SKRIPSI STRATEGI PEMENANGAN NGOGESA SITEPU SEBAGAI KETUA SUMUT 2016-2021

TRY REZEKI 120906078

Dosen Pembimbing : Drs. Tony P Situmorang, M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

TRY REZEKI (120906078)

STRATEGI PEMENANGAN NGOGESA SITEPU SEBAGAI KETUA GOLKAR SUMUT 2016-2021 Rincian isi skripsi, 107 Halaman, 16 buku, 5 jurnal, 2 undang-undang, 2 situs internet, 6 wawancara

ABSTRAK

Penelitian ini memilih topik tentang strategi pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Golkar Sumut 2016-2021. Mengapa penelitian ini menjadi penting, karena pada kenyataannya masih banyak faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan. Strategi politik yang baik haruslah dibuat dan disusun berdasarkan konsep yang modern dan mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi. Strategi politik yang berkonsep modern memiliki beberapa fase yang harus dilewati, yaitu; fase analisa situasi dan fase implementasi dari sebuah strategi yang diterapkan.Untuk itu, kandidat haruslah memiliki kapabilitas yang baik dalam menjalankan berbagai fase tersebut, agar tujuan mendapatkan dukungan politikdapat efektif dan efisien. Penelitian ini bertujuan menggambarkan bagaimana fase-fase tersebut, dan bagaimana proses eksekusi dari strategi yang sudah ditetapkan, dijalankan oleh Ngogesa Sitepu dan timsuksesnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai proses yang dilakukan oleh Ngogesa Sitepu dalam melakukan perencanaan strategi hingga eksekusi dari strategi yang telah direncanakan. Secara teoritik ada tiga modalitas yang dimiliki pasangan kandidat yakni modalitas politik, social, budaya dan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ngogesa Sitepu menggunakan kekuatan ketiga modalitas dan bersandar pada kekuatan yang dimiliki oleh Ngogesa Sitepu dan tim pemenangan, elit politik dan tokoh masyarakat, dan orang-orang terdekatnya yang berperan dan memiliki pengaruh untuk mendulang dukungan lebih banyak. Masing-masing peran tersebut untuk memperoleh dukungan atau suara dari pemilih dengan networking, image building dan mobilisasi yang dibangun. Akan tetapi, penelitian ini juga menemukan banyak timbul kefrustrasian baik pada proses maupun hasil yang diperoleh. Hal itu disebabkan karena tidak efisien dan efektifnya strategi yang dilakukan. Bahkan sering terjadi hal tersebut bermuara pada konflik internal partai itu sendiri. Keberhasilan dari

Universitas Sumatera Utara sebuah kontestasi politik tidak terlepas dari bagaimana strategi politik yang dimainkan oleh masing-masing pihak yang terlibat. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa peran kepemilikan modalitas dalam menetapkan strategi pemenangan pilkada sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau saling berkaitan satu sama lain baik modalitas politik, sosial dan ekonomi dalam networking, image building dan mobilisasi. Dan yang paling terpenting adalah komunikasi dan lobby kepada pengurus pusat atau DPP. Karena keterpilihan Ngogesa Sitepu sebagai pimpinan DPD Golkar Sumut juga tidak terlepas dari dukungan pengurus pusat DPP Golkar.

Kata kunci :Strategi, Modalitas,Pemenangan

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

TRY REZEKI (120906078)

THE WINNING STRATEGY OF NGOGESA SITEPU AS THE LEADER OF GOLKAR POLITICAL PARTY IN NORTH SUMATERA FOR THE PERIOD 2016-2021 Content 107 pages, 16 books, 5 journals, 2 acts, 2 internet sites, 6 interviews

ABSTRAK

This research explores the political strategy that led to the win of political candidate, Ngogesa Sitepu, as the head of regional committee of Golkar in North Sumatera for the year 2016-2021. This research and study is very important because of the fact that there are many factors that can influence the election in general. A good political strategy must be designed and arranged according to modern concept and it must also follow numerous current developments. A modern political strategy must have several phases that must be bypassed, which are: situation analysis phase and the implementation phase of a strategy. Therefore, the candidate must have a good capability in running those phases so that he or she can gain political support efficiently and effectively. This study also aims to illustrate those phases and the execution process of implemented strategies, which were run by Ngogesa Sitepu and his campaign team. This study uses descriptive, qualitative method that aims to describe numerous process that was done by Ngogesa Sitepu in strategic planning to his strategy execution. Theoretically, there are three modalities that is possessed by political candidates, these are political, sociocultural and economic modalities. The three modalities that were utilized by Ngogesa Sitepu as good strategies are networking, image building and mobilization. Research suggests that Ngogesa Sitepu used the three modalities that rest upon the power that he himself had, the power of his campaign team, political elites and public figures, as well as his closest allies that played significant roles in getting a bigger voting share. However, this study also found that a lot of frustrations are caused during the process and the final result that was obtained. This is because of the inefficient and ineffective strategy that was conducted. There were even many conflicts within the internal body of the political party itself. The success of a political contest is not far off from how the political strategy is played by all of the parties involved. In conclusion, this study shows that the ownership of modalities in determining winning strategies for an election is a significant factor that is inseparable with one

Universitas Sumatera Utara another, be it political, socio-cultural or even economic modalities in networking, image building and mobilization. What is even more important is that communication and lobby to the central political party bureau. This is because the winning of Ngogesa Sitepu is also partly due to the support of the central committee of Golkar.

Keywords : Strategy, Modalities, Winning

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kepada Allah SWT sang penguasa jagat raya, penguasa segala sebab akibat, pengatur arah mata angin, maha bijaksana dalam lautan keadilan dan kebenaran karena memberikan rahmat sehingga semuanya dalam keadaan sehat wal affiat. Shalawat dan salam kita hanturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW atas perjuangan yang ikhlas menyelematkan dunia dan manusia dari kebodohan.

Alhamdulillah, Allah telah memberikan kemudahan kepada saya untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Pemenangan Ngogesa Sitepu Dalam

Pemilihan Ketua DPD Golkar SUMUT 2016-2021”. Skripsi ini menjelaskan apa saja yang menjadi Strategi Pemenangan Ngogesa Sitepu Dalam Pemilihan Ketua DPD

Golkar SUMUT 2016-2021.

Terkhusus kepada kedua Orang Tua saya Djamaluddin dan Siti Hamidah terimakasih atas kasih sayang dan doanya kepada ku terutama selama penyelesaian skripsi ini, Dan seluruh keluarga terimakasih atas dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini, kehadiran dan pengorbanan kalian sangat penting.

Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H, M. Hum selaku Pejabat Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muriyanto Amin. S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik.

Universitas Sumatera Utara 3. Bapak Dr. Warjo, P.hD selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

4. Bapak Drs. Tony P Situmorang M.Si selaku dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, pemikiran, dan meluangkan waktunya selama

proses penulisan Skripsi.

5. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar Departemen Ilmu Politik FISIP USU.

6. Kepada Bapak Ngogesa Sitepu dan seluruh Kader Partai Golkar SUMUT.

7. Kepada kekasih saya Siti Soraya Iskandar yang telah memberikan semangat

dan sumbangan pemikiran dan waktu selama proses penulisan Skripsi.

8. Keluarga Besar Departemen Ilmu Politik, terkhusus kawan-kawan angkatan

2012.

9. Kepada Sahabat Saya Alam, Ridwan, Gema, Riska, Neny, Kahfi, Andri

Aceh, Ricki, Fadli, Haris, Yuda, Ardiya M, Rakib, Andri Mora, bang

Afgan, bang Amri, bang Fahri, bang Akbar, Andry, Ridho, Jeje, Putri

Novitasari, Joseph dan Rien .

Penulis meminta maaf atas kekurangan yang tidak disengaja apa bila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun gagasan yang tidak bisa dimengerti. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kekurangan baik secara penulisan maupun substansi dari skripsi ini. Demikian, semoga hasil Skripsi ini memberikan banyak manfaat dan menambah pengetahuan dari pembacanya.

Medan, 11 Oktober 2017

(Try Rezeki) 120906078

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ...... i

Halaman Persetujuan ...... ii

Halaman Pernyataan ...... iii

Abstrak ...... iv

Abstract ...... v

Kata Pengantar ...... vii

Daftar Isi ...... x

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

1.1. Latar Belakang ...... 1-7

1.2. Rumusan Masalah ...... 7

1.3. Pembatasan Masalah ...... 7-8

1.4. Tujuan Penelitian ...... 8

1.5 Manfaat penelitian ...... 8

1.5.1. Manfaat Akademis………………………………………………. 8

1.5.2. Manfaat Praktis…………………………………………………. 9

1.6. Kerangka Teori ...... 9

1.6.1. Demokrasi ...... 9-14

1.6.2. Partai Politik ...... 14-22

1.6.3. Strategi Politik ...... 23-25

1.6.3.1. Strategi Komunikasi Politik………………………………... 25-27

Universitas Sumatera Utara 1.6.3.2. Modalitas Dalam Kontestasi Politik……………………... 27- 34 1.7. Metode Penelitian ...... 34-35

1.7.1 Lokasi Penelitian……………………………………………. 35

1.7.2 Jenis dan Sumber Data…………………………………...... 35-36

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data...... 36-37

1.7.4 Teknik Analisa Data...... 37-38

1.7.5 Sistematika Penulisan...... 38-39

BAB II DESKRIPSI UMUM PARTAI GOLONGAN KARYA ...... 40

2.1. Sejarah Singkat Partai Golkar ...... 40-43

2.2. Sekber Golkar Sebagai Cikal Bakal Terbentuknya Partai Golkar ...... 43-51

2.3. Arah Paradigma Partai Golkar ...... 51-56

2.4. Doktrin Perjuangan ...... 56-58

2.5. Visi dan Misi Perjuangan Golkar ...... 58-62

2.6. Platform Politik Partai Golkar ...... 62-67

2.7. Pokok Pokok Program Perjuangan...... 67-70

2.8. Modal Perjuangan ...... 71-73

BAB III ANALISIS STRATEGI PEMENANGAN NGOGESA SITEPU SEBAGAI KETUA DPD GOLKAR SUMUT ...... 74

3.1. Strategi yang dilakukan Ngogesa Sitepu Dalam Pemenangan Sebagai Ketua DPD Golkar Sumut ...... 74-75

3.1.1 Data Hasil Analisa Situasi Internal…………………………… 75-76

3.1.2 Analisa Potensi Diri Ngogesa Sitepu…………………………. 76-77

3.1.3 Analisa Potensi Terhadap Calon Lain………………………… 77-80

Universitas Sumatera Utara 3.1.4 Analisa Potensi Jaringan Yang Dibentuk……………………... 80-82

3.1.5 Analisis Terhadap Track Record Ngogesa Sitepu…………….. 82-85

3.2. Modalitas Ngogesa Sitepu dalam strategi pemenangan

sebagai ketua DPD Golkar Sumut ...... 85

3.2.1. Pemanfaatan Modalitas Ekonomi ...... 85-86

3.2.2. Pemanfaatan Modal Kultural ...... 86-89

3.2.3. Pemanfaatan Modal Sosial Politik ...... 89-95

3.2.4. Konstruksi Otonomi Partai Golkar di Daerah ...... 95-102

BAB IV PENUTUP ...... 76

4.1. Kesimpulan ...... 103-107

4.2. Saran ...... 107

Daftar Pustaka ...... 108-110

Lampiran

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelitian ini menganalisis strategi pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD

Golkar Sumut 2016-2021.Dengan mengambil arena wilayah penelitian diDPD Golkar

Sumut.Penelitian ini secara spesifikmembahas bagaimana pelaksanaan pemilihan calon ketua DPD Golkar Sumut tahun 2016-2021. Selanjutnyalokus penelitian ini akan menganalisis strategi yang dilakukan oleh Ngogesa Sitepu untuk memenangkan sebagai Ketua DPD Gokar Sumut 2016-2021.

Adapun latarbelakang penelitian iniberawal dari momentum perubahan dalam dinamika perpolitikan sejak pergantian rezim Soeharto yang memberikan ruang demokrasi yang sesungguhnya. Hal ini ditandai dengan lahirnya era Reformasi, dimana Indonesia menjadi negara yang kian menghargai hak-hak warga negaranya terutama dalam menentukan sikap politiknya. Artinya memberikan ruang demokrasi politik lokal menjadi lebih terbuka dan bebas termasuk dalam kontestasi di internal partai politik.

Bagi institusi partai politik pergeseran dinamika politik yang lebih demokratis dalam mekanisme pemilihan pimpinan partai pun telah mengharuskan institusi partai politik melakukanpembenahan dalam strategi pendekatannya. Perubahan mekanisme tersebut telah membuka ruang kesempatan yang luas kepada seluruh warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam politik. Kondisi ini menuntut para kontestan untuk dapat memberikan pendidikan politik dan pendekatan kepada konstituen untuk

Universitas Sumatera Utara mengembalikan kepercayaan pemilih terhadap partai politik dan kontestan serta menggiring para konstituen menentukan pilihan politiknya.

Perubahan dan dinamika politik pemilihan pimpinan partai di Indonesia juga menuntut para entitas politik yang terlibat di dalamnya untuk melakukan berbagai penyesuaian yang fleksibel dalam hal strategi politik mereka. Jika hal itu tidak dilakukan, tujuan akhir yaitu kemenangan politik akan menjadi suatu hal yang sangat sulit untuk diperoleh. Karena, walaupun mereka memiliki berbagai keunggulan- keunggulan tertentu dibandingkan dengan para pesaing-pesaing mereka, namun jika tidak memiliki strategi yang tepat, bukan mustahil keunggulan-keunggulan itu menjadi tidak berarti, bahkan bisa jadi menjadi sesuatu yang kontraproduktif dalam perjuangan politik mereka.

Dalam sebuah kompetisi politik, keunggulan dalam menjalankan strategi politik merupakan salah satu penentu keberhasilan untuk memenangkan pertarungan.

Pada awalnya pengertian strategi hanya berkembang pada bidang militer yaitu bagaimana untuk memenangkan suatu peperangan, namun seiring dengan perkembangan jaman, strategi mengalami pergeseran kebidang lain termasuk politik.

Kata strategi itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “strat-egia” yang berarti kepemimpinan atas pasukan atau seni memimpin pasukan1

Pada perkembangannya strategi merupakan seni dan ilmu menggunakan, mengembangkan kekuatan – kekuatan (baik ideologi, politik, sosial budaya, ataupun hukum) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Strategi adalah

1Schroder, Peter. Strategi Politik (edisi bahasa Indonesia), FES, hal:4

Universitas Sumatera Utara rencana cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus dan saling berhubungan dalam hal waktu dan ukuran2.

Artinya dalam ranah politik, untuk memenangkan suatu kompetisi politik semua entitas politik termasuk elit politik maupun kandidat sangatlah memerlukan strategi politik. Hal ini dimaksudkan agar kemenangan politik, baik itu berupa dukungan politik maupun perolehan suara dalam pemilihan bisa diperoleh secara efisien dan efektif.

Partai Golkar sebagai salah satu partai besar di Indonesia bahkan di Sumatera

Utara memiliki gambaran yang cukup kompleks dengan berbagai dinamika politik internal maupun eksternal partai. Selain jumlah kader yang banyak, pelaksanaan pemilihan pimpinan partai cenderung diwarnai isu konflik karena berbagai hal; regulasi, kapasitas anggota partai, persaingan antara pendukung pasangan kandidat dan bisa juga pemilihan pimpinan partai menjadi pertarungan para petahana dalam mempertahankan kekuasaan formalnya untuk periode kedua.

Oleh karena itu, ruang demokrasi yang terbuka ini harus dimanfaatkan sebaik- baiknya, tidak dijadikan ruang konflik politik internal partai yang tidak akan menghasilkan apapun, namun pemilihan pimpinan partai adalah proses demokratisasi yang mesti dijalankan dengan penuh harapan guna memilih pimpinan partai yang sesuai dengan kader partai.

2Firmanzah, 2008, hal:259

Universitas Sumatera Utara Silih bergantinya pimpinan partai Golkar termasuk di Sumatera Utara memiliki cerita sendiri. Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sumut yang digelar 22-24 Agustus 2016 ternyata memiliki ketertarikan peneliti yang cukup menarik untuk dikaji, apalagi pimpinan DPD Golkar Sumatera Utara periode 2016-

2021 terpilih secara aklamasi tanpa perlawanan dari kandidat lain.

Walaupun diawal sebelum pemilihan pimpinan DPD Golkar Sumatera Utara dilaksanakan, lima kepala daerah sudah digadang-gadangkan mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD Golkar Sumatera Utara. Kelimanya yakni Syahrul M Pasaribu

(Bupati Tapsel), Kharuddinsyah Sitorus (Bupati Labura), Ngogesa Sitepu (Bupati

Langkat), Ok Arya (Bupati Batubara), dan Syarfi Hutauruk (Wali Kota

Sibolga)3.Bukan hanya itu, ada tiga nama lain yang meramaikan bursa pemilihan

Ketua DPD Golkar Sumut priode 2016-2019 yakni, Kodrat Shah, Yasir Ridho Lubis, serta Syamsul Arifin. Semua memiliki peluang yang samasebagai ketua DPD Golkar

Sumatera Utara.

Tidak bisa disangkal dengan banyaknya nama-nama yang muncul ke permukaan untuk bertarung sebagai Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara bukti kemapanan sebuah institusi partai. Selain itu menunjukkan proses kaderisasi partai

Golkar cukup baik. Keberhasilan kader partai sebagai kepala daerah, menjadi kredit poin untuk maju sebagai calon ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara.

3 Nur Iman Subono, Perempuan dan Partisipasi Politik, Yayasan Jurnal Perempuan dan The Japan Foundation, Jakarta, 2003.

Universitas Sumatera Utara Di sisi lain proses pemilihan Ngogesa sebagai pimpinan DPD Partai Golkar

Sumatera Utara secara umum melewati beberapa tahapan penting, yaitu, pertama, penjaringan kandidat. Penjaringan kandidat ini merupakan demokrasi internal partai yang biasanya harus dilewati oleh anggota partai atau siapapun yang berniat mencalonkan diri menjadi kandidat pimpinan partai.Logikanya sederhana dalam sebuah political market,kader merupakan salah satu "product"yang menentukan daya jual partai di publik. Makin baik pola rekrutmen dan kaderisasi dalam tubuh sebuah partai, maka makin baik pula mutu "product"yang akan dihasilkan dan ditawarkan ke publik. Makin baik mutu productyang diajukan, maka makin tinggi juga daya jual partai tersebut dalam pemilu karena makin tingginya keyakinan bahwa figur-figur yang akan dipilih merupakan kader-kader partai terbaik yang akan mampu mewakili kepentingan rakyat dan mengubah keadaan partai. Jadi kinerja sebuah partai politik, sangat ditentukan oleh kualitas dan sepak terjang kader-kadernya4.

Kedua, penjaringan dan seleksi yang telah dijaring. Partai tentu saja telah mengidentifikasi masalah-masalah apa yang berkontribusi pada penetapan kader pada saat pemilihan ketua partai. Ketiga, penetapan calon. Mencakup interaksi elit partai tingkat propinsi dengan tim yang dibentuk dengan memperoleh wewenang dari keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar. Jangan sampai justru dilanda konflik internal karena pola kepemimpinan yang ditunjukkannya cenderung oligarkis yang akhirnya mengakibatkan kinerja partai politik.

4 Rully Chairul Anwar, Pengembangan SDM Partai Politik: Rekrutmen dan Kaderisasi di Partai Golkar, Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2008.

Universitas Sumatera Utara Membaca persoalan yang dipaparkan di atas, dengan mengambil wilayah penelitian DPD Partai Golkar Sumut khususnya pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Golkar Sumut. Berbagai strategi politik yang diterapkan oleh Ngogesa guna mendapatkan dukungan maksimal dari pengurus partai sangat menarik dielaborasi lebih jauh, yaitu bagaimana Ngogesa melakukan berbagai strategi politiknya untuk memaksimalkan dukungan internal partai.Terlepas apakah menabrak aturan atau tidak, penolakan atau dukungan terhadap hasil Musda bahwa Ngogesa

Sitepu telah terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Golkar Sumut.

Dalam tulisan ini penulis mengambil dua point utama yang dibahas, pertama tentang bagaimana bentuk aturan, norma dan nilai netralitas politik elektoral partai

Golkar saat pemilihan pimpinan partai di tingkat DPD. Kedua adalah mengapa terjadi peleburan kekuatan politik elektoral Partai Golkar antara Pimpinan Pusat dan

Pimpinan Daerah dalam menentukan kebijakan politiknya sehingga aklamasi pemenangan di tubuh DPD Partai Golkar bisa diwujudkan.Ditengah konteks perkembangan konsolidasi demokrasi yang sedang mencari bentuknya, mendapatkan respons yang sejalan dari para elite partai Golkar dalam menentukan sikap politik organisasinya. Ketiga, apakah strategi yang dimainkan oleh kandidat yakni Ngogesa merupakan hasil dari proses perencanaan strategi atau hanya merupakan strategi alternatif sebagai strategi adaptif akibat adanya tuntutan perubahan dan tekanan baik dari lingkungan eksternal maupun internal partai.

Untuk itu penelitian ini hanya bertujuan untuk melihat bagaimana pola atau strategi yang dilakukan oleh Ngogesa Sitepu mengkonsolidasikan modal kekuatan

Universitas Sumatera Utara untuk memenangkannya. Bahkan proses perencanaan dan eksekusi strategi yang dilakukan oleh Ngogesadan timsuksesnya dalam usaha memenangkan kompetisi politik sebagai pimpinan partai politik DPD Golkar Sumatera Utara periode 2016-

2021.

1.2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini lebih memiliki arah yang jelas dan memberikan kemudahan dalam menampilkan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka diperlukan perumusan masalah yang jelas. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan pada latar belakang masalah, maka penulis merumuskan suatu masalah pokok dalam penelitian ini sebagai berikut: Bagaimana strategi pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Golkar Sumut tahun 2016-2021?

1.3. Batasan Masalah

Pembahasan mengenai persoalan strategi pemenangan sebagai pimpinan atau ketua DPD di tubuh partai politik merupakan topik yang kompleks.Kehadiran partai politik belum sepenuhnya mampu memposisikan diri sebagai institusi politik modem dalam mendorong demokratisasi di Indonesia. Hal itu disebabkan karena parpol sendiri secara intemal gagal menunjukkan dirinya sebagai partai yang demokratis.Keberadaan parpol justru dilanda konflik internal karena pola kepemimpinan yang ditunjukkannya cenderung oligarkis. Maka, agar lebih fokus kepada permasalahan yang akan diteliti maka penulis memberikan batasan dalam perumusan masalah. Peneliti hanya membatasi masalah dari segi konstitusi formal,

Universitas Sumatera Utara norma maupun nilai yang ada dalam pemilihan ketua DPD Golkar. Selain itu faktor modal kekuatan, peluang, dan marketing politik yang menjadikan Ngogesa Sitepu sehingga terpilih menjadi ketua DPD Golkar Sumut secara aklamasi.Modal kekuatan itu adalah modal politik (political capital), modal sosial, (social capital) dan modal ekonomi (economical capital), ketiga modal ini dapat mempengaruhi seorang kandidat dalam memperoleh dukungan dari seluruh kader Golkar.

1.4. Tujuan Penelitian

Sebagai sebuah kajian ilmiah dan sesuai dengan prinsip penelitian, adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang analisis strategi pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Golkar Sumut adalah untuk;

1. Mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan Ngogesa Sitepu dalam

pemenangan sebagai ketua DPD Golkar Sumut

2. Mengetahui modalitas yang dimiliki oleh Ngogesa Sitepu dalam strategi

pemenangan sebagai ketua DPD Golkar Sumut.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

1.5.1. Manfaat Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu politik dan sumbangan pemikiran yang bisa bermanfaat bagi studi politik lokal, khususnya tentang kepartaian.

Universitas Sumatera Utara 1.5.2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dalam tataran yang luas dapat menjadi masukan bagi para aktivis politik dan partai politik sebagai inspirasi sehingga memahami bahwa kemenangan yang diraih, tidak bisa diperoleh melalui ”jalan pintas” tapi untuk mencapai kemenangan, modalitas yang dimiliki menempati posisi penting. Selain itu juga penelitian ini dapat memberikan sari bagi penelitian-penelitian tentang strategi politik khususnya mengenai modalitas dalam proses penempatan kader partai dalam jabatan tertentu.Juga memberikan masukan terhadap analisis pengembangan sumber daya manusia (SDM) partai, dalam hal ini pola rekrutmen dan mekanisme kaderisasi di tubuh partai.Mulai penerimaan anggota, pembinaan kualitas kader sampai dengan penempatan/penugasan kader-kader partai dalam jabatan-jabatan strategis

(rekrutmen).

1.6. Kerangka Teori 1.6.1. Demokrasi Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu demokratia (kekuasaan rakyat), yang dibentuk dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke 5 dan ke 4 SM di kota Yunani Kuno khususnya Athena5.Dapat diartikan secara umum bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk

5 Azumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani .Jakarta: Prenada Media, 2005, hal: 125

Universitas Sumatera Utara rakyat.Begitulah pemahaman yang sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang.

Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan, akan tetapi pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat Barat pada akhir abad ke-18. Pada pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan umum.Sebagai suatu bentuk pemerintahan, demokrasi telahdidefinisikan berdasarkan sumber wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah dan prosedur untuk membentuk pemerintahan6.

Demokrasi muncul bukan secara tiba-tiba, melainkan dengan suatu proses yang panjang. Dalam proses tersebut terdapat faktor pendukung yang mendukung tumbuhnya demokrasi. Faktor yang mendukung pelaksanaan demokrasi di negara

Indonesia antara lain:

a. Pendidikan politik/pendidikan kewarganegaraan untuk membentuk sikap

demokratis di kalangan warga negara, sebagai basis sumber daya politik.

b. Ormas dan parpol, untuk menyosialisasikan demokrasi di kalangan

masyarakat dan mengawasi jalannya demokrasi.

c. Pemilu yang luber dan jurdil, merupakan hasil untuk rakyat dari

demokrasi yang juga merupakan awal lahirnya keputusan ideal bagi

seluruh rakyat.

6 Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo, hal: 4.

Universitas Sumatera Utara d. Perwakilan politik/DPR, MPR, secara tidak langsung merupakan ujung

tombak yang dilakukan oleh rakyat guna mengaspirasikan pendapat

mereka.

e. Pemerintah yang bertanggung jawab

f. Sistem peradilan yang independen

g. Pers dan media massa yang independen (Cholisin,2013:29)

Pendidikan politik sangat mendukung terciptanya demokrasi karena dari pendidikan politik seseorang mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan demokrasi dan dapat melakukannya. Pendidikan politik bisa juga disebut dengan sarana sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang demokrasi.

Ormas/Organisasi Masyarakat dan Parpol/Partai Politik merupakan pelaku secara aktif yang melaksanakan demokrasi. Organisasi masyarakat sering melakukan penyampaian aspirasi apabila tidak setuju dengaan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Walaupun terkadang penyampaian aspirasi yang dilakukan tidak sesuai dengan etika yang seharusnya namun dengan cara seperti itu aspirasi sering dipertimbangkan oleh pemerintah. Aspirasi parpol yang bukan dari parpol penguasa atau oposisi sangat diharapkan di dalam terciptanya demokrasi agar dapat memberikan batasan kepada parpolpenguasa apabila mereka membuat kebijakan yang merugikan kepentingan masyarakat. Kebebasan dalam penyampaian pendapat inilah yang sering dilakukan dalam negara yang menganut demokrasi. Hal ini perlu dilakukan, seringnya oleh ormas atau parpol agar tercipta demokrasi sesuai yang diharapkan bersama. Pembatasan kebijakan inilah tugas dari parpol atau ormas dalam

Universitas Sumatera Utara hal pengawasan demokrasi. Tugas lainnya dari ormas atau parpol dalam demokrasi ialah menyosialisasikan hasil kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kepada masyarakat luas.

Nilai-nilai demokrasi diatas merupakan bentuk nilai demokrasi secara umum.

Secara khusus nilai demokrasi merupakan kebalikan dari nilai-nilai otoriter yang ada.

Nilai demokrasi tersebut melahirkan suatu bentuk budaya politik yang disebut budaya demokrasi, nilai-nilai tersebut ialah:

a. Egalitarian yang dibandingkan dengan Feodal

b. Pluralisme yang dibandingkan dengan Homogin

c. Terbuka yang dibandingkan dengan Tertutup

d. Dialogis yang dibandingkan dengan Dogmatis

e. Persuasif yang dibandingkan dengan Represif

f. Distribusi Kekuasaan yang dibandingkan dengan Akumulasi Kekuasaan

g. Sensor kuratif yang dibandingkan dengan Sensor Preventif

h. Pemilihan yang dibandingkan dengan Penunjukkan7

Sedangkan mekanisme proses demokratisasi dalam sebuah kasus dapat dikelompokkan kedalam tiga tipe proses diantaranya yaitu8

1. Transformasi (reforma, dalam istilah Linz) terjadi ketika elite yang

berkuasa mempelopori proses perwujudan demokrasi. Pada tranformasi

7Cholisin Dan Nasiwan, 2012, Dasar-Dasar Ilmu Politik. . Penerbit Ombak. hal: 2 8 Samuel P. Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997), 146

Universitas Sumatera Utara pihak-pihak yang berkuasa dalam rezim otoriter mempelopori dan

memainkan peran yang menentukan dalam mengakhiri rezim itu dan

mengubahnya menjadi sistem demokratis. Tranformasi mensyaratkan

pemerintah lebih kuat dari pada oposisi. Dengan demikian, tranformasi

terjadi dalam rezim militer yang telah mapan dimana pemerintah jelas-

jelas mengendalikan alat-alat koersi yang utama kalau dibandingkan

dengan pihak oposisi dan atau dibandingkan dengan sistem otoriter yang

sukses secara ekonomi.

2. Pergantian (replacement, atau ruktura dalam istilah Linz) terjadi ketika

kelompok oposisi mempelopori proses perwujudan demokrasi, dan rezim

otoriter tumbang atau digulingkan. Proses replacement ini terdiri dari tiga

fase yang berbeda: perjuangan untuk menumbangkan rezim, tumbangnya

rezim dan perjuangan setelah tumbangnya rezim.

3. Transplacement atau “ruptforma” terjadi apabila demokratisasi terutama

merupakan hasil tindakan bersama kelompok pemerintah dan kelompok

oposisi. Pada tipe ini demokratisasi merupakan hasil aksi bersama

pemerintah dan kelompok oposisi. Di dalam pemerintah itu keseimbangan

antara kelompok konservatif dengan kelompok pembaharu sedemikian

rupa sehingga pemerintah bersedia merundingkan tetapi tidak bersedia

memprakarsai perubahan rezim, berbeda dengan situasi di mana dominasi

kelompok konservatif menimbulkan replacement. Pemerintah harus

didorong dan atau ditarik ke dalam perundingan formal atau informal

dengan pihak oposisi. Di pihak oposisi, kelompok moderat yang

Universitas Sumatera Utara demokratis cukup kuat untuk mengendalikan kelompok radikal atau anti

demokrasi, tetapi mereka tidak cukup kuat untuk menggulingkan

pemerintah.Karena itu mereka melihat faedah perundingan.

Dialektika transplacement sering melibatkan langkah-langkah dalam urutan yang berbeda satu sama lain. Pertama, pemerintah sibuk dengan liberalisasi dan mulai kehilangan kekuasaan dan otoritasnya.Kedua, pihak oposisi mengeksploitasi pelonggaran ini dan memanfaatkan melemahnya pemerintah untuk memperluas dukungan dan mengintensifkan kegiatannya dengan harapan dan perkiraan bahwa mereka akan segera mampu menjatuhkan pemerintah. Ketiga, pemerintah bereaksi keras dengan membendung dan menekan upaya pihak oposisi memobilisasi kekuasaan politik.Keempat, pemerintah dan para pemimpin oposisi menyadari munculnya kekuatan tandingan untuk mengadakan transisi yang disetujui kedua belah pihak.

Dengan demikian, proses politik yang mengarah pada tranplacement, sering ditandai oleh tarik menarik antara pemogokan,protes dan demonstrasi di satu pihak dengan represi, pemenjaraan, tindak kekerasan oleh polisi, keadaan darurat, hukum darurat perang di lain pihak.

1.6.2. Partai Politik

Andrew Heywood dalam Budiardjomengemukakan “Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang

Universitas Sumatera Utara berarti tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerjasama”.Jadi politik adalah seluruh rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan, serta cara bagaimana memperoleh kekuasaan itu untuk mempengaruhi dan mengatur kehidupan orang lain yang menjadi anggota-anggotanya agar bertindak sesuai yang diperintahkannya9.

Politik erat kaitannya dengan partai politik.organisasi partai politik merupakan komponen yang penting sebagai bukti dari negara demokratis.Partai politik di negara demokrasi dijadikan sebagai salah satu wadah dari aspirasi rakyat.Tanpa partai politik, mekanisme negara demokrasi tidak dapat berjalan secara efektif.Keberadaan partai politik juga tidak terlepas dari dukungan masyarakat.

Secara teori, dikemukakan oleh Peter Schroderbahwa partai politik merupakan kelompok orang-orang berpendirian sama, yang mencari kekuasaan dan pengaruh ditingkat pemerintahan, untuk dapat mempengaruhi pembentukan kehendak/tujuan dan mewujudkan pandangan politik bersama.Beberapa pengertian lain partai politik yang dikemukakan oleh para ahli dan pakar politikantara lain adalah sebagai berikut;

Robert M. Mac Iver dalam bukunya Modern State berpendapat bahwa “Partai politik adalah suatu perkumpulan yang diorganisasi untuk mendukungsuatu asas atau kebijaksanaan, yang oleh perkumpulan itu diusahakan dengan sarana konstitusional agar menjadi dasar penentu bagi pemerintahan10.”

9 Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal:16 10 Suprihatini Amin, Partai Politik di Indonesia, Cempaka Putih, Klaten, 2008.

Universitas Sumatera Utara La Palombara dan Weiner mengidentifikasi empat karakteristik dasar yang menjadi ciri khas organisasi yang dikategorikan sebagai partai politik, adalah sebagai berikut.

1. Organisasi jangka panjang. Organisasi politik harus bersifat jangka

panjang, diharapkan dapat terus hadir meskipun pendirinya sudah tidak ada

lagi, dan ada mekanisme suksesi yang dapat menjamin keberlangsungan partai

politik untuk jangka waktu yang lama.

2. Struktur Organisasi. Partai politik hanya akan dapat menjalankan fungsi

politiknya apabila didukung oleh struktur organisasi, mulai dari tingkat lokal

sampai nasional, dan ada pola interaksi yang teratur di antara keduanya.

Sehingga nantinya akan meningkatkan efisiensi serta efektivitas fungsi

kontrol dan koordinasi.

3. Tujuan berkuasa. Partai politik didirikan untuk mendapatkan dan

mempertahankan kekuasaan, baik di level lokal maupun nasional. Ini pula

yang membedakan partai politik dengan bentuk kelompok dan grup lain yang

terdapat dalam masyarakat seperti perserikatan, asosiasi, dan ikatan.

4. Dukungan publik luas adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan. Partai

politik perlu mendapatkan dukungan luas dari masyarakat.Semakin besar

dukungan publik yang didapatkan oleh suatu partai, semakin besar juga

legitimasi yang diperolehnya.11

11 Firmanzah Ph. D. Marketing Politik, Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007.

Universitas Sumatera Utara Selain pengertian-pengertian partai politik yang dikemukakan oleh para pakar di atas, di Indonesia sendiri ada beberapa definisi mengenai partai politik yang termaktub dalam konstitusi, antara lain seperti dari:Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2008 tentang Partai Politik, dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa; Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara

Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Perkembangan partai politik di Indonesia sangat pesat, muncul partai-partai baru seiring dengan perkembangan dan pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia

(HAM) yang tercantum dalam konstitusi, terlebih lagi menjelang diadakannya pesta demokrasi yaitu pemilu, sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan seleksi terhadap partai politik yang layak dan memenuhi syarat menjadi peserta pemilu, guna efisiensi partai politik itu sendiri. Partai politik di Indonesia memiliki corak, karakteristik dan ciri khas yang berbeda-beda, perbedaan tersebut tergantung dari jenis partai dan ideologi partainya.Keanekaragaman partai politik yang ada di negara Indonesia ini juga menjadi bukti atas penerapan dari negara demokrasi12.

Kehadiran partai politik sebagai cerminan bahwa hak-hak asasi manusia mendapat tempat terhormat, terutama hak menyatakan pendapat, maupun hak untuk

12 Wakhidatul Afifa. Implementasi Fungsi Partai Politik Sebagai Sarana Rekrutmen Politik Pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kabupaten Semarang (skripsi). Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri, Semarang, 2011.

Universitas Sumatera Utara berkumpul dan berserikat.Oleh sebab itu kehadiran partai politik dalam kegiatan politik memberi warna tersendiri, hal ini berdasarkan fungsi dan tujuan yang melekat pada partai politik.

Adapun tujuan dan fungsi partai politik di Indonesia diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun

2008 tentang Partai Politik.Seperti yang telah disebutkan dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 bahwa partai politik memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan umum partai politik yang disebutkan pada pasal 10 ayat 1 adalah sebagai berikut.

1. Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia; dan

4. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Begitu pula tujuan khusus partai politik yang disebutkan pada pasal 10 ayat 1 adalah sebagai berikut.

1. Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; 2. Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan 3. Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

Universitas Sumatera Utara Ada 4 fungsi partai politik di negara demokrasi 13yaitu sebagai berikut;

1. Sebagai sarana komunikasi politik

Partai politik mengadakan penggabungan kepentingan (interest aggregation) yang berupa pendapat dan aspirasi, kemudian diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur atau dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). Jika tidak ada agregasi dan artikulasi, maka pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling berbenturan. Oleh karena itu dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpangsiuran dan benturan dikurangi.

Setelah itu partai politik merumuskan menjadi usulan kebijakan yang dimasukkan dalam program atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan atau disampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy).Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.

2. Sebagai sarana sosialisasi atau pendidikan politik

Sosialisasi politik adalah suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Merupakan bagian dari proses yang menentukan sikap politik seseorangmisalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban.

13 Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Universitas Sumatera Utara 3. Sebagai sarana rekruitmen politik

Fungsi ini berkaitan dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap parati butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk menggembangkan diri. Dengan mempunyai kader yang baik, parati tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional.

4. Sebagai sarana pengatur konflik

Konflik akan selalu ada dalam setiap masyarakat, terutama pada masyarakat yang sifatnya heterogen. Apakah dari segi etnis, sosial dan ekonomi, maupun agama.Setiap perbedaan menyimpan potensi konflik.Disini peran partai politik diperlukan untuk membantu mengatasi konflik, atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan semaksimal mungkin.Elite partai dapat menumbuhkan pengertian diantara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.14

Selain fungsi-fungsi partai politik di negara demokrasi yang dikemukakan oleh Budiardjo diatas, dalam bukunya yang berjudul Partai Politik di Indonesia,

14 Miriam Budiardjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Universitas Sumatera Utara Suprihatinimenyebutkan beberapa fungsi partai politik, antara lain adalah partai politik sebagai:15

1. Sarana partisipasi politik;

Artinya, partai politik ini berupaya memobilisasi atau mengarahkan massa

(warga negara) ke dalam kehidupan dan kegiatan politik. Fungsi ini merupakan fungsi yang khas bagi parati politik.Keberhasilan fungsi partai politik ditandai dengan semakin tingginya tingkat partisipasi warga negara dalam memperebutkan suatu jabatan pemerintahan.

2. Sarana artikulasi kepentingan;

Fungsi partai politik sebagai sarana artikulasi kepentingan maksudnya, partai politik bertugas menyatakan kepentingan warga masyarakat kepada pemerintah dan badan-badan politik yang lebih tinggi.

3. Sarana agregasi kepentingan;

Dalam fungsi ini, tugas partai politik adalah merumuskan program politik yang mencerminkan gabungan tuntutan-tuntutan dari partai- partai politik yang ada dalam pemerintahan dan menyampaikannya kepada badan legislatif.Selain itu, partai politik juga melakukan tawar menawar dengan calon-calon pejabat pemerintah yang diajukan dalam penawaran pemberian dukungan bagi calon-calon pejabat pemerintah dengan imbalan pemenuhan kepentingan-kepentingan partai politik.

15 Suprihatini Amin, Partai Politik di Indonesia, Cempaka Putih, Klaten, 2008.

Universitas Sumatera Utara 4. Sarana pembuat kebijakan;

Fungsi partai politik sebagai pembuat kebijaksanaan tidak terlepas dari latar belakang dibentuknya parati politik, yaitu untuk merebut kekuasaan di dalam pemerintahan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. ... dengan kata lain, kebijaksanaan pemerintahan merupakan tindak lanjut dari kebijakan-kebijakan partai politik yang ada

Menurut pendapat Sigmund Neumannpartai politik dalam suatu negara demokrasi mempunyai empat fungsi, yaitu: Pertama, partai mengatur kehendak umum yang kacau; Kedua, mendidik warga negara untuk bertanggung jawab secara politik; Ketiga, menjadi penghubung antara pemerintah dan pendapat umum; dan keempat, memilih para pemimpin. Macridis mengemukakan bahwa: “fungsi-fungsi partai politik yang diajukan oleh para ilmuan politik dan sosiologi, seperti representasi (perwakilan), perantara (brokerage), konversi, dan agregasi; integrasi

(partisipasi, sosialisasi, dan mobilisasi); persuasi, represi, rekrutmen (pengangkatan tenaga-tenaga baru), dan perumusan kebijaksanaan; serta kontrol terhadap pemerintah tidaklah memberikan konseptualisasi yang memuaskan mengenai hubungan fungsi dan struktur politik. Karena itu, Macridis mengajukan satu fungsi dukungan

(supportive function).Partai harus menciptakan dukungan pada sistem16.

16 Hamid, Ahmad. F. Partai Politik Lokal di Aceh - Desentralisasi Politik dalam Negara Kebangsaan. Kemitraan, Jakarta, 2008, hal: 12

Universitas Sumatera Utara 1.6.3. Strategi Politik

Menurut Arnold Steinberg, strategi adalah rencana untuk tindakan.

Penyusunan dan pelaksanaan strategi mempengaruhin sukses atau gagalnya strategi pada akhirnya.Strategi berartipendekatan dalam mengelola kegiatan, dengan mengintegrasikan komponenurutan kegiatan, bagaimana mengorganisasikan kegiatan, peralatan danbahan serta waktu yang digunakan dalam proses kegiatan untuk mencapaitujuan yang telah ditentukan secara efektif dan efisien. Dengan demikian,strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulaidari apa yang terjadi.

Pada fase analisa strategi kita bisa mendapatkan gambaran tentang formulasi dari strategi yang akan dilakukan, apakah termasuk sebagai jenis strategi defensive atau merupakan jenis strategi yang offensif17. Menurut Schroder dalam memilih strategi pola dasar strategi yang diperlukan harus kita kenali, agar kita bisa menentukan strategi yang tepat, tergantung target yang hendak kita capai. Oleh karenanya dia membagi strategi ke dalam dua jenis tersebut.

Yang dimaksud dengan strategi offensif (menyerang) adalah berbagai strategi yang dapat memperluas atau menembus pasar. Artinya strategi yang diimplementasikan berdasarkan formulasi yang sudah ditetapkan pada proses perencanaan dan telah melalui fase analisa situasi, bisa membuat tingkat dukungan pada kandidat akan bertambah. Sedangkan yang dimaksud dengan strategi defensif

17Schroder Peter, Strategi Politik (edisi bahasa Indonesia), yang diterjemahkan oleh D.J Matindas, Friedrich Neumann Stiftung, hal: 104-108

Universitas Sumatera Utara (mempertahankan) disini adalah berbagai strategi yang hanya mempertahankan dukungan yang sudah ada sejak awal.

Selanjutnya ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam merumuskan strategi yaitu: (1) mengidentifikasi lingkungan yang akan dimasuki dan menentukan misi untuk mencapai visi yang dicita-citakan dalam lingkungan tersebut; (2) melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal untuk mengukur kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang akan dihadapidalam menjalankan misinya; (3) merumuskan faktor-faktor ukuran keberhasilan (key success factors) dari strategi-strategi yang dirancang berdasarkan analisis sebelumnya; (4) menentukan tujuan dan target terukur, mengevaluasi berbagai alternatif strategi dengan mempertimbangkansumber daya yang dimiliki dan kondisi eksternal yang dihadapi; dan (5) memilih strategi yang paling sesuai untuk mencapai tujuan jangka pendekdan jangka panjang18.

Menurut David Horowitz, Art Of Political War memiliki enamprinsip; (1)

Politik adalah perang dengan peralatan lain; (2) politik adalahperang merebutkan posisi; (3) dalam politik yang menang biasanya adalahsang aggressor; (4) posisi didefenisikan dengan kekuatan dan harapan; (5)senjata politik adalah simbol ketakutan dan harapan; dan (6) kemenanganselalu berada di pihak rakyat. Manajemen politik adalah sebuah seni danketerampilan tentang perebutan kekuasaan dan alatnya bukanlah mainananak-anak, dan instrumennya yang disebut dengan ketakutan dan harapanbisa berupa senjata tajam.

18 Hariadi Bambang. Strategi Manajemen, Bayumedia Publishing, Jakarta, 2005

Universitas Sumatera Utara Strategi yang banyak diterapkan oleh kontestan dalam pemilihan yaitu strategi marketing politik dan strategi komunikasi.Dalam strategi marketing politik aktivitas politik mencakup desain, implementasi, dan pengendalian program-program yang dimaksud untuk meningkatkan penerimaan maksud atau tujuan dan ide-ide sosial pada kelompok sasaran.Aktivitas person marketing bertujuan untuk menciptakan seorang pribadi terkenal yang mempunyai citra diri tertentu yang kuat karena kepribadian,sikap dan tindakanya.

1.6.3.1. Strategi Komunikasi Politik

Beberapa bentuk atau jenis seni dan teknik aplikasi komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan dilakukan oleh para politikus atau aktivis politik, antara lain retorika politik, agitasi politik, pro-paganda politik, lobi politik, dan tindakan politik yang dapat dilakukan dalam kegiatan politik yang terorganisir seperti: public relations politik, pemasaran politik, dan kampanye politik. Semua bentuk komunikasi politik itu berkaitan dengan pembentukan citra dan opini publik yang positif. Dalam

Anwar Arifin 19

Dapat dipilih lebih dari satu strategi dengan tingkat resiko yang berbeda.

Terlihat dapat empat pilihan strategi berikut:

1. Strategi penguatan (Reinforcement strategy).Strategi ini dapat digunakan untuk sebuah kontestan yang telah dipilih karena mempunyai citra tertentu dan citra tersebut dibuktikan oleh kinerja politik selama mengembangkan jabatan publik tertentu.

19 Anwar Arifin. Pencitraan Dalam Politik. SIC, , 2004

Universitas Sumatera Utara 2. Strategi rasionalisasi (Rationalization strategy). Strategi ini dilakukan kepada kelompok pemilih yang sebelumnya telah memilih kontestan tertentu karena kontestan tersebut berhasil mengembangkan citra tertentu yang disukai pemilih akan tetapi kinerjanya kemudian tidak sesuai dengan citra tersebut. Strategi rasionalisasi ini dilakukan untuk mengubah sikap pemilih dan harus dilakukan secara hati-hati.

3. Strategi bujukan (Inducement strategy).Strategi ini dapat diterapkan oleh kandidat yang dipersepsikan memiliki citra tertentu tapi juga memiliki kinerja atau atribut-atribut yang cocok dengan citra lainnya.

4. Strategi konfrontasi (Confirmation strategy). Strategi ini diterapkan kepada para pemilih yang telah memilih kontestan dengan citra tertentu yang dianggap tidak cocok oleh pemilih dan kemudian kontestan tersebut tidak menghasilkan kinerja yang memuaskan pemilih

Dalam Anwar Arifin, strategi dalam komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan saat ini, guna mencapai tujuan politik pada masa depan.20Justru itu keberadaan pemimpin politik sangat dibutuhkan disetiap aktivitas kegiatan komunikasi politik. Zein juga disebutkan strategi komunikasi politik merupakan tentang bagaimana proses komunikasi yang terjadi di dalam pemenangan dalam satu pertarungan politik oleh partai politik, atau secara langsung, oleh seorang calon Legislatif atau calon pimpinan daerah, yang menghendaki kekuasaan dan pengaruh sebesar-besarnya ditengah - tengah masyarakat sebagai konstituennya.21

20 Anwar Arifin. Pencitraan Dalam Politik. SIC, Surabaya, 2004 21 Zein Abdullah. Strategi komunikasi Politik dan Penerapannya, Simbiosa, Bandung, 2008.

Universitas Sumatera Utara Dalam sebuah kontestasi, strategi komunikasi politik memiliki peran sentral dalam agenda meraih kemenangan.Seorang kandidat dalam hal ini tidak hanya mengandalkan popularitas maupun juga finansial, namun ada strategi komunikasi politik yang bisa diaplikasikan sesuai dengan kondisi dan tempat di mana kontestasi diselenggarakan.Apalagi untuk kandidat yang kurang memiliki popularitas, tentu membutuhkan atau mencari strategi yang efektif untuk mensosialisasikan visi misinya untuk memenangkan pertarungan antar kandidat.

Setidaknya ada beberapa hal penting yang harus dimiliki, dan ini menjadi strategi komunikasi politik yang efektif, diantaranya memiliki modal sosial; financial yang mendukung; network (jaringan); dan jejaring yang sengaja dibentuk. Sejalan yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu (1986), dalam bukunya The Forms of

Capital membedakan tiga bentuk modal yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal sosial.

1.6.3.2. Modalitas Dalam Kontestasi Politik

Modalitas dalam kontestasi politik adalah modalitas selain peran figur, juga sangat ditentukan oleh peran dukungan politik dan ekonomi, aktor-aktor sosial politik dan ekonomi untuk pemenangan kontestasi. Berikut 3 (tiga) modalitas yang harus dimiliki kandidat yang hendak mengikuti kontestasi, sebagai berikut:

a. Modal Politik

Pengertian modal politik dalam ilmu sosial memang masih terus dipertajam dan publikasi mengenai modal politik ini jauh lebih sedikit dibanding publikasi mengenai modal simbolik (symbolic capital), modal sosial (social capital), modal budaya (cultural capital) maupun modal ekonomi (economic capital). Sosiolog

Universitas Sumatera Utara Prancis, Pierre Bourdieu (1930-2002), adalah sosok pelopor dalam mengkaji berbagai bentuk modal itu (multiple forms of capital). Namun Bourdieu sering dikritik karena cenderung deterministik dan kurang berpijak pada hal-hal empirik dalam membangun teorinya.Kecenderungan kurang berpijaknya Bourdieu pada kenyataan empirik yang kemungkinan membuatnya tidak sempat menajamkan uraiannya mengenai modal politik padahal dinamika akumulasi dan penggunaan modal politik memiliki lingkar pengaruh sangat besar bagi kehidupan sehari-hari.22

Casey sebagaimana dikutip Sudirman Nasir (2009) mendefinisikan modal politik sebagai pendayagunaan keseluruhan jenis modal yang dimiliki seorang pelaku politik atau sebauh lembaga politik untuk menghasilkan tindakan politikyang menguntungkan dan memperkuat posisi pelaku politik atau lembaga politik bersangkutan.26

Intinya, modal politik adalah kekuasaan yang dimiliki seseorang, yang kemudian bisa dioperasikan atau berkontribusi terhadap keberhasilan kontestasinya dalam proses politik. Kandidat memerlukan selain dukungan partai politik,juga dukungan elit-elit politik lokal dan elit politik tersebut memiliki peran yang menonjol dalam politik dan bidang lain serta memiliki pengaruh yang besar dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki dan kandidat juga harus memiliki kapasitas pribadi yang berkualitas, seperti kedudukan di partai politik dengan melihat posisi strategis dalam struktur jabatan di partai politik dan pemerintahan. Modal politik yaitu dukungan politik berupa dukungan Partai Politik (koalisi partai) dandukungan

22 Sudirman Nasir, “SBY antara modal politik dan modal simbolik”

Universitas Sumatera Utara elit-elit politik lokal dari organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan untuk pemenangan

b. Modal Sosial

Latar belakang sosial yang dimiliki calon bisa dicermati seperti, tingkat pendidikan, pekerjaan awal, ketokohannya di dalam masyarakat (tokoh agama, adat, organisasi kepemudaan, profesi dan lain sebagainya) merupakan Modal sosial yang harus dimiliki kandidat berkaitan dengan membangun relasi dan kepercayaan dari masyarakat bahwa kekuasaan juga diperoleh karena kepercayaan.23

Pandangan para pakar dalam mendefinisikan modal sosial di baagi dalam dua kelompok. Pertama menekankan pada jariingan hubungan sosial (sosial network), sedangakan kelompok kedua lebih menekankan pada karakteristik yang melekat

(embedded) pada diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.

c. Modal Ekonomi

Pengertian modal ekonomi berangkat dari pemahaman terhadap benda yang memiliki nilai ekonomis yang disimbolkan dengan uang/mata uang.Dalam perspektif ekonomi, modal bisa pula berupa investasi yang diberikan seseorang pada pihak lain, kemudian dipertukarkan dengan keuntungan berupa barang atau uang/jasa politik.

Modal ekonomi memiliki makna penting sebagai “penggerak” dan “pelumas” mesin politik yang dipakai.Modal politik dan ekonomi saling berkaitan dalam iklim politik yang menekankan kepada interaksi spontan (jarak waktu komunikasi yang pendek) antara kader dan calon politik.Waktu yang pendek dalam sosialisasi diri

23 Moch Nurhasim. dkk. Konflik antar Elit Politik Lokal dalam Pemilihan Kepala Daerah, Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI, Jakarta, 2003.

Universitas Sumatera Utara selaku calon politisi mendorong penggunaan modal ekonomi sebagai jalur pintas.

Kondisi ini banyak terjadi di negara-negara berkembang yang masih dalam proses transisi menuju Pemilu rasional.

1.6.3.3. Aktifitas Marketing dalam Domain Politik

Ilmu marketing biasanya dikenal sebagai sebuah disiplin yang menghubungkan produsen dengan konsumen. Hubungan dalam marketing tidak hanya terjadi satu arah, melainkan dua arah sekaligus dan simultan.2 Produk yang dihasilkan oleh produsen dikomunikasikan pada masyarakat, dengan tujuan memberitahukan kepada masyarakat bahwa produk yang dihasilkan dan dijual memiliki keunggulan dan kualitas yang lebih baik dari produk yang dihasilkanpesaing. Marketing hampir digunakan dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari iklan di TV, tabloid, radio, majalah, reklame di jalanan, poster, diskon di mall, dan lain – lain. Cara tersebut merupakan cara persuasif yang dikemas secara baik untuk menarik minat konsumen dan memutuskan untuk membeli produk tersebut24.

Hal yang perlu dicatat dalam penerapan marketing adalah adanya persaingan antar dua pihak atau lebih. Dengan adanya persaingan akan memungkinkan adanya inovasi dan kompetensi yang lebih intens untuk menarik konsumen. Sementara apabila tidak ada persaingan, maka pihak yang menguasai pasar tidak akan membutuhkan konsep dan pendekatan marketing untuk memamerkan produk dan jasanya karena konsumen tidak memiliki pilihan lain.

Persaingan antar pihak mengakibatkan munculnya inovasi dan strategi baru sesuai dengan keinginan konsumen dan perkembangan jaman. Strategi yang

24Firmanzah, Marketing Politik. Jakarta:Obor, 2008 hal:135

Universitas Sumatera Utara diterapkan pada lima tahun lalu misalnya, tidak relevan lagi untuk diterapkan pada lima tahun berikutnya. Begitu pula dengan penerapan marketing, yang pada awalnya menggunakan mekanisme marketing transaksional, yaitu fokus orientasi pada penjualan produk dan jasa dengan orientasi jangka pendek mengakibatkan hal tersebut tidak lagi dianggap relevan untuk kepentingan jangka panjang, sehingga relasi yang dibangun dengan konsumen akan sulit dilakukan. Dengan mekanisme tersebut akan sulit mempertahankan konsumen lama, untuk menarik konsumen baru juga akan lebih sulit.

Sedangkan marketing dalam domain politik hampir selalu dibandingkan dengan marketing dalam dunia bisnis di atas. Penjual dalam marketing pada dunia bisnis mengirim jasa, memberi pelayanan, dan berkomunikasi dengan masyarakat, dan ada timbal balik, uang (harga yang dibayar konsumen), informasi yang digali oleh konsumen, dan kesetiaan konsumen.Sementara dalam kampanye, kandidat memberi janji, kebaikan, pilihan kebijakan, citrayang diberikan oleh kandidat pada pemilih, dan kontribusi25.

Penerapan marketing dalam domain politik masih menyisakan kontroversi, antara lain berkaitan dengan perbandingan marketing komersial dan marketing dalam domain politik, misalnya beberapa pihak mengkhawatirkan aspek pengambilan keuntungan dalam marketing komersial akan memperburuk citra politik, manipulasi informasi, ditambah dengan masalah etika dan moral.

25 Philip and Neil Kotler, “Political Marketing; Generating Effective Candidates, Campaigns, and Causes”, in Handbook of Political Marketing, ed Bruce I. NewmanThousand Oaks, CA: SAGE Publications, Inc.,3-18,6

Universitas Sumatera Utara Marketing memegang peranan penting bagi institusi politik.Tujuan dari marketing dalam politik adalah membantu partai politik atau kandidat untuk menjadi lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili, kemudian mengembangkan program kerja sesuai aspirasi masyarakat dengan didukung penggunaan komunikasi politik yang baik. Konsep marketing menawarkan solusi yang dapat digunakan agar kandidat lebih dekat dengan masyarakat pemilihnya

Pemahaman kandidat merupakan hal terpenting untuk penerapan marketing dalam domain politik. Melalui riset pasar akan ditemukan strategi pendekatan yang sesuai dengan masyarakat pemilih yang heterogen. Keragaman tersebut dapat disebut sebagai segmentasi.Perbedaan karakter pemilih dapat dilihat dari latar belakang pendidikan, pekerjaan, agama, dan lingkungan.Masing – masing kelompok memerlukan pendekatan yang berbeda, hal tersebut yang perlu dimengerti dan diolah oleh kandidat. Dari perbedaan segmentasi, akan ditemukan cara untuk berkomunikasi dan membangun interaksi dengan masyarakat.

Penerapan marketing dalam domain politik lebih banyak diaplikasikan di

Negara Barat dengan implementasi, bauran, dan hasil yang berbeda.Ucapan, gerakan, dan tindakan dalam menghadapi dunia politikdilakukan sedemikian rupa adalah hasil dari riset pasar yang melibatkan marketer26.Hal ini menggambarkan keterlibatan ahli marketing yang menggunakan instrument marketing untuk suksesi kandidat politik.

Penelitian marketing politik bisa dikatakan masih dalam masa pertumbuhan, meskipun banyak studi mengadopsi perspektif ini untuk melihat fenomena kompetisi politik.Makna marketing politik berangkat dari filosofi marketing, sebagaimana

26Adman Nursal, Political Marketing.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal: 9

Universitas Sumatera Utara konsep ini banyak mengadopsi muatan marketing daripada muatan politik.Filosofi dasar konsep marketing adalah keinginan pemuasan konsumen dalam ekonomi dan keadilan sosial untuk eksistensi organisasi.Hal tersebut bermakna, ketika partai politik atau kandidat mengaplikasikan konsep ini ke dalam proses politik, mereka harus dalam posisi mengadaptasi untuk memuaskan keinginan pemilih.

Political marketing (marketing politik) bertolak dari konsep makna. Pada dasarnya marketing politik adalah serangkaian aktifitas terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada pemilih.Sementara Firmanzah lebih setuju pada konsep marketing politik berawal dari filosofi marketing menurut O’Cass (1996).Filosofi tersebut memberi arahan bagaimana menerapkan ilmu marketing dalam dunia politik, karena pada dasarnya ilmu marketing melihat bahwa kebutuhan konsumen adalah hal terpenting dan perlu diidentifikasi dan dicari bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut.

Marketing politik menekankan pada pemahaman kandidat mengenai orientasi pasar. Orientasi pasar memungkinkan kandidat memahami konsep pertukaran dalam proses marketing yang menjadi konsep fundamental marketing politik. Pesan yang ingin disampaikan dalam konsep marketing politik antara lain, (1) menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek kandidat, (2) menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dalam bingkai ideologi masing – masing partai, (3) marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan toolsuntuk menjaga hubungan

Universitas Sumatera Utara pemilih, sehingga akan terbangun kepercayaan, dan selanjutnya akan memperoleh dukungan suara27.

Karakter marketing politik adalah bersifat periodik atau sementara.Pola pemilihan suara tidak hanya merefleksikan perilaku tertentu tentang partai dan kandidat. Pemilu adalah kesempatan publik untuk melakukan punishment pada kandidat yang tidak menepati janji masa lalu dengan memilih kandidat lain atau bahkan memilih memaafkan dan memilih kandidat yang sama (incumbent).

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian yang terfokus kepada penelitian yang sedang diteliti, yang dalam hal ini terfokus pada penelitian partai politik, dimana permasalahan yang ada diteliti berdasarkan data dan fakta-fakta yang ditemui, dengan tujuan menemukan cara untuk menyelesaikan permasalahan dan menemukan kebenaran secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Pemilihan metode penelitian yang tepat merupakan unsur yang sangat penting dalam mencapai mencapai tujuan secara optimal. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, yang menyajikan fakta-fakta yang ditemukan, secara komprehensif melalui analisa analisa yang mendalam.Dimana dalam penelitian ini hanya hendak memahami serta melakukan interpretasi terhadap interaksi sosial diantara para aktor dalam sebuah konteks sosial, temporal, dan historis tertentu. Dengan kata lain, secara metode, penelitian ini sedikit

27 Adman Nursal, Political Marketing, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal:152

Universitas Sumatera Utara atau bahkan tidak mengedepankan metode statistik dan matematik, tetapi memanfaatkan analisis verbal dan kualitatif.

Pendekatan ini menekankan sifat realita yang terbangun secara social.Selain itu dalam penelitian ini mementingkan sifat penyelidikan yang sarat-nilai. Mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menyoroti cara munculnya pengalaman sosial sekaligus perolehan maknanya.28Sehingga pada konteks tersebut, penelitian ini sangat cocok dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

1.7.1. Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian di Sekretariat DPD Sumut Partai Golkar

1.7.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah; (1) Jenis Data

Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian. (2) Jenis

Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku, peraturan perundang- undangan, surat kabar, dan dokumen resmi pemerintah/pemerintah daerah yang ada hubungannya dengan penelitian.

1. Data primer tersebut yakni terdiri dari:

• Hasil wawancara terhadap pengurus DPD Sumut Partai Golkar (Irham

Buana Nasution)

• Hasil wawancara terhadap ketua DPD Sumut Partai Golkar (Ngogesa

Sitepu)

28Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.).Handbook of QualitativeResearch.Terj.Dariyatno dkk, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009.

Universitas Sumatera Utara • Hasil wawancara terhadap bendahara Partai Golkar Kota Medan Adlin

Tambunan, Soksi Medan yakni Sunardi, kader AMPG Achmad Siddiq

selaku Bendahara, Anggota Himpunan Mahasiswa Langkat.

2. Data Sekunder tersebut yakni terdiri dari:

• Dokumen-dokumen Partai yang berhubungan langsung maupun tidak

langsung dengan pelaksanaan pemilihan ketua DPD Partai Golkar

• Konstitusi partai Golkar serta pemberitaan media mengenai kegiatan-

kegiatan Partai menjelang pemilihan ketua DPD Partai Golkar

1.7.3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang menggunakan metode studi kasus, Yin (2008) mengklasifikasikan enam sumber data yang dapat digunakan, yaitu: dokumen, wawancara, pengamatan langsung, pengamatan berperanserta, dan bukti fisik.29Sebagai konsekuensi dari karakteristik studi kasus tersebut, semua teknik mengumpulkan data yang memungkinkan dan relevan dengan pertanyaan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

Oleh karenanya, teknik pengumpulan data yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Interview / Wawancara

Wawancara adalah suatu pengumpulan data secara sistemik dan berdasarkan kepada tujuan penelitian, dengan pembicaraan atau Tanya jawab antara peneliti dan informan atau para sumber secara langsung

29 Robert K Yin, Studi Kasus (Desain Dan Metode), (Case Study Research Design and Methods) diterjemahkan oleh Drs. M. Djauzi Mudzakir, MA, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

Universitas Sumatera Utara Wawancara dilakukan terhadap responden dengan menggunakan pertanyaan- pertanyaan terstruktur yang memuat pokok-pokok permasalahan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.Adapun responden tersebut diantaranya orang-orang yang dijadikan dalam sumber data penelitian.Diantaranya; Informan yang diperoleh dari para kader partai di lingkungan Sekretariatan DPD Golkar Sumut, pengurus partai serta pimpinan.Untuk melengkapi informasi, peneliti juga mengunjungi para pelaku dan pengamat partai politik dan politik lokal, dan staf pengajar perguruan tinggi.

2. Analisis Dokumentasi dan Catatan

Teknik ini dilakukan dengan cara meneliti dokumen-dokumen berupa arsip yang ada pada sekretariatan partai Golkar, literatur-literatur dan laporan termasuk hasil penelitian yang berkaitan dengan tema penelitian.

1.7.4. Teknik Analisa Data

Teknik analisis dan penafsiran data dalam penelitian ini mengikuti langkah- langkah yang direkomendasikan oleh Yin (2008), yang menyatakan bahwa analisis data terdiri atas pengujian, pengkategorian, pentabulasian ataupun pengkombinasian bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal penelitian.30Unsur mendeskripsikan lebih menonjol dalam kajian ini.

Langkah-langkah dalam menganalisa data sebagai berikut:Pertama, menganalisa dan memahami data-data berupa dokumen-dokumen,arsip-arsip, maupun catatan-catatan yang diperoleh dari DPD Partai Golkar Sumut serta dari berbagai sumber media. Dariproses tersebut, kemudian dapat diketahui makna dan

30 Robert K Yin, Studi Kasus (Desain Dan Metode), (Case Study Research Design and Methods) diterjemahkan oleh Drs. M. Djauzi Mudzakir, MA, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

Universitas Sumatera Utara maksud dari data-data tersebut.Kedua, menganalisa dan memahami data-data hasil observasi terkait kegiatan DPD Partai Golkar Sumut dalam rangka pemilihan ketua partai.Dari proses tersebut, kemudian dapat diketahui makna dan maksud dari data- data tersebut.Ketiga, menganalisa dan memahami hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap pengurus maupun kader partai di DPD Partai Golkar Sumut.Dari proses tersebut, kemudian dapat diketahui makna dan maksud dari jawaban para informan tersebut. Keempat, menggabungkan berbagai analisa dan pemahaman yang telah diperoleh tersebut, sehingga dapat diketahui kesimpulan serangkaian kegiatan pemilihan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Partai Golkar Sumut 2016-2021.

1.7.5. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terd

iri kedalam 4 (empat) bab, yakni:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai objek penelitian yaitu bagaimana gambaran mengenai nilai, norma, konstitusi bahkan proses dan mekanisme pemilihan ketua DPD Partai Golkar Sumut tahun 2016-2021.

Universitas Sumatera Utara BAB III: ANALISIS DATA

Bab ini nantinya akan berisikan tentang penyajian data dan fakta yang diperoleh dari lapangan (hasil wawancara, observasi) serta buku-buku, jurnal, majalah, koran, serta internet dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data pada bab – bab sebelumnya serta berisi kemungkinan adanya saran – saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.

Universitas Sumatera Utara BAB II DESKRIPSI UMUM PARTAI GOLONGAN KARYA

2.1. Sejarah Singkat Partai Golkar

Pada tahun 1955 bangsa Indonesia mengukir sejarah dalam praktek demokrasi, dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang berlangsung umum, bebas dan rahasia (luber).Pada masa tersebut, Indonesia menghadapi berbagai persoalan, baik ekonomi, sosial maupun politik dengan munculnya gerakan separatis di berbagai daerah untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik

Indonesia.Akhirnya muncul empat kekuatan partai politik terbesar yang sekaligus keluar sebagai “pemenang”.Partai politik tersebut adalah Partai Nasionalis Indonesia

(PNI), Masyumi, NU, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).PKI dengan perolehan suara yang begitu besar jika dibandingkan partai-partai lain semisal Partai Sarikat

Islam Indonesia (PSII), Partai Murba atau Partai Sosialis Indonesia (PSI) merupakan sebuah hal yang mengejutkan31. Kemenangan PKI ini merupakan ancaman bagi lawan politiknya, baik dari kalangan partai atau pun kelompok lain, khususnya militer32

Setelah tahun 1955 tersebut, Indonesia memasuki masa-masa kritis sekaligus menentukan.Hal ini ditandai dengan perdebatan-perdebatan sengit dalam merumuskan dasar negara, dan ketegangan fisik di berbagai daerah yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat. Pada 5 Juli 1959, Presiden

Soekarno mengeluarkan dekrit. Hal ini karena sampai tahun 1959 berbagai kelompok

31 Herbert Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999: 84-85 32 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Serambi, 2007: 461.

Universitas Sumatera Utara yang berdebat di Majelis Konstituante tidak mampu menemukan jalan tengah sebagai suatu kompromi untuk menentukan undang-undang dan dasar negara. Dengan dekrit ini, Presiden membubarkan Majelis Konstituante, memberlakukan kembali UUD

1945 sebagai undang-undang dasar negara, dan mengumumkan bahwa era demokrasi liberal telah berakhir dan saatnya bangsa Indonesia memasuki sebuah masa yang ia namakan sebagai demokrasi yang terkontrol, yaitu Demokrasi Terpimpin33.

Salah satu doktrin terkenal dari era ini adalah Nasakom (Nasionalis, Agama dan Komunis). Politik Presiden Soekarno, terlihat cenderung memberi ”ruang” yang cukup pada pemenang Pemilu tahun 1955, sehingga iklim politik tersebut menguntungkan PKI untuk mengembangkan kekuatannya. Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan di pihak militer (AD)34.Kekhawatiran ini sangat beralasan melihat PKI dengan berbagai organisasi Onderbouw-nya semakin tumbuh besar dan berpengaruh35.Dengan berbagai strategi dan taktik mereka mencoba menghalangi perluasan pengaruh PKI. Salah satu strategi yang dilakukan oleh militer adalah membentuk atau mendukung berbagai organisasi tandingan bagi organisasi-organisasi onderbouw PKI sebagai upaya meredam tindakan PKI, yaitu misalnya Soksi (Sentral Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia), Gakari (Gerakan

Karyawan Republik Indonesia), BPPK (Badan Pembina Potensi Karya), Kosgoro

(Koperasi Simpan Gotong Royong), dan MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong

33 John Maxwell, Soe Hok Gie, Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005: 67-79. 34 Patmono Sk, dkk, Golkar Baru dalam Fakta dan Opini-Buku I, Jakarta: Lembaga Studi Demokrasi, 2001:15. 35 Leo Suryadinata, Golkar dan Militer-Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta: LP3ES, 1992:13.

Universitas Sumatera Utara Royong) serta menyeponsori terbitnya surat-surat kabar seperti Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha36

Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Soekarno menjelaskan konsepsinya untuk keluar dari Demokrasi Liberal.Presiden mengajak masyarakat dan elit politik untuk membentuk kabinet “Gotong Royong” yang mengikutsertakan empat partai besar termasuk PKI.Selain itu diperkenalkan badan baru yang dinamakan Dewan

Nasional dengan perwakilan buruh, petani, pemuda dan wanita.Bahkan Presiden menyanggupi untuk memimpin dewan ini. Berawal dari konsepsi ini dan didorong persaingannya dengan PKI yang semakin menajam, pada pertengahan 1960-an

Jenderal Nasution dan beberapa orang rekannya membuat suatu rencana untuk membentuk Sekber Golkar, sebuah organisasi yang akan digunakan untuk memelihara kekuatan kelompok anti-komunis37.

Pada bulan Oktober 1964 terbentuk sebuah panitia yang terdiri dari anggota

Gerakan Militer Pelajar, kelompok cendekiawan, dan militer, untuk mempersiapkan

“Piagam Pernyataan Dasar Karyawan”. Pada 5 Agustus 1964, Presiden mengeluarkan sebuah peraturan presiden yang berisi tentang syarat organisasi-organisasi yang boleh menjadi anggota dari Front Nasional. Penpres ini mempersulit organisasi-organisasi tersebut untuk menjadi anggota Front Nasional38. Pada 15 Oktober 1964, lima orang

36 Patmono, Op,Cit, 16 37 Farchan Bulkhin, Analisa Kekuatan Politik di Indonesia, Pilihan Artikel Prisma.Jakarta: LP3ES, 1991:268-269 38 Imam Pratignyo, Ungkapan Sejarah Lahirnya Golkar, Jakarta: Yayasan Bhakti, 1984: 91

Universitas Sumatera Utara anggota Front Nasional dari Golongan Karya mengeluarkan sebuah undangan kepada semua organisasi yang dimaksudkan oleh Penpres No. 193/1964.

Pada tengah malam 19 Oktober 1964, panitia yang menyusun “Piagam

Pernyataan Dasar Karyawan” dan wakil-wakil dari 35 organisasi non-afiliasi berkumpul bersama menanda tangani piagam.Kemudian pada pukul 12 siang hari, 20

Oktober, panitia pelaksana Sekber Golkar akhirnya terbentuk. Panitia ini diketuai oleh Kolonel Djuhartono, kemudian empat wakil ketua, masing-masing adalah Imam

Pratignyo (NU), J. K. Tumakaka (pernah menjadi pemimpin PNI), Djamin Gintings

(militer), dan S. Sukowati (Hankam). Berikutnya Dr. Amino Gondoutomo bertindak sebagai Sekretaris Jenderal, dan Sutomo Gondowongso SH sebagai wakil sekretaris39.Akhirnya, Sekretariat Bersama Golongan Karya atau yang disingkat sebagai Sekber Golkar resmi berdiri.

2.2. Sekber Golkar Sebagai Cikal Bakal Terbentuknya Partai Golkar

Golongan Karya (Golkar) memiliki akar sejarah yang panjang dalam perpolitikan Indonesia.Semangat awal pembentukan Golkar dilatarbelakangi upaya untuk membendung pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mempertahankan ideologi negara Pancasila. Dengan semangat dan tujuan yang sama, membendung pengaruh PKI, berbagai eksponen anti-komunis berhimpun dalam wadah Sekretariat

Bersama (Sekber) Golkar. Pada masa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, Golkar menduduki peranan yang penting sebagai partai

39 Leo Surya Dinata, Golkar dan Militer-Studi Tentang Budaya Politik, Jakarta: LP3ES, 1992:15

Universitas Sumatera Utara pemerintah.Golkar menjadi sebuah kekuatan politik alternatif yang mengusung ideologi modernisasi dan Non sektarian.Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan konsolidasi politik Orde Baru, Golkar menjadi mesin politik untukmengamankan dan memperlancar agenda politik dan pembangunan Orde

Baru40.

Sejarah Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekretariat Bersama

Golongan Karya (Sekber Golkar) pada akhir pemerintahan soekarno, tepatnya pada tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar pertama kali terbentuk atas rencana dari

Jenderal A. H. Nasution bersama rekan-rekannya di TNI, pada mulanya ia adalah sebuah federasi yang begitu longgar yang tujuannya adalah mengimbangi PKI.

Diantaranya adalah golongan militer khususnya Perwira Angkatan Darat yang menghimpun puluhan organisasi pemuda, wanita, sarjana, buruh, tani, serta nelayan.

Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari PKI beserta ormasnya dalam kehidupan politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat.Sekber Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan karya murni yang tidak berada dibawah pengaruh politik tertentu.Terpilih sebagai

Ketua Pertama Sekber Golkar adalah Brigadir Jenderal (Brigjen) Djuhartono sebelum digantikan Mayor Jenderal (Mayjen) Suprapto Sukowati lewat Musyawarah Kerja

Nasional (Mukernas) I, Desember 1965.

40 Akbar Tandjung, The Golkar Way: Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi Politik Era Transisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007:40

Universitas Sumatera Utara Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional Sekber Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Semula anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga mencapai 291 organisasi.

Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok

Induk Organisasi (KINO)41, yaitu:

1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO)

2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI)

3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)

4. Organisasi Profesi

5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM)

6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI)

7. Gerakan Pembangunan Untuk menghadapi Pemilu 1971

Tujuh KINO yang merupakan kekuatan inti dari Sekber GOLKAR tersebut, mengeluarkan keputusan bersama pada tanggal 4 Februari 1970 untuk ikut menjadi peserta Pemilu melalui satu nama dan tanda gambar yaitu Golongan Karya

(GOLKAR). Logo dan nama ini, sejak Pemilu 1971, tetap dipertahankan sampai sekarang.

41 Leo Surya Dinata, Golkar dan Militer: Studi Tentang Budaya Politik , ( Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 1992: 14-16

Universitas Sumatera Utara Baru setelah terjadinya kudeta 1965 atau yang lebih dikenal dengan sebutan

Gerakan 30 September menjadi titik balik dalam sejarah politik Indonesia maupun bagi Golkar sendiri.Dengan dihentikannya seluruh kegiatan PKI beserta antekanteknya maka tumbanglah kekuasaan Orde Lama.Bersamaan dengan itu maka lahirlah Orde Baru.Peristiwa pemberontakan PKI 1965 berimbas sekurang-kurangnya pada dua simbol kekuatan politik orde sebelumnya, yaitu ditumpasnya PKI dan tamatnya kekuasaan Soekarno.Tergulingnya dua kekuatan tersebut berdampak pula pada perubahan struktur politik yang ada, seperti berakhirnya masa Demokrasi

Terpimpin.Bertolak dari peristiwa itulah era kejayaan Orde Baru di mulai42.

Hingga awal Orde Baru, tidak ada satu pun partai politik yang mewakili kepentingan militer. Partai-partai politik di masa lalu selalu mewakili kepentingan sipil. Kehadiran Golongan Karya di masa Orde Baru ini dapat dipandang sebagai realisasi dari keinginan para elite politik, yang dalam kurun pertama Orde Baru digantikan oleh ABRI ditambah teknokrat sebagai pengganti kaum sipil di masa Orde

Lama, dalam rangka pembaharuan politik di Indonesia. Di lain pihak, berbarengan dengan itu kehadiran Golongan Karya, sebagai perpanjangan tangan ABRI di lembaga sipil, semakin mendesak kedudukan partai politik.Kenyataan menunjukkan pada mulanya semua atau setidak-tidaknya sebagian besar pimpinan teras Golongan

Karya di masing-masing tingkat dipimpin oleh ABRI yang masih aktif di kesatuannya masing-masing.Baru di tahun-tahun berikutnya pimpinan tersebut diharuskan menanggalkan baju militernya dengan dipensiunkan terlebih dahulu sebelum

42 Koirudin, Partai Politik Dan Agenda Transisi Demokrasi , Yogyakarta: PustakaPelajar, 2004: 42

Universitas Sumatera Utara diterjunkan ke dalam Golongan Karya.Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa

Golongan Karya pada masa Orde Baru di dominasi oleh ABRI.

Pada Pemilu 1971 ini, Sekber GOLKAR ikut serta menjadi salah satu konsestan.Pihak parpol memandang remeh keikutsertaan GOLKAR sebagai kontestan Pemilu.Mereka meragukan kemampuan komunikasi politik GOLKAR kepada grassroot level.NU, PNI dan Parmusi yang mewakili kebesaran dan kejayaan masa lampau sangat yakin keluar sebagai pemenang.

Mereka tidak menyadari kalau perpecahan dan kericuhan internal mereka telah membuat tokoh-tokohnya berpindah ke GOLKAR.Hasilnya di luar dugaan.

GOLKAR sukses besar dan berhasil menang dengan 34.348.673 suara atau 62,79 % dari total perolehan suara. Perolehan suaranya pun cukup merata di seluruh propinsi, berbeda dengan parpol yang berpegang kepada basis tradisional.

NU hanya menang di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan, Partai Katholik di

Nusa Tenggara Timur, PNI di Jawa Tengah, Parmusi di Sumatera Barat dan

Aceh.Sedangkan Murba tidak memperoleh suara signifikan sehingga tidak memperoleh kursi DPR. Kemudian, sesuai ketentuan dalam ketetapan MPRS mengenai perlunya penataan kembali kehidupan politik Indonesia, pada tanggal 17

Juli 1971 Sekber GOLKAR mengubah dirinya menjadi GOLKAR.

GOLKAR menyatakan diri bukan parpol karena terminologi ini mengandung pengertian dan pengutamaan politik dengan mengesampingkan pembangunan dan karya.September 1973, GOLKAR menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas)

Universitas Sumatera Utara I di Surabaya.Mayjen Amir Murtono terpilih sebagai Ketua Umum.Konsolidasi

GOLKAR pun mulai berjalan seiring dibentuknya wadah-wadah profesi, seperti

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia

(HNSI) dan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI).

Semua politik Orde Baru diciptakan dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar.Selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan- jabatan dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh kader-kader Golkar.Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal sebagai pilar kekuatan Golkar dikenal dengan jalur ABG, yaitu ABRI (Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia), Birokrasi, dan. Golongan Karya. Anggota ABRI, walau tidak ikut memilih dalam pemilu, adalah kekuatan utama. Golkar.Seluruh anggota Korpri atau pegawai negeri, otomatis menjadi anggota Golkar. Jalur “G” terdiri atas tiga kelompok induk organisasi, yaitu Koperasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro),

Sentra Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Soksi), dan Musyawarah

Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR)43.

Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran strategis.Jadi Pimpinan Pemilu Dalam pemilu Golkar yang berlambang beringin ini selalu tampil sebagai pememang.Kemenangan Golkar selalu diukir dalam pemilu di tahun 1977, 1982,

1987, 1992, dan 1997.Arus reformasi bergulir.

43 SINDO, Ada Apa Dengan Partai Golkar?

Universitas Sumatera Utara Memasuki era reformasi, ketika rezim Orde Baru tumbang, banyak kalangan yang memprediksikan bakal runtuhnya Golkar bersama rezim yang menjadi patron politiknya.Tuntutan mundur Presiden Soeharto menggema di mana-mana.Soeharto akhirnya berhasil dilengserkan oleh gerakan mahasiswa.Hal ini kemudian berimbas pada Golkar.Karena Soeharto adalah penasehat partai, maka Golkar juga dituntut untuk dibubarkan.Saat itu Golkar dicerca di mana-mana44.

Akbar Tandjung yang terpilih sebagai ketua umum di era ini kemudian mati- matian mempertahankan partai.Di bawah kepemimpinan Akbar, Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar.Saat itu Golkar juga mengusung citra sebagai Golkar baru.Upaya Akbar tak sia-sia, dia berhasil mempertahankan Golkar dari serangan eksternal dan krisis citra, inilah yang membuat Akbar menjadi ketua umum Golkar yang cukup legendaris45.

Pada masa kepemimpinan Akbar Tanjung inilah partai Golkar banyak diuji.Dengan strategi politik yang dimilikinya Partai Golkar tetap eksis di panggung politik Indonesia.Dalam keadaan tertatih, remuk dan langkah yang terseret karena kaki tergelayuti beban sejarah yang berat, di bawah Kepemimpinan Akbar Tandjung

Golkar sebisa-bisanya berusaha mempertahankan eksistensinya dalam pemilu 199946.

Partai Golkar kemudian ikut dalam Pemilu 1999, berkompetisi bersama partai-partai baru di era multipartai.Pada pemilu pertama di Era Reformasi ini Partai

44 https://partaigolkar.or.id/sejarah 45 Ibid 46 Kholid Novianto,dkk, Akbar Tandjung Dan Partai Golkar Era Reformasi, Jakarta: Sejati Press, 2004:vii

Universitas Sumatera Utara Golkar mengalami penurunan suara di peringkat ke dua di bawah PDIP dengan.Namun pada pemilu berikutnya Golkar kembali unggul. Pada pemilu legislatif 2004 Golkar menjadi pemenang pemilu legislatif dengan 24.480.757 suara atau 21,58% suara sah. Di tengah begitu banyaknya partai politik pada pemilu 1999 dan 2004, mesin politik Golkar relatif jauh lebih baik di banding Parpol-Parpol lain.

Ini terbukti ketika partai Golkar kembali mengikuti pemilu 2004, yang menempatkannya pada urutan pertama di dalam perolehan suara (21,58%). Dan menempatkan kembali Golkar menjadi partai besar di Indonesia47

Pada pemilu legislatif 2009 suara Partai Golkar kembali turun ke posisi dua.Pemenang pemilu dipegang oleh Partai Demokrat.Dalam Munas VIII di

Pekanbaru, Riau, Aburizal Bakrie terpilih sebagai ketua umum menggantikan Jusuf

Kalla. Partai Golkar dalam pemilu legislatif 2014 meraup 14,75% suara atau 16,3% kursi parlemen dan berada di posisi kedua di bawah PDI Perjuangan48.

Partai Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie mengelar Munas IX di

Nusa Dua, Bali, padai 30 November - 3 Desember 2014. Aburizal Bakrie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2014-2019 dengan mendapat dukungan 100 persen dari pemilik suara yang hadir dalam Musyawarah

Nasional IX tersebut49.

47 Aulia Rahman, Citra Khalayak Tentang Golkar:Peta Permasalahan Menjelang Kemenangan Pemilu 2004:25 48https://partaigolkar.or.id/sejarah 49 ibid

Universitas Sumatera Utara Pada awal tahun 2015 terjadi dualisme kepengurusan dalam tubuh Partai

Golkar, yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie hasil Munas Bali dan Agung Laksono hasil Munas Ancol, Jakarta. Setelah mengalami dinamika lebih dari setahun, dualisme tersebut kemudian berakhir dengan keluarnya SK Menkumham yang

“menghidupkan” kembali kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau yang diselenggarakan pada 2009 lalu. Pemberlakuan kembali kepengurusan Riau ditegaskan dalam Surat Keputusan Menkumham dengan Nomor M.HH-

02.AH.11.01/2016, yang menyatakan Menkumham mengesahkan kembali surat

Menkumham Nomor M.HH-21.AH.11.01/2012, tentang Komposisi DPP Partai

Golkar. Kepengurusan yang dihidupkan selama enam bulan itu punya wewenang untuk menetapkan panitia Munaslub, sesuai AD/ART partai yang demokratis, rekonsiliatif dan berkeadilan50.

Munaslub Partai Golkar telah digelar pada April 2016 . Setya Novanto sebagai pimpinan akan menjadi bagian dari sejarah panjang Golkar sebagai partai politik besar di negeri ini.

2.3. Arah Paradigma Partai Golkar

Partai politik merupakan organisasi politik yang dapat berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat, dimana partai politik menjadi penghubung antara penguasa dan kuasaan. Adanya partai politik membuat rakyat dapat terlibat secara langsung dalam proses penyelenggaraan negara dengan menempatkan wakilnya

50 ibid

Universitas Sumatera Utara melalui partai politik. Secara umum partai politik dikatakan sebagai suatu kelompok yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama, yang berusaha memperoleh kekuasaan melalui pemilihan umum. Pengertian partai politik dalam UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1) adalah : “Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara

Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum51

Dalam pembangunan politik, Partai Golkar selalu berupaya untuk mewujudkan sistem politik yang demokratis yang tidak bertentangan dengan nilai- nilai Pancasila yang ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan, keadilan, dan kesetaraan seluruh rakyat. Partai Golkar akan memperjuangkan terciptanya iklim politik yang menempatkan rakyat sebagai pemilik nyata kedaulatan, karena ideologi

Partai Golkar itu sendiri adalah Pancasila. Dengan demikian arah pembangunan politik ditujukan untuk mewujudkan kehidupan politik yang demokratis dan terbuka yang bertumpu pada kedaulatan rakyat.Arah perjuangan Partai Golkar berorientasi pada program atau pemecahan masalah yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia secara dinamis.

Upaya Golkar dalam melakukan penyesuaian diri terhadap reformasi adalah melakukan revitalisasi nilai-nilai dasar dan perubahan paradigma.Reformasi tidak hanya menyangkut unsur perubahan struktur politik, tetapi juga membawa nilai-nilai baru, seperti tuntutan demokratisasi, partisipasi politik, transparansi, dan keadilan

51 UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1)

Universitas Sumatera Utara sosial, yang kesemuanya ini menjadi tantangan serius bagi Partai Golkar. Sebagai organisasi politik yang menyandang stigma baru akibat kedekatannya dengan Orde

Baru, yang banyak mendapat hujatan di era reformasi, jika ingin bertahan Golkar harus mampu merespon perubahan nilai dan tatanan dalam kehidupan perpolitikan di

Indonesia52.

Berkembangnya nilai-nilai demokrasi ini menjadi tantangan yang sangat serius bagi Partai Golkar, sebab merupakan fakta bahwa Golkar dalam sejarahnya merupakan bagian penting dari kekuasaan hegemonik Orde Baru yang otoriter dan anti demokrasi.Perubahan nilai-nilai ini pada awalnya disikapi secara beragam oleh elite Golkar.Hal ini sekurangnya terbukti dengan terjadinya fragmentasi yang kuat dan sikap pro-kontra dalam merespon reformasi.Beberapa pihak masih ingin mempertahankan nilai-nilai lama meskipun tidak demokratis, tetapi banyak juga yang dengan tegas menolak paradigma lama serta mendukung secara penuh reformasi yang sedang berjalan. Namun demikian, seiring dengan perubahanperubahan yang terjadi di dalam Golkar, yang berpuncak pada Munaslub 1998, kepemimpinan baru Golkar telah merumuskan visi dan perspektif yang lebih sejalan dengan nilai-nilai reformasi sebagaimana tercermin dalam konsep paradigma baru.

Perubahan paradigma dalam Golkar pasta reformasi tak terelakkan lagi, sebab struktur dan budaya politik lama (Orde Baru) yang berujung pada nepotisme, kolusi dan korupsi jelas-jelas tidak mendapat tempat di hati rakyat. Reformasi politik tahun

52 Akbar Tandjung, (Ed. Hajriyanto Y. Tohari), Moratorium Politik: Menuju Rekonsiliasi Nasional, Jakarta: Golkar Press 2003: 187.

Universitas Sumatera Utara 1998 telah mengakhiri hubungan patronase Golkar dengan kekuasaan.Pendek kata,

Golkar perlu membangun jati dirinya yang baru dalam merespon berbagai perubahan masa transisi demokrasi. Untuk membangun kultur dan jati diri baru inilah kepemimpinan Golkar tanpa ragu-ragu menetapkan berbagai kebijakan yang progresif dan reformis, sebagaimana dirumuskan dalam konsep paradigma baru53

Paradigma baru Partai GOLKAR ini berisi pokok-pokok doktrin, visi, misi, dan platform politik.Di dalam perumusan paradigma baru ini ada terkandung aspek pembaruan sekaligus kesinambungan.Aspek pembaruan ditunjukkan melalui perubahan struktur atau kelembagaan, dan aspek kesinambungan tampak pada kekukuhan Partai GOLKAR untuk tetap berideologi Pancasila dan doktrin karya kekaryaan54.

Pembaruan ini di samping dimaksudkan untuk meluruskan sejumlah kekeliruan lama, juga diarahkan untuk mewujudkan Partai GOLKAR yang mandirian, demokratis, kuat, solid, berakar dan responsif.Dengan paradigma baru maka Partai GOLKAR diharapkan menjadi Partai politik yang moderen dalam pengertiannya yang sebenarnya.Yakni, tidak lagi sebagai "Partainya penguasa" (the ruler's party) yang hanya menjadi mesin pemilu atau alat politik untuk melegitimasi kekuasaan sebagaimana dalam paradigma lama55.

53 ibid 54 https://partaigolkar.or.id/sejarah 55 ibid

Universitas Sumatera Utara Pembaruan paradigma itu sendiri didorong oleh faktor utama yang berasal dari diri Partai GOLKAR sendiri, yakni jati diri dan watak GOLKAR sebagai kekuatan pembaru.Sebagaimana disebutkan pada poin keempat dari IKRAR PANCA

BHAKTI GOLONGAN KARYA, etos atau semangat pembaruan pada sejatinya merupakan fitrah atau sikap dasar Partai GOLKAR sejak kelahirannya.Fitrah inilah yang mendorong dilakukannya pembaruan ini.Dengan demikian, pembaruan paradigma ini merupakan pengejawantahan belaka dari fitrah tersebut56.

Paradigma baru Partai GOLKAR ini telah mulai diwujudkan melalui pembaruan internal, terutama terhadap struktur atau kelembagaan organisasi yang selama ini mempunyai akses yang terlalu besar terhadap organisasi yang membatasi kemandirian Partai GOLKAR.

Langkah-langkah pembaruan kelembagaan tersebut juga diikuti dengan diwujudkannya prinsip kedaulatan di tangan anggota.Yaitu mekanisme pengambilan setiap keputusan organisasi dilakukan secara lebih terbuka, demokratis, dari bawah

(bottom-up), dan dengan pemungutan suara secara Iangsung.Melalui mekanisme yang demokratis ini maka terbukalah peluang bagi kader-kader untuk memimpin Partai karena memang dalam perspektif demokrasi kesempatan dan peluang perlu disediakan untuk semua, sehingga tidak terjadi pemusatan pandangan pada pesona figur tunggal yang mengarah pada kultus individu57.

56 ibid 57 ibid

Universitas Sumatera Utara Implikasi lain dari serangkaian pembaruan tersebut adalah sangat berarti, yakni Partai GOLKAR menjadi benar-benar mandiri dan mampu mewujudkan tegaknya asas kedaulatan di tangan anggota sebagai salah satu prinsip utama dari

Partai yang moderen, demokratis, dan mengakar. Partai GOLKAR bertumpu hanya pada kekuatannya sendiri, tidak mengandalkan kekuatan di luar dirinya, dan selanjutnya dapat mengambil keputusan-keputusan organisasional secara independen tanpa campur tangan dari pihak luar atau golongan manapun58.

2.4. Doktrin Perjuangan

Dengan paradigma baru ini, doktrin Partai GOLKAR tetap sebagai kelanjutan dari Sekretariat Bersama (SEKBER) GOLONGAN KARYA yang lahir pada tanggal

20 Oktober 1964.Partai GOLKAR tetap berpegang pada doktrin karya kekaryaan, yaitu Karya Siaga Gatra Praja, tetapi dipahami secara kreatif dan dinamis sesuai dengan dinamika perkembangan jaman59.Dengan doktrin karya kekaryaan maka

Partai GOLKAR selalu melihat masyarakat dalam perspektif fungsi, bukan dalam perspeklif ideologi, apalagi aliran.Pengelompokan masyarakat yang terbaik dalam perspektif Partai GOLKAR adalah pengelompokan berdasarkan peran dan fungsinya.

Dengan doktrin karya kekaryaan Partai GOLKAR berorientasi pada program

(program oriented) dan/atau pemecahan masalah (problem solving), bukan berorientasi pada aliran atau ideologi (ideology oriented). Maka Partai Golkar berjuang menciptakan system dan format politik yang didalamnya berjalan

58 ibid 59 Hasil MUNAS VIII Partai Golkar Tahun 2009 “ Suara Rakyat Suara Golkar, Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar 2009.

Universitas Sumatera Utara mekanisme control dan keseimbangan mendorong terbukanya ruang partisipasi politik serta memberdayakan lembaga60.

Dengan perspektif ini ingin ditegaskan bahwa GOLKAR tidak sependapat dilakukannya pengelompokan politik berdasarkan primordialisme dan sekltarianisme.

Pembelahan masyarakat berdasarkan ideologi atau aliran-aliran dikhawatirkan akan melahirkan konflik-konflik ideologi yang bermuara pada pertentangan, perpecahan, dan malah disintegrasi bangsa61.

Dengan orientasi ini maka masyarakat tidak akan terjebak dalam pertentangan atau konflik ideologi yang tidak perlu, melainkan berorientasi pada karya untuk membangun bangsa. Bagi Partai GOLKAR karya yang baik dan bermanfaat bagi seluruh rakyat adalah lebih penting daripada ide atau gagasan semata.Karya kekaryaan adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan secara sadar terencana, sistematis, dan menyeluruh, untuk mendatangkan manfaat bayi rakyat.Karya kekaryaan adalah juga amal shalih dalam pengertian yang luas sebagaimana yang diajarkan agama-agama.

Oleh karena doktrin inilah Partai GOLKAR senantiasa prihatin menyaksikan kehidupan politik yang ditandai oleh maraknya persaingan tidak sehat di berbagai

Partai politik yang membawa terjadinya konflik dan pertentangan politik yang lajam.

Masing-masing Partai politik berusaha memobilisasi dukungan massa bagi

60 Bambang Setiawan, Partai-Partai Politik Indonesia, Ideologi dan Program, 2004-2009, Jakarta: Kompas, 2004:281 61 Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR, Hasil Munas VIII Partai GOLKAR Tahun 2009, Pekan Baru-Riau: 2009: 60.

Universitas Sumatera Utara kepentingan sempit, sehingga kepentingan bangsa yang lebih luas terabaikan. Sebagai akibat dari kecenderungan tersebut, Bangsa Indonesia kehilangan momentum untuk membangun diri guna mewujudkan cita-cita proklamasi.

Kegandrungan (euphoria) untuk menjadikan politik sebagai panglima kehidupan dan menekankan ideologi politik sektarianistik, seperti pada pengalaman lama, telah menghambat proses mensejahterakan rakyat. Sebagai akibatnya rakyat terjerembab ke dalam kemiskinan dan keterbelakangan dalam ketidakpastian politik.

Dalam suasana seperti itulah Partai GOLKAR tampil dengan doktrin karya kekaryaan karena tidak ingin bangsa ini terpecah ke dalam kotak-kotak sempit yang hanya akan mengancam keutuhan bangsa.

2.5. Visi dan Misi Perjuangan Golkar

Sejalan dengan cita-cita para Bapak pendiri negara (the founding fathers) kita bahwa tujuan kita bernegara adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia dan ikut menciptakan perdamaian dunia, maka Partai GOLKAR sebagai pengemban cita-cita proklamasi menegaskan visi perjuangannya untuk menyertai perjalanan bangsa mencapai cita-citanya62.

Partai GOLKAR berjuang demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, moderen, bersatu, damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertakwa, berakhlak baik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air,

62https://partaigolkar.or.id/sejarah

Universitas Sumatera Utara demokratis, dan adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pongetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi.

Dengan visi ini maka Partai GOLKAR hendak mewujudkan kehidupan politik nasional yang demokratis melalui pelaksanaan agenda-agenda reformasi politik yang diarahkan untuk melakukan serangkaian koreksi terencana, melembaga dan berkesinambungan terhadap seluruh bidang kehidupan.Reformasi pada sejatinya adalah upaya untuk menata kembali sistem kenegaraan kita di semua bidang agar kita dapat bangkit kembali dalam suasana yang lebih terbuka dan demokratis.Bagi Partai

GOLKAR upaya mewujudkan kehidupan politik yang demokratis yang bertumpu pada kedaulatan rakyat adalah cita-cita sejak kelahirannya63.

Keterbukaan adalah nilai kemanusiaan hakiki yang merupakan nafas dari gerakan reformasi. Atas dasar pandangan keterbukaan tersebut, kita harus menciptakan sistem sosial politik yang terbuka atau transparan dengan struktur dan proses politik yang dapat secara efektif benar-benar mencerminkan kedaulatan rakyat.

Untuk itu maka peluang bagi rakyat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses- proses politik mutlak dibuka seluas-luasnya.Kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat semakin terjamin dan dilindungi oleh undang-undang.

Sendi utama masyarakat madani adalah supremasi hukum.Oleh karena negara kita adalah negara hukum maka supremasi hukum harus ditempatkan sebagai pilar

63 ibid

Universitas Sumatera Utara utama dalam rangka mewujudkan sistem politik yang demokratis dan berdasarkan hukum.Partai GOLKAR memandang bahwa reformasi hukum tidak terbatas hanya pada penyempurnaan sarana dan prasarana, materi dan aparatur hukum, tetapi juga budaya hukum.

Di bidang ekonomi visi Partai GOLKAR adalah ekonomi rakyat atau kerakyatan atas dasar keyakinan bahwa hanya sistem perekonomian inilah yang menjamin rakyat makin sejahtera.Pembangunan ekonomi dalam paradigma lama yang terlampau menekan pertumbuhan dengan tulang punggung konglomerasi ternyata justru membawa negara dan bangsa Indonesia terjerembab ke dalam krisis ekonomi yang sangat parah.Konglomerasi ternyata semu dan sangat rapuh terhadapa goncangan konomi global.Dalam konteks ini, maka paradigma ekonomi kerakyatan justru memiliki potensi yang sangat kuat bagi penguatan fundamental ekonomi kita64.

Dengan visi ekonomi kerakyatan ini, maka usaha kecil, menengah, dan koperasi akan dikembangkan dan diperkuat sebagai pilar utama perekonomian nasional. Partai GOLKAR menginginkan di masa depan usaha menengah, kecil dan koperasi menjadi ujung tombak pemberdayaan masyarakat dalam pengertian yang sebenarnya. Tanpa upaya-upaya pemberdayaan rakyat, maka tujuan menciptakan masyarakat madani akan semakin jauh dari gapaian kita. Untuk itu sejalan dan searah dengan visi menciptakan kesejahteraan rakyat, perhatian terhadap upaya penguatan usaha menengah, kecil dan koperasi menjadi prioritas yang paling diutamakan.

64Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR, Hasil Munas VIII Partai GOLKAR Tahun 2009, Pekan Baru-Riau: 2009:65-67

Universitas Sumatera Utara Di bidang sosial budaya, Partai GOLKAR mencita-citakan penguatan budaya bangsa yang mampu melahirkan bangsa yang kuat, yakni bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi atau keterampilan, memiliki etos kerja yang tinggi, memiliki disiplin sosial yang tangguh dan memiliki etika yang kuat. Untuk menuju terciptanya bangsa yang kuat semacam itu, maka perlu dikembangkan suasana dan iklim yang mendukung bagi berkembangnya budaya ilmu (etos intektualisme), budaya kerja (etos kerja), budaya disiplin, dan budaya hidup etis dan religius di kalangan masyarakat65.

Partai GOLKAR memandang kerukunan sebagai basis bagi integrasi bangsa.Untuk itu, maka kehidupan sosial budaya yang berkeadilan dan terjembataninya kesenjangan sosial ekonomi antar individu, antar kelompok, antara kota-desa, antara Jawa-luar Jawa, dan antar pusat-daerah, menjadi agenda penting yang harus dipentingkan.Demikian juga halnya pengembangan kehidupan beragama dan kerukunan antar umat beragama menjadi kepedulian Partai GOLKAR.

Dengan visi ini pula Partai GOLKAR hendak mengembangkan pola hubungan sosial yang lebih harmonis dan dilandasi oleh semangat persamaan manusia.Pandangan yang diskriminatif dan tidak adil terhadap suatu kelompok tertentu harus dihapuskan dari segenap masyarakat kita, dan diganti dengan pandangan yang diliputi oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan dan persaudaraan sejati antar warga negara.

65Ibid

Universitas Sumatera Utara Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan mewujudkan visi tersebut

Partai GOLKAR dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan, mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa demi untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan cita-cita proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak- hak asasi manusia66.

2.6. Platform Politik Partai Golkar

Platform yang dimaksudkan di sini adalah landasan tempat berpijak, yaitu wawasan-wawasan yang menjadi acuan dan arah darimana dan kemana perjuangan

Partai GOLKAR hendak menuju. Platform merupakan sikap dasar yang merupakan kristalisasi dari pemahaman, pengalaman dan kesadaran historis Partai GOLKAR dalam menyertai bangsa membangun masa depan. Partai GOLKAR berpijak pada landasan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.Sebagai konsekuensi dari pijakan ini maka Partai GOLKAR berwawasan kebangsaan, yaitu suatu wawasan bahwa bangsa

Indonesia adalah satu dan menyatu67.

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang yang mengatasi golongan dan kelompok baik golongan atau kelompok atas dasar agama, suku, etnis, maupun

66 https://partaigolkar.or.id/sejarah 67 Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR, Hasil Munas VIII Partai GOLKAR Tahun 2009, Pekan Baru-Riau: 2009:67

Universitas Sumatera Utara budaya. Kemajemukan atau pluralisme tidak dipandang sebagai kelemahan atau beban, melainkan justru sebagai potensi atau kekuatan yang harus dihimpun secara sinergis dan dikembangkannya sehingga menjadi kekuatan nasional yang kuat dan besar.Kemajemukan bagi Partai GOLKAR adalah anugerah Tuhan yang karena itu bersifat given.Kemajemukan inilah yang selama ini justru telah membentuk mozaik keindonesiaan yang sangat indah dan mempesona sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan platform ini maka Partai GOLKAR terbuka bagi semua golongan dan lapisan masyarakat tanpa membedakan latar belakang etnis, suku, budaya, bahasa, agama, dan status sosial ekonomi.Keterbukaan Partai GOLKAR diwujudkan secara sejati, baik dalam penerimaan anggota maupun dalam rekrutmen kader untuk kepengurusan dan penempatan pada posisi-posisi politik.

Partai GOLKAR mengembangkan wawasan kemajemukan yang inklusif yang mendorong dinamika dan persaingan yang sehat serta berorientasi pada kemajuan serta senantiasa siap berkompetisi secara sehat.Perwujudan dari wawasan kebangsaan

Partai GOLKAR yang paripurna ini adalah sikap keterbukaan dan kemajemukan.Partai GOLKAR berpijak pada wawasan keterbukaan (inklusif) yang menampung kemajemukan (pluralis) karena hadirnya kesadaran bahwa bangsa

Indonesia adalah bangsa yang majemuk68.

68https://partaigolkar.or.id/sejarah

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan wawasan ini pula Partai GOLKAR bersifat nondiskriminatif dan nonsektarian baik atas dasar perbedaan suku atau etnis, agama, bahasa, budaya, maupun aliran.Partai GOLKAR menolak segala bentuk eksklusifisme baik atas dasar primordialisme maupun kepentingan yang sempit lainnya.Sikap-sikap tersebut terakhir ini tidak sejalan dengan wawasan kemajemukan dan keterbukaan. Hadirnya kesadaran bahwa kemajemukan merupakan ciri keindonesiaan telah mongokohkan dan mengukuhkan tekad Partai GOLKAR untuk tetap menjadi "Partai politik yang paling Indonesia" yang menjadi "miniatur Indonesia", di mana semua golongan akan merasa kerasan (at home) berada di dalamnya69.

Dalam rangka itulah, maka Partai GOLKAR memantapkan platform-nya sebagai Partai yang nonaliran atau nonsektarian.Dengan prinsip ini politik Partai

GOLKAR bukanlah politik aliran atau sektarian.

Partai GOLKAR menjunjung tinggi ajaran agama yang dalam gerak langkahnya senantiasa mendasarkan pada nilai-nilai etika dan moralitas berdasarkan ajaran agama.Etika dan moralitas adalah saripati dari ajaran agama dan buah dari keberagamaan itu sendiri.Bagi Partai GOLKAR agama menduduki posisi yang sangat penting dan harus diutamakan.Dengan demikian seluruh langkah perjuangan senantiasa dilandasi nilai-nilai etika dan moralitas berdasarkan agama.

Perpaduan antara kedua wawasan yang terakhir -wawasan kebangsaan dan keagamaan- menjadikan Partai GOLKAR sebagai Partai kebangsaan yang

69 ibid

Universitas Sumatera Utara menjunjung tinggi ajaran agama-agama.Dengan menjunjung tinggi ajaran agama,

Partai GOLKAR tidak berarti sependapat dengan kecenderungan formalisasi dan apalagi politisasi agama.Partai GOLKAR menghindarkan kecenderungan memanipulasi simbol-simbol agama sebagai alat politik untuk mencapai tujuan- tujuan politik yang berdimensi jangka pendek70.

Partai GOLKAR adalah Partai yang demokratis yang memiliki komitmen pada demokrasi. Dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka maka hanya Partai

GOLKAR yang demokratis dan terbuka pula yang akan mendapatkan dukungan rakyat. Dengan kata lain, Partai GOLKAR hanya akan bertahan dan berjaya, jika dalam tubuh organisasinya sendiri tegak kehidupan yang demokratis, dan berjuang untuk demokrasi71.

Dalam rangka demokratisasi inilah, Partai GOLKAR mereformasi dirinya, sehingga melahirkan Partai GOLKAR yang demokratis yang menjunjung tinggi prinsip kedaulatan di tangan anggota. Ini semua tercermin dalam proses pengambilan keputusan di semua eselon kepemimpinan yang berlangsung secara demokratis dan dari bawah sebagai manifestasi ditegakkannya prinsip kedaulatan di tangan anggota.

Partai GOLKAR adalah Partai Moderat yang senantiasa mengambil posisi tengah dan menempuh garis moderasi. Partai GOLKAR tidak akan pernah bersikap ekstrim, baik dulu, kini, maupun mendatang. Sebagai Partai moderat Partai GOLKAR akan tetap konsisten mengembangkan wawasan tengahan dan keseimbangan. Sikap

70 ibid 71 ibid

Universitas Sumatera Utara tengahan atau moderat akan menghindarkan Partai GOLKAR dari kemungkinan terjebak pada pilihan-pilihan yang bersifat pemutlakan nilai72.

Garis moderasi yang dikembangkan Partai GOLKAR mengandung arti bahwa ia senantiasa mewujudkan keseimbangan dari tarik menarik berbagai kepentingan, dan sebaliknya berupaya untuk mengakomodasi dan mengharmonisasikannya.

Dengan demikian, Partai GOLKAR senantiasa beradn pada posisi tengahan (median position) dan menjadi kekuatan penengah (mediating and moderating force) di antara semua kelompok potensi bangsa.Partai GOLKAR mengembangkan prinsip nonsektarian dan antisektarianisme, dan karena itu juga nondiskriminasi dan antidiskriminasi73.

Pilihan terhadap sikap moderat ini bukan hanya berkaitan erat dengan platform terbuka dan majemuk yang sebelumnya kita bicarakan, melainkan jauh lebih mendasar, yaitu karena hadirnya kesadaran akan kebenaran ajaran bahwa sebaik-baik perkara adalah yang tengah. Selanjutnya, Partai GOLKAR mengutamakan pembangunan hukum untuk keadilan dan tegaknya Hak Asasi Manusia

(HAM).Dalam kerangka ini, maka harus diupayakan tegaknya supremasi hukum karena Indonesia adalah negara hukum.Lebih daripada itu, supremasi hukum harus ditempatkan sebagai pilar utama dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang demokratis, konstitusional dan berdasarkan hukum.Partai GOLKAR memandang bahwa reformasi hukum tidak terbatas hanya pada penyempurnaan sarana dan

72 ibid 73 ibid

Universitas Sumatera Utara prasarana, materi dan aparatur hukum, tetapi juga pembangunan budaya hukum.Penegakan dan pemajuan HAM merupakan unsur penting dalam penghormatan harkat dan martabat kemanusiaan.

Dalam rangka penghormatan harkat dan martabat kemanusiaan pula Partai

GOLKAR memandang peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai salah satu tujuan nasional kita yang utama.Perjuangan politik Partai GOLKAR bermuara pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat lahir dan batin.Dalam kaitan ini Partai

GOLKAR memandang politik sebagai instrumen dan manajemen untuk mewujudkan masyarakat madani yang sejahtera, adil dan makmur. Peningkatan kesejahteraan itu diwujudkan dalam bentuk antara lain peningkatan taraf hidup dan kecerdasan rakyat.

Dengan sikap ini, maka Partai GOLKAR mempertegas keberpihakannya kepada rakyat74.

2.7. Pokok-Pokok Program Perjuangan

Dalam rangka mengaktualisasikan platform tetap tegaknya Negara Kesatuan

Republik Indonesia, Partai GOLKAR bukan hanya mengembangkan wawasan kebangsaan atau nasionalisme semata, melainkan juga mengutamakan upaya mewujudkan keadilan ekonomi, politik, hukum, dan sosial budaya bagi semua daerah. Pewujudan keadilan adalah bagian utama dari program perjuangan Partai

GOLKAR untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

74 ibid

Universitas Sumatera Utara Partai GOLKAR akan terus berjuang untuk memberdayakan masyarakat di daerah di segala bidang; menghormati dan menghargai upaya-upaya pelestarian budaya lokal; mendorong otonomi daerah secara nyata; dilaksanakannya perimbangan keuangan pusat dan daerah; mengatasi segala bentuk konflik horizontal dan vertikal; dan mengatasi segala bentuk upaya pemisahan diri dari Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Untuk memantapkan wawasan kebangsaan maka Partai GOLKAR berjuang untuk memperkokoh segenap potensi bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa; mempelopori segala upaya penguatan kesatuan dan persatuan; mengembangkan rasa cinta tanah air dan kebangsaan; membangun citra bangsa yang positif di mata internasional; dan mencegah berkembangnya nasionalisme sempit75.

Dalam rangka merealisasikan platform sebagai Partai terbuka dan majemuk

Partai GOLKAR berjuang untuk mengembangkan dan membudayakan wawasan keterbukaan (inklusifisme) dan kemajemukan (pluralisms) dalam tubuh Partai; mengakui dan menghargai kemajemukan latar belakang anggota; dan justru memandang kemajemukan sebagai potensi untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik.Partai GOLKAR juga memandang kemajemukan bangsa sebagai potensi sebagai mozaik keindonesiaan yang justru memperkokoh integrasi

75ibid

Universitas Sumatera Utara bangsa.Dalam kaitan ini pula maka upaya untuk memperkokoh keberadaan Partai

GOLKAR sebagai Partai kebangsaan terus ditingkatkan76.

Dalam rangka mengembangkan demokrasi baik secara struktural maupun kultural maka Partai GOLKAR berjuang untuk terciptanya sistem dan format politik yang di dalamnya berjalan mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balance) mendorong terbukanya ruang partisipasi politik; memberdayakan lembaga- lembaga demokrasi; membangun kehidupan pers yang bebas yang ikut melaksanakan pendidikan politik bagi rakyat; dan mendorong partisipasi lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Sebagai Partai yang berwawasan kesejahteraan rakyat maka Partai GOLKAR berjuang untuk mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan, yakni sistem ekonomi yang berpihak pada usaha kecil, menengah, dan koperasi tanpa menafikan tumbuhnya sistem ekonomi konglomerasi yang tidak monopolistik; mengusahakan ketersediaan bahan kebutuhan pokok rakyat dengan harga yang serba terjangkau; mengurangi pengangguran dengan perluasan lapangan kerja; memperjuangkan upah minimum regional (UMR) yang memadai, dan jaminan kerja; serta meningkatkan akses ekonomi rakyat77.

Untuk menciptakan supremasi hukum, keadilan dan tegaknya HAM maka

Partai GOLKAR bertekad memberdayakan lembaga-lembaga peradilan, mengupayakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, mengupayakan penyelesaian

76 ibid 77 ibid

Universitas Sumatera Utara kasus pelanggaran HAM, serta terus memperbarui produk-produk hukum yang bertentangan dengan demokrasi, hak asasi manusia dan rasa keadilan masyarakat.

Akhirnya, sebagai Partai yang menjunjung tinggi ajaran agama-agama dan memegang teguh etika dan moralitas agama, Partai GOLKAR dengan kesadaran penuh berusaha mendorong upaya membentuk manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.Partai GOLKAR berjuang untuk menjadikan agama sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta terus membangun karakter bangsa berdasarkan ajaran agama78.

Partai GOLKAR mendorong pengembangan kehidupan beragama.

Pengembangan kehidupan beragama diarahkan pada terciptanya kesemarakan kehidupan beragama baik secara lahiriah maupun batiniah, sekaligus terciptanya kerukunan hidup antar umat beragama.Sebagai Partai yang menjunjung tinggi ajaran agama, Partai GOLKAR selalu mengajak umat beragama untuk menghindarkan diri dari kecenderungan politisasi agama, yakni menjadikan simbol-simbol keagamaan sebagai aiat untuk tujuan-tujuan politik yang terbatas.

78 ibid

Universitas Sumatera Utara 2.8. Modal Perjuangan

Sebagai Partai moderen Partai GOLKAR memiliki sejumlah potensi atau kekuatan yang dapat dijadikan modal perjuangan dalam rangka merealisasikan doktrin, visi, misi, platform, dan pokok-pokok program perjuangannya79.

Pertama, potensi historis.Partai GOLKAR telah berusia lebih dari tiga setengah dasawarsa yang didukung oleh kekuatan-kekuatan masyarakat dari seluruh lapisan.Partai GOLKAR memiliki pengalaman panjang dalam menyertai perjalanan bangsa baik di bidang pemerintahan, legislatif, maupun yudikatif.Serangkaian pengalaman panjang ini merupakan potensi historis yang luar biasa besar.

Kedua, Partai GOLKAR memiliki infrastruktur yang sangat kuat yang masih terpelihara dengan baik.Struktur organisasi mulai dari pusat sampai ke desa/kelurahan berjalan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing dalam satu kesatuan manajemen organisasi yang modern.Hubungan Partai GOLKAR dengan

Orsosmasinal dan Orsinalmas, juga dengan organisasi- organisasi yang mendirikan dan didirikannya berjalan secara horizontal dan fungsional dan saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan yang setara.

Ketiga, Partai GOLKAR memiliki sumber daya manusia yang relatif berpengalaman, unggul dan lengkap. Kader-kader Partai GOLKAR tersebar dan hidup di tengah-tengah masyarakat, dan selalu tanggap terhadap aspirasi rakyat.

79Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR, Hasil Munas VIII Partai GOLKAR Tahun 2009, Pekan Baru-Riau: 2009

Universitas Sumatera Utara Keempat, Partai GOLKAR adalah Partai yang solid yang terbukti selalu dapat mendayagunakan segenap potensi yang dimilikinya secara sinergis untuk berjuang membangun kehidupan bangsa yang bersatu dan kuat.

Kelima, Partai GOLKAR adalah Partai yang mengakar dan responsif, karena merupakan Partai politik yang di dalamnya para anggota dan kader-kadernya tumbuh dan berkembang dari bawah berdasarkan asas prestasi (merit system).Sebagai Partai yang didirikan oleh kelompok-kelompok riil dalam masyarakat Partai GOLKAR tumbuh dan berkembang dari rakyat dan didukung oleh rakyat.Partai GOLKAR juga

Partai yang responsif, yakni senantiasa peka dan tanggap terhadap aspirasi, tuntutan, dan harapan rakyat, serta konsisten untuk memperjuangkannya sehingga menjadi keputusan politik yang bersifat publik yang menguntungkan seluruh masyarakat80.

Potensi-potensi tersebut adalah merupakan modal perjuangan yang sangat besar yang harus diaktualisasikan oleh segenap kader untuk mewujudkan doktrin, visi, misi, platform, dan pokok-pokok perjuangan sebagaimana dipaparkan di atas.

Paradigma baru ini dilakukannya pembaruan struktur atau kelembagaan

Partai, sekaligus budaya politik segenap kader Partai GOLKAR.Pembaruan kelembagaan diarahkan sedemikian rupa sehingga mencerminkan kemandirian, demokrasi, dan keterbukaan sebagaimana yang menjadi inti dari perumusan paradigma baru tersebut.Semangat kemandirian, demokrasi, dan keterbukaan harus benar-benar diwujudkan dalam realitas organisasi.Struktur kelembagaan, termasuk di

80Ibid

Universitas Sumatera Utara dalamnya mekanisme-mekanisme organisasi, yang tidak sesuai dengan paradigma baru ini harus diperbarui.

Paradigma ini juga menjadi variabel pengubah kultur atau budaya politik dalam tubuh Partai. Perubahan budaya politik ini diarahkan untuk menunjang upaya untuk menciptakan Partai GOLKAR yang mandiri, demokratis, dan terbuka.Budaya politik lama yang elitis dan berorientasi ke atas harus dirubah menjadi budaya politik yang populis dan berorientasi kepada rakyat.Demikian juga halnya perilaku politik lama yang mengandalkan kekuatan dari luar dirinya, harus dirubah menjadi perilaku politik yang mencerminkan kemandirian. Sesuai dengan paradigma baru maka pendekatan-pendekatan politik yang dilakukan oleh segenap kader Partai GOLKAR juga berubah: dari pendekatan kekuasaan menuju pendekatan yang simpatik yang mendorong partisipasi, prakarsa dan kreativitas rakyat. Perubahan budaya politik ini sangat diperlukan mengingat perubahan lingkungan dan lanskap politik di mana

Partai GOLKAR berada81.

81https://partaigolkar.or.id/sejarah

Universitas Sumatera Utara BAB III ANALISIS STRATEGI PEMENANGAN NGOGESA SITEPU SEBAGAI KETUA DPD GOLKAR SUMUT 3.1. Strategi yang dilakukan Ngogesa Sitepu dalam pemenangan sebagai ketua

DPD Golkar Sumut

Pembahasan pada bab ini sekaligus isi substansi penelitian adalah terkait analisis strategi pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Golkar Sumut 2016-

2019. Pembahasan berawal setelah mengambil keputusan untuk ikut bertarung dalam merebut kursi ketua DPD Golkar Sumut periode tahun 2016-2019, langkah awal yang dilakukan oleh Ngogesa adalah membentuk tim sukses. Tim yang dibentuk ini diberi tugas untuk melakukan analisis lapangan, lobby, komunikasi dan konsolidasi internal partai serta menyusun formulasi strategi politik yang akan dijalankan. Fase-fase tersebut dilakukan dengan memanfaatkan modalitas yang dimiliki.Sekaligus fase tersebut dijadikan sebagai instrumen analisis penelitian ini dilakukan.

Pengumpulan fakta ini penting dilakukan sebagai petunjuk guiden dalam mendeteksi kekuatan maupun peluang pribadi. Disamping itu juga dapat mendeteksi apa yang sedang “tren” atau yang merupakan kehendak kader partai baik daerah maupun di pusat. Sehingga dapat menjadi bahan referensi dalam membuat keputusan strategi yang dimainkan oleh Ngogesa Sitepu. Ketepatan strategi yang dimainkan sudah barang tentu akan sangat besar pengaruhnya bagi partai dalam membuat keputusan politik.

Universitas Sumatera Utara Selain itu, pada fase analisa strategi kita dapat gambaran tentang formulasi dari strategi yang dilakukan, apakah termasuk sebagai jenis strategi defensif atau merupakan jenis strategi yang offensif82.Menurut Schroder dalam memilih strategi pola dasar strategi yang diperlukan harus kita kenali, agar kita bisa menentukan strategi yang tepat, tergantung target yang hendak kita capai.Oleh karenanya dia membagi strategi ke dalam dua jenis tersebut.

Yang dimaksud dengan strategi offensif (menyerang) adalah berbagai strategi yang dapat memperluas atau menembus pasar. Artinya strategi yang diimplementasikan berdasarkan formulasi yang sudah ditetapkan pada proses perencanaan dan telah melalui fase analisa situasi, bisa membuat tingkat dukungan pada kandidat akan bertambah. Sedangkan yang dimaksud dengan strategi defensif

(mempertahankan) disini adalah berbagai strategi yang hanya mempertahankan dukungan yang sudah ada sejak awal.

Pada pemilihan ketua DPD Golkar Sumut, Ngogesa Sitepu dan tim mengakui melakukan langkah-langkah analisa situasi ini. Selain langkah mengumpulkan fakta- fakta (internal) pribadi dan fakta dari eksternal yang berkembang dalam partai.Hal ini dilakukan untuk menyusun formulasi strategi yang dilakukan.

3.1.1. Data Hasil Analisa Situasi Internal

Fase ini merupakan awal dalam sebuah perencanaan strategi. Pada fase ini kandidat dan tim harus mampu mengumpulkan data-data dan fakta-fakta lapangan

82Schroder Peter, Strategi Politik (edisi bahasa Indonesia), yang diterjemahkan oleh D.J Matindas, Friedrich Neumann Stiftung, hal: 104-108

Universitas Sumatera Utara yang ada, baik yang menyangkut fakta pribadi, fakta-fakta pesaing maupun fakta- fakta internal partai sendiri. Proses ini haruslah dilakukan secara terarah dan konkrit.

Karena fakta atau informasi yang ada di internal partai tentunya sangat banyak dan bervariasi. Dalam melakukan analisa situasi dan eksekusi strategi ada beberapa instrumen yang dapat ditelaah, diantaranya adalah;

1. Pemanfaatan Potensi Diri

2. Potensi Jaringan Yang Dibentuk

3. Penilaian Potensi Terhadap Calon Lain

4. Pendapat Ahli Maupun Tokoh Partai Golkar

5. Pemanfaatan Modalitas

3.1.2. Analisa Potensi Diri Ngogesa Sitepu

Ngogesa Sitepu lahir di Padang Brahrang, Selesai, Langkat, Sumatera Utara, 30

September1962.Beliau adalah seorang pengusaha dan bupati Kabupaten Langkat yang telah menjabat pada priode 2009-2014 dan 2014-2019.Ia bersama wakilnya

Sulistiyanto berhasil memenangkan pilkada Langkat pada akhir tahun 2013. Sosok pencetus “Pendidikan adalah dasar menuju keberhasilan, kejayaan dan kesuksesan” inipun bersama wakilnya Sulistiyanto berhasil memenangkan pilkada Langkat pada akhir tahun 2013 dengan perolehan 182.347 suara atau 62 persen, mengalahkan pasangan Budiono dan Abdul Khair yang memperoleh 79.065 suara.

Saat kecil putra berdarah Suku Karo dari pasangan H. Ngaring Sitepu dan Hj

Anggapen Br Bangun ini banyak menghabiskan waktu di Padang Brahrang,

Universitas Sumatera Utara Kabupaten Langkat.Ia menjalani pendidikan dasar di SD Negeri Padang Berahrang dan kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Binjai. Setamat SMP iakemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Binjai.Dan menamatkan kuliahnya di program studi Sarjana Hukum (S-1) Fakultas Hukum Universitas Medan

Area (UMA) pada tahun 1982-1988.

Karir politik Ngogesa juga dibilang mumpuni.Kabupaten Langkat di bawah kepemimpinan Bupati Ngogesa Sitepu menorehkan sejumlah prestasi dan penghargaan nasional dalam kurun tahun 2013. Diantaranya adalah pengharagaan

Peringkat Pertama Terbaik se-Indonesia dalam Pembinaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), prestasi di bidang lingkungan dengan mencatatkan Kota Stabat sebagai peraih Piala ADIPURA selama 7 kali kali berturut-turut, serta ditetapkannya empat sekolah di Langkat sebagai peraih Adiwiyata Mandiri dari Pemerintah RI.

Atas sejumlah prestasi tersebut, Gubernur Sumatera Utara H. Gatot Pujo

Nugroho ST.MSi memberikan apresiasi dan pujiannya terhadap Kabupaten Langkat di bawah kepemimpinan H. Ngogesa Sitepu. Selebihnya Gubsu berharap Pemkab

Langkat bersama warganya terus kompak dalam mengukir beragam prestasi pembangunan.Selama tahun 2013 Kabupaten Langkat di bawah kepemimpinan H.

Ngogesa Sitepu mampu menoreh berbagai prestasi.

3.1.3. Analisa Potensi Terhadap Calon Lain

Pertarungan dalam memperebutkan kursi Ketua DPD Partai Golkar Sumut awalnya memang ramai. Sebab, ada lima kepala daerah diyakini bakal mencalonkan

Universitas Sumatera Utara diri menjadi ketua pada Musyawarah Daerah (Musda) yang digelar Senin tanggal 22 hingga Rabu 24 Agustus 2016. Bupati Langkat, Ngogesa Sitepu mendapatkan lawan sepadan dari sesama kepala daerah. Informasi yang berhasil dihimpun, 5 kepala daerah yang akan bertarung pada agenda Musda tersebut diantaranya, Syahrul M

Pasaribu (Bupati Tapsel), Kharuddinsyah Sitorus (Bupati Labura), Ngogesa Sitepu

(Bupati Langkat), Ok Arya (Bupati Batubara) serta Sapri Hutauruk (Wali Kota

Sibolga).

Selain kelima kepala daerah tersebut, ada tiga nama lain yang diyakini bakal meramaikan bursa pemilihan Ketua DPD Partai Golkar Sumut yakni Kodrat Shah,

Yasir Ridho Lubis, serta mantan Gubernur Sumut Syamsul Arifin.

Melihat Kandidat maupun Calon Ketua DPD Golkar Sumut yang maju sebagai salah satu kandidat Ketua DPD Golkar Sumut tidak terlepas dari rekam jejak masing-masing selama ini di partai Golkar.Mereka rata-rata telah menjadi pengurus dengan rentang cukup lama juga.Jadi ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris,

Sekretaris DPD, Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut juga ada yang sudah pernah.Setidaknya sudah banyak yang diperbuat untuk partai.

Nama-nama yang muncul ke permukaan untuk bertarung sebagai Ketua DPD

Partai Golkar Sumut memang cukup menarik, khususnya lima kepala daerah tersebut.Namun, ketika melihat dari momok oligarki partai, maka sosok yang mendapat dukungan pimpinan pusat yang akan menang. Tapi kalau pendekatan demokratis, yang menang adalah sosok yang mendapat dukungan dari pemegang

Universitas Sumatera Utara suara di daerah, yakni DPD II Partai Golkar.Jika pemilihan dalam musda mengakomodir suara dari daerah, maka musda itu mempertimbangkan sirkulasi kepemimpinan dari daerah.Artinya semua bakal calon yang telah muncul memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi Ketua DPD Partai Golkar Sumut.

Hal tersebut berdasarkan petunjuk pelaksana (Juklak) No 5/2016 partai Golkar yang mengatur proses pencalonan kader menjadi Ketua Partai Golkar di masing- masing tingkatan.Berikut peraturan dasar partai Golkar yang tercantum pada (Juklak)

No 5/2016 Pasal 50;

1. Pemilihan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat, Ketua Dewan Pimpinan

Daerah Provinsi, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota, Ketua

Pimpinan Kecamatan, dan Ketua Pimpinan Desa/Kelurahan atau sebutan

lain dilaksanakan secara langsung oleh Peserta Musyawarah;

2. Pemilihan dilaksanakan melalui tahapan Penjaringan, Pencalonan dan

Pemilihan;

3. Ketua Umum atau Ketua Terpilih ditetapkan sebagai Ketua Formatur;

4. Penyusunan Pengurus Dewan Pimpinan/Pimpinan Partai dilakukan oleh

Ketua Formatur dibantu beberapa orang Anggota Formatur;

5. Tata Cara Pemilihan Dewan Pimpinan/Pimpinan Partai sebagaimana

tercantum pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dalam Pasal ini diatur

lebih lanjut dalam Peraturan Tersendiri.

Universitas Sumatera Utara Julkak tersebut juga mengisyaratkan 11 poin diantaranya, setiap calon harus mendapat dukungan sekurang-kurangnya 30 persen dari pemegang hak suara.Harus aktif menjadi kader Partai Golkar sekurang-kurangnya 5 tahun. Kemudian, tidak mempunyai hubungan suami, istri, atau kekeluargaan sedarah dalam satu garis lurus ke atas dan ke bawah yang duduk sebagai anggota DPR-RI, DPRD Provinsi, DPRD

Kabupaten/Kota mewakili partai politik lain atau menjadi pengurus partai lain dalam satu wilayah yang sama. Dalam hal ini jika terdapat kader Partai Golkar yang akan maju sebagai calon Ketua, tapi tidak memenuhi kriteria diatas, maka calon tersebut harus mendapatkan persetujuan dari DPP Partai Golkar.

Dalam laporan Musda Partai Golkar Sumut diikuti seluruh pemegang suara yakni pengurus Partai Golkar di 33 kabupaten/kota, anggota Fraksi Golkar DPRD

Sumut, organisasi sayap Paryai Golkar yang berjumlah 368 orang serta peninjau berjumlah 132 orang sehingga total keseluruhan berjumlah 500 orang. Musda selain untuk mengevaluasi program juga untuk memilih ketua dan pengurus. Maka dapat dilihat bahwa semua punya pulang yang sama, apalagi kader Golkar banyak juga yang berprestasi.

3.1.4. Analisa Potensi Jaringan Yang Dibentuk

Pernyataan dukungan sebagai modal Ngogesa dalam pemilihan.Ngogesa Sitepu secara aklamasi terpilih menjadi Ketua DPD I Golkar Sumut periode 2016-2019, dalam Musyawarah Daerah (Musda) IX DPD I Partai Golkar Sumatera Utara, di

Medan. Saat agenda pemilihan ketua, Ngogesa muncul sebagai satu-satunya calon.

Universitas Sumatera Utara Kemudian 33 Kabupaten/Kota menyampaikan argumentasinya dan semuanya sepakat memilih Ngogesa Sitepu sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Sumut 2016 – 2019.

Isyarat Ngogesa akan terpilih secara aklamasi sudah ramai dibincangkan saat

Setya Novanto masuk ke arena Musda. Usai pembukaan Musda, sejumlah nama yang disebut bakal maju sebagai calon ketua, malah mengaku berbalik mendukung

Ngogesa Sitepu. Ketua DPD II Partai Golkar Batu Bara misalnya, OK Arya

Zulkarnain, menegaskan mendukung Ngogesa untuk maju sebagai pimpinan.

Nama lain yang santer menjadi pesaing Ngogesa, Kharuddin Syah Sitorus pun menyatakan hal serupa. Bupati Labuhanbatu Utara tersebut berbalik tidak mencalonkan diri karena sudah pasti mendukung Ngogesa Sitepu.

Dukungan dari semua DPD Golkar kabupaten dan kota di Sumut serta semua organisasi sayap kepada Ngogesa pun terbilang tinggi.Ngogesa terpilih setelah 33

DPD Kabupaten/Kota memberikan pandangan umum dan bersepakat menunjuk langsung Ngogesa menjadi menjadi Ketua Partai Golkar Sumut periode 2016-2020.

Sebelumnya, dukungan dari DPD Kabupaten/Kota ke Ngogesa Sitepu menguat di arena Musda, meski agenda Musda belum memasuki tahapan pemilihan calon Ketua

DPD Golkar Sumut, namun beberapa ketua DPD Golkar tingkat II sudah menyatakan dukungannya kepada Ngogesa Sitepu.

Termasuk ketua DPD Golkar Batubara yang juga Bupati Batubara OK Arya

Zulkarnain memberikan suara Golkar dari Kabupaten Batubara ke Ngogesa Sitepu sepakat mendukung Ngogesa Sitepu.Hal serupa juga dilakukan oleh Ketua DPD II

Universitas Sumatera Utara Labuhan Batu Utara (Labura) yang juga menjabat Bupati Labura Kharuddinsyah

Sitorus.Dukungan mereka sudah dipastikan kepada Ngogesa Sitepu.Salah satu pertimbangan mereka yakni mengenai pengalaman yang dimiliki Ngogesa yang mereka yakini mampu memimpin Golkar Sumatera Utara. Dukungan juga mengalir dari Dewan Pembina DPD Golkar Sumut Kodrat Shah, Sekretaris DPD Golkar Sumut

H Sodrul Fuad SIP MM, Ketua OC IX Musda Golkar Sumut Drs H Syamsul Qamar,

Ketua DPD Golkar Medan Syaf Lubis, Ketua Fraksi DPRDSU sekaligus Ketua

DPRDSU terpilih H Wagirin Arman, pengurus DPD Golkar kabupaten/kota, dan sejumlah anggota DPRDSU dan Kabupaten/Kota, serta sejumlah organisasi dan sayap Partai Golkar. Seluruh DPD Golkar mulai tingkat Kecamatan, Kabupaten dan

Kota hingga provinsi mendeklarasikan dukungan kepada Ngogesa Sitepu.

3.1.5. Analisis Terhadap Track Record Ngogesa Sitepu

Pertarungan untuk memperebutkan kursi Ketua DPD Golkar Sumut memang menarik. Sebab, awalnya 5 kepala daerah juga sempat akan mencalonkan diri dan bertarung pada Musyawarah Daerah (Musda) yang digelar 22-24 Agustus 2016.

Artinya, Bupati Langkat, Ngogesa Sitepu bakal mendapatkan lawan sepadan dari sesama kepala daerah. Informasi yang berhasil dihimpun, 5 kepala daerah yang akan bertarung pada agenda Musda tersebut diantaranya, Syahrul M Pasaribu (Bupati

Tapsel), Kharuddinsyah Sitorus (Bupati Labura), Ngogesa Sitepu (Bupati Langkat),

Ok Arya (Bupati Batubara) serta Sapri Hutauruk (Wali Kota Sibolga). Namun, berakhir dengan aklamasi. Kemenangan tanpa proses pemilihan.

Universitas Sumatera Utara Padahal oleh Wakil Sekretaris DPD Golkar Sumut, Muchrid Nasution saat ditemui mengatakan;

“Saya pikir semua punya peluang yang sama. Bukan hanya itu, ada tiga nama lain yang diyakini bakal meramaikan bursa pemilihan Ketua DPD Golkar Sumut priode 2016-2019; yakni, Kodrat Shah, Yasir Ridho Lubis, serta Syamsul Arifin. Menurut nya, ada Petunjuk Pelakasana (Julkak) No 5/2016 yang mengatur proses pencalonan kader menjadi ketua Golkar dimasing-masing tingkatan. Semua dapat memenuhi kriteria itu. Dan kita tahu semua kader partai tersebut memiliki prestasi yang baik juga. Namun, semua itu ada tim yang melakukan verifikasi terhadap setiap calon”83

Sejalan apa yang dikatakan oleh Sekretaris DPD Golkar Sumut terpilih Irham Buana Nasution;

“memang banyak yang ingin maju sebagai ketua DPD pada saat itu, semua kader memiliki peluang yang sama, semua kader memiliki potensi diri masing- masing. Tidak bisa kita nafikan bahwa mereka (calon) adalah kader yang loyalitasnya tinggi terhadap partai Golkar. Kembali ke awal bahwa banyak factor yang mempengaruhi. Salah satunya dukungan pengurus di setiap daerah”84

Keinginan lumayan banyak calon yang maju sebagai salah satu kandidat Ketua

DPD Golkar Sumut oleh para kader memang sudah sewajarnya dan harus. Semua tidak terlepas dari rekam jejak atau track record masing-masing calon selama ini di partai cukup mumpuni. Setidaknya sudah banyak yang diperbuat untuk partai.

Oleh Ngogesa sendiri mengatakan;

“bahwa pengurus DPD Kabupaten/Kota sudah lebih dewasa dalam berpolitik. Dari delapan nama yang disebut termasuk Ngogesa sendiri pastinya, sudah ada berkomunikasi dengan pemilik suara bahkan ke pengurus DPP Golkar. Saya juga melakukan konsolidasi ke pengurus daerah baik cabang,

83Hasil wawancara dengan Muchrid Nasution, Wakil Sekretaris DPD Golkar Sumut, pada tanggal 25 Juli 2017 84 Hasil wawancara dengan Irham Buana Nasution, Sekretaris DPD Golkar Sumut, pada tanggal 28 Juli 2017

Universitas Sumatera Utara daerah maupun pusat. Ada yang mendukung ada pula yang tidak memberikan, namun itulah kedewasaan politik kita dan itu wajar di dalam tubuh sebuah partai yang mapan”85 .

Sementara itu, disisi lain Bendahara Golkar Kota Medan Adlin Tambunan menyebut bahwa;

“ada beberapa Ketua Golkar kabupaten / Kota yang akan menjadi Ketua DPD Golkar di daerah. Untuk itu dia menginginkan kepada seluruh pengurus DPD Kota Medan untuk memilih Ngogesa Sitepu dalam Musda menjadi ketua DPD Golkar Sumut. Beliau mengungkapkan bahwa “Ini sudah jadi ketentuan, kalau ada yang melanggar tentu ada sanksi yang akan diberikan. Rekam jejak beliau (Ngogesa) sebagai Bupati yang dicintai rakyatnya dapat dijadikan tolak ukur dan pertimbangan86.

Oleh Yamin Daulai selaku Bendahara AMPG juga menegaskan;

“kami memberikan dukungan kepada Ngogesa karena memiliki rekam jejak yang baik, berprestasi sebagai kepala daerah juga sebagai pengurus partai. Seperti kita ketahui beliau juga loyalis partai sejak menjadi pengurus (DPC) hingga di DPD”87

Isu dan dinamika yang berkembang ditubuh partai sepertinya hampir seragam.

Persoalan keberhasilan di daerah, menjadi kredit poin untuk kepala daerah yang maju sebagai calon ketua Partai Golkar Sumut. Jika Musda mengakomodir suara dari daerah, maka Musda itu mempertimbangkan sirkulasi kepemimpinan dari daerah.

Tapi yang perlu digarisbawahi, apakah kandidat dari daerah ini bisa mengadaptasi keadaan politik di tingkat wilayah atau tidak. Sebab ini berkaitan dengan konsolidasi

Partai Golkar pascakonflik. Rekonsolidasi jadi poin penting untuk kondisi Partai

Golkar saat ini. Kalau gagal rekonsolidasi, maka Pemilu 2019 Golkar akan rentan.

85 Hasil wawancara dengan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Golkar Sumut (Terpilih), pada 1 Agustus 2017 86 Hasil wawancara dengan Adlin Tambunan, Bendahara Golkar Kota Medan, pada 3 Agustus 2017 87 Hasil Wawancara dengan Yamin Daulai, Bendahara AMPG, pada 5 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara Sehingga sosok mana yang paling mampu melakukan rekonsolidasi itu. Banyak yang menjawab adalah Ngogesa Sitepu.

3.2. Modalitas Ngogesa Sitepu dalam strategi pemenangan sebagai ketua DPD

Golkar Sumut

3.2.1. Pemanfaatan Modalitas Ekonomi

Sebagai calon pimpinan partai, saat ini kekayaan memang merupakan hal mutlak.

Mengingat ongkos politik partai memang cukup besar. Apalagi partai akan mengusung calon kepala daerah atau kepala daerah kelak. Tidak sedikit yang harus dikorbankan, bicara soal pengeluaran atau modal ekonomi, tentu saja setiap orang yang akan maju dalam pertarungan politik harus mempunyai modal ekonomi yang besar hal ini sudah terbukti dimana-mana bukan hanya ditubuh Golkar ini saja namun di partai lainnya juga ada. Berikut petikan wawancara dengan Ngogesa yang mengatakan bahwa;

"Bicara soal pengeluaran atau modal ekonomi kami, tentu saja setiap orang yang akan maju dalam pertarungan politik harus mempunyai modal ekonomi yang besar hal ini sudah terbukti dimana-mana bukan hanya didaerah ini saja namun didaerah lainnya juga ada. Modal politk atau cost politik diperlukan untuk membiayai pada saat pencalonan dan saat mobilisasi , transportasi hal ini itu wajar bahkan sudah seharusnya, kami mengeluarkan sejumlah uang ini tentu saja berasal dari dana dari calon tersebut. Bagi saya pribadi, tidak mengutamakan modal tersebut meskipun sekali lagi saya katakan hal itu sangat penting, namun itu bukan menjadi inti dalam kemenangan kami, semua faktor menentukan dalam pemilihan. Dalam hal politik uang dan membagi-bagi kepada kader kami sebagai suatu partai yang besar tidak mengijinkan/ tidak memprogramkan hal tersebut, lagi pula hal itu

Universitas Sumatera Utara melanggar aturan yang ada. Kalaupun ada, itu hanyalah oknum saja bukan dari partai88.

Modal politik atau cost politik diperlukan untuk membiayai roda organisasi partai. Pada saat pemilu, kampanye, pencalonan dan saat pemilihan membayar honor saksi, akomodasi, transportasi hal ini itu wajar bahkan sudah seharusnya, dan mengeluarkan sejumlah uang ini tentu saja berasal dari dana dari pengurus partai dan calon tersebut dan sebagian dari partai. Namun bagi Ngogesa dan tim mengatakan;

“tidak mengutamakan modal uang tersebut meskipun sekali lagi hal itu sangat penting, namun itu bukan menjadi inti dalam kemenangan, semua faktor menentukan dalam pemilihan. Dalam hal politik uang dan membagi-bagi kepada masyarakat kami sebagai suatu partai yang besar tidak mengijinkan/ tidak memprogramkan hal tersebut, lagi pula hal itu melanggar aturan yang ada. Kalaupun ada, itu hanyalah oknum saja bukan dari internal kader partai. Seluruh pengurus tidak terpaku terhadap kekuatan uang semata, bahkan menghabiskan waktu duduk di belakang meja. Artinya, kita semua harus lebih banyak turun ke daerah dalam melakukan penguatan. Uang memang perlu, namun dengan sentuhan humanis kepada kader dan masyarakat akan menjadikan keinginan atau harapan kita terwujud89

3.2.2. Pemanfaatan Modal Kultural

Ngogesa Sitepu lahir di Padang Brahrang, Selesai, Langkat, Sumatera Utara, 30

September 1962; umur 54 tahun adalah seorang pengusaha dan bupati Kabupaten

Langkat yang telah menjabat pada priode 2009-2014 dan 2014-2019. Ngogesa bersama wakilnya Sulistiyanto berhasil memenangkan pilkada Langkat pada akhir

88 Hasil wawancara dengan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Golkar Sumut (Terpilih), pada 1 Agustus 2017 89 Hasil wawancara dengan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Golkar Sumut (Terpilih), pada 1 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara tahun 2013 dengan perolehan 182.347 suara atau 62 persen, mengalahkan pasangan

Budiono dan Abdul Khair.

Di daerah, dukungan juga ditujukan kepada keberhasilan H.Ngogesa Sitepu sebagai Bupati Langkat dua periode menunjukkan bahwa beliau berprestasi dan pantas untuk jadi pimpinan partai Golkar. Senada apa yang diungkapkan oleh tokoh maupun pemuda (mahasiswa) Langkat Prasetio Nasution yang mengatakan;

“pada prinsipnya sebagai anak Langkat sangat mengapresiasi keberhasilan Ngogesa dalam memimpin Langkat selama ini, maka wajar bila memimpin partai. Prestasi beliau selama ini banyak berbagai penghargaan dari kementerian hingga dari Presiden Republik Indonesia yang dia peroleh karena berhasil memimpin baik Kabupaten Langkat”90

H.Ngogesa Sitepu sendiri sebagai Bupati Langkat sudah menjabat dua periode terhitung sejak 2008 hingga 2018. Tidak bisa di pungkiri bahwa banyak prestasi yang sudah diraih oleh bupati alumni Universitas Medan area tersebut, prestasinya diantaranya adalah penghargaan peringkat pertama terbaik seIndonesia dalam pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), prestasi dibidang lingkungan dengan mencatatkan kota Stabat sebagai peraih piala Adipura selama 7 kali berturut turut. Serta ditetapkannya 4 sekolah di Langkat sebagai peraih Adiwiyata Mandiri dari pemerintah RI, dan yang terbaru adalah Piala Wahana Tata Nugraha sebagai

Kota tertib lalulintas oleh Kemenhub RI.

90 Hasil wawancara dengan Prasetio Nasution, (pada 5 Agustus 2017)

Universitas Sumatera Utara Latar Belakang pendidikan yang dimiliki oleh Ngogesa Sitepu baik itu pendidikan formal atau non formal juga memiliki pengaruh dalam karirnya selama ini. Sebab dalam kontestasi pemilihan Bupati Langkat hal ini menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi para calon pemilih untuk mendukung Ngogesa Sitepu, karena masyarakat juga akan melihat latar belakang pendidikan dari calon kepala daerah sebelum menentukan pilihannya dalam pemilukada.

Modal budaya yang dimiliki oleh Ngogesa Sitepu seperti kualifikasi pendidikan baik formal maupun non formal ataupun penghargaan-penghargaan atas prestasinya itu kemudian mampu dijadikan sebagai brand marketing pada saat sosialisasi dan konsolidasi dengan kader partai, sehingga modal budaya yang dimiliki oleh Ngogesa

Sitepu dianggap mampu mempengaruhi kader partai untuk menentukan dukungan dan pilihannya dalam pemilihan ketua DPD Partai Golkar Sumut.

Modal budaya memang sangat kuat di Sumut, ikatan persaudaraan, suku sangat berperan bagi seseorang dalam mencalonkan diri dalam setiap kontestasi baik di partai sendiri bahkan saat pemilihan kepala daerah. Beliau mengungkapkan bahwa budaya adalah unsur penting dalam perjalanan karir Ngogesa untuk menjadi seorang pimpinan partai bahkan Bupati. Diuntungkan karena memang asli suku karo yang merupakan salah satu suku yang mendominasi di Kabupaten Langkat maupun di

Sumut. Banyak saudara-saudara beliau, keluarga besar dan sahabat-sahabat yang mendukung menjadi pimpinan partai. Dalam strategi pemenangan, hal ini sangat diperhitungkan faktor ini juga yang membuat Ngogesa dengan kemampuan finansial serta pengalaman beliau yang menjadi kekuatan yang besar dalam kemenangannya.

Universitas Sumatera Utara Sejalan apa yang dikatakan oleh Irham Buana Nasution (Sekretaris DPD Golkar

Sumut) berpendapat bahwa;

“Sebagai putra daerah, keberhasilan H.Ngogesa Sitepu sebagai Bupati Langkat dua periode menunjukkan bahwa beliau sangat pantas untuk jadi Ketua DPD Golkar Sumut mendatang. Kita liat saja prestasi beliau selama ini banyak berbagai penghargaan dari kementerian hingga dari Presiden Republik Indonesia yang dia peroleh karena berhasil memimpin baik Kabupaten Langkat91.

3.2.3. Pemanfaatan Modal Sosial Politik

Modal sosial merupakan hubungan sosial yang terjalin dalam kehidupan sehari- hari warga masyarakat, dimana hubungan sosial mencerminkan hasil interaksi sosial dalam waktu yang relative lama sehingga menghasilkan jaringan, pola kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya termasuk norma dan nilai yang mendasari hubungan sosial tersebut. Modal sosial merupakan salah satu modalitas yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan hubungan yang harmonis serta kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu penulis menganggap modal sosial sebagai salah satu komponen utama guna menggerakkan mobilitas massa, sehingga saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama.

Ngogesa Sitepu mampu membangun dan menjaga interaksi sosialnya dengan para kader partai bahkan masyarakat luas. Hal itu bisa dilihat dari aktivitasnya sebagai Bupati dan sebagai kader partai, yang tidak sungkan-sungkan mendatangi setiap acara yang digelar oleh partai baik di cabang maupun di tingkat propinsi.

Selain itu aktif dikegiatan masyarakat, seperti pesta-pesta, kegiatan sosial ataupun

91 Hasil Wawancara dengan Irham Buana Nasution, Sekretaris DPD Golkar Sumut pada 28 Juli 2017

Universitas Sumatera Utara mengunjungi masyarakat yang tertimpa musibah, bahkan Interaksi itu sudah lama terbangun sebelum Ngogesa mendeklarasikan dirinya maju dalam pemilihan pimpinan partai DPD Golkar Sumut

Ngogesa Sitepu juga menekankan bahwa;

“Saya memiliki kedekatan dengan pengurus partai Golkar serta sayap partai seperti Kosgoro, KPPG, AMPG, Soksi, AMPi bahkan saya juga akan mengkedepankan AMPI serta AMPG sebagai ujung tombak merekrut sejuta kader muda kedepannya, sesuai dengan ketegasan Ketua Umum Golkar Setya Novanto saat menghadiri silaturahim lintas generasi organisasi tersebut92

Banyak tanggapan dari berbagai kader partai bahwa Ngogesa Sitepu adalah sosok yang sangat sederhana dalam kehidupannya dan juga tergolong orang yang tingkat sosialisasinya cukup dekat dengan kader partai dan masyarakat, apalagi terhadap masyarakat menengah kebawah. Beliau juga memiliki hubungan baik dengan para pemuda seperti badan kontak pemuda remaja mesjid indonesia

(BKPRMI) langkat dan ikatan mahasiswa langkat yang kuliah diberbagai Universitas.

Modal inilah yang dimiliki oleh Ngogesa Sitepu sehingga sejak dulu sebelum pemilihan pimpinan partai dilaksanakan. Ngogesa Sitepu telah mendapatkan kepercayaan (trust) dari internal kader partai dan masyarakat. Tentu saja hal ini sangat membantu dalam meningkatkan citra partai kedepan.

Ketokohan Ngogesa Sitepu di Kabupaten Langkat masih kuat. Kemampuan beliau yang masih menjabat Bupati Langkat banyak diapresiasi oleh masyarakatnya.

92 Hasil wawancara dengan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Golkar Sumut (Terpilih), pada 1 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara Hal ini menjadi salah satu modal utama dalam kemenangan beliau. Sama halnya yang diungkapan oleh Irham Buana Nasution (Sekretris DPD Golkar Sumut) yang mengatakan bahwa;

“masyarakat tidak menilai hal yang negatif terhadap sosok Ngogesa Sitepu baik dimasa lalu dan sekarang. Yang mereka tahu Ngogesa orangnya baik, dermawan, murah hati, tidak sombong dan masih banyak lagi yang membekas diingatan masyarakat begitu juga tanggapan para kader partai yang menjawab sosok Ngogesa Sitepu belum ada cacatnya baik dimata masyarakat maupun hukum”93

Lebih lanjut oleh Irham Buana mengatakan bahwa;

"Dalam strategi pemenangan, hal ini sangat diperhitungkan dan jika dipadukan dengan Figur yang kuat kemampuan finansial serta pengalaman beliau hal ini menjadi kekuatan yang besar dalam pemenangan Ngogesa. Faktor ini juga yang sangat menentukan

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pengurus DPD Golkar Kota Medan Adlin

Tambunan yang mengatakan bahwa;

“kita tidak pungkiri kalau Ngogesa termasuk Bupati yang bisa dikatakan telah suskses membangun Kabupaten Langkat. Beliau adalah pemimpin semua agama,semua suku, semua komponen, dikalangan tua maupun muda Ngogesa ini pandai menempatkan diri dengan bertutur kata yang sopan dan menghargai. Kemudian yang kedua, ketegasannya dalam memimpin selalu mendapat pujian, namun menghargai bawahannya yang berprestasi. Tapi ketegasannya tetap berlaku kepada bawahannya yang tidak mendukung programnya untuk kepentingan masyarakat. Kepeduliannya selalu menjadi buah bibir, Ngogesa ini dikenal sebagai sosok yang peduli, tanggap dengan sesuatu yang terjadi didaerahnya di Langkat maupun diluar daerah Langkat. Naluri untuk membantu sangat melekat didalam dirinya, beliau selaku bupati, ketua partai, dan bahkan secara pribadi Ngogesa langsung memberikan bantuan seperti terjadinya musibah. Kemudian Kedermawanannya sudah diketahui semua orang, saat ini banyak pemimpin yang kuat secara ekonomi tapi kalau bicara dermawan

93 Hasil wawancara dengan Irham Buana Nasution, Sekretris DPD Golkar Sumut, pada 28 Juli 2017

Universitas Sumatera Utara barangkali tidak semua orang bisa jadi dermawan seperti Ngogesa. Banyak sudah yang diperbuat Bupati ini dengan bantuan dari uang pribadinya. Ini menunjukan kematangan dirinya sebagai pemimpin94

Kepercayaan anggota partai dan masyarakat luas terhadap Ngogesa Sitepu mampu dan berhasil mendapatkan kepercayaan dari anggota partai dan masyarakat karena masyarakat telah mengenal dengan baik nama dan wajah Ngogesa Sitepu sebagai Bupati Langkat.

Pengalaman pekerjaan maupun karir dibidang social politik dapat disimpulkan bahwa Ngogesa Sitepu memang lebih berpengalaman dan juga sudah lebih dulu dikenal oleh anggota partai dan oleh masyarakat. Dalam eksekusi strategi yang dilakukan Ngogesa melakukan pemetaan suara (maping), sosialisasi dan konsolidasi secara intensif disemua pimpinan partai termasuk pimpinan organisasi sayap partai dibeberapa daerah-daerah yang ada di Sumut.

Jaringan relasi sangat dibutuhkan sebagai suatu gerakan sosial untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas dukungan dalam pemilihan pimpinan partai.

Ngogesa Sitepu juga memiliki modal yang cukup kuat untuk membangun relasi yang lebih luas. Ngogesa Sitepu mampu melakukan itu karena memiliki hubungan secara emosional dengan pengurus DPD maupun DPC partai bahkan organisasi-organisasi sayap partailainnya seperti, AMPI, MKGR dan lainnya. Kedekatan secara emosional ini ditandai dengan banyaknya pengalaman organisasi yang dimiliki oleh Ngogesa

94 Hasil wawancara dengan Adlin Tambunan pengurus DPD Golkar Kota Medan pada 3 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara Sitepu. Relasi yang terbangun antara Ngogesa Sitepu dengan lembaga-lembaga pemuda dan masyarakat cukup mumpuni.

Maka, Ngogesa Sitepu mampu melakukan identifikasi hubungan-hubungan sosial yang ada atau yang terwujud di dalam internal partai maupun masyarakat.

Menyadari tiap-tiap permasalahan yang dihadapi di tubuh partai dan masyarakat lalu kemudian memformulasikannya menjadi suatu bahan atau materi saat konsolidasi dan komunikasi dengan pengurus partai, sehingga menjadi relatif lebih mudah diterima dan mendapat dukungan dari internal partai dan masyarakat.

Pengalaman politik Ngogesa Sitepu dimulai dilihat sejak menjabat sebagai

Bupati Langkat. Dengan pengalamannya itu, memungkinkan beliau juga berkenalan dekat secara langsung dengan para pimpinan partai dan kader partai dan juga tokoh- tokoh politik nasional lainnya. Beliau juga adalah seorang kader partai politik Golkar sejak awal karirnya di politik hingga sekarang.

Modal Politik sangat diperlukan bagi setiap orang yang ingin mencalonkan diri dalam suatu pemilihan baik pimpinan partai, pilkada, pileg ataupun pilpres, legitimasi dari sebuah atau beberapa partai yang memenuhi syarat hal yang mutlak diperlukan dalam pengambilan keputusan. Partai sudah pasti mengadakan fit and propertes terlebih dahulu untuk mengetahui jelas kualitas dan kemampuan yang dimiliki oleh calon pimpinannya. Dengan adanya dukungan politik dari pimpinan partai, maka otomatis mesin partai pun akan berjalan mendukung calon yang diusung yang

Universitas Sumatera Utara dilakukan oleh tim sukses setiap calon. Dalam wawancara dengan Ngogesa Sitepu juga mengatakan bahwa;

“di internal tim Ngogesa Sitepu juga sudah membentuk tim-tim internal yang memiliki potensi untuk menggerakkan seluruh kader, kader partai baik tingkat DPD, DPC, PAC dan Ranting. Menyusun Program untuk menarik simpati kader partai. Bekerjasama dengan media untuk pencitraan. Melakukan komunikasi dengan pimpinan partai baik di daerah maupun di pusat. Masyarakat, LSM, Organisasi pemuda dan keagamaan juga diperlukan95.

Dari penjelasan para informan, penulis merasa cukup untuk mengambil kesimpulan karena dari pengamatan, pelajaran yang didapat oleh penulis, bahwa modal politik merupakan modal awal seseorang, tanpa dukungan politik dari suatu lembaga politik akan sulit bagi seseorang untuk maju dalam suatu pertarungan baik menjadi pimpinan partai maupun pilkada. Meskipun seseorang menempuh jalur independen tetapi modal politik dari partai politik yakni mesin partai dapat mempengaruhi perolehan dukungan.

Marketing Politik Ngogesa Sitepu juga mempengaruhi image (pencitraan) seseorang tidak muncul dalam kurun waktu yang relatif singkat, image bisa diciptakan dan hilang. Image dibuat sedemikian rupa dan melekat pada diri kandidat.

Image Ngogesa Sitepu sebagai seorang sosok yang berwibawa, tenang, bijaksana, baik merupakan image yang tertanam dalam benak anggota kader partai bahkan masyarakat selama Ngogesa Sitepu menjabat sebagai Bupati Langkat.

95 Hasil wawancara dengan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Golkar Sumut (Terpilih), pada 1 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara Hal lain yang dilihat masyarakat adalah track record (jejak rekam)

Ngogesa Sitepu. Track record yang melekat pada diri Ngogesa Sitepu seperti yang tergambar adalah bahwa beliau Bupati yang sukses memimpin wilayah Kabupaten

Langkat. Adanya pencitraan seperti ini membuat Ngogesa Sitepu mudah diterima oleh kader partai maupun masyarakat. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka penulis dapat menggambarkan peta dukungan Ngogesa Sitepu tidak hanya berasal dari internal partai namun juga dukungan dari masyarakat luas.

Hasil dari analisis secara keseluruhan di atas, terkait modalitas Ngogesa Sitepu sebagai bupati terpilih di kabupaten Langkat dan menjadi pimpinan DPD Partai

Golkar Sumut. Dapat diketahui bahwa Ngogesa Sitepu berhasil mengakumulasikan modalitas yang dimilikinya seperti modal sosial, budaya, politik dan ekonomi.

Ditambah dengan faktor-faktor lainnya seperti adanya pengaruh kuat dari setiap pimpinan DPD dan DPC Partai Golkar di wilayah Sumut dan organisasi sayap partai serta pengaruh dukungan pimpinan Pusat DPP Partai Golkar terpilih menjadi pimpinan DPD Golkar Sumut untuk periode 2016/2019.

3.2.4. Konstruksi Otonomi Partai Golkar di Daerah

Masa orde baru kemarin, segala keputusan baik pusat maupun daerah ditentukan oleh pusat-pusat kekuasaan itu. Hal ini tidak terlepas dari sentralisasi relasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Implikasinya, dinamika di dalam relasi antara kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada di daerah juga tidak lepas dari proses politik yang tersentralisasi seperti itu. Bagaimana dengan Golkar yang lahir di era

Universitas Sumatera Utara rezim Orde Baru dan masih bertahan di era reformasi ini? Bagimana relasi yang dibangun dalam proses seleksi pimpinan partai? Di sub bab ini akan diketahui.

Berbicara partai Golkar, maka fakta yang tidak terbantahkan adalah kesamaan model kekuasaan dengan masa lalu. Kuatnya peran pusat dalam menentukan arah kebijakan partai. Selain peran sentral pusat, peran elit-elit strategis tidak bisa diabaikan dalam menentukan arah kebijakan. Yakni elit dengan keunggulan yang melekat pada dirinya, dapat ikut terlibat serta dalam proses pengambilan keputusan yang berlaku dan mengikat. Memakai dinamika politik tersebut, maka elit strategis yang ada di partai Golkar dalam konteks seleksi pimpinan partai adalah elit yang memiliki posisi strategis di struktur partai Golkar. Elit tersebut memiliki kewenangan dalam menentukan arah kebijakan dan menentukan siapa yang berhak untuk diusung.

Seperti kita ketahui, elit strategis ini tentunya bisa ditemui di berbagai tingkatan struktur Golkar, mulai dari PAC hingga DPP Golkar.

Namun, sedikit berbeda pada saat pemilihan ketua DPD Golkar Sumut. Musda

Golkar ke IX Sumatera Utara yang diikuti DPD Partai Golkar dari 33

Kabupaten/Kota se Sumatera Utara, dan disaksikan oleh Ketua Umum DPP Partai

Golkar Drs Setya Novanto, telah komitmen dan sepakat memilih Ngogesa Sitepu sebagai Ketua Partai Golkar Provinsi Sumut periode 2016-2019. Pimpinan sidang H

Sahrul Pasaribu dan Zainudin Purba selaku Seketaris, tidak lama lama melakukan sidang, sebab semua peserta yang mempunyai hak suara secara serentak menyatakan setuju memilih Ngogesa Sitepu.

Universitas Sumatera Utara Ketua DPD II Golkar Kabupaten Langkat, H. Ngogesa Sitepu terpilih secara aklamasi memimpin Golkar Sumut pada Musyawarah Daerah (Musda) IX Partai

Golkar Sumut. Ngogesa terpilih untuk periode 2016-2019 setelah tidak ada satupun kader Golkar yang maju. Sebelumnya mencuat Ketua DPD Golkar Kabupaten

Batubara OK Arya tetapi dirinya menyatakan tidak maju karena dari segala hal kalah dibandingkan Ngogesa.

Oleh Irham Buana Nasution dalam wawancara mengatakan;

“Tanda-tanda dukungan kuat ke Ngogesa terlihat jelas. Salah satunya, dari sekian banyak kader yang hadir, hanya kubu Ngogesa yang terlihat menghimpun massa. Ratusan kader mengenakan pakaian bertuliskan “Ngogesa is the best”. Selain itu, dari sejumlah tokoh seperti Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) Kha- ruddinsyah Sitorus, SE yang juga Wakil Ketua DPD Golkar Sumut dan Koordinator Pemenangan Golkar wilayah Labuhanbatu Raya, Ketua DPD Golkar Batubara OK Arya, Ketua Fraksi Golkar DPRD Sumut, Wagirin Arman dan sejumlah kader lainnya menyatakan mendukung Ngogesa Sitepu memimpin Golkar Sumut. Kharuddin Sitorus juga mendukung Ngogesa Sitepu karena dinilai lebih mampu dan berpengalaman dibandingkan dengan kader-kader lain walaupun sama-sama memimpin daerah. “Semuanya ada pada Ngogesa. Kita sepakat Ngogesa jadi ketua. Faktor yang mendukung, pengalaman selama memimpin Golkar Langkat dan berhasil menang dalam pemilihan bupati sebanyak dua kali” Bupati Batubara OK Arya. Walaupun digadang-gadang maju tetapi dirinya memilih mundur dari pencalonan. Saya kira Ngogesa lebih tepat memimpin Golkar dan berharap Partai Golkar ke depan lebih baik96”

Di sisi lain, oleh Ngogesa Sitepu dalam wawancara menegaskan bahwa

“pemilihan kepada saya tidak ada instruksi dari DPP melainkan kemauan dari individu- individu dan dirinya yakin Golkar dipimpin saya akan besar dibandingkan jika kader lain yang memimpin”. Saya kepingin Musda Golkar di Sumut tidak ingin ribut-ribut tetapi berjalan dengan arif dan hasilnya mantap sehingga nantinya Golkar menjadi partai Golkar. Saya memang memiliki

96 Hasil wawancara dengan Irham Buana Nasution, Sekretris DPD Golkar Sumut, pada 28 Juli 2017

Universitas Sumatera Utara hubungan baik dengan pengurus DPP, namun DPP menyerahkan seluruhnya kepada keinginan pengurus daerah, Inilah yang berjalan, semua menginginkan musyawarah mufakat97

Terhadap hasil aklamasi, Ngogesa menilai sangat bagus karena semua tahapan dan mekanisme Musda berjalan sesuai dengan aturan-aturan.

Terlihat struktur kepengurusan Golkar, baik dari tingkat DPC hingga DPP partai, semua elit strategis memiliki andil dan kesempatan ikut menentukan kebijakan partai.

Elit partai di daerah dianggap mampu mengkondisikan internal partai dalam penyeleksian pimpinan partai di daerah. Walaupun hanya elit DPP Golkar saja lah yang memutuskan dan kedaulatan hanya dipusaran DPP Golkar. Namun DPP tetap mengutamakan kedaulatan anggota baik di level DPD, DPC apalagi DPAC Golkar tiap daerah.

Walaupun kewenangan yang dimiliki pusat memang terlihat jelas ketika dalam memutuskan sebuah kebijakan partai terkait pimpinan partai di tiap daerah, calon legislatif maupun kepala daerah. Dan anggapan ini diperkuat dalam aturan Anggaran

Rumah Tangga (ART) partai Golkar yang menyatakan bahwa dewan pimpinan pusat

(DPP) berwenang mengambil keputusan-keputusan strategis untuk menetapkan calon pimpinan partai di daerah, selain itu calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota, dan calon wakil walikota atas usul Dewan Pimpinan Cabang melalui Dewan

Pimpinan Daerah. Namun, DPP juga mempertimbangkan berbagai aspirasi dan dinamika politik yang terjadi di daerah. Oleh DPP juga memberikan kesempatan

97 Hasil wawancara dengan Ngogesa Sitepu, Ketua DPD Golkar Sumut (Terpilih), pada 1 Agustus 2017

Universitas Sumatera Utara kepada kader partai didaerah untuk berkompetisi. Kader di daerah diberi kesempatan yang sama bahkan dalam proses pemilihan

Menjelang pemilihan pimpinan DPD Golkar Sumut pada tahun 2016, DPD dan

DPP menunjukan peran sentral yang dimilikinya itu. Hal yang tampak dalam proses menentukan nama yang bakal diusung sebagai pimpinan partai di daerah. Hasil proses dukungan yang dilakukan oleh DPC dan DPD mendapat restu oleh DPP. Peran pusat memang begitu besar. Segala kebijakan strategis Golkar dalam menentukan pimpinan DPD di daerah termasuk dalam penentuan kepala daerah dan juga penyeleksian calon legislatif berada ditangan pusat. Namun kebijakan yang ada tidak bisa dilepaskan dari penunjukan dan rekomendasi dari DPD. Dipertegas pula oleh pengurus DPD maupun pengurus DPC yang menyatakan bisa mendukung nama- nama calon yang akan bertarung merebutkan kursi pimpinan partai, DPP akan melakukan seleksi hingga mendapatkan calon yang bakal dipilih. Soal siapa yang menetapkan kembali ke pusat DPP dan mufakatnya pengurus partai di daerah.

Kepatuhan terhadap aturan sebagai bagian dari sistem yang demokratis.

Keputusan akhir tetap berada di DPP partai Golkar, namun tetap memberikan ruang dan peran DPD hingga DPAC partai. Campur tangan pusat memang menunjukkan dengan jelas bagaimana DPP memiliki kekuasaan yang besar yakni dalam penentuan pimpinan partai DPD. Pada saat yang bersamaan, DPD maupun DPC Golkar juga memiliki peran strategis dan dapat memainkan perannya masing-masing dalam

Musda. DPD dan DPC Golkar juga memiliki otonom dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat strategis, baik internal maupun eksternal organisasi. Terbukti

Universitas Sumatera Utara untuk Ngogesa Sitepu terpilih secara aklamasi sebagai Ketua DPD Golkar dan itu mufakat dan disepakati oleh seluruh kader partai Golkar tanpa ada interpensi dan doktrinasi dari pengurus DPP pada saat Musda.

Fenomena di atas menggambarkan tingkat kepatuhan terhadap aturan main yang telah tersusun rapi dalam pasal-pasal AD/ART partai Golkar. Golkar memiliki tujuan dan doktrin yang sangat demokratis. Hal ini berlaku juga dalam menentukan pimpinan partai di daerah. Kepatuhan pasal AD/ART berjalan pada semua level, dan ketika aturan dimainkan oleh struktur partai di tingkat pusat dan daerah maka kewenangan yang dimiliki bebas digunakan. Kewenangan itu termasuk proses yang dilaksanakan sedemikian rupa sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan yakni berdemokrasi dalam seleksi pimpinan DPD.

Pola eksklusif partai sendiri sesungguhnya tidak pernah dibantah oleh setiap kader partai. Orientasi partai adalah bagaimana mensukseskan Musda dan mengkonsolidasikan kader partai. Siapapun yang diputuskan pusat dan daerah, daerah harus mematuhi. Tahapan pencalonan di partai dimulai di Musda sebagai media penjaringan calon,sedangkan di DPD sebagai media penyeleksian. Pada prosesnya dan hasil verifikasi tersebut akan diusulkan ke DPP. Kalau hasil penyeleksian siapapun, latar belakang,track record segala macam boleh dijaring. Terus kenapa

Ngogesa Sitepu yang terpilih secara aklamasi tanpa proses penjaringan dan penyeleksian di Musda, kembali ke awal, karena semua bermuara atas restu seluruh kader partai di daerah dan DPP merestuinya.

Universitas Sumatera Utara Proses pendewasaan demokratisasi yang menonjol dalam seleksi pimpinan DPD telah menunjukkan proses sirkulasi atau regenerasi kader di daerah berjalan dengan normal. Proses seleksi di Musda Golkar berlangsung efektif dan selektif. Keseluruhan proses seleksi yang dilakukan partai Golkar di daerah memastikan terdesentralistik.

Ditambah lagi dengan adanya unsur-unsur dukungan politik di pusat. Begitulah yang terjadi pada saat pemilihan DPD Golkar Sumut.

Catatan penting di akhir bab ini bahwa fenomena politik terhadap pemilihan pimpinan partai DPD Golkar saat Musda sendiri berdasarkan berbagai pertimbangan,

Pertama, partai politik sangat mempertimbangkan modalitas yang dimiliki setiap kader. Kedua, partai politik atau individu-individu yang siap (berkualitas) apalagi populer. Yang tidak kalah penting adalah kedekatan calon dengan pengurus DPP

Golkar.

Berbagai situasi politik yang berkembang baik di level nasional dan merembes ke daerah juga penting diperhatikan. Sebab, biasanya kepentingan pusat dan daerah akan berdampak terhadap preferensi politik partai saat memilih pimpinan DPD di setiap daerah. Isu lokal yang tentunya berbeda di setiap daerah tidak bisa dipandang sebelah mata. Di Sumut tidak kalah pentingnya isu jabatan gubernur, Bupati dan jabatan lainnya bisa menjadi point pertimbangan. Situasi perkembangan sosial politik sangat bisa mempengaruhi eksistensi internal partai di daerah.

Bukan hanya masalah internal partai, kader, pudarnya ideology dan menguatnya pragmatisme juga merupakan salah satu faktor dalam memilih pimpinan DPD di tiap

Universitas Sumatera Utara daerah. Sebab, menentukan pimpinan partai akan menentukan pula kemenangan di setiap pemilu/ pilkada bukanlah hal mudah ketika partai kehabisan supplay kader untuk diusung menjadi calon kepala daerah. Apalagi persaingan partai yang kian liberal sebagai imbas dari sistem pemilu. Karena itu, nama besar (popularitas) dan ketokohan sejumlah keluarga petinggi parpol diyakini dapat menjadi modal memenangkan partai kelak.

Besarnya daya kekuasaan para elite parpol, terutama elite ditingkat pusat tidak menjadi penentu kemenangan. Segala keputusan baik pusat maupun daerah ditentukan oleh modalitas masing-masing kader partai. Hal ini tidak terlepas dari terdesentralisasinya kepentingan dalam relasi antara pusat dengan daerah.

Implikasinya, dinamika di dalam relasi antara kekuatan-kekuatan sosial politik yang ada di daerah juga tidak lepas dari proses politik yang tersentralisasi itu.

Otoritas kandidasi sebenarnya berada pada level lokal dan tanpa menihilkan peran pusat dan dilakukan oleh elit partai. Elit dan level pusat (DPP) partai menentukan dan mefinalisasi kandidat pimpinan DPD yang akan diusung partai.

Namun, tetap tingkat lokal cukup berperan dalam menjaring. Sehingga kesinambungan antara aspirasi lokal dengan aspirasi pusat akan mendapatkan ruang secara demokratis. Apa yang diputuskan di daerah bias saja bahkan belum tentu menjadi keputusan pusat. Pusat punya preferensi tersendiri begitu juga daerah. Maka dapat disimpulkan semua kebijakan Golkar terkait seleksi kandidasi pimpinan DPD bermuara atas dinamika politik yang terjadi ditiap daerah.

Universitas Sumatera Utara BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan

Penelitian ini dari awal menekankan untuk memahami dan menganalisis strategi pemenangan Ngogesa Sitepu sebagai ketua DPD Golkar Sumut 2016-2021. Dengan mengambil arena wilayah penelitian di DPD Golkar Sumut. Penelitian ini secara spesifik membahas bagaimana pelaksanaan pemilihan calon ketua DPD Golkar

Sumut tahun 2016-2021. Selanjutnya lokus penelitian ini akan menganalisis strategi yang dilakukan oleh Ngogesa Sitepu untuk memenangkan sebagai Ketua DPD Gokar

Sumut 2016-2021.

Peneliti tidak serta merta mengidentifikasi terhadap baik maupun buruknya suatu partai politik terkait preferensi politik saat pemilihan. Sekalipun partai politik melakukan proses seleksi kandidat yang terbuka, bisa saja hal tersebut hanya merupakan formalitas belaka agar terlihat demokratis. Jauh di dalamnya seleksi kandidat telah ternoda dan diselesaikan melalui instrumen atau cara lain yang lebih eksklusif. Banyak kualifikasi lain yang ikut menentukan jawaban dalam proses seleksi pimpinan partai tersebut.

Sejalan dengan niat awal di atas, bahwa deskripsi penelitian yang diperoleh bukan merupakan jawaban akhir dari pertanyaan penelitian ini. Melainkan sebagai titik pijak untuk melihat fenomena lain di belakangnya. Penulis mengajukan jawaban teoritis untuk menilai sejauh mana hal tersebut menghasilkan temuan mengenai kemiripan nalar berfikir partai saat pemilihan berlangsung.

Universitas Sumatera Utara Bukan barang baru lagi penelitian ini dilakukan, namun beberapa temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk memperkaya khazanah ilmu politik yang selama ini menempatkan parpol sebagai sentrum kajian dalam arena kontestasi mencapai kekuasaan.

Berangkat dari pemaparan bab – bab sebelumnya, studi ini menyimpulkan bahwa terpilihnya Ngogesa Sitepu sebagai pimpinan DPD Golkar Sumut diakibatkan oleh banyak faktor. Dalam konteks ini, persoalannya bersumber dari potensi diri, organisasi partai politik maupun dari faktor eksternal partai.

Dalam penelitian ini, diperlihatkan bahwa seleksi yang dilakukan partai Golkar adalah berbasiskan perhitungan popularitas dan modalitas calon dan lebih mengutamakan logika eksklusifitas partai. Alhasil, ideologi yang jelas tersusun di

AD/ART, program yang baik, atau pendukung yang besar tidak menjadi penentu perilaku partai politik. Dampaknya, soliditas partai semakin terfragmentasi pada kepentingan dan tujuannya untuk memenuhi kebutuhan sesaat, yakni mengamankan partai politik dari konflik internal partai.

Untuk lebih mengerucutkan hasil kesimpulan penelitian ini, berikut perinciannya. Pertama, Modalitas Sebagai Pertimbangan. Kemenangan Ngogesa

Sitepu tidak terlepas dari popularitas dan modalitas yang dimilikinya. Satu kesimpulan dapat dicatat terkait pemilihan pimpinan DPD di Golkar saat Musda bahwa, partai lebih cenderung memilih yang memiliki modalitas mumpuni.

Diantaranya; potensi diri, potensi jaringan yang dibentuk, dukungan dan pemanfaatan

Universitas Sumatera Utara modalitas ekonomi, pemanfaatan modal kultural, pemanfaatan modal sosial dan politik.

Produk politik kepada Ngogesa adalah identitas khas yang dimiliki. Mengenai sosok Ngogesa merupakan sosok seorang pengusaha dan elit birokrat Kabupaten

Langkat. Sebagai pengusaha, ia dinilai masyarakat sangat dermawan yang banyak membantu masyarakat. Rasionalitas dukungan ditentukan oleh faktor yang berbeda- beda antara para kader yang satu dengan kader partai yang lain dan dipengaruhi siapa calon yang ada. Rasionalitas pemilih juga didasarkan atas pendidikan yang dimiliki.

Selain itu, kemampuan Ngogesa dalam mengelola organisasi-organisasi sayap yang dibawahinya, merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi dukungan yang mengalir kepada Ngogesa. Karena organisasi-organisasi tersebut pada dasarnya merupakan alat partai dalam upaya masuk ke sector-sektor tertentu masyarakat.

Pemanfaatan Jaringan Sosial (Eksternal) juga dilakukan. Bentuk jaringan sosial tersebut biasanya adalah hubungan kekerabatan atau persaudaraan, hubungan pertemanan, hubungan kerja, dan lain sebagainya. Ngogesa tergolong mampu memainkan peran pemanfaatan mesin partai.

Kedua, proses demokratisasi terbuka lebar di tubuh partai. Tuntutan proses pemiihan yang terbuka dan peluang yang sama hingga otonomi partai adalah dinamika politik yang selalu hadir dalam menyikapi solusi perubahan yang di tawarkan kepada partai. Begitu pula dengan kata “desentralisasi” yang menggoda dan kontroversial akan terasa sangat kurang untuk tidak disebut dan diperdebatkan.

Universitas Sumatera Utara Cita – cita perubahan yang diusung seolah olah hanyalah sebatas eforia, ketika perubahan justru tidak pernah terwujudkan dalam urusan rumah tangga partai yang masih bersifat sentralistik. Regenerasi, kaderisasi, dan desentralisasi vertical dalam internal partai terasa masih sangat sulit terjadi bahkan menjadi fenomenal klasik yang tak kunjung di tanggapi secara aplikatif.

Tidak seperti ketika Golkar menentukan pimpinan partai di daerah Sumut yang akan diusung saat penyeleksian. Seleksi kandidasi yang dilakukan Golkar memberikan ruang bagi siapa saja untuk dapat mencalonkan diri dari partai Golkar

(lebih inklusif). Keterbukaan itu berlaku kepada seluruh kader partai.

Campur tangan pusat DPP memiliki kuasa yang besar hanya dalam penentuan pimpinan partai di level daerah. Namun setelah mendapat rekomendasi di tingkat daerah. Level lokal/daerah memiliki otonom dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Struktur dan elit partai di level lokal cukup berperan. Golkar menempatkan otorisasi kandidasi pada elit dan struktur partai pusat dan daerah. Dan terpilihnya Ngogesa Sitepu secara aklamasi juga merupakan melalui proses perekrutan yang dilakukan Golkar di daerah. Dan ditetapkan oleh DPP setelah melalui aklamasi, loby dan komunikasi para kader yang dilakukan. Desetralisasi memberi insentif perilaku demokratis saat pemilihan.

Konteks dilapangan menunjukan bahwa proses penyeleksian melibatkan banyak orang baik di tingkat DPAC, DPC maupun DPD dan DPP sebagai preferensi partai.

Universitas Sumatera Utara Hasil akhir ditentukan oleh mufakat yang merepresentasikan kehendak suara di daerah maupun pusat.

4.2. Saran

Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa perencanaan dan penerapan strategi dalam seleksi pimpinan partai politik sangat kuat dipengaruhi oleh kader.

Kader yang memiliki modalitas, popularitas dan elektabilitas tinggi memiliki kecenderungan nalar dan cara yang digunakan partai saat memilihnya menjadi pimpinan partai. Studi lain sangat mungkin akan bermuara pada kesimpulan berbeda bergantung dari tingkat kedalaman interaksinya dengan partai politik.

Ruang gerak dan spektrum partai yang leluasa memungkinkannya menerima siapapun untuk bergabung ke dalam barisan mereka. Kekuatan yang didapatkan akan semakin mengokohkan eksistensi partai. Namun, konsolidasi internal yang rapuh membawa ancaman bagi partai yang tidak bersenyawanya komponen yang bernaung di dalam partai.

Penelitian ini melihat fenomena pemilihan pimpinan partai dari teropong tunggal partai. Tanpa mengkomparasikan dengan partai lain sebagai acuan lain maupun masyarakat sebagai konstituen. Sehingga mungkin akan menghasilkan temuan yang berbeda ketika dilakukan telaah mendalam terhadap keduanya.

Diharapkan, studi lanjutan dengan tema sama di lain partai dan lain daerah akan berkontribusi pada penemuan fakta baru yang bersifat melengkapi dan memperkaya studi seleksi pemilihan pimpinan di partai politik.

Universitas Sumatera Utara Daftar Pustaka

Buku-Buku

Abdullah, Zein. 2008. Strategi komunikasi Politik dan Penerapannya. Bandung:

Simbiosa.

Akbar Tanjung. 2007. The Golkar Way, Survival Partai Golkar di Tengah Turbulensi

Politik Era Transisi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Arifin, Anwar. 2004. Pencitraan Dalam Politik. Surabaya: SIC

Bambang, Hariadi. 2005. Strategi Manajemen. Jakarta : Bayumedia Publishing.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 2009. Handbook of

QualitativeResearch. Terj.Dariyatno dkk. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Firmanzah Ph. D. 2007. Marketing Politik - Antara Pemahaman dan Realitas.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

------2008. Mengelola Partai Politik - Komunikasi dan Positioning Ideologi

Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Gaffar, Afan. 2006. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:

Pustaka Belajar, Cetakan keenam.

Hamid, Ahmad. F. 2008. Partai Politik Lokal di Aceh - Desentralisasi Politik dalam

Negara Kebangsaan. Jakarta: Kemitraan

Kantaprawira, Rusadi. 2004. Sistem Politik Indonesia suatu model pengantar.

Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cetakan kesembilan.

Universitas Sumatera Utara Nurhasim, Moch, dkk. 2003. Konflik antar Elit Politik Lokal dalam Pemilihan

Kepala Daerah, Jakarta: Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI.

Suprihatini, Amin. 2008. Partai Politik di Indonesia. Klaten: Cempaka Putih.

Umar, Husein. 2005. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi.Edisi Revisi dan

Perluasan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rush, Michael & Phillip, Althoff. 2000. Pengantar Sosiologi Politik. (diterjemahkan

dari judul aslinya Introduction to Political Sociology oleh Kartini Kartono).

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cetakan ketujuh.

Yin, Robert K, 2008, Studi Kasus (Desain Dan Metode), (Case Study Research

Design and Methods) diterjemahkan oleh Drs. M. Djauzi Mudzakir, MA,

Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Jurnal dan hasil penelitian

Nur Iman Subono. 2003. Perempuan dan Partisipasi Politik, Jakarta: Yayasan Jurnal

Perempuan (YJP) dan The Japan Foundation (JFI)

Mahrus Irsyam dan Lili Romli. 2003. Menggugat Partai Politik, Laboratorium Ilmu

Politik Fisipol, UI.

Rully Chairul Azwar, 2008. Pengembangan SDM Partai Politik: Rekrutmen dan

Kaderisasi di Partai Golkar. Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan

ditampilkan di www.parlemen.net

Sudirman Nasir, SBY antara modal politik dan modal simbolik, dalam

http://pemilu.liputan6. com/kolom, download tanggal 29 September 2011,

pukul 15.00 wib.

Universitas Sumatera Utara Wakhidatul Afifa 2011. Implementasi Fungsi Partai Politik Sebagai Sarana

Rekrutmen Politik Pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)

Kabupaten Semarang (skripsi). Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang

Undang Undang

UU No. 31 Tahun 2002 pasal 1 (1)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Internet https://partaigolkar.or.id/sejarah, diakses pada April 2017

Sekretariat Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai GOLKAR, Hasil Munas VIII

partai GOLKAR Tahun 2009, Pekan Baru-Riau: 2009.

Universitas Sumatera Utara