BAHARI BUDAYA MASYARAKAT MANDAR: INTERPRETASI SEMIOTIKA RIFFATERRE

Muhammad Hidayat T, Nensilianti & Faisal Universitas Negeri Makassar [email protected] [email protected] [email protected]

ABSTRAK

Hidayat, Muhammad. 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Ketidaklangsungan ekspresi pada mantra bahari masyarakat suku Mandar dan (2) Makna yang terkandung pada mantra bahari masyarakat suku Mandar berdasarkan pembacaan heuristik dan hermeneutik. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah terjemahan teks mantra pada beberapa ritual bahari di Mandar, yaitu mantra pembuatan sandeq, mantra pelepasan sandeq, mantra keselamatan dan mantra memancing yang masih digunakan masyarakat Mandar. Sedangkan sumber data yaitu subyek darimana data itu dapat diperoleh yakni bacaan yang relevan dengan mantra bahari masyarakat Mandar. Peneliti juga mengadakan pengamatan pada objek yang telah ditentukan. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian adalah observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik analisis data yang dilakukan dalam peneletian ini adalah trankripsi, menerjemahkan, menganalisis teks mantra melalui pendekatan semiotika Riffaterre dan membahas hasil penelitian dalam bentuk pemaknaan hasil temuan penelitian yang berpedoman kepada teori dan pendapat para ahli. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Mantra bahari masyarakat Mandar adalah salah satu puisi lama yang memiliki kandungan makna disetiap pemilihan diksi dan metafora berdasarkan ketidaklangsungan ekspresi dan pembacaan heuristik serta hermeneutik, yang diuraikan sebagai berikut: (1) Ketidaklangsungan ekspresi pada semiotika Riffaterre berhasil menemukan makna yang terkandung dalam Mantra bahari masyarakat Mandar berdasarkan penggantian , penympangan arti dan penciptaan arti. Mantra bahari masyarakat Mandar merupakan teks yang kompleks jika dilihat dari unsur mantra serta dari pandangan semiotika; (2) Pembacaan heuristik dan hermeneutik yaitu pembacaan tahap pertama sebagai konvensi bahasa dan pembacaan tahap kedua sebagai konvensi sastra menemukan bahwa mantra bahari masyarakat Mandar memiliki struktur bahasa yang tidak baku secara linguistik dan memiliki makna yang “disembunyikan” pada metafora- metafora yang bercorak islam. Teks mantra bahari masyarakat Mandar memiliki struktur teks yang sangat berkaitan dengan konteks-konteks diluar dari “dirinya”.

Kata Kunci: Semiotika Riffaterre, Ketidaklangsungan Ekspresi, Pembacaan Heuristik, dan Hermeneutik, Sastra Lisan dan Mantra Bahari Mandar.

PENDAHULUAN pendapat Edi Suwanto yang mengatakan bahwa mantra berhubungan dengan sikap religius Mantra dikenal masyarakat Indonesia manusia. Untuk memohon sesuatu kepada sebagai rapalan untuk maksud dan tujuan Tuhan diperlukan kata-kata pilihan yang tertentu. Dalam dunia sastra, mantra adalah jenis berkekuatan gaib yang oleh penciptanya puisi lama yang mengandung daya magis. Selain dipandang mempermudah hubungan dengan itu, mantra berfungsi sebagai salah satu sarana Tuhan (Suwatno, 2017: 75). komunikasi dan permohonan kepada Tuhan Sastra lisan termasuk mantra merupakan ataupun makhluk tak kasat mata sebagai bentuk hasil budaya kolekif suatu masyarakat yang penghormatan. Hal tersebut sejalan dengan tersebar dan diwariskaan secara turun temurun

1

(Danandjaya, 2008). Mantra tidak terlepas dari Berdasarkan dari uraian di atas persoalan tradisi lisan. Mantra diyakini memiliki masyarakat suku Mandar dalam kegiatan yang pengaruh magis. Penyebaran mantra bersifat berkaitan dengan laut selalu melakukan ritual tertutup dari ke generasi ke genarasi, hal ini yang berisi mantra-mantra untuk menghormati yang menyebabkan dewasa ini mantra sulit makhluk yang tak nampak di daerah pesisir atau ditemukan. sebagai permohonan izin kepada sang pencipta. Salah satu jenis mantra yang mewarnai Mantra dalam kalangan masyarakat ini memiliki tata kehidupan budaya masyarakat adalah ke unikan sendiri karna itu menarik untuk mantra bahari. Mantra bagi masyarakat bahari diteliti. diyakini sebagai bentuk permohonan izin kepada Pentingnya melakukan penelitian terhadap sang penguasa laut ataupun kepada Tuhan. mantra bahari dalam masyarakat suku Mandar Secara kasat mata laut hanyalah sebuah menjadi sarana pengembangan sastra daerah dan hamparan air biru yang luas. Namun, secara pengetahuan makna tentang teks mantra yang mistis masih lestari keyakinan bahwa laut selama ini menjadi kekuatan tersendiri bagi memiliki penguasa. nelayan di suku Mandar. Salah satu masyarakat yang menjadikan Sejumlah penelitian yang mengkaji mantra bahari sebagai pegangan hidup ketika tentang keunikan budaya bahari masyarakat mereka akan melaut adalah masyarakat suku mandar telah dilakukan diantaranya oleh mandar. Pada umumnya, suku Mandar di mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra Sulawesi Barat menetap di daerah pesisir laut Universitas Negeri Makassar, Dahlan (2009). karena terkait dengan mata pencaharian mereka Penelitian tersebut berusaha mengungkapkan sebagai nelayan. Dalam kehidupan orang-orang proses nelayan mandar dalam ritual pembuatan Mandar, khususnya yang bermukim di wilayah perahu sandeq serta penggunaan mantra di pesisir, sangat intim dengan laut. Mereka dalam proses pembuatan sandeq. menyebut laut dengan sasiq, dan orang yang Penelitian yang menjadikan budaya bahari memiliki mata pencarian di laut disebut posasi. masyarakat Mandar sebagai objek kajian juga Sasiq atau hamparan laut dianggap tempat atau dilakukan oleh Amrullah (2015). Penelitian ini kawasan yang memiliki misteri atau rahasia. berusaha mengungkapkan tradisi masyarakat Laut bisa memberikan kehidupan, menawarkan Mandar khusus nya pembuatan sandeq dalam berbagai kebaikan. Laut menjadi tempat mencari segi pemaknaan secara simbolik. penghidupan, bahkan dianggap sebagai sumber Penelitian-penelitian di atas tidak penghidupan utama. Terkadang juga laut membahas tuntas secara keseluruhan tentang memunculkan kegelisahan, bahkan malapetaka mantra bahari di masyarakat mandar serta tidak seperti kehancuran dan kematian (Alimuddin, berfokus pada teks yang terdapat pada proses 2005: 27). ritual pembuatan sandeq. Hal tersebut membuat Seperti halnya dengan pelaut-pelaut mantra bahari masyarakat Mandar masih perlu Bugis-Makassar, para nelayan dan pelaut untuk diteliti dalam segi kekuatan teks atau Mandar juga dikenal kepiawaiannya dalam pemaknaan. menaklukkan laut. Biasanya, pelaut-pelaut Melakukan analisis semiotik terhadap Mandar menggunakan perahu cadik yang saat mantra bahari akan dapat membantu untuk ini mendunia, sandeq. Keakraban masyarakat menemukan makna yang terkadung dalam nelayan atau pelaut di Mandar dengan mantra tersebut. Hal ini sejalan dengan kehidupan laut sangat kental, sehingga ada pemikiran Zoest (1991: 3) bahwa proses ungkapan yang popular di kalangan nelayan dan penafsiran dapat terjadi karena tanda yang para pelaut, “mua melo lambing sau dilolongan, bersangkutan merujuk pada suatu kenyataan da mupissalai lembong, apa lembong tu’u (denotatum). Ratna (2012: 97) mengatakan mipatada apa anu nadiakattai” (Jika hendak bahwa dengan perantaraan tanda-tanda, proses menyeberang ke suatu pulau, maka jangan kehidupan manusia menjadi lebih efisien. menghindari gelombang, karena gelombang laut Dengan perantaraan tanda-tanda, manusia dapat itulah yang bisa menghantarkan kita ke tempat berkomunikasi dengan sesamanya bahkan tujuan) (Arifuddin, 2012: 122). dengan mahluk di luar dirinya sebagai manusia.

2

Riffaterre mengungkapkan metode sastra lisan sebagai salah satu jenis folklore yang pemaknaan puisi secara semiotik dengan tuntas. berkembang di Indonesia. Rifaterre mengemukakan empat hal pokok Menurut Bascom (dalam Dananjaja sebagai langkah pemroduksian makna yaitu 1986: 19), ada empat fungsi folklor antara lain: ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan (1) sebagai sistem proyeksi, yakni alat heuristik dan hermeneutik, matriks model dan pencermin angan-angan suatu kolektif; (2) varian serta hipogram. sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan Adapun pada penelitian yang lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat menggunakan semiotika Rifaterre sebagai alat pendidikan anak; (4) sebagai alat pemaksa dan bedahnya sudah sangat sering dilakukan akan pengawas agar norma-norma masyarakat akan tetapi penerapan pada sastra lisan atau foklor selalu dipatuhi anggota kolektifnya. sangat jarang digunakan. Penelitian yang 2. Mantra menjadikan sastra lisan sebagai objek dengan Mantra adalah salah satu bentuk puisi kajian semiotika pernah dilakukan oleh lama tertua yang berhubungan dengan Kurniawan (2015). Penelitian tersebut kepercayaan masyarakat. Masyarakat suku menjadikan mantra masyarakat Bima sebagai Mandar menganggap mantra sama dengan objek kajian dan semiotika Rifaterre sebagai paissangan, baca-baca dan sebagian pisau bedahnya. Ketidaklangsungan ekspresi, menyebutnya jappi-jappi. Alimuddin (dalam pembacaan heuristik dan hermeneutika, matriks, Dahlan, 2009: 35) membagi paissangan dalam model, varian dan intertekstual pada semiotika 3 jenis; (1) paissangang asumombalang, yang Rifaterre menjadi titik fokus pada penelitian berarti pengetahuan tentang pelayaran, (2) tersebut. Berbeda dengan penelitian Kurniawan, paissangang apposasiang yang berarti ini penerapan semiotika Rifaterre akan pengetahuan tentang laut, dan (3) paisangang dilakukan pada salah satu sastra lisan di paqlopiang (baca: pa’lopiang) pengetahuan masyarakat Mandar yaitu Mantra bahari atau tentang perahu. Hal ini sejalan dengan definisi mantra melaut yang sampai sekarang masih di mantra yang diungkapka Waluyo (dalam Dahlan percaya sebagai salah satu tradisi yang memiliki 2009: 35), bahwa mantra terdapat dalam pengaruh keberhasilan para pelaut Mandar. kesusastraan daerah di seluruh Indonesia dan berhubungan dengan sikap religius manusia. Kebanyakan isi mantra berisikan pujaan, kutuk, LANDASAN TEORI dan larangan. Kata-katanya terpilih, sajak 1. Sastra Lisan kurang dipentingkan. Sastra lisan merupakan pencerminan Mantra adalah jampi-jampi agama Hindu, situasi, kondisi, dan tatakrama masyarakat perkataan yang diucapkan mengandung pendukungnya. Sastra lisan sangat erat kekuatan gaib, misalnya menyembuhkan orang kaitannya dengan folklor, sedangkan folklor sakit, menangkal perbuatan jahat atau niat jahat sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian orang, juga dipakai untuk mengguna-gunai yang berkembang pada zaman sejarah dan telah perempuan, dan sebagainya (Hadi, 2018: 49). menyatu dalam kehidupan masyarakat (Sande, Mantra adalah perkataan atau ucapan yang 1998: 2). Salim (2016: 301), mengatakan sastra memiliki kekuatan gaib, misalnya dapat lisan yaitu segala sesuatu yang berlangsung dari menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan satu generasi ke generasi berikutnya tercipta sebagainya. melalui proses kelisanan. Lebih ditegaskan oleh Menurut Drajat (1996: 185), faktor-faktor Nensilianti (2016: 501) bahwa sastra lisan yang mendorong diucapkannya mantra adalah: merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang (1) menyampaikan rasa atau ungkapan terima tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kasih atas rahmat yang diberikan kepadanya; (2) masyarakat dan diwariskan secara turun- menyampaikan rasa kepercayaan karena temurun secara lisan sebagai milik bersama. bersama dengan maha suci; (3) adanya Beberapa penjelasan mengenai sastra lisan yang kesadaran akan kelemahan, keterbatasan serta dikemukaan oleh para ahli, dapat dikatakan kebodohannya dan mereka berdoa kepada yang maha tahu agar dikabulkan keinginan serta

3 berdoa agar dihilangkan kebodohan dan Mandar ialah suatu kesatuan etnis yang kelemahannya; (4) adanya rasa waspada berada di Sulawesi Barat. Dulunya, sebelum terhadap sesuatu. terjadi pemekaran wilayah, Mandar bersama Karena kesakralannya, mantra hanya dengan etnis Bugis, Makassar, dan Toraja dapat diucapkan keadaan tertentu, misalnya: mewarnai keberagaman di Sulawesi Selatan. dalam keadaan terdesak (misalnya dalam Meskipun secara politis Sulawesi Barat dan perjalanan di tengah hutan tiba-tiba datang Sulawesi Selatan diberi sekat, secara historis dan seekor binatang buas, untuk mengalihkan kultural Mandar tetap terikat dengan “sepupu- perhatian binatang tersebut, bahkan membuatnya sepupu” serumpunnya di Sulawesi Selatan. tidak melihat kita); ada pihak yang Istilah Mandar merupakan ikatan persatuan membutuhkan pertolongan (untuk orang sakit antara tujuh kerajaan di pesisir (Pitu Ba’ba’na dan sebagainya). Binanga) dan tujuh kerajaan di gunung (Pitu Mantra biasanya hanya dapat diberikan Ulunna Salu). Keempat belas kekuatan ini saling atau diwariskan kepada seseorang yang masih melengkapi, “Sipamandar” (menguatkan) berada dalam garis keturunan yang sama, sebagai satu bangsa melalui perjanjian yang misalnya antara anak dan bapak, antara anak dan disumpahkan oleh leluhur mereka di Allewuang ibu, antara cucu dan kakek/nenek, antara Batu di Luyo (Alimuddin, 2011). kemenakan dan paman. Oleh sebab itu, bagi Adapun catatan orientalis Ajf kebanyakan orang, mantra sangat bersifat Eerdmaans (Alimuddin, 2011) “orang Mandar pribadi dan dipandang sebagai sesuatu yang tinggi hatinya, dalam percakapan cukup sopan, sangat langka. Seseorang baru bisa memperoleh tetapi tampak meninggikan diri, cepat mantra hanya jika orang tersebut mencari mantra tersinggung, gampang cemburu, suka berkuasa, yang diinginkan. Di Mandar, pencarian ilmu ini pendendam, kejam, memegang teguh tradisi, dan disebut manuntuq. Dengan kata lain, tidak ada gemar sabung ayam. Orang mandar suka satu orangpun yang memberikan atau bergembira, pemurah, suka menghargai tamu, mewariskan mantra dengan cuma-cuma dan patuh pada orang yang ia percaya, hormat hanya dimiliki oleh orang tertentu. Misalnya; kepada orang tua, dan cinta kepada anak-anak. dukun, pawang, dan sebagainya. Naik kuda, berenang, berlayar adalah termasuk Pada praktiknya seseorang tanpa ikatan hiburan sepanjang hidupnya”. atau hubungan khususpun (misalnya antara Pelras (dalam Alimuddin, 2011) berani dan murid, antara anak dan ayah, antara bapak mengatakan bahwa sebenarnya orang bugis dan ibu, dan sebagainya) bisa memperoleh bukanlah pelaut ulung seperti banyak yang mantra tertentu seperti yang diinginkan. Namun, dikatakan orang selama ini. “orang-orang bugis pada kasus ini orang yang tidak memiliki ikatan adalah pedagang. Laut dan kapal hanya sebagai keluarga yang telah memperoleh mantra secara sarana untuk digunakan berdagang. Kalau mau otomatis berada dalam status guru dan murid, menyebut pelaut ulung, maka yang paling tepat karena memperoleh mantra itu disebut berguru, adalah orang Mandar.” Selain itu dari atau dalam bahasa mandarnya disebut keterangan seseorang pemuka di Pambususang, mianangguru. menjelaskan ia mengingat betul nenek a. Ciri-ciri Mantra moyangnya sekitar tahun 1850 telah naik haji Waluyo (2010: 8) mengatakan bahwa ciri- dengan menggunakan perahu layar dari Mandar. ciri mantra adalah: Wilayah Mandar merupakan daerah yang 1) Pemilihan kata sangat seksama; berada di kawasan maritim. Dengan garis pantai 2) Bunyi berulan-ulang untuk memperkuat sepanjang kurang-lebih 80 kilometer dan dengan sugesti; luas perairan 86.921 km2, masyarakat pesisir 3) Menggunakan kata-kata yang kurang Mandar telah menciptakan kebudayaan bahari umum; yang sangat khas. Salah satu upaya 4) Jika dibaca dengan suara besar, pemanfaatan peraiaran Mandar adalah aktivitas menimbulkan efek bunyi yang bersifat para nelayan dalam menangkap ikan atau magis. membudidayakan potensi laut (Alimuddin, 3. Tradisi/ Budaya Mandar 2011).

4

4. Semiotika Riffeterre melukiskan, mengambarkan, atau memaparkan Semiotik adalah ilmu tentang tanda- keadaan objek yang diteliti sebagaimana apa tanda (Zaidan, 2002: 22). Ilmu ini berpandangan adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika bahwa fenomena sosial dan budaya pada penelitian tersebut dilakukan. Penelitian ini akan dasarnya merupakan himpunan tanda-tanda. mendeskripsikan mengenai data yang Semiotik mengkaji sistem-sistem, aturan-aturan, dikumpulkan secara alamiah mengenai mantra dan konvensi-konvensi yang memungkinkan bahari Mandar. tanda-tanda tersebut memiliki arti. Dua tokoh Dari konsep-konsep yang telah dibuat, penting perintis ilmu semiotika modern, yaitu peneliti dapat mengambil keputusan mengenai Charles Sanders Peirce (1839–1914 ) dan fokus penelitian yang kemudian membantu Ferdinand de Saussure (1857–1813) peneliti dalam merumuskan tujuan dari mengemukakan beberapa pendapat mereka penelitian ini. Fokus penelitian ini pada mengenai semiotik. Saussure menampilkan pengkajian teks mantra yang di gunakan semiotik dengan membawa latar belakang ciri- masyarakat Mandar khususnya daerah ciri linguistik yang diistilahkan dengan Tinambung dalam hubungan sehari- dengan semiologi, sedangkan Peirce menampilkan latar bahari fokus. Penelitian dilakukan di desa belakang logika yang diistilahkan dengan Tinambung kabupaten Polewali Mandar, semiotik. Peirce mendudukkan semiotika pada Sulawesi Barat. Pemilihan partisipan ini berbagai kajian ilmiah (Zoest, 1991: 2). didasarkan pertimbangan bahwa merekalah yang Dalam penelitian ini, konsep semiotik dapat melakukan ritual-ritual bahari yang yang akan digunakan adalah konsep yang menggunakan mantra dan mereka pulalah yang didasarkan pada pemikiran Saussure yang mengetahui teks dan memahami isi dari mantra. dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini Untuk mengkaji teks mantra Mandar, peneliti didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep menggunakan Semiotika Riffaterre yaitu semiotik yang dikembangkan oleh Riffaterre, ketidaklangsungan ekspresi serta pembacaan penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam heuristik dan hermeneutik untuk membongkar penelitian ini. Konsep dan teori yang digunakan tuntas teks pada mantra tersebut.. Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan Data dalam penelitian ini adalah puisi secara semiotik, sehingga lebih terjemahan teks mantra pada beberapa ritual memberikan ruang untuk interpretasi makna bahari di Mandar, yaitu mantra pembuatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini. sandeq, mantra pelepasan sandeq, mantra keselamatan dan mantra memancing yang masih METODE PENELITIAN digunakan masyarakat Mandar. Sedangkan Metode yang digunakan dalam sumber data yaitu subyek darimana data itu penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode dapat diperoleh yakni bacaan yang relevan penelitian kualitatif adalah metode penelitian dengan mantra bahari masyarakat Mandar. yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, Peneliti juga mengadakan pengamatan pada digunakan untuk meneliti pada kondisi objek objek yang telah ditentukan. Teknik yang yang alamiah, dimana peneliti sebagai digunakan untuk pengumpulan data dalam instrument kunci (Sugiyono, 2013: 15). penelitian adalah observasi, wawancara dan Penelitian kualitatif adalah penelitian yang studi dokumen. Teknik analisis data yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang dilakukan dalam peneletian ini adalah trankripsi, apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan menerjemahkan, menganalisis teks mantra cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan melalui pendekatan semiotika Riffaterre dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah membahas hasil penelitian dalam bentuk dan dengan memanfaatkan berbagai metode pemaknaan hasil temuan penelitian yang alamiah (Moleong 2012: 4). Dengan demikian, berpedoman kepada teori dan pendapat para ahli. penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu mekanisme kerja penelitian yang mengandalkan uraian deskriptif kata atau kalimat, yang disusun HASIL ANALISIS DATA secara cermat dan sistematis mulai dari

5

Dalam penelitian ini, teori yang (2) Aliana angin di olou digunakan ialah Semiotika Riffaterre yaitu, ketidaklangsungan ekspresi yang disebabkan Terdapat ambiguitas pada teks oleh tiga hal: penggantian arti (displacing of “Aliana angin di olou” (MS/L15), yaitu meaning), penyimpangan arti (distorting of teks yang memiliki arti ganda. “Pindahkan meaning), dan penciptaan arti (creating of angin di depanku”, pada teks tersebut meaning). Pembacaan heuristik dan hermeneutik terdapat makna ganda yaitu dapat diartikan juga menjadi teori yang digunakan dalam memindahkan angin buruk yang telah ada penelitian ini yaitu pembacaan tahap pertama di depanku dan dapat pula diartikan yang mengubah teks dalam konvensi bahasa dan memindahkan angin yang baik ke depanku. pembacaan tahapa kedua yang mengubah teks 3) Penciptaan Arti kedalam konvensi sastra. (3) Bismillahirrahmanirrahim Adapun mantra yang diteliti dalam Alhamdullillahirabbil alamin penelitian ini terdiri enam mantra yang telah Arrahmanirrahim dikumpulkan peneliti berdasarkan teknik Malikiyaumiddin pengumpulan data pada bab satu yaitu mantra Iyyakana’budu waiyyakanstain sandeq, mantra memancing, mantra berlayar, Ihdinassiratalmustaqim mantra keselamatan, mantra perlindungan dan Siratalladzina anamta’ alaihim mantra angin. Berikut hasil analisis data mantra Ghairilmaghudubi alaihim bahari masyarakat Mandar dengan teori Waladdallin semiotika Riffaterre yang dipaparkan secara rinci. Terdapat rima pada mantra (MS/B2) yaitu perulangan bunyi yang sama dan 1. Ketidaklangsungan Ekspresi Mantra teratur. Pada 4 kalimat pertama pada bait Bahari Masyrakat Mandar kedua terdapat rima bersilang (a-b-a-b) Ketidaklangsungan ekspresi pada mantra sedangkan pada baris kelima sampai bahari masyarakat Mandar mencakup tiga hal: sembilan terdapat rima berpelukan (a-b-b- penggantian arti (displacing of meaning), a). penyimpangan arti (distorting of meaning), dan b. Mantra Angin (MA) penciptaan arti (creating of meaning). Mantra angin (MA) merupakan a. Mantra Sandeq (MS) mantra yang dirapalkan nelayan mandar Mantra sandeq merupakan mantra ketika menghadapi tantangan di laut seperti pertama yang digunakan ketika akan badai, angin puting beliung, dan membuat perahu atau sandeq. Mantra ini sebagainya. sesungguhnya merupakan penggambaran 1) Penggantian Arti permohonan antara perapal nelayan Mandar (4) O… laso angin dengan Tuhan melalui salah satu tokoh agama. Dalam mantra tersebut terdapat 1) Penggantian Arti metafora pada teks “O… laso angin” (1) Ihdinassiratalmustaqim (MA/L1) yang artinya “angin puting Siratalladzina anamta’ alaihim beliung”, yang menjadi kata kiasan untuk mengartikan sebuah bencana atau hal Dalam Mantra Sandeq (MS) terdapat buruk. Akan tetapi kata kiasan itu tidak metafora pada teks Ihdinassiratalmustaqim menggunakan kata perbandingan. (MS/L8) yang artinya “Tunjukilah kami 2) Penyimpangan Arti jalan yang lurus” dengan mengandaikan (5) Diang dini laso kayyangpa pada teks “Siratalladzina anamta’ alaihim”(MS/L9) yang artinya “Jalan Terdapat ambiguitas pada mantra orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat tersebut yaitu teks yang memiliki arti kepada mereka”. ganda. ”laso kayyangpa” (MA/L4) yang 2) Penyimpangan Arti artinya “penis yang besar” pada mantra

6 terdapat makna ganda yaitu dapat diartikan awal larik. Perulangan kata “Nabi” sebagai angin yang lebih besar dan dapat menciptakan rima yang disebut rima awal. pula diartikan masalah yang lebih besar. b. Mantra Memancing (MM) c. Mantra Berlayar (MB) Mantra ini merupakan mantra yang Mantra ini digunakan ketika ingin digunakan nelayan Mandar ketika berlayar dan dalam proses menaiki perahu. menangkap ikan. Mantra ini dilafazkan ketika nelayan 1) Penggantian Arti mandar hendak menaiki perahu yang ingin (9) Gasai tama maraqdia berlayar dengan rapalan penyebutan beberapa nama Nabi yang di yakini dalam Dalam mantra terdapat metafora pada agama Islam. kata teks “maraqdia” (MM/L1) yang 1) Penggantian Arti artinya “Raja” menjadi kata kiasan untuk (6) Nabi Nuhung di uluang mengartikan sebuah pancingan atau ikan Nabi Musa di tangnga yang hendak dipancing. Akan tetapi kata Nabi Musa di palaming kiasan itu tidak menggunakan kata Nabi Mumammad nakorau perbandingan. 2) Penyimpangan Arti Dalam terdapat metafora dengan (10) Gasai tama maraqdia menyebutkan nama beberapa Nabi, yaitu “Nabi Nuh, Nabi Musa dan Nabi Terdapat ambguitas pada mantra Muhammad” (MB/B1) yang menjadi kata tersebut yaitu teks yang memiliki arti kiasan untuk mengartikan kekuatan dan ganda. Teks “gasai tama maraqdia” perlindungan. Akan tetapi kata kiasan itu (MM/L1) yang artinya “pukullah masuk tidak menggunakan kata perbandingan. raja” dapat diartikan memukul sang raja Pada mantra tersebut juga terdapat dan dapat pula diartikan menyuruh raja sinekdoke yaitu majas yang menyebutkan untuk memukul. nama bagian sebagai pengganti nama Terdapat ironi pada teks mantra keseluruhannya. Kata “uluang, tangga, dan tersebut yaitu gaya bahaya yang palaming” (MB/B1) pada mantra tersebut menyatakan sesuatu secara berbalikan adalah sebuah kata yang mewakili perahu untuk menyindir atau mengejek. Pada teks secara utuh. tersebut menggambarka kata “maraqdia” 2) Penyimpangan Arti yang artinya “raja” yang seharusnya (7) Salamun ala nuhun fil alamin berwibawa dan bijaksana tapi digambarkan Terdapat ambiguitas pada mantra dengan seseorang yang tidak berwibawa tersebut yaitu “Salamun ala nuhun fil denga-n teks “endui” (MM/L2) yang alamin” (MB/L1) yang artinya artinya “senggama”. “keselamatan dilimpahkan atas Nuh di 3) Penciptaan Arti seluruh alam dapat diartikan keselamatan (11) Gasai tama maraqdia seluruh alam dilimpahkan ke Nuh dan dapat Endui juga dimaknai keselamatan atas Nuh yang Endui tama ada di seluruh alam. Rowa rowai 3) Penciptaan Arti (8) Nabi Nuhung di uluang Terdapat rima pada mantra (MM/B1) Nabi Musa di tangnga yaitu perulangan bunyi yang sama dan Nabi Musa di palaming teratur. Pada mantra tersebut terdapat Nabi Mumammad nakorau pengulangan bunyi yang sama pada akhir baris yang disebut sebagai rima bersilang Terdapat rima pada mantra (MB/B1) (a-b-a-b). yaitu perulangan bunyi yang sama dan c. Mantra Perlindungan (MP) teratur. Pada larik ke 2, 3, 4 dan ke 5 Mantra ini digunakan ketika akan terdapat perulangan bunyi yang sama pada berlayar mengarungi lautan. Mantra ini

7 dilafazkan dalam rangka untuk kesakralan sembilan terdapat rima berpelukan ( a-b-b- keberangkatan dan keselamatan nelayan a). Mandar ketika akan melaut. 1) Penggantian Arti d. Mantra Keselamatan (MK) (12) Ihdinassiratalmustaqim Mantra ini merupakan mantra yang Siratalladzina anamta’ alaihim digunakan nelayan mandar ketika meminta keselamatan ditengah laut. Mantra tersebut Dalam mantra tersebut terdapat dilafazkan ketika nelayan Mandar tersesat metafora pada teks atau berada di pulau tak berpenghuni. “Ihdinassiratalmustaqim” yang artinya 1) Penggantian Arti “Tunjukilah kami jalan yang lurus” dengan (15) Kula’udzu birabbil falaq mengandaikan teks tersebut pada teks “Siratalladzina anamta’ alaihim” yang Dalam mantra terdapat metafora pada artinya “Jalan orang-orang yang telah teks “Kula’udzu birabbil falaq” (MK/L8) Engkau beri ni’mat kepada mereka”. yang artinya “Katakanlah, “Aku berlindung 2) Penyimpangan Arti kepada Tuhan yang menguasai subuh (13) bismillah miakkeq (fajar)”, kata Tuhan merupakan term pokok arrahmanu membali atau tenor, sedangkan “yang mengusai subuh adalah term kedua atau vehicle. Terdapat ambiguitas pada mantra 2) Penyimpangan Arti tersebut yaitu teks yang memiliki arti (16) Hajjaqu mating puang” ganda. ”bismillah miakkeq” yang artinya “dengan menyebut nama Allah berangkat”, Terdapat ambiguitas pada mantra pada teks tersebut terdapat makna ganda tersebut yaitu teks yang memiliki arti pada kata “miakkeq” yang artinya ganda. ”Hajjaqu mating puang” yang “berangkat”. Sedangkan pada teks artinya “keinginanku di situ Tuhan”, pada “arrahmanu membali” (MP/L18) yang teks tersebut terdapat makna ganda pada artinya “arrahmanu kembali” terdapat kata “hajjaku” yang artinya “keinginanku”. makna ganda pada kata “membali” yang pada teks tersebut dapat dimaknai artinya “kembali”. Pada kedua kata tersebut tergantung pemahaman pembaca atau dapat dimaknai tergantung pemahman perapal serta kondisi pada saat teks pembaca serta kondisi pada saat teks dibacakan. dibacakan. 2. Pembacaan Heuristik dan 3) Penciptaan Arti Hermeneutik Mantra Bahari Masyarakat Mandar (14) Bismillahirrahmanirrahim Pembacaan heuristik dan pembacaan Alhamdullillahirabbil alamin hermeneutik adalah pembacaan tahap Arrahmanirrahim pertama sebagai konvensi bahasa dan Malikiyaumiddin pembacaan tahap kedua sebagai konvensi Iyyakana’budu waiyyakanstain sastra. Ihdinassiratalmustaqim a. Mantra Sandeq (MS) Siratalladzina anamta’ alaihim 1) Pembacaan Heuristik Ghairilmaghudubi alaihim Bait pertama, “Uniai ukiringan Waladdallin fateha roh halusna Abdul Qadir Jaelani” berarti “aku berniat mengirimkan surah Al- Terdapat rima pada mantra tersebut Fatiha kepada roh Abdul Qadir Jaelani”. terjdi perulangan bunyi yang sama dan “Bismillahirrahmanirrahim” merupakan teratur. Pada 4 kalimat pertama pada bait serapan dari bahasa Arab yang berarti kedua terdapat rima bersilang ( a-b-a-b ) “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha sedangkan pada baris kelima sampai Pemurah lagi Maha Penyayang. Bait kedua pada mantra tersebut adalah surah Surat Al

8

Fatihah yang termasuk dalam surat angin yang di maksud dalam teks Mantra makkiyah yaitu surat yang diturunkan di tersebut berupa bencana ataupun Mekkah. keberkahan. Pada bait ketiga mantra tersebut b. Mantra Angin (MA) terdapat teks “Assalamu alaikum ya 1) Pembacaan Heuristik sayyidina” yang merupakan serapan dari Pada larik pertama mantra tersebut bahasa Arab yang berarti “keselamatan “o….laso angin” berarti “o…. penis angin”, untukmu wahai baginda”, baginda yang dalam penyebutan laso angin di bahasa dimaksud dalam teks tersebut adalah Abdul masyarakat mandar memiliki arti angin qadir jaelani. “O…. Abdul Qadir Jaelani puting beling. Dengan demikian, pada larik tulunga Alaiana anging di olou” yang pertama mantra tersebut yaitu “hey angin artinya “ Abdul qadir jaelani, tolonglah puting beliung” memiliki arti panggilan saya, pindahkan angin di depanku”. kepada angin puting beliung. 2) Pembacaan Hermeneutik Pada larik kedua mantra tersebut, Bait pertama pada mantra tersebut “dao mai dini” yang artinya “jangan kemari “Uniai ukiringan fateha roh halusna Abdul disini” apabila dikaitkan dengan Qadir Jaelani” secara jelas keseluruhan mantra dapat di artikan menggambarkan maksud dari keseluruhan “janganlah kemari wahai angin” yaitu isi mantra ini. Penggunaan kalimat kalimat perintah kepada angin untuk tidak metafora yang menyebutkan kata “fateha datang. roh halusna Abdul Qadir Jaelani” pada Pada larik ketiga mantra tersebut, mantra ini dapat ditangkap sebagai sebuah “diang dini solamu” yang artinya “ada di tanda yang bertujuan untuk menimbulkan sini temanmu” yang mengandung arti “di efek magis. Kata “fateha” yang merupakan sini ada temanmu yang lain”. Larik tersebut Surah pembuka pada Al-Quran yang ingin merupakan pemberitahuan kepada angin dikirimkan kepada salah tokoh ulama Islam bahwa angin tersebut memiliki teman yang termasyur yaitu Abdul Qadir Jaelani berada di sekitar perapal mantra. merupakan gambaran hubungan antara Pada larik keempat mantra tersebut, Nelayan Mandar terhadap ulama atau wali “diang dini laso kayyangpa” yang artinya Allah yang tidak lepas. “ada di sini penis yang lebih besar” yang Bait kedua pada mantra tersebut mengandung arti “di sini ada penis yang merupakan 7 ayat pada Surah Al-Fatiha. lebih besar”. Larik tersebut merupakan Surah Al-fatiha adalah Surah yang wajib di pemberitahuan kepada angin bahwa ada lafadzkan pada ibadah shalat umat Islam. penis yang besar yang jika dikaitkan pada Pada pengucapan mantra nelayan mandar keseluruhan mantra adalah teman dari angin yang melafadzkan surah Al-fatiha dapat di puting beliung. maknai bahwa nelayan mandar dalam Pada larik ke 4, 5 dan 6 kaitannya dengan melaut menganggap “pilengguo” yang artinya “pergilah” yang bahwa aktifitas tersebut adalah ibadah. mengandung arti “ pergilah wahai angin”. Bait ketiga pada mantra tersebut Teks tersebut merupakan kalimat perintah merupakan keinginan serta permohonan kepada angin untuk segera pergi. nelayan Mandar kepada Tuhan melalui wali 2) Pembacaan Hermeneutik Allah. Dalam teks “Assalamu alaikum ya Mantra tersebut merupakan sebuah sayyidina” dapat dikatakan bahwa nelayan pernyataan nelayan mandar ketika mandar tidak langsung meminta tetapi mengahadapi bencana atau masalah di laut. melakukan pujian atau doa kepada wali Pada larik pertama mantra tersebut, Allah terlebih dahulu. Pada teks “Abdul “O…laso angin” yang artinya “o… angin Qadir Jaelani tulunga Aliana angin di puting beliung”, pada kata angin puting olou” bermakna permintaan doa agar beliung yang dimaksud pada mantra terhindar dari bencana di laut dan tersebut adalah sebuah masalah atau mendatangkan keberkahan di laut. Kata bencana.

9

Sedangkan pada larik keempat, Pada larik ketiga mantra ini, “Nabi “Diang dini laso kayyangpa” yang artinya Musa di tangnga” yang artinya “ Nabi “ada disisi penis yang lebih besar”, dapat Musa di tengah”. Penggunaan kata “Nabi dimaknai “disini ada masalah yang lebih Musa” dalam teks tersebut mengandung besar”. Kata penis yang merupakan simbol makna sebagai pembebasan atau sebagai dari laki-laki yang merupakan kepala rumah penakluk laut. Pada larik keempat mantra tangga mengaggap bahwa masalah yang ini, “Nabi Musa di palaming” yang artinya lebih besar dari apapun adalah keluarga. “Nabi Musa di belakang”. Penggunaan kata c. Mantra Berlayar (MB) “Nabi Musa” dalam teks tersebut 1) Pembacaan Heuristik mengandung makna sebagai pembebasan Pada larik pertama mantra ini, atau sebagai penakluk laut. Sedangkan pada “salamun ala nuhun fil alamin” merupakan kata “di palaming” yang artinya “di buritan serapan dari bahasa Arab yang artinya perahu” atau “di belakang” dapat dimaknai “keselamatan dilimpahkan atas Nuh di sebagai “akhir dari sebuah perjalanan”. seluruh alam”. Pada larik kedua mantra ini, Pada keseluruhan larik keempat pada “Nabi Nuhung di uluang” yang artinya mantra tersebut dapat dimaknai sebagai “Nabi Nuh di depan”, dapat di artikan “akan menaklukkan laut di akhir sebagai “Nabi Nuh berada di posisi depan perjalanan”. pada perahu”. Pada larik ketiga mantra ini, Pada larik kelima mantra ini, “Nabi “Nabi Musa di tangnga” yang artinya “ Muhammad nakorau” yang artinya “Nabi Nabi Musa di tengah” dapat diartikan Muhammad nahkodaku”. Penggunaan kata sebagai “Nabi Musa berada di posisi tengah “Nabi Muhammad” pada teks tersebut pada perahu”. Nabi Musa adalah seorang bermakna agama Islam. Nabi Muhammad Rasul yang di utus Allah SWT untuk sangat erat kaitannya dengan agama Islam. melawan penindasan bani israel di mesir Sedangkan kata “Nahkodaku” pada teks menurut kepercayaan umat Islam. Pada tersebut bermakna “pemimpin” atau larik keempat mantra ini, “Nabi Musa di “petunjuk”. Pada keseluruhan larik kelima palaming” yang artinya “ Nabi Musa di ini dapat di maknai sebagai “Islam sebagai belakang” dapat di artikan “Nabi Musa petunjukku”. berada di posisi belakang pada perahu”. d. Mantra Memancing (MM) Pada larik kelima mantra ini, “Nabi 1) Pembacaan Heuristik Muhammad nakorau” yang artinya “Nabi Pada larik pertama mantra tersebut, Muhammad nahkodaku” dapat di artikan “gasai tama maraqdia” yang artinya sebagai “Nabi Muhammad sebagai nahkoda “pukullah masuk raja” yang mengandung di perahuku”. arti “pukullah dia wahai raja”. Larik 2) Pembacaan Hermeneutik tersebut merupakan kalimat perintah Pada larik pertama mantra tersebut, kepada raja untuk memukul. Pada larik “salamun ala nuhun fil alamin” merupakan kedua mantra tersebut, “endui” yang artinya serapan dari bahasa Arab yang artinya “senggamahi” dapat diartikan sebagai “keselamatan dilimpahkan atas Nuh di “lakukanlah senggamah”. Pada larik ketiga seluruh alam”. Pada larik kedua mantra ini, mantra tersebut, “endui tama” yang artinya “Nabi Nuhung di uluang” yang artinya “senggamahilah masuk” dapat diartikan “Nabi Nuh di depan”. Penggunaan kata sebagai “senggamahilah secara terus- “Nabi Nuh” dalam teks tersebut menerus”. Teks tersebut merupakan mengandung makna perlindungan atau penekanan dri larik sebelumnya untuk terus keselamatan dari bencana kemudian pada melakukan senggama atau teks “di uluang” atau “didepan” berarti “di perkembangbiakkan. Pada larik keempat haluan kapal”. Pada keseluruhan larik mantra tersebut, “rowai-rowai” yang kedua dapat di maknai “keselamatan dari artinya “lubang-lubangi” dapat diartikan bencana yang ada di depan haluan kapal”. sebagai “lubang-lubangilah”. Teks tersebut

10 merupakan kalimat perintah untuk bersamaan 22 Jamadilakhir tahun 13 Hijrah melubangi objek yang dimaksud. dan merupakan salah seorang Khulafa al- 2) Pembacaan Hermeneutik Rasyidin. Sayidina Usman adalah salah Pada larik pertama mantra tersebut, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. “gasai tama maraqdia” yang artinya Sayidina Ali merupakan sepupu dan “pukullah masuk raja”. Pada “gasai tama” menantu Nabi Muhammad SAW. yang artinya “pukullah masuk” merupakan “Bismillahirrahmanirrahim” merupakan gambaran penyemangat nelayan Mandar serapan dari bahasa Arab yang berarti kepada ikan “tuing-tuing” atau ikan terbang “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha agar masuk ke dalam perangkap yang telah Pemurah lagi Maha Penyayang”. Bait dibuat nelayan Mandar. Sedangkan pada kedua pada mantra tersebut adalah surah teks “maraqdia” yang artinya “raja” adalah Surat Al Fatihah yang termasuk dalam surat sebuah teks yang digunakan nelayan makkiyah yaitu surat yang diturunkan di Mandar sebagai “penjilat” kepada ikan Mekkah. Pada bait ketiga mantra tersebut tersebut. Kata raja merupakan sesuatu yang terdapat teks “bismmillah miakkeq” yang dimuliakan serta di agungkan tetapi teks merupakan penggabungan bahasa arab dan tersebut digunakan nelayan Mandar untuk bahasa mandar dengan teks bahasa arab menarik perhatian ikan agar masuk kedalam “bismillah” yang artinya “dengan menyebut perangkap. nama Allah” dan teks mandar yaitu Pada larik kedua mantra tersebut, “miakkeq” yang artinya “berangkat”. “endui” yang artinya “senggamahilah” Kemudian pada teks “arrahmanu membali” yaitu sebuah proses bersetubuh atau juga memiliki 2 bahasa yaitu teks arab melakukan hubungan seks. Berkaitan “arrahmanu” dan teks mandar yaitu dengan penyebutan mantra tersebut, “membali” yang artinya kembali nelayan Mandar mengaggap bahwa alat 2) Pembacaan Hermeneutik penangkap ikan terbang merupakan Bait pertama pada mantra tersebut kelamin perempuan dan ikan terbang adalah “Uniai ukiringan fateha roh halusna raja yang akan bersetubuh dengan Muhammad Salallahualaiwassalam” secara perempuan tersebut. Teks tersebut dapat jelas menggambarkan maksud dari dimakna bahwa “wahai ikan terbang, keseluruhan isi mantra ini. Penggunaan masuklah ke dalam perangkap”. kalimat metafora yang menyebutkan kata Pada larik ketiga mantra tersebut, “fateha roh halusna Muhammad “endui tama” yang artinya “ senggamahilah salallahualaiwasallam”, “Abubakar”, masuk”. Teks tersebut merupakan “Umar”, “Usman”, dan “Ali” pada mantra penekanan pada larik kedua yaitu tentang ini dapat ditangkap sebagai sebuah tanda bersetubuh dan melakukan hubung seks. yang bertujuan untuk menimbulkan efek Mantra tersebut dapat dimaknai “masuklah magis. Kata “fateha” yang merupakan Surah ke dalam perangkap sacara terus menerus”. pembuka pada Al-Quran yang ingin e. Mantra Perlindungan (MP) dikirimkan kepada salah satu orang paling 1) Pembacaan Heuristik berpengaruh dalam sejarah dunia serta 4 Bait pertama, “Uniai ukiringan pembesar islam di dunia merupakan fateha roh halusna Muhammad gambaran hubungan antara Nelayan Mandar sallallahualaiwasallam” berarti “aku terhadap orang-orang terdahulu yang yang di berniat mengirimkan surah Al-Fatiha ridhoi Allah SWT. Penggunaan kata kepada roh Muhammad “Muhammad” yang bermakna “kemuliaan”, sallallahualaiwasallam”. “Sayidina penggunaan kata sayidina “Abu Bakar” yang Abubakar” adalah khalifah pertama orang berarti “kebenaran”, penggunaan kata Muslim dari tahun 632-634. “Sayidina “ummar” yang bermakna “kekuatan”, Umar” adalah salah satu golongan Bani penggunaan kata “Usman” yang Adi Quraisy. Beliau menjadi khalifah kedua bermakna”kekayaan” dan penggunaan kata Islam pada 23 Ogos (633-644 Masihi) “Ali” yang bermakna “keberanian”.

11

Bait kedua pada mantra tersebut bahasa Arab yang berarti “keselamatan merupakan 7 ayat pada Surah Al-Fatiha. untukmu”, yang dimaksud dalam mantra Surah Al-fatiha adalah Surah yang wajib di tersebut adalah “keselaman bagi nelayan”. lafadzkan pada ibadah shalat umat Islam. 2) Pembacaan Hermeneutik Pada pengucapan mantra nelayan mandar Pada bait pertama mantra tersebut yang melafadzkan surah Al-fatiha dapat di adalah Surah Al-ikhlas. Ada maknai bahwa nelayan mandar dalam beberapa hadits yang menjelaskan Asbabun kaitannya dengan melaut menganggap bahwa Nuzul surah ini yang mana seluruhnya aktifitas tersebut adalah ibadah. mengacu pada inti yang sama yaitu jawaban Bait ketiga pada mantra tersebut atas permintaan penggambaran sifat- merupakan keinginan serta permohonan sifat Allah di mana Allah itu Esa (Al- nelayan Mandar kepada Tuhan melalu wali Ikhlas 112:1), segala sesuatu tergantung Allah. Dalam teks “bismillah miakkeq” yang pada-Nya (Al-Ikhlas 112:2), tidak beranak artinya “dengan menyebut nama Allah dan diperanakkan (Al-Ikhlas 112:3), dan berangkat” dapat dimaknai bahwa “karena tidak ada yang setara dengan Dia (Al- Tuhan sayang berangkat”, sedangkan pada Ikhlas 112:4). Pada bait kedua mantra teks “arrahmanu membali” yang artinya “ tersebut adalah surah Al-Falaq. Surat Al arrahmanau kembali” dapat dimakna’ Falaq memerintahkan untuk memohon “dengan kasih sayang Tuhan kembali”. perlindungan dari keburukan yang samar. f. Mantra Keselamatan (MK) Pada bait ketiga mantra tersebut adalah surah 1) Pembacaan Heuristik An-Nas. Ayat pertama hingga ketiga “Bismillahirrahmanirrahim” mengisyaratkan bahwa memuja dan merupakan serapan dari bahasa Arab yang mengagungkan Allah (sebagai tanda berarti “Dengan menyebut nama Allah Yang pengakuan sebagai hamba dan rasa hormat) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. Bait adalah hal yang diperlukan sebelum pertama mantra tersebut adalah surah Al memohon kepada Dia supaya dikasihani dan Ikhas. Inti dari surah ini adalah menegaskan diberkati-Nya. tentang ke-Esa-an Allah SWT, dan menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bait kedua pada mantra tersebut adalah surah Analisis semiotik terhadap mantra Surat Al Falaq.. Inti dari Surah ini adalah bahari akan dapat membantu untuk perintah agar umat manusia senantiasa menemukan makna yang terkadung dalam memohon perlindungan kepada Allah mantra tersebut. Terdapat pada beberapa SWT menghadapi segala keburukan yang mantra bahari Mandar, para perapal mantra tersembunyi. Bait ketiga pada mantra nelayan Mandar melakukan komunikasi tersebut adalah Surah An-Nas. Isi surah dengan Tuhan atau hal yang gaib melalui adalah anjuran supaya manusia memohon mantranya. Melalui perantaraan tanda-tanda, perlindungan kepada Allah terhadap proses kehidupan manusia menjadi lebih pengaruh hasutan jahat setan yang efisien. Dengan perantaraan tanda-tanda, menyelinap di dalam diri manusia. Bait manusia dapat berkomunikasi dengan keempat pada mantra tersebut adalah Surah sesamanya bahkan dengan mahluk di luar Al-Fatiha. Secara garis besar terjemahan dari dirinya sebagai manusia. surah Al-Fatiha berisi pujian dan pengakuan Penelitian mengenai mantra Bahari terhadap Allah SWT serta permintaan dan masyarakat Mandar diteliti dengan permohonan kepada Allah SWT. ketidaklangsungan ekspresi serta pembacaan Pada bait terakhir mantra tersebut heuristik dan hermeneutik. Kemudian terdapat teks “hajjaku mating puang” yang disajikan dan dihasilkan penciptaan arti, artinya “keinginanku disitu Tuhan” dapat penyimpangan arti, dan penggantian arti pada diartikan sebagai “saya mempunyai ketidaklangsungan ekspresi serta makna keinginan Tuhan”. Sedangkan pada teks mantra yang ditemukan pada pembacaan “assalamu alaika” merupakan serapan dari heuristik dan hermeneutik. Oleh karena itu,

12 pembahasan penelitian diuraikan sebagai memiliki arti yang berbeda jika diartikan berikut: perkata dan jika diartikan perkalimat. Hal 1. Ketidaklangsungan Ekspresi pada tersebut terjadi karena adanya “parole” yang Mantra Bahari Masyarakat Mandar sudah menjadi kebiasan yang hadir di Pada analisis Mantra bahari dengan masyarakat Mandar. melakukan teori ketidaklangsungan ekspresi, Pembacaan Hermeneutik atau terdapat penggantian arti yaitu metafora. pembacaan tahap kedua pada mantra bahari Mantra bahari Mandar dalam kaitannya Mandar sangat membantu dalam melakukan penggunaan metafora, selalu dikaitkan pemaknaan terhadap teks. Dengan dengan agama Islam atau metafora yang pemanfaatan teknik pemahaman keseluruhan bercorak islam. Seperti halnya, metafora berdasarkan unsur-unsurnya, dilakukan kerja yang menggunakan nama beberapa Nabi analisis dan pemahaman unsur-unsur yang diyakini oleh agama Islam. Fungsi intrinsiknya menjadi bagian per bagian. metafora yang bercorak islam tersebut Pembacaan yang dilakukan dengan membuat sugesti yang semakin kuat bagi pemahaman konteks pada mantra nelayan Mandar. Hal tersebut tidak terlepas menemukan adanya makna dibalik dari latar belakang kepercayan masyarakat penggunaan metafora Islam. Hal tersebut Mandar yang sebagian besar adalah Islam. terdapat pada teks mantra dengan penyebutan Sedangkan penyimpangan arti dalam nama nabi dan empat pemimpin Islam. mantra bahari Mandar terdapat pada Metafora yang ada pada teks akan terungkap beberapa mantra dengan ambguitas, paradoks jika kita memahami sejarah kepemimpinan serta ironi. Hal tersebut menjadikan Makna masing-masing nama yang termuat di semakin terbungkus pada mantra. dalamnya. Penggunaan diksi “porno” pada beberapa Hasil analisis data dari mantra bahari mantra bahari Mandar membuat terjadinya membuktikan bahwa masyarakat Mandar beberapa pemaknaan terhadap ke menggunakan mantra dengan metafora yang ambiguitasannya. Mantra yang digunakan bercorak Islam. Dengan menggunakan nelayan Mandar sangat kompleks, baik dari metafora yang bercorak islam, diyakini bagaimana diksi atas mantra dibangun, semakin menambah kemistisan pada mantra pengaruh magis yang timbul maupun seperti pembacaan “mantra keselamatan” keyakinan dari perapal mantra. oleh masyarakat mandar. Hal tersebut sejalan Penciptaan arti dalam mantra bahari dengan penelitian yang dilakukan oleh Dahri mandar selalu terdapat Rima pada beberapa Dahlan (2008). Pada penelitian sebelumnya, penggunaan diksinya. Hal tersebut membantu mengangkat mantra bahari Mandar dari segi ke puitisan mantra dan sebagai fungsi fungsi mantra yang mengatakan bahwa Sugesti. Kata yang di ulang-ulang pada “Eksitensi mantra sangat dipengaruhi oleh mantra berfungsi untuk memperkuat sugesti. ritual yang melekat padanya. Dari dulu Bagi para nelayan Mandar, fungsi mantra sampai sekarang, mantra masih sangat terkait juga berhubungan erat dengan ritual khusus, dengan unsur mistik yang melahirkan sebuah misalnya ada beberapa mantra yang keyakinan bahwa alam tidak bisa dilawan pembacaannya dilakukan dengan khidmat namun bisa diajak kerja sama”. dan ada mantra yang pembacaannya Pada penelitian ini juga ditemukan dilakukan dengan bertelanjang. beberapa metafora bernuansa Islam yang 2. Pembacaan Heuristik dan sangat dipengaruhi oleh latar belakang Hermeneutik pada Mantra Bahari masyarakat Mandar yang beragama Islam. Masyarakat Mandar Sama halnya dengan penelitian yang Dalam pembacaan tingkat pertama dilakukan oleh Amrullah (2015), dengan pada mantra bahari masyarakat Mandar mengangkat bahari masyarakat mandar yang terdapat beberapa teks mantra yang tidak mengatakan bahwa “makna yang terkandung memiliki arti secara harafiah. Adapula dalam pelaksanaan ritual adalah pengharapan beberapa teks mantra bahari Mandar yang agar senantiasa diberi keselamatan oleh Allah

13

SWT dalam menggunakan perahu. Nilai dari unsur mantra serta dari pandangan religiusitas masyarakat Mandar terlihat jelas semiotika dalam setiap tahapan ritual yang dilakukan Sedangkan pembacaan heuristik dan dengan melakukan mantra-mantra dan doa hermeneutik merupakan pembacaan tahap sebagai pesan verbal yang diadopsi dalam pertama sebagai konvensi bahasa dan Alquran dan bernuansa Islami”. pembacaan tahap kedua sebagai konvensi Berbeda dengan dua penelitian di sastra menemukan bahwa mantra bahari atas, yang tidak terfokus pada teks mantra masyarakat Mandar memiliki struktur bahasa dalam tradisi bahari Masyarakat Mandar. yang tidak baku secara linguistik dan Penelitian ini berhasil menuntaskan kajian memiliki makna yang “disembunyikan” pada teks mantra melalui pendekatan semiotika metafora-metafora yang bercorak Islam. Teks Riffaterre dengan ketidaklangsungan ekspresi mantra bahari masyarakat Mandar memiliki serta pembacaan heuristik dan hermeneutik. struktur teks yang sangat berkaitan dengan Penggunaan semiotika Riffaterre konteks-konteks diluar dari “dirinya”. pada teks mantra juga dilakukan oleh Kurniawan (2015). Penelitian tersebut menjadikan mantra masyarakat Bima sebagai objek kajian dan semiotika Rifaterre sebagai DAFTAR PUSTAKA pisau bedahnya. Walaupun objek kajian Alimuddin, Muhammad Ridwan. 2005. Orang berbeda tetapi pada mantra bahari Mandar Mandar Orang Laut. Yogyakarta: dan mantra masyarakat Bima memiliki Ombak beberapa kesamaan pada penggunaan metafora dan diksi. Seperti pada penggunaan Alimuddin, Muhammad Ridwan. 2011. Polewali metafora nama Nabi yang terdapat pada Mandar “Alam, Budaya, dan Manusia”. mantra bahari masyarakat Mandar juga Polewali Mandar: Dinas Perhubungan terdapat pada mantra masyarakat Bima, dan Komunikasi dan Informatika Kabupaten beberapa penggunaan diksi-diksi bercorak Polewali Mandar. Islam yang terdapat pada mantra bahari masyarakat Mandar dan mantra masyarakat Amrullah. 2015. Representasi Makna Simbolik Bima. Dalam Ritual Perahu Tradisional Sandeq Suku Mandar Di Sulawesi PENUTUP Barat. Universitas Hasanudin: Skripsi Mantra bahari masyarakat Mandar tidak diterbitkan. adalah salah satu puisi lama yang memiliki kandungan makna disetiap pemilihan diksi Anggoro, Hendi. 2011. Struktur Mantra dan metafora berdasarkan ketidaklangsungan Ajimantrawara. Under Graduates thesis, ekspresi dan pembacaan heuristik serta Universitas Negeri Semarang. hermeneutik. Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya, mantra bahari Ariffuddin, Ismail. 2012. Agama nelayan . masyarakat Mandar memiliki ciri khas Yogyakarta: Pustaka pelajar. penggunaan metafora-metafora yang bercorak Islam. Barker, Chris. 2006. Cultural Studies: Teori dan Ketidaklangsungan ekspresi pada Praktik (diindonesiakan Nurhadi). semiotika Riffaterre sebagai pisau bedah Yogyakarta: Kreasi Wacana. pada penelitian ini berhasil menemukan makna yang terkandung dalam Mantra bahari Christomy, T. 2004. “Peircean dan Kajian masyarakat Mandar berdasarkan penggantian Budaya”. T. Christomy dan Untung arti, penyimpangan arti dan penciptaan arti. Yuwono (Penyunting). Semiotika Mantra bahari masyarakat Mandar Budaya. Jakarta: Pusat Penelitian merupakan teks yang kompleks jika dilihat Kemasyarakatan dan Budaya, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,

14

Universitas Indonesia. Riffaterre, Marwati. 2015. Ungkapan Tradisional dalam Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Bloomington: Indiana University Press. Bajo di Pulau Balu Kabupaten Muna Barat. Jurnal Humanika, Volume 3, Dahlan, Dahri. 2009. Sistem Produksi, Fungsi, Nomor 15. dan Ide Penggunaan Mantra Nelayan Tradisioanl Perahu Sandeq Suku Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Mandar di Sulawesi Selatan (sebuah Kualitatif. Bandung: Rosda. tinjauan analisis tradisi sastra lisan). Makassar: Universitas Negeri Makassar: Nensilianti. 2016. Mitos Masyarakat Bugis skripsi tidak diterbitkan. “Sawerigading” Kajian Struktural Levi-Strauss. Prosiding Seminar Danandjaja, J. 1984. Folklore Indonesia: Ilmu Nasional. Makassar: Metabook Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT Temprint Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Danandjaja, J. 2008. Pendekatan Folklor dalam University Press Penelitian Bahan-Bahan Tradisi Lisan dalam Pudentia. Metodologi Kajian Pradopo, Rahmat Djoko. 2010. Pengkajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosasi Tradisi Puisi: Analisis Strata Norma dan Lisan. Analisis Struktual dan Semiotik. Yogyakarta: Gajah Mada University Drajat. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Press. Bumi . Pradopo, Rahmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi (Cetakan ke-13). Yogyakarta: Gadjah Penelitian Folklor. Yogyakarta: Media Mada University Press. Pressindo. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Hadi, Hafiful. 2018. Idu Tawa Lam Jampi: Teknik Penelitian Sastra. Denpasar: Mantra-mantra dalam Naskah Surat Pustaka Pelajar. Incung Kerinci. Manuskripta, Volume 8, Nomor 1, hlm. 31-53. Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra (Cetakan ke- Istianingrum. 2018. Mantra Tipong Tawar 11). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. dalam Tradisi Upacara Pertanian Dayak Paser Sebagai Proyeksi Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Kehidupan Masyarakat. Kultu Ristik: London: Indiana of University Press. Jurnal Bahasa dan Budaya, Volume 2, Nomor 1, hlm. 510-515. Salim, Agus 2016. Pertunjukkan Tradisi Lisan Ma’biolan dalam Kultur Kesusastraan Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Bugis. Prosiding Seminar Nasional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Makassar: Metabook

Kurniawan. 2015. Mantra Lo’i Keta Masyarakat Sande, JS., et al. 1998. Struktur Sastra Lisan Bima: Kajian Semiotika Rifaterre dan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan Relevansinya Dengan Pembelajaran dan Kebudayaan. Kebutuhan Dasar Manusia di SMK Kesehatan Yahya. Liter Jurnal Bhs dan Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi Sstr, Volume 1, Nomor 2, hlm. 123-137. (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

15

Sunarti, S. 2017. Kosmologi Laut Dalam Tradisi Lisan Orang Mandar Di Sulawesi Barat. Uniawati. 2007. Mantra Melaut Suku Bajo: Aksara: Volume 29, Nomor , hlm. 33- Interpretasi Semiotika Riffaterre. Tesis 48. Universitas Diponegoro, Semarang.

Sunarti. 2006. Sintren Brebes Kecamatan Zaidan, Abdul Rozak. 2002. Pedoman Banjarharjo: Struktur Lagu, Konteks Penelitian Sastra Daerah. Jakarta: Pertunjukan, Proses Penciptaan, Dan Departemen Pendidikan Nasional. Fungsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia (Skripsi). Zoest, Aart Van. 1991. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik (diindonesiakan Suwatno, Edi. 2017. Bentuk dan Fungsi Teks Manoekmi Sardjo). Jakarta: Intermasa. Mantra. Kadera Bahasa, Volume 9, Nomor 2, hlm. 75-89.

Teuw, A. 2013. Sastera dan Ilmu Sastera. Bandung: Pustaka Jaya.

16