PROCEEDING SEMINAR NASIONAL: SENI RUPA NUSANTARA BASIS KEUNGGULAN NASIONAL TAHUN 2016

Penyusun Panitia Seminar Nasional FSRD, ISI

Denpasar

Penerbit Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Denpasar UPT Penerbitan. Jalan Nusa Indah Denpasar, Telp. 0361-227316, Fax. 0361-236100 Denpasar 80235

Cetakan pertama: Oktober 2016

INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR Fakultas Seni Rupa dan Desain

22+ 749 halaman; ukuran 29,7 x 21 cm ISBN 978-602-98855-8-3

i SAMBUTAN REKTOR INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR

Om Swastiastu, Berkat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Shang Widhi Wasa, karena dengan Berkat-Nya Seminar Nasional Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar dapat terlaksana dengan baik. Seminar ini memiliki peran strategis dalam rangka menyambut akreditasi program studi di lingkungan Institut Seni Indonesia Denpasar tahun 2017. Sehingga para pembicara baik dari luar dan dari FSRD dapat mempresentasikan hasil penelitian dan penciptaan seni mutakhirnya. Saya selaku rektor menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada panitia, seluruh peserta Seminar Nasional FSRD 2016. Berharap bahwa seminar ini dapat ditingkatkan secara kuantitas dan kualitas secara berkelanjutan. Penghargaan juga saya sampaikan kepada keynote speaker Wali Kota Denpasar, I.B Rai Dharmawijaya Mantra, Prof. Dr. Agus Burhan (Rektor ISI ) dan Dr. Dody Wyancoko (Dosen ITB ). Sehingga para peserta seminar dapat memetik pemikiran Seni Rupa Nusantara Basis keunggulan Indonesia merupakan sebuah kekayaan seni dan budaya unggul bangsa Indonesia. Keunggulan tersebut menjadi sumber inspirasi dan eksplorasi dalam pen- ciptaan untuk menunjukkan kualitas idealisme, kualitas visual dalam menunjukkan identitas dalam persaingan global. Om, Santih, Santih, Santih, Om

Denpasar, 28 Oktober 2016. Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar

Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar.,M.Hum.

ii SAMBUTAN WALI KOTA DENPASAR PADA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL SENI RUPA DAN DESAIN DI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR TAHUN 2016

( I.B Rai Dharmawijaya Mantra 1)

Om Swastiastu. Yang Terhormat : - Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar, - Rektor Institut Seni Indonesia Yogyakarta, - Bapak Dr. Dody Wiyancoko dosen dari Institut Teknologi Bandung, - Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar, - Ketua Panitia Seminas FSRD, ISI Denpasar, - Para Peserta Seminar Nasional Seni Rupa dan Desain, - Mahasiswa dan Civitas Akademika ISI Denpasar, - Undangan dan Peserta Seminar.

Disampaikan kepada para peserta seminar nasional ucapan selamat datang di Kota Den- pasar, yaitu Kota Kreatif yang Berbudaya. Juga ucapan terima kasih atas undangan dari Panitia Seminar Nasional Seni Rupa dan Desain 2016, yang mengangkat tema “Seni Rupa Nusantara Basis Keunggulan Indonesia”.

1 I.B. Rai Dharmawijaya Mantra, Wali Kota Denpasar. makalah disampaikan dalam rangka Sem- inas FSRD, ISI Denpasar 28 Oktober 2016 dengan tema “Seni Rupa Nusantara Basis Keunggulan Indonesia”. Dengan judul: “Basis Keunggulan Seni-Budaya di Denpasar.

iii Dalam hal ini akan saya presentasikan makalah tentang basis keunggulan seni-budaya di Den- pasar, berjudul:

“BASIS KEUNGGULAN SENI DAN BUDAYA KOTA DENPASAR”

Kota Denpasar sebagai indikator pariwisata Indonesia memiliki peran strategis sebagai destinasi wisata Indonesia. Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali, merupakan sebuah wilayah yang sangat strategis dan padat penduduknya, tetapi sumber daya alamnya sangat terbatas dan telah menetapkan visinya mewujudkan kota yang berwawasan budaya, diwujudkan dalam ke- hidupan masyarakat yang dibalut oleh keharmonisan dalam keseimbangan. Untuk itu dalam mengembangkan perekonomiannya Pemerintah Kota Denpasar telah mengemas arah dan kebijakan pembangunannya melalui visi dan misi pembangunan Kota Denpasar yang dapat dianalogkan dengan pengembangan ekonomi kreatif, pemberdayaan ekonomi kerakyatan di- wujudkan melalui misi pemberdayaan masyarakat yang dilandasi kebudayaan Bali dan keari- fan lokal, serta misi mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui system ekonomi kerakyatan. Implementasi pengembangan seni dan budaya menjadi basis ekonomi kreatif dengan pemberdayaan SDM yang terdidik dan terlatih untuk bisa diwujudkannya, melalui pember- dayaan masyarakat pada umumnya, para akademisi, praktisi dan pengusaha seni kerajinan, per- ajin dan seniman yang dilandasi oleh wawasan kebudayaan Bali atau kearifan lokal. Denpasar berkarakteristik sebagai kota kreatif dan berwawasan budaya sebagai unggulan yang bersifat inspiratif. Denpasar-Bali, selama rentang historisnya telah terbukti menjadi “pintu gerbang uta- ma” bagi kunjungan dunia internasional di Nusantara dan sebagai domain yang terbuka bagi berbagai “proses kebudayaan” (transformasi, akulturasi dan amalgamasi) dan menjalani pula berbagai tahapan evolusi ekonomi, baik agrikultur, industri dan aktivitas yang seolah membaur menjadi satu akibat dunia yang kini tidak berbatas dalam sebuah produk digenggaman dengan percepatan hasil teknologi komunikasi dan informasi. Sebagai manusia Bali, kekokohan dalam mempertahankan jati diri yang berbasis seni

budaya sangat kental dengan “spirit multicultural”, tidak hanya dituntut untuk berpikir kreat- if-inovatif, beraksi dan berbuat dengan benar dan jujur, namun juga mesti menyampaikannya

iv secara indah dan mulia. Konsepsi (siwam, satyam dan sundaram) ini adalah benang merah dalam menumbuhkan kreativitas dan pengabdian serta memendarkan kesatuan prilaku bagi manusia Bali untuk membiaskan “vibrasi positif” dalam mencapai khazanah kemasyarakatan yang penuh ketaatan, cinta-kasih, damai dan keharmonisan lahir dan bathin. Kepedulian Pemerintah Kota Denpasar terhadap ekonomi kreatif, sesungguhnya untuk merangsang ide, perasaan, sikap dan kekaryaan bagi publik, demi terjaminnya quality of expe- rience dan competitive edge bagi Denpasar yang unggul dan tidak sebatas pada wacana, logo maupun slogan. Kemampuan Kota Denpasar menjalankan misinya sebagai sebuah Kota Kreat- if yang mampu melestarikan segenap unsur seni budaya tradisional, merangsang modernitas dan memberi peluang bagi tumbuhnya subkultur aternatif serta independen akan menjadikan Denpasar sebagai sebuah zona fisikal dengan ranah mentalitet yang unik, nyaman, aman dan multikultur untuk residensi, kunjungan dan investasi. Denpasar mempunyai program yang paling komprehensif dalam upaya untuk men- getengahkan capaian kreatif, baik tradisonal, modern dan kontemporer dalam seni, desain, film dan animasi. Pekenan lais meseluk adalah dinamika dan revitalisasi pasar seni tradisional, Den- pasar festival, Sanur festival, gallery, festival kesenian, upacara dan keagamaan, perayaan akan keagungan heritage dan kehidupan turistik di Denpasar-Bali yang kian membumi. Pes- ona pantai dan pentingnya konservasi lingkungan hidup, khususnya ekosistem pesisir pantai Sanur dan bahari, Maha Bhandana Prasadha merupakan esensi keagungan dan kharisma seni dan budaya adiluhung dengan semangat pantang menyerah dalam menggapai cita-rasa yakni keunggulan dan puncak-puncak kreativitas di Denpasar. Keseluruhan aktivitas seni kreatif un- tuk melibatkan dan memberdayakan insan individu, seniman, budayawan, komunitas kesenian, akademisi, praktisi dan masyarakat luas, yang esensinya adalah mendidik dan membangun keseimbangan antara jiwa dan raga, batiniah-lahiriah, spiritual dan material dari masyarakat menuju keseimbangan dalam perubahan dan tantangan dunia yang mengglobal. Sementara seni dan budaya di Kota Denpasar secara garis besar identik dengan seni dan budaya Bali pada umumnya, walau di sini telah terjadi interaksi perpaduan dengan budaya lain seiring dengan kedatangan para wisatawan dari berbagai kalangan. Kota Denpasar selalu mem- beri ruang kehidupan masyarakat urban yang partisipatif dan dinamis dengan nuansa tradisi yang merangkul moderninasasi. Denpasar ternyata mampu memberikan representasi kota yang

v nyaman, layak dan selalu membuka ruang imajinasi khususnya bagi kaum remaja. Model kota yang semakin mampu mensinergikan pertumbuhan ekonomi, teknologi, spirit heritage, nuan- sa estetika dan roh spiritualitas. Kota yang kaya akan kreasi dan prestasi dengan layanan yang prima diberbagai bidang seperti pendidikan, perdagangan, pariwisata, kebudayaan, lingkungan hidup dan kesehatan. Sebagai kota yang berwawasn budaya, tentu Pemerintah Kota Denpasar senantiasa kon- sisten dalam menggali, mengembangkan, dan melestarikan potensi budaya lokal masyarakat. Melestarikan dan mengembangkan kesenian Bali serta memberdayakan sekaa kesenian, seni- man dan kebudayaan. Melestarikan dan memberdayakan lembaga-lembaga tradisional. Meng- gali, memelihara dan melestarikan nilai-nilai peninggalan budaya, sejarah kepahlawanan dan potensi warisan budaya yang hidup di masyarakat. Menyelamatkan, mengkaji, merawat, men- dokumentasikan dan mengembangkan seni dan budaya Bali. Disamping itu mengembangkan nilai-nilai budaya lokal genius yang adiluhung. Wujud kepedulian tersebut diejawantahkan da- lam bentuk “Denpasar Berwawasan Budaya dengan Keharmonisan Dalam Keseimbangan”. Kota Denpasar, menampilkan keragaman dan kekayaan ekspresi serta kreatifitas yang lekat dengan Kota Denpasar, selanjutnya terejawantahkan melalui beragam agenda seperti pameran, seminar, talk show, aneka ragam hiburan seni dan budaya baik yang bernuansa tradisional, moderen, maupun avant-garde. Dalam bingkai puncak kreatifitas dan budaya unggulan, Denpasar men- gacu sebagai sebuah domain interaksi sosial yang open-minded, multikultur, multidimensi dan menjadi nilai tambah bagi keberadaan Bali sebagai entitas kebudayaan yang unik dan daerah tujuan wisata terkemuka di dunia. Denpasar sebagai “Kreta Angga Wihita” yang artinya “Kotaku Rumahku”, mengandung makna, kota ini adalah milik semua masyarakat. Masyarakat dari manapun, latar belakangnya etnis dan berbeda keyakinan wajib untuk menjaganya dan memeliharanya layaknya menjaga rumah sendiri, bisa menampilkan ragam seni budaya, ragam textil dan busana, ragam kreativi- tas komunitas dan ragam potensi unggulan dalam rangka mewujudkan tujuan wisata. Dengan menjadikan kehidupan yang damai sebagai sarana promosi wisata adalah inisiatif dan langkah strategis. Juga merupakan bentuk nyata dari seluruh energi potensial yang dimiliki oleh Den-

pasar dan masyarakatnya hiterogen. Potensi dan kecenderungan global dalam mewujudkan konsep sebagai Kota Kreatif

vi Berbasis Budaya Unggulan, diperlukan sinkronisasi dan pendalaman arah kebijakan dan target sasaran yang akan dikedepankan dan penyesuaian dengan subsektor-subsektor industri kreatif yang berpotensi di Kota Denpasar seperti kerajinan, musik, film, animasi, desain, fotografi, penerbitan, percetakan dan fesyen. Potensi produk kerajinan Bali sangat beragam, antara lain: kayu, batok kelapa, perak, anyaman bambu, logam, keramik, furniture, dupa, aromaterapi dan lainnya. Minat investor asing untuk berinvestasi pada sektor ini cukup tinggi, meskipun real- isasinya masih rendah. Sementara itu, pengusaha lokal perlu secara aktif mempelajari pasar kare- na pasar kerajinan merupakan barang kebutuhan pendukung. Apabila pengusaha lokal dapat meyakinkan investor terutama mengenai potensi pasar maka realisasi investasi dapat ditingkat- kan. Denpasar dikenal memiliki cita rasa seni yang tinggi terhadap musik. Geliat musik lokal khas Bali cukup kuat dengan banyaknya ajang komunitas musik berdaya tarik musik tradisional Bali yang khas dan membawa banyak unsur keyakinan agama memiliki nilai jual tersendiri dan semakin meningkat. Fesyen, tenun khas Bali (endek) dan bordir merupakan andalan industri tekstil dan produk tekstil Bali. Namun produksi industri berskala rumah tangga ini masih kalah bersaing di pasar domestik dibanding dengan produk dari daerah lain. Hanya beberapa industri garmen dengan orientasi ekspor yang mampu mengembangkan desain dan kualitas endek dan bordirnya. Hal itupun sebagian besar karena memenuhi tuntutan pembeli asing. Padahal pasar domestik masih menyimpan potensi yang besar untuk dimasuki produk bordir dan tenun khas Bali. Hal ini muncul dari berbagai pameran yang diikuti oleh para pengrajin Kota Denpasar di berbagai kesempatan. Beberapa upaya yang akan dilakukan Pemerintah Kota dalam rangka pengembangan ekonomi kreatif di Bali diantaranya yaitu : Mengupayakan adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, para pelaku industri kreatif, kalangan akademisi dalam sebuah blueprint rencana pengembangan ekonomi kreatif. 1. Mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) melalui penegakan supremasi hukum (law enforcement). 2. Membangun pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare society). 3 Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan ekonomi melalui

sistem ekonomi kerakyatan (economic stability). 4. Sosialisasi kepada masyarakat, baik lewat media cetak, elektronik maupun on-

vii line, serta penyelenggaraan seminar dan penerbitan buku-buku. 5. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dengan pola pembinaan, pela- tihan dan pendampingan langsung, sehingga akan tercipta pelaku bisnis industri kreatif yang memiliki jiwa entrepreneurship. 6. Menumbuh kembangkan jati diri masyarakat Kota Denpasar berdasarkan Kebudayaan Bali dengan mewujudkan rencana detail tata ruang wilayah Kota Denpasar yang tertib dengan masyarakat yang berbudaya tertib, berbudaya bersih dan berbudaya kerja. Ter- jaminya kesinambungan religiusitas masyarakat. Peningkatan kualitas tempat suci dan tempat ibadah. Meningkatkan kebersihan dan keindahan kota. Peningkatan fasilitas ser- ta sarana dan prasarana pendidikan. Penataan tata ruang Kota Denpasar yang nyaman dan terkendali. Terlaksananya pembangunan yang harmonis dan seimbang berwawasan lingkungan yang bernuansa kebudayaan Bali dan menumbuhkan peran serta masyarakat secara berkelanjutan. 7. Pemberdayaan masyarakat dilandasi dengan kebudayaan Bali dan kearifan lokal. Menumbuh kembangkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Kota Denpasar sebagai Kota Budaya. Dengan peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan. Peningkatan dan menumbuh kembangkan institusi lokal seper- ti Desa Pekraman, Banjar, Sekeha dan Sanggar sebagai wahana mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan. Peningkatan kesatuan bangsa, kerukunan antar umat be- ragama dan perlindungan terhadap masyarakat.

Meningkatkan peranan seni budaya sebagai realisasi dari program Ekonomi Kreatif, maka dibuatlah ide kreatif yang menjadi wadah berkreasinya para pelaku ekonomi kreatif terse- but dalam berbagai event promosi yang dikenal dengan Denpasar Festival yang terbuka un- tuk umum, menampilkan keragaman dan kekayaan ekspresi serta kreatifitas yang lekat dengan Kota Denpasar, terejawantahkan melalui beragam agenda, termasuk pameran-pameran, semi- nar-seminar, talk show, aneka ragam pentas hiburan seni dan budaya, baik yang bernuansa tra-

disional, moderen, maupun kontemporer dan avant-garde, sebagai langkah strategis yang mesti disambut dengan tangan terbuka dan didukung dengan sepenuh hati. Terakhir untuk sejumlah

viii praktisi industri kreatif yang dinilai mendukung Denpasar sebagai kota kreatif berwawasan bu- daya. Penghargaan pertama ini diberikan pada 14 pihak. Mereka adalah Yoka Sara (arsitektur), I Gusti Made Arsawan (kerajinan), Cok Abi (fesyen), Erick Est (film), Made taro (permainan interaktif), Balebengong.net (penerbitan), Navicula (music), Alm Kadek Suardana (seni), Jang- go Paramartha (penerbitan), media (computer), Bemby Narendra (komputer), Made Bayak (senirupa), Made Widnyana Sudibya (fotografi), dan Ida BagusParwata (kuliner). Sebagai kota kreatif, Denpasar memunculkan berbagai komunitas kreatif anak muda dan insan-insan kreatif seperti kuliner, perfilman, fotografi ,otomotif hingga industri kreatif berkonten inter- nasional. Seperti industri kreatif bidang komik dan animasi telah mampu menjawab kebutu- han lokal maupun mancanegara. Peluang ini yang nantinya diharapkan dapat menjadi sebuah pengembangan ekonomi kreatif dan menjadi pilar ekonomi yang dapat berjalan secara berke- lanjutan. Denpasar telah mampu membangkitkan gairah dan peluang baru masyarakat seperti munculnya komunitas Tantraz Comic Bali di Panjer, Denpasar, mampu merambah pasar dunia. Lewat para illustrator muda dibawah pimpinan Gede Arip Parmadi, Tantraz telah menciptakan karakter illustrasi yang kuat menjadi komik menarik yang tidak terlepas dari budaya dan seja- rah yang ada di Bali. Melihat ide dan gagasan yang dicanangkan, bahwa Denpasar sebagai kota kreatif sangat cemerlang, merupakan tantangan dan inpirasi anak muda yang harus punya jiwa kreatif. Tantraz sebagai penyedia konten digital yang memiliki tujuan pendidikan, menghidup- kan kembali sejarah dan budaya bangsa Indonesia ikut serta berpartisipasi dan berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Denpasar. Saat ini, Tantraz telah menerbitkan seri buku ketiga, Son of Fire yang sudah diluncurkan dalam bentuk e-book yang disediakan dalam format yang bisa dibeli dan dibaca online melalui webstore dan aplikasi. Parade kebudayaan bertaraf internasional yaitu World Culture Forum (WCF) di baru diselenggarakan di Kota Denpasar dimeriahkan delegasi 20 negara yang di buka 11 Oktober 2016, dimanfaatkan sebagai promosi kepada publik dunia tentang City Tour Kota Denpasar yang tengah gencar dikembangkan diseluruh dunia. Karenanya, City Tour Kota Denpasar agar dibuat lebih terkoneksi dengan heritage yang layak dikunjungi seperti Desa Wisata, potensi alam (alam, pantai, subak dll), Museum, Pura Agung Jagatnatha, Pasar Seni dan Pasar Badung, Puri

Jro Kuta dan Puri lainnya serta kunjungan tersebut perlu dipaketkan dengan baik pelaku travel agent dan asosiasi pariwisata. Bila memungkinkan, potensi keberadaan Institut Seni Indonesia

ix Denpasar perlu dimaksimalkan, sudah ada kerjasama dengan Art Centre dalam memproduksi pertunjukan dan pameran secara rutin. Kampus Institut Seni Indonesia Denpasar merupakan representasi dunia pendidikan seni dan pelestariannya, terbuka bagi mereka yang ingin melihat perkembangan seni yang terbaru serta bisa dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan nusan- tara. Demikian makalah dari Pemerintah Kota Denpasar atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Selamat berseminar semoga lancar dan sukses. Om Santih, Santih, Santih Om.

Denpasar, 28 Oktober 2016 Wali Kota Denpasar,

I.B Rai Dharmawijaya Mantra

x SAMBUTAN DEKAN FAULTAS SENI RUPA DAN DESAIN (FSRD), INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR

Om Swastiastu, Yang terhormat Bapak Rektor ISI Denpasar, peserta pemakalah Seminar Nasional dan hadirin sekalian. Mengawali sambutan ini saya ingin mengajak Ibu/Bapak sekalian untuk memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa Tuhan YME karena berkenanNya seminar na- sional dapat terlaksana. Kita semua juga harus bersyukur karena hari ini kita berada dalam keadaan sehat walafiat sehingga dapat hadir pada acara ini. Ibu/Bapak sekalian, saya merasa sangat bangga bahwa kali ini FSRD dapat melaksanakan Seminar Nasional yang pertama. Seminar Nasional ini diharapkan nantinya sebagai program tahunan yang dilaksanakan secara berkelanjutan. Seminar Nasional ini merupakan kegiatan yang dapat menjadi media komunikasi dan presentasi hasil-hasil penelitian dosen dibidang seni rupa, desain dan media rekam. Saya selaku dekan FSRD merasa berbahagia karena seminar nasional ini diikuti dari berbagai perguruan tinggi (PT). Selaku dekan FSRD mengucapkan se- lamat datang di kampus FSRD, ISI Denpasar dan Bali. Semoga kerjasama ini dapat terus berlan- jut ditahun yang akan datang. Mengakhiri sambutan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada panitia yang sudah bekerja keras mempersiapkan seminar ini. Kepada semua pihak yang sudah memberikan bantuan saya sampaikan penghargaan dan terima kasih. Saya juga mohon maap apabila ada salah kata yang kurang berkenan di hati dan pelayanan pelaksanaan seminar ini. Om Santih Santih Santih Om

Denpasar, 28 Oktober 2016 Dekan FSRD ISI Denpasar

Dra. Ni Made Rinu, M.Si

xi KATA PENGANTAR

Om Swastiastu, Seminar Nasional pada tanggal 28 Oktober 2016, diselenggarakan oleh Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD), Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar dan diikuti oleh 17 pemakalah inti dan artikel pendamping yang dihimpun dalam buku Procceding Seminar Nasional 2016: “Seni Rupa Nusantara Basis Keunggulan Indonesia”. Makalah Seminar Nasional ini call for pa- per, sangat berarti bagi FSRD-ISI Denpasar dalam bentuk procceding yang ber ISBN 978-602- 9855-8-3. Seminar nasional ini juga menghadirkan keynote speaker Wali Kota Denpasar, I.B Rai Dharmawijaya Mantra, Pembicara sesi (I) Prof. Dr. Agus Burhan (Rektor ISI Yogyakarta), Pembicara sesi (II) Dr. Dody Wyancoko (Dosen ITB Bandung), dan Pembicara sesi (III) Dr. I Wayan Kun Adnyana ISI Denpasar. Seminar nasional akan diarahkan untuk mengembangkan “cara berpikir” dari berbagai aspek dalam studi seni rupa dan desain, termasuk media rekam untuk penciptaan suatu karya. Panitia penyelenggara mewakili institusi FSRD-ISI Denpasar yang menjadi tuan rumah seminar nasional, mengucapkan banyak terima kasih atas partisi- pasi para akademisi dan para pemerhati seni rupa Indonesia seperti: Seni Lukis, Seni Patung, Produk Kriya, Desain Interior, Desain Komunikasi Visual, Fotografi, Desain Mode, Film dan Televisi kemudian mempresentasikan dalam seminar nasional ini. Adapun bentuk sub tema: 1). Eksplorasi Seni Rupa Nusantara; 2). Keragaman Seni Rupa Nusantara, 3). Peluang studi dan penelitian; 4). Konsep dan filosofi Seni Rupa Nusantara. Dengan kerendahan hati panitia men- gucapkan selamat berseminar, terutama kepada peserta utusan dari; Universitas Negeri Malang (UNM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Uni- versitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universita Mahasaraswati (UNMAS) Denpasar, Universitas Bunda Mulia Jakarta, dan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

xii Dengan penuh harapan, bahwa kegiatan seminar nasional ini dapat terselenggara den- gan sukses membawa pengalaman baru serta persahabatan abadi. Atas nama panitia, tidak lupa kami mengucapkan mohon maaf apabila ada pelayanan yang kurang memuaskan dan mungkin dilain waktu bisa lebih baik lagi penyelenggaraannya. Salam seni dan budaya. Om Santih Santih Santih Om

Denpasar, 28 Oktober 2016 Panitia Seminar Nasional 2016 Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua Panitia,

Dr. I Komang Arba Wirawan,S.Sn.,M.Si

xiii DAFTAR ISI

SAMBUTAN REKTOR INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR ...... ii

SAMBUTAN WALI KOTA DENPASAR PADA PEMBUKAAN SEMINAR NASIONAL SENI RUPA DAN DESAIN DI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR TAHUN 2016 ...... iii

SAMBUTAN DEKAN FAULTAS SENI RUPA DAN DESAIN (FSRD), INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) DENPASAR ...... xi

KATA PENGANTAR ...... xii DAFTAR ISI ...... xiv

MAKALAH ...... 1 SUPREMASI SIMBOLIS KETUHANAN (KONSEP FILOSOFIS LINGGA-YONI DALAM BUDAYA DAN SENI RUPA BALI) Wayan ‘Kun’ Adnyana ...... 2

EKSPLORASI SENI RUPA NUSANTARA DALAM SENI LUKIS MODERN DAN KONTEMPORER INDONESIA M. Agus Burhan ...... 13

TERPURUKNYA SENI KERAJINAN DI GIANYAR BALI DALAM PASAR GLOBAL I Wayan Suardana, Ni Kadek Karuni ...... 22

EKSPLORASI SENI RUPA TRADISIONAL NUSANTARA

DALAM PENGEMBANGAN SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA I Wayan Suardana ...... 40

xiv FENOMENA PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN KOMSUMSI KERAJINAN GERABAH KHAS SERANG BANTEN DI BALI I Wayan Mudra, Ni Made Rai Sunarini ...... 51

PENGEMBANGAN DESAIN BERKARAKTER KHAS JAWA TIMUR UNTUK DIVERSIFIKASI KARYA KERAJINAN BERPOTENSI EKSPORT Pranti Sayekti, Didiek Rahmanadji ...... 67

KAJIAN STRUKTURALISME SIMBOLIK STRUKTUR RAGAM HIAS PADA BANGUNAN MASJID ATAP TUMPANG DI KAWASAN PEDALAMAN JAWA Rudi Irawanto ...... 81

KEPEMIMPINAN DAN CARA MOTIVASI GENERAL MANAGER DALAM MANAJEMEN RADAR TASIKMALAYA TV Rangga Saptya Mohamad Permana, Evi Rosfiantika ...... 95

DESAIN HIBRID ARSITEKTUR NUSANTARA SEBUAH WACANA POSKOLONIAL I Gede Mugi Raharja ...... 118

BUSANA KEBAYA SEBAGAI REPRESENTASI PEREMPUAN KONTEMPORER DI KOTA DENPASAR I Dewa Ayu Sri Suasmini ...... 129

“SEKALA NISKALA” KONSEP KESEIMBANGAN HIDUP MASYARAKAT HINDU BALI UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN DALAM KARYA INSTALASI FOTOGRAFI I Made Saryana ...... 144

xv PENGARUH MUSIK ANGKLUNG TERHADAP KUALITAS TIDUR ANAK AUTIS : STUDI AWAL Kharista Astrini Sakya, Imam Santosa, Andar Bagus ...... 163

SINKRETISME ARSITEKTUR TRADISONAL BALI PADA RUMAH TEMPAT TINGGAL DI KOTA DENPASAR Ida Bagus Purnawan ...... 175

DESAIN KEMASAN AYAM BETUTU SEBAGAI IKON OLEH – OLEH KHAS BALI DI KOTA DENPASAR Ni Luh Desi In Diana Sari, Ni Ketut Pande Sarjani ...... 193

MATERI POKOK UNTUK PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MICRO TEACHINGBERBASIS ERGONOMI Ida Ayu Kade Sri Sukmadewi, I Dewa Ayu Sri Suasmini, Ni Luh Desi In Diana Sari ...... 205

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSI TERHADAP KINERJA PEMASARAN DAN KEPUASAN KONSUMEN PADA USAHA SENI UKIR DULANG DI DESA KATUNG I Wayan Gede Antok Setiawan Jodi ...... 217

BENTUK TRANSFORMASI SENI LUKIS KAMASAN PADA ERA GLOBAL I Wayan Mudana ...... 229

STRATEGI PEMASARAN PRODUK SENI PATUNG SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA SENIMAN DI SILAKARANG GIANYAR Pande Ketut Ribek ...... 243

xvi PERANCANGAN CORPORATE IDENTITY SANGGAR WARNOWASKITO, PENGRAJIN LORO BLONYO ‘LORO BLONYO’ Sri Wahyuning Septarina ...... 255

PERANCANGAN STORY LINE PADA MEDIA EDUKASI SENI DALAM BENTUK FILM DOKUMENTER Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A , Ni Kadek Dwiyani ...... 268

SISTEM PEMBELAJARAN KONSTRUKSI INTERIOR BALE GEDE MELALUI REKAYASA GAMBAR KOMPUTER Cok Gd Rai Padmanaba ...... 283

DESAIN INTERIOR KLINIK BERSALIN GANDI DI BALI Adinda Wahyu Lestari ...... 292

KEINDAHAN DI BALIK BANGUNAN TERBENGKALAI DALAM KARYA FOTOGRAFI EKSPRESI I Wayan Gede Setiawan ...... 309

PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DONGENG BALI “RARE ANGON” UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR DI DENPASAR Desak Made Oka Agustini ...... 326

MITOLOGI GANESHA DI GOA GAJAH DESA BEDULU SEBAGAI INSPIRASI PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS Cokorda Agung Wira Pratama Mahardika ...... 344

FASCINATION OF JABANG TETUKA

Bondina Mugi Tri Pangesti ...... 356

xvii EKSISTENSI PENGERAJIN GERABAH I MADE SUWECA DALAM KARYA FOTOGRAFI STORY I Gusti Bagus Made Mahendra ...... 368

KEHIDUPAN REMAJA MASA KINI DALAM KARYA SENI LUKIS I Ketut Catur Yasa Widiantara ...... 385

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK MEDIA SOSIALISASI KOMUNITAS STREET WORKOUT BALI DI DENPASAR I Gusti Ngurah Made Dwipa Septiawan ...... 393

KRIMINALITAS DUNIA HIBURAN MALAM DALAM INOVASI SENI LUKIS GAYA KAMASAN I Ketut Ngurah Agus Widiadnyana Putra ...... 404

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI BUKU BIOGRAFI MANGKU MURA SENIMAN WAYANG KAMASAN DI KLUNGKUNG I Gede Wardana ...... 412

MISTERY BEHIND OF BADE I Gusti Agung Malini ...... 420

DESAIN INTERIOR PUSAT PELAYANAN MOTOCROSS BALI I Gede Nyoman Wahyu Ananta, 201205007 ...... 435

DESAIN INTERIOR RESTORAN “WARUNG MAKAN DUKUH” I Gd Nym Wira Maha Wangsa ...... 445

FOTOGRAFI ESAI KESEHARIAN TAWAN IRON MAN DARI BALI I Gusti Agung Rismayana Ningrat ...... 455

xviii TRADISI NGINANG DI BALI DALAM KARYA FOTOGRAFI DOKUMENTER Kadek Adi Purnama Yasa ...... 471

EKSPRESI API DALAM SENI LUKIS Septiana ...... 485

PERJALANAN SUTASOMA DALAM WUJUD SENI LUKIS I Wayan Dharma Supuja ...... 495

DESAIN INTERIOR SANGGAR TARI WARINI JL.SUNSET ROAD, BADUNG-BALI Kade Dwi Marlinda ...... 504

KEHIDUPAN GENERASI MUDA MASA KINI DALAM VISUAL LAPUK PADA KARYA SENI LUKIS I Made Artana ...... 512

KEHIDUPAN SPIRITUAL WANITA TUNA SUSILA DI DANAU TEMPE, SANUR DALAM KARYA SENI LUKIS I Made Landiastra ...... 526

KREATIVITAS MENCIPTA DESAIN BUSANA PADA TUGAS AKHIR KARYA JURUSAN DESAIN MODE DI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR Kadek Novia Wulandari ...... 536

DREAMING OF RAJA AMPAT Jessie Fanissa Perry ...... 547

EKSPRESI GERAK ANJING KINTAMANI SEBAGI SUMBER INSPIRASI

I Kadek Agus Sumaputra ...... 557

xix DESAIN INTERIOR MUSEUM ETNOGRAFI BALI JALAN MAYOR WISNU NO. 1 DENPASAR -BALI I Made Hendra Yuda ...... 570

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI MEDIA PROMOSI PROKIT CUSTOM MOTOSPORT DI JALAN PULAU SAELUS NO. 57, DENPASAR Kadek Okta Surya ...... 582

TRANSFORMASI FIGUR GANESHA SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL DALAM KARYA SENI LUKIS I Kadek Yuliantono Kamajaya ...... 594

PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DONGENG BALI I CUPAK TEKEN I GRANTANG DI DENPASAR I Kadek Putra Gunawan ...... 602

REVIVAL OF SIGN: TATTOO OF MENTAWAI’S SIKEREI Ni Kadek Yuni Diantari ...... 611

MAGERET PANDAN FROM TENGANAN Ni Kadek Rika Adnyani ...... 625

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI MEDIA PENDUKUNG KAMPANYE WAJIB KONDOM DALAM UPAYA MENCEGAH PENYAKIT MENULAR SEKS PADA MASYARAKAT DI KABUPATEN TABANAN I Kadek Riska Atmaja ...... 633

“ DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK KAMPANYE RUMAH KOMPOS

DALAM MEMBUDAYAKAN DAUR ULANG SAMPAH DI KELURAHAN UBUD ” I Kadek Sujana ...... 649

xx PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR “BALINGKANG” DAN MEDIA PENDUKUNG DALAM MENSOSIALISASIKAN LEGENDA BALI KEPADA ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI DENPASAR Karina Mega Puspitasari ...... 662

SOSIALISASI STOP PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK MELALUI MEDIA DESAIN KOMUNILASI VISUAL OLEH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI A.A.Aditya Galant Rastama ...... 677

PERANCANGAN PERMAINAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK PENGENALAN LUKISAN WAYANG KAMASAN KEPADA ANAK- ANAK DI DESA KAMASAN, KLUNGKUNG A. A. Gede Dwi Udyana ...... 687

PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR NARASINGA DAN MEDIA PENDUKUNGNYA DENGAN ILUSTRASI GAYA KAMASAN BALI Bonaventura I Komang Surya Angga Raditya ...... 701

KAJIAN BUKU MEWARNAI CUP OF LIFE TERBITAN SAVANA BOOK SEBAGAI ART THERAPY UNTUK ORANG DEWASA DI DENPASAR DENGAN KEGIATAN MEWARNAI MAMPU MENURUNKAN TINGKAT STRES Azis Alfakilo ...... 710

GORGA , THE PROTECTOR Cristin Anita ...... 725

VISUALISASI ENDEK DALAM KARYA FOTOGRAFI FASHION

Candra Hariadi ...... 735

xxi xxii MAKALAH

1 SUPREMASI SIMBOLIS KETUHANAN (KONSEP FILOSOFIS LINGGA-YONI DALAM BUDAYA DAN SENI RUPA BALI)

oleh Wayan ‘Kun’ Adnyana Prodi Seni Murni, FSRD ISI Denpasar

1. PENDAHULUAN Keadaan untuk menggambarkan Tuhan, boleh dikata sebagai kondisi sadar manusia untuk memuncakkan pemecahan misteri maha besar dari hubungan manusia dengan alam se- mesta. Seperti halnya Herbert Spencer (1820-1903), mengurai asal mula relegi bangsa-bangsa di dunia, yang berpangkal dari kondisi manusia yang sadar dan takut akan maut (Koentjaran- ingrat, 1987:35). Bagaimana maut, boleh jadi berupa aneka fenomena alam yang ekstrem, atau bahkan mewujud ke dalam berbagai bencana alam maha dasyat, yang untuk beberapa waktu belum mampu terpecahkan oleh manusia dan terus menjadi sumber misteri, hingga mewarnai sikap pikir manusia jaman primitif hingga kini. Ketakberdayaan manusia atas kekuatan alam yang maha dasyat tadi, menjadikan manusia sadar, bahwa memang ada kekuatan luar biasa yang menggerakkan alam, hingga mampu melahirkan kekuatan maha dasyat seperti itu. Kondisi ini memunculkan paling tidak dua arah keyakinan manusia yaitu: relegi dan magis. Banyak ahli, di antaranya G. van der Leeuw dan J. Mach, membedakan relegi (yang teruta- ma diwujudkan dalam mitos-mitos) dengan magi (magis) di lain pihak: dalam relegi manusia ingin mengabdi, dalam magi manusia ingin menguasai. Mereka menjelaskan, bahwa dalam mitos-mitos daya-daya kehidupan dikembangkan, terutama diwujudkan lewat pertalian suku, totem (binatang pelindung suku, dan lainnya. Sementara magi, dapat berupa keinginan manusia untuk menguasai proses-proses yang berlangsung dalam alam raya (Peursen, 1976: 51). Konsep ini oleh masyarakat Bali tidak dibedakan secara biner. Mereka malah memandang keduanya berpadu saling melengkapi; sebagaimana simbolisasi kelamin laki-perempuan sebagai lingga-yoni, yang adalah bagian dari pan- dangan relegi dan juga sekaligus adalah magi bagi pemenuhan keinginan-keinginan untuk menjaga keseimbangan dan kesejahteraan hidup manusia Bali.

2 Seperti halnya pada masyarakat di Desa Munduk, Kayu Putih, Tabanan, ditemukan tinggalan megalitik, yang oleh masyarakat setempat disakralkan dengan sebutan ‘’Celak Kon- tong Lugeng Luwih’’, sebuah penyebutan nama kelamin laki dan perempuan bagi masyarakat Bali. Patung megalitik yang disucikan ini, berbentuk batu monolit dengan lubang di tengah-ten- gah, perlambang (kekuatan perempuan), satu buah batu monolit yang lain berbentuk silinder tertancap pada lubang tersebut (kekuatan laki), menyerupai persenggamaan laki dengan perem- puan. Masyarakat Bali meyakininya sebagai perkawinan mistik Bapa Langit dengan Ibu Bumi. Benih perkawinan ini terburai dalam hujan, dan oleh hujan yang cukup membuat bumi subur, ujung-ujungnya semua mahluk hidup lantas menemu sejahtera (Sarad, Maret 2005: 53). Tentu keberadaan patung megalitik ‘’Celak Kontong Lugeng Luwih’’ selain diyakini sebagai representasi kekuatan misteri Tuhan mahapemurah bagi masyarakat setempat (Bali), dimana saat kemarau panjang masyarakat memohon hujan, dan juga dipuja saat upacara nangluk merana, mas- yarakat meminta air suci (tirta beboret) untuk dicipratkan ke tegalan, sawah dan juga kebun-kebun mereka dengan harapan terhindar dari berbagai hama penyakit dan kekeringan. Bukanlah hal aneh memang, ketika dasar keyakinan masyarakat Bali di atas, sampai kini masih dipijak sebagai bentuk keyakinan lokal akan pandangan relegi yang sakral dan ma- gis. Kecenderungan pemujaan bagian genetikal manusia sebagai simbolisasi kesakralan tadi juga mewarnai peradaban relegi masyarakat-masyarakat lainnya. Sebagaimana Teori Zielestof (Zat Halus) dari A.C. Kruyt (1869-1949) yang menulis karangan etnografi tentang suatu teori mengenai bentuk relegi manusia primitif atau manusia kuno, yang berpusat pada suatu kekua- tan magi yang serupa dengan kekuatan mana dan kekuatan supranatural. Suatu zat halus yang memberi kekuatan hidup dan gerak kepada banyak hal di dalam alam semesta. Zat halus yang dimaksud oleh Kruyt disebut zielestof. Dalam kepercayaan manusia kuno, adapun yang diang- gap mengandung zielestof itu terutama ada dalam beberapa bagian tubuh manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhhan, tetapi seringkali juga dalam benda. Adapun bagian tubuh manusia yang dianggap mengandung lebih banyak zielestof adalah: kepala, rambut, kuku, isi perut, pu- sar, gigi, ludah, keringat, air seni dan kotoran manusia. Orang dapat juga menambah zielestof dengan makan minum zat-zat tertentu, misalnya darah. Keyakinan kepada zielestof seperti itu oleh Kruyt disebut (Koentjaraningrat, 1987:63-64). Dan tentu saja kepercayaan sim- bolik pada bagian genetikal manusia seperti bentuk kelamin laki dan perempuan dalam konteks

3 lingga-yoni juga adalah zielestof. Karena ia dipahami sebagai simbolisasi dari kekuatan magi itu sendiri. Bagaimana menerangkan simbol lingga-yoni; sebentuk patung batu, dan juga dalam be- ragam stilisasi karya seni menggambarkan peraduan kelamin laki dan perempuan, baik mewu- jud dalam rupa yang terang maupun samar (abstrak), adalah simbolisasi kesakralan relegi dan magi manusia Bali—dan tentu saja pada masyarakat penyembah Siwa pada umumnya? Tentu mengharuskan pada kita untuk menyusuri akar supremasi keyakinan ini dalam runutan pemb- acaan, dan penulis merujuknya pada model kategorisasi struktur sistem budaya oleh Raymond Williams dalam bukunya Culture (1981:17-20), yaitu: institutions (menyangkut ruang budaya, ruang eksisnya suatu sistem kepercayaan), contens (menyangkut analisa isi dan juga tentang kepelukisan figur sosial yang melingkupi), dan effects (menyangkut studi operasional (proses) dan penyelidikan/analisa kritik). Berdasar tinjauan tiga perangkat inilah, penulis akan menyusuri bagaimana sesung- guhnya konsep lingga-yoni menduduki titik puncak atas keyakinan relegi dan magi pada mas- yarakat Bali. Tentu saja kajiannya berupa formulasi analisa sinkronik dan diakronik, berdasar resapan pengalaman empiris penulis dan studi kepustakaan.

2. INSTITUSI BUDAYA DALAM AKAR DAN PENGARUH Keyakinan relegi masyarakat Bali pra-Hindu, senyatanya sangat bersahaja dan sederhana. Hal tersebut bisa lihat dari penyebutan Tuhan mereka sebagai ‘’Celak Kontong Lugeng Luwih’’. Se- buah nama yang diambil dari nama kelamin laki dan perempuan; keduanya adalah luhur (lu- wih). Perwujudannya pun menjadi sangat sederhana, berupa tumpukan dua buah batu monolit, sebagaimana dipuja masyarakat Desa Munduk, Kayu Putih, Tabanan. Bahkan tinggalan serupa Celak Kontong Lugeng Luwih juga disakralkan di berbagai tempat suci di Bali. Seperti di Pura Pusering Jagat di Desa Pejeng, Gianyar, di Goa Gajah, Gianyar, di Pura Samuan Tiga, Bedulu, Pura Panulisan, Kintamani Bangli, di Pura Tanah Lot, Tabanan, Pura Penataran, Banjar Tang- gahan Peken, Bangli dan desa lainnya. Yang secara artistik kebentukan memang nampak berag- am, tetapi melekatkan dasar-dasar konsepsi yang sama, yakni penunjukan pada sikap relegius

(ikhitiar Ketuhanan).

4 Gambar1. Tiga buah patung Lingga-Yoni (Tri Lingga), yang melambangkan Tri Murti: Brama, Wisnu dan Siwa, ditemukan di tempat pemujaan dalam Goa Gajah, Bedulu Gianyar. (sumber foto: Ramseyer, Urs dalam The Art and Culture of Bali, 2002:46)

Budaya agraris Bali yang menunjuk pertalian Celak Kontong Lugeng Luwih digambar- kan sebagai adegan persenggamaan, dihayati sebagai perkawinan mistik Bapa Langit dan Ibu Bumi (Sarad, Maret 2005: 53), mengalami pergeseran setelah Hindu menyentuh Bali. Abstrak- si tentang Tuhan yang sederhana dan polos tadi mulai menghilang, digeser ke simbol-simbol Tuhan yang serba maha. Namun artefak lingga-yoni tetaplah dipuja, walau dengan penamaan yang berbeda, tidak lagi sebagai Celak Kontong Lugeng Luwih, melainkan bersesuaian dengan filsafat Hindu, sebagaimana pada tiga patung Lingga-Yoni yang berjejer di dalam Goa Gajah dipahami sebagai representasi simbol tiga dewa (Tri Lingga) pengatur kelangsungan semesta dan isinya: Brahma (pencipta), Wisnu (pemelihara) dan Siwa (pelebur). Begitu halnya ketika Bali mulai di perintah raja penganut Hindu, keyakinan Lingga-Yoni berkembang ke arah pemujaan Tuhan sebagai Siwa. Ini juga berkenaan dengan konsep dewaraja, yang adalah konsep kerajaan yang bersifat patrimonial. Patrimonial menggariskan konsep kerajaan pada kekuasaan raja secara pribadi. Urusan negara, adalah urusan pribadi raja. Konsep dewaraja se- bagaimana berlaku di Bali, sekitar abad ke-12 hingga abad ke-13, juga ditemukan pada sumber-sum- ber kerajaan di Kamboja, terutama di kompleks bangunan suci Angkor (Coedes, dalam Astra,

1997:26). Konsep ini mengiktiarkan bahwa ‘’sukma yang mahahalus’’ dari sang raja disemayamkan dalam lingga yang disimpan di kuil gunung. Lingga supernatural itu, yang merupakan simbol phallus

5 dewa Siwa, diturunkan langsung oleh dewa Siwa dan diterima oleh seorang brahmana. Kemudian, brahmana menyerahkannya kepada raja pertama dalam jajaran raja-raja yang memerintah Angkor. Upacara khidmat yang merupakan permulaan terbentuknya kultus dewaraja ini, terjadi pada awal abad ke-9, yaitu pada pemerintahan raja Rayawardana II. Hingga pendirian lingga-lingga baru lazim dengan nama raja yang mendirikan (lingga-lingga personal), pada hakekatnya diidentikkan sebagai simbol dewaraja (Astra, 1997: 27). Sementara migrasi konsep dewa-dewa India ke pulau-pulau Indonesia datang lewat penetrasi damai dari dua sistem keagamaan yaitu Brahmanisme, terutama aspek Siwaistiknya (walau secara sporadis melewati waktu seribu tahun berikutnya penyembahan kepada Wisnu merupakan kenyataan pula), dan Budhisme, yang setelah penampilan pertama dari aliran Hi- nayana, segera tersebar secara luar biasa dalam bentuk Mahayana, yang dengan kuat dibumbui oleh elemen-elemen Tantris (Holt, 2000: 32). Para dewa dan pahlawan dari cerita-cerita suci India berpadu dengan mudah dengan penghuni supernatural Indonesia sendiri. Konsep de- wa-dewa India seperti bertemu dengan padanannya yang menggembirakan. Simbol dari dewa tertinggi Siwa yaitu lingga, dipadankan dengan phallus yang khas berupa batu-batu tegak dari masa Prasejarah yang sakral. Pasangan wanita dari Lingga yaitu yoni, adalah versi yang lebih indah dari batu-batu horisontal wanita dari tahta leluhur Indonesia; yoni berfungsi sebagai alas bagi lingga itu sendiri, juga bagi patung-patung peringatan raja-raja (Holt, 2000: 34). Konsep dewaraja, raja-raja di Bali memuja lingga sebagai simbol dewa Siwa, bukan be- rarti raja memerintah dengan tanpa konsep, atau malah hadir sebagai sosok absolut yang jahat. Raja Bali, Jayapangus (memerintah Bali dari 1178-1181) menjadikan kitab Manawadharmasas- tra, sebuah kitab hukum agama yang memuat hal-hal: kedudukan, kekuasaan, serta klasifikasi seorang raja ideal, sebagai pegangan (Pudja dan Sudharta dalam Astra, 1997:28). Konsep dewaraja yang dikaitkan dengan penyembahan lingga pun sesungguhnya memi- liki makna berbeda dari makna awalnya sebagai pemusatan kekuasaan ke arah pemahaman bahwa dewa (Siwa) memantau setiap perilaku raja-raja. Karena yang disebut dengan dewara- ja adalah Siwa itu sendiri, yang dipuja dalam wujud simbol yang dapat dipindah-pindahkan. Rangkaian upacara di sekitar lingga, adalah upacara untuk memohon pada Siwa agar melindun-

gi raja, jadi Siwalah sesungguhnya raja dari raja yang memerintah di bumi, sebagaimana dianal- isa dari isi prasasti Sdok Kak Thom ( Kulke dalam Astra, 1997:27-28). Bahkan di Bali pemujaan

6 terhadap lingga sesungguhnya telah berkembang sejak abad ke-9 dan berlanjut sampai abad ke-13, saat zaman keemasan dinasti Warmadewa (Sarad. Maret 2005: 54). Menjadi jelas kemudian kenapa tradisi relegi yang tetap mempertahankan lingga-yoni sebagai simbol Tuhan adalah berdasar pertautannya dengan konsep-konsep Siwaistik. Semen- tara pada masyarakat Bali pra-Hindu lebih dipahami sebagai pembumian konsep manusia me- mandang misteri mahadasyat dari alam. Yang pada keduanya sesungguhnya melekat konsep yang sama, yaitu bagaimana agar hidup manusia selalu terjaga oleh keyakinan spiritualitas.

3. KANDUNGAN (CONTENS) FILOSOFIS DAN ESTETIS Kandungan konsep ketuhanan yang terkandung dalam visualitas lingga-yoni memang berkembang dari yang paling sederhana hingga ke arah konteks filosifis Siwaistik. Paling se- derhana tentu sebagaimana manusia Bali pra-Hindu memahaminya sebagai pertemuan kes- uburan, untuk memohon hujan, dan juga memohon air suci untuk membebaskan tanaman pertanian dari serangan hama dan kekeringan (Sarad, Maret 2005: 53). Meskipun terbingkai dengan penalaran konsep ketuhanan yang sederhana; ia adalah puncak pemahaman manusia Bali pra-Hindu tentang sakral, yang menurut Mircea Eliade sebagai kondisi hierophany; pola manifestasi dari yang sakral (2002: 4). Istilah hierophany merujuk pada manifestasi-manifestasi realitas sakral dalam beber- apa objek keseharian, sebuah batu atau pohon—hingga hierophany yang tertinggi (yang bagi orang Kristen, adalah penjelmaan Tuhan dalam Jesus Kristus) terdapat kontinyuitas yang terus bersambung. Tetapi yang terjadi sesungguhnya bukanlah pemujaan batu dalam dirinya sendi- ri, pemujaan pohon dalam dirinya sendiri. Pohon sakral, batu sakral tidak disembah sebagai pohon atau batu; mereka disembah karena mereka hierophany, karena mereka menunjukkan sesuatu yang tidak lagi batu atau pohon tetapi sakral, ganz andere; segala yang berada di luar jangkauan pengalaman alami manusia (Eliade, 2002: 3-5)

7 ‘’Pertemuan Akasa-Pertiwi’’(200X75X50 Cm, 2003) karya patung I Made Sukanta Wahyu, dikutip dari Katalog Pra-Bali Biennale, 2005, p.116.

Bagi orang biasa, atau pun bagi manusia modern, barangkali sulit memahami bagaimana batu bisa dikenali sebagai sebentuk sosok sakral dan magis. Sebagaimana tumpukan batu mono- lit; satunya bundar dengan lubang, yang ditumpuk dengan batu lonjong yang ditaruh melangit (ke arah atas) sebagai lingga-yoni yang oleh masyarakat Desa Munduk, Kayu Putih, Tabanan disebut sebagai Celak Kontong Lugeng Luwih, adalah juga kondisi hierophany. Melihat batu sebagai sesuatu yang sakral, merubah realitas batu menjadi realitas supernatural; memandang benda memiliki kemampuan untuk menjadi perwujudan kesakralan kosmis. Akar dari pengala- man pandangan tentang realitas supernatural pada benda-benda sakral, boleh jadi adalah upaya untuk menemukan sifat-sifat pengalaman yang menakutkan dan irasional. Yang menemukan adanya perasaan ketakutan yang hebat di hadapan kesakralan, di hadapan misteri yang me- mesona dan mengilhami, keagungan yang memancarkan tenaga yang dahsyat; ia menemukan rasa takut yang religius di hadapan misteri yang menawan yang penuh dengan bunga-bunga kehidupan yang sempurna (Otto dalam Eliade, 2002: 2). Kondisi kejiwaan seperti inilah, kenapa lingga-yoni menjadi sakral bagi masyarakat Bali dari pra-Hindu hingga kini. Yang setelah masuknya Hindu, yang merupakan kelanjutan konsep Siwaistik yang berkembang di India, menyebar ke wilayah IndoChina; seperti oleh raja Ray- awardana II yang memerintah Angkor abad ke-9. Memuja Dewa Siwa dalam wujudnya sebagai

8 lingga, sebagai raja dari raja di bumi, yang memberi perlindungan pada rakyat (Coedes, dalam Astra, 1997:26). Lingga-yoni juga dianggap sebagai penggambaran simbolik Tuhan yang paling murni dan abstrak, dengan lingga yang berupa sosok phallus; representasi simbol kekuatan pencipta. Dikombinasikan dengan yoni, sebagai penyangga (pedestal) yang adalah imbangan kekuatan feminim, hingga lingga-yoni adalah simbol supremasi dari dualitas laki-perempuan (Kempers, 1959: 18-19). Secara fisik, lingga-yoni terpatri dalam beragam detail pahatan; dari paling sederha- na yang hanya dengan tumpukan batu monolit, sebagaimana lingga-yoni yang disebut sebagai Celak Kontong Lugeng Luwih oleh masyarakat Desa Munduk, Kayu Putih, Tabanan. Semen- tara pada beberapa batu lingga-yoni juga ada yang menggambarkan rupa phallus laki-laki dan perempuan yang mendekati realistik. Lihat misalnya yang ditemukan di Pura Pusering Jagat di Desa Pejeng, Gianyar, yang bentuknya tidak sederhana lagi: phallus dan vulva ini begitu nyata dengan pahatan guratan-guratan urat yang jelas. Ukurannya pun tak sembarang, teramat besar bahkan (Sarad, Maret 2005: 53). Sebagai simbol Siwa dan pemujaan kepada Dewa Kesuburan, nama lingga bisa dibeda- kan berdasarkan bahan. Misalnya, lingga dari batu disebut linggaphala. Yang berbahan emas dinamai kanaka lingga. Ada juga yang berbahan tahi sapi dinamai gomaya lingga, dari permata disebut spathika lingga, lingga berupa gunung disebut linggacala. Belakangan ada lingga berupa banten, disebut dewa-dewi (Sarad, Maret 2005:54).

4. TRANSFORMASI DAN EFEK Kepercayaan lingga-yoni bagi masyarakat Bali, telah meresap tidak saja pada upaya penyingkapan misteri alam semesta dan rasa ketuhanan yang tercermin pada prilaku relegi ma- nusia Bali, tetapi juga telah menginspirasi proses kreatif kesenian masyarakat Bali. Berbagai citra visual lingga-yoni hadir dalam karya-karya seniman Bali hingga kini. Sebut misalnya pematung I Made Sukanta Wahyu, kelahiran Klungkung (Bali), tahun 1939 ini, memaknai phallus dalam karya-karyanya sebagai pilihan ekspresi yang berkenaan dengan penyingkapan ke arah perenungan filosofis. Phallus sebagai Lingga, sebagai purusa— energi lelaki, dimaknai lewat rupa kelamin laki yang menyembul mengiktiarkan proses pencip-

9 taan semesta. Lingga-yoni dipandangnya sebagai simbolisasi pertemuan akasa-pertiwi (bumi dan langit) (Adnyana, Sarad edisi Maret, 2006 : 33; Wirata, dkk, 2005:116). Pelukis Dewa Batuan, dari Pengosekan Ubud, juga menawarkan renungannya akan ling- ga-yoni sebagai simbol yang berada di pusat peredaran mandala (semesta). Dalam karya-karya lukisannya, semesta (alam) digambarkan berputar dalam lintasan, dimana lingga-yoni sebagai pusat. Dengan gaya seni lukis tradisional Ubud, Batuan nampak padu mengungkapkan simbol Siwaistik ini ke dalam karya-karyanya. Nyoman Erawan melukis pallus yang seakan mencari yoni, dalam citra abstraktif, berjudul “Asmarandana Lingga-Yoni”, media campuran di kanvas, 2016. Erawan menghadirkan karya ini dalam merespon Serat Centini, tema Borobudur Writ- ers Festival, 2016. Seniman kontemporer lainnya juga banyak yang terinspirasi oleh simbolisasi lingga-yoni, seperti IGAK Murniasih dengan seri erotisme yang mempribadi. Seniman lain, sda yang menempetkan keterpesonaannya pada energi magis di balik simbol ini, dan ada juga yang hanya tertarik dengan karakter visualnya yang begitu sederhana; sebagaimana jaman Prasejarah lingga-yoni cukup digambarkan dengan batu yang ditumpuk yang lonjong diberdirikan dan satunya lagi pipih sebagai alasnya. Sementara dalam konteks penerjemahannya yang lebih tua, dalam buku Fungsi dan Manfaat Re- rajahan dalam Kehidupan, yang disusun oleh I Gede Jaman, diuraikan berbagai gambar-gambar rerajahan (gambar sakral dan magis) yang nampak memperlihatkan ketelanjangan, dan menge- mukakan kekuatan/magis dari kelamin. Sebut misalnya pada (g. 88-gambar bawah) yaitu, gam- bar perempuan telanjang berkepala burung, dengan kedua tangan memegang kelaminnya hing- ga terbuka, dengan dua buah senjata mengikat kakinya. Gambar ini disebut, ‘’Rambut Kecil’’ yang digunakan pada waktu sakit atau wabah. Jelas ini dipungsikan untuk menolak wabah dan penyakit.

10 Gambar rerajahan yang bernama ‘’Rambut Kecil’’, berfungsi sebagai penolak wabah dan penyakit: dikutip dari buku buku Fungsi dan Manfaat Rerajahan dalam Kehidupan, penyusun I Gede Jaman, 1999, p. 187.

5. KESIMPULAN Lingga-yoni dipahami masyarakat Bali dari garis sejarah yang panjang; dari jaman prase- jarah, hingga dalam ruang budaya kekinian. Dalam konteks prasejarah lingga-yoni merupakan simbolisasi tertinggi tentang konsep ketuhanan, kemudian disempurnakan dengan datangnya Siwaisme dari India, sebagaimana berlaku di Angkor Kamboja. Lingga-yoni berawal sebagai Celak Kontong Lugeng Luwih—sebuah penamaan yang sederhana tentang ketuhanan manusia Bali prasejarah. Masyarakat setempat, memujanya den- gan perwujudan berupa tumpukan batu lonjong di atas batu pipih-horisontal. Sebagai simbol kesuburan dan kekuatan magis. Masyakarat meminta hujan, dan juga mengusir hama lewat pemujaan Tuhan dalam konsepnya sebagai Celak Kontong Lugeng Luwih. Penyembahan lingga, pada gilirannya dikaitkan dengan konsep dewaraja, dimaknai Siwa sebagai dewa (raja tertinggi) dari raja-raja Bali. Hingga lingga-yoni pun tetap dipuja, den- gan meninggalkan nama Celak Kontong Lugeng Luwih, dan mengubahnya dengan sebutan lingga-yoni. Hingga kini kepercayaan akan lingga-yoni sebagai sesuatu yang sakral tetap ber- langsung di Bali, terbukti dengan dipujanya patung ini diberbagai pura di Bali. Termasuk pula telah berimplikasi pada kreativitas seniman-seniman Bali, yang menjadikan lingga-yoni sebagai konsep dan inspirasi keseniannya.

11 DAFTAR PUSTAKA Adnyana, I Wayan Kun, ‘’Empat Penguak Tabir Kelamin’’ (sebuah artikel), Majalah Sarad, edisi Maret 2006, hal. 32-33. Astra, I Gede Semadi, Birokrasi Pemerintahan Bali Kuno Abad XII-XIII (sebuah desertasi), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1997. Dwikora, I Putu Wirata, Space and Scape (Katalog Pra-Bali Biennale), Panitia Bali Biennale, Denpasar, 2005. Eliade, Mircea, Sakral dan Profan (Penerj. Nuwanto), Fajar Pustaka Baru, Yogyakarta, 2002. Holt, Claire, Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia (Penerj. RM. Soedarsono), Arti. line, Bandung, 2000. Jaman, I Gede, Fungsi dan Manfaat Rerajahan dalam Kehidupan, Penerbit Paramita, Surabaya, 1999. Kempers, A.J. Bernet, Ancient Indonesian Art, Harvard University Press, Cambridge, 1959. Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1987. Peursen, C.A.Van, Strategi Kebudayaan (Penerj. Dick Hartoko), Kanisius, Yogyakarta dan BPK Gunung Mulya, Jakarta, 1976. Westa, I Wayan, dkk, ‘’Pada Mulanya Celak Kontong’’(sebuah berita kisah), Majalah Sarad, edisi Maret 2005, hal. 53-54. Williams, Raymond, Culture, Fontana Paperbacks, Glaslow, 1981.

12 EKSPLORASI SENI RUPA NUSANTARA DALAM SENI LUKIS MODERN DAN KONTEMPORER INDONESIA

Oleh : M. Agus Burhan

1. TRADISI DAN IDENTITAS SENI RUPA MODERN INDONESIA. Memaknai seni rupa Nusantara tentu tidak lepas dengan berbagai ungkapan seni rupa tradisi yang hidup di wilayah kebudayaan Indonesia. Jejak seni rupa atau seni lukis tersebut dapat dilihat dari masa prasejarah sampai pada perkembangan ragam hias dan lukisan tradisi dan klasik, modern, sampai kontemporer. Penyertaan bahkan eksplorasi unsur seni tradisi ini selalu menjadi isu yang aktual dalam sejarah seni rupa modern Indonesia, hal itu sebagai kon- sekuensi evolusi sosiologis dan sejarah dalam pembentukan identitas jati diri bangsa. Da- lam kenyatan sejarah kecenderungan seni rupa modern bersumber dari modernism, tetapi di negara-negara non-Barat mengalami keterbelahan sikap dalam perkembangan budaya tersebut. Konsep-konsep modernitas, globalisasi, dan kontemporer yang ditawarkan dunia Barat me- mang begitu menarik, sehingga hampir dianut di seluruh dunia. Akan tetapi efek hilangnya identitas lokal dan nasional kemudian menjadi problem yang krusial. Oleh karena itu, langkah memahami dan mengeksplorasi sumber-sumber tradisi sebagai penguatan identitas maupun daya tanggapnya pada perubahan zaman harus menjadi kesadaran bangsa-bangsa non Barat. Apabila tidak ada penguatan kesadaran tersebut, dan yang dilakukan hanya menyerah pada konsep-konsep modernitas dan kontemporer Barat, maka kita akan terpotong dari masa lalu. Menerima dunia modern dan kontemporer dari sejarah dan tradisi-tradisi yang masih hid- up, merupakan langkah awal penghapusan dikotomi Barat dan Timur, sentral dan peripherial (King, : 370-413). Kecenderungan modernisme dalam seni yang sering dirujuk adalah kemurnian bentuk, seni untuk seni, keotentikan dan orisinalitas, serta universalitas (Kraus, 1985: 8-171). Akan teta- pi di negara-negara Asia modernisme lebih tampak menghadirkan seniman dan karya seninya dengan personalitas yang terbelah. Mereka sering terlihat sebagai kaum nasionalis di negerinya sendiri dan anti imperialis dan poskolonial diasporik di luar negeri, seperti telah menyajikan berbagai wacana yang dipaksakan keluar dari kepentingan diri mereka sendiri (Clark, 1998: 15).

13 Hal yang demikian dapat dibenarkan, karena menyangkut upaya untuk membangun identitas, baik sebagai tuntutan pribadi maupun wacana yang berkembang. Identitas modernisme memang mengurung dirinya kedalam kesadaran makna tunggal, tetapi konsep identitas dalam pemikiran dekonstruksi membagi diri dalam berbagai makna yang bergerak dalam persepsi kosmologi masing-masing. Dengan demikian munculnya berag- am ikon etnik dalam seni rupa modern dan kontemporer, sebenarnya merupakan gejala yang dapat difahami sebagai ungkapan defamiliarisasi untuk kembali mempersoalkan identitas. Ke- tika Negara lepas dari kolonisasi, maka ia dapat kembali mengingat pada apa yang selama ini terpendam dan terepresi. Maka dari itu kemudian muncul kesadaran akan makna identitas kul- tural yang akan membawa pada identitas diri (Awuy, 2002: 92-99). Pemikiran tersebut dapat dilihat dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia, yang di satu pihak pembaruannya selalu terkait dengan pola yang ada di Barat, tetapi di lain pihak selalu ada gerak yang bersifat diametrikal dari sekedar mengikuti gejala pola yang terjadi. Proses pencarian identitas yang muncul bersama sentimen nasionalisme, selalu menyertakan isu-isu muatan lokal dan tradisi untuk ditransformasikan dalam identitas budaya modern dan kontemporer. Oleh karenanya, gejala budaya ini sering disebut sebagai the other of modernism pada negara-negara non Barat. Dalam perjalanan seni rupa modern Indonesia, atau dalam babak modern tersebut, nilai-nilai lokalitas dan tradisi selalu memberi warna dalam berbagai bentuk eksplorasi ide maupun bentuk pada setiap periode perkembangan paradigma estetiknya. Hal itu bisa dilihat pada periode seni lukis Mooi Indie yang romantis, pada periode seni lukis Persagi sampai Lekra yang kerakyatan dan revolusioner, serta sampai pada periode seni lukis Humanisme Universal yang paradigma estetiknya melahirkan keberagaman bentuk ekspresi. Dalam perkembangan sepanjang itu dapat dilihat contoh-contoh para pelukis modern Indonesia yang memanfaatkan nilai-nilai tradisi, dan mengeksplorasi seni rupa Nusantara dalam idiom ide maupun bentuk visual sebagai ekspresi identitas mereka. Sebagai contoh I Gusti Made Deblog dengan karyanya “Hanoman berperang di Alengka”. I Gusti Nyoman Lempad dengan karya “Raja yang Sombong” dan “Men Brayut”. I Ktut Soki dengan karya “Legenda Jayaprana”. Basoeki Abdullah sangat dike-

nal dengan lukisan-lukisannya yang berjudul “Joko Tarub”, “Perkelahian antara Rahwana dan Jatayu memperebutkan Sinta”, Gatutkaca dengan anak-anak Arjuna: Pergiwa dan Pergiwati”,

14 dan “Nyai Roro Kidul”. Affandi dengan karya “Gerhana Matahari”. Djoni Sutrisno dengan karya “Matinya Kumbakarna”. Nyoman Gunarsa, dalam periode “Ofering” dan “Wayang”, Amang Rahman dengan karya “Sembilan tapi Sepuluh (Bedoyo Ketawang)”, Nyoman Erawan dengan karya “Ancient Time”, dan pada pelukis Nasirun dengan karya “Mencari Cupu Manik Astajing- ga”, “Imaji Nafsu Dasa Muka”, “ Lali”, “Mintaraga”, dan lain-lainnya. Berbagai ungkapan modern yang mengusung identitas dengan rujukan nilai tradisi dan senirupa Nusantara mempunyai latar belakang kode budaya dan estetik yang berbeda-beda. Pada masa Mooi Indie identitas nilai tradisi dipakai sebagai media ekspresi yang eksotis dalam membekukan dunia ideal para seniman dan masyarakatnya. Pada masa Persagi, nilai-nilai tr- adisi dikaitkan dengan sentimen nasionalisme untuk melawan semangat kolonial feodal. Pada masa pendudukan Jepang, nilai-nilai tradisi dihembuskan oleh politik kebudayaannya sebagai sikap anti Barat. Ketika Indonesia dicekam oleh pertentangan-pertentangan ideologi politik tahun 1960-an, pemanfaatan nilai-nilai tradisi juga dipolitisir. Lekra dan organisasi kebudayaan yang sehaluan, memanfaatkan semangat tradisi sebagai elemen yang penting. Hal itu merupa- kan salah satu implementasi ide Manipol dalam menjaga kebudayaan rakyat dan kepribadian nasional, sekaligus memerangi pengaruh kebudayaan imperialisme Barat. Demikian juga pe- manfaatan nilai-nilai tradisi dalam kerangka pembentukan kepribadian nasional itu, kembali muncul dalam wacana maupun paraktek seni rupa Indonesia pada masa Orde Baru. Hal itu tidak lepas dari kerangka kebijakan politik pemerintah yang menekankan kondisi stabilitas di antara keberagaman etnik dan budaya. Namun demikian kebijakan politik tersebut dalam ting- kat implementasi sering terasa semu (Burhan, 2002: passim).

2. TRADISI DALAM WACANA DAN PRAKTIK SENI RUPA KONTEMPORER INDONESIA. Seni rupa kontemporer bisa ditinjau sebagai kecenderungan bentuk bentuk seni rupa yang mengungkapkan berbagai konsep dan bentuk visual baru dengan paradigma estetik baru yang bersumber dari pemikiran posmodernisme. Namun demikian tidak semua seni rupa kon- temporer adalah seni posmodern. Posmodernisme menggambarkan gerakan-gerakan reaksi dari kecenderungan modernisme yang sering merujuk pada kemurnian bentuk, seni untuk seni, keotentikan dan orisinalitas, maupun universalitas. Rujukan-rujukan tersebut banyak mendapat

15 serangan dengan prinsip baru misalnya parody (plesetan ironis atau kontradiktif) dan pastiche (daur ulang). Melalui parody dan pastiche, berbagai konsep modern seperti tunggal dan ber- harga, orisinal dan langka dipertanyakan kembali (Hutcheon, 2002: 147-148). Penentangan dengan prinsip baru tersebut juga bisa dilakukan dengan cara appropriate (apropriasi), yaitu mengadopsi elemen-elemen yang atau meminjam bentuk visual yang telah ada (Nelson, 2003: 161-173). Dalam karya-karya posmodern memang mempunyai kecenderungan impuls citraan alegoris atau citraan pinjaman. Alegori tidak menemukan citraan tetapi justru mengambil alih citraan. Dalam seni rupa kontemporer citraan alegoris ini bisa melalui beberapa cara seperti apropriasi, hibridasi, situs spesifik, dan sebagainya (Owen, 1993: 1051-1060). Pada sejarah seni rupa modern Indonesia, pembabakan baru menuju pada ungka- pan-ungkapan kontemporer yang bisa dirujuk dari pemikiran posmodern tersebut juga dapat dilacak dari gejala sosiokulturalnya. Pada awal tahun 1990-an, para pengamat kebudayaan dan akademisi di Indonesia mulai marak membicarakan isu posmodernisme. Tekanan perhatian pada konsep-konsep desentralisasi bidang sosial politik, pluralisme dan penghargaan khazanah lokal, penolakan cara berfikir liniair dan rasional keilmuan merupakan isu-isu yang menar- ik untuk diperdebatkan. Dalam bidang seni rupa, konteks-konteks sosiokultural yang paling terasa pengaruhnya dalam penciptaan karya-karya adalah masalah-masalah sosial politik dan keberadaan tradisi. Apalagi pada akhir tahun 1990-an di Indonesia memang sedang bergulir proses masa reformasi sosial politik. Gerakan reformasi itu kemudian diikuti demokratisasi dan keterbukaan di segala bidang. Dalam situasi yang pararel, ternyata isu-isu sosial politik, desentralisasi, dan pluralitas nilai itu selain bergema kuat di dunia kesenian, pada kenyataan praktiknya juga telah menggejala di berbagai sektor kebijakan lembaga-lembaga kesenian dan ungkapan seniman. Dapat dilihat sebagai contoh yang gamblang melemahnya peran pusat-pusat kesenian diganti dengan peran daerah. Dalam semangat tersebut, juga disertai kemunculan perupa-pe- rupa baru yang manifestasi karyanya menonjolkan kembali unsur-unsur tradisi, tetapi dengan sikap kritis dan perlawanan. Pada masa sebelumnya, Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) mengusung antitesis dengan

menolak ungkapan bentuk-bentuk konvensional seni murni (lukisan, patung, grafis) yang bisa juga disebut seni tinggi, dan meleburkannya dalam bentuk seni rupa campuran. Manifestasi

16 yang dominan ungkapan barunya adalah bentuk-bentuk seni rupa instalasi, ready made (ob- jek-objek temuan), dan menekankan pada ungkapan sikap kritis masalah sosial dalam upayan- ya untuk semakin komunikatif dan terhindar dari ungkapan esoterik. Dengan modal semangat antitesis GSRB dan kondisi sosiokulturalnya, serta semangat posmodernisme yang menyertainya, seni rupa Indonesia pada tahun 1990-an sampai sekarang menunjukkan gejala sintesis dari bentuk-bentuk seni rupa sebelumnya dengan seni rupa GSRB (Burhan, 2-2001: 68-69). Banyaknya perupa muda yang menggunakan ungkapan multimedia, tidak semata-mata secara sempit dan ketat bersikukuh pada konsep estetik dan pandangan so- sial (logosentrisme) seperti yang dianut kelompok Seni Rupa Baru. Mereka lebih bebas tidak berpihak. Tidak ada referensi tunggal dalam seni rupa kontemporer. Peluang-peluang kecend- erungan pada isu desentralisasi sistem sosial politik, penghargaan yang menguat pada nilai lokal tradisional dan pluralisme, serta penolakan cara berfikir linier rasional yang modern, juga me- macu kreativitas para seniman (Yustiono, 1995: 18). Karya-karya yang memanfaatkan kembali elemen tradisional, namun disintesiskan dengan muatan sikap kritis dan perlawanan menjadi ciri yang kuat pada masa kini. Sikap itu sejalan dengan ciri seni rupa kontemporer Asia yang menyangkut problem-problem sosial aktual dengan unsur-unsur tradisi dan penggarapan ru- ang yang tak terbatas pada seni instalasi (Mohamad, 1992). Bahasa lirisisme masih sering mer- eka pakai, namun mereka juga melakukan performing art, membuat seni instalasi, seni video, serta multimedia yang lain. Di samping itu, mereka tidak melihat fenomena sosial semata dari kebenaran searah yang berpihak (logosentrisme). Dengan demikian, dari tahun 1980-an (sejak GSRB) sampai sekarang dapat dilihat bah- wa seni rupa Indonesia perlahan-lahan mengalami perubahan dalam paradigma estetiknya. Mengacu pada perkembangan seni Barat, ada perubahan prinsip estetik, yaitu beralihnya un- gkapan seniman dari yang bersifat representasi ke presentasi. Bentuk representasi merupakan prinsip dunia modern yang berakar dari pemahaman terhadap realitas. Dalam istilah Heideg- ger, karakteristik kemoderenan yang menonjol adalah bahwa dunia menjadi semacam gamba- ran atau representasi. Akan tetapi, seniman-seniman masa kini telah berubah prinsip estetikn- ya, yaitu cenderung berfokus pada presentasi gagasan dan sensasi (Sugiharto, 2002: 25, 33, 35, dan Sugiharto, 2002). Dalam wilayah filosofis, gagasan presentasi itu dapat dirujuk lewat pemikiran Jacques

17 Derrida yang melihat tanda sebagai jejak yang menunjuk (presentasi) jaringan tanda-tanda lain untuk memahami kehadiran makna sesungguhnya. Tanda belum bisa dimengerti maknanya secara langsung, tetapi baru menunjuk pada tanda-tanda lain (Blackburn, 1994: 95, 100, 105, dan Bertens, 1996: 330-333). Dalam hal inilah parodi visual sebagai sistem tanda akan menujuk jaringan tanda lain yang menghasilkan makna baru. Dengan mendekonstruksi, seniman mem- bongkar simbol lama yang di atasnya kemudian dibuat makna baru. Prinsip-prinsip estetik yang terfokus pada presentasi itu biasa juga diasosiasikan dengan gejala posmodern dalam kesenian. Berbagai tanda gejala itu adalah hilangnya batas antara seni dan kehidupan sehari-hari, hilangnya batas budaya tinggi dan pop, munculnya gaya eklektik, parodi, pastiche, ironi dan merayakan budaya “permukaan” (Featherstone, 1993: 7). Berbagai hal tersebut seperti halnya yang diungkapkan di atas sebagai prinsip-prinsip dalam seni post- modern, yang berisi parodi atau ironi-ironi, pastische, apropriasi, dan hibridasi. Dalam prinsip estetik itu dapat dilihat bahwa pemakaian elemen-elemen tradisi bukan lagi untuk merepresen- tasikan keadiluhungan, atau nilai-nilai arkhaik yang mistis dan dalam. Akan tetapi elemen tra- disi sering dipresentasikan secara ekletik dengan nada parodi atau ironi-ironi. Semenjak mun- culnya GSRB sampai sekarang telah banyak perupa-perupa yang mempunyai ungkapan dengan prinsip-prinsip estetik sebagaimana yang telah dipaparkan tersebut. Dari berbagai perupa dengan ungkapan demikian dapat dilihat karya pelopornya yai- tu Jim Supangkat dengan karya instalasinya “Ken Dedes”, kemudian pada seniman-seniman yang lain, yaitu Heri Dono dalam karya instalasi “Kentut Semar”, Nindityo Adhipurnomo dalam karyanya “Konde”, Tisna Sanjaya dengan karyanya “Kabayan Jiwa Ketok”, dan S. Teddy D. den- gan karyanya “Kukutuk Engkau Menjadi Batu”, dan karya-karya kontemporer lainnya.

PENUTUP Semua fenomena kecenderungan estetik yang dilakukan para seniman merupakan re- fleksi kondisi sosiokultural secara umum yang sedang berlaku di Indonesia. Oleh karena itu berbagai gejala eksplorasi seni rupa Nusantara yang mengusung nilai-nilai dan elemen visual tradisi mengalami proses pemaknaan yang terus berubah sesuai dengan perkembangan sosio-

kulturalnya. Persoalan nilai tradisi dan identitas dalam seni rupa modern Indonesia mengungkapkan

18 makna sebagai keniscayaan sejarah dekolonisasi negara-negara non Barat. Hal itu seperti yang telah diungkap di muka bahwa, bagaimana identitas modernisme pada wilyah budaya non Barat tidak hanya mengurung dirinya kedalam kesadaran makna tunggal yang universal, tetapi juga mengusung konsep identitas dalam pemikiran dengan berbagai makna yang bergerak dalam persepsi kosmologi masing-masing. Dengan demikian munculnya beragam ikon etnik dalam seni rupa modern dan kontemporer, sebenarnya merupakan gejala yang dapat difahami sebagai ungkapan untuk kembali mempersoalkan, mempertahankan, dan mengunkapkan identitas. Persoalan nilai tradisi dalam seni rupa kontemporer Indonesia mempunyai makna yang berbeda dengan masa sebelumnya. Dalam prinsip estetik baru tersebut dapat dilihat pemakaian elemen-elemen tradisi bukan lagi untuk merepresentasikan identitas nasional atau keadi- luhungan, maupun nilai-nilai arkhaik yang mistis dan dalam. Akan tetapi elemen tradisi sering dipresentasikan secara ekletik dengan nada parodi atau ironi-ironi, pastische, apropriasi, dan hibridasi. Semua itu mengandung berbagai sikap kritis dan juga kekuatan bentuk perlawanan. Semenjak munculnya GSRB sampai sekarang telah banyak perupa-perupa yang mempunyai ungkapan dengan prinsip-prinsip estetik sebagaimana yang telah dipaparkan tersebut. Dengan melihat keterkaitan tradisi dalam karya-karya kontemporer beserta pandan- gan pluralismenya secara global, maka seni rupa Indonesia mendapat peluang yang lebih besar untuk berbicara di berbagai forum internasional. Beberapa nama seperti Heri Dono, Dadang Christanto, Nindityo Adipurnomo, Mella Jaarsma, Anusapati, Made Wianta, dan lain-lainn- ya telah sering masuk dalam event-event besar internasional. Hal demikian berlainan dengan kondisi sebelumnya yang menempatkan karya-karya seni rupa modern Indonesia di nega- ra-negara Barat selalu dipamerkan di museum-museum etnologi. Persoalan demikian dikare- nakan pada masa itu tetap hidup stigma eksotisme untuk seni-seni negara timur dan sedang berkembang seperti Indonesia. Selain itu universalisme dan modernisme selalu diyakini oleh para ahli Barat tidak mungkin tumbuh di negara berkembang yang selalu meletakkan tradisi sebagai semangat yang tak terpisahkan. Dengan berbagai kemungkinan tetap dipakainya nilai-nilai tradisi dalam seni rupa kon- temporer kita, harapan besar untuk menyertakan dan memperbarui bentuk-bentuk pengeta- huan indigenous pra kolonial seakan-akan telah terpenuhi. Namun fenomena itu tetap harus diwaspadai. Sebab pemakaian nilai tradisi itu pada masa sekarang sering bersifat presentasional,

19 menampilkan permukaan, dan dipakai sebagai alat-alat parodi dan menciptakan ironi. Pada seniman-seniman yang naif, tanpa pengetahuan, parodi-parodi itu akhirnya akan menjadi tem- pelan-tempelan mode tanpa kesadaran. Padahal dalam prinsip parodi, sebenarnya seniman bukan sekedar meniru, tetapi menciptakan karya baru. Dalam melakukan parodi itu seniman sebenarnya tengah melakukan dekonstruksi secara kreatif. Dengan demikian pengetahuan ten- tang nilai-nilai tradisi atau nilai nilai keseharian yang dipakainya dalam parodi itu harus men- dalam serta diletakkan dalam kesadaran sejarah yang kuat.

KEPUSTAKAAN Awuy, Tommy F., “Identitas Terbagi dalam Seni Rupa Kontemporer” dalam Adi Wicaksono, ed., Identitas dan Budaya Massa: Aspek-aspek Seni Visual Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Seni Cemeti, 2002. Bertens, K., Fifilsafat Barat Abad XX, Prancis, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996. Blackburn, Simon, Dictionary of Philosophy, New York: Oxford University Press, 1994. Burhan, M. Agus., “Seni Lukis Mooi Indie Sampai Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia, 1901- 1979: Kontinuitas dan Perubahan” , Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2002. _____ , “Seni Rupa Yogyakarta: Munculnya Representasi Sintesis”, Ekspresi, Jurnal Lembaga Penelitian ISI Yogyakarta, vol. IV, Tahun 2-2001. Clark, John, Modern Asian Art, Sydney: Craftsman House, 1998. Featherstone, Mike, Consumer Culture and Post Modernisme, London: SAGE Pubications, 1993. Hutcheon, Linda, The Politics of Postmodernism, London and New York: Routledge, 2002. King, Richard, Agama: Orientalisme dan Poskolonialisme, Terj. Agung Prihantoro, Yogyakarta: Penerbit Kalam, 2000. Krauss, Rosalind E., The Originality of The Avat Garde and Other Modernist Myth, Cambridge, Massachusetts: MIT Press, 1985. Mohamad, Goenawan, “Kritik Sosial dan Kemelimpahruahan”, Tempo, 10 Oktober 1992.

Nelson, Robert S., “Appropriation” dalam Robert S. Nelson dan Richard Shiff, ed., Critical Term for Art History, Chicago: The University of Chicago Press, 2003.

20 Owens, Craig, “The Allegorical Impulse Towards a Theory of Postmodernism” dalam Charls Horison & Paul Wood, ed. Art and Theory 1900-1990: An Anthologi of Changing Ideas, Cam- bridge, Massachusetts: Blackwell, 1993. Sugiharto, Bambang, Post Modernisme,Tantangan Bagi Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002. ______, “Membenahi Hidup Lewat Seni”, Seminar Dies Natalis ISI Yogyakarta XVIII, Juli 2002. Yustiono, “Seni rupa Kontemporer Indonesia dan Gelombang Post Modernisme”, Jurnal Seni Rupa ITB, vol. I/1995, 18.

21 TERPURUKNYA SENI KERAJINAN DI GIANYAR BALI DALAM PASAR GLOBAL

Oleh: I Wayan Suardana, Ni Kadek Karuni Program Studi Kriya Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar

Abstrak Dalam tahun belakangan ini, dengan terbukanya pasar global, seni kerajinan di Gianyar mengalami keterpurukan yang sangat drastis. Banyak usaha kerajinan yang gulung tikar tidak lagi melanjutkan usahanya karena tidak adanya pesanan dari konsumen luar negeri. Perajin banyak yang mengalihkan profesinya sebagai tukang bangunan, petani, pedagang, atau peker- jaan serabutan lainnya. Semua perajin selalu memberikan alasan bahwa terpuruknya seni kera- jinan karena adanya bom Bali satu dan dua. Adanya fenomena di atas perlu dikaji secara mendalam dengan melakukan penelitian secara holistik yang bertujuan untuk dapat mengetahui segala persoalan yang ada dan berusa- ha menemukan solusi yang terbaik sehingga seni kerajinan di Gianyar kembali bangkit seperti semula. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data di- tempuh melalui studi pustaka, observasi, wanwancara, kuesioner dan dokumentasi. Analisis data meliputi berbagai tahapan yaitu: identifikasi data, klasifikasi data, seleksi data, dan analisis data dengan menggunakan analisis kualitatif analitik yang disajikan dalam bentuk uraian. Banyak faktor yang mengakibatkan seni kerajinan di Gianyar terpuruk. Permasalahan- nya tidak saja terletak pada jumlah kunjungan wisata, tetapi pada produk kerajinan itu sendiri seperti disain, material, kualitas, penampilan, dan harga. Disain tidak seiring dengan perkem- bangan selera masyarakat yang selalu berubah. Kualitas karya, Etos kerja, kreativitas dan ino- vatif perajin mulai menurun, dan selalu ingin meniru karya yang telah ada. Persaingan antar perajin dan pengusaha juga tidak sehat, dan kualitas menjadi taruhan untuk merebut pasar. Kualitas yang kurang baik pada akhirnya pelanggan mengalihkan pesanannya ke Negara lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan bagi perajin, pengusaha, dan pemerin- tah sehingga seni kerajinan di Gianyar akan tumbuh dan berkembang kembali, sehingga pere- konomian masyarakat menjadi stabil. Kata kunci: Terpuruk, Seni Kerajinan, Pasar Global.

22 Abstract Nowadays, through the development of global market, the art industry in Gianyar de- creased drastically. There were so many businesses of art industries which were bankrupt because of the deterioration of customer from abroad. Most of craftsmen changed their profession as builder, farmer, seller, or so on. Most of craftsmen gave a reason that the decrease of art industry because of tragedy of first and second of bomb Bali. That phenomenon was need to be investigated seriously by doing a research holistically in order to find out the problems and find out the best solution for evoking the art industry again. This study used qualitative method and the process of data collection in this study included litera- ture review, observation, interview, questionnaire and documentation. Data analysis of the study consisted of several steps including: data identification, data classification, data selection, and data analysis by using analytic qualitative analysis provided in the form of essay. There are many factors that caused art industry in Gianyar experiencing the deterioration. It is not only because of the number of tourists as visitors but also for the product of art itself, such as its design, material, quality, appearance, and price. The fact is the design of the product does not follow a society’s taste. The decrease of art quality, ethos of work, creativity, innovation of craftsman and the desire of plagiarism cause that problem also. The competition between craftsmen and busi- nessmen is bad and the quality of the product became a bet to grab the market. Beside that, the low quality of the product make the customers change their mind to order a product to another country. The result of this study is expected to be suggestions for craftsman, businessmen, and gov- ernment in order to develop and improve the art industry, therefore the economy of society becomes stable. Key words: Deterioration, Art Industry, Global Market.

PENDAHULUAN Latar Belakang Lima tahun belakangan ini seni kerajinan Gianyar mengalami keterpurukan yang san- gat drastis. Semua perajin menjerit, kelimpungan, terperangah, meratapi kondisi seni kerajinan kurang laku bahkan stagnan. Masing-masing kecamatan banyak ditemukan sentra-sentra seni kerajinan yang dulu berkembang sangat pesat dengan ciri khas karya yang berbeda. Sebagian besar sentra kerajinan tersebut telah gulung tikar tidak bisa melanjutkan produksinya. Perajin selalu menjawab bahwa seni kerajinan sekarang sudah tidak laku, sudah tidak ada yang mau membeli, stok menumpuk, hutang banyak. Perajin tidak mau berpikir kenapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana solusinya.

23 Pasar seni Sukawati menjadi barometer utama dalam perkembangan pemasaran seni kerajinan yang ada di Gianyar, karena pasar seni menjadi pusat penjualan (centre market) dan pembelian seni kerajinan antara perajin dan pemilik artshop maupun gallery. Transaksi akan terjadi di tempat ini baik secara langsung maupun pemesanan karya yang belum ada atau masih kurang jumlahnya. Sekarang kondisi pasar seni Sukawati sangat memprihatinkan, suasananya sangat sepi dan karya seni banyak yang menumpuk. Para penjual tidak ada yang bergaerah un- tuk menunggui karya seninya karena jarang laku dan pesanan tidak ada. Sepanjang jalur wisata sangat sepi, demikian juga Kios, artshop yang ada di pinggir jalan sudah tidak lagi menjual seni kerajinan dan lebih banyak menjadi warung makan, sembako, counter HP, toko pakaian, toko sepatu dan yang lainnya. Penjualnya pun ternyata kebanyakan dari luar Bali. Jalur wisata Sukawati-Tegallalang yang dahulu sangat artistik sudah mulai dikoto- ri oleh suasana perkotaan yang padat dan serba instan. Mini market sudah mulai menjamur dan saling berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya. Ada beberapa kios, artshop, dan gallery yang masih bertahan menjajagkan seni kerajinan, tetapi suasananya sangat kotor, dan kurang menarik karena masih dijejali karya-karya lama yang sudah usang. Yang lebih memprihatinkan adalah daerah Celuk Sukawati yang dahulu yang sangat kaya karena kerajinan emas dan perak, Sekarang kondisinya sudah macet tidak menjual kerajinan perak lagi. Artshop besar telah ban- yak menjadi mini market, supermarket, Rumah makan, pusat oleh-oleh, dan kerajinan mebel dari Jawa. Perajin juga banyak yang telah beralih profesi, sebagai pelaku pariwisata, keamanan, dan pekerjaan lainnya. Dalam bulan belakangan ini seni kerajinan Gianyar sudah mulai laku lagi, pesanan su- dah mulai masuk, walaupun dengan jumlah yang sedikit. Adanya pesanan yang masuk, pengu- saha kerajinan mulai kebingungan, karena banyak tenaga andalannya sudah beralih profesi, dan tidak mau lagi mengerjakan seni kerajinan lagi. Mereka merasa tidak trampil lagi dan konsen dengan pekerjaan barunya. Mereka juga menyatakan bahwa upah yang didapat dari seni keraji- nan sangat minim dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Menjadi persoalan baru bagi seni kerajinan Gianyar, katika permintaan mulai mening- kat, justru tenaga kerja sulit untuk mendapatkannya. Regenerasi pun terputus, karena sangat

jarang anak-anak tertarik untuk menekuni seni kerajinan. Mereka menganggap menggeluti seni kerajinan tidak memiliki masa depan yang menjanjikan dan menilai sebagai pekerjaan yang

24 kasar. Hal ini perlu diteliti secara holistik untuk dapat dipahami segala permasalahannya dan dapat dijadikan acuan dalam usaha mengoptimalkan kembali seni kerajinan Gianyar sebagai pegangan hidup masyarakat. Dalam penelitian pertama telah menggali secara mendalam penyebab keterpurukan seni kerajinan Gianyar terutama yang berkaitan dengan produk yang diciptakan (Intraestetik), dan pada penelitian lanjutan ini akan mengkaji lebih mendalam tentang faktor pendukung per- masalahan tersebut (ekstraestetik).

Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan pemerintah dalam usaha mengoptimalkan kembali seni kerajinan Gianyar menjadi pegangan hidup masyarakat? 2. Upaya apa yang perlu dilakukan untuk membangkitkan minat masyarakat kembali menekuni seni kerajinan yang ada di Gianyar?

Kajian Teori Seni kriya dan Kerajinan Menurut Soeroto, seni kerajinan merupakan usaha produktif di sektor nonpertanian baik untuk mata pencaharian utama maupun sampingan, oleh karenanya merupakan usaha ekonomi, maka usaha seni kerajinan dikategorikan ke dalam usaha industri (Soeroto, 1993: 20). Kerajinan tumbuh dan berkembang hampir di setiap wilayah yang ada di Indonesia yang memang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik fisik (jasmani) maupun rohani (spiritual). Menurut Soedarso (1988) kerajinan adalah cabang seni rupa yang sangat me- merlukan keterampilan (craftmanship) yang tinggi, seperti ukir kayu, keramik, anyaman, batok kelapa, logam dan sebagainya. Sebagai sebuah hasil budaya yang kongkrit, seni kerajinan sangat berpengaruh pada perilaku masyarakat pendukungnya baik dalam berinteraksi maupun ber- komunikasi, karena seni kerajinan merupakan bentuk ekspresi perilaku maupun artefak, dan sering sekali dipandang sebagai salah satu ciri kuat dari identitas kebudayaan, artinya dalam karya seni tercermin sistem nilai, tradisi, sumber daya lingkungan, kebutuhan hidup, dan pola perilaku manusia. Dalam perwujudannya tampak dengan nyata keberagaman yang mencer-

25 minkan ciri-ciri yang khas setiap daerah tempat masyarakat pendukung menjalani kehidupan sehari-hari (Rohidi, 2000: 196). Seni kerajinan memiliki latar belakang historis berangkat dan berkembang dalam kate- gori tradisional, yang berlandaskan pada persepsi wawasan keselarasan dan keseimbangan hid- up. Tujuan perwujudan cipta seni yang serba simetris, selaras dan seimbang, sehingga menjadi harmonis (Gustami, 1991: 99). Lebih lanjut dijelaskan bahwa seni kerajinan umumnya tidak dilahirkan untuk ketinggian keindahannya, akan tetapi dilahirkan untuk melayani kebutuhan praktis manusia sehari-hari, sedangkan produk seni kriya terutama di masa lalu, sekalipun juga terkait dengan kegunaan praktis, tetapi nilai estetis, simbolik dan spiritualnya luluh bahkan be- rada di atas fungsi fisiknya (Gustami, 1991: 101). Dengan demikian, seni kerajinan lahir dari si- fat rajin, terampil atau keprigelan tangan manusia, yang dapat menghasilkan benda-benda pakai maupun benda-benda hias, baik sebagai benda penghias interior maupun benda hias eksterior. Oleh karena itu seni kerajinan di samping memiliki nilai guna juga memiliki nilai-nilai budaya.

Gambar: 1. Gambar: 2 Karya seni kriya Karya seni kerajinan

Di Bali, seni kerajinan merupakan salah satu karya seni yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Bali. Seni kerajinan telah melekat erat dengan masyarakat Bali yang dimanfaatkan dalam segala aktivitasnya, baik yang berhubungan dengan kebutuhan hidupnya sehari-hari maupun untuk kebutuhan spiritual senantiasa memanfaatkan seni kerajinan sebagai instrumennya. Dengan demikian keberadaannya tidak hanya merupakan bentuk pernyata- an seni, akan tetapi merupakan manivestasi kehidupan masyarakat pendukungnya (Kayam, 1981/1982: 37). Bahkan kehadiran produk seni kerajinan menjadi sarana penting yang dapat memperlihatkan status seseorang atau menjadi sarana legitimasi. Seni kerajinan yang sarat den-

gan nilai-nilai estetika serta memantulkan pesona keanekaragaman budaya nusantara, tampak semakin digemari masyarakat manca Negara dan menjadi salah satu produk yang memberi

26 andil dalam peningkatan pemasukan devisa Negara.

Fungsi Produk Seni Kerajinan Feldman menjelaskan bahwa fungsi-fungsi seni yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu adalah untuk memuaskan: (1) Kebutuhan-kebutuhan individu kita tentang ekspresi pribadi, (2) kebutuhan-kebutuhan sosial kita untuk keperluan display, perayaan dan komunika- si, serta (3) kebutuhan-kebutuhan fisik kita mengenai barang-barang dan bangunan yang ber- manfaat (Feldman, 1991: 2). Lebih jauh, dalam pengertian luas, Feldman membagi fungsi seni menjadi tiga bagian, yaitu: Fungsi personal (personal function of art), fungsi sosial (the social function of art), dan fungsi fisik (physical function of art). Bila teori ini disandingkan dengan klasifikasi masyarakat Bali dalam berkesenian akan mendapatkan pola yang tidak jauh berbeda. Para seniman dan budayawan telah menggolong- kan kesenian Bali menjadi tiga golongan, yaitu seni Wali, seni Bebali dan seni Balih-balihan. Klasifikasi ini dirumuskan tahun 1971 dengan tujuan memperoleh pegangan dalam melak- sanakan kebijaksanaan pembinaan dan pengembangan kesenian di Bali (Bandem, 2001: 1, Ban- dem, 1988: 26, Yudabakti, 2007: 65). Terkait dalam mencermati seni kerajinan di kabupaten Gianyar, akan dikorelasikan dengan klasifikasi fungsi produk seni kerajinan yang ada di Bali yaitu: seni wali, seni Bebali dan seni Balih-balihan. Walaupun fungsi ini lebih banyak dipergunakan dalam seni pertunju- kan. Fungsi seni wali berkaitan dengan fungsi sakral, Seni Bebali berkaitan dengan fungsi semi sakral dan seni Balih-balihan berkaitan dengan fungsi profan. Kemudian dihubungkan dengan teori Feldman yang membagi tiga fungsi, yaitu fungsi sosial, fungsi fisik dan fungsi personal, karena tiga unsur tersebut terdapat dalam produk seni. Sehubungan dengan fungsi sosial karya seni, Feldman juga menjelaskan, di mana pada seni-seni tradisional, material-material dibentuk agar mereka dapat meniru penampi- lan-penampilan atau mengekspresikan gagasan-gagasan tentang kehidupan (Feldman, dalam Gustami 1991: 55). Lebih lanjut dijelaskan Karya seni itu menunjukkan fungsi sosial apabila (1) Karya seni itu mencari atau cenderung mempengruhi perilaku kolektif orang banyak, (2)

Karya itu diciptakan untuk dilihat atau dipakai (dipergunakan), khususnya dalam situasi-situasi umum dan (3) Karya seni itu mengekspresikan atau menjelaskan aspek-aspek tentang eksistensi

27 sosial atau kolektif sebagai lawan dari bermacam-macam pengalaman personal maupun indivi- du (Feldman, dalam Gustami, 1991, 61-62). Dalam fungsi sosial dari seni kerajinan masyarakat Bali pada hakekatnya senantiasa berkaitan erat dengan kehidupan masyarakatnya yang sebagian besar memeluk Agama Hindu, sehingga seni kerajinan merupakan hasil budaya yang berpangkal dari pandangan hidup mas- yarakat Bali yang dicerminkan oleh agama Hindu (Purnata 1976/1977: 31). Beberapa konsep dan teori di atas mengisyaratkan tentang eratnya hubungan seni dan agama dan kultur sosial masyarakat. Teori-teori tersebut sangat berguna sebagai acuan dalam mengkaji seni kerajinan Gianyar.

Peranan Lembaga Budaya Seni kerajinan merupakan bagian dari seni rupa yang telah bereksistensi di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Seni kerajinan hadir, karena diperlukan untuk memenuhi kebu- tuhan sarana hidup masyarakat. Selain itu kehadiran seni kerajinan juga telah menjadi ko- moditas yang dapat mendatangkan devisa bagi perkembangan perekonomian bangsa, karena bidang seni kerajinan memiliki kandungan nilai-nilai sosial, ekonomi, politik, budaya, spiritual dan material (Gustami, 1999: 2). Karya-karya perajin Bali juga memiliki ciri khas yang dapat menarik konsumen untuk membeli. Bila diamati dengan cermat, karya seni tiap-tiap daerah itu memiliki ciri-ciri yang khas, dan unik. Maka sudah selayaknya bagi bangsa dan masyarakat untuk melestarikan dan mengembangan produk kerajinan agar tidak luntur atau hilang. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pelestarian dan pengembangan produk kerajinan adalah melalui dukungan dari Lembaga Budaya yang ada dimasyarakat. Lembaga Budaya adalah lembaga publik dalam suatu Negara yang berperan dalam pengembangan budaya, ilmu pengetahuan,seni, lingkungan dan pendidikan pada masyarakat yang ada pada suatu daerah atau Negara. Lembaga-lembaga budaya baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta, yang berbentuk lembaga swadaya merupakan elemen lain yang dapat berperan serta dalam pelestarian seni dan budaya. Sejauh ini lembaga budaya dipandang se- bagai elemen pemerhati dan peduli terhadap eksistensi dan keberlangsungan seni dan budaya.

Dengan adanya lembaga budaya diharapkan seni dan budaya akan tetap lestari dan berkem- bang. Dalam hal ini, peranan lembaga pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan In-

28 dustri kecil dan kerajinan yang dilaksanakan terarah, terpadu dan berkesinambungan merupa- kan suatu upaya yang bernilai strategis, memberi dampak konstruktif dan sangat diperlukan dalam mendukung proses pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi bangsa, ter- utama dalam meningkatkan taraf kesejahtraan para perajin yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Seperti yang dijelaskan oleh Subiakto ketika menjabat sebagai Mentri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, 1996, bahwa pada umumnya industri kecil dan kerajinan mengh- adapi berbagai masalah antara lain keterbatasan kualitas sumber daya manusia baik mengenai wawasan kewirausahaan, kemampuan manajeral, keterampilan teknologi, kwalitas produksi, permodalan dan kemampuannya dalam mengakses pasar serta informasi yang menyebabkan posisinya kurang menguntungkan dalam menghadapi persaingan bebas. Oleh karena itu pen- ingkatan sumber daya manusia, penggunaan teknologi, dukungan infrastuktur, penyediaan in- formasi permodalan dan peluang pasar mutlak diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efiseinsi guna meningkatkan daya saing. Dengan demikian dukungan dari lembaga budaya, baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta sangat dibutuhkan agar tujuan pelestarian dan pengembangan seni dan budaya dapat tercapai.

METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan alasan memberikan perhatian pada kedalaman imformasi, menggali makna di balik gejala, dan penelitiannya mementingkan studi kasus. Hasil penelitian lebih bersifat deskripsi, narasi melalui kata-kata (Ratna, 2010: 98). Lokasi penelitian di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Gianyar. Jenis data yang digali dalam penelitian ini adalah faktor intraestetik dan faktor ek- straestetik (Rohidi, 2011: 75). seni kerajinan secara utuh. Untuk mendapatkan data tentang fenomena melayani pesanan, digali dari mantan perajin yang telah beralih profesi, serta penge- pul kerajinan. Penelitian ini juga dilakukan pada pejabat pemerintah Kabupaten Gianyar yang berwenang berkaitan dengan peranannya dalam membangkitkan kembali seni kerajinan di Gianyar yang sedang terpuruk. Dalam upaya untuk memperoleh data penelitian secara maksimal ditempuh melalui studi pustaka, observasi, wanwancara, dan dokumentasi. Analisis data meliputi berbagai taha- pan. Pertama identifikasi data, mengumpulkan data verbal dan data visual, baik yang diperoleh

29 melalui studi pustaka, observasi, maupun wawancara. Kedua klasifikasi data yaitu memilih atau mengelompokan data yang telah teridentifikasi sesuai dengan jenis dan sifat data. Ketiga seleksi data yaitu menyisihkan data-data yang tidak relepan dan kurang berkontribusi terhadap kebu- tuhan dalam pembahasan pokok. Tahap keempat melakukan analisis sesuai dengan teori yang telah ditetapkan, dengan menggunakan analisis kualitatif analitik. Data kualitatif akan disajikan dengan uraian.

HASIL PENELITIAN DAN LUARAN Hasil Penelitian a. Adanya Pergeseran pekerjaan Kondisi seni kerajinan yang ada di Gianyar secara umum masih dalam situasi yang memprihatinkan. Banyak perajin yang mengambil pekerjaan di luar rumah, dengan penghas- ilan yang belum tentu lebih tinggi. Terjadi pergeseran dalam mengambil pekerjaan, ada yang terjun sebagai petani, pedagang, pariwisata, dan yang lainnya. Namun demikian masyarakat Gianyar tidak ada yang menganggur. Mereka memberikan berbagai alasan, mengapa mereka mengambil pekerjaan tersebut:

b. Memilih Pekerjaan Tetap Mendapatkan penghasilan tetap dalam sebulan menjadi incaran bagi para mantan pera- jin. Setiap bulan ada yang ditunggu dan sudah dipastikan akan mendapatkan penghasilan untuk biaya hidup. Walaupun jumlahnya relatif lebih kecil, tetapi dana yang diperoleh sudah pasti. Mereka juga banyak yang tertarik dengan tanggungan yang didapatkan dari perusahaan seperti tanggungan kesehatan, tunjangan hari raya, dan sebagainya. Waktu untuk bekerja juga tidak penuh, dan dalam seminggu mereka dapat libur minimal satu hari. Bagi perajin yang lingkungannya masih produktif, mereka tidak serta merta meninggal- kan profesinya sebagai perajin, karena setelah pulang kerja, mereka tetap melanjutkan menger- jakan kerajinan. Dalam hal ini mengerjakan seni kerajinan menjadi profesi sampingan. Mereka merasa hidup lebih tenang, karena penghasilan yang didapat lebih banyak.

c. Jenuh Bekerja di Rumah

30 Banyak perajin yang merasa jenuh bekerja di rumah dan hanya-hanya itu saja tanpa ada perubahan. Mereka terasa terkurung oleh rutinitas yang menoton dan pada kegiatan dan tempat yang sama. Mereka juga merasa mempunyai pergaulan yang menoton, karena hanya dapat berkomunikasi dengan lingkungan masyarakat lokal saja. Bekerja di luar rumah memberi kepercayaan diri yang sangat besar, bahwa mereka telah mempunyai pekerjaan tetap dan bukan sebagai pengangguran. Setiap pagi mereka sudah mandi, berpakaian resmi, bersisir rapi, dan berangkat ke luar rumah menuju tempat karja. Mereka merasa bangga memiliki rutinitas yang berbeda dari biasanya yang hanya terkungkung di rumah. d. Kondisi Kesehatan yang Kurang Mendukung Persoalan yang paling utama dalam bekerja adalah sikap duduk dan menunduk secara terus menerus. Punggung dan pinggangnya sudah tidak kuat dan selalu sakit apabila duduk bekerja. Pekerjaan dengan sikap duduk merupakan sikap yang statis, kaku, tidak dapat bergerak dengan bebas. Terlalu banyak duduk juga menyebabkan penyakit ambaeyen dan banyak dialami oleh perajin. Beberapa pekerjaan seni kerajinan dalam proses kerjanya juga selalu bergelut den- gan debu yang dapat menyebabkan sakit paru-paru. Dengan adanya kondisi seperti ini, banyak perajin yang mengambil pekerjaan lainnya dan menghindar dari penyakit tersebut. Kondisi kesehatan yang sering muncul dalam pengerjaan seni kerajinan adalah pengli- hatan mata. Karena sudah berumur, banyak perajin yang penglihatannya kurang tajam, tidak dapat melihat karya secara sempurna. Penglihatan mata yang terganggu berpengaruh pada pe- mikiran yang tidak bisa berkosentrasi penuh. Dalam kondisi ini perajin sering malas (ngekoh hati) dan mengganggap dirinya sudah tidak produktif lagi. e. Gengsi Penampilan Bekerja pada sebuah perusahan, toko, hotel, restauran, trevel biro, memiliki pakaian kostim seragam dengan penanpilan yang rapi dan menarik. Penampilan yang menarik ini men- jadi daya pikat tersendiri bagi konsumen atau masyarakat yang ingin untuk bekerja disana. Mereka merasa memiliki gengsi dan martabat yang lebih tinggi karena penampilan yang mey- akinkan. Dengan berpakaian yang rapi, mereka merasa telah memiliki pekerjaan tetap dengan penghasilan yang cukup.

31 Gengsi penampilan ini juga banyak berpengaruh pada perajin wanita yang ada di pedes- aan. Banyak perajin wanita yang meninggalkan profesinya sebagai perajin dan memilih beker- ja menjadi pelayan toko, penjaga beautiq, karyawan loundry, seles elektronik, dan sebagainya. Mereka memilih pekerjaan ini karena dapat menghias diri dan berpenampilan yang menarik. Setiap hari mereka harus berpenampilan yang menarik dan menuju tempat kerja. Ini merupa- kan sebuah tuntutan yang harus ditaati untuk menggait pelanggan yang banyak.

f. Bekerja Santai Dengan Penghasilan Cukup. Penghasilan yang didapat perajin tidak tetap, tergantung pada trampilnya mereka mengerjakan sebuah barang, juga semangat kerja yang dilakukan. Besar kecilnya penghasilan yang didapat tergantung kinerja perajin itu sendiri. Tidak jarang perajin mempopsir dirinya untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak dengan bekerja lebih semangat dan mengu- rangi waktu istirahat. Sangat jauh berbeda apabila mereka bekerja di tempat tertentu dengan gaji bulanan. Mereka memiliki waktu libur, tidak bekerja, tetapi tetap dapat penghasilan yang utuh. Mereka dapat bekerja sambil bersendagurau, bermain HP, terutama mereka yang bekerja sebagai secu- rity. Mereka dapat bekerja dengan tenang, nyaman, santai, dengan penuh tanggung jawab.

h. Mencoba Merubah Nasib Banyak perajin yang telah menggeluti profesinya cukup lama di atas 10 tahun, bahkan lebih. Ada mereka yang melakukan aktivitas ini sejak kecil, sampai remaja, dewasa, bahkan sam- pai tua. Kehidupan mereka tidak adanya perubahan terutama dalam hal peningkatan ekonomi. Dalam kondisi ini mereka ingin merubah nasibnya untuk mencari peruntungan di tempat lain atau profesi lainnya. Tidak jarang perajin berasil setelah menekuni pekerjaan lainnya, tentunya dilakukan dengan serius dan ulet. Peranan pemerintah dalam usaha mengoptimalkan kembali seni kerajinan di Gianyar. Untuk mengantisipasi permasalahan terpuruknya seni kerajinan, pemerintah Gianyar melaku- kan berbagai kebijakan untuk penyelamatan dengan mengadakan berbagai kegiatan yaitu:

i. Pembinaan dan Pelatihan

32 Ketika seni kerajinan sedang diminati dan mengalami perkembangan yang cukup sig- nifikan, banyak perajin yang terlena dan terlalu percaya diri, bahwa hasil karyaya sangat bagus dan unik. Perajin menganggap bahwa seni tradisi yang mereka miliki akan selalu diminati oleh wisatawan manca negara. Perajin kurang mempelajari berbagai kebutuhan masyarakat global yang tentunya sangat berbeda dengan kebutuhan masyarakat lokal. Fenomena ini tidak disadari oleh para perajin, dan menyerah begitu saja, tanpa ada us- aha untuk menelusuri sebab akibat yang terjadi sehingga seni kerajinan terpuruk. Pemerintah melihat gejala ini kurang tepat, sehingga perajin perlu diberi pembinaan yang konprehensif, sehingga para perajin tidak meninggalkan profesinya. Beberapa pembinaan telah dilakukan oleh pemerintah Gianyar pada perajin dalam usa- ha meningkatkan produksi kerajinan yang ada. 1). Pembinaan Managemen Managemen merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam usaha kerajinan, baik dalam produksi maupun pemasaran. Kelemahan yang paling krusial yang dihadapi perajin Gi- anyar adalah kurangnya penguasaan managemen. Managemen selalu dianggap sesuatu yang biasa yang tak perlu dipertimbangkan dalam seni kerajinan. Kurangnya pemahaman ini pada akhirnya akan menghancurkan pemasaran yang seharusnya mendapatkan keuntungan, malah jadi rugi.

2). Pelatihan Disain Disain merupakan hal yang sangat penting dalam penciptaan seni kerajinan. Selama ini disain kurang mendapat perhatian dari para perajin. Mereka menganggap bahwa disain mer- upakan suatu yang biasa-biasa saja dalam sebuah penciptaan dan menyatu di dalamnya. Pe- mikiran ini disebabkan oleh kebanyakan perajin yang hanya memiliki ketrampilan saja, dan biasa meniru karya orang lain.Disain merupakan hal yang paling utama dalam penciptaan seni kerajinan, oleh sebab itu harus diperhatikan dengan baik.

3). Pelatihan Teknologi Imformatika

Dalam era globalisasi, teknologi imformatika memegang peranan yang sangat vital da- lam segala aspek kehidupan masyarakat. Teknologi imformatika menjadi kebutuhan primer

33 dalam kehidupan saat ini. Tiada masyarakat yang terlepas dari imformatika dalam pergaulan hidupnya sehari-hari. Dengan teknologi imformatika dunia menjadi sempit, jarak menjadi pendek, dan waktu menjadi cepat. Penguasaan teknologi imformatika tidak saja dimanfaatkan sebagai sarana pergaulan, tetapi juga dalam usaha merengkuh ekonomi. Selain pembinaan dan pelatihan, pemerintah Gianyar juga melakukan aktivitas lainnya untuk menanggulangi seni kerajinan yaitu:

j. Promosi Pemerintah Gianyar menyadari bahwa perajin dan pengusaha kerajinan sangat jarang melakukan promosi, karena dianggap kurang penting, caranya tidak tahu, dan biayanya mahal. Perajin selalu berpikiran karyanya akan selalu dicari konsumen karena memiliki keunikan yang khas. Pemerintah Gianyar telah melakukan beberapa kegiatan untuk mempromosikan seni ker- ajinan yaitu melalui ajang pameran yang bersifat nasional dan internasional. Pemerintah Gi- anyar juga membantu para perajin untuk membuat blog sendiri dan wibe side di media sosial agar karya para perajin dapat dikenal oleh masyarakat umum. Pembinaan dan pelatihan seni kerajinan yang ada di Gianyar sering mengalami ham- batan yang biasanya datang dari perajin dan pengusaha seni kerajinan sendiri. Pengusaha pera- jin sering apriori apabila mau dibina dan diberi pelatihan, seolah mereka tidak perlu pembinaan dan pelatihan lagi dan sudah eksis berkomunikasi langsung dengan konsumen yang ada di luar negeri. Demikian juga perajin mengganggap tidak perlu ada pembinaan dan pelatihan karena mengganggap mereka sudah lebih pintar, sehingga tidak perlu ada pembinaan lagi. Para perajin hanya mau bantuan langsung dari pemerintah, baik modal maupun peralatan, dan tidak mau pembinaan dan pelatihan. Rasa egois perajin sangat tinggi, pada hal banyak yang mereka harus perbaiki agar seni kerajinan yang mereka kerjakan tidak terpuruk. Perajin harus memahami bahwa karyanya banyak kekurangan dan mau memperbaiki segala kelemahan yang ada, sehing- ga karya yang diciptakan dapat menarik para konsumen lagi. Pemerintah Gianyar telah banyak melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mem- bantu para perajin, tetapi bagi perajin yang tak tersentuh langsung sering mengatakan pemer-

intah tidak mempunyai perhatian pada perajin. Tidak semua perajin dapat dilibatkan secara langsung pada suatu even, tetapi paling tidak, ketika pesanan yang cukup banyak, mereka

34 pasti ikut merasakan. Perajin diharapkan dapat memaklumi bahwa pemerintah Gianyar telah melakukan berbagai trobosan untuk membantu kerajinan yang sedang terpuruk, dan dihara- pkan perajin tidak putus asa dalam menghadapai permasalahan ini, tetapi tetap semangat dan kreatif dalam menciptakan karya yang baru. k. Upaya yang perlu dilakukan untuk membangkitkan minat masyarakat untuk kembali me- nekuni seni kerajinan yang ada di Gianyar Belakangan ini, seni kerajinan Gianyar sudah mulai kembali diminati oleh konsumen manca negara, hal ini dapat dibuktikan dengan mulainya pesanan masuk pada beberapa pen- gusaha kerajinan. Ketika pesanan mulai meningkat, perajin yang mengerjakan tidak ada karena telah beralih profesi. Menjadi persoalan baru, para pengusaha tidak berani menyanggupi me- nerima pesanan dalam kapasitas yang melebihi kemampuan untuk mengerjakannya. Peluang yang menjanjikan pada akhirnya menjadi hilang dan memberi image bahwa seni kerajinan di Gianyar sudah tidak produktif lagi. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar para perajin mau kembali menekuni seni kerajinan yaitu: 1. Ongkos kerja ditingkatkan Salah satu usaha untuk menarik para perajin untuk menekuni kembali profesinya ada- lah dengan menaikan ongkos kerjanya, sehingga pendapatannya dapat mencukupi kehidupan- nya sehari-hari. Memang ini merupakan masalah yang sangat sulit, karena untuk meningkatkan harga jual seni kerajinan tidaklah mudah. Para pengepul dan pengusaha kerajinan sekarang harus mengokohkan diri untuk menjaga kualitas untuk merebut pasar, bukan sebaliknya men- gorbankan kualitas dan harga untuk mendapatkan pesanan. Kekeliruan yang selama ini telah dilakukan harus diperbaiki dan kembali pada persaingan yang sehat, sehingga semuanya dapat berjalan dengan baik. Harga yang layak akan dapat memberi ongkos yang layak pada semua perajin yang ada, sehingga mereka akan kembali menekuni profesinya.

2. Proses pembayaran dipermudah

Sistem managemen keluarga yang biasa diterapkan oleh pengusaha kerajinan walaupun kapasitas perusahannya cukup besar, menyebabkan proses managemennya akan menyesuaikan

35 dengan karakter pemiliknya. Suatu hal yang lebih jelek lagi adalah bapaknya yang mengurus keluar masuknya barang, sedangkan yang membayarnya adalah ibunya. Hal ini sering menim- bulkan masalah yang sangat rumit perajin dilempar kesana-kesini hanya untuk meminta hasil pekerjaannnya. Kondidi ini sering menimbulkan perajin prustasi dan malas untuk melanjutkan pekerjaannya. Yang lebih memprihatinkan adalah seringnya para bos kerajinan melakukan ke- bohongan pada para perajin dengan mengatakan mereka tidak ada di rumahnya, pada hal mer- eka tidur dalam kamar. Hal ini sudah sangat keterlaluan tidak memberlakukan perajin sebagai patner kerja.

3. Adanya jaminan kesehatan dan tunjangan hari raya Sangat jarang sekali pengusaha kerajinan memberi dana kesehatan dan tunjangan hari raya pada para perajin. Mereka menganggap bahwa kewajiban itu hanya diberikan oleh peru- sahan besar, pada hal omset yang mereka miliki cukup banyak, tetapi dikelola dengan manage- men keluarga. Dalam managemen keluarga tidak ada kewajiban perusahan memberikan dana kesehatan dan tunjangan hari raya, dan itu dianggap sebagai pemborosan. Tidak jarang justru pengusaha bersikap saklek ketika perajin minta dana bon yang digunakan untuk berobat. Pen- gusaha selalu memperkaya dirinya sendiri tanpa memperhatikan perajin yang ada dibawahnya.

4. Diberi pemahaman berkarier sambil menguruh keluarga Terdapat semacam kegrandrungan bagi mantan perajin yang sebelumnya selalu bekerja di rumah, untuk mencari pekerjaan di luar rumah, dapat berpakaian rapi dan bergaul dengan masyarakat luar. Mereka merasa mendapat pengalaman dan tantangan baru dalam pekerjaan dan dapat berkomunikasi dengan teman lainnya. Secara fisik pekerjaan baru juga tidak selalu duduk, tetapi berjalan, bergerak, sehingga pekerjaannya dianggap lebih sehat.

5. Luaran Yang Dicapai Citra seni kerajinan Gianyar sudah jatuh tersungkur, kepercayaan para buayer luar neg- eri sudah hilang. Banyak perajin yang curang, tidak konsekwen dan konsisten, terutama yang

berkaitan dengan kualitas. Banyak karya yang dikirim tidak sesuai dengan contoh pesanan yang ada. Mereka selalu memberikan karya yang serupa, tetapi kualitasnya sangat rendah. Untuk

36 mendapatkan pesanan yang banyak, perajin selalu mengatakan siap mengerjakan karya itu den- gan harga dan bentuk yang sesuai dengan contoh. Setelah karya dikerjakan, akhirnya tidak ses- uai dengan contoh yang telah diberikan. Para buayer menjadi sangat kecewa dan kepercayaann- ya mulai menghilang. Para buayer akhirnya mengalihkan pesanannya pada perajin luar daerah, bahkan luar negeri. Kondisi seperti ini harus dijadikan pelajaran oleh para perajin, pengepul, dan pengusa- ha kerajinan di Gianyar. Segala permasalahan yang dimunculkan oleh perajin itu sendiri harus dicermati dan dicari pemecahannya agar segala sesuatunya dapat diperbaiki. Para pengepul dan pengusaha yang bergerak dalam pemasaran harus tetap selektif dan konsekwen dalam meneri- ma pesanan agar kepercayaan para buayer dapat dipertahankan. Jangan selalu berorientasi pada kuantitas, tetapi kualitas harus tetap dijaga dengan baik. Citra harus dipegang teguh, karena akan selalu berpengaruh pada kesinambungan kepercayaan. Citra yang jelek, kepercayaan akan menghilang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Terdapat beberapa alasan, mengapa para perajin beralih profesi, di samping secara umum sudah tidak dapat diandalkan untuk menopang kehidupan, juga dengan alasan lainnya yaitu: ingin mendapat pekerjaan tetap, walaupun hasilnya lebih rendah, perajin sangat jenus bekerja di rumah, gengsi penampilan, kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, ingin bekerja santai, tetapi hasilnya cukup, dan ingin merubah nasib. Pemerintah Gianyar telah berbuat banyak untuk menanggulangi keterpurukan seni ker- ajinan yang ada, dengan mengadakan berbagai langkah-langkah trobosan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Langkah nyata yang telah dilakukan pemerintah Gianyar adalah den- gan mengadakan pembinaan dan pelatihan pada para perajin dan pengepul kerajinan yaitu pembinaan managemen, disain, dan teknologi imformatika. Pemerintah Gianyar juga telah melakukan berbagai promosi seni kerajinan lewat ajang pameran nasional dan internasional, juga promosi lewat media sosial dengan mebuka blog dan wibe side seni kerajinan Gianyar.

Belakangan ini pesanan seni kerajinan Gianyar mulai meningkat, persoalannya adalah sulitnya mencari perajin yang mau mengerjakan pesanan tersebut karena sebagian besar pera-

37 jin telah mengambil pekerjaan lainnya. Perajin jarang yang mau kembali menekuni profesinya sebagai perajin, karena mereka sudah merasa betah dengan pekerjaan barunya. Fenomena baru muncul, ketika seni kerajinan mulai diminati, perajin yang menekuninya mulai berkurang. Be- berapa langkah yang perlu dilakukan untuk menarik para perajin agar mau menekuni profesin- ya lagi adalah dengan cara: meningkatkan ongkos kerja, mempermudah pembayaran, memberi dana kesehatan dan tunjangan hari raya, dan memberi pemahaman bahwa berkarier tidak ha- rus keluar rumah, tetapi juga dapat dilakukan di rumah sendiri.

Saran-Saran Sebaiknya pemerintah Kabupaten memperhatikan secara serius tentang permasalahan yang dihadapi seni kerajinan di Gianyar, karena sebagian besar masyarakat Gianyar menggan- tungkan hidupnya dari pekerjaan ini. Demikian juga para perajin jangan menyerah pada situasi, sebaliknya adanya situasi ini justru harus dapat memotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam berkarya.

DAFTAR PUSTAKA Feldman, Edmund Burke. (1967), Art as Image and Idea, New Jersey; Prentice Hall, Inc, diterjemahkan oleh SP. Gustami (1991). Gustami, SP. (1991), ‘‘Seni Kriya Indonesia Dilema Pembinaan dan Pengembangan’’, dalam SENI, Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni, I/03- Oktober, BP ISI Yogyakarta. Kayam ,Umar. (1981/1982) ‘‘Kreativitas Dalam Seni dan Masyarakat Suatu Dimensi Dalam Proses Pembentukan Budaya Dalam Masyarakat’’, dalam Analisis Kebudayaan, th II-no 1, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Purnata, I Made. (1976/1977), Sekitar Perkembangan Seni Rupa Di Bali, Proyek Sasana Budaya Bali, Denpasar. Ratna, Nyoman Kutha, 2010, Metode Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Rohidi, Tjetjep Rohendi, 2011, Metode Penelitian Seni, Cipta Prima Nusantara, Semarang.

38 ------, (2000), Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan, STISI Bandung Press. Bandung. Shadily, Hassan. (1983), Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru-Van Hoeve dan Elsevier Publishing Projects, Jakarta. Soeri, Soeroto. (Agustus 1983), ‘‘Sejarah Kerajinan di Indonesia’’, dalam majalah Prisma, LP3ES, Jakarta. Yudabakti, I Made., Watra., I Wayan. (2007), Filsafat Seni Sakral Dalam Kebudayaan Bali, Paramita, Surabaya.

CURICULUM VITAE I. KETERANGAN PERORANGAN Nama : Drs I Wayan Suardana, M.Sn NIP. : 196312311992031018 Jabatan : Lektor Kepala Pangkat/Golongan : Pembina utama Muda/IVC Tempat/Tgl. Lahir : Petulu/1963 Agama : Hindu Perguruan Tinggi : ISI Denpasar Pakultas/Jurusan : Fakultas Seni Rupa Dan Desain Jabatan Struktural : Lektor Kepala Alamat Intansi : Jln. Nusa Indah Denpasar Jenis Kelamin : Laki-laki Status : Sudah Menikah Alamat : Jln. Raya Celuk, Gn. FA Suardana, No 10, Sukawati Kota/Kab/Propinsi : Gianyar, Bali Hand phone : 081240141170 Telp. Rumah : 085739784033/081240141170 Pekerjaan : Dosen Seni Rupa Status Pendidikan : S2/Sekarang sedang mengikuti program Doktor Penciptaan Seni di ISI Yogyakarta

39 EKSPLORASI SENI RUPA TRADISIONAL NUSANTARA DALAM PENGEMBANGAN SENI RUPA KONTEMPORER I NDONESIA

I Wayan Suardana Universitas Negeri Yogyakarta

Abstrak Wilayah Nusantara sangat kaya dengan Seni rupa tradisional berupa peninggalan arte- fak-artefak yang bisa dilihat secara visual, dan merupakan warisan Nenek Moyang secara turun temurun sampai sekarang masih tetap lestari pada daerah tertentu. Seni rupa tradisional nusan- tara Indonesia yang mempunyai ciri khas dan punya potensi untuk diangkat sebagai seni masa depan, disamping banyak mengandung nilai religius keagamaan juga mempunyai artistik yang khas dan sangat unik. Seni rupa tradisional nusantara Indonesia merupakan kekayaan budaya yang khas. Keber- agaman atau kekhasan budaya ini merupakan keniscayaan sebagai suatu negara bangsa yang dihuni oleh banyak suku bangsa atau kelompok etnis yang berbeda. Kondisi ini, tentu, menyebabkan poten- si kesenian tradisional secara umum seni rupa secara khusus menjadi plural baik bentuk maupun perwujudannya. Seni rupa merupakan bagian dari kebudayaan yang tercipta dari ekspresi orang atau kelompok dalam komonitas budaya sehingga menjadi budaya sendiri. Menjadi pertanyaan yang menarik untuk dikaji ialah bagaimana potensi seni rupa tradisional nusantara yang plural dengan kebinekaan tersebut dapat sebagai acuan dalam ranah pengembangan seni rupa kontemporer. Pen- ciptaan karya seni kontemporer berakar budaya lokal. Estetika seni rupa local genius dengan corak- nya yang khas bersifat mistis, magis, kosmis, dan religius. Segi-segi estetika yang bersifat demikian ini menjadi semacam roh, jiwa, taksu atau esensi dalam setiap perwujudan simbol-simbol kesenian tradisional yang bisa ditarik menjadi seni kontemporer Nasional. Bentuk, wujud, atau simbol – sim- bol yang muncul memang berbeda, namun, roh, jiwa, atau esensinya tetap memperlihatkan sifat yang berorientasi pada budaya mistis, magis, kosmis, dan religius. Kehadiran seni rupa kontempo- rer dengan sepirit tradisional yang merupakan seni masa lampau, ini mencerminkan aktivitas pen- ciptaan yang dilandasi oleh penghayatan mengenai perikehidupan di alam semesta ini, baik untuk memenuhi kebutuhan fisik maupun bukan fisik. Karya-karya seni pada masa lalu dilandasi oleh ke- sadaran baik menyangkut kedalaman fungsi, estetik maupun simbolik, diramu dalam suatu paduan yang\ harmonis. Kata Kunci : Eksplorasi seni rupa tradisional nusantara, seni rupa kontemporer Indonesia

40 THE EXPLORATION OF ARCHIPELAGO TRADITIONAL ARTS IN INDONESIAN CONTEMPORARY ART’S DEVELOPMENT

I Wayan Suardana State University of Yogyakarta

Abstract Archipelago areas is very rich of traditional fine art in the form of heritage artifacts that can visually seen and become hereditary ancestor legacy which still remain stable in certain areas. Indonesian archipelago traditional arts have a certain characteristic and potential to be exposed as the art of the future, besides known with their religious value and distinctive artistic which very unique. Indonesian archipelago traditional arts are known because of their unique cultural rich- ness. Their diversities or cultural specificities are necessity as a nation inhabited by many tribes or ethnic groups different. This condition, of course, may cause the potential of traditional arts, gener- ally in fine arts turn into a plural form and manifestation particularly. Fine art is a part of the culture that is created from the expression of the person or group in cultural community to become their own culture. It become an interesting question to be studied in the case of the potential of traditional art with the diversity of plural archipelago can be apply as a reference in the realm of contemporary art development. The creation of works of contemporary art rooted in the local culture. The aesthetic art of local genius has a distinctive mystical, magical, cosmic, and religious pattern. The aesthetic aspects of this nature become a sort of spirit, soul, or taksu essence in every manifestation of traditional art symbols that can be drawn into a national contemporary art. Shapes, forms, or symbols which appear are different between each other, however, spirit, soul, or essence remain to reveal the nature-oriented culture of mystical, magical, cosmic, and re- ligious. The presence of contemporary art with traditional spirit which is the art of the past may reflect the creative activity based on the appreciation of the universe life, both to meet the need of both physical and non-physical. The works of art in the past were created based on the awareness of both the depth of functionality, aesthetic and symbolic which mixed in a blend harmony. Keywords: Exploration of Archipelago Traditional Art, Indonesian Contemporary Art

41 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni rupa tradisional Nusantara merupakan salah satu hasil budaya daerah dari sekian banyak seni-seni yang tumbuh dan berkembang di Indonesia Seni rupa ini merupakan warisan Nenek Moyang secara turun temurun dan sampai sekarang masih tetap lestari pada daerah tertentu, dan bahkan dikembangkan. Seni rupa tradisional Indonesia mempunyai ciri khas dan potensi untuk diangkat sebagai seni masa depan. Di samping banyak mengandung nilai religius keagamaan, juga mempunyai artistik yang khas dan tinggi mutunya. Seni rupa tradisional Indonesia perlu dikaji lebih mendalam, dan dikembangkan sesuai dengan keadaan dan tuntutan zaman. Seni rupa tidak lepas dari kebudayaan yang menyertai di dalamnya, kebudayaan tidak lepas dari manusia sebagai pencipta kebudayaan. Ide dari kebu- dayaan adalah manusia, manusia adalah ciptaan tuhan. Manusia menciptakan kebudayaan un- tuk kepentingan manusia itu sendiri. Di antara mahluk ciptaan Tuhan, manusialah yang paling sempurna, punya rasa, karsa, cipta (karya). Berangkat dari adanya perkembangan yang semakin pesat dan komplek, tidak saja perkembangan di bidang pengetahuan, ilmu dan teknologi, tetapi juga semakin santernya perkembangan yang menyangkut nilai-nilai baru dalam dunia estetik kebudayaan. Sebagaimana yang kita tahu, semenjak kebebasan individu memperoleh tempat terhormat dalam pengungkapan gagasan estetik, telah pula mempengaruhi pertumbuhan seni budaya kita, termasuk di dalamnya bidang seni rupa. Adalah suatu hal yang tak dapat disang- kal dan berkembang secara dinamik. Suatu kehidupan baru dalam seni kita telah lahir dengan napas dan nilai-nilai lama. Dalam derap lajunya perkembangan seni rupa kita, kemudian telah lahir seni baru yang bersifat individual, namun memiliki nilai universal, dapat membuat seni rupawan kita terbius kenikmatan baru, dan kita teringat akan seni-seni lama warisan nenek moyang seperti wayang, candi, dan artefak-artefak rupa yang merupakan sebagian kecil budaya tradisional yang konon memiliki nilai-nilai adhi luhung. Apakah hendak kita perbuat dengan- nya, adalah awal pemikiran yang menggelitik untuk dicoba dilontarkan dan ditelusuri, sebagai rasa tanggung jawab pewaris terhadap kelangsungannya? Bagaimana dengan keberadaan seni rupa kontemporer yang sudah mengarah suatu pembaharuan dan perubahan yang berkiblat

pada pola-pola yang mengarah mainstream Barat? Tentu disadari di dalam perubahan dan perkembangan dunia estetik, seorang seni

42 rupawan tidak mungkin berhenti pada suatu titik yang pendek. Dia pasti akan mencari dan mendapatkan. Namun jelas ia takkan dipuaskan, sebab telah timbul masalah baru untuk digelu- tinya menjadi karya yang terbaru, dan yang terbaru itupun akan diikuti oleh penemuanya yang terbaru pula. Sehingga merupakan siklus yang tak berkesudahan, sambung menyambung sam- pai pada tingkat terakhir dan dibawa mati. Atau sebaliknya, menjadi jenuh untuk tidak mencari lagi sebab tak pernah ia berhasil mutlak. Perubahan adalah keniscayaan, proses kebudayaan selalu berubah, kreatifitas muncul karena ide-ide baru berbeda dari sebelumnya. Bagaimana budaya yang mentradisi, penemuan baru, merubah pola pikir-prilaku. Perubahan merupakan kebudayaan yang harus berubah, semua ciptaan Tuhan berubah. Adanya kesadaran semacam itu memungkinkan usaha pencarian nilai baru, dan yang baru selalu diusahakan, dilakukan dan diterapkan sekaligus merupakan pertanda kemungkinan usaha pencarian nilai baru. Yang baru selalu diusahakan, dilakukan dan diterapkan sekaligus merupakan pertanda kemungkinan kita berpaling mundur dari nilai-nilai lama (tradisi) yang ditangkap sebagai suatu acuan atau sumber inspirasi untuk menciptakan seni-seni baru, khusus dalam seni rupa, kehidupannya sudah tampak sejak masa prasejarah. Perkembangan seni rupa selanjutnya dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain adat istiadat, agama dan keadaan alam daerah, sehingga melahirkan seni rupa kontemporer yang mempunyai karakterristik tersendiri dan berbeda dengan seni rupa yang terdapat di negara lain. Seni rupa masa kini atau seni rupa kontemporer, dalam tinjauan waktu bisa berisi berbagai macam kecenderungan yang masih hidup dan tetap memperjuangkan eksistensinya. Hal itu bisa meliputi lukisan dekoratif, peman- dangan alam, abstrak, atau sampai pada bentuk-bentuk new media art. Akan tetapi, seni rupa kontemporer bisa ditinjau sebagai kecenderungan bentuk-bentuk seni rupa yang mengungkap- kan berbagai konsep dan bentuk visual baru. Dengan demikian, seni rupa kontemporer diang- gap sebagai seni dengan paradigma estetik baru (Burhan 2006:276). Menyikapi gejala-gejala yang ada diperlukan suatu spirit untuk mencintai seni rupa tradisional Nusantara yang nantinya sebagai pijakan dan sumber inspirasi dalam berkarya seni rupa kontemporer,

B. Keragaman dalam Seni Rupa Tradisional

Seni tradisional Nusantara, kalimat ini sering diperbincangkan dalam setiap kesempatan baik itu diseminarkan, dipublikasikan lewat Koran, tv, radio dan bahkan dalam dunia pendi-

43 dikan diarahkan untuk mempertimbangkan muatan lokal yang multikultur. Kalau semua lapisan masyarakat menyadari begitu pentingnya mempertimbangkan tradisi, seni budaya bangsa kita akan punya akar yang jelas dalam menghadapi tantangan globalisasi. Penomena semacam ini seharusnya sangat menguntungkan bagi seni tradisional, jika wacananya ditindaklanjuti den- gan tindakan nyata, sehingga seni-seni tradisi bisa bangkit kembali di tengah-tengah budaya asing yang begitu gencar masuk ke semua sendi kehidupan masyarakat global. Seni tradisi mer- upakan suatu kesenian yang khas di setiap daerah dan ada dalam masyarakat, serta mempunyai pendukung dalam suatu masyarakat tertentu. Bangsa Indonesia sangat kaya dengan beraneka seni budaya lokal/daerah/tradisi. Realitas menunjukan bahwa Indonesia kaya akan seni dan budaya, dari masing-masing daerah. Mulai dari Sabang sampai Merauke, ada ratusan, bahkan mungkin ribuan seni-budaya, adat istiadat, kebiasaan yang memang asli Indonesia. Akan tetapi, mungkin masih banyak yang belum paham, jenis seni-budaya, adat, bahasa dan kebiasaan apa saja yang termasuk asli Indonesia. Keragaman kultur Indonesia itu bisa dikatakan hampir tidak terbatas. Dikatakan hampir tidak terbatas, karena penelitian tentang seni-budaya, bahasa dan lain-lain masih sangat minim. Dan sedikit sekali yang mau dan termotivasi untuk melakukan kegiatan yang bisa dikatakan (mungkin) tidak bergengsi. Justru orang asing yang sangat tertarik dan ingin mengkaji berbagai hal terkait kekayaan seni dan budaya Indonesia. Keberadaan seni budaya Indonesia memiliki identitas yang jelas, mempunyai jati diri dan karakter budaya yang sangat plural. Dengan mengacu pada keanekaragaman budaya yang ada, membuktikan bahwa masyarakat kita memiliki kualitas produksi budaya yang luar biasa. Fungsi relegi magis seni rupa prasejarah menampilkan perwujudan dalam seni patung, seni lu- kis, krya, dan hiasan yang kaya dengan kandungan citra dan citra perlambangan. Perlambangan dari kesinambungan tradisi seni kosmologis, seperti yang tampil dalam berbagai ragam hias dan patra ornamen. Tradisi seni sakral tersebut masih dilestarikan dalam kemajemukan bu- daya etnik dengan berbagai kecendrungan gaya ekspresi. Dari kesinambungan tradisi seni rupa Indonesia tersebut terbentuklah berbagai ragam, jenis dan gaya ekspresi seni baru pada zaman Hindu (Yudoseputro, 2008 : 234). Negeri ini butuh orang-orang yang mau peduli akan masa lalu, masa sekarang dan masa

mendatang tanah air ini. Orang-orang ini dibutuhkan untuk dapat mengurai secara rinci per- jalanan Indonesia dari dulu sampai sekarang. Mungkin kita butuh antropolog kelas dunia, arke-

44 olog mumpuni, orang yang dapat membaca lontar, orang yang dapat memahami simbol-simbol zaman dahulu, yang bisa dilihat pada peninggalan-peninggalan pada zamannya. Pada zaman orde baru sering kita dengar slogan, bangsa yang besar yaitu bangsa yang menghormati sejarah. Akan tetapi, sekarang sangat jarang kita dengar selogan semacam itu. Apakah bangsa kita sudah melupakan sejarah? Kemunculan kembali local genius untuk memajukan kependidikan sangat bagus, semoga tidak hanya sebagai wacana semata. Merajut kembali budaya lokal amat ber- manfaat buat anak-cucu-buyut kita nanti. Karakter bangsa ini mesti diurai secara tuntas. Cari sampai dapat. Jangan malah ‘dicuri’ lagi oleh bangsa lain, biasanya kalau sudah kejadian, mis- alnya diakui oleh bangsa lain, baru kita ribut-ribut tentang hak milik. Akan tetapi, kalau sudah tenang kebudayaan lokal dibiarkan begitu saja mau hidup/mati terserah saja. Melihat fenomena semacam itu, mari kita berjuang sesuai bidang kita masing-masing untuk menengok kembali kebudayaan lokal yang sangat punya potensi untuk kemajuan bangsa Indonesia yang besar! Dan itu semua akan semakin besar lagi jika anak bangsanya mau memelihara seni-budayanya secara utuh. Ini semua dapat dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan yang bercirikan Indonesia. Pendidikan yang memberikan bekal buat anak bangsa untuk tetap bisa bertahan dalam kondisi dan zaman apapun melalui pemahaman seni-budaya yang kaya. Kaya akan pesan-pesan pentingnya anak bangsa ini untuk kembali ke jati dirinya yang asli, yaitu Asli Indonesia. Nenek moyang kita sejak zaman prasejarah sudah mengenal bentuk dan rupa tradision- al yang dituangkan pada benda budaya (artefak), antara lain pada nekara perunggu, area batu, sarkofagus, alat-alat senjata kapak prunggu, alat bunyi-bunyian dan sebagainya. Bentuk-bentuk perwujudan yang berupa kedok (topeng), patung manusia, binatang dan relief mempunyai nilai kepercayaan yang bersifat religius magis. Pada umumnya gaya yang tercermin dari peninggalan seni rupa masa prasejarah adalah sangat sederhana. Bagaimana untuk menentukan ke Idonesiaannya. Dalam kamus Wikipedia, kebudayaan Indonesia didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada sebelum bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Pengertian ini diperkuat juga oleh pendapat Wahyudi Ruwiyanto (2002), di mana menurutnya - Visi kebudayaan nasional harus memuat semangat integrasi nasional, karena pada hakikatnya kebudayaan nasional adalah akumulasi dari kebu- dayaan lokal yang tersebar di Indonesia. Jika mengacu pada pengertian di atas, maka jelas bah-

45 wa Indonesia bukanlah terdiri dari budaya tunggal (monokultural), tetapi terdiri dari banyak budaya (multikultural), akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangu- nan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikultur- alisme. Konsep multikulturalisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman sukubangsa atau kebudayaan sukubangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena mul- tikulturalisme menekankan keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan.

C. Ekstensi Seni Rupa Kontemporer Indonesia Seni rupa kontemporer diartikan seni rupa masa kini, menyangkut gaya berkesenian yang mempertanyakan konsep-konsep berkesenian pada masa sebelumnya, yakni seni rupa modern. Jadi, jika seni rupa modern dilatarbelakangi paradigma modern, dalam tinjauan wak- tu bisa berisi berbagai macam kecenderungan yang masih hidup dan tetap memperjuangkan eksistensinya. Hal itu bisa meliputi lukisan dekoratif, pemandangan alam, abstrak, atau sampai pada bentuk-bentuk new media art. Akan tetapi, seni rupa kontemporer bisa ditinjau sebagai kecenderungan bentuk-bentuk seni rupa yang mengungkapkan berbagai konsep dan bentuk visual baru. Dengan demikian seni rupa kontemporer dianggap sebagai seni dengan paradigma estetik baru (Burhan 2006:276) Di Indonesia seni rupa kontemporer dimulai sejak tahun 1980-an bertepatan dengan seni rupa modern Indonesia yang sedang memasuki masa jayanya pada tahun tersebut. Seni rupa kontemporer Indonesia merupakan kulminasi dari isu-isu global (ITB), nasional (ASRI), lokal (ITB dan ASRI), ditambah kubu Jakarta (IKJ).), yang campuran isu-isu tersebut, terutama global. Isu nasionalisme, Identitas nasional, dimulai dengan kaum perintis seni rupa modern. Sejarah seni rupa modern Indonesia yang masih begitu singkat, yakni sekitar 60 tahun, sekitar berdirinya akademi-akademi seni rupa, telah sampai pada pergaulan internasional, sehingga bahasa rupa global yang dijadikan orientasi. Namun mereka juga menyadari keunikan lokalnya, sehingga khaznah seni rupa lokal dijadikan modal juga dalam pergaulan seniman internasional (Sumardjo, 2009: 140-143). Keberadaannya sudah dimulai dari perkembangan seni rupa mod-

ern Indonesia dengan tonggak Raden Saleh, maka segala pembaruannya selalu terkait dengan pola-pola yang ada di mainstream Barat, dan selanjutnya oleh proses globalisasi yang semakin

46 cepat. Akan tetapi, selain itu selalu ada gerak yang bersifat diametrikal dari sekedar mengikuti gejala yang terjadi di Barat. Proses pencarian identitas yang muncul dengan sentimen nasion- alisme selalu menyertakan muatan-muatan lokal dan tradisi (Burhan 2006:275). Seniman-seni- man seni rupa kontemporer Indonesia yang masih menggunakan sepirit tradisional, antara lain Nyoman Nuarta dikenal dengan patung logamnya, banyak mengambil narasi mitos-mitos Bali, legenda suku, tokoh nasional, dan simbol-simbol. Edi Sunaryo karyanya sangat menghargai warisan tradisi etnik Indonesia, Agus Kamal dengan karyanya yang memberi kesan kepurbaan, mirip patung-patung candi yang termakan erosi, Jim Supangkat dengan karyanya patung Kend- edes dengan memakai celana jeans yang terbuka bagian kemaluannya, Heri Dono melukis in- stalasi, dan seni pertunjukan dengan tokoh wayang kulit yang dibuat karikatural-suryalistik. Dan masih banyak lagi pelukis-pelukis muda masih banyak yang menggeluti seni rupa kontem- porer dengan sepirit tradisional,

Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik suatu garis lurus bahwa kehadiran seni rupa kontemporer dengan sepirit tradisional nusantara yang merupakan seni masa lampau, ini mencerminkan aktivitas penciptaan yang dilandasi oleh penghayatan mengenai perikehidupan di alam semesta ini, baik untuk memenuhi kebutuhan fisik maupun bukan fisik. Karya-karya seni pada masa lalu dilandasi oleh kesadaran baik menyangkut kedalaman fungsi, estetik mau- pun simbolik, diramu dalam suatu paduan yang\ harmonis. Pemahaman segi fisik melahirkan karya-karya yang fungsional yang mantap seperti seni-seni yang diterapkan, sedangkan pe- mahaman segi-segi rupa fisik menghadirkan karya seni besar yang monumental sarat dengan makna simbolik. Adanya transformasi dan akulturasi budaya tanpa mengorbankan eksistensi tiap-tiap generasi, tetapi justru berbaur menjadi suatu ramuan yang nisbi berkat kemampuan menyarikan dan merenda kaitkan berbagai pengaruh yang silih berganti, namun bermanfaat bagi pembangunan nusa bangsa. Dalam perjalanan sejarah, ternyata aktivitas penciptaan telah berhasil melahirkan seni rupa yang bervariatif, baik yang beredar di lingkungan tradisi besar maupun di dalam tradisi kecil, yang dibalik itu semua tercermin etos religiusitas dan keagamaan yang menjadi pendorong utama hadirnya karya-karya masa lampau berwujud artefak-artefak yang kelestariannya masih dipertanyakan dalam era kehidupan manusia modern sekarang ini. Hal itu demikian, karena perhatian masyarakat dewasa ini tampak terpusat pada sudut- sudut ekonomi sekaligus menjadi ukuran setiap usaha yang disebut sukses. Akibatnya timbulah

47 krisis idealisasi dan krisis konsep, yang lama mulai ditinggalkan sedangkan yang baru belum sepenuhnya ditemukan. Penciptaan seni pada saat ini ada kecendrungan yang dilakukan me- niru, untuk memenuhi kesenjangan yang ada dan paling jauh berupa inovasi atau alih fungsi dalam berbagai kepentingan dan penerapan. Hal ini dilakukan demi terpenuhinya kebutuhan fisik yang dibangun atas pertimbangna ekonomi dan selera pasar. Pada era pembangunan sekarang ini, aspek ekonomi memang merupakan isu yang tampil "vokal" kepermukaan, dan dengan jelas menjadi motivasi kuat dalam kegiatan cipta seni karena menjanjikan kepuasan duniawi. Hal ini dapat diperhitungkan akan berlangsung dalam kurun waktu yang masih berkepanjangan, karenanya mendorong memanfaatkan hasil-hasil karya tradisional masa lampau sebagai komoditas perdagangan. Untuk itu keberadaan pening- galan masa |ampau berupa artefak ada suatu benang merah dengan hasil/ karya-karya seni rupa masa kini atau seni kontemporer. Para seniman berusaha menghadirkan bentuk-bentuk baru

dengan seni rupa tradisional sebagai sumber inspirasi untuk karyanya.

PENUTUP 1. Seni rupa kontemporer Indonesia, dengan spirit mengekplorasi seni rupa tradisional Nu

santara sangat kental dengan seni budaya lokal yang majemuk. Keberagaman kebudayaan itu merupakan potensi bagi pengembangan kesenian yang memiliki keunikan dan sekaligus meny- iratkan kekhasan masing-masing budaya Nusantara di setiap daerah. Kekayaan kebudayaan lo- kal tersebut belum maksimal digali, padahal sangat punya prospek yang menjunjung tinggi adat ketimuran yang mempunyai ciri khas sendiri, yang menyiratkan nilai-nilai budaya, lingkungan fisik. 2. Seni rupa kontemporer Indonesia merupakan kulminasi dari isu-isu global (ITB), nasional (ASRI), lokal (ITB dan ASRI), ditambah kubu Jakarta (IKJ).), yang merupakan campuran isu- isu tersebut, terutama global. Isu nasionalisme, Identitas nasional, dimulai dengan kaum per- intis seni rupa modern.maka perlu kesadaran kita untuk menanamkan rasa memiliki bersama sehingga bisa berlanjut.

3. Seniman Indonesia dengan karya-karya kontemporer yang sangat keterkaitan dengan tradisi

beserta pandangan pluralismenya secara global, maka seni rupa Indo¬nesia mendapat peluang

48 yang lebih besar untuk berbicara di berbagai forum internasional. Daya adaptasinya terhadap perubahan, dapat menjadi media menegaskan identitas kelompok. akan memberikan ruang gerak pengembangan kesenian tradisional.

4. Seni rupa kontemporer dengan spirit tradisional dapat menjadi sarana apresiasi yang sensitif terhadap perbedaan-perbedaan kultural. masyarakat kecil, dan potensi lokal tradisi yang ma- jemuk.

DAFTAR BACAAN Broudy, H. (1987). Theory and Practice In Aesthetic Education. A Journal Of Burhan M, Agus (2006). Jaringan Makna Tradisi Hingga Kontemporer. Yogyakarta: BP. ISI Yudoseputro Wiyoso. (2008). Jejak-jejak Tradisi Bahasa Rupa Indonesia Lama, Yayasan Seni Visual Indonesia Kuntjaraningrat. (1974). Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Lowenfeld, Victor. (1982). Creative and Mental Growth. New York: The MacMillan Company. Mattil Edward.(1971). Meaning In Craft. New Jersey: Prentice HallNancy, B. dan Gloria, Poul Torrance, (1981). Poul Torrance Test Of Creative Lexington, Personal Press. Sayuti Suminto A. (2004). Prosiding Sastra dan Budaya di Perguruan Tinggi. Bandung: CV Andira Sjafri Sairin. (2003). Seminar Peningkatan Kualitas Pendidikan Melalui Pengembangan Kultur Sekolah yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta pada 12 Juni 2003 di UNY, Yogyakarta Sujana, Nana. (1997). Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru. Sujana, Nana & R Ibrahim. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Supriadi, Dedi. (1994). Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Te- knologi. Bandung: Alfabet. Sumardjo, Jakob. (2009). Asal-Usul Seni Rupa Modern Indonesia, Bandung: Kelir Tjetjep Rohendi Rohidi. (2002). Suara Merdeka Karangan Khas Senin, 23 September 2002)

Tabrani, Primadi. (2000). Bahasa Rupa Gambar. Makalah Program Pelatihan Desain Grafis Bagi Desainer Peruri, Kerjasama Jurusan Desain FSRD-ITB Peruri.

49 Tabrani, Primadi, (2005). Bahasa Rupa. Bandung: Penerbit Kelir. Winkel, WS. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Furnivall, J.S. (1967). Netherlandsch Indie: A Study of Plural Economiy. Cambridge University Press.. Sudiarja. (2009). Dari Inisiasi Kultural ke Multikulturalisme, Basis,Nomer 07-08 Tahun ke-58. Juli-Agustus 2009. -http/id.wilkipedia org/wiki/budaya -http/id.wilkipedia org/wiki/multikulturalisme -http/id.wilkipedia org/wiki/monokulturalisme -http/id.wilkipedia org/wiki/Indonesia

BIODATA PENULIS I Wayan Suardana, Lahir di Bali, 31 Desember 1961, Lulus Sarjana FSRD ISI Yogyakarta Tahun 1988. Lulus Magister Seni Murni ITB Bandung Tahun 2001. Lulus S3 di Pascasarjana ISI Yog- yakarta, aktif menulis di Jurnal dan seminar juga penelitian. Sampai sekarang sebagai Staf Pen- gajar Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

50 FENOMENA PRODUKSI, DISTRIBUSI, DAN KOMSUMSI KERAJINAN GERABAH KHAS SERANG BANTEN DI BALI

I Wayan Mudra, Ni Made Rai Sunarini

Abstrak Pada era globalisasi ini Bali menjadi pusat perdagangan berbagai produk kerajinan dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk perdagangan produk gerabah. Selama ini produk kera- jinan gerabah dari luar Bali yang dipasarkan di Bali, produksinya dilakukan di luar Bali, hanya distribusi dan konsumsinya di Bali, misalnya gerabah Lombok, Kasongan Yogyakarta, Jepara Jawa Tengah, Serang Banten Jawa Barat dan lain-lain. Beberapa tahun terakhir terjadi sesuatu yang berbeda, yaitu gerabah khas dari Serang Banten Jawa Barat yang semula diproduksi di Jawa Barat, saat ini telah diproduksi di Bali, akibatnya proses distribusi dari Jawa Barat ke Bali terhen- ti. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong produksi, distribusi dan konsumsi kerajinan gerabah khas Serang Banten di Bali. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif, dilandasi teori dekonstruksi dan ideologi kapitalisme. Lokasi penelitian di wilayah Kota Denpasar Bali tahun 2015-2016. Teknik pengumpulan data: observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data ditentukan dengan teknik purposive dan snowball sampling. Hasil penelitian adalah farktor-faktor yang mendorong produksi, distribusi dan kom- sumsi gerabah Serang Banten di Bali adalah menghindari kerugian dari proses transportasi; memberi pelayanan maksimal kepada konsumen; gerabah Serang Banten memiliki keunikan dan peluang pasarnya potensial. Kata kunci : Produksi, Distribusi, Konsumsi, Kerajinan Gerabah Serang Banten, Bali.

1. PENDAHULUAN Dunia nampaknya masih mengakui Bali sebagai pulau yang memiliki keunikan adat dan budaya serta keindahan alam. Salah satu penghargaan yang pernah diraih adalah Pulau Bali terpilih sebagai pulau terindah di dunia pilihan pembaca majalah Conde Nast Traveller Rusia tahun 2013 dan penyerahan penghargaan dilaksanakan di gedung teater terkemuka di Kota Moskow (republika.co.id, diakses 18 April 2015). Hal ini memberi pesan bahwa berbagai pihak mengagumi Bali dan menjadikan Bali sebagai salah satu favorit kunjungan wisata dunia. Kontak pertama antara Bali dengan dunia Barat tercatat tahun 1597, yaitu ketika kapal perang Belanda yang pertama mencoba berlayar ke timur, singgah di Pulau Bali untuk mencari perbekalan dan

51 minuman. Pengunjung dari Eropa ini terpesona oleh kemakmuran dan keramahtamahan pen- duduknya yang sangat berbeda dirasakan ketika mereka singgah di Pulau Jawa (Picard, 2006: 21-23). Pemahaman tentang Bali sebagai salah satu tempat destinasi wisata dunia, menyebab- kan berbagai pihak menjadikan Bali sebagai tempat mempromosikan dan mendistribusikan produk-produk kerajinan kepada konsumen, terutama produk-produk yang berorientasi pasar ekspor. Kerajinan gerabah khas Serang Banten Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu pro- duk kerajinan gerabah yang dipasarkan di Bali. Pemasaran produk kerajinan ini terlihat banyak di pajang di pinggir jalan kawasan Tohpati Kesiman ke selatan sampai kawasan Desa Sanur. Tampilan produk-produk kerajinan ini terlihat sangat berbeda dengan jenis-jenis kerajinan gerabah lainnya yang dipasarkan di Bali, ciri khas yang menonjol misalnya rata-rata memiliki ukuran badan lebih besar dan lebih tebal dibandingkan jenis gerabah pada umumnya. Banyak pihak tidak menyangka gerabah khas Serang Banten ini diproduksi di Pulau Bali, mulai dari pengolahan bahan, pembentukan, pembakaran, finishing/pengglasiran, dan sekaligus distribusi dan konsumsinya. Jika produk kerajinan gerabah lainnya, Bali hanya dijadikan sebagai tempat untuk mendistribusikan dan mengkonsumsi, bukan sebagai tempat produksi, misalnya gerabah Lombok, Kasongan Yogyakarta dan Jepara Jawa Tengah, dan lain-lain. Informasi ini diperoleh pada proses penelitian yang dilakukan sebelumnya terkait dengan pemasaran produk kerajinan gerabah di Bali. Penulis sebagai orang yang lahir di Bali dan menekuni bidang kriya ini, cukup terkejut melihat fenomena ini dan kemudian tertarik untuk meneliti fenomena produksi, distri- busi dan konsumsi gerabah khas Serang Banten di Bali.

2. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Lokasi pengambilan data dilakukan di wilayah Kota Denpasar, fokusnya adalah di kawasan Jalan By Pass Ngurah Rai Denpasar mulai dari Tohpati Kesiman sampai wilayah Padanggalak Sanur. Kawasan itu merupakan lo- kasi sentra produksi dan sekaligus pemasaran gerabah Serang Banten di Bali. Penelitian ini berlangsung tahun 2015-2016. Sumber data informan ditentukan dengan teknik purposive dan

snowball sampling (Sugiyono, 2015:219). Teknik ini diterapkan untuk menentukan informan dari pemilik usaha kerajinan gerabah, perajin, pihak-pihak terkait, dan produk gerabah Serang

52 Banten di Bali. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan doku- mentasi. Peneliti merupakan instrument utama penelitian. Tahapan analisis data menyesuaikan konsep Miles dan Huberman (1984:15-21), meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclution drawing /verification). Analisis penelitian ini dilandasi pemahaman teori dekonstruksi Derrida dan globalisasi. Dekonstruksi diartikan sebagai pembongkaran suatu teks untuk melihat nilai-nilai yang kemu- ngkinan tersembunyi di balik teks tersebut. Namun pembongkaran tersebut bukanlah berarti penghancuran yang berakhir dengan pandangan monoisme atau bahkan kekosongan (Santo- so, 2007: 248-252). Pembongkaran haruslah bersandar pada nilai keilmiahan suatu penelitian. Metode dekonstruksi juga dapat dipahami sebagai kegiatan atau tindakan analisis teks sosial, menguraikan, membuka/membedah kemungkinan motivasi atau ideologi yang tersembunyi di balik teks (Agger, 2008: 149). Globalisasi mempunyai tiga dimensi. Pertama, dimensi ide atau ideologi yaitu “kapital- isme”. Kedua, dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas yang artinya arus barang dan jasa antarnegara tidak dihalangi sedikitpun. Ketiga, dimensi teknologi, khususnya teknologi informasi yang akan membuka batas-batas negara sehingga negara makin tanpa batas (Friedman, 2002). Pandangan globalisasi ini juga melandasi analisis penelitian ini dan terjadinya tidak lepas dari ideologi kap- italisme dari agen-agen yang mengadakan fenomena praktek ini yang didukung oleh kemajuan teknologi dan informasi.

3. PEMBAHASAN Membahas fenomena produksi, distribusi dan komsumsi gerabah khas Serang Banten di Bali secara otomatis berkaitan dengan perkembangan dunia ke pariwisataan di Bali yang di da- lamnya terdapat jumlah kunjungan wisatawan dan pertumbuhan akomodasi pariwisata seperti hotel, villa, restorant, pondok wisata, objek wisata, tempat rekreasi, dan lain-lain. Beberapa pihak memperkirakan pemilik usaha gerabah khas Kabupaten Serang Provin- si Banten Jawa Barat yang ada di Bali adalah orang-orang yang berasal dari sentra kerajinan gerabah tersebut berasal atau orang-orang Jawa yang melakukan usaha produksi dan pemasaran

(distribusi) di Bali seperti yang terjadi pada umumnya usaha kerajinan lainnya. Mengacu pada metode dekonstruksi Derrida (Santoso, 2007: 248-252), ternyata ditemukan bahwa pemilik us-

53 aha kerajinan gerabah khas Serang Banten di Bali adalah orang-orang lokal Bali yang tertarik menekuni gerabah ini sebagai bidang usaha untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Para pemilik usaha kerajinan gerabah itu, di antaranya I Wayan Wardika, SP., dengan usaha ber- nama ”Gentong Sari Artha”, Ni Nyoman Martini, SE., dengan usaha ”Marti Langgeng Gentong”, I Nengah Suidia dengan usaha ”Sabu Gentong”, Drs. I Nyoman Tirtha dengan usaha ”Dewi Suta Dana Artha”, dan I Ketut Gabir dengan usaha ”Sabu Antiques”. Para pemilik usaha ini adalah orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki keterampilan dalam pembuatan kerajinan gerabah, namun berkeinginan kuat mengembangkan kerajinan gerabah khas Serang Banten di Bali sebagai bidang usaha, karena dinilai melalui Bali arena konsumsinya sangat potensial. Jika praktek sosial ini dipahami dari konsep globalisasi (Friedman, 2002) di dalamnya ada dimensi kapitalisme, maka tidak mengherankan jenis gerabah Serang Banten ini diproduksi di Bali. Hal ini sangat memungkinkan terjadi karena pada era globalisasi terjadi pergerakan modal barang dan jasa (Putra, 1988: 4) yang digerakkan oleh kapitalisme yang berujung pada kepentingan ekonomi. Proses pembuatan kerajinan gerabah Serang Banten di Bali diawali dengan mengambil tanah yang sudah tersedia dalam bentuk bulatan (gambar 1), kemudian disiram air, didiamkan satu hari agar benar-benar lunak untuk mempermudah proses berikutnya. Tanah yang sudah lunak selanjutnya disisir dengan cangkul untuk memisahkan batuan yang tersisa pada tanah dan juga membuat tanah menjadi lebih halus. Proses menyisiran ini dapat dilakukan lebih dari dua kali tergantung kehalusan bahan. Dalam proses penyisiran dengan cangkul disertai den- gan menginjak-injak supaya bahan lebih halus. Tanah yang telah disisir selanjutnya dicampur pasir halus (gambar 2) sampai rata, tujuannya untuk membuat bodi gerabah lebih kuat dan mempermudah proses pembentukan karena tidak lengket. Komposisi tanah dan pasir tidak ditentukan dengan pasti, diperlukan sesuai kebutuhan. Proses selanjutnya tanah yang sudah diolah (gambar 3) dibentuk bulat-bulat untuk memudahkan memindahkan dan menyimpan sebelum dipakai. Kalau di daerah asalnya di Banten Jawa Barat, tanah yang sudah berbentuk bulatan dimasukkan kembali ke dalam mesin penggilingan untuk memperoleh bahan lebih halus. Namun di Bali proses pengilingan tidak dilakukan, karena para pemilik usaha gerabah

gentong ini tidak memiliki mesin penggilingan. Proses selanjutnya pembentukan bodi/badan gerabah sesuai desain yang diinginkan (gambar 4). Hasil pembentukan kemudian dijemur pada

54 sinar matahari selama satu sampai dua hari tergantung pada besar dan ketebalan bodi gerabah dan cuaca. Setelah badan gerabah betul-betul kering, dilanjutkan dengan proses pembakaran. Semua barang yang sudah siap dibakar dimasukan ke dalam tungku pembakaran (gambar 5) dan ditata dengan rapi. Proses pembakaran dimulai dengan memasukkan kayu bakar ke dalam mulut tungku dan menyalakan dengan api. Proses pembakaran ini memerlukan waktu sekitar 10 sampai 12 jam, agar hasil yang diperoleh benar-benar matang, kuat dan tahan air (gambar 6).

Produk gerabah yang memerlukan pewarnaan dilakukan proses pengecatan meng- gunakan cat pewarna dari larutan timah pada badan gerabah. Kemudian dibakar menghasil- kan warna-warna coklat, hijau, hitam mengkilap ada yang rata dan ada juga meleleh sehingga mampu menampilkan kesan antik pada benda itu (gambar 7 dan 8). Finishing lainnya ada juga menggunakan cat air/cat tembok yang dioleskan pada badan gerabah, terakhir digosok dengan bedak atau abu sekam menggunakan spon atau kain untuk mendapatkan warna kusam. Beberapa faktor pendorong kerajinan gerabah Serang Banten diproduksi, didistrubusi dan di komsumsi di Bali, antara lain:

55 3.1. Menghindari Kerugian dari Proses Transportasi Para pemilik usaha gerabah Serang Banten di Bali, sebelum memutuskan melakukan produksi di Bali, memiliki pengalaman memesan langsung produk gerabah dari Serang Bant- en Jawa Barat. Produk-produk gerabah itu dikirim ke Bali menggunakan truk sesuai pesanan dengan harga relatif terjangkau setelah di Bali. Namun yang menjadi resiko besar dan sering menjadi kerugian besar para pemilik usaha di Bali adalah kerusakan produk selama proses pen- giriman produk dari Jawa ke Bali. Produk gerabah dalam ukuran besar dan berat memiliki resiko pecah sangat tinggi selama perjalanan dan hal ini sering dialami oleh para pemilik usaha di Bali. Untuk menghindari kerrugian ini, pemilik usaha ini memutuskan untuk memproduksi sendiri produk gerabah Serang Banten di Bali. Gagasan ini dianggap memberikan solusi yang dihadapi para pemilik usaha gerabah di Bali, sehingga ide ini diikuti oleh semua pemilik usaha gerabah Serang Banten di Bali dan memutuskan pesanan dengan perajin di Serang Banten Jawa Barat. Mereka menyiapkan proses produksi mulai dari persiapan lahan produksi, bahan, pera- latan pembentukan, tungku pembakaran dan tenaga kerja terampil dalam pembuatan gerabah. Bahan baku tanah liat dan tenaga kerja terampil didatangkan langsung dari Kabupaten Serang Provinsi Banten Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena untuk membuat produk gerabah khas Serang Banten hanya bisa dilakukan dengan menggunakan bahan baku dan perajin gerabah dari Serang Banten. Untuk membuat produk yang sama, bahan dan tenaga kerja terampil terse- but tidak bisa tergantikan. Para pemilik usaha gerabah ini, mengakui sangat sulit menemukan perajin Bali yang mampu mengerjakan jenis gerabah Serang Banten ini di samping jika menger- jakan tenaga lokal Bali dipastikan ongkosnya akan lebih tinggi. Maka dari itu mereka memutus- kan mendatangkan pekerja dari Serang Banten walaupun mereka harus membayar lebih mahal dari biasanya mereka lakukan di tempatnya sendiri. Dengan inisiatif seperti ini, para pemilik usaha gerabah ini bisa terhindar dari kerugian akibat pecahnya produk selama perjalanan.

3.2 Memberi Pelayanan Maksimal kepada Konsumen Konsumen yang datang ke usaha gerabah Serang Banten ini, ada yang langsung memi- lih produk yang sudah ada atau ada yang membawa desain yang akan dipesannya. Pemesanan

model kedua itu akan sulit dilayani, jika harus memesan kepada perajin yang ada di Kabupaten Serang Provinsi Banten Jawa Barat yang jaraknya cukup jauh dengan kota Denpasar. Pemilik

56 usaha di Bali sebagai pemesan tidak akan bisa melakukan kontrol rutin terhadap pesanan yang diproduksi di Jawa Barat untuk konsumen di Bali. Sehingga bisa terjadi produk yang dikirim ke Bali tidak sesuai kreteria pesanan, misalnya tidak sesuai dengan bentuk, pewarnaan dan waktu penyelesaiannya. Jika pelayanan tidak bisa dilakukan maksimal, akan menimbulkan hubungan yang kurang baik dengan calon konsumen terutama pelayanan terhadap konsumen asing yang membutuhkan ketepatan waktu. Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, para pemilik usaha ini memutuskan un- tuk memproduksi produk gerabah khas Serang Banten di Bali. Mereka dapat melayani permint- aan calon konsumen secara leluasa sesuai permintaan, sehingga kesalahan dalam pelayanan ini dapat diminalisir. Mereka dapat mengontrol proses produksi dari sisi kualitas dan kuantitas produk dan tenggang waktu yang disepakati dengan calon konsumen. Dengan demikian mer- eka para pemilik usaha kerajinan ini merasa lebih nyaman dalam melakukan aktivitas usanha- nya. Di samping itu calon konsumen dapat melihat langsung proses produksi, bisa melakukan konsultasi desain yang dipesan, sehingga konsumen lebih percaya dengan melihat aktivitas pro- duksi secara langsung. Pemilik usaha sebagai produsen di samping menjual produk gerabah, juga dapat menjual daya tarik produksi gerabah yang dilakukan perajin asal Banten di Bali.

3.3 Gerabah Serang Banten Memiliki Keunikan Para pemilik usaha gerabah di Bali menjelaskan memilih produk gerabah Serang Banten untuk diproduksi di Bali karena jenis gerabah tersebut memiliki keunikan terutama dilihat dari ukuran, bentuk dan pewarnaan. Tampilan bentuk visual jenis gerabah ini, dianggap lain daripa- da yang lain, spesial dan menarik. Jika dicermati pernyataannya memang benar adanya, karena perajin gerabah lainnya di Indonesia tidak ada yang membuat bentuk gerabah seperti halnya gerabah Serang Banten. Masing-masing sentra kerajinan gerabah yang ada memiliki keunikan masing-masing sesuai budaya perajinnya yang dapat membedakan di antara jenis gerabah yang ada. Misalnya gerabah Lombok dapat dibedakan dengan jenis gerabah lainnya melalui bentuk dan pewarnaan, demikian juga gerabah gerabah Kasongan dapat dibedakan dari pengerjaan dengan detail yang dan tinggi, dan gerabah Serang Banten dapat dibedakan dari ukuran yang rata-rata lebih besar dan lebih tinggi dari jenis gerabah lainnya (lihat perbandingan visual pro- duk gerabah dengan manusia pada gambar 8). Dalam hal ini bentuk visual jenis-jenis gerabah

57 ini, juga mempresentasikan unsur-unsur cultural dari budaya perajinnya yang tampak dari no- tif ornamennya (gambar 9). Suatu produk dapat menunjukkan dirinya berada pada lingkun- gan tertentu, kelompok orang tertentu, tradisi tertentu dan cara-cara berpikir tertentu (Vihma, 1990: 116). Gerabah Serang Banten yang diproduksi di Bali ukurannya bervariasi, mulai dari tinggi 50 cm sampai 180 cm dan diameter ada yang mencapai 100 cm. Sebenarnya ukuran tingginya bisa dibuat lebih, jika tungku bakarnya dibuat lebih besar. Tungku bakar yang dimiliki para pengusaha di Bali saat penelitian ini dilakukan, hanya cukup untuk membakar gerabah dengan tinggi maksimal 180 cm. Keunikan lainnya dapat dilihat dari pewarnaan glasirnya, misalnya mampu menampilkan warna bernuansa kusam atau mengkilat dengan warna yang beragam misalnya hitam, coklat meleleh, hijau dan sebagainya (gambar 7 dan 8). Warna-warna glasir tersebut sangat sulit ditemukan pada produk gerabah jenis lain ukuran besar, kecuali produk gerabah Serang Banten. Maka dari itu jenis gerabah ini disebut gerabah khas Serang Banten, karena bentuk dan pewarnaannya yang khas mampu menampilkan kesan kokoh dan kuat. Keunikan yang dimiliki gerabah tersebut membuat produk tersebut banyak digemari di Bali baik oleh wisatawan manca negara maupun masyarakat umum. Masyarakat umum yang meng- gemari produk gerabah tersebut adalah penduduk lokal Bali dan luar Bali.

3.4 Peluang Pasarnya Potensial Salah satu pemilik usaha kerajinan gerabah bernama I Wayan Wardika, S.P., pada suatu wawancara menjelaskan peluang pasar produk gerabah Serang Banten di Bali, sampai saat ini (2015) dapat dikatakan cukup baik, jenis produk grabah ini cukup diminati masyarakat, wa-

laupun sangat sulit untuk mengukurnya. Indikator yang bisa dipakai untuk menilai hal ini, di antaranya adalah produknya dapat dijual setiap bulan; gaji karyawan dapat dibayar; dan sewa

58 kontrakan lahan lokasi usaha dapat diperpanjang (wawancara 7 Mei 2015). Rata-rata para pemilik usaha ini tidak menjelaskan secara rinci data penjualan dan keuntungan yang diper- oleh setiap bulannya. Banyak interpretasi yang bisa disampaikan dari fenomena ini, misalnya para pedagang gerabah ini tidak memiliki catatan penjualan yang baik, tidak memiliki catatan penjualan atau merupakan sesuatu yang harus dirahasiakan kepada publik. Jika fenomena ini dibaca sebagai sebuah tanda, maka pemaknaannya bisa berubah-ubah dan berbeda-beda dari setiap orang (Hamad, 2004, 19-20) dan makna kedua hasil dari interpretasi ini tidak pernah sepenuhnya dapat ditangkap (Budiman, 2002: 30). Menurut pemilik usaha grabah di atas, keuntungan minimal yang didapatkan adalah memiliki produk jadi yang siap untuk dipasarkan. Pengusaha gerabah ini memilah konsumen menjadi dua yaitu konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Konsumen lokal yang dimaksud adalah pembeli masyarakat Indonesia baik mereka orang Bali maupun bukan orang Bali. Se- dangkan konsumen luar negeri adalah pembeli yang datang dari luar negeri baik sebagai wisa- tawan maupun sebagai pengusaha. Beberapa produk gerabah jenis ini dapat ditemukan di pe- rumahan pribadi, bangunan publik seperti bandara, hotel, taman rekreasi yang sebagai media hias dan juga sebagai berda berfungsi pakai seperti sebagai pancoran, seperti yang terlihat pada salah satu hotel di Jimbaran Bali. Permintaan konsumen lokal terhadap produk gerabah Serang Banten, biasanya ber- kaitan dengan pertumbuhan properti dibidang perhotelan seperti pembangunan hotel, vil- la dan perumahan. Produk-produk gerabah ini dipergunakan sebagai elemen dekorasi untuk memperoleh keindahan bangunan. Di samping sebagai penunjang keindahan, interpretasi lain masyarakat menyukai gerabah ini, karena bentuk visual gerabah tersebut memang dipandang menarik sehingga muncul asrat sesuai selera untuk memiliki. Produk keramik Serang Banten yang khas dan spesial, bagi beberapa orang dapat dianggap sebagai produk yang mampu men- gangkat citra pemakainya, jika dipergunakan dengan tepat. Selera berkaitan dengan pilihan se- suatu yang disukai atau digemari, sesuatu yang dinilai bagus, cantik, indah, enak, nyaman, yang sifatnya personal bisa tergantung dan tidak tergantung tekanan sosial. Namun Bourdieu menilai selera sebagai putusan estetis dan merupakan produk dari adanya perbedaan kelas ketimbang pengakuan atas standar kualitas dari suatu produk, diapresiasi bukan merujuk pada rasionalitas selera atau selera murni (Martini, 2003).

59 Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali, banyaknya hotel berbintang di Bali setiap tahun terus mengalami peningkatan, misalnya tahun 2011 (198 buah), tahun 2012 (218 buah) dan tahun 2013 (227 buah). Pertumbuhan paling banyak terjadi di Kabupaten Badung bagian selatan (http://bali.bps.go.id, diakses 22 Agustus 2016). Media on line Kompas (4 Feb- ruari 2015) menyampaikan jumlah hotel di Bali, terutama di wilayah selatan, terus bertambah setiap tahun bahkan sudah melebihi kebutuhan. Tingkat hunian 2.212 hotel dengan total 50.000 kamar di Bali terus menurun lima tahun terakhir meski jumlah wisatawan meningkat. Jumlah wisatawan mancanegara ke Bali 2013 sebanyak 3.278.598 orang, pada 2014 meningkat menjadi 3.766.638 orang. Diduga keadaan ini disebabkan oleh persebaran wisatawan menginap ke villa atau pondok wisata dan penginapan illegal. Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wistawan dan tumbuhnya akomodasi pariwisata pada bidang properti, seperti hotel, villa dan restorant. membutuhkan produk-produk gerabah sebagai elemen dekorasi bangunan memberi nuansa keindahan ruang. Pertumbuhan hotel dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan merupakan peluang potensial bagi produksi, distribusi dan konsumsi kerajinan gerabah di Bali. Produk gerabah Serang ini harganya bervariasi tergantung dari ukuran dan jenis finishingnya. Gentong polos tanpa hiasan dengan ukuran sekitar 50 cm dan diameter 20 cm dihargai Rp 600.000. produk gentong lainnya yang tingginya kurang lebih 200 cm dan penuh hiasan bisa sampai Rp 3 juta. Sedangkan gerabah yang difishing dengan glasir rata-rata dijual lebih tinggi, misalnya yang berukuran 180 cm x 120 cm dihargai Rp 3,8 juta – Rp 4 juta, sedangkan gerabah antik atau terakota dikisaran Rp 2 juta – Rp 2,5 juta. Harga-harga yang diberikan ini masih bisa ditawar dan dinegosiasikan. Pak Made Kariasa pemilik usaha “Marti Langgeng Gentong” bersama istrinya Ni Nyo- man Martini, SE. mengatakan bahwa dirinya pernah melayani permintaan dari Amerika, Aus- tralia, Canada, hingga Afrika Selatan. Di samping memenuhi pesanan di Bali gerabah tersebut juga dikirim ke pemesan di Yogyakarta dan Surabaya. Di samping itu dia juga menyebutkan gerabah Serang Banten memiliki cri khas tersendiri, sehingga permintaan terhadap produk tersebut tidak pernah surut (wawancara 28 Mei 2015). Di samping itu masyarakat lokal Bali, dewasa ini telah mulai menggemari produk gerabah dari

luar Bali termasuk gerabah Serang Banten dan gerabah Lombok dipergunakan sebagai tempat tirta di pura-pura, di sanggah-sangah baik ukuran besar maupun kecil. Untuk pura-pura yang

60 umatnya banyak, biasanya dipilih gerabah Serang Banten yang ukurannya besar hingga men- capai tinggi 70 cm dan lebar 60 cm. Salah satu pertimbangan mengapa gerabah jenis ini dipilih sebagai tempat tirta, produsen memberikan alasan yang didengar dari konsumennya adalah karena bentuknya yang menarik, unik, tebal, kuat, dan dapat menampung air lebih banyak. Produk gerabah lain yang dipasarkan di Bali tidak ada yang menampilkan kualitas tersebut. Pada intinya gerabah jenis ini memiliki nilai tambah (value added) dibandingkan jenis gerabah lainnya di Bali, sehingga banyak dipilih oleh konsumen dengan berbagai macam kepentingan. Dengan melihat fenomrna ini, penggunaan produk gerabah Serang Banten telah merambah sampai pada tingkat spiritual orang Bali yang beragama Hindu. Dalam hal ini produk gera- bah ini berfungsi memenuhi kebutuhan spritual manusia yang terkait dengan kepercayaan ag- ama. Dengan demikian produk gerabah tidak semata dikonsumsi berkaitan dengan kebutuhan keindahan dan harkat martabat, tetapi juga spiritual. Dari uraian di atas dapat diyakini bahwa peluang pasar gerabah hias Serang Banten ini di Bali cukup baik ke depan, karena pertumbuhan berbagai fasilitas pariwisata seperti pemban- gunan villa dan hotel masih akan berpeluang bertambah dan membutuhkan benda-benda hias seperti produk gerabah yang memiliki kekhususan. Benda gerabah hias khas Serang Banten dapat menjadi salah satu pilihan pengembang bangunan. Bali sebagai salah satu destinasi pari- wisata terkenal di Indonesia, pada era globalisasi ini menjadi pusat pemasaran berbagai jenis produk kerajinan dari berbagai daerah di Indonesia. Para produsen produk kerajinan dapat berhubungan langsung dengan wisatawan sehingga pemasar produk kerajinan ini bisa men- awarkan dengan harga yang lebih tinggi. Berbagai potensi di atas mendorong para pihak memi- liki usaha kerajinan dan memproduksi di Bali walaupun produk tersebut sebenarnya bisa di datangkan dari daerah asal produksinya.

4.5 Tenaga Kerja Gerabah Serang Banten di Bali Dalam insdustri kerajinan, tenaga kerja yang terampil dalam pembuatan produk dise- but perajin dan merupakan salah satu faktor utama dalam menghasilkan produk-produk yang berkualitas. Namun keberhasilan usaha sebuah kerajinan sangat ditentukan oleh kecakapan managemen pemilik usaha dalam mengelola usaha tersebut. Dalam industri kerajinan um- umnya pemilik usaha adalah seorang perajin juga, namun ada juga pemilik usaha adalah bu-

61 kan seorang perajin seperti para pemilik usaha kerajinan gerabah Serang Banten di Bali. Para pemilik usaha ini tidak memiliki kemampuan baik dalam mengerjakan produk kerajinannya. Maka dari itu untuk menjalankan usahanya harus mendatangkan tenaga ahli (perajin) dari asal produk tersebut diproduksi yaitu dari daerah Serang Banten Jawa Barat. Namun ada beberapa pemilik usaha juga mampu mengerjakan sendiri pesanannya walaupun keterampilannya masih perlu ditingkatkan untuk memperoleh produk berkualitas lebih baik. Salah satu perajin terse- but adalah Bapak I Nyoman Tirta (55 tahun) pemilik usaha kerajinan gentong Dewi Suta Dana Artha di Jalan By Pass Ngurah Rai, Padanggalak Denpasar Bali. Perajin ini mengerjakan sendiri produknya karena berbagai alasan, misalnya kesulitan mencari tenaga kerja, biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar pekerja cukup tinggi dan pernah mengalami hubungan yang ku- rang baik dengan pekerjanya beberapa tahun sebelumnya. Dengan alasan seperti itu perajin ini akhirnya memutuskan untuk berkarya mandiri mulai dari penyiapan bahan, pembentukan, pembakaran sampai penjualan. Para pemilik usaha kerajinan gerabah Serang Banten di Bali yang popoler disebut kera- jinan gentong adalah bukan seorang perajin yang mampu mngerjakan produk gentong dengan baik. Mereka hanya memiliki modal ekonomi dan modal kecakapan dalam pengelolaan usa- ha dan praktek usahanya tetap bisa berjalan. Jika dikaitkan dengan rumus generatif Boudieu (Bourdieu. 1984 dalam Harker. 1990:xxi) yang menerangkan praktik sosial dengan persamaan ; (habitus x modal) +ranah = praktik). Sebagai habitus pemilik usaha sebelumnya memiliki pen- galaman yang bertahun-tahun dalam suatu usaha sebagai karyawan dalam produk yang sama atau berbeda. Pemilik usaha memiliki modal ekonomi berupa modal produksi (uang, lahan, alat produksi) dan modal budaya yaitu keterampilan dalam pengelolaan usaha. Kemudian tersedia ranah (field) atau arena berlangsungnya praktek sosial itu yaitu adanya Bali sebagai tempat pe- masaran yang potensial benda-benda gerabah. Pilihan pemilik usaha sampai pada usaha gentong, karena kejeliaannya dalam melihat peluang. Mereka melihat potensi pasar gerabah Banten ini cukup baik maka usaha kerajinan gentong ini menjadi pilihannya. Dalam hubungan ini pemilik usaha ini adalah seorang kapital- is. Menurut Marx kapitalis mengambil keuntungan dari nilai surplus pekerja (Barker, 2004: 14).

Pemilik usaha mendatangkan tenaga kerja pembentuk yang memiliki ketrampilan dalam pem- buatan gentong tersebut didatangkan dari pusat habitat kerajinan gentong di Serang Gerabah

62 Banten. Para pemilik usaha ini menuturkan ketrampilan dalam membuat gerabah khas Serang ini sulit dan bahkan tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Setiap pemilik usaha memiliki pekerja 2-4 orang tenaga kerja tergantung dari situasi pesanan dan tenaga kerja mereka dapatkan dari tempat asalnya. Para pemilik usaha kerajinan ini mendatangkan tenaga kerja ini bukanlah sesuatu yang mudah walaupun mendapat upah lebih tinggi dibandingkan dengan bekerja di tempat asalnya. Mereka memerlukan strategi khusus supaya para pekerja tersebut merasa nyaman bekerja seh- ingga bisa betah lebih lama di Bali. Para pekerja ini bekerja secara borongan, dalam sebulan seo- rang pekerja dapat mengantongi hasil Rp. 3 juta – Rp. 4 juta sebulan. Menurut para pekerja hasil yang diperoleh tersebut termasuk lebih tinggi dibandingkan jika mereka bekerja di tempat asal- nya. Para bekerja ini merasa lebih ringan karena difasilitasi tempat pemondokan bersama kelu- arga jika mereka membawa istri dan anak, sehingga beberapa dari mereka mampu menyisihkan penghasilannya dalam bentuk tabungan. Dalam sebulan mereka mampu mengerjakan sampai 15 gentong tergantung ukuran yang dikerjakan. Perajin mengerjakan gerabah tidak memiliki pembagian khusus, karena sistem kerjanya borongan sehingga setiap orang bertanggungjawab mulai dari pembentukan sampai pembakaran. Para pemilik usaha juga menjelaskan para pekerja ini didatangkan ke Bali melalui peker- ja lama yang pulang kampung, kemudian ke Bali mengajak teman yang mau bekerja gerabah di Bali. Para pekerja ini biasanya liburan dan pulang kampung menjelang hari lebaran. Pada hari-hari tersebut proses produksi berhenti sementara sampai berakhirnya hari raya tersebut. Walaupun demikian penjualan tidak akan terhenti, karena usaha tersebut masih memiliki stok siap jual yang dikerjakan sebelum para pekerja tersebut liburan. Para pekerja rata-rata berumur 40 tahun - 50 tahun dan produk yang dibuat ada yang melebihi tinggi mereka. Beberapa pemilik usaha gentong mengaku ada sedikit ada kesulitan mendatangkan tenaga luar ini.

SIMPULAN Faktor-faktor yang mendorong gerabah Serang Banten direproduksi di Bali yaitu yang pertama berkaitan dengan biaya transportasi yang tinggi dan keselamatan produk jika produk gerabah tersebut masih didatangkan dari Serang Banten. Faktor lainnya adalah pemilik usaha dapat melayani pembuatan produk sesuai pesanan calon konsumen, dan gerabah Serang Bant-

63 en memiliki keunikan yang banyak diminati wisatawan mancanegara. Peluang pasar produk gerabah Serang Banten di Bali selama ini cukup baik. Konsumen gerabah ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu konsumen lokal dan konsumen luar negeri. Pemerintah melalui instansi ter- kait belum berperan secara maksimal dalam meningkatkan usaha kerajinan gerabah gentong ini. Tenaga kerja yang bekerja pada usaha kerajinan gerabah Serang Banten ini adalah pekerja yang didatangkan dari asal gerabah itu yaitu Serang Banten Jawa Barat.

5. PERAN PEMERINTAH DAERAH KOTA DENPASAR Pemerintah sebenarnya memiliki peran dalam menghidupkan industri kerajinan ini melalui instansi terkait ditingkat kabupaten kota ataupun ditingkat provinsi. Kodya Denpasar dalam hal ini memiliki peran membina usaha-usaha kerajinan jenis gerabah supaya bisa maju dan berkembang, sehingga bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak dan mendapatkan keun- tungan untuk semua pihak yang terlibat di dalamnya. Menurut para pemilik usaha kerajinan gerabah khas Serang ini, selama ini tidak pernah ada perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah. Mereka berharap ada bantuan dari pemerintah dalam mengembangkan usahanya teru- tama dalam modal keuangan misalnya memberikan kredit ringan, membantu peralatan, mem- bantu pemasaran dan sebagainya. Namun dari pengamatan kami sepintas para pemilik usaha tersebut produksinya berlangsung dengan baik secara kualitas dan kuantitas yang dilakukan secara mandiri dan minim campur tangan dari pemerintah terkait. Pak Made Kariasa salah seorang pemilik usaha kerajinan tersebut menjelaskan beberapa tahun lalu pernah ada petugas dari pemerintah datang ke tempat produksinya hanya menanya- kan beberapa data terkaiat usahanya namun setelah itu tidak ada kelanjutannya. Hal senada juga diucapkan oleh Pak Wayan Wardika dan I Nyoman Tirtha. Kota Denpasar yang termasuk wilayah usaha kerajinan gentong ini berada memiliki De- wan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang memiliki peran penting dalam memajukan usaha industri kerajinan secara umum di Kota Denpasar. Lembaga ini ditempatkan pada po- sisi penting sebagai akselerator pemberdayaan masyarakat dalam industri kerajinan. Di Kota Denpasar, sebagaimana di kota lain, tahun 2015 lembaga ini diketuai oleh Istri Walikota yakni

Ida Ayu Selly Mantra yang berperan sangat aktif dalam memajukan berbagai usaha kerajinan masyarakat.

64 Beberapa industri kerajinan di Denpasar yang menjadi tanggung jawab Selly Mantra atara lain batuan, bordir, kulit, tekstil, garmen, kerang, keramik, , endek, spa-herbal, dan perak. Namun dari semua itu, kerajinan endek (tenun ikat) dan songket paling banyak mendapat perhatian dari Dekrasda Kota Denpasar. Pada salah satu media online 26 Pebruari 2013, sebuah artikel menyebutkan banyak yang menduga hal itu disebabkan oleh banyaknya relasi Selly Mantra yang bergerak di bidang ini. Namun dibalik itu ada yang berpendapat men- guatkan kain endek ke permukaan justru disebabkan karena keprihatin Selly Mantra terha- dap terpuruknya tekstil tradisional akibat desakan industri tekstil modern. Padahal, setahunya kain endek memiliki potensi yang tak kalah hebat dibanding kain-kain jenis lain yang berkelas (wirausahanews.com, diakses 5 juni2015).

DAFTAR PUSTAKA Agger, Ben. 2008. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. (Nurhadi, Pentj). Yo- gyakarta: Kreasi Wacana. Budiman, Manneke. 2002. Indonesia: Perang Tanda dalam Indonesia: Tanda yang Retak. Jakar- ta: Wedatama Widya Sastra. Hamad, Ibnu. 2004. Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa Sebuah Studi Critical Dis- course Analysis terhadap Berita-berita Politik. Jakarta: Granit. Harker, Richard, Chelen Mahar dan Chris Wilkes. 2009. Habitus x Modal + Ranah = Praktik: Pengantar Paling Konprehensif Kepada Pemikiran Bourdieu. Yogyakarta: Penerbit Jalasutra. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Putra, I.B.Wiyasa. 1988. Bali dalam Prespektif Globalisasi. Denpasar: Upade Sastra. Picard, Michel. 2006. Bali: Pariwisata Busaya dan Budaya Pariwisata. (Jean Coeteau. Penerj.). Jarkata: KPG (Kepustakaan Polpuler Gramdedia). Martini. Melanie. 2003. “Kaidah-Kaidah Seni dan Cinta Seni, Teori Produksi, dan Penerimaan Hasil Budaya”. Jurnal BASIS, No.11-12, Tahun ke-52, November-Desember 2003. Miles, Matthew. B. &Huberman, A. Michael. 1984. Qualitative Data Analysis A Sourcebook of New Methods. London:Sage Publications.

Friedman, Thomas L. 2002. Memahami globalisasi: Lexus dan pohon zaitun / Thomas L. Fried- man. Bandung: Penerbit ITB

65 BPS Provinsi Bali . 2013. Banyaknya Hotel Berbintang di Bali Menurut Lokasi dan Kelas Hotel Tahun 2013. http://bali.bps.go.id (diakses 22 Agustus 2016).

66 PENGEMBANGAN DESAIN BERKARAKTER KHAS JAWA TIMUR UNTUK DIVERSIFIKASI KARYA KERAJINAN BERPOTENSI EKSPORT

Pranti Sayekti, Didiek Rahmanadji Universitas Negeri Malang, Malang [email protected]

Abstrak Kerajinan home industry merupakan industri kreatif yang berkembang dikalangan masyarakat dengan menggunakan modal yang terbatas. Kerajinan home industry bersifat padat karya sehingga dapat memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha yang pada gilirann- ya dapat mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan. Pengembangan kerajinan home industry harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dan kuantitas produk, diantaranya melalui diversifikasi produk yang dihasilkan. Pengembangan desain berkarakter adati berbasis ragam hias khas Jawa Timur dianggap sebagai salah satu pemecahan masalah dalam pengem- bangan desain maupun diversifikasi produk. Hal ini bertujuan untuk memberikan ciri khas etnisitas pada berbagai kerajinan home industry di wilayah Jawa Timur dan berpotensi eksport. Penelitian ini menggunakan pengembangan model prosedural yang mengadaptasi dari model pengembangan (research and development) Borg dan Gall dan rancangan model prosedural yang dikembangkan oleh McKenny untuk menghasilkan draft buku literasi dan model pengem- bangan desain berkarakter adati berbasis ragam hias khas Jawa Timur. Kata Kunci: desain berkarakter adati, ragam hias Jawa Timur, kerajinan home industry, ber- potensi ekspor.

67 DEVELOPMENT OF DESIGN CHARACTER TYPICAL EAST FOR DIVERSIFICATION CRAFTS WORKS OF EXPORT POTENTIAL

Pranti Sayekti, Didiek Rahmanadji State University of Malang, Malang [email protected]

Abstract Handicraft home industry is a creative industry that is growing among people using limited capital. Handicraft home industry is labor intensive so as to enlarge the employment and business opportunities, which in turn may encourage the development of regional and rural areas. Handi- craft home industry development must be balanced with an increase in the quality and quantity of products, including through the diversification of product produced. Traditional character design development based ornamentation typical of East Java is considered as one of the solutions in the design development and product diversification. It aims to provide the hallmark of ethnicity in various handicraft home industry in East Java and potentially export. This study uses a procedural model development is adapted from the model development (research and development) Borg and Gall and draft procedural model developed by McKenny to produce a draft of a book literacy and character design development models based Traditional ornament typical of East Java. Keywords: Traditional character design, ornament, East Java, handicraft, export potential.

PENDAHULUAN Data dari Dinas Perindustrian dan perdagangan Jawa Timur pada tahun 2005 menun- jukkan bahwa industri di Jawa Timur didominasi oleh industri dalam skala lokal yang berbasis padat karya dengan menempatkan sektor kerajinan sebagai salah satu pendorong pertumbu- han ekonomi. Peningkatakan kapasitas produksi, terutama menyangkut kualitas dan kuantitas karya, agar menjadi sektor yang berpotensi ekspor masih membutuhkan beberapa perbaikan yang sifatnya elementer. Lemahnya daya saing produk industri, terutama sektor kerajinan, di pangsa eksport tidak semata-mata karena miskinnya akses ke pasar eksport tetapi lebih disebab- kan oleh kualitas karya yang tidak memiliki spesifikasi unik yang disyaratkan. Karya kerajinan untuk pangsa eksport memiliki beberapa syarat yang ketat, diantara

68 syarat tersebut adalah memiliki karakter yang kuat, disamping ramah lingkungan dan memiliki standar kualitas yang baku. Kekuatan karya kerajinan dalam skala home industri adalah penger- jaannya dengan sistem manual dan bersifat eksklusif, karena setiap karya akan miliki pola yang tidak seragam. Karya produk kerajinan dalam skala home industri yang berkembang di Jawa Timur masih didominasi karya anyaman dan kerajinan. Salah satu aspek utama dari karya kerajinan adalah penggunaan ragam hias yang khas. Ragam hias menajdi penanda levelisasi sosial dan estetika karya kerajinan yang dihasilkan. Persoalan yang terjadi pada beberapa karya kerajinan di Jawa Timur adalah penciptaan karakter lokal sebagai ciri khas utama masih belum terbentuk. Jawa Timur merupakan provinsi dengan beberapa subetnis. Pada masing-masing subetnis memiliki karakter visual yang berag- ama. Kondisi tersebut dapat dilihat sebagai pelungan untuk menciptakan satu karakter yang khas. Pada konteks ini adalah penciptaan karakter ragam hias yang khas Jawa Timur. Karakter ragam hias yang khas pada giliranny akan menjadi indentitas kerajinan Jawa Timur dan berim- plikasi pada penguatan pasar dometik maupun pada pasar eksport. Penelitian tentang karakter ragam hias khas Jawa Timur merupakan salah satu upaya rekonstruksi karya budaya visual nusantara, mengingat keberadaaan ragam hias etnik dalam karya-karya kerajinan semakin jarang ditemukan. Ragam hias merupakan salah satu penanda tradisionalisme karya kerajinan. Ragam hias dalam konteks ini merupakan ragam hias tradisi yang tidak semata-mata berkonotasi estetika tetapi juga bermakna simbolis. Ragam hias pada karya-karya kerajinan tradisional dipahami sebagai elemen estetis yang memiliki konotasi relegiusitas atau aspek-aspek simbolitas lainnya. Ragam hias pada perkembangannya difungsikan sekadar sebagai penghias dan tidak mengembang fungsi-fungsi spiritualitas sebagaimana asalnya. Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh kedudukan dan peran ragam hias dalam sistem budaya visual nusantara belum terkomunikasikan dengan baik. Ragam hias dilihat sebagai artefak kebudayaan statis yang relatif tidak menarik. Rag- am hias adati pada perkembangannya dilihat sebagai karya budaya yang tidak memiliki arti dan peran dalam struktur kebudayaan nusantara. Pada dasarnya keberadaan ragam hias adati pada struktur budaya visual nusantara menempati posisi yang penting. Ragam hias merupakan media ekspresi simbolis yang utama. Pemilihan bentuk, warna dan struktur visual dalam rag-

69 am hias adati merupakan salah satu bagian dalam pranata kebudayaan. Artefak-artefak budaya visual nusantara sebagian besar menggunakan ragam hias sebagai elemen visual yang utama. Keberadaan ragam hias tersebut tidak semata-mata berperan sebagai media estetik tetapi juga mengemban fungsi-fungsi edukatif. Keberadaan artefak budaya visual nusantara pada umumnya memiliki tiga fungsi uta- ma, yaitu sebagai media estetik, edukatif dan juga dokumentatif. Fungsi-fungsi tersebut yang pada perkembangnya tidak mendapat perhatian yang serius, sehingga pemahaman kedudukan dan fungsi ragam hias hanya sebatas sebagai media estetis. Ragam hias adati dilihat tidak memi- liki peran strategis sebagai media edukatif, padahal melalui ragam hias generasi muda dapat belajar tentang kearifan lokal. Simbolitas dalam ragam hias tidak semata-mata berkonotasi spritualitas yang tekstual tetapi bermakna sebagai ajaran moral bersifat kontekstual. Simbolitas dalam ragam hias adati dapat dipahamkan kepada generasi muda bila menggunakan media yang tepat. Pemahaman kedudukan dan fungsi ragam hias adati pada gilirannya akan menum- buhkan sikap menghargai karya budaya sendiri. Produk-produk kerajinan dalam skala home industry agar mampu bersaing dalam pasar eksport perlu melakukan beberapa pembenahan elementer. Penguatan karakter kerajinan lo- kal sangat dibutuhkan. Segmen kerajinan untuk pangsa pasar ekspor membutuhkan penguatan karakter dan konsistensi kualitas yang tetap terjaga. Data dari Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (Asephi) mengatakan bahwa nilai eksport untuk pangsa kerajinan berkis- ar USD670 juta dan selalu mengalami kenaikan sekitar 5 – 10% (2011). Trend tersebut tergolong masih rendah menurut Ashepi sektor kerajinan hanya menyumbang 1% dari ekspor nasional. Kelemahan daya saing sektor kerajinan di pasar ekspor dapat di minimalisir dengan penguatan inovasi produk. Inovasi produk dapat dilakukan dengan memperkuat karakter dan ciri khas produk kerajinan yang dihasilkan sehingga memiliki positioning yang kuat. Kelemahan ker- ajinan dalam sektor financial, mengingat produk kerajinan lokal cenderung lebih mahal dari produk kerajinan impor (China), dapat diminimalisasi dengan inovasi produk. Aplikasi karakter ragam hias yang unik dan khas pada beberapa produk kerajinan akan menambah daya jual produk yang bersangkutan. Penggunaan ragam hias yang khas menjadi

salah satu pilihan agar karya kerajinan memeproleh citra yag baik.

70 METODE PENELITIAN 1. Rancangan penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian pengembangan model procedural yang mengadaptasi dari model penelitian pengembangan (research and de- velopment) Borg dan Gall dan rancangan model prosedural model Mc Kenny (2001). Rancan- gan penelitian merupakan modifikasi dari langkah penelitian dan pengembangan dari Borg dan Gall maupun langkah penelitian pengembangan Mc Kenny (2001), kemudian dimodifikasi menjadi 2 langkah. Dua langkah tersebut meliputi (1) tahap studi pendahuluan sebagai need and contens analysis, dan (2) tahap pengembangan sebagai design, development, dan evaluation stages.

2. Subjek penelitian Subjek penelitian ialah komunitas masyarakat perajin di wilayah Kabupaten Trenggalek, Malang dan Tulungagung Jawa Timur.

3. Sumber Data Sejalan dengan subjek penelitian, sumber data penelitian ini ialah para perajin khusun- ya para perajin i wilayah perajin di wilayah Kabupaten Trenggalek, Malang dan Tulungagung Jawa Timur.

4. Data Penelitian Data penelitian ini adalah potensi sektor kerajinan kerakyatan di wilayah pedesaan di kabupaten perajin di wilayah Kabupaten Trenggalek, Malang dan Tulungagung Jawa Timur.

5. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini data dikumpulkan melalui 4 metode. Pengumpulan data kualitat- if, yaitu : wawancara mendalam, Participatory Rural Appraisal (PRA), Pengamatan langsung atau observasi dan studi atau kajian dokumentasi. 1) Wawancara mendalam. Teknik wawan- cara mendalam dilakukan untuk memahami pandangan para aparat desa di wilayah kecamatan Plaosan dan Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan. Teknik wawancara digunakan untuk

71 menelusuri dan mengidentifikasi kejadian-kejadian penting dalam masyarakat; 2) Participato- ry Rural Appraisal (PRA). PRA dilakukan bersama komunitas petani di wilayah tersebut. Dari diskusi tersebut akan diperoleh data tentang potensi wilayah, aspek sosial budaya wilayah, ser- ta sikap dan norma komunitas petani. 3) Pengamatan langsung atau observasi. Pengamatan langsung atau observasi terutama dipakai untuk melihat perilaku dan keberadaan manusia da- lam hubungan-hubungan sosial yang berkaitan dengan objek penelitian yaitu jenis kegiatan usaha yang dilakukan oleh komunitas petani dalam upaya pemberdayaan ekonomi keluargan- ya serta aktivitas sosial ekonomi lainnya; 4) Dokumentasi. Proses dokumentasi dalam peneli- tian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan tertulis atau dokumen-dokumen dari instansi terkait yaitu profil wilayah, topografi wilayah, serta aktivitas-aktivitas sosial kreatif di wilayah tersebut.

6. Penganalisisan Data Penganilisisan data pada penelitian kualitatif kajian budaya ini dilakukan langkah-lang- kah analisis data sebagai berikut: (1) penelaahan dan reduksi data, (2) Pengidentifikasi dan pe- ngunitan data, (3) pengkategorian dan penggolongan data, dan (4) penafsiran dan penjelasan makna data.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perubahan Sosial dan Pembangunan Masyarakat merupakan satu sistem yang telah terbangun. Pendekatan kemasyaraka- tan berupaya melihat hubungan organis antar elemen dalam struktur masyarakat tersebut. Hubungan struktur organis dalam masyarakat mengandaikan satu sistem nilai yang berpola pada kaidah-kaidah dalam kebudayaan. Perubahan orientasi kemasyarakatan dapat dimaknai sebagai sebagai perubahan orientasi budaya. Berubahnya orientasi budaya dapat didekati dari perspektif sosial, ekonomi, ataupun dari pendekatan politis. Konsep tersebut mengandaikan bahwa masyarakat merupakan satu sistem yang dapat di arahkan pada satu pola tertentu. Gerakan-gerakan sosial kemasyarakatan menggunakan

konsep tersebut untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap satu pandangan tertentu. Pada ranah politik, dogma-dogma ideologis, digunakan sebagai media untuk membentuk persepsi

72 masyarakat terhadap satu pandangan politik tertentu. Pemahaman yang berubah di harapkan akan mengubah tingkah laku politik masyaratknya. Castles (1980) mencatat bahwa berubahan orientasi politik akan mementukan perubahan orientasi ekonomi, yang berimplikasi terhadp perubahan orientasi hidup. Perlawanan politis tidak dimaknai sebagai pemberontakan secara frontal, tetapi diwujudkan dalam sikap pembelotan yang tidak emosional, sehingga perbentur- an kepentingan antar kelas tidak terjadi secara mencolok (Parson, 1966). Perubahan dalam struktur kemasyakatan dapat dilihat sebagai bentuk perubahan yang mengarah pada satu pemahaman baru. Pemahaman baru dipandang sebagai proses transforma- tif yang dilatarbelakangi oleh berbagai macam kepentingan. Perubahan dalam kerangka pem- baharuan persepsi keagamaan dapat terjadi melalui jalur keagamaan formal yang dipelopori oleh para ulama atau tokoh-tokoh keagamaan formal. Perubahan alam format relegius terse- but bermuara pada peningkatan kadar keimanan. Perubahan pemahaman orientasi relegiusitas akan berimplikasi terhadap perubahan dalam srtuktur kehidupan secara umum (Geertz, 1992). Agama dan kebudayaan dilihat sebagai satu sistem yang tidak terpisah, walaupun pemahaman terhadap sismbol-simbol keagamaan cenderung bersifat involutif. Perubahan orientasi kemasyarakatan tidak semata-mata bersumber pada perubahan orientasi keyakinan atau spiritualitas, tetap juga melibatkan perubahan struktur masyarakat tersebut. Pergerakan-pergerakan keagamaan sering kali menjadi sumber ide pergerakan so- sial. Gerakan keagamaan di Indonesia menunjukkan gejala mobilisasi ide-ide yang sosial baru sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan penguasa (Fatchan, 2004). Gerakan-gerakan sosial dalam konteks perlawanan dilakukan para petani dengan dukungan dari kalangan ag- amawan (ulama). Mobilitas ide-ide sosial dalam konteks perlawanan menjadi satu fenomena yang mendorong perubahan sosial kemasyarakatan. Perubahan orientasi kemasyarakatan yang diharapkan mampu menjadi mobilitas pe- rubahan sosial dipadang perlu dilakukan sebagai konsekwensi dari dari perubahan orientasi kekuasaan. Kalangan pemerintah memandang perubahan sosial sebagai satu sistem yang per- lu kaji untuk menyatukan orientasi pembangunan. Pada titik ini keberadaan para penggerak utama diperlukan. Lahirnya kelompok-kelompok penggerak, pada konteks perlawanan, pada umumnya dilatarbelakangi oleh kepentingan ancaman eksistensi kelompok. Pada beberapa kasus keberadaan kelompok penggerak secara dominan menjadi pihak

73 yang menentukan keberahasilan perubahan yang dilakukan. Kelompok-kelompok penggerak memiliki kekuatan in formal dalam mengubah orientasi sikap masyarakat disekitarnya.Peruba- han orientasi sikap tersebut yang akan menghasilkan perubahan sosial.

2. Pemberdayaan Masyarakatan dalam Pendekatan Partisipatif Pemberdayaan masyarakat dalam konteks parisipatif memandang masyarakat sebagai subjek pembangunan. Pembangunan diarahkan sebagai aktivitas yang berpusat pada rakyat (people centered development). Berkaitan dengan hal tersebut pendekatan patrisipatif meman- dang masyarakat sebagai kekuatan iternal yang mampu melakukan kontrol internal terhadap sumber-sumber daya material dan non material yang utama melalui redistribusi modal dan kepemilikan (Korten, 1992). Pada praktiknya potensi masyarakat yang besar belum sepenuhnya dapat dioptimalkan, mengingat pada beberapa kasus parsipasi masyarkat dalam pembangunan sangat rendah. Per- masalahan-permasalahan sosial di masyarakat tidak semata-mata sebagai akibat dari penyim- pangan-penyimpangan perilaku, tetapi juga sebagai akibat dari persoalan-persoalan struktural, kebijakan-kebijakan yang tidak tepat sasaran, serta implementasi kebijakan yang cenderung ti- dak konsisten (Escap, 1999). Kebijakan yang cenderung sentralisitik dalam menangani beberapa persoalan sosial di daerah menyebabkan penanganan persoalan-persoalan yang timbul cenderung bersifat parsial. Pelibatan masyarakat untuk menyadari keberadaannya dan segenap persoalan yang melingk- upinya relatif tidak tergarap secara tuntas. Kondisi tersebut sebagian besar disebabkan oleh sedikitnya ruang secara struktural yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memuaskan aspirasi dan menemukan potensi dalam memecahkan persoalan-persoalan sosial. Berkiatan dengan hal tersebut penanganan persoalan-persoalan sosial perlu dilakukan dengan pendekatn desentralisasi dengan merubah reorientasi pembangunan. Penanganan masalah-masalah sosial yang berpusat pada rakyat sejalan dengan prinsip desentralisasi pembangunan, yang berupaya mengoptimalkan potensi-potensi lokal sebagai pi- jakan dalam menentukan arah pembangunan setempat. Pendekatan tersebut meletakkan mas-

yarakat sebagai subjek potensial, yang memiliki kemampuan dalam meningkatkan kemandirian dan kekuatan intrenal, dalam kontrol internal terhadap sumber daya material dan non material.

74 Pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada aspek pemberdayaan , yang memandang inisiatif kreatif rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama, dan me- mandang kesejahteraan material dan spiritual sebagai tujuan utama dalam proses pembangu- nan (Adimihardja, 2001). Pembangunan yang berpusat pada rakyat memiliki 3 perubahan normatif dan struk- tural (Korten, 1992). Ketiga dasar perubahan tersebut adalah: a Pemusatan pikiran dan perhatian pemerintah dalam upaya penciptaan kondisi yang mampu memdorong dan mendukung usaha rakyat untuk memenuhi kebutuhan-kebu tuhan mereka sendiri pada level individual, keluarga dan komunitas. b. Mengembangkan struktur dan proses organisasi yang berfungsi sebagai menurut kaidah-kaidah organisasi yang mandiri c, Mengembangkan sistem produksi dan konsumsi yang diorganisasi secara teritorial dan berlandasakan pada kaidah-kaidah kepemilikian dan pengendalian lokal.

Pembangunan yang berpusat pada rakyat diarahkan sebagai bentuk pembangunan yang meletakan masyarakata sebagai pelaku utama pembangunan. Model pembangunan terse- but dapat terlaksana bila secara struktural mendapat dukungan struktural, sehingga potensi masyarakat dapat tersalurakan secara optimal. Dukungan struktural dituangkan dalam bentuk kebijakan di tingkat mikro agar potensi masyarakat yang berimplikasi secara ekonomis tidak mendapat rintangan dari kekuatan-kekuatan eksternal di tingkat makro. Restrukturisi di tingkat makro dapat dilakukan dengan perubahan orientasi kebijakan yang bersifat teknis operisional. Kebijakan desentralisasi pembangunan memberikan ruang yang lebih terbuka dalam tataran teknis operasional di tingkat mikro. Kondisi tersebut menye- babkan pergeseran peran pemerintah, yang selama ini bertindak sebagai pelenggara layanan sosia (social services provider), bergeser menjadi fasilitator, mediator, ataupun mobilisator bagi peran-peran masyarakat yang lebih luas. Pengembangan desain berkarakter adati berbasis ragam hias khas Jawa Timur untuk diversifikasi karya kerajinan home industri berpotensi eksport digambarkan pada table berikut:

75 Domain Keilmuan Produksi Proses Utilisasi (1) Kajian Visual 1) Memetakan 1) Menghasil- 1) Meningkatkan 1) Peningkatan (2) Kajian Produk konsep ragam kan produk efisiensi pro- nilai ekonomi Kerajinan hias pada ragamhias duksi desain produk desain (3) Kajian artefak budaya dengan konsep kerajinan Ekonomi visual adati etnisitas 2) Optimasi pros- kerakyatan (4) Kajian Sosi- sebagai pijakan 2) Meningkatkan es pengolahan 2) Peningkatan ologi desain konsep visual diversifikasi bahan nilai tambah 2) Melakukan produk 3) Optimasi pros- produk kera- analisa struktur 3) Melakukan es produksi dan bentuk efisiensi jinan 3) Melakukan ekonomi pro- 3) Meningkatkan analisa budaya duksi daya tampung dan sosiologis 4) Meningkatkan tenaga kerja 4) Melaku- kualitas karya kan analisa berdasarkan kewilayahan kelayakan menyangkut ekonomi karakter ragam hias

Tabel 1. Pengembangan desain

Ragam Hias Khas Jawa Timur Di Jawa Timur banyak terdapat ragam hias pada berbagai local genius. Berdasarkan di- mensinya, ragam hias dibagi menjadi dua kelompok yakni ragam hias dua dimensi dan ragam hias tiga dimensi. Ragam hias dua dimensi terdapat pada seni batik dan anyaman, sedangkan ragam hias tiga dimensi terdapat pada candi maupun ukir. Menurut jenisnya, ragam hias dapat dikelompokkan menurut jenisnya. Beberapa jenis ragam hias yang terdapat di Jawa Timur an- tara lain ragam hias geometris, ragam hias flora, ragam hias fauna, ragam hias figuratif, ragam hias imajinatif dan ragam hias benda-benda alam (Sayekti, 2012). Ragam hias geometris dapat ditemukan pada bentuk-bentuk seperti meander, pilin, le- reng, banji, kawung dan tumpal. Jenis lain yang sering dijumpai pada artefak di Jawa Timur adalah ragam hias flora. Ragam hias flora. Ragam hias flora sebagian besar berbentuk bunga, motif hias patra (daun), lung-lungan dan sulur, buah, akar, dan motif pohon hayat. Pada ragam hias fauna, terdapat bentuk-bentuk seperti binatang unggas, burung merak, burung enggang, garuda, burung phonix, ayam jantan, burung nuri, binatang air dan melata seperti motif ikan dan ular, naga, buaya, biawak dan kadal, siput, lipan dan kalajengking. Se- dangkan motif-motif berbentuk binatang darat dan makhluk imajinatif terdapat motif kerbau, kuda, gajah, singa, rusa dan hewan lainnya bahkan terkadang terdapat bentuk binatang khayali

76 atau imajinatif. Ragam hias yang bersifat figuratif sering ditemukan bentuk manusia seperti motif manusia dengan sosok utuh, kala atau motif yang berbentuk kepala raksasa, juga motif wayang. Sedangkan motif berbentuk benda alam juga sering ditemukan bentuk-bentuk seperti motif matahari, bulan dan bintang; awan dan bukit bebatuan, api dan air; motif pemandangan. Berbagai ragam hias tersebut dapat dimanfaatkan untuk digunakan sebagai acuan pengembangan desain yang diaplikasikan pada berbagai media. Berikut ini adalah beberapa contoh hasil pengembangan desain berbasis ragam hias di wilayah Jawa Timur:

Gambar 6. Motif geometris pada batik Bojonegoro. Dok. Sayekti (2012)

Gambar 16. Motif geometris pada batik sekoh bunga Tanjung Bumi

77

Gambar 19. Motif Ragam hias berbentuk Garudeya (garuda) yang sedang membawa membawa ibunya yang bernama Dewi Winata pada Candi Kidal.. Sumber: pranti sayekti (2009)

Hasil evaluasi pengembangan desain oleh para ahli (ahli budaya dan ahli desain Komponen yang Item Pertanyaan Komentar dievaluasi Kajian visual 1. Kejelasan pemetaan ragam Perlu adanya pengklasifika- hias sian berdasarkan motif tradisi dan profan Diversifikasi dapat dilakukan 2. Diversifikasi penampilan lebih luas lagi pada media produk yang lebih variatif Perlu penjelasan tentang proses pembentukan karya 3. Proses pembentukan karya Pemilihan ragam hias dapat dilakukan atas dasar keunikan 4. Pemilihan gaya ragam hias adati Jawa Timur Kajian produk 1. Kejelasan penggunaan Perlu penjelasan mengenai material material yang digunakan

Perlu penjelasan secara 2. Diversifikasi bahan baku singkat tentang diversifikasi bahan baku

Perlu penjelasan singkat men- 3. Diversifikasi penggunaan genai diversifikasi penggu- material baru naan material baru

Perlu ditampilkan secara lebih detil tentang efisiensi 4. Efisiensi produksi karya produksi karya

Perlu diungkap lebih dalam tentang fungsi (estetis, ergon- 5. Optimalisasi fungsi (fungsi omis, dan ekonomis) estetis, ergonomis, dan ekonomis)

78 Kajian ekonomi 1. Nilai tambah produk Perlu penjelasan lebih detil 2. Nilai ekonomi bahan mengenai kajian ekonomi 3. Optimalisasi biaya untuk memberikan gambaran 4. Dampak ekonomi produk yang lebih jelas Kajian Sosiologi 1. Kejelasan pemetaan perajin Kejelasan pemetaan pera- desain 2. Konsep diversifikasi produk jin perlu diimbangi dengan 3. Kejelasan karakter ragam potensi wilayah kedaerahan hias untuk diversifikasi produk 4. Kemungkinan terbentuknya komunitas perajin penggu- na ragam hias adati

Dari hasil evaluasi oleh para ahli yang terdiri dari ahli budaya dan ahli desain member- ikan berbagai masukan yang terkait dengan seluruh komponen yang dievaluasi. Dari hasil eval- uasi tersebut selanjutnya oleh tim peneliti dilakukan diskusi terfokus untuk tahap berikutnya dilakukan revisi atas dasar hasil evaluasi tersebut untuk dijadikan draf II produk. Pada tabel di atas secara rata-rata perlu adanya perbaikan perbaikan untuk kesempurnaan produk. Secara garis besar ragam hias Jawa Timur terbagi atas dua kelompok (berdasarkan di- mensi) yakni ragam hias dua dimensi dan ragam hias tiga dimensi. Berdasarkan jenisnya ragam hias yang terdapat di Jawa Timur antara lain ragam hias geometris, ragam hias flora, ragam hias fauna, ragam hias figuratif, ragam hias imajinatif dan ragam hias benda-benda alam. Berbagai ragam hias tersebut dapat dimanfaatkan sebagai literasi pengembangan desain yang dapat diaplikasikan pada berbagai media baik pada media dua dimensi maupun tiga di- mensi. Pemanfaatan ragam hias berkarakter kewilayahan dapat meningkatkan nilai jual bertaraf ekspor. Dengan demikian dapat memberikan andil dalam peningjatan nilai perkapita kepada negara. Pengembangan desain yang dilakukan tidak secara menyeluruh pada semua jenis ragam hias akan tetapi dipilih berdasarkan potensi kemenarikan motif. Namun demikian segala motif telah dipetakan sehingga pengguna nantinya dapat melakukan pemilahan sendiri motif yang sudah terpetakan untuk kepentingan pengembangan desain dan aplikasi pada media. Penelitian tentang pengembangan desain, khususnya pengembangan desain berkarak- ter perlu dilakukan dalam skup yang lebih luas mengingat Indonesia kaya dengan kebudayaan yang dimiliki. Penelitian lanjutan tentang pengembangan desain berkarakter Jawa Timur perlu dilakukan, mengingat perlunya pemahaman secara baik tentang ragam hias, potensi maupun kebermanfaan bagi wilayah tertentu maupun wilayah Indonesia secara umum. Penelitian ini juga dapat dilakukan berkaitan dengan bentuk revitalisasi maupun konservasi budaya bangsa.

79 DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, Kusnaka. 2001. PRA Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Peng- abdian Kepada Masyarakat. Bandung: Humaniora Press. Catles, Lance. 1982. Tingkah Laku Agama dan Politik di Jawa: Industri Rokok Kudus. Jakarta: Sinar Harapan. ESCAP. 1999. HRD Course for Proverty Alleviation. Bangkok: HRD Division. Fatchan. 2004. Teori-teori Perubahan Sosial dalam Kajian Perspektif dan Empirik pada Proses Pembangunan Pertanian. Surabaya: Yayasan Kampusiana. Hardjowigeno, Sarwono. 2005. Tanah Sawah karakteristik Kondisi dan Permasalahan Tanah Sawah di Indonesia. Malang: Bayu Media. Korten. 1992. Menuju Abad ke-21 Tindakan Sukarela dan Agenda Global. Jakarta: Yayasan Obor. Parson, Talcot. 1966. The Structure of Social Action. New York: The Free Press. Redfiled, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta: Rajawali. Wisadirana, Darsono. 2005. Sosiologi Pedesaan Kajian Kultural dan Struktural Masyarakat Pedesaan. Malang: UMM press. Zubaedi. 2007. Wacana Pembangunan alternatif Ragam Perspektif Pengembangan dan Pember- dayaan Masyarakat. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

80 KAJIAN STRUKTURALISME SIMBOLIK STRUKTUR RAGAM HIAS PADA BANGUNAN MASJID ATAP TUMPANG DI KAWASAN PEDALAMAN JAWA

Oleh: Rudi Irawanto Jurusan Seni dan Desain FS Universitas Negeri Malang [email protected]

Abstrak Ragam hias pada masjid atap tumpang merupakan ragam hias yang dipengaruhi kon- sep estetika Islam dan estetika pra Islam. Struktur bangunan masjid dan elemen estetis dida- lamnya menyerupai struktur bangunan tradisional. Penelitian ini bermaksud menggungkap struktur simbol pada raga hias masjid atap tumpang di kawasan pedalaman. Penelitian berlo- kasi di wilayah kabupaten Blitar, Madiun dan Magetan, dengan menggunakan pendekatan sosi- ologi dan kesenirupaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur simbol dalam ragam hias masjid atap tumpang dibangun dari konsep estetika Islam yang menonjolkan aspek infitas (ketidakterbatasan), menampilkan struktur modular yang suksesif serta merupakan abstraksi dari bentuk-bentuk riil. Konsep estetika tersebut dikompromiskan dengan konsep estetika Jawa yang mengedapankan konsep keselarasan, sehingga simbolitas dalam ragam hias masjid atap tumpang dalam dikategorisasi sebagai simbol ekspresif dan simbol konstitutif. Simbol konsti- tutif merupakan simbol sakral yang diturukan dari pemahaman keagamaan, sedangkan sim- bol ekspresif merupakan simbol profan yang tidak bermakna isoteris dan kontempelatif. Ke- beradaan simbol tersebut merupakan manifestasi kompromis antara fungsi masjid yang bersifat vertikal (ketuhanan) dan horisontal (kemasyarakatan).

Ornament on the mosque roof ornamentation overlap is influenced aesthetic concepts of Islamic and pre-Islamic aesthetics. The building structure and aesthetic elements inside the mosque resemble the traditional structure. This study intends symbol structure on sport ornamental over- lapping roof mosque in the pedalamn area. Research is located in the district of Blitar, Madiun and Magetan, using sociological and artistic approach. These results indicate that the structure of the symbol in the decorative roof of the mosque was built on the concept of aesthetic overlap Islam that highlight aspects of infitas (infinity), featuring a modular structure of successive and an abstraction of the real forms. The aesthetic concept compromised the aesthetic concept of Java

81 that mengedapankan concept of harmony, so simbolitas the mosque roof ornament overlap in cat- egorized as expressive symbols and symbols constitutive. Constitutive symbol is a symbol sacred diturukan of religious understanding, while the expressive symbol is a symbol of profane nonsig- nificant isoteris and kontempelatif. The existence of such symbols is a manifestation of compromise between the function of the mosque which is vertical (divinity) and horizontal (community). Kata Kunci: Ragam Hias, Masjid, Simbol

PENDAHULUAN Ragam hias merupakan salah satu wujud kebudayaan fisik yang senantiasa mengalami penyesuaian-penyesuaian yang cenderung akulturatif. Proses penyesuaian dapat terjadi dalam tataran fisik yang diwujudkan dengan perubahan bentuk-bentuk visual dan orientasi bentuk, seperti tampak pada karya ragam hias pada bangunan masjid dan tempat ibadah lainnya. Proses akulturatif dalam tataran konseptual dapat dilihat salah satunya melalui perubahan orientasi dan struktur estetik. Konsep tentang keindahan (estetika) akan mengalami penyesuaian yang sejalan dengan perubahan orientasi nilai-nilai dalam lingkup etika atau moralitas. Nilai-nilai yang dibawa dalam suatu karya ragam hias cenderung bergerak dalam dataran lambang-lam- bang atau simbol-simbol yang berhubungan dengan adat atau kepercayaan tertentu. Analisa struktural melihat relasi yang signifikan antara satu fenomena budaya dengan fenomena lain dalam konteks yang lebih luas. Hubungan tersebut merupakan relasi antara sintagmatis dan paradigmatis. Pendekatan struktural mengandaikan setiap hal sebagaimana fenomena dalam bahasa, yang terdiri dari beberapa fonem. Pemaknaan nilai keindahan (estetika) sebuah karya ragam hias dapat dilihat sebagai proses peralihan antara nature dan culture. Pada tataran superstruktur keberadaan ragam hias adati merupakan sebuah penanda terhadap sesuatu. Keberadaannya pada satu lokasi tertentu dapat dipandang memiliki makna sosiokultural, dengan demikian keberadaannya berperan se- bagai salah satu media komunikasi. Dari beberapa artefak ragam hias yang berasal dari masa pra sejarah hingga masa Islam menunjukkan kecenderungan penggunaan pola ragam hias yang cenderung sama. Kesamaan tersebut tidak semata-mata pada aspek fisik akan tetapi juga pada

tataran konseptual. Masjid atap tumpang merupakan masjid generasi ke awal dalam pola masjid di Indone- sia. Arsitektur Masjid atap tumpang menjadi salah satu model arsitektur masjid tertua di Indo-

82 nesia. Bentuk arsitektural masjid di Indonesia telah mengalami beberapa kali pergeseran trend atau gaya

PEMBAHASAN KONSTRUKSI RUANG BANGUNAN Ruang dalam arsitektur Islam merupakan wilayah yang tidak harus tegas atau memiliki bentuk yang masif. Ruang merupakan wilayah makrokosmos, keberadaan pembatas hanya se- bagai pananda terhadap fungsi-fungsi ruang yang bersangkutan. Pembatas fungsi ruang dapat berupa sebuah garis atau tirai yang tidak permanen. Ruang utama merupakan lantai tempat jamaah putra melakukan aktivitas. Pada beberapa kasus ruang utama dilengkapi dengan soko guru berjumlah 4 buah untuk menyanggga Struktur bu- jur sangkar pada beberapa kasus mengingatkan pada bentuk perencaaan mandala atau yantra dalam kosmologi Hindu. Perbedaan mendasar dengan konsep Mandala adalah pemahaman tentang ruang. Pandangan kosmologi Hindu tentang Mandala atau Yantra merupakan sebuah ruang realis yang keberadaannya tampak secara visual. Ruang visual yang ada merupakan tem- pat pertemuan dan wujud keseimbangan antara manusia dan makro kosmos (Frick, 1997:51 Pada umumnya struktur bangunan masjid yang dijumpai memiliki struktur pembagian ruang sebagai berikut:``

83 Keterangan: a. Ruang utama berbentuk bujur sangkar e. Tempat Wudhu/KM b. Pawestren (tempat jamaah putri) f. Sumur c. Mimbar dan mihrab imam g. Bedug dan Kentongan d. Serambi h. Regol i. Garis axis ke arah kiblat

Pertemuan poros bangunan terdapat garis imajiner (Axis) yang menghubungkan antara pintu utama dengan mihrab yang sejajar dengan arah Kiblat. Penentuan arah kiblat pada beber- apa kasus mengacu pada kesepahaman para pemuka agama di wilayah tersebut, walaupun pada umumnya mengambil arah ke Barat tanpa memperhitungkan sudut derajat dengan masjidil haram. Pada bagian kanan terdapat ruang khusus untuk jamaah putri, lazim disebut sebagai pawestren. Pada beberapa kasus ruang pembatas antar jamaah putra dan putri tidak dibuat permanen. Ketiadaan pembatas permanen dapat dimengerti, mengingat fungsi tabir tersebut hanya bersifat temporer, utamanya untuk kegiatan sholat. Hampir disemua masjid atap tumpang yang ditemui penggunaan bedug dan kentongan lazim dipergunakan sebagai penanda dimulainya sholat. Bedug dibunyikan setelah ketongan dan laz- im dibunyikan sebelum muazim melafalkan azan. Dalam Islam penanda waktu sholat secara formal adalah azan. Bedug dan kentongan sekadar atribut tambahan untuk mengantarkan sua- sana dan sebagai penanda dimulai waktu sholat atau berbuka puasa.. Masjid atap tumpang pada lazimnya memiliki serambi atas teras sebagai ruang tam- bahan. Serambi masjid dipergunakan untuk aktivitas yang cenderung tidak terlampau sakral, misalnya kegiatan mengaji atau selamatan. Teras atau serambi masjid menggunakan konstruksi atap panggang pe, merupakan konstruksi atap yang melekat dengan bangunan utama dan tidak tampil secara menonjol. Fungsi serambi atau teras pada praktiknya merupakan ruang antara dari wilayah yang profan (halaman masjid) denga wilayah sakral (ruang dalam masjid). Struk- tur ruang secara horisontal menyerupai struktur ruang pada ruang adat Jawa.

Prinsip estetika Islam yang memberi batas tegas antara ruang profan dan tidak profan atau batas antar level kesucian tidak senantiasa diwujudkan secara fisik. Batas dimaknai sebagai

84 penanda yang dapat bersifat absatrak. Sebuah garis, pada kain batik pesisiran, dapat dimaknai sebagai pembatas fungsional. Pada bangunan Masjid pembatas fungsi bangunan dapat diwu- judkan dalam bentuk garis atau ornamentasi yang berbeda. Mihrab yang menjorok ke luar ru- ang utama merupakan penanda perbedaan fungsi ruang yang sangat tegas. Masjid atap tumpang pada umumnya dikelilingi oleh pagar pembatas dan terdapat satu pintu masuk dari arah depan masjid. Pintu masuk masjid pada umumnya di beri tanda berupa gapura. Bentuk gapura masjid sangat bervariatif, tetapi pada umumnya gapura masjid merupa- kan penanda bagi jamaah untuk memasuki ruang sakral. Bangunan candi senantiasa dibatasi oleh pagar. Pagar dalam konteks kosmologi tidak selalu berkonotasi sebagai bangunan yang ko- koh dan masif. Pagar merupakan penanda batas kosmologi, antara kawasan profan dan kawasan sakral.

ELEMEN ESTETIS DALAM MASJID ATAP TUMPANG Ragam hias merupakan elemen yang tidak terlampau ditonjolkan dalam konsep estetika Islam. Estetika Islam meletakkan ragam hias sebagai elemen estetis yang mampu mendukung penghayatan terhadap ketuhanan. Hubungan vertikal merupakan hubungan yang sakral dan metafisis. Kaum Muslim memerlukan media estetis yang dapat menyediakan objek bagi kon- templasi estetis. Tampilan elemen estetis dalam masjid, khususya dalam masjid atap tumpang, tidak terlepas dari orientasi estetis jamaah masjid yang bersangkutan. Orientasi estetis tersebut ber- muara pada orientasi estetika Islam secara umum. Pandangan tentang bentuk yang indah atau tidak indah tidak berkonotasi keteknikan atau estetika semata-mata, tetapi lebih banyak di- dorong oleh semangant spiritulitas para Jamaah masjid yang bersangkutan. Masjid atap tumpang yang dijumpai pada umumnya merupakan masjid desa, yang diba- ngun secara swadana dan beorientasi sebagai media siar agama. Kepemilikan masjid terjadi se- cara kolektif, walaupun pada beberapa kasus masjid berdiri di atas tanah wakaf, sehingga fungsi takmir atau pengurus masjid, hanya sebagai pihak pengelola aset semata-mata. Kepemilikan masjid secara kolektif menyebabkan proses penentuan model arsitektural dan elemen pendukung keberadaan masjid tidak ditentukan oleh individu-individu, tetapi diputuskan secara kolektif. Fenomena tersebut menyebabkan arsitektural masjid cenderung eklektik

85 Simbol dalam bangunan masjid dapat dikempokkkan menjadi 2 hal, yaitu simbol kon- stitutif dan simbol ekspresif.. Simbol konstitutif merupakan simbol yang berhubungan dengan aspek isoteris, sedangkan simbol ekspresif merupakan simbol yang berkonotasi non isoteris dan lebih bermakna sebagai sebagai ungkapan ekspresif. Simbol konstitutif diwujudkan dalam visualisasi objek fisik dengan tata aturan yang ketat, yang berorientasi pada nilai-nilai kontem- pelatif . Nilai objek tidak terlatak pada kualitas bahan atau kadar nilai estetika objek, tetapi pada fungsi-fungsi simbolis yang melekat padanya. Beberapa objek yang menjadi simbol konstitutif diantaranya tulisan kaligrafi dengan kutipan ayat Al Quran atau Al Hadist, tongkat imam, rag- am hias pada mimbar dan pada mihrab. Simbol-simbol konstitutif diletakkan lebih tinggi daripada simbol-simbol ekspresif. Simbol-simbol ekspresif diwujudkan sebagai manifestasi kompromis antara kepentingan rele- gius yang cenderung bebas nilai dengan kepentingan ekspersi yang bersifat profan. Simbol ek- spresif merupakan upaya pendekatan relegiusitas dalam konteks yang lebih sekuler. Ragam hias

86 pada cendela atau pintu tidak fungsikan sebagai sesuatu yang sakral, seperti hanya pada mihrab atau tongkat imam, tetapi berfungsi sebagai atribut esetetis yang tidak berkonotasi isoteris. Konsep keindahan dalam elemen estetis masjid atap tumpang tetap berorientasi pada konsep estetika Islam secara umum. Pada prinsipnya orientasi dan tujuan estetika Islam ini ti- dak dapat dicapai dengan penggambaran melalui manusia dan alam semata-mata. Pengalaman estetis dapat direalisasikan melalui kontemplasi terhadap kreasi artistik, yang pada gilirannya diharapkan mampu membawa pengamatnya kepada intuisi tentang kebenaran. Penggambaran figur-figur yang realis dan berkonotasi makhluk hidup akan dihindari sebagai bentuk konsek- swensi dari ketaatan terhadap prinsip isoteris ketuhanan. Pada beberapa kasus tidak dijumpai ragam hias yang secara vulgar ditampilkan sebagai penghias yang menonjol. Penggunaan ka- ligrafi sebagai elemen estetis menjadi salah satu mediasi untuk mencapai tahap kontempelasi tersebut. Kaligrafi merupakan unsur estetika Islam tertinggi (Leaman, 2005:75). Penggunaan ka- ligrafi sebagai elemen dalam masjid atap tumpang lebih dominan daripada penggunaan ragam hias. Fenomena tersebut lebih disebabkan oleh tingkat kesulitan dalam memvisualisasikan rag- am hias secara konsisten. Penggunaan kaligrafi sebagai elemen estetis memang tidak terlampau menonjol. Sebagian besar jamaah memaknai kaligrafi sebagai simbol keislaman yang paling mudah dikenali. Kaligrafi dimaknai sebagai tulisan dengan huruf arab yang digayakan yang berisi pujaan atau predikat keagungan Tuhan. Pada beberapa kasus kaligrafi sekadar sebagai penghias ruang kosong. Fungsi dominan kaligrafi dalam bangunan masjid adalah petanda visu- al tentang eksistensi ketuhanan. Makna yang tertulis dalam kaligrafi acap kali tidak mendapat perhatian yang lebih tinggi dibandingkan dengan tulisan yang dipaparkan. Makna yang tertulis dalam kaligrafi tidak mendapat perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan simbolisasi dalam huruf kaligrafi tersebut. Pada umumnya seni Islam didasarkan pada pernyataan “negatif” La ilaha illa Allah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Ia sepenuhnya berbeda dengan manusia dan alam (Furuqi, 2003). Namun, estetika Islam juga mengekspresikan dimensi positif tauhid yang menekankan bukan apa yang bukan Tuhan, melainkan apa yang merupakan sifat-sifat Tuhan.

Aspek paling mendasar yang diajarkan oleh doktrin Islam bahwa Tuhan bersifat tak terhingga dalam segala sesuatunya. Konsep ketidak terhinggaan tersebut dicitrakan dalam stilasi orna-

87 mentatif yang rumit. Pola-pola yang tidak memiliki awal dan akhir, yang memberikan kesan ketakterhing- gaan (infinitas) merupakan cara terbaik untuk mengekspresikan ajaran tauhid melalui seni. Pola infinitas dimanifestasikan dalam struktur ragam hias yang cenderung tidak bertepi. Struktur simbol visual dalam kaligrafi masjid atap tumpang dapat dijabarkan dalam skema berikut:

88 Ekspresi estetis ini juga dinamakan arabeska (arabesque). Arabeska mencakup dua ben- tuk pokok, yaitu stilisasi tumbuhan, dan pola geometris., merupakan ragam hias dalam ben- tuk flora dan geometris yang abstrak non-figuratif, yang memberi kesan ketakterhinggaan dan ketakterbatasan (infinit). Melalui kontemplasi pola infinit ini, jiwa pengamat akan diarahkan kepada transendensi Tuhan.

Secara umum pola-pola kaligrafi dan ornamentasi (arabeska) merupakan upaya meng- gambar sifat-sifat Tuhan secara visual. Elemen estetis masjid bukan merupakan representasi dzat ketuhanan, tetapi merupakan perwujudan penggambaran sifat-sifat ketuhanan. Penggam- baran sifat-sifat tuhan yang sederhana adalah penggunaan tulisan arab dalam wujud kaligrafi,

89 pada tataran yang lebih tinggi sifat-sifat ketuhanan digambarkan melalui ornamentasi atau rag- am hias yang cenderung geometris.

ABSTRAKSI Abstraksi merupakan visualisasi bentuk-bentuk real menjadi figur-figur non realis. Pros- es tersebut tampak pada ornamentasi kaligrafis yang menggambarkan figur-figur real. Proses abstraksi dilakukan untuk menghidari visualisasi makhluk hidup secara realis. Penggambaran makhluk hidup merupakan aktivitas yang dihindari dalam Islam. Makhluk hidup menjadi figur yang dihindari sebagai elemen estetis dalam bangunan masjid. Penggambaran makhluk hidup secara tersurat tidak dirinci sebagai sesuatu yang dila- rang dalam Islam, tetapi beberapa pendapat mengkaitkan penggambaran makhluk hidup (ber- nyawa) sebagai tindakan yang dekat dekat dengan bid’ah. Bi’ah merupakan konsep yang melihat aktivitas dan segala konsekwensinya memiliki kecenderungan bertentangan dengan ajaran Is- lam yang benar.

STRUKTUR MODULAR DAN SUKSESIF Struktur modular merupakan rangkaian ragam hias yang memiliki rancangan saling bersambung. Struktur rancang bangunnya di ciptakan dari susunan model atau entitas yang saling menyambung satu dengan lainnya. Proses keterhubungan antara satu model dengan model yang lain membentuk rangkaian pola yang terus menerus. Konsep keindahan dibangun berdsarkan pola yang terus-menerus dan saling menyambung. Bentuk modular pada umumnya dinilai sebagai bentuk yang asing dan tidak indah. Elemen modular diterapkan sebagai bentuk kompromis untuk menampilkan ornamentasi yang khas Islam, walaupun beberapa takmir mas- jid mengakui bahwa elemen yang bersifat modular dan suksesif tidak sesuai dengan citra rasa mereka. Pada umumnya mengakui bahwa elemen modular dan suksesif terlapau rumit. Elemen suksesif merupakan elemen yang membentuk gugusan ornamen yang tidak terbatas. Pada umumnya pola infinit dalam seni Islam menunjukkan adanya kombinasi keberlan- jutan (suksesif) dari modul dasar penyusunnya. Elemen-elemen tersebut disusun untuk mem-

bangun sebuah desain yang lebih besar, utuh dan independen tanpa harus menghilangkan iden- titas dan karakteristik unit-unit penyusunnya sehingga dalam pola infinit tidak hanya ada satu

90 fokus perhatian estetis, melainkan terdapat sejumlah “penglihatan” yang harus dialami ketika mengamati modul, entitas atau motif-motif yang lebih kecil. Desain Islami selalu memiliki titik pusat yang tak terhitung jumlahnya, dan sebuah gaya persepsi internal yang menghilangkan kesan adanya permulaan maupun akhir yang konklusif.

REPETISI Repetisi merupakan elemen estetis yang menonjolkan kesan pengulangan dalam seni Islam. Prinsip repetisi adalah tidak ada bagian yang lebih menonjol dibandingkan bagian yang lain. Pengulangan yang terus menerus menyebabkan masing-masing bagian memperoleh tem- pat yang sama, dengan porsi yang sama. Penonjolan salah satu bagian, sebagai focal point, tidak diketemukan. Kondisi tersebut tampak pada ornamentasi dengan pola Arabeska.

DINAMIS Estetika Islam meupakan kolektivitas kedinamisan antar elemen di dalamnya. Imple- mentasi hal tersebut adalah penggunaan elemen yang tidak menonjolkan salah satu bagian se- cara berlebihan. Struktur keindahan dibangun dengan konsep kesatuan antar bagiannya. Penon- jolan salah satu bagian sebagai elemen utama dilihat sebagai tindakan yang akan mengurangi eksistensi bagian yang lain. Prinsip dinamisasi tersebut selaras dengan prinsip keselarsan dalam konsep estetika Jawa. Keselarasan adalah kosep yang menekankan pada prinsip kebersamaan. Penonjolan salah satu elemen sebagai atribut yang dianggap penting dinilai melanggar norma keselarasan tersebut. Keselarasan adalah bentuk seni yang tidak menonjolkan salah satu pihak secara berlebihan.

STRUKTUR ESTETIKA DAN ETIKA DALAM RAGAM HIAS Ragam hias masjid atap tumpang dihasilkan dari proses akulturatif antara pemahaman keindahan dalam konteks Islam dengan keindahan dalam konteks tradisional Jawa. Ragam hias yang dihasilkan, baik dalam pola geometris maupun dalan pola stilasi tumbuhan., merupakan pemaduan dari konsep keindahan dalam Islam dengan keindahan dalam konteks spiritualisme

Jawa.

91 Keindahan dalam spiritualisme Jawa mengedepankan keselarasan dalam bentuk atau- pun struktur visualnya. Keselarasan dihasilkan dari pola yang tidak rumit dan mudah dipaha- mi. Kerumitan dimaknai sebagai sikap yang tidak terbuka sehinga mode-model yang rumit dan membutuhkan penafsiran akan dicoba untuk dihidari. Keindahan dimaknai sebagai ungkapan spiritulitas, sehingga wilayah indah dan etis merupakan satu kesatuan. Keindahan tidak terpi- sah dengan paham-paham dalam etika. Estetika dalam konfigurasi elemen estetika masjid diletakkan dalam bingkai etika. Keindahan merupakan media untuk mencapai tahap kontempelasi. Keindahan dalam etika Jawa merupakan representasi dari sikap mengagungkan tuhan. Ragam hias masjid atap tump- ang mejadi manistasi kebesaran masjid yang bersangkutan. Konsep ragam hias pada masjid atan tumpang diselaraskan dengan konsep keindahan dalam kosmologi Jawa. Struktur simbolisme ragam hias dalam konteks estetika Jawa digambar- kan dalam bagan berikut:

92 KESIMPULAN Ragam hias pada mazsjid atap tumpang merupakan pemaduan dari ragam hias tradio- nal Jawa yang dipengaruhi agama Hindu dan disesuiakan dengan konsep-konsep estetika Islam. Konsep estetika dalam ragam hias masjid atap tumpang berpedoman pada konsep estetika Is- lam yang menganutr paham infinitas atau tanpa batas dan di sesuaikan dengan karakter estetika Jawa yang menonjolkan keselarasan. Bentuk-bentuk geometris pada umumnya digunakan sebagai penanda keislaman ban- gunan, sedangkan bentuk-bentuk yang lebih profan, dalam bentuk sulur-suluran, merupakan ungkapan kompromis antara konsep estetika Jawa yang tidak menyukai kekakuan bentuk den- gan estetika Islam yang rumit.

DAFTAR PUSTAKA Cassier, Ernes. 1990. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. De Jong. 1975. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yojakarta : Kanisius. Fatchan, A. 2004. Teori-teori Perubahan Sosial dalam Kajian Perspektif dan Empirik pada Pros- es Pembangunan Pertanian. Surabaya: Kampusiana. Geertz, Clifford. 1974. Kebudayaan dan Agama. Diterjemahkan oleh F. Budi Hardiman. 1995. Yogjakarta: Kanisius Hadiwijono, Harun. 1983. Konsepsi Tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Sinar Harapan. Hoop, Van Der. 1949. Indonesische Siermotiven-Ragam-Ragam Perhiasan Indonesia- Indo- nesia Ornamental Design. Bandoeng: Koninklijk Bataviaasch Genootsschap Van Kunsten En Wetenschappen. Ihromi, T.O. 1981. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Kartodirdjo, Sartono. 1993. Perkembangan peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada Uni- versity Press. Koentjaraningrat. 1993. Bunga Rampai Kebudayaan MentalItas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Magnis-Suseno, Frans. Etika Jawa Sebuah AnalIsa Falsafahi Tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa. Jakarta: Gramedia.

93 Muchtarom, Zaini. 1981. Santri dan Abangan di Jawa. Jakarta: INIS. Mulder, Niels 1996. Pribadi Dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Sinar Harapan. Sachari, Agus. 1994. Proses Transformasi Budaya Dan Pengaruhnya Terhadap Pergeseran Nilai- Nilai Estetika Desain Di Indonesia Periode 1900-1990-An. Thesis Pasca Sarjana ITB Tidak Diterbitkan. PPS ITB. Sachari, Agus. 2001. Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: ITB. Simuh.1996. Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa.Yogyakarta: Bentang. Strurrock, John. 2004. Strukturalisme Post-strukturalisme dari Levi-strauss sampai Derrida. Surabaya: JP Press. Sumardjo, Jakob. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-artefak Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta:

94 KEPEMIMPINAN DAN CARA MOTIVASI GENERAL MANAGER DALAM MANAJEMEN RADAR TASIKMALAYA TV

Rangga Saptya Mohamad Permana Evi Rosfiantika Program Studi Televisi dan Film, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Korespondensi: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara General Manager (GM) Radar Tasikmalaya TV (RT TV) memimpin dan memberikan motivasi pada para pekerjanya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Data penelitian diperoleh dari waw- ancara, observasi, dan telaah dokumen. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa GM RT TV menggunakan pendekatan hubungan kemanusiaan dalam kepemimpinannya. Pendekatan ini sesuai dengan yang dilakukan GM RT TV, di mana ia mengutamakan peranan penting kebu- tuhan pekerjanya, motivasi, dan hubungan informal yang hangat. Hal ini dilakukan karena GM RT TV menganggap para pekerjanya adalah individu-individu yang aktif, kreatif, inovatif, dan bisa mengaktualisasikan dirinya. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan pemuasan kebutuhan dipilih oleh GM RT TV untuk memotivasi para pekerjanya. Kata-kata Kunci: manajemen, televisi, GM, kepemimpinan, motivasi

95 GENERAL MANAGER’S LEADERSHIP AND MOTIVATION IN THE MANAGEMENT OF RADAR TASIKMALAYA TV

Rangga Saptya Mohamad Permana Evi Rosfiantika Television and Film Study Program, Faculty of Communication Sciences, Padjadjaran University Corresponding author: [email protected]

Abstract This study aims to find out how the General Manager (GM) Radar Tasikmalaya TV (RT TV) lead and motivate their workers. This research uses descriptive qualitative method. Data were obtained from interviews, observations, and document review. Based on the research results re- vealed that GM RT TV using the human relations approach in his leadership. He prioritizes key role employees need, motivation, and a warm informal relationships. Then, GM RT TV considers the workers are individuals who are active, creative, innovative, and able to actualize himself. Based on this, need-satisfaction approach chosen by GM RT TV to motivate workers. Keywords: management, television, GM, leadership, motivation

PENDAHULUAN Mary Parker Follet (1997) (dalam Sule & Saefullah, 2012: 5) mendefinisikan manajemen sebagai “seni mendapatkan sesuatu/menyelesaikan sesuatu dengan memberdayakan orang- orang” (management is the art of getting things done through people). Definisi ini menunjuk- kan bahwa tugas manajemen tidak saja melakukan kegiatan sistematis dalam rangka pencapa- ian tujuan, tetapi juga merupakan seni dalam memahami perilaku orang lain sehingga dapat diarahkan kepada pencapaian tujuan. Follet sendiri menganjurkan pentingnya manajemen me- mahami peran dan fungsi manusia secara utuh, dan dia meyakini perlunya sebuah organisasi untuk lebih demokratis dalam memandang pekerja, termasuk juga para manajernya. Dengan kata lain, bila peneliti mengacu pada definisi ini, cara seni memandang manaje- men media adalah ketika individu-individu dalam sebuah institusi media massa melaksanakan pekerjaannya melalui hubungannya dengan individu lain di dalam institusi media massa yang bersangkutan. Individu-individu tersebut bisa tumbuh dan berkembang melalui hubungannya

96 dengan individu lain di dalam institusi media massa tersebut. Menurut Hasibuan (1991) (dalam Suprapto, 2009: 124) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya se- cara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam definisi ini, jelas behwa seni terdapat di dalam manajemen. Mengapa? Karena sebagai seni, manajemen adalah “bagaimana” cara memimpin sekelompok orang atau tim kerja di dalam sebuah organisasi. Menurut definisi dari Hasibuan di atas, ada kata “mengatur”. Yang mengatur, memimp- in dan mengelola individu-individu dalam sebuah organisasi adalah seorang manajer. Dalam aspek-aspek seperti perencanaan, kepemimpinan, komunikasi, dan segala sesuatu yang men- yangkut unsur manusia, bagaimanapun juga seorang manajer harus mampu menggunakan pendekatan artistik. Di sinilah unsur seni dalam mengelola sebuah institusi media massa ber- peran; karena manusia adalah makhluk kreatif, berperasaan, dan yang terpenting, adalah makh- luk sosial yang selalu membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Dalam konteks manajemen media, organisasi tersebut adalah institusi media mas- sa; bisa itu institusi media cetak, media elektronik, atau bahkan media baru seperti internet. Seluruh institusi media massa tersebut membutuhkan sebuah manajemen karena di dalamnya mengandung unsur manusia; karena institusi media massa merupakan sebuah kerangka kerja dari suatu proses manajemen yang menunjukkan adanya pembagian tugas (job description) dan memenuhi persyaratan (spesifikasi teknis) tertentu yang jelas bagi setiap personel dalam melakukan pekerjaannya masing-masing dalam sebuah instansi media massa. Salah satu jenis media massa elektronik adalah televisi. Televisi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan media massa jenis lain, salah satu diantaranya adalah sifa- tnya yang audiovisual. Dengan sifat audiovisualnya ini, televisi dapat memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam memengaruhi sikap, perilaku, dan tindakan khalayaknya, terutama bagi khalayak yang pasif. Oleh karena itulah, televisi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman, mulai dari televisi hitam-putih sampai kini ada jenis televisi dengan gambar digital bahkan juga tersambung dengan internet. Televisi yang kita tonton mengandung program-program yang beragam, mulai dari pro- gram news, film, kuis, talk show, hingga program-program olahraga. Program-program terse- but tentu dikelola oleh sebuah lembaga, dalam hal ini sebuah stasiun televisi. Sebuah stasiun

97 televisi tentunya harus memiliki tujuan yang jelas dalam lembaganya. Menurut Peter Pringle (dalam Suprapto, 2009: 146) pada umumnya tujuan media penyiaran dapat dibagi ke dalam tiga hal, yaitu tujuan ekonomi, tujuan pelayanan, dan tujuan personal. Ketiga tujuan ini dapat dicapai melalui sebuah manajemen yang baik. Peran sebagai seorang pemimpin, pengatur, dan pengelola sebuah organisasi dipegang oleh seorang manajer. Seorang manajer harus memiliki keterampilan dasar manajerial dalam mengelola sebuah organisasi. Robert L. Katz (dalam Suprapto, 2009: 135) menggolongkan ket- erampilan dasar manajer tersebut menjadi tiga kategori, yaitu teknis (technical), kemanusiaan (human), dan konseptual (conceptual). Karena seni memandang manajemen media melalui unsur manusia yang terkandung di dalamnya, maka seni berkaitan erat dengan cara seorang manajer memimpin dan mengatur individu-individu lain dalam mengelola sebuah institusi me- dia massa, juga cara dia berhubungan dengan para pekerjanya. Seorang manajer harus mampu bekerja sama dengan orang lain, dan kemampuan tersebut disebut dengan human skill. Seluruh stasiun televisi pastinya menggunakan pendekatan seni ini dalam mengelola segala sesuatu yang mengandung unsur manusia, baik itu stasiun televisi dengan skala inter- nasional, regional, nasional, bahkan lokal. Salah satu televisi swasta lokal yang kini eksis men- gudara di Tasikmalaya adalah Radar Tasikmalaya TV (RT TV), yang gelombang siarannya bisa diterima di beberapa wilayah, antara lain Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Banjar, , hingga ke Cilacap. Sebagai salah satu institusi media massa, RT TV juga tentunya memiliki un- sur manusia yang harus dikelola di dalamnya. Seperti yang telah kita ketahui, dalam sebuah manajemen media, terdapat unsur 6M, yaitu Material (Produk), Market (Pasar), Method (Manajemen), Man (Manusia), Machine (Sa- rana), dan Money (Modal). Unsur seni dalam sebuah manajemen pada umumnya dan manaje- men media khususnya, terkandung pada unsur Man (Manusia). Jadi, lingkup manajemen me- dia dalam penelitian ini ada pada lingkup internal manajemen. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui bagaimana unsur-unsur seni diterapkan dalam pengelolaan manusia dalam manajemen RT TV melalui hubungan-hubungan antar manusia dalam perusahaan, yang dapat terwujud dari kepemimpinan dan pemberian motivasi dari Gen-

eral Manager (GM) RT TV kepada para pekerjanya.

98 FOKUS PENELITIAN Berdasarkan paparan pada pendahuluan di atas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah “Bagaimana cara General Manager (GM) Radar Tasikmalaya TV (RT TV) memimp- in dan memberikan motivasi pada para pekerjanya?”

PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian dari penelitian ini adalah: Bagaimanakah kepemimpinan General Manager (GM) Radar Tasikmalaya TV (RT TV)?” Bagaimanakah cara General Manager (GM) Radar Tasikmalaya TV (RT TV) memotivasi para pekerjanya?”

KAJIAN PUSTAKA KOMUNIKASI MASSA Menurut Gerbner (dalam Ardianto, dkk., 2007: 3) “Mass communication is the tech- nologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continuous flow of messages in industrial societies”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). Komunikasi massa juga bisa didefinisikan da- lam tiga ciri (Wright, dalam Severin dan Tankard, 2008: 4): 1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kom pleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar.

Menurut Joseph R. Dominick (dalam Effendy, 2011: 29), terdapat lima fungsi dari ko- munikasi massa, yaitu:

1. Pengawasan (surveillance), yang mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan beri a dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang

99 pekerjaannya melakukan pengawasan. Media mengumpulkan informasi untuk kita yang tidak bisa kita peroleh. Fungsi pengawasan ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yai tu: a. Pengawasan peringatan (warning or beware surveillance). Pengawasan jenis ini ter jadi jika media menyampaikan informasi yang berupa peringatan, seperti bencana alam, resesi moneter, atau serangan militer. b. Pengawasan instrumental (instrumental surveillance). Pengawasan jenis ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, seperti pengumuman film yang diputar di bioskop, harga barang, atau informasi mengenai hobi. 2. Interpretasi (interpretation), yaitu fungsi ketika media massa memberikan informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contohnya adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi siaran. 3. Hubungan (linkage), yaitu fungsi media massa dalam menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh sal uran perseorangan. Contohnya adalah kegiatan periklanan yang menghubungkan kebu tuhan dengan produk-produk penjual. 4. Sosialisasi, yaitu transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu kepada cara-cara di mana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan dengan membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting. 5. Hiburan (entertainment), yaitu fungsi media yang bisa memberikan hiburan kepada masyarakat. Contohnya adalah siaran langsung sepak bola.

MEDIA MASSA Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, ra- dio, televisi, dan film (Cangara, 2007: 126). Karakteristik media massa adalah sebagai berikut:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan, sampai pada penyajian informasi.

100 2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dengan penerima. 3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, di mana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama. 4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya. 5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan di mana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa.

TELEVISI Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada ke- hidupan manusia. Televisi mengalami perkembangan secara dramatis, terutama melalui per- tumbuhan televisi kabel. Transmisi program televisi kabel menjangkau seluruh pelosok negeri dengan bantuan satelit dan diterima langsung pada layar televisi di rumah dengan menggu- nakan wire atau microwave (wireless cables) yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa. Televisi tambah marak lagi setelah dikembangkannya Direct Broadcast Satellite (DBS) (Ardianto, dkk., 2007: 134). Kini sedikitnya terdapat lima metode penyampaian program televisi yang telah dikem- bangkan (dalam Ardianto, dkk., 2007: 135), yaitu : 1. Over-the-air reception of network and local station program. Kualitas gambar yang masih kuno ditingkatkan dengan High Density Television (HDTV). 2. Cable. Program disampaikan melalui satelit ke sistem kabel lokal, kemudian didistribusikan ke rumah-rumah dengan kabel di bawah tanah atau dengan tambahan kabel, sistem cable standard dibakukan tahun 1990-an. 3. Digital Cable. Ini bagian dari information super highway. Dahulu sistem kabel lokal dan telepon untuk pelanggan dalam jumlah besar memakai kabel kuno. Sekarang diganti dengan kabel serat optik yang ditanam di bawah tanah tetapi memiliki kapasitas lebih tinggi. Kabel serat optik ini dapat memuat lebih dari 500 saluran. Sistem ini memungkinkan ter

jadinya komunikasi televisi dua arah. Instalasi kabel serat optik ini termasuk program nasional yang memerlukan biaya sangat besar.

101 4. Wireless Cable. Sejumlah sistem kabel menyampaikan program bagi pelanggan yang menggunakan transmisi microwave (gelombang pendek) meskipun kabel ini di bawah tanah. Metode ini mengurangi biaya serat optik, tetapi memerlukan peralatan khusus dalam penerimaan program. 5. Direct Broadcast Satellite (DBS). Program-program ditransmisikan oleh satelit langsung dengan menggnakan piringan yang berdiameter 18 inci ditempatkan di atap rumah atau di Indonesia dikenal dengan istilah parabola. Metode ini merupakan terobosan dalam sistem televisi kabel, yang dimulai di Amerika Serikat sejak tahun 1994.

Ardianto, dkk., (2007: 137) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga karakteristik televisi yang membedakannya dengan media massa lain, yaitu: 1. Audiovisual: televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat. 2. Berpikir dalam gambar (think in picture): ada dua tahap yang dilakukan dalam proses ber pikir dalam gambar, yaitu visualisasi (visualization) dan penggambaran (picturization). Vi sualisasi adalah menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual, sedangkan penggambaran adalah kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. 3. Pengoperasian lebih kompleks: banyak sekali unsur yang terlibat dalam sebuah proses produksi siaran televisi, baik itu jumlah pekerja maupun peralatan yang digunakan. Hal itulah yang membuat televisi memiliki sistem pengoperasian yang lebih kompleks daripada media massa lainnya.

Pada dasarnya proses produksi suatu acara televisi ada tiga tahapan (pre production-pro- duction-post production) sesuai dengan perkembangannya saat ini ada yang berpendapat bahwa proses produksi ada empat tahapan (pre production/tahap perencanaan--rehearsal/set up persiapan secara teknis/tahapan persiapan akhir--post production/tahapan penyelesaian). Tahapan-tahapan sebuah proses produksi siaran televisi meliputi: 1. Pra produksi: perencanaan/tahap persiapan awal

2. Rehearsal/set up: setting peralatan, dekorasi/property, latihan camera work, pemain, general rehearsal.

102 3. Produksi: pelaksanaan shooting di lapangan. 4. Pasca produksi: penyelesaian produksi (editing/manipulating/mixing, dubbing/illustration, titling, previewing, revisi).

STASIUN TELEVISI LOKAL Stasiun penyiaran televisi lokal merupakan stasiun penyiaran televisi dengan wilayah siaran terkecil yang mencakup satu wilayah kota atau kabupaten. Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002, pasal 31 ayat 5 menyatakan, bahwa stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada lokasi tersebut. Ini berarti syarat atau kriteria suatu stasiun televisi dikategorikan sebagai penyiaran televisi lokal adalah lokasi sudah ditentukan dan jangkauan siarannya terba- tas.

RADAR TASIKMALAYA TV (RT TV) RT TV adalah sebuah stasiun televisi swasta lokal yang beroperasi di Kota Tasikmala- ya. Televisi lokal ini mengudara pada gelombang 56 UHF. Gelombang siaran RT TV mencak- up wilayah Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Garut, Pangandaran, hingga sebagian besar Cilacap. Komposisi siaran RT TV adalah 25% informasi, 20% berita, 30% hiburan, 10% pendidikan, 5% agama, dan 10% iklan. Program-program RT TV yang termasuk ke dalam hard news adalah Radar Siang (12.00 WIB), Radar Sore (18.30 WIB), dan Radar Malam (21.30 WIB). Pada akhir pekan, disiarkan program Radar Sepekan, yang ditayangkan setiap hari Minggu, pukul 18.30 WIB. Ada pula program Reportase Kriminal, yang ditayangkan setiap hari Senin, pukul 19.00 WIB. Sedangkan program-program RT TV yang termasuk ke dalam soft news adalah Pos Ronda, Cahaya Hati, Ceria (Cerdas, Riang, Gembira), Susur Wisata, Konsul Kesehatan, Wanita-wanita dan Pintu Hati. RT TV juga menyiarkan program-program hiburan yang mayoritas merupakan program hiburan yang berbau musik. Program-program hiburan tersebut antara lain Karaoke Dangdut, Indie-Session, Top Request, Top Request Weekend, Tembang Pasundan (Tepas), dan Kompilasi.

Pegawai inti RT TV berjumlah 30 orang, sudah termasuk General Manager (GM). Jadi, berdasarkan kuantitas, RT TV termasuk ke dalam organisasi penyiaran kecil. Jabatan-jabatan

103 inti yang ada di dalam struktur organisasi RT TV antara lain GM, Manajer Program, Manajer Iklan, Manajer Studio, dan bagian Administrasi. Strategi jangka pendek yang coba dirancang oleh manajemen RT TV adalah lebih berorientasi pada audiens dan lebih meningkatkan kuali- tas program yang ditayangkan. Untuk strategi jangka panjang, manajemen RT TV sedang beru- saha untuk mempersiapkan diri menyongsong era televisi digital.

MANAJEMEN Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-indivi- du yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melalui tindakan-tindakan yang telah ditetap- kan sebelumnya. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukan- nya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha mereka (Terry, 2012: 9). Sedangkan Nickels, McHugh and McHugh (1997, dalam Sule & Saefullah, 2012: 6) men- gatakan bahwa manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya (the process used to accom- plish organizational goals through planning, organizing, directing, and controlling people and other organizational resources). Berdasarkan pengertian ini, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen pada dasarnya merupakan seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang ter- kait dengan pencapaian tujuan. Dalam penyelesaian akan sesuatu tersebut, terdapat tiga faktor yang terlibat: 1. Adanya penggunaan sumber daya organisasi, baik sumber daya manusia, maupun faktor-faktor produksi lainnya. Atau sebagaimana menurut Griffin, sumber daya tersebut meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya keuangan, serta informasi. 2. Adanya proses yang bertahap dari mulai perencanaan, pengorganisasian, pengerahan dan pengimplementasian, hingga pengendalian dan pengawasan. 3. Adanya seni dalam menyelesaikan pekerjaan.

104 Morissan (2011: 135) menyebutkan bahwa ada tiga alasan utama mengapa manajemen diperlukan, yaitu: 1. Untuk mencapai tujuan: Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. 2. Untuk menjaga keseimbangan: Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi. 3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda; salah satu cara yang umum yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan patokan efisiensi dan efektivitas.

MANAJER Manajer adalah orang yang melakukan kegiatan manajemen. Lebih lengkap lagi, mana- jer adalah individu yang bertanggungjawab secara langsung untuk memastikan kegiatan dalam sebuah organisasi dijalankan bersama para anggota dari organisasi (Sule & Saefullah, 2012: 18). Mengadopsi peran manajer dari Schermerchon yang mengutip pendapat Mintzberg (dalam Su- prapto, 2009: 134) bahwa manajer, terutama manajer komunikasi, memiliki tiga peran utama, yaitu: 1. Peran interpersonal (interpersonal roles): Menyangkut interaksi dengan pihak dalam maupun luar organisasi. 2, Peran informasional (informational roles): Menyangkut pemberian, penerimaan, dan penganalisisan informasi. 3. Peran pengambilan keputusan (decisional roles): Menyangkut pemanfaatan informasi utnuk membuat keputusan dalam memecahkan permasalahan atau melihat kesempatan yang ada.

Robert L. Katz (dalam Suprapto, 2009: 135) menggolongkan keterampilan dasar mana- jer menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Keterampilan Teknis (Technical Skill): Kemampuan untuk menggunakan keahlian khusus dalam melakukan tugas tertentu.

2. Keterampilan Kemanusiaan (Human Skill): Kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain. Ada tiga falsafah dalam human skill ini, yaitu mutual interest (kepentingan bersama),

105 human dignity (harga diri), dan perbedaan-perbedaan individu. 3. Keterampilan Konseptual (Conceptual Skill): Berhubungan dengan konsep dalam proses manajerial.

Menurut Morissan (2011: 137) pada media penyiaran—dan juga perusahaan lainnya pada umumnya—posisi manajer biasanya terdiri dari tiga tingkatan (level), yaitu: 1. Manajer tingkat bawah (lower level manager); manajer pada tingkat ini bertugas mengawasi secara dekat pekerjaan rutin karyawan yang berada di bawah naungannya. Manajer tingkat bawah bertanggung jawab kepada manajer tingkat menengah. 2. Manajer tingkat menengah (middle manager); bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan tertentu sebagai bagian dari proses untuk mencapai tujuan utama perusahaan. Manajemen menengah dapat meliputi beberapa tingkatan dalam suatu organisasi. Para manajer menengah membawahi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan para manajer lainnya dan kadang-kadang juga karyawan operasional. Sebutan lain bagi manajer menengah adalah manajer departemen, kepala pengawas (superintendents) dan sebagainya. 3. Manajer puncak (top manager); manajer yang mengoordinasikan kegiatan perusahaan serta memberikan arahan dan petunjuk umum untuk mencapai tujuan perusahaan. Klasifikasi manajer tertinggi ini terdiri dari sekelompok kecil eksekutif. Manajemen puncak bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen organisasi. Sebutan khas bagi manajer puncak adalah direktur atau presiden direktur.

GENERAL MANAGER (GM; MANAJER UMUM) Pimpinan tertinggi suatu stasiun penyiaran biasanya disebut General Manager (GM; ma- najer umum), pada stasiun besar berskala nasional, pimpinan tertinggi ini disebut juga direk- tur utama. Seorang GM bertanggung jawab untuk seluruh bagian stasiun penyiaran, namun ia mempunyai dua tanggung jawab utama, yaitu: (1) menetapkan sasaran (target) pemasaran; dan (2) mengendalikan pengeluaran (Morissan, 2011: 153). Pada media penyiaran, GM bertanggung jawab kepada pemilik dan pemegang saham da-

lam melaksanakan koordinasi sumber daya yang ada (manusia dan barang) sedemikian rupa sehingga tujuan media penyiaran bersangkutan dapat tercapai. GM pada dasarnya bertanggung

106 jawab dalam setiap aspek operasional suatu stasiun penyiaran. Dalam melaksanakan tanggung jawab manajemennya, GM melaksanakan empat fungsi dasar, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan dan memberikan pengaruh (directing/influencing) serta pengawasan (controlling) (Morissan, 2011: 138).

KEPEMIMPINAN Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995, dalam Sule & Saefullah, 2012: 255) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses dalam mengarahkan dan memengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan (the process of directing and influencing the task-related activities of group member). Lebih jauh lagi, Griffin (dalam Sule & Saefullah, 2012: 255) mem- bagi pengertian kepemimpinan menjadi dua konsep, yaitu sebagai proses dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk men- caai tujuan tersebut, serta membantu menciptakan budaya produktif dalam organisasi. Adapun dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Stoner juga menambahkan definisi kepemimpinan manajerial. Menurut Stoner (dalam Morissan, 2011: 165), kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pen- garahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang sal- ing berhubungan tugasnya. Pemberian pengaruh maksudnya adalah pemimpin dapat memen- garuhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Tujuan kepemimpinan, di sisi lain, adalah membantu orang untuk menegakkan kemba- li, mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Jadi, pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan. Pemimpin bertindak dengan cara-cara memperlancar produktivitas, moral tinggi, respons yang energik, kecakapan kerja yang berkualitas, komitmen, efisiensi, sedikit kelemahan, kepuasan, kehadiran, dan kes- inambungan dalam organisasi (Pace & Faules, 2006: 276).

Terry (2012: 155) menyusun beberapa jenis kepemimpinan, antara lain kepemimpinan menurut situasinya, kepemimpinan menurut perilaku-pribadi, kepemimpinan yang tugas-sen-

107 tris atau pekerja-sentris, kepemimpinan pribadi, kepemimpinan demokratis, kepemimpinan otoriter, kepemimpinan paternalistis, dan kepemimpinan “alami”. Terry juga menambahkan bahwa terdapat lima keterampilan yang penting untuk dikembangkan oleh seorang pemimpin, yaitu objektivitas terhadap hubungan dan perilaku manusia, mampu berkomunikasi, wibawa, kesadaran diri, dan mengajar.

MOTIVASI Menurut Franch dan Raven, sebagaimana dikutip Stoner, Freeman, dan Gilbert (dalam Sule & Saefullah, 2012: 235), motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menun- jukkan perilaku tertentu (motivation is the set of forces that cause people to behave in certain ways). Stoner, Freeman, dan Gilbert (dalam Sule & Saefullah, 2012: 237) juga mengemukakan bahwa paling tidak terdapat tiga pendekatan yang telah dikenal dalam dunia manajemen, yaitu pendekatan tradisional atau dikenal sebagai traditional model of motivation theory, pendekatan relasi manusia atau human relation model, dan pendekatan sumber daya manusia atau human resources model. Menurut Terry (2012: 130), motivasi dapat diartikan sebagai mengusahakan supaya seseo- rang dapat menyelesaikan pekerjaan dengan semangat karena ia ingin mengerjakannya. Tugas seorang manajer adalah menciptakan kondisi-kondisi kerja yang akan membangkitkan dan mempertahankan keinginan untuk bersemangat itu. Untuk itu, seorang manajer perlu men- genal orang dan memiliki keterampilan untuk mengetahui perilaku mereka. Manusia memiliki motivasi yang berbeda; tergantung dari banyak faktor seperti kepribadian, ambisi, pendidikan dan usia. Terry (2012: 130) juga mengatakan bahwa ada tiga pendekatan penting yang menyangkut motivasi, yaitu: 1. Pendekatan “Partnership”: Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pegawai tidak menyukai pekerjaan, namun mereka akan melaksanakannya dengan baik apabila mereka mempunyai perasaan bahwa mereka berpartisipasi dalam hasil-hasil perusahaan. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan motivasi, manajer perlu bersikap ramah dan penuh

pertimbangan, menghindari konflik-konflik kepegawaian, menciptakan kondisi kerja yang nyaman dan apabila perusahaan makmur, maka pegawainya pun harus makmur.

108 2. Pendekatan Produktivitas: Pendekatan ini menekankan pada imbalan yang didasarkan pada produktivitas kerja. Pemberian tugas menjadi spesifik dan tingkat upah atau gaji ditetapkan sesuai prestasinya. Kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan diikuti dengan seksama; tugas-tugas diuraikan dengan jelas, pelaksanaan tugas dihitung dengan tepat dan pelaksanaan tugas yang baik diberi imbalan yang memadai. Dasar pemikiran pendekatan ini adalah bahwa orang yang melaksanakan suatu pekerjaan dan diberi imbalan berusaha untuk mengulang kembali pekerjaan tersebut. Sebaliknya, apabila pegawai dikenakan hukuman sebagai akibat dari tindakannya, ia tidak akan berusaha untuk mengulanginya lagi. 3. Pendekatan Pemuasan-Kebutuhan: Pendekatan ini menekankan pada suatu usaha untuk memberikan perhatian terhadap kebutuhan manusiawi dan memberi kepuasan melalui kondisi-kondisi kerja. Perhatian tersebut tidak ditujukan pada kepuasan manusiawi, tetapi pada kepuasan yang diperjuangkan oleh mereka. Manusia selalu memiliki kebutuhan; apabila satu kebutuhan sudah terpenuhi, timbul yang lain lagi sebagai penggantinya. Akibatnya, manusia terus mencari jalan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada pendekatan ini, maka cara dan suasana kerja ditetapkan mengikuti keterampilan kerja pegawai supaya ada perimbangan antar kepuasan dan kebutuhan, serta hubungan antar anggota kelompok dan pekerjaannya. Tujuannya ialah membangkitkan suatu kemauan untuk mengerjakan tugas, sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan memberi kepuasan kepada yang bersangkutan dan perusahaan.

METODOLOGI PENELITIAN METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kual- itatif dengan menggunakan desain deskriptif-kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneli- ti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kual- itatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010: 9).

109 Penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi (Rakhmat, 2012: 24). Sedangkan format deskriptif kualitatif pada umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Format deskriptif kualitatif studi kasus tidak memiliki ciri seperti air (menyebar di permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena (Bungin, 2011: 68). Jadi, dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memaparkan dan memusatkan perhatian pada bagaimana kepemimpinan GM Radar Tasikmalaya TV (RT TV) dan cara ia memotivasi para pekerjanya dengan metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan telaah dokumen.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA Wawancara Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2010: 231), mendefinisikan wawancara sebagai beri- kut: a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic (Waw- ancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu). Untuk menggali informasi-informasi yang dibutuhkan, peneliti telah mewawancarai salah seorang manajer divisi di RT TV, yaitu Djalu Dwi Martanto, atau biasa dipanggil Pak Anto. Peneliti mewawancarai beliau pada tanggal 21 Agustus 2016. Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, di mana data-data penting telah peneliti dapatkan dari beliau. Tentu saja data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara ini sangat berguna untuk menun- jang penelitian.

Observasi Sutrisno Hadi (1986, dalam Sugiyono, 2010: 145) mengemukakan bahwa observasi mer- upakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh data pelengkap yang dibutuhkan dalam penyusunan karya ilmiah ini dengan cara terjun secara langsung ke lapangan

110 (field research). Maksud peneliti terjun ke lapangan adalah peneliti melakukan kunjungan ke kantor dan studio Radar Tasikmalaya TV untuk mengamati perilaku GM RT TV dalam memi- mpin dan memotivasi para pekerjanya.

Telaah Dokumen Dalam hal dokumen, Bogdan (dalam Sugiyono, 2010: 240) menyatakan “in most tradi- tion of qualitative research, the phrase personal documentation is used broadly to refer to any forst person narative produced by an individual which describes his or her own actions, experi- ence and belief”. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi atau telaah dokumen dilaku- kan oleh peneliti untuk memperoleh data tambahan. Teknik ini dilakukan oleh peneliti sebelum terjun ke lapangan, ketika proses penelitian di lapangan, dan setelah penelitian dilakukan. Pe- neliti mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber tertulis yang dapat membantu dalam melakukan penelitian ini. Peneliti mengumpulkan, membaca, dan menelaah data yang berbentuk tulisan dan gambar dari berbagai sumber tertulis mengenai manajemen, manajemen media penyiaran, kepemimpinan, dan motivasi.

Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini adalah studi kasus mikroetnografi. Studi kasus mikroetnografi dilakukan terhadap sebuah unit sosial terkecil. Ka- takanlah sebuah sisi tertentu dalam kehidupan sebuah komunitas atau organisasi atau bahkan seorang individu (Bungin, 2011: 239). Peneliti menggunakan data-data yang telah diperoleh lalu menganalisisnya melalui per- tanyaan “how” (bagaimana) sebuah unit sosial terkecil (dalam hal ini GM RT TV) memimpin dan memotivasi para pekerjanya, lalu mendeskripsikannya berdasarkan realitas yang terjadi di dalam manajemen RT TV.

HASIL DAN PEMBAHASAN KEPEMIMPINAN GENERAL MANAGER (GM) RADAR TASIKMALAYA TV (RT TV)

Berdasarkan wawancara yang telah peneliti lakukan, ternyata GM di RT TV sangat men- junjung tinggi hubungan manusiawi ketika menghadapi para pekerjanya, sehingga terjalin se-

111 buah rasa kekeluargaan yang tinggi antara dia, para manajer divisi dan para pekerja. Bisa dibil- ang, dalam memimpin para pekerjanya, GM RT TV menggunakan pendekatan hubungan kerja kemanusiaan. Pendekatan hubungan kerja kemanusiaan berpangkal tolak dari pendirian bahwa di dalam organisasi yang di dalamnya beranggotakan lebih dari seorang, pasti melibatkan antar hubungan di antara mereka (Sutarto, 1987: 258). Pendekatan ini sesuai dengan yang dilakukan GM RT TV, di mana ia mengutamakan peranan penting kebutuhan pekerjanya, motivasi, dan hubungan informal yang hangat. Sang GM sadar bahwa para individu di dalam manajemen RT TV bisa bekerja dengan baik apabila ia membangun sebuah hubungan yang baik di antara mereka. GM di RT TV juga menekankan pola kepemimpinan yang demokratis; di mana para pekerjanya bisa menyempaikan pendapat secara terbuka untuk meraih tujuan bersama. Bila dilihat dari jenis kepemimpinan yang diutarakan George R. Terry, GM RT TV termasuk ke dalam jenis kepemimpinan pekerja-sentris, di mana ia peka terhadap kebutuhan psikologis pekerjanya dan mengedepankan hubungan antar manusia yang kuat. Pengambilan keputusan dilakukan melalui partisipasi dan para manajer divisi dianggap sebagai koordinator dan stimulator gagasan. Dengan sumber daya manusia yang hanya berjumlah 30 orang (terma- suk dia), GM dapat mengenal karakteristik personal para manajer divisi juga para pekerjanya. Dengan modal tersebut, dia dapat memilih jenis kepemimpinan ini. Gaya kepemimpinan seseorang berdasarkan pada beberapa asumsi mengenai manusia dan apa yang memotivasi mereka. McGregor (1967, dalam Pace & Faules, 2006: 277) menentu- kan dua perangkat asumsi atau pendapat bipolar yang cenderung dipakai oleh para pemimpin mengenai orang lain. Kedua jenis asumsi ini disebut Teori X dan Teori Y. Seorang pemimp- in yang berpegang pada Teori X akan menganggap orang sebagai suatu alat produksi, dimo- tivasikan oleh ketakutan akan hukuman atau oleh kebutuhannya akan uang dan rasa aman. Pimpinan yang memandang pegawai dengan cara seperti ini, cenderung mengawasi mereka dengan ketat, membuat dan menjalankan aturan dengan keras, dan menggunakan ancaman hu- kuman sebagai alat untuk memotivasi mereka. Sedangkan pemimpin yang mendasari gagasan atau tindakannya dengan Teori Y beranggapan bahwa pegawai itu ambisius, penuh motiva-

si, dan dapat mengendalikan diri mereka sendiri. Pimpinan percaya bahwa pegawai bisa me- nikmati tugas-tugas yang mereka emban tanpa ada pengaruh/rangsangan eksternal. Pimpinan

112 juga percaya bahwa pegawainya bisa memecahkan persoalan dan mengambil keputusan secara mandiri. Bila merujuk pada asumsi Teori X dan Teori Y ini, peneliti dapat melihat bahwa GM RT TV termasuk ke dalam pimpinan yang menganut asumsi dari Teori Y, di mana ia menganggap para pekerjanya adalah para individu aktif yang bisa menikmati pekerjaanya, bersedia member- ikan kontribusi pada perusahaan, bersedia menerima tanggung jawab, dapat membuat keputu- san bagi diri sendiri, dan mampu menanggulangi masalah-masalah yang terjadi. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan narasumber, para manajer divisi menilai GM adalah orang yang sangat demokratis. Dalam meeting internal yang biasa dilakukan jajaran manajerial setiap bulan, GM amat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil pengertian dan kesepakatan para manajer divisi. GM selalu mendengarkan dan mencari ga- gasan, pendapat dan sikap yang berbeda dari yang dianutnya. GM memiliki keyakinan kuat mengenai apa-apa yang harus dilakukan, tetapi memberi respon pada gagasan para manajer divisi yang logis dengan mengubah pendapatnya. Bila terjadi konflik, GM selalu mencoba me- meriksa alasan-alasan timbulnya perbedaan dan mencari penyebab utamanya. Dalam perilaku kepemimpinannya, GM mampu menunjukkan kebutuhan akan saling memercayai dan saling menghargai di anatara dia, para manajer divisi, dan para pekerja, juga menghargai pekerjaan sebagai sebuah upaya pencapaian tujuan perusahaan RT TV. Menurut pandangan peneliti, per- ilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh GM RT TV ini sangat sesuai dengan gaya kepemimpinan team style dalam Managerial Grid Theory dari Blake & Mouton. Dalam mengarahakan (directing) para pekerjanya, GM RT TV melakukannya secara lisan dan tulisan, tergantung pada waktu dan tingkat kepentingan pesan yang ingin disampaikan. Bahkan, bila waktu yang tersedia cukup banyak, seringkali GM RT TV melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan para manajer divisi tentang rencana, tujuan, dan tugas-tugas yang harus dilakukan baik oleh para manajer divisi maupun para pekerja. Hal ini dilakukan agar ada feedback yang terbuka dari seluruh peserta FGD, sekaligus juga sebagai bentuk evaluasi ren- cana kerja sebelumnya. Instruksi secara tertulis dipilih oleh GM RT TV bila pesan yang ingin disampaikan sudah jelas dan sederhana, sehingga tidak akan menimbulkan multi persepsi dari para manajer divisi dan para pekerja. Misalnya saja informasi tentang pengumuman rapat dan undangan makan malam atau buka bersama ketika bulan Ramadhan.

113 Dalam manajemen RT TV, wewenang GM ternyata dapat dilimpahkan pada para mana- jer divisi dan bahkan para pekerja; tergantung pada situasi yang sedang dihadapi. Meskipun ada pelimpahan wewenang, GM RT TV melimpahkan wewenangnya untuk mengelola tugas-tugas di dalam batas-batas yang telah ditentukan, namun wewenang akhir tetap berada pada GM yang memegang wewenang untuk mengelola seluruh kegiatan dan memikul tanggung jawab terakhir. Dalam manajemen RT TV, salah satu pendelegasian wewenang GM terhadap para mana- jer divisi terwujud dalam bentuk rekruitmen pekerja. Menurut hasil wawancara, ternyata sistem rekruitmen pekerja di RT TV dilimpahkan pada manajer divisi. Dengan kata lain, bila sebuah divisi membutuhkan pekerja baru, sang manajer divisi akan mendiskusikannya dulu dengan GM, lalu bi- asanya GM memberikan wewenang pada manajer divisi yang membutuhkan pekerja tersebut untuk melakukan seleksi. Yang jelas, persyaratan minimal untuk menjadi pekerja di RT TV harus memiliki gelar S1, baik itu di divisi program & produksi, iklan, studio, atau administrasi. Pendelegasian we- wenang ini dilakukan karena di dalam manajemen RT TV tidak terdapat divisi HRD atau personalia yang biasanya bertugas untuk menyaring para calon pekerja. Sedangkan pendelegasian wewenang GM terhadap pekerja terwujud dalam bentuk pengambilan keputusan di lapangan. Bila keadaan di lapangan memaksa seorang pekerja untuk mengambil keputusan tanpa terlebih dahulu melapor kepada manajer divisi atau GM, itu boleh saja dilakukan, asalkan ada alasan yang logis dan jelas, disertai laporan yang memadai dan tanggung jawab yang besar dari pekerja. Berdasarkan pendelegasian wewenang tersebut, bisa dikatakan bahwa manajemen RT TV menganut desentralisasi wewenang, yang merujuk pada konsep pengorganisasian yang memandang bahwa apa yang terjadi di lapangan atau dalam kenyataan seringkali tidak sesuai dengan apa yang dipahami oleh hierarki tertinggi dari sebuah organisasi, oleh karena itu perlu ada pembagian porsi dalam hal pengambilan keputusan dan kebijakan yang menyangkut den- gan cara bagaimana organisasi akan dijalankan (Sule & Saefullah, 2012: 183). Menurut peneliti, desentralisasi wewenang sangat cocok digunakan dalam manajemen RT TV yang cair, kare- na menurut Terry (2012: 105), desentralisasi wewenang bisa mendorong efektivitas hubungan antar manusia, terdapat kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan dan mengelola

organisasi, dapat meningkatkan kerja sama dan membina bagian-bagian dari organisasi, serta bisa menyebarkan resiko-resiko kerugian personal dan fasilitas-fasilitas.

114 CARA GENERAL MANAGER (GM) RADAR TASIKMALAYA TV (RT TV) MEMOTIVASI PARA PEKERJA Keberhasilan stasiun penyiaran dalam mencapai tujuannya terkait sangat erat dengan tingkatan atau derajat kepuasan keryawan dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan, maka kemungkinan semakin besar karyawan memberikan kontri- busi terbaiknya untuk mencapai tujuan stasiun penyiaran bersangkutan (Morissan, 2011: 162- 163). Hal ini tampaknya diperhatikan oleh GM RT TV. GM RT TV menganggap para pekerjan- ya adalah individu-individu yang aktif, kreatif, inovatif, dan bisa mengaktualisasikan dirinya. Oleh karena itu, motivasi yang seringkali diberikan oleh GM RT TV kepada para pekerjanya tidak selalu berbentuk materi/uang. Penghargaan personal yang ditunjang dalam situasi komunikasi yang cair dan penuh ke- dekatan ternyata dapat menambah motivasi para pekerja. Para manajer divisi juga terus berupaya mewujudkan sebuah suasana pekerjaan yang kondusif serta mendukung adanya partisipasi dari para pekerja di divisiya dalam hal bekerja, berinisiatif, dan melakukan pekerjaan secara mandiri. GM RT TV juga memberikan motivasi kepada para pekerjanya dengan cara memberi kesempatan utnuk membuat keputusan atas pekerjaan serta memberikan mereka tanggung jawab. Dalam memberikan motivasi, GM RT TV menggunakan pendekatan pemuasan kebu- tuhan. Pada pendekatan ini, maka cara dan suasana kerja ditetapkan mengikuti keterampilan kerja pegawai supaya ada perimbangan antar kepuasan dan kebutuhan, serta hubungan antar anggota kelompok dan pekerjaannya. Tujuannya ialah membangkitkan suatu kemauan untuk mengerjakan tugas, sehingga dapat diselesaikan dengan baik dan memberi kepuasan kepada yang bersangkutan dan perusahaan (Terry, 2012: 131-132). Selain motivasi dalam lingkup internal yang dilakukan baik itu oleh GM maupun para manajer divisi kepada para pekerja di divisinya, motivasi yang datang dari pihak eksternal pun dilakukan oleh manajemen RT TV. Jika para pekerja dinilai sudah dalam titik jenuh tertinggi dalam bekerja, dan juga sedang terlihat lelah secara fisik dan mental, biasanya manajemen RT TV mengadakan sebuah pelatihan motivasi yang berbentuk hypnotherapy di mana pelatihan tersebut dilakukan oleh sebuah lembaga hypnotherapy. Biasanya pelatihan tersebut dilakukan selama sehari penuh. Tidak hanya para pekerja yang mengikuti pelatihan tersebut, termasuk juga GM dan para manajer divisi.

115 SIMPULAN GM RT TV menggunakan pendekatan hubungan kemanusiaan dalam kepemimpinan- nya. Pendekatan ini sesuai dengan yang dilakukan GM RT TV, di mana ia mengutamakan per- anan penting kebutuhan pekerjanya, motivasi, dan hubungan informal yang hangat. Sang GM sadar bahwa para individu di dalam manajemen RT TV bisa bekerja dengan baik apabila ia membangun sebuah hubungan yang baik di antara mereka. GM di RT TV juga menekankan pola kepemimpinan yang demokratis; di mana para pekerjanya bisa menyempaikan pendapat secara terbuka untuk meraih tujuan bersama. Hal ini terwujud dalam gaya kepemimpinannya, cara ia mengarahkan para pekerjanya, sampai pada pendelegasian wewenang yang dilakukann- ya dengan cara desentralisasi. Motivasi yang diberikan oleh GM RT TV tidak selalu berwujud materi. Hal ini dilakukan karena GM RT TV menganggap para pekerjanya adalah individu-individu yang aktif, kreatif, inovatif, dan bisa mengaktualisasikan dirinya. Berdasarkan hal tersebut, pendekatan pemuasan kebutuhan dipilih oleh GM RT TV untuk memotivasi para pekerjanya. Sebagai tambahan, ma- najemen RT TV juga kerap mengadakan sebuah pelatihan motivasi yang berbentuk hypnother- apy di mana pelatihan tersebut dilakukan oleh sebuah lembaga hypnotherapy jika para pekerja sucah mencapai titik jenuh tertinggi.

DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro, dkk. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekat- ama Media. Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Edisi Kedua). Jakarta: Kencana. Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Effendy, Onong Uchjana. 2011. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda- karya. Morissan. 2011. Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelola Radio & Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pace, R. Wayne & Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

116 Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statis- tik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Severin, Werner J. dan James W. Tankard. 2008. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Tera- pan di Dalam Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah. 2012. Pengantar Manajemen Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Suprapto, Tommy. 2009. Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: MedPress. Sutarto. 1987. Dasar-dasar Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terry, George R. 2012. Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.

Sumber Lain: Wawancara, 21 Agustus 2016. Djalu Dwi Martanto (Manajer Studio Radar Tasikmalaya TV).

117 DESAIN HIBRID ARSITEKTUR NUSANTARA SEBUAH WACANA POSKOLONIAL

Oleh I Gede Mugi Raharja Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Desain lahir sebagai akibat bertemunya seni rupa dengan teknologi (mesin uap) pada abad ke-18, yang membawa nilai-nilai dan parameter baru. Desain berasal dari kata disegno (bahasa Italia), yang berarti menggambar, dan istilah tersebut telah digunakan pada masa Re- naisans sebagai basis dari semua seni visual. Pada abad ke-20, ruang lingkup desain meliputi fenomena benda buatan manusia. Desain modern dipelopori oleh Bauhaus (1919 – 1933) di Jer- man, namun dalam perkembangannya mendapat kritikan, sehingga melahirkan mazhab pos- modenisme. Posmodern membawa nilai-nilai baru dalam desain, antara lain mengakui adanya pluralitas dan kekayaan sejarah, bentuk tidak lagi bersifat logis, dan desain dapat meminjam budaya lain. Meskipun demikian, desain modern sudah terlanjur menyebar ke seluruh dunia, khususnya ke negara-negara jajahan imperialis Barat, antara lain Indonesia. Hal inilah antara lain yang menyebabkan lahirnya desain hibrid di Indonesia. Desain hibrid di Indonesia mer- upakan bagian dari wacana poskolonial yang tidak mempertentangkan antara desain modern kolonial (Barat) dengan desain yang berakar dari tradisi Nusantara. Desain hibrid Indonesia adalah produk desain hasil perkawinan desain modern kolonial dengan desain yang berakar dari tradisi Nusantara, sehingga bersinergi secara positip dan menghasilkan bentuk desain baru. Contoh desain hibrid di Indonesia antara lain Gedung Kampus ITB (Aula Timur dan Barat), serta Wantilan Bali Hotel Denpasar, yang dibangun pada masa kolonial. Kata Kunci: Designo, Modern, Posmodern, Poskolonial, Desain Hibrid.

Abstract Design was born as a result of the convergence of art with technology (steam engines) in the 18th century, which brought values ​​and new parameters. Design comes from the word disegno (Italian), which means the drawing, and the term has been used in the Renaissance as the basis of all visual art. In the 20th century, the scope of the design include the phenomenon of man-made ob- jects. The modern design pioneered by Bauhaus (1919 - 1933) in Germany, but in its development

118 criticism, thus giving birth trend of posmodenisme. Postmodern bring new values in​​ design, among others acknowledge the plurality and richness of history, no longer forms are logical, and the design can borrow another culture. Nonetheless, modern design has already spread to the whole world, especially to the countries of the Western imperialist colonies, among others Indonesian. These are problems that led to the birth of hybrid design in Indonesia. Hybrid design in Indonesia are part of the post-colonial discourse that does not polarize between modern design colonial (West) with a design rooted in the traditions of Nusantara. Indonesia hybrid of design is a product design from the marriage of modern design with a colonial design that is rooted in the tradition of Nusantara, so that positive synergy and generate new forms of design. Examples of hybrid design in Indonesia such as ITB campus buildings (East Hall and West), and Wantilan Bali Hotel Denpasar, which was built during the colonial era. Keywords: Designo, Modern, Postmodern, post-colonial, Hybrid Design.

PENDAHULUAN Terjadinya penguasaan wilayah oleh bangsa kulit putih di masa lalu terhadap bangsa di luar Eropa, lama kelamaan menyebabkan memunculkan sikap superioritas dan dominasi bang- sa kulit putih terhadap bangsa pribumi di luar Eropa pada masa kolonial. Superioritas dan dom- inasi budaya kulit putih terhadap budaya lokal pribumi hingga kini masih berlanjut. Superior- itas dan dominasinya, kini bergeser kepada kemajuan iptek dunia Barat yang telah menggiring semua kebudayaan dunia menuju kebudayaan global. Akibat dari kondisi ini, maka muncullah upaya-upaya untuk mengangkat keunggulan budaya lokal untuk dapat memenangkan persain- gan di dunia global. Hal ini sesuai dengan prediksi Toffler (dalam Sachari, 1995: 80—84), bahwa pada era globalisasi, semua produk industri cenderung mengarah kepada pembuatan produk spesifik untuk menjatuhkan pesaing di pasar terbuka. Sejak masa kolonial perlawanan terhadap dominasi Barat, yang identik dengan budaya kulit putih sudah dilakukan. Orang kulit putih juga tidak mau dekat atau bergaul dengan bangsa pribumi, termasuk yang ada di Hindia Belanda (Indonesia). Akan tetapi, ada juga orang kulit putih (Belanda) yang mau bergaul dan membantu perjuangan bangsa Indonesia, seperti Eduard Douwes Dekker. Tokoh ini kemudian dikenal dengan nama Danudirja Setiabudi dan memben- tuk kelompok Tiga Serangkai bersama dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Douwes Dekker kemudian menggagas nama Nusantara yang diambil dari budaya , untuk menggantikan istilah Hindia Belanda. Nama Nusantara juga di-

119 hidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara untuk menyebut kepulauan Indonesia, setelah Kon- gres Pemuda 1928. Orang kulit putih (Belanda) yang menikahi bangsa pribumi Indonesia juga ada, seperti kakek dari Ir. Henri Maclaine Pont, arsitek Kampus ITB Bandung (Belanda – Bugis/ Makasar). Perkawinan bangsa kolonial kulit putih dengan bangsa pribumi kemudian menghasil- kan keturunan yang disebut hibrid. Hibriditas berguna untuk menjelaskan percampuran bu- daya dan munculnya bentuk-bentuk identitas baru. Konsep hibriditas banyak berkaitan dengan jejak-jejak budaya kolonial di seluruh dunia, yang menyebabkan percampuran antara budaya kolonial dengan budaya lokal bangsa yang dijajah. Representasi budaya hibrid merupakan ba- gian dari wacana poskolonial, yang mengeksplorasi kondisi diskursif pascakolonialisasi, yaitu bagaimana relasi kolonial dan masa-masa setelahnya dibangun. Dalam kaitan dengan desain, maka desain-desain yang mengawinkan desain modern Barat dengan desain lokal yang berakar dari tradisi pribumi, dapat disebut dengan desain hi- brid. Hibriditas desain di bumi Nusantara pada masa kolonial, antara lain telah dilakukan oleh bangsa kulit putih atau keturunan Belanda dalam bidang arsitektur. Seperti yang dilakukan oleh Ir. Henri Maclaine Pont, yang menghasilkan Kampus Technische Hoogeschool (ITB) Bandung pada 1920. Di Bali juga dapat ditemukan desain hibrid peninggalan kolonial, yaitu Wantilan Bali Hotel Denpasar. Bali Hotel secara keseluruhan dirancang oleh arsitek dari Biro AIA (Algemeen Ingineurs en Architecten) pada 1930-an. Jadi, produk desain dari kedua peninggalan arsitektur kolonial ini dapat disebut sebagai desain hibrid arsitektur Nusantara, yang dapat dimasukkan ke dalam wacana poskolonial.

KRITIK DESAIN PADA MASA KOLONIAL Desain lahir sebagai akibat bertemunya seni rupa dengan teknologi (mesin uap) pada abad ke-18, yang membawa nilai-nilai dan parameter baru. Kenyataan sosial ekonomi yang ter- jadi setelah revolusi industri, menyebabkan adanya keinginan untuk mencari ungkapan visual baru dalam seni rupa, yang sesuai dengan perkembangan zaman. Istilah desain berasal dari kata disegno (bahasa Italia), yang berarti menggambar. Menurut Vasari (dalam Walker, 1989:

23), kata disegno telah digunakan pada masa Renaisans, sebagai basis dari semua seni visual. Pada masa Renaisans (1350 – 1600), kata disegno digunakan untuk menggambarkan fase pen-

120 emuan dan konseptualisasi yang secara umum mendahului terbentuknya lukisan, patung, dan seterusnya. Dalam perkembangannya pada abad ke-20, Bruce L. Archer mengungkapkan bah- wa ruang lingkup desain adalah meliputi fenomena benda buatan manusia. Oleh karena, desain merupakan bidang keterampilan, pengetahuan dan pengalaman manusia yang mencerminkan keterikatannya dengan apresiasi dan adaptasi lingkungannya ditinjau dari kebutuhan-kebutu- han kerohanian dan kebendaannya (Sachari, 1986: 22-23). Lahirnya teknologi mesin uap pada 1773 (abad ke-18) telah memungkinkan produksi barang konsumsi ditingkatkan. Teknologi mesin uap ini lahir dari kebudayaan ilmu pengeta- huan dan teknologi di Eropa. Kebudayaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dari ke-10 s.d. abad ke-18, telah menyebabkan sejarah Eropa mulai berbeda dengan kawasan lain di dunia, sehingga memberikan keunggulan pada bangsa-bangsa Eropa, kemudian dise- barkan seiring dengan penguasaan wilayah-wilayah lain di dunia pada masa kolonial. Akan tetapi, pada saat mesin uap baru ditemukan, belum ada pengaruhnya pada desain. Oleh karena, konsep desain masih lepas dari proses produksi dan orientasi bentuk produk masih berpegang pada pola estetik abad ke-17 dan 18. Saat itu peran desain masih lebih ditekankan pada fungsi menghias dan memperindah bentuk dengan menambahkan ornamen, tetapi fungsi benda “dis- embunyikan”. Munculnya Art Nouveau sebagai gerakan seni baru pada 1890 di Eropa, kemudian men- jadi jembatan penghubung antara seni tradisi dengan desain modern pada akhir abad ke-19. Se- cara sosiologis sulit disimak, kapan sebenarnya modernisme dalam dunia desain dimulai. Para ahli sejarah kemudian sering “mematok”, bahwa awal modernisme dalam dunia desain adalah berdirinya Bauhaus pada 1919 - 1933. Oleh karena, Bauhaus telah mengakomodasi dinamika pemikiran para seniman, insinyur dan desainer modern dalam pendidikan desain yang memi- liki pengaruh luas. Pada pameran The International Style 1932 di Museum Seni Modern – New York, Hi- tchock dan Philip Johnson menyatakan, bahwa modernisme adalah suatu mazhab yang di- anggap terbaik dan paling benar secara mendunia. Akan tetapi, pernyataan ini di kemudian hari menjadi perdebatan panjang tentang konsep modernisme, karena terjadi penolakan dan memicu kegagalan modernisme. Gaya internasional yang dijanjikan oleh pelopor-pelopor ger- akan arsitektur (desain) modern, ternyata telah gagal memenuhi janjinya. Oleh karena, gaya

121 internasional dianggap hasil jiplakan, bangunan tinggi yang tidak berkepribadian dan berteba- ran di semua kota secara tidak terkendali. Kritik terhadap modernisme kemudian melahirkan mazhab baru, yaitu posmodenisme. Posmodernisme adalah konsep berpikir baru di segala bidang seni dan filsafat. Posmod- ern merupakan kategori yang menjelaskan siklus sejarah baru, yang mengakhiri siklus mod- ernisme yang dimulai sejak 1875. Posmodern telah mengakhiri dominasi barat, surutnya indi- vidualisme, kapitalisme dan kristianitas, serta kebangkitan kebudayaan non barat. Posmodern telah membawa nilai-nilai baru dalam desain, antara lain mengakui adanya pluralitas, kekayaan sejarah, bentuk tidak lagi bersifat logis, dan desain dapat meminjam bahasa serta budaya lain (Widagdo, 2005: 223). Meskipun demikian, desain modern yang berasal dari kerangka budaya ilmu pengeta- huan dan teknologi yang lahir di negara Barat (Eropa), melalui proses sekitar 100 tahun telah menyebar ke Asia, termasuk ke Indonesia. Jadi, modernisme dalam sekala luas sudah terlanjur menyebar ke seluruh dunia, khususnya ke negara-negara jajahan imperialis barat pada masa kolonial. Hal ini mengakibatkan bentuk-bentuk desain yang dihadirkan kontras dengan karya- karya budaya lokal atau tradisi daerah setempat. Di wilayah Hindia Belanda (Indonesia) kemu- dian muncul kritik terhadap gaya arsitektur kolonial. Kritik ini datangnya dari Dr. H.P. Berlage, dosen arsitektur di Belanda yang berkunjung ke Hindia Belanda pada 1920-an. Dalam Pameran Karya-Karya Arsitek Belanda di Indonesia yang diadakan di Bandung pada 1997, disebutkan bahwa Berlage mengkritik karya-karya arsitektur Hindia Belanda di Bandung, karena terlalu mengikuti arus gerakan arsitektur modern yang sedang hangat-hangatnya melanda dunia. Mangun Wijaya (1988: 139-140), juga menilai bahwa karya-karya arsitektur kolonial di In- donesia pada pertengahan abad ke-19, lebih banyak memperlihatkan iklim mentalita Eropa kala itu. Meskipun manusia barat sebenarnya kreatif, tetapi karya-karya arsitektur kolonial di Indonesia lebih banyak menjiplak karya-karya arsitektur di Eropa saat itu. Semangat menjiplak serba campur-aduk, gado-gado dari semua unsur yang kebetulan disenangi, inilah yang disebut eklektiksismus. Gaya eklektik ini menurut Mangunwijaya, kebetulan cocok dengan budaya bangsa Indonesia yang senang dengan gaya campuran, serba gado-gado. Setelah melihat karya-karya arsitektur kolonial di Indone-

sia tersebut, H.P. Berlage kemudian menyarankan kepada para arsitek yang pernah menjadi maha- siswanya, agar segera bekerja keras untuk mewujudkan gaya arsitektur baru yang khas.

122 GEDUNG ITB: HIBRID ARSITEKTUR INDO EROPA Setelah menyimak kritik Berlage, para arsitek Hindia Belanda kemudian berusaha membuat desain sesuai dengan harapan Berlage. Ir. Henri Maclaine Pont merupakan salah seo- rang arsitek Hindia Belanda, berusaha membuat desain baru saat mendapat tugas merancang Gedung Kampus Technische Hoogeschool (ITB) Bandung pada 1920. Gedung yang kini digu- nakan sebagai Aula (Timur dan Barat) di kampus ITB, desainnya memadukan gaya arsitektur Sunda dengan modern Barat. Desainnya dapat dikategorikan sebagai perwujudan desain hibrid, karena mengawinkan gaya arsitektur Sunda dengan Gotik Eropa, sehingga melahirkan bentuk baru identitas, gaya Gotik Hindia Belanda (Indonesia). Keberhasilan Henri Maclaine Pont pada 1920 merancang kampus ITB dengan desain hibrid, didukung oleh kelahiran Henri yang me- warisi budaya campuran Indonesia (Bugis) dan Belanda (Sumalyo, 1988: 8). Henri dan ayahnya, Pieter Maclain Pont juga termasuk orang Belanda liberal, yang tidak menyukai penjajahan. Karya Henri Maclain Pont yang kini digunakan sebagai Aula ITB. merupakan sebuah kehadiran arsitektur Indonesia yang memberi arti penting dalam perkembangan arsitektur Be- landa. Desain arsitektur Aula ITB ini juga sering disebut dengan gaya bangunan Indo Europee- schen Architectuur Stijl atau gaya arsitektur Indo Eropa. Oleh karena, gaya bangunannya me- madukan secara harmonis antara bentuk gaya arsitektur tradisional Nusantara (Sunda) dengan keterampilan ilmu konstruksi Barat (lihat Gambar 1).

Gambar 1: Desain Hibrid Aula Kampus ITB Tampak bangunan dan Perspektif Interiornya

(Sumber: Kunto, 1996: 39)

Dalam brosur Pameran Karya-Karya Arsitek Belanda di Indonesia yang dilaksanakan pada Gedung Gas Negara di Jln. Braga No. 40 Bandung tgl. 27 Januari – 4 Februari 1997, di- ungkapkan bahwa karya-karya arsitektur bercitra Nusantara dengan teknologi Barat san-

123 gat memuaskan H.P. Berlage, sehingga karya-karya tersebut kemudian dipresentasikan pada kongres arsitek sedunia di Swiss pada 1928. Berlage menyebut gaya desain dari karya-karya arsitektur tersebut sebagai gaya baru dalam arsitektur, yaitu Indo Europeeschen Architectuur Stijl, karena berhasil memadukan bentuk arsitektur tradisional Nusantara (Sunda) dengan ket- erampilan konstruksi Barat (Kunto, 1996: 39). Khusus Gedung kampus ITB, Berlage menyebut sebagai gaya Gotik Hindia Belanda (Indonesia). Keberhasilan Henri Maclaine Pont yang mendapat pendidikan arsitektur di Belanda, dapat menciptakan desain arsitektural hibrid pada masa kolonial di Indonesia, memiliki makna penting. Oleh karena, dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia yang terjajah. Desain arsitektural Aula ITB merupakan salah satu contoh penghargaan terhadap konsep arsi- tektur tradisi dan budaya bangsa Indonesia (Sunda), yang dikawinkan dengan teknologi arsitek- tur Barat, sehingga menghasilkan karya desain inovatif yang bersifat hibrid (lokal – global).

WANTILAN BALI HOTEL: HIBRID BALI KOLONIAL Keberhasilan Ir. Henri Maclaine Pont pada 1920 dalam memadukan arsitektur Sunda dengan modern Barat, ingin diikuti jejaknya oleh para arsitek Hindia Belanda pada saat meran- cang Wantilan Bali Hotel Denpasar pada 1930-an. Bali Hotel di Jalan Veteran Denpasar diran- cang oleh Biro AIA (Algemeen Ingineurs en Architecten). Biro AIA merupakan biro umum sipil dan arsitektur yang didirikan pada 1916. Perusahaan ini didirikan oleh tiga insinyur bangunan, yaitu F. J. l. Ghijsels, Hein avon Essen, dan F. Stlitz. Pada 1932, Biro AIA membuka cabang di Surabaya dan Bandung. Setelah memiliki beberapa cabang, pekerjaannya kemudian diba- gi dalam beberapa kantor cabang sesuai dengan lokasinya (Sumalyo, 1993: 206). Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa setelah Biro AIA membuka cabang di Surabaya itulah kemudian mendapat pekerjaan mendesain Bali Hotel di Denpasar, yang dibuka pada 1933. Meskipun Bali Hotel dirancang dengan gaya art deco, tetapi Wantilan Bali Hotel dirancang oleh para arsitek Hindia Belanda berupa pengembangan konsep bangunan wantilan tradisional Bali dengan gedung pertunjukan modern Barat, yang dilengkapi panggung prosenium. Desain atap- nya tidak berbentuk tumpang limas, tetapi beratap tumpang memanjang dan disangga deretan

tiang yang ditopang sendi atau umpak batu tinggi ramping. Denahnya tidak berbentuk segi empat sama sisi seperti wantilan tradisional Bali pada umumnya, tetapi berbentuk segi empat

124 panjang dilengkapi panggung prosenium sederhana di ujung denah (sebelah barat), sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pertunjukan dan seremonial. Desain panggung prosenium ini hanya memberikan kesempatan penonton menyaksikan pementasan dari depan panggung (li- hat Gambar 2).

Gambar 2: Pengembangan Desain Wantilan pada Era Kolonial Kiri – Wantilan Puri Denpasar, Kanan – Desain hibrid Wantilan Bali Hotel Denpasar

(Sumber: Dok. Belanda/ Gooegle.co.id dan Dok. Raharja)

Dari aspek desain, bangunan wantilan Bali yang aslinya berwujud limas (lihat Gambar Wantilan Puri Denpasar), kemudian dikembangkan oleh para arsitek Hindia Belanda dengan bentuk atap pelana dan di dilengkapi panggung proscenium di Bali Hotel, dapat dikategorikan sebagai desain hibrid dalam wacana poskolonial. Oleh karena, terjadi perkawinan antara wanti- lan dalam arsitektur tradisional Bali dengan desain gedung pertunjukan modern, namun wujud desainnya masih menampakkan karakter bangunan tradisional Bali. Pengembangan bangunan wantilan seperti ini menurut Gelebet (1981/1982: 19-21) merupakan salah satu contoh pen- garuh asing (global Barat) terhadap arsitektur tradisional Bali, yang telah disesuaikan dengan budaya Bali.

WACANA POSKOLONIAL Berdasarkan uraian pada sub-sub di atas, maka Gedung Kampus ITB dan Wantilan Bali Hotel Denpasar, merupakan dua buah contoh karya desain hibrid yang dibangun pada masa kolonial. Pada mulanya, teori poskolonial lebih banyak mengeksplorasi diskursus pascakolo- nial dan posisi subjek dalam kaitannya dengan tema-tema ras, bangsa, subjektivitas, kekuasaan, kaum fakir miskin, hibriditas dan kreolisasi. Ashccroft (dalam Barker, 2006: 228), mengungkap- kan bahwa teori poskolonial dapat direduksi menjadi dua permasalahan, yaitu yang berkaitan

125 dengan dominasi-subbordinasi dan hibriditas-kreolisasi. Wacana tentang dominasi-subordina- si, mengkritisi dominasi budaya kolonial (Barat) dan subordinasi kebudayaan bangsa terjajah oleh kekuasaan kolonial. Sedangkan hibriditas-kreolisasi adalah pembahasan menyangkut gen- erasi yang lahir (keturunan) dari perkawinan bangsa kolonial dengan bangsa jajahan. Kreolisasi mengandung pengertian bahwa homogenisasi budaya tidak menjadi landasan kuat bagi imperi- alisme budaya untuk menciptakan lapisan modernitas kapitalis Barat, karena tidak dapat meng- hapus bentuk-bentuk budaya yang telah ada sebelumnya. Hasilnya menurut Barker (2006: 121), bisa menjadi bentuk-bentuk identitas hibrida dan produksi identitas tradisional, fundamentalis, dan nasionalis. Oleh karena itu, hibrid dalam konteks kajian budaya adalah percampuran budaya dan kemunculan bentuk-bentuk baru identitas (Barker, 2006: 208). Kreolisasi mengandung penger- tian, bahwa homogenisasi budaya tidak menjadi landasan kuat bagi imperialisme budaya untuk menciptakan lapisan modernitas kapitalis barat, karena tidak dapat menghapus bentuk-bentuk budaya yang telah ada sebelumnya. Hasilnya bisa menjadi bentuk-bentuk identitas hibrida dan produksi identitas tradisional, fundamentalis dan nasionalis (Barker, 2006: 121). Melani Budianta (dalam Susanto (ed.), 2008: 15), menjelaskan bahwa konsep-konsep dasar dari teori poskolonial problematis, berkaitan dengan oposisi biner dan konstruksi identitas budaya. Dalam menggugat konstruksi oposisi biner negara penjajah untuk menundukkan negara yang terjajah, kritik pascakolonial sering terjebak untuk mengulangi konstruksi yang sama. Oposisi biner dan hubungan kekuasaan yang antagonis, dapat menjadi jebakan yang mengarah pada sikap eksklusifisme, esensialisme, atau pembalikan represi, pengulangan dari kecenderungan yang justru menjadi sumber kritikan pada pelopor teori pascakolonial. Budianta kemudian mengajak berpikir arif, karena kompleksnya konfigurasi kekuasaan di era pascakolonial, agar ti- dak menumbuhkan kecurigaan yang bersifat esensialisme terhadap segala sesuatu tentang Barat sebagai penguasa dan Timur sebagai yang tidak berkuasa (Susanto (ed.), 2008: 31). Berdasarkan pemaparan tersebut, maka hibriditas berguna dalam menjelaskan percam- puran budaya dan kemunculan bentuk-bentuk baru identitas. Dalam kaitan dengan desain, konsep desain hibrid banyak berhubungan dengan jejak-jejak budaya kolonial di seluruh dunia,

termasuk di Bali. Percampuran antara unsur desain budaya kolonial Barat dan unsur desain dari budaya lokal bangsa yang dijajah dapat menghasilkan bentuk-bentuk desain baru. Dengan

126 menelusuri jejak-jejak budaya kolonial di Indonesia (Bandung dan Bali), maka dapat diketahui bahwa konsep desain hibrid sudah pernah dikembangkan oleh arsitek-arsitek Belanda pada masa kolonial. Contoh wujud desainnya adalah Gedung Kampus ITB dan desain bangunan Wantilan Bali Hotel Denpasar.

PENUTUP Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan transportasi pada akhir abad ke-20, telah mempercepat penggiringan semua kebudayaan di dunia menuju perad- aban global abad ke-21. Oleh karena, berbagai arus informasi dan komunikasi telah melanda semua negara di dunia tanpa bias dibendung. Kebudayaan lokal yang ada di Indonesia juga tidak akan bisa membendung arus kebudayaan global tersebut, sebab kebudayaan lokal di Indonesia merupakan bagian dari kampung global. Seperti yang diungkapkan oleh Atmadja (2010: 458), kebudayaan Bali pun akan terus mengalami perubahan pada era globalisasi ini, akibat adanya pengaruh kemajuan teknologi dan pariwisata, yang berimbas pada masalah sosial, ekonomi dan budaya. Menyadari kondisi ini, semestinya kebudayaan lokal dan global tidak saling diper- tentangkan, karena kebudayaan lokal adalah bagian dari kebudayaan global. Sesuai dengan pendapat Pieterse (dalam Barker, 2006: 120), kebudayaan lokal seharusnya bisa duduk ber- dampingan, bersinergi dengan budaya global untuk saling membangun. Elastisitas etnik dan kemunculan ulang kekuatan sentimen nasionalis perlu duduk berdampingan dengan kebu- dayaan dunia, sebagai proses belajar pada level translokal. Robertson (dalam Barker, 2006: 120), mengungkapkan bahwa hal-hal yang bersifat lokal perlu disepadankan dengan global sehingga menghasilkan translokal, dan yang global dilokalisasi sehingga menghasilkan glokalisasi. Untuk mensinergikan antara global dan lokal agar tidak saling bertentangan, kita bisa belajar dari upaya yang sudah dilakukan oleh para arsitek Hindia Belanda pada masa kolonial, yang melahirkan desain hibrid. Desain hibrid di Indonesia merupakan bagian dari wacana poskolo- nial, tetapi sangat menghargai desain yang berakar dari tradisi Nusantara. Arsitek Hindia Belan- da telah berpikir arif, tidak mempertentangkan antara desain modern kolonial dengan desain yang berkar dari tradisi Nusantara, sehingga menghasilkan bentuk desain baru. Pada wujud desain Gedung ITB Bandung dan Wantilan Bali Hotel, hal-hal yang bersifat lokal sudah dise-

127 padankan dengan global (translokal) dan yang global dilokalisasi (glokalisasi) dalam wujud de- sain yang bersifat hibrid. Wujud desain Gedung Kampus ITB dan Wantilan Bali Hotel Denpasar merupakan dua buah contoh desain yang menarik, tentang sinergi antara kebudayaan global (Barat) dengan kebudayaan lokal Bali.

DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Nengah Bawa. 2010. Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi. Yogya- karta: LKiS. Barker, Chris. 2006. Cultural Studies Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Sachari, Agus, 1986. Paradigma Desain Indonesia. Jakarta: CV Rajawali. Kunto, Haryoto. 1996. Balai Agung di Kota Bandung. Bandung: PT Granesia. Mangunwijaya, Y B, 1988. Wastu Citra. Jakarta: PT Gramedia. Sumalyo, Yulianto. 1988. Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Susanto, Budi (Ed.). 2008. Membaca Postkolonialitas (di) Indonesia. Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino. Walker, John A. 1989. Design History and The History of Design. London: Pluto Press. Widagdo. 2005. Desain dan Kebudayaan. Bandung: Penerbit ITB.

128 BUSANA KEBAYA SEBAGAI REPRESENTASI PEREMPUAN KONTEMPORER DI KOTA DENPASAR

I Dewa Ayu Sri Suasmini. Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Email penulis : [email protected].

Abstrak Kebaya merupakan busana tradisional Bali yang perkembangannya mulai mengubah tata cara berpakaian perempuan Bali, dan menjadi busana sehari-hari yang digunakan dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan upacara keagamaan dan bekerja. Perkembangan zaman, te- knologi, informasi dan industri pariwisata, mengakibatkan masyarakat Bali tidak lepas dari pengaruh kebudayaan luar, yang membawa perubahan dalam berbagai kehidupan masyarakat Bali. Terkait dengan kenyataan tersebut muncul wacana ajeg Bali yang menghimbau untuk mengenakan busana tradisional Bali yaitu busana adat madya setiap hari raya Purnama dan Tilem, bagi para siswa dan para pegawai. Hal ini menyebabkan kebaya lebih sering dipergu- nakan. Semakin seringnya penggunaan kebaya, mengakibatkan perubahan desain kebaya terja- di sangat cepat. Kaum kapitalis memanfaatkan momen ini dengan menciptakan atau mendesain kebaya yang ada seperti sekarang ini dan mengalami perubahan yang sangat cepat. Hal ini dapat diketahui dari munculnya desain kebaya modifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perkembangan kebaya sehingga dapat men- gubah cara berbusana dan gaya hidup perempuan kontemporer. Paradigma representasi den- gan pendekatan fenomenalogis dan metode kualitatif digunakan pada penelitian ini. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan interpretatif mempergunakan analisis representa- si dan konsumerisme. Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis hasil wawancara, observasi, dan bahan-bahan dokumen. Kata Kunci: Kebaya, Representasi, Kontemporer.

I PENDAHULUAN Kebaya adalah salah satu bagian dari busana yang merupakan baju tradisional Bali. Di- lihat dari sejarahnya, kebaya bukan merupakan busana yang berasal dari Bali. Bentuk kebaya terus berubah seiring perubahan zaman, dan perkembangan penggunaan kebaya mulai men- gubah tata cara berpakaian perempuan Bali, dan menjadi busana sehari-hari yang digunakan

129 dalam setiap kegiatan, termasuk kegiatan upacara keagamaan, misalnya upacara Tawur Agung, Galungan, Kuningan, Saraswati, Purnama, Tilem, upacara Tiga Bulanan, Otonan, Potong Gigi, Pernikahan, dan Ngaben. Namun setelah busana modern mulai dikenal, penggunaan kebaya mulai berkurang dan hanya dikenakan pada saat kegiatan upacara keagamaan saja. Dilihat dari sejarahnya, kebaya bukan merupakan busana yang berasal dari Bali. Ke- baya merupakan busana hasil dari perpaduan budaya yang berasal dari bangsa lain diantaranya Tiongkok, India, Arab, Portugis yang pernah singgah dan tinggal di Indonesia dalam hubungan dagang. Hubungan dagang yang terjadi dalam waktu yang lama menghasilkan perpaduan bu- daya baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi budaya di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari busana bangsa Tiongkok yang disebut bei-zi yaitu busana longgar berlengan panjang buka depan yang dikatupkan pada tepi-tepinya (Triyanto, 2011: 4). Bentuk kebaya terus berubah seiring perkembangan zaman, perubahan terjadi pada panjang kebaya yang awalnya mencapai mata kaki, kemudian memendek mencapai tengah paha, sampai akhirnya di bawah pinggul. Sebelum dikenalnya busana kebaya, para perempuan Bali hanya mengenakan kain (kamen) dan stagen (sabuk) yang dililitkan di perutnya tanpa mengenakan busana atasan untuk menutupi tubuh bagian atas. Busana tanpa kebaya ini dikenakan dalam setiap melakukan kegia- tan sehari-hari, termasuk pada saat melakukan kegiatan upacara keagamaan. Sejalan perkem- bangan kehidupan manusia, busana juga mengalami perubahan desain yang selalu berkembang. Perubahan ini bisa berjalan secara cepat atau perlahan. Perubahan desain busana ini terpen- garuh oleh perubahan budaya serta perkembangan peradaban. Demikian juga dengan busana yang dikenakan perempuan Bali, mengalami perubahan sesuai dengan zaman dan kebudayaan. Perubahan busana perempuan Bali yang terjadi adalah dari tidak menggunakan baju menjadi menggunakan baju yang dikenal dengan kebaya, dimana sampai saat ini kebaya menjadi busana tradisional Bali. Seiring perkembangan zaman, teknologi, informasi dan industri pariwisata, mengaki- batkan masyarakat Bali tidak lepas dari pengaruh kebudayaan luar. Globalisasi berpengaruh terhadap terjadinya perubahan sosial budaya pada masyarakat Bali yang masuk dalam berbagai

aspek kehidupan manusia. Pengaruh kebudayaan luar tersebut membawa perubahan-perubah- an yang mendasar dalam berbagai kehidupan masyarakat Bali.

130 Bali sebagai daerah tujuan pariwisata mengakibatkan bermacam-macam budaya luar selalu bertemu dan bersentuhan dengan budaya Bali. Budaya dan keindahan alam telah menjadi image daerah Bali (Ardika 2007: 14). Ardika (1999: 7) menyebutkan bahwa pada perkembagan globalisasi, muncul sejumlah isu, seperti isu kebudayaan, etnik, gender, agama dan life style (gaya hidup) yang lebih penting daripada masalah ekonomi yang terjadi pada masa industri. Terkait dengan kenyataan tersebut berbagai upaya dilakukan untuk menjaga supaya identitas budaya Bali tidak luntur akibat pengaruh budaya luar, salah satunya adalah wacana ajeg Bali mulai muncul tahun 2002. Pada tahun 2005, Ajeg Bali membidik sekolah-sekolah dan menjadi bagian dari kurikulum termasuk penampilan ajeg Bali yaitu penampilan yang sesuai dengan budaya Bali. Selain standarisasi gaya dan praktik ritual, ajeg Bali juga mempengaruhi tata busana (Nordholt, 2010: 74). Dengan kampanye ajeg Bali pemerintah Bali membuat pera- turan bahwa setiap hari raya Purnama dan Tilem, siswa dari tingkat sekolah dasar sampai ting- kat sekolah menengah atas dan sederajatnya, para guru bahkan para pegawai di kantor-kantor pemerintahan dihimbau untuk mengenakan busana tradisional Bali yaitu busana adat madya. Dengan peraturan ini mau tidak mau terjadi peningkatan penggunaan kebaya yang sebelumnya hanya dikenakan pada acara atau kegiatan upacara keagamaan saja seperti ke pura, sekarang ke sekolah atau bekerja juga mengenakan busana adat madya. Semakin seringnya penggunaan kebaya, mengakibatkan perubahan desain kebaya ter- jadi sangat cepat. Kaum kapitalis memanfaatkan momen ini dengan menciptakan atau mende- sain model-model kebaya yang ada seperti sekarang ini dan mengalami perubahan yang sangat cepat. Perubahan ini menjadi suatu gaya hidup pada masyarakat di Bali. Tata busana adat Bali tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusianya karena dia berkembang sejalan dengan dinamika kebudayaan. Melihat perkembangan sekarang ini tampak desain-desain kebaya mengalami perubah- an yang sangat inovatif, seperti kebaya modifikasi dengan lengan pendek di atas siku, selain itu penggunaan bahan kebaya yang sangat transparan. Hal ini terjadi karena perempuan kontem- porer di Kota Denpasar terinspirasi atau dicekoki oleh budaya postmodern sebagai representasi perempuan yang berpenampilan layaknya penampilan homo minimalis yang didefiniskan oleh

Pilliang sebagai salah satu ciri manusia postmodern minimalis yaitu manusia yang merayakan hasrat untuk memiliki citra. Manusia ini termasuk manusia ironis (homo ironia) yang menge-

131 tahui bahwa gaya hidupnya yang konsumerisme akan membawa pada penghancuran diri sendi- ri, namun demi hasrat yang kuat untuk tetap survive, rasionalitas dicampakkan dan menggan- tikan dengan berbagai kemasan ilusi, pretense, kebohongan dan mitos-mitos dirinya (Adlin, 2006: 14). Penampilan para perempuan Bali dengan kebaya modifikasi ini dapat dilihat sebagai penampilan perempuan kontemporer, modern bahkan postmodern. Melihat kondisi ini secara tidak langsung menyeret secara halus, kelompok masyarakat untuk mengikuti keinginan para produsen kebaya. Hal ini menyebabkan masyarakat akan terus membeli kebaya yang ditawarkan, karena hasrat untuk terus melengkapi koleksi kebaya. Hasrat selalu diproduksi dalam bentuk yang lebih tinggi sehingga tidak akan pernah bisa terpenuhi oleh mesin hasrat tersebut (Piliang, 2011: 150). Tumbuhnya hasrat yang terus menerus menyebab- kan budaya konsumtif yang tanpa mempertimbangkan nilai guna tetapi lebih mengutamakan unsur simbolik untuk menandai status sosial, kelas, gengsi, prestise, pencitraan diri (Piliang, 2011: 145). Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya konsumtif telah melekat pada masyarakat kontemporer sekarang ini. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, busana, hiburan saat waktu luang, dan seterusnya dipandang sebagai individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen (Featherstone, 2008: 197). Perubahan orientasi pemenuhan kebutuhan akan barang-barang tentunya berkaitan dengan gaya hidup dewasa ini yang tidak lagi hanya berkaitan dengan nilai guna memenuhi ke- butuhan dasar manusia, melainkan konsumsi sekarang ini untuk mengekspresikan dan menun- jukkan status sosial atau identitas seseorang atau menunjukkan siapa saya, melalui gaya pakaian, atau produk lainnya sebagai komunikasi simbolik dan makna-makna sosial dalam masyarakat (Piliang, 2011: 145-151). Komoditas kebaya sebagai representasi gaya hidup dapat dilihat dari pemakaianya, para perempuan kontemporer di Kota Denpasar mengenakan kebaya dengan desain modifikasi lengan pendek dan bahan yang transparan untuk sembahyang ke pura sehingga menjadi popular dan nget- ren. Representasi ini adalah untuk selain menunjukan identitas diri kepada orang lain. Dipihak lain menurut Piliang (2011: 40-42) masyarakat kontemporer adalah hilangnya konsep diri dalam hutan rimba citraan (image) masyarakat informasi, dimana masyarakat informasi global menawarkan

berbagai konsep diri melalui fashion show, iklan, teknologi kecantikan yang seolah-olah konsep diri ini dapat dibeli sebagai komoditas. Dunia konsumerisme dan gaya hidup virtual telah mem-

132 erangkapkan manusia kontemporer untuk menjadikan prestise, perbedaan, citra, dan penampakan sebagai satu kebutuhan, sedangkan kesemuan, artifisial, kepalsuan yang ada dibaliknya dianggap se- bagai kebenaran. Sedangkan menurut Fiske (2011: 29) dalam masyarakat konsumen semua komod- itas memiliki nilai budaya serta nilai fungsional. Ideologi ekonominya bukan merupakan sirkulasi uang melainkan sirkulasi makna dan kepuasan. Berkembangnya gaya hidup ini berdampak kepada pengeluaran biaya untuk busana kebaya yang bisa melebihi pengeluaran upacara. Meskipun kebaya adalah suatu kebutuhan, semuanya dirasakan sebagai suatu yang mendesak sehingga wajib hukumnya untuk dipenuhi secara optimal. Hal ini menunjukkan bahwa orang Bali kurang mempertimbangkan nilai guna dan lebih mengutamakan nilai simbolik. Akibatnya orang Bali tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan (Atmadja, 2010: 90). Demikian juga dengan representasi kebaya sekarang ini lebih memperhatikan segi este- tika daripada fungsinya. Dimana para perempuan mengenakan kebaya untuk ke pura dengan bahan yang transparan dan model yang lagi ngetren sehingga kurang pantas dikenakan ke pura. Dengan penggunaan kebaya yang kurang memperhatikan etika maka akan dapat menyebabkan generasi berikutnya tidak mempertimbangkan etika dalam penggunaan busana kebaya sehing- ga akan dapat menghilangkan makna kebaya. Melihat fenomena perkembagan penggunaan kebaya yang kurang memperhatikan eti- ka dan lebih mengutamakan status dan penampilan, maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan kesesuaian penggunaan kebaya ke pura antara fesyen dengan etika ke pura pada jaman sekarang ini agar tidak sampai menghilangkan nilai-nilai tradisi yang harus tersirat dari busana kebaya sehingga dapat melestarikan etika dan budaya berbusana. Alasan diangkatnya masalah ini untuk diteliti adalah untuk menganalisis masalah yang berkaitan dengan etika dan gaya hidup, karena dewasa ini masyarakat lebih mengutamakan penampilan daripada etika, analisis terfokus pada perkembangan kebaya dewasa ini. Selain itu masyarakat kurang memperhatikan situasi dan kondisi dalam penggunaan kebaya sehingga muncul wacana dari masyarakat antara yang pro dan yang kontra dengan perkembangan peng- gunaan kebaya. Alasan berikutnya dapat mengungkapkan perubahan yang terjadi dari repre- sentasi kebaya ini.

133 Semua masalah tersebut pada akhirnya melahirkan hipotesa awal yaitu: perkembangan desain dan bahan kebaya yang ditawarkan oleh kaum kapitalis sehingga menyebabkan kaum perempuan kontemporer selalu ingin tampil berbeda dengan yang lainnya. Penampilan menjadi hal utama pada saat mengenakan kebaya sehingga etika busana dilupakan. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji dan memahami perkembangan desain kebaya sebagai representasi perempuan kontemporer di Kota Denpasar. Tujuan beri- kutnya adalah untuk mengetahui dampak apa yang muncul akibat dari representasi ini. Man- faat penelitian ini untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan penggunaan busana kebaya dewasa ini. Penelitian ini mempergunakan teori representasi, teori konsumerisme dan teori estetika postmodern untuk mengkaji permasalahan.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan mengungkap permasalahan yang sebenarnya dari gejala-gejala yang tampak di permukaan (fenomena) berdasarkan kerangka berpikir Kajian Budaya. Sebagai penelitian Kajian Budaya, masalah yang dianalisis adalah ma- nusia dalam aspek rohani dan prilaku (Ratna, 2010: 288). Penelitian ini mengkaji apa yang tersembunyi di balik busana kebaya sebagai representasi perempuan kontemporer di Kota Denpasar, Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mengungkapkan fakta dan objek material. Penggunaan metode deskriptif kualitatif, pada dasarnya didorong oleh adanya kesadaran akan sifat unik dan realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia itu sendiri dan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran dan perkembangan penggunaan ke- baya sekarang ini dalam kehidupan masyarakat di Kota Denpasar.

Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar, lokasi ini dipilih mengingat masyarakat kota Denpasar adalah masyarakat yang heterogen atau majemuk sehingga pengaruh globalisasi ce-

pat terjadi.

134 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh melalui dua jenis sumber yaitu sumber data primer dan sekunder. Informan terdiri atas sulinggih, pengurus pura, pakar dan praktisi busana adat Bali, desainer kebaya, pemilik butik dan pengguna kebaya merupakan ketegori sumber data primer. Sumber data sekunder terdiri atas buku bacaan dan dokumentasi yang berkaitan dengan busana kebaya sebagai representasi perempuan kontemporer. Data yang diperoleh dari informan ini adalah berupa kata-kata, kalimat, dan tindakan melalui wawancara yang dilakukan secara mendalam. Data yang diperoleh dari hasil wawancara untuk men- getahui persepsi, sikap, pandangan dan gagasan para informan terhadap busana kebaya dewasa ini. Selain itu, demi kelengkapan penelitian ini, data juga diperoleh melalui observasi dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penentuan Informan Informan yang dipilih pada penelitian ini adalah sulinggih, pengurus pura, para pakar dan praktisi yang memiliki wawasan tentang busana kebaya atau busana adat Bali , designer fesyen, pemilik butik kebaya , dan pengguna kebaya yaitu perempuan dengan rentang umur antara 15 tahun sampai 50 tahun karena rentang usia ini sudah mulai dan masih memperhati- kan penampilan selain itu pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis). Para informan yang dipilih dianggap sudah bisa mewakili pendapat untuk mendapatkan data yang diperlukan dari penelitian ini.

Instrumen Penelitian Adapun alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah pedoman wawancara (interview guide) yang merupakan alat untuk berkomunikasi dengan informan yang berben- tuk sejumlah pertanyaan lisan yang dijawab secara lisan oleh informan. Pedoman wawancara digunakan untuk memperoleh keterangan-keterangan atau informasi-informasi yang bersifat menyeluruh dan mendalam dari para informan yang telah ditentukan berdasarkan sejumlah kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain pedoman wawancara, instrumen lain yang juga diperlukan adalah berupa alat perekam suara atau tape recorder, alat perekam gambar atau kamera agar data yang diperoleh bisa disimpan.

135 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptip analitis dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut. Observasi Pengamatan langsung dan mendalam khusus dilakukan pada busana kebaya, yaitu bu- sana yang dikenakan para perempuan pada saat melakukan persembahyangan mulai dari kepa- la sampai alas kaki. Selain itu pengamatan langsung pada butik-butik kebaya juga dilakukan untuk mengetahui penjualan busana kebaya yang lagi tren dan paling diminati konsumen saat ini. Untuk memperlancar dan memperoleh gambaran yang lengkap, data yang diperoleh juga dilengkapi dengan visualsasi. Sehingga untuk kepertingan ini kegiatan observasi di lapangan dilengkapi dengan alat bantu berupa kamera dan video rekam.

Wawancara Penelitian ini menggunakan teknik wawancara langsung dengan informan untuk mem- peroleh informasi yang menyeluruh dan mendalam mengenai fenomena fesyen kebaya ke pura yang berkaitan dengan sosial-budaya, politik, dan ekonomi. Wawancara dilakukan secara men- dalam dengan langkah pertama, yaitu membuat daftar pertanyaan, yang sebelumnya dikonfir- masikan kepada narasumber atau informan.

Studi Dokumentasi Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dari berbagai dokumen yang ada kaitannya dengan busana kebaya dalam representasi perempuan kontemporer di kota Den- pasar. Data dokumen berupa dokumentasi, baik berupa foto maupun video, maupun dokumen lain seperti peta geografis kota Denpasar sebagai dokumen pendukung. Dokumen berupa foto dan video dilakukan selama peneliti melakukan penelitian untuk memperoleh gambaran per- empuan kontemporer dengan busana kebayanya, pengamatan juga dillakukan pada butik-butik kebaya untuk mengamati prilaku konsumen pada saat menentukan kebaya dan asesoris untuk menunjang penampilan agar fashionable.

136 Studi Pustaka Studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data sekunder yang berasal dari sumber-sumber tertulis seperti buku, majalah ilmiah, tesis, diser- tasi, serta klip harian surat kabar yang relevan yang berkaitan tentang masalah busana kebaya sebagai representasi perempuan kontemporer.

Teknik Analisis Data Adapun tahapan yang dilakukan dalam proses analisis yang dilakukan secara inten- sif setelah berakhirnya kegiatan pengumpulan data lapangan. Proses analisis diawali den- gan menyeleksi seluruh data yang telah diperoleh dari berbagai sumber kemudian disusun dan digolong-golongkan ke dalam kategori-kategori tertentu yang disesuaikan dengan per- tanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan dalam penelitian busana kebaya sebagai represen- tasi perempuan di Kota Denpasar. Selanjutnya dilakukan penafsiran (interpretasi) dan penjela- san-penjelasan sesuai dengan data yang diperoleh dari lapangan yang disajikan dalam bentuk uraian deskriptif.

Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Tahap akhir dari penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penyajian hasil analisis data. Pen- yajian hasil analisis data lebih banyak disajikan dalam bentuk deskriptif-naratif atau uraian kata-kata dengan cara dirangkum dan disusun sesuai dengan format penulisan disertasi kajian budaya. Selain itu penyajian hasil analisis data dilakukan secara formal, yakni berupa gambar, bagan yang dilengkapi pula dengan penjelasan yang lebih rinci yang mencakup interpretasi ter- hadap data tersebut dilakukan terhadap data yang bersifat kualitatif atau data yang memiliki tingkat kerumitan yang tinggi sehinggga membutuhkan penyederhanaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN REPRESENTASI KEBAYA WANITA KONTEMPORER DI KOTA DENPASAR. Pada penelitian ini penulis mengungkapkan representasi kebaya dewasa ini di Kota Den- pasar. Selain itu mengungkap pandangan masyarakat Bali terhadap fesyen ke pura saat ini, yang sudah jauh berubah. Istilah representasi sosial mengacu pada produk dan proses yang menan-

137 dai pemikiran pada masyarakat awam (diambil dari kata common sense dan untuk selanjutnya akan disebut sebagai pikiran awam), suatu bentuk pemikiran praktis, secara sosial dielaborasi, ditandai oleh suatu gaya dan logika khas, dan dianut oleh para anggota sebuah kelompok so- sial atau budaya. Sejak paruh kedua abad 20 opini umum menempati posisi penting di antara objek-objek ilmu-ilmu sosial dan humaniora, yang diakibatkan oleh sejumlah aliran pemikiran yang searah dalam bidang antropologi, sejarah, psikologi, psikoanalisis, sosiologi, dan baru-ba- ru ini, dalam ilmu-ilmu kognitif, filsafat bahasa dan nalar. Barker (2006: 9) menyatakan bahwa representasi berkaitan tentang bagaimana dunia dikontruksi dan disajikan secara sosial kepada kita dan oleh diri kita. Bahkan Kajian Budaya bisa dipahami sebagai kajian tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari represen- tasi. Representasi dan makna budaya memiliki materialitas, yang melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi. Semua diproduksi, ditampilkan, digunakan, dan dipahami dalam konteks sosial tertentu. Di dalam representasi menurut Barker (2006: 215), senantiasa terdapat masalah kekuasaan yang mengandung unsur pelibatan dan penyingkiran atau pengabaian. Representasi menurut Piliang (2003: 18), merupakan tindakan menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, biasanya berupa tan- da dan simbol. Dunia simbol merepresentasikan sesuatu di luar dirinya (realitas atau dunia). Dunia simbol merepresentasikan sesuatu di luar dirinya (realitas atau dunia). Hubungan antara simbol, tanda, dan dunia realitas bersifat referensial karena tanda merujuk pada realitas yang di- representasikan. Keberadaan dunia tanda menurut Piliang (2004: 46-47), hanya dimungkinkan bila ada dunia realitas yang direpresentasikannya. Representasi merupakan tindakan mengh- adirkan atau merepresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, yang umumn- ya berupa simbol atau tanda (Pilliang, 2011: 112). Menurut (Pilliang, 2011: 112) representasi merupakan media penyampaian pesan, berekspresi dan mengkomunikasikan ide, konsep atau perasaan kita, yang kesemuanya merupakan transmisi penyampai makna. Menurut Hall, teori representasi dapat dibedakan menjadi dua proses, yaitu (1) representasi mental, yang bersifat abstrak (konseptual) karena terdapat dalam benak individu dan masyarakat, dan (2) represen- tasi bahasa, yang merupakan penerjemahan dari representasi abstrak. Penerjemahan dari rep-

resentasi abstrak, representasi bahasa berfungsi menghubungkan konsep dan ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol-simbol tertentu.

138 Representasi biasanya, dipahami sebagai gambaran sesuatu yang akurat atau realita yang terdistorsi. Representasi tidak hanya berarti “to present”, “to image”, atau “to depict”. Kedua, gambaran politis hadir untuk merepresentasikan. Kedua ide ini berdiri bersama untuk men- jelaskan gagasan mengenai representasi. “representasi” adalah sebuah cara dimana memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Konsep lama mengenai representasi ini di- dasarkan pada premis bahwa ada sebuah pandangan tentang representasi yang menjelaskan perbedaan antara makna yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya di- gambarkan. Hal ini terjadi antara representasi dan benda yang digambarkan (http://yolagani. wordpress.com/2007/11/18/representasi-dan-media-oleh-stuart-hall/). Perkembangan informasi yang begitu pesat baik melalui media televisi maupun inter- net telah merubah pola kehidupan manusia. Segala sesuatu bisa berubah dengan cepat pada zaman ini, jarak yang jauh dapat terasa dekat dengan teknologi informasi ini. Demikian juga dengan perkembangan fesyen mengalami perkembangan yang begitu pesat. Baju adalah salah satu bagian dari fesyen yang paling cepat berubah, karena pada era ini manusia lebih menguta- makan penampilan. Dewasa ini masyarakat khususnya kota Denpasar benar-benar memperha- tikan penampilan. Pakaian adalah suatu tren tertentu sesuai dengan fenomena yang dihadapi, namun kita sering lupa apa makna pakaian tersebut bagi dirinya. Dilihat dari perkembangan pakaian yang dikenakan kaum perempuan di Indonesia, diulas dalam pakaian atau busana yang dikenakan pada zaman kerajaan dalam hal ini zaman kerajaan majapahit. Sebelum dikenalnya kebaya kaum perempuan hanya mengenakan busana seadanya, sekarang ini fesyen kebaya mer- upakan hal yang utama melebihi sesaji yang akan mereka haturkan. Sebagai manusia yang berkebudayaan pakaian merupakan wujud budaya suatu individu dan bangsa. Pakaian memberikan nilai dan warna dari budaya, sebagai manusia yang memiliki pikiran cerdas pakaian merupakan buah pikiran yang matang untuk dapat memperlihatkan prestis atau harga diri ditengah-tengah orang lain yang membenahi diri dalam mencari jati diri. Dilihat dari perkembangan sekarang ini fesyen kebaya ke pura sudah mulai berubah, hal ini dapat dilihat dari representasi para perempuan di Kota Denpasar pada saat sembahayang ke pura. Dilihat dari cara berpakaian, cara menata rambut dan aksesoris yang dikenakan mulai berubah dari fesyen kebaya di tahun 1900. Dimana pada tahun 1970 cara berbusana masih memperhatikan etika dalam melakukan persembahyangan, demikian juga dengan bahan yang

139 digunakan masih sopan tidak transparan. Demikian juga dengan warna kebaya tidak mengha- ruskan berwarna putih, karena pada tahun 1970 pakaian kebaya putih hanya dikenakan oleh para sulinggih dan para pemangku. Demikian juga dengan tatanan rambut juga untuk perem- puan dewasa yang sudah menikah tatanan rambutnya disanggul yang dikenal dengan istilah pusung tagel yang memiliki arti bahwa mereka dengan tatanan pusung tangel sudah terikat oleh suatu pernikahan atau remaja putri yang sudah dewasa, sementara para remaja yang belum menstruasi, tatanan rambutnya adalah menggunakan pusung gonjer yaitu tatanan rambut yang sebagaian atas rambut dipusung sisa sanggulnya diurai hal ini menjelaskan bahwa remaja putri ini belum terikat pernikahan, dan masih bebas untuk memilih. Selain tatanan rambut hal yang dapat mempercantik penampilan seseorang adalah akse- soris, aksesoris yang dikenakan untuk bersembahyang tentunya berbeda dengan aksesoris yang dikenakan untuk upacara selain persembahyangan. yang dikenakan juga tidak berlebihan. Berbeda dengan fesyen busana kebaya ke pura pada zaman postmodern ini, para perempuan di Kota Denpasar lebih mementingkan penampilan dari pada etika persembahyangan. Hal ini dapat dilihat pada penampilan kaum remaja dan bahkan dengan busana kebaya yang kurang sesuai untuk dikenakan untuk bersembahyang.

DAMPAK BUSANA KEBAYA SEBAGAI REPRESENTASI KAUM PEREMPUAN DI KOTA DENPASAR. Konsumerisme sebagai representasi identitas merupakan suatu cara memaknai ba- rang-barang atau komoditi secara simbolik, yaitu sebuah sikap konsumsi yang merujuk pada cara orang-orang berusaha menampilkan individualitas mereka dan cita rasa mereka melalui pemilihan barang-barang tertentu dengan personalisasi barang-barang tertentu. Masyarakat se- cara aktif menggunakan barang-barang konsumsi pakaian, rumah, furniture, dekorasi interior, mobil, liburan, makanan dan minuman, juga benda-benda budaya seperti musik, film dan seni dengan cara-cara yang menunjukkan selera atau cita rasa pribadi. Konsumerisme melahirkan masyarakat konsumer. Oleh Pilliang (2011: 24) masyarakat konsumer didefinisikan masyarakat yang menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah melalui barang-barang yang dikonsumsi ser- ta menjadikan konsumsi sebagai aktivitas kehidupan.

140 Konsumerisme di sini mengepresikan keinginan untuk menjadi orang lain, keingi- nan menempati strata sosial yang lebih tinggi, dan keinginan menjadi ‘berbeda’. Saat keingi- nan-keinginan tersebut diwujudkan dengan aksi konsumsi, saat itulah terjadi proses pelabelan identitas. Dalam konsumsi, selera, preferensi, gaya hidup, dan standar nilai ditentukan oleh ke- las yang lebih superior. Kelas atas bukan hanya unggul secara ekonomi politik, namun juga budaya dengan menentukan dan melakukan hegemoni dalam pola-pola konsumsi. Konsumerisme sebagai representasi identitas merupakan suatu cara memaknai ba- rang-barang atau komoditi secara simbolik, yaitu sebuah sikap konsumsi yang merujuk pada cara orang-orang berusaha menampilkan individualitas mereka dan cita rasa mereka melalui pemilihan barang-barang tertentu dengan personalisasi barang-barang tertentu. Masyarakat se- cara aktif menggunakan barang-barang konsumsi pakaian, rumah, furniture, dekorasi interior, mobil, liburan, makanan dan minuman, juga benda-benda budaya seperti musik, film dan seni dengan cara-cara yang menunjukkan selera atau cita rasa pribadi. Konsumerisme melahirkan masyarakat konsumer. Oleh Pilliang (2011: 24) masyarakat konsumer didefinisikan masyarakat yang menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah melalui barang-barang yang dikonsumsi ser- ta menjadikan konsumsi sebagai aktivitas kehidupan. Berbeda dengan yang lain dan memiki kelas tersendiri. Kaum perempuan selalu ingin tampil berbeda sehingga dalam setiap kegiatan upacara yang mengenakan kebaya selalu ingin tampil baru supaya tidan dianggap ketinggalan jaman. Representasi busana kebaya yang terjadi di Kota Denpasar, berdampak pada mulai ban- yak muncul butik-butik yang menawarkan bahan-bahan kebaya maupun kebaya-kebaya siap pakai dalam berbagai desain. Desain-desain kebaya yang ditawarkan dirancang sebagus mun- gkin dan selalu berbeda dari kebaya yang ada sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan kaum perempuan selalu ingin mencoba busana kebaya yang ditawarkan, meskipun mereka masih mempunyai kebaya. Sehingga dampak yang timbul akibat dari representasi busana kebaya ada- lah kaum perempuan menjadi konsumtif karena harus membeli kebaya keluaran terbaru agar tidak ketinggalan zaman.

141 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:pengumpulan data adalah: Kaum perempuan kontemporer tidak mau ketinggalan dalam merepresentasikan kebaya yang dewasa ini lagi trend. Kaum perempuan selalu ingin berpenampilan mengikuti perkembangan kebaya tanpa memperhatikan kesesuaian baik dengan tubuhnya maupun situasi dan kondisi kebaya tersebut dikenakan. Selalu ingin tampil trendi menyebabkan kaum perempuan kontemporer menjadi kon- sumtif, karena selalu ingin memiliki baju-baju terbaru yang ditawarkan oleh butik-butik kebaya.

Saran Pada kesempatan ini perlu disampaikan saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1. Bagi desainer dalam merancang busana kebaya diharapkan selalu mempertimbangkan kebutuhan dari masyarakat baik dilihat dari segi etika maupun estetika. 2. Bagi pengguna kebaya sebaiknya pertimbangkan beberapa hal seperti kesesuaian dengan tubuh, etika dan estetika dalam membeli kebaya sehingga kebaya yang digunakan bisa nyaman dan supaya tidak konsumtif.

DAFTAR PUSTAKA Adlin, A. 2006. Menggeledah Hasrat: Sebuah Pendekatan Multiperspektif. Yogyakarta: Jalasutra. Ardika, I Wayan. 1999. “Warisan Budaya dan Globalisasi”. Makalah Program Magister Kajian Budaya Universitas Udayana dari 10 Juli-14 Agustus di Denpasar. . 2007. Pusaka Budaya & Pariwisata. Denpasar : Pustaka Larasan. Atmadja, Nengah Bawa. 2011. Ajeg Bali Gerakan, Identitas Cultural, dan Gobalisasi. Yogyakar- ta. LKiS. Barker, Chris. 2006. Cultural Studies: Teori danPraktek. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Featherstone, Mike. 2008. Postmodernisme Budaya dan Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pela-

jar. Fiske, John. 2011. Memahami budaya Populer. Yogyakarta: Jalasutra.

142 Nordholt, Henk Schulte. 2010. Bali Benteng Terbuka1995-2005: Otonomi daerah, demokrasi electoral, dan identitas-identitas defensive. Denpasar: Pustaka Larasan. Piliang, Yasraf Amir. 2011. Dunia yang Dilipat Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Yogyakarta: Matahari. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodelogi Penelitian Kajain Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Triyanto. 2011. Eksistensi Kebaya dari Masa ke Masa. Yogyakarta: PT. Intan Sejati Klaten.

Data dari internet: http://yolagani.wordpress.com/2007/11/18/representasi-dan-media-oleh-stuart-hall/).

143 “SEKALA NISKALA” KONSEP KESEIMBANGAN HIDUP MAS- YARAKAT HINDU BALI UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN DALAM KARYA INSTALASI FOTOGRAFI

I Made Saryana Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Berawal dari membaca sebuah buku tentang pengaruh globalisasi terhadap masyarakat Bali, yang diawali dengan dikembangkannya pariwisata budaya pada tahun 1950-an.Berdirinya hotel pertama bertingkat sepuluh di Sanur oleh presiden Soekarno, menandakan bahwa Bali sudah siap dengan kunjungan wisata dari berbagai belahan dunia. Seiring berjalannya wak- tu pariwisata Bali semakin berkembang pesat. Bersamaan dengan itu pula prilaku masyarakat Bali kini telah berubah pula. Banyak hal yang paradok terjadi seperti: dulu masyarakat Bali terkenal ramah, kini banyak yang berubah menjadi pemarah, penipu serta pembohong. Dulu Bali dianggap daerah yang aman dan damai kini justru banyak terjadi pencurian, pembunuhan serta peredaran narkoba. Predikat Bali sebagai sorga terakhir bagi wisatawan, berubah men- jadi sorga bagi penjahat. Kini masyarakat Bali cendrung konsumtif dan konsumerisme. Hal tersebut terjadi karena masyarakat Bali mulai melupakan falsafah hidupnya yang percaya den- gan adanya sesuatu yang sekala (kasat mata) dan niskala (maya). Agama Hindu Bali percaya dengan Panca Srada yaitu: Percaya adanya Tuhan, atman, reinkarnasi, karmaphala dan moksa. Untuk mencapai jagatdhita penting sekali adanya keseimbangan antara dua dunia yang sekala dan niskala,dengan menjalin hubungan harmonis antara Tuhan, Manusia dan Alam(Tri Hita Karana). Melihat fenomena seperti ini pencipta mencoba untuk mengingatkan kembali atau berupaya memberikan penyadaran melalui karya seni instalasi fotografi dengan konsep sekala dan niskala, agar falsafah hidup masyarakat Bali tetap melandasi setiap tingkah lakunya dalam menghadapi pengaruh globalisasi. Bedasarkan latar belakang di atas, maka permasalahannya adalah: 1. Bagaimana memvi- sualisasikan sekala niskala dalam karya instalasi fotografi yang menarik dan kreatif, 2. Bagaimana memanfaatkan medium untuk mengartikulasikan ide yang dapat mencerminkan upaya penyadaran tentang pentingnya memahami sekala niskala yang seimbang untuk kesejahteraan hidup. Metode yang digunakan dalam memvisualisasikan ide tersebut adalah observasi, ek- splorasi, pemotretan, eksperimen, perwujudan dan pameran. Tujuan dan manfaat penciptaan adalah sebagai media penyadaran, menciptakan karya yang kreatif, meningkatkan proses belajar mengajar, peningkatan kompetensi mahsiswa dan

144 mengembangkan fotografi seni. Penciptaan ini manfaatnya: dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat Bali tentang pentingnya sekala dan niskala, memberikan kepuasan batin bagi pen- cipta, menambah wawasan pengetahuan mahasiswa serta memberikan sumbangan pengeta- huan pada masyarakat Bali. Kata-kata kunci: Sekala Niskala, Instalasi Fotografi, Keseimbangan dan Kesejahteraan Hidup

"SEKALA NISKALA” THE CONCEPT OF BALANCE ON BALI HINDU SOCIETY TO ACHIEVE PROSPERITY WITHIN INSTALLATION PHOTOGRAPHY ARTWORKS

I Made Saryana, S.Sn., M.Sn Faculty of Fine Arts and Design, Indonesian Institute of the Arts Denpasar

Abstract It starts from a process of reading a book about the impact of globalization on Balinese so- ciety, which begins with the development of cultural tourism in the early of 1950. The establishment of first ten floors hotel in Sanur by President , indicated that Bali was ready to be visited by people from different parts of the world. As time flies, Bali tourism is growing rapidly. Along with that, the behavior of the people of Bali has also change as well. Many paradox things happen such as: Used to be there are many of Balinese people who famous because of their hospitality, but at the present many of them turn into a grumpy, cheater and a liar person. Bali used to be considered a safe area and peaceful, but now there are lot of theft, murder and drug trafficking. The attribute for Bali as the last paradise for tourists, nowadays turns into a heaven for criminals. Now the people of Bali tend to be consumptive and can be grouped as consumerism. It happens because Balinese people begin to forget their philosophy on the existence of sekala (vis- ible) and niskala (maya). Balinese Hindus believe in Panca Srada namely: Believe in God, at- man, reincarnation, karmaphala and moksa. To able to achieve Jagatdhita, a balance between two worlds; sekala and niskala are very important which can be done through the implementation of harmonization relationships between God, Man and Nature (Tri Hita Karana). By seeing this phenomenon, writer tries to recall or try to deliver awareness through the work of installation art photography with the concept of sekala and niskala in order to preserve Balinese society’s philoso- phy of life as guidance for their attitude in facing globalization impact. Based on the background above, the problem to be discussed are: 1. How does the visual- ization of sekala and niskala can be created within an interesting and innovative installation pho-

145 tography artwork?, 2. How does the utilization of a medium to be used in articulating ideas that may reflect awareness efforts about the importance of balancing of sekala and niskala in achieving prosperity? Methods used to visualize the idea are observation, exploration, shooting, experiment, manifesta- tions and exhibitions. The purpose and benefits of this installation are to be used as media awareness, creating a creative work, improve teaching and learning, enhancing the competence of students and to develop the art of photography. Besides it it can raise Balinese society’s awareness about sekala and niskala, to give inner satisfaction for the writer and to develop the students' knowledge and to contribute knowl- edge for Balinese. Key words: Sekala Niskala, Installation Photography, Life Balance and Prosperity

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berawal dari membaca sebuah buku tentang pengaruh globalisasi terhadap masyarakat Bali, yang diawali dengan dikembangkannya pariwisata budaya pada tahun 1950 -an dengan mendirikan hotel pertama bertingkat sepuluh di pantai Sanur oleh presiden Soekarno. Dengan berdirinya hotel tersebut menandakan bahwa Bali sudah siap dengan kunjungan wisata dari berbagai belahan dunia. Seiring berjalannya waktu pariwisata Bali semakin berkembang pesat. Bersamaan dengan itu pula prilaku masyarakat Bali kini telah berubah pula. Banyak hal yang paradok terjadi seperti misalnya dulu masyarakat Bali terkenal ramah tamah kini banyak yang berubah menjadi pemarah, penipu serta pembohong. Dulu Bali dianggap daerah yang aman dan damai kini justru banyak terjadi pencurian, pembunuhan serta peredaran narkoba yang semakin merajalela. Predikat Bali dianggap sebagai sorga terakhir bagi wisatawan, kini telah berubah menjadi sorga bagi para penjahat. Hal tersebut terjadi karena masyarakat Bali mulai melupakan falsafah hidupnya yang percaya dengan adanya sesuatu yang sekala (kasat mata) dan niskala (maya). Dengan percaya adanya sesuatu kasat mata dan yang maya, maka itu diyakini akan menjadi benteng untuk memfilter pengaruh negatif akibat globalisasi, namun kenyata-

annya banyak pengaruh negatif yang masuk ke Bali tidak bisa dibendung sehingga merubah prilaku masyarakat bali yang cendrung acuh tak acuh terhadap situasi ini. Kini masyarakat Bali cendrung mengutamakan dunia material (konsumtif dan konsumerisme) dibandingkan dun-

146 ia non material. Demi mengejar materi mereka menjual tanah warisannya, menghancurkan tanah-tanah pertanian dan sampai punahnya budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Idealnya Bali sebagai tujuan wisata diharapkan dapat tetap menjaga alam dan melestarikan seni budaya serta adat istiadatnya sehingga tidak terjadi kerusakan maupun kepunahan. Padahal untuk menciptakan kesejahteraan hidup diperlukan keseimbangan antara keduanya baik dunia material (kasat mata) maupun dunia non material (maya). Agama Hindu Bali percaya dengan lima prinsip yang disebut Panca Srada yaitu: Per- caya dengan adanya Tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) pencipta, pemelihara dan pelebur alam; dengan adanya percikan api Tuhan yang menghidupkan badan (atman); dengan adanya hu- kum sebab akibat yang maha adil (karmaphala); dengan adanya kelahiran yang berulang-ulang (samsara); dan dengan adanya jalan penyatuan kembali atman dengan Tuhan (moksa). Wa- lau tujuan atau impian akhir setiap orang Bali adalah untuk mencapai moksa, namun tujuan yang lebih raelistis atau lebih terjangkau adalah untuk mencapai kesejahteraan individu dan masyarakat (jagatdhita). Untuk mencapai jagatdhita penting sekali adanya keseimbangan atau keharmonisan seperti misalnya antara dunia kasat mata (sekala) dengan dunia maya (niskala), antara alam semesta(bhuana agung) dengan alam mikro manusia (bhuana alit) dan keharmon- isan antara tiga elemen dalam kehidupan yaitu: Tuhan, Manusia dan Alam (lingkungan) yang populer dengan sebutan Tri Hita Karana tiga penyebab kebahagiaan.Alam semesta dan alam manusia terbuat dari lima bahan dasar yang sama yaitu: air (cairan), angin (udara), api (sinar), tanah (benda padat) dan ether (ruang, kehampaan) yang eksis dalam bentuk dua hal yang berl- awanan namun komplementer (rwa bhineka) seperti panas dan dingin, meteri dan kehampaan, baik dan buruk, hitam dan putih, permanen dan transisi, dan sebagainya.Keseimbangan dapat diciptakan atau kekacauan bisa diperbaiki melalui kerja dan upacara (yadnya) kepada Tuhan beserta semua manifestasinya. (I Gusti Raka Panji Tisna, 2003: 17).Melihat fenomena seperti ini pencipta mencoba untuk mengingatkan kembali atau berupaya memberikan penyadaran bagi masyarakat Bali melalui karya seni instalasi fotografi dengan konsep sekala dan niskala, agar falsafah hidup masyarakat Bali tetap melandasi setiap tingkah lakunya dalam menghadapi pen- garuh globalisasi. Dengan berpegang teguh terhadap keyakinan falsafah hidup tersebut, mas- yarakat Bali akan dapat menciptakan keseimbangan dan keharmonisan menuju kesejahteraan hidup lebih baik.

147 B. Rumusan Masalah Ide Penciptaan Bedasarkan apa yang telah dipaparkan dalam latar belakang di atas maka permasalahan penciptaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana memvisualisasikan konsep sekala dan niskala (panca srada)ke dalam karya seni instalasi fotografi menjadi karya yang menarik dan kreatif 2. Bagaimana memanfaatkan potensi medium secara kreatif untuk mengartikulasikan ide yang dapat mencerminkan upaya penyadaran tentang pentingnya memahami dunia sekala dan niskala yang seimbang guna mencapai kesejahteraan hidup yang lebih baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sebagai sebuah penciptaan karya seni yang ilmiah tentunya obyek estetis yang melandasi sebuah penciptaan diharapkan melalui kajian yang matang agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara visual maupun secara nalar. Kajian sumber dalam tulisan ini akan menguraikan be- berapa sumber refrensi yang melandasi tema penciptaan ini. Di samping itu akan dibahas pula kajian dari sumber visual lainnya baik dari karya seni yang telah ada maupun dari dokumentasi yang lain.

Sekala Niskala Dalam ajaran agama hindu di Bali memiliki kepercayaan tentang dunia yang kasat mata atau dunia nyata yang terlihat oleh mata kita yaitu bumi tempat kita berpijak (buana agung) beserta isinya dan termasuk manusia itu sendiri (buana alit) yang disebut dengan sekala dan dunia yang tidak terlihat oleh mata (maya) namun diyakini ada dan memiliki kekuatan yang amat besar dan mampu mempengaruhi manusia itu sendiri. Seperti keberadaan Tuhan(Brah- man) serta kekuatannya yang telah menciptakan bumi dan isinya, adanya Roh(Atman) yang menghidupkan badan kasar manusia yaitu percikan suci dari Tuhan sehingga manusia dapat hidup, Reinkarnasi (Punarbhawa) yaitu kelahiran kembali ke dunia, adanya hasil perbuata- n(Karmaphala), setiap perbuatan kita yang baik atau buruk selalu ada pahalanya serta adan-

ya kebahagiaan (Moksa) yaitu mencapai kebahagiaan lahir maupun batin. Hal tersebut tersirat dalam keyakinan masyarakat Hindu Bali yang disebut dengan Panca Sradha.iSecara etimologi

148 PancaSradha berasal dari kata panca dan sradha.Panca berarti lima dan sradha berarti keya- kinan. Jadi panca sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu. (Yajur Veda XIX.30)

Instalasi Fotografi Seni instalasi dalam bahasa inggrisnya (installation) yang artinya pemasangan. Jadi seni instalasi adalah seni yang memasang, menyatukan dan mengkonstruksi sejumlah benda yang dianggap bisa merujuk pada suatu kontek kesadaran makna tertentu. Biasanya makna da- lam persoalan-persoalan sosial politik dan hal lain yang bersifat kontemporer diangkat dalam konsep seni instalasi ini. Seni instalasi dalam kontek visual tiga dimensional yang memper- hitungkan elemen ruang, waktu serta suara. (http:id.wikipedia .org/wiki/Seni_instalasi). Hakekat dari karya instalasi terletak pada landasan kenseptualnya dan selanjutnya seni instalasi biasanya berwujud nyata pada saat perupanya berusaha untuk mendifinisikan ulang ruang pameran yang akan ditempati. Setiap karya instalasi adalah kurator dari karya seni mer- eka sendiri. Sikap dasar dari pilihan berkesenian instalasi adalah menawarkan suatu pilihan komitmen keberfihakan, kemudian merestorasi seni ke seniman. (Moelyono, 1997:26). Sedangkan Fotografi adalah seni dan proses penghasilan gambar dengan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan (Giwanda, 2002: 13). Istilah Fotografi (Photography) ber- asal dari bahasa Latin, yakni “photos” dan “graphos”. Photos artinya cahaya atau sinar, sedang- kan graphos artinya menulis atau melukis. Jadi, arti sebenarnya dari fotografi adalah proses dan seni pembuatan gambar (melukis dengan sinar atau cahaya) pada sebuah bidang film atau permukaan yang dipekakan. (Nugroho, 2006: 250). Secara umum fungsi fotografi dibedakan menjadi 4 yakni: Fotografi Dokumentasi, Fo- tografi Jurnalistik, Fotografi Komersial dan Fotografi Ekspresi (seni). Hal ini perlu kiranya dise- butkan, mengingat fotografi memiliki beberapa varian dalam penggunaannya.Masing-masing varian fotografi tersebut dapat dibedaan dari tujuan penggunaan/fungsinya. Dalam penciptaan instalasi fotografi ini, termasuk dalam katagori foto ekspresi/seni, oleh karena itu maka perlu dikemukakan pengertiannya. (Marah, 2002: 7) Menyatakan bahwa fotografi sekarang cenderung menyuarakan ekspresi seni pribadi dari para pemotretnya, dan nyaris meninggalkan fungsi dokumentasi dan imitasi yang selama ini diembannya. Dalam buku

149 Pot-Pourri Fotografi dijelaskan bahwa fotografi ekspresi adalah :Sebuah karya fotografi yang dirancang dengan konsep tertentu dengan memilih ojek foto yang terpilih dan yang diproses dan dihadirkan bagi kepentingan si pemotretnya dengan luapan ekspresi artistik dirinya, maka karya tersebut bisa menjadi sebuah karya fotografi ekspresi. Dalam hal ini karya fotografi terse- but dimaknakan sebagai suatu medium ekspresi yang menampilkan jati diri si pemotretnya dalam proses berkesenian penciptaan karya fotografi seni. Karya fotografi yang diciptakannya lebih merupakan karya seni murni fotografi (fine art photography) karena bentuk penampilan- nya yang menitik beratkan pada nilai ekspresif-estetis seni itu sendiri (Soedjono, 2006: 27). Jadi yang dimaksud dengan instalasi fotografi dalam penciptaan ini adalah sebuah karya seni dengan memanfaatkan fotografi sebagai unsur paling utama yang dikolaborasikan dengan seni-seni lainnya seperti seni lukis, patung dan memanfaatkan teknologi serta berbagai medi- um, dengan mempertimbangkan unsur-unsur visual seni rupa, komposisi, keharmonisan serta pusat perhatian, kesatuan serta mempertimbangkan ruang dan waktu dalam penataannya. Keharmonisan, Keseimbangan dan Kesejahteraan hidup Keseimbangan memiliki arti tidak berat sebelah. Keseimbangan adalah suatu perasaan akan adanya kesejajaran, kestabilan, ketenangan dari kekuatan suatu susunan (Suryahadi, 1994 : 11). Keseimbangan merupakan perwakilan kepekaan rasa terhadap obyek yang dapat mem- berikan kesan stabil dalam suatu susunan, baik secara simetris atau formal yang mengesankan statis pada suatu susunan dan asimetris atau informal yang mengesankan dinamika gerak suatu susunan dalam sebuah karya cipta. Sedangkan keharmonisan diartikan serasi, selaras dan cocok (Pius A partanto, 1994:214). Kalau dikaitkan dengan karya seni hendaknya setiap unsur-unsur pembentuk karya seni itu menjadi satu kesatuan yang harmonis walaupun memiliki unsur-un- sur yang berbeda-beda. Ini adalah tugas seniman di mana dalam pencapaiannya memerlukan pengalaman dan pengetahuan yang maksimal. Dalam kaitannya dengan konsep skala niskala maksudnya adalah bagaimana ketika sebuah konsep yang diyakini sepenuh hati akan member- ikan keharmonisan sesuai, selaras atau cocok dengan tujuan hidup. Sedangkan kesejahteraan maksudnya adalah ketika sebuah pandangan hidup atau falsafah hidup yang tertuang dalam ajaran agama yang menjadi konsep dan tuntunan hidup yang menimbulkan keseimbangan dan

keharmonisan dalam hidup secara tidak langsung juga akan memberikan kesejahteraan sehing- ga kita dapat hidup bahagia lahir maupun batin.

150 D. Landasan Penciptaan Semiotika Semiotika berasal berasal dari bahasa Yunani: semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut mewakili suatu objek represen- tatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan dengan istilah semiologi. Istilah per- tama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merujuk pada ilmu tentangnya. Alex Sobur dalam bukunya Semiotika Komunikasi (2009:16) mendefinisikan semiotika sebagai ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memakai hal-hal (things). Memaknai (to signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memak- nai berarti bahwa okbjek-objek tidak hanya membawa informasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstrukstur dari tanda. Jadi semiotika ini sangat bermnafaat dalam penciptaan ini, kare- na dalam perwujuan karya ini menggunakan tanda atau simbol untuk memaknai suatu maksud yang terkandung dalam konsep sekala dan niskala, agar mudah dipahami oleh masyarakat. Estetika Seni Fotografi Dalam Tataran Ideasional dan Teknikal Keindahan dalam sebuah karya fotografi dapat dilihat dari dua hal yaitu: dari tataran ideasional dan tataran teknikal. Tataran ideasional adalah ide/gagasan yang mendasari ciptaan karya tersebut dan tataran teknikal adalah merupakan medium dan teknik yang digunakan dalam menciptakan karya tersebut.Tujuan utama dalam penciptaan setiap karya seni adalah keindahan, bahkan keindahan sebenarnya merupakan hal yang utama di dalam kehidupan kita. Karena tanpa keindahan, hidup ini terasa merana dan kehilangan kebahagiaan. (Agus, 1989 : 1). Selain beragam alat yang digunakan dalam penciptaan karya fotografi dalam kaitannya dengan tataran teknikal yang perlu juga menjadi pertimbangan adalah bagaimana fotografer mampu mengolah atau menyusun berbagai hal yang terkait dengan unsur-unsur visual (bentuk, warna, garis, tekstur dan ruang) yang membentuk karya fotografi. Adapun pengolahan tersebut adalah: Pusat Perhatian(Focus of Interest), Keseimbangan (Balance), Kerumitan (Complexity),

Kesungguhan (Intensity), Kesatuan (Unity) Selain tinjauan sumber tertulis seperti yang telah disebutkan di atas, dalam penciptaan

151 ini juga diulas tinjauan pustaka berupa karya visual tentang karya instalasi yaitu karya Heri Dono pelukis terkenal Indonesia yang telah lama menekuni seni instalasi dengan memanfaat- kan berbagai media termasuk teknologi.

Karya yang berjudul “Political Cowns” 1999, ini dilihat dari visualnya dengan menampil- kan patung kepala manusia yang terbuat dari feberglass dengan alas balok kayu dengan kaki besi dan dialiri listrik, sehingga kepala tersebut bisa bergerak.Inilah yang pencipta lihat unik sehingga dijadikan acuan dalam penciptaan ini.Selama ini sebagian besar karya tampil dalam dua dimensional serta diam, namun Heri Dono justru menampilkan sebaliknya, yaitu membuat karya yang berdemensi menjadi seperti hidup dan memiliki roh.

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENCIPTAAN Adapun tujuan dan manfaat yang diharapkan dalam penciptaan ini adalah: 1. Untuk menjadikan karya seni instalasi fotografi sebagai media penyadaran akan pentingnya tentang pemahaman konsep sekala dan niskala yang tercermin dalam Panca Srada. 2. Untuk menciptakan sebuah karya seni instalasi fotografi yang inovatif dan kreatif. 3. Untuk meningkatkan Proses belajar mengajar (PBM) dan peningkatan kompetensi mah siswa fotografi Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar dan mengembangkan seni fotografi terutama yang tergolong fine art photography agar lebih variatif dan kreatif. 4. Untuk menggali kasanah budaya Indonesia sebagai sumber eksplorasi dan inspirasi dalam

menghasilkan karya yang artistk.

152 Sedangkan manfaat dari penciptaan ini adalah: 1. Dapat menumbuhkan kesadaran pada masyarakat Bali tentang pentingnya konsep sekala dan niskala untuk keseimbangan dan kesejahteraan hidup. 2. Memberikan kepuasan batin dengan terwujudnya karya dengan konsep sekala niskala. 3. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang fotografi ekspresi/seni. 4. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan di bidang seni fotografi pada masyarakat Bali.

BAB IV METODE PENCIPTAAN Secara umum setiap penciptaan karya seni selalu melalui proses dan menggunakan metode dalam perwujudannya. Demikian juga dengan penciptaan karya seni ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu: Observasi, Eksplorasi, Pemotretan, Eksperimen, Perwujudan, dan Pameran Skema Proses Penciptaan

153 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melalui beberapa proses tahapan mulai dari observasi, eksplorasi, pemotretan, eksperimen serta perwujudan baik melalui proses editing dikomputer maupun proses pengga- bungan karya fotografi dengan beberapa elemen pendukung, maka terciptalah karya instalasi fotografi sesuai dengan konsep. Selanjutnya akan dibahas dan dianalisis setiap karya yang dic- iptakan, dalam dua hal penting yang harus diperhatikan sebagai bagian penilaian estetikanya yakni: pertama dari tataran ideasionalnya yaitu mengenai ide/gagasan yang hadir dalam karya tersebut serta konsep yang mendasarinya. Kedua mengenai teknik dan medium yang digu- nakan. Berikut ini akan dilakukan pembahasan karya baik mengenai ide, isi maupun makna yang terkandung di dalamnya. Ulasan karya bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam karya seni yang telah diciptakan, dengan demikian akan mempermudah apresian untuk memahami informasi dan makna yang terkandung di dalam karya seni tersebut.

Foto 1 Kelahiran, Foto 2 Kehidupan, Foto 3 Kematian

154 Karya I, “Reinkarnasi” 2015, Media Campuran

200 x 100x 30 cm

Ide pada karya ini, terinspirasi dari kepercayaan masyarakat Hindu Bali yang percaya akan adanya kelahiran berulang-ulang (siklus) yang disebut dengan reinkarnasi/Punarbha- wa. Reinkarnasi merujuk kepada kepercayaan bahwa seseorang itu akan mati dan dilahirkan kembali dalam bentuk kehidupan lain. Yang dilahirkan itu bukanlah wujud fisik sebagaimana keberadaan kita saat ini.Yang lahir kembali itu adalah jiwa orang tersebut yang kemudian men- gambil wujud tertentu sesuai dengan hasil pebuatannya terdahulu. Kelahiran kembali adalah suatu proses penerusan kelahiran di kehidupan sebelumnya. Dalam agama Hindu, filsafat re- inkarnasi mengajarkan manusia untuk sadar terhadap kebahagiaan yang sebenarnya dan ber- tanggung jawab terhadap nasib yang sedang diterimanya. Selama manusia terikat pada siklus reinkarnasi, maka hidupnya tidak luput dari duka. Selama jiwa terikat pada hasil perbuatan yang buruk, maka ia akan bereinkarnasi menjadi orang yang selalu duka. Dalam filsafat Hindu, proses reinkarnasi memberi manusia kesempatan untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Hal tersebut terjadi apabila manusia tidak terpengaruh oleh kenikmatan maupun kesengsaraan duniawi sehingga tidak pernah merasakan duka, dan apabila mereka mengerti arti hidup yang sebenarnya.

155 Untuk memvisualkan hal tersebut diatas ada beberapa medium yang digunakan seperti besi, kayu, triplek, cat, cetak foto diatas kanvas, foto diolah sedemikian rupa dengan melaku- kan beberapa eksperimen dan mesin dinamo sebagai penggerak karya.Sedangkan teknik yang digunakan adalah menggabungkan medium foto dengan mediuam lainnya sehingga sisi kreat- ifnya tercipta.Sedangkan tanda-tanda/simbol yang digunakan untuk memaknai tentang rein- karnasi tersebut, seperti adanya kotak besar yang menyimbolkan sebuah pintu besar, di mana pintu merupakan tempat masuk maupun keluar suatu tempat misalnya rumah atau pekaran- gan, sebuah wilayah maupun jalan.Hal tersebut memiliki makna bahwa untuk lahir, hidup dan mati ada sesuatu yang nyata/nampak yang dapat dilihat (sekala) dalam wujud manusia/dunia tempat kita berpijak.Di dalam kotak ada tiga gambar/foto yang sudah diolah melalui program photoshop CS3, diantaranya gambar/foto pertama adalah foto-foto bayi/anak-anak ada yang berpakaian adat Bali dan ada juga close up wajah, yang dimaknakan mulainya kehidupan dari kelahiran bayi atau anak-anak dengan upacara khas Bali , menatap masa depan yang penuh misteri suka dan duka. Sedangkan gambar kedua adalah foto-foto tentang kehidupan seperti: orang berdagang, bertani, memasak, melakukan upacara potong gigi serta melakukan pernika- han. Foto-foto tersebut mewakili kehidupan yang dijalani didunia ini setelah dilahirkan dan sebelum kematian.Sebagai masyarakat Hindu Bali aktifitas tersebut selalu dijalani karena mas- yarakat Bali mempunyai tradisi dan budaya yang unik dan tidak ada dibelahan dunia manapun. Kemudian gambar/foto yang ketiga adalah tentang upacara kematian bagi umat Hindu di Bali yaitu ngaben, terlihat dalam karya tersebut dari mayat sedang dimandikan, kemudian diarak kekuburan kemudian dibakar dan terakhir abunya dihanyutkan ke laut. Hal tersebut sebagai tanda bahwa hidup kita telah berakhir di dunia ini.Ketiga gambar tersebut dipegang oleh tiga buah tangkai yang dikaitkan dengan sebuah roda.Hal terbut memiliki makna tentang roda ke- hidupan yaitu lahir, hidup dan mati dan semua itu nampak dan nyata yang dapat dilihat oleh mata.Untuk menggerakan roda tersebut didalam kotak dipasang mesin dinamo.Hal tersebut memiliki makna tentang kekuatan yang tidak nampak (niskala) yang menciptakan kelahiran, kehidupan, serta kematian, yang mana kekuatan tersebut tidak dapat dilihat tetatpi hanya dapat dirasakan.Wujud akhir dari karya tersebut adalah ketiga gambar itu akan terus bergerak memu-

tar tanpa henti semasih dinamo menyala. Maksud dari putaran tersebut terus bergerak dimak- nakan sebagai sebuah reinkanasi dari lahir, hidup dan matiakan terus berlanjut. Berdasarkan

156 apa yang telah dipaparkan di atas semua yang kita alami didunia ini menyangkut kelahiran, kehidupan serta kematian secara berulang-ulang adalah ikut campurnya kekuatan alam yang tidak dapat dilihat dan ketika manusia mempercayainya maka keseimbangan, keharmonisan serta kedamaian akan terwujud. Hal tersebut terjadi dikarenakan bahwa selama makhluk terse- but belum mencapai tingkat kesucian karena berbuat yang tidak baik di dunia ini maka dia akan lahir dalam penderitaan dan jika dalam kehidupannya berbuat kebaikankelahirannya akan dalam kebahagiaan. Pesan yang ingin disampaikan dari terciptanya karya diatas adalah upaya dalam menum- buhkan kesadaran kembali akan siapa diri kita, untuk apa kita hidup, apa yang kita lakukan da- lam mengisi hidup dan yakinilah sesuatu yang kasat mata dan yang maya maka keseimbanga dan kesejahteraan hidup akan tercapai.

Karya II,“Phala Baik” Karya III, “Phala Buruk”

Media Campuran,60x50x30 cm, 2015

Umat Hindu mengenal adanya hukum karmaphala yaitu hukum sebab akibat. Setiap perbuatan baik maupun buruk yang kita lakukan pasti akan mendapatkan hasilnya.Berdasarkan waktu diterimanya phala dari suatu karma dibedakan menjadi tiga. a. Sancita: perbuatan dimasa lampau hasilnya diterima pada kehidupan sekarang. b. Prarabda : pebuatan dalam kehidupan sekarang, diterima hasilnya dalam kehidupan sekarang juga. c. Kryamana: perbuatan pada kehidupan sekarang belum habis diterima hasilnya maka akan

kita terima dalam kehidupan yang akan datang. Dari jenis karmaphala yang dipaparkan tersebut pencipta hanya memvisualisasikannya hukum sebab akibat secara umum yang merupakan hasil perbuatan baik maupun buruk.

157 Pada karya ke dua berjudul phala baik yang terinspirasi dari hasil dari perbuatan baik.Me- dium yang digunakan untuk memvisualisasikannya seperti kayu, triplek, lem, kaca gelap, es batu. foto dicetak di atas adhesive yang ditempel pada hardboard. Bingkai dibuat dalam bentuk kotak dicat dengan warna biru, sehingga karya nampak dalam bentuk tiga dimensional.Adapun subyek foto tersebut adalah .Pemilihan barong tersebut disimbolkan sebagai perbuatan baik karena barong dalam cerita calonarang adalah tokoh yang selalu berbuat kebaikan. Kotak berwarna biru disimbolkan sebagai perbuatan baik akan membuahkan hasil yang baik pula dan mengelilingi kita. Phala yang kita terima hanya dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat oleh mata.Penekanan kotak warna biru yang didalamnya ditempatkan es batu sehingga terlihat dan terasa dingin, tenang, serta sejuk. Sama halnya ketika orang berbuat baik dia juga akan memperoleh kebaikan yang disimbolkan dengan warna biru yang terasa dingin dan sejuk. Hal tersebut dimaknakan sebagai orang yang me- nerima phala baik akan nampak tenang, damai,serta bahagia. Sedangkan pada karya ke tiga berjudul phala buruk yang terinspirasi dari hasil dari (karmaphala) perbuatan buruk. Medium yang digunakan untuk memvisualisasikannya seperti kayu, triplek, lem, kaca gelap, api. foto dicetak di atas adhesyve yang ditempel pada hardboard. Bingkai dibuat dalam bentuk kotak dicat dengan warna merah, sehingga karya nampak dalam bentuk tiga dimensional.Adapun subyek foto tersebut adalah Nirah.Pemilihan Rangda Nirah tersebut disimbolkan sebagai perbuatan buruk karena Rangda Nirah dalam cerita calona- rang adalah tokoh yang selalu berbuat kejahatan.Kotak berwarna merah disimbolkan sebagai perbuatan buruk yang membuahkan hasil yang buruk pula dan selalu mengelilingi kita.Phala buruk yang kita terima hanya dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat oleh mata. Penekanan kotak warna merah yang didalamnya ditempatkan api yang menyala sehingga ketika kaca hi- tam terkena api akan menjadi panas dan terasa menyengat ketika disentuh, tegang, panas, serta gelisah. Sama halnya ketika orang berbuat buruk dia juga akan memperoleh keburukan yang di- simbolkan dengan warna merah yang terasa panas, gelisah dan menderita. Hal tersebut dimak- nakan sebagai orang yang menerima phala buruk akanmerasa panas, gelisah, serta menderita. Penempatan kedua karya tersebut dalam posisi berdekatan karena dimaknakan sebagai sesuatu yang baik maupun buruk selalu ada dan mengelilingi kita, dimana ada kebaikan disana ada ke-

jahatan demikian sebaliknya.Sekarang tergantung bagaimana kita bisa mengendalikannya dan membuat keduanya jadi harmonis.

158 Karya IV, “Bersatu Hidup Bercerai Mati”,80 x 40 x 20 cm, Media Campuran, 2015

Ide pada karya di atas adalah tentang keberadaan atman yang bersatu dengan badan kasar.Ketika atman meninggalkan badan kasar maka tubuh manusia tidak berfungsi lagi (mati). Seperti yang tersurat dalam ajaran Hindu bahwa Atmanmerupakan sinar suci atau bagian ter- kecil dari Tuhan.Setiap yang bernafas mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup.Atman adalah hidupnya semua makluk (manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya).Atman adalah abadi tercermin dari sifat–sifatnya yang meliputi :tak terlukai senjata,tak terbakar oleh api,tak terkeringkan oleh angin,tak terbasahkan oleh air,abadi,ada di mana-mana,tidak berpindah– pindah,tidak bergerak,tidak dilahirkan, tak terpikirkan,tidak berubah,selalu sama. Untuk memvisualisasikan tentang hal tersebut di atas maka, medium yang digunakan adalah dua buah foto manusia,yaitu: laki dan perempuan, yang dapat mewakili makhluk yang diperciki sinar suci tuhan. Sebagai latar belakangnya digunakan batang kayu yang tidak simetris dengan teksturnya yang berbeda, hal tersebut menyimbolkan bahwa tubuh manusia walaupun diperciki dengan sinar suci yang sama tetapi mereka memiliki karakter, watak, serta sifat yang berbeda-beda, selain itu juga merupakan pertimbangan dari segi artistiknya.Sesuai dengan jud- ul karya tersebut yaitu “Bersatu hidup, Bercerai mati” yang maksudnya adalah bahwa ketika badan kasar bersatu dengan Tuhan maka, dia hidup, demikian sebaliknya kertika badan kasar bercerai atau tidak bersatu lagi dengan tuhan maka, tubuh tersebut dinyatakan meninggal. Un- tuk menyimbolkan hal tersebut digunakandua buah wajah manusia yang dikaitkan dengan mesin dinamo yang dapat menggerakan dua wajah tersebut kekiri dan kekanan, sehingga wajah tersebut kelihatan hidup. Ketika aliran listrik melalui perantara mesin dinamo yang disimbol- kan sebagai sinar suci Tuhan diputus/tidak ada lagi, maka gambar tersebut juga berhenti.Hal tersebut dapat menyimbolkan bersatunya atau berpisahnya antara atman dengan badan kasar.

159 Dari paparan dan visualisasi karya tersebut diatas dapat dimaknakan bahwa ditengah-tengah era modern ini banyak orang hanya bertumpu pada sesuatu yang ilmiah sehingga ketika mere- ka berhadapan dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat secara nyata mereka akan sulit percaya akan hal itu, kendatipun apa yang dirasakan adalah suatu kenyataan yang memang dialami oleh manusia, namun mereka masih meragukan akan kenyataan tersebut. Seperti adanya pertanyaan apa betul ada atman ?Melalui penciptaan karya seperti inilah pencipta mencoba mengingatkan dan berupaya memberikan penyadaran pada masyarakat agar sepenuhnya percaya pada sesuatu yang riil maupun yang maya yang sekala dan niskala. Dengan percaya akan hal itu penyimpan- gan dalam kehidupan ini tidak akan terjadi, bahkan akan menciptakan kedamaian, keharmon- isan dan kesejahteraan hidup.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ada beberapa metode yang dilakukan dalam memvisualisasikan konsep sekala dan niskala (panca srada)ke dalam karya seni instalasi fotografi menjadi karya yang menarik dan kreatif yaitu metode observasi, eksplorasi, pemotertan, eksperimen, perwujudan dan pameran. Melalui metode tersebut telah dapat menciptakan karya yang unik, kreatif, kekinian dengan memperluas bahasa ungkap yang selama ini selalu dilakukan dengan cara yang konvensional. Tetapi dalam penciptaan ini telah dilakukan penggabungan karya fotografi dengan medium lainnya serta pemanfaatan teknologi berupa mesin untuk menciptakan efek tertentu sehingga karya tersebut sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Pemanfaatan potensi medium secara kreatif seperti mesin, kayu, beton, cetak foto di atas kanvas, acrylic, adhesyve, cat, kaca, es batu, api, air dan lain-lain. Hal tersebut memberikan mak- na pada setiap medium yang digunakan sehingga artikulasi ide telah dapat mencerminkan upaya penyadaran tentang pentingnya memahami dunia sekala dan niskala yang seimbang guna menca- pai kesejahteraan hidup yang lebih baik. Sebelum pemanfaatan medium tersebut dilakukan terlebih dahulu dengan melihat esensi yang terkandung dalam setiap ide/gagasan yang dijadikan pedoman

dalam berkarya, sehingga masing-masing karya baik ide, isi maupun pemaknaannya telah dapat terwakili, sehingga komunikasi antara pencipta dengan audien dapat terjalin dengan baik.

160 Saran-Saran Dalam penciptaan karya seni instalasi fotografi ini, pencipta mendapat tantangan ter- utama dalam penggunaan alat yang terkait dengan teknologi.Sering tidak bisa mengukur atau menghitung dengan cermat sehingga terjadi kesalahan, yang berakibat pada gagalnya sebuah eksperimen. Dengan gagalnya sebuah eksperimen maka membuat anggaran sering membeng- kak dan membuat anggaran yang lainnya dikurangi. Melalui kesempatan ini pencipta berharap pada tahun-tahun yang akan datang pendanaan yang disediakan agar dikaji ulang dan diharap- kan ada peningkatan. Dalam penciptaan ini ada dua hal yang dilakukan yaitu menulis dan men- cipta karya seni yang berdasarkan penelitian sehingga membutuhkan pemikiran, tenaga yang ekstra dan pendanaa yang cukup untuk menciptakan karya seni yang berkualitas, monumental dan bermanfaat bagi diri sendiri, kampus dan masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA Antonius Fran Setiawan. 2004. Panduan Belajar Fotografi Digital. ANDI: Yogyakarta Bagoes, P. Wiryomartono 2001, Pijar-pijar Penyingkap Rasa:Sebuah Wacana Seni dan Keinda- han dari Plato sampai Deridda, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum Bagus Sudirga, Ida, dkk.2003.Agama Hindu untuk SMA Kelas 3.Ganeca Exact:Jakara Bates, Kenneth. F. 1975. Basic Design: Funk and Wagnalis. New York. Dharsono Sony Kartika. 2004. at al, Pengantar Estetika. Rekayasa Sains: Bandung. Djelantik, A.A. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. MPSI: Bandung. Djelantik, A. A. M. 1990, Estetika: Estetika Sebua Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertun- jukkan Indonesia. Griand Giwanda. 2004. Panduan Praktis Fotografi Digital.Perpustakaan Nasional RI: Jakarta. Hooykaas,C. 1980. Drawing Of Balinase Sorcrery.Terjemahan, State Unuversity Groningen: Leiden, John Kim. 2004. 40 Teknik Fotografi Digital. Elex Media Komputindo: Jakarta K.M.Suhardana, 2009, Panca Saradha Lima Keyakinan Umat Hindu, Paramita, Surabaya Marah Risman. 2008. Soedjai Kartasasmita di Belantara Fotografi Indonesia.BP ISI Yogyakar- ta& LPP Yogyakarta: Yogyakarta. Mikke Susanto, 2011. Diksi Rupa Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa, Dicti Art Lab, Yo-

161 gyakarta & Jagad Art Space Bali, Yogyakarta Moelyono, 1997.Seni rupa Penyadaran, Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya Mulyanta, S. Edi. 2007. Teknik Modern Fotografi Digital. ANDI: Yogyakarta. Nardi, Leo. 1996. Diktat Fotografi. Bandung. Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta: Penerbit Andi Raharjo, J. Budhy. 1986, Himpunan Materi Pendidikan Seni Rupa. Bandung: CV. Yrama Rai, I Gusti Ngurah.2012.Modul Sradha.STAH Dharma Nusantara Jakarta Raka Panji Tisna, I Gusti, 2003. Bali Dalam Dua Dunia, MatameraBook, Bali Pudja, Gede.2003. Bhagawadgita. Paramita:Surabaya Salim, Peter & Yenny salim. 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Mod- ern English Press. Sidik, Fajar. 1979, Desain Elementer. STSRI “ ASRI “. Yogyakarta Subroto Sm,2006,“Fotografi Sebagai Media Ekspresi”,dalam Agus Burhan, Ed, Jaringan Makna Tradisi Hingga Kontemporer, BP ISI Yogyakarta, Yogyakarta Suryahadi, A. Agung. 1994, Pengembangan Kreativitas Melalui Seni Rupa. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Kesenian. Soelarko, R.M. 1978, Komposisi Fotografi, Bandung: PT. Indira. Soedjono, Soeprapto. 2007. Pot-Pourri Fotografi. Jakarta. Wiana, Ketut. 2004. Ajeg Bali Itu Tegaknya Kabudayaan Hindu di Bali. Raditya,Edisi 89: Den- pasar.

162 PENGARUH MUSIK ANGKLUNG TERHADAP KUALITAS TIDUR ANAK AUTIS : STUDI AWAL

Kharista Astrini Sakya, Imam Santosa, Andar Bagus Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung [email protected]

Abstrak Angka kelahiran anak autis semakin meningkat dari tahun ke tahun. Autis dapat di- gambarkan sebagai individu yang memiliki gangguan perkembangan seperti sulit berkomuni- kasi dan berinteraksi sosial. Desain interior bertanggung jawab untuk menciptakan lingkun- gan yang mengakomodasi kebutuhan semua jenis pengguna, termasuk anak autis. Salah satu karakteristik autis adalah mengalami gangguan tidur. Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur sesuai dengan kebu- tuhannya, antara lain penyakit, lingkungan, kelelahan dan gaya hidup. Lingkungan fisik tempat seseorang tidur sangat berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap terti- dur. Ada yang mengatakan bahwa musik Mozart dan musik Rock memiliki pengaruh terhadap psikologis seseorang, dan suara burung dapat membuat efek relaksasi. Bandung memiliki aneka ragam seni kebudayaan salahsatunya adalah angklung. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah musik angklung dapat meningkatkan kualitas tidur anak autis sehingga mengurangi permasalahan dalam gangguan tidur. Metode yang digunakan pada studi awal adalah observasi dan membagikan kuesioner kepada terapis di asrama selain dari pengamatan melalui cctv pada kamar tidur asrama anak autis. Hasil penelitian awal menun- jukkan bahwa anak autis di yayasan mengalami masalah gangguan tidur sehingga diharapkan eksperimen selanjutnya dengan metode kuantitatif dan uji signifikansi menggunakan statistik dapat mengetahui apakah ada pengaruh dari penggunaan musik angklung terhadap kualitas tidur anak autis di kamar tidur. Kata kunci : musik, angklung, kualitas tidur, autis, kamar

Abstract The birth rate of children with autism is increasing from year to year. Autism can be de- scribed as an individual who has a developmental disorder such as difficulty communicating and interacting socially. The interior design is responsible for creating an environment that accommo- dates the needs of all types of users, including children with autism. One of the characteristics of

163 autism is having sleep disturbance. The quality of sleep is affected by several factors, which may -in dicate an individual’s ability to sleep according to his needs, among other diseases, the environment, fatigue and lifestyle. The physical environment where someone is sleeping has important effect on the ability to fall asleep and stay asleep. Some say that the music of Mozart and rock music have an influence on the psychological, and the sounds of birds can create a relaxing effect. Bandung has a variety of cultural art one of them is angklung. Therefore, the purpose of this study was to deter- mine whether the angklung can improve the sleep quality of children with autism, thereby reducing the problem of sleep disorders. The method in the pilot study was observation and distributing ques- tionnaires to therapist at the dorm and from observation via CCTV in bedroom autistic children. Preliminary results showed that children with autism in the dorm experiencing sleep disturbance that are expected to further experiment with quantitative methods and statistical significance test can determine whether there is influence of the use angklung to the quality of sleep of children with autism in the bedroom. Keywords : music, angklung, sleep quality, autism, bedroom

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Perkembangan autis yang terjadi sekarang ini kian mengkhawatirkan. Mulai dari tahun 1990-an, terjadi boom autisme. Anak-anak yang mengalami gangguan autis makin bertambah dari tahun ke tahun. Pada catatan Badan Pusat Statistik di Indonesia terdapat 1,5 juta orang anak Indonesia mengalami gangguan autis dan masih terus meningkat. Menurut data perband- ingan di Indonesia telah mendekati 1 : 160 per kelahiran. Salah satu karakteristik penderita autis adalah mengalami gangguan tidur (sleep dis- turbance). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 34 – 80 % dari penderita autis mengalami gangguan tidur (Souders et al , 2009, Goldman et al , 2011). Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Keumala Pringgardini dari Sam Marie Healthcare mengungkapkan, masalah kurang ti- dur pada anak dapat menyebabkan penurunan tingkat kecerdasannya, kurang konsentrasi dan

daya ingat menjadi lemah. Lingkungan fisik tempat seseorang tidur sangat berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tertidur. Kondisi tempat tidur yang kurang nyaman, ventilasi yang tidak esensial, suara ribut, pintu kamar yang sering dibuka dan ditutup, bunyi

164 langkah kaki, bunyi telepon, warna dan pencahayaan yang tidak sesuai dengan tempat tidur, serta suhu ruangan yang terlalu hangat dapat mempengaruhi kebutuhan tidur pasien dan mem- perpanjang proses pemulihan individu yang sakit (Perry & Potter, 2006). Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kualitas tidur anak autis. Saat ini terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk membuat relaksasi dengan pemanfaatan musik klasik, bahkan suara alam untuk meditasi. Musik memiliki pengaruh terhadap tubuh dan pikiran. Maraknya terapi musik, penyembuhan dengan metode musik, bahkan dengan men- dengarkan musik dapat mengurangi stress. Bandung memiliki aneka ragam seni budaya, salahsatunya adalah alat musik angklung. Angklung dapat membuat sifat peka terhadap orang lain, bekerjasama, berinteraksi, bahkan disiplin dan mandiri. Oleh karena itu angklung memiliki efek tertentu, warna nada yang di- hasilkan sangat khas dan bunyi yang dikeluakan sangat lembut dengan karakter nada tersendiri. Angklung memiliki tujuh nada dengan bunyi teratur dan dapat didengar jelas sehingga dapat membantu kebutuhan anak autis. Adanya penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa suara alam dapat memberi pengaruh meditasi dan musik klasik dapat memberi pengaruh relaksasi, maka tujuan dari penelitian ini adalah mencari pengaruh musik angklung terhadap kualitas tidur anak autis, apakah musik angklung dapat membuat anak autis terhindar dari gangguan tidur.

KAJIAN TEORI Autis Autis berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah autis baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, ahli psikiater anak di John Hopkins University. Autis adalah gangguan perkembangan yang kom- pleks, yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosialisasi, sensori dan belajar, dan bu- kan suatu penyakit mental (Peeters, 2004). Peeters dalam bukunya mengenai autis, mengatakan bahwa penyandang autis memiliki kognisi yang berbeda, pada dasarnya berarti bahwa otak memproses informasi dengan cara berbeda. Penyandang autis mendengar, melihat dan mera- sa tetapi otak mereka memperlakukan informasi ini dengan cara yang berbeda (itu sebabnya

165 definisi autis dalam DSM-IV mengacu pada gangguan kualitatif dalam komunikasi dan inter- aksi sosial). Penyebab autis hingga kini masih belum diketahui secara pasti, diantaranya virus, kelebihan protein, keracunan logam berat, faktor genetik (Selaksahati, 2013).

Tidur Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutu- han fisiologis, tidur juga hal yang universal karena semua individu membutuhkan tidur (Kozier, 2000). Kebutuhan untuk tidur sangat penting bagi kualitas hidup semua orang. Tiap individu memiliki kebutuhan tidur yang berbeda dalam kuantitas dan kualitasnya (Perry, 2006). Penelitian menunjukkan bahwa sintesis protein dan pembagian sel untuk pembaharuan jaringan seperti pada kulit, sumsum tulang, mukosa lambung, atau otak terjadi selama istirahat dan tidur (Perry, 2006). Faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur diantaran- ya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress, emosional, stimulan dan alkohol, diet, merokok dan motivasi (Qimy, 2009). Komponen tidur terbagi menjadi dua, yaitu komponen subjektif dan komponen ob- jektif. Komponen subjektif terdiri dari kedalaman tidur, pergerakan otot, periodic limb move- ment syndrome. Komponen subjektif diukur menggunakan alat yang bernama polysomnogra- phy dan actigraphy (monitoring). Sementara komponen objektif terdiri dari jumlah terbangun disaat tidur, durasi tidur, efisiensi, total waktu tidur, waktu terbangun, dan waktu aktual tidur. Komponen objektif diukur menggunakan kuesioner seperti daily reports, CSHQ, BEDS, PSQI, MSLT, dll (Souders, 2008). Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, wak- tu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedala- man dan kepulasan tidur (Buysse, 1988). Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dari individual yang dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada siang dan malam hari atau efisiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Suryani, 2004). Salah satu karakteristik penderita autis adalah mengalami gangguan tidur (sleep dis-

turbance). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 34 – 80 % dari penderita autis mengalami gangguan tidur dengan perbandingan 2 : 3. Gangguan tidur lebih banyak dijumpai pada anak-

166 anak yang berkebutuhan khusus dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya (Cotton, 2000). Penelitian menunjukkan sesuai dengan laporan orangtua bahwa anak autis sangat sulit tidur dibandingkan dengan anak yang tidak mengidap autis. (Mulick, 2000). Menurut peneli- tian anak autis sulit untuk tidur, banyaknya frekuensi terbangun, dan sulit untuk bangun (Al- lard, 2004). Penderita autis biasanya mulai tertidur pada menit ke 4 – 17. Memiliki waktu tidur yang singkat / cepat terbangun. Frekuensi terbangun lebih dari 3 kali. Lama waktu tidur adalah 30 menit lebih cepat dibandingkan anak normal seusianya (Goodlin, 2008).

Angklung Menurut Dictionary of the Sunda Language karya Jonathan Rigg, angklung adalah alat musik yang terbuat dari bambu berbentuk pipa yang dipotong ujungnya lalu diikat satu sama lain dalam suatu bingkai, lalu digetarkan dan akan menghasilkan bunyi. Angklung adalah alat musik bernada ganda yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa Barat. Pada masa kerajaan sunda, angklung digunakan diantaranya sebagai penyemangat dalam pertem- puran, sebuah pertunjukkan yang sifatnya arak-arakan saat upacara padi (www.wikipedia.com).

Gambar 1. Angklung.

Sumber : www.google.com

Menurut Ansor (2002) di dalam jurnal ritme mengatakan bahwa : Angklung terbuat dari bambu yang dimainkan dengan digoyang, alat musik ini banyak memiliki keunggulan, memainkannya tidak dituntut memiliki ketrampilan atau bakat tertentu, hampir semua orang dapat memainkannya, bersifat klasikal dan individual. Sehingga dapat mengembangkan potensi kreatifitas musik dan nilai sosial seseorang, serta dapat mengakomo- dasi unsur musik dalam pengajaran, pembelajaran, dan pendidikan musik. Ditambah lagi den- gan lembutnya suara angklung ketika dimainkan, nada satu ke nada yang lain menghidupkan musikalitas tersendiri, mengembangkan rasa irama, ritmik harmoni pada seseorang.

167 Terapi Musik Musik berasal dari kata muse yaitu salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno untuk cabang seni dan ilmu pengetahuan. Musik merupakan cabang seni yang membahas dan mene- tapkan berbagai suara ke dalam pola yang dapat dimegerti dan dipahami oleh manusia (Banoe, 2003). Musik adalah suatu hasil dari sebuah karya seni dalam bentuk komposisi dan lagu yang mengungkapkan perasaan dan pikiran penciptanya melalui unsur pokok musik yaitu irama, melodi, harmoni sebagai suatu kesatuan (Jamalus, 1988). Kombinasi musik yang tenang dengan teknik relaksasi dapat membantu individu mendapatkan kualitas tidur yang lebih efektif dan membuatnya lebih mudah terlelap (Lives- trong, 2012). Penelitian menunjukkan musik paling santai yang berasal dari string instrumen seperti perkusi baik untuk membuat jantung beristirahat (American Journal of Critical Care). Ada pula yang mengatakan bahwa kualitas tidur orang dewasa dapat ditingkatkan dengan men- dengarkan musik (Journal of Advanced Nursing). Seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari (Gardiner, 1996). Musik klasik efektif dapat menurunkan kecemasan matematika pada siswa (Susanti, 2011). Mozart dapat meningkatkan intelegensi ses- eorang (Merrit, 2003). Musik juga dapat mempengaruhi penurunan depresi pada mahasiswa (Lerik & Prawitasari, 2005). Musik yang dapat memberikan efek ketenangan dan kedamaian adalah musik dengan tempo yang lambat (Rachmawati, 2005).

METODE DAN MATERI Metode yang digunakan pada studi awal adalah observasi dan pembagian angket terha- dap Yayasan Autis Bening Selaksahati di Bandung. Observasi dilakukan dengan cara mendoku- mentasikan foto dan rekaman cctv saat anak autis tidur siang dan tidur malam di kamar tidur asrama selama 1 minggu. Pembagian angket dilakukan terhadap terapis dan pemilik yayasan mengenai masalah gangguan tidur yang dimiliki anak autis pada yayasan tersebut. Sementara metode yang akan digunakan setelah mendapatkan hasil studi awal adalah melakukan eksperimen pada kamar tidur asrama anak autis di Bandung selama 1,5 bulan da-

lam 2 tahap. Eksperimen pertama adalah mengamati anak autis tidur pada kamar asrama yang netral (belum diberi musik angklung) selama 1 minggu untuk mengetahui apakah benar anak

168 autis tersebut memiliki gangguan tidur. Kuesioner dibagikan kepada terapis yang menjaga keti- ka mereka tidur selain dari pengamatan melalui rekaman cctv.

Penjelasan keadaan fisik kamar : A. Ukuran ruang - 2,95 m x 2,7 m x 2.8m B. Bentuk Ruang - Persegi panjang dengan ukuran 2,95 m x 2.7 m. C. Pencahayaan - Menggunakan lampu compact fluorescent 20 watt, 120 lux dan pencahayaan alami. D. Furniture dan material- Terdiri dari 2 buah tempat tidur ukuran 90 cm x 190 cm x 40 cm kasur bahan busa, seprai katun dan selimut flannel berwarna putih, bantal katun berwarna putih, 2 buah lemari baju ukuran 40 cm x 40 cm x 120 cm bahan plastik berwarna abu – abu. E. Suhu dan kelembaban – Normal (tidak dingin, tidak panas, tidak menggunakan AC, penghawaan alami, ventilasi dan jendela tanpa korden). F, Akustik / bunyi – Tenang, tidak bising, jauh dari sumber bising G. Warna dan material – Yang sudah ada pada yayasan yaitu lantai keramik berwarna putih, dinding di cat tembok putih, ceiling gypsum cat putih.

Gambar 2. Denah dan Tampak Ruang Tidur Variabel Kontrol Sumber Dokumentasi Pribadi

Tahapan eksperimen selanjutnya adalah mengamati anak auts tidur pada kamar asrama yang sudah diberi musik angklung selama 1 bulan. Musik angklung akan diputar ketika anak memasuki kamar tidur selama 30 menit pertama dengan volume rendah. Kuesioner dibagikan kepada terapis yang menjaga asrama tersebut.

169 No. Minggu Jenis Lagu Judul Lagu 1. Pertama Rock Something – the beatles 2. Kedua Pop Stay with me – Sam Smith 3. Ketiga Klasik Careless Whisper – Jorge Michael 4. Keempat Daerah Ayun Ambing - Sunda

Tabel Lagu

Sumber Dokumentasi Pribadi

Penjelasan keadaan fisik kamar eksperimen : A. Ukuran ruang - 2,95 m x 2,7 m x 2.8m B. Bentuk Ruang - Persegi panjang dengan ukuran 2,95 m x 2.7 m. C. Pencahayaan - Menggunakan lampu compact fluorescent 20 watt, 120 lux dan pencahayaan alami. D. Furniture dan material- Terdiri dari 2 buah tempat tidur ukuran 90 cm x 190 cm x 40 cm kasur bahan busa, seprai katun dan selimut flannel berwarna putih, bantal katun berwarna putih, 2 buah lemari baju ukuran 40 cm x 40 cm x 120 cm bahan plastik berwarna abu – abu. E. Suhu dan kelembaban – Normal (tidak dingin, tidak panas, tidak menggunakan AC, penghawaan alami, ventilasi dan jendela tanpa korden). F. Akustik / bunyi – Musik Angklung dengan jenis lagu rock, pop, klasik, tradisional. Speaker audio diletakkan di atas lemari. G. Warna dan material – Yang sudah ada pada yayasan yaitu lantai keramik berwarna putih, dinding di cat tembok putih, ceiling gypsum cat putih.

Gambar 3. Denah dan Tampak Ruang Tidur Variabel Perlakuan

Sumber Dokumentasi Pribadi

170 KUESIONER Kuesioner akan diisi oleh terapis / yang menjaga dan mengamati anak autis saat tidur selama 1 bulan dalam ruang tidur Yayasan bunda Bening Selaksahati Cileunyi Bandung. Pengisi adalah orang yang berpengalaman dan mengerti mengenai anak autis, dan juga mengamati ketika anak autis tersebut tidur. Kuesioner ini terdiri dari 4 poin utama dan dengan poin-poin dukungan didalamnya (total 21 poin). Diisi dengan skala 0 – 7. 0 berarti dalam 7 hari tidak melakukannya, 1 berarti dalam 7 hari melakukan 1 kali, 2 berarti dalam 7 hari melakukan 2 kali, 3 berarti dalam 7 hari melaku- kan 3 kali, dan seterusnya hingga 7 berarti dalam 7 hari melakukan 7 kali. Skor total 0 – 55 adalah menunjukkan bahwa kualitas tidur tidak terganggu. Skor total 56 – 112 adalah menunjukkan bahwa kualitas tidur terganggu. Sementara skor total 113 – 168 adalah menunjukkan bahwa kualitas tidur sangat terganggu. Jika terjadi perubahan poin (jum- lah poin naik atau turun) pada saat perhitungan hasil, itu berarti menunjukkan adanya peruba- han (lebih baik atau lebih buruk) pada kualitas tidur penderita autis. Indikator kuesioner adalah waktu tidur, perilaku / kebiasaan saat tidur, terbangun saat tidur, dan keadaan saat bangun tidur.

HASIL DAN PEMBAHASAN Studi awal berupa observasi dan wawancara terhadap Yayasan bunda Bening Selaksahati di Bandung menunjukkan bahwa anak autis yang berada di asrama memiliki gangguan tidur baik pada siang hari ataupun malam hari.

Gambar Dokumentasi CCTV Sumber : dok. pribadi

171 Pada pertanyaan pertama dalam angket yang dibagikan kepada Terapis, penulis menanya- kan mengenai apakah anak autis pada yayasan mengalami gangguan tidur. Hasil menunjukkan bahwa lebih dari 50 % dari jumlah anak autis (n=30) memiliki masalah gangguan tidur.

Sangat Terganggu Terganggu Tidak Terganggu 12 16 2

Tabel Hasil Angket Masalah Gangguan Tidur

Pada pertanyaan berikutnya penulis menanyakan mengenai seberapa penting upa- ya mengurangi gangguan tidur dan meningkatkan kualitas tidur penderita autis. Angket ini dibagikan kepada 15 responden (terapis), dan jawaban yang penulis dapatkan adalah :

Ya Tidak Penting Sekali 15 0 Penting 0 0 Biasa Saja 0 0 Kurang Penting 0 0 Tidak Penting 0 0

Tabel Hasil Kuesioner Pentingnya Meningkatkan Kualitas Tidur

Ternyata hasilnya adalah 100 % menyatakan bahwa upaya mengurangi gangguan tidur dan meningkatkan kualitas tidur penderita autis sangat penting. Sehingga penelitian selanjutn- ya diharapkan dapat dilakukan dengan cara melakukan eksperimen sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada bab metode penelitian. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk mening- katkan kualitas tidur anak autis pada yayasan tersebut. Saat ini terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk membuat relaksasi dengan pemanfaatan musik klasik, bahkan suara alam un- tuk meditasi. Musik memiliki pengaruh terhadap tubuh dan pikiran. Maraknya terapi musik, penyembuhan dengan metode musik,bahkan dengan mendengarkan musik dapat mengurangi stress.

SIMPULAN DAN SARAN Bandung memiliki aneka ragam seni budaya, salahsatunya adalah alat musik angklung. Angklung memiliki tujuh nada dengan bunyi teratur dan dapat didengar jelas sehingga dapat

172 membantu kebutuhan anak autis. Adanya penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa suara alam dapat memberi pengaruh meditasi dan musik klasik dapat memberi pengaruh relaksasi, dan hasil dari studi awal bahwa anak autis pada yayasan memiliki masalah gangguan tidur, maka diharapkan penelitian ini dapat mencari pengaruh musik angklung terhadap kualitas ti- dur anak autis, apakah musik angklung dapat membuat anak autis terhindar dari gangguan tidur.

DAFTAR PUSTAKA Ansor, Zujadi. (2002). Musik Angklung dan Kompetensi Pendidikan Musik di Pendidikan Se- kolah. Ritme, Jurnal Pendidikan Seni FPBS UPI Banoe, P. (2003). Kamus Musik. Yogyakarta : Kanisius Buysse, D. et al. (1988). Pittsburgh Sleep Quality Indeks : a New Instrument for Psychiatric Prac- tice and Research. Psychiatric Research. Ireland : Elsevier Scientific Publisher Goodlin, Beth (2008). Sleep Patterns in Preschool-Age Children With Autism, Developmental Delay, and Typical Development. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psy- chiatry. Vol 47. Jamalus. (1988). Panduan Pengajaran buku Pengajaran Musik melalui pengalaman Musik. Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan : Jakarta Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses & praktik (ed 4). Jakarta : EGC Lerik, M dan Prawitasari, J. (2005). Pengaruh Terapi Musik terhadap Depresi di antara Maha- siswa. Tesis. Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada. Yogyakarta Merrit, s. (2003). Simfoni Otak : 39 Aktifitas Musik yang merangsang IQ, EQ, SQ untuk mem- bangkitkan Kreativitas dan Imajinasi. Bandung : Kaifa Souders, MC (2009). Sleep Behaviors and Sleep Quality in Children with Autism Spectrum Disorders. University of Pennsylvania School of Nursing and School of Medicine. Philadelpia. Suryani, A. (2004). Terapi autisme, anak berbakat dan anak hiperaktif . Jakarta : Progres Jakarta. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan

Praktik (Edisi 4, Vol 2). Jakarta : EGC. Petters, Theo. 1997. Autism : From Theoretical Understanding to Educational Intervention. J.A

173 Majors Company. Rachmawati, Y. (2005). Musik sebagai Pembentuk Budi Pekerti. Yogyakarta : Panduan Susanti, DW. (2011). Efektifitas Musik Klasik dalam Menurunkan Kecemasan Matematika Pada Siswa Kelas XI. Humanitas Vol. VIII No. 2 Qimy. (2009). Gangguan Pola Tidur. Yogyakarta : Karnesius.

174 SINKRETISME ARSITEKTUR TRADISONAL BALI PADA RUMAH TEMPAT TINGGAL DI KOTA DENPASAR

Oleh Ida Bagus Purnawan Jurusan Disain Interior Fakultas Seni Rupa dan Disain Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar

Abstrak Perlu kiranya disampaikan hubungan antara arsitektur dan modernitas, kaitan antara arsitektur dengan persoalan-persoalan social-budaya yang sedang terjadi, sebagai pintu masuk, berikut diuraikan sekilas hubungan antara aristektur dan modernitas. Pada 15 Juli 1972 pukul 3.32 sore, Perumahan Pratt-Igoe di St. Louis yang dirancang dengan konsep modernisme orto- doks oleh Minoru Yamasaki diledakkan pemerintah kota dengan alasan bahwa vandalisme yang dilakukan oleh penghuni kulit hitam tidak bisa lagi dihentikan. Para musuh ideologis arsitektur modern menyatakan waktu tersebut sebagian hari kematian arsitektur modern. Apa yang ingin diungkapkan di sini adalah modernisme dalam arsitektur membawa persoalan dalam dirinya sendiri. Dalam dunia arsitektur, sosok otonomi subjek itu terdapat pada sang arsitek yang dipan- dang sebagai subyek kreatif dari filsafat modern. Arsitektur modern dicirikan oleh penghapusan sejarah melalui kehadiran bentuk murni lantas menjadi sebuah usaha pengamanan agar kekin- ian jangan sampai terganggu oleh kemasalaluan. Secara singkat, karakteristik gaya modernisme dijelaskan secara menarik oleh Charles Jencks sebagai “kesederhanaan, ruang isotropis, bentuk abstrak, kotak yang tegar membisu, estetika mesin, antiornamen, anti-representasi, antimetafor, antisejarah, anti-humor dan simbolik.” Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sinkretisme pada rumah tempat tinggal di Kota Denpasar disebabkan oleh modernisasi yang ditandai dengan dinamika penguasaan ruang yang dimotori oleh aktor-aktor dan agen penguasa kelas menengah untuk memperebutkan posisi obyektif secara sosial. Dinamika penguasaan ruang ini terjadi sejak kolonial. Dinamika pen- guasaan ruang dengan melibatkan simbol-simbol ini secara langsung menyebabkan terjadin- ya kekerasan simbolik yang berdampak pada misrekognisi ruang. Motif-motif yang memicu terjadinya sinkretisme arsitektur tradisional Bali pada rumah tempat tinggal di Kota Denpasar yakni sosial-ekonomi, keterbatasan ruang, dan aspirasi gaya dan kebutuhan akan ruang. Kata kunci : Sinkretisme, Arsitektur Tradisional Bali dan Rumah Tempat Tinggal

175 SYNCRETISM ARCHITECTURE OF TRADITIONAL BALINESE HOUSES IN DENPASAR

By Ida Bagus Purnawan Program Study of Interior Design,Faculty of Fine Arts and Design, Indonesian Institute of the Arts Denpasar

Abstract It becomes necessary to deliver the relationship between architecture and modernity, the link between architecture with happening social-cultural issues as the entrance of the glance description of relationship between architecture and modernity. On July 15, 1972 at 3:32 pm, Pratt-Igoe resi- dential in St. Louis which designed with the concept of orthodox modernism by Minoru Yamasaki, exploded the government city because of vandalism which committed by black occupants which no longer can be stopped. The ideological enemies of modern architecture stated the day as the death of modern architecture. Thing to be stated in case is modernism in architecture brings problems in itself. In the world of architecture, the figure of subject autonomy is found within the architect who can be seen as a creative subject of modern philosophy. Modern architecture is characterized by the presence of the deletion history through pure form and then became a contemporary of the security efforts in order not to be distracted by the past. In short, the characteristics of an inter- esting style modernism is explained by Charles Jencks as "simplicity, isotropic space, abstract, box rigid silence, aesthetic machines, anti-ornament, anti-representation, anti-metaphor, anti-history, anti-humor and symbolic." The results of this research indicate that syncretism of houses in Denpasar caused by the dynamics of modernization, marked by the mastery of space led by actors and agents of the author- ities for the position of the middle class social objective. The dynamics of space authority mastering this space occurred since colonial period. The dynamics of space authority with the involvement of these symbols directly caused the symbolic violence that impact on miss-recognition space. Motives which influence the syncretism of traditional Balinese architecture in residential houses in Denpas- ar are socio-economic, limitations of space and style aspirations and need for space. Keywords: Syncretism, Balinese Traditional Architecture and Residential Houses

176 PENDAHULUAN Makalah ini di buat untuk Seminar Nasional Seni Rupa Nusantara berbasis Keunggulan Indonesia, maka dapatlah dibayangkan kiranya dalam makalah ini masih jauh dari memuaskan. Karena dalam penelitian ini tidak berdasarkan studi yang mendalam, penelitian yang dilaku- kan ini tidak mencakup semua jenis rumah tempat tinggal yang ada di seluruh daerah di Bali. Penelitian ini meninjau berbagai pengaruh Modernitas pada beberapa rumah tempat tinggal yang ada di Bali. Makalah ini diharapkan dapat menjadi dasasr dalam berbagai pengamatan dan peneliatian di kemudian hari. Pengaruh yang ada diberbagai tempat di Bali tentu berbeda, dikarenakan kebutuhan dan status social penghuninya. Pembahasan makalah ini diusahakan menyetengahkan pengaruh as- ing yang klasifikasinya hampir sama. Hal ini dilakukan karena terbatasnya data yang ada pada waktu penulisan makalah ini. Oleh kareana itu, berbagai hal yang diajukan dalam makalah ini masih bersifat umum dan membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Namun beberapa hal penting dapat diajukan untuk mendapatkan tanggapan demi pemantapan pendekatan dalam usaha pelestarian arsitektur tradisional Bali. Dalam pertumbuhan ekonomi dan pengaruh dari berbagai Gaya atau langgam arsitek- tur di Indonesia dan Bali khususnya, dengan berlomba-lomba pasang tarif yang mengatasna- makan arsitektur Bali Modern. Penggunaan ornamen yang berlebihan dan tidak tepat “guna” mengubah pandangan mitologi orang Bali menjadi komoditif aktif. Cara pandang yang dimak- sud adalah semua ornamen dan patung adalah sebuah aksesoris belaka tanpa Makna. Pengetahuan tentang arsitekturpun dianggap pengetahuan dari Ilmu merancang bangunan saja yang nota-bena-nya hanya berupa pasangan batu dan semen membentuk sebuah rancang-ba- ngun yang disebut bangunan, sehingga tidak pernah menyentuh apa yang namanya arsitektur. Da- lam arti lingkungan berbina sehingga memunculkan sebuah bangunan yang “estetik’ nan Religius. Muncul sebuah pertanyaan, apakah rumah orang Bali tidak religius lagi atau orang bali tidak mem- punyai Mitos dalam membangun ( baca; Ketakutan terhadap alam?) lalu apa “pandangan dunia” para arsitek Atau Undagi ? Tidakkah meraka takut akan kesalahan dalam membangun tanpa harus bertanggung jawab terhadap Alam? Sejarah mencatat bahwa membangun di Bali harus di landasi dengan tata-cara atau aturan dalam yang dimuat dalam : Asta Bumi dan Asta kosala-kosali” lalu ada sebuah pertanyaan lagi, apakah Arsitektur Bali itu masih hidup?

177 Menarik untuk menelusuri lebih jauh bagaimana arsitektur Tradisonal Bali survive pada kepungan arsitektur modernisme kapitalistik ini, terutama bila dikaitkan dengan pandangan Hiedegger bahwa dalam arsitektur terdapat dua proses harus dibedakan; membuat bangunan sebagai objek fisik, dan “menghasilkan yang memunculkan sesuatu lebih jauh,” atau dalam ter- minologi Klassen terdapat pre-existing-forms, negativisme aktif — yaitu: melalui gagasan ruang yang tidak terlihat mendapatkan lebih banyak perhatian daripada padatan-padatan penutup dalam rancang-bangun — dalam suatu kebudayaan. Penelitian ini memimjam teori Bourdieu sebagai gambaran terhadap ruang-ruang social yang ada di kota Denpasar, penelitian ini dirancang dengan menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (1993:30) metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Sementara itu, Denzin dan Lincoln (Prastowo, 2001:22) menjelaskan, the word qual- itative implies an emphasis on processes and meanings that are non rigorously examined or measured. Jadi secara tersirat, kata kualitatif ditekankan pada makna dan proses, bukan pada pengukuran dan pengujian secara rigid, sebagaimana yang terjadi pada penelitian kuantitatif. Maka, persoalan yang diajukan berkisar pada bagaimana struktur tinggal-berhuni (dwelling) dalam kebudayaan Bali; analisa-deskriptif tentang rancang-bangun-religiusitas arsi- tektur Bali secara sosial-historis sehingga mengalami Sinkretisme pada arsitektur rumah tempat tinggal di Kota Denpasar.

PEMBAHASAN 1. Pengertian Arsitektur Arsitektur memiliki pengertian yang demikian beragam, dan keragaman pengertian itu tidak terlepaskan hanya dari ruang dan waktu di mana pengertian itu dimunculkan. Faham atau `isme’ yang dianut oleh seseorang juga menumbuhkan pengertian yang tersendiri. Meski de- mikian, keragaman ini nampaknya tidak pernah menggeser diri dari sumber pokok mengenai arsitektur. Terhadap pengertian kata arsitektur misalnya, selalu dimunculkan pengertian/rumu- san yang dikembalikan ke kata Yunani atau kata Latin. Sementara itu, mengenai isi atau mak-

na arsitektur, karya tulis Vitruvius Polio berjudul De Architectura (diterbitkan dalam bahasa Inggris dengan judul The Ten Books of Architecture) menjadi sumber acuannya. Diinggriskan

178 oleh Sir Henry Wotton di abad 18, terkenallah diktum pemaknaan arsitektur yang mensyarat- kan Firmitas-Utilitas-Venustas itu. Dengan kenyataan itu, tidaklah berlebihan bila pengertian dan makna arsitektur itu dinamakan arsitektur Vitruvian. Penamaan arsitektur Vitruvian ini diperkuat lagi dengan tradisi pengkajian dan penelitian arsitektur yang menempatkan pikiran Vitruvius itu sebagai sumber ilmu dan seni dari pengetahuan arsitektur. Tradisi menempatkan Vitruvius seperti itu, sadar atau tidak, mendatangkan pandan- gan bahwa pengetahuan arsitektur itu adalah pengetahuan yang mampu menjangkau dan men- cakup segenap lingkung-bina1 yang ada dan pernah ada. Apakah jangkauan dan cakupan dari arsitektur Vitruvian ini benar-benar seakan tanpa batas, tidaklah demikian adanya. Beberapa indikasi yang menunjukkan adanya keterbatasan atau batas-batas cakupan dan jangkauan dari arsitektur Vitruvian bisa didapat dari beragam pikiran dan pernyataan. Pernyataan Sir Nikolaus Pevsner di awal abad ke 20 yang berbunyi: “Katedral Lincoln adalah arsitektur; dan dangau parkir sepeda adalah bangunan” misalnya, banyak dirujuk oleh pemikir dan penulis arsitektur, bahkan yang menulis tentang pengantar arsitektur.2 Dengan kajian yang dilakukan dalam di- siplin Geografi Kebudayaan, Amos Rapoport juga telah menunjukkan bahwa arsitektur Vitru- vian ini membatasi diri ke dalam arsitektur yang tergolong ke dalam `grand design’. Arsitektur yang tidak dapat memenuhi ketentuan dari golongan itu, demikian Rapoport, mendapatkan sebutan yang tersendiri seperti misalnya, arsitektur vernakular, arsitektur indigenous ataupun nama arsitektur tradisional.3 Penggolongan seperti inilah yang dapat digunakan untuk menun- jukkan bahwa arsitektur Vitruvian ini memiliki keterbatasan dan batas-batas jangkauan dan cakupan; arsitektur Vitruvian bukan tak berbatas.

2. Arsitektur tradisional Arsitektur tradisional diasumsikan bahwa mempunyai pengertian yang sama, namun kenyataannya tidaklah selalu sama. Untuk memdapatkan hasil pemahaman yang maksimal diperlukan pengertian yang sama dari istilah yang dipahami. Makalah ini diharapkan dapat menunjukan berbagai pengaruh asing pada arsitektur tradisional di Bali dan Indonesia umum- nya. Sehingga diperlukan sedikit usulan untuk sentuhan istilah-istilah yang akan digunakan.

Masyarakat umum berpendapat bahwa cukup dengan struktur (atap) yang bercorak arsitek-

179 turnya, demikian halnya kaca mata awam melihat sebuah bangunan dengan Gaya atap limasan yang menjulang, Bahan dinding ekspose batu bata merah dan paras yang berukir itu adalah Arsitektur Bali. Maka ungkapan hasil dari bangunan yang baru tersebut sudah merupakan un- gkapan arsitektur tradisional. Berbeda halnya dengan masyarakat Bali yang berpendapat bah- wa pengungkapan arsutektur tradisional harus mengikuti sejumlah bentuk dan kaidah yang melekat pada ungkapan corak arsitektur tradisional sesuai dengan falsafah Hindu dari bentuk, teknik dan bahan yang telah dikenal selama ini. Rupanya perbedaan pendapat tersebut selalu menjadi penghambat dalam pemikiran pengembangan arsitektur di Indonesia. Oleh karena itu langkah pertama yang strategic dipilih adalah langkah penyatuan pendapat tentang pengertian arsitektur tradisional. Perkembangan arsitektur adalah dinamis karena arsitektur selalu berusaha memenuhi kebutuhan biologi dan spikologis manusia yang berubah-ubah, sehingga terjadi pula perubahan uangkapan dalam arsitekturnya. Sejarah perkembangan arsitektur menunjukan bahwa umum- nyaa ungkapan arsitektur yang baru belum menghadirkan elemen primer, sekunder mapun ter- tier dari berbagai corak arsitektur yang sudah ada. Tetapi ungkapan arsitekturnya hanya dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan saja. Sebagai contoh, yang dimaksud arsitektur tradisional Bali adalah ungkapan berbagai kom- ponenya telah dipengaruhi oleh berbagai corak arsitektur dari Cina, Belanda dan modern. Be- gitu sempurnanya ungkapan arsitektur sehingga sukar bagi seseorang untuk menunjukan cara tepat pengaruh asing yang baru secara keseluruhan. Kejadian semacam itu sering disebut juga sebagai hasil sinkretisme. Pengertian sinkretisme juga seperti tradsi, selalu mengandung unsure yang kurang jelas. Sinkretisme adalah suatu proses terjadinya pertemuan dua atau lebih kebu- dayaan dan tidak menghilangkan jati diri masing-masing. Pengertian arsitektur tradisional digunkan sebagai salah satu kelompok dalam klasifikasi arsi- tektur. Arsitektur tradisioal muncul pula dalam sebutan suatu karya arsitektur dengan fungsi dan bentuk bangunan baru, yang masih menggunakan bentuk atau komponen dari bangunan tradisional. Ungkapan tersebut dikenal sebagai “ arsitektur modern” yang secara umum di kenal sebagai arsitektur nusantara.

180 3. Pengaruh Kebudayaan asing terhadap arsitektur tradisional Bali pada rumah tempat tempat tinggal Masalah pertama yang perlu kiranya disampaikan hubungan antara arsitektur dan mo- dernitas; kedua, kaitan antara arsitektur dengan persoalan-persoalan social, ekonomi dan ag- ama yang sedang terjadi, sebagi contoh, pada 15 Juli 1972 pukul 3.32 sore, Perumahan Pratt-Ig- oe di St. Louis yang dirancang dengan konsep modernisme ortodoks oleh Minoru Yamasaki diledakkan pemerintah kota dengan alasan bahwa vandalisme yang dilakukan oleh penghuni kulit hitam tidak bisa lagi dihentikan. Para musuh ideologis arsitektur modern menyatakan waktu tersebut sebagian hari kematian arsitektur modern (Siswanto.1994:32-46). Apa yang in- gin diungkapkan di sini adalah modernisme dalam arsitektur membawa persoalan dalam dirin- ya sendiri. Rumah tempat tinggal sebagai salah satu ungkapan fisik pemukiman mengadung mas- alah ekonomi, politik, sosisal, agama dan alokasi ruang. Masalah-masalah tersebut menarik per- hatian bagi para peneliti sosiologi, antropologi dan para arsitek tentunya. Pengaruh pada bidang ekonomi, komonikasi dan teknologi berdampak pada penghuni, mayarakat dan unsure-unsur pendukungnya. Dalam dunia arsitektur, sosok otonomi subjek itu terdapat pada sang arsitek yang dipan- dang sebagai subyek kreatif dari filsafat modern. Arsitektur modern dicirikan oleh penghapusan sejarah melalui kehadiran bentuk murni lantas menjadi sebuah usaha pengamanan agar kekin- ian jangan sampai terganggu oleh kemasalaluan. Secara singkat, karakteristik gaya modernisme dijelaskan secara menarik oleh Charles Jencks sebagai “kesederhanaan, ruang isotropis, bentuk abstrak, kotak yang tegar membisu, estetika mesin, antiornamen, anti-representasi, antimetafor, antisejarah, anti-humor dan simbolik.” Ide modernisme dalam arsitektur itu sendiri berakar dan tumbuh di Eropa Barat sejak akhir abad ke-19. Kondisi historis lahirnya arsitektur modern sendiri harus ditelusuri sejak rev- olusi industri di Inggris yang, seperti judul novel Charles Dickens, menghasilkan “a tale of two cities”-sebuah situasi perkotaan di mana ketidakadilan dan kekumuhan merajalela di tengah kemewahan kota. Situasi ini segera menyadarkan bahwa perumahan buruh perlu segera dipro- duksi besar-besaran di Eropa. Revolusi industri menunjang kebutuhan ini akibat dari pene- muan berbagai teknologi bahan dan teknologi konstruksi untuk kepentingan produksi massal.

181 Juga penemuan mekanika modern terutama elevator sehingga bangunan bisa dipanjangkan ke atas mencakar langit. Selain arah selera estetik ditujukan pada kelas sosial ke bawah, teknologi juga dihayati efek bentuknya, sedangkan rasionalisme arsitektektonik mulai pula dijelajahi. Konsep modernisme memang semakin mengkristal ke arah rasionalisme dan fungsionalisme yang digali dari Pencerahan (Aufklarung), sebuah tendensi penggunaan akal budi dalam me- mecahkan persyaratan utilitarian agar pemenuhan seni fungsional bagi masyarakat industri bisa terpenuhi. Fungsionalisme menjadi tujuan akhir dari segala manipulasi bentuk arsitektur. Prinsip “bentuk mengikuti fungsi” yang dicetuskan Louis Sullivan di Chicago menjadi doktrin yang sangat disukai dunia kapitalisme modern. Slogan Arsitektur modern, “Bentuk mengikuti fungsi” yang dikemukakan Louis Sulli- van ini mengamini keinginan para sejarawan arsitektur Eropa terkemuka, bahwa arsitektur baru bersifat fungsional dalam pengertian teknis, dan terutama menggunakan pendekatan rasional dan ilmiah. Beberapa sejarawan bahkan berharap bahwa arsitektur baru bisa mengubah manu- sia untuk sesuatu yang lebih baik. Terutama, arsitektur rasional dan fungsional dipahami mer- upakan ekspresi dari nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi masa, yang tidak terjadi pada arsitektur resmi abad kesembilan belas. Lebih jauh, mereka memperingatkan bahwa setiap jenis ornamen harus dihindari. Bahkan beberapa sejarawan memahami penggunaan ornamen sebagai kejaha- tan (Klassen. 1990: 5). Buat arsitektur modern, karya arsitektur harus dalam kondisi “mempunyai kebenaran- nya sendiri, sebuah kesatuan dalam dirinya sendiri”. Dengan demikian, ia adalah fenomena tunggal yang unik, yang tidak bisa diulang kembali. Bentuk dasar arsitektur modern berupa abstraksi bentuk-bentuk primer dan stereometri bergerak bersama-sama dengan Non-obyek- tivisme dalam lukisan abstraksi. Bentuk-bentuk ini diharapkan tidak merepresentasikan apa- apa kecuali dirinya sendiri. Sekali lagi, referensi pada isi, atau penandaan dengan simbolisme, atau ornamentasi dipandang sebagai merusak. Oleh karenanya, nilai-nilai lama yang antik-tra- disional dengan sendirinya akan merendahkan kemurnian dari bentuk arsitektural. Arsitektur modern mencoba mewujudkan kejelasan struktur dengan cara menghapus acuan historis. Den- gan absennya kutipan-kutipan tersebut, maka struktur dari obyek arsitektur diharapkan akan

mampu menjadi acuan bagi dirinya sendiri. Demikianlah, obyek yang tercipta adalah refleksi Kesempurnaan dari subyek kreatif .

182 4. Rumah Tempat Tinggal sebagai Struktur Tinggal-Berhuni dalam Kebudayaan Bali Dalam buku Kinship in Bali, Hildred Geertz dan Clifford Geertz, (1975) menyebutkan bahwa adat-istiadat dan praktek kekerabatan masyarakat Bali sekilas tidak teratur dan banyak mengandung pertentangan serta membingungkan. Etnomolog bisa jadi tidak banyak menemu- kan kesesuaian di antara para informannya tentang banyak permasalahan mendasar, seperti bentuk-bentuk pengelompokan kekerabatan apa yang diakui oleh masyarakat Bali, atau karak- teristik strukural mendasar apa yang dipahami dimiliki oleh kelompok-kelompok ini. Dua orang Bali yang sepenuhnya mau bekerjasama dan sangat cerdas dari desa yang sama bisa memberi penjelasan yang sama sekali berbeda tentang masalah-masalah yang dipercaya oleh etnomolog penting untuk formulasi-formulasinya. Me-reka bisa jadi memberi gambaran-gamba- ran yang sangat berbeda tentang organisasi kelompok kekerabatan konkret yang sama, atau mer- eka bahkan bisa menggunakan istilah-istilah yang sama sekali berbeda untuk mengidentifikasi kelompok itu. Pada level yang lebih abstrak, dua informan yang sama bisa memberi daftar yang sama sekali berbeda tentang jenis-jenis pengelompokan kekerabatan yang mereka ketahui.

Lebih jauh Geertz memberi contoh: bahwa beberapa orang menjadi bagian dari kelom- pok-kelompok kekerabatan besar terorganisasi yang memiliki kekayaan bersama, sebuah kesat- uan sosial dan identitas yang diakui oleh masyarakat di luar ke-lompok itu dalam sebuah desa, dan sebuah struktur otoritas para pemimpin dan ang-gota. Di lain pihak, beberapa orang lain- nya tinggal dalam desa yang sama tidak me-miliki kelompok-kelompok kekerabatan semacam itu dan terorganisasi hanya dalam jaringan-jaringan keluarga inti yang berhubungan longgar. Dapat dikatakan, dalam meneliti kelompok-kelompok kekerabatan yang ter-organisasi secara longgar, ia akan menemukan bahwa para anggota dari beberapa dari kelompok-kelom- pok kekerabatan ini memiliki pengetahuan detil tentang hubungan-hubungan genealogis mer- eka, sementara para anggota kelompok kekerabatan lain tidak tertarik kepada leluhur mereka lebih dari kakek-nenek mereka sendiri, atau pada usaha untuk menelusuri hubungan-hubungan persis mereka dengan orang-orang ma-sih hidup yang mereka kenali sebagai kerabat. Artin- ya, bahwa keanggotaan dari bebe-rapa kelompok tertentu dilokalisir ketat sementara kelom- pok-kelompok lain memiliki para anggota yang terpencar-pencar di sebuah area luas di banyak desa yang berbeda (Geertz & Geertz, 1975; 00-00).

183 Persoalan yang sama juga dialami oleh etnolog Brigitta Hauser-Schaeublin. Dalam studi lapangan tentang ruang sakral di desa Intaran Sanur, Denpasar. Ia me-nyatakan hal senada se- bagaimana diungkapkan oleh Geertz. Saya terkejut, tidak terdapat pura puseh, pura para pendiri desa yang telah dide-wakan, tetapi Intaran memiliki sebuah Pura Desa. Namun demikian, Pura Desa tidak dianggap sebagai salah satu dari Tiga Pura Desa. Saya sadar bahwa distribusi ruang Pura Bale Agung, Pura Dalem, dan Pura Kahyangan tidak mengikuti urutan model ini. Saat saya menekan orang untuk memberi penjelasan tentang mengapa Tiga Pura Desa mereka berbeda dari cara bagaimana mereka ‘harus ada’ dan me-ngapa Pura Desa tidak dianggap sebagai salah satu dari pura-pura umum, mereka tidak memberi jawaban.

Keterkejutan Brigitta Hauser-Schaeublin, didasarkan pada pemahaman bahwa tata-ru- ang sosial atau yang disebut dengan sistem kahyangan tiga adalah prinsip penata mendasar se- buah desa adat. Menurut prinsip ini, sistem Tiga Pura meliputi pura yang persembahkan untuk para pendiri desa yang didewakan, pura puseh, sering kali diter-jemahkan sebagai Pura Asal atau Pura Pusat. Idealnya, pura ini terletak pada bagian ke arah gunung/timur dari wilayah yang ditempati, makam dengan Pura Kematian, pura dalem, pada arah laut/barat. Pura Desa, pura desa, biasanya terletak kurang-lebih di tengah pemukiman. Menurut Geertz, variasi (baik kekerabatan ataupun tata ruang sosial) ini tidak bisa di- jelaskan oleh perbedaan-perbedaan regional, karena Bali adalah sebuah pulau kecil dan semua orang Bali memiliki kepercayaan umum sama, pandangan dunia yang secara keseluruhan sama, gagasan-gagasan luas yang sama tentang bagaimana masyarakat mereka ditata dan seharusnya ditata. Sebagaimana analisa tajam Brigitta Hauser-Schaeublin yang berpandangan, makna dan nilai berbeda diberikan pada bagian-bagian tertentu ruang fisik ditafsirkan oleh masyarakat Bali pada pengertian kemampuan mereka untuk saling melengkapi; tetapi jika makna dan nilai itu dipindahkan pada bidang sosial, perbedaan diung-kapkan dalam pengertian ketidakadilan sosial. Karenanya, masalah teoretis pertama yang diajukan dalam penelitian ini, adalah masalah

bagaimana memahami beberapa prinsip mendasar yang bisa diperhitungkan untuk sejumlah praktek budaya yang sangat beragam ini. Bersama dengan tugas menemukan kesatuan dalam

184 keragaman — jika ada — adalah tugas menjelaskan kejadian masing-masing bentuk berbeda dari organisasi ruang sakral. Studi ini mengikuti alur pemikiran Geertz yang menyatakan pemisahan ana-litis di an- tara dimensi-dimensi kultural tatanan ini dan dimensi-dimensi struktural sosial. Apa yang kami maksud dengan “dimensi kultural” merujuk pada gagasan, kepercayaan, dan nilai-nilai masyarakat Bali yang relevan dengan perilaku mereka sebagai kerabat — gagasan, kepercayaan dan nilai-nilai yang diabstraksikan dari dan dibe-dakan dari keteraturan aktual per- ilaku mereka, dari hubungan-hubungan interper-sonal konkret yang mendapatkan “pijakan” di antara kerabat tertentu.

Dalam kaitan dengan struktur tinggal-berhuni Bali — pada dasarnya, merupakan struk- tur simbol-simbol signifikan — berbentuk sangat umum dan fleksibel. Karena elemen-elemen- nya besifat global dan tidak teliti, pola ini dengan mudah ditafsirkan dengan cara-cara berbeda oleh orang-orang dengan sudut pandang-sudut pandang yang berbeda. Oleh karena itu, harus dipahami secara jelas bahwa studi ini tidak menggu-nakan kon- sep pola budaya di sini sebagai kekuatan penyekat, melainkan menggu-nakan penafsirannya — sebagai sarana untuk menyatukan aspek-aspek dari sebuah struktur tunggal makna yang jelas merupakan ekspresi-ekspresi sosial yang beragam. Ini memungkinkan untuk menyatakan, bahwa jenis-jenis berbeda struktur tinggal-berhuni yang ditemukan adalah variasi-variasi pada sejumlah tema gagasan umum, tema yang merembes dan menginformasikan keseluruhan ke- hidupan agama masya-rakat Bali.

5. Implikasi Pengaruh Kebudayaan asing dalam Arsitektur Tradisional Bali di Kota Denpasar Fenomena pemukiman di Kota Denpasar, antara lain memaknai rumah tempat ting- gal sebagai tempat untuk keberlangsungan kehidupan keluarga, kekerabatan adat, dan prak- tek-praktek keagamaan secara individual maupun konteks sosial keagamaan. Bentuk rumah tempat tinggal umat Hindu di Denpasar disesuaikan dengan fungsi individu dan berbagai fung- si sosial. Fungsi-fungsi ini dikonstruksi melalui pengetahuan dan kesadaran setiap individu, juga berdasarkan kebutuhan dan kemampuan setiap individu. Faktor internal seperti tingkat pendidikan, kemampuan ekonomi, dan kesadaran individu, serta faktor eksternal seperti haln-

185 ya lingkungan fisik dan sosial memberikan pengaruh yang sama pentingnya dalam penentuan struktur dan fungsi rumah tempat tinggal, baik dalam bidang ekonomi rumah tangga maupun dalam ritual keagamaan dalam batas-batas lingkup sosial-budaya. Modernitas dengan fungsi rumah tempat tinggal yang didalamnya dimaknai sebagai pola ruang yang telah menyebabkan perubahan yang signifikan dalam orientasi kosmis umat Hindu di Kota Denpasar. Perubahan ini memberi kesan yang beragam dalam pengalaman mistis-religius sehingga muncul pola ru- ang yang tidak seragam. Pada prinsipnya pola ruang merupakan pengalaman estetik tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan pemberi in- formasi (sosio-budaya) dan interpretasi pesan. Pola ragam ruang baru dalam arsitektur Bali ditentukan oleh faktor fungsional dan struktural. Implementasi pola ruang akan bersifat selektif secara fungsional. Latar belakang sosial-budaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap lahirnya ruang-ruang fungsional. Selain itu, juga ditentukan oleh faktor struktural bahwa sifat-sifat konseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Berdasarkan rumusan ini, pola ragam ruang dalam rumah tempat tinggal di Kota Denpasar dapat diungkap melalui proses penafsiran, pemahaman, dan penyesuaian, baik secara fungsional maupun kultural. Pendapat di atas mengemukakan pola ruang terhadap modernitas dalam rumah tempat tinggal di Kota Denpasar dan Bali Umumnya dapat dipahami melalui interaksi dinamis antara agen dan struktur. Dalam hal ini, respons individu terhadap ruang-ruang dalam modernitas menjadi momen yang diobjektivasi masyarakat dan karena itu diterima menjadi bagian integral dari tradisi religiusnya. Sebaliknya, juga hasil objektivasi masyarakat direspons oleh individu menjadi momen yang dikenangkan dan karena itu mempengaruhi perilaku religiusnya. Ber- dasarkan pola ini, pencermatan terhadap gejala kontemporer religiusitas tampaknya cenderung menunjukkan respons, berupa implikasi pola ruang pada arsitektur Tradisional Bali, konversi ruang arsitektur Bali modern, dan implikasi pola ruang terhadap sinkretisme dalam keberuma- han dalam arsitektur rumah tempat tinggal pada arsitektur Bali. Peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai dampak pembangunan yang dilakukan sejak awal Orde Baru memiliki pengaruh positif terhadap kesadaran untuk memelihara, mer-

awat dan mengembangkan pola ruang menjadi tempat sosial yang memenuhi aspirasi upaca- ra keagamaan yang berkembang. Perkembangan aspirasi sosial keagamaan menuntut berbagai

186 penyesuaian. pola ruang dan fungsi seperti renovasi andi bentar(pintu masuk pekarangn ru- mah) merupakan salah satu bentuk penyesuaian dan pewadahan munculnya aspirasi kearsitek- turan. Untuk sebagian renovasi puri (rumah para raja-raja) dilaksanakan dengan memenuhi kaidah-kaidah konservasi, yaitu upaya untuk mempertahankan wujud fisik awal yang memiliki keunggulan desain arsitektural, mewakili masa gaya tertentu dan keunikan gaya lokal. Usaha mempertahankan bentuk fisik awal, termasuk mempertahankan jenis bahan-bahan, desain dan detailnya, mampu mempertahankan aura dan taksu tempat suci sebagai tempat untuk memuja serta menghormati leluhur. Usaha dalam hal ini adalah memelihara dan mempertahankan ben- tuk fisik bentuk arsitektural, karena usaha memelihara ruang dan pola arsitektur warisan luhur menghindarkan masyarakat umat Hindu di Kota Denpasar dari keterasingan. Dalam ranah konservasi warisan arsitektur tradisional, pemugaran gelung kori atau kori agung Puri Kesiman dapat dianggap sebagai contoh yang baik. Renovasi Gelung Kori Puri Kesi- man pada tahun 2012 sepenuhnya dilaksanakan menurut norma-norma konservasi. Setiap ba- gian dilepas dari strukturnya dengan hati-hati, diberi nomor dan dicatat dengan teliti agar dapat disusun kembali dan dikembalikan pada posisi awal. Bagian yang rusak diganti dengan bahan yang diusahakan serupa. Struktur fondasi dan struktur dalam bangunan dibangun ulang meng- gunakan beton bertulang, sehingga keseluruhan Gelung Kori terbangun kembali dan menjadi lebih kokoh dari sebelumnya. Pemugaran dengan norma-norma konservasi yang ketat memang memerlukan biaya yang mahal, namun mampu mempertahankan kehadiran karya monumen- tal sebagai warisan karya arsitektural yang memiliki keunggulan desain, mewakili masa gaya tertentu, bergaya lokal yang khas, memiliki nilai kesejarahan, dan dapat dipertahankan sebagai artefak yang otentik untuk generasi mendatang. Menurut Panglingsir Puri Kesiman, Anak Agung Gede Kusuma Wardana, pemugaran Gelung Kori Puri Kesiman dilaksanakan sebagai proyek Pengembangan Obyek Wisata Puri dari Kementerian Pariwisata R.I. dengan biaya lebih dari 800 juta rupiah. Uniknya, meski menggunakan anggaran Proyek Pengembangan Obyek Wisata Puri Kementerian Pariwisata R.I., Kusuma Wardana menutup purinya untuk kegiatan turistik. (Wawancara dengan A.A. G. Kusuma Wardana, 23 April 2016) Pembacaan ulang ekspresi ruang dan arsitektur tradisional khas Kota Denpasar terjadi dalam penataan Pura Desa, Desa Pakraman Denpasar dan penataan beberapa pasar tradisional di Kota Denpasar. Setidaknya, Pemerintah Kota Denpasar berani mengeluarkan anggaran yang

187 besar untuk membebaskan lahan, menata jaba sisi Pura Desa, Desa Pakraman Denpasar, Pe- merintah Kota juga membangun panyengker bagian depan Pasar Badung dan Pasar Kereneng dengan style atau gaya Bebadungan. Penataan Pura Desa di pusat Kota Denpasar ini dapat dit- injau sebagai sinkretisme arsitektur oleh agen-agen dan aktor dominan, dalam hal ini Prajuru Desa Pakraman Denpasar dan Pemerintah Kota. Puluhan toko dibongkar dan diratakan, protes pemilik toko yang berdiri di atas tanah milik desa itu dapat diatasi. Ruang yang semula merupa- kan tempat yang bernilai ekonomis tinggi dipakai untuk membangun taman dan ruang terbuka (plaza), di samping tempat parkir bawah tanah. Meski Pasar Badung dan Pasar Kereneng telah terbangun sebagai gubahan massa besar berlantai empat, pagar keliling di bagian depan dan samping dibangun mengacu kepada desain dan bentuk panyengker pura dan puri Denpasar di masa lalu, Gaya Bebadungan yang kental ter- pangaruh Gaya Majapahit. Motif Pemerintah Kota Denpasar dalam hal ini adalah memperkuat citra Denpasar sebagai kota berwawasan budaya dan menunjang pariwisata perkotaan (city tour). Aktifitas di dua pasar tradisional ini merupakan salah satu daya tarik wisata perkotaan yang dicanangkan Pemerintah Kota Denpasar. Sementara itu di saat yang bersamaan terjadi pula gejala perubahan ekspresi yang men- dasar pada bentuk awal yang memiliki keunikan, dan keunggulan desain karena mewakili masa gaya yang khas. Gejala perubahan ekspresi gaya lokal terjadi sporadis di Kota Denpasar, yaitu musnahnya beberapa karya arsitektur Gaya Bebadungan melalui upaya renovasi yang seme- na-mena, pergantian gubahan massa yang berpotensi melahirkan keterasingan. Meminjam prioritas yang diusulkan Vitruvius, yaitu rujukan yang semestinya diacu ber- turut-turut adalah: pertimbangan daya tahan (firmitas), kemudahan (utilitas), dan keindahan (venustas). (Vitruvius dalam Smith:1985;9) Dalam kasus ini masyarakat memprioritaskan daya tahan dan kemudahan, dibandingkan dengan keindahan dan sifat konservatif. Risikonya, mun- culnya pemicu gejala keterasingan akibat hadirnya gubahan massa yang tidak selaras satu sama lain. Contoh mutakhir serupa dapat dilihat pada renovasi Bale Kulkul Banjar Abiankapas Kaja. Bale Kulkul gaya Majapahit, dengan ukiran bata merah yang rumit, yang ditimpali mozaik-mo- zaik keramik-keramik Cina, dihancurkan pada tahun 2012. Bagian depan Balai Banjar Abian

Kapas Kaja saat ini tidak lagi memiliki landmark atau penanda lingkungan khas sebagaimana sebelumnya. Dalam hal ini pengakuan Vitruvius, bahwa hubungan-hubungan akan menjadi

188 semakin kompleks ketika ekspresi arsitektural ruang sakral berpindah dari firmitas menuju util- itas dan venustas, terjadi. Kota Denpasar yang pada era pra kolonial merupakan wilayah Kerajaaan Badung memi- liki gaya arsitektur yang khas yang disebut Gaya Bebadungan. Gaya Bebadungan menunjukkan pengaruh arsitektur Majapahit yang kental. Bukan kebetulan apabila Pura Maospahit Geren- ceng, Pura Maospahit Tatasan, dan Pura Tambangan Badung berada di wilayah pusat Kota Den- pasar. Pura yang dibangun pada abad ketujuhbelas ini adalah sebentuk ruang sakral dari masa pra kolonial yang merupakan wakil adikarya arsitektur Majapahit di Bali. Arsitektur ketiga pura di Kota Denpasar ini menjadi “mata air”, sumber inspirasi arsitektur Gaya Bebadungan pada periode selanjutnya. Arsitektur di Kota Denpasar yang berumur lebih dari 75 tahun umumnya masih menggunakan Gaya Bebadungan. Sebaran Gaya Bebadungan di Kota Denpasar cukup luas dan menjadi penanda suatu desa merupakan desa yang tua. Bentang arsitektural ruang sakral yang tua dapat dengan mudah dijumpai di desa pakraman Denpasar, Peguyangan, Tonja, Sumerta, Kesiman, Sanur, Sesetan, Pedungan, Serangan hingga Padang Sambian dan sekitarnya. Gaya Bebadungan menjadi penanda, mewakili identitas langgam arsitektur Kota Denpasar. Gaya Bebadungan berkembang mencapai vitalitas tinggi atas kerja budaya undagi yang juga Pedanda dan sastrawan Bali: Ida Pedanda Made Sidemen dari Sanur. Gaya arsitektur Beba- dungan memiliki ciri khas: 1. Bahan bata merah yang digunakan menyeluruh atau dominan; 2. Dimensi yang cenderung besar dengan kuwub (istilah Bali untuk proporsi) tebal, bongsor atau gemuk; 3. Corak pepalihan yang sederhana dan geometris; 4. Memiliki permainan bentuk-ben- tuk geometris yang rumit dan cantik pada detail tertentu.. Penelitian lapangan menunjukkan temuan bahwa munculnya alternatif bahan batu la- har dari kaki Gunung Agung di Karangasem yang dianggap lebih awet, menyebabkan bahan bata merah mulai ditinggalkan. Penggantian media atau bahan ini serta merta disertai peng- gantian langgam atau gaya arsitektur. Akibatnya, beberapa artefak yang merupakan wakil dari masa gaya dan gaya lokal Denpasar, yaitu Gaya Bebadungan musnah dihancurkan. Arsitektur yang sekarang dalam hal ini memiliki kecenderungan penyeragaman selera, didominasi pertim- bangan keawetan bahan, pengabaian norma-norma konservasi, dan pemusnahan artefak wakil gaya arsitektur lokal Kota Denpasar, yaitu Gaya Bebadungan.

189 Meski dapat dikenali sebagai karya arsitektural dengan kesamaan gaya, ekspresi Gaya Bebadungan di berbagai penjuru Denpasar tidaklah seragam, bahkan dapat dikatakan tidak ada yang identik satu sama lain. Hal yang sama berlaku di masa kini, bahwa pola ragam ruang sakral dalam rumah tempat tinggal di Kota Denpasar memiliki kesamaan pola ragam, sekaligus tidak identik satu sama lain. Hal ini dapat dipahami melalui interaksi dinamis antara agen dan struktur. Dalam hal ini, respons individu terhadap ruang-modernitas menjadi momen yang di- objektivasi masyarakat dan karena itu diterima menjadi bagian integral dari tradisi religiusnya. Sebaliknya, hasil objektivasi masyarakat direspons dan diendapkan oleh individu menjadi ruju- kan nilai baru dan karena itu mempengaruhi perilaku religiusnya. Berdasarkan pola ini, pencer- matan terhadap gejala kontemporer ekspresi rumah tempat tinggal di Kota Denpasar tampak- nya cenderung menunjukkan respons, berupa implikasi pola ragam pada arsitektur tradisional Bali, konversi arsitektur Bali modern, dan implikasi pola ruang terhadap aspek duniawi dari kehidupan. Sinkretisme arsitektur pada rumah tempat tinggal mempengaruhi keberumahan masyarakat di Kota Denpasar. Apa yang disebut Pierre Bourdieu sebagai misrekognisi ruang berujung pada perubahan ekpresi arsitektur tempat tinggal umat di Kota Denpasar, dalam kes- amaan maupun keberagaman bentuk ekspresinya.

SIMPULAN Kita mengetahui dengan sangat baik apakah sebab-sebab dari bahaya-bahaya ini, dan kita bahkan mungkin berhasil menghilangkan beberapa dari sebab-sebab itu yang mengancam eksisten- si kita dan kesejahteraan kita secara fisik, ekonomi dan spiritual. Tetapi kita jarang mengajukan per- tanyaan apakah sesungguhnya yang mebawa kita memasuki situasi sulit ini. Kita jarang menyelidiki sebab-sebab yang lebih rumit yang membuat kita memutuskan cara bagaimana kita memutuskan alternatif-alternatif yang kita hadapi di dalam lingkungan alami kita. Cara pemikiran Barat membawa banyak keuntungan bagi manusia, tetapi kita cend- erung mengabaikan kerugiannya. Sekarang kita semakin sadar akan bahaya-bahaya itu; kita bahkan harus menerima bahwa kita bisa menghancurkan diri kita sendiri berkali-kali, dan den- gan berbagai cara. Di dalam Being and Time ia mengeksplorasi pertanyaan ini. Salah satu dari

akibat-akibat dari pelupaan kita akan Ada adalah bahwa pemikiran kita hampir telah menjadi “pemikiran kalkulatif” eksklusif dan kita telah lupa tentang cara berpikir yang sama penting

190 yang Heidegger sebut, “berpikir meditatif.” Demikianlah sinkretisme diterima oleh masyarakat Kota dalam mengploarasi arsitektur dalam rumah tempat tinggalnya.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan, 2006, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Appadurai, A. 1993. “Disjuncture and Difference In the Global Cultural Economy” dalam Feath- erstone, M. (ed). 1993. Global Culture, Nationlism, Globalization and Modernity. Hal:295-310. London:SAGE Publication. Ardika, I Wayan dan Darma Putra (Ed). 2004. Politik Kebudayaan dan Identitas Etnik. Denpas- ar: Fakultas Sastra Universitas Udayana Balimangsi Press. Belger, Brigitte and Hansfried Keliner. 1992. Pikiran Kembara: Modernisasi dan Kesadaran Manusia. Yogyakarta: Kanisius. Bendesa, I Komang Gde. 1997. “Pertumbuhan dan Pemerataan Pembangunan Ekonomi di Bali dalam Konteks Pembangunan yang Berwawasan Budaya” dalam Mokshartham Jagadhita. Den- pasar: Upada Sastra. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Brigitha, Hauser-Schaublin. 2004. The politics of sacred space Using conceptual models of space for socio-political transformations in Bali. Leiden: KITLV Bungin, Burhan. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodolo- gis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. ______. (ed). 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persa- da. ______. 2009. Peneltian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Predana Media Group. Geertz, Hildred dan Geertz, Clifford. 1975. Kinship in Bali. Chicago and London: The Univer- sity of Chicago Press. ______. and Hildred Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. ______. and Hildred Geertz. 2003. Pengetahuan Lokal. Yogyakarta: Merapi.

Mangunwijaya, Y.B. 1992. Ragamwidya: Religiositas Hal-Hal Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius. Marx, Karl. 2004. Kapital. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

191 Ramstedt, Martin, 2005, Regional Autonomy and Its Discontents: The Case of Post-New Order Bali. Dalam Coen Holtzappel dan Martin Ramstedt (ed), 2005, Decentralization and Regional Autonomy in Contemporary Indonesia: Implementations and Challages, : ISEAS Salain, Rumawan. 2001 “Arsitektur dan Identitas Zaman” yang dimuat dalam harian Kompas 25 November 2001. Siswanto, 1994. modernisme dalam arsitektur membawa persoalan dalam dirinya sendiri. Kom- pas 25 November 1994 Sumardjo, Jakob. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-Historis terhadap Artefak-Artefak Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Qalam. Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto (Ed.). 2004. Hermeneutika Pascakolonial-Soal Identitas. Yogyakarta: Kanisius. Purnawan Ida Bagus. 2016. Rekontruksi Ruang Sakral Pada Rumah Tempat Tinggal umat Hin- du di Kota Denpasar (Disertasi). Unhi Denpasar Williams, John R. 1977. Martin Heidegger’s Philosophy of Religion. Kanada: the Canadian Cor- poration for studies in Religion.

192 DESAIN KEMASAN AYAM BETUTU SEBAGAI IKON OLEH – OLEH KHAS BALI DI KOTA DENPASAR

Ni Luh Desi In Diana Sari, Ni Ketut Pande Sarjani Program Studi Desain Komunikasi Visual FSRD ISI Denpasar [email protected]

Abstrak Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi berbagai jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas kuliner ayam betutu di kota Denpasar. Ha- sil identifikasi yang dilakukan bermanfaat untuk merumuskan kriteria desain kemasan kuliner Ayam Betutu, yang dapat dijadikan panduan dalam menciptakan desain kemasan yang inovatif (Packaging Design Brief). Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif kualitatif. Sumber data diperoleh melalui metode purposive sampling dilakukan dengan teknik accidental sampling. Lokasi pengambilan sample dilakukan di rumah makan sebagai tempat penjualan kuliner Ayam Betutu yang terse- bar di wilayah kota Denpasar. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Hasil yang dicapai adalah jenis – jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas kulin- er ayam betutu di Kota Denpasar. Berdasarkan klasifikasi bahan, daya tarik visual, daya tarik praktis dan kriteria kemasan. Kata Kunci : Desain kemasan, Ayam Betutu, Denpasar, Oleh – Oleh khas Bali

AYAM BETUTU PACKAGING DESIGN AS ICON OF BALI TYPICAL SOUVENIR IN DENPASAR

Abstract The specific objectives to be achieved in this research is to identify the various types of pack- aging used to pack a ayam betutu culinary in Denpasar. Results of identification that has been done is a benefit to formulate criteria of Ayam Betutu culinary packaging design, which can be used as a guide in creating innovative packaging design (Packaging Design Brief). This research is qualitative descriptive. Sources of data obtained through purposive sam- pling method performed by accidental sampling technique. Location of the sample is done at the restaurant as a point sale of Ayam Betutu which are spread throughout the city of Denpasar. Data

193 collected through observation, documentation and interview. The results achieved are the types of packaging used to package ayam betutu in the city of Denpasar. The types of packaging are formulated based on the classification of materials, visual appeal, the appeal of practical and packaging criteria. Keywords: Packaging design, Ayam Betutu, Denpasar, Bali typical souvenirs.

PENDAHULUAN Kuliner merupakan salah satu warisan budaya yang memiliki potensi besar untuk dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Kuliner terdiri dari beraneka ragam jenis berhubun- gan erat dengan kreatifitas pengolahan bahan, pemanfaatan teknologi tradisional dalam proses pembuatan dan pengemasannya. Keanekaragaman kuliner yang tersebar di setiap kabupaten kota di Bali layak untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata, selain daya tarik kesenian dan kerajinan. Keanekarag- aman jenis kuliner tersebut terdiri dari jajanan dan makanan tradisional dengan cita rasa khas. Menggunakan bahan baku tertentu yang identik dengan suatu daerah dan tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Denpasar sebagai ibu kota provinsi Bali, memiliki berbagai jenis kulin- er khas salah satunya adalah Ayam Betutu. Ayam Betutu merupakan kuliner tradisional berba- han dasar ayam, diolah menggunakan bumbu rempah – rempah khas Bali. Ayam Betutu merupakan warisan kuliner khas kota Denpasar. Saat ini mulai populer dikalangan wisatawan, sebagai salah satu kuliner yang wajib dinikmati saat berkunjung ke Bali. Keberhasilan ini, tak terlepas dari peran serta pemerintah kota Denpasar yang ingin mengang- kat Ayam Betutu sebagai salah satu kuliner unggulan yang dijadikan sebagai daya tarik wisata. Pendapat ini dikemukakan oleh Wali kota Denpasar Rai Dharmawijaya Mantra sebagaimana dikutip dari kompas.com “Kami memang menjadikan kuliner ini menjadi unggulan, sebab makanan itu mengasyikan. Makanan pasti banyak dicari,” kata Wali Kota Denpasar Rai Dharmawijaya. (http://travel.kompas. com/read/2011/12/29/14300735/Wisata.Kuliner.di.Denfest. diakses Kamis, 25 Maret 2015). Kehadiran kemasan untuk mengemas kuliner Ayam Betutu diperlukan mengingat

kuliner ini memiliki rasa yang enak dan berpotensi dijadikan sebagai ikon oleh – oleh khas Bali di Kota Denpasar. Menurut I Wayan Gatra selaku Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Denpasar yang dikutip dari berita Anantara Bali.com, mengatakan bahwa;

194 Selama ini makanan (ayam betutu) tersebut masih dikembangkan dalam skala kecil kare- na tidak memperhatikan masalah kemasan dan penyajian. “Kemasan merupakan faktor penentu bagi seseorang untuk membeli atau tidak,” Selain kemasan, kalangan rumah tangga yang menjual ayam betutu juga diminta untuk membuat ciri khas yang tergambar melalui logo. “Logo memu- dahkan orang untuk mengenali produk” (Antarabali.com/berita/46947/denpasar-festival-diwarnai-lomba-kuliner, Jumat, 20 Desember 2013 18:44 WIB, diakses 25 Maret 2015)

Selain memberikan dampak ekonomi bagi sektor industri kecil menengah, keberhasilan Denpasar Festival mempopulerkan kuliner Ayam Betutu juga mampu menciptakan identitas bagi kota Denpasar. Sebagaimana kuliner khas yang terdapat disetiap daerah di Indonesia. Kuliner Ayam Betutu memiliki cita rasa unik, bahan baku, aroma dan wujud yang khas. Namun keberadaan desain kemasan masih belum digarap optimal. Padahal desain kemasan memiliki peran penting untuk meningkatkan daya tahan dan daya jual kuliner Ayam Betutu. Terlebih kuliner ini dijadikan sebagai oleh – oleh khas Bali. Kemasan yang digunakan selama ini, masih kurang efektif karena adanya beberapa permasalahan. Minimnya pengetahuan dan wawasan mengenai desain kemasan dan aspek grafis desain kemasan menjadikan tampilan desain kema- san Ayam Betutu kurang menarik. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan berbagai upaya dan strategi. Salah satunya ada- lah melalui pembenahan desain kemasan yang digunakan untuk mengemas kuliner Ayam Be- tutu. Inovasi desain kemasan diperlukan agar kuliner Ayam Betutu layak dibawa oleh wisatawan sebagai oleh – oleh. Selain memenuhi fungsi estetis, desain kemasan hendaknya memiliki fungsi yang mu- dah dibawa. Kehadiran desain kemasan harus mampu meningkatkan pencitraan suatu daerah dengan menonjolkan berbagai identitas khas yang menjadi daya tarik wisata. Sehingga identitas ini dapat berfungsi sebagai pembeda (diferensiasi) antara suatu daerah dengan daerah lain. Desain kemasan sebagai salah satu rumpun keilmuan Desain Komunikasi Visual memiliki per- an besar dalam usaha peningkatan daya tarik kuliner Ayam Betutu. Desain Komunikasi Visual merupakan seni dalam menyampaikan informasi atau pesan menggunakan bahasa visual yang disampaikan melalui media berupa desain, salah satunya adalah melalui desain kemasan. Pros-

195 es desain pada umumnya memperhitungkan aspek fungsi, estetik, dan berbagai aspek lainnya, melalui riset, pemikiran, brainstorming, maupun dari desain yang sudah ada sebelumnya (Ang- graini, Nathalia, 2014:15). Dalam hal ini fungsi kemasan sebagai bagian dari desain komunikasi visual tidak lepas dari perannya untuk mengkomunikasikan dan, menginformasikan perbedaan produk secara visual kepada target sasaran. Inovasi kemasan merupakan perubahan secara mencolok yang bisa menggugah ke- biasaan konsumen. Peran desainer dalam hal ini sangatlah besar. Sebagai seorang desainer ha- rus mengerti faktor – faktor teknik berhubungan dengan kemasan dan didesain untuk mengh- indari hasil desain yang tidak dapat diproduksi. Sebagai seorang desainer juga harus mengerti tentang material kemasan, cetak, pe- labelan dan pengiriman, agar kemasan yang didesain dapat memenuhi fungsinya. Selain hal tersebut seorang desainer juga harus mengetahui produk, fungsi, proses pembuatan, bahan – bahan yang digunakan, target konsumen, dimana dijual, dan bagaimana pemasarannya (Julian- ti, 2014:283). Semua informasi ini akan membantu desainer dalam pembuatan konsep dan juga men- jadi petunjuk dalam mendesain kemasan agar tercapai tujuan yang ingin dicapai. Kehadiran de- sain kemasan dapat membangun citra positif tidak hanya untuk kuliner yang dikemas melaink- an akan berpengaruh pada pencitraan kota Denpasar sebagai kota yang berwawasan budaya. Desain kemasan diperlukan selain sebagai wadah juga berfungsi untuk meningkatkan nilai dan fungsi suatu produk (Julianti, 2014:15). Nilai yang dimaskudkan disini lebih ke daya tarik prak- tis meliputi aspek grafis kemasan terdiri dari logo sebagai identitas dari nama brand-nya. Kehadiran logo mampu meningkatkan nilai jual kuliner ayam betutu lebih tinggi diband- ingkan dengan kuliner sejenis. Inilah fungsi strategis kemasan yang mampu memberikan posi- tioning dan daya jual untuk kuliner Ayam Betutu. Aspek grafis lain yang tak kalah memegang peranan penting adalah informasi yang tertera pada kemasan. Informasi ini berperan sebagai sarana komunikasi dan branding kuliner Ayam Betutu kepada wisatawan. Berdasarkan atas uraian diatas maka ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini adalah mengetahui bagaimana jenis – jenis kemasan untuk mengemas kuliner Ayam Betutu di Kota

Denpasar. Kemudian dianalisis dan dijadikan acuan dalam melakukan inovasi kemasan agar kuliner ayam betutu dapat menjadi ikon oleh – oleh khas Bali melalui pembenahan kemasan.

196 METODE DAN MATERI Penelitian ini dilakukan di wilayah Denpasar. Dipilihnya lokasi ini karena rumah makan yang menjual kuliner ayam betutu tersebar di empat kecamatan tersebut. Waktu penelitian ber- langsung dari bulan Maret – Juni 2016. Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan dan di- kaji merupakan data kualitatif. Data ini diperoleh dari berbagai sumber dan jenis sumber data yang dimanfaatkan, sumber data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang ditemui pada saat melakukan survey di rumah makan yang menjual kuliner ayam betutu berlo- kasi di kota Denpasar. sumber kedua seperti artikel, jurnal, internet, dan literatur lainnya. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah data yang sudah ada yakni data mengenai desain kemasan kuliner Ayam Betutu di kota Denpasar. Data yang dikumpulkan berupa kata – kata, gambar, dan bukan angka – angka. Semua data yang terkumpul berkemungkinan menjadi kata kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan – kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong, 2009:11). Sumber data tersebut di- kumpulkan menggunakan metode observasi, dokumentasi, wawancara, dalam hal ini peneliti berperan sebagai instrumen penelitian. Teknik sampling dilakukan secara purposive sampling dan accidental sampling. Purpo- sive sampling. Teknik sampling ini digunakan untuk mengambil sampel desain kemasan kuliner ayam betutu, berlokasi di rumah makan yang khusus menjual kuliner ayam betutu di Kota Den- pasar. Sedangkan accidental sampling yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu yang tidak dirancang pertemuannya terlebih dahulu. Jumlah sampel dalam penelitian ini tidak ditentukan karena penelitian ini bersifat kualitatif yang mempunyai sifat lentur, terbuka dima- na pemilihan responden dan jumlahnya dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan (Sutopo, 2006:64).

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil survey dan observasi yang dilakukan dalam proses pengumpulan data selama bulan Maret – Juni 2016. Dapat dikumpulkan berbagai jenis kemasan untuk mengemas kuliner Ayam Betutu di Kota Denpasar yang tersebar di empat kecamatan. Adapun jenis – je- nis kemasan tersebut diperoleh dari Rumah makan yang khusus menjual kuliner ayam betutu

197 dengan berbagai merek diantaranya; a). Ayam Betutu Khas Gilimanuk, b). Ayam Betutu Nia, c). Betutu Ayam Laku 168, d). Ayam Betutu Warung Liku, e). Ayam Betutu Depot Lina, f). Ayam Betutu Ibu Rai, g). Ayam Betutu Bu Koming, h). Ayam Betutu Rama, i). Ayam Betutu Galuh, j). Ayam Betutu Ibu Agung Wulan, k). Betutu Bali Ning Dewata, l). Ayam Betutu Kadek Wati, dan m). Ayam Betutu Men Tempeh.

JENIS – JENIS KEMASAN UNTUK MENGEMAS KULINER AYAM BETUTU DI KOTA DENPASAR Berdasarkan atas data yang terkumpul jenis – jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas kuliner ayam betutu di kota Denpasar terdiri dari : 1). Kemasan berbahan dasar karton duplek Ayam Betutu Khas Gilimanuk

Gambar 1. Kemasan sekunder Ayam Betutu Khas Gilimanuk.

Gambar 2. Ayam betutu khas Gilimanuk yang telah dikemas dengan kemasan primer. Sumber: Dokumentasi Penulis

Karakteristik produk ayam Betutu Khas Gilimanuk basah, sedikit berminyak dan berkuah. Bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas kuliner Ayam Betutu Khas Gilima- nuk berupa alumunium foil sebagai kemasan primer. Plastik untuk mengemas sayur, sambal, kuah dan kacang goreng. Karton duplek berbentuk kotak persegi panjang berukuran 22,5 x 15 x 7,5 cm sebagai kemasan sekunder. Daya tarik visual pada tampilan kemasan Ayam Betutu Khas Gilimanuk dihadirkan melalui unsur – unsur grafis kemasan terdiri dari logo sebagai identitas merek. Menurut jenisn- ya logo Ayam Betutu Khas Gilimanuk Bali dikategorikan kedalam jenis letter mark, didominasi tulisan berupa kata “Ayam Betutu Khas Gilimanuk Bali”, menggunakan huruf serif. Berbentuk lancip pada ujungnya dan memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras sehingga memiliki kemudahan baca. Huruf serif memberikan kesan klasik, resmi dan elegan (Angraini, Nathalia,

2014:58). Tanda baca berupa tanda petik, dan foto tokoh drama gong Bali terkenal bernama Dollar sebagai ikon dari Ayam Betutu Khas Gilimanuk (Rustan, 2009:21). Selain logo unsur -

198 unsur grafis sebagai daya tarik visual dihadirkan lewat kombinasi warna kuning pada kemasan dan coklat untuk teks. Unsur grafis ini dijadikan sebagai identitas merek (brand colour) Ayam Betutu Khas Gilimanuk yang membedakan dengan merek lain. Pada kemasan juga terdapat informasi sebagai sarana komunikasi produk, terdiri atas; Nama produk “Ayam Kampung Asli”, jenis produk yang dipasarkan adalah Ayam Betutu, Lawar Ayam, Sate Lilit ditampilkan dengan ilustrasi foto dari produk tersebut. Logo halal, alamat produsen yang berlokasi di Bali, Jakarta dan Bandung. Ada beberapa informasi yang tidak tercantum pada kemasan Ayam Betutu Khas Gilimanuk diantaranya; berat netto produk, penjelasan produk, informasi tanggal kadaluarsa produk, komposisi, informasi kandungan gizi, dan saran penyajian. Secara keseluruhan kemasan primer yang digunakan untuk mengemas Ayam Betutu Khas Gilimanuk sudah memenuhi daya tarik praktis (fungsional) yang mencangkup efektifitas dan efisiensi kemasan dalam melindungi, kemudahan penyimpanan dan pemajangan produk (Dameria, 2014:52). Penggunaan bahan kemasan berupa karton duplek yang tidak divarnish (dilapisi permukaan plastik) berpeluang terkena minyak dan air yang dapat merusak permu- kaan kemasan primer, ketika dalam perjalanan. Hal ini dapat berpengaruh terhadap tampilan kemasan. Secara keseluruhan jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas produk Ayam Be- tutu Khas Gilimanuk telah memenuhi kriteria desain kemasan terdiri dari; 1. Stands Out (menonjol) melalui kehadiran elemen grafis kemasan. 2. Contents (isi) melalui informasi yang disampaikan. 3. Distinctive (unik) melalui penggunaan ikon tokoh drama gong Dollar yang khas. 4. Suitable (sesuai) dengan produk yang dikemas (Dameria, 2014:53).

2). Berbahan dasar plastik Ayam Betutu Warung Liku

Gambar 3. Jenis kemasan primer dan cara mengemas Ayam Betutu Liku

Gambar 4. Ciri khasAyam betutu khas Warung Liku.

199 Karakteristik Ayam Betutu Warung Liku berminyak, basah dan berkuah. Cara menge- mas produk untuk oleh – oleh diberikan perlakuan yang berbeda dengan kemasan yang diba- wa pulang. Pengemasan produk sebagai oleh – oleh dilakukan menggunakan teknologi vakum untuk mengurangi proses oksidasi. Pertama Ayam betutu dikemas menggunakan plastik mika, kemudian sisi kemasan primer di segel menggunakan strapless agar minyak dan kuah yang terdapat pada ayam betutu tidak tumpah. Setelah dikemas dengan kemasan mika, dimasukkan kedalam plastik vakum dan divakum menggunakan mesin vakum, guna mengeluarkan udara yang ada dalam kemasan. Mesin vakum yang digunakan secara otomatis mensegel produk. Se- hingga produk siap dibawa untuk oleh – oleh. Sedangkan untuk kuah, dikemas terpisah meng- gunakan gelas plastik. Pada bagian atas ditutup plastik menggunakan mesin sealer khusus ke- masan gelas, agar lebih aman dari kebocoran. Kemasan gelas dibungkus kembali menggunakan plastik. Daya tarik visual pada kemasan Ayam Betutu Warung Liku dihadirkan melalui elemen grafis kemasan terdiri dari logo berfungsi sebagai identitas merek. Jenis logo yang digunakan dikategorikan kedalam jenis picture mark didominasi gambar penari Legong yang dibuat den- gan teknik outline (lihat gambar 7) dicetak warna putih. Letter mark berupa tulisan Warung Liku menggunakan jenis huruf san serif (Rustan, 2009:21). Selain logo elemen grafis lain yang tercantum pada kemasan adalah teks sebagai informasi produk. Informasi ini terdiri dari; 1). Nama produk Ayam Betutu Liku, 2). Jenis produk yang dipasarkan “Ayam Betutu Liku Betutu Inovatif Betutunya Kota Denpasar Menerima Pesanan Bebek Betutu”, 3). Teks alamat dan ket- erangan produsen, 4). Teks cara menyajikan “Cukup dikukus, dipanaskan dengan microwave atau wajan langsung siap disajikan”. Ada beberapa informasi yang belum tercantum pada kema- san diantaranya; berat netto produk, PIRT, expire date/tanggal kadaluarsa, komposisi, kandun- gan bahan, kandungan gizi (Dameria, 2014:52). Dilihat dari segi fungsionalnya jenis kemasan untuk mengemas Ayan Betutu Liku telah mampu secara efektif dan efisien dalam melindungi, dan menyimpan produk. Ukuran kemasan sudah memenuhi porsi yang sesuai untuk mengemas satu ekor ayam betutu, serta mudah da- lam membuka dan menutup. Namun kemasan jenis ini belum mempertimbangkan kemudahan

ketika dibawa dijinjing atau dipegang, terlebih dijadikan sebagai produk oleh – oleh. Selain itu penggunaan straples untuk segel kemasan dirasa kurang aman, karena dapat tertelan jika stra-

200 ples masuk pada makanan. Jenis kemasan ini juga tidak dapat digunakan kembali (redusable). Secara keseluruhan jenis kemasan yang digunakan sudah memenuhi kriteria desain kemasan terdiri atas Stands Out (menonjol) lewat kehadiran elemen grafis, Contents (isi) melalui infor- masi pada kemasan, dan Suitable (sesuai) untuk mengemas ayam betutu (Dameria, 2014:53).

3). Berbahan dasar tradisional (Bambu). Betutu Bali Ning Dewata

Gambar 5. Produk khas Ayam Betutu Ning Dewata

Gambar 6. Jenis kemasan primer untuk mengemas Ayam Betutu Ning Dewata

Karateristik produk ayam betutu Ning Dewata basah dan sedikit berminyak. Bahan kemasan untuk mengemas produk untuk dijadikan oleh – oleh adalah plastik vacum sebagai kemasan primer dan besek bambu berbentuk persegi panjang sebagai kemasan sekunder, be- rukuran 8 x 8 x 8,5 cm. Cara mengemas ayam betutu yang dilakukan oleh Ning Dewata berbeda dengan ayam betutu lainnya. Ning Dewata mengemas ayam betutu dengan cara di vakum sep- erti mengemas makanan beku (lihat gambar 25). Cara mengemas seperti ini menurut penutur- an pengelola bernama Ibu Indrayani bertahan hingga tiga hari dengan suhu ruang 24 derajat celcius. Jika di dalam freezer produk ayam betutu Ning Dewata mampu bertahan hingga dua minggu. Sedangkan sambal sebagai pelengkap ayam betutu dijual terpisah menggunakan kema- san kaleng. Daya tarik visual pada kemasan Betutu Ning Dewata adalah besek bambu berbentuk persegi panjang. Bagi masyarakat Bali menyebutnya dengan istilah sok kasi difungsikan sebagai wadah untuk menyimpan sarana persembahan (yadnya). Penggunaan besek bambu sebagai ke- masan sekunder memberikan kesan tradisional dan bercirikan khas Bali hal ini sesuai dengan produk yang dikemas berupa kuliner ayam betutu yang disajikan dengan citarasa tradisional Bali. Elemen grafis sebagai daya tarik produk tercantum pada label yang ditempel pada bagian tutup kemasan sekunder berupa besek. Elemen grafis tersebut terdiri atas logo, dikategorikan kedalam jenis letter mark didominasi tulisan Betutu Bali Ning Dewata. Picture mark didomi-

201 nasi oleh gambar candi bentar dan bunga kamboja (Jepun). Adapun cirikhas warna pada label didominasi perpaduan warna merah dan kuning. Informasi sebagai sarana komunikasi produk yang tercantum pada label berukuran 5 x 12 cm terdiri dari; Nama merek “Betutu Bali Ning Dewata”, logo halal, alamat dan keterangan produsen. Penjelasan produk berisi informasi bahwa produk tanpa MSG, tanpa bahan pengawet dan merupakan oleh – oleh khas Bali. Saran pen- yajian diletakkan dalam kemasan sekunder berbentuk kartu. Berisi informasi cara menyajikan Ayam Betutu Ning Dewata yang dapat dikukus, dan dipanaskan dengan microwave. Ada beber- apa informasi yang belum tercantum dianataranya; komposisi bahan, expire date, barcode, berat netto dan PIRT. Daya tarik fungsional pada kemasan Betutu Ning Dewata telah secara efektif dan efisien dalam melindungi, menyimpan, mudah dibuka dan ditutup, dan porsi yang sesuai untuk menge- mas ayam betutu satu ekor. Kemasan jenis ini juga dapat digunakan kembali (redusable). Na- mun belum mempertimbangkan kemudahan ketika kemasan ini dibawa, karena membutuhkan kemasan tersier untuk membawa produk. Secara keseluruhan jenis kemasan untuk mengemas produk ayam betutu Ning Dewata telah mempertimbangkan kriteria desain kemasan sebagai berikut ; Stands Out (menonjol) melalui kehadiran elemen grafis kemasan yang dihadirkan lewat label kemasan. 1. Contents (isi) lewat kehadiran informasi sebagai sarana komunikasi yang diletakkan pada label kemasan. 2. Distinctive (unik) lewat penggunaan bahan bambu berbentuk besek, memberikan kesan tradisional dengan citaras Bali. 3. Suitable (sesuai), desain kemasan yang digunakan telah sesuai untuk mengemas ayam betutu yang dijadikan sebagai oleh – oleh khas Bali (Dameria, 2014:53).

KESIMPULAN Jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas kuliner ayam betutu di kota Denpasar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek diantaranya :

1). Bahan Kemasan Dilihat dari jenisnya, bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas kuliner ayam

202 betutu di kota Denpasar dapat diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan terdiri atas; - Berbahan dasar karton duplek Rumah makan yang menggunakan jenis kemasan karton duplek untuk mengemas kuliner ayam betutu di kota Denpasar adalah; Ayam Betutu Khas Gilimanuk, Ayam Betutu Nia, Ayam Betutu Ibu Rai, Ayam Betutu Bu Koming, Ayam Betutu Rama. - Berbahan dasar plastik Adapun rumah makan yang menggunakan jenis kemasan plastik untuk mengemas kuliner ayam betutu di kota Denpasar adalah; Ayam Betutu Liku, Betutu Ayam Laku 168, Betutu Ayam, Ayam Betutu Depot Lina, Betutu Ayam Bu Agung Wulan Muslim, Ayam Betutu Kadek Wati, dan Ayam Betutu Galuh. - Berbahan dasar tradisional. Rumah makan yang menggunakan kemasan dasar tradisional berupa bambu berbentuk besek/sok kasi, untuk mengemas kuliner ayam betutu di kota Denpasar adalah Betutu Bali Ning Dewata dan Betutu Ayam Men Tempeh. Secara keseluruhan jenis bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas ayam betutu ada yang difungsikan sebagai kemasan primer, sekunder, dan ada juga yang difungsikan sebagai kemasan tersier.

2). Daya Tarik Visual (Estetika) Daya tarik visual merupakan daya tarik estetika yang berfungsi sebagai sarana komuni- kasi, informasi dan identitas merek di benak konsumen. Berdasarkan data yang terkumpul ter- dapat beberapa merek produk ayam betutu yang telah mencantumkan daya tarik visual melalui kehadiran elemen grafis kemasan. Adapun merek produk tersebut diantaranya Ayam Betutu Khas Gilimanuk, Ayam Betutu Nia, Ayam Betutu Ibu Rai, Ayam Betutu Bu Koming, Betutu Bali Ning Dewata dan Betutu Ayam Men Tempeh. Sedangkan merek lainnya tidak mencantumkan elemen grafis yang berfungsi sebagai daya tarik estetika.

203 3). Daya Tarik Praktis (fungsional) Berdasarkan atas data yang terkumpul dan telah diuraikan pada bab sebelumnya. Daya tarik praktis yang meliputi efektivitas dan efisiensi kemasan dalam melindungi, kemudahan penyimpanan, pemajangan produk sudah dipenuhi oleh kemasan untuk mengemas ayam betu- tu di Kota Denpasar. Namun kekutan dalam melindungi produk berdasarkan pemilihan jenis bahan yang digunakan berbeda – beda tergantung cara mengemasnya. Dari hasil survey yang dilakukan kemasan vakum yang dilakukan oleh Betutu Bali Ning Dewata, Betutu Ibu Koming, memiliki daya simpan yang baik dibandingkan yang lainnya, karena penngunaan teknologi va- kum dan frezzer.

4). Kriteria Kemasan Kriteria kemasan yang dijadikan tolak ukur untuk menilai jenis – jenis kemasan ayam betutu di kota Denpasar adalah Stands Out (menonjol), Contents (isi), Distinctive (unik) dan Suitable (sesuai). Berdasarkan atas data yang terkumpul ada beberapa kemasan yang telah me- menuhi kriteria ini diantaranya; Betutu Bali Ning Dewata, Betutu Ibu Koming, Ayam Betutu Khas Gilimanuk, Betutu Ayam Men Tempeh, Betutu Ibu Nia dan Betutu Liku.

DAFTAR PUSTAKA Angraini, Nathalia. (2014), Desain Komunikasi Visual, Dasar – Dasar Panduan untuk Pemula, Nuansa Cendekia, Bandung Dameria, Anne. (2014), Packaging Hand Book, Where Creative Ideas Become Reality, Link & Match Graphic, Jakarta. Julianti, Sri. (2014), The Art of Packaging, Mengenal Metode, Teknik, dan Strategi Pengemasan Produk Untuk Branding Dengan Hasil Maksimal, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Moleong, J. Lexy. (2014), Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi), PT. Remaja Rosda- karya, Bandung. Rustan, Surianto. (2009), Mendesain Logo, PT. Gramedia, Jakarta Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif; Dasar Teori dan Penerapannya dalam

Penelitian. Edisi -2. Universitas Sebelas Maret, Yogyakarta.

204 MATERI POKOK UNTUK PERANCANGAN DESAIN INTERIOR MICRO TEACHING BERBASIS ERGONOMI

Ida Ayu Kade Sri Sukmadewi , I Dewa Ayu Sri Suasmini, Ni Luh Desi In Diana Sari Program Studi Desain Mode, Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak Tujuan penelitian adalah untuk mengindentifikasi jenis aktivitas, fasilitas yang dibutuhkan pada proses pembelajaran micro teaching, untuk mewujudkan desain interior micro teaching yang ergonomis. Tujuan tersebut dicapai dengan cara pengumpulan data memakai metode kepustakaan, wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan memakai metode deskriptif dan komparatif serta glass-box melalui adanya masukan, proses dan luaran agar diperoleh hasil berupa simpulan yang signifikan. Hasil penelitian ini terdiri atas: (1) Teori desain interior micro teaching yang ergonomis; (2) Dokumen desain berupa gambar kerja (blue print). Keywords: Model;Desain Interior;Micro Teaching;Ergonomi

INTRODUCTION Keberhasilan mendidik guru profesional, adalah cita-cita luhur setiap LPTK (Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan) yang harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Guru pro- fesional, direfleksikan oleh kemampuannya mengantar siswa mencapai tujuan dan hasil belajar yang sesuai dengan kaidah yang berlaku di bidang pendidikan. Sikap profesionalitas seorang guru dapat dilihat melalui penguasaan keterampilan dasar mengajar berupa: (1) Membuka dan menutup proses pembelajaran; (2) Menjelaskan dan bertanya serta memakai variasi; (3) Mem- berikan pengayaan dan penguatan; (4) Mengajar kelompok kecil serta individu; (5) mengelola kelas; maupun (6) Membimbing diskusi kecil. Keterampilan dasar mengajar bisa diperoleh melalui pembelajaran micro teaching, yaitu

205 kegiatan pelatihan mengajar untuk mendalami makna bahkan strategi penggunaannya pada setiap proses pembelajaran. Berhubung kepribadian seorang guru mempengaruhi peranannya sebagai pendidik dan sekaligus juga pembimbing (Sukmadinata, 2003), maka micro teaching menjadi salah satu mata kuliah penting bagi LPTK yang wajib diikuti setiap mahasiswa sebelum melakukan observasi administrasi pendidikan dan praktek mengajar di sekolah tertentu pada semester berikutnya. Micro teaching dilaksanakan secara reguler di kelas biasa, tetapi sekarang telah mulai disiapkan kelas khusus yang disebut ruangan micro teaching. Micro teaching dilaksanakan secara laboratoris yang berbentuk simulasi, karena pen- galaman belajar merupakan kompetensi yang diperoleh dari kajian pengetahuan, keterampi- lan, nilai, sikap maupun kecakapan yang berdampak pada perubahan metode berpikir bahkan bertindak seorang mahasiswa (Iriaji, 2006; Sardirman, 2009). Secara teoritis, penataan fasilitas pada ruangan dalam atau interior seharusnya berpedoman pada teori desain interior tetapi be- lum pernah ada bahkan sejak dinyatakan sebagai bidang ilmu terpisah dari arsitektur sampai saat ini. Teori desain interior menyediakan pedoman penataan interior bangunan agar dapat berfungsi optimal, nyaman, aman dan artistik. Saat ini, eksistensi desain interior harus terus disempurnakan walaupun sudah berhasil memenuhi prioritas. Maka, karakteristik keterbatasan tubuh manusia sebagai subjek utama harus mulai dibahas dalam setiap proses desain interior. Saat ini, desain interior harus memenuhi syarat ergonomi agar mampu meningkatkan kualitas hidup pemakai. Desain interior yang ergonomis, mencegah terjadi gangguan pada komponen fungsional tubuh agar tidak menimbulkan keluhan selama melakukan suatu aktivitas. Keluhan yang berkelanjutan dapat menimbulkan rasa sakit dan cidera, sehingga kinerja pemakai menja- di kurang optimal. Kinerja pemakai selama latihan mengajar pada interior micro teaching, dapat dipen- garuhi oleh kondisi fisik dan mental maupun unsur dinamis (perhatian, ingatan, kemauan, harapan dan perasaan) serta kondisi lingkungan tempat beraktivitas (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Agar kinerja setiap individu yang mengikuti latihan mengajar optimal, maka interior mi- cro teaching harus didesain sesuai dengan sistem pengatur otomatis tubuh untuk meningkatkan mutu latihan mengajar dan sumber daya manusia (SDM) serta pendidikan sehingga terwujud

pendidik Indonesia yang bermutu. Sampai saat ini, secara faktual, kegiatan micro teaching belum dikenal dibidang desain

206 interior. Oleh karena itu, pada penelitian ini diharapkan diketahui tentang: (1) Faktor yang dipertimbangkan dalam mempersiapkan ruangan micro teaching; (2) Teori dasar yang digu- nakan mendesain ruangan, fasilitas, menentukan dimensi dan bentuk fasilitas serta unsur lainn- ya yang sebenarnya menjadi pokok bahasan dibidang desain interior; (3) Model desain interior micro teaching yang sudah ada di LPTK di Bali; (4) Kesesuaian kondisi desain interior micro teaching yang sudah ada sekarang dengan teori desain interior bahkan prinsip ergonomi yang mulai diaplikasikan pada setiap adanya aktivitas manusia. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Pedoman penyusunan teori dan gambar ker- ja (blue print) desain interior micro teaching yang ergonomis; 2) Memberikan peluang kepada mahasiswa PS. Desain Interior untuk memiliki topik baru dalam setiap mengerjakan tugas MK Desain Interior, karena berguna untuk pengembangan ilmu dan keterampilan serta pengalaman kerjanya; 3) Memberikan penegasan kepada desainer interior bahwa setiap produk desainnya harus dilengkapi kajian ergonomi. Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan pada peneli- tian tahun ke 2 ini dapat diwujudkan desain interior micro teaching yang fungsional, nyaman, aman, artistik, dan ergonomis untuk mengoptimalkan kinerja penggunanya. Pada penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa temuan yaitu : 1) Rumusan te- ori tentang desain interior micro teaching yang ergonomis dan bersifat ilmiah; 2) Gambar kerja (blue print) sebagai pedoman mewujudkan desain interior micro teaching yang ergonomis agar pekerjaan lebih terarah karena memiliki penjelasan yang benar, lengkap, rinci serta ilmiah.

METHOD Analisis data dilakukan memakai metode deskriptif dan komperatif serta glass-box melalui tahapan masukan, proses dan luaran agar diperoleh simpulan yang signifikan. Langkah dan tahapan penelitian dilakukan sebagai berikut. 1) Studi pustaka (membaca buku, jurnal, proceeding, hasil penelitian, akses internet dan lainnya) yang dianggap relevan dan hasil penelitian tahun pertama; 2) Mengurus kelengkapan ijin melaksanakan penelitian agar proses penelitian lancar; 3) Bertemu pihak berwenang di LPTK tertentu untuk melakukan konfirmasi maupun

verifikasi tentang hasil identifikasi masalah pada peneltian tahun pertama dalam rangka penyusunan modul dan blue print desain interior micro teaching;

207 4) Menyiapkan pola pelaksanaan workshop pendekatan total ergonomi; 5) Menyiapkan personal dan program untuk pelaksanaan workshop pendekatan total ergonomi; 7) Memberikan pengarahan kepada seluruh personal yang dilibatkan dalam rangka pelaksanaan workshop pendekatan total ergonomi; 8) Menyusun hasil kegiatan workshop pendekatan total ergonomi; 9) Memberikan pengarahan kepada personal yang ditugaskan menyusun modul dan mengerjakan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis; 10) Memonitor dan mengevaluasi setiap bagian dari uraian yang sudah disusun dalam modul dan pengerjaan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis; 11) Mendiskusikan substansi yang diuraikan pada modul dan unsur yang ditampilkan pada blue print desain interior micro teaching yang ergonomis; 12) Melakukan revisi sesuai dengan hasil dalam proses diskusi; 13) Presentasi modul dan blue print desain interior micro teaching yang sudah final di lingkungan LPTK tertentu; 14) Menyempurnakan modul dan blue print desain interior micro teaching yang sudah dipresentasikan agar layak dijadikan produk panduan; dan 15) Mencetak dan menjilid serta mendistribusikan kepada pihak terkait.

Penelitian dilakukan di Provinsi Bali, khususnya di Kota/Kabupaten yang sudah memi- liki LPTK yaitu Denpasar (Unimas, Undwi, IKIP PGRI Bali, ISI Denpasar dan Unhi), di Ka- bupaten Badung (Undhyra), di Kabupaten Tabanan (IKIP Saraswati), di Kabupaten Buleleng (Undiksha dan STKIP Agama Hindu), di Kabupaten Bangli (STKIP Suar) dan di Kabupaten Karangasem (STKIP Agama Hindu) seperti dicatat pada buku Direktori Kopertis Wilayah VIII serta Kemendikbud yang sekarang disebut Kemristekdikti atau Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Adapun Indikator Pengukuran Capaian adalah sebagai berikut: 1) Keberhasilan menyusun rincian, kelengkapan, sistematika dan kebenaran hasil identifikasi

masalah yang sudah didapat pada penelitian tahun pertama dengan cara melakukan konfirmasi serta verifikasi dalam rangka penyusunan modul dan blue print desain interior

208 micro teaching yang ergonomis; 2) Kegiatan workshop pendekatan total ergonomi disambut antusias oleh pihak berwenang di LPTK tertentu, karena pola pikir dan tanggapannya terhadap model desain interior micro teaching yang dimanfaatkan saat ini berkontribusi positif terhadap hasil penyusunan modul dan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis; 3) Kegiatan workshop pendekatan total ergonomi berjalan lancar serta efektif karena semua personal pelaksananya memahami substansi dan prosedur yang harus dijadikan pedoman pelaksanaan; 4) Data yang diperoleh dari pelaksanaan program workshop pendekatan total ergonomi sesuai dengan substansi yang dibutuhkan dalam rangka penyusunan modul dan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis; 5) Materi yang telah dikumpulkan melalui kegiatan workshop pendekatan total ergonomi ber hasil disusun secara rinci, lengkap, sistematis dan benar; 6) Susunan modul dan tampilan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis ber hasil diwujudkan secara rinci, lengkap, sistematis serta benar karena personal pelaksana memahami dengan baik pengarahan yang diberikan kepada mereka; 7) Monitoring dan evaluasi setiap bagian dari uraian yang disusun dalam modul dan pengerjaan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis berhasil dilakukan se hingga proses kerja efektif serta efisien; 8) Substansi yang diuraikan pada modul dan unsur yang ditampilkan pada blue print desain interior micro teaching yang ergonomis berhasil dibahas dalam diskusi sehingga sudah siap dipresentasikan; 9) Presentasi modul dan blue print desain interior micro teaching yang sudah final di lingkungan LPTK tertentu menghasilkan bahasan yang lebih akurat; 10) Modul dan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis menjadi lebih sempurna untuk dijadikan produk panduan; dan 11) Modul dan blue print desain interior micro teaching yang ergonomis berhasil diterbitkan dan didistribusikan kepada pihak terkait.

209 RESULT AND DISCUSSION Berdasarkan kegiatan workshop di FKIP Unmas (Universitas Saraswati) Denpasar, IKIP Saraswati Tabanan, FKIP Undiksha Singaraja, yang dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2016 dan diikuti oleh 20 orang mahasiswa, empat orang dosen, Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan teknisi ruangan micro teaching, tenaga cleaning service diperoleh hasil yang dapat dibagi menjadi dua kategori. 1. Permasalahan yang terdapat pada ruangan micro teaching saat ini terdiri atas: (1) Fasilitas Ruang belum memadai; (2) Penataan ruangan masih belum rapi; (3) Fasilitas ruangan belum berfungsi optimal; (4) Ruangan belum terawat dengan baik; (5) Luas ruangan kurang memadai; (6) Ruangan pengamat terlalu sempit; (7) Fasilitas perekam kegiatan tidak sesuai; (8) Belum tersedia fasilitas perlengkapan mahasiswa; (9) Lantai ruangan agak licin; (10) Penempatan meja guru kurang sesuai; (11) Suasana ruangan kurang nyaman; (12) Belum disediakan elemen pen- dukung; (13) Belum tersedia ruang perpustakaan; (14) Belum tersedia ruangan diskusi; (15) Ruangan tidak tersedia saat dibutuhkan; (16) Kaca ruangan pengamat terlalu kecil; (17) Kondi- si interior kurang artistik; (18) Belum tersedia live white board; (19) Penempatan papan slide terlalu tinggi; (20) Tidak ada tempat menaruh tas; (21) Terbatasnya tempat untuk charger; (22) Kursi kurang nyaman; (23) Kurang media audio listening; (24) Peredam suara tidak ada; (25) Ruangan belum dimanfaatkan secara maksimal; (26) Penempatan lighting kurang fungsional; (27) Papan informasi penggunaan ruangan tidak ada; (28) Belum ada fasilitas pendukung me- dia; (29) AC kurang memadai; (30) Belum tersedia slogan motivasi; (31) Posisi layar proyektor terlalu tinggi; (32) Variasi warna ruangan kurang lembut; (33) Belum tersedia rekaman praktek mengajar; (34) Pengajaran micro masih berbentuk fleer teacing; (35) Belum tersedia tempat alat peraga; 37) CCTV tidak dapat digerakkan operator; (38) Tidak ada jam dinding; (39) Komputer tidak tersedia di ruangan operator; (40) Areal mengajar terlalu tinggi; (41) Kurangnya tenaga administrasi; (42) Kurangnya tenaga teknisi; (43) Fasilitas penunjang ruang kurang memadai; (44) Daya listrik masih kurang; (45) Tidak ada rak penyimpanan; (46) Alat kebersihan tidak tersedia.

2. Solusi yang menjadi kebutuhan semua pihak di lembaga tersebut terdiri atas: (1) Sound sistem perlu ditambah 2 unit; (2) Kursi ditata dengan rapi; (3) Jenis fasilitas disesuaikan sta-

210 tus pemakainya; (4) Disediakan tenaga cleaning service; (5) Ruangan harus mencukupi untuk 20 orang; (6) Disediakan ruangan sesuai kapasitas; (7) Alat perekam yang memadai; (8) Dise- diakan microphone minimal 2 unit; (9) Lantai ditutup dengan karpet; (10) Desain meja guru yang ergonomis; (11) Penempatan AC seharusnya berhadapan; (12) Desain aksesoris tokoh dan pahlawan pendidikan; (13) Disediakan ruangan perpustakaan; (14) Perlu ruang diskusi yang menyatu dengan ruang pengamat; (15) Jadwal penggunaan ruangan harus komprehensif; (16) Kaca di ruang pengamat diganti; (17) Penataan plafon menarik dan ergonomis; (18) Disediakan live white board; (19) Slide disesuaikan dengan pandangan mahasiswa; (20) Disediakan tempat untuk menaruh tas; (21) Disediakan tempat untuk charger laptop; (22) Dirancang kursi untuk mahasiswa yang baik; (23) Disediakan head phone; (24) Ruangan dilengkapi peredam suara; (25) Ruang micro teaching minimal terdiri atas 3 jenis ruangan; (26) Desain pencahayaan yang dominan; (27) Disediakan papan pengumuman; (28) Penataan fasilitas pendukung media; (29) Perlu penambahan AC 2 unit; (30) Disediakan slogan motivasi untuk mengajar; (31) Posisi layar disesuaikan dengan prinsip ergonomi; (32) Aplikasi warna ruang yang lembut; (33) Perlu ada perekam di ruangan operator; (34) Pengajaran micro harus sesuai aturan; (35) Disediakan rak penyimpanan alat peraga; (36) Menggunakan CCTV bergerak merekam gambar dan suara; (37) Disediakan jam dinding; (38) Ruang operator dilengkapi dengan komputer; (39) Area menga- jar kurang lebih 60 cm; (40) Disediakan tenaga administrasi micro teaching; (41) Disediakan tenaga teknisi untuk micro teaching; (42) Ditambahkan variasi/aksesoris; (43) Menambah daya listrik; (44) Disediakan rak sepatu/loker; (45) Disediakan sarana kebersihan.

I. MATERI PENYUSUNAN MODUL PEMBELAJARAN DESAIN INTERIOR MICRO TEACHING YANG ERGONOMIS Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui kegiatan workshop di Unmas Denpasar dan IKIP Saraswati Tabanan serta Undiksha Singaraja yang dilaksanakan sejak bulan Mei sam- pai Juni 2016, untuk melakukan verifikasi masalah yang sudah diidentifikasi tahun 2015 dan menetapkan kebutuhan pengguna serta pengelola ruangan micro teaching yang sangat diper- lukan sebagai pedoman penyusunan modul pembelajaran desain interior micro teaching maka diperoleh materi sebagai berikut.

211 1. Materi yang berkaitan dengan micro teaching terdiri atas: (1) Pengertian dan sejarah serta manfaat micro teaching di suatu LPTK; (2) Kebutuhan jumlah dan kompetensi personalia pen- gelola fasilitas micro teaching; (3) Jenis dan karakteristik serta hubungan aktivitas pada fasilitas micro teaching; (4) Jenis dan karaktersitik serta peranan fasilitas dalam aktivitas micro teach- ing; (5) Kelengkapan media informasi, sistem pengelolaan dan program pemeliharaan termasuk pengawasan operasional. Motivasi belajar menjadi pendorong proses belajar, untuk mengoptimalkan kegia- tan latihan mengajar agar mutu hasil latihan meningkat sehingga perlu ruangan belajar yang menyenangkan (Dimyati dan Mudjiono, 2002). Marmai (2001) dalam penelitian tentang sikap belajar, berhasil menemukan kecenderungan mahasiswa kurang siap dan kurang disiplin ser- ta kurang bersungguh-sungguh mengikuti aktivitas belajar di kelas. Oleh karena itu, pembi- naan sikap belajar untuk memotivasi peningkatan kinerja calon guru harus memperhatikan: (1) kondisi fisik; (2) kondisi mental; (3) kondisi unsur dinamis dalam latihan mengajar; dan (4) kondisi lingkungannya. Sudharmanto dan Slameto berharap, agar kondisi fisik (kesehatan mata khususnya) dan daya serap otak mahasiswa selama latihan mengajar memperoleh perhatian lebih cermat sehingga kinerjanya meningkat (Marmai, 2001).

2. Materi yang berhubungan dengan desain interior terdiri atas: (1) Pengertian dan sejarah ser- ta manfaat desain interior pada suatu bangunan; (2) Jenis dan karakteristik serta hubungan ru- ang pada suatu bangunan; (3) Jenis dan karaktersitik serta peranan fasilitas dalam interior suatu bangunan; (4) Desain fasilitas, utilitas dan aksesoris interior; (5) Penataan fasilitas, Utilitas yang berupa pencahayaan dan temperatur ruangan serta polusi suara bahkan aroma ruangan, akse- soris. Desain merupakan benda yang dipakai manusia dalam berbagai kebutuhan, untuk bisa mendapatkan hasil akhir yang sifatnya spesifik. Desain adalah proses perancangan yang dikerja- kan secara profesional serta dikenal sebagai kegiatan bersifat multidisipliner, karena melibatkan sekelompok orang dengan orientasi kerja profesi yang berbeda-beda (Wilson dan Corlett, 2005). Interior adalah ruangan dalam, bagian dari suatu bangunan yang terbentuk oleh pembatas be-

rupa lantai, dinding dan plafon (Pile, 1988; Kurtich dan Eakin, 1993). Oleh karena itu, desain interior adalah bentuk baru penataan berbagai jenis elemen pada area yang dibatasi oleh lantai

212 dan dinding serta plafon agar aktivitas pemakai dapat berlangsung lancar bahkan menyenang- kan juga. Desain interior merupakan perwujudan ruangan 3 dimensional, untuk tempat manu- sia berkembang dan hidup menyenangkan. Pemilik mendapat citra dari desain interior, karena terwujud tempat beraktivitas yang artistik. Desain interior membangkitkan rasa nikmat setiap pemakai karena penataan fisik yang tepat, cermat dan efisien (Zainuddin, 1986; Mangunwijaya, 1992). Desain interior merupakan upaya pemecahan masalah kenyamanan, struktur dan este- tika seperti diungkapkan oleh Vitruvius: convenience, strenght and beauty. Sir Henry Wotton, penulis Inggris menjabarkannya menjadi commoditie, firmness and delight (Kurtich dan Eakin, 1993).

3. Materi yang menyangkut ergonomi meliputi: (1) Pengertian dan sejarah serta manfaat er- gonomi dalam upaya mensejahterakan hidup manusia; (2) Jenis dan karakteristik serta hubun- gan ergonomi dengan manusia maupun lingkungan aktivitasnya; (3) Jenis dan karaktersitik ser- ta peranan ergonomi dalam proses desain peralatan; (4) Desain fasilitas, utilitas dan aksesoris interior yang ergonomis; (5) Penataan fasilitas, Utilitas berupa tata pencahayaan dan tempera- tur ruang serta polusi suara bahkan aroma ruangan termasuk jenis aksesoris interior. Ergonomi memanfaatkan prinsip dan data ilmiah tentang manusia untuk proses desain perlengkapan, produk, jasa, tugas, peralatan, fasilitas, lingkungan serta sistem agar kebutuhan optimalisasi penampilan seluruh organ tubuh yang berkaitan dengan kesehatan, keselamatan, kenyamanan dan produktivitas dapat diwujudkan (Vink, dkk., 2006; Chebykin, dkk., 2008). Ergonomi bertujuan meningkatkan keselamatan, kenyamanan dan produktivitas serta kualitas hidup (The Joy Institute, 1998). Manfaat ergonomi dalam kegiatan micro teaching an- tara lain: (a) risiko kecelakaan lebih kecil; (b) man-days/hours tidak banyak hilang; (c) risiko penyakit akibat kerja kecil; (d) gairah atau kepuasan kerja tinggi; (e) absensi rendah; (f) kelela- han berkurang; (g) rasa sakit berkurang dan bahkan tidak ada; serta (h) produktivitas mening- kat. Aplikasi ergonomi berhasil meminimalisir dampak perubahan cuaca global yang sudah menimpa dunia dan mencegah disefisiensi kualitas sekitar 30-50% (Axelsson, 2000; Manuaba, 2002; Manuaba, 2005).

Profil, kapasitas fisiologis, psikologis serta biomekanika merupakan faktor penentu kemam- puan manusia (Albayrak, dkk., 2010). Ergonomi dapat menanggulangi dampak negatif aplikasi ilmu

213 dan teknologi agar penyakit akibat kerja, kecelakaan, keracunan, pencemaran, kekecewaan dan ke- salahan manusia dapat dihindari serta diminimalkan. Desain menjadi memuaskan, aman, nyaman dan sesuai karakteristik pemakainya jika proses berbasis ergonomi (Valasco, 2002; Manuaba, 2003). Ergonomi selalu berupaya memanusiakan manusia, karena sistem kerja tubuhnya secara seksama diperhitungkan pada setiap komponen desain. Ergonomi membuat produk menjadi bisa menakjub- kan, karena mengubah kehidupan manusianya (Chong, 2010). Tubuh memiliki keterbatasan, karena kondisi bagian dalam memiliki toleransi yang sempit terhadap perubahan. Faktor yang berperan penting untuk menjaga tubuh yang sehat tetap segar: (1) postur harus dinamis walaupun saat posisi diam; (2) pada periode tertentu setiap posisi harus diganti dengan posisi yang berlawanan, digerakkan dan dipindahkan; (3) lingkungan fisik menjaga konsep homeostasis tidak dapat gangguan (Dul dan Weerdmeester, 1993; Sherwood, 2001; Pinel, 2006; Guyton dan Hall, 2008).

II. MATERI PEMBUATAN BLUE PRINT DESAIN INTERIOR MICRO TEACHING YANG ERGONOMIS Melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada kegiatan workshop di Unmas Denpasar dan IKIP Saraswati Tabanan serta Undiksha Singaraja yang dilaksanakan awal bulan Mei sampai minggu bulan Juni 2016, untuk melakukan verifikasi permasalahan yang sebenarn- ya sudah diidentifikasi pada tahun 2015 dan menetapkan kebutuhan pengguna maupun penge- lola fasilitas micro teaching yang memang diperlukan sebagai pedoman pembuatan blue print desain interior micro teaching maka dirangkum sejumlah informasi sebagai berikut. 1. Materi yang dibutuhkan untuk gambar conceptual design terdiri atas: (1) Jenis, jumlah, besa- ran dan organisasi ruangan; (2) Penataan perabot, pencahayaan, penghawaan, suara, aksesoris, peralatan dan perlengkapan ruang; (3) Desain perabot, tampak depan ruang, lantai, dinding dan plafon; (4) Warna perabot, ruangan dan aksesoris.

2. Materi yang diperlukan untuk gambar development design meliputi: (1) Semua ukuran yang berkaitan dengan ruangan, penataan dan besaran fasilitas; (2) Semua keterangan yang berkaitan

dengan jenis warna, bahan dan finishing; (3) Semua jenis tanda dan kode yang dibutuhkan un- tuk gambar detail.

214 3. Materi yang dipentingkan untuk gambar constructions document berupa: (1) Rancangan Anggaran Biaya atau RAB; (2) Persyaratan administrasi dan pedoman kontrak; (3) Ada jenis detail konstruksi, bentuk visual fasilitas, kombinasi bahan dan warna; (4) Sistem perakitan dan pemasangan di lokasi proyek.

KEPUSTAKAAN Albayrak, A., Richard, H.M.G., Chris, J.S., Huib de R. dan Geert, K. 2010. Impact of a Chest Support on Lower Back Muscles Activity During Forward Bending. Journal of Applied Bionics and Biome- chanics. 7 (2): 131-142. Axelsson, J.R.C. 2000. Quality and Ergonomics, Towards Successful Integration. Lincöpimg: In- stitute of Technology. Chebykin, O.Y., Bedny, G.Z., Karwowski, W. 2008. Ergonomics and Psychology, Developments in Theory and Practice. Boca Raton: Taylor & Francis Group. Chong, I. 2010. Design from an Ergonomist’s Persepective; Ergonomics from a Designer’s Per- spective – Perhaps it should be both. [cited 2010, August 16]. Available from URL: http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Dul, J. dan B.A.Weerdmeester. 1993. Ergonomics for Beginners. A Quick Reference Guide. Lon- don: Taylor & Francis. Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 2008. Textbook of Medical Physiology. Singapore: Elsevier Pte Ltd dan EGC Medical Publisher Jakarta.

Iriaji. 2006, Pengembangan Silabus, Rancangan Perkuliahan dan Identifikasi Pokok Kajian, Ba- han Kajian untuk

215 Dosen Magang. Malang: Fakultas Sastra Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri Malang. Kurtich, J. dan Eakin, G. 1993. Interior Architecture. New York: Van Nostrand Reinhold. Manuaba, A. 2002. Ergonomics Approach in Organizing A Conference is A Must to Attain Op- timal Goals. Jurnal Ergonomi Indonesia 2 (1-6), 3-5. Manuaba, A. 2005. Ergonomi dalam Industri. Badung: Universitas Udayana. Marmai, U.A.O. 2001. Pembinaan Sikap Belajar untuk Meningkatkan Mutu Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan. 04 (26-12). 331-332. Pile, J. F. 1988. Interior Design. New York: Harry N. Abrams, Inc. Pinel, J.P.J. 2009. Biopsychology. 7th Edition. Boston: Pearson Education Inc. Sherwood, L. 2001. Human Physiology: From Cells to Systems. West Virginia: A Division of International Thomson Publishing Inc. Sukmadinata, N.S. 2003. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. The Joyce Institute. 1998. Workplace Ergonomics. [cited 2010, November 26]. Available at: URL:http://www.ergonomi/joyce-workergs.html. Valasco, A.L. 2002. Value Engineering as an Ergonomics Total to Measure Benefits of Ergonom- ics Intervention. Jurnal Ergonomi Indonesia 3 (2-12): 55-58. Vink, P., Ernst A. P. Koningsveld dan Johan F. Molenbroek. 2006. Positive Outcomes of Partic- ipatory Wilson, R. dan Corlett, N. 2005. Evaluation of Human Work. 3rd Ed. Singapore: Francis & Tay- lor. Zainuddin, I. B. 1986. Peranan Desain dalam Peningkatan Mutu Desain. Dalam Sachari, A. (ed.). Paradigma Desain Indonesia. Jakarta: Rajawali. 80-88.

216 PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN PROMOSITERHA- DAP KINERJA PEMASARANDAN KEPUASAN KONSUMEN PADA USAHA SENI UKIR DULANG DI DESA KATUNG

I Wayan Gede Antok Setiawan Jodi Email : [email protected] Universitas Mahasaraswati, Denpasar

Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis signifikansi pengaruh kualitas pelayanan terhadap kinerja pemasaran, promosi terhadap kinerja pemasaran, kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen, promosi terhadap kepuasan konsumen dan pengaruh kinerja pamasaran ter- hadap kepuasan konsumen pada usaha seni ukir dulang di desa katung. Hipotesis yang diajukan da- lam penelitian ini adalah 1) kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pemasaran; 2) promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pemasaran; 3) kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen; 4) promosi berpen- garuh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen; 5) kinerja pemasaran berpengaruh posi- tif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. Desain penelitian adalah kuantitatif, dengan jumlah sampel sebanyak 89 orang yang ditentukan dengan metode slovin dan menggunakan stratified pro- portional random sampling, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder baik kualitatif maupun kuantitatif. Dengan analisis regresi diperoleh hasil 1) Kualitas yang terdiri dari tangible, reliability, asurance, responsiveness, dan empathy tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pe- masaran; 2)promosi yang terdiri dariiklan , discount, hadiah, dan kupon hadiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pemasaran; 3) Kualitas yang terdiri dari tangible, reliability, asur- ance, responsiveness, dan empathy berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen; 4)pro- mosi terdiri dari iklan, discount, hadiah, dan kupon hadiah berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan konsumen; dan 5) kinerja pemasaran tidak berpengaruh terhadap kepuasan konsumen pada usaha seni ukir di desa katung. Kata kunci: kualitas pelayanan, promosi, kinerja pemasaran, dan kepuasan konsumen

217 Abstract The purpose of this study was to analyze the significance of the impact of service quality on the performance of marketing, promotion on marketing performance, quality of service to custom- er satisfaction, promotion to customer satisfaction policy and influence the performance of mar- keting to customer satisfaction at business carving tray in the village katung. The hypothesis of this study were 1) the quality of service and significant positive effect on the performance of marketing; 2) promotion positive and significant impact on the performance of marketing; 3) quality of service and significant positive effect on customer satisfaction; 4) promotion and significant positive effect on customer satisfaction; 5) marketing performance and a significant positive effect on customer satisfaction. Design research is quantitative, with a total sample of 89 people who were determined by the method slovin and using stratified proportional random sampling, the data used are pri- mary and secondary file both qualitative and quantitative. By regression analysis results 1) The quality which consists of tangible, reliability, asurance, responsiveness, and empathy no significant effect on the performance of marketing; 2) promotion of sales advertisment, discount, gift, and gift certificates are not significantly affect the performance of marketing; 3) Quality of which consists of tangible, reliability, asurance, responsiveness, and empathy significant effect on customer satis- faction; 4) promotion of sales advertisement, discount, gift, and gift coupons significant influence on customer satisfaction; and 5) marketing performance has no effect on customer satisfaction at business carving tray in the village katung. Keywords: quality of service, promotion, marketing performance, and customer satisfaction

A. LATAR BELAKANG Perkembangan sektor jasa kesenian yang semakin pesat dari waktu ke waktu telah men- jadi bertambah kompleks dan kompetitif dalam era globalisasi ini. Salah satu bidang usaha yang berkembang pesat adalah jasa kesenian ukir. Selain harus mengikuti perkembangan yang pe- sat, setiap perusahaan atau pengusaha yang ingin sustain atau bertahan hidup seharusnya juga memiliki suatu competitive advantage dibandingkan pesaing-pesaingnya. Ekspektasi konsumen terhadap suatu produk ataupun jasa semakin meningkat dari waktu ke waktu, sehingga dengan demikian perusahaan atau pengusaha dituntut untuk dapat memberikan produk atau jasa yang berkualitas yang dapat memberi nilai (value) kepada konsumennya.

Kepuasan konsumen yaitu konsumen mengalami berbagai tingkat kepuasan atau keti- dakpuasan setelah mengalami masing –masing jasa sesuai dengan sejauh mana harapan mereka terpenuhi atau terlampaui. Karena kepuasan adalah keadaan emosional, reaksi pasca-pembeli-

218 an mereka dapat berupa kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan. (Lovelock et al .p, 102) Usaha seni ukir dulang adalah usaha yang bergerak dalam dunia kesenian ukiran yang beralamat di desa katung, kecamatan kintamani, kabupaten bangli. Usaha seni ukir dulang di desa katung merupakan usaha yang di bangun oleh beberapa orang yang menggeluti kesenian ukir, tetapi semakin berjalannya waktu, usaha kesenian ukir ini semakin diminati oleh seluruh kalangan, dari remaja, orang dewasa, sampai orang yang sudah berumur. Tetapi belakangan ini hasil penjualan dari usaha ini ada penurunan, oleh karena itu usaha seni ukir dulang di desa katung menarik untuk di teliti.

B. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat tujuan penelitian sebagai berikut: (1) Untuk menganalisis signifikansi pengaruh kualitas pelayanan terhadap kinerja pemasaran. (2) Untuk menganalisis signifikansi pengaruh promosi terhadap kinerja pemasaran.(3) Untuk menganalisis signifikansi pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen, (4) untuk menganalisis signifikansi pengaruh promosi terhadap kepuasan konsumen dan (5) untuk men- ganalisis signifikansi pengaruh kinerja pemasaran terhadap kepuasan konsumen

C. KAJIAN PUSTAKA 1. Kualitas Pelayanan Kualitas Pelayanan merupakan salah satu konsep yang paling didiskusikan dan diperde- batkan dalam kualitas pelayanan dan literatur pemasaran jasa karena tidak ada konsensus ten- tang definisi dan pengukuran (Wisniewski, 2001; Schneider dan Putih, 2004) dalam Anupam Das and Vinod et al (2013). (Lewis dan Booming, 1983) dalam Majid Esmailpour et al (2012) menyatakan kualitas pelayanan telah didefinisikan oleh praktisi dalam hal dimensi kunci yang digunakan konsumen saat mengevaluasi layanan

2. Promosi

Pengertian Promosi Menurut Swastha (2000: 222), promosi dipandang sebagai arus in- formasi atau persuasi satu arah yang di buat untuk mempengaruhi seseorang atau organisasi ke-

219 pada tindakan yang menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Jadi promosi merupakan usaha perusahaan untuk menciptakan kesadaran, memberi tahukan membujuk dan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk yang di tawarkan perusahaan.

3. Kinerja Pemasaran Pemasaran didefinisikan sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, pen- etapan harga, promosi dan penyaluran gagasan barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran–sasaran individu dan organisasi. Pemasaran dikembangkan dengan pola yang tertata dalam suatu sistem yang sering kali disebut sebagai ilmu dan juga dikembang- kan dengan cara masing-masing pelaku sehingga disebut dengan improvisasi dan karenanya disebut seni (Ma’aruf : 2005)

4. Kepuasan konsumen Dalam Majid, (2009 ; 50) memberikan penjelasan mengenai kepuasan konsumen adalah suatu keadaan di mana kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Sementara itu, menurut Sunyoto (2013.; 35), kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan (kinerja atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jika kinerja dibawah harapan, konsumen akan kecewa, se- dangkan jika kinerja sesuai dengan harapan, konsumen puas, dan jika kinerja di atas harapan maka konsumen akan sangat puas.

D. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 1. Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang, landasan teoritis dan mengacu pada kajian empiris, maka dapat cetuskan kerangka berpikir dari penelitian ini. Penelitian yang menganalisis pengaruh kualitas pelayanan (service quality) dan promosi terhadap kinerja pemasaran dan kepuasan konsumen, dilandasi pemikiran bahwa kualitas pelayanan memberikan pengaruh yang positif terhadap kepuasan konsumen

220 2. Kerangka Konseptual Sesuai dengan kerangka berpikir di atas maka dapatlah dibuatkan kerangka konsep hubungan antara kualitas pelayanan dan kebijakan penjualan terhadap kinerja pemasaran dan kepuasan konsumen, seperti gambar di bawah ini

3. Hipotesis H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pemasaran H2 : promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pemasaran. H3 : kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. H4 : promosi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. H5 : Kinerja pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen.

E. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian dilakukan pada sebuah usaha sekelompok pekerja seni ukir di desa ka- tung kecamatan kintamani kabupaten bangli. usaha ini bergerak produksi seni ukir yang berada di Bali. Dengan jumlah sampel sebanyak 89 orang responden. Instrumen penelitian berupa an- gket yang terdiri dari beberapa pernyataan, di mana jawaban-jawaban atas pernyataan tersebut disediakan dalam bentuk skala likert yang berinterval 1 sampai dengan 5. Nilai skor 1 artinya sangat tidak baik (buruk), dan pada skor nilai 5 artinya sangat baik.

221 Tabel 5.12

Hasil perhitungan pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Cronbach alpha seluruh kon- struk yang diteliti lebih besar dari 0,70 artinya reliabel. Oleh karena itu maka seluruh indikator dan konstruk penelitian dapat dipergunakan dalam analisis selanjutnya.

2. Uji Asumsi Klasik 1) Uji normalitas

Sumber : Lampiran 8 (data diolah)

Gambar 1 Hasil Uji Normalitas Model I

222 Gambar 2 Hasil Uji Normalitas Model II

2) Uji multikolinearitas Tabel 2 Hasil Uji Multikoloniaritas Model I

Sumber: Lampiran 8

Tabel 3 Hasil Uji Multikoloniaritas Model II

Sumber: Lampiran 9

223 3) Uji heteroskedastisitas Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 5 Hasil Uji Heteroskedastisitas Model I

4. Pembuktian hipotesis Uji t Tabel 4 Rekapitulasi Output Pengaruh Langsung Model Pertama

Sumber: Output SPSS, Lampiran 8

224 Rekapitulasi Output Pengaruh Langsung Model Kedua

5. Analisis Jalur (Path Analysis)

Gambar 7 Analisis Path hubungan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen

Oleh karena hubungan kualitas pelayanan kinerja pemasaran tidak signifikan dan kinerja pemasaran kepuasan konsumen tidak signifikan, dalam hubungan kualitas pe- layanan langsung ke kepuasan konsumen adalah signifikan maka kinerja pemasaran bukan merupakan mediasi kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen.

Analisis Path hubungan promosi terhadap Kepuasan Konsumen

225 Oleh karena hubungan dari promosi kinerja pemasaran tidak signifikan dan kin- erja pemasaran kepuasan konsumen tidak signifikan, dalam hubungan promosi langsung ke kepuasan konsumen adalah signifikan maka kinerja pemasaran bukan merupakan mediasi promosi terhadap kepuasan konsumen.

D. PEMBAHASAN Dari hasil-hasil pengolahan data tersebut diatas, dapat lihat bahwa hasil-hasil penelitian antara lain: (1) pengaruh kualitas pelayanan terhadap kinerja pemasaran pada usaha seni ukir, (2) pengaruh promosi terhadap kinerja pemasaran pada usaha seni ukir (3) pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen padausaha seni ukir(4) pengaruh promosi terhadap kepuasan konsumen pada usaha seni ukirdan (5) pengaruh kinerja pemasaran terhadap kepua- san konsumen pada usaha seni ukir. Pemberian hadiah merupakan salah satu faktor pendukung dalam daya tarik pembelian dan peningkatan penjualan, selain hadiah indikator responsiveness merupakan salah satu indikator pendukung konsumen merasa aman dan percaya kepada pe- rusahaan dan mendorong konsumen melakukan pembelian. Selain kedua indikator tadi yang menjadi faktor terpenting adalah pelayanan dimana konsumen akan tertarik dan percaya terh- adap suatu merek yaitu dilihat dari bagaimana pelayanan yang di berikan oleh karyawan pada perusahaan tersebut.

PENUTUP 1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat dikemukakan beberapa simpu- lan antara lain : 1. Kualitas yang terdiri dari tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan empathy berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pemasaran. 2. Promosi terdiri dari iklan, discount, hadiah, dan kupon hadiah berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pemasaran. 3. Kualitas yang terdiri dari tangible, reliability, assurance, responsiveness, dan empathy

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen. 4. Promosi terdiri dari iklan, discount, hadiah, dan kupon hadiah berpengaruh positif dan

226 signifikan terhadap kepuasan konsumen. 5. Sedangkan kinerja pemasaran berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan konsumen pada Usaha Seni Ukir di Desa Katung. 6. Berdasarkan hasil penyebaran angket pada konsumenUsaha Seni Ukir di Desa Katung menyatakan bahwa tingkat kualitas layanan pada Usaha Seni Ukir di Desa Katung adalah relatif baik, dimana dari keseluruhan indikator pelayanan tersebut indikator responsiveness (daya tanggap) merupakan indikator yang paling menonjol. Respon konsumen untuk promsi padaUsaha Seni Ukir di Desa Katung adalah relatif baik, dimana dari keseluruhan indikator pelayanan tersebut indikator hadiah merupakan indikator yang paling menonjol, kemudian respon responden untuk kinerja pemasaran pada Usaha Seni Ukir di Desa Katung adalah relatif baik, dimana dari keseluruhan indikator pelayanan tersebut indikator service merupakan indikator yang paling menonjol, sedangkan untuk respon responden untuk kepuasan konsumen pada Usaha Seni Ukir di Desa Katung adalah relatif baik, dimana dari keseluruhan indikator pelayanan tersebut indikator service merupakan indikator yang paling menonjol

DAFTAR PUSTAKA Akbar, Mohammad Muzahid and Noorjahan Parvez.2009. Impact of Service Quality, Trust and Costumer Satisfaction on Costumer Loyalty, ABAC Journal Vol. 29, No. 1. pp.24-38 Abdullah dan Rozario. 2010. The Influence Of Service And Product Quality Towards Customer Satisfaction: A Case Study At The Staff Cafetaria In The Hotel Industry. Kuala lumpur, . Dinarty, 2009. Pramana, Partua (2010) Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Loyalitas Merek Pada Kartu Pra-Bayar, Medan. Jajaee dan Ahmad (2012), Evaluating The Relationship Between Service And Customer Satisfaction In The Australian Car Insurance Industry. Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran Jilid 1 (11th ed.) (Benyamin Molan, Penerjemah). Jakarta: PT. Indeks

Kotler, Philip. 2007. Customer Satisfaction Is The Outcome Felt By Buyers Who Have Experienced A Company Performance That Has Fulfilled Expectations.

227 Lewis dan Booming, 1983 dalam Majid Esmailpour et al (2012) Malhotra, N. K. 2005. Riset Pemasaran Jilid 1 (Edisi Bahasa Indonesia dari Marketing Research: An Applied Orientation 4e). PT Intan Sejati, Klaten. Naumann et al, 20001. Kinerja Perusahaan Terhadap Loyalitas Pelanggan. Oliver, R.L. 1980. A Cognitive Model of The Antecedents and Consequences of Satisfaction Decisions. Journal of Marketing Research, 17. Parasuraman et al, 1985, 1988;. Lewis dan Mitchell, 1990) dalam Das and Vinod et al (2013) Pramana, Partua (2010) Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan,Kepuasan Pelanggan,Dan Lokasi Terhadap Loyalitas Pelanggan,Semarang. Rahman et al. 2012. Service Quality (Kualitas Pelayanan) Memberikan Pengaruh Positif Sebagai Variabel Mediasi Terhadap Kepuasan Konsumen. PT Pos Indonesia, Semarang. Rozario et al, 2010, The Influence Of Service And Product Quality Towards Curtomer Satisfaction, Kuala Lumpur, Malaysia. Siregar, S.P. 2004. Analisis Kepuasan Para Anggota Terhadap Program Loyalitas Astraworld. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, tidak diterbitkan. Sugiono (2013),Statiska Untuk Penelitian. Sugiono. 2008,Metode Penelitian Bisinis, Alfabeta, Bandung. Tjiptono, Fandy, 2007,Manajemen Jasa. Edisi Keempat, Andi Offet, Yogyakarta. Sutisno, 2005, Pengaruh Kualitas Produk Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen, PT Pos Indonesia, Semarang. Swastha, Basu. 2005. Kebijakan Penjualan, Manajemen Pemasaran.

228 BENTUK TRANSFORMASI SENI LUKIS WAYANG KAMASAN PADA ERA GLOBAL

Oleh : I Wayan Mudana Prodi Seni Rupa Murni FSRD di Institut Seni Indonesia Denpasar.

Abstrak Seni lukis wayang Kamasan (SLWK) merupakan seni tradisional yang tumbuh dan berkembang di Desa Kamasan, Klungkung, Bali memiliki identitas sangat khas dan unik. Pada era global seni lukis wayang Kamasan sudah mengalami transformasi yang berimplikasi pe- rubahan. Bentuk-bentuk perubahan transformasi seni lukis wayang Kamasan dikomodifikasi menjadi produk kemasan massa untuk didistribusikan ke pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Fenomena perubahan SLWK menarik untuk dikaji secara kritis dengan menggunakan pendekatan culture studies dan terfokus pada tiga permasalahan pokok. Pertama, mengapa ter- jadi transformasi pada seni lukis wayang Kamasan pada era global? Kedua, bagaimanakah ben- tuk transformasi seni lukis wayang Kamasan era global? dan Ketiga, bagaimanakah implikasi transformasi seni lukis wayang Kamasan padaera global di Klungkung Bali? Untuk mengkaji permasalahan tersebut digunakan teori praktik dengan rumus generatif (habitus x modal) + ranah = praktik, teori komodifikasi, dan teori estetika postmodern yang bersifat ekkliktik. Se- dangkan metode yang digunakan adalah metode kritis yang bersifat emansipatoris dengan data wawancara secara mendalam, observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SLWK sudah mengalami perubahan menjadi produk-produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pertama. Faktor-faktor pen- dorong terjadinya transformasi, yaitu (1) motivasi ekonomi, (2) identitas diri, (3) kreativitas melukis (4) globalisasi, dan (5) pariwisata. Kedua, bentuk transformasi SLWK berupa (1) peru- bahan produksi, (2) perubahan distribusi, (3) perubahan konsumsi. Ketiga, implikasi transfor- masi SLWK bersifat positif dan negatif. Sifat positif SLWK dapat meningkatkan kesejahtraan, meluasnya distribusi dan konsumsi sosial, munculnya pelukis perempuan, dan berkembangnya industri kreatif. Sifat negatifnya, SLWK yang bersifat simbolik diprofanisasi menjadi produk massa sehingga terjadi desakralisasi yang berimplikasi melunturnya nilai-nilai tradisi lokal dan berkembangnya industri kreatif. Meskipun demikian masih ada seniman yang bertahan dengan idealisme lama tetapi jumlahnya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Kata kunci: Transformasi, Seni lukis wayang Kamasan, dan globalisasi.

229 A. LATAR BELAKANG Napas berkesenian orang Bali sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat dimana aktif- itasnya senantiasa dilekatkan dengan kegiatan Agama Hindu, adat istiadat dan kebudayaan. Seniman sangat menghormati tradisi yang diwariskan leluhurnya, tetapi juga ingin mengikuti perkembangan zaman sehingga terjadi transformasi. Jacques Maquet (1979: 82) mengatakan, “art by destination and art by metamorphosis” artinya, karya seni yang tumbuh di daerah tujuan pariwisata akan men- galami perubahan. Menurut Maquet, sudah terjadi miss perception and miss information terhadap proses perubahan berkarya seni. Perubahan yang terjadi hanyalah perubahan persepsi padahal ses- ungguhnya seni yang berada ditempat tujuan wisata tidak berubah. Setiap persepsi dimaknai dengan kepentingan, setiap orang bebas berpersepsi dan memberikan makna sesuai dengan kepentingan individu masing-masing. kesalahan persepsi bukan terletak pada wujud benda, tetapi persepsi orang yang melihatlah yang salah (Feterstone (2001: vii). Perubahan persepsi SLWK dengan pariwisata diasumsikan bermetamorphosis mem- bentuk produk baru berupa produk komodifikasi sebagai cerminan industri budaya global. Metamorphosis dipersepsikan ketika SLWK ditempatkan pada tempat suci dimaknai sebagai bentuk persembahan (form follows meaning), juga berfungsi sebagai penghias dan sekaligus sebagai sistem kontruksi yang ditempatkan pada bangunan (form follow function). Tetapi ke- tika ditempatkan di toko, galeri, sudah dipersepsikan sebagai barang-barang komoditas (penci- traan), berupa barang dagangan yang diperjual belikan untuk memenuhi selera wisatawan. SLWK dipersepsikan sudah kehilangan aura digantikan dengan kemasan seni produk kema- san massa. Esensi makna SLWK sebagai bayangan dipersepsikan berubah dari simbol-simbol yang mencerminkan kehidupan manusia berubah menjadi makna komersial berupa nilai-nilai ekonomi berupa uang. Pada era global nilai-nilai simbolik didistribusikan ke pasar untuk me- menuhi kebutuhan pariwisata. Transformasi yang ditawarkan Featherstone (2001: 122), bersifat linier hierarkis berkaitan dengan produksi dan berbagai rezim signifikansi yang implikasinya terjadi perubahan ke arah post- modern. Ciri-ciri transformasi menurut Tabrani (2006: 260), merupakan manifestasi pribadi kor- poratif, yaitu gabungan pemikiran kritis, fleksibel, dan bebas. Karya-karya transformasi tidak terikat

oleh norma tetapi dapat membentuk norma baru dalam ruang dan waktu yang berbeda. Sebagai contoh Max Weber menyimpulkan bahwa transformasi masyarakat Eropa menjadi masyarakat ka-

230 pitalis karena di dalam tubuh budaya masyarakat Eropa, sudah terkandung “bumbu-bumbu”, in- gredients, yang melahirkan semangat kapitalis. Transformasi menurut Kayam (1989: 1) merupa- kan proses pengalihan total dari suatu bentuk ke sosok bentuk baru yang mapan melalui tahapan dan memerlukan waktu lama. Sachari (2002: 68) menyatakan bahwa tahapan-tahapan transformasi dapat diuraikan dari era pramodern, modern, dan postmodern. Picard (2006: 31) menyatakan; Pari- wisata sebagai pintu masuk globalisasi yang mengikutsertakan berbagai bentuk etnisitas, kultur, adat budaya, lokal-asing kepusaran yang lebih lebar dan luas, berinteraksi dengan yang lainnya, sehingga berakibat pada suatu perubahan. Globalisasi merupakan fenomena postmodern, Fairclough (1995) mengasumsikan se- bagai kapitalisme dengan kekuasaan kapitalnya mampu mengubah obyek, kualitas, dan tanda menjadi komoditas dalam memenuhi kebutuhan konsumen (dalam Piliang, 1998: 246). Fair- clough juga menyatakan, komodifikasi dipahami sebagai proses dominan sosial dan institusi yang melakukan produksi komoditas untuk meraih keuntungan kapital/ekonomi sebesar-be- sarnya dengan menciptakan suatu konsep produksi, distribusi dan konsumsi yang bersifat korporatif dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Benjamin (2010: 103-112) menyatakan, komodifikasi berkaitan dengan kebaruan aspek vital dari sistem ekonomi kapital- is (Strinati, 2003: 63). SLWK yang bermutu tinggi dikapitalisasi menjadi produk massa untuk didistribusikan ke pasar. Nilai-nilai tradisi dan norma produk massa dikaburkan dengan nilai- nilai uang untuk mendapat keuntungan atas produk-produk yang dikonsumsi oleh konsumen. Idealisme pelukis sudah terjebak oleh permainan kapital dibelokkan semata-mata untuk penci- traan produksi massa sehingga mendapatkan keuntungan uang yang lebih besar. Dimensi pe- mikiran pelukis massa cendrung mendewakan uang dan target penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dapat menapkahi keluarga. Pergerakan manusia global sangat cepat tidak terikat oleh ruang dan waktu untuk men- ciptakan produk-produk yang bebas makna melalui komodifikasi. Proses komodifikasi tidak hanya berhubungan dengan produksi semata tetapi juga berhubungan dengan distribusi dan konsumsi (Piliang, 1998: 246). Komodifikasi dilakukan dalam menciptakan produk-produk pasar membongkar pakem tradisi dengan memberikan sentuhan-sentuhan kebaruan dan ke- miripan sebagai bentuk pencitraan. Elemen-elemen tambahan produk komodifikasi berupa sisipan dan standar-standar yang diadopsi dari keinginan-keinginan konsumen. Implikasi ko-

231 modifikasi global berupa produk-produk baru yang diinovasi dari karya-karya tradisi bermutu tinggi, diproduksi dan reproduksi secara massa menggunakan teknik-teknik produksi. Kekuasaan kapital tidak saja merambah dunia benda (material culture) dalam budaya lokal tetapi merambah pula dunia tindakan budaya (action culture) serta dunia budaya non benda (non material culture) seperti sikap, mentalitas, aspirasi, dan persepsi (piliang, 2004: 64). Sistem kapitalis global memperlihatkan sejumlah kecendrungan imperialisme, sibuk melaku- kan ekspansi untuk melakukan dominasi dan tidak pernah berhenti melakukan pembaharuan. Sepanjang masih ada pasar, sepanjang masih ada sumber daya, sepanjang masih ada kesem- patan dan peluang yang menguntungkan pembaruan akan terjadi terus menerus. Kajian bu- daya (cultural studies) melakukan pembongkaran serta pembelaan terhadap praktik-praktik kapitalisme, imprealisme terhadap sangging, seniman dan pekerja seni yang telah terpingirkan dan mendapatkan kembali hak-haknya. Negara harus melakukan tindakan untuk melindungi pekerja seni atas praktik-praktik penjajahan baru dari kaum kapitalis. Bila produksi dilakukan secara berlebihan dan tidak disertai kesadaran terhadap pelestarian, pengembangan, dan pem- berdayaan akan terjadi penurunan kualitas, provanisasi, dan desakralisasi.

B. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan mengkaji “bentuk transformasi seni lukis wayang Kamasan pada era global” adalah metode kritis yang bersifat emansipatoris. Penelitian kritis merupakan interaksi simbolik yang bersifat interdisipliner. Penelitian tindakan emansipatoris menurut Sugiyono (2010), penuh perjuangan ideologis karena harus terlibat langsung sebagai subjek berbaur dengan mas- yarakat yang dijadikan objek penelitian. Pendekatan yang digunakan bersifat kualitatif dengan per- spektif kajian budaya (cultural studies). Sedangkan alat analisis yang digunakan untuk berupa teori kritis dengan paradigma Kajian Budaya secara eklektik seperti teori praktik sosial Bourdieu, teori komodifikasi Fairclough, dan teori estetika postmodern Baudrillard. Teori praktik sosial Bourdieu, menjelaskan keterlibatan subjek dalam proses kon- struksi budaya. Praktik sosial bertalian erat dengan habitus, modal, dan ranah (Jenkins, 2004: 95--124). Teori praktik merupakan produk relasi antara habitus sebagai skema pemahaman,

persepsi; modal sebagai kekuatan pengusaha untuk melakukan kegiatan sebagai ranah medan sosial. Bourdieu mengatakan bahwa interaksi antara manusia dan kebudayaan terjadi secara

232 terus-menerus dalam usaha pembentukan simbol-simbol budaya untuk kepentingan kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Secara ringkas Bourdieu menyatakan rumus generatif yang men- erangkan praktik sosial dengan persamaan (Habitus x Modal) + Ranah = Praktik. Teori Komodifikasi Fairclough, menganalisis proses komodifikasi yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi (Fairclough, 1995 dalam Barker, 2004: 14). Proses komodifikasi mengaburkan asal usul komoditas dengan menonjolkan kemiripan dan kesepad- anan. Identitas yang dikaburkan asal usulnya bertujuan untuk memperoleh nilai jual yang lebih tinggi. Marx dengan fitisismenya mengatakan bahwa komoditas yang dijual di pasar berasal dari hubungan eksploratif. Fitisisme komoditas oleh Adorno disebut sebagai komoditas yang mendewa-dewakan uang (Strinati, 2003, 76). Uang yang diperoleh dari hasil komodifikasi dipu- ja dan dirayakan sebagai bentuk keberhasilan industri budaya populer. Piliang, (1998 : 246) komodifikasi adalah proses yang diasumsikan kapitalisme yang memiliki kemampuan mengu- bah objek, kualitas, dan tanda menjadi komoditas untuk didistribusikan ke pasar. Komodifikasi dapat melahirkan budaya massa, masyarakat konsumen, atau masyarakat komoditas. Konsep budaya massa mengasumsikan massa memiliki tanggung jawab murni yang sama atas budaya yang dikonsumsi sehingga hal itu ditentukan oleh kecenderungan massa itu sendiri. Konsumsi massa menyebabkan timbulnya budaya konsumen. Dalam budaya konsumen terdapat tiga ben- tuk kekuasaan yang beroperasi di belakang produksi dan komsumsi, yaitu kekuasaan kapital, kekuasaan produser, dan kekuasaan media/massa. Teori estetika postmodern Baudrillard menganalisis tentang produk-produk pencitraan, simulasi dan hiperrialitas. Citra diciptakan permainan simulasi menghasilkan produk-produk rep- resentasi individualisme semu, seperti citra meniru, mengopi, menduplikasi dengan memanfaatkan teknologi dan pengetahuan atau mereproduksi model tanpa rujukan realitas (Piliang, 2008: 290). Citra bukan merupakan representasi realitas, melainkan citra yang dikonstruksi melalui mekanisme terjadinya transformasi dan inovasi sehingga menghasilkan produk baru yang semu. Estetika post- modern tidak seperti estetika klasik dan modern yang banyak mempersoalkan standar-standar (normatif) tetapi bersifat oposisi penuh dengan perhitungan. Piliang (1998: 151) secara ektrem mengatakan bahwa lebih cocok menggunakan istilah ‘antiestetika’ dari pada estetika untuk men- jelaskan fenomena estetika postmodern. Hal ini disebabkan oleh estetika postmodern merupakan bentuk-bentuk subversif dari kaidah-kaidah baku estetika klasik dan modern.

233 Jameson (1966) dalam Piliang (2003: 125) dan Sackari (2006: 65) idiom estetika post- modern terdiri atas beberapa tipe. Pertama, estetika pastiche, bersinonim dengan pinjaman, kenangan dari masa lalu, bertujuan menekankan persamaan, membuat brecolage, sangat mi- skin akan kedalaman, makna/kosong, imitasi, simpati, tanpa semangat zaman. Kedua, estetika parodi bersinonim dengan pelesetan, kritik sosial, sense of humor, pengulangan, oposisi, efek makna berbeda, merujuk karya masa lalu, lucu, penyimpangan, imitasi. Ketiga, estetika kitsch, istilah kitsch berakar dari bahasa Jerman verkitschen (membuat murah) dan kitschen yang se- cara literal berarti ‘memunggut sampah dari jalan’. Oleh sebab itu, istilah kitsch sering ditaf- sirkan sebagai sampah artistik atau selera rendah (bad taste). Di dalam “The Concise Oxford Dictionary of Literary Term”, kitsch didefinisikan sebagai segala jenis seni palsu (pseudo-art) yang murahan tanpa selera. Gillo Dorfles menolak menyebut kitsch sebagai selera rendahan. Kitsch, sebagaimana yang dijelaskan Dorfles, mempunyai sistemnya sendiri yang berada di luar sistem seni meskipun pada kenyataannya kedua site ini tidak dapat dipisahkan. Di pihak lain Jean Baudrillard mendefinisika kitsch sebagai pseudo-objek (Piliang, 2003: 194). Keempat, este- tika camp, adalah sebuah teriakan lantang menentang kebosanan dan sekaligus merupakan satu reaksi terhadap keangkuhan kebudayaan tinggi yang telah memisahkan seni dari makna-makna sosial dan fungsi komunikasi sosial. Ia memberikan jalan keluar bersifat ilusi, dari kedangka- lan, kekosongan, dan kemiskinan makna dalam kehidupan modern. Di samping itu, ia mengisi kekosongan ini dengan pengalaman melakukan peran dan sensasi lewat ketidaknormalan dan ketidakorisinalan. Camp berupaya merenggut seni dari menara gading kebudayaan tinggi dan membawa ke hadapan massa dengan melibatkan unsur duplikasi serta mengundang penafsiran ganda. Kelima, estetika skizofrenia, yaitu sebuah istilah psikoanalitis yang pada awalnya digu- nakan untuk menjelaskan fenomena psikis dalam diri manusia. Akan tetapi kini terutama dalam diskursus intelektual di barat, istilah ini digunakan secara metaforik untuk menjelaskan fenom- ena yang lebih luas. Lacan mendefinisikan skizoprenia sebagai putusnya rantai pertandaan, yai- tu rangkaian sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu ungkapan atau makna. Skizoprenik melintas dari satu kode ke kode-kode lainnya, ia dengan sengaja mengaduk-aduk semua kode, yang dengan secara kilat berpindah dari satu kode kekode yang lainnya, bergan-

tung pada pernyataan yang diajukan padanya, yang tidak pernah memberikan penjelasan yang sama dari satu hal ke hal berikutnya (Deleuze & Guattari,1982: 15).

234 C. HASIL PENELITIAN Berdasarkan analisa dan pembahasan mengenai bentuk transformasi seni lukis wayang Kamasan pada era global dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan rumusan masalah pe- nelitian. Pertama, Transformasi yang terjadi pada SLWK pada era global disebabkan oleh adanya keinginan masyarakat Bali untuk meningkatkan kesejahteraan sehingga terjadi komersialisasi SLWK menjadi produk penunjang pariwisata. Masyarakat Bali sangat terbuka terhadap pen- garuh dari luar sepanjang bertujuan untuk kebaikan dan kesejahteraan. Budaya modern yang berkembang di Bali identik dengan budaya Barat yang dibawa oleh kolonialisme Belanda tahun 1906-1908, ditandai dengan terjadinya puputan Badung dan puputan Klungkung. Ciri-ciri bu- daya modern Barat bersifat dualistik membuat jarak antara sakral dengan provan, dan anti ter- hadap tradisi (puncak, sudah mandeg) ketika berkembang di Bali terintegrasi dengan baik dan saling melengkapi dan menguntungkan. Modernisme yang berkembang Barat beroposisi (opo- sisi biner) antara pengusung tradisi dengan yang menjunjung budaya kemapanan. Modernisme di Barat cendrung meninggalkan tradisi lama yang bersifat irasional menuju tradisi baru yang rasional. Modernisasi yang berkembang di Bali menolak adanya oposisi biner dan melompat ke postmodern yang diasumsikan sebagai era global. Postmodern sangat menghargai tradisi yang dapat memberi inspirasi baru dalam berinovasi dan berkreativitas. Untuk menciptakan produk kreatif postmodern tidak mau terikat oleh pakem atau hal-hal yang bersifat mengikat dan baku, karena dianggap membatasi ruang gerak pelukis berkreativitas. Warisan tradisi budaya tinggi yang adiluhung sangat dihormati dan dilindungi dengan baik, bahkan dapat berkembang berii- ringan dengan komersialisasi. Mitos-mitos yang irasional terkait dengan tradisi lama dikomod- ifikasi menjadi karya seni sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komersialisasi yang dikembangkan Barat mendorong pelukis bekerja keras untuk menunjukkan identitas diri. Uang yang diperoleh dari komersialisasi dijadikan sandaran un- tuk menopang hidup masyarakat dan pendukungnya. Dari hasil melukis masyarakat memper- oleh uang sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, dapat membuat rumah, mensekolah- kan anak dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pelukis didorong untuk menghasilkan karya-karya maksimal sehingga layak dikomersialkan. Untuk menjaga keberlanjutan komer- sialisasi, artifak-artifak SLWK di Kertha Gosa direnovasi sebagai salah satu objek wisata yang

235 direkomendasikan wajib dikunjungi oleh wisatawan ketika berwisata ke Bali. Perempuan-per- empuan yang pada awalnya tidak diperkenankan mengambil pekerjaan melukis dalam perad- aban baru dilibatkan dalam setiap kegiatan melukis untuk keperluan ngayah maupun keperluan komersial. Modernisasi yang terjadi di Bali berbeda dengan di Barat yang bersipat oposisi, metodel- ogis, eksak, kaku, tidak memberikan ruang pada pemikiran metafisika. Modernisme selalu mendikotomikan dua kubu yang bertentangan sehingga tidak memberikan selusi atau jalan keluar pemecahan permasalahan. Sedangkan modernisasi yang terjadi di Bali sifatnya saling melengkapi, saling mengisi, dan sangat terbuka. Oleh sebab itu modernisasi yang terjadi di Bali lebih tepat disebut postmodern. Kedua, faktor-faktor pendorong transformasi SLWK pada era global adalah, (1) motivasi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan. Lukisan wayang Kamasan memiliki identitas san- gat khas dan unik di inovasi menjadi produk penunjang pariwisata untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Inovasi merupakan bentuk komersialisasi yang merepresentasikan pergulatan antara idealisme pakem dengan idealisme pasar. Motivasi ekonomi yang dimiliki merupakan wujud kesadaran kritis yang yang harus diperjuangkan secara terus menerus melalui melalui karya- karya yang inovatif, (2) Identitas SLWK yang berkembang di Desa Kamasan kini berkembang tiga identitas yang menonjol sehingga terjadi pergulatan-pergulatan untuk mendapatkan iden- titas baru melalui permainan simulasi dan pencitraan. Identitas produk pencitraan dan simulasi bertujuan meningkatkan nilai jual di pasar dan mendapatkan order-order yang lebih banyak. Secara umum identitas wayang Kamasan masih mengacu pada identitas kelompok. Sampai saat ini terdapat tiga gaya lukisan yang menonjol, yaitu gaya lukisan Mangku Mura, gaya lukisan Ny- oman Mandra, dan gaya lukisan pasar. Dari kelompok Mangku Mura komunitasnya berada di banjar Siku didukung oleh keluarganya sendiri. Kelompok ini masih berpegang teguh pada pa- kem dan kualitas. Tampaknya kelompok ini dari tahun ke tahun jumlahnya semakin berkurang. Pengikut gaya lukisan Nyoman Mandra berasal dari hampir disemua wilayah Kamasan yang menghasilkan karya yang sangat bervariatif. Bekas anak didiknya yang pernah diasuh di sang- garnya sebagian besar dapat melukis dengan aik dan benar. Namun didorong oleh kebutuhan

ekonomi dan tuntutan hidup sehingga hanya sebagian kecil anak didiknya menekuni lukisan dengan ketentuan pakem, dan sebagiannya lagi menekuni lukisan pasar. Pengikut gaya lukisan

236 pasar hampir semuanya berasal dari pengusung gaya lukisan Mandra yang terpinggirkan. Se- sungguhnya pelukis pasar juga mampu melukis dengan benar dan baik. Produk-produk yang dihasilkan pelukis pasar adalah produk pencitraan berupa barang soevenir. Lukisan Modara, Lui, Dogol, Kayun, Ngales, Lenged, Mangku Mura, Mandra dijadikan sebagai obyek pencitraan sehingga menghasilkan karya seperti Mandra-Mandraan, Mangku Mura - Mangku Mura-an. (3) Semakin banyaknya permintaan konsumen terhadap produk-produk souvenir mendorong pelukis melakukan inovasi dan kreativitas untuk menciptakan produk-produk baru dalam me- menuhi kebutuhan pariwisata. Produk baru yang didistribusikan ke pasar adalah produk yang dihasilkan permainan simulasi dan pencitraan. Produk simulasi dihasilkan keinginan pelukis melakukan inovasi dan kreativitas untuk menciptakan produk-produk baru. Citra produk baru permainan simulasi berhubungan dengan kemiripan dan kesepadanan untuk memperoleh nilai jual lebih tinggi. Dengan memberikan sentuhan-sentuhan pastiche, kitsch, camp, parodi, dan skizoprenia bertujuan menekankan persamaan, membuat brecolage, sangat miskin akan keda- laman, makna/kosong, imitasi, simpati, tanpa semangat zaman. Sedangkan imbuhan, sisipan, tambahan bertujuan untuk memberikan kesan adanya kebaruan dan industri kreatif. Produk industri kreatif yang didistribusikan ke pasar merupakan produk yang diproduksi dari keingi- nan kapitalisme yang mampu mengubah seni sakral menjadi seni profan. (4) Kapitalisme global memiliki jaringan sangat luas dan modal besar dengan agen-agen yang tersebar keseluruh pe- losok serta bersekala dunia. Di lain pihak, pariwisata merupakan industri global yang mampu mendistribusikan dan mengkonsumsi produk souvenir dan barang kerajinan sebagai produk penunjang pariwisata. Ketiga, bentuk transformasi seni lukis wayang Kamasan yang didistribusikan ke pas- ar berupa produk komodifikasi dan produk kemasan massa. Perubahan bentuk transforma- si berhubungan dengan (1) perubahan produksi, (2) perubahan distribusi, (3) dan perubahan konsumsi. Perubahan produksi SLWK dilakukan secara kritis untuk memperoleh peluang-pe- luang pasar dengan mengangkat keinginan-keinginan konsumen menjadi produk massa yang merepresentasikan nilai-nilai tradisi lokal yang adiluhung. Estetika produk komodifikasi yang didistribusikan di pasar penuh dengan hitung-hitungan dan standarisasi. Penggunaan pelukis, bahan, peralatan, proses produksi, waktu pengerjaan dihitung dengan cermat sebagaimana lay- aknya orang membuat rencana anggaran biaya (RAB) dalam proses pengadaan. Tujuan dari

237 estetika hitung-hitungan agar setiap produksi memproleh standarisasi kualitas dan harga terh- adap produk yang didistribusikan di pasar. Standarisasi produk kemasan massa mengacu pada kemiripan dan kesepadanan idealisme semu untuk menciptakan produk komodifikasi kemasan baru. Karya-karya yang dikomodifikasi sangat fleksibel, kritis dan bebas sehingga tidak terikat oleh norma tetapi dapat membentuk norma baru ke arah produksi pasar. Komoditas pasar san- gat dinamis, selain dapat didistribusikan ke pasar lokal juga dapat didistribusikan ke pasar glob- al. Komoditas pasar ketika dibeli dan digunakan untuk kepentingan ritual disebut seni sakral. Ketika digunakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata disebut sebagai produk konsumsi berupa souvenir. Akan tetapi ketika SLWK digunakan untuk menghias souvenir, menghias ba- ngunan rumah tinggal disebut sebagai produk pencitraan. Produk pencitraan selain dapat me- menuhi kebutuhan konsumen juga dapat menunjukan kelas dan status sosial di tengah-tengah masyarakat. Semakin mirip produk yang dikomodifikasi menunjukan tingkat keberhasilan pro- duksi. Sedangkan kemiripan yang dapat dihasilkan pada proses produksi ketika didistribusikan kepasar akan memperoleh penghargaan yang sepadan sesuai dengan tingkat keberhasilannya. Kapitalisme dapat membangun dan menciptakan model-model hasrat standarisasi dan ideal- isme semu. Berlangsungnya standarisasi sangat tergantung pada keberhasilan dalam menana- mkan model-model produk massa yang dieksploitasi menjadi produk-produk baru. Pemilik uang mampu mengatur pelukis, mengarahkan, dan menjalankan perintah-perintahnya untuk memproduksi produk-produk pasar dengan cara meenggal-enggalan, mecepet-cepetan dengan target-target untuk memperoleh uang. Pelukis sangat bersyukur dan bersemangat mendapatkan order-order pasar dari kapitalisme. Setiap order bagi pelukis merupakan berkah karena ada kepastian untuk menutupi kebutuhan hidup. Order-order pasar yang berisi kepastian menjadi rebutan bagi pelukis sehingga cendrung dikerjakan meenggal-enggalan. Lukisan yang diker- jakan dengan meenggal-enggalan, mecepet-cepetan menghasilkan karya hafal-hafalan yang diproduksi dan reproduksi dengan cara menghafal semata-mata hanya untuk mengejar target dan order dari kapitalisme untuk mendapatkan upah yang lebih besar. Semakin besar standar yang ditargetkan konsumen harus berani membayar lebih besar. Sedangkan idealisme semu berhubungan dengan kemiripan dan kesepadanan. Bentuk-bentuk inovasi lukisan wayang ka-

masan yang didistribusikan kepasar adalah (1) dompet, (2) tas, (3) payung, (4) angklung, (5) lukisan, (6) telur, (7) kipas, dll

238 Gambar 1. Bentuk soevenir dompet, tas, payung dan angklung

Dokumen: I Wayan Mudana, 2014

Keempat, implikasi transformasi seni lukis wayang Kamasan pada era global bersifat positif dan negatif. Sifat positifnya, transformasi merupakan rangkuman dari pergulatan ideal- isme kultural pakem untuk menciptakan produk-produk baru dengan motivasi ekonomi, kese- jahteraan, dan untuk menunjukan identitas diri. Masyarakat Kamasan sebagian besar hidupnya sudah bertergantungan dengan kaum kapitalis. Order-order pasar sudah dijadikan sandaran bagi kelangsungan hidup keluarga. Semakin banyak order yang diberikan pemodal semakin banyak pula keuntungan yang diterima bagi pelukis. Dari pendapatan mengerjakan order-order pasar banyak masyarakat Kamasan yang terbantu dalam hal kebutuhan dapur, rumah tangga, biaya sekolah, bahkan sampai bisa membeli kendaraan sepeda motor dan mobil. Sedangkan dampak negatifnya, kalau inovasi lukisan wayang Kamasan diproduksi menjadi produk pas- ar tidak ditunjang dengan kesadaran kritis dikawatirkan terjadi desakralisasi. Pada era postin- dustri kecendrungan masyarakat bersifat idonesme, fitisisme, yaitu manusia cendrung mende- wa-dewakan uang. Kepemilikan uang sudah menjadi panglima yang dapat mengatur dan dapat memenuhi keinginan manusia. Kalau produksi pasar tidak dicermati secara mendalam berimp- likasi lunturnya nilai-nilai budaya lokal, terpasungnya kreativitas melukis, dan berkembangnya industri kreatif untuk menciptakan produk-produk baru. Kapitalisme dengan kekuasaan ka- pitalnya mampu mendominasi pelukis untuk memproduksi keinginan-keinginannya menjadi produk pasar sehingga terjadi desakralisasi. Produk-produk yang didistribusikan ke pasar mer- upakan produk pencitraan berupa order-order pasar untuk memperoleh nilai jual yang lebih tinggi.

239 D. TEMUAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka temuan penting yang bersifat kebaruan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut. Pertama, pelukis Bali sangat dinamis, terbuka, saling melengkapi, sangat terbuka terh- adap modernisasi sehingga mendorong munculnya komersialisasi. Untuk melakukan pelestar- ian, pengembangan, dan pemberdayaan terhadap seni yang adiluhung maka SLWK dikomer- sialkan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Uang yang diperoleh komersialisasi dapat meningkatkan kesejahteraan mendorong tumbuh kesadaran kritis pelukis untuk melestsrikan, pengembangan dan melakukan pemberdayaan. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan konsumen SLWK dikomodifikasi menjadi pro- duk massa sehingga terjadi desakralisasi. Bentuk produksi komodifikasi dikaburkan dengan hapal-hapalan dan target sehingga menghasilkan standarisasi dan idealisme semu. Produk yang dikaburkan fungsinya dapat didistribusikan ke pasar pasar lokal dan pasar global. Produk pasar lokal berupa sarana pelengkap ritual dan barang pajangan sedangkan produk pasar global beru- pa produk soevenir sebagai produk penunjang pariwisata. Produk pasar selain dikonsumsi oleh konsumen, juga dikonsumsi oleh produsennya sendiri. Ketiga, implikasi transformasi seni lukis wayang Kamasan pada era global berifat posi- tif dan negatif. Sifat positifnya, berkembangnya industri kreatif mendorong munculnya pelu- kis pasar dan pengusaha baru sehingga mengurangi pengangguran dan meningkatkan kese- jahtraan masyarakat. Meluasnya distribusi dan konsumsi sosial produk soevenir mendorong munculnya pelukis-pelukis perempuan sehingga terjadi kesetaraan gender. Sifat negatifnya, ka- pitalisme dengan kekuasaan kapitalnya dan jaringannya sudah mampu memprofanisasi lukisan wayang Kamasan menjadi produk massa untuk memenuhi order-order pasar. Kalau dilakukan secara berlebihan dan tidak didukung ada kesadaran kritis terhadap nilai-nilai simbolik yang terkandung didalamnya akan terjadi desakralisasi. Order-order pasar dapat memasung kreativi- tas melukis dan melunturnya nilai-nilai tradisi lokal menjadi nilai-nilai uang. Nilai-nilai tradisi yang bersifat simbolik dikaburkan untuk memenuhi order-order pasar dan keuntungan uang. Desakralisasi yang terjadi pada SLWK tidak terjadi secara radikal, masih ada pelukis yang mem-

pertahankan idealisme pakem meskipun jumlahnya cendrung berkurang dari tahun ke- tahun.

240 DAFTAR PUSTAKA Barker, Chris. 2004. Cultural Studies: Teori & Praktik, (Terjemahan Nurhadi). Yogyakarta: Kreasi Wacana. Baudrillard, Jean. 2009. Masyarakat Konsumsi (La Societe de Consommation). (Terjemahan). Yogyakarta: Kreasi Wacana. Bourdieu, 2010. Arena Produksi Kultural (The Field of Cultural Production): Sebuah Kajian Sosiologi Budaya (Essays on Art and Literature). (Terjemahan). Yogyakarta: Kreasi Wacana. Featherstone, Mike. 2008. Posmodernisme dan Budaya Konsumen (Consumer Culture and Pos- modern). (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Foucault, Michel. 2007. Order of Thing Arkeologi ilmu-Ilmu Kemanusiaan (The Order of Things An Archaeology of Human Sciences). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Giddens. Anthony. 1985. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern Suatu Analisis Terhadap Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber. Jakarta: UI Press. Gouda, Frances. 1995. Dutch Culture Overseas (Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942). Amsterdam: University Press. Kanta, I Made. 1977/1978. Proses Melukis Tradisional Wayang Kamasan. Denpasar: Proyek Sa- sana Budaya Bali. Kayam, Umar. 1989. Transformasi Budaya dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra UGM. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM. Kean, Mc P.F. 1973. Cultural Involution Tourist, Balinese and The Prosess of Modernizasion an Antropological Perspective. USA: Brown University. Mudana, I Wayan. 2015. Transformasi Seni Lukis Wayang Kamasan Pada Era Postmodern (Dis- ertasi), Kajian Budaya, Universitas Udayana. Maquet, Jaques. 1979. Introoduction to Aesthetic Anthropology (Second Edition). Malibu: Udena Publications. Piliang, Y.A. 1998. Sebuah Dunia yang Dilipat, Realitas Kebudayaan Menjelang Malenium Ke- tiga dan Matinya Posmodernisme. Yogyakarta: Jalasutra. Picard Michel. 2006. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KPG Kepustakaan

Populer Gramedia. Polanyi, Karl. 2003. Tranformasi Besar: Asal-Usul Politik dan Ekonomi Zaman Sekarang (The

241 Greet Transformation: The Political and Social Origins of Our Time). (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ricad, Jenkins. 2010. Membaca Pikiran Pierre Bourdieu (Pierre Bourdieu). Yogyakarta: Kreasi Wacana. Sachari, Agus. 2002. Estetika. Makna, Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit ITB. Strinati, Dominic. Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Bentang Budaya. Tabrani, Primadi. 2006. Kreativitas & Humanitas: Sebuah Studi Tentang Peranan Kreativitas dalam Prikehidupan Manusia. Bandung & Yogyakarta: Jalasutra. Zulaikha, Elly. 2009. “Industri Kreatif Berbasis Tradisi dalam Era Globalisasi”, dalam Seminar Internasional Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Tradisi dalam Menghadapi Globalisasi, Institut Seni Indoneia. : Surakarta Press.

242 STRATEGI PEMASARAN PRODUK SENI PATUNG SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KINERJA SENIMAN DI SILAKARANG GIANYAR

Oleh: Pande Ketut Ribek Prodi Manajemen di Universitas Mahasaraswati Denpasar) Email: [email protected]

Abstrak Strategi pemasaran produk seni patung di Silakarang Gianyar dalam era globalisasi ti- dak dapat dihindarkan dari pergulatan seniman dengan para pebisnis, Kinerja seniman, komu- nitas, dan keterampilan yang dimiliki merupakan modal yang sangat unggul dalam mengem- bangkan produk seni sehingga dapat mendorong pelaku bisnis melakukan kerjasama untuk menciptakan produk-produk baru yang kreatif dan inovatif sehingga dapat didistribusikan di pasar. Relasi yang dimiliki pebisnis juga merupakan modal dan sangat penting karena memiliki kemampuan mendistribusikan produk yang dihasilkan seniman dengan para konsumen. Untuk menganalisis strategi pemasaran produk seni patung serta implikasinya terhadap kiner- ja seniman digunakan analisis SWOT (Stranght,Weakness,Opportunity,Treat) dengan metoda kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa yang menjadi kekuatan kinerja seniman adalah produk seni dan seni produk, sedangkan kelemahannya dalam terletak pada pemasaran. Di pi- hak lain, peluang produk-produk seni sangat disukai oleh wisatawan, sedangkan tantangannnya kinerja seniman cendrung susah di atur sehingga target sering tidak tercapai. Untuk mening- katkan kinerja seniman dalam strategi pemasaran produk seni dilakukan; (1) pengembangan produk, (2) penetrasi pasar, dan (3) pengembangan pasar. Kata Kunci: Strategi Pemasaran dan kinerja seniman.

A.PENDAHULUAN Pemasaran produk seni patung di era global diperlukan strategi yang tepat untuk me- menangkan persaingan di pasar. Strategi pemasaran yang tepat berupa pengembangan produk, penetrasi pasar, dan pengembangan pasar. Strategi menurut Kotler and Armstrong (2006: 58) adalah logika pemasaran dimana perusahaan berharap untuk menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang menguntungkan.Perencanaan strategi merupakan kegiatan pe-

243 rusahaan untuk mencari kesesuaian antara ketentuan internal (kekuatan dan kelemahan) dan ketentuan eksternal (peluang dan ancaman). Sedangkan Porter dalam (Warren J. Keegan, 2007: 2) mengatakan, strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Lebih lanjut Rangkuti (2006: 3) menyebutkan, strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan pemasaran. Strategi pengembangan produk terhadap kinerja seniman memiliki kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan ketika didistribusikan ke pasar. Kekuatan seniman mampu melahirkan produk-produk kreatif berupa gagasan dan ide dalam menciptakan produk baru. Tujuan dari penciptaan produk kreatif semata-mata untuk mendapatkan hasil maksimal yang memiliki nilai ekonomi dan dapat memenangkan persaingan global. Sedangkan penetrasi pasar dilakukan melalui inovasi pasar dengan mengembangkan pasar yang lebih besar dan lebih luas yang lebih menjangkau terwujudnya keinginan konsumen. Strategi pemasaran yang digu- nakan dalam memperluas penetrasi pasar melalui pengiklanan selektif secara personal selling yaitu menampilkan secara langsung kinerja seniman bagaimana produk-produk seni patung yang didistribusikan ke pasar dibuat secara langsung melalui suatu proses dan dikerjakan secara bertahap. Sedangkan pengembangan pasar (market development) dilakukan dengan memperke- nalkan produk inovasi baru ke pasar global dalam sekala lokal, nasional, dan global. Tidak di- pungkiri sampai saat ini pasar lokal masih potensial, tetapi dengan begitu kuatnya arus pasar global yang cendrung terus berubah sehingga dibutuhkan inovasi-inovasi baru dalam pengem- bangan pasar. Kebutuhan konsumen dan kepuasan pelanggan harus tetap mendapat perhatian serius bila tidak ingin ditinggalkan pasar. Mudana (2015: 2017) dalam disertasinya mengatakan, pasar global merupakan sektor andalan yang mempunyai pengaruh sangat luas terhadap berb- agai aspek dalam kehidupan bermasyarakat. Persaingan yang ketat memotivasi kinerja seniman untuk menciptakan produk-produk baru yang kreatif untuk didistribusikan ke pasar. Inova- si baru yang dikembangkan seniman bertujuan untuk mendidtribusikan keinginan-keinginan konsumen sebagai bentuk pencitraan. Produk pencitraan oleh Baudrillard (2004) disebut simu- lakra atau simulacrum dimana produk yang asli dengan yang diproduksi susah dibedakan. Ket-

erampilan seniman menghasilkan produk seni merupakan kekuatan sekaligus peluang dalam memenuhi kebutuhan pasar sehingga dapat meningkatkan kinerja seniman juga dapat men-

244 dorong motivasi seniman melakukan inovasi-inovasi baru untuk menciptakan produk-produk kreatif yang dapat didistribusikan ke pasar. Sedangkan kelemahan dan tantangan seniman da- lam mengerjakan order-order pasar cendrung susah diatur, tidak tepat waktu sehinggga men- gurangi kepercayaan konsumen dalam memenuhi kebutuhan pasar.

B. TINJAUAN TEOR1TIS 1. Pengertian Strategi Porter dalam (Warren J. Keegan, 2007: 2) mengatakan, strategi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai keunggulan bersaing. Perusahaan berusaha secara kreatif dan inovatif agar produk yang dihasilkan dapat mencapai tujuan. Chandler dalam Rangkuti (2006: 3) juga menyebutkan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan berupa jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Untuk mencapai keunggulan yang kompetitif strategi sangat di perlukan di berbagai hal dalam menjalankan sebuah usaha. Lebih lanjut Marrus (1995) strategi, didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemi- mpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang. Strategi juga merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkatkan ) dan terus menerus. Strategi selalu dimu- lai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi sehingga terjadi inovasi pasar dan perubahan pola konsumen. Tjiptono (2002:6) mengatakan, strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan usa- ha organisasi.Sedangkan Kotler (2008:25) mengatakan, strategi adalah proses manajerial untuk mengembangkan dan menjaga keserasian antara tujuan perusahaan, sumber daya perusahaan, dan peluang pasar yang terus berubah, dengan tujuan untuk membentuk danmenyesuaikan usaha perusahaan dan produk yang dihasilkan sehingga bisa mencapai keuntungan dan tingkat pertumbuhan yang menguntungkan. Strategi menurut Wheelen dan Hunger (2000: 20) adalah sebagai berikut: A strategy of a corporation forms a comprehensive mater plan stating how the corporation will achieve its mission and objectives. Berdasarkan beberapa pengertian atau definisi strategi di atas, dapat disimpulkan bahwa, strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memperhatikan faktor-fak- tor perubahan lingkungan baik eksternal maupun internal karena sangat menentukan kekuatan

245 dan kelemahan perusahaan untuk mencapai keunggulan kompetitif perusahaan. Strategi yang digunakan dalam pemasaran produk seni bertujuan untuk meningkatkan kinerja seniman

2. Pemasaran Kotler and Armstrong (2006: 58) mengatakan, pemasaran adalah logika untuk mencip- takan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang menguntungkan secara internal (kekua- tan dan kelemahan) dan ketentuan-ketentuan eksternal (peluang dan ancaman). Keterampilan yang dimiliki seniman dalam menciptakan produk-produk baru yang kreatif dan inovatif mer- upakan kekuatan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Sedangkan kelemahan dalam pemasaran produk pasar sering terjadi ketidak pastian karena perilaku seniman susah diatur. Kemampuan menciptakan produk-produk baru dalam pendidtribusian ke pasar dapat meningkatkan kinerja seniman karena dapat meningkatkan kualitas hidup secara ekonomi. Sedangkan ancamannya bila tidak dilakukan secara hati-hati, semata-mata berdasarkan pertimbangan ekonomi akan terjadi penurunan kualitas. Produksi yang didistribusikan ke pasar hanya berdasarkan pertim- bangan ekonomi berupa uang menurut Strinati (2004: 76) disebut fitisisme yang mendewa-de- wakan uang.Uang sudah dipuja dan didewa-dewakan sebagai penentu segala-galanya. Morrison (2002: 277) menjelaskan secara rinci tentang pemasaran terdiri dari product, price, place, dan promotion. 1. Produk (Product).Merupakan segala sesuatu yang dapat di tawarkan ke pasar untuk di per- hatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsumsi, serta yang mungkin mampu memuaskan kebu- tuhan atau keinginan (Rangkuti, 2009: 20). Produk adalah elemen kunci dalam penawaran pasar. Konsep produktidak terbatas pada obyek fisik tetapi segala sesuatu yang mampu memuasakan kebutuhan para konsumen.Kepuasan pelanggan bergantung pada daya guna produk dalam memberikan nilai relatif sebagaimana yang di harapkan para pembeli. Sema- kin tinggi kualitas produk yang di miliki oleh suatu perusahaan maka semakin luas pangsa pasar yang di sasar oleh perusahaan itu. Produk yang ditawarkan oleh sebuah gallery be- raneka ragam, antara lain yang memiliki core benefit yang mendasar yaitu produk berupa patung-patung atau barang seni lainnya serta jasa berupa pengiriman.

2. Harga (Price). Adalah sistem penyampaian jasa melalui saluran distrinbusi langsung maupun tidak langsung. Kotler dan Amstrong (2008: 63) mendefinisikan , harga adalah

246 suatu ukuran yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu produk. Konsumen harus diyakinkan bahwa barang, kualitas, dan fasilitas yang mereka dapatkan sesuai dengan harga yang dibayarkan (Morrison, 2002: 518). Masalah kebijakan harga adalah turut menentukan keberhasilan pemasaran produk.Penetapan harga barang yang bervariasi sesuai dengan kondisi pasar dan waktu. Banyak ahli dalam industri menyatakan bahwa semakin berkembang kesadaran konsumen terhadap nilai suatu produk sebanding dengan nilai uang yang mereka bayarkan. Sebanding pula den- gan dengan kualitas barang dan pelayanan yang diperoleh. 3. Tempat (Place) Menunjuk kepada cara yang mana produk dan pelayanan disampaikan kepada pembeli atau konsumen. Komponen ini biasanya disebut sebagai distribusi, dan di dalamnya termasuk keputusan yang berhubungan dengan lokasi dan fasilitas, dan penggunaan perantara-perantara.Dalam pemasaran produk place lebih fokus pada bagaimana perusahaan merencanakan untuk menempatkan produk, atau bekerja den- gan kelompok-kelompok yang ada pada saluran distribusi. Ini berarti bagaimana mere- ka menggunakan perantara-perantara dalam perdagangan (travel agent, tour wholesaler, perencana perjalanan insentif) untuk mencapai tujuan dari pemasaran.Morisson (2002 : 339) menyebutkan dua konsep distribusi yaitu distribusi langsung (direct distribution) dan distribusi tidak langsung (indirect distribution). Distribusi langsung terjadi ketika organisasi/perusahaan mengambil keseluruhan tanggung jawab untuk promosi, me- layani, dan menyediakan pelayanan kepada pelanggan/konsumen. Sedangkan distribusi tidak langsung terjadi ketika sebagian tanggung jawab dan promosi, pemesanan penye- diaan pelayanan diberikan kepada satu atau lebih dari organisasi travel atau agent. 4. Promosi (Promotion). Merupakan bagian komunikasi dalam pemasaran yang menye- diakan calon pembeli/konsumen dengan informasi dan pengetahuan dengan cara yang informatif dan persuasif. Morrison (2002 : 374) menyebutkan 5 (lima) bauran promo- si yang dikenal dengan promotional mix yaitu:Advertising, adalah “paid”, komunikasi nonpersonal melalui berbagai media oleh suatu perusahaan, organisasi-organisasi nir- laba dan individu-individu yang dalam beberapa cara diidentifikasi dalam pesan iklan

dan mereka yang berharap memberi informasi dan mempengaruhi calon pembeli. Jadi kata kunci dan definisi advertising adalah paid,nonpersonal, dan indentifted. Perusa-

247 haan dan travel harus membayar setiap kegiatan iklan baik dengan uang kas atau dengan sistem barter, pendekatan komunikasi adalah nonpersonal, bukan merupakan sponsor dan perwakilan mereka yang secara fisik hadir untuk memberikan pesan kepada calon pembeli.

3. Kinerja Seniman Kinerja seniman merupakan konstruksi yang digunakan untuk mengukur penerapan strategi pemasaran dalam meningkatkan produk seni patung di Silakarang Gianyar. Penguku- ran kinerja seniman dapat diukur dengan kreteria tunggal (single measurement), atau dengan kreteria jamak (multiplemeasurement) (Prasetya, 2002: 227). Konstruksi meningkatnya kin- erja seniman dalam pemasaran produk seni patung diukur menggunakan kriteria penguku- ran (multiplemeasurement). Jika menggunakan pengukuran dengan kriteria tunggal (single measurement) maka tidak akan mampu memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana kinerja suatu perusahaan itu sesungguhnya. Untuk mengukur kinerja seniman dapat dilihat dari hasil kinerja pemasaran (seperti volume penjualan dan tingkat pertumbuhan pen- jualan) yang baik dan juga kinerja keuangan yang baik. Kinerja yang baik hanya dapat dicapai jika perusahan dapat memenangkan persaingan.

C. ANALISIS. Alat yang digunakan untuk menganalisis penelitian strategi pemasaran produk seni pa- tung serta implikasinya terhadap kinerja seniman di Silakarang Gianyar adalah “Analisis SWOT” (strength, weaknesses, opportunities, threats). Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats}.)

1. Analisis Lingkungan Ekstemal (Peluang dan Ancaman) Pada umumnya, suatu unit bisnis harus memperhatikan dan mengetahui kekuatan lingkun-

gan makro atau demografi-ekonomi, teknologi, politik-hukum, dan sosial budaya dan pelaku lingkungan mikro utama (pelanggan, pesaing, saluran distribusi, pemasok) yang akan bisa

248 mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Unit bisnis harus memili- ki inteligen pemasaran yang bertujuan untuk mengikuti kecenderungan dan perubahan-pe- rubahan yang terjadi.Pada masing-masing perubahan atau perkembangan, manajemen per- lu mengidentiflkasi peluang dan ancaman yang ditimbulkannya. 2. Analisis Lingkungan Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Analisis ini sangat perlu di ketahui oleh suatu perusahaan.Selain untuk mengetahui peluang yang ada di lingkungannya, unit bisnis perlu juga memiliki keahlian yang dibutuhkan un- tuk berhasil memanfaatkan peluang tersebut Setiap unit bisnis harus mengevaluasi kekuatan dan kelemahannya secara periodik.Tahapan analisis SWOT adalah sebagai berikut: (1) men- gidentifikasi faktor-faktor strategis, (2) memberikan pembobotan terhadap faktor-faktor strategis, (3) penilaian terhadap faktor-faktor strategis. Tampilan diagram SWOT pada Gambar 2.1. mengilustrasikan berbagai analisis SWOT yang dapat mengarahkan diskusi perencanaan manajerial menjadi pendekatan yang lebih ter- struktur untuk membantu analisis strategi. Sasaran / tujuannya adalah mengidentifikasi salah satu dari empat pola unik dalam memasangkan sumber daya internal perusahaan dengan situ- asi eksternal.

Gambar 2.1 Diagram Analisis SWOT

Sumber: Pearce & Robinson (2007: 203)

Dari gambar 2.1.di atas dapat dijelaskan jenis-jenis strategi sebagai berikut: 1. Strategi Agresif (SO). Adalah situasi yang paling banyak disukai oleh perusahaan, di sini

perusahaan menghadapi banyak peluang dan banyak kekuatan yang mendorong dimanfaat- kannya peluang-peluang yang ada. Strategi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth oriented strategy) untuk memanfaatkan situasi yang menguntungkan ini.

249 2. Strategi Diversifikasi (ST). Perusahan dengan kekuatan-kekuatan tertentu menghadapi lingkungan yang tidak menguntungkan. Strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaat- kan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi produk atau pasar. 3. Visi dan Misi strategi berbenah diri-Turn Around (WO). Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak perusahaan menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Strategi meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih besar. 4. Strategi Defensif (WT). Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan terebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Situasi ini menuntun strate- gi yang mengurangi atau membenahi keterlibatan produk atau pasar yang telah ditelaah dengan analisis SWOT.

D. PEMBAHASAN Berdasarkan atas analisis terhadap indikator variabel yang menjadi kekuatan dan pelu- ang serta kelemahan dan tantangan para seniman di masa mendatang, maka strategi pemasaran yang memadai diterapkan untuk meningkatkan kinerja seniman adalah strategi intensif yang dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Pengembangan Produk (Product Development) Kemampuan seniman berinovasi dan berkreativitas dalam menciptakan produk-produk baru yang didistribusikan ke pasar merupakan peluang dalam memenuhi keinginan-keinginan konsumen terhadap produk-produk kreatif. Konsumen global sangat menyukai produk seni pa- tung yang memiliki identitas tradisi lokal yang khas dan unik. Keterampilan meniru yang dimi- liki seniman untuk mengaplikasikan keinginan-keinginan konsumen merupakan kekuatan dari strategi pengembangan produk. Pengembangan produk yang didistribusikan ke pasar menga- cu pada standarisasi dan idealisme semu. Setiap produk yang didistribusikan ke pasar harus memiliki standar produksi. Setiap produksi selalu berhubungan dengan kualitas dengan harga. Semakin tinggi kualitas produksi semakin tinggi harga yang harus dibayarkan oleh konsumen. Konsumen harus rela mengeluarkan uangnya lebih banyak ketika menghendaki kualitas barang

yang lebih baik. Produk pasar tidak hanya menjangkau kualitas pasar rendahan yang kecil-kecil, tetapi juga mengadopsi kualitas pasar tinggi yang harus dibayar mahal. Kelemahan produk pas-

250 ar sangat tergantung dari konsumen. Konsumen dengan kemampuan kapitalnya sudah mampu mengendalikan seniman untuk memproduksi keinginan-keinginannya. Idealisme semu mer- upakan ancaman bagi seniman ketika hendak melakukan konservasi terhadap karya seni yang adiluhung. Dalam industri budaya seni adiluhung sering dijadikan obyek-obyek inovasi untuk memproduksi produk-produk baru yang dapat didistribusikan ke pasar. Produk baru yang di- distribusikan ke pasar merupakan representasi dari idealisme semu. Sedangkan idealisme semu berhubungan dengan tingkat kesamaan dan kemiripan dari produk yang direproduksi. Semakin sama dan mirip dari produk yang dihasilkan dalam proses produksi dan reproduksi menunju- kan semakin tinggi tingkat keberhasilan dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Melalui keter- ampilan yang sudah ada sebelumnya kemudian ditunjang oleh pemahaman terhadap teknologi dan ilmu pengetahuan seniman dapat menginovasi produk-produk yang sudah ada menjadi produk baru sesuai dengan selera pasar. Produk seni patung yang diproduksi secara berlebihan ketika didistribusikan ke pasar akan terjadi reradikalisasi dan mengaburkan makna. Meskipun demikian di Silakarang masih ada yang mempertahankan produksi seni patung dengan ideal- isme lama meskipun jumlahnya semakin berkurang dari tahun ke tahun.

2. Penetrasi pasar (Market Penetration) Kekuatan dan Kelemahan serta Peluang dan Ancaman penetrasi pasar dalam strategi pemasaran produk seni patung di Silakarang Gianyar dapat diuraikan sebagai berikut. Kekua- tan, dilakukan dengan personal selling karena diproduksi langsung oleh seniman. Personal selling memiliki peluang untuk dipromosikan melalui jasa pengiklanan untuk menarik perha- tian konsumen. Keterampilan seniman dalam memproduksi seni patung direkam melalui me- dia rekam (kamera) kemudian dipromosikan melalui media-media, serta agen-agen perjalanan sehingga produk ini dikenal oleh segenap lapisan masyarakat secara utuh dari proses pembua- tannya, bagaimana standar harga, dimana produk tersebut dibuat, siapa-siapa saya yang terlibat dalam proses pembuatannya, dan disajikan secara utuh pesan-pesan tersebut melalui promosi. Secara personal selling promosi dapat dilakukan dari mulut ke mulut (tradisi), tampaknya lang- kah ini merupakan cara pendekatan yang paling unggul meskipun terkesan agak kampungan tetapi didalamnya terkandung ada kepercayaan(tust). Untuk penetrasi pasar yang lebih luas dan mengglobal kini strategi memasaran produk seni patung di Silakarang Gianyar sudah meman-

251 paatkan jasa para agen perjalanan lokal dan luar negeri, promosi penjualan menggunakan inter- net. Tetapi kalau tidak dilakukan secara secara selektif dapat menjadi kelemahan karena dapat mengaburkan nilai-nilai yang terdapat pada seni patung. Tindakan yang selektif untuk dapat menahan diri, memahami apa yang boleh dipromosikan dan apa yang tidak boleh merupakan ancaman dalam melestarikan nilai-nilai adiluhung menjadi karya seni patung karena melulu mengejar uang (fitisisme). Uang dianggap sebagai dewa sehingga pemilik uang dapat melaku- kan apa saja, ia dapat memenuhi segala keinginannya dengan membeli nilai-nilai adiluhung yang susah dihitung dengan uang.

3. Pengembangan Pasar (Market Development) Produk seni patung yang berkembang di Silakarang memiliki identitas sangat hkas dan unik sehingga sangat disukai oleh konsumen. Kehkasan dan keunikan dari produksi seni terse- but merupakan kekuatan untuk pengembangan produk pasar, baik pasar lokal maupun pasar global. Pasar lokal hanya mendistribusikan produk-produk yang terbatas karena jumlah popu- lasi sangat terbatas. Pasar global sangat luas, mendunia, datang dari berbagai arah dan kepent- ingan. Negara-negara maju yang memiliki sandaran ekonomi kuat seperti, Amerika, Jerman, ingris, Australia, Jepang, China sangat berpeluang untuk menkonsumsi produk seni. Animo masyarakat maju sangat tinggi untuk mengkonsumsi produk seni karena kebutuhan primer dan sekundernya sudah terpenuhi. Sedangkan kelemahan dalam pengembangan pasar, seniman enggan menjalin relasi, enggan melakukan kerja sama, cendrung seniman hanya berkomunikasi dengan dirinya sendiri, sehingga yang muncul ego-ego, emosi yang merugikan seniman sendiri. Pasar yang terpampang sangat luas tidak tampak dimata seniman, yang dilihat hanya dirinya sendiri yang diimplemen- tasikan melalui karya-karyanya. Ketika kesadaran berinterelasi dengan para agen dilakukan oleh pebisnis yang memanfaatkan kondisi-kondisi seniman yang cendrung labil akan menjadi ancaman serius. Dengan memanfatkan keterdesakan seniman, kaum kapitalisme secara leluasa mendistribusikan ide-idenya menjadi produk-produk yang dapat memenuhi kebutuhan kon- sumen. Perluasan pasar konsumen penuh dengan hitung-hitungan uang dan pasar konsumen

sangat relatif dan dinamis. Produk yang didistribusikan ke pasar terjalin dari adanya komunika- si antara konsumen, produsen, dan pasar. Perluasan pasar untuk mendistribusikan produk seni

252 patung di Silakarang tidak saja menyasar pasar lokal yang sangat terbatas tetapi ke pasar global yang lebih luas dan mendunia.

DAFTAR PUSTAKA Baudrillard,J. 2004. Produksi dan Reproduksi: Budaya Konsumen Terlahir Kembali. Jalasutra, Yogyakarta. Borza dan Bordean. 2008. “Implementation of SWOT Analysis in Romanian Hotel Industry”. An Enterprise Odyssey, International Conference Proceedings. P. 1623. Bozac, Marli Gonan dan Darko Tipuric. 2006. Top Managements Attitude - Based SWOT Anal- ysis in the Croatian Hotel Industry. Journal Ekonomi Pregled, 57 (7-8) p. 429-474.. Chandrawati, Ayu. 2010. Rumusan Strategi Bisnis Pada Hotel Ratu (Ex.Queen Hotel) di Kota Denpasar. Tesis Magister Manajemen.Universitas Udayana. David R. Fred. 2009. Manajemen Strategic Konsep, Edisi 12 (Edisi Bahasa Indonesia dari Strate- gic Management 12th ed), Salemba Empat, Jakarta. Freddy Rangkuti, 2008.Analisis SWOT, Teknik membedah kasus bisnis, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Justine T Sirait, 2006. Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Or- ganisasi, Penerbit Grasindo, Jakarta. Jajat Kristanto, 2011 . Manajemen Pemasaran Internasional, Penerbit Erlangga, Jakarta. Jennings, Gayle. 2001. Tourism Research. Queensland: John Wiley and Sons Australia Ltd. Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi Ketiga Belas Jilid I. Jakarta: Erlangga. Kotler & Armstrong. 2006. Prinsip-prinsip Pemasaran jilid 1 edisi 12. Jakarta: Erlangga. Kuntjoroadi, Savitri. 2009, Analisis Strategi Bersaing Dalam Persaingan Usaha Penerbangan Komersial Bisnis & Birokrasi, JurnalIlmu Administrasi dan Organisasi, Jan—Apr 2009, hlm. 45-52ISSN 0854-3844Volume 16, Nomor 1 Lambjr Charles W., Crittenden, Victoria L., Cravens, David W.2002.Strategic Marketing Man- agement Cases 7th Edition.New York : McGraw-Hill Companies. Mudana, I Wayan. 2015. Transformasi Seni Lukis Wayang Kamasan Pada Era Postmodern (Dis- ertasi) Universitas Udayana. Morrison, Alison J. 2002. Marketing Strategic Alliances: The Small Hotel Firm.International

253 Journal of Contemporary Hospitality Management.Vol 6:3. USA: MCB University Limited. Morrison. 2002. Hospitality and Travel Marketing. Third Edition. Australia: Delmar Thompson Learning. Peters, Jan Hendrik dan Ameijde, Lenny Van. 2003. Hospitality In Motion. State of the Art in Service Management.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. Porter, M. 1980. Competitive Strategy. New York : Free Press. Pradnyaputra, 2005.Formulasi Strategi Korporat Pada Three Brothers Bungalows di Legian-Ku- ta. TesisMagister Manajemen. Universitas Udayana. Prasetya, Dicky Imam. 2002. Lingkungan Eksternal, Faktor Internal, dan Orientasi Pasar Pen- garuhnya terhadap kinerja Pemasaran. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol. 1, No. 3, p. 219- 240. Reid, D dan Bojanic, C. 2006.Marketing for Hospitality and Tourism.Second Edition.Prentice Hall International, Inc. Strinati, Domenic. 2006. Budaya Populer. Jalasutra Bandung. Stemersck, Stefan dan Gerald J.Tellis. 2002, Strategic Bundling of Products and Prices: A New Synthesis for Marketing. Journal of Marketing.Vol66.p55- 72. Sugiyono, 2010.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung. Triyuni, Ni Nyoman. 2005. Formulasi Strategi Bauran Pemasaran Wisata MICE Pada Inna Grand Bali Beach.Tesis Magister Manajemen.Universitas Udayana. Warren J. Keegen , 2007. Manajemen Pemasaran Global, Penerbit PT MACANAN JAYA CE- MERLANG Yu, Larry dan Gu Humin. 2005. Hotel Reform in China: A SWOT Analysis.The Journal of Hotel and Restaurant Administration Quarterly.Vol. 46, no. 2.p 153-169. US

254 PERANCANGAN CORPORATE IDENTITY SANGGAR WARNOWASKITO, PENGRAJIN LORO BLONYO ‘LORO BLONYO’

Oleh: Sri Wahyuning Septarina Universitas Bunda Mulia [email protected]

Abstrak Budaya lokal Indonesia sangatlah beragam, dan semua hasil karya yang sudah dihasil- kan menjadikan suatu kebangaan tersendiri sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupa- kan dimasa sekarang, misalnya karena masuk budaya asing, memang tidak ada yang salah den- gan masuknya budaya asing tapi budaya tersebut haruslah sesuai dengan kepribadian bangsa, tetapi pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi dan membuat budaya lokal mulai dilupakan. Dan faktor penting lainnya adalah kurangnya kesadaran generasi saat ini akan pent- ingnya budaya lokal yang mana merupakan identitas bangsa. “Loro Blonyo” merupakan sepasang patung atau boneka laki-laki dan perempuan men- genakan busana Jawa gaya basahan penempatannya berdampingan dan diletakkan di depan krobongan senthong tengah rumah tradisional Jawa (Darsiti, 1989: 208; Santoso, 2000: 88). Sanggar “Warnowaskito”, adalah salah satu industri rumahan yang terletak di Kasongan RT 06 BangunJiwo Kasihan Bantul, Yogyakarta yang sudah berdiri sejak 1920, didirikan oleh War- nowaskito yang sampai sekarang diturunkan ke Supana yang adalah cucunya merasakan sangat diperlukan sebuah corporate identity dan branding untuk sanggarnya yang melestarikan bu- daya lokal berupa patung ‘Loro Blonyo”. Kata kunci : budaya lokal, Loro Blonyo, sanggar Warnowaskito

Abstract The local culture Indonesia is very diverse, and all the work of one of which has been pro- duced make us proud of its own as well as a challenge to defend as well as inheriting to the next generation. A lot of factors causing the local culture dimasa now forgotten, for example because enter unfamiliar culture, indeed there is nothing wrong with the presence of unfamiliar culture but the cultural shall be according to the personality of a nation, but in reality unfamiliar culture began

255 to dominate and make the local culture began to be forgotten. And other important factors is the lack of awareness of current generation aware of the importance of the local culture which is the identity of a nation. “Loroblonyo” a pair of statues or dolls men and women dressed in Javanese style basahan placing side by side and placed in front of the middle senthong krobongan traditional Javanese house (Darsiti, 1989: 208; Santoso, 2000: 88). Studio “Warnowaskito”, is one of the cottage indus- try located in Kasongan RT 06 Bangunjiwo Poor Bantul, Yogyakarta which had stood since 1920, was founded by Warnowaskito hitherto relegated to Supana which is the granddaughter feel badly needed a corporate identity and branding for sanggarnya the preserving local cultures in the form of sculpture ‘Loroblonyo “. Keywords : local culture, loro blonyo, studio warnowaskito

PENDAHULUAN Indonesia merupakan suatu negara yang sangat kaya akan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dimana masing-masing suku bangsa terse- but memiliki perbedaan dan keunikan baik dari segi bahasa daerah, adat istiadat, kebiasaan, dan berbagai hal lain yang memperkaya keanekaragaman dari budaya Indonesia itu sendiri. Budaya lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan seka- ligus tantangan untuk mempertahankan. Keanekaragaman budaya daerah tersebut merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing, dan semua hasil karya yang sudah dihasilkan menjadikan suatu kebangaan tersendiri sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang, misalnya karena masuk budaya as- ing, memang tidak ada yang salah dengan masuknya budaya asing tapi budaya tersebut haruslah sesuai dengan kepribadian bangsa, tetapi pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi dan membuat budaya lokal mulai dilupakan. Dan faktor penting lainnya adalah kurangnya kes- adaran generasi saat ini akan pentingnya budaya lokal yang mana merupakan identitas bangsa. Budaya Indonesia pada hakikatnya dapat merupakan corak ragam budaya yang ada meng- gambarkan kekayaan budaya bangsa artinya masing-masing daerah itu memiliki kearifan lokal

sendiri, dan beberapa nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam sebuah karya loro blonyo.

256 Gambar 1. Loro Blonyo

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Dalam sebuah artikel dalam kompasiana.com pada tanggal 17 Juni 2015 dengan judul artikel Perjalanan Loro Blonyo di Eropa, secuil Kopdaran di Berlin Dengan Vita Sinaga, Drs Untung Murdiyanto dalam penelitiannya mengatakan bahwa ‘Loro Blonyo’ dalam budaya Jawa lebih bersifat simbolik interpretatif bagi masyarakat pendukung terutama kalangan agraris.

Gambar 2. Bapak Warnowaskito

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Saat ini, Sanggar loro blonyo Warnowaskito tidak memiliki logo dan corporate identity. Sebagai salah satu sanggar yang berdiri sejak 1920 dan belum pernah sekalipun ada logo, serta pengaplikasian logo yang tidak konsisten ini menjelaskan bahwa citra yang hendak disampaikan oleh Sanggar loro blonyo Warnowaskito. Hal ini berpengaruh pada citra Sanggar loro blonyo Warnowaskito, yang dimana memiliki produk yang bagus tetapi tidak tergambar sehingga tidak membangun minat pada benak konsumen.Corporate identity yang ada ini mewakili pesan bah- wa Sanggar loro blonyo Warnowaskito, ini tidak mengikuti tren yang ada, Sanggar loro blonyo Warnowaskito ini adalah salah satu industri kreatif. Para target audiences selalu mempertanya- kan kualitas perusahaan yang sebenarnya. Positioning yang dicapai di mata masyarakat selama

257 ini adalah sebuah sanggar yang masih aktif dan menjaga salah satu warisan budaya lokal, bukan kualitas ekspor yang bagaimana semestinya dan tidak menjadi prioritas pilihan konsumen no- mer satu. Oleh karena itu, Sanggar loro blonyo Warnowaskito, membutuhkan corporate identity baru yang dapat mewakili citra perusahaan agar dapat membantu tercapainya positioning yang ingin dituju, yakni sebagai sanggar berkelas dan berkualitas. Dengan tercapainya positioning yang diinginkan, Sanggar loro blonyo Warnowaskito dapat melebarkan peluang bisnisnya dan menambah jumlah pelanggan, sehingga dapat meningkatkan omset penjualan dan menyediakan permintaan craft loro blonyo yang berkualitas di tengah masyarakat lokal dan internasional.

Gambar 3. Bapak Supana Di Sanggar

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

METODE DAN MATERI Terkait dengan penelitian ini akan dipaparkan, penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan cara melakukan pengumpulan data yang digunakan yang kemudian dilaku- kan observasi, meliputi pencatatan secara sistematis atas kejadian, perilaku dan objek yang di- lihat dan hal yang diperlukan guna mendukung penelitian dilakukan. Salah satu peran pokok dalam melakukan observasi ialah menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami (Sarwono, 2007:100). Pada metode ini, penulis melakukan pencatatan atau

survei ke lapangan secara langsung ke Sanggar loro blonyo Warnowaskito, mengamati situasi dan lingkungan dari sanggar tersebut. Wawancara lisan juga dilakukan penulis untuk mem- peroleh informasi (Arikunto, 2002:132). Agar penulis mendapatkan data atau informasi yang

258 tepat tentang Sanggar ‘Loro Blonyo’ Warnowaskito, maka pada survei ini penulis mengadakan wawancara. Wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur, dijawab dengan spontan dan lebih bersifat non formal. Literatur untuk data komparatif dalam menunjang semua data yang diper- oleh dari berbagai sumber kepustakaan untuk memperoleh teori- teori dan mempelajari pera- turan-peraturan yang berhubungan dengan penulisan ini dan menunjang keabsahan data yang diperoleh di lapangan (Moleong, 2001: 113). Metode ini dilaksanakan untuk memperoleh sumber data yang berupa laporan tertulis atau berupa foto dan gambar, mengingat keterbatasan 9 pengamatan yang dilakukan dengan mata secara sepintas, pikiran dan catatan-catatan yang diperlukan dapat menimbulkan kesalah- an dan kekurangan-kekurangan sehingga dengan metode ini dapat memperbaiki kesalahanke- salahan yang terjadi (Sarwono, 2007 : 102). Dalam hal ini dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen berupa foto-foto fasilitas, situasi tempat keberadaan perusahaan, proses pembuatan, dan hasil-hasil kerajinan loro blonyo.

Pembacaaan Tanda Menurut Pierce Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan sym- bol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat ber- samaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Tanda sep- erti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.

Arti Logo Bagi orang awam dalam mendesain sebuah logo yang efektif sebagai suatu identitas perusahaan bukanlah perkara yang mudah dan dapat diselesaikan secara singkat. Tentu saja diperlukan sejumlah tahapan pekerjaan dan pengetahuan antara lain, riset dan analisa brand,

Menentukan strategi komunikasi dan visual sesuai dengan karakter brand, pengetahuan yang mendalam tentang proses pembuatan symbol yaitu karakteristik bentuk, tipografi, pengetahuan

259 tentang gestalt, dan kecenderungan optis mata manusia, karakteristik warna, paham akan pen- erapan di media, pengetahuan bidang percetakan. Bagi orang yang sudah bekerja di bidang ini tentu saja paham dengan pengetahuan dan diperlukan tahap akan kemampuan memahami dan mengidentifikasi problem klien, menawarkan solusi yang tepat, keterampilan komunikasi anal- isa situasi, presentasi dan pengembangan kepribadian. Mengapa logo diperlukan ?Logo diper- lukan oleh setiap perusahaan atau organisasi guna memperkenalkan identitas dan menyebarkan citra. Di lain pihak dengan adanya logo maka konsumen akan dipermudah mencari produk yang diinginkan.Secara sekilas pekerjaan dalam pembuatan logo tampak mudah dan sederha- na, namun sesungguhnya jauh lebih kompleks dari pada pembuatan brosur, poster, iklan atau sampul buku. Logo dituntut mampu berbicara kepada publik bahwa ia adalah representasi dar- iperusahaan atau organisasi yang professional, kredibel dan berkualitas. Logo juga merupakan bagian dari marketing tools yang sangat menentukan karena logo lah yang pertama kali dilihat oleh konsumen. (Surianto Rustan:2009: -2).

Corporate Identity Corporate identity adalah “persona” yang dirancang untuk memfasilitasi pencapaian tu- juan bisnis.Hal ini biasanya diwujudkan dengan branding dan penggunaan merek dagang.Cor- porate Identity merupakan identitas yang membedakan antara satu perusahaan dengan perusa- haan lainnya, dan bisa juga berfungsi sebagai penanaman citra atau image yang bisa menjadikan sebagai daya tarik.Identitas perusahaan berdasarkan filosofi organisasi terwujud dalam budaya perusahaan yang berbeda. Identitas mencerminkan kepribadian sebuah perusahaan dan dari sinilah branding perusahaan tercipta (becakmabur.com) Secara riil Corporate identity dapat diwujudkan berupa kultur organisasi/perusahaan atau kepribadian dari organisasi/perusahaan tersebut. Pada intinya, bertujuan agar masyarakat mengetahui, mengenal, merasakan dan me- mahami filosofi-filosofi perusahaan/organisasi tersebut.(Balmer, 1995).

Ilustrasi Menurut Adi Kusrianto ( 2007 : 110 ) “ Ilustrasi secara harafiah berarti gambar yang

dipergunakan untuk menerangkan atau mengisi sesuatu. Dalam desain grafis, ilustrasi merupa- kan subjek tersendiri yang memiliki alur sejarah serta perkembangan yang spesifik atas jenis

260 kegiatan seni itu “ Secara umum, ilustrasi merupakan salah satu cara yang paling tepat dan efektif dalam menyampaikan sebuah informasi kepada masyarakat. Penggunaan kata-kata atau kalimat yang terlalu panjang menjadi tidak efektif dan mudah dilupakan oleh masyarakat. Dengan adanya sebuah ilustrasi, penggunaan dan maksud dari kata-kata atau kalimat tersebut , sudah dapat diwakilkan dan sangat mudah untuk diserap. Dengan adanya ilustrasi, masyarakat akan lebih cepat menangkap informasi yang ada. Selain itu, ilustrasi juga berfungsi untuk memberikan gambaran tokoh atau karakter dalam se- buah cerita, menampilkan beberapa contoh benda , mevisualisasikan langkah-langkah pada se- buah instruksi atau juga sekedar menjadi sebuah visual yang berguna hanya untuk menghibur para pembaca. Ilustrasi dalam penerapannya pada sebuah buku , memiliki fungsi untuk memberikan serta juga memudahkan para pembaca buku dalam menyerap isi dari konten yang tersedia, jadi para pembaca tidak hanya menyerap informasi dari kalimat-kalimat yang ada pada buku, na- mun juga melalui ilustrasi yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN Boneka cantik ini dibuat di dusun Bobong dan Batur, Kelurahan Putat di Gunung Kidul. Disana ada sekitar 120 pengrajin yang sehari-harinya membuat topeng, menong (boneka) loro blonyo. Tokoh kedua dalam pembuatan Loro Blonyo adalah Mbah Warno dari desa Krebet daerah Pa- jangan Bantul. Mbah Warno sebagai anak petani sejak kecil senang menonton tarian, topeng dan wayang. Menjelang dewasa Warno muda meninggalkan cangkulnya dan mendalami seni pedalangan dan seni tari. Pada suatu hari Warno Waskito dipanggil ke mDalem Pugeran di Yogyakarta.Dia di- minta Gusti Puger untuk memperbaiki topeng-topeng koleksi kraton yang rusak.Warno terkes- ima melihat betapa indahnya koleksi topeng kraton dan menyanggupinya. Sejak sibuk mem- perbaiki topeng keraton itulah Mbah Warno akhirnya meninggalkan dunia pedalangan dan tarian, ia memusatkan indra seninya kepada pembuatan topeng. Buatannya yang bagus menye- dot datangnya kolektor kerumahnya. Karyanya menjadi kejaran kloletor dalam dan luar negeri,

261 serta mengisi berbagai museum dan lemari pajang kolektor Indonesia dan luar negeri. Dan kegiatan mbah Warno ini diturunkan ke cucunya yanga akhirnya menekuni pembuatan patung loro blonyo.

Gambar 4. Logo Loro Blonyo

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Gambar 5. Logo Loro Blonyo

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Gambar 6. Cover Sanggar Warnowaskito

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

262 Gambar 7. Daftar Isi

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Gambar 8. Filosofi

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Gambar 9. Tipografi (Sumber gambar : Pribadi, 2015)

263 Gambar 10. Filosofi Warna

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Gambar 11. Save Area

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Gambar 12. Cover Belakang

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

264 Gambar 13. Alternatif Nota Bon dan Kwitansi (Sumber gambar : Pribadi, 2015)

SIMPULAN DAN SARAN Sebagai bentuk sebuah kebudayaan, patung loro blonyo adalah merupakan salah satu bentuk simbol dari filosofi dan pandangan hidup orang Jawa. Patung loro blonyo yang merupa- kan salah satu jenis seni patung tradisional klasik di Jawa saat ini sudah mengalami perubahan yang sudah disesuaikan, karena saat dilihat dari kaidah normatif, bentuknya sudah mengalami ‘distorsi’ dan gaya patung cenderung mengekpresikan kesan jenaka, serta fungsinya yang bersi- fat profan (Guntur, 2000).

265 Gambar 2. Patung Keramik loro blonyo

(Sumber gambar : Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil perancangan karya dan implementasi karya yang telah dijelaskan se- belumnya, dapat disimpulkan bahwa perancangan Corporate Identity craft loro blonyo adalah sebagai peningkatan brand awareness, karena sebuah konsistensi visual dapat diciptakan dari sebuah image bagi target audiensnya. Diharapkan Corporate Identity craft loro blonyo yang dib- uat dapat mewakili identitas budaya Yogyakarta. observasi dan metode wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer.Dimana data primer, merupakan teks hasil wawancara yang diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dijadikan sampel penelitian. Data dapat direkam atau dicatat oleh peneliti (Sarwono, 2007:98).

DAFTAR PUSTAKA Dillistone, F.W.(2002). Daya Kekuatan Simbol terjemahan Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius. Djaimin, K. (1992). Loro Blonyo. Yogyakarta: Geguritan dalam Pagagan. Fisher, J. 1994. The Folk Art of Java. New York: Oxford University Press. Guntur. (2000). Loro Blonyo dan Menongan: Komparasi Ekspresi. Laporan Penelitian. Surakar- ta: STSI. Jenks, Chris. (2013). Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Kaplan, David. (2012). Teori Budaya. Yogyakarta: Tentara Pelajar. Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

266 Nurkhasanah. 2002. “Kerajinan Loro Blonyo di Wonosari” Skripsi S1. Surakarta: UNS. Landa, R. (2010). Designing Brand Experience. New York: Thompson Delmar Learning. Rushartono, A. 1996. “Studi Komparatif Patung Loro Blonyo Klasik Gaya Yogyakarta dan Sura- karta”. Skripsi S1. Yogyakarta: ISI. Rustan, S. (2009). Mendesain Logo. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Storey, John. (2003). Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta: Qalam. Subiantoto, S. (2009). Patung Loro Blonyo dalam Rumah Tradisi Jawa: Studi Kosmologi Jawa. Disertasi S3. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: UGM. Wheeler, A. (2009). Designing Brand Identity. Canada: John Wiley & Sons, Incx. Yudoseputra,W. 1993. Pengantar Wawasan Seni Budaya. Jakarta:Pusat Perbukuan Depdikbud.

267 PERANCANGAN STORY LINE PADA MEDIA EDUKASI SENI DALAM BENTUK FILM DOKUMENTER

Oleh Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A , Ni Kadek Dwiyani , [email protected], [email protected] , Prodi Film dan Televisi, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Media edukasi yang memiliki nilai informasi dan komunikasi merupakan sarana pem- belajaran yang amat diperlukan dewasa ini. ISI Denpasar yang memiliki Pusat Dokuemntasi Seni dan sekaligus sebagai penggerak dalam hal pembelajaran seni harus memikirkan media edukasi yang tepat guna dan sasaran. Media edukasi seni akan membantu proses pembelajaran seni sehingga berbagai lapisan masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan informasi seni yang ingin mereka peroleh. Dengan perancangan media edukasi seni dalam bentuk film dokumenter, di- harapkan mampu memberikan jawaban yang akurat terkait dengan koleksi benda seni yang ada di Pusdok Seni ISI Denpasar. Dengan mengkolaborasikan teori terkait dan analisis berdasarkan metode deskriptif-kualitatif, maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa informasi dalam bentuk verbal dan visual merupakan elemen penting yang harus saling mendukung konsep yang ingin digambarkan dalam media edukasi dalam bentuk film dokumenter. Kata Kunci: Media Edukasi, Film Dokumenter Pusdok Seni ISI Denpasar

STORY LINE DESIGNING OF MEDIA ARTS EDUCATION IN THE FORM OF DOCUMENTARY FILM

By: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A, Ni Kadek Dwiyani, [email protected], [email protected] b, Program Study of Film and Television, Faculty of Fine Arts and Design Indonesian Institute of the Arts Denpasar

268 Abstract A media education with information and communication values is become a learning tool which sorely needed today. Indonesian Institute of the Arts (ISI) Denpasar as an institution of art higher education which has a Documentation Arts Center as well as a pioneer in terms of art teach- ing and learning should find an appropriate and targeted media education. A Media art education will assist the process of art learning and teaching so that the var- ious levels of society can met the information which needed by them. By designing a media art education in the form of a documentary film is expected to provide accurate explanation related to the collection of art objects displayed inside Documentation Centre of ISI Denpasar. Through the collaboration of relevant theory and analysis based on descriptive-qualitative method, the results obtained that the information in the form of verbal and visual are an important element that should support the concepts which need to be pictured in a media education in the form of a documentary film. Keywords: A Media Education, Arts Documentary Centre of ISI Denpasar

PENDAHULUAN ISI Denpasar merupakan satu-satunya perguruan tinggi seni di Bali, memiliki keung- gulan yang tidak dimiliki oleh perguruan tinggi lain yang ada di Bali. Potensi yang dimiliki ISI Denpasar dalam bidang seni dan budaya sudah seharusnya dimanfaatkan untuk terus menjaga dan melestarikan seni dan budaya Bali melalui proses pengkajian dan penciptaan seni. Proses edukasi yang tepat adalah pembelajaran yang tentunya dilengkapi dengan informasi tepat guna. Melalui proses pengkajian dan penciptaan seni menggunakan media informasi edukatif ten- tunya akan semakin menyokong eksistensi ISI Denpasar sebagai institusi pergruan tinggi seni untuk melahirkan seniman-seniman seni yang berkarakter kuat berbasis seni dan budaya Bali. Terkait dengan media informasi edukatif dalam proses pengkajian dan penciptaan seni, ISI Denpasar memiliki pusat dokumentasi (Pusdok) yang dikelola dalam bentuk museum kecil. Museum ini memajang berbagai benda-benda yang terkait dengan seni pertunjukan serta seni rupa dan desain yang dikelola di Gedung Lata Mohosadhi. Benda-benda seni seperti perang- kat berbagai jenis dan fungsi, perangkat kostum tari, perangkat pertunjukan wayang

Bali dan karya seni rupa berupa lukisan, patung, dan topeng. Benda-benda seni yang dipajang selain merepresentasikan keberadaan dua fakultas yang ada di ISI Denpasar, juga merupakan representasi sejarah dan perkembangan seni budaya Bali pada khususnya. Keberadaan Gedung

269 Lata Mosadhi sebagai pusat dokumentasi ISI Denpasar difungsikan sebagai tempat pembelaja- ran bagi mahasiswa ISI Denpasar untuk pengenalan awal terhadap benda-benda seni yang akan mereka pelajari selama mereka menjadi mahasiswa ISI Denpasar. Benda-benda yang dipajang di gedung Lata Mahosadhi bukan merupakan bentuk miniatur dari benda-benda seni yang tel- ah disebutkan di atas, melainkan benda-benda seni yang memang sesuai dengan bentuk nya- ta benda-benda seni yang digunakan dalam proses menghasilkan karya seni pertunjukan atau seni rupa. Sehingga benda-benda seni di pusdok ISI Denpasar dapat digunakan menjadi me- dia pembelajaran, sehingga museum Pusdok ISI Denpasar sebagai satu-satunya museum hidup yang ada di dunia. Terkait dengan hal inilah maka menarik peneliti untuk mengkaji model media infor- masi yang relevan diterapkan di Pusdok ISI Denpasar. Untuk mewujudkan pusat dokumentasi dengan media informasi edukatif yang mampu memenuhi kebutuhan pengkajian dan pencip- taan seni maka melalui penelitian akan dihasilkan rancangan story line media edukasi dalm bentuk film dokumenter. Film dokumenter adalah karya film dan foto dokumenter yang dapat digunakan sebagai media edukasi untuk memberikan informasi bagi masyarakat terkait dengan karya seni pertunjukan serta seni rupa dan desain yang dipajang di pusat dokumentasi ISI Den- pasar. Sehingga nantinya edukasi ini dapat dimanfatkan dalam mendukung proses pengkajian dan penciptaan seni di ISI Denpasar.

METODE PENELITIAN Populasi penelitian adalah benda-benda koleksi yang dipajang di Pusdok ISI Denpasar. Jumlah populasi tersebut adalah 127 koleksi, yang terbagi dalam seni pertunjukkan dan seni rupa dan desain. Untuk subyek penelitian ini dipilih sampel yang mewakili gamelan, tari, seni lukis dan topeng. Sumber data dalam penelitian diklasifikasikan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan pengamatan langsung, pemotretan, perekaman, wawancara dengan pakar dan akademisi seni dan tokoh masyarakat yang memiliki latar be- lakang terkait dengan subyek penelitian. Sedangkan untuk data sekunder diambil melalui studi pustaka yang didukung oleh pakar dan akademisi seni yang dihasilkan dalam bentuk buku,

hasil seminar, jurnal ilmiah dan sebagainya. Dalam proses pengumpulan data ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk

270 mendapatkan data yang valid untuk mendukung keabsahan hasil penelitian. Adapun metode tersebut dapat dibagi menjadi studi kepustakaan, wawancara, observasi dan dokumentasi (Su- trisno: 183:139). Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan dan analisis data dilakukan setelah data yang diperoleh memiliki keterkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Model analisis data seperti ini dikenal dengan Metode Analisis Interaktif yang merupakan teori yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sutopo, 1996: 85). Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, dimana fokus penelitian adalah penggambaran secara visual dan verbal tentang benda-benda seni yang ada di pusat dokumentasi seni ISI Denpasar. Dalam menghasikan dokumenter, peneliti membagi metode perwujudan menjadi tiga tahapan yaitu tahap pra produksi, tahap produksi dan tahap pasca produksi.

HASIL PEMBAHASAN 1. Koleksi Museum Lata Mahosadhi Sejak kepemimpinan baru dibawa Dr. I Gede Yudartha yang diangkat tahun 2015, UPT. Pusdok baru mulai mendata inventarisasi koleksi yang ada di UPT. Pusdok. Kode inventarisasi dibuat sendiri sebagai data internal, karena inventarisasi di pusat tidak ditemukan. Koleksi di museum Lata Mahosadhi terbagi menjadi enam kategori yaitu (1) Alat musik; (2) Lukisan; (3) Patung; (4) Wayang; (5) Topeng/ tapel; dan (6) Pakaian tari. Berikut gambaran keenam kategori koleksi Museum Lata Mahosadhi. a. Jenis alat musik yang dipajang di museum Lata Mahosadhi berjumlah 34 jenis. Koleksi instrument pada Museum Lata Mahosadhi ditinjau dari asal terdiri dari dua bagian yaitu alat musik yang berasal dari Bali dan alat musik yang berasal dari luar Bali. Jenis alat musik yang berasal dari Bali berjumlah 25 jenis barungan yang dikelompokkan dalam barungan tua, madya dan baru. Sedangkan gamelan yang berasal dari luar Bali berjumlah 6 yaitu berasal dari daerah yaitu Talempong, Gamelan Jawa, Sunda, Jawa Timur, alat musik rebana, gending, ken- dang belik dari Lombok. b. Karya lukisan yang terpajang di Museum Lata Mahosadhi berjumlah 54 buah. Di bawah management baru, Kepala UPT. Pusdok sedang menelusuri status koleksi lukisan apakah diper- oleh dari hibah, sumbangan pelukis atau dibeli. Untuk itu saat ini UPT. Pusdok sedang mendata

271 kejelasan status tersebut dilengkapi dengan bukti otentik. Data yang diperoleh dari UPT. Dari data di atas dapat dijabarkan bahwa jumlah lukisan berdasarkan bahannya terbagi dalam 5 jenis bahan yaitu cat minyak pada media kanvas, mixed media, tinta pada media kertas, cat air pada media kertas dan akrilik pada media kanvas. koleksi lukisan pada Museum Lata Mahosadhi ISI Denpasar secara historis tertera dibuat dari tahun 1991 hingga tahun 2005. Terdapat 8 luki- san yang belum teridentifikasi oleh petugas tentang kejelasan tahun dibuatnya lukisan tersebut, serta terdapat 15 lukisan dalam kondisi perbaikan, terutama pada frame lukisan. Pada setiap lukisan tidak tertera deskripsi masing-masing lukisan, untuk itu dalam penelitian ini 2 lukisan karya Gunarsa dan Wianta sebagai model lukisan yang diberikan deskripsi karya lukis. c. Koleksi patung di Museum Lata Mahosadhi ISI Denpasar merupakan jumlah yang pal- ing sedikit dibandingkan jenis koleksi lainnya. Jumlah koleksi patung pada Museum Lata Ma- hosadhi hanya 1 buah yang terbuat dari kayu. d. Koleksi wayang pada UPT. Pusdok terdiri dari 2 jenis yaitu Wayang Parwa dan Wayan Ramayana. Namun koleksi wayang saat penelitian ini dilakukan, koleksi wayang tidak dapat di- display karena kondisi tempat wayang masih dalam tahap perbaikan, untuk itu wayang tersebut tersimpan pada keropak wayang (wadah penyimpanan wayang). e. Jumlah koleksi topeng atau dalam Bahasa Bali disebut tapel berjumlah 26 buah yang keseluruhannya berbahan baku kayu. f. Koleksi pakaian tari pada UPT. Pusdok ISI Denpasar berjumlah 11 buah, 8 koleksi pa- kaian dilengkapi patung dengan gerakan khas dari tarian tersebut, sedangkan 2 jenis lainnya merupakan bagian dari pakaian tari yang disebut dengan nama gelungan (hiasan di kepala).

2. Perancangan Story Line Film Dokumenter Topeng Arsa Wijaya Karya I Wayan Tangguh sebagai Media Edukasi Pada Koleksi di Museum Lata Mahosadhi ISI Denpasar Dari 127 koleksi benda seni yang dipajang di UPT. Pusdok ISI Denpasar, hanya 8 sampel yang digunakan sebagai model media informasi bilingual dokumenter dalam penelitian ini. Adapun sampel tersebut terdiri dari kategori alat musik traditional Bali yang mengam- bil sampel berdasarkan wilayah yaitu Gong Kebyar Bali Utara, Gamelan Angklung Bali Selatan,

Tari Siwa Natararaja, Tari Oleg Tambulilingan, lukisan mengambil sampel lukisan karya Gunar- sa, dan Wianta serta topeng Barong Bangkalan dan topeng Arsa Wijaya. Berikut akan dijelaskan

272 proses perancangan dari salah satu sampel yaitu storyline pada Topeng Arsa Wijaya yang nan- tinya dapat diterapkan pada bentuk film dokumenter. Terdapat beberapa tahapan dalam perancangan story line yaitu: a. Memilih Topik Dari sampel topeng Arsa Wijaya maka peneliti menetapkan topik berdasarkan: - Permasalahan Permasalahan yang ditemukan dalam koleksi khususnya pada topeng Arsa Wijaya ada- lah tidak adanya deskripsi dari pembuat topeng, cara pembuatannya, fungsi topeng, dan bagaimana topeng tersebut ditarikan. Melalui dokumenter berusaha meyakinkan audines untuk menyatakan bahwa informasi yang ditulis dalam dokumenter tersebut penting untuk masyarakat luas. - Menjadi pusat perhatian, menunjukkan kejadian penting, menggali informasi baru mengenai kejadian bersejarah, menunjukkan informasi yang belum pernah diungkap- kan. Topeng Arsa Wijaya cukup sering dipentaskan di Bali khsusunya pada upacara kea- gamaan. Koleksi topeng Arsa Wijaya juga sering ditinjau oleh pengunjung baik dari dalam maupun luar negeri, namun banyak audiens dan pengunjung tidak memperha- tikan sisi lain dari topeng tersebut seperti profil (sejarah) pembuat topeng, bagaimana proses pembuatannya, fungsi hingga bagaimana topeng tersebut dipentaskan. Dengan memunculkan materi tersebut maka akan mampu menarik perhatian audiens dalam hal ini pengunjung gedung Lata Mahosadhi. - Menunjukkan sisi orang terkenal Pembuat topeng adalah Almarhum I Wayan Tangguh, seorang empu pembuat tope- ng Bali yang sangat terkenal. Karya seni beliau memancarkan taksu, sehingga banyak karya beliau menjadi benda sakral sungsungan beberapa pura di Bali termasuk Pura di ISI Denpasar. Karya beliau telah tersebar tidak hanya di Bali tapi juga di berbagai belahan dunia seperti Amerika, Jepang, Italia, Taiwan, Australia, Inggris, Prancis, Den- mark, dan Jerman.

273 Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas maka topeng Arsa Wijaya sangat layak untuk diangkat sebagai topik dalam film dokumenter.

b. Riset Dokumenter Tahapan ini adalah mencari data sebanyak-banyak terkait topik yang sudah dip- ilih yaitu Topeng Arsa Wijaya karya I Wayan Tangguh. Peneliti mencari sumber data sekunder dari dari buku, artikel, berita, browsing internet, data dari Pusdok dan data primer diperoleh dari sumber utama yaitu wawancara langsung dengan orang yang ter- libat dalam subjek dokumenter.

c. Premis Dokumenter Tahapan ini bertujuan agar tidak terjebak dalam pengolahan ide atau data, maka dirumuskan film statement atau premis atau ide cerita. Film statement pada film doku- menter menyampaikan pesan melalui bahasa audio-visual yang menggambarkan ide dasar dari rangkaian cerita. Film statement dalam dokumenter Topeng Arsa Wijaya adalah “Mengungkap tentang keberadaan (profil pembuat topeng, proses pembuatan- nya, fungsi dan bagaimana topeng tersebut dipentaskan) topeng Asra Wijaya di UPT Pusdok ISI Denpasar”

d. Elemen Dokumenter Elemen dokumenter adalah penajaman data terkait topik yang diangkat. Dalam dokumenter ini sesuai dengan premis maka data difokuskan pada profil pembuat tope- ng Arsa Wijaya yang dikoleksi di Pusdok ISI Denpasar, proses pembuatan topeng Arsa Wijaya yang dikoleksi di Pusdok ISI Denpasar, fungsi topeng Arsa Wijaya dan bagaima- na topeng Arsa Wijaya tersebut dipentaskan. Dengan memfokuskan pada premis terse- but maka data akan mengerucut sesuai dengan yang dibutuhkan.

e. Film Refrensi

Refrensi film yang digunakan adalah Discovery Channel dan National Geo- graphic Channel.

274 f. Treatment Script Tahapan ini berguna untuk panduan pada saat produksi (syuting) meliputi waktu, loka- si, rencana adegan, stok gambar yang diinginkan.

g. Menentukan Karakter Pada film dokumenter dengan topik Topeng Arsa Wijaya karya I Wayan Tangguh yang dikoleksi di Pusdok ISI Denpasar ditentukan karkater atau seseorang yang menjadi pem- eran utama dalam film ini. Karena sang pembuat topeng sudah almarhum maka peneliti menetapkan anak beliau yang meneruskan keahlian beliau dan mengetahui seluk-beluk topeng yaitu I Ketut Kodi dan I Wayan Sukarya sebagai karakter dalam film ini. Penen- tuan karakter sebagai kendaraan (benang merah) yang menghubungkan satu elemen ke elemen lainnya.

h. Story Line Topeng Asra Wijaya Sebagai Media Informasi Edukasi Bilingual Dokumenter Topeng Arsa Wijaya

Sumber Dok. Pusdok ISI Dps VIDEO AUDIO Profil I Wayan Tangguh I Wayan Tang- guh’s Profile • Suasana Desa ------Illustrasi musik------Singapadu • Rumah Tampak I Wayan Tangguh

275 • Motion foto-foto I Almarhum I Wayan Tangguh adalah seorang empu Wayan Tangguh pembuat topeng Bali asal Banjar Mukti, Singa- padu, Sukawati, Gianyar. Menurut putra keempat • Suasana I Ketut beliau I Ketut Kodi yang sebagai dosen Jurusan Kodi anak keem- Pedalangan di ISI Denpasar, beliau lahir dari kelu- pat I Wayan Tang- arga yang tidak mampu. Diusia yang masih sangat guh sedang mem- belia sekitar 10 tahun beliau membantu pekerjaan buat topeng di Puri Singapadu khususnya mengukir kulit sapi untuk perhiasan barong dan rangda. Disana beliau belajar langsung dengan tokoh Puri Singapadu, Ida Cokorda Oka Tublen sudah dikenal sebagai seni- man pembuat barong dan rangda yang dikagumi masyarakat luas. Saat dewasa I Wayan Tangguh bekerja sebagai petani, karena di lingkungan desa Singapadu banyak seniman ukir, selain beliau ma- sih setia mengabdi dan berguru pada Ida Cokorda Oka Tublen di Puri Singapadu, beliau tertarik be- lajar mengukir paras, membuat patung (togog) dan belajar melukis. • CU: I Ketut Kodi ------Statement------• Foto keluarga I Hingga usia sekitar 20 tahun beliau memutuskan Wayan Tangguh untuk menikah, masalah kemiskinan menjadikan pernikahan pertama I Wayan Tangguh gagal. Hing- • Keseharain kel- ga akhirnya pada pernikahan ketiga dengan Sukri uarga I Wayan beliau dikaruniai 6 anak yaitu I Wayan Sukarya, Tanggung Nyoman Sudiri, Ketut Kodi, Nengah Suwendra, Sudiarka dan Nyoman Sumarni. I Ketut Kodi me- nuturkan bahwa ayahnya menurunkan ilmu dengan cara yang menyenangkan. Beliau mengajak ber- main topeng, ikut bekerja membuat topeng, sam- bil bercerita suka duka diselingi humor. Sehingga menurut I Ketut Kodi sebagai salah satu penerus beliau merasa sangat senang belajar membuat tope- ng dan belajar berkesenian dengan beliau. Apalagi guru beliau Ida Cokorda Oka Tublen mengijinkan anak-anak I Wayan Tangguh bermain di Puri.

Sekitar tahun 1980 keluarga salah satu Puri me- minta I Wayan Tangguh membuat lembu untuk up- acara ngaben. Untuk pertama kalinya beliau diba- yar sebagai seorang seniman, namun beliau tidak mau kegiatan sosial diukur dengan materi karena beliau menyadari bahwa saat ngayah membuat lembu beliau percaya dibantu oleh roh-roh, sehing- ga pekerjaannya dapat diselesaikan lebih awal dan selalu tepat waktu. • CU: I Ketut Kodi ------Statement------

276 • Karya-karya I Setelah berkeluarga, Ida Cokorda Oka Tublen Wayan Tangguh memintanya Wayan Tangguh untuk mandiri dan yang digunakan di bekerja dirumahnya sendiri. Tanpa melupakan berbagai tempat jasa-jasa sang guru beliau bekerja mandiri se- bagai pembuat topeng. Karyanya berupa tapel- • Buku-buku yang tapel untuk kebutuhan tari topeng banyak diminati menggambarkan oleh para penari topeng Bali. Para pemesannya koleksi I Wayan merasa puas, disebabkan tapel-tapel karya Tangguh Tangguh memancarkan taksu dan memberikan stimulus saat • Termasuk di mu- menarikannya. Kerendahan hati I Tangguh dalam seum Lata Maho- kiprahnya sebagai pembuat topeng membuatnya sadhi ISI Denpas- semakin dikagumi dan kepercayaan masyarakat ar pun direngkuhnya.

Tidak sedikit barong dan rangda sakral sungsun- gan komunitas desa telah dikerjakannya. Termasuk juga karya rangda yang ada pada jaman Pimpinan ASTI, Prof. Mertha Sutedja sekitar tahun 1970, kini menjadi sungsungan di Pura Nareswari ISI Denpasar.

Kesungguhan Wayan Tangguh sebagai seniman pembuat topeng membuatnya dikenal hingga ke mancanegara. Karya-karyanya pun telah terse- bar di Amerika, Jepang, Italia, Taiwan, Australia, Inggris, Prancis, Denmark, dan Jerman. Seniman topeng Bali dan dalam negeri pun tak ketinggalan mengkoleksi topeng karya I Tangguh, diantaranya I Wayan Dibia, I Made Bandem, NLN Swasthi Ban- dem, Fino Confessa, termasuk Museum Latamaho- sadi ISI Denpasar tahun 1995 mulai mengkoleksi topeng-topeng wayang wong, barong bangkal dan barong ketet. • CU: I Ketut Kodi ------Statement------(pesan untuk kel- uarga) VIDEO AUDIO Bentuk karya (Tapel Arsa Wijaya) I Wayan Tangguh

277 • Courtesy of TVRI Karya tapel I Wayan Tangguh sangat terkenal me- (proses membuat mancarkan taksu. Dalam proses penciptaan tapel topeng) beliau selalu ingat pesan guru Cokorda Oka Tublen yaitu sebagai seorang pembuat topeng harus bisa • Hasil karya tope- menari, maka beliau belajar menari pada penari ng I Wayan Tang- terkenal I Wayan Sadeg di Batuan dan penari guh topeng I Ketut Rinda di Blahbatuh. Pemahaman dan pengetahuan tari sangat membantu beliau da- lam membuat topeng, karena dalam menciptakan topeng memerlukan konsentrasi pikiran dengan menghayal dan berimajinasi saat topeng tersebut ditarikan. Untuk itu dengan konsentrasi menghay- alkan karakter topeng saat membuat topeng maka karya topeng tersebut memiliki taksu dan memiliki karakter seperti hidup. Sehingga untuk lebih men- gasah kepiawaiannya dalam menciptakan topeng, I Wayan Tangguh selalu belajar dari tariannya dan rajin menonton pementasan sebagai pengala- man hidupnya. Menurut I Ketut Kodi salah satu putra almarhum, Topeng karya ayahnya memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan yang lain, yaitu karakter wajah topeng yang diciptakan tidak lep- as dari wajah ayahnya sendiri yang sangat tampan dan proporsional sehingga topeng karya cipta beli- au dipengaruhi oleh ketampananya. • CU: I Ketut Kodi ------Statement------• Proses penger- Selain itu sebelum mengerjakan pesanan biasanya jaan tapel untuk beliau bertanya siapa yang akan memakainya dan sungsungan dan juga dengan telaten ditanyakannya latar belakan- tapel lepas gan pembelajaran tari si pemakai agar sesuai den- gan penggunanya. Sedangkan mengerjakan barong dan rangda yang berkaitan dengan religiusitas masyarakat ini, I Tangguh menjalaninya dengan tulus bakti melalui proses spiritual yang suntuk. • CU: I Ketut Kodi ------Statement------VIDEO AUDIO Deskripsi Topeng Arsa Wijaya karya I Wayan Tangguh

278 • Topeng Arsa Wi- Topeng Arsa Wijaya atau Topeng Dalem adalah tarian jaya saat dipen- topeng yang masuk dalam klasifikasi karakter tope- taskan ng halus. Topeng Arsa Wijaya menggambarkan Raja Majapahit yang pertama bernama Raden Wijaya. Digunakannya tokoh Raden Wijaya dalam lakon-la- kon topeng di Bali kemungkinan untuk menghindari adanya benturan ketersinggungan dengan tokoh-to- koh raja di Bali. Asal mula lakon ini lahir Denpas- ar, dimana pada saat itu sudah dikenal penari-penari topeng panca bernama Ida Buda atau jaman Ida Pur- wa penari yang terkenal di Denpasar yang mengam- bil kisah awal berdirinya kerajaan Majapahit. Bentuk karakter topeng Arsa Wijaya menggam- barkan raja yang memiliki karakter halus. Ciri-ciri topeng Arsa Wijaya memiliki warna putih, matan- ya agak sayu (sipit), bibir manis, dan kumis lancip. Terdapat tanda di antara ujung alis yang disebut Cuda Manik sebagai simbul mata ketiga yang ha- rus dimiliki seorang raja. Cuda Manik juga digu- nakan sebagai simbol wibawa seorang raja. Topeng Dalem biasanya tampil dalam pementasan Tope- ng Pajegan Sidakarya, karena dalam budaya Bali tidak selamanya dalam pementasan Topeng Pajegan berisi Topeng Sidakarya. Pada jaman dahulu ,jika pementasan topeng Pajegan pasti terdapat topeng Sidakarya. Dalam proses pembuatan Topeng Arsa Wijaya ini, I Wayan Tangguh terlebih dahulu berguru ke semua seniman yang ada di Bali. Sekalipun tidak bergu- ru secara langsung, beliau belajar topeng melalui karya topeng seniman-seniman terkenal di Bali. Dari hasil pengamatan berbagai seniman terkenal di Bali, beliau mensinergikan gaya-gaya para seni- man menjadi gayanya sendiri. Topeng Arsa Wijaya karya I Wayan Tangguh memiliki identitas yaitu bentuk topeng tidak begitu besar dan cenderung memiliki wajah tidak begitu tua. Berbeda dengan karakter topeng karya guru-guru beliau yang cend- erung tua, untuk mencerminkan sosok pemimpin yang dewasa. Namun beliau menggambarkan Raja Arsa Wijaya sebagai raja muda. Menurut beliau karakter raja muda dinilai lebih menarik.

VIDEO AUDIO Pementasan Topeng Arsa Wijaya • Topeng Arsa Wijaya -Atmosphere sound iringan Topeng saat ditarikan dalam Arsa Wijaya- sebuah pementasan

279 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terkait dengan pembuatan media edukasi seni yang dikolaboraikan dengan tampilan visual dalam dokumenter, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan untuk menghasilkan media yang komunikatif, bisa tersampaikan dan dimengerti oleh berbagai kalangan yang akan mengakses media ini. Adapun komponen penting yang harus diperhatikan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Ide dan Konsep Ide untuk menghasilkan suatu media informasi yang memiliki nilai edukasi tentunya dihasilkan dari beberapa tahapan yang tidak mudah. Ide yang mendasari penelitian ini mer- upakan tantangan yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab bagi seluruh komponen ISI Denpasar dengan aset Pusdok sebagai satu-satunya museum seni yang memiliki potensi untuk dijadikan museum ‘hidup”. Dan untuk mewujudkan hal tersebut tentunya proses lain yang ha- rus dilakukan adalah studi lapangan yang diharapkan mampu memberikan data-data otentik sehingga nantinya mampu dijadikan informasi akurat dalam menyusun naskah yang mengga- bungkan antara informasi lisan dan visual yang akan ditampilan dalam bentuk dokumenter.

2. Media edukasi seni dalam bentuk yang menampilan kekuatan visual dan verba harus di- hasilkan dengan menggabungkan data-data akurat sehingga hasilnya nanti mampu memberi- kan pengetahuan seni yang akurat dan dapat dipertanggungkan.

3. Komponen informasi yang diberikan dalam media edukasi dengan konsep dokumenter ini harus disajikan dengan komunikatif dan mempu memenuhi rasa ingin tahu dari pengunjung yang mengunjungi Pusdok ISI Denpasar, sehingga visi ISI Denpasar sebagai center of excellent dapat dibangun sedikit demi sedikit dari sekarang.

Saran 1. Kerjasama dari seluruh komponen civitas ISI Denpasar akan sangat membantu baik dalam

hal pengumpulan, pengolahan dan analisis data dalam penyusunan storyline media edukasi seni dalam bentuk film dokumenter karena manfaat yang dihasilkan akan digunakan demi ke-

280 baikan ISI Denpasar sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi Seni yang ada di Bali 2. Hendaknya pada pelaku seni mulai membiasakan diri untuk mendokumentasikan segala proses yang dilewati dalam tahapan menghasilkan suatu karya seni, sehingga nantinya generasi selanjutnya akan mendapatkan warisan pengetahuan seni yang memiliki nilai keabsahan dan otentik.

DAFTAR PUSTAKA Althen, Gary (Ed.). 1994 Learning Across Cultures. United States of America: NAFSA. Biran, Yusa Misbcah. 2007. Tehnik Menulis Skenari Film Cerita. Jakarta: Pustaka Jaya Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press. Dibia, I Wayan, 1996. “Prinsip-prinsip Keindahan Tari Bali “, dalam Seni Pertunjukan Indone- sia, Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Tahun VII. Jendra, I Wayan. 2007. Sosiolinguistik; Teori dan Penerapannya. Paramitha Surabaya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Seni Indonesia 2011. Panduan Pelaksanaan Penelitian, Penciptaan dan Pengabdian kepada Masyarakat. Livingston, Don. 1993. Film and The Director. New York. The McMillan Co. MacLachlan, G & Ian Reid. 1994, Framing and Interpretation. Australia: Melbourne Universi- ty. Milles, M.B., & Huberman, A.M. 1992. Analisa Data Kualitatif. Alih Bahasa Oleh Tjet Jeb. R. Rohadi. Universitas Indonesia, Jakarta. Moleong, L.J. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Nida, E.A. and Taber. 1974. The theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan: Dalam Perpekstif Antropologi. Yogya- karya: Pustaka Belajar. Prakosa, Gatot. 2008. Film Pinggiran: Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, Film Doku- menter. Jakarta: Yayasan Seni Visual Indonesia(YSVI) Sudikan, Setya Yuwana, 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya: Unesa Unipress den- gan Citra Wacana.

Tim Penyusun. 1977. Lata Mahosadhi. Art Documentation. STSI Vinay, Jean-Paul and Darbelnet Jean. 2000. A Methodology For Translation. In Venuti (ed.)

281 2000, London and New York: Routledge. Widagdo, Bayu, Winastrawan Gora S. 2004. Bikin Sendiri Film Kamu. Yogyakarta: DV Indone- sia ______. 1999. Selayang Pandang, Seni Pertunjukan Bali, Masyarakat Seni Pertunjuklan Indonesia.

282 SISTEM PEMBELAJARAN KONSTRUKSI INTERIOR BALE GEDE MELALUI REKAYASA GAMBAR KOMPUTER

Cok Gd Rai Padmanaba, Program Studi seni Rupa dan DesainInstitut Seni Indonesia Denpasar [email protected]

Abstrak Bale Gede merupakan salah satu bangunan tradisional Bali yang ada dalam satu peka- rangan rumah tinggal umat Hindu di Bali. Bale Gede difungsikan untuk melaksanakan upacara keagamaan bagi agama Hindu terutama untuk upacara Manusa yadnya dan Pitra yadnya. Se- cara fisik bangunan Bale Gede ini merupakan bangunan yang paling terbuka, yang hanya mem- punyai dinding pada satu atau dua sisi, sehingga interior bangunan bisa terlihat dengan jelas. Konstruksi yang diterapkan bersifat terbuka dan jujur tanpa ditutup-tutupi. Dengan berjalan- nya waktu, makin sedikit orang yang mampu mengerjakan konstruksi bangunan tradisional Bali pada Bale Gede. Orang lebih memilih membuat bangunan yang lebih praktis baik kon- struksi maupun materialnya, sehingga dikhawatirkan sistem konstruksi pada bangunan Bale Gede akan semakin sulit dipelajari dan dilestarikan. Oleh sebab itu maka perlu adanya sistem pembelajaran yang lebih mudah dan menarik, melalui gambar rekayasa komputer baik Dua Di- mensi, maupun.Tiga Dimensi. Metode yang dilakukan merupakan metode penelitian kualitatif, yang diarahkan pada kondisi asli subyek penelitian. Subyek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling. melalui pengamatan konstruksi Bale Gede pada perumahan, pengamatan elemen-elemen dan wawancara pada sentra pembuatan Bangunan Tradisional di Bali Selatan, kemudian melakukan olah gambar komputer. Hasil pembahasan berupa tatahap-tahap proses dari pengambilan data lapangan, sampai menghasilkan gambar tiga dimensi elemen-elemen dan konstruksi Bale Gede. Kata Kunci: Sistem pembelajaran, Konstruksi Interior, Bale Gede, Gambar Komputer

Abstract Bale Gede is one of the traditional Balinese buildings that exist within one yard of the resi- dence Hindus in Bali. Bale Gede enabled to perform religious ceremonies for Hindu religious cere- monies especially for Manusa yadnya and Pitra yadnya. Physically Bale Gede building is building the most open, which only have a wall on one or two sides, so that the interior of the building can be seen. Construction adopted is open and honest with no cover-up. As time goes on, fewer and

283 fewer people are able to work on the construction of traditional Balinese Bale Gede. People prefer to make the building more practical both construction and material, so it is feared system Bale Gede construction on the building will be more difficult to learn and preserved. Therefore it is necessary the system to study easier and more attractive, through either computer engineering drawings Two Dimensional, or Three Dimensional. Method used is a method of qualitative research, which is di- rected at the original condition of the research subject. The research subject is determined by purpo- sive sampling. through observation Bale Gede on housing construction, observation and interview elements in the manufacturing centers of Traditional Buildings in South Bali, then perform the imaging computer. Results of the discussion in the form of process of field data, to produce three-di- mensional images and construction elements 0f Bale Gede. Keywords: learning system, Interior Construction, Bale Gede, Computer drawings

PENDAHULUAN Bale Gede merupakan salah satu bangunan tradisional Bali dari beberapa bangunan yang ada dalam satu pekarangan rumah tinggal umat Hindu di Bali. Bale Gede biasanya terletak di Timur (Kangin) dalam suatu halaman rumah, sehingga bisa juga disebut dengan Bale Dangin, kalau dit- injau berdasarkan penempatannya. Namun berdasarkan jumlah tiangnya, menurut Dwijendra (2009), yang dimaksud dengan Bale Gede adalah bale dangin yang terdiri atas 2 bale (12 tiang). Jadi berdasarkan jumlah tiangnya Bale Gede terdiri dari 12 tiang. Bale Gede difungsikan untuk melak- sanakan upacara keagamaan bagi agama Hindu terutama untuk upacara Manusa yadnya dan Pitra yadnya. Secara fisik bangunan Bale Gede ini merupakan bangunan yang paling terbuka, yang hanya mempunyai dinding pada satu atau dua sisi, sehingga interior bangunan bisa terlihat dengan jelas. Konstruksi yang diterapkan bersifat terbuka dan jujur tanpa ditutup-tutupi.Dengan demikian maka elemen-elemen bangunan baik yang membentuk konstruksi maupun tidak, diupayakan mempunyai penampilan yang menarik sehingga mampu memperindah wujud bangunan.Elemen-elemen kon- struksi tersebut mempunyai nama-nama tersendiri dan disusun sedemikian rupa degan mengikuti aturan yang harus dikuti agar bangunan bisa dibangun dengan kokoh, kuat namun tetap fleksibel terhadap goncangan yang terjadi pada saat gempa. Dengan berjalannya waktu, konstruksi bangunan tradisional Bali yang banyak diter-

apkan pada Bale Gede makin sedikit orang yang mampu mengerjakan. Orang lebih memilih membuat bangunan yang lebih praktis baik konstruksi maupun materialnya, sehingga dikhawa- tirkan sistem konstruksi pada bangunan Bale Gede akan semakin sulit dipelajari dan dilestari-

284 kan, sedangkan melihat fungsinya, Bale Gede paling erat kaitannya dengan upacara keagamaan dibandingkan dengan bangunan tradisonal lainnya pada suatu pekaragan rumah tinggal, Bale Gede sampai saat ini merupakan bangunan yang paling sedikit mengalami perkembangan, baik bentuk maupun fungsinya. Namun demikian agar sistem konstruksinya yang bisa dibongkar pasang,tetap bertahan, maka perlu dilestarkan agar bisa dilanjutkan oleh generasi mendatang. Oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha yang bisa mempermudah mempelajari sistem kon- struksi yang diterapkan pada bangunan tradisional bali, terutama pada bangunan Bale Gede. Berdasarkan latar pemikiran seperti di atas, penulis ingin mengungkapkan sistem konstruksi tersebut dengan cara merepresentasikan elemen-elemen konstruksi knock down pada Bale Gede melalui teknologi simulasi mutkhir dengan memanfaatkan program computer.Dengan bantuan program komputer Auto CAD, 3 D max maupun program lainnya. Elemen-elemen konstruksi diwujudkan menjadi gambar 2 dimensi, 3 dimensi maupun gambar bergerak, sehingga akan lebih mudah dipelajari, baik nama-nama elemen, sitem sambungan maupun prosedur pema- sangan dan pembongkarannya. Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu mempermudah bagi generasi mendatang untuk mempelajari sitem konstruksi yang diterapkan pada Bale Gede, karena bisa dipelajari dalam bentuk 3 Dimensi maupun animasi, sehingga akan lebih menarik dalam pembelajarannya, baik bagi orang yang berkecimpung dalam pembuatan bangunan tr- adisional Bali, mahasiswa maupun masyarakat awam, yang tertarik pada bangunan tradisional Bali. Gambar 2 dimensi dan 3 dimensi yang tidak bergerak juga bisa ditampilkan melalui hasil cetakan berupa buku, sehingga bisa dimanfaat sebagi alternatif lain dalam proses pembelajaran.

METODE DAN MATERI Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang diarahkan pada kondisi asli subyek pe- nelitian. Subyek penelitian ini tidak ditentukan dengan teknik pemilihan sampling (cuplikan) yang bersifat acak (random sampling), tetapi lebih bersifat purposive sampling.Hal ini dilaku- kan, karena teknik ini lebih mampu menangkap realitas yang tidak tunggal.Bale gede hanya dmiliki oleh masyarakat dari golongan tertentu saja sehingga penentuan sampel berdasarkan pada rumah tinggal yang memungkinkan memiliki Bale Gede. Teknik sampling ini memberi- kan kesempatan maksimal pada kemampuan peneliti untuk menyusun teori yang dibentuk di lapangan (grounded theory), dengan sangat memperhatikan kondisi lokal dengan kekhususan

285 ideografis atau nilai-nilainya (Sutopo, 1996: 37). . Sumber data primer didapat dari pemngamatan langsung, pemotretan dan melalui wawan- cara. Sebagai responden adalah para pemilik bangunan, para praktisi pada sentra-sentra keraji- nan yang memproduksi bangunan tradisional Bali dan orang-orang yang berkompeten dalam bidang arsitektur tradisional Bali. Selanjutnya data sekunder diperoleh melalui buku-buku literatur dan hasil penelitian. Oleh karena itu data penelitian ini didapatkan melalui observa- si, wawancara, studi pustaka. Dari data-data yang didapat kemudian dilakukan olah gambar melalui rekayasa komputer untuk menghasilkan elemen-elemen konstruksi berupa gambar dua demensi serta tiga demensi.. Sample penelitian diambil secara acak dari bangunan bale gede dengan populasi pada daerah Bali Selatan, yang meliputi Kabupaten Gianyar, Tabanan, Badung, dan Kota Denpasar, dengan target 3buah bale gede pada masing-masing kabupaten .

HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk menghasilkan materi pembelajaran tentang konstruksi interior Bale Gede den- gann\ rekayasa komputer maka diperlukan rangkaian proses sebagai berikut: 1. Survey ke Lokasi Bale Gede Survey pada rumah-rumah penduduk yang mempunyai Bale Gede di daerah Bali bagian Selatan. Hasil survey mendapatkan bahwa terdapat variasi dari elemen pembentuk Bale Gede baik pada jenis lambang, konstruksi saka dengan lambang, penempatan kencut pada saka, sunduk bale- bale dsb. Namun yang tidak mengalami perubahan adalah konstruksi saka dengan sendi dibawahn- ya. Berdasarkan survey ini didapatkan gambaran umum posisi dari elemen-elemen konstruksi yang membentuk bangunan Bale Gede. Dengan didukung literatur maka bisa digambarkan bagaimana struktur Bale Gede yang terbentuk oleh elemen-elemen pembentuknya .

Bale Gede dengan 2 buah bale-bale. ( dokumentasi penulis)

286 2. Pengamatan pada sentra kerajinan ukir kayu dan bangunan tradisional Bali Pengamatan secara lansung pada bangunan bale gede hanya mampu menggambar- kan posisi dari masing-masing elemen yang menjadi konstruksinya, namun tidak bisa meli- hat bagaimana masing-masing elemen tersebut dihubungkan. Konstruksi tradisional Bali tidak mengenal pemakaian paku sebagai penguat konstruksinya, sehingga bentuk-bentuk sambungan yang menghubungkan elemen-elemen tersebut sangat berpera penting. Oleh sebab itu Survey dilanjutkan ke tempat perajin yang biasa membuat bangunan tradisional Bali agar bisa melihat bagian bagian konstruksi yang belum terpasang, untuk melihat lebih lebih jauh bentuk-bentuk elemen konstruksi, Dari pengamatan ini menghasilkan beberapa elemen yang menjadi kon- struksi yang menghubungkan satu bagian bangunan dengan bagian. Melalui wawancara dengan perajin dan nara sumber didapatkan beberapa elemen-elelemen sambungan yang belum terpas- ang dengan bentuk sambungannya masing-masing.

Gambar, Perajin sedang mengerjakan elemen-elemen konstruksi bangunan Tradisional Bali

Gambar. Beberapa Jenis Sambungan saka sesuai dengan posisinya pada bangunan

Berdasarkan data-data yang dikumpulkan maka dapat digambarkan bangunan Bale Gede bagian per bagian untuk mempermudah pengertianya, mengingat masing-masing bagian

287 terdiri dari elemen-elemen konstruksi yang mempunyai nama masing-masing. Penggambaran secara umum dibatasi hanya pada bagian badan dan kepala yang membentuk interiornya yang meliputi bagian yang di atas lantai, dari sendi, sunduk, waton, bale –bale, saka, canggah wang, kencut, lambang sineb pementang, hingga bagian kepala yang terdiri dari pemade, pemucu, iga- iga, apit-apit, tapuk manggis hingga petaka di bagian puncak langit-langit. Adapun elemen-el- emennya dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Sambungan sisi tengah saka dengan lambang Salah satu ujung sambungan pementang

Lubang pada lambang dan bagian bawah saka

Adapun elemen-elemen yang membentuk bagian kepala Bale Gede adalah, Petaka, yang menjadi tempat bertumpunya Pemade, pemucu dan semua iga-iga. Tugeh pada pemen- tang yang seolah-olah menyangga petaka, walaupun sebenarnya tidak banyak berperan sebagai konstruksi. Apit-apit yang menjepit iga-iga, pemade dan pemucu pada ke empat sisi atap, dan tapuk manggis yang menjadi pasak yang menghubungkan iga-iga, pemade dan pemucu dengan kedua sisi apit- apit. Dengan penggambaran dalam bentuk potongan ini akan mempermudah mempelajari elemen per elemen dengan posisinya masing-masing.

3. Penggambaran Konstruksi Bale Gede a. Gambar Posisi elemen-elemen konstruksi.

Bentuk atap Bale gede pada umumnya adalah bentuk kampiah atau limasan.. Konstruksi bagian atap bale dangai terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut:

288 Elemen-elemen konstruksi pada bagaian kepala

Posisi tiang dan bale-bale

Struktur elemen-elemen pada konstruksi atap

289 b. Bentuk sambungan Konstruksi

Sambungan konstruksi pada saka /tiang

Penggambaran 3 Dimensi bentuk dan sambungan konstruksi

KESIMPULAN 1. Untuk menghasilkan Gambar Konstruksi Bale Gede yang bias dipakai sebagai representasi, maka memerlukan beberapa tahapan baik pada waktu survey maupun tahap epenggambaran dengan simulasi computer, agar nantinya bias dimengerti dengan lebih mudah. 6.2 . Saran. Perninggalan-peninggalan leluhur yang bias kita banggakan hendaknya bias dijaga kelestari- annya dengan mengusahakan berbagai upaya yang menghasilkan metode pembelajaran yang

lebih mudah dan menarik

290 DAFTAR PUSTAKA Adhimastra, I K. 2004 Penerapan Sistem Matrik Dalam Satuan Gegulak untuk Ukuran Bangu- nan Rumah Tinggal Tradisional Bali. (Tesis), Denpasar Universitas Udayana Budihardjo, E.1995, Architectural Conservation in Bali, Gajahmada University Press Yogyakar- ta; Dwijendra N K A, 2009, Arsitektur Rumah Tradisional Bali, Denpasar, Udayana University Press Lawson, Bryan. 2007 Bagaimana Cara Berpikir Desainer,Jalasutra, Yogyakarta Piliang.Yasraf Amir, 2003.Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Jala- sutra, Yogyakarta Raharja, 2013. “Representasi Postrealitas Desain Gdung Pusat Pemerintahan Kabupaten Ba- dung” (Disertasi). Denpasar: Pascasarjana Doktor Kajian Budaya Unud. Rustan, S. (2005). Hurufontipografi.: PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Siauw, Soen I 1995, Belajar Sendiri Personal Komputer, Erlangga Jakarta , Singarimbun, Masri, 1983. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Sulistyawati, 1996, Berbagai Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perubahan Wujud Arsitektur, Studi Kasus Rumah Tinggal Tradisional di Desa Adat Kuta. Tesis UI Jakarta Sutinah, 2010. Teori Simulations Jean Baudrillard. Dalam Suyanto dan M. Khusna Amal (Ed) Anatomi dan Perkembangan Teori Sosial. Aditya Media, Yogyakarta Sutopo, Heribertus B., 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif.: Universitas Sebelas Maret Sura- karta. Tim Universitas Udayana, 1980. Pengaruh Mass Tourism Terhadap Tata Kehidupan Masyarakat Bali. Denpasar, Laporan Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengembangan Witana I Nyoman, Sikutning Umah, terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia rontal no. 1142 di Gedong Kertya Singaraja 1973;

291 DESAIN INTERIOR KLINIK BERSALIN GANDI DI BALI

Oleh : Adinda Wahyu Lestari Program Studi Interior FSRD, ISI Denpasar

Abstrak Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi. Kini klinik bersalin tidak hanya sekedar tempat melahirkan secara normal dan tidak lagi diperuntukan hanya bagi ibu hamil. Klinik bersalin berkembang menjadi penyedia pelayanan kesehatannya bersifat penyuluhan, pencegahan, penyembuhan. Klinik bersalin dituntut memenuhi kebutuhan civitasnya serta mendasari fasilitas dengan teknologi terkini. Sebuah klinik tidak lagi terbatasi dinding-dinding putih dan suasana ruang yang menyeramkan yang dapat memengaruhi psikis pasien. Dengan desain interior yang memenuhi tuntutan civitas dan memberikan suasana ruang yang hangat dan familiar diharapkan dapat mengurangi beban secara psikis bagi pasien melalui fisik ban- gunan dan psikis. Menjawab tuntutan-tuntutan tersebut, desain interior yang diintegrasikan dalam sebuah konsep yang tepat tentunya dapat menghadirkan nuansa, atmosfer, dan estetika yang menarik. Berdasarkan pendekatan humanis, konsep yang diterapkan pada Klinik Bersalin adalah Smile of Sunrise, merupakan jenis konsep analogi yang berarti kiasan yang diperluas. Sunrise yang memiliki arti matahari terbit dapat juga diibaratkan kelahiran baru, awal baru, dan semangat baru. Smile yang berarti senyuman. ditekankan pada pelayanan lingkungan terhadap pasien. Lingkungan yang baik, nyaman, hangat, cepat dalam pelayanan dan menenang- kan dapat membantu proses penyembuhan pasien. Secara fisik, Klinik Bersalin menyediakan serta memenuhi civitas dengan fasilitas perawatan kesehatan dengan fasilitas-fasilitas terkini, serta menambahkan ruang-ruang penunjang seperti mini mart, baby shop, playground dan ru- ang pijat rileksasi yang dapat memanjakan pengunjung sehingga tidak bosan dan stress saat menunggu maupun saat perawatannya. Suasana Sunrise yang hangat mendasari nuansa interior klinik. Pelayanan yang didasari senyuman serta suasana hangat yang dihasilkan melalui desain interior dapat membuat pengelolah, tenaga medis, pengunjung hingga pasien dapat merasakan kehangatan, kedekatan, kegembiraan dan kenyamanan dalam interior klinik bersalin. Kata kunci : Klinik, bersalin, smile, sunrise, hangat

292 Abstract Along with the times and technology. Maternity clinic is not just a normal delivery and no longer intended only for pregnant women. Growing maternity clinic be a health care provider character education, prevention, cure. Maternity clinic required to meet community needs as well as the underlying facilities with the latest technology. A clinic is no longer limited white walls and creepy room atmosphere that can affect patients psychologically. With interior design that meets community demands and providing an atmosphere that is warm and familiar is expected to reduce the psychological burden to patients through building physical and psychological. Answering these demands, interior design integrated in an appropriate concept can certainly bring the feel, the at- mosphere, and aesthetically pleasing. Based on humanist approach, the concept is applied to the Maternity Clinic Smile of Sunrise, is a kind of analogy figurative concept expanded. Sunrise has meaning sunrise can also be likened to a new birth, a new beginning, and a new spirit. Smile mean- ingful smile. emphasis on the environmental services to patients. Good environment, comfortable, warm, fast in service and soothing can help the healing process of patients. Physically, Maternity Clinic presents and meet the community with health care facilities with the facilities up to date, as well as adding spaces investigations such as mini mart, baby shop, playground and massage relaxation to pamper visitors, so do not get bored and stressed when to wait and when treatment. Sunrise warm atmosphere underlying feel of the interior of the clinic. Services are based on a smile and a warm atmosphere generated by the interior design can make pengelolah, medical personnel, visitors to the patient can feel the warmth, closeness, joy and com- fort in the interior of the maternity clinic. Keywords: Maternity Clinic, Atmosphere, Warm

PENDAHULUAN : Kehamilan hingga persalinan adalah sebuah proses kebahagian dan juga sebuah proses yang berat, baik secara fisik dan psikis. Proses persalinan merupakan serangkaian proses sulit yang dilakukan oleh seorang wanita yang berjuang keras dan menahan sakit untuk melahirkan sang bayi. Bahkan tidak jarang proses ini membahayakan nyawa sang ibu. Seiring perkemban- gan serta kemajuan jaman, Klinik Bersalin tidak hanya sekedar tempat melahirkan. Namun sebuah klinik bersalin sebaiknya memberikan fasilitas yang memberi rasa aman, nyaman serta diharapkan dapat mengurangi beban secara psikis bagi pasien. Kesehatan psikis pasien dipen- garuhi juga oleh lingkungan klinik bersalin tersebut. Untuk memberikan rasa aman dan nya- man bagi ibu hamil dan bersalin, maka salah satunya dengan desain interior yang memenuhi segala civitasnya dan peningkatan dalam pelayanan. Selain tuntutan tersebut, klinik bersalin

293 diharapkan memberikan suasana ruang yang hangat dan familiar bagi pasien, tenaga medis dan pengelolahnya. Melalui desain interior yang memenuhi tuntutan civitas dan memberikan suasana ruang yang hangat dan familiar, bertujuan untuk mengurangi beban ibu hamil serta memberikan kelanca- ran pada persalinan hingga pacsa persalinan. Berdasarkan hasil pengamatan, klinik bersalin di daer- ah Denpasar dan Mengwi, belum ada klinik yang memberi pelayanan secara psikis melalui desain interior. Salah satunya Klinik dan Rumah Bersalin Gandi di Jalan Ngurah Rai no.207 Mengwitani. Faktanya, rumah bersalin dan klinik ini tidak berbeda dengan rumah bersalin lainnya, salah sat- unya seperti fasilitas yang kurang ergonomis bagi ibu hamil, kurangnya sarana keamanan bagi pa- sien khususnya ibu hamil dan bersalin. Klinik bersalin diharapkan dapat menghilangkan rasa jenuh dalam masa perawatannya, Melihat kenyataan yang ada di lapangan, karena belum adanya desain interior klinik bersalin yang menjawab tuntutan-tuntunan tersebut, hal itulah menjadi dasar penulis dalam pemilihan kasus Klinik Bersalin Gandi akan mencakup desain ruang utama, ruang servis dan ruang penunjang (baby shop, cafe, dan ruang rileksasi). Tuntutan desain sesuai dengan teknologi dan perkembangan jaman terhadap fasilitas, akan mendasari fasilitas-fasilitas medis yang akan di- gunakan pada Klinik Bersalin Gandi. Menjawab tuntunan-tuntutan tersebut, desain interior yang diintegrasikan dalam sebuah konsep yang tepat tentunya dapat menghadirkan nuansa, atmosfer, dan estetika yang menarik. Konsep yang diterapkan pada Klinik Bersalin adalah Smile of Sunrise, konsep yang didasari dari pendekatan humanis terhadap lingkungan yang mendasari pemilihan konsep tersebut. Lingkungan yang tidak hanya berasal dari keluarga, lingkungan klinik bersalin juga dapat mempengaruhi kondisi pasien. Peningkatan terhadap pelayanan lingkungan dan desain interior.

MATERI DAN METODE : MATERI Materi yang diangkat adalah Klinik Bersalin Gandi. Klinik Bersalin Gandi mer- upakan sarana pelayanan kesehatannya bersifat promotive (penyuluhan), preventif

(pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan rehabilitative (pemulihan) terutama pada

294 perawatan kehamilan hingga persalinan. Klinik Bersalin Gandi telah berdiri sejak tahun 2004 di daerah Mengwi, tepatnya di Jalan Ngurah Rai no.207 Mengwitani–Badung–Bali.

Fasilitas yang diberikan di Klinik Bersalin Gandi : 1. Pelayanan dokter umum dan Pelayanan dokter spesialis : spesialis penyakit dalam, , spesialis anestesi, spesialis kehamilan dan kebidanan. 2. Pelayanan dokter kunjungan : spesialis gigi, spesialis THT, spesialis bedah, spesialis syaraf, spesialis kulit &kelamin 3. Pelayanan kesehatan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan serta pelayanan rawat inap kelas VIP, kelas II, Kelas III dan kelas biasa.

METODE Setelah materi dipilih, materi lebih digali melalui metode-metode pengumpulan data serta dikembangkan melalui metode desain yaitu, proses input, proses, dan output yang meng- hasilkan desain secara visual. Metode-metode akan diulas dibawah ini. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Kepustakaan / Literatur Metode kepustakaan / literatur adalah kegiatan yang meliputi mencari secara literatur, melokalisasi dan menganalisis dokumen yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Dokumen bisa berupa teori-teori dan bisa pula hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan men- genai permasalahan yang akan diteliti ( Sangadji, dan Sopiah, 2010 : 169 ). Kepustakaan men- jadi dasar setiap pencarian dan pengolahan data, seperti pencarian fakta-fakta dilapangan yang didasari kepustakkan/literatur yang memperoleh masalah dan jawaban masalah interior yang

295 didukung oleh kepustakaan paramater/ data pembanding yang dapat memunculkan gagasan ide.

2. Metode Observasi Metode observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis menge- nai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudiandilakikan pencatatan (Soemin- tro, 1985 :62). Metode yang mengunakan seluruh panca indra melalui objek visual yang akan dapat memberikan informasi secara objektif tentang fakta. Dalam memperoleh data lapangan pada kasus, observasi yang dilakukan dengan mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung dan pegawai klinik. Metode ini dapat memperoleh data-data secara langsung, namun ada kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin diamati secara langsung, seperti kegiatan bersalin dan kegiatan yang bersifat pribadi. Oleh karena itu, perlu adanya wawancara secara langsung kepada pengunjung serta pengelola di bangunan klinik dan rumah bersalin tersebut.

3. Metode Wawancara Metode wawancara merupakan metode survey yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian ( Sangadji, dan Sopiah, 2010 : 171 ). Metode Pengumpulan data pada kasus dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak-pihak yang berkompeten dengan kasus. Seperti bertanya langsung kepada tenaga medis, pasien dan pendamping pasien, namun kekurangan metode wawancara adalah data-data yang dikumpul- kan sangat terbatas, terbatas oleh waktu pihak yang diwawancarai. Metode ini dapat didukung oleh metode dokumentasi.

4. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, iktisar, pernyataan tertulis dan dokumen lainnya ( Sarwono, 2006 : 73 ) Mengingat keterbatasan panca indra yang tidak se- lalu dalam kondisi fit, metode ini dilaksanakan untuk memperoleh sumber data yang berupa laporan tertulis atau berupa foto, mengingat keterbatasan pengamatan yang dilakukan dengan panca indra. Dengan metode ini dapat memperbaiki dan mengurangi kesalahan-kesalah pada

296 saat proses pengumpulan data. Metode ini diterapkan pada pencarian data dan pengolahan data yang memperoleh fakta-fakta yang sebenarnya pada banguanan klinik dan rumah bersalin.

5. Metode Analisis Metode ini diungkapkan agar data yang dianalisis dapat disederhanakan sehingga lebih mudah dipahami. Metode ini terbagi menjadi dua, yaitu : a. Analisa kuantitatif Analisa kuantitatif yaitu data dalam bentuk jumlah dituangkan untuk menerangkan suatu kejelasan dari angka-angka atau memperbandingkan dari beberapa gamabaran sehingga memperoleh gambaran baru (Subagyo, 2011: 104). Metode ini merupakan metode berupa angka-angka maupun sketsa-sketsa pada kasus Klinik Bersalin. b. Analisa kualitatif Analisa kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi terhadap sesuatu, dan mementingkan proses dalam menganalisa(Sarwono, 2006 :257). Metode ini merupakan penalaran secara logis berupa uraian-uraian.

Metode Desain Dalam proses mendesain interior klinik dan rumah besalin Gandi, penulis menggu- nakan perpaduan dari metode desain glass box dan black box. Glass box adalah metode ber- fikir rasional dan black box metode berfikir tradisional. Metode glass box berupa fakta-fakta yang terdapat dilapangan serta data-data yang secara objektif dan sistematis terhadap kasus sedangkan metode black box merupakan pengembangan tentang imajinasi serta kreatifitas de- sain-desain. Berikut adalah kerangka berfikir pada metode glass box dan black box yang digu- nakan terkait kasus Desain Interior Klinik Bersalin.

297 Dalam metode desain, Proses yang digunakan adalah proses input, proses dan out- put. Kasus dipilih berdasarkan pengamatan dan fakta yang terjadi pada kasus yang memiliki masalah-masalah dibidang interior, kemudian metode selanjutnya proses input data dengan metode pengumpulan data dengan kepustakaan, observasi, wawancara dan dokumentasi yang awalnya mencari identitas kasus tersebut, nama kasus, kegiatan dalam kasus tersebut, kemudi- an mendapatkan karakteristik lingkungan arsitektural kasus tersebut, hingga memperoleh data fisik dan non fisik pada kasus terkait bidang interior seperti elemen pembentuk ruang, elemen pelengkap pembentuk ruantg, utilitas, fasilitas, dekorasi dan me. Proses input data juga mem- peroleh fakta-fakta interior yang terjadi pada kasus, apa dan bagaimana keadaan sebenarnya pada kasus klinik dan rumah bersalin yang didasari oleh idealitas manusia sebagai pengguna interior klinik dan rumah bersalin. Setelah hal-hal tersebut, terjadi proses desain hingga diper- oleh masalah masalah yang terjadi kemudian masalah dianalisa sebab-akibat masalah interior yang terjadi pada klinik dan rumah bersalin pada kasus yang menghasilkan sintesa/ kesimpulan

sementara yang dapat memunjulkan gagasan-gagasan desain. Gagasan desain merupakan pros- es output yang didasari oleh kajian-kajian literature seperti dasar-dasar perancangan bangunan

298 klinik dan rumah bersalin kemudian parameter sebagai image pembanding dan pendukung gagasan desain pada kasus. Gagasan desain didasari oleh tujuan dari desain tersebut, kriteria desain tersebut, dan ditunjang oleh konsep yang kita miliki, seperti apa dan bagaimana konsep dapat mewujudkan desain interior yang dapat mejawab masalah yang telah dipaparkan diatas yang dapat menghasilkan conseptual , development, construction hingga 3D dan animasi.

PEMBAHASAN Identifikasi Jenis Jasa Pelayanan Klinik Bersalin Gandi Berdasakan data-data dan pengamatan terhadap jasa pelayanan yang diberikan, Klinik Bersalin Gandi merupakan sarana pelayanan kesehatannya bersifat penyuluhan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan yang tidak hanya melayani persalinan secara normal saja. Dalam identifikasi jasa pelayanannya, dapat dikategorikan sebagai berikut : 1. Pelayanan Utama a. Tindakan : IGD, bersalin dan farmasi Pelayanan ruang tindakan merupakan sarana pelayanan bersifat darurat (emergency). b. Klinik : dokter umum, dokter spesialis, bidan, perawat dan farmasi Pelayanan klinik merupakan pelayanan kesehatan umum dan spesialis. bagi masyarakat umum mulai dari bayi hingga orang tua. c. Perawatan : pasca bersalin(transisi), rawat inap dan perawatan bayi Pelayanan perawatan merupakan sarana pelayanan tenaga medis terhadap perawatan pasien rawat inap dalam membantu proses penyembuhan pasien.

2. Pelayanan Adminitrasi a. Pengelolah : pimpinan, resepsionis, kasir, tata usaha Pada jasa pelayanan pengelolah merupakan sarana adminitrasi pengunjung, pasien dan suppli- er terhadap pengelolah klinik bersalin gandi.

3. Pelayanan Servis

Pelayanan servis merupakan pelayanan yang diberikan selain dari pelayanan utama. Pe- layanan servis terbagi menjadi 2, yaitu sebagi berikut :

299 a. Servis Pengurus dan pengelolah Pelayanan ini diperuntukan bagi pengurus dan pengelolah seperti penyedian ruang pantry, ru- ang loker, ruang servis (alat kebersihan) Servis pengunjung b. Ruangan servis yang diperuntukan bagi pasien maupun pengunjung klinik bersalin gandi seperti lobby, ruang persiapan gizi (dapur), cafeteria dan toilet.

4. Pelayanan penunjang Pelayanan penunjang merupakan pelayanan yang dapat mendukung kegiatan diluar pe- layanan utama yang dapat menarik minat pengguna dan pengunjung jasa Klinik Bersalin Gan- di. Salah satunya dengan penambahan baby shop, mini mart, playground dan ruang rileksasi. a. Kebutuhan ruang Ruang-ruang yang dibutuhkan berdasarkan identifikasi aktifitas dari civitasnya, kemu- dian ditemukan ruang-ruang yang diperlukan dan dikelompokkan menurut aktifitas sejenis se- suai kebutuhan dari aktifitasnya. Ruang-ruang tersebut ditampilkan dalam bentuk table sebagai berikut: RUANG UTAMA RUANG ADMINI- RUANG SERVIS RUANG PENUN- TRASI JANG Entrance Ruang pimpinan Toilet Ruang baby shop Ruang tindakan Ruang kasir Lobby Ruang bermain Ruang bersalin Ruang resepsionis Ruang security Ruang rileksasi Ruang operasi Ruang tata usaha Ruang pantry /istirahat pegawai playground dan tenaga medis Ruang bayi Ruang rapat Ruang dapur cafetaria Ruang transisi /pasca Ruang dokumen Ruang servis (CS) bersalin Ruang rawat inap Ruang parkir Ruang jaga tenaga medis Ruang praktek spesialis Ruang apotik Ruang steril alat

Setelah ruang-ruang apa saja yang dibutuhkan, munculah kebutuhan ruang yang ber- asal dari fasilitas dan kiteria dari masing-masing aktifitas pada ruang tersebut, berikut adalah perhitungan besaran ruang minimal pada ruang klinik. Besaran ruang diperoleh, melalui per-

hitungan sebelumnya berdasarkan ruang-ruang yang dibutuhkan, berikut merupakan besaran ruang yang sudah dijumlahkan dan dikelompokkan.

300 NO KELOMPOK RUANG BESARANRUANG 01 Ruang Utama 455.72 m² 02 Ruang Adminitrasi 93.36 m² 03 Ruang servis 199.14 m² 04 Ruang Penunjang 132.54 m² Total 880.77 m² Tabel Totalan besaran ruang

Sumber : analisis mahasiswa

Desain yang akan dialih fungsi dibangunan yang lebih besar guna pencapaian aktifitas dan civitas secara maksimal. Total besaran minimal ruang pada analisa kebutuhan ruang 880.77 m². Keluasan ruang yang terdapat dilokasi alih fungsi 4100.2 m², terdapat kelebihan ruang se- banyak 3219.43 m2 yang akan digunakan untuk pengembangan ruang dengan menambah spa- sial untuk sirkulasi dan fasilitas medis yang maksimal.

Skema hubungan ruang Untuk mendapatkan gambaran dari sonasi ruang serta sirkulasi ruang pada Klinik Bersa- lin Gandi, maka sebelum itu dilakukan analisis terhadap hubungan ruang. Hubungan antara ruang dilakukan dengan pengelompokkan ruang berdasarkan aktifitas yang sejenis dan berkaitan.

Gambar matrix hubungan antar ruang Sumber : analisis mahasiswa

301 Keterangan : - Pengelompokan zona-zona dimaksud mengelompokan ruang - ruang yang memiliki alur kegiatan sejenis guna pencapaian efiensi kerja dan pemanfaatan ruang - Kesimpulan dari pengolompokkan zona terbagi atas 3 zona yaitu zona publik, zona private dan zona semi private.

Berikut ruang-ruang atas zona-zona tersebut : Public Private Semi private Entrance Entrance staf Ruang IGD Lobby Ruang dokumen/arsip Ruang bersalin Baby shop Ruang tata usaha Ruang transisi operasi Mini mart Ruang rapat Ruang pasca bersalin/transisi Ruang pijat refleksi Ruang loker Ruang praktek spesialis Cafeteria Ruang istirahat staf Ruang rawat inap Parkiran Ruang servis/alat Ruang bayi Ruang persiapan gizi Ruang pimpinan Tabel zona ruang Sumber : analisis mahasiswa

Setelah proses pengelompokan zona yang menghasilkan layout ruang, kemudian dikem- bangkan dalam bentuk konsepsual desain. Mendesain interior klinik bersalin yang memiliki

302 konsep, bertujuan memberi suasana baru dan dapat mengurangi beban psikis pasien, terutama ibu hamil dan bersalin. Desain interior klinik bersalin harus mampu memenuhi tuntutan-tun- tutan civitasnya seperti tuntutan ruang yang memberi rasa aman dan nyaman, fasilitas yang memadai, utilitas, pencahayaan yang sesuai kebutuhan dalam ruang, penghawaan yang sesuai kondisi pasien hingga mecanical electrical yang menunjang civitas. Berdasarkan uraian terse- but, penulis mengajukan sebuah konsep Smile of Sunrise yang didasari oleh keadaan pening- katan lingkungan, suasana, dan kenyamanan yang diaplikasikan melalui desain interior. Smile of Sunrise merupakan jenis konsep analogi yang berarti kiasan yang diperluas. Sunrise yang memiliki arti matahari terbit Sunrise yang memiliki arti matahari terbit dapat juga diibaratkan kelahiran baru, awal baru, dan semangat baru.

Smile Konsep dengan pendekatan se- cara humanis, lingkungan yang baik, nyaman dan menenang- kan dapat membantu proses penyembuhan pasien. Lingkun- gan tidak hanya berasal dari keluarga, lingkungan klinik ber- salin juga berperan penting da- lam hal tersebut. Seperti sebuah pelayanan dengan memberi “senyuman” pada pasien dan pengunjung klinik bersalin. Senyuman dapat memepengaruhi kondisi seseorang. Senyuman dapat memberi semangat serta membantu meringankan ketegangan yang dihadapi pasien teru- tama ibu hamil dan bersalin. Untuk itulah pendekatan humanis memberi peran penting dalam proses kehamilan dan persalinan. Selain dari pelayanan, senyuman diaplikasikan desain dengan warna ceria dan tidak menyudut (melengkung) ibarat senyuman. Selain itu senyuman juga di- aplikasikan pada peningkatan penyediaan fasilitas yang memudahkan pasien, seperti penamba- han alat komunikasi digital yang di lekatkan pada head tempat tidur pasien.

303 Sunrise Sunrise merupakan peristiwa alam, dimana cahaya matahari terlihat dari mulai akhir senja hingga fajar. Sunrise juga dapat ibaratkan sebagai kehidupan baru, awal mula, semangat dan nuansa yang hangat. Hangat dapat digunakan pada pencahayaan yang menggunakan caha- ya warm dan natural. Suasana alam yang dimiliki dari Sunrise diaplikasikan pada penggunaan bahan-bahan alam seperti kayu, batu dan bambu. Penggunaan konsep Smile of Sunrise bertujuan membuat suasana yang berbeda, hangat, tenang dan memenuhi tuntutan civitasnya. Serta desain interior yang dapat mengurangi beban fisik dan psiskis civitasnya. Implementasi konsep terhadap desain interior

304 Desain Desain merupakan salah satu hasil dari proses berdasarkan kebutuhan dan masalah yang terjadi di lapan- gan, kemudian dikembangkan melalui ide-ide kreatif yang divisualkan dalam desain-de- Gambar Denah penataan sain dibawah ini : Aplikasi dari konsep yang ter- lihat dari denah penataan yang berdasarkan analisa dan sintesa, serta kebutuhan ruang-ruang dijabarkan sebagai berikut : - Desain lantai pada ruang utama menggunakan vynil motif kayu yang memebri kesan alami. - Fasilitas medis memnggunakan standar alat kesehatan, seperti bed ginekology, bed pasien, standing infus, steping tool, bed side, troly dan lain-lain - Untuk fasilitas non medis seperti lemari, tv cabinet, rak arsip, meja menggunakan bahan multiplek yang dilapis hpl dengan motif kayu yang bernuasa alam. - Untuk fasilitas lainnya, menggunkan kiteria safe dengan mengurangi sudut dan mendesain fasilitas dudukan dengan sudut yang melengkung. - Untuk fasilitas dudukan, mengunakan spon dengan pelapis kain/tekstil dengan kain-kain yang berdasarkan konsep smile of sunrise seperti warna-warna kuning, orange, coklat dan biru.

Gambar Potongan

305 Pada desain potongan terlihat aplikasi konsep dengan pemaparan sebagai berikut : ruangan utama menggunakan dinding keramik berwarna cream, kuning dan biru yang berkon- sep dari smile dan sunrise ruang rawat mengunakan cat dinding dan multiplek yang dilapis hpl yang berkonsep alam

Gambar Perspektif Gambar Perspektif Gambar Perspektif Resepsionis kasir Ruang tunggu Pada perspektif ruang resepsionis dan ruang kasir yang saling bersebelahan dan ber- hubungan, desain menggunakan lantai vynil motif kayu yang menambah kesan hangat. Peng- gunaan fasilitas meja yang tidak menyudut atau melingkar merupakan aplikasi dari bentuk smile. Pada ruang tunggu menggunakan warna cerah dan ceria yang diambil dari konsep smile, sedangkan penggunaan bahan menggunakan warna biru sebagai wujud konsep langit sunrise.

Hasil desain Hasil desain yang divisualkan merupakan hasil desain yang berupa pengembangan de- sain setelah melalui proses-proses desain.

306 PENUTUP Setelah menyelesaikan rangkaian tahapan-tahapan desain interior, mengimplementa- sikan desain interior Klinik Bersalin Gandi dengan konsep Smile of Sunrise yang di analogikan seperti matahari yang tersenyum, dengan ringkasan uraiannya sebagai berikut : Mewujudkan desain interior Klinik Bersalin Gandi yang dapat memenuhi kebutuhan civitasnya dengan cara mengamati dan menganalisis kasus melalui proses desain input-pros- es-output sehingga menghasilkan desain-desain yang sesuai kebutuhan Klinik Bersalin, mem- berikan kemudahan dengan mengefisiensikan ruang terhadap civitasnya dengan cara menge- lompokan ruang dengan aktifitas sejenis dan mendekatkan ruang dengan ruang yang memiliki aktifitas berhubungan, Menfasilitasi fasilitas dengan fasilitas-fasilitas yang mengikuti perkembangan teknologi dan menggunakan bahan-bahan yang menambah tingkat kenyamanan pasien. Suasana Sunrise yang hangat diapliksaikan pada ruang-ruang dengan memberikan warna yang terkesan hangat, seperti kuning, orange dan biru. Serta penggunaan material alam seperti kayu, batu dan bahan bermotif natural, sepeti vynil dan hpl menambah kesan hangat dan natural pada interior lantai dan dinding klinik

Wujud desain smile di lihat dari peningkatan pelayananan, memberi pelayanan senyum dari tenaga medis hingga pengelola dapat memberi pengaruh positif yang memberi kenyaman tersendiri bagi pasien

307 Selain hal itu, smile juga diterapkan pada system pelayanan yang cepat, efisien, aman, nyaman dan ramah. Dengan memberi fasilitas ME, seperti penggunaan head bed pasien yang memudahkan pasien memanggil tenaga medis dalam perawatan sehingga pasien merasa lebih aman dan nya- man sehingga dapat meringankan beban psikis pasien

DAFTAR RUJUKAN Sangadji, E. M, dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. Yogyakarta. Penerbit Andi. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta. Penerbit Graha Ilmu. Soemintro, R. H. 1985.Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Subagyo, P. J. 2011. Metode Penelitian Dalam Teori & Praktik. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta

308 KEINDAHAN DI BALIK BANGUNAN TERBENGKALAI DA- LAM KARYA FOTOGRAFI EKSPRESI

I Wayan Gede Setiawan [email protected] Prodi Fotografi, FSRD, ISI Denpasar

Abstrak Bangunan Taman Festival Bali adalah salah satu tempat yang terkenal pada tahun 1997. Pada awalnya merupakan taman rekreasi destinasi wisata yang terkenal di Kota Denpasar yang bernama Taman Festival Bali. Taman Festival Bali terletak di Jl. Padang Galak, Desa Kesiman, Denpasar Timur. Bangunan di Taman Festival Bali ini memiliki desain yang mewah, megah dan terdapat sarana rekreasi yang lengkap, diantaranya: permainan simulasi, pertunjukan seni bu- daya, pemuteran film tiga dimensi, gunung buatan, taman burung dan kolam buaya. Namun ta- hun 2016 bangunan ini sudah tidak terawat lagi, dinding bangunan ditutupi lumut dan sampah berserakan.Seluruh arsitektur bangunan Taman Festival Bali yang dulu megah mewah sekarang terbengkalai tanpa ada perawatan. Pencipta mengangkat judul “Keindahan di Balik Bangunan Terbengkalai Dalam Karya Fotografi Ekspresi” karena ingin mengesplor sisi keindahan bangunan ini lewat fotografi. Di samping itu untuk mengubahanggapan orang-orang bahwa bangunan atau gedung terbengkalai yang biasanya dianggap sebagai tempat yang kotor, kumuh, atau bahkan mengerikan (angker) bisa dimanfaatkan sebagai spot foto yang menarik. Proses pengamatan yang dilakukan secara mendalam, terkadang memberi inspirasi untuk menemukan suatu yang menakjubkan. Dari hal inilah muncul karya seni yang memiliki karakter ciri khas tersendiri, dan sangat berbeda dari karya seni lainya. Penciptaan ini memilih bagian-bagian yang unik dan menarik untuk difoto dengan meng-close upmengomposisikan objek dengan tepat.Hal ini mendukung terciptanya karya fo- tografi yang memiliki nilai estetik tinggi.Kemasan keindahan akan tercipta di balik keterbeng- kalian bangunan dalam visualisasi fotografi ekspresi. Kata kunci :Keindahan, Bangunan Terbengkalai, Fotografi Ekspresi

309 Abstract Building Taman Festival Bali is once famous place on 1997. In the fist as a recreation park the tourism destination that placed in Denpasar City named Taman Festival Bali. Taman Festi- val Bali is located at Jl. Padang Galak. Kesiman, east Denpasar. Building in Taman Festival Bali has lux desain, magnificiant and there are full utilities recreation, such as, simulation game, art and culture show, 3 D film, artificial of mountain, bird park, and crocodile pool. But on 2016 this building is not maintained again the wall is covered by moss and rast any where. All arsitecture of building of Taman Festival Bali before magnificiant and lux but now out cast without maintained. Creator give title “The Beautifully Behind the Outcast Building in Creation Expretion in Photography”, because want to export side of beautyfully building through photography. Be side that to change the people assumption that building outcast building that ussually assumpt as dirty place, grotty, ghostike can use. As the interesting sport foto that interesting. The observation prosses is to do as deephy, some time give inspiration to find a wonderfull things from this appears art cre- ation that have character special in different, and very disfferent from ther art creation. This creation choose a unique part and interest to photography with clouse up, compotitio- nig object exacty. This is support the created of photography creation that has high estetic value. The beautifully packaging will creat behind outcast building in visualisation photography expretion. Key word: Beautifully, Outcas Building, Expretion Photography.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bangunan Taman Festival Bali adalah salah satu tempat yang terkenal pada tahun 1997. Pada awalnya merupakan taman rekreasi destinasi wisata yang terkenal di Kota Denpasar yang diberi nama Taman Festival Bali. Bangunan ini terletak di Jl. Padang Galak, Desa Kesiman Pe- tilan, Denpasar Timur. Adapun sejarah singkat bangunan di Taman Festival Bali ini adalah, yaitu pada tahun 1995 terjadi kesepakatan kontrak antara Pemerintah Daerah Bali (Gubenur Bali) dengan pihak investor (PT Nusantara). Bertujuan untuk membuka lapangan kerja di atas tanah milik Pemerintah Provinsi Bali dengan luas 10 hektar. Di atas tanah ini berdiri beberapa bangunan, seperti Kolam Renang, Waterboom, Taman Rekreasi Buaya, Taman Burung, Gedung Tiga Dimensi, Bangunan Joglo (untuk pertunjukan seni budaya), Restoran, Pabrik Beer, Kantor

Rapat, Loket, Kantor Pemasaran dan Kantor Pimpinan. Bangunan ini mulai dioperasikan pada tahun 1997 yang diberi nama “Taman Festival Bali”. Saat itu sempat menarik perhatian masyarakat lokal, domestic, dan internasional.Pada ta-

310 hun 1998 Taman Festival Bali mengalami krisis moneter dikarenakan management mengalami kebangkrutan (gulung tikar).Karyawan yang bekerja disemua posisi sempat tidak digaji selama tiga bulan, dan akhirnya mengundurkan diri. Mulai sejak itu bangunan Taman Festival Bali tidak ada yang merawat sehingga mengalami keterbengkalaian (Ketut Sukaya: wawancara). Bangunan yang ada di Taman Festival Bali saat ini sebagian besar sudah mengalami kerusakan yang cukup berat, Hal ini dikarenakan tidak mendapat perhatian atau perawatan dari pihak Pemerintah Daerah Bali.Pada tahun 2011 bangunan di Taman Festival Bali di lelang oleh Negara melalui Bank BNI pusat.Pelelangan ini dilakukan secara terbuka yang dihadiri oleh pihak-pihak Pemerintah Provinsi Bali dan Menteri Keuangan.Pada saat itu terjadi perjanjian kontrak baru antara Bank BNI dengan investor (PT Hartono Raya Motor) sesuai dengan atur- an-aturan hukum pelelangan. Namun disisi lain Pemerintah Provinsi Bali (Gubenur Bali) men- gajukan nota keberatan terhadap hasil lelang tersebut, sehingga sampai saat ini tidak diturunk- an ijin baru untuk beroperasi kembali. Taman Festival Bali adalah salah satu tempat yang dulunya sangat bagus, namun se- karang hanya tinggal kenangan. Dulu bangunan di Taman Festival Bali ini sangat mewah dan megah serta terdapat sarana rekreasi berupa, permainan simulasi, pertunjukan seni budaya, film tiga dimensi, gunung buatan, kolam renang, dan kolam buaya. Sekarang hanya tinggal bekas- bekas bangunan yang sudah tidak terawat lagi, dinding lumut dan sampah berserakan.Seluruh arsitektur bangunan Taman Festival Bali yang dulu megah dan mewah sekarang terbengkali tanpa ada perawatan, bahkan terjadi perusakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Kini banyak sekali bangunan-bangunan yang sudah terbengkalai.Sangat disayangkan sekali memang jika bangunan utuh yang sudah kokoh berdiri didiamkan dan diabaikan be- gitu saja. Selain merugikan sang pemilik karena telah mengeluarkan banyak modal, hal ini juga terkadang merugikan lingkungan sekitar bangunan tersebut. Pada umumnya orang-orang menganggap bangunan yang telah terbengkalai sebagai tempat yang kotor, kumuh, atau bah- kan mengerikan.Secara tidak langsung tentu saja itu memengaruhi dan mengganggu aktivitas orang-orang yang tinggal satu lingkungan.Bangunan tak berpenghuni sering dianggap angker dan menakutkan.Namun hal ini bukan tanpa alasan.Pasalnya, bangunan yang tidak terpakai dan terbengkalai kerap dijadikan tempat tinggal bagi makhluk astral.Beberapa bangunan telah kehilangan daya tariknya meski pernah menjadi yang terbaik, sementara yang lain rusak karena

311 kegagalan proyek. Banyak bangunan diabaikan karena untuk merenovasi mereka membutuh- kan biaya yang besar. Berdasarkan hal inilah pencipta mempunyai inspirasi untuk menvisualisasikan “Keinda- han di Balik Bangunan Terbengkalai dalam Karya Fotografi Ekspresi” dengan harapan dapat menghapuskan anggapan orang-orang bahwa bangunan atau gedung terbengkalai yang bi- asanya dianggap sebagai tempat yang kotor, kumuh, atau bahkan mengerikan (angker) bisa di- manfaatkan sebagai spot foto yang menarik.Penciptaan ini memilih bagian-bagian yang unik dan menarik untuk difoto dengan meng-close up mengomposisikan objek dengan tepat. Hal ini akan menciptakan karya fotografi yang memiliki nilai estetik dan artistik. Menampilkan sisi keindahan bagian-bagian dari bangunan terbengkalai dengan menekankan pada komposisi bentuk, tekstur, cahaya, garis, warna, dan bidang dengan memanfaatkan ikon atau bentuk-ben- tuk yang ada sehingga tercipta karya estetik kreatif. Kemasan keindahan akan tercipta di balik keterbengkalian bangunan dalam visualisasi fotografi ekspresi.

MATERI DAN METODE Kajian Sumber Tertulis Keindahan Keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak dipandang, cantik, bagus atau elok (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2011:531).Kehindahan adalah kesatuan hubun- gan-hubungan kebentukan yang ada diantara kesadaran persepsi kita.Bahkan sesuatu yang jorok bisa termasuk di dalamnya, misalnya tumpukan sampah atau bahakan kotoran yang kebetulan secara visual menarik. Pada umumnya sesuatu yang disebut indah jika sesuatu itu dapat me- nimbulkan rasa senang, rasa puas, rasa aman, nyaman dan bahagia di dalam jiwa kita dan bila perasaan itu sangat kuat kita merasa terpakau, terharu, terpesona, serta menimbulkan keingi- nan untuk mengalami kembali perasaan itu walaupun sudah dinikmati berkali-kali (Djelantik, 2004 : 2 ).

Bangunan Terbengkalai

Terbengkalai sama artinya dengan keterlantaran, terhenti sebelum selesai dikerjakan karena kekurangan biaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, 2011 : 170). Dalam hal

312 ini bangunan yang terbengkalai merupakan struktur buatan manusia yang terdiri atas dinding dan atap yang didirikan secara permanen di suatu tempat yang ditelantarkan (tidak diperhati- kan) tanpa ada perawatan yang teratur sehingga struktur buatan manusia tersebut mengalami kerusakan.

Fotografi Menurut R.M Soelarko(1978:5). Fotografi ialah suatu media untuk menyampaikan ga- gasan pikiran ide, cerita, peristiwa dan lain sebagainya seperti halnya bahasa. Foto dapat dis- ampaikan berupa perwujudan atau pengungkapan ide dalam bentuk keindahan.Istilah fotografi menurut kamus fotografi oleh R. Amien Nugroho (2006: 250).Berasal dari bahasa Latin, yakni photos dan graphos.Photos artinya cahaya atau sinar, sedangkan graphos artinya menulis atau melukis. Jadi arti sebenarnya dari fotografi adalah proses dan seni pembuatan gambar (melukis dengan sinar atau cahaya) pada sebuah bidang film atau permukaan yang dipetakan.

Fotografi Ekspresi Ekspresi adalah pengungkapan atau proses menyatakan, memperlihatkan, menyatakan maksud, gagasan, perasaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat). Fotografi ekspresi menekankan aspek seni, kreativitas, dan inovasi yang berorientasi pada ekspresi pribadi penciptanya. Fotografi ekspresi digunakan untuk berolah kreatif bagi para fotografer yang ingin menoreh gaya, jati-diri, menjadi ciri pribadinya dengan menampilkan ekspresinya dalam dun- ia fotografi. Sebuah karya dirancang dengan konsep tertentu dengan memilih objek foto yang terpi- lih dan yang diproses untuk kepentingan si pemotret sebagai luapan ekspresi artistik dirinya, maka karya tersebut bisa menjadi sebuah karya fotografi ekspresi (Soedjono, 2007 : 27). Fotografi ekspresi telah menjadi wahana untuk berkreasi bagi para fotografer.Ekspre- si diri dalam sebuah karya foto menjadi tujuan pencarian identitas pribadi seorang fotografer masa kini.Disamping itu, penciptaan karya fotografi ekspresi memiliki subject matter dengan nilai intensitas tinggi, disamping keindahan yang dikandungnya merupakan tujuan bagi para setiap seniman fotografi. Ekspresi diri melalui medium fotografi ekspresi bisa dicapai dengan berbagai cara, diantaranya dengan memilih objek-objek foto yang unik, penggunaan teknik khusus baik dalam proses pemotretan (Soedjono, 2007:51-52).

313 Kajian Sumber Tak Tertulis Setiap proses penciptaan sebuah karya seni, setiap seniman tentunya memiliki pengalaman es- tetik dan pengaruh langsung maupun tidak langsung dari karya seniman lainnya yang memi- liki ciri khas kekaryaan serupa.Apalagi masing-masing individu memiliki kemampuan dalam pengalaman maupun motivasi penciptaan yang berbeda-beda. Berikut adalah karya foto yang dijadikan konsep dalam berkarya dengan mengacu pada penggunaan teknik, pencahayaan dan komposisi:

Judul :“Antara Hidup dan Mati” I Made Bayu Pramana, 2010 (Sumber: Tesis I Made Bayu Pramana, hal: 64)

Sebuah proses pelapukan berupa karat tersaji dalam karya foto yang berjudul “Antara Hidup dan Mati”. Dominasi cat yang terkelupas dari permukaan plat besi bekas, perlahan men- galami proses pengembalian unsur ke alam. Karat membuatnya musnah hingga membentuk lubang cukup ekstrem pada logam.Pencipta tertarik dengan karya I Made Bayu Pramana, kare- na foto yang ditampilkan sangat sederhana namun memiliki nilaiestetika lebih karena penera- pan teknik yang digunakan dengan foto sederhana ini mampu menarik perhatian bagi penik- mat foto. Perbedaan antara karya I Made Bayu Pramana dengan karya pada proses penciptaan

ini, yaitu perbedaan objek yang dijadikan dalam proses penciptaan. Sebagian besar karya yang tersaji proses pelapukan plat besi dan kayu. Sedangkan karya dalam penciptaan ini memilih ob- jek keterbengkalaian arsitektur bangunan yang dimana memilih bagian-bagian dari bangunan

314 yang sudah mengalami kehancuran secara alami maupun penghancuran yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Metode Penciptaan Proses penciptaan karya seni fotografi, memerlukan suatu metode untuk menguraikan secara rinci tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pencitaan, sebagai wujud dalam mewujukan karya seni. Perwujudan suatu karya seni terjadi melalui suatu proses yang ber- langsung mulai dengan dorongan yang dirasakan baik secara internal maupun eksternal yang diaktualisasikan melalui simbul-simbol. Metode berasal dari kata Yunani, yaitu metodhos art- inya cara atau jalan (Hasan, 2002:20). Sedangkan kata penciptaan berasal dari kata cipta yang artinya menyusun sesuatu.metode penciptaan berarti cara atau tata cara menyusun sesuatu. 1. Lokasi Penciptaan Pemilihan lokasi sangat menentukan kualitas karya cipta yang ingin dicapai yang sesuai dengan idea tau gagasan untuk berekspresi.Untuk memperoleh karya sesuai dengan ide yang diinginkan, maka diperlukan tempat yang sesuai dengan karakteristik karya.Pencipta mem- batasi suatu lokasi di daerah tertentu saja. Lokasi pemotretan akan diambil di Jl. Padang Galak, Desa Kesiman, Denpasar Timur, yaitu di Taman Festival Bali. Sebagian besar penciptaan dilaku- kan di Taman Festival Bali Padang Galak.Karena sebagian besar dari arsitektur bangun Taman Festival Bali sudah banyak di temui objek yang terbengkalai. 2. Waktu Penciptaan Waktu pemotretan pencipta melakukan pemotretan dari tanggal yang telah ditetapkan, yaitu dari bulan April-Mei. Pemotretan dilaksanakan pada pagi dari pukul 07.00-10.00 WITA dan sore dari pukul 16.00-18.00 WITA . Memilih waktu pagi dan sore hari dikarenakan cahaya dari sinar matahari tepat menerangi objek, sehingga memberikan dimensi, shadow dan me- nonjolkan tekstur dari objek yang dipotret sehingga memberikan kesan berdimensi. Cahaya yang tidak langsung menerpa objek, reflektor dijadikan alat bantu untuk mengarahkan cahaya matahari kearah objek yang berada di dalam ruangan arsitektur Taman Festival Bali. 3. Proses Penciptaan

Proses penciptaan karya fotografi diawali dengan proses pengamatan. Pengamatan mer- upakan salah satu metode luar biasa yang dapat diterapkan pada sebuah proses penciptaan se-

315 buah karya seni. Proses pengamatan segala sesuatu secara mendalam, terkadang orang dapat menemukan suatu menakjubkan yang tidak disangka sebelumnya. Dari situlah akan muncul karya seni yang memiliki karakter ciri khas tersendiri, yang tentu saja akan sangat berbeda dari karya seni lainya. Hal ini dilakukan karena objek yang diangkat dalam karya ini yaitu “Keinda- han di Balik Bangunan Terbengkalai” yang berada di Taman Festival Bali Padang Galak Den- pasar Timur. Proses pengumpulan data digunakan metode kualitatif, yaitu suatu cara yang digunakan dalam rangka pengamatan berpartisipasi (participant observation) dan metode dokumentasi melalui rekaman kamera foto yang kemudian dilanjutkan dengan proses pengolahan gambar yang terdapat pada software komputer. Adapun data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.Sumber data primer adalah data yang didapat dari hasil pengamatan dan pemotretan langsung di lapangan.Sedangkan data sekunder didapatkan dengan wawancara secara langsung dengan penjaga bangunan tersebut. Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam metode survei melalui daftar pertanyaan yang akan diajukan secara lisan terhadap responden (subjek). 4. Metode Observasi Observasi adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan pen- gamatan dan pencatatan yang sistematis(Bungin, 2007: 115).Data diperoleh dengan jalan men- gadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis kemudian dituangkan ke dalam bentuk sket (Bungin: 2007 : 115). Proses observasi penciptaan karya ini dlakukan dengan cara men- gamati objek yang terkait dengan pembuatan foto ekspresi, mencari informasi yang terkait den- gan objek dan mencatat hal-hal yang dianggap penting agar dapat diterapkan pada karya yang akan diciptakan pencipta. 5. Tahap-Tahap Perwujudan Adapun tahap-tahap yang dilakukan oleh pencipta dalam mewujudkan karya tugas akh- ir ini, yaitu sebagai berikut: a. Pencarian Data

Pada tahap ini pencipta melakukan penelusuran dan pencarian sumber-sumber yang terkait dengan kerterbengkalian bangunan Taman Festival Bali. Proses pencarian data dilaku-

316 kan dengan cara observasi dan wawancara. Pencarian data diperoleh melalui studi pustaka me- dia cetak dan elektronik. Kemudian data-data yang telah terkumpul dikelompokkan berdasar- kan kategori yang sama. b. Tahap Pemotretan Melanjutkan proses pengamatan yang telah dijelaskan dalam tahapan observasi, sebuah kegiatan memilih objek yang dilakukan secara seksama. Pemilihan secara lebih detail dikhu- suskan lagi dalam keterbengkalaian sebuah bangunan yang memiliki bentuk, bidang atau di- mensi yang dapat menjelaskan makna bagi pemotret dan divisualisasikan secara fotografi seh- ingga dapat dinikmati bagi yang hawan akan dunia fotografi. Pengambilan gambar secara detail memilih objek dari sisi tertentu meng-close up bagian yang unik dan menarik yang terdapat di bagunan terbengkalai yaitu di Taman Festival Bali.

Gambar :Pemilihan sisi menarik dalam tahap pemotretan

Pada tahap pemotretan pencipta melakukan pemotretan dari tanggal dan bulan yang telah ditetapkan.Pemotretan dilaksanakan pada pagi dan sore hari.Keberadaan cahaya dan arah datangnya cahaya menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam mendukung pemotretan. Karena unsur cahaya yang nantinya akan memberikan dimensi pada objek yang akan difoto. Selaian itu yang tak kalah penting yaitu unsur -unsur fotografi komposisi, bentuk, tekstur, garis, warna, dan bidang kedalaman yang dilihat dari berbagaisudut pandang / angle. Eksplorasi angel terus dilakukan untuk mendapatkan komposisi yang tepat agar tiap foto bisa terekam dengan baik dan jelas.

317 PEMBAHASAN Memotret bangunan yang terbengkalai adalah salah satu cara bagi pencipta untuk menampilkan sebuah rangkaian foto ekspresi yang memiliki sebuah makna.Walaupun terlihat simple namun diharapkan setelah melihat foto-foto tersebut, penikmat mendapatkan sebuah renungan bahwa bangunan terbengkali indah untuk diabadikan. Di sisi lain bangunan yang terbengkali tidak selalu tampak kotor, menyeramkan dan angker, namun indah dilihat jika dike- mas dalam dunia foto. Karya foto ekspresi sebagai bentuk ungkapan perasaan yang menyuara- kan kepentingan pribadi. Dalam perwujudannya membutuhkan suatu proses tertentu. Proses yang dimaksud adalah proses penciptaan yang di dalamnya terjadi ekspresi yang multi interaksi yakni antara kerja, pemikiran, emosi dan intuisi. Penciptaan ini juga perpaduan antara kreativi- tas dan inovasi.Jadi dalam penciptaan ini ada sesuatu yang baru dan ada juga yang merupakan pengembangan yang telah ada sebelumnya, baik konsep, idem aupun visualnya. Pada initinya konsep yang mendasari dalam penciptaan karya fotografi ini secara kes- eluruhan adalah, merupakan suatu upaya untuk melihat makna keindahan di balik bangunan yang terbengkalai yang dikemas dalam fotografi ekspresi. Agar foto dapat dipahami maka pada setiap foto diberikan analisis dari sudut pandang pen- gambilan, arah cahaya dan pengolahan gambar pada setiap skema dengan icon sebagai berikut : : Sudut pengambilan gambar (angle)

: Arah cahaya

: Kamera

ANALISIS KARYA FOTOGRAFI 1. Karya Foto “Glamour” Karya yang berjudul “Glamour” ini menyajikan retakan tembok bekas intsalasi kabel.Terli- hat retakan hitam pekat di dinding tembok bergaris vertikal dengan kotak berwana biru.Bentuk hitam pekat berdimensi ke dalam disinari pencahayaan dari kanan atas membuat bentuk se- makin berdimensi.Persepektif frog eyes vews digunakan, sehingga tampilan bentuk menjulang

tinggi. Ruang tajam dalam gambar dirancang sangat detail untuk tetap memperkuat tekstur yang dikandung objek.

318 Kombinasi garis vertikal dan horizontal difungsikan untuk memperkuat kesan dinamis da- lam pengomposisian foto.Pembagian bidang kiri, kanan dan atas secara merata dimaksudkan untuk memperkuat balance pada bidang gambar. Pencipta melakukan pengolahan secara digital pada piranti lunak (software) Adobe Photoshop CS6, dengan tool burn and dodge untuk memberikan sisi gelap dan terang pada sisi foto yang diinginkan dan sedikit melakukan penga- turan pada levels, brightness/contrast untuk menambah kekon- trasan pada bidang gambar dan tekstur yang ditampilkan, Pros- es cropping juga dilakukan untuk memperbaiki komposisi rasio Gambar 1 Glamour dari foto. Sehingga tampilan gambar secara keseluruhan dapat menjadi optimal.

Dalam gambar yang disajikan, garis vertikal yang berbentuk seperti manusia yang meng- gunakan mahkota serba hitam dengan gaya hidup mewah (glamour), yang berjalan dilantai berwarna biru menunjukkan kepercayaan diri, tenang dan menekankan keinginan. Berkaitan dengan kemewahan Taman Festival Bali pada tahun 1997, orang yang datang ke Taman Festival

Bali hanya golongan menengah keatas yang hanya bisa mengunjungi Taman Festival Bali.

2. Karya Foto “Fashion” Retakan dinding restoran Taman Festival Bali yang merupakan bekas instalasi pemasangan ka- bel listrik dalam karya yang berjudul “Fashion”.Terlihat retakan dinding berwarna hitam pekat yang ditutupi ranting dedadunan dan persegi panjang yang berwarna biru.Persepektif frog eyes vews menjadi pilihan dalam menentukan angle pemotretan, karena dinding tembok datar dan tinggi. Cahaya yang tidak langsung menerpa objek, reflektor dijadikan alat bantu untuk meng- arahkan cahaya matahari kearah objek. Sehingga terlihat sifat cahaya yang lebih menyebar dan kesan soft pada foto. Pengolahan secara digital pada piranti lunak (software) Adobe Photoshop CS6, dengan tool burn and dodgeuntuk memberikan sisi gelap dan terang pada sisi foto yang diinginkan dan sedikit melakukan pengaturan pada levels, brightness/contrast untuk menam- bah kekontrasan pada bidang gambar dan tekstur yang ditampilkan.

319 Dalam gambar dapat disaksikan bentuk tubuh seper- ti manusia yang menggunakan baju dengan fashionnya mas- ing-masing. Lilitan ranting dedadunan yang seakan menambah asesoris fashion yang berdiri diatas ketenangan tanpa beban Pikiran. Suasana Taman Festival Bali pada kejayaan bisa digam- barkan dengan orang-orang yang mengunjungi Taman Festival Bali, orang yang mempunyai kehidupan menengah keatas be- gaya dengan fashionnya menikmati kemegahan Taman Festival Bali.Yang mana dahulu Bangunan ini adalah salah satu tempat yang terkenal pada tahun 1997. Merupakan taman rekreasi des- Gambar 2 Fashion tinasi wisata yang terkenal di Kota Denpasar dan sebagai pusat rekreasi yang sangat ramai dikunjungi wisatawan lokal, domestik, maupun mancannegara.

3. Karya Foto “Pak Kumis” Foto yang berjudul “Pak Kumis” ini menyajikan sebuah imaji proses pelapukan cat pada dinding tembok

dari Gedung Joglo Taman Festival Bali. Terlihat kombinasi coretan berwarna hitam dengan pelapukan cat berwarna krem pada dinding .Cahaya yang tidak langsung menerpa objek, dikarenakan posisi objek berada di dalam ruangan.

Gambar 3 Pak Kumis Reflektor dijadikan alat bantu untuk memantul- kan cahaya matahari kearah objek, sehingga terlihat sifat cahaya yang lebih menyebar dan kesan soft pada foto. Persepektif frog eyes vews menjadi pilihan dalam menentukan angle pemotre- tan, karena dinding tembok datar dan tinggi. Pencipta melakukan pengolahan secara digital pada piranti lunak (software) Adobe Photoshop CS6, sedikit melakukan pengaturan pada lev- els, brightness/contrast untuk menambah kekontrasan pada bidang gambar dan tekstur yang ditampilkan. Pengulangan foto dengan cara mebalikan foto yang sudah ada menjadi satu. Serta croppinguntuk membuang bagian gambar yang tidak diinginkan sehingga dapat mengkompo- sisikan foto menjadi segi empat.

Secara visual dapat dilihat dominasi warna krem dan coretan berbentuk kumis, serta

320 dua bola mata sama rata. Imaji berbentuk profil wajah dengan kesangaran.Karya ini menggam- barkan sosok Bapak satpam yang berkumis tembal dengan tampang sangar yang menjaga ketat pintu masuk Taman Festival Bali, serta mengamankan lokasi area Taman Festival Bali.

4. Karya Foto “Metropolitan” Karya yang berjudul “Metropolitan” tersaji dalam jendela dari gedung bangunan Joglo.Terlihat kotak-kotak pentilasi tanpa kaca dan kerangka bangunan tanpa atap. Kombinasi garis vertikal dan horizontal difung- sikan untuk memperkuat kesan dinamis dalam pengom- Gambar 4 Metropolitan posisian foto. Perspektif Eyes Level Views digunakan un- tuk menyesuaikan sudut pandang sesuai dengan apa yang di lihat oleh mata pada saat observasi. Cahaya yang tidak langsung menerpa objek, reflektor dijadikan alat bantu untuk memantulkan cahaya matahari ke arah objek. Pencipta melakukan pengolahan secara digital pada piranti perangkat lunak (software) Adobe Photoshop CS6, sedikit melakukan pengaturan pada levels, brightness/contrast untuk menambah kekontrasan pada bidang gambar, serta men-duplicate layer menggandakan gam- bar utama sehingga menjadi banyak. Karya tersebut merupakan gabungan dari delapan gambar yang sama menjadi satu karya. Setelah gambar digabung menjadi dalam satu karya, secara visu- al nampak seperti tatanan perkotaan yang biasa dibilang metropolitan. Asil akhir karya ini yaitu foto berada di belakang frame jendela seakan nampak berdi- mensi pada karya. Bagian menarik dari karya ini adalah meng- clese up salah bagian jendela sisi tengah dari gedung Joglo, yang dimana dahulu Gedung Joglo merupakan gedung pertunjukan Seni Budaya.Salah satu arsitektur Taman Festival Bali yang terlihat seperti tatanan perkotaan dengan keramain pengunjung yang datang.

5. Karya Foto “Serupa Tapi Tak Sama” Lapukan plafon di ruangan kantor pimpinan Taman Festival Bali ditampilkan dengan detail bentuk karya yang berjudul “Serupa Tapi Tak Sama”. Terlihat lapukan plafon yang ber- bentuk persegi panjang, bulat dan kotak yang tidak beraturan.Dengan cahaya yang masuk dari

321 celah dinding ruangan menghasilkan efek sehingga foto tampak menjadi dramatis.Perspektif frog eyes Viewsdigunakan untuk menangkap jelas pelapukan plafon dari bawah. Karya di atas dikomposisikan

Gambar 5 Serupa Tapi Tak Sama dengan tiga gambar yang berbeda tetapi memiliki kemiripan dari unsur-unsur formalnya, sehingga gambar tersebut dapat memungkinkan dijad- ikan satu karya. Tampilan akhir karya, tiga panel foto yang dicetak di atas triplek sengaja disajikan dalam ketebalan backing span ram yang berbeda untuk menambah dedalaman dimensi karya. Secara langsung hal tersebut memberikan kesan tiga dimensi pada karya.Pencipta melakukan pengo- lahan secara digital pada piranti perangkat lunak (software) Adobe Photoshop CS6, dengan tool burn and dodgeuntuk memberikan sisi gelap dan terang pada sisi foto yang diinginkan dan sedikit melakukan pengaturan pada levels, brightness/contrast untuk menambah kekontrasan pada bidang gambar dan tekstur yang ditampilkan. Dalam foto terlihat profil wajah tersenyum antara foto A hingga foto C, dimana setiap bentuk rupa dari ketiga foto berbentuk serupa tapi tak sama. Yang mana dahulu Taman Festival Bali dikunjungi banyak wisata lokal, domestik, dan mancannegara yang memiliki wajah serupa tapi tak sama. Setiap orang memiliki kesamaan wajah namun tidak sama antara satu dan semua orang.

PENUTUP Simpulan Berdasarkan atas berbagai penjelasan dan analisis dari uraian pada bab-bab sebelumya, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain : - Untuk memvisualisasikan Keindahan di Balik Bangunan Terbengkalai digunakan beberapa metode seperti observasi atau pengamatan, pengumpulan data, studi pustaka, pemotretan, tahap seleksi, pengolahan dan pencetakan. Pada proses pemotretan dan pasca pemotretan diperlukan penguasaan berbagai teknis fotografi dan teknik mengolah karya untuk menghasilkan karya fo-

tografi yang baik. Selain itu penguasaan nilai-nilai estetika juga sangat terasa peranannya untuk memberi sebuah nilai dan pemaknaan dalam sebuah lembaran karya fotografi.

322 - Elemen-elemen visual dalam fotografi yang telah diterapkan pencipta sebagai wujud visual dalam karya meliputi garis, kontras, tekstur, cahaya, dan pusat perhatian, dan prinsip-prinsip pengorganisasiannya seperti camera angle, continiti, close up, camera editing, komposisi, kes- eimbangan, warna yang disusun sedemikian rupa dalam usaha mencapai kesatuan, kerumitan dan kesungguhan dalam berkaryamewujudkan karya Keindahan di Balik Terbengkalainya Ba- ngunan Taman Festival Bali Padang Galak. - Adapun manfaat dalam penciptaan karya fotografi yang mengangkat konsep tentang Keinda- han di Balik Terbengkalainya Bangunan Taman Festival Bali Padang Galak dalam fotografi ek- spresi ini dapat bermanfaat dan membantu meningkatkan pemahaman tentang suatu bangunan yang terbengkalai juga memiliki nilai keindahan dan keunikan yang tinggi.

Saran

Berdasarkan uraian dari tulisan di atas, ada beberapa saran yang ingin pencipta sam- paikan, diantaranya: - Bagi mahasiswa fotografi, diharapkan agar selalu kreatif dalam berkarya dan selalu memiliki inovasi-inovasi baru dalam mencari ide atau konsep pemotretan dengan penguasaan berbagai teknik fotografi dan nilai-nilai estetisnya. Untuk itu harus ditumbuhkan berbagai sikap mental yang siap menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk dijadikan motivasi ke dalam pembentukan jati diri dan kepribadian ke depannya. - Bagi lembaga / civitas akademika Institut Seni Indonesia Denpasar agar lebih meningkatkan dan menambah berbagai sarana prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar khususnya di Program Studi Fotografi sehingga dapat terciptanya sumber daya manusia yang berkompeten pada bidang fotografi. - Bagi masyarakat umum kiranya tidak hanya melihat dunia fotografi sebagai hobi yang ber- sifat gaya-gayaan memamerkan kamera dengan harga mahal dan perlengkapan super canggih. Namun agar masyarakat dapat melihat dunia fotografi dari segala media untuk berkreasi dan media untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang bersifat membangun. - Dunia fotografi adalah dunia kreativitas tanpa batas.Beragam karya foto yang dapat dihasil- kan dengan berkreasi, tidak ada yang dapat membatasinya.Sejauh keinginan untuk berkreasi, seluas itu pula lautan karya yang dihasilkan.

323 - Kreativitas yang dimaksud menyangkut segala aspek dan preose pembuatan foto, mulai dari pemilihan peralatan yang dipakai, kejelian menentukan objek pemotretan sampai proses pence- takan foto. Kejelian menentukan objek sangat berpengaruh pada foto yang akan dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA Arsana, Nyoman, Supono Pr. 1983, Dasar-Dasar Seni Lukis, Jakarta : Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menegah Kejuruan. Bagus. 2002, Analisis Subsidi Silang, Jakarta : FKM-UI. Bastomi, Suwaji. 1992, Wawasan Seni, Semarang : IKIP Semarang Press. Bungin, B. 2007.Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan public, dan Ilmu So- sial lainnya, Kencana Pradana Media Group, Jakarta. Djelantik, A.A.M. 2004, Estetika Sebuah Pengantar, Bandung : Masyarakat Seni Pertunjukan

Indonesia. Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019.2014, Jakarta : Ke- mentrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Ghie, The Liang. 1976, Garis Besar Estetika : Filsafat Keindahan, Yogyakarta : Pusat Belajar Ilmu Berguna. Hasan, M. Iqbal. 2002, Metode Penelitian dan Aplikasi, Jakarta : Ghalia Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. 2008, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum Giwanda, Griand. (2002), Panduan Praktis Menciptakan Foto Menarik, Puspa Swara, Jakarta. Nugroho, R. Amien. 2006, Kamus Fotografi, Yogyakarta : Penerbit Andi. Poerwadarminta, W. J. S. 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Poesporodjo. 1988, Logika Sientifika,Bandung : Remadja Karya Raharjo, J. Budhy. 1986, Himpunan Materi Pendidikan Seni Rupa, Bandung : CV. Yrama. Soedarso Sp. 1998, Tinjauan Seni:Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni, Denpasar : Saku Da- yar Sana.

Soedjono, Soeprapto. 2007, Pot-Pourri Fotografi, Jakarta : Universitas Trisakti.

324 Soelarko, R.M. 1978, Komposisi Fotografi, Bandung : PT. Indira. Sugiarto, Atok. 2006,Indah Itu Mudah, Jakarta :PT. Gramedia Pustaka Utama. Sumardjo, Jacob. 2000, Filsafat Seni, Bandung : TTB Suryahadi, A. Agung. 1994, Pengembangan Kreativitas Melalui Seni Rupa, Yogyakarta : Pusat Pengembangan Penataran Guru Kesenian Zahar, Iwan. 2003, Catatan Fotografer : Kiat Jitu Menembus New York, Jakarta : Penerbit Kreatif Media. Zakia, Richard D. 1997, Perception and Imaging, Boston : Focal Press. I Made Bayu Praman. 2010, Tesis I Made Saryana. 2009, Tesis Wawancara-Kt.Sukaya-jumat13/03/16-pukul14:00-Wita

DAFTAR WEB Taman Festival Bali, www.google.com, 25 mei 2016, pukul 13:00 Wita

325 PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DONGENG BALI “RARE ANGON” UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR DI DENPASAR

Oleh: Desak Made Oka Agustini Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Dongeng Bali menghadapi tantangan untuk tetap tumbuh dan berkembang di mas- yarakat, serta beberapa tantangan dalam cara penyajian untuk bersaing dengan cerita-cerita fiksi dari luar negeri, anak-anak lebih mengenal cerita-cerita kartun dari luar negeri seperti Spongebob, Conan, Naruto, Princess-Princess Disney, Super Hero dari Marvel, dll. Sejauh ini eksistensi buku yang memuat Dongeng Bali di Denpasar masih kurang jika dibandingkan den- gan buku-buku cerita fiksi dari provinsi-provinsi lain di Indonesia dan buku cerita fiksi dari luar negeri.Oleh sebab itu diperlukan upaya pengenalan kembali dongeng Bali, salah satunya adalah melalui buku cerita bergambar. Oleh karena itu, dibuatlah buku cerita bergambar yang mengangkat Dongeng Bali Rare Angon. Rare Angon sendiri merupakan sebuah dongeng yang terkait dengan adanya tradisi melayangan atau bermain layang-layang di Bali. Masyarakat Bali meyakini, Dewa Siwa sebagai salah satu manifestasi Tuhan Yang Maha Esa akan turun ke Bumi pada masa panen usai. Mengingat masih besarnya antusias masyarakat Bali tentang kegiatan melayangan dan kegiatan ini sangat berkaitan erat dengan keberadaan sosok Rare Angon. Oleh karena itu cerita dongeng ini dirasa lebih mudah diterima dan lebih mudah menarik perhatian anak-anak. Selain merancang buku cerita bergambar, dirancang pula media-media pendukung- nya berupa notebook, puzzle, packaging dan X-Banner sebagai penunjang buku cerita bergam- bar. Kata Kunci : Perancangan, Buku cerita bergambar, Rare Angon

326 Abstract Balinese fairy tale face the challenge to keep growing and developing in the society, as well as some of the challenges in the way of presenting to compete with fiction from abroad, the children get to know the stories of foreign cartoons like Spongebob, Conan, Naruto, Disney Princess, Marvel Super Hero, etc. So far the existence of a book that contains Balinese Fairy tale in Denpasar still less when compared with the books of fiction from other provinces in Indonesia and a fiction book from the other country. Therefore need some efforts to introduce the Balinese Folklore, one of these is picture book. Therefore, they invented picture books that adopt Balinese Tale “Rare Angon”. “Rare Angon” is a myth associated with the “melayangan” tradition or flying kites in Bali. Balinese people believe, Lord Shiva as a manifestation of God Almighty will come down to Earth in the time after the harvest. Given the magnitude of the Balinese enthusiastic about melayangan activity and this activity is closely related to the presence of “Rare Angon” figure. Therefore, this fairy tale is consid- ered more acceptable and more easily attract the attention of children. In addition to designing pic- ture book, the supporting media also designed such as notebooks, puzzles, packaging and x-banner as a support for picture books. Keyword : Design, Picture story book, Rare Angon

PENDAHULUAN Denpasar yang merupakan ibukota Provinsi Bali, dimana Pemerintahan, Bisnis, Pendi- dikan semua berpusat disini. Hal ini menjadikan Denpasar sebagai kota yang mudah mendapat pengaruh kebudayaan dari luar Bali maupun luar negeri. Tentu hal ini banyak mempunyai dampak positif bagi perkembangan Kota ini sendiri, tetapi di lain sisi terdapat juga dampak negatifnya, salah satunya adalah terkikisnya nilai-nilai budaya dari Bali itu sendiri. Salah satu budaya bali yang mulai dilupakan adalah Dongeng Bali. Jika kita menyempatkan diri untuk berkunjung ke beberapa toko buku yang ada di Denpasar, jumlah buku Dongeng Bali masih kalah banyak dengan buku-buku cerita dari luar negeri. Dongeng Bali atau yang biasa disebut Satua Bali merupakan cerita rakyat yang bersifat fiksi, yang berkembang di daerah Bali dan bersifat anonym dan berhubungan dengan kejadian masa lampau diwariskan turun – temurun melalui penyampaian lisan. Pengenalan dongeng pada anak-anak, terutama anak sekolah dasar sangat berguna bagi tumbuh kembang mental mereka, karena terkandung pesan moral di dalamnya. Seiring dengan masuknya anak ke Sekolah Dasar, maka kemampuan kognitifnya juga mengalami perkembangan. Karena masuk dunia sekolah, dunia dan minat anak bertambah luas

327 dan dengan meluasnya pengetahuan dan minat anak maka bertambah pula pengertian tentang manusia dan objek –objek yang sebelumnya tidak dimengerti oleh anak (Hurlock,2000:15). Anak–anak memiliki ketertarikan terhadap bacaan–bacaan yang mengisahkan tentang tokoh pahlawan sebagai tokoh identitas diri. Anak menyukai cerita–cerita mengenai tokoh–tokoh yang lucu dan menarik. Anak -anak juga menyukai dongeng baik yang disampaikan dengan lisan maupun lewat tulisan. Adapun beberapa manfaat dongeng untuk anak-anak adalah dapat mengasah daya pikir dan imajinasi. Hal yang belum tentu dapat terpenuhi bila anak hanya menonton dari televisi. Anak dapat membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang dibaca. Ia dapat membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari dongeng tersebut. Lama-kelamaan anak dapat melatih kreativitas dengan cara ini. Selain itu, dongeng juga dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca anak. Diawali dengan buku-buku dongeng yang kerap didengarnya atau dibaca, kemudian meluas pada buku-buku lain seperti buku pengetahuan, sains, agama dan sebagainya. Salah satu dongeng bali yang masih mendapat perhatian masyarakat adalah dongeng “Rare Angon”. Rare Angon sendiri merupakan sebuah dongeng yang terkait dengan adanya tradisi melayangan atau bermain layang-layang di Bali. Masyarakat Bali meyakini, Dewa Siwa sebagai salah satu manifestasi Tuhan Yang Maha Esa akan turun ke Bumi pada masa panen usai. Dewa Siwa diyakini menjelma sebagai Rare Angon atau anak gembala. Rare Angon terse- but lalu meninggalkan sebuah tradisi bagi masyarakat. Beliau menurunkan budaya bermain layang-layang ketika waktu senggang menunggui hewan ternak. Karena panen telah usai, maka masyarakat memiliki banyak waktu senggang. Mengingat masih besarnya antusias masyarakat Bali tentang kegiatan melayangan dan kegiatan ini sangat berkaitan erat dengan keberadaan sosok Rare Angon. Oleh karena itu cerita dongeng ini dirasa lebih mudah diterima dan lebih mudah menarik perhatian anak-anak. Selain itu, cerita ini juga dapat mengajarkan nilai Karma phala yang memiliki arti hasil dari perbuatan, jika kita berbuat baik hasil baik juga yang kita peroleh, seperti perbuatan pantang menyerah dan kesetiaan terhadap janji yang dilakukan oleh Rare Angon membuahkan hasil

yang baik dikemudian hari. Sehingga anak-anak yang membaca ataupun mendengar Dongeng ini diharapkan dapat mentauladani sikap Rare Angon tersebut.

328 Pengaruh dongeng terhadap anak-anak sudah tidak diragukan. Dongeng adalah sarana yang efektif untuk memberikan pendidikan nilai-nilai pada anak, karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-anak untuk menerimanya. Tokoh-tokoh dalam cerita dapat member- ikan teladan bagi anak-anak. Sifat atau karakter anak adalah mempunyai kecenderungan untuk meniru dan mengidentifikasikan diri dengan tokoh yang dikaguminya.Melalui dongeng, anak akan dengan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur, dan perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk (Unsriana,2003:3). Hingga saat ini, Dongeng Bali menghadapi tantangan untuk tetap tumbuh dan berkem- bang di masyarakat, serta beberapa tantangan dalam cara penyajian untuk bersaing dengan cerita-cerita fiksi dari luar negeri, anak-anak lebih mengenal cerita-cerita cartoon dari luar neg- eri seperti Spongebob, Conan, Naruto, Princess-Princess Disney, Super Hero dari Marvel, dll. Cerita tersebut banyak disukai anak-anak karena cerita tersebut lebih sering muncul di hada- pan mereka, baik itu melalui media cetak atau pun media elektronik. Di samping itu, tampilan menarik dan selalu mengikuti perkembangan jaman juga mempengaruhi cerita tersebut disukai oleh anak-anak. Sejauh ini eksistensi buku yang memuat Dongeng Bali di Denpasar masih kurang jika dibandingkan dengan buku-buku cerita fiksi dari provinsi-provinsi lain di Indonesia dan buku cerita fiksi dari luar negeri. Berdasarkan tinjauan lapangan yang dilakukan oleh penulis ke toko buku Gramedia dan Toga Mas yang ada di Denpasar, buku cerita luar negeri sacara visual terli- hat lebih menarik karena dilengkapi dengan banyak warna dan ilustrasi. Selain itu, ada beberapa buku yang ditemukan memberikan bonus berupa stiker di dalamnya. Sedangkan untuk buku- buku Dongeng Bali kurang menekankan pada aspek ilustrasi dan warna, dan hanya menonjol- kan isi cerita melalui penggunaan teks saja. Sehingga kurang mendapat perhatian dari anak- anak. Tampilan visual yang kurang menarik menyebabkan anak-anak enggan melirik buku Dongeng Bali yang sudah beredar di pasaran maupun yang berasal dari buku pelajaran mereka. Mereka lebih tertarik membaca komik-komik Jepang, dan buku-buku dari Disney yang lebih banyak memiliki tampilan visual yang menarik. Sehingga muncul kekhawatiran bahwa generasi muda akan mengalami krisis identitas, karena terlalu banyak mendapat pengaruh dari budaya asing dan melupakan budaya sendiri.

329 Selama ini buku-buku yang memuat Dongeng Bali hanya berupa teks yang minim ilus- trasi, sehingga kurang dapat menarik perhatian anak-anak untuk melirik ataupun membacan- ya. Padahal sejauh ini tingkat ketertarikan masyarakat terhadap buku anak-anak sudah mulai meningkat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kutipan yang dilansir oleh Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada 03 Juli 2015 bahwa angka penjualan buku anak di Toko Buku Grame- dia mencapai 10,95 juta eksemplar pada tahun 2013 dan 10,14 juta eksemplar pada tahun 2014. Posisi penjualan tersebut membuat buku anak menempati peringkat teratas penjualan buku di jejaring toko buku terbesar di Indonesia itu dengan 110 cabang. Agar buku Dongeng Bali Rare Angon ini dapat bersaing dengan buku-buku cerita rakyat dari daerah lain dan cerita fiksi dari luar negeri, maka diperlukan perncangan buku cerita ber- gambar yang tidak kalah menarik dengan buku cerita bergambar yang sudah ada dipasaran. Desain Komunikasi Visual memiliki peran untuk merancang media buku cerita bergambar yang dapat menarik perhatian anak-anak untuk membacanya. Desain Komunikasi Visual ada- lah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi, dan lay-out. Semua itu dilakukan guna meyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada target sasaran (Ti- narbuko,2013:24). Dengan dilakukan perancangan Buku Cerita Bergambar Rare Angon ini, diharapkan menjadi salah satu usulan pemecahan masalah dalam hal pelestarian dongeng/satue Bali.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana merancang buku cerita bergambar yang efektif dan komunikatif serta dapat menarik perhatian anak tingkat sekolah dasar terhadap Dongeng Bali ? 2. Bagaimana merancang media pendukung yang sesuai dengan kebutuhan serta dapat men dukung keberadaan media buku cerita bergambar Dongeng Bali Rare Angon ?

330 1.3. Tujuan Perancangan Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bagaimana merancang buku cerita bergambar Rare Angon yang efektif dan komunikatif serta dapat menarik perhatian anak tingkat sekolah dasar terhadap Dongeng Bali 2. Untuk mengetahui bagaimana merancang media pendukung yang sesuai dengan kebutuhan serta dapat mendukung keberadaan media buku cerita bergambar Dongeng Bali Rare Angon

Tujuan Umum 1. Sebagai salah satu upaya dalam melestarikan salah satu aset budaya di tengah pesatnya perkembangan zaman 2. Untuk meningkatkat ketertarikan generasi muda khususnya anak-anak terhadap Dongeng Bali, Khususnya Rare Angon.

1.4. Batasan Lingkup Perancangan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pengantar karya ini dibatasi pada masalah identifikasi dan perumusan masalah mengenai pengenalan Dongeng Bali Rare Angon, proses desain media komunikasi visual yang cocok sebagai media pengenalan Dongeng Bali kepada anak sekolah dasar di Denpasar dan perwujudan desain media komunikasi visual yang dipilih dalam bentuk contoh (prototype) yang menarik dan informatif sebagai media pengenalan Don- geng Bali dan dibuat juga media pendukungnya sebagai media pengenalan buku cerita bergam- bar.

1.5. Metode Pengumpulan Data Metode Observasi Metode ini digunakan dalam menentukan masalah yang akan diangkat dalam tugas akhir ini dan untuk mengetahui kecenderungan sifat yang dimiliki oleh target audience, yang meliputi pengetahuan dan minat terhadap Dongeng Bali, khususnya Rare Angon.

331 Metode Wawancara Untuk mencari beberapa informasi tentang Dongeng Bali Rare Angon, penulis melaku- kan wawancara dengan Made Taro yang merupakan salah satu tokoh penggiat Dongeng di Bali.

Metode Dokumentasi Metode ini digunakan dalam proses pencarian data buku pesaing yang dapat melengka- pi laporan dan karya yang akan dibuat.

Metode Kepustakaan Penulis menggunakan metode ini untuk mencari teori-teori dan data-data pendukung melalui buku, skripsi dan internet sebagai bahan referensi dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

1.6. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan pada kasus ini adalah metode analisis data kualita- tif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang didasarkan pada adanya hubungan semantis an- tar variabel yang sedang diteliti. Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel-variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Hubungan antar semantis sangat penting karena dalam analisis kualitatif peneliti tidak menggunakan angka-angka seperti pada analisis kuantitatif. Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang siste- matis, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. (Sarwono,Lubis, 2007:110)

1.7. Konsep Perancangan Konsep yang akan digunakan sebagai acuan dalam perancangan media buku cerita ber- gambar dan beberapa media pendukungnya adalah konsep Edutainment, yang merupakan ak- ronim dari kata “Education” yang memiliki arti pendidikan dan kata “Entertainment” berarti hiburan. Konsep Edutainment ini adalah suatu konsep perancangan dimana selain anak-anak mendapat hiburan melalui penerapan elemen-elemen desain (ilustrasi, layout, tipografi, warna)

pada media yang dibuat, tetapi juga dapat memberikan pendidikan berupa nilai-nilai moral yang baik dan juga dapat mengenalkan Dongeng Bali kepada mereka.

332 II. PEMBAHASAN 2.1. Tinjauan Literatur Tentang Cergam Cerita bergambar sebagai media grafis yang dipergunakan dalam proses pembelajaran, memiliki pengertian praktis, yaitu dapat mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasan-gagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar (Sudjana dan Rivai, 2002:27). Secara lebih spesifik, cerita bergambar disebut sebagai komik. Komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita, dalam urutan yang erat yang dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. (Sudjana dan Rivai, 2002:64).

2.2. Tinjauan Buku Cergam yang akan Dirancang Tinjauan buku cerita bergambar yang akan dirancang sebagai pengenalan dongeng Rare Angon, akan dijelaskan sebagai berikut. 2.2.1. Tinjauan Dari Segi Ide dan Tema Cerita Cerita yang diangkat dalam perancangan buku cergam ini adalah Rare Angon, yang merupakan dongeng yang berkembang secara turun temurun di Provinsi Bali. Cerita ini memi- liki Tema pengorbanan dan pantang menyerah. Cerita ini menggambarkan seorang penggem- bala bernama Rare Angon yang diperintahkan oleh Sang Raja untuk mencari seorang gadis yang sempat digambar oleh Rare Angon di permukaan tanah. Banyak peristiwa yang dilaluinya hanya untuk mendapatkan seorang perempuan yang diinginkan oleh Sang Raja tersebut. Den- gan sifat pantang menyerah dan pengorbanan yang amat tinggi, akhirnya Rare Angon menemu- kan perempuan tersebut.

2.2.2. Tinjauan Dari Aspek Dasar Filosofis Dasar pemikiran dari pembuatan buku cergam ini adalah untuk melestarikan dongeng khas Provinsi Bali yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dari generasi muda, khususnya anak-anak yang ada di daerah perkotaan seperti di Denpasar. dongeng ini perlu dile- starikan keberadaannya, salah satunya dengan pembuatan buku cerita bergambar.

333 2.2.3. Tinjauan Faktor Eksternal atau Faktor Sosial Dongeng Bali atau Satua Bali penuh dengan muatan kearifan lokal. Suhartini (2009: 207) menyatakan kearifan lokal sebagai sumber pengetahuan, keyakinan, wawasan, dan etika. Kearifan lokal dapat dijadikan tuntunan moral dan karakter sehingga perlu diajarkan, diprak- tikkan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Satua Bali seperti dinyatakan Pramuki (2011: 713) bahwa cerita anak dapat dijadikan media pembelajaran untuk membuat pelajaran sangat menyenangkan sehingga menjadi pintu masuk yang efektif dalam peningkatan pendidikan karakter. Dalam hidup bermasyarakat perlu adanya penanaman nilai-nilai moral serta etika sejak ke- cil. Seringkali nilai-nilai tersebut disampaikan lewat berbagai cerita agar mudah dipahami oleh anak-anak. Pada tiap akhir dari kisah dalam buku cerita bergambar ini, terdapat pelajaran yang dapat dipetik dan diharapkan dapat membantu anak dalam pembentukan karakternya.

2.2.4. Tinjauan Fungsi dan Peranan Cergam Sebagai Media Untuk Menyampaikan Pesan Sebagai media untuk menyampaikan pesan, buku cerita bergambar ini berfungsi sebagai sarana hiburan dan pendidikan. Selain dapat memperkenalkan kemBali dongeng Bali, secara tidak langsung cerita dalam buku tersebut dapat memberikan pendidikan karakter melalui pe- san-pesan moral yang terkandung di dalamnya. Buku cerita bergambar juga dapat memberikan hiburan melalui ilustrasi yang ada dan dapat meningkatkan daya imajinasi anak.

2.3. Analisis Kelemahan dan Kelebihan Cerita yang akan diangkat dalam buku cergam ini adalah dongeng Rare Angon yang banyak mengandung nilai moral yang baik untuk anak-anak. Dengan alur cerita yang penuh konflik, tidak akan membuat anak-anak bosan untuk mengikuti cerita ini. Ilustrasi yang akan digunakan dalam perancangan ini adalah kartunal dengan perpaduan warna yang menarik un- tuk anak-anak. Kelemahan dari buku ini adalah kalau dijual, harganya akan lebih mahal jika dibanding- kan dengan buku dongeng-Dongeng Bali yang sudah lebih dulu beredar di pasaran.

334 2.4. Simpulan Masalah utama adalah masih kurangnya buku-buku untuk memperkenalkan Dongeng Bali di kalangan masayarakat. kurangnya media ini diikuti juga dengan kurang menariknya tampilan dari buku-buku tersebut, sehingga membuat anak-anak enggan untuk membacanya, selain itu buku cerita dari luar negeri yang tampilannya lebih menarik dan bersaing dengan harga yang hampir sama, membuat anak-anak lebih memilih buku cerita dari luar negeri.

2.5. Usulan Pemecahan Masalah Oleh sebab itu, dibuatlah media buku cerita bergambar yang lebih menarik dengan menggunakan warna-warna yang menarik untuk anak-anak dan penggunaan ilustrasi yang leb- ih banyak, sehingga diharapkan anak-anak tertarik untuk membaca sehingga Dongeng-don- geng Bali dapat terus dilestarikan.

2.6. Konsep Kreatif Konsep adalah salah satu hal yang paling penting dalam mendesain sesuatu,ini dise- babkan tidak lain karena konsep sendiri adalah dasar inspirasi yang nantinya akan digunakan sebagai acuan desainer dalam mendesain media-media komunikasi visual. Dalam perancangan buku cerita bergambar tentang dongeng Rare Angon untuk anak Sekolah Dasar di Denpasar, digunakan konsep Edutainment (pendidikan dan hiburan). Jadi buku yang akan dibuat selain mengadung unsur hiburan yang ditampilkan melalui ilustrasi dan penggunaan warna yang beragam, target sasaran juga dapat mengambil nilai-nilai moral yang ada dalam cerita tersebut. Untuk mendukung konsep tersebut, buku cerita bergambar akan dilengkapi dengan me- dia yang dapat mendukung keberadaan dari buku ini. media yang akan dibuat haruslah mem- punyai keterkaitan dengan isi dari buku cerita bergambar. Adapun media pendukung yang akan dibuat adalah Puzzle, Notebook, Packaging, X-Banner dan Katalog Karya.

335 1. Target Audience Target audience dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran primer dan sasaran sekunder a. Sasaran Primer Demografis :Laki-laki dan Perempuan, Usia 8-12 Tahun Geografis :Tinggal di Denpasar, Bali Psikografis :Tertarik pada ilustrasi, Pada usia 8-12 tahun, anak-anak lebih mudah dididik prilaku anak telah tenang dan anak bersemangat, anak mulai mengembangkan wawasan dan pengalamannya (Prasetyono, 2008 : l 83). Behavioral :Gemar membaca buku, Suka berkunjung ke toko buku, Gemar meng koleksi buku cerita b. Sasaran Sekunder Demografis :Orang Tua Laki-laki dan perempuan yang memiliki anak usia 8-12 tahun Geografis :Tinggal di Denpasar, Bali Psikografis :Peduli terhadap perkembangan kemampuan dan moral anaknya, Peduli terhadap pengetahuan anaknya tentang kebudayaan Behavioral :Membutuhkan media pendidikan dan informasi yang menghibur , Men dukung perkembangan kemampuan dan moral anaknya.

2. Format dan Ukuran Buku Cergam Buku cerita bergambar akan dibuat dengan ukuran 20cm x 20cm dan berjumlah kurang lebih sekitar 40 halaman. Format penyajian buku cerita bergambar akan dibuat seperti buku cerita pada umumnya. berikut ini adalah format dari buku cerita bergambar yang akan dibuat yang akan terdiri dari Cover depan, Halaman judul dalam, Halaman hak cipta, Halaman isi , Cover belakang

3. Gaya Visual Grafis Gaya visual yang akan digunakan dalam perancangan buku cerita bergambar ini adalah

gaya semirealis, dimana gaya ini merupakan gabungan dari gaya kartun dengan gaya realis. Pada gaya semirealis, penggambaran mengikuti bentuk anatomi tubuh yang sebenarnya, na-

336 mun ada penyederhanaan bentuk sehingga tidak sedetail seperti gaya realis. Gaya ini dirasa sesuai dengan target audience yang berusia 8-12 tahun, karena pada masa ini pengamatan visual anak mulai berkembang, ia mulai memperhatikan detail dan sudah mulai mengetahui proporsi.

4. Teknik Visualisasi Pembuatan visual dilakukan dengan penggabungan teknik manual dan digital. pembua- tan karakter diawali dengan pembuatan sketsa dan diwarnai dengan cat poster. Kemudian di scan untuk diolah menggunakan software pengolah gambar yang ada di komputer. pengolahan meliputi pemberian kesan gelap terang pada objek, penggabungan dengan background yang telah dibuat. setelah seluruh gambar selesai, dilanjutkan dengan proses melayout gambar dam memasukkan teks menggunakan software Adobe InDesign

5. Teknik Cetak Teknik cetak yang digunakan dalam perwujudan media buku cerita bergambar ini ada- lah teknik digital printing. Teknik digital printing merupakan suatu teknik cetak tanpa melalui proses pembuatan acuan cetak, melainkan melalui proses digital. Dalam cetak digital printing semua proses pencetakan dilakukan dan dikontrol secara digital dan memiliki metode peninta- an yang berbeda sesuai dengan teknologi masing-masing (Dameria, 2007:75). Teknik ini cocok untuk kebutuhan mencetak dalam waktu singkat dengan kuantitas tidak terlalu besar (Rustan, 2014:15).

6. Gaya Layout Layout adalah usaha untuk menyusun, menata, atau memadukan unsur-unsur komuni- kasi grafis (teks, gambar, tabel, dll) menjadi media komunikasi visual yang komunikatif, estetik, dan menarik (Hendratman, 2014:197). Gaya layout yang akan digunakan yaitu proporsi gambar lebih dominan dibanding teks. Dimana penempatan teks memanfaatkan white space yang ada pada beberapa halaman cerita. gaya layout ini akan memberikan ruang tersendiri untuk ilustrasi dan teks, sehingga ilustrasi dan teks dapat dinikmati secara utuh.

337 7. Tone Warna Kombinasi warna yang akan digunakan dalam pembuatan buku ini adalah kombinasi dari warna-warna panas dan warna-warna dingin. Warna-warna dingin lebih ditekankan dalam pewarnaan background pada ilustrasi karena sesuai latar tempat pada cerita yaitu berupa sawah dan hutan. Sedangkan kombinasi warna-warna panas sebagian besar digunakan untuk pewar- naan tokoh-tokoh dalam cerita. Warna panas dan warna dingin memiliki sifat kontras atau bertentangan. Kombinasi dari warna-warna ini dapat lebih cepat menarik perhatian dibandingkan hanya menerapkan warna dingin atau warna panas saja.

8. Tipografi Tipe huruf yang akan digunakan dalam perancangan buku cerita bergambar ini adalah Sans Serif. Sans serif adalah bentuk huruf yang tidak memiliki kait, bertangkai tebal, sederhana dan mudah dibaca. Ujungnya bisa berbentuk tumpul (rounded corner) atau tajam. Sifat huruf ini kurang formal, lebih hangat dan bersahabat (Pujiriyanto, 2005:56). Secara spesifik nama huruf yang akan digunakan untuk judul dan sub-judul adalah Font Handlee, sedangkan untuk teks isi pada buku cerita bergambar yang akan dibuat menggunakan font SF Cartoonist Hand.

9. Finishing Jenis Kertas :Kertas Art paper 150 gr untuk lembar isi Kertas Art Paper 260 gr Jenis cover :Hardcover Jenis Jilid :Buku ini akan menggunakan jilid tempel, dimana penjilidan dilakukan dengan menempelkan bagian belakang satu sisi lembar halaman dengan bagian belakang sisi lembar halaman lainnya.

338 2.7. Visualisasi Desain a. Buku Cerita Bergambar

Nama Media :Buku Cerita Bergambar Ukuran :20cm x 20cm Bahan :Kertas Art Paper Teknik Cetak :Cetak Digital

b. Puzzle

Nama Media :Puzzle Ukuran :34cm x 21cm Bahan :Karton board 3mm dan stiker vinyl Teknik Cetak : Cetak Digital

c. Notebook

Nama Media :Notebook Ukuran :14,5cm x 21 cm (A5) Bahan :kertas HVS, Bluishwhite, Art Paper Teknik Cetak :Cetak Digital

d. Packaging Nama Media :Packaging

Ukuran :60cm x 160cm Bahan :Frontlite Teknik Cetak :Cetak Digital

339 e. X-Banner

Nama Media :Packaging Ukuran :60cm x 160cm Bahan :Frontlite Teknik Cetak :Cetak Digital

f. Katalog Karya

Nama Media :Katalog Karya Ukuran :21cm x 14,8cm Bahan :Art Paper Teknik Cetak :Cetak Digital

III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Buku cerita bergambar dongeng bali “Rare Angon” merupakan suatu usulan pemecahan masalah tentang pentingnya mengenal dan melestarikan kebudayaan bali dalam bentuk kesu- sastraan kepada generasi muda khususnya anak-anak di tingkat sekolah dasar melalui media buku. Dalam proses perancangan buku cerita bergambar ini, haruslah memperhatikan berbagai aspek yang menjadi pertimbangan demi terciptanya media yang dapat diterima oleh target au- dience dan mampu menjawab permasalan yang dihadapi saat ini, yaitu masih kurangnya media buku yang memuat tentang dongeng Bali di Denpasar. Untuk dapat mendukung media utama buku cerita bergambar, dibuat pula media-me- dia pendukung yang terdiri dari notebook, puzzle, packaging dan x-banner, dimana media-me-

dia ini merupakan sebuah strategi kreatif untuk menarik minat target sasaran dalam usaha memperkenalkan dongeng bali di Denpasar.

340 3.2 Saran Begitu banyak dan besar potensi-potensi budaya Indonesia yang dapat diangkat dan dilestarikan dengan cara memperkenalkan kembali melalui media-media yang menarik tanpa mengurangi keaslian dan kaidah-kaidah nilai moral dan budaya yang terkandung didalamnya. Hendaknya upaya-upaya pengenalan kembali budaya lokal yang kita miliki selalu digalakkan agar ragam budaya yang dimiliki Indonesia, khususnya Bali akan selalu terjaga.

DAFTAR PUSTAKA Albert, Aaron. “The Process Of Creating Comic Books – Steps In Creating Comics.” About.com: Need, Know, Accomplish. 2009. The New York Times Company. 20 Maret 2016. . Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Bertrand, Suzanne. “How Books Affect Children.” Helium - Where Knowledge Rules. 21 January 2010. Helium Incorporation. 23 February 2012. . Dameria, Anne, 2007. Color Basic. Jakarta: Link & Match Graphic. Gunawan,Sinta.”Perancangan Buku cerita bergambar sebagai media pengenalan permainan tradisional Jawa Tengah untuk anak-anak usia 6-8 tahun”.Final Project. Petra Chris- tian University.2012. Halim,Janne. “Media Konvesional dan Media Baru”.Komunikasi.us. 21 Oktober 2015. 20 Maret 2016. Hurlock, E. B. (2000). (a.b Istiwidayanti & Soedjarwo). Psikologi Perkembangan: Suatu pendeka- tan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi keenam). Jakarta: Erlangga Islami, Maulid Alam. “Perancangan Cergam Cerita Rakyat Memecah Matahari.” UNIKOM (2010)

Nasution. 2011. Metode Research Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Pramuki, Esti dan Nunung Supratmi. 2011. “Cerita Anak Sebagai Media

341 Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Pembentukan Karakter Siswa Pendidikan Dasar” dalam Kimli. Prasetyono, Dwi Sunar. (2008). Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca pada Anak Sejak Dini. Yogyakarata: Think. Pujiriyanto. 2005. Desain Grafis Komputer (Teori Grafis Komputer). Yogyakarta : Penerbit ANDI Reitz, Joan. “Children’s Book.” . ABC-CLIO-ODLIS- Online Dictionary for Library and Information Science. 1994. ODLIS. 2 Maret 2012. ---. “Children’s Literature.” . ABC-CLIO-ODLIS- Online Dictionary for Library and Information Science. 1994. ODLIS. 2 Maret 2016. ---. “Picture Book.” . ABC-CLIO-ODLIS- Online Dictionary for Library and Information Science. 1994. ODLIS. 2 Maret 2012. Rustan, Surianto. 2014. Lay Out Dasar Dan Penerapannya. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Sarwono. Jhonatan & Lubis, Hary. 2007. Metode Riset Untuk Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: C.V ANDI Offset. Sudjana, Nana dan Rivai, Ahmad (2002), Media Pengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sugianto, Nesia Laurens. “Perancangan Cerita Bergambar Mengenai Kartu Tarot.” Final Project. Petra Christian University. 2010. Suhartini. (2009). Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya Alam dan Lingkungan. Stein, Sammy. “How Books Affect Children.” Helium - Where Knowledge Rules. 28 September 2008. Helium Incorporation. 2 Maret 2016. .

Therianto,Isuardi Prabowo. “Perancangan Visual Publikasi Buku Cerita Bergambar Tiga Dara Pendekar Siauw Lim” Skripsi S1.Bina Nusantara,2008.

342 Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: Jalansutra. Unsriana,Linda.”Peranan Dongeng dalam pendidikan (analisa terhadap lima buah dongeng anak Jepang)” Tesis S2. Universitas Indonesia,2003. Wibowo, Ibnu Teguh.(2013). Belajar Desain Grafis. Yogyakarta : Buku Pintar

343 MITOLOGI GANESHA DI GOA GAJAH DESA BEDULU SEBAGAI INSPIRASI PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS

Oleh: Cokorda Agung Wira Pratama Mahardika Program Studi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Ganesha adalah sosok dewa yang memiliki karakter yang energik dan memiliki karak- ter tersendiri. Ganesha banyak memperlihatkan wujud karakter berbeda-beda yang sesuai den- gan manifestasinya. Ganesha di Goa Gajah mengambil wujud manusia berkepala gajah memi- liki mitos yang diyakini oleh masyarakat penganut agama Hindu sebagai sumber kehidupan, pendidikan, kebenaran, kebijaksanaan, kesucian (pilar pokok yang menjadi titik keseimbangan spiritual umat manusia). Dalam kesempatan ini pencipta mencoba memvisualkan nilai estetika dari Dewa Ga- nesha kedalam karya seni lukis dengan tema “ Mitologi Ganesha di Goa Gajah Desa Bedulu sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Seni Lukis”. Tujuan dari tulisan ini, adalah (1) Mengung- kapkan perwujudan mitologi Ganesha di Goa Gajah Desa Bebulu menjadi karya seni lukis dan (2) Teknik yang digunakan, dan (3) Mengetahui makna yang terkandung dari lukisan Ganesha dalam karya seni lukis yang diciptakan di Goa Gajah, Desa Bedulu. Dalam mewujudkan ide menjadi karya seni lukis melalui proses eksplorasi, percobaan, persiapan, pembentukan dan penyelesaian ditunjang dengan penyusunan elemen-elemen serta unsur-unsur seni rupa dipadukan dengan teknik melukis seperti teknik sapuan kuas kering dan plakat dengan menggunakan cat akrilik. Sedangkan makna lukisan Dewa Ganesha dapat merep- resentasikan tentang kebenaran, kesucian, pendidikan, kemakmuran dan dewa para dewa. Hasil dari penciptaan ini berupa 10 karya seni lukis dengan judul: Ekaakshara, Dwija, Sim- ha, Vijaya, Dhumraketu, Nritya, Veera, Dwimuka, Trimuka dan Yoga Ganapati. Wujud lukisan tersebut merupakan imajinasi dari pencipta yang divisualkan dari mitologi Ganesha yang di- ungkap secara surealis. Kata Kunci: Ganesha, Mitologi dan Seni Lukis,

344 Abstract Ganesha is a god who had an energetic character and has its own character. Ganesha many shows different character as its manifestations. Lord Ganesha who is in Goa Gajah who took on human form and headed of elephant has a myth believed by Hindus as the community as a source of life, education, truth, wisdom, sanctity (the main pillars of spiritual balance of the human life). On this occasion, the creators tried to visualize the aesthetic value of Lord Ganesha into of art painting with the theme “Mythology Ganesha in Goa Gajah, Bedulu Village as Inspiration to Created Art Paints”. The purpose of this paper is (1) Disclose embodiment mythology Ganesha in Goa Gajah village Bedulu into art paint and (2) Tecnique user (3)Knowing the meaning in Gane- sha painting in Goa Gajah Bedulu Village. In realizing the idea of the​​ paintings through a process of exploration, experimentation, preparation, formation and completion. In the creation of works of art, elements as well as elements of art to be combined with appropriate technical capabilities that occupied during the learning process. Applied by various techniques such as the technique of dry brush strokes and plaque using acrylic paint. So as to create a characteristic of Lord Ganesha into other smanifestated. In the em- bodiment of the object, expressed through ideas and imagination, so that it can represent a form of Lord Ganesha and circumstances into art paints. The results of this creation in the form of 10 paintings titled: Ekaakshara, Dwija, Simha, Vi- jaya, Dhumraketu, nritya, Veera, Dwimuka, Trimuka and Yoga Ganapati. Through imagination, visualize the mythological creator of Ganesha are surreal. Keywords : Ganesha, Myhtology Painting Art Work

LATAR BELAKANG Mitos adalah cerita atau dongeng yang bertindak sebagai pemandu simbolis atau peta makna dan signifikasi dalam alam semesta. Konsep mitos lebih merajuk pada naturalisasi mak- na konotatif, sesuatu yang kurang lebih mirip dengan penggunaan istilah ideologi (Barker, 2014 : 184). Mitos merupakan cerita rakyat yang banyak berkembang di masyarakat. Mitologi Gane- sha di Goa Gajah Desa Bedulu memiliki fenomena sangat menarik untuk diwujudkan menjadi seni lukis karena selain memiliki nilai mitos, simbol yang berhubungan dengan nilai-nilai este- tika yang sering digunakan untuk memberikan pencerahan terhadap umat. Goris (1948) dalam Atlas Kebudayaan mengatakan :

”...... The so-called Goa Gajah at Bedulu. This rock hermitage civaitic and lay on the north- en bank of the river Patanu. On the southerntion bank was a Buddhist ”dharma”(religious founda-

345 tion). The antiquities found near this hermitage and the scriptions on the wall directly to the right of the entrance datefrom different periods. From both Balinese edicts and old-javanese historical documents appears that the name off theBuddisthermitage was Lwa Gajah. Goa Gajah, the civaitic hermitage, is called Air Gajah in many edicts (Goris, 1948. Halaman 191). Artinya,...... Pertapaan batu ini untuk padanda Caiwa. Letaknya ditepi sebelah utara sungai Petanu. Di tepi sebelah selatan terdapat pertapaan untuk pedanda Buddha (dharma). Pada dinding- nya terdapat dua macam tulisan kuno dan dihadapannya terdapatbermacam macam arca. Di prasasti Bali dan juga di prsasti Jawa Kuno tersebut pertapaan budhha bernama Lwa Gajah. Di prasasti Bali tersebut juga pertapaan Caiwa, bernama Air Gajah. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa keberadaan Ganesha Di Goa Gajah Bedulu Bali sangat berkaitan dengan pemujaan dalam Agama Hindu. Bentuk Ganesha yang berada di Goa Gajah mengambil wujud manusia berkepala gajah memiliki mitos diyakini oleh mas- yarakat penganut agama Hindu sebagai sumber kehidupan, simbol pendidikan, kebenaran, ke- bijaksanaan, kesucian. Dari cerita yang dipaparkan diatas menjadi menarik sebagai inspirasi pencipta dan mewujudkannnya kedalam seni lukis yang mengambil wujud-wujud Ganesha dari salah satu peristiwa tersebut dan pencipta ingin mendalami, mengenali setiap bagian tubuh Ganesha. Imajinasi pencipta dalam berkarya, yang akan pencipta wujudkan kedalam bentuk. Karya yang tercipta merupakan catatan dari rangkaian bentuk fisik Ganesha dan mengekspresikan mitos Ganesha dengan berbagai bentuk serta gaya yang dituangkan dalam berbagai komposisi gerak dan gaya yang bebas baik itu wujud sentuh maupun bagian-bagian dari tubuh. Dengan mem- pelajari Ganesha dari karakter dan postur tubuhnya, pencipta ingin mendalami mitos Ganesha secara menyeluruh. Menurut Chinmayananda (2002) dalam bukunya yang berjudul Glory of Ganesha menyebutkan bahwa Ganesha merupakan putra Dewa Siwa pertama sebagai pemimpin uta- ma atau sebagai pemimpin para “Gana” yang selalu menyertai dan mengikuti dewa Siwa, atau juga sebagai dewa penguasa segala rintangan. Ganesha sering di gambarkan berkepala gajah,

berlengan empat dan berbadan gemuk. Ganesha juga memiliki sejumlah nama, yakni Ganapa- ti, Winayaka dan Pilleyar (Goris, 1948: 147). Winanti (2011: 69) menjelaskan bahwa Ganesha

346 memiliki sifat atau kebijaksanaan sempurna. Ganesha memiliki telinga lebar yang menunjuk- kan simbol kecerdasan mendengar kepada sang guru. Belalai yang menjulur ke bawah dari hi- dung Ganesha memiliki kegunaan tertentu dan mengolah semua pencapaian manusia. Belalai merupakan sebuah alat yang sekaligus dapat digunakan untuk mencabut pohon atau mengam- bil duri di tanah seperti halnya belalai gajah, hal ini juga merupakan kemampuan pembeda yang sempurna dari kecerdasan yang berkembang, sehingga dapat mengatasi berbagai masalah duniawi, pada saat yang sama menggunakan kemampuan tersebut secara efisien dalam batin. Kemampuan membedakan yang ada dalam diri kita hanya berfungsi jika ada dua faktor yang membedakan, dimana kedua faktor ini melambangkan gading gajah dan belalai yang menjulur diantara keduanya. Diantara kebaikan dan kejahatan, benar dan salah, mengambil keputusan dan kesimpulan dalam hidup ini. Ganesha digambarkan telah kehilangan salah satu gadingnya saat berkelahi melawan Parasurama, pemuja agung dewa Siwa. Gading yang patah ini meny- imbulkan bahwa siswa Vedantik yang sejati adalah orang yang telah dapat bersatu untuk satu tujuan yang mulia dan suci. Dalam mewujudkan patung Ganesha menjadi karya seni lukis dengan memasukkan unsur-unsur estetis berupa permainan warna dan garis dan pertimbangan-pertimbangan es- tetik lainnya sehingga tercipta karya lukisan yang mencerminkan kepribadian. Metoda yang digunakan untuk menganalisis penelitian yang berjudul “Mitologi Ganesha Goa Gajah di Desa Bedulu” adalah metoda kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode penelitian kualitatif dalam kontek penelitian penciptaan karya seni lukis ini adalah penelitian yang mendiskripsikan karya- karya lukisan menjadi uraian kata-kata.

Kajian Tentang Ganesha Ganesha adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. Ganesha adalah putra Dewa Siwa dan Dewi Parwa- ti, pemimpin dari para Gana. Beliau digambarkan sebagai Adi Deva, Dewa Utama atau Prathama Vandana, dewa yang dipuja sebelum memuja dewata yang lainnya, dipuja sebelum melakukan up- acara agama, maupun memulai kegiatan sehari-hari (Wirawan, 2011: 1). Ganesha banyak memper- lihatkan wujud karakter berbeda-beda yang sesuai dengan manifestasinya.

347 Penggambaran sosok Ganesha memiliki berbagai variasi yang luas dan pola-pola berbe- da. Dia kadangkala digambarkan berdiri, menari, beraksi dengan gagah berani melawan para iblis, bermain bersama keluarganya sebagai anak lelaki, duduk di bawah atau bersikap manis dalam suatu keadaan (Winanti, 2011: 17). Pencipta menggabungkan semua filosofi penggam- barannya dengan berkepala gajah dan perut buncit. Patungnya yang memiliki empat lengan merupakan penggambaran utama tentang Ganesha. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disi- mpulkan Arca Ganesha memiliki bentuk utama berkepala gajah dan perut buncit sebagai main concept (konsep utama dalam penggambaran karya seni lukis ini) serta perpaduan antara jiwa atau emosi dari setiap mitologi-mitologinya akan menujukan eksistensi Ganesha dapat berk- arakter lebih dinamis.

Pengertian Seni Lukis Istilah seni secara etimologis merupakan padanan kata dari art (inggris) dan ars (latin) atau techne (Yunani). Istilah techne kerap dipadankan dengan kemahiran atau ketrampilan yang tinggi dalam menciptakan sesuatu. Seni merupakan karya manusia yang diciptakan dan dilandasi oleh kemahiran untuk menciptakan keindahan (Kartika, 2004: 36). Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa seni adalah kegiatan menciptakan karya seni yang didasari oleh kemahiran dan keterampilan seseorang. Seni lukis dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan pengalaman estetik seseorang yang dituangkan dalam bidang dua dimensi (dua matra), dengan menggunakan medium rupa, yaitu garis, warna tekstur, shape, dan sebagainya. Medium rupa bisa digunakan dengan berbagai ma- cam material seperti tinta, cat/pigmen, tanah liat, semen dan berbagai aplikasi untuk mewujud- kan medium rupa (Kartika, 2007: 36). Seni lukis merupakan bahasa ungkap dari pengalaman artistik atau ideologis yang menggunakan dan garis guna mengungkapkan perasaan, mengekspresikan emosi, gerak, ilusi, maupun ilustrasi dari perasaan seseorang. Secara teknis merupakan tebaran warna cair atau pigmen pada bidang datar (kanvas, panel, dinding, kertas, dan lain sebagainya) untuk meng- hasilkan sensasi atau keruangan, gerakan tekstur, sama baiknya dari kombinasai unsur-unsur

tersebut (Susanto, 2002: 71).

348 Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa, seni lukis merupakan bahasa ungkap seseorang yang muncul dari perasaan batin ketika berhadapan dengan lingkungan atau objek sekitar. Hal tersebut diungkap melalui imajinasai, dan diekspresikan dalam bidang dua dimensi, melalui teknik serta medium rupa yaitu garis, warna, tekstur dan sebagainya. Surealistik Surealisme pada awalnya adalah gerakan sastra. Istilah ini dikemukakan Apollinaire un- tuk dramanya tahun 1917. Dua tahun kemudian Andre Breton mengambilnya untuk menye- but ekperimennya dalam metode penulisan yang spontan. Gerakan ini dipengaruhi oleh teori psikologi dan psiko analisis Sigmund Freud. Karya surealisme memiliki unsur kejutan, tidak terduga, ditempatkan berdekatan satu sama lain tanpa alasan yang jelas (Susanto, 2011:386). Melalui gaya surealistik pencipta dapat mengungkapkan imajinasi dari hasil pengalaman – pen- galaman yang berkaitan dengan arca – arca Ganesha di Goa Gajah yang pencipta simbulkan berupa berbagai wujud Ganesha sesuai dengan mitologinya. Dalam karya tercipta dari mitos arca Ganesha, pengalaman pribadi, maupun keadaan psikis yang diimajinasikan dengan objek objek pendukung lainnya.

Proses Penciptaan Sebelum proses penciptaan, pencipta terlebih dahulu akan mengamati dan mengima- jinasikan pikiran tentang pengalaman estetis yang kemudian dituangkan ke wujud rupa pada media dua dimensi. Adapun tahapan yang pencipta lakukan dalam proses penciptaan adalah sebagai berikut : Proses Penjajagan Selain kreativitas, dibutuhkan keberanian untuk mencoba terus–menerus dengan men- coba berbagai macam teknik untuk memvisualkan sebuah imajinasi yang ingin diwujudkan. Dalam proses penciptaan karya-karya tersebut, pencipta mempertimbangkan berbagai unsur seni rupa dalam unsur estetis. Dalam proses penjajagan ini pencipta melakukan pendekatan terhadap objek-objek ganesha dari media patung sampai nantinya akan pencipta jadikan dalam karya seni lukis serta mengamati kegiatan dalam keseharian, atau karakter Ganesha yang akan dilukis. Selain pendekatan dengan yang akan di jadikan karya seni lukis, pencipta sempat mengunjungi atau

349 menyurvei lokasi yang nantinya sebagai latar atau suasana dalam karya seni lukis. Lokasi atau tempat yang menarik bagi pencipta sebagai latar dalam karya seni lukis terdapat dibeberapa tempat atau daerah bedulu gianyar, guna mewujudkan rasa estetis itu pencipta mulai dari reaksi fisik, yaitu menuangkannya melalui sketsa-sketsa, sambil meresapi ciri-ciri karakter, warna dan suasananya.

Proses Percobaan Setelah mendapatkan ide dan inspirasi dari penjajagan / eksplorasi maupun pemaha- man pada objek, pencipta merangkum semua hal tersebut sebagai bahan untuk menciptakan karya seni lukis. Saat melakukan tahap percobaan dimulai dengan tema kemudian dilanjutkan dengan sketsa dalam media kertas HVS. Selain membuat sketsa untuk menguasai bentuk Gane- sha, pencipta juga melakukan eksplorasi berupa pembuatan sketsa yang dikombinasikan den- gan obyek lain, sebagai penggambaran awal terhadap wujud visual tentang gagasan yang ingin diungkapkan.

Proses Pembentukan Pembentukan merupakan proses yang dilakukan setelah melewati proses sebelumnya yaitu penjajagan dan percobaan. Dalam proses pembentukan terdapat tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penciptaan karya seni lukis. Tahap pertama melakukan pemilihan sketsa yang terbaik untuk diwujudkan pada media kanvas. Sketsa yang dibuat menggunakan pensil warna, agar memudahkan pencipta ketika mendapat kesalahan dalam melakukan sketsa, karena pen- sil warna mudah dihilang atau mudah dihapus pada media kanvas. Setelah melakukan sketsa kemudian mempersiapkan alat serta material yang akan digunakan dalam proses perwujudan karya. Tahap berikutnya yaitu tahap pewarnaan terhadap objek-objek yang dilukis dan diawali dengan menggunakan warna tipis dengan mewarnai setiap bagian objek sesuai dengan warna yang telah direncanakan, untuk memberi gambaran awal (global) terhadap objek yang dibuat. Dalam proses pewarnaan awal pencipta hanya mewarnai bagian objek yang tidak terkena sinar, magsudnya pada bagian gelap objek, agar dapat memperlihatkan bentuk karakter awal dari

suatu objek yang dibuat. Selanjutnya mulai keproses pewarnaan berikutnya dengan mewarnai keseluruhan dari semua objek yang dilukis dengan mengunakan teknik blok. Teknik ini me-

350 mang sering pencipta gunakan, bagi pencipta teknik tersebut memberikan efek serta karakter goresan yang sangat menarik dan sangat mencerminkan kepribadian pencipta sendiri melalui ekspresi dan emosi. Pada tahapan ini juga menekankan pencapaian karakter serta suasana ter- tentu dengan menggunakan warna serta goresan yang sangat diperhitungkan, sehingga dapat merepresentasikan situasi maupun keadaan objek yang sesungguhnya. Dilihat dari keseluruhan karya, baik melaui warna serta goresan yang sudah memperlihatkan keharmonisan, pada proses ini pencipta perlu memperbaiki atau memberi penekanan kembali pada bagian-bagian tertentu, sehingga karya yang diwujudkan nampak lebih selesai dan berkualitas

Wujud Karya Wujud karya merupakan bentuk visual dari karya seni lukis, di dalam skrip karya ini pen- cipta mengangkat tema “Mitologi Ganesha di Goa Gajah Desa Bedulu sebagai Inspirasi Penciptaa Karya Seni Lukis” yang diungkap melalui kreatifitas pencipta dalam menanggapi suatu objek serta situasinya yang direpresentasikan melalui rasa estetis di atas bidang dua dimensional. Dalam penciptaan karya seni lukis terdapat dua aspek yang berperan penting di dalam- nya, yaitu aspek ideoplastis dan aspek fisikoplastis. 1. Aspek Ideoplastis Aspek ideoplastis merupakan hal yang mendasari lahirnya sebuah karya seni, di mana dalam aspek ini menyangkut ide atau gagasan. Berbagai pemikiran dasar pencipta dalam mengekspresikan objek sangatlah menentukan bagaimana terciptanya sebuah karya, baik den- gan goresan maupun warna yang digunakan dalam mewujudkan karya seni lukis. 2. Aspek Fisioplastis Dalam aspek fisioplastis diuraikan segala hal tentang teknik penyusunan elemen-elemen visual seni rupa seperti garis, bentuk, ruang, tekstur, warna, komposisi, proporsi, keseimbangan, irama dan kontras. Semua hal tersebut diimplementasikan ke dalam karya seni lukis.

Deskripsi Karya Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi karya yaitu aspek ideoplastis, aspek fisioplastis serta pemaknaan yang terkandung dalam setiap karya. Di bawah ini diuraikan deskripsi 1 dari 10 karya dapat dipaparkan sebagai berikut :

351 Gambar 1 Judul : Ekaakshara (Sumber Kehidupan), Ukuran :100 x 120 cm, Bahan : Akrilik Di Atas Kanvas, Sumber: Dokumentasi Cok Agung Wira Pratama.

Diskripsi Karya : Karya berjudul “Sumber Kehidupan” menghadirkan objek utama Ganesha yang dalam

perwujudannya berupa Ekaakshara berkulit keemasan, bertangan empat, tangan kanan atas dan kiri atas memegang kapak dan pengait sebagai simbul pelebur berhala sementara kedua tangan bawah memegang payuk pancoran yang diyakini mengeluarkan air sebagai simbul kemakmu- ran dan kesuburan. Pencipta menambahkan objek naga dan ular sebagai objek pendukung dari objek utama. Ular dan naga tersebut adalah upawita dari Ekaakshara yang berfungsi sebagai symbol dunia bawah yang dilambangkan dengan bumi dan air. Garis yang digunakan oleh pencipta dalam

karya ini terlihat ekspresif dengan sapuan kuas yang spontan. Bentuk pada karya pencipta di tekankan dari permainan warna-warna cerah pada bagian obyek utama. Kesan ruang dicip-

352 takan dari perbedaan intensitas objek utama dengan obyek pendukung. serta latar belakang menggunakan warna yang gelap. Pada karya ini merupakan penggambaran mitos Ganesha dalam perwujudan sebagai Ekaakshara yang diyakini oleh masyarakat sebagai sumber kehidupan.

SIMPULAN Melalui pengamatan, pada berbagai arca Ganesha dalam mitologi di Goa Gajah dapat memperoleh pemahaman-pemahaman baru untuk membentuk pola pikir, sehingga dapat me- munculkan ide, gagasan, serta motivasi untuk berkarya. Riset terhadap karakter Ganesha dapat memunculkan penghayalan atau visualisasi berbagai makna ekskavator untuk diwujudkan dalam karya seni lukis.Ganesha dengan karakternya divisualkan dengan berbagai objek pen- dukung lain sehingga mempunyai satu kesatuan cerita yang utuh dan dapat memberikan makna estetis yang mencerminkan kepribadian. Dalam pengungkapan dalam karya yang bertemakan “Mitologi Ganesha Di Goa Ga- jah Desa Bedulu Sebagai Inspirasi Penciptaan Karya Seni Lukis” diungkapkan melalui objek Ganesha serta objek-objek pendukung lainnya untuk memperjelas pesan yang ingin disam- paikan dengan warna, bentuk, sesuai imajinasi pencipta serta penampilan mengambil wujud manusia berkepala gajah memiliki mitos yang diyakini oleh masyarakat penganut agama Hindu sebagai sumber kehidupan, simbol pendidikan, kebenaran, kebijaksanaan, kesucian, menjadi ungkapan perasaan dalam wujud karya seni lukis. Sehingga hal tersebut dapat mencerminkan tentang penggambaran filosofi-filosofi dan makna yang berkaitan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam mewujudkan bentuk-bentuk, pencipta mempelajari karakter setiap objek yang di tampilkan dengan cara melakukan eksperimen seperti membuat sketsa-sketsa kecil, kemudi- an muncul rangsangan yang dapat menimbulkan pemikiran atau ide untuk mewujudkan ben- tun-bentuk dan simbolik yang bermakna dalam kehidupan, serta mampu mewakili ide pencipta tentang mitos Ganesha.

353 SARAN Setelah mengapresiasi karya Tugas Akhir ini, dengan penciptaan karya seni lukis yang bertemakan “Mitologi” diharapkan menjadi langkah awal pencipta untuk mengupas atau mem- visualisasikan nilai-nilai estetika yang tersirat pada mitos-mitos Ganesha yang berkembang di suatu desa baik dalam berupa arca maupun cerita. Dengan mengembangkan figur Dewa Gane- sha, inspirasi dalam penciptaan karya lukis ini dapat berkembang menjadi karya yang dikenal dalam dunia seni rupa. Melalui karya tugas akhir ini, diharapkan dapat memberi makna, serta bermanfaat bagi pelaku dan pencinta seni, baik di lingkungan akademis maupun masyarakat luas. Outcome dari Tugar Akhir diharapkan dapat mendorong teman-teman di lingkungan ISI Denpasar untuk bekerja lebih keras dan lebih cerdas

DAFTAR PUSTAKA Barker, Chris. 2014. Cultural Studies. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Chinmayananda, Svami. 2002. Glory of Ganesha. Surabaya: Paramitha Djelantik, A. A. M., 2008. Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I: Estetika Instrumental. STSI., Denpasar. Goris, R. 1948. Sejarah Bali Kuna. Singaraja: Bali Museum Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. 2011. Edisi Keempat. Kompas Gramedia: Jakarta. Kartika, Dharsono Sony. 2004. Seni Rupa Modern. Rekayasa Sain, Bandung. Kartika, Dharsono Sony. 2007. Estetika. Rekayasa Sains. Bandung Sachari, Agus. 2002. Estetika: Makna, simbol dan daya. Bandung: ITB Bandung. Salim. 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern English Pers Susanto, M. 2011. Diksi Rupa..Yogyakarta: Kanisius ______. 2012. Diks Rupa. Yogyakarta: Kanisius Sudharmaji. 1985. Apresiasi Seni. Jakarta: Pasar Seni Sumarjo, Jacob. 2000. Filsafat Seni, ITB. Bandung Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita

Winanti, Ni Putu. 2011. Mengapa Memuja Ganesha. Denpasar: Pustaka Bali Post. Wirawan, I.M.A. 2011. Ganesha: Ganesha Jnana Pradipa. Surabaya: Paramita.

354 Narasumber: I Wayan Tama, Banjar Goa, Desa Bedulu Gianyar. Wawancara pada Tahun 2016. Sumber Internet: http://id.m.wikipedia.org/goa-gajah.html (diakses pada tanggal 20 Agustus 2015) http://id.m.wikipedia.org/desabedulu.html (diakses pada tanggal 20 Agustus 2015) http://karnaka.blogspot.com//arti setiap warna.html (diakses pada tanggal 18 April 2016).

355 FASCINATION OF JABANG TETUKA

Oleh: Bondina Mugi Tri Pangesti Program Studi Desain Mode Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar [email protected]

Abstrak Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di pulau Jawa dan Bali. Wayang digunakan sebagai media penyampaian cerita dalam pertunjukkan pedalan- gan yang sebagian besar mengangkat cerita Ramayana dan Mahabharata. Salah satu jenis-jenis wayang adalah Wayang Purwa, atau wayang kulit purwa dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit yang lainnya. Wayang purwa diperkirakan mempunyai umur yang paling tua diantara wayang kulit lainnya. Konsep karya desain yang diangkat terinspirasi dari Wayang purwa atau wayang kulit purwa dengan penokohan Gatotkaca. Sebagai generasi muda bagaimana cara kita untuk melestarikan keanekaragaman kebudayaan Indonesia dan mele- starikan pertunjukan khas Indonesia. Mewujudkan suatu karya fesyen dengan cara pandang kekinian yang bersumber dari keanekaragaman budaya Indonesia. Sehingga generasi muda kedepannya dapat memikirkan bahwa kebudayaan Indonesia mampu diimplementasikan da- lam wujud apapun khususnya dalam dunia mode. Dalam penciptaan desain busana ini ada tiga busana wanita yang tergolong menjadi busana ready to wear, ready to wear deluxe, dan haute couture. Pembuatan desain digunakan metode wawancara, metode dokumentasi dan metode kepustakaan dari analisa tersebut sebagai acuan dalam mendesain busana wanita yang terinspi- rasi dari wayang purwa gatotkaca. Kata Kunci: Wayang, Wayang Purwa, Gatotkaca, Fashion, Wanita

PENDAHULUAN Indonesia kaya akan ragam seni dan budaya, keanekaragaman budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke merupakan aset yang dimiliki oleh Indonesia. Seni pertunjukan peda- langan merupakan salah satu dari sekian banyak kekayaan budaya warisan leluhur yang sangat tinggi nilainya. Seni pedalangan disebut suatu kesenian tradisional adiluhung yang artinya san-

356 gat indah dan memiliki nilai yang luhur serta mengandung nilai hidup dan kehidupan luhur, dalam setiap akhir cerita (lakon)nya selalu dimenangkan kebaikan dan mengalahkan kejaha- tan. Wayang adalah suatu bentuk seni pertunjukan berupa drama yang khas, meliputi juga seni suara, seni sastra, seni musik, seni tutur, seni lukis dan lain-lain. Wayang sudah dikenal sejak zaman prasejarah, yaitu sekitar 1500 tahun sebelum masehi. Pada saat itu, masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme, yakni pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar (Lukman Pasha, 2011:17). Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di pulau Jawa dan Bali. Wayang digunakan sebagai media penyampaian cerita dalam pertunjukkan pedalan- gan yang sebagian besar mengangkat cerita Ramayana dan Mahabharata. Wayang terdiri dari beberapa jenis: wayang purwa, wayang wong, wayang madya, wayang beber, wayang golek dan sebagainya. Konsep karya desain yang diangkat terinspirasi dari Wayang purwa atau wayang kulit purwa. Wayang purwa atau wayang kulit purwa dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dengan wayang kulit yang lainnya. Wayang purwa diperkirakan mempunyai umur yang paling tua diantara wayang kulit lainnya. Wayang kulit purwa terbuat dari bahan kulit kerbau yang di tatah. wayang purwa dipentaskan dalam kaitannya dengan berbagai jenis upacara adat dan agama, walaupun pertunjukkannya sendiri berfungsi sebagai hiburan yang bersifat sekuler. Wayang purwa sendiri menggunakan cerita Ramayana dan Mahabarata. Dalam pengantar karya tugas akhir ini, penulis membahas cerita dan memilih salah satu tokoh di wacarita Mahabarata. Tokoh-tokoh di Mahabarata yaitu: Abimayu, Adirata, Ahilawati, Amba, Antareja, Basudewa, Bima, Bhagadatta, Baladewa, Bhisma, Citraksa, Citranggada, Dewapi, Drona, Drestadyumna, Dretarastra, Durmagati, Drupadi, Dursa, Gandari, Gatotkaca, Janamejaya, Jarasanda, Jayadrata, Kertawarma, Krepa, Kunti, Karna, Kresna, Nakula, Pandu, Parikesit, Rukmi, Rukmini, Sadewa, Sangkuni, Salyapati, Sanjaya, Wicitrawirya, Yudistira, dan seterusnya. Penulis memilih tokoh Gatotkaca sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan busana wanita. Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat popular. Gatotkaca merupakan putra Bima atau Werkudara dengan Dewi Arimbi, raja raksasa Negara Pringgondani dengan reksesi

Hidimba. Gatot Kaca memilki saudara lelaki lain ibu, yaitu Raden Antareja (putra Bima den- gan dewi Nagagini) dan Randen Antasena (putra Bima dengan dewi Urangayu). Saat masih

357 bayi Gatot Kaca sudah jagoan, kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap serta di kenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”. Karena kepopuleran dan kekuatan Gatotkaca tersebut membuat penulis tertarik dengan tokoh Gatotkaca sebagai sumber inspirasi dalam penciptaan busana wanita ready to wear, ready to wear deluxe dan haute couture. Dari wayang dengan tokoh Gatotkaca, penulis mengangkat karakter, bentuk dan warna yang terdapat pada Gatotkaca. Penulis juga menerapkan beberapa tatahan wayang dan batik parang pada busana ready to wear, ready to wear deluxe dan haute couture. Penulis menerapkan teknik laser cutting kain pada beberapa bagian busana ready to wear, ready to wear deluxe dan haute couture.

METODE Data yang diperoleh dalam penciptaan koleksi busana wanita ini terdiri dari data prim- er dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara dengan melakukan wawancara secara terstruktur maupun tidak terstruktur dengan Ibu Sri Utami sebagai asisten dosen desain mode sebagai responden. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui metode ke- pustakaan yang dilakukan dengan cara mencari data literatur pada buku, ataupun artikel yang berhubungan dengan data yang diperlukan. Metode dokumentasi juga dilakukan untuk mem- peroleh data sekunder yang diperlukan dengan cara mengumpulkan dokumen yang diperlukan berupa foto-foto yang berhubungan dengan data yang diperlukan serta proses pengerjaan pro- duk yang dibuat dengan kamera.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Wayang Wayang merupakan seni pertunjukkan asli Indonesia yang berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan ini juga populer di beberapa daerah, seperti Sumatera dan Semenan- jung Malaya yang juga memiliki beberapa budaya wayang yang terpengaruh oleh kebudayaan Jawa dan Hindu. Pertunjukkan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November

2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga. Wayang adalah suatu kesenian warisan leluhur bangsa Indo-

358 nesia yang telah mampu bertahan berabad-abad lamanya dengan mengalami perubahan dan perkembangan sedemikian rupa, sehingga berbentuk seperti sekarang ini (S. Haryanto, 1991:1). Fungsi dan peran wayang tidaklah tetap, tergantung pada kebutuhan, tuntutan, dan penggara- pan masyarakat pendukungnya. Fungsi dan peran wayang akhir-akhir ini tidaklah difokuskan pada upacara-upacara ritual dan keagamaan, namun telah beralih ke hiburan dengan meng- utamakan inti cerita dan berbagai macam pengetahuan, filsafat hidup, nilai-nilai budaya, dan berbagai unsur seni yang terpadu dalam seni pedalangan. Di Indonesia ada berbagai jenis-jenis wayang, salah satunya adalah wayang purwa atau wayang kulit purwa dipakai untuk membedakan wayang jenis ini dari wayang kulit yang lainn- ya. Purwa berarti awal atau pertama, maka wayang purwa diperkirakan mempunyai umur yang paling tua di antara wayang kulit lain. Wayang purwa sendiri biasanya menggunakan cerita Ramayana dan Mahabarata. Wayang Purwa sendiri terdiri dari beberapa gaya atau gagarak. Wayang Purwa terbuat dari bahan kulit kerbau, yang ditatah diberi warna. Wayang sangat tipologis, karena penggambaran karakternya telah dibakukan itu telah mengalami stilisasi tajam pada detail, bentuk dan warna wajahnya. Watak halus seperti para satria dan dewa bentuk matanya membusur. Kaki dan tangannya ramping, sikapnya tenang, dan mulutnya tertutup, sedangkan watak yang kasar seperti raksasa matanya besar membelalak, mulutnya menyeringai penuh gigi, bentuk badannya besar dan wajahnya kemerah-merahan.

2. Mahabharata Ketika agama Hindu masuk ke Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata. Penulis memilih penokohan dari wacarita Mahabharata, Mahabharata adalah sebuah karya sastra kuno yang berasal dari India. Secara tradisional, penulis Mahabharata adalah Begawan Byasa atau Vyasa. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10, parwa = kitab). Na- mun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak abad ke-4 sebelum Masehi.

Tokoh-tokoh Mahabharata dalam budaya pewayangan Jawa diambil dan diadaptasi dari mitolo- gi Hindu di India.

359 a. Abimanyu b. Resi Abyasa c. Amba d. Ambalika e. Ambika f. Antareja g. Antasena h. Arjuna i. Aswatama j. Gatotkaca k. Gatotkaca

Tokoh yang diangkat adalah Gatotkaca, Gatotkaca dalam bahasa Sanskerta, nama Gha- totkacha secara harfiah bermakna “memiliki kepala seperti kendi”. Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu gha(tt)am yang berarti “buli-buli” atau “kendi”, dan utkacha yang berarti “kepala”. Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi. Gatotkaca, terkenal sebagai ksatria perkasa berotot kawat bertulang besi. Ia adalah anak Bima, ibunya bernama Dewi Arimbi. Dalam pewayangan, Gatotkaca adalah seorang raja muda di Pringgadani, yang rakyatnya hampir seluruhnya terdiri atas bangsa raksasa. Negeri ini diwarisinya dari ibunya. Sebelum itu, kakak ibunya yang bernama Arimba, menjadi raja di neg- eri itu. Sebagai raja muda di Pringgadani, Gatotkaca banyak dibantu oleh patihnya, Brajamusti, adik Arimbi.

Berbagai Lakon yang Melibatkan Gatotkaca adalah sebagai berikut: a. Gatotkaca Lair (Lahirnya Gatotkaca) b. Pregiwa – Pregiwati c. Gatotkaca Sungging d. Gatotkaca Sewu

e. Gatotkaca Rebutan Kikis f. Wahyu Senapati

360 g. Brajadenta – Brajamusti h. Kalabendana Lena i. Gantotkaca Rante j. Subadra Larung k. Aji Narantaka l. Gatotkaca Gugur Karakter dan sifat yang muncul dari Gatot Kaca adalah Berani,Teguh, Tangguh, Cerdik, Pandai, Waspada, Gesit, Tangkas, Tabah, Rasa Tanggung Jawab, dan Sakti. Gatot Kaca dikenal dengan julukannya yaitu, “otot kawat tulang besi”.

4. Batik Parang Untuk bahan yang digunakan adalah kain batik parang, pada wayang gatotkaca pada bagian busananya terdapat batik parang. Berdasarkan etimologi dan terminologinya, batik mer- upakan rangkaian kata mbat dan tik berasal dari kata titik. Jadi, membatik berarti melempar titik-titik berkali-kali pada kain. Sehingga akhirnya bentuk-bentuk titik tersebut berhimpitan menjadi bentuk garis. Batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Batik Parang merupakan salah satu motif batik yang paling tua di Indonesia. Parang ber- asal dari kata Pereng yang berarti lereng. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Susunan motif S jalin-menjalin tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar huruf S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan se- mangat yang tidak pernah padam. Batik ini merupakan batik asli Indonesia yang sudah ada sejak zaman keraton Mataram Kartasura (Solo). Batik Parang memiliki makna yang tinggi dan mempunyai nilai yang besar dalam fi- losofinya. Batik motif dari Jawa ini adalah batik motif dasar yang paling tua. Batik parang ini memiliki makna petuah untuk tidak pernah menyerah, ibarat ombak laut yang tak pernah ber- henti bergerak. Batik Parang juga menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik dalam arti upaya untuk memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga.

361 Adapun jenis-jenis batik parang dibawah ini, yaitu: 1. Parang Rusak Motif ini merupakan motif batik yang diciptakan Penembahan Senopati saat bertapa di Pantai Selatan Motif batik ini terinspirasi dari ombak yang tidak pernah lelah menghantam karang pantai. 2. Parang Barong. Motif ini merupakan motif yang mempunyai ukuran yang lebih besar dari parang rusak, yang diciptakan oleh Agung Hanyakrakusuma. 3. Parang Klitik. Motif ini merupakan pola parang dengan stilasi yang halus. 4. Parang Slobog. Motif ini melambangkan keteguhan, ketelitian dan kesabaran, dan biasanya digunakan dalam upacara pelantikan 5. Parang Kusumo. Motif ini berasal dari dua suku kata yakni Parang yang berarti lereng, dan kusumo yang berarti bunga atau kembang 6. Parang Tuding. Motif batik Parang Tuding berasal dari kata Parang dan Tuding. Kata tuding sendiri memiliki arti telunjuk atau menunjuk. 7. Parang Curigo. Berasal dari kata parang dan curigo. Kata curigo sendiri adalah nama lain dari bilah keris tanpa warangka. 8. Parang Centong. Motif Parang Centong atau juga disebut Centung merupakan ragam hias Parang yang memiliki bentuk seperti centong (alat mengambil nasi). Ada juga yang berpendapat bahwa parang centong (centung) artinya “wis ceta macak” (sudah pandai merias diri). 9. Parang Pamor. Berasal dari kata Parang dan Pamor, Kata Pamor sendiri dalam bahasa jawa berarti aura atau energi yang terpancar dari diri seseorang.

KOLEKSI BUSANA FASCINATION OF JABANG TETUKA Melalui data-data mengenai Wayang, Gatotkaca, dan Batik Parang yang telah terkumpul maka dituang melalui koleksi busana wanita Facination of Jabang Tetuka yang terdiri dari haute couture, ready to wear deluxe dan ready to wear. Sebagian besar koleksi busana menggunakan warna hitam, gold, putih, coklat, ungu dan warna merah, warna hitam dan gold terinspirasi dari wayang Gatotkaca. Warna merah dan ungu terinspirasi mitologi dari Gatotkaca yang kuat,

bijaksana, dan bertanggung jawab. Warna coklat dan putih terdapat pada warna di kain batik parang. Berikut merupakan koleksi busana wanita Fascination of Jabang Tetuka.

362 a b c Gambar 1. Koleksi busana wanita Fascination of jabang Tetuka Keterangan: (a)Ready to wear, (b) Ready to wear deluxe, (c) Haute couture

Ready to Wear Fascination of Jabang Tetuka Busana ready to wear ini berupa baloon dress dengan laser cutting berbahan batik pa- rang, sateen duchess dan tulle. Pada bagian rok terdapat batik parang yang di desain strip-strip lurus selang seling dengan kain sateen duchess. Pada busana ready to wear Fascination of Jabang Tetuka terdapat elemen seni dan prinsip de- sain yang menarik untuk dianalisis. Berikut merupakan analisis elemen seni yang terdapat pada busana ready to wear : 1. Bentuk siluet pada desain busana ready to wear yaitu siluet O, garis terluar busana yang bagian atas dan bawah besar. 2. Ukuran busana pada desain ready to wear deluxe ini, yaitu lingkar badan atas = 84 cm, lingkar pinggang = 69 cm, dan lingkar panggul= 92 cm. 3. Warna yang digunakan pada desain ready to wear yaitu warna coklat dan warna dari batik parangnya , merah, ungu, gold, dan hitam 4. Value yang digunakan pada desain ready to wear yaitu value terang pada bagian atas (blouse) dan value gelap pada bagian celana. 5. Tekstur pada desain busana ready to wear seperti: mengkilat, tembus terang. 6. Motif pada bagian busana one piece tersebut terdapat motif tatahan pada bahan laser cutting yang digunakan dan bagian bawah terdapat batik parang. 7. Garis lengkung pada bagian busana ready to wear digunakan terinspirasi dari garis yang

363 terdapat pada wang purwa Gatotkaca Sedangkan prinsip desain busana ready to wear terdiri dari: 1. Irama pada desain busana ready to wear terlihat pada pengulangan motif laser cutting pada setiap desain dan adanya irama penempatan batik pada setiap desain busana. 2. Harmoni dalam desain ready to wear terlihat pada harmoni garis, bentuk, tekstur dan warna. 3. Proporsi pada desain ready to wear yang digunakan yaitu proporsi 1(bagian atas) : 3(bagian bawahan). 4. Keseimbangan (Balance) pada desain busana ready to wear digunakan keseimbangan simetris yaitu bagian kanan dan kiri yang seimbang. 5. Pusat Perhatian ( Point of Interest) pada desain busana ready to wear pusat perhatian sangat terlihat pada bagian bawah yang terdapat strip batik parang

Ready to Wear Deluxe Fascination of Jabang Tetuka Busana ready to wear deluxe ini berupa midi dress dengan draperi berbahan batik pa- rang, sateen duchess, sateen dan tulle, sleeveless. Pada bagian pinggang terdapat draperi dengan bahan yang digunakan adalah sateen duchess yang di laser cutting. Pada bagian bawah. Rok midi dibuat mengembang dengan bantuan tulle kaku untuk mendapatkan kesan besar. Pada busana ready to wear deluxe Fascination of Jabang Tetuka terdapat elemen seni dan desain yang menarik untuk dianalisis. Berikut merupakan analisis elemen seni yang terdapat pada busana ready to wear deluxe : 1. Bentuk siluet pada desain busana ready to wear deluxe yaitu siluet A, garis terluar bu sana yang bagian atas kecil dan bagian bawah besar. 2. Ukuran busana pada desain ready to wear deluxe ini, yaitu lingkar badan atas =84 cm, lingkar pinggang = 69 cm, dan lingkar panggul= 92 cm. 3. Warna yang digunakan pada desain ready to wear deluxe yaitu warna coklat dan warna dari batik parangnya , merah, ungu, gold, dan hitam 4. Value yang digunakan pada desain ready to wear deluxe yaitu value terang pada bagian

atas value gelap pada bagian bawah 5. Tekstur pada desain busana ready to wear deluxe seperti: mengkilat, tembus terang.

364 6. Motif pada bagian busana one piece tersebut terdapat motif tatahan pada bahan laser cutting yang digunakan. 7. Garis lengkung pada bagian busana ready to wear deluxe digunakan terinspirasi dari garis yang terdapat pada wang purwa Gatotkaca Sedangkan prinsip desain busana haute couture terdiri dari: 1. Irama pada desain busana ready to wear deluxe terlihat pada pengulangan motif laser cutting pada setiap desain dan adanya irama penempatan batik pada setiap desain busana. 2. Harmoni dalam desain ready to wear deluxe terlihat pada harmoni garis, bentuk, tekstur dan warna. 3. Proporsi pada desain ready to wear yang digunakan yaitu proporsi 1(bagian atas) : 3(bagian bawahan). 4. Keseimbangan (Balance) pada desain busana ready to wear deluxe digunakan keseimbangan simetris yaitu bagian kanan dan kiri yang seimbang. 5. Pusat Perhatian ( Point of Interest) pada desain busana ready to wear deluxe pusat perhatian sangat terlihat pada bagian draperi di bagian pinggang

Haute Couture Fascination of Jabang Tetuka Busana haute couture ini merupakan gaun malam berbahan batik parang, sateen duch- eess, organdi, tulle dengan bustier dengan laser cutting pada bagian dada yang merupakan analogi dari motif tatahan wayang yang di modernisasikan sedangkan Di bagian bawah berben- tuk ballgown yang merupakan mitologi gatotkaca yang digambarkan raksasa terdapat pema- sangan brokat yang disusun menyerupai analogi tatahan wayang. Pada busana haute couture Fascination of Jabang Tetuka terdapat elemen seni dan prin- sip desain yang menarik untuk dianalisis. Berikut merupakan analisis elemen seni yang terdapat pada busana haute couture : 1. Bentuk siluet pada desain busana haute couture yaitu siluet A, garis terluar busana yang bagian atas kecil dan bagian bawah besar. 2. Ukuran busana pada desain haute couture ini, yaitu lingkar badan atas =84 cm, lingkar

pinggang = 69 cm, dan lingkar panggul= 92 cm. 3. Warna yang digunakan pada desain haute couture yaitu warna coklat dan warna dari

365 batik parangnya, gold, dan hitam 4. Value yang digunakan pada desain haute couture yaitu bagian atas dan bawah value gelap 5. Tekstur pada desain busana haute couture seperti: mengkilat, tembus pandang. 6. Motif pada bagian busana one piece tersebut terdapat motif tatahan pada bahan laser cutting yang digunakan. 7. Garis lengkung pada bagian busana haute couture digunakan terinspirasi dari garis yang terdapat pada wayang purwa Gatotkaca Sedangkan prinsip desain busana haute couture terdiri dari: 1. Irama pada desain busana haute couture terlihat pada pengulangan motif laser cutting pada setiap desain dan adanya irama penempatan batik pada setiap desain busana. 2. Harmoni dalam desain haute couture terlihat pada harmoni garis, bentuk, tekstur dan warna. 3. Proporsi pada desain haute couture yang digunakan yaitu proporsi 1(bagian atas) : 5(bagian bawahan). 4. Keseimbangan (Balance) pada desain busana haute couture digunakan keseimbangan simetris yaitu bagian kanan dan kiri yang seimbang. 5. Pusat Perhatian ( Point of Interest) pada desain busana haute couture pusat perhatian sangat terlihat pada bagian laser cutting diaplikasi payet dan batu kerikil hitam di bagian dada

PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian dan pembahasan sebelumnya serta proses yang dilakukan dalam penciptaan busana wanita dengan konsep Gatotkaca sebagai sum- ber inspirasi penciptaan. Proses Penciptaan tiga jenis busana wanita melalui analisis elemen-el- emen seni dan prinsip-prinsip desain busana. Proses penciptaan busana wanita dengan konsep Gatotkaca sebagai sumber inspirasi pen-

ciptaan. Dimulai dari pengumpulan data, riset dan sumber, penerapan konsep dalam desain busa- na, prototype dan konstruksi, desain terpilih, promosi dan marketing, produksi hingga bisnis.

366 Penciptaan busana wanita dengan konsep Gatotkaca sebagai sumber inspirasi pencip- taan, yaitu busana ready to wear, busana deluxe, busana haute couture. Pengerjaan pola, teknik penjahitan dan pemilihan bahannya sesuai dengan kriteria jenis busana. Menganalisa desain ready to wear, desain deluxe, desain haute couture mengaitkan secara este- tika, elemen dan prinsip-prinsip desain.

DAFTAR PUSTAKA Al-Firdaus,Iqra’. 2010. Fashion Design. Bandung: Pemdo Pustaka. Asti Musman, Ambar B. Arini, 2011. Batik: Warisan Adiluhung Nusantara. Yogyakarta: G- Me- dia. Dwi Handoyo, Joko. 2008. Batik dan Jumputan. Sleman; PT. Macanan Jaya Cemerlang, Hardjowirogo. 1965. Sedjarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai Pustaka. Haryanto, S. 1990. Seni Kriya Wayang Kulit: Seni Rupa, Tatahan dan Sunggingan. Jakarta: Pus- taka Utama Grafiti Herman Jusuf, Team Fashion Pro. 2012. Fashion Pro: Kain Kita Kita. Jakarta: Dian Rakyat Mertosedono, Amir.1990. Sejarah Wayang. Semarang: Dahara Prize Osterwalder , alexander dan yves pigneur. 2012. Business model generation. Jakarta:Elex Me- dia Komputindo Pasha, Lukman, 2011. Buku Pintar Wayang. Yogyakarta: IN AzNa. Rajagopalachari, C. 2013.Kitap Epos Mahabharata. Yogyakarta:IRCiSoD

367 EKSISTENSI PENGERAJIN GERABAH I MADE SUWECA DALAM KARYA FOTOGRAFI STORY

I Gusti Bagus Made Mahendra

Abstrak Secara umum gerabah adalah bagian dari keramik yang dilihat berdasarkan tingkat kualitas bahannya. Secara khusus gerabah tradisional merupakan barang-barang yang terbuat dari tanah liat dalam wujud seperti periuk, belanga, tempat air, tempat lampu, hiasan dinding, hiasan tempat suci umat hindu (sanggah), guci, tempat pemanggangan sate, dan barang-brang yang terbuat dari tanah liat lainnya. Pencipta mengangkat karya Proses Pembuatan Gerabah Tradisional I Made Suweca da- lam Fotografi Story untuk memberikan gambaran secara nyata mengenai keseharian I Made Suweca dalam proses pembuatan gerabah tradisional.Proses observasi penciptaan karya ini dilakukan dengan cara mengamati objek secara langsung terkait dengan pembuatan foto story. Adapun karya ini ditampilkan dengan unsur-unsur visual yang mendukung sehingga pesan yang ingin disampakan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Proses Pembuatan Gerabah Tradisional I Made Suweca sangatlah menarik jika dijadikan karya fotografi story, karena gerabah hasil karya I Made Suweca memiliki keunikan dan nilai seni yang sangat tinggi, memiliki kualitas yang baik, serta bentuk yang berbeda dengan peng- grajin gerabah lainnya. Kiranya melalui karya ini kita semua diharapkan dapat lebih melestari- kan keberadaan gerabah tradisional dan mengembangkan bentuk-bentuk yang lebih menarik sehingga dapat menambah daya Tarik konsumen untuk membelinya. Kata kunci : I Made Suweca, Gerabah, Fotografi Story

THE EXISTENCE OF POTTERY CRAFTSMEN BY I MADE SUWECA IN A PHOTOGRAPHY STORY

Abstract In general pottery (Gerabah)is part of the ceramic which is viewed by the level of the quality of ingredients. In particular, traditional pottery (Gerabah) are items made of clay in a form such as food pots (periuk), bowl (belanga), water pots, light pots, wall hangings, ornaments sanctuaries Hindus (Sanggah), roasting jar, and goods mades of clay more. Creator features the work of traditional pottery (Gerabah) making process I made Suweca

368 in photography story to give a real picture of the daily life I Made Suweca in the process of making traditional pottery(Gerabah). The observation process of the creation of this work is done by ob- serving the objects are directly related to the manufacture of photo story. The creation is displayed with visual elements that support the message will receivedwell by the public. The process of making traditional pottery (gerabah) I Made Suweca very interesting if used as a photographic work story, due to the traditional pottery (gerabah)that made by I Made Suweca has a unique things and a high artistic value, have good quality, and also have different shape with other pottery craftsmen. Hopefully through this creation we are all expected to further preserve the existence of traditional gerabah and developed different shapes of more attractive so it can be increase interest of customers to buy it. Keywords : I Made Suweca, GerabahFotografi Story

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Gerabah tradisional merupakan barang-barang yang terbuat dari tanah liat dalam wu- jud seperti periuk, belanga, tempat air, tempat lampu, hiasan dinding, hiasan tempat suci umat hindu (sanggah), guci, tempat pemanggangan sate, dan barang-brang yang terbuat dari tanah liat lainnya. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman yang semakin pesat atau modern, seperti yang kita ketahui gerabah saat ini sudah mulai susah didapatkan. Hal ini dise- babkan karena banyaknya pengrajin gerabah yang beralih profesi mencari pekerjaan lain dan beralih menjadi pengrajin genteng karena penghasilan sebagai pengrajin gerabah tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari atau keluarga pengrajin gaerabah itu sendiri. Tetapi masih ada penggrajin yang masih konsisten tetap memproduksi gerabah tradisional dan selalu mem- buat inovasi bentuk baru yang lebih kreatif sehingga tercipta bentuk-bentuk baru yang terlihat- lebih unik, tidak monotone, dan memiliki kreasi atau bentuk yang berbeda dengan pengerajin gerabah lainnya agar dapat menarik perhatian konsumen.Pengerajin tersebut bernama I Made Suweca yang merupakan narasumber dalam pembuatan skripsi karya ini. I Made Suweca berusia 59 tahun, beliau beralamat di Jalan Kantrungan, No. 34, Br.Pe- jaten, Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.Hasil karya gerabah yang dibuat oleh bapak I Made Suweca terkenal sangat rapi, inovatif atau memiliki daya khayal yang sangat tinggi, menarik, dan memiliki bentuk yang unik dengan menambahkan kreasi pada gerabahn- ya menggunakan cara manual tepatnya dengan tangannya sendiri tanpa menggunakan cetakan

369 sehingga berbeda dengan pengerajin gerabah yang berada di Desa Pejaten lainnya. Keberhasi- lan beliau dalam membuat dan memproduksi kerajinan gerabah bisa dikatakan tergolong suk- ses karena hasil karya beliau sangat diminati dan langka. Karya-karya yang diproduksi bapak Made Suweca sudah tersebar di mancanegara seperti Swedia, Australia dan Jerman. Dalam kes- ehariannya bapak Made Suweca terkenal sangat ramah, tekun dan ulet saat berkarya sehingga pencipta tertarik untuk mendalami pembuatan gerabah tradisional bapak Made Suweca den- gan memvisualisasikan dalam fotografi story, agar terlihat lebih menarik dan unik sehingga keberadaan gerabah tetap lestari atau tidak punah.

METODE PENCIPTAAN Menurut Iqbal Hasan, (2002; 20) metode penciptaan adalah cara atau tata cara meny- usun sesuatu. Karena hal ini dikhususkan pada karya fotografi yang melingkupi prosedur dan teknik penciptaan maka metode penciptaan disini menggambarkan proses langkah-langkah yang dilakukan dalam penciptaan karya fotografi. 3.1 Proses Penciptaan Penulisan skrip karya ini dimulai dengan proses pengumpulan data dan studi pustaka. Karena objek yang diangkat dalam karya ini merupakan sebuah aktivitas sosial, maka dalam proses pengumpulan data digunakan metode kualitatif yaitu suatu cara yang digunakan dalam rangka pengamatan berpartisipasi (participant observation) dan metode dokumentasi melalui rekaman kamera foto yang kemudian dilanjutkan dengan proses pengolahan gambar pada pi- ranti lunak komputer. Adapun data yang dikumpulkan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : data primer dan data sekunder. Sumber data primer merupakan data yang didapat dari hasil pengamatan dan pemotretan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder didapatkan dengan membaca ke- pustakaan berupa buku, jurnal ilmiah dan seni, majalah dan informasi yang terdapat pada situs internet. Selain itu, untuk teknik pengumpulan data adalah studi kepustakaan, observasi dan studi dokumentasi.

370 3.2 Metode Observasi Observasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis (Bungin, 2007: 115). Proses observasi penciptaan karya ini dilakukan dengan cara mengamati objek yang terkait dengan pembuatan foto story, mencari informasi yang terkait dengan objek dan mencatat hal-hal yang diangggap penting agar dapat diterapkan pada karya yang akan pencipta ciptakan. Sebelum melakukan pemotretan pencipta harus meminta izin memotret kepada I Made Suweca selaku narasumber dan objek utama dalam penciptaan karya fotografi story serta kel- uarga dari I Made Suweca. Karena hal tersebut merupakan hal mutlak yang harus dilakukan agar terciptanya keadaan yang aman dan nyaman tanpa terjadinya salah paham antara pencipta dengan I Made Suweca dan juga keluarganya. Setelah mendapatkan izin dari I Made Suweca dan keluarga, lalu beliau memberikan pengarahan kepada pencipta dengan menjelaskan hal-hal apa saja yang boleh dilakukan sela- ma ada di rumah I Made Suweca. Setelah mendapatkan pengarahan, penciptapun melakukan pendekatan kepada objek utama. Pendekatan dilakukan selama tiga hari dengan cara mem- perkenalkan diri dan saling beramah tamah dengan I Made Suweca dan keluarga. Pencipta juga membawa catatan kecil untuk mencatat aktivitas dan momen-momen apa saja yang menarik untuk diabadikan selama proses pemotretan berlangsung. Pencipta juga melakukan pencatatan terhadap lokasi dan arah datang sinar matahari dari pagi sampai sore hari.

3.3 Pemotretan Pada tahap pemotretan pencipta melakukan pemotretan mulai dari pagi hingga sore hari sesuai dengan kegiatan I Made Suweca yang dijadikan sebagai objek utama dalam pemo- tretan. Sebelum melakukan pemotretan, dilakukan pengecakan kelengkapan dan kesiapan alat- alat yang akan digunakan dalam tahap pemotretan.

3.4 Instrumen Penciptaan Kata instrumen menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti alat-alat yang dipergu- nakan untuk mengerjakan sesuatu. Jadi dalam hal ini instrumen penciptaan berarti alat-alat yang dipergunakan dalam proses penciptaan karya fotografi diantaranya adalah :

371 a. Kamera Kamera adalah sebuah alat yang digunakan untuk memotret atau merekam gambar suatu objek pada permukaan yang peka cahaya (Nugroho, 2006: 57). Kamera diambil dari kata camera obscura yang artinya ruang gelap. Kamera yang pencipta gunakan dalam proses berkarya berjumlah 2 diantaranya Nikon D3200 dan Canon EOS 6D. Pertimbangan menggunakan kamera tersebut adalah karena Nikon D3200 memiliki resolusi gambar lebih dari 18 megapixel yang mana ketajaman dan warnanya cukup baik digunakan dalam pemotretan proses cropping dapat dilakukan dengan lebih leluasa. Serta untuk kamera Canon EOS 6D untuk mendapatkan rentang gambar yang luas dan tajam atau full frame.

b. Lensa Secara umum lensa merupakan alat optik atau bahan tembus cahaya yang dibatasi oleh dua bidang lengkung dan dirancang untuk membentuk gambar bayangan pada bidang fokus (Nugroho, 2006: 195). Dalam pembentukan karya ini, pencipta menggunakan 2 merk lensa yaituKitnikkor 18- 55 mm, serta lensa Canon 8-15dan lensa 85 mm mampu memberikan bukaan diafragma yang lebih besar dari pada lensa zoom sehingga mampu lebih baik menangkap gambar pada situasi low light. Penggunaan lensa normal 18-55 mm oleh pencipta adalah untuk mendapatkan efek Depth Of Fieldluas yang baik. Dan untuk lensa 8-15 agar mendapatkan efek cembung pada gambar serta pada lensa 85 pencipta ingin mendapatkan hasil foto dengan hasil background blur yang tinggi.

c. Lampu Kilat Lampu kilat adalah sebuah alat sebagai sumber sinar buatan yang biasa digunakan se- bagai sumber sinar tambahan. Lampu kilat diciptakan atas dasar kebutuhan pemotret untuk mendapatkan sumber penerangan praktis, yang dapat dipakai di mana-mana tanpa kesulitan dalam hal berat, ukuran, serta pemasangannya seperti halnya dengan lampu sorot (Soelar-

ko,1984: 93). Lampu kilat yang pencipta gunakan yaitu Flash Yongnuo YN-560EX for Nikon kelebihan flash ini yaitu ada fitur slave dan juga multi flash atau strobocopstic dan kepala bisa di

372 zoom antara 24-105 secara manual serta kekuatan flash yang cukup besar. d. Memory Card Dalam pemotretan, diperlukan sebuah media penyimpanan gambar dalam kamera se- belum diproses ke dalam bentuk cetakan, adapun media penyimpanan gambar yang digunakan dalam memotret kehidupan I Made Suweca dalam proses pembuatan gerabah tradisional ada- lah memory card atau kartu memori juga disebut dengan media rekam yang selanjutnya disebut dengan media, adalah sebuah kartu elektronik kecil yang berfungsi untuk menyimpan gambar yang direkam oleh kamera digital. Dalam hal ini pencipta menggunakan Sandisk SDHC Card untuk menyimpan hasil karyanya. (Kim,2004 : 16) e. Trigger Wireless trigger adalah accesoris lampu kilat yang tidak dipasangkan pada kamera off kamera flash atau strobist. Biasanya digunakan saat memfoto model dalam suatu studio untuk mendapatkan cahaya dari beberapa angle. (http://exremezooming.com) f. Komputer Dalam kamus besar bahasa Indonesia, komputer mempunyai arti alat elektronik otoma- tis yang dapat menghitung atau mengolah data secara cermat menurut intruksi, dan memberi- kan hasil pengolahan, serta dapat menjalankan sistem multimedia(film, musik, televisi, faksim- ile, dsb), biasanya terdiri atas unit pemasukan, unit pengeluaran, unit penyimpanan, serta unit pengontrolan. Notebook yang pencipta gunakan dalam proses berkarya adalah Notebook, Laptop Toshiba AMD Vision Radeon E1, Ram 2 GB dan harddisk sebesar 500 GB. Notebook ini sudah sangat memadai untuk mengolah data foto berukuran besar dengan teknik-teknik tertentu. Program Notebook yang digunakan untuk mengolah data foto dalam karya ini adalah Adobe Photoshop CS6. Praktisi fotografi menggunakan program ini karena merupakan program yang paling baik untuk mengolah foto digital untuk menjadikan suatu hasil olahan foto yang diing- inkan. Program Adobe Photoshop CS6 merupakan program yang dapat menggantikan fung- si kamar gelap dalam fotografi konvensional menggunakan filem. Tools pada program Adobe

373 Photoshop CS6 yang pencipta gunakan adalah crop tool, burn tool dan dodging tool.

3.5 Lokasi Daerah Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali merupakan lokasi yang dipilih pencipta melakukan pemotretan karena dari sanalah objek yang di angkat dalam karya story fotografi berasal.

3.6 Tahap Pengolahan Dari hasil pemotretan proses pembuatan gerabah tradisional bapak I Made Suweca, dilanjutkan dengan pemilihan foto terbaik yang sesuai dengan tema foto story sebagai karya fotografi. Terkait dengan penciptaan karya story fotografi dengan tema proses pembuatan ger- abah tradisional bapak I Made Suweca, penerapan teknik dan elemen-elemen fotografi serta pengolahan pasca pemotretan untuk menghasilkan karya story fotografi sesuai dengan ide. Dari sekian banyak software yang digunakan untuk mengolah gambar pencipta cen- drung memilih Adobe Photoshop CS6.Pengolahan gambar dengan program Adobe Photoshop CS6, ditekankan pada Cropping untuk membuang bagian gambar yang tidak diperlukan, Sat- uration dan Colour Balance untuk mengatur warna yang di tuangkan kedalam karya, Contras dan Level untuk mengatur contras serta gelap-terang pada gambar. Setelah pengolahan dilaku- kan, karya foto dicetek menggunakan media cetak Adhesive Paper dengan berbagai ukuran. Media cetak Adhesive Paper dipilih karena bahannya murah, ringan, dapat menimbulkan con- tras pada warna terutama warna hitam, serta mempermudah dalam melakukan pembingkaian. Analisis karya diuraikan pada bab IV serta presentasi dan berupa pameran.

3.7 Tahap Seleksi Akhir dan Pencetakan Tahap ini merupakan tahap akhir dalam proses penciptaan. Adapun penjelasannya se- bagai berikut: a. Penyeleksian Karya Karya foto kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing untuk diberikan ma-

sukan dan saran, foto mana saja yang akan dimasukkan ke dalam skripsi pencipta.

374 b. Pencetakan Setelah melakukan seleksi pada foto, dilakukan pencetakan foto yang sudah disepakati. Sebelum melakukan pencetakan terlebih dahulu dilakukan test print agar nantinya foto yang dicetak sesuai dengan keinginan pencipta. Pencetakan dilakukan pada photo paper sebagai ben- tuk dari visualisasi karya. c. Pemilihan Bahan Dalam karya ini bahan yang digunakan adalah adeshive dengan menggunakan frame seseh. d. Penampilan Akhir Penampilan akhir merupakan tahapan terakhir yang dilakukan dari penyusunan karya foto. Nantinya kegiatan yang dilakukan adalah mencetak karya foto dalam ukuran besar, lalu dilakukan pembingkaian terhadap foto yang akan diperlihatkan pada saat pameran.

VISUALISASI DAN ANALISIS KARYA Dalam dunia fotografi dikenal istilah sebuah foto dapat mewakili seribu bahasa yang dapat diartikan sebagai sebuah karya fotografi walaupun tidak diberikan penjelasan lisan mau- pun tulisan, tetap mampu memberikan informasi kepada pengamat atau penikmatnya seperti apa yang biasa terjadi pada foto, khususnya pada foto jurnalistik dimana pengamat ataupun penikmatnya dapat menangkap pesan yang terkandung dalam foto tersebut. Terinspirasi dari istilah yang disebutkan diatas, pencipta berupaya untuk mewujudkan atau memvisualisasikan ide-ide pencipta ke dalam karya fotografi essay dengan menerapkan teknik-teknik dan elemen-elemen visual sehingga karya yang tercipta mampu menyampaikan pesan yang terkandung di dalamnya. Ulasan karya ini bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung didalam karya seni yang diciptakan, dengan demikian akan mempermudah apresian untuk memahami informasi dan makna dari karya yang divisualisasikan. Karya seni yang tercipta telah melalui berbagai tahapan pengamatan, pengambilan gambar, dan melakukan proses editing, pembaha- san pada Bab IV berusaha merumuskan jawaban masalah sesuai landasan teori yang digunakan disajikan dengan metode deskripsi serta menjabarkan proses pembuatan gerabah tradisional oleh I Made Suweca melalui karya foto dalam berbagai ukuran.

375 Pada bagian ini akan dilakukan pembahasasn karya sebanyak dua puluh karya yang telah diseleksi bersama-sama dengan para pembimbing. Agar karya foto dapat dipahami dan diapresiasi oleh khalayak umum, maka pada setiap foto diberikan analisis dari berbagai sudut pandang seperti komposisi, nilai estetis yang terkandung di dalamnya, teknik pengambilan gambar dan hal-hal teknis lainnya yang terkait dengan karya foto pencipta. Untuk lebih jelas mengapresiasi karya fotografi yang divisualisasikan pencipta secara menyeluruh, maka berikut ini disajikan berbagai teknik pengambilan gambar, pengolahan karya fotografi, analisis karya. A. Mulai Bekerja

Foto 1 Mulai Bekerja, 2016

Cetak foto digital pada bahanAdhesive, 60cm X 40cm.

Skema Foto 1

Keterangan padaskema : = Sudut pandang pengambilan gambar

= Arah datang sinar matahari

= Kamera

Sesampainya di tempat kerja I Made Suweca langsung mengambil tanah untuk mem- buat gerabah tradisional. Hal pertama yang dilakukan oleh bapak Made Suweca yaitu mem-

376 buat pola-pola dasar seperti lengkungan, lingkaran, dan masih banyak pola atau bentuk lainnya tergantung pada bentuk gerabah yang akan dibuat oleh I Made Suweca dan yang dipesan oleh konsumen. Pola atau bentuk dasar itulah yang nantinya akan disatukan sehingga menjadi gera- bah ataupun menjadi satu kesatuan pola atau bentuk yang diinginkan. Bentukatau pola tersebut dibuat dengan cara manual tanpa menggunakan cetakan. Pencipta melakukan pemotretan dengan sudut eyes leveldengan lensa Canon 85 mm dan menggunakan bukaan diafragma pada angka f/1.8. Pemotretan ini dilakukan dengan menggunakan Shutter speed sekitar 1/250 detik dipasang pencipta pada kamera Canon EOS 6D sehingga mampu mendapatkan gambar yang sesuai ide-ide pencipta. Foto yang direkam kemudian diolah dengan perangkat lunak pada laptop yang disebut Adobe Photoshop CS6. Proses editing dilakukan, mengubah mode image menjadi hi- tam putih, kontras dan cropping.Karya diatas menggunakan tiga teori yaitu teori EDFAT, Zona Sistem, dan Estetika, dengan unsur visual yang paling menonjol adalah focus of interest dan unsure bentuk, dan cahaya buatan dengan menggunakan lampu flash.

B. Lingkar

Foto 2 Lingkar, 2016

Cetak foto digital pada bahanAdhesive,90cm X 60cm.

Skema Foto 2

377 Keterangan padaskema : = Sudut pandang pengambilan gambar

= Arah datang sinar matahari

= Kamera

Dalam berkarya I Made Suweca sebagai perancang dan sekaligus langsung memproduksi ger- abah akan diciptakan. Beliau memiliki imajinasi yang tinggi dan selalu memiliki inovasi-inovasi baru pada bentuk karya yang akan diciptakan agar kansumen tidak bosan. Karya foto diatas berjudul Lingkar merupakan kepanjangan dari lingkaran karya. Adapun maksud dari judul tersebut ialah, di dalam se- buah lingkarang terdapat seseorang yang sedang berkarya atau mencurahkan imajinasinya kedalam suatu karya yaitu gerabah tradisional. Lingkaran yang dimaksud disini merupakan frame yang berbentuk ling- karan. Dalam hal ini pencipta menggunakan alat bantu berupa bambu sehingga foto diatas terlihat seperti menggunakan frame yang berbentuk lingkaran, dan seseorang yang di maksud adalah I Made Suweca selaku penggrajin gerabah tradisional yang sedang focus memproduksi gerabah tradisional. Pencipta melakukan pemotretan dengan memanfaatkan lubang bamboo sebagai Framingn- ya dengan lensa Canon 8-15 mm dan menggunakan bukaan diafragma pada angka f/4. Pemotretan ini dilakukan dengan menggunakan Shutter speed sekitar 1/10 detik dipasang pencipta pada kamera Canon EOS 6D sehingga mampu mendapatkan gambar yang sesuai ide-ide pencipta. Foto yang direkam kemudian diolah dengan perangkat lunak pada laptop yang disebut Ado- be Photoshop CS6. Proses editing dilakukan sebatas burning, mengubah mode image menjadi hi- tam putih, dan kontras.Karya diatas menggunakan tiga teori yaitu teori EDFAT, Zona Sistem, dan Estetika, dengan unsur visual yang paling menonjol adalah focus of interest dan unsure bentuk.

378 C. After burning

Foto 3 After burning, 2016

Cetak foto digital pada bahanAdhesive,80cm X 50cm.

Skema Foto 3

Keterangan padaskema : = Sudut pandang pengambilan gambar

= Arah datang sinar matahari

= Kamera

Setelah 100 menit berlalu, gerabah tradisional yang berada di dalam tungku sudah bsa dikatakan matang. Tetapi gerabah tersebut belum bisa langsung diangkat karena masih panas. Biasanya I Made suweca menunggu lg beberapa jam untuk mengeluarkan gerabah tersebut.

Setelah beberapa jam berlalu, I Made Suweca memindahkan gerabah-gerabah yang sudah matang dari tungku ke halaman. Setelah semua gerabah dipindahkan, beliau akan melakukan pengecekan atau penyortiran apakah gerabah yang sudah matang tersebut ada yang retak atau

379 patah. Jika ada gerabah yang retak atau patah maka akan diobati dengan menggunakan cam- puran yang terbuat dari lem castol dan bata merah. Campuran tersebut akan dioleskan pada retakan-retakan yang terdapat pada gerabah sehingga retakan tersebut tidak terlihat lagi. Begitu juga dengan gerabah yang patah akan disambungkan dengan menggunakan campuran terse- but sehingga terlihat sempurna. Gerabah yang sudah matang ini bisa langsung dijual kepada konsumen, dan bisa juga di cat terlebih dahulu baru diperjual belikan. Dalam hal ini biasanya I Made Suweca lebih sering menjual produknya langsung tanpa mengecat terlebih dahulu, tetapi jika konsumennya menginginkan produk atau gerabah yang sudah di cat, maka beliau akan tetap memenuhi keinginan konsumen tersebut. Untuk foto pertamapencipta menggunakan angle bird eye view untuk mendapatkan moment pada saat di dalam tempat pembakaran atau tungku dengan lensa Canon 8-15 mm dan menggunakan bukaan diafragma pada angka f/4. Pemotretan ini dilakukan dengan meng- gunakan Shutter speed sekitar 1/1250 detik dipasang pencipta pada kamera Canon EOS 6D sehingga mampu mendapatkan gambar yang sesuai ide-ide pencipta. Untuk foto kedua posisipencipta sejajar mata dengan objek, dengan lensa Canon 8-15 mm dan menggunakan bukaan diafragma pada angka f/4. Pemotretan ini dilakukan dengan menggu- nakan Shutter speed sekitar 1/2500 detik dipasang pencipta pada kamera Canon EOS 6D sehingga mampu mendapatkan gambar yang sesuai ide-ide pencipta.Untuk foto ketiga menggunakan angle frog eye view, dengan lensa Canon 8-15 mm dan menggunakan bukaan diafragma pada angka f/4. Pemotretan ini dilakukan dengan menggunakan Shutter speed sekitar 1/800 detik dipasang pencipta pada kamera Canon EOS 6D sehingga mampu mendapatkan gambar yang sesuai ide-ide pencipta. Untuk foto keempat sama dengan foto yang pertams menggunakan angle bird eye view, dengan lensa Canon 8-15 mm dan menggunakan bukaan diafragma pada angka f/4. Pemotretan ini dilakukan dengan menggunakan Shutter speed sekitar 1/500 detik dipasang pencipta pada kamera Canon EOS 6D sehingga mampu mendapatkan gambar yang sesuai ide-ide pencipta. Foto yang direkam kemudian diolah dengan perangkat lunak pada laptop yang disebut Adobe Photoshop CS6. Proses editing dilakukan sebatas burning, mengubah mode image menjadi hitam putih, dan kontras. Karya diatas menggunakan tiga teori yaitu teori EDFAT, Zona Sistem,

dan Estetika, dengan unsur visual yang paling menonjol adalah focus of interest dan unsur ben- tuk dan garis.

380 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan atas apa yang sudah dijelaskan dan analisis diatas, dapat disimpulkan be- berapa hal, antara lain : a. Kehidupan I Made Suweca dalam pembuatan gerabah tradisional merupakan objek yang unik dan menarik untuk di visualisasikan ke dalam karya fotografi story, karena gerabah tr- adisional memiliki nilai senidan budaya yang sifatnya penting untuk dilestarikan. Selain itu dalam pengambilan gambar pencipta mencari angle yang pas dan melakukan editing pada setiap karyanya sehingga mendapatkan karya yang unik dan menarik untuk dilihat. b. Adapun factor-faktor yang menjadi hambtan dalam karya fotografi yang digunakan dalam penciptaan karya fotografi story tentang kehidupan I Made Suweca dalam pembuatan ger- abah tradisional antara lain, cuaca yang tidak menentu seperti mendung dan hujan yang datang secara tiba-tiba, kurangnya alat-alat yang mendukung dalam proses pemotretan seh- ingga penciptaan karya terhambat. c. Adapun keunikan yang terdapat dalam proses pembuatan gerabah tradisional Br.Pejaten, Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan oleh I Made Suweca antara lain, dalam proses pembuatan bentuk dari gerabah tradisional oleh I Made Suweca masih menggunakan cara yang sangat sederhana yaitu menggunakan tangan tanpa menggunakan cetakan, dalam proses pembakaran I Made Suweca menggunakan tungku tradisional yang terbuat dari batu bata merah yang dilapisi oleh tanah liat, serta menggunakan serabut kelapa agar mendapa- tkan hasil pembakaran dengan kematangan yang merata. Hal-hal tersebut yang menyebab- kan proses pembuatan gerabah tradisional oleh I Made Suweca terlihat unik.

5.2 Saran Dari beberapa uraian dalam penulisan di atas dapat disampaikan beberapa saran antara lain : a. Bagi mahasiswa fotografi diharapkan agar lebih kreatif dan inovatif dalam mencari objek serta cara mengkemas karya fotografi. Harus diingat bahwa segala hal dapat dijadikan objek foto termasuk sesuatu hal yang kecil dan jarang mendapat perhatian dari orang kebanyakan.

Peralatan bukanlah hal yang mutlak untuk menghasilkan karya yang baik namun paduan antara peralatan yang sesuai dengan ide dan penguasaan teknik-teknik fotografi serta nilai-

381 nilai estetislah yang berperan dalam menghasilkan karya yang baik. Jangan tanamkan sifat cepat puas dalam diri karena hal tersebut dapat menimbulkan sifat yang angkuh dan som- bong. Untuk itu diperlukan sikap mental yang kuat dan siap menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak untuk menjdikan motifasi kedalam pembentukan jati diri di masa yang akan datang. b. Bagi lembaga / cevitas akademika Institut Seni Indonesia Denpasar agar meningkatkan kualitas hendaknya pada Program Studi Fotografi, Fakultas Seni Rupa dan Desain dengan menambah bebagai fasilitas pendukung dalam kegiatan belajar mengajar sehingga terciptan- ya sumber daya manusia yang berkompeten pada bidang fotografi. c. Bagi Masyarakat umum agar dapat melihat dunia fotografi dari segi media untuk berkreasi serta media untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang bersifat membangun dan kiran- ya masyarakat tidak hanya melihat fotografi sebagai alat untuk gaya-gayaan. d. Bagi pemerintah seperti pemegang kebijakan khususnya kementrian kebudayaan, kiran- ya lebih memperhatikan pengrajin-pengrajin kecil seperti yang ada di Kabupaten tabanan, karena semakin banyak penggrajin yang berada di Kabupaten Tabanan khususnya penggra- jin gerabah yang beralih profesi. Hal tersebut disebabkan karena tingginya resiko yang dapat terjadi dalam proses pembuatan gerabah tradisional yang dapat menyebabkan kerugian, ser- ta proses pembuatannya lama. Kiranya pemerintah dapat mengadakan pelatihan-pelatihan tentang pembutan gerabah sehingga tercipta penggrajin yang ahli dan dapat meminimalisir resiko. Sehingga keberadaan gerabah tetap lestari.

KAJIAN PUSTAKA Ansel Adams. 1996. The Ansel Adams Photography Series / Book 2: The Negative. Published simultaneously in Canada by Little, Brown & Company (Canada) Limited Arsana, Nyoman, Supono Pr.1983, Dasar-Dasar Seni Lukis. Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial

lainnya. Jakarta: Kencana Pradana Media Group. Djelantik, A. A. M. 1990, Estetika: Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Per-

382 tunjukkan Indonesia. Feininger, Andresa. 1993. Lambang Fotografi. Semarang : Dharma Prize Kim, Jhon. 2004. 40. Digital Photografy Technique. Jakarta : Elex Media Komputindo Mulyana, Dedy. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nardi, Leo. 1996. Diktat Fotografi. Bandung. Penerbit Andi Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta : Penerbit Andi Poerwardarmita, W.J.S. 1976, Kamus Umun Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Poesporodjo. 1988. Logika Sientifika, Bandung: Remadja Karya. Raharjo,J.Budhy.1986, Himpunan Materi Pendidikan Seni Rupa. Bandung: CV Yrama. Salim, Peter & Yenny Salim. 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Mod- ern English Press. Sidik, Fajar. 1979. Desain Elementer. STSRI “ASRI”. Yogyakarta. Soedjono, Soeprapto. 2006. Pot-Pourri Fotografi, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta. Soelarko, R.M. 1978, Komposisi Fotografi, Bandung: PT. Indira. Suryahadi, A. Agung. 1994, Pengembangan Kreativitas Melalui Seni Rupa. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Kesenian. SUMBER INTERNET http://www.wikipedia.org/wiki/wawancara diunduh pada tanggal 1 Maret 2016 http://www.wikipedia.org/wiki/gerabah diunduh pada tanggal 10 Maret 2016 http://www.kediri.tabanankab.go.id diunduh pada tanggal 15 Maret 2016 http://www.hurahura.wordpress.com/2010/03/24/gerabah-sejarah-dan-peranannya/ diunduh pada tanggal 1 Maret 2016 http://www.indoholidaytourguide.com/desa-pejaten-desa-penghasil-kerajinan-kera- mik-berkualitas-tinggi-00327/diunduh pada tanggal 15 Maret 2016 http://elearning.upnjatim.ac.id diunduh pada tanggal 16 Maret 2016 http://www.infofotografi.comdiunduh pada tanggal 18 Maret 2016 http://www.jhepretclub.com diunduh pada tanggal 20 Maret 2016 http://adicandraonoy.blogspot.com diunduh pada tanggal 6 April 2016 http://teoriestetikaindonesia.comdiunduh pada tanggal 18 Apri2016

383 https://www.facebook.com/IanSumatikaArtworks diunduh pada tanggal 27 April 2016 http://extremezooming.com diunduh pada tanggal 28 Mei 2016

384 KEHIDUPAN REMAJA MASA KINI DALAM KARYA SENI LUKIS

I Ketut Catur Yasa Widiantara

Abstrak Kehidupan Remaja sebelum adanya atau berkembangnya Teknologi dan media sosial sangatlah sederhana misalnya pulang sekolah mereka sering mengisi waktu luang mereka pergi bersama ke perpustakaan atau ke taman untuk membaca koran, buku atau majalah. Jika mereka ada permasalahan mereka lebih sering bercerita dengan Orang Tua (Keluarga) atau berkunjung ke rumah teman sekedar untuk bertukar cerita dan mencari jalan keluar dari permasalahan mereka. Judul ini dipilih pencipta sebagai inspirasi dalam mengungkapkan atau mengkritik tentang kehidupan remaja masa kini khususnya yang bersifat negatif. Masa-masa pencarian jati diri yang kerap memunculkan rasa keingintahuan dan rasa ingin meniru begitu dalam ter- hadap sesuatu dan akhirnya tanpa pikir panjang mereka bebas melakukan hal-hal yang bersi- fat negatif. Tujuan pencipta memilih tema tersebut yaitu untuk memberikan sebuah bayangan tentang dampak dari kehidupan remaja masa kini yang kurang baik dan untuk dicermati dan dijadikan cerminan sehingga tidak terjerumus dalam hal-hal yang bersifat negatif. Manfaat dari perwujudan karya seni lukis dapat dijadikan kritik sosial terhadap kehidupan remaja dengan mampu menyaring hal-hal yang bersifat negatif di setiap pengaruh yang ada. Teknik yang pen- cipta gunakan dalam karya adalah teknik dusel, dan bahan yang digunakan berupa cat acrylic di atas kanvas, dengan melakukan berbagai tahapan seperti penjajagan, percobaan, persiapan, pembentukan dan penyelesaian. Hasil dari penciptaan ini berupa 10 karya seni lukis dengan judul: 1) Sebatang=Seribu Yang Terbakar 2) Uangku Untuk Sabu-Sabu 3) Judi 4) Mabuk 5) Ketergantungan 6) Sensasional 7) Keperawanan Hampir Punah 8) Dugem 9) Seks Bebas dan 10) Stop Aborsi. Melalui fenomena yang terjadi di masyarakat dan imajinasi, pencipta dapat merepresentasikan kehidupan remaja yang diungkap secara surealis, dan imajinatif, sehingga melalui hal tersebut dapat tercipta mak- na yang komunikatif dan estetis. Kata Kunci: Remaja Masa Kini, Surealis, Imajinatif, Sebagai Sumber Inspirasi

385 LIFE OF TEENAGER NOWADAY ON PAINTING ARTWORKS

I Ketut Catur Yasa Widiantara

Abstract Teenager’s life before or development of technology and social media is a simple example from school they often spend their spare time to go along to the library or to the park, to read, newspapers, books or magazines. If they have some problems they more often told by family and parents or visiting friend’s house just to swap stories and find a way out of their problems. Titles have been selected by the creator as an inspiration to reveal or criticize about the lives of today’s youth, especially the negative ones. The days of self that often bring a sense of curiosity and want to emulate so deeply about something and ended up without thinking they are free to do things that are negative. Creator interested to chose the theme is to give an idea of effect​​ of adolescent life period of teenager’s life nowadays were less well and to be observed and used as a reflection so as not to fall into things that are negative. The benefits of the creating of art can be used as a social critique of the lives of adolescents with capability to filter things that are negative in every effect there. The technique used in the work is the creator dusel techniques and materials used are acrylic on canvas, by using various stages such as the assessment, trial ,preparation, forming and finishing. The results of this creation in the form of ten paintings titled: 1) bar of a thousand burn- ing, 2) My money for methamphetamine, 3) Gambling, 4) Drunk, 5) Addiction, 6) Sensational, 7) Virginity is almost extinct, 8 ) Party, 9) free sex and, 10) Stop abortion. Through phenomenon that occur in society and imagination, creators can represent teenager ife is revealed in a surreal and imaginative, so that through it can create a communicative and aesthetic significance. Keywords: Teenager nowadays, surrealsm, imaginative as a source of inspiration

PENDAHULUAN Gaya Hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari sekelompok manusia di dalam mas- yarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya dengan kehidupan masyarakat. Gaya hidup juga sangat berkaitan erat dengan perkembangan zaman dan teknologi, semakin berkembangnya zaman dan semakin canggihnya teknologi, maka semakin berkembang luas pula penerapan gaya hidup oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup dapat memberikan pengaruh positif (mencari jati diri dan berguna bagi masyarakat). Sebagian besar masyarakat tentunya mengetahui bagaimana gaya hidup yang baik, dan gaya

386 hidup yang buruk. Dalam penyaringan dampak dari gaya hidup yang buruk tersebut harusn- ya diresapi dan dimengerti kemudian dijadikan cerminan agar tidak terjerumus ke dalamnya. (https://www.google.com/pengertian gaya hidup menurut kbbi). Prilaku remaja saat ini cenderung mendekati prilaku yang negatif karena semakin berkembangnya era globalisasi dan banyak tersedianya fasilitas yang mendukung kearah sana misalnya, televisi, internet, majalah, gaya hidup yang konsuntif merupakan media-media bebas tersebar dimana-mana dan media tersebut merupakan media yang dapat memberikan akses yang besar terhadap prilaku remaja dalam pergaulannya. Seperti halnya di lingkungan Desa pencipta sendiri tepatnya di Mengwi, banyak terdapat contoh prilaku remaja yang cenderung mengarah ke prilaku negatif seperti mengkonsumsi minuman keras (arak), merokok, judi, dan sebagainya. Keluarga merupakan lingkungan paling kuat dalam membesarkan dan mendidik anak, oleh karena itu keluarga memiliki peranan penting dalam perkembangan masa depan anak. (Sudarsono, 2004 : 125). Kehidupan yang semakin modern membawa dunia remaja turut larut di dalamnya. Ma- sa-masa pencarian jati diri yang kerap memunculkan rasa keingintahuan dan rasa ingin meniru begitu dalam terhadap sesuatu, sehingga timbul prilaku-prilaku aneh yang bersifat negatif pada remaja. Persoalan percintaan yang sering mengarah pada seks bebas, keputusasaan karena dit- inggal pacar, melawan orang tua, aborsi, narkoba, dugem, bergaya hidup mewah, judi dan se- bagainya. Keprihatinan pencipta atas fenomena yang terjadi pada remaja masa kini mendorong pencipta untuk mengangkat “kehidupan remaja masa kini sebagai tema dan mewujudkan ke dalam karya seni lukis”.

KAJIAN SUMBER Untuk mewujudkan karya seni lukis dengan tema “Kehidupan Remaja Masa Kini Dalam Seni Lukis” maka diperlukan sumber-sumber yang mendukung serta melandasi konsep karya. Adapun sumber penciptaan ini diperoleh melalui kajian buku refrensi, hasil karya seni, internet dan sumber lainnya. Kajian sumber ini telah sangat membantu dalam penulisan skripsi dan memperkaya pengetahuan dalam penciptaan seni lukis.

387 Konsep Gaya Hidup Remaja Gaya hidup menurut (Kotler, 2002:192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diek- spresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup juga menunjukkan bagaima- na orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-harinya dan minat apa yang men- jadi kebutuhan dalam hidupnya. https:www.google.com/Teori kehidupan. Berdasarkan pendapat kotler di atas gaya hidup remaja yang pencipta maksud pada tu- gas akhir ini adalah aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh remaja pada masa sekarang ini, aktivitas tersebut dahulu masih tabu untuk dilakukan, namun sekarang menjadi hal yang bia- sa dilakukan bahkan menjadi rutinitas sehari-hari. Pengamatan pencipta terhadap kehidupan remaja saat ini cendrung mengarah lebih banyak pada prilaku negatif contohnya seperti seks bebas, menkomsumsi minuman beralkohol rokok dan narkoba serta judi. Seluruh prilaku neg- ative tersebut menjadi sumber ide penciptaan karya seni lukis. Kehidupan remaja masa kini yang cenderung negatif terjadi hampir di seluruh Indone- sia khususnya Bali, seperti yang di lansir dalam (tribunnews.com/2016/04/14/jenazah-orok-di- masceti-gianyar-bali)

METODE PENCIPTAAN Eksplorasi (Exsploration) Proses menyangkut berbagai pengalaman yaitu mengenai pengamatan, penggalian ide atau dasar pemikiran serta gagasan untuk menciptakan karya seni lukis. Dalam proses pen- gamatan pencipta mengunjungi berbagai tempat seperti tempat perkumpulan remaja, tempat perjudian, kafe, serta tempat-tempat yang memungkinkan. Hal ini bertujuan mengamati ting- kah laku remaja. Selain itu pencipta juga melakukan pengamatan melalui media massa seperti, TV, Radio, Koran, Internet ataupun Katalog yang ada kaitan dengan proses penciptaan. Proses Percobaan (Eksperimen) Dari proses pengamatan yang dilakukan timbul niat serta dorongan batin pencipta untuk mewu-

judkan suatu karya seni lukis tentang kehidupan remaja masa kini. Dari pengamatan tersebut pencipta mencoba melakukan berbagai eksperimen yang berkaitan dengan bahan dan teknik yang dipakai.

388 Proses Persiapan (Preparation) Pada tahapan ini pencipta menyiapkan segala alat dan bahan di dalam melukis. Semua alat dan bahan yang ada merupakan kebutuhan yang sesuai dengan teknik yang dipergunakan. Tidak kalah penting, kesiapan mental dan fisik yang baik, sangat menentukan baik dan burukn- ya proses berkarya.

Proses Pembentukan(Forming) Pada tahapan pembentukan merupakan proses penuangan hasil dari pengalaman-pen- galaman artistic maupun ideologis. Namun semua hasil dari pengalaman-pengalaman tersebut tentu mengalami pengembangan-pengembangan pada proses ini agar pencipta tidak terlalu ter- pakau pada hasil tersebut.

Proses Penyelesaian Akhir (Finishing) Tahap terakhir adalah proses “Finishing”. Dalam tahap ini setelah dilakukan pengamatan ulang, dan telah sesuai dengan Apresiasi pencipta, dilakukan proses “Clearing”, yaitu penggu- naan warna transparan pada lukisan yang berfungsi melapisi dan mendapat efek-efek kilatan.

PEMBAHASAN Aspek Ideoplastis Aspek ideoplastis merupakan hal-hal yang mendasari lahirnya karya seni, dimana da- lam aspek ini menyangkut idea tau gagasan melalui pemikiran pencipta dalam mengekspresikan berbagai objek, baik dengan goresan maupun warna yang digunakan dalam mewujudkan karya seni lukis dan melihat lingkungan sekitar untuk menjadikan pematik ide yaitu padasaat memb- aca Koran maupun pengalaman-pengalaman estetis dilapangan. Munculnya ide pada karya pencipta melalui proses perenungan dan pengamatan langsung atas fenomena yang terjadi terhadap kehidupan remaja. Fenomena seperti ini, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan inspirasi dan dorongan kepada pencipta untuk mewujud- kan kedalam karya seni lukis.

389 Aspek Fisioplastis Dalam aspek fisioplastis diuraikan segala hal tentang teknik penyusunan elemen-elemen visual seni rupa seperti garis, bentuk, ruang, warna, komposisi, proporsi, keseimbangan, irama dan kontras. Semua hal tersebut diimplementasikan ke dalam karya seni lukis.

Deskripsi Karya Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi karya yaitu aspek ideoplastis, aspek fisio- plastis serta pemaknaan yang terkandung dalam karya berikut.

Judul: Stop Aborsi, Ukuran: 100cm x 130cm, Media: Acrylic On Canvas, Tahun: 2016

(Sumber Foto : I Ketut CaturYasaWidiantara)

Karya ini ditampilkan ekspresi seorang bayi yang sedang menangis seakan-akan dia tahu dia tidak akan lahir kedunia. Divisualkan ia tidak bisa menikmati masa kanak-kanak yang bisa bermain dengan teman sebayanya. Hal ini terjadi jika ketidaksiapan seseorang memiliki seorang bayi. Hendaknya para remaja berpikir dahulu akibatnya sebelum melakukan sesuatu. Salah satunya melakukan hubungan seksual di luar nikah sehingga terjadinya aborsi sebagai langkah singkat keluar dari permasalahan sosial. Teknik yang digunakan dalam karya ini yaitu teknik dusel dan menggunakan unsur garis yang terlihat mengikuti pola bentuk yang ditampil- kan dan latar belakangnya pencipta terapkan warna hijau guna menandakan kehidupan agar sesuai dengan objek yang ditampilkan . Makna dari karya ini adalah mengajak remaja untuk tidak melakukan aborsi.

390 KESIMPULAN Untuk memvisualkan tema kehidupan remaja masa kini dengan permasalahan yang dihadapinya kedalam karya seni lukis pencipta menerapkan beberapa unsur-unsur visual sep- erti, garis, bidang, warna, ruang, serta prinsip-prinsip penyusunan seni lukis seperti, komposisi, proporsi, pusat perhatian, keseimbangan dan irama. Karya yang diciptakan merupakan sebuah pesan dan gambaran dari kehidupan remaja masa kini . Teknik yang digunakan dalam penciptaan karya ini adalah teknik dusel. Teknik terse- but digunakan dengan alasan teknik tersebut mudah merepresentasikan volume dari objek sep- erti yang pencipta inginkan. Dengan menyampaikan pesan lewat tanda terhadap kehidupan remaja masa kini yang bersifat negatif ke dalam karya lukis dengan teknik dusel yang diwujudkan secara surealis agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh masyarakat. Dari uraian di atas dapat disim- pulkan bahwa kehidupan remaja masa kini mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan negatif. Tentu dampak positifnya baik untuk kita namun dampak negatifnya bisa menjerumus- kan seseorang pada kehidupan kurang baik yang bisa mengganggu kesehatan dan tidak sesuai norma adat-istiadat kita.

DAFTAR PUSTAKA Aries. 2008. Pendidikan Seni Budaya. PT Perca: Jakarta. Bangun, Sem C. 2000. Kritik Seni Rupa. ITB: Bandung. Jana, I Made. 2005. Dasar-Dasar Keindahan Desain Dalam Seni Rupa. FSRD Institut Seni Indo- nesia, Denpasar Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke IV, Gramedia, Jakarta, 2012. Kartika, Dharsono Sony. 2007. Estetika. Rekayasa Sains. Bandung.. Made Bambang Oka Sudira. 2010. Ilmu Seni Teori dan Praktik: Inti Prima Renabe. 2009. Pengantar Karya, Gaya Hidup Modern Sebagai Sumber Inspirasi Dalam Berk- arya Lukis. . Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa. Kanisius. Yogyakarta

Sudarsono, 2004, Kenakalan Remaja PT RINEKA CIPTA, Jakarta Susanto, Mikke. 2011. Diksirupa, DiktiArtLab, Yogyakarta.

391 Tim Redaksi. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa, Edisi Keempat. Jakarta. Kom- pas Gramedia

Website http://www.thefamouspeople.com/profiles/salvador-dali-211.php (https://www.google.com/search?=pengertian gaya hidup menurut kbbi). (tribunnews.com/2016/04/14/jenazah-orok-di-masceti-gianyar-bali (http: /pengertian-remaja/). https:www.google.com/Teori kehidupan.

392 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK MEDIA SOSIALISASI KOMUNITAS STREET WORKOUT BALI DI DENPASAR

I Gusti Ngurah Made Dwipa Septiawan

Abstrak Street Workout Bali merupakan komunitas outdoor yang bergerak dibidang olahraga khususnya Calisthenics dan Bodyweight Exercise. Saat ini masih banyak masyarakat yang be- lum mengetahui keberadaan komunitas Street Workout Bali sehingga perlu adanya sosialisasi agar masyarakat lebih banyak mengetahui tentang komunitas Street Workout Bali. Untuk itu desainer berperan dalam memperbaiki keadaan tersebut dengan menso- sialisasikan komunitas Street Workout Bali melalui media komunikasi visual yang efektif dan menarik. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk proses perancangan terdiri dari metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Dari data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan metode analisis Deskriptif Kualitatif. Media yang dibuat untuk mensosialisasikan komunitas Street Workout Bali antara lain Sarung Tangan, Flyer, Tote Bag, Stiker, T-shirt, Wristband, Handuk, Water Tumbler, X-banner dan Katalog Karya. Dengan konsep perancangan Sporty yang akan diterapkan kepada desain media untuk mensosialisasikan komunitas Street Workout Bali, dimana desain dikemas meng- gunakan teknik ilustrasi gabungan antara goresan tangan dan fotografi. Kata Kunci : Komunitas, Olahraga, Street Workout Bali, Sosialisasi, Desain Komunikasi Visual

VISUAL COMMUNICATION DESIGN FOR MEDIA SOCIALIZATIONSTREET WORKOUT BALI COMMUNITY ON DENPASAR

By: I Gusti Ngurah Made Dwipa Septiawan

Abstract Street Workout Bali is a community engaged in outdoor sports, especially Calisthenics and Bodyweight Exercise. Today there are many people who don’t know the existence of Street

393 Workout Bali communities that need socialization so that more people know about the commu- nity Street Workout Bali. For the designers play a role in improving the situation with Street Workout Bali com- munity socialize through the media of visual communication that is effective and attractive. Data collection methods used to design process consists of observation, interviews and docu- mentation. From the data obtained were analyzed using qualitative descriptive analysis method. Media created for socializing Street Workout Bali community include a Gloves, Flyer, Tote Bag, Sticker, T-shirt, Wristband, Towel, Water Tumbler, X-banner and Catalog. With a Sporty design concept which will be applied to the design media to socializing Street Workout Bali commu- nity, where the design is packed using a combination illustration techniques with hand drawing and photography. Keywords : Community, Sport, Visual Communication Design, Socialization

PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah Street Workout merupakan sebuah bentuk latihan calisthenics dan bodyweight exer- cise yang biasa dilakukan di taman terbuka. Calisthenics sendiri adalah sebuah bentuk latihan yang terdiri dari berbagai gerakan sederhana, berirama yang pada umumnya dilakukan tanpa menggunakan alat berat selain tiang penyangga atau yang sering disebut dengan bar. Sedang- kan Bodyweight Exercise adalah latihan kekuatan yang tidak membutuhkan beban tambahan, biasanya hanya menggunakan berat badan praktisinya sebagai perlawanan ketika melakukan gerakan. Komunitas outdoor seperti komunitas street workout ini sudah menjamur dibeberapa kota besar di Indonesia dan salah satunya berada di Bali tepatnya di kota Denpasar. Nama ko- munitas street workout yang ada di Bali yaitu Street Workout Bali yang mana komunitas ini melakukan kegiatan mereka di Lapangan Puputan Badung. Media Sosialisasi yang sederhana, menarik, dan mencerminkan jati diri dari komuni- tas Street Workout Bali akan lebih disukai oleh masyarakat. Dalam hal ini, etika dan estetika harus diperhatikan dalam pembuatan suatu media sosialisasi karena apabila tidak, masyarakat

akan kesulitan untuk mengerti pesan yang disampaikan oleh desainer tentang komunitas Street Workout Bali. Media Sosialisasi dirasakan merupakan salah satu solusi tepat sebagai sarana so- sialisasi komunitas Street Workout Bali.

394 1.2Rumusan Masalah Penulis merumuskan permasalahan ke dalam pokok-pokok permasalahan utama, yaitu: 1.3.1 Media komunikasi visual apa yang tepat untuk melakukan sosialisasi komunitas Street Workout Bali agar lebih diketahui oleh masyarakat di Denpasar ? 1.3.2 Bagaimana proses perancangan media Komunikasi Visual yang efektif dan menarik untuk digunakan dalam mensosialisasikan komunitas Street Workout Bali di Denpasar ?

1.3Konsep Perancangan Setelah tahapan dari Mind Mapping selesai dilakukan, proses berikutnya adalah proses pe- nelusuran konsep. Dalam proses ini Penulis konsep – konsep yang tepat dan berkaitan dengan ob- jek kasus dan target audiens. Konsep yang telah didapat dari hasil Mind Mapping adalah Sporty. Sporty memiliki suku kata sport yang berarti olahraga, dimana komunitas Street Workout Bali juga bergerak dibidang olahraga juga. Konsep sporty dalam desain akan ditampilkan dalam ilustrasi pada semua media sosialisasi yang dibuat seperti aktifitas olahraga yang biasa dilakukan oleh komunitas Street Workout Bali. Untuk warna yang dipilih adalah warna kuning yang mana merupakan warna corporate identity dari komunitas Street Workout Bali. Dan untuk background pada setiap media ke- banyakan menggunakan warna gelap agar warnacorporate identity dari komunitas Street Workout Bali yaitu warna kuning terlihat lebih jelas di setiap medianya.

Gambar 1.1 Mind Mapping Street Workout Bali

(Sumber : Dokumen Pribadi)

395 2.1 Fakta-fakta Lapangan Fakta data lapangan diperoleh berdasarkankenyataan yang ada di lapangan, dimana nantinya data ini akan digunakan dalam proses perancangan.

Gambar 2.1 Komunitas Street Workout Bali

(Sumber : Yussa Patusama)

Melakukan aktifitas olahraga ada basic untuk memulai ataupun melakukan setiap gera- kannya. Jika terjadi kesalahan dalam melakukan olahraga akan terjadi cedera pada otot dan jika melakukan pola latihan olahraga yang tidak berubah, maka akan terjadi overtraining. Salah satu solusi dalam mengatasi semua itu adalah bergabung dengan komunitas Street Workout yang berada di Bali yaitu Street Workout Bali. Komunitas Street Workout Bali adalah komunitas outdoor yang bergerak dibidang olah- raga khususnya calisthenics dan bodyweight exercise. Calisthenicssendiri adalah sebuah bentuk latihan yang terdiri dari berbagai gerakan sederhana, berirama yang pada umumnya dilakukan tanpa menggunakan peralatan selain tiang penyangga atau yang sering disebut dengan bar. Se- dangkan bodyweight exercise adalah latihan kekuatan yang tidak membutuhkan beban tamba- han, biasanya hanya menggunakan berat badan praktisinya sebagai perlawanan ketika melaku- kan gerakan. Komunitas Street Workout Bali biasa melakukan aktifitas olahraganya bertempat di lapangan Puputan Badung, dimana tempat tersebut dipilih karena lokasinya berada di pusat kota dan fasilitas yang ada disana mendukung kegiatan komunitas Street Workout Bali. Jadwal kelas bersama dari komunitas Street Workout Bali dilakukan pada hari selasa dan kamis pukul 18.00 WITA sampai selesai dan setelah kelas bersama biasa melakukan donasi sukarela untuk melengkapi sarana olahraga mereka.

2.2 Data Visual Data visual mengenai komunitas Street Workout Bali : a.Anggota komunitas Street Workout Bali melakukan aktifitas olahraga pada saat kelas bersama.

396

Gambar 2.2 Melakukan aktifitas olahraga pada saat kelas bersama

(Sumber : Dokumen pribadi)

KONSEP PERANCANGAN 3.1 Konsep Media Konsep adalah bagian penting dari proses keseluruhan, bahwa konsep adalah nyawa dari sebuah proses, termasuk di dalamnya adalah konsep visual (Masri, 2010:IV). Konsep dapat dipahami sebagai dasar pemikiran yang strategis untuk mencapai suatu tujuan. Konsep bersi- fat pemikiran, dan tidak bersifat operasional.Konsep membutuhkan implementasi dan bersifat rencana (Masri, 2010:29). 3.1.1 Tujuan Media Tujuan media dari sosialisasi ini adalah untuk memperkenalkan tentang komunitas Street Workout Bali dan mengajak masyarakat Denpasar untuk melakukan pola hidup sehat dengan cara berolahraga khususnya di bidang Street Workout.

BAB IV PROSES DESAIN ATAU VISUALISASI 4.1. Eksekusi Final Desain Eksekusi Final Desain adalah proses ketiga setelah proses Tight Tissue, dimana dalam proses ini perancangan media yang terpillih sudah dalam tahap pewarnaan yang sesuai dengan konsep dan ide visual.

397 Sarung Tangan

Gambar 4.1 Final Desain Sarung Tangan

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Flyer

Gambar 4.2 Final Desain Flyer

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Tote Bag

Gambar 4.3 Final Desain Tote Bag

(Sumber : Dokumen Pribadi)

398 Stiker

Gambar 4.4 Final Desain Stiker

(Sumber : Dokumen Pribadi)

T-shirt

Gambar 4.5 Final Desain T-shirt

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Wristband

Gambar 4.6 Final Desain Wristband

(Sumber : Dokumen Pribadi)

399 Handuk

Gambar 4.7 Final Desain Handuk

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Water Tumbler

Gambar 4.8 Final Desain Water Tumbler

(Sumber : Dokumen Pribadi)

X-banner

Gambar 4.9 Final Desain X-banner

(Sumber : Dokumen Pribadi)

400 Katalog Karya

Gambar 4.10 Final Desain Katalog Karya

(Sumber : Dokumen Pribadi)

PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah melewati proses pengamatan dan penelitian pada studi kasus Desain Komunika- si Visual Untuk Media Sosialisasi Komunitas Street Workout Bali di Denpasar, maka berdasar- kan uraian bab-bab diatas dapat disimpulkan sebagai berikut: 5.1.1 Media-media yang efektif dan menarik untuk mensosialisasikan komunitas Street Work- out Bali di Denpasar antara lain : Sarung Tangan, Flyer, Tote Bag, Stiker, T-Shirt, Wrist- band, Handuk, Water Tumbler, X-Banner dan Katalog. 5.1.2 Untuk merancang media komunikasi visual agar unsur visualnya (ilustrasi, warna, teks, tipografi, layout) sesuai dengan kriteria desain seperti fungsional, informatif, komunikatif, etis, ergonomis, artistik, simplicity, dan surprise, maka diperlukan sebuah konsep peran- cangan media yang didasari oleh teori-teori desain. Pada proses perancangan ini, konsep Sporty dipakai sebagai acuan dalam penyampaian pesan yang diterapkan disetiap desain. Berdasarkan konsep dasar perancangan tersebut, diwujudkan suatu media yang efektif dan menarik untuk media sosialisasi komunitas Street Workout Bali di Denpasar.

5.2 Saran Saran-saran penulis sebagai bahan pertimbangan setelah mengetahui dan melakukan studi pe- nelitian ini, antara lain: a. Untuk mencapai hasil yang maksimal diharapkan dalam proses Desain Komunikasi Visual memperhatikan konsep desain, unsurunsur visualdesain dan prinsip dasar desain.

401 b. Dalam pemilihan media komunikasi visual untuk media sosialisasi sebaiknya mengacu pada kebutuhan sasaran terhadap media dan efektifitas media dalam menjangkau sasaran.

DAFTAR PUSTAKA Buzan, Tony, 2008. Buku Pintar Mind Map, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Gulo, M. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Hariwijaya, M. dan Triton P.B. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung:Remaja Ros- dakarya Kasali, Rhenald. 1990. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti Masri, Andry. 2010. Strategi Visual: Bermain dengan Formalistik dan Semiotik untuk Meng- hasilkan Kualitas Visual dalam Desain. Yogyakarta: Jalasutra.

Pujiriyanto. 2005. Desain grafis komputer : teori grafis komputer. Yogyakarta: CV.Andi Offset Rustan, Surianto. 2008. LAYOUT, Dasar & Penerapannya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sachari, A. 2005. Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa: Desain, Arsitektur, Seni Rupa dan Kriya. Jakarta: Erlangga

Sachari, A. 2007. Budaya Visual Indonesia. Jakarta: Erlangga Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2006. Metode Perancangan Komunikasi Visual Periklanan.Yogyakarta: Dimensi Press Sarwono dan Lubis. 2007. Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual.Yogyakarta : CV.Andi Offset Supriyono, Rachmat. 2010. Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: CV.Andi Offset. Tim Prima Pena. 2004. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Gita Media Pres.

DAFTAR KUTIPAN INTERNET http://www.koran-sindo.com/news.php?r=3&n=12&date=2015-11-13 diunggah 18/03/ 2016 http://kbbi.web.id/bagai diunggah 26/03/2016 www.zonasiswa.com/2014/07/pen- gertian-sosialisasi.htmldiunggah 03/02/2016 http://www.dosenpendidikan.com/6-pengertian-komunitas-menurut-para-ahli/ diunggah

18/03/2016 reps-id.com/street-workout-sebuah-gaya-baru-kaum-urban/ diunggah 03/02/2016

402 http://www.artikata.com/arti-14447-bali.html diunggah 03/02/2016 http://kbbi.web.id/di di- unggah 03/02/2016 http://www.denpasarkota.go.id/index.php/selayang-pandang/2/Kondisi-Geografi diunggah 03/02/2016 (http://www.koran-sindo.com/news.php?r=3&n=12&date=2015-11-13 Penulis : Tika Vidya dan Wiendy Hapsari) diunggah 18/03/2016 http://instagram.com/swbali diunggah 19/04/2016 https://www.facebook.com/sw.bali/?fref=ts diunggah 19/04/2016 https://twitter.com/swb_bali diunggah 19/04/2016

403 KRIMINALITAS DUNIA HIBURAN MALAM DALAM INOVASI SENI LUKIS GAYA KAMASAN

Oleh: I Ketut Ngurah Agus Widiadnyana Putra

Abstrak Kriminalitas dunia hiburan malam pada saat ini sebagian besar terjadi di semua daerah di Indonesia bahkan dunia. Sehingga mereka terbiasa dengan semua hal yang berbau kriminal- itas seperti pengeroyokan di cafe, narkoba dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut saya ingin mengangkat kriminalitas dunia hiburan sebagai inovasi baru dalam seni lukis Wayang Kama- san. Hal itu saya tuangkan dalam bentuk karya yang berjudul “ Kriminalitas Dunia Hiburan Malam Dalam Inovasi Seni Lukis Gaya Kamasan”. Penekanan dalam karya ini adalah dalam ino- vasi dalam perubahan bentuk dan warna serta tema yang lebih bebas. Inovasi wayang Kamasan sebagai objek dalam karya seni lukis. Terdapat tiga masalah dalam tulisan ini, yaitu Bagaimana mengelaborasi tema kriminalitas dunia hiburan malam dalam inovasi seni lukis gaya Kamasan. Bagaimana bentuk inovasi lukisan kriminalitas dunia hiburan malam dalam inovasi seni lukis gaya Kamasan, dan bagaimana penerapan teknik melukis kriminalitas dunia hiburan malam dalam inovasi seni lukis gaya Kamasan. Dalam mewujudkan ide pada karya inovasi seni lukis gaya Kamasan melalui proses penjajakan, percobaan, persiapan, pembentukan dan penyelesa- ian. Dalam penciptaan karya ini saya terinspirasi dari tempat-tempat hiburan malam yang berada di By Pass Ida Bagus Mantra, disanalah saya sering melihat wanita-wanita penghibur, sehingga timbul ide saya untuk mengambil tema dunia hiburan malam. Pesan yang saya tun- jukkan dalam karya ini antara lain pemerkosaan, pesta miras, seks bebas dan lain sebagainya. Perwujudan objek lukisan diungkapkan dengan imajinasi yang didasari atas kejadian-kejadian yang terjadi dalam kehidupan dunia hiburan malam. Kata Kunci: Dunia Hiburan Malam, Inovasi, Seni Lukis Gaya Kamasan.

PENDAHULUAN Seni lukis Wayang Kamasan merupakan karya seni rupa yang memiliki patron-patron yang baku baik dari segi bentuk, komposisi, proporsi pewarnaan, cerita, dan atribiutnya. Sei- ring dengan perkembangan jaman seni lukis Wayang Kamasan kini telah banyak mengalami perkembangan terutama dalam pewarnaan, alat serta medium yang digunakan. Selaku pencin-

404 ta seni lukis Wayang Kamasan sekaligus sebagai warga Kamasan saya ingin mengembangkan seni lukis Wayang Kamasan sebagai karya seni lukis modern melalui inovasi bentuk serta me- modifikasi gaya seni lukis Wayang Kamasan. Dengan perubahan bentuk dan tema yang saya an- gkat dari pengalaman yang pernah saya lihat dilingkungan sekitar jalan baypas Prof, Ida Bagus Mantra yaitu, mengenai kehidupan hiburan malam yang serba bebas dan glamor. Untuk dapat menuangkan ide-ide tersebut saya telah melakukan survey kebeberapa tempat hiburan malam seperti di Café, Karaoke club malam, dan diskotik yang ada di kawasan jalan baypas Ida Bagus Mantra. Bagi orang-orang yang telah terkontaminasi arus budaya baru ini, dunia hiburan malam bukanlah suatu aktifitas yang tabu bagi mereka. Bahkan hal ini telah menjadi suatu konsumsi diri yang positif. Orang-orang ini disebut sebagai penikmat dunia hiburan malam. Dari dunia hiburan malam inilah muncul sebuah trend yang disebut “dugem” (dunia gemerlap). Dunia hiburan malam bagi kalangan masyarakat sendiri, memang menyuguhkan kesan tersendiri, dunia hiburan malam pastinya sering berkaitan dengan hal-hal negatif, seperti dampak nega- tive discotik, cafe remang-remang, bar, dan hiburan lainnya yang membawa penikmatnya ter- jerumus padahal hal yang tidak diinginkan semua minum minuman keras, nyabu, sek bebas dan lain sebagainya, dampak dari kegiatan ini akan menjadikan perubahan prilaku kehidupan masyarakat yang tidak sesuai dengan identitas dan jati diri bangsa Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, saya sebagai generasi muda ingin menyadarkan mer- eka yang terkena dampak negatif kehidupan dunia hiburan malam melalui cara saya sediri yaitu dengan mengungkapkan kehidupan dunia hiburan malam melalui olahan seni yang ber- titik tolak dari seni lukis Wayang Kamasan. Berdasarkan pengamatan langsung dilapangan saya menemukan sisi-sisi lain kehidupan dunia hiburan malam yang penuh nilai-nilai estetika pada bentuk-bentuk pakian wanita dan bentuk ruangannya apabila diungkapkan kedalam karya seni lukis akan lebih menarik. Dengan demikian seni lukis yang saya sajikan ini sepenuhnya merupakan ungkapan estetis yang terinspirasi dari kehidupan dunia malam yang diwujudkan melalui bentuk-bentuk seni lukis Wayang Kamasan yang telah diinovasi sebagai karya pribadi saya.

Alasan saya mengungkapkan hal ini adalah untuk memperkaya kasanah seni lukis Wayang Kamasan, sehingga tidak terkesan seni lukis Wayang Kamasan tidak berkembang.

405 Selain itu, sebagai cerminan masyarakat yang terkena dampak kehidupan modern akibat ke- hidupan dunia hiburan malam. Dengan demikian semua karya seni lukis yang saya ciptakan selain untuk disajikan sebagai syarat ujian tugas akhir (TA). Juga diharapkan dapat member- ikan manfaat lain yaitu untuk menyadarkan masyarakat yang terkena dampak negative dari kehidupan dunia hiburan malam melalui karya seni lukis yang saya ciptakan dengan metode penciptaan yang saya dapatkan di dunia pendidikan sehingga dapat menghasilkan karya-karya yang memiliki nilai estetika tersendiri sebagai diri saya sendiri.

PEMBAHASAN Penciptaan karya seni lukis mengalami beberapa proses tahapan dengan berbagai kegiatan. Ada kalanya sebuah karya seni dihasilkan dalam waktu singkat dan dengan proses yang tidak begitu sulit. Namun ada juga karya seni yang membutuhkan waktu yang cukup lama dan sulit dalam proses pengerjaannya. Menurut M Hawkins (2007) proses penciptaan karya seni melipu- ti : ekplorasi, improvisasi, dan pembentukan. Alat dan bahan yang digunakan antara lain: kuas, pallet, tisu, cat, spanram. Wujud karya merupakan suatu bentuk lahiriah berupa elemen-elemen visual yang di- padukan dengan ide, gagasan, serta nilai estetis yang diolah dengan kemampuan kreativitas. Mengangkat tema “Kriminalitas Hiburan Malam Dalam Ekspresi Seni Lukis”, saya merepre- sentasikannya di atas bidang dua dimensional melalui kreativitas dan rasa estetis yang dimiliki. Dalam penciptaan karya seni lukis terdapat dua aspek yang berperan penting di dalamnya, yaitu aspek ideoplastis dan aspek fisioplastis. Aspek ideoplastis merupakan hal-hal yang menyangkut tentang ide, gagasan, atau konsep saya yang menjadi isi dari karya yang diwujudkan, sedangkan aspek fisioplastis merupakan hal-hal yang menyangkut tentang teknik penciptaan serta pen- erapan unsur-unsur seni rupa atau elemen-elemen visual seni lukis. Dalam aspek fisioplastis diuraikan segala hal tentang teknik penyusunan elemen-elemen visual seni rupa seperti garis, bentuk, ruang, tekstur, warna, komposisi, proporsi, keseimbangan, irama dan kontras. Semua hal tersebut diimplementasikan ke dalam karya seni lukis. Berikut adalah beberapa hasil karya tugas akhir (TA):

406 Karya 1

Judul : Pesta Miras Ukuran : 100 x 135 cm Ini Bahan : Cat Acrylic di atas kanvas Tahun : 2016

(Sumber: foto diambil oleh Ketut Widiadnyana, 2016.)

Karya lukisan ini berjudul “Pesta Miras”, diangkat dari penomena hiburan malam, Tem- pat ini merupakan markas dari orang-orang yang suka mencari kesenangan sesaat dengan tu- juan untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Terinfirasi dari penomena ini terciptalah ide-ide saya untuk memvisualkan kedalam suatu karya lukis. Saya memvisualkan karya dengan mengambil bentuk dari lukisan Wayang Kamasan yang telah diinovasi, serta pakian disesuaikan dengan zaman kekinian yaitu: baju kemeja, celana panjang, celana pendek dan sepatau. Dalam karya ini terlihat tiga pria yang didampingi salah satu wanita sedang menikmati minuman keras, warna yang saya tampilkan dalam backround bernuansa gelap. Makna yang ingin di sampaikan dari penggambaran visual tersebut adalah kehidupan manu- sia yang suram. Jangan terjerumus oleh minuman keras hanya karena suatu masalah yang kita hadapi, dalam hidup ini semua manusia mempunyai masalah. Selesaikanlah masalah tersebut dengan bijaksana dengan mencari solusi yang benar.

407 Karya 2

Judul : Rakus Ukuran : 100 x 135 cm Bahan : Cat Acrylic di atas kanvas Tahun : 2016

(Sumber: foto diambil oleh I Ketut Widiadnyana, 2016)

Judul karya ini “Rakus” Terinspirasi dari sifat sebagian manusia yang tak mampu men- gendalikan diri Sapta Timira. Pada dasarnya manusia adalah tubuh kosong yang hanya diken- dalikan oleh otak, namun dalam kekosongan masih ada hati nurani. Disaat indra menjadi buta rasa tidak pernah puas atau rakus akan menguasai pikiran kita . Hal itu menginspirasikan saya untuk memvisualkan figur manusia yang menyerupai raksasa yang selalu keinginannya supaya terpenuhi, dengan warna background gelap menunjukkan sisi gelap si manusia. Berdasarkan ide diatas saya membuat karya seorang manusia rakus yang ditemani wanita penghibur. Saya mengekspresikan manusia ini seperti raksasa dengan wajah yang seram, mata melo- tot dan bibir yang terbuka yang sedang menikmati hiburan malam dengan ditemani seorang gadis penghibur sedang menikmati minuman keras. Manusia ini tidak sadar akan bahaya yang dihadapi, dia hanya melihat kehidupan dari sudut pandang terbatas yakni kesenangan saja. Padahal tubuh kita akan dirusak oleh minuman keras tersebut, karena memiliki kadar alkohol yang tinggi. Makna yang terkandung dalam karya ini untuk Mengingatkan masyarakat untuk meng- hindari minuman-minuman keras, agar tubuh dan pikiran kita selalu sehat. Karena hidup ini

tak pernah lepas dari masalah, baik besar ataupun kecil. Namun yang paling sulit dihadapi ada- lah memilih satu diantara banyak hal yang kita anggap begitu berarti.

408 Karya 3

Judul : Bulying Ukuran : 100 x 135 cm Bahan : Cat Acrylic di atas kanvas Tahun : 2016 (Sumber: foto diambil oleh I Ketut Widiadnyana, 2016)

“Bulying” judul karya ini, terinspirasi dari seseorang yang sedang dipukuli didalam se- buah ruangan kafe pada saat minum minuman keras. Pelaku pemukulan merasa dirinya pal- ing kuat dengan memakai atribut mahkota bima dan paling merasa berkuasa sihingga tidak mengindahkan koban yang merasa teraniaya. Berdasarkan ide penomena diatas, karya ini merupakan sepenggal gambaran dari hidup yang sering kita alami sekarang disemua lapisan masyarakat. Hari – hari yang seharusnya ber- jalan dengan manis namun berawal dengan pahit dalam gelap. ketika seseorang terlalu banyak minum-minuman keras, maka pikirannya tidak bisa terkontrol, akan mengakibatkan dirinya merasa paling kuat seperti bima, pada saat itulah dia mencari masalah dengan orang lain akan terjadilah pertengkaran, bahkan bisa menyebabkan kematian. Dia hanya mementingkan diri sendiri, keluarganya sendiri mengalami kesusahan. Penggambaran dari visual diatas bermakna bahwa kita hendaknya bisa mengontrol diri kita sendiri, dan menghidari minum-minuman keras berakohol yang akan membunuh organ tubuh kita, bahkan pikiran kita akan tidak setabil. Untuk itu mulai sekarang sayangilah tubuh kita dengan makan atau minum-minuman yang sehat, dan hargailah orang lain, jangan merasa diri kita paling kuat.

409 PENUTUP Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: Tema krimi- nalitas dunia hiburan malam dalam inovasi seni lukis gaya Kamasan lebih variatif dan modern, artinya mengelaborasi bentuk seni lukis gaya Kamasan dengan tema dunia hiburan malam, seperti pesta miras, seks bebas dan pemerkosaan, adapun nilai estetikanya yaitu terletak pada penampilan wanita-wanita yang berada di dalam ruangan. Bentuk inovasi lukisan kriminalitas dunia hiburan malam dalam inovasi seni lukis gaya Kamasan sangat berbeda dari pakem seni lukis klasik Wayang Kamasan, dimana bentuknya menjadi lebih modern karena sudah memi- liki volume, sinar, dan bentuk pakaiannya lebih kekinian seperti memakai celana jins, celana pendek, rok pendek, sepatu dan lain sebagainya. Penerapan teknik melukis kriminalitas dunia hiburan malam dalam inovasi seni lukis gaya Kamasan lebih ekspesif dari pada seni lukis klasik Wayang Kamasan meskipun dari segi pewarnaan dan cara ungkap memiliki beberapa tahapan seperti teknik sigar warna, teknik blok warna,tehnik glasir, dan teknik dussel. Dengan penciptaan karya seni lukis yang berjudul “Kriminalitas Dunia Hiburan Malam Dalam Inovasi Seni Lukis Gaya Kamasan”, diharapkan menjadi langkah awal saya menuju proses kreatif berikutnya. Hal itu diimbangi dengan mendalami kembali hal-hal yang menjadi inspirasi dalam penciptaan karya seni lukis, mengembangkan seni lukis Wayang Kamasan hingga mejadi karya yang dikenal dalam dunia seni rupa, baik nasional maupun internasional. Melalui karya tugas akhir ini, diharapkan dapat memberi makna, serta bermanfaat bagi pelaku dan pencinta seni, baik di lingkungan akademis maupun masyarakat luas.

DAFTAR RUJUKAN Jana Made, Drs. 2005. Buku ajar, Dasar Dasar Keindahan Desain Dalam Seni Rupa, ISI Den- pasar. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke IV, Gramedia, Jakarta, 2012. Kartika, Dharsono Sony. 2007. Estetika. Rekayasa Sains. Bandung. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Edisi pertama. Modern English Press. Jakarta. Sachari , Agus, 2004. Seni Rupa Desain, Erlangga, Bandung.

Sudira, Made Bambang Oka. M. Sn. 2010 . Ilmu Seni Teori dan Praktek, Inti Prima, Jakarta. Sumardjo, Jakob, 2000. Filsafat Seni, ITB Bandung, Bandung.

410 Susanto, Mikke, 2002. Diksi Rupa. Kanisius. Yogyakarta Wartono, Teguh,1984. Pengantar Pendidikan Seni Rupa 2. Kanisius. Yogyakarta

Wawancara dengan Muriati, Mangku, 2016

Website Artikelsiana, 2015., “Pengertian Seni, Fungsi, Macam Seni & Menurut Para Ahli”.www.artikel- siana.com/2015/09/pengertian-seni-fungsi-macam-macam-seni. html. Diakses pada tanggal 10 november 2015. Mudana, I Wayan. 2015, Transformasi Seni Lukis Wayang Kamasan pada Era Postmodern di Klungkung Bali. http://www.pps.unud.ac.id/2015/10/i-wayan-mudana-transformasi-seni-lu- kis-wayang-kamasan-pada-era-postmodern-di-klungkung-bali.php\. Diakses pada tanggal 20 november 2015. Wikipedia bahasa Indonesia : https://id.wikipedia.org/wiki/kriminalitas Yunia, Nadra. 2011, Maraknya Kriminalitas dikalangan Pelajar. http://nadrayunia.blogspot. co.id/2012/06/makalah-tentang-kriminalitas-pelajar.html.diakses pada tanggal 20 pebruari 2016 Zairani, Ivan. 2012. Kriminologi. http://ari-wirawinata.blogspot.co.id/2012/06/materi-kuliah-kriminologi.html. diakses pada tanggal 20 pebruari 2016 http://mikkesusanto.jogjanews.com/ketut-santosa-di-yogya-lukis-kaca-nagasepaha-singara- ja-bali.html diakses pada tanggal 02 Juli 2016

411 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI BUKU BIOGRAFI MANGKU MURA SENIMAN WAYANG KAMASAN DI KLUNGKUNG

I Gede Wardana Desain Komunikasi Visual

Abstrak Pulau Bali adalah pulau kesenian mengingatkan kepada kita akan budaya dan tradisi yang dilakukan oleh rakyat Bali dalam kehidupannya. Salah satu kesenian yang tidak kalah pentingnya dengan kesenian lainnya adalah seni lukis. Seni lukis wayang Kamasan adalah salah satu bentuk karya seni klasik yang dianggap penting dalam kebudayaan Bali. Sementara karya seni ini tidak dapat dipisahkan dari nilai keagamaan, terutama nilai religius. Banyak aspek yang berkaitan dengan keberadaan seni lukis wayang Kamasan, diantaranya adalah aspek filosofi, spiritual, teknis, ekonor- ni, sosial dan budaya. Mangku Mura merupakan salah seorang pelukis senior wayang Kamasan yang mewariskan tradisi seni lukis Klasik Bali secara murni. Adapun permasalahan setelah beliau meninggal pada tahun 1999, kurangnya dokumentasi biografi Mangku Mura sehingga generasi – generasi sekarang kurang mengenal beliau. Mengigat apa yang pernah beliau torehkan yaitu meng- harumkan nama Indonesia di mancanegara dengan karya-karyanya. Oleh karena itu harus dapat merancang media-media komunikasi visual yang fungsional, efektif dan komunikatif yang dapat mendokumentasikan biografi Mangku Mura yang terdapat di desa Kamasan Klungkung, sehingga Mangku Mura sebagai seniman lukis wayang kamasan semakin di kenal dan diinspirasikan bagi generasi berikutnya. Tentu dengan buku biografi dimana nanti anak remaja membaca buku tersebut bukan hanya mendapatkan ilmu baru tentang seni budaya yang di miliki daerah meraka yaitu Bali tapi juga dapat mengetahui perjalanan hidup seniman-seniman yang terlebih dahulu melestarikan seni dan budaya. buku biografi juga dapat menjadi inovasi dalam menyampaikan kisah kehidupa mangku Mura yang juga berisi nilai-nilai positif yang dapat diterapkan oleh target audiense dalam kehidupannya sehari-hari. Perancangan buku biografi ini ditujukan agar target audien yang terdiri dari rentangan usia 13-20 tahun tertarik untuk membaca, mempelajari, dan memahami isi dari buku biografi ini. Kata Kunci: Biografi, Mangku Mura, Seniman, Wayang Kamasan, Klungkung.

412 Abstract Bali is an island of art reminds us in culture and traditions performed by the Balinese people in his life. One of the art is no less important as the other arts is the art of painting. Wayang Kamasan painting is a form of classical art are considered important in Balinese culture. While this work of art can not be separated from religious values, especially religious value. Many aspects relating to the existence of wayang Kamasan painting, including the aspects of philosophy, spiritual, technical, ekonorni, social and cultural. Mangku Mura is a painter who left a senior puppet Ka- masan Classical Balinese painting tradition pure. As for problems after he died in 1999, the lack of documentation biography Mangku Mura so that generation - the current generation is less familiar with him. Keeping in what ever he torehkan is the name of Indonesia in foreign countries with his works. Therefore, it should be able to design the visual communication media that are functional, effective and communicative to document the biography Mangku Mura contained in Kamasan village Klungkung, so Mangku Mura as wayang Kamasan painting artists increasingly well known and inspired for the next generation. Of course with a biography where later teenagers read the book not only gain new knowledge about arts and culture in the region have meraka of Bali but also be able to know the life of artists who first preserve the art and culture. biography can also be innovations in conveying the story kehidupa Mangku Mura which also contain positive values ​​that can be applied to the target audiense in their everyday lives. The design is intended to be a biogra- phy of the target audience consists of 13-20-year age range interested to read, study and understand the contents of this biography. Keywords: Biography, Mangku Mura, Artists, puppet Kamasan, Klungkung.

PENDAHULUAN Pulau Bali adalah pulau kesenian mengingatkan kepada kita akan budaya dan tradisi yang dilakukan oleh rakyat Bali dalam kehidupannya. Salah satu kesenian yang tidak kalah pent- ingnya dengan kesenian lainnya adalah seni lukis. Hasrat untuk mengembangkan suatu aspek kesenian khususnya seni lukis adalah suatu usaha yang patut dijunjung, walaupun pengemban- gan itu dilaksanakan bertahap-tahap karena mengingat bahwa masalah kesenian adalah suatu hal yang komplek. Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang dapat digunakan se- bagai cara menuangkan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos ber- fungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai ke-

413 budayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan hubungan suatu masyarakat. Sep- erti seni lukis wayang kamasan adalah salah satu kesenian khas yang ada di daerah Klungkung. Seni lukis wayang Kamasan adalah salah satu bentuk karya seni klasik yang dianggap penting dalam kebudayaan Bali. Sementara karya seni ini tidak dapat dipisahkan dari nilai keagamaan, terutama nilai religius. Banyak aspek yang berkaitan dengan keberadaan seni lu- kis wayang Kamasan, diantaranya adalah aspek filosofi, spiritual, teknis, ekonorni, sosial dan budaya. Diantara berbagai aspek tersebut, khususnya aspek spiritual-kultural merupakan as- pek yang menonjol pada lukisan wayang Kamasan. Lukisan wayang tradisional gaya Kamasan, menurut I Made Kanta (1977), merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan (ma- nusia dengan alam sekitar) pada zaman pra-sejarah hingga masuknya agama Hindu di Bali dan keahlian tersebut mendapatkan kesempatan berkembang dengan baik. Cerita yang dilukis gaya Kamasan yang mengandung unsur seni dan makna filosofis yang diambil dari Ramayana dan Mahabharata, termasuk juga bentuk pawukon dan palelidon. Salah satu contoh warisan lukisan Kamasan telah menghiasi langit-langit di Taman Gili dan Kerthagosa, Semarapura, Klungkung. Salah satu seniman yang terlibat dalam perombakan besar dari Kerta Gosa di Klungkung yaitu Mangku Mura. Mangku Mura merupakan salah seorang pelukis senior wayang Kamasan yang mewa- riskan tradisi seni lukis Klasik Bali secara murni dari generasi terdahulu, periode pelukis-pelu- kis seperti I Wayan Ngales, I Wayan Kayun, I Wayan Dogol, dll. Mangku Mura menjadi informan utama dari Profesor Anthony Forge melakukan pe- nelitian besar pada lukisan Bali di desa Kamasan. Itu adalah episode yang signifikan bagi seni- man-imam dan keluarganya. Forge datang ke Bali bertujuan untuk membawa kesenian tra- disional Bali untuk kepentingan internasional, akademik, antropologi dan akhirnya populer dan melalui keterlibatan Mangku Mura muncul sebagai wakil utama seni Kamasan. Mangku Mura adalah Seniman Kamasan yang pertama kali diperkenalkan ke Anthony Forge pada 1970- an. Forge mengakui beberapa dari lukisan Mura yang memberikan kontribusi dalam pembesar reputasi bagi seniman di Bali dan internasional. Seni Wayang Kamasan ini secara interen terjer- at dengan narasi dan teater boneka wayang terkait dengan asal-usulnya - baik memenuhi fungsi

yang sama spiritual dan budaya dalam tradisi Bali. Jadi Mangku Mura membuktikan bahwa seorang seniman yang sukses perlu menjadi cerita teller sempurna juga.

414 Banyak prestasi yang telah ditorehkan oleh Mangku Mura, beliau terlibat dalam per- ombakan besar dari Kerta Gosa di Klungkung proyek yang dikoordinir oleh mantan guru dan mentor Pan Seken pada tahun 1960. Lukisan mangku Mura pun juga pernah dipamerkan di Italia dan dapat pengakuan internasional dan domestik. Mangku Mura menerima komisi, dari pemerintah Indonesia, untuk melukis peta besar dunia, yang ditampilkan sebagai mural di Pa- viliun Indonesia di World Expo di Brisbane, Australia pada tahun 1988. Seluruh lukisan menu- tupi hampir 1.300 meter persegi. Seiring dengan adegan tradisional lukisan termasuk gambar wisatawan Australia di Bali. Pada tahun 2011 Mangku Mura secara anumerta dianugerahi, oleh Pemerintah Indonesia, hadiah untuk pelestarian dan promosi seni tradisional. Mangku Mura secara langsung di tunjuk untuk membuat lukisan puputan bergaya kamasan. Pada tahun 1980- an Mangku Mura mendapatkan kesempatan untuk keliling Eropa untuk melakukan Pameran di bawah bimbingan Bapak Suparta. Meski Mangku Mura banyak mendapatkan prestasi dan terkenal, namun hanya di luar negeri berbanding balik dengan di daerah kelahirannya Mangku Mura tidak terlalu dikenal. Adapun permasalahan setelah beliau meninggal pada tahun 1999, kurangnya dokumen- tasi biografi Mangku Mura sehingga generasi – generasi sekarang kurang mengenal beliau. Men- gigat apa yang pernah beliau torehkan yaitu mengharumkan nama Indonesia di mancanegara dengan karya-karyanya.. Maka untuk mengenal dan menginspirasikan Mangku Mura sebagai seniman lukis wayang kamasan perlu di lengkapi dengan informasi dan dokumentasi biografi tentang Mangku Mura sebagai seniman lukis wayang kamasan, agar orang di daerahnya dan generasi penerus mengenal serta mengispirasikan Mangku Mura sebagai seniman lukis wayang kamasan. Ilmu desain komunikasi visual (DKV) berhubungan dengan semua sesuatu yang dapat dilihat dan berfungsi untuk berkomunikasi. Dalam konteks ini, tentu disiplin ilmu desain ko- munikasi visual memiliki keunggulan, salah satunya mampu secara langsung dan efisien un- tuk menginformasikan kepada masyarakat dengan menampilkan kombinasi unsur-unsur visu- al yang baik,seperti ilustrasi, kombinasi warna, teks, dan kombinasi jenis huruf atau tipografi dari objek yang hendak di dokumentasikan. Dengan adanya desain komunikasi visual untuk mendokumentasikan biografi tentang Mangku Mura, tentu dapat menambah wawasan atau pengetahuan secara efektif mengenai informasi yang ada mengenai biografi tentang Mangku

415 Mura. Melalui desain komunikasi visual akan mampu merancang media dokumentasi biografi yang komunikatif, fungsional, dan kreatif untuk dapat membantu mendokumentasikan biografi tentang Mangku Mura sehingga dengan adanya dokumentasi biografi ini mampu memberikan informasi-informasi mengenai biografi Mangku Mura Seniman Wayang Kamasan. Demi pengembangan seni setra transformasi budaya bagi generasi berikutnya dibutuh- kan media-media mendokumentasikan biografi tentang Mangku Mura. Untuk menyampaikan informasi di perlukan media komunikasi yang informatif, untuk itu peran desain komunikasi visual sangat penting untuk dokumentasi biografi tentang Mangku Mura. Desain komuniksi visual adalah disiplin ilmu yang mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai media untuk menyampaikan pesan dan gagasan secara visual dengan menge- lola elemen grafis yang berupa gambar dan bentuk, tatanan huruf, serta komposisi warna dan layout (tata letak atau perwajahan). Dengan demikian gagasan dapat di terima oleh orang atau kelompok yang menjadi sasaran penerima pesan, (Kusrianto,2007:2). Maka dari itu penulis berharap dapat merancang media-media komunikasi visual yang fungsional, efektif dan komunikatif yang dapat mendokumentasikan biografi Mangku Mura yang terdapat di desa Kamasan Klungkung, sehingga Mangku Mura sebagai seniman lukis wayang kamasan semakin di kenal dan diinspirasikan bagi generasi berikutnya. Penulispun su- dah menggakat masalah ini sejak Arttitude 3 tahun 2013, mengingat seni budaya bisa dilestari- kan melalui dokumentasi biografi Mangku Mura.

PEMBAHASAN Pengertian Biografi Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain (Kompiang Gede Widnyana, 1999:9). Biografi merupakan sebuah tulisan yang membahas tentang kehidupan seseorang. Secara sederhana, biografi dapat di artikan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi sendiri dapat berbentuk hanya beberapa baris kalimat saja, namun biografi tersebut dapat lebih dari 1 buku. Biografi singkat hanya menjelaskan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang serta

peran pentingnya. Biografi panjang meliputi informasi-informasi yang bersifat penting namun dikisahkan dengan lebih mendetail serta dituliskan dengan gaya cerita yang baik.

416 Fungsi dan Peranan Biografi Dalam Kehidupan Sosial a. Mengenal secara mendalam tentang tokoh idola. b. Menjadi contoh atau teladan bagi pembaca. c. Memberikan motivasi atau semangat bagi pembaca, agar sukses kehidupan. d. Menghargai dan menghormati tokoh idola sesuai dengan perjuangannya. e. Untuk lebih mudah mengidentifikasi riwayat hidup tokoh tsb.

Tinjauan Dari Segi Ide dan Tema Ide dalam pembuatan buku biografi ini bermaksud untuk menjadikan sebagai sarana un- tuk dokumentasi mengenai Mangku Mura seniman wayang Kamasan kususnya di Klungkung. Buku biografi ini nantinya akan berisikan mengenai kehidupan Mangku Mura sejak kecil, bagaimana kehidupan beliau bermasyarakat, hingga menjadi maestro seniman wayang Kama- san di Klungkung. Sedangakan tema buku biografi ini akan dibuat sedemikian rupa, seperti buku bacaan yang dirancang dan agar mampu menarik si pembaca, dari segi karakter serta ilustrasi gambar yang akan ditambahkan pada buku akan menggunakan gaya ilustrasi, hal ini tentunya akan lebih menarik bagi anak pelajar untuk membaca dan tentunya isi dari buku akan tersampaikan dengan efektif.

Visualisasi Desain Buku Biaografi Final

( Sumber : Koleksi Pribadi )

417 KESIMPULAN Dalam merancang media komunikasi visual yang memuat informasi mengenai media Dokumentasi Biografi Mangku Mura Sebagai Seniman Wayang Kamasan di Klungkung untuk menginformasikan tentang seni lukis tradisional kepada masyarakat, dilakukan dengan menga- nalisa data faktual dan aktual sehingga terancang media-media Komunikasi Visual yang terpilih yaitu infografik, pin, t-shirt, mug, dan poster. Untuk merancang sebuah media komunikasi visual yang estetis dan efektif, Perlu diketahui teori prinsip - prinsip desain terlebih dahulu. Dalam racangan media komunikasi visual yang memuat informasi mengenai Doku- mentasi Biografi Mangku Mura Sebagai Seniman Wayang Kamasan di Klungkung, dilakukan pemilihan alternatif unsur visual meliputi ilustrasi, teks, tipografi, warna dan bentuk, yang di- dasarkan pada konsep desain yakni “Tradisional Klasik”. Adapun penerapan gaya visual yang ditampilkan dengan gaya realis yaitu dengan teknik fotografi menampilkan keunikan dan keindahan yang ada lukisan mangku mura mengutamakan spiritual yaitu menceritakan kisah seorang dewa dan juga diterapkan pada layout, tipografi berjenis,sans serif,dan script. Teori Kriteria Desain digunkan untuk menilai alternatif desain secara teori, teori tersebut meliputi Fungsional, Komunikatif, Informatif, Ergonomis, Estetis, Simplicity, Surprise, dan Etis. Penting untuk dilakukannya sebuah dokumentasi yang berhubungan dengan budaya baik itu tradisi maupun seni. Mangku Mura menjadi salah satu topik pembahasan yang sangat sesuai untuk melakukan dokumentasi guna untuk menanamkan pentingnya budaya dengan mengenal Mangku Mura seniman wayang Kamasan. Bagi anak sekolah menengah pertama dan anak sekolah menengah atas, dengan adanya media yang dirancang dapat menjadi salah satu media untuk menambah wawasan mengenai seni, tradisi, dan budaya.

DAFTAR PUSTAKA Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta:Graha Ilmu Teknik menulis skripsi dan thesis. M hariwijaya dan bisri m. Jaelani 2004 zenith publisher yog-

yakarta Tinarbuko,Sumbo. 2015. Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta; CAPS

418 Pujirianto. 2005. desain grafis computer (teori desain grafis komputer). Yogyakarta; C.V.ANDI OFFSET Dalman. 2013. Menulis karya ilmiah. Jakarta; PT RajaGrafindo Persada. Moleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian kualitatif. Bandung; PT. Remaja Rosadakarya Kusrianto., Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta; C.V.ANDI OFFSET Lubis, Sarwono. 2007. Metode Analisa Data. Jakarta; PT. Gramedia Pustaka Utama Tim Penyusun. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta ; Media Centre Krause, Jim. 2004. Design Basic Index. Ohio ; How Design Book http://www.biografiku.com/2009/12/pengertian-biografi-serta-cara-menulis.html (http://woocara.blogspot.com/2015/05/pengertian-biografi-ciri-ciri-biografi-struktur-teks-bi- ografi.html#ixzz45oiGoAsf) http://geograph88.blogspot.com/2013/04/perkembangan-geografi.html http://woocara.blogspot.com/2015/05/pengertian-biografi-ciri-ciri-biografi-struktur-teks-bi- ografi.html#ixzz45pbkTuGn https://andreaslantik.wordpress.com/sekilas-mengenai-penulisan-biografi-writed-by-lantik/

419 MISTERY BEHIND OF BADE

Oleh: I Gusti Agung Malini

Abstrak Bade atau wadah oleh umat Hindu di Bali sebagai alat pengusung jenazah pada saat up- acara kematian yang mutlak harus ada. Bade bagi umat Hindu melambangkan keagungan yaitu gunung mulyawan ketempat yang lebih tinggi untuk menuju moksa. Keunikan dari bade yang dilihat dari sisi ragam hias bade pada unsur ragam hias memiliki bentuk, warna dan ornamen. Ragam hias bade terdiri dari tiga bagian, bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki. Inspirasi dalam penciptaan busana wanita yaitu ragam hias bade hal tersebut dapat digu- nakan sebagai acuan dalam berkarya, karena dapat digunakan sebagai tolak ukur kemampuan atau perbandingan karya. Ragam hias bade menjadi sumber ide karena keunikan bentuk-ben- tuk ragam hias dari bade menjadikan daya tarik bagi pencipta. Fashion dianggap sebagai unsur pokok identitas seseorang yang membantu untuk menentukan bagaimana mereka dipahami dan diterima dalam masyarakat. Terciptanya busana dengan konsep Ragam Hias Bade ini mem- perkenalkan kepublik bahwa Indonesia khususnya Bali memliki bentuk-bentuk yang unik pada Ragam Hias Bade yang umumnya dianggap seram. Melalui perancangan busana untuk dapat memperkenalkan “Ragam Hias Bade” sebagai adat istiadat budaya di Bali dengan membentuk tiga buah rancangan busana yaitu busana ready to wear, busana ready to wear deluxe, dan adi busana (haute couture). Kata Kunci: Ragam Hias, Bade, Busana Wanita.

MISTERY BEHIND OF BADE

By: I Gusti Agung Malini

Abstract Bade or container by Hindu people in Bali as a pallbearer tool at the funeral ceremony is an absolute must have. Bade for Hindu people symbolize the majesty of gunung mulyawan to place higher towards redemption. The uniqueness of the bade seen from the side of the element bade dec- orative ornament has a shape, color and ornamentation. Decorative bade consists of three parts, the head, the body and the legs. Inspiration in the creation of women’s clothing that was decorative bade it could be used as

420 a reference in the work, because it could be used as a benchmark or comparison capability works. Decorative bade a source of ideas for unique forms of decoration of bade made the appeal for the creator. Fashion was considered as an essential element of one’s identity that helped to determine how they were understood and accepted in society. The creation of clothing with a Variety of Orna- mental Bade concept was introduced to the public that Indonesia, especially Bali had unique shapes on a Variety of Ornamental Bade who is generally considered sinister. Through the design of clothing to be able to introduce “Bade Decorations” as cultural mores in Bali by forming three fashion designs were ready to wear clothing, ready to wear deluxe fashion, design and fashion (haute couture). Keywords: Decorations, Bade, Women’s Clothing.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari penggunaan busana. Perkem- bangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berpengaruh besar terhadap kehidupan manu- sia. Bagi manusia, busana merupakan salah satu kebutuhan pokok selain sandang dan papan. Manusia mengenal busana pada zaman purba tetapi pada saat itu manusia menutupi tubuhnya hanya dengan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar mereka. Bahan-bahan tersebut yaitu kulit kayu, daun, kulit binatang dan lain sebagainya. Busana selalu menyertai seluruh ak- tifitas manusia selama di dunia. Dengan demikian bahan tekstil sebagai dasar busana memiliki potensi yang sangat tinggi untuk menjadi sebuah produk yang memiliki berbagai fungsi khusus dalam kehidupan manusia. Bali dikenal dunia karena keunikannya. Unik tidaklah harus berarti lebih baik dari yang lain, dalam penilaian unik terkandung suatu maksud, bahwa Bali lain dari pada yang lain. Keunikan terletak pada bidang kebudayaan yang meliputi: kesenian, struktur sosial, struktur arsitektur, struktur pertanian, upacara keagamaan dan lain sebagainya. Khususnya keunikan arsitektur tradisional penggarapan bangunan- bangunan Bali seperti lontar Hasta Bhumi, kosala kosali dan lainnya, yang dipakai panduan oleh para undagi ‘arsitektur tradisional Bali’. Kenunikan lainya adalah sesalu diikuti dengan upacara keagamaan mulai dari tahap persiapan sampai selesainya bangunan (Windhu, 1984: 8). Bade atau wadah adalah alat pengusung jenazah pada upacara kematian masyarakat Hindu di Bali. Bentuknya bervariasi dari yang sederhana berupa pepaga, joli, lelimasan sampai

421 yang paling rumit yang disebut bade. Umumnya di masyarakat yang atapnya tidak bertumpang disebut wadah dan yang bertumpang disebut bade. Bade bertumpang memiki beberapa macam yaitu bade bertumpang lima (5), bade bertumpang pitu (7), bade bertumpang sanga (9), bade bertupang solas (11) (Titib, 2001: 132) Ragam hias pada bade terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kaki, bagian badan dan bagian kepala. Pertama bentuk pepalihan yang terdapat di bagian kaki adalah gabungan dari lima pepalihan yang saling berkaitan antara pepalih satu dengan yang lainnya. Diurut dari bawah, pepalih bacem, pepalih bacem, pepalih gunung tanjak dan pepalih gunung gelut. Ragam hias pada bagian badan terdiri dari gabungan antara pepalihan padma negara, pepalih sancak dan pepalih taman. Ragam hias pada bagian kepala. Wanita pada umumnya selalu ingin terlihat berpenampilan sempurna dan selalu ingin menarik perhatian orang. Sama seperti bade yang menghantar manusia menuju moksa atau menuju kesempuraan dari semasa hidupnya. Wanita dengan style exotic dramatic berpenampi- lan yang dengan gaya berbusana wanita menarik, selalu ingin orang di sekelilingnya memperha- tikannya. Gaya hidup tersebut yang menjadi penentu berada di tingkatan mana seseorang atau bisa jadi disebut sebagai identitas pengenal dalam strata sosial. Dalam gaya hidup, style exotic dramatic tampil dalam beragam bentuk. Mulai dari cara berpakaian, produk yang dikonsum- si, gadget yang dipakai, hobi yang dijalani, komunitas yang diikuti, dan masih banyak lainnya. Salah satu yang terpenting adalah faktor fesyen sebagai penentu gaya hidup wanita modern. Exotic dramatic adalah gaya berbusana wanita yang unik, ia selalu ingin orang di sekelilingnya memperhatikannya. Wanita dengan style exotic dramatic memiliki unsur budaya dan drama. Wanita ex- otic dramatic menggunakan hal yang berbeda, unik, etnik, original, trend, dan gaya dan memiliki keprib- adian yang mantap dan memiliki selera yang berbeda. Warna yang sering digunakan wanita dengan look ini magenta, hitam, kuning, hijau lumut, warna tanah, dan sering memadupadankan antara warna terang dengan warna gelap. Aksesoris yang digunakan tidak umum, unik, dan antik. Wanita dengan style Exotic dramatic target pasar dari penciptaan busana yang terinspi- rasi dari ragam hias bade. Hal itu dikarenakan wanita dengan style exotic dramatic yang ber- pikiran terbuka dan mampu menerima inovasi baru dapat juga berpengaruh bagi lingkungan

sekitarnya. Sehingga keiinginan untuk memperkenalkan busana wanita yang terinspirasi dari Ragam Hias Bade.

422 METODE PENGUMPULAN DATA Metode Observasi Observasi merupakan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Kemudian, objek penelitian bersifat perilaku, tindakan manusia, dan fenomena alam (kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja, dan penggunaan responden kecil. Mengamati un- sur-usur ragam hias pada bade dengan melakukan observasi ke tempat pengrajin bade dan melihat acara pengabenan di Puri Ubud dengan melihat unsur bade dan bentuk Ragam Hias Bade.

Metode Wawancara Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara digunakan bila ingin mengetahui hal–hal dari responden secara lebih mendalam serta jumlah respondennya sedikit. Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individu. (Wawancara dengan I Wayan Turun, Di Denpasar, tanggal 25 agustus 2015 dan 26 mei 2016)

Metode Kepustakaan Teknik pengumpulan data yang saat ini semakin umum digunakan adalah teknik peng- umpulan data melalui studi pustaka. Berbagai kegiatan riset telah banyak digunakan oleh berb- agai lembaga sehingga sebenarnya telah tersedia cukup banyak data mengenai banyak aspek. Sumber penulisan laporan ini diperoleh dari buku–buku literature, majalah fashion dan sum- ber–sumber lain seperti internet yang memiliki hubungan dengan kasus yang penulis angkat. Sumber pustaka yang pencipta pakai sebagai acuan adalah buku Arsitektur Bade “Trans- formasi Konsep Menuju Bentuk” (2014) yang ditulis oleh I Putu Suyoga, buku Kamus Mode Indonesia (2011) karya Irma Hadisurya Dkk, buku Fashion Pro “Kain” (2009) yang ditulis oleh Belinda Gunawan Dkk, dan buku Estetika (2002) karya Agus Sachari.

Metode Dokumentasi Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai proses pembuatan karya baik berupa dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto dan sebagainya sebagai data berupa fakta dan sebagai bukti untuk dapat dipertanggung jawabkan.

423 PEMBAHASAN Konsep Desain Arsitektur Bade Struktur arsitektur tradisional Bali dalam hal ini meliputi arsitektur parhayangan, pawongan dan palemahan. Arsitektur parahayangan berupa tempat pemujaan atau tempat suci bagi leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Arsitektur pawongan melingkupi berbagai jenis bangunan hunian seperti bale daja, bale dauh, dan bale dangin. Ar- sitektur palemahan adalah berbagai jenis bangunan umum dan bangunan perlengkapan yang bersifat permanen maupun sementara, seperti jineng, bale bengong, bale banjar, wantilan, tetar- ing dan lainnya (Gomudha, 2008:87). Bade atau wadah sebagai alat pengusung jenazah pada upacara kematian mutlak harus ada. Bentuknya bervariasi dari yang sederhana berupa pepaga, joli, lelimasan sampai yang pal- ing rumit yang disebut bade. Umumnya di masyarakat yang atapnya tidak bertumpang disebut wadah dan yang bertumpang disebut bade. Bade bertumpang memiki beberapa macam yaitu bade bertumpang lima (5), bade bertumpang pitu (7), bade bertumpang sanga (9), bade bert- upang solas (11) (Titib, 2001: 132) menyebutkan wadah mirip dengan bade, namun tidak me- makai atap tumpeng, demikinan pula pada bagian bawah tidak memakai badawangnala, dan dililit oleh naga, tetapi memiliki filosofi hampir sama dengan bade. Bade adalah tempat besar dan tinggi untuk mengusung jenazah yang dibakar di kubu- ran (Anandakusuma, 1986:14). Pengertian lebih spesifik dapat dilihat pada Kamus Bali Indo- nesia, khususnya istilah arsitektur tradisonal Bali yang menyebutkan bade adalah tempat usung mayat yang terbuat dari rangkaian kayu atau bambu yang dirakit, mempergunakan kontruksi batang-batang bambu dan bilah-bilah anyaman yang dirakit dalam bentuk menara, serta dihi- asi dengan pemasangan elemen-elemen yang dapat dikerjakan dengan cepat, indah dan cukup ringan, ada juga pemerapan hiasan ditempelkan kertas-kertas berwarna-warni dengan tatahan tembus dipasang di atas kertas dasar, pada beberapa bagian dipakai juga kapas berwarna dile- takkan membentuk patra-patra/ pataron hiasan (Jiwa, 1992).

Ragam hias pada bade Ragam hias pada bade terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kaki, bagian badan dan

424 bagian kepala. Pertama bentuk pepalihan yang terdapat di bagian kaki adalah gabungan dari lima pepalihan yang saling berkaitan antara pepalih satu dengan yang lainnya. Diurut dari bawah, pepalih bacem, pepalih bacem, pepalih gunung tanjak dan pepalih gunung gelut. Ragam hias pada bagian badan terdiri dari gabungan antara pepalihan padma negara, pepalih sancak dan pepalih taman. Ragam hias pada bagian kepala.

Ornamen Pada wujudnya dengan ragam hias atau ornamen yang lengkap, bade dipergunakan oleh para pejabat pada masa kerajaan seperti raja, kerabat raja, mentri dan para patih yang sampai saat ini masih mentradisi dipakai oleh keturunannya meskipun tidak memiliki jabatan seperti leluhurnya di masa silam. (Suyoga, 2014:120). Dalam perkembangan arsitektur tradisional Bali, ornamen terbagi tiga, yaitu Ornamen Keketusan, Ornamen Kekarangan, dan Ornamen Pepatran. a. Ornamen Keketusan Ornamen Keketusan adalah sebuah hasil karya seni yang ide/konsep dasarnya diambil dari ben- da-benda alam, tumbuh-tumbuhan, dan juga binatang. Tujuan ornamen keketusan diciptakan un- tuk mengisi bagian-bagian pepalihan (bagian-bagian yang berbentuk segi-empat panjang, seperti pundan berundak-undak), dari bangunan arsitektur tradisional Bali. Ada beberapa jenis keketusan pada arsitektus tradisional Bali, yaitu Ornamen keketusan kakul-kakulan, Ornamen keketusan geng- gong, Ornamen keketusan api-apian, Ornamen keketusan tali ilut, Ornamen keketusan mas-masan, Ornamen keketusan gigi barong/ceracap, Ornamen keketusan bias membah, Ornamen keketusan batu-batuan, Ornamen keketusan paku pipit, Ornamen keketusan batun timun, Ornamen keketu- san huruf T, Ornamen keketusan huruf L dan Ornamen keketusan kuta mesir. b. Ornamen Kekarangan Ornamen Kekarangan adalah sebuah hasil karya seni yang ide/konsep dasarnya diambil dari muka binatang yang hidupnya di air, darat, udara, muka manusia dan muka dewa-dewi. Bentuk kekaran- gan ini bertujuan menghias bagian-bagian pojok/sudut dan bagian tengah dari bangunan rumah pribadi, rumah adat dan bangunan suci. Makna yang terkandung pada ornamen kekarangan adalah simbol-sim- bol kekuatan alam yang hidup didunia ini. Ada beberapa jenis kekarangan pada arsitektur tradisional Bali,

425 yaitu Ornamen Karang Gajah, Ornamen Karang Tapel, Ornamen Karang Goak, Ornamen Karang Daun, Ornamen Karang Bentulu, Ornamen Karang Dedari, Ornamen Karang Rangda, Ornamen Karang Sai, Ornamen Karang Singa, Ornamen Karang Garuda, Ornamen Karang Barong, Ornamen Karang Boma, Ornamen Karang Batu, Ornamen Karang Naga, Ornamen Karang Empas/Kura-Kura Raksasa, Ornamen Karang Angsa, Ornamen Karang Celeng/Babi dan Ornamen Karang Wilmana.

c. Ornamen Pepatran Ornamen pepatran adalah ornamen yang ide/konsep di ambil dari tamanan yang merambat, seperti: tanaman labu, pare, timun, dan tanaman merambat liar, yang biasanya numpang pada pohon-pohon besar sebagai pagar rumah. Tanaman ini oleh senimannya diru- bah/dideformasi/distilir menjadi sebuah karya seni berupa pengulangan, baik secara meling- kar/lurus dikenal dengan nama pepatran. Tujuan pepatran ini adalah untuk menghias rumah pribadi/adat/tempat suci yang khusus berkembang di Bali. Berikut ini pepatra yang diterapkan pada bangunan rumah pribadi/adat dan tempat suci, yaitu Ornamen Patra Samblung, Ornamen Patra Ulanda, Ornamen Patra Punggel, Ornamen Patra Cina, Ornamen Patra Sari, Ornamen Patra Banci dan Ornamen Patra Prancis. (http://gungjayack.blogspot.co.id diakses 10 Juni 2016) Dalam rancangan busana wanita yang terinspirasi oleh ragam hias bade, ornamen yang digunakan oleh pencipta adalah Ornamen Patra Samblung, Ornamen Patra Sari, Ornamen Pa- tra Ulanda dan Ornamen Kekarangan Goak.

Deskripsi Desain Ready To Wear

Gambar 1. Deskripsi Ready to Wear (sumber: Agung Malini, 2016)

426 Desain terinspirasi dari Ragam hias bade yaitu pada bagian cape berbentuk seperti ring-ring pada hiasan bade, desain busana. Middy dress di bawah lutut berwarna hitam yang terdiri dari bust- ier dan rok middy dengan tumpukan di tambah dengan cape dibagian atas bustier dengan patra sari sebagai ornamen penghiasnya. Middy dress melambangkan keagunan yang terlihat dari Ragam Hias Bade, tumpuk-tumpuk pada rok juga menjadi tingkatan bentuk Ragam Hias untuk memberi kesan indah melihat dari segi estetika. Teknik penjahitan menggunakan jahit mesin. Material dress: Kain satin bridal, kain duchess, kain furing, kain tile kaku dan cat prade.

Deskripsi desain Ready to Wear Deluxe

Gambar 2. Deskripsi Ready to Wear Deluxe (sumber: Agung Malini, 2016)

Desain terinspirasi dari Ragam Hias Bade dengan mengunakan warna hitam dengan motif prade, karya ini terdiri dari tiga bagian yaitu 1) blouse motif part, full prade dengan ornamen patra sari pada bagian lengan, bagian depan patra samblung, dan bagian belakang menggunakan patra ulanda 2) long skirt hitam dengan detail kerutan yang bertumpuk-tumpuk 3) bagian dalam long skirt pencipta membuat desain celana pendek. Pada bagian blouse dari busana diberi potongan dan dibagian long skirt di beri belahan di bagian tengah long skirt agar pada saat si pemakai berjalan terlihat celana pendek di dalam dan ter- kesan sexy saat si pemakai menggunakan busana. Bahan yang digunakan pada karya ini antara lain: kain satin bridal dan kain satin silIki berwarna hitam. Detail aplikasi menggunakan prade dengan warna emas pada blouse agar terlihat elegan. Teknik penjahitan menggunakan jahit mesin

Material dress: Kain satin bridal, kain furing, kain satin silky dan cat prade

427 Deskripsi desain Haute Couture Desain terinspirasi dari Ragam Hias Bade dengan mengunakan warna hitam dan motif prade, karya ini terdiri dari tiga bagian potongan yaitu: bustier, long skirt dan houdie pada ba- gian luar dari dress. Bahan utama yang digunakan pada karya ini adalah 1) bustier terbuat dari bahan satin bridal dengan aplikasi prade dengan motif patra sari di bagian atas dan kombinasi patra sari dan patra ulanda di bagian bawah 2) long skirt dengan siluet A dengan bahan satin bridal, menggunakan lapisan tile kaku dan katun golden mela, 3) houdie dengan bahan bludru berwarna hitam dengan aplikasi karang goak pada bahu.

Gambar 3. Deskripsi Haute Couture (sumber: Agung Malini, 2016)

Pada bagian bustier diberi detail prade emas di bagian tengah, samping, belakang dengan kain warna hitam dan bagian depan di tambahkan unsur hiasan yang ada pada bade yaitu lelanc- ingan yang berarti panjang untuk menghantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir den- gan warna putih yang berarti suci, yang di hiasi dengan brokat yang di tambah payet agar terlihat berkilau. Bagian long skirt yang bertumpuk-tumpuk yang memasukan unsur bade yang bertump- ang pada busana ini dan houdie bagian luar mengunakan bahan bluduru dengan detail bordir dan pencipta mengunakan dua buah karang goak terbuat dari kulit yang ditatah agar terlihat elegan dan dramatic. Teknik penjahitan adi busana menggunakan teknik jahit 80% dengan detail jahitan tangan Material dress: Kain satin bridal, kain furing, kaib bludru, kain brokat payet batangan dan pasiran, bordir dan cat prade.

428 Prinsip Desain dan Elemen Seni pada Busana Wanita dengan Inspirasi Ragam Hias Bade Ready to Wear Prinsip Desain Elemen Seni Garis Garis lurus pada busana ready to wear digunakan untuk kesan yang tegas dan kuat. Terlihat pada Harmoni bagian rok terdapat garis lurus. Harmoni pada busana ini terlihat pada garis lengkung dari cape. Garis lengkung dibagian cape mengelilingi bagian pundak si pemakai.

Irama Irama pada busana ready to wear terlihat Bentuk pada motif patra dan pengulangan Bentuk dari desain diatas menyerupai bentuk ring- bentuk patra dibagian cape. ring yang berada pada unsur ragam hias dari bade.

Keseimbangan Tekstur Keseimbangan atau balance pada Dalam busana ready to wear tekstur yang terlihat busana ready to wear menggunakan mengkilat dan kaku. simetris yaitu bagian kanan dan kiri.

Tabel 1. Tabulasi Pinsip Desain dan Elemen Seni ”Ready To Wear”

Sumber: Dokumen Pribadi, Malini (2016)

429 Ready to Wear Deluxe` Prinsip Desain Elemen Seni

Irama Pada busana ready to wear deluxe

irama terlihat pada pengulangan Garis kerutan-kerutan yang bertumpuk- Garis lengkung pada busana ready to tumpuk dibagian rok. wear deluxe memberikan kesan luwes dan feminism terlihat dibagian rok busana diatas.

Kontras Kontras pada busana ready to wear Motif deluxe terlihat dibagian warna gelap Motif dari busana ready to wear deluxe terang dari busana, bagian rok gelap terlihat dibagian belakang busana ini yang di dan bagian blouse di dominasi dengan ambil dari motif Ragam Hias bade. warna emas. Warna Warna yang digunakan pada busana ini yaitu warna hitam dan emas. Warna hitam diambil dari simbol kematian dan warna emas diambil dari Ragam Hias pada bade.

Harmoni Harmoni pada busana ready to wear deluixe pada garis lengkung dibagian rok yang menimbulkan kesan keselarasan.

Tabel 2. Tabulasi Pinsip Desain dan Elemen Seni ”Ready To Wear Deluxe” Sumber: Dokumen Pribadi, Malini (2016)

430 Haute Couture Prinsip Desain Elemen Seni

Bentuk Bentuk yang terlihat pada busana haute Keseimbangan couture bentuk lelancingan pada ragam hias Keseimbangan pada busana haute bade ada dalam busana diatas. couture menggunakan simetris yaitu pada bagian kanan kiri yang seimbang. Tekstur Pada busana haute couture ini terkstur yang terdapat adalah tekstur kaku pada prade dan kekarangan goak, tekstur lembut terdapat dikain bludru dengan tekstur lembut.

Warna Warna yang digunakan pada busana ini yaitu warna hitam dan emas. Warna hitam diambil dari simbol kematian dan warna emas diambil dari ragam hias pada bade dan Kontras warna putih menggambarkan lelancingan Kontras pada busana haute couture dalam ragam hias bade. terlihat pada warna busana yang serasi dan motif dari busana, warna hitam, emas dan putih

Irama Irama pada busana ini terlihat pada motif brokat yang berulang-ulang di lelancingan yang berwarna putih.

Tabel 3. Tabulasi Pinsip Desain dan Elemen Seni ”Haute Couture”

Sumber: Dokumen Pribadi, Malini (2016)

431 PENUTUP Kesimpulan Material yang digunakan dalam busana wanita dengan ide unsur Ragam Hias pada Bade adalah pada busana Ready to Wear dengan material, dibagian cape dan bustier menggunakan kain duchess warna hitam, kain satin bridal warna hitam digunakan pada rok dari busana Ready to Wear, bagian dalam rok dari busana ini menggunakan tile kaku dan kain golden mela sebagai furing. Busana Ready to Wear Deluxe menggunakan material, kain satin bridal pada blouse, rok menggunakan material kain silki dan pada bagian dari rok menggunakan celana pendek berwarna hitam. Dalam busana Haoute Couture material yang di pergunakan kain satin bridal pada bustier dan rok pada busana, kain satin putih dalam busana sebagai lelancingan dalam karya, outer dalam karya ini menggunakan material kain bludru. Bentuk yang terdapat dalam busana wanita dengan ide unsur ragam hias pada bade dalam karya busana Ready to Wear, Ready to Wear Deluxe dan Haute Couture bentuk siluet A yang diartikan sebagai bentuk dari unsur Ragam Hias pada Bade. Aplikasi yang digunakan dalam busana wanita dengan ide unsur Ragam Hias pada Bade, busana Ready to Wear menggunakan cara pengaplikasian motif dengan teknik cap meng- gunakan prade dibagian cape dan bustier dalam busana wanita dengan unsur Ragam Hias pada Bade, Ready to Wear Deluxe dengan aplikasi pada bagian blouse full menggunakan cara meng- gaplikasikan motif prade cap, dan yang terakhir adalah busana Houte Couture menggunakan empat cara pengaplikasian yaitu: bagian utama dari busana menggunakan teknik prade cap, aplikasi dengan kain putih yang di hiasi brokat dan di taburi payet, bagian outers menggunakan aplikasi bordir dan karang goak yang di ukir dibagian lengan busana Haute Couture. Pada akhirnya hasil dari pengalaman dan proses kreatif selama empat tahun menempuh pendidikan di jurusan desain mode ISI Denpasar ini dapat terwujud melalui karya- karya yang terselesaikan sebagai Tugas Akhir. Karya - karya inilah wujud kreatifitas dan kemampuan penu- lis dalam bidang seni terutama desain mode sebagai pijak penglaman untuk melanjutkan proses selanjutnya.

432 Saran- saran Penciptaan karya seni merupakan rangkaian proses yang panjang dan bertahap. Pros- es pengolahan ide berdasarkan pengalaman sangat menentukan hasil akhir karya yang dicip- takan. Dalam hal ini penulis menciptakan karya desain mode berdasarkan pengalaman yang di peroleh selama perkuliahan hingga saat ini. Kekayaan seni tradisi di Indonesia yang sangat beragam tidak akan pernah habis untuk digali dan dikembangkan menjadi karya seni yang lebi inovatif tanpa meninggalkan nilai- nilai budaya yang melandasi. Karya ini menawarkan sebuah pengalaman dalam bidang desain mode. Bagi penulis desain mode bukan hanya terkonsentrasi pada desain yang dibuat dan proses pembuatan karya namun juga bagaimana mematangkan sebuah konsep untuk menciptakan karya yang memiliki nilai- nilai seni sekaligus memiliki nilai fungsional. Selain menghadirkan sebuah bentuk karya yang kreatif dan inovatif, karya busana ini diharapkan mampu memberikan warna dan corak baru dalam dunia seni dan khususnya desain mode. Selain bentuk desain dan pengaplikasian unsur ragam hias yang digunakan diharapkan makna, maksud dan tujuan dari karya ini dapat tersampaikan.

DAFTAR PUSTAKA Anandakusuma, Sri Reshi. 1986. Kamus Bahasa Bali. Denpasar: CV. Kayumas Agung. Chodijah, dan Alim Zaman, Moh. 2001. Desain Mode Tingkat Dasar. Jakarta: Meutia Cipta Sarana. Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gomudha, I Wayan. 2008. Jelajah Arsitektur Hunian Tradisional Bali. Pustaka Arsitektur Bali. Denpasar: Ikatan Arsitektur Indonesia Daerah Bali Gunawan, Belinda, dkk. 2009. Kain. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Guritno, Suryo, dkk. 2011. Theory and Application of IT Research- Metodologi Penelitian Te- knologi Informasi. Yogyakarta: Andi. Hardisurya, Irma, dkk. 2011. Kamus Mode Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Iqra’al-Firdaus. 2010. Inspirasi- inspirasi Menakjubkan Ragam Kreasi Busana. Yogyakarta: DIVA Press.

433 Jiwa, Ida Bagus Nyoman. 1992. Kamus Bali Indonesia, Bidang Istilah Arsitektur Tradisional Bali. Cet.I. Denpasar: PT. Upada Sastra. Kattsoff O, Louis. 1953. Elements of Philosophy. St. Louis Educational Publisher. Sachari, Agus. 2002. Estetika, Makna, Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit ITB Sanyoto, Sadjiman Ebdi. 2005. Dasar-dasar Tata Rupa dan Desain (Nirmana). Yogyakarta: Arti Bumi Intaran. SP. Gustami. 1983/1984. “Seni Ukir dan Masalahnya”, Yogyakarta: STSRI “ASRI. Sumarini, dkk. 2012. Ornamen Dekorasi Keramik. Denpasar: Penerbit Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar bekerjasama Hijrah. M. Sumarsono, HM. Sonny. 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suyoga, I Putu Gede. 2014. Arsitektur Bade, Transformasi Konsep Menuju Bentuk. Gianyar: Yayasan Kryasta Guna. Titib, Made. 2001. Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu. Surabaya: Badan Litbang Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat bekerjasama dengan Penerbit Paramita Windhu, Ida Bagus Oka, dkk. 1984. Bangunan Tradisional Bali serta Fungsinya. Denpasar: De- partemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Proyek Pengembangan Kesenian Bali. 1984/1985. Wirya, 1994. “Bade Padma Negara” (Skripsi). Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Den- pasar.

434 DESAIN INTERIOR PUSAT PELAYANAN MOTOCROSS BALI

I Gede Nyoman Wahyu Ananta, 201205007 Program Studi Desain Interior, Institut Seni Indonesia Denpasar E-mai: [email protected]

Abstrak Olahraga motocross di Indonesia sudah mulai dikenal sejak dahulu terutama di ko- ta-kota besar. Tetapi fasilitas yang ada di Bali masih belum memadai. Maka dari itu dibutuhkan suatu tempat yaitu Pusat Pelayanan Motocross ini dengan tujuan agar semua kebutuhan yang dibutuhkan oleh para penggemar olahraga motocross di Bali dapat terpenuhi. Selain itu mas- alah yang menjadi kendala para penggemar motocross adalah tempat menuangkan kreatifitas penghobi motor yang belum ada di Bali. Jika ingin melakukan aktivitas olahraga motocross ini, mereka bias keluar kota. Maka, di Pusat Pelayanan Motocross ini disediakan beberapa ruangan yaitu Receptionis, Lobby, Cafeteria, Mini Exhibition, Training Room, Garage. Sehingga mereka dapat menuangkan kretifitas pada Pusat Pelayanan Motocross dan tidak perlu untuk keluar kota. Kata kunci— Motocross, Olahraga, Bali.

Abstract Sports motocross in Indonesia has been known since time ago, especially in big cities. But the existing facilities in Bali is still inadequate. Therefore we need a place that’s Motocross Service Center with the aim that all the requirements needed by sports fans of motocross in Bali can be met. In addition to the problems that constrain the motocross fans pour creativity is a motorcycle hobbyist who are not in Bali. If you want to do sports activities motocross, they bias out of town. So, in this Motocross Service Center provided some room ie Receptionis, Lobby, Cafeteria, Mini Exhibition, Training Room, Garage. So that they can pour kretifitas at Motocross Service Center and do not need to get out of town. Keyword - word Motocross, Sports, Bali.

435 PENDAHULUAN Motocross adalah bentuk olahraga sepeda motor atau balap kendaraan roda 2 segala medan yang diadakan pada sirkuit offroad terbuka atau tertutup. Olahraga motorcross pertama kali diselenggarakan pada tahun 1924 dan sejak saat itu motocross tumbuh dalam popularitas. Pada Tahun 1980-an olahraga disiplin ini mulai diselenggarakan diberbagai negara. Motocross terbagi dari freestyle, supermoto, atau supercross. Sebutan motocross adalah kombinasi dari dari kata motorcycle dan cross country. (Pandu,2013:23) Olahraga ini dilangsungkan di Bali dengan tikungan tajam dan curam. Kebanyakan dari semua arena adalah arena outdoor yang ditata terlebih dahulu atau memang sudah tertata de- mikian dari alam. Layaknya di Bali, situasi dan kondisi alam yang extrim di beberapa tempat seperti di dalam hutan, padang rumput, jalanan bebatuan dan sebagainya yang masih tergolong bersih dan tidak tercemar. Faktor tersebut menyebabkan secara perlahan-lahan olahraga ini mulai digemari oleh banyak orang, terutama bagi para pecinta alam dan mereka yang menyukai olahraga yang menantang adrenalin. Awal mula balap motocross di Bali pada tahun 1990-an dengan trek off-road, ada ban- yak penggemar motocross yang kecanduan setelah diadakannya balapan tersebut. Tokoh yang paling terkenal pada masa itu adalah Putu Arsa asuhan dari Motocross Malang. Pada perten- gahan tahun 1990 penghobi motocross di Bali mulai menurun dikarenakan kurangnya fasilitas yang mewadahi. Pada tahun 2000-an di Bali, para penggemar sudah lebih mudah untuk mendapatkan perlengkapan-perlengkapan yang berhubungan dengan motocross ini. Sudah terdapat beberapa toko yang menjual peralatan dan perlengkapan motocross, jadi para riders bisa mendapatkan- nya dengan mudah. Tetapi itupun masih belum mencukupi permintaan dari para konsumen. Ada satu hal yang sangat penting yang masih belum tersedia yaitu wadah untuk mereka selain bertemu, berkumpul dan bertukar informasi, juga untuk memperkenalkan lebih jauh tentang motocross. Jika mereka ingin berkumpul harus ke tempat-tempat umum dan mungkin bisa jadi ke luar kota saat megadakan acara race. Keadaan itu yang membuat hubungan para riders tidak bisa terlalu dekat dan informasinya terbatas. Bukan hanya itu mereka membutuhkan suatu wa-

dah dimana untuk dapat menuangkan kreativitas mereka dalam hal bermotor. Hal ini yang menjadi dasar pemikiran untuk merancang sebuah tempat yang dapat

436 menunjang kemajuan aktivitas olahraga motocross, dengan adanya fasilitas seperti bengkel, mini exhibition, toko spare part, mini café, area simulasi,dan area meeting. Para penggemar olahraga motocross akan dapat dengan mudah melakukan interaksi dengan para riders . Dengan berdasarkan pada semua data-data yang telah dikumpulkan dan permasalahan yang menjadi dasar pemikiran perancang, maka perancang bertujuan merancang suatu interior untuk pusat pelayanan motocross yang sebelumnya belum pernah ada di Bali. Pada kasus pu- sat motocross ini penulis mengambil konsep cross over kiranya mendukung untuk aktifitas dan kretifitas anak-anak cross. Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan se- bagai berikut: a. Bagaimana merancang sebuah Pusat Pelayanan Motocross sesuai dengan konsep cross over yang mampu memberikan ciri khas dan mampu memberikan daya tarik bagi pengunjung? b. Bagaimana desain interior Pusat Pelayanan Motocross Bali yang dapat memberi wawasan atau informasi bagi penghobi motocross dan masyarakat umum ?

METODE PERANCANGAN Metode kepustakaan Merupakan pengumpulan data tekstual dengan memanfaatkan buku atau literatur se- bagai bahan referensi untuk memperoleh kesimpulan-kesimpulan atau pendapat para ahli den- gan mendapatkan kesimpulan tersebut sebagai metode tersendiri. (Ary, 2005:165) Untuk menunjang terciptanya sebuah desain Interior Pusat Pelayanan motocross, maka penu- lis mencari data-data literatur yang berkaitan dengan Pusat Pelayanan motocross serta konsep yang diambil dari berbagai buku dan media lainnya.

Observasi Merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pen- gamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. (Syaodin, 2006:220) Dalam proses ini pengumpulan data dimulai dari mengamati langsung lokasi studi kasus men- genai objek yang akan dibahas dan mencatat secara sistematis hal-hal yang berhubungan den- gan kasus Pusat Pelayanan Motocross tersebut. Dalam metode observasi, penulis juga men-

437 gamati desain pusat bengkel yang sudah ada dan menerjemahkan kembali dalam bentuk tulisan dan gambar sehingga dapat dimengerti yang nantinya digunakan dalam proses perancangan.

Wawancara Wawancara merupakan suatu pertemuan dua orang untuk bertukar informasi melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. (Esterberg, 2002:245) Wawancara tersebut dilakukan dengan pemilik bengkel, beberapa staff lainnya dan pelaku motocross yang nantinya digunakan sebagai parameter. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai sistem Bengkel yang ada.

Dokumentasi Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang diperoleh bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dari do- kumen yang ada pada informasi dalam bentuk tulisan, gambar atau foto, karya seni dan karya pikir. (Satori, 2009:148) Dokumentasi pada studi ini berupa kumpulan foto dengan kamera dari kasus maupun parameter yang diperoleh berupa foto-foto ataupun image dari buku atau media lainnya tentang unsur-unsur pembentuk ruang dan interior Pusat Pelayanan Motocross.

PEMBAHASAN Desain Denah penataan yang baik tidak hanya penempatan yang efisien, properti yang tepat tetapi penempatan prabot menjadi yang lebih penting. (Ching 1989.P 289). Sesuai dengan zonasi yang ada diatas maka di dapatkan bentuk ruang yang sesuai kebutuhan, serta beberapa bentuk yang menyesuaikan dengan aktivitas pengunjung serta karyawan. Di da- lam masing-masing ruangan, sudah di bagi menurut fungsi ruangnya masing-masing yaitu :

438 Gambar Desain Penataan

Sumber : Mahasiswa

Lobby Penataan pada lobby dilengkapi degan 4 set sofa yg ditata di bagian kiri lobby, dan ter- dapat 5 buah set kursi bar dari bahan besi yang di tata berjejer dilengkapi dengan meja pada lobby dimaksudkan untuk memecah penempatan tamu dan untuk tempat bersantai tamu juga dapat mengakses wifi. Kemudian pada bagian tengah lobby diletakkan dekorasi. Kemudian meja receptionis diletakkan di kanan lobby.

Ruang Receptionist Penataan pada ruangan receptionist di tempatkan pada bagian kanan lobby terdapat meja melengkung agar dapat memberi kenyamanan pelayanan terhadap pengunjung.

Bengkel Pada penataan bengkel ini terdapat rak perlengkapan dan lemari menyimpan alat-alat motorcross. Dan sebuah stan/meja hidrolik yang di gunakan sebagai perbaikan motorcross.

Area Mini Exhibition Penataan pada area mini exhibitioin ini menggunakan pola terpusat dengan bentuk ru- ang yang dinamis/lingkaran dilengkapi juga dengan meja display yang melingkar dan dileng-

439 kapi dengan kecanggihan elektronik yang bias langsung mengakses spesifikasi motorcross yang dipajang

Area Training Area training yang dimaksud adalah area tempat berlatih awal menggendari motocross, yang dilengkapi dengan 3 simulator dan 1 proyektor untuk membimbing para rider. Mini Circuit Mini circuit dimaksudkan untuk tes trek pada saat perbaikan motor sudah selsai, mini circuit ini merupakan area in door dengan 3 tinkungan dengan lusr cirukuit 100m² mempunyai 3 ti- kungan dan bereman yang tidak begitu tinggi±50cm.

Gambar Potongan Pusat Pelayanan Motocross Bali

Sumber : Mahasiswa

Penggunaan cat tekstur atau cat “kamprot” untuk finishing dinding berdasarkan dari filosofi konsep sendiri yang memang bersifat kasar dan menggambarkan „kekerasan dari -mo tocross sendiri. Pada dinding-dinding ruang atau area tertentu tidak menggunakan cat tekstur,

440 melainkan menggunakan cat tembok biasa dan keramik. Hal itu berdasarkan oleh fungsi dari ruang itu sendiri yang tidak memungkinkan penggunaan cat jenis tekstur.

Gambar Fasad Pusat Pelayanan Motocross Bali

Sumber : Mahasiswa

Gambar Lobby Area Pusat Pelayanan Motocross Bali Sumber : Mahasiswa

441 Gambar Mini Exhibition Area Pusat Pelayanan Motocross Bali

Sumber : Mahasiswa

Gambar 5.11 Café Area Pusat Pelayanan Motocross Bali

Sumber : Mahasiswa

442 Gambar 5.12 Toko Aksesoris Area Pusat Pelayanan Motocross Bali

Sumber : Mahasiswa

Penggunaan material berdasarkan dari kefungsionalan dengan desain yang estetis. Ma- terial yang digunakan di sini lebih banyak menggunakan besi/metal karena dilihat dari kegu- naannya, akan digunakan untuk menaruh benda-benda keras, pada pelafon juga lebih banyak menggunakan material besi untuk dapat menambah kesan dari konsep motocross itu sendiri.

PENUTUP A.Kesimpulan Dari semua uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : - Dengan menerapkan desain interior pada Pusat Pelayanan Motocross yang memberi ulasan mengenai Motocross dan pelatihan motor melalui desain interior Pusat Pelayanan yang penataan di dalamnya menyajikan pelatihan mulai dari cara awal hingga tehnik dan trick yang terbaru serta terdapat mini circuit pada pusat pelayanan motocross. - Menerapkan desain interior Pusat Pelayanan Motocross yang bukan hanya mempertimbangkan dari segi konsep namun juga dari segi edukasi yang di dapat pengunjung . Dirasa mampu memenuhi tuntutan fungsi dari desain Pelayanan Motocross yang diharapkan, yaitu sebagai wadah pembelajaran mengenai Motocross itu sendiri. Sehingga pengunjung tidak merasa bosan saat mengunjungi Pusat Pelayanan Motocross itu sendiri, maka dari itu secara tidak langsung dapat memberi daya tarik untuk berkunjung ke Pusat Pelayanan Motocross Bali tersebut.

B.Saran Adapun saran yang ingin disampaikan adalah : - Konsep hendaknya ditentukan berdasarkan kasus yang diambil, disesuaikan dengan kondisi

443 kebutuhan aktivitas dan permasalahan dilapangan. - Desain Interior hendaknya berpedoman pada konsep yang dipilih dan kriteria dari konsep tersebut sehingga memiliki tujuan yang jelas. - Pengaturan elemen – elmen interior harus memperhatikan standart keluasan dan ukuran yang dimiliki setiap unsur untuk menciptakan kenyamanan. - Kebutuhan manusia yang paling mendasar dan pertimbangan elemen manusia sebagai titik tolak perancangan seperti antropometri tubuh manusia dalam tuntutan pemenuhan nilai ergonomic harus tetap diperhatikan. - Perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah pesat khususnya dalam bidang desain interior, maka dari itu hendaknya lembaga perkuliahan selalu memperbaharui dan meningkatkan materi-materi perkuliahan yang telah ada,sehingga para mahasiswa mampu bersaing dalam dunia kerja pada saat lulus nantinya.

DAFTAR PUSTAKA Elson T.L, Laurentius. Pandu S, Andereas.2013.Konsep Perancangan Interior “Motocross Cen- ter” di Surabaya. Surabaya Ching, Francis D.K. 1987. Ilustrasi Desain Interior. Jakarta. Moleong, Prof. Dr. Lexy J. M.A. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Pile, John F. Interior Design Third Edition. New York, 2002. Suptandar, J. Pamudji. Desain Interior. Djambatan, Jakarta, 1999 Julius , Panero, Dkk, 1997. Dimensi Manusia & Ruang Interior, Jakarta : Erlangga. Mardalis,. 1995,. Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal, Bumi Aksara, Jakarta. Marlina Endy, 2006,.Panduan Perancangan Bangunan Komersial,Andi, Jakarta. Muhamin. Teknologi Pencahayaan. Refika Aditama Neuferst Ernst. 1991,. Data Arsitek, Jilid 2, Edisi kedua.Erlangga. Jakarta. Suptandar,Pamudji,1985,.Interior Design, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta,

444 DESAIN INTERIOR RESTORAN “WARUNG MAKAN DUKUH”

I Gd Nym Wira Maha Wangsa

Abstrak Restoran adalah sebuah layanan jasa makan dan minum yang dikomersialkan.Daya tarik restoran pada masa sekarang tidak hanya melalui masakan semata namun juga melalui desain interiornya.Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah Bagaimana mendesain suatu restoran yang menempatkan kearifan lokal setempat sebagai sumber imajinasi dan menampil- kan nilai- nilai keindahan melalui aplikasi konsep “The Balinese Field”.Untuk menjawab rumusan masalah diatas diperlukan tolak ukur mengenai ciri-ciri konsep dan aplikasinya dalam desain interior restoran. Metode desain yang digunakan dalam menganalisa masalah yaitu Metode Glass-Box dan Black-Box. Glass box yaitu metode dengan mencari data-data yang ada di lapangan didapat melalui survei dan melalui pustaka. Metode black-box mencari seluruh sumber data yang dilatarbelakangi oleh emosi maupun imajinasi yang berdasarkan proses pertukaran pikiran/ pengalaman atau apresiasi terhadap data-data yang bersifat fisik maupun nonfisik. Konsep “The Balinese Rice Field” dapat diciptakan melalui pengaplikasian terasering sawah dan makna-makna yang terkandung di dalam sawah bali tersebut. Sehingga dapat men- ciptakan sebuah desain interior bagiRestoran Warung Makan Dukuh. Fungsi fisiknya dapat menunjang aktivitas secara efektif dan fungsional, Fungsi nonfisik dapat menciptakan suatu interior yang estetis. Kata kunci :Restoran, Kearifan Lokal, Sawah Bali, Estetika.

Abstract Restaurant is an eating and drinking services are commercialized .The appeal of restaurant at the present time not only through a food, but also through the interior design. Issues discussed in this article is How to design a restaurant that puts local wisdom as a source of imagination and display the values ​​of beauty through the application of the concept of “ The Balinese Rice Field “. To answer the above problem formulation required benchmarks on the characteristics of the concept and its application in the design of the interior of the restaurant . Design methods used in analyzing the problem of Method Glass-Box and Black-Box. Glass box is a method to find the data that has been identified. black box method of searching the entire data source dilator background by emotion and imagination that is based on the exchange of thoughts / experience or appreciation of the data that is both physical and nonphysical.

445 Concept of “ The Balinese Rice Field “ can be created through the application of rice terraces and meanings contained in the Balinese rice fields . So as to create an interior design for the Span- ish Public Eating Hamlet. Physical function can effectively support the activities and functional , non-physical function can create an aesthetically pleasing interior. Keywords :Restaurants, Local Wisdom, Balipaddy field, Aesthetics.

PENDAHULUAN Berbagai jenis bisnis kuliner di Bali hadir dengan heterogenitas yang tinggi, mulai dari restoran, café, lounge and bar, dan lainnya dengan beragam konsep yang ditawarkan. Seiring dengan berjalannya waktu dan budaya, bisnis kuliner ini kini telah mengalami perluasan fungsi, dari yang semula hanya menawarkan makanan dan minuman untuk mengatasi rasa lapar, na- mun saat ini juga berfungsi sebagai penunjang gaya hidup seseorang.Tidak bisa dipungkiri bah- wa pesatnya perkembangan model desain interior selain mengikuti perkembangan zaman yang modern, juga banyak yang setia dalam mempertahankan budaya lokal atau biasa disebut den- gan local genius.Perkembangan model desain interior yang terinspirasi dari local genius mulai berkembang pesat karena memiliki nilai seni yang unik yang merupakan hasil perpaduan an- tara nuansa etnik, tradisi, serta budaya lokal.Oleh karena itu, penggabungan dari modernisasi dan kekayaan yang menjadi karakteristik budaya lokal mulai banyak diadaptasi.

MATERI DAN METODE Kepustakaan Mencari data sekunder yang akan mendukung dalam mendesain restoran, dan diperlukan untuk mengetahui sejauh mana ilmu yang berhubungan dengan desain restiran telah berkembang, atau sampai mana terdapat kesimpulan yang pernah dibuat. Mempelajari tentang buku-buku atau dari media informasi lainnya yang memiliki kaitan erat dengan restoran di lapangan.

Observasi Merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pen-

gamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam proses ini pengumpulan data dim- ulai dari survei lapangan dengan mengamati langsung kasus restoran yang akan didesain dan mencatat secara sistematis hal-hal yang berhubungan dengan kondisi fisik bangunan, seperti:

446 dimensi, bahan elemen dan lain-lain. Dalam metode observasi mahasiswa mengamati alur ak- tivitas, prilaku civitas, dan kebutuhan civitas yang diperlukan dalam restoran.selanjutnya diter- jemahkan kembali dalam bentuk tulisan dan gambar sehingga dapat mengerti dan digunakan dalam mendesain restoran.

Wawancara Wawancara dilakukan dengan owner restoran (I Gd Md Atita Wiradharma) untuk memperoleh keterangan sesuai seperti data fisik dan non fisik dari restoran Warung Makan Dukuh.Selain ituwawancara dilakukan langsung dengan pegawairestoran mengenai aktivitas civitas dan data mengenai fasilitas yang terdapat di restoran tersebut agar mahasiswa merancang fasilitas dan ruang yang lebih tepat.

Dokumentasi Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari owner restoran (I Gd Md Atita Wiradharma)sebagai narasumber, memperoleh informasi dari bermacam-macam do- kumen yang ada pada informasi dalam bentuk tulisan, gambar atau foto. Agar lebih akurat, maka perlu adanya dokumentasi (data visual berupa foto) objek yang ada guna melengkapi data yang diperoleh melalui metode observasi dan wawancara.Metode dokumentasi dilakukan den- gan menggunakan alat kamera.

447 Proses perancangan yang dijadikan dasar didalam mendesain interior restoran Warung Makan Dukuh, yang dijelaskan dengan skema berikut:

Gambar Skema Pola Pikir

Sumber: Data Mahasiswa

PEMBAHASAN Konsep Konsep Desain pada restoran “Warung Makan Dukuh” adalah “The Balinese Rice Field”. Konsep “The Balinese Rice Field” dipakai berdasarkan kebutuhan serta latar belakang masalah dari restoran “Warung Makan Dukuh”.

Latar Belakang Pemilihan Konsep Konsep sebuah desain adalah suatu jalan yang harus dilalui dalam urutan perencanaan. Konsep juga berfungsi untuk menghasilkan ekspresi dalam wujud perencanaan.Perencanaan tersebut diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan tuntutan estetika manusia. Konsep yang digunakan di Restoran Warung Makan Dukuh yaitu The Balinese Rice Field yang diterapkan di hampir keseluruhan Restoran.Konsep ini dipilih karena penulis ingin merepre-

sentasikan local genius dari Jatiluwih sebagai maskot dari Kabupaten Tabanan.Local genius san- gat ramah lingkungan dan berdampak positif bagi kehidupan warga masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut sebenarnya menunjukkan realitas social yang tidak saja membuktikan bentuk-ben-

448 tuk tanggung jawab etika dan moral, wujud dari keserasian dan keselarasan hubungan antara manusia dengan alam, akan tetapi juga menunjukkan bahwa secara naluriah manusia memili- ki kecenderungan untuk selalu memahami lingkungannya, menjalin ikatan yang sedemikian dekat dengan alam; juga merupakan cermin dari masyarakat yang mandiri.

Penjabaran Konsep

Gambar Penjabaran Konsep

Sumber: Data Mahasiswa

Konsep “The Balinese Rice Field” merupakan konsep yang menggambarkan sawah bali, dimana sawah bali terkenal akan system pengairannya atau yang sering disebut dengan subak. Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan sosio-kultural masyarakat setempat. Kesepadan teknologi system subak ditunjukkan oleh an- ggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara pemanfaatan air irigasi yang berlana- daskan Tri Hita Karana (Parahyangan, Pawongan, Palemahan). Pengertian parahyangan adalah Hubungan antara manusia dengan tuhan.Dalam hal ini parahyangan di aplikasikan dalam ele- ment dekorasi yang mengambil bentuk sanggah pengalapan sebagai element lampu.Pawongan adalah hubungan antara manusia dengan manusia, dalam Subak berarti hubungan yang har- monis antara anggota Subaknya atau Krama Subak.Hal ini memunculkan suasana yang hangat,

449 damai, kebersamaan yang di terapkan pada suasana restoran warung makan dukuh.Krama su- bak mempunyai peralatan saat berada di sawah, peralatan tersebut di pakai pada elem dekorasi dan fasilitas pada restoran.Material pada peralatan petani biasanya terbuat dari bamboo dan kayu, material tersebut di aplikasikan pada restoran.Pada pengaplikasian warna diambil dari warna bamboo (hijau) dan warna coklat dari kayu.Palemahan adalah hubungan yang harmo- nis antara manusia dengan lingkungan.Di aplikasikan pada bukaan ruang yang besar, sehingga kesan menyatu dengan alam dapat terwujud. Konsep “The Balinese Rice Field” juga dipadukan dengan gaya tropis.Untuk mewujudkan desain interior restoran “Warung Makan Dukuh” agar sesuai dengan konsep desain “The Balinese Rice Field”maka kriteria desain sebagai berikut : Bentuk organik Bentuk penataan tak teratur, bentuk yang bagian-bagiannya tidak serupa dan hubungan antar bagiannya tidak konsisten.Pada umumnya bentuk ini tidak simetris dan lebih dinamis dibandingkan bentuk beraturan.Bentuk tak beraturan bisa berasal dari bentuk beraturan yang dikurangi oleh suatu bentuk tak beraturan ataupun hasil dari komposisi tak beraturan dari ben- tuk-bentuk beraturan. 1. Dinamis Desain Yang Berkesan Bergerak, Semangat, Energik, Bertenaga. 2. Ramah Lingkungan Desain memperhatikan kelestarian lingkungan alam pada eksterior Restoran Warung Makan Dukuh 3. Penyesuaian terhadap iklim dan site Memperhatikan keadaan iklim dari kawasan Restoran Warung Makan Dukuh yaitu tropis se hingga bahan bangunan, fasilitas, dekorasi dan sebagainya dipilih yang tidak mudah rusak. Serta memanfaatkan potensi site sekitar dengan maksimal view Restoran Warung Makan Dukuh. 4. Bahan alami Menggunakan bahan-bahan alami pada bangunan dan fasilitas konsep Gitar dan juga mudah didapatkan.

450 Gambar Desain Denah PenataanRestoran “Warung Makan Dukuh”

Sumber: Karya Mahasiswa

Denah penataan Restoran Warung Makan Dukuhmengambil pola garis dinamis yang mengimplementasikan bentuk dari Terasering sawah jika dilihat dari tampak atas bangunan. Beberapa penataan disusun diagonal agar terkesan lebih dinamis.

451 Gambar Desain Potongan Restoran “Warung Makan Dukuh”

Sumber : Karya Mahasiswa

Gambar 3D Ruang Makan Subak Sungsang Restoran Warung Makan Dukuh

Sumber : Karya Mahasiswa

452 Gambar 3D Ruang Makan Subak AgungRestoran Warung Makan Dukuh Sumber : Karya Mahasiswa

SIMPULAN Restoran Warung Makan Dukuh di desain untuk memenuhi aktifitas dan memanjakan pengunjung dengan view yang berbeda di tabanan. KonsepThe Balinese Rice Field sangatlah tepat di terapkan pada kasus ini karena suasana pada restoran sangat mendukung local genius setempat yakni jatiluwih yang menjadikan icon tabanan. Konsep The Balinese Rice Field diter- apkan pada pemilihan material dan warna-warna yang digunakan pada ruangan. Harapannya civitas yang menggunakan interior ini lebih mengalami esensi dan filosofi di Restoran Warung Makan Dukuh sehingga dapat lebih memahami local genius setempat pada umumnya. Salah satu keberhasilan pada sebuah desain interior Restoran Warung Makan Dukuh adalah kenyamanan pengunjung ketika berada didalam area Restoran Warung Makan Dukuh itu sendiri. Dengan konsep ini teraplikasi pola sirkulasi yang lapang dengan akses yang jelas dan saling mendukung antara zona – zona yang terkait sehingga aktivitas yang berlangsung pada restoran ini dapat berjalan dengan lancar tanpa mengganggu aktivitas disekitarnya, hal ini ten- tunya akan mendukung untuk menciptakan kenyamanan civitas-civitas yang ada di dalamnya. Selain itu Desain Interior Restoran Warung Makan Dukuh nantinya akan ada suatu pengala- man baru pada pengunjung yang dapat di ceritakan pada teman-temanya.

453 DAFTAR PUSTAKA Iswoko, Titi Poerwaningsih. 1987. Tata Ruang Dalam. Yogyakarta: PT UGM Putra, Kandi. 2012. restoran. https://kandiputra.wordpress.com/2012/11/19/restoran /. Diun- duh tanggal 2 April 2016.

454 FOTOGRAFI ESAI KESEHARIAN TAWAN IRON MAN DARI BALI

I Gusti Agung Rismayana Ningrat [email protected] / 081999399741 Program Studi Fotografi Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Awal tahun 2016, media massa cetak maupun elektronik di Indonesia dihiasi dengan berita tentang Tawan Iron Man dari Bali. Berita tentang semangat Tawan yang berhasil mem- buat lengan robot dari barang bekas yang dapat membantu dirinya mencari nafkah untuk kel- uarganya setelah lengan kirinya mengalami stroke ringan. Tawan dijuluki Iron Man dari Bali karena alat bantu robot di tangan kirinya mirip dengan Iron Man, superhero fiksi karya Marvel. Keseharian Tawan menjadi topik utama dalam penciptaan karya Tugas Akhir ini. Visualisasi keseharian Tawan Iron Man dari Bali dilakukan dalam sebuah rangkaian cer- ita berupa fotografi esai dengan format tampilan hitam putih. Bentuk karya foto esai dipilih karena melalui foto esai, pencipta dapat memaparkan berbagai macam sudut pandang cerita dalam sebuah isu yang tidak mampu dipaparkan oleh karya foto tunggal. Foto esai itu pula terdiri atas beberapa subtematik foto dan diwujudkan atas dasar berbagai pendekatan termasuk dalam tataran ideasional dan teknikal. Karena itu diperlukan proses observasi yang mendalam serta proses pemotretan beberapa kali untuk mewujudkan karya fotografi yang tidak hanya ber- sifat informatif namun juga memiliki nilai estetis, sedangkan pemilihan tampilan hitam putih bertujuan agar penikmat foto dapat berfokus pada unsur bentuk, garis, tekstur serta makna dari sebuah foto. Melalui karya fotografi esai yang berjudul “Fotografi Esai Keseharian Tawan Iron Man dari Bali” pencipta ingin memberikan informasi kepada masyarakat luas bagaimana Tawan yang mengalami kelumpuhan di tangan kirinya, tapi dengan semangat dan usahanya mampu membuat lengan robot yang dapat membantunya untuk kembali bekerja dan menafkahi kelu- arganya. Karya foto ini diharapkan menjadi sumber inspirasi agar semangat juang Tawan yang tinggi dalam menjalani hidup disaat keterbatasan yang dimilikinya semoga dapat menginspirasi banyak orang agar tidak mudah putus asa dalam menjalani kehidupan. Kata Kunci: Keseharian, Tawan, Fotografi Esai.

455 PHOTOGRAPHY ESSAY DAILY LIFE TAWAN IRON MAN FROM BALI

Abstract Beginning in 2016, printed and electronic mass media in Indonesia is decorated with the news of Tawan Iron Man of Bali. News of the spirit Tawan who managed to make the robot arm from waste products that can help him earn a living for his family after his left arm suffered a minor stroke. Tawan dubbed the Iron Man of Bali as tools in his left hand robot similar to Iron Man, Marvel superhero fiction. Tawan everyday life become the main topic in the creation of this final project work. Visualization daily life of Tawan Iron Man from Bali performed in a series of stories in the form of essay photography with a black and white display format. The form of photo essay selected for through the photo essay, creators can describe a wide variety of viewpoints story in an issue that is not able to be presented by the work of a single photo. Photo essay that also consists of several photos and realized on the basis of a variety of approaches including the ideational and technical level. Because it takes a profound observation process and the process of shooting a few times to realize a photographic work that is not only informative but also have aesthetic value, while the selection of black and white display intended for photo lovers can focus on the elements of shape, line, texture and meaning of a photograph. Through the work of photographic essay entitled “Photographic Essay Daily Life Tawan Iron Man from Bali” creator wants to provide information to the general public how Tawan who suffered paralysis in his left hand, but with the spirit and the business is able to make a robotic arm that can be helped to return to work and support his family. This photographic work is expected to be a source of inspiration that Tawan high morale in life when inherent hopefully inspire people that are not easily discouraged in life. Keywords: Daily, Tawan, Photography Essay.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Minggu ketiga bulan Januari tahun 2016, media cetak seperti Bali Post, Tribun Bali, maupun media elektronik di Indonesia dihiasi pemberitaan tentang seorang pekerja las dari Bali yang dijuluki manusia Iron Man. Wayan Sumardana (31 tahun) atau yang biasa dipang- gil “Tawan” menggunakan tangan robot sebagai alat geraknya untuk mengganti tangan kirinya yang lumpuh total akibat terserang stroke ringan. Tawan memasang alat tersebut sejak bulan oktober 2005 yang lalu, ketika tangan kirinya tiba-tiba tak dapat digerakkan. Pria jebolan Seko-

456 lah Menengah Kejuruan Rekayasa (SMK) Denpasar itu memutar otak. Satu tekadnya, ia harus bisa kembali menggerakkan tangan kirinya untuk terus dapat bekerja mengais rezeki untuk mnghidupi ketiga putra dari hasil pernikahannya dengan Ni Nengah Sudiartini (27 tahun). Dua pekan setelah dinyatakan lumpuh, Tawan memutar otak. Berbekal pendidikan yang didapat di bangku SMK, ditambah belajar dari internet, ia mengumpulkan barang bekas yang dapat digunakan. Selanjutnya, Tawan merangkai barang-barang tersebut menjadi alat robotik yang dapat menggerakkan tangan kirinya. Upayanya dan kerja kerasnya berhasil. Meski seder- hana, Tawan mampu mengubah diri menjadi manusia robot. Tangan kirinya dapat kembali digerakkan dengan alat bantu yang ditempelkan di seluruh tangannya itu. Sementara motor penggeraknya ia gendong di punggung layaknya sebuah tas. Untuk menggerakkan apa yang diinginkannya, Tawan kemudian menyambungkan alat tersebut kepada sensor pikiran yang di- pasang di kepalanya. Awalnya, Koran Bali Post (14/01/16) memberi julukan pada Tawan yaitu manusia robot, tapi karena postingan dari 9gag.com (18/01/16) salah satu situs humor terlaris yang berjud- ul “The Real Iron Man-Create Robot From Scraps” akhirnya sampai sekarang Tawan dijuluki sebagai Iron Man dari Bali. Pemberitaan yang meluas serta wacana yang ada di media cetak maupun media sosial yang memperdebatkan kebenaran akan alat ciptaan Tawan inilah yang menyebabkan ia menjadi terkenal. Tapi kebenaran berita akan lengan robot yang diberitakan selama ini bukanlah menjadi fokus dari pengambilan tema ini melainkan semangat dan inspira- si yang bisa didapatkan dari perjuangan hidup yang dialami oleh Tawan. Meskipun dia memiliki kekurangan tidak dapat menggerakkan tangan kirinya karena stroke ringan, tidak membuat dia berhenti berusaha untuk menghidupi keluarganya. Dunia fotografi saat ini sudah tidak asing lagi keberadaannya di kalangan masyarakat umum, dimulai dari anak kecil, remaja, bahkan orang tua saat ini sudah mampu untuk mendokumen- tasikan setiap kejadian yang hadir dalam kehidupan keseharian mereka. Selain itu fotografi juga dapat dijadikan media untuk menghasilkan karya yang dapat di nikmati atau di lihat oleh mas- yarakat luas. Genre fotografi yang umumnya bertujuan sebagai media informasi adalah fotogra- fi jurnalistik. Pada umumnya fotografi jurnalistik adalah visualisasi nyata yang dilakukan oleh seorang fotografer yang di tujukan untuk mengkomunikasikan sesuatu yang penting.

457 Dalam Dunia jurnalistik terdapat tulisan esai (essay) yang secara etimologis berarti [1] karangan, esai (sastra), dan [2] skripsi (Gani, 2013: 113). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, esai diartikan sebagai karangan prosa atau karangan bebas yang membahas masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi si pencipta. Konsep ini menjadi pengembangan dalam dunia fotografi sehingga terbentuk genre baru yang disebut foto esai atau foto seri. Ada pula yang menyebutnya sebagai foto cerita (photo story). Seperti halnya dengan esai sebagai tu- lisan, esai sebagai foto juga menonjolkan unsur sastra, yaitu terdapat cerita dari sisi lain sebuah masalah yang disajikan melalui rangkaian foto. Berdasarkan uraian di atas maka pencipta mengangkat Esai Foto Keseharian Tawan Iron Man dari Bali sebagai sumber inspirasi. Semangat juangnya yang tinggi dalam menjalani hidup semoga dapat menginspirasi banyak orang agar tidak mudah putus asa dalam menjalani ke- hidupan.

METODE PENGUMPULAN DATA Karya penciptaan Fotografi Esai Keseharian Tawan Iron Man Dari Bali ini menggu- nakan satu metode penelitian, yaitu metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitianya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah data yang didapat dari hasil pengamatan dan pem- otretan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder didapatkan dengan membaca kepus- takaan berupa buku, jurnal ilmiah dan seni, majalah dan informasi yang terdapat pada situs internet. Selain itu, ada juga teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan, observasi dan studi dokumentasi. Karya fotografi ini tercipta karena adanya dua faktor yang mempengaruhi pencipta, yai- tu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal merupakan bentuk dari dari sebuah pe- mikiran pencipta untuk mengangkat nama dari kabupaten pencipta berasal, yaitu Karangasem.

faktor eksternal merupakan pengaruh dari fenomena media massa yang saat itu terus member- itakan tentang Tawan. Salah satu sosok inspiratif yang berasal dari Kabupaten Karangasem.

458 Dari pengaruh kedua faktor tersebutlah pencipta mendapat ide untuk memvisualisasikan fo- tografi esai keseharian Tawan Iron Man dari Bali, mengingat hal ini merupakan sebuah realita yang unik dan menarik. Dari ide tersebut kemudian pencipta pertama-tama melakukan pengamatan atau ek- splorasi ke bengkel las milik Tawan yang berada di Desa Nyuhtebel. Setelah diberi ijin oleh Tawan dilanjutkan dengan proses pemotretan. Kemudian dilanjutkan penyelesian karya foto. Untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal dilakukan proses pengolahan foto/editing. Da- lam penyajian karya dilakukan pencetakan untuk dipamerkan dalam sebuah pameran foto. Kajian pustaka yang relevan untuk penciptaan ini adalah buku Kamus Fotografi (2006) oleh R. Amien Nugroho yang membahas tentang makna fotografi, komposisi dan angle. Buku Diktat Fotografi (1996) oleh Leo Nardi yang juga membahas tentang Fotografi. Buku Fotografi Jurnal- istik (2004) oleh Audi Mirza Alwi yang membahas arti dari foto esai. Majalah Fotomedia (1994) yang membahas sejarah foto esai, serta buku The Negative (1981) karya Ansel Adams yang memperkenalkan teori zone system untuk fotografi hitam putih. Dalam fotografi terdapat juga unsur-unsur visual yang digunakan dalam berkarya, yang merupakan bahasa ungkapan dalam merealisasikan ide-ide yang ada. Unsur-unsur visual dalam karya fotografi yaitu cahaya, bentuk, warna, garis, tekstur dan ruang. Sedangkan unsur-unsur komposisi yang digunakan dalam berkarya yang merupakan acuan pada pembuatan karya yaitu pusat perhatian, kerumitan dan kesatuan. Menggambarkan keseharian Tawan Iron Man dari Bali, diperlukan beberapa teori un- tuk membedahnya. Menurut Kanglinger, teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proporsi saling berhubungan yang menyajikan suatu sudut pandang sistematik atas fenomena dengan menjabarkan hubungan-hubungan, bertujuan menjelaskan fenomena tersebut (Mulyana, 2002: 10). Adapun untuk memvisualisasikan karya fotografi esai keseharian Tawan Iron Man dari Bali terdapat tiga teori yang digunakan untuk mewujudkannya yaitu teori teori EDFAT, teori estetika fotografi dan teori zone system.

459 PEMBAHASAN Visualisasi Karya Melalui sebuah karya fotografi pencipta berupaya untuk memvisualisasikan keseharian Tawan Iron Man dari Bali dengan menerapkan teknik-teknik visual sehingga karya yang ter- cipta mampu menceritakan bagaimana sebenarnya keseharian dari Tawan. Ulasan karya bertu- juan untuk mengungkapkan tentang ide, konsep dan makna yang digunakan dalam penciptaan karya foto akan dijelaskan. Aktivitas pemotretan dimulai dari tanggal 10 Maret 2016. Pemotre- tan dilakukan pada pagi dan sore hari tergantung situasi di lapangan. Teknik yang digunakan dalam tahap pemotretan ini antara lain: eye level, bird eye view, frog eye view, DOF sempit, DOF luas, framing, dan yang paling penting yaitu moment. Untuk pencahayaan, pencipta me- manfaatkan cahaya alami / available light dan cahaya buatan / Artificial Light menggunakan flash eksternal. Karya Foto I yang Berjudul “Wawancara”

Gambar 1 “Wawancara” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 40 cm x 60 cm

Foto ini merupakan foto pembuka dari karya foto esai keseharian Tawan Iron Man dari Bali. Foto ini dipilih sebagai foto pembuka dikarenakan oleh peran serta media massa yang membuat Tawan menjadi terkenal seperti sekarang. Dalam foto ini terlihat Tawan yang sedang diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi.

460 Karya Foto II yang Berjudul “Before-After”

Gambar 2 “Before-After” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 60 cm x 80 cm

Foto-foto di atas merupakan bentuk pengaplikasian salah satu teori EDFAT yaitu ‘en- tire’. Kenapa bisa disebut entire karena menampilkan sosok seorang laki-laki, sosok sentral yang menjadi tokoh utama dalam karya foto esai ini. Foto ini dibuat kolase agar terlihat perbandin- gan antara Tawan saat tidak menggunakan alat bantunya dengan saat menggunakan alat bantu buatannya.

Karya Foto III yang Berjudul “Dua Sisi”

Gambar 3 “Dua Sisi” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 40 cm x 70 cm

Foto ini merupakan gambaran dari suasana kamar tidur sekaligus ruang kerja Tawan yang hanya dibatasi rak untuk menaruh buku dan meja untuk tempat komputer. Dalam foto ini terlihat Tawan yang sedang duduk, istrinya yang sedang metanding canang, dan salah satu anaknya yang terlihat duduk bermain di kasur.

461 Karya Foto IV yang Berjudul “Kenyamanan dalam Kebersamaan”

Gambar 4 “Kenyamanan dalam Kebersamaan” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 60 cm x 80 cm

Foto keempat adalah kolase dari 2 foto tentang suasana dari kamar tidur Tawan dan keluarganya. Kamar bukan hanya sebagai tempat untuk beristirahat saat malam dan sedang dilanda rasa kantuk. Ada beberapa orang yang melakukan pekerjaan, hobi, bermain, melepas stress dan lain-lain. Akan terasa nyaman jika keadaan kamar tidur terlihat rapi dimana semua barang-barang yang ada tersusun rapi dalam keadaan bersih, sehingga sedap dipandang dan menimbulkan perasaan tenang, itulah yang diterima otak jika melihat keadaan yang indah. Na- mun sangat berbeda dengan yang terlihat dari kondisi kamar tidur Tawan yang jauh dari kata bersih dan nyaman menurut saya. Tapi, bagi Tawan apapun keadaannya bila selalu bersama orang yang disayang, semua akan terasa nyaman.

Karya Foto V yang Berjudul “Anakku Semangatku”

Gambar 5 “Anakku Semangatku” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 40 cm x 60 cm

462 Dalam foto ini pencipta ingin menunjukkan pada para penikmat foto atau orang yang tertarik dengan kehidupan Tawan, bahwa semangat terbesar Tawan untuk terus bekerja dan melanjutkan hidupnya walaupun sedang sakit adalah anak-anaknya. Walaupun kehidupannya masih serba kekurangan, biaya hidup dan biaya sekolah yang terus meningkat, Tawan selalu berusaha untuk menghibur anak-anaknya.

Karya Foto VI yang Berjudul “Pray”

Gambar 6 “Pray” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 60 cm x 90 cm

Foto ini adalah foto bagaimana Tawan melakukan persembahyangan sesaat sebelum memulai pekerjaannya. Tawan terlihat duduk bersila sambil khusyuk mencakupkan kedua tangannya yang dibantu dengan topangan alat bantu di tangan kirinya, dengan sanggah yang seluruhnya terbuat dari besi.

Karya Foto VII yang Berjudul “Keseharianku”

Gambar 7 “Keseharianku” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 50 cm x 70 cm

Foto ketujuh adalah kolase foto saat Tawan mengelas dan memotong besi menggunakan ger- inda. Tapi dalam foto ini tidak terlihat penggunaan dari alat bantunya tersebut. Sebelum dan sesudah terkenal dengan julukan Iron Man dari Bali pekerjaan utama dari Tawan adalah tukang las. Setiap hari pasti ada saja order mengelas sesuatu atau apapun yang berhubungan dengan besi.

463 Karya Foto VIII yang Berjudul “Serius Bekerja”

Gambar 8 “Serius Bekerja” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 50 cm x 75 cm

Dalam foto ini terlihat Tawan sedang mengelas sebuah stang sepeda dengan bantuan alat bantu di tangan kirinya. Kacamata hitam yang menutupi matanya agar tidak silau saat mengelas membuat Tawan menjadi terlihat misterius. Ditambah lagi muka datar yang terlihat sangat seri- us saat mengambil perkerjaan inilah yang membuat pencipta memberikan judul foto ini “Serius B e k e r j a”.

Karya Foto IX yang Berjudul “Bersamamu”

Gambar 9 “Bersamamu” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 50 cm x 75 cm

Ada ungkapan yang berbunyi “Di belakang lelaki sukses pasti ada wanita yang hebat”, seperti itulah yang pencipta ingin sampaikan dari foto kolase ini kepada para khalayak semua. Dalam kolase ketiga foto ini terlihat bagaimana peran serta istri Tawan, Ni Nengah Sudiartini yang selalu berada di dekat Tawan untuk membantunya bila ada suatu hal yang tidak mampu Tawan lakukan sendiri.

464 Karya Foto X yang Berjudul “Cuma Tontonan”

Gambar 10 “Cuma Tontonan” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 40 cm x 60 cm

Dalam foto ini pencipta ingin memperlihatkan bagaimana interaksi Tawan dengan mas- yarakat desa sekitarnya. Sejak Tawan mengalami kelumpuhan, otomatis interaksi dirinya den- gan masyarakat hanya terjadi di bengkel lasnya. Sekarang menurut Tawan, dirinya dianggap artis oleh warga sekitar. Ini disebabkan oleh ramainya stasiun televisi atau wartawan yang hadir di rumahnya. Seperti foto di atas, warga sengaja datang ke rumah Tawan hanya karena melihat pencipta sedang memotret dirinya yang sedang bekerja.

Karya Foto XI yang Berjudul “Rehat Sejenak”

Gambar 11 “Rehat Sejenak” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 55 cm x 70 cm

Tubuh manusia bukan mesin yang setiap saat bisa dihidupkan, tubuh itu perlu juga namanya istirahat, meskipun hanya sesaat tubuh ini pasti akan merasa lebih baik dari sebelum- nya. Itulah yang mendasari terciptanya foto kesebelas ini, kolase dua foto yang memperlihatkan bahwa Tawan meskipun sudah dibantu dengan alat bantunya tersebut, dia tetap juga harus ber- istirahat dan makan untuk mengembalikan tenaganya yang terkuras setelah lelah bekerja. Karya Foto XII yang Berjudul “On Progress”

465 Gambar 12 “On Progress” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 40 cm x 60 cm

Tawan berkeinginan membantu orang-orang yang menderita kelumpuhan lewat alat bantu ciptaanya. Sejumlah orang pun sudah mendatangi bengkelnya dan meminta bantuan un- tuk membuatkan alat bantu gerak.

Karya Foto XIII yang Berjudul “Hasil Karyaku”

Gambar 13 “Hasil Karyaku” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 40 cm x 70 cm

Sejak diberi julukan Iron Man, semua hasil rancangannya Tawan pasti diberi tulisan tersebut. Iron Man Bali menurut Tawan adalah label dirinya dan untuk memberi tanda pada yang lain bahwa itu adalah hasil karyanya. Untuk itu pencipta memberi judul untuk foto ini “Hasil Karyaku”

Karya Foto XIV yang Berjudul “Sejajar”

466 Gambar 14 “Sejajar” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 50 cm x 70 cm

Dipilihnya judul “Sejajar” untuk foto di atas. Karena pencipta ingin menunjukkan ke- pada penikmat sekalian. Meskipun kita memiliki kekurangan juga tapi kalau kita mau berusa- ha dan tidak pernah pantang menyerah untuk membuktikan bahwa kita bisa juga membantu orang lain. Sama seperti Tawan meskipun alat bantu ciptaannya terlihat sangat sederhana dan mengeluarkan biaya yang lebih murah untuk membuatnya yang terlihat dari tampilannya, tapi karena keikhlasannya untuk membantu sesama itulah yang membuat hasil karya Tawan dapat disandingkan dengan alat bantu lainnya yang memang lebih mahal.

Karya Foto XV yang Berjudul “Akhirnya”

Gambar 15 “Akhirnya” Tahun 2016

Cetak foto digital pada Adhesive Ukuran karya 50 cm x 70 cm

Kolase dua foto di atas yang foto A menunjukkan Tawan saat bertemu dan diberikan apresiasi oleh Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumantri bersama Wakil Bupati Karangas- em I Wayan Artha Dipa. Foto B adalah tindak lanjut dari janji Bupati Karangasem saat bertemu dengan Tawan untuk membantu merekomendasikan ijin dan hak cipta untuk lengan robot cip- taanya. Dalam foto B memperlihatkan Tawan saat didatangi oleh tim gabungan antara Dinas Perijinan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Karangasem yang bertujuan

467 untuk mendaftarkan Tawan agar mendapatkan hak cipta akan ciptaanya dan ijin untuk produk- si alat bantu gerak yang menggunakan robot.

PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan atas berbagai penjelasan dan analisis dari uraian di atas, maka dapat diper- oleh beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Keseharian Tawan Iron Man dari Bali sangat unik jika divisualisasikan dalam fotografi esai dengan berbagai aktivitas kesehariannya seperti saat bekerja, beristirahat, sembahyang, dan memperlihatkan hubungan Tawan dengan masyarakat sekitar. Sehingga nantinya karya ini dapat memeberikan informasi tentang keseharian dari Tawan. 2. Adapun faktor- faktor yang mendukung sehingga karya foto keseharian Tawan Iron Man dari Bali jika divisualisasikan menjadi karya fotografi esai antara lain, kedekatan pencipta dengan objek dan hubungan antara satu karya dengan karya selanjutnya, sehingga menjadi satu cerita yang utuh tentang Tawan. 3. Setelah memvisualisasikan keseharian Tawan Iron Man dari Bali ke dalam fotografi esai, maka foto-foto tersebut dipulikasikan kepada masyarakat luas. Event yang tepat untuk mem- publikasikan penciptaan karya fotografi yaitu berupa pameran, bisa dengan pameran. Dengan pameran fotografi karya ini diharapkan pencipta agar memperoleh informasi tentang kesehari- an Tawan Iron Man dari Bali yang smpat menghebohkan masyarakat luas dengan pemberitaan- nya tersebut, juga memberi semangat kepada masyarakat luas yang sedang sakit atau kekuran- gan tetap melanjutkan hidup dan saling bantu dengan sesame seperti apa yang Tawan lakukan dan kerjakan saat ini.

Saran Berdasarkan atas uraian dari tulisan di atas, ada beberapa saran-saran yang ingin pen- cipta sampaikan, diantaranya : 1. Bagi mahasiswa fotografi agar selalu kreatif dalam berkarya dan selalu memiliki inovasi-ino-

vasi segar dalam mencari ide atau konsep pemotretan dan janganlah kiranya menanamkan sifat yang cepat puas dikarenakan hal tersebut dapat menimbulkan sikap yang angkuh dan sombong.

468 Untuk itu diperlukan sikap mental yang kuat dan siap menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak untuk dijadikan motivasi ke dalam pembentukan jati diri di masa yang akan datang. 2. Bagi lembaga / civitas akademika Institut Seni Indonesia Denpasar agar dapat menambah berbagai fasilitas pendukung kegiatan dalam belajar mengajar khususnya di Program Studi Fo- tografi ISI Denpasar sehingga dapat terciptanya sumber daya manusia yang berkompeten pada bidang fotografi. 3. Bagi masyarakat umum agar dapat melihat dunia fotografi dari segi media untuk berkreasi dan media untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang bersifat membangun. Kiranya juga masyarakat tidak hanya melihat fotografi sebagai alat untuk gaya-gayaan dan tidak hanya ter- fokus pada perlengkapan super canggih. 4. Bagi pemerintah seperti pemegang kebijakan agar orang-orang menginspirasi dan kreatif yang memiliki ide cemerlang seperti Tawan agar diberi perhatian lebih secara berkelanjutan agar gagasan kreatif dari karya yang diciptakan tidak berhenti di tengah jalan karena kurangnya perhatian dari pemerintah

DAFTAR PUSTAKA Adams, Ansel. 1981. The Negative. Boston: New York Graphic Society Alwy, Audy Mirsa. 2004, Foto Jurnalistik, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara Arsana, Nyoman, Supono Pr. 1983, Dasar-Dasar Seni Lukis. Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. Bates, Kenneth F. 1975, Basic Design, Funk and Wagnalis, New York. Bichu, Y.S. 2013. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Citra Harta Prima Budana. 2016. Tawan, “Manusia Robot” dari Karangasem. Bali Post, 14 Januari 2016 Djelantik, A. A. M. 1990, Estetika: Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Per- tunjukkan Indonesia. Gani, Rita., dkk. 2013, Jurnalistik Foto-Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Kartika, Dharsono Sony dan Nanang Ganda Perwira. 2004, Pengantar Estetika. Bandung:

Rekayasa Sains Kim, Jhon. 2004. 40 Teknik Fotografi Digital. Jakarta: Elex Media Komputindo

469 Leedy, Paul D. 1997. Practical Research: Planning and Design. Sixth Edition. Prectice Hall, Up- per Saddle River, New Jersey. Mofit. 2003, Cara Mudah Menggambar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Mulyana. 2002, Komunikasi Tertulis: Sebuah Keterampilan Intelektual. Jakarta: Balai Pustaka Nardi, Leo. 1996. Diktat Fotografi. Bandung. Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta: Penerbit Andi. Raharjo, J. Budhy.1986, Himpunan Materi Pendidikan Seni Rupa. Bandung: CV. Yrama. Rambey, Arbain. Majalah Fotomedia No.1/II, 1994 Salim, Peter & Yenny Salim. 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Mod- ern English Press. Sidik, Fajar. 1979, Desain Elementer. Yogyakarta: STSRI “ASRI” Soejono, Soeprapto.2007, Pot-Pouri Fotografi. Jakarta:Universitas Trisakti Soelarko, R.M. 1978, Komposisi Fotografi. Bandung: PT. Indira. Suryahadi, A. Agung. 1994, Pengembangan Kreatifitas Melalui Seni Rupa. Yogyakarta: Pusat Pengembangan Penataran Guru Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa. Yogyakarya : Penerbit Kanisius Versace, Vincent. 2013, From OZ to Kansass – Almost Every Black and White Conversion Tech- nique Known to Man. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Way, Wilsen. 2014, Human Interest Photography. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Zahar, Iwan. 2003, Catatan Fotografer: Kiat Jitu Menembus New York. Jakarta: Penerbit Kreativ Media

DAFTAR KUTIPAN INTERNET http://9gag.com/gag/aYexpZm diakses 2 April 2016 11:45 pm http://www.eddyhasby.com/2014/02/metode-edfat-eksekusi-lapangan.html diakses 30 april 2016 4:20 pm http://marvel.com/universe/Iron_Man_%28Anthony_Stark%29 diakses 26 April 2016 1:53 am http://puruhitas.blog.uns.ac.id/2016/01/22/implementasi-artifical-intelligence-sensor-eeg-pa-

da-tangan-robot-pak-wayan/ diakses 2 Juni 2016 2:30 am

470 TRADISI NGINANG DI BALI DALAM KARYA FOTOGRAFI DOKUMENTER

Kadek Adi Purnama Yasa

Abstrak Bali terkenal bukan hanya keindahan alamnya saja, tetapi lebih pada beraneka ragam seni dan budaya yang dimilikinya. Salah satu dari sekian banyak tradisi, seni dan budaya yang ada di Bali yang keberadaannya sudah mulai punah adalah tradisi nginang. Nginang adalah salah satu tradisi yang ada di Bali dimana para manula menggosokan campuran antara kapur sirih, gambir, tembakau dan daun sirih ke gigi mereka. Ketidaktertarikan anak muda sekarang ini terhadap tradisi nginang selain sudah mengenal alat dan bahan yang dapat menjaga kese- hatan gigi dengan lebih baik, juga karena efek negatif nginang tersebut membuat bibir dan gigi menjadi merah dan hitam sehingga terlihat kotor. Sehingga keberadaan tradisi nginang di Bali semakin berkurang. Proses penciptaan karya tradisi nginang ini pencipta mulai dari melakukan pengamatan langsung ke daerah-daerah yang ada di Bali dan kemudian melakukan pendekatan untuk pros- es pemotretan. Melihat kondisi tradisi nginang ini sudah mengalami kepunahan, pencipta berkeinginan untuk mengabadikannya ke dalam karya fotografi dokumenter. Dalam menciptakan suatu karya foto dokumenter ini, tentunya ada beberapa tantan- gan. Baik dari observasi objek yang masih menginang sampai pada proses pemotretan untuk menciptakan karya yang menarik. Maka dari itu, pencipta menerapkan teknik-teknik fotografi mulai dari komposisi, pencahayaan, DOf sempit dan warna. Kata Kunci : Tradisi Nginang, Bali, Fotografi Dokumenter

Abstract Bali is not only famous for its natural beauty, also a wide range of art and culture that is hereditary. An arts and culture can be revived if supporters are still there and beneficial for them. One of the many traditions, art and culture in Bali whose existence has begun extinct as no longer relevant to the changing times is a tradition of nginang. Nginang is one of the traditions that exist in Bali where the old people are rubbing a mixture of betel leaf, gambier, tobacco and betel leaves to their teeth. Disinterest of young people today against the tradition nginang, in addition to already known tools and materials that can maintain dental health better, as well as negative effects of nginang : the lips and teeth becomes red and black so it looks dirty. So the existence a tradition of nginang in Bali wane.

471 The process of creating works of this nginang tradition creators ranging from direct observation to areas in Bali and then approach to the process of shooting. When the condition of nginang tradition is already extinct, the creator want to preserve it into the work of documentary photography. In creating a work of documentary photos, of course, there are some challenges, both from observation of objects that are still doing nginang tradition or when do the shooting process to cre- ate interesting works. Therefore, the creator applied the techniques of photography ranging from the composition, lighting, narrow DOF and color. For the compositions techniques, the creator more often apply eye level view angle so that photos more easily to be seen and observed by visitors. Key word: Tradition of Nginang, Bali, Documenter Photography

PENDAHULUAN Bali terkenal bukan hanya keindahan alamnya saja, tetapi lebih pada beraneka ragam seni dan budaya yang dimilikinya. Untuk menjaga tradisi maupun berbagai budaya tersebut agar tetap eksis dan lestari berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat Bali. Dari dilakukannya pemetaan dan penelitian tradisi, seni dan budaya untuk mengetahui apakah seni dan budaya tersebut pernah dan masih eksis saat ini, sampai pada upaya mem- bangkitkan kembali melalui berbagai kegiatan nyata seperti Pesta Kesenian Bali. Salah satu dari sekian banyak tradisi, seni dan budaya yang ada di Bali yang keberadaannya sudah mulai punah karena tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman adalah tradisi nginang. Nginang merupakan salah satu tradisi yang ada di Bali dimana para manula meng- gosokan campuran antara kapur sirih, gambir, tembakau dan daun sirih ke gigi mereka. Tradisi tersebut dilakukan untuk membersihkan gigi yang secara tidak langsung dapat memperkuat gigi mereka. Seiring perkembangan jaman, tradisi nginangsaat ini sulit ditemui di masyarakat, karena sekarang ini sudah dikenal sikat gigi dan pastanya yang dapat menjaga kesehatan gigi. Ketidaktertarikan anak muda sekarang ini terhadap tradisi nginang, selain sudah dikenal alat dan bahan yang dapat menjaga kesehatan gigi dengan lebih baik, juga karena efek negatif ngi- nangtersebut membuat bibir dan gigi menjadi merah, hitam sehingga terlihat kotor. Kini tradisi nginang hanya dilakukan oleh para manula yang memang dari dulu pernah melakukan kegiatan tersebut dan itupun dapat dihitung dengan jari. Ada juga dari mereka yang menggunakan tem-

bakau atau dengan merokok sebagai pengganti kegiatan nginang untuk menghindari kotornya mulut.

472 Ketertarikan pencipta terhadap tradisi nginang ini diawali dengan kesenangan pencipta memotret kegiatan seni dan budaya khususnya di Bali. Ketika melihat kondisi tradisi nginang ini sudah mengalami kepunahan, pencipta berkeinginan untuk mengabadikannya ke dalam karya fotografi dokumenter. Hal tersebut penting dilakukan agar kegiatan tersebut dapat ter- dokumentasi dengan baik dan utuh, dimana pada suatu saat akan dapat diapresiasi oleh mas- yarakat luas, bahwa di Bali pernah ada tradisi nginang yang unik dan menarik, bahkan tradisi tersebut bukan tidak mungkin dapat menjadi identitas budaya Bali yang pernah eksis selama beratus-ratus tahun.

LANDASAN TEORI DAN METODE PENCIPTAAN Landasan Teori a. Teori EDFAT meliputi : Entire, Detail, Frame, Angle dan Time b. Teori Estetika meliputi : Estetika tataran Ideational dan Estetika tataran Technical.

Karya fotografi ini tercipta karena adanya dua faktor yang mempengaruhi penciptaan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal atau faktor luar penciptaan yang be- rawal dari fenomena yang terjadi di masyarakat tentang kepunahan suatu tradisi atau kebiasaan yaitu tradisi nginang. Sedangkan faktor internal atau faktor dalam penciptaan ialah kepedulian terhadap kepunahan tradisi nginang di Bali. Dari kedua faktor tersebut pencipta mendapatkan ide untuk memvisualisasikan tradisi nginangdi Bali dalam karya dokumenter sebagai upaya pengapresiasian terhadap suatu tradisi di Bali. Dari ide tersebut pencipta melakukan pengamatan atau observasi di beberapa daerah di Bali meliputi Tabanan, Jembrana, Gianyar, Singaraja dan Bangli. Setelah itu, dilanjutkan den- gan proses pemotretan di masing-masing daerah tersebut. Setelah melakukan proses pemotre- tan, dilakukan penyeleksian karya foto. Untuk mendapatkan hasil foto yang maksimal, pencipta melakukan proses editing dan melakukan asistensi karya pada pembimbing agar mendapat- kan hasil foto yang maksimal. Dalam penyajian karya dilakukan pencetakan dan pembingkaian pada karya yang telah dipilih,agar karya foto lebih terlihat menarik saat dipamerkan.

473 Metode penciptaan Proses penciptaan karya yang berjudul Tradisi Nginang di Bali, dimulai dengan proses pengumpulan data dan studi pustaka. Pada proses pengumpulan data digunakan metode obser- vasi. Proses observasi penciptaan karya ini dilakukan dengan cara mengamati objek yang terkait dengan tradisi nginang di Bali, mencari informasi yang terkait dengan objek yang nantinya dapat diterapkan pada karya yang akan pencipta ciptakan. Observasi mengenai tradisi nginang ini, lebih ditekankan pada kebiasaan menginang para manula di Bali. Tradisi nginang yang difoto akan dilakukan di berbagai daerah di Bali yaitu : daerah Negara, Tabanan, Buleleng, Badung, Gianyar dan Bangli. Daerah ini dipilih karena setiap daerah tersebut masih terdapat orang yang me-nginang. Setelah mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas, kemudian dipikirkan bagaimana menampilkannya ke dalam sebuah karya foto. Pemotretan mulai dilakukan sejak 6 April 2016. Pemilihan objek dan background harus tepat untuk menampilkan foto yang memiliki makna atau pesan, sehingga pesan tersebut dapat tersampaikan pada masyarakat dengan penampilan komposisi yang menarik.

VISUALISASI KARYA DAN ANALISIS KARYA Foto dengan judul “Eksistensi”

Gambar 1. Karya Foto “Eksistensi”

Foto diatas yang berjudul Eksistensi pabuan ini, menggambarkan tentang keberadaan pabuan di jaman sekarang. Dengan adanya unsur pendukung berupa air yang berada di bawah pabuan, menunjunkkan bahwa pabuan sudah mulai tenggelam dan lama-kelamaan menjadi hi- lang. Pada umumnya terbuat dari kayu dan papan. Dalam pabuan ini terdapat sekat-sekat kecil yang berfungsi untuk memisahkan bahan-bahan seperti daun sirih, gambir, kapur sirih, buah

pinang dan tembakau yang berada didalam pabuan.

474 Foto dengan Judul “Kesatuan Menjadi Manfaat”

Gambar 2 Karya Foto “Kesatuan Menjadi Manfaat”

Untuk mendapatkan rasa yang pas, bahan-bahan yang digunkan pastilah harus lengkap, seperti halnya mencampurkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk menginang. Adapun bahan-bahan yang dicampurkan untuk menginang yaitu memilih daun sirih. Daun sirih yang akan digunakan yaitu daun sirih yang muda, karena daun sirih yang muda memiliki tekstur yang lembut dan mudah hancur bila digigit, Setelah itu daun sirih diolesi kapur sirih dan gambir sedikit demi sedikit. Untuk bahan selanjutnya ditambahkan dengan bahan buah pinang dicam- purkan menjadi satu dalam daun sirih. Dari foto yang berjudul Kesatuan Menjadi Manfaat ini pencipta ingin menunjukan bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk melakukan nginag tersebut dan bagaimana rentetannya.

Foto dengan Judul “Pengkrocoan Bambu”

Gambar 3 Karya Foto “Pengkrocokan Bambu”

Alat bantu pada umumnya memiliki fungsi untuk memudahkan melakukan sesuatu yang sulit dilakukan. Sama halnya dengan pengkrocokan bambu atau alat bantu untuk meng- hancurkan bahan-bahan yang sudah dicampur antara bahan satu dan lainya. Biasanya pen-

475 grocokan bambu ini digunakan oleh manula yang sudah tidak memiliki gigi. Pada umumnya bahan-bahan yang sudah tercampur dikunyah terlebih dahulu agar bahan-bahannya tercampur dengan sempurna dan menimbulkan twarna merah pada mulut.

Foto dengan Judul “Harapan Senja”

Gambar 4 Karya Foto“Harapan Senja”

Dalam karya ini menggambarkan tentang seorang kakek yang duduk termenung mena- tap ke depan dengan pabuan di depannya. Karya ini pencipta ciptakan dengan maksud untuk menerangkan bahwa harapan kedepan dari kakek ini, ialah tradisi nginang tetap lestari sampai kapanpun dan jangan sampai tradisi ini menjadi sebuah kenangan dan hanya akan menjadi sebuah sejarah. Apalagi tradisi nginang ini merupakan tradisi yang diturunkan secara turun temurun dari terdahulu khususnya di Bali.

Foto dengan Judul “Tersenyum Untuk Nginang”

Gambar 5 Karya Foto “Tersenyum Untuk Nginang”

Ekspresi sedih, gembira menggambarkan seorang yang merasakan apa yang dirasakan sekarang atau masa yang akan datang, seperti halnya karya foto yang berjudul tersenyum untuk nginang, menggambarkan kesenangan seorang nenek meskipun tradisi nginang sudah jarang

dilakukan. Selain itu pencipta juga ingin memvisualisasikan ketekunan seorang nenek yang tetap melakukan tradisi di tengah modernisasi. Tradisi nginang ini biasa dilakukan dimana saja.

476 Seperti yang dilakukan nenek pada karya ini, yang membawa pabuannya kemana saja, meski- pun sedang memasak di dapur.

Foto dengan Judul “Ngerocok “

Gambar 6 Karya Foto “Ngerocok”

Sama seperti halnya pengrocokan bambu, pengkrocokan batu memiliki fungsi yang sama yaitu memudahkan proses penghancuran bahan-bahan yang akan digunakan untuk menginang. Biasanya batu yang digunakan ialah batu kecil yang memiliki cekung ke bawah sehingga bahan-bahan yang di hancurkan tidak keluar dari pengrocokan batu tersebut. Dalam karya ini pencipta memotret nenek yang akan menginang, yang terlebih dahulu menyampurkan dan menghancurkan bahan dengan pengkrocokan batu.

Foto dengan Judul “Potret Nginang“

Gambar 7 Karya Foto “Potret Nginang“

Tersenyum bagian dari kesenangan yang dirasakan oleh seseorang, seperti halnya pada karya yang berjudul tersenyum. Terlihat dua nenek yang tersenyum dengan tembakau dimulut- nya sambil melihatkan gigi. Meskipun usia nenek sudah tidak muda lagi tetapi gigi dari kedua nenek tersebut masihlah kuat dan bersih. Ini adalah hasil yang ditimbulkan jika para manula melakukan tradisi nginang ini. Karena semua bahan yang dicampurkan saat menginang mer- upakan obat alami yang dapat menguatkan gigi. Hampir disetiap daerah di Bali tradisi nginang

477 sulit ditemui, karena generasi penerus tradisi nginang ini tidak ada. Senyuman nenek yang tidak sengaja membuktikan bahwa berkat tradisi nginang gigi menjadi kuat walaupun usia nenek.

Foto dengan Judul “Aktifitas Yang Berbeda”

Gambar 8 Karya Foto “Aktifitas Yang Berbeda”

Manusia selalu beraktifitas dimanapun mereka berada. Sepertihalnya pada foto yang ber- judul aktifitas yang berbeda. Foto ini menggambarkan dua orang tua yang sedang bercengkra- ma sambil menginang yang pencipta foto dengan memanfaatkan refleksi di kaca cermin dan di sisi lain anak-anak sedang asik bermain. Pencipta memotret karya foto ini untuk menampilkan kesan bahwa tradisi nginang yang terpantul di cermin, sewaktu-waktu hanya menjadi sebuah kenangan dan tidak dihiraukan oleh generasi muda.

Foto dengan Judul “Refleksi Kenangan”

Gambar 9 Karya Foto “Refleksi Kenangan”

Hilangnya sesuatu hal yang sebelumnya sering dilakukan atau yang sering dilihat di sekeliling lingkungan, membuat sesuatu itu menjadi suatu sejarah di kemudian hari. Kaca ber- fungsi memantulkan apa saja yang berada tepat didepanya. Seperti halnya karya yang berjudul refleksi kenangan. Hal ini terlihat pada pantulan kaca dimana terlihat nenek yang melakukan aktifitasnya yaitu membuat canang atau nanding canang sambil menjepit tembakau dimulutnya.

Refleksi kepunahan yang dimaksud di sini ialah refleksi orang yang menginang yang terpantul di kaca. Seperti yang sudah dijelaskan pada sebelumnya kaca akan memantulkan apa saja yang

478 ada didepanya. Seiring berkembangnya waktu yang disimbolkan dengan jam dinding dalam karya ini, tradisi nginang yang dulunya sering dilihat atau yang sering dijumpai mulai menghi- lang begitu saja.

Foto dengan Judul “Kenikmatan Bersama”

Gambar 10 Karya Foto “Kenikmatan Bersama”

Melakukan aktifitas sehari-hari merupakan kewajiban, apalagi jika sudah terjun ke mas- yarakat. Pada foto berjudul kebersamaan, menampilkan aktivitas beberapa kakek yang sedang membicarakan sesuatau atau rapat di salah satu rumah warga dengan tetap melestarikan ngi- nang serta tersediannya pabuan dalam rapat tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa di daerah ini tradisi nginang ini msih sangat dihormati dan dilestarikan. Hampir semua orang anggota yang ikut rapat melakukan nginang. Melakukan nginang sudah menjadi kebiasaan atau kewa- jiban yang tidak bisa di tinggalkan begitu saja.

Foto dengan Judul “Siluet Nginang”

Gambar 11 Karya Foto “Siluet Nginang”

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tradisis nginang mulai jarang ditemukan khususnya di daerah Bali. Melalui karya yang berjudul siluet nginang pencipta ingin menyampaikan bah-

479 wa tradisi nginang di Bali mulai sulit ditemui. Hal ini pencipta gambarkan pada warna hitam yang lebih dominan pada karya ini. Sedangkan bagian yang terkena sinar hanya sedikit pada bagian wajah, badan dan tembakau. Cahaya yang sedikit mengenai objek, menandakan bahwa tradisi nginang ini sangat sedikit peminatnya. Sehingga bagian yang terkena sinar lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak terkena sinar.Jendela yang dapat berfungsi sebagai tempat kel- uar masuknya udara dari dalam maupun dari luar rumah atau kamar, menggambarkan siapa saja boleh melakukan tradisis nginang seperti fungsi dari jendela itu sendiri terbuka tanpa ada penghalang.

Foto dengan Judul “Ketidakpastian”

Gambar 12 Karya Foto”Ketidakpastian”

Sesuatu hal yang biasa dilakukan atau yang sering dilihat dapat sekejap menghilang aki- bat dari perkembangan jaman atau diakibatkan oleh hal yang lainya. Seperti halnya pada foto yang berjudul tidak pasti. Karya ini menggambarkan ketidakpastian akan tradisi nginang yang ada di Bali, akankah tetap lestari atau hanya akan menjadi sebuah kenangan. Hal ini pencipta tunjukan dari tampilan wajah nenek yang setengah wajahnya tersinari, sedangkan setengahnya lagi gelap.selain itu yang menandakan ini akan menjadi sebuah kenangan ialah bayangan yang terpantul di tembok. Karena tidak ada bentuk yang jelas dari bayangan tersebut.

480 Foto dengan Judul “Bercengkrama Di Usia Tua”

Gambar 13 Karya Foto “Bercengkrama DiUsia Tua”

Berkumpul dengan teman atau sahabat adalah hal yang paling menyenangkan, dimana dengan berkumpul bisa membicarakan hal-hal yang pernah dulunya dijalani bersama-sama. Pada karya yang berjudul bercengkrama di usia tua ini, terlihat tiga nenek yang sedang melaku- kan tradisi nginangini memperlihatkan betapa senangnya bertemu dan saling bercengkrama. Meskipun ketiga nenek ini sudah lanjut usia, tetapi mereka juga harus tetap melakukan refresh- ing dengan bertemu teman-teman mereka.

Foto dengan Judul “Panaspun Tetap Menginang”

Gambar 14 Karya Foto”Panas pun Tetap Menginang”

Cuaca pada saat ini sangat sulit diprediksi, dimana pada saat musim hujan seharusnya hujan tetapi menjadi kemarau, sedangkan musim kemarau turun hujan hingga berhari-hari. Seperti foto yang berjudul panaspun tetap menginang, nenek yang menginang membuka ba- junya karena kepanasan dan yang sedang bersandar di pinggir jendela sebenarnya sedang men- gobrol dengan tetangganya. Namun pencipta secara tidak sengaja menemukan bayangan yang jatuh di sampingnya. Sehingga pencipta dengan cepat memotret momen ini. Menginang ses- ungguhnya dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Tidak ada batasan kalau panas tidak boleh menginang dan kalau dingin tidak boleh menginang. Orang yang rutin melakukan tradisi

481 nginang ini, sama halnya dengan orang yang ketagihan akan rokok. Jadi dalam keadaan apapun nenek tersebut tetap akan menginang.

Foto dengan Judul “Saat Nginang Tinggal Kenangan”

Gambar 15 Karya Foto “Saat Nginang Tinggal Kenangan”

Pada karya yang berjudulSaat Nginang Tinggal Kenangan, menggambarkan bayangan orang yang sedang menginang. Terlebih dahulu nenek tersebut mengunyah bahan-bahan yang telah dicam- purkan sampai tercampur dan air liur akan berubah warna menjadi merah. Hal ini dikarenakan campuran gambir, buah pinang dan kapur sirih yang membuat warna menjadi merah. Setelah me- ngunyah bahan-bahan nginang, air liur yang telah memerah harus dibuang dan tidak boleh ditelan karena dapat mengakibatkan mual-mual. Selanjutnya nyigsig atau menggosokan tembakau kebagian gigi sampai bagian gigi bersih dari warna merah yang ditimbulkan oleh bahan-bahan yang sudah dicampur. Pencipta mevisualisasikannya dengan memasukkan unsur bayangan sebagai subjek dan hasil dari air liur sebagai objek nyata. Hal ini pencita gambarkan secara tidak langsung bahwa nenek yang menjadi banyangan ini telah mengeluarkan bahan-bahan dan air liurnya.

PENUTUP Simpulan Dalam menciptakan karya foto yang sesuai dengan konsep pencipta, pencipta terlebih dahulu melakukan observasi ke beberapa daerah di Bali. Setelah itu pencipta mengumpulkan data terkait dengan tradisi nginang di Bali. Kemudian pencipta melakukan pemotretan tradisi

nginang ini. Setelah melakukan pemotretan, foto akan dipilih dan diedit serta kemudian dia- sistensi ke pembimbing. Selain itu, dalam menciptakan suatu karya foto dokumenter ini, pen-

482 cipta menerapkan teknik-teknik fotografi mulai dari komposisi, pencahayaan, DOf sempit dan warna. Untuk komposisi, pencipta sebagian besar memakai komposisi sejajar mata agar foto lebih gampang untuk dilihat dan amati oleh pengunjung. Namun penggunaan komposisi mata burung dan mata kodok juga tetap digunakan. Faktor yang menghambat proses pembuatan karya foto ialah mencari informasi tentang orang yang masih melakukan nginang di Bali. Serta susahnya mengatur orang tua yang mengi- nang untuk bisa difoto dan tidak kaku saat di foto.

Saran 1. Untuk Mahasiswa Agar kedepannya dapat lebih menciptakan suatu karya fotografi yang lebih menarik tentunya dengan menerapkan semua teori yang di dapatkan selama perkuliahan. 2. Untuk Lembaga Agar dapat menjadi dokumen/literatur di kampus ISI Denpasar tentang tradisi nginang ini. Sehingga lebih mudah mencari refrensi tentang tradisi nginang di Bali baik dari segi tulisan maupun visual karyanya. 3. Untuk Masyarakat Agar masyarakat dapat mengetahui tradisi nginang yang hampir punah ini dan lebih dapat mengapresiasi tradisi yang memamg secara turun temurun dilakukan di Bali.

DAFTAR PUSTAKA Agus, Sachari. 1989, Estetika Terapan Spirit-Spirit yang Menikam Desain, Bandung : Nova. Arsana, Nyoman, Supono Pr. 1983, Dasar-Dasar Seni Lukis, Jakarta : Proyek Pengadaan Buku Pendidikan Menengah Kejuruan. Alwy, Audy Mirsa. 2004, Foto Jurnalistik, Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Bates, Kenneth F. 1975, Basic Design : Funk and Wagnalis, New York.Djelan tik, A.A.M. 1990, PengantarDasarIlmuEstetika (FalsafahSenidanKeindahan) Jilid II, Denpasar: STSI.

Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Fotografi Nasional 2015-2019. 2014, Jakarta : Ke- mentrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.

483 Iqbal, Hasan M. 2002, Metode Penelitian dan Aplikasi, Jakarta : Ghalia Indonesia. Marien, Marry Warner. 2002, Photography : a cultural history, New York : Laurence King Pub- lishing. Mulyana, 2002. Komuikasi Tertulis : Sebuah Keterampilan Intelektual. Jakarta : Balai Pustaka. Nugroho, R. Amien. 2006, Kamus Fotografi, Yogyakarta : Penerbit Andi. Poerwadarminta, W.J.S. 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka Poesporojo. 1988,Logika Sientifika, Bandung : Remadja Karya. Raharjo, J. Budhy. 1986, Himpunan Materi Pendidikan Seni Rupa.Bandung : CV Yrama Salim, Peter & Yenny Salim. 1991, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer.Jakarta : Mod- ern English Press Sidik, Fajar. 1979, Desain Elementer. Yogyakarta : STSRI “ASRI” Soedarso, Sp. 1988, Tinjauan Seni ; Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni, Denpasar : Saku Dayar Sana Denpasar Soedjono, Soeprapto. 2007, Pot-Pourri Fotografi, Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti Soelarko, R.M. 1978, Komposisi Fotografi, Bandung : PT. Indira Sugiarto, Atok. 2006. Indah Itu Mudah. Jakarta : Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Sulistyo, Antonius & Herdamon. 1999. Merawat dan Memperbaiki Kamera. Jakarta : Puspa Swara Suryahadi, A. Agung. 1994, Pengembangan Kreativitas Melalui Seni Rupa. Yogyakarta : Pusat Pengembangan Penataran Guru Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial.Jakarta:Prenada Media Grup

DAFTAR INTERNET YANG DIRUJUK http://www.andisucirta.com/blog/18 Maret 2016/20:00pm repository.usu.ac.id/bitstream.pdf/10 Oktober 2015/14:00am http://ixe11.blogspot.co.id/2012/07definisi-dan-pengertian-tradisi/15Maret2016/11:00am https://www.scribd.com/doc/283594749/MAKALAH-NGINANG/20 Februari 2016/23:00pm http://sayavina.blogspot.co.id/2014/09/nginang/11 April 2016/12:30am

adicandraonoye.blogspot/20/9/12/teori-edfat html/13 Maret 2016/9:00am www.afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/10Mei 2015/11:00am

484 EKSPRESI API DALAM SENI LUKIS

Septiana

Abstrak Api dalam diri manusia menjadi satu hal yang berkesan bagi pencipta. Hal tersebut dilatar belakangi oleh pengalaman pripadi yaitu ketidak setabilan emosi dan ketidak mampuan mengontrol amarah. Berangkat dari alasan tersebut pencipta memilih api yang berwujud panas yang ada dalam diri manusia sebagai sumber ide penciptaan. Pencipta mencoba mengembang- kan gagasan awal mengenai panas dalam diri manusia. Melihat fenomena tentang panas dalam diri manusia baik dalam wujud positif maupun negatif. Dalam penciptaannya ada beberapa seniman yang merangsang ide untuk menciptakan sebuah karya seni baru. Wayan Sudarna Pu- tra mempengaruhi ide akan pemaknaan api dalam diri, karakter figur dalam karya pencipta terinspirasi oleh karya Faizin, dan teknik kerok terinspirasi dari karya Agus Kamal. Dalam men- ciptakan karya ini diperlukan kemampuan teknik, baik pengolahan bahan penguasaan ben- tuk untuk dapat melukiskan kesan naif dengan penereapan teknik mampu menghasilkan karya yang unik, kreatif, imajinatif dan inovatif. Di dalam mewujudkan lukisan yang mengangkat si- fat-sifat api yang ada dalam diri manusia ada beberapa proses dalam penciptaan karya seni lukis ini diantaranya tahap pengamatan (Observation) dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan tentang kondisi objek yang mengekspresikan sifat panas positif dan negatif, perco- baan (Eksperimen) yakni dengan melakukan drawing atau sketsa-sketsa, tahap pembentukan (Forming) yakni melakukan proses penciptaan karya dan persiapan alat dan bahan, Finishing (Penyelesaian) adalah menambahkan atau memperbaiki kekurangan yang nampak pada karya seni lukis. Karya yang pencipta wujudkan kedalam bentuk seni lukis meliputi dua aspek yakni aspek ideoplastis yang menyangkut gagasan atas ide, konsep, dan isi dari karya seni lukis yang divisualisasikan dan aspek fisikoplastis menyangkut teknik penerapan elemen-elemen visual seni rupa yang lebih bersifat penampilan fisik dari karya seni lukis. Sehingga ide yang di garap menjadi bentuk baru mampu memberikan gambaran fenomena sifat api dalam diri manusia pada masyarakat dengan di visualkan dengan sepuluh karya lukis yaitu: Penghasut, Judi Ko- cok, Mabuk, Adegan Panas, Pemalas, Menyelaraskan Ego, Pro-Kontra, Kehangatan Keluarga, Pencerahan, Nikah. Melalui ekspresi, pencipta dapat merepresentasikan panas dalam diri, yang diungkap secara figur-figur naif, imajinatif dan metafora, melalui hal tersebut dapat tercipta makna yang komunikatif dan estetis. Kata Kunci : Ekspresi Panas, Naif, Figur.

485 1. PENDAHULUAN Dalam kehidupan di dunia ini khususnya di Bali kesatuan atau keselarasan dan kes- eimbangan sangat penting karena di alam yang besar maupun yang kecil sama-sama memiliki unsur positif dan negatif yang saling melengkapai sehingga akan menciptakan suatu yang har- moni. Disebutkan juga dalam teori Hindu bhuana agung atau alam semesta (makrokosmos) memiliki unsur yang sama juga dengan bhuana alit atau tubuh manuasia (mikrokosmos). Lima unsur atau elemen penting yang tidak dapat dipisahkan itu adalah unsur padat (pertiwi), unsur cair (apah), unsur panas (teja), unsur udara (bayu), unsur ether (akasa). Wujud materi dari Panca Maha Bhuta dalam alam semesta tanah, batu, pasir dan sifat padat lainnya merupakan unsur pertiwi. Air laut, air danau, air sungai, dan sifat cair lainnya merupakan unsur apah. Udara, hawa dan gas merupakan unsur bayu. Ether merupakan unsur akasa. Panas, api, sinar lainya merupakan unsur teja. Segala sesuatu yang ada pada alam semes- ta terdapat juga refleksinya pada diri manusia, contohnya badan manusia yaitu: tulang, kulit, daging, kuku, dan bagian padat lainya merupakan unsur pertiwi. Darah, lemak, kelenjar lendir dan cairan lainnya merupakan unsur apah. Napas, hawa serta bau badan merupakan unsur bayu. Rongga-rongga dalam tubuh merupakan unsur akasa. Panas badan, cahaya dan warna badan merupakan unsur teja (Watra, 2006:47). Kelima unsur Panca Maha Bhuta, teja khususnya yang ada dalam diri manusia menjadi satu hal yang berkesan bagi pencipta. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh pengalaman pripadi yaitu ketidak setabilan emosi dan ketidak mampuan mengontrol amarah. Berangkat dari alasan tersebut pencipta memilih teja yang berwujud api atau panas yang ada dalam diri manusia se- bagai sumber ide penciptaan. Pencipta mencoba mengembangkan gagasan awal mengenai api dalam diri manusia, dengan melihat reaksi tentang api dalam diri manusia baik dalam wujud positif maupun negatif. Bagi umat Hindu, api memegang peranan yang sangat penting pada setiap upacara kea- gamaan. Dalam persembahyangan api itu diwujudkan dengan dupa. Kemudian dalam ritual lain yaitu dalam catur brata penyepian ada yang disebut amati geni, merupakan salah satu dari empat larangan yang tidak boleh dilakukan dalam perayaan upacara Nyepi. Amati geni sesung-

guhnya mengimplementasikan agar kita mampu mengendalikan unsur api yang menyebabkan amarah atau nafsu yang ada dalam diri, yang disimbolkan dengan tidak menyalakan api. Nyala

486 api selain memberikan manfaat dan kehangatan, sekaligus memberikan kecemasan. Jika kita semua beku, kedinginan, atau sebaliknya panas terbakar pasti karena ceroboh, lalai, atau tidak pandai memeliharanya atau memainkannya, disamping sudah demikian takdirnya. Api selalu menimbulkan nyala sinar cahayanya memancar kesegala penjuru, dapat memberi penerangan pada setiap saat baik siang maupun malam. Hal ini menyebabkan api dianggap sebagai pen- erang, penunjuk jalan, pembimbing dan penolong bagi mereka yang sedang dalam kesusahan atau kegelapan, salah satu contoh penerapan api sebagai penerang dalam visualisasi obor ter- dapat pada simbol Tutwuri Handayani. Sebenarnya ada dua macam api yang terdapat dalam tubuh manusia, yakni api yang terkontrol dan tidak terkontrol. Api yang terkontrol berbentuk luapan semangat dan motiva- si. Sedangkan api yang tidak terkontrol adalah api kemarahan yang akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain, seperti contoh seseorang yang sedang melakukan meditasi dimana orang tersebut mencoba mengontrol api dalam dirinya atau nafsu dan emosi supaya rasa yang ada pada diri menjadi lebih tentram dan damai sehingga dapat berpikir dan bertindak yang lebih baik. Berkenaan dengan hal itu dapat di maknai api yang ada di dalam diri yang terkontrol dan mengacu pada hal yang tepat, maka akan menghasilkan sesuatu yang positif. Sedangkan api yang tidak terkontrol salah satunya seperti sifat serakah, api serakah dalam kehidupan manusia menyebabkan kegelapan atau buta karena selalu diperbudak oleh nafsu. Jika manusia terus me- nerus dibakar oleh api keserakahan maka manusia tidak akan pernah merasa puas terhadap di- rinya, karena tidak pernah mempergunakan api dalam dirinya dengan positif. Jadi rasa syukur pada diri manusia tidak akan pernah ada, misalnya memakan makanan yang tidak seharusnya dimakan, mabuk-mabukan, atau berjudi dimana nafsu seseorang yang ingin cepat kaya dengan jalan yang salah. Melalui penjelasan di atas, serta pengalaman pribadi, pencipta menghubungkannya kedalam kehidupan manusia yang berada di lingkungan sekitar, karena banyak sifat api yang menarik perhatian dan bisa di visualkan dari kehidupan social saat ini. Berdasarkan hal terse- but, melalui penciptaan karya seni lukis ini, akan mengekspresikan sifat-sifat api yang ada pada kehidupan manusia. Pencipta wujudkan dalam bentuk karya seni lukis yang bernuansa naif figuratif untuk mengungkapkan cita rasa keindahan manusia, pencipta mewujudkannya lewat media ekspresi, dengan perpaduan teknik kerok dan dusel.

487 2. METODE PENCIPTAAN Dalam penciptaan karya-karya tersebut, pencipta mempertimbangkan berbagai un- sur-unsur seni rupa. Proses perwujudan karya seni meliputi beberapa tahapan yaitu: proses penjajagan, proses percobaan, proses persiapan, proses pembentukan, dan proses penyelesaian (finishing). Seperti yang di paparkan oleh Alma M. Hawkins yang di Terjemahkan Y. Sumandi- yo Hadi yaitu, tahap eksplorasi, improvisasi dan forming (pembentukan) (Sumandiyo, 1988: 23). a. Proses Penjajagan Proses penjajagan merupakan suatu proses yang memberikan pertimbangan-pertimban- gan awal sebelum mewujudkan karya seni lukis. Pertimbangan ini dilakukan atas pengamatan serta pencarian sumber-sumber inspirasi yang tentunya berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penciptaan karya seni lukis. Dalam proses ini, segala faktor yang mencakup penciptaan karya dipikirkan dengan matang, adapun proses penjajagan yang dilakukan pencipta adalah sebagai berikut : - Pengamatan Obyek Langsung atau Tidak Langsung Pada tahapan ini pencipta melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan digarap, dengan mengambil beberapa foto fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar pencip- ta terkait dengan api sebagai metafora cintohnya seperti orang berjudi, mabuk, darma wacana dan lain-lain serta beberapa sumber pendukung, seperti buku, katalog, situs internet. Dan pen- gamatan tidak langsung seperti pengalaman estetis pencipta di masa lalu. - Pengamatan Melalui Karya Seni Pada proses ini pencipta melakukan pengamatan terhadap karya-karya seni lukis yang dibuat oleh seniman-seniman lainnya, karya yang diamati pencipta dijumpai di museum-mu- seum, ruang publik, gallery bahkan hingga ke studio seniman lainnya. Hal ini pencipta laku- kan untuk mencari perbandingan karya lain dengan karya garapan pencipta. Melalui proses ini, pencipta banyak mendapatkan masukan-masukan dan pengalaman berupa ide perwujudan obyek dan teknik-teknik baru yang nantinya dapat dikembangkan dalam proses kreatif.

b. Proses Percobaan Setelah melakukan pengamatan-pengamatan, pencipta menuju ke proses perncobaan.

488 Percobaan adalah suatu tahap dimana pencipta mencoba mengolah hasil dari eksplorasi terse- but dan menerjemahkannya ke dalam bentuk sketsa. Sketsa yang dibuat merupakan suatu per- wujudan awal dari ide melalui imajinasi, ketika menanggapi, menginterpretasi “api” yang akan dibuat pada media kertas dengan mengunakan pensil, atau pena. Dalam hal ini, sketsa bertu- juan untuk membangun berbagai kemungkinan perwujudan obyek apa yang ditampilkan dan pesan apa yang ingin disampaikan juga mempertimbangkan komposisi dalam karya lukisan garapan pencipta dan unsur-unsur penunjang lainnya, agar terwujud suasana yang diinginkan misalnya figur manusia, botol dan benda-benda lainnya, dibuat agar tercipta suasana objek yang menarik. Hal ini sangat penting bagi pencipta agar mampu menggagas kemungkinan baru dan memasuki wilayah misteri yang menggugah perhatian. Hasil karya sketsa yang sudah tercipta walaupun bukan mutlak dijadikan model dalam melukis, namun sketsa ini begitu penting kare- na sketsa berpengaruh dalam proses penciptaan karya seni selanjutnya. Proses percobaan mer- upakan proses yang sangat penting karena dalam proses ini lebih mendalami pada penajaman masalah karakter dan kwalitas ekspresi dari penjiwaan untuk mencapai identitas diri. c. Proses Persiapan Proses persiapan merupakan proses yang dilakukan untuk mempersiapkan material yang di gunakan dalam perwujudan karya seni lukis. Proses ini dilakukan dengan memper- siapkan alat dan bahan yang digunakan sesuai keperluan untuk menerapkan teknik pada karya yang akan dibuat

3. PEMBAHASAN Dalam penciptaan karya seni lukis terdapat dua aspek yang berperan penting di da- lamnya, yaitu aspek ideoplastis dan aspek fisikoplastis. Aspek ideoplastis adalah hal-hal yang menyangkut tentang ide, gagasan, atau konsep pencipta yang menjadi isi dari karya yang diwu- judkan, sedangkan aspek fisikoplastis adalah hal-hal yang menyangkut tentang teknik pencipta- an serta penerapan unsur-unsur seni rupa atau elemen-elemen visual seni lukis. Adapun aspek tersebut akan diuraikan lebih rinci seperti dibawah ini:

489 a. Aspek Ideoplastis Aspek ideoplastis merupakan hal-hal yang mendasari lahirnya karya seni, dimana dalam as- pek ini menyangkut ide atau gagasan melalui pemikiran pencipta dalam mengekspresikan berbagai objek, baik dengan goresan maupun warna yang digunakan dalam mewujudkan karya seni lukis. Dalam mengungkapkan ide ke dalam karya seni lukis, pencipta menggunakan perump- amaan atau disebut dengan metafor, dengan merepresentasikan kembali sifat-sifat api dalam diri serta situasinya melalui gagasan pencipta yang diungkapkan dalam bahasa visual. Dalam hal ini pencipta menggunakan perumpamaan terhadap sifat-sifat api dalam diri dengan realitas disekitar yang terjadi dilingkungan pencipta dan diinterpretasikan kembali melalui kontemplasi pencipta sehingga dapat diwujudkan ke dalam karya seni lukis.

b. Aspek Fisioplastis Aspek fisioplastis merupakan suatu gambaran riil dari ide sesuatu dengan tema yang di- angkat. Aspek fisioplastis menyangkut pesona fisik dan teknis serta elemen visual seperti garis, bentuk, warna, tekstur, bidang dan ruang, dasar–dasar penciptaan (prinsip desain) seperti har- moni, kontras, irama (repetisi), gradasi serta menyangkut diantaranya kesatuan(unity), keseim- bangan (balance), kesederhanaan (simplicity), aksentuasi (emphasis) dan proporsi. Setiap luki- san memiliki pengolahan aspek fisikoplastis yang berbeda dan masing-masing menghadirkan karakter visual yang memiliki keterkaitan dengan makna yang ingin disampaikan. Dalam aspek fisioplastis karya dijelaskan sesuai dengan wujud fisiknya. Secara fisik wujud karya pencipta secara keseluruhan menampilkan sifat sifat api yang ada dalam diri manusia dengan sentuhan imajinasi pada bentuk obyek yang ditampilkan pencipta, sehingga terwujud karya yang terkesan naif. Bentuk yang di tampilkan dalam karya ini, pencipta terlepas dari bentuk aslinya karena sebelumnya sudah melalui proses pengolahan di dalam imaji pencipta dengan menggunakan war- na-warna cerah, penerapan garis adalah sebagai pembatas obyek, baik obyek utama maupun dengan latar belakang. Ruang pada karya pencipta ditampilkan untuk membedakan obyek dengan latar be- lakang. Bidang yang pencipta tampilkan menggunakan bidang dua dimensional, merupakan hasil pengaturan antara bidang besar dan kecil, jauh dan dekat menggunakan warna kontras, teknik kerok

dan dusel. Pada karya pencipta teknik yang didukung oleh teknik plakat, kerok, dan dusel dan cara menumpuk warna yang bertahap, sehingga nantinya memunculkan efek warna yang kontradiktif

490 yang dihasilkan dari teknik kerok yang di terapkan dan juga menampilkan bentuk yang artistik. Dalam mengkomposisikan obyek, maupun membuat proporsi, mengatur keseimban- gan, membuat pusat perhatian dan juga irama. Pencipta menggunakan aturan tertentu, seh- ingga dapat menghasilkan karya lukis yang dinamis sesuai keinginan pencipta. Penerapan prinsip-prinsip estetik seperti kesatuan warna, melaluikesan antara bentu, warna, komposisi, bidang, ruang, garis, tekstur, pusat perhatian dan keseimbangan sehingga dapat mendukung keharmonisan karya yang berkualitas dan bermutu, yang di kerjakan semaksimal mungkin. c. Deskripsi Karya Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi karya yaitu aspek ideoplastis, aspek fisioplastis serta pemaknaan yang terkandung dalam setiap karya. Di bawah ini akan diuraikan deskripsi dari masing-masing karya mulai dari karya satu sampai dengan karya sepuluh sebagai berikut:

Judul: Judi kocok Ukuran: 100 x 120 cm Bahan: Cat akrilik di atas kanvas

Tahun: 2016

Pada karya ini pencipta memvisualkan salah satu api negatif dalam diri manusia melalui penggambaran situasi permainnan judi kocok. Karya ini merepresentasikan orang-orang yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsunya untuk mendapatkan harta secara singkat. Dalam karya ini digambarkan sekelompok orang yang sedang melakukan permainan judi, ekspresi yang di tampilkan pada setiap tokoh memperlihatkan rasa senang khususnya pada tokoh utama yang memeiliki peran sebagai bandar judi. Tokoh-tokoh dalam karya ini digam- barkan dalam berbagai usia karena dalam kenyataanya judi kocok merupakan sebuah permain- an yang dapat di ikuti semua kalangan dan semua usia.

491 Karya ini di dominasi warna merah dan biru yang melambangkan semangat negatif, merah melambangkan semangat sedangkan biru melambangkan dingin atau diam-diam meng- hanjutkan, yang mana kondisi permainan judi dapat memicu semangat para pesertanya. Na- mun disisi lain jika terlena dapat mengakibatkan kerugian materi bahkan tanpa disadari segala yang dimiliki ikut dipertaruhkan seperti yang di gambarkan pada karya, peserta judi sampai mempertaruhkan segala yang dimiliki seperti uang, hand phone, jam tangan, dan cicin. Untuk mendukung situasi dalam karya ini pencipta mengkomposisikan objek memusat di tengah-ten- gah dengan mengisi ruang secara penuh dan penempatan objek pendukung dibuat sama kiri dan kanan, agar terlihat seimbang. Pencipta memiliki pesan pada karya ini bahwa semua orang berhak menghibur diri melalui permainan namun harus berdasarkan kesadaran dan kontrol diri agar tidak merugikan diri sendiri.

Judul: Kehangatan keluarga Ukuran: 120 x 160 cm

Bahan: Cat akrilik di atas kanvas, 2016

Dalam karya ini pencipta terinspirasi dari kehidupan rumah tangga yang harmonis karya ini tergolong pada implementasi api positif dalam diri manusia. Pada karya ini digambar- kan sosok ayah yang sedang menemani istri dan anak-anaknya yang memberikan situasi hangat dalam rumah serta memberikan hiburan yang mendidik anaknya melalui tokoh pewayangan sangut dan delem. Tokoh ayah di dominasi dengan warna kemerahan yang menyimbulkan bah- wa dia memeiliki api positif dalam dirinya seperti rasa cinta, suka dan kasih sayang terhadap

anak dan istrinya Hal tersebut didukung degan latar belakang yang menggambarkan situasi di salah satu sudut ruangan yang terdapat televisi dengan keadaan mati. Keberadaan televisi juga menegas-

492 kan bahwa kemajuan teknologi saat ini khususnya dalam bidang hiburan cenderung negatif. Sedangkan tokoh wayang sangut dan delem merupakan sarana hiburan yang mendidik dan mengingatkan kita pada akar tradisi. Komposisi dalam karya ini di buat di tengah-tengah atau memusat. Latar belakang dibuat sedikit lebih terang dari objek untuk memunculkan pusat per- hatian. Pesan yang ingin di sampaikan pencipta melaui karya ini bahwa pembentukan karakter di mulai dari keluarga khususnya peran orang tua dalam keluarga.

4. KESIMPULAN Berdasarkan ulasan skrip karya tersebut maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Agar dapat memvisualkan karya sesuai dengan konsep pencipta melakukan riset terhadap konsep api kemudian membangun keselarasan dengan sifat manusia sebagai metafora, di tem- pat-tempat lingkungan sekitar pencipta serta sumber pendukung lain seperti buku katalog dan situs internet. Dengan mengambil beberapa foto, serta melakukan sketsa-sketsa terhadap objek-objek sesuai gagasan, sehingga dapat memahami situasi serta karakteristik objek untuk dapat memilih dan diwujudkan dalam karya seni lukis. Sifat-sifat api yang ada dalam diri divisualkan dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh yang dibuat secara naif figuratif, imajinatif dan metafora. Mengungkapkan objek figur manu- sia secara naif sesuai dengan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, serta menjadi ungkapan perasaan atau ekspresi dalam perwujudan karya. Melalui imajinasi yang muncul dari kontem- plasi, sehingga, hal tersebut dapat mencerminkan segala sesuatu disekitar yang dimetaforkan dengan realitas disekitar dalam wujud karya seni lukis. Penerapan teknik serta pemanfaatan alat dan bahan merupakan hal terpenting untuk mewu- judkan karya seni lukis. Maka dalam hal ini, menerapkan beberapa teknik yaitu, teknik kerok dan dusel sesuai alat dan material yang digunakan. Dalam proses berkarya tentunya melalui beberapa tahap yaitu, penjajagan, percobaan, persiapan, pembentukan dan penyelesaian akhir, dengan men- gorganisir elemen-elemen seni rupa yang diolah sesuai dengan kehahlian dan cita rasa yang dimiliki. Serta melakukan proses finising dengn berlandasan beberapa prinsip seperti unity (kesatuan), com- plexity (kerumitan), intensity (kesungguhan) sehingga mewujudkan karya yang mengandung nilai estetis. Dengan demikian dapat mewujudkan karya yang memiliki karakter dan ciri khas si pencipta.

493 SARAN Dengan penciptaan karya seni lukis yang bertemakan Ekspresi “Api” Dalam Seni Lukis, diharapkan menjadi langkah awal pencipta menuju proses kreatif berikutnya. Dan disini pen- cipta menyampaikan agar setiap orang hendaknya dapat mengendalikan api yang ada dalam dirinya seperti amarah, ego, nafsu, iri dan lain sebagainya, agar dapat mengarah ke hal yang positif sehingga tidaka akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Melalui karya tugas akhir ini, diharapkan dapat memberi makna, serta bermanfaat bagi pelaku dan pencinta seni baik di lingkungan akademis maupun masyarakat luas. Terhadap lembaga Institut Seni Indonesia Denpasar hendaknya mengusahakan pen- gadaan buku-buku tentang perkembangan seni rupa masa kini yang sangat menunjang proses studi di Seni Murni minat Seni Lukis Institut Seni Indonesia Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA Hawkins, Alma M, 1988. Creating Through Dance, diterjemahkan Y. Sumadiyo Handi berjudul Mencipta Lewat Tari (2003). Yogyakarta: Manthili. https://id.wikipedia.org/wiki/Api Poerwadarminta, W.J.S, 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Watra, I Wayan, 2005. Dasar Filsafat Agma-agama Dalam Rangka Menciptakan Keindahan Multikulturalisme Di Indonesia. Surabaya: Paramita. Wisetrotomo, suwarno, 2001. Api Sudarna. Depasar: Petakumpet Ad.

494 PERJALANAN SUTASOMA DALAM WUJUD SENI LUKIS

I Wayan Dharma Supuja Fakultas Seni Rupa Dan Desain,Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Perjalanan Sutasoma merupakan sebuah cerminan dalam menjaga keseimbangan dan keselarasan alam semesta. Dalam kesempatan ini, pencipta mencoba mewujudkan perjalanan Sutasoma. Karena sosok Sutasoma memiliki sifat welas asih yang tinggi, merupakan sosok yang paling tepat di jadikan acuan dalam menghadapi masalah di kehidupan saat ini. Pada dasarnya semua manusia sama, namun karena tidak bisa mengendalikan dirinya, kebanyakan manusia yang kehilangan arah hidupnya di karenakan tak kuasa menahan godaan hidup, sehingga terje- rumus dalam suatu masalah yang berujung pada kehancuran. Berdasarkan hal tersebut pencip- ta sangat tertarik untuk mewujudkan perjalanan Sutasoma ke dalam karya seni lukis. Terdapat tiga masalah dalam tulisan ini, yaitu Pertama, bagaimana cara memvisualkan sosok Sotasoma ke dalam karya seni lukis?, kedua, bagaimana penerapan teknik dan elemen – elemen seni rupa dalam penciptaan karya seni lukis sesuai dengan keahlian pencipta? dan ketiga, makna apa yang terkandung dalam perjalanan Sutasoma?. Perwujudan ide pada karya seni lukis melalui proses penjajagan, percobaan, dan pembentukan. Penyusunan karya seni lukis melalui elemen-elemen serta prinsip-prinsip seni rupa yang di padukan dengan teknik dusel dan gaya surealis, dengan kesan mistis, romantis, dramatis, pagi, malam, dan kesan keruangan. Menggunakan cat akrilik, dan kuas. Di lakukan tahap demi tahap secara menyeluruh, agar terciptanya yang maksimal. Hasil dari penciptaan ini berupa 10 karya seni lukis dengan judul : Meninggalkan kewibawaan demi sebuah tujuan, Restu ibu, Kewajiban, Menekan rasa ego, Kepasrahan bagian 1 dan bagian 2, Penghormatan, Pertemuan, Waktunya telah tiba, Keadilan telah di tegakkan. Pencipta dapat merepresentasikan perjalanan Sutasoma serta situasinya, yang diungkap secara Surealis, dan metaforik, melalui hal tersebut dapat tercipta makna yang komunikatif. Kata Kunci : Perjalanan, Sutasoma, Seni Lukis

SUTASOMA JOURNEY IN THE FORM OF PAINTING.

Abstract Sutasoma journey is a reflection in maintaining the balance and harmony of the universe. On this occasion, creator tried embody the journeys Sutasoma. Because a figure Sutasoma has

495 compassion high, is the figure most appropriate to create reference in face a problems a life this mo- ments. Basically all men equal, but because they can not control themselves, the majority of people who lose their way in because his life could not to restrain temptation to live, so caught up in a problem that leads to destruction. Based on these creator very interested make the journey Sutaso- ma into works of art. There are three problems in this writing. One, how to visualize the figure Sutasoma into works of art? Two, how did the applying techniques and elements of art in the cre- ation of works of art in accordance with to expertise creator? And three, what the meaning is con- tained in Sutasoma journeys?. The manifestation of idea in paintings through the assessment pro- cess, experiment, and the formings. Compilation of paintings through the elements and principles of art in to fuse with dussel technique and style of surrealism. With mystique, romantic, dramatic, morning, evening, and spatial impression. Using acrylic paints and brushes. In doing a thorough step by step, to the create maximum works of arts. The result of the creation of the ten paintings with the title, leaving the authority for a purpose ( Meninggalkan kewibawaan demi sebuah Tu- juan), a mother’s blessing (Restu Ibu), liabilities (Kewajiban), suppress the selfish (Menekan Rasa Ego), resignation (parts one and two) Kepasrahan (Bagian 1 Dan 2), the respect (Penghormatan), the meeting (Pertemuan), the time has arrive (Waktunya talah tiba), and justice has been on the stand (Keadilan telah di teggakkan)). Creators can present Sutasoma journey and circumstances, which said in surrealism and metaphorically, through it can create a communicative meaning. Keywords : Journey, Sutasoma, Paintings.

PENDAHULUAN Perjalanan Sutasoma merupakan sebuah cerminan dalam menjaga keseimbangan dan keselarasan alam semesta. Dalam cerita Sutasoma di kisahkan seorang pangeran yang rela menunda penobatannya menjadi raja karena melihat kesengsaraan yang di derita oleh rakyatn- ya. Berhasrat mencari obat untuk menyembuhkan duka nestapa yang di derita rakyatnya, ber- baur dengan rakyat agar dapat merasakan kepedihan dan penderitaan rakyatnya. Berbeda dengan kehidupan masyarakat saat ini, karena tak kuasanya menahan godaan hidup serta kurangnya pengendalian diri yang dapat memicu munculnya rasa ego yang ber- lebihan, sehingga timbulah suatu masalah, seperti contoh kehidupan masyarakat di Bali yang dulunya kental akan budaya dan tradisi, kini tersisa hanya slogannya saja. Seperti halnya nilai

gotong-royong yang kini hidupnya semakin hari semakin terimpit di tindih oleh berbagai kepentingan, padahal gotong –royong merupakan akar dari budaya Bali. Dan saat ini setiap harinya Bali kehilangan satu persatu nilai yang terkandung dalam filsafat hidup orang Bali. Pola

496 pikir masyarakat sekarang terlalu instan (efektif, efisien, ekonomis), sementara pantangan- pan- tangan tradisi yang di buat leluhur jaman dulu sengaja di langgar guna sebuah kepentingan. Adanya sebuah perubahan bukan karena siapa- siapa melainkan diri kita sendirilah penyebab- nya. Oleh karena itu perlu adanya sebuah penyadaran diri karena penyebab utama dari peruba- han itu adalah rasa ego manusia sendiri, terlalu bangga akan apa yang telah mereka miliki. Di era sekarang ini masih ada warga yang memiliki sifat yang mirip dengan perjala- nan Sutasoma. Seperti yang di alami salah satu warga masyarakat di desa kelahiran pencipta, “Tanggal 26-04-14 saat ayah beliau meninggal, beliau memiliki lima saudara laki-laki, dan satu saudara perempuan. awalnya ke lima saudara laki-laki beliau ini memiliki konflik dengan kelu- arga beliau sampai-sampai memutuskan tali persaudaraan dengan beliau, membuat ayah beliau merasa tersakiti dengan keputusan kelima anaknya tersebut, hingga memberi amanat tat kala ajal menjemput agar tidak memberitahukannya kepada lima anaknya tersebut. Di saat bapak beliau meninggal, beliau terjabak oleh keadaan, di satu sisi beliau menerima mandat dari ba- paknya, di sisi lain beliau di salahkan oleh saudaranya dan membuat suasana kacau di rumah duka tersebut, demi mandat sang ayah beliau tetap menjalankan kewajibannya sebagai seo- rang anak tanpa menghiraukan cacian saudaranya serta masyarakat yang ikut memojokkannya. Karena menurutnya orang tua merupakan Tuhan Sekala (nyata), dengan membuatkan jalan yang mulia merupakan bentuk rasa bakti anak kepada orang tuanya(wawancara 17-05-16). Ajaran sutasoma merupakan ajaran cinta kasih yang di terapkan kepada manusia. Intin- ya yaitu mengalahkan musuh tanpa kekerasan. Tentang pengorbanan Sutasoma, Sutasoma rela mengorbankan dirinya untuk menolong harimau yang hampir mati Karena kelaparan, demi mencegah agar harimau itu tidak melahap anaknya.Setelah perutnya kenyang, ia pun menyesal dan ingin menganghiri hidupnya. Rupanya darah Sutasoma dapat mengubah watak harimau. Karena tergerak hatinya Dewa Indra pun turun menghidupkan kembali Sutasoma, dengan ala- san guna mencegah harimau dari kematian, sementara itu perjalanan Sutasoma menengakkan Dharma tinggal selangkah lagi.Putu Sugih Arta “Sutasoma Pangeran Rembulan” (2011 : 42). Ketertarikan pencipta mengangkat tema Sutasoma, karena sosok Sutasoma memiliki sifat welas asih yang tinggi. Sebab hanya kewelas asihan yang dapat menumbuhkan benih-benih perda- maian dan keharmonisan. Cerita Sutasoma menginspirasi pencipta dalam menciptakan karya seni lukis, dengan menjadikan Sutasoma sebagai objek utama dalam karya seni lukis yang akan

497 di ciptakan, tidak hanya murni menampilkan bentuk dan fisik, melainkan lebih menekankan pada pesan atau makna yang terkandung dalam perjalanan Sutasoma guna untuk menyadarkan orang – orang yang mengbaikan atau mengacuhkan kedamaian sehingga suatu masalah yang di hadapi tidak menemukan sebuah penyelesaian dalam hidupnya. Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat tiga masalah dalam tulisan ini, yaitu, (1), bagaimana cara memvisualkan perjalanan Sotasoma ke dalam karya seni lukis?, (2), bagaima- na penerapan teknik dan elemen – elemen seni rupa dalam penciptaan karya seni lukis sesuai dengan keahlian pencipta? dan (3), makna apa yang terkandung dalam perjalanan Sutasoma?

METODE PENCIPTAAN Eksplorasi (Exsploration) Eksplorasi, dalam hal ini merupakan sebagai mana langkah-langkah awal dari pen- ciptaan suatu karya seni. Eksplorasi termasuk berpikir, berimajinasi, merasakan dan merespon objek yang akan di ciptakan. Dalam proses ini pencipta melakukan metode wawancara dengan narasumber yang memang ahli dan tahu mengenai cerita Sutasoma seperti misalnya dalang dan orang spiritual yang tahu ceritra sutasoma. Untuk memperkuat karya yang akan di ciptakan pencipta juga menelusuri cerita Sutasoma lewat buku, majalah, novel, dan lain sebagainya. Pen- cipta juga melakukan pangamatan terhadap karya- karya lukis seniman lain baik di Gallery, Museum dan juga melalui internet, guna mendukung tema yang akan di garap.

Improvisasi (Improvitation) Tahap improvisasi, tahap ini memberikan kesempatan yang lebih besar untuk berima- jinasi sebagai langkah awal lanjutan dari tahap eksplorasi. Karena dalam tahap improvisasi ter- dapat kebebasan yang baik sehingga jumlah keterlibatan diri dapat di tingkatkan. Dalam tahap ini memungkinkan untuk melakukan eksperimen atau percobaan dengan berbagai seleksi ma- terial dan penemuan bentuk-bentuk artistik untuk mencapai integrasi dari hasil percobaan yang telah di lakukan. Dalam tahap ini kelanjutan pengolahan dari tahap eksplorasi yang di awali dengan sket-

sa pada kertas yang kemudian di wujudkan pada kanvas, sketsa-sketsa yang terpilih tidak mutlak di transfer langsung untuk di wujudkan ke dalam karya, melainkan melalui pertimban-

498 gan-pertimbangan yang menyangkut ide, estetik, dan artistic. Sketsa tersebut di tinjau atau di seleksi kembali manakala ada yang tidak terpakai sama sekali dan di anggap gagal sebagai suatu rancangan karena tidak sesuai dengan gagasan.

Proses Persiapan Dalam proses penciptaan karya seni lukis, sebelumnya meyediakan material yang akan di gunakan untuk mewujudkan karya seni lukis. Proses ini di sesuaikan dengan keperluan un- tuk penerapan teknik yang di gunakan dengan mempersiapkan alat dan bahan yang dipergu- nakan, seperti kanvas, cat akrilik, kuas, dan sebagainya.

Pembentukan(Forming) Tahap forming, tahap ini adalah suatu proses perwujudan (eksekusi) dari berbagai per- cobaan yang telah di lakukan. Kebutuhan membuat komposisi tumbuh dari hasrat manusia untuk memberi bentuk terhadap sesuatu yang telah di lakukan. Tahap ini merupakan proses penyusunan dengan menggabungkan simbol-simbol yang di hasilkan dari berbagai percobaan yang berdasarkan pada pertimbangan harmoni, kerumitan, intensitas, dan lain lain.

Penyelesaian /Fhinising Penyelesaian /finishing pada suatu karya merupakan tahap terakhir dalam pengontro- lan secara keseluruhan yang sangat penting dilakukan. Konsentrasi dalam mengamati, men- ganalisa, dan kemudian merespon dengan sentuhan akhir dilakukaan dengan pertimbangan yang cukup matang.Hal halyang patut dilakukan dalam merespon karya tersebut adalah dengan memberikan aksen - aksen warna gelap terang (penyinaran).Setelah peresponan yang di laku- kan dapat terwakili. Selanjutnya mencantumkan nama pada karya sebagai penanggung jawaban atas karya yang di ciptakan, dengan demikian proses penciptaan telah selesai. Karya-karya yang di ciptakan telah siap untuk di pajang atau di pamerkan ke publik guna mendapatkan apresiasi dan untuk memacu semangat dalam berkarya seni.

499 WUJUD KARYA Aspek Ideoplastis Dalam mengungkapkan ide ke dalam karya seni lukis, pecipta mewujudkan perjala- nan Sutasoma yang berpatokan pada cerita Sutasoma sendiri. Untuk mendukung konsep agar lebih tajam dan matang, pencipta melakukan tahap wawancara kepada tokoh agamawan guna untuk membedah makna yang terkandung dalam cerita perjalanan Sutasoma. Pencipta juga menggunakan beberapa refrensi seperti lukisan India, guna untuk menampilkan kesan yang lebih dramatis, mistis, dan romntis, karena di Bali cerita Sutasoma hanya di kenal dalam lu- kisan pewayangan Bali saja. Ide dasar yang mempengaruhi pencipta berasal dari kehidupan masyarakat saat ini dimana pencipta merasa terpanggil dan prihatin mendengar serta melihat kehidupan masyarakat saat ini, Pada dasarnya semua manusia sama, namun karena tidak bisa mengendalikan dirinya, kebanyakan manusia yang kehilangan arah hidupnya di karenakan tak kuasa menahan godaan hidup, sehingga terjerumus dalam suatu masalah yang berujung pada kehancuran.

Aspek Fisioplastis Aspek fisioplastis pada karya pencipta dapat di lihat dari penerapan unsur-unsur seni rupa atau seni lukis sepeti misalnya garis, bidang, warna bentuk, tekstur, komposisi, proporsi, keseimbangan dan juga hal yang mendukung perwujudan karya. Pada pemilihan warna yang berupaya untuk memberikan ruang di dalam lukisan guna untuk menampilkan kesan dekat maupun jauh. Penampilan warna di terapkan sesuai dengan suasana dalam perjalanan Sutaso- ma, seperti dalam menciptakan kesan dramatis, mistis, malam, pagi dan lainnya. Deskripsi Karya Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi karya yaitu aspek ideoplastis, aspek fisio- plastis serta pemaknaan yang terkandung dalam karya berikut.

500 Karya . Judul: “Restu Ibu”, Ukuran: 110x 130cm, Bahan: Cat acrilik di atas kanvas, Tahun: 2016, (Sumber: foto di

ambil oleh I Wayan Dharma Supuja 2016).

Sutasoma melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya bertemu jalan setapak menuju area kuburan. Di ujung area itu terdapat sebuah candi Hyang Bhairawi, Sutasoma pun melak- sanakan yoga memohon karunia keselamatan, sehingga mara bahaya dapat di hindari dalam perjalanannya. Cahaya sejuk merambat pelan di pancarkan gaib dari tubuh Sutasoma. Dewi raksasi penghuni kuburan itu terusik lalu di keluarkannya segenap tenaga yang tersimpan untuk mengusir getaran-getaran gaib yang ia rasakan aneh, namun getaran-getaran itu justru mengu- rungnya. Kekuatan sakti yang paling jahat pun tak mampu melumpuhkan tapa brata sang pag- eran, malah sebaliknya kekuatan jahatnya lumpuh. Wajahnya yang bertaring garang perlahan- lahan mejadi halus dan cantik. Wanita cantik ini bernama Sri Widyutkarali, yang bersemayam di candi itu. Sutasoma mendapatkan pencerahan, serta berkat dan restu dari Hyang Bhairawi sebelum melanjutkaan perjalanannya.(Sugih Arta, Sutasoma Pangeran Rebulan, 2011 : 25). Elemen –elemen seni rupa terutama pada pewarnaan pencipta menggunakan backround gelap dengan bias-bias cahaya yang di pancarkan oleh Hyang Bhairawi guna untuk menimbulkan kesan angker. Begitu pula dengan area kuburan yang di tumbuhi rumput hijau dengan bayang- bayang tugu, guna untuk menciptakan kesan mistis. Cahaya yang menghiasi tubuh Sutasoma den- gan warna ke kuningan merupakan cahaya gaib yang timbul dari auranya. Pada karya ini, secara keseluruhan lebih mengutamakan kesan gelap dan terang, guna untuk menampilkan kesan kontras. Makna pada perjalanan ke-dua : Sutasoma, Hyang Bhairawi, Widyutkarali yang artinya sebagai modal dalam perjalanan adalah restu atau berkat, semestinya seorang anak harus memenuhi kewajibannya, tanpa restu atau berkat seorang ibu segala sesuatu yang di lakukan tidak kan pernah tercapai.

501 KESIMPULAN Dalam memvisualkan perjalanan Sutasoma, pencipta melakukan beberapa tahap seperti tahap penjajagan, percobaan, dan pembentukan. Melalui tahap tersebut pencipta menemukan sebuah ide, gagasan, serta motifasi untuk berkarya. Selain itu pencipta menelusuri bebera- pa sumber seperti buku, wawancara dan lain sebagainya, agar cerita yang di visualkan sesuai dengan cerita sebenarnya. Dalam perwujudan karya pencipta menggunakan beberapa refrensi seperti karya seniman lokal maupun luar (India) kemudian di gabungkan dengan imajinasi pencipta, sehingga lahirlah karya yang dapat memunculkan ciri khas pencipta pribadi, dengan aliran surealis. Dalam perwujudannya pencipta memvisualkan berbagai objek pendukung serta tokoh-tokoh yang ikut serta dengan perannya masing-masing, sehingga mempunyai satu kesat- uan cerita yang utuh dan menarik. Penerapan teknik serta pemanfaatan alat dan bahan merupakan hal terpenting untuk mewujudkan karya seni lukis. Dalam proses berkarya tentunya dengan elemen–elemen serta prinsip-prinsip seni rupa yang di olah dan di kombinasikan sehingga dapat terciptanya karya yang menarik. Dengan menggunakan teknik dusel serta gaya surealis. Dengan demikian dapat mewujudkan karya yang memiliki karakter dan ciri khas si pencipta. Setiap karya yang di ciptakan memiliki makna yang berbeda–beda. Makna yang dapat di simpulkan dari karya satu sampai sepuluh adalah “pentingnya membangun empat pilar ko- koh yang membentengi diri seperti kekuatan atau kemantapan hati, kecerdasan/ kedisiplinan, kesabaran dan kebijasanaan. Ke-empat pilar tersebut di pakai untuk menyangga dharma atau kewajiban, jika dharma sudah berada di puncaknya, maka terwujudnya keadilan dan keda- maian baik di dunia maupun di akhirat”.

DAFTAR PUSTAKA Arta, Putu Sugih. 2011. Sutasoma Pangeran Rembulan. Surabaya. Paramita Surabaya. Darmawan. T, Agus,Sumarji dan Sri Warso Wahono.1985. Apresiasi Seni. Jakarta : Badan pelak- sanaan Pembangunan Proyek Ancol.

Gie, The Liang.1976. Garis Besar Estetika (Filsafat Keidahan).Yogyakarta. Fakultas Filafat Gajah MadaYogjakarta.

502 Pringgodigdo, Prof. Mr. A.G. 1973. Ensiklopedi Umum. Yogyakarta. Kanisius. Sawitri, Cok. 2009. Sutasoma. Jakarta. Kakilangit Kencana. Susanto, Mikke. 2011 Diksi Rupa, Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa.Dikti Art Lab & Jagat Art Space.Yogyakarta. Sudira Bambang Oka.2010.Ilmu Seni Teori dan Praktik. Jakarta. Inti Prima Pramosindo. Narasumber Ida Bagus Nyoman Oka. 2016. Griya Peling, Desa Kerasamas. Kab. Gianyar. I Nyoman Mulia Arjana. 2016. Br. Gelumpang. Desa Sukawati. Kab, Gianyar.

503 DESAIN INTERIOR SANGGAR TARI WARINI JL.SUNSET ROAD, BADUNG-BALI

Kade Dwi Marlinda

Abstrak Seni tari Bali adalah salah satu dari sekian banyak warisan budaya seni yang masih le- stari. Seni tari Bali dapat dibagi menjadi tiga diantaranya seni tari klasik, seni tari modern, dan seni tari kontemporer. Tari klasik Bali masih diminati pada saat ini karena seni tari klasik memi- liki norma, aturan serta standar tertentu dan memiliki nilai artistik yang cukup tinggi. Pelestar- ian seni tari klasik perlu didukung dengan adanya wadah yang berupa sanggar tari. Sanggar Tari Warini merupakan salah satu contoh sanggar tari klasik di Denpasar yang dibangun untuk memberi pelatihan, menyalurkan minat dan bakat seni pada generasi muda. Untuk mening- katkan daya tarik, daya ajar dan menjaga eksistensi Sanggar Tari Warini, maka diperlukann- ya pengembangan dengan menghadirkan ruang baru seperti perpustakaan, cafeteria, galeri, kantor, hostel, ruang ganti, ruang sound, dan studio yoga. Cara lain untuk mengembangkan Sanggar Tari Warini adalah dengan menghadirkan konsep “Tari Legong Keraton” yang dipilih berdasarkan latar belakang kasus dan pemilik sanggar. Konsep ini diharapkan dapat menambah daya tarik, daya ajar dan eksistensi Sanggar Tari Warini untuk kedepannya. Kata kunci: Desain, interior, daya ajar, eksistensi, Tari Legong Keraton

PENDAHULUAN Tari klasik Bali masih diminati pada saat ini karena seni tari klasik memiliki norma, aturan serta standar tertentu dan memiliki nilai artistik yang cukup tinggi. Pelestarian seni tari klasik perlu didukung dengan adanya wadah yang berupa sanggar tari, salah satunya adalah Sanggar Tari Warini. Sanggar Tari Warini merupakan rumah tinggal Ibu Ni Ketut Arini yang selaku owner, sehingga ruang yang diperuntunkan untuk kegiatan utama pada sanggar tidak memiliki desain khusus sebagai pendukungnya. Banyaknya permasalahan yang menyangkut kebutuhan ruang dan aktifitas inilah yang penulis gunakan sebagai dasar permasalahan di da- lam merancang desain interior Sanggar Tari Warini. Pada perancangan interior sanggar ini, penulis memiliki keinginan untuk memfasilita- si para kalangan muda yang memiliki minat dan bakat dalam seni tari, yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dan kreatifitas dalam berkesenian. Selain itu penulis juga memiliki keingi-

504 nan untuk dapat mengembangkan mutu, kualitas, dan pengembangan sistem ajar pada Sanggar Tari Warini melalui desain interior yang diciptakan di dalam tugas akhir ini.

MATERI DAN METODE Metode desain yang digunakan pada ”Desain Interior Sanggar Tari Warini” dalam men- ganalisa masalah yaitu : 1. Metode Glass-Box dengan mencari data yang telah diidentifikasi sesuai klasifikasi obyek yang terkait dengan data literatur maupun fakta, manajemen, serta parameter yang secara keseluruhannya dianalisis secara sistematis menjadi dasar proses desain secara emosional maupun rasional, sebagai langkah menentukan ide gagasan, maupun tolak ukur yang akh- irnya dapat menjadi dasar dan bahan analisis untuk menentukan solusi sehingga terwujud gagasan pengembangan desain. 2. Metode Black-Box dengan cara berfikir intuitif (imagining). Untuk melaksanakan pendekat- an metode kotak hitam, seorang penulis melakukan brain mapping dengan hasil pengalaman serta referensi dari beberapa sumber. Sehingga menciptakan desain yang benar-benar asli dari penggabungan pikiran seorang desainer. Dari metode desain yang digunakan diatas, penulis memiliki proses perancangan yang dija- dikan dasar didalam mendesain interior Sanggar Tari Warini, yang dijelaskan dengan skema berikut;

Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan objek kasus yang ingin diambil, kemudian mencari informasi mengenai identitas dari Sanggar Tari Warini, serta karakteristik

505 lingkungan arsitektural disekitar sanggar. Kemudian penulis mengumpulkan data lapangan, diantaranya fakta mengenai interior Sanggar Tari Warini dan kebutuhan aktifitas pengunjung serta pemiliknya. Dari data yang dikumpulkan maka ditemukannya masalah didalam Sanggar. Masalah tersebut kemudian di analisis dan menghasilkan sintesa. Setelahnya penulis memberikan ga- gasan yang berupa konsep, kriteria, tujuan yang diperoleh saat melakukan kajian pustaka dan mendapakan gambar inspirasi. Setelahnya dihasilkanlah gambar pengembangan yang berupa desain final.

PEMBAHASAN Konsep Berdasarkan kebutuhan desain interior sanggar tari Warini dan latar belakang masalah, maka desain interior Sanggar Tari Warini memakai konsep “Tari Legong Keraton”.

Latar Belakang Pemilihan Konsep Alasan awal penulis mengambil Tari Legong Keraton sebagai konsep dasar dikarenakan Ibu Ni Ketut Arini, S.Sn selaku owner merupakan seorang maestro tari klasik Bali, yang salah satunya adalahTtari Legong Keraton. Selain itu penulis mengangkat visi dan misi sanggar yang mengutamakan perasaan dan penjiwaan pada seni tari yang diajarkan pada setiap siswanya. Hal ini serupa dengan definsi kata “tari” yang berarti pengungkapan ekspresi jiwa. Diceritakan sebelumnya bahwa tari legong keraton menceritakan abdi raja yang ditarikan oleh seorang Con- dong yang memiliki kesetiaan pada tuannya. Karakter kesetiaaan tersebut memiliki persamaan dengan ciri khas dari Sanggar Tari Warini yang setia melestarikan tari klasik yang diajarkan kepada siswanya hingga saat ini. Tari Legong Keraton adalah salah satu tari klasik yang dipercaya sebagai sumber inspi- rasi munculnya tari-tari kreasi baru di Bali. Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji (abad ke-12 dan ke-13, masa Kerajaan Kadiri), yaitu tentang seorang abdi raja yang memiliki kesetiaan dan tentang keinginan raja (Adipati) Lasem (sekarang masuk Kabupaten Rembang)

untuk meminang Rangkesari, putri Kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculiknya. Sang putri menolak pinangan sang Adipati karena ia telah terikat oleh

506 Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri, yang merupakan kakak dari sang putri Rangkesari, menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, adipati Lasem harus menghadapi serangan burung garuda pembawa maut. Ia berhasil melari- kan diri tetapi kemudian tewas dalam pertempuran melawan raja Daha.

Penjabaran Konsep Sebelum menemukan konsep dasar yang terpilih dalam mendesain interior Sanggar Tari Warini, penulis memiliki ide pemantik yang dituangkan dalam kalimat dan dapat dijadikan sebagai konsep umum yaitu “Representasi Gerak dalam Desain Interior Sanggar Tari Warini”. Konsep umum ini dipilih berdasarkan aktifitas utama pada sanggar adalah aktifitas menari, yang berarti ungkapan ekspresi melalui gerakan. Pengertian konsep umum yang dimaksud ada- lah “desain interior yang menggunakan proses pemaknaan secara abstrak dalam suatu bentuk yang kongkret mengenai perubahan posisi terhadap suatu titik acuan”. Sebuah tarian dapat merepresentasikan sebuah makna yang tuangkan melalui gerakan didalamnya. Maka dipilihlah Tari Legong Keraton sebagai konsep dasar yang dipayungi oleh konsep umum tersebut. Tari Legong Keraton merupakan jenis konsep hirarki/hakekat yang memiliki nilai kebenaran terhadap reaksi, ekspresi jiwa, perasaan dan karakter yang dituangkan melalui gerakan yang ritmis, alur cerita utama tari dan karakter dari penokohan didalam tari legong keraton. Gaya desain yang digunakan adalah gaya modern dan digabungkan dengan sentuhan material lokal, seperti penerapan material alam. Penggunaan material lokal dalam gaya modern tersebut didapat dari hasil pemetaan pemikiran dari historis dibalik Tari Legong Keraton, yang merupakan tarian asli Bali (ciptaan masyarakat lokal). Selain itu, gaya modern juga diaplikasikan pada ruang yang memiliki fungsi ganda sesuai dengan aktifitas yang terjadi didalamnya. Ruang tersebut adalah cafeteria dan panggung pertunjukan. Pada saat tidak ada aktifitas pertunjukan tari, maka panggung tersebut menjadi area cafeteria. Area ini berada diluar bangunan, sehingga pada saat adanya aktifitas pertunjukan tari maka area parkir dapat menjadi area penonton. Dalam konsep perwujudan ruang menggunakan alur cerita utama tari legong keraton yang dibagi menjadi 3 plot cerita, diantaranya;

507 Menceritakan seorang abdi raja yang setia melayani raja Adipati. Kata kunci yang didapat dari plot cerita pertama ini adalah kata “pelayanan”. Jadi ruang pertama yang ditemukan pada setiap lantai bangunan dalam sanggar tari warini adalah ruangan yang memberikan jasa pelayanan, diantaranya; resepsionist, cafeteria, perpustakaan, ruang TU dan akademik, ruang keluarga dan hostel. Plot kedua menceritakan adanya konflik raja adipati dengan putri Rangkesari. Kata kun- ci yang diapat adalah “konflik”. Konflik yang dimaksud adalah perdebatan perasaan, proses ber- fikir dan proses menyelesaikan sebuah masalah. Jadi ruang yang dimaksud adalah ruang ganti, ruang rias, gudang, toilet, kantor, dan ruang rapat. Plot ketiga menceritakan kemenangan raja Daha dalam pertempuran dengan raja Adi- pati. Kata kunci yang didapatkan adalah “kemenangan”. Kemenangan yang dimaksud adalah pembuktian diri, ekspresi, dan ketenangan. Ruangan tersebut adalah Studio tari, galeri, panggu- ng pertunjukan, dan studio yoga. Konsep ruang dijelaskan dengan bantuan visual dibawah ini :

Gambar 2 Konsep Ruang Pada denah Lt. 1 dan Lt.2

Sumber : Penulis, 2016

508 Pada elemen pembentuk ruang menggunakan ciri khas tari legong keraton yaitu gera- kan nyregseg, luwes dan gemulai sebagai konsepnya. Nyregseg merupakan gerakan penarikan kaki yang berpindah tempat dengan cepat yang seolah-olah menyeret kaki untuk bergeser kesisi lain. Nyregseg diaplikasikan pada dinding koridor yang menciptakan kesan pengulangan. Lu- wes biasannya diartikan sebagai sesuatu yang fleksibel dan lentur, sedangkan gemulai memiliki arti dan kesan dari gerakan tubuh seorang wanita. Pada desain interior sanggar Tari Warini, luwes dan gemulai diaplikasikan pada dinding yang melengkung sehingga memberikan kesan gerakan tersebut. Selain itu pada plafon diberikan penurunan level dengan bentuk yang mengi- kuti bentuk untuk mengumpamakan sebuah gerakan.

Gambar 3 Pengaplikasian nyregseg pada Elemen Pembentuk Ruang

Sumber : Penulis, 2016

Pada organisasi ruang menggunakan cluster sebagai konsep. Organisasi ruang Cluster merupakan pengelompokan ruang berdasarkan kedekatan visual yang saling berhubungan. Hal ini sesuai dengan kata kunci hasil pemetaan pemikiran yaitu gerakan mengikat yang merupa- kan salah satu visual tari yang memiliki hubungan dengan gamelan pada setiap gerakan. Jika diaplikasikan pada ruang, Gerakan mengikat sebagai dasar/sumbu pengelompokan ruang yang digunakan untuk menegaskan pentingnya hubungan antar ruang. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan ruang 1 dengan ruang lainnya berdasarkan aktifitas yang terjadi didalamnya. Untuk konsep material, menggunakan representasi ketulusan seorang abdi raja. Pada tari legong keraton, penari pertama yang muncul pada pementasannya disebut dengan Condong yang ber- peran sebagai seorang abdi raja Adipati. Abdi raja ini memiliki ketulusan dan kemurnian hati dalam melayani dan melaksanakan tugas dari tuannya. Jadi ketulusan dan kemurnian tersebut

509 yang penulis gunakan pada desain material Sanggar Tari Warini, dengan cara meminimalkan finishing yang berlebihan dan menonjolkan bentuk dan warna material yang digunakan. Mis- alkan penggunaan material kayu pada sebuah fasilitas. Finishing yang digunakan adalah clear finished, sehingga material yang digunakan dapat terlihat jelas.

Gambar 4 Pengaplikasian warna pada desain

Sumber : blog.rumah123.com

Pada pengaplikasian warna menggunakan pola kompleks sebagai konsepnya. Pola ini merupakan suatu kesatuan warna (unity) yang memiliki hubungan dengan cara repetisi (pen- gulangan), transisi (kemiripan) ,penyelarasan (oposisi) agar mendapatkan pencapaian irama. Berikut merupakan warna-warna yang diaplikasikan pada desain;

Gambar 5. Pengaplikasian warna pada desain

Sumber : www.dhcindo.xyz

Untuk konsep utilitas, menggunakan salah satu histori dari Tari Legong yaitu menari di bawah sinar bulan. Pada pengaplikasiannya memaksimalkan pencahayaan buatan dan alami, serta kesan dan suasana berada di alam. Konsep untuk fasilitas mengambil dari karakter tari yang energik dan gemulai. Energik yang berarti memberikan kesan semangat pada saat fasilitas tersebut digunakan, dan bentuk yang gemulai sebagai representasi dari gerakan tari. Penggunaan konsep Tari Legong Keraton bertujuan untuk menumbuhkan tingkat kon-

sentrasi belajar, memberikan kesan semangat, memenuhi tuntutan civitas, dan memberikan suasana yang baru dan berbeda dari sanggar lain yang ada di Bali. Konsep Tari Legong Keraton diperjelas dengan skema konsep dibawah ini;

510 DAFTAR RUJUKAN Hasil wawancara dengan Ni Ketut Arini, 2015 www.dhcindo.xyz/Warnamonokromatik

511 KEHIDUPAN GENERASI MUDA MASA KINI DALAM VISUAL LAPUK PADA KARYA SENI LUKIS

I Made Artana

Abstrak Dampak dari globalisasi yang menyeret dan mencampur unsu-unsur budaya lokal den- gan budaya asing berimbas terhadap degradasi moral yang terjadi pada kehidupan generasi muda masa kini dalam berbudaya. Teknologi yang salah dipergunakan dan pergaulan bebas, menyebabkan lapuknya nilai-nilai moral pada diri seseorang. Seperti batang kayu yang terinfek- si hama mengakibatkan kerusakan fatal pada kayu tersebut, sehingga memunculkan ide pencip- ta untuk memfisualisasikannya pada karya seni lukis simbolis. Adapun permasalahannya yaitu; Bagaimana ide untuk mengungkapkan kehidupan generasi muda masa kini, sehingga dapat menjadi karya lukis simbolis. Bagaimana wujud visual lapuk dan proses pembuatan karya lukis simbolis kehidupan generasi muda masa kini. Apa makna lapuk dari karya lukis kehidupan generasi muda masa kini yang diciptakan tersebut. Adapun tujuannya yaitu untuk mewujud- kan ide pencipta dalam menciptaan karya seni lukis simbolis bertemakan kehidupan generasi muda masa kini. Untuk memvisualkan makna lapuk yang terjadi pada kehidupan generasi muda masa kini ke dalam karya seni lukis. Mamfaatnya dapat mengetahui ide pencipta di da- lam penciptaan karya lukis simbolis kehidupan generasi muda masa kini. Dapat dipakai sebagai bahan perenungan bagi masyarakat khususnya generasi muda dalam mengambil sikap untuk menjalankan kehidupan moderen seperti saat ini. Melalui gagasan di dalam mewujudkan karya-karya yang akan diciptakan, dengan ke- mampuan berolah estetik dan mengolah unsur-unsir seni rupa, seperti garis, warna, bentuk, tekstur dan ruang diolah dalam proses eksplorasi, improvisasi dan forming, menghasilkan ikon- ikon metafor sebagai simbolis dari kehidupan generasi muda masa kini yang memiliki mak- na di dalamnya dan nilai estetik. Sehingga terwujudnya karya lukis seperti; Tenggelam Dalam Kegelapan, Terbawa Arus, Maya Rupa, Kelelawar Malam, Anjing Kesanga, Galau, Membuka Diri, Terkontaminasi, Penggoda, dan Dialog Gelap, adalah hasil dari eksplorasi panjang yang dilakukan merupakan pemaknaan dari lapuknya nilai-nilai moral yang terjadi pada sisi negatif kehidupan generasi muda masa kini. Diharapkan dengan tercapainya karya ini dapat berguna bagi masyarakat khususnya generasi muda sebagai sarana pencerahan dalam menjalani kehiduan modern seperti saat ini. Kata kunci: Generasi Muda Masa Kini, Visual Lapuk, Seni Lukis.

512 LATAR BELAKANG Perkembangan zaman memang tidak bisa dihindari akibat dari arus globalisasi yang semua negara mengalaminya termasuk Indonesia. Globalisasi diartikan sebagai proses yang menghasilkan dunia tunggal. Masyarakat di seluruh dunia menjadi saling tergantung di semua aspek kehidupan: politik, ekonomi, dan budaya, (Setiadi dan Usman Kolip 2011: 686). Tantan- gan masyarakat Bali pada saat ini sangat kompleks, hal ini dapat di lihat dari pertemuan budaya lokal dan global yang masuk ke dalam kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan memu- darnya nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki, seperti gotong-royong, etika dalam berbicara, ber- perilaku dan berpenampilan. Hal ini sangat perlu untuk diperhatikan agar dapat berbenah diri dalam menentukan sikap yang akan dilakukan. Dengan perkembangan teknologi, informasi, telekomunikasi, dan pariwisata dampak globalisasi ini begitu cepat masuk ke dalam kehidupan masyarakat terutamanya pada genera- si muda, merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan generasi sebelumnya pada usia formatif antara 17-25 tahun, KBBI (2008:440). Tidak dapat dipungkiri setiap perubahan dan perkembangan pasti mengandung sisi fositif dan negatif tergantung dari sudut pandang mana melihatnya. Pencipta melihat dari sisi positif memang perubahan itu menyebabkan berkembangnya pengetahuan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, memudahkan di dalam berkomunika- si serta mencari informasi. Beberapa manfaat yang dirasakan pada kehidupan masyarakat saat ini seperti; berkembangnya pengetahuan masyarakat tentang teknologi baik dari pemanfaatan maupun pembuatannya, mudah dan cepat di dalam melakukan komunikasi dan mengumpul- kan data-data tentang fenomena yang terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri. Dengan berkembangnya pariwisata menyebabkan banyak turis nasional maupun internasional yang datang ke Bali, sehingga menyebabkan terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Tetapi sisi negatif dari perkembangan teknologi dan pariwisata menyebabkan banyak generasi muda yang mulai kehilangan kepribadian diri dalam berbudaya, dan malahan lebih suka malas-mala- san, hal ini dapat dilihat dari sikap dan perilaku dalam menjalankan kehidupan di masyarakat. Banyak generasi muda lupa dengan budaya yang dimiliki dan malah meniru budaya barat sep- erti cara berpakaian yang nyentrik cenderung bagian-bagian tubuh yang seharusnya ditutupi dan tidak diperlihatkan pada orang lain tetapi sekarang malah dipertontonkan, bahkan itu dijal-

513 ani tanpa melihat kondisi keluarganya sendiri, apakah mampu atau tidak mampu secara materi. Perkembangan teknologi informasi seperti penemuan google, media sosial, game on line yang menyediakan berbagai bentuk dan kepentingan dapat diakses dari seluruh dunia, membuat masyarakat dimanjakan dan seolah tidak ada jarak untuk berhubungan dengan in- difidu-indifidu atau indifidu dengan kelompok lain yang memiliki keyakinan dan kebudayaan berbeda. Bahkan google dan media sosial yang seharusnya dipergunakan untuk mengumpul- kan informasi, dan berkomunikasi digunakan untuk hal-hal negatif seperti menonton vid- eo-video porno dan mencari teman selingkuhan, ini merupakan salah satu contoh moral yang rusak. Game on line membuat para generasi muda saat ini cenderung asik sendiri bermain gejet atau laptop sehingga jarang bergaul dengan masyarakat di sekitarnya, hal ini membuat generasi muda menjadi rentan dan mudah terpengaruh oleh budaya luar di antaranya: Senang pesta, berpakaian minim, mabuk-mabukan, pergi ke diskotik atau klab malam, sex bebas, narkoba, balapan di jalanan, berkelahi dan lain sebagainya, yang merupakan faktor terjadinya kenakalan remaja. Penomena perubahan sikap, perilaku dan gaya hidup kearah negatif tersebut dapat dianalogikan pencipta sebagai lapuknya nilai-nilai moral yang terjadi pada sisi negatif dari kehidupan generasi muda masa kini. Sehingga dengan lapuknya nilai moral pada diri seseo- rang otomatis akan menyebabkan perilaku, perbuatan dan penampilan juga akan rusak. Seperti batang kayu yang terinfeksi hama pasti akan mengalami lapuk sehingga menyebabkan kehan- curan fisik pada kayu tersebut, itu merupakan salah satu esensi dari ketidak abadian di dunia ini. Bila Pencipta cermati dari sisi keindahannya, perubahan perilaku dan gaya hidup terse- but, banyak hal-hal indah yang dimunculkan, seperti pakaiannya modif, rok pendek, celana robek-robek, aksesoris mentereng, gaya berjalan, gaya tubuh, cara bergaul yang begitu bebas, perilaku-perilaku aneh, badan bertato, bagian-bagian tubuh terbuka seperti pinggul, perut, dada, paha, sehingga kelihatan begitu seksi. Namun di balik keindahan tersebut bila dicerma- ti dari nilai-nilai budaya, telah terjadinya kemerosotan nili-nilai moral generasi muda masa kini. Seperti kemerosotan etika dan norma di dalam bertindak laku contohnya; berpenampilan urak-urakan, malas-malasan, mabuk-mabukan, sex bebas, kekerasan dan tindakan-tindakan

kriminal yang telah terjadi di masyarakat. Kejadian ini sangat menarik menurut pencipta untuk diangkat menjadi tema karya, yaitu “Kehidupan Generasi Muda Masa Kini Dalam Visual Lapuk

514 Pada Karya Seni Lukis”, diwujud visualkan ke dalam karya lukis, apalagi generasi muda merupa- kan calon penerus bangsa, yang perlu untuk diperhatikan dan diberikan pencerahan. Sehingga menjadi pemantik ide pencipta untuk memvisualisasikannya ke dalam karya lukis dua dimen- si, dengan menggunakan permainan garis dan warna sehingga membentuk ikon-ikon metafor yang dibuat menyerupai tekstur kayu lapuk sebagai cerminan ketidak abadian dari wujud fisik benda di dunia ini yang menjadi kebanggaan seseorang, dan sekaligus menjadi simbol pelapu- kan nilai-nilai moral dari sisi negatif kehidupn generasi muda masa kini tercermin dari perilaku dan perbuatan yang dilakukannya.

Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, pencipta merumuskan masalah dalam pen- ciptaan ini sebagai berikut : a. Bagaimana ide untuk mengungkapkan Kehidupan Generasi Muda Masa Kini, sehingga dapat menjadi karya lukis simbolis? b. Bagaimana wujud visual lapuk dan proses pembuatan karya lukis simbolis Kehidupan Gen- erasi Muda Masa Kini? c. Apa makna lapuk dari karya lukis Kehidupan Generasi Muda Masa Kini yang diciptakan tersebut?

Tinjauan Tentang Generasi Muda. Riberu dalam Tangdilintin (2008:25), menyebutkan muda-mudi dimaksudkan kelom- pok sexennium ketiga dan keempat dalam hidup manusia (13-24 tahun). Bagi yang bersekolah, usia ini sesuai dengan usia sekolah lanjutan pertama sampai perguruan tinggi. Batasan ini pal- ing longgar sampai usia 30 tahun sejauh belum menikah. Setiadi dan Usman Kolip (2011:735) berpendapat tentang kenakalan remaja: Gejala ini dipicu oleh semakin pudarnya nilai-nilai budaya bangsa sebagai akibat terkikisnya budaya na- sional. Kenakalan remaja dipicu oleh sifat atau kepribadian jiwa remaja yeng masih labil yang sedang mencari jati dirinya. Norma-norma keluarga ditinggalkan sementara mereka beralih kiblat pada tokoh-tokoh yang diidolakan dari berbagai tayangan media masa. Maksudnya te- knologi internet, siaran televisi dapat menangkap siaran luar negeri hingga Unsur-unsur budaya

515 asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa dapat dengan mudah masuk ke wilayah suatu bangsa negara bagaikan virus endemik yang menyerang suatu daerah dengan tanpa diketahui darimana asal usul dan cara masuknya. Di antara kenakalan remaja sebagai akibat dari gejala globalisasi yang paling menonjol pelanggaran atas norma-norma asusila, seperti pergaulan be- bas dan perkawinan di luar nikah. Cara berpakaian para remaja mengikuti tren dewasa ini, tan- pa mempertimbangkan unsur-unsur kepantasan atas dasar norma dan etika sehingga mengun- dang pihak lain melakukan kejahatan, tindakan pemerkosaan. Kemaksiatan merajalela dengan munculnya kafetaria, diskotik, dan berbagai tempat hiburan lainnya yang sering kali menjadi sarang transaksi narkoba dan benda-benda terlarang lainnya. Berbagai tindakan lainnya yang ngetren dewasa ini diantaranya tawuran antarremaja hingga melibatkan teman yang berakhir dengan perang antar klompok yang menimbulkan korban dikedua belah pihak. Dari kejadian di atas pencipta dapat menarik kesimpulan, bahwa terjadinya degradasi moral, atau pelapukan nilai-nilai moral pada sisi negatif dari kehidupaan generasi muda saat ini dalam berbudaya. Sehingga tindak prilaku, dan penampilan mereka menjadi rusak. Semua itu terjadi karena mereka hanyut dalam dunia moderenisasi, yang dimana kecanggihan teknologi, dan pergaulan bebas dipakai untuk hal-hal negatif seperti, menonton video-video porno, ma- buk-mabukan, sek bebas, sehingga mengakibatkan pikiran mereka terkontaminasi virus-virus negatif yang menggrogoti dan mendominasi dirinya.

PROSES PENCIPTAAN Proses Penjajagan (Eksplorasi) Proses penjajagan merupakan proses yang paling awal dilakukan untuk membuat karya seni lukis. Proses ini dilakukan untuk mencari informasi serta mengumpulkan data-data ten- tang penomena-penomena yang terjadi di masyarakat, sebagai bahan pertimbangan dalam penggalian ide tentang tema yang ingin diangkat. Adapun proses penjajagan yang dilakukan pencipta sebagai berikut: a. Pengamatan objek secara langsung di lapangan. b. Pengamatan melalui karya seni di masyarakat.

c. Pengamatan melalui foto-foto. Dalam tahapan ini seperti yang diuraikan Wallas dalam Damajanti (2006) melakukan

516 tahapan Persiapan (preparation): tahap eksplorasi masalah, di mana si pencipta menemukan masalah dan mulai memikirkan pemecahannya. Dapat ditarik kesimpulan tahapan ini adalah tahapan pemecahan masalah. Masalah dalam penciptaan ini adalah sisi negatif dari kehidupan generasi muda masa kini. Kemudian melakukan pengeraman (Incubation): Pada tahapan inilah bagian bawah sadar atau prasadar mengambil alih dan memecahkan persoalan. Di bawah sadar atau prasadar ini data-data, informasi, dan pengalaman yang tersimpan saling terkait, terfor mulasikan menuju suatu pemecahan. Dari teori di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam tahapan pengeraman ini mer- upakan tahap pemecahan masalah, dimana terjadinya kecocokan atau perpaduan antara mas- alah yang diangkat dengan pengalaman estetis yang pernah dialami pencipta. Sehingga memu- nculkan pemecahannya yaitu; mengungkapkan terjadinya degradasi moral pada diri generasi muda masa kini, sebagai pelapukan nilai-nilai moral yang diungkapkan ke dalam karya lukis simbolis dengan menampilkan ikon-ikon sebagai metafor. Percobaan (Improvisasi) Dalam tahapan ini pencipta melakukan percobaan-percobaan yaitu melakukan esper- imen tekstur, warna, serta kanvas, supaya hasilnya kuat dan maksimal sehingga mampu men- dukung konsep serta objek yang ditampilkan. Menterjemahkan ide ke dalam beberapa bentuk sketsa di atas kertas dengan mempertimbangan unsur-unsur seni rupa yaitu garis, bentuk, war- na, komposisi dan keseimbangan. Bentuk objek serta simbol yang dibuat disesuaikan dengan pesan yang ingin disampaikan. Kemudian beberapa hasil dari sketsa itu diseleksi, dengan pertimbangan komposisi, bentuk objek yang tercipta dari proses perancangan awal atau sketsa, antara sadar (sengaja) atau tidak sadar (tidak sengaja) terbentuk simbol yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, kemudian itu dipilih untuk diwujudkan dan disempurnakan lagi di atas media kanvas. Pembentukan (Forming) Tahap forming merupakan tahap untuk mewujudkan karya, baik dari sketsa atau ga- gasan yang sudah dibuat ke dalam media kanvas yang dipergunakan. Sebelum melukis pencipta melakukan persiapan media terlebih dahulu yaitu: Kain kanvas dibentangkan dengan spanram sesuai dengan ukuran yang diinginkan, kemudian dilapisi dengan cat No Drop sebanyak dua (2) lapis, dengan takaran satu (1) kg cat banding dua (2) gelas besar air dingin dilapisi dan tung-

517 gu sampai kering. Selanjutnya membuat tekstur tebal dengan menggunakan serbuk kayu dan lem fox, dengan takaran satu (1) lem fox banding 1,5 kg serbuk kayu, lalu dicampur dengan air sampai adonan benar-benar lembut, kemudian dipoleskan ke atas kanvas dengan menggunkan kuas ukuran besar sampai semua bagian tertutupi dan jemur sampai setengah kering. Selanjutn- ya kerok dengan sisir besar untuk membuat tekstur kasar agar menambah nilai raba dari karya, kemudian barulah dijemur sampai kering. Pada warna background pencipta mengunakan dua teknik guyur untuk membuat teks- tur warna retak atau pecah-pecah, namun kedua dari teknik tersebut memiliki cara yang sedikit berbeda seperti berikut: a. Cara yang pertama: kanvas yang sudah berisi tekstur dilapisi dengan warna gelap atau terang sesuai dengan yang diinginkan dan tunggu sampai kering. Pada tahapan ini sangat penting karena warna ini akan muncul setelah nanti dilakukan pengguyuran untuk membuat warna retak. Selanjutnya dilapisi tipis background yang ingin diwarnai dengan minyak goreng, lalu ditutupi dengan cat acrylic yang dicampur dengan air agak encer, warna disesuaikan dengan gradasi yang diinginkan, bisa menggunakan warna primer, sekunder dan tersier, kemudian dipoleskan dengan kuas sesuai dengan gradasi dan warna yang di inginkan secara merata. Setelah semua bagian sudah tertutupi jemur ditempat panas selama 1 menit. Kemudian kan- vas diberdirikan dan melakukan pengguyuran dengan air putih menggunakan botol plastik yang ujungnya dilubangi dengan paku agar semprotan airnya tajam, sehingga bagian-bagian yang kena semprotan warnanya akan meleleh dan menimbulkan efek pecah-pecah sesuai dengan yang diinginkan, lalu tunggu sampai kering dan siap direspon. b. Cara yang kedua: kanvas yang sudah berisi tekstur tutupi dengan warna background yang diinginkan, dengan cat acrylic bisa menggunakan warna-warna primer, skunder, dan tersi- er sesuai dengan gradasi warna yang ingin ditampilkan. Setelah semuanya sudah tertutupi kanvas diberdirikan dan basahi sedikit warna tersebut dengan air menggunakan semprotan botol plastik yang ujungnya di lubangi dengan paku kecil. Kemudian guyur dengan warna biru gelap encer, yang dimasukan kedalam botol plastik, Sehingga akan memunculkan efek pecah-pecah pada bagian warna pertama yang sudah diblaok tadi, selanjutnya tunggu sampai

kering dan siap untuk direspon.

518 Setelah background siap sekarang barulah memindahkan sketsa yang sudah dirancang dan dipilih ke atas kanvas, menggunakan kuas dan warna. Sketsa dibuat detail dengan mem- pertimbangkan komposisi, dan bentuk sesuai dengan makna yang ingin disampaikan, sampai benar-benar kelihatan pas menurut pencipta. Tahapan keberikutnya yaitu bloking sket meng- gunakan warna, dengan mempertimbangkan pencahayaan, komposisi dan keseimbangan. Pada tahapan ini pencipta juga harus memperhitungkan pencampuran warna dengan matang dan melakukan bloking dengan merata, karena pada tahapan ini juga akan menentukan kepadatan warna dan keseimbangan atau balance. Membuat riil atau detail bentuk objek, pada tahapan ini pencipta mulai membuat objek yang digambar sesuai dengan hayalan pencipta terhadap bentuk dari objek tersebut, menggu- nakan permainan warna dan garis sampai membentuk objek secara ditail. Dan yang terahir melakukan Finishing yaitu merespon atau mempertegas seluruh bagian-bagian yang ingin di- tonjolkan dan mempertegas pencahayaan atau kontras.

WUJUD KARYA Dalam penciptaan karya seni lukis untuk mencapai wujud yang maksimal melewati beberapa tahapan-tahapan serta proses yang cukup lama agar mencapai hasil yang maksimal, selain itu juga dibutuhkan ketekunan keseriusan dan ketelitian dalam proses pengerjaannya. Wujud karya yang pencipta tampilkan merupakan hasil dari pengungkapan gagasan ke dalam karya seni lukis dua dimensi, dengan menampilkan ikon-ikon sebagai cerminan dari kehidupan generasi muda masa kini. Dalam wujud karya tersebut akan dibahas mengenai dua aspek yaitu Ideoplastis dan Fisioplastis. Aspek Ideoplastis Aspek ideoplastis dalam karya pencipta, yaitu sisi negatif dari kehidupan generasi muda masa kini, diantaranya perubahan perilaku, gaya berpenampilan, mabuk-mabukan (miras), dan sek bebas. Itu sebagai ide pencipta yang akan diwujud visualisasikan ke dalam karya lukis dua dimensi, dengan menampilkan ikon-ikon sebagai metafor di antaranya; topeng, bunga, ku- pu-kupu, ulat, boneka, anjing, buaya dan manusia, divisualkan menyerupai kayu lapuk, sebagai simbol ketidak abadian di dunia ini dan lapuknya nilai-nilai moral dalam diri seseorang.

519 Aspek Fisioplastis Aspek fisioplastis pada karya pencipta dapat dilihat dari unsur-unsur seni rupa yang dipergunakan seperti garis, warna, bentuk , tekstur dan ruang, serta hal-hal lainya yang men- dukung perwujudan karya seni lukis. Pada karya yang telah diciptakan menggunakan berbagai jenis permainan garis di antaranya vertikal, horisoantal, patah-patah, melengkung, besar kecil, dan tebal tipis, yang dibuat secara tegas, garis dan asen warna-warna kontras tersebut untuk membentuk sebuah objek, sebagai simbol, ungkapan emosi dan kesan ruang pada karya. Pen- cipta menggunakan tekstur nyata agar dapat memberikan kesan greget pada warna dan seka- ligus sebagai nilai raba. Permainan ruang dan lelehan warna yang direspon pada latar belakang memberikan ruang-ruang imaji bagi penikmat, untuk merasakan getaran-getaran rasa yang dapat ditimbulkan oleh karya, sehingga memulculkan imaji dalam diri penikmat.

Wujud Karya:

Judul : Terbawa Arus. Ukuran : 120 cm x 150 cm. Bahan : Acrylic pada Kanvas. Tahun : 2016. Arus perkembangan zamann yang menyeret dan mencampur nilai-nilai budaya lokal dengan budaya asing yang masuk ke dalam sebuah wilayah, bagaikan virus endemik menyerang

entah dari mana asal usulnya, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi budaya. Salah satu penyebabnya karena perkembangan teknologi yang begitu canggih sehingga mampu men-

520 jangkau semua unsur-unsur budaya luar yang tidak sesuai dengan budaya lokal, dan mam- pu menyerapnya masuk ke dalam suatu wilayah. Jika teknologi itu disalah pergunakan maka dampak negatifnya dapat dirasakan pada kehidupan masyarakat saat ini salah satu contohnya terlihat pada kehidupan anak muda yang mengalami kemerosotan moral, sehingga memuncul- kan ide pencipta untuk memvisualisasikan pada karya seni lukis. Dalam karya ini terdapat ikon berbentuk lingkaran, sepruh berwarna terang dan separuhnya lagi berwarna gelap, di dalamnya terdapat gambaran figur wanita dengan aktifitas budaya yang berputar ke bawa dan dibagian satunya lagi aktifitas wanita kekinian yang berpu- tar ke atas. Di tengah-tengahnya terdapat handphone dengan kain putih yang tersedot maduk ke dalamnya, Menggunakan tekstur nyata dan pada bagian background terdapat lelehan-lele- han warna kontras. Ikon wanita sedang menjalankan teradisi lokal terjatuh kearah bawah berlatar belakang warna ochre cerah, sebagai simbol degradasi budaya. Di sisi satunya lagi wanita sedang men- jalankan kehidupan kekinian mengarah ke atas berlatar belakang warna coklat gelap, menyim- bolkan tumbuhnya budaya baru yang tidak jelas asal usulnya dan bersifat merusak nilai-nilai moral budaya lokal. Energi positif yang diserap oleh energi negatif ketika di salah pergunakan, disimbolkan dengan handphone yang menyerap energi positif, dan otak manusia terkurung di dalamnya, sehingga menjadi ketergantungan yang membuat hanyut dalam dunia ilusi. Tekstur dan lelehan warna-warna pada background sebagai nilai estetik serta dapat menimbulkan ru- ang-ruang imaji dalam diri penikmat. Dari penggambaran di atas sudah seyogianya masyarakat sadar dan selalu menyaring hal-hal positif dari perkembangan teknologi dan membuang hal- hal negatif yang dapat merusak dirikita sendiri dalam melestarikan budaya.

521 Judul : Anjing Kesanga Ukuran : 150 cm x 200 cm. Bahan : Acrylic pada Kanvas. Tahun : 2016. Pada saat sasih kesange anjing Bali mengumbar birahi di mana-mana mengaung untuk memanggil pasangannya, nafsu anjing tidak berbeda dengan nafsu manusia yang menghen- tak-hentak setiap saat. Seperti beberapa kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual yang be- lakangan ini terjadi di masyarakat, itu dikarenakan nafsu sex sual yang menghentak dan tidak terkendali sehingga menimbulkan keinginan untuk melampiaskannya. Penampilan juga men- jadi salah satu faktor pemantik kenapa nafsu seksual itu muncul pada diri seseorang, sehingga fenomena tersebut memunculkan ide pencipta untuk memvisualisasikannya pada karya seni lukis. Dengan menampilkan ikon wanita memakai pakaian seksi dan menggunakan topeng Celuluk sedang terseret anjing, sebagai simbol bahwa dengan berpenampilan terbuka seperti itu menjadi salah satu pemantik, munculnya nafsu sexsual pada diri lelaki yang ganas seperti ajing kesange yang siap menerkam kapan saja dengan tidak terkendali. Topeng Celuluk sebagai sim- bol bahwa wanita tersebut juga sangat perlu untuk diperhatikan dizamanan seperti sekarang ini, jangan asal melampiaskan nafsu semata. Karena memiliki sifat yang bisa saja sengaja menggoda, memancing dan dikenal sadis, karena memiliki virus HIV aids yang siap membunuh lelaki itu kapan saja, disimbulkan dengan ganasnya ulat-ulat merah sebagai virus tersebut. Pada back- ground garis vertikal berwarna hijau dan biru menyimbolkan energi positif yang berhubungan

522 dengan spiritualitas. Sedangkan garis horizontal berwarna merah menyimbolkan segala sesuatu yang dipandang duniawi dan berhubungan dengan kepuasan, hasrat yang mengarah ke kegela- pan. Kedua energi ini saling berbenturan dan ketika hawanafsu dan kegelapan menyelimuti diri seseorang sehingga energi positif akan terkontaminasi oleh energi negatif yang menyebabkan kehancuran itu terjadi. Bayangan wanita dengan payudara rusak diserang anjing sebagai simbol ganasnya hasrat negatif lelaki ketika tidak terkendali. Kejadian ini dapat menjadi cerminan agar mampu mengontrol diri, ketika bersikap dan berpenampilan supaya sesuai dengan norma dan etika yang ada, agar tidak terjadi hal-hal negatif yang tidak diinginkan.

KESIMPULAN Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan ide pencipta yaitu mengungkapkan sisi negatif dari kehidupan generasi muda masa kini, yang, di visualisasikan ke dalam karya seni lukis dua dimensi, dengan menggunakan permainan garis dan warna sebagai ungkapan emo- si. Dibuat membentuk ikon-ikon sebagai metafor seperti di antaranya; topeng, bunga mawar, kupu-kupu, anjing, buaya, ulat, dan pakaian robek, diwujud visualkan menyerupi kayu lapuk, sebagai simbol ketidak abadian dan lapuknya nilai-nilai moral. Visual lapuk yang ditampilkan adalah sebagai makna konotatif yang meiliki makna per- buatan-perbuatan negatif dari kehidupan generasi muda masa kini, mengalami lapuknya nilai- nilai moral seperti, merokok, mabuk-mabukan, berpenampilan hyper feminin, pemerkosaan, selingkuh, badanya ditato, sehingga dari perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan hal-hal negatif yang terjadi, seperti yang ditampilkan pada karya-karya pencipta. Selain itu dengan menggunakan permainan garis dan warna sehingga membentuk ikon-ikon yang menyerupai kayu lapuk sebagai simbol ketidak abadian, dan lapuknya nilai-nilai moral pada diri seseorang. Dalam proses perujudannya ide menjadi karya lukis simbolis, melalui kemampuan berolah estetik dan mengolah unsur-unsur seni rupa seperti, garis, warna, bentuk, tekstur, dan ruang. Melewati beberapa proses yaitu; proses penjajagan (eksplorasi) yaitu proses penggalian ide atau data-data tentang penomena yang akan diangkat, melalui pengamatan secara langsung di lapangan, pengamatan melalui karya seni, dan pengamatan melalui foto-foto. Selanjutnya tahap percobaan (improvisasi) yaitu melakukan percobaan-percobaan diantaranya esperimen tekstur, warna, kanvas dan membuat rancangan sketsa. Yang terakhir pembentukan (forming)

523 tahapan ini adalah perujudan karya yang dilakukan secara serius, mulai dari pembuatan tek- stur, background, memindahkan sketsa ke kanvas, mewarnai hingga Finishing sampai karya benar-benar selesai menurut pencipta. Makna lapuk yang ditampilkan, mencerminkan terjadinya degradasi moral atau lapukn- ya nilai-nilai moral pada diri seseorang. Karena terseret arus moderenisasi dan teknologi yang salah dipergunakan, menyebabkan masuknya virus-virus negatif ke dalam jiwa seseorang, se- hingga mengakibatkan prilaku, perbuatan, dan penampilannya menjadi rusak. Ini merupakan salah satu esensi ketidak abadian di dunia ini, semua materi atau wujud fisik yang dibanggakan akan hancur dan mengalami perubahan.

DAFTAR PUSTAKA Artadi, I Ketut. 2009. Kebudayaan Spiritualitas Nilai Makna dan Martabat Kebudayaan Dimensi Tubuh Akal Roh dan Jiwa. Gedung Bali Post: Pustaka Bali Post. Asa Berger, Arthur. 2010. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana. Bendi Yudha I Made. 2009. Simbolisasi Bentuk Dalam Ruang Imaji Rupa. Laporan Penciptaan Dana Dipa Isi Denpasar.Penerbit: ISI Denpasar. Damajanti, Irma. 2006. Psikologi Seni. Bandung: PT Kiblat Buku Utama. Hadi, Sumandiyo, Y. 2003. Mencipta Lewat Tari. Yogyakarta:Manthili. Jaya Putra, I Gede. 2011. Tra Gedi Kecelakaan Kendaraan Sebagai Interpretasi Dalam Ke- hidupan. Skrip Karya Tugas Akhir. Penerbit: ISI Denpasar. Pringgodigno, A.G, 1977. Ensiklopedia Umum. Yogyakarta: Kanisius. Sarwono, Sarlito W. 2013. Pisikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Pers. Sarwono, Sarlito W. 2014. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta: Rajawali pers. Setiadi, Elly,M. dan Usman kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta Dan Gejala Per- masalahan Sosial:Teori, Aplikasi, Dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana. Sony Kartika, Dharsono. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains. Sony Kartika, Dharsono. 2007. Estetika. Bandung: Rekayasa Sains.

Sudarmaji, dan Dkk. 1985, Apresiasi Seni. Jakarta: Badan Pelaksana Pembangunan Proyek An- col.

524 Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Yogyakarta: DictiArt Lab & Djagad Art House. Tangdilintin, Philips. 2008. Pembinaan Generasi Muda. Yogyakarta: Konisius.

Website : http://beritabali.com/read/2010/01/13/Dicekoki-Miras http://www.solopos.com/2016/04/11/foto-kontroversial http://suaradewata.com/18/03/2016/Komplotan-Curanmor http://regional.liputan6.com/4/5/2016/kronologi-kasus-kematian-yuyun

525 KEHIDUPAN SPIRITUAL WANITA TUNA SUSILA DI DANAU TEMPE, SANUR DALAM KARYA SENI LUKIS

Oleh : I Made Landiastra Program Studi : Seni Murni. FSRD. ISI Denpasar

Abstrak Skripsi ini merupakan uraian tentang perwujudan karya seni lukis yang berjudul “Ke- hidupan Spiritual Wanita Tuna Susila di Danau Tempe, Sanur Dalam Karya Seni Lukis”. Dilema, tekanan batin, ditemui juga sebuah harapan dan ungkapan syukurnya kepada tuhan. Pencipta memvisualkan dengan bentuk – bentuk metafor yang mengandung makna dan nilai sebagai sebuah pesan. Nilai spiritual yang dimaksud dimaknai sebagai sebuah kondisi batin, perasaan, rohani, tekanan, dilema, kepalsuan, spiritual dari sisi negatif serta refleksi keyakinannya kepada tuhan yang diungkap menjadi karya seni lukis. Dalam penggarapan, pencipta merumuskan beberapa hal. Pertama bagaimana cara me- ngungkap kehidupan spiritual wanita tuna susila, yang kedua adalah bagaimana proses perwu- judan karya dan yang ke tiga adalah makna apa yang terdapat pada karya yang diciptakan. Dalam mewujudkan ide serta tema – tema pada lukisan, pencipta menerapkan beberapa metode antara lain, eksplorasi, improvisasi dan pembentukan. Dalam penciptaan karya seni lu- kis, pencipta menerapkan unsur - unsur seni rupa yang diwujudkan sesuai dengan kemampuan teknis pencipta selama proses belajar. Penerapan warna serta garis untuk mencapai karakter ser- ta suasana sesuai tema. Kesan yang dicapai adalah kesan cahaya yang cenderung menekankan pada warna, ruang dan garis. Dari judul di atas tercipta sepuluh karya yang dapat ditinjau dari aspek ide serta aspek visual, pencipta ingin menyampaikan kondisi yang dialami wanita tuna susila dengan diinterpretasi menjadi karya bermakna. Kata Kunci : Spiritual, Wanita Tuna Susila, Seni Lukis

Abstract This thesis describes the embodiments of the art paintings entitled “The Spiritual Life of the Prostitutes At Danau Tempe, Sanur In the work of art paintings”. In addition to their dilemmas and mental pressure, the prostitutes also have expectations and expressions of gratitude to the God. The creator visualizes the form of metaphor which is contains meaning and value as a message. The spiritual value is defined as a mental condition, feeling, spiritual, pressure, dilemmas, spiritual falsity of the negative side and the reflection of their faith to God which is revealed to be the work

526 of art paintings. In cultivation, the creator formulate some things. First how to reveal the spiritual life of the prostitutes, the second is the embodiment process of the work and the third is the meaning of what is contained in the work created. In order to realize ideas and themes of the paintings, the creator applies several methods which consist of exploration, improvisation, and formation. In these work of art paintings, the creator applies the elements of art that is revealed technically in ability of the creator during the learning process. The applications of colors and lines in order to achieve the character and atmo- sphere based on the theme. The impression that is achieved is the light impressions which tend to emphasize the color, space and lines. From the titled above, the creator creates ten works of art that can be viewed from the ideas and visual aspects, the creator wanted to convey the conditons experienced by the prostitues to be interpreted into a meaningful work of art paintings. Keywords : Spiritual, The Prostitutes, Paintings

PENDAHUUAN Ketika manusia membutuhkan kehidupan dunia hiburan dan materiil serta dunia kerohanian, maka wanita tuna susila juga membutuhkan hal yang sama. Wanita tuna susila (WTS) memang sangat identik dengan dunia hitam yang kelam jika dilihat dari norma-norma sosial yang terkontruksi oleh ajaran-ajaran agama. Ajaran-ajaran agama menuntun umatnya untuk tidak terjerumus ke dalam dunia kelam. Praktek tersebut kini telah menjadi unit usaha yang dilakukan secara terorganisir yaitu prostitusi. Prostitusi merupakan kegiatan pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan (KBBI ed. 4 hal 1107). Kehidupan WTS memang ada banyak resiko yang harus ditanggungnya. Profesi mer- eka memicu berbagai penyakit yang sewaktu waktu dapat membunuhnya. Mereka berupaya meminimalisir penyakit dengan memberikan alat kontrasepsi kepada setiap pelanggan. Ada sebuah anggapan bahwa para WTS adalah orang-orang terpinggirkan dari tindakan keag- amaan. Perempuan yang masuk dalam dunia malam juga menjadi kelompok yang paling rentan mengalami tekanan, baik tekanan dari strukturalnya maupun sosial dan kultural, mereka harus berhadapan dengan aparat penegak hukum, para mucikari, dan pandangan masyarakat yang menganggap mereka sebagai orang terpinggirkan. Namun, bukan berarti mereka tidak memi-

527 liki sebuah keyakinan.Sesungguhnya mereka sama saja seperti manusia pada umumnya yang membutuhkan dunia rohani, keyakinan. Tetapi stigma negatif telah terlanjur melekat demikian kuat pada mereka. Sebelumnya pencipta hanya mengetahui sebatas isu dari masyarakat tentang WTS di Danau Tempe, Sanur. Sepanjang yang diketahui tidak ada aktivitas spiritual di tempat tersebut. Setelah melakukan observasi ke lokasi, ternyata ada hal yang menarik, di komplek Danau Tem- pe ini terdapat 9 wisma dan di dalam wisma terdapat 10 orang WTS, jumlah ini pun tidak me- nentu. Dari wawancara dengan salah seorang WTS merubah pendapat saya tentang anggapan sebelumnya, ternyata masih ada yang melakukan aktivitas pemujaan. Menurut seorang WTS berusia 30 tahun asal tabanan, “Mawar (Nama samaran) ia selalu melakukan ibadah dengan mesuguh (Persembahan sehabis memasak berupa sesajen nasi serta lauk atau sayur yang dil- etakkan pada daun) setiap pagi di tempat tinggalnya yang tidak jauh dari komplek lokalisasi, ia melakukan itu sebagai ungkapan syukurnya pada Tuhan” (04/09/2016). Setiap orang berhak memiliki kepercayaan dan memiliki cara masing- masing untuk melakukannya. Akan tetapi, bukan berararti mereka tidak memiliki suatu keyakinan. “Mawar mengatakan, ia sangat yakin pada tuhan” (04/09/2016). Hal ini dapat pencipta ketahui dari wawancara secara langsung. Hal tersebut menjadi menarik bagi pencipta, karena ada semacam kontradiksi dari pen- gamatan terhadap aktivitas WTS yang terjadi. Aktivitas kehidupan sebagai wanita penghibur serta tetap mengekspresikan rasa syukur, harapan, serta keyakinan mereka terhadap Tuhan. Hal menarik juga pencipta amati di komplek yang menjadi lokasi transaksi, terdapat sebuah bangu- nan yang digunakan sebagai sarana pemujaan berupa pelinggihserta selalu ada kegiatan ritual kecil berupa sesajen di tempat tersebut. Ketika melihat permasalahan ini secara kasat mata, mungkin kita berpikir semua WTS tidak meyakini Tuhan, tetapi dari fenomena yang terjadi pencipta merasa tersentuh untuk terlibat dan mengekspresikan pengalaman dari pengamatan yang telah dilakukan. Dari pengetahuan tersebut, pencipta mencoba merenungi kembali apa yang dapat dis- ampaikan melalui objek ini. Hal yang ingin disampaikan adalah sebuah hembusan penyada- ran terhadap semua pihak dalam menyikapi persoalan ini, tidak semata – mata hanya melihat

dari satu sisi. Karena keberadaan WTS juga dipicu oleh adanya konsumen yang membutuhkan. Hal tersebutlah yang mendorong pencipta menciptakan karya seni lukis yang menggambarkan

528 keadaan dan kondisi kepasrahan, dilema, doa, tekanan, dan bentuk pemujaannya pada tuhan. Kondisi tersebut dimaknai sebagai hal spiritual yang lebih menekankan pada suasana hati. Pencipta ingin menampilkan serta menyampaikan kegelisahan ini melalui karya seni lukis. Menyampaikan gagasan dan pengalaman estetis yang terakumulasi dari observasi dan penda- laman terhadap objek. Mengungkapkan perasaan dalam karya seni lukis membutuhkan visual sebagai sebuah tanda sebagai bahasa ungkap. Seperti yang dikatakan Leo Tolstoy, seni adalah sebagai transmission of feeling (Susanto, 2011: 354). Jadi pada karya yang ditampilkan, pencipta mencoba mentransfer perasaan yang dirasakan melalui karya seni lukis ke pada pengamat. Berdasarkan permasalahan diatas maka pencipta memfokuskan pada sebuah objek penciptaan karya seni lukis untuk memvisualkan kehidupan spiritual yang lebih menekankan pada keadaan perasaan, kejiwaan, rohani, takanan yang dialami, kepalsuan, kepasrahan yang diungkap dalam sebuah judul penciptaan “Kehidupan Spiritual Wanita Tuna Susila Di Danau Tempe, Sanur Da- lam Karya Seni Lukis”

Metode Penciptaan Proses Penjelajahan (eksplorasi) Kegiatan pengamatan, dilakukan melalui tinjauan berbagai pengalaman yang terjadi da- lam kehidupan sosial masyarakat, serta sumber – sumber tertulis berupa buku, majalah, catalog pameran dan lainya. Proses penjajagan merupakan langkah awal dari suatu penciptaan karya seni yang dilakukan dengan proses pertimbangan, seperti pengamatan sumber inspirasi yang diangkat serta dilakukan pencatanan baik dalam bentuk teks, sketsa awal maupun foto untuk dijadikan dokumen setiap inspirasi yang muncul dalam proses bereksplorasi. Pencipta bereksplorasi dengan melakukan penelusuran secara langsung terhadap WTS yang ada di lokalisasi. Mengamati aktivitas yang terjadi dan didokumentasi dengan sketsa – sketsa di lingkungan komplek. Melakukan obrolan yang berkaitan dengan kehidupan mereka, kegiatan sehari – harinya serta harapan – harapan yang didambakan. Dari penelusuran ini, pen- cipta mencoba untuk merancang gagasan yang dapat mewakili kondisi yang terjadi terhadap para WTS ini.

Dalam proses eksplorasi pencipta lebih fokus pada hal – hal yang berkaitan dengan spir- itual. Spiritual yang dimaksud adalah kejiwaan, rohani, takanan perasaan yang mereka alami

529 menjadi seorang pekerja seks komersial. Berbagai tekanan, penyakit, dilema yang dihadapi juga menjadi resiko yang harus diterima. Dari hal – hal yang pencipta amati tersebut, mencoba un- tuk mengeksplorasi ide untuk diwujudkan menjadi karya seni lukis. Pengamatan melalui karya seni, pada proses ini pencipta melakukan pengamatan ter- hadap karya – karya seniman lain, yang dijumpai di museum – museum atau ruang publik seperti pameran. Proses ini dilakukan untuk mencari ide dan menambah wawasan yang dapat mendukung karya, menjadi perbandingan serta referensi dalam berkarya. Pengamatan juga dilakukan melalui katalog pameran, majalah, foto – foto guna mem- perkaya ide yang nantinya dituangkan menjadi karya seni lukis. Melalui proses ini pencipta banyak mendapat masukan untuk mendukung proses berkarya.

Proses Improvisasi Improvisasi adalah sebuah percobaan / eksperimen, merupakan tahap untuk mengolah hasil eksplorasi, percobaan dilakukan dengan membuat sketsa – sketsa dan rancangan lukisan serta medium yang akan digunakan. Pembuatan sketsa – sketsa awal yang akan menjadi rancan- gan gagasan dalam lukisan nantinya. Dalam tahap Improvisasi memberi peluang yang lebih besar bagi munculnya ide – ide baru, imajinasi bentuk yang dapat mewakili gagasan. Sehingga kemungkinan untuk melalkukan eksperimen menjadi lebih besar, dari percobaan tersebut akan memperkaya visualisasi karya serta menambah kepekaan. Dalam proses percobaan, beberapa hal dilakukan untuk menggali hal-hal baru Seperti pembuatan sketsa untuk memperdalam penguasaan tentang objek, komposisi objek, medium yang memungkinkan untuk eksekusi pada tahap pembuatan karya. Pembuatan sketsa dapat memudahkan dalam memindahkan objek ke atas bidang kanvas.

Proses Pembentukan (Forming) Pembentukan merupakan hasil dari percobaan – percobaan yang dilakukan sebelumnya yaitu komposisi, sketsa dan warna yang akan diwujudkan ke dalam karya seni lukis. Tahap ini

merupakan tahapan dimana pelukis dapat berimprovisasi terhadap ide dan medium agar karya yang dihasilkan lebih dinamis.

530 Tahap ini mrupakan proses perwujudan karya, memadupadankan unsur – unsur seni rupa seta menerapkan prisip – prinsipya ke dalam karya. Proses pembentukan ini diwujudkan dengan menggabungkan ikon – ikon yang menjadi metafora yang dimaknai oleh pencipta. Mencari objek adalah tahap pertama dalam proses pembentukan ini, objek – objek diperoleh dari foto – foto oleh pencipta, majalah serta imajinasi pencipta sendiri. Setelah memperoleh ob- jek yang diinginkan, selanjutnya adalah pembuatan sketsa awal sebagai gambaran lukisan yang akan dibuat. Proses ini dilakukan dengan memperhitungkan komposisi, pusat perhatian serta kesatuan keseluruhan. Tahap berikutnya adalah memilih sketsa yang dianggap tepat untuk dipindahkan ke bidang kanvas. Sketsa dibuat dengan menggunakan pastel kapur dengan diblok sekaligus akan memberikan efek pada lukisan. Sketsa yang dibuat tidak serta merta dipindahkan karena ada semacam pengembangan ketika diterapkan pada bidang kanvas. Hal ini dilkukan karena adanya pematangan – pematangan ide, tetapi tidak mengubah maksud dari sketsa awal. Tahap pewarnaan adalah proses selanjutnya setelah sketsa dianggap cukup. Pewarnaan dilakukan dengan menerapkan pastel, cat akrilik pada background serta sebagai blok – blok awal pada objek. Beberapa karya juga menerapkan cat pilox bening untuk menciptakan efek sekaligus untuk melapisi pastel agar tidak tersapu oleh cat. Dalam pembuatan karya, pencipta juga menggunakan cat minyak agar warna – warna yang dihasilkan tidak redup serta dapat tah- an lama. Selanjutnya adalah tahap detail, objek – objek yang dibuat diamati secara lebih rinci kemudian untuk lebih diberi penekanan bagi yang perlu. Tidak semua bagian dibuat detail karena memang sengaja ada yang hanya dibuat impresif. Beberapa aksen dibuat untuk memper- tajam objek pada lukisan, tujuannya adalah untuk memberikan penekanan terhadap apa yang ingin ditonjolkan sebagai kepentingan artistik. Proses penyempurnaan adalah tahap terakhir dalam penciptaan ini, penyempurnaan dilakukan pada karya seni lukis ini yang menyangkut pada unsur-unsur seni lukis yaitu penyem- purnaan pada warna, bentuk, garis, gelap terang agar menjadi harmonis. Pada tahap ini sangat dibutuhkan kepekaan demi mewujudkan keselarasan pada karya, agar tercipta sebuah kesatuan.

531 Aspek Ideoplastis Aspek ideoplastis pada karya pencipta bertitik tolak pada sebuah fenomena yaitu ke- hidupan wanita tuna susila, yang menjadi ide dalam penciptaan ini dipengaruhi oleh pen- gamatan mengenai kondisi rohani, batin, perasaan dan tekanan yang dialami oleh para WTS. Pencipta melihat fenomena ini sebgai sebuah pembelajaran untuk menyampaikan sebuah hem- busan kepada publik agar lebih jeli dan bijaksana ketika melihat sebuah prmasalahan sosial. Permasalahan sosial ini membutuhkan sebuah solusi bukan hanya menilai dari satu sisi dan tidak memikirkan atau melihat dari sudut lain. Hal ini membuat pencipta tertarik untuk mem- visualkannya ke dalam karya seni guna menyampaikan sebuah pesan secara lebih universal, yakni melalaui karya seni lukis.

Aspek Fisioplastis Aspek fisioplastis pada karya pencipta dapat dilihat dari unsur – unsur seni lukis yang diterapkan misalnya garis, warna, bidang dan diterapkan dengan prinsip – prinsip seni lukis seperti komposisi, proporsi, keseimbangan, kesatuan, irama, kontras, pusat perhatian yang mendukung karya. Warna yang diterapkan juga merupakan aspek yang sangat penting untuk mewujudkan kesan ruang dan volume pada karya. Warna dalam karya pencipta juga memiliki makna tertentu yang coba dieksprresikan pada karya dengan sapuan kuas maupun garis. Pada karya pencipta, bentuk dan efek kuas serta efek dari berbagai teknik yang dipadukan menjadi sebuah upaya untuk menciptakan sebuah keastuan dari berbagai unsur medium. Per- paduan medium yang berbeda ini memunculkan efek warna serta stroke kuas yang khas yang coba diolah pada karya pencipta. Dalam karya – karya ini pencipta mencoba melepas segala pikiran yang mengikat agar karya menjadi lebih bebas dan tidak terkekang.

532 Judul : Persembahan Sang Kupu – Kupu Malam, Bahan : Media Campuran,

Ukuran : 120 cm x 100 cm, Tahun : 2016

Karya berjudul “Persembahan Sang Kupu – Kupu Malam” ini terinspirasi dari seorang wanita tuna susila yang sempat bercerita tentang aktivitasnya sehari – hari, ia tetap melakukan persembahan setiap pagi sebagai wujud syukur pada Tuhan atas karunia yang ia peroleh, atas kehidupan dan rejeki untuk menyambung hidup. Dalam karya ini pencipta memvisualkan seorang wanita yang sedang mebanten dengan kamben, selendang dan baju putih yang diungkap dengan cat minyak serta sapuan – sapuan warna yang impresif. Tiga kupu – kupu hitam yang terbang bebas sebagai sebuah kisasan sosok wanita malam yang tak ingin terkekang kemudian pada latar belakangnya divisulakan beberapa sosok orang yang dibuat samar – samar yang menggambarkan aktivitas di komplek lokalisasi. Pada karya ini menggunakan perpaduan medium yang berbeda dan teknik yang beragam, pada background menggunakan teknik lelehan dengan perpaduan antara cat minyak dengan cat pi- lox bening untuk menciptakan suasana remang – remang. Dalam karya ini pencipta ingin menyampaikan sebuah hembusan pada pengamat agar lebih membuka mata terhadap permasalahan sosial, hal ini butuh solusi bukan hanya hujatan, WTS juga membutuhkan ruang untuk mengekspresikan keyakinannya pada Tuhan. Penggam- baran wanita yang sedang mebanten merupakan upaya pencipta untuk memberi fibrasi positif bagi para WTS agar semakin tumbuh kesadaran yang lebih baik.

533 KESIMPULAN Pembuatan karya dengan mengungkap kehidupan spiritual wanita tuna susila adalah dengan melakukan observasi ke lapangan, dengan melihat, melakukan wawancara dan memak- nai hal – hal yang terjadi pada diri WTS. Dilema, tekanan batin, ditemui juga sebuah hara- pan dan ungkapan syukurnya kepada Tuhan. Pencipta memvisualkan dengan bentuk – bentuk metafor yang mengandung makna dan nilai sebagai sebuah pesan. Proses penciptaan yang mengungkap kehidupan spiritual WTS dilakukan dengan men- erapkan media campuran yaitu cat minyak, cat pilox bening dan pastel kapur ke dalam bentuk – bentuk wanita serta beberapa ikon sebagai sebuah metafor. Proses ini melalui tahapan penje- lajahan (eksplorasi), Improvisasi dan pembentukan (Forming). Makna spiritual yang terdapat dalam karya memberi sebuah pesan dan sebuah harapan – harapan terhadap kehidupan yang lebih baik. Spiritual dimaknai sebagai sebuah kondisi batin, perasaan, rohani, tekanan, dilema, kepalsuan, spiritual dari segi negatif serta refleksi spiritual yang berhubungan dengan keyakinan kepada Tuhan yaitu, doa, persembahan sebagai bentuk rasa syukur.

Saran Bagi mahasiswa hendaknya selalu berkreatifitas, menambah ilmu pengetahuan untuk menjadi insan yang lebih baik dan berkompeten terutama sebagai pencipta karya seni lukis. Kepada masyarakat, agar lebih bijaksana dalam menilai serta menyikapi permasalahan sosial.

DAFTAR RUJUKAN Bachtiar, Reno & Edy Purnomo.2007. Bisnis Prostitusi. Yogyakarta : PINUS Dahlan, Muhidin M. dkk. 2012. Almanak Seni Rupa Indonesia :Secara IstimewaYogyakarta. Yogyakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Dermawan T, Agus, Sumarji dan Sri Warso Wahono. 1985. Apresiasi Seni. Badan Pelaksana Pembangunan Proyek Ancol : Jakarta Soedarso SP. 1990. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern.Yogyakarta : Saku Dayar Sana

Sucitra, I Gede Arya. 2013. Pengetahuan Bahan Lukisan. Yogyakarta : Badan Penerbit ISI Yog- yakarta

534 Sudira, I Made Bambang Oka. 2010, Ilmu Seni Teori dan Praktik. Jakarta Timur : Inti Prima Promosindo Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Yogyakarta: DictiArt Lab, Yogyakarta & jagad Art Space, Bali Syam, Nur. 2010, Agama Pelacur. Yogyakarta: LKiS Group

535 KREATIVITAS MENCIPTA DESAIN BUSANA PADA TUGAS AKHIR KARYA JURUSAN DESAIN MODE DI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

Kadek Novia Wulandari Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Pembuatan desain dari busana Ready to wear , Ready to wear Deluxe, Houte Couture bernuansa budaya lokal Hindu Bali dan kemudia di padukan dengan pasaran busana modern ini, mengalami proses keberterimaan sebagai tren fesyen di kalangan masyarakat Bali. Peneli- tian ini berusaha mengungkap simbolisasi dan pemaknaan budaya bali dengan konsep “Barong Ket” yang terdapat pada 3 jenis busana yaitu Ready to wear , Ready to wear Deluxe, Houte Couture dengan menggunakan teori fashion system dengan metode penciptaan atau dela- pan tahapan penciptaan desain mode, yaitu busana berjenis modern dengan menampakkan sisi dualisme Barong ket dengan transformasi maskulin dan feminim. Hasil penelitian terhadap simbolisasi budaya dan trend modern di produksi di pasaran dalam negeri sebagai bentuk kap- italisme ( meraih keuntungan sebesar-besarnya) yang menawarkan gaya hidup konsumerisme( pemakaian barang hasil produksi dalam negeri). Hal ini menunjukkan pula adanya pergeseran pemaknaan dalam busana dari budaya lokal bali menjadi bali kontenporer. Konsep busana ini tidak lagi terkait dengan pemenuhan prinsip busana adat bali melainkan sebuah trend fesyen yang merunjuk pada perkembangan zaman.

CREATIVITY CREATING THE FINAL DESIGN FASHION DESIGN WORKS DEPARTMENT MODE IN THE ART INSTITUTE OF INDONESIA DENPASAR

Abstract Making the design of clothing Ready to wear, Ready to wear Deluxe, Houte Couture local cul- tural nuances of Hindu Bali and later in the mix with modern fashion market, experiencing a process of acceptance as a fashion trend among the people of Bali. This study sought to uncover the symbolism and meaning of culture of Bali with the concept of “Barong Ket” contained in three types of clothing that is Ready to wear, Ready to wear Deluxe, Houte Couture by using the theory of fashion system with a meth-

536 od for creating or eight stages of design creation mode, ie clothing modern manifold to reveal the duality of Barong ket with the transformation of masculine and feminine. The study of culture and a symbol of the modern trend in production in the domestic market as a form of capitalism (achieve maximum profit) that offers the lifestyle of consumerism (the use of domestically produced goods). It shows also the shift of meaning in the clothing of the local culture into bali bali kontenporer. The concept of fashion is no longer associated with the fulfillment of the principles of customary fashion bali but a fashion trend that is leading to the development of the times. Keywords: identity, Barong Ket, Feminine, Masculine, Symbolization

I .PENDAHULUAN Sekilas tentang pulau Bali juga terkenal dengan sebutan PULAU DEWATA, PULAU SERIBU PURA dan BALI DWIPA, salah satu kesenian yang terkrnal di pulau dewata ialah kesenian tari Barong Ket yang sering di tampilkan untuk suguhan bagi para wisatawan.Tari Bar- ong Bali merupakan satu dari begitu banyak bentuk seni yang ada di Bali. Tarian Barong ialah sebuah tari tradisional yang biasa ditandai dengan adanya topeng hewan berkaki empat yang besar dan kostumnya dikenakan oleh satu hingga dua orang.Awal mula penciptaan Topeng Bar- ong, sampai saat ini belum di ketahui Secara pasti kapan terciptanya barong yang ada di Bali. Dalam beberapa penelitian terdahulu, telah di kemukakan mengenai arti dan asal usul barong, namun masih berupa : 10 Pigeaud, Vol IV(1962), 198. 11 Pigeaud, Vol.III, canto 64, stanza 5 (1962), 74-75. 12 Warna, I Wayan, et al., Kamus Bali-Indonesia (Denpasar: Dinas Pendidikan Dasar, Propinsi Dati I Bali, 1990), 559. Asumsi-asumsi,13 istilah barong sudah cukup tua usian- ya, seperti di sebutkan dalam kamus Jawa Kuna-Indonesia, bahwa kata barwan yang berarti beruang, dan kata barwan, baron sudah di sebutkan pula dalam beberapa karya sastra seperti Sumanasantaka (159.3), Sutasoma (95.6), dan Arjunawijaya (10.14). 14 Dalam Kidung Sunda (2.139) dan Ranggalawe (11.203) di temukan kata binarwan dan binaron yang berarti tam- pak galak.15 Dilihat dari wujudnya, barong memang tampak dahsyat dan menakutkan, yang di bali di sebut aeng. Itulah salah satu sebab mengapa barong dijadikan sebagai pelindung untuk menakuti, ataupun menjauhkan pengaruh kekuatan jahat dari masyarakat penyungsung-nya. Di Jawa, khususnya di kabupaten Blora, Jawa Tengah, ditemukan pertunjukan yang berkaitan dengan kepercayaan akan binatang totem yang memiliki kekuatan untuk melindungi. Pertun- jukan itu disebut barongan, yang merupakan sisa peninggalan zaman purba. R.M. Soedarsono

537 dalam artikelnya yang berjudul “Mask in Javanese Performing Arts” mengatakan, bahwa “Ja- vanese Play texts Consider all of totem-animals as barongan”.16 Keterangan itu menunjukan, bahwa antara barongan dengan barong yang ada di Bali memiliki kesamaan latar belakang, yaitu sama-sama binatang totem yang di percayai dapat melindungi masyarakat. Barong Ket adalah sebuah wujud binatang mitologi yang oleh masyarakat bali dipercaya sebagai pelindung umatnya.Barong ket Sebagai banaspati, dan unsur kanda pat/bagian dari ke- hidupan.Barong ket biasanya di pentaskan berkeliling desa pada saat galungan/kuningan dan sebagai suguhan wisatawan .Tari barong selain sebagai tarian tradisional merupakan sebuah kesenian yang bersifat sakral .Barong harus tetap dilestarikan karena tarian ini mencirikan bu- daya khas indonesia terutama pulau Bali.Sebagai gambaran pertarungan antara DHARMA mel- awan ADHARMA. Dengan mengangkat budaya dan adat yang merupakan warisan budaya Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, dan sejajar dengan budaya modern lainnya. Pro- duk fesyen yang dibuat adalah busana Androginy urban bergaya ready to wear, ready to wear deluxe dan haute couture yang terinspirasi dari Kostum Barong Ket, dimana Barong Ket adalah warisan budaya dari Bali. Barong Ket adalah sebuah wujud binatang mitologi yang oleh masyarakat bali diper- caya sebagai pelindung umatnya.Barong ket Sebagai banaspati,dan unsur kanda pat/bagian dari kehidupan Barong ket biasanya di pentaskan berkeliling desa pada saat galungan/kuningan dan sebagai suguhan wisatawan.

Keyword Terpilih “Barong Ket” Berbulu Energik Pelindung Megah Mulia Tridatu Dualisme

538 II. MATERI DAN METODE

Data Primer Dari hasil wawancara narasumber, I Gusti Ngurah Windia Tupeng Tugek, beliau adalah seorang penari tupeng dan dosen di UNHI (Universitas Hindu Dharma). Menurut beliau Bar- ong Ket adalah Banaspati atau Dewanya Kayu, selain itu warna Tridatu (Merah,Hitam,Putih) atau Trimurti yaitu tiga kekuatan Brahman / Shang Hyang Widhi . Dewa Brahma pada warna merah, Dewa Wisnu pada warna hitam, Dewa Siwa Panca warna. Wujud pada badong atau ma- hkota pada kepala barong adalah simbol dari pada alam ini, cermin pada badong adalah wujud dari dewa surya atau sinar, pada badong juga di hiasi pepatraan atau ukiran yang mewujudkan flora dan fauna. Pembuatan kostum pada barong ket menggunakan bahan daun prasok sejenis pandan yang di keringkan untuk pembuatan bulunya, untuk kayu yang di gunakan adalah kayu pole, untuk pembuatan topeng daripada barong tersebut. Ritual selanjutnya yang dilakukan bila kostum sudah selesai adalah ngrehan, unlaspas, pasupati atau pemanggilan roh- roh leluhur agar kostum barong terisi jiwa dan tidak kosong. Musik bapang adalah musik pengiring arian barong ket di bagi menjadi tiga, bapang Baris, bapang Tupeng , bapang Legong. Barong Ket ada- lah wujud Dharma yang selalu berdampingan dengan Adharma dengan wujud betara Durga.

Data Sekunder

Menurut buku : Barong dan rangda Oleh : pan putu budiartini

539 Barong ket adalah tari barong yang paling banyak terdapat di bali dan paling sering di pentaskan serta memiliki perbendaharaan gerak tari yang lengkap. Dari wujudnya, Barong ket ini merupakan perpaduan antara singa,macan,sapi atau boma. Badan barong ini di hiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit di temperl kaca cermin yang berkilauan dan bulunya di buat dari prasok/daun pandan,ijuk atau bulu burung gagak.Wujud kebajikan dilakoni oleh barong,yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, dan Rangda sbagai sosok menyer- amkan .Barong ket adalah tari barong yang paling banyak terdapat di bali dan paling sering di pentaskan serta memiliki perbendaharaan gerak tari yang lengkap.Dari wujudnya ,Barong ket ini merupakan perpaduan antara singa,macan,sapi atau boma.Badan barong ini di hiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit di temperl kaca cermin yang berkilauan dan bulunya di buat dari prasok/daun pandan, ijuk atau bulu burung gagak.Wujud kebajikan dilakoni oleh barong,yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, dan Rangda sebagai sosok menyeramkan.

MAKNA Barong Ket Sebagai pelindung umat hindu di bali

FILOSOFI Adalah hewan mitologi yang di percaya sebagai penegak dharma melawan adharma

SIMBOL Melukiskan pertarungan kebajikan dharma melawan adharma/ simbol kemenangan.

FUNGSI Bebalihan dan cerita rakyat/sarana tari, dalam niskala Dharma melawan Adharma

WARNA Tridatu putih hitam merah yang melambangkan brahma wisnu siwa sebagai manifestasinya ida shang hyang widi wasa

540 ORNAMEN Gelungan ,geruda mungkur,kalung atau badong ampok ampok pada ke empat kaki on- cer di sepanjang badan ,genta atau lonceng di ujung ekor, semua ornamen di pahat di atas kulit sapi yang di haluskan dengan motif patra punggel khas bali dan di lapisi dengan prada emas.

2.3 METODE PENCIPTAAN (DELAPAN TAHAPAN PENCIPTAAN DESAIN MODE) -Ide Pemantik (Desain Brief) - Riset dan Sumber (Research and Souching) - Sumber Data - Pengembangan Desain (Desain Development) - Prototype, sample dan konstruksi (Prototype , Sample and Contruction) - Koleksi Akhir (The finnal Collection) - Promosi, Pemasaran, Branding Dan Penjualan (Promotion, Marketing, Branding And Sales) - Bisnis (The Bussinness)

III. PEMBAHASAN 3.1. Pembahasan

Sketsa Desain terpilih busana Ready to wear Sumber: Dokumen Pribadi, Novia (2016)

541 BARONG KET Prabu Yudistira yang berpermaisurikan Kunti adalah raja yang dihormati di Bali. Beliau memiliki putera yang tampan, pintar, dan berbudi luhur bernama Sadewa. Suatu kali permaisu- ri berperilaku aneh. Sadewa yang beranjak dewasa, melihat ibunya sering menggigil ketakutan langsung menanyakan penyebabnya. Jawaban sang ibunda dan sang ayahanda tidak memuas- kan Sadewa, namun ia diam saja. Ketentraman rakyat Bali berubah sejak banyak orang tiba-tiba kerasukan setan, panas dingin, terkapar, dan mati dengan busa yang keluar dari mulut. Prabu Yudistira, Sadewa, punggawa, pembesar kerajaan, dan tabib sakti merundingkan pemecahan hal itu di balai permusyawaratan. Permaisuri di saat yang sama mengunci diri di kamar sambil mengenang saat dirinya sakit sewaktu mengandung Sadewa. Tak ada yang dapat menyembuh- kannya, hingga pada suatu saat datang tabib sakti bernama Randa yang dapat mengusir roh jahat penyebab sakitnya permaisuri dan Randa meminta janin yang dikandung Kunti sebagai upahnya. Kunti berjanji menyerahkan puteranya setelah dewasa. Hari itu gerimis turun dari tengah hari hingga malam. Randa yang tinggal di dalam gua yang menyeramkan sedang menyerahkan ilmu hitam di depan pedupaan. Di gua itu, Randa hidup bersama Kalika yang sudah dianggap puteri sendiri. Menyadari turun gerimis dari siang hari, Randa menyelidiki ke balai permusyawaratan apakah Yudistira hendak menghalangi ilmu hitamnya. Kunti yang geram pada ulah Randa, datang ke balai permusyawaratan dan men- gatakan bahwa Randalah penyebab petaka itu. Yudistira yang mengetahui hal itu berencana menyerbu Randa di gua Lawa.Setelah mengetahui rencana Yudistira, Randa melepas jiwanya dari raganya dan merasuki Kunti yang sedang memeluk Sadewa. Tiba-tiba Kunti menyerang Sadewa, Yudistira dan pengawal-pengawal istana. Kunti yang kerasukan membawa Sadewa yang telah tak sadarkan diri, melesat di gelapnya malam. Namun tak berapa lama, Kunti diketemukan pingsan di pekarangan istana dengan kondisi yang lemah. Sementara Sadewa tidak diketahui keberadaannya. Sadewa tersadar saat dibawa terbang oleh Randa, kemudian tubuhnya dikat pada pohon beringin. Ternyata Randa hendak mempersembahkan Sadewa kepada penguasa kegelapan yang memberinya ilmu gaib. Randa ingin agar Kalika juga melihat Sadewa dibunuh, maka dijemputnyalah sang keponakan. Sadewa hanya dapat memohon perlindungan pada Sang

Hyang Widhi.Sang Syaiwa Penguasa Bumi mendengar ratapan Sadewa dan kemudian menjelma menjadi sekuntum bunga putih yang tersemat di telinga Sadewa. Randa akhirnya kembali dan

542 membawa Kalika. Saat Randa menghantamkan tongkat ke kepala Sadewa, tongkat pun hancur. Randa terpental dan muntah darah. Kalika kenudian menyerang Sadewa bagai hendak merobek dada Sadewa. Anehnya, tali yang mengikat Sadewa saja yang putus. Setelah terbebas dari ikatan, terjadi pertarungan antara Sadewa dan Kalika. Sadewa yang dilindungi Syaiwa menjadi kuat dan Kalika terdesak. Randa kemudian merasuki Kalika sehingga kini Sadewa yang kewalah- an. Sadewa memohon bantuan Syaiwa untuk melawan Kalika.Syaiwa memanggil Barong untuk menolong Sadewa. Barong adalah lambang kebenaran dan kesucian walaupun rupanya menyer- amkan. Randa yang telah menjelma menjadi burung garuda besar, kembali bertarung dengan Sadewa dan Barong. Barong akhirnya dapat mengisap Randa masuk ke tubuhnya. Burung garu- da telah musnah, tetapi roh Randa keluar dari tubuh garuda dan kembali ke wujud aslinya. Randa dapat mencekik Barong dan Sadewa melemparkan sekuntum bunga putih ciptaan Sang Syaiwa. Randa yang terkena bunga tersebut kemudian terbakar dan menghilang menjadi asap. Asap itu menjelma menjadi raja kera dan ribuan prajuritnya. Raja kera dan Sadewa bertempur, sedangkan prajurit kera menyerang rumah rakyat. Rakyat membunuh prajurit kera dengan ker- is, namun Randa menghidupkannya kembali, ketika dibunuh lagi, roh prajurit kera merasuki tubuh pembunuhnya. Rakyat yang kerasukan menusuki diri mereka, namun anehnya badan mereka kebal. Sadewa dan Barong juga menjadi aneh, Barong mencakar dan menggigit dirinya sendiri. Sadewa menikam tubuhnya sendiri. Kemudian datanglah pendeta sakti yang memohon pada Sang Hyang Widhi. Semua orang sadar kembali. Randa merasakan panas yang membakar tubuhnya dari tubuh pendeta sakti. Barong dan Randa kembali bertarung dan terus berperang selama dunia masih ada.

3.2. Desain Terpilih

Sketsa Desain terpilih busana Ready to wear

Sumber: Dokumen Pribadi, Novia (2016)

543 Sketsa Desain terpilih busana Ready to wear Deluxe Sumber: Dokumen Pribadi, Novia (2016)

3.3 Koleksi Akhir

Sketsa Desain terpilih busana Houte couture Sumber: Dokumen Pribadi, Novia (2016)

Desain terinspirasi dari Karakter Barong Ket yang berbulu,dengan kilauan warna emas pada badong barong , desain busana ini memperlihatkan sisi maskulin sosok barong ket yang merupakan sosok pemimpin. Desain busana crop top dipilih agar lebih praktis,sporty dan nya- man jika digunakan dalam kegiatan casual sehari-hari. Dengan menggunakan busana atasan crop top dan celana jogger sporty. Teknik penjahitan menggunakan jahit mesin.

Analisa desain Ready To Wear Deluxe Desain terinspirasi dari Karakter Barong Ket yang berbulu,dengan kilauan warna emas pada badong barong desain busana ini memperlihatkan sisi maskulin sosok barong ket yang merupakan sosok pemimpin berwibawa. Desain busana jubah sporty dan nyaman jika digu- nakan dalam kegiatan formal maupun casual. Dengan celana jogger sporty. Teknik penjahitan menggunakan jahit mesin.Teknik penjahitan menggunakan jahit mesin dengan tambahan jahi-

544 tan tangan 20%. Material jubah: Kain drill hitam, kain rasfur diameter 7cm.

Analisis desain Haute Couture Desain terinspirasi dari warna yang merangkap pada Barong ket, Pada dress ini saya mengambil 3 unsur warna yaitu hitam ,putih, dan merah.Kebaya modern modifikasi,pola pada atasan menggunakan pola dasar wanita dengan kancing belakang.bahan diantaranya tile fran- cis,brokad tille cord,bordir, ditambahnya taburan payet dan svaroski. Rok bawahannya berben- tuk duyung yang dimana bagian belakang ditambah tile gradasi 2 warna yaitu hitam dan merah. bahan utama rok nya adalah linen tekstur. Dengan menggunakan teknik jahitan tangan sampai 85 % .

PENUTUP 4.1 Simpulan Berdasarkan atas berbagai penjelasan dan analisis dari uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, antara lain: a. Untuk mewujudkan ide diawali pengaruh internal dan eksternal dan dalam memvisual- isasikan sosok perwujudannya dari berbagai sisi karakter Barong ket digunakan beberapa metode seperti pengumpulan data. Mulanya dengan cara melakukan pengamatan secara langsung, kemudian mempelajari karakter objek sebelum memulai karya. Melalui pengliha- tan fashion tentang barong ket dari sisi pasar fashion diharapkan mampu memperkenalkan sebuah realita bahwa kesenian tari barong tidak hanya dipandang sebagai tontonan pariwisa- ta namun dapat dijadikan ide kesenian yang menarik dan bisa di adaptasi ke dunia busana yang semakin berkembang dengan mengangkat kultur budaya sebagai latar belakang nya. b. Unsur-unsur desain yang telah diterapkan pencipta sebagai wujud nyata dalam karya meli- puti garis, wujud, bentuk, tekstur, kontras dan warna diorganisasikan sedemikian rupa dalam komposisi, keseimbangan, kerumitan untuk mencapai sebuah kesatuan dalam mewujudkan karya Barong ket dan Sosok Perwujudannya di Berbagai Sisi Fashion Dalam Karya Tugas akhir . c. Adapun manfaat dalam pembuatan karya Busana Barong ket dan Sosok Perwujudannya adalah mulainya masuk kebudayaan hindu bali ke rambah bisnis yaitu bisnis tekstil dan bu-

545 sana, mampu menyadarkan masyarakat Bali akan pentingnya untuk menjaga jati diri budaya bali, untuk kelangsungan sejarah dan seni budaya bali.

DAFTAR PUSTAKA Bagus, I G N. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia(Kebudayaan Bali). Koentjaranin- grat (Ed). Jakarta : Penerbit Djambatan. Bandem,Widjaja,Suasthi,N.L.N . 2015. Barong Kuntisraya, Denpasar: PT Gramedia Pustaka Utama. Budiartini, Pan Putu. 2015. Barong Dan Rangda. Denpasar: Gramedia pustaka. De Zoete, B dan Walter Spies, 1973. Dance and Drama in Bali, Singapore:Oxford University Press.

546 DREAMING OF RAJA AMPAT

Oleh: Jessie Fanissa Perry

Abstrak Mahasiswa khususnya program studi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar diwajibkan membuat 3 (tiga) buah karya dalam bentuk bu- sana dengan kategori yang berbeda. Kategori busana yang harus diwujudkan yakni 1 (satu) buah busana dengan teknik Haute Couture, 1 (satu) buah busana dengan teknik Ready-to-Wear (Deluxe/Limited Mass Product), dan 1 (satu) buah busana dengan teknik Ready-to-Wear(Gar- ment/Mass Product). Tujuan & manfaat yang ingin dicapai yakni mengetahui proses dan teknik pengerjaan busana Haute Couture, Ready-to-Wear Deluxe, dan Ready-to-Wear.Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi dan kepustakaan. Desain busana wanita feminim dengan panorama Raja Ampat sebagai inspirasi dibagi menjadi 3 perspektif yakni sky-high view, landscape view, dan underwater view. Masing-masing perspektif menjadi sumber ide untuk masing-masing kategori busana yaitu sky-high view men- jadi sumber ide haute couture, landscape view menjadi sumber ide ready-to-wear deluxe, dan underwater view menjadi sumber ide ready-to-wear. Kata Kunci: Panorama, Raja Ampat

Abstract Students of Fine Arts and Design Faculty in Institut Seni Indonesia, especially who study in Fashion Design Program are required to make 3 (three) creations in the form of outfit with different category for each. The categories of the outfit that must be created are 1 (one) with Haute Couture Technique, 1 (one) with Ready-to-Wear (Deluxe/Limited Mass Product) Tech- nique, 1 (one) with Ready-to-Wear (Garment/Mass Product) Technique. The purpose and ben- efit is to know the process and technique of making of Haute Couture, Ready-to-Wear Deluxe, dan Ready-to-Wear busana. The methods used are documentation and documents. The designs of feminine women outfit with the panorama of Raja Ampat as the inspi- ration are divided into 3(three) perspectives. They are sky-high view, landscape view, and un- derwater view. Each perspective became the source of the idea for each outfit category. They are sky-high view for haute couture, landscape view for ready-to-wear deluxe, and underwater view for ready-to-wear. Keywords: Panorama, Raja Ampat.

547 I. PENDAHULUAN Raja Ampat merupakan kabupaten kepulauan, dengan empat pulau utama, yaitu Waigeo, Salawati, Batanta, dan Misool.Kepulauan ini seluas 4,6 juta hektare yang meliputi wilayah darat dan laut.Raja Ampat terletak di pintu masuk Arus Lintas Indonesia bagian timur laut, yang men- galir dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia.Aliran Arus Laut Indonesia itu menyubur- kan perairan Raja Ampat, sehingga wilayah ini dikenal sebagai jantung Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle).Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati karang tertinggi di dunia yang meliputi enam Negara termasuk Indonesia. Kajian cepat Conservation International Indonesia dan The Nature Conservancy selama 2001 dan 2002, menunjukan perairan Raja Ampat dihuni 75 persen lebih jenis karang dunia, dengan 533 jenis karang. Selain itu, Raja Ampat memiliki 41 jenis dari 90 genus karang lunak Alcyonacean dari 14 famili, 699 jenis moluska dan 5 jenis penyu laut. Di antara terumbu ka- rang yang kaya, hidup 1.476 jenis ikan karang, termasuk jenis-jenis baru dan hanya ditemu- kan diwilayah ini. Kepulauan Raja Ampat didiami 15 jenis mamalia laut: 14 jenis cetacea (paus dan lumba-lumba) dan duyung (Dugong dugong). Paus sperma (Physeter macrocephalus) dan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens) adalah dua jenis cetacea yang sering ditemukan di perairan Raja Ampat. Tak hanya perairannya, pulau-pulau di Raja Ampat juga memiliki beragam ekosistem, seperti hutam hujan tropis, sabana, hingga mangrove di wilayah pesisirnya. Kepulauan ini berisi pulau-pulau besar, sedang, kecil dengan geomorfologi karst, pulau karang, gosong karang, dan gunung laut.Peneliti menemukan setidaknya 56 danau air asin terdapat dipulau- pulau Raja Ampat, yang terbentuk di antara batuan karst.Biota danau laut air asin menunjukan endemisme tinggi karena terpisah dari laut sekitarnya.Sebagai kepulauan, Raja Ampat memiliki jumlah pu- lau sekitar 1.838 pulau dan sekitar 34 pulau didiami penduduk. (Miduk dkk,2004: xxi) Sesuai data, Raja Ampat merupakan wilayah destinasi wisata baru yang mengandalkan pesona alamnya; terutama wisata baharinya. Alam Raja Ampat yang kaya dengan pemandangan indah bawah lautnya membuat Raja Ampat semakin dikenal oleh masyarakat Indonesia mau- pun internasional sebagai tempat wisata terbaik untuk melihat berbagai jenis karang dan hewan

laut yang menjadi spesies endemik Raja Ampat. Selain itu Raja Ampat juga mempunyai daya tarik dari keindahan alam gugusan pulau-pulaunya.

548 Hal inilah yang membuat penulis menjadikan pemandangan alam pagi hari Raja Ampat sebagai inspirasi dari karya Tugas Akhir (TA) yang nantinya akan diwujudkan menjadi 3 (tiga) busana dalam kategori yang berbeda dan sesuai dengan tema besar Diversity of Indonesia.

II. METODE 2.1 Metode Pengumpulan Data 1) Metode Dokumentasi: Foto, Gambar, Video Raja Ampat. 2) Metode Kepustakaan: Buku-buku Raja Ampat.

2.2 Metode Penciptaan (Delapan Tahapan Penciptaan Desain Mode) 1) Ide Pemantik (Design Brief) 2) Riset & Sumber (Research & Sourcing) 3) Desain Pengembangan (Design Development) 4) Prototypes, Samples, & Construction 5) The Final Collection 6) Promotion, Marketing, Branding, & Sales 7) Produksi (Production) 8) Bisnis (The Business)

III. PEMBAHASAN 3.1 Konsep Desain: Raja Ampat Perspektif Raja Ampat Dibagi menjadi 3 perspektif yakni: sky-high view, landscape view, dan underwater view. - Sky-high View merupakan panorama Raja Ampat yang dilihat dari atas langit. Panorama yang terlihat dari atas langit seperti bentuk pulau, daratan, garis tepi pantai, warna laut, dan awan putih diatas pulau menjadi sumber inspirasi penulis dalam mendesain karya busana wanita feminim kategori haute couture.

549 - Landscape View merupakan panorama Raja Ampat yang dilihat dari daratan. Panorama sep- erti pemandangan tepi pantai, gelombang laut, buih ombak, pasir menjadi sumber inspirasi penulis dalam mendesain karya busana wanita feminim kategori ready-to-wear deluxe.

- Underwater View merupakan panorama Raja Ampat yang terlihat dari bawah laut. Panorama seperti terumbu karang dan hewan laut seperti ikan menjadi inspirasi utama penulis dalam mendesain karya busana feminim kategori ready-to-wear.

Geografi Raja Ampat Raja Ampat merupakan kabupaten kepulauan dari wilayah provinsi Barat.Raja Ampat mempunyai 4 pulau utama yakni Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau

Batanta.Raja Ampat mempunyai luas sekitar 4,6 juta hektare yang meliputi wilayah darat dan laut.Raja Ampat terletak di pintu masuk Arus Lintas Indonesia bagian timur laut, yang men-

550 galir dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia.Aliran Arus Laut Indonesia itu menyubur- kan perairan Raja Ampat, sehingga wilayah ini dikenal sebagai jantung Segitiga Karang Dunia (Coral Triangle).Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati karang tertinggi di dunia yang meliputi enam Negara termasuk Indonesia. Kajian cepat Conservation International Indonesia dan The Nature Conservancy selama 2001 dan 2002, menunjukan perairan Raja Ampat dihuni 75 persen lebih jenis karang dunia, dengan 533 jenis karang. Selain itu, Raja Ampat memiliki 41 jenis dari 90 genus karang lunak Alcyonacean dari 14 famili, 699 jenis moluska dan 5 jenis penyu laut. Di antara terumbu ka- rang yang kaya, hidup 1.476 jenis ikan karang, termasuk jenis-jenis baru dan hanya ditemu- kan diwilayah ini. Kepulauan Raja Ampat didiami 15 jenis mamalia laut: 14 jenis cetacea (paus dan lumba-lumba) dan duyung (Dugong dugong). Paus sperma (Physeter macrocephalus) dan paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens) adalah dua jenis cetacea yang sering ditemukan di perairan Raja Ampat. Tak hanya perairannya, pulau-pulau di Raja Ampat juga memiliki beragam ekosistem, seperti hutam hujan tropis, sabana, hingga mangrove di wilayah pesisirnya. Kepulauan ini berisi pulau-pulau besar, sedang, kecil dengan geomorfologi karst, pulau karang, gosong karang, dan gunung laut.Peneliti menemukan setidaknya 56 danau air asin terdapat dipulau- pulau Raja Ampat, yang terbentuk di antara batuan karst.Biota danau laut air asin menunjukan endemisme tinggi karena terpisah dari laut sekitarnya.Sebagai kepulauan, Raja Ampat memiliki jumlah pu- lau sekitar 1.838 pulau dan sekitar 34 pulau didiami penduduk. Pusat pemerintahan Kabupaten Raja Ampat terletak di Waisai, Distrik Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong.Wilayah kabupaten ini didominasi oleh perairan dengan per- bandingan wilayah darat dan laut adalah 1:6.Kabupaten Raja Ampat berada pada koordinat 2°25’LU - 4°25’LS & 130° - 132°55’BT.Masyarakat yang tinggal di Kabupaten Raja Ampat um- umnya nelayan tradisional yang berdiam di kampung- kampung kecil yang letaknya berjauhan dan berbeda pulau. Mereka adalah masyarakat yang ramah menerima tamu dari luar, terutama tamu yang membawa buah tangan berupa pinang ataupun permen. Barang ini menjadi sema- cam ‘pipa perdamaian indian’ di Raja Ampat. Acara mengobrol dengan makan pinang disebut juga “Para-para Pinang” seringkali bergiliran satu sama lain saling melempar mob, istilah se- tempat untuk cerita lucu atau lelucon rakyat.Masyarakat Raja Ampat umumnya memeluk ag-

551 ama Islam ataupun Kristen.Adapun ciri khas masyarakat Raja Ampat yakni berambut ikal dan berkulit cokelat gelap.

Sejarah Terbentuknya Kabupaten Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat merupakan hasil dari pemekaran Kabupaten Sorong dan terma- suk 1 dari 14 kabupaten baru berdasarkan UU No.26 tentang pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Kerom, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat pada tanggal 3 Mei 2002. Namun, pemerintahannya baru berlangsung efektif sejak 16 September 2005. Asal Usul Nama ‘Raja Ampat’ Asal mula namaRaja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing- masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat.Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.

Visi Raja Ampat Kabupaten Raja Ampat mempunyai visi: “Mewujudkan Kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten bahari yang didukung oleh potensi sumber daya pariwisata, perikanan, dan kelautan menuju masyarakat Raja Ampat yang madani dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Visi ini merupakan lanjutan dari Semangat Tomolol yang dideklarasikan oleh pejabat bupati pada 13 Desember 2003.Semangat Tomolol merupakan pertemuan para pemangku kepentingan di Raja Ampat dan merupakan itikad baik dari semua pihak untuk berpartisipasi secara terbuka mer- ancang program pembangunan berwawasan lingkungan. (Cayi&Gelbo,2010: 9)

552 3.2 Desain: Dreaming of Raja Ampat 1) Moodboard

2) Desain Terpilih - Desain Terpilih Ready-to-Wear:

Ready-to-wearadalah busana yang bisa langsung dipakai dengan mudah tanpa harus melakukan pengukuran badan dan memesan desainnya terlebih dulu seperti saat membuat busana couture.Busana siap pakai juga tidak membutuhkan fitting berkali-kali untuk menye- suaikan ukuran dengan tubuh si pemakai. Desain busana ready-to-wear yang mengambil in- spirasi utama panorama Raja Ampat: underwater view yakni panorama bawah laut Raja Ampat yang berupa terumbu karang.

553 - Desain Terpilih Ready-to-Wear Deluxe:

Ready-to-wear deluxe diperuntukan bagi masyarakat yang ingin tampil dalam busana yang wearable tapi tetap cantik dan berkelas.Dibandingkan dengan ready-to-wear,ready-to- wear deluxe lebih berkelas dan mewah. Desain busana ready-to-wear deluxe mengambil inspi- rasi dari landscape view Raja Ampat yakni pantai: gelombang, air, dan ombak.

- Desain Terpilih Haute Couture:

Busana haute couture merupakan busana dengan penciptaan pakaian dengan cara ek- sklusif, dibuat untuk pelanggan tertentu dan biasanya terbuat dari bahan berkualitas tinggi, kain mahal dan dijahit dengan perhatian yang ekstrim terhadap detail dan diselesaikan dengan finishing menggunakan teknik tingkat tinggi. Desain busana haute couture mengambil inspirasi dari sky-high view Raja Ampat yakni bentuk pulau, daratan, dan warna laut yang terlihat dari atas langit.

554 3) Final Collection - Ready-to-Wear - Ready-to-Wear Deluxe - Haute Couture

IV. PENUTUP Desain busana wanita feminim dengan panorama Raja Ampat sebagai inspirasi dibagi menjadi 3 perspektif yakni sky-high view, landscape view, dan underwater view. Masing-masing perspektif menjadi sumber ide untuk masing-masing kategori busana yaitu sky-high view men- jadi sumber ide haute couture, landscape view menjadi sumber ide ready-to-wear deluxe, dan underwater view menjadi sumber ide ready-to-wear. Proses penciptaan karya “Dreaming of Raja Ampat” dilakukan dengan 8 tahapan dim- ulai dari design brief; research and sourcing; design development; prototypes sample, and con- struction;the final collection;promotion - marketing, branding, and sales; production dan the business.

555 Bahan utama karya busana wanita feminim “Dreaming of Raja Ampat” adalah taffe- ta-silk, dipilih karena sifat dan tekstur kain taffeta-silk sesuai dengan konsep desain.

DAFTAR PUSTAKA Buxo Richard. 2012. Underwater Paradise: A Diving Guide To Raja Ampat. Indonesia: Ma- hameru Printing. Cayi, Gelbo. 2012. Lost in Raja Ampat & Sorong: Panduan Komplet Traveling Irit ke Raja Ampat & Sorong. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mayawati N.H. 2014. Jangan Mati Dulu Sebelum ke Raja Ampat.PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Rido Miduk S.B, dkk. 2014. Papua Barat: Tanah Para Raja di Kepala Burung Papua. Kompas, Jakarta.

556 EKSPRESI GERAK ANJING KINTAMANI SEBAGI SUMBER INSPIRASI

I Kadek Agus Sumaputra Minat Seni Lukis, Program Studi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut, Seni Indonesia Denpasar E-mail: agussuma1993@ gmail.com

Abstrak Anjing Kintamani adalah anjing asli dari Bali bertempat di daerah pegunungan Bangli, propensi Bali. Anjing Kintamani merupakan anjing lokal yang hidup di daerah pegunungan di sekitar Kintamani. Yang juga termasuk jenis anjing pekerja dan anjing penjaga, dengan bulu panjang (gembrong) dengan warna putih spesufik, coklat, dengan moncong hitam, poleng dan hitam. Anjing Kintamani memiliki insting, penciuman yang tajam dan mengenal dengan baik pemilik area rumahnya. Anjing Kintamani akan menjadi galak dan akan mengusir siapa saja yang bukan anggota rumah. Sebagai anjing penjaga anjing Kintamani dapat diandalkan, den- gan rasa cemburu atau curiga yang tinggi membuat anjing Kintamani posesif terhadap wilayah kekuasaannya anjing kintamani juga tidak segan-segan mengorbankan nyawanya demi mem- pertahankan mliknya atau sesuatu yang dia anggap penti seperti keluarga. Anjing Kintamani yang berbulu kemerahan dan memiliki moncong berwarna hitan desebut anjing bang bungkem, anjing ini biasa digunakan untuk upacara agama khususnya Butha Yadnya. Anjing Kintamani memiliki gerakan yang, lincah, dan gesit dengan sistem perototan yang baik. Berdasarkan hal tersebut pencipta tertarik untuk mengangkat anjing Kintamani ke dalam karya seni lukis den- gan tema “Ekspresi Gerak Anjing Kintamani Sebagai Sumber Inspirasi” Dalam mewujudkan ide pada karya seni lukis: proses penjajagan, percobaan, pemben- tukan, dan penyelesaian. Dalam penciptaan karya seni lukis, elemen-elemen serta unsur-unsur seni rupa harus dipadukan dengan teknik dan kemampuan yang ditekuni selama proses belajar. Kesan yang dicapai adalah bulu yang gembrong dan kesan gerak yang timbul pada objek di- masing-masing karya. Di terapkan dengan teknik Impresionis dengan menggunakan cat akrilik dengan warna yang tebal/teknik plakat. Dengan menggunakan kuas, di lakukan tahap demi tahap secara menyeluruh, dan dengan menambahkan bayangan-bayangan pada setiap gerakan yang dilakukan anjing, agar dapat tercipta kesan anjing sedang bergerak. Dalam perwujudan objek, di ungkapkan melalui gagasan serta imajinasi kedalam karya seni lukis. Hasil dari penciptaan ini berupa 10 karya seni lukis dengan judul: Punggung Gatal, Berdiri Menggunakan dua kaki, bermain air, berkelahi, Menoleh, Berpindah Tempat, Berbaring, Me-

557 loncat, marah, memandang. Yang dilakukan melalui pengamatan pencipta pada gerak yang dilakukan anjing di dalam situasi dan kondisi, yang diungkap dengan tehnik impresosnis den- gan menambahkan bayangan-banyangan pada gerakan yang di lakukan anjing ketika beraktif- itas. Dengan goresan-goresan kuas yang impresif. Kata Kunci: Objek Ekspresi Gerak , Subjek Anjing Kintamani Karya Seni Lukis

MOVEMENT EXPRESSIONS OF KINTAMANI DOG AS THE SOURCE OF INSPIRATION

Abstract Kintamani dog is the original Bali dog which its habitat is at Bangli Mountains, Bali. Kintamani dog is the local dog that lives at the mountains around Bangli regency. Which is a kind of working dog and guarding dog, with long fur (furry) with the color of specifically white, brown, black mouth, poleng, and black. Kintamani dog has instinct, strong sense of smell, and recognizes very well its owner of its house’s area. Kin- tamani dog will be wild and kicks anyone out who’s not the member of its owner’s family. As a guarding dog, Kintamani dog can be trusted, with its strong jealously or suspect, that makes Kintamani dog becomes possessive towards its territory area. Kintamani dog can also fight until death for keeping his possessions or everything that is important such as its family. Kintamani dog with reddish fur and black mouth is called bang bungkem. This kind of dog is usually used for religious ceremonies especially Butha Yadnya. The movements of Kintamani dog are light, active, and fast with very good muscle system. According to the above information, the creator is interested in bringing up Kintamani dog to be the object of painting with the theme “Movement Expressions of Kintamani Dog as the Source of Inspiration”. In transforming the ideas into painting art, it is done through the process of investigating, experimenting, shaping, and finishing. In creating the paintings, the elements of fine art have to be matched with the techniques and abilities along the learning process. The impressions to be deliv- ered are long fur and its movement in every painting. It is applied with impressionist technique by using acrylic paint with bold color/placate technique. By using paint brush, it is thoroughly done step by step and by adding shadows in its every movement, to create the sense of the dog is moving. In creating the object, it is applied through ideas and imagination into the art of painting. The results of this creation are ten painting art works with tittles: “Itchy Back”, “Standing up on Two Legs”, “Playing Water”, “Fight”, “Looking at”, “Changing Place”, “Laying Down”, Jumping”, “Angry”, and “Starring” which are done by creator’s observing on the dog’s movement in certain situation and condition and applied with impressionist technique by adding shadows in each move- ment of the dog while doing the activities, with the impressive mark of paint brush. Key words: Object Movement Expression, Subject Kintamani dog, Painting Art Work

558 LATAR BELAKANG. Anjing Kintamani adalah asli berasal dari Bali, tepatnya di daerah sukawane, kinta- mani di daerah Bangli, provinsi Bali. Anjing Kintamani merupakan anjing lokal pegunun- gan yang hidup di sekitar Kintamani. Masyarakat di Bali mengenal anjing Kintamani dengan berbagai sebutan. Ada yang menyebutnya dengan anjing Bali, anjing gembrong, dan ada pula yang menyebutnya anjing Kintamani. Anjing bertubuh tegap dan berbulu panjang (gambrong) memiliki kekhasan yang dikenal, dapat dibedakan dengan jelas mana anjing Kintamani dengan anjing-anjing lokal yang ada, ataupun dengan anjing-anjing hasil persilangan antar ras yang ada. (Dharmawan: 2009, 42) Anjing Kintamani termasuk jenis anjing pekerja (working dog) dengan ukuran sedang dan proporsi tubuh yang baik, dengan otot dan tulang yang kuat. Sebagai anjing pegunungan memiliki bulu yang panjang dengan warna putih spesifik, cokelat, hitam dengan moncong hi- tam. Anjing Kintamani juga termasuk anjing penjaga (guard dog) yang cukup handal, memiliki insting yang cukup tajam terhadap daerah kekuasaannya. Serta mengenal dengan baik pemilik rumah, barang-barang dan areal rumahnya termasuk kendaraan si pemilik. Anjing Kintamani akan menjadi galak dan akan mengusir siapa saja yang bukan anggota rumah, bahkan tanpa sengaja menggonggong majikannya sendiri. Sebagai jenis heman penjaga, anjing Kintamani dapat diandalkan. Rasa cemburu dan curiga yang tinggi membuat ia sangat posesif terhadap wilayah kekuasaannya, pengabdi terhadap pemiliknya, loyal terhadap seluruh keluarga pemi- liknya. Dengan sifat yang setia terhadap pemiliknya, pemberani, agresif dan loyal terhadap seluruh keluarga pemiliknya, selalu waspada, sangat tangkas, tingkat kecurigan yang dimiliki sangat tinggi, suka menyerang anjing atau hewan lain yang memasuki “wilayah kekuasaannya”, ia juga tidak segan-segan mengorbankan nyawanya demi mempertahankan miliknya. Anjing Kintamani juga suka menggaruk tanah untuk tempat perlindungan. Gerakan yang ditimbulkan oleh anjing ringan, bebas, dan lentur. (http://ceppyec126.Nomer1.com/ceppyc126/anjing-kinta- mani.ht) Anjing Kintamani mengalami pubertas pada usia 6,5 sampai 9 bulan. Dengan perkaw- inan yang terjadi sepanjang tahun, yang terjadi peningkatan pada bulan Maret. (Puje: 2015, 39) Menurut Dharma, dkk. (1993) dan Hartaningsih, dkk. (1999), anjing Kintamani memi- liki tinggi badan antara 45 sampai 55cm, dengan warna putih kemerah-merahan atau krem pada ujung telinga, ujung ekor, dan bulu di belakang paha. Warna lainnya adalah hitam mulus

559 dan coklat, anjing Kintamani yang berbulu kemerahan dan memiliki moncong berwarna hi- tam disebut anjing bang bungkem. Yang biasa dimanfaatkan untuk upacara agama (khususnya Butha Yadnya). Anjing Kintamani memiliki kepala tipe head clean (kepala bagian atas lebar, pipi datar, moncong besar dan kuat). Dengan bentuk telinga tebal, kuat, berdiri berbentuk huruf V terbalik dengan ujung agak membulat. Anjing Kintamani memiliki mata yang bersinar tajam, berbentuk lonjong, dan bertipe almond (berbentuk seperti kacang almond). Bolamata berwar- na cokelat gelap dan bulu mata berwarna hitam dan hidung berwarna hitam atau cokelat. Den- gan bentuk dada yang dalam dan lebar, sehingga memberi ruang yang cukup luas bagi jantung dan paru-paru. Punggungnya datar, panjangnya sedang, dan sistem perototannya baik. Ekor tegak dengan bagian atas melengkung menghadap ke depan dan bulu ekor berkibar sehingga tampak indah. (Dharmawan:2009, 50) Anjing adalah hewan patuh dan setia, tapi kepribadian dan tingkah lakunya berbeda-be- da tergantung pada masing-masaing ras. Selain itu, kepribadian dan tingkah lakunya juga ter- gantung pada perilaku yang diterima dari pemilik (majikanya) dan orang-orang yang melatihn- ya. Jika diperlakukan dengan baik, anjing akan tumbuh menjadi penurut dan setia. Sedangkan sebaliknya jika diperlakukan tidak baik, anjing akan tumbuh menjadi hewan yang cepat marah dan suka menggigit binatang lain. Anjing memiliki naluri/insting yang sangat kuat sebagai in- dra keenam yang mampu merekam sesuatu dan bereaksi terhadap kondisi di sekitarnya. Kelebi- han itu yang menyebabkan anjing dapat membedakan penjahat atau sahabat. Anjing tidak per- nah bisa melupakan seseorang yang pernah berbuat jahat atau tidak baik terhadapnya. Meski bukan hewan pedendam, tapi naluri anjing akan selalu waspada bila berjumpa dengan orang yang pernah berbuat tidak baik terhadap dirinya. Anjing yang sudah hilang/ diberikan orang lain ternyata masih mengenali pemilik terdahulunya. Itu merupakan salah satu bukti kehebatan nalurinya. Anjing dikaruniai kelebihan pada indra penciuman, pendengaran dan penglihatan. Indra penciuman yang dimiliki anjing sangat sensitif dibandingkan hewan lainnya. Peran indra penciuman pada anjing berguna untuk berkomunikasi dengan anjing lain, setiap anjing selalu mencium atau menghendus anjing lain. Anjing jantan akan selalu menghendus anjing betina yang sedang birahi, maupun mencium zat/hormon feromon yang dikeluarkan anjing betina

yang sedang subur (Budiana. N.S, 2006:31).

560 Persahabatan manusia dengan anjing yang sudah berlangsung lama, merupakan alasan mengapa manusia senang memilih anjing. Anjing juga termasuk binatang yang pintar dan setia menurut penelitian dan bukti-bukti lapangan menjadikan anjing banyak terkenal karena kes- etiaannya terhadap majikannya. Anjing juga dapat dijadikan teman penghibur bagi manusia. Anjing dipelihara dan dimaanfaatkan oleh manusia untuk berbagai kepentingan diantaranya digunakan sebagai hewan kesayangan dan hewan pekerja. Contohnya, anjing digunakan se- bagai penjaga rumah agar terhindar dari tindakan kejahatan, sebagai penjaga kebun dari seran- gan hewan liar, dan dimanfaatkan sebagai penuntun tuna netra serta sebagai pendeteksi sesuatu yang tersembunyi misalnya narkoba dan bahan peledak. Salah satu jenis anjing yang memili- ki sifat-sifat tersebut di atas adalah anjing Bali (Kintamani) yang memiliki sifat setia terhadap majikannya. Disamping itu, anjing Bali juga memiliki naluri yang sangat kuat yang mampu merekam sesuatu dan bereaksi terhadap kondisi sekitarnya. Karena kesetian dan kepintarannya, menyebabkan anjing banyak dipelihara/digemari dan juga dapat meringankan/memudahkan dalam bekerja yang menjadikan anjing sebagai sahabat manusia.(Dharmawan, 2009: 7). Dari kesimpulan di atas, pencipta menjadi tertarik terhadap anjing Kintamani, karena anjing termasuk hewan yang pintar dan setia. Anjing Kintamani yang termasuk jenis ras perta- man di indonesia dan segi estetik seperti gerakan yang di timbulkan oleh anjing ketika menjadi agresif atau bergerak santai, warna bulu, bentuk bulu yang berkibar-kibar ketika bergerak, ben- tuk tubuh, dan tingkah laku ketika bersama manusia (majikannya). Agar dapat menampilkan keunikan dari “ekspresi gerak yang di lakukan oleh anjing” yang terjadi di dalam suasana dan kondisi yang di alami anjing. Dengan menambahkan ide-ide atau gagasan agar dapat memvisu- alisasikan kedalam seni lukis. Dengan pengerjaan yang di lakukan menggunakan unsur-unsur seni rupa seperti garis, warna, bentuk dan tekstur. Dengan mempertimbangkan perinsip-perinsip penyusunan dalam seni lukis seperti proporsi, keseimbangan, irama, dan pusat perhatian. Dengan menambahkan bayangan-bayan- gan pada setiap “ekspresi gerak” yang di lakukan oleh anjing. Menggunakan tehnik plakat agar dapat menampilkan kesan bulu anjing Kintamani yang tebal dan bulu ekor yang tebal. Dengan mengambil aliran impresonis, agar dapat menampilkan kesan-kesan bayangan pada gerakan anjing. Karena aliran impresonis merupakan aliran yang melukis kesan atau pengaruh pada perasaan. Secara khusus, kesan yang di lukis adalah kesan cahaya yang jatuh atau memantul

561 pada suatu obyek/benda yang kasat mata. Hal ini diperoleh melalui proses kreativitas yang didalami selama studi dan juga kegiatan-kegiatan diluar studi. Proses pembuatan karya nantin- ya menggunakan objek hasil riset. Berikut beberapa sifat dan ciri-ciri khas seni lukis impresionis, yaitu tidak melukiskan bentuk sesuatu benda objeknya, melainkan melukiskan cahaya yang dipantulkan oleh benda tersebut ke mata kita. Garis betul-betul menghilang dalam impresionisme, garis yang timbul karena adanya dua bidang yang saling berdekatan pun tidak ada dan tidak menghendaki had- irnya warna-warna hitam yang sering mempersuram warna lainnya itu dalam lukisan impresio- nis. (Soedarso Sp, 1990: 46) Dari uraian di atas, pencipta melakukan pengamatan terhadap lukisan-lukisan seniman impresionis agar pencipta dapat menciptakan karya lukis. Dengan tehnik impresonisme dengan bakat atau tehnik yang pencipta miliki, dengan melakukan pengamatan terhadap lukisan im- presonisme. Pencipta dapat mengetahui nama dan lukisan sang seniman dan agar mendapatkan atau bisa menampilkan ciri khas yang pencipta miliki sendiri.

Tinjauan Sumber Lain Sumber-sumber lain sebagai acuan tentunya sangat dibutuhkan dalam penciptaan karya seni lukis, sumber tersebut dapat diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap karya-karya pelukis, baik melalui foto-foto, buku, majalah, katalog pameran, maupun diambil melalui media masa seperti situs-situs internet dan lainnya sebagai suatu perbandingan terhadap karya mau- pun tema yang diangkat dalam proses penciptaan karya seni lukis. Gambar. 3

Karya Giacomo Balla “Dynamism of a Dog on a Leaseh”

(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Giacomo_Balla)

562 Dari karya Giacomo Balla diatas yang menunjukkan bangaimana gerak yang timbul ketika anjing mulai berjalan/berlari tergesah-gesah. Dari karya di atas pencipta mendapatkan ide untuk menambahkan kesan gerakan pada anjing ketika berjalan/berlari dengan menambahkan bayangan kaki ketika bergerak.

Gambar 4

Karya Carlo Carra, The Red Horseman (http://theredlist.com/wiki-2-351-861-414-1293-401-474-view-futurism-profile-carra-carlo.html )

Dari karya “Carlo Carra” yang menunjukan gerak seekor kuda yang sedang berlari den- gan jumlah kaki yang banyak kelihatan seakan berlari dengan kencang. Dari karya diatas pencipta mendapatkan ide untuk menambahkan bayangan-bayangan pada gerak yang di lakukan anjing di dalam situasi dan konisi tertentu agar kelihatan menarik. Gambar 5

Karya Artist Scott Mattlin “

(https://www.pinterest.com/pattivincent/dog-art/)

Dari karya Artist Scott Mattlin di atas menampilkan muka anjing dengan bulu yang tebal, dan latar belakang yang menggunaka warna coklat tua, dan objek/muka anjing dengan warna yang lebih terang agar muka anjing lebih menonjol.

Dari lukisan diatas pencipta tertarik, untuk membuat latar belakang lukisan, yang polos dengan penekan warna dan objek dengan warna yang lebih terang.

563 METODE PENCIPTAAN Proses Penjajagan Proses penjajagan merupakan suatu proses dari pemikiran dan pertimbangan yang dilaku- kan sebelum mewujudkan karya seni lukis. Hal ini dilakukan atas dasar pengamatan yang telah dilakukan serta pencarian sumber-sumber inspirasi yang berkaitan dengan tema. Dalam proses pen- jajagan ini pencipta melakukan pengamatan di lingkungan tempat tinggal, dan di daerah Kintama- ni. Pengamatan ini di lakukan denga cara mengamati tingkalaku anjing di lingkungan masyarakat, seperti ekspresi gerak pada anjing dan bagaimana hubungan anjing dengan masyarakat/majikannya serta mencari informasi yang terkait dengan objek dan mencatat hal-hal yang dianggap penting agar dapat diterapkan pada karya yang akan diciptakan. Agar mendapat inspirasi dan menjadi daya tarik estetis pada ekspresi gerak, untuk dituangkan kedalam karya seni lukis. Guna mewujudkan rasa estetis itu pencipta mulai dari reaksi fisik, yaitu menuangkan- nya melalui sketsa-sketsa, sambil meresapi ciri-ciri karakter, warna dan suasananya. Dalam hal ini juga tidak terlepas dari sumber referensi seperti buku yang menunjang, dan tokoh-tokoh seniman baik dari konsep (gagasannya) maupun dari tekniknya, agar dapat menciptakan karya seni lukis yang menarik. Proses Percobaan Setelah melakukan pengamatan, dalam proses percobaan ini pencipta melakukan sket- sa-sketsa gerak yang cocok dengan tema yang diangkat dalam penciptaan karya seni lukis. Sket- sa yang dibuat merupakan suatu perwujudan awal dari ide melalui imajinasi, ketika menang- gapi ekspresi gerak yang ditimbulkan oleh anjing yang akan dibuat pada media kertas dengan mengunakan pensil. Dalam hal ini, sketsa bertujuan untuk membangun berbagai kemungkinan komposisi dan unsur-unsur penunjang lainnya, agar terwujud suasana yang diinginkan. Proses percobaan merupakan proses yang sangat penting, dan merupakan proses yang cukup lama dilakukan dalam penciptaan. Proses percobaan ini telah pencipta lakukan dalam pelak- sanaan tugas-tugas melukis sebelumnya sejak semester sebelumnya sehingga dalam proses ini lebih mendalami pada ekspresi gerak, dan karakter.

564

Proses Persiapan Dalam proses penciptaan karya seni lukis, sebelumnya meyediakan material yang akan digunakan untuk mewujudkan karya seni lukis. Proses ini disesuaikan dengan keperluan untuk penerapan teknik yang digunakan dengan mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Beri- kut ini adalah alat dan bahan yang pencipta pergunakan dalam membuat karya seni lukis. : Proses Pembentukan

Pembentukan merupakan proses yang dilakukan setelah melewati proses sebelumnya yaitu penjajagan dan percobaan. Dalam proses pembentukan terdapat tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penciptaan karya seni lukis. Mengeblok kanpas dengan warna yang gelap, kemudian tahapan berikutnya pemilihan sketsa yang terbaik untuk diwujudkan pada media kanvas. Membuat sketsa menggunakan pastel, sketsa yang dibuat tidak mendetail dan hanya menamplikan bentuk glogalnya saja. Setelah melakukan sketsa kemudian mempersiapkan alat serta material yang akan digunakan dalam proses perwujudan karya. Tahap berikutnya yaitu tahap bloking terhadap objek-objek yang dilukis dan diawali dengan menggunakan warna tipis dengan mewarnai setiap bagian objek sesuai dengan warna yang telah direncanakan, untuk memberi gambaran awal (global) terhadap objek yang dibuat. Selanjutnya mulai keproses pewarnaan berikutnya dengan mewarnai keseluruhan dari semua objek yang dilukis dengan mengunakan teknik plakat, dengan mengutamakan cahaya. teknik tersebut memberikan efek serta karakter goresan yang sangat menarik melalui ekspresi dan emosi yang di tuangkan pencipta. Pada tahapan ini juga menekankan pencapaian karakter serta suasana tertentu dengan menggunakan warna serta goresan yang sangat diperhitungkan, seh- ingga dapat merepresentasikan situasi maupun keadaan objek yang sesungguhnya.

565 Penyelesaian Akhir Pada tahap ini, karya yang telah dibuat sudah mendekati selesai, yang dilanjutkan den- gan proses akhir, (finishing), dengan melihat lagi secara saksama lukisan yang telah diwujud- kan, letak kekurang-kekurangannya sehingga dapat diperbaiki lagi hingga terlihat maksimal dan menarik tentunya sesuai dengan yang diharapkan. Selain mengoreksi karya secara pribadi, pencipta juga memerlukan pertimbangan dari orang lain untuk memberi masukan serta sa- ran-saran untuk mengisi kekurangan pada karya yang dibuat. Ketika karya sudah dianggap selesai, pencipta akan memberi tanda tangan pada karya, karena dalam karya seni lukis tanda tangan juga sangat dibutuhkan untuk mengetahui identitas pencipta dan tidak lupa juga mem- beri bingkai pada karya pencipta supaya terlihat menarik.

ULASAN KARYA Wujud karya merupakan bentuk visual dari karya seni lukis dengan mengangkat tema “Ekspresi Gerek Anjing Kintamani Sebagai Sumber Inspirasi, yang diungkap melalui kreatifitas, yang diungkapkan melalui rasa estetis di atas bidang dua dimensional. Dalam mengungkap- kan ide ke dalam karya lukis, pencipta menambahkan bayangan-bayangan pada objek anjing agar tercipta kesan anjing bergerak. yang di lakukan anjing pada kondisi dan situasi tertentu melalui gagasan atau ide, yang di ungkapkan dalam bahasa visual. Ideoplastis merupakan perwujudan secara ide dan imajinasi. Ide dalam karya pencip- ta, lebih menyikapi dan memahami tentang ekspresi gerak yang terjadi ketika anjing bergerak didalam kehidupan sehari-hari dan mengungkapkannya melalui ke dalam bentuk karya seni lukis. Sebagai inspirasi yang menjadi ide atau gagasan yang pencipta ingin wujudkan kedalam media kanvas. fisioplastis merupakan hal-hal yang menyangkut tentang teknik penciptaan serta penerapan unsur-unsur seni rupa atau elemen-elemen visual seni lukis. Dalam mengungkapkan ide ke da- lam karya seni lukis, pencipta mengunakan kesan bayangan-bayanagan yang timbul oleh anjing ketika bergerak. Di dalam kehidupan anjing melalui gagasan pencipta yang di ungkapkan dalam bahas visual.

566 Karya VIII

Judul: Melompoat Ukuran: 100x140cm Bahan: Cat acrylic dan di atas kanvas

Tahun: 2016

Pada karya ini pencipta menampilkan seekor anjing yang melonca, berusaha untuk menggapai bola yang berada jauh lebih tinggi dari badan anjing. Dengan mulut anjing terbuka bersiap untuk menggigit bola. Dan dengan bayangan-bayangan yang mengikuti pada bagian bawah anjing, agar terlihat gerakan anjing meloncat dari bawah keatas, dan bayangan pada ba- gian atas bola yang bertujuan agar bola terlihat jatuh dari atas. Dengan goresan-goresan yang impresif, agar tercipta gerakan anjing yang dinamis ketika meloncat, dengan warna yang tebal dan goresa-goresan kuas yang impresif. Ide gerakan ini terinspirasi ketika melihat seekor anjing yang sedang bermain menang- kap bola dengan tuannya. Gerakan meloncat ini terjadi ketika bola yang di lemparkan oleh tuannya melambung tinggi. Agar anjing dapat menangkap bola yang melambung tinggi, anjing- pun menggapai dengan meloncat tinggi dengan membuka mulutnya kearah bola, agar anjing dapat menggapai bola tersebut.

KESIMPULAN Anjing Kintamni merupakan hewan yang lincah, gesit dan termasuk hewan fosesif terhadap wilayah kekuasaanya. Untuk mendapatkan gerak pada anjing, perlu dilakukan pen-

567 gamatan pada setiap gerakan yang di lakukan anjing Kntamani agar mendapatkan gerakan yang di inginkan dengan cara: Proses penjajakan yaitu melakukan pengamatan/pencarian sumber-sumber insfirasi yang berkaitan dengan judul. Pengamatan ini di lakukan dengan mengamati tingkah laku dan gerak yang di lakukan anjing. Proses percobaan yaitu proses pembuatan seketsa-seketsa gerak anjing yang cocok. Yang di lakukan ketika anjing beraktifitas seperti berkelahi, marah, bermain, dan berjalan. Proses persiapan dilakukakan untuk menyiapkan matrial yang digunakan dalam berkarya. Seperti mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan seni lukis. Proses pembentukan dilakukan setelah melakukan pengamatan dan percobaan. Dengan membuat seketsa pada kanvas yang sudah di blok menggunakan warna gelap, lalu diawali den- gan warna tipis pada objek lalu ketahap pewarnaan dengan mewarnai keseluruhan. Penyele- saian atau finising dengan memperhatikan kembali hasil lukisan, agar tau mana yang harus di perbaiki lagi. Metode yang pencipta gunakan Proses Penjajakan, Percobaan, Pembentukan, dan penyelesain akhir. Dengan menggunakan teknik impresionis, yaitu teknik dengan melukis kesan cahaya yang jatuh atau memantul pada suatu obyek/benda yang kasat mata. Dengan menampilkan goresan-goresan kuas yang searah dengan menggunakan warna yang tebal atau plakat. Dengan menambahkan bayangan-bayangan yang mengikuti pada setiap gerak yang dilakukan anjing. Yang tercipta akibat dari langkah-langkah yang di lakukan anjing. Saran Dengan penciptaan karya seni lukis yang bertemakan “Ekspresi Gerak Anjing Kintam- ani Sebagai Sumber Ispirasi”, diharapkan menjadi langkah untuk menuju proses kreatif untuk kedepan. Yang di imbangi dengan mendalami hal-hal yang menjadi ispirasi di dalam pencipta- an karya seni, yang diimbangi dengan pengmatan secara langsung agar dapat mengembangkan berbagai karakter ekspresi gerak anjing yang unik dan menarik hingga mejadi karya yang dike- nal dalam dunia seni rupa, baik nasional maupun internasional. Melalui karya tulis tugas akhir ini, diharapkan dapat memberikan manfaat dan makna bagi pencipta seni, baik dilingkungan akademis atau di masyarakat.

Untuk lembaga Agar karya ini dapat memberikan ispirasi untuk mendapatkan ide-ide baru dalam beraktifitas bagi mahasiswa, kususnya seni lukis.

568 DAFTAR PUSTAKA Budiana, N.S. 2006. Anjing, Jakarta: Penebar Swadaya Dharmawan, Nyoman Sadra. 2009. Anjing Bali dan Rabies, Pulau Kawe: Nyoman Kring Jana Made, 2005. Dasar- Dasar Keindahan Seni Rupa, FSRD Institut Seni Rupa Denpasa: Den- pasar Puja, I Ketut. 2005. Aspek Reproduksi pada Pengembangbiakan Anjing, Denpasar : Kampus Universitas Udayana Soedarso. SP. 1990. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Moderen, Yogyakarta Sony Kartika, Darsono. 2004. Seni Rupa Moderen, Bandung: Rekayasa Sains Sugono, Dendy.2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa ( Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa). Yogyakarta: Dicti Art Lab http://ceppyec126.Nomer1.com/ceppyc126/anjing-kintamani.htm http://mydokterhewan.blogspot.co.id/2015/06/anjing-kintamani-dan-penyakit-kulit.htm- l?m=1

569 DESAIN INTERIOR MUSEUM ETNOGRAFI BALI JALAN MAYOR WISNU NO. 1 DENPASAR -BALI

Oleh : I Made Hendra Yuda

Abstrak Museum etnografi Bali dapat menjadi media yang efektif untuk mengintegrasikan peru- bahan dalam masyarakat dan terus melestarikan kearifan lokal Bali melalui benda budaya yang dipajang di dalamnya. Oleh karena itu peran museum yang tidak sekedar sebagai sarana hibu- ran, tetapi media untuk edukasi dan menancapkan nilai dan semangat yang mengakar sebagai wadah benda sejarah yang terancam globalisasi. Museum harus mampu menghadapi tantangan global di mana kontak antar budaya tidak dapat dielakkan, termasuk berani menghadapi “im- age” museum yang dianggap kuno dan antik, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Kondisi desain interior museum harus mampu mengaktualisasikan eksistensi museum etnografi Bali tanpa meninggalkan maksud dan tujuan yang melandasi berdirinya mu- seum. Berdasarkan pengembangan tersebut, metode yang digunakan dalam memecahkan ma- salah desain interior museum menggunakan metode pengumpulan data yaitu observasi, waw- ancara dan dokumentasi dari fakta interior untuk menemukan solusi, maka digunakan konsep “Kala Cakra Tri Samaya”. Konsep ini digunakan dengan maksud untuk mewujudkan cita-cita ideal desain interior museum, setelah berkaca dari sejarah kebudayaan masa lalu, menatap ke masa depan dengan memanfaatkan teknologi dan mewujudkan desain sesuai konteks zaman di masa kini. Diaplikasikan melalui bentuk futuristik, bahan finishing kayu yang menguatkan kesan tradisi serta dipadukan unsur teknologi digital pada sistem pemajangan benda, sehing- ga terwujudlah desain interior museum etnografi Bali yang edukatif, komunikatif, konservasi, imajinatif dan rekreatif. Kata kunci: Desain Interior, Museum, Etnografi, Edukatif, Bali.

Abstract Etnography museum in Bali can be effective on media to integrate the changes within the com- munity as well as to in herdite the Balinese local wisdom though the cultural art displayed. It is the role of museum that is not only as entertainment place but also for education by putting the values and spirit on to the historical objects that almost exticut in this globalization. Museum must be able to stand against the global challenge where any contact from different culture cannot be avoided, thus it has to brave to face the “image” of ancient and antique than change it into something amusing. The condition of the

570 building in terms of its interior design has not been able to actualize the existence of Balinese etnography museum without leaving its vision and mission. Based on the development, the method that is used to solve the problem of museum interior design is rational thinking method from the interior facts and design imagination to find the solution. Thus, the concept “Kala Cakra Tri Samaya” is very suitable. The concept is chosen by the aim to realize the idealism in museum interior design, after facing the history looking the future by using technology as todays context. It is applied through futuristic from, wooden finishing that strengthen the traditional touch and mixed with digital technology in the display. So it realize the Bali etnography museum of interior design that is educative, communicative, conservative, imaginative and recreative. Keywords : Interior design, Museum, Etnography, Educative, Bali

PENDAHULUAN Kebudayaan adalah suatu keunikan dan keunggulan yang harus kita jaga dan lestari- kan bersama, misalnya tentang adat-istiadat, kebiasaan, hukum, seni, religi, bahasa. Kebudayan Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi. Pengaruh bu- daya global dan perkembangan teknologi dapat dengan cepat merubah kebudayaan Bali terse- but. Perkembangan teknologi tentu membawa perubahan yang begitu baik dan pesat dalam kehidupan manusia. Perkembangan itu baik adanya jika sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka dari itu melestarikan kebudayaan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan pemerintah. Salah satu kiat/program pemerintah bekerjasama dengan desainer dalam up- aya melestarikan kebudayaan adalah mampu mengaktualisasikan (rekontekstualisasi) desain museum yang menyimpan benda-benda sejarah warisan dari kebudayaan. Museum harus mampu menghadapi tantangan global di mana kontak antar budaya ti- dak dapat dielakkan, termasuk berani menghadapi “image” museum yang dianggap kuno dan antik, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Museum Etnografi Bali dapat menjadi media yang efektif untuk mengintegrasikan perubahan dalam masyarakat dan menciptakan keseimbangan dalam peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan terus me- lestarikan kearifan lokal Bali melalui benda budaya yang dipajang di dalamnya. Di sinilah peran museum yang tidak sekedar sebagai sarana hiburan, tetapi media untuk edukasi dan menan- capkan nilai dan semangat yang mengakar sebagai wadah benda-benda sejarah yang terancam globalisasi.

571 MATERI DAN METODE Kepustakaan Mencari data sekunder yang akan mendukung dalam mendesain museum, dan diper- lukan untuk mengetahui sejauh mana ilmu yang berhubungan dengan desain museum telah berkembang, atau sampai mana terdapat kesimpulan yang pernah dibuat. Mempelajari tentang buku-buku atau dari media informasi lainnya yang memiliki kaitan erat dengan museum di lapangan.

Observasi Merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pen- gamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam proses ini pengumpulan data dim- ulai dari survei lapangan dengan mengamati langsung kasus museum yang akan didesain dan mencatat secara sistematis hal-hal yang berhubungan dengan kondisi fisik bangunan, seperti: dimensi, bahan elemen dan lain-lain. Dalam metode observasi mahasiswa mengamati alur akti- vitas, prilaku civitas, dan kebutuhan civitas yang diperlukan dalam museum. selanjutnya diter- jemahkan kembali dalam bentuk tulisan dan gambar sehingga dapat mengerti dan digunakan dalam mendesain museum etnografi Bali.

Wawancara Wawancara dilakukan dengan Kepala Museum (Ni Nyoman Sueti,S.Sos,M.Si) untuk memperoleh keterangan sesuai seperti data fisik dan non fisik dari museum etnografi Bali. Selain itu wawancara dilakukan langsung dengan pegawai/staf museum yakni Ibu Ni Wayan Sukma Dewi mengenai aktivitas civitas dan data mengenai fasilitas yang terdapat di museum tersebut agar mahasiswa merancang fasilitas dan ruang yang lebih tepat.

Dokumentasi Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang diperoleh dari Kepala Museum (Ni Nyoman Sueti,S.Sos,M.Si) sebagai narasumber, memperoleh informasi dari bermacam-macam

dokumen yang ada pada informasi dalam bentuk tulisan, gambar atau foto. Agar lebih akurat, maka perlu adanya dokumentasi (data visual berupa foto) objek yang ada guna melengkapi data

572 yang diperoleh melalui metode observasi dan wawancara. Metode dokumentasi dilakukan den- gan menggunakan alat kamera.

Proses perancangan yang dijadikan dasar didalam mendesain interior Museum Et- nografi Bali, yang dijelaskan dengan skema berikut:

Gambar Skema Pola Pikir Sumber: Data Mahasiswa

PEMBAHASAN Konsep Konsep Desain pada Museum Etnografi Bali adalah “Kala Cakra Tri Samaya”. Konsep “Kala Cakra Tri Samaya” dipakai berdasarkan kebutuhan serta latar belakang masalah dari Mu- seum Etnografi Bali.

Latar Belakang Pemilihan Konsep

Mengaktualisasikan (rekontekstualisasi) museum etnografi Bali tanpa meninggalkan maksud dan tujuan yang melandasi didirikannya museum etnografi Bali. Museum harus mam-

573 pu menghadapi tantangan global di mana kontak antar budaya tidak dapat dielakkan, termasuk berani menghadapi “image” museum yang dianggap kuno dan antik, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang menyenangkan. Di sinilah peran museum yang tidak sekedar sebagai sa- rana hiburan, tetapi media untuk edukasi dan menancapkan nilai dan semangat yang mengakar sebagai wadah benda-benda sejarah yang terancam globalisasi. Perjalanan peradaban masyarakat Bali dari waktu ke waktu sangat unik dan panjang, mem- buat semua benda budaya di museum memiliki nilai sejarah. Berdasarkan pengembangan tersebut sehingga dipilihlah konsep “Kala Cakra Tri Samaya” untuk dapat meningkatkan ingatan pengun- jung tentang bagaimana gambaran masa lalu di kondisi saat ini dan akan menyambut masa depan, sehingga pengunjung menjadi tertarik untuk datang ke museum etnografi Bali. Seperti halnya jika manusia diingatkan tentang masa lalunya dan bagaimana melihat masa depan akan merasa lebih tertarik dengan cerita-cerita masa lalu. Begitu juga yang akan diterapkan pada museum, dengan menggunakan konsep “Kala Cakra Tri Samaya” dapat mengundang ketertarikan pengunjung akan halnya kehidupan masa kerajaan yang erat kaitanya dengan budaya dan benda etnografi Bali.

Penjabaran Konsep

Gambar Penjabaran Konsep

Sumber: Data Mahasiswa

574 Kala Cakra merupakan energi positf yang mengendalikan energi negatif sehingga ter- ciptanya keseimbangan dan keharmonisan. Kata Kala berarti waktu atau masa, sedangkan kata Cakra berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti roda atau lingkaran dan kadang-kadang juga merujuk kepada roda kehidupan. Jika disatukan kata Kala Cakra dapat diartikan sebagai perpu- taran waktu, dimana jika dikaitkan dengan museum tentu rentang waktu dan perputaran waktu ini membuat masing-masing benda koleksi museum sebagai hasil kebudayaan yang memiliki berbagai wujud dan mewakili semangat zamannya.

Gambar Kala Cakra Sumber: google.com

Sedangkan dalam agama Hindu rentang waktu dibagi menjadi tiga konsep yang berori- entasi pada kelangsungan hidup setiap generasi dari masa ke masa yang disebut dengan konsep Tri Samaya yang terdiri dari: - Atita artinya penyesuaian dengan karma wasana/kurun waktu masa lampau - Wartamana artinya penyesuaian dengan masa sekarang/kurun waktu yang sekarang - Nagata artinya penyesuaian dengan masa yang akan datang/kurun waktu yang akan datang.

Gambar Desain Interior Tri Semaya

Sumber: google.com

Sehingga dengan adanya rentang waktu tersebut bagaimana kita berkaca dari masa lalu (sejarah dan kebudayaan) untuk menyambut masa yang akan datang dengan memanfaatkan ke- majuan teknologi saat ini, agar kemajuan teknologi tersebut juga bisa sejalan dengan tujuan hid- up yakni moksa dan jagathita untuk mencapai kesejahteraan, keseimbangan dan keharmonisan hidup dengan menerima teknologi secara selektif yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai

575 agama, sejarah, dan kebudayaan. Konsep ini tentunya sejalan dengan bagaimana mengaktual- isasikan (rekontekstualisasi) museum etnografi Bali tanpa meninggalkan maksud dan tujuan yang melandasi didirikannya museum etnografi Bali. Konsep “Kala Cakra Tri Samaya” diaplikasikan melalui suasana, bentuk dan warna. Sua- sana yang diaplikasikan pada kasus seperti suasana tempo dulu, yang ditampilkan dengan bahan finishing alam atau natural sebagai cerminan waktu lampau (Atita). Warna yang diaplikasikan adalah warna yang dapat mendukung suasana di dalam ruang. Konsep “Kala Cakra Tri Samaya” juga dipadukan dengan konsep teknologi pada sistem pemajangan benda, tidak hanya konsep Bali namun juga terdapat unsur teknologi digital di era global saat ini yang mencerminkan wak- tu yang akan datang (Nagata). Untuk mewujudkan desain interior Museum Etnografi Bali agar sesuai dengan konsep desain “Kala Cakra Tri Samaya” maka kriteria desain sebagai berikut : 1. Edukatif Manfaat pertama dirasakan cukup dominan bagi seseorang yang secara sadar berkun- jung ke museum. Dengan mengunjungi museum seseorang akan belajar dan menambah peng- etahuannya terutama dengan benda-benda yang dikoleksi dalam museum tersebut. Seseorang pengunjung dapat mengetahui perkembangan peradaban pada suatu masa di suatu daerah, atau perkembangan peradaban secara mutakhir lewat koleksi museum, ilmu-ilmu yang berkepent- ingan dengan koleksi museum antara lain sejarah, arkeologi, antropologi, sosiologi, politik, bi- ologi, serta cabang ilmu lainnya yang juga mempunyai museum-museum khusus.

2. Komunikatif Agar informasi dari ruang pamer dapat diterima dengan baik oleh pengunjung muse- um etnografi Bali yang berbeda-beda latar belakang pendidikannya, maka benda-benda yang dipajang dapat mudah dimengerti baik sejarah maupun fungsinya tanpa harus dijelaskan oleh pemandu dengan memanfaatkan teknologi touch screen.

3. Konservasi Kriteria ini membuat agar beberapa bagian benda pajang dan bangunan museum mendapatkan

pemeliharaan dan perlindungan sehingga dapat mencegah dari kerusakan dan kemusnahan. Pengkondi- sian ini meliputi pengaturan cahaya, suhu, pencegahan kebakaran, pencurian, dan vandalisme.

576 4. Inovatif Dengan mengunjungi museum seseorang akan menemukan ide baru, sehingga meng- hasilkan karya baru. Seorang peneliti tidak akan segan untuk orang pergi ke museum tertentu karena koleksi museum tersebut menarik bahan perhatiannya. Ia akan segera saja menghasilkan interpretasi baru, teori baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.

5. Dinamis Hubungan antar ruang saling berkaitan, mudah dikenali dan mudah dalam pencapa- ian sehingga terwujud suatu hubungan yang lancar dan cepat antara civitas dan aktivitas. Se- tiap desain atau perwujudan tidak menggangu aktivitas satu dengan yang lainnya dan setiap perwujudan mampu memberikan kemudahan akses, mudah dalam pencapaian sirkulasi serta dapat memenuhi keleluasaan gerak dan tidak mengganggu aktivitas pada areal atau ruangan lain. Mengantisipasi rasa lelah dan rasa bosan pengunjung, sehingga bergairah kembali dalam melihat benda pajang.

6. Imajinatif Manfaat ini telah dibuktikan oleh kalangan seniman. Misalnya seorang pelukis dapat menjadikan salah satu koleksi museum sebagai inspirasi dalam membuat karya lukis. Den- gan mengunjungi museum seorang seniman dapat melakukan kontemplasi sehingga mampu mengembangkan daya Imajinasinya untuk menghasilkan suatu karya seni. Demikian juga den- gan kunjungan siswa, dapat memperjelas imajinasinya terhadap pelajaran sejarah dari guru di sekolahnya, karena dibantu melihat objek langsung secara visual seperti diorama, foto, film, koleksi benda sejarah beserta penjelasannya.

7. Rekreatif Dengan mengunjungi museum etnografi Bali pengunjung dapat juga rilek, santai, dan melepaskan rutinitas sehari-hari yang telah menyibukkan. Wisatawan mancanegara dan nusan- tara menjadikan museum etnografi Bali sebagai tujuan rekreasi wisatanya. Museum etnografi

Bali dapat menjadi tempat menyaksikan koleksi benda sejarah kebudayaan Bali dan tempat un- tuk rilek minikmati taman museum yang menerapkan arsitektur tradisional Bali.

577 Gambar Desain Denah Penataan Museum Etnografi Bali

Sumber: Karya Mahasiswa

Pola ruang yang digunakan pada denah museum menggunakan pola ruang grid, seperti pola ruang kerajaan Bali karena tidak terlepas dari semangat konservasi. Pada pola penataan fasilitas diterapkan pola keseimbangan seperti yang terlihat pada interior Gedung Karangasem penataan fasilitas sisi sebelah kiri dan kanan memiliki kesamaan, untuk mengantisipasi rasa lelah dan rasa bosan pengunjung, maka pada Gedung Karangasem dibuat area duduk sehing- ga pengunjung dapat beristirahat sejenak dan bergairah kembali dalam melihat benda pajang. Pada Gedung Film terdapat fasilitas kotak pajang koleksi film Bali tempo dulu yang tertanam di dinding, terlihat juga ruang studio pemutaran film yang dilengkapi dengan kursi penonton yang mampu menampung hingga 30 orang pengunjung. Pola penataan fasilitas juga mengikuti atau menjadi arah sirkulasi pengunjung sehingga terwujud suatu hubungan yang lancar. Pada Gedung Buleleng yang memajang koleksi uang kepeng terdapat fasilitas display koleksi uang kepeng yang terletak di tengah ruangan berbentuk lingkaran. Peletakan pintu mempertimbang- kan agar pengunjung bebas akses keluar masuk tidak menunggu pengunjung lain yang akan keluar maupun sebaliknya, maka dibutalah akses pintu yang membedakan pengunjung keluar dan masuk gedung. Alur sirkulasi pengunjung didesain searah dan saling berkaitan antar ruang dan gedung sehingga mudah dalam pencapaian terwujudnya suatu hubungan yang lancar dan cepat antara civitas dan aktivitas.

578 Gambar Desain Potongan Museum Etnografi Bali

Sumber : Karya Mahasiswa

579 Gambar 3D Gedung Buleleng Museum Etnografi Bali

Sumber : Karya Mahasiswa

Gambar 3D Gedung Karangasem Museum Etnografi Bali Sumber : Karya Mahasiswa

580 SIMPULAN Mengaktualisasikan (rekontekstualisasi) museum etnografi Bali, tanpa meninggalkan maksud dan tujuan yang melandasi didirikannya museum etnografi Bali. Dengan cara pener- apan konsep Kala Cakra Tri Samaya bagaimana kita berkaca dari masa lalu (sejarah dan kebu- dayaan) untuk menyambut masa yang akan datang dengan memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini, agar kemajuan teknologi tersebut juga bisa sejalan dengan tujuan hidup yakni mok- sa dan jagathita untuk mencapai kesejahteraan dan keseimbangan hidup dengan menerima teknologi secara selektif yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, sejarah, dan kebu- dayaan. Mewujudkan desain interior yang menarik, komunikatif, dan nyaman bagi pengun- jung pada museum etnografi Bali melalui pengaplikasian konsep Kala Cakra Tri Samaya dapat menunjuang kebutuhan dari civitas dan aktifitas. Dengan konsep Kala Cakra Tri Samaya terap- likasi pola sirkulasi yang berhubungan secara berurutan akses yang jelas dan saling mendukung antara zona-zona yang terkait sehingga aktivitas pengunjung museum etnografi Bali dapat ber- jalan dengan lancar, hal ini tentunya akan mendukung untuk menciptakan kenyamanan seluruh civitas yang ada di dalamnya. Konsep Kala Cakra Tri Samaya juga dipadukan dengan konsep teknologi pada sistem pemajangan benda, tidak hanya konsep Bali namun juga terdapat unsur teknologi digital sehingga benda pajang menjadi lebih komunikatif. Selain itu dengan konsep ini dapat meningkatkan nilai lebih dari museum tidak hanya sebagai tempat yang mengedukasi namun juga mampu sebagai sarana rekreasi bagi pengunjung museum.

DAFTAR PUSTAKA Khoirnafiya, Siti. 2012. Peranan Museum. https://museumku.wordpress.com/2012/01/16/per- anan-museum-bagi-masyarakat-masa-kini/. Diunduh tanggal 22 April 2016. Putri, Nadilla. 2012. Kebudayaan Bali. https://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/11/19/kebu- dayaan-bali/. Diunduh tanggal 2 April 2016.

581 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI MEDIA PROMOSI PROKIT CUSTOM MOTOSPORT DI JALAN PULAU SAELUS NO. 57, DENPASAR

Kadek Okta Surya

Abstrak ProKitCustomMotoSport merupakan sebuah bengkel yang menawarkan jasa modifikasi sepeda motor dengan berbagai tipe. Berlokasi di Jalan Pulau Saelus no. 57, Denpasar-Bali. Ba- pak Jimmy selaku pemilik bengkel mengambil peluang di bisnis ini karena beliau menilai ma- sih sedikitnya toko dan bengkel yang menjual produk aksesoris modifikasi dengan jasa dalam perakitannya, namun saat ini keberadaan bengkel ini belum banyak diketahui oleh masyarakat, dikarenakan perusahaan ini merupakan usaha baru yang belum lama berdiri dan media pro- mosi yang dimiliki masih tergolong sedikit dan terbatas, agar dapat lebih memperkenalkan bengkel ini kepada audience secara visual, sangatlah dibutuhkan media promosi untuk bengkel ini.Melalui proses perancangandesainkomunikasi visual, dengan metode analisis data SWOT, terpilihlah 10 media Media yang dibuat agar mampu menarik konsumen terdiri dari Iklan Ma- jalah, Sticker cutting, Shopping Bag, Neon Box, T-Shirt, Flyer, Brosur, Roll Up Banner, Web Banner dan Katalog. Diharapkan media tersebut dapat menyampaikan informasi secara menar- ik, efektif dan efesien. Dengan dilaksanakannya tahap – tahap perancangan desain komunikasi visual diawali proses metode perancangan sampai pada proses pengembangan bentuk visual desain. Sehingga tujuan dari perancangan ini yaitu, Desain komunikasi visual sebagai media promosi prokit custom motosport dapat secara tepat dan efektif dalam memperkenalkan peru- sahaan bengkel yang bergerak dibidang jasa modifikasi sepeda motor ini. Kata kunci : desain komunikasi visual,modifikasi motor,prokit.

VISUAL COMMUNICATION DESIGN AS MEDIA PROMOTION PROKITCUSTOM MOTOSPORT, PULAU SAELUS STREET NO. 57, DENPASAR

Abstract Custom ProKitMotosport is a workshop that offers the services of a modified motorcycle with various types. Located at JalanPulauSaelus no. 57, Denpasar-Bali. Mr. Jimmy as the owner of the shop took the opportunity in this business because he judging by the small shops and workshops that sell accessories modifications to the services in the assembly, but now the existence of this work- shop is not widely known by the public, because this company is a new venture recently established

582 and owned media campaign is still relatively small and limited, in order to further introduce this workshop to the audience visually, it is necessary media campaign for this workshop. Through the process of designing a visual communication design, the method of data analysis SWOT, elected 10 media Media that is made to be able to attract consumers consist of Magazine Ads, Sticker cutting, Shopping Bag, Neon Box, T-Shirt, Flyers, Brochures, Roll Up Banner, Web banner and catalog. The media are expected to be able to convey information in an interesting, effective and efficient. With the implementation stage - the design stage begins visual communication design process design methods to the process of developing a visual form design. So the purpose of this scheme, namely, visual communication design as a promotional medium custom prokitmotosport can be appropri- ate and effective in introducing the workshop company engaged in the service of this motorcycle modification. Keywords: visual communication design, custom motorcycle, prokit.

LATAR BELAKANG MASALAH Faktor Obyektif Bengkel sepeda motor merupakan sebutan nama tempat dimana para pengguna motor merawat dan membenahi kendaraan mereka yang mengalami masalah atau kerusakan. Saat ini jumlah sepeda motor dan penggunanya terus meningkat, khususnya di Denpasar. Seiring pen- ingkatan tersebut meningkat pula jumlah bengkel yang dibutuhkan di Denpasar. Bagi sebagian orang sepeda motor hanyalah alat transportasi yang umum digunakan untuk berpergian, namun bagi mereka para pecinta sepeda motor yang telah di modifikasi, sepeda motor yang mereka gunakan tidak hanya sebagai alat transportasi melainkan menjad- ikan identitas dan dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam berkendara. Perbedaan bengkel modifikasi dengan bengkel pada umumnya terlihat dari kelengka- pan peralatan yang digunakan, bengkel modifikasi sepeda motor biasanya memiliki peralatan lebih lengkap selain alat - alat standar terdapat alat seperti mesin bubut, alat las, mesin bor besar dan beberapa alat lain untuk mendukung proses modifikasi. Dengan ditambah tenaga kerja atau mekanik yang lebih berpengalaman di bidangnya, bengkel seperti ini biasanya akan sangat dicari oleh mereka para pecinta modifikasi motor atau custom bike, melihat fenomena yang terjadi sekarang ini yaitu maraknya pengguna motor modifikasi yang dapat dijumpai dijalanan perkotaan, namun keberadaan bengkel – bengkel yang memproduksi motor modifikasi cukup jarang dijumpai. Sehingga ini menjadikan potensi dalam berbisnis.

583 Faktor Subyektif ProKit Custom MotoSport merupakan sebuah bengkel modifikasi yang menjual produk aksesoris modifikasi untuk sepeda motor, dan juga menawarkan jasa modifikasi sepeda motor dengan berbagai tipe. Berlokasi di Jalan Pulau Saelus no. 57, Denpasar-Bali. Bapak Jimmy se- laku pemilik bengkel mengambil peluang di bisnis ini karena beliau menilai masih sedikitnya toko dan bengkel yang menjual produk aksesoris modifikasi dengan jasa dalam perakitannya, namun saat ini keberadaan bengkel ini belum banyak diketahui oleh masyarakat, dikarenakan perusahaan ini merupakan usaha baru yang belum lama berdiri dan media promosi yang dimi- liki masih tergolong sedikit dan terbatas, agar dapat lebih memperkenalkan bengkel ini kepada audience secara visual, sangatlah dibutuhkan media promosi untuk bengkel ini. Maka dari itu, penulis akan merancang desain komunikasi visual sebagai media promosi untuk ProKit Custom MotoSport di kota Denpasar, sehingga dapat menyampaikan pesan secara tepat mengenai informasi tentang bengkel modifikasi ini kepada audience yaitu para pecinta Custom motorcycle khususnya kalangan remaja di Denpasar - Bali. Disinilah tugas desainer grafis untuk membuat media komunikasi visual yang menarik, tepat guna dan sesuai dengan karakter atau konsep dari bengkel itu sendiri.

METODOLOGI Dalam hal desain terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data untuk memudahkan sistem kerja. Metode pengumpulan data yang dipergunakan untuk kasus desain ini kemudian dianalisa dan dicari sintesanya adalah sebagai berikut : Data Primer Metode Observasi Metode observasi adalah metode yang menggunakan kemampuan manusia dalam men- gamati sesuatu hal melalui panca indera, untuk mengamati peristiwa langsung dilapangan (Ari- kunto, 1989:37). Pada metode ini, penulis melakukan survey ke lapangan yakni ke perusahaan bersang-

kutan yang beralamat di Jalan Pulau Saelus no. 57 Denpasar.

584 Metode Wawancara Metode pengumpulan data adalah cara mengumpulkan data melalui kontak atau hubun- gan pribadi antara pengumpul data dengan sumber data yang disebut dengan responden den- gan mengadakan tanya jawab secara langsung (Arikunto, 1989:39). Agar penulis mendapatkan data atau informasi yang tepat tentang perusahaan, maka pada sur- vey ini penulis mengadakan wawancara di Prokit Custom MotoSport.

Data Sekunder Metode Kepustakaan Metode kepustakaan adalah mencari data literatur yang berhubungan dengan de- sain komunikasi visual, meliputi buku-buku, kamus, media cetak dan media komunikasi lainnya yang erat kaitannya dengan obyek permasalahan. Fungsi dari metode ini guna lebih memperjelas secara teoritis ilmiah tentang kasus yang diambil dan juga untuk mencari pendekatan guna mencari pemecahan masalah yang berhubungan dengan cara penampi- lan isi pesan baik ilustrasi maupun teks dalam merancang sebuah media komunikasi visual dalam promosi. (Poerwadarminta, 1985:382). Hampir sama dengan teori diatas, penulis mencari data literatur yang meliputi desain komunikasi visual hanya meliputi buku, kamus dan internet.

Metode Dokumentasi Metode pengumpulan data dengan mencatat data-data dari hasil survey baik berupa artikel, selebaran, foto dokumentasi dan sebagainya sebagai data berupa fakta dan sebagai bukti untuk dipertanggungjawabkan (Nazir, 1988:109). Pada saat survey, penulis mengumpulkan data-data yang berupa fakta, penulis juga menggunakan foto-foto dokumentasi untuk kelengkapan desain media promosi dari perusa- haan bersangkutan.

Metode Analisis Data

Analisis data merupakan cara atau langkah pemikiran untuk mengolah data yang ber- hasil dikumpulkan dan merupakan tindak lanjut dari usaha untuk menguji kebenaran. Analisis

585 data yang digunakan adalah Analisis S.W.O.T dengan mengolah dan menganalisa data – data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur, terstruktur dan mempunyai makna. S.W.O.T merupakan metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekua- tan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) da- lam suatu proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats). Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi ke- empat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, di mana aplikasinya adalah : - Bagaimana kekuatan mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada. - Bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mencegah keuntungan dari peluang yang ada. - Bagaimana kekuatan mampu menghadapi ancaman yang ada. - Bagaimana cara mengatasi kelemahan yang mampu membuat ancaman menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru. Berdasarkan hasil pengumpulan data baik literatur maupun pengambilan data secara langsung di lapangan, selanjutnya data-data pemilihan jenis media, unsur-unsur visual desain, teknik cetak dianalisa berdasarkan metode deskriptif kualitatif dan S.W.O.T diperolehlah kesi- mpulan (sintesa). Berdasarkan kesimpulan (sintesa) tersebut dibuatlah alternatif-alternatif de- sain. Desain dianalisa secara deskriptif kuantitatif atau di hitung dan dinilai berdasarkan un- sur-unsur desain dan kriteria-kriteria yang ada, maka akan didapat desain terpilih sesuai dengan ketentuan-ketentuan di atas. Selanjutnya desain terpilih akan diproduksi dan disesuaikan den- gan bahan, alat, dan teknik cetak masing-masing. Dari hasil produksi tersebut didapat wujud atau bentuk media komunikasi visual yang akan disebarluaskan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Dengan metode ini dapat diketahui sifat-sifat, karakter, dan data-data lain yang diperlukan untuk perancangan media promosi.

586 Indikator serta Model Perancangan Desain Indikator yang nantinya akan dipakai sebagai acuan didalam menilai desain ialah ilus- trasi, teks, warna, teknik cetak. Dibuat alternatif desain dari media yang dipilih. Desain yang terbaik dipilih dari tiga alternatif desain yang diukur berdasarkan kriteria desain. Adapun krite- ria desain yang dijadikan indikator yaitu: a. Fungsional Desain yang dibuat dapat digunakan semaksimal mungkin dan berfungsi sebagaimana mestinya. b. Komunikatif Mudah dimengerti dan mampu memberikan keterangan sesuai dengan visi dan misi lembaga. c. Informatif Desain yang dibuat mudah dimengerti dan mampu memberikan keterangan yang me- madai sesuai dengan tujuan. d. Ergonomis Desain yang dibuat secara keseluruhan baik dalam bentuk fungsi, ukuran dan unsur visual- nya mampu memberikan kenyamanan bagi orang yang melihat atau menggunakannya. e. Artistik Desain harus mampu menampilkan nilai-nilai keindahan. f. Unity Kesatuan unsur desain sesuai dengan konsep keilmuan dan tujuan serta misi lembaga. g. Simplicity Desain yang dibuat hendaknya terlihat wajar, sederhana namun tetap dapat menarik perhatian. h. Kreatif Desain yang dibuat hendakya menampilkan suatu desain yang baru dan orisinil, bukan jiplakan dari desain yang sudah ada. i. Surprise Desain yang dibuat dapat menimbulkan daya tarik tersendiri bagi orang yang melihatnya. j. Etis Desain yang dibuat tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

Untuk menentukan pilihan masing-masing karya yang akan dipilih menjadi karya terbaik dapat diambil melalui pemberian nilai masing-masing indikator dan unsur-unsur desain

587 dengan perhitungan nilai pembagi (N) = nilai skor tertinggi dikali jumlah indikator. Se- dangkan untuk penilaian desain melalui rumus (R) = jumlah rata-rata sekor nilai tertinggi dibagi 3 unsur desain dikali 100%. (Panduan Desain Tugas Akhir Mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual FSRD ISI Denpasar, 2007:14).

Konsep Desain Pada skripsi karya ini, judul yang diangkat adalah “Desain Komunikasi Visual sebagai Media Promosi Prokit Custom MotoSport di Jalan Pulau Saelus no. 57, Denpasar”. Prokit Cus- tom MotoSport merupakan salah satu bengkel yang menawarkan jasa modifikasi sepeda motor yang berada di Jalan Pulau Saelus no. 57, Denpasar. Konsep yang digunakan adalah “Modern”. Istilah atau kata modern berasal dari kata latin yang berarti “sekarang ini”. Dalam pemakaian- nya kata modern mengalami perkembangan, sehingga berubah menjadi sebuah istilah. Kalau sebuah ” kata” hanya mengandung makna yang relatif sempit, sedangkan sebuah ” istilah” akan mengandung makna yang relatif lebih luas. Kata Modern sebagai sebuah istilah sudah sangat familiar di masyarakat. Penerapan konsep Modern akan dapat terlihat pada pemilihan bentuk media di gu- nakan, konsep Modern juga dapat terlihat melalui unsur visual yang terdapat pada media pro- mosi perusahaan Prokit Custom MotoSport. Konsep ini akan memberikan tampilan visual yang sederhana, jelas, menarik dan kekinian dengan penyusunan unsur visual secara dinamis dan seimbang dipadukan dengan warna hitam dan putih yang bersifat netral dan sederhana. Teknik yang digunakan adalah teknik ilustrasi fotografi dan teknik komputer dalam proses perancan- gan media promosi perusahaan Prokit Custom MotoSport.

Media Iklan Majalah Media komunikasi grafis yang dipasang pada majalah dan dibuat sesuai dengan kolom yang ada pada majalah tersebut. Lama penayangan relatif lama. Unsur-unsur yang dipergunakan adalah warna, teks, gambar, dengan informasi yang dibuat secara rinci (Pujiriyanto, 2005:21 ).

Alasan menggunakan media ini adalah karena iklan majalah memiliki peran yang san- gat baik dalam memasarkan suatu produk ataupun jasa karena selain jangkauan yang sangat

588 luas, memasang iklan pada media majalah juga mampu meningkatkan citra positif apabila iklan dipasang pada majalah yang sesuai, terkenal dan dipasarkan dengan jumlah cetak yang banyak, hal ini sangat memperbesar peluang produk ataupun jasa agar lebih dikenal.

Sticker Media promosi yang aplikasinya di tempelkan pada produk sebagai identitas sebuah merk agar mudah dikenali oleh target market dan membedakan dengan pesaing. Stiker memi- liki fungsi mengkomunikasikan citra suatu perusahaan atau organisasi (nama, logo, corporate colour). Alasan pemilihan media stiker ini adalah stiker dapat mengkomunikasikan nama peru- sahaan, lokasi perusahaan atau ajakan, himbauan, penolakan, perintah, ataupun petunjuk, dan juga mengkomunikasikan photo atau image tertentu.

Shopping Bag Shopping Bag termasuk dalam kategori tas jinjing. Shoping Bag bisa digunakan untuk membawa buku, kosmetik, peralatan maupun penggunaan lain. Secara praktis dapat dikatakan, shopping bag bisa digunakan untuk membawa apa saja. Alasan media shopping bag dipilih karena untuk membantu membawa produk dari pe- rusahaan Prokit Custom MotoSport ketika terjadi pembelian, dan sekaligus dapat mempro- mosikan perusahaan Prokit Custom MotoSport melalui desain pada bagian luar shopping bag dan perusahaan Prokit Custom MotoSport belum memiliki media shopping bag sebagai media promosi.

Neon box Neon box adalah sebuah media promosi berupa media Iklan yang dibuat dari bahan acrylic/colibrite/ultralon dan di bagian dalamnya diberi lampu. (http://www.batamadvertising.com/neon-box-diunduh 28/5/2016) Alasan memilih neon box adalah karena akan lebih menarik dari menggunakan papan nama, selain neon box mampu memberikan kesan exclusive, dan modern. Apabila digunakan pada saat malam, lampu dibagian dalam akan menerangi keseluruhan ruang dari neon box un- tuk menerangi visual brand yang tertera.

589 T-Shirt Kaos adalah Pakaian sederhana dan ringan untuk tubuh bagian atas, biasanya lengan pendek, T-shirt disebut demikian karena bentuknya. Sebuah T-shirt biasanya tanpa kancing dan kerah, dengan leher bulat dan lengan pendek. Busana ini bisa dikenakan oleh siapa saja, baik pria dan wanita, dan untuk semua kelompok umur, termasuk bayi, remaja, dan dewasa. (http://maniaartthirst.blogspot.co.id/2012/03/pengertian-kaos.html - diunduh 28/5/2016) Fungsi T-Shirt sebagai sarana untuk promosi adalah memperkenalkan suatu produk, layanan jasa atau citra perusahaan. Alasan memilih media T-Shirt ini karena T-Shirt pada umumnya digunakan setiap hari, jadi informasi yang ada, dapat lebih sering ditemui lewat media ini. Sehingga menjadi media yang cukup efektif.

Flyer Flyer adalah media komunikasi grafis yang dibuat dengan ukuran relatif kecil dan bi- asanya hanya satu lembar. Penyebarannya dilakukan dengan cara dibagi - bagikan. (Pujiriyanto, 2005 : 19). Disebarkan ditempat – tempat strategis yang ramai dengan cara membagi – bagikan langsung kepada khalayak umum, Alasan menggunakan media ini, karena jangkauan yang cukup luas dengan menggu- nakan biaya yang tergolong low budget sehingga dapat memaksimalkan jumlah cetak, selain itu mudah dibawa maupun disimpan jika nantinya ingin dibaca dilain waktu. sehingga lebih efektif dan tidak memerlukan biaya dalam mengiklankanya.

Brosur Brosur merupakan media komunikasi visual produk atau jasa yang bentuknya memiliki beberapa lipatan (Pujiriyanto, 2005:18). Media ini dipilih karena masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan informasi mengenai Prokit Custom MotoSport. Alasan memilih media brosur ini selain sebagai media promosi yang murah, brosur juga sangat informatif.

590 Roll Up Banner Media yang digunakan untuk menyampaikan informasi, berbentuk banner yang pema- sangannya ditarik ke atas. Cara kerjanya dengan menarik bagian header lalu kaitkan ke tiang penyangga di belakangnya. Tersedia dari ukuran Roll banner 60 x 160 cm, 80 x 200 cm, 85 x 200 cm, 120 x 200 cm, bahkan sampai 150 x 200 cm (https://dinova.wordpress.com/2009/07/30/roll-banner/-diunduh 28/5/2016) Alasan dari media ini dipilih karena terbatasnya ruang iklan atau space-space yang sem- pit, sehingga tepat dalam penggunaannya dan karena event-event yang diikuti di berbagai tem- pat jadi akan lebih praktis dalam penggunaanya.

Web Banner Web banner adalah semacam media iklan yang ditampilkan pada media online yaitu website. Web banner merupakan Bagian yang tidak bergerak dalam dokumen Web sekalipun kita menggulung scrollbar sampai ke akhir dokumen. Banner juga bisa diartikan sebagai tu- lisan besar untuk mempromosikan sesuatu. banner juga bisa berupa gambar untuk menun- jukkan suatu promosi ataupun ajakan dalam berbagai hal. (https://heztytatawarna.wordpress. com/2013/12/06/pengertian-web-banner-dan-fungsinya/ - diunduh28/5/2016) Web banner dipilih sebagai media promosi karena dapat mengenalkan Prokit Custom MotoSport melalui dunia maya dengan meletakannya pada website otomotif yang ada.

Katalog Katalog merupakan media komunikasi grafis berbentuk buku yang di dalamnya berisi karya-karya tugas kahir yang dibuat(Pujiriyanto, 2005:20). Media ini dipilih agar dapat memuat seluruh karya/desain yang dibuat dalam Tugas Akhir.

KESIMPULAN Setelah melakukan pengamatan dan penelitian pada studi kasus berjudul “ Desain Ko- munikasi Visual sebagai media promosi Prokit Custom Motosport di Jalan Pulau Saelus no. 57,

Denpasar”, maka berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

591 - Media yang dibuat agar mampu menarik konsumen terdiri dari Iklan Majalah, Sticker cutting, Shopping Bag, Neon Box, T-Shirt, Flyer, Brosur, Roll Up Banner, Web Banner dan Katalog. Di- harapkan setelah terpilihnya 10 media melalui proses perancangan desain komunikasi visual, media tersebut dapat menyampaikan informasi secara menarik, efektif dan efesien. - Dengan melaksanakan tahap - tahap perancangan desain komunikasi visual dimulai dengan melalui proses metode perancangan sampai pada proses pengembangan bentuk visual desain. Sehingga tujuan dari perancangan ini yaitu, Desain komunikasi visual sebagai media promosi prokit custom motosport dapat secara tepat dan efektif dalam memperkenalkan perusahaan bengkel yang bergerak dibidang jasa modifikasi sepeda motor ini.

Saran Dari perancangan media promosi ini, adapun saran-saran yang ingin disampaikan oleh penulis, antara lain : - Dalam merancang media komunikasi visual untuk promosi ini, agar saling kerja sama yang baik antara desainer dan pihak perusahaan Prokit Custom Motosport sebagai komunikator agar terwujud hasil yang diharapkan, jangan lupa asistensi dengan dosen pembimbing sesuai dengan jadwal yang ditentukan. - Media komunikasi visual yang dirancang hendaknya digunakan secara maksimal untuk men- capai target yang diharapkan dalam memperkenalkan usaha baru kepada target sasaran.

DAFTAR PUSTAKA Alwi.H. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: P.N Balai Pustaka. Anwar. D. (2003). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru. Arikunto. S. (1998). Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Hendi. H. (2008). Graphics Design. Bandung: Informatika. Ima. H.(2008). 400 Istilah Pr Dan Periklanan. Jakarta: Gagas Ulung. Kusrianto. A. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Marzuki, (1995). Metodelogi Riset. Yogyakarta: Bagian Penerbit Fakultas Ekonomi-

Nazir. M. (2003). Metode Penelitian. Erlangga: Jakarta Pujiriyanto.(2005). Desain Grafis Komputer (Teori Grafis Komputer).

592 Sanyoto.E. S.( 2005). Dasar-dasar Tatarupa Dan Desain. Sarwono, Jhonatan & Lubis, Hary.(2007). Metode Riset Untuk Desain Komunikasi Visual. Yog- yakarta: Penerbit Andi. Sugiyono, (2006). Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Yuniar. T. (1999). Kamus Lengkap Bahasa Indinesia. Jakarta: PT Agung Media Mulia.

KUTIPAN DARI INTERNET http://www.annedameria.com/2011/04/psikologi-warna.html, diakses pada 22/6/2016 (http://www.batamadvertising.com/neon-box-diunduh 28/10/2016) http://otomotifnet.com/ https://deltasariagung.wordpress.com/2011/08/09/66/ www.pinterest.com http://w3.unisa.edu.au/printing/New/New-IMAGES/Sans%20Serif.jpg https://www.getscoop.com/id/majalah/motor-plus/ed-874-dec-2015 http://www.insidegraphics.com/visiting_cards/visiting_cards_fonts.asp www.kawasaki.com http://tentangdesaingrafis.blogspot.com, diakses pada 30/10/2016 http://richo-docs.blogspot.com/2011/08/unsur-seni-rupa-warna.html diakses pada 30/10/2015 http://ganlob.com -bersambang-ke-markas-deus-ex-machina-di-bali http://idesainesia.com/prinsip-desain-grafis-untuk-publikasi https://kdesigner2011.wordpress.com/tag/unity/page/2 http://idesainesia.com/prinsip-desain-grafis-untuk-publikasi http://otomotifnet.com/ https://deltasariagung.wordpress.com/2011/08/09/66/

593 TRANSFORMASI FIGUR GANESHA SEBAGAI MEDIA KRITIK SOSIAL DALAM KARYA SENI LUKIS

I Kadek Yuliantono Kamajaya

Abstrak Paradigma lingkungn sebagai penyangga kehidupan sejati saat ini,berada pada tataran yang mencemaskan bahkan menjadi ancaman besar bagi kehidupan. Namun masih terjadi ak- tivitas yang cenderung memperparah kerusakan semesta baik yang dilakukan secara terang terangan maupun sembunyi-sembunyi dan konspiratif .Catatan tentang pembakaran, peneban- gan liar di zona merah, maupun dalam dunia politik yang cenderung melakukan aksi penyu- apan yang berimbas pada saling ketidak pedulian membuat jauh dari rasa kebersamaan just- ru semakin marak terjadi.Pentingnya kesadaran dan penyadaran public untuk menumbuhkan kepedulian nurani dalam memelihara semesta. Oleh karena itu pencipta mengambil karakter Ganesa untuk memberikan seruan kes- adaran terhadap masyarakat agar lebih baik, degan mengambil tema tentang kritik sosial yang mengandung sebuah sendiran, untuk saling mengingatkan satu sama lain tentang pentingnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar, yang divisualkan ke dalam bentuk karya seni lukis Perwujudan ide pada karya seni lukis melalui proses penjajagan, percobaan, persiapan, pem- bentukan dan penyelesaian. Dalam penciptaan karya seni lukis, elemen-elemen serta unsur-un- sur seni rupa harus dipadukan dengan teknik sesuai kemampuan yang ditekuni pencipta selama proses belajar. Kesan yang dicapai adalah kesan panas, dingin, siang, malam, dan kesan ker- uangan serta memperlihatkan keplastisan objek pada masing-masing karya. Diterapkan den- gan berbagai teknik dengan menggunakan cat akrilik. Dengan memakai kuas, dilakukan tahap demi tahap secara menyeluruh, agar dapat tercipta karakteristik objek Ganesha serta objek pen- dukung lainya. Dalam perwujudan objek, di ungkapkan melalui gagasan serta hasil riset dengan melakukan pengolahan konsep melalui teknik sketsa untuk dapat menghasilkan bentuk figur yang lebih dramatik sebagai acuan dalam berkarya, sehingga dapat merepresentasikan transfor- masi figure Ganesha yang bertema kritik social ke dalam karya seni lukis. Hasil dari penciptaan ini berupa 10 karya seni lukis dengan judul: Nafas Terakhir, Terh- anyut dalam peristiwa, Warning, What do You Think, Menatap Sang Pemimpin, Dalam banyak Muka, Best Friend, Dibalik Pagar, Relax, Bercermin yang bertujuan untuk menyadarkan mas- yarakat agar lebih baik. Kata Kunci : Transformasi Figur Ganesha, Objek, Karya Seni Lukis

594 PENDAHULUAN Penciptaan karya seni dilatarbelakangi oleh cerita Dewa Ganesha adalah putra dewa siva dan Dewi Parvati, pemimpin dari para Gana .Beliau digambarkan sebagai Adi Dewa , Dewa utama atau Prathama Vandana , dewa yang di puja sebelum memuja dewata yang lainnya, dipuja sebelum melakukan upacara agama ,maupun memulai kegiatan sehari hari .Ia dipuja sebagai dewa kebijak- sanaan dan penghalau rintangan .Wujud Ganesa didapati dalam kesenian Hindu di Jawa ,Balidan yang menujukan pengaruh regional yang spesifik .Penyebaran Budaya Hindu secara perlahan lahan ke Asia Tenggara telah membuat wujud Ganesa dimodifikasi di Burma ,Kamboja ,dan .Di Indonesia ,agama Hindu dan Budha dijalankan dengan berdampingan ,dan pen- garuh timbal balik bisa dilihat dalam penggambaran Ganesa di wilayah itu. (Ari Wirawan.2011 ;1 ) Khususnya di Bali penggambaran Ganesa menampilkan ciri khasnya yaitu memiliki 2 hidung yaitu pada bagian belalai dan bagian tengah di bawah mata penggambaran tersebut juga terdapat pada lukisan yang ada di kerta Gosa yang menunjukan bahwa perbedaan antara ga- nesa yang di india maupun di Jawa sekalipun sangat jelas terlihat berbeda .Oleh karena itu Bali memiliki ciri khas penggambaran bentuk Ganesa . Pencipta mengambil karakter Ganesha untuk memberikan seruan kesadaran terhadap masyarakat agar lebih baik, degan mengambil tema tentang kritik sosial yang mengandung se- buah sindiran, untuk saling mengingatkan satu sama lain tentang pentingnya kepedulian terha- dap lingkungan sekitar, yang divisualkan kedalam bentuk karya seni lukis, sebagai penyampaian pesan terhadap masyarakat. Berkarya seni merupakan kebutuhaan jiwa seorang seniman. Secara umum, pada awal proses penciptaaan karya seni, dimana di dalamnya tergambar dengan jelas tema, gaya, mate- rial yang digunakan, teknik yang diterapkan, komposisi dari elemen – elemen seni serta proses pembuatan karya seni lukis. Dimana pencipta menerapkan tema-tema social dengan visual seni lukis dalam wujud dua dimensi pada bidang kanvas . Dari pengalaman pribadi pencipta ingin mengungkapkan lewat karya seni lukis, dengan cara mengamati berbagai sisi keindahan dan keunikan dari Ganesa. Dari berbagai penjelasan yang diawali dari tahap ide atau gagasan sam- pai ke tahap perwujudan dalam karya seni, semua tahap tersebut tak lepas dari hasil interaksi

Tahap penciptaan meliputi pengamatan, pematangan ide dan observasi, persiapan alat dan ba- han, serta visualisasi.

595 2. PROSES PENCIPTAAN Dalam proses penciptaan karya seni lukis, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan meliputi: proses penjajakan, proses percobaan, proses persiapan, proses pembentukan, dan proses penyelesaian (finishing). Selain dari proses tersebut, pada bab ini juga diuraikan alat serta bahan yang dipergunakan dalam penciptaan karya seni lukis.

a. Proses Penjajagan Penjajakan Eksplorasi disebut juga penjelajahan atau pencarian adalah tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu; misalnya daerah tak dikenal, tindakan pencarian akan pengetahuan yang tidak umum atau pencarian akan pengertian metaf- isika – spiritual misalnya tentang kesadaran. Dalam konteks riset ilmiah, eksplorasi adalah salah satu dari tiga bentuk tujuan riset, sedangkan tujuan lainnya ialah penggambaran (deskripsi) dan penjelasan (eksplanasi). Penjajakan ( Eksplorasi ) merupakan suatu proses yang memberikan pertimbangan – pertimbangan awal sebelum mewujudkan karya seni dengan melakukan pengamatan dan penyerapan secara langsung maupun tidak langsung terhadap beberapa kejadian di masyarakat yang berkaitan dengan judul yang diangkat sehingga mampu menciptakan ide – ide atau ga- gasan. Pengamatan serta pencarian sumber-sumber inspirasi tertulis berupa buku, majalah, cat- alog pameran dan beberapa hasil karya para seniman diantaranya Wayan Redika, Teja Astawa, Suyadnya dan lain – lainnya yang tentunya berkaitan dengan tema yang diangkat dalam pencip- taan karya seni lukis.

b. Proses Percobaan Setelah melakukan pengamatan dan mendapatkan ide dan inspirasi dari penjajakan maupun pemahaman pada objek, pencipta merangkum semua hal tersebut sebagai bahan untuk menciptakan karya seni lukis, dalam proses percobaan ini pencipta melakukan sketsa – sketsa awal terkait tema yang diangkat dalam penciptaan karya seni lukis. Sketsa yang dibuat merupa- kan suatu perwujudan awal dari ide melalui acuan dokumentasi dan imajinasi ketika memvi-

sualkan ganesa dengan penggabungan beberapa objek-objek baru berupa limbah dan sampah masyarakat,topeng, boneka, hand phon yang diungkapkan sebagai simbol menggunakan media

596 kertas dan pensil atau pena sebagai alat maupun dengan cara eksperimen dalam bidang kanvas dengan berbagai media maupun tehnik. Setelah melakukan pengamatan dan mendapatkan ide dan inspirasi dari penjajakan maupun pemahaman pada objek, pencipta merangkum semua hal tersebut sebagai bahan untuk menciptakan karya seni lukis, dalam proses percobaan ini pencipta melakukan sketsa – sketsa awal terkait tema yang diangkat dalam penciptaan karya seni lukis. Sketsa yang dibuat merupa- kan suatu perwujudan awal dari ide melalui acuan dokumentasi dan imajinasi ketika memvi- sualkan ganesa dengan penggabungan beberapa objek-objek baru berupa limbah dan sampah masyarakat,topeng, boneka, hand phon yang diungkapkan sebagai simbol menggunakan media kertas dan pensil atau pena sebagai alat maupun dengan cara eksperimen dalam bidang kanvas dengan berbagai media maupun tehnik. c. Proses Persiapan Proses persiapan merupakan proses mempersiapakan ada 2 dan material yang digu- nakan dalam penciptaan karya seni lukis. Material yang digunakan berupa alat dan bahan yang digunakan sesuai keperluan untuk menerapkan teknik pada karya yang akan dibuat.

3. PEMBAHASAN Wujud karya merupakan suatu bentuk lahiriah berupa elemen – elemen visual yang dipadukan dengan ide, gagasan, serta nilai estetis yang diolah dengan kemampuan kreativitas pencipta dengan mengangkat tema “Kritik social ” yang direpresentasikan melalui rasa estetis pencipta di atas bidang dua dimensional dalam bentuk Ganesha sebagai aikon dalam pengu- lasan atau perwujudan tentang prilaku masyarakat saat ini yang perlu di benahi melalui karya seni. . Aspek Ideoplastis Aspek ideoplastis merupakan hal-hal yang mendasari lahirnya karya seni, dimana da- lam aspek ini menyangkut ide atau gagasan melalui pemikiran pencipta dalam mengekspresikan berbagai objek, baik dengan goresan maupun warna yang digunakan dalam mewujudkan karya seni lukis dan melihan lingkungan sekitar untuk menjadikan pemantik ide yaitu pada saat membaca koran maupun pengalaman pengalaman estetis dilapangan .

597 Dalam mengungkapkan ide ke dalam karya seni lukis, pencipta menggunakan aikon Ganesha sebagai objek utama pada sebuah karya yang divisualkan dengan pengungkapan pesan penyadaran dalam sebuah karya dengan menampilkan berbagai simbol- simbol yang di divi- sualkan dalam bentuk transformasi pada aikon Ganesha yang membentuk karakteristik yang humoris ke dalam karya.

Aspek Fisioplastis Dalam aspek fisioplastis diuraikan tentang teknik penyusunan elemen-elemen visual seni rupa serta prinsip-prinsipnya yang merupakan wujud fisik sebuah karya seperi bidang, garis, bentuk, komposisi, warna, yang kemudian di tranformasikan /penambahan yang diim- plementasikan ke dalam karya seni lukis. Deskripsi Karya Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi karya yaitu aspek ideoplastis, aspek fisi- oplastis serta pemaknaan yang terkandung dalam setiap karya. Di bawah ini akan diuraikan deskripsi dari masing-masing karya mulai dari karya 1 sampai dengan karya 2 sebagai berikut:

Judul : Nafas Terakhir Ukuran: Diameter 122 cm Bahan: Cat Akrilik di atas kanvas Tahun: 2016 (Sumber: foto diambil oleh Yuliantono, 2016)

Pada Karya “Nafas Terakhir” ini menampilkan aikon Ganesha sebagai objek utama da- lam penggambaran sebuah dampak dari tragedi tersebut dengan menampilkan berbagai sim- bol sebagai pendukung kedalam karya ini menampilkan sibol Hand Pone (HP) yaitu sebuah kemajuan teknologi melahirkan sebuah ketidak pedulian kita terhadap alam, berimbas dari se- buah peristiwa bagaimana kalau hutan sudah rusak dan hanya tersisa satu pohon apa yang mau

dikata bagaimana penanggulangannya bahwa nafas kita hanya terdapat pada sebuah pohon hal tersebut menimbulkan sebuah gagasan ide dalam fisual Ganesha yang memegang pohon terkhir

598 dan tangan yang satu lagi memegang pohon yang terbakar membuat kita baru berpikir telah apa yang kita perbuat kedepannya, namun mengenai dampak dari peristiwa tersebut tidak hanya menimpa kita namun seluruh komponen mahluk hidup yang divisualkan pada sebuah bingkai dampak dari sebuah realita yang terjadi. Karya ini mengkritik tentang kejadian ilegaloging di mana para pemilik perkebunan kelapa sawit ingin membuka lahan baru dengan cara melaku- kan penebangan dan pembakaran hutan waktu ini yang membuat Indonesia mengalami ben- cana kabut asap dimana warga banyak yang terserang penyakit ispa. Karya ini memperlihatkan bahwa ketergantungan kita kepada alam sangatlah penting dan harus saling jaga satu sama lain.

Judul : Menatap Sang Pemimpin Ukuran: 100 x 100 cm Bahan: Cat Akrilik di atas kanvas Tahun: 2016

(Sumber: foto diambil oleh Yuliantono, 2016)

Dalam karya ini memvisualkan bentuk Ganesha yang sedang menatap para pemimp- in yang di simbolkan sebagai boneka para investor yang menutup mata demi uang, menutup telingan demi uang dan menutup mulut demi uang Karya ini dibuat untuk mengkritisi para pemimpin saat ini, yang seharus mendengar asprirasi rakyatnya untuk mementingkan kese- jahteraan dan perekonomian rakyat namun hal itu berbanding terbalik dengan yang ada saat ini ketika para peminpin di iming – imingi dengan dolar oleh para invertor yang ingin berinvestasi di daerah yang dia pimpin menjadikan dia lupa dengan rakyatnya hal tersebut membuat para pemimpin menutup mata ketika melihat kesengsaraan rakyatnya, menutup telinga ketika rakyat

599 menuntut semua janji-janji yang dia utarakan sebelum menjadi seorang pemimpin dan menutup mulut ketika aspirasi masyarakat tidak terpenuhi, yang dia pikirkan adalah keuntungan semata. Hal ini bertujuan agar memberikan kesadaran kepada para pemimpin agar tidak melakukan hal tersebut. Dan seharusnya mereka mau mendengar aspirasi dari rakyatnya dengan cara melihat langsung kehidupan mendengarkan keluhan rakyat apa yang seharusnya mereka lakukan agar dapat memajukan perekonomian masyarakatnya.

4. KESIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu : Melalui pengamatan figur Ganesha memvisualkan ketertarikan untuk melakukan transformasi baru ke dalam seni lukis. Dari pengalaman yang terjadi dan telah dipahami dengan saksama bagaimana keunikan yang terdapat pada figur Ganesha yang kemudian digabungkan dengan berbagai simbol di dunia modern dan mewujudkannya dalam bentuk realistik dengan mempe- lajari sumber referensi yang berkaitan dengan karya si pencipta. Dengan melakukan riset terha- dap bentuk dan karakter yang menyangkut tentang tema dengan sudut pandang tertentu untuk diwujudkan dalam karya seni lukis. Ganesha dengan keunikannya divisualkan dengan berbagai objek pendukung lain sehingga mempunyai satu kesatuan cerita yang utuh dan dapat member- ikan makna metaforik yang komunikatif dan estetis. Penerapan teknik serta pemanfaatan alat dan bahan merupakan hal terpenting untuk mewujudkan karya seni lukis. Dalam proses ber- karya tentunya melalui beberapa tahapan, yaitu penjajagan, percobaan, persiapan, pembentu- kan dan penyelesaian akhir, dengan mengorganisir elemen – elemen seni rupa yang diolah dan dikombinasikan sesuai dengan keahlian dan cita rasa yang dimiliki. Pada proses pembentukan pencipta melakukan pengolahan konsep melalui teknik sketsa untuk dapat menghasilkan figure Ganesha yang dramatikdalam wujud parody. Dengan demikian dapat mewujudkan keunikan transformasi figure Ganesha pada karya yang memiliki ciri khas si pencipta. Setiap karya yang diciptakan memiliki makna yang berbeda – beda, diantaranya menyadarkan pola pikir mas- yarakat maupun kepededulian kita terhadap alam yang di atur dalam peraturan yang harus di- taati dan melakukan penindakan terhadap para pelanggar. Berdasarkan pengamatan atas sudut

pandang mengenai tema yang dicantumkan sesuai dengan dasar pemahaman dan pengolahan ide yang diciptakan dapat memberikan pesan tehadap masyarakat dengan satu tema yaitu kritik

600 sosial dalam karya seni lukis untuk menjadi sebuah penyadaran bagi masyarakat adalah tujuan utama bagi sang pencipta.

DAFTAR PUSTAKA Adi Wirawan, I made.Cahaya 2011 .Kebijaksanaan Ganesa. Paramita :Surabaya Bambang Oka Sudira,Made.2010.Ilmu Seni Teori dan Praktik. Inti Prima Promosindo : Ja- kata K. langer,Suzanne.2006.Problematika Seni.Sunan Ambu Press:Bandung Mulyadi,Efix.,Sindhunata.2014.Asam Garam Bentara,Bentara Budaya,Jakarta2014 Manik, Sipa. 2013. Gema Merdeka.Bentara Budaya. Bali. 2013 Sony Kartika, Dharsono.,Ganda Prawira,Nanang.2004. Pengantar Estetika.Rekayasa Sains:Band- ung Sriyoga Parta, Wayan,Wisatsana,Warih.2016. Niti Bumi.Bentara Budaya Bali :Bali Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa, Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa. Yogyakarta: Dic- tiArt Lab: Jagad Art Space. Bali. Winanti, Ni Putu.2011.Mengapa Memuja Ganesha.Pusaka Bali Post:bali Website (https://id.wikipedia.org/wiki/Percobaan). (http://irawadiymailcom.blogspot.co.id/2009/05/pengertian-persiapan_29.html). (http://irawadiymailcom.blogspot.co.id/2009/05/pengertian-persiapan_29.html).

601 PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR DONGENG BALI I CUPAK TEKEN I GRANTANG DI DENPASAR

Oleh : I Kadek Putra Gunawan 201206091

Abstrak I Cupak Teken I Grantang merupakan dongeng daerah Bali yang menceritakan tentang per- saudaraan kakak beradik I Cupak dan I Grantang yang memiliki perbedaan sifat layaknya siang dan malam. Namun tampilan dari media dongeng yang kurang menarik membuat dongeng Bali I Cupak Teken I Grantang kalah bersaing dengan cerita dongeng dari luar negeri dipasaran yang memiliki tampilan media yang lebih menarik, hal tersebut akan membuat dongeng daerah I Cupak Teken I Grantang akan ditinggalkan seiring dengan perkembangan zaman, sehingga perlunya dirancang se- buah media yang menarik untuk dongeng I Cupak Teken I Grantang agar nantinya dongeng tersebut tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya. Media yang dirancang untuk dongeng I Cupak Teken I Grantang adalah buku cerita bergambar. Dalam merancang media tersebut, metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode yang lebih bersifat deskriptif dan data yang diperoleh lebih kepada kata maupun gambar – gambar. Selain itu terdapat metode pengumpulan data yang digunakan dalam merancang buku cerita bergambar I Cupak Teken I Grantang meliputi observasi, wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi. Tujuan dari dirancangnya media buku cer- ita bergambar ini adalah agar dongeng I Cupak Teken I Grantang mampu bersaing di pasaran dan sekaligus untuk melestarikan dongeng I Cupak Teken I Grantang sehingga nantinya dapat nikmati oleh generasi selanjutnya. Hasil dari media buku cerita bergambar yang dirancang adalah buku cerita bergambar dengan gaya visual kartun dan dikombinasikan dengan konsep tradisi daerah Bali yang meliputi pakaian, arsitektur bangunan, dan ornamen yang bertujuan untuk memunculkan ciri khas dari daerah Bali pada buku cerita bergambar I Cupak teken I Grantang. sehingga buku cerita bergambar I Cupak Teken I Grantang yang dirancang memiliki identitas dan daya tarik yang mampu bersaing di pasaran. Kata Kunci :Perancangan, Buku Cerita Bergambar, Dongeng, Bali, I Cupak Teken I Grantang.

602 Abstract I Cupak Teken I Grantang is a fairy tale that tells about the region Bali fraternity brothers I Cupak and I Grantang which have different properties like day and night. But the view of the media fairy tale that is less attractive to make the fabled Bali I Cupak Teken I Grantang compete with fairy tales from overseas market that has a media appearance more attractive, it will make the fairytale region I Cupak Teken I Grantang will be abandoned along with the times , so the need to design an attractive media for the fairy tale I Cupak Teken I Grantang that the tale will remain stable and can be enjoyed by future generations. Media that is designed for a fairy tale I Cupak Teken I Grantang is a picture story book. In designing the media, the method used is qualitative method, a method that is more descriptive and data acquired over the words and images - images. In addition there is a method of data collection used in designing picture books I Cupak Teken I Grantang include observation, interviews, literature, and documentation. The aim of the media he designed picture books are so fairytale I Cupak Teken I Grantang able to compete in the market and at the same time to preserve the fairy tale I Cupak Teken I Grantang so that later can be enjoyed by future generations. Results of the media picture books designed is a picture-book visual style car- toons and combined with the concept of regional tradition of Bali which includes clothing, building architecture, and ornaments which aims to bring the hallmark of Bali in the picture book I Cupak sign I Grantang , so the picture books I Cupak Teken I Grantang designed to have an identity and appeal that can compete in the market. Keywords : Design, Picture Story Books, Fables, Bali, I Cupak Teken I Grantang.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Membaca dan mendengarkan cerita merupakan hal yang dapat mengembangkan imaji- nasi yang bebas dan kreatif contohnya seperti dengan membaca dongeng. Dongeng yang ada di seluruh nusantara, khususnya di Bali merupakan salah satu kekayaan peninggalan budaya dari leluhur yang menjadi potensi dan identitas bangsa. I Cupak Teken I Grantang, Kebo Iwa, Rare Angon dan lain sebagainya merupakan beberapa dongeng yang berasal dari Bali, yang dahulu selalu menghibur dan memicu daya imajinasi anak-anak di Bali. Seiring perkembangan jaman, dongeng Bali perlahan-lahan mulai menurun peminat dan masyarakan khususnya anak-anak lebih tertarik pada cerita yang berasal dari luar negeri. Begitu pula dengan buku – buku tentang dongeng Bali yang mulai jarang dan sulit di temukan di toko-toko buku. Hal ini begitu mengkhawatirkan karena masuknya cerita-cerita dari luar

603 negeri yang lebih mendominasi, sehingga dampaknya ke depan cerita rakyat atau dongeng nan- tinya akan hilang seiring dengan perkembangan zaman, jika tidak segera dilakukan tindakan. Menurunnya jumlah buku tentang dongeng Bali, tampilan buku yang kurang kreatif dan menarik serta kurangnya perhatian masyarakan dan pemerintah terhadap cerita rakyat atau dongeng, membuat warisan budaya leluhur ini perlahan-lahan mulai kurang diminati. Untuk menghindari hal tersebut perlu dilakukan tindakan pelestarian sehingga harapan kedepannya cerita rakyat atau dongeng terus berkembang melalui berbagai media dan tetap dapat dinikmati oleh banyak kalangan. Dongeng memiliki peran penting sebagai media baca dan pembelajaran tentang moral. Setiap cerita dalam dongeng biasanya mengandung pesan - pesan positif yang bertujuan untuk mengajarkan pada anak - anak untuk bersikap bijaksana. Selain itu dongeng juga berperan da- lam menanamkan nilai - nilai luhur. Nilai-nilai luhur itu merupakan nilai yang mengandung etika, pengendalian diri, karma phala dan lain – lain. Salah satu dongeng yang berkembang di Bali adalah cerita dongeng I Cupak Teken I Grantang yang mencertikan tentang persaudaraan kakak beradik yang berbeda sifat. Yang didalam kisah dongeng I Cupak Teken I Grantang tersebut mengandung pesan moral, etika, pengengdalian diri, dan kharma phala yang berguna untuk mengembangkan karakter seorang anak dari usai dini. pesan-pesan positif inilah yang diharapkan nantinya dapat masuk kedalam diri anak-anak dan membangun kepribadian mereka, serta mampu mengembangkan imajinasi mereka. Desain komunikasi visual memiliki peran mengomunikasikan pesan atau informasi ke- pada pembaca dengan berbagai kekuatan visual, seperti ilustrasi, warna, garis, layout, tipogra- fi, dan sebagainya dengan bantuan teknologi. (Supriyono, 2010:9). Dalam desain komunikasi visual selalu terkait dengan proses pengambilan ide, konsep dalam bentuk gambar, teks dan menampilkannya dengan visual yang menarik melalui bentuk print, digital, maupun media lainnya. Dongeng yang merupakan warisan dari leluhur yang patut untuk dilestarikan, kini ke- beradaannya mulai mengkawatirkan. Karena banyaknya cerita dari luar negeri yang mendomi-

nasi sehingga dongeng lokal yang merupakan warisan budaya leluhur ini perlahan-lahan mulai di lupakan.

604 Media komunikasi visual sangat tepat jika digunakan untuk merancang sebuah media untuk dongeng I Cupak Teken I Grantang. Karena dengan kekuatan visual seperti ilustrasi, warna, garis, layout, dan tipografi sangat efektif digunakan untuk dinikmati dengan tampilan yang menarik dan tidak membosankan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas makapenulis merumuskan per- masalahan ke dalam pokok-pokok permasalahan utama, diantaranya : 1. Media komunikasi visual apa yang kreatif dan inovatif sebagai media pelestarian dongeng I Cupak Teken I Grantang di Denpasar ? 2. Bagaimanakah cara merancang media yang kreatif dan inovatif sebagai media pelestarian dongeng I Cupak Teken I Grantang di Denpasar ?

1.3 Konsep Perancangan Konsep dasar perancangan menjadi landasan yang penting dalam proses mendesain nantinya, sehingga media yang dirancang berfungsi baik serta memenuhi kriteria desain. Tu- juan utama media ini nantinya adalah untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat mem- pengaruhi khalayak sasaran seperti yang diinginkan. Konsep perancangan media komunikasi visual yang akan digunakan adalah sebagai berikut, Tradisi merupakan suatu budaya dan adat istiadat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak tradisi yang diwariskan oleh leluhur, yang menginginkan para generasi penerus tetap menjaga kelestarian peninggalan leluhur seperti contohnya pada tradisi daerah, pakian adat, bahasa, arsitektur,dan norma. Maka dari itu pada konsep perancangan ini akan menggunakan tradisi Bali yang nan- tinya akan di terapkan pada cerita dongeng khas Bali I Cupak Teken I Grantang yang didalam ilustrasi cerita tersebut akan menampilkan tradisi khas Bali seperti contohnya pada pakian adat, arsitektur bangunan, dan ornamen. Yang bertujuan untuk memunculkan kesan khas tradisi dari daerah Bali sehingga mampu memiliki identitas dan daya tarik pada media yang akan diran- cang nantinya.

605 2. TAMPILAN MEDIA 2.1 BUKU CERITA BERGAMBAR (CERGAM)

Cergam dirancang sebagai media utama untuk dongeng I Cupak Teken I Grantang se- bagai media yang dapat di baca dan memiliki konten lokal didalam ceritanya.

2.2 PACKAGING

Pagacking dirancang sebagai kemasan pada cergam I Cupak Teken I Grantang untuk membuat mengemas cergam dan media pendukung yang telah dirancang, sekaligu membuat tampilan cergam menjadi lebih menarik.

606 2.3 PAPAN PERMAINAN

Papan permainan merupakan media pendukung yang dirancang untuk cergam I Cupak Teken I Grantang. Tujuan perancangan media ini adalah sebagai media yang dapat digunakan untuk bermain lebih dari satu orang dan pada permainan tersebut dirancang berdasarkan cerita pada kisah dongeng I Cupak Teken I Grantang.

2.4 TOTE BAG

Tote bag merupakan jenis dari tas jinjing yang dapat digunakan untuk membawa sebuah barang. Media ini dirancang sebagai sarana yang digunakan untuk mengemas cergam yang tel- ah di packaging sehingga mudah untuk dibawa.

607 2.5 POSTER

Poster adalah bentuk publikasi dua dimensional dan satu muka, digunakan untuk men- yajikan informasi, data, jadwal, atau penawaran, dan untu mempromosikan orang, acara, tem- pat, produk, perusahaan, jasa, atau organisasi.(Supriyono, 2010:158) Berdasarkan penjelasan poster diatas poster yang akan dirancang nantinya berfungsi sebagai media promosi untuk media cergam I Cupak Teken I Grantang. 2.6 KATALOG

Katalog merupakan media yang didalamnya berisikan daftar tentang informasi dari benda atau barang. Katalog dirancang bertujuan untuk membuat daftar dari media yang telah

buat pada perancangan cergam I Cupak Teken I Grantang. Sehingga memudahkan seseorang untuk melihat secara keseluruhan media yang telah dibuat.

608 3. PENUTUP 3.1 Simpulan Cerita bergambar merupakan media yang tepat digunakan untuk melestarikan cerita dongeng karena dengan kombinasi ilustrasi yang menarik akan menambah minat baca dari ses- eorang dan mampu memicu imajinasi dari pembaca. Didalam merancang sebuah media buku cerita bergambar haruslah memiliki sebuah konsep desain, agar nantinya desain yang dibuat tidak melenceng jauh dari ide awal. Unsur – unsur desain seperti warna, ilustrasi, dan tipografi menjadi seseuatu yang penting untuk diperhatikan didalam merancang cerita bergambar. Den- gan menggunakan konsep tradisi Bali yang dimana konsep ini meliputi dari segi pakaian, ba- ngunan, dan ornamen sehingga mampu menjadi ciri khas dalam ilustrasi cerita bergambar I Cupak Teken I Grantang. Ilustrasi yang dirancang menggunakan gaya visual kartunal dan dikombinasikan den- gan konsep tradisi Bali sehingga media yang dirancang menjadi media yang mampu menarik perhatian serta tetap mempertahankan kesan tradisi Bali. Pemilihan gaya visual kartunal ini dis- esuaikan dengan target sasaran yang dituju, diharapkan dengan pemilihan konsep, unsur-unsur desain, dan gaya visual tersebut dapat menjadi satu kesatuan sehingga dapat membantu dalam pelestarian dongeng I Cupak Teken I Grantang.

3.2 Saran Dongeng merupakan cerita yang memiliki pesan moral didalamnya yang baik dalam membangun karakter seseorang dari usia dini, pelestarian dongeng dengan tampilan ilustra- si yang menarik memiliki potensi yang bagus kedepannya, selain dongeng I Cupak Teken I Grantang masih banyak dongeng yang patut untuk dilestarikan sehingga harapan kedepannya dongeng-dongeng Bali akan tetap dapat dinikmati oleh banyak orang.

DAFTAR PUSTAKA Darmawan, Hikmat. (2012). How To Make Comics. Jakarta : Plotpoint Supriyono, Rakhmat. (2010). Desain Komunikasi Visual Terori Dan Aplikasi

Yogyakarta : Andi Trisdyani, Buku Cerita Bergambar Terbitan Kelompok Pecinta Bacaan Anak (KPBA)

609 http://mjeducation.com/tak-kenal-maka-tak-sayang-sejarah-perjalanan-komik-indone- sia-dari-waktu-ke-waktu/ http://warnatio094.blogspot.co.id/2014/06/tokoh-dan-penokohan-telaah-prosa.html

610 REVIVAL OF SIGN: TATTOO OF MENTAWAI’S SIKEREI

Oleh: Ni Kadek Yuni Diantari Program Studi Desain Mode Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar Email: [email protected]

Abstrak Berdasarkan perkembangannya tato kini adalah produk budaya yang pada perkembangann- ya mengalami pergeseran makna. Yang mana masyarakat modern yang dikelilingi oleh kecanggihan teknologi dan ilmu pengetahuan serta memiliki sifat keterbukaan menganggap bahwa tato adalah sebuah ekspresi kebebasan melalui keindahan yang ditorehkan pada kulit. Namun tak jarang pula tato diidentikkan dengan tindak kriminalitas. Bagi masyarakat tradisional yang terikat dengan adat istiadat serta sangat menghargai warisan leluhurnya menganggap tato bukanlah suatu hal yang baru ataupun tabu. Tato dalam masyarakat tradisional dibuat sebagai sebuah simbol atau penanda yang dapat memberikan suatu kebanggaan tersendiri bagi si empunya dan simbol keberanian bagi pemi- lik tato. Masyarakat tradisional juga percaya bahwa tato merupakan sebuah simbol keberuntungan, status sosial, kecantikan, dan harga diri. Salah satu tato tradisional yang dapat di temui di Indone- sia adalah tato di Kepulauan Mentawai. Kepulauan Mentawai ini sangat terkenal akan keindahan alamnya namun tak banyak yang mengetahui kebudayaan unik dari kepulauan mentawai yakni tato Sikerei Mentawai. Tato tradisional suku Mentawai ini dikatakan sebagai salah satu tato tertua di dun- ia, hal ini merupakan suatu kebanggaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Suku Mentawai sendiri menjadikan tato sebagai sebuah tanda pengenal yang memungkinkan roh nenek moyang mengenali kerabatnya ketika berada di alam kematian. Akan tetapi seiring perkembangan zaman tato tradisional yang kaya dengan nilai-nilai budaya dan religi ini sangat sulit ditemui kecuali pada tubuh Sikerei (). Kondisi memprihatinkan ini menggugah penulis untuk memperkenalkan tato Mentawai khususnya tato para Sikerei pada generasi muda melalui suatu yang digemari kalan- gan muda yaitu bidang mode. Keindahan motif geometris tato Sikerei mentawai yang dipadukan dengan Indonesia Trend forecasting 2016 Resistance-Refugium dituangkan melalui busana wanita revival of sign. Kata Kunci: tato Mentawai, Sikerei, motif geometris, busana wanita.

611 Abstract Based on its development tattoos now is a cultural product that is in development ex- perienced a shift in meaning. Which modern society that is surrounded by the sophistication of the technology and science as well as having openness assume that a tattoo is an expression of freedom through the beauty inscribed on the skin. But not infrequently tattoos identified with crime. For the people who are bound by traditional culture and greatly appreciate the patrimony considers the tattoo is not something new or taboo. Tattoos in traditional societies created as a symbol or marker that can give a pride for the owner and a symbol of courage for the owner of the tattoo. Traditional societies also believe that the tattoo is a symbol of luck, social status, beauty, and dignity. One of the traditional tattoos that can be met in Indonesia is the tattoo on the Mentawai Islands. The Mentawai Islands are very famous for its natural beauty, but not many who know the unique culture of the Mentawai islands, tattoo of Men- tawai’s Sikerei. The mentawai’s tribe traditional tattoo is said to be the oldest tattoo in the world, and it is something to be proud of by the Indonesian people. The people of Mentawai use their tattoo as a way to let their dead ancestors to recognize them when they are in the next life. However, as the world becomes more modern, this traditional tattoo that caries meaning- ful cultural heritages and religious meanings is becoming more difficult to be found except in the bodies of ‘Sikerei’ (paranormals). This sad condition has made the writer to introduce this tattoo especially the Sikerei’s tattoo to the younger generations in a way that the youngsters like that is through fashion. The beauty of the geometric pattern thag the tattoo has combined with Indonesia Trend forecasting 2016 Resistance Refugium was shown through women’s fashion revival of sign. Key words: Mentawai’s tattoo, Sikerei, geometric pattern, women’s clothes

PENDAHULUAN Keberadaan tato di Indonesia mengalami dualisme yang mana dalam masyarakat trad- sional dengan tato tradisionalnya yang berkarakter tribal mulai terancam punah, sedangkan bagi masyarakat modern tato merupakan sebuah keindahan dan kebebasan berekspresi serta dianggap bagian dari modernitas dan cukup diminati. Fenomena tato bukan dilahirkan dari sebuah tabung dunia yang bernama modern dan perkotaan. Secara historis, tato lahir dan berasal dari budaya pedalaman, tradisional, bahkan

dapat dikatakan kuno (Olong, 2006: 8). Tato di daerah pedalaman di suatu suku memiliki mak- na yang sangat penting dibarengi dengan berbagai ritual dalam proses tato. Salah satunya adalah tato Mentawai yang terdapat di daerah Mentawai, Sumatera Barat. Tato Mentawai merupakan

612 busana abadi yang dibawa sampai meninggal. Orang Mentawai mentato tubuh mereka agar kelak jika sudah meninggal dan bertemu leluhur mereka di alam yang lain mereka dapat saling mengenali. Tato Mentawai merupakan tato tertua di dunia yang keberadaannya hampir punah (Ady Rosa, 1994). Setiap motif tato yang ditorehkan pada tubuh suku Mentawai memiliki pola-pola geometris serta merupakan simbol dari lingkungan sekitar dan profesi mereka. Suku Mentawai juga meyakini bahwa tato dapat menolak pengaruh jahat serta roh-roh jahat yang mengganggu kehidupan mereka. Penerapan atau peletakan motif tato tak sembarangan dilakukan oleh suku Mentawai karena setiap motif memiliki pakem tersendiri. Selain itu pentatoan suku Mentawai dilakukan dengan melaksanakan berbagai macam prosesi ritual yang dipimpin oleh tetua atau sesepuh adat yaitu Sikerei dan sangat berpengaruh dalam kehidupan suku Mentawai. Saat ini keberadaan tato Mentawai masih asing bagi sebagian besar masyarakat Indo- nesia karena kepulauan Mentawai yang terletak di daerah pedalaman. Selain itu tak banyak media serta peneliti yang menggali informasi mengenai tato Mentawai. Tato Mentawai bagi suku Mentawai sendiri dianggap sebagai sesuatu yang kuno dan primitif, oleh sebab itu sangat jarang ditemukan pengguna tato Mentawai di daerah Mentawai kecuali pada para tetua adat dan keturunan dari Sikerei. Sehingga penulis menjadikan tato dari para Sikerei Mentawai ini sebagai ide utama dari penciptaan koleksi busana wanita. Dengan mengangkat judul “Revival of Sign” penulis ingin membangkitan keberadaan tato Mentawai yang merupakan sebuah tanda dari suku Mentawai khususnya bagi masyarakat Indonesia yang kurang mengetahui warisan budaya Indonesia ini. Pengaplikasian motif dari tato Mentawai ini menjadi aspek utama penulis dalam setiap rancangan busana yang diadaptasikan dengan tren fesyen yang sedang berkembang agar lebih mudah diterima oleh masyarakat. Penciptaan koleksi busana ini dirancang dengan tingkat kes- ulitan yang bertingkat yaitu busana haute couture, ready to wear deluxe, dan ready to wear. Dengan penciptaan busana wanita busana wanita haute couture, ready to wear deluxe, dan ready to wear dengan inspirasi tato Mentawai ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan daya kreatifitasnya serta mengasah ilmu dan kemampuan serta berkarya berdasarkan keunggu- lan lokal. Disamping itu penciptaan koleksi busana dengan inspirasi tati Sikerei Mentawai dapat memberikan wawasan budaya khususnya budaya Indonesia bagi masyarakat untuk menum-

613 buhkan rasa cinta terhadap budaya Indonesia sehingga dapat saling menjaga warisan budaya Indonesia.

METODE Data yang diperoleh dalam penciptaan koleksi busana wanita ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui metode wawancara dengan mewawancarai seorang narasumber yaitu artis tato Gede Agung dari Kings Tattoo studio di daerah Ubud, Bali. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui metode kepustakaan yang dilakukan dengan cara mencari data literatur pada buku, ataupun artikel yang berhubungan dengan data yang diper- lukan. Metode dokumentasi juga dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dengan cara mengumpulkan dokumen yang diperlukan berupa foto-foto suasana kerja hingga proses pengerjaan produk yang didokumentasikan menggunakan kamera.

PEMBAHASAN KEPULAUAN MENTAWAI Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Barat den- gan ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah Tuapeijat terletak di Kecamatan Sipora Utara. Kabupaten Kepulauan Mentawai terdiri atas 4 pulau besar ditambah pulau-pulau kecil (252 buah). Keempat pulau besar ini adalah Pulau Siberut, Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara, dan Pulau Pagai Selatan. Kebudayaan Mentawai berakar pada zaman awal neolithikum Asia Tenggara dan dipen- garuhi juga dengan kebudayaan Dongson, hal ini nampak pada kesenian berdemensi dua di Mentawai. Namun pada benda-benda kebudayaan Dongson yang dihiasi adalah bahan perung- gu, sedangkan di Mentawai yang dipakai adalah kayu yang diukir atau digambar dengan warna hitam. Bentuk-bentuk yang ditemui Mentawai memberi kesan lebih lincah, dibandingkan den- gan corak ornamen zaman perunggu yang tersusun memanjang dan diulang-ulang bentuknya secara kaku. Secara historis pertama kali orang Mentawai melakukan kontak dengan pemerintahan kolonial Belanda tahun 1600 dan menyebutkan keberadaan Pulau Pagai, dimana mereka men- jumpai tanda-tanda adanya penduduk. Dan akhirnya dii tahun 1999 wilayah Kepulauan Men-

614 tawai dikukuhkan menjadi sebuah kabupaten bernama Kabupaten Kepulaun Mentawai dengan ibu kota di Tuapeijat (Reimar, 1991: 5). Ada suatu sistem kepercayaan yang dianut di kepulauan Mentawai yaitu Arat Sabulu- lungan. Kepercayaan ini mempercayai bahwa seluruh benda hidup dan segala yang ada di alam mempunyai roh atau jiwa (simagre). Jika keharmonisan antara roh dan tubuhnya tidak dipeli- hara, maka roh pergi dan dapat menyebabkan penyakit. Walaupun kini orang Mentawai telah memeluk agama Muslim ataupun Kristen namun kepercayaan Arat Sabululungan ini masih tetap dihormati dan dilestarikan terutama melalui ritual-ritual.

TATO MENTAWAI Suku Mentawai mengembangkan bahasa simbolnya sendiri yang diekspresikan melalui tato. Tato juga sebuah tahap penyempurnaan jiwa dan raga demi mencapai kesempurnaan. Orang Mentawai mengatakan bahwa tato mereka (titi) memungkinkan nenek moyang mereka untuk mengenali mereka setelah kematian. Tato bagi orang Mentawai memiliki beberapa fungsi yaitu melambangkan jati diri, sta- tus sosial, profesi, sebagai simbol keseimbangan alam, keindahan, serta fungsi mistis berguna untuk mempersatukan roh dan tubuh agar tidak berjauhan. Pembuatan tato suku Mentawai ini dilakukan secara bertahap berdasarkan usia pemakai tato. Tahap pertama pada usia 11-12 tahun, tato diaplikasikan pada bagian pangkal lengan karena pada bagian ini terdapat lapisan lemak sehingga rasa sakit tidak akan begitu terasa. Tahap kedua pada usia 18-19 tahun, tato diaplikasikan pada bagian paha. Tahap ketiga yaitu pada usia 20 tahuan ke atas (dewasa), pen- gaplikasian tato dilanjutkan pada bagian tubuh lainnya. Proses tato yang lengkap di seluruh anggota tubuh bisa berlangsung hingga setelah menikah. Tato yang diaplikasikan pada tubuh suku Mentawai menggunakan alat dan bahan tra- disional. Alat yang dipergunakan untuk pembuatan tato Mentawai terdiri dari alat perajah (pa- titi) terbuat dari tanduk rusa yang melengkung dengan dipasangi jarum kuningan atau tulang hewan atau kayu karai yang telah diruncingkan, pemukul (lilippat), tangkai kayu, dan lidi. Se- dangkan bahan yang dipergunakan adalah tinta tato yang berasal dari campuran air tebu dan arang hitam hasil pembakaran batok kelapa dan daun pisang. Proses tato dimulai dengan membuat pola gambar atau desain tato. Kemudian kayu pemukul

615 (lilipat) dan alat perajah (patiti) berisi tinta ditusukkan ke kulit dengan cara dipukul pelan-pelan berulang kali. Adapun motif-motif utama tato yang ditorehkan pada tubuh suku Mentawai sebagai berikut: 1. Sarepak abak: motif sarepak abak yang dibuat di bagian punggung laki-laki dan wanita, walaupun terdapat perbedaan namun motif ini sama-sama merupakan simbol cadik atau penyeimbang pada sebuah perahu yang bermakna keseimbangan alam. 2. Durukat: motif ini terdapat pada bagian dada yang merupakan simbol dari daun dan bunga pohon sagu yang bermakna jati diri suku mentawai. 3. Sikaloinan: motif yang terdapat di bagian lengan atas, simbol dari ekor buaya dan duri dari pohon sagu dengan makna kekuatan suku mentawai. 4. Gai-gai: motif yang berada di tangan ini merupakan simbol dari kail yang bermakna kebe runtungan ketika menangkap ikan. 5. Boug: motif ini terletak di bagian paha, merupakan simbol dari batang sagu yang bermakna kekuatan dari suku mentawai. 6. Saliou: motif ini terdapat dikaki yang hanya menampilkan keindahan. 7. Soroi: motif ini diaplikasikan di bagian perut atau pusar yang merupakan simbol dari bulu ayam yang hanya bermakna suatu keindahan. 8. Sibalu-balu: motif yang hanya dimiliki Sikerei yang biasa diaplikasikan di bagian bahu, yang merupakan simbol dari bintang dengan makna penolak bala (Durga, 2009: 34).

SIKEREI Sebutan Sikerei dapat diartikan sebagai orang yang matang di segala aspek kehidupan masyarakat adat orang Mentawai. Maka posisi Sikerei dihormati dan dihargai karena Sikerei merupakan prosesi terpuncak di dalam kehidupan adat dan budaya sehingga tertanam dalam diri mereka, kedewasaan berpikir, kearifan dalam tradisi dan adat serta pelayanan mereka. Pada umumnya orang yang menjadi Sikerei disebabkan karena sakit atau dorongan orang lain atau- pun keinginan diri sendiri. Tapi yang paling penting adalah kemampuan dalam hal biaya dan

kesanggupan dalam menjalankan larangan-larangan serta kuat mental menghadapi tantangan. Sikerei berperan penting dalam mengobati orang sakit, mengusir kekuatan gaib yang buruk,

616 berkomunikasi dengan leluhur dan memimpin upacara atau ritual.

Gambar 1. Tato Sikerei Mentawai Sumber: Durga Tattoo, 2009

Perbedaan yang paling mencolok antara Sikerei dan suku Mentawai selain tugas dan kewajiban yang diemban Sikerei adalah atribut yang dikenakan oleh para Sikerei yaitu: 1. Sorot, adalah simpai kening yang terbuat dari rotan yang dibungkus kain serta dihiasi manik-manik (sorot). 2. Jara-jara, hiasan rambut dari bulu-bulu unggas dan lidi 3. Tudda, kalung leher dengan hiasan manik-manik berwarna coklat kekuningan 4. Abak ngalou, gantungan kalung 5. Lekkau, gelang anyaman untuk dipakai pada lengan atas 6. Toggoro, cawat atau kabit dukun yang terbuat dari kulit kayu yang dicelup berwarna merah 7. Sabo, cawat untuk menari dari potongan kain berwarna-warni 8, Teteku, hiasan kepala rotan dan berbulu yang hanya dipakai oleh istri Sikerei dalam suatu ritual (Reimar, 1991: 89).

KOLEKSI BUSANA REVIVAL OF SIGN Melalui data-data mengenai tato Sikerei Mentawai yang telah terkumpul maka dituang melaui koleksi busana wanita Revival of Sign yang terdiri dari haute couture, ready to wear deluxe dan ready to wear. Sebagian besar koleksi busana menggunakan warna hitam dan warna merah, warna hitam terinspirasi dari tinta yang digunakan untuk tato dan warna merah terin- pirasi dari kain merah yang hanya digunakan Sikerei. Berikut merupakan koleksi busana wanita Revival of Sign.

617 HAUTE COUTURE REVIVAL OF SIGN

Gambar 2. Haute couture Revival of Sign Sumber: HMJ Fotografi ISI Denpasar , 2016

Busana haute couture ini merupakan gaun malam berbahan satin ducheess dengan kerah mandarin, structural wing sleeve dengan detail rumbai-rumbai dari beading yang merupakan analogi dari motif sibalu-balu, sedangkan pada bagian depan khususnya bagian dada terdapat motif garis-garis melengkung dari beading yang menganalogikan motif durukat. Di bagian pe- rut terdapat detail dari bordir dan beading merah hitam yang menganalogikan motif soroi. Di bagian bawah terdapat rumbai-rumbai dari bahan benang nilon yang merupakan analogi dari motif boug namun sengaja di tampilkan dalam garis lurus vertikal. Sedangkan pada bagian bawah dengan detail-detail manik-manik tersebbut merupakan analogi dari motif tato saliou. Pada bagian punggung juga terdapat garis-garis melengkung dari manik-manik yang terinspi- rasi dari motif sarepak abak. Pada busana haute couture Revival of Sign terdapat elemen dan prinsip seni yang menar- ik untuk dianalisis. Berikut merupakan analisis elemen seni yang terdapat pada busana haute couture : 1. Elemen titik tersebar hampir diseluruh bagian atas busana haute couture berupa aplikasi

beading 2. Elemen garis nampak pada detail lengkungan di bagian atas busana haute couture berupa

618 garis lengkung dan detail rumbai-rumbai dari benang nilon berupa garis vertikal. 3. Bidang dari busana haute couture merupakan non geometris. 4. Bentuk dalam busana termasuk kedalam siluet busana, untuk siluet busana haute couture merupakan siluet “I”. 5. Elemen ruang dalam busana haute couture termasuk dalam ruang trimatra 6. Elemen warna yang terdapat pada busana haute couture adalah warna primer yaitu warna merah dengan karakter warna kuat, berani dan positif. Warna merah terinpirasi dari atribut sikerei yang kebanyakan menggunakan warna merah. Selain warna merah, warna hitam yang memiliki karakter tegas, menekan terinspirasi dari warna tinta tato. 7. Elemen tekstur pada busana haute couture berupa tekstur kasar nyata yang sifatnya teraba dan bersifat visual yang terdapat pada keseluruhan busana.

Sedangkan prinsip seni busana haute couture terdiri dari: 1. Prinsip keseimbangan yang nampak pada busana haute couture adalah keseimbangan simetris karena pada sisi kanan dan kirinya sama persis. 2. Prinsip kontras terdapat pada detail motif soroi di bagian perut yang dibuat dengan ukuran lebih besar ketimbang motif lainnya. Penggunaan tussel juga memberikan kesan yana tidak monoton dalam busana ini. 3. Yang menjadi dominasi atau point interest adalah motif soroi di bagian perut karena keunikan dari kreasi motif tersebut 4. Prinsip irama ditemukan pada pengulangan detail rumbai-rumbai benang sebanyak delapan kali yang termasuk dalam repetisi karena pengulangan dengan kesamaan ukuran. 5. Prinsip kesatuan tampak pada detail rumbai di lengan, serta sisi bawah dan tussel yang memiliki hubungan kesamaan dan kemiripan. Proporsi dalam busana ini menggunakan proporsi 1:1 karena sisi bagian kanan dan kirinya memiliki ukuran yang sama.

619 READY TO WEAR DELUXE REVIVAL OF SIGN

Gambar 2. Ready to wear deluxe Revival of Sign Sumber: HMJ Fotografi ISI Denpasar , 2016

Busana ready to wear deluxe ini berupa mini dress dengan outter atau luaran berbahan satin duchess tanpa kerah, hanya dengan garis leher bulat. lengan pada dress ini merupakan lengan raglan dengan detail bordir berpayet yang merupakan analogi dari motif tato sibalu-ba- lu. Pada bagian pinggang dress nampak potongan dress berbahan duchess merah dengan motif garis-garis lengkung dari bordir yang merupakan analogi dari motif durukat yang diaplikasikan secara vertikal. Kemudian outter berbahan kain jaring-jaring ini sengaja di buat menyatu untuk memudahkan penggunaan busana. Outter ini memiliki 2 detail yaitu detail berupa bordir yang merupakan analogi dari motif saliou, detail kedua berupa jaring dengan garis vertikal horizon- tal terbuat dari pis ban dan tali satin merupakan analogi dari motif boug. Dalam busana ready to wear deluxe terdapat elemen dan prinsip seni yang dapat dianal- isis. Berikut merupakan elemen seni dalam busana ready to wear deluxe: 1. Elemen titik terdapat pada detail di bagian bahu, garis lis hitam pada bagian outter dan di bagian pita pada bawah outter. 2. Elemen garis ditemui pada bagian bahu berupa garis lurus dan lengkung, bagian bawah outter berupa garis vertikal dan garis horizontal pada aksen tali-tali satin serta garis lengkung di bagian pinggang. 3. Bidang dari busana ini merupakan non geometris.

4. Bentuk dalam busana termasuk kedalam siluet busana, untuk siluet busana ready to wear deluxe ini menggunakan siluet “I”.

620 5. Elemen ruang dalam busana ready to wear deluxe adalah ruang trimatra 6. Elemen warna yang digunakan sama dengan elemen warna pada haute couture. Elemen warna primer terdapat pada busana ready to wear deluxe warna merah dengan karakter warna kuat, berani dan positif. Warna merah terinpirasi dari atribut sikerei yang kebanyakan menggunakan warna merah. Selain warna merah, warna hitam yang memiliki karakter tegas, menekan terinspirasi dari warna tinta tato. 7. Elemen tekstur pada busana ini berupa tekstur kasar nyata yang sifatnya teraba dan bersifat visual yang terdapat pada keseluruhan busana

Sedangkan prinsip seni yang mempengaruhi busana ready to wear deluxe ini adalah: 1. Prinsip keseimbangan yang nampak pada busana ready to wear deluxe adalah keseimbangan simetris karena pada sisi kanan dan kirinya sama persis. 2. Prinsip kontras terdapat pada detail motif sibalu-balu di bagian bahu yang dibuat dengan ukuran lebih besar ketimbang motif lainnya. 3. Point interest pada busana ready to wear deluxe ini adalah motif sibalu-balu pada bagian bahu. 4. Prinsip irama ditemukan pada pengulangan (repetisi) garis pada detail motif sibalu-balu di bagian lengan, motif saliou, dan motif boug 5. Prinsip kesatuan ditemui pada bagian lengan serta outter yang memiliki hubungan kemiripan elemen yaitu elemen garis. Proporsi dalam busana ini menggunakan proporsi 1:1 karena sisi bagian kanan dan kirinya memiliki ukuran yang sama.

621 READY TO WEAR REVIVAL OF SIGN

Gambar 2. Ready to wear Revival of Sign Sumber: HMJ Fotografi ISI Denpasar , 2016

Busana ready to wear ini terdiri dari 2 pieces yakni dress dan cape. Dress tanpa lengan berbahan satin dengan aksen merah vertikal berbahan kain jaring-jaring. Sedangkan bagian cape berbahan organdi merah dengan lis hitam yang menganalogikan motif tato durukat dan sarepak abak, kemudian terdapat pula detail bordir garis-garis lurus yang merupakan analogi dari motif sikaloinan. Adapun elemen seni yang dapat ditemui dalam busana ready to wear ini yakni: 1. Elemen garis terdapat pada detail di bagian outter berupa garis lengkung dan garis lurus, tali sebagai pengikat outter berupa elemen garis. 2. Bidang dari busana ready to wear ini merupakan non geometris 3. Bentuk dalam busana termasuk kedalam siluet busana, untuk siluet busana ready to wear ini merupakan siluet “Y”. 4. Elemen ruang yang terkandung pada busana ready to wear adalah ruang trimatra. 5. Elemen warna yang digunakan sama dengan elemen warna pada haute couture dan ready to wear deluxe. Elemen warna primer terdapat pada busana ready to wear ini warna merah. Warna hitam juga digunakan untuk memberi kesan tegas. 6. Elemen tekstur pada busana ini berupa tekstur kasar nyata yang sifatnya teraba dan bersifat

visual yang terdapat pada detail bordir motif sikaloinan pada outter.

622 Selanjutnya prinsip seni yang tertuang dalam busana ready to wear ini terdiri dari: 1. Keseimbangan yang digunakan pada busana ready to wear ini adalah keseimbangan simetris. 2. Prinsip kontras ditemui pada detail outter berupa motif sikaloinan karena hanya bagian outter yang memiliki detail. 3. Yang menjadi dominasi atau pusat perhatian adalah outter dengan perpaduan antara motif durukat, sarepak abak dan sikaloinan. 4. Prinsip irama pada busana ready to wear ini ditemui pada pengulangan (repetisi) motif sikaloinan di bagian outter. 5. Prinsip kesatuan terdapat pada hubungan kemiripan elemen yaitu elemen garis lurus pada motif sikaloinan serta elemen garis lengkung pada motif duruat dan sarepak abak. Selain itu kestuan dengan hubungan kemiripan elemen juga nampak pada penggunaan warna merah yang lebih terang pada dress dan warna merah yang lebih gelap pada outter. 6. Proporsi dalam busana ini menggunakan proporsi 1:1 karena sisi bagian kanan dan kirinya memiliki ukuran yang sama.

PENUTUP Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian dan pembahasan sebelumnya serta proses yang dilakukan dalam penciptaan busana wanita Revival of Sign dengan tato sikerei Mentawai sebagai inspirasinya adalah desain busana wanita Revival of Sign dengan tato sikerei Mentawai sebagai inspirasinya menggambil karakteristik, atribut dan tato dari sikerei Mentawai. Selain itu penciptaan koleksi busana wanita Revival of Sign dibagi menjadi tiga jenis, yaitu bu- sana haute couture, busana ready to wear deluxe, busana ready to wear. Pengerjaan pola, teknik penjahitan dan pemilihan bahannya sesuai dengan kriteria jenis busana.

DAFTAR RUJUKAN Basuki, Sulistyo. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Penaku. Clarke, Simon. 2011. Textile Design. Londorn: Laurence King. Darmanto, Abidah. 2012. Berebut Hutan Siberut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Eaton, Marcia Muelder. 2010. Persoalan-Persoalan Dasar Estetika. Jakarta: Salemba Humanika. Faerm, Steven. 2010. Fashion Design Course. New York: Quarto.

623 Hardisurya, Irma, 2011. Kamus Mode Indonesia. Jakarta: Gramedia. Jay, Calderin. 2009. The Fashion Design. United State of America : Rockport. Kartika, Dharsono. 2004. Pengantar Estetika. Bandung: Rekayasa Sains Muliawan, Porrie. 1983. Konstruksi Pola Busana Wanita. Jakarta: Libri. Osterwalder, Alexander dan Yves Pigneur. 2012. Business Model Generation. Jakarta : Elex Me- dia Komputindo. Posner, Harriet. 2011. Marketing Fashion. London: Laurence King. Rudito, Bambang. 2014. Bebetei Uma, Kebangkitan Orang Mentawai: Sebuah Etnografi. Jakarta : Gading. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Schefold, Reimar. 1991. Mainan Bagi Roh Kebudayaan Mentawai. Jakarta : Balai Pustaka. Schefold, Reimar. 1985. Pulau Siberut. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Research & Development. Band- ung: Alfabeta. Stecker, Pamela. 1997 The Fashion Design Manual. Australia: Macmillan.

624 MAGERET PANDAN FROM TENGANAN

Ni Kadek Rika Adnyani

Abstrak Bali telah terkenal dengan kebudayaan dan keunikannya. Setiap daerah di Bali memiliki keunikan budaya serta ciri khasnya masing-masing. Salah satu adalah Mageret Pandan atau yang lebih dikenal dengan Perang Pandan merupakan salah satu tradisi kuno yang ada di desa Tenganan Pengringsingan. Mageret Pandan merupakan pengorbanan tulus terhadap Dewa Indra dengan menggor- bankan darah sebagai tabuh rah.Karakter pengorbanan iklas dalam pelaksanaan tradisi men- jadikan Mageret Pandan memiliki nilai penting dalam kehidupan masyarakat Bali umumnya masyarakat desa Tenganan Pengringsingan khusunya. Fashion merupakan salah satu unsur pokok identitas seseorang yang mampu menentukan bagaimana mereka dipahami dan diterima dalam masyarakat. Melalui bidang fashion Tercip- tanya busana dengan konsep pelaksanaan Mageret Pandan mampu memeperkenalkan warisan budaya Indonesia kepada publik dengan membentuk tiga buah rancangan busanya itu busana ready to wear, ready to wear deluxe,dan houte coutre Kata Kunci:MageretPandan, Pengorbanan, pelaksanaantradisi

PENDAHULUAN Salah satu kesenian tari khas kabupaten Karangasem yang ada di Desa Tenganan Pen- gringsingan.Mageret Pandan merupakan tarian sakral yang dipentaskansebagaisalah satu ben- tuk penghormatan terhadap Dewa Indra, Selain itu pelaksanaan Mageret Pandan merupakan bentuk untuk melatih ketangkasan masyarakat desa. Tarian Mageret Pandan dipertunjukan pada upacara Sasih Sembah yang jatuh pada sasih kalima sesuai dengan pertanggalan Desa Tenganan Pegringsingan. Sasih sembah ialah ritual terbesar yang ada di desa tenganan pen- gringsingan Ketertarikan pencipta akan jenis kesenian tradisi ini terletak pada bentuk pertunjukan- nya yang menarik, mengandung pesan, nilai dan makna disetiap pelakasanaannya selain itu, bentuk karakternya yang unik dan penuh makna. Dalam hal ini Mageret Pandan dapat dikate- gorikan sebagai tarian yang memiliki unsur sebagai persembahaan yadnya. Unsur kesenian dan kebudayaan pada daerah ini masih terasa sangat kental, menarik, unik, dan berbeda dengan

625 daerah Bali lainnya. Mageret pandan merupakan bentuk yadnya yang ikhlas dengan mengor- bankan darah sebagai tabuh rah dalam pelaksaan upacara. Perang pada umumnya merupakan permusuhan yang terjadi antara dua Negara dan diselesaikan melalui pertempuran di sebuah lapangan yang luas dengan menggunakan senjata. Ketertarikan penulis terhadapan karakter pelaksanaan Mageret Pandan melihat dari wujud karakter bentuk yang divisualisasikan dalam bentuk pelaksaan yadnya yang mengandung pesan dan pengorbanan tulus iklas serta sebagai bukti kesetiaan yang dilakukan masyarakat Tenganan Pengringsingan terhadap leluhur dan ti- dak memiliki kesan emosional dari kedua petarung. Pelaksanaan ritual ini dilakukan oleh dua petarung dengan membawa senjata dari daun pandan berduri sebanyak gempalan tangan pada tangan kanan serta membawa sebuah tameng dari bahan rotan pada tangan kiri untuk melindungi diri dari serang lawan. Dari filosofi bentuk pelakasanaan ritual keseluruhan, Mageret Pandan sebagai ide pemantik kedalam karya fashion yang di kombinasikan dengan kain tradisional Bali yaitu kain tenun endek. Busana yang dibuat memliki kemiripan tekstur sesuai dengan karakter yang dimiliki ketika ritual dilaksanankan, namun tetap disesuaikan dengan busana fashion yang dibuat terdiri dari tiga jenis busana, yai- tu ready to wear, ready to wear deluxe dan haute couture, yang menggunakan Mageret Pandan sebagai ide pemantik pembuatan karya fashion tersebut.

Tahap Eksplorasi Dalam proses penciptaan tentunya harus melakukan eksplorasi baik yang berkaitan dengan sumber ide, konsep, teknik, dan sebagainya pengolahan pada proses eksplorasi pada penciptaan ini didapat dari pengamatan langsung pada bentuk pelaksanaan tradisi Mageret Pandan yang ada di desa Tenganan Karangasem. Dari hasil eksplorasi tersebut, pencipta sangat tertarik untuk mewujud- kan bentuk-bentuk dari karakter yang ada pada tradisi Mageret Pandan sebagai sumber ide dalam penciptaan karya seni busana. Eksplorasi juga dilakukan pada bahan yang dipakai, yaitu kain endek dan satin sebagai bahan utama busana. Pemajangan hasil karya ini nantinya akan ditempatkan pada pameran atau event. Selain itu untuk produk ini juga dipasarkan melalui social media. Tahap Eksperimen

Tahap eksperimen yang dimaksud adalah melakukan percobaan yang berkaitan dengan proses penciptaan, pembuatan alternative desain dan menetapkan beberapa desain terpilih yang

626 akan diwujudkan secara nyata. Desain yang pencipta buat dengan pengkomposisian dari beber- apa elemen bentuk karakter tradisi Mageret Pandan serta bentuk senjata yang digunkan dalam pelaksanaan tradisi, menjadi suatu rancangan yang disiapkan untuk diwujudkan dalam sebuah karya.

Tahap Pendesainan Pada tahap ini pencipta ingin menampilkan sesuatu yang baru dengan sumber ide pelak- sanaan Mageret Pandan dengan karya-karya yang sudah ada, salah satunya dengan penerepan sumber ide sehingga dapat menciptakan karya yang dapat memeberikan inspirasi. Dalam pen- erapan ide konsep pencipta memakai bentuk pada saat tradisi dilaksanakan.Bentuk-bentuk itu di olah sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah disain yang inovatif dengan identitas pencip- ta. Bentuk-bentuk tersebut diolah dengan permainan garis, bidang, ruang, pada suatu kompo- sisi sehingga terwujudlah sebuah bentuk karya yang menarik. Desain yang diwujudkan adalah karya busana Ready to wear, ready to wear deluxesertahaute couture

DESAIN TERPILIH Desain 1:Ready To Wear

Gambar 1: Ready to wear

Sumber :rikaadnyani, 2016

627 Desain 3:Houte Couture

Gambar 1: Houte Couture

Sumber :rikaadnyani, 2016

Tahap Perwujudan Karya Proses perwujudan dalam penciptaan karya busana tugas akhir ini dilakukan tahap demi tahap dari proses penyiapan bahan, pembentukan sampai finishing. Dalam proses peng- garapannya dilakukan dengan teknik jahit. Proses perwujudan karya merupakan proses yang dilakukan untuk mempersiapakan material yang di gunakan dalam pengerjaannya. Proses ini dilakukan dengan mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan sesuai kebutuhan dalam menentukan teknik pada proses pem- buatannya.

Proses Perwujudan Karya a. Tahap Pembentukan Sebelum memasuki tahap pembentukan, kiranya kita perlu menyiapkan bahan yang kita gunakan dalam proses pembuatan busana. Busana yang diciptakan merupakan karya busana ready to wear, ready to wear deluxe, sertahoute couture dengan menggunakan size S. Adapun beberapa proses awal penciptaan karya busana.

Tahap awal yang lakukan adalah pembuatan pola dengan menggunakan kertas Samson ukuran 150gr, pencil 2b, serta menggunakan penggaris pola. Pemotongan pola menggunakan gunting kertas, yang dilanjutkan dengan pemotongan

628 bahan sesuai dengan pecah pola. beserta pecah pola busana sesuai desain yang telah ditentukan, melakukan pemotongan kain sesuai pecah pola, proses penggabungan atau penjahitan bagian- bagian potongan kain serta penjahitan pada kupnat , pembuatan serta pemasangan aplikasi beading atau manik-manik yang telah ditentukan. Selanjutnya adalah proses penyatuan atau menjahit , yang dilakukan dengan mesin jahit singer. Menjahit merupakan penggabungan atau penyatuan pada bagian sisi yang kemudian dilanjutkan dengan penyatuan sisi- sisi lainnya dan dilanjutakan dengan pemasangan retsleting serta pemasangan furing atau lapis dalam.

Foto : Proses pembuatanpola, memotongbahansertamenjahit

Foto: Wiweka Ari, 2016

b. Pemasangan Detail Beading merupakan manik- manik seperti mote, batu permata, dll. Penggunakan bah- an ini dalam karya desain busana dapat memberikan kesan mewah dan elegant. Proses pema- sangan dilakukan dengan secara Hand made atau dilakukan dengan menggunakan tangan. De- tail yang diberikan dari efek manik-manik adalah tergoresnya tubuh akibat dari daun pandan sehingga mengeluarkan darah. Ini yang menjadi sumber ide dalam penggunaan bahan, selain memeberikan kesan elegant. c. Tahap Finishing Finishing merupakan proses akhir dalam pembuatan karya. Salah satu finishing yang dilaku- kan adalah pemasang kancing kait dan kancing bungkus pada karya. Selain itu mengesum den- gan teknik jelujur bagian bawah pada rok serta melepas jahit bantun. Setelah semua dilakukan dilanjutkan dengan menyetrika semua karya sehingga licin.

629 Deskripsi Karya Karya 1 Ready To Wear Desain dengan bawahan rok span dan menggunakan atasan berupa bustie dengan menggunakan bahan endek. Desain ini sangat minimalis dengan menunjukan karakter dari pelaksanaan mageret pandan. Memakai aplikasi tempelan lice yang diperindah dengan me- makai beading permata dan rantai. Memberi kesan energik dan dinamis pada pemakai busana. pusat perhatian terletak pada bagian pinggang yang diberi lice dengan detail beading.

Garis pada desain Ready To Wear memeberikan kesan melindungi, luwes dan feminim. Hal tersebut merupakan ide dari garis bentuk tameng yang digunakan pada saat pelaksanaan tradisi. Ini terlihat pada bagian bustier. Titik pada desain terlihat pada pemasangan detail beading pada bagian pinggang.Hal- tersebut merupakan ide dari darah luka akibat goresan daun pandan. Warna berfungsi untuk memperindah dan memberikan motif atau hiasan dengan berb- agai warna. Khusus dalam pewarnaan busana menggunakan warnacoklat dari keadaan desa Tenganan yang klasik, unk dan Etnik, hijau dari daun pandan berduri, merah dari darah luka akibat goresan daun pandan. Tekturedalam penerepannya menggunakan payet/mote sebagai media pembentukan

630 Karya 1 Ready To Wear Deluxe Desain long dress dan backless pada bagian belakang dengan bahan endek serta satin velvet memberikan kesan yang luwes, sexy dan gesit pada si pemakai. Ditambah tempelan lace dan beading yang member- ikan kesan elegant.Pusat perhatian terletak pada bagian pinggang yang diberi aplikasi penggulangangaris vertical dan beading. Titik pada desain terlihat pada pemasangan detail beading pada bagian pinggangdanleher. Hal tersebut merupakan ide dari darah luka akibat goresan daun pandan, sedangkan detail

Penggulangan garis vertical dibagian pinggang berasal dari ide daun pandan yang telah usai digunakan pada saat ritual.Warna berfungsi untuk memperindah dan memberikan motif atau hiasan dengan berbagai warna. Khusus dalam pewarnaan busana menggunakan warna. coklat dari keadaan desa Tenganan yang klasik, unik dan etnik, hijau dari daun pandan berduri, merah dari darah luka akibat goresan daun pandan. Penerepan texture menggunakan payet/ mote sebagai media pembentukan

Karya 1 Haute couture Desain busana long dress dengan pemakaian ekor bagian belakang dan bustier dengan belahan pada bagian rok. Pemilihan bahan yang sama dapat memeberikan kesatuan yang simetris pada karya busana. Terletak pada bagian atas atau sering disebut dengan blazzer. keseimbangan yang digunakan keseimbangan simetris. Garis pada desain houte coutre me-

meberikan kesan elegant, luwes dan feminim. Hal tersebut merupakan ide dari pengulangan garis bentuk daun pandan yang ditumpuk sebagai

631 alat/ senjata dalam melaksanaan ritual. Titik pada desain terlihat pada pemasangan detail beading pada bagian rok. Hal tersebut merupakan ide dari darah luka akibat goresan daun pandan. Warna berfungsi untuk memper- indah dan memberikan motif atau hiasan dengan berbagai warna. Khusus dalam pewarnaan busana menggunakan warna.coklat dari keadaan desa Tenganan yang klasik, unik dan Etnik, hijau dari daun pandan berduri, merah dari darah luka akibat goresan daun pandan. Tekture dimana dalam penerepannya menggunakan payet/mote sebagai media pembentukannya

\ DAFTAR PUSTAKA https://id.m.wikipedia.org/wiki/pola_(menjahit) (diakses tanggal 20 Januari 2016). Guritno,Suryo, dan Surdayono,Untung Raharja. 2011. Theory And Applications of it resecrh- metodologi penelitian teknologi informasi. Tanggerang: Andi Yogjakarta Hardisurya, Irma,Pambudy, Ninuk Mardiana dan Jusuf, Herman. 2011.Kamus Mode Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum Sudarma. 2006. Arsitektur dan Kebudayaan Bali Desa Tenganan. Denpasar. http://balipost.com/read/karangasem/2015/06/08/35425/(tradisi-perang-pandan-bu- kan-ajang-berkelahi) ( diakses tanggal 01 februari 2016 jam 11.53 wita) boedhihartona, sutarto, ayu,dkk.2009.Sejarah kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. RajawaliGraf- indo Persada Susanto Mike.2011.Diskri Rupa.yogyakarta:DictiArt Lab, Yogyakarta & Jagad Art Space Sarwono, sarwono.2006.Metode penelitian kuantatif & kualitatif:Yogyakarta:Graha Ilmu

632 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL SEBAGAI MEDIA PENDUKUNG KAMPANYE WAJIB KONDOM DALAM UPAYA MENCEGAH PENYAKIT MENULAR SEKS PADA MASYARAKAT DI KABUPATEN TABANAN

Oleh: I Kadek Riska Atmaja 201206034

Abstrak Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah penularan penyakit menular seks. Banyaknya penyakit menular seks yang sangat mudah di jumpai di masyarakat karena banyaknya laki - laki yang berganti – ganti pasangan seks. Penyebaran penyakit menular seks disebabkan oleh masyarakat Kabupaten Tabanan yang kurang memahami manfaat dari peng- gunaan kondom. Dengan adanya media kampanye ini bertujuan agar masyarakat di Kabupaten Tabanan mengetahui pentingnya penggunaan kondom pada saat berhubungan seks. Metode yang digunakan dalam pembuatan media kampanye ini adalah metode kualitatif dan deskriptif. Konsep yang digunakan dalam pembuatan desain adalah Parodi. Konsep Parodi merupakan modernisme bersifat rasional dan segala sesuatu harus memiliki fungsi. Dengan gaya visual kartunis menghasilkan sebuah ilustrasi yang bernama Sukon (Superhero Kondom). Ilustrasi ini di tampilkan pada semua media yang digunakan sebagai pendukung dari kampanye wajib kondom ini. Media pendukung kampanye ini bertujuan untuk mempermudah menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis dan mengetahui kasus yang berada di lingkungan masyarakat. Kata kunci : Desain, Pengetahuan, Kondom, Penyakit Menular Seks

633 VISUAL COMMUNICATION DESIGN AS MEDIA CAMPAIGN SUPPORT THE EFFORT REQUIRED TO CONDOMS IN PREVENTING DISEASES SOCIETY OF SEX IN THE DISTRICT TABANAN

By: I Kadek Riska Atmaja 201206034

Abstract A condom is a contraceptive or means to prevent the transmission of sexually transmitted diseases. The number of sexually transmitted diseases are very easily found in any community be- cause of the many men - men who change - change sex partners. The spread of sexually transmitted diseases caused by Tabanan Regency society who do not understand the benefits of using condoms. With the media campaign is intended that the people in Tabanan know the importance of condom use during sex. The method used in creating the media campaign is qualitative and descriptive methods. The concept used in the manufacture of the design is a parody. Parodi concept is a ratio- nal modernism and everything must have a function. With a visual style to produce an illustration cartoonist named Sukon (Superhero Condoms). This illustration is displayed on all media that is used as a supporter of mandatory condom campaign. Media support this campaign aims to make it easier to convey the message to be conveyed by the author and are aware of cases in the community. Keywords: Design , Knowledge , Condoms , Sex Infectious Diseases

PENDAHULUAN Latar Belakang Tabanan adalah salah satu Kabupaten dari beberapa Kabupaten / Kota yang ada di Provinsi Bali. Jumlah penduduk di Kabupaten Tabanan pada tahun 2012 tercatat sejumlah 441.900 jiwa atau bertambah sebanyak 8.581 jiwa dari tahun 2011, jika dilihat dari 10 tahun ter- akhir laju pertumbuhan penduduk Kabupaten mencapai 0,19% per tahun. Laju pertumbuhan penduduk lebih terkonsentrasi di Kota Tabanan dan Kediri yang meliputi Desa Abiantuwung, Kediri, Banjar Anyar, Delod Peken, Dajan Peken, Dauh Peken, Denbantas, Subamia dan Bongan akibat adanya urbanisasi yang tersebar pada kompleks perumahan KPR/BTN dan pembukaan pemukiman penduduk baru. Komposisi penduduk menunjukkan Sex Ratio 98,27 yang artin- ya di antara 100 orang laki-laki terdapat 98-99 penduduk perempuan. Jumlah kepala keluarga

634 (KK) di Kabupaten Tabanan tercatat sejumlah 98.913 dengan rata-rata jiwa setiap rumah tang- gga 4,1 orang. Keberhasilan pengendalian penduduk yang ditandai kecilnya jumlah jiwa dalam rumah tangga juga disebabkan adanya penundaan usia kawin wanita yang rata-rata mencapai 24,2 tahun. Suksesnya penanganan kependudukan selain adanya keberhasilan pengendalian juga karena adanya dukungan sosial seperti: pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan dalam perekonomian Di dalam kasus penyakit menular seks salah satunya penyakit HIV/AIDS yang terjadi di Tabanan disebabkan oleh PSK (pekerja seks komersial) yang positif terdeteksi virus HIV/AIDS yang di tularkan kepada laki – laki yang berisiko tinggi yang menjadi konsumen dari pekerja seks komersial. Laki-laki konsumen dari pekerja seks komersial dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, duda atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom dan berganti – ganti pasangan di dalam dan di luar nikah. Media Komunikasi Visual sebagai sarana pendukung kampanye wajib kondom karena media ini sangatlah diperlukan dalam membuat sebuah sarana pendukung kampanye dimana dengan berpegang pada ilmu - ilmu desain dan kriteria-kriteria desain maka akan tercipta se- buah media pendukung kampanye yang informatif, menarik dan komunikati yang akan den- gan mudah dipahami oleh masyarakat luas tanpa harus ada penjelasan yang berlebihan selain pemilihan media komunikasi visual yang sesuai, sebagai desainer komunikasi visual juga harus memiliki strategi media dalam upaya mengkampanyekan bahaya tentang penyakit ini serta per- an seorang desainer komunikasi visual diharapkan mampu untuk merancang media kampanye yang efektif serta sesuai dengan sasaran.

MATERI DAN METODE Materi Kampanye Kampanye adalah suatu proses kegiatan komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan suatu efek atau dampak ter- tentu. Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai “serangkaian tindakan ko- munikasi yang terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar

635 khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.

B. Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Iklan Layanan Masyarakat (ILM) adalah iklan non-bisnis yang menyajikan pesan-pesan sosial yang bertujuan untuk menggerakkan kepedulian masyarakat terhadap sejumlah masalah sosial. Masalah sosial yang dimaksud adalah kondisi yang bisa mengancam keserasian dan ke- hidupan umum.

Kondom Kondom adalah alat kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersanggama. Kondom biasanya dibuat dari bahan karet latex dan dipakaikan pada alat kelamin pria atau wanita pada keadaan ereksi sebelum bersanggama (ber- setubuh) atau berhubungan suami-istri.

Metode Analisis Data Analisis SWOT digunakan untuk menganalisa segi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dari Kampanye Wajib Kondom. Dengan metode ini dapat diketahui karakter objek serta data-data lain yang diperlukan untuk perancangan media untuk memperkenalkan Kam- panye Wajib Kondom untuk masyarakat umum. Penyusunan kesimpulan ini akan ditampung dalam Matriks Pakal yang terdiri dari : - Strategi PE – KU / Peluang dan Kekuatan : mengembangkan peluang menjadi kekuatan, - Strategi PE – LEM / Peluang dan Kelemahan : mengembangkan peluang untuk mengatasi kelemahan, - Strategi A – KU / Ancaman dan Kekuatan : mengenali dan mengantisipasi ancaman untuk menambah kekuatan - Strategi A – LEM / Ancaman dan Kelemahan : mengenali dan mengatasi ancaman untuk meminimumkan kelemahan (Sarwono, 2007:19).

636 PEMBAHASAN Roll Up Banner

Bentuk Fisik (Roll Up Banner ini berukuran 60 cm x 160 cm.)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”,

Bahan Bahan yang digunakan kertas PVC Isi Banner

637 Teknik cetak Untuk mewujudkan Roll Up Banner ini menggunakan teknik cetak digital.

Poster

I

Bentuk Fisik (Poster ini berukuran 21 cm x 29,7 cm.)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”,

Bahan Bahan yang digunakan kertas art paper 260gsm

638 Teknik cetak Untuk mewujudkan poster ini menggunakan teknik cetak digital.

Iklan Majalah

Bentuk Fisik (Baliho ini berukuran 100 cm x 300 cm.)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan kertas art paper 260gsm

Teknik cetak Untuk mewujudkan iklan majalah ini menggunakan teknik cetak digital.

639 Baliho

Bentuk Fisik (Jam Dinding ini berukuran 24cm x 24cm.)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan kertas PVC Teknik cetak Untuk mewujudkan Baliho ini menggunakan teknik cetak digital

640 Jam dinding

Bentuk Fisik (Tote bag ini berukuran 40 cm x 30 cm)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan kertas art paper 260gsm Teknik cetak Untuk mewujudkan jam dinding ini menggunakan teknik cetak digital

641 Tote Bag

Bentuk Fisik (T-shirt ini berukuran 50cm x 69 cm) Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kain putih agar ilustrasi kondom terlihat jelas dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan adalah canvas Teknik cetak Untuk mewujudkan tote bag ini menggunakan teknik cetak saring

642 T-shirt

Bentuk Fisik (Topi ini berukuran 16 cm x 10 cm)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kain putih agar ilustrasi kondom terlihat jelas dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan adalah kain katun 32S Teknik cetak Untuk mewujudkan t-shirt ini menggunakan teknik cetak saring

643 Topi

Bentuk Fisik (Pin ini berukuran 6 cm x 6 cm)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kain putih agar ilustrasi kondom terlihat jelas dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan adalah kain drill topi Teknik cetak Untuk mewujudkan topi ini menggunakan teknik cetak digital

644 Pin

Bentuk Fisik (Pin ini berukuran 6 cm x 6 cm)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan kertas vinyl synthetic laminating. Teknik cetak Untuk mewujudkan pin ini menggunakan teknik cetak digital

645 Katalog

Bentuk Fisik (Pin ini berukuran 6 cm x 6 cm)

Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komput- er. Pada Ilustrasi hand drawing di buat berupa gambar kondom yang di rubah sedemikian rupa mempunyai tangan dan kaki dan memakai pakain superhero Warna Penulis menggunakan warna dasar kuning gradasi orange yang di ambil dari warna tan- da hati-hari karna kuning sebagai warna yang mudah dilihat dari kejauhan dan kondom yang mengambil warna coklat muda karena menyerupai kulit manusia. Teks Menampilkan Teks “Use a Condom” sebagai Headline dan pada teks menjelaskan men- genai magsud dari kampanye wajib kondom ini, dan slogan yang menampilkan teks “Save Your Self, Save The World “ teks tersebut menyebutkan bahwa selamatkan diri anda , selamatkan dunia. Huruf dan Tipografi Pada teks menggunakan tipografi script atau huruf yang saling berhubungan dan men- galir tepatnya menggunakan font “Brush Script MT”, Bahan Bahan yang digunakan kertas art peper 310gsm Teknik cetak Untuk mewujudkan katalog ini menggunakan teknik cetak digital

646 PENUTUP 5.1. Kesimpulan Setelah melakukan pengamatan dan penelitian pada studi kasus Desain Komunikasi Vi- sual untuk mensosialisasikan pengertian dan manfaat dari “Kampanye Wajib Kondom Dalam Upaya Mencegah Penyakit Menular Seks Pada Masyarakat Di Kabupaten Tabanan”, maka ber- dasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 5.1.1 Melalui perancangan media komunikasi visual untuk media yang dapat memberikan in- formasi mengenai “Kampanye Wajib Kondom Dalam Upaya Mencegah Penyakit Menular Seks Pada Masyarakat Di Kabupaten Tabanan” dengan membentuk sebuah sosialisasi tentang “Pen- yakit Menular Seks”. Dengan adanya sosialisasi tersebut dilakukan beberapa tahap komunikasi salah satunya dengan merancang media desain baru melalui media terpilih yaitu terdiri dari Roll Up Banner, Iklan Majalah, Poster, Baliho, Tote Bag, T- Shirt, Jam Dinding, Pin, dan Katalog Karya, dengan efektif dan efesien.

5.1.2 Merancang media komunikasi visual yang tepat dan sesuai dengan kriteria desain, dilakukan melalui menganalisis data kemudian menentukan konsep desain. Dalam mensosial- isasikan “Kampanye Wajib Kondom Dalam Upaya Mencegah Penyakit Menular Seks Pada Mas- yarakat Di Kabupaten Tabanan” digunakanlah konsep “Parodi”. merupakan Parodi merupakan modernisme bersifat rasional dan segala sesuatu harus memiliki fungsi. Rasional merupakan sikap yang dilakukan berdasarkan pikiran dan pertimbangan yang logis dan cocok dengan akal sehat manusia.

DAFTAR PUSTAKA Roger And Storey ,1987 : Mendifinisikan Kampanye Daili, 2007; Djuanda, 2007 : Pengertian Penyakit Menular Seks (PMS)

Pujirianto,2005;221 : Pengertian Desain Komunikasi Visual Narimawati, 2008;98 : Pengertian Data Primer

647 Sugiono, 2008;402 : Pengertian Data Sekunder Qohar, Abdul Khasan, 1995;172 : Pengertian Metode Observasi Alwi,Hasan, 2002;127 : Pengertian Metode Wawancara Alwi,Hasan, 2002;912 : Pengertian Metode Kepustakaan Sugiyono,2011;244 : Pengertian Metode Analisis Data Pujirianto,2005;37: Pengertian Aspek Desain Komunikasi Visual Pujirianto,2005;15 : Pengertian Media Komunikasi Grafis Santosa, 2002;2 : Pengertian Media Lini Atas (Above the line media) Rustan, 2009,85 : Pengertian Media Lini Atas (Below the line media) Kusrianto,2009 : Pengertian Warna, Huruf /Tipografi Anwar, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, 2003;567 : Pengertian Ukuran dan Bahan Marianne Rosner Klimchuk dan Sandra A Krasovec, 2007;194 : Pengertian Konsep Media

648 “ DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNTUK KAMPANYE RUMAH KOMPOS DALAM MEMBUDAYAKAN DAUR ULANG SAMPAH DI KELURAHAN UBUD ”

I Kadek Sujana

Abstrak Alam Ubud yang sebagai salah satu daerah kunjungan pariwisata dunia semestinya terus menjaga lingkungan yang hijau dan bersih sebagai salah satu faktor penting pendukung kepuasan wisatawan yang berkunjung. Kurangnya fasilitas pengolahan sampah yang mema- dai telah menyebabkan penanganan sampah banyak dilakukan dengan cara yang kurang tepat, sangat berdampak buruk pada kelestarian alam dikemudian hari serta aset dalam pengelolaan daerah wisata. Kampanye Rumah Kompos dalam membudayakan daur ulang sampahdengan mendirikan Rumah Kompos di setiap desa se-kelurahan Ubud (6 desa), sekaligus mendidik masyarakat/setiap rumah tangga untuk memilah sampah organik dan non organik, yang bisa dijadikan kompos.Konsep” eco design” yang digunakan serta gaya visual ikonik, desain den- gan memperhatikan lingkungan hidup (ramah lingkungan) secara berkelanjutan. Media berupa buku panduan, dengan menampilkan sampah organik yang secara langsung bisa dikembalikan ke alam, di dalam kehidupan sehari-hari untuk menumbuhkan budaya mengelola sampah yang ramah lingkungan, dengan target sasaran mengajak partisipasi setiap masing-masing rumah tangga serta anak diusia sekolah SD-SMA. Sebagai desa wisata Ubud berkomitmen menjaga kelestarian alam. Kata kunci: Desa wisata, Sampah, Rumah Kompos, Buku panduan, Rumah tangga.

Abstract Ubud nature as one of the world’s tourism market should continue to keep the environment green and clean as one important factor supporting the satisfaction of tourists who visit. Lack of adequate sewage treatment facilities has caused a lot of waste handling is done in a way that is not quite right, very bad impact on the future of nature conservation and the management of assets in the tourist area. Compost House civilizing campaign in waste recycling by establishing Compost House in every village throughout the village of Ubud (6 villages), as well as educate the public / every household to sort organic and non-organic, which can be used as compost. The concept of “eco design” used and iconic visual style, with attention to environmental design (eco-friendly) on an ongoing basis. Media in the form of a guidebook, with displays of organic waste which could

649 directly returned to nature, in our daily lives to foster a culture of managing waste that is environ- mentally friendly, with a target to invite participation by each individual household and children school age (primary school – senior high school), As the tourist village of Ubud is committed to preserve the nature. Key words: Tourist village, Garbage, Compost House, handbook, Housekeeping.

LATAR BELAKANG MASALAH Ubud merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, secara umum Ubud berada di kawasan sangat strategis, yang terletak diantara sawah, hutan dan jurang-jurang yang membuat alam Ubud hijau dan indah, terdapatobjek wisa- ta yang terkenal di mancannegaraWisata Mandala Wenara Wana yang lebih dikenal Monkey Forest.Selain itu Ubud juga terkenal karena seni dan budaya bahkan sebagai pusat kesenian di Bali, yang berkembang sangat pesat dan maju. Denyut nadi kehidupan masyarakat Ubud ti- dak lepas dari kesenian ataupun berkesenian dan pariwisata, disini banyak pula terdapat galeri- galeri seni dan museum puri lukisan yang pertama di Kabupaten Gianyar, serta berbagai tempat pertunjukan musik dan tari seperti kecak, barong hiburan para wisatawan yang digelar malam hari disetiap penjuru desa. Alam Ubud yang sebagai salah satu daerah kunjungan pariwisata duniasemestinya terus menjaga lingkungan yang hijau dan bersih sebagai salah satu faktor penting pendukung kepua- san wisatawan yang berkunjung. Namun demikian, kurangnya fasilitas pengolahan sampah yang memadai telah menyebabkan penanganan sampah di wilayah Ubud selama ini banyak dilakukan dengan cara yang kurang tepat. Hal ini mempunyai dampak buruk pada kelestarian alam yang sebenarnya merupakan salah satu aset dalam pengelolaan daerah wisata. Rumah Kompos Padangtegal adalah lembaga desa milik Desa Padangtegal Kecamatan Ubud, Program ini mendukung program pemerintah yaitu Go Clean and Green dimana mendirikan Rumah Kompos Padangtegal,sekaligus mendidik masyarakat/setiap rumah tangga untuk belajar serta mengajak memilah sampah seperti sampah organik dan non organik, dan bagaimana mendaur ulang sampah sebagai pupuk kompos padat maupun kompos cair yang bisa digunakan di hala-

man rumah/kebun. Berdasarkan penangganan sampah selama ini, dimana sampah tidak dipilah (dicam- pur) antara sampah organik dan non-organik, dan penanganan kurang tepat seperti di bakar,

650 dibuang keselokan di timbun atau di kirim ke TPA tidak resmi. Muncul keinginan untuk memperbaiki situasi tersebut, dengan cara membangun dan memiliki pengelolahan sampah mandiri, keinginan tersebut bisa terwujud dengan membangun dan memiliki Rumah Kompos dan petugas pengelola sampah sendiri di setiap masing-masing Desa di Kelurahan Ubud, yang berjumlah enam Desa. Dengan memiliki fasilitas pengelolaan sampah mandiri, setiap Desa di Kelurahan Ubud bisa memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari pengolahan sampah tersebut, misalnya dengan mengelola sampah organik yang terbuang menjadi kompos padat/ cair yang bisa digunakan di halaman/kebun rumah, bisa dengan menjual kepada hotel-hotel, juga sebagai sumber pupuk alami taman-taman di sekitar Ubud. AtaupunRumah Kompos se- bagai wadah /tempat sampah non-organik yang telah dikumpulkan setiap rumah tangga dan dijual ke pengempul atau diproses kembali.

Metode Pengumpulan Data Metode Observasi Lokasi survey adalah di Rumah Kompos Padangtegal – Ubud, adapun kegiatan yang saya lakukan ketika survey saya langsung di ajak terjun kelapangan di sekitaran Desa Padangte- gal Ubud yang masih terdapat sampah berserakan di jalan dan hari minggu mahasiswa ikut berpatisipasi dalam kegiatan Pemuda Desa Pekraman Padangtegal mengadakan kerja bakti membersikan area tukad di kawasan pura Desa dan Puseh Padangtegal yang akan ada Upacara Yadnya.

Metode Wawancara Interview atau wawancara dipergunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengadakan wawancara dengan nara sumber atau responden. Teknik wawancara mem- punyai kelebihan yakni penanya dapat menerangkan secara detail pertanyaan–pertanyaan yang diajukan. Pewawancara dalam mewawancarai responden hendaknya memenuhi syarat-syarat : Dalamhal ini penulis melakukan wawancara dengan Manager Rumah Kompos Padangtegal Supardi Asmorobangun yang berwenang melungkan waktu untuk memberikan data.

651 Metode Kepustakaan Teknik ini digunakan dalam keseluruhan proses penelitian sejak awal hingga sampai akhir penelitian dengan cara memanfaatkan berbagai macam pustaka yang relevan dengan fenomena sosial yang tengah dicermati. Misalnya mencari informasi data-data pada : buku, artikel, majalah, internet, dan media lainnya yang berkaitan dengan sampah. (Hariwijaya dan Djaelani, 2014: 44).

Metode Dokumentasi Metode Ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang ada dengan jalan merekam suatu gambar dengan kamera foto/vidio serta mengumpulkan arsip dan gambar men- genai Rumah Kompos Padangtegal – Ubud.

Instrumen/Alat pengumpulan Data a. Adapun alat dan bahan yang mahasiswa gunakan waktu melakukan survey di Rumah Kom- pos Padangtegal, didalam menentukan masalah-masalah yang akan digunakan sebagai ac- uan mahasiswa dalam membuat sebuah media adalah sebagai berikut : Buku tulis dan pulpen untuk mencatat hal-hal penting yang bersangkutan dengan data yang diperlukan mahasiswa, beserta jawaban –jawaban dari pihak Rumah Kompos Padangtegal yang di ajukan mahasiswa. b. Kamera Canon DSLR 600D untuk mendokumentasikan media-media apa saja yang sudah ada, bagaimana tempat disana, bagaimana sistem/proses pengolahan sampah menjadi kompos. c. Handphone untuk merekam percakapan, cerita ataupun jawaban yang di ajukan mahasiswa. d. Laptop dan internet untuk mengetik, mencatat jawaban dari pertanyaan mahasiswa, internet untuk browsing lebih luas mengenai sampah.

PEMBAHASAN Penjaringan ide desain pada media komunikasi visual berupa ide-ide sebagai pemecah masalah, hasil sharing dengan beberapa orang terkait dengan kasus. Adapun konsep “eco de-

sign” adalah desain yang memeperhatikanlingkungan hidup (ramah lingkungan) dimana sebuah gerakan berkelanjutan yang menciptakan terciptanya perancangan, pelaksanaan dan

652 pemakaian material yang ramah lingkungan serta penggunaanenergi dan sumber daya yang efektif. Menampilkan ilustrasi ikonik (kesederhanaan) yang mudah untuk dimengerti serta pe- san emosional, yang bersifat mengajak setiap warga/masing-masing rumah tangga untuk ikut berpatisipasi dalam menjaga lingkungan hidup. Bentuk visual menggunakan gaya desain “Ikonik” yaitu menggunakan visual/gambar dengan ikon-ikon, pengertian ikon adalah bentuk yang paling sederhana, dengan menampilkan bagian yang paling esensial dari bentuk tersebut. Bentuk visual dan desain dengan flat desain. Ilustrasi ini digunakan untuk memberikan kemudahan menyampaikan informasi, sederhana, kesan yang lebih menonjolkan ilustrasi.

Buku Panduan Panduan bagi masyarakat (rumah tangga) dalam mengenal dan belajar bagaimana cara pengo- lahan daur ulang sampah dimulai dari memilah sampah organik dan non-organik.

Gambar 1.BukuPanduan Sumber :Dok. Pribadi 2016

Packaging Kemasan yang bertujuan untuk melindungi sebuah produk saat akan dikirim, disimpan atau dijajakan. Fungsinya sebagai media pelindung dari buku panduan.

Gambar 2. Packaging

Sumber :Dok. Pribadi 2016

653 Infografik Menyajikan pesan atau informasi dengan menggunakan grafik-grafik (gambar), yang akan ditempatkan di dinding sekolah mengajak anak diusia sekolah.

Gambar 3.Infografik

Sumber :Dok. Pribadi 2016

X-Banner Penyangga berbentuk “X”, media ini akan ditempatkan di setiap acara sosialisasi atau di hari lingkungan hidup nasional, dari pihak Rumah Kompos yang sebagai komunikator.

Gambar 4.X-Banner

Sumber :Dok. Pribadi 2016

Poster Media publikasi yang terdiri dari tulisan, gambar ataupun kombinasi antar keduanya dengan tujuan memberikan informasi kepada khalayak ramai. Poster biasanya dipasang ditem- pat- tempat umum seperti sekolah, kantor, pasar, mall dan lainnya.

654 Gambar 5.Poster

Sumber :Dok. Pribadi 2016

T-Shirt Media kampanye yang murah meriah, dalam t-shirt yang kita gunakan di dalam ke- hidupan sehari-hari.

Gambar 6.ThumbnailT-Shirt

Sumber :Dok. Pribadi 2016

Tote Bag Berbentuk kotak dan terbuka yang dilengkapi dengan dua buah tali. Kampanyei su-isu lingkun- gan berkaitan dengan penggunaan tas plastic sekali pakai

Gambar 7.Tote Bag

Sumber :Dok. Pribadi 2016

655 Sign System di tong sampah Sebuah tanda berwujud kata atau gambar dalam penyampaian sebuah pesan atau informasi.

Gambar8.Sign System di tong sampah

Sumber :Dok. Pribadi 2016

Mobile Advertising Sarana media kampanye ditargetkan mencapai orang-orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar ruangan.

Gambar 9.Mobile Advertising

Sumber :Dok. Pribadi 2016

Katalog Katalog Karya, digunakan untuk menunjukan atau memberikan informasi kepada audien keti- ka mengadakan pameran, sehingga mereka tahu tentang media apa saja yang dirancang.

Gambar 10.Katalog

Sumber :Dok. Pribadi 2016

656 Eksekusi Final Desain (semua media) Eksekusi final desain merupakan tahap akhir dari perancangan tata visual baik desain maupun konsep telah menjadi satu kesatuan yang siap dipresentasikan. a. BukuPanduan

Gambar 11. Eksekusi Final Desain Buku Panduan

Sumber : Dok.Pribadi 2016

b. Packaging

Gambar 12.Eksekusi Final Desain Packaging Buku

Sumber :Dok.Pribadi 2016 c. Infografik

Gambar 13.Eksekusi Final Desain Infografik

Sumber :Dok.Pribadi 2016

657 d. X-Banner

Gambar 14.Eksekusi Final Desain X-Banner

Sumber :Dok.Pribadi 2016

e. Poster

Gambar 15.Eksekusi Final Desain Poster

Sumber :Dok.Pribadi 2016

f. T-Shirt

Gambar 6.Eksekusi Final Desain T-Shirt

Sumber :Dok. Pribadi 2016

658 Tote Bag

Gambar 17.Eksekusi Final Desain Tote Bag

Sumber :Dok. Pribadi 2016

Sign System

Gambar 18.Eksekusi Final Desain Sign System

Sumber :Dok. Pribadi 2016

Mobile Advertising

Gambar 19.Eksekusi Final DesainMobile Advertising

Sumber :Dok. Pribadi 2016

659 Katalog

Gambar 20.Eksekusi Final DesainKatalog

Sumber :Dok. Pribadi 2016

PENUTUP Kesimpulan Dalam merancang media komunikasi visual yang memuat informasi mengenai media kampanye Rumah Kompos dalam membudayakan daur ulang sampah di Kelurahan Ubud, dilakukan dengan menganalisa data faktual dan aktual sehingga terancang media-media komu- nikasi visual yang terpilih yaitu : Buku panduan, Packaging buku, Infografik, X-Banner, Poster, T-Shirt, Tote bag, Sign system di tong sampah, Mobile advertising dan katalog. Rumah Kompos Padangtegal yang sebagai komunikator terhadap Desa lain di kelurahan Ubud, melalui media komunikasi visual diharapkan agar meniru dan serius dalam penanganan masalah sampah, sebagai daerah wisata demi terciptanya Ubud yang hijau dan bersih. Dilaku- kan melalui menetapkan konsep kreatif, yang didasarkan pada gaya visual “Ikonik” yaitu dida- lam memvisualisasikan media komunikasi visual (gambar) dengan menggunakan ikon-ikon (kesederhanaan). Adapun penerapan gaya visual yang ditampilkan dengan mengutamakan un- sur warna alami yang mendominasi adalah warna hijau dan tipografi berjenis serif (philoso- pher) dan sans serif (calibri).

Saran Diharapkan setelah membaca pengantar karya ini lembaga khususnya Jurusan Desain

Komunikasi Visual, dapat memberikan ilmu desain kampanye, promosi ataupun edukasi yang lebih baik dalam mata kuliah, agar media komunikasi yang akan dibuat untuk selanjutnya bisa lebih baik dan dapat diterima dengan baik oleh target audiens ataupun masyarakat.

660 Bagi mahasiswa diharapkan dengan adanya pengantar karya ini sebagai salah satu literatur da- lam dunia desain, yaitu kampanye yang memberikan manfaat bagi pembacanya dalam peran- cangan media komunikasi visual.

DAFTAR PUSTAKA: Desa pekraman Padangtegal. 2012 Clean&Green gerakan menuju desa wisata bersih & hijau. Lembaga pembangunan Desa Pekraman Padangtegal. Sarwono Jonathan, Lubis Hary. 2007. Metode riset untuk desain komunikasi visual. Yogyakarta: CV.Andi Offset. Tinarbuko Sumbo. 2015. DEKAVE Penanda Zaman Masyrakat Global. Yogyakarta: CAPS (Cen- ter for Academic Publising Service). M.Setiadi Elly, H. Kama, A. Hakam, Sarwono Ridwan, Jonathan. 2006. Metode Penelitian kuan- titatif & kualitatif).Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. M.Hariwijaya, M. Djaelani Bisri. 2014. Teknik Menulis Skripsi & Thesis. Yogyakarta: Hanggar creator. M.Setiadi Elly. H. Kama A. Hakam. Sarwono Ridwan. Effendi 2006/Ilmu Sosial & Budaya Dasar). Jakarta: kencana prenada media group. Supriyono Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Pujiriyanto. 2005. Desain Grafis Komputer Teori Grafis Komputer. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

661 PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR “BALINGKANG” DAN MEDIA PENDUKUNG DALAM MENSOSIALISASIKAN LEGENDA BALI KEPADA ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI DENPASAR

Karina Mega Puspitasari

Abstrak Sejauh ini cerita legenda Bali eksistensinya masih kalah dengan cerita legenda nusantara lainnya dan cerita fiksi luar negeri.Ini terjadi karena masih kurangnya media untuk memperke- nalkan cerita legenda Bali.Saat ini cerita legenda Bali hanya ada pada sebuah majalah religi yang setiap bulannya di tulis oleh Made Taro.Hingga saat ini cerita legenda Bali menghadapi tanta- ngan yaitu harus tetap tumbuh di saat zaman modern ini. Diharapkan cerita legenda Bali bisa bersaing dengan cerita fiksi luar negeri. Salah satu upaya untuk mempertahankan keeksistensinya dan memperkenalkan kem- bali cerita legenda Bali adalah dengan buku cerita bergambar yang menarik dan komunikatif. Untuk membuat buku cerita bergambar harus memperhatikan berbagai aspek yang menjadi pertimbangan demi terciptanya media yang dapat diterima oleh target audience dan mampu menjawab permasalan yang dihadapi saat ini.Selain itu diperlukan juga media pendukung un- tuk buku cerita bergambar tersebut.Dimana ini merupakan sebuah strategi yang kreatif untuk menarik target audience. Metode yang digunakan dalam pembuatan buku cerita bergambar ini adalah metode analisis data kualitatif.Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan varia- bel-variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pe- nelitian.Setelah itu dibuatkanlah buku cerita bergambar untuk memperkenalkan cerita legenda Bali dan juga dibuatkan media pendukungnya berupa packaging, paper bag, puzzle, dan x-ban- ner.Dimana media-media ini merupakan sebuah strategi yang kreatif untuk menarik minat tar- get audience dalam usaha memperkenalkan kembali legenda Bali di Denpasar. Kata Kunci : Cerita Legenda Bali, Balingkang, Buku cerita bergambar

662 DESIGN OF PICTURE STORY BOOKS AND MEDIA SUPPORT OF “BALINGKANG” FOR INTRODUCE THE BALINESE LEGEND STORY FOR ELEMENTARY SCHOOL STUDENT IN DENPASAR

Abstract So far the existence of Balinese legend story still losing by the other archipelago legends and foreign fiction story. This happens because of the lack of media for introducing Balinese legend sto- ry. Currently Balinese legend story only can be found in a religious magazine that published every monthly and written by Made Taro.Until now the Balinese legend story is facing the challenges that must continue to grow in this modern days. Balinese legend story expected can be compete with foreign fiction story. One of the efforts to preserve and reintroduce the existence of Balinese legend story is with a picture books that attractive and communicative. To make a picture book it must be consider the various aspects to be considered for the creation of media that can be accepted by the target audi- ence and be able to answer the problem that we faced today. Other tasks include supporting media of a picture books. Where this is a creative strategy to attract the target audience. The method that we used in the manufacture of picture books are qualitative data analysis methods. The aim was to ensure that researchers get the meaning of the relationship variables that can be used to address the problems outlined in the study. After that, we make picture books to introduce Balinese legend story and also made a supporting media such as packaging, paper bag, puzzles, and x-banner. Where this media is a creative strategy to attract the target audience in ef- forts to bring back the Balinese legend story in Denpasar. Keyword : Design, Picture story book, Balinese legend story

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Cerita Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistime- waan tokohnya. (Wardaya, 2009:28) Begitu banyak cerita legenda yang terdapat di Bali dan san- gat menarik untuk disimak sejarahnya dan moral yang terkandung di dalam ceritanya.Cerita Legenda sendiri pun memiliki beberapa jenis yaitu legenda keagamaan, legenda alam gaib, leg- enda perorangan, dan legenda (tempat) lokasi.Salah satu jenis legenda yang sangat menarik un-

663 tuk dibahas adalah legenda tempat yang dapat menceritakan sejarah tentang asal muasal suatu daerah, objek wisata, atau bangunan. Legenda (tempat) lokasi adalah kisah yang berhubungan dengan nama suatu tempat atau bentuk topografi suatu daerah, legenda ini berkembang hampir di semua tempat di Indonesia. Salah satu cerita legenda mengenai (tempat) lokasi adalah Bal- ingkang. Sejarah dan moral yang terkandung dalam cerita legenda Balingkang sangat baik untuk disimak oleh anak-anak.Sejarahnya sangat baik dalam segi pengetahuan dalam tempat, kebu- dayaan dan agama.Sedangkan untuk moral sangat baik ditanamkan untuk anak-anak sejak dini mengenai perbedaan ras dan keyakinan.Hingga saat ini, cerita legenda Bali menghadapi tanta- ngan yang cukup berat untuk bisa tetap tumbuh dan berkembang di masyarakat, dimana cerita legenda Bali juga harus bisa bersaing dengan cerita fiksi dari luar negeri. Anak-anak saat ini leb- ih mengenal kartun dan cerita fiksi dari luar negeri seperti Spongebob, Naruto, superhero dan Disney Princess.Hal ini dikarenakan cerita-cerita maupun gambarnya lebih dominan muncul di hadapan mereka, maupun dari media elektronik, media cetak, ataupun benda-benda seperti tas dan kotak pensil yang sering kita temui memiliki gambar-gambar kartun tersebut. Sejauh ini eksistensi cerita legenda Bali di masyarakat masih sangat kurang dibanding- kan dengan cerita-cerita luar negeri dan cerita-cerita lokal dari provinsi lain seperti cerita , Timun Emas, dan Roro Jonggrang. Salah satu penyebab hal ini bisa terjadi karena kurangnya media pengenalan untuk cerita legenda Bali.Sejauh ini cerita legenda Bali hanya bisa ditemukan dalam sebuah majalah rohani, dalam rubrik Legenda yang tersedia dua halaman yang setiap bulannya ditulis oleh Made Taro. Berdasarkan tinjauan lapangan yang dilakukan oleh penulis ke toko buku Gramedia, Toga Mas, dan Tiara Dewata yang di Denpasar.Di bagian bacaan anak-anak sebagian besar diisi oleh buku cerita fiksi terjemahan dan beberapa buku cerita nusantara.Secara visual wujud dan tampilan buku terlihat lebih menarik karena dilengkapi ilustrasi dan warna.Selain itu, beberapa buku juga memberikan bonus seperti berupa sticker yang diletakkan di dalam buku. Sedangkan untuk buku mengenai cerita legenda Bali belum ada sama sekali, namun beberapa toko buku masih menjual buku dongeng Bali. Dilihat dari buku dongeng Bali yang beredar, buku-buku

tersebut tidak terlihat menarik karena tidak menekankan pada aspek ilustrasi dan warna. Agar nilai-nilai kebudayaan lokal tetap terjaga maka diperlukannya pelestarian dini.Hal

664 itu dapat dilakukan kepada anak-anak, dimana saat ini nilai-nilai budaya kerap dilupakan oleh anak-anak sekolah.Perkembangan teknologi yang sangat pesat, anak-anak sangat mudah ter- pengaruh dengan budaya luar negeri. Hal ini sebenarnya memiliki dampak positif untuk anak- anak bagi perkembangannya, di sisi lain hal ini terdapat dampak negatifnya seperti nilai-nilai budaya makin terpinggirkan pada diri anak-anak itu sendiri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperkenalkan cerita Legenda Baling- kang ini dengan memanfaatkan media komunikasi visual sebagai media sosialisasi cerita leg- enda ini.Media komunikasi visual merupakan media penyampaian pesan melalui perancangan unsur-unsur visual yang dapat menarik perhatian anak-anak untuk membaca cerita Legenda Balingkang ini.Oleh karena itu, penulis berupaya untuk mendisain buku cerita legenda bergam- bar dengan menggunakan unsur-unsur komunikasi visual sehingga dapat membantu menarik minat anak-anak dalam mebaca buku cerita bergambar Balingkang. Desain Komunikasi Visual memiliki peran untuk merancang media buku cerita ber- gambar yang dapat menarik perhatian anak-anak untuk membacanya. Desain Komunikasi Vi- sual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang di- aplikasikan dalam pelbagai media komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi, dan lay-out. Semua itu dilakukan guna meyampaikan pesan secara visual, audio, dan/atau audio visual kepada tar- get sasaran. (Tinarbuko, 2013:24)

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana buku cerita bergambar yang sesuai untuk mensosialisasikan cerita Legenda Balingkang untuk anak-anak sekolah dasar di Denpasar? 2. Bagaimana merancang media buku yang efektif dan komunikatif yang sesuai dengan kebutuhan serta dapat menarik perhatian anak-anak agar muncul keinginan untuk membaca cerita legenda?

3. Bagaimana merancang media pendukung yang sesuai untuk buku cerita Balingkang dalam mensosialisasikan legenda Balingkang untuk anak-anak sekolah dasar di Denpasar?

665 1.3 Metode Perancangan Metode Observasi Kegiatan observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan sistemati- ka fenomena yang diselidiki.Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun mungkin dapat diulang (Sukandarrumidi, 2004:69). Penulis melakukan Observasi ke beberapa toko buku dan toko ma- jalah di Denpasar, seperti Toga Mas, Gramedia, Periplus, Tiara Dewata dan Garuda Wisnu un- tuk melihat keberadaan buku cerita legenda Bali.

Metode Wawancara Wawancara adalah suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan tel- inga sendiri dari suaranya (Sukandarrumidi, 2004:88). Penulis melakukan wawancara dengan narasumber yaitu, Bapak Made Taro yang merupakan sosok yang masih aktif dalam kegiatan menulis buku mengenai dongeng, legenda bali, permainan tradisional Bali dan menulis artikel di majalah maupun koran mengenai legenda atau dongeng Bali. Dan menjadi narasumber di sebuah stasiun televisi.

Metode Dokumentasi Metode pengumpulan data dengan mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkirp, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. (Arikunto, 2010:274)

Metode Kepustakaan Metode ini memerlukan bahan yang bersumber dan perpustakaan.Bahan ini meliputi buku-buku, majalah-majalah, pamphlet dan bahan documenter lainnya (Nustion, 2011:113). Dalam hal ini, penulis mencari dan mengumpulkan data baik secara literatur maupun menggu- nakan internet sebagai bahan referensi dalam penyusunan proposal tugas akhir.

666 1.4 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis data kualitatif.Analisis kualitatif merupakan analisis yang didasarkan pada adanya hubungan semantis antar variabel yang sedang diteliti.Tujuannya ialah agar peneliti mendapatkan makna hubungan variabel-vari- abel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Hubungan antar semantis sangat penting karena dalam analisis kualitatif peneliti tidak meng- gunakan angka-angka seperti pada analisis kuantitatif.Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, tera- tur, terstruktur dan mempunyai makna. (Sarwono, Lubis, 2007:110)

1.5 Konsep Perancangan Konsep yang akan digunakan sebagai acuan dalam perancangan media buku cerita ber- gambar dan beberapa media pendukungnya adalah dengan konsep Edukatif dan Menyenang- kan. Konsep Edukatif dan Menyenangkan ini adalah suatu konsep perancangan dimana nanti anak-anak akan mendapatkan hiburan dari media yang akan dibuat dan juga mendapatkan pendidikan yang bermanfaat yang berupa sejarah dan nilai-nilai moral seperti perbedaan ke- budayaan dan keyakinan.

II. PEMBAHASAN 2.1. Tinjauan Literatur Tentang Cergam Buku cerita bergambar adalah buku cerita yang disajikan dengan menggunakan teks dan ilustrasi atau gambar.Buku ini biasanya ditujukan pada anak-anak. Untuk anak usia sekolah dasar kelas rendah, gambar berperan penting dalam proses belajar membaca dan menulis. Buku bergambar lebih memotivasi mereka untuk belajar. Dengan buku bergambar yang baik, anak- anak akan terbantu dalam proses memahami dan memperkaya pengalaman dari cerita.(https:// eprints.uns.ac.id/17770/3/BAB_II.pdf)

2.2 Tinjauan Buku Cerita Bergambar Yang Akan Dirancang

2.2.1 Tinjauan Dari Segi Ide dan Tema Cerita Cerita yang diangkat dalam perancangan buku cerita bergambar ini adalah Balingkang,

667 yang merupakan cerita legenda Bali yang sudah berkembang turun temurun di Bali. Cerita ini memiliki tema perbedaan budaya dan keyakinan. Cerita ini menceritakan seorang Raja Bali dan Putri Cina yang ingin menikah namun ditentang oleh penasihat raja karena masalah perbedaan budaya dan keyakinan. Sang Raja tidak menghiraukan nasihat dari penasihat raja dan tetap akan melangsungkan pernikahannya dengan Putri Cina itu karena menurutnya perbedaan bu- kan halangan.

Tinjauan Dari Aspek Dasar Filosofi Dasar pemikiran dari pembuatan buku cerita bergambar ini adalah untuk melestarikan cerita legenda Bali yang sampai saat ini kurang mendapat perhatian dari generasi muda khu- susnya anak-anak yang tinggal di Kota Denpasar. Legenda ini perlu dilestarikan salah satunya dengan cara membuat buku cerita bergambar.

Tinjauan Faktor Eksternal atau Faktor Sosial Cerita Legenda Bali penuh dengan sejarah dan kearifan lokal.Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat (local wisdom) sudah ada di dalam kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman pra-sejarah hingga saat ini, kearifan lingkungan merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setem- pat. (Samiyono, 2014:251)

2.2.4 Tinjauan Pesan dan Peranan Buku Cerita Bergambar Sebagai Media untuk Menyampaikan Pesan Sebagai media untuk menyampaikan pesan, buku cerita bergambar ini berfungsi sebagai sarana hiburan dan pendidikan untuk anak-anak. Selain dapat memperkenalkan kembali cerita legenda Bali, secara tidak langsung cerita dalam buku tersebut dapat memberikan pendidikan karakter melalui pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya seperti mengenai perbedaan budaya dan juga dapat memberikan pengetahuan mengenai sejarah yang terkandung dalam

sebuah cerita legenda.

668 2.3 Analisis Kelemahan dan Kelebihan Cerita yang akan diangkat ke dalam buku cerita bergambar ini adalah Balingkang yang banyak mengandung nilai sejarah dan moral yang baik untuk anak-anak. Dengan alur cerita yang penuh konflik, tidak akan membuat anak-anak cepat bosan untuk mengikuti cerita ini. Ilustrasi yang akan digunakan dalam perancangan ini adalah semi realis dengan perpaduan warna yang menarik untuk anak-anak. Kelemahan dari buku ini adalah kalau dijual, harganya akan lebih mahal jika dibandingkan dengan buku cerita Bali yang sudah lebih dulu beredar di pasaran. Ini dikarenakan perwujudan buku akan diusahakan seperti buku-buku yang sudah beredar di pasaran. Buku cerita yang sudah beredar memiliki wujud fisik yang sangat menarik bahkan buku cerita lokal seperti Timun Emas pun memiliki wujud fisik yang hampir sama sep- erti cerita-cerita terjemahan yang sudah ada.

2.4 Simpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab ini, masalah utama adalah masih kurang- nya buku-buku untuk memperkenalkan cerita legenda Bali di kalangan masayarakat. Kurangn- ya media ini diikuti juga dengan kurang menariknya tampilan dari buku-buku tersebut, sehing- ga membuat anak-anak enggan untuk membacanya, selain itu buku cerita dari luar negeri yang tampilannya lebih menarik dan bersaing dengan harga yang hampir sama, membuat anak-anak lebih memilih buku cerita luar negeri. Jika dibiarkan terus-menerus, keberadaan legenda Bali akan semakin terlupakan. Terlebih lagi untuk buku cerita yang mengkhusukan untuk cerita legenda Bali belum ada bukunya di tempat-tempat besar seperti Gramedia. Buku cerita legenda Indonesia cukup banyak tapi untuk cerita legenda Bali sama sekali tidak ada di bagian bacaan anak-anak. Anak-anak zaman sekarang lebih tertarik dengan cerita modern dari luar negeri de- bandingkan dengan cerita lokal, hal ini dapat membuat cerita legenda Bali menjadi terlupakan.

2.5 Usulan Pemecahan Masalah Oleh sebab itu, maka dibuatlah media buku cerita bergambar yang lebih menarik dengan menggunakan banyak warna dan penggunaan ilustrasi yang lebih menarik, sehingga diharap- kan anak-anak berkeinginan membaca dan mengetahui salah satu dari cerita legenda yang ada di Bali yaitu “Balingkang”.

669 2.6 Konsep Kreatif Konsep adalah salah satu hal yang sangat penting dalam proses mendesain,ini disebab- kan tidak lain karena konsep sendiri adalah dasar inspirasi yang nantinya akan digunakan se- bagai acuan desainer dalam mendesain media-media komunikasi visual. Dalam perancangan buku cerita bergambar Balingkang untuk anak Sekolah Dasar di Denpasar ini, konsep yang akan digunakan sebagai acuan dalam perancangan media buku cerita bergambar dan media pendukungnya adalah dengan konsep Edukatif dan Menyenangkan. Jadi selain edukatif, buku yang akan dibuat juga mengandung unsur hiburan dengan ilustrasi dan warna yang beragam, target sasaran juga bisa mengambil nilai-nilai moral dan sejarah yang terdapat pada cerita terse- but.Untuk mendukung konsep tersebut, buku cerita bergambar akan dilengkapi dengan media yang dapat mendukung keberadaan dari buku ini. Media yang akan dibuat haruslah mempu- nyai keterkaitan dengan isi dari buku cerita bergambar. Adapun media pendukung yang akan dibuat adalah packaging, paper bag, puzzle, x-banner, dan katalog karya.

1. Target Audience Target audience dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran primer dan sasaran sekunder a. Sasaran Primer Demografis - Laki-laki dan Perempuan - Usia 8-12 tahun Geografis - Tinggal di Denpasar, Bali Psikografis - Tertarik pada ilustrasi - Pada usia8-12 tahun, anak-anak lebih mudah dididik prilaku anak telah tenang dan anak bersemangat, anak mulai mengembangkan wawasan dan pengalamannya (Pra setyono, 2008:83). Behavioral

- Ingin membaca buku - Ingin membeli buku

670 - Yang berkunjung ke toko buku b. Sasaran Sekunder Demografis - Laki-laki dan Perempuan - Usia 30-40 tahun - Memiliki anak usia 8-12 tahun Geografis - Tinggal di Denpasar, BalI Psikografis - Peduli terhadap perkembangan kemampuan intelektual dan moral anaknya - Peduli terhadap perkembangan pengetahuan anaknya tentang kebudayaan Behavioral - Membutuhkan media pendidikan dan informasi yang menghibur - Mendukung perkembangan kemampuan dan moral anaknya.

2. Format dan Ukuran Buku Cergam Buku cerita bergambar akan dibuat dengan ukuran lrbsr 15 cm dan tinggi19.5 cm dan berjumlah kurang lebih30 halaman. Format penyajian buku cerita bergambar akan dibuat sep- erti buku cerita pada umumnya. berikut ini adalah format dari buku cerita bergambar yang akan dibuat: Cover depan, halaman judul dalam, halaman hak cipta, halaman isi , cover belakang

3. Gaya Visual Grafis Gaya visual yang akan digunakan dalam perancangan buku cerita bergambar ini adalah gaya semirealis, dimana gaya ini merupakan penggabungan dari gaya kartun dengan gaya realis. Pada gaya semirealis, penggambaran mengikuti bentuk anatomi tubuh yang sebenarnya, namun ada penyederhanaan dalam bentuk sehingga tidak sedetail seperti gaya realis biasanya(Gozal, 2015:41).

4. Teknik Visualisasi

Pembuatan visual dilakukan dengan penggabungan teknik manual dan digital.pembua- tan karakter diawali dengan pembuatan sketsa dan diwarnai dengan cat air. Kemudian di scan

671 untuk diolah menggunakan software pengolah gambar yang ada di komputer. Pengolahan me- liputi pemberian kesan gelap terang pada objek, dilanjutkan dengan proses melayout gambar dam memasukkan teks menggunakan software Adobe Photoshop dan Adobe InDesign.

5. Teknik Cetak Teknik cetak yang digunakan dalam perwujudan media buku cerita bergambar ini ada- lah teknik digital printing. Teknik digital printing merupakan suatu teknik cetak tanpa melalui proses pembuatan acuan cetak, melainkan melalui proses digital. Dalam cetak digital printing semua proses pencetakan dilakukan dan dikontrol secara digital dan memiliki metode peninta- an yang berbeda sesuai dengan teknologi masing-masing (Dameria, 2007:75

6. Gaya Layout Layout adalah usaha untuk menyusun, menata, atau memadukan unsur-unsur komuni- kasi grafis (teks, gambar, tabel, dll) menjadi media komunikasi visual yang komunikatif, estetik, dan menarik (Hendratman, 2014:197).Gaya layout yang akan digunakan yaitu proporsi gambar lebih dominan dibanding teks. Penempatan teks memanfaatkan white space yang ada pada be- berapa halaman cerita.gaya layout ini akan memberikan ruang tersendiri untuk ilustrasi dan teks, sehingga ilustrasi dan teks dapat dinikmati secara utuh.

7. Tone Warna Kombinasi warna yang akan digunakan dalam pembuatan buku ini adalah kombinasi dari warna-warna panas dan warna-warna dingin. Warna-warna dingin lebih ditekankan da- lam pewarnaan background pada ilustrasi karena sesuai latar tempat pada cerita yaitu berupa hutan, pegunungan, dan pewarnaan pada background jika background tersebut tidak terdapat ilustrasi.Sedangkan kombinasi warna-warna panas sebagian besar digunakan untuk pewarnaan tokoh-tokoh dalam cerita, latar belakang bangunan kerajaan dan ruangan dalam kerjaaan, dan pewarnaan pada tanah, rumput atau lantai.

672 8. Tipografi Tipografi merupakan ilmu memilih dan menata huruf sesuai pengaturannya pada ru- ang – ruang yang tersedia guna menciptakan kesan tertentu, sehingga menolong pembaca mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin (Wibowo, 2013:115). Tipe huruf yang akan digunakan dalam perancangan buku cerita bergambar ini adalah Sans Serif. Secara spesifik nama huruf yang akan digunakan untuk teks pada buku cerita bergambar yang akan dibuat adalah Myanmar MN.

9. Finishing Jenis Kertas :KertasArt paper 150 gr untuk lembar isi Kertas Art Paper 260 gr Jenis cover :Hardcover Jenis Jilid :Buku ini akan menggunakan jilid tempel, dimana penjilidan dilakukan dengan menempelkan bagian belakang satu sisi lembar halaman dengan bagian belakang sisi lembar halaman lainnya.

2.8. Visualisasi Desain a. Buku Cerita Bergambar Nama Media : Buku Cerita Bergambar Ukuran : 19.5 cm x 15 cm Bahan : Kertas Art Paper Teknik Cetak : Cetak Digital

b. Packaging

Nama Media : Packaging Ukuran : 21.5 cm x 16.5 cm Bahan : MDF 33 mm dan Adhesive Teknik Cetak : Cetak Digital

673 c. Paper Bag Nama Media : Paper Bag Ukuran : 34 cm x 26.5 cm Bahan : Albatros Teknik Cetak : Teknik Digital

d. Puzzle Nama Media : Puzzle Ukuran : 21 cm x 16.5 cm Bahan : Karton Board 3 mm Teknik Cetak : Cetak Digital

e. X-banner Nama Media : X-Banner Ukuran : 160 cm x 60 cm Bahan : Frontile Teknik Cetak : Cetak Digital

f. Katalog Karya

Nama Media : Katalog Karya Ukuran : 21 cm x 14.8 cm Bahan : Art Paper 210 gr dan Art Paper 150 gr Teknik Cetak : Cetak Digital

III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan Buku cerita bergambar yang sesuai untuk mensosialisasikan cerita legenda Balingkang

untuk anak-anak sekolah dasar di Denpasar adalah buku cerita bergambar yang menarik dan komunikatif.Buku cerita bergambar yang dibuat adalah dengan memadukan ilustrasi dari cer-

674 itanya dan warna yang menarik agar anak-anak tertarik dalam membaca cerita legenda Bali. Dalam proses perancangan buku cerita bergambar ini, haruslah memperhatikan berbagai aspek yang menjadi pertimbangan demi terciptanya media yang dapat diterima oleh target audience dan mampu menjawab permasalan yang dihadapi saat ini, yaitu masih kurangnya media buku yang memuat tentang cerita legenda Bali di Denpasar.Untuk dapat mendukung media uta- ma yaitu buku cerita bergambar, dibuatlah media pendukungnya yaitu, packaging, paper bag, puzzle, dan x-banner.Dimana media-media ini merupakan sebuah strategi yang kreatif untuk menarik minat target audience dalam usaha mensosialisasikan legenda Bali di Denpasar.

3.2 Saran Begitu banyak dan besar potensi-potensi budaya di Indonesia yang bisa diangkat dan bisa dile- starikan dengan cara mensosialisasikan kembali melalui media-media yang menarik agar bu- daya tersebut tetap lestari.Untuk saat ini setidaknya upaya dalam melestarikan keragaman bu- daya Indonesia digalakkan.Khusunya budaya Bali agar selalu terjaga kelestariannya.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Dameria, Anne. (2007). Basic Printing Panduan Dasar Cetak untuk Designer dan Industri Grafika. Jakarta. Link Match Grafik. Gunawan,Sinta.”Perancangan Buku cerita bergambar sebagai media pengenalan permainan tradisional Jawa Tengah untuk anak-anak usia 6-8 tahun”.Final Project. Petra Chris- tian University.2012. Islami, Maulid Alam. “Perancangan Cergam Cerita Rakyat Memecah Matahari.” UNIKOM (2010) Jonathan Sarwono.,& Harry Lubis. (2007). Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual. Yo- gyakarta: C.V Andi Offset Nasution,S.2011. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara

Pujiriyanto. 2005. Desain Grafis Komputer (Teori Desain Grafis Komputer). Yogyakarta: C.V ANDI Offset

675 Rustan, Surianto. 2014. Lay Out Dasar Dan Penerapannya. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama Samiyono, David (2014). “Resistensi Agama dan Budaya Masyarakat” Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2014. Sangadji, Etta Mamang., sopiah. (2010). Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis dalam Pene- litian. Yogyakarta: Andi. Stein, Sammy. “How Books Affect Children.” Helium - Where Knowledge Rules. 28 September 2008. Helium Incorporation. 2 Maret 2016. . Sukandarrumidi. (2004). Metode Penelitian Petunjuk Praktis untuk Penelitian Pemula. Yogya- karta: Gadjah Mada Yogyakarta Press Tinarbuko, Sumbo. (2008). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta. Jalansutra. Wardaya. (2009). Cakrawala Sejarah 1. Dalam Wardaya, Cakrawala Sejarah 1 (hal. 28). Jakarta: PT. WIDYA DUTA GRAFIKA. https://eprints.uns.ac.id/17770/3/BAB_II.pdf https://en.wikipedia.org/wiki/Picture_book http://yogyakartas.com/product/paper-bag/ http://www.scribd.com/doc/104952350/Sejarah-Bacaan-Anak-Dr-Murti-Bunanta#scribd http://permainananakmuslim.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-macam-macam-dan-fungsi. html http://sniperdigital.blogspot.co.id/2012/02/x-banner.html http://weloveblitar.blogspot.co.id/2013/02/karangan-deskripsi-dan-narasi.html http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/684/jbptunikompp-gdl-farizgozal-34165-6-unikom_f-i.pdf http://pelitaku.sabda.org/proses_membuat_buku_buku_komik

676 SOSIALISASI STOP PENGGUNAAN KANTONG PLASTIK MELALUI MEDIA DESAIN KOMUNILASI VISUAL OLEH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI BALI

Oleh: A.A.Aditya Galant Rastama Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Plastik menjadi salah satu bahan yang sering digunakan oleh manusia untuk berbagai hal salah satunya adalah untuk membawa barang belanja. Di samping kegunaannya tersebut plastik juga sering digunakan sebagai bungkus makanan ringan ataupun sebagai bahan campuran un- tuk membuat berbagai hiasan. Di lain sisi plastik juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan sekitar jika sudah tak digunakan lagi.Indonesia menjadi ranking kedua negara penyumbang sampah plastik di lautan. Ranking Indonesia dalam menyumbangkan sampah plastik ke laut hanya dikalahkan oleh China. Rekor baru Indonesia ini tentunya membuat kita semua prihatin. Sekaligus menjadi bukti masih rendahnya kesadaran masyarakat dan negara Indonesia dalam menggunakan dan mengelola sampah plastik. Untuk mendukung proses perancangan digunakan metode pengumpulan data, seperti observasi, wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif. Konsep modern dipilih sebagai konsep dasar perancan- gan sosialisasi stop penggunaan kantong plastik, dimana ilustrasi hand drawing yang di proses dengan tehnik digital ditambahkan, pemilihan warna dasar kuning yang mampu memberikan kesan menarik, Tipografi yang di gunakan adalah jenis huruf Sans Serif. Media yang dibuat meliputi Tote Bag, X-Banner, Spanduk, Poster, T-Shirt, Buku Saku, Iklan majalah, Papper Bag, Social Media dan Katalog. Kata kunci : Desain, Sosialisasi, Kantong Plastik

677 STOP THE USE OF PLASTIC BAGS DISSEMINATION THROUGH VISUAL COMMUNICATION MEDIA DESIGN BY THE MINISTRY OF ENVIRONMENT AND FORESTRY BALI PROVINCE

By: A.A.Aditya Galant Rastama

Abstract Plastic became one of the ingredients that are often used by humans for a variety of things one of which is to carry the shopping. In addition to the usefulness of plastic is also often used as a snack wrap or as an ingredient for making various ornaments. On the other side of the plastic could also have adverse effects for the environment if it is not used anymore. Indonesia became the second ranking contributors plastic waste in the oceans. Ranking Indonesia in donating plastic waste into the sea is only surpassed by China. Indonesia’s new record would make us all concerned. As well as a proof of lack of public awareness and the Indonesian nation in using and managing plastic waste. To support the design process used data collection methods, such as observation, interviews, literature, and documentation are then analyzed using descriptive qualitative analysis. The mod- ern concept of the design chosen as the basic concept of socialization stop the use of plastic bags, in which the illustrations are in the process of hand drawing with digital techniques are added, yellow base color selection, which could give the impression of attractive, Typography in use is Sans Serif typeface. Media made include Tote Bag, X-Banner, Banner, Poster, T-Shirt, Pocket Book, magazine ads, Papper Bag, Social Media and catalog. Keywords: Design, socialization, Plastic Bags

LATAR BELAKANG Dalam laporan Tugas Akhir ini memiliki beberapa faktor latar belakang masalah, dian- taranya adalah sebagai berikut, Plastik menjadi salah satu bahan yang sering digunakan oleh manusia untuk berbagai hal salah satunya adalah untuk membawa barang belanja. Di samping kegunaannya tersebut plastik juga sering digunakan sebagai bungkus makanan ringan ataupun sebagai bahan campuran untuk membuat berbagai hiasan. Di lain sisi plastik juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan sekitar jika sudah tak digunakan lagi.Indonesia menjadi ranking kedua negara penyumbang sampah plastik di lautan. Ranking Indonesia dalam menyumbang- kan sampah plastik ke laut hanya dikalahkan oleh China. Rekor baru Indonesia ini tentunya

678 membuat kita semua prihatin. Sekaligus menjadi bukti masih rendahnya kesadaran masyarakat dan negara Indonesia dalam menggunakan dan mengelola sampah plastik.

1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dapat dirumuskan beberapa mas- alah sebagai berikut: 1. Media apa saja yang sesuai sebagai pendukung sosialisasi stop penggunaan kantong plastik agar mencapai tujuan yang diharapkan? 2. Bagaimana merancang media komunikasi visual yang kreatif dan komunikatif agar memberi informasi yang jelas serta mencapai tujuan yang diharapkan?

1.3 KONSEP PERANCANGAN Konsep dasar perancangan menjadi landasan yang penting dalam proses mendesain nantinya, sehingga media yang dirancang berfungsi baik serta memenuhi kriteria desain. Tu- juan utama media ini nantinya adalah untuk memberikan informasi yang jelas dan dapat mem- pengaruhi khalayak sasaran seperti yang diinginkan.Dalam perancangan media komunikasi visual sebagai media sosialisasi stop penggunaan kantong plastikini menerapkan konsep “Sim- ple Modern” desain yang dibuat akan lebih menonjolkan teks dan tanda - tanda yang menarik minat masyarakat dan kesan yang ditampilkan lebih kreatif dan informatif.

1.4 MEDIA 1. Tote Bag

679 Pada desain Tote Bag, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggu- nakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kan- tong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkungan kita. Ilus- trasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan.

2. X-Banner

Pada desain depan X-Banner, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kantong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkun- gan kita. Ilustrasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan. Pada bagian background terdapat ilustrasi patra ulanda yang dibuat melalui proses digital.

3. Spanduk

680 Pada desain spanduk, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggu- nakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kan- tong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkungan kita. Ilus- trasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan. Pada bagian background terdapat ilustrasi patra ulanda yang dibuat melalui proses digital.

4. Poster

Pada desain Poster, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggu- nakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kan- tong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkungan kita. Ilus- trasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan. Pada bagian background terdapat ilustrasi patra ulanda yang dibuat melalui proses digital.

681 5. T-Shirt

Pada desain T-shirt ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi berupa icon dari sosialisasi stop kantong plastik ditambahkan dengan ilustrasi patra ulanda yang telah dibuat melalui pros- es digital yang akan memberikan unsur tradisional Bali.

6. Cover Buku Saku

Pada desain cover buku saku, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kantong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkun- gan kita. Ilustrasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan. Pada bagian background terdapat ilustrasi patra ulanda yang dibuat melalui proses digital.

682 7. Iklan Majalah

Pada desain iklan majalah, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kantong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkun- gan kita. Ilustrasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan. Pada bagian background terdapat ilustrasi patra ulanda yang dibuat melalui proses digital.

4.2.3.8 Paper Bag

Pada desain paper bag, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggu- nakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar sebuah kan- tong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik tersebut yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkungan kita. Icon ditempatkan pada foto profil karena Ilustrasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat co- cok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harapkan mampu

683 membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan.

9. Social Media

Desain pada bagian foto profi terdapat sebuah icon dari sosialisasi stop penggunaan kantong plastik. Pada bagian banner terdapat ilustrasi dua buah balon percakapan yang serta terdapat ilustrasi patra ulanda yang sudah dibuat melalui proses digital beserta logo dari Ke- menterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

10. Katalog

Pada desain cover catalog, ilustrasi yang digunakan adalah ilustrasi Hand drawing menggunakan finising komputer. Pada Ilustrasi hand drawing di buat icon berupa gambar se- buah kantong plastik yang menyeramkan dan berisi tanda larangan untuk kantong plastik terse- but yang menggambarkan dampak dari kantong plastik yang menyeramkan bagi lingkungan

kita. Icon ditempatkan pada foto profil karena Ilustrasi ini digunakan karena ilustrasi tersebut sangat cocok dan mudah diingat oleh target sasaran yaitu masyarakat yang nantinya di harap-

684 kan mampu membuat masyarakat turut berpartisipasi dalam mengurangi pemakaian kantong plastik yang membahayakan lingkungan.

1.5 KESIMPULAN Setelah melakukan pengamatan dan penelitian pada studi kasus Desain Komunikasi Visual untuk mensosialisasikan stop penggunaan kantong plastik maka berdasarkan uraian- uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal se- bagai berikut, melalui perancangan media komunikasi visual untuk media yang dapat mem- berikan informasi dengan membentuk sebuah sosialisasi tentang stop penggunaan kantong plastik. Dengan adanya sosialisasi tersebut dilakukan beberapa tahap komunikasi salah satunya dengan merancang media desain baru melalui media terpilih yaitu terdiri dari Tote Bag, X-Ban- ner, Spanduk, Poster, T-Shirt, Buku Saku, Iklan Majalah, Paper Bag, Social Media, dan Katalog Karya dengan efektif dan efesien.

1.6 Saran Dari perancangan media sosialisasi ini, adapun saran-saran yang ingin disampaikan oleh penulis, antara lain dalam merancang media komunikasi visual untuk sosialisasi ini, agar saling kerja sama yang baik antara desainer dan pihak kementerian lingkungan hidup dan ke- hutanan provinsi bali sebagai komunikator agar terwujud hasil yang diharapkan dalam sosial- isasi ini.Media komunikasi visual yang dirancang hendaknya digunakan secara maksimal untuk mencapai target yang diharapkan dalam sosialisasi kepada khalayak sasaran dengan memper- hatikan kebiasaan dan gaya hidup sekarang ini, dalam hal ini diperlukan relawan yang mampu mengajak audience agar ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita nanti.

DAFTAR PUSTAKA Sugiyono, 2011 : 244. Metode Analisis Noor. Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta : Prenada Media Group.

Susanto, 2011:123 Kusrianto, 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta : C.V Andi Offset

685 Pujirianto,2005. Desain Grafis Komputer (TeoriDesain Grafis Komputer). Yogyakarta : C.V Andi Offset Rustan, Surianto.2009. Layout Dasar dan Penerapannya. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Rakhmat Supriono,2010. Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta : C.V Andi Offse Anwar, 2003 Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Marianne Rosner, Klimchuk dan Sandra A Krasovec. 2007. Desain Kemasan: Perancangan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Pujianto, 2013 Iklan Layanan Masyarakat

DAFTAR SUMBER (www. Kamus bahasa indonesia.org) diakses pada 23 Maret 2016 (https:designideasdkv1.wordpress.com) diakses pada 27 Maret 2016 (http://faizalnizbah.blogspot.com/pengertian-media.html) diakses pada 29 Maret 2016 (http://id.m.wikipidea.org/wik/Sosialisasi) diakses pada 30 Maret 2016) (http://adityanugroho90.blogspot.com/2011/03/metode-pengumpulan-data.html),diakses pada 30 Maret 2016 http://kbbi.web.id/buku10/5/2016) diakses pada 12 April 2016 (https://ramakertamukti.files.wordpress.com) diakses pada) 12 April 2016 (http://ruangsudut.wordpress.com/tag/color,diakses) 20 April 2016 ( http://ruangsudut.wordpress.com/tag/color/diakses1) 20 April 6) (http://id.wikipedia.org/wiki/koran), diakses 1 Mei 2016

686 PERANCANGAN PERMAINAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN UNTUK PENGENALAN LUKISAN WAYANG KAMASAN KEPADA ANAK- ANAK DI DESA KAMASAN, KLUNGKUNG

A. A. Gede Dwi Udyana

Abstrak Lukisan Wayang Kamasan adalah salah satu bentuk karya seni klasik yang berawal pada abad ke-17 dan dianggap penting dalam kebudayaan Bali. Sementara karya seni ini tidak dapat dipisahkan dari nilai keagamaan, terutama nilai ritual. Namun kini Wayang Kamasan kian hari kian terpuruk akibat dari sedikitnya wisatawan yang datang ke Desa Kamasan untuk membe- li hasil lukisannya sehingga membuat para seniman Wayang Kamasan berhenti untuk melu- kis dan beralih profesi menjadi kuli bangunan. Tidak menutup kemungkinan Lukisan Klasik Wayang Kamasan ini nantinya akan tinggal kenangan saja apabila generasi muda dari Desa Ka- masan sendiri tidak mau untuk belajar dan melestarikan Wayang Kamasan ini. Maka dibuatlah suatu media permainan edukatif yang mampu menarik minat anak yaitu Puzzle Permainan puzzle merupakan bentuk media pembelajaran dengan metode menyusun potongan- potongan gambar sehingga menjadi utuh. Jenis puzzle yang dibuat yaitu puzzle balok yang dapat memuat enam gambar dalam satu puzzle. Media permainan puzzle ini mengusung cerita Arjuna Wiwaha yang dimana dalam cerita tersebut melibatkan banyak karakter seperti Bhatara, Dedari, Manusia, Raksasa dan Babi Hutan. Target audiens dari media ini adalah anak- anak Desa Kamasan dengan rentan usia 9 – 12 tahun. Dalam rentan usia tersebut telah dapat berfikir secara konkret. Dengan media puzzle ini diharapakan dapat menarik minat anak sehingga nantinya akan terangsang untuk mengenal Lukisan Wayang Kamasanlebih jauh dan mampu melestarikan warisan budaya tersebut. Kata Kunci :Lukisan Wayang Kamasan, Puzzle Balok, Arjuna Wiwaha, Anak-anak Desa Kamasan

Abstract Wayang Kamasan painting is one of the classical art form that originated in the 17th cen- tury and is considered important in Balinese culture. While this work of art can not be separated from religious values, especially the value of ritual. But now the Wayang Kamasan increasingly destroyed as a result of at least tourists who come to the village of Kamasan to buy the paintings that make the artists to paint Wayang Kamasan stopped and switched professions to become con-

687 struction workers. No rule Wayang Kamasan Classical Painting these memories will stay only if young people from the village of Kamasan themselves are not willing to learn and preserve Wayang Kamasan this. So they make a media educational games that could attract children that is Puzzle Puzzle game is a form of media with methods compose pieces of the image so that it be- comes intact. Kind of puzzle made that puzzle beam that can hold six pictures in one puzzle. Media brings a puzzle game in which the story of Arjuna Wiwaha in the story involves many characters as Bhatara, Dedari, Man, Giant and Wild Boar. The target audience of these media are the children of the village of Kamasan with vulnerable age 9-12 years. In susceptible age have been able to think concretely. With this puzzle media is expected to attract children so they will be stimulated to know the painting Wayang Kamasan further and were able to preserve the cultural heritage. Keyword :Wayang Kamasan painting , Puzzle Beams , Arjuna Wiwaha , Children Kamasan village

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Menurut (Hamalik,1980 : 57). Permainan puzzle merupakan bentuk media pembela- jaran dengan metode menyusun potongan- potongan gambar sehingga menjadi utuh. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat iya menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motifasi untuk mencoba hal- hal yang baru pada anak- anak. Manfaat dari dari permainan puzzle untuk anak- anak diantaranya meningkatkan konsentrasi, melatih koordinasi tangan dan mata, melatih keterampilan kognitif, memperluas pengetahuan dan melatih kesabaran. Dengan begitu, anak tidak akan merasa bosan pada saat mereka memainkan permainan ini tanpa menyadari mereka juga melakukan aktifitas belajar. Muatan yang ada di dalam permainan puzzle ini mengambil tema Lukisan Wayang Ka- masan yang ada di Desa Kamasan, Klungkung. Bila ditinjau dari sejarah , seni budaya Bali merupakan campuran seni budaya Majapahit dengan seni budaya Bali Asli. Hubungan Bali dengan beberapa kerajaan di Jawa Timur telah ber- langsung berabad- abad, sehingga seni budaya Bali hampir memiliki persamaan dengan budaya

kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Semenjak Bali diperintah oleh Raja Dalem Waturenggong (1938- 1460) pusat pemerintahannya dipindahkan dari Samprangan ke Gelgel. Semua seniman juga disatu- kan di Desa Gelgel, yaitu Desa Kamasan. Lambat laun Desa Kamasan menjadi pusat kebudayaan Bali

688 pada masa itu. Dalam kurun waktu tiga abad yakni sekitar abad ke XVIII muncul seorang sangging (seniman seni rupa) bernama Mudara. Nama sebenarnya adalah Gede Marsadi (1771M). Kemam- puannya yang tinggi dalam seni lukis wayang mulai diketahui ketika Raja Klungkung I Dewa Agung Made menugaskan Gede Marsadi membuat gambar Patih Mudara dalam cerita lontar Boma. Karena gambar yang dihasilkan sangat bagus, maka raja Raja selalu menyebut Gede Marsadi dengan pang- gilan Mudara. Dengan demikian nama Mudara merupakan nama kesayangan sebagai hadiah sang raja kepada Gede Marsadi (I Made Kanta, 1978:35) Gambar Wayang dari Mudara selanjutnya ditiru oleh banyak sangging yang tersebar di Bali, sehingga bentuk corak Mudara ini menjadi jati diri (identitas) dari seni lukis wayang yang ada di Desa Kamasan dan dalam perkembangannya seni lukis ini dikenal dengan nama Seni Lukis Wayang Kamasan Cerita yang dilukis gaya Kamasan banyak yang mengandung unsur seni dan makna filosofis yang diambil dari Ramayana dan Mahabharata, termasuk juga bentuk pawukon dan palelidon. Salah satu contoh warisan lukisan Kamasan telah menghiasi langit-langit di Taman Gili dan Kerthagosa, Semarapura, Klungkung. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak I Nyoman Mandra (11/10/2014) selaku sesepuh dari lukisan klasik Wayang Kamasan, kini Wayang Kamasan kian hari kian terpuruk akibat dari sedikitnya wisatawan yang datang ke Desa Kamasan untuk membeli hasil lukisannya sehingga membuat para seniman Wayang Kamasan berhenti untuk melukis dan beralih profesi menjadi kuli bangunan. Menurunnya kunjungan wisatawan diakibatkan oleh meletusnya Bom Bali I dan II pada tahun 2002 yang secara drastik membuat perekonomian khususnya di Desa Kamasan menurun sangat tajam. Tidak menutup kemungkinan Lukisan Klasik Wayang Kama- san ini nantinya akan tinggal kenangan saja apabila generasi muda dari Desa Kamasan sendiri tidak mau untuk belajar dan melestarikan Wayang Kamasan ini. Dalam hal ini penulis memiliki strartegi untuk membantu merancang sebuah media pembelajaran untuk mengenalkan Lukis Klasik Wayang Kamasan yang nantinya diharapkan dapat merangsang anak untuk mulai belajar dan melestarikan Lukisan Wayang Kamasan yaitu dengan merancang sebuah media permainan puzzle yang dapat dimanfaatkan sebagai solusi mengatasi masalah yang dihadapi, yang inofatif dan komunikatif dengan target sasaran yaitu anak-anak yang ada di Desa Kamasan.

689 METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data berupa suatu pernyataan (statement) tentang sifat, keadaan, kegiatan tertentu dan sejenisnya. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian (Gulo, 2002 : 110).

Observasi Metode observasi merupakan metode pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki, (Supardi 2006 : 88). Penulis telah melakukan observasi ke lapangan yaitu di lokasi “Desa Kamasan” untuk mencari informasi mengenai lukisan Wayang Kamasan.

Wawancara Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu dan dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpresta- sikan situasi dan fenomena yang terjadi yang tidak mungkin bisa ditemukan melalui observasi, (Su- giono 2009 : 317). Penulis telah melakukan wawancara dengan narasumber yaitu Bapak Nyoman Mandra selaku seniman “Lukisan Wayang Kamasan” mengenai riwayat mulai terbentuknya, mas- alah yang dialami dan kendala yang dialami dalam upaya melestarikanWayang Kamasan.

Kepustakaan Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting dimana setelah seorang peneliti menetapkan topik penelitian, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian yang berkaitan den- gan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian teori, peneliti akan meng- umpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan. Sumber-sum- ber kepustakaan dapat diperoleh dari : buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (tesis dan disertasi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet, koran dll) (Nazir, 1998 : 112). Proses mencari data dan informasi dari buku-buku terkait teori Desain Komunikasi Visual dan

kajian tentang Permainan Puzzle, seperti buku Desain Komunikasi Visual, buku media pem- belajaran, Teori dan Aplikasi karya Rakhmat Supriyono; The Fundamentals of Graphic Design

690 oleh Gavin Ambrose dan Paul Harris; dan beberapa sumber lainnya.

Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya, (Arikun- to, 2006 : 158). Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan data dengan cara mengambil foto/gambar Wayang Kamasan dan seniman Wayang Kamasan sebagai pelengkap dalam peny- usunan pengantar karya.

PEMBAHASAN Layout Puzzle Secara Keseluruhan

691

Gambar 4.9 Layout Keseluruhan Puzzle

Sumber : Koleksi Pribadi

Desain Puzzle Final

Gambar 4.10 Perwujudan Puzzle

Sumber : Koleksi Pribadi

Media Pendukung Buku Pendamping Puzzle Buku pendamping adalah Buku yang berfungsi untuk mendampingi media utama (puz- zle). Biasanya buku pendamping disebut juga buku pengayaan. Jadi buku pendamping ditulis setelah ada media utama . a. Unsur Visual Desain - Bentuk Fisik

Bentuk Fisik dari buku pendamping puzzle ini adalah sejenis buku bacaan dengan ukuran 21 cm x 23 cm

692 - Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan dalam buku ini adalah adegan- adegan yang bisa disusun dalam media utama (puzzle) - Text Text yang dimuat dalam buku ini menceritakan setiap adegan ilustrasi agar anak- anak bisa mengetahui magsud dari ilustrasi tersebut. - Tipografi Jenis huruf yang digunakan dalam buku ini adalah huruf Sans Serif yaitu Arial Narrow. Penggunaan huruf ini cocok untuk anak karena huruf ini mempunyai karakter yang tegas dan sangat mudah untuk dibaca. - Warna Warna yang digunakan dalam buku ini menyesuaikan dengan warna pada media utama b. Tampilan Desain Desain yang ditampilkan merupakan hasil desain terpilih dari alternatif yang telah dib- uat sebelumnya.

Gambar 4.12 Perwujudan Buku Pendamping Puzzle Sumber : Koleksi Pribadi

Packaging / Kemasan Berdasarkan kamus bahasa Indonesia makna kata kemasan adalah bungkus atau pelind- ung, dari kata kemas yang kurang lebih artinya rapi atau bersih, jadi kemasan secara sederhana

693 dapat diartikan suatu benda yang digunakan untuk membungkus atau untuk melindungi suatu barang agar rapi atau bersih. a. Unsur Visual Desain - Bentuk Fisik Bentuk Fisik dari Packaging ini adalah sejenis tempat map kantor dengan ukuran 27 cm x 32 cm - Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan dalam Packaging ini adalah ilustrasi yang dipakai dalam cover buku pendamping puzzle, namun dengan layout menyesuaikan bentuk dari Packaging. - Text Text yang dimuat dalam Packaging ini yaitu text yang nginformasikan tentang media utama. - Tipografi Jenis huruf yang digunakan dalam Packaging ini adalah jenis huruf Kaligrafi yaitu Balinese Family pada bagian headline. Penggunaan huruf Balinese Family karena huruf ini mempunyai karakter seperti Aksara Bali namun dapat dibaca secara latin. Sedangkan pada sub headline menggunakan huruf Sans Serif. - Warna Warna yang digunakan dalam Packaging ini menyesuaikan dengan warna pada media utama b. Tampilan Desain Desain yang ditampilkan merupakan hasil desain terpilih dari alternatif yang telah dib- uat sebelumnya.

694 Gambar 4.14 Perwujudan Packaging

Sumber : Koleksi Pribadi

Tote Bag Tote bag merupakan salah satu model tas jinjing berbentuk kotak dan terbuka yang dilengkapi dengan tali pegangan pada bagian atasnya. (http://www.fitinline.com) a. Unsur Visual Desain - Bentuk Fisik Bentuk Fisik dari Tote Bag ini seperti tote bag pada umumnya dengan ukuran 38 cm x 40 cm - Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan dalam Tote Bag ini adalah ilustrasi sketch outline dimana biasanya sketch ini dibuat pelukis Wayang Kamasan sebagai tahapan awal sebelum mewarnainya. Penggunaan ilustrasi ini untuk memperlihatkan secara detail garis- garis Lukisan Wayang Kamasan yang terlihat begitu ramai tapi memiliki kesatuan. - Text Text yang dimuat dalam Tote Bag ini akan disisipkan pada bagian sisi yang lainnya. - Tipografi Jenis huruf yang digunakan dalam Tote Bag ini adalah jenis huruf Kaligrafi yaitu

Balinese Family pada bagian headline. Penggunaan huruf Balinese Family karena huruf ini mempunyai karakter seperti Aksara Bali namun dapat dibaca secara latin. Sedangkan

695 pada sub headline menggunakan huruf Sans Serif. - Warna Warna yang digunakan dalam Tote Bag ini menggunakan warna hitam. b. Tampilan Desain Desain yang ditampilkan merupakan hasil desain terpilih dari alternatif yang telah dib- uat sebelumnya.

Gambar 4.16 Perwujudan Tote Bag

Sumber : Koleksi Pribadi

Poster Poster adalah media publikasi yang terdiri dari tulisan, gambar ataupun kombinasi antar keduanya dengan tujuan memberikan informasi kepada khalayak ramai. Poster biasanya di- pasang ditempat- tempat umum seperti sekolah, kantor, pasar, mall dan lain-lain (http://www. artikelmateri.blogspot.com) a. Unsur Visual Desain - Bentuk Fisik Bentuk Fisik dari Poster ini seperti poster pada umumnya dengan ukuran 29,7 cm x 42 cm - Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan dalam Poster ini adalah ilustrasi desain mock up puzzle sebagai point of interest dengan tambahan ilustrasi pendukung seperti pada desain cover buku

pendamping puzzle - Text Text yang dimuat dalam Poster ini berisikan ajakan “ Ayo Bermain dan Belajar”. Selain

696 itu juga berisi informasi tentang puzzle dimana puzzle ini dapat menghasilkan enam gambar dalam satu buah puzzle - Tipografi Jenis huruf yang digunakan dalam Poster ini adalah jenis huruf Kaligrafi yaitu Balinese Family pada bagian headline. Penggunaan huruf Balinese Family karena huruf ini mempunyai karakter seperti Aksara Bali namun dapat dibaca secara latin. Sedangkan pada sub headline menggunakan huruf Sans Serif. - Warna Warna yang digunakan dalam Poster ini menggunakan warna sesuai dengan media utama. b. Tampilan Desain Desain yang ditampilkan merupakan hasil desain terpilih dari alternatif yang telah dib- uat sebelumnya.

Gambar 4.18 Perwujudan Poster

Sumber : Koleksi Pribadi

Katalog Karya Katalog Karya, digunakan untuk menunjukan atau memberikan informasi kepada audi- en ketika mengadakan pameran, sehingga mereka tahu tentang media apa saja yang dirancang a. Unsur Visual Desain - Bentuk Fisik Bentuk Fisik dari katalog karya ini persegi panjang dengan ukuran 14,7 cm x 21 cm

697 - Ilustrasi Ilustrasi yang digunakan dalam katalog karya ini adalah ilustrasi sesuai dengan desain pada buku pendamping namun dibagiian isi menggunakan background hitam. - Text Text yang dimuat dalam Poster ini berisikan nama dari media yang dibuat, ukuran, bahan dan tehnik cetak. - Tipografi Jenis huruf yang digunakan dalam Poster ini adalah jenis huruf Sans Serif yaitu Arial Narrow - Warna Warna yang digunakan dalam Poster ini menggunakan warna sesuai dengan media utama.

Tampilan Desain

Gambar 4.19 Perwujudan Katalog Karya Sumber : Koleksi Pribadi

PENUTUP Kesimpulan

Mengenalkan budaya kepada anak- anak merupakan hal yang sulit dan wajib dilakukan agar kelak budaya tersebut bisa tetap terjaga dan lestari. Lukisan Wayang Kamasan adalah lu- kisan wayang dengan gaya klasik yang berperan penting dalam kebudayaan Bali sehinga perlu

698 untuk dilestarikan. Dengan konsep “ Bermain dan Belajar” media puzzle sangat efektif untuk dipakai karena media ini bersifat menghibur. Diperlengkap juga dengan media pendukung yai- tu Buku Pendampung, Packaging, Tote Bag, dan Poster sebagai media promosi dari puzzle Untuk merancang media permainan puzzle yang efektif sebagai media pengenalan Lukisan Wayang Kamasan, ilustrasi yang ditampilkan harus benar sesuai pakem – pakem lukisan wayang kamasan sehingga audience tidak akan salah dalam memahaminya.

Saran Diharapkan setelah membaca pengantar karya ini lembaga dapat memberikan ilmu de- sain pembelajaran edukatif yang lebih komplek dalam mata kuliah agar media yang dirancang dapat diterima dengan baik oleh target. Bagi Masyarakat Desa Kamasan diharapkan dengan media permainan puzzle ini dapat meningkatkan daya tarik anak- anak selaku generasi penerus untuk belajar dan melestarikan Lukisan Wayang Kamasan. Bagi mahasiswa diharapkan dengan adanya pengantar karya ini sebagai salah satu lit- eratur dalam dunia desain pembelajaran edukatif yang memberikan manfaat bagi pembacanya dalam perancangan media pembelajaran edukatif.

DAFTAR PUSTAKA Adenan, 1998. Metode Puzzle and Game. (Online),(http://Ervin.com/Metode Puzzle-and- game.html Arikunto, Suharsimi. 2006. Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara. Gulo, W. Metodologi Penelitian, Jakarta: Grasindo, 2002 Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung: Cita Aditya bakti. Hasan, Alwi dan kawan-kawan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka. Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual, Yogyakarta: ANDI Misbach, Muzamil. (2010). Pengertian Puzzle. [Online]. Tersedia : http://kuliah.itb.ac.id/course/ info.php?id=435 Nazir. (1998). Metode Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

699 Rakhmat Supriyono.2010.Desain Komunikasi Visual-Teori dan Aplikasi.Yogyakarta .C.V ANDI OFFSET Sudjana, N. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Sugiyono. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Supardi, M.d, 2006. Metodologi Penelitian, Mataram : Yayasan Cerdas Press Susanto, Mikke. 2011. Diksi Seni Rupa. Yogyakarta : Kanisius. Udin S Winataputra, dkk (2007) Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Universitas Terbuka.

700 PERANCANGAN BUKU CERITA BERGAMBAR NARASINGA DAN MEDIA PENDUKUNGNYA DENGAN ILUSTRASI GAYA KAMASAN BALI

Bonaventura I Komang Surya Angga Raditya Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar.

Abstrak Narasinga adalah salah satu cerita awatara Dewa Wisnu dengan wajah Singa yang turun ke Bumi untuk menegakkan keadilan dan membinasakan kesombongan asura bernama Hi- ranyakasipu. Cerita Awatara Dewa Wisnu berkepala singa ini merupakan salah satu cerita Awatara yang paling terkenal, namun jarang divisualisasikan dalam bentuk media komunikasi visual. Wayang Kamasan Bali sendirimerupakan suatu karya senilukisan klasik asli Bali, ber- asaldari desa Kamasan di kabupaten Klungkung. Media untuk merancangceritaNarasingaden- ganilustrasigayaKamasan Bali yang digunakan adalah bukuceritabergambar. Dalam merancang media tersebut, metode yang digunakan adalah metode kualitatif, yaitu metode yang lebih ber- sifat deskriptif dan data yang diperoleh lebih kepada kata maupun gambar-gambar. Selain itu terdapat metode pengumpulan data yang digunakan dalam merancang buku ceritabergambar- NarasingadenganilustrasigayaKamasan Bali yang meliputi observasi, wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi. Tujuan dari dirancangnya media bukuceritabergambar ini adalah untuk memperkenalkan media lain dalam menyajikan senilukis Kamasan dengan cerita Narasinga, agar baik generasi tua maupun muda dapat menikmati lukisan khas Bali ini dengan tampilan baru yang menarik. Hasil buku cerita bergambar yang dirancang adalah buku cerita bergambar dengan konten edukasi yang disajikan dalam bentuk media dengan cerita Narasinga, dalam tampilan ilustrasi gaya Kamasan Bali, sehingga target sasaran tertarik untuk membacanya. Kata Kunci :Desain Komunikasi Visual, Wayang Kamasan Bali, Buku cerita Bergambar

Abstract Narasinga is one of the strory about Vishnu avatar with lion head that descend to earth to uphold justice and destroy Asura’s vanity named Hiranyakaspu. The story of lion headed Vishnu avatar is one of the most popular avatar story but rarely visualized in the form of visual commu- nication media. Wayang Kamasan Bali itself is a Balinese original classic painting artwork, came from Kamasan Village in Klungkung Regency. Media used to design the story of Narasinga with

701 Balinese Kamasan style illustration is a picture story book. In designing the media, the method used is qualitative method, a method that is more descriptive and the data acquired mostly in the form of words and picture. Besides that, there are some data collection method used in designing the Balinese Kamasan style illustration picture book that include observation, interviews, literature, and documentation. The objective of this picture story book media is to introduce other media in presenting Kamasan styled painting trough the story of Narasinga, therefore both old and young generation will be able to enjoy this Balinese styled painting with a new attractive look. The product result of the designed picture story book is a picture story book with educational content which is presented in the form of Narasinga’s story and in the style of Balinese kamasan illustration, there- fore the target reader will be interested to read the picture story book. Keywords :Visual Communication Design, WayangKamasan Bali, picture story book

PENDAHULUAN Cergam atau cerita bergambar dalam lingkup Nusantara pernah diperkenalkan oleh beberapa tokoh, antara lain, Harun Amniurashid yang pernah menyebutkan bahwa cergam ‘cerita bergambar’ sebagai referensi istilah cartoons dalam bahasa Inggris. Cergam menggu- nakan teks narasi dalam proses penceritaannya dan dikombinasikan dengan ilustrasi yang ber- dasarkan dari teks narasi tersebut. Dalam kasus ini cerita yang penulis angkat menjadi cergam adalah kisah dari salah satu Awatara Dewa Wisnu, yaitu Narasinga. Penulis mengangkat cerita Narasinga karena cerita ini mengandung nilai hidup yang sangat erat keterkaitannya dengan nilai-nilai keagamaan.Kisah Awatara dewa Wisnu ini bercerita tentang turunnya Dewa Wisnu untuk menegakkan keadilan dengan membunuh Asura bernama Hiranyakasipu dalam wujud manusia berkepala singa yang disebut Narasinga, membinasakan sifat iblis dan menghancurkan kesombongan dari sang Ashura tersebut. Narasinga disebut juga Nārasiha, merupakan awatara atau inkarnasi/penjelmaan Dewa Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya. Cerita religious merupakan cerita turun temurun atau bisa dikatakan sebuah tradisi yang keberadaannya bahkan tidak bisa dijauhkan dari kehidupan keagamaan

itu sendiri. Keberadaan cerita ini di lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi cara pan- dang mereka yang membacanya, karena pesan sosialnya yang mengajarkan kesombongan akan menghancurkan diri sendiri. Berbagai nilai kehidupan bisa kita petik dari Cerita, karena setiap

702 cerita pastilah memiliki cirikhas dan motivasi hidup yang beraneka ragam di dalamnya. Ilustra- si gaya Kamasan Bali akan menghadirkan suasana baru dalam membuat buku cerita bergambar. Sebagai generasi muda, sudah menjadi tanggung jawab kita untuk melestarikan cerita-cerita lokal, apalagi memiliki nilai moral dan kehidupan, sehingga nantinya dapat dinikmati juga oleh anak cucu kita. Cerita ini akan dikemas dalam ilustrasi gaya wayang Kamasan Bali. Cerita Narasinga ini sebagian besar kita dengar dari mulut ke mulut, ataupun membaca ceritanya dari berbagai sumber. Dengan adanya cerita bergambar menggunakan gaya kamasan Bali pada cerita ini, tentunya mas- yarakat Bali atau siapapun yang membacanya, akan dibuat lebih puas dalam membaca cerita tentang Awatara Dewa Wisnu berkepala Singa ini. Penggambaran Ilustrasi dari cergam Narasinga ini akan dibuat dengan gaya wayang Kamasan Bali (ilustrasi wayang khas daerah Kamasan Bali) agar dapat menjadi angin segar bagi para penikmat cergam (inovasi baru) dengan gaya gambar yang berbeda dari cergam kebanyakan, serta dapat menjadi sebuah media yang juga menjunjung pelestarian bu- daya Bali berupa ilustrasi dengan gaya wayang Kamasan Bali itu sendiri.

METODE Metode yang digunakan dalam merancang buku cerita bergambar Narasinga dengan ilustrasi gaya Kamasan Bali adalah metode analisis kualitatif dan metode pengumpulan data primer dan sekunder seperti observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Metode analisis kualitatif merupakan metode yang lebih bersifat deskriptif, dan data yang diperoleh lebih berupa kata – kata ataupun gambar – gambar. Kemudian metode pengumpulan data di- gunakan untuk mengumpulkan data sebagai acuan dalam merancang buku cerita bergambar Narasinga dengan ilustrasi gaya Kamasan Bali, baik dari segi bentuk buku maupun konten yang akan disajikan di dalamnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan dari dirancangnya media buku cerita bergambar ini adalah untuk memperke- nalkan media lain dalam menyajikan senilukis Kamasan dengancerita Narasinga, agar generasi tua maupun muda dapat menikmati lukisan khas Bali ini dengan tampilan baru dan menarik.

Hasil dari buku cerita bergambar yang dirancang adalah buku cerita bergambar dengan konten edukasi yang disajikan dalam bentuk media dengan cerita Narasinga, dalam tampilan ilustrasi

703 gayaKamasan Bali, sehingga target sasaran tertarik untuk membacanya. Dalam perancangan “Buku Cerita Bergambar Narasinga dengan Ilustrasi Gaya Kamasan Bali” ini, menerapkan konsep “Education of Tradition” dengan gabungan modern desain. Konsep “Education of Tradition” dipilih karena melihat Lukisan Wayang Kamasandi Desa Kamasan ini mer- upakan salah satu cabang seni lukis warisan leluhur, dimana Lukisan Kamasan banyak digunakan dan menjadi cikal bakal berbagai lukisan tradisional Bali, khususnya lukisan wayang.Di dalam kon- sep desain ini penulis ingin menunjukan perpaduan antara konsep warisan Budaya leluhur Bali, yaitu ilustrasi wayang Kamasan dipadukan dengan konsep desain modern dalam pengerjaannya. Perpaduan antara dua konsep inilah yang nantinya diharapkan dapat saling melengkapi, bagaimana pelestarian ilustrasi gaya Kamasan Bali yang dilakukan dengan perangkat pengerjaan modern ( be- rupa PC, laptop, dan tablet sebagai media perancangannya) dapat terbukti dengan efektif, mampu melestarikan budaya asli Bali ini, tanpa mengurangi tradisi yang terkandung di dalamnya. Cerita Narasinga akan dibuat dalam bentuk buku cergam yang terdiri dari cover buku cergam bagian depan & belakang beserta isinya. Ukuran cergam Narasinga yang akan dibuat adalah 32cm x 22 cm dengan jumlah isi 56 halaman. Kelebihan bentuk buku cergam Narasinga yang dipilih adalah cergam tersebut berukuran praktis, mudah dibawa, dan dibaca dimana saja. Selain itu, bentuk buku cergam Narasinga juga dapat menambah minat membaca buku target audien. Kelemahan dari bentuk buku cergam ini adalah sulit untuk menarik perhatian orang di bawah usia remaja karena tingkat kerumitan dari ilustrasi wayang Kamasan di dalamnya. Berikut desain buku cerita bergambar Narasinga dengan ilustrasi gaya Kamasan Bali yang dirancang :

Gambar 1Media utama Buku Cerita Bergambar Sumber : Koleksi Pribadi

704 Selain merancang media utama untuk merancang buku cerita bergambar Narasinga dengan ilustrasi gaya Kamasan Bali. Media pendukung dipilih berdasarkan fungsinya untuk memperkenalkan buku cerita bergambar Narasinga dengan ilustrasi gaya Kamasan Bali. Media pendukung yang dirancang antara lain Packaging, Tote Bag, Puzzle, Note Book.

A. Buku Belajar Menggambar dan Mewarnai Wayang Kamasan Narasinga

Gambar 2 Belajar Menggambar dan Mewarnai Wayang Kamasan Narasinga Sumber : Koleksi Pribadi

Buku gambar yang dirancang disini menggunakan cover dari ilustrasi buku cerita bergam- bar Narasinga yang dirancang. Isian kertas menggunakan kertas blueswhite. Tujuan perancangan buku gambar dengan cover ilustrasi dari buku cerita bergambar Narasinga ini adalah untuk mem- promosikan media utama dengan media buku gambar.Selain menggambar buku ini juga dilengkapi kolom mewarnai, agar proses menggambar dan mewarnai dapat salingmendukung.Ukuran 29,8 cm x 21,8 cm. Bahan yang digunakan Art Paper 210 gram (cover)/ Blueswhite.

B. Packaging

Gambar 3 Media Pendukung Packaging

Sumber : Koleksi Pribadi

705 Packaging adalah bagian terluar yang membungkus suatu produk dengan tujuan untuk melindungi produk dari cuaca, guncangan dan benturan-benturan, terhadap benda lain. Seti- ap bentuk barang benda yang membungkus suatu benda di dalamnya dapat disebut dengan packaging/kemasan sejauh hal tersebut memang melindungi isinya.Packaging nantinya akan menjadi sampul depan sekaligus wadah dari media-media yang sudah dirancang, antara lain cergam, buku belajar menggambar dan mewarnai Narasinga,serta katalog. Ukuran 27 cm x 33,5 cm. Bahan yang digunakanAdhesive LaminasiDof

C. GantunganKunci Gantungan kunci adalah souvenir dari buku cerita bergambar Narasinga dengan ilustra- si gaya wayang Kamasan Bali yang dirancang. Souvenir ini bisa didapatkan saat taget konsumen media utama yang dirancang yakni media cergam.Ukuran diameter gantungankunci 6 cm. Ba- han yang digunakanAcrylic bening.

Gambar 4 Media Pendukung Gantungan Kunci Sumber : Koleksi Pribadi

D. Tote Bag Tote bag merupakan jenis dari tas jinjing yang dapat digunakan untuk membawa sebuah barang atau lebih. Media ini dirancang sebagai sarana yang digunakan untuk mengemas buku cerita bergambar Narasinga sehingga mudah untuk dibawa. Ukuran47cm x 30cm. Bahan yang digunakan adalah kain kanvas.

706 Gambar 5 Media PendukungTote Bag Sumber : Koleksi Pribadi

PENUTUP Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Dalam perancangan ‘’Buku Cerita Ber- gambar Narasinga dan Media Pendukungnya dengan Ilustrasi Gaya Kamasan Bali’’ perlu diper- timbangkan teori – teori desain, prinsip desain, kriteria desain, serta mempertimbangkan Tar- get sasarankonsumen agar terwujud karyabukuceritabergambar yang efektif dan komunikatif. Buku cerita bergambar Narasinga ini memiliki nilai-nilai kehidupan yang tersirat dalam ceri- tanya. Mulai dari penokohannya yang mana setiap tokoh memiliki karakter sifat tersendiri, di sini yang patut diteladani adalah karakter yang memiliki sifat baik dan berbudi pekerti luhur saja. Inti dari nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam buku cerita bergambar yang dirancang yaitu : sebagai umat beragama, hendaknya kita takut akan Tuhan, karena hanya Dialah yang berkuasa atas segala kehidupan di alam semesta ini, selain itu, nilai kesetiaan juga tergambar jelas dalam karakter Prahlada yang selalu meng-Agungkan Tuhan dan tidak pernah berpal- ing daripada-Nya. Media komunikasi visual yang tepat untuk digunakan sebagai media pen- dukung dari buku cerita bergambar Narasinga adalah buku belajar menggambar dan mewar- nai Narasinga degan ilustrasi wayang Kamasan Bali, packaging, totebag, dan gantungan kunci setiap media tersebut memiliki fungsi masing – masing, efektif dan sesuai dalam perancangan buku cerita bergambar Narasinga dan media pendukungnya dengan ilustrasi gaya Kamasan Bali. Saran penulis dalam perancangan buku cerita bergambar yaitu, sebelum mengandalkan media promosi yang ada untuk memberi informasi kepada masyarakat/konsumen tentang me-

707 dia yang dirancang, ada baiknya dalam perancangan media utama (buku cerita bergambar), baik ide utama dan temanya sudah dipikirkan matang-matang, sehingga muncul adanya inovasi baru, yang menarik dan efektif dalam perkembangan buku cerita bergambar itu sendiri. Saran penulis untuk perkembangan disiplin ilmu Desain Komunikasi Visual adalah hendaknya ma- hasiswa mengkhususkan keahliannya di salah satu cabang dari Ilmu Desain Komunikasi Visual seperti dalam bidang perancangan media, promosi iklan, atau yang lainnya. Hal ini disebabkan banyaknya cabang – cabang dari disiplin Ilmu Desain Komunikasi Visual ini dan untuk lebih meningkatkan professional mahasiswa sebagai seorang calon desainer yang nantinya akan men- jadi seorang desainer. Mahasiswa harus memahami secara teknis pengerjaan suatu desain guna memudahkan proses pembelajaran mendesain, karena hal – hal yang sifatnya praktek tidak akan maksimal kita dapatkan di kegiatan perkuliahan. Maka sarana komunikasi dan kegiatan praktis di lapangan sangatlah penting sambil memperdalam ilmu yang bisa kita dapatkan dari referensi yang ada, seperti buku (yang membahas tentang praktis kerja di lapangan) internet dan juga dari sumber-sumber mengenai desain yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Agus Sachari, Estetika Terapan .Spirit-Spirit yang Menikam Desain. Bandung: Penerbit Nova Ahmad Susanto. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Callenfels, P.V. Van Stein. 1926. Epigraphie Balica I. V.B.E. Kolf & Co Darmawan, D. 2012. Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Goris, Roelof. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: N.V. Masa Baru Hariwijaya, Bisri M. Djaelani. 2004. Teknik Menulis dan Tesis. Yogyakarta : Hanggar Kreator. I Made Wirartha. 2006. Metodologi Penetilian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Kanta, Made. 1978. Seni Lukis Wayang Kamasan. Denpasar: Sasana Budaya Bali. Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual.Yogyakarta : C.V. ANDI OFFSET

Marianne Rosner Klimchuk, & Sandra A. Krasovec. 2007. Desain Kemasan. Jakarta: Erlangga.

708 Muhammad Nazir, 1988, Metode Penelitian,Jakarta:Ghalia Indonesia Nurjamal, Sumirat, dan Darwis. 2011. Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta. Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Pujiriyanto. 2005. Desain Grafis Komputer Teori Desain Grafis Komputer. Yogyakarta : C.V. ANDI OFFSET Rustan, Surianto., 2010. Huruf Font Tipografi, Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama. Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2001. Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Supriyono, R. 2010. Desain Komunikasi Visual- Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV. Andi Offset Suyanto. M. 2004. Aplikasi Desain Grafis. Yogyakarta : Penerbit ANDI.

709 KAJIAN BUKU MEWARNAI CUP OF LIFE TERBITAN SAVANA BOOK SEBAGAI ART THERAPY UNTUK ORANG DEWASA DI DENPASAR DENGAN KEGIATAN MEWARNAI MAMPU MENURUNKAN TINGKAT STRES

Azis Alfakilo FSRD ISI Denpasar

Abstrak Dewasa ini muncul dan berkembang sebuah fenomena yang terjadi dimasyarakat. fenomena tersebut yaitu trend melakukan kegiatan mewarnai buku bergambar yang dikhusus- kan untuk para pengguna orang dewasa. Kegiatan ini dipercaya memberikan pengaruh positif bagi para penggunanya dalam mengurangi tingkat stres yang mereka miliki. Penelitian ini ingin mengetahui penilaian masyarakat mengenai desain buku mewarnai sebagai media art therapy dan mengetahui efek yang ditimbulkan bagi para penggunanya yang ada di Denpasar. Metode pengumpulan data dan analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pendekatan kuantitatif dengan responden terambil khusus di Kota Denpasar. Data diperoleh dari kuisioner yang diberikan kepada para responden. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa sebagian besar responden memberikan penilaian menarik pada desain buku dan mengalami penurunan tingkat stres setelah melakukan kegiatan mewarnai sebagai art therapy dalam jang- ka waktu tertentu. Dari hasil tersebut disimpulkan bahwa desain buku telah memenuhi kriteria desain yang efektif dan komunikatif serta memiliki efek positif bagi pengguna yang memiliki beban psikologis Kata Kunci : Terapi seni, buku mewarnai untuk orang dewasa, tingkat stres

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Diproduksinya colouring book ini tentu memiliki tujuan yang berbeda dengan buku mewar- nai anak. Buku ini bertujuan untuk membantu para individu dewasa untuk menurunkan stres dan kecemasan yang dimiliki. Dengan mewarnai, individu dapat mengalihkan fokus perhatiannya pada media gambar tersebut sehingga ia dapat melupakan permasalahannya terlebih dahulu. Pendekatan yang dilakukan melalui buku-buku ini umumnya adalah pendekatan mindfulness dan art thera- py. Pendekatan mindfulness adalah pendekatan yang khusus untuk memperhatikan dan mengasah

710 kesadaran meningkatkan fokus mental. Beberapa buku juga dengan gamblang menuliskan bahwa bukunya tersebut merupakan sebuah terapi seni (art therapy). Dalam kesempatan kali ini, penulis tertarik untuk membahas tentang kajian desain ko- munikasi visual buku mewarnai sebagai media art therapy untuk orang dewasa di denpasar yang dikaji berdasarkan elem-elemen desain pada buku. Penulis tertarik mengangkat tema ini karena melihat fenomena yang menjadi trend yang terjadi pada masyarakat dewasa ini. Dikutip dari www.liputan6.com 17 November 2015, sejak tahun lalu buku mewarnai untuk orang de- wasa sudah menjadi trend. Media terapi ini dipilih dan digunakan oleh seseorang yang mana memberikan dampak meningkatkan konsentrasi serta kesabaran bagi penggunanya

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada diatas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut. Yaitu: 1. Apakah media buku mewarnai terbitan Savana Book sebagai art therapy bagi orang dewasa ini sudah memenuhi kriteria sebagai media komunikasi visual yang efektif dan komunikatif? 2. Apakah efek terhadap tingkat stres dari pengguanaan buku mewarnai ini sebagi art therapy bagi penggunanya?

MATERI DAN METODE Art therapy Art therapy meiliki latar belakang sebagai sebuah profesi kesehatan mental di tahun 1930. Dalam hal ini melibatkan penerapan berbagai modalitas seni termasuk lukisan, gam- bar, tanah liat, dan patung. Art therapy memungkinkan ekspresi pikiran atau perasaan ketika verbalisasi sulit dilakukan/tidak mungkin dilakukan. Aspek estetika penciptaan seni dianggap mengangkat suasana hati seseorang, meningkatkan kesadaran diri, dan meningkatkan harga diri. Tetapi seni juga memungkinkan kesempatan untuk latihan mata dan tangan, meningkat- kan kondisi koordinasi tangan dan mata,dan merangsang saraf dari jalur otak ke tangan (Lee Morgan, art therapy.www.healthline.com, diakses 28 februari 2016)

Istilah Art therapy (terapi seni) sudah ada sejak tahun 1942 oleh Adrian Hill, seorang seniman dan seorang guru bahasa inggris yang mewakili karya terapiutiknya dengan pasien-pa-

711 sien temanya di Sanatorium Tuberkulose. Di Amerika Serikat, Margaret Nuambrung adalah seorang pionir utama yang bekerja di awal tahun 1940 pada Institute Psikiatri Negara bagian New York di bawah sponsor psikoanalisis Nolan D.C. Lewis dan Bender dalam karyanya den- gan anak-anak autis juga termasuk yang mula-mula memakai seni untuk terapi. Berdasarkan metode pada model Naumberg, terapi seni adalah suatu kegiatan melepaskan kesadaran den- gan cara mengekspresikan seni secara spontan itu berakar pada hubungan transferensi antara pasien dan terapis dan dorongan dari asosiasi bebas . Hal ini erat berhubungan dengan teori psikoanalitik. Pengobatan tergantung pada pengembangan hubungan transferensi dan upaya terus menerus untuk mendapatkan interpretasi pasien sendiri dari desain simbolik nya. Gam- bar yang dihasilkan adalah bentuk komunikasi antara pasien dan terapis berikut penjelasan be- rupa bagan hubungan antara pasien, teraphis, dan karya yang dihasilkan (Naumberg in Ulman, 2001: 17).

Gambar 2.1 :Segitiga hubungan (Triangular Relationship )

Bagan diatas menggambarkan bahwa hubungan tersebut terutama disebabkan dari proses kreatif itu sendiri , dengan sifat hubungan yang dibangun antara klien dan terapis. seperti yang ban- yak terapis seni sekarang berpendapat , untuk sintesis dari interaksi memiliki hasil yang bervariasi dan halus antara dua pihak yaitu pasien dan therapis ( Schaverien, 1994; Skaife, 1995) . Dalam terapi seni yang dinamis ini hubungan ini sering disebut sebagai hubungan segitiga. Tujuan terapi seni sering bervariasi sesuai dengan kebutuhan khusus dari individu-indi- vidu dengan siapa terapis karya seni . Untuk satu orang proses terapi seni mungkin melibatkan terapis seni mendorong mereka untuk berbagi dan mengeksplorasi kesulitan emosional melalui

penciptaan gambar dan diskusi ; sedangkan untuk yang lain mungkin diarahkan memungk- inkan mereka untuk memegang krayon dan membuat tanda , dengan demikian mengembang-

712 kan cara-cara baru memberi bentuk perasaan yang sebelumnya terpendam. Meskipun sering diasumsikan demikian, itu tidak terjadi bahwa hanya orang-orang yang secara teknis mahir dalam seni visual dapat memanfaatkan terapi seni dengan cara yang menguntungkan . Memang penekanan pada kemampuan artistik - sebagai mungkin terjadi ketika seni digunakan terutama untuk tujuan rekreasi atau pendidikan - cenderung mengaburkan bahwa dengan yang terapi seni yang paling khawatir . Artinya , dengan ekspresi simbolik dari perasaan dan pengalaman manusia melalui media seni .

Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian merupakan rencana dan prosedur penelitian yang meliputi: dari asumsi-asumsi luas hingga metode-metode rinci dalam pengumpulan dan analisis data (Cre- swell, 2007). Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode pendekatan kuantitatif. Kuantitatif merupakan metode penelitian yang menggunakan paradgma positifis- tik-ilmiah. segala sesuatu dikatakan ilmiah bila dapat diukur dan diamati secara objektif yang mengarah pada kepastian dan kecermatan (Sunarto, 1993 : 3). Satuan kajian dalam kuantitatif adalah variable. Variabel ditempatkan menjadi veriabel bebas dan variable terikat berdasarkan teori,proporsi dan hipotesis. Penempatan variabel menjadi variabel bebas dan variabel be- bas bersifat manipulatif, tergantung kepada teori dan hipotesis yang hendak dibuktikan dan dilakukan pengujian. Dengan adanya variabel bebas dan terikat, desain penelitian menjadi baku. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai onjek peneli- tian dan veriabel-variabel tersebut harus didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. reabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini. Karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi pengguanaan model penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujianya yang kemu- dian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya. Seperti penentuan teknik analisa dan for- mula statistik yang akan digunakan. Disamping itu teori ini lebih memberikan makna dalam hubunganya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturnya.

713 Pengajuan Hipotesis Penelitian Hipotesis tentang kajian buku mewarnai cup of life terbitan savanna book sebagai art therapy untuk orang dewasa terkain dengan perumusan masalah adalah sebagai berikut: Hipotesis I : Buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life” buku untuk art therapy ini sebagai media komunikasi visual yang efektif dan komunikatif dipengaruhi dari desain ko- munikasi visual yang menarik berdasarkan penilaian unsur-unsur desain. Hipotesis II : Persepsi dari konsumen terhadap buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life” mempengaruhi minat konsumen untuk membeli buku sejenis terkait dari keefektif- itasannya sebagai media desain komunikasi visual. Hipotesis III : Buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life” dapat mengurangi stres yang dilihat dari indikator gejala-gejala stres itu sendiri.

3.2 Sampel Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan menggunakan teknik purpo- sive sampling. Mengenai hal ini, Arikunto (2010:183) menjelaskan bahwa “purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.” Begitu pula menurut Sugiyono (2010:85) sam- pling purposive adalah “teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” Artinya se- tiap subjek yang diambil dari populasi dipilih dengan sengaja berdasarkan tujuan dan pertim- bangan tertentu. Sampel dibuat berdasarkan tujuan survey yang hendak dicapai, yaitu untuk memper- oleh data serta gambaran tentang motif pengguna buku mewarnai untuk orang dewasa di Kota Denpasar. Partisipan diambil secara purposive sampling dengan tingkat keterwakilan dari jum- lah pengguna buku mewarnai untuk orang dewasa di Kota Denpasar yang ditinjau dari jenis kelamin, pekerjaan (swasta, pegawai negeri sipil, dan ibu rumah tangga), dan jenjang umur 35-40 tahun. Seluruh partisipan masih merupakan pengguna yang pernah melakukan kegiatan mewarnai dengan buku mewarnai untuk orang dewasa sebagai media art therapy.

Prosedur Penelitian Prosedur penelitian disebut juga dengan langkah-langkah penelitian. berikut ini adalah

714 prosedur analisis data kuantitatif a. Pengumpulan data Tahap pengumpulan data mentah dilakukan melalui wawancara, observasi lapangan dan kajian pustaka. b. Transkrip data Pada tahap ini, hasil yang diperoleh dari pengumpulan data mentah diubah ke bentuk tertulis seperti yang diketik persis seperti apa adanya. c. Kategorisasi data Yang dimaksud dengan kategorisasi data adalah peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara mengikat konsep-konsep kata-kata kunci dalam satu besaran yang dinamakan kategori. f. Penyimpulan akhir Untuk sampai pada tahap ini, ada kemungkinan peneliti akan mengulangi langkah sebelumnya berkali-kali, sebelum peneliti mengambil kesimpulan akhir dan mengakhiri penelitiannya. Kesimpulan akhir diambil ketika peneliti sudah merasa bahwa data sudah jenuh (saturated) dan setiap penambahan data baru hanya berarti ketumpang tindihan (redundant). Dari hasil analisis tersebut akan didapatkan jawaban atas pertanyaaan penelitian ini serta mampu memberikan penilaian kegiatan mewarnai dengan buku mewarnai untuk orang dewasa sebagi media art therapy di Denpasar.

PEMBAHASAN Variabel yang Diteliti Variabel didefinisikan sebagai simply symbol or a concept that can assume any one of a set of values (Davis, 1998:23). Pengertian dari pernyataan tersebut adalah simbol atau konsep tersebut di asumsikan sebagai seperangkat nilai. Ada dua tipe variabel, yakni variabel bebas (independent variable) dan variabel tergantung (dependent variable). Variabel bebas adalah variabel yang pengaruhnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang di observasi dalam kaitannya dengan variabel lain. Vari- abel tergantung adalah variabel yang keberadaannya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono dan Lubis, 2007:56). Veriabel bebas dalam penelitian kali ini adalah unsur-unsur desain komunikasi visual

715 pada buku mewarnai sebagai ar ttherapy untuk orang dewasa terbitan Savanna book “cup of life”. Analisis visual objektif ditunjukan pada desain tampilan pada buku mewarnai untuk orang dewasa terbitan Savanna book “cup of life”yang terbentuk atas penggunaan warna, ilustrasi, tipografi, teks, dan layout. Analisis visual subjektif adalah penilaian konsumen atau pengguna untuk masing-masing elemen warna, ilustrasi, tipografi, teks, dan layout buku dengan pemberi- an skor rentang 1 – 5. Sedangkan veriabel tergantung atau variabel terikatnya dalam penelitian kali ini adalah art therapy dan tingkat stres dari pengguna buku mewarni untuk orang dewasa sebagai art therapy. Penelitian ini menjurus mengenai pengaruh dari art therapy bagi pengguna buku me- warnai untuk orang dewasa dengan melakukan kegiatan mewarnai pada ilustrasi-ilustrasi yang terdapat dalam buku tersebut, yang mana art therapy memiliki pengaruh terhadap tingkat gangguan psikologis berupa stres yang dialami oleh pengguna buku mewarnai.

Pengujian Hipotesis Uji hipotesis dipergunakan untuk menguji kebenaran suatu pernyataan dan menarik kesimpulan apakah menerima atau menolak pernyataan tersebut. pernyataan ataupun asum- si sementara yang dibuat untukdiuji kebenarannya tersebut dinamakan dengan hipotesis atau hipotesa. Tujuan dari uji hipotesis adalah untuk menetapkan suatu dasar sehingga dapat meng- umpulkan bukti yang berupa data-data dalam menentukan apakahmenolak atau menerima ke- benaran dari pernyataan atauasumsi yang telah dibuat. Uji hipotesis jugadapat memberikan kepercayaan diri dalam pengambilan keputusan yang bersifat objektif.

Hipotesis I Hipotesis pertama yaitu : “Buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life” buku un- tuk art therapy ini sebagai media komunikasi visual yang efektif dan komunikatif dipengaruhi dari desain komunikasi visual yang menarik berdasarkan penilaian unsur-unsur desain. Dari data yang telah didapat menunjukan penilaian responden terhadap unsure-unsur desain sebagai berikut:

716 No Jumlah responden / presentase Elemen Desain sangat Tidak Biasa Menarik Sangat tidak menarik menarik menarik 1 Bagaimanakah ilustrasi yang dugu- 1 5 3 25 16 nakan dalam desain dalam buku me- (2%) (10%) (6%) (50%) (32%) warnai terbitan savanna book “cup of life”? 2 Bagaimanakah typografi/huruf 6 7 27 7 3 yang digunakan pada desain dalam (12%) (14%) (54%) (14%) (6%) buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life”? 3 Bagaimanakah warna yang digu- 1 5 6 36 (72%) 2 nakan pada desain dalam buku me- (2%) (10%) (12%) (4%) warnai terbitan savanna book “cup of life”? 4 Bagaimanakah teks yang digunakan 0 3 8 31 8 pada desain dalam buku mewarnai (0%) (6%) (16%) (62%) (16%) terbitan savanna book “cup of life”? 5 Bagaimanakah layout yang digu- 2 8 16 19 5 nakan pada desain dalam buku me- (4%) (16%) (32%) (38%) (10%) warnai terbitan savanna book “cup of life”? 10 28 60 118 34 Jumlah rata-rata (4%) (11,2%) (24%) (47,2%) (13,6%)

Table 4.1 : Tabel data penilaian responden terhadap desain buku

Dari hasil data yang yang diperoleh dari pengisisan kuisioner yang dilakukan oleh re- ponden berdasarkan penilaian terhadap unsur-unsur desain. Data menunjukan nilai yang cuk- up tinggi pada penilaian responden yang menganggap bahwa desain buku mewarnai “cup of life” terbitan Savana Book menarik yaitu sebanyak 47,2 % pada kolom menarik dan 13,6% pada kolom sangat menarik. Hasil data penilaian responden yang menunjukan desain buku mewar- nai “cup of life” terbitan Savana Book kurang menarik yaitu sebanyak 4% pada kolom sangat tidak menarik, 11,2 % tidak menarik, dan 24 % biasa saja. Dari hasil penjumlahan angka presentase penilaian responden didapat angka 60,8% (47,2% + 13,6%) menilai bahwa desain buku menarik dan 39,2% (4% + 11,2% + 24%) menilai bahwa desain buku mewarnai kurang menarik. Dari data tersebut menunjukan bahwa penilaian responden yang memberikan penilaian bahwa desain buku mewarnai “cup of life” terbitan Sava- na Book ini menarik lebih besar dibandingkan dengan responden yang memberikan penilaian desain buku kurang menarik. Hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis I yaitu: “Buku mewar- nai terbitan savanna book “cup of life” buku untuk art therapy ini sebagai media komunikasi visual yang efektif dan komunikatif dipengaruhi dari desain komunikasi visual yang menarik

717 berdasarkan penilaian unsur-unsur desain” dapat diterima.

Hipotesis II Hipotesis kedua yaitu : “Persepsi dari konsumen terhadap buku mewarnai terbitan sa- vanna book “cup of life” mempengaruhi minat konsumen untuk membeli buku sejenis terkait dari keefktifitasannya sebagai media desain komunikasi visual”. Dari perolehan data dari penilaian responden terhadap minat beli dan menggunakan melalui kuisioner menunjukan nilai sebagai berikut : No Jumlah responden / presentase Pertanyaan sangat ti- Tidak Biasa terarik Sangat dak tertarik terarik terarik 1 Apakah anda tertarik untuk membeli 0 2 5 36 7 dan menggunakan buku mewarnai (0%) (4%) (10%) (72%) (14%) terbitan savanna book “cup of life”?

Table 4.2 : Tabel data penilaian minat beli dan menggunakan responden terhadap buku

Table diatas merupaka data yang diperoleh dari hasil pengumpulan melalui kuesioner yang diberikan kepada para responden mengenai minat responden akan ketertarikan untuk membeli dan menggunakan buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life”. Dari tabel tersebut dapat diperoleh informasi bahwa responden yang merasa tertarik untuk membeli dan menggunakan buku sebanyak 43 orang atau (86%) dari keseluruhan responden (36 responden “tertarik” dan 7 responden “sangat tertarik”). Dan responden yang tidak tertarik untuk meng- gunakan buku sebanyak 7orang atau (14%) dari keseluruhan responden ( 2 responden “tidak tertarik”, 5 responden “biasa saja”). Dari perolehan skor tersebut dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berminat atau tertarik untuk membeli dan menggunakan buku mewarnai ter- bitan savanna book “cup of life” lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden yang tidak tertarik untuk membeli dan menggunakan buku mewarnai ini. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua dapat diterima.

Hipotesis III Hipotesis ketiga yaitu : “Buku mewarnai terbitan savanna book “cup of life” dapat men- gurangi stres yang dilihat dari indikator gejala-gejala stres itu sendiri”.

718 Dari hasil penilaian menggunakan kuesioner untuk mengetahui tingkat stress para re- sponden sebalum dan sesudah melakukan terapi seni dengan kegiatan mewarnai, didapat data sebagai berikut : No Jenis Stres Pretest Posttest Perubahan Jumlah 1 Tidak Stres 8 (15,09%) 12 (22,64%) +4 (50%) 2 Stres ringan 27 (50,94%) 29 (54,61%) - 4 (14,81%) ,+6 (22,22%) 3 Stres sedang 14 (26,41%) 8 (15,09%) -6 (42,85%) 4 Stres berat 3 (5,66%) 3 (5,66%) 0 (0%) 5 Stres berat sekali 1 (1,88%) 1 (1,88%) 0 (0%)

Table 4.3 : Tabel data penilaian tingkat stress sebelum dan sesudah melakukan kegiatan mewarnai sebagai art therapy

Dari data yang ditampilakn dalam table menunjukan adanya perubahan angka dari bebera- pa jenis stress yang dialami oleh responden sebelum dan sesudah melakukan terapi seni dengan ke- giatan mewarnai. Pada tingkat stress sedang terjadi penurunan jumalah responden yang mengalami jenis stress ini yaitu dari 14 responden menjadi 8 responden. Terjadi penurunan sebanyak 6 orang (42,85%) dari keseluruahn responden yang mengalami stress sedang. Pada kategori stress ringan terjadi penurunan danpeningkatan jumlah responden yang mengalami jenis stress ini yaitu dari 27 responden menjadi 29 responden. Terdapat penurunan responden yang mengalami stress ringan sebanyak 4 orang (14,81%) dari jumlah awal keseluruhan responden yang mengalami stress ringan, dan terjadi peningkatan jumlah sebanyak 6 orang (22,22%) dimana merupakan responden yang mengalami stress sedang sebelum melakukan terapi seni dengan kegiatan mewarnai. Pada ketegori tingkat tidakstres terdapat peningkatan jumlah yaitu dari 8 orangmenjadi 12 orang atau terjadi pen- ingkatan sebanyak 4 orang, (50%) dari jumlah awal keseluruhan rersponden yang tidak mengalami stress. Sedangkan pada kategori tingkat stres “stress berat” dan “stress berat sekali” tidak mengala- mi perubahan angka jumlah responden yang mengalami jenis stress ini. Dari keseluruhan kategori stress dalam table terdapat 3 kategori stress yang mengalami perubahan jumlah angka responden. Total jumlah responden yang mengalami perubahan atau penurunan tingkat stress sebanyak 10 orang (18,86%) dari keseluruhan jumlah responden yang malakukan terapi seni dengan kegiatan mewarnai. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa proses terapi seni dengan melakukan kegiatan me- warnai ini memiliki dampak yang signifikan yang dapat mempengaruhi atau menurunkan tingkat stress yang dialami oleh responden atau pengguna buku mewarnai untuk orang dewasa. Dengan demikian dapat disimpulakn bahwa hipotesis ketida dapat diterima.

719 PENUTUP Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah Media komunikasi visual buku mewarnai cup of life terbitan savana book sebagai media art therapy untuk orang dewasa di Denpasar sudah memenuhi kriteria sebagai media komuni- kasi visual yang efektif dan komunikatif. Hal ini dibuktikan dengan melihat tingkat penilaian dan ketertarikan yang tinggi dari para responden terhadap desain buku tersebut. Dalam sebuah desain media, minat merupakan suatu tolak ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau tingkat keefektifitasan dari media yang diciptakan. Media buku cup of life terbitan savana book juga memenuhi kriteria sebagai media yang komunikatif dari penilaian bahwa media tersebut dapat menyampaikan informasi atau pesan kepada para target audiensnya. Dengan melakukan kegiatan mewarnai buku gambar sebagai sara art therapy dapat membantu menghilangkan kejenuhan hingga meredakan stress. Hal tersebut dibuktikan den- gan hasil penelitian yang menunjukan adanya perubahan atau penurunan tingkat stres yang dialami oleh responden sebelum dan sesudah melakukan terapi seni dengan melakukan ka- giatan mewarnai. Dari peneletian efek terapi seni dengan kegiatan mewarnai yang dilakukan terhadap 53 responden terdapat 18,86% atau 10 responden yang mengalami perubahan atau penurunan tingkat stres yang dialami. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa media ini efektif untuk mengurangi tingkat stres para penggunanya. Art therapy merupakan sebuah ter- api yang didasarkan pada sebuah ide yang menyatakan kreasi seni adalah salah satu kegiatan yang mengandung unsur pengobatan menjadi bagian dari proses penyembuhan. Proses dalam mewarnai menimbulkan efek menenangkan karena orang yang melakukanya merasa menikma- ti saat mewarnai gambar. Proses tersebut membawa orang tersebut pada momen di mana stres jadi dibebaskan.

Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut :

a. Kepada masyarakat Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan rekomendasi kepa-

720 da individu-individu yang mengalami beban psikologis untuk melakukan art therapy dengan melakukan kagiatan mewarnai. Kegiatan ini merupakan sebagai kegiatan alternatif yang bisa dilakukan secara mandiri atau tanpa dampingan pihak ahli medis. b. Kepada peneliti selanjutnya Informasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan bagi peneliti lain dan penelitian selanjutnya agar dapat lebih dikembangakan dalam penelitian untuk mengetahui efek art therapy bagi individu yang mengalami beban atau gangguan psikologis.

DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Lia S & Kirana Nathalia. 2014. Desain Komunikasi Visual;Dasar-Dasar Panduan untuk Pemula. Jakarta : Nuansa Cendekia Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Audifax. 2008. Metode Penelitian dalam Psikologi . yogjakarta: Jalasutra Ballou, Ronald H. 1995. Business logistic management. Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall Baltes, P. B, Reese H.B and Nesselroade, J. R. 1988. Life-span Developmental Psichology : an Introduction to Research Methods. Hillsdale, NJ : Eribaum Blissmer, Robert H. 1985. Computer Annual, An Introduction to. Information Systems . John Wiley & Sons. B. A. Van Der Kolk, 2002. SCORE : Memory and Evolving Psycology of Traumatic Stress B. A. Van Der Kolk, 2002. Trauma Information Pages, In terror’s Grip : Healing the Ravages of Trauma. Creswell ,John W. 2017. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing among Five Ap- proaches. Thousand Oaks CA: Sage Creswell, J., & Plano Clark, V. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods Research. Thousand Oaks CA: Sage Dale, Yoder and Paul D Stoudohar. 1982. Personal ManagementAnd Industrial Relation, Sev- enth Edition. Prentice Hall. New Jersey Dalley, Tessa .1992. the hand book of art therapy. Routledge

721 Djaelani, Hariwijaya. 2004. Teknik Menulis Skripsi dan Thesis. Jakarta : bumi aksara Desiderato, Otello. Howieson, Diane Black. Jackson, Joseph H. 1976. Investigating Behavior Principles of Psycology. Fathoni, Abdurrahmat. 2011. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Rineka Cipta Gordon, B Davis. 1998. Management Information System : conceptual Foundation, Gulo, W. 2002. Metodologi penelitian. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Handoko, T Hani. 2002. Manajemen Personalia dan Sumber daya Manusia. Yogjakarta : BPFE Handoko, T Hani. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1. Jakarta Hariwijaya, Bisri M. Djaelani. 2004. Teknik Menulis dan Tesis. Yogyakarta : Hanggar Kreator Hendratman , 2014. The Magic of Corel Draw. Bandung : Penerbit Informatika Hildayani, Rini. dkk, 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Penerbit Universitas Ter- buka Husaini, Usman & Setiady purnomo. 2008. Metodologi penelitian soaial. Jakarta : bumi aksara Judith Aron Robin, 1984. Introduction of Art Therapy. Sources & Resources Kaiser, Sara & Holt. 2009. Contadictonary Economies in Post-socialist Rural Hungary :The Emergence, Endurance and Persistence of the Hoop-house Economy in Balastya. Univercity of Minnesota,Major : Antropology Kenneth E. Andersen, 1972. Introduction to Comunication Theory and Practice. Universitas Michigan : Cummings Pub. Co Khairani, Makmun 2013. Psikologi Umum. Sleman Yogjakarta: Aswaja Pressindo Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogjakarta : Penerbit Andi Lefrancois, Guy R. 1974. Of Humans: Introductory Psychology. Kongor. Brooks/Cole Pub. Co Lefrancois, Guy R. 1974. structure, and Development. Mc.Graw-Hill International Book Com- pany, Aucklland Lieberman, J. Ben. 1967. Types of Typeface. New Rochelle, New York. : Myriade Press Mangkunegara. Anwar Prabu.2002. Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

McNamee, Graham. 2005. Acceleration. Goodreads Moleong, J Lexy. 2009, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya

722 Nazir, Moh. 2005. Metode penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia Naumburg, Margaret. 1958. Approaches to Art Therapy: Theory and Technique. London Papilla, E. D Old and Fieldman W.S. 2004. Human Development. Tenth Edition. New York : Mc. Graw Hill Prasetya, Irawan. 2006. Metode penelitian : pengantar metode penelitian. Jakarta : Universitas Terbuka Pujiriyanto, 2005. Desain grafis komputer : teori grafis computer. Yogyakarta : Andi publisher Rahmat, Jalaludin. 2015. Psikologi Komunikasi. Bandung : Pt Remaja Rosdakarya Robert S, Woodwort 1957, “Psychology is scientific of the activities of individual in relation tohis environment”. Robbins, Stephen P. 2002. Management 7 th Edition. Prentice Hall Rogers, Natalie. 1993. The Creative Connection: Expressive Arts as Healing. Science and Behav- ior Books Sangadji, Etta Mamang, Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Peneli- tian. Yogyakarta : Andi publisher Sarwono, Sarlito Wirawan. 1996. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta : Bulan Bintang Sarwono, Jonathan & Lubis, Harry . 2007. Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual. Yog- yakarta : Penerbit Andi Scheder, 1977. Matematika Cetak Mencetak. Yogyakarta : Kanisius Sudarwan, Danim. 2011. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif baru. Bandung : Alfabeta Sugiyono, 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Supriyono, Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi. Jogjakarta: Andi Suyanto. 2009. Betapa Mudah Menulis Karya Ilmiah. Eduka Ullman,larry. 2001. Per il World Wide Web : Pearson Walgito, Bimo, 1981. Pengantar psikologi umum. Yogjakarta : Penerbit Andi Wasty, Soemanto, 2012. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Weston, Sally & Liebmann, Marian. 2015. Art Therapy with Neurological Condition. London

Internet : http://healthline.com. Lee Morgan, art therapy.,

723 http://dautic.com. Macam-macam jaringan computer http://arttherapy.org. Art therapy. http://nationalgeographic.co.id, Berita Kesehatan-terapi seni http://fractalenlightenment. com/id, artwork, art as a therapy for your mind and soul. http://journal.ui.ac.id . Heddy Shri Ahimsa Putra. 2002. Indonesian Journal of Social and Cul- tural Anthropology. http://baat.org. the british association of art therapist. About art therapy http://tandfonline.com. Art therapy : Journal of American art therapy association http://canadianarttherapy.org. Canadian art therapy association-CATA journal http://anzata.org. Australian and new Zealand art therapy association. Journal : about art ther- apy

724 GORGA , THE PROTECTOR

Oleh: Cristin Anita Desain Mode, FSRD, ISI Denpasar [email protected]

Abstrak Indonesia adalah negara kepulauan dengan suku bangsa yang berbeda-beda dan ke- budayaan yang beraneka ragam. Salah satunya karya seni yang terdapat di Batak Toba, Suma- tera Utara yaitu Gorga .Gorga Batak merupakan salah satu karya seni dan kebudayaan Batak yang usianya sudah cukup tua dan merupakan seni pahat tradisional yang dibuat secara alami. Pada zaman dahulu,Gorga hanya dibuat untuk rumah yang dianggap terhormat, karena nenek moyang Batak menganggap bahwa Gorga bukan hanya sekedar hiasan, tetapi memiliki makna yang mencerminkan hidup orang Batak. Kita sebagai rakyat Indonesia wajib mencintai dan melestarikan kebudayaan agar tidak sampai punah atau sampai diakui oleh negara lain. Kita dapat melestarikan budaya dengan cara yang kreatif, salah satu nya melalui bidang fesyen. Den- gan menjadikan budaya Indonesia sebagai tema karya tugas akhir studio sudah menjadi salah satu cara untuk lebih memperkenalkan dan keanekaragaman budaya indonesia. Dalam proses pembuatan karya yang mengusung tema kebudayaan Indonesia dapat dilakukan dengan 8 taha- pan fashion design yaitu design brief, reseach and sourcing, design development, prototype and samples, construction, the final collection, promotion; branding and sales, the production and the business. Berdasarkan hal itu dibuatlah tiga busana yaitu ready to wear, ready to wear deluxe dan haute couture. Kata kunci: Gorga singa-singa, Batak Toba, Mata, mulut, fesyen, Gorga The Protector

LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan dengan suku bangsa yang berbeda-beda dan kebu- dayaan yang beraneka ragam. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah suku Batak. Suku Batak terdiri atas Batak Toba, Batak Karo, Batak Pak-pak, Batak Simalungung, Batak An- gkola, dan Batak Mandailing. Pada Batak Toba terdapat rumah adat yang biasa disebut Jabu ( rumah dalam Baha- sa Batak) dan pada bagian depan rumah adat Batak terdapat hiasan yang disebut Gorga oleh

725 masyarakat Batak Toba. Ragam hias rumah adat Batak Toba atau Gorga adalah macam-macam pola hiasan yang dibuat untuk memperindah rumah adat (exterior rumah), yang diwariskan turun-temurun melatar-belakangi pola fikir masyarakat suku Batak Toba. Gorga terbesar di seluruh wilayah Toba walaupun tidak selamanya merata suku wilayah Toba. Masyarakat Batak Toba khususnya saat ini, kurang mengerti dengan hal – hal mengenai kebudayaan ini. Salah satunya yaitu, pemahaman tentang Gorga. Gorga Batak merupakan salah satu karya seni dan kebudayaan Batak yang usianya su- dah cukup tua dan merupakan seni pahat tradisional yang dibuat secara alami. Pada zaman da- hulu, Gorga hanya dibuat untuk rumah yang dianggap terhormat, karena nenek moyang Batak menganggap bahwa Gorga bukan hanya sekedar hiasan, tetapi memiliki makna yang mencer- minkan hidup orang Batak. Salah satu Gorga Batak Toba yang menonjol, adalah Gorga singa-singa. Gorga singa-sin- ga dipajang di bagian depan Jabu sebanyak dua buah. Gorga singa-singa di tempatkan di sisi kiri dan kanan Jabu. Jika dilihat dari asal katanya Gorga singa-singa berasal dari kata singa yang berarti hewan buas yang menjadi raja hutan. Tetapi bentuk Gorga singa-singa tidak seperti bentuk hewan singa yang sebenarnya. Gorga singa-singa lebih mempunyai kemiripan kepada manusia. Wajah Gorga singa-singa seperti wajah manusia dengan sikap jongkok, kepala dibuat besar dengan kaki yang sangat kecil dan mata yang membelalak. Berdasarkan dari bentuknya, Gorga singa-singa memberikan banyak insprirasi dalam menciptakan busana wanita exotic dramatic style. Bentuk mata dan bibir Gorga singa-singa akan diterapkan sebagai motif busana, dan karakter Gorga singa-singa menginspirasi dalam mendesain bentuk busana. Exotic dramatic style adalah gaya berbusana yang memiliki unsur budaya dan drama, mereka menggunakan hal yang berbeda, unik, etnik, original, trend dan gaya. Mereka memiliki kepribadian yang mantap dan memiliki selera yang berbeda. Kadang mereka bertutur lembut bijaksana, namun kadang mereka bisa ekspresif. Wanita penyukaexotic dramatic style biasanya menyukasi warna magenta, hitam, kuning, hijau lumut, warna tanah dan autumn. Mereka suka memadukan warna terang dan warna gelap, aksesoris yang mereka gunakan tidak umum, unik

dan antik. Seperti perpaduan emas tembaga, perak bakar, dan batu permata. Target dari busana yang terinspirasi dari Gorga singa-singa adalah wanita yang menyu-

726 kai exotic dramatic style, hal ini dikarenakan wanita dengan gaya busana exotic dramatic sangat menyukai hal-hal yang berbeda dari yang lain dan selalu ingin tampil bedadan unik. Sehingga Gorga singa-singa menjadi sumber ide yang pas dalam konsep busana exotic dramatic style.

Ide Pemantik (Design Brief) Dalam pembuatan desain busana ini penulis terinspirasi dari salah satu kesenian yang terdapat di Batak Toba yaitu Gorga. Gorga adalah hiasan yang terletak pada bagian luar rumah tradisional khas Batak, dan Gorga merupakan salah satu karya seni dan kebudayaan Batak yang usianya sudah cukup tua. Gorga pada rumah adat Batak Toba ada 31 jenis, dari banyaknya jenis Gorga yang terdapat pada rumah adat Batak, penulis terinpirasi pada Gorga singa-sin- ga. Singa-singa yang berasal dari kata singa. Singa di Gorga ini diartikan sebagai berwibawa (mempunyai kharisma). Gorga singa-singa sama sekali tidak mirip dengan hewan singa, namun menyerupai manusia yang sedang jongkok. Kepalanya di buat sangat besar, diserbani dengan kain tiga Bolit (kain dengan tiga warna yaitu hitam, merah dan putih), kakinya sangat kecil se- hingga sulit untuk membayangkan bentuk manusia. Gorga singa-singa juga melambangkan ke- mampuan seseorang melakukan sesuatu, kebenaran dan keadilan hukum. Letaknya pada kepala sumbho kiri dan kanan.

727 Gorga pada rumah adat Batak Toba ada 31 jenis : 1. Gorga Sitompi 2. Gorga Dalihan Na Tolu 17. Gorga Jenggar 3. Gorga Hariara Sundung Dilangit 18. Gorga Jaga Dompak 4. Gorga Simeol-meol 19. Gorga Singa-singa 5. Gorga Simeol-meol Masiolan 20. Gorga Ulu Paung 6. Gorga Silintong 21. Gorga Andor Mangalata 7. Gorga Simarogung-ogung 22. Gorgab Andor Hait 8. Gorga Hoda-hoda 23. Gorga Orang-aring 9. Gorga Boraspati 24. Gorga Manuk-manuk 10. Gorga Sijonggi 25. Gorga Simartarihoran 11. Gorga Ipon-ipon 26. Gorga Bindu Matoga 12. Gorga Iran-iran 27. Gorga Jamban 13. Gorga Simataniari 28. Gorga Piso-piso 14. Gorga Desa Na Ualu 29. Gorga Andor Marsirahutan 15. Gorga Sitagan 30. Gorga Andor Simeneng 16. Gorga Adop-adop ( Hiasan Susu) 31. Gorga Dila Paung

Tabel 1 Jenis-jenis Gorga

Sumber: Dokumentasi pribadi (Penulis) 2015

Dengan memilih Gorga singa-singa yang berasal dari Batak Toba sebagai sumber in- spirasi dalam konsep busana, maka akan dibuatkan busana dengan tiga kategori yaitu Ready to wear, Ready to wear deluxe, dan Haute couture.

728 Mind mapping desain brief

Gambar 1 : mind mapping design brief

Sumber : dokumentasi pribadi (penulis) 2015

Gambar 2 : mind mapping exsotic dramatic style

Sumber : dokumentasi pribadi (penulis) 2015

729 Keyword terpilih Keyword terpilih “Gorga singa-singa” “exotic dramatic style” Gorga Batak Toba Budaya Mata Etnik Mulut Ekspresif Lambang kekuasaan / Hitam kekayaan Berkharisma Merah maroon Berwibawa emas Pelindung Perak bakar Penolak bala Batu permata Kebenaran Tembaga Kekuatan Warna tanah Keadilan

Tabel 2 Keywords Design Brief terpilih

Sumber: Dokumentasi pribadi (Penulis) 2015

Desain Terpilih Tiga desain yang terpilih menceritakan perjalanan Gorga Singa-singa dari sebatang kayu, mulai di ukir, sampai terbentuklah ukiran Gorga Singa-singa yang sempurna.

a. Ready To Wear Ready To Wear Siluet : H

Atasan : sweater Hoodie Bahan : katun primisima (bagian badan) dan Fancy lace (bagian lengan dan aksen segitiga pada busana) Motif Gorga singa-singa : teknik Ba- tik Bawahan : Jogger Pants Bahan : Fancy Lace

Tabel 3 sket ready to wear Gorga, The Protector

Sumber : pribadi (penulis) 2016

730 Ready To Wear Deluxe Ready To Wear Deluxe Siluet : H

Atasan : cape Bahan : atasan dan cape, acetate cady black dan strech lurex gold Motif Gorga singa-singa : teknik pen- empatan manik-manik pada pola gam- bar Gorga singa-singa Bawahan : Rok siluet H dengan detail belahan pada sisi kiri dan kanan Bahan : cape, acetate cady black dan strech lurex gold

Tabel 4 sket ready to wear Deluxe Gorga, The Protector Sumber : pribadi (penulis) 2016

Houte Couture Houte Couture Siluet : H

Atasan : Long dress dengan detail be- lahan pada sisi kiri dan cape Bahan : long dress Baby Terry Print- ing cape, kulit kayu Latung Motif Gorga singa-singa : teknik penempatan manik-manik pada pola gambar Gorga singa-singa

Tabel 5 sket Haute Couture Gorga, The Protector

Sumber : pribadi (penulis) 2016

731 Desain Motif

Gambar 3 desain motif ready to wear (kiri) dan haute couture (kanan)

(Sumber : dokumentasi pribadi (penulis) 2016)

Gambar 4 desain motif ready to wear deluxe bagian dalam(kiri) dan desain motif ready to wear deluxe cape (kanan)

Sumber :pribadi (penulis) 2016

Estetika dalam Gorga Singa-Singa Estetika dalam Gorga Singa-Singa dapat diketahui melalui analisis unsur Seni dan prinsip desain dalam Gorga Tersebut.

Gambar 5 Gorga Singa-singa

Sumber : Achim Sibeth ; The Batak

732 Unsur Seni Dalam Gorga Singa-Singa 1. Garis: Garis memberikan kesan watak tertentu sehingga dapat digunakan sebagai perlam bangan, seperti Garis tegak mselambangkan keagungan, Garis halus, melengkung-lengkung berirama mengesankan kelembutan.

Gambar 5 garis

Sumber : dokumentasi HMJ Fotografi 2016

2. Bidang: Bidang dapat terbentuk karena kedua ujung garis yang bertemu, atau dapat pula terjadi karena sapuan warna. 3. Tekstur: Gorga mempunyai sifat permukaan yang berbeda. Tekstur dibedakan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu. Tekstur nyata adalah nilai raba yang sama antara penglihatan dan rabaan. Sedangkan tekstur semu adalah kesan yang berbeda antara penglihatan dan perabaan. 4. Ruang: Dapat dirasakan langsung oleh pengamat seperti halnya Gorga Singa-Singa. 5. Warna: Warna dominan pada Gorga Singa-Singa adalah warna alami kayu yang diberikan sedikit sentuhan merah, hitam dan putih.

KESIMPULAN Koleksi busana Gorga, The Protector adalah busana ready to wear, ready to wear de- luxe dan haute couture yang terinspirasi dari Gorga singa-singa. Gorga singa-singa berasal dari Batak Toba, Sumatera Utara. Motif pada busana terinspirasi dari mata dan mulut Gorga Sin- ga-singa.Gorga Singa-singa memiliki karakter beriwibawa, berkharisma, pemimpin dan pelind- ung. Gorga Singa-singa merupakan salah satu karya seni pahat dan kebudayaan Batak yang usianya sudah cukup tua.Pada zaman dahulu,Gorga hanya dibuat untuk rumah yang dianggap terhormat, karena nenek moyang Batak menganggap bahwa Gorga bukan hanya sekedar hiasan, tetapi memiliki makna yang mencerminkan hidup orang Batak.

733 Pengaplikasian ide dari konsep Gorga Singa-singa ke dalam busana dengan menggu- nakan delapan tahapan penciptaan Desain Mode yaitu, Design Brief, Research and Sourching, Design Development, Prototype Samples and Contruction, Final Collection, Prototype and The Busines sehinggga dapat menciptakan busana dengan konsep Gorga Singa-singa dengan tiga kategori: 1. Ready To Wear, merupakan busana yang di desain dengan sesederhana mungkin dan siap pakai namun tetap menerapkan motif Gorga Singa-singa yang terfokus pada bagian mata dan mulut Gorga yang di kembangkan. Motif pada busana ini menggunakan teknik batik. 2. Ready To Wear Deluxe, merupakan busana yang tingkat kerumitan pengerjaan dan desain nya bearada di atas kategori busana Ready To Wear. Pada busana Ready To Wear Deluxe di terapkan manik-manik yang membentuk mata dan mulut Gorga dengan pengerjaan yang teliti. Teknik yang digunakan pada busana ini adalah teknik Patchwork dan pengaplikasian manik-manik. 3. Haute Couture, merupakan busana dengan tingkat kerumitan paling tinggi. Proses pem buatan nya harus sangat teliti dan menggunakan bahan-bahan yang terbaik. Pada busana ini menggunakan manik-manik pilihan untuk membentuk motif Gorga pada busana. Teknik yang digunakan pada busana ini adalah teknik Patchwork dan pengaplikasian manik-manik.

DAFTAR PUSTAKA Sihombing, Merdi. 2014.PerjalananTenun. Jakarta: Gramedia Siahaan, Bisuk. 2015. Warisan Leluhur Yang Terancam Punah. Jakarta: Sibaran, Robert. 2013. Warisan leluhursastra lama dan aksara Batak. Bandung: SinarKreatif Hutapea, Marbun. 1987.Kamus Budaya Batak Toba. Jakarta: BalaiPustaka M, Saleh. 1981.Seni Patung Batak Dan Nias. Jakarta: Proyek Media Gens, Malau. 2000. Aneka Ragam Ilmu Pengetahuan Budaya Batak. Jakarta TaotobaNusabudaya Situmeang, Doangsa. 2003. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak toba. Jakarta: Gramedia Vergouwen, Jacob. 2004.Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: LKIS Sidabutar, S. S. 2011.Toba Batak dialect. Jakarta: Mitra

Sarumpaet, J. P. 2008 : kamus Batak. Jakarta: Gramedia Bangunjiwo, Ki Juru. 2007. Misteri Pusaka-Pusaka Soeharto. Yogyakarta: Galang Pressya

734 VISUALISASI ENDEK DALAM KARYA FOTOGRAFI FASHION

Oleh : Candra Hariadi Program Studi Fotografi Fakultas Seni Rupa Dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

Abstrak Berawal dari pengamatan kain endek yang kini banyak digandrungi masyarakat yang kini banyak juga digunakan bahan produk fashion dan didukung pendidikan pencipta di bidang fotografi, timbulah ide untuk membuat karya tugas akhir berupa karya fotografi fashion tentang visualisasi endek yang menggunakan teknik manipulasi montase. Endek merupakan salah satu kain tenun asli dari Bali yang termasuk juga dalam golongan tenun ikat. Jika dilihat dari pemakaiannya motif endek ada yang memang digunakan untuk kegiatan keagamaan dan untuk kegiatan sehari – hari atau kegiatan sosial. Motif endek kini sudah banyak berkembang dan mengikuti alur pasar dan yang masih bertahan keasliaanya adalah motif yang memang digunakan untuk acara keagamaan seperti motif Encek Saji dan Patra. Motif yang banyak dipas- arkan dan banyak peminatnya adalah motif lama yang dimodifikasi lagi seperti motif burung merak, motif matan ai, motif kembang, ceplok, motif sulur, motif songket dan sebagainya. Endek yang dulu perkembangannya menurun dan kurang digandrungi mengalami pe- rubahan 180 derajat menjadi lebih pesat meningkat. Banyak desainer yang menggunakan endek sebagai bahan. Tidak hanya di Bali saja namun hingga desainer ternama Indonesia. Pencipta berkeinginan membuat sebuah karya fotografi fashion yang menggunakan teknik montase se- bagai ide visualisasi. Penerapan teknik pemotretan seperti komposisi, dan tata cahaya diterap- kan dalam pembuatan karya foto ini. Visualisasi endek dalam karya fotografi fashion dengan mempertimbangkan unsure - unsur visual dan landasan teori. Observasi dilakukan sesuai dengan bagaimana pekembangan busana endek yang disajikan dalam karya fotografi menggunakan teknik montase diharapkan dapat memberikan inspirasi dan mengembangkan kreatifitas kepada generasi penerus dalam hal pencarian tema dan konsep yang lebih menantang. Kata Kunci : Endek, Visualisasi, Fotografi Fashion

735 Abstract Starting from the observation with endek that loved by community this time. And also used as material of fashion product and supported by education in the field of photography , appear an idea to create a thesis of fashion photography work on visualization endek who use manipula- tion techniques of montage . Endek is one of the original woven fabric from Bali which included also in the kind of weaving. When viewed from its used there endek motif that was used for religious activities and for daily activities or social activities. Endek motif now widely grown and follow the flow of the market and still surviving originality is a motif that is used for religious events like motif Encek Saji and Patra. Motifs are marketed and much demand is the motive old modified more like a peacock motif, Matan Ai motif, flower motifs, ceplok, Sulur motif, songket motifs and many more. Endek formerly declining development and less loved changed 180 degrees to more rapidly increase. Many designers are using endek as an material . Not only in Bali, the famous designer Indonesia too. Creator want to create a work of fashion photography that uses montage techniques as visualization of ideas . The application of shooting techniques such as composition and lighting applied in the making of this photo work . Visualization endek in fashion photography considering the elements of visual and theoretical basis . Observations carried out in accordance with how the fashion of endek developments presented in photographic works using montage techniques is expected to inspire and develop the creativity of the next generation in terms of theme and concept that more challenging . Key word : Endek, Visualization, Fashion Photographic

PENDAHULUAN Endek merupakan salah satu kain tenun asli dari Bali yang termasuk juga dalam golon- gan tenun ikat. Jika dilihat dari pemakaiannya motif endek ada yang memang digunakan untuk kegiatan keagamaan dan untuk kegiatan sehari – hari atau kegiatan sosial. Motif endek kini sudah banyak berkembang dan mengikuti alur pasar dan yang masih bertahan keasliaanya ada- lah motif yang memang digunakan untuk acara keagamaan seperti motif Encek Saji dan Patra. Motif yang banyak dipasarkan dan banyak peminatnya adalah motif lama yang dimodifikasi lagi seperti motif burung merak, motif matan ai, motif kembang, ceplok, motif sulur, motif songket dan sebagainya. Sebelum digandrungi seperti sekarang, pada tahun 1996-2006 kain

endek sempat mengalami penurunan produksi akibat dari banyaknya persaingan produksi kain sejenis buatan pabrik yang mulai masuk ke pasaran. Pada tahun 2007-2012 juga mengalami penurunan. Fluktuasi penurunan sangat dirasakan pada tahun 2008-2010. Hal tersebut dise-

736 babkan bahan baku yang sulit didapat, harga bahan baku benang yang mahal, dan kualitas pro- duksi yang tidak sesuai dengan standar produksi kain endek. Saat ini kain endek sudah mulai banyak digandrungi lagi, pemasaran dan promosinya pun mulai gencar. Fotografi fashion dipilih sebagai cara promosi, namun menggunakan ide yang berbeda. Pencipta memvisualisasikan endek yang ada kedalam sebuah karya komersial dengan menggunakan teknik digital imaging (montase) . Ide itu dipilih pencipta karena dengan memvisualisasikan motif kain endek diharapkan karya fotografi fashion dapat memberi warna dalam karya fotografi .

METODE PENCIPTAAN Kain endek adalah kain tradisional Bali yang dibuat ragam hiasnya dengan cara ikat pakan. Daerah pembuatnnya hampir di seluruh kabupaten di Bali. Untuk membuat tenunan tr- adisional digunakan alat tenun yang disebut cagcag. Namun kini pembuatannya banyak meng- gunakan alat yang bisa mempercepat produksi kain yang disebut ATBM atau Alat Tenun Bukan Mesin. ( Kartiwa, 2007 : 56 ) Kain endek mulai berkembang sejak abad 18. Meskipun kain endek telah ada sejak abad 18 akan tetapi endek mulai berkembang pesat di Desa Sulang setelah masa kemerdekaan. Kerag- aman Motif yang dihasilkan lebih banyak menggambarkan flora, fauna, dan tokoh pewayangan yang sering muncul dalam mitologi-mitologi cerita Bali. Motif tersebut memberikan ciri khas tersendiri pada kain endek dibandingkan dengan motif-motif kain pada umumnya dengan nu- ansa alam, kreasi batik, kreasi warna yang dipadu padankan dan menghasilkan motif bermutu tinggi, sehingga dari waktu kewaktu kain endek selalu menjadi pilihan khususnya Kain endek desa Sulang. ( Michel Picard, 1992 : 261 -262 )

Fotografi Fashion : Fotografi komersial memotret untuk keperluan iklan atau yang biasa disebut advertising. Menurut Amien Nugroho (2006: 77) salah satunya adalah fotografi fashion. Fotografi fashion semakin berkembang setelah pakaian mulai diproduksi secara massal berkat penemuan mesin jahit. dan berbagai majalah fashion berilustrasi foto diterbitkan untuk kepentingan komersial industri pakaian

737 Di tahun 1920-1930an, foto fashion pada majalah-majalah ditampilkan lewat model yang tampil alamiah dengan pose kaku dan formal, penuh wibawa di depan layar. Revolusi fotografi fashion secara besar-besaran terjadi pada tahun 1960an. Industri pakaian maju pe- sat. Pakaian dijual di jalan-jalan dan dapat diakses dengan mudah oleh berbagai strata sosial. Batas-batas sosial semakin hilang. Dinamika dalam masyarakat ditandai dengan keterbukaan, gerak kebebasan, dan akses pada kesetaraan, ditandai dengan munculnya gerakan feminisme, anti perang, dan pop art. Model wanita berbadan sehat dan kurus dipotret dengan pose dina- mis, yang merepresentasikan gerakan kebebasan dan kesetaraan kaum wanita (namun sekaligus juga gerakan untuk menjadi lebih konsumtif). (Checefsky 2007 : 151 – 153 ). Kemunculan teknologi digital menggeser kembali gagasan realisme dalam fotografi fash- ion ke eksplorasi imajinasi dan fantasi (Checefsky 2007 : 161 – 163 ). Di tahun 2000an, foto fash- ion dipresentasikan dalam bentuk staged photography (bentuk fotografi di mana momen sudah diatur sebelumnya seperti halnya penampilan di atas panggung) dengan kolaborasi eksplorasi artistik dan teknologi digital. Foto fashion semakin melebur sebagai foto seni yang ditampilkan tidak hanya di majalah, melainkan di galeri-galeri. Kombinasi antara fotografi fashion dan seni ini nampak misalnya dalam karya-karya fotografer fine art seperti Larry Sultan (Checefsky, op. cit., 204 ).

Teori Fotografi Fashion: Menurut Barthes dalam buku System De La Mode (1967 : 232 ), kajian mode atau fash- ion Barthes tidak pernah terlepas dari bidang semiotika yakni operasi struktur penanda (sig- nifier) mode, struktur petanda (signified)-nya, dan struktur sign atau signifikansinya. Model pakaian seseorang juga harus disesuaikan dengan fungsinya sebagai tanda, yang membedakan antara pakaian untuk kantoran, olah raga, liburan, upacara-upacara tertentu, bahkan untuk mu- sim-musim tertentu seperti pakaian musim dingin, musim semi, musim panas ataupun musim gugur. Status seseorang sendiri dalam masyarakat seringkali dicitrakan melalui merk atau brand dan rancangan siapa pakaian yang dikenakannya. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, dunia mode adalah salah satu pelegitimasi ideologi gender yang selama ini sering dikonter oleh para

feminis. ( Barthes 1967 : 233)

738 Foto sebagai salah satu sarana yang sanggup menghadirkan pesan secara langsung (se- bagai analogon atau denotasi) dapat meyakinkan seseorang (pembaca berita atau iklan) bahwa peristiwa tersebut sudah dilihat oleh seseorang, yakni fotografer. Menurut pandangan (Sunardi, 2004:157-158), seorang fotografer dalam memotret seringkali memperhatikan pose, objek yang dipilihnya, logo-teknik, dan juga sejumlah manipulasi demi tercapainya apa yang hendak “ditu- lisnya”. Hal ini seringkali ditemukan dalam sejumlah media cetak, terlebih lagi pada iklan yang lebih menekankan kekuatan foto pada aspek-aspek daya tariknya sebagai sarana persuasif yang seringkali memanfaatkan tema-tema keintiman, kekhawatiran, dan idola. Dalam pembuatan karya ini, tercapainya pesan dan maksud dari pencipta maupun desainer san- gatlah dituntut. Diharapkan melalui teknik montase yang dipilih menjadi daya tarik tersendiri untuk masyarakat sehingga tujuan komersial menjadi tercapai. Penerapan pose dan objek – ob- jek pendukung yang sesuai dengan konsep menjadi senjata utama dalam pembuatan karya ini.

Metodelogi : Dalam karya penciptaan ini pencipta menggunakan satu metode penelitian, yaitu metode penelitian observasi.

Metode Observasi Data diperoleh dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis kemudian dituangkan ke dalam bentuk sket ( bungin: 2007, 115 ) Pencipta melakukan observasi langsung ke desainer busana yang menggunakan Endek sebagai bahan dasarnya. Pencipta melibatkan tiga diseainer yang merupakan salah satu mahasiswa dan mahasiswi desain mode FSRD ISI Denpasar. Tiga desainer tersebut antara kain Dika Sas- kara, Wiweka Ari, Dan Rika Adnyani. Mereka dipilih karena pencipta menyukai busana ran- cangan mereka, selain itu juga mereka merupakan mahasiswa/i yang kompeten. Pencipta juga melakukan survey tentang ide pemotretan ini, mencoba mencari tahu ide ini menarik atau tidak menurut orang lain.

739 PEMBAHASAN Setelah melalui berbagai tahapan pengamatan terhadap busasna endek dan mempelajari sum- ber-sumber tentang Fotografi fashion kemudian ditampilkan melalui karya foto. Ide, teknik, isi, dan makna dari pencipta terlihat jelas pada karya ini. Berikut adalah karya beserta ulasannya :

“The Queen Of Nature” The Queen Of Nature atau dalam bahasa Indonesia berarti Ratu Alam adalah gambaran dari seorang wanita yang disekelilingnya dipenuhi dengan tum- buhan dan mengenakan mahkota yang terbuat dari bunga dan dedaunan. karya ini menampilkan wan- ita yang menggunakan pakaian endek bermotif modern berwarna hijau divisualisasikan dengan unsur – unsur yang berhubungan dengan alam dan disajikan melalui montase. Warna hijau yang mer- Foto 1 The Queen of Nature upakan warna dingin yang dapat memunculkan kesan sejuk dan sering disebut dengan warna alam atau pun tumbuhan. Ditambah dengan lingkaran berwarna hijau yang memiliki arti bahwa ma- nusia dan alam hubungannya tidak pernah terputus seperti lingkaran hijau tersebut. Terdapat beberapa bunga dan daun yang merupakan bagian dari alam dipadukan sedemikian rupa agar mendukung objek utama. Warna – warna yang dipilih untuk daun, bunga, dan batu juga mer- upakan warna yang ada dalam busana tersebut.

740 “The Red Phoenix Lady” The Red Phoenix Lady atau Wanita Finix Merah merupa- kan gambaran seorang wanita yang menggunakan pa- kaian yang berbahan endek namun menggunakan patrun cina yang di bagian belakangnya terdapat burung finix merah. karya ini menampilkan busana dress berbahan endek yang bagian atasnya dipadukan dengan kain brokat dan disajikan secara montase. Warna merah yang sangat erat hubungannya dengan orang Chinese atau pun tiong hoa membuat pencipta mengambil ide editing yang ber- Foto 2 The Red Phoenix Lady nuansa Chinese. Burung finix yang menjadi penghias dis- ana banyak digunakan dalam kebudayaan Cina yang juga burung tersebut salah satu hewan mitologi dari cina. Burung finix di cina dulu banyak digunakan pada hiasan istana atau pakaian ratu di cina. Awan dan bulan merah merupakan gambaran bahwa sang burung finix sedang terbang tinggi dan warna merah di gunakan sebagai warna pendukung agar terlihat serasi den- gan objek utama.

“Kartini Now Day” Kartini Now Day yang berarti Kartini masa kini adalah gambaran dari seorang wanita yang me- makai busana dari endek yang bermotif biji – bijian yang di isikan hiasan prada dan menggu- nakan atasan kebaya merah model kebaya kartini juga menggunakan sanggulan gaya kar- tini. Disekitarnya ditumbuhi beberapa tanaman dan juga ada beberapa bebatuan. Motif yang digunakan dalam busana ini adalah motif biji –

Foto 3 KArtini Now Day bijian yang dimana biji – bijia merupakan salah satu asal dari tumbuhan dan biji – bijian memi- liki sifat keras, maka dari itu pencipta menampilkan tumbuhan bunga dan daun pada foto terse-

741 but. Ditambahkan 2 patung barong sebagai penambah kesan khas Bali yang merupakan asal dari endek itu sendiri. Segitiga sendiri merupakan gambaran dari perkembangan endek yang dulu hanya dikenal di Bali dan kurang berkembang juga namun kini hamper seluruh desainer ternama Indonesia tahu dan menggunakan endek sebagai bahan busana mereka.

“Dragon Master” Dragon Master yang berarti master naga menampil- kan seorang pria yang berpose pendekar dengan tongkat dan dibelakangnya terdapat seekor naga yang berwarna hijau. Busana yang berwarna merah dengan mengambil patrun asia ini menambah kesan chinese didalamnya. Terlihat jelas bagaimana bahan khas Bali yang dapat diolah dan digabungkan dengan kultur manapun. Satu kaki pendekar dinaikan agar bentuk celananya terlihat sebagai mana mestinya, dan ter- dapat khiasan di belakang model menambah ciri khas Foto 4 Dragon Master Chinese dalam karya ini. Naga merupakan hewan mi- tologi yang banyak digunakan dalam kebudayaan di asia dan di cina sendiri banyak patung, ornament dan hiasan – hiasan menggunakan bentuk naga. Dalam masyrakat cina dan tionghoa naga disebut “Lung” atau “Liong”, dimana didalam masyarakat mereka naga merupakan gamba- ran dari kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian. Selain naga disana juga terdapat sebuah gam- baran dari kobaran api yang merupakan gambaran dari semangat dan keberanian yang berko- bar dari seorang pendekar. Warna latar hijau dipilih karena latar hijau merupakan lambang kesejahteraan seperti tugas pendekar atau kesatria yang harus menjaga kesejahteraan.

“She Is Summer” She Is Summer atau “Ialah musim panas” merupakan karya yang menampilkan seorang wanita yang sedang duduk dan disekitarnya terlihat kering karena dirinya. . Motif endek yang dike-

nakan model merupakan motif “Matan Ai” atau matahari, jadi pencipta mengambil konsep gersang dan mencoba menghadirkan visual yang gersang dengan menambahkan pohon yang ti-

742 dak gersang dan daun – daun yang kering. Warna background dipilih warna coklat kekuningan agar menghadirkan kesan warna panas didalamnya. Visual ini disajikan karena sinar matahari membuat panas dan tak jarang jika terik matahari tidak di imbangi dengan hujan makan akan membuat bencana kekeringan. Maka dari itullah pencipta memilih konsep tersebut.

Foto 5 She is Summer

“Boy And Dry” Boy And Dry, yang dalam bahasa Indonesia berarti “Lelaki dan Kemarau” merupakan karya yang menampilkan seorang pria yang disekililingnya tr- lihat gersang. Seorang pria yang sedang duduk dan dikelilingi pohon yang gersang berdaun kering menjadi gambaran dari panas yang dihasilkan ma- tahari karena motif endek yang digunakan adalah matan ai atau dalam bahasa Indonesianya yaitu matahari. Terdapat juga beberapa patung pria yang mengepalkan tangan keatas sebagai tanda seman-

gatnya perkembangan dunia fashion pria saaat ini. Foto 6 Boy and Dry Bingkai yang mengeliling dan beberapa objek tim-

743 bul menandakan fashion pria saat ini sudah tidak ada batasan lagi yang hanya kaos, kemeja, dan jas saja.

“The Red Flowers” The Red Flower atau bunga merah merupakan karya yang menampilkan seorang wanita yang bagian be- lakangnya dipenuhi dengan bunga berwarna merah dan juga sebuah patung yang berbentuk kelopak bun- ga. Karya ini menapilkan sebuah busana dalam bentuk dress berbahan endek yang dipadupadan kan dengan kain tulle ( kain transparan ) berwarna merah yang di- olah digital dengan menggunakan teknik montase dan Foto 7 The Red Flowers menggunakan bunga, daun, dan patung berbentuk kelopak bunga sebagai gambar latarnya. Pada bagia gambar latar dipilih bunga, dan daun merah sebagai tanda romantisme yang ingin ditimbulkan, karena pakaian yang berwarna merah dan merupakan busana wanita. Disana juga terdapat se- buah patung berbentuk kelopak bunga sebagai gambaran bahwa busana juga merupakan bagian dari seni, seperti halnya patung.

“The Chinese Queen” The Chinese Queen, yang berarti “Ratu Cina” ini menampilkan seorang wanita yang disekelilingnya di hi- asi dengan ornamen Chinese dan dikepalanya berisi hi- asan mahkota yang menggambarkan dia adalah seorang ratu. Merah dalam konsep orang Chinese pada umumn- ya memiliki artian sebagai pembawa keburuntungan, se- mangat membara dan keberanian. Di hiasan kepala dan dibelakang objek yang merupakan ekor dari burung Phoenix atau dalam bahasa cina “Feng Huang” yang be- Foto 8 The Chinese Q ueen rarti jantan dan betina. Dalam masyrakat Cina kuno pa- kaian bermotif burung Phoenix merupakan pakaian un-

744 tuk seorang permaisyuri kerajaan. Disana juga terdapat hiasan bunga lotus merah yang memiliki arti kasih sayang dicina.

“Dry Season” Dry Season yang berarti musim kemarau merupa- kan karya yang menampilkan seorang wanita yang berdiri mengenakan pakaian dari endek yang dise- kelilingnya terlihat gersang karya ini menampilkan seorang wanita yang mengekan busana endek yang bermotif “matan ai” atau matahari yang visualnya berkonsepkan kema- rau karena diambil dari motif matahari yang identik dengan panas. Penyajian visual menggunakan Foto 9 Dry Season teknik montase dalam pengolahannya. Terdapat beberapa pohon yang gersang dan daun kering sebagai tanda kemarau. Lingkaran di bagian belakang merupakan sebuah symbol untuk matahari.

“Her Springtime” Her Spring Time yang berarti musim seminya adalah karya yang menampilkan seorang wanita yang dikelilingi dengan dedaunan dan bunga yang mekar. Disini pencipta ingin menampilkan suasa- na musim semi atau musim bunga. Karya ini menampilkan wanita yang menggunakan pakaian endek bermotif modern berwarna hijau di visual- isasikan dengan unsure – unsure yang berhubun- gan dengan alam dan disajikan melalui teknik

Foto 10 Her Springtime montase. Model difoto setengah badan agar motif

dan aksesoris dari pakaian terlihat jelas. Warna Hijau pada pakaian membuat pencipta mengambil ide penyajian berkonsep alam dan musim

745 semi. Warna hijau erat ikatannya berkaitan dengan alam, lingkaran hijau dilator juga sebagai penanda ikatan hubungan manusia dengan alam yang tidak akan putus dan berujung.

“Feng Huang and The Queen In The Sky” Feng Huang and The Queen In The Sky berarti “Feng Huang dan Ratu Di Langit” merupakan sebuah karya yang menampilkan wanita yang mengenakan pakaian berwarna merah yang dikelilingi burung finix dan berdiri diatas awan. Feng Huang merupakan burung finix dalam bahasa cina. Busana yang menggunakan warna merah dan terlihat begitu elegan bak busana seorang ratu membuat pencipta mengambil konsep tentang ratu cina. Terdapat beberapa burung finix dis- ana, burung finix atau Feng Huang dalam bahasa cina.

Foto 11 Feng Huang and The Queen In The Sky Gambar burung finix banyak digunakan dalam kebu- dayaan cina dan biasanya terdapat pada pakaian per- maisyuri atau ratu. Terdapat bunga lotus merah se- bagai gambaran dari kasih sayang yang harus dimiliki setiap ratu. Objek yang berdiri diatas awan merupakan gambaran posisi seorang ratu yang memang tinggi.

“The Exoticism” The Exoticism yang berarti “Eksotisme” mer- uupakan karya yang menampilkan keeleganan seorang wanita yang mengenakan pakaian ber- bahan endek yang yang bermotif biji – bijian yang di isikan hiasan prada yang menunjukan keeksotismean kain asli Bali. Disekitarnya di- tumbuhi beberapa tanaman dan juga ada be-

berapa bebatuan. Batu – batuan merupakan Foto 12 The Exocitism pengartian dari sifat biji yang keras, bunga dan

746 daun merupakan penggambaran dari hasil dari biji – bijian yang nantinya menjadi tumbuh – tumbuhan. Terdapat patung barong yang merupakan penanda yang menggambarkan ikon Bali seperti halnya kain tenun endek.

“Red Moon” Red Moon yang berarti bulan merah merupakan karya yang menampilkan seorang wanita yang mengenakan pakaian ber- bahan brokat dan endek namun menggunakan patrun cina yang di bagian depan terdapat seekor singa batu. Karya ini menampilkan seorang wanita yang mengenakan busana endek yang didekatnya terdapat seekor singa batu. Singa batu sendiri adalah sebuah aspek penghiasan dalam arsitektur cina yang merupakan simbol pelindung yang mengusir hawa jahat. Sang model digambarkan sebagai dewi bulan merah dimana merah

Foto 13 Red Moon sendiri merupakan lambang keberuntungan dan kebahagiaan. Disana sang dewi bulan merah sedang dikawal oleh sang sin- gat batu yang mengusir segala hawa jahat dan melindungi dewi bulan.

“Alone In Dry” Alone In Dry yang berarti “Sendiri Di Kemarau” menampilkan seorang pria yang sedang duduk sendiri diatas batu yang disekelilingnya terdapat patung dan pohon yang sudah gersang. Seorang pria yang sedang duduk sendiri diatas bebatuan dan dikelilingi pohon yang gersang berdaun kering menjadi gambaran dari panas yang dihasilkan ma-

Foto 14 Alone in Dry tahari karena motif endek yang digunakan adalah matan ai (matahari ). Terdapat juga beberapa pa- tung pria yang pria yang mengepalkan tangan keatas sebagai tanda semangatnya perkembangan dunia fashion pria saaat ini.

747 “Spirit Of Fighter” Spirit Of Fighter yang berarti semangat petarung merupakan karya yang menampilkan seorang pendekar yang mengenakan pakaian berbahan endek dan membawa tongkat. Disekitarnya terdapat kobaran dan Singa batu. Pakaian ini digunakan oleh sang model yang berpose layaknya seorang pendekar/ petarung. Disekitarnya terdapat kobaran yang menggambarkan kobaran semangat dan ke- beranian petarung tersebut. Singa batu ditampilkan sebagai tanda dari kejantanan. Dalam tradisi orang Foto 15 Spirit Of Fighter Chinese singa batu merupakan tanda dari perlind- ungan yang mana penempatannya biasa diletakkan di depan pint gerbang. Singa batu berjumblah dua buah yang sebelah kiri adalah jantan, dan sebelah kanan betina karena itulah singa batu ini menoleh ke kiri yang melambangkan jantan. Visualisasi berkonsep Chinese dipilih karena dilihat dari warna pakaian dan bentuk pakaian yang menyerupai pakaian orang Chinese.

PENUTUP Busana yang berbahan endek, merupakan objek yang menarik untuk divisualisasikan dalam bentuk karya fashion yang menggunakan teknik montase sebagai konsep pemvisualisa- siannya. Untuk mengembangkan ide dan inspirasi pencipta dalam penyajian visualisasi endek dalam karya fotografi fashion, maka wajib memahami endek dan aspek visual yang bisa divusal- kan kembali seperti warna kain, motif, maupun bentuk pakaian. Penguasaan nilai – nilai este- tika juga sangat berperan untuk member nilai dan pemaknaan dalam sebuah karya fotografi. Elemen – elemen visual fotografi yang diterapkan untuk memvisualisasikan dalam karya antara lain adalah fokus perhatian, kontras, garis, cahaya. Selain itu juga diterapkan prinsip – prinsip dalam teori fotografi fashion yang memperhatikan pose, objek yang dipilih dan manipulasi yang

disusun dengan baik dalam pencapaian kerumitan, kesatuan dan kesungguhan dalam berkarya.

748 DAFTAR RUJUKAN Barther, Roland. 1967. System De La Mode ( The Fashion System ). New York : Hill And Wang. Checefsky, Bruce. 2007. Photography And Desire : Fashion, Glamour, And Pornography. Burl- ington : Focal Press Kartiwa, Suwati. 2007. Ragam Kain Tradisional Indonesia Tenun Ikat. Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama. Picard, Michel. 1992. Bali: Tourism Culturel Et CultureTouristique. Paris : I’Harmattan Nugroho, R. Amien. 2006. Kamus Fotografi. Yogyakarta: Penerbit Andi.

749