1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Merupakan Suatu

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Merupakan Suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara merupakan suatu wilayah yang dihuni oleh sekelompok manusia dan diakui oleh negara lain serta ditopang oleh sistem yang ada. Berdiri tegaknya suatu negara sangat dipengaruhi oleh kekuatan militer dan kekuatan sipil. Karena selain dibutuhkan ketahanan negara, sistem pemerintahan pun sangat dibutuhkan untuk mempertahankan sistem yang ada di dalamnya sehingga negara itu menjadi negara yang berdaulat. Kepala negara merupakan simbol negara, selain itu perdana menteri merupakan kepala pemerintahan di dalam negara itu sendiri. Pada masa Orde Baru, pemerintahan dipimpin oleh Soeharto. Soeharto pada masa kepimpinanannya memberlakukan asas tunggal yaitu hanya ideologi pancasila yang boleh berkembang sedangkan ideologi lain tidak boleh berkembang karena di khawatirkan menganggu stabilitas Negara seperti pada pemerintahan sebelumnya. Pada masa pemerintahannya, Soeharto membuat 3 kekuatan yaitu ABRI, Birokrasi dan Golkar (Rahmah, 2016, hlm. 1). Selain itu, kursi-kursi pemerintahan diisi oleh orang-orang terdekat serta merupakan kepercayaan Soeharto, salah satunya adalah Sudharmono. Sudharmono merupakan seorang kepercayaan Soeharto, sehingga Sudharmono dapat mengetahui pikiran Soeharto. Kedekatan ini dibuktikan dengan pekerjaan-pekerjaan serta jabatan yang diperoleh oleh Sudharmono. Sudharmono dipercaya oleh Soeharto untuk mengisi jabatan tinggi dalam pemerintahan, salah satunya adalah menjabat sebagai Ketua Umum Golongan Karya masa periode 1983-1988. Sudharmono lebih dikenal dengan sebutan Pak Dhar. Sudharmono lahir tanggal 12 Maret 1927 di Desa Cerme Kecamatan Carme, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Sudharmono merupakan seorang warga negara teladan dan merupakan panutan karena dikenal sebagai pribadi yang taat kepada agama, mengamalkan ajaran-ajaran agama, sederhana dalam penampilan, mempunyai komitmen tinggi pada keluarga, ramah tamah dan suka menolong sesama, tidak suka hura-hura. Tidak hanya memiliki pribadi yang baik, dalam hal pekerjaan pun Sudharmono dapat dikatakan loyal karena sebagai pejabat, Sudharmono seorang yang loyal terhadap Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1 2 pemerintah, selain itu dalam menjabat, Sudharmono memiliki sifat jujur, disiplin, tekun bekerja keras, correct dalam melayani masyarakat dan tidak suka kepada penyelewengan, pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang, pokoknya sesuatu yang melanggar hukum (Kusumaatmadja, 1997, hlm. 22-23). Sudharmono merupakan pensiunan Letnan Jenderal dan bergelar sarjana hukum. Dari tahun 1978 sampai 1988, ia menjabat Menteri Sekretaris Negara dan menjadi koordinator yayasan-yayasan yang didirikan Presiden Soeharto. Ia berperan penting dalam memimpin Golkar karena Golkar menjadi pemenang absolut dalam pemilu tahun 1987. Dengan postur tubuh yang tinggi, ramping dan penuh semangat tetapi pendiam, ia sering disebut-sebut sebagai seorang penyendiri oleh media asing yang merasa bahwa Sudharmono selalu mengambil sikap menjaga jarak. Sudharmono sangat dekat dengan Soeharto, hal ini dibuktikan pada saat ia diangkat sebagai Wakil Presiden. Kedekatan ini pun terasa pada saat wafatnya Sudharmono pada tanggal 25 Januari 2006, yang meninggalkan rasa kehilangan yang dalam pada Soeharto (Abdulgani, 2007, hlm. 184). Sebelum menjadi Ketua Umum Golkar, Sudharmono menjadi tokoh utama dalam kelompok Menteri Sekretariatan Negara (Setneg) pada tahun 1966, yaitu menjadi Sekretaris Presidium Kabinet. Kelompok ini dibentuk oleh Soeharto untuk mengimbangi Moerdani yang pada saat itu menjadi Pangab dan Pangkopkamtib. Kelompok Setneg ini merupakan kelompok yang unggul dalam bidang administrasi dan hukum, dan tumbuh menjadi sebuah klik politik yang sangat kuat. Pada saat dikeluarkannya sebuah Keppres yang menjadi No. 10/1980 yang menetapkan bahwa semua pengeluaran pemerintah yang nilainya di atas Rp. 500 juta harus melalui seleksi Tim Keppres 10 yang berpusat di Setneg. Maka dari itu, terjadi ekspansi peran Tim Keppres 10 ini yang kemudian dikeluarkan Keppres N0. 14 A yang memberikan kesempatan Setneg untuk menjalankan pembangunan ekonomi yaitu ekonomi domestik (pribumi). Maka pada tahun 1983, kelompok ini kembali memperkuat posisinya dengan duduknya beberapa anggota dalam kabinet Soeharto yang baru (Yulianto, 2003, hlm. 252). Sebelum diangkatnya Sudharmono menjadi ketua Golkar, Presiden Seoharto menerima 43 orang dari 45 anggota Golkar masa bakti 1983-1988 yang terbentuk sebagai hasil musyawarah nasional. Presiden Soeharto memberikan pengarahan kepada pengurus baru antara lain Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 menghendaki agar dalam usahanya mengadakan konsolidasi, Golkar mengerahkan pendukung dan rakyat yang percaya kepadanya untuk memecahkan persoalan dananya mandiri. Dalam hubungan ini Golkar harus mampu menunjukkan kepada kedua partai politik bahwa Golkar mampu mandiri (Sjamsuddin, 2003, hlm. 76). Golkar sendiri merupakan organisasi yang tumbuh tepatnya pada tanggal 20 Oktober 1964. Selain itu, Sekber Golkar tumbuh dengan tujuan untuk mengimbangi kekuatan politik komunis yang saat itu sedang berkembang di dalam sistem pemerintahan Indonesia yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Tumbuhnya Golkar dimulai dengan penugasan anggota ABRI, khususnya Angkatan Darat. Pembentukan Sekber Golkar ini diawali oleh usaha ABRI dalam mempengaruhi berbagai organisasi untuk mengimbangi ofensif PKI. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Noer dkk. (1996, hlm. 65) bahwa ABRI membangun dan menggerakkan keseimbangan. Yakni keseimbangan terhadap poros kekuatan Nasakom. Sekber Golkar yang kemudian menjadi Golkar. Itulah latar belakang sejarah yang setiap kali diangkat, bahwa Golkar dipersiapkan, dilahirkan, dan dibina oleh ABRI. Dalam Orde Baru, tujuannya mengimbangi gerakan Komunis Indonesia. Namun pada masa Orde Baru Golkar bukan merupakan sebuah partai politik melainkan golkar merupakan sekber. Terbentuknya Sekber (Sekretariat Bersama) diawali dengan dibentuknya Serikat Organisasi Karyawan Sosial Indonesia (SOKSI) yang meliputi 25 organisasi buruh dan karyawan perusahaan-perusahaan negara. Pada bulan Oktober 1964 SOKSI bersama berbagai organisasi fungsional membentuk Sekretariat Bersama di bawah pimpinan Angkatan Darat. Tahun berikutnya beberapa organisasi seperti Koperasi Serba Guna Gotong Royong (KUSGORO), Musyawarah Keluarga Gotong Royong (MKGR) dan beberapa organisasi pemuda dan wanita bergabung ke dalam Sekretariat Bersama tersebut yang kemudian dikenal dengan Sekber Golkar (Sanit, 2011, hlm. 67). Selain itu, Golkar pun merupakan suatu infrastruktur politik bagi ABRI dalam melaksanakan Dwifungsinya dalam bidang politik dan dalam pengembangan Orde Baru (Noer dkk, 1996, hlm. 77). Pada awalnya, Golkar merupakan sebuah koalisi yang terdiri dari para professional yang lebih memfokuskan diri pada kepentingan bersama dan kerukunan nasional daripada kepentingan kekuasaan atau ideologi sehingga Golkar tidak dibentuk sebagai partai politik melainkan federasi dari 97 organisasi fungsional dan perhimpunan-perhimpunan non-politik yang jumlahnya terus meningkat. Selain itu, Golkar pun memperjuangkan Adisthy Regina, 2019 KIPRAH SUDHARMONO DALAM DUNIA PERPOLITIKAN GOLONGAN KARYA (1983-1988) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4 pengertian bersama dan memfokuskan diri untuk kepentingan pemerintah dan negara yang seyogjanya berada di atas kepentingan suku, sosial, agama dan ideologi. Dalam berdirinya Golkar, tidak lepas dari pengawasan dan kendali Soeharto dikarenakan pada saat ia mengambil alih kepresidenan, banyak lowongan pekerjaan yang disediakan dan diadakan berdasarkan suku dan kedaerahan bagi para pemilih yang dukungan politiknya sangat dibutuhkan oleh partai Golkar (Abdulgani, 2007, hlm. 100). Maka dari itu, Golkar sengaja didirikan oleh pemerintah Orde Baru sebagai alat untuk untuk mengatur negara. Semua pemimpin Orde Baru diciptakan dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar. Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal, yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi. Pemuka ketiga jalur tersebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar lewat Dewan Pembina yang mempunyai peran strategis (Sudjito, 2013, hlm. 218). Jika pada pemerintahannya Soeharto berhasil memperkenalkan RUU yang berhubungan dengan pancasila setelah pemilu 1982, ia juga berhasil mereorganisasikan Golkar dan mentransformasikannya menjadi “partai kader”. Ini dimaksudkan untuk membuat organisasi itu sebagai gerakan politik yang lebih efektif di bawah kendali Soeharto pribadi. Dalam usahanya, Sekber Golkar pada masa Orde Baru banyak merancang perencanaan pembangunan di Indonesia terutama dalam bidang sosial- ekonomi. Hal ini tentu saja menjadi suatu kabar yang baik untuk masyarakat mengingat bahwa sampai akhir dasawarsa 1960-an, pembangunan tersebut tidak berjalan dengan baik. Sehingga Sekber Golkar pun pada akhirnya mendapat dukungan penuh dari masyarakat itu sendiri. Dalam usahanya untuk menjadi organisasi utama dalam pemerintahan, Sekber Golkar mengikuti pemilihan umum pada tahun 1971. Pemilu ini diikuti oleh 9 partai dan sekber Golkar. Dalam pemilu tersebut, kemenangan diraih oleh Sekber Golkar karena dalam pemilihan umum Juli 1971, Golkar
Recommended publications
  • Nabbs-Keller 2014 02Thesis.Pdf
    The Impact of Democratisation on Indonesia's Foreign Policy Author Nabbs-Keller, Greta Published 2014 Thesis Type Thesis (PhD Doctorate) School Griffith Business School DOI https://doi.org/10.25904/1912/2823 Copyright Statement The author owns the copyright in this thesis, unless stated otherwise. Downloaded from http://hdl.handle.net/10072/366662 Griffith Research Online https://research-repository.griffith.edu.au GRIFFITH BUSINESS SCHOOL Submitted in fulfilment of the requirements of the degree of DOCTOR OF PHILOSOPHY By GRETA NABBS-KELLER October 2013 The Impact of Democratisation on Indonesia's Foreign Policy Greta Nabbs-Keller B.A., Dip.Ed., M.A. School of Government and International Relations Griffith Business School Griffith University This thesis is submitted in fulfilment of the requirements of the degree of Doctor of Philosophy. October 2013 Abstract How democratisation affects a state's foreign policy is a relatively neglected problem in International Relations. In Indonesia's case, there is a limited, but growing, body of literature examining the country's foreign policy in the post- authoritarian context. Yet this scholarship has tended to focus on the role of Indonesia's legislature and civil society organisations as newly-empowered foreign policy actors. Scholars of Southeast Asian politics, meanwhile, have concentrated on the effects of Indonesia's democratisation on regional integration and, in particular, on ASEAN cohesion and its traditional sovereignty-based norms. For the most part, the literature has completely ignored the effects of democratisation on Indonesia's foreign ministry – the principal institutional actor responsible for foreign policy formulation and conduct of Indonesia's diplomacy. Moreover, the effect of Indonesia's democratic transition on key bilateral relationships has received sparse treatment in the literature.
    [Show full text]
  • General Nasution Brig.Jen Sarwo Edhie Let.Gen Kemal Idris Gen
    30 General Nasution Brig.Jen Sarwo Edhie Let.Gen Kemal Idris Gen Simatupang Lt Gen Mokoginta Brig Jen Sukendro Let.Gen Mokoginta Ruslan Abdulgani Mhd Roem Hairi Hadi, Laksamana Poegoeh, Agus Sudono Harry Tjan Hardi SH Letjen Djatikusumo Maj.Gen Sutjipto KH Musto'in Ramly Maj Gen Muskita Maj Gen Alamsyah Let Gen Sarbini TD Hafas Sajuti Melik Haji Princen Hugeng Imam Santoso Hairi Hadi, Laksamana Poegoeh Subchan Liem Bian Kie Suripto Mhd Roem Maj.Gen Wijono Yassien Ron Hatley 30 General Nasution (24-7-73) Nasution (N) first suggested a return to the 1945 constitution in 1955 during the Pemilu. When Subandrio went to China in 1965, Nasution suggested that if China really wanted to help Indonesia, she should cut off supplies to Hongkong. According to Nasution, BK was serious about Maphilindo but Aidit convinced him that he was a world leader, not just a regional leader. In 1960 BK became head of Peperti which made him very influential in the AD with authority over the regional commanders. In 1962 N was replaced by Yani. According to the original concept, N would become Menteri Hankam/Panglima ABRI. However Omar Dhani wrote a letter to BK (probably proposed by Subandrio or BK himself). Sukarno (chief of police) supported Omar Dhani secara besar). Only Martadinata defended to original plan while Yani was 'plin-plan'. Meanwhile Nasution had proposed Gatot Subroto as the new Kasad but BK rejected this because he felt that he could not menguasai Gatot. Nas then proposed the two Let.Gens. - Djatikusuma and Hidayat but they were rejected by BK.
    [Show full text]
  • Indo 10 0 1107123622 195
    194 Note: In addition to the positions shown on the chart, thepe are a number of other important agencies which are directly responsible to the Commander of the Armed Forces and his Deputy. These include the following: Strategic Intelligence Center, Institute of National Defense, Institute of Joint Staff and Command Education/Military Staff and Command College, Military Academy, Military Industries, Military Police, Military Prosecutor-General, Center of People’s Resistance and Security, and Information Center. CURRENT DATA ON THE INDONESIAN MILITARY ELITE AFTER THE REORGANIZATION OF 1969-1970 (Prepared by the Editors) Periodically in the past, the editors of Indonesia have prepared lists of the officers holding key positions in the Indonesian army to keep readers abreast of developments. (See the issues of April 1967, October 1967, and April 1969). Until very recently, the important changes meredy involved individual officers. But on Armed Forces Day, October 5, 1969, General Suharto announced a major structural reorganization of the military hierarchy, and these changes were put into effect between November 1969 and April 1970. According to the military authorities, MThe concept of reorganization, which is aimed at integrating the armed forces, arose in 1966 after the communist coup attempt of 1965. The idea was based on the view that developing countries suffer from political instability due to con­ flict between competing groups."1 On October 6, the then Chief of Staff of the Department of Defense and Security, Lt. Gen. Sumitro, said that the integration of the armed forces "will prevent the occurrence of situations like those in Latin America where the seizure of power is always accompanied by activities on the part of one of the armed forces or individuals from the armed forces."2 The main thrust of the reorganization (for details of which see the footnotes) is in the direction of greatly increased centraliza­ tion of control within the Department of Defense and Security.
    [Show full text]
  • Indonesian Technocracy in Transition: a Preliminary Analysis*
    Indonesian Technocracy in Transition: A Preliminary Analysis* Shiraishi Takashi** Indonesia underwent enormous political and institutional changes in the wake of the 1997–98 economic crisis and the collapse of Soeharto’s authoritarian regime. Yet something curious happened under President Yudhoyono: a politics of economic growth has returned in post-crisis decentralized, democratic Indonesia. The politics of economic growth is politics that transforms political issues of redistribution into problems of output and attempts to neutralize social conflict in favor of a consensus on growth. Under Soeharto, this politics provided ideological legitimation to his authoritarian regime. The new politics of economic growth in post-Soeharto Indo- nesia works differently. Decentralized democracy created a new set of conditions for doing politics: social divisions along ethnic and religious lines are no longer suppressed but are contained locally. A new institutional framework was also cre- ated for the economic policy-making. The 1999 Central Bank Law guarantees the independence of the Bank Indonesia (BI) from the government. The Law on State Finance requires the government to keep the annual budget deficit below 3% of the GDP while also expanding the powers of the Ministry of Finance (MOF) at the expense of National Development Planning Agency. No longer insulated in a state of political demobilization as under Soeharto, Indonesian technocracy depends for its performance on who runs these institutions and the complex political processes that inform their decisions and operations. Keywords: Indonesia, technocrats, technocracy, decentralization, democratization, central bank, Ministry of Finance, National Development Planning Agency At a time when Indonesia is seen as a success story, with its economy growing at 5.9% on average in the post-global financial crisis years of 2009 to 2012 and performing better * I would like to thank Caroline Sy Hau for her insightful comments and suggestions for this article.
    [Show full text]
  • Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat
    IMPLEMENTASI KEGIATAN DAKWAH SOSIAL KEAGAMAAN DI LDII CABANG SUKARAME BANDAR LAMPUNG Skripsi Diajukan untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Oleh : ANA SEPTIA NPM. 1441030113 Jurusan : Manajemen Dakwah Pembimbing 1 :Hj.Suslina Sanjaya, M.Ag Pembimbing II : Badaruddin, S.Ag , M.Ag FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG 1440 H /2019 M i ii ABSTRAK IMPLEMENTASI KEGIATAN DAKWAH SOSIAL KEAGAMAAN DI LDII CABANG SUKARAME BANDAR LAMPUNG Oleh Ana Septia Kegiatan dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan suatu lembaga baik itu melalui kegiatan keagamaan maupun sosial.Sosial merupakan sesuatu yang bersumber dari nilai-nilai atau norma-norma yang timbul dari masyarakat. Agama merupakan pengikat kehidupan manusia yang diwariskan secara berulang dari generasi ke generasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kegiatan dakwah social keagamaan di LDII cabang sukarame Bandar lampung dan apa saja factor pendukung dan factor penghambat dalam implementasi kegiatan dakwah social keagamaan. Pengurus dalam LDII Cabang Sukarame Bandar lampung seluruhnya berjumlah 18 orang. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 2 orang, yaitu meliputi ketua, sekretaris. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menyimpulkan dan menggunakan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode interview atau wawancara, dokumentasi, dan analisis data. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi kegiatan dakwah sosial keagamaan yang dilaksanakan secara rutin setiap harinya dimana seorang da’i membina dan memberikan materi dalam setiap kegiatan pengajian. Adapun da’i yang masih aktif dalam pelaksanaan kegiatan dakwah LDII Cabang Sukarame Bandar Lampung berjumlah 5 orang sedangkan da’i yang sudah pernah tugas dalam kegiatan dakwah sosial keagamaan berjumlah 20-25 orang yang saat ini menetap disekitar majlis ta’lim Al-Wabin.
    [Show full text]
  • Working Paper Series 48
    Binding Contestation: How Party-Military Relations Influence Democratization Darin Sanders Self Cornell University [email protected] December 7, 2020 Abstract From setting restrictions on popular sovereignty and open contestation, tocite yielding entirely to civilians, there is substantial variation in how militaries behave in transi- tions from military rule. I argue that the extent to which a military sets parameters on electoral and political institutions during a regime transition, what I call bounded democratization, is a function of a military's confidence that partiesnot will protect the military's corporate interests following the transition. A military's confidence in polit- ical parties is influenced by the degree of trust between the parties and the military, the institutionalization of the incumbent party, as welldo as the electoral and political strength of the incumbent party. When these factors- are high, the military's confidence increases and it becomes more willing to yield to civilian parties. Using comparative historical analysis on a paired comparison of Indonesia and Paraguay I test the causal mechanisms and then use quantitative models to show that the mechanisms are gen- eralizable. paper Working Job market paper for AY 2020-2021. Do not circulate without author's per- mission. When considering democratization, a key dilemma for the military is securing credible com- mitments that their institutional interests will be secured following a transition. Democrati- zation, when it returns civilians to power, reduces a military's control over its own interests and may re-expose it to the same issues that enticed it out of the barracks in the first place.
    [Show full text]
  • Modul PJJ Mata Pelajaran IPS - Kelas IX Semester Genap
    i Modul PJJ Mata Pelajaran IPS - Kelas IX Semester Genap Hak Cipta © 2020 pada Direktorat Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN __________________________________________________________________ Pengarah: Drs. Mulyatsyah, MM (Direktur Sekolah Menengah Pertama) Penanggung jawab: Dra. Ninik Purwaning Setyorini, MA (Koordinator Bidang Penilaian) __________________________________________________________________ Modul 1 PERDAGANGAN INTERNASIONAL Penulis: Dr. Titik Sunarti Widyaningsih, M.Pd. (SMPN 1 Pandak, Bantul, DI Yogyakarta) Penelaah: I Dewa Putu Eskasasnanda, S.Ant., MA (Universitas Negeri Malang) Modul 2 EKONOMI KREATIF Penulis: Dr. Titik Sunarti Widyaningsih, M.Pd. (SMPN 1 Pandak, Bantul, DI Yogyakarta) Penelaah: I Dewa Putu Eskasasnanda, S.Ant., MA (Universitas Negeri Malang) Modul 3 PUSAT KEUNGGULAN EKONOMI Penulis: Dr. Titik Sunarti Widyaningsih, M.Pd. (SMPN 1 Pandak, Bantul, DI Yogyakarta) Modul PJJ Mata Pelajaran IPS - Kelas IX Semester Genap ii Penelaah: I Dewa Putu Eskasasnanda, S.Ant., MA (Universitas Negeri Malang) Modul 4 PROKLAMASI KEMERDEKAAN DAN TERBENTUKNYA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Penulis: Moch. Jainuri, M.Pd. (SMPN 3 Bagor, Nganjuk, Jawa Timur) Penelaah: Dr. Supardi, M.Pd. (Universitas Negeri Yogyakarta) Modul 5 MASA DEMOKRASI PARLEMENTER DAN DEMOKRASI TERPIMPIN DI INDONESIA (1950 – 1965) Penulis: Moch. Jainuri, M.Pd. (SMPN 3 Bagor, Nganjuk, Jawa Timur) Penelaah: Dr. Supardi, M.Pd. (Universitas Negeri Yogyakarta) Modul 6 PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA ORDE BARU DAN REFORMASI Penulis: Moch. Jainuri, M.Pd. (SMPN 3 Bagor, Nganjuk, Jawa Timur) Penelaah: Dr. Supardi, M.Pd. (Universitas Negeri Yogyakarta) __________________________________________________________________ Editor: Elly Wismayanti (Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Kemdikbud) Desain dan Tata Letak : 1.
    [Show full text]
  • Democracy and Human Security: Analysis on the Trajectory of Indonesia’S Democratization
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 456 Proceedings of the Brawijaya International Conference on Multidisciplinary Sciences and Technology (BICMST 2020) Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 456 Proceedings of the Brawijaya International Conference on Multidisciplinary Sciences and Technology (BICMST 2020) Democracy and Human Security: Analysis on the Trajectory of Indonesia’s Democratization Rika Kurniaty Department of International Law Faculty of Law, University of Brawijaya Malang, Indonesia [email protected] The concept of national security has a long Abstract—Democracy institution is believed would history, since the conclusion of the thirty-year naturally lead to greater human security. The end of cessation of war set forth in the Treaties of Westphalia communism in the Soviet Union and other countries has in 1648. National security was defined as an effort been described as the triumph of democracy throughout the world, which quickly led to claims that there is now a aimed at maintaining the integrity of a territory the right to democracy as guide principles in international state and freedom to determine the form of self- law. In Indonesia, attention to the notion of democracy government. However, with global developments and developed very rapidly in the late 1990s. In Indonesia, after 32 years of President Suharto’s authoritarian increasingly complex relations between countries and regime from 1966 to 1998, Indonesia finally began the the variety of threats faced by countries in the world, democratization phase in May 1998. It worth noting that the formulation and practice of security Indonesia has experienced four different periods of implementation tend to be achieved together different government and political systems since its (collective security) becomes an important reference independent, and all those stage of systems claim to be for countries in the world.
    [Show full text]
  • Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Augmented
    PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN SEJARAH AUGMENTED REALITY MATERI PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN DARI ANCAMAN SEKUTU DI SMK NEGERI 1 BAWANG TAHUN 2019/2020 SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Tifani Safira NIM. 3101416007 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020 ii iii iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto : Jika tidak memiliki kebaikan untuk dijadikan contoh, maka jadikan kesalahan sebagai bahan pembelajaran. Persembahan : • Untuk Jurusan Sejarah FIS Unnes yang telah memberikan tempat belajar, diskusi dan mengembangkan kemampuan diri. • Untuk Bapak Mistam, Ibu Sustiyani selaku orang tua tercinta dan Keluarga besar tercinta. • Untuk almamaterku Universitas Negeri Semarang. • Sahabat Himpunan Mahasiswa Sejarah 2018. • Keluarga Rombel pendidikan Sejarah A 2016. • Teman-teman Burjo Squad ( Iska Yulia Ulfa, Anggie Elsa Sakila, Putri Jamiati, Ayu Isnawaroh) dan Arum Sekar Fatekhah yang telah bersama- sama belajar di UNNES. v PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judu “Pengembangan Media Pembelajaran Sejarah Augmented Reality Materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Dari Ancaman Sekutu di SMK Negeri 1 Bawang Tahun 2019/2020” dalam rangka menyelesaikan studi S1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari dalam penyusunan ini telah mendapatkan banyak bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan rasa hormat penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Fathurahman, M. Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah mengizinkan penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Negeri Semarang. 2. Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M. A., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Se marang yang telah mengesahkan skripsi ini. 3. Dr. Cahyo Budi Utomo, M,Pd., Selaku Ketua Jurusa Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
    [Show full text]
  • The Original Documents Are Located in Box 20, Folder “11/29/75-12/8/75 - Indonesia (2)” of the Sheila Weidenfeld Files at the Gerald R
    The original documents are located in Box 20, folder “11/29/75-12/8/75 - Indonesia (2)” of the Sheila Weidenfeld Files at the Gerald R. Ford Presidential Library. Copyright Notice The copyright law of the United States (Title 17, United States Code) governs the making of photocopies or other reproductions of copyrighted material. Gerald Ford donated to the United States of America his copyrights in all of his unpublished writings in National Archives collections. Works prepared by U.S. Government employees as part of their official duties are in the public domain. The copyrights to materials written by other individuals or organizations are presumed to remain with them. If you think any of the information displayed in the PDF is subject to a valid copyright claim, please contact the Gerald R. Ford Presidential Library. O<i !O { Y\V'Y\(.11 ch""r y Vi rt -p--) r; rr Cf """ ..-<1:'. f61 s (:, ?nrrf:J ~~?t cl ~ 01?-<J ~~ .5~-> ) ~ y~ I~ -!"j4 °t <rYi_ ti ~~~& ~1/11 ~ ~ff f.r(J V'YJ-9 ~4 ~r'r"1r\1. 1""1\i-.Q- "'01l<J Of .J/q ~vri-r,.1...n cvrud ....uv Si:& NO.L8NIHS'v'M-- 3SnOH 3.LI HM 3H.L • Digitized from Box 20 of the Sheila Weidenfeld Files at the Gerald R. Ford Presidential Library 1 - -..r~ '-'/\ ~ ~fj- f '2 NO.L8N I HS'v'M 3SnOH 3.Ll HM 3H.L • '-6'V 'rf} 1f2cl~ ~ ~ "Vlt1> ~I h .._,,~I a-<l'Nv'V -...(,,J h ~ VV1 ~t-i ~ ..p~ ~ - ~~"}~ o?.:L ~ a..t- ~o·' n ~.J.
    [Show full text]
  • Michael Malley
    T he 7th D evelopment Cabinet: Loyal to a Fault? Michael Malley Five years ago, amid speculation that B. J. Habibie and his allies in the Association of Indonesian Muslim Intellectuals (ICMI) would gain a large number of seats in the cabinet, State Secretary Moerdiono announced that "expertise" would be Soeharto's chief criterion for choosing ministers. This year, despite the economic crisis that enveloped the country, few people even thought to suggest that Soeharto sought the most technically qualified assistants. As the outgoing cabinet's term wore to a close, the jockeying for influence among ministers and their would-be successors emphasized the most important qualification of any who would join the new cabinet: loyalty. As if to diminish any surprise at the lengths he would go to create a cabinet of loyalists, Soeharto fired his central bank chief, Soedradjad Djiwandono, in mid- February, just two weeks before the 6 ^ Development Cabinet's term expired. Together with the finance minister, Mar'ie Muhammad, Soedradjad had worked closely with the International Monetary Fund to reach the reform-for-aid agreements Soeharto signed in October 1997 and January this year. Their support for reforms that would strike directly at palace-linked business interests seems to have upset the president, and neither were expected to retain their posts in the 7 ^ Cabinet. But Soedradjad made the further mistake of opposing the introduction of a currency board system to fix the rupiah's value to that of the US dollar. The scheme's main Indonesian proponents were Fuad Bawazier, one of Mar'ie's subordinates, and Peter Gontha, the principal business adviser to Soeharto's son Bambang Trihatmodjo.
    [Show full text]
  • Indonesia - President Suharto” of the National Security Adviser’S Presidential Correspondence with Foreign Leaders Collection at the Gerald R
    The original documents are located in Box 2, folder “Indonesia - President Suharto” of the National Security Adviser’s Presidential Correspondence with Foreign Leaders Collection at the Gerald R. Ford Presidential Library. Copyright Notice The copyright law of the United States (Title 17, United States Code) governs the making of photocopies or other reproductions of copyrighted material. Gerald Ford donated to the United States of America his copyrights in all of his unpublished writings in National Archives collections. Works prepared by U.S. Government employees as part of their official duties are in the public domain. The copyrights to materials written by other individuals or organizations are presumed to remain with them. If you think any of the information displayed in the PDF is subject to a valid copyright claim, please contact the Gerald R. Ford Presidential Library. • ' THE WHITE HOUSE WASHINGTON February 27, 1975 ....•. Dear Mr. President: I deeply appreciated your invitation of last September for a visit to Indonesia. It was regretfully not possible for me to accept at the time. I definitely look forward to visiting your great country, however, and to the opportunity to understand your culture and your people better. I want to see with my . own eyes the outstanding progress that you have made in .- lndonesia. But I ask your indulgence because my schedule will not permit me to make the trip in the near Since our two countries share many common interests, and since we face a number of challenges that we could very usefully discuss, .would it be possible for you to visit the United States at a time convenient to you? I , would hope that we could meet here some time this year to exchange views on matters of common concern and on the general world situation.
    [Show full text]