Yusril Ihz a M Ahendr A

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Yusril Ihz a M Ahendr A Saya kagum atas perjalanan hidup dan karir saudara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, M.A. Syam, Firdaus Drs. S.H. yang ditungakan dalam buku ini yang menggambarkan kesuksesan melewati riak-riak besar dan kecil dari zaman Pak Harto, Pak Habibie, Pak Gus Dur dan Presiden Megawati. Selain menjabat sebagai pimpinan partai politik yang menampung inspirasi dan aspirasi rakyat, beliau juga menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM. Buku ini menggambarkan pikiran dan perjalanan hidupnya, kami mengharap- kan buku ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan pembacaan, penelaahan dan pengembangan pikiran dalam mengarungi samudera kehidupan baik dalam ilmu, pengabdian kepada bangsa dan negara, serta ketaatan pada agama, hukum dan perundang-undangan. H.Soetardjo Soerjogoeritno, B. Sc. Wakil Ketua DPR RI/Korpol Yusril Ihza Mahendra merupakan salah satu tokoh yang turut mewarnai pentas politik Indonesia. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, perjalanan hidup PERJALANAN HIDUPPEMIKIRAN DAN TINDAKAN POLITIK TINDAKAN HIDUPPEMIKIRAN DAN PERJALANAN yang dilaluinya tentu saja layak dijadikan objek dokumentasi sejarah sebagaimana tercermin dalam buku ini, sehingga sebagian diri kita bisa mengambil pelajaran dari setiap sisi kebaikan dan kelebihan yang dimilikinya. YUSRIL IHZA MAHENDRA K.H. Ahmad Hasyim Muzadi Ketua Umum PBNU Memahami gaya kepemimpinan dan visi politik Yusril Ihza Mahendra mengingatkan kita pada sosok tokoh modernis Islam Agus Salim dan Mohammad Natsir. Mereka mampu mengkombinasikan antara politik dan ideologi yang membangun inspirasi umat dengan jalan kenegarawanan yang menggali (kedalam) konsep ideologi islam, prinsip demokrasi, konsistensi dan kesederhanaan. Yusril Ihza Mahendra adalah sosok pribadi bak ombak tenang yang lebih bersandar kepada prinsip “dasar” kedalam “Sebuah idealita”. Ia tak berkutat pada kalkulasi politik semasa-tindakan politiknya berupaya menjadikan investasi umat islam dalam “pertarungan politik ke depan.” Mampukah ia menjawab tantangan dan mengayuh biduk perahu NKRI ini? Peluang dan kemungkinan itu terpulang padanya sebagai pelaku sejarah “Indonesia Baru”. Jl. Cendrawasih Raya A27/4 Pondok Safari Indah Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan - 15223 Phone/WA: 0811 9882 118 / 021-731 4567 E-mail : [email protected], Web : indocamp.id ISBN 978-623-252-931-1 (PDF) YUSRIL IHZA MAHENDRA Perjalanan Hidup, Pemikiran dan Tindakan Politik Drs. Firdaus Syam, MA, Ph.D YUSRIL IHZA MAHENDRA Perjalanan Hidup, Pemikiran dan Tindakan Politik Penulis : Penyunting Naskah : Wakhid Nur Efendi Penataletak : IrengDrs. Firdaus Halimun Syam, MA, Ph.D Foto Sampul : Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI (Dudi Hendra Budi) Koordinator Tim : Hersan Mulyatno Cetakan Pertama : Oktober 2003 Cetakan Kedua : JuliG. 202 Diterbitkan : 0 Jl. Cendrawasih Raya A27/4 Pondok Safari Indah Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan - 15223 Phone/WA: 0811 9882 118 / 021-731 4567 E-mail: [email protected], Web: indocamp.id ISBN: 978-623-252-914-4 ISBN: 978-623-252-931-1 (PDF) Anggota IKAPI DKI Jakarta Hak Penerbitan ada pada © Hak cipta dilindungi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi tanpa izin Penerbit Hak Cipta © Drs. Firdaus Syam, MA, Ph.D Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). ii+ hal : 20,5 x 29cm (2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaima na dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g, untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). iii “Pemimpin sejati hanya lahir karena kuatnya keyakinan yang bersandar pada nurani dan cinta akan ruang kemerdekaan” GGG Firdaus Syam Dalam Ridho-Mu Ya Allah Mamah, ibundaku, atas doa, air mata dan peluh Yang melangkah di atas titian jembatan emas kehidupan Allahu yarham, Apa, ayahanda, yang berkenang nasihat dan tauladan dan buah hatiku, Afina Putri Fatimah Amanda, Adinda Zahra Ayufi Ramadhani, Ananda Nabila Syahida Firdaus, Yuli, istriku yang setia mendampingiku, Adalah tempat saya mendapatkan kesabaran dan tantangan Terima kasih iv Daftar Isi DAFTAR ISI iv KATA PENGANTAR vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB 2 PERJALANAN HIDUP: SOSIALISASI BUDAYA POLITIK Desa Kelahiran 11 Masa Kecil di Keluarga: Bersikap Toleran, Disiplin, dan Berpegang kepada Agama 16 Masa Pendidikan Sekolah 20 Masa Pendidikan di Universitas 27 Bergelayut dengan Tokoh Masyumi Demi Mengabdi untuk Perjuangan Islam 30 Bapak dan Ibu Idris H Zainal serta Kehidupan Keluarga Yusril Ihza Mahendra 36 Sebagai Penulis Pidato Soeharto 43 Yusril Ihza Mahendra dan Partai Bulan Bintang 45 BAB 3 GERAKAN MODERNIS ISLAM – LINTASAN ISLAM POLITIK DI INDONESIA (1900-1965) Asal-Usul Definisi dan Aliran Pemikiran 55 Gerakan Modernis Islam Pada Masa Kolonial Belanda (1900-1942) 74 v Muhammadiyah: K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Mas Mansur 97 Persatuan Islam (Persis): A.H. Hassan dan DR. Mohammad Natsir 111 Sumatera Thawalib dan Partai Muslimin Indonesia (Permi): Syekh H. Karim Amrullah dan Rahmah 131 Jamiat Khair (al-Jami’yyat al-Khairiyyah): Para Sayyid dan bukan Sayyid 136 Madrasah Al-Irsyad (Jammiyatul Islaam wa Al Irsyaad Al Arabiyyah): Ahmad Soorkatti 138 Partai Islam Indonesia (PII): Sukiman, Raden Wiwoho dan KH. Mas Mansur 140 Masa Pendudukan Jepang (1942-1945) 146 Masa Awal Kemerdekaan (1945-1950) 154 Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959) 168 Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) 178 BAB 4 PEMIKIRAN DAN TINDAKAN POLITIK 1 : DALAM SISTEM ORDE BARU (1966-1998) 1966-1973: KONSOLIDASI DUA KEKUATAN 189 1973-1985: POLA INTERAKSI SIMBIOTIK 204 Mohammad Natsir dan Pemerintahan Soeharto 211 Nurcholish Madjid dan Neo-Modernismenya 219 POLA INTEGRASI SIMBIOTIK : 1985-1998 236 Pemikiran dan Tindakan Politiknya 246 Hari-Hari yang Melelahkan dan Detik-detik yang Menegangkan 275 vi BAB 5 PEMIKIRAN DAN TINDAKAN POLITIK 2 : DALAM REFORMASI POLITIK INDONESIA BARU (1998-2002) Yusril Ihza Mahendra: Pemikiran dan Tindakan Politiknya 298 Yusril Ihza Mahendra: Poros Tengah dan Pencalonannya sebagai Presiden 299 Membangun Sistem dan Amandemen Konstitusi 302 Mengenai Peranan Sosial Politik Militer 306 Perjuangan Syariat Islam dalam Amandemen Konstitusi 308 Federasi atau Kesatuan 311 Islam, Penegakan Hak Asasi Manusia dan Implementasi Pelanggar HAM 314 BAB 6 BUDAYA POLITIK INDONESIA BARU: ANALISIS DAN KESIMPULAN PEMIKIRAN DAN PERILAKU POLITIK YUSRIL IHZA MAHENDRA Pra-Kemerdekaan 321 Pasca-Kemerdekaan 327 Pemikiran Dan Perilaku Politik Yusril Ihza Mahendra 331 Masa Pemerintahan Orde Baru 332 Masa Reformasi Indonesia Baru 343 FOTO DOKUMENTASI 352 RUJUKAN 364 INDEKS 384 TENTANG PENULIS 394 vii Kata Pengantar MEMAHAMI pemikiran seorang tokoh adalah menangkap spectrum pergulatan pemikiran yang terjalin secara berkelindan dari puncak nilai nilai yang mempengaruhi pergulatan, perbenturan, persentuhan, dan konvergensinya dari hasil perenungan pemikiran serta perantauan batin serta pengalamannya. Tak ada yang steril dari gagasan yang ditawarkan serta penggugatan yang dikemukakan sebagai wujud kegelisahan sekaligus obsesi yang dirasakan. Namun bagi penulis selalu berupaya menangkap, memahami apa yang dapat dirumuskan dari pemikiran tokoh ini, adalah orisinalitas serta relevansinya dengan tantangan jaman yang dihadapi, maupun aktualisasinya menjawab persoalan kini dan masa depan dalam kehidupan masyarakat serta fenomena politik kenegaraan di Indonesia khususnya, serta denyut nadi dari arus globalisasi yang dirasakan dewasa ini. Demikian pula dalam memahami sosok tokoh elit islam dari basis kultural modernis islam. Tokoh ini bukan saja memiliki kekuatan intelektualitas yang disegani, akan tetapi juga integritas, keberanian serta ketajamannya dalam meramu, merakit nilai nilai islam yang diperjuangkannya dalam kehidupan kemasyarakatan juga pergulatan pemikiran maupun tindakan politiknya dalam kehidupan politik kenegaraan dalam denyut nadi bangsa Indonesia. Fakta, data, metode, maupun pembahasan serta kesimpulan analisis dalam buku ini, dapat memberikan pencerahan sekaligus pengayaan buat para pembaca, apa, siapa serta bagaimana tokoh ini mampu mengkritisi sekaligus memberi solusi jawaban bagi kepentingan keumatan khususnya serta bangsa Indonesia secara pendekatan akademis dari apa yang dapat dirumuskan oleh penulis. viii Buku ini sangat baik utuk dimiliki bukan saja sebagai buku ajar bagi disiplin kajian politik, kesejarahan
Recommended publications
  • Reconceptualising Ethnic Chinese Identity in Post-Suharto Indonesia
    Reconceptualising Ethnic Chinese Identity in Post-Suharto Indonesia Chang-Yau Hoon BA (Hons), BCom This thesis is presented for the degree of Doctor of Philosophy of The University of Western Australia School of Social and Cultural Studies Discipline of Asian Studies 2006 DECLARATION FOR THESES CONTAINING PUBLISHED WORK AND/OR WORK PREPARED FOR PUBLICATION This thesis contains sole-authored published work and/or work prepared for publication. The bibliographic details of the work and where it appears in the thesis is outlined below: Hoon, Chang-Yau. 2004, “Multiculturalism and Hybridity in Accommodating ‘Chineseness’ in Post-Soeharto Indonesia”, in Alchemies: Community exChanges, Glenn Pass and Denise Woods (eds), Black Swan Press, Perth, pp. 17-37. (A revised version of this paper appears in Chapter One of the thesis). ---. 2006, “Assimilation, Multiculturalism, Hybridity: The Dilemma of the Ethnic Chinese in Post-Suharto Indonesia”, Asian Ethnicity, Vol. 7, No. 2, pp. 149-166. (A revised version of this paper appears in Chapter One of the thesis). ---. 2006, “Defining (Multiple) Selves: Reflections on Fieldwork in Jakarta”, Life Writing, Vol. 3, No. 1, pp. 79-100. (A revised version of this paper appears in a few sections of Chapter Two of the thesis). ---. 2006, “‘A Hundred Flowers Bloom’: The Re-emergence of the Chinese Press in post-Suharto Indonesia”, in Media and the Chinese Diaspora: Community, Communications and Commerce, Wanning Sun (ed.), Routledge, London and New York, pp. 91-118. (A revised version of this paper appears in Chapter Six of the thesis). This thesis is the original work of the author except where otherwise acknowledged.
    [Show full text]
  • Periode 2004-2009
    Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian Vol. 4; No. 1; Tahun 2018 Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Garut Halaman 9-23 P-ISSN: 2461-0836; E-ISSN: 2580-538X SARANA KOMUNIKASI POLITIK UMAT KRISTIANI DI INDONESIA: STUDI PERAN PARTAI DAMAI SEJAHTERA (PDS) PERIODE 2004-2009 Yandi Hermawandi Universitas Garut, Fakultas Ilmu Komunikasi email: [email protected] Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan partai-partai politik umat kristiani yang berfungsi sebagai sarana komunikasi politik umat krisitiani di Indonesia. Partai politik berbasis keagamaan kristen ini muncul sejak Pemilu pertama di Indonesia pada 1955 hingga pada masa reformasi pada pemilu 2004. Tujuan penelitian ini adalah menemukan peran Partai Damai Sejahtera sebagai sarana komunikasi politik umat kristiani pada masa reformasi periode 2004-2009. Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aspirasi yang diperjuangkan oleh Partai Damai Sejahtera pada masa reformasi tidak berbeda dengan aspirasi yang diperjuangkan oleh partai-partai politik umat kristiani pada masa Orde Lama maupun Orde Baru, yaitu: Pertama, menjaga hak-hak minoritas. Kedua, menjaga pluralisme. Ketiga, menolak ide negara Islam dan syariat Islam. Kata Kunci: Partai Politik Umat Kristiani, Komunikasi Politik, Partai Damai Sejahtera. Abstract This reserach examines the existance of Christians political parties as they are used as tools of political communication to Christians in Indonesia. Religion (Christian) based political party existed in Indonesia since 1955 election until the first Reformasi direct election in 2004. This research aims to find the answer how did the Partai Damai Sejahtera act as tool of Christians political communication in the reform era 2004-2009.
    [Show full text]
  • Parliamentary Team Visits M'sia Over Workers Issue
    04 FEB 2002 Indon-Team PARLIAMENTARY TEAM VISITS M'SIA OVER WORKERS ISSUE JAKARTA, Feb 4 (Bernama) -- A five-member team of Indonesian parliamentarians flew to Kuala Lumpur this afternoon to appeal to the Malaysian government to relax its decision to reduce the number of Indonesian workers in the country. The team, led by a Deputy Speaker of the People's Representatives Assembly, Muhaimin Iskandar, comprises Sabam Sirait who is also head of the Inter-Parliamentary Committee, Bachrum Rasir, Happy Bone Zulkarnain and Posma Lumban Tobing. Muhaimin, who is responsible for parliamentary affairs on the people's welfare, told reporters before leaving for the Malaysian capital that during the two-day visit the team would hold discussion with Malaysian Foreign Minister Datuk Syed Hamid Albar. He was confident that with the close working relationship between the parliaments of the two neighbouring countries, an amicable solution to the problem could be reached. Indonesia had been worried by Malaysia's drastic action in deporting thousands of its workers as this could put pressure on unemployment at home where almost 40 million people are already without jobs. The move was prompted by a series of criminal incidents involving Indonesian workers, the latest being the violent riot at a textile factory hostel in Nilai, Negeri Sembilan, and the fight among themselves in Cyberjaya. Indonesia has not only apologised for the rampage but also appealed to Malaysia to continue giving Indonesia priority in its recruitment of foreign workers. Displaying concern over the issue, President Megawati Sukarnoputri last Friday sent Justice and Human Rights Minister Yusril Ihza Mahendra as her emissary to discuss matters affecting Indonesdian workers.
    [Show full text]
  • Liddle Indonesia.Pdf
    Constituttional Design 2000 December 9–11, 1999 INDONESIA’S DEMOCRATIC TRANSITION: PLAYING BY THE RULES R. William Liddle The Ohio State University I. Introduction In a process that began in July 1997, Indonesians have created but not yet consolidated a democracy. The turning point or defining moment of the transition was the June 7, 1999 election for Parliament (Dewan Perwakilan Rakyat, People’s Representative Council), the first democratic general election in Indonesia in nearly half a century. Subsequently, on October 21 and 22, 1999, a new president and vice- president, Abdurrahman Wahid and Megawati Sukarnoputri, were elected by the 695- member People’s Consultative Assembly (Majelis Permusyawaratan Rakyat), a body comprising 462 elected and 38 appointed members of Parliament from the armed forces plus 130 indirectly elected regional delegates and 65 appointed representatives of a variety of social groups. The presence of appointed Parliament and Assembly members, particularly the 38 armed forces’ delegates, means according to most scholarly definitions that Indonesia is not yet a full democracy.1 However, the genuinely democratic quality of the parliamentary election, in which 79% of registered voters chose among 48 political parties after a well-publicized campaign largely free of authoritarian constraints, together with almost complete acceptance of the rules of the presidential/vice-presidential selection process, indicate that the threshhold from democracy to authoritarianism has been crossed. The transition was marked by three successive moments of decision, crises or challenges that were faced by elite actors, including civilian and military government officials plus party and societal leaders, that will be discussed in Part III of this paper.
    [Show full text]
  • JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik UMA, 6 (1) (2018): 94-103
    JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 6 (1) (2018): 94-103 JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma Relasi Demokrasi, Kekuasaan, dan Politik Hukum dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 The Relationship of Democracy, Power, and Politics of Law in the Election of the President and Vice President in 2019 M. Luthfi Munzir A.M. Burhani1)* 1) Jurusan Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Tata Kelola Pemilu, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Indonesia Abstrak Pemilihan Umum merupakan sarana kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai produk politik hukum justru tidak menempatkan para kandidat yang akan bertarung dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 dalam posisi yang adil dan setara. Petahana lebih diuntungkan sehingga menimbulkan ambigu kepentingan. Sehingga, keadilan substansial sebagai bagian dari demokrasi yang sesungguhnya cenderung diabaikan demi kekuasaan. Tulisan ini menggunakan pendekatan studi literatur. Bias kepentingan tersebut bisa dihindari dengan menempatkan regulasi dengan setara dan adil. Perlu ada revisi terhadap UU No.7 Tahun 2017 sehingga petahana yang akan mencalonkan diri kembali sebagai capres atau cawapres mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini untuk menjaga asas keadilan dalam proses pemilu 2019 dan menjaga agar ambigu kepentingan tidak digunakan untuk memperoleh kekuasaan. Kata Kunci: Relasi Demokrasi, Kekuasaan, Politik Hukum General Election is a means of popular sovereignty that is held directly, publicly, freely, secretly, honestly and fairly (overflowing and fair).
    [Show full text]
  • Textual Analysis of the Jakarta Post Online Representation of Presidential Candidates in Indonesia
    HUMANIORA VOLUME 28 Number 3 October 2016 Page 339–347 Textual Analysis of the Jakarta Post Online Representation of Presidential Candidates in Indonesia Prayudi & Retno Hendariningrum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Email: [email protected] ABSTRACT General Election 2014 in Indonesia principally was a gate to more democratic Indonesia. People were given rights to directly vote their preferred legislative representatives and president and vice president for the next five-year period. New political learning process was introduced as all presidential candidates must show their capabilities in all aspects to attract constituents. The role of mass media became important as each candidate worked hard to gain sympathy from people. This paper examines how Indonesian online news media critically reported the presidential candidates. Further, this paper analysed how the issue were represented in the online media and why it was represented in such ways. Keywords: general election, news media, textual analysis, presidential candidate, the Jakarta Post INTRODUCTION the nation for five years to come. The election of The election of Indonesian president and the president and vice president directly invites the vice president held in 2014 has directly led to public to vote for leaders they think are best to lead a political learning process. The president and this nation. vice president candidates must demonstrate their In a broader context, the 2014 President and capability politically, socially and economically Vice President
    [Show full text]
  • Perpustakaan.Uns.Ac.Id Digilib.Uns.Ac.Id Commit to User 88
    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 1. Profil partai Gambar 2.1 Lambang Partai PDIP Sumber : http://kpu-surakartakota.go.id a) Pengurus Pusat/ DPP : Ketua Umum : Megawati Soekarnoputri Sekretaris : Tjahjo Kumolo Bendahara :Olly Dondokambey b) Pengurus DPC Kota Surakarta : Ketua : FX. Hadi Rudyatmo Sekretaris : Drs. Teguh Prakosa Bendahara : Hartanti, SE Alamat kantor : Jl. Hasanudin No.26, Purwosari, Laweyan commit to user 88 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id89 2. Sejarah partai PDI Perjuangan adalah partai politik yang memiliki tali kesejarahan dengan partai politik masa orde lama. PDI Perjuangan merupakan kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1973. Partai Demokrasi Indonesia itu lahir dari hasil fusi 5 (lima) partai politik. Kelima partai politik tersebut yaitu; Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik Republik Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Murba (gabungan Partai Rakyat Jelata dan Partai Indonesia Buruh Merdeka). Pada saat Orde Baru ada gagasan agar supaya fusi (penggabungan) partai dilakukan, tepatnya 7 Januari tahun 1970. Soeharto melontarkan gagasan pengelompokan partai politik dengan maksud untuk menghasilkan sebuah masyarakat yang lebih tentram lebih damai bebas dari konflik agar pembangunan ekonomi bisa di jalankan. Tanggal 27 Februari 1970 Soeharto mengundang lima partai politik yang dikategorikan kelompok pertama yaitu PNI (Partai
    [Show full text]
  • The End of Suharto
    Tapol bulletin no,147, July 1998 This is the Published version of the following publication UNSPECIFIED (1998) Tapol bulletin no,147, July 1998. Tapol bulletin (147). pp. 1-28. ISSN 1356-1154 The publisher’s official version can be found at Note that access to this version may require subscription. Downloaded from VU Research Repository https://vuir.vu.edu.au/25993/ ISSN 1356-1154 The Indonesia Human Rights Campaign TAPOL Bulletin No. 147 July 1998 The end of Suharto 21 May 1998 will go down in world history as the day when the bloody and despotic rule ofSuharto came to an end. His 32-year rule made him Asia's longest ruler after World War IL He broke many other world records, as a mass killer and human rights violator. In 196511966 he was responsible for the slaughtt:r of at least half a million people and the incarceration of more than 1.2 million. He is also respon{iible for the deaths of 200,000 East Timorese, a third of the population, one of the worst . acts ofgenocide this century. Ignoring the blood-letting that accompanied his seizure of In the last two years, other forms of social unrest took power, the western powers fell over themselves to wel­ hold: assaults on local police, fury against the privileges come Suharto. He had crushed the world's largest commu­ nist party outside the Soviet bloc and grabbed power from From the editors: We apologise for the late arrival of President Sukarno who was seen by many in the West as a this issue.
    [Show full text]
  • Intrastate Conflicts and International Humanitarian Intervention: Case Studies in Indonesia
    Department of Social Sciences Intrastate Conflicts and International Humanitarian Intervention: Case Studies in Indonesia Mangadar Situmorang This thesis is presented for the Degree of Doctor of Philosophy of Curtin University of Technology 20 December 2007 Declaration To the best of my knowledge and belief this thesis contains no material published by any other person except where due acknowledgement has been made. This thesis contains no material which has been accepted for the award of any other degree or diploma in any university. Signed : ……………………………. Date : ……………………………. Abstract The differences in the international responses to the violent conflicts in East Timor (1998–1999), Maluku (1999–2003) and Aceh (1998–2005) are examined in this research. Given the growing acceptance of the significance of the use of military force for humanitarian purposes, the humanitarian crises in Maluku and Aceh might prima facie have justified humanitarian intervention similar to that in East Timor. By analysing the differences from the Indonesia’s domestic political point of view it is clear that the conscience-shocking situation caused by the violent conflicts was not the compelling factor for the international community to militarily intervene. The deployment of a multinational force in East Timor (INTERFET) was decided only after the UN and foreign major countries believed that such military intervention would not jeopardize the ongoing process of democratization in Indonesia. This suggested that Indonesia’s domestic circumstance was central to whether a similar measure in Maluku and Aceh would take place or not. Due to the reformasi (political reform) in Indonesia within which the independence of East Timor took place, two main changes within Indonesian politics, namely the growing sentiment of anti-international intervention and the continuing democratization process, helped to ensure that humanitarian intervention in the two other regions did not happen.
    [Show full text]
  • SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Bahasa Dan Sastra Indonesia
    IDEOLOGI TALKSHOW MATA NAJWA TRANS7 EDISI “GARA-GARA TAGAR” (ANALISIS WACANA KRITIS) SKRIPSI diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia oleh Revina Siska Widiastuti NIM 1507274 PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2019 IDEOLOGI TALKSHOW MATA NAJWA TRANS7 EDISI “GARA-GARA TAGAR” (ANALISIS WACANA KRITIS) oleh Revina Siska Widiastuti Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra © Revina Siska Widiastuti 2019 Universitas Pendidikan Indonesia Agustus 2019 Hak cipta dilindungi undang-undang Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang atau difotokopi tanpa seizin penulis. IDEOLOGI TALKSHOW MATA NAJWA TRANS7 EDISI “GARA-GARA TAGAR” (ANALISIS WACANA KRITIS) Revina Siska Widiastuti Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia – S1, Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudi, No. 229, Bandung [email protected], Telp. 082120254776 ABSTRAK Media massa sebagai media yang bersifat informatif segala hal, salah satunya informasi politik. Seiring perkembangan jaman ke era modern, media massa dapat diakses oleh pengguna dalam bentuk yang ringkas, yaitu media sosial. Setiap pemberitaan politik di media sosial, akan menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Hal ini yang membuat media membingkai isu tersebut dalam kemasan talkshow. Seperti Mata Najwa Trans7 yang mampu menghadirkan narasumber pokok dari pihak pro dan kontra isu “Gara-Gara Tagar” di masyarakat. Dalam membingkai sebuah talkshow tidak terlepas dari sebuah ideologi. Bahasa berperan penting dalam membentuk sebuah ideologi sebagai alat pencapaian suatu tujuan dalam kekuasaan.
    [Show full text]
  • Michael Malley
    T he 7th D evelopment Cabinet: Loyal to a Fault? Michael Malley Five years ago, amid speculation that B. J. Habibie and his allies in the Association of Indonesian Muslim Intellectuals (ICMI) would gain a large number of seats in the cabinet, State Secretary Moerdiono announced that "expertise" would be Soeharto's chief criterion for choosing ministers. This year, despite the economic crisis that enveloped the country, few people even thought to suggest that Soeharto sought the most technically qualified assistants. As the outgoing cabinet's term wore to a close, the jockeying for influence among ministers and their would-be successors emphasized the most important qualification of any who would join the new cabinet: loyalty. As if to diminish any surprise at the lengths he would go to create a cabinet of loyalists, Soeharto fired his central bank chief, Soedradjad Djiwandono, in mid- February, just two weeks before the 6 ^ Development Cabinet's term expired. Together with the finance minister, Mar'ie Muhammad, Soedradjad had worked closely with the International Monetary Fund to reach the reform-for-aid agreements Soeharto signed in October 1997 and January this year. Their support for reforms that would strike directly at palace-linked business interests seems to have upset the president, and neither were expected to retain their posts in the 7 ^ Cabinet. But Soedradjad made the further mistake of opposing the introduction of a currency board system to fix the rupiah's value to that of the US dollar. The scheme's main Indonesian proponents were Fuad Bawazier, one of Mar'ie's subordinates, and Peter Gontha, the principal business adviser to Soeharto's son Bambang Trihatmodjo.
    [Show full text]
  • The Legal Politics of Recall Right of Political Parties Relevance with the System of Popular Sovereignty in Dynamics of the Constitution of Indonesia
    Volume 5 Issue 1, September 2020: pp. 20-35. Faculty of Law, Pattimura University, Ambon, Maluku, Indonesia. p-ISSN: 2527-7308 | e-ISSN: 2527-7316. This is open access article under the CC-BY-NC 4.0 International License The Legal Politics of Recall Right of Political Parties Relevance with the System of Popular Sovereignty In Dynamics of the Constitution of Indonesia Malicia Evendiaa,*, Armen Yasirb, Yulia Netac, Ade Arif Firmansyahd a,b,c,dFaculty of Law Lampung University, Lampung, Indonesia *e-mail : [email protected] Abstract: The existence of regulation of recall rights of political parties as regulated in Law No. 17 of 2014 and Law No. 2 of 2008 bring a great influence on the position of legislative members. Based on these rules, legislators may be dismissed from their positions if proposed by Political Party. This certainly brings a polemic for the people as the sovereign owner, who have chosen their representatives through the electoral process, but when chosen representatives of the people can be dismissed from his position by a political parties through the mechanism of the right of recall. This research was done by doctrinal method approach as well as the use of the statute, historical, and conceptual approach. This results showed that the legal politics of recall right of political parties is actually only used as an instrument of the political parties in controlling its members in parliament in order to always adhere to the party's policy direction. This makes the recall right political party is legal products that characterized conservative or orthodox. The existence of a political party's recall rights order gives a great authority to the political parties to negate the result of the people's choice as the holder of sovereignty for the sake of the political party.
    [Show full text]