................................................................................... 339 VI | Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas Pembuka I Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas Membicarakan pers selalu menarik. Apalagi pers Indonesia yang sedang tumbuh ibarat jamur di musim hujan. Sejak zaman perjuangan, kemerdekaan, Oder Lama hingga Orde Baru yang terkenal dengan jargon pembangunan, kemerdekaan pers memang baru benar-benar dirasakan pasca jatuhnya rezim Soeharto. Pengesahan UU No. 40/1999 tentang Pers menegaskan keberadaan kemerdekaan pers kita. UU Pers tidak lagi mengenal Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Siapa saja bisa menerbitkan pers asal punya modal dan badan hukum. Karena itu, dari tahun 2000 hingga sekarang, pertumbuhan pers menemukan momen terbaik. Jika pada masa Orde Baru di satu ibukota provinsi hanya dikenal dua atau tiga koran—kecuali DKI Jakarta—sekarang bisa jadi ada lima sampai sepuluh penerbitan. Itu belum termasuk koran di tingkat kabupaten atau kota. Grup Jawa Pos terkenal paling gencar menerbitkan koran baru di daerah dengan panji-panji radar-nya. Permasalahannya, pertumbuhan jumlah pers ini belum diimbangi dengan kualitas. Sering muncul pengaduan ke Dewan Pers, betapa pers didirikan hanya karena motif politis dan ekonomis, tidak mempedulikan kepentingan idealis. Padahal, seharusnya kepentingan idealis menjadi ruh atau spirit bagi berjalannya bisnis pers. Sekarang di mana-mana muncul keluhan terhadap pers atau wartawan, karena wartawan dianggap tidak menghargai profesinya sendiri yang punya misi mulia. Selalu mudah ditemukan pengakuan seseorang menjadi wartawan hanya karena sudah melamar pekerjaan lain tetapi tidak diterima. Menjadi wartawan dianggap cukup bermodal kartu pers, apalagi kartu pers gampang dibuat atau diperoleh. Pembuka I | VII Terkait persoalan-persoalan tersebut, tema “pers berkualitas untuk dan dari masyarakat cerdas” akan terus aktual dan penting bagi kita. Itu sebabnya buku ini kami beri judul ringkas “Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas”. Judul tersebut memancing sejumlah pertanyaan awal: apakah pers yang berkualitas itu? Seperti apakah wujud masyarakat cerdas? Benarkah pers berkualitas mampu mewujudkan masyarakat yang cerdas? Antara pers berkualitas dan masyarakat yang cerdas, mana yang harus didahulukan? Dalam literatur pendidikan tentang media atau literasi media, “pers berkualitas” dan “masyarakat cerdas” selalu menjadi kata-kata kunci. Jika menginginkan pers tumbuh profesional, ajarilah masyarakat untuk cerdas dalam memahami, memilih dan memilah pers. Masyarakat sebaiknya hanya mengkonsumsi pers berkualitas. Melalui kiat seperti itu, dengan sendirinya pers atau media yang tidak berkualitas akan mati, karena tidak ada yang membaca apalagi membeli, mendengar atau menonton. Yang kita butuhkan adalah pers yang berkualitas, pers yang dapat menumbuhkembangkan daya akal sehat masyarakat. Hanya dengan begitu, kecerdasan masyarakat dalam segala bidang—politik, budaya, ekonomi, dan sosial—akan terbentuk. Pers berkualitas tidak sekedar bermakna pers yang mampu menghadirkan konten-konten berita atau informasi yang berkualitas kepada masyarakat. Ia harus dapat bertahan dari persaingan bisnis yang sehat dan siap menghadapi perkembangan pesat teknologi komunikasi. Pers semacam itu hampir ada di setiap provinsi di Indonesia. Mereka sering disebut pers mainstream atau pers arus utama. Keberadaannya mampu memberi pengaruh signifikan untuk perkembangan politik, budaya, ekonomi, dan sosial yang lebih baik di daerahnya. Bagaimana dengan masyarakat yang cerdas? Di sini pers bukan faktor atau penentu tunggal. Masyarakat semacam ini tidak hadir dalam hitungan tahun. Diperlukan proses berpuluh-puluh tahun untuk mencapainya. Tingkat pendidikan formal rata-rata masyarakat lazimnya sejalan dengan tingkat kecerdasan masyarakat. Lalu, apakah masyarakat kita sudah sampai pada tingkat masyarakat cerdas? Setiap orang bisa memiliki persepsi dan jawaban berbeda. VIII | Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas Di luar perdebatan itu, pers tetap berperan sangat banyak dan strategis dalam mendorong tumbuhnya masyarakat yang cerdas. Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, misalnya, pers digadang-gadang sebagai unsur terpenting untuk dapat terwujudkan pemilu yang jujur, adil, dan bermutu melalui penyajian informasi yang dapat memunculkan pemilih- pemilih cerdas. Empat penentu Tugas menumbuhkan pers berkualitas dapat disematkan kepada kalangan atau praktisi pers, lembaga independen yang terkait pers seperti Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi pers, dan masyarakat. Mari kita bahas posisi dan kegiatan apa yang bisa dilakukan oleh masing-masing pihak ini. Bagaimana dengan posisi pemerintah? Kita menghendaki pemerintah sedikit mungkin terlibat atau dilibatkan dalam permasalahan pers. Praktisi Pers: Menghadirkan pers berkualitas hanya mungkin bila didukung sumber daya wartawan berkualitas. Persoalannya, mendapatkan wartawan berkualitas di Indonesia bukan perkara mudah. Sekolah jurnalistik belum banyak, sedangkan kapasitas alumnus jurusan jurnalistik dari perguruan tinggi seringkali tidak memenuhi keinginan perusahaan pers. Upaya rekrutmen wartawan baru yang dilakukan perusahaan pers juga tak selamanya mulus. Seorang pimpinan pers terkemuka di Jakarta bercerita, perusahaannya rutin melakukan rekrutmen wartawan baru. Hasilnya, setiap angkatan ada lima sampai sepuluh wartawan muda yang berhasil direkrut. Namun, setelah mereka bekerja tidak sampai satu tahun, hanya tersisa satu atau dua wartawan. Yang lainnya memilih bekerja di tempat baru, yang bukan perusahaan pers, karena diiming-imingi kemudahan dan gaji lebih tinggi. Tidak jarang, yang mengajak mereka pindah adalah narasumber yang pernah mereka wawancara. Upaya peningkatan sumber daya wartawan yang terampil dan berpengetahuan luas pertama-tama memang menjadi tanggung jawab praktisi pers sendiri. Mereka berada terdepan untuk hadirnya pers berkualitas. Wajah pers setiap hari ditentukan oleh mereka dari ruang Pembuka I | IX redaksi pers yang idealnya harus independen. Pers yang menyadari hal ini, telah memiliki sistem rekrutmen, jenjang karir, jenjang gaji, serta pendidikan dan pelatihan yang baik. Dalam hal ini, kehadiran Standar Kompetensi Wartawan yang disahkan oleh Dewan Pers sejak tahun 2010 dapat lebih membantu perusahaan pers meningkatkan profesionalisme