ANALISIS ZAT GIZI MAKRO, BORAKS DAN FORMALIN PADA BAKSOYANG DIJUAL DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN SEKITARNYA

SKRIPSI

OLEH NISWATUZZAKIYAH NIM:141000158

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara ANALISIS ZAT GIZI MAKRO, BORAKS DAN FORMALIN PADA YANG DIJUAL DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAN SEKITARNYA

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH NISWATUZZAKIYAH NIM : 141000158

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS

ZAT GIZI MAKRO, BORAKS DAN FORMALIN PADA BAKSO YANG

DIJUAL DI KAMPUS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA”ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. atas pernyataan ini saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2018

Niswatuzzakiyah NIM : 141000158

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Sampai saat ini bakso masih menjadi makanan jajanan yang banyak diminati dan dapat dengan mudah dijumpai. Bakso pada umumnya mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, yaitu zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein, namun dikhawatirkan bakso yang dijual oleh pedagang mengandung boraks dan formalin, mengingat bahwa keduanya merupakan bahan pengawet yang sering disalahgunakan oleh pedagang dalam pembuatan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan zat gizi makro (Karbohidrat, Lemak, Protein) pada satu porsi bakso dan ada tidaknya kandungan boraks dan formalin pada bakso yang dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu untuk mengetahui kadar zat gizi makro serta ada tidaknya kandungan boraks dan formalin yang terdapat dalam bakso. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada jenis penyajian nomor 10 (terdiri dari Mie soun, Bakso, Tahu, Kuah), yaitu 194 gram. Kandungan lemak tertinggi terdapat pada jenis penyajian nomor 2 (Mie soun, Bakso, , Kuah), yaitu 31,2 gram, dan kandungan protein tertinggi terdapat jenis penyajian nomor 2(Mie soun, Bakso, Ayam goreng, Kuah), yaitu 39,4 gram. Kandungan energi tertinggi terdapat pada jenis penyajian nomor 8 (terdiri dari Mie soun, bakso, tahu, ayam goreng dan kuah), yaitu 978,9Kkal. Hasil pemeriksaan kualitatif boraks pada 23 unit sampel bakso menunjukkan bahwa semua unit sampel tidak mengandung boraks, dan untuk hasil pemeriksaan Formalin pada Bakso, Mie dan Tahu pada Penyajian Bakso Per Porsi diketahui bahwa terdapat satu unit sampel bakso yang positif mengandung formalin. Kesimpulan dari penelitian ini adalah seluruh bakso mengandung zat gizi makro dengan kadar yang sangat bervariasi. Tidak terdapat kandungan boraks pada bakso yang dijual, namun ditemukan satu unit sampel bakso yang positif mengandung formalin.Disarankan kepada Balai Pengawasan Obat dan Makanan khususnya pada bakso untuk bisa melakukan tindakan pencegahan dalam penggunaan bahan-bahan berbahaya sebagai bahan tambahan dalam makanan.

Kata kunci: bakso,boraks, formalin, zat gizi makro

Universitas Sumatera Utara

Abstrack

Until now, are still a favorite snack food and can be easily found. Meatballs generally contain nutrients needed by the body, namely macro nutrients which is consisting of carbohydrates, fats, and proteins, but it is also feared that meatballs that are sold by the hucksters contain borax and formalin, considering that both are preservative which is often abused by the huckstersi in producting foods. This study aimed to determine the content of macro nutrients (Carbohydrate, Fat, Protein) in one portion of meatballs and the presence or absence of borax and formalin contained in meatballs that were sold in the surrounding University of Sumatera Utara. The type of this research was descriptive, that was to know the level of macro nutrients and the presence or absence of borax and formalin contained in the meatballs. The results showed that the highest carbohydrate found in the type of serving number 10, it was 194 grams. The highest content of fat found in the serving 2, which was 31.2 grams, and the highest content of protein found in the serving number 2, which was 39.4 grams. The highest content of energy was in the serving number 8, which was 978.9 Kcal. The results of qualitative examination of borax on 23 samples of meatballs showed that all the sample units did not contain borax, but for Formalin examination results in the meatballs , (mie) and in one portion serving, it was found that there was one unit of sample of the positively containing formalin. The conclusion of this research was the whole meatballs contain macro nutrients with a very varying levels. There was no borax in the meatballs that were marketed, but it was found a unit of meatball samples that positively contained formalin. It is recommended to the National Agency of Drug and Food Control especially on meatballs to take precautions in the use of hazardous materials as supplementary ingredients in foods.

Keywords: meatballs, borax, formalin, macro nutrients

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Analisis Zat Gizi

Makro, Boraks dan Formalin pada Bakso Yang Dijual Di Kampus

Universitas Sumatera Utara Dan Sekitarnya” dapat diselesaikan guna meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini terkhusus untuk kedua orangtua penulis, Ayah terhebat Alm.

Drs. Rusli, BS dan ibu tercinta Basrah, SPdi yang telah membesarkan, mendidik, memberi semangat, dan selalu mendoakan hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Selama penulisan skripsi, penulis juga banyak mendapatkan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum, selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Departemen Gizi

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara 4. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K, selaku Dosen Pembimbing

Akademik.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, masukan, ilmu, arahan, motivasi, serta

dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Prof. Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si, selaku Dosen Penguji I

yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran dalam

penyelesaian skripsi ini.

7. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah

meluangkan waktu dan memberikan saran dalam penyelesaian skripsi

ini.

8. Marihot Oloan Samosir, S.T, selaku staf Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis

dalam hal administrasi serta memberi informasi apapun yang penulis

butuhkan.

9. Saudara kandung penulis, Abang Diki, Abang Hasbi, Azen dan Rizki

yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam penulisan

skripsi ini.

10. Teman-teman penulis, Eka, Uma, Zahara, Almh. Evi, Indra, Rafika,

Kakak Ina, Kakak Nurma, Kakak Aini, Kakak Asnah, Kakak Intan,

terkhusus Atikah dan Nina yang selalu memberikan semangat, doa,

dan dukungannya kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara 11. Teman-teman PBL Desa Pematang Sijonam, Tiwi, Nisa, Kakak Sindi,

Umar, yang telah memberikan dukungan dan semangat skripsi ini

dapat terselesaikan dengan baik.

12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang

telah banyak mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2018 Penulis,

Niswatuzzakiyah NIM : 141000158

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii ABSTRAK ...... iii ABSTRACT ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii DAFTAR TABEL ...... x DAFTAR LAMPIRAN ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii RIWAYAT HIDUP ...... xiii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 6 1.3 Tujuan Penelitian ...... 6 1.4 Manfaat Penelitian ...... 6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ...... 7 2.1 Bakso ...... 7 2.2 Penyalahgunaan Boraks dan Formalin Dalam Makanan...... 12 2.3 Penyalahgunaan Boraks Dalam Bakso ...... 22 2.4 Penyalahgunaan Formalin Dalam Bakso, Mie dan Tahu ...... 25 2.5 Dampak Boraks Bagi Kesehatan ...... 26 2.6 Dampak Formalin bagi kesehatan ...... 28 2.7 Kerangka Konsep ...... 30

BAB IIIMETODE PENELITIAN ...... 31 3.1 Jenis Penelitian ...... 31 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 31 3.2.1 Lokasi Penelitian ...... 31 3.2.2 Waktu Penelitian ...... 31 3.3 Populasi dan Sampel ...... 32 3.2.3 Populasi ...... 32 3.2.4 Sampel ...... 32 3.3 Metode Pengumpulan data ...... 34 3.3.1 Data Primer ...... 34 3.3.2 Data Sekunder ...... 34 3.4 Definisi Operasional ...... 34 3.5 Metode Pengukuran ...... 35 3.5.1 Analisis Zat Gizi Makro menggunakan Software Nutrisurvey ...... 35 3.5.2 Pemeriksaan Boraks Pada Bakso Secara Kualitatif ...... 36 3.5.3 Pemeriksaan Formalin Pada Bakso Secara Kualitatif ...... 37 3.6 Analisis Data ...... 37

Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL PENELITIAN ...... 38 4.1 Gambaran umum lokasi penelitian ...... 38 4.2 Jenis Penyajian Bakso yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya Berdasarkan Bahan Penyusun ...... 39 4.3 Analisis Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein) pada Bakso yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya ...... 40 4.4 Kandungan Boraks Pada Bakso yang dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya ...... 42 4.5 Kandungan Formalin pada Bakso, Mie dan Tahu yang Terdapat pada Penyajian Bakso Per Porsi pada Bakso Yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya ...... 43

BAB V PEMBAHASAN ...... 45 5.1 Gambaran bakso ...... 45 5.2 Kandungan zat gizi bakso ...... 50 5.3 Kandungan boraks pada bakso ...... 50 5.4 Kandungan Formalin pada Bakso, Mie, dan Tahu ...... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...... 53 6.1 Kesimpulan ...... 53 6.2 Saran ...... 54

DAFTAR PUSTAKA ...... 55 LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Pedagang Bakso Di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya...... 33

Tabel 4.1 Jenis Penyajian Bakso Berdasarkan BahanPenyusun ...... 39 Tabel 4.2 Kandungan Energi dan Karbohidrat Berdasarkan Jenis Penyajian Bakso ...... 40

Tabel 4.3 Kandungan Lemak dan Protein Berdasarkan Jenis Penyajian Bakso ...... 41 Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Boraks pada Bakso yangdijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya ...... 42

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Bakso, Mie dan Tahu yang Terdapat pada Penyajian Bakso Per Porsi pada Bakso Yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya ...... 43

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat keterangan selesai penelitian ...... 58

Lampiran 2 Master data Berat Bahan Penyusun Bakso per porsi pada Bakso yang Dijual di KampusUniversitas Sumatera Utara dan Sekitarnya ...... 59 Lampiran 3 Master Data Berat bahan pembuat bakso ...... 64 Lampiran 4 Master Data Analisis Zat Gizi Makro Berdasarkan Bahan Makanan Penyusun Bakso per porsi Pada BaksoYang Dijual Di Kampus USU dan Sekitarnya ...... 66 Lampiran 5 Dokumentasi ...... 71

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep ...... 30

Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Niswatuzzakiyah. Lahir di Medan, tanggal 16 November

1995. Suku bangsa penulis adalah Melayu. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ayah penulis bernama Alm. Drs. Rusli, BS dan ibu penulis bernama Basrah, SPdi. Kedua orangtua penulis bersuku bangsa Melayu.Adapun pendidikan formal penulis, yaitu SDN 101993 Desa Sukaluwe, tamat tahun

2008.selanjutnya Madrasah Tsanawiyah Swasta Bangun Purba, tamat tahun 2011.

Kemudian Madrasah Aliyah Negeri Lubuk pakam, tamat tahun 2014, dan lama studi di FKM USU adalah 4 tahun.

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat. Seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali adalah konsumen dari makanan itu sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari beberapa aspek, diantaranya aspek kelezatan (cita rasa dan flavour), kandungan gizi dalam makanan dan aspek kesehatan masyarakat (Sitorus, 2012).

Pengawasan makanan merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk melindungi masyarakat sehingga tidak mengkonsumsi makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, mutu, dan gizi, terutama pada makanan jajanan yang beredar di masyarakat (Thah dan Yuwono, 2014). Bakso merupakan makanan jajanan yang umum dikenal dan banyak diminati. Penjualan bakso dapat ditemukan di berbagai rumah makan maupun pedagang kaki lima yang menjajakan bakso dengan menggunakan gerobak dorong. Bakso merupakan makanan jajanan yang umumnya terbuat dari tepung yang dicampur dengan daging, ikan, atau ayam, berbentuk bulat, mempunyai tekstur yang sedikit kenyal dan umumnya disajikan dengan kuah serta dicampur dengan mie, tahu, taburan , dan seledri atau hanya disajikan dengan kuah saja (bakso kosong).

Penyajian bakso pada setiap pedagang berbeda-beda, mulai dari jumlah bakso per porsi, rata-rata berat bahan, dan jenis daging yang digunakan dalam pembuatan bakso. Selain itu, mie yang digunakan untuk penyajian bakso juga

Universitas Sumatera Utara berbeda. Ada pedagang yang menyajikannya dengan mie soun, mie tiaw dan ada juga yang menyajikannya dengan mie basah kuning. Hal ini tentu saja membuat kandungan gizi yang terdapat dalam satu porsi bakso serta sumbangan energi yang diberikan berbeda-beda.

Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan, penyajian tiap porsi pada bakso yang dijual sangat bervariasi. Dalam satu porsi, ada pedagang yang menyajikan bakso hanya terdiri dari bakso, mie, kuah, serta taburan bawang goreng dan seledri. Selain itu ada juga pedagang yang menyajikan bakso dengan mie, kuah, sayur sawi, dan ditambahkan serta pansit. Pada umumnya mie yang digunakan dalam penyajian bakso adalah mie soun. Selain itu, jumlah bakso yang disajikan per porsi juga berbeda. Jenis daging yang digunakan untuk pembuatan bakso pada umumnya adalah daging ayam dan daging sapi, namun ada juga beberapa pedagang yang mengatakan mencampur kedua jenis daging tersebut untuk membuat bakso.

Kualitas pangan dapat ditinjau dari aspek mikrobiologis, fisik (warna, bau, rasa, dan tekstur) serta kandungan gizinya (Hardinsyah dan Sumali, 2001 dalam

Nasution, 2009). Adapun mutu pangan menurut Undang-Undang Pangan Nomor

18 tahun 2012 adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan. Terkait dengan kualitas/mutu pangan yang ditinjau dari kandungan gizi pada bakso, pada umumnya bakso mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti karbohidrat, lemak, dan protein jika dilihat dari bahan pembuat bakso. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), secara umum komposisi zat gizi makro yang terdapat dalam 100 gram bakso,

Universitas Sumatera Utara yaitu karbohidrat 23,10 gram, Lemak 6,30 gram, dan protein 10,30 gram, dan sumbangan energi yang diberikan adalah 190 kkal.

Terkait dengan preferensi konsumen terhadap bakso, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hermanianto dan Andayani (2002) diketahui bahwa kualitas atau mutu bakso sapi menjadi peringkat pertama dari urutan peringkat empat faktor yang mendasari pilihan konsumen terhadap pembelian bakso sapi, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Thah dan Yuwono (2014) mengenai preferensi mahasiswa terhadap bakso, diketahui bahwa 86% mahasiswa peduli terhadap kualitas bakso. Kualitas yang dimaksud adalah terkait dengan keamanan pangan serta zat gizi yang terdapat dalam bakso. Hal ini menunjukkan bahwa konsumen pada umumnya memperhatikan kualitas dari bakso yang dikonsuminya, namun sayangnya, terdapat bahan lain yang ditambahkan pedagang kedalam bakso olahannya, yang justru dapat mengancam kesehatan konsumen, yaitu boraks dan formalin yang merupakan bahan pengawet yang dilarang pemerintah. Selain itu, mie dan tahu yang terdapat pada satu porsi bakso juga dikhawatirkan mengandung formalin, mengingat bahwa formalin sering disalahgunakan dalam pembuatan mie dan tahu.

Menurut Adriani dan Wijatmadi (2012), boraks merupakan bahan pengawet yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan sering disalahgunakan oleh pedagang makanan jajanan untuk membuat bakso. Berdasarkan Permenkes RI nomor 33 Tahun 2012, boraks dan formalin merupakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan, namun karena bakso merupakan hasil olahan pangan asal hewan yang mudah rusak, maka untuk mendapatkan bakso

Universitas Sumatera Utara yang memiliki daya simpan yang lama dan tekstur yang kenyal, pedagang menambahkan bahan pengawet tersebut kedalam produk olahannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permadi dan Rahmatullah (2017), penambahan boraks biasanya dilakukan pada waktu proses pengolahan makanan.

Meskipun penggunaannya dilarang, masih ada saja pedagang yang menambahkan boraks dan formalin kedalam produk olahannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haq (2014) terhadap 34 pengelola bakso di kelurahan Ciputat, diketahui bahwa sebanyak 10 pengelola bakso positif menggunakan boraks. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Kesuma tahun

2014 pada bakso yang dijual di kelurahan Padang Bulan, dari 25 sampel yang diambil, sekitar 76 % sampel bakso mengandung boraks. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harimurti dan Fajriana (2016) di wilayah Kota

Yogyakarta diketahui bahwa dari 28 sampel bakso yang diuji menggunakan metode titrasi, seluruh sampel didapatkan positif mengandung boraks.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munthe (2016) pada tahu hasil industri rumah tangga pengolahan tahu di kelurahan Sari Rejo kecamatan

Medan Polonia, diketahui dari 10 sampel tahu, terdapat 5 sampel tahu yang diuji positif mengandung formalin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Hutabarat (2010) pada mie basah yang dijual di pasar tradisional Medan, dari 7 sampel mie basah, ditemukan 3 sampel mie basah positif mengandung formalin.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mudzkirah (2016) terhadap makanan jajanan yang dijual di kantin UIN Alauddin Makassar, diketahui bahwa bakso, Mie, dan

Tahu yang dijual di beberapa kantin positif mengandung formalin. Hal ini

Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa formalin dan boraks masih sering disalahgunakan oleh pedagang makanan.

Sampai saat ini bakso masih menjadi makanan jajanan yang banyak diminati dan dapat dengan mudah dijumpai di kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya. Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan terhadap

20 mahasiswa terkait dengan preferensi konsumen terhadap bakso, diketahui bahwa hampir seluruhnya menyukai bakso dengan frekuensi mengkonsumsi bakso 1-2 kali/minggu. Sebanyak 75% mahasiswa menjadikan bakso sebagai makanan jajanan atau selingan, dan 25% mahasiswa menjadikan bakso sebagai makanan utama. Bakso yang biasa dikonsumsi mahasiswa dalam satu porsi terdiri dari bakso, mie, kuah, serta taburan bawang goreng dan seledri. Selain itu, terkait dengan tekstur bakso, pada beberapa pedagang terdapat bakso yang memiliki tekstur yang sangat kenyal.

Dikhawatirkan bakso yang dijual oleh pedagang mengandung boraks dan formalin, mengingat bahwa keduanya merupakan bahan pengawet yang sering disalahgunakan oleh pedagang dalam pembuatan makanan. Selain itu, terkait dengan komposisi zat gizi, khususnya zat gizi makro yang terdapat dalam satu porsi bakso yang dijual di kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya juga belum banyak diketahui, dikarenakan belum tersedianya informasi mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Analisis Zat Gizi Makro, Boraks dan Formalin pada Bakso yang dijual di Kampus

Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kandungan zat gizi makro (Karbohidrat,

Lemak, dan Protein) pada satu porsi bakso dan apakah ada kandungan boraks dan formalin pada bakso yang dijual di kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kandungan zat gizi makro (Karbohidrat, Lemak,

Protein) pada satu porsi bakso dan ada tidaknya kandungan boraks dan formalin pada bakso yang dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kandungan gizi, boraks dan

formalin pada bakso.

2. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dan BPOM terkait dengan

penggunaan bahan pengawet berbahaya pada makanan

Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bakso

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia. Manusia membutuhkan energi untuk menjamin keberlangsungan hidupnya. Energi itu sendiri diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi, yang mengandung berbagai zat-zat kimia yang dikenal sebagai zat gizi. Zat-zat gizi dalam bahan pangan tersebut mengalami proses metabolisme dalam tubuh sehingga menghasilkan energi untuk beraktivitas, dan menjalankan proses-proses kimiawi dalam tubuh manusia. Selain itu zat gizi yang terkandung dalam bahan pangan, tidak hanya menyediakan sumber energi tapi juga dapat mempertahankan kesehatan

(Cakrawati dan Mustika, 2012).

Bakso merupakan makanan jajanan yang pada umumnya terbuat dari daging sapi, ayam, ataupun ikan yang dihaluskan. Menurut Widyaningsih (2006) dalam Kesuma (2014), selain daging, dalam pembuatan bakso juga ditambahkan garam dapur, tepung tapioka, dan , kemudian bakso dibentuk bulat menyerupai kelereng dengan berat 25-30 gr per butir. Tekstur bakso yang kenyal merupakan ciri spesifik produk olahan ini. Variasi bakso terjadi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung, dan proses pembuatannya.

Menurut SNI 3818-2014, bakso merupakan produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan

Universitas Sumatera Utara atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk bulat atau lainnya, dan dimatangkan (Prasta,

2017). Biasanya istilah bakso tersebut diikuti dengan dengan nama jenis bahan dasarnya, seperti bakso ikan, bakso ayam maupun bakso sapi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Haq tahun 2014, pada umumnya untuk pembuatan bakso, bahan-bahan yang digunakan adalah:

1. Daging.

Daging yang telah dicuci bersih kemudian digiling.

2. Tepung

Tepung yang umumnya digunakan adalah tepung tapioka, gandum

atau tepung aren, dapat digunakan secara terpisah atau dicampur.

3. Garam dapur dan bumbu

Digunakan sebagai adonan penyedap untuk mendapatkan rasa yang

enak

4. Es

Digunakan mempertahankan suhu rendah untuk menghasilkan emulsi

yang baik.

Berdasarkan bahan bakunya, terutama ditinjau dari jenis daging dan jumlah tepung yang digunakan, bakso dibedakan atas 3 jenis, yaitu: bakso daging yang dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging penutup, pendasar gandik dengan penambahan tepung lebih sedikit daripada berat daging yang digunakan; bakso urat adalah bakso yang dibuat dari daging yang banyak mengandung jaringan ikat atau urat misalnya daging iga. Penambahan tepung

Universitas Sumatera Utara pada bakso urat lebih sedikit daripada jumlah daging yang digunakan; sedangkan bakso aci adalah bakso yang jumlah tepungnya lebih banyak dibanding jumlah daging yang digunakan (Haq, 2014).

Dalam penyajiannya, jajanan bakso biasanya disajikan dalam keadaan hangat dengan kuah kaldu sapi bening dicampur mie, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri (Widayat, 2011), namun tak jarang masyarakat mengkonsumsi bakso hanya dengan kuahnya yang ditaburi bawang goreng serta seledri atau yang biasa disebut bakso kosong. Dalam sajian per porsi, pedagang terkadang menyajikan mie bakso dengan mie soun atau mie basah kuning.

Zat gizi makro merupakan zat gizi yang berfungsi sebagai penyuplai energi dan zat-zat gizi esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel atau jaringan pemeliharaan maupun aktivitas tubuh. Zat gizi makro memiliki komponen terbesar dari susunan diet dibandingkan zat gizi mikro (Widuri dan

Pamungkas, 2013). Fungsi zat gizi secara umum adalah sebagai sumber energi, zat pembangun, dan pengatur. Fungsi tersebut dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari mencakup nasi, ikan, daging, telur, susu, sayuran, dan lain sebagainya (Cakrawati dan Mustika, 2012).

Pada umumnya bakso mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti karbohidrat, lemak, dan protein jika dilihat dari bahan pembuat bakso kuah. Berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), secara umum komposisi zat gizi makro yang terdapat dalam bakso yaitu karbohidrat 23,10 gram, Lemak 6,30 gram, dan protein 10,30 gram, dan sumbangan energi yang

Universitas Sumatera Utara diberikan adalah 190 kkal. Namun bakso yang terdapat dalam DKBM masih berupa bahan makanan tunggal, bukan makanan olahan seperti bakso yang disajikan dengan mie dan kuah. Dan untuk kandungan zat gizi yang terdapat dalam mie yang biasa disajikan per porsi, yakni mie soun per 100 gram pada umumnya adalah karbohidrat 91,3 gram, lemak 0,1 gram dan protein 0,3 gram.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2015), diketahui bahwa kadar protein pada bakso tusuk di kota Jambi lebih rendah jika dibandingkan dengan standar mutu bakso SNI, hal ini dikarenakan jumlah tepung yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daging. Untuk kadar lemak hanya terdapat satu sampel yang tidak sesuai dengan SNI, sedangkan kadar karbohidrat berkisar antara 28,50-41,62%. Bahan baku bakso umumnya adalah tepung tapioka. Semakin banyak proporsi tapioka yang digunakan dalam pengolahan bakso tusuk, maka semakin tinggi kandungan karbohidrat pada produk.

Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka-panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi.

Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier,

2010).

Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Selain itu bahan

Universitas Sumatera Utara makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni.

Semua makanan yang dibuat dari dan dengan bahan makanan tersebut merupakan sumber energi. Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan risiko untuk menderita penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit kanker, dan dapat memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2010).

Kebutuhan Protein pada usia dewasa adalah 50-60 g per hari atau berkisar

11 % dari total masukan energi. Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 g/kg berat badan, berupa protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna dan daya manfaat telur adalah 100). Kebutuhan karbohidrat sebagai sumber energi utama pada usia dewasa kurang lebih 46 % dari total masukan energi. Kebutuhan lemak pada orang dewasa tidak boleh melebihi 630 kkal atau sekitar 30% dari total kalori. Lemak merupakan bentuk energi yang paling pekat dalam makanan, sehingga pengurangan konsumsi lemak akan mengurangi pula kandungan energi dalam makanan dan dengan demikian pada beberapa kasus akan mencegah terjadinya obesitas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Universitas Sumatera Utara

2.2 Penyalahgunaan Boraks dan Formalin Dalam Makanan

Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang ditambahkan kedalam pangan untuk memengaruhi sifat dan/atau bentuk pangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Nomor 033

Tahun 2012, bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pangan hendaknya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1). Tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan. 2). Dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. 3). Tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Fungsi bahan tambahan pangan yaitu:

1. Meningkatkan kualitas pangan

2. Secara ekonomis akan menghemat biaya produksi

3. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumbuhan dan

aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau

mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

Universitas Sumatera Utara 4. Menjadikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah

dan merangsang timbulnya selera makan

Menurut UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi, sedangkan mutu pangan diartikan sebagai nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan gizi pangan.

Kehadiran bahan pengawet dalam suatu produk pangan umumnya tidak diinginkan oleh konsumen, karena banyak penelitian menunjukkan bahwa bahan- bahan pengawet tersebut bernampak negatif terhadap kesehatan. Sebaliknya, bagi pihak produsen penggunaan bahan pengawet ini sering tidak terelakkan, karena terkait erat dengan umur simpan produk sebelum sampai ke konsumen (Indrati dan Gardjito, 2014).

Menurut Preservative in Food Regulation 1972/1975 (UK), bahan pengawet adalah setiap senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan/menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan makanan dari pembusukan tetapi tidak termasuk kedalam golongan bahan tambahan makanan yang lain (Mukono, 2010 dalam Kesuma, 2014).

Menurut pakar gizi, secara garis besar batasan zat pengawet dibedakan menjadi tiga, yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. GRAS (Generally Recognize As Safe) yang umumnya bersifat alami,

sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.

2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas

penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan

konsumen.

3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya

seperti boraks dan formalin (Manurung, 2012 dalam Kesuma, 2014).

Secara umum, penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan, baik yang

besifat patogen maupun yang tidak patogen.

2. Memperpanjang umur masa simpan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, citarasa, dan bau bahan

pangan yang diawetkan

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas

rendah

5. Tidak untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau

yang tidak memenuhi persyaratan

6. Tidak untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi,

2009).

Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012), terdapat tiga cara bahan kimia bisa ada dalam makanan, yaitu: secara alami ada dalam bahan makanan, sengaja ditambahkan dalam makanan (pemanis, pengawet, anti kempal, dan lain-lain), dan

Universitas Sumatera Utara tidak sengaja ada dalam bahan makanan (insektisida, herbisida, dan lain-lain).

Adapun penambahan bahan pengawet dalam makanan dilakukan dengan cara :

1. Pencampuran : Untuk makanan yang berbentuk cairan atau setengah cair

2. Pencelupan : Untuk makanan yang berbentuk padat

3. Penyemprotan: Sama dengan pencelupan, yaitu untuk bahan makanan

padat dan konsentrasi bahan pengawet yang diperlukan agak tinggi

4. Pengasapan : Untuk bahan makanan yang dikeringkan, bahan pengawet

yang sering digunakan adalah belerang dioksida atau derifatnya.

5. Pelapisan pada pembungkus : Dengan cara penambahan/pelapisan 90

bahan pengawet pada pembungkus bahan makanan (Mukono, 2010 dalam

Kesuma, 2014). a. Boraks

Boraks merupakan bahan pengawet untuk mengawetkan kayu, antiseptic kayu, dan pengontrol kecoa dengan nama kimia natrium tetraborat dekahidrat

(NaB4O710H2O). Boraks juga memiliki nama lain seperti sodium borat, borax decahydrate, sodium biborate decahydrate disodium tetraborate decahydrate, sodium pyroborate decahydrate, sodium tetraborate decahydrate, boron sodium oxide, dan fused borax (Suhanda, 2012 dalam Lubis, 2015).

Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sidat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih,

5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat, atau asam tartrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100º C yang

Universitas Sumatera Utara secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Asam borat tak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida

(Cahyadi, 2009).

Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi (Bambang dalam Nasution,

2009).

Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Aminah dan Himawan dalam

Nasution, 2009).

Sejak lama, boraks disalahgunakan oleh produsen untuk pembuatan kerupuk beras, mie, (sebagai pengeras), (sebagai pengeras), bakso

(sebagai pengenyal dan pengawet), kecap (sebagai pengawet), bahkan pembuatan (sebagai pengental dan pengawet). Padahal fungsi boraks yang sebenarnya adalah digunakan dalam dunia industri non pangan sebagai bahan

Universitas Sumatera Utara solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik, dan pengontrol kecoa

(Suhanda dalam Sultan dkk, 2012).

Sejak boraks diketahui efektif terhadap ragi, jamur, dan bakteri, sejak saat itu mulai digunakan untuk mengawetkan produk makanan. Selain itu, bahan pengawet ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan elastisitas dan kerenyahan makanan serta mencegah udang segar berubah menjadi hitam

(Mudzkirah, 2016). Pada masyarakat daerah tertentu boraks juga dikenal dengan sebutan garam bleng, bleng, atau pijer dan sering digunakan untuk mengawetkan nasi untuk dibuat makanan yang sering disebut gendar (Yuliarti, 2007).

Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan banyak daging. Kerupuk yang mengandung boraks jika digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah. Tahu yang berbentuk bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet hingga lebih dari tiga hari, bahkan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es. Mie basah biasanya lebih awet sampai dua hari pada suhu kamar 25 derajat celcius, kenyal, serta tidak lengket (Yuliarti, 2007). b. Formalin (Formaldehida)

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan, dan rasa membakar. Larutan formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung kira-kira 37 % gas formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan 10-15 % methanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini

Universitas Sumatera Utara sangat kuat dan dikenal dengan formalin 100% atau formalin 40%, yang mengandung 40 gram formaldehid dalam 100 ml pelarut. Formaldehid murni tidaklah tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b) larutan mengandung air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum

(Cahyadi, 2009).

Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% formaldehid. Di pasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10-40 persen (Yuliarti, 2007).

Formalin merupakan antiseptik untuk membunuh bakteri dan kapang, dalam konsentrasi rendah 2%-8%, terutama digunakan untuk menyucihamakan peralatan kedokteran atau untuk mengawetkan mayat dan specimen biologi lainnya

(Cahyadi, 2009).

Formalin umumnya digunakan sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industry, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.

Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku, dan bahan untuk insulasi busa. Di bidang industri dan kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood) (Yuliarti, 2007).

Besarnya manfaat di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa

Universitas Sumatera Utara makanan lainnya. Sangat dimengerti mengapa formalin sering disalahgunakan.

Selain harganya yang sangat murah dan mudah didapatkan, produsen seringkali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Formalin tidak dapat hilang dengan pemanasan. Oleh karena bahayanya bagi manusia maka penggunaan formalin dalam makanan tidak dapat ditoleransi dalam jumlah sekecil apapun. (Yuliarti, 2007).

Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas, dan mangkukyang berasal dari plastik atau melanin. Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut. Dari penelitian hasil air rebusan yang kemudian dibawa ke Laboratorium Kimia Universitas Indonesia ini, didapatkan hasil bahwa kandungan formalin pada hampir semua produk yang diteliti sangat tinggi, yaitu antara 4,76- 9,22 miligram per liter. Barang-barang tersebut bila digunakan dalam keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya karena formalin didalamnya tidak akan larut. Namun, tidak demikian halnya bila wadah-wadah ini dipakai untuk menaruh bahan makanan panas seperti membuat minuman the, susu, , atau makanan berkuah panas (Yuliarti, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang

Bahan Tambahan Pangan, terdapat 19 jenis bahan yang dilarang digunakan

Universitas Sumatera Utara sebagai bahan tambahan pangan, termasuk diantaranya adalah Boraks dan

Formalin. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

1. Asam borat dan senyawanya (Boric acid)

2. Asam salisilat dan garamnya (Salisylic acid)

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Formalin (Formaldehyde)

6. Kalium bromat (Potassium bromate)

7. Kalium klorat (Potassium chlorate)

8. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

9. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetables oil)

10. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

11. Dulkamara (Dulcamara)

12. Kokain (Cocain)

13. Nitrobenzen (Nitrobenzene)

14. Sinamil antranilat (Cinnamyl anthranilate)

15. Dihidrosafol (Dihydrosafol)

16. Biji tonka (Tonka bean)

17. Minyak kalamus (Calamus oil)

18. Minyak tansi (Tansy oil)

19. Minyak sassafras (Sasafras oil)

Meskipun penggunaannya jelas dilarang untuk ditambahkan kedalam makanan, namun kenyataannya masih banyak pedagang yang menambahkan

Universitas Sumatera Utara boraks kedalam produk olahannya. Berdasarkan hasil penelitian Kesuma (2014), diketahui bahwa terdapat beberapa alasan pedagang bakso tetap menggunakan boraks dalam baksonya, diantaranya adalah untuk memperbaiki kualitas bakso, tahan lama, dan alasan ekonomi. Beberapa pedagang mengatakan bahwa jika mereka menggunakan boraks, mereka bisa mendapatkan keuntungan lebih dibandingkan jika menggunakan bahan tambahan makanan yang diizinkan karena harga boraks yang relatif murah dan mudah diperoleh. Selain itu, penambahan boraks pada bakso dapat memperbaiki tekstur bakso sehingga menjadi lebih kenyal dan lebih disukai konsumen. Begitu juga dengan formalin.

Penyalahgunaan formalin pada makanan disebabkan karena harganya yang relatif murah dan mudah didapatkan. Selain itu, pedagang juga tidak mengalami kerugian bila barang dagangan mereka tidak habis terjual dalam sehari.

Terkait dengan Bahan Tambahan Pangan Pengawet yang diizinkan, sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun 2013, ada 10 jenis pengawet yang diizinkan untuk ditambahkan kedalam makanan dan minuman, diantaranya adalah:

1. Asam Sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salt)

2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts):

3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxibenzoate)

4. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxibenzoate)

5. Sulfit (Sulphites):

6. Nisin (Nisin)

7. Nitrit (Nitrites):

Universitas Sumatera Utara 8. Nitrat (Nitrates):

9. Asam propionate dan garamnya (Propionic acid and its salts):

10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride)

Penambahan bahan pengawet dimaksudkan untuk menghambat ataupun menghentikan aktifitas mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir sehingga produk makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, suatu pengawet ditambahkan dengan tujuan untuk lebih meningkatkan cita rasa, memperbaiki warna, tekstur, sebagai bahan penstabil maupun pencegah lengket. Sebenarnya makanan yang menggunakan pengawet yang tepat (yang dinyatakan aman) dengan dosis dibawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen. Namun seringkali produsen menggunakan pengawet yang tidak tepat seperti pengawet nonmakanan ataupun pengawet yang tidak diizinkan pemerintah sehingga merugikan konsumen (Yuliarti, 2007).

2.3 Penyalahgunaan Boraks Dalam Bakso

Bakso merupakan hasil olahan pangan asal hewan yang mudah rusak. Hal ini disebabkan karena bakso mengandung protein tinggi, kadar air yang tinggi, serta PH yang netral sehingga membuat bakso rentan terhadap kerusakan dan umumnya hanya bertahan satu hari. Maka dari itu, untuk menjaga kualitas bakso agar tidak mudah rusak, pedagang menambahkan bahan pengawet seperti boraks.

Penambahan boraks biasanya dilakukan pada saat proses pembuatan adonan bakso (Widyaningsih, 2006 dalam Kesuma, 2014). Dalam pembuatan bakso perlu ditambahkan tepung tapioka dan bumbu seperti bawang merah dan bawang putih serta garam. Selain itu, sering pula ditambahkan pengenyal. Pengenyal yang aman

Universitas Sumatera Utara dan diperbolehkan adalah Sodium Tripoli Fosfat (STF). Selain sebagai pengenyal,

STF juga berfungsi sebagai pengemulsi sehingga adonan dapat tercampur dengan lebih rata, namun kebanyakan bakso yang berharga murah tidak menggunakan

STF sebagai pengenyal, melainkan boraks (Yuliarti, 2007).

Penggunaan boraks dalam bakso bukan hal baru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan tahun 2010 yang berjudul “Pemeriksaan Dan

Penetapan Kadar Boraks dalam Bakso di Kota Madya Medan” diketahui bahwa

80% dari sampel yang diperiksa ternyata mengandung boraks, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Harimurti dan Fajriana (2016) di wilayah Kota

Yogyakarta diketahui bahwa dari 28 sampel bakso yang diuji menggunakan metode titrasi, seluruh sampel didapatkan positif mengandung boraks.

Berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Haq tahun 2014 pada bakso yang dijual di Kelurahan Ciputat dengan menggunakan food security kit didapatkan 10 bakso positif tercemar bahan toksik boraks, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kesuma tahun 2014 pada bakso yang dijual di kelurahan Padang Bulan, dari 25 sampel yang diambil, sekitar 76 % sampel bakso mengandung boraks. Hal ini menunjukkan bahwa boraks masih sering disalahgunakan oleh para pedagang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eka dalam Haq tahun 2014, diketahui bahwa boraks ditambahkan pada saat proses pembuatan adonan bakso.

Daging yang sudah digiling halus oleh mesin penggiling dimasukkan ke dalam wadah. Setelah daging tersebut dicampurkan dengan tepung dan bumbu lainnya,

Universitas Sumatera Utara pengolah mencampurkan bahan bakso dengan boraks. Setelah itu bakso dibentuk dan direbus kemudian dikeringkan dan siap untuk dihidangkan.

Cukup sulit untuk menentukan apakah suatu makanan mengandung boraks. Hanya dengan uji laboratorium dapat diketahui ada tidaknya boraks pada suatu makanan, namun penampakan luar tetap bisa dicermati karena ada perbedaan yang bisa dijadikan pegangan untuk menentukan suatu makanan aman dari boraks atau tidak. Diantara ciri-ciri bakso yang mengandung boraks, yaitu:

1. Lebih kenyal dibandingkan dengan bakso tanpa boraks

2. Bila digigit akan kembali ke bentuk semula

3. Tahan lama atau awet beberapa hari

4. Bau terasa tidak alami, ada bau lain yang muncul

5. Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel (Indrati dan

Gardjito, 2014).

Selain ciri-ciri diatas, menurut BPOM RI (2014), ciri-ciri bakso yang mengandung boraks adalah memiliki tekstur yang kenyal, dengan warna cenderung agak putih, dan rasa sangat gurih. Menurut Yuliarti (2007) bakso yang mengandung boraks apabila digigit akan kembali ke bentuk semula, teksturnya juga lebih kenyal jika dibandingkan dengan bakso yang menggunakan STF sebagai pengenyal.

Bakso yang baik adalah bakso yang terbuat dari daging yang berkualitas dan biasanya memiliki komposisi 90% daging dan 10% tepung tapioka. Selain itu, sebaiknya daging yang digunakan dalam pembuatan bakso sebaiknya daging yang tidak berlemak karena bakso yang dibuat dengan daging yang berkadar lemak

Universitas Sumatera Utara tinggi akan menghasilkan tekstur bakso menjadi kasar. Diantara ciri-ciri bakso yang baik adalah:

1. Berbau khas bakso

2. Memiliki tekstur yang agak kasar

3. Tingkat kekenyalannya sedang

4. Berwarna abu-abu segar merata disemua bagian (Widyaningsih, 2006

dalam Kesuma, 2014)

2.4 Penyalahgunaan Formalin dalam Bakso, Mie dan Tahu

Meskipun penggunaannya dilarang, formalin masih sering disalahgunakan pedagang, khususnya dalam pembuatan mie dan tahu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Munthe (2016) pada tahu hasil industri rumah tangga pengolahan tahu di kelurahan Sari Rejo kecamatan Medan Polonia, diketahui dari

10 sampel tahu, terdapat 5 sampel tahu yang diuji positif mengandung formalin.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat (2010) pada mie basah yang dijual di pasar tradisional Medan, dari 7 sampel mie basah, ditemukan 3 sampel mie basah positif mengandung formalin.

Terkait dengan penyalahgunaan formalin dalam bakso, berdasarkan penelitian Pakpahan (2010), dari 10 sampel bakso yang diteliti, didapatkan 2 sampel bakso positif mengandung formalin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Mudzkirah (2016) terhadap makanan jajanan yang dijual di kantin UIN Alauddin

Makassar, diketahui bahwa bakso, Mie, dan Tahu yang dijual di beberapa kantin positif mengandung formalin.

Universitas Sumatera Utara Menurut Yuliarti (2007), ciri-ciri mie dan tahu yang mengandung formalin adalah sebagai berikut:

1. Mie

Mie yang mengandung formalin baunya sedikit menyengat. Pada suhu

±25º (suhu kamar) bisa tahan hingga 2 hari, sedangkan bila disimpan

didalam pendingin (suhu 10º) bisa awet hingga lebih dari 15 hari. Mie

tampak mengkilap, tidak lengket, dan sangat kenyal.

2. Tahu

Tahu yang mengandung formalin memiliki tekstur yang lebih kenyal,

tidak mudah hancur atau rusak, awet beberapa hari dan tidak mudah

busuk, dan beraroma menyengat khas formalin.

Selain mie dan tahu, adapun ciri-ciri bakso yang mengandung formalin adalah bakso lebih kenyal, aroma khas dari bakso tidak tercium, awet beberapa hari dan tidak mudah busuk (Wisyaningsih dan Martini, 2009 dalam Pakpahan,

2010).

2.5 Dampak Boraks Bagi Kesehatan

Menurut (Lu,1995) didalam (Pane, 2013), Proses masuknya boraks ke dalam tubuh yaitu melalui oral dimana manusia memakan makanan yang mengandung boraks. Kemudian boraks yang masuk ke dalam tubuh diabsorbsi secara kumulatif oleh saluran pencernaan (usus/lambung) dan selaput lendir

(membran mukosa) dan sedikit demi sedikit boraks terakumulasi. Konsumsi boraks secara terus menerus dapat mengganggu gerak pencernaan usus dan dapat mengakibatkan usus tidak mampu mengubah zat makanan sehingga tidak dapat

Universitas Sumatera Utara diserap dan diedarkan keseluruh tubuh. Kemudian boraks didistribusikan lewat peredaran darah oleh vena porta ke hati. Hati mempunyai banyak tempat pengikatan. Kadar enzim yang memetabolisme xenobiotik di dalam hati juga tinggi terutama enzim sitokrom P-450. Enzim ini membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah larut dalam air sehingga lebih mudah diekskresikan oleh hati (Kesuma, 2014).

Penggunaan boraks dalam makanan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Senyawa boraks dari makanan diserap oleh tubuh manusia secara kumulatif, sehingga efeknya baru terasa setelah konsumsi terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Senyawa boraks yang terlanjur masuk ke dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati, otak atau testis. Jika dosis dalam tubuh cukup tinggi, akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, mual, muntah, mencret, kram perut cyanis, dan kompulsi (Indrati dan Gardjito, 2014).

Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya bagi organ tubuh tergantung pada konsentrasi yang dicapai. Disebabkan karena kadar tertinggi tercapai pada waktu ekskresi, maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan organ tubuh lainnya (Saparinto, dkk, 2006 dalam

Kesuma, 2014). Pada anak anak bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gram atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan untuk orang dewasa, kematian terjadi pada dosis 10-20 gram atau lebih (Indrati dan Gardjito, 2014).

Menurut Yuliarti (2007), efek toksik boraks akan terasa bila boraks dikonsumsi secara kumulatif dan penggunaannya berulang-ulang. Dampak boraks terhadap kesehatan meliputi dampak akut dan kronis, yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. Dampak Akut

Bila terpapar boraks dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan boraks, yaitu:

a. Bila terhirup/inhalasi, dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir dengan

gejala batuk-batuk

b. Bila kontak dengan kulit maka akan menimbulkan iritasi kulit

c. Bila kontak dengan mata, dapat menimbulkan iritasi, mata memerah, dan

rasa perih

d. Bila tertelan, dapat menimbulkan gejala-gejala yang tertunda meliputi

badan terasa tidak enak (malaise), mual, nyeri hebat pada perut bagian atas

(epigastrik), pendarahan gastro enteritis disertai muntah darah, diare,

lemah, mengantuk, demam, dan sakit kepala.

2. Dampak kronis

Bahaya utama terhadap kesehatan konsumsi makanan mengandung boraks dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan nafsu makan menurun, gangguan pencernaan, gangguan SSP (bingung dan bodoh), anemia, rambut rontok, kanker, gangguan hati, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan kematian

(Cahyadi, 2009).

2.6 Dampak Formalin Bagi Kesehatan

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan

Universitas Sumatera Utara menyebabkan kematian sel sehingga menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.

Formalin bila menguap di uadara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata

(Cahyadi, 2009).

Secara umum, kontak langsung dengan konsentrasi formaldehida, dalam bentuk larutan, sekitar 1-2 % (10.000-20.000 mg/liter) mungkin untuk menyebabkan iritasi pada kulit. Tetapi pada individu sangat perasa, kontak kulit yang menyebabkan infeksi kulit dapat terjadi pada konsentrasi formaldehid yang rendah, yaitu 0,002% (30 mg/liter). Efek pemberian formaldehid melalui oral dosis tinggi (sekitar 100mg/kg bb) selama 2 bulan melalui air minum hewan percobaan menunjukkan terhambatnya pertumbuhan berat badan disertai dengan menurunnya asupan makanan dan minuman, produksi urin menurun, penyempitan dan penipisan bagian depan lambung (WHO, 1989 dalam Cahyadi, 2009).

Formalin bagi tubuh manusia diketahui sebagai zat beracun, karsinogenik, mutagen, korosif, dan iritatif. Paparan kronik formalin dapat menyebabkan sakit kepala, radang hidung kronis (rhinitis), mual-mual, gangguan pernapasan baik batuk kronis atau sesak napas kronis. Gangguan pada persarafan berupa susah tidur, sensitive, mudah lupa, sulit berkonsentrasi. Pada perempuan menyebabkan

Universitas Sumatera Utara gangguan menstruasi dan infertilitas. Penggunaan formalin pada jangka panjang

dapat menyebabkan kanker mulut dan tenggorokan (Indrati dan Gardjito, 2014).

2.7 Kerangka Konsep

Zat Gizi Makro

Pengolahan dan Penyajian - Karbohidrat - Bahan Makanan - Lemak Penyusun - Protein - Bahan Tambahan Pangan yang dilarang

- Boraks - Formaln

Gambar 1. Kerangka Konsep

Keterangan:

Kandungan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein) dilihat

berdasarkan bahan makanan penyusun bakso yang disajikan per porsi,

sedangkan Bahan Tambahan Pangan yang dilarang, seperti boraks dan formalin

dilihat berdasarkan proses pengolahan bakso.

Universitas Sumatera Utara BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu untuk mengetahui kadar zat gizi makro serta ada tidaknya kandungan boraks dan formalin yang terdapat dalam bakso.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya, yaitu:

1. Jl. Jamin Ginting (Simpang Kampus-Sumber)

2. Jl. Dr. Mansyur (Pintu 1-Pintu 4)

3. Jl. Pembangunan

4. Kantin yang menjual bakso di Kampus Universitas Sumatera Utara.

Alasan pemilihan lokasi tersebut dikarenakan merupakan area perekonomian yang strategis karena berada di sekitar kampus, terutama Jl. Dr.

Mansyur dan Jl. Jamin Ginting sehingga banyak masyarakat yang mengkonsumsi makanan jajanan tersebut. Selain itu, di lokasi tersebut banyak terdapat penjual bakso. Untuk pemeriksaaan boraks dan formalin dilakukan di Laboratorium

Biomedik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai Desember 2017 sampai dengan Juni

2018.

Universitas Sumatera Utara

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pedagang bakso yang berjualan di

Kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya, yaitu Jl. Jamin Ginting

(Simpang Kampus-Sumber), Jl. Dr. Mansyur (Pintu 1-Pintu 4), Jl. Pembangunan, dan kantin kampus Universitas Sumatera Utara. Jumlah seluruh pedagang bakso di lokasi tersebut adalah 30 pedagang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pedagang bakso yang berjualan di

Kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode purposive sampling, dengan pertimbangan bahwa pedagang memproduksi sendiri bakso yang dijualnya. Dari 30 pedagang bakso, terdapat 23 pedagang yang memproduksi sendiri baksonya, sehingga pedagang bakso yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 23 pedagang.

Sementara 7 pedagang lainnya hanya menjualkan bakso yang diambil dari agen bakso. Seluruh fasilitas untuk berjualan seperti gerobak, mie, dan lain-lain disediakan oleh agen bakso. Adapun jumlah pedagang yang menjadi agen bakso adalah sebanyak dua pedagang, yaitu pedagang nomor 16 yang berjualan di Jl.

Jamin Ginting, dan pedagang nomor 17 yang berjualan di Jl. Dr. Mansyur.

Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah satu porsi penyajian bakso.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.1 Jumlah Populasi dan Sampel Pedagang Bakso Di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya

No. Lokasi Jumlah Populasi Jumlah Sampel

1. Jl. Jamin Ginting 9 4 (Simpang Kampus- Sumber) 2. Jl. Dr. Mansyur 8 6 (Pintu 1-Pintu 4) 3. Jl. Pembangunan 2 2 4. Kantin yang 11 11 menjual Bakso di kampus Universitas Sumatera Utara Total Populasi dan 30 23 Sampel

Pedagang bakso yang berjualan di jalan Jamin Ginting (Simpang Kampus-

Sumber) terdapat 9 pedagang, dan dari 9 pedagang tersebut, pedagang bakso yang memproduksi sendiri bakso yang dijual adalah 4 pedagang, sehingga pedagang yang dijadikan sampel dari lokasi ini adalah 4 pedagang. Pedagang bakso yang berjualan di jalan Dr. Mansyur (Pintu 1- Pintu 4) terdapat 8 pedagang dan sebanyak 6 pedagang bakso memproduksi sendiri bakso yang dijualnya, sehingga pedagang yang dijadikan sampel dari lokasi ini adalah 6 pedagang. Pedagang bakso yang berjualan di Jalan Pembangunan terdapat 2 pedagang dan kedua pedagang tersebut memproduksi sendiri bakso yang dijualnya, sehingga pedagang yang dijadikan sampel di Jalan Pembangunan adalah 2 pedagang. Pedagang bakso di Kantin Kampus USU terdapat 11 pedagang dan seluruhnya memproduksi sendiri bakso yang dijual, sehingga pedagang yang dijadikan sampel di kantin kampus USU adalah 11 pedagang.

Universitas Sumatera Utara Pengambilan unit sampel dilakukan dengan cara membeli bakso yang dijual di Kampus USU dan sekitarnya. Pengambilan unit sampel dilakukan sebanyak tiga kali untuk mengetahui rata-rata berat bakso yang disajikan. Bakso dibeli secara terpisah, yang terdiri dari bakso, mie, kuah, dan bahan makanan lain yang biasa disajikan dalam satu porsi. Semua bahan makanan tersebut ditempatkan dalam wadah plastik yang berbeda, kemudian dibawa ke laboratoium

Biomedik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara untuk dianalisis.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data Primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan boraks dan formalin pada bakso. Data kandungan gizi bakso diperoleh dari hasil penimbangan bahan pembuat bakso dalam satu porsi yang kemudian dianalisis menggunakan software Nutrisurvey.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder berasal dari penelusuran pustaka, hasil penelitian, dan buku literatur yang relevan.

3.5 Defenisi Operasional

1. Bakso merupakan makanan jajanan yang umumnya terbuat dari tepung yang

dicampur dengan daging, ikan, atau ayam, berbentuk bulat, mempunyai tekstur

yang sedikit kenyal, biasa disajikan dengan kuah dan dicampur dengan mie,

tahu, taburan bawang goreng dan seledri atau hanya disajikan dengan kuah

serta taburan bawang goreng dan seledri (bakso kosong).

Universitas Sumatera Utara 2. Kadar zat gizi makro adalah jumlah kandungan karbohidrat, lemak, dan

protein yang terdapat dalam satu porsi bakso yang dianalisis menggunakan

software Nutrisurvey.

3. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan kualitatif yang dilakukan

untuk melihat ada tidaknya kandungan boraks dan formalin dalam Bakso

dengan menggunakan uji reagen test kit boraks dan formalin. Pemeriksaan

dilakukan sebanyak dua kali.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Analisis Zat Gizi Makro Menggunakan Software Nutrisurvey

Analisis zat gizi makro pada bakso dilakukan berdasarkan bahan pembuat bakso per porsi. Analisis zat gizi makro dilakukan untuk mengetahui kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang terdapat pada penyajian bakso per porsi.

Analisis dilakukan melalui beberapa tahap, diantaranya:

1. Bakso dibeli secara terpisah, yang terdiri dari bakso, mie, kuah, dan bahan

bakso lainnya yang biasa disajikan pedagang dalam satu porsi. Pembelian

bakso dilakukan sebanyak tiga kali pada hari yang berbeda untuk keperluan

penimbangan komposisi bahan makanan penyusun bakso dan untuk

mengetahui rata-rata berat komposisi bahan makanan penyusun bakso .

2. Semua bahan penyusun bakso kemudian ditimbang dan dikonversikan

kedalam satuan berat (gram) tanpa kuah. Kuah bakso tidak dianalisis

kandungan zat gizinya dikarenakan dalam kuah bakso yang dijual di

Kampus USU dan sekitarnya lebih banyak mengandung air. Selanjutnya

untuk mengetahui berat bahan pembuat bakso per porsi yang akan

Universitas Sumatera Utara dianalisis menggunakan software Nutrisurvey, terlebih dahulu dihitung

dengan menggunakan rumus berikut:

푏푒푟푎푡 푏푎ℎ푎푛 푝푒푚푏푢푎푡 푏푎푘푠 표 (𝑔) Zat Gizi Bakso dalam satu porsi = 퐽푢푚푙푎 ℎ 푝표푟푠𝑖 푦푎푛𝑔 푑𝑖ℎ푎푠𝑖푙푘푎푛

3.6.2 Pemeriksaan Boraks Pada Bakso Secara Kualitatif

Pemeriksaan boraks pada bakso secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan reagen test kit boraks EASY TES. Pemeriksaan dilakukan sebanyak dua kali namun pada hari yang berbeda. Prosedur penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Ambil 5 gram bakso yang akan diamati. Lumatkan bakso tersebut pada

cawan porselin. Ambil dan masukkan kedalam beaker glass 25 ml.

2. Tambahkan reagen tes kit boraks sebanyak 4 tetes. Tambahkan air

mendidih 5 ml, aduk sampai padatan bakso dapat bercampur rata

dengan cairan sampai menyerupai bubur.

3. Kemudian biarkan dingin, lalu ambil kertas uji dan celupkan kertas uji

dengan campuran tersebut. Jika kertas uji yang semula berwarna kuning

berubah menjadi merah bata maka bakso tersebut positif mengandung

boraks, dan jika warna kertas uji tetap maka bakso tersebut negatif

kandungan boraksnya.

3.6.3 Pemeriksaan Formalin Secara Kualitatif

Pemeriksaan formalin pada mie kuning, tahu, dan bakso dilakukan secara kualitatif menggunakan reagen easy tes kit formalin. Pemeriksaan formalin dilakukan sebanyak dua kali pada masing-masing bahan uji. Prosedur pengujian:

Universitas Sumatera Utara 1. Lumatkan bahan uji. Ambil sekitar 5-10 gram dan tambah air panas 20

ml, lalu aduk kuat. Biarkan padatannya mengendap. Gunakan airnya

saja

2. Ambil 1 ml bahan cairan uji dan masukkan kedalam tabung reaksi atau

botol kaca pengujian yang disediakan.

3. Tambahkan reagent A sebanyak 2 tetes dan kocok sebentar

4. Tambahkan reagent B sebanyak 2 tetes dan kocok sebentar

5. Amati perubahan yang terjadi, bahan uji positif formalin jika terbentuk

ungu pada campuran/campuran berubah warna menjadi ungu.

3.7 Analisa Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif. Data yang disajikan disertai dengan tabel, narasi, dan pembahasan kemudian diambil kesimpulan tentang kandungan zat gizi makro, boraks dan formalin dalam bakso.

Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Padang Bulan memiliki luas wilayah 168,1 km2 dimana terdapat luas pemukiman 79 Km2, luas kuburan 4 Km2, luas pekarangan 28 Km2, luas taman 1 Km2, dan luas perkantoran 20 Km2 serta luas prasarana umum lainnya adalah 36,1 Km2.

Batas-batas wilayah Kelurahan Padang Bulan tersebut antara lain:

1. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kelurahan Medan Merdeka

2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kelurahan Titi Rantai

3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Padang Bulan Selayang

4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Polonia

Kampus Universitas Sumatera Utara berlokasi di Jalan Dr. Mansur Nomor

9, Padang Bulan, Medan. Kampus Universitas Sumatera Utara memiliki 14

Fakultas yang setiap fakultasnya masing-masing memiliki kantin. Lokasi penelitian terletak di Kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya, yaitu

Jalan Pembangunan, Jalan Dr. Mansyur, dan Jalan Jamin Ginting. Daerah tersebut merupakan salah satu kawasan bisnis kuliner di kota Medan. Di lokasi ini juga banyak terdapat pedagang bakso, yaitu sebanyak 30 pedagang. Letaknya yang dekat dengan kampus Universitas Sumatera Utara membuat lokasi ini ramai dikunjungi banyak orang. Selain itu, daerah tersebut juga padat penduduk dan banyak mahasiswa yang kos disekitar lokasi tersebut sehingga banyak masyarakat yang membeli makanan jajanan, terutama bakso.

Universitas Sumatera Utara 4.2 Jenis Penyajian Bakso yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya Berdasarkan Bahan Penyusun Pada 23 unit sampel bakso yang dijual di kampus Universitas Sumatera

Utara dan sekitarnya diperoleh 11 jenis atau variasi penyajian bakso yang dikelompokkan berdasarkan bahan makanan penyusun bakso. Daftar jenis penyajian bakso yang dijual di kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya serta hasil konversi bahan makanan kedalam satuan berat (gram) dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Jenis Penyajian Bakso Berdasarkan Bahan Penyusun

Jenis Bahan Penyusun Jumlah variasi Berat (g) 1. Mie soun, Bakso, Telur, Tahu, 2 609,4 – 967,4 Krupuk pansit, Kuah 2. Mie soun, Bakso, Ayam 2 541,1 – 671,5 goreng, Kuah 3. Mie soun, Bakso, Tahu, Sawi, 2 443,5 - 481,8 Kuah 4. Mie soun, Bakso, Telur, Kuah 1 531,5 5. Mie soun, Mie basah kuning, 1 866,4 Bakso, Ayam goreng, Kuah 6. Mie soun, Bakso, Kuah 4 420,9 – 652,6 7. Mie basah kuning, Bakso, 1 511,5 Tahu, Sawi, Kuah 8. Mie soun, Bakso, Tahu, 3 583,2 – 766,2 Ayam goreng, Kuah 9. Mie soun, Mie instan, Bakso, 1 629,5 Tahu, Telur, Ayam goreng, Kuah 10. Mie soun, Bakso, Tahu, Kuah 5 433,9 – 643,5 11. Mie soun, Bakso, Sawi, Kuah 1 512,8

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa berat bahan penyusun pada penyajian bakso per porsi yang paling tinggi terdapat pada jenis penyajian 1, yaitu

609,4 – 967,4 gram dengan bahan penyusun yang terdiri dari Mie soun, bakso, telur, tahu, krupuk pansit, dan kuah.

Universitas Sumatera Utara 4.3 Analisis Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Lemak, Protein) pada Bakso yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya Hasil analisis zat gizi makro yang terdiri dari Karbohidrat, Lemak, dan

Protein yang terdapat pada 11 jenis atau variasi penyajian bakso yang telah

dikelompokkan dapat dilihat pada tabel 4.2 dan 4.3 berikut:

Tabel 4.2 Kandungan Energi dan Karbohidrat Berdasarkan Jenis Penyajian Bakso

Komposisi Zat Gizi Jenis Penyajian Bakso Berat Energi Karbohidrat (g) (Kkal) (g) 1 (Mie soun, Bakso, Telur, 198,7-238,4 634,7 – 749,5 102,2 – 139,9 Tahu, Krupuk pansit, Kuah) 2 (Mie soun, Bakso, Ayam 208,1-280,2 541,1 – 617,5 123,6 goreng, Kuah) 3 (Mie soun, Bakso, Tahu, 170,5-187,9 543,4 - 584,5 97,2 - 117,3 Sawi, Kuah) 4 (Mie soun, Bakso, Telur, 214,1257,5 696,5 130,2 Kuah) 5 (Mie soun, Mie basah 257,5 786,7 144,6 kuning, Bakso, Ayam goreng, Kuah) 6 (Mie soun, Bakso, Kuah) 100,8-216 357,9 – 774,8 67,3 – 151,5 7 (Mie basah kuning, Bakso, 189,9 337 49,3 Tahu, Sawi, Kuah) 8 (Mie soun, Bakso, Tahu, 219,7-274,9 817,2 – 978,9 134,5 – 188,9 Ayam goreng, Kuah) 9 (Mie soun, Mie instan, 297,9 801,8 118,4 Bakso, Tahu, Telur, Ayam goreng, Kuah) 10 (Mie soun, Bakso, Tahu, 141,5-272,5 493,3 – 967,5 94,7 – 194 Kuah) 11 (Mie soun, Bakso, Sawi, 197,6 618,4 118,3 Kuah)

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 11 jenis penyajian bakso, kandungan energi yang paling tinggi terdapat pada jenis penyajian bakso nomor 8

(terdiri dari Mie soun, bakso, tahu, ayam goreng dan kuah), yaitu 978,9 kkal.

Kandungan karbohidrat paling tinggi terdapat pada jenis penyajian nomor 10 (terdiri

Universitas Sumatera Utara dari Mie soun, Bakso, Tahu, Kuah), yaitu 194 gram. Namun hasil analisis energi dan karbohidrat ini tanpa disertai dengan kuah. Untuk berat masing-masing bahan makanan yang akan dianalisis kedalam Nutrisurvey juga tanpa berat dari kuah bakso.

Tabel 4.3 Kandungan Lemak dan Protein Berdasarkan Jenis Penyajian Bakso

Komposisi Zat Gizi Bahan Penyusun Berat Lemak Protein (g) (g) (g) 1 (Mie soun, Bakso, Telur, 198,7-238,4 19 - 22,5 24,2 - 29,8 Tahu, Krupuk pansit, Kuah) 2 (Mie soun, Bakso, Ayam 208,1-280,2 11,1 - 31,2 16,2 - 39,4 goreng, Kuah) 3 (Mie soun, Bakso, Tahu, 170,5-187,9 7,9 - 10 7,1 – 22,7 Sawi, Kuah) 4 (Mie soun, Bakso, Telur, 214,1257,5 10,5 14,3 Kuah) 5 (Mie soun, Mie basah kuning, 257,5 12,3 18,5 Bakso, Ayam goreng, Kuah) 6 (Mie soun, Bakso, Kuah) 100,8-216 4,9 – 9,5 8,2 – 13,9 7 (Mie basah kuning, Bakso, 189,9 7,3 15,2 Tahu, Sawi, Kuah) 8 (Mie soun, Bakso, Tahu, 219,7-274,9 12,9 – 19,9 14,3 – 24,5 Ayam goreng, Kuah) 9 (Mie soun, Mie instan, Bakso, 297,9 21,8 27,6 Tahu, Telur, Ayam goreng, Kuah) 10 (Mie soun, Bakso, Tahu, 141,5-272,5 7,3 – 19,4 7,7 – 19,2 Kuah) 11 (Mie soun, Bakso, Sawi, 197,6 8 13,8 Kuah)

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dari 11 jenis penyajian bakso, kandungan lemak yang paling tinggi terdapat pada jenis penyajian bakso nomor 2

(Mie soun, Bakso, Ayam goreng, Kuah), yaitu 31,2 gram. Kandungan protein paling tinggi terdapat pada jenis penyajian nomor 2 (Mie soun, Bakso, Ayam goreng,

Kuah), yaitu 39,4 gram. Namun hasil analisis kandungan lemak dan protein ini

Universitas Sumatera Utara tanpa disertai dengan kuah. Untuk berat masing-masing bahan makanan yang akan dianalisis kedalam Nutrisurvey juga tanpa berat dari kuah bakso.

4.4 Kandungan Boraks Pada Bakso yang dijual di Kampus Universitas

Sumatera Utara dan Sekitarnya

Hasil pemeriksaan kualitatif boraks pada 23 unit sampel bakso yang berasal dari empat lokasi di sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Boraks pada Bakso yang dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya

No. Uji Kualitatif Reaksi Kurkumin 1. Negatif (-) 2. Negatif (-) 3. Negatif (-) 4. Negatif (-) 5. Negatif (-) 6. Negatif (-) 7. Negatif (-) 8. Negatif (-) 9. Negatif (-) 10 Negatif (-) 11. Negatif (-) 12. Negatif (-) 13. Negatif (-) 14. Negatif (-) 15. Negatif (-) 16. Negatif (-) 17. Negatif (-) 18. Negatif (-) 19. Negatif (-) 20. Negatif (-) 21. Negatif (-) 22. Negatif (-) 23. Negatif (-)

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa pada 23 unit sampel

bakso yang diperiksa secara kualitatif dengan reaksi kurkumin sebanyak dua kali,

Universitas Sumatera Utara tidak terjadi perubahan warna pada kertas kurkumin pada semua unit sampel yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa 23 unit sampel tersebut tidak mengandung boraks.

4.5 Kandungan Formalin pada Bakso, Mie dan Tahu yang Terdapat pada Penyajian Bakso Per Porsi pada Bakso Yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya Hasil pemeriksaan kualitatif formalin pada 23 unit sampel bakso yang berasal dari empat lokasi di sekitar Kampus Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Bakso, Mie dan Tahu yang Terdapat pada Penyajian Bakso Per Porsi pada Bakso Yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya

No. Uji Kualitatif Reagen Test Kit Formalin Bakso Mie Tahu 1. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 2. Negatif (-) Negatif (-) - 3. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 4. Negatif (-) Negatif (-) - 5. Negatif (-) Negatif (-) - 6. Negatif (-) Negatif (-) - 7. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 8. Negatif (-) Negatif (-) - 9. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 10 Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 11. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 12. Positif (+) Negatif (-) - 13. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 14. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 15. Negatif(-) Negatif (-) Negatif (-) 16. Negatif (-) Negatif (-) - 17. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 18. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 19. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 20. Negatif (-) Negatif (-) - 21. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 22. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-) 23. Negatif (-) Negatif (-) Negatif (-)

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa dari 23 unit sampel bakso yang diperiksa secara kualitatif dengan reagent test kit formalin EASY test sebanyak dua kali, ditemukan satu unit sampel, yaitu nomor 12 yang dijual di kampus Universitas Sumatera Utara positif mengandung formalin.

Universitas Sumatera Utara BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Bakso

Beberapa variasi penyajian bakso yang dijual di Kampus Universitas

Sumatera Utara dan sekitarnya dikelompokkan berdasarkan bahan makanan penyusunnya yaitu jenis penyajian 1 (terdiri dari Mie soun, Bakso, Telur, Tahu,

Krupuk pansit, Kuah), penyajian 2 (terdiri dari Mie soun, Bakso, Ayam goreng,

Kuah), penyajian 3 (Mie soun, Bakso, Tahu, Sawi, Kuah), penyajian 4 (Mie soun,

Bakso, Telur, Kuah), penyajian 5 (Mie soun, Mie basah kuning, Bakso, Ayam goreng, Kuah), penyajian 6 (Mie soun, Bakso, Kuah), penyajian 7 (Mie basah kuning, Bakso, Tahu, Sawi, Kuah), penyajian 7 (Mie soun, Bakso, Tahu, Ayam goreng, Kuah), penyajian 8 (Mie soun, Bakso, Tahu, Ayam goreng, Kuah), penyajian 9 (Mie soun, Mie instan, Bakso, Tahu, Telur, Ayam goreng, Kuah), penyajian 10 (Mie soun, Bakso, Tahu, Kuah), dan penyajian 11 (Mie soun, Bakso,

Sawi, Kuah).

Bahan pembuat bakso yang digunakan oleh pedagang umumnya adalah tepung, ayam, dan daging sapi. Ada juga pedagang yang menambahkan telur dalam membuat bakso (lihat lampiran 4). Semua bahan tersebut kemudian digiling sendiri oleh pedagang. Berat bahan pembuat bakso pada setiap pedagang sangat bervariasi. Namun pada umumnya jumlah tepung lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah daging yang digunakan untuk membuat bakso. Hal ini dilakukan agar rasa daging lebih dominan dibandingkan tepung dan tekstur bakso juga tidak begitu kenyal. Pada beberapa pedagang, bakso dibuat dengan

Universitas Sumatera Utara dua variasi ukuran, yaitu bakso besar dan kecil. Bakso yang dijual terkadang tidak habis dalam sehari. Bakso yang tidak habis tersebut kemudian disimpan ke dalam freezer atau lemari pendingin. Batas penyimpanan bakso umumnya 2-3 hari.

Namun ada juga pedagang yang mengatakan penyimpanan bakso bisa sampai satu minggu.

Menurut SNI 3818-2014, bakso merupakan produk olahan daging yang dibuat dari daging hewan ternak yang dicampur pati dan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lainnya, dan atau bahan tambahan pangan yang diizinkan, yang berbentuk bulat atau lainnya, dan dimatangkan (Prasta,

2017). Bakso merupakan makanan jajanan yang pada umumnya terbuat dari daging sapi, ayam, ataupun ikan yang dihaluskan. Menurut Widyaningsih (2006) dalam Kesuma (2014), selain daging, dalam pembuatan bakso juga ditambahkan garam dapur, tepung tapioka, dan bumbu, kemudian bakso dibentuk bulat menyerupai kelereng dengan berat 25-30 gr per butir. Tekstur bakso yang kenyal merupakan ciri spesifik produk olahan ini. Variasi bakso terjadi karena perbedaan bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan, proporsi daging dengan tepung, dan proses pembuatannya.

5.2 Zat Gizi Bakso

Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa kandungan energi yang paling tinggi terdapat pada bahan makanan nomor 12 (Ayam, Daging sapi, telur ayam, tepung tapioka, mie soun, tahu goreng, ayam goreng), yaitu 978,9 kkal. Berdasarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG), kebutuhan energi orang dewasa pada kelompok umur 19-29 tahun untuk laki-laki adalah 2725 kkal dan

Universitas Sumatera Utara untuk perempuan 2250 kkal. Apabila mahasiswa mengkonsumsi bakso satu porsi dengan kandungan energi 978,9 kkal, maka bakso yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan energinya sekitar 35,9 % pada laki-laki dan 43,5 % pada perempuan dari total energi yang dibutuhkan. Namun berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan terhadap 20 mahasiswa Universitas Sumatera Utara, sebanyak 75% mahasiswa menjadikan bakso sebagai makanan jajanan atau selingan, dan 25% mahasiswa menjadikan bakso sebagai makanan utama. Jika mahasiswa menjadikan bakso sebagai makanan selingan dengan kandungan energi sekitar 978,9 kkal, dikhawatirkan akan mengakibatkan kelebihan energi.

Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh.

Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak. Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan risiko untuk menderita penyakit kronis, seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit kanker, dan dapat memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2010).

Kandungan karbohidrat paling tinggi terdapat pada bahan makanan nomor

17 (Ayam, Daging sapi, Tepung, Mie soun, Tahu goreng), yaitu 194 gram. Jika dibandingkan dengan angka kecukupan karbohidrat orang dewasa, yaitu 375 gram untuk laki-laki dan 309 gram untuk perempuan, maka diperkirakan jumlah karbohidrat pada bakso telah memenuhi 51,7 % pada laki-laki dan 62,8% pada

Universitas Sumatera Utara perempuan dari total kebutuhan karbohidrat per hari. Angka ini sudah cukup membantu memenuhi kebutuhan karbohidrat yang dianjurkan.

Kandungan lemak yang paling tinggi terdapat pada bahan makanan nomor

2 (Ayam, daging sapi, tepung, mie soun, ayam goreng), yaitu 31,2 gram. Jika dibandingkan dengan angka kebutuhan lemak orang dewasa per hari yaitu 91 gram untuk laki-laki dan 75 gram untuk perempuan, maka diperkirakan jumlah lemak pada bakso telah memenuhi 34,3% pada laki-laki dan 41,6% pada perempuan dari total kebutuhan lemak per hari. Angka ini sudah cukup membantu memenuhi kebutuhan lemak yang dibutuhkan orang deawasa per hari.

Kandungan protein paling tinggi terdapat pada pada bahan makanan nomor 2 (Ayam, daging sapi, tepung, mie soun, ayam goreng), yaitu 39,4 gram.

Jika dibandingkan dengan angka kecukupan protein orang dewasa yaitu 62 gram untuk laki-laki dan 56 gram untuk perempuan, maka diperkirakan jumlah protein dalam bakso telah memenuhi 63,6% pada laki-laki dan 70,4% pada perempuan.

Angka ini sudah cukup membantu memenuhi kebutuhan protein orang dewasa per hari.

Bakso tidak bisa dijadikan sebagai makanan utama, sebab kandungan zat gizi yang terdapat dalam bakso tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisi harian.

Jika dari segi sumbangan energi, kalori tertinggi yang terdapat pada unit sampel bakso yang dijual di Kampus USU dan sekitarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi harian, namun untuk zat gizi lain seperti vitamin dan mineral tidak dapat diperoleh dari mengkonsumsi bakso. Hal ini dikarenakan bahan makanan penyusun bakso seperti sayur hanya sedikit jumlahnya.

Universitas Sumatera Utara

Bakso memang mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein. Namun, kandungan gizi yang ada didalam bakso tidak cukup untuk memenuhi asupan nutrisi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan kurangnya asupan nutrisi yang berasal dari sayur-sayuran, yang disajikan pada satu porsi bakso. Diketahui bahwa sayuran yang biasa digunakan dalam sajian bakso per porsi adalah sayur sawi dengan jumlah yang sangat sedikit. Bahkan ada beberapa penyajian yang tidak memakai sayur-sayuran. Inilah sebabnya mengapa bakso tidak dapat dijadikan sebagai sumber asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Dalam penelitian ini, kuah bakso tidak dianalisis mengunakan

Nutrisurvey. Hal ini dikarenakan pada kuah bakso terdapat beberapa bahan makanan yang tidak terdapat dalam nutrisurvey, seperti kaldu sapi. Selain itu, kuah bakso juga lebih dominan mengandung air sehingga tidak banyak mengandung zat gizi, terutama zat gizi makro.

Zat gizi makro merupakan zat gizi yang berfungsi sebagai penyuplai energi dan zat-zat gizi esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel atau jaringan pemeliharaan maupun aktivitas tubuh. Zat gizi makro memiliki komponen terbesar dari susunan diet dibandingkan zat gizi mikro (Widuri dan

Pamungkas, 2013). Fungsi zat gizi secara umum adalah sebagai sumber energi, zat pembangun, dan pengatur. Fungsi tersebut dapat dipenuhi dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari mencakup nasi, ikan, daging, telur, susu, sayuran, dan lain sebagainya (Cakrawati dan Mustika, 2012).

Universitas Sumatera Utara Kebutuhan protein pada usia dewasa adalah 50-60 g per hari atau berkisar

11% dari total masukan energi. Adapun kebutuhan karbohidrat sebagai sumber energi utama pada usia dewasa kurang lebih 46 % dari total masukan energi.

Kebutuhan lemak pada orang dewasa tidak boleh melebihi 630 kkal atau sekitar

30% dari total kalori. Lemak merupakan bentuk energi yang paling pekat dalam makanan, sehingga pengurangan konsumsi lemak akan mengurangi pula kandungan energi dalam makanan dan dengan demikian pada beberapa kasus akan mencegah terjadinya obesitas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

5.3 Kandungan Boraks Pada Bakso

Berdasarkan pemeriksaan boraks secara kualitatif pada bakso yang dilakukan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, diperoleh hasil bahwa dari 23 unit sampel bakso tidak ditemukan adanya kandungan boraks pada seluruh unit sampel bakso tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang bakso diketahui bahwa masa penyimpanan bakso umumnya 2-3 hari. Bakso yang tidak habis disimpan didalam freezer atau lemari pendingin.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kesuma

(2014) pada pedagang bakso yang berjualan di Jalan Dr. Mansyur Kelurahan

Padang Bulan Kecamatan Medan Baru dengan hasil penelitian bahwa sebanyak

76% bakso yang diperiksa mengandung boraks dan 24% bakso tidak mengandung boraks.

Bakso yang baik adalah bakso yang terbuat dari daging yang berkualitas dan biasanya memiliki komposisi 90% daging dan 10% tepung tapioka. Selain itu,

Universitas Sumatera Utara sebaiknya daging yang digunakan dalam pembuatan bakso sebaiknya daging yang tidak berlemak karena bakso yang dibuat dengan daging yang berkadar lemak tinggi akan menghasilkan tekstur bakso menjadi kasar. Diantara ciri-ciri bakso yang baik adalah berbau khas bakso, memiliki tekstur yang agak kasar, tingkat kekenyalannya sedang, dan berwarna abu-abu segar merata disemua bagian

(Widyaningsih, 2006 dalam Kesuma, 2014). Dalam pembuatan bakso perlu ditambahkan tepung tapioka dan bumbu seperti bawang merah dan bawang putih serta garam. Selain itu, sering pula ditambahkan pengenyal. Pengenyal yang aman dan diperbolehkan adalah Sodium Tripoli Fosfat (STF). Selain sebagai pengenyal,

STF juga berfungsi sebagai pengemulsi sehingga adonan dapat tercampur dengan lebih rata (Yuliarti, 2007).

Penggunaan boraks dalam makanan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Senyawa boraks dari makanan diserap oleh tubuh manusia secara kumulatif, sehingga efeknya baru terasa setelah konsumsi terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Senyawa boraks yang terlanjur masuk ke dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati, otak atau testis. Jika dosis dalam tubuh cukup tinggi, akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, mual, muntah, mencret, kram perut cyanis, dan kompulsi (Indrati dan Gardjito, 2014).

5.4 Kandungan Formalin pada Bakso, Mie, dan Tahu Berdasarkan pemeriksaan formalin terhadap bakso, mie, dan tahu yang terdapat pada penyajian bakso per porsi yang dilakukan di Laboratorium

Biomedik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, diperoleh hasil bahwa dari 23 unit sampel yang diperiksa, terdapat satu unit sampel bakso

Universitas Sumatera Utara yang positif mengandung formalin. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada campuran bahan uji menjadi warna ungu muda.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang

Bahan Tambahan Pangan, terdapat 19 jenis bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan, termasuk diantaranya adalah Formalin. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya (Yuliarti, 2007).

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel sehingga menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.

Formalin bila menguap di uadara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata

(Cahyadi, 2009).

Universitas Sumatera Utara BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis kandungan zat gizi makro, boraks dan formalin pada bakso yang dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan sekitarnya maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis kandungan zat gizi makro pada bakso,

diketahui bahwa kandungan karbohidrat paling tinggi terdapat pada bahan

makanan nomor 17 (Ayam, Daging sapi, Tepung, Mie soun, Tahu

goreng), yaitu 194 gram. Kandungan lemak yang paling tinggi terdapat

pada bahan makanan nomor 2 (Ayam, daging sapi, tepung, mie soun,

ayam goreng), yaitu 31,2 gram. Kandungan protein paling tinggi terdapat

pada pada bahan makanan nomor 2 (Ayam, daging sapi, tepung, mie

soun, ayam goreng), yaitu 39,4 gram.

2. Bakso memang mengandung zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti

zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein. Namun,

kandungan gizi yang ada didalam bakso tidak cukup untuk memenuhi

asupan nutrisi yang dibutuhkan. Hal ini dikarenakan kurangnya asupan

nutrisi yang berasal dari sayur-sayuran, yang disajikan pada satu porsi

bakso yang dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara.

3. Berdasarkan pemeriksaan boraks secara kualitatif diperoleh hasil bahwa

dari 23 unit sampel bakso tidak ditemukan adanya kandungan boraks

pada seluruh unit sampel bakso tersebut.

Universitas Sumatera Utara 4. Pada pemeriksaan formalin secara kualitatif terhadap bakso, mie, dan

tahu, ditemukan satu unit sampel bakso yang positif mengandung

formalin.

6.2 Saran

1. Disarankan kepada produsen/pembuat bakso sebaiknya menggunakan

pengenyal dan pengawet alami pengganti boraks dan formalin yang

aman untuk dikonsumsi masyarakat, seperti kapur sirih (kalsium

hidroksida) sebagai pengawet dan karagenan sebagai pengenyal.

2. Disarankan kepada produsen/pembuat bakso untuk menambah jumlah

atau variasi dari sayur-sayuran dalam sajian bakso per porsi

3. Perlu dilakukan pengawasan terhadap boraks dan formalin agar tidak

diperjual belikan secara bebas.

4. Perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala oleh Balai

Pengawasan Obat dan Makanan khususnya pada bakso sehingga dapat

dilakukan tindakan pencegahan dalam penggunaan bahan-bahan

berbahaya sebagai bahan tambahan dalam makanan.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Adriani., Wijatmadi. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan, Jakarta, 2012, Kencana Prenada Media Group. Hal. 366-367. Adriani., Wijatmadi. Pengantar Gizi Masyarakat, Jakarta, 2012, Kencana Prenada Media Group. Hal. 299-300. Almatsier, sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, 2010, PT Gramedia Pustaka Utama. Hal. 150. Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Jakarta, PT. Bumi Aksara. Hal. 252-253. Cakrawati., Mustika. 2012. Bahan Pangan, Gizi, Dan Kesehatan. Cetakan Kesatu, , ALFABETA. CV. Hal. 1, 7. Badan POM RI. 2013. Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet. Harimurti., Fajriana. 2016. Analisis Kualitatif Dan Kuantitatif Kandungan Boraks Pada Bakso Tusuk Di Wilayah Kota Yogyakarta Derah Istimewa Yogyakarta. Tersedia dari http://repository.umy.ac.id diakses tanggal 09 Februari 2018. Haq, Misyka Nadziratul. 2014. Analisis Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks Pada Bakso Di Kelurahan Ciputat Tahun 2014. Skripsi. Jakarta. FK UIN SYARIF HIDAYATULLAH. Tersedia dari http://repository.uinjkt.ac.id, diakses tanggal tanggal 23 Februari 2018. Hermanianto., Andayani. 2002. Studi Perilaku Konsumen Dan Identifikasi Parameter Bakso Sapi Berdasarkan Preferensi Konsumen Di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Teknologi Dan Industri, Vol. XIII, Nomor 1, hal. 4. Hutabarat, Pujita. 2010. Analisa Kandungan Formalin Pada Mie Basah Serta Ciri- ciri Fisik Mie Basah Yang Positif Mengandung Formalin dan Negatif Mengandung Formalin Di Pasar Tradisional Medan Tahun 2010. Tersedia dari Tersedia dari http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 25 April 2018. Indrati., Gardjito. 2014. Pendidikan Konsumsi Pangan. Edisi pertama, Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri. Hal. 218-222. Kesuma, Yustisia Rizki. 2014. Pemeriksaan Boraks Pada Bakso Yang Dijual Pedagang Kaki Lima Dan Warung Bakso Di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2014. Tersedia dari www.repository.usu.ac.id diakses tanggal 23 Februari 2018.

Universitas Sumatera Utara Lubis, Ummi Salamah. 2015. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Serta Pengetahuan Dan Sikap Pedagang Tentang Boraks Di Kelurahan Aek Tampang Kota PadangSidimpuan Tahun 2015. Tersedia dari www.repository.usu.ac.id diakses tanggal 23 Februari 2018. Mudzkirah, Ida. 2016. Identifikasi Penggunaan Zat Pengawet Boraks Dan Formalin Pada Makanan Jajanan Di Kantin UIN Alauddin Makassar Tahun 2016. Tersedia dari http://repositori.uin-alauddin.ac.id diakses tanggal 11 Februari 2018. Munthe, Febrina Valentine. 2016. Higiene Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Hasil Industri Rumah Tangga Di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016. Tersedia dari http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 25 April 2018. Nasution, Anisyah. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009. Tersedia dari www.repository.usu.ac.id diakses tanggal 23 Februari 2018. Pakpahan, Ruth Carolina. 2010. Pengetahuan dan Sikap Pedagang Bakso dan Pemeriksaan Formalin Pada Makanan Jajanan Bakso Daging Kukus yang Diperjualbelikan Di Lingkungan Sekolah Kelurahan Pulo Brayan Kecamatan Medan Barat Tahun 2010. Tersedia dari http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 25 April 2018. Prasta, Tristia. 2017. Hubungan Higiene Dan Sanitasi Terhadap Cemaran Mikrobia Dan Boraks Pada Adonan Bakso Dan Bakso Di Penggilingan Daging Beberapa Pasar Di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Skripsi. Tersedia dari www.mercubuana-yogyakarta.ac.id diakses tanggal 15 Juli 2018. Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2012. Permenkes RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Permadi., Rahmatullah St, 2017. Penambahan Boraks Dalam Bakso Di Kota Pekalongan (Tinjauan Pengetahuan Dan Praktik). Tersedia dari www.lpp.uad.ac.id, diakses tanggal 24 Januari 2018. Rami, Silvi Leila. 2015. Analisis Mutu Bakso Tusuk di Kota Jambi Berdasarkan Standar Mutu SNI-01-3818-1995. Jurnal Pangan, Volume 17, Nomor 1, hal.72-75. Sitorus, Novyanri S. 2012. Hygiene Sanitasi Dan Analisa Kandungan Boraks Pada Bakso Bakar Yang Dijual Disekitar Sekolah Dasar Di Kecamatan Medan Baru Kota Medan Tahun 2012. Tersedia dari www.repository.usu.ac.id, diakses tanggal 22 Februari 2018.

Universitas Sumatera Utara Sultan, dkk. 2013. Analisis Kandungan Zat Pengawet Boraks Pada Jajanan Bakso Di SDN Kompleks Mangkura Kota Makassar. Tersedia dari www.repository.unhas.ac.id diakses tanggal 16 Juli 2018. Thah., Yuwono. 2014. Analisis Preferensi, Perilaku Mahasiswa Dan Keamanan Pangan Terhadap Produk Bakso Di Sekitar Universitas Brawijaya. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2, Nomor 4, hal. 93. Widayat, Dandik. 2011. Uji Kandungan Boraks Pada Bakso (Studi Pada Warung Bakso di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember). Skripsi. Jember. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Tersedia dari http://repository.unej.ac.id, diakses tanggal 11 Maret 2018. Widuri., Pamungkas. 2013. Komponen Gizi dan Bahan Makanan untuk Kesehatan, Yogyakarta, Gosyen Publishing. Hal. 26. Yuliarti, Nurheti. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Kelezatan Makanan, Yogyakarta, Penerbit ANDI. Hal. 49-51.

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1

Universitas Sumatera Utara Lampiran 2 Master Data Berat Bahan Penyusun Bakso per porsi pada Bakso Yang Dijual di Kampus Universitas Sumatera Utara dan Sekitarnya

No. Bahan Penyusun Bakso Berat I Berat II Berat III Rata-rata 1. - Mie soun 91 95 103 96,3 - Krupuk pansit 32 28 35 31,6 - Bakso 117 120 119 118,6 - Telur 14 16 15 15 - Tahu 16 18 13 15,6 - Kuah 425 390 410 408,3 Total 685,4 2. - Mie soun 124 130 126 126,6 - Ayam goreng 79 75 76 76,6 - Bakso 79 82 80 80,3 - Kuah 330 335 337 334 Total 617,5 3. - Mie soun 96 90 97 94,3 - Bakso 53 56 54 54,3 - Sawi 21 22 18 20,3 - Tahu 21 23 24 22,6 - Kuah 286 290 295 290,3 Total 481,8 4. - Mie soun 94 98 95 95,6 - Bakso 94 92 94 93,3 - Telur 38 40 38 38,6

Universitas Sumatera Utara - Kuah 306 308 298 304 Total 531,5 5. - Mie soun 128 130 125 127,6 - Mie basah kuning 64 65 62 63,6 - Bakso 49 52 50 50,3 - daging ayam goreng 26 28 25 26,3 - Kuah 603 598 595 598,6 Total 866,4 6. - Mie soun 63 65 62 63,3 - Bakso 44 46 48 46 - Kuah 315 300 320 311,6 Total 420,9 7. - Mie kuning 120 122 125 122,3 - Bakso 57 59 58 58 - Tahu 12 14 14 13,3 - Sawi 10 12 10 10,6 - Kuah 300 310 312 307,3 Total 511,5 8. - Mie soun 140 143 140 141 - Bakso 110 112 110 110,6 - Kuah 403 410 390 401 Total 652,6 9. - Mie soun 92 95 98 95 - Bakso 86 84 83 84,3 - Tahu 13 12 13 12,6 - Sawi 8 10 12 10 - Kuah 239 242 244 241,6 Total 443,5

Universitas Sumatera Utara 10. - Mie soun 124 126 124 124,6 - Bakso 69 71 72 70,6 - Tahu 18 19 17 18 - Ayam 34 36 38 36 - Kuah 330 345 327 334 Total 583,2 11. - Mie soun 102 108 110 106,6 - Mie instan 54 57 54 55 - Bakso 56 58 56 56,6 - Telur 56 60 59 58,3 - Ayam 22 25 28 25 - Tahu 13 12 14 13 - Kuah 307 320 318 315 Total 629,5 12. - Mie soun 108 115 110 111 - Bakso 65 67 65 65,6 - Kuah 268 310 308 295,3 Total 471,9 13. - Mie soun 171 175 180 175,3 - Bakso 89 88 87 88 - Ayam 11 13 12 12 - Tahu 18 19 17 18 - Krupuk pansit 13 15 13 13,6 - Kuah 426 502 450 459,3 Total 766,2 14. - Mie soun 169 202 189 186,6 - Bakso 72 75 78 75 - Kaki ayam 20 18 17 18,3

Universitas Sumatera Utara - Tahu 8 13 9 10 - Kuah 274 310 308 297,3 Total 587,2 15. - Mie soun 90 102 98 96,6 - Bakso 43 45 42 43,3 - Tahu 10 12 13 11,6 - Kuah 287 312 306 301,6 Total 453,1 16. - Mie soun 132 135 149 138,6 - Bakso 68 71 67 68,6 - Ayam 18 20 21 19,6 - Kuah 300 315 328 314,3 Total 541,1 17. - Mie soun 87 91 90 89,3 - Bakso 92 95 97 94,6 - Krupuk pansit 28 28 30 28,6 - Tahu 14 15 17 15,3 - Telur 6 8 6 6,6 - Kuah 337 401 387 375 Total 609,4 18. - Mie soun 127 137 141 135 - Bakso 70 72 73 71,6 - Tahu 23 24 25 24 - Kuah 189 203 218 203,3 Total 433,9 19. - Mie soun 114 117 118 116,3 - Bakso 95 98 95 96 - Tahu 41 39 42 40,6

Universitas Sumatera Utara - Kuah 301 320 325 315,3 Total 568,2 20. - Mie soun 104 115 118 112,3 - Bakso 82 85 84 83,6 - Sayur sawi 23 25 28 25,3 - Kuah 276 301 298 291,6 Total 512,8 21. - Mie soun 95 98 101 98 - Bakso 54 56 53 54,3 - Tahu 31 33 30 31,3 - Krupuk pansit 56 58 56 56,6 - Kuah 357 378 390 375 Total 615,2 22. - Mie soun 203 210 215 209,3 - Bakso 58 60 59 59 - Tahu 12 15 14 13,6 - Kuah 350 370 365 361,6

Total 643,5 23. - Mie soun 150 158 160 156 - Bakso 59 56 57 57,3 - Kuah 276 280 286 280,6 Total 493,9 keterangan:

1. Jenis penyajian 1 (Mie soun, Bakso, Telur, Tahu, Krupuk pansit, Kuah) : 1, 17 2. Jenis penyajian 2 (Mie soun, Bakso, Ayam goreng, Kuah) : 2,16

Universitas Sumatera Utara 3. Jenis penyajian 3 (Mie soun, Bakso, Tahu, Sawi, Kuah) : 3,9 4. Jenis penyajian 4 (Mie soun, Bakso, Telur, Kuah) : 4 5. Jenis penyajian 5 (Mie soun, Mie basah kuning, Bakso, Ayam goreng, Kuah) : 5 6. Jenis penyajian 6 (Mie soun, Bakso, Kuah) : 6,8,12,23 7. Jenis penyajian 7 (Mie basah kuning, Bakso, Tahu, Sawi, Kuah) : 7 8. Jenis penyajian 8 (Mie soun, Bakso, Tahu, Ayam goreng, Kuah) :10,13,14 9. Jenis penyajian 9 (Mie soun, Mie instan, Bakso, Tahu, Telur, Ayam goreng, Kuah) : 11 10. Jenis penyajian 10 (Mie soun, Bakso, Tahu, Kuah) : 15,18,19,21,22 11. Jenis penyajian 11 (Mie soun, Bakso, Sawi, Kuah) : 20

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3 Master Data Berat bahan pembuat bakso

No Berat Bahan Pembuat Bakso Berat Bahan Pembuat bakso dalam Satu Porsi

Ayam Daging Tepung Telur Telur Jumlah Ayam Daging Tepung Telur Telur (g) (g) (g) ayam bebek Porsi yang (g) (g) (g) ayam bebek (g) (g) dihasilkan (g) (g) 1 9000 1000 2000 250 - 110 81,8 9,09 18,1 2,5 -

2 20000 5000 2000 - - 350 57,1 14,2 5,7 - -

3 1000 - 2000 50 - 60 16,6 - 33,3 0,83 -

4 5000 - 7000 - - 150 33,3 - 46,6 - -

5 3000 - 1000 - - 100 30 - 10 - -

6 2000 - 1000 - - 80 25 - 12,5 - -

7 - 2000 1500 - - 80 - 25 18,75 - -

8 2000 - 1000 - - 40 50 - 25 - -

Universitas Sumatera Utara

9 1000 - 400 100 90 30 33,3 - 13,3 3,33 3

10 2000 - 1500 - - 60 33,3 - 25 - -

11 7000 - 1000 - - 200 35 - 5 - -

12 - 2000 1500 - - 60 - 33,3 25 - -

13 6000 1000 1000 - - 1 100 1 60 10 10 - - 1 1 1 14 2000 - 1000 - - 50 40 - 20 - -

15 3000 - 1000 - - 120 25 - 8,3 - -

16 2000 - 1000 - - 60 33,3 - 16,6 - -

17 13000 3000 1500 - - 200 65 15 7,5 - -

18 8000 - 2000 - - 160 50 - 12,5 - -

19 2000 - 1500 - - 50 40 - 30 - -

20 2000 - 1000 - - 50 40 - 20 - - 21 12000 - 4000 - - 350 34,2 - 11,42 - - 22 5000 2000 450 - - 150 33,3 13,3 3 - -

Universitas Sumatera Utara 23 8000 - 1500 - - 200 40 - 7,5 - -

Universitas Sumatera Utara Lampiran 4

Master Data

Analisis Zat Gizi Makro Berdasarkan Bahan Makanan Penyusun Bakso per porsi Pada Bakso Yang Dijual Di Kampus USU dan Sekitarnya

No. Bahan Makanan Berat Energi Karbohidrat Lemak Protein (g) (Kkal) (g) (g) (g) 1. Ayam 81,8 233,0 0,0 15,5 22,0 Daging sapi 9,09 24,4 0,0 1,6 2,3 Telur ayam 2,5 3,9 0,0 0,3 0,3 Tepung tapioka 18,1 65,9 13,8 0,2 1,9 Mie soun 96,3 366,9 87,9 0,1 0,3 Telur ayam 15 23,3 0,2 1,6 1,9 Tahu goreng 15,6 32,1 0,3 3,2 1,1 Total 238,4 749,5 102,2 22,5 29,8 2. Ayam 57,1 162,7 0,0 10,8 15,4 Daging sapi 14,2 38,2 0,0 2,6 3,5 Tepung 5,7 21,7 5,2 0,0 0,0 Mie soun 126,6 482,3 115,6 0,1 0,4 Ayam goreng 76,6 254,3 2,8 17,7 20,1 Total 280,2 959,2 123,6 31,2 39,4 3. Ayam 16,6 47,3 0,0 3,1 4,5 Tepung 33,3 126,9 30,4 0,0 0,1 Telur ayam 0,83 1,3 0,0 0,1 0,1 Tahu goreng 22,6 46,6 0,4 4,6 1,6 Sawi hijau 20,3 3,1 0,4 0,0 0,5

Universitas Sumatera Utara Mie soun 94,3 359,3 86,1 0,1 0,3 Total 187,93 584,5 117,3 7,9 7,1 4. Ayam 33,3 94,9 0,0 6,3 9,0 Tepung 46,6 177,5 42,5 0,0 0,1 Mie soun 95,6 364,2 87,3 0,1 0,3 Telur ayam 38,6 59,9 0,4 4,1 4,9

Total 214,1 696,5 130,2 10,5 14,3 5. Ayam 30 85,5 0,0 5,7 8,1 Tepung tapioka 10 38,1 9,1 0,0 0,0 Mie soun 127,6 486,1 116,5 0,1 0,4 Mie basah kuning 63,6 89,7 18,0 0,4 3,1 Ayam goreng 26,3 87,3 1,0 6,1 6,9 Total 257,5 786,7 144,6 12,3 18,5 6. Ayam 25 71,2 0,0 4,7 6,7 Tepung 12,5 45,5 9,5 0,1 1,3 Mie soun 63,3 241,2 57,8 0,1 0,2 Total 100,8 357,9 67,3 4,9 8,2 7. Daging sapi 25 67,2 0,0 4,5 6,2 Tepung terigu 18,75 68,3 14,3 0,2 1,9 Tahu goreng 13,3 27,4 0,2 2,7 1,0 Sawi hijau 10,6 1,6 0,2 0,0 0,2 Mie basah kuning 122,3 172,5 34,6 0,9 5,9 Total 189,9 337 49,3 7,3 15,2 8. Ayam 50 142,4 0,0 9,4 13,4 Tepung 25 95,2 22,8 0,0 0,1 Mie soun 141 537,2 128,7 0,1 0,4 Total 216 774,8 151,5 9,5 13,9

Universitas Sumatera Utara 9. Ayam 33,3 94,9 0,0 6,3 9,0 Tepung 13,3 48,4 10,1 0,1 1,4 Telur ayam 3,3 5,2 0,0 0,4 0,4 Telur bebek 3 5,5 0,0 0,4 0,4 Mie soun 95 361,9 86,7 0,0 0,3 Sawi hijau 10 1,5 0,2 0,2 0,2 Tahu goreng 12,6 26,0 0,2 2,6 0,9 Total 170,5 543,4 97,2 10 12,6 10. Ayam 33,3 94,9 0,0 6,3 9,0 Tepung 25 91,0 19,1 0,3 2,6 Mie soun 124,6 474,7 113,8 0,1 0,4 Ayam goreng 36 119,5 1,3 8,3 9,4 Tahu goreng 18 37,1 0,3 3,7 1,3 Total 219,7 817,2 134,5 18,7 22,7 11. Ayam 35 99,7 0,0 6,6 9,4 Tepung 5 18,2 3,8 0,1 0,5 Mie soun 106,6 406,1 97,3 0,1 0,3 Mie instan 55 77,6 15,6 0,4 2,6 Telur ayam rebus 58,3 90,4 0,6 6,2 7,3 Ayam goreng 25 83,0 0,9 5,8 6,6 Tahu goreng 13 26,8 0,2 2,6 0,9 Total 297,9 801,8 118,4 21,8 27,6 12. Daging sapi 33,3 89,5 0,0 6,0 8,3 Tepung 25 91,0 19,1 0,3 2,6 Mie soun 111 422,9 101,3 0,1 0,3 Total 169,3 603,4 120,4 6,4 11,2 13. Ayam 60 170,9 0,0 11,3 16,1 Daging sapi 10 26,9 0,0 1,8 2,5

Universitas Sumatera Utara Tepung 10 36,4 7,6 0,1 1,0 Mie soun 175,3 667,8 160,0 0,2 0,5 Tahu goreng 18 37,1 0,3 3,7 1,3 Ayam goreng 12 39,8 0,4 2,8 3,1 Total 273,5 978,9 168,3 19,9 24,5 14. Ayam 40 114,0 0,0 7,6 10,8 Tepung 20 76.2 18,3 0,0 0,1 Tahu goreng 10 20,6 0,2 2,0 0,7 Mie soun 186,6 710,9 170,4 0,2 0,6 Ayam bagian kaki 18,3 18,3 0,0 3,1 2,1 Total 274,9 940 188,9 12,9 14,3 15. Ayam 25 71,2 0,0 4,7 6,7 Tepung 8,3 30,2 6,3 0,1 0,9 Mie soun 96,6 368,0 88,2 0,1 0,3 Tahu goreng 11,6 23,9 0,2 2,4 0,8 Total 141,5 493,3 94,7 7,3 7,7 16. Ayam 33,3 94,9 0,0 6,3 9,0 Tepung 16,6 60,4 12,7 0,2 1,7 Mie soun 138,6 528,0 126,5 0,1 0,4 Ayam goreng 19,6 65,1 0,7 4,5 5,1 Total 208,1 748,4 139,9 11,1 16,2 17. Ayam 65 185,2 0,0 12,3 17,5 Daging sapi 15 40,3 0,0 2,7 3,7 Tepung 7,5 27,3 5,7 0,1 0,8 Mie soun 89,3 340,2 81,5 0,1 0,3 Tahu goreng 15,3 31,5 0,3 3,1 1,1 Telur ayam 6,6 10,2 0,1 0,7 0,8 Total 198,7 634,7 87,6 19 24,2

Universitas Sumatera Utara 18. Ayam 60 170,9 0,0 11,3 16,1 Tepung 12,5 45,5 9,5 0,1 1,3 Mie soun 135 514,3 123.3 0,1 0,4 Tahu goreng 24 49,4 0,4 4,9 1,8 Total 231,5 780,1 133,2 19,4 19,2 19. Ayam 40 114,0 0,0 7,6 10,8 Tepung 30 109,2 22,9 0,3 3,1 Mie soun 116,3 443,1 106,2 0,1 0,3 Tahu goreng 40,6 83,6 0,7 8,2 3,0 Total 226,9 749,9 129,8 16,2 17,2 20. Ayam 40 114,0 0,0 7,6 10,8 Tepung 20 72,8 15,3 0,2 2,1 Mie soun 112,3 427,8 102,5 0,1 0,3 Sawi hijau 25,3 3,8 0,5 0,1 0,6 Total 197,6 618,4 118,3 8 13,8 21. Ayam 34,2 97,4 0,0 6,5 9,2 Tepung 11,4 43,5 10,4 0,0 0,0 Mie soun 98 373,4 89,5 0,1 0,3 Tahu goreng 31,3 64,5 0,5 6,4 2,3 Total 174,9 578,8 100,4 13 10,8 22. Ayam 33,3 94,9 0,0 6,3 9,0 Daging sapi 13,3 35,8 0,0 2,4 3,3 Tepung 3 11,4 2,7 0,0 0,0 Mie soun 209,3 797,4 191,1 0,6 0,6 Tahu goreng 13,6 28,0 0,2 1,0 1,0 Total 272,5 967,5 194 10,3 13,9

Universitas Sumatera Utara 23. Ayam 40 114,0 0,0 7,6 10.8 Tepung 7,5 28,6 6,8 0,0 0,0 Mie soun 156 594,3 142,4 0,2 0,5

Total 203,5 736,9 149,2 7,8 11,3

Keterangan:

1: Jl. Pembangunan 1 13: Dr. Mansyur 1 2 : FISIP 14: Dr. Mansyur 2 3: Perpus USU 15: Dr. Mansyur 3 4: Jl. Jamin Ginting 1 16: Jl. Jamin Ginting 2 5: FIB 17: Dr. Mansyur 4 6: F.Kep 18: Dr. Mansyur 5 7: Fakultas Kedokteran 19: Dr. Mansyur 6 8: Gelanggang Mahasiswa 1 20. Dr. Mansyur 7 9: Gelanggang Mahasiswa 2 21: Jl. Jamin Ginting 3 10: FKG 22: Jl. Jamin Ginting 4 11. Hukum 23: Jl. Pembangunan 2 12. FK internasional

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Dokumentasi

Gambar 1.Penimbangan Mie soun Gambar 2.Penimbangan Mie basahkuning

Gambar3.PenimbanganTahu Gambar 4.PenimbanganAyamgoreng

Gambar 5.PenimbanganBakso Gambar 6.Penimbangankuahbakso

71

Universitas Sumatera Utara 72

Gambar7.JenisPenyajian 1 Gambar8.Jenispenyajian 2

Gambar 9.JenisPenyajian 3 Gambar10.Jenispenyajian 4

Gambar11.Jenispenyajian 5 Gambar12.Jenispenyajian 6

Universitas Sumatera Utara 73

Gambar13.JenisPenyajian 7 Gambar14.JenisPenyajian 8

Gambar15.JenisPenyajian 9 Gambar 16.JenisPenyajian 10

` Gambar17. JenisPenyajian 11

Universitas Sumatera Utara 74

Gambar18. Proses pemeriksaan formalin Gambar19. sampelnegatifboraks

Gambar20.sampelnegatif formalin Gambar21. sampelnegatif formalin

Gambar22.sampelpositif formalin (tengah) Gambar23. sampelpositif formalin

Universitas Sumatera Utara