BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Negara merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh sekelompok manusia dan diakui oleh negara lain serta ditopang oleh sistem yang ada. Berdiri tegaknya suatu negara sangat dipengaruhi oleh kekuatan militer dan kekuatan sipil. Karena selain dibutuhkan ketahanan negara, sistem pemerintahan pun sangat dibutuhkan untuk mempertahankan sistem yang ada di dalamnya sehingga negara itu menjadi negara yang berdaulat. Kepala negara merupakan simbol negara, selain itu perdana menteri merupakan kepala pemerintahan di dalam negara itu sendiri. Pada masa Orde Baru, pemerintahan dipimpin oleh Soeharto. Soeharto pada masa kepimpinanannya memberlakukan asas tunggal yaitu hanya ideologi yang boleh berkembang sedangkan ideologi lain tidak boleh berkembang karena di khawatirkan menganggu stabilitas Negara seperti pada pemerintahan sebelumnya. Pada masa pemerintahannya, Soeharto membuat 3 kekuatan yaitu ABRI, Birokrasi dan (Rahmah, 2016, hlm. 1). Selain itu, kursi-kursi pemerintahan diisi oleh orang-orang terdekat serta merupakan kepercayaan Soeharto, salah satunya adalah . Sudharmono merupakan seorang kepercayaan Soeharto, sehingga Sudharmono dapat mengetahui pikiran Soeharto. Kedekatan ini dibuktikan dengan pekerjaan-pekerjaan serta jabatan yang diperoleh oleh Sudharmono. Sudharmono dipercaya oleh Soeharto untuk mengisi jabatan tinggi dalam pemerintahan, salah satunya adalah menjabat sebagai Ketua Umum Golongan Karya masa periode 1983-1988. Sudharmono lebih dikenal dengan sebutan Pak Dhar. Sudharmono lahir tanggal 12 Maret 1927 di Desa Cerme Kecamatan Carme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Sudharmono merupakan seorang warga negara teladan dan merupakan panutan karena dikenal sebagai pribadi yang taat kepada agama, mengamalkan ajaran-ajaran agama, sederhana dalam penampilan, mempunyai komitmen tinggi pada keluarga, ramah tamah dan suka menolong sesama, tidak suka hura-hura. Tidak hanya memiliki pribadi yang baik, dalam hal pekerjaan pun Sudharmono dapat dikatakan loyal karena sebagai pejabat, Sudharmono seorang yang loyal terhadap Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1 2

pemerintah, selain itu dalam menjabat, Sudharmono memiliki sifat jujur, disiplin, tekun bekerja keras, correct dalam melayani masyarakat dan tidak suka kepada penyelewengan, pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang, pokoknya sesuatu yang melanggar hukum (Kusumaatmadja, 1997, hlm. 22-23). Sudharmono merupakan pensiunan Letnan Jenderal dan bergelar sarjana hukum. Dari tahun 1978 sampai 1988, ia menjabat Menteri Sekretaris Negara dan menjadi koordinator yayasan-yayasan yang didirikan Presiden Soeharto. Ia berperan penting dalam memimpin Golkar karena Golkar menjadi pemenang absolut dalam pemilu tahun 1987. Dengan postur tubuh yang tinggi, ramping dan penuh semangat tetapi pendiam, ia sering disebut-sebut sebagai seorang penyendiri oleh media asing yang merasa bahwa Sudharmono selalu mengambil sikap menjaga jarak. Sudharmono sangat dekat dengan Soeharto, hal ini dibuktikan pada saat ia diangkat sebagai Wakil Presiden. Kedekatan ini pun terasa pada saat wafatnya Sudharmono pada tanggal 25 Januari 2006, yang meninggalkan rasa kehilangan yang dalam pada Soeharto (Abdulgani, 2007, hlm. 184). Sebelum menjadi Ketua Umum Golkar, Sudharmono menjadi tokoh utama dalam kelompok Menteri Sekretariatan Negara (Setneg) pada tahun 1966, yaitu menjadi Sekretaris Presidium Kabinet. Kelompok ini dibentuk oleh Soeharto untuk mengimbangi Moerdani yang pada saat itu menjadi Pangab dan Pangkopkamtib. Kelompok Setneg ini merupakan kelompok yang unggul dalam bidang administrasi dan hukum, dan tumbuh menjadi sebuah klik politik yang sangat kuat. Pada saat dikeluarkannya sebuah Keppres yang menjadi No. 10/1980 yang menetapkan bahwa semua pengeluaran pemerintah yang nilainya di atas Rp. 500 juta harus melalui seleksi Tim Keppres 10 yang berpusat di Setneg. Maka dari itu, terjadi ekspansi peran Tim Keppres 10 ini yang kemudian dikeluarkan Keppres N0. 14 A yang memberikan kesempatan Setneg untuk menjalankan pembangunan ekonomi yaitu ekonomi domestik (pribumi). Maka pada tahun 1983, kelompok ini kembali memperkuat posisinya dengan duduknya beberapa anggota dalam kabinet Soeharto yang baru (Yulianto, 2003, hlm. 252). Sebelum diangkatnya Sudharmono menjadi ketua Golkar, Presiden Seoharto menerima 43 orang dari 45 anggota Golkar masa bakti 1983-1988 yang terbentuk sebagai hasil musyawarah nasional. Presiden Soeharto memberikan pengarahan kepada pengurus baru antara lain

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3

menghendaki agar dalam usahanya mengadakan konsolidasi, Golkar mengerahkan pendukung dan rakyat yang percaya kepadanya untuk memecahkan persoalan dananya mandiri. Dalam hubungan ini Golkar harus mampu menunjukkan kepada kedua partai politik bahwa Golkar mampu mandiri (Sjamsuddin, 2003, hlm. 76). Golkar sendiri merupakan organisasi yang tumbuh tepatnya pada tanggal 20 Oktober 1964. Selain itu, Sekber Golkar tumbuh dengan tujuan untuk mengimbangi kekuatan politik komunis yang saat itu sedang berkembang di dalam sistem pemerintahan Indonesia yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Tumbuhnya Golkar dimulai dengan penugasan anggota ABRI, khususnya Angkatan Darat. Pembentukan Sekber Golkar ini diawali oleh usaha ABRI dalam mempengaruhi berbagai organisasi untuk mengimbangi ofensif PKI. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Noer dkk. (1996, hlm. 65) bahwa ABRI membangun dan menggerakkan keseimbangan. Yakni keseimbangan terhadap poros kekuatan Nasakom. Sekber Golkar yang kemudian menjadi Golkar. Itulah latar belakang sejarah yang setiap kali diangkat, bahwa Golkar dipersiapkan, dilahirkan, dan dibina oleh ABRI. Dalam Orde Baru, tujuannya mengimbangi gerakan Komunis Indonesia. Namun pada masa Orde Baru Golkar bukan merupakan sebuah partai politik melainkan golkar merupakan sekber. Terbentuknya Sekber (Sekretariat Bersama) diawali dengan dibentuknya Serikat Organisasi Karyawan Sosial Indonesia (SOKSI) yang meliputi 25 organisasi buruh dan karyawan perusahaan-perusahaan negara. Pada bulan Oktober 1964 SOKSI bersama berbagai organisasi fungsional membentuk Sekretariat Bersama di bawah pimpinan Angkatan Darat. Tahun berikutnya beberapa organisasi seperti Koperasi Serba Guna Gotong Royong (KUSGORO), Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR) dan beberapa organisasi pemuda dan wanita bergabung ke dalam Sekretariat Bersama tersebut yang kemudian dikenal dengan Sekber Golkar (Sanit, 2011, hlm. 67). Selain itu, Golkar pun merupakan suatu infrastruktur politik bagi ABRI dalam melaksanakan Dwifungsinya dalam bidang politik dan dalam pengembangan Orde Baru (Noer dkk, 1996, hlm. 77). Pada awalnya, Golkar merupakan sebuah koalisi yang terdiri dari para professional yang lebih memfokuskan diri pada kepentingan bersama dan kerukunan nasional daripada kepentingan kekuasaan atau ideologi sehingga Golkar tidak dibentuk sebagai partai politik melainkan federasi dari 97 organisasi fungsional dan perhimpunan-perhimpunan non-politik yang jumlahnya terus meningkat. Selain itu, Golkar pun memperjuangkan

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

pengertian bersama dan memfokuskan diri untuk kepentingan pemerintah dan negara yang seyogjanya berada di atas kepentingan suku, sosial, agama dan ideologi. Dalam berdirinya Golkar, tidak lepas dari pengawasan dan kendali Soeharto dikarenakan pada saat ia mengambil alih kepresidenan, banyak lowongan pekerjaan yang disediakan dan diadakan berdasarkan suku dan kedaerahan bagi para pemilih yang dukungan politiknya sangat dibutuhkan oleh partai Golkar (Abdulgani, 2007, hlm. 100). Maka dari itu, Golkar sengaja didirikan oleh pemerintah Orde Baru sebagai alat untuk untuk mengatur negara. Semua pemimpin Orde Baru diciptakan dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar. Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal, yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi. Pemuka ketiga jalur tersebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran strategis (Sudjito, 2013, hlm. 218). Jika pada pemerintahannya Soeharto berhasil memperkenalkan RUU yang berhubungan dengan pancasila setelah pemilu 1982, ia juga berhasil mereorganisasikan Golkar dan mentransformasikannya menjadi “partai kader”. Ini dimaksudkan untuk membuat organisasi itu sebagai gerakan politik yang lebih efektif di bawah kendali Soeharto pribadi. Dalam usahanya, Sekber Golkar pada masa Orde Baru banyak merancang perencanaan pembangunan di Indonesia terutama dalam bidang sosial- ekonomi. Hal ini tentu saja menjadi suatu kabar yang baik untuk masyarakat mengingat bahwa sampai akhir dasawarsa 1960-an, pembangunan tersebut tidak berjalan dengan baik. Sehingga Sekber Golkar pun pada akhirnya mendapat dukungan penuh dari masyarakat itu sendiri. Dalam usahanya untuk menjadi organisasi utama dalam pemerintahan, Sekber Golkar mengikuti pemilihan umum pada tahun 1971. Pemilu ini diikuti oleh 9 partai dan sekber Golkar. Dalam pemilu tersebut, kemenangan diraih oleh Sekber Golkar karena dalam pemilihan umum Juli 1971, Golkar memperoleh suara 62,8 % suara, memenangkan 236 (65,6%) dari 360 kursi yang diperebutkan. Golkar memenangkan mutlak di setiap provinsi kecuali di , , dan Maluku, dimana Golkar tetap merebut suara terbanyak (Ricklefs, 2009, hlm. 617). Dalam usaha meraih kemenangan, uang dalam jumlah milyaran rupiah masuk ke dalam kas Golkar diduga untuk tujuan-tujuan pemilu, hal ini terjadi dikarenakan sistem pendistribusian uang tunai yang

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

dipungut dari para pengusaha industri. Dengan demikian, dalam waktu singkat semua petugas baik dari tingkat yang paling rendah sampai menteri Kabinet ini mulai menuntut bagian mereka masing-masing. Bahkan pegawai negeri harus menyuap menteri-menteri mereka agar dapat menduduki posisi yang mereka inginkan. Walaupun demikian, Golkar mampu mempertahankan posisinya sebagai barisan terdepan dalam pertarungan politik selama masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Dalam kemenangan pertama pemilu 1971, Golkar dapat dikatakan beruntung karena perekonomian di Indonesia mencapai masa-masa terbaiknya, terutama disebabkan oleh meledaknya penerimaan hasil minyak bumi di awal tahun 1973 sehingga dengan ini Soeharto dipilih kembali untuk kedua kalinya pada 23 Maret 1997 (Abdulgani, 2007, hlm. 101). Selain itu, kemenangan Golkar dalam pemilu 1971 dikarenakan Golkar diambil alih oleh Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan dan Keamanan dan Kelompok intelektual Orde Baru yang memiliki hubungan dengan Brigadir Jenderal Ali Moertopo, seorang asisten pribadi Presiden yang mempunyai pengaruh yang besar. Dengan demikian dapat dikatakan meskipun secara formal Golkar bukanlah partai politik pemerintah tetapi suatu organisasi kelompok-kelompok fungsional yang anggota-anggotanya tidak terwakili dalam partai-partai yang ada, akan tetapi para juru kampanye nasional Golkar mengidentifikasi diri dekat dengan pemerintah dan Orde Baru (Liddle, 1992, hlm. 37). Begitu pun pada pemilihan umum selanjutnya, Golkar selalu memenangkan suara terbanyak dari masyarakat. Pada puncaknya, tahun 1987 Golkar memenangkan pemilu dengan kenaikan suara yang drastis dari pemilu- pemilu sebelumnya, yaitu sebanyak 73,11 %. Pada saat itu, Golkar sedang dipimpin oleh Sudharmono. Sebelum Golkar dipimpin oleh Sudharmono, tahun 1977 Golkar berada di bawah kepemimpinan . Di mana ia dipilih pada Musyawarah Nasional (Munas) I Golongan Karya yang diselenggarakan di pada tanggal 10 September 1973 yang bertujuan untuk membahas program umum organisasi Golkar, penetapan adanya Dewan Pembina Golkar dan fungsinya. Musyawarah Nasional ini juga menghasilkan ketua umum baru yaitu Amir Murtono (Pandiangan, 1996, hlm. 56). Golongan Karya di bawah kepemimpinan Amir Murtono dalam menghadapi pemilihan umum 1977 dilanjutkan dalam Musyawarah Nasional ke II yang diselenggarakan di Bali pada 20-25 Oktober 1978.

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6

Setahun setelah kemenangan Golkar dalam pemilu 1977 tampaknya membuat Amir Murtono terpilih kembali menjadi ketua umum. Pemilihan Umum pada 1977 dan pemilihan kembali Soeharto menjadi presiden. Pemilihan umum pada tahun 1982, Golkar dibawah ketua umum Amir Murtono mendapat kemenangan kembali dengan memenangkan mayoritas suara (64,3 %). Ini menunjukkan bahwa Soeharto masih memusatkan perhatiannya kepada Golkar agar pemerintahan tetap dipegang oleh Soeharto dan perwakilan Golkar yang ada di jajaran pemerintah Soeharto (Az Zain, 2013, hlm. 3). Pada kepemimpinan Amir Murtono, masih terjadi kontak rahasia antara militer dengan DPP Golkar untuk memenangkan pemilu meskipun Pangab Jenderal Muhammad Jusuf mendesak militer untuk bersikap netral dalam pertarungan partai politik dan Golkar pada pemilu 1982. Beberapa pertemuan Golkar dengan Hankam semakin mematangkan persiapan pemenangan Golkar dalam Pemilu 1982. Beberapa strategi dilakukan untuk mempertahankan Golkar sebagai mayoritas tunggal. Menpen Ali Moertopo mendesak Kopri melakukan kampanye di lingkungannya untuk memilih Golkar pada September 1981. Serta menginstruksikan para pejabat di kalangan Deppen untuk menggalang loyalitas pegawai negeri Deppen kepada Golkar. Serta pengerahan birokrasi baik di tingkat desa maupun perkotaan dalam pemilu 1982 ini mampu menyumbangkan lebih dari 20 juta suara untuk Golkar. Maka dengan begitu Golkar dapat memenangkan kembali pemilu tahun 1982. Namun karena masa jabatan Amir Murtono telah berakhir, maka ia tidak dicalonkan kembali menjadi Ketua Umum Golkar (Kasenda, 2013, hlm. 151). Kinerja yang bagus pun dapat terlihat saat Sudharmono menjabat sebagai ketua umum Golkar sejak tahun 1983 hingga 1988. Ia memiliki rencana-rencana pembangunan baik dari segi ekonomi dan sosial. Selain menjadi ketua umum Golkar, Sudharmono pernah menjadi wakil presiden ke 5 berdampingan dengan Soeharto. Peran Sudharmono dalam pemerintahan dapat dikatakan sebagai perpaduan antara kekuatan militer dan sipil karena ia pun meraih gelar Letnan Jenderal. Selain itu, Sudharmono bisa dikatakan memiliki kedekatan dan merupakan salah satu orang kepercayaan Soeharto. Sudharmono dipercaya oleh Soeharto untuk menjadi Wakil Presiden menemani Presiden Soeharto. Sudharmono menjadi ketua umum Golkar atas persetujuan dari Soeharto. Idealnya Soeharto harus menjadi ketua umum Golkar, tetapi karena

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7

kehadirannya secara langsung tidak dimungkinkan, orang terbaik keduanya adalah Sudharmono karena ialah yang mengetahui pemikiran Presiden Soeharto. Maka dari itu, Sudharmono ditunjuk oleh Presiden Soeharto untuk menjadi ketua umum Golkar (Suryadinata, 1992, hlm. 121). Sebelum Sudharmono menjadi ketua umum, ia sempat berdiskusi terkait yang akan dicalonkan sebagai ketua umum Golkar. Sudharmono sempat mengusulkan nama-nama yang dicalonkan sebagai ketua umum Golkar. Namun ketika Sudharmono sedang melaporkan kegiatan rutin sehari-hari, Presiden Soeharto bertanya kepada Sudharmono perihal kesanggupannya menjadi ketua umum Golkar. Pada saat itu, Sudharmono sedang menjabat sebagai Menteri Sekretariatan Negara. Keputusan tersebut mendapat dukungan dari beberapa tokoh Golkar salah satunya Sugiharto yang merupakan salah seorang Ketua Golkar (Sudharmono, 1997, hlm. 318). Maka pada Oktober 1983, Sudharmono ‘dipercaya’ menjadi pemimpin Golkar. Sudharmono terpilih atas preferensi dan kepentingan politik Soeharto semata. Dalam memimpin Golkar, Sudharmono berupaya mengurangi ketergantungan para tentara, dengan komposisi kepengurusan yang sangat minim unsur tentaranya. Dengan terpilihnya Sudharmono ini mewakili tokoh dan pengusaha muda terutama mereka yang selama ini memperoleh keuntungan dengan kebijakan ekonomi Setneg (Yulianto, 2003, hlm. 253-254). Jadi dapat dikatakan, dijadikannya Sudharmono menjadi Ketua Umum Golkar yaitu untuk memperkuat politik pada rezim Soeharto, selain itu Sudharmono ini menjadi Ketua Umum Golkar karena dilihat dari pengalamannya dalam berpolitik yang bisa dikatakan Sudharmono ini telah menjadi Menteri Sekretariat Negara terlama dalam masa pemerintahan Soeharto sehingga tidak diragukan lagi jika Sudharmono lah yang pada akhirnya dipercaya oleh Soeharto untuk menjadi Ketua Umum Golkar. Banyak yang berusaha memberikan penjelasan atas terpilihnya Sudharmono menjadi Ketua Umum Golkar (1983-1988). Hal ini dikarenakan kedudukannya yang masih menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara, yang dekat dengan Soeharto, yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina Golkar. Juga keterlibatan sewaktu pembentukan Golkar pada 1964 dulu, dan yang terpenting yaitu Sudharmono adalah pilihan Presiden Soeharto sendiri. Ia dikenal sebagai pribadi yang efesien dan efektif dalam bekerja, serta tak pernah menonjolkan diri (Biro

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8

Informasi dan Data, 1984, hlm. 6). Maka dari itu, dapat dikatakan kekuasaan Soeharto ini sangat berpengaruh terhadap terpilihnya Sudharmono menjadi Ketua Umum Golkar (1983-1988). Namun tidak hanya pengaruh kekuasaan Soeharto saja, prestasi yang di dapat serta tanggung jawabnya dalam pekerjaan merupakan faktor lain dalam terpilihnya Sudharmono menjadi Ketua Umum Golkar (1983-1988). Sudharmono dipilih menjadi pemimpin Golkar pada puncak Munas III menggantikan Amir Murtono dan Dewan Pembina tetap dipegang oleh Soeharto (Az Zain, 2013, hlm. 4). Saat pertama kali menjabat sebagai ketua umum Golkar, Sudharmono merancang konsep dan rencana kerja sendirian dan secara diam-diam. Sudharmono merancang program Tri Sukses, yaitu Sukseskan Konsolidasi, Sukseskan Repelita IV, dan Sukseskan Pemilu 1987 serta Sidang Umum MPR 1988. Selain Tri Sukses Golkar, Sudharmono berusaha memasyarakatkan sikap dan identitas Golkar melalui ikrar Golkar Pancabhakti yang sudah dimiliki Golkar sejak semula, di samping doktrin karya dan kekaryaan (Sudharmono, 1997, hlm. 321-322). Menurutnya, sukses konsolidasi tujuannya agar organisasi menjadi makin dewasa, makin mandiri, dan makin mengakar di masyarakat. Sukses konsolidasi dipandang sebagai kunci bagi suksesnya program Golkar selanjutnya yaitu sukses Repelita yang diarahkan untuk keberhasilan program pembangunan Orde Baru selama pembangunan Repelita IV (Effendy, 2012, hlm. 114). Selain itu, pada masa Golkar dipimpin oleh Sudharmono, Golkar dapat unggul dalam pemilu 1987. Pemilu tersebut diselenggarakan pada tanggal 23 April 1987. Pemilu ini dilaksanakan di Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk dikursi Anggota Dewan Rakyat (Rohmawai, 2016, hlm. 314). Berbeda dengan Amir Murtono, dalam persiapam Pemilu 1987, Sudharmono lebih mengutamakan konsolidasi. Konsolidasi yang diterapkan oleh Sudharmono tidak mendesak Pegawai Negeri untuk menyumbangkan lebih dari 20 juta suara untuk Golkar, akan tetapi Sudharmono lebih mengutarakan kepada masyarakat Indonesia yang notabene bukanlah pegawai negeri melainkan masyarakat biasa. Sudharmono beserta jajaran Golkar lebih kepada mengunjungi setiap daerah baik perkotaan maupun pedesaan. Di sini Sudharmono lebih memberikan apresiasi serta pendekatan kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih terbuka kepada Sudharmono. Dengan begitu, banyak masyarakat Indonesia yang menjadi kader-kader Golkar. Meskipun

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9

Sudharmono menerapkan keanggotaan sukarela, namun banyak masyarakat Indonesia yang tertarik untuk menjadi anggota Golkar termasuk para generasi muda. Selama pemilu berlangsung, jumlah pemilih, menurut lembaga yang mengaturnya tercatat hampir 94 juta dari jumlah penduduk Indonesia yang hampir 163 juta. Dalam pelaksanaanya dapat dikatakan kondusif dikarenakan berlangsung secara tertib dan aman, bahkan dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan pemilu sebelumnya di tahun 1982. Suasana pun penuh kegairahan, menunjukkan kualitas yang tinggi. Pemilu 1987 dapat dikatakan istimewa karena merupakan pemilu pertama yang diikuti oleh lapisan besar kaum muda. Dalam kampanye pemilu 1987 ini menitikberatkan kepada program-program nyata yang ditawarkan oleh peserta pemilu. Dalam keputusannya, hasil pemilu ini dimenangkan oleh Golkar dengan meraih 299 kursi, hasil lainnya PPP mendapatkan 61 kursi dan PDI 40 kursi (Dwipayana & Ramadhan, 1989, hlm. 493). Keberhasilan Sudharmono dalam Golkar membuat Sudharmono dipercaya oleh Soeharto untuk menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Namun kepercayaan menjadi Wakil Presiden RI ini tidak dapat membuat Sudharmono menjabat kembali sebagai Ketua Umum Golkar dikarenakan keahliannya di dalam dunia politik akan mengancam posisi Soeharti sebagai Presiden RI. Sehingga pada Munas IV, Sudharmono digantikan oleh Wahono. Pada kepemimpinannya, Wahono tidak dapat mempertahankan kepercayaan generasi muda serta para ABRI. Meskipun Wahono berpendapat bahwa Golkar tidak akan mengambil jarak dengan birokrasi dan ABRI, namun sebagian purnawirawan ABRI menunjukkan dukungannya kepada PDI. Begitu pun mahasiswa agak kritis terhadap Golkar dan umumnya lebih condong kepada PPP dan PDI sehingga mahasiswa berkampanye untuk kedua partai itu. Meskipun kurang mendapat dukungan, Golkar tetap unggul dengan meraih 68,1% suara pemilih (282 kursi) meskipun hasilnya jauh lebih rendah dari pemilu 1987. Keberhasilan Golkar dalam pemilu membuat PPP dan PDI menuduh Golkar curang dalam pemilu 1992 (Kasenda, 2013, hlm. 168- 169). Penulis sebagai Mahasiswa Pendidikan Sejarah terpanggil untuk mengkaji penelitian ini, dikarenakan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembelajaran sejarah dan bagi masyarakat lainnya. Bagi pembelajaran sejarah yaitu pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), penelitian ini

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10

dapat dijadikan sebagai wawasan dalam mempelajari Sejarah Orde Baru, di mana siswa dapat menambah wawasan mengenai organisasi yang berkuasa pada masa Orde Baru serta mengetahui tokoh-tokoh kontenporer salah satuya yaitu Sudharmono. Penulis memilih tokoh Sudharmono, karena ia dapat dikatakan tokoh yang pendiam namun terbilang bagus dalam pekerjaan. Hal ini dibuktikan dengan jabatan- jabatan yang telah ia dapatkan seperti Menteri Sekretaris Negara dalam Kabinet Pembangunan II, III, dan IV. Selain itu penulis ingin mengetahui lebih lanjut usaha-usaha Sudharmono dalam membawa Golkar mendapat suara dengan keunggulan tertinggi pada pemilu 1987. Sudharmono pun memiliki kedekatan dengan Soeharto serta Sudharmono merupakan sosok yang paling dapat menterjemahkan keinginan Presiden Soeharto yang membuat karirnya semakin berkembang. Selain itu ketertarikan penulis mengangkat Sudharmono menjadi kajian penelitian, karena Sudharmono merupakan sosok yang tak pernah lelah dalam menjalankan tugas menjadi ketua Golkar, karena Sudharmono secara rutin meluangkan waktu untuk mengadakan kunjungan ke daerah-daerah pada setiap sabtu dan minggu. Selain itu, Sudharmono dapat dikatakan berhasil menjadi ketua Golkar karena kebijakan-kebijakannnya. Keberhasilan Golkar pada masa Sudharmono berpengaruh terhadap perkembangan Golkar selanjutnya. Golkar tidak akan berkembang baik apabila tidak ada Sudharmono yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Golkar. Mengenai batasan periode, penulis beranggapan tahun 1983, awal dimana Sudharmono diangkat menjadi Ketua Umum Golkar dan dipilihnya tahun 1988 sebagai batasan tahun karena pada tahun ini Sudharmono berhenti menjabat sebagai Ketua Umum Golkar dan melanjutkan kiprahnya menjadi Wakil Presiden menemani Soeharto yang menjabat kembali menjadi Presiden. Selain itu, di tahun tersebut pun merupakan tahun di mana Golkar merubah sebagian aturannya dan pada periode ini ketua umum dipimpin dari golongan sipil bukan militer. Oleh karena itu, penulis menuangkan pemikirannya dalam judul “Kiprah Sudharmono Dalam Dunia Perpolitikan Golongan Karya”.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan latar belakang penelitian tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun fokus permasalahan penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Sudharmono Dalam Sejarah Golongan Karya 1983-1988?”. Sementara

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

11

untuk mengarahkan kajian penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian sekaligus sebagai rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana latar belakang kehidupan Sudharmono ? 2. Bagaimana awal kiprah Sudharmono terjun ke dunia politik hingga menjadi Ketua Umum Golongan Karya 1983-1988? 3. Bagaimana kebijakan Sudharmono selama menjabat sebagai Ketua Umum Golongan Karya 1983-1988? 4. Bagaimana strategi Sudharmono dalam mempersiapkan Golongan Karya untuk menghadapi pemilihan umum pada 1987?

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka terdapat tujuan diadakannya penelitian yang berjudul “Kiprah Sudharmono Dalam Dunia Perpolitikan Golongan Karya (1983-1988)” sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan latar belakang kehidupan Sudharmono. 2. Mendeskripsikan awal kiprah Sudharmono terjun ke dunia politik hingga menjadi ketua Golongan Karya. 3. Mendeskripsikan kebijakan Sudharmono selama menjabat menjadi ketua umum Golkar 1983-1988. 4. Mendeskripsikan strategi Sudharmono dalam mempersiapkan Golongan Karya untuk menghadapi pemilihan umum pada 1987.

1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat akademis: diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu dan pengetahuan sejarah, serta untuk memperkaya ilmu dalam penulisan sejarah di Indonesia pada masa Orde Baru. Selain itu dapat memberikan wawasan mengenai perpolitikan pada masa Orde Baru terutama peran Golkar yang mempunyai pengaruh dalam perpolitikan di Indonesia. Selain itu, memperkaya wawasan mengenai kondisi perpolitikan di Indonesia khususnya pada saat Golkar dipimpin oleh Sudharmono 1983-1988. 2. Manfaat praktis: penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu materi ajar dalam dunia pendidikan pada tingkat SMA kelas XII (Wajib) dengan menggunakan kompetensi dasar 3.6 yaitu

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

12

menganalisis kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Struktur Organisasi Skripsi Adapun sistematika dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, bab ini berisi latar belakang masalah penelitian. Bab ini disertai mengenai ketertarikan penulis dalam memilih permasalahan yang diangkat. Untuk lebih memfokuskan pembahasan, pada bab ini juga berisikan rumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi. Bab II Kajian Pustaka, bab ini berisi tentang pemaparan mengenai konsep dan sumber literatur yang relevan baik buku ataupun penelitian terdahulu bagi penelitian skripsi ini. Selain itu peneiliti menggunakan sumber- sumber lain yang relevan dengan judul penelitian ini. Bab III Metode Penelitian, bab ini berisikan mengenai langkah- langkah, metode, pendekatan dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian. Hal ini dilakukan penulis untuk mendapatkan sumber yang berkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji oleh penulis. Tahapan ini meliputi heuristik, yaitu proses pengumpulan data. Kritik, yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber yang telah didapatkan, kritik dilakukan secara eksternal dan internal. Interpretasi, yaitu proses penafsiran fakta- fakta yang telah ditemukan. Sedangkan tahap terakhir dinamakan Historiografi, yaitu kegiatan penulisan dan proses penyusunan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, pada bab ini juga penulis menguraikan langkah-langkah yang ditempuh penulis selama melaksanakan proses penulisan skripsi ini. Bab IV Pembahasan, bab ini dapat dikatakan isi utama dari penulisan skripsi ini karena didalamnya berisi pembahasan dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Pada bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian dari proses pengolahan serta analisis yang telah dilakukan terhadap fakta-fakta yang telah diperoleh. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, bab ini merupakan bab terakhir dari rangkaian penulisan skripsi. Pada bab ini terdapat penafsiran penulis dari hasil analisis dan temuan yang didapatkan. Kemudian

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

13

disajikan dalam bentuk kesimpulan. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian skripsi ini.

Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu