'Kepahlawanan, Nasionalisme, Dan Islam Dalam. Sejarah Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

'Kepahlawanan, Nasionalisme, Dan Islam Dalam. Sejarah Indonesia KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM Rl BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Pusat Dokumentasi dan Jaringan lnformasi Hukum Nasional JI.MayJen Sutoyo-Cililitan Jakarta Timur Sumber : R~\..l.~ t\\<~ j Hari/Tgl : ~fl\\b" ,~\ N~ cUt~ Hlm/Kol : lX\1\\" ( 1 Subjek : ~~LaM . /)~ _f rz_jetV'a-~ Bidang : /f- · V /1/2 Ut-J,. 1 v 'Kepahlawanan, Nasionalisme, dan Islam dalam.Sejara ~h Indonesiaf Tiar Anwar Bachtiar etiap tanggal10 November, menjadi i)ahlawan. Artinya, sosok terse­ da~at membent,Jk suatu kekuasaan yang Presiden Indonesia selama but layak untuk menjadi panutan bagi leb1h besar. Semakin banyak penguasa­ be1tahun-tahun sejak ditetap- masyarakat dalam konteks kesetiaannya penguasa di berbagai daerah yang ditak- kannya tanggal ini sebagai pada negara dan sumbangsihnya dalam 1ukkan, maka kerajaan itu akan semakin Hari Pahlawan mengumum- membangun negara ini. Dengan begitu, b~sar _dan sem~kin kuat. Runtuhnya ker­ kan siapa-siapa saja yang masyarakat m_e~dapatkan contoh hidup aJaan 1tu pun ~sebabkan dinasti penyang­ layakS untuk menyandang gelai· "pahlawan" bahwa negara 1111 !a yak untuk terus diper­ ganya sudah tJdak mampu lagi memper­ secara resmi dari negara. Hingga tahun tahankan seperti dicontohkan oleh para tahankan kekuatannya di hadapan keku­ 2019,jumlah tokoh yang ditetapkan seba- pahlawan itu. Melalui contoh hidup inilah a~an po!itik d_inasti yang lain. Itulah yang gai pahlawan Indonesia sudah berjumlah masyarakat akan semakin kuat pikirannya d~a l am1 keraJaan-kerajaan di Indonesia 170 orang setelah enam orang terakhir dite- untuk mendukung keberadaan "'Indone­ yang akhirnya harus tum bang setnua ber­ tapkan sebagai pahlawan, yaitu Abdul sia" sebagai negara. Semakin kuat du­ tekuk lutut di hadapan kekuatan kerajaan Kahar Mudzakkir, AA Maramis, KH Masy- kungan rakyat, negara akan semakin kuat Be l a~da . Bela~da akhirnya menjadikan kur, M Sardjito, Ruhana Kudus, dan Sultan karena rakyat akan semakin sukarela un­ keraJaan-keraJaan taklukannya menjadi Himayatuddin drui Buton. Jumlah ini akan tuk me~ bela eksistensi negara ini dari bagian dari Kerajaan Belanda dengan se­ terns bertambah seiring akan terns ditetap- berbagru an cam an keruntuhannya. buta~Netherland Indie (Hindia Belanda). kannya tokoh-tokoh baru sebagai pahla- Tidak ada alasan lain yang lebih men­ S 1 s_t~m "negara-kerajaan" (monarki) wan pada tahun-tahun yang akan datang .. dasar dari penganugerahan gelar pahla- sepert1 1tu adalah sistem yang berlaku di . ~ungkin sebagian orang yang berpikir "':an dari sudut pandang negara selain hal seluruh dunia selama puluhan a bad. Bah­ knt1s akan bertanya, mengapa begitu d1 atas. Sebab, suatu negara model nation­ kan, kekhalifahan Islam sepeninggal Khu­ banyak orang ditetapkan sebagai pahla- state, seperti Indonesia tidak memiliki lafaur-Ras~din pun memilih untuk meng­ wan? Apa sesungguhnya kepentingannya kekuatan politikyang memaksa rak)'atnya gunakan s1stem monarki ini untuk mem­ bagi n~~ara? Se~~ra sederhana, perta- ~ntuk setia . ~an patuh pada negara selain bangun kekuatan politik Islam hingga da­ nyaan m1 dapat diJawab dengan menggu- kesadaran mereka sendiri. Di dalam ne­ pat b~rpengarnh di ~unia sampai hampir nakan sudut pandang kepentingan na- gara nasional (nation-state) sudah tidak semb1lan abad. Hmgga kekhalifahan sionalisme Indonesia yang mernpakan ke- dikenallagi kekuatan penyangga suatu I~ lam terakhi~ ?i. Turki (Utsmani) pun, kuatan ideologi yang memungkinkan ter- negara yang didasarkan pada kekuatan di­ s~S t em monarki unlal1 yang dipergunakan. bentuknya negara ini. Sebagai negara· nasti-dinasti te1tentu yang berhasil men­ S1stem negara nasional (nation state) baru rang ~e~bentuk dari kekuatan nasional- gonsoli~as~n kekuatan politiknya melalui berdiri awal abad ke-20, tepatnya tahun 1sme_ m1, negara memer!ukan berbagai e~pans1m_ 1hter atas kekuatan dinasti yang 1?20-an, setelah dihapusnya sama sekali anasn· yang dapat memehhara dan mem- lam sepert1 pada masa-masa kerajaan da­ s1stem kekhalifahan di Turki oleh Gerakan perkuat nasionalisme keindonesiaan ini. hulu. Pada masa lalu, di kawasan ini me­ Turki Muda pimpinan Mustafa Kemal. Salah satu yang cukup penting dilakukan mang sudah pernah berdiri berbagai "ne­ Konsep kerajaan yang diberlakukan di adalah dengan mengakui tokoh-tokoh gara-kerajaan" yang pembentukan ke­ d~ l am_ sejarah kekhalifahan Islam mung­ penting tertentu dalam sejarah sebagai kuasaan politiknya semata-mata didasar­ km s_aJa berbeda dengan yang berlaku di "pahlawan". Melalui proses penelaahan kan pada kekuatan politik dinasti tertentu. keraJaan-kerajaan Kristen, Hindu, Bud­ berbagai sisi, baik historis maupun kepen- Biasanya dinasti yang berkuasa ini adalah dha, ata_u lainnya; terutama dari segala tingan politis-ideologis, tokoh terse but dinasti yang sanggup mengalahkan dinasti­ world vzew dalam memosisikan raja dan akan di tetapkan sebagai orang yang layak ~a in di berbagai kawasan sehingga kekuasaan yang dipegangnya. Namun, Hlm/Kol : D<.V\\\ dari segi praktik politik semuanya sama, yang tengah dijajal1 oleh Beland a menjadi yaitu mengandalkan kekuatan politik yang faktor historis yang kuat bagi para pemim­ dimiliki suatu dinasti tertentu untuk pin muda Musli.m di awal abad ke-20 un­ mengonsolidasi kekuasaan membentuk tuk mencetuskan gagasan nasionalisme suatu "negara-kerajaan". Alat legitimasi Indonesia untuk lepas dari cengkeraman kekuasaannya bukan kesadaran kolektif kolonialisme. rakyat, melainkan anasir pembetuk keku­ Gagasan para pemimpin muda Mus­ atan politik si pemegang kcrajaan, seperti lim ini bak gayung bersambut dengan ga­ · kekuatan militer, ekonomi, danjaringan gasan para pemimpin muda yang belajar pendukung pada level kepemimpinan di Eropa atau di perguruan-perguruan yang lebih rendah. Eropa di Indonesia. Kenyataan bahwa su­ Konsep ini mulai dikritik oleh para dah tidak ada lagi kekuatan dinasti kera­ pemikir Eropa a bad pencerahan seperti jaan mana pun di Indonesia yang bisa di­ Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) yang harapkan untuk melawan dominasi Be­ memperkenalkan teori "koritak sosial". landa menyebabkan intelektual-intelektual Teori ini menggugah kesadaran masyara­ mud a ini, baik yang terpengaruh informasi kat Eropa bahwa suatu negara dapat saja dari kawasan Arab maupun Eropa, harus terbentuk atas dasar kehendak rakyatnya, mencari alternatif kekuatan perlawanan bukan melulu karena kPinginan elite politik baru. Ide nasionalisme adalah ide paling yang tergabung dalam berbagai dinasti realistis yang dapat mereka gunakan untuk politik. Teori ini semakin diterima luas di mengonsolidasi dukungan rakyat melawan tengah semakin kecewanya masyarakat dominasi kolonial Belanda. terhadap raja-raja dan lingkaran dinastinya Namun, persoalan serius yang dihada­ yang semakin tidak dapat menyejahtera­ pi para aktivis ini adalah sejauh mana spek­ kan rakyatnya. Rakyat menginginkan pen­ trum dukungan rakyat ini dapat diperoleh? guasa baru, tapi sudah tidak senang dengan Kekuasaan Belanda membentang dari dinasti-dinasti yang ada. Gagasan Rous­ Aceh hingga Papua. Sementara itu, keku­ seau kemudian menjadi alternatif bagi atan gerakan yang masih a mat terbatas dan masyarakat. Sejak saat itulah, kekuasaan cenderung bergerak secara lokal. Budi raja-raja yang sejak abad ke-16 hingga 18 Utomo (1908) membatasi keanggotaannya sesungguhnya mulai kehilangan pamor hanya bagi priyayi Jawa. Isu yang dimun­ digeser oleh kekuasaan para tuan tanah culkan pun, dalam konteks penggalangan (kaum borjuis) benar-benar dipangkas dukungan rakyat, hanya seputar bagai­ sejakabad ke-19. Kalaupun masih ada raja mana agar masyarakat J awa dan Madura di suatu negara, peran mereka direduksi dapat le]?ih sejahtera setelah dimiskinkan hanya sebagai simbol, seperti di Inggris oleh pemerintah kolonial. Paguyuban Pa­ dan Beland a. Di Prancis dan beberapa ne­ sundan (1912) betapa pun sudah mulai gara lain, kerajaan bahkan dihapuskan berusaha berbicara mengenai isu kese­ sama sekali. Penguasa baru muncul bukan jahteraan rakyat sebagai pintu masuk men­ lagi mengatasnamakan "dinasti", melain­ gonsolidasi dukungan politik rakyat, tetap kan atas nama duktmgan rakyat yang spektrumnya hanya sebatas di kalangan menginginkan suatu pola baru dalam pe­ etnik Sunda. Beberapa gerakan etnik lain, merintahan. Sejak a bad ke-19 inilah secara seperti perkumpulan orang-orang Cina, perlahan dunia menyaksikan lahirnya Sumatra, Sulawesi, dan lainnya terbatas suatu negara nasional di Eropa mulai dari ruang geraknya oleh etnisitas masing­ Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Rusia, masing. Belum ditemukan benang merah Belanda, Spanyol, dan sebagainya. yang bisa menggalang kesatuan di antara Di dalam sejarah Islan1, konsep negara gerakan-gerakan yang terbatas itu sampai nasional ini semula ditolak mentah-men­ berdirinya Sarekat Islam pada tahun 1911. tah. Pasalnya, gerakan nasionalisme ini di­ Sarekat Islam didirikan oleh para haji gunakan oleh orang-orang Kristen di Bal­ dan disokong oleh para sarjana jebolan kan sebagai alasan untuk melepaskan diri Mesir (Haji Oemar Said Tjokroaminoto, dari kekuasaan Utsmani. Umat Islam dari Haji Samanhoedi, dan lainnya). Mereka Mesir dan Afrika Utara bahkan banyak adalah orang-orang yang telah menerima yang ikut berperang menjawab panggilan gagasan nasionalisme saat mereka mem­ Sultan Uts111ani melawan para pemberon­ perdalam ilmu di Mesir atau beribadah haji tak nasionalis-Kristen di Balkan. Namun, ke Makkah. Gagasan nasionalisme yang setelah kawasan Afrika Utara lepas dari telah mereka pelajrui itulah yang kemudian tangan Utsmani dan dikuasai negara-ne­ mendorong mereka mendirikan Sarekat gara kolonial Eropa, nasionalismejustru
Recommended publications
  • Muslim Negarawan: Telaah Atas Pemikiran Dan Keteladanan Buya Hamka
    Andi Saputra MUSLIM NEGARAWAN: TELAAH ATAS PEMIKIRAN DAN KETELADANAN BUYA HAMKA Andi Saputra Mahasiswa Pascasarjana Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Pe- mikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Surel: [email protected] Abstract One of the primary values inherent in the personality of the nation (founding father) in addition to the breadth of insight is the strong pas- sion and love for the homeland nationality. Philosophy of life that stands on the foundation of nationalism and patriotism that is then color every movement, behavior as well as the epic struggle deeds they do, for the grounding the ideals of independence. Along with that, especially in the context of the independence of the nation, teaching in the form of ideas and ideals that appear to be important life values for the next generation. Besides an attempt to take the essence of the teaching given, also related to the effort to continue to foster national values and love of the homeland as the ethical foundation in terms of bringing the nation to the gates of progress. One in a series of well-known national leader is Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka); a statesman who thinks that nation- alism and patriotism as part of the faith (religion). Through a sociolog- ical theory of knowledge Mannheim has found that important teaching presented Hamka in relation to the life of the nation that is their re- sponsibility that must be realized that every citizen. Responsibilities shall include nationality, homeland, all of which according to Hamka in line with the main principles of Islam, namely amar ma’ruf nahi munkar.
    [Show full text]
  • Feminist Exegesis in Hamka's Tafsir Al-Azhar
    Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis – ISSN: 1411-6855 (p); 2548-4737 (e) Vol. 22, No. 2 (Juli 2021), hlm. 403-426, doi: 10.14421/qh.2021.2202-07 https://ejournal.uin-suka.ac.id/ushuluddin/qurdis/index Article History: Submitted: 30-04-2021 Revised: 02-07-2021 Accepted: 05-07-2021 Feminist Exegesis in Hamka’s Tafsir Al-Azhar Penafsiran Feminis dalam Tafsir Al-Azhar Karya Hamka Zulfikri Zulkarnaini * (a) * Corrsponding Author, email, [email protected] (a) Uludag University Bursa-Turkey Abstract This research aims to understand the typology of contemporary interpretation in Indonesia, especially concerning the issue of women based on the interpretation narrative in Hamka's Tafsir Al-Azhar. This interpretation arose in modern thought and was born from Indonesian society that the Dutch were colonizing. Therefore, this interpretation represents an idea with a modern background and colonial issues. One of the interesting issues in Al-Azhar's notion is the interpretation of verses related to women. This study uses a qualitative approach by collecting interpretations related to women in Tafsir Al-Azhar. This research used Hans-George Gadamer's philosophical hermeneutic method. The study results prove that the context of the colonial era made Hamka choose to reinterpret the verses of the Qur'an related to women's creation. The purpose of the interpretation is to harmonize between religious values and social conditions. According to Hamka, he interpreted the female verse that said women created from Adam’s ribs. Also, he explained controversially that the interpretation of women's creation from Adam’s ribs is merely a metaphor.
    [Show full text]
  • Pemikiran Wahid Hasyim Tentang Pendidikan Dan Relevansianya Dengan Dunia Modern
    Pemikiran Wahid Hasyim tentang PendidikanLITERASI Nurhabibah ISSN: 2085-0344 (Print) ISSN: 2503-1864 (Online) Journal homepage: www.ejournal.almaata.ac.id/literasi Journal Email: [email protected] Pemikiran Wahid Hasyim tentang Pendidikan dan Relevansianya dengan Dunia Modern Nurhabibah Program Magister Konsentrasi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jalan Laksda Adisucipto, Caturtunggal, Depok, Papringan, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281 e-mail: [email protected] Abstract KH Wahid Hasyim is a fi gure of clergy and statesman who is undoubtedly his service to the state. As a cleric, he is son of KH Hasyim Asy’ari, the founder of Nahdatul Ulama, the largest Islamic organization in Indonesa. As a statesman, he served as a minister of religion. His work in the academic world and his struggle and educating the people is well known and made an impression. In outlining the policy in the world of education, certainly not apart from the Islamic backround and statesmanship he has. This make his thinking to be balanced between the inner and outer dimensions, between traditionality and modernity. This paper attemps to decipher Wahid Hasyim’s biography and the examines his thoughts in education as well as his relation to education in the modern world. The signifi cance of this paper is as a literature for the biography of Wahid Hasyim and the relevance of his thought to education from time to time. Keyword: Wahid Hasyim, education, modern Abstrak KH Wahid Hasyim adalah sosok agamawan dan negarawan yang tidak diragukan jasanya bagi negara. Sebagai agamawan, dia adalah putera KH Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi Islam terbesar.
    [Show full text]
  • Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945
    Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945 R. E. Elson* On the morning of August 18, 1945, three days after the Japanese surrender and just a day after Indonesia's proclamation of independence, Mohammad Hatta, soon to be elected as vice-president of the infant republic, prevailed upon delegates at the first meeting of the Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI, Committee for the Preparation of Indonesian Independence) to adjust key aspects of the republic's draft constitution, notably its preamble. The changes enjoined by Hatta on members of the Preparation Committee, charged with finalizing and promulgating the constitution, were made quickly and with little dispute. Their effect, however, particularly the removal of seven words stipulating that all Muslims should observe Islamic law, was significantly to reduce the proposed formal role of Islam in Indonesian political and social life. Episodically thereafter, the actions of the PPKI that day came to be castigated by some Muslims as catastrophic for Islam in Indonesia—indeed, as an act of treason* 1—and efforts were put in train to restore the seven words to the constitution.2 In retracing the history of the drafting of the Jakarta Charter in June 1945, * This research was supported under the Australian Research Council's Discovery Projects funding scheme. I am grateful for the helpful comments on and assistance with an earlier draft of this article that I received from John Butcher, Ananda B. Kusuma, Gerry van Klinken, Tomoko Aoyama, Akh Muzakki, and especially an anonymous reviewer. 1 Anonymous, "Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945: Pengkhianatan Pertama terhadap Piagam Jakarta?," Suara Hidayatullah 13,5 (2000): 13-14.
    [Show full text]
  • Examining Pancasila's Position in the Public Reason Scheme: a Critical Analysis
    Examining Pancasila’s Position in the Public Reason Scheme: A Critical Analysis MUHAMAD ISWARDANI CHANIAGO* Postgraduate Program of Islamic Studies, Postgraduate School of Syarif Hidayatullah State Islamic University (UIN), Jakarta Jl. Kertamukti No. 5, East Ciputat, South Tangerang, Banten 15419 Indonesia Email: [email protected] ABSTRAK Tulisan ini mencoba untuk mengkaji ulang sejumlah gagasan dari beberapa sarjana dan intelektual Indonesia, seperti Yudi Latif, Franz Magnis-Suseno dan Syamsul Ma’arif, yang melihat dan menggambarkan relasi antara Pancasila dengan public reason, salah satu konsep politik yang cukup populer dalam studi politik. Sejumlah sarjana dan in- telektual Indonesia tersebut membingkai Pancasila dengan public reason dalam gam- baran yang bernuansa sekuler sehingga berpotensi melepaskan kontribusi dari yang seharusnya dapat dilakukan oleh agama. Turunan dari public reason yang bermasalah tersebut di antaranya (1) prinsip negasi terhadap mayoritarianisme, (2) prinsip negara netral, dan (3) prinsip substansial dalam agama (universalisme). Dengan penelaahan kualitatif yang merujuk pada sejumlah argumen baik filosofis maupun historis, maka dapat ditunjukkan bahwa argumen yang diberikan ketiga sarjana di atas beserta sejum- lah sarjana lain yang mendukung dan memiliki gagasan serupa, dinilai memiliki sejum- lah masalah. Kemudian dari penelaahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemikiran yang mendukung relasi Pancasila dengan public reason secara sekuler tidak kuat secara argumen dan tidak dipertahankan. Sehingga, relasi Pancasila dengan public reason bisa ditelaah ulang dengan konsep yang lebih ramah terhadap kontribusi agama. Kata kunci: pancasila, public reason, mayoritarianisme, universalisme, negara netral ABSTRACT This research tries to review a number of ideas of some Indonesian scholars such as Yudi Latif, Franz Magnis-Suseno, and Syamsul Ma’arif, who saw and described the re- lationship between Pancasila and public reason, one of the popular political concepts in political studies.
    [Show full text]
  • Peranan Kiai Haji Mas Mansur Dalam Muhammadiyah Tahun 1921-1946
    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANAN KIAI HAJI MAS MANSUR DALAM MUHAMMADIYAH TAHUN 1921-1946 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: ALPIAN NIM: 051314015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERANAN KIAI HAJI MAS MANSUR DALAM MUHAMMADIYAH TAHUN 1921-1946 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh: ALPIAN NIM: 051314015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 i PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI ii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI iii PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI MOTTO “Quod libentissime accepi, libentissisme et dabo” (apa yang dengan gembira saya terima, dengan gembira pula saya bagikan). Janganlah cemas dan gelisah memikirkan masa yang akan datang, burung-burung di udara, tak menabur tak menuai namun diberi makan, apalagi kita manusia. Kejeniusan adalah hasil dari 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Aku mengenalmu agar kamu dikenal, aku menulismu agar kamu tertulis, aku mengenangmu agar kamu dikenang, aku mengingatmu agar kamu diingat, aku mencintaimu agar kamu dicintai. iv PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERSEMBAHAN Skripsi ini aku persembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbing langkahku, menuntun, memberi kekuatan dan ketabahan padaku dalam menghadapi berbagai hal yang aku hadapi. Buat papa ( Bernad) dan mama ( Tikuk), adikku Hermanus Sompet, Trisno Tutuh, Rusdy Alok, Yanto B, dan abangku Petrus Awet, Udak Karno, Donatus Denggeng, Nani Lestari, SE. yang aku sayangi dan banggakan.
    [Show full text]
  • Islamic Values Have Easily Existed Side by Side with Hdigenous Hdonesian Values, and Some
    TWE MODERNIZATION OF THE PESANTREN'S EDUCATIONAL SYSTEM TO MEET THE NEEDS OF INDONESIAN COMMUNITIES by Suprayetno Wagiman A thesis submitted to the Faculty of Graduate Studies and Research 'in partial fuifiilment of the requirements . for the degree of Master of Arts Institute of Xslamic Studies McGU University July 1997 8 Suprayetno Wagiman National Library Bibliothèque nationale l*l of Canada du Canada Acquisitions and Acquisitions et Bibliographie Services services bibliographiques 395 Wellington Street 395, nie Wellington Ottawa ON KIA ON4 Ottawa ON Kt A ON4 Canada Canada Your hle Votre relerence Our h& Notre réUrence The author has granted a non- L'auteur a accordé une licence non exclusive licence allowing the exclusive permettant à la National Library of Canada to Bibliothèque nationale du Canada de reproduce, loan, distribute or sell reproduire, prêter, distribuer ou copies of this thesis in microform, vendre des copies de cette thèse sous paper or electronic formats. la forme de microfiche/^, de reproduction sur papier ou sur format électronique. The author retains ownership of the L'auteur conserve la propriété du copyright in this thesis. Neither the droit d'auteur qui protège cette thèse. thesis nor substantid extracts fiom it Ni la thèse ni des extraits substantiels may be printed or otherwise de celle-ci ne doivent être imprimés reproduced without the author's ou autrement reproduits sans son permission. autorisation. ABSTRACT Au thor : Suprayetno Wagiman Title : The Modemization of The Pesantren's Educational System to Meet the Needs of Indonesian Communities. Department: hstitute of Lslamic Studies, McGill University Degree : Master of Arts. Indonesian archipelago facilitateci its dissemination throughout this region.
    [Show full text]
  • The Changing Paradigm of Indonesian Jihadist
    CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk Provided by JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM THE CHANGING PARADIGM OF INDONESIAN JIHADIST MOVEMENTS From al-`Aduww al-Qarib> to al-`Aduww al-Ba`id> Syaifudin Zuhri UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta - Indonesia Abstract: Like in any other Muslim countries, an analysis of Islamic space in Indonesia cannot ignore the jihadist movements that took shape there. Since the reformation era, Indonesians have witnessed a number of bloody tragedies, ranging from religious conflicts in Ambon, attacks to the Western embassies offices, to the deadliest suicide bombings in Bali. All aforementioned attacks entails that a terrorist group operating in Southeast Asia called Jama’ah Islamiyyah does exist. The article deals with the historical account of the transformation of Indonesian jihadist movements. It will discuss, first, the intellectual roots of the emergence of transnational jihadist movements and, second, the Indonesian’ links to the trend as Jamaah Islamiyyah has demonstrated. The “near enemy” (al-‘aduww al-qarīb) and the “far enemy” (al-‘aduww al-ba‘īd) developed by Greges are key notions quoted as analytical tools to deal with diverse acts of jihadist movement in responde to the local and global parties perceived as anti-Islam. Keywords: Jihadist movement, Jama’ah Islamiyyah, transnational jihadist networks. Introduction Since the collapse of Suharto’s New Order (1966-1998) and along with the political democratisation of the country, Indonesians have witnessed a number of bloody attacks, suicide bombings, and terrorism. It leads to the condemnation and accusation, including from that of the former prime minister of Singapore who maintained that Indonesia is “a nest for terrorists”.
    [Show full text]
  • Islamic Law and Social Change
    ISLAMIC LAW AND SOCIAL CHANGE: A COMPARATIVE STUDY OF THE INSTITUTIONALIZATION AND CODIFICATION OF ISLAMIC FAMILY LAW IN THE NATION-STATES EGYPT AND INDONESIA (1950-1995) Dissertation zur Erlangung der Würde des Doktors der Philosophie der Universität Hamburg vorgelegt von Joko Mirwan Muslimin aus Bojonegoro (Indonesien) Hamburg 2005 1. Gutachter: Prof. Dr. Rainer Carle 2. Gutachter: Prof. Dr. Olaf Schumann Datum der Disputation: 2. Februar 2005 ii TABLE OF RESEARCH CONTENTS Title Islamic Law and Social Change: A Comparative Study of the Institutionalization and Codification of Islamic Family Law in the Nation-States Egypt and Indonesia (1950-1995) Introduction Concepts, Outline and Background (3) Chapter I Islam in the Egyptian Social Context A. State and Islamic Political Activism: Before and After Independence (p. 49) B. Social Challenge, Public Discourse and Islamic Intellectualism (p. 58) C. The History of Islamic Law in Egypt (p. 75) D. The Politics of Law in Egypt (p. 82) Chapter II Islam in the Indonesian Social Context A. Towards Islamization: Process of Syncretism and Acculturation (p. 97) B. The Roots of Modern Islamic Thought (p. 102) C. State and Islamic Political Activism: the Formation of the National Ideology (p. 110) D. The History of Islamic Law in Indonesia (p. 123) E. The Politics of Law in Indonesia (p. 126) Comparative Analysis on Islam in the Egyptian and Indonesian Social Context: Differences and Similarities (p. 132) iii Chapter III Institutionalization of Islamic Family Law: Egyptian Civil Court and Indonesian Islamic Court A. The History and Development of Egyptian Civil Court (p. 151) B. Basic Principles and Operational System of Egyptian Civil Court (p.
    [Show full text]
  • BAB III BIOGRAFI HAJI AGUS SALIM A. Latar Belakang Kehidupan Haji
    BAB III BIOGRAFI HAJI AGUS SALIM Bab tiga, berisi pemaparan tentang biografi Haji Agus Salim. Pembahasan dalam bab ini penulis awali dengan latar belakang kehidupan Haji Agus salim kemudian bagaimana peran dan perjuangan Haji Agus Salim sebelum dan susudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, serta pemikiran Haji Agus Salim tentang Islam dan negara. Berbicara mengenai Agus Salim, maka kita akan berkenalan dengan sosok begawan serba bisa yang menempatkan diri sebagai pionir dalam banyak hal. Agus Salim adalah seorang pemimpin, pejuang, jurnalis, ulama, guru, politisi, negarawan, diplomat, ahli pidato, pujangga, serta seorang pemikir. Sejak kecil, Agus Salim sudah terkenal cerdas luar biasa. Bayangkan saja, ia menjadi lulusan terbaik HBS se-Hindia Belanda. Kecerdasan Agus Salim semasa muda bahkan sudah terkenal di seantero Hindia Belanda. Gaya eksentrik yang melekat pada diri Agus Salim ternyata juga terlihat dalam pola kependidikannya. Agus Salim adalah orang yang pintar dari sisi akademis dan penganut Islam yang taat, namun ia juga seorang moderat yang tidak melihat segala sesuatu dari sudut yang sempit. A. Latar Belakang Kehidupan Haji Agus Salim Haji Agus Salim lahir dengan nama kecil Mashudul Haq (berarti pembela kebenaran) adalah putra dari Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab. Sang ayah terkesan oleh nama Masyudul Haq, tokoh utama buku yang sedang dia baca. Ketika Mohammad Salim sedang di surau beberapa hari kemudian, datang kabar gembira. Istrinya, Siti Zainab, baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki. Maka dinamakanlah bayi itu Masyudul Haq46. Ia dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Kabupaten Agam (Bukittinggi), 46TEMPO, “Agus Salim, Diplomat Jenaka Penopang Republik”, (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), Hlm. 119. 47 48 Sumatera Barat.
    [Show full text]
  • Evolusi Pemikiran Hadji Oemar Said Tjokroaminoto Tahun
    EVOLUSI PEMIKIRAN HADJI OEMAR SAID TJOKROAMINOTO TAHUN 1924-1928: DARI SOSIALISME ISLAM MENUJU ISLAM MAKRIFAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI) Oleh: Miftakhus Sifa’ Bahrul Ulumiyah NIM: A92216131 JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2019 ii PERNYATAAN KEASLIAN iii PERSETUJUAN PEMBIMBING iv PENGESAHAN TIM PENGUJI PERSETUJUAN PUBLIKASI vi ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Evolusi Pemikiran Hadji Oemar Said Tjokroaminoto Tahun 1924 – 1928: dari Sosialisme Islam menuju Islam Makrifat” dengan meneliti tiga permasalahan: (1) bagaimana biografi H.O.S Tjokroaminoto; (2) bagaimana sosialisme Islam dan Islam makrifat menurut H.O.S Tjokroaminoto, dan (3) bagaimana perubahan pemikiran H.O.S Tjokroaminoto tahun 1924-1928. Tiga permasalahan tersebut penulis teliti dengan menggunakan dua pendekatan historis-hermeneutik dan historis-sosiologis-psikologis. Pendekatan ini digunakan karena skripsi ini masuk dalam kategori sejarah pemikiran sub tema evolusi pemikiran yang dalam metodologinya meneliti teks dan juga konteks. Pendekatan historis-hermenutik merujuk pada pembahasan teks, sedangkan historis-sosiologis-psikologis merujuk pada konteks. Teori yang digunakan dalam penilitian ini ada empat yang semuanya digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam tiap pembahasan bab. Empat teori tersebut adalah teori Ibnu Khaldun tentang perkembangan akal budi, teori Herbert Spencer tentang evolusi umum, teori arkeologi pengetahuan Michael Foucault, dan teori hermeneutik Hans-George Gadamer. Metode yang penulis gunakan adalah metode sejarah dengan empat tahapan yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: pertama, H.O.S Tjokroaminoto lahir di Madiun tanggal 16 Agustus 1882 dan meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934.
    [Show full text]
  • Pergolakan Politik Antara Tokoh Muslim Dan Nasionalis Dalam Penentuan Dasar Negara Republik Indonesia
    PERGOLAKAN POLITIK ANTARA TOKOH MUSLIM DAN NASIONALIS DALAM PENENTUAN DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA Imam Amrusi Jailani Fakultas Syari’ah , UIN Sunan Ampel Surabaya Jl. A. Yani 117 Surabaya email: [email protected] Abstrak: Pengkajian yang menggambarkan moment krusial dan bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menjelang dan sesaat setelah proklamasi kemerdekaan amatlah urgent. Sudah dimaklumi bahwa terdapat dua faksi yang keduanya saling berkompetisi dalam menentukan dasar Negara Republik ini, yaitu kalangan Muslim, yang berpendirian bahwa dasar Negara dari bangsa Indonesia harus Islam, dan golongan nasionalis “sekuler” yang memandang bahwa Negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas kebangsaan, bukan Islam. Memang iakui bahwa mayoritas tim perumus yang tergabung dalam keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah Muslim, namun pada kenyataannya mereka tidak seia sekata dalam memoosisikan Islam sebagai dasar negara, dan akhirnya dicapai kesepakatan bahwa dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila. Pencapaian konsesus tersebut merupakan kredit point tersendiri, khususnya mengenai jiwa besar para elit atau tokoh Muslim dengan menerima Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Bagi mereka, kepentingan bangsa dan Negara berada di atas segala-galanya. Tendensi golongan, apalagi kepentingan pribadi, untuk sejenak dilupakan, demi kepentingan umat dan bangsa. Abstract: Study describing crucial and historical moments in Indonesia before and after Independence was urgent. It was knowledgeable
    [Show full text]