Download PDF File
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Prolog Dari Karangmalang untuk Pengembangan Ilmu dan Pembangunan Bangsa; Pemikiran Para Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Editor : Danu Eko Agustinova,M.Pd Penerbit : FIS UNY & cv Primaprint i Halili, S.Pd., M.A. Dari Karangmalang Untuk Pengembangan Ilmu dan Pembangunan Bangsa; Pemikiran Para Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Editor : Danu Eko Agustinova,M.Pd Penerbit : FIS UNY & CV Primaprint Yogyakarta Vila Seturan C2 Jl. Seturan Raya. Yogyakarta 55281. telp: (0274) 383815 Cetakan ke-1 : September 2016 ISBN : ii Prolog SAMBUTAN DEKAN FIS Prof. Dr. Ajat Sudrajat M.Ag. uji dan syukur hanya bagi-Mu Ya Allah, Dzat Yang Maha Pem- Pberi rahmat dan karunia lagi Maha ‘Alim. Atas izin dan perke- nan-Mu jua lah, buku yang merupakan kumpulan pidato Guru Besar pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, akhirnya dapat diterbitkan. Buku yang diberi judul “Dari Karang- malang Untuk Pengembangan Ilmu dan Pembangunan Bangsa”, selain merupakan bentuk penghormatan atas karya intelektual mereka, juga sebagai fondasi dari sebuah mimpi bagi terwujudnya Mazhab Keilmuan Sosial Karangmalang pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta, yang berlokasi di Karangmalang. Pada saat yang bersamaan, buku dengan judul “Dari Karang- malang Untuk Pengembangan Ilmu dan Pembangunan Bangsa”, sengaja diterbitkan pada saat peringatan Dies Natalis ke-51 FIS UNY bukanlah tanpa alasan. Selain dua alasan yang telah dise- butkan di atas, peringatan hari kelahiran bagi siapa pun, apala- gi bagi sebuah lembaga yang merupakan tempat berkiprahnya para pemikir, intelektual, dan cendekiawan, sungguh merupakan peristiwa yang tidak boleh hanya lewat begitu saja. Buku adalah sahabat terbaik yang akan memberikan pencerahan kepada para pembacanya, apalagi ketika di dalamnya berisi karya intelektual berupa pidato pengukuhan Guru Besar yang sekaligus menjadi penanda pencapaian tertinggi di bidang akademik. Selain dipo- sisikan untuk melakukan proses napak tilas sekaligus refleksi per- jalanan gagasan, juga sebagai bentuk kesadaran bahwa ruh du- nia kampus ada pada produksi gagasan ini. Dalam konteks itulah makna dari kehadiran buku ini. iii Halili, S.Pd., M.A. Penerbitan buku dengan judul “Dari Karangmalang Untuk Pe- ngembangan Ilmu dan Pembangunan Bangsa”, menyusuli buku sebelumnya yang berjudul “Refleksi Pendidikan lndonesia”. Buku yang disebut terakhir merupakan kumpulan dari pidato dies nata- lis Fakultas Ilmu Sosial pada sepuluh tahun terakhir yang diterbit- kan pada tahun 2014 atau dies ke-49. Inilah salah satu cara yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Yogyakarta untuk memelihara dan menjaga marwah para intektual sekaligus mem- berikan penghargaan yang tinggi kepada ilmu pengetahuan. Saya selaku pimpinan FIS menyampaikan ucapan terimaka- sih kepada tim editor yang telah mengupayakan untuk terbitnya buku ini. Kami sangat berharap, pemikiran dan gagasan yang tersaji dalam buku ini, semakin memperkuat dan mempercepat berseminya perkembangan gagasan Ilmu Sosial dalam bing- kai keIndonesiaan yang telah menjadi mimpi besar di Fakultas Ilmu Sosial. Namun demikian, kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam buku ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan karya-karya yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Akhirnya, kepada para pembaca yang budiman disampaikan selamat menikmati, semoga mendapatkan seteguk air pelepas dahaga keilmuan. Semoga buku ini bisa menjadi teman yang baik dalam menjalani kehidupan serta memberi inspirasi untuk menu- ju kejayaan Indonesia yang dicita-citakan para founding fathers, Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat. Indonesia yang berdaulat dalam pengembangan ilmu, termasuk ilmu-ilmu sosial. Aamiin. 31 Agustus 2016 Prof. Dr. Ajat Sudrajat M.Ag. iv Prolog Prolog Mengindonesiakan Ilmu-Ilmu Sosial Oleh : Halili, S.Pd., M.A.1 pa dan mengapa tema “mengindonesiakan” menjadi mende- Asak untuk diupayakan dalam konteks dinamika kontempo- rer ilmu-ilmu sosial dan kondisi aktual keindonesiaan? Apa dan bagaimana tantangan terbesar untuk agenda mengindonesiakan ilmu-ilmu sosial? Apa yang bisa kita lakukan? Itulah beberapa pertanyaan kunci yang akan coba didiskursus- kan dalam artikel pendek nan semenjana ini. Namun sebelum- nya penulis ingin curhat terlebih dahulu bahwa menyampaikan catatan untuk menghantarkan tulisan-tulisan para guru besar Fakultas Ilmu Sosial (dari mulanya bernama FKIS) Universitas Negeri Yogyakarta (dh. IKIP Yogyakarta) dalam buku ini meru- pakan tugas yang terlalu tinggi untuk penulis. Di sisi lain, penulis memaknai ini sebagai dorongan semangat sekaligus doa mudah- mudahan selalu ada akumulasi gagasan yang penulis produksi— syukur-syukur bisa disampaikan dalam forum sebagaimana selu- ruh gagasan pada bagian inti buku ini pernah dipidatokan pada titimangsanya masing-masing. Epistemologi dan Aksiologi “Mengindonesiakan” Apa intensi di balik pilihan kata “mengindonesiakan” dalam tulisan ini? Ada dua makna utama yang dibayangkan. Pertama, “menjadikannya Indonesia”2, dengan cara menginstrumentasi 1 Dosen Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum. Ketua Panitia Dies Natalis Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta ke-51 2 KBBI mengartikan “Mengindonesiakan” dengan “menjadikan Indonesia (tentang kata)”. Secara tersirat pengindonesiaan hanya sebatas mengenai kata, dan karenanya v Halili, S.Pd., M.A. Indonesia sebagai laboratorium pokok untuk mengambil data- data utama (sebagai objek materiil) dalam rangka pengembangan teori-teori sosial serta menjadikan kekayaan orisinal Indonesia sebagai alternatif strategi, metode dan pendekatan dalam ilmu- ilmu sosial. Isu ini sangat penting mengingat ilmu pengetahuan di bidang sosial dan humaniora tidak boleh tidak harus berakar pada entitas masyarakat tertentu, termasuk kita, masyarakat Indonesia. Tidak ada ilmu pengetahuan yang betul-betul netral, hattaa ilmu eksakta sekalipun. Mengindonesiakan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu sosial, dalam konteks itu akan menegaskan bahwa ilmu itu bukan hanya soal ekspresi keilmuan sesuai kehen- dak (dan kepentingan—kalau ada) ilmuwan namun juga perkara bagaimana mengagungkan lokus dimana ilmu itu dikembangkan. Dengan demikian, membaca fenomena, fakta, dan data ilmiah dalam lokus Indonesia dengan selalu menggunakan optik ilmu- wan Barat yang tidak betul-betul netral itu, adalah sebentuk ke- jahatan ilmuwan. Secara objektif kita mesti akui bahwa Barat secara riil meru- pakan salah satu logos sentrum, terutama sejak saintisme meng- gelora pada abad 17 di Eropa—sebagai logos sentrum baru setelah berabad lama sebelumnya berlokus di Timur Tengah. Dalam eufo- ria saintisme, para saintis berkeyakinan, ilmu pengetahuan dapat mengatasi seluruh persoalan manusia. Ilmu pengetahuan yang dibincang adalah ilmu alam, ilmu eksakta. Saintisme menempat- kan ilmu sosial sebagai bukan ilmu, atau ilmu kelas dua. Untuk mengangkat derajat ilmu sosial mendekati derajat ilmu eksakta, maka diperkenalkan (juga dipaksakan) positivisme-empirik—pen- dekatan utama dalam eksakta—ke dalam ilmu sosial. Objektivitas dan netralitas (kebebasnilaian) menurut saintis hanya dimungkinkan dengan pendekatan positivistik itu. Ilmu pengetahuan dibayangkan sebagai sistem yang tertutup. Kebena- ran ilmu pengetahuan menampik kebenaran lain di luarnya: mis- tik, norma komunal, budaya, dan agama. Bahkan dalam kacamata mengenai kata. http://kbbi.web.id/Indonesia, diakses pada 1 September 2016. Namun tulisan ini berusaha untuk melakukan ekstensifikasi tidak hanya pada soal kata, tapi mengenai pemaknaan. vi Prolog saintifik, agama akan dinilai benar secara epistemologis jika teruji menurut metodologi ilmiah. Dalam konteks itu, ilmu sosial akh- irnya pelan-pelan dilepaskan dari dimensi keruangan dimana ma- nusia—yang makhluk sosial itu—berruang. Oleh karena itu, mengindonesiakan dalam makna yang per- tama sejatinya merupakan perlawanan atas kemapanan ilmu-il- mu pengetahuan (versi) Barat. Intelektual neo-marxist dari Italia, Antonio Gramsci (1891-1937) telah memberikan warning kepada kita semua bahwa hegemoni kelompok dominan dilakukan, an- tara lain, melalui indoktrinasi intelektual untuk membangun kes- adaran palsu3—yang tentunya dikombinasi dengan paksaan fisik, dominasi ekonomi, serta indoktrinasi moral dan kultural. Situasi tersebut melahirkan kemapanan tunggal yang menghegemoni ilmu sosial dan studi-studi pembangunan yang oleh Syed Farid Alatas disebut sebagai captive mind.4 Instrumen perlawanan pa- ling utama dan mendasar atas situasi tersebut adalah revolusi in- telektual yang dalam bahasa Gramsci disebut kontra hegemoni. Kedua, “berorientasi untuk Indonesia”, artinya masyarakat In- donesia dengan aneka kekhasan, kebutuhan, dan kepentingannya, harus menjadi penerima maslahat terbesar dari perkembangan ilmu-ilmu sosial. Sangat banyak kisah bagaimana perkembangan ilmu melalui riset-riset ilmiah yang berorientasi pada ilmu itu send- iri, bukan untuk masyarakat sekitar dimana diskoveri itu dilakukan, dan bahkan pada akhirnya menghancurkan masyarakat. Sejarah eksplorasi Tembagapura di Papua merupakan salah satu tragedi ilmiah yang paling tragik. Bermula dari catatan eks- peditif Kapten Jan Cartenz pada 1632 mengenai pegunungan ber- salju di Papua yang kemudian disebut pegunungan Carstenz un- tuk mengenang jasa sang empunya nama, ekspedisi lebih serius dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1907. Eks- pedisi ilmiah kemudian berlanjut