Periode 2004-2009

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Periode 2004-2009 Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Vol. 4; No. 1; Tahun 2018 Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Garut Halaman 9-23 P-ISSN: 2461-0836; E-ISSN: 2580-538X SARANA KOMUNIKASI POLITIK UMAT KRISTIANI DI INDONESIA: STUDI PERAN PARTAI DAMAI SEJAHTERA (PDS) PERIODE 2004-2009 Yandi Hermawandi Universitas Garut, Fakultas Ilmu Komunikasi email: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan partai-partai politik umat kristiani yang berfungsi sebagai sarana komunikasi politik umat krisitiani di Indonesia. Partai politik berbasis keagamaan kristen ini muncul sejak Pemilu pertama di Indonesia pada 1955 hingga pada masa reformasi pada pemilu 2004. Tujuan penelitian ini adalah menemukan peran Partai Damai Sejahtera sebagai sarana komunikasi politik umat kristiani pada masa reformasi periode 2004-2009. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aspirasi yang diperjuangkan oleh Partai Damai Sejahtera pada masa reformasi tidak berbeda dengan aspirasi yang diperjuangkan oleh partai-partai politik umat kristiani pada masa Orde Lama maupun Orde Baru, yaitu: Pertama, menjaga hak-hak minoritas. Kedua, menjaga pluralisme. Ketiga, menolak ide negara Islam dan syariat Islam. Kata Kunci: Partai Politik Umat Kristiani, Komunikasi Politik, Partai Damai Sejahtera. Abstract This reserach examines the existance of Christians political parties as they are used as tools of political communication to Christians in Indonesia. Religion (Christian) based political party existed in Indonesia since 1955 election until the first Reformasi direct election in 2004. This research aims to find the answer how did the Partai Damai Sejahtera act as tool of Christians political communication in the reform era 2004-2009. The results show that christians voices which are struggled by PDS in the era of Reformasi are the same with the voices in the Old and New Order era. The voices are: first, defending the rights of minority groups in Indonesia. Second, defending pluralism. Third, rejecting the idea of establishing Islamic state and enforcing Islamic law in Indonesia. Keywords: Christians Political Party, Political Communication, Prosperous and Peace Party. Pendahuluan penjajah. Termasuk juga umat Kristiani Sejarah perjalanan bangsa Indonesia tak (Protestan ataupun Katolik) memiliki andil lepas dari peran agama yang mampu dalam sejarah perjuangan bangsa. memberikan spirit perlawanan terhadap (Mengenai sejarah hubungan Gereja/ umat Kristiani dengan negara bisa di lihat dalam www.journal.uniga.ac.id 9 Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Vol. 4; No. 1; Tahun 2018 Halaman 9-23 studi McDonald, 1968: 219-266). Bersama panggung politik formal. Sepanjang 1999- kelompok mayoritas (Islam), umat 2009 lahir belasan partai politik umat Kristiani bahu-membahu turut berjuang Kristiani. melawan penjajah Belanda dan Jepang Namun, dari sekian banyak partai (Aritonang, 2007) Di awal-awal politik Kristiani tersebut, mungkin hanya kemerdekaan, representasi umat Kristiani Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB), juga mendapat peran dalam pemerintah Partai Kristen Nasional Indonesia (Krisna) Sukarno-Hatta. Hubungan antar agama dan Partai Damai Sejahtera (PDS) yang (terutama Islam-Kristen) sangat harmonis. mendapatkan suara cukup signifikan. Bahkan, sikap toleransi umat Islam pada Terlebih dari sekian banyak itu yang awal-awal kemerdekaan ditunjukkan berhasil memperoleh kursi di parlemen dengan keikhlasan membuang tujuh kata hanyalah PDS. Banyaknya umat Kristiani dalam Piagam Jakarta yang akhirnya yang berminat membentuk partai politik disepakati sebagai dasar negara (Maarif, aliran ini dinilai cukup fenomenal. Sebab, 2006: 110) Lalu disepakatilah Pancasila pada masa Orde Baru kecenderungan ini dan UUD 1945 sebagai dasar negara sangat jarang terlihat, jika tidak dikatakan Indonesia. tidak terlihat sama sekali. Umat Kristiani juga bergiat di Kiprah umat Kristiani di panggung dalam partai-partai politik berbasis agama. politik nasional menarik untuk dikaji. Pada masa setelah kemerdekaan, mereka Minat umat Kristiani untuk membentuk pernah mengenal Partai Kristen Indonesia partai politik tentu memiliki alasan-alasan (Parkindo) dan Partai Katolik (Parkat). tertentu pada setiap fase perubahan sosial Kedua partai ini berdiri semenjak politik nasional. Agenda-agenda politik Maklumat Wakil Presiden Hatta pada dan program pun dijalankan sesuai dengan bulan November 1945 (awal visi yang telah ditetapkan oleh partai kemerdekaan). Partai-partai berbasis politik tersebut. Bagi umat Kristiani, agama Kristen ini berhasil keberadaan partai politik berbasis agama memproyeksikan tokoh-tokoh seperti Dr. ini bisa menjadi sarana dan kendaraan J. Leimena, Melanchton Siregar, dr. untuk menyalurkan aspirasi yang terkait Tambunan, Sabam Sirait, dan lain-lain ke kehidupan mereka di Indonesia. pentas politik nasional. Sesuai dengan fungsinya, partai (www.leimena.org) politik tentu saja didirikan berdasarkan Pada fase-fase perubahan sosial beberapa hal penting bagi para pendiri politik di Indonesia, baik masa Orde maupun konstituennya. Kehadiran partai Lama, Orde Baru, hingga masa reformasi politik merupakan organisasi politik yang 1998, peran umat Kristiani di pentas menjadi barometer demokrasi. Demokratis politik nasional tidak bisa dianggap atau tidaknya sebuah sistem politik sangat remeh. Perubahan sosial politik pada 21 bergantung pada kehadiran partai politik, Mei 1998, gerakan reformasi membawa terlepas dari berfungsi atau tidaknya partai angin segar bagi kelompok politik politik tersebut. Jumlah partai politik sektarian (berbasis agama). Umat Kristiani banyak pun belum tentu menjamin pun tak ketinggalan turut mendirikan terpeliharanya institusi dan nilai-nilai partai politik untuk berjuang dalam demokrasi. Meskipun jika jumlah partai www.journal.uniga.ac.id 10 Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Vol. 4; No. 1; Tahun 2018 Halaman 9-23 politik hanya satu (partai tunggal seperti di kursi di DPR RI sebagaimana pada pemilu negara-negara komunis) tidak dapat pula 2004. Tulisan ini akan menjawab disebut sebagai suatu sistem yang pertanyaan penelitian berikut ini: demokratis. Bagaimana peran Partai Damai Sejahtera Demikian pula ketika fase sebagai sebuah sarana komunikasi politik perubahan sosial politik pada masa umat Kristiani di parlemen politik reformasi 1998. Masa reformasi dianggap nasional Indonesia Periode 2004-2009? sebuah fase dimana proses demokratisasi kembali dimulai di Indonesia. Kajian Pustaka dan Kerangka Teori Membludaknya jumlah partai, termasuk Beberapa buku yang dijadikan partai umat Kristiani, merupakan salah rujukan dalam penelitian ini dapat satu pertanda proses demokratisasi itu membantu dalam penulisan (penelitian) berjalan. Dalam kaitan dengan proses ini. Buku tersebut adalah sebagai berikut: demokratisasi itulah, penting kiranya 1. Mianto Nugroho Agung dan Jeffrie menganalisis kiprah partai politik umat AA. Lempas (Ed.), Yesus dan Kristiani di Indonesia. Politik, Sebuah Bunga Rampai, PDS merupakan satu-satunya Komunitas Nisita, Jakarta, 2004; partai politik umat Kristiani yang berhasil dan membentuk satu fraksi dengan 13 kursi di 2. Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah parlemen (DPR RI) sejak masa reformasi Perjumpaan Kristen dan Islam di 1998. Partai politik yang dibentuk pada 28 Indonesia, BPK Gunung Mulia, Oktober 2001 ini memperoleh 2.424.319 Jakarta, 2004. suara (2,14%) pada pemilu 2004. Buku Yesus dan Politik, Sebuah Sedangkan kursi yang diperoleh di Bunga Rampai yang ditulis oleh para parlemen sebanyak 13 kursi (2,36%). pakar dari beragam latar belakang Dengan demikian, PDS tak bisa lolos pendidikan ini sebenarnya sedikit Electoral Threshold (ET) yang ditetapkan menyinggung keberadaan PDS. sebesar 3%. Disebutkan dalam tulisan itu bahwa Oleh karena itu, untuk ikut Pemilu kehadiran PDS menimbulkan pro dan 2009 PDS harus berganti nama atau kontra di kalangan Kristen. (Sinar bergabung dengan partai politik lain. Harapan, 29 Mei 2004) Konsekuensi dari Beruntung, dalam Undang-Undang no. perbedaan sikap tersebut, suara politik 10/2008 tentang Pemilihan Umum ada umat Kristen tidak utuh ke PDS. Alhasil, aturan peralihan bahwa semua partai PDS tak berhasil dalam percaturan politik. peserta Pemilu 2004 berhak maju dalam Buku tersebut hanya mengulas mengenai Pemilu 2009. Pada Pemilu 2009, PDS tak sisi yang berbeda antara agama dan mampu melampaui ketentuan realitas masyarakat (politik). Karena parliamentary threshold (PT) 2,5%. itulah, keterlibatan kalangan Gereja dalam Sayangnnya, PDS yang memasang target politik praktis sangat disesalkan. 5%, hanya berhasil memperoleh 1.541.592 Seakan ingin menegaskan suara (1,48 %) (www.kpu.go.id). Ini keberadaan PDS di panggung politik berarti PDS tidak lolos PT. Dengan nasional, Eka Darmaputera menilai bahwa demikian, PDS tak berhak mendapatkan tidak ada teologi yang apolitis. Ia menilai www.journal.uniga.ac.id 11 Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Vol. 4; No. 1; Tahun 2018 Halaman 9-23 bahwa sebuah teologi yang tidak Sedangkan buku kedua berjudul menyerukan perubahan, secara tidak Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di langsung dan mungkin tidak bermaksud Indonesia, merupakan buku sejarah yang begitu, berarti ingin melegitimasikan dan banyak memberikan perspektif partai- ingin melestarikan status quo. Berteologi partai politik umat Kristiani di Indonesia. secara apolitis berarti berteologi dan Sayangnya buku ini sama sekali
Recommended publications
  • Liddle Indonesia.Pdf
    Constituttional Design 2000 December 9–11, 1999 INDONESIA’S DEMOCRATIC TRANSITION: PLAYING BY THE RULES R. William Liddle The Ohio State University I. Introduction In a process that began in July 1997, Indonesians have created but not yet consolidated a democracy. The turning point or defining moment of the transition was the June 7, 1999 election for Parliament (Dewan Perwakilan Rakyat, People’s Representative Council), the first democratic general election in Indonesia in nearly half a century. Subsequently, on October 21 and 22, 1999, a new president and vice- president, Abdurrahman Wahid and Megawati Sukarnoputri, were elected by the 695- member People’s Consultative Assembly (Majelis Permusyawaratan Rakyat), a body comprising 462 elected and 38 appointed members of Parliament from the armed forces plus 130 indirectly elected regional delegates and 65 appointed representatives of a variety of social groups. The presence of appointed Parliament and Assembly members, particularly the 38 armed forces’ delegates, means according to most scholarly definitions that Indonesia is not yet a full democracy.1 However, the genuinely democratic quality of the parliamentary election, in which 79% of registered voters chose among 48 political parties after a well-publicized campaign largely free of authoritarian constraints, together with almost complete acceptance of the rules of the presidential/vice-presidential selection process, indicate that the threshhold from democracy to authoritarianism has been crossed. The transition was marked by three successive moments of decision, crises or challenges that were faced by elite actors, including civilian and military government officials plus party and societal leaders, that will be discussed in Part III of this paper.
    [Show full text]
  • Textual Analysis of the Jakarta Post Online Representation of Presidential Candidates in Indonesia
    HUMANIORA VOLUME 28 Number 3 October 2016 Page 339–347 Textual Analysis of the Jakarta Post Online Representation of Presidential Candidates in Indonesia Prayudi & Retno Hendariningrum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Email: [email protected] ABSTRACT General Election 2014 in Indonesia principally was a gate to more democratic Indonesia. People were given rights to directly vote their preferred legislative representatives and president and vice president for the next five-year period. New political learning process was introduced as all presidential candidates must show their capabilities in all aspects to attract constituents. The role of mass media became important as each candidate worked hard to gain sympathy from people. This paper examines how Indonesian online news media critically reported the presidential candidates. Further, this paper analysed how the issue were represented in the online media and why it was represented in such ways. Keywords: general election, news media, textual analysis, presidential candidate, the Jakarta Post INTRODUCTION the nation for five years to come. The election of The election of Indonesian president and the president and vice president directly invites the vice president held in 2014 has directly led to public to vote for leaders they think are best to lead a political learning process. The president and this nation. vice president candidates must demonstrate their In a broader context, the 2014 President and capability politically, socially and economically Vice President
    [Show full text]
  • Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id Commit to User 88
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 1. Profil partai Gambar 2.1 Lambang Partai PDIP Sumber : http://kpu-surakartakota.go.id a) Pengurus Pusat/ DPP : Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri Sekretaris : Tjahjo Kumolo Bendahara :Olly Dondokambey b) Pengurus DPC Kota Surakarta : Ketua : FX. Hadi Rudyatmo Sekretaris : Drs. Teguh Prakosa Bendahara : Hartanti, SE Alamat kantor : Jl. Hasanudin No.26, Purwosari, Laweyan commit to user 88 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id89 2. Sejarah partai PDI Perjuangan adalah partai politik yang memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan merupakan kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu; Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik Republik Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Murba (gabungan Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka). Pada saat Orde Baru ada gagasan agar supaya fusi (penggabungan) partai dilakukan, tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik dengan maksud untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih tentram lebih damai bebas dari konflik agar pembangunan ekonomi bisa di jalankan. Tanggal 27 Februari 1970 Soeharto mengundang lima partai politik yang dikategorikan kelompok pertama yaitu PNI (Partai
    [Show full text]
  • Intrastate Conflicts and International Humanitarian Intervention: Case Studies in Indonesia
    Department of Social Sciences Intrastate Conflicts and International Humanitarian Intervention: Case Studies in Indonesia Mangadar Situmorang This thesis is presented for the Degree of Doctor of Philosophy of Curtin University of Technology 20 December 2007 Declaration To the best of my knowledge and belief this thesis contains no material published by any other person except where due acknowledgement has been made. This thesis contains no material which has been accepted for the award of any other degree or diploma in any university. Signed : ……………………………. Date : ……………………………. Abstract The differences in the international responses to the violent conflicts in East Timor (1998–1999), Maluku (1999–2003) and Aceh (1998–2005) are examined in this research. Given the growing acceptance of the significance of the use of military force for humanitarian purposes, the humanitarian crises in Maluku and Aceh might prima facie have justified humanitarian intervention similar to that in East Timor. By analysing the differences from the Indonesia’s domestic political point of view it is clear that the conscience-shocking situation caused by the violent conflicts was not the compelling factor for the international community to militarily intervene. The deployment of a multinational force in East Timor (INTERFET) was decided only after the UN and foreign major countries believed that such military intervention would not jeopardize the ongoing process of democratization in Indonesia. This suggested that Indonesia’s domestic circumstance was central to whether a similar measure in Maluku and Aceh would take place or not. Due to the reformasi (political reform) in Indonesia within which the independence of East Timor took place, two main changes within Indonesian politics, namely the growing sentiment of anti-international intervention and the continuing democratization process, helped to ensure that humanitarian intervention in the two other regions did not happen.
    [Show full text]
  • Mahasiswa - and Was Right About It! Tony Liddicoat Provided Guidance on the Theoretical Aspects of the Thesis in the Early Stages of My Candidature
    ‘Warring Words’: Students and the state in New Order Indonesia, 1966-1998 A thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy of the Australian National University. Elisabeth Jackson Southeast Asia Centre Faculty of Asian Studies June 2005 CERTIFICATION I, Elisabeth Jackson, declare that this thesis, submitted in fulfillment of the requirements for the award of Doctor of Philosophy at the Australian National University, is wholly my own work unless otherwise referenced or acknowledged. It has not been submitted for qualifications at any other academic institution. …………………………. Elisabeth Jackson 3 June 2005 ii ACKNOWLEDGEMENTS I have been incredibly fortunate to have the support of a great many wonderful people throughout the course of researching and writing this thesis. First and foremost, I would like to thank Virginia Hooker for her enthusiasm for this project and her faith in my ability to do it. Her thoughtful criticisms gently steered me in the right direction and made it possible for me to see the bigger picture. I also owe enormous thanks to Ed Aspinall, who encouraged me to tackle this project in the first place and supported me throughout my candidature. He was also an invaluable source of expertise on student activism and the politics of the New Order and his extensive comments on my drafts enabled me to push my ideas further. Virginia and Ed also provided me with opportunities to try my hand at teaching. Tim Hassall’s considered comments on the linguistic aspects of this thesis challenged me to think in new ways about Indonesian language and helped to strengthen the thesis considerably.
    [Show full text]
  • Indonesian Politics in Crisis
    Indonesian Politics in Crisis NORDIC INSTITUTE OF ASIAN STUDIES Recent and forthcoming studies of contemporary Asia Børge Bakken (ed.): Migration in China Sven Cederroth: Basket Case or Poverty Alleviation? Bangladesh Approaches the Twenty-First Century Dang Phong and Melanie Beresford: Authority Relations and Economic Decision-Making in Vietnam Mason C. Hoadley (ed.): Southeast Asian-Centred Economies or Economics? Ruth McVey (ed.): Money and Power in Provincial Thailand Cecilia Milwertz: Beijing Women Organizing for Change Elisabeth Özdalga: The Veiling Issue, Official Secularism and Popular Islam in Modern Turkey Erik Paul: Australia in Southeast Asia. Regionalisation and Democracy Ian Reader: A Poisonous Cocktail? Aum Shinrikyo’s Path to Violence Robert Thörlind: Development, Decentralization and Democracy. Exploring Social Capital and Politicization in the Bengal Region INDONESIAN POLITICS IN CRISIS The Long Fall of Suharto 1996–98 Stefan Eklöf NIAS Nordic Institute of Asian Studies Studies in Contemporary Asia series, no. 1 (series editor: Robert Cribb, University of Queensland) First published 1999 by NIAS Publishing Nordic Institute of Asian Studies (NIAS) Leifsgade 33, 2300 Copenhagen S, Denmark Tel: (+45) 3254 8844 • Fax: (+45) 3296 2530 E-mail: [email protected] Online: http://nias.ku.dk/books/ Typesetting by the Nordic Institute of Asian Studies Printed and bound in Great Britain by TJ International Limited, Padstow, Cornwall © Stefan Eklöf 1999 British Library Catalogue in Publication Data Eklof, Stefan Indonesian politics
    [Show full text]
  • Jilid Vi Daftar Arsip Statis Sekretariat Negara Ri: Seri Produk Hukum Tahun 1949 – 2005 Direktorat Pengolahan Deputi Bidang
    JILID VI DAFTAR ARSIP STATIS SEKRETARIAT NEGARA RI: SERI PRODUK HUKUM TAHUN 1949 – 2005 (KEPUTUSAN PRESIDEN – PENYELENGGARA PEMERINTAHAN, INSTRUKSI PRESIDEN) DIREKTORAT PENGOLAHAN DEPUTI BIDANG KONSERVASI ARSIP ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA JAKARTA, 2016 TINGKAT NOMOR ISI INFORMASI KURUN WAKTU JUMLAH PERKEMBANGAN G. KEPUTUSAN PRESIDEN 2. PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG 11441 Berkas Keputusan Presiden 28/Pens Tahun 1998 tentang Pemberian 4- 8 April 1998 asli, copy 1 sampul Pensiun Kepada Mantan Ketua, Wakil Ketua, Anggota Dewan Pertimbangan Agung Masa Bakti 1993-1998. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 11442 Berkas Keputusan Presiden Nomor 111/Pens Tahun 1977 tanggal 6 6 Desember 1977 - 12 Februari 1978 petikan, salinan 1 sampul Desember 1977 tentang Pemberian Pensiun Anggota DPR RI atas nama Drs. Sinta Marurat Pohan. 11443 Berkas Keputusan Presiden Nomor 111/Pens Tahun 1977 tanggal 6 6 Desember 1977 - 12 Februari 1978 petikan, salinan 1 sampul Desember 1977 tentang Pemberian Pensiun Anggota DPR RI atas nama Sugiarti Salman, SH. 11444 Berkas Keputusan Presiden Nomor 111/Pens Tahun 1977 tanggal 6 6 Desember 1977 - 12 Februari 1978 petikan, salinan 1 sampul Desember 1977 tentang Pemberian Pensiun Anggota DPR RI atas nama Subekti. 11445 Berkas Keputusan Presiden Nomor 111/Pens Tahun 1977 tanggal 6 6 Desember 1977 - 12 Februari 1978 petikan, salinan 1 sampul Desember 1977 tentang Pemberian Pensiun Anggota DPR RI atas nama Sardju Ismunandar. 11446 Berkas Keputusan Presiden Nomor 111/Pens Tahun 1977 tanggal 6 6 Desember 1977 - 12 Februari 1978 petikan, salinan 1 sampul Desember 1977 tentang Pemberian Pensiun Anggota DPR RI atas nama Sadjarwo, SH. 11447 Berkas Keputusan Presiden Nomor 111/Pens Tahun 1977 tanggal 6 6 Desember 1977 - 12 Februari 1978 petikan, salinan 1 sampul Desember 1977 tentang Pemberian Pensiun Anggota DPR RI atas nama Ir.
    [Show full text]
  • Melawan Pdi 1973-1986
    Research Centre for Politics and Gover nment MELAWAN NEGARA PDI 1973-1986 PENULIS: C O R N E L I S L A Y MELAWAN NEGARA PDI 1973-1986 CORNELIS LAY MELAWAN NEGARA PDI 1973-1986 MELAWAN NEGARA PDI (1973-1986) © Cornelis Lay Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved Penulis : Cornelis Lay Penyunting Edisi I : Utan Parlindungan Penyunting Edisi Revisi : Umi Lestari Perancang Sampul dan Penata Letak : Yohanes Paulus Mahadma Khrisna Research Center for Politics and Government Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Jl. Sosio Yustisia No.1, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 563365 ext. 212 https://polgov.fisipol.ugm.ac.id ISBN: 978-602-96762-0-4 xiv+300 hal, 15 cm x 22 cm Cetakan Pertama: April 2010 Cetakan Kedua (edisi revisi): 2019 PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH Buku ini adalah bagian Bab III dari Skripsi penulis yang dipertahankan dalam ujian sarjana di Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM, pada 10 Juli 1987. Secara prinsip, data dan argumen yang dibangun di sepanjang buku ini (kecuali Bab I) adalah setali tiga uang dengan Bab III yang tercantum dalam skripsi penulis. Perubahan yang dilakukan hanya sebatas pada pengorganisasian isi tulisan ke dalam bab-bab, termasuk pembenahan redaksional, dan penambahan sejumlah literatur baru yang relevan. Dalam proses penyusunan skripsi, penulis menghabiskan waktu setidaknya dua tahun, terutama di Jakarta, guna menghimpun data maupun informasi yang dibutuhkan. Dan dalam rentang waktu tersebut, penulis mendapatkan keistimewaan luar biasa karena sempat mewawancarai tokoh-tokoh kunci, dan tokoh-tokoh yang mengawal 13 tahun proses formasi awal ketika PDI mulai berdiri pada 10 Januari 1973.
    [Show full text]
  • INDO 41 0 1107008144 1 22.Pdf (1.816Mb)
    No. 2: Gateway to Local Government THE THREE OFFICIAL CHOICES NOTES ON THE 1982 GENERAL ELECTION IN SOLO* John Pemberton Historical events often seem more important to their witnesses than they do to historians who judge them later. When this thesis was completed in September 1972 it still appeared to me that the election it describes was a major landmark in the consolidation of the Suharto government and I thought that the enormous social problems appar­ ently ignored by Suharto would not prevent his administration from surviving for many years. Now as I write in the wake of the January 1974 demonstrations that rocked Djakarta, the solidity of the New Order appears to have been a very ephemeral thing indeed and divi­ sions within the armed forces in particular have been laid bare. Few Indonesians would wager that another twenty years will be given to the New Order to carry out its programme of accelerated moderni­ zation. Ken Ward, The 1971 Election in Indonesia1 The first signs of the 1982 Indonesian national election in Solo's neighbor­ hoods were the concentrated efforts of local teenage boys removing motorcycle mufflers and the sudden appearance of hundreds of campaign posters. This was one morning in mid March. Within hours, the streets of the small but densely populated Central Javanese city of one-half million buzzed in anticipation of the April political campaigns leading up to election day, May 4. Thus began the third in a series of general elections completed by Suharto's New Order government. The Setting Like the preceding elections of 1971 and 1977, the 1982 election would focus on membership of the national parliament, although local provincial and municipal legislative bodies would be chosen at the same time.
    [Show full text]
  • The Ecumenical Movement in Indonesia with Special Attention to the National Council of Churches
    CHAPTER SEVENTEEN THE ECUMENICAL MOVEMENT IN INDONESIA WITH SPECIAL ATTENTION TO THE NATIONAL COUNCIL OF CHURCHES Th e parameter or indicator commonly used to monitor the process of the ecumenical movement in Indonesia is the National Council of Churches, the Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI, founded in 1950 and since 1984 the Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, PGI). DGI/PGI, however, is not identical with the ecumenical movement. Th e performance of this institu- tion, especially during the last ten years, might even be contrary to the spirit of the movement, as observed with a deep concern by many church leaders and ministers.1 Besides that, as we will see, there are some other councils or communions of churches in Indonesia that also claim to be ecumenical institutions. However, DGI/PGI plays a very strong and signifi cant role. It is commonly recognised as a ‘fl ag-carrier’ of the ecumenical movement in this country and—at least until the 1980s—the representative of the Protestant Churches with both the government and the other faiths. Th erefore we will pay particular attention to it, while also taking into account the seeds and the development of the ecumenical movement quite a long time before its foundation as well as the role of some other institutions or groups that also claim to be the expres- sion and the manifestation of this movement and spirit. By doing this we also see the various and wide understanding of ecumene among the churches and Christians in this country. Th e development of the ecumenical movement in this country is part of an international movement, including a variety of ecumenical understanding and expression.
    [Show full text]
  • The Ecumenical Movement in Indonesia with Special Attention to the National Council of Churches
    CHAPTER SEVENTEEN THE ECUMENICAL MOVEMENT IN INDONESIA WITH SPECIAL ATTENTION TO THE NATIONAL COUNCIL OF CHURCHES Th e parameter or indicator commonly used to monitor the process of the ecumenical movement in Indonesia is the National Council of Churches, the Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI, founded in 1950 and since 1984 the Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, PGI). DGI/PGI, however, is not identical with the ecumenical movement. Th e performance of this institu- tion, especially during the last ten years, might even be contrary to the spirit of the movement, as observed with a deep concern by many church leaders and ministers.1 Besides that, as we will see, there are some other councils or communions of churches in Indonesia that also claim to be ecumenical institutions. However, DGI/PGI plays a very strong and signifi cant role. It is commonly recognised as a ‘fl ag-carrier’ of the ecumenical movement in this country and—at least until the 1980s—the representative of the Protestant Churches with both the government and the other faiths. Th erefore we will pay particular attention to it, while also taking into account the seeds and the development of the ecumenical movement quite a long time before its foundation as well as the role of some other institutions or groups that also claim to be the expres- sion and the manifestation of this movement and spirit. By doing this we also see the various and wide understanding of ecumene among the churches and Christians in this country. Th e development of the ecumenical movement in this country is part of an international movement, including a variety of ecumenical understanding and expression.
    [Show full text]
  • SKRIPSI PERGULATAN PDI PERJUANGAN SEBAGAI PARTAI IDEOLOGIS DI INDONESIA (Studi Diskriptif Kualitatif Tentang Pergulatan PDI Perjuangan Dari Pragmatis Ke 1 Juni)
    SKRIPSI PERGULATAN PDI PERJUANGAN SEBAGAI PARTAI IDEOLOGIS DI INDONESIA (Studi Diskriptif Kualitatif Tentang Pergulatan PDI Perjuangan dari Pragmatis ke 1 Juni) Disusun Oleh: ULDAN TAJRI No. Mhs: 11520014 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD” YOGYAKARTA 2016 HALAMAN MOTTO “Suatu bangsa yang besar dan kuat bukan oleh bangsa lain, demikian pula lemah dan hancurnya juga bukan oleh bangsa lain, tetapi oleh bangsa itu sendiri” ( Ryamizard Ryacudu ) “Pemimpin adalah pribadi yang siap dikorbankan” ( Ryamizard Ryacudu ) “Pendidikan berarti sampai pada pemahaman bahwa hidup memiliki makna yang lebih dari sekedar rasa-takut dan rasa-senang belaka” ( Jan Patocka ) “ Tunduk tertindas, atau bangkit melawan , sebab mundur itu penghianat” (Suara Aktivis) “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran,apalagi dalam perbuatan” ( Pramoedya Ananta Toer ) “Dan jika kau tidak ingin mati dan membusuk di ruang politik dan sosial, maka tingkatkanlah Profesionalitas mu, sebagai politisi yang satunya kata dan tindakan” ( Penulis ) iv PERSEMBAHAN Dengan ungkapan penuh syukurku pada Tuhan YME. Ku persembahkan karya ilmiah yang sangat sederhana ini kepada: Kedua orang tuaku, Ibunda Nurhidayati dan Ayahanda Zuhril yang selalu memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus, dan kesempatan untuk berkelana jauh dari rumah. Terima kasih atas doa, keikhlasan, kesabaran, semangat, kerja keras, pengorbanan dan dukungannya selama ini. Semua keluarga tercinta, Untuk kakak tersayang Yeni Austria dan si bungsu Amizon Triasa, dan ponakan-ponakan yang selalu di tinggal. Serta keluarga besar yang selalu memberikan inspirasi dan memotivasi saya dalam mengarungi study, yang dengan sabar menunggu selesai. I miss you Almamater Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat desa “APMD” Yogyakarta, Prodi Ilmu Pemerintahan 2011. Keluarga besar GMNI ( Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) yang telah memberikan identitas dan jati diri, serta membentuk karakter dan kpribadian saya seperti saat ini.
    [Show full text]