Pergolakan Politik Antara Tokoh Muslim Dan Nasionalis Dalam Penentuan Dasar Negara Republik Indonesia
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PERGOLAKAN POLITIK ANTARA TOKOH MUSLIM DAN NASIONALIS DALAM PENENTUAN DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA Imam Amrusi Jailani Fakultas Syari’ah , UIN Sunan Ampel Surabaya Jl. A. Yani 117 Surabaya email: [email protected] Abstrak: Pengkajian yang menggambarkan moment krusial dan bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menjelang dan sesaat setelah proklamasi kemerdekaan amatlah urgent. Sudah dimaklumi bahwa terdapat dua faksi yang keduanya saling berkompetisi dalam menentukan dasar Negara Republik ini, yaitu kalangan Muslim, yang berpendirian bahwa dasar Negara dari bangsa Indonesia harus Islam, dan golongan nasionalis “sekuler” yang memandang bahwa Negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas kebangsaan, bukan Islam. Memang iakui bahwa mayoritas tim perumus yang tergabung dalam keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah Muslim, namun pada kenyataannya mereka tidak seia sekata dalam memoosisikan Islam sebagai dasar negara, dan akhirnya dicapai kesepakatan bahwa dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila. Pencapaian konsesus tersebut merupakan kredit point tersendiri, khususnya mengenai jiwa besar para elit atau tokoh Muslim dengan menerima Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Bagi mereka, kepentingan bangsa dan Negara berada di atas segala-galanya. Tendensi golongan, apalagi kepentingan pribadi, untuk sejenak dilupakan, demi kepentingan umat dan bangsa. Abstract: Study describing crucial and historical moments in Indonesia before and after Independence was urgent. It was knowledgeable that there were two fractions competing each other in determining the basis of this Republic Country, those were Islam group, it had a concept that Indonesian must be Islam, and the other was secular nationalism which had point of view that Indonesian must be nationalistic, not Islam. It is recognized that the majority of the design team incorporated in the membership of the Preparatory Committee for Indonesian Independence (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI) are Muslims, but in reality they are not unanimous in the position of Islam as basis of the state, and finally reached an agreement that the basis of the republic of Indonesia is Pancasila. The consensus- building is a separate points-credit, especially about the great soul of the elite or the Muslim leaders to accept Pancasila as the basis of the Republic of Indonesia. For them, the interests of the nation and the State is above everything. Tendency of Imam Amrusi Jailani group, moreover personal interests, for a moment forgotten, for the sake of the people and the nation. Kata-kata Kunci: Islam, Muslim, nasionalis, dasar negara, Pancasila Pendahuluan agar tidak terjadi kecemburuan dan dis- Salah satu syarat iakuinya suatu kriminasi agama. Pada kenyataan selan- negara oleh negara lain adalah harus judnya lahirlah beberapa rumusan ten- memiliki dasar negara. Oleh karena itu, tang dasar negara yang antara lain adalah dasar negara dijadikan prasyarat didi- Piagam Jakarta dan Pancasila. Setelah rikannya suatu negara yang berdaulat. melalui diskusi yang alot serta perde- Antara negara dan dasar negara meru- batan yang menyita waktu serta mengu- pakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan ras perhatian para tokoh bangsa, maka satu sama lainnya, yang diibaratkan dua pada akhirnya, dengan berbagai pertim- sisi mata uang yang harus sama-sama ada bangan, pilihan mereka jatuh pada dan tidak boleh terbuang salah satu di Pancasila untuk dijadikan sebagai dasar antara keduanya. Hilangnya salah satu di negara Republik Indonesia. antara keduanya menyebabkan hilangnya Jika ditelisik dalam lintasan seja- semua hal tersebut. Suatu negara bisa rah, perjuangan bangsa Indonesia, khu- berdiri dengan tegak, kokoh, dan ber- susnya dalam konteks historis bangsa daulat jika dilandaskan pada dasar Indonesia menjelang diproklamasikannya negara yang mapan. Begitulah peng- kemerdekaan negara Indonesia, dikenal akuan secara konvensional dan menjadi adanya dua kelompok yang saling ber- wacana publik yang mengglobal dalam kompetisi dalam diskursus politik Indo- tata kelola berbangsa dan bernegara. nesia, yakni golongan Muslim dan go- Wacana ini pula yang menjadi topik longan nasionalis.2 Kedua kelompok diskusi paling alot di kalangan tokoh- tersebut sama-sama mencurahkan sege- tokoh bangsa Indonesia, baik kalangan nap perhatian dan pikirannya untuk Muslim maupun nasionalis. Satu pihak mempersiapkan rakyat dan bangsa Indo- menghendaki Islam sebagai ideologi nesia untuk menghirup udara kemer- bangsa dan memberlakukan hukum Is- dekaan. Dalam upaya tersebut, mereka lam di Indonesia,1 sementara pihak lain menawarkan beberapa konsep yang menghendaki dan merumuskan landasan kerap kali berhadap-hadapan (berten- negara yang berwawasan kebangsaan tangan). Di antara dispute tersebut adalah 1Pandangan tersebut didasarkan pada kenyataan 2 Penjelasan selengkapnya mengenai hal tersebut bahwa mayoritas bangsa Indonesia beragama dapat dilihat dalam Bakhtiar Efendi, Islam dan Islam, dan Islamic law pernah diberlakukan di Negara: Transformasi Pemikiran da Praktek Politik di Nusantara bersama dengan hukum Adat. Lihat Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 70. penjelasannya dalam B.J. Boland dan I. Farjon, Bandingkan dengan Daliar Noor yang mengi- Islam in Indonesia: A Bibliographycal Survey 1600- dentifikasikannya dengan golongan nasionalis 1942, with Post 1945 Addenda (t.d). Lihat juga netral agama dan nasionalis Islam. Daliar Noor, Michael R.J. Vatikiotis, Indonesian Politics under Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Soeharto (London: Routledge, 1994), hlm. 120-121. (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 267-271. 246 | KARSA, Vol. 22 No. 2, Desember 2014 Pergolakan Politik antara Tokoh Muslim dan Nasionalis menyangkut masalah nasionalisme,3 da- Asy’ari yang pelaksana hariannya adalah sar dan bentuk negara, apakah akan K.H. Wahid Hasyim.7 Pendekatan menjadi negara Islam atau sekular.4 semacam itu iambil oleh pemerintah Persiapan menyongsong kemerde- Jepang, yang menurut pengamatan Harry kaan merupakan langkah antisipatif dari J.Benda, tidak lain dalam rangka Nippon’s bangsa ini untuk menjadi bangsa yang Islamic grassroots policy untuk melawan berdaulat. Langkah antisipatif tersebut sekutu. Dengan modal dukungan yang bergulir dengan dinamis sejak mun- diharapkan tersebut, Jepang berupaya culnya gejala kekalahan Jepang atas untuk memertahankan eksistensinya se- sekutu. Fenomena tersebut sepertinya bagai penguasa Asia Raya. memberikan sinyal kuat pada Jepang Langkah antisipatif dari para tokoh akan munculnya vacuum of power bila pendiri bangsa ini rupanya lebih sigap mereka tidak segera bertindak. Akan ketimbang langkah strategi Jepang yang tetapi, Jepang juga tidak mau begitu saja kala itu sudah di ujung tanduk melepaskan Indonesia dari genggam- kekahannya. Dengan langkah sigap, para annya. Karena tokoh-tokoh perjuangan tokoh pendiri bangsa ini menetapkan kemerdekaan bangsa Indonesia memer- dasar negara, yang pilihannya jatuh pada siapkan langkah antisipatif, maka Jepang Pancasila. Lahirnya Pancasila sebagai pun tidak kalah ketinggalan juga memer- dasar negara juga menimbulkan polemik siapkan langkah strategis dan antisipatif. di kalangan cendikiawan Muslim Indo- Sebagai langkah antisipatif, pemerintah nesia: apakah Pancasila sesuai dengan Jepang adalah memberikan kelonggaran ajaran Islam atau malah sebaliknya. kepada rakyat Indonesia untuk berpar- Masalah pokok yang muncul adalah tisipasi dalam pemerintahan.5 Hal trsebut bagaimana memosisikan Islam dalam dibuktikannya dengan digantikannya dasar negera, yang dalam hal ini adalah tampuk kepemimpinan Shumubu,6 dari Pancasila. Kolonil Horie kepada Prof. Hussien Djayadiningrat, kemuian K.H. Hasyim Posisi Tawar Islam terhadap Dasar Negara pada Masa pra Proklamasi Kemerdekaan 3 Carlton J.H. Hayees mendefinisikan nasi- Penghujung 1944 merupakan ba- onalisme dengan a fusion of patriotism with a conciousness of nationality. Sedangkan patriotisme bak baru pendudukan Jepang yang akan didefinisikan sebagai love of country. Lihat Carlton segera memasuki masa penghujung pen- J.H. Hayees, Nasionalism: A Religion (New York: dudukannya. Ketika kondisi psikologis Mac Millan Company, 1960), hlm. 2. Lihat juga dan kekuatan perang mulai beralih Elnes Gelner, Nation and Nationalism (New York: dengan pengharapan memperoleh du- Cornel University Press, 1983), hlm. 1 – 5. 4 Lihat komentar Supomo mengenai untung dan kungan Indonesia untuk usaha pe- ruginya jika Indonesia menjadi negara Islam, rangnya, Jepang mengubah sikapnya dalam B.J. Boland, The Struggle of Islam in Modern tehadap kaum nasionalis Indonesia, Indonesia (Hague: Martinus Nijhoff, 1982), hlm.20. dengan memerkenalkan mereka meng- 5 /ihat A. Syafi’i 0a’arif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 188. 7 Penjelasan selengkapnya dapat dilihat dalam 6 Shumubu adalah kantor Departemen Agama Harry Julian Benda, The Cressent and The Rising (sekarang: Kementerian Agama), atau semacam Sun: Indonesian Islam under The Japanese Occupation, office for Native Affair pada masa pemerintahan 1942-1945 (The Hague: W. Van Hoeve, 1958), hlm. Hindia Belanda. 134. KARSA, Vol. 22 No. 2, Desember 2014| 247 Imam Amrusi Jailani ambil sebagian yang lebih aktif dalam persoalan-persoalan pokok tentang kon- urusan negara serta kebebasan bergerak flik yang mendatang antara para pen- yang lebih luas. Orang Indonesia kini dukung negara ”sekular” pada satu sisi diperkenalkan membentuk organisasi dan para pendukung negara Islam pada bersenjata sendiri. Di samping itu, pada 7 sisi yang