ANALISIS FRAMING

PESAN MORAL FILM GET MARRIED

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh:

YAYU RULIA SYAROF NIM: 104051001809

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1429 H / 2008 M ANALISIS FRAMING

PESAN MORAL FILM GET MARRIED

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh

YAYU RULIA SYAROF NIM: 104051001809

Pembimbing,

Drs. Wahidin Saputra, MA NIP: 150276299

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ANALISIS FRAMING PESAN MORAL FILM GET

MARRIED, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan

Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 09 Juni 2008, Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam pada

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Program Studi Strata 1.

Jakarta, 18 Juni 2008

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dr. Murodi, MA Umi Musyarofah, MA NIP: 150254102 NIP: 150281980

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Drs. Sunandar Ibnu Nur, M.Ag Rubiyanah, MA NIP: 150273477 NIP: 150286373

Pembimbing,

Drs. Wahidin Saputra, MA NIP: 150270810

ABSTRAK

Nama : Yayu Rulia Syarof NIM : 104051001809 Fakultas : Dakwah dan Komunikasi Jurusan : Komunikasi Penyiaran Islam

ANALISIS FRAMING PESAN MORAL FILM GET MARRIED

Film merupakan saluran komunikasi massa yang paling efektif dalam penyampaian pesan, karena film dapat memberikan efek baik dari aspek edukatif, afektif maupun kognitif dengan mudah kepada penonton. Dalam penyampaian pesannya media film tidak hanya sekedar bercerita akan tetapi juga memberikan gambaran dalam kehidupan sosial sebuah komunitas. Begitu juga dengan film Get Married yang menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia dan dan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Film Get Married adalah buah karya Hanung Bramantyo yang berhasil menarik perhatian banyak penonton, dan juga berhasil menjadi film untuk kategori nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2007. Dengan berbagai keunggulan film ini, maka penulis melakukan penelitian mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami isu dan pesan apa yang sebenarnya hendak disampaikan. Permasalah yang ingin diungkap dalam penelitian ini adalah ingin melihat bagaimana isi cerita film yang dibingkai oleh Hanung Bramantyo sebagai sutradara film Get Married ini. Dengan menggunakan teori analisis framing model Pan dan Kosicki, dapat ditelaah bagaimana proses penyampaian pesan dan pengemasan pesan oleh sutradara melalui elemen sintaksis, skrip, tematik dan retoris sesuai isu pesan yang ditonjolkan dalam frame-frame yang terdapat dalam cerita film tersebut. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena dalam pelaksanaannya lebih dilakukan pada pemaknaan teks, dari pada penjumlahan katagori. Pengumpulan data melalui research document, kemudian data-data dianalisis melalui struktur framing model Pan dan Kosicki. Dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa dengan menganalisa film melalui pendekatan teori framing dan strukturnya, dapat mengungkap isu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara kepada penonton.Hasil dari analisis framing film Get Married ini juga ditemukan pesan-pesan yang mengandung unsur kebaikan (pesan moral).

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Segala panjatan syukur kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan taufiq-

Nya yang telah diberikan kepada saya, sehingga saya dapat berkesempatan menyelasaikan skripsi saya yang berjudul “Analisis Framing Pesan Moral Film Get

Married”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial program studi SI di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,

Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita memperoleh syafa’at-nya di akhir zaman nanti.

Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Siddik Muztaba dan Masanih atas

keikhlasan dukungan dan do’a dan kasih sayang sepanjang masa yang telah

mereka berikan. Juga kakak-kakak tercinta Hendi Hidayat beserta istri, Aas

Nurhasana beserta suami dan Subki Hasan beserta istri yang senantiasa

mencurahkan perhatian.

2. Dr. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

3. Drs. Wahidin Saputra, M.A., selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan

waktu untuk memberikan pengarahan dan ilmu yang sangat berharga.

4. Umi Musyarofah, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

yang tidak pernah bosan memberikan dukungan dan memberikan nasihat.

5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan ilmu

pengetahuan. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat. Juga kepada seluruh staf bagian Akademik, dan seluruh staf bagian Perpustakaan Fakultas

Dakwah dan Komunikasi.

6. Mulyadi, A.Md., selaku guruku yang selalu memberi insipirasi dan dorongan

untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu sampai akhir masa.

7. Sahabat-sahabatku di UIN Syarif Hidayatullah angkatan 2004, khususnya kelas

KPI B yang telah memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini, dan telah

memberikan ribuan kenangan manis yang tak kan terlupakan.

8. Rekan-rekan yang tergabung dalam Ikatan Remaja (IRENA)

Cinangka, yang telah memberikan semarak dan semangat hidup, sehingga selalu

tercipta senyuman bahagia.

9. Sahabat-sahabat terdekat, Ashabul Kahfi, Nurmansyah, Agus Muharom, Dede

Taufik Kurnia, Lisah Fauziah, Dewi Erian, Meriska, Nyla, Maulana, Cipto, Nani,

Nasrul Ulum, dan Aan.

10. Adik-adikku Noor Wulandari dan Hamzah yang bersedia menjadi asisten.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dan kekhilafan dalam

menyusun skripsi ini. Oleh karenanya sangat diharapkan saran dan kritik dan juga

ralat demi kemajuan bersama di masa depan. Besar harapan semoga skripsi ini dapat

menjadi motivasi dan inspirasi serta bermanfaat bagi penulis pribadi dan pembaca sekalian.

Jakarta, 25 Mei 2008

Penulis

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI…………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………… vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………… 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………. 4

D. Metodologi Penelitian……………………………………... 5

E. Tinjauan Pustaka…………………………………………… 8

F. Sistematika Penulisan…………………………………….... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Moral, Etika dan Akhlak……………………… 11

B. Teori Framing…………………………………………….. 16

C. Film Sebagai Media Komunikasi dan Dakwah…………… 22

D. Perkawinan Menurut Islam...... 32

BAB III GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED

A. Latar Belakang Pembuatan Film………………………….. 36

B. Sinopsis Film Get Married………………………………… 39

C. Tim Produksi dan Pemeran Film Get Married……………. 40

BAB IV PESAN MORAL FILM GET MARRIED

A. Pengemasan Pesan Film Get Married……………………… 44

B. Pesan Moral Film Get Married…………………………….. 59

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………… 69

B. Saran-saran.………………………………………………… 70

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Frame: Menikah Untuk Meneruskan Riwayat

Keluarga………………………………………………………. 47

Tabel 02 Frame: Menikah karena Perjodohan………………………….. 51

Tabel 03 Frame: Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera

Menikah………………………………………………………. 54

Tabel 04 Frame: Memilih Pasangan yang Tepat……………………….. 58

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.

Jakarta,

HAIZA RONI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi dewasa ini sudah merasuk ke segala sendi kehidupan manusia

dapat dilihat dari semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Begitu juga dengan kemajuan dibidang teknologi komunikasi massa.

Perkembangan globalisasi ini menjadikan media massa naik pada suatu

tingkat yang lebih bermanfaat dan lebih dipilih orang banyak untuk melakukan

komunikasi dengan seluruh manusia yang ada di seantero mayapada ini secara

serentak. Dalam bahasa Dovifat (1967), teknologi komunikasi mutakhir ini

telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia”.1

Dewasa ini media tumbuh semakin pesat, sebagai media informasi, radio

dan televisi unggul dalam menyampaikan informasi secara dini yang

dilengkapi dengan ulasan penjelas. Manusia merupakan sasaran dari media

tersebut, semua pesan media massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi

bahan informasi dan referensi mereka.2

Disamping surat kabar, majalah, radio dan televisi, film juga menjadi

bagian dari salah satu media komunikasi massa.3 Sebagai media komunikasi

massa film dibuat dengan tujuan tertentu, kemudian hasilnya tersebut

ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat. Karakter psikologisnya

khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal yaitu film

1 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), Cet. ke-21, h. 186. 2 Aep Kusnawan et.al, Komunikasi Penyiaran Islam (Bandung; Penerbit Benang Merah Press, 2004), Cet. 1, hal. 23. 3 Adi pranajaya, Film dan Masyarakat : Sebuah Pengantar (Jakarta; BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 11. bersifat satu arah. Jadi bila dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya,

film dianggap jenis yang paling efektif.

Film merupakan sesuatu yang unik dibandingkan dengan media lainnya,

karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya

melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki

kesanggupan untuk menangani berbagai subjek yang tidak terbatas ragamnya.4

Berkat unsur inilah film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang

banyak diminati masyarakat, karena dengan mengamati secara seksama apa

yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada

dibalik ceritanya, film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah

kebudayaan, serta mencerminkan dan menyatakan segi-segi yang kadang-

kadang kurang jelas terlihat dalam masyarakat.5

Film indonesia bangkit lagi setelah meledaknya film Ada Apa Dengan

Cinta karya sutradara muda Rudi Sudjarwo pada tahun 2002. Kebangkitan itu

terus diperlihatkan oleh para sineas handal melalui karya-karya mereka yang

semakin diminati penonton.

Di penghujung tahun 2007 Hanung Bramantyo mencoba mengangkat

kembali pamor film komedi yang sempat jaya pada masa Warkop DKI atau

Didi Petet dengan Kabayan-nya. Melalui filmnya yang berjudul Get Married,

Hanung mencoba bersaing dengan film-film horor yang sedang ramai disuguhi

kepada penonton.

4 Joseph M. Boggs, The Art of Watching Film, (Terj) Asrul Sani (Jakarta; Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986), h. 5. 5 Adi pranajaya, Film dan Masyarakat : Sebuah Pengantar (Jakarta; BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 6.

Dunia perfilman Indonesia memang sedang diwarnai oleh sederet film

yang bernuansa mistis dan romantis, Hanung dengan cerdas memberikan

kesegaran baru bagi penonton yang penat dari kegiatan sehari-hari mereka,

dengan memberikan sentuhan komedi dengan bahasa yang ringan pada

filmnya kali ini, film Get Married-pun menambah keceriaan penonton dalam

merayakan hari raya ‘Idul Fitri.

Film Get Married adalah buah karya Hanung Bramantyo yang berhasil

menarik perhatian banyak penonton, dan juga berhasil menjadi film untuk

kategori nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2007.

Dengan berbagai keunggulan film ini, maka penulis melakukan penelitian

mendalam pada aspek cerita film ini, guna memahami isu dan pesan apa yang

sebenarnya hendak disampaikan. Oleh karenanya judul yang diambil adalah

Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari terlalu luas dan melebarnya pembatasan maka

penelitian ini dibuat suatu batasan. Ruang lingkup dibatasi hanya pada analisis

tekstual dalam naskah film Get Married karya Hanung Bramantyo.

Sedangkan perumusan masalah yang diangkat adalah :

1. Bagaimana pengemasan pesan yang disampaikan Hanung Bramantyo

dalam film Get Married?

2. Pesan moral apa yang terdapat pada film Get Married?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengemasan pesan yang disampaikan Hanung

Bramantyo dalam film Get Married.

b. Untuk Mengetahui pesan moral yang terdapat pada film Get Married.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

perkembangan kajian dakwah tentang media dan komunikasi massa, serta

memberikan pandangan baru tentang analisis framing sebagai sebuah metode

penelitian dalam analisis teks media.

b. Manfaat Praktis

Semoga dapat menjadi informasi bagi penelitian serupa di masa

mendatang dalam melakukan telaah film terutama dilihat dari analisis framing.

D. Metodologi penelitian

1. Metode Penelitian

Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,

memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari

perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di masyarakat. Objek

analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan

budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu.6 Dan penelitian

ini bersifat kualitatif karena dalam pelaksanaannya lebih dilakukan pada

pemaknaan teks, dari pada penjumlahan katagori.

Pendekatan analisis kualitatif menggunakan pendekatan logika induktif,

silogismenya dibangun berdasarkan hal khusus atau data di lapangan dan

bermuara pada hal-hal umum. Analisis ini tidak digunakan untuk mencari data

frekuensi, akan tetapi untuk menganalisis dari data yang tampak, maka analisis

ini digunakan untuk memahami fakta dan bukan untuk menjelaskan fakta

tersebut.7

2. Jenis Penelitian

Berdasarkan dari tujuannya ini menggunakan jenis penelitian eksplanatif.

Yaitu bertujuan untuk menjelaskan sebuah permasalahan yang telah memiliki

gambaran yang jelas, dan bermaksud menggali secara lebih dalam.8 Peneliti

mencoba mencari tahu sebab dan alasan mengapa peristiwa bisa terjadi,

diantaranya menjelaskan secara akurat mengenai satu topik masalah,

menghubungkan topik-topik yang berbeda namun memiliki keterkaitan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh datanya, penulis melakukan document research artinya

penulis hanya meneliti script atau naskah yang terdapat pada film Get Married

sebagai data primer atau sasaran utama dalam analisis, tanpa melakukan

wawancara.

Selain melakukan research pada script tersebut, document research juga

sebagai teknik pengumpulan data-data atau teori-teori melalui telaah dan

6 Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 302. 7 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 33-34. 8 Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006). mengkaji dari buku, majalah, internet dan literatur-literatur lainnya yang ada

relevansi dengan materi penelitian ini.

4. Teknik Pengolahan Data

Data diolah dengan menggunakan penjelasan tabel-tabel dan teori analisis

framing yang merujuk pada model Pan dan Kosicki, sehingga dengan

penyajian dan penjelasan tabel serta teori itu akan terlihat lebih jelas pesan

yang ingin diangkat atau ditonjolkan oleh sutradara.

5. Unit Analisis

Subjek yang akan diteliti adalah film Get Married, sedangkan objek

penelitiannya sendiri adalah pesan tekstual dalam skenario film Get Married.

6. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis framing. Framing

didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol,

menempatkan informasi lebih dari pada yang lain sehingga khalayak lebih

tertuju pada tersebut.

Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk

mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media.9 Analisis framing juga membuka peluang bagi

implementasi konsep-konsep sosiologis, politik dan kultural untuk

menganalisis fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat

diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks sosiologis, politik, atau kultural

yang meliputinya (Sudibyo, 1999b : 176).10

9 Eriyanto, Analisis Framing ( : LKiS, 2002). 10 Ibid Analisis bingkai merupakan dasar struktur kognitif yang memandu

persepsi dan representasi realitas – membongkar ideologi dibalik penulisan

informasi,11 menjelaskan bahwa latar belakang budaya membentuk

pemahaman terhadap sebuah peristiwa.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis framing Model

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang merupakan salah satu dari empat

teori alternatif dari analisis framing terpopuler yang digunakan untuk

memperoleh gambaran isi pesan yang disampaikan. Model analisis ini dibagi

dalam empat struktur besar, yakni meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik,

dan retoris.

STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI

SINTAKSIS Judul, latar informasi, 1. Skema Cerita - Skematik Cara penulis pelaku dan dialog. menyusun cerita

SKRIP 2. Kelengkapan Cerita konstruksi dramatik, narasi, (Unsur-unsur skenario film) Cara penulis dan scene. Mengisahkan cerita

3. Detail TEMATIK Tema, proposisi, kalimat, 4. Koherensi Cara penulis 5. Bentuk Kalimat hubungan antar kalimat. 6. Kata Ganti menulis cerita

RETORIS Kata, idiom dan citra. 7. Leksikon Cara penulis 8. Metafora menekankan cerita

E. Tinjauan Pustaka

11 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006), Cet. 1, h. 92. Dalam penelitian Analisis Framing Pesan Moral Film Get Married ini,

penulis terinspirasi pada skripsi-skripsi terdahulu. Diantaranya Analisis Framing

Film Berbagai Suami Karya Nia Dinata yang ditulis oleh Junaidi dan Analisis

Framing Berita Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi

Publik (RUU KMIP) di www.bipnewsroom.info Badan Informasi Publik

Departemen Komunikasi dan Informatika oleh Untung Sutomo pada tahun 2007.

Junaidi dalam penelitiannya menjelaskan masalah pengemasan pesan yang

disampaikan Nia Dinata dalam film Berbagi Suami dan mengungkap nilai-nilai

yang melatar belakangi konstruksi sosial dalam pengemasan pesannya. Adapun

Untung Sutomo meneliti RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik, dalam

analisis framingnya ia mendapatkan hasil konstruksi berita seputar RUU KMIP

tersebut.

Kedua penelitian tersebut sama-sama menggunakan teori dan model yang

sama seperti peneliti kali ini. Namun, penelitian kali peneliti tidak hanya

mengungkap pengemasan pesan oleh sutradara, tetapi juga mengungkap pesan

moral yang terdapat dalam film Get Married.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika

penulisan yang terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki beberapa

sub-bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Batasan

dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi

Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian. BAB II LANDASAN TEORITIS yang terdiri dari, Pengertian Moral, Etika

dan Akhlak, Teori Framing, Film Sebagai Media Dakwah, dan

Perkawinan Menurut Islam.

BAB III GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED yang terdiri dari

Latar Belakang Pembuatan Film Get Married, Sinopsis Film Get

Married dan Tim Produksi Film Get Married.

BAB IV PESAN MORAL FILM GET MARRIED membahas hasil penelitian

yang terdiri dari, Pengemasan Pesan Dalam Film Get Married, dan

Pesan Moral Dalam Film Get Married.

BAB V PENUTUP yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Moral, Etika dan Akhlak

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik-

buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.12Kata moral sendiri berasal dari

bahasa latin yaitu mos atau mores yang berarti adat istiadat, kebiasaan,

kelakuan, tabiat, watak, dan cara hidup. Sedangkan secara etimologi moral

adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,

kehendak pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar,

salah, baik atau buruk.13

Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah,

patokan-patokan kumpulan peraturan dan ketetapan lisan atau tertulis tentang

bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang

baik. Sumber dasar ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajaran

agama dan ideologi-ideologi tertentu.14

Beberapa pengertian moral juga dituliskan dalam buku The Advanced

Leaner’s Dictionary of Current English, sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.

2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.

3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.15

12 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet. XII, h. 278. 13 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2003), cet. 5, h. 94. 14 Sudirman Tebba, Etika dan Tasawuf Jawa, (Jakarta: Pustaka irVan, 2007), h. 11-12. 15 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 93. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah

yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan

nilai atau ketentuan baik atau buruk, benar atau salah.

Dalam buku Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa moral adalah

kesusilaan atau kebiasaan yang dapat mencakup:

a. Seluruh kaidah kebiasaan dan kesusilaan yang berlaku pada suatu

kelompok tertentu.

b. Ajaran kesusilaan yang dipelajari secara sistematis di dalam etika,

falsafah moral dan teologi moral.

Menurut Zakiah Darajat, moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran

(nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar

yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan tersebut.16

Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di

antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia

sebagai manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup

supaya menjadi baik sebagai manusia.17 Adapun kategori berdasarkan pesan

moral ada tiga macam:

1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan.

2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri. Menjadi sub; ambisi,

harga diri, takut dan lain-lain.

3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan

sosial, termasuk hubungannya dengan alam. Dibagi menjadi sub kategori;

persahabatan, kesetiaan, penghianatan, permusuhan dan lain-lain.

16 Zakiah Darajat, Peranan Agama Islam Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji Masagung, 1993) h. 63. 17 Yadi Purwanto, Etika Profesi, (Bandung, PT. Repika Aditama, 2007), h. 45. Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.18

Menurut Franz Magnis Susesno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang bagaimana manusia harus bertindak.19 Etika bukan sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan suatu filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral. Jadi, etika merupakan sebuah ilmu dan bukan ajaran.

Kata moral lebih mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan etika adalah ilmu, yakni pemikiran rasional, kritis dan sistematis tentang ajaran-ajaran moral. Etika menuntun seseorang untuk mengapa atau atas dasar apa ia harus mengikuti ajaran moral tertentu. Dalam artian ini etika dapat disebut filsafat moral (E. Y. Kanter,

2002:2).20

Jadi, ajaran moral dapat diibaratkan dengan buku petunjuk bagaimana kita harus memperlakukan kendaraan kita dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian tentang struktur dan teknologi kendaraan itu.

Dari beberapa definisi di atas tentang moral, maka peneliti menyimpulkan bahwa moral adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok tertentu dalam mengatur segala tingkah

18 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 90. 19 Ibid., h. 11. 20 http://anggara.org/2006/06/14/dimensimoral lakunya. Sedangkan etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan baik dan buruknya sikap dan tingkah laku manusia, atau aturan tentang tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

Selain etika, akhlak juga punya makna yang sama dengan moral. Menurut bahasa akhlak berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, kelakuan, tabi’at, watak dasar, kebiasaan, kelaziman.

Sedangkan pengertian akhlak berdasarkan terminologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka yang menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.21

Ibn Miskawaih yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak terdahulu, secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang mendoronganya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.22

Sementara itu Imam al-Ghazali mengatakan sebagaimana yang dikutip oleh Abudin Nata bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.23

Menurut Hamka, akhlak bersumber pada empat perkara yaitu:

1. Hikmat, ialah keadaan nafi (batin) yang dengan hikmat dapat

mengetahui mana yang benar dan mana yang salah segala

perbuatannya yang berhubungan dengan ikhtiar.

21 Mohammad Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 117. 22 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 3. 23 Ibid., 2. Syuja’ah, ialah kekuatan ghabah (marah) itu dituntun oleh akal baik

maju dan mundurnya.

3. Iffah, ialah mengekang kehendak nafsu dengan akal dan syara.

4. ‘Adalah, ialah keadaan nafs yaitu suatu kekuatan batin yang dapat

mengendalikan diri ketika marah atau ketika syahwat naik.24

Akhlak terdiri dari dua macam, yaitu:

1. Akhlak Mahmudah; yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama

manusia dan makhluk-makhluknya.

2. Akhlak Madzmumah; yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama

manusia dan makhluk-makhluknya.

Uraian di atas menunjukkan bahwa etika dan moral berasal dari akal

manusia dan budaya masyarakat. Sementara akhlak berasal dari wahyu Tuhan,

yakni ketentuan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadits.

B. Teori Framing

Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,

khususnya dalam menganlisis teks media. Gagasan mengenai framing diawali

oleh Beterson pada tahun 1995, awalnya frame dimaknai sebagai stuktur

konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik,

kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar

untuk mengapresiasikan realitas.25

Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas dibentuk

dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu,

24 Hamka, Akhlak Karimah, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), h.5. 25 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 161-162. hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari relitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal.26

Penonjolan yang dimaksud adalah mempertinggi probabilitas penerima

akan informasi, sehingga dapat melihat pesan tersebut dengan lebih tajam dan

dapat tersimpan dalam ingatan penerima pesan.

Media massa – khususnya film menghadirkan sebuah cerita dengan

mengemas atau membingkai (framing) cerita tersebut dari realitas suatu

peristiwa. Karena media apapun tidak terlepas dari bias-bias yang berkaitan

dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama.27

Menurut Dedy N. Hidayat yang dikutip Racmah Ida, menjelaskan bahwa

analisis framing dapat digunakan untuk melihat bagaimana upaya media menyajikan sebuah event yang mengesahkan obyektifitas, keseimbangan dan nonpartisan dan mengemasnya sedemikian rupa, sehingga khalayak mudah

tergiring ke dalam kerangka framing pendefinisian realitas dan tertentu yang

dilakukan oleh media melalui pemilihan kata, bahasa, penggunaan simbol dan

sistem logika tertentu.28

Dalam mendefinisikan framing, Gamson menggunakan dua pendekatan,

pertama pendekatan kultural yang menghasilkan framing dalam level kultural,

dan kedua menggunakan pendekatan psikologis yang menghasilkan framing

dalam level individual.29

Analisis framing berusaha menemukan kunci-kunci tema dalam sebuah teks dan menunjukkan bahwa latar budaya membentuk pemahaman terhadap sebuah peristiwa.

26 Eriyanto, Analisis Farming, h. 66. 27 Ibid., h. 5. 28 Rachmah Ida, Ragam Penelitian Isi Media Kuantitatif, dalam Burhan Bungin, h. 150. 29 Sobur, Analisis Teks Media, h. 172. Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story

telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat”

terhadap realitas yang dijadikan berita atau cerita, “cara melihat” ini

berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.30

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mendefinisikan framing sebagai

strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan

dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan

rutinitas dan konvensi pembentukan berita.31 Perangkat framing atau struktur

analisis tersebut adalah sintaksis, skrip, tematik dan retoris.

1. Struktur Sintaksis

Struktur sintaksis berhubungan dengan bagaimana penulis menyusun

gagasan dalam sebuah cerita. Bagian-bagian yang diamati adalah judul, latar

dan lainnya. Bagian ini disusun dalam bentuk tetap dan teratur sehingga

membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana cerita hendak disusun.

Dalam sebuah plot (peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita

yang berdasarkan sebab akibat), hal yang sangat esensial untuk diperhatikan

adalah peristiwa, konflik dan klimaks. Eksistensi plot itu sendiri sangat

ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula dengan masalah kualitas

dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi.32

30 Eriyanto, Analisis Framing, h. 10. 31 Ibid., h. 69. 32 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), h. 113. Peristiwa dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu: peristiwa fungsional,

kaitan dan acuan.33 Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau mempengaruhi perkembangan plot. Urutan-urutan peristiwa fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan.

Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting (baca: peristiwa fungsional) dalam pengurutan penyajian cerita (atau: secara plot).

Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh

dan atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada

unsur-unsur lain, misalnya berhubungan dengan masalah perwatakan atau

suasana yang melingkupi batin seorang tokoh. Dalam hal ini bukannya alur

dan peristiwa-peristiwa penting yang diceritakan, melainkan bagaimana

suasana alam dan batin dilukiskan.

Selain peristiwa dalam sebuah plot cerita dikenal juga adanya konflik.

Konflik menyarankan pada sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan yang

terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita yang, jika tokoh (-tokoh) itu

mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih

peristiwa itu menimpa dirinya.34

Bentuk konflik sebagai bentuk kejadian, dapat dibedakan dalam dua kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal.

Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi dengan sesuatu yang diluar

dirinya – dengan lingkungan alam – dengan lingkungan manusia. Sedangkan

33 Ibid., h. 118. 34 Ibid., h. 122. konflik internal (atau: konflik batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati,

jiwa seseorang tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita.35

Ada satu hal lagi yang sangat menentukan (arah) perkembangan plot

adalah klimaks. Menurut Stanton, klimaks adalah saat konflik telah mencapai

tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak

dapat dihindari kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan

cerita, perisatiwa dan saat itu memang harus terjadi tidak boleh tidak.36

2. Struktur Skrip

Struktur skrip melihat bagaimana strategi penulis cerita mengisahkan atau

menceritakan peristiwa sesuai dengan plotnya, dan berdasarkan nilai

konstruksi dramatik sebuah cerita dalam skenario.

Dalam berita, wartawan menggunakan beberapa perangkat dalam struktur

skrip ini yaitu What (apa), When (kapan), Who (siapa), Where (di mana), Why

(mengapa) dan How (bagaimana). Begitu juga dengan penulis cerita tetap

menggunakan unsur-unsur tersebut dalam mengisahkan cerita, namun sudah

dikemas dalam unsur-unsur skenario film.

Cerita adalah perjuangan protagonis dalam mengatasi problema tama dan

untuk bisa mencapai goal. Lintasan perjuangan terssebut berupa rangkaian

adegan, yakni adegan yang merupakan pokok-pokok cerita, adegan-adegan

yang indah dan memiliki nilai dramatik, yakni yang mengandung konflik,

suspense, ketakutan dan sebagainya.37

3. Struktur Tematik

35 Ibid., h. 124. 36 Ibid., h. 127. 37 , Teknik Menulis Skenario Film Cerita (yogyakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 128. Struktur tematik berhubungan dengan cara penulis cerita mengungkapkan

pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan

antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.

Perangakat framing yang digunakan adalah detail, koherensi, bentuk

kalimat dan kata ganti. Melalui perangkat-perangkat ini membantu melihat

bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil.

Detail merupakan strategi komunikator mengekspresikan sikapnya dengan

cara yang implisit. Komunikator detail dalam mengemas pesan, mana yang

dikembangkan dan mana yang diceritakan dengan detail yang besar, akan

menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.38

Koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi, atau kalimat.

Sehingga cerita yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan

ketika seseorang menghubungkannya.

Koherensi memiliki beberapa macam kategori: pertama, koherensi sebab-

akibat, yaitu proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari

proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas, yakni proposisi atau satu kalimat

sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda, yakni

proposisi atau kalimat satu dipandang menjadi kebalikan atau lawan dari

proposisi atau kalimat lain.39

Adapun kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau

tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Gagasan yang tunggal

38 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2006), cet. Ke-6, h. 238. 39 Eriyanto, Analisis Framing, 2. 263. dinyatakan dalam kalimat tunggal, dan gagasan yang bersegi dinyatakan

dalam kalimat majemuk.40

Perangkat lain adalah proposisi, menurut Poespoprodjo proposisi adalah

suatu penuturan yang utuh, atau ungkapan keputusan dalam kata-kata atau

juga manifestasi luaran dari sebuah keputusan.41

Kata ganti adalah elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan

suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh

komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana.42

4. Struktur Retoris

Retoris berhubungan dengan bagaimana penulis cerita menekankan arti

tertentu ke dalam cerita. Struktur ini akan melihat bagaimana penulis cerita

memakai pilihan kata, idiom, bentuk citra yang ditampilkan sebagai

penekanan arti tertentu kepada pembaca atau penonton.

Leksikon adalah pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk

menandai atau menggambarkan peristiwa. Pilihan kata-kata yang dipakai

menunjukkan sikap dan ideologi tertentu.43

Sedangkan metafora, dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu

cerita. Pemakaian metafora ini bisa menjadi petunjuk utama untuk mengerti

makana suatu teks. Penulis cerita menggunakan kepercayaan masyarakat,

ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno,

bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci untuk

40 E. Zaenal Arifin, dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1995), Ed. Baru, cet. Ke-1, h. 78. 41 Poespoprodjo, Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), h. 170. 42 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 253. 43 Eriyanto, Analisis Framing, h. 257-226. memperkuat pesan utama. Penggunaan metafora ini sebagai landasan berpikir

atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.44

C. Film Sebagai Media Komunikasi dan Dakwah

1. Pengertian Film

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI: 2003), film diartikan

sebagai: (1) Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar

negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan

dimainkan di bioskop); (2) Lakon (cerita) gambar hidup.45

Para teoritikus film menyatakan bahwa film adalah perkembangan yang

bermuncul dari fotografi. Hanya saja foto tidak memperlihatkan ilusi gerak

(baca: statis), sedangkan film meberikan ilusi gerak (moving camera).

Film adalah gambar hidup, juga sering disebut dengan movie. Gambar

hidup adalah bentuk seni, bentuk popular dari hiburan dan juga bisnis. Film

merupakan teknologi hiburan massa dan untuk menyebarluaskan informasi

dan berbagai pesan dan skala luas disamping pers, radio, dan televisi.46

Sebagai media rekam film menyajikan gambar figuratif dalam bentuk objek-

objek fotografis yang dekat dengan kehidupan manusia (Andre Garcies).47

Berdasarkan Undang-undang perfilman No. 8 Tahun 1992: film adalah

karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa

pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam

pada seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan

44 Ibid., h. 259. 45 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisi Ke-3, h. 316. 46 Sean McBride, Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara Satu Dunai, (Terj) (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), h. 20. 47 Muslikh Madiyant, Sinema Sastra: Mencari Bahasa di Dalam Teks Visual, Jurnal Humaniora, Volume XV, No.2/2003. teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses

kimiawi, elektronik, atau lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik,

elektronik, dan/atau lainnya. Sedangkan perfilman itu sendiri adalah seluruh

kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa, teknik, pengeksporan,

pengimporan, pengedaran, pertunjukkan, dan/atau penayangan film.48

Film tidak hanya sekedar cerita semata melainkan sebuah gambaran dalam

kehidupan sosial sebuah komunitas. Film memiliki realitas kelompok

masyarakat baik realitas dalam bentuk imajinasi atau realitas dalam arti

sebenarnya.

Film adalah fenomena sosial, psikologi dan estetika yang kompleks. Film

adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar diiringi kata-kata dan

musik. Jadi, film adalah produksi yang multi-dimensional dan sangat

kompleks.49 Sehingga film dapat memberikan pengaruh bagi jiwa manusia,

karena dalam suatu proses menonton film terjadi suatu gejala yang disebut

oleh ilmu jiwa sosial sebagai identifikasi sosiologi sesuai dengan karakteristik

dan keunikan yang ada pada film, dan ini adalah salah satu kelebihan film

sebagai media massa dibanding dengan media massa lainnya.

Film tidak hanya memberikan hiburan semata tetapi lebih dari itu film

sudah masuk ke dalam sebuah kebudayaan yang tidak hanya sekedar objek estetika.

Dari banyak penjelasan di atas tentang film, maka penulis menyimpulkan

bahwa pengertian film adalah cerita atau gambaran realita kehidupan sehari-

48 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32. 49 Ibid., h. 121. hari yang digambarkan melalui media elektronik audio-visual untuk

disampaikan kepada khalayak ramai.

a. Perkembangan Film

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang baru dimulai

pada tahun 1906, ketika Ferdinand Zecca da Prancis membuat film yang

berjudul The Story of Crime, dan Edward S. Porter membuat film yang

berjudul The life of an American Fireman pada tahun 1902. Akan tetapi karya

yang dianggap sebagai film cerita yang pertama adalah karya Edward S. Porter

yang berjudul The Great Train Roberry50, karena film yang hanya berdurasi

sebelas menit ini sudah memiliki teknik pembuatan film yang mengagumkan

pada saat itu.

Setelah film ditemukan pada akhir abad ke-19, film mengalami

perkembangan seiring dengan perkembangan teknologi yang mendukung.

Pada awalnya hanya dikenal film hitam-putih dan tanpa suara.

Adapun menurut sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang

diprodusir di Negeri ini adalah film yang berjudul Lady Van Java oleh seorang

yang bernama David pada tahun 1926 di kota Bandung. Sehingga pada tahun

1930 masyarakat Indonesia telah disajikan dengan film-film yang semakin

merebak seperti film Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Namun film yang

disajikan masih merupakan film bisu.51

50 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung: Alumni, 1978), h. 201-202. 51 Elvianaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004), Cet. Ke-1. h. 135. Peralatan produksi film telah mengalami perkembangan dari waktu ke

waktu, pada akhir tahun 1920-an mulai dikenal film bersuara, dan menyusul

film warna pada tahun 1930-an.52

Lebih lanjutnya Onong Uchjana effendy juga menjelaskan bahwa :

“Pada tahun 1953 diketengahkan sistem tiga dimensi, yaitu suatu sistem yang benar-benar menimbulkan kesan yang mendalam, karena apa yang dilihat penonton tidak lagi latar, sehingga terlihat tampak benar-benar seperti kenyataan. Pada tahun yang sama, perusahaan film 20 Century Fox memperkenalkan cinemascope dengan layarnya yang lebar. Sementara itu perusahaan film Paramount berhasil menampilkan sistem vista vision yang meskipun layarnya tidak selebar cinemascope tetapi gambar yang ditampilkan sangat tajam.”53

Dalam The Art of Film, Ernest Lindgren menyatakan, adalah mustahil

untuk membayangkan sesuatu yang dapat dilihat oleh mata atau didengar oleh

telinga, baik sesuatu yang benar-benar ada maupun sesuatu yang ada dalam

khayalan, yang tidak dapat disajikan dalam media film.54 b. Jenis-jenis Film

Dewasa ini terdapat pelbagai ragam film. Meskipun cara pendekatan

berbeda-beda, semua film dapat dikatakan mempunyai satu sasaran, yaitu

menarik perhatian orang terhadap muatan masalah-masalah yang dikandung.

Selain itu film dapat dirancang untuk melayani keperluan publik terbatas

maupun publik yang seluas-luasnya.

Pada dasarnya film dapat dikelompokkan dalam dua kategori, yakni film

cerita dan film noncerita. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan

cerita yang dikarang dan dimainkan oleh aktor dan aktris. Pada umumnya film

cerita bersifat komersial, artinya dipertunjukkan di bioskop dengan harga

52 Marseli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film (Jakarta: Grasindo, 1996), h. 9. 53 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat komunikasi, Opcit, h. 58. 54 Pranajaya, Film dan Masyarakat, h. 9-10. karcis tertentu atau diputar di televisi dengan dukungan sponsor iklan tertentu.55

Film cerita memiliki pelbagai jenis, diantaranya sebagai berikut:

a. Film Drama; adalah suatu kejadian atau peristiwa hidup yang hebat,

mengandung konflik pergolakan, clash atau benturan antara dua orang

atau lebih. Sifat drama antara lain romance, tragedy dan comedy.

b. Film Realisme; adalah film yang mengandung relevansi dengan

kehidupan sehari-hari.

c. Film Sejarah; melukiskan kehidupan tokoh tersohor dan peristiwanya.

d. Film Horor/Misteri; mengisahkan cerita yang menyeramkan,

mengupas terjadinya fenomena supranatural yang menimbulkan rasa

wonder, heran, takjub dan takut.

e. Film Perang; menggambarkan peperangan atau situasi di dalamnya

atau setelahnya.

f. Film Anak; mengupas kehidupan anak-anak.

Dalam pembuatan film-film cerita ini dibutuhkan proses pemikiran dan proses teknis. Proses pemikiran berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang akan digarap. Sedangkan proses teknis berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton. Oleh karena itu film cerita dapat dipandang sebagai wahana penyebaran nilai- nilai.56

Sedangkan film non-cerita merupakan kategori film yang mengambil

kenyataan sebagai subjeknya. Jadi merekam kenyataan daripada fiksi tentang

55 Ibid. 56 Ibid., h. 13. kenyataan.57 Yang termasuk film noncerita adalah film dokumenter dan film

faktual.

Film dokumenter adalah film yang hanya merekam kejadian tanpa diolah

lagi, misalnya dokumentasi upacara kenegaraan. Selain mengandung fakta,

film dokumenter juga mengandung subjektifitas pembuat.58 Subjektivitas

diartikan sebagai sikap atau opini terhadap peristiwa. Adapun film faktual

pasa umumnya hanya menampilkan fakta – sekedar merekam peristiwa.

Dengan kata lain, film dokumenter bukan cerminan pasif dari kenyataan,

melainkan ada proses penafsiran atas kenyataan yang dilakukan oleh si

pembuat film dokumenter.59

Adapun film faktual disebut juga dengan film berita (newsreel), yakni film

mengenai fakta dan peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi yang disajikan

melalui media televisi, dengan dipandu gambar film dan berita yang pesannya

lebih bersifat penerangan atau informasi atau pengetahuan bagi penonton. c. Unsur-unsur Film

Menurut Adi Pranajaya dalam bukunya yang berjudul Film dan

Masyarakat menuliskan bahwa film mempunyai beberapa unsur sebagai

berikut:

a. Tittle adalah judul dari film. b. Crident Tittle, meliputi produser, crew, aktor/artis, dan lain-lain. c. Tema Film, merupakan inti cerita yang terdapat dalam sebuah film. d. Intrik, usaha pemeran oleh pemain dalam menceritakan adegan yang telah disiapkan dalam naskah untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh sutradara. e. Klimaks, yaitu puncak dari inti cerita yang disampaikan. Klimaks dapat berbentuk komflik atau benturan antar pemain.

57 Ibid., h. 10. 58 Ibid., h. 14. 59 Ibid., h. 14. f. Plot, yaitu alur atau jalan cerita dalam film. Alur terdapat dua macam yakni alur maju yang disampaikan pada masa sekarang atau mendatang, dan alur mundur adalah cerita yang disampaikan tentang cerita masa lalu. g. Suspen, keterangan pada masalah yang terkatung-katung. h. Million Setting, latar kejadian dalam sebuah film baik berupa waktu, tempat, perlengkapan, aksesoris atau fashion yang disesuaikan. i. Sinopsis, gambaran cerita yang disampaikan dalam sebuah film dan berebentuk naskah. j. Trailer, merupakan bagian film yang menarik. k. Character, karakteristik dari para pelaku dalam sebuah film.

d. Stuktur-struktur Film

a. Pembagian cerita. b. Pembagian adegan (squence). c. Penganbilan gambar (shoot). d. Pemilihan adegan pembuka (opening). e. Alur cerita dan continuity. f. Intrique yang meliputi jealousy, penghianatan, rahasi bocor, tipu muslihat dan lain-lain. g. Anti klimaks, penyelesaian masalah – dilakukan setelah klimaks. h. Ending, akhir cerita dari sebuah film, bisa berakhir bahagia (happy ending) atau berakhir menyedihkan (sad ending).60

2. Pendekatan Menganalisa Film

Menurut James Monaco dalam How to Read a Film, mengatakan bahwa

memahami film adalah memahami bagaimana setiap unsur, baik sosial,

ekonomi, politik, budaya, psikologi dan estetis film masing-masing mengubah

diri dalam hubungannya yang dinamis.61

Menilai sebuah film pada hakikatnya dalah menganalisis unsur-unsur sebuah film tanpa terlepas dari kebulatannya. Baik sifat, proporsi, fungsi, dan saling hubungan dari unsur-unsurnya. Kalaupun kemudian terjadi sudut pandang dan hasil penilaian yang berbeda karena film memiliki keunikan dan kompleksitasnya sendiri. Yaitu memiliki dimensi etis, politis, psikologis, sosiologis dan estetis. Namun, film juga mengadaptasi nilai-nilai seni lainnya, seperti musik, drama, sastra dan lain-lain. Selain itu film tidak selalu memiliki struktur yang jelas, yang bisa didekati dengan formal, sistematis, rasional dan teratur. Akan tetapi jika sebuah film cukup efektif, maka ia dapat didekati dalam tanggapan emosional, intuitif, dan lewat pengalaman-pengalaman kehidupan.62

60 Ibid., h. 103. 61 , Kekuasaan dan Hiburan (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1998), h. 76. 62 Ibid., h. 83-85. Apresiasi terhadap film dapat dikatakan sebagai upaya untuk

meningkatkan daya persepsi seseorang terhadap film-film yang disaksikan

setiap hari melalui televisi, bioskop umum dan tempat pertunjukkan lainnya.

Dengan demikian penonton dapat membedakan antara film yang berkesan

dangkal dan yang berkesan mendalam.

Analisa tidak menuntut, atau bahkan berusaha untuk menjelaskan

segalanya tentang suatu bentuk karya seni. Gambar-gambar yang mengalir

lincah, akan selalu menghindar dari analisa yang sempurna dan tidak ada

jawaban final yang tersedia buat setiap karya seni. Jadi, film tidak sepenuhnya

dapat ditangkap oleh sebuah analisa.63

Menganalisa sebuah film merupakan bentuk latihan mempersepsi dan memahami film. Dengan menganalisa sebuah film kita akan memperoleh manfaat yang maksimal dari pertunjukkan film, menghargai film yang berkualitas baik dan mengesampingkan film yang buruk, serta kita dapat menjaga diri dari pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin timbul dari film.64

3. Film Sebagai Media Dakwah

Era informasi yang ditandai dengan maraknya berbagai macam media

massa sebagai sarana komunikasi sudah seharusnya umat Islam mampu

memanfaatkan media massa tersebut untuk berdakwah. Tentu saja dakwah

melalui media massa ini yang harus berjalan seiring dengan pelaksanaan

format dakwah lainnya.

Media komunikasi (radio, televisi, internet, buku, koran dan majalah)

memiliki nilai strategis sebagai media dakwah, karena media-media tersebut

mempunyai banyak keutamaan:65

1. Program yang dipersiapkan oleh seorang ahli, sehingga materi yang disampaikan benar-benar bermutu.

63 Sumarno, Apresiasi Film, h. 46. 64 Ibid., h. 28. 65 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1983), h.176. 2. Media komunikasi tersebut merupakan bagian dari budaya masyarakat. 3. Mudah dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. 4. Media tersebut memiliki barbagai fungsi positif bagi kebaikan kehidupan sosial manusia yang antara lain menyampaikan kebijakan, informasi secara tepat dan akurat.

Pada perkembangan zaman sekarang ini pemanfaatan berbagai macam

sarana komunikasi dan informasi yang semakin canggih, media cetak maupun

elektronik, audio atau audio visual dan internet adalah merupakan sarana

penunjang untuk berdakwah agar ajaran Islam dapat diterima di masyarakat.

Dari sekian banyak media yang digunakan salah satunya adalah film yang

mempunyai daya tarik tersendiri dengan keragaman cerita serta aktor dan artis

yang tidak membosankan bagi audiensnya.

Dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks ini, dakwah Islam

memerlukan sebuah strategi baru yang mampu mengantisipasi perubahan

zaman yang semakin dinamis. Oleh sebab itu, dalam rekayasa peradaban Islam

sekarang ini guna menyongsong kebangkitan umat di zaman modern saat ini

diperlukan formasi strategi yang tepat.

Salah satu di antara unsur penting dalam sistem kebudayaan adalah

kesenian. Melalui kesenianlah manusia mampu memperoleh saluran untuk

mengekspresikan pengalaman serta ide yang mencerdaskan kehidupan

batinnya. Di antara jenis kesenian yang diciptakan manusia adalah film.

Sebagai komunikasi massa, film dapat memainkan peran dirinya sebagai

saluran menarik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu dari dan untuk

manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan yang lazimnya disebut dengan

dakwah.66 Karena kelebihan film adalah memiliki pengaruh terhadap penonton

66 Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televisi, (Bandung: Pusdai Press, 2000), Cet. Ke-1, h. 93. mulai dari gaya hidup bahkan sampai karakter diri sang penonton. Dengan

begitu film juga dapat berfungsi sebagai media dakwah yang efektif.

D. Perkawinan Menurut Islam

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan merupakan pranata sosial yang telah ada sejak manusia

diciptakan oleh Allah SWT, yakni antara Adam a.s. dan Siti Hawa. Sehingga

dapat dikatakan bahwa sudah menjadi fitrah manusia untuk hidup berpasang-

pasangan.

Menurut bahasa perkawinan adalah pengumpulan, sedangkan menurut

syar’i (hukum) perkawinan adalah suatu akad yang mengandung kebolehan

untuk bersenang-senang bagi masing-masing pasangan (suami-istri) atas dasar

yang disyariatkan.67 Sedangkan dalam UU No. 1/1974 pasal 1 disebutkan

bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami-istri.68

Di kalangan bangsa Arab, lafadz nikah (perkawinan) dipergunakan untuk arti akad, senggama dan bersenang-senang. Akan tetapi secara hakikat lafadz nikah dikhususkan untuk akad dan secara kiasan dipergunakan sebagai arti senggama. Secara umum penggunaan lafadz nikah dalam al-Qur’an hanya dipergunakan dalam arti akad, bukan senggama.69

Perkawinan dalam Islam dinamakan “zawaj” atau “nikah”. Zawaj berasal

dari kata zaujun yang berarti pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Jadi zawaj

adalah pasangan dalam arti dua makhluk dijadikan pasangan hidup.70

Sedangkan nikah membawa arti lebih sempit, yakni menghubungkan dua jenis

67Luthfi Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita (Tangerang: CV Pamulang, 2005), h. 1-2. 68 Ibid., h. 1. 69 Ibid., h. 2. 70 Fuad Mohd. Fachrudin, Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam (Jakarta: Penerbit Pedoman Ilmu Jaya,1992), h. 6. manusia untuk hidup bersama dan menghalalkan – menggunakan tubuh

masing-masing untuk apa yang telah dihalalkan oleh Allah.71

Perkawinan dalam Islam memiliki lima rukun yang harus dipenuhi secara kumulatif. Pemenuhan lima rukun ini dimaksudkan agar perkawinan yang merupakan perbuatan hukum ini dapat berakibat hukum, yakni timbulnya hak dan kewajiban. Lima rukun tersebut meliputi calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi dan ijab - kabul.72

2. Tujuan Perkawinan

Allah telah menciptakan lelaki dan perempuan sehingga mereka dapat

berhubungan satu sama lain, saling mencintai dan menghasilkan keturunan

serta dapat hidup dalam kedamaian sesuai dengan perintah Allah SWT dan

Rasul-Nya. Sebagaimana tersebut dalam Q.S. ar-Rum ayat 21.

☯ ☺ ⌧ “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.”

Dengan memahami tujuan ini, maka pasangan yang hendak mewujudkan

sebuah rumah tangga haruslah mempunyai komitmen bahwa “penyatuan”

antara mereka berdua bukanlah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

biologis, tetapi juga untuk saling memahami, saling menghormati dan saling

menghargai antar kedua belah pihak.

Bahkan dituliskan pula oleh Abdur Rahman dalam bukunya yang bertajuk

Perkawinan Dalam Syariat Islam, bahwa Nabi Muhammad memerintahkan

71 Ibid., h. 9. 72 Surkalam, Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita, h. 5. umatnya untuk memasuki ikatan perkawinan, karena itu berarti

melaksanankan “separuh dari agamanya”.73 Karena seperti sudah dipaparkan

bahwa dengan menikah dapat melindungi dari kekacauan baik itu zinah,

fitnah, pertikaian dan sebagainya yang akhirnya dapat mengakibatkan

rusaknya tatanan kekeluargaan ideal.

3. Hukum Perkawinan

Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan Malik bin Anas

sebagaiman dikutip Abdur Rahman mengatakan bahwa meskipun menikah

pada mulanya mungkin dianggap sebagai kebolehan/hal yang dianjurkan,

namum bagi beberapa pribadi tertentu, hukumnya dapat menjadi wajib.74

Lebih jelasnya Adur Rahman menjelaskan secara gambalang bahwa:

“Apa yang keluar dari pertimbangan seksama perintah al-Qur’an dan al- Hadits adalah bahwa perkawinan diwajibkan bagi seseorang lelaki yang memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar mahar, menafkahkan istri dan anak-anak, sehat jasmani dan dikhawatirkan bila tidak menikah dia akan melakukan zina. Nikah juga diwajibkan bagi wanita yang tidak memiliki kekayaan apapun untuk membiayai hidupnya, dan dikhawatirkan kebutuhan seksnya akan menjerumuskannya ke dalam perzinaan. Namun akan bersifat sunah bagi seseorang yang memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan tuntutan seksnya, sehingga tidak akan terjerumus ke dalam bujukan syaitan, namun berkeinginan memperoleh keturunan dan orang yang merasa bahwa dengan menikah tidak akan menjaukannya dari pengabdiannya kepada Allah. Menikah diharamkan kepada seorang laki- laki yang tidak memiliki kekayaan untuk membiayai istri dan anak-anak, atau dia menderita suatu penyakit yang cukup gawat dan akan menular kepada istrinya atau keturunannya. Menikah akan menjadi makruh bagi seorang laki-laki yang tidak memiliki keinginan seksual sama sekali, atau diyakini akan mengakibatkannya lalai dalam berbagai kewajiban agamanya karena menikah itu.”75

73 Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,1992), h. 9. 74 Ibid., h. 7. 75 Ibid., h. 7-9. Masih dikutip dari buku yang sama, menurut mazhab Maliki menikah humnya fardhu/wajib bagi orang muslim sekalipun mungkin dia tidak mampu memperoleh nafkah hidup.76

Namun, beberapa ulama tidak sepakat dengan hal itu dan mengingatkan bahwa jika seorang laki-laki tidak mampu memperoleh nafkah hidup halal maka dia tidak dianjurkan/diperbolehkan menikah.77

Dari banyak pernyataan tersebut, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa hukum menikah bagi setiap individu bersifat kondisional sesuai dengan kondisi dan keadaan individu tersebut.

76 Ibid., h. 9. 77 Ibid., BAB III

GAMBARAN UMUM FILM GET MARRIED

A. Latar Belakang Pembuatan Film Get Married

Diantara pertarungan sekuel-sekuel horor yang disebut sineas Rizal

Mantovani dengan “Lebaran Blockbusters” tahun 2007 lalu, terselip satu film

komedi-romantis yang semenjak promonya sudah mengundang perhatian

banyak masyarakat karena sebarisan cast-nya. Get Married, produksi terbaru

PT. Kharisma Starvision kembali mengeluarkan film yang berhasil memikat

banyak penonton, dan berhasil meraih banyak penghargaan di ajang perfilman

di penghujung tahun 2007.

Film ini disutradarai oleh sineas muda dan berbakat yang akhir-akhir ini

cukup produktif dengan karya-karyanya yang gemilang, yaitu Hanung

Bramantyo, namanya kembali menyeruak di jagad raya Indonesia karena

karya film teranyarnya “Ayat-ayat Cinta”. Selain disutradarai oleh Hanung

film Get Married ini juga mencantumkan nama Musfar Yasin sebagai penulis

skenario.

Sejak kesuksesan Jadi 2, nama penulis skenario Musfar Yasin

yang sebelumnya menulis Kiamat Sudah Dekat memang jadi sangat terangkat,

namun sedikit berbeda dengan dua komedi yang kental dakwahnya itu, disini

Musfar justru menghadirkan segudang dialog berisi sindiran demi sindirannya

terhadap berbagai aspek sosial, idealisme nyeleneh bangsa kita termasuk

dalam hal religi, dan memang, disinilah letak kekuatan utama Get Married

sebagai komedi yang bisa digolongkan dalam genre sitkom satir, bersama nilai

plus penyutradaraan Hanung. Mengandalkan tema komedi dengan kandungan persilangan budaya

didalamnya, maka Get Married berusaha menaikkan kembali pamor film

komedi yang sempat jaya di masa Warkop DKI, duet Kadir-Doyok ataupun

Didi Petet dengan Kabayan-nya.78

Mengikuti gaya satir sosialnya setelah film Kamulah Satu-satunya, kiprah

Hanung terlihat semakin berkualitas. Atmosfer dan kekuatan komedi dalam

film Get Married ini dapat disejajarkan dengan sineas senior yaitu Abas Akup

yang dulu sangat terkenal dengan filmnya Inem Pelayan Seksi dan Cintaku di

Rumah Susun yang dimainkan oleh duo Kadir-Doyok.79 Get Married bisa jadi

pilihan yang tak hanya luar biasa menghibur, namun juga mengandung sejuta

makna lewat pesan bijaknya tanpa harus membawa beban berat.

Menurut Chand Parwez sang Produser dalam kesempatan Press

Conference film ini di Planet Hollywood Jakarta pada tanggal 4 Oktober 2007

lalu mengatakan bahwa film persembahan Starvision ini sangat bisa

menghibur dan bisa dinikmati oleh semua kalangan dan semua umur. Dan

sang produserpun menyatakan bahwa Get Married ini memang dipersiapkan

untuk mengisi dan dapat menjadi sebuah hiburan di hari kemenangan yakni

hari raya ‘Idul Fitri tahun 2007 lalu.

Menurut Hanung cerita dalam film ini sangat tepat menggambarkan

kondisi ibu kota negara kita tercinta – Jakarta, banyaknya pengangguran,

sistem kepemerintahan yang kurang rapi, dan termasuk juga culture orang tua

yang menginginkan anaknya segera menikah.80 Adapun tema yang dikisahkan

dari film ini adalah tentang persahabatan, solidaritas, dan pernikahan budaya

diantara jepitan modernitas.

78 http://ruangfilm.com 79 Ibid., 80 http://detik.com Beberapa artis senior juga meramaikan dalam film ini, seperti Meriam

Bellina, Jaja Mihardja, Ira wibowo, Inggrid Widjanarko, Deby Debora, Iga

Mawarni, dan Epi Kusnandar.

Film ini pun telah menjadi film tersukses di tahun 2007 dengan

pencapaian penonton sekitar 1,4 juta penonton. Selain itu film Get Married

juga mendapatkan beberapa nominasi di Festival Film Bandung (FFB) yang

akan berlangsung tanggal 29 April 2008. nominasi tersebut adalah kategori

film terpuji, penulis skenario terpuji, editing terpuji, penata musik terpuji,

pemeran utama pria dan wanita terpuji, pemeran pembantu pria dan wanita

terpuji dan sutradara terpuji.81 Selain itu film ini juga berhasil mendapatkan

Piala Citra Festival Film Indonesia 2007, dengan kategori sutradara terbaik,

editing terbaik dan pemeran pendukung terbaik.

Salah satu yang menarik adalah keikutsertaan SLANK dalam menggarap

soundtrack film ini yang memuat sepuluh lagu. Dalam album ini ada satu lagu

lama ciptaan A. Rafiq yang berjudul “Pandangan Pertama” sebagai theme

song film yang diaransemen ulang dengan featuring Nirina Zubir yang

merupakan bintang utama film Get Married, satu lagu baru yaitu “Kuil Cinta”,

dan delapan lagu lainnya diambil dari album lawas SLANK seperti “Orkes

Sakit Hati”, “Sosial Betawi Yoi (SBY)”, “Loe Harus Pulang dan lain-lain.

B. Sinopsis Film Get Married

Film yang bertajuk Get Married yang mengangkat sosok empat anak muda

yang bersahabat sejak kecil yang mengakui diri mereka sebagai anak muda

paling frustrasi se-Indonesia. Mae (Nirina Zubir) ingin menjadi Polisi Wanita

akan tetapi dimasukkan ke Akademi Sekretaris oleh orang tuanya. Beni

81 http://pikiranrakyat.com (Ringgo Agus Rahman) yang bercita-cita jadi Petinju malah masuk Sekolah

Pertanian. Eman (Aming) yang ingin mengabdikan dirinya di dunia politik – jadi Politikus, dimasukkan ke Pesantren oleh orang tuanya. Dan Guntoro

(Desta ‘Club Eighties’) yang berangan-angan jadi pelaut biar bisa keliling dunia, malah bisa merasakan kursus komputer.

Jadilah mereka anak-anak muda yang frustrasi, yang mengisi hari-hari mereka dengan bermain gaple bersama, dan sesekali menyerobot tugas polisi sebagai pengatur lalu lintas di pertigaan.

Tiba-tiba saja ada kesadaran pada orang tua Mae (Jaja Miharja dan

Meriam Bellina), bahwa setiap manusia mestilah berkembang biak, anak beranak cucu bercucu. Satu-satunya penerus mereka adalah Mae. Tapi Mae yang tomboy yang tak pernah merawat diri sebagai perempuan sejati, tak tersentuh kosmetik. Apalagi sehari-harinya bergaul dengan tiga pemuda tidak jelas.

Mae pun dicarikan jodoh di luar kampungnya. Ternyata yang berminat, hanya anak muda yang cuma bermotor bebek. Sementara selera Mae ternyata tinggi. Ingin punya suami yang gagah dan mentereng. Lelah? Begitulah akhirnya yang dialami kedua orang tua Mae. Sampai akhirnya muncullah sang pangeran, Rendy (Richard Kevin) seorang pemuda yang tampan lagi pula kaya yang mampu membuat Mae jatuh cinta pada pandangan pertama.

Rendy yang sedang mencari gadis unik, beda dengan gadis-gadis lain yang seragam, pun juga jatuh cita pada Mae. Tapi ulah ketiga sahabatnya, Eman,

Beni, dan Guntoro, yang belum sanggup berpisah dengan Mae membuat hari- hari bahagia yang ada di depan mata Mae hancur berantakan. Ibu Mae jatuh sakit karena memikirkan anaknya yang tak juga berjodoh.

Bila ia meningggal dan Mae belum juga kawin, maka ia mengancam akan

mati penasaran.

Mae kelimpungan, dan akhirnya ia memutuskan untuk kawin dengan salah

seorang dari tiga sahabatnya tersebut. Kabar ini membuat Bu Mardi sembuh

total dari sakitnya. Setelah pengundian berkali-kali, siapakah yang beruntung

mendapatkan Mae?

C. Tim Produksi dan Pemeran Film Get Married

Tim Produksi:

Sutradara : Hanung Bramantyo

Penulis Skenario : Musfar Yasin

Produser : Chand Parwez Servia

Executif Produser : Bustal Nawawi dan Fiaz Servia

Line Produser : Tika Ansela Sandy

Director of Photography : Faozan Rizal

Casting Director : Amelia Octavia

Art Director : Alan Sebastian

Make up & Costume Design : Retno dan Damayanti

Sound Design : Adityawan Susanto dan Adi Maulana

Music Director : SLANK

Editor : Cesa David Lukmansyah

Still Photographer : Erik Wira Sakti

Post Production Coordination : Saleem dan Irwan Kurniawan

Acting Coach : Whani Dharmawan Narator : Arie Dagienkz

1st Assistant Director : Fajar GBI

2nd Assistant Director : Emil Heraldi, Andreas Sullivan dan

Indra Gunawan

Script Continuity : Pritha Githa, Septi Nitaria, Hestu Saputra,

Dwi Agus, Andi dan Raymond

Talent Coordinator : Karin Binanto

Produksi Manager : Daim Pohan

Produksi Unit : Koko Permana, Sony Trisnanto dan Buchori

Muslim

Finance Unit : Amir Jumandi

Equipment Unit : Adit Hadi Suryadi

Cameraman : Kasnan

2nd Cameraman : Agung P.

2nd Assistant Cameraman : Gandang

3rd Cameraman : Boang

3rd Assistant Cameraman : A’inudin dan Teguh

Loader : Wanda

Clapper : Resa dan Breges

Gaffer : Tarmidji

Lighting man : Soni Wibisono, Barok, Ijal, Firman, Dede,

Budi, Purwanto dan Asep

Dolly Operator : Ebo

Boomer : Eko Bareko, Caca

2nd Sound Department : Suhadi dan Aik Art Director Assistant : Kohar

Prop Master : Donny

Property man : Ary Usu, Doblem, Arek, Heru, dan Pa’i

Set Builder : Mudin Bubun, Cecep, Pendi dan Dedi

Start Coordinator : Dedy Ilyas

Main Cast Stunt : Dedy Andovi

Make up Assistant : Tweety dan Shanty

Wardrobe : Minto

Post Runner : Ary Muryanto

Editor Assistant : Ariva Nuryani

Graphic Design : Arsianto Fahri

Titling Design : Capluk

Office man : Hadi Sunaryanto

Office Secretary : Maghda Obata

Film Distribution : Adi Kurniawan

Pemeran Tokoh:

Mae : Nirina Zubir

Beni : Ringgo Agus Rahman

Guntoro : Desta “Club 80’s”

Eman : Aming

Rendi : Richard Kevin

Pak Mardi : Jaja Mihardja

Bu Mardi :

Ibunya Rendi : Ira Wibowo

Ibunya Eman : Inggrid Widjanarko Ibunya Beny : Debdy Debora

Ibunya Guntoro : Iga Mawarni

Penghulu : Epi Kusnandar

Dukun : Saiful Anwar

Dokter : Bagus Gustomo dan Sony Gunawan

Mantri : Wahyu Hidayat

Kakek Kembar : Kreshna Brothers

BAB IV

PESAN MORAL DALAM FILM GET MARRIED

A. Pengemasan Isu Pesan dalam Film Get Married

Dalam film Get Married ini ditemukan beberapa fakta tentang beberapa

pemikiran yang dijadikan alasan sebagian besar masyarakat melakukan

pernikahan. Paradigma atau pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam film

itulah yang akan diangkat dalam frame atau bingkai isu yang ditonjolkan

dalam film ini.

Pesan-pesan yang akan dikemukakan berikut ini menggunakan pendekatan

analisis framing yang dikembangkan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

(model Pan dan Kosicki).

1. Frame : Menikah Untuk Meneruskan Riwayat Keluarga

Dengan judul Get Married semakin terlihat jelas skema cerita ini sangat

menekankan frame tentang perintah untuk seseorang agar segera menikah.

Dalam pengenalan tokoh, film ini sudah memulai dengan inti dari tema film

yang bertajuk “Get Married” ini. Karena, masih dalam adegan-adegan

pembuka atau awal, sutradara sudah menyuguhkan inti dari isi cerita di mana

Mae (pemeran utama) diminta untuk segera menikah oleh orang tuanya karena

Mae telah selesai merampungkan kuliahnya, namun Mae belum juga

mengenyam dunia kerja (sequence 1).

Seperti orang tua pada umumnya, Bapak dan Ibu Mardi sebagai orang tua

Mae ingin puteri tunggalnya itu bisa menjadi kebanggan bagi mereka, akan

tetapi kenyataan puterinya malah merepotkan, terlebih lagi dengan tingkah lakunya yang seperti anak laki-laki. Keadaan seperti itu ternyata membuat

Bapak dan Ibu Mardi berpikir bahwa sebaiknya Mae segera menikah saja,

dengan tujuan melepaskan tanggung jawab mereka terhadap Mae.

Untuk itu orang tua Mae punya rencana untuk mencarikan jodoh buat Mae

di luar kampung mereka. Bapak dan Ibu Mardi membicarakan hal ini pada

puterinya, dengan penekanan kalimat “meneruskan riwat keluarga” mereka

meminta Mae agar menyetujui rencananya tersebut. Untuk lebih jelas lihat

dialog berikut:

“Bu Mardi : Mae bagaimanapun keadaan kamu, kami menyayangi kamu. Pak Mardi: Mangkenye, lu ini anak satu-satunye, lu punya kewajiban sejarah untuk nerusin riwayat keluarga kita.”

Dalam Bab 11 telah dijelaskan bahwa tujuan dari pernikahan sendiri

adalah agar laki-laki dan perempuan dapat berhubungan satu sama lain, saling mencintai dan menghasilkan keturunan serta dapat hidup dalam kedamaian.

Begitu juga dengan keinginan orang tua Mae yang sangat berharap agar

Mae dapat meneruskan riwayat keluarga mereka. Karena Mae adalah anak

tunggal, Bapak dan Ibu Mardi merasa khawatir kalau-kalau Mae tidak bisa

meneruskan keturunan mereka. Alasan ‘meneruskan generasi’ adalah

penekanan ungkapan yang digunakan untuk meluluhkan hati Mae agar mau

segera menikah.

“Pak Mardi : Ya.. ini ikhtiar orang tua. Jangan merasa terhina, jangan merasa ditawar-tawarin! Mae : Nggak ko Pak, kan seperti kata bapak, itu kan kewajiban sejarah. Pak Mardi : Ya bener itu bener. Asal lu tau manusia itu mesti berkembang biak.” Pada sequence pertama, sebuah konflik berani diperlihatkan oleh

sutradara, yaitu konflik yang berupa tekanan bagi Mae sebagai tokoh utama

dari kedua orang tuanya untuk mengikuti keinginan dan cita-cita mereka. Penulis mengatakan ini sebuah konflik karena keegosian orang tua terhadap

anaknya tanpa memikirkan hak anaknya sendiri, yaitu hak menentukan pilihan

untuk segera berumah-tangga atau tidak.

Sebetulnya dalam frame ini sutradara memberi pesan pada penonton,

bahwasanya sesuatu yang kita anggap baik belum tentu akan baik pula bagi

orang lain. Begitu juga halnya orang tua, anak memang suatu amanat yang diberikan oleh Tuhan akan tetapi bukan berarti hak seorang anak adalah hak orang tuanya juga.

Pada scene 20 mulai menjelaskan tugas Mae sebagai anak yang mempunya kewajiban sejarah yakni untuk meneruskan riwayat keluarga mereka karena

Mae adalah anak satu-satunya. Mae tidak ingin menyakiti kedua orang tuanya,

sehingga ia tidak menolak rencana apapun dari orang tuanya. Akan tetapi

sikap Mae tersebut bukan berarti Mae langsung setuju untuk menikah, akan

tetapi Mae melihat dan menyeleksi calon-calon jodoh yang dicarikan Bapak

dan Ibunya terlebih dahulu (sequence 3).

Menarik dan menggelitik, adegan-adegan pada saat datangnya para calon

jodoh buat Mae sangat cerdas dikemas oleh sang sutradara. Dengan ide-ide

kreatifnya, Hanung menampilkan karakter laki-laki yang unik dan berbeda

pada umumnya, sehingga menabah warna humor dari film ini.

Konflik film semakin bertambah ketika Mae menolak semua calon yang

dicarikan oleh Bapak dan Ibunya. Ganre drama pada film ini terasa pada saat

scene yang menggambarkan kekecewaan Bapak dan Ibu Mardi kepada

putrinya - Mae. Seperti dialog pada scene 47 ini:

“Bu Mardi : Kata si Mae calon-calonnya ga mutu, tapi kan kita nggak punya kerabat orang kaya Pak. (menagis) Pak Mardi : Ya udah, emang nasibnya si Mae jadi perawan tua mao apa lagi Bu Mardi : Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?! …”

Konflik dalam film ini terus terlihat ketika tokoh orang tua Mae mulai

memperlihatkan keegoisan mereka dengan perintahnya terhadap Mae untuk

segera menikah, dengan alasan mereka merasa terbebani dan merasa

direpotkan oleh Mae, yang padahal itu sudah kewajiban mereka sebagai orang

tua untuk merawat dan menjaga anak mereka sampai Mae bisa mendapatkan

seorang suami yang bisa mengayomi Mae, dan bergantilah tanggung jawab itu

kepada suaminya.

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Penulis cerita menempatkan karakter tokoh Bapak dan Ibu Mardi

sebagai orang tua yang memberikan kewajiban atas puterinya untuk

segera menikah.

Skrip Penekanan cerita lebih dikedepankan pada persoalan keinginan

Bapak dan Ibu Mardi agar Mae menikah untuk meneruskan riwayat

keluarga mereka.

Tematik (1) Orang tua yang ingin puteri tunggalnya bisa meneruskan

keturunan. (2) Keegoisan orang tua Mae akan keinginan menikahi

Mae untuk mengakhiri tanggung jawab sebagai orang tua.

Retoris Bapak dan Ibu Mardi ingin menikahi Mae, karena Mae anak yang

gagal – punya pendidikan yang tinggi namun masih juga

pengangguran yang hanya merepotkan orang tua.

2. Frame : Menikah Karena Perjodohan

Di sini cerita film mulai menarik dan dapat membuat penonton tertawa

lepas. Pada frame ini juga ditemukan fenomena yang sering terjadi di kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Dahulu memang banyak pernikahan

yang terjadi karena perjodohan seperti yang pernah diperlihatkan dalam film

Siti Nurbaya. Akan tetapi bukan berarti zaman yang sudah semakin canggih

dan semakin penuh ilmu ini masyarakat meninggalkan budaya tersebut.

Karena banyak juga praktik perjodohan yang masih dijalankan sebagian orang

tua di masa kini.

Perjodohan biasanya dilakukan karena orang tua melihat latar belakang bibit-bebet dan bobot calon besan, biasanya dilakukan dengan kerabat dekat orang tua. Guna mempererat hubungan dan dengan tujuan agar si anak mendapatkan jodoh yang terbaik. Namun alasan orang tua Mae mencari calon suami untuk Mae adalah lantaran Mae yang belum pernah menjalankan hubungan serius dengan laki-laki lain lantaran sikap dan sifatnya yang seperti laki-laki. Sehingga mengaharuskan Bapak dan Ibu Mardi mencarikan jodoh buat Mae untuk tujuan mendapatkan keturunan dari darah daging mereka.

“Bu Mardi : Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar lepas tanggungjawab kita. Pak Mardi : Siapa yang mao ama die?! Bu Mardi : Kita cari di luar kampung.”

Karakter Mae yang tomboy dan terkesan kasar membuat mereka harus berikhtiar mencarikan jodoh buat puteri mereka. Karena mereka merasa lelah melihat Mae yang tidak pernah bisa berubah menjadi dewasa, padahal Mae sudah menyandang predikat sarjana, namun belum juga bisa membahagiakan orang tuanya malah merepotkan.

Hal ini sering terjadi dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia

khususnya penduduk yang tinggal di perkampungan, di mana orang tua

merasa khawatir jika anaknya (khususnya perempuan) belum mendapat jodoh

sampai mereka sudah menjadi sarjana. Padahal dalam memutuskan menikah atau tidaknya adalah hak si anak sendiri, orang tua tidak berhak memaksa karena yang akan mejalankan adalah si anak. Ketakutan orang tua akan predikat ‘perempuan tua’ itu yang menjadikan orang tua turut campur dalam mencarikan jodoh bagi anak-anak mereka. Inilah yang dilakukan oleh kedua orang tua Mae.

Cerita semakin menarik ketika pencarian jodoh untuk Mae oleh kedua orang tuanya penuh warna-warni kelucuan. Bapak dan Ibu Mardi benar-benar merasa kesulitan dalam mencarikan jodoh untuk Mae. Seperti dialog berikut:

“Bu Mardi : Saya cuma dapet satu. Bapak? Pak Mardi : Pemuda yang bae-bae udah abis. Saya juga dapet satu, Cuma kayaknya sisa-sisa.”

Dari pernyataan di atas terlihat betapa egoisnya Bapak dan Ibu Mardi terhadap Mae, mereka tahu bahwa laki-laki yang berkualitas baik tidak didapatkan namun mereka tetap nekat menjodohi Mae dengan pemuda yang belum jelas mutunya – “pemuda sisa-sisa”.

Walaupun niat perjodohan itu akan dilakukan, Pak Mardi beserta Ibu tidak semena-mena memaksa Mae, mereka tetap bermusyawarah dan menghargai keputusan Mae. Karena kedua pasang suami-istri itupun tidak mau kalau Mae merasa terhina dan merasa ditawar-tawarkan, mereka hanya ingin Mae dapat menghargai usaha mereka (scene 23).

Mae sudah menceritakan niat perjodohan itu kepada tiga orang temannya, dan sudah mempunyai rencana untuk membantu Mae. Sebagai seorang anak,

Mae bersikap baik di depan orang tuanya seolah-olah menyetujui akan perjodohan tersebut. Namun di sisi lain Mae telah membuat rencana gila bersama teman-temannya. Mae memberi isyarat dengan sapu tangan berwarna merah tanda ia tidak suka dengan calon jodohnya, melalui isyarat itu, ketiga temannya melakukan aksi selanjutnya yaitu mengancam dan menghajar calon

jodoh Mae agar tidak datang lagi untuk menemui Mae (sequence3).

Semakin membuat penonton enggan meninggalkan film ini ketika calon-

calon jodoh Mae mulai datang ke rumah. Mulai dari Ramlan dengan profesi

gurunya, dengan gaya kunonya bermodal motor bebek (scene 24-27). Calon ke

dua adalah Kamin, pemuda yang tidak jauh beda dengan Ramlan, dengan

aksen bicaranya yang selalu menggunakan kata ‘dari pada’, juga bermodal

sepeda motor model lama (scene 28-31) . Calon jodoh ke tiga adalah seorang

body guard, bertubuh kekar dan punya tampang yang sangar (scene 37-41).

Namun dari ketiga calon tersebut, tidak ada satupun yang membuat Mae

terpikat. Konflik cerita semakin terlihat ketika Ibunya Mae jatuh sakit karena

Mae tidak juga menikah.

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Penulisan cerita menempatkan tokoh Mae sebagai korban dari

perjodohan dari orang tuanya.

Skrip Penekanan cerita jelas pada praktik perjodohan yang ternyata

menimbulkan dampak negatif terhadap para calon jodoh Mae

tersebut. Karena calon-calon tersebut harus menerima ancaman

dan bogem mentah dari sahabat-sahabat Mae. Dampak negatif-

pun imbas pada Ibunya yang harus jatuh sakit karena kecewa

Mae tidak juga menikah.

Tematik (1) Orang tua Mae mencarikan jodoh buat Mae. (2) Mae tidak

meyukai calon-calon yang dicarikan kedua orang tuanya. (3)

Mae meminta bantuan ketiga sahabatnya untuk memberi

pelajaran bagi calon-calon yang tidak ia sukai agar tidak kembali lagi.

Retoris Keadaan Mae yang tomboy, dan profesi penganggurannya

yang tidak dapat dibanggakan serta ketakutan orang tua akan

predikat “perawan tua” terhadap anaknya, dijadikan alasan bagi

orang tua Mae untuk menjodohkan Mae.

3. Frame : Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera Menikah

Kebanyakan masyarakat primitif masih dan sangat kental dengan

kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang dimiliki seseorang yang ahli dalam

bidang ini – Paranormal, Dukun, ‘orang pintar’ dan sebagainya. Biasanya

orang-orang yang menemui ahli tersebut sebagai ikhtiar terakhir setelah

melakukan ikhtiar sebelumnya guna mencapai tujuan atau keinginan mereka.

Isu ini pula yang ditonjolkan dalam frame kali ini. Walaupun mereka hidup

di tengah kota Jakarta yang sudah banyak high technology, mereka tidak

meninggalkan tradisi nenek moyang yaitu percaya akan kekuatan gaib yang

dipunyai sebagian orang (berdukun). Kedua orang tua Mae meminta bantuan

dukun sakti agar Mae mau segera menikah. Lihat dialog di bawah ini:

“Bu Mardi : Calon-calonnya selalu mudur. Dukun : Saya akan diagnosa dulu masalahnya. (mulai dengan mantra-mantra gunanya) Berat, ada tiga makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu kawin. Tiga makhluk halus itu akan saya jodohin sama jin-jin peliharaan saya. Untuk jodohin jin itu saya perlu biaya. Pak Mardi : Ade-ade saya udah siapin. Dukun : Trus bawa puteri ibu ke mari, nanti saya sarati, akan saya mandiin dengan air kembang supaya makhluk halusnya ga nempel lagi.”

Sikap seperti ini sebetulnya sangat bertentangan dengan ajaran agama

Islam yang mereka anut. Karena dalam agama Islam, masalah jodoh adalah

urusan Tuhan. Maksudnya setelah melalui ikhtiar seharusnya sepenuhnya

diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, tentu dengan ibadah sebagai

solusinya. Akan tetapi ini lah cermin nyata yang dilakukan banyak masyarakat primitif dalam berbagai urusan atau masalah yang mereka hadapi.

Namun dengan sentuhan komedi dalam film ini, dunia mistik yang biasanya kental dengan bayangan angker diubah menjadi kekonyolan- kekonyolan karakter dukun di sini, di mana sang dukun mengikuti

perkembangan zaman, sarana yang digunakan dalam praktiknya salah satunya

adalah lap top. Akan tetapi si paranormal ini menggunakan lap top untuk

membuka situs porno, dari sini kelucuan film yang ber-ganre komedi ini

benar-benar terlihat. Walaupun mengikuti perkembangan zaman tetap

diperlihatkan nuansa perdukunan yang biasa dilakukan Dukun-dukun pada

umumnya yakni mantra-mantra dan bakaran kemenyan.

Pernyataan dari scene 32 tersebut, memperlihatkan ketidaklogisan di mana

adanya ritual mandi kembang sebagai syarat mempermudah mendapatkan

jodoh. Selanjutnya dijelaskan pada scene 35.

“Mae : Hah, dimandiin? Dukun : Itu syaratnya. Mae : Udah sini ramuannya, mandi sendiri aja dah di rumah dah. Dukun : Dukun yang mesti mandiin.”

Sesuai diolag tersebut, ritual mandi kembang yang akan dilakukan ini sebetulnya sudah dapat ditebak oleh penonton akan sisi negatif dari dukun tersebut, terlebih lagi pada scene sebelumnya ada adegan Dukun yang senang dengan browsing situs porno lewat lap top-nya itu. Dari pernyataan dialog

tersebut juga membuat penonton penasaran dengan ritual mandi yang akan dilakukan dukun tersebut, walaupun penonton bisa menebak akan ada

tindakan amoral yang dilakukan dukun tersebut.

Penonton lagi-lagi diperlihatkan pesan dari film ini, bahwa tidak sedikit

kejadian penyalahgunaan praktik Dukun yang seharusnya menolong atau

mengobati pasien dengan benar, karena kalaupun jika dalam praktik

pengobatan oleh Dukun harus diadakan ritual mandi, maka harus dilakukan

dengan benar. Akan tetapi di sini dengan dalih syarat mandi kembang itu

harus dilakukan oleh dukun hanya berdua dengan Mae sebagai pasien di

kamar mandi menjadikan si Dukun mendapat predikat baru yaitu “Dukun

Cabul”. Dialog berikut ini akan menjadi penjelasan maksud dari “Dukun

Cabul”.

“Dukun : Astaga. Kamu cantik sekali, bagaimana bisa kamu tidak dapat jodoh. Mae : Buruan kerjain deh, biar cepet pulang nich! Dukun : Dasar rejekiku, kamu jadi istri ku aja ya?! (mulai kurang ajar) Mae : Eh, kamu ngapain sie, Eman, Guntoro, Beni! (teriak)”

Hal ini sudah banyak terjadi, melalui penonjolan frame ini setidaknya

membuka pikiran masyarakat agar lebih logis, dan lebih realistis dalam

mengahadapi masalah dan dalam mencari solusi pemecahan masalah tersebut.

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Penulis cerita menempatkan karakter tokoh kedua orang tua

Mae yang percaya kepada Dukun dalam mempermudah urusan

perjodohan buat Mae. Sedangkan tokoh Dukun sendiri

dicitrakan sebagai Dukun cabul dengan melakukan mall-praktik

terhadap pasien (penyalahgunaan kode etik profesi sebagai

Dukun). Skrip Penekanan cerita lebih ditujukan kepada kepercayaan Bapak

dan Ibu Mardi terhadap kekuatan Dukun dalam membantu

mensukseskan rencana perjodohan Mae dengan calon pilihan

mereka.

Tematik (1) Meminta pertolongan Dukun dalam urusan perjodohan. (2)

Ritual mandi kembang sebagai syarat pengobatan.

Retoris Orang tua Mae merasa kalau calon-calon jodoh Mae yang

mundur akibat ada sisi jahat atau negatif yang masuk dalam diri

Mae. Sehingga harus dihilangkan melalui pengobatan yang

Dukun sakti.

4. Frame : Memilih Pasangan yang Tepat

Menikah adalah bergaul sebagai suami-istri dengan membina rumah

tangga sejahtera, maksud dari sejahtera adalah bukan dengan tempo yang

singkat akan tetapi perkawinan/pernikahan di sini di harapkan menjadi

perkawinan yang permanen.

Sesuai tujuan tersebut, maka seseorang yang akan menikah haruslah sudah

menimbang dan memutuskan seseorang yang memang sudah dikenal baik itu

sikap dan sifatnya, latar belakang keluarganya dan culture-nya agar tidak ada

penyesalan di waktu yang akan mendatang.

Hal itu pula yang terdapat dalam karakter Mae dan Rendi sebagai pemeran

utama dalam film Get Married ini. Mae tidak ingin salah pilih dalam

menentukan calon suaminya, penolakan terhadap calon-calon jodoh yang telah

dicarikan kedua orang tuanya bukan bentuk penolakan yang tanpa alasan. Selain itu, faktor internal “perasaan” juga menjadi alasan dari penolakan tersebut. Pada scene 29 terdapat dialog yang turut menjelaskan hal ini.

“Mae : Tampang sie rata-rata. Sama ama yang kemaren, naek motor bebek. Palingan tukang service aki, mentok-mentok tukang ojek. Ya udah lah gua jajakin dulu. Guntoro : Inget ya Mae jangan sampe lo jual murah, kita yang tersinggung.”

Seperti halnya gadis-gadis pada umumnya akan memilih calon suami yang

mapan lahir dan batin. Mae bukan gadis yang buruk rupa, Mae juga punya izasah sarjana di tangannya, jadi pantas kalau Mae memilih seseorang yang terbaik untuk jadi pendamping hidupnya selamanya. Ada sebagian orang mengatakan bahwa takdir perempuan adalah dipilih bukan memilih.

Pernyataan tersebut justru bertentangan dengan ajaran Islam, di mana

Rasulullah menganjurkan agar umatnya dapat memilih seseorang yang baik budi, baik ekonomi, baik rupa, maupun baik latar belakang keluarga.

Guntoro sebagai sahabat dekat Maepun mengingatkan Mae bahwa Mae harus mendapat jodoh yang bermutu dan berkualitas tinggi. Begitu juga

dengan keinginan Mae akan pria matang yang gagah, tampan dan kaya.

“Bu Mardi : Mae,,Mae,, sini Mae! Gimana? Pak Mardi : Ada lagi syarat dari dukun ga? Mae : Katanya calon-calonya kurang bermutu. Bu Mardi : Maksudnya? Mae : yak kan yang selama ini bapak ama ibu undang kan orang yang sama-sama satu tipe, naek motor bebek. Palingan juga kalo nggak guru, palingan tukang ojek. (Mae berlalu meninggalkan orang tuanya) Bu Mardi : Pak,pak,, si Mae itu seleranya tinggi Pak. Kali Ibu ga salah inget Bapak kan punya temen yang itu-tu, yang anaknya olahragawan. Mending itu pak!”

Penjelasan dialog di atas menambah kekuatan karakter Mae yang ingin

mendapatkan pria terbaik untuk dirinya selamanya, baik itu dari segi lahir

maupun batinnya. Mae yang punya titel sarjana, tidak mau ‘jual murah’ dengan menikahi pria yang hanya berprofesi guru, tukang ojek atau tukang service aki.

Lain hal dengan Rendi yang sebagai putera konglomerat, mencari gadis sebagai pendampingnya yaitu gadis natural, sederhana, apa adanya dan penuh tantangan. Rendi ingin mendapatkan gadis dengan ketulusan hatinya bukan karena status sosialnya.

“Mama Rendi : Rendi! (memanggil Rendi yang baru pulang) Itu barusan Kania, cewe ke dua belas yang telepon kamu berturut-turut selama tiga bulan terakhir ini. Kamu itu maunya apa sih? Apa harus tunggu cewe ke dua puluh delapan? Rendi : Bukan itu mah. Mereka semuanya sama. Heran, orang tua sekarang mendidik anaknya dengan cara yang sama. Jangan-jangan mereka membaca buku cara mendidik anak dengan pengarang yang sama lagi. Mama Rendi : Kamu tuh maunya yang kaya apa? Rendi : Yang original, yang beda, yang penuh tantangan tapi berkualitas. Ya,, pokoknya gitulah!”

Zaman sekarang banyak orang yang mencari harta, kekuasaan, atau status sosial melalui berbagai macam hal, pernikahan termasuk juga sebagai alat untuk mendapat tujuan tersebut. Banyak perempuan dan laki-laki yang menikah karena kekayaan atau status sosial yang dimiliki si calon. Hal itu memang bukan sesuatu yang dilarang, akan tetapi jika hanya dilihat dari satu sisi ini saja ditakutkan pernikahan dan perkawinan yang dijalani tidak berjalan selamanya.

Pada scene 41 terlihat jelas sikap kehati-hatian Rendi dalam menentukan pilihan seorang pendamping bagi hidupnya. Dengan tampang dan kekayaan yang dimiliki, membuat Rendi menjadi super start bagi kaum hawa pada umumnya. Akan tetapi walaupun begitu, Rendi tidak menyalahgunakan kelebihan yang ia miliki untuk memanfaatkan keadaan tersebut.

Sama halnya dengan Mae, Rendi juga diperintah untuk segera mengakhiri masa lajangnya. Jika Mae diperintah menikah agar lepas tanggung jawab orang tuanya, maka Rendi sebaliknya, Orang tuanya Rendi ingin Rendi segera

menikah agar perusahaan yang dipegang ayahnya dapat berpindah tanggung

jawab ke putera tunggalnya tersebut. Karena menurut orang tuanya dengan

menikah Rendi bisa menjadi dewasa dan lebih bertanggung jawab(scene 65).

Seperti dialog berikut ini:

“Mama Rendi : Jadi udah yakin nih kamu mau balik ke Amerika? Rendi : Iya mah. Lagian mau ngapain lagi di sini? Lagian kan mama yang bilang kalo aku belum siap pegang perusahaan. Mama Rendi : Ya habisnya kamu belum bisa bertanggungjawab. Coba kalo udah berumah tangga? Pasti beda.”

Kesimpulan pada frame ini adalah sikap dewasa yang dicontohkan dalam

film ini berupa pelajaran tentang mencari dan menentukan seseorang menjadi

pilihan pendamping hidup yang tepat.

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Penulis menempatkan karakter tokoh Mae dan Rendi sebagai

orang yang dewasa dalam menentukan pendamping hidupnya

untuk berumah tangga. Kedua tokoh ini diibaratakan sebagai

tokoh protagonis yang sama-sama dipaksa untuk segera

menikah.

Skrip Penekanan cerita lebih dikedepankan pada sikap positif yang

dilakukan Mae dan Rendi terhadap penentuan pilihan

pendamping.

Tematik (1) Perintah menikah terhadap Mae dan Rendi dari orang tua

mereka masing-masing. (2) Penolakan untuk segera menikah

yang dilakukan Mae dan Rendi.

Retoris Untuk mencapai kebahagiaan selamanya, maka mereka memilih pasangan hidup dengan penuh pertimbangan.

B. Pesan Moral Film Get Married

Setelah penulis mengamati dan menemukan data-data framing tersebut,

maka penulis mendapatkan hasil analisa pesan moral yang terdapat dalam film

Get Married. Analisa pesan moral ini dilakukan sesuai dengan kategori-

kategori yang terdapat dalam pesan moral.

1. Pesan Moral pada Frame: Menikah Untuk Meneruskan Riwayat

Keluarga

a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan

Seperti telah diketahui, bahwa hukum menikah itu boleh bahkan bisa

menjadi kewajiban bagi beberapa pribadi tertentu, seperti yang telah

dijelaskan pada Bab II.

Namun, dalam konteks film ini dapat dikatakan menjadi sunah hukum

bagi Mae untuk menikah. Karena Mae memiliki daya untuk mengendalikan

kebutuhan biologisnya, akan tetapi ada keinginan untuk memperoleh

keturunan. Jadi, menikah sebagai tujuan meneruskan riwayat keluarga adalah

termasuk bentuk pesan moral – hubungan manusia dengan Tuhan, karena

dengan menikah berarti manusia menjauhkan diri dari zinah dan fitnah, yang

demikian itu termasuk ibadah atau telah menjalankan perintah Allah dan

Rasul-Nya.

b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Suatu pernikahan pada prinsipnya mempunyai banyak kebaikan. Melalui

film ini pesan moral juga dikemas dengan ringan namun berisi – penuh

makna. Pada frame ini, terkandung pesan moral yang paling sinkron dengan judul film sendiri yaitu Get Married. Agama apapun senantiasa menghendaki dicapainya suatu perkawinan/pernikahan untuk tujuan yang mulia yakni saling mencintai dan menghasilkan keturunan serta dapat hidup dalam kedamaian.

Karena dengan menikah berarti telah menjaga dari perzinahan dan menciptakan wadah yang bersih sebagai tempat lahirnya generasi.

Pesan yang menunjukkan hal ini ada pada skenario scene 23 yang dikatakan oleh pak Mardi yaitu “Asal lu tau manusia itu mesti berkembang biak”. Kalimat ini sangat sederhana namun terkandung makna mendalam tentang moral. Ketika suatu individu menikah berarti telah melakukan kebaikan, karena menikah adalah fitrah manusia, pun karena dengan menikah akan tercipta sebuah keluarga yang jelas nasabnya.

c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial

Pada scene 20 terdapat dialog antara Mae si pemeran utama dengan kedua orang tuanya, yang pada intinya orang tua Mae menginginkan keturunan – darah daging dari Mae. Dari scene ini penulis melihat terdapat pesan moral yang ingin disampaikan oleh sineas yaitu ‘menjaga keturunan’.

Tanpa perkawinan yang sah, tidak akan langgeng wujud manusia di muka bumi ini, sedangkan dengan perkawinan manusia berkembang biak melaui lahirnya nak laki-laki dan perempuan. Hal ini yang diinginkan kedua orang tua Mae terhadap dirinya. Rasa keinginan yang besar itu diperlihatkan dalam scene 47, sebagai berikut:

“Pak Mardi : Ya udah, emang nasibnya si Mae jadi perawan tua mao apa lagi Bu Mardi : Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?! …”

Pernyataan tersebut bukan berarti sebatas keinginan biasa, karena kalimat

yang maknanya ‘menjaga keturunan’ dilakukan berulang-ulang (khususnya

pada sequence 1), berarti ada makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh

sutradara pada penonton berupa moral-sosial, karena pernikahan merupakan

pranata sosial dan sudah menjadi fitrah setiap manusia untuk hidup berpasang-

pasangan.

Adanya sebuah keluarga dapat menyambung keturunan, memperkokoh

kesatuan dan meningkatkan solidaritas, sehingga keberadaan mereka bagaikan

bangunan bertingkat di mana bagian yang satu memperkuat bagian yang

lainnya.

2. Pesan Moral pada Frame : Menikah Karena Perjodohan

a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan

Secara umum, perkawinan yang diatur oleh ayah atau wali itu tampak

lebih baik, karena dalam islam pemilihan pasangan oleh seorang wanita

tergantung pada kuasa yaitu ayah atau wali.

“Bu Mardi : Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar lepas tanggung jawab kita.”

Maksud dari kalimat di atas adalah, saran atas Ibu Mardi kepada suaminya

yaitu ayah Mae untuk segera melakukan pemilihan jodoh buat Mae. Akan

tetapi harus digaris bawahi bahwa dalam film ini bukan berarti

memperlihatkan keegoisan orang tua, namun ada kepedulian dan kewajiban

orang tua untuk mencarikan putrinya lelaki yang baik dan cocok untuk

menjadi suaminya lalu menikahkannya dengan si lelaki tersebut.

Penulis merasa bahwa yang demikian juga termasuk pesan moral terhadap

penonton, bahwa seorang anak adalah amanat dari Allah yang harus dijaga dan dididik dengan baik. Karena ini merupakan bentuk ibadah manusia terhadap Tuhannya dengan menunaikan amanat tersebut.

Namun perlu diingat juga bahwa perkawinan dalam agama Islam hanya dapat dilakukan dengan persetujuan bebas (kerelaan) dari kedua pihak. Pada film ini, Mae sebagai korban perjodohan sangat terpaksa untuk memutuskan siap menikah (sequence 3).

Kondisi seperti inilah yang harus dilihat dan diperhatikan oleh masyarakat atau orang tua yang ingin menjodohkan anaknya. Walaupun niat dan tujuan orang tua adalah demia kebaikan putrid dan putra mereka, akan tetapi keadaan yang demikian akan menjadi boomerang bagi kehidupan anak mereka, dalam konteks ini adalah Mae. Karena tidak ada keinginan Mae untuk menikah, dan tidak ada rasa cinta diantara mereka, sehingga ditakutkan akan mengakibatkan keburukan di kehidupan rumah tangganya nanti. b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Sikap Mae dalam menghadapi perjodohan yang dilakukan kedua orang tuanya dalam film ini bukan pesan yang ingin disampaikan, akan tetapi sikap yang melanggar norma nilai moral itu semata-mata sebagai bumbu komedi dalam film ini (sequence 3). Namun secara tidak langsung ada pesan terselubung yang ingin disampaikan berupa sikap keterbukaan dan penonton juga dihimbau melalui frame ini agar mengambil keputusan dengan hati dan pikiran.

Untuk mendapatkan rasa ketenangan dan kedamaian dalam hidup berumah-tangga, maka senantiasa tidak ada keterpaksaan dalam memutuskan untuk menikah, sehingga akan terciptalah pernikahan yang indah dan harmonis. c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial

Frame Menikah karena Perjodohan mengandung pesan moral berupa

sikap mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan baik itu dalam

masalah sosial maupun masalah keluarga sekalipun. Sesuai dengan paham

negara kita yaitu demokrasi, maka adanya kewajiban seseorang untuk

menghormati orang lain dalam berpendapat. Hal ini terbukti pada dialog yang

tercantum pada scene 26 sebagai berikut:

“Bu Mardi : Gimana, kamu suka?”

Tidak sedikit orang tua yang menganggap bahwa kehidupan anaknya

adalah hak dari orang tuanya. Akan tetapi film ini mengingatkan bahwa hak

seseorang sejak lahir itu sama. Jadi seorang putera atau puteri punya pilihan

sendiri dalam menentukan jalan hidupnya, namun bukan berarti bebas dan

tanpa pengawasan orang tua. Orang tua tetap punya wewenang untuk

memberikan nasihat atau gambaran yang baik bagi anaknya. Film Get

Married ini berhasil menciptakan iklim tersebut, di mana seorang anak

menghormati dan menghargai pendapat orang tua dan sebaliknya.

Menikah adalah ibadah, menikah dengan terpaksa berarti ibadah dengan

terpaksa. Karena menikah bukanlah untuk sementara akan tetapi diharapkan

untuk selamanya. Film ini memperlihatkan bahwa keikhlasan dalam beribadah

membuahkan kemanisan, dan ibadah yang dipaksakan akan membuahkan

kepahitan bagi diri sendiri.

3. Pesan Moral pada Frame : Mencari Bantuan Paranormal Agar Segera

Menikah

a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan Pesan moral yang terdapat pada frame kali ini menyangkut masalah akidah. Dalam agama Islam diajarkan bahwa tidak ada kekuatan dan kekuasaan yang bisa mengalahkan keukuatan dan kekuasaan Allah SWT.

Film yang berganre drama-komedi ini bukan hanya menyajikan kekocakan yang bisa membuat audience tertawa lepas, akan tetapi film yang ringan ini juga menyajiakan pesan moral bagi masyarakat khususnya masyarakat islam. Lebih jelas pada dialog sebagai berikut:

“Bu Mardi : Calon-calonnya selalu mudur. Dukun : Saya akan diagnosa dulu masalahnya. (mulai dengan mantra-mantra gunanya)Berat, ada tiga makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu kawin. Tiga makhluk halus itu akan saya jodohin sama jin-jin peliharaan saya. Untuk jodohin jin itu saya perlu biaya.”

Kutipan dialog tersebut, adalah dialog yang terjadi pada scene 32 dan pada sequence 4. Adegan ini memperlihatkan rusaknya akidah atau moral masyarakat islam, ketika datang suatu masalah bukan kembali pada yang

Maha Besar akan tetapi malah meminta bantuan dari orang yang tidak punya kekuatan atau kekuasaan apapun. Inti dari pesan moral pada frame ini adalah menjadikan ibadah sebagai solusi dalam menghadapi masalah. b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Banyak orang yang percaya pada kekuatan/ilmu manusia selain percaya dengan kekuatan dan kekuasaan Tuhan. Mempercayai akan hal yang gaib adalah termasuk rukun iman, akan tetapi jika melebihi kepercayaan terhadap ilmu Tuhan dalam agama Islam disebut musyrik.

Film ini memang memperlihatkan realitas masyarakat Indonesia pada umumnya yang masih menggeluti dunia perdukunan sebagai kepercayaan dan usahanya untuk mencapai tujuannya. Akan tetapi lewat film ini Hanung mengangkat pesan moral berupa ikhtiar semaksimal mungkin dalam

menghadapi masalah seberat apapun tanpa adanya bantuan mistik.

Ada adegan ketika Mae harus disyarati dengan ritual mandi oleh dukun

untuk mempermudah pencarian jodohnya, dari adegan ini saja sudah

mengungkap pesan agar masyarakat dapat melakukan hal atau usaha yang

logis dalam memecahkan masalahnya. Adapun usaha yang berbentuk abstrak

adalah do’a yaitu dengan beribadah kepada Allah.

c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial

Akidah merupakan pokok dari segalanya, kerusakan akidah dapat

menyebabkan rusaknya akhlak atau moral seseorang. Dalam film ini terdapat

dialog yang dikatakan oleh sang Dukun kepada orang tua Mae yaitu “ada

tiga makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu kawin” –

pengaruh buruk dari kerusakan akidah diantaranya timbul prasangka buruk

terhadap orang lain. Hal ini sering menjadi penyebab pertikaian seseorang

dengan orang yang di prasangkai, kerusakan moral yang berawal dari

kemusrikan merambah menjadi kerusakan moral di kehidupan masyarakat.

4. Pesan Moral pada Frame: Memilih Pasangan yang Tepat

a. Kategori Hubungan Manusia Dengan Tuhan

Secara jelas memang film ini tidak memperlihatkan sesuatu yang buruk

dalam sebuah pernikahan. Namun, film ini memberikan pesan berupa anjuran

memilih, menimbang dan memutuskan seseorang sebagai pilihan menjadi

pendamping hidup. Pemilihan jodoh pada film ini secara keseluruhan ada

pada sequnce 3 dan 4 yaitu ketika Mae menolak dan menentukan pilihan yang

ia anggap baik. Pesan moral pada frame ini tidak begitu terlihat, namun tetap ada pesan prinsip kebaikan. Dalam mengarumi bahtera rumah tangga yang sempurna/sakinah dibutuhkan suami yang baik dan istri yang baik. Baik disini adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan.

Berarti seorang suami atau istri yang baik adalah mereka yang bisa memberikan suatu kebenaran sesuai dengan tujuan pernikahan yang diharapkan.

Hal tersebut di atas akan menjadikan seseorang lebih nyaman beribadah.

Jika memilih pasangan yang baik maka akan terjalin keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmat Karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa menikah adalah menyempurnakan ‘separuh dari agama’. b. Kategori Hubungan Manusia Dengan Diri Sendiri

Untuk menghasilkan keturunan yang baik maka dibutuhkan suami/istri yang baik sebagai orang tua. Karena pepatahpun mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Oleh karena itu Nabi juga mengajarkan untuk mencari seseorang yang baik agamanya, ekonominya, pendidikan dan keluarganya.

Dengan kriteria-kriteria tersebut, senantiasa dapat memperbaiki keturunan dan menciptakan generasi yang lebih baik.

“Mae : Cowo tadi. Udah kelihatannya cakep dan juga kelihatannya kaya.”

Pernyataan Mae diperkuat dengan pernyataan Rendi kepada Ibunya dalam dialog ini:

“Mama Rendi : Kamu tuh maunya yang kaya apa? Rendi : Yang original, yang beda, yang penuh tantangan tapi berkualitas. Ya,, pokoknya gitulah! Mama Rendi : Mama ga ngerti, ngomongin calon isteri ko kaya ngomongin teka teki silang.”

Inti dari dialog dalam naskah tersebut adalah pesan untuk mencapai seseorang yang tepat untuk dijadikan sebagai pasangan hidup. Seorang wanita sewajarnya mencari suami yang dapat mengayominya seperti keinginan Mae terhadap laki-laki dewasa dan kaya. Adapun Rendi sebagai laki-laki haruslah mencari calon istri yang baik dan berkualitas. c. Kategori Hubungan Manusia Dengan Lingkungan Sosial

Ending dari film ini adalah memeperlihatkan perkawinan Mae dan Rendi, mereka menikah tanpa perjodohan, tanpa paksaan satu sam lain, tetapi mereka menikah sesuai pilihan mereka sendiri – dan mereka saling mencintai.

Dalam ending juga di perlihatkan kehidupan bahagia keluarga mereka setelah pernikahan itu. Jadi pesan yang paling utama dari frame ini adalah memilih pasangan yang tepat akan tercipta keluarga yang ideal dan akan terlahir keturunan-keturunan yang baik pula.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sasaran akhir dari sebuah penelitian adalah berusaha menjawab dari rumusan

masalah penelitian dan membuktikan tujuan penelitian. Berdasarkan dari analisa

yang didapatkan baik dari analisa pembingkaian isu maupun dari analisa pesan

dari frame tersebut, maka diperoleh kesimpulan:

1. Pengemasan pesan dalam film Get Married oleh Hanung Bramantyo, pada

isu-isu positif dan negatif tentang pernikahan. Akan tetapi pengemasan isu-isu

ini dikemas dengan komedi berupa lawakan-lawakan segar yang turut

membuka pikiran masyarakat. Pembingkaian isu tersebut diperlihatkan dalam

banyak scene. Secara garis besar, tema utama dari film ini adalah keinginan

orang tua terhadap putrinya untuk segera menikah. Dari film ini penulis

menghasilkan isu-isu utama yang dibingkai dalam struktur framing model Pan

dan Kosicki.

2. Hasil dari analisis framing film Get Married ini juga ditemukan pesan-pesan

yang mengandung unsur kebaikan (pesan moral). Pesan moral ini berupa

moral terhadap Tuhan, moral terhadap diri sendiri, dan moral terhadap orang

lain dan lingkungan sekitar. Melalui pemberian pesan moral ini, menunjukkan

bahwa film ini adalah film yang tidak hanya menghibur, akan tetapi juga

memberi pengetahuan bagi penonton.

B. Saran-saran Dari kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang disampaikan agar dapat dijadikan bahan pertimbangan serta evaluasi terhadap film Get Married.

Saran-saran ini ditujukan oleh penulis kepada:

1. Penulis Skenario dan Sutradara

Dalam proses pengemasan pesan dalam bentuk skenario, sebaiknya dilakukan berdasarkan format standar penulisan skenario pada umumnya, dan dengan perencanaan lebih baik dan sistematis. Sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat muncul atau terlihat dengan jelas

Selain itu penting juga memperhatikan bahasa yang digunakan walaupun film ini sudah menyesuaikan bahsa dengan latar informasinya, akan tetapi perlu diingat bahwa film ini disaksikan oleh beragam macam masyarakat. Bahasa keseharian memang lebih ringan didengar, dan lebih mudah dicerna, namun untuk menguatkan pesan moral yang ingin disampaikan sebaiknya bahasa-bahasa yang digunakan harus mendukung penonjolan pesan tersebut.

2. Masyarakat

Masyarakat khususnya pencinta film harus lebih jeli dengan kualitas film yang yang ditonton. Agar masyarakat dapat menjadikan tonotonan itu sebagai pelajaran bukan sebagai tuntunan. Masyarakat diharapkan dapat lebih kritis dengan film yang disuguhkan – menjadi komunikan yang aktif.

3. Universitas

Melihat perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi, diharapakan universitas menyediakan sarana berupa mata kuliah yang lebih mendalam mengenai dunia komunikasi, film atau broadcast bagi mahasiswa/i khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Agar dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat bersaing di masyarakat global khususnya di bidang komunikasi, perfilman dan broadcast.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvianaro, Lukiati Komala Erdinaya. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2004.

Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo, 1995.

Azis, Mohammad Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2004.

Boggs, Joseph M. The Art of Watching Film. (Terj) Asrul Sani, Jakarta; Yayasan Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1986.

Darajat, Zakiah. Peranan Agama Islam Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Masagung, 1993.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Alumni, 1978.

Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS, 2005.

______Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS, 2006.

Fachrudin, Fuad Mohd. Kawin Mut’ah Dalam Pandangan Islam. Jakarta: Penerbit Pedoman Ilmu Jaya,1992.

Faridl, Miftah. Dakwah Kontemporer Pola Alternatif Dakwah Melalui Televis., Bandung: Pusdai Press, 2000.

Farihah, Ipah. Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.

Haikal, Abduttawab. Rahasia Perkawinan Rasulullah saw. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993.

Hamka. Akhlak Karimah. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992.

Jumroni. Metode-metode Penelitian Komunikasi. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006.

Kusnawan, Aep. et.al, Komunikasi Penyiaran Isla., Bandung: Penerbit Benang Merah Press, 2004.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32.

Madiyant, Muslikh. Sinema Sastra: Mencari Bahasa di Dalam Teks Visual. Jurnal Humaniora, Volume XV, No.2/2003.

McBride, Sean. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang dan Masa Depan: Aneka Suara Satu Dunai (Terj). Jakarta: Balai Pustaka, 1983.

Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press, 2003.

Nugroho, Garin. Kekuasaan dan Hiburan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1998. Nurgiyantoro. Burhan, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.

Poespoprodjo. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika, 1999.

Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat : Sebuah Penganta. Jakarta: BP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999.

Rahman, Abdur. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta,1992.

Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.

Sumarno, Marseli. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo, 1996.

Surkalam, Luthfi. Kawin Kontrak Dalam Hukum Nasional Kita. Tangerang: CV Pamulang, 2005.

Tebba, Sudirman. Etika dan Tasawuf Jawa. Jakarta: Pustaka irVan, 2007.

Purwanto, Yadi. Etika Profesi. Bandung: PT. Repika Aditama, 2007.

Tobing, Melati. Modul Teori Komunikasi Susdape XIV. Jakarta: Lembaga Pelatihan Jurnalistik Antara, 2006.

Yusa Biran, Misbach, Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Yogyakarta: Pustaka Jaya, 2006.

INTERNET http://ruangfilm.com http://detik.com

Prolog

01. INT. RUMAH SAKIT – SIANG Ini kejadian dua puluh tahun lalu, kampung besar Jakarta ketambahan beban empat penduduk yang nantinya harus dibikinkan KTP, dan disediakan lowongan kerja. (Empat orang Ibu sedang melahirkan di tempat dan waktu yang sama)

02. EXT. POSYANDU – SIANG Keempat anak itu kini sudah bisa merangkak, sedang lucu- lucunya. Berkat air susu ibu, mereka tumbuh dengan cepat. Dari sisa anggaran korupsi pejabat, mereka masih bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis. (Ibu-ibu sedang sibuk dengan balita-balitanya)

03. INT. RUANG KELAS SD – SIANG Mereka selalu kompak bersama. Sekarang ini mereka menikmati pendidikan gratis wajib belajar sembilan tahun, walaupun yang disediakan pemerintah sangat terbatas. Walaupun kadang-kadang masih juga dimintai sumbangan di sekolah. (Anak-anak SD memberikan uang di kotak amal sekolah)

04. EXT. SUNGAI KOTOR – SORE Walaupun fasilitas tempat bermain yang disediakan pemerintah sangat terbatas. semuanya habis buat jatah bisnis konglomerat. Diharapkan mereka dapat menjadi anak-anak yang sehat jasmani dan rohani. (Anak-anak sedang mandi di sungai kotor yang terletak persis di belakang gedung-gedung pencakar langit)

05. INT. KANTOR POLISI – SIANG Pada suatu hari sebuah bis dibajak anak-anak SMP untuk tauran. Tapi itu bukan mereka. (Empat orang anak SMP ditangkap polisi) Selanjutnya tidak ada yang pantas dicatat dari kehidupan. Koran-koran lebih banyak menulis berita tentang korupsi dan KKN para pejabat, serta anggota DPR yang rame-rame study banding nggak jelas ke luar negeri. Perkenalan Tokoh

06. INT. GEDUNG WISUDA – SIANG Setelah beberapa tahun kemudian si gadis yang bernama Mae lulus sekolah sekretaris. (Mae mengikuti upacara wisuda)

07. EXT. PINGGIR JALAN RAYA - SIANG Padahal cita-cita sebenarnya adalah menjadi Polisi Wanita, maksudnya wanita polisi. (Mae dan kedua orang tuanya menunggu mobil lalu lalang untuk menyebrang jalan, Mae melihat ada Polwan yang sedang membantu anak-anak kecil menyebrang. Mae berkhayal menjadi Polwan yang sedang memarahi para sopir bajaj yang parkir bukan pada tempatnya)

08. EXT. KAPAL LAUT – SORE Guntoro selesai kursus komputer, tapi cita-citanya menjadi pelaut. (Berdiri gagah di atas kapal laut sedang menggunakan teropong)

09. EXT. KEBUN – PAGI Beni selesai kusus singkat budi daya pisang, tapi sebenarnya bercita-cita menjadi petinju. (Beni sedang menanam pohon pisang di kebun)

10. EXT. PESANTREN – MALAM Dan Eman yang diharapkan menjadi kiayi oleh orang tuanya, hanya tahan nyantri satu tahun. Karena cita-cita sebenarnya jadi politikus. (Eman kabur dari pesantren)

11. EXT. JALANAN – SORE Dan jadinya kini mereka menjadi anak-anak muda yang frustrasi, menjadi bagian anak-anak frustrasi se-Indonesia menjadi makin besar di dunia.

SEQUENCE 1 12. INT. RUANG MAKAN – SIANG Mae dan kedua orang tuanya (Pak Mardi dan Bu Mardi) sedang makan siang di ruang makan Bu Mardi : Mae, kamu tuh perempuan… duduk jangan kaya begini!(Tangan Bu Mardi memukul kaki Mae) Mae : Biarin aja napa sie..! Pak Mardi : Hey,, hey,, hey,, apa yang diributin sie? Ngomong-ngomong terus ga ada habisnya! Bu Mardi : Ijazah sekretaris udah di tangan pak, tapi tetep aja ngotot mao jadi Polwan. Mae : Ibu nggak ngerti sih yang namanya cita-cita!!

13. EXT. BASE CAMP – SIANG Beni, Guntoro, dan Eman sedang menunggu Mae di base camp mereka samping sungai/kali. Eman : Satu mendatar lima kotak, nama lain jablay apa ya nyet ya.. (mengisi TTS, tapi Guntoro dan Beni tak menghiraukan) Ben, Gun, jawab dong! Beni : Ga’ rame ya ga’ da Mae?! Guntoro : Lu ke rumahnya gih..

Kemudian Mae datang Beni : Tuch dia kekasih kita dateng. Eman : Sini cantik sini.. sini.. Ciyee… geulis pisan si Mae hari ini pake baju merah. (Padahal Mae pake baju abu-abu) Mae : Mata lu merah! Buruan bagiin! (Mae nyuruh Eman untuk membagikan kartu gaple) Eman : Maksud gua si Mae pake baju apa aja tetep cantik. Mae : Jangan ngeledekin mulu napa… udah cepet bagiin!

14. INT. RUANG TENGAH – SIANG Pak Mardi : Bu, si Mae kemane? Bu Mardi : Biasalah Pak, paling juga di kali.

Pak mardi : Di kali? Heran gua udah lulus kuliah malah ke kali bukan nyari kerja.

15. EXT. BASE CAMP – SIANG Mae : Setiap hari bokap nyokap gua ngingetin mulu kalo gua itu anak yang gagal. (Muka kesal dengan membanting kartu gaple gilirannya) Eman : Denger yee.. kenapa setiap hari gua ngumpul ama lu pada di sini maen gaple.. gua kabur dari pesantren men! Stress… pusing! Guntoro : Lu tau ga.. seharusnya sekarang ini gua lagi ngelawan ombak besar di tanjung harapan. (memeragakan gaya seorang pelaut) Beni : kalo gua sekarang seharusnya di Olympic Piade jadi juara tinju.

16. INT. RUANG TENGAH – SIANG Pak Mardi : Gelas gua mane? Bu Mardi : Disamber si Mae! Ngarepin punya anak yang bisa dibanggain ko malah jadi begini sih Pak?.. malah ank atu- atunya lagi! Pak Mardi : Eh… asal lu tau ye! Waktu dia umur sepuluh tahun gua demen ngeliat dia berantem ama laki-laki dia menang. Harapan gua ini sebagai orang tua, gua pengennya kaya perempuan laen nie.. eh keterusan jadi jagoan.

17. EXT. BASE CAMP – SIANG Eman : Mae, kenapa sih lu ngotot banget jadi Polwan? Mae : Karena gua nggak bisa jadi Polisi laki-laki. Guntoro : Eh, kalo gua nih, gua pengen jadi pelaut karena panggilan jiwa. Mae : Tu dia.. panggilan jiwa!! (menyetujui)

18. INT. RUANG TENGAH – SIANG Bu Mardi : Kita cariin jodoh aja buat si Mae Pak, biar lepas tanggung jawab kita. Pak Mardi : Siapa yang mao ama die?! Bu Mardi : Kita cari di luar kampung.

19. EXT. BASE CAMP – SIANG Terdengar suara Adzan Zuhur Eman : Balik yuk, shalat, sekalian makan siang! Guntoro : Eh, lu giliran kalah jadi alim lu. Mae : Ada gunanya juga lu yee masuk pesantren… jadi inget shalat ye?! Eman : Men, dengerin yee.. hidup gua di dunia ini nggak ada yang bisa gua banggain, satu-satunya harapan gua akhirat, siapa tau gua bisa bahagia, insya Allah.(Mae, Beni dan Guntoro mengangkat kedua tangan mereka dan mengamini)

20. INT. RUANG TENGAH – SORE Bu Mardi : Mae bagaimanapun keadaan kamu, kami menyayangi kamu. Pak Mardi: Mangkenye, lu ini anak satu-satunye, lu punya kewajiban sejarah untuk nerusin riwayat keluarga kita.

SEQUENCE 2 21. EXT. BASE CAMP – PAGI Mae : Eh, lu pada bantuin gua ye!! Eman : Jangan khawatir neng! Ye…?! Mae : iya. Tapi gua harus gimana? Beni : Ya.. Mae gua juga udah tau, kalo kita sih ga bakal kawin kalo lu belum laku.

22. EXT. TROTOAR - SIANG Sementara Bapak dan Ibu Mardi sedang sibuk mencarikan jodoh untuk Mae ke rumah kerabat mereka di luar kampung tempat mereka tinggal. Lelah mencari, Bu Mardi istirahat sejenak di trotoar sambil minum es, kemudian bertemu dengan Pak Mardi. Bu Mardi : Saya cuma dapet satu. Bapak? Pak Mardi : Pemuda yang bae-bae udah abis. Saya juga dapet satu, cuma kayaknya sisa-sisa.

23. INT. RUANG TENGAH – SORE Bu Mardi : Mae,, Mae,, duduk dulu (menyuruh sambil mempersilahkan duduk) besok calon pertama akan datang. Pak Mardi : Ya.. ini ikhtiar orang tua. Jangan merasa terhina, jangan merasa ditawar-tawarin! Mae : Nggak ko Pak, kan seperti kata bapak, itu kan kewajiban sejarah. Pak Mardi : Ya bener itu bener. Asal lu tau manusia itu mesti berkembang biak.

SEQUENCE 3 24. INT. RUANG TAMU – PAGI Pak Mardi dari dalam rumahnya melihat ada anak muda yang mengendarai motor bebek zaman dulu dan mengenakan seragam batik guru dengan kaca mata kunonya menghampiri rumah Pak Mardi. Pak Mardi : Nak Ramlan ya… babeh tunggu-tunggu (Menyodorkan tangannya untuk bersalaman) Ramlan : Tapi belum tentu jadi loh Pak! Pak Mardi : Ga apa-apa, namanya juga ikhtiar. Silakan duduk. (mengajak Ramlan masuk dan duduk)

25. INT. KAMAR MAE – PAGI Bu Mardi : Mae,, Mae,, pake bedak ibu nih. Mae : Bedak apaan bu, ini kan bedak bayi. Bu Mardi : Gincu nih gincu, duduk jangan ngangkang pake rok (sambil membenarkan cara duduk Mae)ayo buruan! Mae : Iya bu!

26. INT. RUANG TAMU – PAGI Pak Mardi : Nah, nak Ramlan ini Mae anak Babeh. Ya udah ngobrol-bgobrol ya, Babeh ke belakang dulu. Mae : Bang Ramlan kerja apa? Ramlan : Guru SMP (Mae membayangkan jadi istrinya Ramlan yang hanya diberi uang bulanan lima ribu rupiah) Ramlan : Tapi jangan khawatir, gaji saya emang sedikit tapi saya rajin ngasih les. (bapak dan Ibu mengintip dari anak tangga) Bu Mardi : Pak, sepertinya nak Ramlan suka sama si Mae. Pak Mardi : Mudah-mudahan aja bu. Bu Mardi : bentar lagi tanggung jawab kita akan beralih ke nak Ramlan. Pak Mardi : Bu kok nggak pegangan sie… Bu Mardi : Belum, bentar lagi. Mae : sebentar dulu ya bang ya. (Mae naik tangga menuju kamarnya) (Mae memberi isyarat dengan sapu tangan merah kepada Beni yang ada di sebrang jalan samping kamarnya. Tiba-tiba ibunya Mae masuk ke kamarnya) Bu Mardi : Gimana, kamu suka? Mae :(dengan gugup menjawab) yaa.. Mae sie kalo ibu sama Bapak seneng Mae juga seneng ko.(Ibu puas dengan jawaban Mae)

27. EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – PAGI Beni, Guntoro dan Eman menutup jalan ke luar kampung dengan rantai besi. Ramlan : Mas misi mas mau lewat. (namun mereka tak bergeming) Ramlan : Mas… (Ramlan ditarik ke lorong jalan sempit oleh Buntoro, Beni dan Eman) Eman : gua nggak akan biarin si Mae kawin sama orang seperti loe! Ramlan : Denger-denger di sini ga ada yang mau sama dia.

Beni : (marah) sembarangan lu, lu menghina lu. Eh, denger ye.. si Mae itu primadonanya kampung ini.

Guntoro : Ratu kecantikannya kita

Eman : Anak raja dari mana lu, anak sultan dari mana lu?

Ramlan : Bukan saya bukan anak raja

Eman : Kita ga bakal biarin anak gadis kami dipersunting sama lu.

Beni : Karena lu bukan anak raja makanya lu pulang sekarang ya.. jangan pernah balik- balik kesini ngerti nggak?!

28. INT. RUANG MAKAN – PAGI Bu Mardi : Pak kopinya pak (teriak) (Ibu kembali ke dapur, tiba-tiba Mae turun dari kamarnya langsung nyamber kopi bapaknya dan pergi ke luar menuju base camp. Namun di depan rumah Mae bertemu dengan orang yang bernama Kamin yang berkendaraan motor bebek yang setipe seperti motornya Ramlan, Mae menyapa tetangganya dan pria itu bertanya pada Mae) Kamin : Mbae,, mbae,, sebentar, mbae saya sedang mencari rumah dari pada bapak Mardi, yang punya dari pada puteri yang bernama Maemun, ada? Mae : Itu..tu.. rumahnya tuh. Masuk aja. (Mae sambil berlalu) dari pada…?

29. EXT. BASE CAMP – PAGI Mae : Pagi-pagi gini calon jodoh gua yang kedua udah dateng. Guntoro : yang ini lo suka nggak? Mae : Tampang sie rata-rata. Sama ama yang kemaren, naek motor bebek. Palingan tukang service aki, mentok-mentok tukang ojek. Ya udah lah gua jajakin dulu. Guntoro : Inget ya Mae jangan sampe lo jual murah, kita yang tersinggung. Mae : Eh, liat-liat kode dari gua ya! (sambil berlalu)

30. INT. RUANG TAMU – PAGI (Mae datang menemui calon keduanya dengan pakaian perempuannya) Kamin : yang tadi? Mae : Yang bawa kopi… (pria itu mengangguk) Oh, itu sie sepupu saya. Kamin : syukur (Bu Mardi dan Bapak kembali mengintip di anak tangga) Pak Mardi : Saya punya firasat kalo si Kamin ini jodoh si Mae. Bu Mardi : Saya juga pak.

31. EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – PAGI Guntoro : Enak aja lu ye, si Mae ga akan kawin sama model pelawak kaya lu gini, tau nggak! Kamin : Kalo dia mau dari pada saya? Eman : Eh, ngaca lu pake kaca mata spion. Denger ya, kalo bukan anak raja, kalo bukan anak sultan, kampung ini baru mao ngelepas si Mae, si Mae itu primadona kampung kami. Guntoro : Ratu kecantikan kita. Beni : Lu anak sultan dari mana, lu ana raja dari mana? Eman : Jawab. Kamin : Bukan, saya hanya orang dari pada biasa. Beni : Dari pada-dari pada…!(Kemudian Beni langsung memukul Kamin yang didikuti Guntoro dan Eman) Kamin pun pulang dengan menuntun motor bututnya dengan terbirit-birit. Guntoro : Makan tai. Beni : tampang kaya bakpau mau kawin ama si Mae. Kawin ama kambing.

SEQUENCE 4 32. INT. RUMAH DUKUN – SIANG Karena calon yang datang untuk Mae tidak pernah kembali, Pak Mardi dan Bu Mardi mengambil ikhtiar lain dengan jalan meminta pertolongan dukun. Bu Mardi : Calon-calonnya selalu mudur. Dukun : Saya akan diagnosa dulu masalahnya. (mulai dengan mantra-mantra gunanya)Berat, ada tiga makhluk halus yang ga ridho kalo puteri ibu kawin. Tiga makhluk halus itu akan saya jodohin sama jin-jin peliharaan saya. Untuk jodohin jin itu saya perlu biaya. Pak Mardi : Ade-ade saya udah siapin. Dukun : Trus bawa puteri ibu ke mari, nanti saya sarati, akan saya mandiin dengan air kembang supaya makhluk halusnya ga nempel lagi.

33. INT. RUANG MAKAN – PAGI Mae dan ketiga temannya sedang sarapan di ruang makan rumah Mae, dan bersiap-siap untuk perjalanan jauh menuju rumah dukun tersebut. Bu Mardi : Beni, Gun sama Eman makasih ya, udah mau nemenin si Mae, soalnya Bapak sama Ibu udah cape. Beni : Tenang aja bu, serahin aj ke kita. Pak Mardi :(sambil memperlihatkan photo dan rute jalan rumah dukun tersebut) Sekali lagi lu gua minta hati-hati. Ni petanya ni, lu bakal ngelewatin jalan yang susah, rawa, hutan- hutan dan ini rumahnya. Mae : Ya udah, pamit Bu, Pak.

34. EXT. PEGUNUNGAN – PAGI, SIANG, SORE. (di tengah perjalanan) Guntoro : kita lewat hutan pinus dulu (sambil melihat peta) Eman : kita istirahat dulu ye…! Mae : Depan aja depan (lalu mereka istirahat) Eman : Mae, lu serius banget ya untuk urusan jodoh ini? Mae : Gimana ya Man ya.. sebenernya sih gua masih pingin lebih lama ama lu-lu pada. Cuman di satu sisi gua ngebebanin nyokap gua. Beni : oo, jadi lu ngerasa ngebebanin nyokap lu Mae? Mae : ya iyalah, udah seumuran gini gua masih juga belum jadi orang yang berguna, sarjana lagi! Guntoro : Ah, sarjana? Mae-mae, sarjana nganggur ga berguna kaya kita gini banyak Mae. Beni : Banyak Mae. Eman : Sorry ya, gua bukan nggak berguna, gua frustrasi. Mustinya teh gua kuliah politik. Eh malah dimasukin pesantren ma bonyok gua. Syaraf ga? Beni : Eh, artinya lu tetep aja ga berguna. Arwah pahlawan udah nangis ngelihat muka lu nyet! Eman : Arwah pahlawan ngakak ngelihat muka lu tuh, pingin jadi petinju malah kuliah pertanian. (mereka melanjutkan perjalanan mereka) Guntoro : nah, tuh dia tuh rumahnya nih. (mencocokan rumah yang mereka lihat dengan photo yang diberikan Bapaknya Mae, setelah itu mereka melihat ada bus Jakarta melintas…) Guntoro : Peta bokap lu ini peta tahun kapan sie Mae? Wah gawat nih dukun super, asmara, jodoh, karir, santet. (membaca papan bacaan di rumah dukun tersebut). Beni : Belum tentu lua dapet jodoh. Guntoro : Wah, liat tuh yang dateng tajir-tajir Mae. (melihat sekeliling yang ada di rumah dukun itu)

35. INT. RUMAH DUKUN – SORE Mae : Hah, dimandiin? Dukun : Itu syaratnya. Mae : Udah sini ramuannya, mandi sendiri aja dah di rumah dah. Dukun : Dukun yang mesti mandiin. (lalu mae pun menyetujui, akan tetapi setelah di kamar mandi…) Dukun : Astaga. Kamu cantik sekali, bagaimana bisa kamu tidak dapat jodoh. Mae : Buruan kerjain deh, biar cepet pulang nich! Dukun : Dasar rejekiku, kamu jadi istri ku aja ya?! (mulai kurang ajar) Mae : Eh, kamu ngapain sie, Eman, Guntoro, Beni! (teriak) (masuk mereka bertiga dengan mendobrak pintu kamar mandi) Guntoro : Woy, kenapa lu Mae? Mae : ini dukun mau ngegagahin gua. (dan dukunpun dihajar mereka)

36. INT. RUANG TENGAH – MALAM Bu Mardi : Mae,,Mae,, sini Mae! Gimana? Pak Mardi : Ada lagi syarat dari dukun ga? Mae : Katanya calon-calonya kurang bermutu. Bu Mardi : Maksudnya? Mae : yak kan yang selama ini bapak ama ibu undang kan orang yang sama-sama satu tipe, naek motor bebek. Palingan juga kalo nggak guru, palingan tukang ojek. (Mae berlalu meninggalkan orang tuanya) Bu Mardi : Pak,pak,, si Mae itu seleranya tinggi Pak. Kali Ibu ga salah inget Bapak kan punya temen yang itu-tu, yang anaknya olahragawan. Mending itu pak!

37. EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – SIANG Calon ketiga untuk Mae datang, namun kali ini pemuda yang bertubuh gegap gempita. Bobi : Eh, sini-sini… sini! (memanggil Eman) (Eman mendekati) Bobi : Lu tahu rumah Pak Mardi? Eman : Oh, Pak Mardi, yang anak cewenya geulis – cakep. Bobi : Cakep ya? Eman : Primadona Nyet, Bobi : Apa lu bilang? Eman : Mas,, primadona, direbutin…

38. INT. RUMAH MAE – SIANG Mae : Pemain bulu tangkis ya bu? Bu Mardi : Tau, yang penting olahragawan. Pembalap kali. Mae : Pembalap? (Mae ditarik Ibu untuk segera menemui Bobi. Sementara itu Bapak berbincang-bincang dengan Bobi di ruang tamu sambil menunggu Mae) Pa Mardi : Nak Bobi, maaf ya.. makan apa aja nih? (memegang tangan Bobi yang berotot) Bobi : Sama aja sam yang lain. Cuma porsinya aja yang banyak. Telur selusin sehari, tapi putihnya aja beh. Pak Mardi : Kalo gitu kuningnya buat si Mae ya? Bobi : Kalo daging itu dua kilo, bener-bener daging tapi nggak pake lemak. Pak Mardi : Bisa gemuk si Mae, tapi ga apa-apa deh (pelan). Kalo tulangnya pegimana? Bobi : Kalo lagi ga ada dana sie ceker ayam juga saya makan beh. Pak Mardi : Bobi seleranya oke juga sampe ke ceker-ceker, berarti rakus ya?

39. EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – SIANG Guntoro : Terus terang gua ga suka si kingkong itu jadi calonnya si Mae tuh,. Bis badanya gedean dia. (Sambil berlaga memamerkan otot tangannya) Eman : Kasihan si Mae ya… Beni : tapi kalo si Mae’nya suka gimana? Guntoro : Nggak akan suka, yakin gua si Mae ga akan suka. Beni : Iya sih gua juga yakin sih. Eman : Ya iyalah.

40. INT. RUANG TAMU – SIANG Mae : Atlit ya? Bobi : iya (Seperti biasa bapak dan Ibunya Mae sibuk mengintip di anak tangga) Bu Mardi : Itu badan gede banget! Pak Mardi : Makannya bu telur terus setiap hari, tapi putihnya doang, kuningnya si Mae yang makan. Bu Mardi : Aduh pak, pegimana nih? Pak Mardi : dari pada die ga kawin mendingan dia makan kuning telur terus setiap hari. (Mae kembali memberikan isyarat dengan sapu tangan merah kepada Beni yang sudah stanby dan kembali ke ruang tamu) Bobi : Saya pamit dulu ya, biasa da tugas ngawal bos. Minggu depan saya kesini lagi. Pak Mardi : Babeh Cuma pesen jangan telor ayam, telor soang. (Bobi salaman dengan erat dengan pak Mardi, sampai-sampai pak Mardi kesakitan dan hendak bersalaman dengan Ibu dan Mae) Bu Mardi : Bukan mukhrim Mae : Mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya (peace)

41. EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – PAGI Bobi : Ada apa nih? Beni : Ngobrol sebentar bos. Kita anak-anak sini mas, ga suka kalo ada anak-anak kampung luar ngacak- ngacak kampung kita. Eman : Ya benar! Boby : Maksud lu? (Kembali terjadi keributan, namun kali ini mereka bertiga terkapar kemudian Bobi diserang warga kampung itu)

SEQUENCE 5 42. INT. KANTOR POLISI – SORE Polisi : Saudara Bobi, keluar! Bobi : Saya ini jadi korban pak, kenapa saya yang di sel pak? Polisi : Yang mukulin kamu itu ada banyak orang, ga bakal muat di sini. Dah sana keluar kamu. Bobi : Bos, Rendi : Ini yang gua ga suka, mentang-mentang badan gede, trus ga pake otak… Bobi : Gua dihina bos, sama orang kampong lagi bos. Rendi : Lu sie mennya di kampung! Bobi : Ya saya nyamperin cewe ke kampyng itu bos. Rendi : Urusan cewe lagi! Bobi : Anak-anak kampong itu keberatan bos. Anak raja dari mana saya, anak sultan dari mana saya berani-beraninya nyunting si Mae. Saya kesel banget bos! Saya kesel banget bos! Saya hajar mereka bos (masih emosi lalu memecahkan meja) Rendi : Tenang Pak, nanti mejanya saya yang ganti Pak. Mereka Tanya lu anak raja dari mana, anak sultan dari mana gitu? Bobi : ia bos. Rendi : Pasti dia gadis yang istimewa ya?

43. INT. RUMAH SAKIT – PAGI Mae menjenguk tiga sahabatnya di Rumah Sakit, akibat dipukuli Bobi kemarin. Mae : Gun-gun apa yang sakit? Guntoro : Aduh Mae, tangan gua remuk Mae. Mae : sorry-sorry ya… Beni : Mae, Mae : Beni… sebentar ya Gun ya! Aduh Beni kenapa? Beni : Gua ga bisa nengok lu sebelah sini Mae (menyuruh Mae pindah posisi) Eman : Mae, Mae : Aduh, gua lupa kalo punya temen satu lagi. Eman : Mae, ko gua dilewat sie Mae…, aw pinggang gua sakit nih. (saat mae memegang pinggangnya) Mae : Nie,nie, gua bawain buat lu. Gua kupasin ya.. (mengupas jeruk) Beni : Mae, Mae, gua duluan tadi yang mau jeruk Mae.. Guntoro : Mae, Mae, tangan gua juga butuh jeruk Mae! (Mae repot)

44. INT. RUMAH RENDI – SORE Mama Rendi : (Menerima telepon) Aduh, ia tuh darling Rendinya masih belum pulang. Katanya sih ke kantor polisi, kamu udah coba telepon ke HPnya. Eh, kenapa-kenapa.., enggak bukan kamu sayang. Ya,,ya,, nanti kamu coba telpon aja lagi, iya- iya nanti tante sampaikan. (telepon ditutup) Rendi! (memanggil Rendi yang baru pulang) Itu barusan Kania, cewe ke dua belas yang telepon kamu berturut-turut selama tiga bulan terakhir ini. Kamu itu maunya apa sih? Apa harus tunggu cewe ke dua puluh delapan? Rendi : Bukan itu mah. Mereka semuanya sama. Heran, orang tua sekarang mendidik anaknya dengan cara yang sama. Jangan-jangan mereka membaca buku cara mendidik anak dengan pengarang yang sama lagi. Mama Rendi : Kamu tuh maunya yang kaya apa? Rendi : Yang original, yang beda, yang penuh tantangan tapi berkualitas. Ya,, pokoknya gitulah! Mama Rendi : Mama ga ngerti, ngomongin calon isteri ko kaya ngomongin teka teki silang. Rendi : Udah lah mah. Mama Rendi : Kamu itu kan mau balik ke Amerika. Pokoknya mama nggak mau ya kalo kamu sampe kawin sama bule!

45. EXT. BASE CAMP – SIANG Mae : Man, lu masih pucet lagi.. ngapain sie buru-buru keluar dari rumah sakit Eman : Ya.. habis Beni ama Guntoro keluar duluan, gua nggak betah euy! Mae : Lu juga Gun, Ben masih pucet. Lu berdua ngapain sie buru-buru pulang, kenapa nggak nungguin Eman? Guntoro : Yailah Mae, kalo duit gua banyak, gua juga mao lama-lama di rumah sakit. Orang susternya cakep- cakep. Beni : Sari… sari… (dengan buah dada besar) Eman : Sari? Sari siapa ya? Mae : Stok jodoh gua udah abis tuh. Berarti lu semua ga bakal kawin.

46. EXT. JALAN DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – SIANG Rendi : Bob,, Bob,, yang soal Bobi : Rumanya lewat gang situ bos. Rendi : Namanya May kan? Bobi : Mae Rendi : Nama Bapaknya? Bobi : Pak Mardi Bos. Rendi : Cakep nggak bob? Bobi : Belum pernah saya ngeliat cewe secakep itu Bos. Rendi : Bob, sebenernya kan lu yang suka, kalo ternyata gua suka sama dia dan dia suka sama gua, lu ikhlas ga? Bobi : Ikhlas banget bos. Tapi yang saya khawatirin keselamatan Bos. beginian mah ga pake otot, tapi pake otak dan pake seni. Udah lah pulang sana. Bobi : Pulang? Serius Bos?!

47. INT. RUANG TAMU – SIANG Bu Mardi : Kata si Mae calon-calonnya ga mutu, tapi kan kita nggak punya kerabat orang kaya Pak. (menagis) Pak Mardi : Ya udah, emang nasibnya si Mae jadi perawan tua mao apa lagi Bu Mardi : Tapi apa kita nggak punya penerus generasi apa?! … (tiba-tiba ada yang datang) Rendi : Permisi. (Bu Mardi dan Bapak menghampiri) Bu Mardi, dan tentu ini Pak Mardi? (bersalaman) Pak Mardi : Iya saya pak Mardi, tapi maaf saya nggak mao jual tanah saya, saya masih punya tabungan. Rendi : Apakah penampilan saya seperti makelar tanah? Bu Mardi : Jadi anak ini? Rendi : Begini, saya dengar kampung ini menyimpan harta karun yang berharga, semacam permata yang belum digosok. Pak Mardi : Ooh ngert-ngerti, dia nyari barang antik. Tapi saya nggak punya, dulu saya punya keris tapi saya udah jual. Rendi : Oh bukan. Maksudnya sesuatu yang hidup dan sesuatu yang bernyawa. Bu Mardi : Peliharaan juga nggak punya.. nggak ada. Pak Mardi : Iya nggak punya saya… Rendi : Bukan-bukan, makhluk yang diciptakan Tuhan paling sempurna, yang sejak kecil Bapak dan Ibu asuh dengan penuh kasih sayang. Yang waktu kecilnya lucu dan menggemaskan, lalu setelah besar menjelma menjadi gadis cantik indah dan mempesona. Pak Mardi : Oh maksudnya anak, saya punya ank perempuan satu-satunya tapi nggak begitu-begitu amat! Bu Mardi : Nggak hebat-hebat banget malah sering ngerepotin. Rendi : Saya suka ini, saya suka sikap rendah hati dan humor seperti ini. Di lingkungan saya nggak ada yang seperti ini, hanya di kampung seperti ini. Pak Mardi : Ni maaf nie, ngomong-ngomong maksud sodara apa nih? Rendi : Nama saya Rendi, mohon diperkenankan untuk kenal putri Bapak dan Ibu Primadona kampong ini. Bu Mardi : Salah ini mungkin salah… Pak Mardi : saya rasa anak bang jali kali? Rendi : Semua sudah saya tanya, hanya bapak dan Ibu yang punya gadis bernama Mae, pasti nggak salah lagi. Setelah itu Ibu menyuruh Mae pulang dari Base Camp-nya, Ibu menarik tangan Mae agar jalan Mae lebih cepat. Bu Mardi : Buruan Mae!!! Mae : Siapa sie Bu, anak temen Ibu ya… Mae terkejut ketika melihat pria tampan sudah ada di depannya. Begitu juga dengan Rendi, yang takjub dengan kesederhanaan Mae. Mae salah tingkah karena kegirangan.

48. EXT. BASE CAMP – SIANG Eman : Eh, kayaknya ga perlu ngelihat isyarat ya… Beni : Buat formalitas aja Man, Udah gih sana gih! Eman : Kan biasanya lu Nyet. Beni : Dibilang buat formalitas doang Man, biar sie Mae nggak kecewa. Eman : Tapi kali ini lu yakin kalo warnanya merah ya? Guntoro : Berisik amat sie, udah sana cepetan Beni : Bawel!

49. INT. RUANG TAMU – SIANG Mae membawakan secangkir minuman buat Rendi, dengan malu-malu Mae berkata: Mae : Diminum bang! Rendi : Iya terima kasih Tiba-tiba Mae ingat kalau dia harus memberikan isyarat pada temannya, dan Eman sudah stanby di tempat biasa Beni menunggu isyarat. Namun kali ini Mae akan memberikan simbol berwarna hijau tanda setuju. Mae mencari seseuatu yang berwarna hijau, tetapi cuma ada pada taplak meja yang ada di ruang tamu. Mae : Diminum lagi bang! Rendi : Udeh-udeh. Mae : Diminum lagi aja bang, makan juga nggak apa-apa. (sembari menyodorkan cangkir dan toples-toples yang berisi makanan kepada Rendi) Rendi : iya-iya… Mae : Ini taro di sini ya Bang, biar deket. Pinjem ya bang ya! (membawa lari taplak meja untuk ditunjukkan kepada Eman) Mae : ijo,, ijo,, ijo,, Eman. Eman : Aduh, ah goblok ih! (penglihatan Eman berwarna merah). Yee.. Pasti merah! Rendi : Dua hari lagi saya jemput ya,. Kita nonton pertandingan tinju. Sampe lusa kalo gitu. (Rendi pamit)

50. EXT. BASE CAMP – SIANG Eman : Merah-merah,, yakin gua! Beni : Ah, kita juga udah tau Man! Eman : tapi, merah apa ijo ya?! Guntoro : Eh, lu jangan macem-macem. Si Mae belum mau kawin, dia itu masih mau main sama kita! Udeh..

51. EXT. DEPAN GANG KAMPUNG JAKARTA – SIANG Guntoro : Eh, itu dia tuh orangnya! Rendi : Misi,, Guntoro : Eh pecun, ikut bentar yu! Rendi : Ada apa nich? Beni : Eh, dari mana lu? Rendi : Ada aja… Eman : Kita tau lu ngincer anak sini, iya kan?! Rendi : Iya betul. Gua suka sama dia dan dia juga suka sama gua, itu fare kan,, nggak ada yang dirugiin. Guntoro : Bukan itu soalnya, masalahnya lu pantes nggak? Beni : Ngaca! Rendi : Oh, Eman : Eh, anak raja mana sia teh? Beni : Anak sultan dari mana lo berani-beraninya nyunting si Mae? Rendi : Men, gua bukan anak raja, gua juga bukan anak sultan. Tapi gua cinta. Eman : Eh kentut lu ye,, kampung ini nggak bakal ngelepasin si Mae. Pergi sana! Rendi : Tapi ini urusan dua orang mencinta, bukan urusan kampung! Guntoro : Eh.. ini urusan kampung dong. Dia itu primadona kampung ini, dia juga ratu kecantikan kita. Dia harus dapet jodoh yang baik. Rendi : Ya.. saya lah orangnya. Beni : Belagu ya lu! Mendingan lu pulang cepet sono, dari pada kita pake bahasa kekerasan. Rendi : Dah nggak zaman pake kekerasan. Mari kita bicara dengan akal sehat! (Beni dan yang lain sewot) Rendi : Sabar dulu dong, santai, tenang. Yang pake kekerasan itu cuma orang primitif. Mari kita bicara nilai tambah kampung ini kalo gua kawin sama Mae. Guntoro : Maksud lu apa? (menarik kerah baju Rendi) Rendi : Gua ngerti kenapa anak-anak sini gampang emosi, sedikit-sedikit mau pake kekerasan, nganggur frustrasi ga ada lapangan kerja. Beni : Eh lu ngehina ya… Rendi : Eh men kalo ku punya masa depan yang bagus, lu nggak akan suka sama kekerasan. Bener ga?.. Gua bisa tampung anak-anak pengangguran di sini di perusahaan gua. (Beni, Guntoro dan Eman mulai percaya) Guntoro : Lu tunggu di sini sebentar ye, jangan kemana-mana ye! Jangan pergi! Eman : Jangan kabur ye! Beni : Gua rasa ada lowongan kerjaan nie buat kita. Guntoro : Eh, setan bener nggak benderanya merah?! Eman : yaelah lu lagi nanya gua, khan dia yang bilang itu Cuma formalitas (menunnjuk Beni) Guntoro : Gini aja deh, kita bilang sama si Mae kalo laki- laki ini cukup berbobot. Beni : Aduh kenapa gua nyuruh lu ya… Eh, lu serius mau menampung, menyalurkan bakat- bakat kita? (kepada Rendi) Rendi : Iya Beni : Wah, tapi si Mae suka nggak ya??? Guntoro : Kita biarin pergi aja deh..! Eman : Eh, kalo kita abiarin dia pergi karena si Mae nggak suka itu wajar, tapi kalo dia datang lagi kesini nawarin kerjaan buat kita trus kita mao dan si Mae tau, muka kita mao ditaro di mana? Beni : Bener juga sie… Rendi : Guys, gimana… berundingnya jangan kelamaan! Beni : Ok, kita udah kelar nih! Gini aja deh, mendingan lu pulang sekarang sebelum kita pake kekerasan! Rendi : Tapi kalian juga harus tau, kalo gua nggak takut mati! Eman : Eh pecun, orang kayak lu ye masih dibutuhin masyarakat. Balik sono balik! Rendi : Gua udah bilang gua nggka takut mati. Gua baru aja ketemu sama orang yang istimewa, gua nggak rugi mati. Bunuh gua! Guntoro : Bunuh lu? Nggak perlu. Soalnye kita juga takut dosa ye… (langsung memukul Rendi)

52. EXT. BASE CAMP – SORE Guntoro : Mae, kenapa lu? Mae : Gua mau nonton tinju. Lu mau ikut khan… gua bakal dijemput cowo. Beni : Ama siapa Mae? Mae : Cowo tadi. Udah kelihatannya cakep dan juga kelihatannya kaya. Beni : Mae, dia emang kelihatannya sie kaya sie Mae, cuman kalo… Mae : Ssssttt,, gua kayaknya nggak bisa ngarepin lebih dari ini deh. Kayaknya gua bener-bener jatuh cinta. Ssstttt,,, denger-denger (tangan guntoro diletakan di dada Mae), dengerin gal u? jantung gua tuh berdebar. Saking kencenganya. Guntoro : Mae tapi Mae… Mae : Ssssttt,, seandainya miskinpun gua nggak peduli. Inilah yang namanya jatuh cinta! Guntoro : Dia kaya sie Mae, tapi gini Mae,, Mae : Lu pada kenapa sih? Hah… kan kalo gua juga nikah, lu, lu dan lu juga bisa nikah. Trus masalahnya apa? Beni : Enggak gini e,,, kalo menurut gua sih Mae, gimana ya Mae… anak itu nggak cocok ama lu Mae. Guntoro : Iya-iya betul ga cocok! Mae : Heh, yang nentuin gua jatuh cinta itu gua. Dan gua tuh ga bisa hidup tanpa dia! (Situasi mencekam) Eman : Demi Allah E (Panggilan Mae oleh Eman) gua kirain benderanya merah E, demi Allah gua ga boong E, sumpah! Mae : Lu emang nggak pengen kan, lu emang ga pengen kalo gua pengen punya jodoh. (Mae menangis) Beni : Lu sie Man, kalo ijo bilang ijo.. kenapa lu bilang merah. Guntoro : Tau lu! Eman : Biasanya lu ye… biasanya lu yang lihat isyarat. Bukan gua ya njing. Lu jangan mojokin gua depan si Mae ya! Si tai ini yang bilang sama gua itu cumin buat formalitas. Si tai ini yang bilang ama gua kalo warnanya pasti merah. Guntoro : Tapi kalo ijo, lu bilang ijo jangan merah donk. Gampang kan!? Beni : yang buat kita bingung itu… Eman : Aaaahh,, anjing kalian semua anjing tau nggak! Gua tau lu semua pingin gua ngaku kalo gua buta warna khan?! Beni : astaga! Lu tuh buta warna Man? Guntoro : Lu buta warna? Beni : Gua nggak akan nyuruh lu Man kalo yau lu buta warna. Eman : Gebleg ye,, lu tau Ben, lu tau kalo gua buta warna dan lu juga (Guntoro). Kurang ajar lu ye temen sendiri digituin?! Gua tuh tau kenapa kalian jadi gini, kalian tuh Cuma nggak siap untuk ditinggalin ama si Mae. Iya khan…? Beni : Iya Mae, gua emang ga mau kehilangan lu. Guntoro : Mae sorry Mae, gua juga nggak kebayang kalo lu kawin gua Cuma tinggal ama dua lonte ini Mae. Eman : Gua nggak peduli, benderanya mau merah, mau hitam gua akan tetep bilang merah (menagis), karena gua sayang ama si Mae. Gua sayang ama lu Mae, gua nggak mau kehilangan ama lu Mae! (Memeluk Mae dan akhirnya mereka berempat berpelukan)

53. INT. RUMAH RENDI – PAGI Rendi : Kata mereka ini akan jadi urusan kampung, mereka bilang Mae cuma akan kawin dengan anak Sultan atau anak Raja. Mama Rendi : Kamu ga bilang kalo kita masih keturunan keraton. Rendi : Hah, keraton mana? Kok Mama nggak pernah cerita? Mama Rendi : Haah, kamu ngarang-ngarang aja sendiri! (Bobi datang) Bobi : Bos, Rendi : Ada apa? Bobi : Anak-anak di sini bos. Rendi : Siapa? Bobi : Anak-anak sini bos. Rendi : Anak-anak komplek? Bobi : Iya bos. Rendi : Ngapain mereka kemari? Bobi : Loyalitas bos. Rendi : Apa? Lu ngasih tau anak-anak? Malu-maluin aja lu Bob, dasar gila!

SEQUENCE 6 54. EXT. RUMAH RENDI – PAGI Di depan rumah Rendi sudah kumpul teman-temannya siap menyerbu anak Kampung Jakarta. Orlit 1 : Ren, si Bobi udah cerita semuanya mengenai hal ini. Ini ga bisa dibiarin sob. Bener nggak Bob? Kita harus bale, tau ga! Orlit 2 : Ren,, Ren,, ini udah jadi persoalan buat kita semua. Bener nggak? Orlit 3 : Betul, orang-orang kampong itu harus dikasih pelajaran. Orlit 1 : Pukul aja, kita pukul tau ga! Rendi : Tenang-tenang… ini persoalan kecil Orlit 4 : Ini namanya udah penghinaan Ren. Rendi : Sebenernya ini masalah pribadi. Orlit 4 : Ga bisa gitu sob, ini udah jadi masalah kita, masalah komplek kita ya nggak? Udah hajar aja sekarang. Rendi : Kita orang beradab. Kita harus pake otak, gua nggak perlu yang kaya gini.

55. INT. RUMAH SAKIT – SIANG Bu Mardi : Mae harus dapet jodoh Pak, kalo saya mati bapak harus meneruskan ikhtiar kita ya Pak! Pak Mardi : Bu jangan ngomongin mati deh. Saya nggak enak dengernya. Mau bae ga sie… mati disebut-sebut! Mae : Pak ini airnya ya… Bu Mardi : Mae, kalo Ibu mati, sementara kamu belum dapet jodoh, Ibu pasti mati penasaran Mae. Pak Mardi : Eh bu denger ye, yang udah mati ya mati, penasaran-penasaran. Kalo mati penasaran kaga mati- mati! Lu mao ga mati-mati. Mae : Ssstt,, Pak! Pak Mardi : Mati disebut-sebut, kalo Death. Setelah mendengar pernyataan dari Ibunya itu, Mae jadi kepikiran terus dan kelimpungan.

56. EXT. TAMAN KOMPLEK – SORE Orlit 4 : Bob, sie Rendi kenapa jadi kayak ayam sayur gitu sih? Bobi : Gua juga heran, tapi kalo kita bawa masa lebih banyak lagi dia pasti mau. Ya nggak? Orlit 4 : Kita serbu aja tuh kampung, tanpa Rendi. Orlit 1 : Jangan sob, tauran kita jadi ga legitimate ntar. Orlit 3 : Bener-bener gua piker juga gitu.

SEQUENCE 7 57. EXT. BASE CAMP – SORE Beni, Guntoro dan Eman sibuk mencari jodoh buat Mae lewat Koran. Beni : Kebetulan Mae, Mae : Gua harus nikah nih. Guntoro : Ya pasti Mae, ada loh, mayan banyak nih Mae. Eman : Salah satunya neng Mae pasti suka. Beni : Itu kita cari di iklan jodoh di Koran. (memberikan list nama-nama jodoh kepada Mae) Mae : Gua ga butuh kayak ginian. Gua harus nikah sama salah satu dari kalian. Guntoro : Lu becanda lu Mae. Beni : yang bener lu Mae? Mae : jadi lu pikir gua becanda… Guntoro : Mae bukan begitu Mae, kalo gua kawin ama lo, lah kan kita temenan dari kecil, ntar kalo gua kawin ama lo, rusak persahabatan kita. Eman : Bener kata si Gun, gua mah nggak kebayang nikah sama lu. Kebayang ga sie malam pertama dia sama gua, kaga tega. Beni : Kalo gua sie urusannya soal nafkah Mae, lu kan tau kalo laki itu kewajibannya buat cari nafkah. Mae : Lu nggak usah ngomongin tentang nafkah, lu nikah sama gua, gua beliin motor. Eman : Ini merupakan kehormatan gua ye, gua sie tersanjung apa lagi ini buat nyelametin orang tuanya bener ga, ibadah juga, cumin kawin ama Mae… (ngeledek) Mae : Berengsek (Marah dan meninggalkan mereka)

Akhirnya demi solidaritas pertemanan mereka sekaligus untuk menebus kesalahan mereka terhadapa Mae, mereka meminta izin untuk menikah kepada ibu mereka masing-masing.

58. EXT. RUMAH EMAN – SIANG Eman : Eman mao kawin mak. Ibu Eman : Nikah jeung saha? Eman : Ya,, Mae. Ibu Eman : Hah, Mae? Lu gelo maneh teh mah Mae, Man Emak teh tau Eman teh sayang pisan jeung Ema, Ame, saha eta… Eman : Mae Ibu Eman : Iya Mae, sami. Apa nggak terlalu kasar tuh Man? Cari ke’ yang sedikit lembut gitu!

59. EXT. RUMAH BENI – SIANG Ibu Beni : Jadi lu mao kawin? Ya udah kawin aja. Kan lu udah dewasa. Beni : jadi,, Ibu Beni : Jadi tunggu apa lagi sie? Emang siapa? Beni : Mae (Ibunya Beni kaget sampai hampir menjatuhkan toples permen dagangannya yang sedang dibersihkan)

60. INT. RUMAH GUNTORO – MALAM Ibu Guntoro : Ibu sie seneng kalo kamu berumah tangga, mungkin kamu malah jadi rajin cari kerja, terus kamu lupa jadi pelaut cita-cita kamu itu. Tapi kalo mao cari isteri jangan kaya si Mae temenmu itu. Emang sie dia anak baik, tapi untuk jadi calon isteri… eh, siapa nama calonmu itu? Guntoro : Nggak bu nggak,

61. EXT. BASE CAMP – SIANG Mae : Nyokap gua semakin parah. Guntoro : Mae,, Mae,, situ dulu ya! Kita mao ini, ya gitu deh. Nanti kita kasih tau hasilnya. (Guntoro, Beni dan Eman melakukan gambreng mereka yang kalah berarti mereka yang harus kawin dengan Mae. Dan akhirnya Guntoro yang kedapatan harus menikahi Mae, tetapi wajah Guntoro kelihatan tidak senang) Beni : Eh, lug a ikhlas lu (Marah) Guntoro : Bukan gitu maksud gua. Beni : Panggil si Mae! Mae : Siapa yang jadi pendamping gua? (Beni dan Eman menunjuk Guntoro) Mae : Ga mau gua kawin sama orang lemes ga ikhlas kaya gitu! (Mae hendak pergi namun dicegah oleh Beni dan Eman). Apaan… Lu liat ga, kalo dia ga ikhlas kaya gitu! Eman : Ikhlas E ikhlas, Insyaallah ikhlas ye… Guntoro : Ikhlas Mae, gua ikhlas. Gua Cuma lagi pilek Mae, lagi pilek. Eman : Tuh kan,, Mae : Bagus deh kalo gitu. Ini berita bagus buat nyokap gua. Guntoro : Mudah-mudahan ini juga berita bagus buat nyokap gue.

62. INT. RUMAH GUNTORO – MALAM Guntoro : Ibu setuju? Ibu Guntoro : Kamu kan udah cerita semuanya sama ibu Gun, ya ibu setuju. Apalagi kan ibunya si Mae sahabat ibu juga.

63. INT. RUMAH SAKIT – PAGI Dokter : Luar biasa kondisi ibu membaik drastis. Betulkan saya bilang obat terbaru yang saya berikan kepada ibu betul-betul manjur. Bu Mardi : Salah, dokter salah. Anak saya Mae dokter, dia bawa kabar berita yang sangat menyenangkan. Ini yang bikin saya bae.

Ibunya Mae dibawa pulang, tapi di sisi lain kondisi Guntoro tiba-tiba sakit, dan harus di opname. Guntoro meminta Beni atau Eman untuk menggantikan dia untuk menikahi Mae. Beni dan Eman suit dan yang harus menggantikan Guntoro adalah Eman.

Pak Mardi : Ibu sekarang ga usah mikir apa-apa lagi, sekarang udah tenang, udah aman. Beni : Bu, mau ngomong sama Mae sebentar. Mae si Guntoro sakit, Eman yang gantiin. Mae : ya udah deh.

64. INT. RUMAH EMAN – PAGI Ibu Eman : Mulanya sie mimpi buruk Pak Mantri, eh mencret-mencret, muntah-muntah. Mantri : Ini harus di opname bu, permisi bu. Ibu Eman : Opname, eleuh-eleuh Man, Eman opname Man. Opname teh tidur di rumah sakit. Lah yang bayar siapa Man?! Lier,,lier,, Ben urus tuh. Beni : Lu kenapa lagi Man? Lu sakit banget Man? Eman : Lebih dari sakit Ben.

65. INT. RUMAH RENDI – SIANG Mama Rendi : Jadi udah yakin nih kamu mau balik ke Amerika? Rendi : Iya mah. Lagian mau ngapain lagi di sini? Lagian kan mama yang bilang kalo aku belum siap pegang perusahaan. Mama Rendi : Ya habisnya kamu belum bisa bertanggungjawab. Coba kalo udah berumah tangga? Pasti beda. Ya udah, mama ga apa-apa kamu cari cewe bule, dari pada ga ada satupun gadis di sini yang nyantol di hati kamu. Rendi : Nyantol mah nyantol. Tapi direbut orang. Mama Rendi : Ah gitu aj,, masa mu balik ke Amerika. Emang bener direbut?

66. EXT. JALAN DEPAN RUMAH MAE – MALAM Rendi dan Bobi meneropong situasi rumah Mae dari atas pohon dan melihat segerombolan orang. Pak Mardi : Oh iya Beni, Babeh mesen nih, mulai sekarang jangan banyak begadang. Asal lu tau ya, Babeh ga nyangka kalo lu bakal jadi mantu Babeh. Ibu Beni : Calon besan, kita-kita mau permisi dulu. Pak Mardi : Terima kasih Ibu Beni : Sama-sama. Assalamu’alaikum Pak Mardi : Wa’alaikumsalam. Makasih ya Ben.

67. INT. RUMAH RENDI – MALAM Rendi : Salah satu cecunguk itu yang ngehajar gua waktu itu ternyata ngincer si Mae. Ini ga fare, orang si Mae suka ama gue. Lu tau Bob gua itu terpelajar, bertindak,,, Bobi : Pake otak, Rendi : Iya pake otak, nyatanya lu yang bener. Bobi : Kelamaan di satate bos. Jadi lu lupa cara yang berlaku di Indonesia. Rendi : Cara yang bagaimana?

68. EXT. RUMAH RENDI – PAGI Rumah rendi telah dipenuhi oleh teman-teman kompleknya yang siap bertempur. Kali ini masanya lebih banyak dari sebelumnya. Bobi : Inilah cara Indonesia Bos. Sahabat-sahabat terbaik lu nunjukkin solidaritas mereka. Orlit 4 : Eh Ren kalo lu duel waktu itu lawan anak kampung satu-satu itu sie ok – fare, tapi lu dikeroyok men, itu harus dibales. Bobi : Masalah lu masalah kita juga.

SEQUENCE 7 69. INT. RUMAH BENI – PAGI Akhirnya hari pernikahan puteri Pak Mardi beserta Ibu yang telah lama dinantikan datang juga. Eman : Ciye kawin euy si Beni euy! Ternyata lu nggak jelek-jelek amat ya Ben,, Guntoro : Nasib lu baik banget sie,, anak raja bukan, anak sultan bukan, eh lu kawin ama si Mae. Beni : Lu juga sih pake sakit segala, jadi gua yang ketiban pulun. Eman : Eh kualat sia. Guntoro : Eh, tapi gua jamin ya malam pertama lu pasti seru abis! Beni : Gua sie ga balk tidur ampe pagi, gua bakal ketawa terus. Guntoro : Kalo lu bingung lu ajak aja main gaple. Beni : Atau nggak lu bisa join ama gua, berempat kita… Guntoro : Emang boleh?

70. INT. RUMAH MAE – PAGI Bu Mardi : Sebetulnya sayang si Mae kawin sama si Beni, Pak Mardi : Jangan ngomong begitu dong! Perkawinan ini yang buat lu bae dari sakit lu. Itu namanya perkawinan penuh berkah. Lu gimana sie? Anak ga ada jodoh nangis, ada jodoh salah, cengeng lu!

Rombongan keluarga Benipun datang, dan keluarga Mae siap menyambut besan. Beni : Ini lu Mae? Eman : Geulis pisan si Mae pake kebaya merah. (padahal kebaya putih) Pak Mardi : Ga’ nyangka gua Ben kalo lu bakal jadi mantu gua. Kalo gua pikir-pikir bisa gila gua Ben. Tapi ga ape-ape. Duduk! Beni : Saya juga nggak nyangka Beh bisa jadi menantu. Pak Mardi : Pak penghulu, Pak Sini pak! Penghulu : Ya saya,, saya,, saya tunggu dari tadi nie. Mae : Udah apal belom lu? Beni : Udah tenang aja. Guntoro : Eh sekarang jangan lu-gua,lu-gua dong… kang mas. Beni : kang mas pale lu. Emang gua jawa. Penghulu : Pada hari yang baik dan penuh barkah ini, kita akan laksanakan pernikahan saudara kita Beni bin Mamat Soleh dengan Maemun binti Sumardi ya… Sebagaimana kita ketahui bersama, rukun syarat syahnya nikah. Rukun nikah itu ada lima,,,

71. EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – PAGI Di rumah Mae akan dilangsungkannya pernikahan namun di sela waktu itu anak-anak komplek tempat Rendi tinggal datang menyerbu anak-anak kampung Jakarta. Orlit 4 : Apaan nih, jadi Cuma segini doang! Orkam 1 : Ada apa Bapak-bapak. Orkam 2 : Tenang-tenang,, bentar dulu, soal perang itu gampang, tapi kita mau tau persoalan ini apa? Orlit 5 : Anak komplek gua udah dihina ama anak kampung lu. Orkam 3 : Eh siapa yang ngehina anak komplek lu? Orlit 2 : Saudara Rendi telah dihina dan telah dipermalukan oleh anak akmpung sini. Kami datang ke sini mau nuntut balas. Orkam 3 : Kaga mungkin. Anak-anak kampung sini pada sopan- sopan. Semuanya budi pekertinya baik, etikanya bener PKK-nya apalagi! Bener ga temen-temen?! Orlit 3 : Eh lu semua emang orang ga berpendidikan ye, ga punya otak. PKK sampe dibawa-bawa segala. Dasar kampungan! Orkam 1 : Pendidikan anak-anak sini emang gad a yang tinggi cing, tapi di sini ga ada yang nyolong, ngerampok, apalagi korupsi. Orkam 2 : Pake sabu apalagi jadi Bandar narkoba.

72. INT. RUMAH MAE – PAGI (Dan akhirnya pertempuranpun terjadi sedangkan di rumah Mae sedang berlangsung pernikahan Mae dan Beni) Beni : Saya terima nikahnya teman saya ini… Penghulu : Astagfirullah, stop… stop… bukan, aduh!!! Pak Mardi : Lu pagimana sih, itu bakal bini lu. Beni : Tapi dia kan emang teman saya pak?! Penghulu : Iya,, iya,, tapi nggak usah disebut-sebut di dalam redaksi ini, dalam ijab-qabul nggak ada itu. Guntoro : Eh kalo ga bisa biar gue aja deh! Bu Mardi : Gun nggak maen-maen ini. Guntoro : Udah tiga kali loh… Pak Mardi : Ulang, ulang ya pak… Beni : ya… ya… diulang ye?! Penghulu : Saudara Beni bin… (berhenti karena ada yang datang) Orkam 3 : Eh gawat-gawat!! Kampung kita diserang komplek sebelah. Yang laki-laki bantuin, cepet, tolong! (Mae, Beni, Guntoro dan Eman langsung bergegas untuk ikut bertempur membela kampungnya). Penghulu : Kacau… kacau…! Pak Mardi : Pak sabar, sabar, dia lagi bela kampong kita. Penghulu : Saya mau menikahkan tiga tempat lagi. Pak Mardi : Sabar pak, anak saya jagoan dia pasti menang ngelawan musuhnya, apalagi anak saya laganya kayak anak laki. Penghulu : Iya Pak, saya menikahkan dulu di tempat lain, baru datang ke sini kalo berantemnya udah selesai. Pak Mardi : Lima menit lagi (merayu)

73. EXT. JALAN KAMPUNG JAKARTA – PAGI Di tengah-tengah pertempuran itu Mae bertemu dengan Rendi, mereka berdua saling menatap. Mae : Stop! Stop! Berhenti. Stop berhenti semuanya! (teriak) Rendi : Stop! Berhenti! Semuanya berhenti! (teriak) Eman : Ada apa E? Guntoro : Kenapa sie Mae? (Kemudian Mae memanggil Guntoro dan Beni) Guntoro : Ini salah paham woy, ini salah paham. Beni : Semuanya! Atas permintaan dua belah pihak, tauran kita hentikan. Orkam 3 : Kaga bisa. Temen gua udah pada nih gara-gara dia. Rendi : Semua kerugian dan yang luka-luka akan saya tanggung pengobatannya semuanya sampai sembuh. Beni : Sebenernya lu calon mempelai pria yang ditunggu sama si Mae (kepada Rendi). Dia calon penganten sebenernya (teriak). Gua minta maaf, gua yang salah sama temen-temen gua. Ini semua salah paham. Sorry ya kemaren kita emang ga pake otak. Sekarang, kalo lu emang cinta ama si Mae lu bisa nikah sama dia sekarang. Rendi : Mah buruan mah Rendi mau nikah (menelepon Mamanya). Guntoro : Saudara-saudara yang saya hormati, tauran kita stop. Sekarang kita pindah ke rumah si Mae, kita saksikan pernikahan saudara Mae dan Saudara Rendi.

Ending Akhirnya Mae berbahagia bersama Rendi. Mae tidak lupa pada sahabat-sahabatnya. Guntoro ikut berlayar di kapal milik Rendi dan dia dapat jodoh di sana. Beni yang sudah terlelu tua untuk jadi petinju, dilatih oleh Boby untuk menjadi bodyguard dan dia dapat jodoh di sana. Hanya Eman yang memilih jalannya sendiri. Mengawali karir di dunia politik dengan menjadi satgas di secretariat salah satu partai politik, dan dia juga dapat jodoh di sana. Dan soal cita-cita Mae untuk jadi Polwan, dia sudah lupa.