IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYA FILM YANG DIBUAT PRODUSER BERDASARKAN REFERENSI NASKAH PIHAK KETIGA (STUDI PUTUSAN NOMOR 305K/Pdt.Sus-HKI/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat dalam Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

STAR PARULIAN HUTABARAT 150200328

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Segala hormat, puji, dan syukur yang Penulis sampaikan kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas segala berkatNya yang melimpah dan kasih karuniaNya yang tidak ada habis-habisnya yang selalu menguatkan dan membimbing Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untu memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi Perlindungan Hukum

Terhadap Karya Film Yang Dibuat Produser Berdasarkan Referensi Naskah

Pihak Ketiga (Studi Putusan Nomor 305K/Pdt.Sus-HKI/2014)”.

Selama penyusunan penulisan skripsi ini, Penulis juga banyak mendapatkan bimbingan, arahan, semangat, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak.

Untuk itu Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum. Selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum. selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

i

Universitas Sumatera Utara 6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH. selaku Ketua Departemen

Hukum Ekonomi;

7. Ibu Trimurti Lubis, SH., M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi;

8. Ibu Dr. Tengku Keizeirina Devi Azwar, SH.,CN.,M.Hum., selaku Dosen

Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan memberikan

bimbingan dan masukan kepada Penulis sehingga skripsi ini terselesaikan

dengan baik;

9. Ibu Dr. Detania Sukarja, SH., LLM. selaku Dosen Pembimbing II yang

telah meluangkan waktunya dan memberikan bimbingan dan masukan

kepada Penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik;

10. Ibu Maria Kaban, SH., M.Hum. Selaku dosen Pembimbing Akademik

Penulis;

11. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah member Ilmu kepada Penulis;

12. Lamdor Hutabarat dan Rosli Tamba selaku orang tua penulis yang telah

membesarkan Penulis tanpa kenal lelah dan juga dukungannya sehingga

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

13. Mindo Hutabarat, Sahat Hurabarat, Diana Hutabarat selaku saudara

kandung dari Penulis yang telah memberikan motivasi dan semangat

dalam perkuliahan sampai penulisan skripsi ini;

14. David Hurabarat dan Friska Sinaga selaku keluarga yang juga telah

memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

ii

Universitas Sumatera Utara 15. Cici Paranitha Sitorus yang telah memberikan motivasi dan menemani

penulis selama proses penulisan skripsi ini;

16. Akmal Fauzan, Faturrahman Aulia, Britandy Suryabhuana, Juha Naufal,

Yoga selaku keluarga dalam band Daydream On Thursday

17. Andre Sigiro, Alm.Daniel Nikolas, Abraham Sitompul yang menjadi

owner dari Warkop AADS bersama dengan penulis.

18. Andre Sigiro, Angel Silaban, Benedicta Manurung, Cici Sitorus, Cindy

Sonia, Daniel Hutabarat, Elisabeth Matondang, Garcia Rangan, Lucy

Karenina, Nico Sipayung, Revi Manalu, Samuel Pardosi, Surya

Simanjuntak, Zethro Viery yang bersama-sama dengan penulis menjadi

keluarga dalam ikatan Pengurus Komisariat GMKI Komisariat Fakultas

Hukum USU.

19. Daniel Alex Siregar, Pasca Saragih, Yudika Sormin, Hans Maskulin

Saragih selaku seniora yang telah banyak membantu penulis dalam

penulisan skripsi ini.

20. Teman-teman dari Gundaling Ishak, Ray, Yan Reinold, Richard, Rahul,

Feberson, Amos, Andre, bang Adi, Revi dan lain-lain yang tidak

mungkin penulis tuliskan satu persatu). Terimakasih karena telah

memberikan kenyamanan dan kebahagiaan kepada Penulis. Semoga

sukses untuk kita semua;

21. Keluarga Besar Gerakan Mahasiswa Kristen (GMKI)

Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

iii

Universitas Sumatera Utara 22. Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu intelektual

maupun moral kepada Penulis;

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Penulis berharap kedepannya agar lebih baik lagi.

Medan, Oktober 2019

Penulis

Star Parulian Hutabarat

NIM. 150200328

iv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI ...... v

ABSTRAK ...... viii

BAB I PENDAHULUAN ...... 1

A. Latar Belakang ...... 1

B. Perumusan Masalah ...... 5

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ...... 5

D. Keaslian Penulisan ...... 6

E. Tinjauan Pustaka ...... 8

F. Metode Penelitian ...... 18

G. Sistematika Penulisan ...... 20

BAB II PERANAN PARA PIHAK YANG TERLIBAT DALAM

PRODUKSI FILM...... 23

A. Konsep Dalam Film ...... 23

1. Jenis-jenis Film ...... 24

2. Produksi Film ...... 25

B. Peranan Keseluruhan Pihak Yang Terlibat Dalam Produksi

Sebuah Film ...... 26

v

Universitas Sumatera Utara 1. Tugas dan Fungsi Staf Non-Artistik Dalam Produksi Film

...... 26

2. Tugas dan Fungsi Staf Artistik Dalam Produksi Film ...... 29

C. Peranan Para Pihak Yang Terlibat Dalam Film Soekarno:

Indonesia Merdeka ...... 37

BAB III PENGATURAN HUKUM ATAS PERAN PARA PIHAK

DALAM PRODUKSI FILM BERDASARKAN HUKUM

DI INDONESIA ...... 51

A. Pengaturan Hak Para Pihak Yang Terlibat Dalam Produksi Film

...... 58

1. Cipta dan Pemegang Hak Cipta ...... 58

2. Hak Terkait dan Pemegang Hak Terkait ...... 62

B. Kedudukan Pencipta Naskah Dalam Produksi Film ...... 63

BAB IV ANALISIS TERHADAP KASUS NOMOR 305K/Pdt.Sus-

HKI/2014 ...... 68

A. Kasus Posisi ...... 68

B. Pertimbangan Majelis Hakim dan Putusan ...... 75

C. Analisis atas Pertimbangan Majelis Hakim dan Putusan...... 80

vi

Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP ...... 83

A. Kesimpulan ...... 83

B. Saran ...... 85

DAFTAR PUSTAKA ...... 86

vii

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Dr.Tengku Keizeirina Devi Azwar, SH.,CN.,M.HuM *** Dr. Detania Sukarja SH., LLM.** Star Parulian Hutabarat*

Di Indonesia Pengaturan Hukum untuk pihak-pihak yang terlibat dalam produksi sebuah film tidak ada diatur secara terperinci sesuai dengan peranan yang ada dalam produksi sebuah film, semua pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah produksi film digolongkan menjadi insan perfilman, yang hak dan kewajibannya dilindungi diatur dalam Pasal 49 dan 50 UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, hal ini yang membuat terjadinya sengketa tentang siapa yang memiliki hak cipta dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka dikarenakan naskah dari film tersebut merupakan karya dari pihak ketiga sesuai dengan Putusan Pengadilan Niaga Pusat dengan Nomor Register 305K/Pdt.Sus-HKI/2014. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder serta dengan penelitian kepustakaan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Dalam penjabaran dari Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman seorang penulis/pencipta skenario film dimasukkan kedalam kategori insan perfilman dan tidak ada peraturan yang terpisah membahas tentang penulis/pencipta skenario film tersebut. kedudukan seorang pencipta/penulis naskah dalam sebuah produksi film hanya sebagai penulis cerita untuk film tersebut, terlepas dari mana ide cerita itu didapat. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman juga tidak diatur secara terperinci mengenai kedudukan seorang pencipta/penulis naskah dalam sebuah produksi film.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum Film Soekarno, Hak Cipta Film Soekarno ***Dosen Pembimbing I **Dosen Pembimbing II *Mahasiswa

viii

Universitas Sumatera Utara 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi suatu film berawal dari sebuah cerita yang dituangkan menjadi skenario film.1 Cerita film dapat terinspirasi dari berbagai hal, baik kisah fiksi atau kejadian nyata. Pada tahap praproduksi tim produksi film akan menentukan jenis film yang akan dibuat hingga sumber untuk membuat skenario film. Film

“Harry Potter” merupakan sebuah contoh cerita film yang diadaptasi dari karya sastra, “Titanic” adalah film yang terinspirasi dari kisah nyata tenggelamnya kapal

Titanic pada tahun 1912 sedangkan “Iron Lady” merupakan film yang mengangkat kisah hidup tokoh riil Margareth Thatcher. Terkadang tim produksi mengambil dan mengembangkan suatu ide atau tema dari cerita yang pernah ada untuk dijadikan cerita film seperti pada film “Pretty Woman”2 dan “Maid in

Manhattan”3 yang mengambil dan mengembangkan ide cerita dari kisah

“Cinderela”.

Ide cerita film yang dapat terinspirasi dari berbagai hal, mulai dari cerita dengan tema yang bersifat umum hingga peristiwa/kisah tokoh yang telah diketahui publik (misalnya kisah tokoh sejarah). Film biografi, senantiasa mempunyai segmen yang fanatik. Artinya, Ide yang sering kali ditawarkan, mayoritas memang sudah dikenal oleh publik. Diakrabi oleh publik, lewat literatur

1Heru Effendy, Mari Membuat Film, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), edisi ke-2, hlm. 7. 2Rebecca Bulnes, “Pretty Woman at 25: Hollywood‟s Cinderella Complex”, , (diakses pada tanggal 16 Juli 2019 pada pukul 18.30 WIB) 3Deborah Hornblow, “J.Lo‟s „Maid‟ Proves Cinderella Never Dies”, , (diakses pada tanggal 16 Juli 2019 pada pukul 19.00 WIB)

Universitas Sumatera Utara 2

pustaka, ataupun kisah sejarah. Tidak heran, kondisi ini akan mendorong munculnya penonton yang fanatik dan spesifik.4

Berdasarkan pasal 20 ayat (4) huruf a UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang

Perfilman (selanjutnya disebut “UU Perfilman”) bahwa insan perfilman mendapatkan perlindungan hukum. Dimana selanjutnya pasal 200 ayat (6) UU

Perfilman menegaskan bahwa perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat dalam perjanian tertulis yang mencakup hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan ketentutan peraturan Perundang-undangan Nomor 33 Tahun

2009 tentang perfilman. Berdasarkan ketentuan pasal 20 ayat (4) UU Perfilman tersebut dapat dipahami bahwa ketegasan keberadaan hak yang dalam hal ini termasuk di dalamnya hak atas kepemilikan sebuah karya dapat dipertegas dengan membuat sebuah perjanjian. Namun permasalahannya adalah dalam praktek pembuatan sebuah karya cipta sinematografi yang melibatkan berbagai peran insan perfilman belum semua dilandasi dengan suatu perjanjian untuk menegaskan keberadaan kepemilikan Hak Cipta dari karya cipta, khususnya karya cipta sinematografi dalam perfilman.

Salah satu kasus film yang diangkat dari biografi atau kisah tokoh yang dikenal, diakrabi oleh publik adalah kasus film “Soekarno: Indonesia Merdeka”

(2013) produksi PT. Tripar Multivision Plus (Multivision). Film tersebut menjadi objek sengketa hak cipta antara Rachmawati Soekarnoputri (Rachmawati) dengan

Multivision, Raam Punjabi dan Hanung Bramantyo (Hanung). Rachmawati (yang merupakan anak Ir. Soekarno) merupakan pencipta pertunjukan “Dharma Gita

Maha Guru” yang mengangkat kisah hidup Ir. Soekarno. Rachmawati menyatakan

4Jenkins, Keith (Ed.). Postmodern History Reader. (London & New York: Routledg,1997).

Universitas Sumatera Utara 3

dirinya sebagai pencipta naskah film Soekarno dan pihak yang pertama kali memiliki ide untuk membuat film mengenai Soekarno yang sebelumnya dipentaskan dalam “Dharma Gita Maha Guru”. Rachmawati bekerjasama dengan

Multivision dan Hanung untuk membuat film Soekarno pada masa menjelang kemerdekaan Indonesia dan Hanung menunjuk Ben Sihombing menjadi penulis skenario film tersebut. Skenario yang ditulis oleh Ben kemudian diserahkan

Hanung kepada Rachmawati untuk mendapat masukan atau revisi.

Ditengah proses produksi terjadi perbedaan pendapat antara Rahmawati dan Hanung selaku sutradara mengenai aktor yang memerankan tokoh Soekarno hingga berujung pada mundurnya Rachmawati dari kerjasama produksi film tersebut. Saat film siap ditayangkan di bioskop dan Multivision memulai promosi atas film yang kemudian diberi judul “Soekarno: Indonesia Merdeka”,

Rachmawati mempermasalahkan hak cipta film tersebut dan melakukan berbagai upaya hukum terhadap Hanung, Raam Punjabi dan Multivision, diantaranya dengan mengajukan gugatan hak cipta pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat dibawah register perkara nomor 93/Pdt.Sus-

HakCipta/2013/PN.Niaga.JKT serta memohonkan penghentian dan peredaran film serta penyitaan naskah dan skrip film melalui permohonan Penetapan Sementara.

Majelis hakim Pengadilan Niaga melalui Penetapan Nomor 93/Pdt.Sus-

HakCipta/2013/PN.Niaga.JKT.PST tanggal 11 Desember 2013 mengabulkan permohonan Penetapan Sementara yang diajukan Rachmawati dan memerintahkan para Tergugat untuk menyerahkan master film, naskah atau skrip film “Soekarno Indonesia Merdeka” serta menghentikan penyiaran, penyebarluasan, pengumuman film tersebut khususnya pada adegan dimana tokoh

Universitas Sumatera Utara 4

Soekarno ditampar oleh polisi militer dan Soekarno dipukul dengan popor senapan polisi. Penetapan tersebut kemudian diubah oleh hakim tunggal yang memimpin sidang pemeriksaan Penetapan Sementara dengan Penetapan Nomor

93/Pdt.Sus-HakCipta/2013/PN.Niaga.JKT.PST tanggal 7 Januari 2014 yang menyatakan menolak permohonan Rachmawati untuk menghentikan penyiaran adegan pada film. Dalam pokok perkara, majelis hakim Pengadilan Niaga menyatakan Rachmawati sebagai pencipta naskah film “Bung Karno: Indonesia

Merdeka”.5 Putusan pengadilan tingkat pertama dan Penetapan Sementara tersebut dibatalkan pada tingkat Kasasi oleh Majelis Hakim Agung melalui putusan nomor: 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014 tanggal 19 Agustus 2014.

Dalam kasus tersebut, penulis melihat salah satu pangkal permasalahan terdapat pada kerancuan para pihak bersengketa mengenai kapan hak cipta suatu karya sinematografi lahir dan dapat diklaim oleh penciptanya serta tindakan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Sebelum membahas pelanggaran hak cipta atas sebuah film, penulis merasa perlu membahas peranan para pihak dalam setiap produksi film, agar memperjelas kedudukan para pihak dalam setiap produksi film sehingga kita mengetahui bagaimana pengaturan hukum atas peranan para pihak yang terlibat dalam produksi sebuah film berdasarkan hukum yang berlaku di indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba untuk melihat bagaimana implementasi perlindungan hukum terhadap karya film yang dibuat oleh produser berdasarkan referensi naskah pihak ketiga yang pada kasus ini mengangkat kisah

5Judul resmi dari film yang menjadi sengketa adalah “Soekarno: Indonesia Merdeka” (MVP Indonesia, “Hanung Bramantyo Wujudkan Impian Lewat Film Soekarno”, , (diakses pada tanggal 16 Juli 2019 pada pukul 22.00 WIB),

Universitas Sumatera Utara 5

nyata atau biografi dari seorang tokoh nasional dengan judul skripsi

“Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Karya Film Yang Dibuat Produser

Berdasarkan Referensi Naskah Pihak Ketiga (Studi Putusan Nomor 305/Pdt.Sus-

HKI/2014)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan diatas, terdapat beberapa hal yang akan menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini, permasalah-permasalahnya antara lain:

1. Bagaimanakah peranan para pihak yang terlibat dalam produksi film?

2. Bagaimanakah pengaturan hukum atas peranan para pihak dalam

produksi film berdasarkan hukum di indonesia?

3. Bagaimanakah analisis atas kasus nomor 305K/Pdt.Sus-HKI/2014?

C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan-tujuan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peranan para pihak yang terlibat dalam produksi

film.

2. Untuk mengetahui pengaturan hukum atas peranan para pihak dalam

produksi film berdasarkan hukum di indonesia.

3. Untuk mengetahui analisis atas kasus nomor 305K/Pdt.Sus-HKI/2014.

Penelitian merupakan cara pengamatan atau inkuiri dan tujuannya untuk mencari jawaban permasalah atau proses penemuan, baik itu discover maupun

Universitas Sumatera Utara 6

Invention.6 Penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan yang membahas tentang implementasi perlindungan hukum terhadap karya film yang dibuat oleh produser berdasarkan referensi pihak ketiga. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi para pihak sebagai berikut:

a. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

dalam pengambilan kebijakan hukum terkait film yang dibuat produser

berdasarkan referensi pihak ketiga.

b. Bagi praktisi hukum agar memahami pengaturan hukum atas peranan

para pihak dalam produksi film berdasarkan hukum di indonesia.

c. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

memahami peranan para pihak yang terlibat dalam produksi film.

D. Keaslian Penulisan

Karya tulis ini merupakan karya tulis asli, sebagai refleksi dan pemahaman dari apa yang telah Penulis pelajari selama menimba ilmu di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

6Sukardi, “Penelitian adalah Cara Pengamatan”, http://penalaran-unm.org/apakah-penelitian-itu/, (diakses pada tanggal 17 Juli 2019 pada pukul. 23.00 WIB)

Universitas Sumatera Utara 7

Untuk menghindari kesamaan dalam penelitian ini, maka dilakukan penelusuran kajian terdahulu yang mungkin berkaitan dengan penelitian ini, berikut kajian terdahulu yang ditemukan:

1. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang disusun oleh Sarah Alzagladi dengan judul “Status

Kepemilikan Hak Cipta Film Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) (Studi

Pada Film BUNG KARNO: INDONESIA MERDEKA).”

Dalam penelitian ini membahas tentang suatu ketidakjelasan mengenai siapa yang berhak mendapatkan hak cipta film dari suatu film yang memiliki banyak referensi dan mengenai hak untuk menentukan aktor dalam film yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Berbeda dengan penelitian ini yang membahas tentang perlindungan hukum terhadap karya film yang dibuat oleh produser berdasarkan refensi pihak ketiga.

2. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember, yang disusun oleh

Arizki Dwi Wicaksono dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Pencipta Karya

Cipta Sinematografi Dalam Film Soekarno (Analisa Putusan No. 305 K/Pdt.Sus-

HKI/2014)”.

Dalam penelitian ini membahas perlindungan hukum bagi pencipta karya sinematografi, upaya penyelesaian yang dapat dilakukan pencipta film apabila terjadi sengketa kepemilikan atas karya sinematografi serta menganalisis pertimbangan hukum yang diberikan hakim agung dalam putusan kasus film

Soekarno di tingkat kasasi terkait adanya ahli waris yang berkeberatan. Sementara dalam penelitian ini lebih membahas pengaturan hukum pengaturan hukum atas peranan para pihak dalam produksi film berdasarkan hukum di indonesia.

Universitas Sumatera Utara 8

Khusus untuk yang terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara Medan, keaslian penulisan ini ditunjukkan dengan adanya penegasan dari pihak administrator bagian/jurusan hukum ekonomi.

E. Tinjauan Pustaka

1. Perlindungan Hukum

a. Pengertian Perlindungan Hukum

Kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah “akas” yang selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi “Hukum”. Dalam pengertian Hukum terkandung pengertian erat dengan pengertian yang “dapat melakukan paksaann”. Hukum adalah peraturan yang memaksa, akan tetapi tidak untuk memaksa sesuatu pada seseorang melainkan untuk melindungi kepentingan-kepentingan manusia. Hal ini disebabkan karena kepentingan itu kerap kali diancam atau dilanggar oleh pihak tertentu sehingga perlu mengamankannya dan bila perlu memaksa.7

Perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon adalah suatu kondisi subjektif yang menyatakan hadirnya keharusan pada diri sejumlah subjek hukum untuk segera memperoleh sejumlah sumber daya guna kelangsungan eksistensi subjek hukum yang dijamin dan dilindungi oleh hukum agar kekuatannya secara terorganisir dalam proses pengamnilan putusan politik maupun ekonomi khususnya pada distribusi sumber daya baik pada prangkat individu maupun struktural.8 Perlingan hukum terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu “perlindungan” dan “hukum” artinya perlindungan hukum menurut UU yang berlaku. Perlindunga

7R. Soeroso, Penghantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992) hlm.24 8Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT.Bina Ilmu,1987) hlm.2

Universitas Sumatera Utara 9

hukum merupakan sarana untuk mewujudkan dan mempertahankan keadilan yang menjadi jiwa dan tujuan hukum.

b. Unsur-unsur Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal dan sebagainya) melindungi : pertolongan (penjagaan dan sebagainya).9 Sehingga berdasarkan pengertian diatas seseorang berhak mendapatkan perlindungan dan melindungi orang lain. Perlindunga hukum haruslah tercermin dari berjalannya hukum, proses hukum dan akibat dilaksanakannya atau ditegakkannya hukum tersebut. Jika dilihat dari pengertian dan pemahaman terhadap perlindunga hukum diatas maka dapat diketahui unsur- unsur perlindungan hukum yaitu:

1) Hukum tersebut merupakan sarana bagi siapa saja, artinya bahwa siapa

saja yang haknya dilanggar dalam hidup bermasyarakat maka ia hendak

mengajukan agar orang lain yang telah melakukan pelanggaran tersebut

untuk ditindak oleh hukum itu,

2) Orang yang terbukti bersalah secarahukum tersebut dikenai sanksi yang

telah ditentukan oleh hukum,

3) Asas kesamaan hukum (rechtsgleichheit) dalam arti material yaitu

hukum dituntut sesuai dengan cita-cita keadilan dalam masyarakat,

4) Tujuan dari hukum itu adalah untuk menciptakan dan mempertahankan

ketertiban dan keadilan dalam masyarakat,

5) Tidak adanya kesewenang-wenangan pihak yang mempunyai kekuasaan

atau kesewenang-wenangan atas hukum tersebut.10

9W.J.S, Poerdarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka,1999) hlm.600 10Sri Soemantri, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992) hlm.15.

Universitas Sumatera Utara 10

Berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam makna perlindungan hukum sebagaimana di atas, maka penulis menyimpulkan adanya suatu perlindungan hukum. apabila unsur-unsur tersebut tidak tercermin maka dapat dipertanyakan akan terwujudnya perlindungan hukum dan kepastian dari hukum itu, juga tujuan hukum itu sendiri.

c. Tujuan Perlindungan Hukum

Tujuan perlindungan hukum dalam hal ini dimaksudkan sebagai upaya dari apa yang diatur oleh UU guna mencegah terjadinya pelanggaran hak oleh orang lain yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggaran tersebut harus diproses secara hukum, dan bila terbukti bersalah, maka dapat dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku.11

Roscoe Pounds menyebutkan bahwa :

“Hukum itu adalah keseimbangan kepentingan, bahwa : hukum itu adalah

menata kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Kepentingan-

kepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tercapai

keseimbangan yang proposional, perlindungan hukum pada akhirnya

mewujudkan keseimbangan kepentingan dalam masyarakat.”12

Hukum juga memberikan petunjuk apa yang harus diperbuatan mana yangtidak boleh, sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.

Kesemuanya ini dimungkinkan karena hukum mempunyai sifat dan watak mengatur tingkah laku manusia serta mempunyai ciri memerintah dan melarang.

11Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, (Yogyakarta: Medpress Digital, 2013) hlm.11. 12Roscoe Pounds dalam Bernad L. Tanya,Teory Hukum : Strategi Lintas Ruang dan Generasi, (Surabaya: CV.Kita,2006) hlm.36.

Universitas Sumatera Utara 11

Begitu pula hukum dapat memaksa agar hukum itu ditaati anggota masyarakat.13

Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dalam perhubungan anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam tiap hubungan dalam masyarakat.

d. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventive maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilian, kertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Philipus M. Hadjon membagi bentuk perlindungan hukum menjadi 2 (dua) macam, yaitu:14

1) Perlindungan Hukum Preventif

2) Perlindungan Hukum Represif

Pengertian ringkas dari preventive itu sendiri adalah tindakan sebagi upaya pencegahan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap suatu hukum. Sedangkan refresif adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya penanggulangan atas terjadinya pelanggaran.

13Ibid, hlm.54 14Philipus M.hadjon, Op.cit., hlm.15

Universitas Sumatera Utara 12

2. Hak Cipta

a. Pengertian Hak Cipta

Hak Cipta berasal dari Bahasa Inggris copyright yang dalam terjemahannya

(to) copy, yang dapat berarti untuk menggandakan dan right berarti hak. Dengan demikian secara bahasa, copyright pada perinsipnya adalah hak untuk menggandakan atau menyebarluaskan suatau hasil karya. Istilah copyright diartikan kedalam bahasa Indonesia (secara tidak cermat) sebagai Hak

Cipta.15Setiap ciptaan seseorang atau badan hukum dilindungi oleh UU,karena pada ciptaan tersebut melekat hak cipta. Setiap pencipta atau pemegang hak cipta bebas menggunakan hak ciptanya, tetapi UU menentukan pula pembatasan terhadap kebebasan penggunaan hak cipta, sehingga tidak boleh melanggarnya.

Hak cipta tersebut merupakan salah satu jenis perlindungan HKI yang disediakan untuk melindungi karya pengetahuan seni dan sastra.

Istilah Hak Cipta mula-mula diusulkan oleh St. Moch. Syah pada tahun

1951 di Bandung pada kongres kebudayaan (yang kemu diandi terima oleh kongres tersebut) sebagai penggati istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas ruang lingkup pengertiannya. Istilah Hak Penggarang itu sendiri merupakan terjemahan dari bahasa Belanda Auteursrecht.16

UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak cipta disebutkan bahwa17:

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam

15Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual,(Bandung: PT.Alumni ,2003) hlm.97 16Naning Ramdion, Perihal Hak Cipta Indonesia, Tinjauan Terhadap Auteursrecht 1912Dan UU Hak Cipta,(Yogyakarta,1997) hlm.36 17Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta

Universitas Sumatera Utara 13

bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuang

peraturan Perundang-undangan”

b. Subjek dan Objek Hak Cipta

Hak cipta merupakan bagian dari HKI. Pada prinsipnya subjek HKI adalah orang yang memiliki hak, sedangkan objek HKI adalah ciptaan atau hasil dari subjek. Jika ditelusuri lebih jauh, sebenarnya HKI merupakan bagian dari benda, yaitu benda tidak berwujud (benda imaterial). Benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklarifikasikan dalam berbagai kategori. Salah satu diantara kategori tersebut, adalah pengelompokan benda dalam klasifikasi benda berwujud dan benda tidak berwujud. Untuk hal ini dapat dilihat dalam batasan benda sebagaimana disebutkan dalam batasan benda sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 499 KUHPerdata yang menyatakan : menurut paham UU yang dimaksud dengan benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.

Barang yang dimaksud dalam pasal 499 KUHPerdata tersebut adalah benda materiil (stoffelijk veerwerp), sedangkan hak adalah benda imaterial. Hal ini sejalan dengan klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUHPerdata yaitu penggolongan benda kedalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan tidak berwujud (tidak bertubuh) selanjutnya hak immaterial termasuk dalam hak-hak yang disebutkan dalam Pasal 499 KUHPerdata. Oleh karena itu, hak milik immaterial itu sendiri dapat menjadi objek dari suatu hak benda. Selanjutnya disebutkan pula bahwa hak benda adalah hak absolut atas suatu benda, tetapi ada

Universitas Sumatera Utara 14

hak absolut yang objeknya bukan benda, itulah yang disebut dengan Hak

Kekayaan Intelektual (Intellectual property right)18

1) Subjek Hak Cipta

Sebagai subjek hak cipta, manusia dan badan hukum bisa menjadi subjek dari hak cipta. Inilah yang kemudian oleh UU Hak cipta dinamakan dengan pencipta. Secara ringkas yang dimaksud dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan. Selanjutnya dapat pula diterangkan bahwa pencipta menjadi pemilik pertama dari hak cipta atas ciptaan bersangkutan.19

UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mendefinisikan pencipta secara rinci sebagai berikut20 :

“Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri

atau bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan

berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampiln atau

keahlihan, yang dituangkan dalam bentuk yang bersifat khas dan pribadi.”

UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta mendefinisikan pemegang hak cipta sebagai berikut21 :

“Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak

yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang

18Abdulkadir Muhamad,Kajian Hukim Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,(Bandung : Citra Aditya Bakti,1999) hlm.115. 19Edy Damian,Hukum Hak Cipta.(Bandung: PT. Alumni.,2002) hlm.124. 20Pasal 1 angka 2 UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta 21Pasal 1 angka 4 UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Universitas Sumatera Utara 15

menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara

sah.”

Berdasarkan uraian tersebut, pencipta secara otomatis menjadi pemegang hak cipta, yang merupakan pemilik hak cipta, sedangkan yang menjadi pemegang hak cipta tidak harus penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari pencipta maupun pemegang hak cipta yang bersangkutan.22

2) Objek Hak Cipta

J. Taylor menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.23

UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta24:

”Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,

dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,

kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk

nyata.” Ciptaan atau karya cipta yang mendapat perlindungan hak cipta

yaitu25:

22Ibid, hlm.127. 23Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah,Hak Milik Intelektual: Sejarah Teori danPrakteknya di Indonesia,(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1997) hlm.56. 24Pasal 1 angka 3 UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

25Rahmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: PT.Alumni,2003) hlm.21

Universitas Sumatera Utara 16

a) Ciptaan yang merupakan hasil proses penciptaan atas inspirasi

gagasan, atau ide berdasarkan kemampuan dan kreativitas pikiran,

imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian pencipta;

b) Dalam penuangannya harus memiliki bentuk yang khas dan

menunjukan keaslian (orisinal) sebagai ciptaan seseorang yang

bersifat pribadi. Dalam bentuk yang khas. Artinya, karya tersebut

harus telah selesai diwujudkan, sehingga dapat dilihat atau

didengarkan atau dibaca, termasuk pembacaan huruf braile karena

suatu karya harus terwujud dalam khas, perlindungan hak cipta tidak

harus terwujud dalam bentuk khas, perlindungan suatu hak cipta tidak

diberikan pada sekedar ide;

Berdasarkan uraian diatas tersebut, terdapat persyaratan produk untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreativitas darisuatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari krativitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak harus baru dan unik. Namun harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi.26

3. Sinematografi

a. Pengertian Sinematografi

Sinematografi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu

Cinematography yang berasal dari bahasa Latin sinema 'gambar'. Sebagai ilmu terapan sinematografi merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik

26Gambiro, Ita,Hak Cipta Beserta Peraturan PerUUan Tentang Hak Cipta danKonvensi-Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta,(Jakarta: CV. Sebelas Print,1995) hlm .2.

Universitas Sumatera Utara 17

menangkap gambar dan menggabung gambar-gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide (dapat mengemban cerita).

Sinematografi memiliki objek yang sserupa dengan fotografi yakni menangkap/mengambil pantulan cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun hampir sama. Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan sinematografi menangkap rangkaian gambar. Penyampaian ide pada fotografi memanfaatkan gambar tunggal, sedangkan pada sinematografi memanfaatkan rangkaian gambar. Jadi sinematografi adalah gabungan antara fotografi dengan teknik perangkaian gambar atau dalam sinematografi disebut montase (montage).27

b. Unsur-unsur Sinematografi

Sinematografi sebagai suatu karya cipta dapat berupa film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun.

Dalam Sinematografi ada dua macam yaitu unsur utama dan unsur penunjang yang terdiri dari :

1) Unsur utama terdiri dari :

a) Visual Gerak, berupa lambang-lambang komunikasi visual yang

disajikan dengan metode fotografi yaitu “tanpa cahaya, maka tak ada

Gambar”

27Estu Miyarso, Pengembangan Multimedia dan pengantar Sinematografi.(Yogyakarta : Bina Citra,2009) hlm.33.

Universitas Sumatera Utara 18

b) Audio, unsur audio berperan besar untuk memperjelas maupun

mempertegas pesan informasi maupun komunikasi yang terkandung

pada unsur visual sinematografi

c) Jalan Cerita, tidak seperti gambar diam yang dapat ditafsirkan

sendiri oleh yang melihatnya (satu gambar mewakili seribu kata),

suatu karya sinematografi memiliki makna yang universal dari

berbagai penonton yang melihatnya.

2) Unsur penunjang terdiri dari :

a) Setting, adalah tata ruang yang menjadi objek visual untuk tiap

adegan.

b) Properti, meliputi kostum, tata rias dan segala jenis perlengkapan

yang diperlukan untuk lebih memberikan kesan alami maupun

dramatis pada cerita yang akan direkam.

c) Efek, meliputi efek gambar, suara, cahaya, transisi waktu, hingga

spesial efek yang didesain secara animasi melalui progam

komputer agar lebih memberikan kesan dramatis pada cerita.28

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum menurut Sue Milne dan Key Tucker sebagaimana dikutip dari buku Dyah Octorina29 yaitu suatu proses yang berkaitan dengan analisis suatu

28Ibid.hlm.17 29Dyah Octorina Susanti dan A‟an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Sinar Grafika: Jakarta, 2014), hlm.2

Universitas Sumatera Utara 19

permasalahan hukum tertentu yang disertai dengan penyelesaian permasalahan tersebut dengan menerapkan hukum yang sesuai dengan fakta-fakta yang terkait.

Maka dari itu agar skripsi ini dapat berguna dan mudah dipahami, maka metode penelitian yang digunakan antara lain:

1. Jenis dan sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu disesuaikan dengan rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif atau perpustakaan yakni penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya suatu penelitian. Peneliti dapat memilih dan menelaah bahan- bahan kepustakaan yang diperlukan guna dapat memecahkan dan menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.30 Penelitian ini dilakukan dengan penelitian normatif dikarenakan bahan-bahan yang penulis gunakan yaitu dari buku-buku maupun bahan cetak serta bahan elektronik lainnya. Terkait dengan penelitian ini yaitu penulis hanya mengambil data dari putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu adalah penelitian deskriptif, yang menurut Soerjono Soekanto, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru.31

30Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, (Medan: Multi Grafik Medan, 2007), hlm.21. 31 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2014), hlm.10.

Universitas Sumatera Utara 20

2. Sumber Data

Sumber data dari penyusunan skripsi ini adalah dengan data sekunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Data sekunder yaitu disamping hasil-hasil penelitian lain. Disamping itu juga, kamus-kamus hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan32

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan primer terdiri dari Perundang - undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam permbuatan peraturan

Perundang – undangan dan putusan-putusan hakim.33 Bahan-bahan Hukum

Primer dalam penulisan ini yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 Tentang Perfilman

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

5. Kep. No. 71 Th. 1971 oleh Menteri Penerangan Budiharjo

6. SK Menteri RI No. 216/Kep/Men/1983 mengenai Dewan Film Nasional

7. Putusan Mahkamah Agung Nomor 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Sedangkan bahan hukum sekunder yaitu bahan penunjang bahan hukum primer yang akan menjadi sumber penelitian yaitu, buku-buku teks hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, dan jurnal-jurnal hukum.34

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan yang merupakan kegiatan menghimpun informasi yang relevan

32 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.XI, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.155. 33Ibid, hlm.141. 34 Dyah Octorina Susanti dan A‟an Efendi, op.cit, hlm.90-95.

Universitas Sumatera Utara 21

dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian. Informasi tersebut dapat diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, tesis, disertasi, ensiklopedia, internet, dan sumber - sumber lain.35

4. Analisis Data

Pengolahan data diperlukan agar dapat menarik kesimpulan bagi tujuan penelitiannya sebab data tersebut masih data mentah36. Pengolahan data pada hakekatnya ada analisa pada permasalahan yang akan dibahas. Analisis data dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan pokok permasalahan, menjelaskan hubungan antara berbagai konsep, menarik kesimpulan.

Analisis data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu analisis kualitatif.

Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan dengan menggunakan nalar si peneliti.37 Hasil dari analisis kualitatif akan berbeda-beda hasilnya antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain, berbeda dengan analisis kuantitatif, kesimpulannya akan sama persis dengan peneliti yang lainnya.38

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini sangat penting agar pembaca dapat melihat gambarannya secara singkat. Sistematika penulisannya yaitu :

35Agus Setiawan, “Pengertian Studi Kepustakaan”, http://www.transiskom.com/2016/03/pengertian-studi-kepustakaan.html, (diakses pada tanggal 23 Juli 2018 pada pukul 15.05 WIB). 36 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm.80. 37 Tampil Anshari Siregar, op.cit, hlm.104. 38Ibid, hlm.132.

Universitas Sumatera Utara 22

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menyajikan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan

Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Keaslian

Penelitian, dan Sistematika Penulisan ini.

BAB II PERANAN PARA PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PRODUKSI

FILM

Pada bab ini menjelaskan tentang peranan para pihak yang terlibat dalam suatu produksi film pada umumnya dan peranan para pihak yang terlibat dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka.

BAB III PENGATURAN HUKUM ATAS PERAN PARA PIHAK DALAM

PRODUKSI FILM BERDASARKAN HUKUM DI INDONESIA

Bab ini menjelaskan tentang pengaturan hukum atas peran para pihak dalam produksi film berdasarkan hukum di Indonesia dan menjelaskan kedudukan pencipta naskah dalam suatu produksi film.

BAB IV ANALISIS TERHADAP KASUS NOMOR 305K/Pdt.Sus-HKI/2014

Pada bab ini menjelaskan tentang bagaimana analisis kasus terhadap film

Soekarno: Indonesia Merdeka.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara 23

BAB II

PERANAN PARA PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PRODUKSI FILM

A. Konsep dalam Film

Film adalah serangkaian gambar yang bergerak. Bahasa yang digunakan dalam film adalah bahasa gambar. Film menyampaikan ceritanya melalui serangkaian gambar yang bergerak, dari satu adegan ke adegan lain, dari satu konflik ke konflik lain, dari peristiwa satu ke peristiwa lain. Secara menyeluruh maksud dan tujuan yang ingin diungkapkan dipaparkan dengan gambar yang bergerak.39

Film sebagai karya seni sering diartikan hasil cipta karya seni yang memiliki kelengkapan dari beberapa unsur seni untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual. Dalam hal ini unsur seni yang terdapat dan menunjang sebuah karya film adalah seni rupa, seni fotografi, seni arsitektur, seni tari, seni puisi sastra, seni teater, seni musik. Kemudian ditambah lagi dengan seni pantomin dan novel.

Kesemuannya merupakan pemahaman dari sebuah karya film yang terpadu dan biasa kita lihat.40

UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, yaitu41 :

“Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan

media komunikasi masa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi

dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.”

39Yustinah dan Ahmad Iskak, Bahasa Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2018) hlm.23. 40Sumarn Marseli,Dasar-dasar Apresiasi Film,(Jakarta : PT.Grasindo,1996)hlm.95 41 Pasal 1 angka 1 UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman

Universitas Sumatera Utara 24

1. Jenis-Jenis Film

Jenis film berdasarkan bahan pembuatnya dibedakan menjadi: jenis film 8 mm, 16 mm, 35 mm, 70 mm. Pada zamannya, jenis film 8 mm dan 16 mm banyak digunakan untuk memproduksi film-film pendidikan dan penerangan serta dokumentasi. Untuk kepentingan rumah tangga, banyak digunakan 8 mm.

Sedangkan film untuk diputar di gedung - gedung biosop menggunakan fillm jenis

35 mm dan 70 mm.42

Sedangkan dalam proses produksinya Heru Effendy membagi jenis film menjadi 4 antara lain:

a. Film dokumenter

b. Film cerita pendek (short films)

c. Film cerita panjang (feature-lenght films)

d. Film-film jenis lain: profil perusahaan (corporate profil), iklan televisi

(TV commercialltvc), program televisi (TV programme), dan video klip

(music video)43

Dan menurut Himawan Pratista, jenis film dibagi 3 jenis yakni:

a. Film dokumenter

b. Film fiksi

c. Film eksperimental (abstrak)44

42 Anton Mabruki KN, Produksi Program TV Drama, (Jakarta: PT. Gramedia, 2018), hlm.7. 43Heru Effendy, Mari Membuat Film (Jakarta: konfiden, 2002) hlm.27. 44Hinawab Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008) hlm.33.

Universitas Sumatera Utara 25

2. Produksi Film

Kegiatan produksi film dan produk audio visual lainnya secara umum terdiri atas lima proses. Akan tetapi dari kelima kegiatan tersebut, yang utama dan menyangkut dengan proses produksi meliputi kegiatan Pra-produksi, Produksi, dan Post-produksi.

a. Pra-Produksi

Pra produksi adalah sebuah proses sebelum produksi sebuah film dijalankan.

Pra produksi merupakan suatu tahap persiapan sebelum kegiatan atau proses syuting dimulai. Proses ini sangat menentukan kelancaran kegiatan syuting nantinya. Oleh karena itu, proses ini harus dijalankan dengan sangat baik. Pra produksi meliputi penulisan skenario, penyutradaraan, produser dan modal, story board, kostum, pemeran, hunting, lokasi, dan jadwal dari kegiatan.45

b. Produksi

Tahap produksi adalah tahapan dimana seluruh tim mulai aktif bekerja.

Seorang sutradara, produser sangat dituntut kehandalannya untuk mengatasi kru dalam tiap tahapan yang ada.46

c. Post-produksi

Tahap ini adalah tahapan penyelesaian akhir dari semua kegiatan shoting yang sudah dilakukan sebelumnya. Kesalahan pada waktu dilaksanakannya kegiatan shoting sebagian mungkin diperbaiki pada tahap ini. Pasca produksi meliputi editing, dan tata musik.47

45Fitryan G. Dennis, Bekerja Sebagai Sutradara (Jakarta: Erlangga, 2008) hlm.30. 46Ibid, hlm.33. 47Ibid, hlm.34.

Universitas Sumatera Utara 26

B. Peranan Keseluruhan Pihak Yang Terlibat Dalam Produksi Sebuah

Film

1. Tugas dan Fungsi Staf Non-Artistik Dalam Produksi Film

a. Produser

Produser merupakan seorang sineas profesional yang bekerja membuat film.

Produser memiliki wewenang dan tanggung jawab secara manajemen dan artistik terhadap proses produksi sebuah film, dalam hal penentuan ide cerita, penulisan skenario, sutradara, tim kreatif (crew), dan pemain (artis). Merancang produksi, promosi, pemasaran, dan menyusun anggaran. Memberikan panduan (arahan) kepadan manajer produksi/pimpinan produksi, beserta seluruh staf produksi yang dipimpinnya. Mendapatkan laporan dari semua departemen (progress report).

Adakalanya dimana produser adalah pemilik modal (investor) atau pemilik perusahaan rumah produksi (owner). Tetapi, ada kalanya juga produser yang hanya tenaga profesional (orang yang mengerti pola produksi dan industri film), yang dipercaya pemilik modal untuk menggerakkan usaha pembuatan film.

Seorang produser harus memililiki kreativitas yang tinggi guna menciptakan sesuatu yang baru (baik film maupun program acara TV) yang bermutu dan menarik bagi masyarakat, sekaligus menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.48

b. Produser Pelaksana

Produser pelaksana dalam hal ini merupakan tangan kanan produser dalam hal teknis. Dengan kata lain produser merancang satu produksi secara

48 Fitryan G. Dennis, Bekerja Sebagai Produser, hlm.6.

Universitas Sumatera Utara 27

keseluruhan, produser pelaksana yang menjalankan rencangan tersebut setiap harinya selama produksi film berlangsung.49

c. Casting Director

Casting director mempunyai tugas dan wewenang dalam hal menemukan aktris dan aktor melalui audisi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam film tersebut. Mengkoordinasikan hasil casting dengan unit produksi lainnya, khususnya kepada produser dan sutradara.50

d. Pimpinan produksi

Pimpinan produksi adalah sineas profesional yang berfungsi memimpin

(koordinator) seluruh pengelolaan kegiatan produksi film. Menjadi fasilitator antara produser, crew, dan artis. Tugas-tugasnya lebih terkait pada masalah administrasi dan keungan. Manajer produksi membentuk staf produksi sesuai kebutuhan berdasarkan fungsi, tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya.

Melakukan persiapan, dari mulai tahapan pra-produksi (persiapan), produksi

(shooting day), hingga pasca-produksi. Mengurus kontrak kerja (ikatan kerja secara hukum) bagi crew dan artis. Menyiapkan seluruh peralatan shooting, mengurus perizinan, menyewa lokasi shooting, studio dan aspek lainnya terkait dengan kegiatan produksi. Membuat laporan tentang jalannya produksi secara berkesinambungan dan bertanggung jawab kepada produser.51

49 Willy Prasetyonoh, “Susunan Lengkap Kru Dalam Film Pendek”, https://concreation.co.id/2018/01/29/susunan-lengkap-kru-dalam-film-pendek/ (diakses pada tanggal 29 agustus 2019, pada pukul 12.03 WIB). 50 Mokhammad Zakky, “Tugas dan Job Description Crew Produksi Film”, http://namafilm.blogspot.com/2014/07/job-description-produksi-film.html?m=1 (diakses pada tanggal 29 agustus 2019, pada pukul 12.39 WIB). 51Eddie Karsito, Menjadi Bintang, Kiat Sukses Jadi Artis Panggung, Film, dan Televisi, (Jakarta: PT. Cahaya Insan Suci, 2008) hlm.57.

Universitas Sumatera Utara 28

e. Manajer Unit

Manajer unit adalah sineas profesional yang turut membantu pekerjaan pimpinan produksi. Manajer unit menangani unit-unit atau departemen produksi.

Menjadi penghubung pihak eksternal yang berkepentingan dengan produksi, antar unit kerja, crew, dan artis. Mengurus segala sarana dan prasarana, akomodasi, transportasi dan konsumsi, bagi crew dan artis selama shooting. Dan bersama dengan unit terkait melakukan pencarian lokasi. Mengurus lokasi izin shooting.

Berhubungan dengan asisten sutradara untuk menyusun jadwal produksi, callidhng crew dan pemain. Melakukan pengecekan ke setiap departemen.

Bertanggung jawab terhadap hasil rekaman shooting untuk diserahkan kepada pimpinan produksi, dan juga terlibat kerja hingga proses pasca-produksi.

Merekrut assisten unit atau assisten produksi dan pembantu umum (PU) sesuai kebutuhan.52

f. Still Foto

Still foto dalam hal ini adalah seorang fotografer profesional yang tugasnya membuat foto di dalam set. Menggunakan kamera foto. Hasil foto digunakan untuk tetap menjaga kontinitas gambar setiap shot yang akan digunakan oleh DOP

(Director of Photography). Sebelum masuk dalam era kamera digital (produksi sebuah film menggunakan kamera film 35 mm), still foto lebih difungsikan untuk memonitor kualitas artistik, property, kostum, dan kebutuhan gambar yang lain.

Oleh karena itu, still foto lazimnya dibawah manajemen artistik secara struktural.

Belakangan still foto lebih difungsikan untuk memenuhi kebutuhan manajemen.

Sebagai tukang potret untuk keperluan dokumentasi, promosi, poster, media kit

52Ibid.hlm.58.

Universitas Sumatera Utara 29

film bersangkutan. Cabang fotografi ini sangat memerlukan tingkat keterampilan teknis yang sangat tinggi karena kualitas sangat penting.53

g. Pengawal Alat

Pengawal alat merupakan orang yang telah dipercaya oleh pihak rental equipment shooting untuk menjaga dan mengawasi peralatan shooting yang disewa pihak rumah produksi.54

h. Pembantu Umum

Biasa disebut dengan PU (Pembantu Umum), dalam produksi film bertugas membantu tim produksi secara menyeluruh. Apabila ada kebutuhan mendesak secara tiba-tiba, maka PU lah yang bergerak cepat. PU juga turut membantu dalam menyiapkan logistik konsumsi dan mendistribusikannya ke kru.55

2. Tugas dan Fungsi Staf Artistik Dalam Produksi Film

a. Penulis Skenario

Penulis skenario merupakan penulis cerita untuk sebuah film. Dalam prakteknya penulis skenario tidak selalu sebagai penggagas cerita. Karena ide cerita bisa saja dari penulis skenario sendiri, bisa dari produser, sutradara, atau dari orang lain. Penulis skenario bekerja berdasarkan kaidah dan teknik sinematografi. Penulis skenario pada umumnya bukan karyawan perusahaan film

(non-struktural) dan bukan crew teknis (lapangan). Tetapi namanya tercantum di credit title film. Penulis skenario sangat dituntut memahai bahasa gambar/visual.

Ia tidak dapat seenaknya mengganti Scene Heading dengan lokasi-lokasi yang

53Sylvie Nurfebiaraning, Manajemen Periklanan, (Sleman: Penerbit Deepublish, 2017) hlm.48. 54Eddie Karsito, Op.cit., hlm.58. 55Willy Prasetyonoh, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara 30

tidak mencerminkan kondisi dari action/aksi. Ia harus dapat merasakan nuansa yang terjadi pada setiap scene dan mengalaminya dalaam imajinasi tulisan.56

b. Sutradara

Seorang sutradara bertugas untuk menentukan alur cerita dan menemukan tokoh yang tepat untuk memainkan peran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sutradra itu sendiri.57Kemudian mendiskusikan untuk membangun persamaan persepsi tentang karakter tokoh tersebut. Sutradara juga menyelenggarakan bedah naskah (reading), latihan akting, dan evaluasi dengan seluruh pemain.

Sutradara melakukan hunting lokasi (mencari set sesuai tuntutan artistik).

Menentukan lokasi shooting bersama penata fotografi, penata artistik, assisten sutradara dana manajer produksi. Kemudian membuat perencanaan shot dan blocking (planning coverage and staging). Merumuskan director shot pada setiap scene, floorplan, dan membuat storyboard. Melakukan evaluasi (script conference) bersama crew dan pemain untuk persiapan shooting perihal teknik penyutradaraan berdasarkan tuntutan pencapaian artistik. Men-direct

(menyutradarai) pemain.58

c. Assisten Sutradara

Assisten sutradara adalah orang yang bertugas untuk membantu tugas-tugas sutradara, dari mulai persiapan shooting, casting, latihan, reading, hunting lokasi, hingga tugas lainnya. Menjadi penghubung untuk meneruskan gagasan sutradara dengan semua crew dan pemain. Membuat breakdown dari skenario dan membuat

56Sony Set dan Sita Sodharta, Menjadi Penulis Skenario Profesional, (Jakarta: Grasindo, 2006) hlm.22. 57Edi Susanto, Unlimited Success, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011) hlm.49. 58Eddie Karsito, Op.cit., hlm.60.

Universitas Sumatera Utara 31

jadwal shooting berdasarkan breakdown, calling crew, dan pemain bersama manajer produksi yang dibuat pencatat skrip untuk disampaikan ke produser.59

d. Pencatat Skrip

Pencatat skrip bertugas mencatat seluruh adegan yang telah diambil pada saat hari itu, mulai dari scene, shot, dan take yang bagus dan gagal. Pencatat skrip juga bertugas dalam hal mencatat perubahan adegan, adegan yang ditambahkan, dan adegan yang telah dihapus. Catatan ini sangat penting karena akan memudahkan saat memasuki proses digitizing, yaitu memindahkan file dari hard disk ke komputer editing. Di Indonesia, biasanya pekerjaan pencatat skrip merangkap tugas sebagai clapper boy.60

Pencatat skrip juga bertugas mengingatkan sutradara atau assisten sutradara mengenai kesinambungan (continuty) pengadeganan, membuat laporan shooting

(teknis) untuk disampaikan kepada sutradara, editor, produser secara tertulis.

Laporan tersebut juga harus diketahui assisten sutradara dan manajer produksi.

Membuat laporan harian (administratif) untuk disampaikan kepada produser secara tertulis. Laporan tersebut juga harus diperiksa lebih dahulu oleh assisten sutradara dan manajer produksi. Membuat dialog sheet untuk keperluan after recording dan bila mana diperlukan hadir pada saat afer recording dilaksanakan.

Bila diperlukan hadir mendampingi aditor dengan tugas sebagai narasumber mengenai catatan yang dibuat pada saat shooting.

e. Penata Kamera

Disebut juga sebagai sinematografer, bertugas dalam mempersiapkan rancangan blocking dan equipment-nya, seperti kamera, lensa, linghting, grip

59Willy Prasetyonoh, Op.cit., hlm.60. 60Ensadi J Santoso, Bikin Video Dengan Kamera DSLR, (Ciganjur: Mediakita, 2013) hlm.111.

Universitas Sumatera Utara 32

yang sesuai dengan konsep, dan penafsiran kreatif atas skenario yang telah dibuat oleh sutradara. Seorang DOP akan menafsirkan skenario ke dalam gambar, baik itu dalam type of shot LS, MS, MCU dan penempatan lighting-nya.61

f. Assisten Penata Kamera

Assisten penata kamera tugasnya yang bantu penata kamera dalam melaksanakan tugas bersifat teknis, Assisten penata kamera juga memiliki pengetahuan fotografi. Menyiapkan peralatan visual, seperti kamera, lensa, threefoot dan keperluan lain terkait dengan tugas-tugasnya di departemen kamera.

Memasang atau memindahkan kamera pada posisi (angel) yang telah ditetapkan.

Bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan seluruh peralatan dan perlengkapan kamera. Memberi tanda (catatan) pada tiap kaleng film negatif atau kaset video yang sudah berisi rekaman gambar (exposed). Bertanggung jawab menyimpan rekamana gambar sampai diserahkan kepada petugas post production

(pasca-produksi). Dalam melaksanakan tugasnya assisten penata kamera bertanggung jawab langsung kepada penata kamera.62

g. Penata Cahaya

Penata cahaya adalah seorang yang mengetahui berbagai jenis dan fungsi masing-masing lampu. Penata cahaya juga bertugas untuk menata cahaya agar bagus selama proses shoting berlangsung. Bukan hanya terlihat terang, tetapi sesuai dengan konsep yang sudah dibuat oleh produser.63Mengkoordinasikan semua hal yang berhubungan dengan listrik termasuk pengoperasian generator

(diesel). Mencatat, menginventarisasi dan merawat peralatan lampu. Penata

61Loc.cit. 62Eddie Karsito, Op.cit., hlm.61. 63Dewi Hughes, Public Speaking For Kids, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2011) hlm.84.

Universitas Sumatera Utara 33

cahaya sering disebut chief lighting. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu beberapa assisten penata cahaya.

h. Penata Suara

Penata suara adalah orang yang bertugas memastikan peralatan suara yang digunakan selama shoting berjalan dengan baik. Karena, para pemeran film menggunakan peralatan canggih. Ada yang namanya clip on, yakni mikrofon kecil yang disimpan dalam pakaian. Alat ini cukup sensitif. Bergoyang sedikit saja maka akan timbul suara berisik. Nah, salah satu tugas dari seseorang penata suara adalah memastikan tidak timbul suara berisik.64

i. Boomer

Boomer adalah petugas teknis yang membantu penata suara untuk merekam suara pemain dengan menggunakan alat yang lazim disebut microphone boom atau stake boom microphone (mikropon yang dilengkapi dengan tiang panjang).

Alat ini sangat sensitif terhadap suara.65

j. Penata Artistik

Penata artistik adalah orang-orang yang mempunyai tanggung jawab untuk mewujudkan ide sutradara dalam bentuk benda-benda visual yang dihadirkan di depan publik atau penonton untuk membantu memperjelas ide sutradara.66

Pekerjaan penata artistik sangat menantang. Ia harus melawan egonya, lalu menggabungkan seluruh interpretasi artistik dan taste kru lainnya secara subjektif.

Tata artistik bisa jadi bagian dari kerja film yang paling banyak „mengelabui‟ penonton. Mengapa disebut mengelabui? Sebab bagian inilah yang paling banyak menciptakan rekayasa, membuat duplikasi dan trik-trik tertentu dalam pencapaian

64Loc.cit. 65Eddie Karsito, Op.cit., hlm.62. 66Harry Sulastianto, Seni Budaya, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2006) hlm.208.

Universitas Sumatera Utara 34

artistik. Dari mulai membangun set kerajaan tempo dulu, meledakkan gedung atau jembatan, membakar rumah, merekayasa mobil tabrakan, hingga pernak-pernik artistik yang paling kecil. Semua dilakukan penuh rekayasa dan tipuan. Dan, publik hanya tahu hasil akhirnya. Tanpa tahu bagaimana proses kreatif penciptaannya.

k. Property

Bidang property tugasnya membantu tugas-tugas penata artistik. Jeli dan teliti terhadap barang-barang artistik dan aksesoris yang digunakan pemain.

Seperti ada pemain yang dalam adegan menggunakan kaca mata, topi, dasi, ikat pinggang, atau ada pulpen di kantong baju. Pemain ketika berakting memegang sapu tangan, tas, buku, koran dan lain-lain. Semua barang-barang artistik yang kecil-kecil itu disebut property. Ketelitian terhadap barang-barang property tersebut sangat penting. Apalagi jiga pengambilan gambar tidak sesuai denga urutan scene (jumping shot). Bidang property wajib mencatat, menyimpan, dan merawat continuity property pemain tersebut. Bidang property bertanggung jawab langsung kepada penata artistik.

l. Penata Busana

Seorang penata busana bertugas menyiapkan dan menginventariskan kostum pemain sesuai kebutuhan artistik dan karakter peran. Penata busana sebaiknya tahu ukuran pakaian (baju,celana), sepatu, berat, dan tinggi badan masing-masing pemain. Hal ini penting karena dimungkinkan bagian produksi harus menyiapkan kostum tertentu dengan desain khusus yang mungkin tak dimiliki pemain. Penata busana mencatat kebutuhan kostum secara detail, adegan per-adegan (scene by scene) dan karakter per-karakter sesuai penokohan. Karena pola pengambilan

Universitas Sumatera Utara 35

gambar sering tidak runtut sesuai urutan scene (jumping shot), penata busana wajib mencatat kontinitas kostum pemain. Menyimpan dan merawat kostum terutama kostum kontiniti (continuity). Penata busana bertanggung jawab langsung kepada penata artistik.67

m. Penata Rias

Penata rias adalah orang yang bertugas untuk merias (mendandani) pemain agar pemain itu menampakkan rupa seperti tokoh yang diperankan. Seperti make up beauty (indah, cantik, muda), make up character (watak atau peran), spesial effect (tampak cacat, terluka), rambut panjang terurai, rambut pendek dan lain- lain. Penata rias bertanggung jawab langsung kepada penata artistik.68

n. Penata Musik

Seorang penata musik dalam produksi sebuah film biasanya bekerja pada waktu gambar-gambar hasil shot digabungkan atau bisa dikatakan pada waktu proses editing dilakukan. Musik-musik yang dimunculkan dalam film biasanya berupa suatu lagu ataupun bisa hanya sebuah musik instrumental. Musik dalam sebuah film biasanya berfungsi untuk menutupi adegan-adegan yang dianggap kurang baik, bisa juga berfungsi untuk mempertegas suasana yang terjadi, misalnya pada film horor, saat adegan tertentu dipakai musik yang mencekam atau menakutkan dengan tujuan agar penonton terbawa arus sugesti terhadap film yang ditontonnya. Pada saat adegan pertengkaran ataupun kejar-kejaran diberi musik cepat ataupun rock agar suasana terlihat lebih meriah dan dinamis. Seorang penata musik haruslah peka terhadap gambar-gambar film yang akan dikerjakannya, dan tahu betul alur cerita dan karakter dari cerita tersebut sehingga

67Eddie Karsito, Op.cit., hlm.63. 68 Asul Wiyanto, Kitab Bahasa Indonesia, (Jogja: Jogja Bangkit Publisher, 2012) hlm.234.

Universitas Sumatera Utara 36

musik yang ditampilkannya tidak berbeda arti dengan film tersebut, sehingga film tersebut terlihat dingin dan monoton.69

o. Editor

Seorang editor film tidak hanya bertugas menyambung-nyambungkan gambar belaka, tetapi juga cerita yang disajikan harus disertai dengan unsur visualisasi dan unsur pikturisasi (penceritaan lewat rangkaian gambar). Editor juga harus mampu menyajikan keindahan sebuah film yang disampaikan lewat rangkaian gambar, alunan musik, dam sound effect yang menjadikan sebuah film lebih bernuansa. Selain itu editor juga berperan dalam menjaga proses-proses pengambilan gambar agar lancar dan sesuai dengan skenario.70

Seorang editor didalam kegiatan editing harus betul-betul mampu merekonstruksi (merangkai/menata ulang) setiap potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Saat editor mengedit stok adegan (scene) yang telah diambil, biasanya seorang editor dibantu dengan skenario yang ada sehingga menjadi rentetan gambar memiliki alur cerita yang jelas. Dalam proses editing juga sangat perlu dilakukan pengaturan tata suara seperti musik, Sound Eddect, BackGround

Music. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa tugas seorang editor adalah memperbaiki rangkaian gambar sehingga dapat menampilkan film yang bercerita dan menarik, bukan hanya memperbaiki kualitas gambar.71

69Teguh Imanto, Film Sebagai Proses Kreatif dalam Bahasa Gambar. hlm.30 70Rahmansyah Dermawan dan Desi Saraswati, Cari Duit dari Freelance, (Jakarta: Penerbit Plus, 2009) hlm.48 71Ibid, hlm.49.

Universitas Sumatera Utara 37

C. Peranan Para Pihak Yang Terlibat Dalam Film Soekarno: Indonesia

Merdeka

Saat menontot pertunjukan film dibioskop dibagian awal dan akhir sebuah pertunjukan film, sering kali kita menyaksikan daftar tim produksi dan pemeran film tersebut. Daftar ini disebut credit title. Konvensi (kesepakatan bersama) membagi daftar ini menjadi dua. Nama pemeran utama, pemeran pembantu utama, dan kepala masing-masing departemen dalam tim produksi diletakkan di awal film (opening title). Sisanya diletakkan di bagian akhir film.72

Berdasarkan credit title yang penulis dapatkan dari film Soekarno:

Indonesia Merdeka, maka penulis akan menuliskan para pihak yang terlibat dalam film tersebut, antara lain:

1. Produser

Produser dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Raam Punjabi.

Raam Punjabi sebagai produser di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai produser dalam produksi film.

Tugas dan fungsi produser dalam produksi sebuah film yaitu memiliki wewenang dan tanggung jawab secara manajemen dan artistik terhadap proses produksi sebuah karya film, meliputi penentuan ide cerita, penulisan skenario, sutradara, tim kreatif (crew), dan pemain (artis). Merancang produksi, promosi, pemasaran, dan menyusun anggaran. Memberi panduan (arahan) kepadan manajer produksi/pimpinan produksi, beserta seluruh staf produksi dibawahnya.

Meletakkan dasar-dasar strategi bagi pelaksanaan produksi dan pengelolaan

72Anton Mabruri KN, Manajemen Produksi Program Acara TV, (Jakarta: PT.Grasindo, 2013) hlm.25.

Universitas Sumatera Utara 38

produksi (administratif). Mendapatkan laporan dari semua departemen (progress report).73

2. Sutradara

Sutradara dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Hanung

Bramantyo.

Hanung Bramantyo sebagai sutradara di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai sutradara dalam produksi film.

Tugas dan fungsi sutradara dalam produksi sebuah film yaitu: Seorang sutradara bertugas untuk menentukan alur cerita dan menemukan tokoh yang tepat untuk memainkan peran sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sutradra itu sendiri.74Sutradara juga menyelenggarakan bedah naskah (reading), latihan akting, dan evaluasi dengan seluruh pemain.

Sutradara juga menentukan lokasi shooting bersama penata fotografi, penata artistik, assisten sutradara dan manajer produksi. Kemudian membuat perencanaan shot dan blocking (planning coverage and staging). Merumuskan director shot pada setiap scene, floorplan, dan membuat storyboard. Melakukan evaluasi bersama crew dan pemain untuk persiapan shooting perihal teknik penyutradaraan berdasarkan tuntutan pencapaian artistik. Men-direct

(menyutradarai) pemain.75

3. Penata skrip/Penulis skenario

Penata skrip dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Ben

Sihombing dan Hanung Bramantyo.

73Fitryan G. Dennis, Op.cit., hlm.6. 74 Edi Susanto, Op.cit.,hlm.49. 75 Eddie Karsito, Op.cit., hlm.60.

Universitas Sumatera Utara 39

Ben Sihombing dan Hanung Bramantyo sebagai penata skrip di film

Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata skrip dalam produksi film. Tugas dan fungsi penata skrip dalam produksi sebuah film yaitu: Penulis skenario sebagai penulis cerita untuk film. Penulis skenario menulis cerita film berdasarkan kaidah dan teknik sinematografi. Jangka waktu bekerja penulis skenario sejak dari development ide hingga tahap persiapan produksi. Tetapi, jangka waktu kerja tersebut bisa lebih panjang bila terjadi revisi disebabkan adanya pengembangan ide cerita atau ada tuntutan nilai-nilai dramatik yang dikehendaki oleh sutradara maupun produser.

Penulis skenario dituntut memahami bahasa gambar/visual. Ia tidak dapat seenaknya mengganti Scene Heading dengan lokasi-lokasi yang tidak mencerminkan kondisi dari action/aksi. Ia harus dapat merasakan nuansa yang terjadi pada setiap scene dan mengalaminya dalaam imajinasi tulisan.76

4. Produser eksekutif/Produser pelaksana

Produser eksekutif dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Gobind

Punjabi, Anita Whora, dan Amrit Punjabi

Gobind Punjabi, Anita Whora, dan Amrit Punjabi sebagai produser eksekutif di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai produser eksekutif dalam produksi film. Tugas dan fungsi produser eksekutif dalam produksi sebuah film yaitu: Produser pelaksana memiliki kewenangan, hak-hak, tugas, dan tanggung jawab yang sama dengan produser. Hanya kewenangan produser pelaksana lebih bersifat taktis (teknis), sementara produser lebih bersifat strategis.77

76Sony Set dan Sita Sodharta, Op.cit., hlm.22. 77Willy Prasetyonoh, Op.cit.

Universitas Sumatera Utara 40

5. Koordinator Produksi/Pimpinan produksi

Koordinator produksi dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah

Amrid Punjabi dan Albert Limboro

Amrid Punjabi dan Albert Limboro sebagai koordinator produksi di film

Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai koordinator produksi dalam produksi film. Tugas dan fungsi koordinator produksi dalam produksi sebuah film yaitu: Pimpinan produksi memimpin seluruh pengelolaan kegiatan produksi film. Menjadi fasilitator antara produser, crew, dan artis. Tugasnya lebih terkait pada masalah administrasi dan keuangan. Manajer produksi membentuk staf produksi sesuai kebutuhan berdasarkan fungsi, tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya. Melakukan persiapan, dari mulai tahapan pra-produksi (persiapan), produksi (shooting day), hingga pasca-produksi.

Mengurus kontrak kerja (ikatan kerja secara hukum) bagi crew dan artis.

Menyiapkan seluruh peralatan shooting, mengurus perizinan, menyewa lokasi shooting, studio dan aspek lainnya terkait dengan kegiatan produksi. Membuat laporan tentang jalannya produksi secara berkesinambungan dan bertanggung jawab kepada produser.78

6. Line producer/Manajer Unit

Line producer dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Ajish Dibyo

Ajish Dibyo sebagai Line producer di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai line producer dalam produksi film. Tugas dan fungsi line producer dalam produksi sebuah film yaitu: yang membantu pekerjaan atau tugas-tugas pimpinan produksi. Membawahi unit-unit

78Eddie Karsito,Op.cit., hlm.57

Universitas Sumatera Utara 41

atau departemen produksi. Menjadi penghubung pihak eksternal yang berkepentingan dengan produksi, antar unit kerja, crew, dan artis. Mengurus sarana dan prasarana, akomodasi, transportasi dan konsumsi, bagi crew dan artis selama shooting. Bersama unit-unit terkait (departemen penyutradaraan, kamera, dan artistik) melakukan pencarian lokasi. Mengurus lokasi izin shooting.

Berkoordinasi dengan asisten sutradara untuk menyusun jadwal produksi, callidhng crew dan pemain. Melakukan cek dan ricek ke setiap departemen.

Bertanggung jawab terhadap hasil rekaman shooting untuk diserahkan kepada manajer (pimpinan) produksi, serta terlibat kerja hingga proses pasca-produksi.

Merekrut assisten unit atau assisten produksi dan pembantu umum (PU) sesuai kebutuhan.79

7. Pimpinan pasca produksi

Pimpinan pasca produksi dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah

Andi A Manoppo dan Kishur Ken

Andi A Manoppo dan Kishur Ken sebagai pimpinan pasca produksi di film

Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pimpinan pasca produksi dalam produksi film. Tugas dan fungsi pimpinan pasca produksi dalam produksi sebuah film yaitu: bertanggung jawab untuk proses pasca produksi, dimana mereka menjaga kejelasan informasi dan menjadi penghubung komunikasi yang baik antara editor, produser, pengawas sound editor, fasilitas perusahaan (seperti laboratorium film, studio CGI dan cutters negatif) dan accountant producer.80`

79Ibid, hlm.58. 80Freddy Yusanto, Produksi Program Televisi, (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2016) hlm.33.

Universitas Sumatera Utara 42

8. Asisten sutradara

Asisten sutradara dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Pritagita

Arianegara

Pritagita Arianegara sebagai asisten sutradara di film Soekarno: Indonesia

Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai asisten sutradara dalam produksi film. Tugas dan fungsi asisten sutradara dalam produksi sebuah film yaitu: Assisten sutradara membantu tugas-tugas sutradara, dari mulai persiapan shooting, casting, latihan, reading, hunting lokasi, hingga tugas lainnya.

Menjadi penghubung, meneruskan gagasan sutradara dengan semua crew dan pemain. Membuat breakdown dari skenario dan membuat jadwal shooting berdasarkan breakdown, calling crew, dan pemain bersama manajer produksi yang dibuat pencatat skrip untuk disampaikan ke produser.81

9. Penata kamera

Penata kamera dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Faozan

Rizal

Faozan Rizal sebagai penata kamera di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata kamera dalam produksi film. Tugas dan fungsi penata kamera dalam produksi sebuah film yaitu untuk mempersiapkan rancangan blocking dan equipment-nya, seperti kamera, lensa, linghting, grip yang sesuai dengan konsep, dan penafsiran kreatif atas skenario yang telah dibuat oleh sutradara. Seorang DOP akan menafsirkan skenario ke dalam gambar, baik itu dalam type of shot LS, MS, MCU dan penempatan lighting-nya.82

81Willy Prasetyonoh, Op.cit., hlm.60. 82Ensadi J Santoso, Op.cit., hlm.111.

Universitas Sumatera Utara 43

10. Key grip/Penata cahaya

Key grip dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Tarmizi Abka.

Tarmizi Abka sebagai key grip di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai key grip dalam produksi film. Tugas dan fungsi key grip dalam produksi sebuah film yaitu: Menata cahaya agar bagus selama proses shoting berlangsung. Bukan hanya terlihat terang, tetapi sesuai dengan konsep yang sudah dibuat oleh produser.83 Mengetahui berbagai jenis dan fungsi masing-masing lampu. Tugasnya menerjemahkan tata cahaya sesuai desain pencahayaan dan arah penata kamera. Membantu pengukuran yang tepat, lighting ratio, exposure, dan warna pencahayaan yang diinginkan sinematografer.

Mengkoordinasikan semua hal yang berhubungan dengan listrik termasuk pengoperasian generator (diesel). Mencatat, menginventarisasi dan merawat peralatan lampu. Penata cahaya sering disebut chief lighting.

11. Penata artistik

Penata artistik dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Allan

Sebastian.

Allan Sebasstian sebagai penata artistik di film Soekarno: Indonesia

Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata artistik dalam produksi film. Tugas dan fungsi penata artistik dalam produksi sebuah film yaitu: Mewujudkan ide sutradara dalam bentuk benda-benda visual yang dihadirkan di depan publik atau penonton untuk membantu memperjelas ide sutradara.84Tata artistik bisa jadi bagian dari kerja film yang paling banyak

„mengelabui‟ penonton. Mengapa disebut mengelabui? Sebab bagian inilah yang

83Dewi Hughes, Op.cit., hlm.84. 84 Harry Sulastianto, Op.cit., hlm.208.

Universitas Sumatera Utara 44

paling banyak menciptakan rekayasa, membuat duplikasi dan trik-trik tertentu dalam pencapaian artistik. Dari mulai membangun set kerajaan tempo dulu, meledakkan gedung atau jembatan, membakar rumah, merekayasa mobil tabrakan, hingga pernak-pernik artistik yang paling kecil. Semua dilakukan penuh rekayasa dan tipuan. Dan, publik hanya tahu hasil akhirnya. Tanpa tahu bagaimana proses kreatif penciptaannya.

12. Penata busana

Penata busana dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Rento Ratih

Damayanti.

Retno Ratih Damayanti sebagai penata busana di film Soekarno: Indonesia

Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata busana dalam produksi film. Tugas dan funsi penata busana dalam produksi sebuah film yaitu: Penata busana menyiapkan dan menginventariskan kostum pemain sesuai kebutuhan artistik dan karakter peran. Penata busana sebaiknya tahu ukuran pakaian (baju, celana), sepatu, berat, dan tinggi badan masing-masing pemain.

Penata busana mencatat kebutuhan kostum secara detail, adegan per-adegan

(scene by scene) dan karakter per-karakter sesuai penekohan. Karena pola pengambilan gambar sering tidak runtut sesuai urutan scene (jumping shot), penata busana wajib mencatat kontinitas kostum pemain. Menyimpan dan merawat kostum terutama kostum kontiniti (continuity). Penata busana bertanggung jawab langsung kepada penata artistik.85

85Eddie Karsito, Op.cit., hlm.63.

Universitas Sumatera Utara 45

13. Penata suara

Penata suara dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Satrio

Budiono.

Satrio Budiono sebagai penata suara di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata suara dalam produksi film. Tugas dan funsi penata suara dalam produksi sebuah film yaitu: Memastikan peralatan suara yang digunakan selama shoting berjalan dengan baik. Karena, para pemeran film menggunakan peralatan canggih. Ada yang namanya clip on, yakni mikrofon kecil yang disimpan dalam pakaian. Alat ini cukup sensitif. Bergoyang sedikit saja maka akan timbul suara berisik. Nah, salah satu tugas dari seseorang penata suara adalah memastikan tidak timbul suara berisik.86

14. Perekam suara/Boomer

Perkam suara dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Sutrisno.

Sutrisno sebagai perekam suara di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai perekam suara dalam produksi film.

Tugas dan fungsi perekam suara dalam produksi sebuah film yaitu: petugas teknis yang membantu penata suara untuk merekam suara pemain dengan menggunakan alat yang lazim disebut microphone boom atau stake boom microphone (mikropon yang dilengkapi dengan tiang panjang).87

15. Penata musik

Penata musik dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Tya Subiakto

Satrio.

86Dewi Hughes, Op.cit., hlm.84. 87Eddie Karsito, Op.cit., hlm.62.

Universitas Sumatera Utara 46

Tya Subiakto Satrio sebagai penata musik di film Soekarno: Indonesia

Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata musik dalam produksi film. Tugas dan fungsi penata musik dalam produksi sebuah film yaitu:

Sineas yang bertugas membuat ilustrasi musik film sesuai tuntutan cerita berdasarkan skrip yang ada. Musik-musik yang dimunculkan dalam film biasanya berupa suatu lagu ataupun bisa hanya sebuah musik instrumental. Musik dalam sebuah film biasanya berfungsi untuk menutupi adegan-adegan yang dianggap kurang baik, bisa juga berfungsi untuk mempertegas suasana yang terjadi.

Seorang penata musik haruslah peka terhadap gambar-gambar film yang akan dikerjakannya, dan tahu betul alur cerita dan karakter dari cerita tersebut sehingga musik yang ditampilkannya tidak berbeda arti dengan film tersebut, sehingga film tersebut terlihat dingin dan monoton.88

16. Penata gambar/Penyunting gambar (editor)

Penata gambar dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Cesa David

Luckymansyah.

Cesa David Luckymansyah sebagai penata gambar di film Soekarno:

Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penata gambar dalam produksi film. Tugas dan fungsi penata gambar dalam produksi sebuah film yaitu: Seorang penata gambar atau editor film tidak hanya bertugas menyambung-nyambungkan gambar belaka, tetapi juga cerita yang disajikan harus disertai dengan unsur visualisasi dan unsur pikturisasi (penceritaan lewat rangkaian gambar). Penata gambar juga harus mampu menyajikan keindahan sebuah film yang disampaikan lewat rangkaian gambar, alunan musik, dam sound

88Teguh Imanto, Op.cit., hlm.30

Universitas Sumatera Utara 47

effect yang menjadikan sebuah film lebih bernuansa. Selain itu penata gambar juga berperan dalam menjaga proses-proses pengambilan gambar agar lancar dan sesuai dengan skenario.89

Dalam proses editing juga penata gambar perlu melakukan pengaturan tata suara seperti musik, Sound Eddect, BackGround Music. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa tugas seorang penata gambar adalah memperbaiki rangkaian gambar sehingga dapat menampilkan film yang bercerita dan menarik, bukan hanya memperbaiki kualitas gambar.90

17. Fotografi/Still foto

Fotografidalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah Umar Setyadi.

Umar Setyadi sebagai fotografi di film Soekarno: Indonesia Merdeka, maka dia menjalankan tugas dan fungsinya sebagai fotografi dalam produksi film.

Tugas dan fungsi fotografi dalam produksi sebuah film yaitu: fotografer profesional yang bertugas membuat foto di dalam set. Menggunakan kamera foto.

Hasil foto digunakan untuk tetap menjaga kontinitas gambar setiap shot yang akan digunakan oleh DOP (Director of Photography). Still foto lebih difungsikan untuk memonitor kualitas artistik, property, kostum, dan kebutuhan gambar yang lain.

Belakangan still foto lebih difungsikan untuk memenuhi kebutuhan manajemen.

Sebagai tukang potret untuk keperluan dokumentasi, promosi, poster, media kit film bersangkutan. Cabang fotografi ini sangat memerlukan tingkat keterampilan teknis yang sangat tinggi karena kualitas sangat penting.91

89Rahmansyah Dermawan dan Desi Saraswati, Op.cit., hlm.48 90Ibid, hlm.49. 91Sylvie Nurfebiaraning, Op.cit., hlm.48.

Universitas Sumatera Utara 48

18. Pemeran (aktor dan aktris)

Aktor atau aktris adalah seorang pekerja seni yang mengkhusukan diri berkarya pada bidang seni peran. Karena itu, aktor dan aktris bisa disebut pemeran, pemain, atau pelakon, dalam sebuah pertunjukan seni drama, baik itu di panggung teater, sinetron di televisi atau layar kaca, maupun film di layar perak.

Aktor adalah public figure, apa yang dilakukan aktor dan aktris akan selalu menjadi sorotan banyak orang, terutama media masa.92

Adapun pemeran dalam film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah sebagai berikut:

 Ario Bayu - Soekarno

 Maudy Koesnaedi - Inggit Ganarsih

 Lukman Sardi - Bung Hatta

 Tika Bravani -

 Ferry Salim - Sakaguchi

 Tanta Ginting - Sjahrir

 Mathias Muchus - Hassan Din

 Agus Kuncoro - Gatot Mangkuprojo

 Emir Mahira - Soekarno remaja

 Norman Akyuwen - Dr Waworuntu

 Sujiwo Tejo - Soekemi

 Nelly Sukma - Kartika

 Widi Dwinanda - Ratna Djoeami

 Argo - Sukarni

92Elisabeth Lutters, Kunci Sukses Menjadi Aktor, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2018), hlm.xxii.

Universitas Sumatera Utara 49

 Muhammad Sentosa

 Novia Ardhana

 Agus WP

 Diel Siryadi - Asmara Hadi

 Khiva Iskak

 Agus Mahesa - Ki Hajar Dewantara

 Ade Firman Hakim - Chaerul Saleh

 Muhammad AB - Wikana

 Kedung Darma

 Patton Otlivio Latupeirissa - Riwu

 Muh Effendi R

 Arif Nilman

 Stefanus Wahyu - Sayuti Melik

 Moch Achir - Dr Soeharto

 Noel Kevas - Dr Radjiman

 Ayu Laksmi - Ibu Soekarno

 Henky Solaiman - Koh Ah Tjun

 Helmy Nonaka - Nakayama

 Budiman Sudjatmiko - Suyudi

 Nobuyuki Suzuki - Laksamana Tadashi Maeda

 Michael Tju - Kaisar Hirohito

 Aji Santosa - Soekarno kecil

 Rukman Rosadi - Cokroaminoto

Universitas Sumatera Utara 50

Dari uraian yang penulis uraikan diatas dapat diketahui apa saja peranan yang ada dalam produksi sebuah film, mulai dari peranan pihak-pihak dalam produksi film secara umum sampai kepada peranan pihak-pihak yang terlibat dalam produksi film Soekarno: Indonesia Merdeka.

Universitas Sumatera Utara 51

BAB III

PENGATURAN HUKUM ATAS PERAN PARA PIHAK DALAM

PRODUKSI FILM BERDASARKAN HUKUM DI INDONESIA

Jika dihitung-hitung usia perfilman Indonesia sudah mencapai umur lebih dari 80 tahun. Film Indonesia pertama kali diproduksi pada tahun 1926 oleh

Heuveldorp bersama dengan Kruger yang berjudul “Loetoeng Kasaroeng” yang dibuat di Bandung.93

Kehidupan perfilman Indonesia pada tahun 60-an mengalami kelesuan.

Kondisi politik dan ekonomi saat itu sangatlah tidak mendukung produktifitas para pembuat film. Keadaan berubah pada tahun 70-an, angin segar berhembus pada para pembuat film. Pada periode ini para seniman bebas berekspresi, khususnya bagi mereka yang bersentuhan dengan bidang perfilman. Dengan dikeluarkannnya Kep. No. 71 Th. 1971 oleh Menteri Penerangan Budiharjo94 pada masa itu, maka produktivitas film meningkat pesat. Kebijakan tersebut memperbolehkan para produser untuk meminjam uang sejumlah setengah dari biaya produksi film. Uang tersebut merupakan uang pemerintah yang didapatkan dari pungutan dari film-film impor. Film-film impor yang masuk Indonesia pada waktu itu diharuskan menyerahkan sumbangan wajib demi perkembangan perfilman nasional.95 Akibat adanya kebijakan tersebut, disamping meningkatnya produksi perfilman, juga terdapat dampak negatif pada proses produksi perfilman, seperti kru film yang memiliki tugas yang overlapping, ketika satu orang

93Departemen Penerangan RI, Festival Film Indonesia 1985-1990 (Jakarta, 1991) hal 5 94Loc.cit. 95Goenawan Mohamad, “Film Indonesia: Catatan Tahun 1974”, Seks, Sastra, Kita (Jakarta, 1981) hlm.78

Universitas Sumatera Utara 52

mengerjakan beberapa tugas yang seharusnya dikerjakan oleh sebuah tim. Namun bagaimanapun juga, film “Bernafas dalam Lumpur” produksi Sarinande arahan sutradara Turino Junaidi sukses di pasaran dan menjadi tonggak bangkitnya perfilman Indonesia.96 Beberapa nama sutradara potensial yang berusaha membangun kembali citra film Indonesia pada periode itu, yaitu Wim Umboh,

Asrul Sani, Teguh Karya, Syumandjaya, Nico Pelamonia, Ami Priyono, Wahyu

Sihombing Arifin C. Noer, dan Nya Abbas Akub.97

Pada tahun 80-an perfilman Indonesia sudah dapat tampil lebih baik. Film- film yang digarap sudah mulai berani untuk bereksplorasi lebih dalam, misalnya dengan melakukan syuting di luar negeri. Selain itu, para pembuat film juga sudah mampu membuat film-film kolosal, seperti “ November 1828” atau “ Sunan

Kalijaga”.98 Walaupun teknik-teknik yang digunakan belum sesempurna film- film luar negeri, namun mereka sudah dapat menggunakan efek-efek khusus dalam film mereka, seperti dalam film “Pasukan Berani Mati” atau “Lebak

Membara”.99 Dalam periode ini, pemerintah tidak hanya mendukung perkembangan film Indonesia dari segi produktifitasnya saja, namun juga dalam hal kualitasnya. Perwujudan tersebut dapat dilihat dengan keluarnya SK Menteri

RI No. 216/Kep/Men/1983 mengenai Dewan Film Nasional.100 Dewan Film

Nasional inilah yang berfungsi sebagai pendamping Menteri Penerangan Nasional dalam melakukan pembinaan perfilman nasional.

96Departemen Penerangan RI, Op.cit. 97Ibid. Hlm.6 98Ibid. 99Ibid. 100Ibid.

Universitas Sumatera Utara 53

Perfilman Indonesia pada tahun 90-an sampai dengan 2002 agak memprihatinkan. Produktifitas film menurun, film yang muncul sedikit sekali dan itupun harus bersaing dengan film-film luar negeri. Menurut data Sinematek

Indonesia, film yang diproduksi pada tahun 1998 ada 4 film, tahun 1999 ada 3 film, tahun 2000 ada 3 film, dan pada tahun 2001 ada 4 film.101

Jika dilihat dalam beberapa tahun belakangan produksi perfilman di

Indonesia sudah bangkit dari keterpurukan. Tidak menutup kemungkinan jika mendapat perlindungan hukum yang jelas, produksi film di Indonesia akan semakin pesat perkembangannya dimasa yang akan datang.

1. Sejarah Pengaturan Produksi Film di Indonesia

Pada saat ini Indonesia memakai UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang perfilman yang di dalamnya terdapat pula pasal pembuatan/produksi film.

Sebelumnya, tepatnya pada 1992, beriringan dengan melemahnya industri perfilman di Indonesia, pemerintah menerbitkan UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang perfilman.

UU Nomor 33 Tahun 2009 dikeluarkan untuk mengganti UU Nomor 8

Tahun 1992. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2009, di butir e pembukaan, dijelaskan

“bahwa UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman tidak sesuai lagi dengan perkembangan perfilman dan semangat zamannya sehingga perlu dicabut.”102 UU perfilman yang baru ini terdiri dari 14 bab dan 90 pasal. Cakupannya lebih luas,

101J.B. Kristanto. Film Indonesia dan Akal sehat. http://www.kompas.com/kompas- cetak/0109/07/dikbud/film38.htm (diakses pada tanggal 18 september 2019, pada pukul 00.15 WIB). 102 Budpar, “UU Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman” Budpar, http://www.budpar.go.id/userfiles/file/5168_1434-UU33Tahun2009Perfilman.pdf (diakses pada tanggal 18 september 2019, pada pukul 01.01 WIB). Hlm.2

Universitas Sumatera Utara 54

kalau dibandingkan dengan UU Nomor 8 Tahun 1992. UU perfilman yang lama hanya terdiri dari 12 bab dan 46 pasal. Jika ditilik, ada beberapa bab dalam UU yang lama dihilangkan di UU yang baru, seperti Bab VII tentang pembinaan perfilman, Bab VIII tentang penyerahan urusan, dan Bab VIII tentang penyidikan.

Ada pula penambahan, seperti bab tentang hak dan kewajiban, bab tentang penghargaan, bab tentang pendidikan, kompetensi, dan sertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme pelaku perfilman. Selain itu, ada penambahan bab tentang pendanaan, di mana pendanaan perfilman menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku perfilman, dan masyarakat. Lalu, ada pula penambahan soal sanksi administratif, yang berupa teguran tertulis, denda administratif, penutupan dan/atau pembubaran atau pencabutan izin. Kegiatan atau usaha perfilman juga bertambah, menjadi pengaturan soal penjualan dan penyewaan film, apresiasi film, dan pengarsipan film. Berikut ini tabel sistematika perbandingan antara UU Nomor 8 Tahun 1992 dan UU Nomor 33 Tahun 2009.

UU Nomor 8 Tahun 1992 UU Nomor 33 Tahun 2009

BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II DASAR, ARAH, DAN BAB II ASAS,TUJUAN,DAN

TUJUAN FUNGSI

BAB III FUNGSI DAN LINGKUP BAB III KEGIATAN PERFILMAN

BAB IV USAHA PERFILMAN DAN

Bagian Pertama Umum USAHA PERFILMAN

Bagian Kedua Pembuatan Film Bagian Pertama Umum

Universitas Sumatera Utara 55

Bagian Ketiga Jasa Teknik Film Bagian Kedua Pembuatan Film

Bagian Keempat Ekspor Film Bagian Ketiga Jasa Teknik Film

Bagian Kelima Impor Film Bagian Keempat Pengedaran Film

Bagian Keenam Pengedaran Film Bagian Kelima Pertunjukan Film

Bagian Ketujuh Pertunjukan Bagian Keenam Penjualan & dan Penayangan Film Penyewaan Film

BAB V SENSOR FILM Bagian Ketujuh Apresiasi Film

BAB VI PERAN SERTA Bagian Kedelapan Pengarsipan Film

MASYARAKAT Bagian Kesembilan Ekspor Film &

BAB VII PEMBINAAN PERFILMAN Impor

BAB VIII PENYERAHAN URUSAN Film

BAB IX PENYIDIKAN BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN

BAB X KETENTUAN PIDANA Bagian Pertama Hak dan Kewajiban

BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Masyarakat

BAB XII KETENTUAN PENUTUP Bagian Kedua Hak dan Kewajiban

Insan

Perfilman

Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban

Pelaku

Kegiatan

Perfilman dan Pelaku Usaha Perfilman

B BAB V KEWAJIBAN, TUGAS

DAN

WEWENANG PEMERINTAH DAN

Universitas Sumatera Utara 56

PEMERINTAH DAERAH

BAB VI SENSOR FILM

BAB VII PERAN SERTA

MASYARAKAT

BAB VIII PENGHARGAAN

BAB IX PENDIDIKAN,

KOMPETENSI

DAN SERTIFIKASI

BAB X PENDANAAN

BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF

BAB XII KETENTUAN PIDANA

BAB XIII KETENTUAN

PERALIHAN

BAB XIV KETENTUAN PENUTUP

Jika dicermati, terdapat beberapa perbedaan definisi istilah film, perfilman, dan produksi film di UU Nomor 8 Tahun 1992 dan UU Nomor 33 Tahun 2009.

Dalam UU Nomor 8 Tahun 1992 Bab I Pasal 1 dijelaskan, “film adalah karya seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil rekam penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau

Universitas Sumatera Utara 57

ditayangkan dengan sistem projeksi mekanik, elektronik, dan/atau lainnya.”103

Sedangkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 Bab I Pasal 1, dijelaskan “film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.”104

Mengenai istilah perfilman, di UU Nomor 8 Tahun 1992, dijelaskan bahwa

“perfilman adalah seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan, jasa teknik, pengeksporan, pengimporan, pengedaran, pertunjukan, dan/atau penayangan film.”105 Sedangkan di UU Nomor 33 Tahun 2009 dijelaskan bahwa

“perfilman adalah berbagai hal yang berhubungan dengan film.”106 Definisi pembuatan film, dalam UU Nomor 8 Tahun 1992 dijelaskan bahwa “pembuatan film didasarkan atas kebebassan berkarya yang bertanggung jawab”. Sedangkan

Defenisi pembuatan film dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 dijelaskan bahwa

“kegiatan perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, berinovasi, dan berkarya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa.

Jadi bila penulis dapat menyimpulkan tentang regulasi pembuatan/produksi film yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 lebih detail memperhatikan tentang kebutuhan masyarakat karena harus memperhatikan nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan, dan budaya bangsa ketimbang regulasi pembuatan/produksi film yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1992.

103DPR RI, Proses Pembahasan Rancangan UU Republik Indonesia Tentang Perfilman Jilid II (Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 1995), hlm. 1212. 104Budpar, Op.Cit., hlm.2 105 DPR RI, Op.Cit., hlm.1212 106Budpar, Op.Cit., hlm.3

Universitas Sumatera Utara 58

A. Pengaturan Hak Para Pihak Yang Terlibat Dalam Produksi Film

Dalam produksi sebuah film dikenal ada 2 Hak yang melekat pada para pelaku produksi film itu sendiri, yaitu hak cipta dan hak terkait.

1. Hak Cipta dan Pemegang Hak Cipta

a) Defenisi Hak Cipta

Pengertian hak cipta terdapat dalam pasal 1 butir 1 UU Nomor 28 Tahun

2014 Tentang Hak Cipta, menurut ketentuan ini, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.

Istilah Hak Cipta pertama kali diusulkan oleh Moh. Syah, pada Kongres

Kebudayaan di Bandung tahun 1951 (yang kemudian diterima oleh Kongres tersebut) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auther Rechts.107

Di dalam hak cipta terkandung hak ekonomis dan hak moral, sebagai berikut:

1) Hak ekonomis meliputi hak untuk mengumumkan yaitu pembacaan, pe-

nyiaran, pameran, penjualan, pengedar-an, atau penyebaran, dan hak

untuk memperbanyak yaitu penambahan jumlah hasil ciptaan, baik

secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan

107Alip Rosidi, UU Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam, (Jakarta: Djambatan, 1984), hlm.3

Universitas Sumatera Utara 59

menggunakan bahan-bahan yang sama atau tidak sama, termasuk

pengalihwujudan secara permanen atau temporer.

2) Hak moral, berdasarkan pada Pasal 6 Konvensi Bern, yaitu klaim atas

hak kepengarangan (integrity right) dan keberatan atas modifikasi

tertentu dan aksi lainnya yang bertentangan (attribution right). Hak

moral dibedakan dari hak ekonomis, sehingga walaupun haknya telah

dialihkan, pencipta mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas

distorsi atau modifikasi karyanya apabila distorsi tersebut telah merusak

kehormatan dan reputasi pencipta.108

Berdasarkan ketentuan pasal 59 ayat (1) huruf c UU Hak Cipta

Perlindungan hak cipta atas ciptaan berupa karya sinematografi/film berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.

b) Pemegang Hak Cipta

Hal utama yang penting dalam hak cipta adalah Pemegang Hak dan kepemilikan. UU Hak Cipta telah memberikan definisi tentang Pencipta, dan pada

Pasal 1 angka 4 UU Hak Cipta yang dimaksud dengan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

Jadi dapat dipahami bahwa pemegang hak cipta mungkin adalah si pencipta, atau mungkin juga pihak yang menerima hak dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.

108Graeme B. Dinwoodie, William O. Hennessey, dan Shira Perlmutter, International Intellectual Property Law and Policy, (NSW: LexisNexis, 2001) hlm.771

Universitas Sumatera Utara 60

Menurut ketentuan dalam UU Hak Cipta, yang menjadi pemegang hak cipta adalah:

1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah;

(a) Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan dan

pengumuman resmi tentang pendaftaran pada Departemen

Kehakiman seperti yang dimaksud dalam Pasal 39.

(b) Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai

pencipta suatu ciptaan.

2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak tertulis dan tidak

diberitahuan siapa penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai

penciptanya.

3) Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan

dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang

memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu, atau jika

tidak ada orang itu, orang yang menghimpunnya dengan tidak

mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya.

4) Jika suatu ciptaan dirancang seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh

orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang

ciptaan, pencipta adalah orang yang merancang ciptaan itu.

5) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam

lingkungan pekerjaannya, pihak yang untuk dan dalam dinasnya ciptaan

itu dikerjakan adalah pemegang hak cipta, kecuali ada perjanjian lain

antara kedua belah pihak dengan tidak mengurangi hak si pembuat

Universitas Sumatera Utara 61

sebagai penciptanya apabila penggunaan ciptaan itu diperluas ke luar

hubungan dinas.

6) Jika suatu ciptaan dibuat dalam hubungan atau berdasarkan pesanan,

pihak yang membuat karya cipta itu sebagai pencipta dan pemegang hak

cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

7) Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal

daripadanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya,

badan hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya kecuali jika

dibuktikan sebaliknya.

8) Negara memegang hak cipta atas ciptaan hasil budaya rakyat yang

menjadi milik bersama, bila berhubungan dengan pihak luar negeri.

9) Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum

diterbitkan, Negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut atas

kepentingan penciptanya.

10) Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan

tersebut hanya tertera nama samaran pencipta danciptaan itu sudah

diterbitkan, penerbit memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk

kepentingan penciptanya.

11)Apabila suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya,

Negara yang akan menjadi pemegang hak cipta atas ciptaan tersebut

untuk kepentingan penciptanya.

Maka jika melihat ketentuan di atas apabila tidak diperjanjikan sebelumnya, dalam hal produksi film, yang menjadi pemegang hak cipta adalah pihak yang membuat film/karya sinematografi (dalam hal ini sutradara).Tetapi jika

Universitas Sumatera Utara 62

diperjanjikan, maka dimungkinkan bagi pihak pemberi kerja pemegang hak cipta

(dalam hal bisa produser maupun rumah produksi) .

2. Hak Terkait dan Pemegang Hak Terkait

a) Defenisi Hak Terkait

Dalam pasal 1 angka 5 UU Nomor 28 Tahun 2014 Defenisi Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran.

Hak Terkait lebih terbatas dan memiliki jangka waktu perlindungan yang lebih singkat jika dibandingkan dengan Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan

Hak Terkait normalnya adalah 50 tahun setelah ciptaan tersebut diumumkan.109

b) Pemegang Hak Terkait

Dalam lingkup hukum nasional, UU No. 28 Tahun 2014 mengatur perlindungan terhadap hak yang masih terkait erat dengan hak cipta, yaitu hak terkait (neighboring rights). Hak Terkait tidak akan timbul bila tidak ada izin dari pencipta asli untuk menggunakan ciptaannya.

Jaminan perlindungan terhadap Hak Terkait tersirat dalam Pasal 2 UU

No.28 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa UU ini berlaku terhadap:

1) Semua Ciptaan dan produk Hak Terkait warga negara, penduduk, dan

badan hukum Indonesia;

2) Semua Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia,

bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang untuk

109 Kariodimedjo, Perlindungan Hak Cipta, Hak Terkait, dan Desain Industri. Hlm.269 https://jurnal.ug.ac.id/jmh/article/download/16222/10768 (diakses pada tanggal 20 september 2019, pada pulul 10/15 WIB)

Universitas Sumatera Utara 63

pertama kali dilakukan Pengumuman di Indonesia;

3) Semua Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dan pengguna Ciptaan

dan/atau produk Hak Terkait bukan warga negara Indonesia, bukan

penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia dengan

ketentuan:

(a) negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan negara Republik

Indonesia mengenai pelindungan Hak Cipta dan Hak Terkait; atau

(b) negaranya dan negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta

dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai pelindungan Hak

Cipta dan Hak Terkait

B. Kedudukan Pencipta Naskah Dalam Produksi Film

Pencipta naskah sering disebut sebagai penulis naskah skenario dalam sebuah produksi film. Penulis naskah skenario merupakan penulis cerita untuk sebuah film. Dalam prakteknya penulis naskah skenario tidak selalu sebagai penggagas cerita. Karena ide cerita bisa saja dari penulis naskah skenario sendiri, bisa dari produser, sutradara, atau dari orang lain. Penulis naskah skenario bekerja berdasarkan kaidah dan teknik sinematografi. Penulis naskah skenario pada umumnya bukan karyawan perusahaan film (non-struktural) dan bukan crew teknis (lapangan). Tetapi namanya tercantum di credit title film. Penulis naskah skenario sangat dituntut memahai bahasa gambar/visual. Ia tidak dapat seenaknya mengganti Scene Heading dengan lokasi-lokasi yang tidak mencerminkan kondisi

Universitas Sumatera Utara 64

dari action/aksi. Ia harus dapat merasakan nuansa yang terjadi pada setiap scene dan mengalaminya dalam imajinasi tulisan.110

Dalam UU Hak Cipta, pencipta naskah juga mendapat perlindungan hukum sebagaimana pencipta suatu ciptaan pada umumnya yang diatur dalam UU Nomor

19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, disebutkan sebagai berikut111:

Angka 1 : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak

untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau

memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut Perundang-undangan yang

berlaku.

Angka 2 : Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-

sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan

berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,

ketrampilan, atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk

yang khas dan bersifat pribadi.

Angka 3 : Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan

keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Angka 4 : Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta,

atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak

lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima

hak tersebut.

110Sony Set dan Sita Sodharta, Op.Cit., hlm.22. 111 Pasal 1 UU Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Universitas Sumatera Utara 65

Sementara dalam produksi sebuah film kedudukan seorang pencipta naskah tidak diatur secara terperinci dan terpisah, seperti yang tertuang dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, yaitu:

(1) Pembuatan film wajib mengutamakan insan perfilman Indonesia secara

optimal.

(2) Insan perfilman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. penulis skenario film;

b. sutradara film;

c. artis film;

d. juru kamera film;

e. penata cahaya film;

f. penata suara film;

g. penyunting suara film;

h. penata laku film;

i. penata musik film;

j. penata artistik film;

k. penyunting gambar film;

l. produser film; dan

m. perancang animasi.

Dalam penjabaran dari Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU Nomor 33 Tahun 2009

Tentang Perfilman seorang penulis/pencipta skenario film dimasukkan kedalam kategori insan perfilman dan tidak ada peraturan yang terpisah membahas tentang penulis/pencipta skenario film tersebut.

Universitas Sumatera Utara 66

Hak dan Kewajiban para insan perfilman yang didalamnya juga terdapat seorang penulis/pencipta naskah perfilman dalam produksi sebuah film juga diatur dalam Pasal 49 dan 50 UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, yaitu sebagai berikut:

Pasal 49 : Setiap pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman

berhak:

a. berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang perfilman;

b. mendapatkan kesempatan yang sama untuk menumbuhkan

dan mengembangkan kegiatan perfilman dan usaha

perfilman;

c. mendapatkan perlindungan hukum;

d. membentuk organisasi dan/atau asosiasi kegiatan atau usaha

yang memiliki kode etik; dan

e. mendapatkan dukungan dan fasilitas dari Pemerintah dan

pemerintah daerah.

Pasal 50 (1) : Setiap pelaku kegiatan perfilman berkewajiban:

a. memiliki kompetensi kegiatan dalam bidang perfilman; dan

b. menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral, kesusilaan,

dan budaya bangsa dalam kegiatan perfilman.

Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan diatas, penulis menyimpulkan bahwa kedudukan seorang pencipta/penulis naskah dalam sebuah produksi film hanya sebagai penulis cerita untuk film tersebut, terlepas dari mana ide cerita itu didapat. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman juga

Universitas Sumatera Utara 67

tidak diatur secara terperinci mengenai kedudukan seorang pencipta/penulis naskah dalam sebuah produksi film.

Universitas Sumatera Utara 68

BAB IV

ANALISIS TERHADAP KASUS NOMOR 305K/Pdt.Sus-HKI/2014

A. Kasus Posisi

Dari putusan Mahkamah Agung Nomor 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014, diketahui bahwa HJ. RACHMAWATI SOEKARNOPUTRI, SH., selaku Ketua Pembina

Yayasan Pendidikan Soekarno, bertempat tinggal di Jalan Pegangsaan Timur

Nomor 17 A, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberi kuasa kepada Leonard P.

Simorangkir, SH., dan kawan-kawan, Para Advokat, beralamat di Ruko Cempaka

Mas Blok B-24, Jalan Letjend. Suprapto, Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 April 2014, sebagai Termohon Kasasi dahulu Penggugat, melawan:

1. PT. TRIPAR MULTIVISION PLUS, yang diwakili oleh Direktur

Utama, Ram Jethmal Punjabi, berkedudukan di Kompleks Perkantoran

Roxy Mas, Jalan K.H. Hasyim Ashari Kav.125 B Blok C2 Nomor 27-

34, Jakarta Pusat;

2. RAM JETHMAL PUNJABI, bertempat tinggal di Taman Kebon Blok

Q VI Nomor 17, Jakarta Barat;

3. HANUNG BRAMANTYO, bertempat tinggal di Kav. Polri, Jalan

Ampera Blok D2 Nomor 13A, Jakarta Selatan;

ketiganya dalam hal ini memberi kuasa kepada David Abraham, BSL., dan kawan-kawan, Para Advokat, beralamat di Prince Centre Lantai 10, Jalan Jend.

Sudirman Kav. 3-4, Jakarta Pusat, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18

Maret 2014, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat;

Universitas Sumatera Utara 69

Bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat telah mengajukan gugatan terhadap Para Pemohon Kasasi dahulu sebagai Para

Tergugat di depan persidangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat, pada pokoknya sebagai berikut:

1. Bahwa Penggugat adalah pencipta dari naskah "Soekarno" atau

dikenal “Bung Karno: Indonesia Merdeka" (P-2) dan sebagai salah

satu ahli waris dari mantan Presiden R.I. Pertama Soekarno yang

memiliki karakter atau performance yang dikenal dengan kharisma

Bung Karno;

2. Bahwa Penggugat mempunyai inisiatif agar naskah "Bung Karno:

Indonesia Merdeka" dijadikan sebuah film yang mempunyai nilai

sejarah bagi bangsa Indonesia dengan pengenalan kepada Presiden

R.I. yang pertama tentang perjuangan sampai Indonesia Merdeka;

3. Bahwa Penggugat pada awalnya berdialog dan berdiskusi kepada artis

senior, Widyawaty untuk pengembangan film tersebut dengan mencari

para pelaku (Aktor dan Aktris) guna memerankan Soekarno dan

tokoh-tokoh lainnya dalam Film Soekarno ("Bung Karno: Indonesia

Merdeka");

4. Bahwa Widyawaty akhirnya memperkenalkan Penggugat dengan

Tergugat III seorang Sutradara Muda yang akan menyutradarai serta

mencari Pelaku (Aktor dan Aktris) untuk Film Soekarno tersebut;

5. Bahwa kemudian Tergugat III memperkenalkan Penggugat kepada

Tergugat II selaku Produser Film. Bahwa hasil pertemuan antara

Penggugat dengan Tergugat III dan Tergugat II akhirnya disepakati

Universitas Sumatera Utara 70

untuk membuat film "Soekarno" atau "Bung Karno: Indonesia

Merdeka";

6. Bahwa dari Penggugat selaku pencipta naskah dalam pembuatan film

tersebut, memberikan saran-saran, ide dan pendapat tentang

karakteristik dan hal-hal lain sehubungan dengan casting film, content

atau kegiatan produksi film dimana hal ini disetujui dan diakui oleh

Tergugat I dan Tergugat II, sehingga kemudian untuk pelaksanaan

pembuatan film ini akhirnya dituangkanlah dalam perjanjian

kerjasama antara Tergugat I yang diwakili oleh Tergugat II dengan

Penggugat;

7. Bahwa dari naskah Soekarno yang dimiliki oleh Penggugat dibuatlah

script skenario Pertama yang dilakukan oleh Ben Sihombing dan

Tergugat III yang disetujui oleh Penggugat;

8. Bahwa selanjutnya script skenario kedua yang diserahkan oleh

Tergugat II akhirnya disetujui oleh Penggugat;

9. Bahwa untuk memasuki script skenario ketiga terjadilah kesepakatan

antara Penggugat dengan Tergugat II dan Tergugat III guna mencari

pelaku (aktor dan aktris) terutama yang dapat menjadi peran utama

Soekarno, dari pembicaraan tersebut diusulkan nama aktor Aryo Bayu

selaku pemeran dari Soekarno;

10. Bahwa Penggugat sempat telah berdialog dengan Aryo Bayu yang

diusulkan menjadi pemeran Soekarno dan dari dialog tersebut Aryo

Bayu mengaku bahwa dia tidak menjiwai karakteristik Soekarno serta

tidak memiliki atau mendalami rasa nasionalisme dan tidak mengenal

Universitas Sumatera Utara 71

riwayat perjuangan Soekarno karena dia selama 11 tahun tinggal di

luar Indonesia;

11. Bahwa berdasarkan hal tersebut akhirnya Penggugat bersama

Tergugat II dan Tergugat III sepakat untuk tidak memakai Aryo Bayu

sebagai pemeran Soekarno;

12. Bahwa tanpa sepengetahuan Penggugat, ternyata Tergugat II dan

Tergugat III melakukan shooting tanpa seijin dan tanpa sepengetahuan

Penggugat dalam pembuatan film "Soekarno" dengan para pelaku

diantaranya Aryo Bayu, Maudy Kusnadi, Lukman Sardi dan Iain-Iain,

dimana sudah disepakati untuk tidak memakai Aryo Bayu untuk peran

dari Soekarno;

13. Bahwa Film "Soekarno" ini dibuat adalah bertujuan untuk pendidikan

bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat Internasional agar

mengenal perjuangan Soekarno selaku Presiden R.I yang pertama;

14. Bahwa oleh karena Film "Soekarno" telah diproduksi dan tidak sesuai

dengan naskah Penggugat selaku pemegang Hak Cipta dan diperankan

oleh seseorang aktor yang tidak mengenal karakter dan pribadi dari

Soekarno, maka jelas tidak akan menghasilkan Film "Soekarno"

sebagaimana diharapkan, dan oleh karena itu pasti akan menimbulkan

kerugian apabila Film tersebut ditayangkan dilayar lebar dan juga

dapat merusak citra bangsa Indonesia terutama karakter Soekarno

yang tidak sesuai dengan naskah yang sesungguhnya;

15. Bahwa karakteristik perjuangan Soekarno dan sejarah perjuangannya

sampai Indonesia merdeka, adalah syarat utama dalam penyusunan

Universitas Sumatera Utara 72

naskah film tersebut, yang apabila tidak sesuai maka nilai perjuangan

Soekarno akan hilang;

16. Bahwa apabila film ini ditayangkan dan telah dikonsumsi masyarakat

maka akan tidak akan mudah untuk ditarik kembali dan menjelaskan

kepada masyarakat bahwa isi dari film "Soekarno" ini adalah salah

dan keliru termasuk pengenalan atas karakter Soekarno, sebagai suatu

pengrusakan/ kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi;

17. Bahwa agar Penggugat tidak dirugikan dan masyarakat tidak tersesat

dengan film "Soekarno" yang diproduksi, diumumkan dan

diperbanyak oleh Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III maka sudah

sepatutnya film yang diproduksi oleh Tergugat I "dihentikan

peredarannya" atau setidak-tidaknya dicegah peredarannya atau

menyimpan bukti-bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta

atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan

barang bukti;

18. Bahwa berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat dapat menerbitkan dengan segera dan efektif untuk:

a) mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya

mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau

hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan

importasi;

Universitas Sumatera Utara 73

b) menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta

atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya

penghilangan barang bukti”;

c) meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan

bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas

Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak tersebut memang sedang

dilanggar";

Dari duduk perkara yang telah dipaparkan diatas Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memberi putusan Nomor 93/Pdt/Sus HAK-

CIPTA/2013//PN.NIAGA JKT.PST., tanggal 10 Maret 2014 yang amarnya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi

 Menolak Eksepsi Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk

seluruhnya; Dalam Pokok Perkara

Dalam Konvensi

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan Penggugat adalah pencipta atas naskah Film “ Bung

Karno: Indonesia Merdeka”;

3. Menghukum Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III bertanggung

jawab secara tanggung renteng membayar ganti rugi materiil sebesar

Rp1,00 (satu rupiah) dan kerugian immateriil sebesar Rp1,00 (satu

rupiah) kepada Penggugat;

4. Menolak gugatan selain dan selebihnya;

Universitas Sumatera Utara 74

Dalam Rekonvensi

 Menolak gugatan Para Penggugat Rekonvensi;

Dalam Konvensi dan Rekonvensi

 Menghukum Para Tergugat Konvensi/Para Penggugat Rekonvensi

untuk membayar biaya perkara sebesar Rp32.116.000,00 (tiga puluh

dua juta seratus enam belas ribu rupiah);

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat tersebut diucapkan dengan dihadiri kuasa hukum Tergugat I, II dan

III pada tanggal 10 Maret 2014, terhadap putusan tersebut Para Tergugat melalui kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 18 Maret 2014 mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 21 Maret 2014 sebagaimana ternyata dari Akta

Permohonan Kasasi Nomor 18 K/Pdt.Sus-HaKI/2014/ PN.Niaga Jkt.Pst., jo.

Nomor 93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/ PN.Niaga Jkt.Pst., yang dibuat oleh Panitera

Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat, permohonan tersebut diikuti dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta

Pusat tersebut pada tanggal 3 April 2014;

Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh

Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah:

A. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Dengan Adanya

Kontradiksi Antara Pertimbangan Dengan Amar Putusan

Universitas Sumatera Utara 75

B. Judex Facti Telah Salah Dalam Menerapkan Hukum Dengan

Menghukum Para Pemohon Kasasi Tanpa Adanya Pelanggaran

C. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Pembuktian

D. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Bidang Hak Cipta serta

Tidak Cukup Pertimbangan (Onvoldoende Gemotiveerd)

E. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Terkait Penetapan

Sementara Serta Kurang Cukup Pertimbangan (Onvoldoende

Gemotiveerd)

F. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Acara

B. Pertimbangan Majelis Hakim dan Putusan

Dalam pertimbangan hukum dan amar Putusan a quo pada bagian rekonvensi senyatanya telah keliru dalam menempatkan pihak yang menjadi

Penggugat Rekonvensi. Sebagaimana berita acara dalam perkara a quo, yang bertindak sebagai Penggugat Rekonvensi hanyalah Tergugat I saja, sedangkan

Tergugat II dan Tergugat III tidak bertindak sebagai Penggugat Rekonvensi.

Dengan demikian Judex Facti yang menempatkan Para Tergugat sebagai Para

Penggugat Rekonvensi baik dalam pertimbangan hukum maupun dalam amar

Putusan a quo nyata-nyata telah terdapat kekeliruan dalam penerapan hukum;

Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah

Agung berpendapat:

Bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 3 April 2014 dan kontra memori kasasi tanggal 23 April 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal

Universitas Sumatera Utara 76

ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ternyata Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian dan tidak mempertimbangkan sebagaimana mestinya atau tidak didasarkan pada pertimbangan yang cukup

(onvoldoende gemotiveerd);

Bahwa hubungan hukum antara Penggugat dengan Para Tergugat bermula dari “Perjanjian Kerja Sama” tertanggal 17 Oktober 2011 antara Penggugat dengan Tergugat I dan II untuk memproduksi film layar lebar dengan judul “Bung

Karno” yang kemudian dijadikan film dengan judul “Soekarno” oleh Para

Tergugat, dan sebagai penulis skenario film Soekarno tersebut adalah saksi

Bernard Parulian alias Ben Sihombing berdasarkan Surat Perjanjian Kerja Nomor

25/FILM/WRITER/X/12 tanggal 10 Januari 2012 antara saksi Ben Sihombing dengan Tergugat III selaku pemilik PT. Dapur Film yang disetujui oleh

Penggugat, dan selanjutnya saksi Ben Sihombing menerangkan bahwa naskah cerita dalam pagelaran Dharmagita Maha Guru yang didalilkan Penggugat merupakan dasar pembuatan skenario film Soekarno, tidak dijadikan dasar atau inspirasi dalam pembuatan skenario film Soekarno dan tidak pernah dibahas dalam Forum Group Diskusi pembuatan film tersebut, sehingga dengan demikian sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terbukti bahwa Penggugat tidak dapat digolongkan sebagai pencipta atas naskah film “Soekarno” tersebut sebagaimana pokok gugatan Penggugat, dan dengan demikian penguasaan skrip dan master film “Soekarno” oleh Penggugat tanpa alas hak yang sah, untuk itu memerintahkan kepada Penggugat untuk menyerahkan kembali skrip dan master film “Soekarno” tersebut kepada Para Tergugat;

Universitas Sumatera Utara 77

Bahwa pertimbangan Judex Facti yang mengatakan bahwa produksi film

Soekarno telah melanggar hak cipta Penggugat/Termohon Kasasi karena ternyata tidak mencantumkan nama Penggugat/Termohon Kasasi sebagai pemegang hak cipta merupakan pertimbangan yang salah. Soekarno adalah seorang tokoh nyata atau tokoh yang benar telah lahir, hidup dan meninggal dunia di Indonesia, sebagai salah seorang proklamator dan Presiden Republik Indonesia yang pertama. Oleh sebab itu, tokoh Soekarno dan kehidupannya bukanlah ciptaan seseorang. Seseorang hanya dapat menghasilkan karya tulis yang menjadi hak ciptanya tentang Soekarno dari sudut pandang atau interpretasinya. Fakta membuktikan terdapat sejumlah buku atau tulisan yang telah menjelaskan ketokohannya dan juga sisi kemanusiaannya. Karya-karya tulis itu menjadi hak cipta bagi masing-masing penulisnya. Dengan demikian penulis naskah, sutradara dan produser film tidak dapat dikatakan melawan hukum jika ia mengambil atau menggunakan pelbagai sumber tulisan atau informasi sebagai rujukan yang kemudian mengintegrasikannya menjadi sebuah skenario dalam pembuatan atau produksi film tentang kehidupan Soekarno yang kemudian menjadi hak ciptanya pula. Kalaupun sebelum pembuatan film a quo telah ada perjanjian antara

Penggugat pada satu pihak dengan produser dan sutradara film pada pihak lain bahwa pembuatan film harus sesuai dengan naskah “Bung Karno: Indonesia

Merdeka” karya tulis Penggugat, kemudian belakangan produser dan sutradara terbukti menghasilkan film yang tidak sesuai dengan naskah karya Penggugat tidak dapat serta merta disimpulkan telah terjadi pelanggaran hak cipta tetapi peristiwa hukum itu lebih tepat disebutkan wanprestasi yang merupakan

Universitas Sumatera Utara 78

perselisihan dalam ranah hukum perdata umum dan bukan sengketa yang masuk dalam wilayah Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI);

Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata Penggugat tidak berhasil membuktikan kebenaran dalil gugatannya, sebaliknya Para Tergugat telah berhasil membuktikan dalil bantahannya. Untuk itu permohonan kasasi tersebut dapat dikabulkan, dengan membatalkan Putusan Judex Facti (Pengadilan Niaga), mengadili sendiri; menolak gugatan Penggugat dalam Konvensi dan mengabulkan gugatan Penggugat dalam Rekonvensi;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah

Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. PT. Tripar Multivision Plus, 2. Ram Jethmal

Punjabi, dan 3. Hanung Bramantyo, tersebut dan membatalkan putusan

Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 93/Pdt/Sus HAK-

CIPTA/2013//PN.NIAGA JKT.PST., tanggal 10 Maret 2014, selanjutnya

Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dikabulkan, maka Termohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan;

Memperhatikan, UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, UU

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UUNomor 14 Tahun

1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan

UUNomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UUNomor 3 Tahun

2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

Universitas Sumatera Utara 79

M E N G A D I L I

Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. PT.

TRIPAR MULTIVISION PLUS, 2. RAM JETHMAL PUNJABI, dan 3.

HANUNG BRAMANTYO tersebut;

Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat Nomor 93/Pdt/Sus HAK-CIPTA/2013//PN.NIAGA JKT.PST., tanggal 10

Maret 2014;

MENGADILI SENDIRI

Dalam Eksepsi:

• Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat III untuk

seluruhnya; Dalam Pokok Perkara:

• Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

DALAM REKONVENSI

• Memerintahkan Tergugat Rekonvensi untuk menyerahkan kembali skrip

dan master film Soekarno sesuai Berita Acara Pelaksanaan Nomor

93/Pdt.Sus-Hak Cipta/2013/ PN.Niaga Jkt.Pst., tanggal 13 Desember 2013

kepada Penggugat Rekonvensi;

DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI

• Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi

untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam

tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

Universitas Sumatera Utara 80

C. Analisi atas Pertimbangan Majelis dan Putusan

Dari permasalahan tentang film yang dibuat produser berdasarkan referensi naskah pihak ketiga yang telah penulis paparkan dalam pembahasan, yakni kasus pelanggaran hak cipta yang dilaporkan oleh HJ. RACHMAWATI

SOEKARNOPUTRI, SH., melawan PT. TRIPAR MULTIVISION PLUS

(tergugat 1), RAM JETHMAL PUNJABI (tegugat 2), HANUNG BRAMANTYO

(tergugat 3) dalam pengadilan tingkat 1 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang sekarang telah memasuki babak akhir dalam persidangan pengadilan Mahkamah

Agung dengan nomor register 305 K/Pdt.Sus-HKI/2014. Dimana dalam putusan

Majelis Hakim di Pengadilan Mahkamah Agung telah memenangkan para pemohon kasasi. Majelis Hakim mengabulkan permohonan kasasi dari Para

Pemohon Kasasi: 1. PT. Tripar Multivision Plus, 2. Ram Jethmal Punjabi, dan 3.

Hanung Bramantyo, tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 93/Pdt/Sus HAK-

CIPTA/2013//PN.NIAGA JKT.PST., tanggal 10 Maret 2014.

Dari putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 305 K/Pdt.Sus-

HKI/2014. Selanjutnya penulis akan memberikan analisa hukum yang menelaah apakah tepat putusan Pengadilan Mahkamah Agung tersebut memutuskan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. PT. Tripar

Multivision Plus, 2. Ram Jethmal Punjabi, dan 3. Hanung Bramantyo, tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat Nomor 93/Pdt/Sus HAK-CIPTA/2013//PN.NIAGA JKT.PST., tanggal 10

Maret 2014,.

Universitas Sumatera Utara 81

Seperti yang kita ketahui bahwa Film Soekarno dibuat dengan menggunakan salah satu referensinya yaitu naskah “Bung Karno” : Indonesia

Merdeka. Naskah ini diciptakan oleh Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri yang dituangkan dalam Pagelaran Gita Dharma Maha Guru yang telah dipertunjukkan sebanyak tiga kali dan mendapat respon yang positif dari masyarakat. Namun tidak dikatakan bahwa Film Soekarno merupakan sebuah “Derivative Works” atau karya cipta turunan dari naskah “Bung Karno : Indonesia Merdeka. Karena film ini dibuat juga berdasarkan skenario atau naskah yang dibuat oleh Ben

Parulian Sihombing sebagai Penulis Skenario Masing-masing dari karya cipta ini memiliki pencipta yang berbeda. Film Soekarno diciptakan oleh Hanung

Bramantyo. Sedangkan Naskah “Bung Karno : Indonesia Merdeka” diciptakan oleh Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri. Lalu, dalam proses pembuatan film

Soekarno, naskah Bung Karno : Indonesia Merdeka ini kemudian dikembangkan menjadi suatu skenario film yang ditulis oleh Ben Parulian Sihombing sebagai

Penulis Skenario dan Hanung Bramantyo sebagai Sutradara. Sedangkan Ibu Hj.

Rachmawati disini berperan sebagai referensi utama dan telah mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian kerja sama. Hal ini dibuktikan kuat dengan adanya

Perjanjian Kerja Sama Produksi Film Layar Lebar antara PT. Tripar Multivision

Plus dengan Yayasan Pendidikan Soekarno. UU Hak Cipta Tahun 2014 Pasal 34 menjelaskan mengenai posisi dari orang yang merancang sekaligus ia memiliki rancangan tersebut dan dengan orang yang mengerjakan rancangan tersebut di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang. Dianalogikan, orang yang merancang sekaligus memiliki rancangan tersebut adalah seorang Sutradara.

Jadi disini Sutradara adalah orang yang memiliki rancangan dan merancang suatu

Universitas Sumatera Utara 82

film. Seorang sutradara adalah orang yang memiliki tugas menentukan tema, lalu dilanjutkan dengan memilih naskah yang tepat untuk dijadikan skenario, kemudian memilih aktor atau pemain yang cocok dengan penafsiran naskah, melatih aktor atau pemain, mengatur jadwal shooting, dan sebagainya. Sutradara sebagai seseorang yang memimpin dan mengawasi jalannya proses pembuatan film. Dan ia juga dianggap sebagai perancang film dibawah pengawasan produser yang merupakan seorang sineas profesional yang bekerja membuat film. Jika diaplikasikan dalam pembuatan film “Soekarno”, maka disini yang menjadi perancang dan memiliki rancangan adalah sang sutradara, yaitu Hanung

Bramantyo. Sehingga yang menjadi pencipta dari film “Soekarno” adalah Hanung

Bramantyo.

Dari semua penjelasan diatas dengan demikian penulis menyatakan bahwa,

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan Nomor Register 305K/Pdt.Sus-

HKI/2014 Adalah sudah tepat karena semuanya sudah sesuai dengan UU Nomor

19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, terkecuali bisa dibuktikan bahwa Film

Soekarno:Indonesia Merdeka adalah merupakan karya yang sepenuhnya turunan

(derivative works) dari naskah “Bung Karno” : Indonesia Merdeka yang diciptakan oleh Ibu Hj. Rachmawati Soekarno Putri.

Universitas Sumatera Utara 83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan yang penulis tuliskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari semua penjelasana yang telah penulis paparkan dapat ditarik

kesimpulan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam suatu produksi film

mempunyai peranannya masing-masing sesuai dengan Tugas dan

Fungsinya, dengan seorang produser sebagai pimpinan dalam sebuah

Produksi film, yang mempunyai tugas dan wewenang Memberikan

panduan (arahan) kepada manajer produksi/pimpinan produksi, beserta

seluruh staf produksi yang dipimpinnya serta wajib mendapatkan

laporan dari semua departemen (progress report).

2. Di Indonesia Pengaturan Hukum untuk pihak-pihak yang terlibat dalam

produksi sebuah film tidak ada diatur secara terperinci sesuai dengan

peranan yang ada dalam produksi sebuah film, semua pihak-pihak yang

terlibat dalam sebuah produksi film digolongkan menjadi insan

perfilman, yang hak dan kewajibannya dilindungi diatur dalam Pasal 49

dan 50 UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, yang isinya

sebagai berikut:

Pasal 49 : Setiap pelaku kegiatan perfilman dan pelaku usaha perfilman

berhak:

Universitas Sumatera Utara 84

a. berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang

perfilman; b. mendapatkan kesempatan yang sama untuk

menumbuhkan dan mengembangkan kegiatan perfilman dan

usaha perfilman; c. mendapatkan perlindungan hukum;

d. membentuk organisasi dan/atau asosiasi kegiatan atau

usaha yang memiliki kode etik; dan

e. mendapatkan dukungan dan fasilitas dari Pemerintah dan

pemerintah daerah.

Pasal 50 :(1) Setiap pelaku kegiatan perfilman berkewajiban:

a. memiliki kompetensi kegiatan dalam bidang perfilman;

dan

b. menjunjung tinggi nilai-nilai agama, etika, moral,

kesusilaan, dan budaya bangsa dalam kegiatan perfilman.

3. Seorang pencipta naskah tidak memiliki kedudukan yang lebih dalam

produksi sebuah film dari pada tugas-tugasnya sesuai dari pengertian

yang tertuang dalam defenisi seorang pencipta naskah tersebut,

terkecuali ada diperjanjikan oleh para pihak yang terlibat dalam

produksi film tersebut.

4. Tidak terbukti bahwa Film Soekarno merupakan sebuah “Derivative

Works” atau karya cipta turunan dari naskah “Bung Karno : Indonesia

Merdeka. Karena film ini dibuat juga berdasarkan skenario atau naskah

yang dibuat oleh Ben Parulian Sihombing sebagai Penulis Skenario

Masing-masing dari karya cipta ini memiliki pencipta yang berbeda.

Film Soekarno diciptakan oleh Hanung Bramantyo sebagai sutradara

Universitas Sumatera Utara 85

dibawah pengawasan Raam Punjabi sebagai produser. Sedangkan

Naskah “Bung Karno : Indonesia Merdeka” diciptakan oleh Ibu Hj.

Rachmawati Soekarno Putri.

B. Saran

1. Penulis menyarankan agar instansi yang berwenang memperbaiki UU

tentang Perfilman, agar diatur tentang kedudukan para pihak dalam

produksi film sesuai dengan peranan mereka masing-masing, dan agar

diatur juga tentang produksi film yang berasal dari referensi naskah pihak

ketiga.

2. Penulis juga menyarankan agar dalam pembuatan perjanjian kerja antara

pihak-pihak yang terlibat dalam suatu produksi film agar dilakukan

secara tertulis sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 57 ayat (1) UU

Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dengan pemperhatikan

syarat sah atau tidaknya suatu perjanjian tersebut yang dapat kita lihat

dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

a) Sepakat mereka mengikat dirinya;

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c) Suatu hal tertentu;

d) Suatu sebab yang halal.

Agar tidak terjadi lagi salah satu pihak keluar dari perjanjian kerja dan

menyebabkan sengketa seperti dalam kasus film Soekarno: Indonesia

Merdeka.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Buku

B. Dinwoodie, Graeme, O. Hennessey, William, dan Perlmutter, Shira, 2001,

International Intellectual Property Law and Policy, NSW: LexisNexis.

Damian, 2002, Hukum Hak Cipta, Bandung: PT. Alumni.

Dermawan Rahmansyah dan Saraswati, Desi, 2009, Cari Duit dari Freelance,

Jakarta: Penerbit Plus.

Djumhana, Muhammad dan Djubaedillah, R, 1997, Hak Milik Intelektual: Sejarah

Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

DPR RI, 1995, Proses Pembahasan Rancangan Undang-undang Republik

Indonesia Tentang Perfilman Jilid II, Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI.

Effendy, Heru, 2009 Mari Membuat Film: Panduan Menjadi Produser, Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Firmansyah, Hery, 2013, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Yogyakarta:

Medpress Digital.

G. Dennis, Fitryan, 2008, Bekerja Sebagai Sutradara, Jakarta: Erlangga.

G. Dennis, Fitryan, 2010, Bekerja Sebagai Produser, Jakarta: Erlangga.

Hughes, Dewi, 2011, Public Speaking For Kids, Jakarta: Gramedia Widiasarana

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara Ita, Gambiro, 1995, Hak Cipta Beserta Peraturan Perundang-undangan Tentang

Hak Cipta dan Konvensi-Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta,

Jakarta: CV. Sebelas Print.

Karsito, Eddie, 2008, Menjadi Bintang, Kiat Sukses Jadi Artis Panggung, Film,

dan Televisi, Jakarta: PT. Cahaya Insan Suci.

Keith, Jenkins, (Ed.) , 1997. Postmodern History Reader. London & New York:

Routledg.

Lutters, Elisabeth, 2018, Kunci Sukses Menjadi Aktor, Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia.

M. Hadjon, Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia,

Surabaya: PT.Bina Ilmu.

Mabruki KN, Anton, 2018, Produksi Program TV Drama, Jakarta: PT. Gramedia.

Mabruri KN, Anton, 2013, Manajemen Produksi Program Acara TV, Jakarta:

PT.Grasindo.

Marseli, Sumarn, 1996, Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta : PT.Grasindo.

Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Cet.XI, Jakarta: Kencana.

Miyarso, Estu, 2009, Pengembangan Multimedia dan pengantar Sinematografi,

Yogyakarta : Bina Citra.

Mohamad, Goenawan, 1981, “Film Indonesia: Catatan Tahun 1974”, Seks,

Sastra, Kita Jakarta: Sinar Harapan.

Universitas Sumatera Utara Muhamad, Abdulkadir, 1999, Kajian Hukim Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual,

Bandung : Citra Aditya Bakti.

Nurfebiaraning, Sylvie, 2017, Manajemen Periklanan, Yogyakarta: Penerbit

Deepublish.

Poerdarminta,W.J.S, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka.

Pounds Roscoe dalam Bernad L. Tanya, 2006, Teory Hukum : Strategi Lintas

Ruang dan Generasi, Surabaya: CV.Kita.

Pratista, Hinawab, 2008, Memahami Film, Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Ramdion, Naning, 1997, Perihal Hak Cipta Indonesia, Tinjauan Terhadap

Auteursrecht 1912 Dan Undang-undang Hak Cipta, Yogyakarta: Liberty.

Rosidi, Alip, 1984, Undang-Undang Hak Cipta 1982, Pandangan Seorang Awam,

Jakarta: Djambatan.

Santoso, Ensadi J, 2013, Bikin Video Dengan Kamera DSLR, Ciganjur:

Mediakita.

Set, Sony dan Sodharta, Sita, 2006, Menjadi Penulis Skenario Profesional,

Jakarta: Grasindo.

Siregar, Tampil Anshari, 2007, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Multi

Grafik Medan.

Soekanto, Soerjono, 2014, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press.

Universitas Sumatera Utara Soemantri, Sri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung:

Alumni.

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Soeroso, R, 1992, Penghantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Sulastianto, Harry Dkk, 2006, Seni Budaya, Bandung: Grafindo Media Pratama.

Susanti, Dyah Octorina dan Efendi, A‟an, 2014, Penelitian Hukum (Legal

Research), Sinar Grafika: Jakarta.

Susanto, Edi, 2011, Unlimited Success, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Usman, Rahmadi, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Bandung:

PT.Alumni.

Wiyanto, Asul, 2012, Kitab Bahasa Indonesia, Jogja: Jogja Bangkit Publisher.

Yusanto, Freddy, 2016, Produksi Program Televisi, Yogyakarta: Penerbit

Deepublish.

Yustinah dan Iskak, Ahmad, 2018, Bahasa Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Peraturan Perundang-Undangan

Kep. No. 71 Th. 1971 oleh Menteri Penerangan Budiharjo

SK Menteri RI No. 216/Kep/Men/1983 mengenai Dewan Film Nasional

Universitas Sumatera Utara Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1992 Tentang Perfilman

Artikel Ilmiah/ Jurnal, Skripsi, dan Tersis Melalui Media Cetak Maupun

Elektronik ataupun Putusan Pengadilan

Agus Setiawan, “Pengertian Studi Kepustakaan”,

http://www.transiskom.com/2016/03/pengertian-studi-kepustakaan.html,

diakses pada tanggal 23 Juli 2018 pada pukul 15.05 WIB.

Budpar, “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang

Perfilman” Budpar, http://www.budpar.go.id/userfiles/file/5168_1434-

UU33Tahun2009Perfilman.pdf diakses pada tanggal 18 september 2019,

pada pukul 01.01 WIB.

Deborah Hornblow, “J.Lo‟s „Maid‟ Proves Cinderella Never Dies”,

articles.courant.com/2002-12-16/features/0212160678_1_cinderella-fairy-

tale-marisa-ventura-jennifer-lopez>, diakses pada tanggal 16 Juli 2019 pada

pukul 19.00 WIB.

J.B. Kristanto. Film Indonesia dan Akal sehat. http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0109/07/dikbud/film38.htm diakses pada tanggal 18 september 2019,

pada pukul 00.15 WIB.

Universitas Sumatera Utara Judul resmi dari film yang menjadi sengketa adalah “Soekarno: Indonesia

Merdeka” (MVP Indonesia, “Hanung Bramantyo Wujudkan Impian Lewat

Film Soekarno”,

update/2012/12/19/hanung-bramantyo-wujudkan-impian-lewat-film-

soekarno/>, diakses pada tanggal 16 Juli 2019 pada pukul 22.00 WIB.

Kariodimedjo, Perlindingan Hak Cipta, Hak Terkait, dan Desain Industri.

https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/download/16222/10768 diakses pada

tanggal 20 september 2019, pada pukul 10.15 WIB

Mokhammad Zakky, “Tugas dan Job Description Crew Produksi Film”,

http://namafilm.blogspot.com/2014/07/job-description-produksi-

film.html?m=1 diakses pada tanggal 29 agustus 2019, pada pukul 12.39

WIB.

Rebecca Bulnes, “Pretty Woman at 25: Hollywood‟s Cinderella Complex”,

cinderella-complex/>, diakses pada tanggal 16 Juli 2019 pada pukul 18.30

WIB

Sukardi, “Penelitian adalah Cara Pengamatan”, http://penalaran-unm.org/apakah-

penelitian-itu/, diakses pada tanggal 17 Juli 2019 pada pukul. 23.00 WIB.

Willy Prasetyonoh, “Susunan Lengkap Kru Dalam Film Pendek”,

https://concreation.co.id/2018/01/29/susunan-lengkap-kru-dalam-film-

pendek/ diakses pada tanggal 29 agustus 2019, pada pukul 12.03 WIB.

Universitas Sumatera Utara