BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kini keislaman marak ditampilkan di ranah publik dan dijadikan gaya hidup. Hal
ini dapat kita lihat dari banyaknya acara-acara rohani dengan berbagai bentuk, seperti
siraman rohani yang kemudian ditampilkan di televisi semakin memperkuat identitas
Islam yang kontemporer. Belum lagi maraknya drama religi, lagu yang bernafaskan
Islam, hadiah undian paket umroh, majelis ta’lim, pondok pesantren, dan sebagainya.
Bahkan beberapa taun belakangan ini industri media diramaikan dengan segmentasi
muslimah untuk memenuhi selera pasar. Sebagai contoh, acara Muslimah Traveller di
Net TV, Tutorial Hijab di AdiTV, Assalamu’alaikum Cantik di TransTV, dan masih
banyak lagi. Diantara acara-acara tersebut yang paling terlihat dan disoroti adalah busana
muslimah yang dipakai oleh para host. Busana muslimah itu lebih dikenal dengan
sebutan “hijab”.1
Hijab di Indonesesia telah mengalami pertentangan dan perjuangan yang sangat
panjang hingga dapat bebas dipakai seperti sekarang ini. Pada masa Orde Baru pernah
terjadi pelarangan berhijab, yaitu pada tahun 1979 dan berawal pada siswi berjilbab di
Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Bandung. Siswa yang berjilbab dipisahkan dari
teman-temannya dan dibuatkan kelas khusus.
1 Secara epistimologis (asal-usul kata), kata hijab berasal dari Bahasa Arab. Dalam kamus Al- .”yang artinya adalah “menutupi (حجب) Munawwir (1997:237) tertulis asal kata hijab adalah ha-ja-ba memiliki arti “penutup/tirai/ tabir/ sekat”. Lalu kata hijab ini mengalami pergesseran (احلجاب) Adapun hijab makna ketika diadopsi oleh sekolompok muslimah fashionista (penggemar fashion) yang menamakan diri mereka sebagai “Kaum Hijabers”. Kini di kalangan muslimah Indonesia hijab dipakai sebagai sebutan untuk busana muslimah. Kemudian Alwi Alatas dalam tulisannya Kasus Jilbab Di Sekolah-sekolah Negeri di Indonesia, mencatat setelah pelarangan hijab yang terjadi dibanyak sekolah karena SK
052/C/Kep/D.82 tentang Seragam Sekolah Naasiaonal tentang Seragam Sekolah
Naasional yang implementasinya berujung pada pelarangan hijab di sekolah. Siswi yang melanggal aturan seragam sekolah dengan memakai hijab akan diteror oleh pemerintah, dan dikeluarkan dari sekolah. Lalu muncul isu wanita berhijab menebar racun di pasar- pasar, menimbulkan reaksi dan kemarahan dari umat Islam yang akhirnya menimbulkan revolusi hijab. Ribuan mahasiswa dan pelajar yang terdiri dari 60 lembaga Islam se-
Bandung di Universitas Padjadjaran berunjuk rasa pada awal November 1989.
Selanjutnya mahasiswa dan pelajar kembali menggelar unjuk rasa menuntut kebebasan memakai hijab pada 21 Desember 1989.
Pemakaian pakaian taqwa tersebut butuh perjuangan yang begitu panjang, hingga kini kampanye pemakaian hijab masih berlangsung, selain oleh organisasi-organisasi masyarakat, dan organisasi pelajar atau mahasiswa juga digalakkan oleh komunitas- komunitas, antara lain Peduli Hijab, Hijab Alila milik Ustad Felix Siauw, Hijabographic, dan lainnya. Setiap tanggal 14 Februari mereka berkampanye Gerakan Menutup Aurat yang dilaksanakan secara serentak secara nasional di berbagai daerah. Hingga kini hijab menjadi pakaian yang digandrungi oleh perempuan mulim dan menjadi gaya hidup populer.
Hijab sebagai pakai muslimah telah mengalami transformasi yang sangat panjang.
Hijab kini sudah menjadi trend fashion dunia. Hal ini yang berusaha ditampilkan oleh media. Sehingga identitas muslimah menjadi identitas yang juga dipopulerkan oleh media massa, khususnya di Indonesia, untuk menunjukan simbol religiusitas muslimah. Sebagai contoh seperti yang dilakukan oleh Hanung Bramantyo, sutradara berbakat Indonesia yang turut membuat film dengan segmentasi muslimah yang berjudul “Hijab” yang akan dikaji dalam penelitian ini.
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya menganut agama
Islam. Oleh karena itu analisis kritis tentang representasi muslimah dalam media, khususnya film tidak dapat ditinggalkan. Untuk itu juga penelitian ini dilakukan. Apalagi bagaimana peran film yang mengangkat tentang kehidupan islami belum banyak dilakukan.Sehingga penelitian ini mengangkat judul “Representasi Muslimah dalam Film
‘Hijab’ (Analisis Semiotik Representasi Muslimah Terhadap 4 Tokoh Pemeran Utama”.
Pada hakikatnya Islam adalah rahmatan lil aalamin, rahmat bagi semesta alam.
Karena itu ajaran Islam wajib diamalkan dan disyi’arkan. Cara menyiarkannya adalah dengan aktivitas dakwah. Dakwah adalah bagian dari kewajiban setiap muslim dan muslimah dalam merealisasikan amar ma’ruf (mengajak pada kebaikan) dan nahi munkar
(mencegah kemungkaran) sesuai dengan kemampuan muslim tersebut. Tujuan ahkhirya adalah mengubah perilaku masyarakat untuk senantiasa mengabdi kepada Allah secara total, mencintai Allah dan Rosul-Nya melebihi kecintaan kepada diri mereka sendiri sebagaimana yang ditunjukan oleh para sahabat Nabi Muhammad saw.
Dewasa ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa dakwah adalah proses penyampaian pesan oleh seorang da’i atau ustadz kepada mad’u yang dilakukan di atas podium atau mimbar. Padahal sebenarnya makna dakwah itu sangat luas, bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, serta bisa melalui berbagai media yang ada.
Di era teknologi dan informasi sekarang ini, dakwah dapat menembus ruang dan waktu. Penyelenggaraan dakwah pun tak hanya bisa dilakukan secara individual, namun juga bisa berkelompok dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Kita memang harus bijak dan kreatif dalam menyikapi perkembangan teknologi dan informasi. Dakwah bisa dikemas semenarik mungkin, dapat menghibur agar tidak terkesan kaku dan menggurui. Pesan dakwah bisa lebih bersahabat dan mengena di hati mad’u.
Dakwah bisa dilakukan melalui media cetak, audio, visual, ataupun audio visual yang dapat disajikan melalui koran, majalah, radio, telivisi, film, dan internet (cyber media). Selain itu dengan menjamurnya sosial media seperti twitter, facebook, line, instagram, path, dan sebagainya pun dapat dimanfaatkan sebagai lahan untuk berdakwah.
Dengan demikian setiap anggota masyarakat dengan mudah dapat mengakses sesuai dengan minat dan kemampuan dalam bidangnya masing-masing.
Jika dakwah di televisi, koran, radio dan internet bisa dilakukan setiap hari, dakwah melalui film berbeda. Dakwah melalui film membutuhkan proses yang panjang dan biaya yang mahal bagi produser, sutradara, dan pemainnya. Selain itu, produksi film frekuensinya tidak sesering televisi, radio dan internet. Namun di samping itu, dakwah memlalui film memiliki keunggulan sendiri. Keunggulannya antara lain dapat dinikmati audio dan visualnya karena film adalah kombinasi dari bahasa suara dan bahasa gambar,2 menghibur dan dapat diputar berulang-ulang.
Perfilman Indonesia kini mengalami perkembangan yang pesat. Kontennya pun lebih menarik dengan mengangkat realita dan fenomena yang sedang dialami atau terjadi di masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Film menjadi sesutu yang lebih real karena biasa tidak terlepas dari latar belakan pendidikan, lingkungan, pengetahuan, pengalaman pribadi, dan juga latar belakang agama. Banyak
2Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta. Homerian Pustaka. Halaman: 30. pembuat film yang melahirkan film-film fenomenal dengan menampilkan berbagai tema menarik. Dari semua film yang diangkat ke dalam film layar lebar tidak semuanya merupakan hasil dari pemikiran murni sang pembuat cerita, namun film tersebut merupakan representasi penggambaran dari kehidupan nyata yang terjadi di masyarakat.
Begitu juga dengan munculnya sebuah karya film berjudul “Hijab” . Film
“Hijab” merupakan film pertama Hanung Bramantyo yang diproduseri oleh sang istri,
Zaskia Adya Mecca. Di film ini Zaskia juga turut bermain sebagai pemeran utama wanita. Film produksi Dapur Film ini mulai rilis pada 15 Januari 2015. Seperti film-film
Hanung pada umumnya, film “Hijab” juga dibintangi oleh bintang-bintang Indonesia papan atas seperti Zaskia Adya Mecca, Tika Bravani, Natasha Rizki, Mike Lucock,
Ananda Omesh, Dion Wiyoko, Sophia Latjuba, Meriam Bellina, Ustadz Ahmad Alhabsy,
Jajang C. Noer, Keefa Bazli, Rina Hasyim, Lily SP, Marini, dan lain-lain.
Ide murni film “Hijab” ini dari Zaskia. Bisa jadi film ini terinspirasi dari sinetron
Para Pencari Tuhan di mana dakwah disampaikan dalam model komedi. Film ini mungkin adalah sebuah diary Zaskia karena MECCANISM yang dimunculkan dalam film adalah brand baju muslim yang dimilikinya. Anggapan masyarakat saat mendengar judul film ini adalah film religi yang berat yang menyuruh muslimah untuk berhijab tak sepenuhnya benar. Cerita dalam film ini ringan dan condong pada kisah nyata yang dialami oleh Zaskia, istri dari Hanung dalam menekuni bisnisnya di dunia fashion wanita, khususnya hijab.
Film Hijab menceritakan tentang empat perempuan, yakni Bia, Tata, Sari, dan
Anin yang mencoba peruntungan dengan membuka bisnis fashion online. Usaha ini mereka sembunyikan dari suami mereka masing-masing. Tiga diantara empat wanita ini telah menikah. Mereka memutuskan untuk memakai gaya hijab sesuai dengan karakter mereka masing-masing, kecuali Anin yang memilih untuk tidak berhijab. Suatu ketika usaha yng mereka sembunyikan dari suami mereka tersebut ketahuan oleh para suami.
Berbagai konflik pun mulai terjadi.
Hal-hal yang membuat menarik film ini antara lain banyaknya sindiran yang menyentil isu-isu yang terjadi di Indonesia. Mulai dari isu sosial, sindiran untuk kakunya muslim konservatif yang dilimpahkan pada suami Sari, bahwa perempuan itu haram bekerja, sindiran kepada muslimah yang menggunakan hijab karena alasan fisik bukan karena dorongan hati atau agama, hingga sindiran pada dunia film itu sendiri dan para pembuatnya yang diwakili oleh sang sang sutradara idealis dengan berbagai keanehan selera yang dipunya.
Film ini sedikit banyak merepresentasikan gambaran sosok muslimah masa kini di
Indonesia. Dari empat karakter tokoh utamanya pun memberikan penggambaran tentang ciri-ciri seorang muslimah Indonesia. Termasuk dari segi fashion ataupun gaya hidup, di mana keempat tokoh utama wanita dalam film ini selalu mempresentasikan muslimah modern dengan hijab-hijab warna-warni ala hijabers yang sedang trenddan budaya populer saat ini.
Hal lainnya yang membuat film “Hijab” menarik untuk dikaji adalah banyaknya tokoh masyarakat yang mengomentari film ini seperti Hanum Salsabiela Rais, penulis
“99 Cahaya Di Langit Eropa” dan anak dari Amien Rais, mantan Ketua Umum
Persyarikatan Muhammadiyah yang dilansir di sebuah media onlinewww.cnnindonesia.com. Berikut pernyataan Hanum Rais, "Film ini, (yang akhirnya saya baru tahu ya elah sutradaranya orang JIL) pada akhirnya hanya ingin meneguhkan kembali 'I am a muslim, but I hate Islam, I just want to capitalize Islam for
making money'."3 Bahkan Hanum sempat menyinggung bahwa Hanung Bramantyo
adalah anggota Jaringan Islam Liberal (JIL). Hanum juga menganggap, film itu
mencitrakan perempuan berhijab secara kurang tepat.
Komentar lainnya datang dari Din Syamsudin, Ketua Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI), “Secara keseluruhan, film ini punya pesan dakwah walaupun kemudian
bermain pada realitas yang dipotret apa adanya. Kreasi seni itu sangat relatif, selalu ada
dimensi positif dan negatif. Jadi tergantung penilainya yang memiliki subjektivitas
tertentu.”4 Din Syamsyudin juga menyarankan kepada masyarakat untuk menonton film
“Hijab”.
Terlepas dari pro dan kontra film “Hijab”, Hanung Bramantyo merupakan
seorang sutradara berbakat di Indonesia yang karya-karyanya kerap kali mengundang
kontroversi khalayak. Beberapa film yang pernah menjadi kontroversi diantaranya
“Tanda Tanya?”, “Wanita Berkalung Sorban”, dan sebagainya.
Film ini layak menjadi pusat perhatian masyarakat karena membawa isu
fenomenal, yaitu hijab yang menjadi trend dan budaya baru di kalangan muslimah.
Penelitian ini mengambil judul “Representasi Muslimah dalam Film Hijab (Analisis
Semiotik Terhadap 4 Tokoh Wanita Pemeran Utama). Di sini peneliti membatasi objek
penelitian yaitu lebih difokuskan pada bagaimana muslimah itu direpresentasikan melalui
tanda dan simbol dalam film tersebut. Peneliti ingin mengetahui makna-makna tanda
3http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20150122205919-220-26708/potret-perempuan-berhijab-versi- hanung-bramantyo-jadi-polemik/, diakses pada 02 September 2015 pukul 11.38 WIB.
4http://www.solopos.com/2015/01/28/film-kontroversial-film-hijab-lecehkan-islam-begini-jawaban-zaskia- 572003, diakses pada 02 September 2015 pukul 11.39 yang terdapat dalam film “Hijab”, oleh karena itu peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif dengan metode semiotika. Dengan metode ini memungkinkan peneliti untuk
mengetahui dan melihat lebih jelas bagaimana sebuah pesan diorganisasikan, digunakan,
dan dipahami.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka ditemukan pokok permasalahan yang
dapat diformulasikan dalam rumusan masalah berikut ini :
1. Bagaimana representasi muslimah dalam film “Hijab”?
2. Apakah penggambaran muslimah dalam film itu sudah sesuai dengan karakter
muslimah yang sebenarnya sesuai Al-Qur’an dan as-sunnah?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian
ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep muslimahdirepresentasikan oleh empat tokoh
utama wanita dalam film “Hijab”.
2. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui karakter muslimah yang
sebenarnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam nash-nash Al-Qur’an dan as-
sunnah.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis
Hasil penilitian ini diharapkan memberikan informasi, pengetahuan, dan hikmah
melalui pesan yang terdapat dalam film “Hijab”. Selanjutnya bisa dijadikan referensi
bagi peneliti berikutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi insan perfilman, khususnya film
religi agar mampu menghasilkan karya film-film religi yang berkualitas yang
mengandung nilai-nilai dakwah untuk tersiarnya syari’at Islam ke masyarakat melalui
film.
E. Sistematika Penulisan
Guna ingin memperoleh gambaran tentang permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini, maka dalam sistematika pembahasan diperlukan uraian yang
sistematis, yaitu dengan menyajikan sistem perbab. Dalam penyususnan skripsi ini
digunakan sistematika penulisan yang terdiri dari empat bab, yaitu:
1. Bab I, pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian..
2. Bab II, tinjauan pustaka dan kerangka teori. Memuat uraian tentang tinjauan pustaka
terdahulu dan kerangka teori relevan yang terkait dengan judul skripsi “Representasi
Muslimah dalam Film “Hijab”(Analisis Semiotik Representasi Muslimah Terhadap 4
Tokoh Pemeran Utama)”.
3. Bab III menjelaskan tentang metode penelitian.
4. Bab IV menjelaskan tentang gambaran umum film “Hijab”. 5. Bab V, hasil dan pembahasan yang berisi yang membahas tentang hasil penelitian dan
pembahasan dari data dan dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Terkait
dengan objek penelitian yakni film “Hijab”, berarti dalam penelitian ini yakni
menganalisa makna yang merupakan representasi muslimah.
6. Bab VI, berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang sudah dijelaskan dalam bab-
bab sebelumnya, akan dikemukakan saran-saran guna sebagai dasar dalam perbaikan-
perbaikan di masa yang akan mendatang, dan daftar pustaka.