GUNUNG SEBAGAI LOKASI SITUS-SITUS KEAGAMAAN DAN SKRIPTORIA MASA SUNDA KUNO Mountain As Religious Site and Scriptoria During Ancient Sunda Period
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi p-ISSN: 2252-3758, e-ISSN: 2528-3618 Terakreditasi Kementerian Ristekdikti No. 21E/KPT/2018 Vol. 8 (2), November 2019, pp 97 – 111 DOI: https://doi.org/10.24164/pw.v8i2.305 GUNUNG SEBAGAI LOKASI SITUS-SITUS KEAGAMAAN DAN SKRIPTORIA MASA SUNDA KUNO Mountain as Religious Site and Scriptoria during Ancient Sunda Period Dani Sunjana Divisi Penelitian dan Kajian Gumati Foundation Jalan Raya Garut–Tasik Km 70, Desa Tenjowaringin, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya E-mail: [email protected] Naskah diterima:13 Juni 2019 - Revisi terakhir: 31 Oktober 2019 Disetujui terbit: 28 November 2019 - Tersedia secara online: 30 November 2019 Abstract This research aimed to reconstruct the concept, value, and implication of mount as sa- cred landscape in Ancient Sunda period. The research used bibliographical method which combine the information interpretation from secondary philology and epigraph- ical sources with previously done archaeological researches. The result showed that mount and mountain in general used as a sacred and holy landscape in Ancient Sunda period. This conception then represented by the existence of religious sites and scripto- ria at the mount as a symbol to decrease the spiritual and intelectual distance with the deities and Supreme Being. Several mounts has been mentioned on written sources and need further archaeological research as a crosscheck confirmation in the future. Keywords: Ancient Sunda, mount, religious sites, scriptoria Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kedudukan gunung dan pegunungan sebagai lanskap suci dan implikasinya pada masa Sunda Kuno. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian pustaka yang memadukan interpretasi naskah-naskah dan prasasti kuno dari sumber sekunder dengan hasil-hasil penelitian arkeologi yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa gunung telah digunakan sebagai simbol yang sakral dan suci pada masa Sunda Kuno. Pandangan ini kemudian diwujudkan dengan cara membangun situs-situs keagamaan serta skriptoria sebagai upaya untuk memperdekat jarak rohani dan kesempurnaan pengetahuan dengan dewata dan kebenaran tertinggi. Gunung-gunung suci dan sakral masa Sunda Kuno beberapa di antaranya telah disebutkan dalam sumber-sumber tertulis dan perlu dikonfirmasi melalui penelitian arkeologis pada masa mendatang. Kata kunci: Sunda Kuno, gunung, bangunan suci keagamaan, skriptoria PENDAHULUAN dalam berbagai peradaban dan religi dunia Gunung merupakan lanskap alam (Laneri, 2015). Sejumlah gunung, seperti yang telah dikenal memiliki nilai sakral Himalaya (Nepal), Sinai (Mesir), dan 97 PURBAWIDYA Vol. 8, No. 2, November 2019: 97 – 111 Fuji (Jepang), merupakan contoh populer hanya gunung yang dijadikan tempat suci, mengenai hal ini. Menurut Bernbaum tetapi pula bukit-bukit atau lanskap buatan (2006), kesakralan gunung dalam yang ditinggikan dan dipandang memiliki berbagai budaya dapat termanifestasi kesejajaran makna sebagai tempat yang dalam tiga cara. Pertama, puncak tinggi, tempat persemayaman arwah gunung lazim dimaknai sebagai tempat leluhur (Laksmi & Wahyudi, 2018). paling suci dan berkaitan dengan mitos, kepercayaan, dan sejarah agama tertentu Penggunaan gunung sebagai simbol sehingga kemudian dijadikan sebagai sakral pada masa prasejarah semakin lokasi ziarah (pilgrimage), meditasi, atau berkembang pada masa Hindu Buddha di ritus kurban tertentu. Kedua, gunung Indonesia. Pada masa ini, gunung sebagai sering diasosiasikan dengan tokoh suci/ lanskap suci dikaitkan dengan mitologi mistis yang termanifestasi dalam bentuk Hindu India, Mahameru. Mahameru bangunan atau objek sakral, seperti kuil merupakan gunung kosmis, pusat dari atau objek alami lain, misalnya batu dan air alam semesta, digambarkan terletak pada terjun. Ketiga, gunung dianggap sebagai pulau yang berada di tengah samudera, dan lanskap yang mampu membuka kesadaran dikelilingi enam benua konsentris. Pada dan kebijaksanaan tertinggi manusia. Oleh puncak gunung Mahameru inilah para dewa karena itulah, gunung kerap dijadikan tinggal dalam arah dan tempat tertentu tempat untuk bermeditasi dan merenung yang disebut sebagai loka. Brahma tinggal (Bernbaum, 2006). Hal tersebut berlaku di bagian yang disebut Brahmâloka, Indra universal, tidak terkecuali di Indonesia. di Indraloka (swarga), Wisnu di Vaikuntha, Siwa di Kailasa, Kuwera di Mahodaya, Gunung telah dianggap sebagai dan lain-lain (Williams, 2003). Mitologi lanskap yang sakral dan disucikan sejak mengenai Mahameru kemudian diadaptasi masa prasejarah di Indonesia. Fenomena ini ke dalam kebudayaan Jawa. Pada naskah terutama tampak pada masyarakat dengan Tantu Panggelaran (XVI M), Gunung pola budaya megalitik yang menganggap Mahameru dikisahkan dipindahkan gunung sebagai tempat tinggal arwah oleh para dewa dari tempat asalnya di leluhur (Soejono, 2008). Akibatnya, Jambudwipa (India) ke Pulau Jawa agar gunung kemudian menjadi orientasi suci Jawa tidak terombang-ambing dan tenang yang dijadikan kiblat dalam ritual-ritual dari ancaman gelombang samudera. keagamaan serta lanskap yang lazim Selama pemindahan Mahameru, terdapat digunakan untuk mendirikan bangunan- bagian-bagian yang jatuh dan menjelma bangunan suci. Beberapa kawasan gunung menjadi gunung-gunung di sepanjang di Indonesia yang dikenal sebagai gunung Pulau Jawa. Adapun puncaknya diletakkan suci pada masa prasejarah misalnya adalah di wilayah Jawa Timur dan menjadi Gunung Dempo di Sumatra Selatan yang Gunung Pawitra atau Penanggungan, menjadi orientasi dari situs-situs megalitik gunung yang diidentifikasi sebagai pusat di Pasemah (Guillaud, 2006), Gunung dan orientasi religius, yaitu pada masa Sago di Sumatra Barat (Prasetyo & Mataram Kuno, Kadiri, Singasari, hingga Yuniawati, 2004), dan Gunung Slamet di Majapahit (Munandar, 2016). Purwokerto, Jawa Tengah (Sulistyarto, Gunung kosmik Mahameru ini 2003). Pada perkembangannya tidak kemudian dijadikan landasan dalam 98 Gunung sebagai Lokasi Situs-Situs Keagamaan .... (Dani Sunjana) kosmologi kerajaan-kerajaan di Jawa berada di kawasan pegunungan Merapi- selama periode Hindu-Buddha. Gunung Merbabu. Satu prasasti bercorak khusus dijadikan orientasi utama dalam dan empat ratus naskah lontar ditemukan konfigurasi situs-situs keagamaan. Gunung dari kawasan ini (Susanti, 2018). Damalung Merapi di Yogyakarta pada Mataram Kuno sebagai kompleks mandala juga disebut agaknya dianggap sebagai Mahameru dalam naskah Perjalanan Bujangga Manik mengingat padatnya temuan bangunan pada waktu ia memperdalam ilmu agama suci berupa candi di kawasan kaki gunung di tanah Jawa (Noorduyn, 1982). Selain ini meskipun belum didukung dengan Perjalanan Bujangga Manik, beberapa data tertulis yang memadai (Degroot, naskah Jawa Kuno juga menyebutkan 2009). Setelah perpindahan pusat kerajaan adanya mandala yang dibangun pada Mataram Kuno ke wilayah Jawa Timur, kawasan gunung, seperti naskah Tantu yaitu Pawitra, yang diidentifikasi sebagai Panggelaran yang menyebut dua mandala Gunung Penanggungan dijadikan sebagai istimewa dari sistem chaturbhasma, yaitu pusat orientasi suci kerajaan hingga masa Mandala Sukayajna di utara/timur gunung Majapahit. Pada masa ini posisi Pawitra Kailasa dan Mandala Kukub di arah sebagai gunung kosmik dan sakral semakin selatan Mahameru (Santiko, 2005). jelas dengan keberadaan ratusan bangunan keagamaan yang didirikan sepanjang kaki, Fenomena gunung sebagai orientasi badan, hingga puncaknya (Munandar, dan pusat aktivitas religius sesungguhnya 2016). Selain Penanggungan, gunung- juga terjadi di Jawa bagian Barat yang gunung lain di Jawa Timur, seperti Semeru merupakan wilayah kerajaan Galuh dan Arjuna, juga pernah menjadi situs dan Sunda Kuno pada masa Hindu- keagamaan yang penting pada masa ini. Buddha, tetapi hal ini masih sangat sedikit diperbincangkan. Pada masa ini— Pada masa Majapahit gunung sejajar dengan kasus di Jawa Tengah juga berkembang menjadi pusat dan Timur—gunung menjadi orientasi intelektual sebagai kompleks mandala/ dan pusat keagamaan yang penting. kedewaguruan. Mandala/kedewaguruan Artikel ini membahas gunung sebagai merupakan kompleks asrama, tempat lokasi dari situs-situs keagamaan dan pendidikan agama, yang dipimpin oleh skriptoria di Jawa Barat berdasarkan seorang dewaguru dari kaum rsi (pertapa). keterangan sumber-sumber tertulis serta Bersama dewaguru, pada kompleks data arkeologis yang memiliki kesejajaran mandala tinggal pula para pendeta dengan fenomena serupa pada gunung- dan pembantu serta murid-murid yang gunung di wilayah bagian Jawa Tengah menuntut ilmu keagamaan (Santiko, 2005). dan Timur. Jenis data dalam tulisan ini Pusat-pusat intelektual dan pendidikan merupakan data sekunder sesuai dengan agama ini banyak menghasilkan berbagai jenis penelitiannya sebagai penelitian naskah-naskah sastra dan keagamaan serta kepustakaan . Data sekunder adalah jenis prasasti-prasasti dengan corak khusus data yang berasal dari hasil penelitian sehingga sering disebut sebagai situs para ahli berbagai disiplin ilmu, seperti skriptorium (jamak: skriptoria). Salah arkeologi, geografi, dan filologi yang satu skriptorium yang telah teridentifikasi diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, misalnya adalah skriptorium Damalung, ataupun laman internet (Moleong, 2007). 99 PURBAWIDYA Vol. 8, No. 2, November 2019: 97 – 111 Data-data yang terkumpul selanjutnya Gunung Sri Mahapawitra dianalisis dan disajikan secara deskriptif Gunung Sri Mahapawitra guna memberikan gambaran secara tanggerana Panahitan umum mengenai peranan religius gunung poros di Panahitan sebagai lokasi-lokasi