JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik UMA, 6 (1) (2018): 94-103
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 6 (1) (2018): 94-103 JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA) Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma Relasi Demokrasi, Kekuasaan, dan Politik Hukum dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 The Relationship of Democracy, Power, and Politics of Law in the Election of the President and Vice President in 2019 M. Luthfi Munzir A.M. Burhani1)* 1) Jurusan Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Tata Kelola Pemilu, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas, Indonesia Abstrak Pemilihan Umum merupakan sarana kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber dan jurdil). Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai produk politik hukum justru tidak menempatkan para kandidat yang akan bertarung dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 dalam posisi yang adil dan setara. Petahana lebih diuntungkan sehingga menimbulkan ambigu kepentingan. Sehingga, keadilan substansial sebagai bagian dari demokrasi yang sesungguhnya cenderung diabaikan demi kekuasaan. Tulisan ini menggunakan pendekatan studi literatur. Bias kepentingan tersebut bisa dihindari dengan menempatkan regulasi dengan setara dan adil. Perlu ada revisi terhadap UU No.7 Tahun 2017 sehingga petahana yang akan mencalonkan diri kembali sebagai capres atau cawapres mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini untuk menjaga asas keadilan dalam proses pemilu 2019 dan menjaga agar ambigu kepentingan tidak digunakan untuk memperoleh kekuasaan. Kata Kunci: Relasi Demokrasi, Kekuasaan, Politik Hukum General Election is a means of popular sovereignty that is held directly, publicly, freely, secretly, honestly and fairly (overflowing and fair). Law Number 7 of 2017 concerning General Elections as a product of legal politics does not place candidates who will fight in the Election of President and Vice President in 2019 in a fair and equal position. Incumbents benefit more so that they create ambiguous interests. Thus, substantial justice as part of real democracy tends to be ignored for the sake of power. This paper uses a literature study approach. This interest bias can be avoided by placing regulations equally and fairly. There needs to be a revision of Law No.7 of 2017 so that the incumbent who will run again as a presidential candidate or vice president resigns from his position. This is to safeguard the principle of justice in the 2019 electoral process and to keep ambiguous interests from being used to gain power. Keywords: Relationship of Democracy, Power, Politics of Law How to Cite: Pertama, N.P. Pertama, P. & Ketiga, P. (2017). Judul Hendaknya Ringkas dan Informatif Tidak Lebih dari 15 Kata dalam Bahasa Indonesia. JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, Vol (No): halaman. *Corresponding author: ISSN 2549-1660 (Print) E-mail: Pertama @gmail.com ISSN 2550-1305 (Online) 1 M.Luthfi Munzir A.M. Burhani, Relasi Demokrasi, Kekuasaan, dan Politik Hukum dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 PENDAHULUAN Indonesia (PKPI). Saat tahapan Pemilihan Umum tahun 2019 pendaftaran calon presiden dan wakil merupakan sejarah baru dalam demokrasi presiden (tanggal 4 sampai 10 Agustus prosedural dan elektoral di Indonesia. 2018) Joko Widodo masih menjabat Untuk pertama kalinya, pemilihan umum sebagai Presiden RI periode 2014-2019. untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Sementara Prabowo Subianto adalah Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota Ketua Umum Partai Gerindra yang diusung dengan pemilihan umum Presiden dan oleh empat partai politik, yaitu Gerindra, Wakil Presiden dilaksanakan serentak, 17 Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai April 2019. Artinya, pemilu 2019 akan Amanat Nasional (PAN), dan Demokrat. semakin kompleks dan melelahkan. Tidak Pada Pemilu 2014, Prabowo juga menjadi saja kompleks dan melelahkan oleh Komisi penantang Joko Widodo meski dengan Pemilihan Umum dan Badan Pengawas calon wakil presiden yang berbeda. Pemilu sebagai penyelenggara pemilu, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tetapi juga bagi peserta pemilu, seperti 2019 juga disebut-sebut sebagai rematch partai politik, calon anggota legislatif, politik 2014. (Aristya Rahadian, 2018, calon anggota DPD, maupun calon Inilah Peta Partai Pengusung Capres dan Presiden dan Wakil Presiden. Khusus Cawapres Pemilu 2019, untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden https://www.cnbcindonesia.com/news/2 menjadi pusat perhatian rakyat karena 0180810195720-16-28087/inilah-peta hanya ada dua pasangan calon yang akan partai-pengusung-capres-cawapres- berkontestasi, yaitu pasangan Joko pemilu-2019, diakses tanggal 12 Oktober Widodo-KH.Ma’ruf Amin dan Prabowo 2018). Subianto-Sandiaga Uno. Terbatasnya calon pemimpin Dua pasangan calon ini muncul Indonesia yang muncul sebagai kandidat sebagai bagian dari dinamika politik adalah realitas demokrasi Indonesia yang nasional yang sangat alot. Joko Widodo mencerminkan dominasi politik elite, dan merupakan petahana yang diusung oleh politik hukum yang dikonstruksi secara tujuh partai politik, yaitu Partai Demokrasi legal-formal untuk menghambat nilai-nilai Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, demokrasi hakiki. Undang-Undang Dasar Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai RI Tahun 1945 Pasal 6A menyebutkan Persatuan Pembangunan (PPP), Nasdem, bahwa pasangan calon presiden dan wakil Hanura, dan Partai Keadilan dan Persatuan presiden diusulkan oleh partai politik atau 2 JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 5 (2) (2017): 71-78 gabungan partai politik peserta pemilihan Presiden yang sedang berkuasa dan umum sebelum pelaksanaan pemilihan mencalonkan diri kembali pada periode umum. Tidak ada ruang bagi kandidat yang berikutnya atau biasa disebut dengan berasal dari calon perseorangan atau istilah petahana, dalam konteks demokrasi tanpa melalui partai politik untuk menjadi berada pada pihak yang paling calon presiden dan wakil presiden. Secara diuntungkan dibandingkan dengan langsung atau tidak, pembatasan melalui kandidat lain. Calon dari petahana partai politik mencerminkan bahwa hanya mempunyai waktu yang sangat panjang kepentingan partai politik yang berkuasa untuk bersosialisasi dengan rakyat, dan membatasi hak-hak konstitusional termasuk “kampanye” politik melalui warga negara untuk turut serta dalam program-program pemerintah yang pemerintahan. Permohonan calon dipimpinnya. Seringkali petahana presiden independen sebenarnya pernah memanfaatkan dua momentum sekaligus; diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pemimpin negara dan sebagai oleh Fadjoel Rahman cs dengan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pada permohonan pengujian Pasal 1 angka 4, posisi seperti itu, rakyat sulit untuk Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 13 ayat (1) membedakan peran tersebut, apakah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 sedang menjalankan program kerjanya tentang Pemilihan Umum Presiden dan atau berkampanye? Atau kedua-duanya Wakil Presiden. Hakim MK ketika itu sekaligus? Maka kampanye tanpa menolak seluruh permohonan pemohon berkampanye menjadi kalimat yang pas karena bertentangan dengan UUD RI bagi calon petahana. Tahun 1945 Pasal 6A. (Ali, 2009, MK Tolak Beberapa contoh bias kebijakan Permohonan Capres Independen, pemerintah yang rentan dikaitkan dengan https://www.hukumonline.com/berita/ba aspek politik atau kampanye calon dari ca/hol21216/mk-tolak-permohonan- petahana, antara lain: kebijakan kenaikan capres-independen, diakses 12 Oktober bahan bakar minyak jenis premium yang 2018). rencananya akan diberlakukan pada Hari UUD RI Tahun 1945 maupun UU Rabu 10 Oktober 2018 mulai Jam 18.00 Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan WIB tidak jadi dinaikkan. Padahal, satu jam Umum tidak memuat klausual tentang sebelumnya sudah ada pengumuman dari mekanisme yang demokratis dan adil bagi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral semua pihak yang tengah berkontestasi. (ESDM) Ignasius Jonan terkait tentang tarif 3 M.Luthfi Munzir A.M. Burhani, Relasi Demokrasi, Kekuasaan, dan Politik Hukum dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 baru BBM jenis premium. Penundaan pernyataan dari sumber primer tersebut kenaikan premium tersebut karena diakui sendiri oleh sumbernya sebagai Presiden Joko Widodo mempertimbangkan suatu kebohongan, tim sukses calon daya beli masyarakat. (Niken Purnamasari, Presiden Prabowo Subianto ikut terseret 2018, Jokowi Buka Suara Soal Harga kasus hoax tersebut. Premium yang Batal Naik, Contoh ketiga, gerakan tagar https://finance.detik.com/energi/d- #2019gantipresiden yang dianggap pihak 4254994/jokowi-buka-suara-soal-harga- istana presiden sebagai bagian dari makar premium-yang-batal-naik, diakses 14 dan inkonstitusional sehingga gerakan Oktober 2018). Langsung atau tidak,hal ini tersebut harus dihentikan (Achmad tentu saja akan dikaitkan dengan aspek Zulfikar Fazli, 2018, Istana Sebut Gerakan politik yang lebih dipertimbangkan oleh 2019 Ganti Presiden Makar, calon dari petahana dibandingkan aspek http://news.metrotvnews.com/hukum/Gb ekonomi. Apabila BBM bersubsidi mj1nyk-istana-sebut-gerakan-2019-ganti- dinaikkan di tahun politik, sedikit atau presiden-makar, diakses 14 Oktober banyak akan berpengaruh kepada tingkat 2018). Meski Bawaslu menilai gerakan kepercayaan rakyat kepada calon dari #2019gantipresiden maupun petahana. Ini tentu kebijakan yang tidak #Jokowi2periode bukan bagian dari populis dan beresiko secara politis. kampanye (Ekarista R.P, 2018, Bawaslu: Contoh kedua, terbongkarnya Gerakan ‘2019 Ganti Presiden’ dan ‘Jokowi kebohongan