Mengungkap Kebohongan Program Televisi Di Indonesia
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BELIEVE Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia i ii BELIEVE Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia Kata Pengantar : Fajar Junaedi Filosa Gita Sukmono Editor: Fajar Junaedi, Bayu Chandra Kumara, Erwin Rasyid, Galuh Ratnatika, Maharani Dwi Kusuma Wardani, M.Bimo Aprilianto iii Believe Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia Hak cipta pada para penulis dan dilindungi oleh Undang-undang (All Rights Reserved) Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit, halaman xvI + 348; 15,5 x 23,5 cm ISBN : 978-6027-636-81-1 Cetakan Pertama, 2015 Penulis: Aisyah Aprilinda R, Afran Irfan, Hesti Susliowati, Nisa Akmala, Mohamad Nurul Pamungkas, Erwin Rasyid, Maharani Dwi Kusuma Wardani, Mohamad Kasyfi Fitra, Naswhan Ihsan Fazil, Reza Dovi Saputra, Rifki Putri Mahbubati, Amelia Arista Putri, Fathi Yakan Muntazari, Evan Aksara, Akhmad Maulana Subkhi, Ragil Susanto, Kiki Rizki Pramanda, Bayu Chandra Kumara, Syarifah Khamsiawi, Devi Permatasari, Maulida Hazana, Muhammad Fatur Al Bashori, Muhammad Syahidul Mubarok, Yoska Pranata, Ari Prasatyo, Muhammad Naufal, Rima Sulistya Ningsih, Tri Prasetyo, Slamet Arifin, Alif Maulana, Galang Pambudi Anggara, Viddya Dwi Pradianty, Pri Anugrah, Puspita Septi Maharani, Anisati Sauma N, Bagus Haryo W, Septi Nugrahaini, Martina Ernaningsih, Fajar Adhi K, Haris Sugiharto, Intan Permatasari, Lisa Karunias Jati, Ravi Setya Ayu, Pratiwi Yunita Dwi Rahmawati, Wahyu Sugiharto, Yunia Rahmah, Galuh Ratnatika, Muhammad Aulia Rahman, Sintha Puspitaningrum, M.Bimo Aprilianto. Editor: Fajar Junaedi, Bayu Chandra Kumara, Erwin Rasyid, Galuh Ratnatika, Maharani Dwi Kusuma Wardani, M.Bimo Aprilianto Kata Pengantar : Fajar Junaedi Filosa Gita Sukmono Perancang Sampul: ? Ilustrasi Isi: All Editor Penata Letak: Ibnu Teguh W Pertama kali diterbitkan: Pertama kali diterbitkan oleh Mahasiswa peserta kelas Hukum Media Massa Program Studi Ilmu Komunikasi UMY tahun ajaran 2014/2015. Bekerjasama dengan: Buku Litera Minggiran MJ II/ 1121, RT 53/15 Suryodiningratan, Mantrijeron, Yogyakarta. Telp. 08179407446 e-mail: [email protected]., [email protected]. iv Kata Pengantar Perampokan Frekuensi Publik Fajar Junaedi (Dosen Ilmu Komunikasi UMY, pengurus Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi, inisiator Asosiasi Pendidikan Ilmu Komunikasi – Perguruan Tinggi Muhammadiyah) 14 Desember 2014, di hari Minggu yang diguyur gerimis. Tidak ada pilihan selain menonton televisi di tanggal merah. Biasanya saya menonton stasiun televisi asing terutama National Geographic dan History Channel, namun entah hasrat apa yang ada dalam benak saya sehingga saya menekan remote control memilih stasiun televisi Indonesia. RCTI adalah stasiun televisi yang tidak sengaja saya pilih. Dua orang host sedang membawakan sebuah program live tentang kelahiran anak dari pasangan selebriti Anang Hermansyah dan Ashanty. Sontak saya segera sadar bahwa frekuensi yang pada hakikatnya dimiliki oleh publik telah dirampok oleh RCTI dan pasangan selebriti tersebut. Perampokan frekuensi publik oleh stasiun televisi sebenarnya telah menjadi gejala yang mengkhawatirkan sepanjang tahun 2014. Sebelumnya pernikahan pasangan selebriti Raffl y Ahmad dan Nagita Slavina disiarkan secara langsung oleh TransTV dan RCTI. Wilayah privat selebriti yang tidak ada nilai kegunaannya bagi publik dipancarsiarkan oleh stasiun televisi swasta melalui frekuensi publik. Sesaat setelah melihat siaran langsung kelahiran anak pasangan Anang – Ashanty, saya berciut di twitter, “#JanganTontonRCTI yang siarkan kelahiran anak selebriti, peduli frekuensi publik”. Ciutan ini ternyata mengundang respon positif dari netizen, sebagaimana yang terlihat dari retweet yang berjumlah lebih dari 50 kali. Bagi orang biasa (ordinary people) seperti saya, respon sebanyak ini di luar dugaan. Respon yang bisa dibaca sebagai bentuk kepedulian atas frekuensi publik yang dirampok. Believe : Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia v Perampokan frekuensi publik oleh stasiun televisi swasta tidak lepas dari kepentingan ekonomi stasiun televisi untuk meraup iklan. Mereka menjual rating, sebuah angka kuantitatif atas jumlah kepenontonan. Dengan demikian, sebenarnya ketika kita menonton televisi, kita tidak hanya menikmati waktu luang (leisure time), namun kita juga bekerja (working). Kerja tersebut adalah menonton televisi yang dijadikan komoditas oleh stasiun televisi untuk dijual kepada pada pengiklan. Selain perampokan frekuensi bermotif kepentingan ekonomi, perampokan frekuensi publik juga bermotif kepentingan politik. Adalah pemilu tahun 2014 yang menjadi lonceng peringatan atas pemanfaatan frekuensi publik untuk kepentingan politik. Stasiun televisi yang dimiliki oleh pengusaha baron konglomerasi media sekaligus politisi dimanfaatkan secara massif untuk kepentingan politik. Modus operasi pemanfaatan frekuensi publik untuk kepentingan politik bisa dipetakan sebagai berikut. Pertama, pemanfaatan frekuensi publik untuk propaganda politik melalui iklan politik. Jauh sebelum kampanye dimulai, beberapa stasiun televisi “mencuri start” dengan aktivitas iklan politik. Kedua, pemanfaatan frekuensi publik untuk kepentingan politik melalui siaran berita. Jelas, publik bisa melihat bahwa berita mengenai Partai Golongan Karya sangat massif di TVOne dan ANTV, dua stasiun televisi di bawah konglomerasi yang di bawah komando Aburizal Bakrie yang juga menguasai kepemimpinan partai penyokong utama Orde Baru ini. Demikian juga berita tentang Nasional Demokrat (Nasdem), baik sebagai organisasi masyarakat maupun partai politik yang sangat massif di MetroTV. Surya Paloh, pemilik stasiun televisi swasta berita pertama di Indonesia ini, adalah tokoh kunci dalam Nasdem. Tatkala Harry Tanoesudibyo, pemilik konglomerasi media MNC Group, masih mesra dengan Surya Paloh, berita tentang Nasdem secara massif juga dipancarsiarkan oleh RCTI, MNCTV dan GlobalTV, tiga stasiun televisi terrestrial milik MNC Group. Peta yang kemudian berubah dengan cepat ketika Harry Tanoesudibyo pecah kongsi dengan Surya Paloh. Taipan penguasa MNC Group ini merapat ke Wiranto dengan bergabung ke Partai Hanura, dengan segera berita tentang Partai Hanura menjadi berita utama di stasiun – stasiun televisi di bawah konglomerasi MNC Group. vi Believe : Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia Terakhir, modus yang perampokan frekuensi publik oleh stasiun dilakukan melalui insersi dalam program siaran. Kasus yang paling mengemuka tentu saja dalah Kuis Kebangsaan yang disiarkan oleh stasiun televisi di bawah kendali MNC Group. Dalam sebuah program kuis, penyiar belum selesai mengajukan pertanyaan, namun penelpon sudah mampu menjawab pertanyaan. Karena pertanyaannya tentang Istana Maimun di Medan, maka bisa kita sebut sebagai insiden “Istana Maimun”. Blooper yang kemudian mengundang respon massif dari netizen di media sosial, yang sekaligus memperlihatkan kepedulian publik pada frekuensi publik. Membaca dengan Perspektif Ekonomi – Politik Di negera – negara maju, konglomerasi media telah menjadi bahan kajian dan sasaran kritik dunia akademis. Salah satu perspektif akademis yang secara kritis menyoroti relasi ekonomi dan politik dalam media komunikasi adalah ekonomi – politik komunikasi (the political economy of communication). Dalam konteks perkembangannya, perkembangan ekonomi politik komunikasi dilandasi oleh Transformasi pers, media elektronik dan perusahaan telekomunikasi yang awalnya dimiliki oleh keluarga bergerak menjadi perusahaan multinasional. Pendekatan ekonomi politik komunikasi secara umum dimulai dengan sisi produksi dalam komunikasi dengan meneliti pertumbuhan bisnis dan keterkaitannya dengan ekonomi politik secara lebih luas. Namun perkembangan konsumsi yang bersifat massif menjadikan kajian ekonomi politik tidak hanya berada pada ranah produksi namun juga pada ranah konsumsi, yang meliputi relasi sosial dan organisasi konsumsi. Konsumsi dihadirkan dengan meneliti pertumbuhannya sebagai respon struktural pada krisis akibat kelebihan produksi dan respon sosial pada krisis politik (Mosco,1998:74). Riset dalam konsentrasi media berhadapan dengan semakin meningkatnya kesulitan dalam meneliti mengenai pertumbuhan integrasi dalam bisnis industri media yang meliputi industri tradisional dan divisi teknologi. Satu tujuan utama dalam riset ekonomi politik komunikasi di Amerika Utara adalah untuk memahami relasi pemerintah atau negara dan bisnis komunikasi. Believe : Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia vii Tantangan ini telah dijelaskan sebagau peranan negara tanpa melakukan tekanan yang ekstrem terhadap industri media, dengan kata lain independen atau pluralistik. Schiller menyebutkan dalam bukunya Mass Communication and American Empire (1969/1992) bahwa negara merupakan fokus utama sebagai pengguna prinsip dari pelayanan komunikasi, Ini menjadi signifi kan, karena kebanyakan literatur komunikasi yang membahas tentang negara dalam ranah komunikasi, hanya melihat negara sebagai regulator atau pembuat kebijakan (Mosco,1998:92). Apa yang terjadi di Indonesia benar – benar memprihatinkan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dilecehkan oleh stasiun televisi yang merampok frekuensi publik demi kepentingan ekonomi, politik dan perpaduan keduanya. viii Believe : Mengungkap Kebohongan Program Televisi di Indonesia Mencari Kriteria Penonton “Oppositional Reading” Filosa Gita Sukmono Menonton dan mencermati media massa dari hari ke hari semakin terasa kurangnya keberpihakkan media terhadap publik, acara yang disajikan benar-benar berorientasi pada kepentingan media. Presentase