Relasi Sosial Jemaat Tionghoa Klenteng Eng an Kiong Terhadap Masyarakat Sekitar Saat Perayaan Cap Go Meh Di Kota Malang
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Relasi Sosial Jemaat Tionghoa Klenteng Eng An Kiong Terhadap Masyarakat Sekitar Saat Perayaan Cap Go Meh di Kota Malang Muh. Alauddin Rofi’ul F. Antropologi Universitas Brawijaya [email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan tentang peranan masyarakat etnis Tionghoa di Klenteng Eng An Kiong dalam menjaga kebudayaan Tionghoa, yang dikhususkan yaitu tradisi Cap Go Meh. Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkien yang secara harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama. Cap Go Meh sekaligus sebagai hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi etnis Tionghoa di seluruh dunia. Pada tradisi ini, Klenteng Eng An Kiong menyediakan hidangan yang berisi lontong, ayam, telor, dan sayuran rebung. Sajian tidak hanya untuk jemaat klenteng. Seluruh masyarakat sekitar juga bisa menyantap hidangan tersebut secara gratis. Warga hanya perlu sabar untuk menunggu giliran mendapatkan lontong Cap Go Meh. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan lokasi penelitian di Kota Malang. Dengan menggunakan bentuk analisis interaktif, penelitian ini menghasilkan beberapa fakta seperti berbagi lontong Cap Go Meh sebagai bentuk rasa syukur datangnya musim semi di muka bumi, dan terdapat makna tersendiri pada perayaan Cap Go Meh. Lontong yang berbahan dasar beras melambangkan makanan pokok orang Indonesia. Lontong adalah nasi yang tidak bisa tercerai berai dari butir ke butir. Perayaan lontong Cap Go Meh hampir serupa dengan lebaran ketupat yang dirayakan umat muslim setelah Hari Raya Idul Fitri. Makan lontong bersama dilakukan mulai pagi hingga malam. Namun pada sore harinya akan dilaksanakan ibadah bagi warga Konghucu sebagai wujud rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa. Kata Kunci : etnis, kebudayaan, tradisi, perayaan, jemaat, lebaran, ibadah PENDAHULUAN Bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural, atau artinya terdiri dari dua atau lebih etnis yang berbeda-beda dalam strukturnya, baik secara kebudayaan maupun kelembagaannya. Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku bangsa dan keturunan, baik dari keturunan Tionghoa, India, Arab dan lain-lain. Setiap golongan memiliki karakteristik yang berbeda-beda baik dari segi bahasa, identitas kultural, maupun adat istiadatnya, tetapi terikat oleh suatu kepentingan bersama bersifat formal dalam bentuk sebuah negara. Suku Tionghoa-Indonesia adalah salah satu etnis yang ada di Indonesia dan berasal dari leluhur mereka yang berasal dari negara Tiongkok (Cina). Leluhur suku Tionghoa- Indonesia datang dengan berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun melalui kegiatan perniagaan. Peran suku ini beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor ini yang kemudian menyuburkan kegiatan perniagaan dan lalu lintas barang dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, suku Tionghoa-Indonesia lalu ditetapkan menjadi salah satu suku dalam lingkup suku-suku di Indonesia melalui ditetapkannya Pasal 2 UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kebudayaan masyarakat suku Tionghoa-Indonesia ini kemudian mulai dikembangkan di Indonesia, yang antara lain bentuknya seperti bahasa, pakaian, seni pertunjukan, dan festival. Kebudayaan Tionghoa-Indonesia semakin berkembang dengan cepat seiring dengan bertambahnya populasi suku Tionghoa yang datang ke Indonesia. Melalui bahasa, yang mayoritas berbahasa Mandarin yang kemudian dituangkan dengan adanya aksara-aksara berbahasa Mandarin yang kemudian ditempel pada tempat ibadah suku Tionghoa-Indonesia misalnya pada Klenteng. Dalam perkembangan budaya dari seni pertunjukan, tentu masyarakat suku Tionghoa-Indonesia tidak bisa terlepas dari seni barongsai, yaitu sebuah seni pertunjukan tarian dengan penari yang sudah memakai kostum sedemikian rupa sehingga menyerupai singa. Festival dalam kebudayaan suku Tionghoa-Indonesia ini biasanya terkait dengan perayaan hari besar mereka, yaitu perayaan Imlek, dimana Imlek ini merupakan perayaan tahun baru dalam suku ini yang kemudian berakhir dengan perayaan Cap Go Meh. Perayaan Imlek biasanya berlangsung dengan meriah yang disertai dengan kembang api dan jamuan besar. Tradisi perayaan Imlek masyarakat Suku Tionghoa-Indonesia yang diakhiri dengan tradisi Cap Go Meh. Dimana kata Cap Go Meh yang berasal dari bahasa Hokkien yang berarti hari kelima belas dari bulan pertama. Cap Go Meh sekaligus sebagai hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi etnis Tionghoa di seluruh dunia. Perayaan Cap Go Meh oleh suku Tionghoa-Indonesia yang dilaksanakan berbeda-beda dalam setiap daerah, misalnya pada hal ini yang ingin saya bahas yaitu tradisi Cap Go Meh masyarakat suku Tionghoa-Indonesia di Malang oleh jemaat Klenteng Eng An Kiong yang merayakannya dengan cara makan lontong Cap Go Meh bersama masyarakat sekitar. Pada tradisi ini, Klenteng Eng An Kiong menyediakan hidangan yang berisi lontong, ayam, telor, dan sayuran rebung. Sajian tidak hanya untuk jemaat klenteng. Seluruh masyarakat sekitar juga bisa menyantap hidangan tersebut secara gratis. Warga hanya perlu sabar untuk menunggu giliran mendapatkan lontong Cap Go Meh. Lontong yang berbahan dasar beras melambangkan makanan pokok orang Indonesia. Lontong adalah nasi yang tidak bisa tercerai berai dari butir ke butir. Perayaan lontong Cap Go Meh hampir serupa dengan lebaran ketupat yang dirayakan umat muslim setelah Hari Raya Idul Fitri. Makan lontong bersama dilakukan mulai pagi hingga malam. Namun pada sore harinya akan dilaksanakan ibadah bagi warga Konghucu sebagai wujud rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dan bentuk bentuk analisis interaktif yang menggambarkan tentang perayaan Cap Go Meh yang dilaksanakan oleh masyarakat suku Tionghoa-Indonesia yang tergabung dalam jemaat Klenteng Eng An Kiong. Melalui tradisi berbagi lontong Cap Go Meh sebagai bentuk rasa syukur datangnya musim semi di muka bumi, dan terdapat makna tersendiri pada perayaan Cap Go Meh. Lokasi dalam penelitian yang dipilih adalah di Kota Malang. Lokasi penelitian ini dipilih dengan pertimbangan Kota Malang yang penduduknya berasal dari etnis yang berbeda-beda dan wilayah Klenteng yang berada di Kota Malang yang terletak pada daerah yang dikenal dengan Pecinan, kemudian jemaat Klenteng Eng An Kiong yang tentunya berasal dari suku Tionghoa-Indonesia yang mencoba melestarikan tradisi dalam perayaan Cap Go Meh dengan berbagi lontong bersama masyarakat sekitar. Sesuai dengan judul yang tertulis, maka peneliti ingin menekankan perhatian pada relasi sosial jemaat Tionghoa-Indonesia Klenteng Eng An Kiong terhadap masyarakat sekitar saat perayaan Cap Go Meh di Kota Malang. Bentuk pelestarian perayaan Cap Go Meh yang membahas mengenai makna tradisi makan lontong Cap Go Meh oleh masyarakat suku Tionghoa-Indonesia bersama masyarakat yang berada di sekitar wilayah Klenteng. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap informan yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini. Sehingga data yang diperoleh mendapatkan dua jenis data, yang pertama yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kepada informan, dan data sekunder diperoleh dari buku maupun literatur yang berkaitan dalam topik penelitian ini. PEMBAHASAN Pendekatan fungsionalisme-struktural dari Brown dan Malinowski mengatakan bahwa “fungsi” suatu institusi sosial adalah hubungan fungsi itu dengan kebutuhan organisasi sosial. Istilah organisme bukanlah merupakan suatu struktur, organisme adalah kumpulan unit (sel) yang disusun dalam suatu struktur yang berada didalam sebuah hubungan. Suatu sel atau unsur mempunyai aktivitas, dan aktivitas itu mempunyai fungsi. Fungsi adalah suatu sumbangan dimana aktivitas bagian (unsur) itu berguna bagi keseluruhan unit entitas (organisme atau masyarakat). Fungsi suatu aktivitas sosial adalah sumbangan yang diberikannya kepada keseluruhan kehidupan sosial yang merupakan fungsi keseluruhan sistem sosial tersebut. Pendapat yang demikian menunujukan bahwa sistem sosial mempunyai suatu jenis kesatuan, yang disebut sebagai kesatuan fungsional. Kesatuan fungsional didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana semua bagian di dalam sistem sosial itu bekerja dalam keadaan yang cukup harmonis. Parsons memiliki pendapat bahwa masing-masing subsistem dan sistem bertindak (budaya, sosial, kepribadian, dan organisme perlaku), secara fungsional dapat dianalisis sebagai ”sistem gerak sosial” yang masing-masing subsistem mempunyai fungsi. Seperti adanya subsistem budaya/kultur yaitu fungsi mempertahankan pola termasuk ke dalam kerangka hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan subsistem budaya sebagai subsistem dari sistem gerak sosial. Selain subsistem budaya/kultur, terdapat juga subsistem lainnya yang memiliki fungsinya sendiri-sendiri, seperti subsistem sosial yang berfungsi menjadi sistem integrasi yang diperlukan untuk menyatukan berbagai bagian dalam satu sistem, subsistem kepribadian memiliki fungsi untuk mencapai tujuan termasuk di dalam kerangka hubungan antar masyarakat atas dasar masyarakat yang perlu dalam pengorganisasian warganya untuk mencapai tujuan bersama yang biasanya dianggap sebagai aspek politik dan masyarakat. Subsistem adaptasi juga memiliki peran penting dimana dalam subsistem ini mencakup penyesuaian kebutuhan manusia dengan